1
ANALISIS SELEN DALAM SUSU BUBUK MENGGUNAKAN SPEKTROMETRI EMISI ATOM-PLASMA GANDENG INDUKTIF DAN SPEKTROMETRI SERAPAN ATOM NYALA
RANI EKAYANTI
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
2
3
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Selen Dalam Susu Bubuk Menggunakan Spektrometri Emisi Atom-Plasma Gandeng Induktif dan Spektrometri Serapan Atom Nyala adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, November 2013 Rani Ekayanti NIM G44096006
4
5
ABSTRAK RANI EKAYANTI. Analisis Selen Dalam Susu Bubuk Menggunakan Spektrometri Emisi Atom-Plasma Gandeng Induktif dan Spektrometri Serapan Atom Nyala. Dibimbing oleh ETI ROHAETI dan MULHAQUDDIN SASTRAYUNINRAT. Selen adalah mikromineral esensial yang dapat bersifat racun dalam dosis tinggi. Penelitian ini membandingkan 2 metode analisis selen dalam susu bubuk, yaitu spektrometri emisi atom-plasma gandeng induktif (ICP-AES) dan spektrometri serapan atom nyala (FAAS) berdasarkan nilai linearitas, limit deteksi dan kuantifikasi, ketelitian, ketepatan, dan ketangguhan, serta hasil pengukuran 4 sampel susu bubuk berbeda merek. Metode ICP-AES maupun FAAS memiliki linearitas yang baik dengan nilai koefisien determinasi di atas 0.99. Limit deteksi dan kuantifikasi ICP-AES sebesar 0.444 dan 1.480 μg/L, tidak sebaik FAAS yang mencapai 0.105 dan 0.350 μg/L. Namun, metode ICP-AES lebih teliti dan tepat daripada FAAS, ditunjukkan dengan nilai simpangan baku relatif yang lebih rendah dan nilai perolehan kembali yang berada dalam rentang 80–110%. Uji ketangguhan menunjukkan bahwa lama destruksi berpengaruh pada konsentrasi selen yang terukur dengan ICP-AES, tetapi tidak dengan FAAS. Empat sampel susu bubuk menunjukkan selisih hasil pengukuran dengan ICP-AES dan FAAS berkisar 4–84%. Dari hasil ini, metode ICP-AES yang lebih teliti dan akurat lebih disarankan untuk mengukur kadar selen dalam susu bubuk. Kata kunci: FAAS, ICP-AES, selen, susu bubuk
ABSTRACT RANI EKAYANTI. Selenium Analysis In Milk Powder By Inductively Coupled Plasma-Atomic Emission Spectrometry and Flame Atomic Absorption Spectrometry. Supervised by ETI ROHAETI and MULHAQUDDIN SASTRAYUNINRAT. Selenium is an essential micromineral which can be toxic in high doses. This research compared 2 methods of selenium analysis in milk powder, namely by inductively coupled plasma-atomic emission spectrometry (ICP-AES) and flame atomic absorption spectrometry (FAAS), based on the linearity, limit of detection and quantification, precision, accuracy, and robustness, and measurement of 4 milk powder samples with different brand. Both ICP-AES and FAAS methods had good linearity with coefficient of determination higher than 0.99. Limit of detection and quantification for ICP-AES were 0.444 and 1.480 μg/L, not as good as FAAS which were 0.105 and 0.350 μg/L, respectively. In the other hand, the ICP-AES method was more precise and accurate than FAAS, indicated by lower relative standard deviation value and by recovery value ranging between 80 and 110%. Robustness test showed that destruction time effected the selenium concentration measured by ICP-AES, but had no effect on FAAS measurement. Four milk powder samples showed 4‒ 84% difference obtained between measurement ICP-AES and FAAS. From these results, the more precise and accurate ICP-AES methods was more recommended for selenium content measurement in milk powder. Key words: FAAS, ICP-AES, milk powder, selenium
6
7
ANALISIS SELEN DALAM SUSU BUBUK MENGGUNAKAN SPEKTROMETRI EMISI ATOM-PLASMA GANDENG INDUKTIF DAN SPEKTROMETRI SERAPAN ATOM NYALA
RANI EKAYANTI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
8
9
Judul Skripsi : Analisis Selen Dalam Susu Bubuk Menggunakan Spektrometri Emisi Atom-Plasma Gandeng Induktif dan Spektrometri Serapan Atom Nyala Nama : Rani Ekayanti NIM : G44096006
Disetujui oleh
Dr Dra Eti Rohaeti, MS Pembimbing I
Mulhaquddin Sastrayuninrat, SSi, MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
1 Skripsi
_ ama
Analisis Selen Dalam Susu Bubuk Menggunakan Spektrometri Emisi Atom-Plasma Gandeng Induktif dan Spektrometri Serapan Atom Nyala Rani Ekayanti
_-IM
G44096006
Disetujui oleh
Dr Dra Eti Rohaeti, MS Pembimbing I
Mulhaquddin Sastrayuninrat, SSi, MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
. -:: Q ,/ VV ) ita MS
Tanggal Lulus:
O IfI
r, 0
7014
10
11
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. Salawat serta salam atas segala rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul Analisis Selen Dalam Susu Bubuk Menggunakan Spektrometri Emisi Atom-Plasma Gandeng Induktif dan Spektrometri Serapan Atom Nyala. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Dra Eti Rohaeti, MS dan Mulhaquddin Sastrayuninrat, SSi, MSi selaku pembimbing yang senantiasa memberikan arahan, dorongan, semangat, dan doa kepada penulis selama melaksanakan penelitian. Di samping itu, penulis memberi hormat dan terima kasih kepada Ibu Setiandini dari Laboratorium Instrumen dan Ibu Nunuk Brotowati selaku Kepala Laboratorium Minuman di Balai Besar Industri Agro. Tidak lupa terucap banyak terima kasih kepada Ayah, Mamah, dan Yuni atas doa dan kasih sayangnya, kepada Dian, Bu Eni, dan Majesty atas segala doa, saran, dan bantuannya untuk menyelesaikan skripsi ini. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, November 2013
Rani Ekayanti
12
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ....................................................................................... DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ PENDAHULUAN ....................................................................................... BAHAN DAN METODE ............................................................................ Bahan dan Alat .................................................................................... Prosedur Penelitian .................................................................................. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... Kadar Air dan Abu .................................................................................. Linearitas ................................................................................................. Limit Deteksi dan Kuantifikasi................................................................ Ketelitian ................................................................................................ Ketepatan ................................................................................................. Ketangguhan Metode ............................................................................... Kadar Selen Sampel Susu Bubuk ............................................................ SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ Simpulan .................................................................................................. Saran ........................................................................................................ DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ .......... LAMPIRAN ................................................................................................. RIWAYAT HIDUP
vii vii vii 1 2 2 3 5 6 6 7 8 8 9 10 11 11 11 12 14
13
DAFTAR TABEL 1 Uji ketangguhan analisis selen dengan ICP-AES ............................................... 9 2 Uji ketangguhan analisis selen dengan FAAS .................................................... 10 3 Kadar selen 4 sampel susu bubuk dengan ICP-AES dan FAAS ......................... 10
DAFTAR GAMBAR 1 Kurva standar selen diukur dengan ICP-AES ..................................................... 7 2 Kurva standar selen diukur dengan FAAS .......................................................... 7
DAFTAR LAMPIRAN 1 Syarat mutu susu bubuk SNI 01-2970-2006 ....................................................... 14 2 Analisis kadar air dan abu susu bubuk ............................................................... 15 3 Limit deteksi dan kuantifikasi selen dengan ICP-AES dan FAAS ..................... 16 4 Ketelitian analisis selen dengan ICP-AES dan FAAS ........................................ 17 5 Ketepatan analisis selen dengan ICP-AES .......................................................... 18 6 Ketepatan analisis selen dengan FAAS............................................................... 19 7 Uji F ketangguhan analisis selen dengan ICP-AES ............................................ 20 8 Uji t ketangguhan analisis selen dengan ICP-AES ............................................. 20 9 Uji F ketangguhan analisis selen dengan FAAS ................................................. 21 10 Uji t ketangguhan analisis selen dengan FAAS ................................................. 21 11 Analisis kadar selen sampel susu bubuk ............................................................ 22
14
15
PENDAHULUAN Susu bubuk adalah produk susu yang diperoleh dengan cara mengurangi sebagian besar air melalui proses pengeringan susu segar dan atau susu rekombinasi yang telah dipasteurisasi, dengan atau tanpa penambahan vitamin, mineral, dan bahan tambahan pangan yang diizinkan. Susu bubuk meliputi susu bubuk berlemak, rendah lemak, dan tanpa lemak (SNI 01-2970-2006, Lampiran 1). Fortifikasi adalah proses penambahan satu atau lebih zat gizi mikro tertentu (vitamin, mineral) pada bahan makanan atau makanan untuk meningkatkan status gizi dan kesehatan masyarakat (Sandjaja 2009). Pada susu bubuk, fortifikasi bertujuan menggantikan vitamin dan mineral yang hilang selama proses produksi, di antaranya ialah selen. Selen (Se) merupakan mikromineral esensial, bermanfaat dalam dosis rendah, tetapi bersifat toksik dalam dosis tinggi. Se sangat berperan dalam bidang medis, karena dapat tergabung dalam protein membentuk selenoprotein, yaitu suatu enzim antioksidan. Kemampuan antioksidan ini dapat melindungi sel dari radikal bebas yang menyebabkan penyakit kronis seperti kanker dan penyakit jantung (Dodig dan Cepelak 2004). Selen adalah komponen yang juga diperlukan dalam beberapa jalur metabolik utama, antara lain metabolisme hormon tirosina, sistem pertahanan antioksidan, dan fungsi kekebalan tubuh (Brown dan Arthur 2001). Suplementasi selen dapat menekan daya rangsang virus terhadap timbul dan berkembangnya kanker (Winarno 2004). Sumber makanan yang banyak mengandung selen adalah daging organ, makanan hasil laut, daging otot, sereal, biji-bijian, produk susu dan olahannya, buah-buahan, dan sayur-sayuran (Burk dan Levander 2006). Badan Pengawas Obat dan Makanan menetapkan angka kebutuhan selen adalah 30 µg/hari untuk umum, 5 µg/hari untuk bayi 0–6 bulan, 13 µg/hari untuk anak 7–23 bulan, 19 µg/hari untuk anak 2–5 tahun, 35 µg/hari untuk ibu hamil, dan 40 µg/hari untuk ibu menyusui (BPOM 2004). Syarat kecukupan asupan selen untuk tubuh ini dapat dipenuhi dari makanan yang dikonsumsi. Defisiensi selen akan menimbulkan penyakit keshan, yaitu pembesaran jantung dan ketidakmampuan fungsi jantung; penyakit kashin-beck, yaitu terhambatnya pertumbuhan tulang rawan; atau bahkan menyebabkan keterbelakangan mental (Burk dan Levander 2006). Sebaliknya, kelebihan asupan selen juga akan berdampak buruk pada kesehatan, yaitu menimbulkan kondisi yang disebut selenosis. Selenosis terjadi di daerah-daerah yang mengandung kadar selen tinggi dalam tanah (lebih dari 84 mg/kg). Manusia yang memakan buah dan sayuran yang tumbuh di tanah ini akan mengalami selenosis bila asupan per hari melebihi 400 µg selen. Gejala-gejala selenosis adalah kerontokan rambut, kuku lepas, bercak-bercak putih pada kuku, napas berbau bawang putih, kelelahan, iritasi, dan kerusakan syaraf ringan (Dumont 2006). Selen dapat ditetapkan kadarnya dengan menggunakan kromatografi cair (Govasmark dan Grimmett 2007), spektrometri serapan atom-pembangkit uap hidrida (Pechova et al. 2008), spektrometri serapan atom nyala (FAAS) (Lu et al. 2009), spektrometri serapan atom-tanur grafit (Tuzen et al. 2009), spektrometri massa-plasma gandeng induktif (Norton et al. 2010), fluorometri dan spektrometri
2
fluoresens atom (Yang et al. 2010), serta spektrometri emisi atom-plasma gandeng induktif (ICP-AES) (Jarzynska et al. 2012). Penentuan kandungan selen dalam susu bubuk diperlukan untuk mengetahui kemampuan susu bubuk dalam memenuhi kebutuhan asupan selen bagi tubuh. Penentuan dapat dilakukan dengan ICP-AES dan FAAS. Kedua metode ini mempunyai keunggulan dan kelemahan masing-masing, sehingga perlu dibandingkan dan ditentukan kelayakannya untuk menganalisis selen dalam susu bubuk. Dalam instrumen FAAS, nyala yang dihasilkan oleh gas pembakar digunakan untuk mengubah unsur logam dalam larutan menjadi atom-atomnya. Atom-atom tersebut akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, bergantung pada sifat unsurnya. Penyerapan energi menyebabkan atom tereksitasi ke tingkat energi lebih tinggi. Dengan mengukur intensitas radiasi yang diteruskan atau yang diserap, konsentrasi unsur logam tertentu dalam larutan dapat ditetapkan (Khopkar 2003). Teknik atomisasi dengan nyala lazim digunakan. Larutan sampel dimasukkan ke dalam nyala dengan bantuan pengabut pneumatik (Anderson 1999). Metode ICP-AES menggunakan suhu sangat tinggi (6000–10000 K) untuk mengatomkan sampel sekaligus mengeksitasinya. Atom yang tereksitasi kemudian meluruh ke tingkat energi lebih rendah melalui emisi dan transisi energi termal dan radiatif. Dalam teknik ini, intensitas emisi (cahaya) pada panjang gelombang tertentu diukur dan sebanding dengan konsentrasi atom dalam sampel (Anderson 1999). Penelitian ini bertujuan membandingkan metode pengukuran selen dalam sampel susu bubuk menggunakan ICP-AES dan FAAS. Penelitian dilaksanakan bulan Oktober 2011–November 2012 di Laboratorium Minuman dan Laboratorium Instrumen, Balai Besar Industri Agro, Bogor.
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan adalah sampel susu bubuk, HNO3 65% p.a, HCl 37% p.a, H2O2 30% p.a, akuades, larutan HCl 8 M, larutan standar selen 1000 ppm, dan kertas saring Whatman 42. Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat kaca, kotak timbang, cawan porselen, neraca analitik, bejana teflon, oven mikrogelombang Marsxpress 800 W, pemanas listrik, oven, tanur, ICP-AES Iris Intrepid II XDL, dan FAAS Perkin Elmer AAnalyst 700.
3
Prosedur Penelitian Kadar Air (SNI 01-2970-2006) Kotak timbang dikeringkan pada suhu 100–105 °C dalam oven sampai diperoleh bobot tetap (A), kemudian ditimbang ±2.0000 g sampel susu bubuk (B). Kotak timbang berisi sampel dikeringkan dalam oven dengan suhu 100–105 °C selama 3 jam, lalu didinginkan dalam eksikator selama 45 menit dan ditimbang (C). Kadar air ditentukan dengan menggunakan rumus
Kadar Abu Cawan porselen dipanaskan dalam tanur pada suhu 550 °C, kemudian ditimbang bobot kosongnya (A). Sebanyak ±2.0000 g sampel susu bubuk ditimbang (B) di dalamnya, diarangkan di atas pemanas listrik sampai tidak berasap. Cawan berisi sampel kemudian diabukan dalam tanur selama 16 jam hingga terabukan sempurna, kemudian dimasukkan ke dalam eksikator, dan ditimbang kembali bobotnya (C). Kadar abu ditentukan menggunakan rumus
Pembuatan Larutan Standar Larutan standar induk selen 1000 mg/L dipipet 1 mL ke dalam labu ukur 100 mL, lalu ditambahkan 5 mL larutan HNO3 65% dan volumenya ditepatkan dengan akuades (konsentrasi 10 mg/L). Larutan tersebut dipipet 5 mL ke dalam labu ukur 100 mL lain, lalu ditambahkan 10 mL HNO3 65% dan volumenya ditepatkan dengan akuades (konsentrasi 500 µg/L). Selanjutnya larutan ini diencerkan menjadi 5, 10, 15, 20, 30, 40, dan 50 µg/L, untuk digunakan pada uji linearitas. Sementara untuk uji ketepatan, larutan standar selen 10 mg/L dipipet 2 mL ke dalam labu ukur 100 mL, lalu ditambahkan 5 mL HNO3 65% dan volumenya ditepatkan dengan akuades. Linearitas Larutan standar selen dengan konsentrasi 10, 20, 30, 40, dan 50 µg/L, disiapkan dengan mengambil 2, 4, 6, 8, dan 10 mL larutan standar selen 500 µg/L ke dalam labu ukur 100 mL, lalu volume labu ditepatkan dengan akuades. Setiap larutan diukur dengan menggunakan ICP-AES pada panjang gelombang 196.0 nm dan dibuat persamaan linearnya dengan metode regresi kuadrat terkecil (y = a + bx). Peubah a menyatakan intersep dan b adalah kemiringan kurva standar yang diperoleh. Linearitas kurva kalibrasi dilihat dari nilai koefisien determinasi (r). Linearitas pengukuran dengan FAAS ditentukan dengan cara yang serupa, tetapi larutan standar selen yang digunakan ialah 5, 10, 15, dan 20 µg/L.
4
Limit Deteksi dan Kuantifikasi Larutan standar selen 2.0 µg/L diukur dengan menggunakan ICP-AES sebanyak 10 kali ulangan, sedangkan untuk pengukuran dengan FAAS, digunakan larutan standar selen 1.0 µg/L. Nilai simpangan baku respons standar (SB) dihitung. Limit deteksi (LD) dan limit kuantifikasi (LK) dihitung dengan rumus
Preparasi Sampel ICP-AES (CEM Marsxpress XprFD-2 2009) Sampel susu bubuk ditimbang sebanyak 0.5 g di dalam bejana teflon, ditambahkan 5 mL HNO3 65% p.a dan 1 mL H2O2 30% p.a, lalu bejana ditutup dan dipanaskan dengan oven mikrogelombang 200 °C selama 45 menit. Bejana didinginkan ke suhu ruang, lalu dibilas dengan akuades. Larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL dan volumenya ditepatkan dengan akuades. Preparasi Sampel FAAS (Jurisic et al. 2003) Sampel susu bubuk ditimbang sebanyak 0.5 g di dalam bejana teflon dan ditambahkan 5 mL HNO3 65% p.a, lalu bejana ditutup dan dipanaskan dengan oven mikrogelombang 200 °C selama 45 menit. Bejana didinginkan ke suhu ruang, lalu dibilas dengan akuades. Larutan dimasukkan ke dalam gelas piala 50 mL, kemudian ditambahkan 2 mL larutan HCl 8 M dan dipanaskan di penangas air bersuhu 60 °C selama 10 menit. Larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL dan volumenya ditepatkan dengan akuades. Ketelitian Larutan sampel hasil preparasi sebanyak 7 kali ulangan, diukur dengan menggunakan ICP-AES dan FAAS dengan panjang gelombang 196.0 nm pada hari yang sama. Ketelitian diukur dengan menghitung simpangan baku relatif (SBR) dengan menggunakan rumus
Keterangan: kadar selen tiap ulangan rerata kadar selen banyaknya ulangan Ketepatan Ketepatan metode diuji dengan menggunakan penambahan standar. Sampel susu bubuk ditimbang sebanyak 0.5 g di dalam bejana teflon, lalu ditambahkan 5 mL larutan standar selen 200 µg/L, 5 mL HNO3 65% p.a, dan 1 mL H2O2 30% p.a, kemudian bejana ditutup dan dipanaskan dengan oven mikrogelombang 200 °C selama 45 menit. Bejana didinginkan ke suhu ruang, lalu dibilas dengan
5
akuades. Larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL dan volumenya ditepatkan dengan akuades. Larutan sampel diukur dengan ICP-AES pada panjang gelombang 196.0 nm dan dihitung perolehan kembali (PK) dengan rumus
Keterangan: = konsentrasi sampel + konsentrasi standar yang terukur = konsentrasi sampel = konsentrasi standar teoretis yang ditambahkan Untuk pengukuran dengan FAAS, larutan dimasukkan ke dalam gelas piala 50 mL, ditambahkan 2 mL HCl 8 M, dan dipanaskan di penangas air 60 °C selama 10 menit. Setelah itu, dipindahkan ke dalam labu ukur 50 mL dan ditepatkan volumenya dengan akuades. Ketangguhan Metode Ketangguhan metode ICP-AES diuji dengan menyiapkan sampel menggunakan variasi waktu destruksi oven mikrogelombang menjadi 45, 30, dan 15 menit. Sementara metode FAAS diuji ketangguhannya dengan menyiapkan sampel menggunakan variasi waktu pemanasan di penangas air menjadi 10, 20, dan 30 menit. Uji beda nyata kemudian dilakukan terhadap hasil pengukuran awal. Penentuan Kadar Selen Sampel Susu Bubuk Analisis dilakukan terhadap 4 sampel susu bubuk dengan menggunakan prosedur penyiapan sampel untuk ICP-AES dan FAAS. Analisis Statistik Data uji ketangguhan selen dengan ICP-AES dan FAAS dianalisis dengan uji F dan uji t 2 sampel menggunakan peranti lunak MINITAB 14. Dua sampel di sini adalah 2 metode yang digunakan. Nilai kepercayaan yang digunakan adalah 95% (α = 0.05). Simpulan diambil sesuai dengan nilai hipotesis berdasarkan nilai p. Jika nilai p > α, maka hipotesis nol (H0) diterima, tetapi jika nilai p < α, maka H0 ditolak atau hipotesis satu (H1) diterima.
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis selen dalam susu bubuk didahului dengan destruksi sampel dalam oven mikrogelombang. Destruksi merupakan proses perusakan oksidatif bahan organik sebelum penetapan suatu analit anorganik. Destruksi basah menggunakan asam nitrat paling umum digunakan untuk destruksi bahan organik. Dengan
6
menggunakan bejana teflon dalam oven mikrogelombang, kemungkinan analit hilang selama proses destruksi menjadi lebih kecil. Keuntungan lainnya adalah waktu destruksi lebih cepat, penggunaan asam lebih sedikit, serta tekanan dan suhu terkendali (Matek dan Blanusa 1998).
Kadar Air dan Abu Setiap bahan makanan mempunyai kadar air yang berbeda-beda. Bila kadar air dalam suatu bahan berkisar 3–7%, maka kestabilan optimum bahan akan tercapai dan pertumbuhan mikrob dapat dikurangi. Dengan mengetahui kadar air suatu sampel, dapat diperkirakan cara penanganan terbaik bagi sampel untuk menghindari pengaruh aktivitas mikrob (Winarno 1995). Rerata kadar air susu bubuk diperoleh sebesar 3.93% (Lampiran 2). Nilai ini memenuhi syarat SNI 012970-2006, yaitu maksimum 5.0%. Kadar abu menunjukkan kandungan mineral (zat anorganik) dalam bahan pangan. Rerata kadar abu susu bubuk yang diperoleh adalah 6.91% (Lampiran 2). Tidak ada persyaratan kadar abu dalam SNI 01-2970-2006. Nilai kadar abu yang tinggi ini mengindikasikan bahwa susu bubuk mengandung cukup banyak mineral.
Linearitas Linearitas menunjukkan kemampuan suatu metode analisis memberikan hasil pengujian yang sesuai dengan konsentrasi analit dalam contoh pada kisaran konsentrasi tertentu (AOAC 2002). Uji linearitas metode ICP-AES dengan 5 konsentrasi standar selen 10, 20, 30, 40, dan 50 µg/L menghasilkan persamaan kurva standar y = 0.022x + 0.053 dengan koefisien determinasi (r) 0.999 (Gambar 1). Metode ICP-AES memenuhi syarat linearitas yang baik karena nilai r lebih besar dari 0.995 (AOAC 2002). Intersep yang masih cukup besar, yaitu 0.053 menyatakan kemungkinan adanya pengaruh matriks dalam larutan. Matriks tersebut berupa anion dari garam selen dan pengotor dalam pelarut yang digunakan. Oleh karena itu, pengukuran serapan larutan blangko mutlak diperlukan sebagai koreksi pengukuran larutan standar.
7
Gambar 1 Kurva standar selen diukur dengan ICP-AES Uji linearitas dengan FAAS dilakukan dengan mengukur absorbans 4 konsentrasi standar selen 5, 10, 15, dan 20 µg/L. Dihasilkan kurva standar dengan persamaan y = 0.015x + 0.005 dan koefisien determinasi (r) 0.997 (Gambar 2). Berdasarkan hasil ini, metode FAAS juga memenuhi syarat linearitas yang baik, dan lebih bebas dari pengaruh matriks.
Gambar 2 Kurva standar selen diukur dengan FAAS
Limit Deteksi dan Kuantifikasi Limit deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi dan masih memberikan respons signifikan dibandingkan dengan blangko. Limit kuantifikasi merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai jumlah terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan saksama (Harmita 2004). Nilai limit deteksi selen dengan instrumen ICP-AES adalah 0.444 µg/L, sementara limit kuantifikasinya 1.480 µg/L. Hasil ini lebih besar daripada yang diperoleh dengan instrumen FAAS, yaitu berturut-turut 0.105 dan 0.350 µg/L, selengkapnya diberikan di Lampiran 3. Pengukuran konsentrasi analit yang lebih rendah daripada limit kuantifikasi akan menunjukkan ketelitian dan ketepatan yang tidak baik. Limit deteksi dan kuantifikasi selen tersebut menunjukkan bahwa
8
metode FAAS dapat mengukur selen dengan konsentrasi yang lebih kecil (lebih peka) daripada metode ICP-AES.
Ketelitian Ketelitian adalah kesamaan hasil dari setiap ulangan ketika suatu metode diterapkan berulang kali pada berbagai pencuplikan dari suatu sampel homogen (AOAC 2002). Ketelitian diukur dengan menghitung simpangan baku relatif (SBR) dari 7 kali ulangan pengukuran. Menurut AOAC (2002), syarat penerimaan parameter validasi ini ialah sebagai berikut: sangat teliti (SBR < 1%), teliti (SBR 1–2%), sedang (SBR 2–5%), dan tidak teliti (SBR > 5%). Ulangan pengukuran kadar selen dengan metode ICP-AES menghasilkan SBR terhitung sebesar 3.27% (Lampiran 4). Nilai ini lebih kecil daripada 2/3 SBR Horwitz (4.13%), maka masuk dalam nilai keberterimaan hasil uji. Nilai SBR terhitung yang diperoleh dengan metode FAAS lebih besar, yaitu 4.07%, tetapi masih masuk dalam nilai keberterimaan hasil uji. Tingkat ketelitian metode ICP-AES maupun FAAS tergolong sedang (SBR 2‒ 5%) dan metode ICPAES lebih teliti daripada metode FAAS untuk penentuan kadar selen. Pengukuran selen pada penelitian ini lebih baik daripada yang dilaporkan pada penelitian sebelumnya Miksa et al. (2005) memperoleh nilai SBR sebesar 6.33% dengan AAS dan 7.10% dengan ICP-MS. Nilai SBR yang lebih kecil menunjukkan kecilnya pengaruh galat acak. Galat acak dapat dikurangi bila digunakan alat yang terkalibrasi dan operator yang terlatih.
Ketepatan Ketepatan adalah kedekatan nilai hasil percobaan dari suatu metode dengan nilai sebenarnya (AOAC 2002). Ketepatan diukur sebagai nilai perolehan kembali (PK). Sejumlah larutan standar yang diketahui konsentrasinya ditambahkan ke dalam larutan sampel, kemudian diukur dan dihitung kembali jumlahnya. Dalam penelitian ini, ketepatan diukur dengan cara menambahkan standar selen 20 µg/L sebanyak 5 mL ke dalam 50 mL larutan yang mengandung 0.5 g sampel. Perolehan kembali (PK) selen yang dihasilkan dengan ICP-AES sebesar 80.7– 96.6% (Lampiran 5). Nilai ini berada dalam kisaran yang dapat diterima, yaitu 80–110% (AOAC 2002), maka metode ICP-AES dapat disimpulkan mempunyai ketepatan yang baik. Miksa et al. (2005) juga melaporkan penelitian serupa dan memperoleh nilai PK sebesar 106%. Ketepatan hasil pengukuran selen dengan metode FAAS ditunjukkan dengan nilai PK sebesar 69.5–81.1% (Lampiran 6). Nilai ini kurang dari kisaran yang dapat diterima menurut AOAC (2002), sehingga metode ini kurang baik dari sisi ketepatan pengukuran. Miksa et al. (2005) mendapatkan PK sebesar 91%. Galat pengukuran disebabkan oleh adanya analit yang hilang selama proses preparasi yang lebih rumit dan terjadinya galat sistematik, seperti pada saat pengambilan contoh, kurva kalibrasi yang tidak linear, serta galat dari instrumen dan peralatan kaca yang digunakan (Harvey 2000).
9
Ketangguhan Metode Ketangguhan metode ICP-AES dalam penetapan selen diuji dengan meragamkan waktu destruksi pada preparasi sampel, sedangkan ketangguhan metode FAAS diuji dengan meragamkan waktu pemanasan. Hasil uji F untuk ICP-AES menunjukkan bahwa destruksi selama 45, 30, dan 15 menit mempunyai sebaran normal dan keragaman yang sama (Lampiran 7). Sementara itu, hasil uji t (Lampiran 8) menunjukkan kadar selen yang berbeda untuk destruksi selama 45 menit dan 30 menit, dengan nilai p sebesar 0.046 < 0.05. Hasil yang serupa didapatkan pada perbandingan destruksi selama 45 menit dan 15 menit, dengan nilai p sebesar 0.004 < 0.05. Hasil ini menunjukkan bahwa lama destruksi berpengaruh pada konsentrasi selen yang terukur dengan metode ICP-AES. Semakin lama waktu destruksi, konsentrasi selen yang terukur semakin kecil, menunjukkan hilangnya sebagian analit selen selama tahap destruksi. Hasil uji ketangguhan metode ICP-AES dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Uji ketangguhan analisis selen dengan ICP-AES Ulangan 1 2 3 4 5 6 Rerata
[Se] (µg/kg) dengan waktu destruksi selama 45 menit 30 menit 15 menit 383.2 397.8 425.6 397.1 445.6 437.6 406.7 371.0 498.8 387.4 416.4 446.2 384.5 442.0 462.2 350.2 445.5 406.1 384.8 419.7 446.1
Hasil uji F untuk FAAS juga menunjukkan bahwa pemanasan selama 10, 20, dan 30 menit mempunyai sebaran normal dan keragaman yang sama (Lampiran 9). Namun berdasarkan hasil uji t, pemanasan selama 10 menit dan 20 menit menunjukkan kadar selen yang tidak berbeda (p = 0.335 > 0.05), demikian pula pemanasan selama 10 menit dan 30 menit (p = 0.702 > 0.05). Sedangkan dari hasil uji t perbandingan pemanasan 10 menit dan 30 menit didapatkan nilai p sebesar 0.702 > 0.05 (Lampiran 10). Hasil ini menunjukkan bahwa lama waktu pemanasan tidak berpengaruh pada konsentrasi selen yang terukur dengan metode FAAS. Hasil uji ketangguhan metode FAAS dapat dilihat pada Tabel 2.
10
Tabel 2 Uji ketangguhan analisis selen dengan FAAS Ulangan 1 2 3 4 5 6 Rerata
[Se] (µg/kg) dengan waktu pemanasan selama 10 menit 20 menit 30 menit 558.0 563.6 568.4 595.8 618.7 549.0 550.4 558.2 548.3 591.7 546.2 535.0 558.3 526.9 634.5 570.4 492.9 638.1 570.8 551.1 578.9
Kadar Selen Sampel Susu Bubuk Empat sampel susu bubuk diuji kadar selennya menggunakan ICP-AES dan dibandingkan dengan menggunakan FAAS. Pengukuran dengan ICP-AES selalu diperoleh lebih besar daripada dengan FAAS (Tabel 3). Selisih terbesar didapatkan pada pengukuran sampel C, yaitu 84% dan selisih terkecil pada sampel B, yaitu 4%. Keterulangan data pengukuran 4 sampel pada setiap metode memperlihatkan bahwa simpangan pengukuran dengan metode FAAS lebih kecil daripada dengan metode ICP-AES (Lampiran 11). Hasil ini tidak sejalan dengan data pengukuran ketelitian menggunakan 1 sampel (Lampiran 4). Untuk memastikan metode yang memberikan data paling tepat, diperlukan pengukuran ulang. Tabel 3 Kadar selen 4 sampel susu bubuk dengan ICP-AES dan FAAS [Se] μg/kg Sampel A B C D
ICP-AES 471.3 320.7 338.9 234.0
FAAS 431.8 307.3 53.8 117.6
Salah satu faktor yang dapat menyebabkan galat pada hasil pengukuran ialah adanya pengaruh matriks sampel. Efek matriks ini menyebabkan kadar selen yang terbaca lebih besar atau lebih kecil daripada yang seharusnya. Hal ini dapat diatasi dengan menggunakan metode pengukuran adisi standar, dengan menambahkan sejumlah tertentu larutan standar yang diketahui konsentrasinya ke dalam sampel. Selisih antara hasil analisis sampel dengan dan tanpa standar merupakan jumlah analit. Penggunaan metode adisi standar dapat mengompensasi efek matriks dan mengompensasi kesalahan operator (Bassett et al.1994).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Metode analisis selen dengan ICP-AES dan FAAS mempunyai linearitas yang baik dengan nilai koefisien determinasi 0.999 dan 0.997. Limit deteksi dan kuantifikasi untuk ICP-AES sebesar 0.444 dan 1.480 μg/L, sedangkan untuk FAAS sebesar 0.105 dan 0.350 μg/L. Ketelitian metode ICP-AES lebih baik daripada FAAS yang ditunjukkan dengan nilai SBR 3.27%. Ketepatan metode ICP-AES juga lebih baik daripada FAAS yang ditunjukkan dengan nilai PK 80.7– 96.6%. Uji ketangguhan metode ICP-AES menunjukkan bahwa konsentrasi selen yang terukur dipengaruhi oleh lama destruksi, sedangkan lama pemanasan tidak memengaruhi hasil pengukuran dengan FAAS. Pengukuran 4 sampel susu bubuk menunjukkan perbedaan antara hasil pengukuran ICP-AES dan FAAS dengan kisaran 4−84%.
Saran Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan metode pengukuran adisi standar untuk setiap preparasi sampel sehingga efek matriks dapat diatasi.
12
DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2002. AOAC International Methods Committee guidelines for validation of qualitative and quantitative food microbiological official methods of analysis. J AOAC Int. 85:1-5. Anderson KA. 1999. Analytical Technique for Inorganic Contaminant. New York (US): AOAC International. Bassett J, Denney RC, Jeffery GH, Mendham J. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Pudjaatmaka AH, Setiono L, penerjemah. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari: Vogel’s Textbook of Quantitative Inorganic Analysis including Elementary Instrumental Analysis. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2004. Pedoman Pencantuman Nilai Gizi pada Label Pangan. Jakarta (ID): BPOM RI. Brown KM, Arthur JE. 2001. Selenium, selenoprotein and human health: a review. Public Health Nutri. 4:593-599. [BSN] Badan standardisasi Nasional. 2006. Standar Nasional Indonesia 01-2970 2006. Susu Bubuk. Jakarta (ID): BSN. Burk RF, Levander OA. 2006. Modern Nutrition in Health and Disease. Ed ke-10. Philadelphia (US): Lippincott Williams & Wilkins. [CEM Corp] Controls Engineering Maintenance Corporation. 2009. Mars Digestion Enviromental and Regulatory Application Notes. Matthews (US): CEM Corp. Dodig S, Cepelak I. 2004. The fact and controverses about selenium. Acta Pharm. 54:261-276. Dumont E. 2006. Hypenated techniques for speciation of Se in biological matrices [tesis]. Bellegem (BE): Universiteit Gent. Govasmark E, Grimmett MG. 2007. A method for determination of selenium in organic tissues using microwave digestion and liquid chromatography. J AOAC Int. 90(3):838-843. Harmita. 2004. Petunjuk pelaksanaan validasi metode dan cara perhitungannya. Maj Ilmu Kefarmasian. 1:117-135. Harvey D. 2000. Modern Analytical Chemistry. NewYork (US): Mc Graw Hill. Jarzynska G, Kojta AK, Drewnowska M, Falandysz J. 2012. Notes on selenium in mushroom data determined by inductively coupled plasma atomic emission spectroscopy (ICP-AES) and hydride generation atomic absorption spectroscopy (HG-AAS) techniques. African J Agric Res. 7(37):5233-5237. Jurisic R, Knezevic SV, Kalodera Z, Grgic J. 2003. Determination of selenium in Teucrium species by hydride generation atomic absorption spectrometry. Z Naturforsch. 58c:143-145. Khopkar SM. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Saptorahardjo A, Nurhadi A, penerjemah, Jakarta (ID): UI Pr. Terjemahan dari: Basic Concepts of Analytical Chemistry.
13
Lu R, Wang S, Xing G, Ren C, Han F, Jing J, Aschner M. 2009. Zinc, copper, iron and selenium levels in brain and liver of mice exposed to acrylonitrile. Biol Trace Elem Res. 130:39-47. Matek M, Blanusa M. 1998. Destruction of food samples for selenium analysis. Arh Hig Rada Toksikol. 49(4):301-305. Miksa IR, Buckley CL, Carpenter NP, Poppenga RH. 2005. Comparison of selenium determination in liver samples by atomic absorption spectroscopy and inductively coupled plasma-mass spectrometry. J Vet Diagn Invest. 17:331-340. Norton GJ, Deacon CM, Li X, Huang S, Meharg AA, Price AH. 2010. Genetic mapping of the rice ionome in leaves and grain: identification of QTLs for 17 elements including arsenic, cadmium, iron and selenium. Plant Soil. 329:139-153. Pechova A, Misurova L, Pavlata L, Dvorac R. 2008. Monitoring of changes in selenium concentration in goat milk during short-term supplementation of various forms of selenium. Biol Trace Elem Res. 121:180-191. Sandjaja. 2009. Kamus Gizi: Pelengkap Kesehatan Keluarga. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kompas. Tuzen M, Verep B, Ogretmen AO, Soylak M. 2009. Trace element content in marine algae species from the Black Sea, Turkey. Environ Monit Assess. 151:363-368. Winarno FG. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia. Winarno FG. 2004. Keamanan Pangan Jilid 1. Bogor (ID): M-BRIO Pr. Yang J, Wang T, Wu C, Liu C. 2010. Selenium level surveillance for the year 2007 of keshan disease in endemic areas and analysis on surveillance results between 2003 and 2007. Biol Trace Elem Res. 138:53-59.
14
Lampiran 1 Syarat mutu susu bubuk SNI 01-2970-2006 No.
1
Kriteria uji
Satuan
Persyaratan Susu bubuk berlemak
Susu bubuk kurang lemak
Susu bubuk bebas lemak
Keadaan Bau Rasa
-
normal normal
normal normal
normal normal
2 3
Kadar air Lemak
% b/b % b/b
maks. 5 min. 26
maks. 5 lebih dari 1.5– kurang dari 26.0
maks. 5 maks. 1.5
4
Protein (N × 6.38)
% b/b
min. 23
min. 23
min. 30
5
Cemaran logam** Tembaga (Cu)
mg/kg
maks. 20.0
maks. 20.0
maks. 20.0
Timbel (Pb)
mg/kg
maks. 0.3
maks. 0.3
maks. 0.3
Timah (Sn)
mg/kg
maks. 40.0/250.0*
maks. 40.0/250.0*
maks. 40.0/250.0*
Raksa (Hg)
mg/kg
maks. 0.03
maks. 0.03
maks. 0.03
Cemaran arsenik** Cemaran mikrob Angka lempeng total Bakteri coliform Escherichia coli Staphylococcus aureus Salmonella
mg/kg
maks. 0.1
maks. 0.1
maks. 0.1
koloni/g APM/g APM/g koloni/g
maks. 5×104 maks. 10 <3 maks. 1×102
maks. 5×104 maks. 10 <3 maks. 1×102
maks. 5×104 maks. 10 <3 maks. 1×102
negatif
negatif
negatif
negatif
6 7
* Untuk kemasan kaleng ** Dihitung terhadap makanan yang siap dikonsumsi
15
Lampiran 2 Analisis kadar air dan abu susu bubuk
Ulangan 1 2 3 4 5 6 7
Kotak timbang kosong (g) 12.6013 12.5668 14.2080 12.6211 12.4865 14.0721 14.8115
Bobot (g) Kotak Kotak timbang Sampel timbang + kering (g) (g) sampel (g) 14.7133 14.6302 2.1120 14.7265 14.6420 2.1597 16.4349 16.3480 2.2269 15.0636 14.9682 2.4425 14.6041 14.5206 2.1176 16.3809 16.2895 2.3088 16.9986 16.9119 2.1871 Rerata
Kadar air (%) 3.93 3.91 3.90 3.91 3.94 3.96 3.96 3.93
Contoh perhitungan (untuk ulangan ke-1): × 100%
Ulangan 1 2 3 4 5 6 7
Cawan kosong (g) 27.0996 21.2713 18.5067 21.6317 20.6879 22.3015 20.7119
Bobot (g) Cawan + Cawan + abu sampel (g) (g) 29.1605 27.2426 23.4574 21.4230 20.5814 18.6498 23.8091 21.7817 22.7263 20.8284 24.6320 22.4626 23.3064 20.8908 Rerata
Contoh perhitungan (untuk ulangan ke-1):
Sampel (g) 2.0609 2.1861 2.0747 2.1774 2.0384 2.3305 2.5945
Kadar abu (%) 6.94 6.94 6.90 6.89 6.89 6.91 6.90 6.91
16
Lampiran 3 Limit deteksi dan kuantifikasi selen dengan ICP-AES dan FAAS Ulangan 1
[Se] (µg/L) ICP-AES 1.809
2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rerata SB 3 SB (LD) 10 SB (LK)
2.003 2.191 2.157 1.753 1.850 1.906 1.942 2.024 2.101 1.974 0.148 0.444 1.480
(xi –
2
0.0272 0.0008 0.0470 0.0334 0.0488 0.0154 0.0046 0.0010 0.0025 0.0161 ∑= 0.1968
[Se] (µg/L) FAAS 0.778 0.739 0.720 0.764 0.698 0.671 0.716 0.746 0.784 0.728 0.734 0.035 0.105 0.350
Contoh perhitungan SB untuk ICP-AES: = 0.148
Keterangan : SB = simpangan baku SBR = simpangan baku relatif = ulangan n = rerata konsentrasi selen (µg/L) xi = konsentrasi selen (µg/L) LD = limit deteksi LK = limit kuantifikasi
(xi –
2
0.0019 0.00002 0.00020 0.0009 0.0013 0.0040 0.0003 0.0001 0.0025 0.00004 ∑= 0.01126
17
Lampiran 4 Ketelitian analisis selen dengan ICP-AES dan FAAS Ulangan ICPAES 1 2 3 4 5 6 7
Bobot [Se] µg/L sampel ICP-AES (g) 5.318 0.5097 5.805 0.5333 5.478 0.5033 6.374 0.5542 5.384 0.5019 5.659 0.5044 5.441 0.5097 Rerata ( SB SBR perhitungan SBR Horwitz 2/3 SBR Horwitz
[Se] µg/kg 543.0 566.5 566.5 598.6 558.3 583.9 555.6 567.5 18.55 3.27 6.20 4.13
Bobot [Se] sampel µg/L (g) FAAS 1 0.5305 5.498 2 0.5155 5.132 3 0.5009 4.806 4 0.5070 4.856 5 0.5057 5.294 6 0.5370 5.621 7 0.5061 5.300 Rerata ( SB SBR perhitungan SBR Horwitz 2/3 SBR Horwitz
Ulangan FAAS
Contoh perhitungan ulangan ke-1 dengan ICP-AES:
Keterangan : SB = simpangan baku SBR = simpangan baku relatif n = ulangan = rerata konsentrasi selen (µg/L) xi = konsentrasi selen (µg/L)
[Se] µg/kg 539.4 518.1 499.4 498.5 544.8 544.8 545.0 527.1 21.47 4.07 6.27 4.18
18
Lampiran 5 Ketepatan analisis selen dengan ICP-AES Kadar selen Ulangan 1 2
[Se] Bobot sampel (µg/L) (g) 3.730 0.5014 3.953 0.5139 Rerata
Fp 1 1
Volume akhir (mL) 50 50
[Se] (µg/kg) 387.2 400.3 393.8
Perhitungan:
Data perhitungan sampel + standar selen Ulangan 1 2 3 4 5 6 7 Perhitungan:
Bobot sampel (g) 0.5062 0.5246 0.5112 0.5033 0.5071 0.5460 0.5067
[Sampel + standar Se] (µg/L) ICP-AES 11.74 12.38 11.99 12.59 12.47 12.29 13.30
[Sampel + standar Se] (µg/kg) 1207.0 1228.2 1220.7 1301.9 1279.8 1171.5 1366.1
[Spike teoretis] (µg/kg) 1007.6 972.2 997.7 1013.4 1005.8 934.1 1006.6
Perolehan kembali (%) 80.7 85.8 82.9 89.6 88.1 83.3 96.6
19
Lampiran 6 Ketepatan analisis selen dengan FAAS Kadar selen Ulangan 1 2
[Se] Bobot sampel (µg/L) (g) 4.880 0.5022 4.755 0.5030 Rerata
Fp 1 1
Volume akhir (mL) 50 50
[Se] (µg/kg) 505.7 492.0 498.8
Perhitungan:
Data perhitungan sampel + standar selen Ulangan 1 2 3 4 5 6 7 Perhitungan:
Bobot sampel (g) 0.5112 0.5037 0.5044 0.5079 0.5050 0.5110 0.5006
[Sampel + standar Se] (µg/L) ICP-AES 24.87 27.60 27.96 25.37 28.15 26.34 27.53
[Sampel + standar Se] (µg/kg) 2532.0 2851.8 2885.0 2599.7 2901.1 2682.7 2862.2
[Spike teoretis] (µg/kg) 2925.0 2968.5 2964.3 2944.0 2960.9 2926.1 2987.0
Perolehan kembali (%) 69.5 79.3 80.5 71.4 81.1 74.6 79.1
20
Lampiran 7 Uji F ketangguhan analisis selen dengan ICP-AES H0 = kedua metode mempunyai sebaran normal dan keragaman yang sama H1 = kedua metode mempunyai sebaran normal dan keragaman yang berbeda Test for Equal Variances: ICP 45 menit; ICP 15 menit 95% Bonferroni confidence intervals for standard deviations N Lower StDev Upper ICP 45 menit 6 11,2478 19,1832 54,8822 ICP 15 menit 6 18,7725 32,0166 91,5978 F-Test (normal distribution) Test statistic = 0,36; p-value = 0,285 Test for Equal Variances: ICP 45 menit; ICP 30 menit 95% Bonferroni confidence intervals for standard deviations N Lower StDev Upper ICP 45 menit 6 11,2478 19,1832 54,8822 ICP 30 menit 6 17,9791 30,6636 87,7269 F-Test (normal distribution) Test statistic = 0,39; p-value = 0,326
Lampiran 8 Uji t ketangguhan analisis selen dengan ICP-AES H0 = kedua metode mempunyai kadar selen yang sama H1 = kedua metode mempunyai kadar selen yang berbeda Two-Sample T-Test and CI: ICP 45 menit; ICP 15 menit Two-sample T for ICP 45 menit vs ICP 15 menit N Mean StDev SE Mean ICP 45 menit 6 384,8 19,2 7,8 ICP 15 menit 6 446,1 32,0 13 Difference = mu (ICP 45 menit) - mu (ICP 15 menit) Estimate for difference: -61,2324 95% CI for difference: (-96,3698; -26,0949) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -4,02 0,004 DF = 8 Two-Sample T-Test and CI: ICP 45 menit; ICP 30 menit Two-sample T for ICP 45 menit vs ICP 30 menit N Mean StDev SE Mean ICP 45 menit 6 384,8 19,2 7,8 ICP 30 menit 6 419,7 30,7 13 Difference = mu (ICP 45 menit) - mu (ICP 30 menit) Estimate for difference: -34,8848 95% CI for difference: (-68,9358; -0,8337) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -2,36 P-Value = 0,046 DF
P-Value =
21
Lampiran 9 Uji F ketangguhan analisis selen dengan FAAS H0 = kedua metode mempunyai sebaran normal dan keragaman yang sama H1 = kedua metode mempunyai sebaran normal dan keragaman yang berbeda Test for Equal Variances: FAAS 10 menit; FAAS 20 menit 95% Bonferroni confidence intervals for standard deviations N Lower StDev Upper FAAS 10 menit 6 11,1223 18,9692 54,270 FAAS 20 menit 6 24,5650 41,8959 119,862 F-Test (normal distribution) Test statistic = 0,21; p-value = 0,107 Test for Equal Variances: FAAS 10 menit; FAAS 30 menit 95% Bonferroni confidence intervals for standard deviations N Lower StDev Upper FAAS 10 menit 6 11,1223 18,9692 54,270 FAAS 30 menit 6 26,8263 45,7526 130,896 F-Test (normal distribution) Test statistic = 0,17; p-value = 0,076
Lampiran 10 Uji t ketangguhan analisis selen dengan FAAS H0 = kedua metode mempunyai kadar selen yang sama H1 = kedua metode mempunyai kadar selen yang berbeda Two-Sample T-Test and CI: FAAS 10 menit; FAAS 20 menit Two-sample T for FAAS 10 menit vs FAAS 20 menit N Mean StDev SE Mean FAAS 10 menit 6 570,8 19,0 7,7 FAAS 20 menit 6 551,1 41,9 17 Difference = mu (FAAS 10 menit) - mu (FAAS 20 menit) Estimate for difference: 19,6717 95% CI for difference: (-26,2701; 65,6135) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 1,05 0,335 DF = 6 Two-Sample T-Test and CI: FAAS 10 menit; FAAS 30 menit Two-sample T for FAAS 10 menit vs FAAS 30 menit N Mean StDev SE Mean FAAS 10 menit 6 570,8 19,0 7,7 FAAS 30 menit 6 578,9 45,8 19 Difference = mu (FAAS 10 menit) - mu (FAAS 30 menit) Estimate for difference: -8,13008 95% CI for difference: (-57,60707; 41,34690) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -0,40 0,702 DF = 6
P-Value =
P-Value =
22
Lampiran 11 Analisis kadar selen sampel susu bubuk Kadar selen dengan ICP-AES Sampel A1 A2 B1 B2 C1 C2 D1 D2
Bobot sampel (g) 0.5025 0.5846 0.5264 0.5049 0.5337 0.5247 0.5507 0.5945
[Se] (µg/L) 4.218 6.114 4.006 2.635 3.802 3.375 2.321 3.060
[Se] (µg/kg) 419.7 522.9 380.5 260.9 356.2 321.6 210.7 257.4
Rerata [Se] (µg/kg) 471.3
SBR (%) 15.5
320.7
26.4
338.9
7.22
234.0
14.1
Kadar selen dengan FAAS Sampel
Bobot sampel (g)
[Se] (µg/L)
[Se] (µg/kg)
Rerata [Se] (µg/kg)
SBR (%)
A1 A2 B1 B2 C1 C2 D1 D2
0.6074 0.7924 0.7989 0.6418 0.5859 0.5601 0.5270 0.5372
4.846 7.366 5.267 3.659 0.537 0.691 1.271 1.232
398.9 464.8 329.6 285.0 45.8 61.7 120.6 114.7
431.8
10.8
307.3
10.3
53.8
20.9
117.6
3.5
23
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 14 Maret 1983 dari Ayah Abdul Rojak dan Ibu Tini Suminar. Penulis merupakan anak pertama dari 2 bersaudara. Tahun 2006 penulis melaksanakan praktik kerja lapangan di Balai Besar Industri Agro Bogor. Di tahun yang sama penulis lulus dari D3 Analis Kimia, Akademi Kimia Analisis Bogor. Tahun 2006 hingga 2007 penulis bekerja di PT Sinar Tehnik Jaya Lestari Sukabumi. Tahun 2009 penulis melanjutkan pendidikan pada Program S1 Kimia Penyelenggaraan Khusus, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Tahun 2008 hingga 2014 penulis bekerja di Balai Besar Industri Agro Bogor. Tahun 2014 penulis diangkat menjadi CPNS di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Bogor, Kementerian Pertanian RI.