STRUKTUR PSIKIS TOKOH UTAMA NOVEL ZIARAH KARYA IWAN SIMATUPANG DAN NOVEL SAMAN KARYA AYU UTAMI: SEBUAH ANALISIS KOMPARATIF DENGAN PENDEKATAN PSIKOANALISIS SIGMUND FREUD Ekarini Saraswati Universitas Muhammadiyah Malang Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mendeskripsikan struktur batin yang dimunculkan oleh pengarang lewat struktur cerita dalam novel Ziarah karya Iwan Simatupang dan novel Saman karya Ayu Utami. 2.) Mendeskripsikan jenis-jenis struktur batin yang muncul dalam Ziarah karya Iwan Simatupang dan novel Saman karya Ayu Utami. kedua tokoh utama dalam kedua novel di atas menunjukkan perjalanan hidup yang berbeda. Saman memiliki superego pendidikan pastoral dan egonya menjadi misionaris di sebuah perkebunan karet di Prabumulih. Setelah mengalami trauma egonya terancam dan kalah sehingga dia hidup di dunia id dengan jalan bercinta tanpa menikah dan menjadi pemberontak. Sedangkan tokoh kita memiliki superego melukis.Egonya sebagai pelukis. Ketika mengalami trauma egonya hilang sebentar dan kembali menjadi dirinya sendiri sebagai pengapur kuburan dan opseter. Adapun di dalam novel Ziarah tokoh utamanya yang disebut tokoh kita memiliki superego melukis dan egonya sebagai pelukis. Egonya luntur ketika dia mendapatkan uang banyak dari hasil penjualan lukisannya. Dia bingung untuk menghabiskan uangnya itu dengan bermain judi. Namun, sial terus menang sehingga uangnya semakin banyak. Sehingga dia hidup di dunia id yang berangan-angan menghabiskan uang. Egonya kembali muncul ketika dia menikah dengan cara aneh dan menolak perintah walikota untuk tinggal di rumah dinasnya. Dia lebih memilih tinggal di gubuknya di tepi pantai.. Perjalanan hidupnya yang bahagai berakhir ketika isterinya meninggal.. Dia kembali dalam dunia id dengan senantiasa berlari-lari tiap hari mencari tikungan dan berharap bertemu isterinya, teriak-teriak dan tertawa keras-keras. Superego aebagai pelukis menegur dia sehingga akhirnya dia memilih menjadi pengapur pekuburan dan berminat menjadi opseter. Kata kunci: struktur psikis, psikoanalisis, mekanisme pertahanan
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Teeuw (Sastra Indonesia Modern II)," Barangkali dialah (Iwan Simatupang) pengarang Indonesia yang dewasa ini mendapat sorotan paling banyak, baik oleh pengamat sastra di dalam maupun di luar Indonesia. Ia juga pengarang pertama
yang secara anumerta menerima hadiah ASEAN untuk fiksi pada tahun 1978. Di antara beberapa sorotan yang dikemukakan yang hubungannya dengan novel-novel Iwan Simatupang tercatat antara lain, Baharuddin Zainal (Malaysia, 1972), Pamela M. Mc Call (Australia, 1976), P. Beer (Monash, Australia, 1981), R. Young (Melbourne), Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|847
Umar Junus (Malaysia, 1986). Buku yang membahas khusus karya-karya Iwan Simatupang, antara lain, Novel Baru Iwan Simatupang (Dami N. Toda, 1980) dan Iwan Simatupang Pembaharu Sastra Indonesia (Korrie Layun Rampan, editor, 1985). Adapun bahasan mengenai Iwan Simatupang dan karya-karyanya baik yang berupa artikel, makalah, resensi buku, tercatat sedikitnya berjumlah 110 judul. Adapun yang secara khusus membicarakan novel Ziarah pernah dilakukan J. Prapta Dihardja dalam skripsinya yang berjudul "Gaya Iwan Simatupang dalam Ziarah' (FSUI, 1985). Kajian yang lebih mendalam dilakukan oleh Okke KS. Zaimar dalam disertasi doktornya yang judul "Menelusuri Makna Ziarah Karya Iwan Simatupang (UI 1990). Para peneliti lain misalnya Dami N. Toda (1974), Umar Junus (1986), Alia Tjasa (1972), Kurnia Jaya Raya (1989) danpara peneliti asing (Australia, Perancis, dan Malaysia) umumnya membicarakan Ziarah dalam kaitannya dengan novel Iwan Simatupang yang lain. Dari semua pembicaraan tersebut, sebagian besar lebih banyak menempatkan Ziarah sebagai karya puncak Iwan Simatupang. Selanjutnya mengenai novel Saman yang merupakan novel pemenang sayembara mengarang roman yang diselenggarakan oleh DKJ tahun 1998 dianggap sebagai novel yang memiliki nuansa baru. Banyak pengamat sastra yang telah memberikan komentar yang positif di antaranya Sapardi Djoko Damono yang menyoroti dari segi komposisi: “Dahsyat… memamerkan teknik komposisi yang – sepanjang pengetahuan saya – belum pernah dicoba pengarang lain di Indonesia, bahkan mungkin di negara lain.” Ignas Kleden dari segi diksi: “Pada beberapa tempat yang merupakan puncak pencapaiannya, kata-kata bagaikan bercahaya seperti kristal. Faruk dari segi
isi,”…di dalam sejarah sastra Indonesia tak ada novel yang sekaya novel ini… Lebih kaya daripada Para Priyayi Umar Kayam dan Ziarah Iwan Simatupang. YB. Mangunwijaya dari segi antropologi,” Superb, spendid… Novel ini dapat dinikmati dan berguna sejati bagi pembaca yang dewasa. Bahkan amat dewasa. Dan jujur. Khususnya mengenai dimensi-dimensi politik, antropologi sosial, dan teristimewa lagi agama dan iman. Umar Kayam dari segi teknik penulisan,” Saya kira susah ditandingi penulis-penulis muda sekarang. Penulis tua pun, belum tentu bisa menandingi dia. Pramudya Ananta Toer dari segi isi,”Integritas penulisnya tinggi…Saya tidak kuat melanjutkannya. Melanjutkan membaca ini rasanya saya jadi tapol lagi. Dari hasil penelitian di atas dapat dilihat bahwa belum ada penelitian yang mengkhususkan diri dari segi psikosastra. Untuk itu penulis mencoba mengetengahkan struktur batin tokoh utama novel Ziarah dan novel Saman berdasarkan pemikiran Sigmund Freud. 1.2. Perumusan Masalah 1. Bagaimanakah struktur batin tokoh utama yang Dimunculkan lewat struktur sastra novel Ziarah karya Iwan Simatupang dan novel Saman karya Ayu Utami? 2. Struktur batin apa saja yang muncul dalam novel Ziarah karya Iwan Simatupang dan novel Saman karya Ayu Utami? 2. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mendeskripsikan struktur batin yang dimunculkan oleh pengarang lewat struktur cerita dalam novel Ziarah karya Iwan Simatupang dan novel Saman karya Ayu Utami. 2. Mendeskripsikan jenis-jenis struktur batin yang muncul dalam Ziarah karya Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|848
Iwan Simatupang dan novel Saman karya Ayu Utami. 3. Metodologi Penelitian 3.1 Objek Penelitian Yang dijadikan objek penelitian adalah novel Ziarah karya Iwan Simatupang terbitan Djambatan tahun 1983 cetakan ketiga dan novel Saman karya Ayu Utami terbitan KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) tahun 1998 cetakan keempat. 3.2 Metode dan Teknik Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif-analitis. Metode deskriptif analitis dipilih karena penelitian ini berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan apa yang dianalisis (Webest, 1982:119). Dalam penelitian semacam ini, peneliti menjadi partisipan, penelti memasuki dunia data yang ditelitinya, mencoba menganalisis konsep-konsep yang ada didalamnya, dan terus menerus membuat sistematisasi objek yang ditelitinya, apa makna yang terkandung di dalam novel Saman karya Ayu Utami dan karya Iwan Simatupang Penelitian ini dikongkretkan lewat dua tahap pembacaan, yaitu pembacaan heuristik dan pembacaan hermeneutik (Riffaterre, 1978-5-6). Pada pembacaan heuristik, yakni tahap pembacaan tingkat pertama, yang memiliki peran penting adalah kompetensi linguistik pembaca. Artinya pada tahap ini, pembaca diharapkan dapat mengartikan setiap satuan linguistik yang digunakan yang semuanya itu sesuai dengan konvensi bahasa yang berlaku.Selanjutnya pada pembacaan hermeneutik, yakni pembacaan tahap kedua, pembacanya diharapkan dapat mencari makna yang terkandung dalam teks yang dibacanya. Kemampuan itu sangat ditentukan oleh kompetensi linguistiknya. Apabila kompetensi linguistiknya kurang, sulit baginya untuk dapat mencari makna teks tersebut. Pada tahap pembacaan hermeneutik ini, pembaca diharapkan
mampu menafsirkan makna teks sesuai dengan konvensi sastra dan budaya yang melatarbelakanginya. Adapun penelitian ini dilakukan melalui sejumlah tahapan sebagai berikut: a. Menentukan fokus objek penelitian (mengungkap struktur batin tokoh utama dalam novel Saman dan Ziarah berdasarkan pendekatan psikoanalisis Sigmund Freud) b. Menentukan naskah yang dipakai sebagai objek penelitian. c. Melakukan tinjauan pustaka di perpustakaan terhadap buku dan terbitan yang ada kaitannya dengan objek penelitian, baik berupa buku-buku tentang teori struktur sastra maupun tentang psikoanalisis Sigmund Freud. d. Menganalisis objek penelitian yakni mengungkap struktur batin tokoh utama yang tergambar dalam novel Saman dan Ziarah. Analisis dimulai dari segi struktur cerita, tokoh, ruang dan waktu dan terakhir analisis struktur batin tokoh utama yang isyarat-isyaratnya dapat dilihat pada struktu naratif. e. Menyimpulkan dan melaporkan. 3.3 Instrumen Penelitian Untuk melaksanakan teknik penelitian digunakan instrumen penelitian yang berupa Analisis Teks. Pedoman ini digunakan untuk menganalisis tiap novel. Adapun pedoman ini adalah sebagai berkut:
Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|849
NO. 1
2
POKOK ANALISIS Aspek Struktur a. Struktur Cerita
PENJELASAN
b. Penokohan
Tokoh siapa yang penting? Bagaimana gambaran fisik tokoh? Apa peranannya dalam lingkungan sosialnya? Kapan dan di mana cerita terjadi?
Peristiwa-peristiwa apa yang terdapat dalam kedua novel tersebut?
c. Ruang dan Waktu Aspek Struktur Struktur batin yang bagaimanakah yang ter Batin cermin di dalam novel Ziarah dan novel| Saman?
3.4 Teknik Pengolahan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif tentang mengungkap struktur batin yang tergambar dalam novel Ziarah dan novel Saman. Dalam hal ini, pengolahan data dilakukan dengan pengklasifikasian dan penafsiran struktur batin novel Ziarah dan novel Saman. TEORI Struktur Cerita dan Struktur Kepribadian Psikoanalisis Freud Untuk menjawab persoalan yang sudah diajukan pada pendahuluan, diperlukan suatu teori yang mendukung kedua hal tersebut. Landasan teori ini dianggap penting karena merupakan cara pandang atau pendekatan tertentu terhadap permasalahan yang telah diajukan. Oleh karena itu, karena penelitian ini dimaksudkan sebagai kajian psikoanalisis untuk mencari struktur batin tokoh utama novel Saman karya Ayu Utami dan Ziarah karya Iwan Simatupang. Sesuai dengan itu, uraian pada bab 2 ini pada intinya adalah psikosastra dan hal-hal yang berhubungan dengannya. Pertamatama akan dikemukakan teori tentang struktur cerita yang dekat hubunganya untuk pengungkapan struktur batin tokoh yang meliputi tokoh dan penokohan serta latar
cerita. Selanjutnya pemikiran Sigmund Freud tentang psikoanalisinya. 2.1 Tokoh dan Penokohan Peristiwa-peristiwa yang membentuk cerita dalam karya narasi berlangsung dengan tokoh-tokoh tertentu yang memainkan peran tertentu di dalamnya. Walaupun peristiwa tersebut fiktif belaka, namun pada umumnya diusahakan untuk menggambarkan tokoh dengan ciri-ciri yang berkenaan dengan kepribadian mereka (keterangan psikologis dan sosial) dan sikap mereka (tingkah laku).Untuk memberi petunjuk tentang diri tokoh, pengarang mengemukakan ciri-ciri dan tanda-tanda yang khas yang ditampilkan dalam ciri-ciri fisik, moral, dan sosial (Zaimar, 1991:48). Terlepas dari banyak sedikitnya petunjuk-petunjuk yang menggambarkan tokoh, yang penting adalah bahwa pengarang meyakinkan adanya keutuhan tokoh dan memberikan alasan atas tindakantindakan para tokohnya. Dengan demikian, penggambaran tokoh benar-benar merupakan salah satu komponen yang membentuk struktur karya sastra. Karena tokoh memiliki relevansi langsung, maka perlu dikenali bagaimana tokoh ditampilkan dalam karya sastra. Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|850
Menurut Rene Wellek (1985:219), bentuk penokohan yang sering digunakan pengarang dan paling sederhana adalah pemberian nama (naming) . Nama-nama itu dapat dimanfaatkan sebagai sarana yang ekonomis untuk mencirikan watak tokoh. Namun, dalam hal penokohan, selain pemberian nama pengarang dapat pula mengemukakan ciri-ciri fisik tokoh, tingkah laku, tindakan, jalan pikiran, dan ucapan tokoh. Selanjutnya, kalau dilihat dari fungsi tokoh dalam rangkaian cerita, dikenal adanya tokoh utama, tokoh bawahan atau tokoh pembantu. Untuk menentukan tokoh utama dalam suatu cerita sangat mungkin terjadi perbedaan pendapat mengenai siapa tokoh utama dalam cerita itu. Hal ini bergantung pada cara dan dari mana melihatnya. Penentuan tokoh utama dalam analisis ini didasarkan pada analisis struktur. Barthes (Culler, 1975:324) mengemukakan bahwa ciri tokoh utama dapat dihimpun sepanjang teks itu sendiri. Terdapat kaitan yan great antara satu bagian teks dengan yang lainnya sehingga membentuk satu kebulatan yang lebih besar daripada bagiannya sendiri. Hal ini menyebabkan bahwa tokoh utama dapat berada di luar ciri-ciri semantik; keberadaannya ini memungkinkan kita mendapatkan konotasi-konotasi yang cocok melalui teks. Dengan demikian, yang membentuk relasi dengan semua tokoh dari awal hingga akhir cerita adalah tokoh utama yan g menjadi penggerak seluruh cerita. Dalam menampilkan watak tokohtokoh cerita pengarang mungkin menggunakan beberapa cara. Pada pokoknya dapat digunakan (1) pendefinisian langsung (direct definition); dapat pula berupa (2) penyajian tidak langsung (indirect representation) melalui tindakan dan percakapan antar tokoh; atau mungkin juga bersandar pada (3) relasi spasial, baik
yan berkenaan dengan ruang tertutup maupun yan gmerupakan penampilan eksternal dan lingkungan sosial. Gambaran fisik memberikan suatu kehidupan pada tokoh, seakan-akan mereka benar-benar terdiri dari darah dan daging. Memang, di dalam karya sastra modern hal itu makin lama makin kurang dianggap penting, karena para penulis Nouveau Roman, misalnya, beranggapan bahwa tokoh dalam roman mempunyai perbedaan pokok dengan manusia yang ada di dalam dunia nyata. 2.2 Ruang dan Waktu Ruang dan waktu merupakan latar bagi terjadinya suatu peristiwa. Ruang dan waktu itu berfungsi untuk menghidupkan imajinasi, pembentukan dunia imajiner yang dilukiskan oleh pengarang tentang tokohtokoh dan peristiwa-peristiwa yang berlangsung di dalamnya. Di dalam suatu struktur cerita terdapat kaitan yang erat antara ruang dan waktu. Kaitan erat ini akan tampak pada kenyataan bahwa ketika pengarang melukiskan dimensi ruang, maka secara tidak langsung dimensi waktu terlibat juga. Dimensi ruang berhubungan dengan hal-hal yang berkaitan dengan tokoh-tokoh cerita seperti lingkungan hidupnya, lingkungan sosial, adat istiadat dan sebagainya. Adapun dimensi waktu lebih berkaitan dengan peristiwa-peristiwa yang membentuk struktur cerita. Dimensi ruang dapat terjadi dalam satuan wacana yang terkecil maupun dalam satuan wacana yang lebih besar. Dalam satuan wacana terkecil dimensi ruang dapat diasosiasikan oleh pemabca dalam tiga macam cara, yaitu (1) penggunaan kata-kata yang dapat memberikan sifat dan keadaan pada yang disebutkan, (2) kata-kata yang memiliki pengertian tersendiri, dan (3) pemakaian perbandingan atau kiasan. Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|851
Satuan wacana terkecil ini dapat mengasosiasikan dimensi ruang misalnya berupa penyebutan nama-nama benda atau peralatan nama, nama tempat atau istilah lain yang merupakan unsur anorganik dalam pembentukan latar cerita. Sementara itu, dalam wacana yang lebih besar dimensi ruang dapat diasosiasikan oleh pembaca melalui (1) pertanyaan mengenai arah suatu tempat, (2) dialog yang melukiskan lakuan tokoh, dan (3) deskripsi langsung oleh pengarang. 2.3 Konsep Psikoanalisis Sigmund Freud Tokoh pendiri psikoanalisis atau disebut juga aliran psikologi dalam ("depth psychology") ini secara skematis menggambarkan jiwa sebagai sebuah gunung es. Bagian yang muncul di permukaan air adalah bagian yang terkecil, yaitu puncak dari gunung es itu, yang dalam hal kejiwaan adalah bagian kesadaran ("conscious-ness"). Agak di bawah permukaan air adalah bagian yang disebutnya pra-kesadaran atau "subconsciousness" atau preconsciousness. Ketidaksadaran ini berisi dorongandorongan yang ingin muncul ke permukaan atau ke kesadaran. Bagian yang terbesar dari gunung es itu berada di bawah permukaan air sama sekali dan dalam hal jiwa merupakan alam ketidaksadaran ("unconscousness)." Ketidaksadaran ini berisi dorongan-dorongan yang ingin muncul ke permukaan atau ke kesadaran. Dorongan-dorongan ini mendesak ke atas, sedangkan tempat di atas sangat terbatas sekali. Tinggallah "Ego" (Aku) yang memang menjadi pusat daripada kesadaran yang harus mengatur dorongan-dorongan mana yang harus tetap tinggal di ketidaksadaran. Sebagian besar dari dorongan-dorongan yang berasal dari ketidaksadaran itu memang harus tetap tinggal dalam ketidaksadaran, tetapi mereka
ini tidak tinggal diam, melainkan mendesak terus dan kalau "Ego" tidak cukup kuat menahan desakan ini akan terjadilah kelainan-kelainan kejiwaan seperti psikoneurosa atau psikose. Dorongandorongan yang terdapat dalam ketidaksadaran sebagian adalah dorongandorongan yang sudah ada sejak manusia lahir, yaitu dorongan seksual dan dorongan agresi, sebagian lagi berasal dari pengalaman masa lalu yang pernah terjadi pada tingkat kesadaran dan pengalaman itu bersifat traumatis (menggoncangkan kiwa), sehingga perlu ditekan dan dimasukkan dalam ketidaksadaran. Segala tingkahlaku manusia menurut Freud bersumber pada dorongan-dorongan yang terletak jauh di dalam ketidaksadaran karena itu psikologi Freud disebut juga psikologi dalam (Depth Psychology). Selain itu teori Freud disebut juga sebagai teori psikodinamik (Dynamic psychology) karena ia menekankan pada dinamika atau gerak mendorong dari dorongan-dorongan dalam ketidaksadaran itu ke kesadaran. Sebagai teori kepribadian psikoanalisis mengatakan bahwa jiwa terdiri dari 3 sistem yaitu: Id ("es"), superego ("uber ich") dan ego ("ich"). Id terletak dalam ketidaksadaran. Ia merupakan tempat dari dorongan-dorongan primitif, yaitu dorongan-dorongan yang belum dibentuk atau dipengaruhi oleh kebudayaan yaitu dorongan untuk hidup dan mempertahankan kehidupan ("life instinct") dan dorongan untuk mati ("death instinct"). Bentuk dari dorongan hidup adalah seksual atau disebut libido dan bentuk dari dorongan mati adalah agresi, yaitu dorongan yang menyebabkan orang ingin menyerang orang lain, berkelahi atau berperang atau marah. Prinsip yang dianut oleh Id adalah prinsip kesenangan ("pleasure principle"), yaitu bahwa tujuan dari Id adalah memuaskan semua dorongan primitif ini. Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|852
Superego adalah suatu sistem yang merupakan kebalikan dari id. Sistem ini sepenuhnya dibentuk oleh kebudayaan. Segala norma-norma yang diperoleh melalui pendidikan itu menjadi pengisi dari sistem superego sehingga superego berisi dorongan-dorongan untuk berbuat kebajikan, dorongan untuk mengikuti norma-norma masyarakat dan sebagainya. Dorongan-dorongan atau energi yang berasal dari superego ini akan berusaha menekan dorongan yang timbul dari Id, karena dorongan dari Id yang masih primitif ini tidak sesuai atau bisa diterima oleh superego. Di sinilah terjadi tekan menekan antara dorongan-dorongan yang berasal dari Id dan Superego. Ego adalah sistem tempat kedua dorongan dari Id dan superego beradu kekuatan. Fungsi ego adalah menjaga keseimbangan antara kedua sistem yang lainnya, sehingga tidak terlalu banyak dorongan dari Id yang dimunculkan ke kesadaran sebaliknya tidak semua dorongan superego saja yang dipenuhi. Ego sendiri tidak mempunyai dorongan atau energi. Ia hanya menjalankan prinsip kenyataan ("reality principle"), yaitu menyesuaikan dorongan-dorongan Id atau superego dengan kenyataan di dunia luar. Ego adalah satusatunya sistem yang langsung berhubungan dengan dunia luar, karena itu ia dapat mempertimbangkan faktor kenyataan ini. Ego yang lemah tidak dapat menjaga keseimbangan antara superego dan Id. Kalau ego terlalu dikuasai oleh dorongan-dorongan dari Id saja maka orang itu akan menjadi psikopat (tidak memperhatikan normanorma dalam segala tindakannya); kalau orang itu terlalu dikuasai oleh superegonya, maka orang itu akan menjadi Psikoneurose (tidak dapat menyalurkan sebagian besar dorongan-dorongan primitifnya). Selanjutnya Freud mengatakan bahwa untuk menyalurkan dorongan-dorongan
primitif yang tidak bisa dibenarkan oleh superego, ego mempunyai cara-cara tertentu yang disebut sebagai mekanisme pertahanan ("defense mechanism"). Mekanisme pertahanan ini gunanya untuk melindungi ego dari ancaman dorongan primitif yang mendesak terus karena tidak diizinkan muncul oleh superego. Sembilan mekanisme pertahanan yang dikemukakan Freud adalah 1) Represi ("repression"): suatu hal yang pernah dialami dan menimbulkan anacaman bagi ego ditekan masuk ke ketidaksadaran dan disimpan di sana agar tidak mengganggu ego lagi. Perbedaannya dengan proses lupa adalah bahwa lupa hal yang dilupakan itu hanya disimpan dalam bawah sadar dan sewaktu-waktu dapat muncul kembali, sedangkan pada represi hal yang direprestidak dapat dikeluarkan ke kesadaran dan disimpannya dalam ketidaksadaran. 2) Pembentukan Reaksi ("reaction formation"): seseorang bereaksi justru sebaliknya dari yang dikehendakinya demi tidak melanggar ketentuan dari superego. 3) Proyeksi ("projection"): Karena superego seseorang melarang ia mempunyai suatu perasaan atau sikap tertentu terhadap orang lain, maka ia berbuat seolah-olah orang lain itulah yang punya sikap atau perasaan tertentu itu terhadap dirinya. 4) Penempatan yang keliru (displacement): kalau seseorang tidak dapat melampiaskan perasaan tertentu terhadap orang lain karena hambatan dari superego, maka ia akan melampiaskan perasaan tersebut kepada pihak ketiga. 5) Rasionalisasi ("rasionalitation"): dorongan-dorongan yang sebenarnya dilarang oleh superego dicarikan penalaran sedemikian rupa sehingga seolah-olah dapat dibenarkan. Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|853
6) Supresi ("supression"): Supresi adalah juga menekankan sesuatu. Tetapi berbeda dengan represi, maka hal yang ditekan dalam supresi adalah hal-hala yang datang dari ketidaksadaran sendiri danbelum pernah muncul dalam kesadaran. 7) Sublimasi ("sublimation"): dorongan-dorongan yang tidak dibenarkan oleh superego tetap dilakukan juga dalam bentuk yang lebih sesuai dengan tuntutan masyarakat. 8) Kompensasi ("cmpensation"): yaitu usaha untuk menutupi kelemahan di salah satu bidang atau organ dengan membuat prestai yang tinggi di organ lain atau bidang lain. 9. Regresi ("regression"): untuk menghindari kegagalan-kegagalan atau anacaman terhadap ego, individu mundur kembali ke traf perkembangan yang lebih rendah. Dalam teori psikoanalisis sebagai teori kepribadian Freud selanjutnya mengatakan bahwa pada setiap orang terdapat seksualitas kanak-kanak ("infantile sexuality") yaitu dorongan seksual yang sudah terdapat sejak bayi. Dorongan ini akan berkembang terus menjadi dorongan seksual pada orang dewasa, melelui beberapa tahap perkembangan, yaitu: Tahap "oral" untuk anak yang masih disusui; daerahnya: mulut; lalu tahap "anal" dalam pengalaman mengeluarkan faeces ("zona"-nya anus); dan akhirnya tahap "falis", dalam mengalami kesenangan alat kelamin ("zona"-nya daerah alat kelamin). Tahap latent (masa tersembunyi) seolah-olah tidak ada aktivitas seksual. Tahap genital dimulai sejak masa remaja segala kepuasan seks terutama berpusat pada alat-alat kelamin. Di dalam konsep Freud dikenal dengan pendekatan "genetis"; artinya penderitaan psikis dipandangnya sebagai sesuatu yang menjadi akibat perkembangan
(atau halangan tertentu dalam perkembangan), khususnya dalam hal seksual. Dalam perkembangan tersebut, pada masa kanak-kanak ia membedakan tiga tahap perkembangan: Setiap tahap dicapai dengan pemberhentian sifat-sifat khusus masingmasing tahap tersebut: yang oral karena kanak-kanak itu tidak disusui lagi; yang anal karena anak itu dipaksa untuk mengatur cara, waktu, dan tempat membuang air; dan yang falis karena kebiasaan anak kecil untuk bermain-main dengan badannya, termasuk alat kelamin, tidak diterima lagi di dalam keluarga. Setiap tahap diakhiri dengan frustasi yang namanya "fiksasi" dan menurut teori Freud akibat-akibat fiksasi tersebut ada sepanjang hidup untuk setiap orang. PEMBAHASAN Struktur Kepribadian Tokoh Saman Dan Ziarah Pada bab ini akan diuraikan hasil analisis kedua novel yang menjadi objek penelitian. Pada bagian pertama akan diuraikan mengenai sinopsis cerita kedua novel tersebut. Kemudian diuraikan berdasarkan struktur cerita yang terdiri dari tokoh dan latar. Karena kedua unsur struktur cerita ini yang menunjang makna kejiwaan tokoh. 3.1 Saman 3.1.1 Sinopsis Cerita dimulai ketika seorang gadis bernama Laila menunggu kedatangan kekasihnya Sihar di sebuah taman di kota New York. Kemudian diceritakan pertemuan pertama mereka di sebuah kilang minyak di Lautan Cina Selatan. Keakraban mereka terjadi karena adanya pandangan yang sama terhadap atasan Sihar yang sewenang-wenang dalam memimpin sehingga terjadi kecelakaan. Keberanian Sihar menantang atasannya menjadikan dia Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|854
dipecat dari pekerjaannya. Rasa sakit hati menimbulkan dendam dalam diri Sihar untuk menyusun kekuatan bersama Saman teman Laila yang dipertemukan di sebuah perkebunan. Selanjutnya cerita dipusatkan pada diri Saman. Dia memiliki nama kecil Wisanggeni yang dilahirkan di Prabumulih. Sejak kecil telah mengalami pengalaman yang aneh yang berhubungan dengan kematian adik-adiknya. Pengalaman masa kecilnya ini terus menghantui kehidupannya hingga dewasa, hingga dia diangkat menjadi fater. Begitu diangkat menjadi Fater dia meminta untuk ditempatkan di Perabumulih. Di sana dia mengabdikan diri di sebuah masyarakat yang tertindas oleh penguasa. Pengabdiannya terhadap masyarakat di sana ditafsirkan lain oleh penguasa. Dia difitnah memimpin pemberontakan sehingga dipenjara dan menjadi buronan hingga pergi ke New York. Cerita kembali ke Laila yang masih menanti kedatangan Sihar lewat sudut pandang Shakuntala temannya. Shakuntala merupakan teman Laila semasa SMP yang sudah mengenal pergaulan bebas dengan lawan jenis sejak usia sembilan tahun. Pada bagian ini diketahui masa sekolah Laila dengan sahabat-sahabatnya yang di antaranya Yasmin yang nantinya merupakan pacar Saman. Selanjutnya merupakan lampiran suratsurat antara Saman dengan Bapaknya dan antara Saman dengan kekasihnya Yasmin. 3.1.2 Tokoh Tokoh pertama yang penting adalah Saman yang merupakan tokoh cerita yang paling banyak diceritakan. Nama kecilnya adalah Wisanggeni yang selanjutnya berubah menjadi Athanasius Wisanggeni ketika dia menjadi Fater
Dia adalah satu di antara tiga lelaki yang berada dalam cahaya yang masuk dari tiga jendela di atas altar. Terang yang lain menerobos lewat fragmen kaca patri yang berjajar sepanjang dinding gereja. Bayanganbayangan pun jatuh memanjang ke tujuh penjuru dari kaki pilar-pilar karintis. Juga dari kaki patung para sanctus. Terang yang paling kecil datang dari lilin-lilin yang dinyalakan. Tiga pemuda itu berjubah putih lumen de dumine dan Bapa Uskup dengan sutra keemasan memanggil nama mereka satu per satu. Juga namanya: Athanasius Wisanggeni (halaman 40). Namanya kemudian berubah menjadi Saman ketika menjadi buron. Nama itu muncul begitu saja tanpa alasan tertentu Beberapa hari kemudian sebuah mobil membawa Wis pergi dari rumah sakit itu, ke sebuah tempat yang hanya diketahui lima orang suster dan seorang dokter. Uskup tidak dikabari. Hirarki Gereja hanya dengar bahwa Pastor Athanasius Wisanggeni menghilang. Sebagian orang mengira dia mati ketika disekap di pabrik. Dan Pater Westenberg memilih tidak tahu, sebab orang-orang pasti mencecar dia. Di sana Wis dirawat sampai sembuh, kira-kira tiga bulan lamanya. Dan dia mengganti kartu identitas, sampai peristiwa itu selesai di pengadilan kira-kira dua tahun kemudian. Ia memilih nama Saman. Tanpa alasan khusus, tiba-tiba saja itu yang terlintas di benaknya. (halaman 114) Dia memiliki fisik biasa saja tidak terlalu tampan tapi baik. Ini diceritakan oleh tokoh Shakuntala teman Laila di SMP. Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|855
Shakuntala merasa heran dengan Laila yang mencintai seorang Fater yang tidak terlalu tampan Temanku amat kagum padanya,pemuda yang tampangnya sama sekali biasa saja, namun baik dan “Frater Wis” pun memenuhi buku hariannya. Mungkin ada “Frater Wis” (halaman 150) Namun, setelah menjadi Saman itu berubah. Wajahnya menjadi hitam dan perilakunya yang berubah sebagaimana diceritakan Laila setelah sepuluh tahun tidak bertemu. Laila merupakan seorang yang mencintainya ketika dia mengadakan peninjauan di sekolah tempat Laila belajar. …Baru saya sadari bahwa Saman, lelaki itu, sudah begitu lama hidup di perkebunan di sana. Sudah begitu panjang perpisahankami. Karena suatu peristiwa, beberapa tahun dia menghilang dan surat saya tak pernah dibalasnya. Baru setahun lalu kami saling berkirim kabar lagi. Saya hampir tak mengenalinya. Ia begitu hitam dan kurus, seperti petani. Rambutnya yang dulu hampir sebahu kini terpangkas. Dagunya tak tercukur rapi. (32) Ada satu hal yang mengherankan dan tidak menyenangkan saya dalam perjalanan itu. Di sebuah restoran di Perabumulih, Saman meminta saya masuk ke dalam lebih dulu. Saya hendak menolak, tetapi ia terkesan agak memaksa, sebab mereka perlu berbicara berdua saja. “Urusan laki-laki,” kata Saman. Itu membuat saya tersinggung, tetapi juga heran. Dulu Saman tidak begitu. Malah cenderung ada kesadaran dalam dirinya untuk menghapuskan kelaskelas urusan lelaki dan perempuan.
Adakah kini dia sudah berubah? Urusan apa gerangan yang mengecualikan saya dari dalamnya? Tak mungkin persoalan seks, kecuali jika Saman telah menjadi orang yang sama sekali lain dengan yang kukenal dulu. (33) Dia lahir dari rahim seorang ibu keturunan raden ayu yang memiliki dua sisi kehidupan yang berbeda. Kadang dia berada di tempat ia ada atau tidak di tempat ia ada. Diceritakan bahwa ibunya apabila sedang berada ditempat ia ada merupakan seorang yang hangat yang menimbulkan kecintaan bagi orang di sekelilingnya. Ia merupakan seorang ibu yang menyayangi anaknya dan memelihara anaknya dengan telaten. Di samping itu ia juga seorang isteri yang mencintai suaminya yang begitu menarik dan menghormati suaminya. Namun, apabila sedang berada di tempat dia ada , amak ibunya seperti tidak melihat sekelilingnya. Pada saat itu tidak mungkin untuk mengajak ibunya berbicara. Pada saat itu ibunya sering pergi ke suatu tempat yang tidak diketahui. Ibunya yang masih raden ayu adalah sosok yang tak selalu bisa dijelaskan oleh akal. Ia sering nampak tidak berada di tempat ia ada, atau berada di tempat ia tidak ada. Pada saat begitu, sulit mengajaknya bercakap-cakap, sebab ia tak mendengarkan orang yang berbicara di dekatnya. Kadang kebisuannya diakhiri dengan pergi ke tempat yang tidak diketahui orang, barangkali suatu ruang yang tidak di mana-mana: suatu suwung. Tetapi jika ia sedang berada di tempat ia ada, maka ia adalah wanita yang amat hangat dan membangkitkan rasa sayang, sehingga Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|856
suaminya dan orang-orang lupa pada sisi lain dirinya yang sulit dipahami. Di tempat tidur, ia akan mendegarkan suaminya yang bersandar di dadanya yang empuk – sepanjang apapun lakilaki itu bercerita dalam suara yang terdengar seperti gumam di tengah malam, yang mendengung lewat ventilasi di atas pintu. Pagi harinya ia akan menembang tentang kepodang bagi si Wis kecil, juga bagi anak-anak tetangga, burung-burung dan margasatwa di sekitarnya.Wis akan melingkar di pangkuannya seperti anak kucing yang menyusu. Jika ia sedang berada di tempat ia ada, di tempat Anda melihatnya, dia menjadi seperti matahari. Planet-planet akan terhisap dan berkeliling di seputarnya dengan aman. Begitulah Wis mengenang ibunya. (halaman 44) Keadaan ibunya yang memiliki dua kepribadian ini mempengaruhi kehidupan Wis selanjutnya. Wis sering mengalami kejadian aneh yang berhubungan dengan ibu dan adik-adiknya. Tatkala matanya berat karena ia memasuki ambang tidur, suara tadi datang lagi. Dari belakangnya dari arah ranjang. Sesuatu sayup-sayup oleh dengung yang kemudian menipis. Peristiwa di belakang.tengkuknya terasa nyata. Ibu mencoba menenangkan oroknya yang merengek. Lalu terdengar suara lelaki tiba-tiba berada di ruang itu. Ia bercakap-cakap dengan ibu, tetapi Wis tidak mengerti bahasa mereka. Ia hanya menangkap intonasi yang melantun dalam gelombang tenang seperti angin yang bertiup malam itu. Rasanya mereka sedang memomong si bayi dengan bahagia. Lelaki itu mendengarkan ibu
menggumam: lela lela ledhung. Lelaki itu bukan Bapak. Wis menoleh dengan cepat karena terkejut dan takut. Tapi sekali lagi suara-suara itu hilang begitu ia berbalik. Mimpi melekat pada belakang kepalanya sehingga matanya tak pernah bisa mencapai dunia itu. Yang ia lihat cuma ibunya berselonjor di ranjang. (1998:52) Berbeda dengan ibunya yang masih keturunan bangsawan ayahnya merupakan orang biasa yang dalam menjalankan agamanya masih diwarnai tradisi kejawen. Dia bekerja di sebuah bank negara yang berada diYogyakarta dan dipindahkan ke Perabumulih sebuah kota di Sumatra Selatan.. Bapaknya tak punya darah ningrat dan memilih nama Sudoyo ketika dewasa. Lelaki itu berasal dari muntilan dan beragama dengan ketat, agakberbeda dari sang ibu , yang meskipun ke gereja pada hari Minggu, juga merawat keris dan barang-barang kuno dengan khidmat. Sudoyo anak mantri kesehatan. Ia menjadi pegawai Bank Rakyat Indonesia di Yogyakarta sejak masih kuliah ekonomi di Universitas Gajah Mada. Wisanggeni lahir di sana. Saat umurnya empat tahun, bapaknya dipindahkan ke Perabumulih, sebuah kota sabrang yang panjang jalan utamanya kira-kira cuma lima kilometer (halaman 45) Selain kedua orang tuanya yang dekat dengan kehidupannya dia juga memiliki kekasih Yasmin yang merupakan teman Laila juga yang berjasa membantunya mengelola LSM yang didirikannya. Lewat Yasminlah dia bulai berkenalan dengan dunia orang dewasa, dunia hubungan lawan jenis yang selama ini dijauhinya karena ia seorang fater. Ini terungkap dalam catatan Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|857
harian yang dia tulis untuk dibaca Yasmin lewat internet. 22 April.Cok tidak pulang. Cuma telepon. Apa yang dikerjakannya sehingga begitu sedih? Malam itu kembali ngobrol saja berdua di ruang tamu. Lusa akan berpisah, semoga selamat. Jika semua beres, aku akan tinggal di Amerika satu atau dua tahun. Jika gagal, aku akan mendekam di penjara. Bisa cuma tiga tahun, bisa juga tiga belas tahun, tergantung pasal apa yang digunakan. Kriminal atau subversif. Menyadari itu, tiba-tiba Yasmin menangis. Aku memeluknya hendak menenangkannya. Ia terus menangis, pilu bagaikan anak kecil, sehingga aku mendekapnya erat. Namun kupahami, akhirnya justru akulah yang menjadi sepertianak kecil: terbenam di dadanya yang kemudian terbuka, seperti bayi yang haus. Tubuh kami berhimpit. Gemetar, selesai sebelum mulai, seperti tak sempat mengerti apa yang baru saja terjadi. Tapi ia tak peduli, ia menggandengku ke kamar.Aku tak tahu bagaimana aku akhirnya melakukannya. Ketika usai aku menjadi begitu malu. Namun ada perasaan lega yang luar biasa sehingga terlelap. Terjaga dini hari atau tengah malam karena ada yang menggigit dekat ketiakku. Kulihat tangannya masturbasi. Ia naik ke atasku setelah mencapainya. Aku tahu aku tak tahu cara memuaskannya (halaman 177).. Tokoh penting lainnya adalah Laila yang merupakan perekat hubungan antar tokoh-tokoh cerita. Dia merupakan tokoh yang membuka cerita . Ini diawali ketika dia menunggu kekasihnya Sihar di sebuah taman di New York. Cerita berkembang ke
masa lalu ketika pertemuan pertama dengan Sihar dan hubungannya dengan Saman yang pernah dia cintai dan selanjutnya dengan tokoh Yasmin yang merupakan teman SMP yang selanjutnya menjadi kekasih Saman. Dari segi fisik tokoh Laila ini digambarkan memiliki tubuh yang mungil. Fisik ini diungkapkan oleh tokoh Shakuntala sahabatnya sejak di SMP yang kini tinggal di New York …Laila tetap mungil seperti anak kecil yang belum kenal dosa…( halaman 150) Dia seorang reporter sebuah majalah ibukota. Ayahnya berdarah Minang dan ibunya berdarah Sunda. Waktu SMP jatuh cinta pertama kali kepada seorang Fater yang bernama Wisanggeni. Laila tetap mungil seperti anakkecil yang belum kenal dosa. Dia jatuhcinta pertama kali pada Wisanggeni dengan demikian ia sendiri membatalkan lelaki sebagai penjahat. Waktu itu pemuda itu mahasiswa seminari yang ditugaskan membimbing rekoleksi tentang kesadaran sosial di SMP kami. Dan terbukti lelaki itu tidak menginginkan keperawanan. Temanku amat kagum padanya,pemuda yang tampangnya sama sekali biasa saja, namun baik dan “Frater Wis” pun memenuhi buku hariannya. Mungkin ada “Frater Wis” di setiap halaman. Tapi Laila berasal dari keluarga Minang-Sunda. Ayah dan ibunya menemukan diary itu dan habis-habisan memarahi temanku. Hampi-hampir ia dipindahkan ke sekolah lain. Sementara Yasmin yang Katolik juga keberatan jika laila terus menerus menguntit calon pastor sebab mereka hidup selibat (aku sering keliru mengucapkannya sebagai sembelit). Namun, karena kami berempat telah Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|858
bersumpah untuk sekongkol, Yasmin bersedia melindungi Laila dari orang tuanya jika temankami itu kangen luar biasa untuk bertemu si Frater. Pemuda itu mengerti perasaan yang membludag dari hati Laila seperti susu murni tumpah ketika digodok dalam kuali dan meladeni obrolannya dengansopan. Aku sendiri pernah membaca buku harian Laila. Dari sana kutahu ia belum punya ketertarikan yang tak sopan pada lelaki. Cintanya mirip devoa (1998:150). Selain mungil juga digambarkan memiliki rambut dengan potongan modern: dibob dan dicat rambut. Perempuan itu memberi isyarat agar pilot berputar hingga sudut yang baik bagi dia untuk memotret tiangtiang eksplorasi minyak bumi di bawah mereka. Ia telah menggeser daun jendela hingga lensa telenya menyembul kepada udara tekanan rendah yang sebagian menerobos lekas-lekas mengibarkan rambutnya yang lepas. Potongannya bob, tapi perias di salon membujuk agar dia juga memberi highlight warna chestnut (7) Dia mengelola sebuah rumah produksi dengan temannya Toni. Perempuan itu dipanggil Laila. Lelaki itu Toni. Keduanya datang setelah rumah produksi kecil yang mereka kelola – CV, bukan PT – mendapat kontrak untuk mengerjakan dua hal yang berhubungan. Membuat profil perusahaan Texcoil Indonesia, patungan saham dalam negeri dengan perusahaan tambang yangberinduk di Kanada. Juga menulis buku tentang pengeboran Di Asia Pasifik atas nama Petroleum Extension Service… (8)
Selanjutnya ketika dewasa jatuh cinta kepada Sihar seorang insinyur yang bekerja di kilang minyak di Lautan Cina Selatan dan sudah beristri. Kehidupan bercinta dengan kekasihnya itu sangat pelik karena harus berhadapan dengan isterinya. Lalu ia memperkenalkan orangorang sevis itu kepada kedua tamunya. Yang pertama adalah Sihar Situmorang,insinyur analis kandungan minyak, orang yang membuat Laila tertarik karena ketidakacuhannya dan posturnya yang liat. Juga rambutnya yang terlihat kelabu karena serat-serat putih mulai tumbuh berjarakkan. (10) Namun ternyata kekasihnya itu telah menikah dengan seorang janda beranak satu perempuan. … Sihar orang yang bisa bicara dengan kata kasar kepada atasan atau dalam pekerjaan, seperti kepada Rosano. Tetapi denan perempuan tak ada satu patah omongan kotornya keluar. Tidak juga canda cabul. Tak ada lirikan genit dari balik kacamata silindernya yang membuat laki-laki ini kelihatan seperti penikmat buku jika berada di rumah atau dalam perjalanan. Ia cenderung nampak tak peduli pada wanita.Anehnya, itu malah membuat dia begitu menarik, seperti seekor kuda liar yang berkelana, tak peduli pada kehidupan yang beres di peternakan yang membikin manusia yang melihatnya gemas untuk menjinakkan, dari waktu ke waktu, hingga binatang itu akhirnya mulai mencicipi bongkah jerami yang diletakkan orang di pinggir ladang.
Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|859
Tapi ternyata ia sudah kawin Seorang laki-laki seperti dia mestinya menikah dengan perawan yang manis, tetapi dia mengawini seorang janda beranak satu, anak perempuan. Suatu hari, di sebuah restoran, ketika kami sudah sering bertemu, dia seperti mengeluh kepada saya.Keluarga besar Batak mengharapkan anak laki-laki, katanya.Saya tahu. “Kamu akan menunggu sampai muncul bayi lelaki?” Ia menggeleng. “Isteriku,agaknya, tidak bisa hamil lagi.” Lalu dia bercerita tentang semacam kista yang mengganggu di kedua indung telur isterinya. Saya cuma menjawab: Oh (jadi dia tak akan punya keturunan) (halamn 25) Tokoh yang lain adalah Yasmin gadis cantik teman Laila dan kekasih Saman. Dia merupakan keturunan Batak beragama Katolik. … Yasmin Moningka adalah perempuan yang mengesankan banyak lelaki karena kulitnya yang bersih dan tubuhnya yang langsing. Sempat saya khawatir jika Sihar melihatnya ia akan tertarik pedanya. Tapi Sihar tidak melirik dia seperti ia tidak melirik saya pada pertemuan pertemuan, dan itu membuat saya semakin menyukai lelaki yang tak peduli ini. Yasmin adalah yang paling berprestasi dan paling kaya di antara teman terdekat saya. Kami menjulukinya the girl who has everything. Ia kini menjadi pengacara di kantor ayahnya sendiri, Joshua Moningka & Partner’s. Namun, ia kerap bergabung dalam tim lembaga bantuan hukum untuk orang-orang yang miskin atau tertindas. Ia juga sudah mendapat izin advokat yang tak semua lawyer punya. Sihar merupakan tokoh berikutnya yang keturunan Batak dan menjadi kekesih Laila. Memiliki gura-gurat wajah yang kuat dan sedikit dingin kepada wanita.
Ayahnya seorang syahbandar. Keluarga itu pindah beberapa kali, tapi mereka selalu tinggal dekat pelabuhan. Mula-mula di Gunungsitoli, lalu Kijang, Mentok, Biliton, Sibolga. Ayahnya berasal dari pulau Samosir yang ciri-ciri fisiknya amat mudah ditebak sebagai stereotip komikal suku. Garis rahangnya kokoh danhidungnya tebal. Ibunya dari keturunan yang berwarna agak lebih terang, rambut maupun kulitnya. Tulang wajah Sihar keras seperti ayahnya,tapi hidungnya agak ramping seperti ibunya. Kulitnya gelap, barangkali menurun ayahnya, barangkali juga karena ia terlalu banyak bermain di pesisir. Waktu kecil ia ingin menjadi pelaut, karena ia tidak bisa menjadi Deni manusia ikan ia masih menyimpan komik itu hingga sekarang, meskipun tak berhasil memperoleh akhir ceritanya. Setelah besar ia tidak mendaftar ke akademi pelayaran, sebab menjadi insinyur selalu lebih didambakan di sebuah negeri yang tengah membangun. Danselalu mendapat lebih banyak pilihan kerja. Bagi orang tua, mempunyai anak seorang insinyur atau dokter lebih membanggakan daripada titel sarjana lain. Juga ketimbang jadi pelaut. Ia masuk fakultas teknik Universitas Veteran Negara – yang dalam pembicaraan perpetaan Jakarta dikenal sebagai UPN. Ia menemukan kembali lautnya, pulau-pulau kecilnya, setelah bekerja pada Seismoclypse. (19) 3.1.3 Latar Latar tempat dan waktu ditulis bersamaan. Cerita dalam novelini berlangsung antara tahun 1962 hingga tahun 1996. Central Park 28 Mei 1996, merupakan waktu dan tempat Laila menunggu keaksihnya Sihar. Pada saat itu diceritakan Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|860
bagaimana lamanya dia menunggu kekasihnya. Pukul sepuluh pagi, menunjukkan bahwa penantian yang dilakukan Laila pagi hari. Adapun 424 hari,merupakan jumlah hari hubungan mereka mulai 22 April tahun lalu Tahun lalu berarti tahun 1995. Cerita kemudian kembali ke masa lalu ketika pertama kali mereka bertemu..Laut Cina Selatan, Februari 1993, merupakan tempat kerja Sihar sebagai insinyur teknik di sebuah kilang minyak dan Februari itu sendiri merupakan bulan terjadinya pertemuan antara mereka. Pulau Matak, esok harinya, merupakan pertemuan mereka selanjutnya. Pukul dua belas, merupakan penunjukan waktu penantian Laila kembali di Central Park. Bagaimana lamanya Laila menunggu Sihar Perabumulih, 1993, merupakan cerita lanjutan pertemuan Laila dan Sihar ketika mereka menemui Saman. Mereka tiba di Perabumulih pukul sepuluh pagi. Pukul tiga merupakan akhir penantian Laila di taman. 1983, menunjukkan tahun diangkatnya Wisanggeni menjadi fater. Selanjutnya Perabumulih, 1962, merupakan penunjuk waktu dimulainya kehidupan Wisanggeni di kota itu. Cerita kemudian kembali ke New York tempat Laila menunggu kekasihnya di rumah Shakuntala New York, 28 Mei 1996. Selanjutnya tahun 1975, merupakan penunjuk waktu persahabatan antara Laila dan Shakuntala juga dengan teman-temannya; Yasmin, dan Cok di SMP. Cerita selanjutnya merupakan lampiran yang berupa surat menyurat antara Saman dengan ayahnya di Perabumulih, pada .1 Desember 1990, Juga surat menyurat antara SamandanYasmin mulai 7 Mei, 1994 di New York hingga 20 Juni 1994 3.1.4 Struktur Batin Tokoh Utama
Dalam penelitian ini yang akan dianalisis dari segi struktur batin hanya tokoh utama yaitu Saman. Id terjadi berupa mimpi-mimpi yang berhubungan dengan ibunya dan kematian adik-adiknya. Mimpi itu sering menghantui dirinya hingga dewasa. Superegonya berupa pendidikan yang dia dapatkan di pastoral. Adapun egonya ketika dia menentukan sikap untuk mengabdi kepada masyarakat di Perabumulih. Di sana dia membantu masyarakat mengelola tanaman karetnya sendiri tanpa menggantungkan pada perusahaan monopoli. Akibat kegiatannya itu dia harus mendekam di penjara dan menjadi buron. Keadaan yang menyakitkan ini mempengaruhi superegonya hingga superegonya kalah yang ditandai keluarnya dia dari kehidupan pastoral dan menjalin cinta bebas dengan Yasmin. 3.2 Ziarah 3.2.1 Sinopsis Cerita dimulai dengan kebiasaan tokoh kita berlari-lari menuju tikungan dengan harapan dapat bertemu dengan isterinya. Ketika tidak ditemukan dia minum banyakbanyak, tertawa keras-keras dan teriakteriak. Kebiasaannya ini berhenti ketika seorang opseter menawari dia untuk bekerja sebagai pengapur di pekuburan. Dia menyadari bahwa istrinya telah meninggal dan dengan menerima pekerjaan itu di dapat terus menerus menziarahi makam isterinya. Cerita mengalami sorot balik pada kehidupan tokoh kita sebelumnya. Dia merupakan seorang pelukis yang tidak begitu terkenal, tapi memiliki ciri khas yang menakjubkan sehingga ada wisatawan asing yang membeli lukisannya dengan sejumlah uang yang banyak. Melihat tumpukan uang itu tokoh kita kebingungan untuk menghabiskannya. Uang itu dia pakai judi beberapa kali, namun terus menang dan uangnya semakin banyak. Karena banyak Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|861
uang tokoh kita hidup dari hotel satu ke hotel yang lain. Namanya semakin terkenal karena banyak tamu yang melihat karyanya. Suatu hari dari hotel tingkat empat tokoh kita melihat jalanan aspal di bawahnya. Dalam dirinya ada kerinduan untuk mencium aspal itu dan dia melompat dari ketinggian itu, namun keberuntungan masih di pihaknya. Ketika jatuh tokoh kita itu menimpa seorang gadis dan mereka langsung bercinta di atasnya. Kemudian nikah di kantor walikota dan hidup di sebuah gubuk di pantai berdua dengan isterinya. Di pantai itu mereka hidup bahagia hingga isterinya meninggal dunia dan dia melenyapkan semua lukisan dan alat-alat lukisnya ke laut. Hidupnya setelah itu dari satu warung ke warung yang lain untuk minum sepuas-puasnya melupakan kepahitan hidupnya. Akhirnya dia menemukan dirinya untuk menjadi pengapur pekuburan dan berminat untuk menjadi opseter 3.2.2 Tokoh Untuk memberi petunjuk tentang diri tokoh pengarang mengemukakan ciri-ciri dan tanda-tanda yang khas. Hal ini ditampilkan dalam ciri-ciri fisik, moral dan sosial. Banyak tidaknya tanda-tanda yang diberikan dapat bervariasi,akan tetapi pengarang perlu meyakinkan adanya keutuhan tokoh, memberikan alasan atas tindakan-tindakannya. Meskipun demikian tidak mudah untuk mendapatkan petunjukpetunjuk tentang tokoh dalam Ziarah . Dalam karya itu penyajian tokoh, sifatnya, harapannya, pemikirannya tidaklah konvensional. Beberapa kritikus beranggapan bahwa tokoh-tokoh Iwan Simatupang hanyalah boneka, pembawa suara penulisnya. Walaupun para kritikus itu benar, hal ini tidak berarti bahwa analisis tokoh Ziarah tidak akan menghasilkan apa-
apa. Berikut ini penulis akan menganalisis nama, penampilan fisik, dan lingkungan sosial para tokoh. 1) Pembahasan Nama Pertama-tama tokoh dinyatakan dengan nama. Nama saja cukup untuk menentukan kehadiran tokoh. Sering nama tokoh mengingatkan pada raut muka, cerita atau legenda. Nama juga dapat berupa simbol. Singkatnya, nama mempunyai peran yang penting dalam penafsiran tokoh. Akan sulit menciptakan cerita yang tokohnya tak mempunyai nama diri-hal ini sering dianggap sebagai penyimpangan dari aturan roman- namun hal ini tidakmenjadi masalah karena tokoh-tokoh tersebut masih memiliki tanda yang menunjukkan kehadiran mereka. Sebutan tersebut mempunyai arti yang lebih luas, karena tidak mengacu hanya pada orangnya melainkan menyatakan juga pekerjaan dan kedudukannya dalam masyarakat.Tiadanya nama diri bukanlah suatu hal yang asing dalam masyarakat Indonesia. Dalam masyarakat yang lebih mementingkan kehidupan sosial daripada kehidupan perorangan sering terjadi bahwa orang-orang hanya dikenal dengan pangkatnya. Meskipun demikian, membaca roman yang tak satu pun tokohnya memiliki nama diri agaknya cukup membingungkan. Tiadanya kepribadian ini lebih terasa lagi karena munculnya tokoh yang memiliki jabatan yang sama berulang kali. Di dalam karya ini tokoh mendapat sebutan sesuai dengan pekerjaan atau jabatannya dalam masyarakat. Nama yang pertama muncul dalam Ziarah adalah “pelukis”. Di dalam cerita, tokoh itu berganti pekerjaan dan sebutannya pun berganti sesuai dengan pekerjaannya. Pada awal kehidupannya, ia pelukis. Setelah kematian isterinya ia menjadi pengapur. Walaupun demikian, sebenarnya ia mengerjakan pekerjaan yang hampir sama. Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|862
Bahkan di dalam bahasa Inggria, sebutan yang sama dapat dipertahankan: painter. Namun kita dapat melihat perbedaan yang cukup jelas antara kehidupan pelukis sebelum dan sesudah berganti profesi.Tokoh itu adalah pelukis sewaktu hidup di tengah masyarakat. Memang kadang-kadang ia menjauhkan diri dari masyarakat untuk hidup di tepi pantai, di tengah alam bebas, jauh dari masyarakat, tetapi kita tetap dapat menganggap bahwa pada masa itu ia menikmati hidupnya dengan isterinya. Ia menolak undangan untuk kembali ke kota agar para wisatawan asing dapat melihat lukisannya. Keadaan saya, demikian pesannya, bersama isteri saya sekarang ini merupakan lukisan saya sendiri yang terbaik yang dapat saya pamerkan nanti kepada tamu-tamu terhormat itu. (83) Dengan demikian dapat dilihat bahwa lukisannya bukanlah hanya gambaran hidup, melainkan hidup itu sendiri. Dalam situasi yang lain kita pun melihat bahwa pelukis dan isterinya diperhatikan , diamati oleh orang lain, terutama oleh gadis-gadis tua: Kecuali dalam satu hal, yaitu: mereka ingin duduk dan memandangi pelukis dan isterinya secara terus menerus! Pandangan dari mereka adalah jenis kenikmatan yang tak dapat dilukiskan. Sesekali menarik anapas panjang, mengusap-ngusap telapak tangan mereka, kemudian – meneruskan memandangi pelukis dan isterinya itu lagi. Pelukis benar-benar kikuk dibuat tingkah laku mereka ini. Dia tak dapat berbuat apa-apa. Dia serasa ada di atas panggung sandiwara untuk pertama kalinya, dengan sekian ribu pasang mata mengamati tiap gerak-geriknya. (halaman 99).
Kutipan di atas memperlihatkan bahwa pelukis dan isterinya merasa diamati oleh ribuan pasang mata seakanakan mereka berada di atas panggung atau seakan-akan mereka adalah lukisan kebahagiaan. Jadi, ketika ia menjadi pelukis, dilukisnya kehidupan manusia, yang digambarkan dengan warna-warna beragam dalam lukisannya. Bahkan sering pelukis menganggap dirinya sama dengan lukisannya sendiri. Kita dapat membandingkan pekerjaan itu dengan pekerjaan yang dijalankannya setelah kematian isterinya. Sebenarnya pada masa itu, ia menerima segala macam pekerjaan: mencuci piring di restoran, menjadi tukang kebun, memungut bola di lapangan tenis, dan lain-lain. Namun, ada juga pekerjaan yang paling disukainya. Sejak itu, penduduk sekotanya tahulah kini selera kerjanya: teramat suka mencat atau mengapur, teramat tidak suka menggali lobang kuburan. Dia pun mereka beri kerja mencat atau mengapur saja. Dalam lapangan ini, dia sungguh ahli. Tak seorang di kota sanggup menandinginya. Ada sesuatu yang khas pada catan atau kapurannya, yang tak tertiru orang-orang yang mencobacoba meniru atau menandinginya. Apabila disejajarkan hasil kerjanya dengan hasil kerja orang lain, tampak benar bedanya. Catan atau kapurannya mempunyai warna khas. Bahkan, menurut sebagian penduduk kota, mempunyai semacam wangian khas. Rumah atau tembok yang selesai dicat atau dikapurnya, menurut mereka seolah berubah jadi satu lukisan tersendiri, yang selaras sekali tegak di kota mereka itu. (halaman 6).
Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|863
Mengapa penutur secara khusus mengatakan ”ia teramat suka mencat atau mengapur, teramat tidak suka menggali lobang kuburan?” Apakah ada hubungan antara kedua pekerjaan itu? Akhirnya, dalam Ziarah, penutur menonjolkan peristiwa yang terjadi pada saat pelukis diminta untuk mengapur tembok pekuburan. Ada dua hal yang dapat dicatat: sebagai pengapur ia tidak menggunakan warna yang bermacammacam, dengan mengapur, ia menggunakan warna asli. Selain itu ia mengapur tembok pekuburan, dan sejak saat itu dunianya adalah dunia orang mati. Kalimat “Bahkan, menurut sebagian penduduk kota, mempunyai semacam wangian khas” memberikan asosiasi pada wewangian bunga dan dupa yang sering terdapat di kuburan dan juga bau orang mati. Menjelang akhir karya, pelukis berbincang dengan mahaguru filsafat yang menjadi penjaga kuburan. Mereka antara lain berbicara mengenai bau orang mati. - Dari mana bapak dapat tahu itu? - Saya dapat menciumnya. Bau manusia hidup kentara sekali di sini, terlebih di waktu malam. - Dan kalau tak ada orang lain, apakah bapak juga dapat mencium bau bapak sendiri di sini? - Tentu dapat. Hanya saja, semakin tua saya, semakinbau saya itu menipis. Semakin menyerupai bau di sini umumnya. - Dari bau yang umum di sini bagaimana? - Bau orang mati, sudah tentu. Ha! Ha! Ha!” (halaman 143) Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sesudah kematian isterinya, pelukis juga melukis, tetapi yang dibuatnya adalah lukisan kematian. Kita dapat menduga bahwa ada korelasi antara
nama, pekerjaan tokoh, dan pemikiran filosofis yang disampaikan dalam karya. Tokoh kedua yang penting adalah opseter pekuburan. Ia pun berubah status. Sebelum menjadi opseter, ia adalah mahasiswa filsafat. Ketika ia meminta pekerjaan, namanya tak disebut,dan ketika ia menjadi opseter, ia tak memiliki nama lain selain nama pekerjaannya. Yang dapat kita tarik dari nam itu adalah: ia mengurus kuburan. Kata “opseter” sendiri berasal dari bahasa Belanda opzichter, yang artinya orang yang menjaga pembuatan atau pemeliharaan gedung atau yang lainnya yang ada hubungannya dengan tanah. Arti “menjaga” sangatlah penting karena ada hubungan langsung dengan pandangan, dengan mata. Kata “opseter pekuburan” mempunyai konotasi mengurus dunia orang mati. Memang, mahasiswa filsafat telah memilih pekerjaan ini bukan untuk hidup, melainkan untuk memenuhi “kehausannya akan ilmu”: Penglihatan saya sehari-hari di lapangan pekerjaan saya yang kini mengatakan kepada saya, bahwa harta dan kekayaan berhenti mempunyai arti persis pada tembok-tembok luar dari setiap pekuburan. Selanjutnya, filsafat murni hanya didapat pada suasana di sebelah dalam dari tembok-tembok itu. Janganlah usik-usik saya lagi di masa yang datang. Sayalah kekayaan, sayalah kebajikan (halaman 49). Begitulah ia menjadi opseter pekuburan untuk mengenal orang mati, untuk mengetahui apa itu kematian, singkatnya untuk mendapatkan “filsafat murni” . Pada akhir karya mantan mahaguru filsafat yang menjadi penjaga kuburan mengatakan: Setidaknya bagi kami berdua, filsafat adalah kursus dari mati. Dari maut. Pekuburan adalah lembaga Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|864
perguruan tinggi bagi filsafat, filsafat sebagai ilmu, filsafat sebagai kebajikan. (halaman 147) Nama lain yang diberikan pada beberapa tokoh adalah “walikota” . Timbul masalah: berapa orang sebenarnya tokoh yang disebut “walikota”. Dalam hal ini tak ada kepastian. Berbeda dengan nama opseter yang berturut-turut dipakai oleh tokoh yang menduduki jabatan opseter pekuburan, maka nama “walikota” diberikan kepada beberapa orang yang menduduki yang sama, namun waktu dan tempatnya tidak diketahui denganjeals. Nama itu muncul empat kali, tetapi kita tidak pernah yakin apakah yang dimaksud itu dua, tiga, atau empat tokoh. Dapat dipastikan ada dua walikota yang berbeda. Walikota yang pertama adalah yang mati di tengah jalan danyang ketiga adalah yang mati bunuh diri. Walikota yang kedua (yang menerima permohonan kerja seorang mahasiswa filsafat untuk menjadi opseter) dan walikota pertama (yang menghentikan tindakan pelukis mengapur tembok pekuburan), apakah mereka tokoh yang sama? Kita tak akan pernah pasti tentang hal itu. Akan tetapi, mengingat mereka terpisah oleh waktu yang cukup lama (opseter berkurung diri selama 27 tahun) dan seorang walikota tidak menduduki jabatan sekian lama, kita akan menganggap mereka sebagai dua orang tokoh yang berbeda. Demikian pula walikota yang memimpin penguburan isteri pelukis akan dianggap sebagai walikota keempat. Akan tetapi, hal itu tak pernah dapat dipastikan karena kita tidak mengetahui secara tepat bila dan di mana penguburan berlangsung. Pengulangan jabatan dan ambiguitas tokoh sangat mengesankan. Kedua hal tersebut menimbulkan pertanyaan:
mengapa pengarang memilih “nama” itu untuk tampil beebrapa kali dalam karya? Jabatan walikota merupakan posisi sulit. Di satu pihak walikota mewakili kekuasaan, tetapi di pihak lain ia harus melindungi dan membela rakyat. Akhir hidup walikota pertama danketiga menunjukkan keadaan itu: yang pertama meninggal di tengah jalan raya dikelilingi oleh musuh-musuhnya dan yang ketiga bunuh diri. Tokoh berikutnya adalah isteri pelukis. Di sini, nama tidak berasal dari pekerjaan, melainkan dari status sosial. Kita hanya mengenalnya dengan sebutan itu karena ia tidak memiliki pekerjaan. Seorang wanita memberntuk pasangan dengan suaminya dankeduanya membentuk keluarga. Tidaklah mengherankan jika seorang wanita kehilangan nama gadisnya setelah perkawinan, karena ia mendapatkan nama suaminya. Karena ia mendapatkan nama suaminya. Karena nama suaminya tak ada, maka wajarlah jika nama isterinya pun tak diketahui. Walaupun demikian, seharusnya pelukis dan isterinya pun tak diketahui. Walaupun demikian, seharusnya pelukis san isterinya mengenal nama masing-masing, tidak demikian halnya dalam karya ini. Nama! Adakah dia tahu nama suaminya? Adakah dia tahu, siapa suaminya? Dia bahkan tak tahu, apakah suaminya ada mempunyai nama atau tidak. Di kantor catatan sipil dulu, sewaktu perkawinan mereka, suaminya menuliskan hanya: Ganda En (NN) saja, sambil menyikut dia diam-diam dengan geli… Ketika mereka tiba di kamar hotelnya, dia segera tertarik pada satu lukisan karya suaminya. Lukisan itu adalah lukisan abstrak seorang badut,dengan lobang beasr di kepalanya. Judul lukisan itu. Ganda En (NN). Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|865
Sejak itu dia berhenti memanggil suaminya Ganda En (NN), sebuah nama yang sendiri sebenarnya telah mulau disukainya. Sejak itu pula, takpernah timbul keadaan di mana dia perlu sekali memanggil suaminya. Pun tidak dengan pap, kak, mas. (halaman 103) Kita dapat melihat bahwa tiadanya nama di sini ditonjolkan. Pada saat perkawinan, ia menulis Ganda En (NN) dan bukan nama sendiri. NN adalah ungkapan bahasa Latin yang berarti tanpa nama (non nominandus). Jadi, bukan hanya kesenangan penutur untuk tidak menyebutkan nama tokoh. Di sini tokoh sedniri mengatakan bahwa ia tak bernama. Kita dapat mengatakan bahwa ada sesuatu yang disembunyikan di balik ketiadaan nama tersebut. Lukisan abstrak yang dilihat isteri pelukis ketika sampai dihotel menguatkan pendapat itu. Lukisan itu menggambarkan seorang badut dengan lubang besar dikepalanya. Kita dapat mengatakan bahwa lukisan adalah pantulan tokoh-tokoh karya. Nama terakhir yang sering disebut adalah ibu hipotetis. Nama itu menarik perhatian dan menimbulkan pertanyaan.Walaupun secara agak khusus, nama ibu hipotetis menunjukkan hubungan kekeluargaan. Kata “ibu “sudah menunjukkan hubungan tersebut. Untuk itu analisis nama tidak dapat dipisahkan dengan penelitian tentang lingkungan sosial para tokoh. 2) Gambaran Fisik Tokoh Gambaran fisik memberikan suatu kehidupan pada tokoh, seakan-akan mereka beanr-benar terdiri dari darah dan daging. Memang, di dalam karya sastra modern hal itu makin lama makin kurang dianggap penting, karena para penulis Nouveau Roman, misalnya beranggapan bahwa
“tokoh” dalam roman mempunyai perbedaan pokok dengan manusia yang ada di dalam realita. Demikian juga dia dalam Ziarah hampir tidak ada gambaran fisik. Pembaca tidak mengenal perawakan tokoh dan wajahnya,tidak juga mengenal warna rambutnya. Satu-satunya tokoh yang digambarkan secara fisik adalah opseter pekuburan yang kedua, itu pun hanya deskripsi singkat. Ketika ia memohon pekerjaan, penutur hanya mengatakan bahwa opseter itu "lepasan pemuda tanggung“ (halaman 32). Deskripsi lainnya nampak ketika kepala negara dan para menteri mengunjunginya. Dengan penuh rasa hormat, opseter muda itu menyambut kedatangan paduka yang mulia serta rombongannya. Melihat pemuda yang begitu tampan, mudan dan simpatik, menteri-menteri yang mengikuti paduka yang mulia menjadi tercengang. Paduka yang mulia sendiri menjadi lembut hatinya. Belum pernah beliau melihat wajah dan perawakan orang yang begitu lembut, begitu halus, begitu terbuka (halaman 40) Kutipan di atas memberikan deskripsi yang singkat. Penutur menggunakan kosakata yang subjektif.Kata “pemuda” hanya memberikan penampilan luar tokoh: namun usianya tidak diketahui secara tepat. Kata-kata tampan dansimpatik sebenarnya adalah pendapat kepala negara yang disampaikan oleh penutur.Hal itu menjadi lebih jelas bila kita membaca kalimat terakhir. Belum pernah beliau melihat wajah dan perawakan orang yang begitu lembut, begitu halus, begitu terbuka. Kemudian bukan lagi penutur yang berbicara, melainkan kepala negara sendiri yang mengatakan pada perdana menteri: Sungguh pemuda yang jenial! Belum pernah saya bertemu pemuda Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|866
seperti dia. Begitu muda, tapi begitu tua dan matang jiwanya. (halaman 41) Deskripsi fisik tetap singkat. Yang kita dapatkan di sini adalah pendapat kepala negara mengenai jiwa opseter. Meskipun begitu, ada satu ciri fisik yang diulang beberapa kali, yakni tentang mudanya opseter. Mengapa kemudaanya begitu ditonjolkan? Bahkan dapat dikatakan bahwa itu ciri fisiknya yang paling penting. Kemudaan adalah lambang kehidupan, harapan.Apakah ada perbedaan antara penonjolan atas kemudaan dan perlambangan dalam kehidupan ? Telah dikemukakan bahwa pemuda itu menjadi opseter pekuburan untuk memahami makna kematian Dalam Ziarah ada pasangan yang cukup memikat yaitu pelukis dan isterinya. Dilukiskan bagaimana pertemuan pertama mereka terjadi. Pelukis yang bermaksud bunuh diri dengan menjatuhkan diri dari tingkat 4 sebuah hotel, jatuh tepat di atas seorang gadis yang sedang lewat. Mereka bercinta di tempat itu juga, lalu mereka ke kantor walikota untuk menikah. Selanjutnya kita menyaksikan saatsaat bahagia pasangan pelukis dani sterinya: Pelan-pelan dia menuntun suaminya ke dalam bilik. Di sana dia menggumul suaminya, menimbun dan menenggelamkannya dalam pelukanpelukan dan ciuman-ciuman yang membara dipanggang berahi. Di luar, laut girang berderu menyoraki tubuh berpeluk tubuh, mulut berkecup mulut dalam gubuk itu. Bintang-bintang di langit genit berkedipan tentang kisah jenaka patahnya salah satu gigi dalam satu mulut yang sedang berkecupan itu. Dan tentangluka-luka kasih sayang dimanis yang diakibatkannya pada lidah di mulut yang lain. (halaman 98)
Latar tempat yang ditampilkan adalah ruang tertutup yang berupa pekuburan dan ruang terbuka tampak gradasi: gubuk dipantai, gedung-gedung di kota tempat orang bebas keluar masuk, jalan, laut dan bahkan alam semesta.
3.2.4 Struktur BatinTokoh Utama Adapun di dalam novel Ziarah tokoh utamanya yang disebut tokoh kita memiliki superego melukis dan egonya sebagai pelukis. Egonya luntur ketika dia mendapatkan uang banyak dari hasil penjualan lukisannya. Dia bingung untuk menghabiskan uangnya itu dengan bermain judi. Namun, sial terus menang sehingga uangnya semakin banyak. Sehingga dia hidup di dunia id yang berangan-angan menghabiskan uang. Egonya kembali muncul ketika dia menikah dengan cara aneh dan menolak perintah walikota untuk tinggal di rumah dinasnya. Dia lebih memilih tinggal di gubuknya di tepi pantai.. Perjalanan hidupnya yang bahagai berakhir ketika isterinya meninggal.. Dia kembali dalam dunia id dengan senantiasa berlari-lari tiap hari mencari tikungan dan berharap bertemu isterinya, teriak-teriak dan tertawa keras-keras. Superego aebagai pelukis menegur dia sehingga akhirnya dia memilih menjadi pengapur pekuburan dan berminat menjadi opseter. Kedua tokoh utama dalam kedua novel di atas menunjukkan perjalanan hidup yang berbeda. Saman memiliki superego pendidikan pastoral dan egonya menjadi misionaris di sebuah perkebunan karet di Prabumulih. Setelah mengalami trauma egonya terancam dan kalah sehingga dia hidup di dunia id dengan jalan bercinta tanpa menikah dan menjadi pemberontak. Sedangkan tokoh kita memiliki superego melukis.Egonya sebagai pelukis. Ketika mengalami trauma egonya hilang sebentar Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|867
dan kembali menjadi dirinya sendiri sebagai pengapur kuburan dan opseter. 3.3 Kesimpulan Sebelum menarik kesimpulan ada baiknya diketahui terlebih dulu ringkasan laporan penelitian ini . Adapun permasalahan yang ingin diketahui adalah bagaimanakah struktur batin tokoh utama yang Dimunculkan lewat struktur sastra novel Saman karya Ayu Utami dan novel Ziarah karya Iwan Simatupang ? Dan struktur batin apa saja yang muncul dalam novel Saman karya Ayu Utami dan novel Ziarah karya Iwan Simatupang Yang dijadikan objek penelitian adalah novel Ziarah karya Iwan Simatupang terbitan Djambatan tahun 1983 cetakan ketiga dan novel Saman karya Ayu Utami terbitan KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) tahun 1998 cetakan keempat. Adapun metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif-analitis. Metode deskriptif analitis dipilih karena penelitian ini berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan apa yang dianalisis (Webest, 1982:119). Dalam penelitian semacam ini, peneliti menjadi partisipan, peneliti memasuki dunia data yang ditelitinya, mencoba menganalisis konsep-konsep yang ada di dalamnya, dan terus menerus membuat sistematisasi objek yang ditelitinya, apa makna yang terkandung di dalam novel Saman karya Ayu Utami dan Ziarah karya Iwan Simatupang Adapun struktur batin itu sendiri diungkap berdasarkan psikoanalisis Sigmund Freud. Psikoanalisis Sigmund Freud beranjak dari keadaan bawah sadar manusia. Ada tiga hal yang diungkapkan Freud, yaitu id yang merupakan keadaan tidak sadar, ego yang merupakan keadaan sadar dan superego yang merupakan normanorma yang dia terima selama hidupnya.
Berdasarkan hasil analisis struktur batin tokoh utama dalam novel Saman menggambarkan keadaan id yang berupa mimpi-mimpi yang berhubungan dengan ibunya dan kematian adik-adiknya. Mimpi itu sering menghantui dirinya hingga dewasa. Superegonya berupa pendidikan yang dia dapatkan di pastoral. Adapun egonya ketika dia menentukan sikap untuk mengabdi kepada masyarakat di Perabumulih. Di sana dia membantu masyarakat mengelola tanaman karetnya sendiri tanpa menggantungkan pada perusahaan monopoli. Akibat kegiatannya itu dia harus mendekam di penjara dan menjadi buron. Keadaan yang menyakitkan ini mempengaruhi superegonya hingga superegonya kalah yang ditandai keluarnya dia dari kehidupan pastoral dan menjalin cinta bebas dengan Yasmin. Sedangkan di dalam novel Ziarah tokoh utamanya yang disebut tokoh kita memiliki superego melukis dan egonya sebagai pelukis. Egonya luntur ketika dia mendapatkan uang banyak dari hasil penjualan lukisannya. Dia bingung untuk menghabiskan uangnya itu dengan bermain judi. Namun, sial terus menang sehingga uangnya semakin banyak. Sehingga dia hidup di dunia id yang berangan-angan menghabiskan uang. Egonya kembali muncul ketika dia menikah dengan cara aneh dan menolak perintah walikota untuk tinggal di rumah dinasnya. Dia lebih memilih tinggal di gubuknya di tepi pantai.. Perjalanan hidupnya yang bahagai berakhir ketika isterinya meninggal.. Dia kembali dalam dunia id dengan senantiasa berlari-lari tiap hari mencari tikungan dan berharap bertemu isterinya, teriak-teriak dan tertawa keras-keras. Superego aebagai pelukis menegur dia sehingga akhirnya dia memilih menjadi pengapur pekuburan dan berminat menjadi opseter. Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|868
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa kedua tokoh utama dalam kedua novel di atas menunjukkan perjalanan hidup yang berbeda. Saman memiliki superego pendidikan pastoral dan egonya menjadi misionaris di sebuah perkebunan karet di Prabumulih. Setelah mengalami trauma egonya terancam dan kalah sehingga dia hidup di dunia id dengan jalan bercinta tanpa menikah dan menjadi pemberontak. Sedangkan tokoh kita memiliki superego melukis.Egonya sebagai pelukis. Ketika mengalami trauma egonya hilang sebentar dan kembali menjadi dirinya sendiri sebagai pengapur kuburan dan opseter. Adapun di dalam novel Ziarah tokoh utamanya yang disebut tokoh kita memiliki superego melukis dan egonya sebagai pelukis. Egonya luntur ketika dia mendapatkan uang banyak dari hasil penjualan lukisannya. Dia bingung untuk menghabiskan uangnya itu dengan bermain
judi. Namun, sial terus menang sehingga uangnya semakin banyak. Sehingga dia hidup di dunia id yang berangan-angan menghabiskan uang. Egonya kembali muncul ketika dia menikah dengan cara aneh dan menolak perintah walikota untuk tinggal di rumah dinasnya. Dia lebih memilih tinggal di gubuknya di tepi pantai.. Perjalanan hidupnya yang bahagai berakhir ketika isterinya meninggal.. Dia kembali dalam dunia id dengan senantiasa berlari-lari tiap hari mencari tikungan dan berharap bertemu isterinya, teriak-teriak dan tertawa keras-keras. Superego aebagai pelukis menegur dia sehingga akhirnya dia memilih menjadi pengapur pekuburan dan berminat menjadi opseter. .
Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|869
DAFTAR PUSTAKA Damono, Sapardi Djoko. 1983. Kesusastraan Indonesia Modern: Beberapa Catatan. Jakarta: Gramedia. Eagleton, Terry. 1986. Literary Theory. London: Oxford University. Isaac, Stephen dan William B. Michael. 1982. Handbook in Research and Evaluation. San Diego, California: Edits. Luxemburg, Mieke Bal dan Willem G. Westeijn. 1992. Pengantar Ilmu Sastra. Diindonesiakan oleh Dick Hartoko. Cetakan Keempat. Jakarta: Gramedia. Mahmud, Dimyati M. 1990. Psikologi: Suatu Pengantar. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta. Martin, Wallace. 1986. Recent Theories of Narative. London: Cornell University Semi, M. Atar. 1993. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa. Simatupang, Iwan. 1983. Ziarah. Jakarta: Djambatan. Sudjiman, Panuti. 1985. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Puataka Jaya. Taylor, I. dan M.M. Taylor. 1990. Psycholinguistics: Learning and Using Language. PrenticeHall Internatiomal, Inc. Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya. Teeuw, A. 1991. Membaca dan Menilai Sastra. Cetakan Kedua. Jakarta: Gramedia. Utami, Ayu. 1998. Saman. Jakarta:KPG (Kepustakaan Populer Gramedia.
Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|869