SISTEM PERTANAMAN DAN PRODUKSI BIOMAS JAGUNG SEBAGAI PAKAN TERNAK Matheus Sariubang dan Herniwati Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan Jl.Perintis Kemerdekaan Km 13,5 Makassar ABSTRAK Industri pakan ternak merupakan agribisnis hilir yang berperan penting dalam agribisnis jagung. Pemanfaatan biomas sebagai pakan menjadikan usaha peternakan sapi potong tidak tergantung pada rumput alam di lapangan. Pada masa yang akan datang populasi sapi potong di Indonesia diperkirakan berkorelasi positif dengan ketersediaan biomas tanaman yang diusahakan petani maupun perkebunan. Penggunaan jagung untuk pangan menurun 2,0%/tahun, sedangkan untuk industri pakan dan pangan meningkat masing-masing 5,76% dan 3,0%/tahun. Penggunaan biomas jagung untuk pakan tergantung pada orientasi produksi, populasi tanaman, varietas yang dibudidayakan, dan pemeliharaan tanaman, khususnya pemupukan dan pengairan. Sistem usahatani integrasi jagung dengan sapi juga mampu memberikan keuntungan yang lebih besar, karena lebih efisien dalam penyediaan pakan ternak dan bahan organik Kata kunci: Sistem produksi, pakan ternak, biomas, jagung
PENDAHULUAN Pertambahan berat badan ternak sangat ditentukan oleh kecukupan (kuantitas dan kualitas) pakan yang dikonsumsi. Demikian juga keuntungan ekonomi yang diperoleh dari suatu usaha peternakan akan ditentukan oleh nilai biaya yang dikeluarkan untuk menyediakan bahan pakan. Ketersediaan hijauan pakan berkualitas, terutama pada musim kemarau merupakan salah satu kendala dalam pengembangan ternak. Menurut Soeharsono (2006) seekor sapi potong dengan bobot badan rata-rata 300 kg membutuhkan 40 kg biomas pakan segar per harinya. Industri pakan ternak merupakan kegiatan agribisnis hilir yang terpenting alam agribisnis jagung. Dalam pembuatan pakan ternak diperlukan jagung sebanyak 50% dari total kebutuhan nasional. Dalam periode 2005-2020, kebutuhan jagung untuk industri pakan diperkirakan 51,5% dari kebutuhan jagung nasional, dan bahkan setelah tahun 2020 lebih dari 60% dari kebutuhan tersebut. Jenis dan sumber bahan pakan akan menentukan tinggi rendahnya biaya 237
Seminar Nasional Serealia 2011
yang dikeluarkan, sehingga biomas dari tanaman yang dijadikan bahan penyusun pakan akan mengurangi biaya produksi, sebab 60-80 % biaya dalam usaha peternakan diperuntukan dalam pengadaan pakan (hardiyanto et al. dalam: Soeharsono et al. 2004). Pemanfaatan biomas sebagai pakan ternak sapi potong menjadikan usaha peternakan sapi potong tidak tergantung pada areal/lapangan perumputan, dan pada masa yang akan datang populasi sapi potong di Indonesia diperkirakan akan berkorelasi positif dengan ketersediaan biomas tanaman yang diusahakan petani maupun perkebunan. Ketersediaan biomas dalam mendukung pengembangan sapi potong melalui tiga cara, yakni (a) menghasilkan rumput /gulma (b) penyediaan areal penggembalaan sewaktu lahan tidak ditanami, disini sewaktu merumput, ternak dapat memperoleh pakan berupa rumput alam dan sisa-sisa tanaman yang tertinggal maupun ratun tanaman dan (c) menghasilkan biomas pakan, terutama beupa produk samping yang dipanen dan diangkut keluar untuk diberikan keternak secara langsung
(konsumsi segar) maupun diproses terlebih dahulu misalnya dikeringkan untuk hay dan perlakuan kimia/biologi seperti amonisiasi dan fermentasi menjadi silage, maupun dijadikan complit feed(bahan pakan dikeringkan dan digiling). Semakin sempit pemilikan lahan, akan semakin intensif penggunaan lahan pertanian. Khususnya untuk tanaman musiman intensitas pertanaman (IP) umumnya berkisar antara 2,0 – 3,0 sehingga kesempatan menggembala ternak pada lahan pertanian semakin terbatas, bahkan dibanyak tempat/wilayah tidak dimungkinkan karena IP mencapai 3,0 atau mendekati 3,0. Pada situasi demikian, dibanyak daerah telah diadakan perda yang melarang penggembalaan ternak, sehingga dalam penyediaan biomas pakan ternak sapi tergantung pada peternakan baik sebagai hasil samping maupun hasil utama, dalam hal ini semakin terasakan bagi wilayah kering pada musim kemarau. Jagung Sebagai Pakan Ternak Dalam periode 1989-2002 telah terjadi pergesaran penggunaan jagung walaupun masih dominan untuk kebutuhan konsumsi langsung. Setelah tahun 2002, penggunaan jagung lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan industri pakan. Penggunaan jagung untuk industri pangan juga terus meningkat. Selama tahun 2000-2004, penggunaan jagung untuk konsumsi langsung menurun sekitar 2,0%/tahun, sedangkan untuk industri pakan dan pangan meningkat masing-masing 5,76% dan 3,0%/tahun. Dari gambaran di atas terlihat bahwa orientasi pengembangan jagung ke depan sebaiknya lebih diarahkan kepada pemenuhan kebutuhan industri pakan dan pangan, mengingat produk kedua industri ini merupakan barang normal (elastis terhadap peningkatan pendapatan), sebaliknya merupakan barang inferior dalam bentuk jagung konsumsi langsung seiring dengan membaiknya daya beli masyarakat.
238
Salah satu kelebihan jagung untuk pakan unggas, terutama ayam petelur, adalah kandungan xantofilnya yang tinggi (18 ppm) dan berguna untuk kuning telur, kulit, atau kaki berwarna lebih cerah. Hal ini tidak dijumpai pada biji-bijian lain, dedak padi, dan ubi kayu. Tanaman jagung mempunyai adaptasi yang luas dan relative mudah dalam budidaya sehingga komoditas ini ditanam petani di Sulawesi Selatan pada lingkungan fisik dan sosial ekonomi yang sangat beragam lahan sawah, lahan kering,dataran tinggi dengan berbagai jenis tanah, pada berbagai tipe iklim (tipe iklim A, B, C, D, dan E menurut klasifikasi oldemen). Luas panen jagung diharapkan akan cepat naik karena : (a) sebagai wujud nyata dari implementasi program revitalisasi pertanian, jagung ditetapkan sebagai salah satu komoditas prioritas yang segera akan ditangani dalam pengembangannya, (b) potensi lahan untuk pengembangan areal tanam jagung masih sangat luas, dan (c) banyak pihak swasta yang tertarik dan terlibat dalam pengembangan jagung di Sulawesi Selatan. Dikalangan komoditas pangan, jagung merupakan tanaman yang dapat memproduksi dan dengan kecepatan akumulasi biomas (diatas bagian tanaman) yang paling tinggi, sehingga potensial paling banyak menghasilkan biomas pakan per satuan waktu dan luas. Sebagai penghasil biomas pakan, baik sebagai hasil samping maupun utama, dalam satu masa pertanaman dilapangan, panen biomas pakan dari pertanamanjagung dapat dilakukan 1-5 kali, tergantung pada orientasi dan cara produksinya.untuk tujuan produksi biomas pakan (jagung cacah), biasanya panen dilakukan sekali dengan memotong tanaman pada saat tongkol masih mudah, yaitu pada kisaran umur 65-75 hst (hari setelah tanam). Sebagai hasil samping pada pertanaman untuk produksi biji, biomas pakan dapat dipanen tiga kali, yakni daun jagung dibawah tongkol dua kali panen pada kisaran 75-85 hst, dan bagian tanaman jagung diatas tongkol dipanen sebelum
Matheus Sariubang dan Herniwati : Sistem Pertanaman dan Produksi Biomas Jagung Sebagai Pakan Ternak
atau bersamaan dengan panen tonkol, ini diluar klobot dan jenggel yang diperoleh selama prosesing (pengupasan dan pemipilan). Bagi pertanaman yang ditanam untuk tujuan hasil biji dan pakan ternak sekaligus, diluar panen biomas yang disebutkan diatas, masih dapat melakuka panen biomas 1-2 kali melalui penjarangan tanaman. Dari segi keluminyuan penyediaan pakan, cara dan frekuensi panen biomas pakan dari tanaman jagung seperti tersebut diatas adalah suatu hal yang menyenangkan dan sesuai bagi petani/peternak kecil. Cara dan frekuensi panen biomas pakan sperti pada jagung tersebut, sulit atau tidak dapat dilakukan pada tanaman
padi, kacang tanah, kedelai, kacang hijau, maupun ubi jalar. Biomas jagung mempunyai kualitas yang baik, lebih baik daripada jerami padi (Tabel 3 dan Tabel 4). Biomas jagung terutama tanaman muda mempunyai kandungan protein kasar yang lebih baik dengan serat kasar yang lebih rendah disbanding jerami padi sehingga sangat baik langsung digunakan untuk pakan ternak (Arifin, 2003). Biomas hijau tanaman jagung mempunyai nilai total nutrisi tercerna 60 – 75% dan kandungan protein 11 – 15% bahkan untuk jagung QPM kandungan protein kasar mencapai 13,5 % (Cardova 2001).
Tabel 3. Hasil Analisis proksimat lima varietas dari pertanaman jagung yang dipanen 70 hari setelah tanam Jagung sampel Daun jagung Semar-10 Bima-1 Bisma Sukmaraga C. andin*) Klobot jagung Semar-10 Bima-1 Bisma Sukmaraga C. andin*) Batang jagung Semar-10 Bima-1 Bisma Sukmaraga C. andin*)
Hasil Analisis Proksimat (%)*) Serat kasar Kadar abu
Protein kasar
Lemak kasar
BETN
TDN
18,57 18,00 16,32 18,02 18,03
2,32 1,59 1,83 1,46 1,78
21,70 27,51 23,24 21,39 25,53
13,77 12,03 13,99 15,23 11.27
43,64 40,87 44,62 43,90 42,94
61,03 61,34 60,20 59,43 61,62
4,47 3,90 5,60 7,85 6,77
0,74 0,95 1,02 0,76 0,72
26,26 28,81 31,63 26,25 28,47
3,13 3,74 4,54 4,41 2,81
65,41 62,60 57,20 60,73 61,23
48,23 49,47 50,98 50,79 50,69
6,13 7,85 5,54 6,11 6,11
0,87 0,98 0,82 074 0,70
32,93 30,04 34,35 32,71 34,88
4,82 5,16 5,25 4,06 3,39
55,25 55,97 54,03 56,38 54,92
50,63 51,81 49,99 50,49 51,05
*) Sumber: loka penelitian sapi potong, Grati, Pasuruan (jawa timur), 2003 BETN : Bahan Ekstrak Tiada N TDN : Total digestibility *) koleksi plasma nutfah
Tabel 4. Komposisi kimia jerami padi dan brangkasan jagung sebagai hasil samping pertanaman yang dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak Hasil samping pertanaman Jerami padi Brangkasan jagung
Serat kasar 28,8 27,8
Komposisi kimia (% berat kering) Protein Lemak 4,5 1,5 7,4 1,5
Sumber : IP2TP DKI Jakarta dalam Deptan (2002)
239
Seminar Nasional Serealia 2011
Abu 20,0 10,8
Tabel 5. Hasil Analisis proksimat jagung yang dipanen pada umur 70 HST, Bajeng Gowa, Sulawesi Selatan, 2008 Jenis Sampel
Daun Jagung Kelobot jagung Batang Jagung
Protein Kasar 18,02 7,80 5,59
Komposisi kimia (% berat kering) Lemak Kasar Serat Kasar Kadar Abu 1,46 20,30 15,20 0,75 25,20 4,40 0,75 32,35 4,25
Sumber : Tabri (2011)
Hasil analisis proksimat bahwa daun jagung adalah yang paling baik kualitas pakannya yakni untuk protein kasar sebesar 18,02 % dan serat kasar sebesar 20,30 % dibandingkan dengan batang maupun kelobot, sedng antara kelobot dengan batang nampaknya tidak banyak berbeda. Sebagai pakan, jagung dimanfaatkan sebagai sumber energi dengan istilah energi metabolis. Walaupun jagung mengandung protein sebesar 8,5%, tetapi pertimbangan penggunaan jagung sebagai pakan adalah untuk energi. Apabila energi yang terdapat pada jagung masih kurang, misalnya untuk pakan ayam broiler, biasanya ditambahkan minyak agar energi ransum sesuai dengan kebutuhan ternak. Kontribusi energi jagung adalah dari patinya yang mudah dicerna. SISTEM PERTANAMAN DAN BIOMAS JAGUNG UNTUK PAKAN Komoditas jagung sebagai sumber energi utama pakan, terutama untuk ternak monogastrik seperti ayam, itik, puyuh, dan babi karena kandungan energi, yang dinyatakan sebagai energi termetabolis (ME), relatif tinggi disbanding bahan pakan lainnya. Dalam ransum unggas, baik ayam broiler maupun petelur, jagung menyumbang lebih dari separuh energi yang dibutuhkan ayam. Tingginya kandungan energi jagung berkaitan dengan tingginya kandungan pati (>60%) biji jagung. Di samping itu, jagung mempunyai kandungan serat kasar yang relatif rendah sehingga cocok untuk pakan ayam. Hasil biomas pakan dari pertanaman jagung tergantung pada 240
orientasi produksi, populasi tanaman, varietas yang dibudidayakan, dan pemeliharaan tanaman, khususnya pemupukan dan pengairan. 1. Orientasi untuk produksi biji Tujuan utama produksi jagung adalah untuk menghasilkan biji. Biomas pakan diperoleh hanya sebagai hasil sampingan populasi tanaman jagung yang dianjurkan berkisar antara 62.000 – 70.000 tanaman per hektar. Biomas pakan sebagai hasil samping diperoleh dari daun dibawah tongkol, bagian tanaman (batang dan daun) diatas tongkol atau sering disebut sebagai brangkasan jagung, klobot, dan jenggel. 2. Orientasi untuk produksi tongkol muda Orientasi produksi tongkol muda, petani menanam jagung untuk memperoleh jagung sayur (baby corn/semi) atau jagung rebus/bakar. Untuk produksi jagung sayur, umumnya tongkol dipanen pada kisaran umur 58 62 hst, sedangkan untuk produksi jagung rebus/bakar tongkol dipanen pada kisaran 70 -75 hst. Jagung sayur secara pemeliharaan lebih sulit dibandingkan dengan jagung biasa, namun dibalik kesulitan ini memiliki beberapa keuntungan antara lain : permintaan pasar terhadap baby corn meningkat sehingga meningkatkan pendapatan petani dan panen hasil dari jagung semi tidak memerlukan waktu yang lama. Jagung semi atau jagung putri, berasal dari jagung hibrida biasa, tetapi setiap bunga jantannya yang muncul langsung dibuang (emaskulasi). Akibatnya, pembentukan tongkol jagung bisa lebih cepat.
Matheus Sariubang dan Herniwati : Sistem Pertanaman dan Produksi Biomas Jagung Sebagai Pakan Ternak
Yodpetch dan Bautista (1983) mengemukakan karakteristik varietas jagung yang dapat digunakan untuk memproduksi jagung semi diantaranya yaitu umur panen pendek, hasil panen tinggi, jumlah tongkol tiap tanaman banyak (prolifik), dan tongkol berkualitas baik dalam hal rasa, ukuran, dan warnanya. Kendala yang umum timbul dalam memproduksi jagung semi adalah penggunaan varietas unggul jagung yang dirakit khusus sebagai jagung semi. Sebagian besar produksi jagung semi menggunakan varietas jagung pipil yang sudah tersedia di pasar. Kendala lainnya yaitu penerapan komponen teknologi produksi yang belum dilakukan sesuai anjuran berupa ketidaksesuaian dalam teknik budidaya yang dilakukan serta proses pasca panen yang tepat. Jumlah tongkol yang biasa dihasilkan jagung umumnya sekitar 1-2 buah. Varietas jagung hibrida yang banyak digunakan sebagai baby corn antara lain Hibrida C-1 dan C-2, Pioneer1, 2, 7, dan 8, CPI-1, Bisi-2 dan Bisi-3, IPB-4, serta Semar-1, 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9 (Adisarwanto dan Widyastuti 2002). Kuantitas jagung semi dengan menghasilkan tongkol banyak dan kualitas jagung semi seperti rasa manis, tidak berserat, alur biji lurus, berwarna kekuningan, dan seragam. 3.
Orientasi untuk produksi biomas pakan Hasil biomas yang memadai diperlukan teknologi produksi yang optimal baik menyangkut varietas, ketersediaan hara, maupun populasi
tanaman per ha dan jumlah tanam per rumpun. Jagung biomas dengan berat hijauan tinggi diperlukan guna memenuhi ke-butuhan hijauan pakan jagung cacah yang diminati baik oleh pasar domestik/local seperti di Jawa Timur, Jawa Barat dan Yogyakarta, maupun untuk tujuan ekspor. Disini, jagung ditanam untuk menghasilkan pakan. Untuk tujuan tersebut, tanaman jagung dipanen dengan cara memotong batang pada ketinggian sekitar 10 cm dari permukaan tanah pada saat kisaran umur 70-75 hst sehingga tongkol masih muda. Seluruh bagian tanaman meliputi batang, daun dan tongkol muda dicacah untuk dikonsumsi sapi dalam bentuk segar, dikeringkan menjadi hay, maupun diproses/fermentasi menjadi silage. Pertanaman musim kemarau 2002 di KP Maros, yang ditanam dengan populasi sekitar 66.600 tanaman per hektar, diairi setiap minggu dari air tanah secara irigasi alur, dan dengan pemupukan 350 kg urea + 150 kg SP 36 + 100 kg KCL per hektar menghasilkan total biomas segar sebesar 70-100 t/ha pada umur panen 75 hst, bervariasi tergantung pada varietasnya (table 8). Hibrida semar-10 dan Bima-1 menghasilkan biomas jagung cacah tertinggi, yakni sekitar 100t/ha biomas segar. Melihat kontribusi bagian tanaman terhadap bobot biomas segar, secara umum batang adalah yang menemati urutan pertama, kemudian secara berurutan diikuti tongkol dan daun; masing-masing sekitar 40 – 51 %; 32 – 40 %, dan 17 – 20 %.
Tabel 8. Produksi biomas jagung cacah tujuh varietas yang dipanen pada umur 75 hari setelah tanam. Pengujian di lahan kering (surjan) KP. Maros, Sulawesi Selatan, 2002. Varietas 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Bisi-2**) Pioneer-**) Semar-10**) Bima-1**) Semar-9**) C-7**) Bisma***)
Hasil biomas segar *) g/pohon t/ha 1.337,16 89,14 1.064,80 44,52 1.487,28 47,63 1.510,24 49,43 1.119,24 45,02 1.157,84 39,99 1.162,44 45,98
*) Populasi : 66.667 tanam/ha; **) Hibrida; ***) bersari bebas/komposit Sumber : Data visitor plot (balitsereal, 2002: tidak dipublikasikan)
241
Seminar Nasional Serealia 2011
Batang 50,57 44,52 47,63 49,43 45,02 39,99 45,98
Konstribusi (%) Tongkol 32,42 37,43 36,79 31,85 38,28 40,22 35,35
Daun 17,01 18,05 15,58 18,72 16,70 19,79 18,67
Tabel 9. Bobot biomas jagung segar empat varietas pada tiga tingkat populasi dilahan sawah tadah hujan yang dipanen pada umur 65 hari setelah tanam. Takalar, Sulawesi selatan, MK.2003. Bobot biomas segar (t/ha) 66.667 tanaman/ha 133.333 tanaman/ha 200.000 tanaman/ha 48,1 57,1 82,5 Bima – 1 37,3 52,2 66,0 Semar – 10 36,2 48,2 56,4 Bisi – 2 34,2 50,9 64,4 Lamuru Pemupukan: 350 kg Urea + 200 kg SP – 36 + 60 Kg KCL/ha Sumber : Akil et al. (2003) Varietas
Hasil penelitian produksi biomas jagung cacah oleh Akil et al. (2004) dilahan sawah tadah hujan pada musim kemarau setelah padi dikabupaten takalar (Sulawesi selatan) dapat dilihat pada table 9. Hasilnya secara umum dapat disajikan sebagai berikut: a) Bobot bobot biomas segar dipengaruhi oleh varietas dan populasi tanaman per hektar. Dari segi varietas, Bima-1 (hibrida) adalah yang paling tinggi dalam menghasilkan biomas segar, dan b) Peningkatan populasi tanaman dari 66.667 menjadi 133.333 da terus menjadi 200.000 tanaman per hektar selalu diiluti oleh peningkatan bobot biomas jagung segar. Dibandingkan dengan hasil biomas pertanaman visitor plot di KP Maros (Tabel 8), bobot biomas pertanaman di Takalar (Tabel 9) adalah jauh lebih rendah, hal ini diduga kuat terkait dengan kecukupan pengairan. Pertanaman di Takalar diairi (dari air tanah) 10-15 hari sekali. Kualitas pakan dari bagian tanaman jagung sangat berbeda. Hasil analisis proksimat beberapa varietas jagung yang dipanen pada umur 70 hari setelah tanaan adalah seperti Tabel 3 di depan. Daun jagung adalah yang paling baik kualitas pakannya dibandingkan dengan batang maupun kelobot, sedang jagung yang paling sesuai untuk produksi jagung cacah adalah varietas jagung yang
242
selai total hasil biomasnya tinggi juga relative banyak menghasilkan daun, misalnya Bima-1 (tabel 8). Menggunakan dasar perhitungan yang sama seperti di depan, biomas segar sebanyak 102t/ha dapat mendukung penyediaan pakan untu 846 ekor selama 3 hari atau 19 – 20 ekor selama 4 bulan pemeliharaan jika biomas pakan diproses dan disimpan dalam bentuk hay atau silage. Di beberapa kabupaten di Indonesia, telah dilakukan pengkajian integrasi jagung dengan ternak, terutama sapi. Dibandingkan dengan pakan tradisional, pemberian limbah tanaman jagung dalam bentuk hay, silase, atau fermentasi dapat meningkatkan bobot badan harian sapi (Anggraeny et al. 2005, Rohaeni et al. 2006, Sariubang et al. 2006). Di Jawa Timur, pemberian tumpi jagung meningkatkan bobot badan ternak dan mengurangi biaya pakan (Pamungkas et al. 2006). Penggunaan tongkol jagung sebagai sumber serat bagi ternak ruminansia perlu diikuti oleh penambahan bahan lain sebagai sumber protein, mineral, dan vitamin agar ternak dapat tumbuh optimum. Sistem usahatani integrasi jagung dengan sapi juga mampu memberikan keuntungan yang lebih besar, karena lebih efisien dalam penyediaan pakan ternak dan bahan organik (Tangendjaya dan Wina 2007).
Matheus Sariubang dan Herniwati : Sistem Pertanaman dan Produksi Biomas Jagung Sebagai Pakan Ternak
DAFTAR PUSTAKA Adisarwanto T dan Widyastuti, Y. E., 2002. Meningkatkan Produksi Jagung di Lahan Kering, Sawah dan Pasang Surut. Penebar Swadaya, Jakarta. Adisarwanto, T dan Widyastuti, Y.E., 2002. Meningkatkan Produksi Jagung di Lahan Kering dan Pasang Surut. Penebar Swadaya. Jakarta Akil. M. Rauf. M.. Fadhly. A.F. 2004. Teknologi Budi daya Jagung untuk Pangan dan Pakan yang Efisien dan Berkelanjutan pada Lahan Marjinal. Laporan Penelitian Balitsereal Anggraeny, Y.N., U. Umiyasih, and D. Pamungkas. 2005. Pengaruh suplementasi multi nutrien terhadap performans sapi potong yang memperoleh pakan basal jerami jagung. Pros. Sem. Nas. Teknologi Peternakan dan Veteriner. p. 147-152. Balitsereal, 2002. Produksi biomas jagung cacah tujuh varietas yang dipanen pada umur 75 hari setelah tanam. Pengujian dilahan keing (surjan) KP. Maros, Sulawesi Selatan . Tidak dipublikasi Cordova,H.2001. Quality protein maize : Improved nutrition and livelihoods for the poor. Maize Rezearch Highlights 1999 – 2000-. CYMMIT. P.27-31. Litbang Pertanian, 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Jagung. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta Palungkun, R dan A. Budiarti. 1992. Sweet Corn, Baby Corn. Penebar Swadaya. Jakarta. Pamungkas, D., E. Romjali, dan Y.N. Anggraeny. 2006. Peningkatan mutu biomas jagung menunjang penyediaan pakan sapi potong sepanjang tahun. Prosiding Lokakarya Nasional Jejaring Pengembangan Sistem Integrasi 243
Seminar Nasional Serealia 2011
Jagung-Sapi. Puslitbangnak, Pontianak, 9-10 Agustus 2006, p. 142-148. Rohaeni, E.S., N. Amali, and A. Subhan. 2006. Janggel jagung fermentasi sebagai pakan alternatif untuk ternak sapi pada musim kemarau. Prosiding Lokakarya Nasional Jejaring Pengembangan Sistem Integrasi Jagung-Sapi. Puslitbangnak, Pontianak, 9-10 Agustus 2006, p. 193-196. Soeharsono, 2006. Pemanfaatan bahan pakan inkonvensional dalam bentuk pakan lengkap (complete feed)pakan konsentrat terhadap produktivitas ternak sapi potong/Soeharsono; A. Musofie; Supriadi. Dalam : Prosiding Seminar Nasional Implementasi Hasil Penelitian dan Pengembangan Pertanian untuk Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat. Bogor : PSE, 2005: p. 121-126. Sariubang, M., Gufroni, L.M. dan Sahardi. 2005. Pengkajian system integrasi tanaman jagung sapi potong di lahan kering, Sulawesi Selatan. Prosiding Lokakarya Nasional Jejaring Pengembangan Sistem Integrasi Jagung-Sapi. Puslitbangnak, Pontianak, 9-10 Agustus 2006, 209-213. Yodpetch, C dan O.K. Bautista. 1983. Young cob corn : Suitable varieties, nutritive value and optimum stage of maturity. PhilAgr. 66: 232-244. Tabri, F. 2009. Teknologi Produksi Biomas Jagung Melalui Peningkatan Populasi Tanaman. Prosiding seminar nasional Serealia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Maros, 29 Juli 2009 Tangendjaja, B. dan E. Wina, 2007. Limbah Tanaman dan Produk Samping Industri Jagung untuk Pakan. Buku jagung. Pusat Penelitian Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
244
Matheus Sariubang dan Herniwati : Sistem Pertanaman dan Produksi Biomas Jagung Sebagai Pakan Ternak