Analisis, Desember 2014, Vol.3 No.2 : 189 – 194
ISSN 2252-7230
PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS ATAS PENEMPATAN KETERANGAN PALSU DALAM AKTA OTENTIK Notary Responsibility to the Placement of False Disposition in an Authentic Deed Anugerah Yunus, M. Syukri Akub, Anwar Borahima Program Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin (E-mail:
[email protected]) ABSTRAK Notaris sebagai Pejabat Umum kepadanya dituntut tanggung jawab terhadap akta yang dibuatnya, mematuhi dan tunduk pada Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 dan Kode Etik Notaris, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa diluar pengetahuan Notaris, para pihak/penghadap yang meminta untuk dibuatkan akta memberikan keterangan yang tidak benar dan menyerahkan surat/dokumen yang tidak benar sehingga setelah semuanya dituang kedalam akta lahirlah sebuah akta yang mengandung keterangan palsu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan pertanggungjawaban bagi Notaris dalam pembuatan akta otentik yang memuat keterangan palsu dan faktor yang menyebabkan tindak pidana penempatan keterangan palsu dalam akta otentik. Penelitian ini berbentuk penelitian normatif empiris dan dianalisis secara kualitatif. Dari penelitian menunjukkan bahwa pertama, pertanggungjawaban bagi Notaris dalam pembuatan akta otentik yang memuat keterangan palsu antara lain adalah pertanggungjawaban secara pidana atas akta yang dibuatnya dalam kapasitasnya sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta yang memenuhi unsur suatu tindak pidana pemalsuan, pertanggungjawaban secara perdata berupa ganti rugi yang diberikan oleh Notaris apabila dapat dibuktikan bahwa adanya kerugian yang diderita akibat dibuatnya akta otententik atau terdapat hubungan kausal antara kerugian yang diderita dengan pelanggaran atau kelalaian dari Notaris dan pertanggungjawaban secara administrasi diberikan jika Notaris melanggar UUJN dan Kode Etik Notaris berupa sanksi secara berjenjang mulai dari teguran lisan sampai dengan pemberhentian tidak hormat. Kedua, faktor yang menyebabkan tindak pidana penempatan keterangan palsu dalam akta otentik adalah faktor dari Notaris yaitu kurang teliti, kurang pengetahuan, terlalu percaya kepada orang lain dan tidak profesional, dan faktor dari penghadap yaitu maksud ingin tercapai, itikad buruk dan untuk kepentingan pribadi. Kata Kunci: Pertanggungjawaban, Keterangan Palsu, Akta Otentik ABTRACT Notary as a public officials prosecuted responsibility for the deed he made, comply with and be subject to the law number 2 year 2014 dan code of notary conduct, but there is possibility that outside of the notary knowledge, the client/applicant who requesting to made a deed giving false information and letter/documents that are not true, after everything was povred into a deed which containig false disposition. This research to know and explain the responsibility for the notary deed containing authentic fake information and factors that led to the crime of placing false disposition in an authentic deed. This was an empirical normative approach and use qualitative analysis techniques. The research result indicates that first, responsibility for the notary deed containing authentic fake information are criminalresponsibilityon thedeedin capacityas apublic officialauthorized to make thedeedthatmeets theelements ofacrime ofcounterfeiting, civilresponsibilityin the form ofcompensationgiven to theNotaryif it canbe provedthatthe losssufferedas a result ofan authentic deed made or there is a causal relationship between the loss suffered by the breach or omission of a Notary and administration responsibility grantedifthe Notaryviolates the UUJNand code of Notary conduct sanctionsin stagesrangingfromoral reprimandtodismissaldisrespect and the second, factors thatled tothe placement ofthe crime offalse disposition inan authenticdeed are factors from the
189
Anugerah Yunus
ISSN 2252-7230
notarywhich lessscrupulous, lessknowledge, overlytrusting of othersand unprofessional, andfactors from the client/applicant are theintention tobe achieved, in bad faithandfor the private benefit. Keywords: Responsibility, False Disposition, Authentic Deed
sengaja, akan tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa diluar pengetahuan Notaris, para pihak/penghadap yang meminta untuk dibuatkan akta memberikan keterangan-keterangan yang tidak benar dan menyerahkan suratsurat/dokumen-dokumen yang tidak benar sehingga setelah semuanya dituang kedalam akta lahirlah sebuah akta yang mengandung keterangan palsu, seperti pendapat R. Sugandhi tentang keterangan palsu adalah keterangan yang tidak benar atau bertentangan dengan keterangan yang sesungguhnya, sehingga dalam pelaksanaannya merugikan orang lain (Chazawi, 2005). Pada kenyataannya, jika terjadi perkara antara para pihak seringkali Notaris dilibatkan. Padahal sengketa yang terjadi bukanlah antara para pihak dengan Notaris mengingat Notaris bukan pihak dalam akta yang dibuatnya, lebih jauh lagi Notaris harus keluar masuk gedung pengadilan untuk mempertanggungjawabkan aktanya maupun sebagai saksi. Hal ini berdasarkan hasil pra penelitian penulis pada Pengadilan Negeri Makassar dan Pengadilan Tinggi Makassar, dimana terdapat beberapa putusan yang berkaitan dengan penempatan keterangan palsu, baik itu perkara pidana maupun perkara perdata. Apabila kesalahan yang terjadi pada pembuatan akta otentik tersebut berasal dari para pihak yang melakukan perbuatan hukum dengan memberikan keterangan tidak jujur dan dokumen tidak lengkap/disembunyikan oleh para pihak, maka akta otentik yang dibuat Notaris tersebut mengandung cacat hukum, dan karena keterangan para pihak yang tidak jujur atau menyembunyikan sesuatu dokumen penting yang seharusnya diperlihatkan kepada Notaris, maka para pihak yang melakukan perbuatan tersebut
PENDAHULUAN Pada era globalisasi saat ini, jasa Notaris dalam proses pembangunan semakin meningkat, karena Notaris merupakan salah satu jabatan yang menjalankan profesi dan pelayan hukum kepada masyarakat yang memerlukan jaminan demi tercapainya kepastian hukum. Dalam penjelasan umum Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014, menerangkan bahwa dalam Undangundang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara hukum ialah menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum menuntut antara lain bahwa lalu lintas hukum dalam kehidupan masyarakat memerlukan adanya alat bukti yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. Notaris tidak hanya mencatat ke dalam bentuk akta, tetapi juga mencatat dan menjaga, artinya mencatat saja tidak cukup harus dipikirkan juga bahwa akta itu harus berguna dikemudian hari jika terjadi keadaan yang khas (Kie, 2000). Notaris sebagai Pejabat Umum kepadanya dituntut tanggung jawab terhadap akta yang dibuatnya. Jabatan Notaris merupakan jabatan yang terhormat yaitu suatu jabatan yang dalam pelaksanaannya mempertaruhkan jabatannya dengan mematuhi dan tunduk pada Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris. Oleh karena itu seorang Notaris tidak boleh menerbitkan suatu akta yang mengandung cacat hukum dengan cara
190
Pertanggungjawaban, Keterangan Palsu, Akta Otentik
dapat saja dikenakan tuntutan pidana yaitu Pasal 263, Pasal 264 atau Pasal 266 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) oleh pihak lain yang merasa dirugikan dengan dibuatnya akta otentik tersebut. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui dan menjelaskan pertanggungjawaban bagi Notaris dalam pembuatan akta otentik yang memuat keterangan palsu dan faktor yang menyebabkan tindak pidana penempatan keterangan palsu dalam akta otentik.
ISSN 2252-7230
memberikan data dan informasi yang akurat sehubungan dengan masalah yang diteliti. Untuk studi dokumentasi, mempelajari dan mengkaji serta menganalisis data berupa Berita Acara Pemeriksaan Kepolisian, surat dakwaan dan putusan Hakim. Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif yaitu mendeskripsikan data yang diperoleh kemudian membuat argumentasi yang logis.
METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kota Makassar, khususnya pada beberapa kantor Notaris, majelis Pengawas Daerah (MPD) Kota Makassar, kantor Pengadilan Negeri Makassar, kantor Pengadilan Tinggi Makassar dan Kepolisian Wilayah Kota Makassar.
HASIL Keabsahan akta otentik yang dibuat oleh seorang Notaris tidak diragukan lagi keberadaannya karena Notaris adalah suatu profesi yang sangat membutuhkan kehati-hatian atau ketelitian. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan suatu akta yang dibuat oleh seorang Notaris dicederai oleh seorang penghadap yang beritikad buruk yang memberikan keterangan yang tidak benar guna mencapai tujuan-tujuan tertentu yakni menguntungkan diri sendiri. Menurut Bapak H. Suharto, salah seorang Hakim Tinggi pada Pengadilan Tinggi Makassar, menjelaskan bahwa aspek formal akta Notaris dapat saja dijadikan dasar atau alasan untuk memidanakan Notaris, sepanjang aspekaspek formal tersebut terbukti secara sengaja bahwa akta yang dibuat dihadapan dan oleh Notaris untuk dijadikan sebagai suatu alat melakukan tindak pidana. Salah seorang Notaris Kota Makassar Ibu Lola Rosalina menjelaskan bahwa pemidanaan terhadap Notaris dapat dilakukan dengan batasan-batasan sebagai berikut : Ada tindakan hukum dari Notaris terhadap aspek lahiriah, formal dan materil yang disengaja, penuh kesadaran dan keinsyafan serta direncanakan. Bahwa akta yang dibuat dihadapan Notaris atau oleh Notaris bersama-sama para penghadap dijadikan dasar untuk melakukan suatu tindak
Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian normatif empiris, yaitu implementasi ketentuan hukum pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam suatu masyarakat. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah Notaris, MPD, Hakim dan Polisi serta putusan Pengadilan Negeri Makassar sebanyak 2 (dua) kasus perkara perdata, dan putusan Pengadilan Tinggi Makassar sebanyak 2 (dua) kasus yaitu perkara perdata dan perkara pidana. Teknik Pengumpulan Data Untuk mendapatkan data yang akurat, maka digunakan teknik pengumpulan data yaitu: untuk data primer, tekniknya adalah interview, yakni dilakukan wawancara langsung dengan mengajukan pertanyaan dan meminta tanggapan kepada Notaris, MPD, Hakim Pengadilan Negeri Makassar, Hakim Pengadilan Tinggi Makassar dan pihak Kepolisian yang dianggap dapat 191
Anugerah Yunus
ISSN 2252-7230
pidana, ada tindakan hukum dari Notaris dalam membuat akta dihadapan atau oleh Notaris yang apabila dihukum berdasarkan UUJN tidak sesuai dengan UUJN, tindakan Notaris tersebut tidak sesuai menurut instansi yang berwenang untuk menilai tindakan suatu Notaris. Dalam hal ini instansi tersebut adalah Majelis Pengawas Notaris. Bapak Iswahyu Widodo, salah satu Hakim pada Pengadilan Negeri Makassar, bahwa sebelum Notaris dijatuhi sanksi perdata berupa penggantian biaya ganti rugi dan bunga, maka terlebih dahulu ada beberapa hal yang harus dibuktikan ada kerugian yang diderita, antara kerugian yang diderita dan pelanggaran atau kelalaian dari Notaris terdapat hubungan kausal dan pelanggaran perbuatan atau kelalaian tersebut disebabkan karena kesalahan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada Notaris yang bertanggungjawab. Notaris Ibu Ria Trisnomurti mengatakan bahwa ada 5 (lima) jenis sanksi administrasi bagi Notaris yang melakukan kesalahan yaitu teguran lisan, teguran tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat dan pemberhentian dengan tidak hormat. Sanksi-sanksi tersebut berlakunya secara berjenjang dan dilakukan hanya apabila Notaris terbukti melanggar ketentuan pasal-pasal tertentu dalam UUJN. Sanksi administrasi merupakan sanksi internal yaitu terhadap Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya, tidak melakukan serangkaian tindakan tertib pelaksanaan tugas jabatan Notaris yang harus dilakukan untuk kepentingan Notaris itu sendiri.
Notaris, sehingga tidak semua kerugian pihak ketiga merupakan tanggung jawab Notaris (Kelsen, 2011). Hal inilah yang dalam ilmu hukum dikenal dengan bentuk perlindungan hukum terhadap Notaris sebagai pejabat umum yang bertugas memberikan pelayanan masyarakat. Dalam melaksanakan tugas jabatannya, seorang Notaris dituntut dapat bertanggungjawab terhadap diri sendiri, klien dan Tuhan Yang Maha Esa (Sidharta, 2006). Akta otentik merupakan bukti yang mengikat, kebenaran dari hal-hal yang tertulis dalam akta tersebut harus diakui oleh Hakim, yaitu harus dianggap sebagai benar selama kebenarannya itu tidak ada pihak lain yang dapat membuktikan sebaliknya (Mertokusumo, 2006). Aktaakta yang dikeluarkan oleh Notaris baik dalam maupun di luar pengadilan harus dipercaya dan harus diterima sebagai bukti yang mutlak (Tanuwidjaja, 2012). Akta merupakan suatu bukti yang sempurna yang sudah tidak memerlukan suatu penambahan pembuktian sehingga akta otentik dapat merupakan suatu alat bukti yang mengikat dan sempurna. Akta Notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, namun apabila melanggar ketentuan tertentu akan terdegradasi nilai pembuktiannya menjadi kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan. Suatu akta dibawah tangan nilai pembuktiannya mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna sepanjang para pihak mengakuinya, sedangkan suatu akta yang dinyatakan batal demi hukum, maka akta tersebut dianggap tidak pernah ada atau tidak pernah dibuat. Ketika Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya terbukti melakukan pelanggaran maka dapat dijatuhi sanksi berupa sanksi pidana, sanksi perdata dan sanksi administrasi (Adjie, 2008). Hal tersebut telah diatur sedemikian rupa yakni sebelumnya dalam peraturan jabatan Notaris maupun sekarang dalam UUJN dan Kode Etik Notaris. Namun dalam peraturan tersebut, khusus untuk
PEMBAHASAN Penelitian ini menemukan bahwa pada dasarnya hukum memberikan beban tanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan oleh seorang Notaris, namun demikian tidak berarti setiap kerugian terhadap pihak ketiga seluruhnya menjadi tanggung jawab Notaris. Hukum sendiri memberikan batasan tanggung jawab 192
Pertanggungjawaban, Keterangan Palsu, Akta Otentik
sanksi pidana terhadap Notaris tidak diatur. Oleh karena itu, apabila terjadi pelanggaran pidana yang dilakukan oleh seorang Notaris dapat dikenakan sanksi pidana menurut KUHP. Sanksi merupakan alat kekuasaan yang bersifat hukum publik yang digunakan oleh penguasa sebagai reaksi terhadap ketidakpatuhan pada norma hukum administrasi (Adjie, 2009). Penjatuhan sanksi pidana terhadap Notaris dapat dilakukan sepanjang batasan-batasan sebagaimana tersebut dilanggar. Artinya disamping memenuhi rumusan pelanggaran sebagaimana yang diatur dalam UUJN, Kode Etik Notaris juga harus memenuhi unsur-unsur sebagaimana yang telah diatur dalam KUHP. Selain sanksi pidana yang dapat dijatuhkan kepada Notaris, maka pertanggungjawaban Notaris dapat juga ditinjau dari aspek hukum perdata. Pada dasarnya hubungan hukum antara Notaris dengan para penghadap yang telah membuat akta dihadapan Notaris tidak dapat ditentukan kapan awal Notaris dan penghadap berhubungan, karena pada saat itu belum terjadi permasalahan hukum. Sebelum Notaris dijatuhi sanksi perdata berupa penggantian biaya, ganti rugi dan bunga, maka terlebih dahulu harus dapat dibuktikan bahwa telah terjadi kerugian yang diderita (Agustina, 2012). Antara kerugian yang diderita dengan pelanggaran atau kelalaian dari Notaris terdapat hubungan kausal serta pelanggaran atau kelalaian tersebut disebabkan karena kesalahan yang dapat dipertanggungjawabkan. Beban tanggung jawab dan tuntutan ganti rugi atau hak itu ditujukan kepada setiap subjek hukum yang melanggar hukum, tidak peduli apakah subjek hukum itu seseorang, badan hukum ataupun pemerintah (Ridwan, 2011). Terbitnya akta otentik adalah hasil kerja profesional seorang Notaris, tetapi tidak menutup kemungkinan terjadi suatu kesalahan. Kesalahan tersebut disebabkan
ISSN 2252-7230
oleh karena beberapa faktor baik itu dari penghadap maupun Notaris itu sendiri. KESIMPULAN DAN SARAN Pertanggungjawaban bagi Notaris dalam pembuatan akta otentik yang memuat keterangan palsu antara lain adalah pertanggungjawaban secara pidana atas akta yang dibuatnya dalam kapasitasnya sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta yang memenuhi unsur suatu tindak pidana pemalsuan, pertanggungjawaban secara perdata berupa ganti rugi diberikan oleh Notaris apabila dapat dibuktikan bahwa adanya kerugian yang diderita akibat dibuatnya akta otententik atau terdapat hubungan kausal antara kerugian yang diderita dengan pelanggaran atau kelalaian dari Notaris dan pertanggungjawaban secara administrasi diberikan jika Notaris melanggar UUJN dan Kode Etik Notaris berupa sanksi secara berjenjang mulai dari teguran lisan sampai dengan pemberhentian tidak hormat. Faktor yang menyebabkan tindak pidana penempatan keterangan palsu dalam akta otentik adalah faktor dari Notaris yaitu kurang teliti, kurang pengetahuan, terlalu percaya kepada orang lain dan tidak profesional, dan faktor dari penghadap itu sendiri yaitu maksud ingin tercapai, itikad buruk dan untuk kepentingan pribadi. Pemeriksaan atas pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris harus dilakukan dengan melihat aspek lahiriah, formal dan materil akta Notaris, dan pelaksanaan tugas jabatan Notaris sesuai wewenang Notaris, disamping berpijak pada aturan hukum yang mengatur tindakan pelanggaran yang dilakukan Notaris, juga perlu dipadukan dengan realitas praktik Notaris. Notaris harus menempatkan diri sebagai penunjuk arah dari berbagai perubahan dan tuntutan zaman, mempunyai kualitas dengan selalu mengikuti perkembangan hukum dan mampu untuk meningkatkan penguasaan hukum positif dan aspek-aspek ilmu hukum. 193
Anugerah Yunus
ISSN 2252-7230
Murni Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif. Nusamedia: Bandung Kie, Tan Tong. (2000). Studi Notariat Serba-serbi Praktek Notaris. PT. Ichtiar Baru Van Hoeve: Jakarta Mertokusumo, Sudikno. (2006). Hukum Acara Perdata Indonesia. Liberty: Yogyakarta Ridwan HR. (2011). Hukum Administrasi Negara. Rajawali Pers: Jakarta Sidharta. (2006). Moralitas Profesi Hukum Suatu Tawaran Kerangka Berfikir. Refika Aditama: Bandung Tanuwidjaja,Henny. (2012). Pranata Hukum Jaminan Utang dan Sejarah Lembaga Hukum Notariat. Refika Aditama: Bandung.
DAFTAR PUSTAKA Adjie, Habib. (2008). Sanksi Perdata dan Administrasi Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik. Refika Aditama: Bandung ---------------. (2009). Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Refika Aditama: Bandung Agustina, Rosa dkk. (2012). Hukum Perikatan (Law Of Obligations). Pustaka Larasan: Jakarta Chazawi, Adami. (2005). Kejahatan Mengenai Pemalsuan. PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta Kelsen, Hans. (2011). Teori Hukum
194