ANALISIS SENGKETA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS BANDING YANG DIAJUKAN OLEH PT. FI MELALUI PENGADILAN PAJAK* Yogie Qiramah Binus University, Jakarta, Indonesia, 11480
Tjhin Tjiap Lung Binus University, Jakarta, Indonesia, 11480
ABSTRACT This research aims to analyze the completion of appeal process through tax disputes by PT. FI that held in Tax Court. It’s a qualitative research using literature and field research methods. This research also using a secondary internal data, which is the data came from the Tax Court or a verdict from the Tax Court about value added tax dispute cases, whereas the primary data obtained by direct research to the Tax Court. Research results show that appeal plea that submitted by PT. FI through the Tax Court has fulfilled formal provision for appeal submission. It took 414 days for PT. FI to get the results from its appeal case. The main problem of the dispute tax case appeal by PT. FI, is the correction through submission which the value added tax can not be collected, PT. FI not be able to indicate the Value Added Tax-Free Information Letter when the examination was held, so the correction from Directorate General of Taxation (DGT) still maintained. Afterwards, the correction upon credit of VAT-in can’t be maintained because in the transaction is rightly correct and the tax invoice has been published, also the avaibility of supporting documents based on the data and information from appeal sheaf along the examination on trial, so that the difference of tax amount according to DGT and PT. FI can not be maintained. Therefore, the result of Tax Court’s verdict is grant some of the appeal plea.(YQ) Key words: Tax Dispute, Appeal, Tax Court, Value Added Tax
*Working paper
1
2
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penyelesaian banding atas sengketa pajak PT. FI yang terjadi di Pengadilan Pajak. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan metode penelitian studi literatur dan lapangan. Penelitian ini menggunakan data sekunder internal yaitu data dari Pengadilan Pajak atau putusan Pengadilan Pajak mengenai kasus sengketa Pajak Pertambahan Nilai sedangkan data primer dilakukan dengan cara penelitian langsung di lapangan seperti di Pengadilan Pajak. Hasil dari penelitian ini adalah permohonan banding yang diajukan oleh PT. FI melalui pengadilan pajak telah memenuhi ketentuan formal untuk pengajuan banding. Lama waktu yang diperlukan oleh PT. FI untuk memperoleh hasil dari kasus bandingnya adalah 414 hari. Adanya pokok sengketa dalam kasus banding PT. FI yaitu koreksi atas penyerahan yang PPN-nya tidak dapat dipungut karena PT. FI pada saat pemeriksaan tidak dapat menunjukkan Surat Keterangan Bebas PPN, sehingga koreksi tetap dipertahankan. Kemudian koreksi Pajak Masukan tidak dapat dipertahankan karena di dalam transaksi dinyatakan benar adanya dan telah diterbitkan Faktur Pajak serta adanya dokumen pendukung berdasarkan data dan keterangan yang ada di dalam berkas banding serta pemeriksaan dalam persidangan, sehingga perbedaan jumlah pajak menurut Terbanding dan Pemohon Banding tidak dapat dipertahankan. Dengan demikian hasil dari putusan Pengadilan Pajak adalah mengabulkan sebagian permohonan banding.(YQ) Kata kunci: Sengketa Pajak, Banding, Pengadilan Pajak, Pajak Pertambahan Nilai
PENDAHULUAN Pajak merupakan penerimaan Negara yang digunakan untuk mengarahkan kehidupan masyarakat menuju kesejahteraan. Selain sebagai sumber penerimaan negara, pajak juga dapat digunakan pemerintah sebagai alat ukur untuk mengatur atau untuk melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial ekonomi. Sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia adalah Self Assesment System, yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terhutang. Namun pada hakekatnya, masih ada saja pelaksanaan pemungutan pajak yang tidak sesuai dengan Undang-Undang perpajakan yang dapat menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat Wajib Pajak, misalnya Wajib Pajak yang merasa kurang puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan atau atas pemotongan/pemungutan pajak oleh pihak ketiga. Sehingga dapat mengakibatkan timbulnya sengketa pajak antara Wajib Pajak dan pejabat yang berwenang, maka untuk menguji tingkat kepatuhan Wajib Pajak tersebut apakah telah melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai dengan Ketentuan dan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku, maka Aparat Pajak (Fiskus) dapat melakukan pemeriksaan sesuai dengan dasar hukum pemeriksaan pajak Pasal 29 ayat (1) UU No. 6 Tahun 1983 yang sebagaimana telah diubah beberapa kali dalam No. 28 tahun 2007 dalam Pasal 29 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang menyatakan bahwa “Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk melakukan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan Ketentuan Peraturan Undang-Undangan Perpajakan”. Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada Wajib Pajak banyak menimbulkan suatu permasalahan Sengketa Pajak, sengketa dimulai sejak keluarnya keputusan pejabat yang berwenang dan keputusan tersebut dapat diajukan banding atau gugatan ke Pengadilan Pajak. Sengketa Pajak yang harus diselesaikan melalui Pengadilan Pajak meliputi
3
Banding dan Gugatan yang didasari oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak. Salah satu permasalahan Sengketa Pajak yang sering terjadi adalah masalah PPN (Pajak Pertambahan Nilai). Masalah akan timbul ketika terjadi perbedaan perhitungan atas jumlah PPN antara Wajib Pajak dengan Fiskus. Perbedaan tersebut bisa timbul karena adanya perbedaan pendapat mengenai dasar hukum yang seharusnya digunakan, beda persepsi atas ketentuan peraturan pajak, perselisihan atas suatu transaksi tertentu, atau bisa juga disebabkan oleh hal-hal lainnya. Walaupun dengan adanya Badan Peradilan Pajak ( Pengadilan Pajak ), Wajib Pajak yang merasa tidak puas dapat mengajukan keberatan atas Suatu Ketetapan Pajak yang telah diterbitkan oleh Dirjen Pajak. Kemudian Wajib Pajak dapat melakukan banding jika masih tidak puas dengan putusan keberatan yang dikeluarkan oleh Dirjen Pajak, atau bisa juga melakukan upaya hukum melalui gugatan. hasil dari penyelesaian Sengketa Pajak yang diajukan akan memungkinkan Wajib Pajak untuk membayar hutang pajak yang jauh lebih tinggi disertai dengan sanksi administrasi berupa denda dari hasil penolakan atas Keberatan dan Banding yang diputuskan oleh Pengadilan Pajak tersebut.
LANDASAN TEORI Menurut Karianton Tampubolon (2013:2) Hukum Pajak adalah kumpulan peraturan yang mengatur hubungan hukum mengenai hak dan kewajiban perpajakan antara Wajib Pajak dan pemerintah yang direpresentasikan oleh Fiskus. Dalam hukum pajak, pembayar pajak atau Wajib Pajak memiliki hak dan kewajiban di bidang perpajakan, demikian pula Fiskus memiliki hak dan kewajiban di bidang perpajakan. Dasar hukum dilakukannya Pemeriksaan pajak oleh Fiskus adalah Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 sebagai perubahan ketiga atas Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang menyatakan bahwa “Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji tingkat kepatuhan Wajib Pajak ataupun untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan”. Pemeriksaan yang dilakukan untuk menguji tingkat kepatuhan Wajib Pajak yang dimaksud adalah: (1) apabila Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar termaksud yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak. (2) apabila Wajib Pajak menyatakan Surat Pemberitahuan yang menyatakan rugi. (3) apabila Wajib Pajak tidak menyampaikan ataupun menyampaikan Surat Pemberitahuan akan tetapi telah melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan dalam Surat teguran, dan lain sebagainya sebagaimana yang terdapat dalam Peraturan Menteri keuangan Nomor 199/PMK.03/2007. Sedangkan pemeriksaan pajak yang dilakukan untuk tujuan lain dalam melaksanakan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan: (1) pemberian NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) (2) Penghapusan NPWP (3) Pengukuhan atau Pencabutan PKP (Pengusaha Kena Pajak), dan lain sebagainya yang sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007. Setelah dilakukannya pemeriksaan oleh Fiskus maka Fiskus akan membuat Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) setelah diterbitkannya SPHP, Wajib Pajak diberi jangka waktu selama 7 hari untuk melakukan sanggahan atas SPHP ini. Terhadap Wajib Pajak yang tidak melakukan sanggahan maka Fiskus akan menggangap bahwa Wajib Pajak setuju terhadap hasil pemeriksaan Fiskus. Selanjutnya diterbitkanlah produk hukum, adapun produk hukum yang diterbitkan atas hasil dari pemeriksaan menurut Waluyo (2001:53) berupa: (1) SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar) adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar. Penerbitan SKPKB akan disertai dengan sanksi administrasi berupa denda atau bunga yaitu sebesar 2% per bulan maksimal 24 bulan berdasarkan hasil pemeriksaan jumlah pajak yang terutang. (2) SKPKBT (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan) adalah Surat Ketetapan Pajak yang
4
diterbitkan untuk menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan dalam SKPKBT. Penerbitan SKPKBT dilakukan apabila ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap yang dapat menyebabkan penambahan pajak yang terutang. (3) SKPLB (Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar) adalah Surat Ketetapan Pajak yang diterbitkan untuk menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak yang diakibatkan oleh jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang. SKPLB diterbitkan apabila ada permohonan tertulis dari Wajib Pajak. Kantor Pelayanan Pajak sudah harus menerbitkan SKPLB paling lama 12 bulan sejak permohonan diterima kecuali untuk kegiatan tertentu. Apabila melebihi jangka waktu tersebut belum ada keputusan dari Kantor Pelayanan Pajak maka permohonan Wajib Pajak dianggap diterima dan Wajib Pajak berhak untuk memperolah pengembalian atas kelebihan pajaknya. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata jumlah pajak yang dibayar melebihi pembayaran pajak yang ditetapkan, maka SKPLB ini masih dapat diterbitkan lagi. (4) SKPN (Surat Ketetapan Pajak Nihil) adalah Surat Ketetapan Pajak yang diterbitkan untuk menentukan jumlah pokok pajak yang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. (5) STP (Surat Tagihan Pajak) adalah Surat yang diterbitkan untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa denda dan bunga sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 14 UU No. 6 Tahun 1983 yang telah beberapa kali diubah dengan UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Pajak Pertambahan Nilai Menurut Aries P (2011:117) Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak konsumsi dalam negeri yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan di dalam negeri (a tax on consumption expenditure). Wajib Pajak yang telah dikukuhkan sebagai PKP (Pengusaha Kena Pajak) wajib untuk membuat Faktur Pajak apabila terjadinya penjualan. Dalam UU PPN No. 42 Tahun 2009, PKP wajib membuat faktur pajak apabila adanya terjadinya pembayaran atau terjadinya penyerahan barang/jasa kena pajak, faktur pajak harus dibuat paling lambat pada akhir bulan berikutnya dan dapat dikreditkan dalam jangka waktu 3 bulan. Akan tetapi dalam UU perpajakan sebelum tahun 2008 tidak mengharuskan PKP untuk membuat faktur pajak pada akhir bulan berikutnya.
Sengketa Pajak Sengketa Pajak merupakan sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara pihak Wajib Pajak dengan pihak Fiskus, akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding/gugatan ke pengadilan pajak berdasarkan peraturan Perundang-Undangan perpajakan. Timbulnya sengketa pajak ada pada dua hal yang sangat prinsipal yaitu pertama, tidak melakukan perbuatan hukum sebagaimana yang diperintahkan oleh norma hukum pajak, kedua, melakukan perbatan hukum, tetapi tidak sesuai dengan norma hukum pajak. Pemotongan atau pemungut pajak dikatakan sumber timbulnya sengketa pajak karena tidak melakukan pebuatan hukum sebagaimana yang diperintahkan nirma hukum pajak, serta penanggung pajak dikatakan sebagai sumber timbulnnya sengketa pajak karena tidak melakukan perbuatan hukum sebagaimana yang diperintahkan oleh norma hukum pajak. Keberatan dan Banding Wajib Pajak dapat mengajukan Keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa dalam jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena diluar kekuasaannya. Wajib pajak yang mengajukan Keberatan wajib membayar lunas jumlah yang yang terhutang minimal jumlah yang disetujui Wajib Pajak. Dalam UU yang belum direvisi mengharuskan Wajib Pajak untuk melunaskan semua jumlah pajak terhutang yang tertera dalam SKP, akan tetapi hal ini dinilai kurang efektif
5
sehinggadiubahlah menjadi Wajib Pajak wajib melunasi jumlah pajak terhutang minimal jumlah yang disetujui dan sisanya bukan merupakan hutang pajak karena nilai yang tidak disetujui inilah merupakan hal yang disengketakan antara Wajib Pajak dengan Fiskus. Wajib Pajak yang masih tidak setuju dengan hasil keputusan Keberatan, dapat mengajukan Banding sesuai dengan UU No. 6 Tahun 1983 sebagaimana yang telah beberapa kali diubah dengan UU No. 28 Tahun 2007 hanya atas adanya Surat Keputusan Keberatan. Jadi Banding tidak dapat diajukan Wajib Pajak apabila Wajib Pajak belum mengajukan Keberatan. Banding ini diajukan kepada Pengadilan Pajak secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas dalam jangka waktu 3 bulan sejak Surat Keputusan Keberatan diterima dan dilampiri dengan salinan Surat Keputusan Keberatan Wajib Pajak. Pengadilan Pajak merupakan pengadilan tingkat pertama sekaligus tingkat terakhir dalam memeriksa dan memutuskan Sengketa Pajak. Dalam jangka waktu 6 bulan sejak diterimanya permohonan Banding, Direktur Jenderal Pajak sudah harus memberikan kepastian kepada Wajib Pajak apakah permohonan Banding Wajib Pajak disetujui seluruhnya, disetujui sebagian ataupun ditolak. Karena atas diterima sebagian atupun ditolak, Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% dari jumlah pajak berdasarkan putusan banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang tela dibayar sebelum mengajukan keberatan.
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan objek penelitiannya yaitu PT. FI yang mendapat sengketa pajak dibidang perpajakan dengan horizon waktu 2008-2010. Metode penelitian yang dilakukan bersifat eksploratoria (kualitatif) dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini berupa riset lapangan yaitu dengan melakukan penelitian secara langsung ke Pengadilan Pajak untuk memperoleh data yang diperlukan. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dan penelitian lapangan terdiri dari beberapa metode yaitu pertama dengan observasi dimana pengumpulan data dilakukan peneliti dengan mengadakan pengamatan secara langsung ke Kantor Pengadilan Pajak. Kedua yaitu dengan metode dokumentasi, dimana penelitian dilakukan terhadap bukti-bukti ekstern maupun intern atas surat permohonan banding PT. FI yang diteliti. Dokumen-dokumen yang diteliti antara lain seperti Surat Permohonan Banding, Surat Uraian Banding (SUB), Surat Putusan Pengadilan Pajak. Sedangkan data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini berupa studi literatur dengan cara mengumpulkan dan mempelajari literature dan buku mengenai Peraturan Perundang-undangan Perpajakan yang berlaku di Indonesia. .
HASIL DAN BAHASAN Dalam kasus ini, permohonan banding yang diajukan oleh PT. FI sebagai Pemohon Banding diawali dengan adanya sengketa atau ketidaksetujuan Wajib Pajak atas ketetapan pajak yang telah diterbitkan oleh fiskus yaitu berupa SKPKB Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak April sampai dengan Desember 2005. Namun, atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak April sampai Desember 2005 Nomor: 00XXX/XXX/05/058/08 tanggal 5 Mei 2008, Pemohon Banding yang merasa kurang puas dengan Surat Ketetapan Pajak tersebut mengajukan keberatan yang dengan keputusan Nomor: KEP-XXX/WJP.07/BD.05/2009 Tanggal 7 April 2009, dengan hasil bahwa keberatan Pemohon Banding tersebut ditolak. Yang kemudian membuat Pemohon Banding mengajukan banding dengan surat Nomor: 00XXX/FID/Tax/VII/2009 Tanggal 2 Juli 2009. Dan yang menjadi pokok sengketa dalam Sengketa Banding ini adalah Dasar Pengenaan PPN dari Penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut sebesar Rp. 722.323.758 dan Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan sebesar Rp. 76.357.422 dan juga perbedaan pendapat tentang perolehan
6
fasilitas pembebasan PPN. Selain itu , karena PT. FI merasa dirugikan oleh hasil koreksi positif tersebut hingga akhirnya mengajukan banding. Proses banding yang dilakukan oleh PT. FI adalah melalui tahap persidangan dengan mengajukan permohonan Surat Banding ke Pengadilan Pajak kemudian menerima Surat Uraian Banding dan memberikan tanggapan berupa Surat Bantahan. Setelah proses tersebut selesai, baru kemudian sidang dapat diselenggarakan. Karena dalam kasus banding PT. FI ini persidangan bandingnya dilakukan di Pengadilan Pajak melalui Sidang Acara Biasa. Pokok sengketa dalam permohonan banding PT. FI ada dua (2), yang pertama pokok sengketanya adalah koreksi penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut sebesar Rp. 722.323.758, dalam permohonan bandingnya, PT. FI sebagai Pemohon Banding tidak setuju atas koreksi Pemeriksa sebagai Terbanding sebesar Rp. 722.323.758 atas penyerahan kepada JICA, karena JICA merupakan Organisasi Internasional yang atas pembelian BKP atau perolehan JKP yang dilakukannya PPN/PPnBM berdasarkan azas timbal balik. Sedangkan menurut Pemeriksa sebagai Terbanding berdasarkan hasil pemeriksaan menganggap Pemohon Banding tidak dapat menunjukkan Surat Keterangan Bebas PPN sehubungan dengan transaksi Pemohon Banding dengan JICA. Sedangkan yang pokok sengketa yang kedua adalah Koreksi kredit Pajak Masukan sebesar Rp. 76.357.422, menurut PT. FI sebagai Pemohon Banding memiliki dokumen sebagai bukti bahwa transaksi tersebut benar-benar terjadi dan bukan fiktif, karena bukti-bukti menunjukkan adanya arus uang pembayaran kepada penjual serta adanya surat jalan untuk pembelian barang. Sedangkan menurut Pemeriksa sebagai Terbanding melakukan koreksi atas Kredit Pajak Masukan sebesar Rp. 76.357.422 sebagai akibat adanya jawaban klarifikasi Pajak Keluaran sebesar Rp. 47.618.053 dijawab “tidak ada”, adanya Faktur Pajak yang tidak dapat dikreditkan atas sewa kendaraan sedan yang dikoreksi sebesar Rp. 28.736.269 dan koreksi Pajak Masukan sebesar Rp.3.100 karena adanya kesalahan dalam pelaporan. Waktu yang diperlukan oleh PT. FI untuk memperoleh hasil dari kasus bandingya, dengan penghitungan berdasarkan hari, dihitung sejak pada waktu Pemohon Banding mengajukan Surat Banding yang diterima oleh Pengadilan Pajak sampai hasil banding itu diputuskan di Pengadilan Pajak, maka lama waktu yang diperlukan oleh PT. FI untuk memperoleh hasil bandingnya adalah 414 hari. Hasil putusan sidang Majelis Hakim atas pengajuan banding PT. FI yaitu mengabulkan sebagian permohonan banding PT. FI tersebut dengan alasan-alasan sebagai berikut, (1) Majelis berkesimpulan bahwa Pemohon Banding melakukan transaksi dengan Organisasi Internasional tanpa dapat menunjukkan bukti terpenuhinya azas timbal balik untuk pembebasan PPN, sehingga ketentuan bebas PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 KMK Nomor: 25/KMK.01/1998 belum sepenuhnya terpenuhi. Oleh karena itu, Majelis berpendapat koreksi yang dilakukan oleh Terbanding sebesar Rp. 722.323.758 telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga koreksi tersebut tetap dipertahankan. (2) Berdasarkan pemeriksaan Majelis terhadap bukti-bukti yang diserahkan PT. FI selaku Pemohon Banding dalam persidangan, bahwa di dalam sidang yang dilaksanakan Pemohon Banding menyatakan bahwa transaksi tersebut benar adanya dan telah diterbitkan Faktur Pajak serta adanya dokumen pendukung dan berdasarkan hasil penelitian bukti-bukti dapat dibuktikan bahwa transaksi tersebut ada, sehingga Majelis berpendapat bahwa bukti-bukti yang diajukan oleh Pemohon Banding dapat meyakinkan sehingga Pajak Masukan sebesar Rp. 47.618.053 tersebut dapat dikreditkan, sedangkan sisanya Rp, 28.736.269 Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan dan atas koreksi sebesar Rp. 3.100 tetap dipertahankan.
7
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Adapun simpulan yang dicapai dalam penelitian ini yaitu, penyebab utama timbulnya Sengketa Pajak Pertambahan Nilai pada PT. FI adalah berupa diterbitkannya SKPKB PPN Barang dan Jasa Masa Pajak April 2005 Sampai Dengan Desember 2005 oleh Pemeriksa/Fiskus yang menyatakan bahwa PPN kurang dibayar sebesar Rp. 206.011.598 dan PT. FI tidak dapat menunjukkan Surat Keterangan Bebas PPN atas Penyerahan perolehan Barang Kena Pajak atau perolehan Jasa Kena Pajak kepada Badan Internasional (JICA). Sedangkan menurut PT. FI, untuk PPN kurang bayarnya adalah nihil dan usaha yang dilakukan PT. FI atas penyerahan pembelian BKP atau penyerahan JKP terhadap Badan Internasional bebas dari pengenaan PPN. Proses Banding yang dilakukan oleh PT. FI adalah melalui tahap persiapan persidangan dengan mengajukan Permohonan Surat Banding ke Pengadilan Pajak kemudian menerima Surat Uraian Banding dan memberikan tanggapan berupa Surat Bantahan. Setelah proses tersebut selesai, baru kemudian sidang dapat diselenggarakan. Karena dalam kasus banding PT. FI ini persidangan bandingnya dilakukan di Pengadilan Pajak melalui Sidang Acara Biasa. Waktu yang diperlukan untuk memperoleh hasil dari kasus bandingnya adalah kurang lebih selama 414 hari terhitung sejak Surat Banding diterima oleh Pengadilan Pajak tanggal 6 Juli 2009 sampai Hasil Putusan Pengadilan Pajak pada tanggal 24 Agustus 2010. Hasil dari pengajuan banding Sengketa Pajak Pertambahan Nilai yang dilakukan oleh PT. FI melalui Pengadilan Pajak untuk Masa Pajak April 2005 sampai dengan desember 2005 yang melalui persidangan dengan Acara Biasa, berdasarkan hasil pemeriksaan dan pembuktian dalam persidangan Majelis Hakim hanya mengabulkan sebagian permohonan banding yaitu PT. FI sebagai Pemohon Banding. Saran Pada saat penyerahan perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak kepada Badan Internasional yang dibebaskan dari pengenaan PPN seharusnya PT. FI sebelum pemeriksaan sudah memperoleh Surat Keterangan Bebas PPN dan pada saat pemeriksaan dilakukan PT. FI sudah dapat menunjukkan Surat Keterangan Bebas PPN kepada Pemeriksa sehingga tidak terjadi lagi kesalahan yang bisa mengakibatkan kerugian bagi PT. FI.
REFERENSI Anastasia Diana, L. S. (2014). Perpajakan: Teori dan Peraturan Terkini (1 ed.). Yogyakarta: Andi Ofset. Books, T. (2014). Perpajakan: Esensi dan Aplikasi (Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Yogyakarta: Andi Ofset. Dwiarso Utomo, Y. S. (2011). Perpajakan: Aplikasi dan Terapan. Yogyakarta: Andi. Fidel. (2014). Tax Law: Proses Beracara di Pengadilan Pajak dan Peradilan Umum. Jakarta: Carofin Media. Haula Rosidana, E. S. (2011). Teori Pajak Pertambahan Nilai (Kebijakan dan Implementasinya di Indonesia). Bogor: Ghalia Indonesia. Ompusunggu, A. P. (2011). Cara Legal Siasati Pajak. Jakarta: Puspa Swara. Priantara, D. (2011). Kupas Tuntas: Pengawasan, Pemeriksaan, dan Penyidikan Pajak. Jakarta: Indeks.
8
Priantara, D. (2012). Perpajakan Indonesia: Pembahasan Lengkap dan Terkini (2 ed.). Bogor: Mitra Wacana Media. Resmi, S. (2013). Perpajakan Teori dan Kasus (7 ed., Vol. 1). Jakarta: Salemba Empat. Rismawati Sudirman, A. A. (2012). Perpajakan: Pendekatan Teori dan Praktek. Malang: Empat Dua Media. Sari, D. (2014). Perpajakan: Konsep, Teori, dan Aplikasi Pajak Penghasilan. Bogor: Mitra Wacana Media. Suandi, E. (2014). Hukum Pajak (6 ed.). Jakarta: Salemba Empat. Sukardji, U. (2014). Pokok-pokok PPN Pajak Pertambahan Nilai Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers. Sukardji, U. (2014). PPN: Edisi Revisi 2014. Jakarta: Rajawali Pers. Sumarsan, T. (2013). Perpajakan Indonesia: Pedoman Perpajakan yang Lengkap Berdasarkan Undang-undang Terbaru (3 ed.). Jakarta: Indeks. Sutanto, P. M. (2014). Perpajakan Indonesia (Teori dan Aplikasi). Jakarta: Mitra Wacana Media. Tampubolon, K. (2013). Dalam Praktek, Gugatan, dan Kasus-kasus Pemeriksaan Pajak (hal. 8). Jakarta: Indeks. Waluyo. (2013). Perpajakan Indonesia (11 ed., Vol. 1). Jakarta: Salemba Empat. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa, dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
RIWAYAT PENULIS Yogie Qiramah lahir di kota Padang pada 26 Juli 1991. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Binus University dalam bidang ilmu Akuntansi, dengan bidang perpajakan pada tahun 2015.