Vol /0 2 / No. 04 / Mei 2013
ANALISIS STRUKTUR OBJEKTIF NOVEL KINANTI KARYA MARGARETH WIDHY PRATIWI Aswatun Hasanah Universitas Muhammadiyah Purworejo
[email protected] ABSTRAK Aswatun Hasanah. Analisis Struktur Objektif Novel Kinanti Karya Margareth Widhy Pratiwi. Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa. Universitas Muhammadiyah Purworejo. 2013. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan tentang (1) aspek struktur objektif dalam novel Kinanti karya Margareth Widhy Pratiwi; (2) kandungan nilai budi pekerti dalam novel Kinanti karya Margareth Widhy Pratiwi; dan (3) hubungan antarunsur dalam novel. Objek penelitan dalam skripsi ini yaitu aspek struktur objektif dalam novel Kinanti karya Margareth Widhy Pratiwi, kandungan nilai budi pekerti tokoh dalam novel Kinanti karya Margareth Widhy Pratiwi, dan hubungan antarunsur dalam novel. Subjek penelitiannya adalah novel Kinanti karya Margareth Widhy Pratiwi. Sumber data dalam skripsi ini yaitu berasal dari novel Kinanti karya Margareth Widhy Pratiwi. Instrumen penelitian dalam hal ini yaitu buku-buku teori tentang kajian struktural novel, novel Kinanti, bolpoint, dan nota catatan. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik studi kepustakaan dan metode deskripsi. Teknik analisis data menggunakan metode analisis isi. Hasil penelitian yaitu, sebagai berikut: (1) tema ketidakharmonisan dalam keluarga Sujarwo. Tokoh utamanya yaitu Kinanti, pelaku tambahan yaitu Yulia, Sujarwo, Sumpana, Kelik, Lik Semi, Boy, Pak Aminoto, Bu Aminoto, Hapsari, Anjani, Widarini dan Dhik Imam. Latar terbagi dalam tiga jenis, yaitu latar tempat, latar waktu dan latar sosial. Gaya bahasa menggunakan gaya bahasa simile, personifikasi, metafora, ironi, dan hiperbol. Sudut pandang menggunakan sudut pandang orang pertama. (2) Nilai budi pekerti yang terkandung dalam novel Kinanti antara lain: penyabar, pemaaf, pemberani, egois dan tidak bertanggungjawab. (3) Hubungan antarunsur yaitu hubungan tema dengan tokoh, hubungan tokoh dengan latar, hubungan alur dengan latar, hubungan alur dengan tokoh dan penokohan, hubungan penokohan dengan sudut pandang, hubungan tema dengan amanat, dan hubungan tema dengan latar. Kata-kata kunci: struktur objektif novel A. PENDAHULUAN Struktur berarti suatu bentuk susunan yang terorganisasi dan saling terkait satu sama lain. Suatu bentuk karya sastra menjadi baik dan bermutu apabila komponen-komponen atau unsur-unsur di dalamnya mempunyai kepaduan. Artinya unsur-unsurnya saling terkait dan saling berhubungan satu sama lain. Hubungan antar unsur itu membentuk suatu makna yang utuh. Seperti
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
35
Vol /0 2 / No. 04 / Mei 2013
halnya sebuah bangunan yang tersusun atas berbagai unsur sehingga menjadi sebuah bangunan yang kuat dan kokoh. Salah satu karya sastra yang berstruktur adalah novel. Novel merupakan karangan berbentuk prosa yang ceritanya lebih panjang dari pada cerpen. Isinya menggambarkan peristiwa sehari-hari yang dialami oleh para tokoh atau masyarakat tertentu. Novel merupakan jenis karya sastra yang mampu menarik banyak pembaca.
Hal ini disebabkan karena isinya yang menarik dan
mencerminkan kehidupan nyata membuat pembaca hanyut di dalamnya. Novel sebagai karya sastra memiliki struktur pembangun yang khas dan unik, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Agar tercipta sebuah karya sastra yang benilai tinggi, maka harus ada kepaduan antar unsur pembangunnya. Melalui novel “Kinanti”, Margareth Widhy Pratiwi menyuguhkan cerita yang sangat menarik. Novel ini menceritakan tentang ketegaran tokoh Kinanti dalam menghadapi hidupnya sebagai anak yang kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang kedua orang tuanya. Dalam novel ini juga menyuguhkan cerita tentang kesetian seorang pembantu kepada majikannya.
Dia bersedia
mengabdikan seluruh hidupnya untuk keluarga Sujarwo untuk membalas budi baik dari keluarga tersebut. Selain itu, di dalam novel karya Margareth Widhy Pratiwi yang berjudul Kinanti ini terdapat nilai-nilai budi pekerti yang dapat diambil sebagai pembentuk kepribadian masyarakat. Nilai-nilai budi pekerti itu lebih khususnya untuk membentuk kepribadian si pembaca, karena dengan membaca novel si pembaca akan tahu isi kandungan yang disampaikan penulis. Rumusan masalah berisi tentang masalah-masalah penelitian yang akan dibahas. Berdasarkan uraian di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1. bagaimanakah aspek struktur objektif (tema, tokoh dan perwatakan, alur, setting, sudut pandang, dan gaya bahasa) dalam novel Kinanti karya Margareth Widhy Pratiwi? 2. bagaimanakah kandungan nilai budi pekerti tokoh dalam novel Kinanti karya Margareth Widhy Pratiwi?
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
36
Vol /0 2 / No. 04 / Mei 2013
3. bagaimanakah hubungan antarunsur dalam novel Kinanti karya Margareth Widhy Pratiwi?
B. KAJIAN PUSTAKA 1.
Tema Tema merupakan gagasan dasar yang melandasi pembuatan suatu karya sastra novel.
Untuk menciptakan sebuah cerita, pengarang
membutuhkan tema terlebih dahulu yang kemudian akan dikembangkan oleh pengarang menjadi cerita. Baribin (1985: 59) yang mengatakan bahwa: “Tema tidak lain dari suatu gagasan sentral yang menjadi dasar tolak penyusunan karangan dan sekaligus menjadi sasaran dari karangan tersebut. Yang menjadi unsur gagasan sentral, yang kita sebut tema tadi adalah topik atau pokok pembicaraan dan tujuan yang akan dicapai oleh pengarang dengan topiknya tadi”. Sehubungan dengan hal di atas ada ahli lain yang mengatakan bahwa “tema adalah pokok pembicaraan dalam pembahasan suatu cerita yang menguasai pikiran pengarang dan mempengaruhi unsur-unsur cerita lainnya” (Kusdiratin, dkk., 1985: 59). Menurut kutipan tersebut berarti tema berperan sebagai inti masalah yang akan dikembangkan dalam cerita tersebut. Dalam sebuah novel dapat mengandung beberapa tema. 2.
Tokoh dan Penokohan a. Tokoh Tokoh adalah lakon atau pelaku dalam suatu cerita. Sebenarnya tokoh cerita merupakan rekaan atau rekayasa dari sang pengarang, namun pelukisannya tetap wajar sebagaimana yang ada dalam kehidupan manusia dalam kenyataannya. Sayuti (2000: 68) (dalam Wiyatmi (2009: 30-31)) mengatakan: “Tokoh dalam fiksi sama halnya seperti manusia dalam kenyataan yang bersifat tiga dimensi. Ketiga dimensi tersebut yaitu fisiologis, sosiologis, dan psikologis. Dimensi fisiologis meliputi: usia, jenis kelamin, keadan
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
37
Vol /0 2 / No. 04 / Mei 2013
tubuh, ciri-ciri muka, dan sebagainya. Dimensi sosiologis meliputi status sosial, pekerjaan, jabatan, peranan di dalam masyarakat, pendidikan, agama, pandangan hidup, ideology, aktivitas sosial, organisasi, hoby, bangsa, suku, dan keturunan. Dimensi psikologi meliputi: mentalis, ukuran moral, keinginan dan perasaan pribadi, sikap dan kelakuan, juga intelektualitas (IQ)”. Dari kutipan di atas diketahui jelas bahwa tokoh-tokoh cerita dalam novel digambarkan layaknya seperti manusia dalam kehidupan nyata oleh pengarang. Keadaan fisiknya dilukiskan sama persis seperti manusia, latar kehidupan yang ada dalam novelpun diceritakan seperti yang ada dalam kehidupan manusia sebenarnya. b. Penokohan Penokohan merupakan teknik pengarang dalam menampilkan tokoh untuk identitas tokoh itu sendiri. Seperti yang dikatakan Kusdiratin, dkk., (1985: 75) dalam bukunya yang berjudul Memahami Novel Atheis bahwa: “Kata penokohan merupakan kata jadian dari kata dasar tokoh yang berarti „pelaku‟. Pembicaraan tentang penokohan di sini berarti pembicaraan mengenai cara-cara pengarang menampilkan pelaku melalui sifat, sikap, dan tingkah laku pelaku”. Dari pendapat ahli di atas dapat dikatakan bahwa „penokohan‟ lebih menunjuk pada suatu cara atau teknik, sedangkan „tokoh‟ mengacu pada pelaku suatu kejadian dalam cerita. Dalam menggambarkan watak dan sifat tokoh, pengarang memiliki teknik tersendiri. c. Plot dan Pemplotan Plot atau alur pada umumnya adalah rangkaian peristiwaperistiwa yang dihubungkan secara kausalitas.
Hubungan kausal
merupakan hubungan dimana peristiwa yang satu akan menyebabkan atau menimbulkan peristiwa-peristiwa lainnya. Hal ini terjadi secara berurutan dan saling terkait. Kenny (1966: 14) (dalam Nurgiyantoro, 2009: 113)mengatakan: Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
38
Vol /0 2 / No. 04 / Mei 2013
“Plot sebagai peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana Karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab-akibat”. Berdasarkan kutipan pendapat di atas dapat diketahui bahwa plot atau alur merupakan serangkaian kejadian yang saling terkait satu sama lain. Kejadiannya saling sambung dalam arti kejadian yang satu akan menimbulkan kejadian yang lain, begitu seterusnya. d. Latar atau Setting Pendeskripsian tentang latar atau keadaan alam sekitar di dalam sebuah cerita novel biasanya dirangkai dengan bahasa yang indah seperti bahasa puisi. Hal itu dilakukan agar pembaca tidak cepat bosan, karena biasanya pendeskripsian latar sering membuat pembaca bosan dan cenderung terburu-buru ingin langsung menuju inti cerita. Stanton (2007: 35) dalam bukunya yang berjudul Teori Fiksi menyebutkan bahwa: “Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung. Latar dapat berwujud dekor seperti sebuah café di Paris, pegunungan di California, sebuah jalan buntu di sudut kota Dublin dan sebagainya. Latar juga dapat berupa waktu-waktu tertentu (hari, bulan, dan tahun), cuaca, atau satu periode sejarah. Meski tidak langsung merangkum sang karakter utama, latar dapat merangkum orang-orang yang menjadi dekor dalam cerita sebagai misal; masyarakat Puritan dalam The Scarlet Letter”. Dari kutipan di atas diketahui bahwa latar merupakan lingkungan terjadinya suatu peristiwa.
Tempat kejadian itu dapat
meliputi pegunungan, Negara, suatu kota, dan lainnya. Latar juga dapat berupa waktu-waktu tertentu dan juga dapat berupa keadaan sosial masyarakat. e. Sudut Pandang (point of view)
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
39
Vol /0 2 / No. 04 / Mei 2013
Pada dasarnya point of view atau penyudut pandangan adalah tentang sebuah posisi seorang pengarang dalam cerita tersebut. Bentuk kata ganti orang apa kiranya yang pas yang akan ia gunakan untuk ceritanya. Hal itu dapat dijelaskan melalui pendapat Baribin (1985: 75), “Pusat pengisahan adalah posisi dan penempatan diri pengarang dalam ceritanya, atau dari mana ia melihat peristiwaperistiwa yang terdapat dalam ceritanya itu”. f. Gaya Bahasa Bahasa adalah bahan pokok untuk mengungkapkan suatu gagasan pikiran agar bisa diketahui oleh orang lain. Dalam penulisan sebuah karya sastra, setiap pengarang mempunyai gaya yang berbeda dalam memainkan bahasa. Permainan bahasa inilah yang membuat suatu hasil tulisan seseorang berbeda dengan yang lainnya walaupun tema dan alur dalam ceritanya sama. Stanton (2007: 61) mengatakan bahwa: “Gaya adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa. Meski dua orang pengarang memakai alur, karakter, dan latar yang sama, hasil tulisan keduanya 40ank sangat berbeda. Perbedaan tersebut secara umum terletak pada bahasa dan menyebar dalam berbagai aspek seperti kerumitan, ritme, panjang-pendek kalimat, detail, humor, kekongkretan, dan banyaknya imajinasi dan metafora. Campuran dari berbagai aspek di atas (dengan kadar tertentu) akan menghasilkan gaya”. Dari kutipan di atas jelas diketahui bahwa gaya bahasa adalah sesuatu yang membedakan antara karya sastra dari pengarang yang satu dengan karya sastra dari pengarang yang lainnya. Daya pemikiran, imajinasi dan olah bahasa dari masing-masing pengarang jelas akan berbeda satu sama lain.
3.
Nilai Budi Pekerti Secara etimologi, budi pekerti terbentuk dari dua kata yaitu kata „budi‟ berarti nalar, pikiran, dan watak dan „pekerti‟ 40ank e
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
40
Vol /0 2 / No. 04 / Mei 2013
penggaweyan, watak, tabiat, dan akhlak. Jadi budi pekerti artinya tingkah laku, perangai, akhlak dan watak (Poerwadarminto dalam Endraswara, 2006: 1)).
C. METODE PENELITIAN Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2011:2).
Metode penelitian merupakan sesuatu yang sangat penting
karena tinggi rendahnya kualitas hasil penelitian sangat ditentukan oleh ketepatan peneliti dalam memilih metode penelitiannya. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif, maka dari itu peneliti memilih menggunakan metode deskriptif analisis. Penulis rasa metode deskriptif analisis ini cocok digunakan mengingat penulis mengkaji novel dalam bidang struktur.
D. HASIL PENELITIAN 1. Tema Tema yang terdapat dalam novel Kinanti karya Margareth Widhy Pratiwi antara lain. a) Masalah Ketidakharmonisan keluarga Kinanti Ada perasaan kecewa dan penyesalan yang dirasakan Sujarwo ketika dirasakan bahwa umurnya tidak lama lagi.
Dia menderita
penyakit liver dan jantung. Hubungannya dengan anak bungsu hasil buah cintanya dengan Yulia tidak begitu dekat. Hal itu disebabkan karena kesibukannya dalam hal pekerjaan.
Hal ini tampak dalam
kutipan berikut. Kutipan: “Kabeh lagi dakrasakake saiki, yen aku saya adoh karo Kinanti. Kawigatenku mung awates marang barangbarang kang dadi kabutuhane wae. Apa wus kacukupan? Apa sing dibutuhake Kinanti, kabeh daksembadani. Kaya nalika aku tansah nyembadani apa sing dibutuhake Yulia nalika semana…” (Kinanti: 29).
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
41
Vol /0 2 / No. 04 / Mei 2013
b) Masalah Persahabatan Masalah persahabatan ini terjadi antara Yulia dan temantemannya. Teman-teman Yulia menjebaknya dengan berjudi melilitnya ke dalam hutang dan mencekokinya dengan narkoba hingga mau melayani nafsu bejat pak Aminoto. Hal itu tampak dalam kutipan berikut. Kutipan: “Aku nggeget untu. Panyapane Bu Aminoto kaya-kaya ngemu panyenges kang njalari dhadhaku saya umob. Aku kepengin ngruwes wanita ngumur kang ora nyawang githok iku. Kaya-kaya kekancan endah kang wingi tansah mbarengi anggonku kumpul sakanca ilang tanpa tabet. Aku rumangsa dikhianati dening mitra-mitra sinarawedi”(Kinanti: 116). c) Masalah Perselingkuhan Sujarwo, yang memang jauh lebih tua dari Yulia tidak dapat lagi memenuhi hasrat Yulia yang masih menggebu. Kelemahan Sujarwo itu membuat Yulia merasa tidak mendapatkan kepuasan dari suaminya, sehingga mencari kepuasan sendiri dengan berselingkuh dengan seorang mahasiswa bernama Boy. Hal ini karena umur Sujarwo yang sudah tua dan sakit-sakitan. Hal ini tampak dalam kutipan berikut. Kutipan: “Ah, apa aku kleru yen golek kemareman marang priya liya? Kamangka cetha yen Mas Jarwo wus ora kuwagang nyembadani karepku? Aku uga blaka marang Mas Jarwo yen aku isih enom. Isih butuh kemareman kang 42ank menehi semangat uripku. Aku ora 42ank lamis, dhekudheku ing sandhinge kang wus tanpa daya sauntara jiwaku ngorong, ngelak. Mas Jarwo lila merga ngrumangsani kekurangane iku. Iki sing ora dimangerteni dening Hapsari lan Anjani. Dheweke ndeleng mung saka sepihak, tanpa mawas yen aku satemene sengasara ngopeni bapakne kang wus loyo iku. Hh, Anjani. Saka sapa dheweke 42ank ngerti aku karo wong lanang liya? Mesthine Yu Kas wis crita werna-werna karo bocah kuwi ”(Kinanti: 96). 2. Tokoh dan Penokohan a)
Kinanti
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
42
Vol /0 2 / No. 04 / Mei 2013
Tokoh ini adalah seorang gadis berusia enam belas tahun yang terlahir dalam keluarga kaya raya.
Namun kehidupannya tidak
mendapatkan kasih 43ank e dari kedua orang tuanya. Semenjak kecil dia dirawat dan dididik oleh kakek dan pembantu setianya. Kinanti tumbuh menjadi gadis yang cantik paras dan pribadinya, selain itu dia juga merupakan seorang yang pemberani. Hal itu Nampak dalam kutipan berikut. Kutipan: “Mung kari sajangkah. Aku nyerot ambegan saka irungku saakehe. Rasa wediku kang muncak, malah nuwuhake kekuwatan ing otot-otot awakku. Mula nalika ana ruwang ing saselaning wong loro iku, sepisan maneh aku nyerot ambegan banjur mencolot ngetog sisaning semangat kang kari semenir. Wong loro sing ora ngira marang nekatku iku senggoyoran dakjorokake”(Kinanti: 189). b) Sujarwo Sujarwo adalah seorang duda beranak dua yang kaya raya dan baik hati. Selama lima tahun hidupnya terasa gesang tanpa seorang wanita yang mendampinginya.
Di usianya yang ke-45 dia
memutuskan untuk menikahi lagi dengan seorang wanita tuna susila. Niatnya menikahi Yulia sejak awal telah ditentang oleh anak-anak dan orang tuanya, namun dia tetap berkeras hati untuk menikahi yulia. Hal itu tampak dalam kutipan berikut. Kutipan: “Umurku mancik patang puluh lima tahun nalika aku sida nglamar Yulia. Yulia dhewe lagi rong puluh tahun. Aku weruh Hapsari lan Anjani kaget nalika meruhi ibune kwalon pantes dadi adhine. Kekarone setengah protes, nanging kabeh wus dadi putusan pungkasan” (Kinanti: 27).
(b) Yulia Yulia adalah seorang wanita malam yang diangkat derajatnya oleh Sujarwo sehingga 43ank diterima di kalangan orang atas
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
43
Vol /0 2 / No. 04 / Mei 2013
(pejabat).
Kehidupannya berubah seketika setelah diperistri oleh
Sujarwo. Semua kebutuhan dan semua yang diinginkannya dicukupi oleh suaminya.
Di bawah ini adalah kutipan yang menunjukkan
bahwa Yuli adalah bekas wanita tuna susila. Kutipan: “Yulia, wanita playahan kasarane iku kasil dakangkat drajade minangka wanita kang 44ank ditampa ing tataran ndhuwur. Bareng karo karierku kang saya munggah, Yulia uga 44ank ngimbangi langkahku. Aku 44ank eb meruhi dheweki 44ank mandhiri dadi wanita dhiwasa kang supel lan kebak greget. Pasrawungane saya jembar, ing kalangan ibu-ibu pejabat. Aku ora isin ngajak dheweke nekani ing adicara-adicara resmi…” (Kinanti: 28). (c) Sumpana Sumpana adalah ayah Sujarwo. Usianya sudah lebih dari delapan puluh tahun, namun hidupnya masih sehat dan penuh semangat. Dia sangat menyayangi cucu-cucunya terutama Kinanti yang semenjak kecil sangat patuh kepadanya. Lelaki tua ini mempunyai sifat sabar, pemaaf dan penyayang. Hal itu tampak dalam kutipan berikut. Kutipan: “….Nanging kabeh kuwi ora ditindakake dening bapak. Bapak kang sareh lan nduweni ati segara iku tetep sabar. Lan kabeh ukarane bapak iku malah ndhodhog pangrasaku” (Kinanti: 32). (d) Kelik Kelik adalah anak bungsu dari Lik Semi.
Usianya terpaut
delapan tahun lebih tua dari Kinanti. Semenjak kecil dia memendam perasaan suka dan 44ank e pada Kinanti. Gadis cilik yang dulu diasuhnya, sewaktu dia masih tinggal di rumah Eyang Pana itu kini telah beranjak dewasa dan cantik. Hal itu tampak dalam kutipan berikut. Kutipan: “Mbokmenawa yen isih ana sing dakgetuni ngono, merga aku lunga tanpa pamitan marang Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
44
Vol /0 2 / No. 04 / Mei 2013
Kinanti. Awan bengi pikiranku tansah keplayu marang bocah wadon cilik kuwi. Rasa kangenku kaya-kaya ora kena dakpenggak, nanging aku wani mara menyang dalem Nitipuran. Nganti saiki kangen kuwi rumangsaku isih wutuh. Ora kalong, kaya kangenku nalika isih cilik biyen. Eman dene aku ora nate 45ank mujudake”(Kinanti: 194). 3. Alur Dalam novel berjudul Kinanti karya Margareth Widhy Pratiwi ini menggunakan alur campuran. Alur campuran adalah gabungan antara alur maju atau progresif dan alur mundur atau flas back. Tahapan alur dalam novel Kinanti yaitu, alur buka, alur tengah, dan alur puncak. 4. Latar atau setting Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa yang terjadi dalam cerita. Latar dalam cerita fiksi terbagi menjadi tiga, yaitu: a) Latar Tempat Latar tempat yaitu tempat terjadinya suatu peristiwa dalam suatu cerita, seperti desa, rumah, kantor, dan sebagainya.
Latar tempat
dalam novel Kinanti antara lain. (1) Hotel Kutipan: “… Udakara seprapat jam, mubeng-mubeng kutha nganti pungkasane mobil mandeg ing ngarep hotel cilik kang cekli. Wengine kliwat lingsir”(Kinanti: 24). (2) Jalan Kutipan: 1d)“Dalan-dalan kutha Yogya sumpek…”(Kinanti: 98).
rumangsaku
wus
b) Latar Waktu Latar waktu yaitu berhubungan dengan kapan kejadian atau peristiwa dalam cerita itu terjadi. Latar waktu dalam novel Kinanti antara lain sebagai berikut: (1) Malam hari
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
45
Vol /0 2 / No. 04 / Mei 2013
Kutipan: 2a)“Wengi mlaku saya nggremet…”(Kinanti: 201). (2)Sore Hari Kutipan: 2c)“Srengenge wus adoh kulminasi…”(Kinanti: 68). c) Latar Sosial
ninggalake
titik
Berdasarkan tingkatan social, latar 46ank e terbagi dalam tiga golongan, yaitu: (1) Status 46ank e tinggi (2) Status 46ank e menengah (3) Status 46ank e rendah. Status social dalam novel Kinanti antara lain sebagai berikut. (1) Wanita Tuna Susila Kutipan: 3a)“Yulia, wanita playahan kasarane iku kasil dakangkat drajade minangka wanita kang 46ank ditampa ing tataran ndhuwur. Bareng karo karierku kang saya munggah, Yulia uga 46ank ngimbangi langkahku. Aku 46ank eb meruhi dheweke 46ank mandhiri dadi wanita dhiwasa kang supel lan kebak greget…”(Kinanti: 28). (2) Orang Kecil atau pembantu Kutipan: 3b)“Kula niku 46ank e tiyang cubluk. Wong cilik sing ora mudheng kahanan donya, nek mboten diiguhaken keng bapak napa saget tiyang sakula kalih bapakne thole niku”(Kinanti: 42). (3) Orang terhormat atau pejabat Kutipan: 3c)“Lho, Jeng Yulia ki saiki wis dadi Nyonya Sujarwo. Wus ora 46ank bebas kaya biyen maneh, sing dolan ijen saba diskotek, Jeng. Ala-ala aku boss neng kantor. Disuyuti lan kajen keringan. Bapak lan ibu uga mujudake wong tuwa kang kinormat ing 46ank eb. Apa Jeng Yulia ora ngrasakake yen saiki dadi bojon pimpinan?”(Kinanti: 94). 5. Sudut Pandang (point of view)
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
46
Vol /0 2 / No. 04 / Mei 2013
Dalam novel yang berjudul Kinanti karya Margareth Widhy Pratiwi ini menggunakan sudut pandang orang pertama „aku‟, yaitu pengarang sebagai tokoh cerita. Dalam novel ini dibagi atas beberapa bab dan masing-masing bab menceritakan tokoh-tokoh penting dalam novel tersebut. Ini Nampak dalam kutipan berikut. Kutipan: “Aku ora takon maneh. Aku biasa ora weruh ibu. Karang wiwit cilik mula ora cedhak, nanging ora ana sing ngerti yen satemene atiku lara. Aku kepengin kaya kanca-kanca liyane kae, sing nyritakake bab ibune. Windy seneng nyritakake ibune sing 47ank dianggo curhat. Sing tansah ngerti apa butuhe. Dina seneng crita bune sing galak, saben ana cowok mara mung curiga wae. Lha aku, ibuku kaya ngapa? Prasasat aku ora nate ngrasakake nduweni ibu. Wingi nalika ibu mung ana kamar wae, dakcedaki ora gelem. Aku malah diusir. Ah geneya aku ngalami kaya ngene? Bapak wis ninggal aku, kamangka sesambunganku karo bapak uga tanpa tabet. Babarpisan ora nduweni kenangan endah nalika bebarengan bapak. Aku meruhi bapak lan ibu saben ndina, nanging rumangsaku kabeh mlaku dhewe. Uripku rasane garing”(Kinanti: 147). 6. Gaya Bahasa Gaya Bahasa adalah cara pengarang atau tingkah laku pengarang dalam menggunakan bahasa. Jika antara pengarang A dan B disuruh untuk mengarang dengan tema, alur dan karakter yang sama, maka hasilnya akan menjadi berbeda.
Hal itu karena setiap pengarang
mempunyai keunikan dan gaya yang berbeda-beda. Gaya bahasa yang digunakan dalam novel Kinanti antara lain sebagai berikut. 1) Personifikasi Kutipan: “Wengi saya nglaku nglangut…” (Kinanti: 66). 2) Metafora Kutipan: 2a) “…. Le ora piye, lha wong nggawa jago 47ank eb kok dikiwake, trima ngopeni jago kapuk. Salahmu nek jagomu katut babon liya” (Kinanti: 116). 3) Hiperbol Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
47
Vol /0 2 / No. 04 / Mei 2013
Kutipan: 3a)“Anjani methentheng, mripate murub nyawang Yulia…” (Kinanti: 63). 4) Simile Kutipan: 4a)“…. Suwarane wong kang tuguran kaya tawon ing kupingku…” (Kinanti: 61). 5) Ironi Kutipan: 5a)“…. Mung wae yen kowe nduweni pangrasa kaya ngono, ora pantes kowe mapan ana kene” (Kinanti: 132). 7. Nilai Budi Pekerti Budi pekerti adalah hal yang menyangkut akhlak, tingkah laku, watak dan kelakuan.
Budi pekerti termasuk dalam nilai moral yang
diaplikasikan pada sikap dan tingkah laku seseorang. Budi pekerti yang terdapat dalam novel Kinanti karya Margareth Widhy Pratiwi antara lain sebagai berikut: a) Pemberani Kutipan: “Mung kari sajangkah. Aku nyerot ambegan saka irungku saakehe. Rasa wediku kang muncak, malah nuwuhake kekuwatan ing otot-otok awakku. Mula nalika ana ruwang ing saselaning wong loro iku, sepisan maneh aku nyerot ambegan banjur mencolot ngetog sisaning semangat kang kari semenir. Wong loro sing ora ngira marang nekatku iku senggoyoran dakjorokake” (Kinanti: 189). b) Penyabar dan pemaaf Kutipan: “…. Nanging kabeh kuwi ora ditindakake dening Bapak kang sareh lan nduweni ati segara iku tetep sabar. Lan kabeh ukarane bapak malah ndhodhog pangrasaku” (Kinanti: 32). c) Egois dan tidak tanggung jawab terhadap keluarga Kutipan: “Kudu dakakoni yen pranyata aku wong lanang kang ringkih. Aku ora kuwagang nolak kekarepane Yulia kang tansah kepengin tetegaran ing jagade kang lagi ditemokake
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
48
Vol /0 2 / No. 04 / Mei 2013
iku. Jagad pasrawungan kang saya jembar tebane, nganti aku dhewe ora ngerteni apa sing ditindakake sisihanku iku. Aku saya ketinggalan adoh, ora 49ank nututi Yulia. Luwihluwih nalika dheweke wiwit srawung karo para ibu-ibu saka kalangan dhuwur kang kudune diajeni, nagging malah ngasorake dhiri kanthi ninggal bot-repote bale somah. Luru kabebasan nguja hawa nefsu, nuruting karepeng setang. Salah sijine kaya sing mentas dakprangguli, „kesukan‟ main kertu. Sing mesthi ora nate etung lan angon wayah. Kaping pira aku kandha yen aku ora seneng, nanging Yulia kadhung ora 49ank dipenggak” (Kinanti: 1930). E. Kesimpulan Dari pembahasan dari skripsi yang berjudul “Analisis Struktur Obejektif Novel Kinanti karya Margaret Widhy Pratiwi” ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1) Tema: Tema dalam novel Kinanti karya Margareth Widhy Pratiwi ialah ketidakharmonisan keluarga. 2) Penokohan: Dalam novel Kinanti karya Margaret Widhy Pratiwi, menampilkan Kinanti sebagai tokoh utama, sedangkan tokoh tambahannya yaitu: Sujarwo, Sumpana, Yulia, Kelik, Lik Semi, Dhik Imam, Pak Aminoto, Bu Aminoto, Anjani, Hapsari, dan Widarini. 3) Alur: Dalam novel Kinanti pengarang tidak menggunakan alur mundur secara mutlak, akan tetapi pengarang menggunakan alur maju juga. Kedua alur di gabung, jadi pengarang menggunakan alur campuran. 4) Latar: Dalam cerita novel berjudul Kinanti ditampilkan tiga jenis latar, yaitu latar tempat, waktu dan 49ank e. Latar tempat dalam cerita meliputi: rumah, kamar hotel, ruang makan, ruang tengah, Malioboro, jalan ringroad, kota Yogya, di depan Hotel Garuda, pemakaman, hotel, ruang akasia, 49ank ebon tebu.
Latar waktu dalam cerita meliputi: sore hari, jam
setengah enam pagi, ketika tadi malam, malam hari, setelah adzan asar, jam empat, jam sebelas, jam dua belas, dan ketika matahari jauh meninggalkan titik kulminasi.
Sedangkan latar sosialnya meliputi:
pengemis, pembantu rumah tangga, wanita tuna susila, mahasiswa, dan pejabat tinggi. Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
49
Vol /0 2 / No. 04 / Mei 2013
5) Sudut pandang:
Dalam penulisan novel berjudul Kinanti, Margareth
Widhy Pratiwi sebagai pengarang menggunakan sudut pandang orang pertama „aku‟, yaitu pengarang sebagai tokoh cerita. 6) Gaya bahasa:
Dalam novel ini terdapat beberapa gaya bahasa yang
ditampilkan oleh pengarang.
Gaya bahasa tersebut antara lain:
personifikasi, hiperbol, metafora, ironi, dan simile. (3)Budi pekerti: Novel dengan judul Kinanti karya Margareth Widhy Pratiwi mengandung beberapa budi pekerti baik dan buruk. Beberapa budi pekerti itu yaitu: pemberani, penyabar dan pemaaf, egois dan tidak bertanggung jawab. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 1997. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Baribin, Raminah. 1985. Teori dan Apresiasi Prosa Fiksi. Penerbit IKIP Semarang Pres: Semarang. Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Endraswara, Suwardi. 2011. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Caps. _________________. 2006. Budi Pekerti Jawa. Yogyakarta: Buana Pustaka. Ginanjar, Nurhayati. 2012. Pengkajian Prosa Fiksi Teori dan Praktik. Surakarta: ______________. Keraf, Gorys. 2010. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Kusdiratin, dkk. 1985. Memahami Novel Atheis. Jakarta: Pusat Pembinaan dan perkembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Nurgiyantoro, Burhan. 2009. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Zuriah, Nurul. 2011. Hakikat Pendidikan Moral dan Budi Pekerti. Jakarta: PT Bumi Aksara. Pratiwi, Margareth Widhy. 2001. Kinanti. Yogyakarta: Taman Budaya Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Rahayu, Muji. 2012. Kajian Struktural Objektif Novel Lintang Karya Ardini Pangastuti B.N. dan Kemungkinan Pembelajarannya di SMA. Skripsi: FKIP Universitas Muhammadiyah Purworejo. Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Santosa, Wijaya Heru dan Sri Wahyuningtyas. 2009. Pengkajian Prosa Fiksi. Purworejo: FKIP Universitas Muhammadiyah Purworejo. Setyawan, Agus. 2009. Analisis Struktural Novel Sumpahmu Sumpahku karya Naniek P.M. (Pendektan Sosiologi). Skripsi: FKIP Universitas Muhammadiyah Purworejo. Stanton, Robert. 2007. Teori Fiksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
50
Vol /0 2 / No. 04 / Mei 2013
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R dan D. Alfabeta: Bandung. Waluyo, Herman J. 2011. Pengkajian dan Apresiasi Prosa Fiksi. Surakarta: UNS Press. Wellek dan Warren. 1989. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia. Wiyatmi, B. 2009. Pengantar Pengkajian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Wulandari, Wuri Asri. 2007. Analisis Struktural Novel Salah Pilih Karya N.ST Isakandar. Skripsi: Universitas Muhammadiyah Purworejo
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
51