Kekuatan Bending Material Komposit Laminasi Kayu Kamper dengan Bambu Betung untuk Kontruksi Kapal Kayu Nur Yanu Nugroho Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknik dan Ilmu Kelautan Universitas Hang Tuah Jl. Arif Rahman Hakim 150 Surabaya 60111, Indonesia e-mail:
[email protected]
Abstract: Laminating technology is combining two or more of the same material or different mechanical properties and fisis. The method used is laminated horizontally laminated bending test (bending), where the size and shape to follow the rules of press ASTM test specimens (ASTM D 143). Bending specimens made with 20% variation bamboo laminate, laminate 40% bamboo, 60% bamboo laminate, laminate bamboo intact and wood kamper intact. Research results obtained from the data that the laminate between betung bamboo and kamper wood with a composition of 40% bamboo and 60% wood prices kamper has the highest elastic modulus among the models tested material variations, in the amount of 420.758 N/mm2. This shows that the bending strength of laminated material of betung bamboo with kamper wood, better than the kamper wood intact. Keywords: laminated, kamper wood, betung bamboo, bending strength
PENDAHULUAN Dengan semakin terbatasnya bahan baku kayu untuk pembangunan kapal maka perlu dilakukan usaha untuk mencari material alternatif sebagai pengganti pemakaian kayu secara ekonomis. Pembangunan kapal dibedakan menurut metode dan teknik pembangunannya, yaitu kapal kayu konvensional dan kapal kayu laminasi. Munculnya teknologi laminasi merupakan jawaban dari semakin berkurangnya persediaan bahan baku kayu dan keinginan untuk mendapatkan material yang memiliki karakteristik mekanik yang lebih baik (Jones, 1987). Dalam teknologi laminasi harus ditentukan bahwa konstruksi yang dilaminasi harus kayu yang cukup kering. Untuk konstruksi galar balok-balok geladak, kelembaban yang di ijinkan maksimal 10%. Kayu yang akan dilem satu sama lain harus mempunyai kelembaban yang kurang lebih sama. Kapal yang konstruksinya dilem harus dibangun dalam ruang tertutup dengan suhu rata-rata dalam ruangan minimal 15oC dan kelembabannya tidak boleh kurang dari 65%, dan harus dihindari adanya angin (BKI, 1996). Penelitian tentang material laminasi antara kayu Kamper dengan bambu Betung dengan berbagai macam variasi penampang spesimen yang memenuhi standart klasifikasi, diharapkan nantinya dapat digunakan pada industri perkapalan khususnya untuk pembangunan kapal kayu. Sehingga pembangunan kapal kayu tidak tergantung dari ketersediaan bahan kayu yang ada. Laminasi dapat didefinisikan sebagai susunan beberapa papan atau bilah kayu yang di padukan satu sama lain dengan menggunakan perekat khusus. Pengujian bending untuk mengetahui sifat kekuatan bending terhadap beban/tekanan. Prinsip kerja dari pengujian bending yaitu benda uji diletakkan di mesin secara horisontal. Kemudian benda uji tersebut diberi beban sampai benda uji
54
tersebut patah, dari hasil tersebut didapatkan data berapa tingkat kekuatan bending dari benda uji tersebut. Kayu Kamper mempunyai nama botanis: Dryonalanops spp. famili Dipterocarpaceae, terutama D. Aromatica Gaerin. (kapur singkel); D. Fusca V.SI. (kapur empedu); D. lanceolata Burck (kapur tanduk); D.beccarii Dyer (kapur sintuk); D. rappa Becc. (kapur kayatan). Nama daerah: Ampadu, ampalang, awing tanet, bayau, balakan, binderi, empedu, kalampait, kapur, kapur hitam, kapur kedemba, kapur merah, kapur naga, kapur sintuk, kapur sintuk, kapur tanduk, kapur tulang, kayatan, keladan, melampit, mengkayat, mohoi, muri, serapan, sintok, tulai, wahai, (Klm) haburuan, kaberun, kamfer, kuras (Smt). Nama di negara lain: Indonesian kapur (UK, USA); capur d’indonesia (Fr); capur indonesiano (Sp,It); indonesisk kapur (Sw); Oost-Borneo kamfer, kapoer (NI); indonesische kapur (Gm); kapur (Mly, Sb, Swk). Daerah penyebaran: Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau dan seluruh Kalimantan. Habitus: Tinggi pohon biasanya berkisar antara 3545 m dan dapat mencapai 60 m, panjang batang bebas cabang 30 m atau lebih, diameter 80-100 cm. Bentuk batang sangat baik, lurus dan silindris dengan tajuk kecil, kadang-kadang berbaur sampai 2 meter. Bambu Betung (gambar 1) mempunyai nama botanis: Dendrocalamus asper. Bambu Betung didapat di daerah Tulung Agung Jawa Timur, bentuk dari pohon bambu tersebut panjang dan batangnya tinggi lurus, bambu ini sangat besar dan tebal, ada yang mencapai ketebalan hingga 3 cm. Namun bambu Betung ini selalu dijadikan sebagai bahan-bahan perabotan rumah tangga, konstruksi, bahkan untuk perkapalan bambu ini ada yang dipakai sebagai tiang layar bagi perahu layar dan ada juga yang dipakai sebagai tiang-tiang untuk rumah maupun untuk bangunan. Bambu Betung mempunyai kekuatan dan elastisitas yang baik, karena banyak sekali dipergunakan sebagai penguat konstruksi. Kolom bambu terdiri atas sekitar 50% parenkim, 40% serat dan 10% sel penghubung (pembuluh dan sieve tubes). Parenkim dan sel penghubung lebih banyak ditemukan pada bagian dalam dari kolom, sedangkan serat lebih banyak ditemukan pada bagian luar. Sedangkan susunan serat pada ruas penghubung antar buku memiliki kecenderungan bertambah besar dari bawah ke atas sementara parenkimnya berkurang.
Gambar 1. Pohon bambu Betung
Kekuatan Bendig Material Komposit............................................................
55
METODE PENELITIAN Bahan yang digunakan untuk pembuatan spesimen uji tekuk material laminasi adalah kayu Kamper (Dryonalanops spp.) dan bambu Betung (Dendrocalamus asper). Jenis kayu dan bambu yang digunakan harus baik mutu dan kekuatannya sesuai dengan ketentuan biro klasifikasi. Perekat yang baik dan sering digunakan di bidang perkapalan yaitu lem epoxy karena mempunyai sifat tahan cuaca, air, panas dan mempunyai daya tahan yang lama. Peralatan pengujian digunakan mesin uji bending merk ESH Testing Model No: ESH/11298/B. Kayu Kamper untuk spesimen harus dikeringkan dengan suhu pengering 60-80 oC pada kelembaban nisbi 80%-40% dan bambu Betung dikeringkan dengan suhu pengering 48-72 oC pada kelembaban nisbi 85%-40%. Kayu dan bambu yang telah dilem dan dilaminasi ditata di atas mesin press dengan pengaturan jarak tertentu agar spesimen laminasi mendapat beban penekanan secara merata. Tekanan yang diberikan yaitu sebesar 100 kg/cm2 dan diberikan panas sebesar 40 oC dengan tujuan agar lem lebih cepat mengering. Jumlah spesimen tes untuk uji bending adalah sebanyak 15 buah spesimen yang terdiri atas 3 buah spesimen kayu kamper utuh, 3 buah spesimen laminasi bambu utuh, 3 buah spesimen 20% laminasi bambu kamper, 3 buah spesimen 40% laminasi bambu kamper, 3 buah spesimen 60% laminasi bambu kamper. Kondisi temperatur untuk pengetesan sesuai dengan standar laboratorium, yaitu pada suhu 23 2 oC.
Kayu kamper utuh (100%)
Laminasi bambu utuh (100%)
Laminasi 40% bambu (Kayu kamper 60%)
Laminasi 20% bambu (Kayu kamper 80%)
Laminasi 60% bambu (Kayu kamper 40%)
Gambar 2. Bentuk variasi laminasi Material laminasi yang telah dibuat, selanjutnya dilakukan pengujian bending untuk mengetahui sifat kekenyalan dari bahan terhadap lengkungan. Prinsip kerja uji bending batang uji pada bagian tengahnya diberi pendulum, kemudian ditekan sampai benda uji tersebut patah atau melengkung. Sedangkan standar pengujian lainnya penentuan besarnya diameter penekanan tergantung dari tebal material, mulai dari sebesar 2X tebal material sampai ada yang 4X tebal material yang dituju. Dalam penelitian ini, standar uji yang digunakan adalah ASTM vol 04.10 Wood, yaitu pengujian metode D 143-94 Method of Testing Small Clear Speciment of Timber yang dilakukan dengan three point bending seperti pada gambar 3 dan 4.
56
Neptunus, Vol. 15, No. 1, Juli 2008: 54 - 60
L/2
L/2
L
Gambar 3. Tree point bending
Gambar 4. Support span
Pengujian bending statik dilakukan sejajar dengan garis rekat. Susunan layer yang demikian dapat digunakan untuk menentukan kekuatan bending material uji terhadap beban yang diberikan. Ukuran spesimen uji tekuk sesuai dengan aturan ASTM vol 04.10 Wood, seperti pada gambar 5. Panjang (L) Lebar (B) Tebal (H)
H
= 760 mm = 50 mm = 50 mm
B
L
Gambar 5. Ukuran spesimen Untuk mengetahui kekuatan dari material uji yang meliputi keteguhan lentur pada beban maksimum dan keteguhan pada batas proporsional yaitu beban dan defleksi diukur sampai mencapai atau melampaui beban maksimum dan defleksi sampai benda uji tidak mampu menahan beban sebesar 90 kg. Defleksi dicatat dengan ketelitian sampai 0,02 mm. Sesuai dengan standar pengujian material ASTM, keteguhan lentur dapat dihitung dengan pendekatan rumus sebagai berikut: Keteguhan lentur = dengan:
P L l t
= = = =
3PL 2lt
(kg/cm²)
beban lentur pada batas proporsional jarak tumpu lebar benda uji tinggi (tebal) benda uji
(kg) (70 cm) (cm) (cm)
Keteguhan lentur maksimum = dengan:
p1 L l t
= = = =
3 p1L 2lt
beban lentur maksimum jarak tumpu lebar benda uji tinggi (tebal) benda uji
Modulus elasisias E =
PL 4 flt
Kekuatan Bendig Material Komposit............................................................
(kg/cm2) (kg) (70 cm) (cm) (cm) (kg/cm2)
57
dengan:
P L f l t
= = = = =
beban lentur pada batas proporsional jarak tumpu defleksi pada batas proporsional lebar benda uji tinggi (tebal) benda uji
(kg) (70 cm) (cm) (cm) (cm)
Kecepatan pengujian bending dapat ditentukan dengan pendekatan: ZL2 6d
(menit)
kecepatan cross head loading jarak support span tebal spesimen kecepatan peregangan
(menit) (cm) (cm) (menit)
R= dengan: R L d Z
= = = =
HASIL DAN PEMBAHASAN Spesimen yang terdiri dari beberapa variasi, laminasi bambu utuh (100%), kayu kamper utuh (100%), laminasi 20% bambu, laminasi 40% bambu, laminasi 60% bambu, sebelum dilakukan pengujian spesimen terlebih dahulu di lakukan pengukuran untuk mencari garis tengah yang membagi dua sama panjang. Garis tengah ini digunakan untuk memudahkan penempatan letak pendulum beban, sehingga beban berada tepat di tengah spesimen dan beban terdistribusi secara merata di sepanjang spesimen tersebut. Dari hasil pengujian bending didapatkan data-data tentang tegangan proporsi, tegangan patah, dan modulus elastisitas seperti ditunjukkan pada tabel 1. Tabel 1. Hasil pengujian bending Model Spesimen
Bambu 100% Jumlah Rata-rata Kamper 100% Jumlah Rata-rata L 20% Bambu
58
Tegangan Proporsi (N/mm2) 11,049 10,974 8,667 30,69 10,23 11,062 11,236 10,987 33,285 11,095 11,064 11,253 11,146
Tegangan Patah (N/mm2) 12,677 14,22 12,734 39,631 13,210 14,175 16,078 11,671 41,924 13,974 14,852 26,685 12,709
Modulus Elastisitas (N/mm2) 230,973 263,792 259,287 754,052 251,350 357,677 434,281 178,603 970,561 323,520 231,551 356,369 180,011
Neptunus, Vol. 15, No. 1, Juli 2008: 54 - 60
Model Spesimen Jumlah Rata-rata L 40% Bambu Jumlah Rata-rata L 60% Bambu Jumlah Rata-rata
Tegangan Proporsi (N/mm2) 33,46 11,153 11,214 11,183 10,880 33,277 11,092 10,923 11,007 10,925 32,853 10,951
Tegangan Patah (N/mm2) 55,511 18,503 26,840 28,584 23,551 78,975 26,325 36,216 25,421 23,061 84,698 28,232
Modulus Elastisitas (N/mm2) 767,931 255,977 544,488 578,380 139,406 1262,274 420,758 503,815 306,776 142,009 952,6 317,533
Dari tabel 1 tersebut dapat diketahui bahwa pada spesimen laminasi bambu utuh (100%) mempunyai harga tegangan proporsi 10,23 N/mm2, tegangan patah 13,21 N/mm2 dan modulus elastisitas 251,350 N/mm2. Pada spesimen kayu kamper utuh (100%) mempunyai harga tegangan proporsi 11,095 N/mm2, tegangan patah 13,974 N/mm2 dan modulus elastisitas 323,52 N/mm2. Pada spesimen laminasi 20% bambu mempunyai harga tegangan proporsi 11,153 N/mm2, tegangan patah 18,503 N/mm2 dan modulus elastisitas 255,977 N/mm2. Pada spesimen laminasi 40% bambu mempunyai harga tegangan proporsi 11,092 N/mm2, tegangan patah 26,325 N/mm2 dan modulus elastisitas 420,758 N/mm2. Pada spesimen laminasi 60% bambu mempunyai harga tegangan proporsi 10,951 N/mm2, tegangan patah 28,232 N/mm2 dan modulus elastisitas 317,533 N/mm2. Dari grafik tegangan proporsi dapat dilihat bahwa dengan material laminasi antara bambu dengan kayu kamper menunjukkan perbaikan kekuatan bending pada material yang diuji. Hal ini ditunjukkan dari data yang diperoleh pada pengujian bending pada masing-masing spesimen bahwa tegangan patah pada material laminasi cenderung lebih besar jika dibandingkan dengan material tanpa dilaminasi.
KESIMPULAN Dari penelitian yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa laminasi antara kayu kamper dan bambu betung mengalami perubahan kekuatan serta mempunyai sifat fisis dan mekanis yang baik bila di bandingkan dengan kayu kamper, karena terjadi perubahan kekuatan material tersebut dapat dilihat dari tegangan yang dapat diterima oleh material tersebut. Tegangan proporsi paling besar terjadi pada spesimen laminasi 20% bambu sebesar 11,153 N/mm², jika dibandingkan dengan kayu kamper utuh yang tegangan proporsinya sebesar 11,095 N/mm², laminasi 40% bambu sebesar 11,092 N/mm², laminasi 60% bambu yang hanya sebesar 10,951 N/mm² dan bambu utuh sebesar 10,230 N/mm². Tegangan patah paling tinggi terjadi pada spesimen laminasi 60% bambu sebesar 28,232 N/mm² jika dibandingkan dengan laminasi 40% bambu yang besarnya 26,325 N/mm², laminasi 20% bambu sebesar 18,503 N/mm², kayu kamper utuh sebesar 13,974 N/mm² dan spesimen bambu utuh yang hanya sebesar 13,210 N/mm².
Kekuatan Bendig Material Komposit............................................................
59
Modulus elastisitas paling tinggi terjadi pada material laminasi 40% bambu dengan harga modulus elastisitas sebesar 420,758 N/mm2, sedangkan pada spesimen kayu kamper utuh yang hanya sebesar 323,520 N/mm², spesimen laminasi 60% bambu sebesar 317,533 N/mm², laminasi 20% bambu sebesar 255,977 N/mm² dan laminasi bambu utuh (100%) sebesar 251,350 N/mm². Harga modulus elastisitas menentukan kekuatan material terhadap beban bending yang bekerja pada material. Dari hasil pengujian bending yang dilakukan menunjukkan bahwa dari beberapa variasi material laminasi yang dibuat, pada spesimen laminasi 40% bambu yang dicampur dengan 60% kayu kamper yang paling baik kekuatannya.
DAFTAR PUSTAKA ASTM. 1982. Method of Testing Small Clear Speciment of Timber. USA: American Standart Testing for Material. BKI. 1996. Peraturan Kapal Kayu. Jakarta: Biro Klasifikasi Indonesia. Jones, R. M. 1987. Mechanic of Composite Material. USA: New York. Mac. Graw- Hill.
60
Neptunus, Vol. 15, No. 1, Juli 2008: 54 - 60