PBRATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMORT TAHUN 1995
TBNTANG PERUBAHAN TARIF BEA METERAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa sehubungan dengan pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai sebagai bagian dari hasil pembangunan, serta masih diperlukannya dana yang cukup besar untuk melanjutkan pembangunan yang sumbernya sebagian besar dari sektor peqpajakan, maka dipandang perlu untuk mengatur kembali mengenai besarnya tarif Bea Meterai;
Mengingat :
l. 2.
3.
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomot 49, tam bah an Lembaran Ne g ara Nom or 3262),sebagaimana telah diubatr dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 (I-embaran Negara Tahun 1994 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3566); Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 69, Tambahan Irmbaran Negara Nomor 3313);
MEMUTUSKAN: Menetapkan
:
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK IDNOENSHTENTANG PERUBAHAN TARIF BEA METERAI. Pasal
I
Dokumen yang dikenakan Bea Meterai berdasarkan Undang-undang Nomor l3 tahun 1985 adalah dokumen yang berbentuk :
a. b. c. d.
50
surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata; akta-akta notaris termasuk salinannya; akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPA[) termasuk rangkap-rangkapnya; surat yang memuat jumlah uang lebih dari Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) i , yang meneybutkan penerimaan uang; I) 2) yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di Bank;
3) 4)
yang berisi pemberitahuan saldo rekening di Bank;
yang berisi pengakuan bahwa h utang uang seluruhnya atau sebagi4nnya telah dilunasi atau diperitungkan;
e.
surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep yang harga nominalnya lebih dari Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah);
f.
efek dengan nama dan dalam bentuk apapun, sepanjang nomirralnya lebih dari Rp.
g.
L000.000,- (satu
dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian Pengadilan : l) surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan;
2)
harga
juta rupiah);
di
muka
tidak dikenakan Bea Meterai jika tujuannya, digunakan untuk tujuan lain atau
surat-surat yang semula
berdasarkan digunakan oleh orang Iain, selain dari maksud semula. Pasal 2
(l)
Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal t huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah);
(2)
Terhadap dokumen sebagaiman adimaksud pada Pasal t huruf d, huruf e, dan huruf f yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah) tetapi tidak lebih dari Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp. 1.000,- (seribu rupiah), dan apabila harga nominalnya tidak lebih dari Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah) tidak terutang Bea Meterai.
Pasal 3
Tarif Bea Meterai atas cek dan bilyet giro ditetapkan sebesar Rp. 1.000,(seribu rupiah); tanpa batas pengenaan besarnya harga nominal.
Pasal 4
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Republik Indoensia Nomor 13 Tahun 1989 tentang Pe;ubahan Besarnya Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Harga Nominal yang dikenakan Bea Meterai atas Cek dan Bilyet Giro, dinyatakan tidak berlaku. 51
Pasal 5
Ketentuan lebih lanjtu mengenai pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Pasal 6
ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam lrmbaran Negara Peraturan Pemerintah
Agar setiap orang Republik Indonesia.
Ditetapkandi :
Jakarta
Pada
2l April
tanggal :
1995
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA trd.
SOEHARTO Diundangkan diJakrta pada tanggal 21 April 1995 MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA ftd.
MOERDIONO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1995 NOMOR Salinan sesuai aslinya SEKRTARIAT KABINET RI Kepala Biro Hukum dan Perundang-undangan ttd. Lambock V. Nahattands, S.H.
52
17
Huruf g Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengenakan Bea Meterai atas surat-surat yang semula tidak kena Bea Meterai, tetapi karena kemudian digunakan sebagai alat pembuktian dimuka pengadilan, maka alebih dahulu harus dilakukan pemeteraian kemudian.
Angka
,
I
Surat-surat biasa yang dimaksud dalam huruf g angka I ini tidak untuk tujuan sesuatu pembuktian, misalnya seseorang mengirim surat biasa kepada orang lain untuk menjualkan sebuah barang. Surat semacam ini pada saat dibuat tidak kena Bea Metrai, tetapi apabila kemudian dipakai sebagai alat pembuktian dimuka Pengadilan, maka terlebih dahulu dilakukan pemeteraian kemudian. Surat-surat kerumahtanggaan, misalnya daftar harga barang. Daftar ini dibuat tidak dimaksudkan untukdigunakan sebagaialat pembuktian, olehkaren aitu tidak dikenakan Bea Meterai. Apabila kemudian ada sengketa dan daftar harga barang ini digunakan sebagai alat pembuktian, maka daftar harga barang ini terlebih dahulu dilakukan pemeteraian kemudian.
Angka
2
Surat-surat yang dimaksud dalam huruf g angka 2 ini ialah surat-surat yang karena
tujuannya tidak dikenakan Bea Meterai, tetapi apabila duannya kemudian diubah maka surat yang demikian itudikenakan Bea Meterai. Misalnya tanda penerimaan uang yang dibuat dengan tujuan untuk keperluan intern organisasi tidak dikenakan Bea Meterai. Apabila kemudian tanda penerimaan uang tersebut digunakan sebagai alat pembuktian dimuka pengadilan, maka tanda penerimaan uang tersebut harus dilakukan pemeteraian kemudian terlebih dahulu. Pasal 2
Ayat ( l) Tarif sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah) yang dimaksudpadaPasal2 ayat (1) ini adalah tarif atas dokumen yang semula dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp. I .000,(seribu rupiah). Ayat (2) Tarif sebesar Rp. 1.000,- (seribu rupiah) yang dimaksud padaPasal2 ayat (2) ini adalah tarif atas dokumen yang semula dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp. 500,(lima ratus rupiah). Pasal
3
Dalam Pasal ini ditetapkan Penggunaan Bea Meterai dengan tarif tunggal atas cek dan bilyet ' giro sebesar Rp. 1.000,- (seribu rupiah). Untuk meringankan nasabah bank guna memperlancar pelaksanaan kliring, maka pengenaan tarif Bea Meterai sebesar Rp. 1.000,- (seribu rupiah) tersebut dengan tidak emperhatikan 54
besarnya harga nominal dari cek dan bilyet giro. Oleh karena itu, dalam penyelenggaraan kliring, bank cukup menyediakan I (satu) macam bentuk cek dan I (satu) macam bentuk buku bilyet giro. Semula atas cek dan bilyet giro ini dikenakan Bea Meterai sebesar Rp. 500,- (lima ratus rupiah). Pasal 4
Cukup jelas. Pasal 5 Pelaksanaan teknis yang diatur oleh Menteri Keuangan antara lain bentuk, ukuran dan wama meterai tempel dan kertas bermeterai, tata cara pelunasan Bea Meterai, pengadaan dan penyaluraq Benda Meterai dan lain-lain. Pasal 6
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3589
55