ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
241
BAB III KEABSAHAN AKTA NOTARIS
1. Karakter Yuridis Akta Notaris Pasal 1868 BW merupakan sumber lahirnya akta otentik dan secara implisit memuat perintah kepada pembuat undang-undang agar mengadakan suatu undang-undang yang mengatur tentang Pejabat Umum dan bentuk akta otentik. UUJN merupakan satu-satunya undang-undang sebagai implementasi Pasal 1868 BW yang menunjuk notaris sebagai Pejabat Umum dan mengatur kewenangan notaris serta bentuk akta notaris. Kewenangan notaris adalah untuk membuat akta otentik dan kewenangan lain yang dimaksud dalam UUJN.385 Mengacu pada Pasal 1868 BW junto Pasal 15 ayat 1 UUJN, maka kewenangan utama notaris adalah membuat akta otentik. Bahwa ada 2 (dua) jenis atau golongan akta notaris, yaitu: 1. Akta yang dibuat oleh (door) notaris, biasa disebut dengan istilah Akta Relaas atau Berita Acara; 2. Akta yang dibuat di hadapan (ten overstaan) notaris, biasa disebut dengan istilah Akta Pihak atau Akta Partij. Akta-akta tersebut dibuat atas dasar permintaan para pihak/penghadap, tanpa adanya permintaan para pihak, sudah tentu akta tersebut tidak akan dibuat oleh notaris. Akta relaas, akta yang dibuat oleh notaris atas permintaan
385
Tesis
Pasal 1 ayat 1 jo Pasal 15 ayat 1 dan 2 UUJN.
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
242
para pihak, agar notaris mencatat atau menuliskan segala sesuatu hal yang dibicarakan oleh pihak berkaitan dengan tindakan hukum atau tindakan lainnya yang dilakukan oleh para, agar tindakan tersebut dibuat atau dituangkan dalam suatu akta notaris. Dalam Akta Relaas ini notaris menulis atau mencatatkan semua hal yang dilihat atau didengar sendiri secara langsung oleh notaris yang dilakukan para pihak. Dan Akta Pihak adalah akta yang dibuat di hadapan notaris atas permintaan para pihak, notaris berkewajiban untuk mendengarkan pernyataan atau keterangan para pihak yang dinyatakan atau diterangkan sendiri oleh para pihak di hadapan notaris. Pernyataan atau keterangan para pihak tersebut oleh notaris dituangkan ke dalam akta notaris. Dalam membuat
akta-akta tersebut
notaris
berwenang untuk
memberikan penyuluhan 386 ataupun saran-saran hukum kepada para pihak tersebut. Ketika saran-saran tersebut diterima dan disetujui oleh para pihak tersebut oleh para pihak kemudian dituangkan ke dalam akta, maka saransaran tersebut harus dinilai sebagai pernyataan atau keterangan para pihak sendiri. Akta-akta yang dibuat oleh atau di hadapan notaris tersebut harus menurut bentuk yang sudah ditetapkan, dalam hal ini berdasarkan Pasal 37 UUJN, dan tata cara (prosedur) yang sudah ditetapkan, dalam hal ini berdasarkan Pasal 39-53 UUJN. Bahan dasar untuk membangun struktur akta notaris yaitu berasal dari keterangan, penjelasan atau pernyataan para pihak yang datang menghadap
386
Tesis
Pasal 15 ayat (2) UUJN.
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
243
notaris atau hasil wawancara atau tanya jawab dengan penghadap dan buktibukti yang diberikan kepada notaris, agar keinganan atau kehendak mereka (para pihak) untuk dituangkan ke dalam akta notaris. Oleh notaris kemudian melakukan penelitian (hukum) apakah keterangan atau pernyataan penghadap tersebut dapat ditindak lanjuti untuk dituangkan atau dituliskan ke dalam akta. 387 Ada beberapa hal yang dapat dijadikan dasar untuk membangun struktur akta notaris, antara lain:388 1. Latar belakang yang akan diperjanjikan. 2. Identifikasi para pihak (subjek hukum). 3. Identifikasi objek yang akan diperjanjikan. 4. Membuat kerangka akta. 5. Merumuskan substansi akta, yang terdiri dari: a. Kedudukan para pihak; b. Batasan-batasan (yang boleh atau tidak diperbolehkan) menurut aturan hukum; c. Hal-hal yang dibatasi dalam pelaksanaannya; d. Pilihan hukum dan pilihan pengadilan; e. Klausula penyelesaian sengketa; f. Kaitannya dengan akta yang lain (jika ada). 387
Menurut Budiono Kusumohamidjojo, syarat pendahuluan untuk membuat suatu kontrak, antara lain: a. Pemahaman akan latar belakang transaksi; b. Mengenali dan memahami para pihak; c. Mengenali dan memahami objek transaksi; d. Menyusun garis besar transaksi; e. Merumuskan pokok-pokok kontrak. Budiono Kusumohamidjojo, Dasar-Dasar Merancang Kontrak, Grasindo, Jakarta, 1998, h. 7-12. 388 Habib Adjie, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, Refika Aditama, Bandung, 2011, h. 37-38. (Selanjutnya disebut Habib Adjie VI).
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
244
Menyusun sebuah akta notaris harus mempunyai alur sistematika yang mengalir, untuk itu akta notaris mempunyai anatomi tersendiri, artinya mempunyai bagian-bagian dan nama tersendiri yang tidak terlepas dari bagian lainnya, sama halnya dengan tubuh manusia, mulai ujung rambut di kepala sampai dengan telapak kaki tidak terlepas satu sama lain.389 Akta yang dibuat di hadapan atau oleh notaris, bentuknya sudah ditentukan dalam Pasal 38 UUJN, yang terdiri dari: (1) Setiap akta notaris terdiri atas: a. awal akta atau kepala akta; b. badan akta; dan c. akhir atau penutup akta. (2) Awal akta atau kepala akta memuat: a. judul akta; b. nomor akta; c. jam, hari, tanggal, bulan dan tahun; dan d. nama lengkap dan tempat kedudukan notaris. (3) Badan akta memuat: a. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan/atau orang yang mereka wakili; b. keterangan mengenai kedudukan bertindak menghadap;
389
Tesis
Ibid.
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
245
c. isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari para pihak yang berkepentingan; dan d. nama lengkap, tempat tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal. (4) Akhir atau penutup akta memuat: a. uraian tentang pembacaan akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf l atau Pasal 16 ayat (7); b. uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau penerjemahan akta bila ada; c. nama lengkap, tempat kedudukan dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi akta; dan d. uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan, atau penggantian. Sebagai perbandingan kerangka atau susunan akta yang tersebut dalam Pasal 38 UUJN di atas, berbeda dengan yang ditentukan dalam PJN. Dalam PJN, kerangka atau anatomi akta terdiri dari:390 1. Kepala (hoofd) akta; yang memuat keterangan-keterangan dari notaris mengenai dirinya dan orang-orang yang datang menghadap kepadanya atau atas permintaan siapa dibuat berita acara;
390
Tesis
G. H. S. Lumban Tobing, Op. Cit., h. 214.
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
246
2. Badan akta; yang memuat keterangan-keterangan yang diberikan oleh pihak-pihak dalam akta atau keterangan-keterangan dari notaris mengenai hal-hal yang disaksikannya atas permintaan yang bersangkutan; 3. Penutup akta; yang memuat keterangan dari notaris mengenai waktu dan tempat akta dibuat; selanjutnya keterangan mengenai saksi-saksi, di hadapan siapa akta dibuat dan akhirnya tentang pembacaan dan penandatanganan dari akta itu. Perbedaan antara Pasal 38 dan PJN mengenai kerangka akta terutama pada Pasal 38 ayat (1) huruf a dan b mengenai Awal atau Kepala akta dan Badan akta. Dalam PJN Kepala akta hanya memuat keterangan-keterangan atau yang menyebutkan tempat kedudukan notaris dan nama-nama para pihak yang datang atau menghadap notaris, dan dalam Pasal 38 ayat (2) UUJN Kepala akta memuat judul akta391, nomor akta, jam, hari, tanggal, bulan dan tahun; dan nama lengkap dan tempat kedudukan notaris. Satu perbedaan yang perlu untuk diperhatikan, yaitu mengenai identitas para pihak atau para penghadap. Dalam PJN identitas para pihak atau para penghadap merupakan bagian dari Kepala akta, sedangkan menurut Pasal 38 ayat (2) UUJN, identitas para pihak atau penghadap bukan bagian dari Kepala akta, akan tetapi merupakan bagian dari Badan akta (Pasal 38 ayat (3) huruf a), dan dalam PJN bahwa Badan akta memuat isi akta yang sesuai dengan keinginan atau permintaan para pihak atau para penghadap. 391
Di dalam PJN tidak diatur mengenai akta notaris harus mencantumkan judul. Jika di dalam akta tercantum judulnya, maka termasuk dalam Kepala atau Awal akta. Dalam praktek notaris judul sudah merupakan keharusan, karena judul mencerminkan isi akta. Ibid., h. 215.
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
247
Adanya perubahan mengenai pencantuman identitas para pihak atau penghadap yang semula dalam PJN yang merupakan bagian Kepala atau kemudian dalam Pasal 38 ayat (3) huruf b UUJN identitas para pihak atau para penghadap diubah menjadi bagian dari Badan akta menimbulkan kerancuan dalam menentukan isi akta, sehingga muncul penafsiran bahwa identitas para pihak dalam akta merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan isi akta.392 Pencantuman identitas para pihak merupakan bagian dari formalitas akta notaris, bukan bagian dari materi atau isi akta.393 Dengan demikian Pasal 38 ayat (2) dan (3) UUJN telah mencampur adukkan antara komparisi dan isi akta.394 Bahwa akta notaris wajib dibuat dalam bentuk yang sudah ditentukan oleh undang-undang. Hal ini merupakan salah satu karakter akta notaris, oleh karena itu kerangka akta notaris harus terdiri dari:395 1. Kepala atau Awal Akta, yang memuat: a. judul akta;396 b. nomor akta; c. pukul, hari, tanggal, bulan dan tahun; dan 392
Habib Adjie VI, Op. Cit., h. 40. Ibid. 394 Dalam PJN, kerangka akta terdiri dari: 1. judul dari akta; 2. keterangan-keterangan dari notaris mengenai para penghadap atau atas permintaan siapa dibuat berita acara atau lazim dinamakan Komparisi; 3. keterangan pendahuluan dari para penghadap (jika ada) atau lazim dinamakan Premisse; 4. isi akta itu sendiri, berupa syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan dari perjanjian yang disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan; 5. penutup dari akta, yang biasanya didahului oleh perkataan-perkataan “maka akta ini” dan seterusnya atau “akta ini dibuat” dan seterusnya. G. H. S. Lumban Tobing, Op. Cit., h. 214. 395 Lihat Pasal 38 UUJN. 396 Judul harus mencerminkan dari substansi akta dan tidak multitafsir. 393
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
248
d. nama lengkap dan tempat kedudukan notaris, dan wilayah jabatan notaris397; e. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan/atau orang yang mereka wakili; f. keterangan mengenai kedudukan bertindak menghadap398; g. nama lengkap, tempat tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan, kedudukan, dantempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal. 2. Badan akta; memuat kehendak dan keinginan dari para pihak yang berkepentingan yang diterangkan atau dinyatakan di hadapan notaris atau
397
Notaris berkedudukan di daerah Kabupaten atau Kota (Pasal 18 ayat (1) UUJN), dan mempunyai wilayah jabatan propinsi dari tempat kedudukannya (Pasal 18 ayat (2) UUJN). 398 Tindakan menghadap dapat berupa: 1. untuk diri sendiri; 2. selaku kuasa; 3. selaku orang tua yang menjalankan kekuasaan orang tua untuk anaknya yang belum cukup umur; 4. selaku wali; 5. selaku pengampu; 6. kurator (kepailitan); 7. dalam jabatannya. Tindakan menghadap ini dalam praktek lazim disebut Komparisi. Komparisi adalah tindakan atau kedudukan pihak dalam atau untuk membuat dan menandatangani akta. Komparisi terdiri dari: 1. identitas para pihak yang membuat akta. 2. kedudukan para pihak dalam melakukan tindakan. 3. dasar kedudukan tersebut. 4. cakap (rechtsbekwaamheid) dan berwenang (rechtsbevoegheid) untuk melakukan tindakan hukum (rechtshandelingen) yang akan disebutkan/dicantumkan dalam akta. 5. para pihak memiliki hak untuk melakukan suatu tindakan yang akan dicantumkan dalam kontrak/perjanjian. Bentuk Komparisi: a. untuk diri sendiri. b. selaku kuasa. c. dalam jabatan/kedudukan (badan usaha/sosial/pemerintahan/badan keagamaan/badan lain). d. menjalankan kekuasaan sebagai orang tua. e. sebagai wali. f. sebagai pengampu. g. pendewasaan. h. Perwakilan sukarela. Habib Adjie VI. Op. Cit., h. 43-44.
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
249
keterangan-keterangan dari notaris mengenai hal-hal yang disaksikannya atas permintaan yang bersangkutan. 3. Penutup atau akhir akta, yang memuat: a. uraian tentang pembacaan akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf I atau Pasal 16 ayat (7); b. uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau penerjemahan akta bila ada; c. nama lengkap, tempat kedudukan dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi akta, dan d. uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan, atau penggantian. Akta notaris sebagai alat bukti agar mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, jika seluruh ketentuan prosedur atau tata cara pembuatan akta dipenuhi, dibuat dihadapan notaris dan dalam bentuk yang ditentukan UUJN serta apabila ada prosedur yang tidak dipenuhi dan dapat dibuktikan, maka akta tersebut dengan proses pengadilan atau putusan hakim, dapat dinyatakan batal, batal demi hukum atau akta tersebut terdegradasi sebagai akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan. Jika sudah berkedudukan seperti itu, maka nilai pembuktiannya diserahkan kepada hakim. Berdasarkan ketentuan Pasal 54 UUJN, notaris hanya dapat memperlihatkan atau memberitahukan isi akta, Grosse akta, Salinan akta atau
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
250
Kutipan akta kepada orang yang berkepentingan langsung pada akta, ahli waris atau orang yang memperoleh hak, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan. Dari ketentuan tersebut, pemberian Grosse, Salinan atau Kutipan akta kepada orang yang berkepentingan langsung pada akta, ahli waris atau hal lain seperti yang ditentukan dalam pasal tersebut, jelas bahwa hal tersebut bukan hanya merupakan kewenangan notaris, akan tetapi merupakan kewajiban dari notaris, dan bilamana hal tersebut dilanggar oleh notaris yang bersangkutan, maka dapat dikenakan sanksi seperi yang diatur dalam Pasal 85 UUJN, bahkan menurut penulis notaris yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi ganti rugi, biaya dan bunga bilamana hal tersebut membuat kerugian kepada pihak lain. Pasal 54 UUJN mempunyai hubungan yang erat dengan Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 16 ayat (1) huruf e UUJN, mengenai sumpah jabatan dan kewajiban merahasiakan mengenai akta yang dibuatnya dan keterangan yang diperoleh dari penghadap guna pembuatan akta tersebut. Dari ketentuan tersebut, dengan jelas diketahui, bahwa tidak semua orang diperkenankan untuk melihat atau mengetahui isi akta-akta yang dibuat oleh notaris. Pasal 54 UUJN memberikan pengecualian, bahwa orang-orang yang berkepentingan langsung pada akta, ahli waris 399 , atau orang yang memperoleh hak, dapat memperoleh Grosse akta, Salinan akta atau Kutipan akta. Selain apa yang ditentukan oleh Pasal 54 tersebut, juga dapat dimasukkan mengenai kewajiban notaris untuk menyampaikan kepada Daftar
399
Tesis
Lihat Pasal 1870 BW.
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
251
Pusat Wasiat pada Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia tiap-tiap bulan mengenai surat-surat wasiat yang dibuat di hadapan notaris 400 , hal tersebut menurut penulis juga merupakan pengecualian dari ketentuan yang melarang notaris untuk memberitahukan isi akta, selain kepada orang-orang yang dimaksud di atas. Perbandingan dengan Wet op het Notarisambt 1999 Belanda, menentukan pihak-pihak siapa saja yang dapat diberikan Groose akta, Salinan akta dan Kutipan akta, ditentukan dalam Pasal 49 Wet op het Notarisambt 1999, yang berbunyi: (1) Voor zover bij of krachtens de wet niet anders is bepaald, geeft de notaris van de tot zijn protocol behorende notariële akten: a. afschriften, uittreksels en grossen uit aan partijen bij de akte en aan degenen die een recht ontlenen aan de akte indien de gehele inhoud van de akte van rechtstreeks belang is voor dat recht; b. al dan niet in executoriale vorm uitgegeven uittreksels uit aan degenen die aan een deel van de inhoud van de akte een recht ontlenen, doch alleen voor wat betreft dat gedeelte van de akte dat rechtstreeks van belang is voor dat recht; c. afschriften, uittreksels en grossen uit aan de rechtverkrijgenden onder algemene titel van de onder a en b genoemde partij of rechthebbende. Het uittreksel moet woordelijk gelijkluidend zijn met de overgenomen gedeelten van de akte. Het moet het hoofd en het slot van de akte vermelden en tot slot hebben de woorden: Uitgegeven voor woordelijk gelijkluidend uittreksel. (2) Onder degene die een recht ontleent aan de inhoud van de akte als bedoeld in het eerste lid, onder a en b, wordt mede begrepen degene die door een uiterste wilsbeschikking een erfrechtelijke aanspraak heeft verloren, doch slechts ten aanzien van het desbetreffende onderdeel van die wilsbeschikking. (3) Van de niet tot zijn protocol behorende akten en stukken mag de notaris afschriften en uittreksels uitgeven aan degenen die over de akte of het stuk beschikken.
400
Tesis
Pasal 16 ayat (1) huruf I UUJN.
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
252
(4) Degene die op grond van dit artikel recht heeft op een afschrift, uittreksel of grosse, kan ook inzage in de akte of het desbetreffende gedeelte van de akte verlangen. Dari ketentuan Wet op het Notarisambt 1999 tersebut, jelas dinyatakan bahwa mereka yang berkepentingan terhadap akta atau orang-orang yang memperoleh hak, yang dapat mengetahui isi akta dan memperoleh Grosse akta, Salinan akta, dan Kutipan akta seperti halnya yang ditentukan di dalam Pasal 54 UUJN. a. Minuta akta Minuta akta adalah asli akta notaris.401 Pengertian Minuta dalam hal ini dimaksudkan akta asli yang disimpan dalam protokol notaris. Dalam Minuta ini juga tercantum asli tanda tangan, paraf para penghadap atau cap jempol tangan kiri dan kanan, para saksi dan notaris, renvooi402, dan buktibukti lain yang untuk mendukung akta yang dilekatkan pada Minuta akta tersebut. Akta dalam bentuk In Minuta wajib disimpan oleh notaris403, diberi nomor bulanan dan dimasukan ke dalam buku daftar akta notaris (reportorium) serta diberi nomor reportorium. Semua akta notaris wajib dibuat dalam bentuk Minuta akta dan menyimpannya sebagai bagian dari protokol notaris sebagaimana ditentukan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b UUJN, namun ketentuan tersebut tidak berlaku bilamana notaris membuat akta dalam bentuk originali, yang akan diuraikan selanjutnya. Asli akta notaris tersebut berada dalam penyimpanan 401
Pasal 1 angka 8 UUJN. Renvooi berarti penunjukan, ialah penunjukan kepada catatan di sisi akta tentang tambahan, coretan dan penggantian yang disahkan. R. Soegondo Notodisoerjo, Op. Cit., h. 175. 403 Pasal 16 ayat (1) huruf b dan ayat (2) UUJN. 402
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
253
notaris dan tidak boleh dikeluarkan atau dengan kata lain, Minuta akta adalah asli akta notaris yang diperuntukkan untuk berada dalam protokol notaris. Akta notaris ada yang dibuat dalam bentuk Minuta (In Minuta) dapat dibuatkan salinannya yang sama bunyinya atau isinya sesuai dengan permintaan para penghadap, orang yang memperoleh hak atau para ahli warisnya, kecuali ditentukan lain oleh perundang-undangan 404 oleh notaris yang bersangkutan atau pemegang protokolnya.405 Minuta akta, dengan demikian mempunyai arti sebagai akta yang mempunyai tujuan atau kegunaan (bestemming) untuk berada dalam penyimpanan notaris. Jadi undang-undang memerintahkan kepada notaris, sebagai suatu ketentuan umum, untuk membuat akta dalam bentuk Minuta dengan tujuan untuk disimpan. Dan bilamana notaris melanggar ketentuan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b tersebut, maka notaris tersebut dapat diberikan sanksi berupa teguran lisan, teguran tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat atau pemberhentian dengan tidak hormat, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 85 UUJN. Sebagaimana telah diuraikan di atas, bahwa dikenal pula akta notaris yang dalam bentuk originali atau Acte Brevet, artinya semua tanda tangan, paraf dan catatan pinggir (renvooi) tercantum dalam akta, dan dalam akta Originali hanya dibuat sebanyak yang dibutuhkan, misalnya kalau dibuat 4 (empat) rangkap, maka hanya sebanyak itu saja yang diberikan, dan notaris 404
Pasal 54 UUJN menegaskan notaris hanya dapat memberikan, memperlihatkan, atau memberitahukan isi akta, Grosse Akta, Salinan Akta atau Kutipan Akta, kepada orang yang berkepentingan langsung pada akta, ahli waris, atau orang yang memperoleh hak, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan. 405 Hal ini merupakan salah satu kewajiban notaris (Pasal 16 ayat (1) huruf c UUJN).
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
254
tidak wajib untuk menyimpan (atau mengarsipkan) akta dalam bentuk Orginali 406 ke dalam bundel akta notaris bulanan, meskipun diberi nomor bulanan dan dimasukan ke dalam buku daftar akta notaris (Reportorium) serta diberi nomor reportorium. Akta dalam originali tidak dapat diberikan salinan atau turunan. Wewenang yang diberikan Pasal 16 ayat (2) kepada notaris untuk membuat akta dengan peruntukan untuk diberikan dalam bentuk originali adalah suatu fasilitas yang dapat dipergunakan oleh para penghadap, apabila mereka menghendaki sedemikian, namun terbatas pada akta-akta yang disebutkan pada Pasal 16 ayat (3) UUJN. Selain akta-akta tersebut, notaris wajib membuatnya dalam bentuk Minuta akta. Kepentingan
penghadap
untuk
mempergunakan
fasilitas
yang
diberikan oleh Pasal 16 ayat (2), ialah apabila yang bersangkutan membutuhkannya dengan segera untuk suatu keperluan, sebab tidak mempunyai cukup waktu apabila dibuatkan dalam bentuk Minuta karena tentunya harus menunggu lagi untuk dibuatkan salinannya. Namun ada kelemahan terhadap pembuatan akta dalam bentuk originali, dimana aslinya diberikan kepada penghadap yang bersangkutan. Apabila misalnya akta yang yang dibuat dalam bentuk originali tersebut hilang atau rusak, maka yang penghadap yang bersangkutan tidak dapat meminta salinannya dari notaris, oleh karena tidak ada Minuta yang disimpan oleh notaris, sehingga dengan demikian harus dibuat lagi akta yang
406
Tesis
Pasal 16 ayat (2) UUJN.
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
255
baru. Berdasarkan kenyataan ini, maka di dalam praktek pembuatan akta dalam bentuk originali jarang dilakukan. Sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (3), (4) dan (5) UUJN, notaris berwenang untuk membuat akta dalam bentuk akta originali secara terbatas, yaitu: 1. Akta originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah akta: a. Pembayaran uang sewa, bunga, dan pensiun, b. Penawaran pembayaran tunai, c. Protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga, d. Akta Kuasa, e. Keterangan kepemilikan, atau f. Akta lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan. 2. Akta originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibuat lebih dari 1 (satu) rangkap, ditandatangani pada waktu, bentuk, dan isi yang sama, dengan ketentuan pada setiap akta tertulis kata-kata “berlaku sebagai satu dan satu berlaku untuk semua”. 3. Akta originali yang berisi kuasa yang belum diisi nama pemberi kuasa hanya dapat dibuat dalam rangkap 1 (satu) rangkap. Secara imperatif UUJN juga tidak melarang, jika ada akta notaris yang dibuat dalam bentuk originali turut diarsipkan atau disimpan oleh notaris yang kemudian dibundel dengan akta dalam bentuk Minuta. Menurut Habib Adjie407, lebih baik jika akta dalam bentuk originali diarsipkan oleh notaris,
407
Tesis
Habib Adjie I, Op. Cit., h. 46.
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
256
karena di samping diberi nomor bulanan dan dimasukan ke dalam reportorium, juga untuk menjaga kemungkinan jika suatu saat akta originali tersebut hilang oleh para pihak sendiri, jika ada arsipnya atau disimpan oleh notaris akan mempermudah untuk pembuktian di kemudian hari. Agar dapat diarsipkan, misalnya jika dibuat rangkap 4 (empat), maka 1 (satu) rangkap untuk disimpan oleh notaris. Jika akta originali dibutuhkan tambahan lebih dari yang dibuat, dan jika sudah disimpan dalam bundel Minuta, maka notaris dapat membuat kopi asli dari akta tersebut yang disalin kata demi kata.408 Notaris wajib untuk menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta, dan jika jumlah akta tidak dapat dimuat dalam 1 (satu) buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari 1 (satu) buku, dan mencatat jumlah Minuta akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku.409 Sampul dari buku atau bundel akta itu harus dicantumkan jumlah Minuta yang disimpan di dalamnya, dengan tidak menyebut tentang akta yang dibuat dalam bentuk originali. Hal tersebut dapat dipahami, oleh karena akta yang dibuat dalam originali diserahkan kepada yang berkepentingan, sehingga notaris tidak mungkin dapat menyimpan dan menyatukannya dalam buku atau bundel yang bersangkutan.
408
Dalam praktik tindakan seperti ini disebut Copy Collatione. Tindakan hukum notaris membuat Copy Collatione ini sudah jarang dilakukan, para notaris lebih praktis memfotocopy akta In Originali tersebut, kemudian ditandatangani notaris dan diberi cap/stempel dan kalimat fotocopy ini sesuai dengan aslinya. Tindakan hukum notaris seperti tersebut, tidak diatur dalam UUJN, tapi Pasal 15 ayat (2) huruf c hanya mengatur mengenai membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan. Ibid., 47. 409 Pasal 16 ayat (1) huruf UUJN.
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
257
Namun di dalam praktek para notaris, adalah merupakan suatu kebiasaan untuk menjahitkan juga dalam “minuttenbundel” suatu tembusan (yang dibuat bersamaan dengan akta dalam originali), yang tidak ditanda tangani dari akta yang dibuat dalam originali itu. 410 Hal tersebut dilakukan dengan maksud agar dapat diketahui dengan mudah, apakah di dalam bulan yang bersangkutan oleh notaris ada dibuat akta dalam originali, walaupun hal tersebut juga dapat diketahui dari reportorium yang ada pada notaris tersebut. Kewajiban mengenai mengumpulkan dan membukukan akta-akta dalam 1 (satu) atau lebih buku yang berlaku bagi notaris, juga berlaku bagi notaris Pengganti. Berdasarkan kenyataan, bahwa notaris pengganti itu menjalankan kantor dari notaris yang digantikannya untuk sementara waktu, maka UUJN menentukan, bahwa apabila oleh notaris yang digantikannya untuk sementara waktu itu telah ada dibuat 1 (satu) akta atau lebih dalam bulan pada waktu mana terjadi penggantian, maka notaris pengganti itu harus memberi nomor untuk akta pertama dibuatnya nomor berikut sesudah nomor akta yang terakhir yang telah dibuat oleh notaris yang digantinya untuk sementara itu. 411 Apabila penggantian itu terjadi bertepatan pada tanggal 1 (satu) dari suatu bulan, dengan sendirinya dalam hal itu notaris pengganti yang bersangkutan akan memulai akta yang dibuatnya dengan akta nomor 1 (satu). b. Salinan akta Salinan Akta adalah salinan kata demi kata dari seluruh akta dan pada bagian bawah salinan akta tercantum frasa “diberikan sebagai salinan yang 410 411
Tesis
G. H. S. Lumban Tobing, Op. Cit., h. 236. Ibid., h. 237.
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
258
sama bunyinya”. 412 Salinan akta dapat diberikan bilamana ada akta yang dibuat Minutanya (In Minuta) yang sama bunyinya. Dalam praktek notaris ditemukan juga istilah Turunan. Baik Turunan Akta maupun Salinan Akta mempunyai pengertian yang sama, artinya berasal dari Minuta Akta. Agar sesuai dengan UUJN, sebaiknya digunakan saja istilah Salinan Akta. Kekuatan pembuktian dari surat atau alat bukti tertulis terletak pada aslinya (Pasal 1888 BW, Pasal 301 Rbg). Undang-Undang hanyalah mengatur kekuatan pembuktian dari salinan akta, sehingga ketentuan pembuktian dari salinan surat-surat lainnya diserahkan kepada pertimbangan hakim. Salinan suatu akta mempunyai kekuatan pembuktian sepanjang sesuai dengan aslinya (Pasal 1888 BW, Pasal 301 Rbg). Hakim berwenang untuk memerintahkan kepada pihak yang bersangkutan untuk mengajukan akta aslinya di muka persidangan. Apabila akta aslinya sudah tidak ada lagi, maka kekuatan pembuktiannya diserahkan kepada hakim (Pasal 1889 BW, Pasal 302 Rbg). c. Kutipan akta Kutipan akta adalah kutipan kata demi kata dari satu atau beberapa bagian dari akta dan pada bagian bawah kutipan akta tercantum frasa “diberikan sebagai kutipan”. 413 Kutipan juga dapat disebut sebagai turunan dari sebagian akta, jadi merupakan turunan yang tidak lengkap.414 Kutipan ini diambil dari sebagian Minuta akta pengkutipan dilakukan sesuai dengan permintaan yang pihak bersangkutan, dalam arti bagian mana yang harus dikutip. Dalam akta dan akhir akta tetap harus ada. Kutipan dari Minuta akta 412
Pasal 1 angka 9 UUJN. Pasal 1 angka 10 UUJN. 414 R. Soegondo Notodisoerjo, Op. Cit., h. 61. 413
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
259
tersebut ditempatkan pada isi akta, dan pada akhir kata dituliskan “diberikan sebagai kutipan”. Kepala dan Penutup akta, juga harus dimuat dalam kutipan itu, termasuk semua tanda tangan dan pemberitahuan mengenai semua orang, jabatan dan kedudukan mereka yang ikut bertindak dalam akta. Sepanjang mengenai tanda tangan ini terbatas pada tanda tangan dari para penghadap yang bertindak dalam soal yang menjadi pokok dari kutipan itu.415 d. Grosse akta Grosse akta adalah salah satu salinan akta untuk pengakuan utang dengan kepala akta “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”, yang mempunyai kekuatan eksekutorial. 416 Grosse akta pengakuan utang dipersamakan dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang berkaitan dengan pengakuan hutang yang dibuat dengan akta yang dibuat di hadapan notaris, dengan demikian kreditor tak perlu melakukan gugatan kepada debitor, tetapi cukup menyodorkan Grosse aktanya dan ia (kreditor) sudah cukup dianggap sebagai orang yang menang perkara tagihan yang disebutkan dalam Grosse akta yang bersangkutan.417 Bahwa untuk melakukan suatu eksekusi terhadap pihak debitor tidak selalu diperlukan keputusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, akan tetapi eksekusi juga dapat dilakukan melalui suatu akta otentik, dimana di dalamnya ditetapkan adanya suatu tuntutan (aanspraak), 415
G. H. S. Lumban Tobing, Op. Cit., h. 282. Pasal 1 angka 11 dan 55 ayat (2) dan (3) UUJN. 417 J. Satrio, Parate Eksekusi Sebagai Sarana Mengatasi Kredit Macet, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, h. 9. (Selanjutnya disebut J. Satrio I). 416
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
260
dapat digunakan untuk melakukan eksekusi. Penetapan suatu hak untuk melakukan suatu eksekusi dalam akta otentik, yang dibuat di hadapan pejabat umum, yang berdasarkan ketentuan undang-undang berwenang untuk itu, akta yang dibuat dalam bentuk yang ditetapkan oleh undang-undang, memberikan jaminan kepercayaan untuk dipersamakan kekuatan eksekutorialnya dengan putusan hakim. Walaupun tanpa putusan pengadilan, hukum tanpa memberikan perlindungan kepada para pihak dengan mengangkat suatu pejabat, dimana salah satu kewenangan pejabat tersebut adalah berupa akta otentik yang mempunyai kekuatan eksekutorial. Akta notaris, dari mana tidak terlihat adanya
suatu
hak
(aanpraak)
yang
dapat
segera
dilaksanakan
(verwezenkelijken) terhadap seseorang (misalnya yang tidak menyatakan adanya suatu tagihan yang telah dapat ditagih seketika), sebagaimana halnya juga dengan suatu putusan hakim yang tidak mengandung hal atau kenyataan sedemikian, juga tidak dapat dilaksanakan (niet voor tenuitvoerlegging vatbaar).418 C. W. Star Busman419 menyatakan: “Akan tetapi tidak ada alasan untuk mengadakan pembatasan, bahwa hanya akta notaris yang memuat perikatan untuk melunasi suatu jumlah uang yang dapat dipergunakan untuk eksekusi (misalnya karena pinjaman, jual beli, borgtocht, dan sebagainya). Pasal 436 (Pasal 440 BW) mempersamakan akta otentik dengan putusan hakim. Dengan demikian sepanjang suatu putusan hakim dapat dieksekusi untuk tujuan lain selain untuk menagih hutang uang, maka akta notaris juga dapat dipergunakan untuk itu. Juga Pasal 436 (Pasal 440 BW) tidak mengadakan pembatasan, bahwa besarnya jumlah uang yang 418 419
Tesis
G. H. S. Lumban Tobing, Op. Cit., h. 254. C. W. Star Busman dalam Ibid., h. 254-255.
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
261
terutang harus ternyata dari akta itu, akan tetapi cukup apabila akta itu memberi petunjuk, dengan jalan bagaimana yang mengikat bagi kreditor berdasarkan akta itu, sebagaimana misalnya pada pemberian hipotek dipersyaratkan, bahwa debitor sepanjang mengenai besarnya jumlah yang terutang, harus menerima pembukuan dari pemberi kredit penetapan jumlah yang terutang itu.” Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa tidak hanya akta pengakuan utang saja yang dapat diberikan Grosse akta. Pitlo420 mengatakan, bahwa notaris berwenang atas permintaan dari yang yang langsung berkepentingan untuk memberikan kepadanya Grosse dari aktanya. Grosse dari akta notaris mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan Grosse putusan hakim. Dengan demikian tidak hanya tagihan berupa uang yang dapat dieksekusi berdasarkan Grosse akta notaris, akan tetapi juga tuntutan (vorderingen) lain, misalnya tuntutan untuk menyerahkan barang bergerak. Dalam hal ini Pasal 55 ayat (2) UUJN telah membatasi pengeluaran Grosse akta, yaitu hanya untuk Grosse akta pengakuan hutang saja. Contoh beberapa titel yang dapat diberikan Grossenya untuk dieksekusi, yakni:421 a. Perjanjian jual beli dari barang-barang tidak bergerak dan bergerak, yang harga penjualannya seluruhnya atau sebagian belum dilunasi. b. Perjanjian sewa-menyewa mengenai barang tidak bergerak dan bergerak, yang sewanya tidak langsung dibayar lunas. c. Surat wasiat yang mengenai hibah wasiat berupa uang yang masih harus dibayarkan.
420 421
Tesis
A. Pitlo dalam Ibid. Ibid.
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
262
d. Perjanjian pemborongan yang harga borongannya seluruhnya atau sebagian belum dibayar. e. Pemisahan dan pembagian yang mengenai pembayaran karena kelebihan pembagian yang belum diperhitungkan dan karenanya masih terutang. f. Akta pendirian persekutuan, perseroan di bawah forma atau perseroan terbatas, apabila peseronya mengikat diri untuk memasukan uang dalam perseroan dalam jangka waktu yang ditentukan. g. Akta borgtocht (jaminan). Dalam hukum acara perdata, alat bukti yang sah atau yang diakui oleh hukum terdiri dari:422 a. bukti tulisan; b. bukti dengan saksi-saksi; c. persangkaan-persangkaan; d. pengakuan; e. sumpah. Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan otentik maupun dengan tulisan-tulisan di bawah tangan. 423 Tulisan-tulisan otentik berupa akta otentik, yang dibuat dalam bentuk yang sudah ditentukan oleh undang-undang, dibuat di hadapan pejabat-pejabat (pegawai umum) yang diberi wewenang dan di tempat di mana akta tersebut dibuat. 424 Tulisan di bawah tangan atau disebut juga akta di bawah tangan dibuat dalam bentuk yang tidak ditentukan oleh undang-undang, tanpa perantara atau tidak di 422
Pasal 138, 165, 167 HIR, Pasal 285 – 305 Rbg, Pasal 1867 – 1894 BW. Pasal 1867 BW. 424 Pasal 1868 BW. 423
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
263
hadapan Pejabat Umum yang berwenang.425 Baik akta otentik maupun akta di bawah tangan dibuat dengan tujuan untuk dipergunakan sebagai alat bukti. Menurut M. Ali Boediarto426, akta PPAT dikategorikan sebagai akta otentik, meskipun sampai saat ini belum ada perintah undang-undang yang mengatur mengenai PPAT. Demikian pula menurut Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, putusan tanggal 22 Maret 1972, Nomor 937 K/Sip/1970, bahwa akta jual beli tanah yang dilaksanakan di hadapan PPAT dianggap sebagai bukti surat yang mempunyai kekuatan bukti yang sempurna. Akta otentik merupakan alat bukti tertulis sebagaimana diatur dalam Pasal 138, 165, 167 HIR, Pasal 164, 285-305 Rbg dan Pasal 1867 – 1894 BW. Alat bukti tertulis atau bukti surat adalah segala sesuatu yang memuat tandatanda bacaan yang dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati atau untuk menyampaikan
buah
pikiran
seseorang
dan
dipergunakan
sebagai
pembuktian. 427 Dengan demikian maka segala sesuatu yang tidak memuat tanda-tanda bacaan, atau meskipun memuat tanda-tanda bacaan, akan tetapi tidak mengandung buah pikiran, tidaklah termasuk dalam pengertian alat bukti tertulis atau surat. Sepucuk surat yang berisikan curahan hati yang diajukan di muka sidang pengadilan ada kemungkinannya tidak berfungsi sebagai alat bukti tertulis atau surat (geschrift, writings), tetapi sebagai benda untuk menyakinkan (demonstrative evidence, overtuigingsstukken) saja, karena bukan kebenaran isi atau bunyi surat itu yang harus dibuktikan atau digunakan
425
Pasal 1874 BW. M. Ali Boediarto, Op. Cit., h. 146. 427 Sudikno Mertokusumo I, Op. Cit., h. 205. 426
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
264
sebagai bukti, melainkan eksistensi surat itu sendiri menjadi bukti sebagai barang yang dicuri, misalnya.428 Surat sebagai alat bukti tertulis, sebagaimana yang telah dibahas di atas, dibagi atas 2 (dua) yaitu surat yang berupa akta yang terbagi atas 2 (dua) yaitu akta otentik dan akta di bawah tangan, dan surat yang berupa surat-surat lainnya yang bukan akta. Akta adalah surat sebagai alat bukti, yang diberi tanda tangan429, yang memuat suatu peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian. Fungsi tanda tangan tidak lain adalah untuk memberi ciri atau untuk mengindividualisir sebuah akta.430 Dipersamakan dengan tanda tangan pada suatu akta di bawah tangan ialah sidik jari (cap jari atau cap jempol) yang dikuatkan dengan suatu keterangan yang diberi tanggal oleh seorang notaris atau pejabat lain yang ditunjuk oleh undang-undang, yang menyatakan bahwa ia mengenal orang yang membubuhkan sidik jari atau orang itu diperkenalkan kepadanya, dan bahwa isi akta itu telah dibacakan dan dijelaskan kepadanya, kemudian sidik jari itu dibubuhkan pada akta di hadapan pejabat tersebut sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1874 BW.431 Pengesahan sidik jari ini lebih dikenal dengan waarmerking atau pendaftaran sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya.
428
Ibid. Surat-surat yang ditandatangani oleh orang-orang yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum, tidak dapat diajukan sebagai alat bukti. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 499 K/Sip/1970, tanggal 4 Februari 1970. 430 Sudikno Mertokusumo I, Op. Cit., h. 206. 431 Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1964, tanggal 30 April 1964, bahwa surat kuasa dapat dibuat tangan saja asal sidik jari (cap jempol) dari si pemberi kuasa disahkan (dilegalisasi) oleh Kepala Pengadilan Negeri, Bupati atau Wedana. 429
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
265
Pada waarmerking, akta tersebut terlebih dahulu dibuat dan telah ditandatangani atau diberi tanda jempol (cap jempol) oleh para pihak di luar kehadiran atau pengetahuan notaris. Notaris tersebut tidak tahu kapan akta tersebut dibuat, ditandatangani dan siapa yang menandatanganinya. Jadi tidak ada jaminan kepastian tentang tanggal penandatanganannya dan siapa yang menandatangani atau memberi tanda jempol. Para pihak sendiri yang menetapkan isi dan menandatangani, sedang notaris hanya memberi nomor pendaftarannya dan mendaftarkannya dalam buku daftar surat di bawah tangan yang di daftar. Waarmerking berbeda dengan legalisasi. Legalisasi merupakan pengesahan akta di bawah tangan, dibacakan oleh notaris dan ditandatangani di hadapan notaris, untuk menjamin kepastian tanggal dari akta yang bersangkutan. Para penghadap yang mencantumkan tanda tangannya telah dikenal oleh notaris atau diperkenalkan kepada notaris tersebut. Notaris menjelaskan isi akta di bawah tangan tersebut kepada para penghadap, kemudian mereka menandatangani atau memberi tanda jempol di hadapan notaris tersebut, kemudian notaris akan memberi nomor dan mendaftarnya ke dalam buku daftar legalisasi yang telah disiapkan di kantor notaris. Alat bukti tertulis yang diajukan di pengadilan dalam acara perdata harus dibubuhi materai yang cukup sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 13 Tahun tentang Bea Materai, Lembaran Negara tahun 1985 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 3313 (selanjutnya disebut UndangUndang Bea Materai). Pasal 2 ayat (1) huruf a Undang-Undang Bea Materai menentukan bahwa surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
266
dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat bukti mengenai suatu perbuatan kenyataan atau keadaan yang bersifat hukum perdata, wajib untuk dibubuhi materai yang cukup.432 Namun tidak berarti bahwa materai merupakan salah satu syarat sahnya perjanjian. Perjanjian tetap sah meskipun tidak dibubuhi oleh materai.433 Surat yang semula tidak dibubuhi materai, dan kemudian akan digunakan sebagai alat bukti di pengadilan perdata, maka haruslah dibubuhi dengan materai dengan cara dilakukan pemateraian kemudian atau nazegeling, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 10 Undang-Undang Bea Materai. Menurut Sudikno Mertokusumo434: “Secara teoritis, yang dimaksud dengan akta otentik adalah surat atau akta yang sejak semula dengan sengaja secara resmi dibuat untuk pembuktian. Sejak semula dengan sengaja berarti bahwa sejak awal dibuatnya surat itu tujuannya adalah untuk pembuktian di kemudian hari kalau terjadi sengketa. Sebab ada surat yang tidak sengaja dibuat sejak awal sebagai alat bukti seperti surat korespondensi biasa, surat cinta dan sebagainya. Dikatakan secara resmi karena tidak dibuat secara di bawah tangan”. Black’s Laws Dictionary memberikan beberapa pengertian yang tidak terpisahkan atau saling terkait mengenai akta, khususnya akta otentik, yaitu:435 To certify means to aunthenticate a thing in writing, to attest as being true. To attest means: a. to bear witness to a act; b. to affirm to be true or genuine;
432
Mengenai tarif bea meterai lihat Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Tarif Bea Materai, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 3950. 433 Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 589 K/Sip/1970, tanggal 13 Maret 1971, berpendapat bahwa surat bukti yang tidak diberi materai tidak merupakan alat bukti yang sah. 434 Sudikno Mertokusumo I, Op. Cit., h. 211. 435 Henry Campbell Black, Op. Cit., h. 231
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
267
c. to certify to the verity of a copy of a public document formally by signature. Aunthentic is genuine, true, real, reliable, trustworthy, having the character and authority of an original. Dari pengertian yang diberikan oleh Black’s Laws Dictionary diatas, maka dapat diketahui bahwa akta otentik merupakan suatu surat, dokumen, ataupun alat yang menyatakan kebenaran suatu perbuatan hukum yang dituangkan ke dalam surat tersebut adalah benar adanya dan bersifat otentik. Menurut Pasal 1868 BW, suatu akta otentik adalah akta yang bentuknya ditentukan oleh undang-undang dan dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat mana akta dibuatnya.
Mengenai
syarat
keabsahan
akta
otentik
dan
kekuatan
pembuktiannya akan diuraikan pada pembahasan selanjutnya.
2. Syarat Keabsahan Akta Notaris sebagai Akta Otentik Notaris oleh undang-undang diberikan kewenangan untuk membuat akta atas semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang dikehendaki oleh para pihak yang sengaja datang ke hadapan notaris agar keinginan dan kehendak mereka itu dituangkan atau dikonstatir ke dalam akta otentik agar memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. Oleh karena itu notaris wajib memenuhi semua ketentuan dalam UUJN dan peraturan perundang-undangan lainnya, notaris bukan menjadi “juru tulis” semata, namun notaris perlu dan wajib mengkaji apakah keinginan penghadap untuk dinyatakan dalam akta
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
268
otentik itu, tidak bertentangan dengan UUJN dan aturan hukum yang berlaku. 436 Mengetahui dan memahami syarat-syarat otentisitas, keabsahan dan sebab-sebab kebatalan suatu akta notaris, sangat penting untuk menghindari terjadinya cacat yuridis akta notaris yang dapat mengakibatkan hilangnya otentisitas dan batalnya akta notaris itu. Akta notaris untuk dapat diakui sebagai akta otentik, tentu harus memenuhi ketentuan Pasal 1868 BW. Pasal 1868 BW merupakan sumber untuk otensitas akta notaris juga merupakan dasar hukum eksistensi akta notaris sebagai akta otentik, dengan syarat-syarat sebagai berikut: a. Akta itu harus dibuat oleh (door) atau di hadapan (ten overstaan) seorang pejabat umum. b. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, c. Pejabat umum oleh – atau di hadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai wewenang untuk membuat akta tersebut. Syarat-syarat tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: a. Akta itu harus dibuat oleh (door) atau di hadapan (ten overstaan) seorang pejabat umum. Pasal 38 UUJN mengatur mengenai Bentuk akta, tidak menentukan mengenai Sifat Akta. Dalam Pasal 1 angka 7 UUJN menentukan bahwa akta notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam UUJN, dan secara tersirat dalam 436
Dalam kaitan ini, tidak tepatlah Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 702 K/Sip/1973, tanggal 5 September 1973, yang menyatakan bahwa tugas notaris yaitu “Notaris fungsinya hanya mencatatkan/menuliskan apa-apa yang dikehendaki dan dikemukakan oleh para pihak yang menghadap notaris tersebut. Tidak ada kewajiban bagi notaris untuk menyelidiki secara materiil apa-apa (hal-hal) yang dikemukakan oleh penghadap di hadapan notaris tersebut.
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
269
Pasal 58 ayat (2) UUJN disebutkan bahwa notaris wajib membuat daftar akta dan mencatat semua akta yang dibuat oleh atau di hadapan notaris. Pembuatan akta notaris baik akta relaas maupun akta pihak, yang menjadi dasar utama atau inti dalam pembuatan akta notaris, yaitu harus ada keinginan atau kehendak (wilsvorming) dan permintaan para pihak, jika keinginan dan permintaan para pihak tidak ada, maka notaris tidak akan membuat akta yang dimaksud. Untuk memenuhi keinginan dan permintaan para pihak notaris dapat memberikan saran dengan tetap berpijak pada aturan hukum. Ketika saran notaris diikuti oleh para pihak dan dituangkan dalam akta notaris, meskipun demikian tetap bahwa hal tersebut tetap merupakan keinginan dan permintaan para pihak, bukan saran atau pendapat notaris atau isi akta merupakan perbuatan para pihak bukan perbuatan atau tindakan notaris. Menurut Habib Adjie437, pengertian seperti tersebut di atas merupakan salah satu karakter yuridis dari akta notaris, tidak berarti notaris sebagai pelaku dari akta tersebut, notaris tetap berada di luar para pihak atau bukan pihak dalam akta tersebut. Dengan kedudukan notaris seperti itu, sehingga jika suatu akta notaris dipermasalahkan, maka tetap kedudukan notaris bukan sebagai pihak atau turut serta melakukan atau membantu para pihak dalam kualifikasi Hukum Pidana atau sebagai Tergugat atau Turut Tergugat dalam perkara perdata.
437
Tesis
Habib Adjie I, Op. Cit., h. 128
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
270
Penempatan notaris sebagai pihak yang turut serta atau membantu para pihak dalam kualifikasi membuat atau menempatkan keterangan palsu ke dalam akta otentik atau menempatkan notaris sebagai tergugat yang berkaitan dengan akta yang dibuat oleh atau di hadapan notaris, maka hal tersebut telah mencederai akta notaris dan notaris yang tidak dipahami oleh aparat hukum lainnya mengenai kedudukan akta notaris dan notaris di Indonesia. 438 Siapapun tidak dapat memberikan penafsiran lain atas akta notaris atau dengan kata lain terikat dengan akta tersebut. Menurut Habib Adjie 439 , dalam konstruksi hukum yang benar mengenai akta notaris dan notaris, jika suatu akta notaris dipermasalahkan oleh para pihak, maka: 1. Para pihak datang kembali ke notaris untuk membuat akta pembatalan atas akta tersebut, dan dengan demikian akta yang dibatalkan sudah tidak mengikat lagi para pihak, dan para pihak menanggung segala akibat dari pembatalan tersebut. 2. Jika para pihak tidak sepakat akta yang bersangkutan untuk dibatalkan, salah satu pihak dapat menggugat pihak lainnya, dengan gugatan untuk mendegradasikan akta notaris menjadi akta di bawah tangan. Setelah didegradasikan, maka hakim yang memeriksa gugatan dapat memberikan penafsiran tersendiri atas akta notaris yang sudah didegradasikan, apakah tetap mengikat para pihak atau dibatalkan? Hal ini tergantung pembuktian dan penilaian hakim. 438 439
Tesis
Ibid. Ibid., h. 128-129.
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
271
Jika dalam posisi yang lain, yaitu salah satu pihak merasa dirugikan dari akta yang dibuat notaris, maka pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan berupa tuntutan ganti rugi kepada notaris yang bersangkutan, dengan kewajiban penggugat, yaitu dalam gugatan harus dapat dibuktikan bahwa kerugian tersebut merupakan akibat langsung dari akta notaris. Dalam kedua posisi tersebut, penggugat harus dapat membuktikan apa saja yang dilanggar oleh notaris, dari aspek lahiriah, aspek formal dan aspek materil atas akta notaris. Sebagai bahan perbandingan dalam Wet op het Notarisambt 1999 Artikel 37. 1. diatur dan ditegaskan bahwa akta notaris berbentuk Partij-akte dan Proces-verbaal akte. b. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang. Ketika kepada notaris di Indonesia masih diberlakukan PJN, masih diragukan apakah akta yang dibuat tersebut telah sesuai dengan undangundang? Pengaturan pertama kali notaris Indonesia berdasarkan Instruktie voor de Notarissen Residerendein in Nederlands Indie dengan Staatsblad Nomor 11, tanggal 7 Maret 1822 440 , kemudian dengan Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesie Staatsblad 1860 Nomor 3, dan Reglement ini berasal dari Wet op het Notarisambt (1842), kemudian Reglement tersebut diterjemahkan menjadi PJN.441 Meskipun notaris di Indonesia diatur dalam bentuk Reglement, hal tersebut tidak dimasalahkan karena sejak lembaga notaris lahir di Indonesia, 440 441
Tesis
R. Soegondo Notodisoerjo, Op.Cit., h. 24-25. Tan Thong Kie II, Op. Cit., h. 362.
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
272
pengaturannya tidak lebih dari bentuk Reglement, dan secara kelembagaan dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1954 tentang Wakil Notaris dan Wakil Notaris Sementara, yang tidak mengatur mengenai bentuk akta. Setelah lahirnya UUJN keberadaan akta notaris mendapat pengukuhan karena bentuknya ditentukan oleh undang-undang, dalam hal ini ditentukan dalam Pasal 38 UUJN.442 c. Pejabat umum oleh – atau di hadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai wewenang untuk membuat akta itu. Wewenang notaris meliputi 4 (empat) hal, yaitu:443 1. Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang harus dibuat itu; Wewenang notaris dalam pembuatan akta otentik sepanjang tidak dikeluarkan kepada pihak atau pejabat lain, atau notaris juga berwenang membuat di samping dapat dibuat oleh pihak atau pejabat lain, mengandung makna bahwa wewenang notaris dalam membuat akta otentik mempunyai wewenang yang umum, sedangkan pihak lainnya mempunyai wewenang terbatas. Sebagaimana telah diuraikan di atas, bahwa Pasal 15 UUJN telah menentukan wewenang notaris. Wewenang 442
Menurut Habib Adjie, notaris dan PPAT diberi kewenangan untuk membuat Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) berdasarkan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas tanah dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Dengan menggunakan parameter Pasal 38 UUJN tersebut, maka SKMHT tidak memenuhi syarat sebagai akta notaris, sehingga notaris dalam membuat kuasa membebankan hak tanggungan tidak dapat menggunakan blangko SKMHT yang selama ini ada, tapi notaris wajib membuatnya dalam bentuk akta notaris dengan memenuhi semua ketentuan yang tercantum dalam Pasal 38 UUJN. Jika notaris dalam membuat kuasa membebankan hak tanggungan masih menggunakan blangko SKMHT, maka notaris telah bertindak di luar kewenangannya, sehingga SKMHT tersebut tidak mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta otentik, tapi hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan. Habib Adjie I, Op. Cit., hal. 129-130. 443 G. H. S. Lumban Tobing, Op. Cit., h. 49.
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
273
ini merupakan suatu batasan, bahwa notaris tidak boleh melakukan suatu tindakan di luar wewenang tersebut. Sebagai contoh apakah notaris dapat memberikan Legal Opinion (pendapat hukum) secara tertulis atas permintaan para pihak? Jika dilihat dari wewenang yang tersebut dalam Pasal 15 UUJN, pembuatan Legal Opinion ini tidak termasuk wewenang notaris. Pemberian Legal Opinion merupakan pendapat pribadi notaris yang mempunyai kapasitas keilmuan bidang hukum dan kenotarisan, bukan dalam kedudukannya menjalankan tugas jabatan sebagai notaris, sehingga jika dari Legal Opinion menimbulkan permasalahan hukum, harus dilihat dan diselesaikan tidak berdasarkan kepada tatacara yang dilakukan oleh Majelis Pengawas atau Majelis Pemeriksa yang dibentuk oleh Majelis Pengawas, tapi diserahkan kepada prosedur yang biasa, yaitu jika menimbulkan kerugian dapat digugat secara perdata. Hal ini harus dibedakan dengan kewajiban notaris dapat memberikan penyuluhan hukum yang berkaitan dengan akta yang akan dibuat oleh atau di hadapan notaris yang bersangkutan. Hal yang sama dapat terjadi ketika notaris membuat Surat Keterangan Waris (SKW)444
444
Dalam praktik notaris di Indonesia telah biasa membuat Surat Keterangan Waris (SKW) untuk mereka yang termasuk ke dalam etnis Cina. Praktek notaris seperti ini tidak pernah ada pengaturannya dalam PJN, tapi hanya merupakan kebiasaan Notaris yang sebelumnya, kemudian diikuti secara langsung oleh notaris yang datang kemudian, tanpa mencari maksud dan tujuannya, tanpa bertanya, kenapa pembuatan bukti ahli waris di Indonesia harus dibedakan berdasarkan etnis? Hal semacam ini merupakan bentuk diskriminasi dalam pembuatan bukti ahli waris. Meskipun telah menjadi kebiasaan bagi para notaris untuk membuat SKW,ternyata kebiasaan tersebut tidak dimasukkan dalam UUJN, karena tidak dimasukkan sebagai bagian dari UUJN, maka kebiasaan seperti itu sudah tidak dapat dilakukan lagi oleh para notaris. Jika notaris masih mempraktekkan seperti itu dalam pembuatan bukti waris membuktikan bahwa notaris bukan agen pembaharuan hukum, tapi mempraktekkan atau bertindak diskriminasi untuk Warga Negara
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
274
yang bukan wewenang notaris, sehingga ketika terjadi permasalahan, misalnya ada ahli waris yang tidak dimasukkan karena pihak yang menghadap notaris menyembunyikan salah satu ahli warisnya. Secara materil para ahli waris wajib bertanggungjawab, tapi bagi notaris tidak mungkin untuk mencabut atau menganulir SKW tersebut, dan dengan alasan apapun notaris tidak dapat melakukannya, karena jika dilakukan ada kemungkinan mereka yang telah ditetapkan sebagai ahli waris akan menggugat notaris yang bersangkutan ke pengadilan.445 Meskipun dalam hal ini SKW yang dibuat oleh notaris didasarkan dari bukti-bukti dan keterangan atau pernyataan para pihak yang menghadap notaris. Suatu hal yang tidak logis, jika notaris menganulir atau membatalkan SKW yang dibuatnya sendiri, karena dalam pembuatan SKW notaris harus menarik kesimpulan dan kemudian menetapkan siapa ahli waris dari siapa, dan hal ini merupakan pendapat pribadi notaris Indonesia berdasarkan etnis, dan juga pembuatan SKW tersebut termasuk suatu tindakan diluar wewenang atau tidak sesuai dengan wewenang notaris berdasakan Pasal 15 UUJN. Diskriminasi dalam pembuatan bukti sebagai ahli waris yang masih berdasarkan etnis (suku/golongan penduduk Indonesia) juga masih terdapat dalam: (a) Surat Departemen Dalam Negeri Direktorat Jenderal Agaria Direktorat Pendaftaran Tanah (Kadaster), tanggal 20 Desember 1969, Nomor Dpt/12/63/ 12/69 tentang Surat Keterangan Warisan dan Pembuktian Kewarganegaraan, dan (b) Pasal 111 ayat (1) huruf c Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Sebagai sebuah negara kesatuan, sudah saatnya diskriminasi dalam pembuatan bukti sebagai ahli waris seperti tersebut di atas untuk diakhiri, dengan mencabut aturan hukum tersebut atau untuk tidak mernberlakukan aturan hukum tersebut, karena bertentangan dengan aturan hukum yang lebih tinggi, yaitu bahwa status sebagai Warga Negara Indonesia sudah tidak lagi berdasarkan etnis (Pasal 2 dan penjelasannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan). Notaris wajib menempatkan diri sebagai satu-satunya pejabat yang dapat membuat bukti sebagai ahli waris dalam bentuk akta pihak untuk seluruh Warga Negara Indonesia tanpa berdasarkan etnis tertentu. Tindakan notaris ini sesuai dengan wewenang notaris dalam Pasal 15 ayat (1) UUJN, dan Pasal 2 dan penjelasannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, yang menegaskan bahwa yang dimaksud dengan bangsa Indonesia asli adalah orang Indonesia yang menjadi Warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewaraganegaraan negara lain atas kehendak sendiri. Habib Adjie I, Op. Cit., h. 130. 445 Ibid.
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
275
sendiri. SKW seperti ini meskipun dibuat di hadapan notaris, tidak termasuk kedalam sifat dan bentuk akta otentik, karena tidak memenuhi sifat dan bentuk akta, dan syarat akta, dari segi fungsi hanya mempunyai pembuktian dengan kualitas sebagai surat di bawah tangan, yang penilaian pembuktiannya diserahkan kepada hakim, jika hal tersebut diperiksa atau menjadi objek gugatan di pengadilan negeri.446 Hal tersebut akan berbeda jika bukti untuk para ahli waris dibuat dalam bentuk, sifat dan syarat sebagai akta otentik dalam akta pihak. Jika setelah akta untuk bukti para ahli waris dibuat berdasarkan bukti dan keterangan serta pernyataan para pihak, temyata ada salah satu ahli waris yang tidak disebutkan di dalam akta, maka hal tersebut dapat dibatalkan oleh para pihak sendiri, dengan segala akibat hukum yang telah terjadi menjadi tanggungjawab para pihak sendiri. Apabila para pihak tidak mau membatalkannya, maka mereka yang namanya tidak dimasukkan sebagai ahli waris tersebut dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri, untuk didegradasikan dan dibatalkan oleh hakim pengadilan negeri, dan kemudian hakim menetapkan sendiri siapa ahli waris dari siapa tindakan notaris di luar wewenang yang sudah ditentukan tersebut, dapat dikategorikan sebagai perbuatan di luar wewenang notaris.447 Jika menimbulkan permasalahan bagi para pihak yang menimbulkan kerugian secara materil maupun immateril dapat diajukan gugatan ke 446 447
Tesis
Ibid. Ibid.
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
276
pengadilan negeri. Untuk permasalahan seperti ini, maka Majelis Pengawas atau Majelis Pemeriksa yang dibentuk oleh Majelis Pengawas tidak perlu turut serta untuk menindaknya sesuai wewenang Majelis Pengawas notaris. Majelis Pengawas notaris dapat turut serta untuk menyelesaikanya, jika tindakan Notaris sesuai dengan wewenang notaris. Dalam pasal Wet op het Notarisamb 1999 Pasal 47.1. di tegaskan bahwa notaris Belanda berwenang untuk membuat Surat Keterangan Waris (Verklaring van Erfrecht) di bawah tangan, dan surat semacam ini mempunyai kekuatan pembuktian sebagaimana akta otentik. 2. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang (-orang) untuk keperluan siapa akta itu dibuat. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang (-orang) untuk kepentingan siapa akta itu dibuat. Meskipun notaris dapat membuat akta untuk setiap orang, tapi agar menjaga netralitas notaris dalam pembuatan akta, ada batasan, bahwa menurut Pasal 52 UUJN notaris tidak diperkenankan untuk membuat akta untuk diri, sendiri, isteri/suami atau orang lain yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan notaris, baik karena perkawinan maupun hubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah dan/atau ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam garis ke samping sampai dengan derajat ketiga, serta menjadi pihak untuk diri sendiri, maupun dalam suatu kedudukan ataupun dengan perantaraan kuasa. Mengenai orang dan untuk siapa akta dibuat, harus ada keterkaitan yang jelas, misalnya jika akan dibuat akta pengikatan jual beli yang diikuti dengan
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
277
akta kuasa untuk menjual, bahwa pihak yang akan menjual mempunyai wewenang untuk menjualnya kepada siapapun. Untuk mengetahui ada keterkaitan semacam itu, sudah tentu tentu notaris akan melihat (asli surat) dan meminta fotocopy atas indentitas dan bukti kepemilikannya. Salah satu tanda bukti yang sering diminta oleh notaris dalam pembuatan akta notaris, yaitu kartu Tanda Penduduk (KTP), dan sertipikat tanah sebagai tanda bukti kepemilikannya. Ada kemungkinan antara orang yang namanya tersebut dalam KTP dan sertifikat bukan orang yang sama, artinya pemilik sertifikat bukan orang yang sesuai dengan KTP, hal ini bisa terjadi (di Indonesia), karena banyak kesamaan nama dan mudahnya membuat KTP, serta dalam sertifikat hanya tertulis nama pemegang hak, tanpa ada penyebutan identitas lain.448 Dalam kejadian seperti itu, bagi notaris tidak menimbulkan permasalahan apapun, tapi dari segi yang lain notaris oleh pihak yang berwajib (kepolisian/penyidik) dianggap memberikan kemudahan untuk terjadinya suatu tindak pidana. Berkaitan dengan identitas diri penghadap dan bukti kepemilikannya yang dibawa dan aslinya diperlihatkan ternyata palsu, maka hal ini bukan tanggungjawab notaris, tanggungjawab diserahkan kepada para pihak yang menghadap. 3. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, di mana akta itu dibuat.
448
Tesis
Ibid., h. 132.
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
278
Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, di mana akta itu buat. Pasal 18 ayat (1) UUJN menentukan bahwa notaris harus berkedudukan di daerah kabupaten atau kota. Setiap notaris sesuai dengan kewenangannya mempunyai tempat kedudukan dan berkantor di daerah kabupaten atau kota (Pasal 19 ayat (1) UUJN). Notaris mempunyai wilayah jabatan meliputi
seluruh
wilayah
propinsi
dari tempat
kedudukannya (Pasal 19 ayat (2) UUJN). Pengertian pasal-pasal tersebut bahwa notaris dalam menjalankan tugas jabatannya tidak hanya harus berada di tempat kedudukannya, karena notaris mempunyai wilayah jabatan seluruh propinsi, misalnya notaris yang berkedudukan di Kota Surabaya, maka ia dapat membuat akta di kabupaten atau kota lain dalam wilayah Propinsi Jawa Timur. Hal ini dapat dijalankan dengan ketentuan:449 a. Notaris ketika menjalankan tugas jabatannya (membuat akta) di luar tempat kedudukannya, maka notaris tersebut harus berada di tempat akta akan dibuat. Contoh notaris yang berkedudukan di Surabaya, akan membuat akta di Mojokerto, maka notaris yang bersangkutan harus membuat dan menyelesaikan akta tersebut di Mojokerto. b. Pada akhir akta harus disebutkan tempat (kota atau kabupaten) pembuatan dan penyelesaian akta. c. Menjalankan tugas jabatan di luar tempat kedudukan notaris dalam wilayah jabatan satu propinsi tidak merupakan suatu keteraturan atau
449
Tesis
Habib Adjie I, Op. Cit., h. 133.
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
279
tidak terus-menerus (Pasal 19 ayat (2) UUJN). Ketentuan tersebut dalam praktik memberikan peluang kepada notaris untuk merambah dan melintasi batas tempat kedudukan dalam pembuatan akta meskipun bukan suatu hal yang dilarang untuk dilakukan, karena yang dilarang menjalankan tugas jabatannya di luar wilayah jabatannya atau di luar propinsi (Pasal 17 huruf a UUJN), tapi untuk saling menghormati sesama notaris di kabupaten atau kota lain lebih baik hal seperti itu untuk tidak dilakukan, berikan penjelasan kepada para pihak untuk membuat akta yang diinginkannya untuk datang menghadap notaris di kabupaten atau kota yang bersangkutan. Dalam keadaan tertentu dapat saja dilakukan, jika di Kabupaten atau kota tersebut tidak ada notaris. 4. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu. Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya harus dalam keadaan aktif, artinya tidak dalam keadaan cuti atau diberhentikan sementara waktu. Notaris yang sedang cuti, sakit atau sementara berhalangan untuk menjalankan tugas jabatannya. Agar tidak terjadi kekosongan, maka notaris yanq bersangkutan dapat menunjuk notaris pengganti (Pasal 1 angka 3 UUJN).450 Seorang notaris dapat mengangkat seorang notaris pengganti, dengan ketentuan tidak kehilangan kewenangannya dalam menjalankan tugas jabatatannya, dengan demikian dapat menyerahkan kewenangannya 450
Cuti dengan alasan tertentu, misalnya untuk berlibur atau diangkat untuk jabatan lain yang tidak bisa dirangkap dengan jabatan notaris selain jabatan PPAT, sedangkan sakit sepanjang notaris secara jasmani dan rohani masih dapat melakukan tindakan hukum secara sadar.
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
280
kepada notaris pengganti, sehingga yang dapat mengangkat notaris pengganti, yaitu notaris yang cuti, sakit atau berhalangan sementara, yang setelah cuti habis protokolnya dapat diserahkan kembali kepada notaris yang digantikannya, sedangkan tugas jabatan notaris dapat dilakukan oleh pejabat sementara notaris hanya dapat dilakukan untuk notaris yang kehilangan kewenangannya dengan alasan: a. meninggal dunia; b. telah berakhir masa jabatannya; c. minta sendiri; d. tidak mampu secara rohani dan/atau jasmani untuk melaksanakan tugas jabatan sebagai notaris secara terus menerus lebih dari 3 (tiga) tahun; e. pindah wilayah jabatan; f. diberhentikan sementara, atau g. diberhentikan dengan tidak hormat. Dalam Pasal 62 UUJN dalam pengangkatan pejabat sementara notaris selain alasan-alasan tersebut di atas, ada alasan yang tidak tepat untuk dimasukkan sebagai alasan untuk mengangkat pejabat sementara notaris, yaitu diangkat menjadi pejabat negara atau jabatan-jabatan lain yang tidak dapat dirangkap dengan jabatan notaris. Alasan seperti ini harus dimasukkan sebagai alasan untuk mengangkat notaris pengganti karena berhalangan sementara. Ketika seorang notaris diangkat untuk memegang suatu jabatan yang tidak dapat dirangkap dengan jabatan notaris, sudah diketahui sebelumnya
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
281
mengenai jabatan barunya, sehingga tentunya perlu dipersiapkan sebelumnya. Untuk notaris pengganti khusus berwenang untuk membuat akta tertentu saja yang disebutkan dalam surat pengangkatannya, dengan alasan notaris yang berada di kabupaten atau kota yang bersangkutan hanya terdapat seorang notaris, dan dengan alasan sebagaimana tersebut dalam UUJN tidak boleh membuat akta yang dimaksud. Pelarangan untuk membuat akta tersebut, dapat didasarkan kepada ketentuan Pasal 52 UUJN, terutama mengenai orang dan akta yang akan dibuat. Demikian syarat yang harus dipenuhi agar suatu akta notaris dapat memperoleh kedudukan sebagai akta otentik. Apabila persyaratan atau salah satu persyaratan tersebut tidak dipenuhi, maka akibat hukum dari kedudukan akta notaris tersebut akan dijelaskan pada uraian sub bab berikutnya, sebelumnya akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai kukuatan pembuktian dari akta otentik. Kekuatan pembuktian akta notaris yaitu berupa akta otentik, adalah akibat langsung yang merupakan keharusan dari ketentuan perundangundangan, bahwa harus ada akta-akta otentik sebagai alat pembuktian dan dari tugas yang diberikan oleh negara melalui peraturan perundang-undangan kepada pejabat-pejabat atau orang-orang tertentu. Dalam pemberian tugas inilah terletak pemberian kepercayaan oleh negara kepada para pejabat itu dan pemberian kekuatan pembuktian otentik kepada akta-akta yang mereka buat.
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
282
Sebab jika tidak demikian untuk apa negara memberikan kewenangan dan menugaskan kepada pejabat tersebut untuk memberikan keterangan dari semua apa yang mereka saksikan di dalam menjalankan jabatan mereka atau untuk menuliskan atau mengkonstatir semua apa yang diterangkan atau dinyatakan oleh para penghadap, agar keterangan-keterangan atau pernyataanpernyataan mereka itu dicantumkan dalam suatu akta. Menurut Pasal 1870 BW, Pasal 165 HIR dan Pasal 285 Rbg, akta otentik merupakan bukti yang sempurna bagi para pihak, ahli warisnya, dan orang-orang yang memperoleh hak daripadanya, yang berarti akta otentik masih dapat dilumpuhkan atau dibatalkan bilamana dapat dibuktikan. Terhadap pihak ketiga, akta otentik itu merupakan alat bukti dengan kekuatan pembuktian bebas, yaitu bahwa penilaiannya diserahkan kepada pertimbangan hakim.451 Menurut pendapat yang umum dianut, pada setiap akta otentik, dengan demikian juga pada akta notaris, dibedakan 3 (tiga) kekuatan pembuktian akta notaris, yaitu:452 a. Kekuatan pembuktian lahiriah (uitwendige bewijskracht) Akta notaris mempunyai kekuatan pembuktian lahir, maksudnya ialah kekuatan yang didasarkan atas keadaan lahirnya yaitu bahwa surat yang tampak atau bentuknya (lahirnya) seperti akta, dianggap mempunyai kekuatan seperti akta sepanjang tidak terbukti sebaliknya. Dengan kekuatan pembuktian lahiriah ini, dimaksudkan bahwa kemampuan dari akta itu sendiri yang 451 452
74.
Tesis
Sudikno Mertokusumo I, Op. Cit., h. 214. Lihat G. H. S. Lumban Tobing, Op. Cit., h. 55-63 dan Habib Adjie II, Op. Cit., h. 72-
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
283
membuktikan dirinya sebagai akta otentik. Kemampuan ini, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1875 BW, tidak diberikan pada akta yang dibuat secara di bawah tangan, dimana akta yang dibuat secara dibawah tangan, baru berlaku sah bilamana para pihak yang membuatnya, mengakui kebenaran isi dan tanda tangan yang tertera dalam akta di bawah tangan tersebut. Berbeda dengan akta otentik, akta otentik membuktikan sendiri keabsahannya atau lazim disebut dalam bahasa Latin: acta publica probant sese ipsa,453 yang berarti bahwa suatu akta yang lahirnya tampak sebagai akta otentik serta memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan, maka akta itu berlaku atau dianggap sebagai akta otentik. Bilamana suatu akta terlihat sebagai suatu akta otentik, artinya menandakan dirinya dari luar, dari katakatanya yang berasal dari seorang pejabat umum, maka terhadap akta itu, setiap orang harus mengakuinya sebagai akta otentik Pembuktian lahiriah ini, sesuatu akta yang dari luar kelihatannya sebagai akta otentik, berlaku sebagai akta otentik bagi setiap orang, demikian pula tanda tangan pejabat yang bersangkutan (notaris) harus diterima sebagai suatu akta otentik yang sah, sepanjang dapat dibuktikan bahwa akta tersebut tidak otentik. Mengenai dapat dibuktikan sebaliknya ini, G. H. S. Lumban Tobing454, berpendapat:
453 454
Tesis
G. H. S. Lumban Tobing, Op. Cit., h. 55. Ibid., h. 55-56.
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
284
“Pembuktian sebaliknya, artinya bukti bahwa tanda itu tidak sah, hanya dapat diadakan melalui “valsheidprocedure” menurut Pasal 148 dan seterusnya BW, dimana hanya diperkenankan pembuktian dengan surat-surat (bescheiden), saksi-saksi (getuigen) dan ahli-ahli (deskundigen). Jadi dalam hal ini (yakni pembuktian sebaliknya terhadap kekuatan pembuktian lahiriah melalui “valsheidprocedure”), yang menjadi persoalan bukan isi dari akta itu ataupun wewenang dari pejabat itu, akan tetapi semata-mata mengenai tanda tangan dari pejabat itu. Siapa yang tidak menggugat sahnya tanda tangan dari pejabat itu, akan tetapi menggugat kompetensinya (misalnya yang membuat itu bukan notaris atau membuat akta itu di luar daerah jabatannya), bukan menuduh akta itu palsu, sehingga dalam hal ini tidak dapat ditempuh cara “valsheidprocedure”. Beban
pembuktian
akta
otentik
terletak
pada
siapa
yang
mempersoalkan otentik tidaknya akta tersebut. Beban pembuktian ini terikat pada ketentuan khusus seperti yang diatur dalam Pasal 138 HIR, Pasal 164 Rbg, Pasal 148 Rv. Kekuatan pembuktian lahiriah dari suatu akta otentik berlaku pada setiap orang, tidak kepada para pihak yang membuat akta saja. Dengan demikian, penyangkalan atau pengingkaran bahwa secara lahiriah suatu akta notaris tidak otentik, maka penilaian pembuktiannya harus didasarkan pada syarat-syarat keabsahan suatu akta notaris sebagai akta otentik. b. Kekuatan pembuktian formal (formele bewijskracht) Akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian formal. Kekuatan pembuktian formal akta otentik dibuktikan bahwa, pejabat yang bersangkutan dalam tulisan dalam akta itu, adalah tulisan yang kebenaran terhadap apa yang disaksikan, didengar dan dilakukan oleh pejabat yang bersangkutan dalam menjalankan tugas jabatannya.
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
285
Pada akta yang dibuat di bawah tangan, kekuatan pembuktiannya hanya meliputi kenyataan, bahwa keterangan ini diberikan, apabila tanda tangan yang tertera pada akta di bawah tangan itu, diakui oleh para pihak yang menandatanganinya. Dalam arti formal, akta otentik terjamin kebenaran dan kepastian tanggal dari akta itu, identitas dari orang-orang yang hadir dan demikian pula tempat dimana akta tersebut dibuat. Dalam arti formal, akta otentik yang berupa akta relaas atau akta pejabat (ambtelijke acte), akta itu membuktikan kebenaran dari apa yang disaksikan, yakni yang dilihat, di dengar dan dilakukan sendiri oleh notaris sebagai pejabat umum. Sementara pada akta pihak (partij acte), bahwa benar para pihak menerangkan seperti apa yang diuraikan dalam akta itu. Sepanjang mengenai kekuatan pembuktian formal ini, maka akta pejabat dan akta pihak adalah sama, dengan pengertian bahwa keterangan pejabat yang terdapat di dalam kedua golongan akta itu ataupun keterangan dari para pihak dalam akta, baik yang ada pada akta pejabat maupun di dalam akta pihak, mempunyai kekuatan pembuktian formal dan berlaku bagi setiap orang, yakni apa yang ada dan diuraikan pada akta tersebut. Menurut Sudikno Mertokusumo455: “Kekuasaan pembuktian formil itu menyangkut pertanyaan: “benarkah bahwa ada pertanyaan?”. Jadi kekuataan pembuktian formil ini didasarkan atas benar tidaknya ada pertanyaan oleh yang bertanda tangan di bawah akta itu. Kekuatan pembuktian formil ini memberi kepastian tentang peristiwa bahwa pejabat dan para pihak menyatakan dan melakukan apa yang dimuat dalam akta”. 455
Tesis
Sudikno Mertokusumo I, Op. Cit., h. 221.
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
286
Akta notaris harus memberikan kepastian bahwa suatu peristiwa atau perbuatan hukum yang diuraikan dalam akta adalah benar-benar dilakukan oleh notaris atau diterangkan oleh pihak-pihak yang menghadap pada saat yang tercantum dalam akta sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan dalam pembuatan akta.456 Hal tersebut untuk membuktikan, kebenaran secara formal terhadap kepastian hari, tanggal, bulan, tahun, waktu (jam) menghadap, dan para pihak yang menghadap serta tanda tangan para penghadap, saksisaksi dan notaris. Jika aspek formal dipermasalahkan oleh para pihak, maka harus dibuktikan
formalitas
dari
akta,
yaitu
harus
ketidakbenaran hari, tanggal, bulan, tahun,
dapat
membuktikan
dan pukul menghadap,
membuktikan ketidakbenaran mereka yang menghadap, membuktikan ketidakbenaran apa yang dilihat, disaksikan, dan didengar oleh notaris. 457 Selain itu, juga harus dibuktikan ketidakbenaran keterangan atau pernyataan para pihak yang disampaikan di hadapan notaris, dan ketidakbenaran tanda tangan para pihak, saksi, dan notaris, maupun ada prosedur pembuatan akta yang tidak dilakukan atau dilanggar. Dalam pada itu siapa yang menuduh bahwa akta itu memuat keterangan yang tidak pernah diberikannya, maka dalam hal tersebut itu ada 2 (dua) kemungkinan, yaitu:458 1. Orang tersebut dapat langsung untuk tidak mengakui, bahwa tanda tangan yang terdapat pada akta tersebut adalah tanda tangannya. Ia dapat 456
Habib Adjie II, Op. Cit., h. 72. Ibid., h. 73. 458 G. H. S. Lumban Tobing, Op. Cit., h. 58. 457
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
287
mengatakan, bahwa tanda tangan yang kelihatannya itu sebagai dibubuhkan olehnya, adalah dibubuhkan oleh orang lain dan karenanya dalam hal ini ada pemalsuan dan pemalsuan ini ia boleh membuktikannya dengan “valheidprocedure”. 2. Orang tersebut dapat mengatakan, bahwa notaris melakukan kesalahan atau kekhilafan (ten onrechte) dengan menyatakan bahwa tanda tangan yang tertera di dalam akta itu adalah benar tanda tangannya, akan tetapi ia menuduh bahwa keterangan dari notaris itu adalah tidak benar (intelectuele valsheid), dalam pengertian yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan “valheidprocedure”, di dalam hal ini tidak ada pemalsuan (geknoei), melainkan suatu kekhilafan, yang mungkin tidak di sengaja, sehingga dalam hal ini tuduhan itu bukan terhadap kekuatan pembuktian formal, akan tetapi terhadap kekuatan pembuktian materiil dari keterangan notaris itu, untuk pembuktian dari yang terakhir mana dapat dipergunakan segala alat pembuktian yang diperkenankan menurut hukum. Dengan demikian, siapa saja yang merasa dirugikan atas suatu akta, dapat melakukan pengingkaran atau penyangkalan atas kebenaran formal atas akta tersebut. Pengingkaran atau penyangkalan tersebut harus dilakukan dengan mengajukan gugatan ke pengadilan umum, dan tentunya penggugat harus dapat membuktikan bahwa ada ketidakbenaran dan pelanggaran dari aspek formal atas akta tersebut. c. Kekuatan pembuktian materiil (materiele bewijskracht)
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
288
Kekuatan pembuktian materiil ini memberi kepastian tentang materi suatu akta, memberi kepastian bahwa pejabat atau para pihak menyatakan dan melakukan seperti yang dimuat dalam akta. Bahwa apa yang tersebut dalam akta merupakan suatu kebenaran sehingga merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang membuat akta atau mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk umum, kecuali ada pembuktian sebaliknya (tegenbewis). Keterangan atau pernyataan yang dituangkan atau dituliskan di dalam akta pejabat atau keterangan para pihak yang diberikan/disampaikan di hadapan notaris dan para pihak harus dinilai benar. Menyangkut kekuatan pembuktian materiil dari suatu akta otentik, terdapat perbedaan antara akta pejabat (ambtelijk acte) dengan akta pihak (partij acte), atau keterangan notaris yang dicantumkan dari apa yang dilihat, didengar dan disaksikan sendiri oleh notaris yang bersangkutan ke dalam akta itu dan keterangan dari para pihak yang tercantum di dalamnya. Akta pejabat tidak lain hanya untuk membuktikan kebenaran apa yang dilihat dan dilakukan oleh pejabat (notaris). Apabila pejabat mendengar keterangan pihak yang bersangkutan, maka itu hanyalah berarti bahwa telah pasti bahwa pihak yang bersangkutan menerangkan demikian, terlepas daripada kebenaran keterangan tersebut. Dalam akta pejabat, pernyataan para pihak tidak ada. Kebenaran dari pernyataan pejabat serta bahwa akta itu dibuat oleh pejabat adalah pasti bagi siapapun, maka pada umumnya akta pejabat tidak mempunyai kekuatan
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
289
pembuktian materiil.459 Akta pejabat yang mempunyai kekuatan pembuktian materiil ialah akta yang dikeluarkan oleh Kantor Pencatatan Sipil (Pasal 25 Staatsblad Nomor 25, 27, Staatsblad 1917 Nomor 130 junto Staatsblad 1919 Nomor 81, 22, Staatsblad 1920, Nomor 751 junto Staatsblad 1972 Nomor 564), dimana akta yang dikeluarkan oleh Kantor Pencatatan Sipil, yang tidak lain merupakan petikan atau salinan dari daftar aslinya harus dianggap benar sampai dapat dibuktikan sebaliknya.460 Berbeda dengan yang dibuat oleh para pihak atau akta pihak (partij acte). Isi dari akta pihak merupakan keterangan atau pernyataan langsung dari para pihak yang bersangkutan, sementara notaris hanya mencatat dan menungkannya ke dalam akta otentik. Semua akta pihak mempunyai kekuatan pembuktian materiil, bagi kepentingan para pihak dan terhadap pihak ketiga, kekuatan pembuktian materiil ini diserahkan kepada pertimbangan hakim. Tidak hanya kenyataan, bahwa adanya dinyatakan sesuatu yang dibuktikan oleh akta itu, akan tetapi juga isi dari akta itu dianggap dibuktikan sebagai yang benar terhadap setiap orang yang menyuruh untuk mengadakan atau membuatkan akta itu sebagai tanda bukti terhadap dirinya atau yang dinamakan
“prevue
preconstituee”,
akta
itu
mempunyai
kekuataan
pembuktian materiil. 461 Kekuatan pembuktian inilah yang dimaksud dalam Pasal 1870, 1871 dan 1875 BW, bahwa antara para pihak yang bersangkutan dan para ahli waris serta penerima hak mereka, akta itu memberikan
459
Sudikno Mertokusumo I, Op. Cit., h. 223. Ibid. 461 G. H. S. Lumban Tobing, Op. Cit., h. 59. 460
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
290
pembuktian yang lengkap tentang kebenaran dari apa yang tercantum dalam akta itu. Dengan demikian, kekuatan pembuktian materiil dari suatu akta otentik, maka isi atau keterangan yang dimuat di dalam akta itu adalah merupakan suatu kebenaran dan harus dianggap seperti itu sepanjang belum dapat dibuktikan sebaliknya. Isinya mempunyai kepastian sebagai yang sebenarnya, menjadi terbukti dengan sah di antara pihak dan para ahli waris serta para penerima hak mereka, dengan pengertian:462 a. bahwa akta itu, apabila dipergunakan di muka pengadilan, adalah cukup dan bahwa hakim tidak diperkenankan untuk tanda pembuktian lainnya di samping itu; b. bahwa pembuktian sebaliknya senantiasa diperkenankan dengan alat-alat pembuktian biasa, yang diperbolehkan untuk itu menurut undang-undang. Sebagaimana diuraikan di atas bahwa suatu akta otentik apabila digunakan di muka pengadilan, adalah cukup dan hakim tidak diperkenankan untuk meminta alat bukti lainnya untuk mendukung kebenaran akta itu. Kesaksian dari para saksi misalnya, tidak mengikat hakim pada alat bukti itu, akan tetapi lain halnya dengan alat bukti berupa akta otentik, dimana undangundang mengikat hakim pada alat bukti itu. Sebab jika tidak demikian, apa gunanya undang-undang menunjuk para pejabat yang ditugaskan untuk
462
Tesis
Ibid., h. 60-61.
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
291
membuat akta otentik sebagai alat bukti, jika hakim begitu saja dapat mengenyampingkannya.463 Bila ingin membuktikan aspek materiil dari akta, maka pihak yang bersangkutan harus dapat membuktikan bahwa notaris tidak menerangkan atau menyatakan yang sebenarnya dalam akta, atau para pihak tidak menerangkan hal yang sebenarnya di dalam akta, sehingga hal-hal tersebut menimbulkan kerugian kepada pihak yang bersangkutan, maka harus dilakukan pembuktian terbalik untuk menyangkal kebenaran materiil dari suatu akta notaris. Habib Adjie 464 , berpendapat bahwa ketiga aspek tersebut di atas merupakan kesempurnaan dari akta notaris sebagai akta otentik dan siapapun terikat oleh akta itu, bilamana dapat dibuktikan dalam suatu persidangan pengadilan, bahwa ada salah satu aspek yang tidak benar, maka akta itu hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau akta tersebut
didegradasikan
kekuatan pembuktiannya sebagai
akta
yang
mempunyai pembuktian sebagai akta di bawah tangan. Menurut pendapat penulis, bilamana suatu akta otentik yang mempunyai keistimewaan atas kebenaran dari aspek lahiriah, formal dan materiil dapat dibuktikan sebaliknya, selain akta tersebut dapat kehilangan nilai otentsitasnya, akta tersebut juga dapat dinyatakan batal atau batal demi hukum dan bilamana menimbulkan kerugian kepada pihak lain, maka pihak tersebut dapat pula mengajukan gugatan ganti kerugian, bunga dan biaya
463 464
Tesis
Ibid. Habib Adjie II, Op. Cit., h. 74.
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
292
kepada notaris yang bersangkutan, sebagaimana hal tersebut ditentukan dalam Pasal 84 UUJN, yang akan diuraikan selanjutnya pada disertasi ini.
3. Kebatalan Akta Notaris Persoalan kebatalan dan pembatalan perikatan-perikatan diatur dalam Buku III Bagian Kedelapan Bab IV, Pasal 1446 sampai dengan Pasal 1456 BW. Ketentuan dalam BW ini hanya secara sumir mengatur sebagian dari kebatalan, khususnya perjanjian yang dilakukan oleh mereka yang di bawah umur, ditaruh di bawah curatele, serta cacat dalam kehendak. Cacat dalam kehendak
terjadi
karena
adanya
paksaan,
kekeliruan,
tipuan,
dan
penyalahgunaan keadaan. 465 Istilah kebatalan tersebut tidak ada istilah yang pasti penerapannya, sebagaimana menurut Herlien Budiono, bahwa:466 “Manakala undang-undang hendak menyatakan tidak adanya akibat hukum, maka dinyatakan dengan istilah yang sederhana “batal”, tetapi adakalanya menggunakan istilah “batal dan tak berhargalah” (Pasal 879 BW) atau “tidak mempunyai kekuatan” (Pasal 1335 BW). Penggunaan istilah-istilah tersebut cukup membingungkan karena adakalanya istilah yang sama hendak digunakan untuk pengertian yang berbeda untuk “batal demi hukum” atau “dapat dibatalkan”. Pada Pasal 1446 BW dan seterusnya untuk menyatakan batalnya suatu perbuatan hukum, kita temukan istilah-istilah “batal demi hukum”, “membatalkannya” (Pasal 1449 BW), “menuntut pembatalan” (Pasal 1450 BW), “pernyataan batal” (Pasal 1451-1452 BW), “gugur” (Pasal 1545 BW), dam “gugur demi hukum” (Pasal 1553 BW).” Dari uraian pendapat di atas, istilah pembatalan dan kebatalan adalah merupakan dua hal yang berbeda, namun dipergunakan dengan alasan yang
465 466
Tesis
Herlien Budiono II, Op. Cit., h. 367-368. Ibid., h. 364.
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
293
sama.467 Pembatalan dan kebatalan terhadap suatu perikatan tidak dijelaskan penerapannya dalam aturan tersebut di atas, artinya dalam keadaan bagaimana atau dengan alasan apa suatu perikatan atau perjanjian termasuk dalam kualifikasi kebatalan atau pembatalan.468 Pasal 1320 BW merupakan instrumen pokok untuk menguji keabsahan kontrak yang dibuat para pihak. Dalam Pasal 1320 BW tersebut, terdapat 4 (empat) syarat yang harus dipenuhi sahnya suatu kontrak, yaitu:469 a. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya (de toestemming van degenen die zich verbinden); b. kecakapan untuk membuat perikatan (de bekwaaheid om eene verbintenis aan te gaan); c. suatu hal tertentu (een bepaald onderwerp);
467
Dalam perolehan hak atas tanah, dibedakan pembatalan dan kebatalan hak atas tanah. Periksa Hasan Basri Nata Menggala dan Sarjita, Pembatalan dan Kebatalan Hak Atas Tanah, Tugujogja Pustaka, Cetakan kedua, 2005. 468 Dalam hukum administrasi, bahwa suatu keputusan pejabat tata usaha negara tidak sah akan berakibat batalnya ketetapan tersebut. Dapat dibedakan ada 3 (tiga) jenis pembatalan suatu ketetapan tidak sah, yaitu: pertama, ketetapan yang batal karena hukum (nietigheid van rechtswege); Kedua, ketatapan yang batal (nietig, batal absolute – absolute niteg); Ketiga, ketatapan yang dapat dibatalkan (vernietigbaar). E. Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Tinta Mas, Surabaya, 1986, h. 109. Keputusan yang batal demi hukum adalah suatu ketetapan yang isinya menetapkan adanya akibat suatu perbuatan itu untuk sebagian atau seluruhnya bagi hukum dianggap tidak ada, tanpa diperlukan keputusan pengadilan atau Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berwenangmenyatakan batalnya ketetapan tersebut. Jadi ketetapan batal sejak dikeluarkan, bagi hukum dianggap tidak ada tanpa diperlukan suatu keputusan hakim atau suatu keputusan badan pemerintah lain yang berkompeten untuk menyatakan batalnya sebagian atau seluruhnya. Ketetapan batal (nietig) merupakan suatu tindakan atau perbuatan hukum yang dilakukan yang berakibat suatu perbuatan dianggap tidak pernah ada. Keputusan dapat dibatalkan (vernietigbaar) yaitu suatu keputusan dapat dinyatakan batal setelah adanya pembatalan oleh hakim atau instansi yang berwenang membatalkan, dan pembatalan tidak berlaku surut. Jadi bagi hukum perbuatan dan akibat-akibat hukum yang ditimbulkan dianggap sah sampai dikeluarkan keputusan pembatalan (ex nunc) kecuali undang-undang menentukan lain. Habib Adjie VI, Op. Cit., h. 64. 469 Agus Yudha Hernoko II, Op. Cit., h. 157.
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
294
d. suatu sebab yang halal atau diperbolehkan (eene geoorloofde oorzaak). Agus Yudha Hernoko 470 , memberikan istilah pengujian keabsahan kontrak berdasarkan Pasal 1320 BW ini dengan istilah “UJI 1320”, sebagai sebuah metode pengujian yang sistematis sebagai deteksi awal eksistensi kontrak. 471 Pengujian keabsahan kontrak berikutnya oleh Agus Yudha Hernoko, dinamakan dengan sesuai pasal in casu yaitu “UJI 1335, UJI 1337, UJI 1339, UJI 1347, metode pengujian tersebut merupakan standar lanjutan untuk memberikan penegasan pada hasil pengujian pertama “UJI 1320”. 472 Sementara M. Isnaeni 473 , memberikan rumusan 4 (empat) syarat sahnya kontrak dikaitkan pada pasal-pasal yang berhubungan dengan masing-masing syarat, meliputi: a. sepakat diantara para kontraktan (vide Pasal 1321-1328 BW); b. pihak-pihak memang cakap melakukan perbuatan hukum (vide Pasal 1329-1331 BW); c. sifat dan luas objek perjanjian dapat ditentukan (vide Pasal 1332-1334 BW); 470
Ibid. Istilah kontrak berasal dari kata “contract” dalam bahasa Inggris. Dalam bahasa Prancis “contrat” dan dalam bahasa Belanda “overeenkomst” sekalipun kadang-kadang digunakan istilah “contract”. Dalam bahasa Indonesia istilah kontrak sama pengertiannya dengan perjanjian. Kedua istilah ini merupakan terjemahan dari “contract”, “overeenkomst” atau “contrat”. Istilah kontrak lebih menunjukan pada nuansa bisnis atau komersial dalam hubungan hukum yang dibentuk, sedangkan istilah perjanjian cakupannya lebih luas. Dengan demikian pembedaan dua istilah ini bukan pada bentuknya. Tidak tepat jika kontrak diartikan sebagai perjanjian yang dibuat secara tertulis, sebab kontrak pun dapat dibuat secara lisan. Yohanes Sogar Simamora, Hukum Perjanjian, Prinsip Hukum Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa Oleh Pemerintah, Cetakan kedua, Laksbang Pressindo, Yogyakarta, 2010, h. 30. (Selanjutnya disebut Y. Sogar Simamora II). 472 Agus Yudha Hernoko II, Op. Cit., h. 157. 473 M. Isnaeni, Perkembangan Prinsip-Prinsip Hukum Kontrak sebagai Landasan Kegiatan Bisnis di Indonesia, Pidato Peresmian Penerimaan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, Sabtu, 16 September 2000, h. 4. (Selanjutnya disebut M. Isnaeni I). 471
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
295
d. kausanya halal atau diperbolehkan (vide Pasal 1335-1337 BW). Sehubungan dengan keempat syarat keabsahan kontrak dalam Pasal 1320 BW, terdapat penjelasan lebih lanjut terkait dengan konsekuensi tidak dipenuhinya masing-masing syarat dimaksud. Pertama, syarat kesepakatan dan kecakapan, merupakan unsur subjektif karena berkenaan dengan diri atau subjek yang membuat kontrak. Kedua, syarat objek tertentu dan kausa yang diperbolehkan merupakan unsur objektif.474 Penerapan terhadap istilah kebatalan dan pembatalan atau keabsahan suatu akta notaris, harus dikaitkan dengan keabsahan suatu kontrak atau perjanjian, yaitu istilah batal demi hukum (nietig) yang merupakan istilah yang biasa dipergunakan untuk menilai suatu perjanjian jika tidak memenuhi syarat objektif, yaitu suatu hal tertentu (een bepaald onderwerp) dan sebab yang tidak dilarang (eene geoorloofde oorzaak), dan istilah dapat dibatalkan, jika suatu perjanjian tidak memenuhi syarat subjektif, yaitu sepakat mereka yang mengikatkan dirinya (de toetsemming van degenen die zich verbinden) dan kecakapan untuk membuat suatu perikatan (de bekwaamheid om eene verbindtenis aan te gaan).475
474 475
Agus Yudha Hernoko II, Op. Cit., h. 160. Sebagai perbandingan berkaitan hal tersebut di atas, menurut common law, dikenal
istilah: a. A valid contract – is one that meets all of the essential elements to establish a contract. In other words, it must (1) consists of an agreement between the parties, (2) be supported by legally sufficient consideration, (3) be between parties contractual capacity, and (4) accomplish a lawful object. Valid contract are enforceable by at least on of the parties. b. A void contract – is one that has no legal effect. It is a if no contract had ever been created. For example, a contract to commit a crime is void. If contract void, neither party is obligated to perform and neither party can enforce the contract. c. A voidable contract – is one where at least one party has the option to void her obligation. If the contract is voided, both parties are realesed from their obligation under contract. If the party with option chooses to ratify the contract, both parties must fully perform their
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
296
Jika syarat subjektif tidak terpenuhi, maka perjanjian dapat dibatalkan (vernietigbaar) sepanjang ada permintaan oleh orang-orang tertentu atau yang berkepentingan. 476 Syarat subjektif ini senantiasa dibayangi ancaman untuk dibatalkan oleh para pihak yang berkepentingan dari orang tua, wali atau pengampu. Agar ancaman seperti itu tidak terjadi, maka dapat dimintakan penegasan dari mereka yang berkepentingan, bahwa perjanjian tersebut akan tetap berlaku dan mengikat para pihak. Kebatalan seperti ini disebut kebatalan nisbi atau relatif (relatief nietigheid).477 Jika syarat objektif tidak dipenuhi, maka perjanjian batal demi hukum (nietig), tanpa perlu ada permintaan dari para pihak, dengan demikian perjanjian dianggap tidak pernah ada dan tidak mengikat siapa pun. Perjanjian yang batal mutlak dapat juga terjadi, jika suatu perjanjian yang dibuat tidak dipenuhi, padahal aturan hukum sudah menentukan untuk perbuatan hukum tersebut harus dibuat dengan cara yang sudah ditentukan atau berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum, karena perjanjian sudah dianggap
obligation. With certain, contract may be voided by minors, insane persons, intoxicated, persons acting under dures, under influence, or fraud, and cases involving mutual mistake. d. An unenforceable contract – is one where some legal defence to the enforcement of the contract. For example, if contract is required to be in writing under the Statute of Frauds but is not, the contract is unenforceable. The parties may voluntarily perform a contract that is unuenforceable. Henry R. Cheeseman, Contemporary Business & E-Coomerce Law, Prentice Hall, Upper Saddle Rivver, New Jersey, 2003, h. 208. 476 Pembatalan karena ada permintaan dari pihak yang berkepentingan, seperti orang tua, wali atau pengampu disebut pembatalan yang relatif atau tidak mutlak. Pembatalan relatif ini dibagi 2 (dua), yaitu: a. pembatalan atas kekuatan sendiri, maka atas permintaan orang tertentu dengan mengajukan gugatan atau perlawanan, agar hakim menyatakan batal (nietig verklaard) suatu perjanjian. Contohnya jika tidak terpenuhi syarat subjektif (Pasal 1446 BW). b. pembatalan oleh hakim, dengan putusan membatalkan suatu perjanjian dengan mengajukan gugatan. Contohnya Pasal 1449 BW. Wirjono Prodjodikoro I, Op. Cit., h. 121. 477 Habib Adjie VI, Op. Cit., h. 65.
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
297
tidak ada, maka sudah tidak ada dasar lagi bagi para pihak untuk saling menuntut atau menggugat dengan cara dan bentuk apapun. Contohnya, perjanjian pemberian hak tanggungan oleh debitor sebagai jaminan pelunasan suatu piutang kepada kreditor, wajib dibuat dalam bentuk akta PPAT, namun ternyata hal tersebut tidak dilakukan, maka perbuatan hukum tersebut adalah batal demi hukum. Kebatalan seperti ini disebut kebatalan mutlak (absolute nietigheid). Dalam persoalan kebatalan atau pembatalan akta notaris, Pasal 84 UUJN telah mengatur hal tersebut, yaitu jika notaris melanggar atau tidak melakukan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf I, k, Pasal 41, Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51, Pasal 52, maka akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau akta menajdi batal demi hukum. Substansi Pasal 84 UUJN ini bila dibandingkan dengan Pasal 60 PJN, dalam Pasal 60 PJN disebutkan bahwa jika akta yang dibuat di hadapan notaris tidak memenuhi syarat bentuk, dapat dibatalkan di muka pengadilan atau dianggap hanya dapat berlaku sebagai akta yang dibuat di bawah tangan. Menurut Pasal 60 PJN, dalam pembatalan akta untuk berlaku sebagai akta di bawah tangan memerlukan putusan pengadilan, namun menurut Pasal 84 UUJN hal seperti tersebut dalam Pasal 60 PJN tidak diperlukan. Ketentuan Pasal 60 PJN ini sesuai dengan substansi Pasal 1869 BW.
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
298
Untuk menentukan akta notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau akan menjadi batal demi hukum, dapat dilihat dan ditentukan dari:478 1. Isi (dalam) pasal-pasal tertentu yang menegaskan secara langsung jika notaris melakukan pelanggaran, maka akta yang bersangkutan termasuk akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan. 2. Jika tidak disebutkan dengan tegas dalam pasal yang bersangkutan sebagai akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan, maka pasal lainnya yang dikategorikan melanggar menurut Pasal 84 UUJN, termasuk ke dalam akta batal demi hukum. Dengan demikian dapat diketahui, bahwa akta notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan, dan yang tidak disebutkan dengan tegas dalam pasal yang bersangkutan, maka akta tersebut termasuk sebagai akta yang batal demi hukum. Menurut Pasal 84 UUJN tersebut, akta notaris akan menjadi batal atau batal demi hukum atau hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan, terjadi karena tidak dipenuhinya syarat-syarat yang sudah ditentukan, tanpa perlu adanya tindakan hukum tertentu dari pihak yang bersangkutan yang berkepentingan, sehingga bersifat pasif. Oleh karena itu, kebatalan tersebut menurut UUJN adalah bersifat pasif, artinya tanpa ada tindakan aktif atau upaya apa pun para pihak yang terlibat dalam suatu
478
Tesis
Ibid., h. 66.
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
299
perjanjian, maka akan batal479 atau batal demi hukum karena serta merta ada syarat-syarat yang tidak dipenuhi. Hal tersebut akan menimbulkan kerancuan, sebab dapat terjadi menurut notaris yang bersangkutan bahwa dia telah melakukan sebagaimana ketentuan perundang-undangan dalam pembuatan suatu akta notaris. Demikian pula pihak lain akan menilai bahwa dia telah melakukan keterangan dan bukti-bukti yang benar menurut hukum, maka oleh karena itu penulis berpendapat bahwa hal tersebut haruslah dibuktikan melalui pembuktian di muka pengadilan, dimana hakimlah yang akan melakukan penilaian keabsahan suatu akta notaris, dimana ketentuan tersebut sesuai dengan kekuatan pembuktian dari akta otentik yang tetap berlaku keabsahannya sepanjang belum dibuktikan sebaliknya, hal tersebut akan dijelaskan dalam pembahasan berikutnya. Untuk istilah pembatalan, terjadi meskipun syarat-syarat perjanjian telah dipenuhi, tapi para pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut berkehendak agar perjanjian yang dibuat tersebut, tidak lagi mengikat dirinya dengan alasan tertentu, baik atas dasar kesepakatan atau dengan mengajukan gugatan pembatalan ke pengadilan umum, misalnya para pihak telah sepakat untuk membatalkan akta yang pernah dibuatnya, atau diketahui ada aspek formal akta yang tidak dipenuhi yang tidak diketahui sebelumnya, dan para
479
Perbuatan hukum yang batal berbeda dengan perbuatan hukum yang nonexistent. Perbuatan hukum yang batal adalah perbuatan hukum yang walaupun mengandung unsur-unsur suatu perbuatan hukum, namun demikian karena alasan tertentu oleh undang-undang diberi sanksi tidak mempunyai akibat hukum. Perbuatan hukum yang nonexistent adalah suatu perbuatan yang tidak memenuhi salah satu atau semua unsur untuk suatu perbuatan hukum (tertentu). Herlien Budiono II, Op. Cit., h. 366.
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
300
pihak ingin membatalkannya,480 atau dengan kata lain pembatalan itu terjadi atas kehendak para pihak yang membuat akta yang bersangkutan. Dari uraian di atas, maka kebatalan dan pembatalan akta notaris meliputi: 1. Akta dapat dibatalkan; 2. Akta batal demi hukum; 3. Akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan; 4. Akta di batalkan oleh para pihak sendiri atas dasar kesepakatan.
3.1. Akta Notaris Dapat Dibatalkan Akta notaris merupakan perjanjian para pihak yang mengikat bagi mereka yang membuatnya, oleh karena itu syarat-syarat sahnya suatu perjanjian harus dipenuhi. Pasal 1320 BW mengatur tentang syarat keabsahan suatu perjanjian, adanya syarat subjektif yaitu syarat yang berkaitan dengan subjek yang mengadakan atau membuat perjanjian, yang terdiri atas kesepakatan dan cakap bertindak untuk melakukan suatu perbuatan hukum. Kesepakatan mengandung pengertian bahwa para pihak saling menyatakan kehendak masing-masing untuk menutup suatu perjanjian atau pernyataan pihak yang satu “cocok” atau bersesuaian kehendak dengan pernyataan pihak lain.481 Pernyataan kehendak tidak selalu harus dinyatakan
480 481
Tesis
Habib Adjie VI, Op. Cit., h. 67. J. H. Niewenhuis dalam Agus Yudha Hernoko II, Op. Cit., h. 162.
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
301
secara tegas namun juga dapat dengan tingkah laku atau hal-hal lain yang mengungkapkan pernyataan kehendak para pihak. Kesepakatan yang merupakan pernyataan kehendak para pihak dibentuk oleh dua unsur, yaitu unsur penawaran dan penerimaan.
482
Penawaran (aanbod; offerte; offer) diartikan sebagai pernyataan kehendak yang mengandung usul untuk mengadakan perjanjian.
483
Sedangkan
penerimaan (aanvarding; acceptatie; acceptance) merupakan pernyataan setuju dari pihak lain yang ditawari.484 Syarat kesepakatan (toestemming) yang merupakan pencerminan asas konsensualisme, di mana dengan adanya kata sepakat telah lahir kontrak, ternyata dalam lalu lintas hukum yang demikian kompleks juga menimbulkan problem pelik mengenai pertanyaan “kapan kontrak itu lahir?”.485 Penentuan saat lahirnya kontrak menjadi kendala, terutama apabila penawaran dan penerimaan dilakukan melalui korespondensi atau surat-menyurat. Hal ini mempunyai implikasi: a. penentuan risiko; b. kesempatan penarikan kembali penawaran; c. saat mulai dihitungnya jangka waktu kedaluwarsa; dan d. menentukan tempat terjadinya kontrak.486
482
Agus Yudha Hernoko II, Op. Cit., h. 162-163. Ibid. 484 Ibid. 485 Ibid., h. 168. 486 J. Satrio, Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, h. 180. (Selanjutnya disebut J. Satrio II). 483
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
302
Agus Yudha Hernoko 487 , menyatakan bahwa untuk menjawab problematika di atas, terdapat 4 (empat) teori yang mencoba untuk memberikan solusi penyelesaiannya, yaitu: a. Teori Pernyataan (Uitingstheorie), menyatakan bahwa kontrak telah lahir pada saat penerimaan atas suatu penawaran ditulis (dinyatakan) oleh pihak yang ditawari. Kelemahan teori ini adalah tidak dapat ditentukannya secara pasti kapan kontrak itu lahir. b. Teori Pengiriman (Verzendingstheorie), menyatakan bahwa kontrak telah lahir pada saat penerimaan atas penawaran itu dikirimkan oleh pihak yang ditawari kepada pihak yang menawarkan. Kelemahan teori ini adalah pihak yang menawarkan tidak tahu bahwa ia telah terikat dengan penawarannya sendiri. c. Teori Mengetahui (Vernemingstheorie), menyatakan bahwa kontrak lahir pada saat surat jawaban (penerimaan) itu diterima oleh pihak yang menawarkan. Kelemahan teori ini adalah jika surat penerimaan itu meskipun telah sampai ditempatnya ternyata tidak segera dibaca. d. Teori Penerimaan (Ontvangstheorie), menyatakan bahwa kontrak itu lahir pada saat surat penerimaan telah sampai di tempat pihak yang menawarkan, tidak peduli apakah ia mengetahui atau membaca penerimaan tersebut atau tidak. Syarat keabsahan perjanjian sebagaimana diuraikan di atas diwujudkan dalam akta notaris. Syarat subjektif dicantumkan dalam awal akta, dan syarat
487
Tesis
Agus Yudha Hernoko II, Op. Cit., h. 168.
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
303
subjektif dicantumkan dalam badan akta sebagai isi akta. Isi akta merupakan perwujudan dari Pasal 1338 BW mengenai prinsip atau azas kebebasan berkontrak 488 dan memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada para pihak mengenai perjanjian yang dibuatnya. Dengan demikian jika dalam awal akta, terutama syarat-syarat para pihak yang menghadap notaris tidak memenuhi syarat subjektif, maka atas permintaan pihak tertentu, akta tersebut dapat dibatalkan.489 Unsur subjektif yang pertama berupa adanya kesepakatan bebas dari para pihak yang berjanji, atau tanpa tekanan dan intervensi dari pihak mana pun, tapi semata-mata keinginan para pihak yang berjanji. Pasal 1321 BW menegaskan, apabila dapat dibuktikan bahwa suatu perjanjian ternyata disepakati di bawah paksaan atau ancaman yang menimbulkan ketakutan 488
Menurut Peter Mahmud Marzuki, bahwa seseorang pada umumnya mempunyai pilihan bebas untuk mengadakan perjanjian. Di dalam azas ini terkandung suatu pandangan bahwa orang bebas untuk melakukan atau tidak melakukan perjanjian, bebas dengan siapa ia mengadakan perjanjian, bebas tentang apa yang diperjanjikan dan bebas untuk menetapkan syarat-syarat perjanjian. Meskipun demikian kebabasan berkontrak ada batas-batasnya, yaitu (1) harus dilindungi dari korban undue influence, (2) perjanjian yang bertentangan dengan ketertiban umum (openbareorde), (3) yang bertentangan dengan kebijakan publik (public policy). Peter Mahmud Marzuki IV, Batas-Batas Kebebasan Berkontrak, Yuridika, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Volume 18 Nomor 3, Mei 2003, 219. (Selanjutnya disebut Peter Mahmud Marzuki IV). Menurut M. Isnaeni, bahwa azas kebebasan berkontrak menjadi kuda hitam yang sangat diandalkan, padahal kontrak yang sehat, tentunya tidak melulu berlandas pasa satu azas saja. Azasazas lain mestinya juga harus diberi peran yang seimbang, misalnya saja azas itikad baik. Azas ini sebenarnya sangat strategis perannya untuk kelahiran sebuah kontrak yang sehat, mengingat langkah awal para pihak untuk saling mengikatkan diri, lebih bermula dari niat, dan sudah tentu berlabel baik. M. Isnaeni, Hukum Kontrak, Makalah pada workshop Tehnik Perancangan dan Review Kontrak-Kotrak Bisnis, Law Firm Prihandono & Partners – Bina UF Conference, Surabaya, 20-21 Oktober 2003, h. 9. (Selanjutnya disebut M. Isnaeni II). Selanjutnya M. Isnaeni mengemukakan, bahwa azas itikad baik, azas kebebasan berkontrak dan konsensualisme, saling terjalin satu dengan yang lain tanpa dapat dielakan kalau menginginkan lahirnya suatu kontrak yang sehat (fair) demi terbingkainya aktivitas bisnis dalam hidup keseharian. M. Isnaeni, Jalinan Prinsip-Prinsip Hukum Kontrak dalam Bisnis, Makalah seminar hukum kontrak, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, 13 Oktober 2004, h. 7. (Selanjutnya disebut M. Isnaeni III). 489 Akta notaris yang dapat dibatalkan berarti akta tersebut termasuk ex nunc, yang berarti perbuatan dan akibat dari akta tersebut dianggap ada sampai saat dilakukan pembatalan. Habib Adjie VI, Op. Cit., h. 69.
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
304
orang yang diancam sehingga orang tidak mempunyai pilihan lain, selain manandatangani atau menyetujui perjanjian tersebut, maka perjanjian atau akta tersebut dapat dibatalkan. Subekti 490 mengambarkan sebagai paksaan terhadap rohani ataupun paksaan terhadap jiwa (physic) berwujud ancaman yang berbentuk perbuatan melawan hukum, misalnya dalam bentuk kekerasan yang menimbulkan suatu ketakutan. Perjanjian yang lahir dari kesepakatan yang diakibatkan karena bertemunya penawaran dan penerimaan, tidak menutup kemungkinan bahwa kesepakatan tersebut dibentuk oleh karena adanya unsur cacat kehendak (wilsgebreke). Kontrak yang dibentuk oleh karena adanya unsur cacat kehendak demikian mempunyai akibat hukum dibatalkannya (vernietigbaar) perjanjian tersebut. Dalam BW terdapat 3 (tiga hal) yang dapat menjadi alasan pembatalan perjanjian karena adanya cacat kehendak, yaitu:491 1. Kesesatan atau dwaling (vide Pasal 1322 BW) Terdapat kesesatan apabila terkait dengan “hakikat benda atau orang” dan pihak lawan harus mengetahui atau setidak-tidaknya mengetahui bahwa sifat atau keadaan yang menimbulkan kesesatan bagi pihak lain sangat menentukan
(terkait
syarat
dapat
dikenali
atau
diketahui;
kenbaarheidsvareiste). Dengan demikian, mengenai kesesatan terhadap hakikat benda yang dikaitkan dengan keadaan akan datang, karena
490
R. Subekti, Hukum Acara Perdata, Bina Cipta, Bandung, 1989, h. 23. (Selanjutnya disebut R. Subekti III). 491 Periksa Agus Yudha Hernoko II, Op. Cit., h. 170-172.
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
305
kesalahan sendiri atau karena perjanjian atau menurut pendapat umum menjadi risiko sendiri, tidak dapat dijadikan alasan pembatalan kontrak. 2. Paksaan atau dwang (vide Pasal 1323 – 1327 BW) Paksaan timbul apabila seseorang tergerak untuk menutup kontrak (memberikan kesepakatan) di bawah ancaman yang bersifat melanggar hukum. Ancaman bersifat melanggar hukum ini meliputi 2 (dua) hal, yaitu: a. Ancaman itu sendiri sudah merupakan perbuatan melanggar hukum (pembunuhan, penganiayaan). b. Ancaman itu bukan merupakan perbuatan melanggar hukum, tetapi ancamana itu dimaksudkan untuk mencapai sesuatu yang tidak dapat menjadi hak pelakunya. 3. Penipuan atau bedrog (vide Pasal 1328 BW) Penipuan merupakan bentuk kesesatan yang dikualifisir, artinya ada penipuan bila gambaran yang keliru tentang sifat-sifat dan keadaankeadaan (kesesatan) ditimbulkan oleh tingkah laku yang sengaja menyesatkan dari pihak lawan. Untuk berhasilnya dalil penipuan disyaratkan bahwa gambaran yang keliru itu ditimbulkan oleh rangkaian tipu daya (kunstgrepen). Penipuan merupakan suatu alasan untuk pembatalan perjanjian, apabila ada tipu muslihat, yang dipakai oleh salah satu pihak, adalah sedemikian rupa hingga terang dan nyata bahwa pihak yang lain tidak telah membuat perikatan itu jika dilakukan tipu muslihat tersebut. Penipuan ini dilakukan,
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
306
baik dengan serangkaian kata-kata atau kalimat yang menyesatkan ataupun pemberian yang tidak benar oleh salah satu pihak yang berkaitan dengan substansi akta, dan salah satu pihak kemudian tergerak untuk menyetujui akta tersebut. Penipuan ini harus dapat dibuktikan oleh salah satu pihak, sebagai suatu kerugian yang nyata. Selain sebab-sebab cacat kehendak sebagaimana diuraikan di atas, telah
berkembang
doktrin
penyalahgunaan
keadaan
(Misbruik
van
Omstandigheden/undue influence), sebagai salah satu unsur cacat kehendak sebagai alasan pembatalan suatu perjanjian atau kontrak. Doktrin ini dapat dipergunakan melalui kedudukan seseorang dari posisinya yang memungkinkan untuk melakukan penekanan kepada pihak lainnya, misalnya dalam jabatannya (baik pemerintahan atau politik atau dalam masyarakat), secara ekonomis, dalam keadaan seperti ini, pihak yang lainnya tidak mempunyai kemampuan untuk menghindarinya selain menerima isi akta yang diberikan kepadanya untuk disepakati.492 Dengan kata lain dalam doktrin seperti ini tidak ada kekerasan fisik atau ancaman, namun lebih menitikberatkan kepada keadaan (situasi dan lingkungan) salah satu subjek dalam akta yang bersangkutan. Di Indonesia, doktrin atau ajaran penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden) belum masuk dalam sumber hukum positif, namun secara implisit telah menerimanya, sebagaimana dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia antara lain dengan putusan Nomor 1904
492
Tesis
Habib Adjie VI, Op. Cit., h. 69.
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
307
K/Sip/1982, tanggal 28 Januari 1984, tentang penerapan bunga 10 % (sepuluh persen) perbulannya oleh kreditor terhadap debitor yang dinyatakan melanggar asas kepatuhan dan keadilan.493 Putusan tersebut pada prinsipnya menyatakan bahwa pernyataan kehendak yang diberikan sehingga melahirkan suatu perjanjian, apabila dipengaruhi “penyalahgunaan keadaan” oleh pihak lain merupakan unsur cacat kehendak dalam pembentukan perjanjian, Menurut Z. Asikin Kusumah Atmadja494, penyalahgunaan keadaan dianggap sebagai faktor yang membatasi atau mengganggu adanya kehendak yang bebas untuk menentukan kesepakatan antara para pihak. Hal ini dimungkinkan, karena adanya ketidakseimbangan dan ketidakserasian kedudukan para pihak adalah tidak tepat menggolongkan penyalahgunaan keadaan sebagai kausa tidak halal (ongeooloofde oorzaak), karena kausa tidak halal memiliki ciri yang sangat berbeda dan karenanya tidak ada kaitannya dengan kehendak yang cacat. Apabila berkenaan dengan kausa tidak diperbolehkan, meskipun pihak yang dirugikan tidak mendalilkannya sebagai alasan untuk menyatakan batalnya
perjanjian,
hakim
ex
officio
wajib
mempertimbangkannya.
Sedangkan terkait dengan cacat kehendak, pernyataan batal atau batalnya kontrak hanya akan diperiksa oleh hakim jika didalilkan oleh yang bersangkutan. Oleh karenanya menurut
Cohen
495
, menggolongkan
penyalahgunaan keadaan ke dalam cacat kehendak lebih sesuai dengan 493
Lihat H. P. Pangabean, Penyalahgunaan Keadaan Sebagai Alasan (Baru) untuk Pembatalan Perjanjian, Liberty, Yogyakarta, 2001, h. 63. 494 Z. Asikin Kusumah Atmadja dalam Agus Yudha Hernoko II, Op. Cit., h. 178. 495 Cohen dalam Agus Yudha Hernoko II, Op. Cit., h. 178.
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
308
kebutuhan konstruksi hukum dalam hal seseorang yang dirugikan menuntut pembatalan kontrak. Menurut R. Cheeseman496, dalam common law system, ada 3 (tiga) tolok ukur untuk diklasifikasikan telah terjadinya unconscinability, yaitu: a. Para pihak yang berkontrak berada dalam posisi yang sangat tidak seimbang dalam upaya untuk menegosiasikan penawaran dan penerimaan. b. Pihak yang lebih kuat tersebut secara tidak rasional menggunakan posisi kekuatan yang sangat mendominasi tersebut untuk menciptakan suatu kontrak yang didasarkan pada tekanan dan ketidakseimbangan dari hak dan kewajiban. c. Pihak yang kedudukannya lebih lemah tersebut tidak mempunyai pilihan lain selain menyetujui kontrak tersebut. Kecakapan (bekwaamheid – capacity) sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1320 BW pada syarat kedua adalah kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum diartikan sebagai kemungkinan untuk melakukan perbuatan hukum secara mandiri yang mengikat diri sendiri tanpa dapat diganggu gugat. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum pada umumnya diukur dari standar, berikut ini:497 a. Person (pribadi), diukur dari standar usia kedewasaan (meerderjarig); dan b. Rechtpersoon
(badan
hukum),
diukur
dari
aspek
kewenangan
(bevoegheid). 496
R. Cheeseman dalam Ricardo Simanjuntak, Teknik Perancangan Kontrak Bisnis, Mingguan Ekonomi dan Bisnis Kontan, Jakarta, 2006, h. 160-161. 497 Agus Yudha Hernoko II, Op. Cit., h. 184.
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
309
Manusia sebagai salah subjek hukum, mempunyai syarat agar cakap dalam melakukan perbuatan hukum dalam hal membuat suatu akta. Mengenai batas usia dewasa bertindak melakukan perbuatan hukum (secara umum) sampai saat ini belum ada dalam hukum positif Indonesia, batasan usia memang ada untuk melakukan tindakan hukum tertentu saja. Hal tersebut menimbulkan masalah karena undang-undang yang ada (hukum positif) tidak menyebutkan dengan tegas batas umur dewasa tersebut. Sehingga untuk maksud dan tujuan tertentu, hampir tiap peraturan perundang-undangan yang ada akan memberikan batas tersendiri batas umur dewasa tersebut. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum bagi person pada umumnya diukur dari standar usia dewasa atau cukup umur (bekwaamheid – meerderjarig). Namun demikian, masih terdapat polemik mengenai kecakapan melakukan perbuatan hukum yang tampaknya mewarnai praktik lalu lintas hukum di masyarakat.
498
Pada satu sisi sebagian masyarakat masih
menggunakan standar usia 21 (dua puluh satu) tahun sebagai titik tolak kedewasaan seseorang dengan landasan Pasal 1330 juncto 330 BW. Demikian dalam praktek notaris ataupun PPAT, akan melihat batas umur seseorang dikatakan cakap untuk melakukan perbuatan hukum, didasarkan pada Pasal 330 BW. Pasal 1329 BW menentukan bahwa “Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh undang-undang dinyatakan
498
Tesis
Ibid.
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
310
cakap499. Dalam Pasal 1330 BW dinyatakan, bahwa yang dimaksud dengan tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah: a. orang-orang belum dewasa; b. mereka yang ditaruh di bawah pengampuan; c. orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undangundang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.500 Mengenai orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan, menurut Pasal 433 BW, ada 3 (tiga) alasan untuk pengampuan, yaitu:501 1. Keborosan (verkwisting); 2. Lemah akal budinya (zwakheid van vermogen); 3. Kekurangan daya berpikir: sakit ingatan (krankzinnigheid), dungu (onnozelheid), dan dungu disertai sering mengamuk (razernij). Pasal 330 BW menentukan, bahwa: Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 (dua puluh satu) tahun dan tidak kawin sebelumnya. Apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum umur mereka genap 21 (dua puluh satu) tahun, maka mereka tidak kembali berstatus belum dewasa.
499
Menurut M. Isnaeni, substansi Pasal 1329 BW, khususnya pada redaksi “… cakap membuat perikatan …” tidak konsisten, karena Pasal 1329 ini terkait dengan Pasal 1320 BW mengenai syarat sahnya kontrak bukan syarat sahnya perikatan. Sehingga seharusnya redaksi tersebut berbunyi “… cakap membuat kontrak …”. M. Isnaeni dalam Agus Yudha Hernoko II, Ibid. 500 Substansi ketentuan ini telah dinyatakan tidak mengikat dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1963 dan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 501 R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, Hukum Orang dan Keluarga (Personen en Familie Recht), Airlangga University Press, Surabaya, 1991, h. 237. (Selanjutnya disebut R. Soetojo Prawirohamidjojo II).
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
311
Mereka yang belum dewasa dan tidak di bawah kekuasaan orang tua, berada di bawah perwalian atas dasar dan dengan cara seperti yang diatur dalam bagian 3, 4, 5, dan 6 dalam bab ini. Beranjak dari penafsiran a contrario502 terhadap substansi Pasal 1330 BW juncto 330 BW tersebut di atas dapat diketahui bahwa usia dewasa adalah 21 (dua puluh satu) tahun. Selain itu disisi lain, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang dijadikan rujukan untuk menentukan batasan dewasa secara hukum, yaitu dalam Undang-Undang Perkawinan, ditemukan 3 (tiga) kriteria usia, sebagaimana biasanya ditemukan dalam bidang hukum keluarga. Ketiga macam usia itu adalah: 502
Penafsiran atau interpretasi adalam metode penemuan hukum dalam hal peraturannya ada tetapi tidak jelas untuk dapat diterapkan pada peristiwanya. Sebaliknya dapat terjadi juga hakim harus memeriksa dan mengadili perkara yang tidak ada peraturannya yang khusus. Disini hakim menghadapi kekosongan atau ketidaklengkapan undang-undangan yang harus diisi atau dilengkapi, sebab hakim tidak boleh menolak memeriksa dan mengadili perkara dengan dalih tidak ada hukumnya atau tidak lengkap hukumnya. Untuk mengisi kekosongan itu digunakan metode berfikir analogi, metode penyempitan hukum dan metode a contrario. 1. Argumentum per analogium Kadang-kadang peraturan perundang-undangan terlalu sempit ruang lingkupnya. Dalam hal ini untuk dapat menerapkan undang-undang pada peristiwanya hakim akan memperluasnya dengan metode argumentum per analogium atau metode berfikir analogi. Dengan analogi maka peristiwa yang serupa, sejenis atau mirip dengan diatur dalam undang-undang, diperlakukan sama. 2. Penyempitan hukum (rechtsverfijning) Kadang-kadang lagi peraturan perundang-undangan itu ruang lingkupnya terlalu umum atau luas, maka perlu dipersempit untuk dapat diterapkan terhadap suatu peristiwa tertentu. Dalam menyempitkan hukum dibentuklah pengecualian-pengecualian atau penyimpanganpenyimpangan baru dari peraturan-peraturan yang sifatnya umum diterapkan terhadap peristiwa atau hubungan hukum yang khusus dengan penjelasan atau konstruksi dengan memberi ciri-ciri. 3. Argumentum a contrario Ada kalanya suatu peristiwa tidak secara khusus diatur oleh undang-undang, tetapi kebalikan dari peristiwa tersebut diatur oleh undang-undang. Bagaimanakah menemukan hukumnya bagi peristiwa yang tidak diatur secara khusus itu? Cara menemukan hukum dengan dengan pertimbangan bahwa apabila undang-undang menetapkan hal-hal tertentu untuk peristiwa tertentu, maka peraturan itu terbatas pada peristiwa tertentu itu dan untuk peristiwa diluarnya berlaku sebaliknya, ini merupakan metode argumentum a contrario. Ini merupakan cara penafsiran atau menjelaskan undang-undang yang didasarkan pada perlawanan pengertian antara peristiwa konkrit yang dihadapi dan peristiwa yang diatur dalam undang-undang. Dengan mengatur secara tegas suatu peristiwa tertentu tetapi peristiwa yang mirip lainnya tidak, maka untuk yang terakhir ini berlaku hal yang kebalikannya. Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, Bab-Bab tentang Penemuan Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, h. 21-29. (Selanjutnya disebut Sudikno Mertokusumo II).
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
312
1. Usia syarat kawin, yaitu pria 19 (sembilan belas) tahun dan wanita 16 (enam belas) tahun, Pasal 7 ayat (1). 2. Usia izin kawin, mereka yang akan menikah di bawah usia 21 (dua puluh satu) tahun, harus ada izin kawin, Pasal 6 ayat (2). 3. Usia dewasa, yaitu 18 (delapan belas) tahun atau telah kawin, Pasal 47 ayat (1), (2) dan Pasal 50 ayat (1), (2). Ketiga kriteria usia tersebut, juga sama halnya dengan ketentuan di dalam ketentuan Hukum Keluarga BW. Di dalam buku I Bab tentang Hukum Keluarga BW, dapat ditemukan 3 (tiga) kriteria usia, yaitu: 1. Usia syarat kawin, yaitu bagi pria 18 (delapan belas) tahun dan bagi wanita 15 (lima belas) tahun, Pasal 29 BW. 2. Usia izin kawin, bagi mereka yang akan menikah yang belum berusia 30 (tiga puluh) tahun diperlukan izin kawin, Pasal 42 ayat (1) BW. 3. Usia dewasa, yaitu berusia 21 (dua puluh) satu tahun atau telah kawin, Pasal 330 BW. Kedewasaan secara yuridis selalu mengandung pengertian tentang adanya kewenangan seseorang untuk melakukan perbuatan hukum sendiri tanpa adanya bantuan pihak lain, apakah ia, orang tua si anak atau wali si anak. Jadi seseorang adalah dewasa apabila orang itu diakui oleh hukum untuk melakukan perbuatan hukum sendiri, dengan tanggung jawab sendiri atas apa
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
313
yang ia lakukan jelas disini terdapatnya kewenangan seseorang untuk secara sendiri melakukan suatu perbuatan hukum.503 Unsur dari kedewasaan antara lain: 1. Indikator utama untuk menentukan kedewasaan secara hukum adalah kewenangan pada seseorang untuk melakukan perbuatan hukum sendiri, tanpa bantuan orang tua ataupun wali. 2. Seseorang yang telah dewasa dapat dibebani tanggung jawab atas segala perbuatan hukum yang dilakukannya. 3. Batasan usia tersebut harus merupakan pengaturan bagi perbuatan hukum secara umum, bukan untuk perbuatan hukum tertentu saja. Berdasarkan pemaparan di atas, maka sangat beralasan batasan usia untuk melakukan perbuatan hukum secara umum, yaitu 18 (delapan belas) tahun atau telah/pernah menikah sebelum mencapai umur tersebut. Demikian UUJN telah menentukan batas usia penghadap atau batasan cukup umur untuk melakukan perbuatan dalam hal membuat akta notaris, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 39 ayat (1) UUJN yaitu, penghadap paling sedikit telah berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah dan cakap untuk melakukan perbuatan hukum. Dalam Wet op het Notarisambt 1999 Belanda, tidak ditentukan mengenai batas usia penghadap atau batasan cukup umur untuk melakukan perbuatan hukum dalam hal membuat akta notaris. Batas usia dewasa telah diatur dalam NBW, dengan menggunakan interpretasi a contrario terhadap 503
Djuhaendah Hasan, Masalah Kedewasaan Dalam Hukum Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Bandung, 2005, h. 7.
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
314
substansi Pasal 2:33 NBW, dapat diketahui bahwa Belanda telah menggunakan acuan usia 18 (delapan belas) tahun sebagai standar usia dewasa (kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum).504 NBW melalui Pasal 3:32 telah menentukan akibat hukum bagi perbuatan hukum oleh pihak yang dianggap
tidak
cakap
melakukan
perbuatan
hukum
(handelingsonbekwaamheid) secara umum, artinya dalam hal demikian, maka pihak yang tidak cakap (minderjarig atau curandus) tersebut akan dilindungi. Dalam Pasal 3:32 lid 2 NBW dinyatakan bahwa, suatu perbuatan hukum dari orang yang tidak mampu, dapat dibatalkan (vernietigbaar), dan suatu perbuatan hukum secara sepihak (eenzijdig) oleh seorang yang tidak cakap ditujukan kepada satu orang atau lebih tertentu adalah batal demi hukum (nietig). 505 Dengan demikian, terhadap pembuatan akta notaris di Belanda, usia dewasa atau cakap untuk melakukan perbuatan hukum oleh penghadap yaitu 18 (delapan belas) tahun. Demikian pula di dalam Wet op het Notarisambt 1999 juga tidak ditentukan mengenai ketentuan yang menyebabkan suatu akta notaris menjadi dapat di batalkan atau batal demi hukum. Wet op het Notarisambt 1999 hanya menentukan kriteria suatu akta notaris hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan, yang akan diuraikan selanjutnya dalam bab ini.
504
Periksa Budi Agus Riswandi, Aspek Hukum Internet Banking, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005, h. 154-155. 505 Herlien Budiono, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia, Hukum Perjanjian Berlandaskan Asas-asas Wigati Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006,h. 436. (Selanjutnya disebut Herlien Budiono III).
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
315
Ketika subjek hukum – manusia tersebut bertindak, maka harus diperhatikan kedudukannya, yaitu: 1. Untuk diri sendiri; 2. Selaku kuasa; 3. Selaku orang tua yang menjalankan kekuasaan orang tua untuk anaknya yang belum dewasa; 4. Selaku wali; 5. Selaku pengampu; 6. Curator (kepailitan); 7. dalam jabatannya. Dalam hal subjek hukumnya adalah berupa badan hukum, standar kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum tidak menghadapi polemik seperti pada subjek hukum berupa orang, cukup dilihat pada kewenangannya (bevoegheid). Artinya kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum didasarkan pada kewenangan yang melekat pada pihak yang mewakilinya. Dengan demikian, untuk mengetahui syarat kecakapan pada badan hukum harus diukur dari aspek kewenangannya (bekwaamheid – bevoegheid).506 Subjek hukum berupa badan hukum perdata (legal entity/corporate entity), dalam hukum Indonesia, antara lain: 1. Perseroan Terbatas, diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. 2. Yayasan diatur, diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001. 3. Koperasi, diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992.
506
Tesis
Agus Yudha Hernoko II, Op. Cit., h. 191.
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
316
4. Perkumpulan (Staatsblad 1870 Nomor 64 tentang Perkumpulan Berbadan Hukum, Staatsblad 1937 Nomor 573, Staatsblad 1938 Nomor 276, Pasal 1653-1665 BW). Dalam keadaan tertentu bahwa lembaga pemerintahan sebagai badan hukum publik dapat terlibat dalam/untuk membuat akta, misalnya Gubernur, Walikota atau Bupati yang sesuai dengan kewenangan masing-masing. 507 Dengan demikian kewenangan merupakan salah satu syarat yang menentukan keabsahan kontrak atau perjanjian yang dibuat oleh badan hukum, baik badan hukum privat maupun badan hukum publik.
3.2. Akta Notaris Batal Demi Hukum Yang dimaksud dengan suatu hal atau obyek tertentu (een bepaald onderwerp) dalam Pasal 1320 BW syarat 3, adalah prestasi yang menjadi pokok kontrak yang bersangkutan. Hal ini untuk memastikan sifat dan luasnya pernyataan-pernyataan yang menjadi kewajiban para pihak. pernyataanpernyataan yang tidak dapat ditentukan sifat dan luas kewajiban para pihak adalah tidak mengikat (batal demi hukum). 508 Mengenai hal atau objek tertentu ini dapat dirujuk dari substansi Pasal 1332, 1333, dan 1334 BW, sebagai berikut: Pasal 1332 menegaskan:
507
Bila Badan Hukum Publik (melalui pejabatnya) turut serta dalam perbuatan hukum perdata, maka tindakan tersebut sebagai tindakan menurut hukum perdata yang bukan termasuk Keputusan Badan Tata Usaha Negara (lihat Pasal 2 huruf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara juncto Undang-Undang Nomor 9 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. 508 Agus Yudha Hernoko II, Op. Cit., h. 191.
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
317
Hanya barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok perjanjian. Pasal 1333 BW menegaskan: Suatu perjanjian harus mempunyai pokok berupa suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Jumlah barang itu tidak perlu pasti, asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan dan dihitung. Pasal 1334 BW menegaskan: Barang yang baru ada pada waktu yang akan datang, dapat menjadi pokok suatu perjanjian. Tetapi tidaklah diperkenankan untuk melepaskan suatu warisan yang belum terbuka, ataupun untuk meminta diperjanjikan sesuatu hal mengenai warisan itu, sekalipun dengan sepakatnya orang yang nantinya akan meninggalkan warisan yang menjadi pokok perjanjian itu, dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 169, 176, dan 178. Agus Yudha Hernoko509 menyatakan bahwa: “Substansi pasal-pasal tersebut memberikan pedoman bahwa dalam berkontrak harus dipenuhi hal atau objek tertentu. Hal ini dimaksudkan agar sifat dan luasnya kewajiban para pihak (prestasi) dapat dilaksanakan oleh para pihak. Bahwa “tertentu” tidak harus dalam artian gramatikal dan sempit harus sudah ada ketika kontrak dibuat, adalah dimungkinkan untuk hal atau objek tertentu tersebut sekadar ditentukan jenis, sedang mengenai jumlah dapat ditentukan kemudian hari. Dalam praktik hal ini sering dilakukan, misal dalam transaksi komoditas berjangka, pembelian melalui sistem panjar (untuk hasil pertanian). Prestasi merupakan pokok atau objek suatu perjanjian, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1234 BW. Menurut Pasal 1332 dan 1334 BW tersebut di atas, hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok perjanjian, tak perduli apakah barang-barang itu sudah ada atau
509
Tesis
Ibid., h. 192.
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
318
yang baru akan ada kelak. 510 Prestasi tersebut hanya mengikat pihak-pihak yang tersebut dalam akta, ketentuan ini sebagaimana tersebut dalam Pasal 1340 BW, yaitu: Suatu perjanjian hanya berlaku antara para pihak yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat membawa rugi kepada pihak ketiga, tak dapat pihak-pihak ketiga mendapat manfaat karenanya, selain dalam hal yang diatur dalam Pasal 1317 BW.511 Unsur objektif yang kedua yaitu substansi perjanjian adalah sesuatu yang diperbolehkan 512 , baik menurut undang-undang, kebiasaan, kepatutan, kesusilaan dan ketertiban umum yang berlaku pada saat perjanjian dibuat dan ketika akan dilaksanakan. Pengertian kausa atau sebab (oorzaak) sebagaimana dimaksud Pasal 1320 BW syarat 4, harus dihubungkan dalam konteks Pasal 1335 dan 1337 BW. Meskipun undang-undang tidak memberikan penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan sebab atau kausa, namun yang dimaksudkan di sini menunjuk pada adanya hubungan tujuan (kausa finalis), yaitu apa yang menjadi tujuan para pihak untuk menutup kontrak atau apa yang hendak dicapai para pihak pada saat penutupan kontrak. 513 Misalnya, dalam suatu 510
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 224 K/Sip/1973, bahwa berdasarkan Pasal 1322 BW, kekhilafan tidak mengakibatkan batalnya perjanjian kecuali apabila kekhilafan itu mengenai hakekat barang-barang yang menjadi pokok perjanjian. Kekhilafan mengenai diri seorang dengan siapa diadakan suatu perjanjian juga tidak menjadi sebab batalnya suatu perjanjian, kecuali apabila perjanjian yang bersangkutan khusus diadakan mengikat diri orang tertentu itu. Habib Adjie VI, Op. Cit., h. 76. 511 Pasal 1317 BW berbunyi: lagi pula diperbolehkan juga untuk meminta ditetapkannya suatu janji guna kepentingan seorang pihak ketiga, apabila suatu penetapan janji yang dibuat oleh seorang untuk dirinya sendiri, atau suatu pemberian yang dilakukannya kepada orang lain, memuat janji seperti itu. 512 Suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, maka persetujuan tersebut tidak mempunyai kekuatan (Pasal 1335 BW). Jika tidak dinyatakan suatu sebab, tetapi ada sebab yang diperbolehkan (tidak dilarang), ataupun jika ada suatu sebab yang lain, daripada yang dinyatakan, maka persetujuan tetap sah (Pasal 1336 BW). 513 J. H. Niewenhuis dalam Agus Yudha Hernoko II, Op. Cit., h. 194.
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
319
kontrak jual beli, tujuan para pihak dalam menutup kontrak adalah pembayaran harga barang (oleh pembeli) dan pengalihan kepemilikan barang (oleh penjual). Pengertian kausa (kausa finalis-kausa tujuan) hendaknya dibedakan dengan pengertian kausa pada Pasal 1365 BW. Pengertian kausa pada Pasal 1365 BW adalah sebab atau penyebab yang menimbulkan kerugian (kausa efficiens). Kausa disini menunjukan adanya hubungan sebab-akibat antara perbuatan melanggar hukum (sebagai kausa penyebab) dengan kerugian yang ditimbulkan (akibat, kausa efficiens), sehingga menimbulkan kewajiban untuk memberikan ganti rugi.514 Demikian pula perlu dibedakan secara tegas antara kausa (sebab) dan motif. Motif adalah alasan yang mendorong batin seseorang untuk melakukan sesuatu hal.515 Akta notaris wajib dibuat dalam bentuk yang sudah ditentukan oleh undang-undang (UUJN), hal ini merupakan salah satu karakter akta notaris. Meskipun ada ketidaktepatan dalam Pasal 38 ayat (3) huruf a UUJN yang telah menempatkan syarat subjektif dan syarat objektif sebagai bagian dari badan akta, maka kerangka akta notaris harus menempatkan kembali syarat subjektif dan syarat objektif akta notaris yang sesuai dengan makna dari suatu perjanjian dapat dibatalkan dan batal demi hukum.516 Dalam Pasal 84 UUJN telah menentukan akta notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan disebutkan dengan tegas dalam pasal-pasal tertentu dalam UUJN sebagai telah disebutkan di atas, maka 514
J. H. Niewenhuis dalam Agus Yudha Hernoko II, Ibid., h. 195. Agus Yudha Hernoko II, Ibid. 516 Habib Adjie VI, Op. Cit., h. 77. 515
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
320
dapat ditafsirkan bahwa ketentuan-ketentuan yang tidak disebutkan dengan tegas bahwa suatu akta notaris mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan, maka selain hal-hal tersebut, maka termasuk ke dalam akta notaris yang batal demi hukum, yaitu: 1. Melanggar kewajiban sebagaimana tersebut dalam Pasal 16 ayat (1) huruf l, yaitu tidak membuat daftar akta wasiat dan mengirimkan ke Daftar Pusat Wasiat dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan (termasuk memberitahukan bilamana nihil) yang membuat wasiat dengan bentuk apa pun dengan akta notaris. Tujuan pengiriman atau pelaporan tersebut adalah untuk melindungi kehendak terakhir hak pemberi wasiat dan calon penerima wasiat. Daftar Pusat Wasiat (DPW) berada di Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Atas permintaan para pihak untuk mengetahui ada atau tidak adanya wasiat, DPW masih melakukannya secara manual yang akan memerlukan waktu yang lama, maka untuk mempersingkat waktu dan mempermudah pemberian pelayanan
kepada masyarakat,
pemerintah dalam
hal
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk dapat segera melakukan perubahan dengan cara membuat permintaan ada atau tidaknya wasiat secara on line. Pengiriman atau pelaporan tersebut tidak mengatur untuk pembuatan wasiat (secara tertulis) yang dibuat tanpa melibatkan notaris atau yang dilakukan secara lisan yang dikuatkan dengan para saksi. Meskipun tidak dilakukan pengiriman atau pelaporan, maka wasiat seperti itu tetap
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
321
mengikat sepanjang tidak ada yang mengajukan keberatan atau gugatan atas wasiat tersebut.517 2. Melanggar kewajiban sebagaimana ditentukan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf k, yaitu tidak mempunyai cap/stempel yang memuat lambang negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan notaris. 3. Melanggar ketentuan Pasal 44, yaitu pada akhir akta tidak disebutkan atau dinyatakan secara tegas mengenai penyebutan akta telah dibacakan untuk akta yang tidak dibuat dalam bahasa Indonesia atau bahasa lainnya yang digunakan dalam akta, memakai jasa penerjemah resmi, penjelasan, penandatanganan akta di hadapan penghadap, notaris dan penterjemah resmi. 4. Melanggar ketentuan Pasal 48, yaitu tidak memberikan paraf atau tidak memberikan tanda pengesahan lain oleh penghadap, saksi dan notaris, atas pengubahan atau penambahan berupa penulisan tindih, penyisipan, pencoretan, atau penghapusan dan menggantinya dengan yang lain dengan cara penambahan, penggantian atau pencoretan. 5. Melanggar ketentuan Pasal 49, yaitu tidak menyebutkan atas perubahan akta yang dibuat tidak di sisi kiri akta, tapi untuk perubahan yang dibuat pada akhir akta sebelum penutup akta, dengan menunjuk bagian yang diubah atau dengan menyisipkan lembar tambahan. Perubahan yang
517
Tesis
Ibid., h. 78.
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
322
dilakukan tanpa menunjuk bagian yang diubah mengakibatkan perubahan tersebut menjadi batal. 6. Melanggar ketentuan Pasal 50, yaitu tidak melakukan pencoretan, pemarafan dan atas perubahan berupa pencoretan kata, huruf, atau angka, hal tersebut dilakukan sedemikian rupa sehingga tetap dapat dibaca sesuai dengan yang tercantum semula, dan jumlah akta, huruf, atau angka yang dicoret dinyatakan pada sisi akta, juga tidak menyatakan pada akhir akta mengenai jumlah perubahan, pencoretan dan penambahan. 7. Melanggar ketentuan Pasal 51, yaitu tidak membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan ketik yang terdapat pada minuta akta yang telah ditandatangani, juga tidak membuat berita acara tentang pembetulan tersebut dan tidak menyampaikan berita acara pembetulan tersebut kepada pihak yang tersebut dalam akta. Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dapat dikualifikasikan akta notaris menjadi batal demi hukum, dimana sebenarnya hal-hal tersebut merupakan pelanggaran terhadap tindakan kewajiban yang harus dilakukan oleh notaris dalam menjalankan tugas jabatannya, tanpa ada objek tertentu dan sebab yang diperbolehkan atau dalam hal ini substansi akta, sehingga jika ukuran akta notaris menjadi batal demi hukum berdasarkan unsur-unsur yang ditentukan dalam Pasal 1335, 1336, 1337 BW, maka penggunaan istilah batal demi hukum untuk akta notaris yang disebabkan oleh karena melanggar pasal-pasal tertentu dalam Pasal 84 UUJN menjadi tidak tepat, karena setiap akta notaris tentu saja menguraikan suatu tindakan hukum
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
323
dan mengenai suatu obyek tertentu, yang mempunyai akibat hukum tertentu pula. Berdasarkan penelusuran isi tiap pasal tersebut, tidak ditegaskan akta yang dikualifikasikan sebagai akta yang mempunyai kekuatan pembuktian di bawah tangan dan akta yang batal demi hukum dapat diminta ganti kerugian kepada notaris berupa penggantian biaya, ganti rugi dan bunga. Hal ini dapat ditafsirkan bahwa akta notaris yang terdegradasi menjadi akta yang hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dan akta notaris yang batal demi hukum, keduanya dapat dituntut penggantian biaya, ganti rugi dan bunga, hanya ada 1 (satu) pasal yaitu Pasal 52 ayat (3) UUJN yang menegaskan bahwa akibat akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan, notaris wajib membayar biaya, ganti rugi dan bunga.518 Dalam akta notaris, atas permintaan para pihak sendiri atau penghadap untuk akta-akta tertentu, seperti perjanjian kerjasama atau pengikatan jual beli dengan angsuran, selalu dicantumkan syarat batal demi hukum, artinya jika ada syarat tertentu yang tidak dipenuhi oleh salah satu pihak, maka akta ini menjadi batal demi hukum dengan segala akibat hukum yang timbul dari akta yang batal demi hukum tersebut. 519 Akta batal demi hukum demikian, sesungguhnya tidak melanggar syarat objektif suatu perjanjian, namun atas 518
Ketentuan Pasal 84 UUJN ini, meskipun mirip dengan ketentuan Pasal 60 PJN, tapi ada perbedaannya, yaitu dalam Pasal 60 ayat (1) PJN, yang menegaskan jika terjadi pelanggaran terhadap semua Pasal dalam PJN, jika tidak ditentukan lain, maka kepada notaris dapat dikenai hukuman denda sejumlah uang tertentu, kecuali untuk pasal-pasal yang dinyatakan dengan tegas sebagai suatu pelanggaran. Ketentuan seperti Pasal 60 ayat (1) PJN tidak diatur dalam Pasal 84 UUJN. Ibid., h. 80. 519 Ibid.
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
324
dasar kesepakatan para pihak, mereka menentukan sendiri syarat batal demi hukum tersebut. Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1440 K/Pdt/1996, tanggal 30 Juni 1998, menyatakan suatu akta notaris yang cacat yuridis sehingga dinyatakan menjadi batal demi hukum. Dalam gugatan perkara tersebut, sesungguhnya tidak ada gugatan pembatalan terhadap akta notaris namun yang menjadi petitum gugatan adalah gugatan pembayaran pelunasan hutang piutang beserta ganti ruginya, dimana perjanjian hutang piutang tersebut dibuat berdasarkan Akta Pengakuan Hutang dan Kuasa Menjual yang dibuat dihadapan notaris. Dalam putusan Mahkamah Agung tersebut menyatakan bahwa perbuatan hukum dalam Akta Pengakuan dan Kuasa Menjual tersebut melanggar dalil (adegium) bahwa suatu akta otentik atau akta di bawah tangan hanya berisi satu perbuatan hukum. Akta yang demikian tersebut tidak memiliki executorial title ex Pasal 224 HIR dan bukan tidak sah. “Kuasa Mutlak” yang tercantum dalam akta tersebut bertentangan dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 juncto Surat Direktorat Jenderal Agraria Nomor 594/493/AGR, mengakibatkan akta tersebut menjadi batal demi hukum. Hakim juga menemukan fakta bahwa salah seorang penghadap dalam akta tersebut, sesungguhnya tidak pernah datang kepada notaris untuk membuat akta tersebut, sehingga tidak benar akta dibuat sebagaimana tanggal yang tercantum dalam akta tersebut. G. H. S. Lumban Tobing, menyatakan:
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
325
“bahwa dalam arti formal, maka terjamin kebenaran/kepastian tanggal dari akta itu, kebenaran tanda tangan yang terdapat dalam akta itu, identitas dari orang-orang yang hadir (comparanten), demikian juga tempat dimana akta itu dibuat dan sepanjang mengenai akta partij, bahwa para pihak ada menerangkan seperti yang diuraikan dalam akta ini, sedang kebenaran dari keterangan-keterangan itu sendiri hanya pasti antara pihak-pihak sendiri”.520 Demikian pula berarti bahwa notaris yang bersangkutan tidak membacakan akta kepada para penghadap, karena ditemukan fakta bahwa salah seorang penghadap tidak pernah datang menghadap notaris yang bersangkutan.
Perbuatan
notaris
ini
bertentangan
dengan
kewajiban
membacakan akta sebagaimana ditentukan dalam Pasal 24 juncto Pasal 28 PJN (dalam UUJN diatur dalam Pasal 39 ayat (2) dan (3) juncto Pasal 44 ayat (4)). Dengan demikian akta notaris tersebut adalah akta yang cacat yuridis sehingga dapat dinyatakan batal demi hukum, disebabkan karena: a. Notaris tidak membuat akta dihadapan para penghadap sebagaimana yang dinyatakan dalam akta; b. Notaris tidak membacakan, menjelaskan serta menandatanganinya dihadapan para penghadap. Selain itu notaris tersebut juga telah melalaikan kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a, dimana notaris wajib untuk bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan para pihak, dimana jelas bahwa notaris yang bersangkutan telah berpihak ke salah satu penghadap/pihak.
520
Tesis
G. H. S. Lumban Tobing, Op. Cit., h. 57.
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
326
4. Akta Notaris Terkualifikasi Sebagai Akta di Bawah Tangan Di dalam Pasal 1869 BW telah ditentukan batasan akta otentik yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan, yaitu dapat terjadi jika tidak memenuhi ketentuan karena: 1. tidak berwenangnya pejabat umum yang bersangkutan; atau 2. tidak cakapnya pejabat umum yang bersangkutan; atau 3. akta otentik cacat dalam bentuknya, meskipun demikian akta seperti itu tetap mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan jika akta tersebut ditandatangani oleh para pihak. Pasal 1869 BW tersebut mempergunakan perkataan-perkataan “tidak berwenang” (onbevoegd) dan “tidak cakap” (onbekwaam), dengan tidak memberikan penjelasan yang tegas mengenai perbedaan di antara kedua istilah hukum itu. 521 Cakap (bekwaam) adalah kriteria umum yang dihubungkan dengan keadaan diri seseorang, sedang berwenang (bevoegd) merupakan kriteria khusus yang dihubungkan dengan suatu perbuatan atau tindakan tertentu. Seseorang yang cakap belum tentu berwenang, namun seseorang yang berwenang sudah tentu cakap. Telah dijelaskan, bahwa hukum menentukan untuk dapat bertindak dalam
hukum,
seseorang
harus
cakap
dan
berwenang.
Seseorang
dikualifikasikan telah cakap dan berwenang apabila telah memenuhi syaratsyarat yang ditentukan oleh undang-undang, yaitu telah dewasa dan sehat pikirannya (tidak di bawah pengampuan). Sekalipun cakap belum tentu
521
Tesis
Ibid., h. 138.
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
327
berwenang. Seseorang yang telah cakap menurut hukum mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum, namun beberapa perbuatan yang tidak berwenang dilakukan orang cakap tertentu, antara lain: 1. tidak boleh mengadakan jual beli antara suami istri (Pasal 1467 BW); 2. larangan kepada hakim, jaksa, panitera, advokat, juru sita dan notaris untuk menjadi pemilik hak-hak dan tuntutan-tuntutan yang menjadi pokok perkara yang sedang bergantung pada pengadilan negeri yang dalam wilayah mereka melakukan pekerjaan mereka, atas ancaman kebatalan, serta penggantian biaya, rugi dan bunga (Pasal 1468 BW; Apabila seorang notaris membuat akta di luar daerah jabatannya, maka hal itu ia dikatakan “tidak berwenang” (onbevoegd), sedang apabila ia membuat suatu akta yang tidak termasuk dalam bidang tugas dan kewenangan notaris, sekalipun dibuat dalam daerah jabatannya, maka dalam hal tersebut, bahwa notaris yang bersangkutan “tidak cakap” (onbekwam), dan akibat hukum dari perbuatan tersebut adalah sama, yaitu akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan, apabila akta tersebut ditandatangani oleh para pihak. Sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya, bahwa notaris wajib terlebih dahulu diambil sumpahnya sebelum menjalankan jabatannya. Apabila seorang notaris membuat suatu akta, akan tetapi notaris yang bersangkutan belum mengucapkan sumbah jabatan notaris, maka akta yang dibuatnya itu adalah dibuat oleh seseorang yang tidak cakap (onbekwam), sedang apabila dalam hal ini notaris yang bersangkutan mengucapkan sumpah
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
328
jabatan notaris setelah membuat akta itu, maka akta yang dibuatnya itu adalah akta yang dibuat oleh seseorang yang tidak berwenang (onbevoegd). Untuk hal yang disebutkan pertama, yakni pembuatan akta sebelum diambil sumpahnya dan juga setelah membuat akta itu tidak juga mengucapkan sumpah, terhadap orang yang bersangkutan dapat dikenakan Pasal 228 KUHP, sedang dalam hal yang terakhir tidak dapat dikenakan Pasal 228 KUHP, oleh karena jabatan notaris itu ada dipangkunya. 522 Selain itu, terhadap notaris yang bersangkutan juga dapat dihukum untuk membayar biaya, ganti rugi dan bunga, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 84 UUJN. Di dalam pasal-pasal tertentu UUJN, telah menentukan sebab-sebab yang mengakibatkan suatu akta notaris hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan, yaitu karena: 1. Melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf i, yaitu tidak membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi dan notaris. Penandatanganan para pihak, saksi dan notaris merupakan suatu kewajiban. Untuk pihak yang tidak dapat membubuhkan tanda tangannya karena cacat fisik tangannya atau tidak dapat membaca dan menulis, maka notaris wajib menuliskan pada akhir akta akan keadaan tersebut. 2. Melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (7) dan (8) yaitu jika notaris pada akhir akta tidak mencantumkan kalimat bahwa para penghadap menghendaki
522
Tesis
Ibid., h. 139.
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
329
agar akta tidak dibacakan karena penghadap membaca sendiri, mengetahui dan memahami isi akta. Ketentuan Pasal 16 ayat (7) dan (8) ini tidak berlaku untuk pembuatan wasiat (Pasal 16 ayat (9) UUJN). Substansi pasal ini perlu dikaitkan dengan bentuk wasiat sebagaimana diatur dalam Pasal 931 BW, bahwa ada 3 (tiga) bentuk wasiat, yaitu (1) terbuka atau umum, (2) olographis, dan (3) tertutup atau rahasia. Dari ketiga bentuk wasiat tersebut, dimana substansi atau isinya dibuat di hadapan notaris, hanyalah wasiat dalam bentuk terbuka atau umum. Dengan demikian, ketentuan Pasal 16 ayat (9) UUJN hanyalah untuk pembuatan wasiat terbuka atau umum, sehingga meskipun penghadap membaca sendiri, namun notaris tetap wajib membacakannya kembali di hadapan penghadap, dan kemudian para saksi. 3. Melanggar ketentuan Pasal 41 dengan menunjuk pada Pasal 39 dan Pasal 40, yaitu tidak dipenuhinya ketentuan-ketentuan: a. Pasal 39, bahwa:
Penghadap paling sedikit berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum.523
Penghadap harus dikenal oleh notaris atau diperkenalkan kepadanya oleh 2 (dua) orang saksi pengenal yang berumur paling sedikit 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah dan cakap
523
Ketentuan Pasal 39 ayat (1) UUJN ini telah memberikan batasan umur cakap untuk melakukan perbuatan hukum secara umum, namun berbeda dengan prinsip mengenai syarat subjektif sahnya suatu perjanjian, yaitu bila melanggar syarat subjektif maka perjanjian menjadi dapat dibatalkan, namun berdasarkan pasal UUJN tersebut, jika syarat subjektif dilanggar maka akta notaris yang bersangkutan menjadi akta yang hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
330
melakukan perbuatan hukum atau diperkenalkan oleh 2 (dua) orang penghadap lainnya. b. Pasal 40 menentukan bahwa setiap akta dibacakan oleh notaris dengan dihadiri paling sedikit 2 (dua) orang saksi paling sedikit berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah, cakap melakukan perbuatan hukum, mengerti bahasa yang digunakan dalam akta dan dapat membubuhkan tanda tangan dan paraf serta tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah tanpa batasan derajat dan kesamping sampai dengan derajat ketiga dengan notaris atau para pihak. c. Melanggar ketentuan Pasal 52, yaitu membuat akta untuk diri sendiri, istri/suami, atau orang lain yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan notaris, baik karena perkawinan maupun hubungan darah dalam garis lurus ke bawah dan/atau ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam garis ke samping sampai dengan derajat ketiga, serta menjadi pihak untuk diri sendiri, maupun dalam suatu kedudukan ataupun dengan perantara kuasa. Menurut Habib Adjie524, ketentuan Pasal 52 ayat (2) UUJN ini tidak berlaku apabila notaris sendiri yang menjadi penghadap dalam penjualan di muka umum, persewaan umum, atau pemborongan umum, atau menjadi anggota rapat yang risalahnya dibuat oleh notaris lain. Dalam hal ini yang bersangkutan tidak dilihat dalam jabatannya
524
Tesis
Habib Adjie VI, Op. Cit., h. 82.
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
331
sebagai notaris, tapi sebagai orang atau pihak dalam tindakan hukum yang bersangkutan. Dengan menggunakan ukuran atau batasan sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1869 BW, maka pasal-pasal tersebut dalam UUJN yang menegaskan pelanggaran terhadap ketentuan tersebut mengakibatkan akta notaris mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan, dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Pasal 16 ayat (1) huruf l dan Pasal 16 ayat (7) dan (8) termasuk ke dalam cacat bentuk akta notaris, sebab pembacaan akta oleh notaris di hadapan para pihak dan saksi adalah merupakan suatu kewajiban notaris untuk menjelaskan bahwa akta yang dibuat tersebut telah sesuai dengan kehendak penghadap yang bersangkutan, pembacaan tersebut wajib untuk diuraikan pada bagian akhir akta notaris, demikian pula bila notaris tidak membacakan akta di hadapan para pihak dan para saksi, karena para pihak berkehendak untuk membaca sendiri akta tersebut, maka kehendak para pihak tersebut harus dicantumkan pada akhir akta, dan apabila tidak dilakukan
maka
ada
aspek
formal
yang
tidak
dipenuhi
yang
mengakibatkan akta tersebut menjadi cacat dari segi bentuk. 2. Pasal 41 yang menunjuk pada Pasal 39 dan 40 berkaitan dengan aspek subjektif sahnya akta notaris, yaitu cakap bertindak untuk melakukan suatu perbuatan hukum. Pelanggaran terhadap pasal ini, termasuk ke dalam tidak mampunya pejabat umum yang bersangkutan untuk memahami batasan umum usia cakap untuk melakukan suatu perbuatan hukum.
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
332
3. Pasal 41 yang menunjuk pada Pasal 40, khususnya tidak ada hubungan perkawinan dengan notaris atau hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat dan garis ke samping sampai dengan derajat ketiga dengan notaris atau para pihak, dan Pasal 52, termasuk ke dalam tidak berwenangnya pejabat umum yang bersangkutan, yang
artinya
ada
penghalang
bagi
notaris
untuk
menjalankan
kewenagannya. Wet op het Notarisambt 1999 Belanda, telah menentukan kriteria akta notaris kehilangan otensitasnya, dimana akta notaris hanya mempunyai kekuatan sebagai akta di bawah tangan. Akta notaris yang bersangkutan akan kehilangan nilai otensitasnya apabila melanggar ketentuan-ketentuan sebagai berikut: 1. Melanggar ketentuan Pasal 19, yaitu membuat akta untuk diri sendiri, istri/suami, atau orang lain yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan notaris, baik karena perkawinan maupun hubungan darah dalam garis lurus ke bawah dan/atau ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam garis ke samping sampai dengan derajat ketiga, serta menjadi pihak untuk diri sendiri, maupun dalam suatu kedudukan ataupun dengan perantara kuasa. Namun ketentuan larangan Pasal 19 ini tidak berlaku pada penjualan di muka umum, persewaan umum, atau tender umum. 2. Melanggar ketentuan Pasal 39, yaitu bahwa setiap akta harus dibacakan oleh notaris di hadapan saksi yang cakap melakukan perbuatan hukum,
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
333
dimana saksi tersebut tidak boleh memiliki hubungan darah ke atas dan ke bawah tanpa pembatasan derajat dan ke samping sampai derajat ketiga. 3. Melanggar ketentuan Pasal 40, yaitu setiap akta notaris wajib dibuat menurut bentuk dan tata cara penulisan sebagaimana telah ditentukan dalam Wet op het Notarisambt, dan pelanggaran terhadap bentuk dan tata cara penulisan akta tersebut, membuat akta yang bersangkutan kehilangan nilai otensitasnya. 4. Melanggar ketentuan Pasal 43, yaitu pelanggaran terhadap kewajiban pembacaan akta dan keharusan notaris untuk segera menandatangani minuta akta setelah para pihak dan saksi-saksi selesai menandatangani minuta akta yang bersangkutan. Hal-hal tersebut di atas merupakan kriteria atau penyebab akta notaris kehilangan otensitasnya atau hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagaimana akta di bawah tangan menurut ketentuan Wet op het Notarisambt 1999, dimana ketentuan-ketentuan tersebut mirip dengan ketentuan-ketentuan di dalam UUJN yang menentukan kriteria akta notaris kehilangan otensitasnya. Akta notaris sebagai alat bukti agar mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna harus memenuhi seluruh ketentuan prosedur atau tata cara pembuatan akta. Bila dapat dibuktikan ada prosedur yang tidak dipenuhi, maka akta tersebut melalui proses pengadilan, dapat dinyatakan sebagai akta yang hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
334
Jika telah berkedudukan demikian, maka nilai pembuktiannya diserahkan kepada hakim. Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan yaitu apabila suatu ketentuan-ketentuan tertentu dilanggar atau tidak dipenuhi oleh notaris, maka dapat mengakibatkan akta yang bersangkutan menjadi batal, dapat dibatalkan, atau hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagaimana akta di bawah tangan, dimana hal tersebut dapat dijadikan alasan atau melahirkan hak bagi para pihak yang menderita kerugian atas kesalahan tersebut untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi dan bunga kepada notaris. Selain faktor internal yang berasal dari dalam diri notaris, misalnya kecerobohan, tidak memenuhi prosedur, juga terdapat persyaratan lain dalam bentuk tindakan tertentu yang tidak dilakukan atau tidak dipenuhi oleh notaris dalam menjalankan tugas jabatannya, berupa kewajiban dan larangan yang tercantum dalam UUJN, yaitu tidak menjalankan kode etik notaris, perilaku notaris yang merendahkan kehormatan dan martabat notaris, melakukan perbuatan tercela, dan sebagainya, juga disebabkan faktor eksternal yang membohongi notaris, misalnya moral masyarakat.525 Selain harus memenuhi ketentuan di dalam UUJN dan Pasal 1320 BW, kebatalan suatu perjanjian juga dapat disebabkan karena kelalaian memenuhi syarat menuangkan atau membuat perjanjian tersebut ke dalam bentuk yang ditentukan undang-undang, misalnya dalam bentuk akta notaris atau akta PPAT.
525
Tesis
Sjaifurrachman, Op. Cit., h.29-30.
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
335
Notaris dapat lepas dari tanggung gugat akibat akta yang dibuat oleh atau di hadapannya cacat, sepanjang apabila cacatnya akta yang bersangkutan disebabkan oleh kesalahan oleh penghadap, karena keterangan atau bukti surat yang disampaikan oleh penghadap tersebut, memuat keterangan yang tidak benar atau cacat. Bentuk-bentuk penyebab cacat hukum yang bukan disebabkan oleh kesalahan notaris, misalnya adanya identitas aspal atau asli tapi palsu, seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), Paspor, Surat Keterangan Waris, Sertipikat, akta Jual Beli, Surat Keputusan (SK), Buku Pemilikan Kenderaan Bermotor, Surat Nikah, Akta Kelahiran dan lain sebagainya.526 Dokumen-dokumen tersebut pada umumnya selalu berhubungan dengan pelaksanaan tugas jabatan notaris yang menjadi acuan notaris dalam melaksanakan
fungsinya
melayani
kepentingan
masyarakat
yang
membutuhkan. Hal tersebut disebabkan dokumen-dokumen tersebut yang merupakan produk hukum institusi negara dapat dengan mudah dipalsukan. Semakin mudah dokumen dipalsukan, maka akan semakin besar kemungkinan notaris untuk ikut terseret kasus hukum. Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 702 K/Sip/1973, tanggal 5 September 1973, menyatakan bahwa “… Notaris fungsinya hanya mencatatkan/menuliskan apa-apa yang dikehendaki dan dikemukakan oleh para pihak yang menghadap notaris tersebut. Tidak ada kewajiban bagi notaris untuk menyelidiki secara materiil apa-apa (hal-hal)
526
Tesis
Ibid.
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
336
yang dikemukakan oleh penghadap di hadapan notaris tersebut”. Dari substansi putusan Mahkamah Agung tersebut, dalam pembuatan akta, notaris berdasarkan pada kebenaran formal suatu dokumen yang disampaikan oleh penghadap, sedangkan kebenaran materiil suatu keterangan dan dokumen yang diperlukan untuk pembuatan akta, merupakan tanggung jawab para penghadap yang bersangkutan.
5. Pembatalan Akta Notaris Oleh Para Pihak Sendiri Akta notaris merupakan suatu formulasi dari keinginan para pihak yang datang menghadap kepada notaris, tanpa adanya keinginan demikian itu, tentu saja akta notaris tersebut tidak akan dibuat, karena merupakan salah satu kewajiban notaris untuk membingkai dan mengkonstatir keinginan para pihak demikian sesuai dengan ketentuan yang berlaku, agar akta tersebut dapat dikualifikasikan sebagai akta otentik. Isi akta notaris yang bersangkutan adalah merupakan kehendak para pihak, bukan merupakan keinginan atau kehendak notaris, namun notaris berkewajiban untuk memberikan penjelasan kepada para penghadap, agar tindakan hukum penghadap yang akan dituangkan ke dalam akta, telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Bila akta notaris yang bersangkutan, dirasakan atau dinilai oleh para pihak tidak mencapai tujuan yang diinginkan atau harus diubah sesuai dengan keadaan, maka para pihak dapat secara bersama-sama dan sepakat datang ke hadapan notaris untuk merubah atau membatalkan akta yang bersangkutan.
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
337
Menurut Habib Adjie 527 , dalam tataran hukum kenotariatan yang benar mengenai akta notaris dan notaris, jika suatu akta notaris dipermasalahkan oleh para pihak, maka para pihak dapat datang kembali ke notaris untuk membuat akta pembatalan atas akta tersebut dan dengan demikian akta yang dibatalkan sudah tidak mengikat lagi para pihak, dan para pihak menanggung segala akibat hukum dari pembatalan tersebut. Pembatalan demikian itu adalah selaras dengan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1420 K/Sip/1978, tanggal 1 Mei 1979, bahwa pengadilan tidak dapat membatalkan suatu akta notaris, tetapi hanya dapat menyatakan akta notaris yang bersangkutan tidak mempunyai kekuatan hukum. Maka dengan demikian hanya para pihaklah yang dapat membatalkannya, namun putusan Mahkamah Agung ini menurut penulis tidak tepat dimana hakim mempunyai kewenangan untuk menyatakan batal suatu akta berdasarkan permintaan pihak yang berkepentingan disertai alat-alat bukti untuk mendukung dalil-dalil yang diajukan. Akta notaris dapat berisi suatu pernyataan dari seorang penghadap atau perjanjian sepihak/pernyataan, yang untuk pembatalannya tidak memerlukan persetujuan dari pihak lain. Misalnya akta wasiat yang dicabut atau dirubah isinya oleh pemberi wasiat tanpa memerlukan persetujuan terlebih dahulu dari pihak lain. Namun untuk akta notaris yang berisi pernyataan atau keterangan yang lebih dari satu orang (berbentuk perjanjian timbal balik), maka pemutusan atau
527
Tesis
Habib Adjie VI, Op. Cit., h. 82.
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
338
pembatalan akta tersebut harus dengan persetujuan pihak lain (lawan kontrak). Dalam hal ini, ketentuan Pasal 1266 ayat (2) BW tidak dapat disimpangi, yang menyatakan bahwa “Dalam hal yang demikian persetujuan tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada hakim”. Menurut Y. Sogar Simamora, ada 3 (tiga) sudut penilaian, bahwa Pasal 1266 BW merupakan ketentuan yang bersifat dwigend/mandatory (memaksa), yaitu:528 a. Adanya kata “harus” atau “wajib” misalnya, mengindikasikan bahwa ketentuan yang bersangkutan bersifat dwigend/mandatory. Sebaliknya, rumusan “jika tidak telah diadakan persetujuan lain” atau “jika tidak diperjanjikan sebaliknya” misalnya, mengindikasikan bahwa ketentuan itu bersifat aanvullend/voluntary. Dengan cara ini maka tidak dapat lain untuk tidak mengatakan bahwa Pasal 1266 BW bersifat dwigend dan karenanya tidak dapat disimpangi; b. Cara lain yang dapat digunakan yaitu dengan memahami strekking dari ketentuan dimaksud, yakni mengkaitkan suatu ketentuan dengan ketentuan lain. Pada hakikatnya ini merupakan jenis penafsiran sistematis karena penafsiran dilakukan dengan memahami ketentuan dihubungkan dengan pemahaman terhadap seluruh aturan terkait. Dari strekking Pasal 1266 BW juga harus dinilai dwigend karena syarat batal dalam pasal ini tergolong syarat batal relatif dan bukan syarat batal mutlak seperti ketentuan sebelumnya, yakni Pasal 1265 BW. Perbedaan keduanya terletak pada momen terjadinya kebatalan. Pada syarat batal mutlak, jika syarat
528
Tesis
Lihat Y. Sogar Simamora II, Op. Cit., h. 343-350.
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
339
terpenuhi maka dengan sendirinya perikatan batal, sedangkan pada syarat batal relatif, sekalipun syarat terpenuhi perikatan tidak otomatis batal melainkan harus dimintakan kepada hakim. c. Juga dinilai dari segi tujuannya, penilaian terhadap Pasal 1266 BW akan sampai pada kesimpulan bahwa pasal ini bersifat dwigend karena tujuan pasal ini melindungi salah satu pihak dari penilaian subjektif pihak lain. Adalah tidak adil jika penilaian mengenai tidak terpenuhinya suatu kewajiban (wanprestasi) digantungkan pada pihak lain. Hakimlah yang berwenang melakukan penilaian itu. Namun tentu saja, pembatalan oleh para pihak yang bersangkutan ini, hanya dapat dilakukan apabila para pihak sepakat untuk membatalkannya, dengan datang ke notaris untuk membuat akta pembatalan. Maka kuncinya adalah adanya kesepakatan para pihak. Jika para pihak tidak mencapai kesepakatan untuk membatalkan akta yang bersangkutan atau mereka bersengketa akan hak dan kewajiban masing-masing, maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan pembatalan kepada ke pengadilan umum untuk membatalkan akta yang bersangkutan agar tidak mengikat lagi. Gugatan yang diajukan salah satu pihak atau pihak lain yang dirugikan dapat mengajukan alasan dalam gugatan bahwa akta yang bersangkutan cacat dalam prosedur atau kewenangan notaris ataupun terhadap materi akta. Hal tersebut tentu akan berkaitan dengan kekuatan pembuktian akta Notaris dari aspek kekuatan pembuktian lahir, formal maupun materiil.
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
340
Untuk memperjelas perbandingan penyebab akta notaris dapat dibatalkan, batal demi hukum, akta terkualifikasi hanya mempunyai akta di bawah. Tabel II Akta Notaris Dapat Dibatalkan, Akta Batal Demi Hukum, Akta Terkualifikasi Sebagai Akta di Bawah Tangan dan Akta Dibatalkan Oleh Para Pihak Akta Dapat Dibatalkan
Alasan
Tesis
Akta Batal Demi Hukum
Melanggar unsur subjektif keabsahan suatu perjanjian di dalam Pasal 1320 BW, yaitu: 1. Syarat pertama, yaitu sepakat mereka yang mengikatkan dirinya (de toetsemming van degenen die zich verbinden). Dapat terjadi karena adanya cacat kehendak, yaitu: a. Kesesatan atau dwaling
Akta Terkualifikasi Sebagai Akta di Bawah Tangan
Akta dibatalkan oleh para pihak
Tidak ada a. Melanggar a. Melanggar kesalahan akta unsur ketentuan secara lahiriah, objektif Pasal 1869 keabsahan BW, yaitu jika formil ataupun materiil namun suatu tidak para pihak perjanjian di memenuhi yang membuat dalam Pasal ketentuan akta tersebut 1320 BW, karena: sepakat karena yaitu: 1.tidak 1.Syarat ketiga, berwenangnya alasan tertentu suatu hal atau pejabat umum untuk membatakan obyek yang tertentu (een bersangkutan akta yang bersangkutan bepaald (onbevoegd); agar tidak lagi onderwerp); atau mengikat para 2.Suatu sebab 2.tidak pihak. yang tidak cakapnya terlarang pejabat umum (eene yang geoorloofde bersangkutan oorzaak). (onbekwam); atau b.Melanggar 3.akta otentik ketentuancacat dalam ketentuan di bentuknya,
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
341
(vide Pasal dalam meskipun 1322 BW); UUJN, yaitu: demikian akta b. Paksaan 1.Melanggar seperti itu atau dwang kewajiban tetap (vide Pasal sebagaimana mempunyai 1323 – 1327 tersebut kekuatan BW); dalam Pasal pembuktian c. Penipuan 16 ayat (1) sebagai akta atau bedrog huruf l, yaitu di bawah (vide Pasal tidak tangan jika 1328 BW); membuat akta tersebut d. Penyalahgun daftar akta ditandatangani aan keadaan wasiat dan oleh para (Misbruik mengirimkan pihak. van ke Daftar Omstandigh Pusat Wasiat b.Di dalam eden/undue dalam waktu pasal-pasal influence) 5 (lima) hari tertentu pada minggu UUJN, telah 2. Syarat pertama menentukan kedua, setiap bulan sebab-sebab kecakapan (termasuk yang untuk memberitahu mengakibatkan membuat kan bilamana suatu akta suatu nihil) yang notaris hanya perikatan (de membuat mempunyai bekwaamheid wasiat kekuatan om eene dengan pembuktian verbindtenis bentuk apa sebagai akta aan te gaan) pun dengan di bawah akta notaris. tangan, yaitu 2. Melanggar karena: kewajiban 1.Melanggar sebagaimana ketentuan ditentukan Pasal 16 ayat dalam Pasal (1) huruf i, 16 ayat (1) yaitu tidak huruf k, yaitu membacakan tidak akta di mempunyai hadapan cap/stempel penghadap yang memuat dengan lambang dihadiri oleh negara paling sedikit Republik 2 (dua) orang Indonesia saksi dan
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
342
dan pada ruang yang
ditandatangani pada saat itu melingkarinya juga oleh dituliskan penghadap, nama, saksi dan jabatan, dan notaris. tempat 2.Melanggar kedudukan ketentuan notaris. Pasal 16 ayat 3. Melanggar (7) dan (8) ketentuan yaitu jika Pasal 44, notaris pada yaitu pada akhir akta akhir akta tidak tidak mencantumkan disebutkan kalimat bahwa atau para dinyatakan penghadap secara tegas menghendaki mengenai agar akta tidak penyebutan dibacakan akta telah karena dibacakan penghadap untuk akta membaca yang tidak sendiri, dibuat dalam mengetahui bahasa dan Indonesia memahami isi atau bahasa akta. lainnya yang 3.Melanggar digunakan ketentuan dalam akta, Pasal 41 memakai jasa dengan penerjemah menunjuk resmi, pada Pasal 39 penjelasan, dan Pasal 40, penandatanganan yaitu tidak akta di dipenuhinya hadapan ketentuanpenghadap, ketentuan: notaris dan a. Pasal 39, penterjemah bahwa: resmi. Penghadap 4. Melanggar paling ketentuan sedikit Pasal 48, berumur 18
Tesis
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
343
yaitu tidak memberikan paraf atau tidak memberikan tanda pengesahan lain oleh penghadap, saksi dan notaris, atas pengubahan atau penambahan berupa penulisan tindih, penyisipan, pencoretan, atau penghapusan dan menggantinya dengan yang lain dengan cara penambahan, penggantian atau pencoretan. 5. Melanggar ketentuan Pasal 49, yaitu tidak menyebutkan atas perubahan akta yang dibuat tidak di sisi kiri akta, tapi untuk perubahan yang dibuat pada akhir akta sebelum
Tesis
(delapan belas) tahun atau telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum. Penghadap harus dikenal oleh notaris atau diperkenalka n kepadanya oleh 2 (dua) orang saksi pengenal yang berumur paling sedikit 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum atau diperkenalkan
oleh 2 (dua) orang penghadap lainnya. b.Pasal 40 menentukan bahwa setiap akta dibacakan oleh notaris dengan dihadiri paling sedikit 2 (dua) orang saksi paling
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
344
penutup akta, dengan menunjuk bagian yang diubah atau dengan menyisipkan lembar tambahan. Perubahan yang dilakukan tanpa menunjuk bagian yang diubah mengakibatkan
perubahan tersebut menjadi batal. 6. Melanggar ketentuan Pasal 50, yaitu tidak melakukan pencoretan, pemarafan dan atas perubahan berupa pencoretan kata, huruf, atau angka, hal tersebut dilakukan sedemikian rupa sehingga tetap dapat dibaca sesuai dengan yang tercantum semula, dan jumlah akta, huruf, atau
Tesis
sedikit berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah, cakap melakukan perbuatan hukum, mengerti bahasa yang digunakan dalam akta dan dapat
membubuhkan
tanda tangan dan paraf serta tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah tanpa batasan derajat dan kesamping sampai dengan derajat ketiga dengan notaris atau para pihak. c. Melanggar ketentuan Pasal 52, yaitu membuat akta untuk diri sendiri,
KARAKTERISTIK JABATAN ......
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
345
angka yang dicoret dinyatakan pada sisi akta, juga tidak menyatakan pada akhir akta mengenai jumlah perubahan, pencoretan dan penambahan. 7. Melanggar ketentuan Pasal 51, yaitu tidak membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan ketik yang terdapat pada minuta akta yang telah ditandatangan, juga tidak membuat berita acara tentang pembetulan tersebut dan tidak
istri/suami, atau orang lain yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan notaris, baik karena perkawinan maupun hubungan darah dalam garis lurus ke bawah dan/atau ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam garis ke samping sampai dengan derajat ketiga, serta menjadi pihak untuk diri sendiri, maupun dalam suatu kedudukan ataupun dengan perantara kuasa.
menyampaikan
berita acara pembetulan tersebut kepada pihak yang tersebut dalam akta. Akibat
Tesis
Akta tetap mengikat
Akta menjadi batal demi
Akta tetap mengikat
KARAKTERISTIK JABATAN ......
Tidak ada kesalahan akta
GHANSAM ANAND
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
346
selama belum ada putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Tesis
hukum sejak ditandatangani nya akta tersebut, dan perbuatan hukum yang tercantum di dalam akta dianggap tidak pernah ada
selama belum ada putusan pengadilan yang tetap, yang menyatakan notaris telah melanggar salah satu alasan tersebut di atas.
KARAKTERISTIK JABATAN ......
secara lahiriah, formil ataupun materiil namun para pihak yang membuat akta tersebut sepakat karena alasan tertentu untuk membatakan akta yang bersangkutan agar tidak lagi mengikat para pihak.
GHANSAM ANAND