Analisis Senjang Penawaran dan Permintaan Jagung Pakan dengan Pendekatan Sinkronisasi Sentra Produksi, Pabrik Pakan dan Populasi Ternak di Indonesia (Dewa K.S. Swastika, Adang Agustian dan Tahlim Sudaryanto)
ANALISIS SENJANG PENAWARAN DAN PERMINTAAN JAGUNG PAKAN DENGAN PENDEKATAN SINKRONISASI SENTRA PRODUKSI, PABRIK PAKAN, DAN POPULASI TERNAK DI INDONESIA Dewa K.S. Swastika 1 , Adang Agustian 1 dan Tahlim Sudaryanto 2 2
1 Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Jl. Ahmad Yani No. 70 Bogor 16161 Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Kerjasama Internasional, Jl. Harsono RM. No. 3, Ragunan-Jakarta 1 2550 e-mail:
[email protected]
(Makalah diterima, 9 Juni 2011 – Revisi, Desember 2011)
ABSTRAK Kebutuhan jagung untuk industri pakan tiap tahun terus meningkat sejalan dengan perkembangan industri peternakan. Permasalahnnya adalah adanya ketidak-sinkronan antara permintaan dan penawaran jagung untuk pakan. Pabrik pakan sering mengeluh sulit memperoleh jagung, namun petani juga sering mengeluh sulit menjual jagung. Kondisi ini mendorong penulis untuk mengkaji senjang penawaran dan permintaan jagung pakan dengan pendekatan sinkronisasi sentra produksi, pabrik pakan dan populasi ternak. Hasil analisis menunjukkan bahwa: (1) dari 10 provinsi sentra produksi jagung, 7 provinsi diantaranya merupakan sentra pabrik pakan; (2) kebutuhan jagung untuk pakan pabrikan 36,28% lebih tinggi dari pendekatan populasi; dan (3) Pada tahun 2020, proyeksi permintaan jagung untuk pabrik pakan 28,52% diatas proyeksi kebutuhan berdasarkan populasi ternak. Jika produksi pakan pabrikan disesuaikan dengan populasi ternak, maka kebutuhan jagung untuk bahan baku pakan jauh lebih kecil. Ada inidikasi bahwa orientasi pabrik pakan saat ini tidak hanya untuk pemenuhan kebutuhan pakan dalam negeri, tetapi juga untuk ekspor. Dengan sumberdaya yang terbatas, terutama produksi jagung dalam negeri, maka sebaiknya pabrik pakan memfokuskan produksi pakan konsentrat untuk kebutuhan dalam negeri, sehingga tidak mengganggu perkembangan industri peternakan dalam negeri. Kata kunci: Penawaran, Permintaan, Jagung Pakan, Pabrik Pakan, Populasi Ternak.
ABSTRACT Gap analysis of supply and demand of corn forage production approach sync center, feed plant, animal and population in Indonesia The demand for feed maize continues to increase each year in line with the development of livestock industry. Feed mills often complain of difficulties in getting maize, but farmers also often complain of difficulties to sell their maize. This prompted the authors to assess the gap of supply and demand for feed maize by synchronization approach to production centers, feed mills, and livestock population. The results showed that: (1) out of 10 provinces of maize production centers, 7 of which are the centers of feed mills (2) the demand for maize for manufactured feed in 2010 is 36.28% above the demand base on livestock population, and (3) in 2020, the demand for maize for manufactured feed is projected to be 28.52% above that of using population approach. If the production of manufactured feed
is adjusted to meet only the existing livestock, the need for feed maize is much smaller. There is an indication that the orientation of the feed mills is not only to meet domestic demand, but also for export. With the limited resources, especially domestic maize production, the manufactured feed should be focused to meet the domestic demand for feed, so that would not interfere the development of domestic livestock industry. Key Words: Supply, Demand, Feed Maize, Feed Mills, Livestock Popula tion.
PENDAHULUAN Jagung merupakan komponen terpenting pakan pabrikan di dunia, terutama di daerah tropis. Di Indonesia, sekitar 51 persen komponen pakan pabrikan (terutama pakan komplit) adalah jagung. Kandungan energi, protein dan gizi lain pada jagung sangat sesuai untuk kebutuhan ternak, terutama untuk unggas dan babi. Berbagai upaya untuk menggantikan jagung dengan bahan pakan lain di Indonesia belum berhasil. Kedelai segar, selain mahal juga tidak dapat digunakan langsung sebagai komponen pakan, kecuali dalam bentuk bungkil kedelai yang merupakan hasil sampingan pabrik minyak kedelai dan seluruhnya masih diimpor. Ubikayu, meskipun berlimpah, masih memerlukan pengolahan antara, sebelum digunakan sebagai bahan campuran pakan pabrikan. Gaplek (ubikayu kering) mempunyai kandungan protein rendah, sehingga masih memerlukan tambahan sumber protein agar dapat memenuhi kebutuhan ternak. Sorgum adalah satu-satunya bahan pakan yang mempunyai kandungan gizi hampir sama dengan jagung, namun ketersediaannya di Indonesia sangat terbatas (Tangendjaja, et al. 2003). Kebutuhan jagung untuk industri pakan tiap tahun terus meningkat secara signifikan sejalan dengan pesatnya perkembangan industri peternakan (Rachman, 2003). Zubachtirodin, et.al (2007) mengungkapkan selama periode 2001-2006, kebutuhan jagung untuk bahan industri pakan ternak, makanan, dan minuman
65
Informatika Pertanian, Vol. 20 No.2, Desember 2011 : 65 - 75
terus meningkat sekitar 10 sampai 15 persen per tahun. Data FAO menunjukkan bahwa total kebutuhan jagung di Indonesia tahun 2007 sebesar 13,98 juta ton. Dari total tersebut, sebesar 4,20 juta ton atau sekitar 30 persen digunakan untuk pakan (FAO. 2010b). Di negara-negara berkembang, telah terjadi peningkatan permintaan terhadap pangan yang berasal dari produk ternak. Hal ini merupakan dampak dari peningkatan pendapatan per kapita dan pengetahuan masyarakat tentang gizi, sehingga terjadi perubahan pola makanan (Hutabarat, 2003). Peningkatan permintaan terhadap pangan asal ternak telah menyebabkan usaha peternakan meningkat pesat. Hal ini tercermin dari pertumbuhan produksi ternak. Sebagai contoh, daging unggas, telur, susu dan daging babi meningkat masing-masing: 7,3 persen, 8,5 persen, 2,3 persen, dan 5,4 persen per tahun selama periode 20002007 (FAO, 2010a). Selama periode 2000-2007, konsumsi daging unggas dan telur meningkat masing-masing 7,1 persen dan 8,5 persen per tahun. Konsumsi susu dan daging babi juga meningkat masing-masing 5,9 persen dan 5,4 persen per tahun (FAO, 2010a). Perkembangan industri peternakan berdampak pada perkembangan permintaan terhadap pakan (utamanya pakan pabrikan). Jenis ternak yang banyak mengkonsumsi pakan pabrikan adalah ayam ras, babi, dan sapi perah (Kasryno, 2003; Swastika, 2005). Data Direktorat Jendral Peternakan menunjukkan bahwa produksi pakan pabrikan selama periode 2004-2008 meningkat rata-rata 8,1 persen per tahun (Ditjen Peternakan, 2010a). Produksi jagung selama periode 1970-2000 meningkat rata-rata 4,07 persen per tahun dan Indonesia mampu berswasembada jagung sebelum 1976, selama 19831984, dan tahun 2008 (Swastika, 2002; Swastika, 2010). Selama dekade terakhir (2000-2009), pertumbuhan produksi cukup tinggi, yaitu rata-rata 7,03 persen per tahun (BPS, 2010). Namun demikian, produksi dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan, sehingga masih diperlukan impor. Puncak impor mencapai 1,83 juta ton pada tahun 2006 (FAO, 2010b). Masih rendahnya produksi jagung disebabkan oleh produktivitas jagung nasional yang masih rendah yaitu sekitar 4,23 ton/ha (BPS, 2010). Padahal potensi produktivitas jagung hibrida berkisar antara 7-12 ton per hektar (Puslitbangtan, 2009). Produktivitas jagung yang rendah secara nasional sejalan dengan hasil penelitian Bachtiar, et.al (2007) yang mengungkapkan bahwa pada beberapa sentra produksi jagung seperti di Sulawesi Selatan, Lampung, Sumatera Utara dan Jawa Timur masih banyak petani yang menanam varietas lokal dan varietas unggul lama yang benihnya belum
66
diperbaharui. Permasalahan dalam penyebaran benih bermutu adalah ketidak tersediaan benih di tingkat petani sesuai waktu tanam, dan harga benih unggul bermutu yang mahal. Masalah yang paling mendasar ialah tidak adanya sinkronisasi antara permintaan dan penawaran jagung untuk pakan dalam negeri. Pabrik pakan sering mengeluh sulit memperoleh jagung dari dalam negeri, sebaliknya petani juga mengeluh sulit memasarkan jagung pada harga yang memadai. Berdasarkan masalah-masalah di atas, studi ini bertujuan untuk: (1) Mengkaji kesesuaian sebaran sentra produksi jagung, pabrik pakan, dan populasi ternak di Indonesia; (2) Menganalisis kebutuhan pakan pabrikan untuk ternak; (3) Menganalisis kebutuhan jagung untuk pakan pabrikan; dan (4) Menyusun alternatif kebijakan dalam upaya memenuhi kebutuhan jagung untuk pakan. METODOLOGI Kerangka Pemikiran Sejalan dengan perkembangan industri peternakan dan industri pakan yang pesat, Indonesia harus meningkatkan prioritas peningkatan produksi jagung. Pemenuhan kebutuhan jagung yang mengandalkan impor akan berisiko menghambat indutri peternakan dan pakan dalam negeri. Sebab sebagian besar produksi jagung dikonsumsi oleh negara produsennya. Hanya sekitar 12-14 persen produksi jagung dipasarkan di pasar dunia (Pasandaran dan Kasryno, 2003; Kasryno, 2003). Masalah mendasar pemasaran jagung yang sering muncul ke permukaan adalah kesenjangan antara permintaan dan penawaran. Di satu sisi, petani sulit memasarkan jagung dengan harga yang layak, di sisi lain pabrik pakan sering kesulitan memperoleh jagung dari dalam negeri, sehingga harus mengimpor.
Gambar 1. Diagram sinkroniasi kebutuhan jagung untuk pakan berdasarkan produksi pakan dan populasi ternak
Analisis Senjang Penawaran dan Permintaan Jagung Pakan dengan Pendekatan Sinkronisasi Sentra Produksi, Pabrik Pakan dan Populasi Ternak di Indonesia (Dewa K.S. Swastika, Adang Agustian dan Tahlim Sudaryanto)
Gambar 1 adalah kerangka pikir sinkronisasi produksi pakan oleh pabrik pakan dengan kebutuhan pakan berdasarkan populasi ternak yang menggunakan jagung sebagai bahan baku utama pakan. Sinkronisasi antara kebutuhan jagung untuk pakan berdasarkan produksi pakan (diberi simbol D1) dengan kebutuhan jagung untuk pakan dapat diketahui berdasarkan populasi ternak (D2). Dari diagram sinkronisasi di atas, dapat diketahui kemampuan pabrik pakan memproduksi pakan sesuai dengan kapasitas operasional pabrik. Disamping itu juga dapat diketahui permintaan jagung untuk pabrik pakan dengan kebutuhan jagung untuk pakan berdasarkan populasi berbagai ternak yang komponen pakan utamanya jagung. Analisis sinkronisasi juga dilakukan terhadap daerah produksi jagung dan daerah konsumsi jagung berdasarkan sebaran wilayah pabrik pakan. Sinkronisasi tersebut dapat dilihat dari diagram Venn berikut ini. Sinkronisasi wilayah ini digunakan untuk mengetahui daerah-daerah (provinsi) sentra produksi jagung yang sekaligus merupakan sentra pabrik pakan dan pabrik pakan yang jauh dari sentra produksi jagung. Dengan mengetahui peta sentra produksi jagung dan pakan, dapat diketahui dimana provinsi terdekat pabrik pakan bisa memperoleh jagung sebagai bahan baku.
Keterangan: A = wi layah s entr a pr oduksi jagung B = wi layah pabri k (s entr a produksi) pakan A È B = i nt ers eksi , yai tu perpaduan antar a wi layah sent ra produksi jagung dengan sentra produksi pakan.
Gambar 2. Diagram Venn antara wilayah produksi dan konsumsi jagung untuk pakan
Data dan Analisis Data Studi ini menggunakan data sekunder dari berbagai sumber, antara lain Direktorat Jenderal Peternakan, Badan Pusat Statistik (BPS), FAO dan berbagai publikasi hasil penelitian sebelumnya. Untuk menjawab
tujuan studi ini, berbagai pendekatan digunakan. Kesesuaian sebaran sentra produksi jagung dideliniasi sebanyak 10 provinsi penghasil jagung terbesar, ditumpang tindihkan (overlay) dengan sentra produksi pakan pabrikan, serta pusat-pusat pengembangan ternak. Penawaran jagung dalam negeri dianalisis dengan menggunakan pendekatan produksi, impor, ekspor dan stok nasional. Secara matematis, total penawaran jagung nasional dirumuskan sebagai: St=Yt+Mt–Xt–”Zt ...............................................
(1)
Dimana: St = Penawaran jagung pada tahun t Yt = Produksi jagung dalam negeri pada tahun t Mt = Volume Impor jagung pada tahun t Xt = Volume ekspor jagung pada tahun t “Zt = perubahan stok jagung nasional pada tahun t. Ternak yang mengkonsumsi pakan pabrikan berbahan baku jagung adalah ayam ras petelur, ayam ras pedaging, babi dan ternak lainnya. Patokan perhitungan menggunakan beberapa konsep dan hasil kajian Tangenjaya, et.al. (2003). Kebutuhan pakan seekor ayam atau babi dihitung berdasarkan jumlah pakan yang dibutuhkan untuk mencapai bobot atau umur optimal ternak siap dijual. Untuk ayam petelur, kebutuhan pakan dihitung dari jumlah pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg telur. Pada ternak ayam ras pedaging, untuk menghasilkan seekor ayam siap potong dengan rataan bobot 1,2 kg dibutuhkan 2,28 kg pakan, dan untuk ayam petelur dibutuhkan 2,5 kg pakan untuk 1 kg telur. Rataan kebutuhan pakan ayam ras petelur selama 5 bulan sebelum berproduksi adalah 6,5 kg per ekor dan kebutuhan pakan untuk periode ini dapat dihitung. Untuk babi, bobot siap jual yang diminta pasar adalah 90 kg per ekor. Untuk mengahasilkan babi dengan bobot badan tersebut dibutuhkan pakan 315 kg. Berdasarkan angka-angka kebutuhan pakan per ekor dan populasi ternak, dapat dihitung kebutuhan pakan pabrikan komplit (formula lengkap) untuk ayam ras petelur, ayam ras pedaging, babi dan ternak lainnya. Permintaan jagung untuk pakan dianalisis berdasarkan dua pendekatan, yaitu (1) pendekatan populasi ternak dan kebutuhan pakan untuk masingmasing jenis ternak; dan (2) pendekatan jumlah dan kapasitas produksi pabrik pakan. Dengan menggunakan pendekatan populasi ternak, permintaan jagung untuk pakan pabrikan komplit dirumuskan sebagai berikut:
67
Informatika Pertanian, Vol. 20 No.2, Desember 2011 : 65 - 75
n DFt = Σ (αi Fit PTit) ………………….. (2) i =1 Dimana: DFt = Permintaan jagung untuk pakan pada tahun t Ái = proporsi jagung dalam pakan pabrikan untuk jenis ternak-i Fit = kebutuhan pakan pabrikan per satuan ternak-i pada tahun t Ptit = populasi jenis ternak-i pada tahun t Dengan pendekatan pabrik pakan, kebutuhan jagung dihitung berdasarkan formula: n QFt = Σ (βj Fjt) ………………………. (3) j =1 Dimana: QFt = Kebutuhan jagung untuk pabrik pakan pada tahun t Âj = Proporsi jagung dalam pakan pabrikan yg dihasilkan pabrik-j pada tahun t Fjt = Volume pakan pabrikan yang dihasilkan oleh pabrik-j pada tahun t Proyeksi populasi ternak dilakukan dengan formula: Pi t = Pi o (1 + ri) t …………………… (4) Dimana: Pit = populasi ternak-i pada tahun t = populasi ternak-i pada tahun dasar proyeksi Pio ri = pertumbuhan populasi ternak-i t = periode tahun proyeksi Proyeksi kebutuhan pakan masing-masing ternak adalah hasil perkalian antara kebutuhan pakan per satuan jenis ternak dengan proyeksi populasi ternak tersebut pada tahun t. Sedangkan proyeksi kebutuhan jagung untuk pakan berdasarkan populasi ternak adalah penjumlahan kebutuhan jagung pakan untuk masingmasing jenis ternak pada tahun t. Secara matematis proyeksi kebutuhan jagung untuk pakan pada tahun t adalah: n FFt = Σ (δi FFit) …………………… (5) i=1 Dimana: FFt = proyeksi kebutuhan jagung untuk pakan konsentrat pada tahun t Äi = proporsi jagung dalam pakan pabrikan untuk ternak-i FFit= proyeksi kebutuhan pakan pabrikan untuk jenis ternak-i pada tahun t
68
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Perkembangan Areal dan Produksi di Daerah Penghasil Jagung Nasional Selama periode 2000-2009, luas panen, produksi dan produktivitas jagung secara nasional menunjukkan pertumbuhan masing-masing sebesar 2,34 persen, 7,03 persen, dan 4,52 persen per tahun. Laju pertumbuhan produksi jagung nasional lebih dominan karena terpacu peningkatan teknologi budidaya yang dicerminkan oleh tingginya pertumbuhan produktivitas. Pada tahun 2009, luas panen jagung mencapai 4,16 juta hektar dengan tingkat produksi dan produktivitas masing-masing mencapai 17,59 juta ton dan 4,32 ton/ha. Sentra produksi jagung di Indonesia tersebar di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Sumatera Utara dan NTT (Badan Litbang Pertanian, 2005). Dalam 10 provinsi sentra produksi jagung, terdapat sentra produksi baru yaitu Provinsi Sulawesi Utara dan Gorontalo. Produktivitas jagung, baik secara nasional maupun di sentra-sentra produksi pada umumnya masih relatif rendah. Menurut Ditjen Tanaman Pangan, salah satu penyebab produksi jagung dalam negeri rendah adalah tingkat penggunaan benih hibrida yang rendah. Potensi produktivitas jagung hibrida saat ini mencapai 7-12 ton/ ha, dan jagung unggul komposit 5-7 ton/ha (Antara News, Ekonomi dan Bisnis, 2008; Puslitbangtan, 2009), sedangkan rataan produktivitas nasional baru mencapai 4,23 ton/ha (BPS, 2010). 2. Permintaan Jagung Untuk Pakan Dengan Pendekatan Populasi Ternak a. Populasi ternak Dalam bahasan ini, analisis permintan jagung untuk pakan didasarkan pada kebutuhan pakan per unit ternak dan populasi ternak yang mengkonsumsi pakan dengan bahan baku utama jagung. Sebelum menganalisis kebutuhan jagung sebagai bahan baku pakan, perlu diketahui perkembangan populasi ayam ras petelur, ayam ras pedaging, babi, dan sapi perah. Selain itu, perlu diketahui sebaran (lokasi) ternak tersebut. Lebih jauh lagi, perlu diketahui lokasi dominasi populasi ternak dan pabrik pakan yang bersesuaian dengan dominasi (sentra) produksi jagung.
Analisis Senjang Penawaran dan Permintaan Jagung Pakan dengan Pendekatan Sinkronisasi Sentra Produksi, Pabrik Pakan dan Populasi Ternak di Indonesia (Dewa K.S. Swastika, Adang Agustian dan Tahlim Sudaryanto)
Berdasarkan perkembangan populasi masing-masing jenis ternak di Indonesia (2000-2009), keempat jenis ternak tersebut mengalami peningkatan (Tabel 1). Peningkatan populasi ternak ayam ras petelur, pedaging, babi, dan sapi perah, masing-masing sebesar 5,71; 4,23; 3,23, dan 3,19 persen per tahun, seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 3. Sebaran populasi ayam ras pedaging di Indonesia, 2000-2009 (000 ekor).
Tabel 1. Perkembangan populasi berbagai jenis ternak di Indonesia, 2000-2009 (000 ekor).
Sumber: Ditjen Peternakan, 2010.
Dengan mempertimbangkan ketersediaan data, pembahasan ternak yang mengkonsumsi pakan pabrikan difokuskan pada ayam ras petelur, ayam ras pedaging, babi, dan ternak lain. Sebaran populasi tiga jenis ternak per provinsi disajikan pada Tabel 2 sampai Tabel 4. Populasi ayam ras petelur dominan di 10 Provinsi (Tabel 2). Dari 10 provinsi tersebut, 6 provinsi diantaranya merupakan daerah sentra produksi jagung, yaitu, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Sulawesi Selatan.
Sumber: Ditjen Peternakan, 2010.
Dari 10 sentra pengembangan babi, hanya 2 provinsi yaitu NTT dan Sulawesi Utara yang juga merupakan sentra produksi jagung nasional (Tabel 4). Tabel 4. Sebaran populasi ternak babi di Indonesia, 2000-2009 (ekor).
Tabel 2. Sebaran populasi ayam ras petelur di Indonesia, 20002009 (000 ekor).
Sumber: Ditjen Peternakan, 2010.
b. Kebutuhan pakan berdasarkan populasi ternak
Sumber: Ditjen Peternakan, 2010.
Populasi ayam ras pedaging juga menyebar di provinsi yang hampir sama, seperti terlihat pada Tabel 3. Lima provinsi sentra populasi ayam ras pedaging diantaranya juga merupakan sentra produksi jagung, yaitu, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten, Sumatera Utara, dan Lampung.
Analisis kebutuhan pakan dilakukan untuk ayam ras petelur, ayam ras pedaging, babi, dan ternak lain. Dari angka-angka kebutuhan pakan per ekor dan populasi ternak, dapat dihitung kebutuhan pakan pabrikan untuk ayam ras petelur, ayam ras pedaging, babi, dan ternak lainnya. Dari analisis persamaan (2), dihasilkan kebutuhan pakan ayam ras petelur, pedaging dan babi dalam periode 2000-2009 seperti disajikan pada Tabel 5. Kebutuhan pakan masing-masing jenis ternak
69
Informatika Pertanian, Vol. 20 No.2, Desember 2011 : 65 - 75
meningkat sebesar 7,38; 6,82 dan 3,89 persen per tahun. Pada tahun 2009, kebutuhan pakan masing-masing jenis ternak tersebut sebesar 3,25 juta ton, 1,93 juta ton dan 0,77 juta ton. Tabel 5. Kebutuhan pakan per jenis ternak di Indonesia, 2000-2009
pada Tabel 7. Total kebutuhan jagung untuk pakan pabrikan tahun 2009 mencapai 3,25 juta ton. Kebutuhan jagung sebagai bahan baku pakan pabrikan untuk ayam ras petelur, pedaging, dan babi tahun 2009 masingmasing sebesar 1,53 juta ton, 1,04 juta ton dan 0,38 juta ton. Tingkat pertumbuhan kebutuhan jagung untuk pakan dalam periode 2000-2009 mencapai 7,76 persen/ tahun, dan pertumbuhan untuk ketiga jenis ternak tersebut adalah 9,63; 6,82 dan 3,89 persen per tahun. Kebutuhan jagung per jenis ternak di tiap provinsi tahun 2009 disajikan pada Tabel 8. Tabel 7. Kebutuhan jagung per jenis ternak di Indonesia, 200020 09
Keterangan: 1) Termasuk ternak sapi perah, ayam buras, itik dan lainnya. Sumber: Hasil analisis.
Kebutuhan pakan untuk tiap provinsi per jenis ternak tahun 2009 disajikan pada Tabel 6. Kebutuhan pakan ayam ras petelur dan pedaging terkonsentrasi di pulau Jawa, sedangkan kebutuhan pakan untuk babi tersebar di luar pulau jawa, sesuai dengan sebaran populasi ketiga jenis ternak tersebut. Tabel 6. Kebutuhan pakan berdasarkan jenis ternak dan provinsi, tahun 2009 (ton)
Keterangan: 1) Termasuk ternak sapi perah, ayam buras, itik dan lainnya. Sumber: Hasil analisis.
Sebaran wilayah dominasi populasi ternak berimplikasi pada sebaran kebutuhan pakan. Selanjutnya, sebaran wilayah kebutuhan pakan juga berakibat pada sebaran wilayah kebutuhan jagung untuk pakan. Hasil deliniasi sebaran kebutuhan jagung untuk pakan ayam ras petelur, ras pedaging, dan babi adalah sebagai berikut:
• Wilayah dominan kebutuhan jagung untuk pakan
Sumber: Hasil analisis.
c. Kebutuhan jagung untuk pakan berdasarkan populasi ternak Berdasarkan kebutuhan pakan di atas, diperoleh kebutuhan jagung per jenis ternak seperti disajikan 70
ayam ras petelur (layer) terdapat di 10 propinsi. Kebutuhan jagung untuk pakan ayam ras petelur dapat dipenuhi, terutama pada delapan provinsi yang merupakan sentra produksi jagung nasional. Untuk Kalimantan Barat, jagung dapat didatangkan dari dua provinsi terdekat, yaitu Jawa Barat atau Lampung.
• Kebutuhan jagung untuk pakan ayam ras pedaging
(broiler) dominan terdapat di 10 propinsi, sepeti terlihat pada Tabel 8. Pemenuhan kebutuhan jagung di wilayah ini dapat dilakukan dari sentra produksi jagung nasional, yaitu: Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara dan Lampung.
Analisis Senjang Penawaran dan Permintaan Jagung Pakan dengan Pendekatan Sinkronisasi Sentra Produksi, Pabrik Pakan dan Populasi Ternak di Indonesia (Dewa K.S. Swastika, Adang Agustian dan Tahlim Sudaryanto)
• Kebutuhan jagung untuk pakan babi dominan
terdapat di provinsi: Bali, Sumatera Utara, NTT, DKI, Kalimantan Barat, Papua, Sulawesi Selatan, Kalimantan Tengah dan Sulawesi Tengah. Lebih kurang separuh populasi dominan babi juga terletak di sentra produksi jagung nasional, yaitu Provinsi Sumatera Utara, NTT dan Sulawesi Selatan. Untuk pemenuhan kebutuhan bahan baku pakan babi, jagung dapat dipasok khususnya dari provinsi sentra produksi jagung nasional, yaitu Propinsi: NTT, Sumatera Utara dan Sulawesi Utara.
Tabel 8. Sebaran kebutuhan jagung berdasarkan jenis ternak dan provinsi, tahun 2009
kapasitas produksi stabil (11,0 juta ton), dan tahun 2008 meningkat menjadi sekitar 12 juta ton. Saat ini industri pakan ternak berskala besar tersebar di delapan provinsi. Seperti halnya industri pakan, industri peternakan di dalam negeri juga didominasi oleh investor asing besar, seperti Charoen Pokphand, Japfa Comfeed, Sierad Produce dan Cheil Jedang Feed. Produsen berskala besar tersebut umumnya terintegrasi dengan industri pakan ternak dan pengolahan produk ternak yang tersebar di lima belas provinsi (Destiana, 2010). Industri pakan ternak yang terbesar di Indonesia terdapat di Jawa Timur dengan pangsa sebesar 33.4%. Posisi kedua Provinsi Banten dengan pangsa mencapai 25,4%. Jawa Barat dengan pangsa 11,75% menjadi penghasil pakan ketiga. Sebaran pabrik pakan di Indonesia disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Sebaran jumlah pabrik dan produksi pakan di Indonesia, 2008.
Sumber: Hasil analisis.
3.Permintaan Jagung Untuk Pakan Dengan Pendekatan Produksi Pabrik Pakan a. Produksi pakan dan sebarannya
Sumber: Datacon (2008) dan Destiana, M (2010)
Industri pakan ternak dalam negeri sangat berperan dalam mendukung industri peternakan. Pakan mencakup 70% dari total biaya produksi peternakan. Menurut Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT), industri pakan ternak nasional rata-rata mampu memasok 5 juta ton pakan dari kebutuhan sekitar 7 juta ton per tahun (terdapat kesenjangan (defisit) sekitar 2 juta ton). Dari total produksi pakan ternak, sekitar 90% diserap oleh peternak ayam petelur dan pedaging (Datacon, 2008). Sampai saat ini, industri pakan ternak nasional masih didominasi oleh perusahaan asing seperti Charoen Pokphand, Japfa Comfeed, Sierad Produce, CJ Feed, Gold Coin, dan Sentra Profeed. Dari 2004 hingga 2007
Dari perusahaan pakan yang saat ini beroperasi di Indonesia, PT. Charoen Pokphand Indonesia (CPI) adalah perusahaan utama dalam industri ini dengan market share sebanyak 31,2% dari total industri pakan Indonesia dengan fokus bisnis pada pakan ayam dan ikan. CPI adalah perusahaan pakan asing yang paling awal memasuki industri pakan Indonesia dengan struktur permodalan yang kuat dan ditopang oleh grup besarnya di Thailand dengan office area di seluruh dunia. Tetapi pangsa pasar (market share) ini makin tahun makin menurun disaingi oleh industri pakan lainya seperti Cheil Jedang dan Sierad dengan ekspansi kapasitas produksi yang signifikan serta penambahan pabrik untuk memperluas jangkauan pasar (Destiana, 2010).
71
Informatika Pertanian, Vol. 20 No.2, Desember 2011 : 65 - 75
b. Kebutuhan jagung untuk pakan berdasarkan pabrik pakan Berdasarkan volume produksi pakan pabrikan, seperti terlihat pada Tabel 9, dengan menggunakan persamaan (3), dapat dihitung kebutuhan jagung untuk pakan tersebut. Secara nasional produksi pakan pabrikan pada periode 2000-2008 tumbuh rata-rata 7,13 persen/tahun. Dengan proporsi jagung dalam pakan pabrikan yang tetap, maka pertumbuhan kebutuhan jagung untuk pakan pabrikan sejalan dengan pertumbuhan produksi pakan tersebut. Seperti terlihat pada Tabel 10, kebutuhan jagung untuk pabrik pakan meningkat dari 2,29 juta ton tahun 2000 menjadi 4,16 juta ton tahun 2008. Sebaran konsumsi jagung untuk bahan baku pakan mengikuti sebaran pabrik yang terdapat di 8 Propinsi. 4. Sinkronisasi Kebutuhan Jagung Untuk Pakan Berdasarkan hasil analisis pada butir 2 dan 3 di atas, pabrik pakan pada tahun 2008 memproduksi sebanyak 8,06 juta ton pakan pabrikan. Di sisi lain kebutuhan pakan pabrikan untuk ternak ayam pedaging, ayam petelur, dan babi pada tahun 2008 adalah sebesar 5,79 juta ton. Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) mengungkapkan bahwa mereka hanya mampu memasok sekitar 5 juta ton pakan per tahun (Datacon, 2008).. Volume ini masih jauh dibawah volume yang mereka produksi. Ada indikasi bahwa sebagian pakan pabrikan yang diproduksi di Indonesia diekspor ke luar negeri. Tabel. 10. Konsumsi jagung untuk pabrik pakan ternak di Indonesia, 2000-2008 (ton).
Sumber: Hasil analisis
72
Hal ini menyebabkan peternak kekurangan pasokan pakan, sehingga peternak (terutama peternak ayam ras) berupaya membuat formula pakan sendiri yang kandungan nutrisinya belum tentu sesuai dengan kebutuhan ternak. Jika pabrik pakan berkonsentrasi memproduksi pakan untuk kebutuhan dalam negeri, maka kebutuhan pakan dapat dipenuhi, dan volume pemakaian jagung untuk pakan pabrikan juga akan lebih rendah. Dari konsumsi jagung, berdasarkan populasi ternak, kebutuhan jagung pada tahun 2008 adalah sekitar 3,15 juta ton. Berdasarkan pabrik pakan, konsumsi jagung untuk pakan pabrikan pada tahun yang sama sebesar 4,16 juta ton. Ada dua kemungkinan yang menyebabkan terjadinya kesenjangan permintaan jagung untuk pakan pabrikan. Pertama, dengan volume produksi pakan yang sama, pabrik pakan menggunakan proporsi jagung lebih besar dari komposisi yang sebenarnya dibutuhkan. Kedua, volume produksi pakan lebih besar dari yang dilaporkan dengan tujuan lebih banyak mengekspor pakan ke luar negeri. Hal ini di satu sisi menguntungkan industri pakan, tetapi akan berdampak negatif terhadap perkembangan industri peternakan dalam negeri. 5. Sinkronisasi Wilayah Produksi dan Konsumsi Jagung Untuk Pakan Peta sentra produksi jagung utama nasional adalah di Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Jawa Barat, Gorontalo, NTT, Sulawesi Utara dan Sumatera Barat. Sentra konsumsi jagung terdapat di Propinsi Jawa Timur, Banten, Jawa Barat, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Lampung, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, dan Kalimantan Selatan (Tabel 11). Dengan demikian, sesungguhnya tujuh sentra konsumsi jagung untuk pakan sudah sinkron dengan sentra produksi jagung, kecuali untuk DKI Jakarta, Banten dan Kalimantan Selatan (Tabel 11). Implikasinya ialah bagi pabrik pakan yang tidak berada di provinsi sentra produksi jagung, mereka dapat memperoleh pasokan jagung dari provinsi sentra produksi terdekat. Pabrik pakan di DKI Jakarta dan Banten, dapat memperoleh jagung dari Jawa Barat, Jawa Tengah atau Lampung yang produksi jagungnya surplus. Pabrik pakan di Kalimantan Selatan dapat memperoleh jagung dari Sulawesi Selatan atau Jawa Timur. Pelabuhan laut Soekarno-Hatta di Makasar.
Analisis Senjang Penawaran dan Permintaan Jagung Pakan dengan Pendekatan Sinkronisasi Sentra Produksi, Pabrik Pakan dan Populasi Ternak di Indonesia (Dewa K.S. Swastika, Adang Agustian dan Tahlim Sudaryanto) Tabel 11. Pemetaan Sentra Produksi dan Konsumsi Jagung di
b. Proyeksi kebutuhan pakan
Indonesia, 2008.
Berdasarkan hasil proyeksi diperoleh total kebutuhan pakan untuk ternak ayam ras petelur, pedaging, babi, dan ternak lainnya. Pada tahun 2010, total kebutuhan pakan bagi populasi ternak sebesar 6,99 juta ton dan produksi pabrik pakan mencapai 9,36 juta ton. Analisis menemukan selisish 2,37 juta ton, dimana produksi pakan pabrik lebih tinggi 34 persen dari pada kebutuhan pakan bedasarkan populasi ternak. Pada tahun 2020 diprediksi kebutuhan pakan berdasarkan pendekatan populasi sebesar 13,36 juta ton dan proyeksi produksi pakan dari pabrik mencapai 18,64 juta ton, atau terdapat selisish 5,28 juta ton (Tabel 13). Tabel Sumber: BPS, 2010 dan Ditjen Peternakan, 2010 (Data Diolah).
13. Proyeksi kebutuhan pakan per jenis ternak berdasarkan populasi ternak dan produksi pakan pabrik di Indonesia, 2010-2020 (ton)
Trisakti di Banjarmasin dan Tanjung Perak di Surabaya sangat memungkinkan perdagangan jagung antar pulau dari Makasar dan Surabaya ke Banjarmasin. 6. Proyeksi Populasi Ternak Serta Kebutuhan Pakan dan Jagung Pakan a. Proyeksi populasi ternak Dengan menggunakan persamaan (4), proyeksi populasi ayam ras petelur, ras pedaging dan babi di Indonesia disajikan pada Tabel 12. Pada tahun 2010 populasi ayam ras petelur sebanyak 115,63 juta ekor dan diproyeksikan mencapai 147,72 juta ekor pada tahun 2015 dan 188,71 juta ekor pada tahun 2020. Untuk ayam ras pedaging, pada tahun 2010 populasinya sebesar 966,60 juta ekor, dan diproyeksikan mencapai 1.170,37 juta ekor pada tahun 2015 dan 1.417,11 juta ekor tahun 2020. Populasi ternak babi pada tahun 2010 populasinya sebasar 7,60 juta ekor dan diproyeksikan tahun 2015 mencapai 8,81 juta ekor serta tahun 2020 mencapai 10,21 juta ekor. Tabel 12. Hasil proyeksi ternak ayam ras petelur, ras pedaging dan babi di Indonesia, 2010-2020 (ekor)
Sumber: Hasil proyeksi.
*) Pakan B = produksi pakan oleh pabrik pakan Sumber: Hasil Proyeksi
c. Proyeksi kebutuhan jagung Proyeksi kebutuhan jagung untuk bahan baku pakan untuk ayam ras petelur, pedaging, babi dan ternak lainnya pada tahun 2010 dengan pendekatan populasi sebesar 3,50 juta ton dan sesuai produksi pabrik pakan mencapai 4,77 juta ton. Kebutuhan jagung pada pabrik pakan sekitar 36,28 persen diatas kebutuhan sesuai pendekatan populasi. Pada tahun 2020 proyeksi kebutuhan jagung pakan sesuai pendekatan populasi ternak sebesar 7,40 juta ton dan sesuai produksi pabrik pakan mencapai 9,51 juta ton. Kebutuhan jagung pada pabrik pakan sekitar 28,52 persen diatas kebutuhan sesuai pendekatan populasi (Tabel 14). Hasil analisis menunjukkan bahwa kebutuhan jagung untuk pakan dengan pendekatan populasi ternak jauh lebih rendah dari pada berdasarkan produksi pabrik pakan. Jika pabrik pakan memproduksi pakan sesuai dengan kebutuhan ternak dalam negeri, kebutuhan jagung untuk pabrik pakan akan lebih rendah dari pada permintaan selama ini. Pertanyaan berikutnya adalah: (1) mengapa pabrik pakan memproduksi pakan lebih besar dari yang dibutuhkan oleh ternak?, (2) mengapa pabrik pakan baru mampu memenuhi kebutuhan pakan 5 juta ton padahal 73
Informatika Pertanian, Vol. 20 No.2, Desember 2011 : 65 - 75
pada tahun 2008 mereka sudah memproduksi lebih dari 8 juta ton pakan, (3) apakah konsumsi pakan di luar sub sektor peternakan juga tinggi sehingga kebutuhan produksi pakan begitu besar, dan kebutuhan jagung juga meningkat?, (4) mengapa di satu sisi petani sering sulit menjual jagung, di sisi lain pabrik pakan sering mengeluh kekurangan jagung sehingga mengimpor dari luar negeri? Tabel 14. Proyeksi kebutuhan jagung per jenis ternak, 2010-2020 (ton)
Sumber: Hasil Analisis
Secara empiris produksi pakan dari pabrik pakan yang ada telah melampaui kebutuhan pakan berdasarkan populasi ternak dalam negeri. Namun demikian, volume pakan yang dijual di dalam negeri masih dibawah kebutuhan ternak dalam negeri. Beberapa faktor yang diduga menyebabkan ketidak-sinkronan antara volume produksi pakan dengan volume pakan yang sampai ke peternak dan ketidak-sinkronen antara permintaan dan panawaran jagung untuk pakan, antara lain: (1) banyaknya usaha ternak dilakukan di daerah yang kondisi transportasinya buruk, sehingga menyebabkan biaya transportasi untuk pemasaran pakan menjadi mahal; (2) lokasi peternakan terpencar dengan skala usaha kecil-kecil, sehingga distribusi pakan ke lokasi peternak kurang efisien; (3) usaha perikanan tambak juga memerlukan pakan yang menggunakan jagung sebagai bahan baku; (4) adanya insentif harga di luar negeri, sehingga produsen pakan lebih suka mengekspor pakan ke luar Indonesia; (5) buruknya sistem pemasaran jagung membuat pabrik pakan lebih murah mengimpor dari pada membeli dari petani Indonesia yang tersebar luas dengan skala kecil-kecil. Dengan makin kecilnya volume jagung yang dijual di pasar internasional, karena berbagai peruntukan di negara produsen, maka sebaiknya pabrik pakan mengutamakan produksi pakannya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, sehingga bisa mengurangi impor jagung dan menjamin ketersediaan pakan bagi industri peternakan.
74
KESIMPULAN Permintaan terhadap jagung untuk kebutuhan dalam negeri dalam 10 tahun ke depan akan makin meningkat, seiring dengan meningkatnya produksi pakan pabrikan dan berkembangnya industri peternakan. Di sisi lain, di pasar internasional penggunaan jagung makin kompetitif, karena penggunaan jagung tidak hanya untuk bahan baku pakan ternak dan industri makanan, melainkan juga untuk bahan bakar nabati (biofuel). Pemenuhan kebutuhan jagung yang mengandalkan impor akan berisiko tinggi, dan akan berdampak negatif terhadap industri pakan dan peternakan dalam negeri. Oleh karena itu, diperlukan upaya terus menerus untuk meningkatkan produksi jagung dalam negeri. Hasil analisis sinkronisasi menunjukkan bahwa 7 dari 10 provinsi sentra produksi jagung adalah juga sentra konsumsi jagung untuk pabrik pakan. Ini berarti bahwa penempatan pabrik pakan sudah hampir sinkron dengan sentra produksi jagung. Tiga provinsi yang bukan merupakan sentra produksi jagung dapat memperoleh jagung dari provinsi terdekat yang produksi jagungnya surplus. Berdasarkan analisis proyeksi, pada tahun 2020 diprediksi kebutuhan jagung pada pabrik pakan sekitar 28,52 persen diatas kebutuhan sesuai pendekatan populasi. Dengan demikian, sesungguhnya jika produksi pakan disesuaikan dengan populasi ternak yang ada, maka kebutuhan jagung untuk bahan baku pakan jauh lebih kecil dibanding dengan kebutuhan jagung sesuai permintaan pabrik pakan. Dengan sumberdaya yang terbatas, termasuk produksi jagung dalam negeri, maka sebaiknya pabrik pakan memfokuskan produksi pakan konsentrat untuk kebutuhan dalam negeri, sehingga tidak mengganggu perkembangan industri peternakan dalam negeri. Kebijakan strategis yang perlu dilakukan pemerintah antara lain adalah (a) regulasi pembatasan impor jagung, agar petani jagung lebih terangsang untuk memproduksi jagung; (2) membatasi ekspor pakan, untuk menjamin pemenuhan kebutuhan pakan ternak dalam negeri; serta (3) membangun sistem kemitraan antara petani jagung dengan pabrik pakan yang saling menguntungkan. Dengan kemitraan, petani bisa memperoleh sarana produksi dari perusahaan untuk menerapkan teknologi maju dalam usahatani jagung dan lebih mudah memasarkan jagung dengan harga yang disepakati bersama dalam kontrak kemitraan. Bagi perusahaan pabrik pakan lebih mudah memperoleh jagung sebagai bahan baku pabrik.
Analisis Senjang Penawaran dan Permintaan Jagung Pakan dengan Pendekatan Sinkronisasi Sentra Produksi, Pabrik Pakan dan Populasi Ternak di Indonesia (Dewa K.S. Swastika, Adang Agustian dan Tahlim Sudaryanto)
DAFTAR PUSTAKA Antara News. 2008. Ekonomi dan Bisnis: Departemen Pertanian (Deptan) akan menghentikan impor jagung pada tahun 2009. Jakarta. Bachtiar, S. Pakki, dan Zubachtirodin. 2007. Sistem Perbenihan Jagung. Buku Jagung: Teknik Produksi dan Pengembangan. (Eds: Sumarno, Suyamto, A. Widjono, Hermanto, H. Kasim). Puslitbang Tanaman Pangan, Badan Litbang Pertanian. p177-191. Badan Litbang Pertanian. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Komoditas Jagung di Indonesia. Jakarta. BPS. 2010. Data Produksi Pertanian. www.bps.go.id Datacon. 2008. Market Intelligence Report On Perkembangan Industri Pakan di Indonesia http://www.datacon.co.id. Destiana, M. 2010. Prospek Industri Pakan Nasional. Economic Review No.29. Maret 2010. Ditjend Peternakan. 2010a. Produksi Pabrik Pakan Ternak 200420 08 (per provinsi). http://www.ditjenna k. go.id/ bank\Tabel_11_8.pdf Ditjend Peternakan. 2010b. Data Produksi, Populasi, NBM dan Perdaganga Ternak. www.ditjennak.go.id. Ditjen Tanaman. Pangan. 2006. Program Peningkatan Produksi Jagung Nasional. Makalah disampaikan pada Seminar nasional dan Ekspose Inovasi Teknologi. Makassar –Pangkep, 15-16 September 2006. FAO. 200 9. Production, Trade, and Food Balence Sheet. www.fao.org. FAO. 2010a. Food Balance Sheet. http://fa osta t.fa o.org/site/6 1 7 /Desk to pDefa u lt.a spx ?PageID=617#a ncor FAO. 2010b. Maize Balance Sheet. http://fa osta t.fa o.org/site/6 1 6 /Desk to pDefa u lt.a spx ?PageID=616#a ncor Hutabarat, B., Y. Yusdja, E. Basuno, A. Subekti, I. Sadikin, dan V. Siagian. 1993. The Regional Trade Pattern of Corn Commodity in Indonesia. Research Report. Center for Agro-Socio Economic Research. Bogor. Hu tabara t B. 2 003 . Prospect of Feed Crops to Support the Livestock Evolution in South Asia: Framework of the Study Project. In Proceeding of Workshop on the CGPRT Feed Crops Supply/Demand and Potential/Constraints for Their Expansion in South Aasia held in Bogor, Indonesia, Sept 3-4, 2002. CGPRT Centre Monograph No. 42. Bogor. Indonesia.
Kasryno, F. 2003. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Jagung Dunia dan Implikasinya bagi Indonesia dalam Kasryno et al. (Eds). Ekonomi Jagung Indonesia. Badan Litbang Pertanian. Jakarta. Pasandaran, E. dan F. Kasryno. 2003. Sekilas Ekonomi Jagung Indonesia: Suatu Studi di Sentra Utama Produksi Jagung dalam Kasryno et al. (Eds). Ekonomi Jagung Indonesia. Badan Litbang Pertanian. Jakarta. Puslitbangtan. 2009. Deskripsi Varietas Unggul Palawija 19182009. Puslitbangtan. Bogor. Rachman, B. 2003. Perdagangan nternasional Komoditas Jagung dalam Kasryno et al. (Eds). Ekonomi Jagung Indonesia. Badan Litbang Pertanian. Jakarta. Subandi. 1998. Corn Varietal Improvement in Indonesia: Progress and Futu re Strategies. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol. 20(1). Badan Litbang Pertanian. Swastika, DKS. 2002. Corn Self-Sufficiency in Indonesia: The Pa st 30 Yea rs a nd Future Prospects. Jurnal Penelitia n dan Pengembangan Pertanian 21(3). Badan Litbang Pertanian. Swastika, DKS, MOA. Manikmas, B. Sayaka and K. Kariyasa. 2005. The Status and Prospect of Feed Crops in Indonesia. CAPSA Working Paper No. 81. UN-ESCAP. Bogor. Swastika, DKS. 200 5. T he Production Leveling-Off versus Exploding Demand for Maize in Indonesia . Proceedings of The 9 th Asian Regional Maize Workshop in Beijing-China, Sept 5-9, 2005. Swastika, DKS. 2010. Membangun Kemandirian dan Kedaulatan Pangan untuk Mengentaskan Petani dari Kemiskinan. Orasi Pengukuhan Profesor Riset Bidang Ekonomi Pertanian. Badan Litba ng Pertanian. Kementerian Pertanian. Bogor, 29 November 2010. Tangenjaya, B, Y. Yusdja, dan N. Ilham. 2003. Analisis Ekonomi Perminta an Jagung Untuk Pa kan da la m Ekonomi Jagu ng Indonesia (Eds: Kasryno, F, E. Pasandaran, dan A.M. Fagi). Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. Jakarta. TEMPO Interaktif. 2008. Pengusaha Pakan Ternak Akan Impor Jagung. Jakarta. Zubachtirodin, M.S. Pabbage dan Subandi. 2007. Wilayah Produksi da n Potensi Pengemba nga n Jagu ng. Bu ku Jagung: Teknik Produ ksi da n Pengembangan. (Eds: Sumarno, Suyamto, A. Widjono, Hermanto, H. Kasim). Puslitbang Tanaman Pangan, Badan Litbang Pertanian
75