Analisis terhadap putusan hakim dalam kasus tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja (studi kasus di pengadilan negeri pacitan)
Penulisan Hukum (Skripsi)
Disusun dan diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh: Fajar Edy Purboyudono NIM. E.0003163
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2008
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM KASUS TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN YANG DILAKUKAN DENGAN SENGAJA (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan)
Disusun oleh : FAJAR EDY PURBOYUDONO NIM : E. 0003163
Disetujui untuk Dipertahankan Dosen Pembimbing
EDY HERDYANTO, S.H., M.H. NIP. 131472195
ii
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi) ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM KASUS TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN YANG DILAKUKAN DENGAN SENGAJA (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan)
Disusun oleh : FAJAR EDY PURBOYUDONO NIM : E. 0003163
Telah diterima dan di sahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada : Hari
: Selasa
Tanggal : 22 Januari 2008
TIM PENGUJI
1. Bambang S, S.H., M. Hum :………………………………. Ketua 2. Kristiyadi, S.H., M.Hum Sekretaris
:………………………………..
3. Edy Herdyanto, S.H., M.H. :……………………………….. Anggota Mengetahui : Dekan
Mohammad Jamin, S.H., M.Hum NIP. 131 570 154
iii
MOTTO
Sesungguhnya Allah tidak akan merubah suatu kaum kecuali mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri (Q.S. Ar-Ra’d: 11)
Barang siapa berjalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan jalan baginya menuju Syorga. (HR. Bukhari Muslim)
Tiada kerja keras yang sia-sia, karena hanya kerja keraslah jalan yang paling lapang untuk mencapai cita-cita (Penulis)
iv
PERSEMBAHAN
Karya tulis ini aku persembahkan kepada: 1. Ayah dan ibu tercinta yang selalu memberi doa dan kasih sayang. 2. Adik-adikku tersayang. 3. Teman-temanku yang aku banggakan. 4. almamaterku.
v
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang serta diiringi rasa syukur Alhamdulillah penulis panjatkan, penulisan hukum (Skripsi) yang berjudul “ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM KASUS TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN YANG DILAKUKAN DENGAN SENGAJA (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan)” dapat penulis selesaikan. Penulisan hukum ini membahas mengenai pertimbangan-pertimbangan hakim dalam mengambil putusan tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja, dan kesesuaian antara putusan hakim dalam tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja itu dikaitkan dengan penerapan Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Akhir-akhir ini sering terjadi kasus tindak pidana pembunuhan. Setiap hari dalam berita di media cetak maupun media elektronik, selalu saja ada berita tentang tindak pidana pembunuhan dengan berbagai macam hal yang melatarbelakangi peristiwa pembunuhan itu. Tentunya si pelaku pembunuhan ini akan dijerat oleh hukum yang berlaku. Dalam mengambil putusan dalam tindak pidana pembunuhan, hakim yang mengadili si pelaku tentunya punya pertimbangan-pertimbangan tertentu yang menjadi dasar pertimbangan dalam mengambil putusan. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan hukum ini, maka saran serta kritik dari semua pihak sangat penulis harapkan untuk memperkaya karya tulis ini. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, saran, dan dorongan bagi penulis dalam menyelesaikan penulisan hukum ini. Ucapan terima kasih ini penulis sampaikan terutama kepada :
vi
1. Bapak Moh. Jamin, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum UNS yang telah memberi izin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan hukum ini. 2. Bapak Edy Herdyanto, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, sekaligus pembimbing penulisan hukum (skripsi) yang telah menyediakan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan arahan atas tersusunnya skripsi ini. 3. Ibu Ambar Budi Sulistyowati, S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan nasehat, bimbingan dan dorongan kepada penulis. 4. Bapak Jahuri Effendi, S.H., selaku Ketua Pengadilan Negeri Pacitan yang telah memberi izin penulis melakukan penelitian di Pengadilan Negeri Pacitan 5. Bapak Muh. Djauhar Setyadi, S.H., selaku Hakim Pengadilan Negeri Pacitan, terima kasih atas waktunya dan semua keterangan yang penulis perlukan demi tersusunnya skripsi ini. 6. Bapak Murtoyo, S.H., selaku Wakil Panitera Pengadilan Negeri Pacitan. 7. Bapak Walujo, selaku Wakil Sekretaris Pengadilan Negeri Pacitan, yang telah banyak membantu penulis dalam melaksanakan penelitian di Pengadilan Negeri Pacitan. 8. Bapak Widodo, selaku Panitera Muda Perdata Pengadilan Negeri Pacitan, yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian di Pengadilan Negeri Pacitan. 9. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan ilmu pengetahuan umumnya dan ilmu hukum khususnya kepada penulis sehingga dapat dijadikan dasar dalam penulisan skripsi ini dan semoga dapat penulis amalkan.
vii
10. PPH Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang berkenan memberikan kesempatan bagi penulis untuk melakukan penelitian serta menyelesaikan penulisan hukum ini. 11. Seluruh staf tata usaha dan karyawan di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang ada di bagian transit, perpustakaan, pendidikan, pengajaran dan bagian-bagian yang lain, terima kasih atas bantuannya. 12. Ayahanda Khumaidi dan Ibunda Nanik tercinta yang telah memberikan segalanya
kepada
penulis
sehingga
penulisan
skripsi
ini
dapat
terselesaikan dan semoga penulis dapat membalas budi jasa yang telah engkau berikan. 13. Adik-adikku tercinta, Fariz dan Rio, yang telah memberi semangat dan dorongan yang begitu besar kepada penulis. 14. Buat semua temen-temen FH UNS, Budi Andriana, Johans, Dheddy, Yunus, Ndaru, Joko, Anto, Rhisang, Itok, Yonthis, Reyan, Ayi, terima kasih buat semuanya dan semua teman-temanku Fakultas Hukum UNS angkatan 2003 yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu. 15. Teman-teman Kos Dewantoro, Hari, Aji, Ufo, Andi, Isa, Bento, Murto, Cangik, Nando, Niko, Wulung, Ucup, Adi, Wisnu, dan Mas Gunung , terima kasih buat semuanya. 16. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu tersusunnya skripsi ini.
Surakarta, Januari 2008
Penulis
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN..............................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................... iii HALAMAN MOTTO...........................................................................................
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN...........................................................................
v
KATA PENGANTAR..........................................................................................
vi
DAFTAR ISI.........................................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR............................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... xii ABSTRAK…........................................................................................................ xiii BAB I
BAB II
PENDAHULUAN...............................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah................................................................
1
B. Perumusan Masalah......................................................................
4
C. Tujuan Penelitian..........................................................................
4
D. Manfaat Penelitian........................................................................
5
E. Metode Penelitian.........................................................................
6
F. Sistematika Penulisan Hukum......................................................
11
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 13 A.
Kerangka Teori......................................................................... 13 1.
Tinjauan Tentang Proses Pemeriksaan Perkara Pidana
13
Di Pengadilan…………………………………………... 2.
Tinjauan Tentang Putusan Hakim……..……………….
19
a. Pengertian Putusan Hakim........................................
19
b. Isi Putusan Pengadilan..............................................
22
c. Jenis-jenis Putusan Hakim Dalam Perkara Pidana… 29 3.
Tinjauan Tentang Tindak Pidana Pembunuhan Yang
32
Dilakukan Dengan Sengaja.............................................. a. Pengertian tindak pidana...........................................
ix
32
B. BAB III
b. Pengertian tindak pidana pembunuhan.....................
33
c.
34
Pengertian kesengajaan……………………………
Kerangka Pemikiran……………………………………….
37
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................... 39 A. Pertimbangan-pertimbangan hakim dalam mengambil putusan tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja….. B.
39
Kesesuaian putusan hakim dalam tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja dalam kaitannya dengan 75 penerapan Pasal 338 KUHP …………………………………...
BAB IV
PENUTUP........................................................................................... 79 A. Kesimpulan...................................................................................
79
B. Saran.............................................................................................. 80 DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................
82
LAMPIRAN-LAMPIRAN.................................................................................... 83
x
DAFTAR GAMBAR
Bagan 1.
Model Analisis Interaktif
10
Bagan 2.
Kerangka Pemikiran
37
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I
Surat Izin Penelitian dari Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Lampiran II
Surat Keterangan telah melakukan Penelitian dari Pengadilan Negeri Pacitan
Lampiran III
Salinan Putusan Pengadilan Negeri Pacitan No: 47/PID. B/2003/PN. PCT
Lampiran IV
Salinan
Putusan
Pengadilan
B/2006/PN. Pct
xii
Negeri
Pacitan
No:
56/Pid.
ABSTRAK FAJAR EDY PURBOYUDONO, E.0003163, ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM KASUS TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN YANG DILAKUKAN DENGAN SENGAJA (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Penulisan Hukum (Skripsi). 2008. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertimbangan-pertimbangan hakim dalam mengambil putusan tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja dan apakah putusan hakim dalam tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja itu sudah sesuai dengan penerapan Pasal 338 KUHP. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif dan apabila dilihat dari tujuannya termasuk peneitian hukum normatif. Lokasi penelitian di Pengadilan Negeri Pacitan. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder.Teknik pengumpulan data yang dipergunakan yaitu melalui studi dokumen baik berupa buku-buku, peraturan perundang-undangan, dan arsip. Teknik analisis data adalah teknik analisis kualitatif dengan model interaktif. Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa pertimbanganpertimbangan hakim dalam mengambil putusan tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja antara lain: fakta-fakta yang ditemukan dalam persidangan, apakah unsur-unsur dari pasal yang didakwakan oleh penuntut umum kepada terdakwa telah terpenuhi, terdapat sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, adanya keyakinan dari hakim bahwa suatu tindak pidana benarbenar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya, apakah terdapat hal-hal yang dapat dijadikan sebagai alasan pembenar maupun alasan pemaaf yang dapat menghilangkan sifat melawan hukumnya dari perbuatan terdakwa, dan pertimbangan mengenai hal-hal yang memberatkan maupun yang meringankan terdakwa. Putusan hakim dalam tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja ini sudah sesuai dengan penerapan Pasal 338 KUHP, karena unsur-unsur dalam pasal 338 KUHP, yaitu unsur “dengan sengaja”, unsur “menghilangkan”, unsur “nyawa”, dan unsur “orang lain” telah terpenuhi oleh terdakwa di persidangan, sehingga hakim menjatuhkan hukuman yang setimpal terhadap terdakwa sesuai dengan perbuatan yang dilakukannya.
xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka, sehingga dapat diartikan bahwa negara Indonesia merupakan negara demokratis yang menjunjung tinggi hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Negara Indonesia menjamin hak asasi manusia di bidang hukum, yaitu dengan cara menjamin setiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan tanpa terkecuali. Hukum itu adalah himpunan peraturan (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu (E Utrecht dalam CST Kansil, 1989:38). Dengan adanya hukum dimaksudkan untuk menciptakan keselarasan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Negara Indonesia saat ini sedang melaksanakan pembangunan nasional yang dilaksanakan secara berkesinambungan yang meliputi seluruh bidang kehidupan,
maka
masyarakat
Indonesia
pun
senantiasa
mengalami
perkembangan, yang seiring dengan perkembangan dan kemajuan jaman. Sebagaimana kita ketahui, masyarakat itu bersifat dinamis, yang senantiasa berkembang dari waktu ke waktu. Perkembangan ini membawa dampak atau pengaruh yang luar biasa yang dapat dirasakan oleh seluruh anggota masyarakat itu. Pada dasarnya, perkembangan masyarakat merupakan suatu gejala sosial yang bersifat umum. Perkembangan merupakan proses penyesuaian masyarakat terhadap kemajuan jaman. Bagi negara Indonesia yang merupakan negara berkembang, kemajuan tersebut membawa dampak perubahan dalam kehidupan masyarakat yang memberikan pengaruh dalam berbagai aspek kehidupan.
xiv
Seiring
dengan
dilaksanakannya
pembangunan
nasional,
maka
pembangunan di bidang hukum juga dilaksanakan dengan serius, karena hukum harus bersifat dinamis mengikuti perkembangan jaman. Pembangunan di bidang hukum ini tentu saja menghadapi berbagai macam rintangan. Hal ini dapat terlihat dalam peraturan perundang-undangan yang ada. Di satu, sisi peraturan tertentu telah mengakomodir aspirasi hukum masyarakat, akan tetapi di sisi lain masih banyak peraturan yang mengalami stagnasi dan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, maka pembangunan hukum di Indonesia perlu mendapatkan perhatian yang serius, sehingga dapat tercipta kemantapan dalam sistem hukum nasional. Apabila sistem hukum hukum nasional ini mantap, maka diharapkan akan tercipta suatu kondisi masyarakat hukum yang selaras, serasi, dan seimbang dengan adanya suatu peraturan hukum yang benar-benar mencerminkan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat, karena negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka, sehingga segala sesuatunya harus berdasarkan hukum dan tiap warga negara wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan. Pembangunan nasional yang merupakan proses menuju modernisasi ini tentunya membawa dampak ataupun pengaruh yang sangat luas dalam masyarakat. Pengaruh pembangunan nasional terhadap kehidupan masyarakat tersebut ada dua macam, yaitu pengaruh positif, yaitu pengaruh yang mengarah pada hal-hal yang baik dan pengaruh negatif, yaitu pengaruh yang mengarah pada hal-hal yang buruk. Akhir-akhir ini banyak peristiwa yang menarik perhatian masyarakat, yaitu dengan semakin banyaknya tindak pidana yang terjadi. Salah satu tindak pidana yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat Indonesia adalah tindak pidana pembunuhan. Tindak pidana pembunuhan ini merupakan tindakan keji yang tidak berperikemanusiaan dan sangat
xv
bertentangan dengan hak asasi manusia, karena pelaku pembunuhan telah merampas hak hidup dari orang yang dibunuhnya. Pasal 338 Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP) menyatakan bahwa: “Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.” Di berbagai tempat, kita dapat melihat banyak terjadi kasus pembunuhan dengan berbagai sebab yang melatarbelakangi peristiwa itu. Akhir-akhir ini, hampir setiap hari kita mengetahui pemberitaan mengenai kasus pembunuhan melalui media cetak maupun media elektronik. Hal ini tentu sangat memprihatinkan, karena jenis tindak pidana pembunuhan ini sangat sering terjadi dalam masyarakat, padahal pada saat ini negara Indonesia sedang giatgiatnya melakukan reformasi hukum dan tertib hukum dalam upaya menciptakan masyarakat yang adil, makmur, tertib, aman, dan tenteram berdasarkan Pancasila. Sesuai dengan sifat hukum yang memaksa dan dapat dipaksakan, maka setiap perbuatan melawan hukum itu dapat dikenakan hukuman. Dalam perkara tindak pidana pembunuhan, maka pelaku pembunuhan apabila dalam sidang pengadilan telah terbukti secara sah dan meyakinkan, telah melakukan tindak pidana pembunuhan, maka harus mempertanggungjawabkan perbuatan yang telah dilakukannya itu di muka hukum. Hakim akan menjatuhkan pidana kepada pelaku tindak pidana pembunuhan tersebut sesuai dengan perundangundangan yang berlaku. Berangkat dari rasa keprihatinan penulis terhadap banyaknya kasus tindak pidana pembunuhan yang terjadi akhir-akhir ini, dan didorong oleh suara hati penulis
untuk
mengetahui
pertimbangan-pertimbangan
hakim
dalam
mengambil putusan tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja dan juga untuk mengetahui apakah putusan hakim dalam tindak pidana pembunuhan yang dilakukan itu sudah sesuai dengan penerapan Pasal 338 KUHP, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang lebih
xvi
mendalam dan menuangkannya dalam penulisan skripsi ini dengan judul: “ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM KASUS TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN YANG DILAKUKAN DENGAN SENGAJA (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan)” B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka dapat dirumuskan masalah yang akan membawa pada pembahasan yang lebih terarah dari penelitian yang dilakukan, yaitu: 1. Apa pertimbangan-pertimbangan hakim dalam mengambil putusan tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja? 2. Apakah putusan hakim dalam tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja itu sudah sesuai dengan penerapan Pasal 338 KUHP? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut 1. Tujuan obyektif : a. Untuk mengetahui pertimbangan-pertimbangan hakim dalam mengambil putusan tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja. b. Untuk mengetahui putusan hakim dalam tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja penerapan Pasal 338 KUHP.
2. Tujuan subyektif :
xvii
itu apakah sudah sesuai dengan
a.
Untuk menambah pengetahuan dan pemahaman penulis terutama mengenai teori-teori yang telah diperoleh oleh penulis selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
b. Untuk memperoleh data yang selengkap-lengkapnya sebagai bahan dalam melakukan penyusunan penulisan hukum guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang akan didapatkan yaitu 1. Manfaat Teoritis a. Untuk memberikan wawasan pengetahuan kepada masyarakat tentang hukum acara pidana keterkaitannya dengan putusan. b. Diharapkan dari hasil penelitian dapat dipakai sebagai suatu cara metode baru dalam mengadakan penelitian yang sejenis di masa yang akan datang. 2. Manfaat Praktis a. Adanya suatu harapan bahwa dari hasil penelitian yang penulis lakukan dapat memberi masukan dan sumbangan pemikiran yang bermanfaat bagi semua pihak mengenai putusan hakim, khususnya putusan hakim dalam kasus pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja. b. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama mengikuti kuliah untuk diterapkan dalam kehidupan nyata pada bidang hukum acara khususnya mengenai analisis terhadap putusan hakim dalam kasus tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja.
xviii
c. Bagi masyarakat umum, dari penelitian ini diharapkan menambah referensi dan pengetahuan di bidang hukum, khususnya mengenai analisis terhadap putusan hakim dalam kasus tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja. E. Metode Penelitian Dalam suatu penelitian, metodologi penelitian merupakan salah satu faktor yang penting dalam menunjang proses penyelidikan suatu permasalahan yang akan
dibahas.
Penelitian
adalah
suatu
usaha
untuk
menemukan,
mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan usaha yang dilakukan dengan metode ilmiah. Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsekuen (Soerjono Soekanto, 1986:42). Metodologi penelitian adalah suatu cara atau jalan untuk memecahkan masalah
yang
ada
dengan
cara
mengumpulkan,
menyusun
serta
menginterpretasikan data untuk menemukan, mengembangkan, atau menguji kebenaran suatu penelitian ilmiah karena mutu atau nilai validitas dari hasil penelitian ilmiah sangat ditentukan oleh ketepatan pemilihan metode ilmiahnya. Sehingga dengan metode yang sesuai, maka penelitian dapat dilaksanakan dengan baik dan dapat mencapai hasil yang diinginkan. Adapun metodologi penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut 1. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh penulis ini apabila dilihat dari sumber datanya merupakan penelitian normatif. 2. Sifat Penelitian
xix
Penelitian yang digunakan bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksud untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang keadaan, atau hipotesa agar dapat membantu dalam memperkuat teori-teori ilmiah atau dalam kerangka menyusun teori baru (Soerjono Soekanto, 1986:10). 3. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian dalam penulisan hukum ini adalah dengan menggunakan pendekatan kualitatif sesuai dengan sifat data yang ada. 4. Jenis Data Jenis data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu sejumlah data atau fakta atau keterangan yang digunakan oleh seseorang yang secara tidak langsung dan diperoleh melalui bahan-bahan
kepustakaan,
terdiri
dari
literatur, dokumen-dokumen,
peraturan perundang-undangan yang berlaku, teori-teori dan sumber tertulis lainnya yang berkaitan dan relevan dengan masalah yang diteliti. 5. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian hukum normatif adalah data sekunder. Yang dimaksud sumber data sekunder adalah bahan-bahan kepustakaan yang dapat berupa dokumen putusan pengadilan, buku-buku, laporan, arsip, dan literatur yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : a. Bahan Hukum Primer 1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab UndangUndang Hukum Pidana.
xx
2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana. 3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 jo Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. 4) Putusan Pengadilan Negeri Pacitan tentang kasus pembunuhan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, yakni Putusan Nomor : 47/Pid. B/2003/PN. Pct dan Putusan Nomor : 56/Pid. B/2006/PN. Pct. b. Bahan Hukum Sekunder Yaitu semua bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer. Meliputi jurnal, buku-buku referensi, hasil karya ilmiah para sarjana, dan hasil-hasil penelitian ilmiah yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. c. Bahan Hukum Tersier Yaitu semua bahan hukum yang memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Meliputi bahan dari media internet, kamus, ensiklopedia, dan sebagainya.
6. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen, yaitu teknik pemgumpulan data dengan mengkaji substansi/isi dari suatu bahan hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. 7. Teknik Analisis Data
xxi
Teknik analisis data yang digunakan oleh penulis yaitu dengan menggunakan teknik analisis kualitatif dan interaktif. Dalam metode interaktif ini, komponen reduksi data dan penyajian data dilakukan bersama dengan pengumpulan data setelah terkumpul tiga komponen tersebut akan berinteraksi unyuk mendapatkan kesimpulan dan apabila kesimpulan yang didapat dirasa kurang maka perlu adanya verifikasi dan penelitian kembali dengan mengumpulkan data di lapangan (HB. Sutopo, 2000:8) Menurut HB Sutopo komponen-komponen tersebut adalah sebagai berikut a. Reduksi data Merupakan proses seleksi, pemfokusan penyederhanaan, dan abstraksi data dari catatan lapangan yang diperoleh melalui wawancara b. Penyajian data Adalah suatu relita organisasi informasi yang memungkinkan kesimpulan penelitian yang dilakukan c. Kesimpulan dan verifikasi Dalam pengumpulan data, peneliti harus memahami arti berbagai hal yang ditemui dengan melakukan pencatatan-pencatatan, peraturanperaturan,
pola-pola,
pernyataan-pernyataan,
dan
konfigurasi-
konfigurasi yang mungkin, arahan sebab akibat dan proporsional kesimpulan yang diverifikasi. Ketiga komponen tersebut saling berkaitan sehingga dengan aktifitas yang dilakukan melalui siklus antara komponen-komponen akan diperoleh data yang mewakili dan sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Sehingga apabila dianggap kurang penulis dapat atau wajib kembali melakukan pengumpulan data khusus bagi dukungan yang diperlukan. Hal tersebut tergambar dalam bagan berikut ini:
xxii
Pengumpulan data
Reduksi data
Penyajian data
Penarikan kesimpulan
Proses analisis interaksi dimulai pada waktu pengumpulan data. Penelitian selalu memuat reduksi data dan sajian data. Setelah data terkumpul, tahap selanjutnya peneliti mulai melaksanakan usaha penarikan kesimpulan berdasarkan apa yang terdapat dalam reduksi data dan sajian data. Apabila data yang ada dalam reduksi dan sajian data kurang lengkap, maka kembali ke pengumpulan data. Sehingga antara tahap satu dan tahap yang lainnya harus terus berhubungan dengan membuat suatu siklus. F. Sistematika Penulisan Hukum Penulisan hukum (skripsi) sebagai suatu karya ilmiah dalam penulisannya harus mengikuti suatu sistematika tertentu. Guna memberi gambaran agar penulisan hukum lebih jelas, maka penulis akan mengajukan secara garis besar tentang isi dari penulisan hukum ini sehingga akan memudahkan dalam mengetahui keseluruhan isinya. Penulisan hukum ini terbagi dalam empat bab yang setiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian.
xxiii
Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai pendahuluan yang terdiri dari: Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan Hukum. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan mengenai tinjauan pustaka yang terdiri dari kerangka teori dan kerangka pemikiran. Dalam kerangka teori berisi tinjauan tentang proses pemeriksaan perkara di pengadilan, tinjauan tentang putusan hakim, dan tinjauan tentang tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja. Sedangkan kerangka pemikiran berisi pemikiran mengenai putusan hakim di Pengadilan Negeri Pacitan dalam tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja.
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini merupakan penjelasan dari hasil penelitian yang diperoleh di lapangan dan pembahasan mengenai pertimbangan-pertimbangan hakim dalam mengambil putusan tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja dan apakah putusan hakim dalam tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja itu sudah sesuai dengan penerapan Pasal 338 KUHP. BAB IV PENUTUP Pada bab ini merupakan kesimpulan dan saran berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya.
xxiv
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Tentang Proses Pemeriksaan Perkara Pidana Di Pengadilan Dalam pemeriksaan di persidangan ada beberapa asas yang menyangkut hukum acara pidana. Menurut CST Kansil, asas-asas hukum acara pidana tersebut antara lain, adalah: a. Perlakuan yang sama atas diri setiap orang di muka hukum dengan tidak mengadakan pembedaan perlakuan (asas persamaan di muka hukum).
xxv
b. Penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan hanya dilakukan berdasarkan perintah tertulis dari pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang dan hanya dalam hal dan dengan cara yang diatur dengan undang-undang (asas perintah tertulis dari yang berwenang). c. Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap (asas praduga tak bersalah = presumption of innocence). d. Kepada seorang yang ditangkap, ditahan, dituntut atau pun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang dan atau kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan wajib diberi ganti kerugian dan rehabilitasi sejak tingkat penyidikan dan para pejabat penegak hukum yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya menyebabkan asas hukum tersebut dilanggar, dituntut, dipidana dan atau dikenakan hukuman administrasi (asas pemberian ganti rugi dan rehabilitasi atas salah tangkap, salah tahan, atau salah tuntut). e. Peradilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak harus diterapkan secara konsekuen dalam seluruh tingkat peradilan (asas peradilan cepat, sederhana, biaya ringan, bebas, jujur dan tidak memihak). f. Setiap orang yang tersangkut perkara wajib diberi kesempatan memperoleh bantuan hukum yang semata-mata diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya (asas memperoleh bantuan hukum seluas-luasnya). g. Kepada seorang tersangka, sejak saat dilakukan penangkapan dan atau penahanan selain wajib diberi tahu dakwaan dan dasar hukum apa
xxvi
yang didakwakan kepadanya, juga wajib diberi tahu haknya itu termasuk hak untuk menghubungi dan minta bantuan penasihat hukum (asas wajib diberi tahu dakwaan dan dasar hukum dakwaan). h. Pengadilan memeriksa perkara pidana dengan hadirnya terdakwa (asas hadirnya terdakwa). i. Sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum kecuali dalam hal yang diatur dalam undang-undang (asas pemeriksaan dimuka umum). j. Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana dilakukan oleh ketua pengadilan negeri yang bersangkutan (asas pengawasan pelaksanaan putusan). (CST Kansil, 1989:347-349). Setelah pengadilan negeri menerima surat dakwaan dari jaksa penuntut umum, maka langkah pertama yang dilakukan yaitu ketua pengadilan negeri setempat yang berwenang untuk memeriksa dan mengadili
perkara
tersebut
akan
menunjuk
hakim
yang
akan
menyidangkan perkara tersebut dan selanjutnya hakim yang ditunjuk tersebut menetapkan hari sidang, serta memerintahkan kepada penuntut umum supaya memanggil terdakwa dan saksi untuk datang di sidang pengadilan (Pasal 152 KUHAP). Hakim yang ditunjuk untuk menyidangkan perkara tersebut yaitu majelis hakim atau hakim tunggal. Pemanggilan terdakwa dan saksi untuk datang di sidang pengadilan dilakukan dengan menggunakan surat panggilan oleh penuntut umum secara sah dan harus telah diterima oleh terdakwa dalam jangka waktu sekurang-kurangnya tiga hari sebelum hari pelaksanaan sidang dimulai. Pada hari yang telah ditentukan tersebut, maka dilakukan sidang oleh pengadilan , langkah selanjutnya yaitu hakim ketua sidang memerintahkan
xxvii
supaya terdakwa dipanggil masuk dalam keadaan bebas jika terdakwa tersebut dalam tahanan (Pasal 154 ayat (1) KUHAP), kemudian hakim ketua sidang menanyakan identitas terdakwa (Pasal 155 ayat (1) KUHAP) dan hakim ketua sidang meminta kepada penuntut umum untuk membacakan surat dakwaan (Pasal 155 ayat (2) huruf a KUHAP), dan apabila terdakwa belum mengerti atau belum memahami pembacaan surat dakwaan tersebut, maka atas permintaan hakim ketua sidang, penuntut umum wajib memberikan penjelasan yang diperlukan (Pasal 155 ayat (2) huruf b KUHAP). Kemudian terhadap dakwaan yang dibacakan oleh penuntut umum tersebut, maka terdakwa atau penasehat hukum terdakwa dapat mengajukan tangkisan atau perlawanan (eksepsi). Menurut I.B. Ngurah Adi, memberi batasan mengenai istilah eksepsi ini mengacu pada Pasal 156 ayat (1) KUHAP, yakni: “Keberatan yang diajukan terdakwa atau penasehat hukum bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat-surat dakwaan harus dibatalkan”. Berdasarkan hal tersebut, maka ada 3 hal yang dapat diajukan sebagai dasar eksepsi,yaitu : 1) Pengadilan tidak berwenang mengadili perkara tersebut. 2) Dakwaan tidak dapat diterima 3) Surat dakwaan batal. Eksepsi tersebut merupakan upaya hukum yang berupa tangkisan sebelum dilakukan pemeriksaan materi perkara dengan tujuan utama yaitu untuk menghindarkan diadakannya pemeriksaan yang menghasilkan putusan akhir dari pokok perkaranya. Sehingga dapat disebutkan bahwa acara
pemeriksaan
dalam
keberatan
pada
dasarnya
merupakan
pemeriksaan persiapan, untuk menentukan apakah pemeriksaan pokok perkara dapat dilanjutkan sampai putusan akhir (Lilik Mulyadi, 2002: 85).
xxviii
Berkaitan dengan eksepsi sebagaimana diatur dalam Pasal 156 KUHAP, maka ada kemungkinan hakim akan mengambil keputusan yang berupa : 1) Eksepsi dapat diterima Eksepsi dapat diterima berakibat pemeriksaan pokok perkara dihentikan, dengan demikian proses pemeriksaan perkara harus dihentikan. Eksepsi ini dituangkan dalam putusan sela dengan amar putusan yang menyatakan bahwa eksepsi dapat diterima dan diikuti dengan amar deklaratif sesuai dengan jenis eksepsi yang diajukan.
2) Eksepsi tidak dapat diterima Eksepsi tidak dapat diterima berkibat pemeriksaan pokok perkara dilanjutkan. Eksepsi dituangkan dalam putusan sela dengan amar putusan menyatakan bahwa eksapsi tidak dapat diterima atau menolak eksepsi. 3) Eksepsi diputuskan bersama dalam pokok perkara Jenis eksepsi ini didasarkan bahwa eksepsi baru dapat dipertimbangkan dengan seksama setelah pemeriksaan pokok perkara, seperti eksepsi mengenai nebis in idem, dakwaan dengan alasan obscuur libel, dan perkara yang diperiksa adalah perkara perdata. Jika hakim menyatakan keberatan tersebut diterima, maka perkara itu tidak diperiksa lebih lanjut, sebaliknya dalam hal tidak diterima atau hakim berpendapat hal tersebut baru dapat diputus setelah selesai pemeriksaan, maka sidang dilanjutkan (Pasal 156 ayat (2) KUHAP). Dalam hal penuntut umum berkeberatan terhadap keputusan tersebut,
xxix
maka ia dapat mengajukan perlawanan kepada pengadilan tinggi melalui pengadilan negeri yang bersangkutan (Pasal 156 ayat (3) KUHAP). Dalam hal eksepsi tidak dapat diterima, maka pemeriksaan terhadap pokok perkara akan terus dilanjutkan. Pemeriksaan persidangan dilanjutkan maka kemudian saksi-saksi yang dipanggil dihadirkan dimuka sidang untuk didengar dan dimintai keterangannya. Saksi merupakan salah satu alat bukti yang sah menurut undang-undang. Pada umumnya alat bukti yang berupa keterangan saksi merupakan alat bukti yang utama dalam pembuktian perkara pidana. Hampir semua pembuktian pidana selalu didasarkan kepada pemeriksaan keterangan saksi. Keterangan saksi yang bernilai sebagai bukti adalah : a) Saksi melihat sendiri b) Saksi mendengar sendiri c) Saksi mengalami sendiri d) Serta menyebut alasan dari pengetahuannya itu Setelah pemeriksaan alat bukti saksi selesai, maka sesuai Pasal 183 KUHAP dilanjutkan dengan pemeriksaan alat bukti yang lain, sebab seseorang terbukti melakukan suatu tindak pidana harus didukung sekurang-kurangnya dua alat bukti
yang sah. Setelah selesai
pemeriksaan alat bukti tersebut, maka kemudian hakim akan melanjutkan dengan pemeriksaan terdakwa. Keterangan terdakwa ini harus diberikan di depan pengadilan, hal ini sesuai dengan Pasal 189 KUHAP. Prinsip mendahulukan pemeriksaan mendengar keterangan saksi terdakwa ini landasan hukumnya yaitu berpedoman pada ketentuan Pasal 160 ayat (1) huruf b KUHAP dihubungkan Pasal 184 ayat (1) KUHAP, yang menempatkan urutan alat bukti keterangan saksi pada
xxx
urutan pertama, sedang alat bukti keterangan terdakwa ditempatkan pada urutan terakhir, dengan alasan yaitu : a) Agar terdakwa dapat mengetahui sepenuhnya gambaran peristiwa tindak pidana yang didakwakan kepadanya. b) Agar terdakwa tidak dipojokkan dalam pertanyaan yang masih belum jelas permasalahannya. Setelah selesai dilakukan pemeriksaan terdakwa, maka penuntut umum mengajukan surat tuntutan hukum (requisitoir). Atas surat tuntutan hukum (requisitoir) yang diajukan oleh penuntut umum tersebut, maka terdakwa atau penasehat hukumnya mengajukan pembelaan (pleidoi) yang merupakan pembelaan terdakwa terhadap surat tuntutan hukum (requisitoir) tersebut. Dalam membuat pleidoi ini, inti pokoknya harus cermat, teliti dan jeli dalam memahami isi dari surat dakwaan, unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan, dan hukum pembuktian. Setelah pleidoi diajukan oleh terdakwa atau penasehat hukumnya, maka penuntut umum mengajukan replik, yaitu tanggapan penuntut umum atas tangkisan terdakwa atau penasehat hukumnya. Selanjutnya terdakwa atau penasehat hukumnya mengajukan duplik, yaitu tanggapan atas replik penuntut umum. Dengan diajukan duplik, maka proses pemeriksaan persidangan dianggap telah selesai, dan proses selanjutnya yaitu putusan hakim. 2. Tinjauan Tentang Putusan Hakim a. Pengertian Putusan Hakim Putusan hakim adalah hasil musyawarah yang bertitik tolak dari surat dakwaan dengan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang pengadilan (M. Yahya Harahap, 2000:236). Dalam Pasal 1 butir 11 KUHAP disebutkan bahwa putusan pengadilan adalah
xxxi
pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini. Isi putusan pengadilan diatur dalam Pasal 25 Undang-undang Nomor 4 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa: 1) Segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan-alasan dan dasar-dasar putusan itu, juga harus memuat pula pasal-pasal tertentu dari peraturan-peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili. 2) Tiap putusan pengadilan ditandatangani oleh ketua serta hakimhakim yang memutuskan dan panitera yang ikut bersidang. 3) Penetapan-penetapan, ikhtiar-ikhtiar rapat permusyawaratan dan berita berita acara tentang pemeriksaan sidang ditandatangani oleh ketua dan panitera. Setiap putusan hakim merupakan salah satu dari tiga kemungkinan : 1) Pemidanaan atau penjatuhan pidana dan atau tata tertib 2) Putusan bebas 3) Putusan lepas dari segala tuntutan hukum Sesudah putusan pemidanan diucapkan, hakim ketua sidang wajib memberitahu kepada terdakwa tentang apa yang menjadi haknya, yaitu : 1) Hak segera menerima atau segera menolak putusan. 2) Hak mempelajari putusan sebelum menyatakan menerima atau menolak putusan, dalam tenggang waktu yang telah ditentukan yaitu tujuh hari sesudah putusan dijatuhkan atau setelah putusan
xxxii
diberitahukan kepada terdakwa yang tidak hadir (Pasal 196 ayat (3) jo. Pasal 233 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). 3) Hak minta penangguhan pelaksanaan putusan dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang untuk dapat mangajukan grasi, dalam hal ia menerima putusan (Pasal 196 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana jo. UndangUndang Grasi). 4) Hak minta banding dalam tenggang waktu tujuh hari setelah putusan dijatuhkan atau setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa yang tidak hadir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 196 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana ,Pasal 196 ayat (3) jo. Pasal 233 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. 5) Hak segera mencabut pernyataan sebagaimana dimaksud pada butir a (menolak putusan) dalam waktu seperti ditentukan dalam pasal 235 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang menyatakan bahwa selama perkara banding belum diputus oleh pengadilan tinggi, permintaan banding dapat dicabut sewaktuwaktu dan dalam hal sudah dicabut, permintaan banding dalam perkara itu tidak boleh diajukan lagi (pasal 196 ayat (3) Kitab Undang-Undang
Hukum
Acara
Pidana).
(Andi
Hamzah,
2002:279). Syarat sahnya suatu putusan hakim mempunyai peranan sangat penting artinya karena akan mempengaruhi apakah suatu putusan itu memiliki kekuatan hukum atau tidak. Dalam Pasal 195 Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana dirumuskan bahwa “Semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila
xxxiii
diucapkan di sidang yang terbuka untuk umum”. Dari hal tersebut, maka dapat dilihat bahwa syarat sahnya suatu putusan hakim adalah : 1) Memuat hal-hal yang diwajibkan 2) Diucapkan dimuka sidang yang terbuka untuk umum Dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 menyebutkan bahwa pengadilan memeriksa dan memutus perkara pidana dengan hadirnya terdakwa, kecuali apabila Undang-undang menentukan lain. Sejalan dengan ketentuan tersebut Pasal 196 Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana menyebutkan bahwa: 1) Pengadilan memutuskan perkara dengan hadirnya terdakwa, kecuali dalam Undang-undang ini menentukan lain. 2) Dalam hal ini lebih dari seorang terdakwa dalam suatu perkara, putusan dapat diucapkan dengan hadirnya terdakwa yang ada. b. Isi Putusan Pengadilan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman manyebutkan bahwa peradilan dilakukan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Ketentuan tersebut menunjukkan bahwa dalam menjalankan tugasnya , Hakim tidak hanya bertanggung jawab kepada hukum, kepada dirinya sendiri dan kepada rakyat, akan tetapi juga bertanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa. Seterusnya dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa:
xxxiv
1) Segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasardasar putusan itu, memuat pasal-pasal tertentu dari pengaturanpengaturan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili. 2) Tiap putusan pengadilan ditandatangani oleh ketua serta hakim dan panitera yang ikut serta bersidang. Dalam Pasal 197 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana diatur formalitas yang harus dipenuhi suatu putusan hakim, dan berdasarkan ayat (2) pasal tersebut kalau ketentuan tersebut tidak dipenuhi, kecuali yang tersebut pada huruf g, putusan batal demi hukum. Adapun formalitas yang diwajibkan untuk dipenuhi didalam putusan hakim sebagaimana diatur dalam Pasal 197 ayat (1) dan (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana adalah : (1) Surat putusan pemidanaan memuat : a. Kepala putusan yang dituliskan berbunyi : “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” b. Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa; c. Dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan; d. Pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan kadaan beserta alat pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa; e. Tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan; f. Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan meringankan terdakwa;
xxxv
g. Hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali perkara diperiksa oleh hakim tunggal; h. Pernyataan
kesalahan
terdakwa,
pernyataan
telah
dipenuhinya semua unsur dalam tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan; i. Ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan jumlahnya yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti; j.
Keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau letaknya dimana kepalsuan itu, jika terdapat surat otentik yang dianggap palsu;
k. Perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan; l. Hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang memutus, dan panitera. (2) Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, g, h, i, j, k, dan l pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum. Dalam pelaksanaan putusan pengadilan setelah selesai proses persidangan, maka hakim mengambil putusan yang diucapkan di muka sidang yang terbuka untuk umum, maka selesai pulalah tugas hakim dalam proses penyelesaian perkara pidana. Putusan itu sekarang harus dilaksanakan dan hal itu tidak mungkin dilaksanakan sendiri oleh hakim. Putusan hakim tersebut baru dapat dilaksanakan apabila putusan itu telah mampunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde).
xxxvi
Tugas pelaksanaan putusan hakim yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap ini dibebankan kepada penuntut umum (Jaksa) sebagaimana diatur dalam pasal-pasal berikut ini: Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman
menentukan:
“Pelaksanaan
Putusan
Pengadilan tersebut dilakukan oleh jaksa”. Penjabaran Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman ini dilaksanakan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang diatur dalam Pasal 270 sampai dengan 276. Pasal 270 : “Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilakukan oleh Jaksa yang untuk itu panitera mengirim surat putusan padanya”. Syarat untuk menjalankan putusan hakim ialah bahwa putusan itu telah menjadi tetap tidak boleh diubah lagi, dengan pengertian segera setelah keputusan itu tidak lagi terbuka sesuatu jalan hukum pada hakim lain atau hakim itu juga untuk merubah putusan itu, seperti perlawanan verstek, naik banding, atau kasasi. Dengan demikian, selama terhadap putusan itu masih dapat dilawan, dimintakan banding maupun dimintakan kasasi, maka selama itu putusan tersebut belum menjadi tetap dan tidak dapat dilaksanakan. Suatu putusan hakim menjadi tetap, jika semua jalan hukum biasa untuk merubah putusan itu seperti perlawanan verstek, banding, dan kasasi telah digunakan, tapi ditolak oleh instansi yang bersangkutan atau putusan telah diterima oleh terpidana dan penuntut umum atau waktu yang disediakan telah lewat tanpa digunakan oleh pemohon untuk banding, kasasinya dicabut oleh yang bersangkutan. Setelah Jaksa menerima kutipan surat putusan yang telah menjadi tetap dari panitera pengadilan, maka kemudian Jaksa melaksanakan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap tersebut.
xxxvii
Adapun putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap itu adalah : 1) Melaksanakan Pidana Pokok a) Pelaksanaan Pidana Mati Pelaksanaannya dilakukan tidak di muka umum dan menurut ketentuan Undang-Undang (Pasal 271 Kitab UndangUndang HukumAcara Pidana)
b) Pelaksanaan Hukuman Penjara Pelaksanaan pidananya itu dijalankan berturut-turut dimulai dengan
pidana
yang
dijatuhkan
terlebih
dahulu. Jadi
dilaksanakan berkesinambungan diantara pidana yang satu dengan yang lain (Pasal 272 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). c) Pelaksanaan Hukuman Kurungan d) Pelaksanaan Hukuman Denda Kepada terpidana diberikan jangka waktu satu bulan untuk membayar denda tersebut kecuali dalam putusan acara pemeriksaan cepat yang harus seketika dilunasi (Pasal 273 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). Jika ada alasan kuat, jangka waktu tersebut dapat diperpanjang untuk paling lama satu bulan (Pasal 273 ayat (2) Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana) 2) Pelaksanaan Pidana Tambahan
xxxviii
Pelaksanaannya
dilakukan
dengan
pengawasan
serta
pengamatan yang sungguh-sungguh dan menurut ketentuan Undang-undang (Pasal 276 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) a) Pencabutan hak-hak tertentu b) Perampasan barang-barang tertentu c) Pangumuman putusan hakim Dalam pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan, UndangUndang Nomor 14 Tahun 1970 jo Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dalam Pasal 36 ayat (2), memberikan tugas baru bagi para hakim, yang dalam perundang-undangan sebelumnya tidak diatur. Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam perkara pidana dilakukan oleh jaksa. Dalam hal putusan pengadilan tersebut berupa perampasan kemerdekaan, maka peranan hakim sebagai pejabat yang diharapkan juga bertanggung jawab atas putusan yang dijatuhkannya, tidak terhenti pada saat menjatuhkan putusan tersebut. Hakim harus mengetahui apakuh putusan perampasan kemerdekaan yang dijatuhkan itu dilaksanakan dengan baik yang didasarkan atas asas-asas kemanusiaan serta peri keadilan, terutama dari petugas-petugas yang harus melaksanakan putusan tersebut, sehingga tercapai pada sasaran yaitu mengembalikan terpidana menjadi anggota masyarakat yang baik yang mematuhi hukum. Dengan adanya pengawasan tersebut, akan lebih mendekatkan lembaga pengadilan dengan lembaga kejaksaan dan juga dengan lembaga pemasyarakatan. Penempatan tersebut menempatkan lembaga pemasyarakatan dalam rangkaian proses pidana dan memberi tugas
xxxix
pada hakim untuk tidak berakhir pada saat putusan pengadilan dijatuhkan olehnya. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 277 ayat (1) berbunyi : “Pada setiap pengadilan harus ada hakim yang diberi tugas khusus untuk membantu ketua dalam melakukan pengawasan dan pengamatan terhadap putusan pengadilan yang menjatuhkan pidana perampasan kemerdekaan.” Hakim yang bertugas khusus tersebut melakukan pengawasan dan pengamatan terhadap narapidana yang selama menjalani pidana penjara/kurungan dalam lembaga pemasyarakatan yang bersangkutan sebagai pelaksanaan dari putusan hakim pengadilan negeri tersebut, tentang kelakuan mereka masing-masing maupun tentang perlakuan dari para petugas pengasuh dari lembaga pemasyarakatan tersebut terhadap diri para narapidana yang dimaksud. Dengan turut campurnya hakim dalam pengawasan yang dimaksud, maka selain hakim akan dapat mengetahui sampai dimana putusan pengadilan itu tampak hasil buruknya pada diri masingmasing narapidana yang bersangkutan, juga penting bagi penelitian demi ketepatan yang bermanfaat bagi pemidanaan pada umumnya. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, pokok pengamatan dan pengawasan adalah sebagai berikut : a) Jaksa mengirimkan tembusan berita acara pelaksanaan putusan pengadilan
yang
ditandatangani
olehnya,
kepala
lembaga
pemasyarakatan, dan terpidana, kepada pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama dan panitera mencatatnya dalam register pengawasan dan pengamatan (Pasal 278 Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana).
xl
b) Panitera mencatat dalam register pengawasan dan pengamatan. Register ini wajib dikerjakan, ditutup dan ditandatangani oleh panitera setiap hari kerja dan untuk diketahui ditandatangani juga oleh hakim pengawas dan pengamat (Pasal 279 Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana). c) Hakim pengawas dan pengamat mengadakan pengawasan guna memperoleh kepastian bahwa putusan pengadilan dilaksanakan sebagaimana mestinya. Pengamatan tersebut digunakan sebagai bahan
penelitian
demi
ketepatan
yang
bermanfaat
bagi
pemidanaan, yang diperoleh dari perilaku para narapidana atau pembinaan lembaga pemasyarakatan serta pengaruh timbal balik terhadap narapidana selama menjalani pidananya. Pengamatan tetap dilaksanakan setelah terpidana selesai menjalani pidana (Pasal 280 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). d) Atas permintaan hakim pengawas dan pengamat kepala lembaga pemasyarakatan menyampaikan informasi secara berkala atau sewaktu-waktu tentang perilaku narapidana tertentu yang ada dalam pengamatan hakim tersebut (Pasal 281 Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana). c. Jenis-jenis Putusan Hakim Dalam Perkara Pidana Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, putusan pengadilan yang berkenaan dengan terdakwa ada tiga macam : 1) Putusan bebas (Vrijspraak). Dalam Pasal 191 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana disebutkan bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya
xli
tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas. Dengan demikian jika menurut hakim, perbuatan yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum terhadap terdakwa sebagaimana tersebut dalam surat dakwaan, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka berdasarkan Pasal 191 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, maka terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan dan segala tuntutan hukum. Dalam penjelasan Pasal 191 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “Perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan”, adalah tidak cukup terbukti menurut penilaian hakim atas dasar pembuktian dengan menggunakan alat bukti menurut ketentuan hukum acara pidana ini. 2)
Putusan pelepasan terdakwa dari segala tuntutan hukum (Ontslag van Rechtsvervolging). Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan
yang
didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu bukan merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum (Pasal 191 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). Kriteria putusan pelepasan dari dari segala tuntutan hukum ini didasarkan pada : a) Apa yang didakwakan kepada terdakwa memang terbukti secara sah dan meyakinkan. b) Tetapi sekalipun terbukti, hakim berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan bukan merupakan tindak
xlii
pidana, akan tetapi barangkali masuk ruang lingkup hukum perdata atau hukum adat. Putusan pelepasan dari segala tuntutan hukuman dapat juga terjadi terhadap terdakwa, karena ia melakukan tindak pidana dalam
keadaan
tertentu,
sehingga
ia
tidak
dapat
dipertanggungjawabkan atas putusannya itu. Tegasnya terdakwa tidak dapat dijatuhi hukuman, meskipun perbuatan yang didakwakan itu terbukti sah, apabila: a) Kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akalnya (Pasal 44 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) b) Keadaan memaksa (overmacht) (Pasal 48 Kitab UndangUndang Hukum Pidana) c) Pembelaan darurat (Nood weer) (Pasal 49 Kitab UndangUndang Hukum Pidana) d) Melakukan perbuatan untuk menjalankan peraturan Undangundang (Pasal 50 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) e) Melakukan perbuatan untuk menjalankan perintah jabatan yang diberikan oleh kuasa yang berhak untuk itu (Pasal 50 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) 3) Putusan penghukuman terdakwa (veroordeling). Kemungkinan
ketiga
dari
putusan
yang
dijatuhkan
pengadilan adalah putusan penghukuman terdakwa. Pasal 193 ayat
(1)
Kitab
Undang-Undang
Hukum
Acara
Pidana
menyebutkan bahwa jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana. Dengan demikian hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa yaitu apabila dari hasil pemeriksaan di sidang
xliii
pengadilan, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya adalah terbukti secara sah dan meyakinkan, yang telah ditentukan oleh Pasal 183 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yaitu : a) Sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah. b) Dengan adanya minimum pembuktian tersebut hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benarbenar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Dalam
prakteknya,
hakim
menjatuhkan
putusan
dengan
mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan terdakwa. Hal yang memberatkan antara lain, yaitu terdakwa pernah dihukum, dalam persidangan terdakwa tidak mengakui bersalah, memberikan keterangan berbelit-belit, sehingga menyulitkan jalannya pemeriksaan. Sedangkan yang meringankan terdakwa antara lain, terdakwa masih muda, mengakui terus terang atas perbuatannya, terdakwa mempunyai tanggungan keluarga, atau belum menikmati hasil kejahatan yang dilakukannya itu. 3) Tinjauan Tentang Tindak Pidana Pembunuhan Yang Dilakukan Dengan Sengaja a. Pengertian tindak pidana Dalam ilmu hukum pidana, istilah tindak pidana dalam bahasa Belanda yaitu dikenal dengan “strafbaarfeit” atau juga disebut “delict”. Para ahli hukum sebagaimana dikutip oleh Soemitro memberikan pengertian sebagai berikut : 1) Utrecht menerjemahkannya dengan istilah “peristiwa hukum”.
xliv
2) Moeljatno menerjemahkannya dengan istilah “perbuatan pidana”. 3) Roslan Saleh menerjemahkannya dengan istilah “sifat melawan hukum daripada perbuatan pidana”. 4) Soedarto menggunakan istilah “tindak pidana”, dengan alasan sudah mempunyai penilaian sosial (sosiologische gelding) dan ternyata dalam perundang-undangan pidana di Indonesia, telah dipakai istilah tindak pidana tersebut, misalnya dalam UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Oleh karena itu, untuk sementara sambil terbentuknya hukum pidana nasional, digunakan istilah “tindak pidana” untuk mengganti istilah “straafbarfeit” (Soemitro, 1996:42). 5) Wirjono Prodjodikoro merumuskan definisi pendek, yakni tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenai pidana. Untuk adanya perbuatan pidana harus ada unsur-unsur : a)
Perbuatan manusia
b)
Memenuhi rumusan dalam undang-undang (syarat formil)
c)
Bersifat melawan hukum. (Wirjono Prodjodikoro dalam Soemitro, 1996:44)
b. Pengertian tindak pidana pembunuhan Tindak pidana pembunuhan sebagaimana diatur dalam Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana adalah: “Barangsiapa dengan sengaja
menghilangkan
nyawa
orang
lain,
diancam,
karena
pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”. Unsur-unsur tindak pidana pembunuhan yaitu: 1) Dengan Sengaja (opzettelijk)
xlv
2) Menghilangkan (beroven) 3) Nyawa (leven) 4) Orang Lain (een ander) (PAF Lamintang, 1997:202). c. Pengertian kesengajaan Dalam membahas tentang kesengajaan dalam tindak pidana, maka hal ini pasti akan terkait dengan teori kesengajaan. Teori kesengajaan ada dua, yaitu: 1) Teori kehendak Menurut teori kehendak, kesengajaan adalah kehendak yang ditujukan untuk melakukan perbuatan, artinya untuk mewujudkan perbuatan itu memang telah dikehendaki sebelum seorang itu sungguh-sungguh berbuat. Jika dihubungkan pada rumusan tindak pidana yang mengandung unsur perbuatan dimana akibat sebagai syarat penyelesaian tindak pidana (tindak pidana materiil), maka selain ditujukan pada perbuatan, kehendak juga harus ditujukan pada timbulnya akibat itu. Hal ini tampak secara jelas pada kejahatan pembunuhan (Pasal 338 KUHP), dimana perbuatan, misalnya mengampak (wujud dari perbuatan menghilangkan nyawa) memang ia kehendaki, dan kematian korban dari perbuatan itu juga ia kehendaki. Antara perbuatan dan akibat dalam hubungannya dengan kehendak, adalah suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahakan sebagai syarat penyelesaian tindak pidana materiil. Pengertian kesengajaan menurut teori kehendak seperti diatas, adalah berupa pengertian kesengajaan yang paling sederhana (Adami Chazawi, 2002:93). 2) Teori pengetahuan
xlvi
Menurut teori pengetahuan, kesengajaan adalah mengenai segala apa yang ia ketahui tentang perbuatan yang akan dilakukan dan beserta akibatnya. Jika dihubungkan dengan tindak pidana, kesengajaan itu adalah mengenai segala sesuatu yang ia ketahui dan bayangkan sebelum seseorang melakukan perbuatan beserta segala sesuatu sekitar perbuatan yang akan dilakukannya sebagaimana yang dirumuskan dalam UU. Misalnya kesengajaan pada pencurian (362 KUHP), ialah pengetahuan atau kesadaran dalam diri pelaku terhadap perbuatan mengambil, barang yang diambil (milik orang lain), maksudnya mengambil, dan kesadaran bahwa perbuatan itu tercela (melawan hukum). Teori pengetahuan lebih mudah dipahami, karena segala apa yang dikehendaki pastilah sudah dengan sendirinya ia ketahui. Tidaklah mungkin menghendaki atas segala sesuatu yang tidak diketahui (Adami Chazawi, 2002:93-94). Dalam doktrin hukum pidana, dikenal ada 3 bentuk kesengajaan,yaitu: 1) Kesengajaan sebagai maksud/tujuan (opzet als oogmerk) Bentuk kesengajaan sebagai maksud sama artinya dengan menghendaki (willens) untuk mewujudkan suatu perbuatan (tindak pidana
aktif),
menghendaki
untuk
tidak
berbuat/melalaikan
kewajiban hukum (tindak pidana pasif) dan atau juga menghendaki timbulnya akibat dari perbuatan itu (tindak pidan materiil). Itulah bentuk yang paling sederhana dari pengertian kesengajaan sebagai maksud. Misalnya untuk maksud membunuh, maka dengan sebilah pisau ditikamnya korban sampai mati. Disini perbuatan menikam itu dikehendaki, demikian juga kematian akibat tikaman itu juga ia kehendaki (Adami Chazawi, 2002:95-96). 2) Kesengajaan sebagai kepastian (opzet bij zekerheidsbewustzijn)
xlvii
Kesengajaan sebagai kepastian, adalah berupa kesadaran seseorang terhadap suatu
akibat yang menurut akal orang pada
umumnya pasti terjadi oleh dilakukannya suatu perbuatan tertentu. Apabila perbuatan tertentu yang disadarinya pasti menimbulkan akibat yang tidak dituju itu, dilakukannya juga, maka disini terdapat kesengajaan
sebagai
kepastian.
Contohnya,
A
bermaksud
membunuh B dengan menggunakan serbuah pistol, sedangkan B berada dibalik sebuah kaca. Sebelum menggunakan senjatanya, disadarinya bahwa dengan tembakan yang akan dilakukannya akan berakibat pecahnya kaca itu. Kesadaran akan pecahnya kaca ini adalah berupa kesengajaan sebagai kepastian
(Adami Chazawi,
2002:97). 3)
Kesengajaan
sebagai
kemungkinan
(opzet
bij
mogelijkheidsbewustzijn) Kesengajaan sebagai kemungkinan ialah kesengajaan untuk melakukan yang diketahuinya bahwa ada akibat lain yang mungkin dapat timbul yang ia tidak inginkan dari perbuatan, namun begitu besarnya kehendak untuk melakukan perbuatan, ia tidak mundur dan siap mengambil resiko untuk melakukan perbuatan itu. Contoh klasik tentang hal ini, ialah suatu arrest HR yang dikenal dengan Arrest Kue Hoornse (19 Juni 1911). Kasusnya demikian: Di Kota Hoorn seorang berkehendak membunuh orang yang dibencinya, dengan cara mengirim kue taart yang didalamnya telah diisi racun yang mematikan. Setelah kue itu dikirim dan diterima oleh musuhnya itu, ternyata kue tidak dimakan oleh orang yang dituju, melainkan dimakan oleh istrinya, dan matilah sang istri. HR dalam putusannya menyatakan bahwa Pengirim Kue telah melakukan (a) pembunuhan
berencana
terhadap
istri,
dan
(b)
percobaan
pembunuhan terhadap suami (Moeljatno dalam Adami Chazawi, 2002: 96)..
xlviii
B. Kerangka Pemikiran
Tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja
Pemeriksaan Sidang Pengadilan
Pertimbanganpertimbangan hakim
PUTUSAN
Pengertian pembunuhan menurut pasal 338 KUHP
Tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja adalah tindak pidana yang diatur dalam pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Sekarang ini banyak terjadi kasus tindak pidana pembunuhan yang terjadi dalam masyarakat. Pelaku tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja ini terdiri dari berbagai unsur masyarakat, baik orang tua maupun orang muda, orang miskin maupun orang kaya, tidak memandang strata sosial dalam masyarakat. Korban tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja inipun juga bermacammacam, dari orang yang berusia muda sampai orang yang dianggap berusia tua. Tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja ini, dalam masyarakat biasa terjadi karena berbagai macam hal, antara lain karena motif ekonomi, motif dendam, motif asmara, dan masih banyak hal lain yang menyebabkan terjadinya tindak pidana pembunuhan yang
xlix
dilakukan dengan sengaja. Putusan hakim dalam kasus tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja ini mungkin saja berbedabeda, tergantung dari jenis kasus pembunuhan maupun pertimbanganpertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan. Putusan hakim dalam kasus tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja ini perlu dianalisis ,dikaitkan dengan penerapan Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pertimbangan-pertimbangan hakim dalam mengambil putusan tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja
l
Untuk mengetahui pertimbangan-pertimbangan hakim dalam mengambil putusan dalam kasus tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja, maka penulis menyampaikan dua putusan hakim Pengadilan Negeri Pacitan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap : 2. PUTUSAN NOMOR: 47 / Pid.B / 2003 / PN.Pct a. Identitas terdakwa Nama lengkap
: SUKIDI Alias SUYATNO Bin SAMINO
Tempat lahir
: Pacitan
Umur / tanggal lahir
: 36 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Kebangsaan
: Indonesia
Tempat tinggal
: Rt. 04 Rw. 01 Dusun Suruh, Desa Cemeng, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Pacitan
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Swasta
b. Kasus posisi dakwaan Bahwa terdakwa Sukidi alias Samino pada hari jum’at tanggal 27 Juni 2003 sekitar pukul 04.30 WIB atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam tahun 2003 bertempat di Dusun Suruh, Desa Cemeng, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Pacitan atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Pacitan, dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain, yaitu seorang laki-laki bernama Sucipto (korban), perbuatan terdakwa tersebut dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut: Pada saat terdakwa mengetahui dirinya telah dilaporkan oleh Sucipto (korban) ke Polsek Semarang Timur pada hari dan tanggal
li
yang sudah tidak dapat diingat lagi secara pasti yaitu kira-kira tanggal 23/24 Juni 2003 dengan tuduhan penipuan dan terdakwa dimaki-maki oleh isteri dan anaknya dan diusir dari rumah isterinya di Semarang maka terdakwa marah sehingga dendam dan timbul niat pada diri terdakwa untuk membunuh Sucipto. Selanjutnya untuk melaksanakan niatnya tersebut terdakwa pada hari rabu tanggal 25 Juni 2003 sekitar pukul 17.00 WIB mengajak pergi Sucipto dari Semarang ke Pacitan dengan alasan untuk menjual tanah guna melunasi hutang-hutangnya dengan naik bus umum. Setelah terdakwa turun dari kendaraan jurusan Donorojo, tepatnya di Desa Cemeng pada hari kamis tanggal 26 Juni 2003 sekitar pukul 16.00 WIB terdakwa mengajak Sucipto berputarputar dengan berjalan kaki dan pada waktu berjalan di lokasi Hutan Kentongan masuk Dusun Karang Sempu, Desa Cemeng, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Pacitan terdakwa bertemu dengan saksi Katmadi dan Jiman sekitar pukul 18.00 WIB. Kemudian terdakwa mengajak Sucipto berjalan lagi menuju Dusun Suruh, Desa Cemeng dan terdakwa mengajak Sucipto untuk singgah di rumah Katiyem minta makan sekitar pukul 19.00 WIB dan selanjutnya terdakwa mengajak Sucipto berjalan lagi menuju Telaga Suruh dan di atas Telaga Suruh tersebut terdakwa berhenti karena capek dan tertidur sedangkan Sucipto pada waktu itu tidak bisa tidur. Setelah masuk hari jum’at tanggal 27 Juni 2003 sekitar pukul 01.00 terdakwa bangun dan bertemu dengan saksi Supriyadi yang sedang berburu mencari musang. Akhirnya setelah pukul 03.00 WIB terdakwa mengajak Sucipto ke Luweng Kromontani di Dusun Suruh, Desa Cemeng, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Pacitan. Setelah sampai di dekat Luweng Kromontani sekitar pukul 04.30 WIB terdakwa menyuruh Sucipto untuk duduk sejenak menghadap kiblat membelakangi terdakwa untuk mendoakan agar tanahnya cepat laku dijual. Pada saat Sucipto konsentrasi berdo’a lalu terdakwa mengambil batu gunung pembatas lahan dibelakang Sucipto lalu memukulnya ke bagian kepala
lii
kanan sebanyak satu kali dan untuk meyakinkan lagi agar Sucipto mati, terdakwa memukul lagi pada bagian kepala dan dahi sebanyak dua kali atau setidak-tidaknya lebih dari satu kali mengenai tubuh korban Sucipto. Setelah terdakwa yakin bahwa korban Sucipto telah meninggal dunia, terdakwa lalu mengambil barang-barang yang dipakai oleh Sucipto lalu menyeret tubuh korban Sucipto dan memasukkannya ke dalam Luweng Kromontani. Barang-barang milik korban Sucipto yang diambil oleh terdakwa tersebut adalah: topi gunung/kethu warna hitam, uang Rp. 1.000,- (seribu rupiah), tas punggung hitam, baju kaos putih lengan panjang, baju kaos lengan pendek warna hijau, celana panjang coklat kehitaman, sandal slop karet warna hitam, baju kaos lengan pendek, baju kaos warna hitam, gelang warna perak dari monel, dompet kain warna merah, dan tasbeh dari kayu, lalu terdakwa membawa pulang barang-barang tersebut ke rumahnya di Pacitan. Sesuai dengan Visum Et Repertum No: B / 04 / VIII / 2003 / Polsek tanggal 6 Agustus 2003 yang dibuat dan ditandatangani oleh dokter pemerintah Kabupaten Pacitan yaitu dr. Suharto dengan kesimpulan: bahwa pada korban Sucipto terdapat penekanan ke dalam pada tulang dahi, terdapat patah tulang diatas lubang telinga, terdapat lubang pada tengkorak sebelah kanan, perkiraan panjang jenazah kurang lebih seratus enam puluh dua centimeter. Sebab kematian kemungkinan karena trauma pada kepala. Perbuatan terdakwa Sukidi alias Suyatno bin Samino ini oleh Jaksa Penuntut Umum dijerat dengan dakwaan yang bersifat alternative, yakni dakwaan primair yaitu melanggar Pasal 340 KUHP, dakwaan subsidair yaitu melanggar Pasal 338 KUHP, dan dakwaan lebih subsidair yaitu melanggar Pasal 351 ayat (3) KUHP. c. Pertimbangan-pertimbangan hakim
liii
Menimbang, bahwa terdakwa oleh penuntut umum telah didakwa: Primair
: melanggar Pasal 340 KUHP
Subsidair
: melanggar pasal 338 KUHP
Lebih subsidair : melanggar pasal 351 ayat (3) KUHP Menimbang bahwa oleh karena dakwaan penuntut umum bersifat alternative, maka majelis akan mempertimbangkan dakwaan primair terlebih dahulu, apabila dakwaan primair terbukti maka dakwaan subsidair dan selanjutnya tidak perlu dibuktikan lagi tetapi apabila dakwaan primair tidak terbukti maka dakwaan subsidair harus dibuktikan. Menimbang terhadap dakwaan primair bahwa terdakwa oleh penuntut umum didakwa melanggar Pasal 340 KUHP, yang mempunyai unsur-unsur yaitu unsur barang siapa, unsur dengan sengaja, unsur dengan direncanakan lebih dahulu, dan unsur menghilangkan jiwa/nyawa orang lain. Adalah:
1) Barang siapa Yang dimaksud dengan barang siapa adalah setiap orang atau subyek hukum yang melakukan tindak pidana dan dapat mempertanggung jawabkan terhadap tindak pidana yang dilakukannya. Bahwa terhadap Sukidi alias Suyatno yang didakwa oleh penuntut umum dan membenarkan identitas dakwaan penuntut umum serta mengerti apa yang didakwakan kepadanya dan terdakwa telah mengakui perbuatannya yaitu sekitar bulan Juni 2003 terdakwa telah membunuh Sucipto. Sehingga berdasarkan
liv
pemeriksaan di persidangan maka majelis hakim berpendapat bahwa terdakwa Sukidi mampu mempertanggung jawabkan atas perbuatan
yang
dilakukannya.
Berdasarkan
pertimbangan
tersebut maka unsur pertama yaitu unsur barang siapa telah terbukti. 2) Dengan sengaja Bahwa yang dimaksud dengan sengaja adalah mengetahui dan menghendaki (willens en wefens). Bahwa sesuai dengan fakta yang terungkap di persidangan dan berdasarkan pengakuan dari terdakwa Sukidi alias Suyatno ketika Sucipto duduk di dekat luweng Kromontani di Dusun Suruh Desa Cemeng Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan, terdakwa mengambil batu yang ada di dekatnya kemudian memukulkannya ke bagian belakang kepala Sucipto sebanyak dua kali sehingga Sucipto meninggal. Terdakwa sengaja menghabisi nyawa Sucipto karena terdakwa merasa jengkel dengan Sucipto yang selalu menagih uangnya dan harus segera dibayar sedangkan pada saat itu terdakwa belum punya uang. Menimbang bahwa terdakwa seharusnya mengetahui kalau memukul kepala Sucipto (korban) dengan menggunakan batu dapat menyebabkan kematian korban. Dari keadaan-keadaan yang menunjukkan bahwa terdakwa telah melakukan tindakan tersebut dengan sengaja dan dapat diambil kesimpulan bahwa ia telah menghendaki matinya korban itu (H.R 23 Juli 1937-1938 No. 869). Berdasarkan pertimbangan tersebut maka unsur kedua yaitu unsur dengan sengaja telah terbukti. 3) Dengan direncanakan lebih dahulu
lv
Yang dimaksud dengan direncanakan terlebih dahulu (voorbe dachte rade) yaitu antara timbulnya maksud untuk membunuh dengan pelaksanaannya itu masih ada tempo bagi si pembuat untuk dengan tenang memikirkan, sedang karena tempo itu tidak terlalu sempit dan tidak terlalu lama yang penting ialah apakah di dalam tempo itu si pembuat masih dapat berpikir ia masih ada kesempatan untuk membatalkan niatnya akan membunuh akan tetapi tidak dipergunakan. Bahwa dari fakta yang terungkap di persidangan, terdakwa tidak ada persiapan untuk melakukan pembunuhan terhadap Sucipto (korban) karena terdakwa menjanjikan kepada Sucipto pergi ke Donorojo Pacitan untuk membayar hutang Sucipto tetapi ketika sampai di rumah terdakwa tidak mempunyai uang dan akan menjual tanahnya dahulu, sedangkan Sucipto terus menagih kepada terdakwa untuk melunasi hutangnya hari itu juga sehingga terdakwa merasa jengkel. Akhirnya ketika Sucipto duduk, terdakwa mengambil batu yang ada di dekatnya kemudian memukul kepala Sucipto dari arah belakang dengan batu tersebut sebanyak dua kali sehingga Sucipto meninggal. Bahwa
berdasarkan
keterangan
terdakwa
memang
mengakui terus terang secara spontan memukul kepala Sucipto di bagian belakang dengan batu sebanyak dua kali, sehingga dalam perkara ini tidak ada persiapan atau rencana terdakwa untuk melakukan pembunuhan terhadap Sucipto. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka unsur ketiga dalam dakwaan primair yaitu unsur dengan direncanakan lebih dahulu tidak terbukti. Menimbang bahwa oleh karena salah satu unsur dari dakwaan primair tidak terbukti maka terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan tersebut.
lvi
Menimbang terhadap dakwaan subsidair bahwa terdakwa oleh penuntut umum telah didakwa melanggar pasal 338 KUHP, yang unsur-unsurnya yaitu unsur barang siapa, unsur dengan sengaja, dan unsur menghilangkan jiwa/nyawa orang lain adalah: 1) Barang siapa Bahwa unsur barang siapa dalam dakwaan primair telah dipertimbangkan maka majelis hakim akan mengambil alih pertimbangan tersebut ke dalam unsur pertama dakwaan subsidair. Menimbang bahwa unsur pertama barang siapa dalam dakwaan primair telah terbukti maka majelis hakim berpendapat bahwa unsur pertama barang siapa dalam dakwaan subsidair juga telah terbukti. 2) Dengan sengaja Bahwa unsur dengan sengaja dalam dakwaan primair juga telah dipertimbangkan sehingga majelis hakim akan mengambil alih pertimbangan tersebut ke dalam unsur kedua dakwaan subsidair. Menimbang bahwa unsur kedua dengan sengaja dalam dakwaan primair telah terbukti maka majelis hakim berpendapat bahwa unsur kedua dengan sengaja dalam dakwaan subsidair juga telah terbukti. 3) Menghilangkan jiwa/nyawa orang lain Bahwa berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan yang dikuatkan dengan keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa bahwa terdakwa dan Sucipto pada hari Kamis tanggal 26 Juni 2003 pergi ke rumah terdakwa di Kecamatan Donorojo, Kabupaten Pacitan yaitu terdakwa akan membayar hutang Sucipto tetapi ketika sampai di Donorojo Pacitan terdakwa tidak
lvii
punya uang dan akan menjual tanahnya sampai laku namun Sucipto tetap minta dibayar hari itu juga akhirnya antara terdakwa dan Sucipto pergi berjalan sampai di luweng Kromontani di Dusun Suruh Desa Cemeng Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan, ketika Sucipto sedang duduk terdakwa lalu mengambil batu yang ada di dekatnya dan memukul dengan batu dari belakang mengenai kepala Sucipto di bagian belakang sebanyak dua kali yang mengakibatkan Sucipto meninggal dunia. Bahwa sesuai dengan Visum et Repertum tanggal 6 Agustus 2003 yang dibuat oleh dr. Suharto, dokter dari rumah sakit Kabupaten Pacitan yang menyimpulkan bahwa pada korban didapatkan penekanan ke dalam tulang dahi, terdapat patah tulang atau retak pada tulang pelipis kanan, terdapat patah tulang di atas lubang telinga, terdapat lubang pada tengkorak sebelah kanan, perkiraan panjang jenazah kurang lebih 160 Cm (seratus enam puluh centimeter), sebab kematian karena trauma pada tulang kepala. Berdasarkan uraian tersebut, maka unsur ketiga yaitu unsur menghilangkan jiwa/nyawa orang lain, telah terbukti. Menimbang oleh karena unsur-unsur yang didakwakan penuntut umum dalam dakwaan subsidair telah terbukti maka terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana seperti tersebut dalam dakwaan subsidair. Menimbang bahwa oleh karena dakwaan penuntut umum bersifat alternative maka dakwaan lebih subsidair tidak perlu dipertimbangkan lagi. Menimbang bahwa dari hasil pemeriksaan di persidangan tidak diperoleh bukti yang menunjukkan bahwa terdakwa tidak dapat dipertanggung jawabkan atas perbuatan yang dilakukan serta tidak
lviii
diketemukan alasan pengecualian penuntutan yang dilakukan serta tidak ada alasan pembenar maupun pemaaf maka terdakwa harus dijatuhi pidana yang adil dan setimpal dengan perbuatannya. Menimbang bahwa sebelum menjatuhkan pidana kepada terdakwa maka perlu dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan. 1) Hal-hal yang memberatkan a) Perbuatan terdakwa sangat meresahkan masyarakat. b) Perbuatan terdakwa menimbulkan penderitaan bagi keluarga korban. c) Terdakwa menyembunyikan mayat korban.
2) Hal-hal yang meringankan a) Terdakwa
mengakui
terus
terang
perbuatannya
dan
menyesali perbuatannya. b) Terdakwa belum pernah dihukum. c) Terdakwa menjadi tulang punggung bagi keluarganya dalam mencari nafkah. Menimbang bahwa selama proses pemeriksaan terdakwa ditahan maka lamanya terdakwa ditahan akan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Menimbang bahwa untuk memperlancar proses pemeriksaan maka memerintahkan agar terdakwa tetap ditahan.
lix
Menimbang barang bukti berupa: sebuah topi gunung (kethu) warna hitam, uang sebesar Rp. 1.000,- (seribu rupiah), satu buah tas punggung warna hitam, satu buah baju kaos putih lengan panjang, satu buah baju kaos lengan pendek warna hijau, satu buah celana panjang coklat kehitaman, satu pasang sandal slop karet warna hitam merk Sunly, satu buah baju kaos lengan pendek merk everlast, sobekan dan foto copy KTP Sucipto, satu buah sapu tangan, sobekan kertas dengan tulisan bahasa Arab, satu buah baju kaos warna hitam, satu buah gelang perak dari monel, satu buah dompet kain warna merah, sebuah tasbih dari kayu, adalah milik Sucipto (korban), sedangkan satu buah batu gunung, satu buah celana levis warna biru, satu buah kaos lengan panjang warna hijau karena digunakan oleh terdakwa untuk melakukan tindak pidana maka barang bukti tersebut harus dirampas untuk dimusnahkan.
Mengingat Pasal 338 KUHP, UU Nomor 14 Tahun 1970, UU Nomor 8 Tahun 1981, UU Nomor 2 Tahun 1986 serta peraturanperaturan lain yang bersangkutan. MENGADILI 1) Menyatakan terdakwa Sukidi Alias Suyatno Bin Samino tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana seperti tersebut dalam dakwaan primair; 2) Membebaskan terdakwa oleh karena itu dari dakwaan primair tersebut; 3) Menyatakan terdakwa Sukidi Alias Suyatno Bin Samino telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah melakukan tindak pidana pembunuhan; 4) Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 10 (sepuluh) tahun;
lx
5) Menetapkan bahwa masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan; 6) Memerintahkan agar terdakwa tetap ditahan; 7) Memerintahkan barang bukti berupa: Sebuah topi gunung (kethu) warna hitam, uang sebesar Rp. 1.000,- (seribu rupiah), satu buah tas punggung warna hitam, satu buah baju kaos putih lengan panjang, satu buah baju kaos lengan pendek warna hijau, satu buah celana panjang coklat kehitaman, satu pasang sandal slop karet warna hitam merk Sunly, satu buah baju kaos lengan pendek merk everlast, sobekan dan foto copy KTP Sucipto, satu buah sapu tangan, sobekan kertas dengan tulisan bahasa Arab, satu buah baju kaos warna hitam, satu buah gelang perak dari monel, satu buah dompet
kain
warna
merah,
sebuah
tasbih
dari
kayu,
dikembalikan kepada keluarga korban, satu buah batu gunung, satu buah celana levis warna biru, satu buah kaos lengan panjang warna hijau dirampas untuk dimusnahkan; 8) Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 1000,- (seribu rupiah). d. Analisis Dalam
menjatuhkan
putusan
pemidanaan,
hakim
tentu
mempunyai pertimbangan-pertimbangan yang dijadikan dasar dalam mengambil putusan tersebut, sehingga putusan yang dijatuhkan akan mencerminkan rasa keadilan. Dengan demikian hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa yaitu apabila dari hasil pemeriksaan di sidang pengadilan, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya adalah terbukti
lxi
secara sah dan meyakinkan, yang telah ditentukan oleh Pasal 183 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yaitu : 1) Sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah. 2) Dengan adanya minimum pembuktian tersebut hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Dalam
prakteknya,
hakim
menjatuhkan
putusan
dengan
mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan terdakwa. Hal yang memberatkan antara lain, yaitu terdakwa pernah dihukum, dalam persidangan terdakwa tidak mengakui bersalah, memberikan keterangan berbelit-belit, sehingga menyulitkan jalannya pemeriksaan. Sedangkan yang meringankan terdakwa antara lain, terdakwa masih muda, mengakui terus terang atas perbuatannya, terdakwa mempunyai tanggungan keluarga, atau belum menikmati hasil kejahatan yang dilakukannya itu. Tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa Sukidi Alias Suyatno Bin Samino yang kasusnya telah diuraikan diatas bertentangan dengan Pasal 338 KUHP yaitu: “Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.” Oleh karena unsur-unsur dalam Pasal 338 KUHP yang didakwakan oleh penuntut umum dalam dakwaan subsidair kepada terdakwa Sukidi alias Suyatno Bin Samino telah terbukti di persidangan, maka terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana seperti dakwaan subsidair, yaitu terdakwa telah melanggar Pasal 338 KUHP.
lxii
Kemudian dari hasil pemeriksaan di persidangan tidak diperoleh bukti yang menunjukkan bahwa terdakwa tidak dapat dipertanggung jawabkan atas perbuatan yang dilakukan serta tidak diketemukan alasan pengecualian penuntutan yang dilakukan serta tidak ada alasan pembenar maupun pemaaf maka terdakwa harus dijatuhi pidana yang adil dan setimpal dengan perbuatannya. Sebelum menjatuhkan pidana kepada terdakwa maka hakim perlu dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan. Yaitu:
1) Hal-hal yang memberatkan a) Perbuatan terdakwa sangat meresahkan masyarakat. b) Perbuatan terdakwa menimbulkan penderitaan bagi keluarga korban. c) Terdakwa menyembunyikan mayat korban. 2) Hal-hal yang meringankan a) Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya dan menyesali perbuatannya. b) Terdakwa belum pernah dihukum. c) Terdakwa menjadi tulang punggung bagi keluarganya dalam mencari nafkah. Dalam Pasal 338 KUHP, ancaman pidana bagi pelaku pembunuhan adalah pidana penjara paling lama 15 tahun. Dalam putusannya, hakim menyatakan terdakwa Sukidi alias Suyatno Bin Samino telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan dan menjatuhkan pidana
lxiii
kepada terdakwa dengan pidana penjara 10 (sepuluh) tahun dikurangi masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa. Putusan hakim ini tentu saja telah melalui suatu proses dimana sebelum putusan ini dijatuhkan, hakim sudah mempertimbangkan hal-hal diatas, sehingga terdakwa Sukidi alias Suyatno Bin Samino dijatuhi pidana yang adil dan setimpal sesuai dengan tindak pidana pembunuhan yang telah dilakukannya terhadap Sucipto, sehingga putusan hakim ini akan mencerminkan rasa keadilan bagi masyarakat maupun bagi terdakwa. 2. PUTUSAN NOMOR: 56 / Pid.B / 2006 / PN.Pct a. Identitas terdakwa Nama lengkap
: EDI SURYONO bin TUMIYO
Tempat lahir
: Pacitan
Umur / tanggal lahir
: 31 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Kebangsaan
: Indonesia
Tempat tinggal
: Dsn. Pelem, Ds. Dadapan, Kec Pringkuku, Kab. Pacitan
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Swasta
b. Kasus posisi dakwaan Bahwa terdakwa Edi Suyono bin Tumiyo pada hari Jum’at tanggal 10 Maret 2006 sekitar pukul 01.30 WIB atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam bulan Maret 2006 bertempat di Dusun Pelem, Desa Dadapan, Kecamatan Pringkuku, Kabupaten Pacitan atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah
hukum
Pengadilan
lxiv
Negeri
Pacitan,
dengan
sengaja
menghilangkan jiwa orang lain, dengan sengaja melukai berat orang lain, dan melakukan penganiayaan yang mengakibatkan luka berat pada orang lain. Bahwa bermula terdakwa merasa tersinggung dengan beberapa perkataan yang dilontarkan oleh Sdr. Jumangat pada saat terdakwa menyampaikan keluhan kepada Sdr. Jumangat yang mengatakan bahwa pintu surga telah tertutup dan pintu neraka terbuka lebar, dan selain itu terdakwa menyampaikan informasi kepada Jumangat bahwa adik ipar terdakwa yang bernama Winarti (cucu dari Jumangat) berselingkuh dengan orang lain namun Jumangat malah membantah dan mengatakan bahwa itu adalah fitnah. Bahwa setelah terdakwa beberapa kali merasa tersinggung dengan perkataan-perkataan dari Sdr. Jumangat tersebut maka terdakwa menenangkan pikiran dengan cara mengikuti Yasinan pada hari Kamis tenggal 09 Maret 2006 di tempat Sdr. Wiyono di Dusun Pelem, Desa Dadapan, Kecamatan Pringkuku, Kabupaten Pacitan dan setelah selesai Yasinan terdakwa berpamitan pulang untuk istirahat, namun terdakwa ingat bahwa pada hari itu juga sekitar jam 22.00 WIB, ada Yasinan di rumah Sdr. Bakat di Dusun Pelem, Desa Dadapan, Kecamatan Pringkuku, Kabupaten Pacitan lalu terdakwa datang ke rumah Sdr. Bakat untuk mengikuti Yasinan dan setelah selesai acara Yasinan sekitar jam 24.00 WIB, terdakwa berpamitan pulang ke rumah dan setelah sampai di rumah pikiran terdakwa tambah emosi/kalut lalu terdakwa mengambil sabit yang terletak di samping rumah dan kemudian terdakwa menuju ke rumah Sdr. Jumangat sekitar jam 01.30 WIB (masuk hari Jum’at tanggal 10 Maret 2006) yang jaraknya kurang lebih 1 (satu) Km dari rumah terdakwa dan setelah sampai di rumah Sdr. Jumangat terdakwa masuk melalui pintu samping yang tidak terkunci dan terdakwa melihat sabit yang
lxv
diselipkan dalam dinding bambu rumah Jumangat lalu terdakwa mengambil sabit tersebut. Bahwa setelah itu terdakwa masuk ke dalam kamar Sdr. Jumangat dengan membawa dua buah sabit dan di dalam kamar tersebut Sdr. Jumangat sedang tidur dengan isterinya yang bernama Katemi kemudian terdakwa langsung membacok Sdr. Jumangat ke bagian kaki berkali-kali atau setidak-tidaknya lebih dari satu kali mengenai tubuh Jumangat lalu Sdr. Jumangat terbangun dan berteriak minta tolong dengan menyebut nama Sumarni (anak Jumangat). Bahwa mendengar jeritan/teriakan dari Sdr. Jumangat tersebut terdakwa malah membabi buta membacok Sdr. Jumangat mengenai bagian hidung, bibir, tangan, dan kaki atau setidak-tidaknya mengenai bagian tubuh Sdr. Jumangat berkali-kali dengan menggunakan dua buah sabit yang dipegang oleh terdakwa dengan tangan kanan dan tangan kiri dan selanjutnya terdakwa langsung membacok Sdri. Katemi ke bagian punggung, paha, kaki, dan kepala berkali-kali atau setidak-tidaknya lebih dari satu kali hingga salah satu sabit yang digunakan untuk membacok tertancap di kepala Sdri. Katemi yang mengakibatkan Sdri. Katemi meninggal dunia seketika itu juga sebagaimana disebutkan dalam VER (korban meninggal) dari RSUD Kab. Pacitan yang ditandatangani oleh dr. Suharto Nip. 140 242 640 dan Sdr. Jumangat meninggal setelah mendapat perawatan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta sebagaiman diterangkan dalam Surat Keterangan Medik Nomor : 09/IKF-ML/SKM/VI/2006 tanggal 21 Juni 2006 yang ditandatangani oleh dokter pemeriksa dr. Wahyu dan mengetahui dokter ahli forensik dr. H. Rorry Hartono, SpF Nip. 140 240 569. Bahwa melihat Sdr. Sumarni masuk ke dalam kamar Jumangat (bapaknya), terdakwa terkejut lalu terdakwa membacok Sumarni pada
lxvi
bagian kepala dan bahu sebelah kiri berkali-kali atau setidak-tidaknya lebih dari satu kali mengenai tubuh Sumarni yang mengakibatkan Sumarni luka berat sebagaimana disebutkan dalam VER (korban hidup) dari RSUD Kab. Pacitan yang ditandatangani oleh dr. Suharto Nip. 140 242 640. Bahwa setelah melakukan perbuatan tersebut terdakwa keluar dari kamar Sdr. Jumangat dan meletakkan sebilah sabit di tempat tidur/amben dan selanjutnya terdakwa keluar pintu samping lalu menuju ke gubuk di sebelah TPA (Tempat Pembuangan Akhir) masuk Dusun Pelem, Desa Dadapan, Kecamatan Pringkuku, Kabupaten Pacitan dan setelah itu terdakwa menuju Ke rumah Sdr. Gimin yang jaraknya dari gubuk kurang lebih 5 (lima) Km yang kemudian setelah sampai di rumah Sdr. Gimin terdakwa berbincang-bincang dan pada hari Jum’at sekitar jam 05.00 WIB tanggal 10 Maret 2006 selanjutnya terdakwa pulang ke rumah, namun sebelum sampai di rumah terdakwa bertemu dengan Sdr. Misno dan ditanya oleh Sdr. Misno “Apa kamu yang membunuh Katemi?”, dan kemudian terdakwa menjawab benar dan tidak lama kemudian terdakwa ditangkap oleh petugas Kepolisian. Perbuatan terdakwa Edi Suryono bin Tumiyo ini oleh Jaksa Penuntut Umum dijerat dengan dakwaan campuran yaitu gabungan antara dakwaan kumulatif
dan dakwaan subsidair, pertama:
melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 338 KUHP, dan kedua: primair yaitu melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 354 ayat (1) KUHP, subsidair yaitu melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 351 ayat (2) KUHP. c. Pertimbangan-pertimbangan hakim Menimbang, bahwa surat dakwaan penuntut umum terhadap terdakwa disusun dengan menggunakan dakwaan campuran yaitu
lxvii
gabungan antara dakwaan kumulatif dan dakwaan subsidair, pertama: melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 338 KUHP, dan kedua: primair yaitu melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 354 ayat (1) KUHP, subsidair yaitu melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 351 ayat (2) KUHP. Menimbang bahwa dengan demikian, yang pertama kali harus dipertimbangkan dari dakwaan Penuntut Umum tersebut adalah dakwaan kesatu, yaitu Pasal 338 KUHP. Menimbang bahwa Pasal 338 KUHP mempunyai unsur-unsur sebagai berikut: 1) Dengan sengaja 2) Menghilangkan nyawa orang lain Menimbang
bahwa
terhadap
unsur-unsur
tersebut
akan
dipertimbangkan sebagai berikut: 1) Dengan sengaja Menimbang bahwa di dalam suatu rumusan delik apabila dipergunakan perkataan “dengan sengaja” (opzettelijk), maka semua unsur yang terletak di belakang unsur “dengan sengaja” (opzettelijk) tersebut juga diliputi oleh kesengajaan (opzet).
Menimbang bahwa dengan demikian terdakwa telah menghendaki: a) Telah menghendaki melakukan tindakan yang bersangkutan dan telah mengetahui bahwa tindakannya itu bertujuan untuk menghilangkan nyawa orang lain.
lxviii
b) Telah menghendaki dan mengetahui bahwa yang hendak ia hilangkan itu ialah nyawa orang lain. Menimbang bahwa dalam perkara in casu, dua hari sebelum peristiwa itu terjadi, terdakwa datang ke rumah Mbah Jumangat dan disana berbincang-bincang dengan Mbah Jumangat mengenai suatu hal dimana pendapat dari Mbah Jumangat tidak dapat diterima oleh terdakwa yang menyebabkan terdakwa semakin bingung dan tidak mengerti akan arti dari ucapan Mbah Jumangat. Menimbang bahwa dalam keadaan yang tidak sependapat dengan Mbah Jumangat tersebut, terdakwa merasa jengkel dan tidak senang sehingga terlontar ucapan dari Mbah Katemi kepada Supriyanto (adik terdakwa) dua hari sebelum peristiwa itu terjadi, yang mengatakan bahwa terdakwa kumat di rumahnya. Menimbang bahwa pada hari Kamis tanggal 9 Maret 2006, bertempat di rumah Sdr. Bakat dan saksi Wiyono, ada acara Yasinan, dan terdakwa ikut Yasinan di rumah Sdr. Bakat namun tidak sampai selesai sudah berpamitan pulang pada sekitar jam 22.00 WIB, kemudian pada jam 00.00 WIB terdakwa datang ke rumah saksi Wiyono untuk ikut Yasinan, akan tetapi acara Yasinan sudah selesai dan ketika di rumah saksi Wiyono, terdakwa mengatakan hanya main-main saja serta tidak banyak bicara. Menimbang bahwa pada hari Jum’at tanggal 10 Maret 2006, sekitar pukul 05.00 WIB, terdakwa datang ke rumah saksi Gimin dalam keadaan yang kotor, bingung, dan badan menggigil dan meminta supaya saksi Gimin tidak banyak bertanya kepadanya. Menimbang bahwa tidak berapa lama kemudian terdakwa berpamitan pulang yang kemudian diikuti oleh saksi Gimin dari
lxix
belakang dan ketika melintas di depan rumah saksi Misno, saksi Misno kemudian bertanya kepada terdakwa mengenai keberadaan terdakwa tadi malam yang dijawab oleh terdakwa bahwa dia (terdakwa) berada di rumah Mbah Jumangat, dan mendengar jawaban dari terdakwa tersebut saksi Misno kembali bertanya dengan mengatakan: “Kalau begitu kamu tahu siapa yang membunuh Mbah Jumangat?”, mendengar pertanyaan tersebut terdakwa menjawab: “Tahu, saya yang membunuh karena disuruh oleh Allah dan didampingi para Malaikat”. Menimbang bahwa dari visum et repertum terhadap ketiga orang korban, disimpulkan bahwa ketiga korban tersebut terkena benturan keras dengan benda tajam. Menimbang bahwa dengan demikian selanjutnya akan dipertimbangkan apakah ketiga korban tersebut benar-benar mengalami kekerasan yang dilakukan dengan mempergunakan benda tajam atau tidak. Menimbang bahwa pada bagian kepala Mbah Katemi masih tertancap sebuah sabit, sedangkan sebuah sabit lainnya ditemukan tergeletak diatas dipan dalam keadaan berlumuran darah. Menimbang bahwa dua buah sabit tersebut, yang sebuah adalah milik dari saksi Supriyanto dan satunya lagi adalah sabit milik saksi Sumarni yang biasa disisipkan di dinding bambu rumah Mbah Jumangat. Menimbang bahwa akan tetapi saksi Supriyanto ketika peristiwa itu terjadi sudah tidur sejak pulang dari tempat Yasinan dan bangun ketika namanya dipanggil-panggil karena adanya peristiwa pembunuhan tersebut.
lxx
Menimbang bahwa mengenai sabit milik saksi Sumarni, saksi Sumaarni pun baru bangun ketika namanya dipanggilpanggil oleh bapaknya (Mbah Jumangat) yang mengatakan “Nang Ni, aku diganggu wong” (Ni, aku diganggu orang), dimana saksi Sumarni langsung menuju ke kamar Mbah Jumangat dan tiba-tiba saja saksi Sumarni juga diserang dengan menggunakan sabit dari belakang. Menimbang bahwa dengan demikian timbul pertanyaan lebih lanjut, siapa yang telah mempergunakan dua buah sabit tersebut atau dengan kata lain, siapa pelakunya. Menimbang bahwa jika ditilik dari fakta-fakta mengenai keberadaan pemilik sabit-sabit tersebut ketika peristiwa itu terjadi, Majelis berpendapat bahwa pengguna (pemakai) dari sabit-sabit tersebut bukanlah para pemiliknya. Menimbang bahwa terdakwa tinggal bersama dengan adiknya yaitu saksi Supriyono yang merupakan pemilik dari salah satu sabit tersebut, sedangkan sabit yang satunya lagi, biasa terselip di dinding bambu rumah Mbah Jumangat. Menimbang bahwa pada saat peristiwa itu terjadi, saksi Surati dan saksi Sutrisno yang pertama kali mendengar teriakan dari Sumarni, masuk ke rumah Mbah Jumangat melalui pintu samping yang sudah terbuka kemudian melihat saksi Sumarni yang sudah terluka parah. Menimbang bahwa pada jam 05.00 WIB, terdakwa juga datang ke rumah saksi Gimin dalam keadaan bingung dan menggigil dan ketika ditanya oleh saksi Misno, terdakwa mengaku bahwa dialah yang telah membunuh Mbah Jumangat.
lxxi
Menimbang bahwa apabila fakta-fakta tersebut dihubungkan satu
dengan
lainnya,
maka
Majelis
berpendapat
bahwa
terdakwalah orang yang mempergunakan dua buah sabit tersebut yang dipergunakannya untuk melakukan kekerasan terhadap Mbah Jumangat, Mbah Katemi, dan saksi Sumarni. Menimbang
bahwa
akan
tetapi
timbul
pertanyaan
selanjutnya, yaitu apakah perbuatan yang dilakukan terhadap ketiga korban tersebut dilakukan dengan sengaja ataukah tidak. Menimbang bahwa terhadap pertanyaan tersebut Majelis berpendapat sebagai berikut: a) Bahwa terdakwa sudah merasa jengkel dengan Mbah Jumangat ketika berbeda pendapat dengan Mbah Jumangat mengenai sesuatu hal yang membuat terdakwa bingung dan tidak mengerti ucapan Mbah Jumangat. b) Bahwa terdakwa telah membawa sebuah sabit dari rumah yang merupakan milik dari saksi Supriyanto ketika menuju rumah Mbah Jumangat dan kemudian mengambil sebuah sabit lagi yang terselip di dinding bambu rumah Mbah Jumangat ketika hendak masuk ke rumah Mbah Jumangat tersebut. c) Bahwa terdakwa langsung mengayunkan berulang-ulang dua buah sabit yang dipegangnya tersebut ke arah Mbah Jumangat yang sedang tidur bersama Mbah Katemi, dan kemudian beralih mengayunkan juga berulang-ulang dua buah sabit tersebut kea rah Mbah Katemi yang terbangun karena mendengar suara dari Mbah Jumangat.
lxxii
d) Bahwa serangan dari terdakwa terhadap Mbah Jumangat dan Mbah Katemi tersebut dilakukan secara tiba-tiba ketika Mbah Jumangat dan Mbah Katemi dalam keadaan tidur. Menimbang bahwa berdasarkan alasan-alasan tersebut, Majelis berpendapat bahwa penggunaan dua buah sabit oleh terdakwa terhadap para korbannya tersebut, terdakwa telah menghendaki melakukan tindakan yang bersangkutan dan telah mengetahui
bahwa
tindakannya
itu
bertujuan
untuk
menghilangkan nyawa orang lain. Menimbang bahwa dengan demikian unsur pertama ini telah terbukti dengan sah dan meyakinkan. 2) Menghilangkan nyawa orang lain Menimbang bahwa diatas telah dipertimbangkan bahwa kesengajaan tersebut juga meliputi adanya kehendak dan pengetahuan dari pelaku/terdakwa bahwa yang hendak dia hilangkan itu adalah nyawa orang lain. Menimbang bahwa sebelum peristiwa itu terjadi, terdakwa dengan para korban telah saling kenal dan bahkan sesekali terdakwa datang berkunjung ke rumah Mbah Jumangat. Menimbang bahwa dengan demikian, terdakwa mengetahui bahwa Mbah Jumangat dan Mbah Katemi adalah dua orang yang masih hidup dan bernyawa. Menimbang bahwa terdakwa datang ke rumah Mbah Jumangat dengan membawa sebuah sabit dari rumah dan sesampainya di rumah Mbah Jumangat mengambil sebuah sabit lagi yang tersisip di dinding bambu rumah Mbah Jumangat dan untuk selanjutnya langsung menuju kamar Mbah Jumangat dan
lxxiii
menghunjamkan dua buah sabit yang dipegangnya tersebut berulang-ulang ke arah Mbah Jumangat, lalu beralih ke arah Mbah Katemi. Menimbang bahwa Mbah Katemi meninggal seketika di tempat kejadian dengan keadaan pada bagian kepalanya masih tertancap sebuah sabit sedangkan Mbah Jumangat mengalami luka-luka parah yang akhirnya juga mengakibatkan meninggalnya Mbah Jumangat. Menimbang bahwa kesimpulan dari visum et repertum atas nama
korban
Mbah
Jumangat
dan
Mbah
Katemi,
juga
menyebutkan bahwa kedua orang tersebut mengalami luka-luka karena benturan keras dengan benda tajam dan sebab kematian korban sehubungan dengan peristiwa yang dialaminya. Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, Majelis berpendapat bahwa kedatangan terdakwa ke rumah
Mbah
Jumangat
dengan
membawa
sabit
telah
dikehendakinya dan diketahuinya bahwa yang hendak ia hilangkan itu adalah nyawa orang lain, yaitu nyawa Mbah Jumangat dan nyawa Mbah Katemi. Menimbang bahwa dengan demikian unsure kedua ini juga telah terbukti dengan sah dan meyakinkan. Menimbang bahwa karena seluruh unsur dari dakwaan kesatu Penuntut Umum telah terpenuhi dan terbukti dengan sah dan meyakinkan, maka kepada terdakwa harus dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan kesatu dari Penuntut Umum.
lxxiv
Menimbang bahwa selanjutnya akan dipertimbangkan dakwaan Kedua Primair dari Penuntut Umum, yaitu Pasal 354 ayat (1) KUHP yang mempunyai unsur-unsur sebagai berikut: 1) Dengan sengaja 2) Menyebabkan orang lain mendapat luka berat pada tubuhnya Menimbang bahwa terhadap unsur-unsur tersebut, Majelis akan mempertimbangkannya sebagai berikut: 1) Dengan sengaja Menimbang bahwa pada Pasal 354 ayat (1) KUHP tersebut
adalah
ketentuan
yang
mengatur
mengenai
penganiayaan berat dimana “opzettelijk” (dengan sengaja) dalam ketentuan tersebut harus diartikan secara luas yakni tidak semata-mata harus diartikan sebagai “opzet als oogmerk” (sengaja dengan maksud) saja melainkan sebagai “opzet bij zekerheidsbewustzijn” (sengaja dengan sadar kepastian) atau sebagai “opzet bij mogelijkheidsbewustzijn” (sengaja dengan sadar kemungkinan). Menimbang bahwa dengan demikian harus dibuktikan bahwa pelaku memang telah menghendaki (willens) untuk melakukan suatu perbuatan menimbulkan luka berat pada tubuh orang lain, dan ia pun harus mengetahui (wefens) bahwa dengan melakukan perbuatannya tersebut: a) Ia telah bermaksud untuk menimbulkan luka berat pada orang lain. b) Ia menyadari bahwa orang lain pasti (zeker) akan mendapat luka pada tubuhnya.
lxxv
c) Ia menyadari bahwa orang lain mungkin (mogelijk) akan mendapat luka berat pada tubuhnya. Menimbang bahwa dalam perkara in casu, ketika saksi Sumarni mendengar namanya dipanggil-panggil bapaknya (Mbah Jumangat) yang mengatakan “Nang Ni, aku diganggu wong” (Ni, aku diganggu orang), saksi Sumarni langsung terbangun dan menuju ke kamar bapaknya,akan tetapi tiba-tiba dari arah belakangnya, saksi Sumarni diserang oleh orang yang tidak lain adalah terdakwa dengan menggunakan sabit. Menimbang
bahwa
serangan
berulang-ulang
dari
terdakwa yang tiba-tiba tersebut mengenai bahu sebelah kiri dan kepala saksi Sumarni yang langsung mengakibatkan saksi Sumarni roboh namun sempat berteriak minta pertolongan dan akhirnya tidak sadarkan diri. Menimbang bahwa dengan menunjuk pada alat yang dipakai oleh terdakwa untuk menyerang saksi Sumarni tersebut, yaitu sabit, maka Majelis berpendapat bahwa terdakwa memang telah menghendaki untuk melakukan tindakannya tersebut dan mengetahui bahwa perbuatannya tersebut dimaksudkan untuk menimbulkan luka berat pada orang lain, dan sebagai orang dewasa, terdakwa menyadari bahwa perbuatannya tersebut orang lain pasti akan mendapat luka pada tubuhnya dan menyadari pula bahwa orang lain mungkin akan mendapatkan luka berat pada tubuhnya. Menimbang bahwa pendapat Majelis tersebut tidak hanya didasarkan atas kesimpulan penggunaan sabit oleh terdakwa pada saat melakukan pernuatannya terhadap saksi Sumarni, akan tetapi juga didasarkan pada cara terdakwa yang menyerang saksi Sumarni secara berulang-ulang tersebut.
lxxvi
Menimbang
bahwa
berdasarkan
pertimbangan-
pertimbangan tersebut, unsur pertama ini telah terbukti dengan sah dan meyakinkan. 2) Menyebabkan orang lain mendapat luka berat pada tubuhnya Menimbang bahwa seperti telah dipertimbangkan diatas, bahwa kesengajaan dari terdakwa telah terbukti ditujukan untuk menimbulkan luka berat pada tubuh saksi Sumarni. Menimbang bahwa hasil kesimpulan visum atas nama Sumarni menyebutkan bahwa saksi Sumarni mengalami luka robek pada dahi, terdapat fractur os frontal hingga jaringan otak keluar, luka robek melingkar dengan tepi rata kurang lebih 30 Cm sedalam kulit pada dada sebelah kiri, dan terdapat fractur clavicula sinestra, yang disebabkan karena benturan keras dengan benda tajam. Menimbang bahwa dengan demikian alat yang menjadi penyebab saksi Sumarni mengalami luka-luka adalah sebuah benda tajam. Menimbang bahwa ketika terdakwa menyerang secara berulang-ulang kea rah Mbah Jumangat dan Mbah Katemi yang ketika itu sedang tidur, alat yang dipergunakan oleh terdakwa adalah dua buah sabit, namun ketika saksi Sumarni masuk karena dipanggil-panggil oleh Mbah Jumangat, saksi Sumarni juga diserang secara tiba-tiba dari arah belakang oleh terdakwa, juga dengan menggunakan sabit. Menimbang bahwa ketika saksi Sumarni masuk ke kamar Mbah Jumangat tersebut, serangan terdakwa terhadap
lxxvii
Mbah Jumangat dan Mbah Katemi terhenti dan lalu beralih ke arah saksi Sumarni. Menimbang bahwa terdakwa menyerang saksi Sumarni hanya dengan menggunakan sebuah sabit, oleh karena ketika warga datang ternyata ada sebuah sabit yang masih menancap di kepala Mbah Katemi dan sabit yang satunya lagi tergeletak di dipan. Menimbang bahwa sabit adalah benda tajam yang biasa dipergunakan untuk memotong rumput. Menimbang bahwa dengan demikian hasil kesimpulan visum tersebut tentang penyebabnya adalah benturan dengan senjata tajam adalah sesuai dengan peristiwa yang dialami oleh saksi Sumarni. Menimbang bahwa mengenai luka-luka yang diderita oleh saksi Sumarni tersebut selanjutnya akan dipertimbangkan apakah dapat dikategorikan sebagai luka berat ataukah tidak. Menimbang bahwa pengertian dari luka berat terdapat dalam Pasal 90 KUHP yang menyatakan: “Termasuk ke dalam pengertian luka berat pada tubuh adalah: penyakit atau luka yang tidak dapat diharapkan akan dapat sembuh secara sempurna, atau yang karenanya menimbulkan bahaya bagi jiwa, ketidakcakapan untuk melaksanakan kegiatan jabatan pekerjaan secara terus-menerus, kegunaan kehilangan dari sustu pancaindera…”. Menimbang bahwa akan tetapi yang disebut dalam Pasal 90 KUHP tersebut tidak memberikan pengertian mengenai apa yang disebut “luka berat pada tubuh”. Pasal ini hanya
lxxviii
menyebutkan beberapa keadaan yang oleh Hakim harus dianggap seperti itu. Adalah bebas bagi Hakim untuk menganggap setiap keadaan yang merugikan bagi tubuh sebagai luka berat (HR. 22 Okt. 1923). Menimbang bahwa dalam perkara in casu, luka yang diderita oleh saksi Sumarni sebagai akibat dari perbuatan terdakwa, menurut Majelis adalah termasuk dalam pengertian luka berat. Ini tidak saja dari pengamatan bekas-bekas luka baik di kepala maupun di bahu kiri dari saksi Sumarni ketika memberi kesaksian di persidangan, akan tetapi juga dari hasil visum yang salah satunya menyebutkan terdapat fractur os frontal sehingga jaringan otak keluar. Menimbang
bahwa
berdasarkan
pertimbangan-
pertimbangan tersebut, unsur kedua ini juga telah terbukti dengan sah dan meyakinkan. Menimbang bahwa oleh karena seluruh unsur dari dakwaan Kedua Primair telah terpenuhi, maka terdakwa juga harus dinyatakan telah terbukti dengan sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan tersebut. Menimbang bahwa karena dakwaan Kedua Primair sudah terbukti maka dakwaan selebihnya tidak perlu lagi untuk dipertimbangkan lebih lanjut. Menimbang bahwa selama persidangan perkara terdakwa ini Majelis tidak menemukan hal-hal yang dapat dijadikan sebagai alasan
pembenar
maupun
alasan
pemaaf
yang
dapat
menghilangkan sifat melawan hukumnya dari perbuatan terdakwa, oleh karena itu kepada terdakwa harus dijatuhkan pidana dan
lxxix
dibebani pula untuk membayar biaya perkara (Pasal 197 ayat (1) huruf i jo. Pasal 222 ayat (1) KUHAP). Menimbang bahwa akan tetapi perlu untuk dipertimbangkan lebih lanjut mengenai seberapa pantas dan adil pidana yang akan dijatuhkan terhadap terdakwa tersebut mengingat bahwa suatu pemidanaan harus pula memperhatikan dan menampung nilai-nilai sosiologis dan keadaan psikologis terdakwa pada saat melakukan perbuatannya tersebut. Menimbang bahwa oleh karena itu Majelis harus mencari dan menemukan alasan-alasan yang masuk akal dan dapat diterima sehingga akan diperoleh suatu ukuran pemidanaan yang betulbetul mencerminkan rasa keadilan baik bagi masyarakat maupun bagi terdakwa. Menimbang bahwa sebagai ukuran untuk menemukan seberapa pantas dan adil pidana yang akan dijatuhkan kepada terdakwa, Majelis akan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a) Bahwa sejak kepulangannya yang ketiga dari Kalimantan, terdakwa menjadi berubah tingkah lakunya, dan mudah tersinggung. b) Bahwa terhadap terdakwa telah dilakukan pemeriksaan psikiatrik oleh dokter Ahli Jiwa dari RS. Jiwa Surakarta dengan kesimpulan bahwa terdakwa tidak menunjukkan tandatanda atau gejala gangguan jiwa berat (terlampir dalam berkas penyidikan). Menimbang bahwa oleh karena itu, pidana yang akan dijatuhkan dibawah nanti, dengan berdasarkan alasan-alasan tersebut diatas, menurut Majelis adalah sudah adil dan pantas.
lxxx
Menimbang bahwa karena selama ini terdakwa ditahan, maka lamanya pidana yang akan dijatuhkan kepada terdakwa harus dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan (Pasal 22 ayat (4) KUHAP jo. Pasal 33 KUHP). Menimbang bahwa terhadap barang bukti yang diajukan di persidangan ini, statusnya akan ditentukan sebagaimana tersebut dalam amar putusan dibawah nanti (Pasal 46 ayat (2) jo. Pasal 194 ayat (1) KUHAP). Menimbang bahwa sebelum menjatuhkan pidana kepada terdakwa, terlebih dahulu akan dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan maupun yang meringankan terdakwa. 1) Hal-hal yang memberatkan a) Perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa sangat diluar batas kemanusiaan. b)
Motif terdakwa melakukan perbuatannya tersebut didasarkan pada alasan yang tidak/kurang jelas.
c) Jumlah korban yang meninggal 2 (dua) orang dan 1 (satu) orang luka berat. 2) Hal-hal yang meringankan a) Terdakwa belum pernah dihukum. b) Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya dan menyesal. Mengingat ketentuan Pasal 338 KUHP, Pasal 354 ayat (1) KUHP dan Pasal 193 ayat (1) KUHAP serta ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan itu:
lxxxi
MENGADILI 1) Menyatakan terdakwa EDI SURYONO Bin TUMIYO telah terbukti dengan sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana : pembunuhan dan penganiayaan berat. 2) Menghukum terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama: 12 (dua belas) tahun. 3) Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. 4) Memerintahkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan. 5) Menetapkan barang-barang bukti berupa: a) 2 (dua) buah arit, 1 (satu) buah celana jeans warna biru dan 1 (satu) buah ikat pinggang, dirampas untuk dimusnahkan. b) 1 (satu) buah sprei warna merah hati bermotif bunga, 2 (dua) buah bantal, 1 (satu) lembar tikar pandan, 1 (satu) lembar selimut kotak bermotif hijau dan hitam, 1 (satu) lembar selimut warna biru putih, 1 (satu) lembar kain jarik batik warna coklat, sepasang sandal merk Lily warna coklat, sepasang sandal jepit warna biru, 1 (satu) buah kain sarung bermotif kotak warna coklat, 1 (satu) buah baju warna biru, dikembalikan kepada yang berhak yaitu saksi Sumarni. 6) Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar : Rp. 1000,- (seribu rupiah). d. Analisis Dalam
menjatuhkan
putusan
pemidanaan,
hakim
tentu
mempunyai pertimbangan-pertimbangan yang dijadikan dasar dalam mengambil putusan tersebut, sehingga putusan yang dijatuhkan akan mencerminkan rasa keadilan, baik bagi terdakwa maupun bagi masyarakat.
lxxxii
Dengan demikian hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa yaitu apabila dari hasil pemeriksaan di sidang pengadilan, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya adalah terbukti secara sah dan meyakinkan, yang telah ditentukan oleh Pasal 183 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yaitu : 1) Sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah. 2) Dengan adanya minimum pembuktian tersebut hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Dalam
prakteknya,
hakim
menjatuhkan
putusan
dengan
mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan terdakwa. Hal yang memberatkan antara lain, yaitu terdakwa pernah dihukum, dalam persidangan terdakwa tidak mengakui bersalah, memberikan keterangan berbelit-belit, sehingga menyulitkan jalannya pemeriksaan. Sedangkan yang meringankan terdakwa antara lain, terdakwa masih muda, mengakui terus terang atas perbuatannya, terdakwa mempunyai tanggungan keluarga, atau belum menikmati hasil kejahatan yang dilakukannya itu. Tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa Edi Suryono Bin Tumiyo yang kasusnya telah diuraikan diatas bertentangan dengan Pasal 338 KUHP yaitu:“Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”, dan juga bertentangan dengan Pasal 354 ayat (1) KUHP, yaitu: “Barangsiapa sengaja melukai berat orang lain diancam, karena melakukan penganiayaan berat, dengan pidana penjara paling lama delapan tahun”. Dalam pemeriksaan di persidangan, terdakwa Edi Suryono Bin Tumiyo telah terbukti dengan sah dan meyakinkan telah melanggar
lxxxiii
Pasal yang didakwakan oleh Penuntut Umum kepadanya, Pertama yaitu Pasal 338 KUHP dan Kedua : Primair, yaitu Pasal 354 ayat (1) KUHP. Oleh karena dalam persidangan perkara terdakwa itu Majelis tidak menamukan hal-hal yang dijadikan sebagai alasan pembenar maupun alasan pemaaf yang dapat menghilangkan sifat melawan hukumnya dari perbuatan terdakwa maka kepada terdakwa harus dijatuhkan pidana dan dibebani pula untuk membayar biaya perkara. Sebelum menjatuhkan pidana kepada terdakwa, terlebih dahulu Hakim akan dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan maupun yang meringankan terdakwa. Adapun hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa yaitu: 1) Hal-hal yang memberatkan: a) Perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa sangat diluar batas kemanusiaan. b) Motif terdakwa melakukan perbuatannya tersebut didasarkan pada alasan yang tidak/kurang jelas. c) Jumlah korban yang meninggal 2 (dua) orang dan 1 (satu) orang luka berat. 2) Hal-hal yang meringankan: a) Terdakwa belum pernah dihukum. b) Terdakwa mengakui terus terang perbuataanya dan menyesal. Dalam Pasal 338 KUHP, ancaman pidana bagi pelaku pembunuhan adalah pidana penjara paling lama 15 tahun, sedangkan dalam Pasal 354 ayat (1) KUHP, bagi pelaku penganiayaan berat
lxxxiv
diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun. Dalam putusannya, hakim menyatakan terdakwa Edi Suryono Bin Tumiyo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan dan penganiayaan berat sesuai dengan dakwaan dari Penuntut Umum, dan menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara 12 (dua belas) tahun dikurangi masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa. Putusan hakim ini tentu saja telah melalui suatu proses dimana sebelum putusan ini dijatuhkan, hakim sudah mempertimbangkan halhal diatas, sehingga terdakwa Edi Suryono bin Tumiyo dijatuhi pidana yang adil dan setimpal sesuai dengan tindak pidana pembunuhan yang telah dilakukannya terhadap Mbah Jumangat, Mbah Katemi, dan Sumarni sehingga putusan hakim ini akan mencerminkan rasa keadilan bagi masyarakat maupun bagi terdakwa. B. Kesesuaian putusan hakim dalam tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja dalam kaitannya dengan penerapan pasal 338 KUHP Pada dasarnya, segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas dari penegak hukum dan keadilan, baik dan buruknya tergantung dari manusia sebagai pelaksana tugas untuk menegakkan hukum dan keadilan, dalam hal ini adalah hakim, dalam menjatuhkan putusan harus mencerminkan keadilan, baik bagi korban, terdakwa, maupun masyarakat. Sebagai aparat penegak hukum, tugas hakim adalah melaksanakan peradilan, yaitu menerima, memeriksa, menyelesaikan dan memutus setiap perkara yang diajukan kepadanya, meskipun perkara itu tidak jelas, tidak lengkap, atau bahkan sama sekali tidak ada dasar hukum yang mengaturnya. Terhadap hal yang demikian, maka hakim wajib menggali hukum, baik itu berupa hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis yaitu hukum yang hidup dalam masyarakat.hakim harus dapat memberikan keputusan yang seadil-
lxxxv
adilnya, yang dapat dipertanggungjawabkan kepada diri sendiri, kepada masyarakat, dan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja ini diatur dalam Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yaitu “Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”. Beratnya hukuman bagi pelaku tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja ini tentu saja setimpal dengan pelaku pembunuhan, yang dengan sengaja
menghilangkan
nyawa
orang
lain.
Bisa
dikatakan,
pelaku
pembunuhan ini telah merampas hak asasi manusia, dalam hal ini adalah hak hidup dari orang yang telah dibunuhnya, sehingga pembunuhan adalah suatu tindak pidana yang sangat keji dan tidak berperikemanusiaan, sehingga bagi pelaku tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja, apabila telah terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan dalam proses pemeriksaan di sidang pengadilan, maka harus dihukum setimpal dengan perbuatan yang dilakukannya, agar tercipta keadilan bagi masyarakat dan bagi pelaku. Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mempunyai unsur subyektif, yaitu unsur “opzettelijk” (dengan sengaja).yang merupakan unsur obyektif yaitu unsur “menghilangkan nyawa” dan unsur “nyawa orang lain”. Unsur-unsur dalam Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yaitu: 1. Dengan sengaja (opzettelijk) 2. Menghilangkan (beroven) 3. Nyawa (leven) 4. Orang lain (een eander) Dengan dicantumkannya keempat unsur tersebut dalam surat tuduhan, maka itu juga berarti bahwa keempat unsur dari delik itu oleh penuntut telah dituduhkan terhadap tertuduh, yakni telah dipenuhi oleh tertuduh. Dan oleh karena keempat unsur itu telah telah dituduhkan telah dipenuhi oleh tertuduh,
lxxxvi
maka dengan sendirinya penuntut umum harus membuktikan kebenaran dari tuduhannya itu di dalam peradilan (PAF Lamintang, 1997:201-202). Putusan hakim Pengadilan Negeri Pacitan dalam tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja yang penulis teliti, apabila dikaitkan dengan Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, maka ditemukan kesesuaian antara putusan hakim dalam tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja dengan unsur-unsur dalam Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Oleh karena dalam persidangan unsur-unsur dalam Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang didakwakan oleh Penuntut Umum kepada terdakwa telah terpenuhi, maka terdakwa harus dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan tersebut. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 183 KUHAP yaitu: “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”. Hakim juga harus memperhatikan apakah dalam proses persidangan ditemukan hal-hal yang dapat dijadikan sebagai alasan pembenar maupun alasan pemaaf yang dapat menghilangkan sifat melawan hukumnya dari perbuatan terdakwa. Apabila dalam proses persidangan hakim tidak menemukan hal-hal yang dapat dijadikan sebagai alasan pembenar maupun alasan pemaaf yang dapat menghilangkan sifat melawan hukumnya dari perbuatan terdakwa, maka kepada terdakwa harus dijatuhkan pidana dan dibebani pula untuk membayar biaya perkara (Pasal 197 ayat (1) huruf i jo. Pasal 222 ayat (1) KUHAP). Apabila dalam proses persidangan hakim menemukan hal-hal yang dapat dijadikan sebagai alasan pembenar maupun alasan pemaaf yang dapat menghilangkan sifat melawan hukumnya dari perbuatan terdakwa, maka kepada terdakwa tidak dapat dijatuhi hukuman, dan terdakwa harus diputus lepas dari segala tuntutan hukum. Tegasnya terdakwa tidak dapat dijatuhi hukuman, meskipun perbuatan yang didakwakan itu terbukti sah, apabila:
lxxxvii
1. Kurang sempurna akalnya atau sakit terganggu akalnya (Pasal 44 ayat (1) KUHP) 2. Keadaan memaksa (overmacht) (Pasal 48 KUHP) 3. Pembelaan darurat (nood weer) (Pasal 49 KUHP) 4. Melakukan perbuatan untuk menjalankan peraturan Undang-undang (Pasal 50 KUHP) 5. Melakukan perbuatan untuk menjalankan perintah jabatan yang diberikan oleh kuasa yang berhak untuk itu (Pasal 50 KUHP)
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
lxxxviii
Berdasarkan seluruh uraian yang telah penulis sajikan dalam bab-bab sebelumnya, maka dalam bab ini penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pertimbangan-pertimbangan hakim dalam mengambil putusan tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja antara lain: a. Fakta-fakta yang ditemukan dalam persidangan b. Apakah unsur-unsur dari pasal yang didakwakan oleh penuntut umum kepada terdakwa telah terpenuhi c. Terdapat sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah d. Adanya keyakinan dari hakim bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya e. Apakah terdapat hal-hal yang dapat dijadikan sebagai alasan pembenar maupun alasan pemaaf yang dapat menghilangkan sifat melawan hukumnya dari perbuatan terdakwa f. Pertimbangan mengenai hal-hal yang memberatkan maupun yang meringankan terdakwa 2. Putusan hakim dalam tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja ini sudah sesuai dengan penerapan Pasal 338 KUHP, karena dalam putusannya hakim telah menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa yang dalam persidangan telah terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja, sesuai dengan dakwaan dari penuntut umum terhadap terdakwa bahwa terdakwa telah melanggar Pasal 338 KUHP, dan dalam persidangan, unsur-unsur dari Pasal 338 KUHP yang didakwakan kepada terdakwa, yaitu unsur “dengan sengaja”, unsur “menghilangkan”, unsur “nyawa”, dan unsur “orang lain”, telah terpenuhi oleh terdakwa sehingga dengan demikian terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja. Dan hakim pun mengambil putusan sesuai dengan ketentuan Pasal 338 KUHP,
lxxxix
karena unsur-unsur dalam Pasal 338 KUHP telah terpenuhi oleh terdakwa dalam persidangan. B. Saran Demi terwujudnya cita-cita untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang aman, tenteram, damai, dan bebas dari tekanan akibat rasa takut akibat kejahatan, maka penulis memberikan beberapa saran demi terlaksananya upaya untuk menekan terjadinya tindak pidana khususnya tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja. Saran-saran yang penulis sampaikan yaitu: 1. Hakim sebagai aparat penegak hukum dan keadilan, dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan
sengaja,
hendaknya
jeli,cermat
dan
teliti
dalam
mempertimbangkan fakta-fakta yang ditemukan dalam persidangan, sehingga putusan yang dihasilkan akan benar-benar mencerminkan rasa keadilan bagi masyarakat, maupun bagi terdakwa. 2. Kepada masyarakat umum, hendaknya berperan aktif dalam rangka usaha penanggulangan terhadap tindak pidana, dan hendaknya jangan pernah melakukan tindak pidana, khususnya tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja, karena tindakan tersebut akan merampas hak asasi manusia, yakni hak hidup dari orang yang dibunuh. Selain itu terhadap pelaku pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja, akan diberi sanksi pidana yang berat sesuai dengan peraturan yang berlaku, sehingga akan membuat pelaku jera dan tidak akan mengulangi perbuatannya lagi dan masyarakat yang lain pun tidak akan melakukan perbuatan itu karena tahu hukuman berat yang sudah menanti apabila seseorang itu melakukan tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja. 3. Kepada masyarakat umum, harus dapat menjaga keharmonisan dan menjalin hubungan yang baik dengan anggota masyarakat yang lain,
xc
sehingga bisa terhindar dari konflik-konflik yang bisa saja menjadi penyebab dari timbulnya tindak pidana pembunuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Adami Chazawi. 2002. Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Andi Hamzah. 1986. Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia. Bandung: Pradnya
Paramitha.
C.S.T. Kansil. 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
xci
H.B. Sutopo. 2000. Metode Penelitian Kualitatif Bagian 11. Surakarta: UNS Press. Leden Marpaung. 1992. Proses Penanganan Perkara Pidana (Bagian Kedua) di Kejaksaan dan Pengadilan, Upaya Hukum dan Eksekusi. Jakarta: Sinar Grafika. Lilik Mulyadi. 2002. Hukum Acara Pidana. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. M. Yahya Harahap. 2001. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali). Jakarta: Sinar Grafika. Moeljatno. 1999. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika. P.A.F. Lamintang. 1997. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti. Soemitro dan Abdulkadir SA. Dkk. BPK Hukum Pidana. Surakarta: UNS Press. Soerjono Soekanto. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981, Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 jo. Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999 jo. Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman. LAMPIRAN-LAMPIRAN
xcii