0
ANALISIS PUTUSAN TERHADAP KETERANGAN SAKSI YANG MEMILIKI HUBUNGAN DARAH DENGAN KORBAN DALAM TINDAK PIDANA PENCABULAN DI PENGADILAN NEGERI GORONTALO AGUNG ADITYA ABBAS PEMBIMBING I: MOHAMAD RUSDIYANTO U. PULUHULAWA PEMBIMBIMBING II: NUR MUHAMMAD KASIM Adapun dari penelitian suatu kekuatan alat bukti berupa keterangan saksi yang memiliki hubungan darah tentu memiliki peran penting dalam proses beracaranya hukum pidana yang ada di indonesia, sehingga hal ini memberikan suatu gambaran mengenai keterangan saksi apabila yang memiliki hubungan darah dengan korban bisa menjadikan terdakwa atau pelaku tindak pidana terutama menyangkut perbuatan pencabulan yang menjadi subjek hukum yang memiliki kekuatan hukum tetap berdasarkan hasil proses acara hukum pidana tersebut. Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam skripsi ini adalah : Untuk mengetahui bagaimana Analisis Putusan Hakim Terhadap Keterangan Saksi Yang Memiliki Hubungan Darah Dengan Korban Dalam Tindak Pidana Pencabulan Di Pengadilan Negeri Gorontalo. Untuk mengetahui Upaya-upaya apa yang mempengaruhi Analisis Putusan Hakim Terhadap Keterangan Saksi Yang Memiliki Hubungan Darah Dengan Korban Dalam Tindak Pidana Pencabulan Di Pengadilan Negeri Gorontalo. Penelitian yang dilakukan bersifat Normatif Empiris adalah perilaku nyata setiap warga sebagai akibat keberlakuan hukum normatif. Perilaku tersebut dapat diobservasi dengan nyata dan merupakan bukti apakah warga telah berperilaku sesuai atau tidak sesuai dengan ketentuan hukum normatif (Kodifikasi atau undang-undang). Hasil penelitian maka dapat disimpulan sebagai berikut analisis putusan hakim terhadap keterangan saksi yang memiliki hubungan darah yang dihadirkan dalam perkara tindak pidana pencabulan adalah suatu penafsiran hakim terhadap saksi yang memberatkan (ACharge) bagi terdakwa/tersangka, karena dalam keteranganya akan menunjukan pada kesalahan yang terdakwa/tersangka lakukan, sebagaimana keterangan saksi sebagai bukti keterangan yang dapat menguatkan keyakinan hakim untuk memutus suatu perkara dan dapat dipakai sebagai petunjuk utuk menemukan kebenaran yang terjadi dan penilaiannya tetap ada ditangan hakim. Upayaupaya yang mempengaruhi putusan hakim terhadap keterangan saksi yang memiliki hubungan darah terhadap Tindak pidana perkara pencabulan adalah sebagai berikut 1. Pembuktian Dalam Persidangan, 2. Sumpah, 3. Mendengar, Melihat dan Mengetahui. Kata Kunci : Putusan Hakim, Keterangang Saksi yang memiliki Hub Darah, Pencabulan
1
A. PENDAHULUAN Alat-alat bukti yang tercantum dalam Pasal 295 HIR memang dipandang sudah kuno, karena sama dengan Ned.Sv. yang lama. Belanda sendiri sudah lama (1926) mengubahnya dalam Sv. yang baru. Dalam Sv. yang baru itu disebut alat-alat bukti dalam Pasal 339 sebagai berikut : a. Pengamatan sendiri oleh hakim; b. Keterangan terdakwa; c. Keterangan seorang saksi; d. Keterangan seorang ahli; e. Surat-surat1. Menyimak uraian diatas maka jelas bahwa harapan dari suatu kekuatan alat bukti berupa keterangan saksi yang memiliki hubungan darah tentu memiliki peran penting dalam proses beracaranya hukum pidana yang ada di indonesia, sehingga hal ini memberikan suatu gambaran mengenai keterangan saksi apabila yang memiliki hubungan darah dengan korban bisa menjadikan terdakwa atau pelaku tindak pidana terutama menyangkut perbuatan pencabulan yang menjadi subjek hukum yang memiliki kekuatan hukum tetap berdasarkan hasil proses acara hukum pidana tersebut. Adapun perbuatan cabul tersebut dalam Pasal 289 KUHP berbunyi “Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena
1
Ibid. Hal. 259
2
melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan,dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun2” Berarti jelas bahwa dalam hal pemberian keterangan alat bukti oleh saksi yang memiliki hubungan darah tentunya haruslah dikuatkan dengan penjelasan bahwa saksi tersebut melihat, mengetahui dan mendengar langsung telah terjadi pencabulan sehingga pada kenyataannya bisa berdampak pada proses hukum acara yang berlaku. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti mengangkat judul skripsi “ Analisis Putusan Hakim Terhadap Keterangan Saksi Yang Memiliki Hubungan Darah Dengan Korban Dalam Tindak Pidana Pencabulan Di Pengadilan Negeri Gorontalo. B. Rumusan Masalah Uraian tersebut di atas peneliti menarik suatu harapan Untuk mendapatkan dan mendekati nilai objektif dalam penelitian, maka peneliti membatasi masalah yang menyangkut proposal ini adalah sebagai berikut: Bagaimana Analisis Putusan Hakim Terhadap Keterangan Saksi Yang Memiliki Hubungan Darah Dengan Korban Dalam Tindak Pidana Pencabulan Di Pengadilan Negeri Gorontalo.Upaya-upaya apa yang mempengaruhi Analisis Putusan Hakim Terhadap Keterangan Saksi Yang Memiliki Hubungan Darah Dengan Korban Dalam Tindak Pidana Pencabulan Di Pengadilan Negeri Gorontalo. C. METODE PENELITIAN
2
Moeljatno. 2011. KUHP. Bumi Aksara. Jakarta. Hal. 106.
3
Adapun yang menjadi lokasi penelitian Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kota Gorontalo. Tepatnya di Pengadilan Negeri Gorontalo Kota. Tempat ini dipilih sebagai lokasi penelitian karena sangat memungkinkan untuk memperoleh data yang diinginkan. a. Populasi Populasi merupakan wilayah generalisasi baik obyek maupun subyek yang memiliki kuantitas dan karakteristik yang ditetapkan oleh peneliti. Sehingganya populasi yang menjadi obyek penelitian ini adalah Hakim dan Penitera Pengadilan Negeri Gorontalo Kota. b.Sampel Dalam penelitian metode penarikan sampel yang digunakan probability sampling, dimana sampel adalah salah satu hakim serta Panitera Pengadilan Negeri Gorontalo Kota3. c. Jenis a). Jenis Penelitian Wujud penelitian ini bersifat normatif dan empiris dengan harapan dapat mempermudah perolehan dua jenis data dari sumber data yang berlainan. b). Sumber Data a) Data primer, bersifat empiris karena bersumber dan diperoleh secara langsung dari responden melalui teknik wawancara. Melalui
3
Amirudin dan Zainal Asikin, 2014. Pengantar Metode penelitian Hukum. Rajawali Press. Jakarta.hal.95
4
data primer ini ditemukan fakta berkenaan dengan berbagai aspek hukum. b) Data sekunder, bersifat normatif sekaligus sebagai data pendukung karena mempunyai daya mengikat dan diperoleh yang bersumber dari penelitian kepustakaan. c) Bahan Hukum Tersier Bahan-bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan skunder, misalnya: kamus-kamus hukum, ensiklopedia dan sebagainya. Penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Pendekatan tersebut, penelitian akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba dicari jawabannya. Macam-macam pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah: 1. pendekatan undang-undang (statute approach) 2. pendekatan kasus (case approach) Penelitian yang dilakukan oleh penulis ditujukan kepada pendekatan undang-undang dan pendekatan kasus. Pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelah semua undang-undang dan regulasi dengan isu hukum yang sedang ditangani4. D. HASIL DAN PEMBAHASAN
4
Peter Mahmud, Marzuki, 2005. Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group: Jakarta. Hal.93
5
1). Analisis Putusan Hakim Terhadap Keterangan Saksi Yang Memiliki Hubungan Darah Dengan Korban Dalam Tindak Pidana Pencabulan Di Pengadilan Negeri Gorontalo. Keterangan saksi yang memiliki hubungan darah dengan korban adalah merupakan suatu bagian dalam proses pembuktian karena sangat mempengaruhi dalam memperoleh putusan akhir dari proses peradilan guna mendapatkan keadilan terhadap sanksi hukum yang dilakukan karena perbuatan yang bisa merugikan orang lain, hal ini dilakukan karena akan memperolah kejelasan terhadap putusan Nomor 188/Pid.B/2012/PN.GTLo yang dibuat atas kasus terutama pencabulan seorang gadis dibawah umur di kelurahan Tamalate Kecamatan Kota Timur, Kota Gorontalo. Dalam kasus diuraikan bahwa pada awalnya jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa terdakwa dengan dakwaan berbentuk tunggal melanggar Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Gorontalo yang memeriksa dan mengadili perkara ini serta menjatuhkan putusan dengan demikian terdakwa dinyatakan bersalah melakukan kejahatan tersebut, maka hakim berpendapat bahwa meskipun dakwaan atas Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak terpenuhi sehingga menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana. Lain halnya dengan putusan Nomor 193/Pid.B/2014/PN.GTLO terhadap kasus pencabulan yang menimpa dua orang anak yang masih dibawah umur di Desa kaidundu kec. Bulawa Kab. Bone Bolango, dimana
6
terdakwa di dakwa dengan dakwaan tunggal dengan perbuatan sebagaiman diancam dengan Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak jo.Pasal 64 Ayat (1) KUHP dengan dijatuhi pidana penjara selama 14 (Empat Belas) tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara dan denda sebesar Rp. 60.000.000,- (enam Puluh Juta Rupiah) subsidair 5 (Lima) bulan kurungan karena telah melakukan perbuatan tindak pidana pencabulan kepada 2 orang saksi korban sehingga terdapat perbedaan dari kedua kasus tersebut dimana pada putusan yang pertama nomor 188/Pid.B/2012/PN.GTLO hanya 2 (dua) unsur yang terpenuhi, antara lain :1. Setiap Orang; 2. Dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya. sedangkan putusan kedua Nomor. 193/Pid.B/2014/PN.GTLO bertambah 1 unsur, antara lain : 1. Setiap Orang; 2. Dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya.3. antara beberapa perbuatan, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut. Sehingga jelaslah bahwa dari kedua putusan tersebut analisis peneliti dalam kedua putusan tersebut ditafsirkan oleh hakim berdasarkan dalih dari perbuatannya sesuai peraturan perundang-undangan. Dalam putusan di atas penafsiran yang dilakukan oleh hakim berkaitan dengan dua hal, yang pertama pada saat hakim menafsirkan bahwa Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak serta Pasal 64 ayat (1) KUHP ternyata terbukti dilakukan
7
oleh terdakwa dan kedua pada saat hakim menafsir peraturan yang ada pada KUHAP yang berkaitan dengan adanya pengaduan atas adanya tindak pidana pencabulan dengan anak di bawah umur serta unsur-unsur terpenuhi antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatau perbuatan berlanjut telah terbukti. Dalam kasus tersebut, jaksa mendakwa terdakwa atas Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Penuntutan atas Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak tersebut seharusnya dilihat hakim sebagai suatu dakwaan dikarenakan jaksa dapat membuktikan adanya ‘kekerasan’ atau ‘ancaman kekerasan’ yang dipersyaratkan dalam Pasal 81 ayat (1) UndangUndang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Hal itu dikarenakan jaksa merasa bukti berupa keterangan saksi yang memilki hubungan darah cukup kuat membuktikan adanya ‘kekerasan’ sebelum terjadi pencabulan. Sehingga hakimlah yang seharusnya memiliki kewajiban juga untuk menyimpulkan dari adanya pengaduan dan visum et repertum tersebut, apakah telah terjadi pelanggaran atas Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Tidak ada larangan bagi hakim untuk memutuskan suatu perkara dengan pasal yang terdapat di dalam dakwaan jaksa, namun tidak dituntutkan oleh jaksa.Hal tersebut di atas memperlihatkan adanya pemikiran hakim yang lebih menekankan kepada adanya legalitas formal atas dokumen pengaduan dibandingkan dengan
8
perkara pencabulan dengan gadis dibawah umur. Hakim menafsirkan dengan secara sempit bahwa mempertimbangkan adanya perlindungan kepada anak gadis di bawah umur sebagai individu yang harus dilindungi. Begitu halnya dengan hal-hal yang tertuang dengan subsidair dimana dalam proses persidangan berdasarkan fakta hukum yang diperoleh selama persidangan, selanjutnya majelis hakim akan mempertimbangkan dan menganalisis yuridis berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan apakah
terdakwa
dinyatakan
terbukti
secara
sah
dan
meyakinkan
sebagaimana didakwakan dalam surat dakwaan penuntut umum, dan apakah oleh
karena
itu
terdakwa
dapat
dinyatakan
bersalah
dan
dipertanggungjawabkan atas perbuatannya selanjutnya dapat dijatuhi pidana serta terdakwa di dakwa oleh penuntut umum dengan dakwaan dengan surat dakwaan alternatif, maka majelis akan mempertimbangkan salah satu dari dakwaan tersebut yang relevan dengan fakta-fakta yeng terungkap dipersidangan yaitu dengan dakwaan kesatu yaitu melanggar Pasal 81 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak yang unsur-unsurnya sebagai berikut : 1. Setiap orang; 2. Dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya;
9
3. Antara
beberapa
perbuatan,
meskipun
masing-masing
merupakan
kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut5. Intinya, pada waktu memutus suatu perkara, utamanya bila perkara tersebut menyangkut anak di bawah umur dan menyangkut pelanggaran hak asasi (dalam hal ini berupa pencabulan), hakim dapat mempertimbangkan secara lebih mendalam serta lebih menyeluruh menyangkut semua aspek yang terdapat didalam kasus tersebut. Tidak hanya terpenuhinya aspek formal yang dipersyaratkan oleh undang-undang, namun juga tujuan terpenuhinya perasaan keadilan pada korban dan keluarganya. Memberikan penekanan kepada aspek formal memang merupakan jaminan bahwa kepastian hukum telah dilakukan. Namun apabila dalam penerapannya tersebut terdapat kebutuhan akan adanya keadilan yang tidak terpenuhi apabila kepastian hukum diterapkan sebagaimana adanya, maka keseimbangan dalam memberikan prioritas atas penerapan suatu aturan harus dipertimbangkan kembali. Memberikan prioritas atas terpenuhinya keadilan dalam kasus ini, dan dengan demikian mengabaikan adanya persyaratan prosedur formal atau kepastian hukum, tidak berarti bahwa dalam setiap perkara kepastian hukum harus senantiasa dikesampingkan. Namun hal ini bilamana suatu kasus membutuhkan adanya prioritas pada terpenuhinya keadilan di atas kepastian hukum, seyogianya keadilan harus diberikan, setidaknya hanya untuk kasus tersebut saja. Kasus pencabulan seorang gadis di bawah umum oleh ayah
5
Putusan Nomor 193/Pid.sus/2014/PN.GTLO serta Putusan Nomor 188/Pid.B/2012/PN.GTLO
10
kandungnya sendiri. Dimana perbuatan dilakukan berulang kali dengan disertai ancaman kekerasan sampai suatu hari gadis itu merasakan sakit pada kelaminnya serta sering keluar darah sampai anak tersebut hamil dan melahirkan yang dikuatkan dengan visum et refertum. Ibunya melaporkan kepada kepolisian. Atas kasus tersebut hakim berpendapat bahwa pemeriksaan kasus penuh dengan keyakinan. Karena menurut hakim, jaksa hanya sanggup mendatang 5 orang saksi dan alat bukti yaitu alat bukti surat berupa Berita Acara Pemeriksaan di kepolisian, padahal Pasal 183 KUHAP mensyaratkan adanya minimal dua alat bukti dan adanya keyakinan hakim untuk menjatuhkan putusan bersalah kepada terdakwa. Adapun kekuatan barang bukti berupa keterangan saksi yang memiliki hubungan darah dengan korban yang dibuat atas korban dianggap memberikan keyakinan bahwa telah terjadi pencabulan, karena dinyatakan dalam keterangan saksi bahwa berdasarkan pasal 161 ayat 2 KUHAP dimana keterangan saksi atau ahli yang tidak disumpah atau mengucapkan janji, tidak dapat dianggap sebagai alat bukti yang sah, tetapi hanyalah merupakan keterangan yang dapat menguatkan keyakinan hakim6. Sehingga jelaslah bahwa apabila seorang saksi dengan memberikan keterangan tidak melalui sumpah maka dianggap tidak sah.
6
Jur Andi Hamzah. 2012. Hukum Acara pidana Indonesia “edisi Kedua”.Sinar Grafika. Jakarata. Hal. 263
11
2). Upaya-upaya apa yang mempengaruhi Keterangan Saksi Yang Memiliki Hubungan Darah Dengan Korban Terhadap Tindak Pidana Pencabulan Di Pengadilan Negeri Gorontalo. Upaya yang mempengaruhi keterangan saksi yang memiliki hubungan darah terhadap Tindak pidana pencabulan yang terjadi di Pengadilan Negeri Gorontalo. Dimana walaupun perbuatan yang dilakukan oleh tersangka adalah perbuatan yang secara faktual dapat diduga merupakan perbuatan pencabulan. Hal ini dapat disebabkan karena adanya kebebesan hakim yang sangat tinggi dalam memutuskan suatu perkara, sehingga hakim sangat dalam membuat putusan. Beberapa putusan memperlihatkan adanya pertimbangan yang cukup mendalam atas unsur-unsur tindak pidana pencabulan. Tidak adanya penafsiran yang dibuat oleh hakim dalam membuat putusan, membuat putusan sukar untuk ditelusuri dan dievaluasi. Hal ini jelas bahwa keterangana saksi yang memiliki hubungan darah memberikan pertimbangan mengapa memberikan pemidanaan sedemikian rupa terutama terkait dengan Pasal-pasal yang tertuang dalam KUHP dan Undang –Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Keterangan saksi yang memiliki hubungan darah terhadap Tindak pidana pencabulan selalu melibatkan beberapa pihak, paling tidak yaitu pihak korban, pelaku perbuatan melanggar hukum dan mungkin keluarga terdekat korban. Menurut hukum, setiap orang akan mempertanggungjawabkan perbuatannya lepas dari apakah ia berekonomi cukup atau tidak, hal itu dipermasalahkan. Menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
12
bila terjadi perbuatan melanggar hukum maka terjadilah perikatan karena Undang-undang. Hal tersebut diuraikan oleh pasal 1233 , bahwa perikatan timbul karena persetujuan atau karena Undang-undang. Perikatan yang dilahirkan karena Undang-undang sebagai akibat perbuatan orang, terbit dari perbuatan tidak melanggar hukum dan perbuatan melanggar hukum. Keterangan saksi yang memiliki hubungan darah terhadap Tindak pidana pencabulan berarti menurut Undang-undang telah terjadi perikatan antara korban dan pelaku perbuatan melanggar hukum. Berdasarkan uraian di atas telah dijelaskan bahwa dalam hal terjadinya perbuatan melanggar hukum, maka terjadi perikatan antara pembuat dan korban. Kesimpulannya bahwa upaya-upaya yang mempengaruhi kekuatan barang bukti berupa keterangan saksi yang memiliki hubungan darah terhadap Tindak pidana pencabulan adalah sebagai berikut : 1. Pembuktian yang didasarkan pada keterangan saksi yang memiliki hubungan darah Dalam Persidangan 2. Sumpah 3. Melihat, Mendengar dan Mengetahui. F. Kesimpulan Dari uraian pada pembahasan dan hasil penelitian maka dapat disimpulan sebagai berikut analisis putusan hakim terhadap keterangan saksi yang memiliki hubungan darah yang dihadirkan dalam perkara tindak pidana pencabulan adalah suatu penafsiran hakim terhadap saksi yang memberatkan (ACharge) bagi terdakwa/tersangka, karena dalam keteranganya akan menunjukan pada kesalahan
13
yang terdakwa/tersangka lakukan, sebagaimana keterangan saksi sebagai bukti keterangan yang dapat menguatkan keyakinan hakim untuk memutus suatu perkara dan dapat dipakai sebagai petunjuk utuk menemukan kebenaran yang terjadi dan penilaiannya tetap ada ditangan hakim. Upaya-upaya yang mempengaruhi putusan hakim terhadap keterangan saksi yang memiliki hubungan darah terhadap Tindak pidana perkara pencabulan adalah sebagai berikut 1. Pembuktian Dalam
Persidangan, 2. Sumpah, 3. Mendengar, Melihat dan
Mengetahui. G. Saran Berdasarkan uraian di atas maka saran peneliti adalah sebagai berikut : agar para hakim dalam membuktikan tindak pidana haruslah didasarkan keterangan saksi yang memiliki hubungan darah dan harus lebih cermat dan teliti dalam membuktikan kesalahan terdakwa yaitu dengan menggunakan alat bukti terutama keterangan saksi karena saksi merupakan bukti hidup yang nilai kekuatan pembuktianya lebih kecil dari pada bukti mati (dapat berbohong) sehingga akan menimbulkan keyakinan hakim untuk menegakan keadilan. Agar kiranya proses upaya hukum dalam mempengaruhi keterangan saksi terhadap tindak pidana perkara pencabulan yang memiliki hubungan darah haruslah dibuktikan dengan mengedepankan rasa keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Agar nantinya dalam proses hukum serta upaya hukum yang telah dilaksanakan oleh seorang hakim bisa di dedikasikan untuk akademisi melalui seminar atau forum-forum ilmiah yang bisa dihadiri langsung oleh hakim atau sebagai pemateri sehingga hal ini juga bisa menjadikan suatu pembelajaran awal
14
dan bisa memberikan tahapan awal terhadap materi sosialisasi yang akan dilaksanakan oleh akademisi baik ditengah-tengah keluarga, sahabat serta masyarakat umum terhadap proses hukum yang ada.
DAFTAR PUSTAKA A. Referensi Abdul Kadir Mohammad, 2004, Hukum Dan Penelitian Hukum, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung. Abdul Wahid dan Moh.Irfan. 2011. Perlindungan Terhadap Korban kekerasan Seksual. Refika Aditama. Bandung. Amirudin dan Zainal Asikin, 2014. Pengantar Metode penelitian Hukum. Rajawali Press. Jakarta. Andi Hamzah. 2004. Hukum Acara Pidana “Edisi Revisi”. Sinar Grafika. Jakarta. --------2009. Terminologi Hukum Pidana.Sinar Grafika. Jakarta -------2008. Hukum Acara Pidana Indonesia. Cetakan Kedua. Sinar Grafika.Jakarta. ------- 2012. Hukum Acara Pidana Indonesia. Sinar Grafika. Jakarta. 15
Chairul Huda. 2008. Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan. Kencana. Jakarta. Edi Setiadi dan Dian Adriasari. 2013. Perkembangan Hukum Pidana Di Indonesia. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, 2010. Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek. Ghalia Indonesia. Bogor.
Moeljatno. 2011. KUHP. Bumi Aksara. Jakarta. Peter Mahmud, Marzuki, 2005. Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group: Jakarta. Redaksi Penerbit AM, 2006. KUHP DAN KUHAP, Asa Mandiri. Jakarta Soerjono, Soekanto, 2004. Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press: Jakarta. Teguh Prasetyo, 2014.Hukum Pidana. “Edisi Revisi”. Rajawali Press. Jakarta. B. Perundang-undangan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak KUHP dan KUHAP Salinan Putusan hakim terhadap perkara pencabulan
16