JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
1
Analisis Teknis Dan Ekonomis Penggunaan Bambu Ori Dengan Variasi Umur Untuk Pembuatan Kapal Kayu Nur Fatkhur Rohman dan Heri Supomo Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail:
[email protected] Abstrak— Ketersediaan kayu jati sebagai material dasar pembangunan kapal kayu setiap tahun mengalami penurunan. Menurunnya ketersediaan kayu jati menjadi penyebab harga kayu jati yang semakin tinggi. Bambu Ori (Bambusa Arundinacea) menjadi material alternatif pembangunan kapal kayu. Bambu Ori mudah didapatkan, mudah dalam pembudidayaan, laju pertumbuhan yang cepat, dan memiliki sifat mekanis yang baik. Dalam mendapatkan sifat mekanis yang baik, perlu pengetahuan untuk mengetahui masa panen bambu, karena sifat bambu yang mudah lapuk apabila bambu dipanen tidak dalam umur yang tepat. Bambu Ori dibuat menjadi bilah dan disusun sehingga menjadi bentuk laminasi bambu. Penelitian ini memaparkan nilai kuat tarik dan kuat tekuk maksimum bambu laminasi berdasarkan lima variasi umur yaitu 1, 2, 3, 4, dan 5 tahun. Pengujian tarik (Tensile Test) dan pengujian tekuk (Flexure Test) menggunakan standar pengujian ASTM D 3500 dan ASTM D3034. Hasil pengujian menunjukkan bahwa bambu variasi lima tahun memiliki kuat tarik dan kuat tekuk yang paling baik sebesar 213,275 Mpa dan 127,44 Mpa. Perhitungan ekonomis menunjukkan laminasi bambu variasi lima tahun memiliki keunggulan dari sisi ekonomis dengan biaya produksi sebesar Rp 30.933.768 untuk pembangunan geladak kapal kayu 30 GT. Kata Kunci—Laminasi bambu, Bambu ori, Kuat tarik, Kuat tekuk, Variasi umur, Geladak kapal
I. PENDAHULUAN ERUSAKAN hutan di Indonesia saat ini tercatat di Guinnes World Record sebagai perusak hutan tercepat di dunia pada tahun 2008 [1]. Bahkan berdasarkan data – data dari Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) tahun 2000 hingga 2005 rata – rata perhari 51 km2 hutan Indonesia hilang (rusak). Sesuai perhitungan kerusakan hutan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemkab Darito Selatan pada tahun 2012, diperkirakan hutan Sumatera dan hutan Kalimantan akan punah pada tahun 2022. Hal ini pasti akan berdampak pada pembuatan kapal kayu di Indonesia karena juga sulit mendapatkan bahan baku utama kapal yaitu kayu. Selain itu, dengan keterbatasan jumlah bahan baku kayu juga berpengaruh pada harga kapal kayu yang akan semakin tinggi. Saat ini bambu masih banyak diteliti lebih lanjut sebagai alternatif pengganti kapal kayu, di iklim tropis dengan kelembaban tinggi seperti Indonesia, bambu hanya mampu bertahan 2-3 tahun bila digunakan sebagai material konstruksi karena bambu mudah terserang kumbang bubuk. Bambu merupakan material organik. Tidak seperti kebanyakan kayu solid, bambu memiliki kandungan gula yang tinggi yang merupakan makanan alami kumbang bubuk
K
dan serangga bor lainnya. Pada permukaan bambu yang terserang kumbang, hanya terdapat lubang kecil tempat kumbang tersebut masuk pertama kali. Namun, kerusakan terbesar terjadi pada bagian dalam bambu di mana bambu mengalami kerusakan akibat dimakan oleh kumbang tersebut. Bahkan, bubuk yang keluar dari bambu yang terserang dapat mengganggu kesehatan. Kerusakan bambu tersebut menyebabkan pelapukan, retak, pecah, dan bangunan bambu dapat rubuh [2]. Hal ini dikarenakan masa panen bambu yang tidak benar¸ banyak masyarakat menilai bambu dengan warna hijau dapat dipanen dan dijadikan bahan kostruksi ataupun mebel, padahal bambu memiliki masa panen terbaik pada usia 3-5 tahun [3]. Pada tahun 2013 telah dilakukan penelitian mengenai umur bambu, bambu dengan umur 5 tahun memiliki kekuatan terbesar [4]. Pada umur ini dari segi teknis bambu betung memiliki kekuatan terbesar dari segi kekuatan uji tarik dan tekannya, sedangkan dari segi ekonomis bambu betung umur 5 tahun adalah yang paling ekonomis, karena kebutuhan bambu yang tidak terlalu banyak untuk mendapatkan kekuatan optimum sebagai pembuatan kapal kayu. Namun bambu yang diteliti adalah bambu betung, menurut Wicaksono [5] bambu yang paling kuat sebagai bahan konstruksi adalah bambu ori. Kekuatan dari segi bending juga belum diketahui, padahal untuk konstruksi kapal memanjang seperti geladak, galar, bottom adalah konstruksi yang mengalami beban bending. Oleh karena itu berdasarkan latar belakang di atas saya mengusulkan judul tugas akhir yang berjudul “ Analisis Teknis Dan Ekonomis Penggunaan Laminasi Bambu Ori Dengan Variasi Umur Untuk Pembuatan Kapal Kayu “ II. URAIAN PENELITIAN A. Tahap Studi Literatur Pada tahap ini dilakukan studi literatur tentang bambu dengan tujuan merangkum teori-teori dasar serta acuan dalam penulisan tugas akhir ini. Studi literatur didapatkan dari beberapa sumber seperti jurnal ilmiah, website, buku, survei lapangan dan informasi tugas akhir sebelumnya. Pada penulisan tugas akhir ini mengacu pada “Peraturan Kapal Kayu”, 1996, BKI [7] sedangkan untuk pembuatan spesimen mengacu pada ASTM Standard 2004 [6]. B. Tahap Pembuatan Spesimen Dalam pembuatan spesimen ini terdapat 5 jenis variasi bambu laminasi. Yaitu bambu berumur 1, 2, 3, 4, dan 5 tahun. Pada pengujian tarik dan tekuk diambil sebanyak 4
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) buah spesimen pada tiap – tiap variasi. Pembuatan spesimen tarik dan tekuk berdasarkan ASTM Standard 2004, D 3500 dan D3043 [6]. C. Tahap Pengujian Spesimen Pada tahap ini dilakukan pengujian terhadap material bambu laminasi dengan menggunakan bambu ori. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kekuatan masing – masing material dengan variasi umurnya. Dari hasil pengujian ini nantinya dapat menentukkan apakah material bambu laminasi tersebut dapat digunakan sebagai konstruksi geladak kapal. Pengujian yang dilakukan adalah uji tarik ASTM D3500 [6] dan uji kuat tekan ASTM D3043 [6]. D. Tahap Analisa dan Interpretasi Data Pada tahap ini dilakukan analisa data – data hasil pengujian dan dihitung besarnya tegangan masing – masing benda uji, selanjutnya disajikan dalam bentuk grafik - grafik. Kemudian dihitung nilai kuat tarik dan kuat tekuk masing masing benda uji dan dibandingkan antar variasi. Bagian konstruksi yang dihitung secara teknis dan ekonomis yaitu bagian geladak kapal. III. HASIL DAN DISKUSI Pada penelitian ini dilakukan 2 pengujian yaitu pengujian tarik dan pengujian tekuk dengan 5 variasi umur mulai dari satu sampai lima tahun. Ukuran spesimen bambu sebagai uji tarik mengacu pada ASTM D3500 [6], sedangkan untuk pengujian tekuk mengacu pada ASTM D3043 [6]. A. Hasil Pengujian Tarik Hasil pengujian tarik dilakukan pada 5 variasi umur bambu. mulai dari satu tahun sampai lima tahun. Total spesimen yang dilakukan pengujian tarik sebanyak 20 spesimen dimana setiap variasi terdiri atas empat spesimen. Tujuan dari jumlah spesimen adalah untuk mengetahui tingkat ketelitian dan mengurangi tingkat kesalahan pada hasil pengujian. Pengujian kuat tarik dilakukan dengan cara memberikan beban gaya yang berlawanan arah sampai material patah. Uji tarik yang telah dilakukan menghasilkan patahan di tempat yang berbeda pada tiap spesimen. Fenomena ini terjadi akibat perbedaan ruas bambu, massa jenis bambu, dan pengeleman. Hasil dari pengujian tarik berupa beban tarik maksimum dan regangan dari variasi umur bambu. Tegangan tarik diperoleh dari hasil pembagian antara beban tarik maksimum dengan luas penampang spesimen pengujian.
2
Gambar 1 menunjukkan grafik hubungan antara regangan dan tegangan dengan lima variasi umur spesimen. Terjadi perbedaan kuat tarik maksimum yang cukup signifikan dari kelima variasi. Dari umur satu tahun ke umur dua tahun mengalami kenaikan tegangan sebesar 26 %, untuk kenaikan tegangan dari dua ke tiga tahun sebesar 29 %, untuk variasi umur tiga ke empat tahun mengalami kenaikan hanya 21 %, sedangkan variasi umur empat ke lima tahun hanya 16 %. Perbedaan tegangan pada proses pengujian tarik dipengaruhi oleh perbedaan kadar air pada setiap variasi umur. Perbedaan tegangan juga dipengaruhi oleh lapuknya spesimen akibat proses penjemuran yang berakibat berkurangnya berat bambu pada variasi satu dan dua tahun hingga 50 %. Untuk variasi tiga tahun bambu sedikit lapuk namun keras dengan pengurangan berat hingga 30 % pasca penjemuran, sedangkan untuk variasi empat dan lima memilik kondisi fisik yang keras dengan pengurangan berat hanya 10 % pasca penjemuran. Oleh karena itu variasi empat dan lima tahun mampu memperoleh nilai tegangan yang lebih besar dari hasil pengujian tarik. Tabel 1. Kuat Tarik Rata - Rata Pmaks A maks Umur
(N)
(mm2)
(MPa)
1
2
(1/2)
1
9200
114,7
65,645
2
12300
112,9
103,241
3
18600
119,7
138,171
4
21600
109,8
180,719
5
26300
112,2
213,275
Tabel 1 menunjukkan kuat tarik rata - rata pada masing masing variasi umur bambu. Mulai variasi umur satu tahun hingga lima tahun mengalami peningkatan nilai tegangan. Variasi umur satu tahun memiliki nilai kuat tarik terkecil yaitu 65,645 MPa. Variasi umur lima tahun memiliki nilai kuat tarik terbesar yaitu 213,275 MPa. Tabel 2. Modulus Elastisitas Tarik Rata - Rata tarik
(MPa)
(GPa)
1
65,645
7,329
2
103,241
8,933
3
138,171
11,334
4
180,719
14,793
5
213,275
15,713
Umur
Tabel 2 menunjukkan umur satu tahun hingga lima tahun mengalami peningkatan modulus elastisitas rata - rata hingga 20 %.Variasi umur satu tahun memiliki modulus elastisitas terkecil yaitu 7,329 GPa. Variasi umur lima tahun memiliki modulus elastisitas terbesar yaitu 15,713 GPa. Gambar 1. Grafik Hasil Pengujian Tarik
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B. Hasil Pengujian Tekuk Hasil pengujian tekuk dilakukan pada 5 variasi umur bambu. mulai dari satu tahun sampai lima tahun. Total spesimen yang dilakukan pengujian tarik sebanyak 20 spesimen dimana setiap variasi terdiri atas empat spesimen. Tujuan dari jumlah spesimen adalah untuk mengetahui tingkat ketelitian dan mengurangi tingkat kesalahan pada hasil pengujian. Pada pengujian ini, bagian spesimen yang ada di atas garis netral axis mengalami beban tekan sedangkan bagian yang di bawah mengalami beban tarik bisa juga sebaliknya. Hal ini mengakibatkan daerah yang berada di antara kedua beban tersebut (garis netral axis) mengalami pergeseran di daerah luar pusat pembebanan. Semakin ke ujung, akan semakin besar pegeseran yang terjadi. Hasil dari pengujian tekuk berupa beban tekuk maksimum dan besar defleksi yang terjadi dari variasi umur bambu. Tegangan tekuk diperoleh dari hasil pembagian antara beban tarik maksimum dengan luas penampang spesimen pengujian.
umur lima tahun memiliki nilai kuat tekuk terbesar yaitu 127,44 MPa. Tabel 3. Kuat Tekuk Rata - Rata Umur
Gambar 2 memaparkan grafik hubungan antara defleksi dan tegangan dengan lima variasi umur spesimen. Terjadi perbedaan kuat tarik maksimum yang cukup signifikan dari kelima variasi. Dari umur satu tahun ke umur dua tahun mengalami kenaikan tegangan sebesar 21 %, untuk kenaikan tegangan dari dua ke tiga tahun sebesar 21%, untuk variasi umur tiga ke empat tahun mengalami kenaikan hanya 14 %, sedangkan variasi umur empat ke lima tahun hanya 13 %. Perbedaan tegangan pada proses pengujian tarik dipengaruhi oleh perbedaan kadar air pada setiap variasi umur. Perbedaan tegangan juga dipengaruhi oleh lapuknya spesimen akibat proses penjemuran yang berakibat berkurangnya berat bambu pada variasi satu dan dua tahun hingga 50 %. Untuk variasi tiga tahun bambu sedikit lapuk namun keras dengan pengurangan berat hingga 30 % pasca penjemuran, sedangkan untuk variasi empat dan lima memilik kondisi fisik yang keras dengan pengurangan berat hanya 10 % pasca penjemuran. Oleh karena itu variasi empat dan lima tahun mampu memperoleh nilai tegangan yang lebih besar dari hasil pengujian tarik. Pada Tabel 3 menunjukkan kuat tekuk rata - rata pada masing - masing variasi umur bambu. Mulai variasi umur satu tahun hingga lima tahun mengalami peningkatan nilai tegangan. Dapat dilihat pada tabel diatas bahwa semakin besar beban yang mampu ditahan spesimen , maka semakin besar pula tegangan spesimen. Variasi umur satu tahun memiliki nilai kuat tekuk terkecil yaitu 60,48 MPa. Variasi
L
b
d
P
(mm)
(mm)
(mm)
(kN)
Tegangan(Mpa) (3*D*1000*A)/(2*B*D2
A
B
C
D
)
1
450
25.6
25.5
1.5
60.48
2
450
25.7
25.5
1.9
76.68
3
450
25.75
25.74
2.4
97.2
4
450
25.6
25.5
2.8
115.56
5
450
25.7
25.7
3.2
127.44
Tabel 4. Modulus Elastisitas Tekuk Rata - Rata Umur
Gambar 2. Grafik Pengujian Tekuk
3
L (mm) b (mm) d (mm) P (kN)
(mm)
Momen Inersia (mm4 )
MoE (GPa) ((A3 /48)*(D/E))/F
A
B
C
D
E
1/12*(B*D3 ) F
1
450
25.6
25.5
1.5
18
35373,6
13,1
2
450
25.7
25.5
1.9
20
35511,8
15,4
3
450
25.75
25.74
2.4
23
35595
17
4
450
25.6
25.5
2.8
27
35373,6
17,41
5
450
25.7
25.7
3.2
30
36353,9
17,74
Nilai modulus elastisitas dari lima variasi umur ditunjukkan pada Tabel 4. Mulai variasi umur satu tahun hingga lima tahun mengalami peningkatan modulus elastisitas. Peningkatan untuk variasi satu tahun ke dua tahun sebesar 17,5 %. Dari dua tahun sampai tiga tahun meningkat 10 %. Untuk tiga tahun ke empat tahun hanya meningkat sebesar 2 %. Sedangkan empat tahun ke lima tahun meningkat hanya 1,5 %. Variasi umur satu tahun memiliki modulus elastisitas terkecil yaitu 7,329 GPa. Variasi umur lima tahun memiliki modulus elastisitas terbesar yaitu 15,713 GPa. C. Analisis Perhitungan Konstruksi Geladak Kapal Kayu 1. Perhitungan balok geladak Tabel 5. Perhitungan Balok Geladak Kapal Dengan Material Kayu Jati Perhitungan Balok Geladak Kapal 30GT L (m)
W (cm³)
lebar (mm)
tebal (mm)
Luas (m²)
Luas (mm²)
beban (N)
3.6
98
84
84
0,007056
7056
811440
Tabel 5 memperlihatkan luas balok geladak dengan kayu jati. Ukuran modulus penampang dihitung dengan menggunakan tabel 8a BKI Kapal Kayu 1996 [7], dengan cara memasukkan ukuran panjang balok yang digunakan, sedangkan untuk lebar dan tebalnya dihitung menggunakan tabel 8b BKI Kapal Kayu 1996 [7], dengan memasukkan nilai modulus penampang. Beban maksimum kayu jati yang didapat, kemudian digunakan untuk menghitung luas penampang bambu laminasi, dengan cara membagi kuat tarik masing – masing variasi dengan beban maksimun kayu jati. . Dari ukuran luasan maka lebar dan tebal balok geladak
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) diketahui, sehingga modulusnya juga dapat dihitung dengan membagi momen inersia (I) dengan titik beratnya (Z). Tabel 6. Perhitungan Balok Geladak Kapal Dengan Material Laminasi Bambu Ukuran Titik Luas Penampang Berat Modulus mm3 2) (mm Variasi Balok (mm) (mm) Umur ((1/12)*b*h³)/ h b hxb Z z
4
papan sebesar 52 mm. Lebih tipis 11,86 % dari tebal papan geladak dengan material kayu jati. Fenomena ini dikarenakan Beban tekuk pada variasi lima tahun lebih besar daripada kayu jati. 3. Perhitungan galar balok
1
111
111
12361
55,59
229050,31
2
89
89
7859,67
44,33
116132,84
3
80
80
6400
40
85333,33
Tabel 9. Perhitungan Ukuran Galar Balok Dengan Material Kayu Jati Ukuran Titik Berat Penampang Luas (mm2) Modulus mm3 (mm) JATI (mm) ((1/12)*b*h³)/ h b WxF Z z
4
73
73
5329
36,5
64836,17
155
5
70
70
4900
35
57166,67
Tabel 6 memaparkan ukuran komponen balok geladak dengan lima variasi umur. Variasi umur satu tahun membutuhkan luas balok lebih besar 75,18% dari luas jati, umur dua tahun luasnya lebih besar 11,38% dari luas jati. Namun pada variasi umur tiga, empat dan lima tahun luasan untuk laminasi bambu ori lebih kecil. Variasi umur lima tahun merupakan variasi dengan luasan terkecil. hingga 30,6 % lebih keci dari luas kayu jati. Semakin besar kuat tarik bambu maka kebutuhan luasan bambu yang digunakan akan semakin kecil. Semakin kecil luasan semakin menghemat biaya produksi balok geladak kapal. 2. Perhitungan papan geladak Tabel 7. Perhitungan Papan Geladak Dengan Material Kayu Jati Tebal Luas No Luas (m2) Pmax (N) (mm) (mm2) 1
59
48.992829
48992829
5634175312
Tabel 7 memperlihatkan ukuran tebal dan luasan papan geladak dengan material kayu jati. Ukuran luas dihitung menggunakan perbandingan beban, dimana beban yang digunakan adalah beban geladak cuaca dengan beban yang digunakan adalah beban tekuk tiap tiap variasi. Sehingga ukuran tebal papan geladak tiap tiap variasi berbeda. Sedangkan untuk perhitungan luas papan geladak berdasarkan pada model. Tabel 8. Perhitungan Papan Geladak Dengan Material Bambu Laminasi
Umur
Tebal (mm)
Tebal (m)
1
76
0,076
2
68
0,068
3
60
0,060
4
55
0,055
5
52
0,052
Tabel 8 menunjukkan ukuran papan geladak kapal menggunakan laminasi bambu ori dengan variasi umur. Luas geladak yang direncanakan adalah sama antara variasi satu sampai variasi lima. Dikarenakan luas geladak adalah design dari pembuat kapal. Variabel yang dihitung untuk menentukan tebal papan geladak adalah kuat tekuk dari lima variasi. Bambu laminasi umur lima tahun memiliki ketebalan yang paling kecil dengan hanya membutuhkan ketebalan
36
5580
77.5
144150
Ukuran tebal, lebar, dan luas galar balok dengan material kayu jati ditunjukkan pada Tabel 9. Ukuran luas, tebal, dan lebar dihitung dengan menggunakan tabel 5a1 BKI Kapal Kayu 1996 [7], dengan cara memasukkan fungsi L(B/3+H), sedangkan untuk nilai dari modulus penampang dapat dihitung dengan membagi momen inersia (I) dengan titik beratnya (Z). Tabel 10. Perhitungan Ukuran Galar Balok Dengan Material Bambu Laminasi Ukuran Titik Luas Modulus Penampang Berat 2 (mm ) mm3 Variasi Galar (mm) (mm) Umur ((1/12)*b*h h b hxb Z ³)/z 1
180
47
8459.5
90
253785.90
2
155
40
6272.8
77.5
162048.52
3
141
37
5190.8
70.5
121985.25
4
130
34
4412.5
65
95604.87
5
122
32
3886.1
61
79018.62
Pada Tabel 10 Variasi umur satu tahun membutuhkan luas balok lebih besar 51,6% dari luas jati. Untuk variasi umur dua tahun membutuhkan luas balok lebih besar 12,4% dari luas jati. Namun pada variasi umur tiga, empat dan lima tahun luasan untuk laminasi bambu ori lebih kecil. Variasi umur lima tahun merupakan variasi yang memiliki luasan terkecil. Dengan luasan lebih kecil 30% dari luas kayu jati. Semakin besar kuat tarik bambu maka kebutuhan luasan bambu yang digunakan akan semakin kecil. D. Analisis Ekonomis Pembangunan Geladak Kapal Kayu 1. Biaya Material Biaya material kayu tiap m3 adalah Rp 28.000.000.00. Tabel 11. Biaya Material Laminasi Bambu Item Biaya Material bambu Biaya pengeleman Biaya Tenaga Kerja Total biaya
Rp Rp Rp Rp
Biaya 5.215.000,00 1.440.000,00 2.800.000,00 9.455.000,00
Table 11 menaparkan bahwa total keseluruhan biaya bambu 1m3 nya hanya mencapai Rp 9.455.000. Biaya ini
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) terdiri dari biaya kebutuhan bambu, biayaa pengeleman, dan biaya tenaga kerja yang digunakan. Harga laminasi bambu per 1m3 lebih ekonomis daripada harga kayu per 1m3 nya. Bahkan dapat menghemat biaya hingga 66 % dari harga 1m3 kayu. 2. Biaya produksi balok geladak
Umur
Luas (m2)
Jml
IDR/m3
JATI
0,0071
36
28.000.000
Rp
23.423.575
1 THN
0,0124
36
9.455.000
Rp
13.856.478
2 THN
0,0079
36
9.455.000
Rp
8.810.536
3 THN
0,0064
36
9.455.000
Rp
7.174.276
4 THN
0,0053
36
9.455.000
Rp
5.973.706
5 THN
0,0049
36
9.455.000
Rp
5.492.805
Biaya Produksi
Tabel 12 menunjukkan biaya produksi balok geladak sebanyak 36 item pada tiap – tiap variasinya. Di setiap variasi memiliki luasan yang berbeda untuk pembuatan balok geladak. Luasan paling besar adalah variasi umur satu tahun, dan dua tahun. Namun dilihat pada segi biaya variasi umur satu dan dua tahun lebih murah daripada kayu jati. Ini menunjukkan bahwa kelima variasi umur bambu bisa digunakan sebagai bahan pembuatan balok geladak dari segi biaya. Untuk variasi umur tiga, empat, dan lima tahun memiliki luasan yang lebih kecil dengan biaya yang lebih murah. Untuk bambu yang paling kecil luas dan paling murah adalah bambu dengan variasi lima tahun. Variasi ini hanya membutuhkan biaya produksi sebesar Rp 5.492.805. Harga yang lebih murah mencapai 77% dari harga balok geladak dengan material kayu jati. 3. Biaya Produksi Papan Geladak Umur
lebih murah hingga 70 % dari biaya produksi papan geladak menggunakan kayu jati. 4. Biaya Produksi Galar Balok
Umur
Tabel 12. Biaya Produksi Balok Geladak
Tabel 13. Biaya Produksi Papan Geladak V L (m2) t (m) Biaya Produksi (m3)
JATI
48,99
0,059
2,90
Rp
81.197.794
1 THN
48,99
0,076
3,73
Rp
35.256.715
2 THN
48,99
0,068
3,31
Rp
31.311.702
3 THN
48,99
0,060
2,94
Rp
27.810.871
4 THN
48,99
0,055
2,70
Rp
25.506.094
5 THN
48,99
0,052
2,57
Rp
24.288.173
Biaya pembuatan papan geladak untuk lima variasi umur dan kayu jati ditunjukkan pada Tabel 13. Ke enam variasi memiliki luasan geladak yang sama, sesuai dengan ukuran kapal. Namun setiap variasi memiliki tebal yang berbeda – beda. Untuk variasi yang paling tebal adalah variasi umur satu tahun dengan tebal 0,076 m, untuk dua tahun tebal geladak 0,068 m, untuk tiga tahun 0,060 m, untuk empat tahun 0,055 m, sedangkan untuk lima tahun 0,052 m. Untuk kayu jati sendiri menggunakan tebal 0,059 m, masih kalah tipis dengan tebal variasi umur tiga tahun. Namun dari segi biaya produksi kelima variasi umur masih tergolong murah daripada kayu jati. Untuk variasi yang paling murah adalah variasi lima tahun dengan total biaya hanya Rp 24.288.173
5
Tabel 14. Biaya Produksi Galar Balok Luas Panjang Volume (m2) (m) (m3) Biaya Produksi
JATI
0,0055
20,6
0,23
Rp
6.331.237
1 THN
0,0096
20,6
0,40
Rp
3.745.314
2 THN
0,0061
20,6
0,25
Rp
2.381.429
3 THN
0,0046
20,6
0,19
Rp
1.779.398
4 THN
0,0035
20,6
0,14
Rp
1.360.461
5 THN
0,0030
20,6
0,12
Rp
1.152.789
Tabel 14 memperlihatkan biaya produksi pembuatan galar balok dari variasi umur satu sampai lima tahun memenuhi dari segi biaya. Sedangkan dari segi volume tiap m3 nya kayu jati membutuhkan volume lebih kecil daripada variasi umur satu dan dua tahun, sedangkan bila dibandingkan dengan variasi umur lima tahun, selisih yang didapat hingga 46 % dari volume kayu jati, dengan total biaya produksi lebih murah 82% dari harga galar balok menggunakan material kayu jati. Ini menunjukkan pemakaian laminasi bambu dengan variasi umur lima tahun jauh lebih efektif dan ekonomis daripada pemakaian kayu jati untuk pembuatan galar balok. IV. KESIMPULAN/RINGKASAN Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut: 1. Material laminasi bambu variasi satu, dan dua tahun memiliki kuat tarik lebih lemah dibandingkan kayu jati, masing - masing sebesar 43% dan 10% dari kuat tarik jati. Sedangkan untuk variasi tiga, empat, dan lima tahun memiliki kuat tarik lebih kuat dibandingkan kayu jati, masing – masing sebesar 20%, 57%, dan 85% dari kuat tarik jati. Untuk pengujian tekuk laminasi bambu variasi umur satu, dua, dan tiga tahun memiliki kuat tekuk lebih lemah dibandingkan kayu jati, masing masing sebesar 39%, 23%, dan 3% dari kuat tarik jati. Sedangkan variasi empat dan lima tahun mampu menahan kuat tekuk lebih kuat dibandingkan kayu jati, masing – masing sebesar 15%, dan 27% dari kuat tekuk jati . 2. Biaya produksi total untuk pembangunan konstruksi geladak kapal kayu 30 GT (galar balok, balok geladak, geladak cuaca) untuk variasi lima tahun adalah yang terkecil dengan harga Rp 30.933.768 lebih murah hingga 72% dari biaya produksi konstruksi geladak dengan material jati. 3. Kenaikan rata – rata pada semua variasi umur untuk kekuatan tarik 23%, untuk kekuatan tekuk 17%. 4. Bambu laminasi yang paling baik digunakan untuk pembangunan konstruksi geladak adalah umur 4 sampai 5 tahun
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapkan terimakasih atas segala saran, ide, dan doa ditujukan penulis kepada dosen pembimbing tugas akhir, Bapak Ir. Heri Supomo., M.Sc. terima kasih yang tak terukur atas saran dan ide yang bermanfaat baik di dalam maupun di luar bahasan penelitian, Kepada Ayah dan Ibu yang yang selalu memberikan semangat, kasih sayang, dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir ini. DAFTAR PUSTAKA [1] [2] [3]
[4] [5] [6] [7] [8]
Frings, M. (2013). Peran Indonesia Dalam Kebijakan Iklim Internasional Insentif Finansial Untuk Melindungi Kelangsungan Hutan. Jakarta: Yayasan Konrad Adenauer. Bakara, T. Y. (2000). Bambu Konstruksi Hijau Berkelanjutan. Bogor: Departement Teknik Sipil Dan Lingkungan IPB. Manuhuwa, E. (2005). Assesment Potensi Bambu Dan Pemberdayaannya Di Pulau Seram Prosiding Bambu. Ambon: United Nation Industry Development Organization dengan Pemda Maluku. Adinata, A. S. (2013). Analisa Pengaruh Variasi Umur Bambu Terhadap Kekuatan Bambu Laminasi Sebagai Material Alternatif Pengganti Kayu Pada Pembuatan Kapal Kayu. Surabaya: ITS. Wicaksono, Y. E. (2013). Analisa Teknis Dan Ekonomis Variasi Jenis Bambu Sebagai Bahan Laminasi Pembuatan Kapal Ikan. Surabaya: ITS. ASTM. (2004). Part IB, Volume 04.10 Wood. NewYork: American Society for Testing and Materials. BKI. (1996). Kapal Kayu. Jakarta: Biro Klasifikasi Indonesia. BKI. (2013). Volume VII Rules For Small Vessel Up To 24m. Jakarta: Biro Klasifikasi Indonesia.
6