TEKNOLOGI PRODUKSI BIOMAS JAGUNG MENDUKUNG PENYEDIAAN PAKAN TERNAK SAPI PADA LAHAN SUB OPTIMAL Faesal1), Syuryawati1) dan Evert Hosang2) 1) Ballitsereal Maros 2) BPTP Nusa Tenggara Timur ABSTRAK Nusa Tenggara Timur dikenal sebagai daerah kantong ternak, khususnya sapi sebagai ruminansia dominan untuk produksi daging, Permasalahan pokok yang dihadapi petani-peternak adalah kekurangan pakan, terutama pada musim kemarau. Penanaman jagung untuk produksi biomas dapat dilakukan di lahan kering maupun sawah tadah hujan yang memiliki sumber air. Upaya untuk menyediakan pakan dari biomas jagung berpotensi karena tanaman jagung mampu memproduksi biomass yang tinggi. Hasil penelitian di Naibonat NTT pada lahan kering datar varietas Lamuru pada populasi tanaman 357.142/ha (70x40cm, 10 tanaman/lubang) menghasilkan biomas segar sebanyak 232,5 t/ha selain biji kering 5,1 t/ha, sedangkan di sawah tadah hujan Pangkep Sulawesi Selatan populasi 400.000 tanaman/ha (75cmx20 cm, 6 tanaman/lubang) hasil biomas mencapai 66,80/ha selain biji 5,2 t/ha.. Ditinjau dari aspek ekonomi, produksi biomas untuk pakan menguntungkan. Hasil penelitian produksi biomas jagung yang dilakukan pada lahan petani di Kabupataen Blora Jawa Tengah menghasilkan biomas segar sebanyak 27.083t/ha memberikan keuntungan Rp 3.223.000/ha per 70 hari., sementara teknologi introduksi di Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan memberikan keuntungan Rp. 7.555.000/ha per 70 hari Kata Kunci: Produksi, Biomas, Jagung, Pakan, Keuntungan PENDAHULUAN Usahatani jagung terutama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku iandustri pakan ternak yang terus meningkat sejalan dengan meningkatnya permintaan kebutuhan produk peternakan. Tanaman jagung di Indonesia dibudidyaan pada lingkungan yang beragam mulai dari lahan kering, sawah irigasi sampai sawah tadah hujan. Pertanaman jagung di lahan sawah inrigasi dan sawah tadah hujan terutama di sentra produksi jagung dewasa ini meningkat masingmasing 10-15% dan 20-30 % (Kasryno. 2002 Dalam Makarim et al., 2004). Pertanaman jagung ke depan akan bergeser dari lahan subur di pulau Jawa ke lahan Sub Optimal seperti lahan kering dan sawah tadah hujan di luar Jawa, sehingga pengembangan jagung di NusaTenggara Timur mempunyai peluang sangat besar, karena Propinsi ini termasuk produsen Jagung kelima di Indonesia. (Makarim et al. 2004). Di Nusa tenggara Timur terdapat lahan kering untuk huma 292.737 ha, sawah irigasi 58.773 ha dan sawah tadah hujan 50.920, luas lahan tersebut potensil untuk pengembangan jagung produkksi biomas sebagai pakan ternak sapi yang merupakan ternak besar doninan di Nusa Tenggara Timur yang pada tahun 2003 terdapat 522.929 ekor (BPS, 2004). Kendala yang dihadapi petani secara umum adalah kekurangan pakan terutama pada musim kemarau. Masalah kekurangan pakan tersebut dapat diatasi salah satunya dengan teknik menanam jagung untuk memproduksi biomas. Budidaya jagung komposit untuk pakan selain biji dapat dilakukan di lahan kering pada musim hujan atau musim kemarau yang memanfaatkan sumber air (sungai/mata air) atau permukaan air tanah dangkal. Di lahan Sub optimal seperti pada sawah tadah hujan dapat dilakukan penanaman segera setelah padi dipanen yang memanfaatkan sisa kelembaban tanah dan selanjutnya dilakukan penyiraman menggunakan air tanah yang dipompa atau sumber air lain. Dengan demikian peluang produksi biomas dan by produk lainnya untuk pakan meningkat seiring meningkatnya luas pertanaman jagung baik melalui ekstensifikasi maupun intensifikasi. Teknologi menanam jagung untuk produksi biomas ada dua cara yaitu: pertama mennanam seperti untuk produksi biji, atau lebih rapat biasanya 75 cm x 40 cm, 2 tanaman perlubang atau 75 cm x 20 cm, 1 tanaman perlubang dan dipanen seluruh bagian tanaman pada
umur 65-75 hst. Cara yang kedua adalah memenam benih lebih banyak perlubang kemudian di panen pada umur 50 dan 45 hst dilakukan penjarangan secara bertahap dengan cara mengambil satu tanaman atau lebih dalam satu rumpun, pada umur 65 dilakukan pemangkasan daun hijauan di bawah tongkol dan, selanjutnya disisakan satu tanaman setiap rumpun untuk dipangkas bagian tanaman di atas tongkol pada umur 85 hst dan menghasilkan biji. Di Jawa Timur 90 % petani pada lahan sawah irigasi dan 80% di lahan kering menggunakan hijauan tanaman jagung untuk pakan ternak (Swastika et al., 2004). Petani di Kabupaten Blora Jawa Tengah dengan biomas tanaman jagung sebanyak 27.000 kg mampu memberi makan 4 ekor sapi dewasa selama 2 bulan (Bahtiar, 2005). Pemanfaatan biomas jagung sebagai pakan ternak cukup menjajikan oleh karena selain produk biomasnya tinggi juga meiliki nilai gizi cukup baik dan disenangi oleh ternak (Fauziati et al,. 1988; Faesal, 2005) PRODUKSI BIOMAS JAGUNG DI LAHAN KERING Budidaya jagung untuk produksi biomas pada lahan kering dapat dilakukan kedua cara memproduksi yang telah disebutkan terdahulu. Lingkungan budidayanya dapat dilakukan pada lahan kering maupun lahan sawah tadah hujan. Penanaman jagung untuk produksi biomas dimaksudkan untuk membantu penyediaan pakan ternak sapi pada musim kemarau terutama pada puncak musim kemarau pada bulan juli-Agustus ternak kesulitan mendapatkan makanan oleh karena rumput alam sudah mengering dan tidak sedikit diantaranya sudah habis terbakar. Pada lahan kering yang sumber ainya sangat terbatas, maka kedua cara produksi biomas/hijauan untuk pakan sebaiknya di lakukan pada musim hujan atau menjelang ahir musim hujan. Sebaliknya pada lahan kering yang memiliki sumber air cukup misalnya air sungai, air artesis atau air permukaan tanahnya dangkal produksi biomas jagung untuk pakan dapat dilakukan kapan saja. Jagung varietas Kalingga merupakan jagung komposit yang yang sudah lama dibudidayakan petani di NTT masih dapat dipertahankan oleh karena disukai petani dengan alasan klobotnya tertutup, selain itu varietas Kalingga memberikan biomas cukup tinggi yaitu mencapai 201,9 t/ha pada populasi 357.142 (70 cm x 40cm) dengan hasil biji pipilan kering diperoleh sebesar 4,2 t/ha (Tabel 1). Tabel 1. Hasil biomas dan biji varietas Kalingga pada enam tingkat populasi tanaman. Naibonat, NTT MH. 2003 Populasi Total biomas Jarak tanam (cm) Hasil biji (t/ha) tanaman/ha segar (t/ha) 357.142 70 cm x 40 cm, 10 tanaman/lubang 201,9 a 4,2 b 514.285 70 cm x 25 cm, 9 tanaman/lubang 167,2 ab 4,0 b 642.857 70 cm x 20 cm, 9 tanaman/lubang 179,3 ab 4,2 ab 400.000 70 cm x 25 cm, 7 tanaman/lubang 146,8 ab 4,0 b 500.000 70 cm x 20 cm, 7 tanaman/lubang 125,5 ab 4,1 ab 285.000 70 cm x 25 cm, 5 tanaman/lubang 162,1 ab 4,6 a 357.142 70 cm x 20 cm, 5 tanaman/lubang 118,4 b 4,5 a Rata-rata 157,3 4,2 Total biomas segar berbagai populasi tanaman jagung varietas Kalingga pada umur 30 hst + 45 hst+ 85 hst (diatas tongkol) Sumber: Balitsereal, 2003.
Pada lahan kering datar jenis tanah Alluvial di Naibonat NTT pertanaman jagung varietas Lamuru di musim hujan yang dipupuk urea 300 kg, 200kg SP36 dan 100 kg KCl, dipanen pada umur 30 hst + 45 hst + 85 hst. Biomas total tanaman tertinggi 232,5 t/ha selain hasil biji 5,1 t/ha diperoleh pada populasi 357.142 tnaman/ha (jarak tanam 70 cm x 40 cm 10 tanaman/lubang dan peningkatan populasi tanaman cenderung menurunnkan hasil biomas. Hal ini kemungkinan disebabkan persaingan terhadap hara air, dan cahaya. Sedangkan hasil biji tertinggi 5,3 t/ha diperoleh pada populasi 357.142 ( jarak tanam 70 cm x 20 cm 5 tanaman/lubang. Penelitian di lahan sawah tadah hujan di Takalar Sulawesi Selatan menunjukkan populasi 200.000 tanaman/ha varietas Bima-1 dipanen pada umur 65 hst menghasilkan biomas segar sebanyak 82,5 t/ha tertinggi dibanding populasi lainnya (Akil et al., 2004).
Jagung komposit Varrietas Lamuru menjadi populer di kawasan timur Indonesia, karena, selain produksinya tinggi 7-8 t/ha, juga toleran terhadap kekeringan dan bijinya berwarna oranye (Makarim et al. 2004). Di Tanah Laut Kalimantan Selatan menunjukkan hasil biomas segar berupa daun di bawah tongkol, hijauan bagian tanaman di atas tonngkol dan kelobot serta biji kering pada kadar air (ka) 15% jagung varietas Sukmaraga masing-masing 12, 5,2 1,6 dan 6,1 t/ ha (Subandi et al., 2005). Tabel 2. Hasil biomas dan biji varietas Lamuru pada enam tingkat populasi tanaman. Naibonat, NTT MK. 2003 Populasi Total biomas Jarak tanam (cm) Hasil biji (t/ha) tanaman/ha segar (t/ha) 357.142 70 cm x 40 cm, 10 tanaman/lubang 232,5 a 5,1 a 514.285 70 cm x 25 cm, 9 tanaman/lubang 183,6 ab 4,2 b 642.857 70 cm x 20 cm, 9 tanaman/lubang 190,0 ab 4,2 b 400.000 70 cm x 25 cm, 7 tanaman/lubang 142,4 b 4,9 b 500.000 70 cm x 20 cm, 7 tanaman/lubang 186,3 ab 4,6 ab 285.000 70 cm x 25 cm, 5 tanaman/lubang 143,3 b 4,8 ab 357.142 70 cm x 20 cm, 5 tanaman/lubang 142,6 b 5,3 a Rata-rata 139,8 4,7 Total biomas segar berbagai populasi tanaman jagung varietas Lamuru pada umur 30 hst + 45 hst + 85 hst (diatas tongkol) Sumber: Balitsereal, 2003
PRODUKSI BIOMAS JAGUNG PADA SAWAH TADAH HUJAN Budidaya untuk memproduksi biomas sebagai pakan selain biji dapat juga dilakukan pada lahan sawah tadah hujan yang menggunakan air tanah yang terbatas. Produksi biomas segar yang dihasilkan oleh tanaman jagung pada umur 30 hst dengan meningkatkan populasi tanaman dari 200.000 menjadi 400.000 tanaman/ha pada lahan sawah tadah hujan di kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan, dapat menghasilkan biomas jagung segar untuk pakan berkisar antara 8,4 - 19,5 t/ha. Pada umur 45 hst dengan peningkatan populasi tanaman dari 133.333 menjadi 400.000 tanaman/ha dapat menyediakan biomas segar untuk pakan berkisar antara 16,5 sampai 41,3 t/ha, dan peningkatan populasi tanaman dari 133.333 menjadi 266.667 tidak meningkatkan bobot biomas segar secara nyata, namun peningkatan populasi menjadi 333.000 atau 400.000 tanaman/ha meningkatkan bobot biomas secara nyata pada umur 45 hst seperti yang telah dilaksanakan di Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan (Tabel 3). Penanaman dilakukan pada akhir musim hujan yaitu bulan Juni-Juli 2005, segera stelah tanaman padi dipanen untuk memanfaatkan sisa kelembaban tanah. Persiapan lahan dilakukan dengan cara tanpa olah tanah (TOT) menggunakan herbisida Round Up 2 l/ha, jerami padi tidak dilakukan pembabatan. Pembersihan jerami dilakukan terbatas hanya pada baris yang akan ditanami jagung dan pada saat jagung berumur tiga minggu jerami yang sudah mati dicabut diletakkan diantara baris tanaman jagung sebagai mulsa untuk konservasi kelembaban tanah dan menekan gulma. Pemupukan 300 kg urea, 200 kg SP36 dan 100 kg KCl/ha dtambah pupuk kandang ayam 1,5 t/ha. Pemeliharaan tanaman dilakuakan seoptimal mungkin sesuai petunjuk teknis budidaya tanaman jagung. Total biomas segar yang diperoleh melalui peningkatan populasi tanaman dari 66.667 menjadi 400.000 tanaman/ha yang dipanen pada umur 30 dan 45 hst (seluruh tanaman), 70 hst (seluruh daun di bawah tongkol), serta 85 hst (bagian tanaman di atas tongkol), maka diperoleh total biomas segar untuk pakan berkisar antara 9,1 sampai 66,8 t/ha, selain hasil biji 5,2 t/ha. Populasi tanaman 66.667/ha merupakan populasi tanaman rekomendasi dengan jarak tanam 75 cm x 40 cm, 2 tanaman/lubang atau 75 cm x 20 cm, 1 tamnaman/lubang hanya menghasilkan biomas 9,1 t/ha diperoleh dari daun tanaman di bawah tongkol dan bagian tanaman di atas tongkol. Populasi ini memberikan hasil biji tertinggi 7,1 namun tidak berbeda nyata dengan populasi lainnya.
Tabel 3. Hasil biomas dan biji varietas Lamuru pada enam tingkat populasi tanaman. Pangkep MK. 2003 Populasi Total biomas Jarak tanam (cm) Hasil biji (t/ha) tanaman/ha segar (t/ha) 66.667 75 cm x 20 cm 1 tanaman/lubang 9,1 e 7,1tn 133.333 75 cm x 20 cm 2 tanaman/lubang 24,8 d 6,9 200.000 75 cm x 20 cm 3 tanaman/lubang 29,9 d 6,6 266.667 75 cm x 20 cm 4 tanaman/lubang 38,3 c 6,3 333.333 75 cm x 20 cm 5 tanaman/lubang 60,0 b 6,3 400.000 75 cm x 20 cm 6 tanaman/lubang 66,8 a 5,2 Rata-rata 38,2 6,4 Total biomas segar berbagai populasi tanaman jagung varietas Kalingga pada umur 30 hst + 45 hst+ 85 hst (diatas tongkol) Sumber: Faesal dan Akil, 2006
Hasil biji pipilan kering pada kadar air 15% dan hasil samping berupa kelobot dan janggel (Tabel 4), menunjukkan bahwa hasil biji tertinggi diperoleh pada populasi 66.667 tanaman/ha (7,1 t/ha), namun tidak berbeda nyata dengan hasil biji populasi lainnya, sedangkan hasil biji paling rendah diperoleh pada populasi 400.000 tanaman/ha. Hal ini berarti peningkatan populasi tanaman jagung komposit Varietas Lamuru sampai 400.000 tanaman/ha yang dipanen secara bertahap berdasarkan umur tanaman, tidak menurunkan hasil biji secara signifikan, meskipun kelihatannya hasil biji cenderung menurun dengan meningkatnya populasi tanaman. Hasil penelitian (Lawer dan Rankin, 2004) menyatakan bahwa hasil biji menurun 18% dengan meningkatnya populasi tanaman sampai 74.000 tanaman/ha. Hal terjadi karena persaingan tanaman secara intensif terhadap air, hara, sinar matahari dan ruang hanya terjadi sampai pada umur 45 hst, sedangkan populasi yang dipanen biji populasinya tidak berbeda untuk semua perlakuan yaitu 66.667 tanaman/ha. Fenomena ini terjadi oleh karena populasi tanaman yang dipertahankan sampai panen adalah 66.667 tanaman/ha, sehingga persaingan tanaman yang ketat hanya terjadi sampai pada umur 45 hst yang berkorelasi dengan indeks luas daun dan indeks luas daun meningkat secara linear pada peningkatan populasi antara 34.500 sampai 69.000 tanaman/ha (Lawer dan Rankin, 2003). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan populasi tanaman sangat mungkin dilakukan untuk mendapatkan bobot biomas segar tinggi untuk pakan sapi selain hasil biji, oleh karena peningkatan populasi tanaman sampai 400.000 tanaman/ha tidak mengurangi hasil biji secara signifikan. Hal ini sejalan dengan yang dilaporkan oleh Combe dan Thelen (2002) bahwa hasil biji jagung menurun hanya 2,1% apabila populasi tanaman meningkat dari 56.000 menjadi 90.000 tanaman/ha hasil penelitian dilakukan selama 2 tahun pada 11 lokasi di Corn Belt bagian utara. Biomas yang berasal dari hasil samping produksi biji berupa klobot dan janggel memberikan kontribusi terhadap total biomas untuk pakan masing-masing berkisar antara 1,2-1,4 dan 1,1-1,5 t/ha (Tabel 4). Peternak di JawaTengah mnggunakan juga kelobot jagung sebagai pakan ternak sapi, demikian halnya dengan janggel bahkan janggel jagung dapat dipermentasi untuk meningkatkan nilai gizinya. Tabel
4. Hasil samping (by produk) biji pada peningkatan populasi tanaman jagung. Pangkep Sulsel, 2005 Populasi Jarak tanam Hasil by produk biji (t/ha) tanaman (cm) Klobot Janggel 66.667 75 cm x 20 cm 1 tanaman/lubang 1,4 tn 1,5a 133.333 75 cm x 20 cm 2 tanaman/lubang 1,3 1,4 b 200.000 75 cm x 20 cm 3 tanaman/lubang 1,2 1.5 ab 266.667 75 cm x 20 cm 4 tanaman/lubang 1,2 1,4 ab 333.000 75 cm x 20 cm 5 tanaman/lubang 1,2 1.4 b 400.000 75 cm x 20 cm 6 tanaman/lubang 1,2 1,1 b Rata-rata 1,3 1,0
KK
14,6
7,4
Angka yang diikuti huruf sama pada kolom sama tidak berbeda pada taraf 5% UBD, tn = Tidak nyata Sumber : Faesal, 2006
PROSPEK EKONOMI PRODUKSI BIOMAS JAGUNG UNTUK PAKAN Peningkatan populasi tanaman dari 66.667 menjadi 400.000 tanaman/ha pada lahan sawah tadah hujan Pangkep Sulawesi Selatan yang ditanam setelah padi dipanen dengan sistem tanpa olah tanah (TOT) menggunakan hebisida Round Up 2 l/ha, dapat menghasilkan total biomas segar 66.800 kg. Apabila diasumsikan 1 ekor sapi yang beratnya 100 kg memerlukan makanan 10 kg/hari, maka biomas jagung sebanyak itu dikumpulkan selama pertumbuhan tanaman mampu memberi makan sebanyak 6.680 ekor sapi/hari. Dibandingkan pada populasi tanaman 66.667 tanaman/ha menghasilkan biomas total sebanyak 9.070 kg dari hijauan daun di bawah tongkol dan bagian tanaman di atas tongkol hanya mampu memberi makan sebanyak 907 ekor sapi/hari, sehingga dapat dikembangkan pada petani yang memiliki 2-3 ekor ternak sapi dengan persediaan makan untuk 1 bulan. Produksi biomas jagung untuk pakan dengan cara memanen seluruh bagian tanaman pada umur sekitar 65-75 hari setelah tanam menunjukkan bahwa, menanam jagung cara petani jarak tanam 40 cm x 20 cm, 2 batang/lubang dipupuk 100 kg urea/ha mampu menghasilkan biomas hijauan pakan ternak sebanyak 27.083 kg/ha, dapat mencukupi kebutuhan 4 ekor ternak sapi selama 2 bulan. Budidaya produksi biomas jagung cara petani ini memberi keuntungan 3.223.000 dengan R/C ratio 3,2. Teknologi introduksi yaitu penanaman dengan jarak tanam 75 cm x 20 cm, 2 biji/lubang dipupuk dengan 150 kg urea, 100 kg SP36 dan 50 kg KCl ditambah 3 ton pupuk kandang ayam/ha dapat memperoleh keuntungan sebesar Rp. 7.555.000/ha dengan R/C ratio 3,0 (Bahtiar, 2005). Keuntungan yang diperoleh produksi biomas segar dari varietas Bima1-1, Semar-10 dan Lamuru pada sawah tadah hujan Takalar Sulawesi Selatan berkisar antara Rp.1.500.000-Rp. 2.600.000/ha lebih tinggi dari keuntungan jagung pipilan (Najamuddin et al., 2005). KESIMPULAN Peningkatan popolasi tanaman jagung /rumpun kemudian dipanen secara bertahap pada umur 30, 45, 65 dan 85 hst, meningkatkan bobot biomas segar untuk pakan. Varietas Kalingga dan Lamuru di lahan kering datar Naibonat NTT pada populasi 357.142 tanaman/ha menghasilkan biomas segar 201,9 dan 232,5 t/ha, selain hasil biji masing-masing 4,2 dan 5,1 t/ha. Varietas Lamuru di sawah tadah hujan Pangkep Sulawesi Selatan yang ditanam setelah padi rendengan pada populasi 400.000 tanaman/ha menghasilkan biomas segar untuk pakan 66.8 t/ha selain biji 5,2 t/ha. Produksi biomas segar untuk pakan cara petani memberi keuntungan Rp. 3.223.000//ha, sedangkan teknologi introduksi memberi keuntungan Rp.7.555.000/ha dengan R/C ratio masing-masing 3,2 dan 3,0. DAFTAR PUSTAKA Akil, M. , Faesal dan Nadjamuddin. 2003. Pengaruh pemberian pupuk organic terhadap produksi biomas dan biji jagung pada Lahan kering di Naibonat. Seminar Mingguan Balai Penelitian Tanaman Serealia. 24 Desmber 2004. Bahtiar, 2005. Prospek produksi hijauan untuk pakan ternak sapi di Kabupaten Blora. Risalah. Penelitian Jagung dan Serealia Lain. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. BPS, 2004. Buku Saku Statistik Nusa Tenggara Timur. Badan Pusat Statistik Propinsi Nusa Tenggara Timur. 157 p. Combe, W. D. and K. D. Thelen. 2002. Row width and plant density effect on grain production in the northern Corn Belt. Agron. J. 94. (5 ):1020-1023 Faesal dan M. Akil. 2005. Peningkatan populasi tanaman untuk memproduksi biomas dan biji jagung dilahan sawah tadah hujan. 10 p. Seminar Mingguan Balitsereal 30 Juni 2005.
Faesal, 2005. Pengaruh pupuk kandang dan pupuk N terhadap biomas dan hasil biji dua varietas jagung (Zea mays L.) dengan populasi tanaman berbeda. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin. Makassar. 85 p. Fauziati, N., Y. Raihana, S. Raihan. 1988. Hasil jagung dan produk hijauan pada beberapa cara pemangkasan daun. Dalam : Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Jagung. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Balai Penelitian Tanaman Jagung dan Selrealia Lain. P 443-449. Lawer, J. G. and M. Rankin. 2004. Corn respon to within row plant spacing variation. Agron. J. 96 (5): 14641468 Lawer, J. G., G. W. Roth and M. G. Bertram. 2004. Impact of defoliation on corn forage yield. Agron, J. 96 (5): 1459-1463. Makarim, A. K. , Hermato, Sunihardi. 2004. Inovasi Pertanian Tanaman Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 137 p. Najamuddin, A. , M. Akil dan M. Y. Ma’mun. 2005. Evaluasi ekonomi beberapa varietas dan populasi tanaman jagung untuk produksi biomas segar. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. P. 19-24. Subandi dan Zubachtirodin. 2004. Prospek pertanaman jagung dalam produksi biomas hijauan pakan. Makalah disampaikan pada seminar Nasional Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Tenggara Barat, Mataram, 31 Agustus – 1 September 2004. Subandi, I. M.J. Mejaya, S. Saenong, Zubachtirodin, W. Wakman dan I. U. Firmansyah. 2004. Highlight. Balai Penelitian Tanaman Serealia, 2004. 41 p. Swastika, D. K. S., F. Kasim, W. Sudana, R. Hendrayana, K. Suharyanto, R. V. Gervacio dan P. L. Pingali. 2004. Cimmyt. Maize in Indonesia Production Sistem, Constrains and Research Priority. 41 p.