Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Vol III No. 2 Juli-Desember 2015
ANALISIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK PIDANA TURUT SERTA MEMASUKKAN KETERANGAN PALSU KEDALAM AKTA OTENTIK YANG DILAKUKAN NOTARIS. Agus Priono Mahasiswa Magister Kenotariatan Fakultas Hukum UNS Email:
[email protected] Noor Saptanti, Widodo Tresno Novianto Dosen Fakultas Hukum UNS
Abstract This study aims to identify and analyze the application of criminalsanctionagainst counterfeiting cases authentic deed performed by Notary by analyzing the Supreme Court's Decision No. 1099 K/PID/2010.The type of this research is a doctrinal, it is based on the law concept number 3, the research location is in the library. Types and sources of data used are secondary data. Data collection techniques used is the study of literature and case studies. The data analysis techniques done qualitatively. Based on the results of the research and discussion, it can be conclude that legal reasoning used by the judge in imposing criminal sanctions/punishment against the Notary (San Smith) as follows : the elements in the provisions of this article are met by way of the defendant together (participate) with Tony Wijaya to conspire to make authentic document whose contents as if in accordance with the reality/truth. This act is done deliberately in accordance with the agreement/bond trading to the detriment of others. Therefore, the actual size/boundaries presence/absence of an unlawful act by the Notary begins with an examination of presence/absence of a violation of the provisions laid down in The Act of the Notary (UUJN). This can be considered important because there is a possibility under the terms UUJN that the deed in question in accordance with the method/procedure UUJN but on the other hand mentioned The Keywords: Criminal Sanctions, Forgery Act, Notary. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa penerapan sanksi pidana terhadap kasus pemalsuan akta otentik yang dilakukan oleh Notaris dengan menganalisis Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1099 K/PID/2010. Penelitian ini merupakan penelitian hukum doktrinal, dengan memakai konsep hukum yang ke-3, lokasi penelitian adalah di Perpustakaan. Jenis dan sumber data yang digunakan adalah data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan dan studi kasus. Adapun teknik analisis data dilakukan secara kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan disimpulkan bahwa dasar pertimbangan hukum yang dipakai oleh hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana/pemidanaan terhadap Notaris (San Smith) sebagai berikut : unsur-unsur dalam ketentuan pasal ini terpenuhi yaitu dengan cara Terdakwa bersama-sama (turut serta) dengan Tony Wijaya untuk bersekongkol membuat akta otentik yang isinya seolah-olah sesuai dengan kenyataan/kebenaran. Perbuatan ini dilakukan dengan sengaja dengan maksud akta tersebut akan dapat dipergunakan (Tony Wijaya) untuk
168
Agus Priono. Analisis Putusan Hakim Terhadap Tindak Pidana Turut Serta Memalsukan ...
memperoleh luas tanah yang tidak sesuai dengan kesepakatan/ikatan jual beli sehingga merugikan orang lain. Oleh karena itu sebenarnya ukuran/batasan ada/tidaknya perbuatan melawan hukum oleh Notaris tersebut dimulai dengan pemeriksaan ada/tidaknya pelanggaran terhadap ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN). Hal tersebut dapat dianggap penting karena ada kemungkinan menurut ketentuan UUJN bahwa akta yang bersangkutan telah sesuai dengan cara/prosedur UUJN tetapi di sisi yang lain disebutkan perbuatan/pelanggaran tersebut merupakan perbuatan yang memenuhi rumusan suatu tindak pidana oleh aparat penegak hukum. Kata Kunci: Sanksi Pidana, Pemalsuan Akta, Notaris.
A. Pendahuluan Kesa da ran m as yar akat m engenai pentingnya aspek hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara sudah semakin maju dan membaik dari hari ke hari, dimana dalam hubungan hukum tersebut masyarakat sudah menyadari betapa pentingnya suatu alat bukti yang dibuat secara tertulis dan mempunyai kekuatan pembuktian yang kuat dan terpenuh berupa akta otentik (Maria S.W. Sumardjono, 2001 : 14). Oleh karena itu masyarakat membutuhkan seseorang yang keterangannya dapat diandalkan,dapat dipercayai, yang tanda tangannya serta segelnya (capnya) memberi jaminan dan bukti kuat, seorang ahli yang tidak memihak dan penasihat yang tidak ada cacatnya (onkreukbaar atau unimpeachable). Notaris sebagai , menjadi salah satu tumpuan masyarakat dalam memperoleh penjelasan mengenai hukum, selain sebagai pejabat yang berwenang dalam pembuatan akta yang ditujukan menjadi alat bukti yang kuat dalam suatu proses hukum, yang pada akhirnya ditujukan dalam rangka maupun sengketa hukum yang akan terjadi di kemudian hari (Suen Herief dan Marsudi Triatmodjo, 2010 : 203-204). Oleh karenanya, seorang Notaris harus memahami benar Undang-undang dan hukum yang berkaitan dengan akta yang akan dibuatnya. Seorang Notaris dipandang sebagai seseorang ( ) yang keterangan-keterangannya dapat
diandalkan, dapat dipercayai, yang tanda tangannya serta segelnya (capnya) memberi jaminan dan bukti kuat, seorang ahli yang tidak memihak dan penasihat yang tidak ada cacatnya (onkreukbaar atau unimpeachable), yang tutup mulut, dan membuat suatu perjanjian yang dapat melindunginya di harihari yang akan datang. Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya membuat akta otentik tidak luput dari kesalahan atau kekeliruan baik yang disebabkan karena perilaku yang tidak profesional atau memihak salah satu pihak, menambah, mengurangi atau membuat dan memalsukan akta dari hal-hal yang seharusnya dapat dihindarinya. Kesalahan atau kekeliruan atas pembuatan akta Notaris tersebut disamping dapat menyebabkan tercabutnya hak seseorang atau terbebaninya seseorang atas suatu kewajiban, maka Notaris juga dituntut adanya konsekuensi yuridis pertanggung jawaban dengan penerapan sanksi baik sanksi administrasi, perdata maupun pidana. Perbuatan melawan hukum dalam konteks pidana (tindak pidana/peristiwa pidana) merupakan perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan diancam dengan pidana apabila memenuhi unsur-unsur antara lain : (1) adanya tindakan yang dilarang dan diancam sanksi pidana, adanya akibat tertentu, keadaan atau hal-hal tertentu/khusus yang dilarang; (2) adanya kesalahan; dan (3) pelaku dapat dipertanggung jawabkan. Perumusan tersebut harus pula tercakup semua unsur dan
169
Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Vol III No. 2 Juli-Desember 2015
delik (tindak pidana), atas dasar mana dapat dipidananya pelaku yang telah memenuhi unsur-unsur tersebut. Akibat dari perbuatan tersebut, tidak sedikit Notaris yang harus ditetapkan sebagai tersangka, terdakwa dan bahkan terpidana setelah mendapatkan keputusan hukum yang berkuatan tetap/pasti (inkracht gewijsde van recht). Salah satunya adalah Notaris San Smith yang dihukum pidana melalui Putusan Hakim Pengadilan Negeri Medan Nomor 3036/PID.B/2009/PN Mdn, Pengadilan Tinggi Nomor 82/PID/2010/PT MDN, dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1099 K/PID/2010. Dalam perkara pidana maka yang dicari hakim adalah kebenaran materiil, dimana hakim bersikap aktif dalam mencari kebenaran melalui fakta-fakta yang dikemukakan dimuka sidang pengadilan. Hal tersebut salah satunya didasarkan pada asas yang berlaku yaitu tiada dipidana tanpa ada kesalahan (actus non facit reum nisi mens sit rea), artinya seseorang tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban dan dijatuhi pidana jika tidak melakukan kesalahan. Yang menarik untuk dikaji dan dianalisis dalam putusan pemidanaan terhadap Notaris San Smith tersebut antara lain dasar pertimbangan hukum yang dipakai baik oleh Judex Factie maupun Judex Yuris, khususnya perbuatan memasukkan keterangan palsu dalam akta otentik sebagai tindak pidana pemalsuan akta otentik yang dilakukan Notaris, dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan juga penerapan pasal-pasal yang terhadap tindak pidana tersebut.
B. Metode Penelitian Dalam penulisan tesis ini dipakai konsep hukum yang ke-3 yaitu Hukum adalah apa yang diputuskan oleh hakim in concreto dan tersistematis sebagai Judge Made Law.
170
Penelitian ini termasuk kedalam jenis penelitian doktrinal, sedangkan bentuk penelitian deskriptif . Analisis berdasarkan logika deduksi. Data Sekunder, meliputi bahan-bahan hukum primer dan sekunder. Dalam penelitian ini pendekatan yang dipergunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach) yaitu pendekatan dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang ditangani, dan pendekatan kasus (The Case Approach) yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah inventarisasi data sekunder yang berupa bahan-bahan hukum yang ada. Memakai logika deduksi Analisis data dengan logika deduksi, dengan memperhatikan konsep hukum sebagai normanorma positif di dalam sistem perundangundangan nasional.
C. Hasil Penelitian dan Pembahasan Kasus ini bermula dari adanya kesepakatan jual beli antara Ir. Dulang Martapa dengan Alwijaya atas 17 (tujuh belas) kavling tanah, HGB atas nama PT. Ira Widya Utama, serta sebidang tanah seluas 4.269,66 m 2 (meter persegi), dalam Akta Perjanjian Pendahuluan Untuk Jual Beli Nomor 138, dihadapan Notaris Roosmidar SH., pada tanggal 29 Mei 2008. Akta tersebut memuat batas tanah yang akan dijual, uang panjar (uang muka), harga tanah, dan hak-hak serta kewajiban penjual dan pembeli, serta dilampirkan gambar Site Plan yang distabilo (ditandai) sebagai petunjuk (Peta) agar tidak keliru dengan batas-batas yang akan dialihkan dari penjual (Ir. Dulang Martapa) kepada pembeli (Alwijaya).
Agus Priono. Analisis Putusan Hakim Terhadap Tindak Pidana Turut Serta Memalsukan ...
Site Plan yang telah disepakati merupakan bagian yang tidak terpisahkan Akta Perjanjian Pendahuluan Untuk Jual Beli Nomor 138, dan disepakati juga untuk harga 17 (tujuh belas) kavling tanah seluas 19.210 m2 (meter persegi) dengan harga sebesar Rp.1.562.175,/ m2 (meter persegi) dengan jumlah harga keseluruhan sebesar Rp. 29.989.073.475 / m2 (meter persegi), sehingga total harga adalah sebesar Rp. 33.191.318.475,-. dan dengan ditandatangani Akta Perjanjian Pendahuluan Untuk Jual Beli Nomor 138 pada tanggal 29 Mei 2008 maka si Penjual (Ir. Dulang Martapa) menerima uang muka sebesar Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah). Berdalih untuk menindaklanjuti Akta Perjanjian Pendahuluan Auntuk Jual Beli Nomor 138 Tanggal 29 Mei 2008 tersebut, Ir. Dulang Martapa diminta datang oleh Tonny Wijaya ke Notaris San Smith, SH. Di tempat dan di hadapan Notaris San Smith terjadi kesepakatan untuk melakukan dan membuat Akta Pengikatan Diri Untuk Melakukan Jual Beli dengan Akta Nomor 165 yang isinya sama dengan Akta Perjanjian Pendahuluan Jual Beli Nomor 138 yang dibuat dihadapan Notaris Roosmidar, SH., baik mengenai luas tanah, batas tanah, harga tanah, kewajiban dan hak serta cara pembayaran, yang berbeda dalam Akta Nomor 165 ini adalah Pembeli atas nama Tonny Wijaya (dahulunya Alwijaya). Selanjutnya Terdakwa (Notaris) yang diminta untuk membuat Akta Pengikatan Diri Untuk Melakukan Jual Beli Nomor 165 telah bersengkongkol dengan Tonny Wijaya untuk menempatkan Site Plan/gambar lokasi tanah yang tidak identik/tidak sama dengan yang telah disepakati dalam Akta Perjanjian Pendahuluan untuk Jual Beli Nomor 138. Hal tersebut menimbulkan kerugian pihak Penjual (Ir. Dulang Martapa) yaitu adanya selisih luas tanah seluas 276,34 m2 (meter persegi), dimana dalam akta nomor 138 seluas 4.269,66 m2 (meter persegi), sedangkan dalam akta nomor 165 seluas 4.546 m2 (meter persegi), yaitu
dengan cara merubah tanda atau petunjuk dengan stabilo warna kuning pada sisi utara kavling BHR 51 s/d 57 dan sisi timur kavling BHR Nomor 58 s/d 59 (hasil pemeriksaan laboratorium kriminalistik Nomor Lab. 3686/ DTF/IX/2009, tanggal 07 September 2009). Terdakwa/Notaris San Smith didakwa melakukan tindak pidana turut serta atau turut melakukan dengan sengaja memasukkan keterangan palsu kedalam suatu akta otentik mengenai suatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangan itu sesuai dengan kebenarannya. Perbuatan melawan hukum tersebut dilakukan dengan cara merubah Site Plan atau gambar lokasi tanah yang tidak identik atau tidak sama dengan yang telah disepakati sebelumnya sesuai dengan akta terdahulu yang dibuat oleh Notaris Roosmidar, khususnya mengenai luas tanah yang diperjanjikan itu (dari luas tanah 4.269,66 m2 (meter persegi) dirubah menjadi seluas 4.546 m 2 (meter persegi), akibatnya ada pihak lain (penjual) yang dirugikan seluas 276,34 m2 (meter persegi). Penjual telah memberitahukan dan meminta Terdakwa untuk merubah kembali/membuat site plan yang asli, namun tidak dikabulkan oleh Terdakwa. Terdakwa didakwa Jaksa Penuntut Umun (JPU) dalam dakwaan Primer dan diancam pidana sebagai mana diatur dalam Pasal 266 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 3036/PID.B/2009/PN Mdn, Tanggal 04 Januari 2010, amar putusan sebagai berikut : 1. Menyatakan Terdakwa San Smith, SH., tersebut telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Turut Serta menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik; 2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa San Smith, SH., tersebut oleh karena itu 171
Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Vol III No. 2 Juli-Desember 2015
dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun; 3. Menetapkan lamanya Terdakwa ditahan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan; 4. Menetapkan Terdakwa tetap ditahan; 5. Menyatakan barang bukti berupa : Akta Perjanjian Jual Beli 165 dengan lampiran lembar SITE PLAN dikembalikan kepada yang berhak melalui Majelis Pengawas Daerah Notaris Kota Medan; 6. Membebankan kepada Terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 1.000,(seribu rupiah). Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor: 82/PID/2010/PT MDN, Tanggal 25 Februari 2010, amar putusan sebagai berikut: 1. Menerima permintaan banding dari Kuasa Hukum Terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Medan tersebut; 2. Mengubah Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 3036/Pid.B/2009/PN Mdn, tanggal 04 Januari 2010, yang dimintakan banding tersebut, sehingga amar selengkapnya berbunyi sebagai berikut : a. Menyatakan Terdakwa San Smith, SH., tersebut telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Turut serta menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik; b. Menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun; c. Memer intahkan agar lam anya Terdakwa ditahan dikurangkan seluruhnya dari lamanya pidana yang dijatuhkan; d. Menetapkan supaya Terdakwa tetap ditahan; e. Memerintahkan agar barang bukti berupa : Akta Perjanjian Jual Beli 172
165 dengan lampiran tanda terima
f.
SITE PLAN dikembalikan kepada yang berhak melalui Majelis Pengawas Daerah Notaris Kota Medan; M e m b e b a n i Te r d a k w a u n t uk membayar biaya perkara pada kedua tingkat peradilan yang untuk tingkat banding sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah).
Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1099 K/PID/2010, tanggal 29 Juni 2010, amar putusan selengkapnya sebagai berikut : 1. Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : San Smith, SH., tersebut; 2. Membebankan Pemohon Kasasi/Terdakwa tersebut membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi sebesar Rp. 2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah). Pertimbangan hukum Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi Terdakwa (Notaris San Smith, SH.) antara lain : bahwa judex facti (Pengadilan Negeri Medan dan PengadilanTinggi Medan), tidak salah/ tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang dalam menerapkan hukum karena telah mempertimbangkan hal-hal yang relevan secara yuridis dengan benar yaitu turut serta menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam akta otentik yang dilakukan Terdakwa merupakan perbuatan pidana. Mengenai alasan penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan kasasi. Hal ini disebabkan pada pemeriksaan tingkat kasasi yang dipertimbangkan antara lain tentang adanya kelalaian dalam penerapan hukum, adanya pelanggaran hukum yang berlaku, adanya kelalaian dalam memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundangundangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan atau bila pengadilan tidak berwenang atau melampaui batas wewenangnya sebagaimana
Agus Priono. Analisis Putusan Hakim Terhadap Tindak Pidana Turut Serta Memalsukan ...
dimaksud dalam Pasal 30 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 jo Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman. Dasar pertimbangan hukum yang dipakai oleh hakim dalam menjatuhkan putusan pidana / pemidanaan terhadap Notaris San Smith, SH., yaitu mengacu pada ketentuan Pasal 266 ayat (1) KUHP yang menyebutkan sebagai berikut : Dasar pertimbangan hukum yang dipakai oleh hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana/pemidanaan terhadap Notaris San Smith, SH., sebagai berikut : unsurunsur dalam ketentuan pasal ini terpenuhi yaitu dengan cara Terdakwa bersama-sama (turut serta) dengan Tony Wijaya untuk bersengkongkol membuat akta otentik yang isinya seolah-olah sesuai dengan kenyataan/ kebenaraan. Perbuatan ini dilakukan dengan sengaja dengan maksud akta tersebut akan dapat dipergunakan (Tony Wijaya) untuk memperoleh luas tanah yang tidak sesuai dengan kesepakatan/ikatan jual beli sehingga merugikan orang lain sebagaimana ketentuan Pasal Pasal 266 ayat (1) KUHP. Penerapan saksi pidana / pemidanaan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1099 K/PID/2010, tanggal 29 Juni 2010 sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 266 KUHP dan Undang-Undang Jabatan Notaris. Pertimbangan hukum Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi Terdakwa (Notaris San Smith, SH.) antara lain : bahwa judex facti (Pengadilan Negeri Medan dan Pengadilan Tinggi Medan), tidak salah/ tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang dalam menerapkan hukum karena telah mempertimbangkan hal-hal yang relevan secara yuridis dengan benar yaitu turut serta menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam akta otentik yang dilakukan Terdakwa merupakan perbuatan pidana. Mengenai alasan penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang
suatu kenyataan tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan kasasi. Hal ini disebabkan pada pemeriksaan tingkat kasasi yang dipertimbangkan antara lain tentang adanya kelalaian dalam penerapan hukum, adanya pelanggaran hukum yang berlaku, adanya kelalaian dalam memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundangundangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan atau bila pengadilan tidak berwenang atau melampaui batas wewenangnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 jo Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan Perubahan Kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman. Penerapan sanksi sebagai tanggung jawab hukum Notaris dalam menjalankan profesinya digolongkan dalam 2 (dua) bentuk yaitu: (1) Tanggung jawab hukum Perdata yaitu apabila Notaris melakukan kesalahan karena ingkar janji sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1234 KUHPerdata atau perbuatan melanggar hukum sebagaimana yang ditentukan Pasal 1365 KUHPerdata; (2) Tanggung jawab Hukum Pidana bilamana Notaris telah melakukan perbuatan hukum yang dilarang oleh undang-undang atau melakukan kesalahan/perbuatan melawan hukum baik karena sengaja atau lalai menimbulkan kerugian pihak lain. Dalam aturan hukum tertentu, disamping dijatuhi sanksi administratif, juga dapat dijatuhi sanksi pidana (secara kumulatif) yang bersifat comdennatoir (punitif) atau menghukum. Oleh karena UUJN tidak mengatur sanksi pidana untuk Notaris yang melanggar UUJN, sehingga apabila terjadi pelanggaran hukum pidana maka terhadap Notaris tunduk dan berlaku tindak pidana umum yang diatur dalam Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP). Apabila Notaris melakukan penyimpangan sebuah akta yang dibuatnya sehingga mnimbulkan 173
Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Vol III No. 2 Juli-Desember 2015
suatu perkara pidana, maka Notaris harus mempertanggungjawabkan secara pidana apa yang telah dilakukannya tersebut. Pertanggungjawaban pidana lahir dengan diteruskannya celaan yang obyektif terhadap perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana berdasarkan Hukum Pidana yang berlaku dan secara subyektif kepada pelaku yang memenuhi persyaratan untuk dapat dikenakan pidana karena perbuatannya itu. Pada prinsipnya penggunaan sanksi pidana/pemidanaan itu merupakan sanksi terakhir (ultimum remidium), apabila peringatan/sanksi yang diberikan sebagai upaya pencegahan tidak dapat menanggulangi/ mengatasi suatu perbuatan melawan hukum baik yang dilakukan secara sengaja (dolus) maupun karena kelalaian (culpa). Tanggung jawab Notaris secara pidana atas akta yang dibuatnya tidak diatur dalam UUJN, namun tanggung jawab Notaris secara pidana dikenakan apabila Notaris melakukan perbuatan pidana. Hal tersebut didasarkan pada asas tidak dipidana jika tidak ada kesalahan (actus non facit reum nisi mens sit rea), artinya orang tidak mungkin diminta pertanggungjawaban dan dijatuhi pidana jika tidak melakukan kesalahan. Namun seseorang yang melakukan perbuatan pidana belum tentu dapat dipidana apabila dia tidak mempunyai kesalahan. Prosedur penerapan sanksi pidana berupa putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang amar putusannya menghukum Notaris untuk menjalani pidana tertentu sebagaimana putusan di atas, menunjukkan pertanggungjawaban secara pidana terhadap Notaris yang melakukan perbuatan melawan hukum dapat dijatuhi sanksi pidana berupa pidana penjara sebagaimana di atur dalam Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP). Dalam penjatuhan sanksi terhadap Notaris harus memenuhi rumusan perbuatan itu dilarang oleh undang-undang, adanya kerugian yang 174
ditimbulkan dari perbuatan itu, dan perbuatan tersebut harus bersifat melawan hukum baik formil maupun materiil. Dalam penerapan ketentuan Pasal 266 ayat (1) KUHP, tidak ada rumusan mengenai orang yang disuruh untuk memasukkan keterangan palsu tersebut, tetapi dapat diketahui dan secara implisit terkandung dari unsur/kalimat “ke dalam akta otentik“, yang mengandung arti bahwa orang tersebut adalah si pembuat akta otentik. Ini berarti yang dimaksud dalam keputusan ini adalah Notaris merupakan salah satu dari pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik. Notaris dalam pembuatan akta otentik adalah memenuhi permintaan orang/pihak yang menghadap, jadi orang yang meminta inilah yang dimaksud orang yang disuruh memasukkan keterangan palsu. Di sisi lain, ada pendapat yang berbeda yang menyatakan bahwa orang yang menghadap kepada Notaris memberikan keterangan-keterangan untuk dicantumkannya di dalam akta otentik, padahal keterangan yang diberikan tersebut adalah keterangan yang tidak benar. Dalam hal ini Notaris tidak melakukan pemalsuan sebagaimana Pasal 266 ayat (1) KUHP, karena seseorang menghadap Notaris dan memberikan keterangan tentang hal-hal yang bertentangan dengan kebenaran. Jadi disini Notaris itu hanya membuat akta dan mencantumkan dalam akta apa yang diberitahukan penghadap. Oleh karena itu penghadap tidak mungkin melakukan perbuatan membujuk (Pasal 55 ayat (1) ke 2 KUHP) atau memberi bantuan (Pasal 56 KUHP) karena tidak ada kejahatan yang dilakukan Notaris. Notaris tidak mengetahui bahwa keterangan-keterangan yang dimasukkan dalam akta itu adalah tidak benar (H.A.K. H Moch. Anwar, 1982 : 197). Dalam prespektif Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN), maka perbuatan yang dilakukan oleh Notaris tersebut dimulai
Agus Priono. Analisis Putusan Hakim Terhadap Tindak Pidana Turut Serta Memalsukan ...
dari tidak diperhatikannya aturan hukum/ perundangan-undangan yang berlaku yang terkait dengan tata cara pembuatan akta otentik sebagaimana yang diisyaratkan dalam ketentuan Undang-Undang Jabatan Notaris dan pelanggaran terhadap Kode Etik Notaris. Ketentuan yang dimaksud adalah kewajiban dan larangan dalam ketentuan Pasal 16 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan Pasal 17 serta Kode Etik Notaris dalam Pasal 3 dan Pasal 4. Suatu perbuatan melawan hukum pidana yang dilakukan oleh Notaris dalam jabatannya, memang selalu didahului dengan pelanggaranpelanggaran terhadap kewajiban dan larangan dan kode etik baik yang tercantum dalam ketentuan Pasal 84 dan Pasal 85 UUJN dan Pasal 3 dan Pasal 4 Kode Etik Notaris. Hal ini dapat dilihat dari perkara/kasus Notaris San Smith, SH., perbuatan melawan hukum pidana yang dilakukan tersebut didahului dengan pelanggaran terhadap kewajiban yang tercantum dalam UndangUndang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris antara lain : (1) Pasal 16 ayat (1) huruf a yaitu bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum. (2) Pasal 48 ayat (1) yaitu isi akta tidak boleh diubah atau ditambah, baik berupa penulisan tindih, penyisipan, pencoretan atau penghapusan dan menggantinya dengan yang lain. Disamping itu melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik Notaris Pasal 3 angka (1) dan angka (4) dan Pasal 4 angka 15. Dalam prespektif Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN), sebenarnya perbuatanperbuatan yang telah dilakukan baik oleh Notaris San Smith, SH., diatur dengan jelas dalam ketentuan Pasal 84 dan disebutkan sebagai suatu bentuk pelanggaran, sedangkan sanksi yang dijatuhkan terhadap pelanggaran tersebut diatur pada ketentuan Pasal 85 UUJN tersebut antara lain teguran lisan sampai dengan pemberhentian dengan tidak hormat sebagai Notaris. Undang-Undang Jabatan
Notaris juga mengatur mengenai sanksi terhadap akta otentik yang dibuat oleh Notaris tersebut diberi sanksi tidak memiliki kekuatan otentik atau hanya diakui mempunyai kekuatan sebagai akta di bawah tangan. Terjadinya pemidanaan/penjatuhan sanksi pidana terhadap Notaris yang dalam jabatannya berwenang membuat akta, tanpa memperhatikan aturan hukum yang berkaitan dengan tata cara pembuatan akta sebagaimana diatur dalam UUJN, sebenarnya telah terjadi kesalahpahaman atau bentuk penafsiran terhadap kedudukan dan kewenangan seorang Notaris dalam pembuatan akta otentik sebagai alat bukti dalam hukum perdata. Bisa saja terjadi pelanggaran atau perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Notaris tersebut memenuhi unsur-unsur dalam suatu tindak pidana, namun perbuatan yang dilakukan itu bukan merupakan pelanggaran berdasarkan UUJN setelah melalui prosedur mekanisme pemeriksaan dan penilaian Majelis Pengawas Daerah (MPD), Majelis Pengawas Wilayah (MPW) dan Majelis Pengawas Pusat (MPP). Apalagi dalam Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) maupun Kode Etik Notaris tidak menyebutkan secara tegas dan jelas khususnya mengenai bagaimana sanksi yang dijatuhkan kepada Notaris, yang telah dijatuhi pemidanaan melalui putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap. Hal ini memungkinkan terjadinya konflik kepentingan mengingat pada putusan hakim tersebut tidak terdapat penjatuhan sanksi pidana tambahan atau dalam prateknya putusan yang menjatuhkan sanksi pidana/ pemidanaan terhadap Notaris yang telah terbukti melakukan perbuatan melawan hukum tidak diketemukan adanya sanksi pidana tambahan berupa pencabutan hak seorang Notaris sebagai seorang pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik. Sebenarnya ukuran/batasan ada/tidaknya perbuatan melawan hukum oleh Notaris terse-
175
Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Vol III No. 2 Juli-Desember 2015
but dimulai dengan pemeriksaan ada/tidaknya pelanggaran terhadap ketentuan yang diatur dalam UUJN. Hal tersebut dapat dianggap penting karena ada kemungkinan menurut ketentuan UUJN bahwa akta yang bersangkutan telah sesuai dengan cara/prosedur UUJN tetapi disisi yang lain disebutkan perbuatan/ pelanggaran tersebut merupakan perbuatan yang memenuhi rumusan suatu tindak pidana oleh aparat penegak hukum. Batasan-batasan yang dimaksudkan dalam penjatuhan pidana kepada Notaris antara lain sebagai berikut : (1) ada tindakan hukum dari Notaris terhadap aspek formal akta yang sengaja, penuh kesadaran dan keinsyafan serta direncanakan, bahwa akta yang dibuat dihadapan Notaris atau oleh Notaris bersama-sama (sepakat) untuk dijadikan dasar untuk melakukan tindak pidana; (2) ada tindakan hukum dari Notaris dalam membuat akta di hadapan atau oleh Notaris yang jika diukur berdasarkan UUJN tidak sesuai dengan UUJN; (3) tindakan Notaris tersebut tidak sesuai menurut instansi yang berwenang untuk menilai tindakan suatu Notaris, dalam hal ini MPN. Penjatuhan sanksi terhadap Notaris dapat dilakukan sepanjang batasan-batasan tersebut diatas dilanggar, artinya di samping memenuhi rumusan pelanggaran yang tersebut dalam UUJN dan kode etik jabatan Notaris, juga harus memenuhi rumusan dalam Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP). Putusan tersebut diatas menunjukkan seorang Notaris hanya dibebankan pertanggungjawaban secara pidana terhadap perbuatan melawan hukum yang dilakukannya, tidak disebutkan pertanggungjawabkan secara perdata berupa penggantian kerugian yang diderita oleh para pihak maupun pertanggungjawaban administrasi. Namun seharusnya pemberian ganti rugi juga sangat perlu diberikan kepada pihak-pihak yang menderita kerugian sebagai bentuk rasa adil dan perlindungan hukum akibat adanya tindak pidana yang dilakukan oleh Notaris dalam pembuatan akta otentik. 176
Implikasi yang dapat ditimbulkan sebagai berikut : Penjatuhan pidana/pemidanaan kepada Notaris akan berdampak pada berkurangnya kepercayaan masyarakat kepada jabatan Notaris, yang dikhawatirkan menimbulkan ketidakpastian hukum yang mempengaruhi kinerja Notaris secara umum. Prosedur penerapan sanksi pidana berupa putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang amar putusannya menghukum Notaris untuk menjalani pidana tertentu sebagaimana putusan di atas, menunjukkan pertanggungjawaban secara pidana terhadap Notaris yang melakukan perbuatan melawan hukum dapat dijatuhi sanksi pidana berupa pidana penjara sebagaimana di atur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
D. Simpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan penulis dapat disimpulkan antara lain sebagai berikut : (1) Dasar pertimbangan hukum yang dipakai oleh hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana/ pemidanaan terhadap Notaris San Smith, SH., sebagai berikut : (a) Terhadap terdakwa San Smith : Menurut pertimbangan hakim , unsurunsur dalam ketentuan pasal ini terpenuhi yaitu dengan cara Terdakwa bersama-sama (turut serta) dengan Tony Wijaya untuk bersengkongkol membuat akta otentik yang isinya seolah-olah sesuai dengan kenyataan/ kebenaraan. Perbuatan ini dilakukan dengan sengaja dengan maksud akta tersebut akan dapat dipergunakan (Tony Wijaya) untuk memperoleh luas tanah yang tidak sesuai dengan kesepakatan/ikatan jual beli sehingga merugikan orang lain sebagaimana ketentuan Pasal 266 ayat (1) KUHP. (b) Unsur-unsur dalam ketentuan pasal ini terpenuhi dengan cara Terdakwa bersama-sama (turut serta) dengan Tony Wijaya untuk bersengkongkol membuat akta otentik yang isinya seolah-olah sesuai
Agus Priono. Analisis Putusan Hakim Terhadap Tindak Pidana Turut Serta Memalsukan ...
dengan kenyataan/kebenaraan. Perbuatan ini dilakukan dengan sengaja dengan maksud akta tersebut akan dapat dipergunakan (Tony Wijaya) untuk memperoleh luas tanah yang tidak sesuai dengan kesepakatan/ikatan jual beli sehingga merugikan orang lain dengan cara merubah Site Plan tanah sehingga tidak sesuai dengan yang sebenarnya. (2) Penerapan saksi pidana/pemidanaan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1099 K/PID/2010, tanggal 29 Juni 2010 sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 266 KUHP dan UndangUndang Jabatan Notaris. Pertimbangan hukum Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi Terdakwa (Notaris San Smith, SH.) antara lain : bahwa judex facti (Pengadilan Negeri Medan dan Pengadilan Tinggi Medan), tidak salah/tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang dalam menerapkan hukum karena telah mempertimbangkan halhal yang relevan secara yuridis dengan benar yaitu turut serta menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam akta otentik yang dilakukan Terdakwa merupakan perbuatan pidana. Mengenai alasan penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan kasasi. Hal ini disebabkan pada pemeriksaan tingkat kasasi yang dipertimbangkan antara lain tentang adanya kelalaian dalam penerapan hukum, adanya pelanggaran hukum yang berlaku, adanya kelalaian dalam memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundangundangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan atau bila pengadilan tidak berwenang atau melampaui batas wewenangnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 jo Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan Perubahan Kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman.
E. Saran Dari hasil penelitian yang telah diperoleh, maka dapat diberikan rekomendasi berupa saran-saran yang relevan antara lain sebagai berikut : (1) Perlu adanya revisi berupa penambahan ketentuan/pasal di dalam UUJN yang mengatur khusus tentang jenis/ tindak pidana sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Hal ini diperlukan agar supaya Notaris dapat mengetahui dengan jelas mengenai bentuk pelanggaran administrasi atau sebagai suatu pelanggaran pidana.(2)Diperlukan ketentuan yang mengatur dengan jelas kedudukan Notaris yang terkena sanksi pidana yang berkekuatan hukum tetap, hal ini mengingat dalam menjaga kepercayaan masyarakat terhadap citra Notaris. (3) Perlu adanya tambahan pengetahuan dan pemahaman penerapan sanksi pidana bagi Notaris melalui penataran , pelatihan dan sebagainya.
F. Persantunan Dalam kesempatan ini, disampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi dukungan dan semangat untuk menyelesaikan penulisan jurnal hukum ini, yaitu kepada Bapak Dr. WT. Novianto, SH., M.Hum., dan Ibu Noor Saptanti, SH., MH., selaku selaku Pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk berdiskusi, memberikan bimbingan, arahan, kemerdekaan berpikir, memberikan catatan-catatan kritis dan motivasi yang tak pernah putus dalam penyelesaian penelitian tesis dan jurnal ini serta telah menjadi inspirasi bagi penulis;
177
Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Vol III No. 2 Juli-Desember 2015
Daftar Pustaka Abdul Ghofur Anshori, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia; Perspektif Hukum dan Etika, UII Press, Yogyakarta. H.A.K. H Moch. Anwar, 1982, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II) Jilid 1, Alumni, Bandung. Liliana Tedjosaputro, 1991, Mal Praktek Notaris dan Hukum Pidana, CV. Agung, Semarang. Maria S.W. Sumardjono, 2001, Kebijakan Pertanahan: Antara Regulasi dan Implementasi . Cetakan Pertama, Penerbit Buku Kompas, Jakarta.
178
Suen Herief dan Marsudi Triatmodjo, 2010, Tanggung Jawab Sosial Notaris Dalam Menumbuhkan Kesadaran Hukum Masyarakat (Pasca lahirnya UndangUndang Nomor 30 Tahun 2004), Jurnal Penelitian Hukum Gadjah Mada Volume III, Yogyakarta. Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 3036/PID.B/2009/PN Mdn. Pengadilan Tinggi Nomor 82/PID/2010/PT MDN. Putusan Mahkamah Agung Nomor 1099 K/ PID/2010.