1
ANALISIS SIKAP KONSUMEN DAN EKUITAS MEREK PADA LAPIS TALAS MR.BROWNCO DI KOTA BOGOR
EKA RAMADHANI
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
1
1
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini berjudul Analisis Sikap Konsumen dan Ekuitas Merek Pada Lapis Talas Mr.Brownco di Kota Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbikan maupun tidak diterbitkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya ini kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2016
Eka Ramadhani NIM H34144022
2
3
ABSTRAK EKA RAMADHANI. Analisis Sikap Konsumen Dan Ekuitas Merek Pada Lapis Talas Mr.Brownco di Kota Bogor. Dibimbing oleh Tintin Sarianti. Mr.BrownCo merupakan jenis usaha bakery yang menggunakan bahan baku tepung singkong. Adanya tren lapis talas, membuat mr.BrownCo memutuskan untuk memproduksi lapis talas. Oleh karena itu peneliti bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik umum konsumen, menganalisis sikap konsumen, dan mendeskripsikan ekuitas merek terhadap lapis talas mr.BrownCo. Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah model fishbein. Skor sikap (Ao) pada mr.BrownCo sebesar 17.50. Tingkat kesadaran merek mr.BrownCo masuk kedalam kategori pengenalan merek. Persepsi nilai, mr.BrownCo dinilai memiliki harga yang relatif murah. Citra merek, mr.BrownCo dinilai sebagai merek yang mudah diingat. Asosiasi merek lapis talas mr.BrownCo memiliki kesan merek dengan harga yang murah. Persepsi kualitas merek mr.BrownCo dinilai memiliki kualitas produk yang baik. Pada loyalitas merek terdapat tingkat kepuasan merek mr.BrownCo yang dinilai puas, tindakan responden terhadap kenaikan harga lapis talas adalah tetap membeli, dan responden tidak bersedia untuk merekomendasikan lapis talas mr.BrownCo kepada oranglain. Kata kunci: model fishbein, sikap konsumen, ekuitas merek
ABSTRACT EKA Ramadhani. The analysis of Consumer Attitudes and brand equity of mr.BrownCo Taro Layers in Bogor. Supervised by Tintin Sarianti. Mr.BrownCo is a bakery business types that use raw materials of cassava flour. The trend of taro layers, makes mr.BrownCo producing taro layers. Therefore, researchers aimed to identify common characteristics of consumers, analyze consumer attitudes and brand equity to describe mr.BrownCo taro layers. The analytical method that used in this study is a Fishbein model. Score attitude (Ao) on mr.BrownCo is 17.50. Level of brand awareness in mr.BrownCo is brand recognition category. The perception of value, mr.BrownCo considered to have a relatively cheap price. Brand image, mr.BrownCo rated as brand memorable. Mr.BrownCo taro tier brand associations have the impression of the brand at a cheap price. Perceived quality of the brand mr.BrownCo considered to have a good product quality. On brand loyalty of satisfaction level mr.BrownCo is considered satisfied, the action of respondents to the rise in prices is still buying taro layers, and respondents are not willing to recommend to other people mr.BrownCo taro layers. Keywords: Fishbein model, consumer attitudes, brand equity
4
5
ANALISIS SIKAP KONSUMEN DAN EKUITAS MEREK PADA LAPIS TALAS MR.BROWNCO DI KOTA BOGOR
EKA RAMADHANI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
6
7
Judul Skripsi : Analisis Sikap Konsumen dan Ekuitas Merek Pada Lapis Talas Mr.Brownco di Kota Bogor Nama : Eka Ramadhani NIM : H34144022
Disetujui oleh
Tintin Sarianti, SP MM Pembimbing
Tanggal Lulus:
8
i
PRAKATA Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Alah SWT atas berkah, rahmat dan karunianya skripsi ini berhasil diselesaikan. Shalawat serta salam saya ucapkan untuk Nabi Muhammad SAW. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2016 sampai Juli 2016 adalah Analisis Sikap Konsumen dan Ekuitas Merek pada Lapis Talas mr.BrownCo di Kota Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Tintin Sarianti, SP MM sebagai dosen pembimbing, Bapak Dr Ir Burhanuddin, MM sebagai dosen evaluator kolokium, Bapak Dr Ir Nunung Kusnadi, MS sebagai dosen penguji utama, dan Ibu Anita Primaswari, SP MSi sebagai dosen penguji akademik. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Yanti Nuraeni Muflikh, SP M.Agribuss yang telah memberikan saran dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini dan Desi Susanti sebagai pembahas seminar hasil penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, mama, serta seluruh keluarga, atas doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2016
Eka Ramadhani
ii
iii
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN
iv iv iv
PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
1 1 2 3 3 4
TINJAUAN PUSTAKA Sikap Konsumen Ekuitas Merek
4 4 5
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka Pemikiran Operasional
7 7 15
METODE PENELITIAN Lokasi Dan Waktu Penelitian Jenis Dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data Metode Penentuan Responden Metode Pengolahan dan Analisis Data
17 17 17 18 18 18
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN Sejarah dan Perkembangan Perusahaan Visi dan Misi mr.BrownCo Struktur Organisasi mr.BrownCo
23 23 24 24
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Umum Responden Lapis Talas Ekuitas merek Penilaian tingkat kepentingan dan kinerja konsumen lapis talas Bogor
25 25 29 35
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
45 45 46
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
47 49
iv
DAFTAR TABEL 1 Luas tanam, produksi dan produktivitas, talas di Bogor 2 Data penjualan lapis talas mr.BrownCo Januari-Juni 2016 3 Atribut yang akan diuji validitasnya 4 Sebaran responden berdasarkan kampung halaman 5 Sebaran responden berdasarkan usia 6 Sebaran responden berdasarkan jenis kelamin 7 Sebaran responden berdasarkan status pernikahan 8 Sebaran responden berdasarkan pendidikan 9 Sebaran responden berdasarkan pekerjaan 10 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendapatan 11 Jumlah kombinasi pilihan merek lapis talas 12 Jumlah merek lapis talas yang paling diingat responden 13 Jumlah persepsi nilai terhadap merek lapis talas 14 Jumlah penilaian citra merek lapis talas 15 Jumlah penilaian asosiasi merek terhadap lapis talas 16 Jumlah penilaian persepsi kualitas terhadap merek lapis talas 17 Penilaian tingkat kepuasan merek lapis talas 18 Tindakan responden terhadap kenaikan harga merek lapis talas 19 Kesediaan responden merekomendasikan merek lapis talas 20 Skor evaluasi (ei) kepentingan terhadap atribut lapis talas 21 Skor kepercayaan (bi) terhadap merek lapis talas 22 Skor sikap (Ao) merek lapis talas 23 Tingkat kesukaan responden terhadap lapis talas
1 3 20 26 26 27 27 27 28 28 30 31 32 32 33 33 34 34 35 36 38 43 44
DAFTAR GAMBAR 1 Hubungan antar 3 komponen sikap 2 Kerangka pemikiran operasional 3 Struktur organisasi mr.BrownCo
10 16 24
DAFTAR LAMPIRAN 1 Uji validitas dan reliabilitas
50
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Talas merupakan jenis umbi yang memiliki berbagai manfaat, seperti baik untuk pencernaan, sehat untuk jantung, menstabilkan dan menurunkan tekanan darah, mengatasi kelelahan, dan anti penuaan dini. Talas menjadi salah satu ikon kota Bogor karena Bogor merupakan daerah sentra produksi talas. Menurut Cahya (2013) daerah sentra produksi talas terbesar di Indonesia adalah Bogor dan Malang. Bogor mampu memberikan kontribusi sekitar 30 persen terhadap total produksi talas di Indonesia, sedangkan Malang mampu memberikan kontribusi sebesar 20 persen. Badan Pusat Statistik Kota Bogor (2014) juga menyatakan bahwa produksi talas di Bogor sekitar 20 ton per hektar. Bogor merupakan salah satu wilayah yang tepat untuk budidaya dan penelitian tentang talas karena kesesuaian syarat tumbuh talas pada wilayah tersebut sehingga tanaman talas dapat tumbuh subur di Bogor. Produksi talas yang dilakukan di Bogor melibatkan banyak petani dengan luasan areal yang beragam, berikut adalah tabel produksi talas di Bogor seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1 Luas tanam, produksi dan produktivitas, talas di Bogor Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-rata
Luas Tanam (Ha) 177.00 94.04 103.02 118.02 153.00 129.02
Produksi (Ton) 986.00 895.18 876.06 1106.07 2360.00 1244.66
Produktivitas (ton/Ha) 5.57 9.52 8.50 9.37 20 10.59
Sumber: Dinperta Kota Bogor (2014)
Tabel 1 menunjukkan produksi talas yang semakin meningkat karena luasan tanam talas juga ditambahkan oleh pemerintah Kota Bogor. Hal ini dikarenakan talas memiliki banyak manfaat dan keuntungan sehingga mendorong petani untuk mengusahakannya sebagai produk pertanian komersil di Bogor. Produk pertanian komersial ialah produk yang dihasilkan oleh petani dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan. Manfaat yang diperoleh dari tanaman talas ialah sebagai bahan pangan alternatif pengganti beras, sebagai bahan obat herbal, dan sebagai bahan baku aneka kue (Cahya 2013). Pemanfaatan talas sebagai bahan pangan alternatif dan bahan baku aneka kue dapat mengangkat talas sebagai bahan pangan dan bahan baku lokal Indonesia. Karena talas disebut sebagai ikon kota Bogor, banyak produsen yang mengolah talas menjadi produk olahan. Beberapa produk olahan talas yang sering ditemui adalah keripik talas, pia talas, bika talas, lapis talas, stik talas, bolu talas, dan brownies talas. Produk olahan talas yang berhasil menarik perhatian konsumen adalah lapis talas. Lapis talas sebenarnya bukanlah produk baru, hanya saja sejak dipatenkannya lapis talas pada tahun 2011 oleh merek Sangkuriang, nampaknya menjadi tren produk baru dikalangan usaha bakery. Hampir setiap usaha bakery yang ada di Kota Bogor memproduksi lapis talas, karena respon yang diberikan
2
konsumen terhadap lapis talas sangat baik. Dalam kurun waktu lima tahun sejak 2011 terdapat lebih dari 10 merek lapis talas yang dapat dijumpai di Kota Bogor, diantaranya Sangkuriang, mr.BrownCo, Rumah Talas, Ara Sari, Lapis Rere, G Bread, Golden France, Kaya Bakery, Sari Pakuan, dan Raffita’s cake. Beredarnya merek lapis talas di Bogor dalam kurun waktu lima tahun sejak dikenalkan oleh Sangkuriang membuat merek lain kurang dikenal oleh kosumen. Konsumen hanya mengenal produk lapis talas atau hanya mengenal satu merek lapis talas saja. Kemungkinan konsumen tidak mengingat berbagai macam merek lapis talas dan bahkan mungkin tidak menyadari adanya berbagai macam merek lapis talas. Menurut Kotler dan Amstrong (2008) merek yang kuat akan menghasilkan respon yang positif dari konsumen. Merek yang kuat juga dapat menentukan posisi yang kuat dalam bernegosiasi dengan distributor maupun konsumen. Banyaknya merek lapis talas juga dapat memungkinkan membuat konsumen bingung memilih lapis talas yang sesuai dengan harapan konsumen. Oleh karena itu, pengetahuan atribut sebuah produk dibutuhkan untuk mengetahui atribut mana yang disukai dan dibutuhkan oleh konsumen. Sehingga produsen dapat bertahan ditengah persaingan usaha dengan memproduksi produk yang sesuai dengan harapan konsumen. Salah satu contoh usaha bakery yang pada awalnya tidak memproduksi lapis talas adalah mr.BrownCo. Mr.BrownCo pada awalnya memiliki produk unggulan brownies singkong namun, dengan adanya tren lapis talas mr.BrownCo mulai memproduksi lapis talas untuk menarik perhatian konsumen.
Perumusan Masalah Mr.BrownCo merupakan salah satu usaha bakery di Bogor yang memproduksi lapis talas. Produk hasil Pekan Kreativitas Mahasiswa (PKM) dari Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan Nasional ini awalnya hanya memproduksi brownies yang berbahan baku tepung mocaf. Penggunaan bahan baku tepung singkong bertujuan untuk mengembangkan bahan baku pangan Indonesia, selain itu penggunaan tepung mocaf sebagai bahan baku dapat menekan penggunaan tepung terigu sebagai barang impor. Sejak munculnya tren lapis talas, mr.BrownCo mulai memproduksi lapis singkong karena bahan baku utama pada mr.BrownCo adalah tepung singkong. Respon konsumen terhadap lapis singkong kurang baik, namun mr.BrownCo tetap memproduksi lapis singkong walaupun dengan jumlah produksi yang kecil. Pada tahun 2014, mr.BrownCo mulai memproduksi lapis talas. Respon yang diberikan konsumen terhadap lapis talas mr.BrownCo ternyata cukup baik. Hal tersebut yang membuat mr.BrownCo memutuskan untuk memproduksi lapis talas hingga saat ini. Penjualan lapis talas mr.BrownCo mengalami kecenderungan yang meningkat. Menurut bagian pemasaran mr.BrownCo, penjualan akan meningkat dua kali lipat pada saat bulan Ramadhan. Penjualan meningkat hingga dua kali lipat dikarenakan pada bulan Ramadhan terdapat tradisi pulang kampung dan silaturahmi dengan membawa buah mata. Berikut adalah data penjulan lapis talas mr.BrownCo sejak bulan Januari hingga Juni 2016 seperti ditunjukkan pada Tabel 2.
3
Tabel 2 Data penjualan lapis talas mr.BrownCo Januari-Juni 2016 Waktu
Penjualan (Pcs)
Januari Februari Maret April Mei Juni
829 796 864 891 857 1 672 5 909
Total Sumber : mr.BrownCo, 2016
Tabel 2 menunjukkan penjualan lapis talas mr.BrownCo. Jumlah penjualan tersebut harus diperhatikan, mengingat bahwa mr.BrownCo memiliki pesaing cukup banyak. Terdapat sepuluh merek lapis talas yang dapat dijumpai di Kota Bogor, kemudian terdapat pesaing utama lapis talas yaitu Sangkuriang sebagai pelopor lapis talas di Kota Bogor. Sangkuriang sebagai pelopor lapis talas dan memiliki tag line “Bangga beli yang asli” membuat lapis talas mr.BrownCo semakin sulit memiliki peluang untuk dikenal oleh konsumen. Menghadapi kondisi tersebut, mr.BrownCo memproduksi brownies talas yang tujuannya adalah menampilkan keunikan dan pembeda terhadap merek lapis talas yang lain. Jika mr.BrownCo ingin bertahan menghadapi persaingan usaha maka perlu memerhatikan apa yang diinginkan oleh konsumen terutama dari sisi produk. Banyaknya lapis talas yang dapat dijumpai di Kota Bogor membuat konsumen lebih leluasa untuk memilih merek lapis talas. Berdasarkan fenomena yang terjadi, maka masalah dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. 2. 3.
Bagaimana karakteristik konsumen lapis talas di Bogor? Bagaimana ekuitas merek terhadap merek lapis talas mr.BrownCo? Bagaimana sikap konsumen terhadap lapis talas mr.BrownCo?
Tujuan Penelitian 1. 2. 3.
Mendeskripsikan karakteristik konsumen lapis talas di Bogor Mendeskripsikan ekuitas merek lapis talas mr.BrownCo Menganalisis sikap konsumen lapis talas mr.Brownco
Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan, yaitu: Pengusaha lapis talas mr.BrownCo, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi pengusaha lapis talas mr.BrownCo untuk meningkatkan jumlah konsumen karena telah mengetahui atribut produk yang diinginkan oleh konsumen dari berbagai merek.
4
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini hanya dilakukan oleh Institut Pertanian Bogor, Baranangsiang, Bogor, Jawa Barat. Responden yang dipilih untuk penelitian ini ialah konsumen yang pernah membeli lapis talas bogor dan tinggal di kota Bogor baik domisili ataupun tidak domisili. Objek penelitian ini ialah lapis talas Bogor dari tiga merek lapis talas, yaitu Sangkuriang, Rumah Talas, dan mr.BrwonCo. Sangkuriang dipilih sebagai merek yang akan diteliti karena lapis talas Sangkuriang dianggap sebagai lapis talas pertama yang ada di Kota Bogor. Rumah Talas dipilih sebagai merek lapis talas yang akan diteliti karena Rumah Talas adalah pusat perbelanjaan oleh-oleh pertama di Kota Bogor. Mr.BrownCo dipilih sebagai merek yang awalnya tidak memproduksi lapis talas, namun karena adanya tren lapis maka mr.BrownCo memproduksi lapis talas. Varian rasa lapis yang digunakan adalah varian rasa original, karena varian rasa ini dimiliki oleh ke tiga merek lapis talas. Penilaian sikap dan ekuitas merek ini dilakukan dengan memberikan sampel lapis talas original dari ke tiga merek dan membawa kemasan lapis talas. Pemberian sampel kepada responden untuk menilai atribut masing-masing merek dapat disebut sebagai tes organoleptik. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya bias dalam penilaian.
TINJAUAN PUSTAKA Sikap Konsumen Analisis sikap dan perilaku konsumen terhadap produk donat paket bakery di kota Bengkulu. Penilaian sikap konsumen terhadap keseluruhan atribut produk dilakukan dengan menggunakan metode fishbein, dimana atribut produk dinilai kepercayaan dan evaluasi terhadap atribut. Atribut yang digunakan untuk menilai sikap dan perilaku konsumen terhadap produk paket bakery meliputi varian produk, rasa, warna, harga, kemasan, dan label produk. Penelitian ini tidak membandingkan produk donat paket bakery dengan produk lain. Atribut produk yang paling diyakini responden adalah warna dengan skor evaluasi sebesar 1.677 dan skor sikap produk donat paket bakery sebesar 10.289. Perilaku konsumen dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu sikap total konsumen dan norma subjektif. Norma subjektif (SN) dinilai dengan menghitung skor motivasi dikalikan dengan keyakinan normatif terhadap beberapa variabel norma subjektif, diantaranya adalah anggota keluarga, orang lain, teman, dan tenaga penjual. Variabel norma subjektif yang paling berpengaruh adalah anggota keluarga dengan skor sebesar 1.916. Hasil perhitungan menunjukkan skor norma subjektif sebesar 3.545. Sikap konsumen dianggap sebagai faktor internal konsumen yang dapat memengaruhi perilaku konsumen, sedangkan norma subjektif dianggap sebagai faktor eksternal. Setelah menghitung skor norma subjektif, maka dapat dilakukan penghitungan skor perilaku konsumen dengan cara menjumlahkan total skor sikap yang telah dikalikan konstanta dengan skor norma subjektif yang telah dikalian konstanta. Skor perilaku konsumen yang diperoleh sebesar 7.914, skor ini menunjukkan hasil yang positif (Frisdinawati D dan Proyono BS 2012).
5
Sikap konsumen terhadap produk donat berbahan mocaf sebagai pengganti tepung terigu. Pada penelitian ini produk donat berbahan mocaf dibandingkan dengan donat berbahan baku tepung terigu 100 persen, donat dengan campuran tepung mocaf 30 persen, dan 50 persen. Masing-masing produk dinilai kepercayaan dan evaluasi terhadap atribut produk. Atribut produk yang digunakan adalah rasa, tekstur, bentuk, warna, ukuran, dan harga. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode fishbein dan untuk melihat perbedaan sikap teradap ketiga atribut digunakan uji friedman. Atribut produk yang dinilai sangat penting oleh responden adalah atribut rasa dengan skor sebesar 4.60. Total skor sikap untuk donat berbahan dasar tepung mocaf 30 persen sebesar 86.91, donat berbahan dasar tepung mocaf 50 persen sebesar 84.84, dan donat 100 persen tepung terigu sebesar 86.88. Dari hasil analisis fishbein dapat dilihat bahwa donat dengan bahan baku tepung mocaf 30 persen lebih disukai. Untuk melihat perbedaan yang nyata terhadap ketiga produk maka dilakukan uji friedman. Hasil uji friedman ternyata menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap ketiga produk donat tersebut (Fadilah AN, Widodo As 2015). Beberapa tinjauan diatas menunjukkan beberapa kesamaan atribut yang sering digunakan untuk mengukur sikap konsumen melalui multiatribut fishbein, diantaranya harga, kandungan gizi, rasa, aroma, kemasan menarik, informasi kadaluarsa, dan ketersediaan produk. Terdapat atribut jasa yang digunakan untuk menilai sikap konsumen seperti, respon terhadap keluhan konsumen, keramahan/kesopanan pegawai, kenyamanan tempat, penataan ruangan, dan kemudahan dalam proses pembayaran. Mengukur sikap konsumen terhadap suatu produk biasanya dibandingkan dengan satu atau lebih dari produk lain yang serupa, namun dapat juga dilakukan dengan tidak membandingkan dengan produk lain. Analisis sikap konsumen yang akan peneliti lakukan akan menggunakan multiatribut fishbein dengan beberapa atribut seperti, rasa talas, rasa lapis, tekstur, aroma, komposisi gizi, varian rasa, tanggal kadaluarsa, kemasan, ketersediaan produk, dan harga. Atribut tersebut akan dibandingkan dengan tiga merek produk lapis talas, yaitu Sangkuriang, Rumah Talas, dan mr.BrownCo.
Ekuitas Merek Rahmat V (2005), mengkaji tentang analisis beberapa komponen ekuitas merek produk es kirm di wilayah DKI Jakarta. Merek yang digunakan untuk dianalisis adalah merek es krim yang paling sering dikonsumsi, yaitu Wall’s, campina, dan indomeji. Ekuitas merek dikaji dengan beberapa komponen, yaitu kesadaran merek (brand awarness), asosiasi merek, citra merek, persepsi kualitas, dan loyalitas merek. Tingkat kesadaran merek yang paling tinggi adalah top of mind atau puncak pikiran, kemudian tingkat pengenalan merek (brand recognition), dan tingkat tidak menyadari merek (brand unaware). Tingkat kesadaran merek dinilai dengan memberikan pertanyaan merek yang pertama kali diingat ketika berbicara tentang produk es krim dan responden diperbolehkan untuk menyebutkan merek es krim selain yang sudah disebutkan sebelumnya oleh responden. Jika responden tidak mampu menjawab pertanyaan tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa responden tidak menyadari adanya berbagai merek es
6
krim. Puncak pikiran konsumen tentang merek es krim pertama kali adalah Wall’s disusul oleh merek campina dan indomeji. Komponen asosiasi merek yang dinilai adalah harganya terjangkau, mudah memperolehnya, bentuk kemasan yang bagus dan menarik, warna produknya menarik, kualitas produk tinggi, merek sudah terkenal dan berkualitas, promosi dan iklannya menarik, komposisi kandungannya bagus, rasanya enak, dan aromanya enak. Komponen persepsi kualitas yang dinilai adalah, kesesuaian harga dengan mutu, kemudahan memperoleh, bentuk kemasan, warna produk, kualitas produk, kepercayaan terhadap kualitas merek, promosi dan iklan, komposisi kandungan, rasa, dan aroma. Komponen kepercayaan merek dinilai dengan indikator merek mudah diingat dan merek sudah dikenal. Sedangkan loyalitas merek biasanya ditandai dengan kepuasan konsumen terhadap suatu produk, melakukan pembelian kembali, dan merekomendasikan produk tersebut kepada orang lain. Hasil analisis ekuitas merek es krim menunjukkan merek campina lebih unggul pada elemen asosiasi merek dan loyalitas merek, sedangkan merek wall’s unggul pada elemen kesadaran merek, dan merek indomeji unggul pada elemen persepsi kualitas merek. Fitrahdini, Sumarwan U, Nurmalina R (2010), mengungkapkan dalam jurnalnya yang berjudul analisis persepsi konsumen terhadap ekuitas merek produk es krim bahwa ekuitas merek tidak semata-mata tercipta dari komponen ekuitas merek namun terdapat hubungan antara ekuitas merek dan bauran pemasaran di dalamnya. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan responden sebanyak 150 responden, serta menggunakan analisis srtructural equation modeling (SEM). Hasil analisis ini menunjukkan bahwa loyalitas merek memiliki korelasi positif terhadap ekuitas merek dan memiliki bobot yang paling besar. Kesan kualitas memiliki bobot nilai yang lebih kecil dan memiliki korelasi negatif terhadap ekuitas merek. Hipotesis awal menunjukkan periklanan dan distribusi produk memiliki korelasi positif terhadap ekuitas merek, namun harga memiliki korelasi negatif. Dari beberapa tinjauan di atas terdapat beberapa kesamaan komponen ekuitas merek yang dianalisis, yaitu kesadaran merek, kesan kualitas merek, asosiasi merek, dan loyalitas merek. Adapula yang memisahkan antara kepuasan merek dengan loyalitas merek. Alat analisis yang digunakan untuk mengukur ekuitas merek pada tinjauan pustaka di atas adalah structural equation modelling (SEM). Ekuitas merek yang akan saya analisis terdiri dari beberapa komponen, yaitu kesadaran merek (brand awarness), kesan nilai merek (brand perceived value), citra merek (brand image), asosiasi merek (brand association), kesan kualitas merek (brand percieved quality), dan loyalitas merek (brand loyalty). Indikator yang akan digunakan pada komponen persepsi nilai adalah rasa, tekstur, varian rasa, dan harga. Sedangkan pada komponen citra merek adalah merek mudah diingat, merek sudah dikenal, merek mudah diucapkan, dan merek memiliki kesan positif. Pada komponen asosiasi merek, indikator yang digunakan adalah terkenal dengan rasa enak, varian rasa, harga, dan kemudahan memperoleh produk. Pada persepsi kualitas, indikator yang digunakan adalah kualitas produk, kualitas higienis, dan kualitas gizi. Loyalitas merek dinilai dengan indikator kepuasan konsumen, tindakan konsumen terhadap kenaikan harga produk, dan kesediaan responden untuk merekomendasikan produk kepada orang lain.
7
Komponen ekuitas merek ini hanya dideskripsikan saja dan tidak dihubungkan terhadap sikap konsumen.
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Perilaku Konsumen Konsumen adalah pengambil keputusan konstruktif dan terpapar banyak pengaruh kontekstual. Konsumen sering mengalami keterlibatan rendah dalam keputusan mereka, menggunakan banyak heuristik atau dasar prediksi konsumen sebagai akibatnya (Kotler dan Keller 2008). Perilaku konsumen sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini (Engel et al, 1994). Menurut Sumarwan (2011) perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta suatu proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal-hal di atas atau kegiatan mengevaluasi. Menurut Engel et al. (1994) terdapat empat prinsip signifikan yang mendasari perilaku konsumen, yaitu: 1. Konsumen adalah raja Perilaku konsumen biasanya penuh arti dan berorientasi tujuan. Produk dan jasa diterima atau ditolak berdasarkan sejauh mana keduanya dipandang relevan dengan kebutuhan dan gaya hidup. Individu sanggup sepenuhnya mengabaikan semua yang dikatakan oleh pemasar. Konsumen memegang kendali dan pemasar berhasil bila produk atau jasanya dipandang menawarkan manfaat yang riil. 2. Motivasi dan perilaku konsumen dapat dimengerti melalui penelitian Motivasi dan perilaku konsumen dapat dimengerti, walaupun secara tidak sempurna, melalui penelitian. Hal tersebut dapat menurunkan risiko kegagalan pemasaran, walaupun tidak dapat diperoleh prediksi yang benarbenar sempurna. 3. Perilaku konsumen dapat dipengaruhi Kedaulatan konsumen menyajikan tantangan, tetapi pemasaran yang terampil dapat memengaruhi baik motivasi maupun perilaku bila produk atau jasa yang ditawarkan didesain untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Keberhasilan penjualan terjadi karena permintaan yang memang sudah ada atau berpotensi dan menunggu aktivasi oleh tawaran pemasaran yang tepat. 4. Pengaruh konsumen sah secara sosial Kebutuhan konsumen adalah riil dan ada manfaat yang tidak dapat disangkal dari produk atau jasa yang menawarkan kegunaan murni. Kunci bagi legitimasi sosial adalah jaminan bahwa konsumen tetap memiliki kebebasan lengkap dan tanpa rintangan sepanjang prosesnya. Kebebasan ini diwujudkan ketika tidak ada sesuatu pun yang membujuk konsumen untuk bertindak dengan cara-cara yang tidak tepat.
8
Sikap Konsumen Setelah konsumen melalui tahap keputusan pembelian, selanjutnya konsumen akan menyikapi atau merespon informasi yang diterimanya. Menurut Setiadi (2003) sikap disebut juga sebagai konsep yang paling khusus dan sangat dibutuhkan dalam psikologis sosial kontemporer. Sikap juga merupakan salah satu konsep yang paling penting yang digunakan pemasar untuk memahami konsumen. Sikap (attitude) sebagai evaluasi secara menyeluruh yang dilakukan seseorang atas suatu konsep (Peter dan Olson 2013 ). Fungsi Sikap Sikap berkaitan dengan perasaan konsumen terhadap objek, sikap ini biasanya tersimpan dalam memori jangka panjang yang dapat diingat kembali pada saat yang tepat untuk membantu seseorang dalam menghadapi sebuah masalah. Biasanya pada keadaan tersebut, orang akan menggunakan sikap untuk membantunya berinteraksi dengan lingkungan. Maka dapat dinyatakan bahwa fungsi sikap bertujuan untuk mengidentifikasi penggunaan sikap tersebut. Menurut Mowen dan Minor (2002) fungsi sikap dapat diidentifikasi menjadi empat, yaitu: 1. Fungsi utilitarian. Fungsi utilitarian mengacu pada ide bahwa orang mengekspresikan perasaan untuk memaksimalkan penghargaan dan meminimalkan hukuman yang mereka terima dari orang lain. Menurut pengertian utilitarian, sikap akan memandu perilaku untuk mendapatkan penguatan positif dan menghindari hukuman, ekspresi sikap seperti tanggapan pengkondisian operant. Konsumen mengembangkan beberapa sikap terhadap produk atas dasar apakah suatu produk memberikan kepuasan atau kekecewaan. 2. Fungsi pembelaan-ego (Ego-defensive). Fungsi sikap sebagai pembelaan ego adalah melindungi orang dari kebenaran mendasar tentang diri sendiri. Fungsi pembelaan-ego, yang disebut juga fungsi pertahanan harga diri (self-esteem maintenance function), mengandalkan pada teori psikoanalitik. Jadi sikap, seperti prasangka terhadap kaum minoritas, berfungsi sebagai mekanisme pembelaan orang fanatik yang tidak mau mengakui kegelisahan diri mereka yang paling mendasar. 3. Fungsi pengetahun (Knowledge function) Sikap juga dapat dipergunakan sebagai standar yang membantu seseorang untuk memahami dunia mereka. Dengan fungsi pengetahun, sikap seseorang membentuk sebuah kerangka kerja referensi dimana mereka menginterpretasikan dunianya. Oleh karena itu, sikap konsumen sangat memengaruhi bagaimana mereka secara selektif mengekspos dirinya dan mengamati komunikasi pemasaran. Fungsi pengetahuan juga membantu menjelaskan beberapa pengaruh kesetiaan merek. Kesetiaan merek dapat mengurangi waktu pencarian yang diperlukan untuk memperoleh sebuah produk dalam memenuhi kebutuhannya. 4. Fungsi nilai-ekspresif Fungsi nilai ekspresif dari sikap mengacu pada bagaimana seseorang mengekspresikan nilai sentral mereka kepada orang lain. Fungsi ini disebut juga sebagai fungsi indentitas sosial. Ekspresi sikap bahkan dapat membantu seseorang dalam mendefinisikan konsep diri mereka kepada yang lain. Pada
9
kasus konsumen, fungsi nilai-ekspresif dapat dilihat pada situasi dimana seseorang mengekspresikan pandangan positif tentang berbagai produk, merek, dan jasa dalam rangka membuat pernyataan tentang diri mereka. Menurut Setiadi (2003) terdapat lima cara penting yang dapat memengaruhi perilaku konsumen, yaitu: 1. Sumber daya konsumen Setiap orang membawa tiga sumber daya dalam setiap pengambilan keputusan yaitu, waktu, uang, dan perhatian. Pada dasarnya sumber daya tersebut memiliki keterbatasan yang jelas sehingga setiap orang harus cermat dalam pengalokasian sumber daya. 2. Motivasi dan keterlibatan Psikolog dan pemasar bersama-sama selalu berkepentingan untuk menjelaskan apa yang terjadi bila perilaku yang diarahkan pada tujuan diberi energi dan diaktifkan. 3. Pengetahuan Pengetahuan atau hasil belajar dapat didefinisikan secara sederhana sebagai informasi yang disimpan di dalam ingatan. 4. Sikap Sikap sebagai evaluasi menyeluruh yang memungkinkan orang berespon dengan cara menguntungkan atau tidak menguntungkan secara konsisten berkenaan dengan objek atau alternatif yang berkait. 5. Kepribadian, gaya hidup dan demografi Kepribadian; penelitian kepribadian selalu penting dalam psikologi klinis, namun tidak hanya kepribadian seseorang saja, produk juga memiliki kepribadian merek. Gaya hidup merupakan barang hasil terbesar dari era penelitian kepribadian adalah perluasan fokus untuk mencakupi gaya hidup, pola yang digunakan untuk menghabiskan waktu serta uang. Sedangkan demografi adalah dimana sasarannya mendeskripsikan pangsa konsumen dalam istilah seperti usia, pendapatan dan pendidikan. Tiga Komponen Sikap Menurut Setiadi (2003) sikap terdiri dari tiga komponen, yaitu kepercayaan merek, evaluasi merek dan maksud untuk membeli. Afektif menggambarkan perasaan dan emosi seseorang terhadap suatu produk atau merek. Konatif adalah komponen ketiga dari sikap yang menggambarkan kecenderungan dari seseorang untuk melakukan tindakan tertentu. Kepercayaan merek adalah komponen kognitif dari sikap, evaluasi merek adalah komponen afektif atau perasaan dan maksud untuk membeli adalah komponen konatif atau tindakan. Hubungan antara tiga komponen di atas mengilustrasikan hierarki pengaruh keterlibatan tinggi (high involvement) yaitu kepercayaan merek memengaruhi evaluasi merek, dan evalusi merek memengaruhi maksud untuk membeli. Evaluasi merek adalah pusat dari telaah sikap karena evaluasi merek merupakan ringkasan dari kecenderungan konsumen untuk menyenangi atau tidak menyenangi merek tertentu. Evaluasi merek sesuai dengan definisi dari sikap terhadap merek yaitu kecenderungan untuk mengevaluasi merek baik disegani atau tidak desegani. Hubungan ketiga komponen tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.
10
Komponen Kognitif Kepercayaan terhadap merek
Komponen Afektif Evaluasi merek
Komponen Konatif Maksud untuk membeli Gambar 1 Hubungan antar 3 komponen sikap Model sikap multiatribut Menurut Engel et al. (1994) model sikap multiatribut menggambarkan ancangan yang berharga untuk memeriksa hubungan diantara pengetahuan produk yang dimiliki konsumen dan sikap terhadap produk berkenaan dengan ciri atau atribut produk. Penilaian sikap terhadap produk atau perusahaan dengan menggunakan multiatribut fishbein dapat memerlihatkan posisi atau peringkat perusahaan tersebut di pasar. Model sikap multiatribut juga dijelaskan sebagai proses integrasi dengan pengetahuan produk (evaluasi dan kekuatan menonjol) dikombinasikan untuk membentuk keseluruhan evaluasi terhadap sikap. Model sikap atribut yang sering digunakan dan paling berpengaruh dalam bidang pemasaran adalah model yang dikembangkan oleh Martin Fishbein atau dikenal dengan model fishbein. Fishbein berfungsi untuk mengukur sikap konsumen terhadap objek tertentu dengan memberikan bobot penilaian kepercayaan atribut objek dan evaluasi terhadap atribut objek. Terdapat dua elemen utama dalam model multiatribut fishbein, yaitu kekuatan dan evaluasi kepercayaan menonjol. Secara matematis model fishbein dapat dituliskan sebagai berikut: Ao = Di mana: Ao = Sikap terhadap objek bi = Kekuatan kepercayaan bahwa objek memiliki atribut i ei = Evaluasi mengenai atribut i n = Jumlah atribut yang menonjol Dengan demikian, model tersebut mengemukakan bahwa sikap terhadap objek tertentu (misalnya merek) didasarkan pada perangkat kepercayaan yang diringkas mengenai atribut objek bersangkutan yang diberi bobot oleh evaluasi terhadap atribut. Kekuatan kepercayaan (bi) adalah probabilitas yang diterima asosiasi antara sebuah objek dan atribut relevan. Komponen bi menggambarkan seberapa kuat konsumen percaya bahwa merek tertentu memiliki atribut yang diberikan. Kepercayaan biasanya diukur pada skala dengan tujuh atau lima angka dari kemungkinan yang disadari yang belajar dari “sangat baik” hingga “sangat buruk”. Sebagai contoh: Sepatu lari merek A dihargai di bawah $50 Sangat baik __:__:__:__:__:__:__sangat buruk +3 +2 +1 0 -1 -2 -3
11
Komponen evaluasi atribut (ei) yang merefleksikan seberapa menguntungkan konsumen meresepsikan atribut tersebut. Para pemasar mengukur komponen ei dengan membuat konsumen mengindikasikan evaluasi mereka (kecenderungan kesenangan) terhadap setiap kepercayaan menonjol. Evaluasi atribut diukur secara khas pada sebuah skala evaluasi 7 angka yang berjajar dari “sangat penting” hingga “sangat tidak penting”. Sebagai contoh: Pembelian sepatu untuk berlari dengan harga di bawah $50 adalah: Sangat penting __:__:__:__:__:__:__ sangat tidak penting +3 +2 +1 0 -1 -2 -3 Produk Menurut Kotler dan Keller (2008), bahwa konsumen menyukai produk yang menawarkan kualitas, kinerja, atau fitur inovatif terbaik. Manajer dari suatu organisasi ini berfokus untuk membuat produk yang unggul dan senantiasa memutakhirkannya. Namun, para manajer ini kadang-kadang terlibat ketidak jujuran dengan produk mereka. Mereka mungkin melakukan kesalahan yang diistilahkan “jebakan tikus yang lebih baik”, yaitu mempercayai bahwa jebakan tikus yang lebih baik akan mengarahkan orang ke pintu mereka. Suatu produk baru tidak akan sukses jika tidak didukung oleh harga, iklan, dan penjualan yang tepat. Produk memiliki atribut-atribut yang mewakilkan atau menggambarkan produk tersebut di mata konsumen. Atribut tersebut diantaranya dapat berupa, kinerja, fitur atau ciri-ciri tambahan, reliabilitas, kesesuaian dengan spesifikasi, daya tahan, serviceability, estetika, dan kualitas yang dipersepsikan. Dari beberapa atribut yang telah disebutkan akan dinilai oleh konsumen, sehingga menimbulkan kesan positif dan negatif yang paling diingat terhadap produk Ekuitas Merek Merek merupakan salah satu keunggulan bersaing bagi perusahaan. Merek dianggap penting karena secara umum konsumen memiliki kepedulian, penerimaan, maupun preferensi yang tinggi terhadap merek yang dipandang “bereputasi” atau ekuitas merek yang tinggi. Dengan demikian merek memegang peran yang amat penting bagi perusahaan mengingat ekuitas merek yang kuat memunculkan banyak keuntungan bagi perusahaan. Merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi halhal tersebut untuk mengindentifikasi barang atau jasa seseorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing. Lebih jauh, merek sebenarnya merupakan nilai tangible dan intangible yang terwakili dalam sebuah merek dagang (trademark) yang mampu menciptakan nilai dan pengaruh tersendiri di pasar bila dikelola dengan tepat. Menurut Durianto D, Sugiarto, Budiman LJ (2004) merek lebih dari sekedar jaminan kualitas karena di dalamnya tercakup enam pengertian berikut ini: 1. Atribut produk. Seperti halnya kualitas, gengsi, nilai jual kembali, desain, dan lain-lain. 2. Manfaat. Meskipun suatu merek membawa sejumlah atribut, konsumen sebenarnya membeli manfaat dari produk tersebut. Dalam hal ini atribut merek diperlukan untuk diterjemahkan menjadi manfaat fungsional atau manfaat emosional. Sebagai gambaran, atribut “mahal” cenderung diterjemahkan sebagai manfaat emosional.
12
3. 4. 5.
6.
Nilai. Merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen. Budaya. Merek juga mencerminkan budaya tertentu. Kepribadian. Merek juga mencerminkan kepribadian tertentu. Seringkali produk tertentu menggunakan kepribadian orang yang terkenal untuk mendongkrak atau menopang merek produknya. Pemakai. Merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk tersebut.
Model Brand Equity Ten A. Kesadaran Merek (Brand Awarness) Kesadaran (awarness) menggambarkan keberadaan merek di dalam pikiran konsumen, yang dapat menjadi penentu dalam beberapa kategori dan biasanya mempunyai peranan kunci dalam brand equity. Meningkatkan kesadaran adalah suatu mekanisme untuk memperluas pasar merek. Kesadaran juga memengaruhi persepsi dan tingkah laku kesadaran merek merupakan key of brand asset atau kunci pembuka untuk masuk ke elemen lainnya. Jadi jika kesadaran itu sangat rendah maka hampir dipastikan bahwa ekuitas mereknya juga rendah. Piramida kesadaran merek dari tingkat terendah sampai ke tingkat tertinggi adalah sebagai berikut. 1. Unaware of Brand (tidak menyadari merek) adalah tingkat paling rendah dalam piramida kesadaran merek, dimana konsumen tidak menyadari adanya suatu merek. 2. Brand Recognition (pengenalan merek) adalah tingkat minimal kesadaran merek, dimana pengenalan suatu merek muncul lagi setelah dilakukan pengingatan kembali lewat bantuan. 3. Brand Recall (pengingatan kembali terhadap merek) adalah pengingatan kembali terhadap merek tanpa bantuan. 4. Top of Mind (puncak pikiran) adalah merek yang disebutkan pertama kali oleh konsumen atau yang pertama kali muncul dalam benak konsumen. Dengan kata lain, merek tersebut merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada dalam benak konsumen. B. Persepsi Nilai (Perceived Value) Salah satu peran brand identity adalah membentuk value proposition yang biasanya melibatkan manfaat fungsional yang merupakan dasar bagi merek dalam hampir semua kelas produk. Jika merek tidak meghasilkan nilai (value), biasanya ia mudah diserang oleh pesaing. Ukuran nilai menghasilkan indikator singkat tentang sukses suatu merek dalam menciptakan value position. Dengan berfokus pada nilai lebih manfaat fungsional, suatu pengukuran dapat diaplikasikan pada berbagai kelas produk. Brand value dapat diukur dengan memperhatikan: 1. Apakah suatu merek membuktikan bahwa nilainya sesuai dengan uang yang dikeluarkan konsumen 2. Apakah ada alasan untuk memilih merek ini dibandingan dengan merek lain C. Citra merek (Brand image) Citra merek adalah seperangkat keyakinan konsumen mengenai merek tertentu. Citra merek juga dapat diartikan sebagai kumpulan persepsi tentang sebuah merek yang saling berkaitan yang ada dalam pikiran manusia.
13
Terdapat hubungan erat antara asosiasi merek dengan citra merek dimana asosiasi yang terjalin pada suatu merek dapat membentuk citra merek. Asosiasi merek dapat membantu proses mengingat kembali informasi yang berkaitan dengan produk, khususnya selama proses pembelian. Jadi, antara citra merek dan asosiasi merek mempunyai ketertarikan yang erat yang tidak terpisahkan satu dengan yang lainnya. Terdapat beberapa faktor-faktor yang membentuk citra merek, yaitu: 1. Kekuatan asosiasi merek (strenght of brand association) Tergantung pada bagaimana informasi masuk ke dalam ingat konsumen dan bagaimana informasi tersebut bertahan sebagai bagian dari citra merek. 2. Kuntungan asosiasi merek (favourability of brand association) Kesuksesan sebuah proses pemasaran sering tergantung pada proses terciptanya asosiasi merek yang menguntungkan, dimana konsumen dapat percaya pada atribut yang diberikan mereka dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. 3. Keunikan asosiasi merek (uniqueness of brand association) Suatu merek harus memiliki keunggulan bersaing yang menjadi alasan bagi konsumen untuk memilih merek tertentu. Keunikan asosiasi merek dapat berdasarkan atribut produk, fungsi produk atau citra yang dinikmati konsumen. D. Asosiasi merek (Brand Association) Asosiasi merek merupakan segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai suatu merek. Kesan-kesan yang terkait pada merek akan semakin meningkat dengan semakin banyaknya penampakan merek tersebut dalam strategi komunikasi. Fungsi brand association menjadi landasan bagi konsumen dalam memutuskan pembelian suatu merek umumnya dihubungkan dengan berbagai hal berikut: 1. Atribut produk. Mengasosiasikan atribut produk atau jasa atau karakteristik suatu produk atau jasa merupakan suatu strategi positioning yang paling sering digunakan. 2. Atribut tak berwujud (intangible atributes). Faktor yang tak berwujud merupakan atribut umum, seperti halnya persepsi kualitas, kemajuan teknologi, atau kesan nilai yang mengikhtisarkan serangkaian atribut yang objektif. 3. Manfaat bagi pelanggan (manfaat rasional dan manfaat psikologi). Sebagaian besar atribut produk atau jasa memberi manfaat bagi pelanggan, maka biasanya terdapat hubungan antar keduanya. 4. Harga relatif. Evaluasi terhadap suatu merek disebagian kelas produk ini akan diawali dengan penentuan posisi merek tersebut dalam satu atau dua dari tingkat harga. E. Persepsi Kualitas Merek (Brand Perceived Quality) Persepsi kualitas merupakan persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang sama dengan maksud yang diharapkannya. Persepsi kualitas adalah salah satu kunci dimensi ekuitas merek. Persepsi kualitas mempunyai atribut penting yang dapat diaplikasikan dalam berbagai hal:
14
1. Kualitas aktual atau obyektif, yaitu perluasan ke suatu bagian dari produk atau jasa yang memberikan pelayanan lebih baik. 2. Kualitas isi produk, meliputi karakteristik dan kuantitas unsur, bagian, atau pelayanan yang disertakan. 3. Kualitas proses manufaktur, yaitu kesesuaian dengan spesifikasi; hasil akhir yang “tanpa cacat” F. Loyalitas merek (Brand Loyalty) Loyalitas merek diukur dengan memperkirakan gambaran tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralaih ke merek lain yang ditawarkan oleh kompetitor, terutama jika pada merek tersebut didapati adanya perubahan, baik menyangkut harga ataupun atribut lainnya. Bila loyalitas pelanggan terhadap suatu merek meningkat, kerentanan kelompok pelanggan tersebut dari ancaman dari merek lain akan berkurang. Loyalitas merek dapat didefinisikan sebagai tingkatan dimana pelanggan memiliki sikap positif terhadap suatu merek, memiliki komitmen, dan cenderung untuk terus loyal terhadap suatu merek. Loyalitas merek memiliki beberapa tingkatan yang masing-masing tingkatan tersebut menunjukkan tantangan pemasaran yang harus dihadapi sekaligus aset yang dapat dimanfaatkan. Adapun tingkatan loyalitas merek tersebut, yaitu: 1. Berpindah pindah (Switcher buyer) Pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas ini dikatakan sebagai pelanggan yang berada pada tingkat paling dasar. Semakin tinggi frekuensi pelanggan untuk memindahkan pembeliannya dari suatu merek ke merek-merek yang lain mengindikasikan mereka sebagai pembeli yang sama sekali tidak loyal atau tidak tertarik pada merek tersebut. Pada tingkatan ini merek apapun mereka anggap memadai serta memegang peranan yang sangat kecil dalam keputusan pembelian. Ciri yang paling nampak dari jenis pelanggan ini adalah mereka membeli suatu produk karena harganya murah. 2. Pembeli yang bersifat kebiasaan (habitual buyer) Pembeli yang berada pada tingkat loyalitas ini dapat dikategorikan sebagai pembeli yang puas dengan merek produk yang dikonsumsinya atau setidaknya mereka tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengonsumsi produk tersebut. Pada dasarnya tingkatan ini tidak didapati alasan yang cukup untuk menciptakan keinginan untuk membeli merek produk lain atau berpindah merek terutama jika peralihan tersebut memerlukan usaha, biaya, maupun berbagai bentuk pengorbanan lain. Jadi dapat disimpulkan bahwa pembeli ini dalam membeli suatu merek didasarkan atas kebiasaan mereka selama ini. 3. Pembeli yang puas dengan biaya peralihan (satisfied buyer) Pada tingkat ini pembeli merek masuk dalam kategori puas bila mereka mengonsumsi merek tersebut, meskipun demikian mungkin saja mereka memindahkan pembeliannya ke merek lain dengan menanggung biaya peralihan (switching cost) yang terkait dengan waktu,uang, atau risiko kinerja yang melekat dengan tindakan mereka beralih merek. Menarik minat para pembeli yang masuk tingkatan loyalitas ini maka para pesaing perlu mengatasi biaya peralihan yang harus ditanggung oleh pembeli
15
4.
5.
yang masuk dalam kategori ini dengan menawarkan berbagai manfaat yang cukup besar sebagai kompensasinya (switching cost loyal). Menyukai merek (likes the brand) Pembeli yang masuk dalam kategori ini merupakan pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. pada tingkatan ini dijumpai perasaan emosional yang terkait pada mereka. Rasa suka pembeli bisa saja didasari oleh asosiasi yang terkait dengan simbol, rangkaian, pengalaman dalam penggunaan sebelumnya baik yang dialami pribadi maupun kerabatnya ataupun disebabkan oleh kesan kualitas yang merupakan suatu perasaan yang sulit diidentifikasi dan ditelusuri dengan cermat untuk dikategorikan ke dalam sesuatu yang spesifik. Pembeli yang komit (committed buyer) Pada tahap ini pembeli merupakan pelanggan yang setia. Mereka memiliki suatu kebanggaan sebagai pengguna suatu merek dan bahkan merek tersebut menjadi sangat penting bagi mereka dipandang dari segi fungsinya maupun sebagai suatu ekspresi mengenai siapa sebenarnya mereka. Pada tingkatan ini salah satu aktualisasi loyalitas pembeli ditunjukkan oleh tindakan merekomendasikan dan mempromosikan merek tersebut kepada orang lain.
Kerangka Pemikiran Operasional Talas merupakan jenis umbi yang memiliki berbagai manfaat, seperti baik untuk pencernaan, sehat untuk jantung, menstabilkan dan menurunkan tekanan darah, mengatasi kelelahan, dan anti-aging. Talas menjadi salah satu ikon kota Bogor karena Bogor disebut sebagai daerah sentra produksi talas menurut Badan Pusat Statistik Kota Bogor (2014) produksi talas di Bogor sebesar 20 ton per hektar. Tidak jarang wisatawan yang berkunjung ke kota Bogor membeli talas sebagai cindera mata, masyarakat lokal juga biasanya membawa talas sebagai oleh-oleh khas Bogor. Talas dapat dikonsumsi dalam bentuk segar maupun dalam bentuk produk olahan. Beberapa produk olahan talas, yaitu keripik talas, stik talas, bika talas, lapis talas, bolu talas, dan pie talas. Produk olahan talas yang menjadi tren oleh-oleh kota Bogor saat ini adalah lapis talas. Lapis talas mulai ramai dibicarakan sejak tahun 2011 yang dikenalkan oleh merek Sangkuriang. Respon yang diberikan oleh konsumen tentang lapis talas sangat baik, sehingga rata-rata usaha bakery di kota Bogor memproduksi lapis talas. Banyaknya merek lapis talas yang beredar di kota Bogor secara tidak langsung memunculkan persaingan antar merek. Terdapat sepuluh merek lapis talas yang ada di kota Bogor. Merek lapis talas yang sering dijumpai di Kota Bogor, yaitu Sangkuriang, Rumah Talas, Golden Frence, Kaya Bakery, Ara Sari, dan masih banyak merek lain yang memiliki produk lapis talas. Mr.BrownCo merupakan salah satu merek usaha bakery yang memproduksi lapis talas. Pada awalnya mr.BrownCo memproduksi brownies singkong, namun melihat respon konsumen terhadap lapis talas baik maka mr.BrownCo memutuskan untuk memproduksi lapis talas. Mr.BrownCo didirikan pada tahun 2008 dan mulai memproduksi lapis talas pada tahun 2014. Penjualan lapis talas mr.BrownCo masih fluktuatif untuk setiap bulan, namun jika di jumlahkan dalam
16
tahun penjualan lapis talas terus meningkat. Banyaknya merek lapis talas di Kota Bogor membuat konsumen sangat leluasa untuk memilih lapis talas yang akan di konsumsi. Adapun kerangka pemikiran operasional seperti yang ditunjukkan Gambar 2. Talas menjadi buah tangan khas Bogor karena Bogor disebut daerah sentra produksi talas dengan produksi 20 ton per hektar. Lapis talas sebagai produk olahan talas memiliki respon yang baik dan menjadi produk buah tangan khas Bogor Terdapat lebih dari sepuluh merek lapis talas di kota Bogor, terjadi persaingan Mr.BrownCo sebagai salah satu usaha bakery yang memproduksi lapis talas
Ekuitas merek terhadap lapis talas mr.BrownCo
Karakteristik konsumen lapis talas mr.BrownCo:
Kesadaran merek, persepsi nilai merek, citra merek, asosiasi merek, persepsi kualitas merek, dan loyalitas merek
Asal kampung halaman, umur, jenis kelamin, status, pendidikan terakhir, pekerjaan, dan pendapatan per bulan.
Sikap konsumen terhadap lapis talas mr.BrownCo
Atribut prduk lapis talas: Rasa talas, rasa lapis, tekstur, aroma, komposisi gizi, varian rasa, tanggal kadaluarsa, kemasan, ketersediaan produk, dan harga Model multiatribut fishbein
Analisis deskriptif
Negatif
Positif
Rekomendasi bagi mr.BrownCo Gambar 2 Kerangka pemikiran operasional
17
Akibat banyaknya merek lapis talas di kota Bogor, terdapat beberapa konsumen yang tidak menyadari adanya merek-merek tersebut. Hal tersebut sangat disayangkan karena pesan yang diinformasikan tidak sampai kepada konsumen. Biasanya konsumen hanya mengingat rasa lapis talas yang enak dan tempat dimana lapis talas pernah dibeli. Kesadaran masyarakat Bogor terhadap merek lapis talas berbeda-beda, sehingga perlu diidentifikasi karakteristik masingmasing konsumen, seperti usia, pekerjaan, pendidikan, alamat, asal kampung halaman, jenis kelamin status pernikahan dan pendapatan. Selain karakteristik konsumen perlu juga meninjau ekuitas merek yang biasanya dimulai dari kesadaran merek, persepsi nilai merek, citra merek, asosiasi merek, persepsi kualitas merek dan loyalitas merek. Kemudian perlu dilakukan analisis terhadap sikap konsumen sebagai bentuk respon konsumen terhadap produk. Sikap konsumen sebagai respon terhadap merek lapis talas Bogor juga berbeda-beda. Adanya perbedaan sikap tersebut, maka perlu diidentifikasi dengan menggunakan model multiatribut fishbein melalui atribut produk, yaitu rasa talas, rasa lapis, tekstur, aroma, komposisi gizi, varian rasa, tanggal kadaluarsa, kemasan, ketersediaan produk, dan harga. Hasil analisis akan menunjukkan sikap konsumen baik positif maupun negatif.
METODE PENELITIAN Lokasi Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kota Bogor. Bogor dipilih secara sengaja (purposive) dengan mempertimbangkan bahwa Bogor memiliki pangsa pasar yang baik dalam pemasaran lapis talas mr.BrownCo mengingat jumlah kunjungan wisatawan menurut Dinas Informasi Kepariwisataan dan Kebudayaan Kota Bogor (2014) sebanyak 1 330 073 jiwa. Bogor merupakan salah satu kota wisata yang strategis karena dekat dengan ibu kota Negara dan ibu kota Provinsi. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2016 hingga Juni 2016.
Jenis Dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang didapat dari sumber secara langsung, meliputi observasi, wawancara ataupun survei kuesioner. Data primer diperoleh dari responden dengan menyebarkan kuesioner kepada responden. Data primer bersifat kualitatif yaitu berupa kuesioner yang diberikan kepada responden yang pernah membeli lapis talas. Data sekunder merupakan data yang didapat dari pihak lain baik berupa tabel, diagram, grafik, maupun gambar yang bersifat informatif. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari buku, skripsi, jurnal, internet, dan Dinas Informasi Kepariwisataan dan Kebudayaan Kota Bogor dan Badan Pusat Statistik Kota Bogor yang berkaitan dengan topik penelitian.
18
Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah wawancara dengan panduan kuesioner secara langsung kepada responden yang pernah membeli lapis talas Bogor. Responden yang telah dipilih akan diberikan sampel lapis talas dari ke tiga merek, yaitu Sangkuriang, Rumah Talas, dan mr.BrownCo. Selain wawancara kepada responden, wawancara juga dilakukan kepada bagian pemasaran mr.BrownCo untuk mendapatkan gambaran usaha tentang lapis talas mr.BrownCo. Wawancara merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka dengan penanya atau pewawancara dengan penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara). Sedangkan untuk mendapatkan data sekunder berasal dari studi pustaka dan literatur yang berkaitan dengan topik penelitian.
Metode Penentuan Responden Metode pengambilan sampel yang akan digunakan adalah non-probability sampling karena tidak semua responden memiliki peluang kesempatan yang sama untuk dipilih dan tidak ada sampling frame. Teknik non-probability yang dipilih untuk menentukan responden adalah convinience sampling karena pemilihan responden berdasarkan kemudahan dan ketersediaannya calon responden untuk dipilih menjadi responden. Responden yang dipilih adalah responden yang tinggal di Kota Bogor baik domisili maupun bukan domisili. Responden yang dipilih adalah responden dengan usia diatas 17 tahun. Selain usia, syarat kedua adalah konsumen yang pernah membeli lapis talas Bogor. Tujuannya agar responden mendapat gambaran pada saat mengisi kuesionernya. Responden yang telah dipilih akan diberikan sampel lapis talas dengan varian rasa orginal dari merek Sangkuriang, Rumah Talas, dan mr.BrownCo. Hal ini dilakukan untuk menghindari bias dalam penilaian sikap konsumen terhadap atribut produk lapis talas dan ekuitas merek terhadap ketiga merek lapis talas. Kemudian, responden juga diperlihatkan kemasan dari lapis talas Sangkuriang, Rumah Talas, dan mr.BrownCo. Jumlah responden yang akan digunakan berjumah 100 responden. Menurut Fraenkel dan Wallen (2011), di dalam O’Dwyer dan Bernauer (2013) untuk penelitian secara deskriptif dapat menggunakan responden minimal 100 orang.
Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis Fishbein Analisis data merupakan penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih mudah diinterpretasikan. Alat analisis yang digunakan adalah model sikap multiatribut. Model sikap atribut yang sering digunakan dan paling berpengaruh dalam bidang pemasaran adalah model yang dikembangkan oleh Martin Fishbein atau dikenal dengan model fishbein. Terdapat dua elemen utama dalam model
19
multiatribut fishbein, yaitu kekuatan dan evaluasi kepercayaan menonjol. Secara matematis model fishbein dapat dituliskan sebagai berikut: Ao = Di mana: Ao = Sikap terhadap objek bi = Kekuatan kepercayaan bahwa objek memiliki atribut i ei = Evaluasi mengenai atribut i n = Jumlah atribut yang menonjol 1.
2.
3.
Variabel kekuatan kepercayaan (bi) adalah probabilitas yang diterima asosiasi antara sebuah objek dan atribut relevan. Komponen bi menggambarkan seberapa kuat konsumen percaya bahwa merek tertentu memiliki atribut yang diberikan. Kepercayaan biasanya diukur pada skala dengan tujuh atau lima angka dari kemungkinan yang disadari yang berjajar dari “sangat baik” hingga “sangat buruk”. Sebagai contoh: Rasa talas dari merek lapis talas mr.BrownCo terasa. Sangat terasa __:__:__:__:__sangat tidak terasa +2 +1 0 -1 -2 Secara lebih rinci penilaian kemungkinan untuk setiap atribut, adalah sebagai berikut: a. Rasa talas : sangat terasa hingga sangat tidak terasa b. Rasa lapis : sangat enak hingga sangat tidak enak c. Tekstur : sangat lembut hingga sangat tidak lembut d. Aroma : sangat enak hingga sangat tidak enak e. Komposisi gizi : sangat lengkap hingga sangat tidak lengkap f. Varian rasa : sangat beragam hingga sangat tidak beragam g. Tanggal kadaluarsa : sangat jelas hingga sangat tidak jelas h. Kemasan : sangat menarik hingga sangat tidak menarik i. Ketersediaan produk : sangat mudah diperoleh hingga sangat tidak mudah diperoleh j. Harga : sangat terjangkau hingga sangat tidak terjangkau Variabel komponen evaluasi atribut (ei) yang merefleksikan seberapa menguntungkan konsumen meresepsikan atribut tersebut. Para pemasar mengukur komponen ei dengan membuat konsumen mengindikasikan evaluasi mereka (kecenderungan kesenangan) terhadap setiap kepercayaan menonjol. Evaluasi atribut diukur secara khas pada sebuah skala evaluasi tujuh atau lima angka yang berjajar dari “sangat penting” hingga “sangat tidak penting”. Sebagai contoh: Atribut rasa talas pada lapis talas adalah: Sangat penting __:__:__:__:__ sangat tidak penting +2 +1 0 -1 -2 Variabel komponen sikap (Ao) menunjukkan sikap responden terhadap atribut lapis talas yang merupakan hasil perkalian setiap skor evaluasi dengan skor kinerja atributnya. Menentukan penilaian sikap konsumen terhadap lapis talas perlu dilakukan rentang skala penilaian terlebih dahulu. Skala penilaian dapat diperoleh dengan cara mencari skor sikap (Ao) maksimum. Skor maksimum diperoleh dari mengalikan skor evauasi (ei) dengan skor kepercayaan (bi) yang ideal +2. Nilai yang telah dihasilkan tersebut menjadi rentang dalam
20
skala penilaian sikap. Skala penilaian dibagi menjadi lima kategori dari nilai maks (-) hingga nilai sikap maks yang tertinggi (+) dengan rentang nilai sebesar nilai sikap (Ao) maks. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis ekuitas merek terhadap beberapa merek lapis talas bogor. Metode ini bertujuan untuk mengubah bentuk kualitatif ke bentuk kuantitatif agar lebih mudah untuk dipahami. Analisis deskriptif dalam penelitian ini juga digunakan untuk menganalisis karakteristik konsumen. Karakteristik konsumen tersebut, yaitu jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, status pernikahan, pekerjaan, suku, asal kampung halaman, dan pengeluaran perbulan. Dengan menggunakan analisis deskriptif akan memudahkan peneliti untuk melihat gambaran sebaran data responden terhadap variabel tertentu. Uji Validitas Validitas merupakan derajat ketepatan suatu ukuran untuk menggambarkan kebenaran secara universal, atau sejauh mana suatu alat ukur telah menggambarkan atau mempresentasikan sifat-sifat universal yang ingin kita ukur (Nazir 1983). Dengan kata lain, mampu memperoleh data yang tepat dari variabel yang diteliti. Uji validitas dilakukan dengan metode Cochran Q test, yaitu dengan memberikan kuesioner kepada responden. Kuesioner yang disediakan mencakup atribut-atribut yang berhubungan dengan produk lapis talas Sangkuriang dan lapis talas Rumah Talas serta mr.BrwonCo sebagai pembanding serta mengacu pada penelitian-penelitian terdahulu. Beberapa atribut yang menjadi bahan pertimbangan responden dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Atribut yang akan diuji validitasnya No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Atribut produk yang diuji
Apakah menjadi pertimbangan Ya Tidak
Rasa Talas Rasa Lapis Tekstur Aroma Komposisi Gizi Varian Rasa Tanggal Kadaluarsa Kemasan Ketersediaan Produk Harga
Validitas atribut dapat diuji dengan menggunakan test cochran dengan prosedur sebagai berikut: 1. Menentukan hipotesis H0 : Kemungkinan semua atribut yang diuji dipertimbangkan oleh seluruh responden. H1 : Kemungkinan semua atribut yang diuji tidak dipertimbangkan oleh seluruh konsumen. 2. Mencari Q hitung dengan rumus sebagai berikut :
21
Q hitung
3. 4.
:
Keterangan : K : Banyaknya sampel yang dibandingkan Ci : Frekuensi sukses sampel ke-i Ri : Frekuensi sukses pasangan ke-i T : Frekuensi sukses seluruh sampel N : Banyaknya pasangan Penentuan Q tabel dengan α = 0.05, derajat kebebasan (dk) = k-1, maka diperoleh Q tabel (0.05 ; dk) dari tabel Chi Square Distribution. Keputusan : Tolak H0 dan Terima H1, jika Qhit > Qtabel Terima H0 dan Tolak H1, jika Qhit < Qtabel Untuk jawaban YA diberi nilai 1 dan jawaban TIDAK diberi nilai 0. Pengujian pertama validitas menunjukkan bahwa Q hitung sebesar 12.801 < Q tabel(0.05;9) sebesar 16.919 sehingga dapat disimpulkan terima H0. Artinya 10 atribut yang diuji kevalidannya dianggap valid, sehingga atribut tersebut dapat digunakan dalam penelitian ini. Hasil perhitungan uji validitas dapat dilihat pada Lampiran 1.
Uji Reliabilitas Reliabilitas (keandalan) merupakan ukuran suatu kestabilan dan konsistensi responden dalam menjawab suatu hal yang berkaitan dengan konstruk-konstruk pertanyaan yang merupakan dimensi suatu variabel dan disusun dalam bentuk kuesioner. Pada penelitian ini, uji reliabilitas yang digunakan dengan menggunakan metode Hoyt, uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui kereliabelan dari atribut-atribut yang diajukan pada responden dalam kuesioner (Durianto, 2004) Uji reliabilitas ini dapat dilakukan pada saat sebelum penelitian, untuk mengetahui apakah instrumen pengumpulan data tersebut sebuah reliable (dapat diandalkan) atau belum. Sehingga akan diperoleh atribut yang valid dan konsisten. Jumlah responden yang dilibatkan berjumlah 30 responden, apabila ternyata hasilnya tidak reliable, maka hal yang perlu dilakukan adalah dengan memperbaiki kuesioner. Jika hasilnya reliable, maka penelitian dapat dilanjutkan dengan menyebarkan kuesioner. Pengujian reliabilitas instrumen dengan metode ini melalui tahap-tahap berikut : 1. Mencari nilai jumlah kuadrat responden JKr, secara matematis dirumuskan: JKr :
2.
-
Keterangan : JKr = Jumlah kuadrat responden K = Banyaknya butir pertanyaan N = Banyaknya responden (30) Ri = Frekuensi sukses pasangan ke-i T = Frekuensi sukses seluruh sampel Mencari jumlah kuadrat butir JKb, secara matematis dirumuskan:
22
-
JKb :
3.
Keterangan : JKb = Jumlah kuadrat butir Ci = Jumlah kuadrat jawab benar (ya) seluruh butir T = Kuadrat dari skor total Mencari jumlah kuadrat total JKt, secara matematis dirumuskan: JKt :
4.
Keterangan : JKt = Jumlah kuadrat total T = Jumlah jawaban benar (ya) seluruh butir S = Jumlah jawaban salah (tidak) seluruh butir Mencari jumlah kuadrat sisa, secara matematis dirumuskan: JKs : JKt - JKr – JKb
5.
Mencari varian responden, varian butir, dan varian sisa dengan rumus: Vr :
6.
Vb:
Vs:
Keterangan : Vr = Varians responden dbr = Derajat bebas responden Vb = Varians butir dbb = Derajat bebas asosiasi Vs = Varians sisa dbs = Derajat bebas sisa Masukkan nilai varian yang diperoleh ke rumus: r11 : 1-
Nilai reliabilitas yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan nilai dari tabel r product moment. Nilai r product moment tabel (α = 0,05) yaitu 0.361, dengan tingkat keyakinan 95 persen. Jika |r11| < r product moment dapat disimpulkan bahwa instrumen yang digunakan pada penelitian tidak andal. Sebaliknya jika |r11| > r product moment dapat disimpulkan bahwa instrumen yang digunakan andal dan penelitian dengan menggunakan instrumen yang sama dapat digunakan. Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa nilai Jika |r11 > r product moment. Adapun nilai |r11| dari hasil uji reliabilitas yaitu sebesar 0.52513 sedangkan nilai r product moment untuk N=30 dengan interval kepercayaan 95 persen yaitu sebesar 0.361. Maka dapat disimpulkan bahwa instrumen yang
23
digunakan andal dan penelitian dapat dilanjutkan. Perhitungan uji Reliabilitas dapat dilihat pada Lampiran 1.
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN Sejarah dan Perkembangan Perusahaan Mr.Brownco berdiri pada 6 Februari 2008 didirikan oleh Sigit Susilo. Mr.BrownCo merupakan jenis usaha bakery yang secara inovatif mengembangkan usahanya dengan menggunakan bahan baku tepung singkong. Sebelum Sigit memutuskan untuk menggunakan tepung singkong, Sigit telah mencoba bebagai macam tepung berbahan baku umbi-umbi lainnya seperti tepung ganyong . Sampai pada akhirnya Sigit menemukan tepung singkong yang cocok dijadikan bahan baku brownies. Penggunaan bahan baku tepung singkong bertujuan untuk mengembangkan bahan baku pangan Indonesia. Selain itu, penggunaan tepung singkong juga dapat menekan biaya impor terhadap tepung terigu. Produk pertama mr.BrownCo adalah brownies singkong kemudian berkembang menjadi brownies panggang dan kukus. Sigit Susilo sebagai pemilik memang mempunyai ketertarikan dalam berbisnis, semasa kuliah Sigit mulai berjualan nata de coco di lingkungan asrama kampus IPB. Pemilik memulai usaha ini dari hasil modal sendiri dan ditambah dengan modal yang diberikan oleh Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan Nasional lewat Pekan Kreativitas Mahasiswa (PKM). Modal yang diberikan sebesar Rp 4 000 000, sedangkan modal sendiri yang digunakan sebesar Rp 2 500 000. Modal tersebut kemudian digunakan untuk membeli peralatan produksi. Produksi mr.BrownCo semakin meningkat hingga akhirnya pemilik memiliki kios pertamanya di Jl Raya Dramaga No.253 Bogor. Pada awalnya kios pertama mr.BrownCo dibuka dengan konsep kafe yang menyediakan brownies singkong dengan berbagai varian rasa dan minuman. Namun, konsep kafe tersebut telah dirubah menjadi pusat oleh-oleh khas Bogor pada tahun 2014. Mr.BrownCo terus melakukan ekspansi usaha dengan penambahan kios di Jl. H. Soleh Iskandar dan rumah produksi di Perumahan Dramaga Hijau Bogor. Semasa kuliah, sigit hanya memproduksi dua kotak brownies singkong setiap harinya. Brownies singkong kukus dijual di kelas perkuliahan dan perumahan sekitar kampus. Selain itu, Sigit Susilo juga melakukan bazar dan pameran baik di lingkungan kampus IPB maupun di wilayah Jakarta. Pemasaran yang dilakukan di sekitar kampus IPB sempat dijadikan tagline mr.BrownCo, yaitu “gawenya anak IPB”. Teknik pemasaran lewat internet juga dilakukan oleh pemilik untuk mempromosikan produk mr.BrownCo ke seluruh wilayah Indonesia. Akses pemasaran online mr.BrownCo dapat diakses melalui www.mrbrownco.com, www.oleholehbogor.com dan situs jejaring sosial. Produk yang diproduksi oleh mr.BrownCo pada umumnya berbahan baku tepung singkong, yaitu brownies singkong kukus, brownies singkong panggang, dan brownies singkong kering. Adanya inovasi produk pada mr.BrownCo menambah varian cake yang diproduksi seperti, lapis talas original, pie talas, roll talas, dan brownies talas. Konsep mr.BrownCo yaitu memanfaatkan bahan baku
24
pangan Indonesia tetap dijalankan, terbukti dengan produk yang diproduksi menggunakan bahan baku tepung singkong dan tepung talas.
Visi dan Misi mr.BrownCo Setiap perusahaan memiliki visi dan misi yang dianut oleh perusahaan tersebut agar tidak terlepas dari tujuan utama perusahaan. Adapun visi dan misi mr.BrownCo adalah: Visi Menjadi perusahaan terkemuka dalam penyediaan produk pangan lokal yang berkualitas Misi 1. Memberikan pelayanan dengan kualitas terbaik bagi pelanggan 2. Memberikan nilai yang positif bagi stakeholders 3. Menciptakan team work yang solid dan tangguh
Struktur Organisasi mr.BrownCo Struktur organisasi dapat menggambarkan susunan kepengurusan suatu organisasi maupun usaha. Biasanya struktur organisasi disusun untuk memberikan tanggung jawab secara sah sesuai dengan kemampuan anggota masing-masing. Berikut adalah struktur organisasi usaha mr.BrownCo seperti ditunjukkan pada Gambar 3.
Director/owner
Finance manager
R&D
Production
Outlet supervisor
Sales promotion
Gambar 3 Struktur organisasi mr.BrownCo Karyawan Mr.BrownCo berjumlah 8 orang dengan jobdesk masing-masing sesuai jabatannya. Setiap jabatan memiliki wewenang dan tanggung jawab yang berbeda. Pendelegasian wewenang di dalam mr.BrownCo dilakukan sesuai
25
struktur organisasi perusahaan. Adapun tugas dan tanggung jawab dari setiap jabatan yaitu sebagi berikut. 1. Director/Owner Memberikan investasi kepada perusahaan Pengambilan keputusan Me-monitoring jalannya perusahaan 2. Finance Manager Mengelola fungsi akuntasi dalam memproses data dan informasi keuangan Mengkoordinasikan dan mengontrol perencanaan, pelaporan, dan keuangan Merencanakan dan mengkoordinasikan penyusunan anggaran keuangan perusahaan Bertanggung jawab langsung ke director 3. Riset and Development Bertanggung jawab untuk melakukan aktivitas riset dan pengembangan untuk perusahaan Melakukan hubungan baik dan menjalin kerja sama dengan perusahaan yang berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa untuk aktivitas riset perusahaan Bertanggung jawab langsung ke director 4. Production Melakukan kegiatan produksi (di dapur) Bertanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan dan kepuasan konsumen Bertanggung jawab atas ketersedian bahan baku Bertanggung jawab langsung ke director 5. Outlate Supervisor Melakukan pengawasan atas berjalannya kegitan di outlet dan para sales promotion Menjamin kepuasan pelanggan atas pelayanan yang diberikan Menjalin hubungan yang baik dengan pelanggan 6. Sales Promotion Melakukan kegiatan pemasaran produk langsung ke konsumen Menjamin kepuasan pelanggan atas pelayanan yang diberikan Bertanggung jawab kepada Outlate Supervisor
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Umum Responden Lapis Talas Responden dalam penelitian ini terdiri dari responden wanita dan laki-laki dengan usia minimal 18 tahun. Responden dengan usia tersebut dinilai mampu membuat keputusan mengenai lapis talas yang ingin dibeli, serta mampu memberikan penilaian terhadap lapis talas tersebut. Sebelum memberikan
26
kuesioner kepada responden, peneliti melakukan screening dengan cara menetapkan kriteria tertentu yaitu, sudah pernah membeli lapis talas dan responden berusia diatas 17 tahun. Karakterisrik responden dalam penelitian ini akan diidentifikasi berdasarkan asal kampung halaman, tingkat usia, jenis kelamin, status pernikahan, tingkat pendidikan terakhir, pekerjaan dan rata-rata pendapatan per bulan. Karakteristik umum responden lapis talas yang akan dijabarkan ini secara umum menggambarkan karakteristik konsumen lapis talas mr.BrownCo. Responden Berdasarkan Asal Kampung Halaman Sebaran responden berdasarkan asal kampung halaman seperti ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4 Sebaran responden berdasarkan kampung halaman Asal kampung halaman Jawa Barat Jawa Tengah Jawa timur Sumatera Utara Sumatera Barat Lampung Sulawesi Utara Total
Jumlah (orang)
Persentase (%) 27 10 9 32 18 2 1 100
27 10 9 32 18 2 1 100
Tabel diatas menunjukkan bahwa secara umum asal kampung halaman masyarakat kota Bogor adalah Sumatera Utara sebanyak 32 persen. Responden yang berasal dari luar Jawa Barat biasanya menjadikan lapis talas Bogor sebagai oleh-oleh ketika pulang kampung. Masyarakat Bogor yang berasal dari Jawa Barat juga berperan sebagai media promosi, ketika mereka ingin berkunjung ke tempat kerabat di luar Jawa Barat, biasanya mereka juga membawa oleh-oleh khas Bogor, yaitu lapis talas Bogor. Responden Berdasarkan Usia Mayoritas karakteristik responden berdasarkan usia yang membeli lapis talas Bogor adalah responden dengan usia 18-23 tahun, yaitu sebanyak 58 persen. Biasanya pada rentang usia konsumen antara 18 hingga 23 tahun, konsumen telah lulus Sekolah Menengah Atas dan sudah memiliki pekerjaan atau masih melakukan studi. Adapun sebaran responden seperti ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5 Sebaran responden berdasarkan usia Usia (Tahun) 18 – 23 24 – 29 30 – 35 36 – 41 42 – 47 48 – 53 54 – 59 Total
Jumlah (orang)
Persentase (%) 58 16 9 6 3 4 4 100
58 16 9 6 3 4 4 100
27
Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Responden pada penelitian ini berjenis kelamin pria dan wanita dengan dominasi jumlah wanita sebanyak 52 persen. Peran jenis kelamin sangat penting dalam perilaku konsumen. Umumnya jenis kelamin membedakan karakter dan selera yang berbeda. Antara pria dan wanita memiliki perbedaan tentang keinginan, kebutuhan, harapan, dan gaya hidup yang mencerminkan perilaku pembelian masing-masing. Adapun sebaran responden berdasarkan jenis kelamin seperti ditunjukkan Tabel 6. Tabel 6 Sebaran responden berdasarkan jenis kelamin Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Total
Jumlah (orang)
Persentase (%) 48 52 100
48 52 100
Responden Berdasarkan Status Pernikahan Status pernikahan biasanya memengaruhi individu dalam melakukan pembelian. Misalnya jika seseorang sudah berkeluarga, akan banyak pertimbangan jika ingin membeli suatu produk. Karakteristik responden pada status pernikahan didominasi oleh responden yang berstatus belum menikah, yaitu sebesar 71 persen. Berikut sebaran responden berdasarkan status pernikahan seperti ditunjukkan pada Tabel 7. Tabel 7 Sebaran responden berdasarkan status pernikahan Status pernikahan Menikah Belum menikah Duda / janda Total
Jumlah (orang)
Persentase (%) 28 71 1 100
28 71 1 100
Responden berdasarkan pendidikan Karakteristik berdasarkan tingkat pendidikan menunjukkan keberagaman. Respoden yang diwawancarai sebagian besar responden telah selesai menempuh Sekolah Menengah Atas yaitu sebanyak 51 persen. Karakteristk pendidikan diharapkan dapat memberikan pandangan dalam melakukan pembelian. Semakin tinggi tingkat pendidikan diharapkan pengetahuannya dalam memilih produk juga baik. Adapun sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan seperti ditunjukkan pada Tabel 8. Tabel 8 Sebaran responden berdasarkan pendidikan Pendidikan terakhir Sekolah Dasar Sekolah Menengah Pertama Sekolah Menengah Atas Diploma III Sarjana Pasca Sarjana Total
Jumlah (orang)
Persentase (%) 4 3 51 33 8 1 100
4 3 51 33 8 1 100
28
Responden Berdasarkan Pekerjaan Engel et al.(1994) mengemukakan tiga variabel yaitu variabel ekonomi, variabel interaksi dan variabel politik menentukan status sosial seseorang. Pekerjaan termasuk kedalam variabel ekonomi yang akan menentukan kelas sosial orang tersebut. Pekerjaan yang dilakukan oleh konsumen sangat memengaruhi gaya hidupnya. Sebaran responden berdasarkan pekerjaan seperti ditunjukkan pada Tabel 9. Tabel 9 Sebaran responden berdasarkan pekerjaan Pekerjaan Belum bekerja Mahasiswa Ibu Rumah Tangga Pegawai Swasta Pegawai Negeri Guru / Dosen Wiraswasta Lainnya Total
Jumlah (orang)
Persentase (%) 10 33 10 20 3 2 19 3 100
10 33 10 20 3 2 19 3 100
Tabel 9 menunjukkan karakteristik responden berdasarkan pekerjaan didominasi oleh mahasiswa yaitu sebanyak 33 persen. Angka 33 persen menunjukkan bahwa konsumen lapis talas Bogor rata-rata adalah mahasiswa. Mahasiswa yang tinggal di Bogor baik domisili maupun tidak domisili sama-sama memiliki peran dalam memasarkan lapis talas. Biasanya pada liburan semester, mahasiswa yang pulang kampung akan membawa buah tangan untuk keluarganya. Salah satu buah tangah khas Kota Bogor yang masih sangat diminati adalah lapis talas Bogor. Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan Pendapatan merupakan uang yang dimiliki oleh konsumen dari hasil kerja maupun pemberian dari pihak lain. pendapatan menggambarkan daya beli konsumen, semakin tinggi pendapatan yang konsumen terima maka semakin tinggi pula daya belinya. Pendapatan yang dianalisis adalah pendapatan per bulan yang diterima oleh konsumen. Tingkat pendapatan konsumen akan memengaruhi pilihannya dalam membeli suatu produk. Adapun sebaran responden berdasarkan tingkat pendapatan seperti ditunjukkan pada Tabel 10. Tabel 10 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendapatan Rata-rata pendapatan per bulan (Rp) <1 000 000 1 000 000 – 3 000 000 3 000 001 – 5 000 000 >5 000 000 Total
Jumlah (orang)
Persentase (%) 14 68 15 3 100
14 68 15 3 100
Tabel 10 menunjukkan karakteristik responden berdasarkan tingkat pendapatan didominasi oleh respon dengan rentang pendapatan Rp 1 000 000
29
hingga Rp 3 000 000. Dengan demikian dapat diambil gambaran bahwa konsumen lapis talas bogor temasuk golongan konsumen pendapatan menengah ke bawah, namun konsumen tetap memiliki daya beli untuk membelanjakan uang dan waktunya.
Ekuitas merek Kesadaran Merek (Brand awarness) Kesadaran (awarness) menggambarkan keberadaan merek di dalam pikiran konsumen, yang dapat menjadi penentu dalam beberapa kategori dan biasanya mempunyai peranan kunci dalam brand equity. Terdapat empat tingkatan kesadaran merek, namun pada penelitian ini tingkatan kesadaran merek hanya dikategorikan menjadi tiga tingkatan. Penentuan kategori kesadaran merek dipilih berdasarkan acuan terhadap penelitian terdahulu. Tiga kategori tersebut, yaitu: 1. Unaware of Brand (tidak menyadari merek) Unaware of Brand adalah tingkat paling rendah dalam piramida kesadaran merek, dimana konsumen tidak menyadari adanya suatu merek. Penilaian unaware of brand pada kuesioner dengan memberikan pertanyaan merek lapis talas yang pertama kali paling diingat. Jika responden tidak memberikan jawaban pada pertanyaan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa responden tersebut tidak menyadari adanya berbagai merek lapis talas yang ada di Bogor. Terdapat 22 responden dari 100 orang responden atau 22 persen responden yang mengatakan bahwa mereka tidak mengenal adanya berbagai merek lapis talas yang ada di Kota Bogor. Sebagian besar dari mereka jika mengonsumsi lapis talas Bogor tidak melihat mereknya, namun mereka mengingat tempat dimana lapis talas Bogor dapat dibeli. Selain mengingat tempat pembelian lapis talas, biasanya mereka membeli lapis talas yang biasa mereka beli. 2. Brand Recognition (pengenalan merek) Pengenalan merek adalah tingkat minimal kesadaran merek, dimana pengenalan suatu merek muncul lagi setelah dilakukan pengingatan kembali lewat bantuan. Dalam penelitian ini, responden diberikan sembilan pilihan merek lapis talas yang sering dijumpai di Kota Bogor. Responden diberi kebebasan untuk memilih lebih dari satu merek yang mereka kenal, sehingga muncul 20 kombinasi jawaban dari sembilan pilihan merek yang disediakan oleh peneliti. Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa terdapat 22 responden yang tidak mengingat merek lapis talas, namun setelah diberikan pilihan merek responden mampu mengingat kembali merek mana yang mereka kenal. Hal tersebut dibuktikan dengan jumlah tidak tahu terhadap merek berkurang semula 22 responden menjadi tujuh responden. Jumlah responden yang memilih merek lapis talas mr.BrownCo sangat sedikit, yaitu sebanyak 11 responden. Keberadaan mr.BrownCo kurang begitu dikenal dibandingkan dengan Sangkuriang. Hal ini mungkin disebabkan oleh promosi yang dilakukan mr.BrownCo kurang, berbeda dengan Sangkuriang yang gencar memasang iklan. Tidak hanya iklan, kios Sangkuriang dapat dengan mudah ditemukan karena terdapat enam gerai
30
resmi Sangkuriang, sedangkan mr.BrownCo hanya memiliki dua toko penjualan. Adapun rincian kombinasi jawaban terhadap pilihan merek seperti ditunjukkan Tabel 11. Tabel 11 Jumlah kombinasi pilihan merek lapis talas Kombinasi pilihan merek lapis talas S RT S dan RT S dan L Mb S,GF, dan RT S, GF, RT, dan, AS S, GF, KB, RT, dan AS S, GF, MB, KB, RT, dan AS S, RT, dan AS S dan AS S, GF, MB, RT, dan RC S, GF, MB, RT, AS, dan GB S dan KB S, MB, RT, dan GB S, GF, MB, KB, RT, RC, GB, dan L S, KB, dan RT S dan GF S, GF, MB, KB, dan RT S, GF, KB, RT, dan RC KB dan RT T Total
Jumlah (orang) 28 9 28 1 2 3 1 1 1 3 2 1 1 1 1 1 1 2 4 1 1 7 100
Keterangan: S = Sangkuriang GF = Golden French MB = mr.BrownCo KB = Kaya Bakery RT = Rumah Talas AS = Ara Sari RC = Rafita’s cake GB = G Bread L = Lainnya T = Tidak tahu 3.
Top of Mind (puncak pikiran) Puncak pikiran adalah merek yang disebutkan pertama kali oleh konsumen atau yang pertama kali muncul dalam benak konsumen. Dengan kata lain, merek tersebut merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada dalam benak konsumen. Penilaian top of mind dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan merek apa yang pertama kali diingat jika melihat lapis talas Bogor. Terdapat 78 orang responden yang memberikan jawaban pada pertanyaan ini, namun jawaban yang mereka berbeda. Berikut merek
31
lapis talas yang diingat oleh konsumen jika melihat lapis talas, dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Jumlah merek lapis talas yang paling diingat responden No 1 2 3 4 5
Merek lapis talas Sangkuriang Rumah Talas Mr.BrownCo Lapis Rere Ara Sari Total
Jumlah responden 67 6 2 1 2 78
Persentase (%) 85.89 7.69 2.56 1.28 2.56 100
Tabel 12 menunjukkan jumlah responden yang mengingat merek lapis talas Bogor. Merek Sangkuriang menjadi merek yang paling banyak diingat oleh konsumen, yaitu sebanyak 67 responden mengingat lapis talas Sangkuriang jika berbicara tentang lapis talas. Hal ini mungkin dikarenakan lapis talas Sangkuriang sangat mudah ditemukan karena terdapat outlet dan agen eceran lapis talas Sangkuriang banyak beredar di Kota Bogor hingga ke Kabupaten Bogor. Selain itu, iklan yang diterbitkan oleh Sangkuriang lewat papan iklan tepat di penghujung tol Jagorawi menjadi salah satu kemungkinan faktor yang membuat responden mengingat merek lapis talas Sangkuriang. Terdapat 78 responden yang mengingat langsung merek lapis talas. dari 78 responden tersebut hanya dua responden yang mengingat merek lapis talas mr.BrownCo. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada brand recognition, kurangnya pengetahuan responden terhadap mr.BrownCo mungkin disebabkan oleh kurangnya kegiatan promosi untuk mengenalkan produk mr.BrownCo kepada masyarakat. Persepsi Nilai Merek (Brand perceived value) Persepsi nilai merek merupakan peresepsi konsumen tentang suatu produk, atau konsumen mengira-ngira produk tersebut seperti apa. Nilai merek menciptakan value position tujuannya agar tidak mudah disaingi oleh merek lain. Biasanya nilai merek ditandai dengan pertanyaan manfaat yang diperoleh ketika membeli suatu produk dan alasan-alasan apa yang dipertimbangkan ketika membeli suatu produk dengan merek tertentu. Pertanyaan yang dipilih untuk menilai nilai masing-masing merek adalah pilihan alasan yang sesuai dengan persepsi responden. Hasil penilaian persepsi nilai menunjukkan bahwa Merek Sangkuriang dinilai oleh responden sebagai merek lapis talas yang paling enak dibandingakan Rumah Talas dan mr.BrownCo. Sebanyak 52 persen responden menilai rasa talas terasa enak dan urutan kedua adalah 34 persen responden menilai merek Sangkuriang memiliki varian rasa yang beragam. Jika Sangkuriang dinilai karena rasa talas paling enak, maka Rumah Talas dinilai sebesar 37 persen varian rasa beragam. Kemudian mr.BrownCo dinilai oleh responden sebagai merek yang menjual lapis talas dengan harga yang paling murah. Persepsi nilai terhadap harga yang lebih murah pada mr.BrownCo sebesar 53 persen. Berikut adalah jumlah persepsi nilai terhadap merek lapis talas Bogor dapat dilihat pada Tabel 13.
32
Tabel 13 Jumlah persepsi nilai terhadap merek lapis talas Atribut Merek
Rasa talas terasa enak
a. Sangkuriang b. Rumah talas c. mr.BrownCo
52 30 20
Rasa lapis enak
Tekstur lembut
5 13 13
9 15 9
Varian rasa beragam 34 37 5
Harga relatif murah 0 5 53
Hasil persepsi nilai konsumen terhadap lapis talas jika dikaitkan dengan karakteristik konsumen, maka konsumen mr.BrownCo dapat dikategorikan konsumen dengan pendapatan menengah ke bawah. Hal tersesbut dikarenakan mr.BrownCo dinilai sebagai lapis talas yang lebih murah namun dan karakteristik konsumen menunjukkan bahwa konsumen lapis talas mayoritas adalah mahasiswa dan memiliki pendapatan antara Rp 1 000 000 hingga Rp 3 000 000 per bulan. Citra Merek (Brand Image) Citra merek adalah seperangkat keyakinan konsumen mengenai merek tertentu. Citra merek juga dapat diartikan sebagai kumpulan persepsi tentang sebuah merek yang saling berkaitan yang ada dalam pikiran manusia. Pada citra merek responden akan diberi pilihan pandangan responden tentang merek lapis talas. Pilihan pandangan tersebut yaitu merek mudah diingat, merek sudah dikenal, merek mudah diucapkan, dan merek memiliki kesan positif. Responden diminta untuk memilih kemungkinan pandangan yang paling mereka yakini untuk setiap mereknya. Citra merek pada lapis talas seperti ditunjukkan pada Tabel 14. Tabel 14 Jumlah penilaian citra merek lapis talas Merek a. Sangkuriang b. Rumah Talas c. mr.BrownCo
Merek mudah diingat 54 52 35
Keyakinan mengenai merek Merek sudah Merek Merek memiliki dikenal mudah kesan positif diucapkan 41 5 0 36 12 0 8 23 34
Tabel 14 menunjukkan hasil pandangan responden terhadap merek sama. Sangkuriang, Rumah Talas, dan mr.BrownCo dinilai sebagai merek yang mudah diingat. Masing-masing nilai citra merek terhadap merek mudah diingat yaitu 54 persen untuk Sangkuriang, 52 persen Rumah Talas, dan 35 persen mr. BrownCo. Merek yang mudah diingat menjadi nilai yang lebih bagi produsen karena dengan begitu konsumen akan dengan cepat mengingat merek suatu produk. Asosiasi Merek (Brand Association) Asosiasi merek merupakan segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai suatu merek. Kesan-kesan yang terkait pada merek akan semakin meningkat dengan semakin banyaknya penampakan merek tersebut dalam strategi komunikasi. Responden akan diminta untuk memilih kesan lapis talas yang paling mereka ingat dan yakini terhadap masing-masing merek. Berikut hasil kesan responden terhadap masing-masing merek dapat dilihat pada Tabel 15.
33
Tabel 15 Jumlah penilaian asosiasi merek terhadap lapis talas Terkenal dengan rasa yang enak
Merek
a. Sangkuriang b. Rumah talas c. mr. BrownCo
72 45 35
Terkenal dengan varian rasa yang banyak 18 35 3
Atribut Terkenal dengan harga yang murah
Terkenal dengan kemudahan memperoleh produk
2 5 50
8 15 12
Hasil penilaian asosiasi merek menunjukkan bahwa kesan responden berbeda-beda untuk setiap merek. Lapis talas Sangkuriang memiliki skor kesan tertinggi yaitu 78 persen untuk kesan terkenal dengan rasa yang enak. Samahalnya dengan Sangkuriang, Rumah Talas juga terkenal dengan rasa yang enak hanya saja skor yang didapat adalah 45 persen, skor ini lebih rendah dibandingkan dengan Sangkuriang. Kesan tertinggi yang dimiliki oleh mr.BrownCo adalah terkenal dengan harga yang murah yaitu 50 persen. Harga lapis talas original mr.BrownCo memang lebih murah dibandingkan dengan Sangkuriang dan Rumah Talas, yaitu Rp 28 000 per kotak. Pada asosiasi merek, lapis talas mr.BrownCo juga dikenal sebagai merek lapis talas dengan harga yang lebih murah dibandingan dengan Sangkuriang dan Rumah Talas. Hal tersebut semakin menguatkan bahwa konsumen lapis talas mr.BrownCo dikategorikan sebagai konsumen dengan pendapatan menengah ke bawah. Persepsi Kualitas Merek (Brand perceived quality) Persepsi kualitas merupakan persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang sama dengan maksud yang diharapkannya. Sebagian besar responden menilai sama terhadap ketiga merek lapis talas, yaitu memiliki kualitas produk yang baik. Sangkuriang dianggap sebagai lapis talas talas dengan kualitas produk paling baik karena skor penilaian peresepsi kualitas memiliki nilai tertinggi, yaitu 95 persen. Nilai ini dapat dikatakan sempurna, karena hampir mendekati angka 100. Artinya responden percaya bahwa produk yang disediakan oleh Sangkuriang adalah produk terbaik dengan kualitas yang baik pula. Banyak faktor yang dapat mendukung suatu produk dikatakan sebagai produk yang berkualitas. Lapis talas Rumah talas dan mr.BrownCo memiliki skor yang hampir sama yaitu 81 persen untuk Rumah Talas dan 82 persen untuk mr.BrownCo. Skor tersebut masih dibawah skor penilaian Sangkuriang, dengan kata lain responden lebih percaya terhadap kualitas lapis talas Sangkuriang dibandingkan dengan Rumah Talas dan mr.BrownCo. Hasil penilaian responden dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Jumlah penilaian persepsi kualitas terhadap merek lapis talas Merek a. Sangkuriang b. Rumah talas c. mr.BrownCo
Kualitas produk 95 81 82
Atribut Kualitas kehigienisan
Kualitas nilai gizi 2 12 9
3 7 9
34
Loyalitas merek (Brand loyalty) Loyalitas merek diukur dengan memperkirakan gambaran tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek lain yang ditawarkan oleh kompetitor, terutama jika pada merek tersebut didapati adanya perubahan, baik menyangkut harga ataupun atribut lainnya. Bila loyalitas pelanggan terhadap suatu merek meningkat, kerentanan kelompok pelanggan tersebut dari ancaman dari merek lain akan berkurang. Loyalitas merek dapat didefinsikan sebagai tingkatan dimana pelanggan memiliki sikap positif terhadap suatu merek, memiliki komitmen, dan cenderung untuk terus loyal terhadap suatu merek. Hal pertama yang perlu dilakukan adalah menilai kepuasan secara umum untuk masing-masing merek. Jika konsumen puas terhadap produk maka ada kemungkinan konsumen tersebut akan loyal terhadap produk. Penilaian tingkat kepuasan konsumen menunjukkan gambaran kepuasan konsumen terhadap tiga merek lapis talas. Lapis talas dengan merek Sangkuriang dinilai sangat puas oleh 54 responden atau 54 persen. Lapis talas dengan merek Rumah Talas dinilai puas sebesar 53 persen dan mr.BrownCo dinilai puas dengan nilai sebesar 40 persen. Penilaian tingkat kepuasan konsumen secara sederhana dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Penilaian tingkat kepuasan merek lapis talas Merek a. Sangkuriang b. Rumah talas c. mr.BrownCo
Sangat Puas 54 15 16
Tingkat Kepuasan Cukup Tidak puas puas 37 9 0 53 28 4 40 39 5
Puas
Sangat tidak puas 0 0 0
Tingkat kepuasan masing-masing produk sudah cukup baik karena masih pada rentang Sangat puas dan puas. Tidak hanya tingkat kepuasan yang mampu menggambarkan loyalitas konsumen, tetapi tindakan konsumen terhadap perubahan suatu produk juga dapat menggambarakan apakah konsumen loyal terhadap produk atau tidak. Penilaian tindakan responden dengan memberikan pertanyaan tindakan apa yang dilakukan jika harga lapis talas berubah. Pilihan jawaban telah disediakan oleh peneliti, sehingga responden dapat memilih tindakan untuk setiap masing-masing merek. Tindakan tersebut, yaitu tetap membeli, tidak jadi membeli, dan membeli merek lain. Hasil pilihan tindakan responden dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Tindakan responden terhadap kenaikan harga merek lapis talas Merek a. Sangkuriang b. Rumah talas c. mr.BrownCo
Tetap membeli 76 36 34
Tindakan Tidak jadi membeli 7 34 33
Membeli merek lain 17 30 33
Hasil penilaian responden terhadap pilihan tindakan jika terjadi kenaikan harga terhadap lapis talas adalah sama, yaitu tetap membeli. Perbedaannya
35
terletak pada proporsi nilai, yaitu Sangkuriang memiliki nilai sebesar 76 persen, Rumah Talas sebesar 36 persen, dan mr.BrownCo sebesar 34 persen. Lapis talas Sangkuriang memiliki nilai yang paling tinggi, artinya ada kemungkinan besar konsumen lapis talas Sangkuriang loyal. Rumah Talas dan mr.BrownCo memiliki proporsi nilai yang sama pada tindakan lain, artinya ada kemungkinan konsumen lapis talas Rumah Talas dan mr.BrownCo tidak loyal. Loyalitas dapat dinilai juga dari kesediaan responden merekomendasikan lapis talas kepada orang lain. Biasanya loyalitas konsumen dinilai dengan kesediaan konsumen untuk merekomendasikan produk kepada orang lain. Penilaian ini banyak dipilih oleh peneliti karna dinilai mudah untuk dinanalisis. Hasil penilaian responden terhadap kesediaan untuk merekomendasikan lapis talas kepada oranglain menunjukkan bahwa sebesar 89 persen responden memilih untuk merekomendasikan lapis talas Sangkuriang kepada orang lain. Begitu juga dengan Rumah Talas, 56 persen responden memilih untuk merekomendasikan lapis talas kepada orang lain. Hal ini mungkin disebabkan oleh kinerja lapis talas Sangkuriang dan Rumah Talas sesuai dengan harapan responden, sehingga responden bersedia untuk merekomendasikan kepada orang lain. Berbeda dengan lapis talas mr.BrownCo, responden memilih tidak merekomendasikan kepada orang lain yaitu sebesar 53 persen. Dengan demikian dapat disimpulkan responden lapis talas Sangkuriang dan Rumah Talas loyal, namun responden mr.BrownCo tidak loyal. Responden yang memilih tindakan untuk merekomendasikan lapis talas Sangkuriang dan Rumah Talas mewakili konsumen yang dapat disebut sebagai konsumen komit dalam membeli. Penilaian kesediaan responden untuk merekomendasikan lapis talas kepada orang lain dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Kesediaan responden merekomendasikan merek lapis talas Merek a. Sangkuriang b. Rumah talas c. mr.BrownCo
Pilihan Ya
Tidak 89 56 47
11 44 53
Penilaian tingkat kepentingan dan kinerja konsumen lapis talas Bogor Model MultiAtribut Fishbein Pada dasarnya perilaku konsumen berfokus pada dasar kognitif untuk menjelaskan sikap. Sikap dipandang bergantung pada pengetahuan mengenai objek sikap. Sebagai akibatnya, penekanan diberikan pada pemastian kepercayaan penting yang dimiliki seorang mengenai objek sikap. Model sikap multiatribut menggambarkan hubungan diantara pengetahuan produk yang dimiliki konsumen dan sikap terhadap produk berkenaan dengan ciri atau atribut produk. Model multiatribut fishbein digunakan untuk mengukur sikap konsumen terhadap suatu produk maupun jasa. Sikap konsumen merupakan tindakan atau respon konsumen terhadap suatu produk maupun jasa. Setiap konsumen memiliki sikap yang berbeda-beda, untuk itu sikap konsumen perlu dianalisis untuk mengetahui apa yang diinginkan oleh konsumen tersebut. Salah satu cara untuk
36
melihat sikap konsumen terhadap suatu produk maupun jasa yaitu dengan melakukan penilaian terhadap atribut suatu produk menggunakan analisis multi atribut fishbein. Evaluasi atribut (ei) Lapis Talas Bogor Atribut yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya dan studi literatur yang dianggap penting oleh responden. Atribut yang digunakan untuk menilai sikap konsumen terhadap lapis talas, yaitu rasa talas, rasa lapis, tekstur, aroma, komposisi gizi, varian rasa, tanggal kadaluarsa, kemasan, ketersediaan produk dan harga. Penilaian evaluasi atribut lapis talas adalah penilaian tentang kepentingan setiap atribut yang dimiliki oleh lapis talas. Setiap responden akan menilai tingkat kepentingan atribut lapis talas secara umum. Hasil penilaian tersebut akan direkap dan dihitung nilai kepentingan setiap atribut dari 100 orang responden. Tingkat kepentingan sutau atribut akan berbeda - beda pada setiap responden, tergantung sudut pandang responden. Semakin tinggi nilai evaluasi (ei) kepentingan atribut yang diberikan responden menandakan semakin penting atribut tersebut menurut responden. Penilaian responden tentang evaluasi (ei) kepentingan atribut lapis talas dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20 Skor evaluasi (ei) kepentingan terhadap atribut lapis talas Atribut Rasa talas Rasa lapis Tekstur Aroma Komposisi gizi Varian rasa Tanggal kadaluarsa Kemasan Ketersediaan produk Harga
+2
Tingkat kepentingan +1 0 -1 85 15 0 2 69 28 3 0 80 19 1 0 60 39 1 0 81 16 3 0 40 41 16 2 96 4 0 0 48 46 5 1 72 27 1 0 60 36 4 0
-2 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
Rata-rata 1.79 1.66 1.79 1.59 1.78 1.17 1.96 1.41 1.71 1.56
Tabel 20 diatas menunjukkan semua atribut lapis talas dinilai positif, artinya atribut tersebut dinilai penting oleh responden. Skor yang paling tinggi adalah tanggal kadaluarsa dengan skor 1.96. Tanggal kadaluarsa dinilai sangat penting oleh responden. Lapis talas terbuat dari bahan-bahan yang mudah rusak, apalagi mengingat produk hanya mampu bertahan tiga hari paling lama satu minggu jika disimpan ditempat dingin. Sehingga responden sangat memerhatikan tanggal kadaluarsa sebelum membeli lapis talas Bogor. Rasa talas dan tekstur memiliki skor yang seimbang yaitu 1.79, atribut ini juga dinilai sangat penting oleh responden. Rasa talas dinilai sangat penting karena lapis talas terbuat dari bahan dasar tepung talas. Sedangkan tekstur atau kelembutan lapis talas yang dinilai sangat penting menandakan bahwa konsumen menginginkan tekstur yang sangat lembut. Jika tekstur talas tidak lembut atau kasar akan meninggalkan rasa haus saat dikonsumsi. Lapis talas merupakan produk makanan yang harus diperhatikan komposisi gizinya. Komposisi gizi pada atribut lapis talas memiliki skor sebesar 1.78, artinya
37
dinilai sangat penting. Konsumen mengharapkan kelengkapan informasi gizi yang terkandung di dalam lapis talas. Jika memungkinkan tampilkan informasi manfaat dari masing-masing gizi yang terkandung di dalam lapis talas. Ketersediaan produk menjadi penting karena jika produk yang diinginkan oleh konsumen tidak ada maka akan menimbulkan kekecewaan pada konsumen. Evaluasi kepentingan ketersediaan lapis talas memiliki skor sebesar 1.71. Skor ini medekati angka 2 artinya atribut ketersediaan produk sangat penting bagi konsumen untuk dipertimbangkan. Rasa lapis menjadi urutan kepentingan ke-6 dengan skor sebesar 1.66. Rasa lapis pada lapis talas adalah rasa tambahan untuk mendampingi rasa talasnya. Rasa lapis ini dapat di buat dengan berbagai macam rasa, seperti brownies, keju, cocoa pandan, dan strawberry. Rasa berfungsi sebagai penambah cita rasa pada lapis talas. Aroma makanan akan menggugah selera konsumen lapis talas dikonsumsi dan tercium aroma enak tersebut. Atribut ini dianggap penting oleh 60 dari 100 orang responden dengan skor kepentingan atribut aroma sebesar 1.59. Skor ini medekati angka 2 artinya atribut aroma sangat penting bagi konsumen untuk dipertimbangkan. Harga untuk sebagian orang dianggap relatif karena tergantung pada kemampuan finansial masing-masing individu. Namun menurut 60 responden atribut harga sangat dipertimbangkan dalam pembelian produk. Skor kepentingan untuk atribut harga pada lapis talas sebesar 1.56. Varian rasa memiliki skor yang paling rendah, yaitu 1.17. Responden menilai atribut varian rasa hanya sekedar penting. Konsumen menganggap lapis talas cukup dengan varian rasa original talas saja. Kombinaasi varian rasa mungkin dibuat agar konsumen tidak bosan, namun kenyataannya konsumen yang membeli lapis talas akan memilih lapis talas original. Varian rasa menjadi pilihan lain ketika konsumen ingin mencoba rasa baru. Kepercayaan (bi) dan Sikap (Ao) Terhadap Merek Lapis Talas A. Kepercayaan (bi) terhadap merek lapis talas. Setelah menilai tingkat kepentingan masing-masing atribut kini langkah selajutnya adalah menilai kepercayaan (bi) dan sikap (Ao) terhadap merek lapis talas. Responden diberikan kolom penilaian dengan rentang nilai 2 hingga -2 pada masing-masing merek lapis talas, yaitu Sangkuriang, Rumah Talas, dan mr. BrownCo. Penilaian kepercayaan atribut pada masing-masing merek dilakukan dengan cara mencicipi masing-masing lapis talas dan memerhatikan bagianbagian kemasan yang dijadikan atribut penilaian. Hal ini dilakukan untuk mengurangi bias dalam penilaian kepercayaan (bi) terhadap masing-masing merek lapis talas. Hasil perhitungan kepercayaan (bi) terhadap lapis talas, menunjukkan bahwa lapis talas Sangkuriang memiliki skor tertinggi yaitu 15.41, disusul dengan mr.BrownCo 10.37, dan Rumah Talas sebesar 9.96. Skor tersebut menunjukkan bahwa atribut lapis talas Sangkuriang lebih dipercaya oleh konsumen dibandingan dengan lapis talas mr.BrownCo dan lapis talas Rumah Talas. Berikut adalah skor kepercayaan (bi) terhadap masing-masing merek lapis talas dapat dilihat pada Tabel 21.
38
Tabel 21 Skor kepercayaan (bi) terhadap merek lapis talas Atribut Rasa talas Rasa lapis Tekstur Aroma Komposisi gizi Varian rasa Tanggal kadaluarsa Kemasan Ketersediaan produk Harga Total
Sangkuriang 1.46 1.55 1.50 1.52 1.45 1.74 1.88 1.25 1.73 1.33 15.41
Skor Kepercayaan Rumah Talas 0.95 0.99 1.17 1.05 1.30 1.50 -1.00 1.60 1.47 0.93 9.96
MR. BrownCo 0.81 0.99 0.95 0.96 1.21 0.46 1.79 0.98 0.88 1.34 10.37
Atribut lapis talas untuk masing-masing merek dinilai kepercayaannya dan memiliki keunggulan, berikut penjelasannya. 1. Rasa talas Rasa talas menjadi atribut yang dipertimbangkan oleh konsumen dikarenakan lapis talas berbahan dasar tepung talas, sehingga konsumen mengharapkan rasa talas sangat terasa pada lapis talas. Skor kepercayaan pada rasa talas bernilai positif, dimana masing-masing merek memiliki skor sebesar 1.46 untuk Sangkuriang, 0.95 untuk Rumah Talas, dan 0.81 untuk mr.BrownCo. Sangkuriang memiliki skor paling tinggi, ini menunjukkan bahwa pendapat konsumen tentang rasa lapis pada Sangkuriang lebih terasa dibandingkan Rumah Talas dan mr.BrownCo. Rasa talas pada mr.BrownCo memiliki skor terendah, yaitu 0.81. Hal ini perlu diperhatikan oleh mr.BrownCo bahwa responden lebih menyukai rasa talas dari merek Sangkuriang. Rasa talas pada lapis talas mr.BrownCo kurang terasa dibandingkan dengan Sangkuriang, artinya responden mengharapkan rasa talas yang sangat terasa pada lapis talas. 2. Rasa lapis Rasa lapis pada lapis talas mendukung cita rasa lapis talas. Responden menilai masing-masing rasa lapis pada lapis talas, sebanyak 62 responden dari 100 orang responden menyebutkan rasa lapis pada sangkuriang sangat terasa. Skor yang dimiliki lapis talas Sangkuriang sebesar 1.50. Kombinasi bahan-bahan yang digunakan untuk membuat lapis talas sangat baik sehingga rasa lapis terasa. Berbeda dengan Rumah Talas dan mr.BrownCo memiliki skor yang sama yaitu 0.99. Sebagian besar responden memilih penilain atribut rasa lapis dengan skor 1. Artinya rasa lapis pada lapis talas Rumah Talas dan mr.BrownCo terasa saja. Dari hasil penilaian responden terhadap atribut rasa talas dan rasa lapis, ternyata responden lebih menyukai rasa talas dan rasa lapis yang sangat terasa. 3. Tekstur Tekstur lapis talas juga perlu diperhatikan sehingga dijadikan atribut yang dipertimbangkan oleh konsumen dalam memilih lapis talas. Jika tekstur lapis talas kasar maka akan menimbulkan rasa haus pada saat dikonsumsi. Karena tingkat kepentingan atribut tekstur pada lapis talas
39
4.
5.
6.
memiliki skor sebesar 1.76, maka dapat disimpulkan bahwa konsumen sangat mempertimbangkan tekstur lapis talas yang lembut. Tekstur lapis talas dinilai berbeda-beda oleh konsumen, skor kepercayaan atribut tekstur pada Sangkuriang sebesar 1.50, Rumah Talas 1.17, dan mr.BrownCo 0.95. Tekstur lapis talas dinilai sangat lembut oleh konsumen, sebanyak 55 responden dari 100 responden memilih penilaian tekstur pada lapis talas sangat lembut. Hal ini berbeda dengan Rumah Talas dan mr.BrownCo, sebagian besar responden menilai tekstur kedua merek ini lembut saja. Atribut tekstur pada lapis talas mr.BrownCo dinilai lembut saja oleh responden dengan skor terendah diantara Sangkuriang dan Rumah Talas yaitu sebesar 0.95. Jika dibandingkan dengan lapis Talas Sangkuriang dan Rumah Talas, memang tekstur mr.BrownCo lebih kasar dan meninggalkan rasa haus ketika dikonsumsi. Skor tekstur pada lapis talas mr.BrownCo belum mencapai skor yang diharapkan responden. Responden mengharapkan bahwa tekstur pada lapis talas sangat lembut. Aroma Lapis talas Sangkuriang memiliki skor kepercayaan atribut paling tinggi pada atribut aroma, yaitu sebesar 1.52. Skor ini mendekati 2, artinya aroma pada lapis talas Sangkuriang sangat harum. Beberapa responden mengatakan bahwa aroma telur pada lapis talas Sangkuriang sangat tercium. Sebanyak 56 responden dari 100 orang responden memilih penilaian atribut aroma pada lapis talas sangat harum. Skor kepercayaan atribut aroma pada Rumah Talas menempati posisi kedua, yaitu sebesar 1.05, sedangkan mr.BrownCo memiliki skor kepercayaan sebesar 0.96. Bahan-bahan yang digunakan mungkin tidak sebaik Sangkuriang sehingga aroma lapis talas yang ditimbulkan hanya harum saja. Menurut responden, tidak ada harum bahan yang mendominasi pada lapis talas Rumah Talas dan mr.BrownCo. Komposisi gizi Atribut komposisi gizi pada lapis talas Sangkuriang, Rumah Talas, dan mr.BrownCo sama-sama mendekati angka 1, yaitu 1.45 untuk Sangkuriang, 1.30 untuk Rumah Talas, dan 1.21 untuk mr.BrownCo. Responden menilai atribut komposisi yang terkandung pada masing-masing talas hampir sama. Keterangan komposisi gizi pada kemasan terlihat jelas oleh responden. Komposisi gizi secara garis besar pada lapis talas, yaitu tepung talas, sari pati talas, tepung terigu, gula, telur, susu, dan bahan-bahan lainnya. Varian rasa Pada penilaian skor kepentingan sebelumnya, varian rasa memiliki skor yang paling rendah. Atribut ini dianggap penting saja bagi beberapa responden, karena menurut responden lapis talas dengan rasa original lebih digemari. Varian rasa menjadi penting ketika konsumen merasa jenuh terhadap produk dan ingin mencoba varian rasa yang baru namun tidak menghilangkan rasa dasar pada produk tersebut. Seperti yang diketahui bahwa Sangkuriang sebagai pelopor lapis talas Bogor mempertahankan citra merek maka lapis talas Sangkuriang menciptakan banyak varian rasa lapis talas. Sangkuriang memiliki lebih dari
40
7.
15 varian rasa. Varian rasa tersebut seperti, orignal keju, original blueberry, original tiramisu, original cokelat, original cappucino, full talas keju, full talas blueberry, full talas tiramisu, full talas cokelat, full talas cappucino, teh hijau keju, teh hijau coklat, teh hijau GT, durian keju, durian coklat, coco pandan, brownies keju, dan strawberry keju. Sebagian besar responden, yaitu sebanyak 78 responden mengetahui bahwa Sangkuriang memiliki banyak varian rasa, sehingga skor kepercayaan atribut varian rasa pada Sangkuriang adalah 1.74. Berbeda halnya dengan Rumah Talas, Rumah Talas adalah produsen pelopor cake berbahan tepung talas. Pada awalnya menu andalan Rumah Talas adalah talas roll, namun seiring perkembangan produk Rumah Talas mulai mencoba menu lapis talas. Menu lapis talas pada Rumah Talas, yaitu lapis talas cream cheese, lapis talas strawberry, lapis talas nangka, lapis talas chocolate, lapis talas mocca, spesial lapis talas cream cheese, spesial lapis talas chocolate, spesial talas mocca. Varian rasa lapis talas pada Rumah Talas tidak sebanyak yang dimiliki oleh Sangkuriang sehingga responden menilai dengan mendekati skor 1, yaitu 1.50. Skor kepercayaan pada atribut varian rasa yang dimiliki mr.BrownCo adalah 0.46. Sama halnya dengan Rumah Talas, pada awalnya mr.BrownCo fokus terhadap cake berbahan dasar singkong. Sehingga rata-rata produk yang diproduksi berbahan dasar singkong saja. Lapis talas pada mr.BrownCo memiliki satu varian rasa saja, yaitu original talas. Saat ini mr.BrownCo masih memfokuskan produk yang berbahan dasar tepung singkong. Beberapa menu cake berbahan tepung singkong, yaitu brownies singkong kukus, brownies singkong panggang, dan brownies singkong kering. Tanggal kadaluarsa Atribut tanggal kadaluarsa memiliki skor tertinggi pada penilaian tingkat kepentingan atribut yaitu sebesar 1.96, artinya atribut ini sangat penting untuk dipertimbangkan menurut responden. Mengingat bahan-bahan yang digunakan pada lapis talas mudah rusak, produsen perlu mencantumkan keterangan kadaluarsa pada kemasan. Sangkuriang memiliki skor kepercayaan atribut tanggal kadaluarsa sebesar 1.88. Skor ini mendekati angka sempurna, yaitu 2 artinya tanggal kadaluarsa sangat jelas terlihat dan mudah ditemukan pada kemasan. Sangkuriang akan bertahan selama tiga hari, namun Sangkuriang dapat bertahan selama satu minggu apabila lapis talas Sangkuriang disimpan di tempat yang sejuk. Rumah Talas memiliki skor kepercayaan atribut kadaluarsa yaitu -1, artinya tanggal kadularsa pada kemasan tidak terlihat. Pada kemasan lapis talas Rumah Talas tanggal yang dicantumkan adalah tanggal produksinya saja, namun tanggal kadaluarsa tidak ditampilkan. Hal ini memberikan kesan yang tidak baik bagi konsumen, karena jika konsumen ingin membeli produk makanan hal pertama yang dipertimbakan oleh konsumen adalah masa kadaluarsa suatu produk tersebut. Sama halnya dengan Sangkuriang, mr.BrownCo menampilkan tanggal kadaluarsa produk pada kemasan, sehingga konsumen dapat melihat jelas
41
8.
9.
kapan masa kadaluarsa lapis talas berakhir. Skor kepercayaan konsumen terhadap atribut tanggal kadaluarsa ialah sebesar 1.79. Kemasan Kemasan merupakan salah satu atribut yang diperhatikan oleh konsumen. Kemasan adalah tampilan luar produk yang pertama kali dilihat oleh konsumen. Skor kepercayaan tertinggi terhadap kemasan dimiliki oleh Rumah Talas yaitu sebesar 1.60. Menurut responden kemasan lapis talas Rumah Talas sangat menarik. Kombinasi warna putih dan ungu serta terdapat tampilan daun talas pada kemasan benar-benar menggambarkan talas. Terlebih lagi terdapat bagian transparan pada kemasan sehingga lapis talas dapat terlihat dari luar kemasan. Urutan skor kepercayaan kemasan selanjutnya adalah Sangkuriang, yaitu sebesar 1.25. Kemasan Sangkuriang untuk setiap variasi rasa berbeda-beda. Namun terdapat ciri khas tampilan seorang laki-laki sunda lengkap dengan pakaian adat sunda yang sedang memegang lapis talas Sangkuriang. Tampilan yang membedakan untuk setiap variasi adalah bahan baku lapis pendamping talas, seperti cocoa pandan maka pada kemasan akan ditampilkan gambar kelapa muda. Sangkuriang juga menampilkan potongan lapis talas pada kemasan. Terdapat tagline yang menjadi ciri khas Sangkuriang yaitu “lapis bogor pertama dan terbesar dengan hashtag bangga beli yang asli. Kemasan mr.BrownCo hampir mirip dengan kemasan Sangkuriang sehingga skor kepercayaan kemasannya adalah 0.98. Jika pada Sangkuriang menampilkan peran laki-laki sunda, berbeda dengan mr.BrownCo yang menampilkan seorang chef laki-laki yang sedang membawa cake. Tampilan chef laki-laki yang sedang membawa cake pada kemasan mr.BrownCo menggambarkan pemilik usaha mr.BrownCo yaitu Sigit Susilo. Pada kemasan lapis talas mr.BrownCo terdapat tagline “lapis bogor”, namun pada goodybag mr.BrownCo tetap menampilkan tagline “spesial brownies singkong” karena memang poduk unggulan mr.BrownCo adalah brownies singkong. Ketersediaan produk Ketersediaan produk juga menjadi hal yang penting menurut konsumen. Jika konsumen menginginkan suatu produk, namun produk tersebut tidak tersedia atau konsumen sudah kehabisan stok, maka hal tersebut akan membuat kosumen merasa kecewa. Hal inilah yang kadang membuat konsumen membeli produk yang sama namun dengan merek yang berbeda. Sangkuriang sebagai pelopor lapis talas di Kota Bogor pada awalnya membatasi pembelian yaitu tiga kotak untuk satu konsumen karena terjadi permintaan yang melimpah, sementara produksi masih terbatas. Namun kini Sangkuriang telah berproduksi dalam skal besar dan telah memiliki enam cabang resmi, dan tidak jarang ditemukan agen-agen kecil yang menjual lapis talas dengan harga yang lebih mahal dari outlet resmi. Sehingga lapis talas Sangkuriang mudah diperoleh dan dapat dibeli lebih dari 5 kotak. Skor kepercayaan ketersediaan produk untuk sangkuriang adalah 1.73. Produksi lapis talas di Rumah Talas tidak sebanyak talas roll. Hal ini disebabkan karena fokus utama Rumah Talas adalah talas roll. Pada Rumah
42
10.
Talas tidak terdapat batasan pembelian produk. Produk lapis talas Rumah Talas dapat diperoleh di tiga outlet resmi Rumah Talas di Bogor. Sehingga hasil perhitungan skor kepercayaan atribut ketersediaan produk pada Rumah Talas adalah 1.477. Skor yang diperoleh lebih kecil dari Sangkuriang dan Rumah Talas, yaitu 0.88. Hal ini mungkin disebabkan produksi lapis talas pada mr.BrownCo masih lebih sedikit dibandingkan produk andalannya yaitu brownies singkong. Faktor lain yang mungkin membuat skor kepercayaan mr.BrownCo lebih rendah adalah mr.BrownCo baru memiliki dua outlet resmi. Harga Harga untuk sebagian orang dianggap relatif karena tergantung pada kemampuan finansial masing-masing individu. Namun menurut 60 responden atribut harga sangat dipertimbangkan dalam pembelian produk. Skor tertinggi pada atribut harga dimiliki oleh mr.BrownCo yaitu 1.34. Hal ini dikarenakan harga lapis talas mr.BrownCo paling murah, yaitu Rp 28 000 per kotak. Skor selanjutnya diikuti oleh Sangkuriang dengan skor 1.33. Harga lapis talas original keju per pcs pada Sangkuriang adalah Rp 29 000. Skor terakhir dimiliki oleh Rumah Talas yaitu 0.93. Harga lapis talas original per pcs pada Rumah Talas adalah Rp 33 000.
Mr.BrownCo memiliki atribut unggul dibandingkan dengan Sangkuriang dan Rumah Talas, atribut tersebut adalah harga dengan skor kepercayaan sebesar 1.34. Harga lapis talas mr.BrownCo lebih murah dibandingkan dengan Sangkuriang dan Rumah Talas yaitu Rp 28 000 per kotak. Hal ini sesuai dengan karakteristik konsumen lapis talas yang mayoritas adalah mahasiswa dengan pendapatan menengah ke bawah. Berbeda dengan lapis talas Sangkuriang yang terkenal dengan rasa yang enak, karena rasa yang enak tersebut konsumen menjadi tidak menghiraukan harga lapis talas Sangkuriang dan memilih untuk tetap membeli lapis talas Sangkuriang walaupun nantinya akan terjadi kenaikan harga. B.
Sikap (Ao) terhadap merek lapis talas Sikap konsumen digunakan untuk menilai keefektifan kegiatan pemasaran atau sebagai bentuk evaluasi pemasar terhadap produk yang direspon oleh konsumen. Setelah menghitung skor tingkat kepentingan dan skor kepercayaan, langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah menghitung skor sikap konsumen terhadap masing-masing merek lapis talas. Skor sikap (Ao) didapat dari pengalian antara skor evaluasi kepentingan (ei) dengan skor kepercayaan (bi) setiap atribut. Hasil perkalian tersebut kemudian dijumlahkan, jumlah dari perkalian skor evaluasi kepentingan (ei) dengan skor kepercayaan (bi) yang disebut dengan sikap (Ao) konsumen. Hasil perhitungan skor sikp (Ao) menunjukkan bahwa Sangkuriang memiliki skor tertinggi yaitu 25.39, kemudian urutan kedua dimiliki oleh mr.BrownCo sebesar 17.50, dan terakhir adalah Rumah Talas dengan skor sikap sebesar 15.44. Perhitungan skor sikap (Ao) merek lapis talas dapat dilihat pada Tabel 22.
43
Tabel 22 Skor sikap (Ao) merek lapis talas Atribut lapis talas
1.79 1.66 1.79 1.59 1.78 1.17
Sangkuriang Bi ei.bi 1.46 2.61 1.55 2.57 1.50 2.69 1.52 2.42 1.45 2.58 1.74 2.04
Skor sikap (Ao) Rumah talas Bi ei.bi 0.95 1.70 0.99 1.64 1.17 2.09 1.05 1.67 1.30 2.31 1.50 1.76
mr.BrownCo Bi ei.bi 0.81 1.45 0.99 1.64 0.95 1.70 0.96 1.53 1.21 2.15 0.46 0.54
1.96
1.88
3.68
-1.00
-1.96
1.79
3.51
1.41
1.25
1.76
1.60
2.26
0.98
1.38
1.71
1.73
2.96
1.47
2.51
0.88
1.50
1.56
1.33
2.07 25.39
0.93
1.45 15.44
1.34
2.09 17.50
Skor evaluasi kepentingan (ei)
Rasa talas Rasa lapis Tekstur Aroma Komposisi gizi Varian rasa Tanggal kadaluarsa Kemasan Ketersediaan Produk Harga Σ ei.bi
Penilaian kepercayaan 10 atribut untuk merek Sangkuriang menghasilkan skor kepercayaan tertinggi (>1) berjumlah 10 atribut, artinya seluruh atribut lapis talas Sangkuriang dinilai positif konsumen. Dari 10 atribut tersebut terdapat atribut yang kalah unggul dibandingkan dengan Rumah Talas adalah atribut kemasan. Skor kepercayaan atribut kemasan pada Sangkuriang sebesar 1.25, sedangkan Rumah Talas memiliki skor 1.65. Kemasan Rumah Talas memang lebih baik dibandingkan dengan Sangkuriang, terlebih lagi goodybag yang diberikan kepada konsumen dapat digunakan berkali-kali dan terbuat dari bahan yang ramah lingkungan, sedangkan goodybag Sangkuriang yang diberikan berbahan dasar plastik. Urutan kedua pada skor sikap konsumen dimiliki oleh mr.BrownCo dengan skor sebesar 17.50. Dari 10 atribut terdapat skor tertinggi (>1) untuk setiap atribut, mr.BrownCo memiliki tiga atribut dengan skor tertinggi, yaitu atribut komposisi gizi, tanggal kadaluarsa dan harga. Selain terdapat skor tertinggi, pada mr.BrownCo terdapat manfaat unggul dibandingkan dengan Rumah Talas yaitu atribut tanggal kadaluarsa dan harga. Tanggal kadaluarsa pada mr.BrownCo lebih jelas informasinya dibandingkan Rumah Talas. Harga mr.BrownCo per kotak memang lebih murah dibandingkan Rumah Talas dan Sangkuriang, namun skor kepercayaan atribut harga mr.Brownco menempati urutan kedua. Pada Rumah Talas skor tertinggi (>1) hanya memiliki enam atribut dari 10 atribut. Atribut tersebut, yaitu tekstur, aroma, komposisi gizi, varian rasa, kemasan dan ketersediaan produk. Sama halnya dengan mr.BrownCo, Rumah Talas juga memiliki manfaat keunggulan dibandingan dengan Sangkuriang dan mr.BrownCo yaitu atribut kemasan. Disisi lain Rumah Talas memiliki skor terendah (<1) yaitu atribut keterangan tanggal kadaluarsa dengan skor -1. Terdapat 30 responden yang menilai dengan skor -1 dan 70 responden yang menilai dengan skor -2. Pada kemasan Rumah Talas memang tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa, namun Rumah Talas mencantumkan tanggal produksi lapis talas.
44
Aanalisis sikap (Ao) konsumen terhadap mr.BrownCo memiliki skor sebesar 17.50. Skor ini menempati urutan kedua setelah lapis talas Sangkuriang. Artinya, ternyata responden suka terhadap lapis talas mr.BrownCo. Dengan demikian mr.BrownCo mampu bersaing dengan lapis talas Sangkuriang walaupun masih banyak atribut yang harus diperbaiki sesuai dengan harapan konsumen. Atribut unggulan mr.BrownCo yang telah disebutkan sebelumnya adalah tanggal kadaluarsa dan harga, harga yang ditawarkan oleh mr.BrownCo adalah harga yang paling murah dibandingkan dengan lapis talas Sangkuriang dan Rumah Talas. Langkah selanjutnya setelah menilai skor sikap (Ao) konsumen adalah skor maksimum sikap (Ao) maks. Hasil perhitungan skor sikap (Ao) maks dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23 Tingkat kesukaan responden terhadap lapis talas Atribut Ei bi Max Ao Max Rasa talas 1.79 +2 3.58 Rasa lapis 1.66 +2 3.32 Tekstur 1.79 +2 3.58 Aroma 1.59 +2 3.18 Komposisi gizi 1.78 +2 3.56 Varian rasa 1.17 +2 2.34 Tanggal kadaluarsa 1.96 +2 3.92 Kemasan 1.41 +2 2.82 Ketersediaan Produk 1.71 +2 3.42 Harga 1.56 +2 3.12 Total 16.42 32.84 Skor tingkat kesukaan digunakan untuk menilai sejauh mana atau masuk dalam kategori apa kesukaan konsumen terhadap suatu produk. Skor maksimum sikap ini diperoleh dengan cara mengalikan skor evaluasi (ei) dengan skor kepercayaan (bi) yang ideal atau maks +2. Dari hasil peritungan sikap (Ao) maks, maka dapat diketahui skor sikap (Ao) maksimum adalah 32.84. Sehingga skala penilaian kesukaan sudah dapat ditentukan, yaitu berada pada selang maksimum 32.84 hingga minimum -32.84. Skala penilaian tersebut akan dibagi menjadi lima kategori yaitu dari sangat baik hingga sangat buruk. Penentuan rentang skor dilakukan dengan cara membagi skor sikap (Ao) maksimum (32.84) dengan skor kepercayaan ideal atau maksimum (+2) sehingga hasilnya adalah 16.42. pengukuran kategori kesukaan dari ketiga merek tersebut yaitu: 1. (-32.84) – (-16.42) : Sangat Buruk 2. (-16.42) – (<0) : Buruk : Normal 3. 0 : Baik 4. >0 – 16.42 5. 16.42 – 32.84 : Sangat Baik Berdasarkan skala penilaian kategori diatas maka ketiga merek lapis talas dapat diukur tingkat kesukaan konsumen terhadap produk. Sangkuriang dengan skor sikap (Ao) sebesar 25.39 masuk ke dalam katogori sangat baik, sedangkan mr.BrownCo dengan skor sikap (Ao) sebesar 17.50 juga masuk ke dalam kategori sangat baik. Berbeda halnya dengan Rumah Talas yang memiliki skor sikap (Ao) sebesar 15.44 masuk ke dalam kategori baik. Lapis talas memiliki kekurangan
45
warna pada lapis talas kurang menarik dan harga yang ditawarkan oleh Rumah Talas untuk 1 kotak lapis talas original lebih mahal dibandingkan dengan lapis talas Sangkuriang dan mr.BrownCo. Kategori kesukaan pada lapis talas mr.BrownCo termasuk sangat baik. Atribut-atribut pada lapis talas mr.BrownCo ternyata dinilai responden dengan baik, walaupun seluruh atribut mr.BrownCo mencapai skor kepentingan atribut menurut responden. Jika mr.BrownCo mampu memperbaiki seluruh atribut sesuai dengan harapan responden maka mr.BrownCo mampu bersaing dengan pelopor lapis talas yaitu Sangkuriang. Setelah menganalisis ekuitas merek dan sikap konsumen dapat dibuktikan bahwa merek yang memiliki ekuitas merek yang kuat dapat menghasilkan respon yang baik dari konsumen. Merek Sangkuriang unggul pada setiap komponen ekuitas merek dan skor sikap konsumen teradap lapis talas. Mr.BrownCo sebagai merek lapis talas yang baru dinilai kurang unggul pada ekuitas merek namun pada analisis sikap, skor sikap mr.BrownCo menempati urutan kedua setelah Sangkuriang. Artinya lapis talas mr.BrownCo memiliki peluang untuk disukai oleh konsumen, hanya saja lapis talas mr.BrownCo kurang dikenal oleh konsumen. Faktor lain yang membuat lapis mr.BrownCo kurang dikenal oleh konsumen, karena produk lapis talas pada mr.BrownCo merupakan produk baru dan mr.BrownCo lebih dikenal sebagai usaha bakery yang memproduksi brownies singkong. Selain itu responden menilai lapis talas mr.BrownCo memiliki harga yang lebih murah dibandingkan dengan Sangkuriang dan Rumah Talas hal ini sesuai dengan karakteristik konsumen yang mayoritas adalah mahasiswa dengan pendapatan menengah ke bawah.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Karakteristik konsumen lapis talas dalam penelitian ini diwakili oleh 100 orang responden. Mayoritas responden memiliki asal kampung halaman di Sumatera Utara, berusia 18 hingga 23 tahun, mayoritas berjenis kelamin perempuan, berstatus belum menikah, pendidikan terakhir Sekolah Menengah Atas, seorang mahasiswa, berpenghasilan atau memiliki uang saku antara Rp 1 000 000 hingga Rp 3 000 000 per bulan. Karakteristik umum konsumen lapis talas menggambarkan karakteristik umum konsumen mr.BrownCo. 2. Hasil analisis sikap konsumen diketahui bahwa atribut yang dianggap paling penting oleh responden adalah kejelasan tanggal kadaluarsa dengan skor kepentingan 1.96. Atribut selanjutnya yang dianggap penting oleh responden adalah rasa talas dengan nilai 1.79, tekstur lapis talas dengan nilai 1.79, komposisi gizi dengan nilai 1.78, dan ketersediaan produk dengan nilai 1.71. Atribut unggulan pada mr.BrownCo yaitu tanggal kadaluarsa dengan skor 1.79, harga dengan skor 1.34, dan komposisi gizi dengan skor 1.21. Harga pada mr.BrownCo dinilai paling murah oleh responden, harga lapis talas
46
3.
original mr.BrownCo adalah Rp 28 000. Skor sikap (Ao) dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa mr.BrownCo menempati posisi kedua setelah Sangkuriang, yaitu sebesar 17.50 dengan tingkat kategori sangat baik. Ekuitas merek dalam penelitian ini dijabarkan menjadi lima komponen, yaitu kesadaran merek, persepsi nilai merek, citra merek, asosiasi merek, persepsi, dan loyalitas merek. Kesadaran merek dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu pertama, unaware of brand (tidak menyadari merek) terdapat 22 responden yang tidak menyadari ada banyaknya merek lapis talas. Selanjutnya kedua, brand recognition (pengenalan merek) setelah dilakukan pengenalan merek lewat bantuan pilihan merek maka jumlah responden yang tidak sadar akan merek berkurang menjadi tujuh responden. Pada brand recognition, merek mr.BrownCo diingat oleh 11 orang responden. Kesadaran merek ketiga, top of mind ( puncak pikiran) terdapat hanya dua orang yang mengingat langsung mr.BrownCo jika disebutkan lapis talas Bogor. Persepsi nilai ditanyakan untuk masing-masing merek, dimana menurut responden mr.BrownCo dinilai memiliki harga yang relatif murah dengan jumlah responden adalah 53. Citra merek, responden yakin bahwa merek lapis talas mr.BrownCo adalah merek yang mudah diingat dengan jumlah responden yang memilih adalah 35. Asosiasi merek atau kesan merek pada mr.BrownCo dikenal 50 responden sebagai lapis talas dengan harga yang murah. Persepsi kualitas mr.BrownCo dinilai oleh 82 responden memiliki kualitas produk yang baik. Loyalitas merek dikelompokkan menjadi tiga, yaitu tingkat kepuasan, tindakan responden ketika terjadi kenaikan harga pada lapis talas, dan kesediaan responden merekomendasikan lapis talas kepada orang lain. Tingkat kepuasan mr.BrownCo dinilai puas dengan jumlah responden yang menilai adalah 40. Tindakan responden terhadap mr.BrownCo tetap membeli dengan masing-masing jumlah responden 34. Kesediaan responden untuk merekomendasikan merek lapis talas mr.BrownCo tenyata dinilai oleh 53 responden dengan jawaban tidak bersedia merekomendasikan.
Saran 1.
2.
Sebaiknya mr.BrownCo memperbaiki atribut rasa talas, rasa lapis, tekstur, dan aroma karena menurut responden lapis talas mr.BrownCo dirasa kurang enak. Selain itu tekstur lapis talas mr.BrownCo kurang lembut sehingga meninggalkan rasa haus ketika mengonsumsi lapis talas. Aroma lapis talas mr.BrownCo juga tidak kuat sehingga kurang menggugah selera. Mengatasi hal tersebut, mr.BrownCo dapat memperbaiki bahan-bahan baku yang digunakan untuk memproduksi lapis talas. Jika atribut tersebut telah diperbaiki maka mr.BrownCo dapat bersaing dengan lapis talas Sangkuriang karena skor sikap mr.BrownCo menempati urutan kedua setelah Sangkuriang dan memiliki tingkat kesukaan yang sangat baik. Sebaiknya mr.BrownCo melakukan kegiatan promosi yang lebih gencar agar produk lapis talas mr.BrownCo dikenal oleh konsumen. Promosi tersebut seperti menyebarkan leaflet, memasang spanduk, promosi lewat media sosial dan memasang varian rasa lapis talas mr.BrownCo di papan nama yang jelas pada setiap outlet. Hal tersebut perlu dilakukan karena dari 78 responden
47
hanya dua orang yang mengingat secara langsung bahwa mr.BrownCo memiliki produk lapis talas.
DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik Kota Bogor. 2014. Target dan Realisasi Produksi Palawija 2013-2014 [internet]. Bogor (ID) [diunduh pada 2016 Januari 2] Tersedia pada: https://bogorkota.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/24. [Dinperta Kota Bogor] Dinas Pertanian Kota Bogor. 2014. Data Produksi dan seputar Talas tingkat Kecamatan dan Kota Bogor. Bogor [ID]: Dinas Pertanian Kota Bogor. [DISBUDPAR] Dinas Informasi Kepariwisataan dan Kebudayaan Kota Bogor. 2014. Buku Data Pariwisata 2014. Bogor (ID): Dinas Informasi Kepariwisataan dan Kebudayaan Kota Bogor. Cahya HN. 2013. Budidaya dan Cara Olah Talas untuk Makanan dan Obat. Bantul (ID): Pustaka Baru Press. Damanik AM. 2008. Anaisis Sikap dan Preferensi Konsumen Terhadap Coffee Shop De Koffie – Pot Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Durianto D, Sugiarto, Budiman LJ. 2004. Brand Equity Ten Strategi Memimpin Pasar. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. Dwita F, Priyono BS. 2012. Analisis Sikap dan Perilaku Konsumen terhadap Produk Donat Paket Surya Bakery di Kota Bengkulu. [Internet]. [diunduh 2016 Agustus 27]; Jurnal AGRISEP Vol. 11 No. 2, 197-203. Engel JF, Blackweel RD, Winiard PW. 1994. Perilaku Konsumen. Ed ke-6. Jakarta (ID): Binarupa Aksara. Fadilah AN, Widodo, Widodo AS. 2015. Sikap Konsumen terhadap Produk Donat Berbahan Mocaf Sebagai Pengganti Tepung Terigu. [Internet]. [diunduh 2016 Agustus 27]; Jurnal AGRARIS Vol. 1 No. 2, 1-8. Fitrahdini, Sumarwan U, Nurmalina R. 2010. Analisis Persepsi Konsumen Terhadap Ekuitas Merek Produk Es Krim. [Internet]. [diunduh 2016 Maret 29]; Jurnal Ilm. Kel. Dan Kons. Vol.3 No.1, 74-81. Kotler P dan Keller KL. 2008. Manajemen Pemasaran. Bob S, Penerjemah; Adi M dan Wibi H, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Marketing Management. Ed Ke-13. Mowen JC, Minor M. 2002. Perilaku Konsumen. Lina S, peneremah; Nurcayo M, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Consumer Behavior. Ed Ke-5. Nazir M. 1983. Metode Penelitian. Bogor (ID): Ghalia Indonesia. O’Dwyer ML, Bernauer JA, penghimpun. 2013. Quantitative Research For The Qualitative Researcher [bibliografi]. Boston (US): SAGE Publications. Peter JP dan Olson JC. 2013. Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran. Diah TD, penerjemah; Muhammad M, editor. Jakarta (ID): Salemba Empat. Terjemahan dari: Consumer Behavior & Marketing Strategy. Ed Ke-9. Rahmat V. 2005. Analisis Beberapa Komponen Ekuitas Merek Produk Es Krim di Wilayah DKI Jakarta [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
48
Setiadi NJ. 2003. Perilaku Konsumen Konsep dan Implikasi untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran. Jakata (ID): Prenada Media. Sumarwan U. 2011. Perilaku Konsumen Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Ed Ke-2. Bogor (ID): Ghalia Indonesia. Umar H. 2003. Metode Riset Perilaku Konsumen Jasa. Jakarta: PT Ghalia Indonesia.
49
LAMPIRAN
50
Lampiran 1 Uji validitas dan reliabilitas A. Uji validitas Atribut yang diuji N A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 Ri Ri2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 100 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 9 81 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 100 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 100 5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 100 6 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 7 49 7 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 9 81 8 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 100 9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 100 10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 100 11 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 7 49 12 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 100 13 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 7 49 14 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 100 15 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 9 81 16 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 100 17 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 8 64 18 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 100 19 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 8 64 20 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 100 21 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 100 22 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 100 23 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 100 24 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 9 81 25 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 100 26 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 7 49 27 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 81 28 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 100 29 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 100 30 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 100 Ci 29 29 29 27 30 27 29 26 28 25 T=279 2629 Ci2 841 841 841 729 900 729 841 676 784 625 7807 S 1 1 1 3 0 3 1 4 2 5 21 T Ri2 Ci2 S K Df N
= 279 = 2629 = 7807 = 21 = 10 =9 = 30
51
=
Q hit
= = = 12.801242 Q tab
= 16.919
Hasil = Q hitung < Q tabel, maka terima Ho , artinya terdapat bukti untuk menyatakan bahwa ke-10 atribut memiliki kemungkinan jawaban YA yang sama untuk setiap atribut. Dengan kata lain ke-10 atribut yang dianalisis dapat dianggap sah sebagai atribut lapis talas. B.
Uji reliabilitas JKr
=
-
=
-
= 262.9 – 259.47 =3.43
JKb
=
-
=
-
= 260.23333 – 259.47 = 0.763333
JKt
= = = 19.53
JKs
= JKt – JKr – JKb = 19.53 – 3.43 – 0.763333 = 15.33667
Vr
= = = 0.118279
Vb
= =
52
= 0.084815
Vs
= = = 0.0566
Tabel Varians Sumber varians Responden Atribut Sisa Total
r11
Derajat bebas 30 – 1= 29 10 – 1 = 9 299-19-9 = 271 300 – 1 = 299
Jumlah kuadrat 3.43 0.763333 15.33667 19.53
Varians 0.118279 0.084815 0.0566
= 1= 1-
= 0.52513 r Product moment (0.05;30) = 0.361 r11 > rPM Reliabel, sehingga kuesioner dapat dianjutkan. Nilai r tabel untuk N = 30 dengan taraf nyata 95 persen = 0.36, sehingga r11>rtabel maka dinyatakan bahwa atribut yang digunakan dapat diandalkan. Artinya: instrumen yang akan digunakan dapat diandalkan, sehingga penelitian dapat dilanjutkan.
53
RIWAYAT HIDUP Eka Ramadhani dilahirkan di Desa Tinjowan, Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 26 Februari 1994 dan merupakan anak pertama dari dua bersaudara anak pasangan Bapak Jalel dan Ibu Buati. Pada tahun 2011 penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Kejuruan di SMKN 1 Pasir Penyu Riau jurusan Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura. Tahun 2011 penulis diterima di Program Diploma Institut Pertanian Bogor jurusan Manajemen Agribisnis melalui jalur USMI. Penulis pernah mengikuti kegiatan magang mandiri di PT RAPP (Riau Andalan Pulp and Paper), desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau pada tahun 2012 dan Praktik Kerja Lapangan di Kelompok Tania Aquaculture, desa Pabuaran RT 02/08, Kecamatan kemang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat pada tahun 2014. Pada tahun yang sama tepatnya bulan November, penulis menyelesaikan pendidikan Diploma III IPB dan melanjutkan pendidikan Strata I di institusi yang sama lewat program Alih Jenis IPB. Selama kuliah, penulis pernah aktif menjadi anggota FASTER IPB menjabat sebagai anggota di Divisi Sosial dan Lingkungan.