ANALISIS PSIKOLOGI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL KERING KARYA IWAN SIMATUPANG
Veronika, Chairil Effendy, Parlindungan Nadeak Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan Email:
[email protected] Abstrak: Penelitian ini dilatarbelakangi oleh ketertarikan untuk mengetahui watak tokoh utama yang terdapat dalam novel. Adapun alasan memilih watak tokoh utama karena dengan mengetahui berbagai kejiwaan dan tingkah laku, maka pembaca dapat melihat gambaran psikologis watak dari masing-masing tokoh yang baik dan buruk, sehingga dapat dijadikan contoh dalam menjalani kehidupan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, berbentuk kualitatif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan psikologi behavioristik. Sumber data penelitian ini adalah novel Kering karya Iwan Simatupang. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik studi dokumenter. Alat pengumpul data utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri sebagai instrumen kunci. Berdasarkan analisis data, penelitian ini menghasilkan suatu simpulan sebagai berikut. (1) Dilihat dari pikiran, tokoh utama memiliki watak tidak pernah mengeluh, tidak putus asa, pasrah dengan keadaan, pantang menyerah, ingin hidup bebas tanpa terikat, dan pasrah pada takdir Tuhan; (2) Dilihat dari perilaku, tokoh utama memiliki watak tetap pada pendirian, pekerja keras, pasrah, setia kawan, pemberani, dan periang. Kata kunci: psikologi, tokoh utama, novel Abstract: The background of this research is the anxiety to find out any main character that exist in the novel. The reason of main character because by knowing a variety of psychiatric and behavior, then the reader can see the picture of the psychological character of each character is good and bad, so it can be used as an example in life. This research uses descriptive and method qualitative. The approach used in this study is psychology behavioristic approach. The source of data is novel Kering by Iwan Simatupang. The technique of data collecting uses documentary study. This study used documentary technique and the main instrument is a researcher. Based on the results of data analysis, this researcher produced the following conclusions. (1) Seen from the mind, the main character have character swho never complained, never give up, resigned to the situation, don’t give up, want to live free without being bound, and surrender to God’s destiny; (2) Seen from the behavior, the main character has a firm stance character, hard working, resigned, esprit de corps, intrepid, and cheerful. Keywords: psychology, main character, novel.
1
N
ovel merupakan cerita fiksi dalam bentuk tulisan atau kata-kata yang mempunyai unsur intrinsik dan ekstrinsik. Sebuah novel biasanya menceritakan tentang kehidupan manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sesamanya. Dalam sebuah novel, si pengarang berusaha semaksimal mungkin untuk mengarahkan pembaca kepada gambaran-gambaran realita kehidupan melalui cerita yang terkandung dalam novel tersebut. Dalam sebuah novel seorang pengarang juga dapat mengemukakan sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu yang lebih banyak, lebih rinci, lebih detail, dan lebih banyak melibatkan permasalahan yang kompleks, termasuk di dalamnya unsur cerita yang membangun novel itu (Nurgiyantoro, 1995:10). Lebih lanjut diungkapkan bahwa kelebihan novel yang khas adalah kemampuannya menyampaikan permasalahan yang kompleks secara penuh, dan menciptakan sebuah dunia yang “jadi”. Ini berarti membaca novel menjadi lebih mudah karena tidak menuntut kita untuk memahami masalah yang kompleks dalam bentuk dan waktu yang sedikit (Nurgiyantoro, 1995:11). Bentuk yang bersifat pembeberan merupakan ciri lain yang tampak pula pada novel. Melalui karangannya itu seakan-akan pengarang berusaha untuk menguraikan seluruh ungkapan perasaan dan fikirannya secara panjang lebar atau terperinci. Segala peristiwa, kejadian, dan keseluruhan jalan hidup tokoh diceritakan sedemikian rupa sehingga dengan mudah mengikuti dan memahaminya. Selain itu, ada kesatuan-kesatuan makna dalam wujud paragraf atau alinea. Kesatuan-kesatuan tersebut saling berkaitan satu dengan yang lainnya dan membentuk kesatuan yang lebih besar lagi sampai puncaknya membentuk kesatuan yang disebut cerita. Bahasa yang digunakan dalam novel menunjukkan pengertian yang sebenarnya sehingga makna setiap kalimat pada novel ini langsung tertera dengan nyata dalam kalimat-kalimat tersebut. Menurut Nurgiyantoro (1995:14), novel yang baik haruslah memenuhi kriteria kepaduan (unity). Maksudnya adalah segala sesuatu yang diceritakan bersifat dan berfungsi mendukung tema utama. Dunia imajiner yang ditawarkan novel merupakan dunia dalam skala besar dan kompleks, mencakup berbagai pengalaman kehidupan yang dipandang aktual, namun semuanya tetap saling berjalinan. Sebagai satu di antaranya jenis sastra, novel dibentuk oleh unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur formal yang membangun sebuah karya sastra dari dalam secara intern. Unsur-unsur tersebut adalah tema, alur atau plot, latar atau setting, tokoh dan penokohan, perwatakan, dan amanat. Unsur-unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada diluar teks, yang berpengaruh terhadap teks itu sendiri. Unsur-unsur tersebut antara lain psikologi, sosiologi, filsafat, dan biografi pengarang. Menurut Azwar (2010:9), psikologi memandang perilaku manusia (human behavior) sebagai reaksi yang dapat bersifat sederhana maupun bersifat kompleks. Karakteristik tokoh cerita meliputi berbagai variabel seperti motif, nilai-nilai, sifat kepribadian, dan sikap yang saling berinteraksi satu sama lain dan kemudian berinteraksi pula dengan faktor-faktor lingkungan dalam
2
menentukan perilaku seorang tokoh cerita. Faktor lingkungan memiliki kekuatan besar dalam menentukan perilaku seorang tokoh cerita, bahkan kadang-kadang kekuatannya lebih besar daripada karakteristik tokoh. Hal inilah, yang menjadikan prediksi bahwa perilaku lebih kompleks. Perilaku secara luas, tentu tidak hanya dapat ditinjau dalam kaitannya dengan sikap manusia. Pembahasan perilaku dari sudut teori motivasi, dari sisi teori belajar, dan dari sudut pandang lain akan memberikan penekanan yang berbeda-beda. Namun, dapat disimpulkan bahwa perilaku manusia tidaklah sederhana untuk dipahami dan diprediksikan. Begitu banyak faktor-faktor internal dan eksternal dari dimensi masa lalu, saat ini, dan masa datang yang ikut memengaruhi perilaku seorang tokoh. Di samping berbagai faktor penting seperti hakikat stimulus itu sendiri, latar belakang, pengalaman individu, motivasi, status kepribadian, dan sebagainya, memang sikap individu ikut memegang peranan dalam menentukan bagaimanakah perilaku seseorang di lingkungannya. Pada gilirannya, lingkungan secara timbal balik akan memengaruhi sikap dan perilaku. Interaksi antara situasi lingkungan dengan sikap, dengan berbagai faktor di dalam maupun di luar diri individu akan membentuk suatu proses kompleks yang akhirnya menentukan bentuk perilaku seseorang. Sejauh pengamatan peneliti, penelitian terhadap novel Kering pernah diteliti oleh Suraya (2001) dengan judul “Analisis Tokoh dan Latar dalam Novel Kering Karya Iwan Simatupang” penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan mengenai peran dari masing-masing tokoh yang terdapat dalam teks cerita. Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya karena dalam penelitian ini lebih difokuskan pada watak tokoh utamanya saja. Dengan menggunakan pendekatan psikologi behavioristik maka masalah dalam penelitian ini dapat terjawab. Sedangkan penelitian terdahulu dengan objek yang sama menggunakan pendekatan struktural dalam menganalisis data. Pemaparan mengenai persamaan dan perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah untuk menjaga dan memperkuat orisinalitas terhadap penelitian yang dilakukan. Diharapkan setelah peserta didik membaca novel Kering mereka mendapatkan pengetahuan dari sudut pandang yang berbeda melalui karya sastra sebagai bahan ajar dan dapat memahami serta menghayati sebuah karya sastra. Hal ini menunjukkan bahwa ada usaha lain untuk mengembangkan wawasan baru terhadap dunia sastra khususnya penelitian pada novel. METODE Metode merupakan suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu dengan langkah-langkah sistematis (Subyantoro, 2006:30). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Nadeak (2008:15), metode deskriptif adalah metode yang mengungkapkan, menggambarkan, mendeskripsikan, menguraikan, dan memaparkan objek. Alasan menggunakan metode deskriptif karena metode deskriptif memberi gambaran secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu.
3
Penelitian ini menggunakan pendekatan psikologi behavioristik melihat bagaimana stimulus atau rangsangan mempengaruhi reaksi dari seseorang atau yang biasanya di sebut respon, karena dalam penelitian ini memfokuskan untuk melihat karya sastra khususnya novel dari sudut watak tokoh utama. Cara kerja pendekatan psikologi behavioristik dalam mengkaji teks sastra, model kajian tekstual dengan pendekatan behavioristik menurut Roekhan dalam Aminuddin (1990:97). (1) Mencari dan menentukan tokoh cerita yang dikaji; (2) Menelusuri perkembangan karakter sang tokoh yang dikaji, penelusuran ini dapat dilakukan terhadap (a) lakuan sang tokoh, (b) dialog sang tokoh, dan (c) pikiran sang tokoh; (3) Mengidentifikasi perilaku sang tokoh dan mendeskripsikan dan mengklasifikasikannya. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui macam-macam perilaku yang ditunjukan oleh sang tokoh; (4) Mengidentifikasi perilaku yang telah membentuk perilakunya; (5) Menghubungkan perilaku yang muncul dengan lingkungan yang melatarinya. Data yang berupa kutipan yang telah diperoleh perlu dideskripsikan atau dipaparkan apa adanya sehingga pada akhirnya akan diketahui tentang watak tokoh utama yang terdapat dalam novel Kering. Sumber data dalam penelitian ini adalah novel Kering yang diterbitkan oleh CV Haji Masagung, Jakarta dan merupakan cetakan keempat tahun 1989 dengan tebal 168 halaman yang terdiri dari 10 bagian atau episode. Teknik penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah teknik studi dokumenter. Teknik studi dokumenter dilakukan dengan cara menelaah karya sastra yang menjadi sumber data dalam penelitian. Hal ini direalisasikan oleh peneliti dengan cara menelaah novel Kering. Langkah-langkah dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut. (1) Membaca dengan seksama novel Kering secara keseluruhan dan berulang-ulang; (2) Mengidentifikasi data berdasarkan masalah penelitian yaitu melihat pikiran tokoh utama dalam novel yang tercermin dari renungan dan dialog tokoh utama dengan tokoh lain, dan melihat perilaku tokoh utama dalam novel; (3) Mengklasifikasikan data sesuai dengan permasalahan dalam penelitian, yaitu melihat pikiran tokoh utama dalam novel yang tercermin dari renungan dan dialog tokoh utama dengan tokoh lain, dan melihat perilaku tokoh utama dalam novel; dan (4) Mengecek keabsahan data dengan teman atau dosen pembimbing. Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri sebagai instrumen kunci. Peneliti sebagai instrumen kunci berkedudukan sebagai perencana, pelaksana pengumpul data, penafsiran data, analisis, dan pada akhirnya menjadi pelapor hasil penelitian. Selain peneliti sebagai instrumen kunci, peneliti juga menggunakan kartu pencatat sebagai alat bantu untuk mencatat hasil analisis, mengingat adanya keterbatasan peneliti dalam mengingat berbagai hal. Kartu pencatat yang digunakan berupa lembaran-lembaran kertas yang berisi kutipan-kutipan data yang dianalisis. Catatan hasil pengamatan yang berupa data selanjutnya diklasifikasikan sesuai dengan masalah penelitian. Teknik analisis data yang digunakan peneliti untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Mencari dan menentukan tokoh cerita yang akan dikaji; 2) Menelusuri perkembangan karakter sang tokoh yang dikaji. Penelusuran ini dapat dilakukan terhadap (1) lakuan sang tokoh, (2)
4
dialog sang tokoh, dan (3) pikiran sang tokoh; 3) Mengidentifikasi perilaku sang tokoh dan mendeskripsikannya serta mengklasifikasikannya;4) Mengidentifikasi perilaku yang telah membentuk perilakunya; dan, 5) Menghubungkan perilaku yang muncul dengan lingkungan yang melatarinya. Pengecekan terhadap keabsahan data perlu dilakukan agar data yang diperoleh benar-benar objektif sehingga hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan. Dalam penelitian ini, teknik yang digunakan untuk pengecekkan keabsahan data menggunakan tiga teknik. (1) ketekunan peneliti; (2) triangulasi; dan, (3) kecukupan referensi. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pikiran Tokoh Utama dalam Novel Kering 1. Pikiran Tokoh Utama Melalui Renungan a. Tidak Pernah Mengeluh Kutipan di bawah ini melukiskan pikiran Tokoh Kita yang tidak pernah mengeluh dalam menghadapi masalah sulit sekalipun. Tinggallah Dia. Dia. Perkampungan transmigrasi kosong. Kemarau. Hanya itu. Diperiksanya inventarisnya. Kemarau berapa lama lagi?Di seluruh perkampungan itu, hanya ada air minum seguci, beras, jagung, gaplek, masing-masing sekarung. Garam 2 balok, ikan asin beberapa kerat, sebungkus korek api, dan sekaleng minyak tanah. (hlm.14) Kutipan tersebut menggambarkan Tokoh Kita sedang berbicara pada dirinya sendiri mengenai kesulitan hidup yang harus dijalaninya di daerah transmigrasi. Kemarau yang belum juga dapat dipastikan kapan akan segera berakhir membuat masalahnya semakin bertambah. Namun, hal itu tidak membuat Tokoh Kita mengeluh menghadapi hidupnya. Ia selalu berusaha tenang dalam menjalani hari-harinya di daerah transmigrasi yang sangat memprihatikan tersebut. b. Tidak Putus Asa Kutipan di bawah ini merupakan gambaran penderitaan hidup yang harus dijalani oleh Tokoh Kita selama berada di perkampungan transmigrasi. Namun ia tidak pernah putus asa dalam menjalani hidupnya yang penuh dengan penderitaan. ‒ Aih! Aih! Air mata. Aku, yang sudah kering air mata, Aku pula kini yang ingin Kau goda. Sudut-sudut mataku Kau pertautkan secara akrab sekali dengan semua yang pernah kualami dan persaksikan dalam hidupku. Kau telah berhasil menempa sangsai itu dalam jantungku, tapi ‒ persetan, Aku haramkan untuk menangis! Kau lupa, kemarau yang begini juga mengeringkan segala simpanan air mata. Mengapa tak kau hentikan kencanmu dengan air mataku yang toh tak bakal kunjung berderai? Mengapa tak kau kirim sebagai gantinya bintik-bintik air sejati, dan menghentikan kurun waktu tanpa kebasahan ini?(hlm.19). Kutipan tersebut menggambarkan renungan Tokoh Kita mengenai penderitaan hidup yang dialaminya. Kemarau kini kembali mengingatkan ia pada masa lalunya yang penuh dengan kegetiran hidup yang pernah dialaminya.
5
Namun, sesulit apa pun masalah yang dihadapinya tidak akan membuat ia menyerah begitu saja pada keadaan. c. Hidup Bebas Tanpa Terikat Kutipan di bawah ini melukiskan Tokoh Kita pasrah menerima hidup sebagaimana adanya saja. “Bila panas api bagi warga neraka adalah kondisi hidup sehari-hari, bagi Tokoh Kita di perkampungan transmigran ini kondisi itu adalah kesunyian. Dia telah memutuskan menerima sunyi dalam segala pernyataannya.” (hlm.28). Kutipan tersebut menggambarkan renungan Tokoh Kita tentang keterasingan dirinya dari masyarakat. Ia telah memutuskan menerima hidup dalam kesunyian di daerah transmigrasi tersebut. Ia juga tidak pernah mempersoalkan masalah demi masalah yang terjadi dalam hidupnya, yang terpenting baginya, ia dapat hidup bebas sesuai dengan keinginan hatinya. d. Penasaran Kutipan di bawah ini mendeskripsikan rasa penasaran Tokoh Kita pada suara orang tua yang ditemuinya di malam gelap gulita yang hanya bisa didengar suaranya, tetapi orang tua tersebut tidak bisa dilihat oleh Tokoh Kita. “Batuk orang tua! Pikirnya. Dia putuskan untuk tak bertanya apa-apa lagi, tak membentak lagi. Telinganya dipasangnya baik-baik. Sebab, dia kini mendengar suara lain. Suara orang jalan. Pelan, tertegun-tegun. Batuk itu terdengar lagi. Serentetan, pendek-pendek, serak, melengking.” (hlm.62). Kutipan tersebut menggambarkan renungan Tokoh Kita mengenai rasa penasarannya terhadap suara orang tua yang didengarnya pada suatu malam di sebuah jalan yang sepi. Ia mulai penasaran dengan suara tersebut, karena suara itu kini disertai dengan suara langkah orang yang sedang berjalan pelan-pelan di gelapnya malam. Menurut pikirannya, jika memang suara batuk tersebut hanya dapat didengar saja mungkin itu hanya halusinasinya saja telah mendengar suara orang, tetapi suara itu kini disertai dengar suara langkah orang yang sedang berjalan pelan-pelan. e. Pasrah pada Takdir Tuhan Kutipan di bawah ini mendeskripsikan renungan Tokoh Kita mengenai takdir Tuhan yang harus diterima oleh setiap manusia. “Oleh sebab si Janggut mati lapar dengan lendir bening ke luar dari mulut dan matanya, tak berarti dia dan semua umat manusia lainnya yang lapar bakal mati begitu juga. Kekayaan Tuhan juga, dan dengan sendirinya, nyata pada tak terhingganya cara makhluk untuk mati.” (hlm.109). Kutipan tersebut menggambarkan renungan Tokoh Kita mengenai kematian. Setelah memutuskan untuk tinggal bersama si Janggut, kembali Tokoh Kita dihadapkan pada masalah. Selang beberapa lama ia tinggal bersama si Janggut, si Janggut pun jatuh sakit dan kemudian meninggal. Sakitnya si Janggut ada kaitannya dengan kemarau juga. Menurutnya, jika temannya si Janggut mati karena kelaparan, tidak berarti ia dan semua manusia lain akan mati seperti si
6
Janggut. Menurut pikirannya, Tuhan memiliki banyak cara untuk menjemput ajal manusia. Kematian adalah hal yang pasti akan diterima oleh setiap manusia, hanya waktu dan cara Tuhan saja yang berbeda untuk menjemputnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan psikologi Tokoh Kita pada saat merenungi akan kematian temannya si Janggut yaitu pasrah pada takdir Tuhan. 2. Pikiran Tokoh Kita melalui Dialog dengan Tokoh Lain a. Dialog Tokoh Kita dengan Petugas Transmigrasi Di bawah ini adalah kutipan tentang pikiran Tokoh Kita yang tercermin dari dialognya dengan Petugas Transmigrasi mengenai perkampungan transmigrasi yang sedang dilanda kemarau panjang yang terdapat dalam teks cerita. “… Menunggu sampai negara dan pemimpin-pemimpin kita menemukan jawab atas soal-soal besar itu, bapak selaku salah seorang petugas transmigrasi yang turut bertanggung jawab atas keadaan kami di sini, tentu dapat berkata apa yang harus kami lakukan selanjutnya. Apakah kami harus meninggalkan proyek transmigrasi ini? Ke mana kami harus pergi? ‒ Petugas itu benar-benar kewalahan. Apa yang harus dikatakannya.” (hlm.11-12). Kutipan dialog tersebut menggambarkan pikiran Tokoh Kita tentang sistem pemerintah yang tidak bertanggung jawab mengenai proyek transmigrasi yang sedang dihadapkan pada masalah besar yaitu kemarau panjang. Menurut pikirannya, pemerintah dan petugas transmigrasi tidak mau tahu dengan masalah yang sedang dialami oleh masyarakat yang tinggal di daerah transmigrasi yang sedang dilanda kemarau panjang tersebut. Tokoh Kita merasa pemerintah kurang memperhatikan kesejahteraan rakyatnya yang berada di daerah transmigrasi. Dengan demikian, dapat disimpulkan psikologi Tokoh Kita pada saat meminta solusi pada petugas transmigrasi terkait masalah yang sedang dialaminya di daerah transmigrasi yaitu marah dan kecewa. b. Dialog Tokoh Kita dengan si Gemuk Pendek Di bawah ini adalah kutipan tentang pikiran Tokoh Kita yang tercermin dari dialognya dengan si Gemuk Pendek mengenai pendiriannya yang kuat untuk tidak pergi meninggalkan desanya. “… Kau tetap bertahan? Tokoh Kita tersenyum. ‒ Katakanlah aku mau mencontoh sikap kapten kapal yang mau tenggelam bersama kapalnya. ‒ Buat apa demonstrasi kegagahan macam itu? Bila demi suatu pendirian, pendirian apa? ‒ Kau sendiri telah menyebutnya pendirian. Bahkan itu sudah lebih dari cukup? Perinciannya hanya akan mengaburkan saja.”(hlm.13). Kutipan dialog tersebut menggambarkan Tokoh Kita yang gigih dengan pendiriannya yaitu tidak mau meninggalkan desanya. Menurut pikiranya, ia harus tetap bertahan hidup di daerah transmigrasi yang tandus tersebut. Walaupun semua penduduk kampung pergi meninggalkan ia di daerah transmigrasi, tetapi Tokoh Kita tetap mencoba untuk bertahan di daerah
7
transmigrasi. Ia sudah memutuskan menanggung semua risiko yang akan terjadi padanya. Dengan demikian, dapat disimpulkan psikologi Tokoh Kita pada saat memutuskan untuk tidak pergi meninggalkan perkampungan yang tandus itu, yaitu gigih pada pendirian. c. Dialog Tokoh Kita dengan Dokter Di bawah ini adalah kutipan tentang pikiran Tokoh Kita yang tercermin dari dialognya dengan Dokter mengenai kemarahannya terhadap Dokter karena telah menganggap dia sakit jiwa. “… Tokoh Kita menggumamkan sebuah makian dalam mulutnya. Sial! Pikirnya. Kukira Aku tak akan pernah punya urusan apa-apa lagi dengan manusia-manusia macam dia. ‒ Apa rencana dokter dengan saya? ‒ Sangat terbatas pada hanya berusaha menyembuhkan dan menyehatkan Saudara. Inipun, sejauh Saudara sendiri memang ingin disembuhkan. Sembuh ini diserahkan sama sekali pada Saudara untuk menentukannya. Apabila Saudara berpendapat, Saudara tak perlu lebih lama lagi di sini, bagi saya itu hanya berarti: Sejak saat itu, Saudara sudah sembuh. ‒ Hm! pikir Tokoh Kita. Kalau begitu, dia ini dokter jiwa. Aku kini ada di rumah sakit jiwa. (hlm.43). Kutipan dialog di atas menggambarkan kejengkelan Tokoh Kita pada saat ia mengetahui telah berada di dalam ruangan salah satu rumah sakit. Menurut pikirannya, jika benarlah ia sekarang berada di rumah sakit, lantas siapa orang yang telah membawa ia dan apa maksud tujuannya. Untuk menjawab rasa penasarannya ia bertanya juga pada Dokter, tetapi dokter hanya menjawab kalau ia memang benar sedang berada di rumah sakit, khususnya rumah sakit jiwa. Tetapi Dokter tidak memberitahu mengenai orang yang telah membawa ia ke rumah sakit tersebut. Dengan demikian, pada saat Tokoh Kita mengetahui keberadaannya di ruangan sakit jiwa, yaitu sangat marah. d. Dialog Tokoh Kita dengan si Janggut Pada bagian lain, kutipan tentang pikiran Tokoh Kita juga tercermin dari dialog Tokoh Kita dengan si Janggut. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. “Selamat datang! Katanya. Tokoh Kita didudukkannya di atas tikar. Kemudian, si Janggut menghidangkan makanan. ‒ Silahkan makan! Tokoh Kita bengong. ‒ Makan? dan Saudara sendiri, bagaimana? ‒ Kau dulu. Aku kuatir, makanan ini tidak cukup untuk kita berdua. Nanti akan kumasakkan bagiku. Ayo, silahkan! Tokoh Kita gamang. Adakah aku benar-benar akan makan? Benar-benar memakan makanan yang benar-benar makanan? Bukan hanya sekedar sesuatu yang dalam khayalku saja makanan, seperti yang kulakukan selama ini, tegasnya, sejak kemarau yang berlarut-larut ini.”(hlm.72). Kutipan dialog di atas menggambarkan pikiran Tokoh Kita yang bingung melihat sikap orang yang baru ditemuinya itu. Yang membuat ia tambah bingung terhadap orang itu adalah ketika ia ditawarkan untuk makan sedangkan dirinya sendiri belum memakan makanan yang baru saja selesai dimasaknya itu.
8
Menurut pikirannya, benarkah ia akan makan makanan yang sebenarnya, bukan makan makanan yang hanya ada dalam khayalannya selama ini. Ternyata benar, makanan yang ada dihadapannya adalah makanan yang sesungguhnya, dengan cepat ia memakan makanan yang telah dipersilakan si Janggut untuk dimakannya. Dengan demikian, Tokoh Kita tidak mempercayai bahwa yang dihadapinya adalah sesuatu kenyataan (real), yaitu ketika ia mendapatkan makanan dari temannya si Janggut didasarkan kebaikan temannya. B. Perilaku Tokoh Kita dalam Novel Kering 1. Pendirian Tetap Tokoh Kita digambarkan di dalam teks cerita sebagai seorang mahasiswa yang berotak cemerlang, atas kehendaknya sendiri meninggalkan bangku kuliah. Ia merasa tidak puas dengan sistem dan materi pendidikan yang diterimanya, dan pada akhirnya, ia menjatuhkan pilihan untuk pergi bertransmigrasi ke daerah yang belum pernah diketahuinya mengenai keadaan daerah tersebut. Pada suatu musim, daerah transmigrasi yang menjadi tempat tinggal Tokoh Kita dilanda kemarau panjang. Kemarau yang sangat panjang mendatangkan kesengsaraan bagi seluruh penduduk transmigrasi. Rumputrumput merunduk layu, pepohonan menguning lesu, satu persatu mata air kering. Satu demi satu penduduk meninggalkan desa permukiman yang hampir mati itu. Satu-satunya yang masih tinggal hanya Tokoh Kita. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut. Hari itu, si Gemuk Pendek yang mengantar si Kacamata dulu pergi akan berangkat, meninggalkan dia sebatang kara di perkampungan itu. ‒ Kau tetap bertahan? Tokoh Kita tersenyum. ‒ Katakanlah aku mau mencotoh sikap kapten kapal yang mau tenggelam bersama kapalnya. ‒ Buat apa demostrasi kegagahan macam itu? Bila demi suatu penderian, penderian apa? ‒ Kau sendiri telah menyebutnya pendirian. Bukankah itu sudah lebih dari cukup? Perinciannya hanya mengaburkan saja. (hlm.13). Kutipan di atas menggambarkan perilaku Tokoh Kita yang mempunyai pendirian yang tetap, yaitu ia tidak mau meninggalkan desanya. Walaupun semua penduduk kampung pergi meninggalkan ia sebatang kara di daerah tersebut, tetapi ia mencoba untuk tetap bertahan di perkampungan transmigrasi yang hampir mati itu. Ia sanggup menanggung semua risiko yang akan terjadi pada dirinya di perkampungan transmigrasi yang tandus tersebut. Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa perilaku Tokoh Kita yang gigih dengan pendiriannya diakibatkan adanya stimulus keinginan dari dalam dirinya yaitu ingin mencotoh sikap kapten kapal yang mau tenggelam bersama kapalnya, maka respon yang ditunjukkan Tokoh Kita adalah menolak ajakan temannya si Gemuk Pendek untuk pergi meninggalkan daerah transmigrasi yang sedang dilanda kemarau panjang tersebut. 2. Pekerja Keras Selain memiliki sikap gigih terhadap pendiriannya, Tokoh Kita juga memiliki sikap pekerja keras. Seperti yang tercermin dari kutipan berikut.
9
“Kesibukan itu ditemuinya esok harinya. Yaitu, menggali sumur. Dia akan menggali terus, sampai ditemukannya air. Bila tak bertemu air, tak mengapa. Dia telah punya kesibukan yang mengucurkan keringatnya dan memelihara otot-ototnya.” (hlm.15). Berdasarkan kutipan di atas dapat dilihat wujud perilaku Tokoh Kita yang rela bekerja keras untuk mendapatkan air. Ia akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk menggali sumur demi mendapatkan air. Jika usahanya tidak membuahkan hasil, ia tidak kecewa bahkan pekerjaan ini terus dilanjutkannya, sehingga dengan kegiatan ini kegagalan demi kegagalan ia lupakan. Dengan demikian, Tokoh Kita adalah pekerja yang ulet, tidak mudah menyerah terhadap keadaan. Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa perilaku Tokoh Kita sebagai pekerja keras dikarenakan adanya stimulus dari lingkungannya, yaitu kemarau yang membuat sulitnya untuk mendapatkan air di perkampungan transmigrasi yang menjadi tempat tinggal Tokoh Kita, maka respon yang ditunjukkan oleh Tokoh Kita, ia berusaha menggali sumur setiap hari untuk menemukan air. 3. Pasrah Selain sikap pekerja keras, sikap pasrah juga dimiliki oleh Tokoh Kita. Hal itu dapat dilihat dari kutipan berikut. ‒ Habis, saya bisa berbuat apa lagi? Katanya pada dirinya sendiri, yang akhir-akhir ini makin banyak saja diajaknya bicara. Tak lebih, tak kurang. Mau tak mau, dia harus 0 x makan sehari. Dia terpaksa hidup dengan keadaan begitu, sampai dia tak dapat lagi. Apakah, dan bagaimanakah, yang disebut nilai ekstrim dari nol itu? (hlm.39). Dari kutipan di atas terlihat sikap pasrah Tokoh Kita dalam menghadapi kehidupannya. Hari-hari dilaluinya tanpa makan sedikit pun dan yang dilakukan untuk mengusir rasa laparnya yaitu berbicara pada benda yang ada di sekelilingnya termasuk pada dirinya sendiri. Namun, ia tetap mencoba untuk bertahan hidup di daerah tersebut. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Tokoh Kita memiliki sikap pasrah yang tercermin dari perbuatannya. Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa stimulus Tokoh Kita yang pasrah dengan keadaan yang menimpa dirinya mengakibatkan adanya respon yaitu Tokoh Kita tetap bertahan hidup di daerah transmigrasi yang gersang tanpa makan sekalipun setiap harinya. 4. Putus Asa Selain sikap pasrah, Tokoh Kita juga memiliki sikap putus asa. Hal itu dapat dilihat dari kutipan berikut. Malam tak berbintang telah membuat ia tak sengaja menendang guci itu. Pecah…. Guci itu berserakan. Jari-jari kakinya merasakan dinginnya air mengalir… Dia tertawa. ‒ Pecah! Teriaknya, serak, putus asa. Habis! Makanan habis. Minuman habis. Dia letih. Amat letih. Hari larut malam. Gelap pekat. Tak berbintang.
10
‒ Pecah semua habis! Habis semua! Teriaknya, lari ke luar pondoknya. (hlm.42). Kutipan di atas melukiskan keputusasaan Tokoh Kita dalam menghadapi kehidupan ini. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut “Pecah!Teriaknya, serak, putus asa. Tokoh Kita yang tidak sengaja menendang guci yang berisi air, mengakibatkan guci pecah dan akhirnya habislah persedian air yang dimilikinya. Berangkat dari kejadian yang dialaminya, mengakibatkan ia putus asa karena selain bahan makanan yang habis, persedian air yang dimilikinya juga habis. Akhirnya, ia putuskan untuk pergi dari pondoknya karena ia sudah tidak mempunyai harapan lagi untuk dapat menjalani hidup di daerah transmigrasi tersebut. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Tokoh Kita memiliki sikap putus asa terlihat dari perbuatannya yang pergi meninggalkan daerah transmigrasi karena persedian bahan makanan dan minuman yang dimilikinya sudah habis semua. Dari uraian di atas, perilaku putus asa Tokoh Kita diakibatkan adanya stimulus yaitu Tokoh Kita kehabisan persedian bahan makanan dan minuman, maka respon yang ditunujukkan Tokoh Kita adalah ia memutuskan pergi dari daerah transmigrasi. 5. Setia Kawan Selain sikap pasrah, sikap setia kawan juga dimiliki Tokoh Kita. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut. “Dia putuskan untuk tak dulu mengubur si Janggut. Bila dia dikubur, maka si Janggut akan menjadi si Janggut “dalam” tanah baginya. Dengan segala baunya maka si Janggut “di atas” tanah adalah jauh lebih konkrit dan berfaedah baginya.”(hlm.108). Berdasarkan kutipan di atas sikap setia kawan Tokoh Kita terlihat dari perilakunya yang tidak mau menguburkan jenazah si Janggut. Menurutnya, jika jenazah si Janggut dikubur maka dia tidak dapat lagi melewati hari-harinya bersama sahabat sejatinya itu. Dikatakan setia kawan karena Tokoh Kita ingin tinggal bersama si Janggut bukan pada saat semasa ia hidup saja, melainkan pada waktu sahabatnya itu sudah tidak bernafas lagi, ia tetap setia tinggal bersamanya. Dengan demikian, perbuatan Tokoh Kita sudah menunjukkan sikap setia kawan yang dimilikinya. Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa perilaku setia kawan Tokoh Kita diakibatkan adanya stimulus yaitu Tokoh Kita setia tinggal bersama mayat si Janggut, maka respon yang ditunjukkan Tokoh Kita adalah ia tidak mau menguburkan jenazah si Janggut. 6. Pemberani Selain sikap setia kawan Tokoh Kita juga memiliki sikap pemberani. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut. “Hanya ada 1 orang yang berani jalan di kota lengang itu. Dia bersiul. Ke 2 tangannya dalam saku celananya. Puing berjalan di puing, pikirnya gembira. Siulnya diperkerasnya. Gembiranya meningkat. Berjingkat dia melangkahi semua yang berserak itu. Di sana sini dia berhenti sebentar.” (hlm.127-128).
11
Kutipan di atas, menggambarkan sikap pemberani Tokoh Kita dilihat dari perbuatannya. Pada waktu orang lain tidak berani ke luar berjalan di kota yang sunyi diakibatkan kemarau yang begitu kelewatan membuat mereka mengurung diri di rumahnya masing-masing. Tetapi lain halnya dengan Tokoh Kita, ia justru berani ke luar dan berjalan mengelilingi kota dengan perasaan gembira. Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa perilaku Tokoh Kita sebagai pemberani diakibatkan adanya stimulus yaitu Tokoh Kita sudah biasa menjalani hidupnya seorang diri ketika ia berada di perkampungan transmigrasi dulu, maka respon yang ditunjukkan oleh Tokoh Kita adalah ia berani jalan mengelilingi kota yang sunyi itu dengan hati gembira, meskipun ia sedikit aneh melihat keadaan kota dan penduduk kota tersebut. SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Berdasarkan analisis tentang psikologi pada tokoh utama dalam novel Kering, disimpulkan bahwa pembelajaran sastra yang berkaitan dengan watak tidak dapat dilepaskan dengan kehidupan sehari-hari. Adapun watak yang terdapat dalam novel Kering adalah sebagai berikut.(1) Watak positif, terdiri atas tetap pada pendirian, pantang menyerah, pekerja keras, setia kawan, dan pemberani. (2) Watak negatif terdiri atas putus asa, dan pasrah.Watak dapat mengajarkan siswa bagaimana menilai tentang kepribadian seseorang. Di dalam novel maupun kehidupan kita sehari-hari tidak akan terlepas dari memahami watak dari masing-masing individu, karena melalui watak akan tergambar sifat seseorang. SARAN Beberapa saran berikut dapat menjadi bahan masukan yang bermanfaat bagi pihak-pihak terkait, antara lain. 1. Saran kepada Peserta Didik Siswa diharapkan setelah membaca novel Kering dapat mencotoh nilainilai positif yang berkaitan dengan watak yang dimiliki oleh tokoh utama, antara lain tidak pernah mengeluh dalam menghadapi masalah sesulit apa pun yang terjadi di dalam kehidupan, pantang menyerah dalam menghadapi masalah hidup yang kompleks, setia kawan dalam berteman, pemberani dalam hal mengambil keputusan hidup. 2. Saran kepada Guru Bahasa dan Sastra Indonesia Dari hasil analisis, guru dapat menjadikan novel Kering sebagai bahan ajar dalam mengajarkan materi tentang watak tokoh karena novel Kering banyak terkandung perwatakan tokoh. Guru dapat mengajarkan tentang keberanian sikap seseorang untuk mengambil keputusan dengan risiko atau konsekuensi. Guru dapat mengajarkan tentang pentingnya setia kawan dalam menjalin hubungan persahabatan atau pertemanan, dan guru dapat mengajarkan tentang pentingnya bekerja keras dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan bekerja keras untuk mengwujudkan sesuatu yang diimpikan. 3. Saran kepada Pembaca Karya Sastra
12
Pembaca karya sastra harus teliti dalam memilih karya sastra yang telah dibacanya. Dalam novel Kering terdapat nilai-nilai kehidupan dengan semangat untuk bertahan hidup dalam keadaan sesulit apa pun dan nilai kesetiakawanan yang tinggi. Selain itu, novel Kering adalah novel yang berkualitas karena syarat dengan pesan moral yang berkaitan dengan nilai perjuangan hidup sehingga ada baiknya jika membaca novel tersebut. 4. Saran kepada Peneliti Selanjutnya Peneliti selanjutnya hendaknya meneliti novel Kering karya Iwan Simatupang dengan rumusan masalah dan pendekatan yang berbeda sehingga penelitian tentang novel ini menjadi lengkap dan jelas. DAFTAR RUJUKAN Aminuddin. 1995. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo. Azwar, Saifuddin. 2010. Sikap Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. E. Koswara. 1991. Teori-teori Kepribadian. Bandung: PT Eresco. Endraswara, Suwardi. 2008. Metode Penelitian Psikologi Sastra. Yogyakarta: Media Presindo. Moleong, Lexy J. 1991. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nadeak, Parlindungan. 2008. Buku Ajar Penelitian Sastra. Pontianak: Universitas Tanjungpura. Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada. Simatupang, Iwan. 1975. Kering. Jakarta: CV Haji Masagung. Sobur, Alex. 2011. Psikologi Umum. Bandung: CV Pustaka Setia. Suraya, 2001. “Analisis Tokoh dan Latar dalam Novel Kering Karya Iwan Simatupang”. Skripsi. Pontianak: FKIP Untan. Syam, Christanto. 2011. Hakikat Penelitian Sastra. Pontianak: FKIP Untan.
13