ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI DI PROPINSI LAMPUNG PERIODE 2004 – 2009 (Analisis Location Quetiont dan Shift Share) Disusun Dalam Rangka Menyelesaikan Studi Strata 1
SKRIPSI
Disusun oleh : Nama
:Muhammad Averroes Fadlan
NIM
:106084003608
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH 2010
ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI
DI PROPINSI LAMPUNG PERIODE 2004 – 2009 (Analisis Location Quetiont dan Shift Share)
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (SE)
Oleh Muhammad Averroes fadlan NIM: 106084003608
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS
Zuhairan Yunmi Yunan, SE, M.Sc
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011
Pada hari jumat tanggal 08 Oktober 2010 telah dilakukan ujian komprehensif atas nama Muhammad Averroes Fadlan NIM: 106084003608 dengan judul skripsi “ANALISI POTENSI
PERTUMBUHAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI PROVINSI
LAMPUNG PERIODE 2004 – 2009 (ANALISIS LOCATION QUETIONT DAN SHIFT SHARE)”. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama
ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada jurusan Ilmu Ekonomi Dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 08 Oktober 2010
Tim Penguji Komprehensif
Dr. Lukman MS.i
Fitri Amalia, S.Pd, MS.i
Penguji I
Penguji II
Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM. Penguji Ahli
Pada hari Kamis tanggal 17 Maret 2011 telah dilakukan Ujian Skripsi atas nama
Muhammad Averroes Fadlan NIM: 106084003608 dengan judul skripsi “ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI DI PROVINSI
LAMPUNG PERIODE 2004 – 2009 (ANALISIS LOCATION QUETIONT DAN SHIFT SHARE)”. Memperhatikan kemampuan mahasiswa tersebut selama
ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada jurusan Ilmu Ekonomi Dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 17 Maret 2011
Tim Penguji Ujian Skripsi
Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM Ketua
Utami Baroroh, SE, M.Si Sekretaris
Prof. Dr. H. Abdul Hamid, MS Pembimbing I
Zuhairan Yunmi Yunan, SE, M.Sc Pembimbing II
Dr. Lukman M.Si Penguji Ahli
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Yang bertanda tangan dibawah ini Nama
: Muhammad Averroes Fadlan
NIM
: 106084003608
Jurusan
: Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
Menyatakan bahwa skripsi ini adalah murni hasil karya sendiri. Apabila saya mmengutip dari karya orang lain, maka saya mencantumkan sumbernya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Saya bersedia dikenakan sanksi pembatalan skripsi ini, apabila terbukti melakukan plagiat. Demikian surat ini saya buat sebenarnya.
Penulis
Muhammad Averroes Fadlan NIM : 106084003608
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS PRIBADI Nama
: Muhammad Averroes Fadlan
Tempat/ Tanggal Lahir
: Jakarta, 29 Juli 1988
Alamat
: Jl. Pesanggrahan No. 36 RT 003/03 Ciputat – Tangerang Selatan, Banten
Anak ke
: 2 (dua) dari 6 bersaudara
Jenis Kelamin
: Laki - Laki
No. Telepon
: 021-922 15 426 / 0856 923 44 193
RIWAYAT PENDIDIKAN TK
: TK Ketilang
SD
: SD Negeri Legoso - Banten
SMP
: Mts. Negeri 3 Pondok Pinang Jakarta
SMA
: SMA Negeri 6 Jakarta
UNIVERSITAS
: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
LATAR BELAKANG KELUARGA Ayah
: H. Adnan Rasyid
Ibu
: Dra. Hj. Sri Nirmalawati
Alamat
: Jl. Pesanggrahan No. 36 RT 003/03 Ciputat – Tangerang Selatan, Banten
Anak ke
: 4 (dua) dari enam bersaudara
ABSTRACT
Economic growth in a sector of the economy that occurred in a region will have an impact on growth nationally. Added revenue taken one of them is added Gross Regional Domestic Product (GDP), a region which has a 9 (nine) major sectors, namely: (1). Agriculture, (2) Mining and Quarrying, (3) Manufacturing Industry, (4) Sector Electricity, Gas and Water Supply, (5) Building Sector, (6) Trade, Hotel and Restaurant, (7) Sector Transportation and Communications, (8) Financial Sector, Renting and Business Services, (9) Services. The most dominant economic sector in the province of Lampung is the Agricultural Sector which has Subsector namely: (1) Food Crops Subsector, (2) subsector Plantation, (3) Livestock Sub-sector and result, (4) forestry and hunting, and (5) Fisheries. From the research there can be an excellent sub-sector export commodities and are also experiencing rapid growth, namely the potential for plantation subsector leading from Lampung Province, although still below the Food Crops Sub-sector contribution to GDP will Agricultural Sector, but proved that Plantation is one Subsector the only sub-sector that can compete with other sub-sector in donations to National. And other sub-sectors still have the potential to be improved within the province of Lampung own.
Keywords: Agriculture Sub-sector GDP, Location Analysis and Shift Share Quetiont.
ABSTRAK
Pertumbuhan ekonomi suatu sektor perekonomian yang terjadi di suatu wilayah akan berdampak terhadap pertumbuhan secara Nasional. Pertambahan pendapatan yang diambil salah satunya adalah pertambahan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu daerah yang memiliki 9 (sembilan) sektor utama yaitu : (1). Sektor Pertanian, (2) Sektor Pertambangan dan Penggalian, (3) Sektor Industri Pengolahan, (4) Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih, (5) Sektor Bangunan, (6) Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran, (7) Sektor Pengangkutan dan Komunikasi, (8) Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan, (9) Jasa – Jasa. Sektor ekonomi yang paling dominan di Propinsi Lampung adalah Sektor Pertanian yang memiliki Subsektor yaitu : (1) Subsektor Tanaman Pangan, (2) Subsektor Perkebunan, (3) Subsektor Peternakan dan Hasilnya, (4) Kehutanan dan Perburuannya, dan (5) Perikanan. Dari hasil penelitian terdapat Subsektor unggulan yang dapat dijadikan komoditas ekspor dan juga yang mengalami pertumbuhan cepat, yaitu subsektor perkebunan yang menjadi potensi unggulan dari Propinsi Lampung, walaupun masih dibawah dari Subsektor Tanaman Pangan akan sumbangannya terhadap PDRB Sektor Pertanian, tetapi membuktikan bahwa Subsektor Perkebunan adalah satu – satunya Subsektor yang dapat bersaing dengan Subsektor lainnya dalam sumbangan terhadap Nasional. Dan subsektor lainnya masih berpotensi untuk ditingkatkan didalam Propinsi Lampung sendiri.
Kata kunci : PDRB Subsektor Pertanian, Analisis Location Quetiont dan Shift Share.
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb Alhamdulillah puji serta syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, yang telah memberikan limpahan nikmat, rahmat dan kasih sayang-Nya kepada penulis selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada nabi Muhammad saw, sang pembawa risalah islam, pembawa syafaat bagi ummatnya dihari akhir kelak. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun dari berbagai pihak guna penyempurnaan skripsi ini. Disamping itu, dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Apresiasi dan terima kasih yang setinggi-tingginya, disampaikan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini. Semoga menjadi amal baik dan dibalas oleh Allah dengan balasan yang lebih baik. Secara khusus, apresiasi dan terima kasih tersebut disampaikain kepada: 1. Ayahanda H. Adnan Rasyid dan Ibunda Dra. Hj. Sri Nirmalawati, atas doa dan kasih sayang yang tidak terbatas kepada peneliti hingga saat ini, banyak hal yang sampai saat ini tidak dapat penulis berikan untuk mereka. Semoga Allah selalu menyayangi keduanya sebagaimana keduanya menyayangi peneliti. 2. Kakak penulis yang pertama yaitu Fauziah Yulia Adriani yang sudah banyak memberikan data tentang Lampung yang sangat berguna bagi penulis, Terima kasih uni yani. 3. Kakak kandung penulis Avicenna dan Naviri, serta Adik – adik kandung penulis Razes dan Fuad.
4. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS,. Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta selaku dosen pembimbing I yang telah berkenan meluangkan waktu untuk membaca, mengoreksi dan mengarahkan penulis selama penulisan skripsi. 5. Bapak Zuhairan Yunmi Yunan SE, M.Sc., selaku dosen pembimbing II yang telah membantu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Terimakasih bapak yang masih belum sempat bermain futsal bersama, jasa dan support tiada henti yang bapak telah berikan. 6. Bapak Dr. Lukman, M.Si selaku Ketua jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Ibu Utami Baroroh, M.Si selaku Sekretaris jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 8. Kepada Ibu Fitri Amalia, dan juga Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM selaku penguji ujian komprehensif yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan soal dan juga nilainya. 9. Seluruh Staf dan karyawan/karyawati khususnya Ibu Lilih, Ibu Dewi dan yang telah membantu penulis dalam hal – hal akademik sehingga dapat dilancarkan segala urusan penulis saat iniUni Yani sebagai kakakku paling teramat banyak bantuannya sampai – sampai tidak dapat disebutkan apa saja yang sudah diberikannya olehnya, serta teman – teman satu kantor Uni Yani yang telah banyak membantu untuk memperoleh data skripsi, terima kasih. 10. Saudara kandung penulis yaitu : Uni Yani, Abang Avicenna, Kakak Naviri “riri”, adik Razes, dan adik Fuad atas segala pemberian kenangan – kenangan indah dan juga tidak, walaupun tidak indah tetap kalian adalah keluarga kandung yang sangat tidak ingin kehilangan kalian. 11. Seluruh staff dari “ATDEEHHH..!!!” Rizky “Arsy” Ristya, Ilham “Reza”, Anda Agus, Rezi, Jaka, Prabu, Iwan Pulang, Zidney, Bakar, Randi “Bdul”, Aris”dekan”, Anwar “awang” dan yang laen lagi masih banyak.
12. Keluarga besar IESP (Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan) seluruh angkatan, khususnya angkatan 2006 : kelas B yaitu Mba Fera, Ajun, Zahra, Sapi, Tunjung “cantik”, Wulan dan semua teman dari kelas B yang lain. 13. Dumbriders (Ciwiers, Toms, Rangga’s, Lingga’s) dan juga Josie Junkie “Ryan Himawan”. 14. Federasi olahraga Mahasiswa (FORSA) UIN : Ade, Lingga, Ucup, Bosek, Imam, Bang Orixs, Bang Itay, Bang Bgenk, Nceks, Awal, dan semua anak FORSA Divisi FUTSAL terima kasih mau bermain bersama. 15. Rasa cinta dan hormat kepada semua pihak yang telah banyak membantu yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu dalam menyelesaikan skripsi. Kami berharap skripsi ini menjadi konstribusi serta menambah pustaka dan referensi bagi semua pihak yang membutuhkan. Saran dan masukan dari para pembaca untuk perbaikan ketidaksempurnaan skripsi ini sangat diharapkan. Jazákumullah Khoiron Katsiron.
Ciputat, Maret 2011
Penulis
DAFTAR ISI ABSTRACT ....................................................................... ii ABSTRAK ........................................................................
iii
KATA PENGANTAR ....................................................... iv DAFTAR ISI …………………………………………….... vii DAFTAR TABEL .............................................................. xi DAFTAR GAMBAR .........................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................... xiii BAB I. PENDAHULUAN ………………………………… 1 A. Latar Belakang……………………………………..... 1 B. Perumusan Masalah ……………………………….... 12 C. Batasan Masalah …………………………………..... 13 D. Tujuan Penelitian ........................................................ 13 E. Manfaat Penelitian ………………………………....... 14 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA………………………….. 15 A. Landasan – landasan Teori …………....…................. 15 1. Teori Pertumbuhan Ekonomi ................................. 15 2. Teori Pertumbuhan Ekonomi Daerah .................... 17 a. Teori Ekonomi Klasik .................................... 17
b. Teori Pertumbuhan Neo-Klasik ..................... 19 c. Teori Harold-Domar dalam Sistem Regional .. 19 3. Teori Pembangunan Daerah .................................. 20 4. Pendapatan Domestik Regional Bruto .................. 22 a. Metode Perhitungan PDRB atas Dasar Harga Berlaku .......................................... 25 b. Metode Perhitungan PDRB atas Dasar Harga Konstan .......................................... 26 c. Kegunaan Data PDRB ........................................ 29 5. Konsep dan Definisi Subsektor Pertanian ............ 30 6. Model Basis Ekonomi .......................................... 32 a. Location Quetiont ............................................... 34 b. Analisis Shift Share ............................................ 35 B. Penelitian Terdahulu ................................................. 36 C. Kerangka Pemikiran Teoritis .................................... 45 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ………….........
47
A. Lokasi Penelitian………………..............................
47
B. Batasan penelitian……………….............................
47
C. Jenis data dan Sumber Data .....................................
47
D. Metode Pengumpulan Data ......................................
48
E. Teknis Analisis Data ................................................
49
1. Location Quotient ................................................
49
a. Analisis LQ ........................................................ 49
b. Keunggulan LQ ................................................. 52 c. Kelemahan LQ .................................................
52
2. Shift Share ..........................................................
53
a. Keunggulan Shift Share ...................................
58
b. Kelemahan Shift Share.....................................
58
3. Tipologi .............................................................
59
F. Definisi Operasional Variabel Penelitian ................ BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................
63 64
A. Sekilas Gambaran Umum Objek penelitian ............. 64 1. Gambaran Umum Propinsi Lampung .................
64
a. Keadaan Geografis .........................................
64
b. Kependudukan ..............................................
67
c. Pemerintahan ................................................
69
d. Pendidikan ....................................................
70
e. Kesehatan .....................................................
71
B. Analisis Potensi Pertumbuhan Ekonomi ................
72
1. Analisis Perkembangan PDB dan PDRB ...........
72
a. Indonesia .....................................................
73
b. Propinsi Lampung ........................................
74
2. Analisis Location Quetiont (LQ) ......................
75
3. Analisis Shift Share ........................................
77
C. Pembahasan ....................................................... 1. Pembahasan Per Subsektor Daerah Analisis ......
82 82
a. Propinsi Lampung ........................................
82
1. Subsektor Tanaman Pangan ............................
82
2. Subsektor Perkebunan .....................................
83
3. Subsektor Peternakan dan Hasilnya .................
85
4. Subsektor Kehutanan dan Perburuannya ...........
87
5. Subsektor Perikanan ........................................
88
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN .........................
91
A. Kesimpulan ........................................................
91
B. Saran ..................................................................
93
DAFTAR PUSTAKA .......................................................
xiv
LAMPIRAN .....................................................................
xvi
DAFTAR TABEL
NO
KETERANGAN
HALAMAN
1.1.
Pendapatan Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan....... 2
1.2.
PDRB Propinsi Lampung ...................................................... 3
1.3.
PDRB dan PDRB Per Kapita Propinsi Lampung .................. 4
1.4.
PDRB Sektortal ADH Berlaku Daerah Otonom ................... 6
1.5.
PDRB Sektortal ADH Berlaku Daerah Otonom ................... 8
1.6.
Peranan Sektor Pertanian di Daerah Otonom ........................ 9
DAFTAR GAMBAR NO
KETERANGAN
HALAMAN
2.1. Kerangka Berpikir .........................................................
46
3.1. Makna Tipologi Sektor Ekonomi ..................................
62
3.2. Bagan Kerangka Peranan Potensi Ekonomi ..................
62
DAFTAR LAMPIIRAN NO
KETERANGAN
HALAMAN
1. Produk Domestik Bruto ADH Konstan 2000 ...........................
xvi
2. Produk Domestik Regional Bruto ADH Konstan 2000 ............ xvii 3. Perhitungan Location Quetiont ................................................
xviii
4. Location Quetiont rata – rata ...................................................
xx
5. Komponen Shift Share ............................................................
xxi
6. Pertambahan PDRB (Gj) Subsektor ........................................
xxii
7. Komponen Share (National Share) ..........................................
xxiv
8. National Share Sektoral (Nj) ...................................................
xxv
9. (P+D)j Propinsi Lampung .......................................................
xxvii
10. Komponen Differential Shift ...................................................
xxviii
11. Komponen Proportional Shift ..................................................
xxx
12. Checking Perhitungan Shift Share ...........................................
xxxii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam suatu negara tidak hanya diperlukan rakyat,dan juga pemerintahan, tetapi juga diperlukan suatu ilmu pengetahuan dan juga teknologi yang mendukung adanya percepatan pertumbuhan ke arah yang lebih baik, hal itu dapat diwujudkan dalam kegiatan pembangunan segala bidang. Untuk melakukan pembangunan diperlukan landasan yang kuat antara lain pengambilan kebijakan yang tepat, akurat, dan terarah supaya hasil yang dicapai benar – benar sesuai dengan yang direncakan. Upaya pembangunan yang telah, sedang, dan akan dilaksanakan oleh pemerintah pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatakan kesejahteraan masyarakat, memperluas kesempatan kerja, dan meratakan hasil – hasil pembangunan. Keberhasilan upaya ini ditentukan oleh adanya perencanaan, yang didukung oleh informasi dan hasil kajian berbagai data dan indikator sosial ekonomi (BPS Provinsi Lampung. 2009. Hal 1). Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu negara dalam suatu periode tertentu adalah data Produk Domestik Bruto (PDB), baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. PDB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung
menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun, sedangkan PDB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai dasar. PDB atas dasar harga berlaku dapat digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur ekonomi, sedang harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun. (www.bps.go.id.2011) Tabel 1.1. Pendapatan Domestik Bruto (PDB) ADH Konstan di Indonesia Periode Tahun 2005 – 2008 (milyar Rp.) Periode
PDB
Periode
PDB
Periode
PDB
Periode
PDB
2005,1
421.018
2006,1
442.201
2007,1
469.162
2008,1
497.309
2
424.010
2
445.351
2
472.347
2
501.253
3
427.003
3
448.501
3
475.533
3
505.198
4
430.039
4
451.592
4
466.344
4
509.855
5
433.075
5
454.683
5
457.195
5
514.512
6
436.110
6
457.775
6
448.025
6
519.170
7
440.237
7
463.533
7
467.406
7
525.646
8
444.364
8
469.291
8
486.787
8
532.122
9
448.493
9
475.049
9
506.168
9
538.599
10
445.346
10
472.025
10
501.901
10
532.182
11
442.199
11
469.001
11
497.634
11
525.765
439.051
2006,12
465.977
2007,12
493.365
2008,12
519.349
2005,12
sumber : Data BPS 2010. (Diolah) Dijelaskan dalam data berikut ini adalah bagaimana perkembangan PDB Indonesia dalam kurun waktu 2005 sampai 2008. Dimana data ini menggambarkan bagaimana pertumbuhan Pendapatan Domestik Bruto Indonesia yang selalu mengalami perubahan yang positif, walaupun terjadi fluktuasi yang tidak terlalu besar perubahannya.
Tabel 1.2. PDRB Provinsi Lampung Periode 2005 – 2007 (juta Rp.) Lapangan Usaha 2005 2006 2007 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan perikanan 15.139.552 18.166.620,11 22.732.965,82 Pertambangan dan Penggalian 2.041.820 2.152.283,71 2.190.111,88 Industri Pengolahan 5.259.706 6.146.604,43 8.313.987,95 Listrik dan Air Bersih 292.424 360.462,66 401.210,45 Bangunan 1.972.439 2.650.103,32 3.079.057,18 Perdagangan, Restoran dan Hotel 6.150.316 7.573.094,71 8.714.733,36 Angkutan dan Komunikasi 2.759.254 3.813.853,99 5.094.877,47 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 2.744.480 2.968.016,43 3.665.181,66 Jasa-jasa 4.546.797 5.287.949,55 6.729.840,47 Sumber : BPS Provinsi Lampung 2009 (Data Diolah) Dapat dilihat dari PDRB Provinsi Lampung bahwa sektor yang dominan dalam penyumbang potensi ekonomi tertinggi dikuasai oleh sektor pertanian, sektor perdagangan, restoran dan hotel, sektor industri pengolahan dan sektor jasa – jasa. Dimana sektor pertanian terdapat subsektor : tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, kehutanan, perikanan, dan peternakan. Sektor perdagangan, restoran, dan hotel terdiri dari subsektor : perdagangan besar dan eceran, restoran dan rumah makan, hotel dan akomodasi lainnya. Untuk sektor industri pengolahan terbagi menjadi subsektor : industri sedang/besar, industri kecil dan industri rumah tangga. Dan terakhir untuk sektor jasa – jasa terdiri dari subsektor : pemerintahan dan HANKAM, jasa hiburan dan rekreasi, seubsektor jasa perorangan dan rumah tangga, dan jasa sosial kemasyarakatan. Sebelum tahun 1999 wilayah provinsi Lampung terbagi menjadi dalam 7 (tujuh) daerah tingkat II, yakni Kabupaten Lampung Barat, Lampung
Selatan, Tanggamus, Lampung Tengah, Kota Metro. Kabupaten Lampung Utara mengalami Pemekaran menjadi Lampung utara dan Way Kanan. Dengan berlakunya UU No.16 tahun 1999 tentang otonomi daerah, maka ke10 (sepuluh) tingkat II tersebut menjadi daerah otonom Kabupaten/Kota. (BPS Provinsi Lampung 2009. Hal 7) Pada tingkat perekonomiannya, maka Bandar Lampung menempati posisi tertinggi diantara sepuluh daerah otonom se – Provinsi Lampung. Posisi berikutnya ditempati oleh Lampung Tengah dan Lampung Selatan. Nilai PDRB masing – masing daerah otonom tersebut adalah Rp. 3.615,03 Milyar, Rp. 3.586,56 Milyar, dan Rp. 3.491,85 Milyar. Tingkat perekonomian terendah adalah Kota Metro, dengan nilai PDRB sebesar Rp. 338,46 Milyar. (BPS Provinsi Lampung 2009. Hal 9) Tabel 1.3. PDRB dan PDRB Per Kapita di Provinsi Lampung Tahun 2000.
PDRB per No. Kab/Kota PDRB Kapita 1 Lampung Barat 966.956 2.641,96 2 Tanggamus 2.247.475 2.809,06 3 Lampung Selatan 3.491.855 3.081,46 4 Lampung Timur 2.768.737 3.184,54 5 Lampung Tengah 3.586.565 3.428,24 6 Lampung Utara 2.048.641 3.858,51 7 Way Kanan 909.623 2.543,66 8 Tulang Bawang 2.947.619 4.260,66 9 Bandar Lampung 3.615.027 4.864,73 10 Metro 338.455 2.857,41 Sumber : BPS Provinsi Lampung 2009 (Data Diolah) Sebagaimana dimaklumi bahwa besaran PDRB merupakan nilai tambah yang diciptakan oleh unit kegiatan ekonomi, berdasarkan kesamaan
karakteristik dari barang dan jasa yang dihasilkan, masing – masing unit kegiatan ekonomi tersebut dikelompokkan ke dalam 9 (sembilan) sektor ekonomi. (BPS Provinsi Lampung 2009. Hal 10) Struktur ekonomi wilayah tercermin dari besarnya kontribusi PDRB Atas Dasar harga (ADH) berlaku masing – masing sektor terhadap total PDRB. Dengan mengetahui struktur sekonomi wilayah, maka upaya pembangunan ekonomi dapat diarahkan sesuai dengan aspirasi dan potensi wilayah. Struktur ekonomi wilayah juga dapat dijadikan acuan untuk merencanakan upaya perbaikan dan penciptaan struktur ekonomi yang ideal di masa mendatang. Tahun 2000 sebagian besar daerah otonom di provinsi Lampung kecuali Bandar Lampung didominasi oleh (diatas 50 persen) oleh sektor pertanian. Struktur ekonomi kota Bandar Lampung didominasi oleh sektor perdagangan/hotel/restoran (22,24 Persen), jasa – jasa (20,14 persen), industri pengolahan (17,25 persen) dan sektor angkutan/komunikasi (14,84 persen). Untuk kota Metro, Struktur perekonomiannya didominasi sektor jasa –jasa(27,40 persen), Pertanian (22.55 persen), dan perdagangan/hotel/restoran (21,18 persen). (BPS Provinsi Lampung 2009. Hal 11). Tingkat perekonomian suatu wilayah akan mengalami perubahan sejalan dengan pemanfataan sumber daya alam dan faktor produksi oleh unit usaha atau unit kegiatan ekonomi. Tingkat perekonomian tersebut tercermin dari besaran nilai PDRB atau nilai tambah bruto yang diciptakan oleh seluruh unit kegiatan ekonomi yang berada di wilayah yang bersangkutan selama periode tertentu. Berdasarkan kesamaan karakteristik dari barang dan jasa
atau komoditas yang dihasilkan, masing – masing komoditas atau unit kegiatan ekonomi tersebut dikelompokkan menjadi 9 (sembilan) lapangan usaha atau sektor ekonomi. Dari besaran PDRB ini dapat juga diketahui pendapatan perkapita penduduk, yakni dengan membagi PDRB dengan jumlah penduduk. (BPS Provinsi Lampung. Hal 14) Tabel 1.4. PDRB Sektoral Atas Dasar harga (ADH) Berlaku Lima Daerah Otonom Tahun 2000 (juta Rp.) Lapangan Usaha / Industrial Lampung Lampung Lampung Lampung Origin Barat Tanggamus Selatan Timur Tengah Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 634.329 1.273.048 1.834.116 1.388.461,00 1.807.959,00 Pertambangan dan Penggalian 10.931 41.176 48.124 358.860,00 61.962,00 Industri Pengolahan 26.918 135.731 411.568 168.036,00 583.732,00 Listrik dan Air Bersih 2.514 3.908 7.424 4.684,00 13.011,00 Bangunan 36.175 139.226 176.249 133.528,00 153.151,00 Perdagangan, Restoran dan Hotel 181.846 287.297 507.208 419.990,00 465.674,00 Angkutan dan Komunikasi 19.381 45.666 193.986 86.136,00 98.509,00 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 16.340 89.374 80.343 85.715,00 113.553,00 Jasa-jasa 38.516 232.045 232.834 123.225,00 289.981,00 Sumber : BPS Provinsi Lampung 2010 (data diolah) Peranan daerah otonom terhadap perekonomian Provinsi Lampung akan terlihat dari kontribusi PDRB Provinsi Lampung. Selama kurun waktu 2003 – 2008, Bandar Lampung tetap menempati urutan pertama dalam
penciptaan nilai tambah. Kontribusinya terus naik 16,91 persen tahun 2003 menjadi 18,98 persen tahun 2008. Urutan kedua ditempati oleh Kabupaten Lampung Tengah yaitu 15,75 persen tahun 2003 dan 15,67 persen tahun 2008. Perubahan cukup besar pada Kabupaten Lampung Selatan, hal ini karena terjadi pemekaran wilayah tersebut menjadi Lampung Selatan dan Pesawaran. Tahun 2003 Lampung Selatan menempati urutan ketiga dengan kontribusi sebesar 14,75 persen, sedangkan pada tahun 2008 setelah terjadi pemekaran berubah ke urutan kelima yaitu 10,24 persen dbawah Tulang Bawang dan Lampung Timur, yang masing – masing sebesar 14,31 persen dan 11,55 persen. (BPS Provinsi Lampung 2009. Hal 14). Struktur ekonomi wilayah tercermin dari besarnya kontribusi PDRB masing – masing sektor ekonomi terhadap PDRB. Dengan mengetahui struktur ekonomi wilayah, maka upaya pembangunan ekonomi dapat diarahkan sesuai dengan aspirasi masyarakat dan potensi wilayah. Struktur ekonomi juga dapat dijadikan acuan untuk merencanakan upaya perbaikan struktur, maupun penciptaan struktur ekonomi wilayah yang ideal dalam jangka waktu panjang. Perekonomian Lampung tahun 2008 masih didominasi oleh 4 (empat) sektor utamanya, yakni : sektor pertanian, sektor perdagangan/hotel/restoran, sektor industri dan pengolahan, sektor jasa – jasa. Kontribusi masing – masing sektor terhadap pembentukan PDRB Provinsi Lampung tercatat sebesar 38,63 persen, 13,64 persen, 13,06 persen dan 11,24 persen.
Tabel 1.5. PDRB Sektoral Atas Dasar harga (ADH) Berlaku Lima Daerah Otonom Tahun 2000 (juta Rp.) Lapangan Usaha / Industrial Lampung Way Tulang Bandar Origin Utara Kanan Bawang Lampung Metro Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 991.709 582.448 1.394.682,00 162.682,00 76.331,00 Pertambangan dan Penggalian 14.143 17.297 3.398 65.056 Industri Pengolahan 260.730 93.953 628.012 623.509 18.110 Listrik dan Air Bersih 5.335 869 77 37.553 3.424 Bangunan 75.729 40.728 54.344 361.044 17.962 Perdagangan, Restoran dan Hotel 321.540 93.241 554.360 803.950 71.672 Angkutan dan Komunikasi 94.809 21.515 129.684 536.588 35.520 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 92.010 15.688 78.571 296.643 22.699 Jasa-jasa 192.635 53.883 103.792 728.002 92.734 Sumber : BPS Provinsi Lampung 2010 (data diolah) Sektor pertanian terbagi menjadi 5 (lima) subsektor yaitu : (1) Subsektor Tanaman Pangan, (2) Subsektor Tanaman Perkebunan, (3) Subsektor Peternakan dan Hasil-hasilnya, (4) Subsektor kehutanan dan Perburuan, dan (5) Subsektor Perikanan. Sektor pertambangan dan penggalian terdiri dari : (1) Subsektor penggalian tanah urug, (2) Subsektor penggalian tanah liat, (3) Subsektor penggalian batu kapur, dan (4) Subsektor penggalian batu kali dan tanah kapur. Sektor industri dan pengolahan terdiri dari 3(tiga) subsektor yaitu : (1)
Subsektor industri besar/sedang, (2) Subsektor industri kecil, dan (3) Subsektor industri rumah tangga. Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih terdiri dari 2(dua) : (1) Subsektor listrik, dan (2) Subsektor Air Minum. 1.6. Peranan Sektor Pertanian di Daerah Otonom Tahun 2003 – 2006 Kabupaten/Kota
2003
2004
2005
2006
Lampung Barat 62,77 61,72 62,38 60,88 Tanggamus 52,28 52,9 53,09 52,79 Lampung Selatan 48,72 46,57 46,70 41,74 Lampung Timur 41,11 41,33 38,09 38,70 Lampung Tengah 48,77 47,94 47,23 46,00 Lampung Utara 41,09 37,25 33,94 32,90 Way Kanan 60,15 57,65 54,89 50,75 Tulang Bawang 42,64 42,74 43,29 44,08 Pesawaran * * * * Bandar Lampung 5,14 5,21 4,96 5,49 Metro 16,49 15,36 14,38 13,62 Sumber : BPS Provinsi Lampung 2009 (diolah) *Data Tidak Tersedia di BPS Provinsi Lampung Sektor Perdagangan terdiri dari 3(tiga) : (1) Subsektor perdagangan besar dan eceran, (2) Subsektor restauran dan rumah makan, (3) Subsektor hotel dan akomodasi lainnya. Sektor Angkutan dan Perhubungan terdiri dari 3(tiga) : (1) Subsektor angkutan darat, (2) Subsektor jasa penunjang angkutan, dan (3) Subsektor pos dan telekomunikasi. Sektor Lembaga Keuangan, Persewaan dan jasa perusahaan,terdiri dari 3(tiga) : (1) Subsektor bank dan lembaga keuangan bukan bank, (2) Subsektor sewa bangunan, dan (3) Subsektor perusahaan. Komoditas unggulan adalah komoditas andalan yang memiliki posisi strategis untuk dikembangkan di suatu wilayah. Posisi strategis ini
berdasarkan kemampuan teknis (tanah dan iklim), sosial ekonomi dan kelembagaan. Penentuan ini penting untuk menghasilkan dan memasarkan semua komoditas yang dapat diproduksi di suatu wilayah secara simultan relatif terbatas. Pada era pasar bebas hanya komoditas yang diusahakan secara efisien dari sisi teknologi dan sosial ekonomi serta memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif yang akan mampu bersaing secara berkelanjutan dengan komoditas yang sama di wilayah yang lain (Rachman 2003). Pada era otonomi daerah paradigma baru dalam pembangunan daerah, keberhasilan pembangunan tidak lagi hanya diukur dari kemajuan fisik yang diperoleh atau berapa besar Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dapat diterima keberhasilan pembangunan harus dapat diukur dengan parameter yang lebih luas dan lebih strategis yang meliputi semua aspek kehidupan baik materil dan non materil. Agar dapat memenuhi kriteria luas dan strategi tersebut, maka
pelaksanaan pembangunan harus diawali berdasarkan
prioritas dan pemilihan sasaran-sasaran yang mempunyai nilai strategis dan memberikan dampak yang positif dalam meningkatkan citra Provinsi Lampung dengan membangun sektor- sektor ekonomi yang memiliki potensi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung. Untuk mengetahui potensi pertumbuhan ekonomi wilayah Provinsi Lampung diperlukan suatu metode yang berguna untuk mengkaji dan memproyeksi pertumbuhan ekonomi wilayah. Untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai pedoman untuk menentukan tindakan-tindakan apa yang harus diambil untuk mempercepat laju pertumbuhan yang ada.
Teori basis ekonomi mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut. Kegiatan ekonomi dikelompokkan atas kegiatan basis dan kegiatan non basis. Kegiatan basis adalah semua kegiatan baik penghasil produk maupun penyedia jasa yang mendatangkan uang dari luar wilayah. Lapangan kerja dan pendapatan di sektor basis adalah fungsi permintan yang bersifat exogenous (tidak tergantung pada kekuatan intern/permintaan lokal). Sedangkan kegiatan non basis adalah untuk memenuhi kebutuhan konsumsi lokal, karena itu permintaan sektor ini sangat dipengaruhi oleh tingkat kenaikan pendapatan masyarakat setempat. Dengan demikian sektor ini terikat terhadap kondisi ekonomi setempat dan tidak bisa berkembang melebihi pertumbuhan ekonomi wilayah. Atas
dasar anggapan diatas,
satu-satunya sektor yang bisa
meningkatkan perekonomian wilayah melebihi pertumbuhan alamiah adalah sektor basis. Oleh karena itu analisis basis sangat berguna untuk mengkaji dan memproyeksi pertumbuhan ekonomi wilayah (Tarigan, 2004:27). Dalam menggunakan pendekatan model basis ekonomi pada umumnya didasarkan atas nilai tambah maupun lapangan kerja. Namun menggunakan data pendapatan (nilai tambah) adalah lebih tepat dibandingkan menggunakan data lapangan kerja. Hal ini dikarenakan lapangan kerja memiliki bobot yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Salah satu indikator ekonomi yang sangat diperlukan untuk mengukur kinerja pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB). PDRB merupakan indikator penting di suatu wilayah yang dapat mengindikasikan totalitas produksi neto barang/jasa yang selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar perencanaan dan evaluasi pembangunan wilayah. Laju pertumbuhan PDRB Provinsi Lampung disumbang oleh 9 (sembilan) sektor yaitu: pertanian; pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; listrik, gas dan air minum; bangunan dan konstruksi; perdagangan,hotel dan restoran; angkutan dan komunikasi; bank dan lembaga keuangan lainnya; jasajasa. Berdasarkan data – data yang didapat maka dapat diperoleh data yang menguatkan penulis untuk melakukan penelitian tentang analisis sektor perekonomian yang mempengaruhi Pendapatan Domestik Regional Bruto di Provinsi Lampung. Dengan adanya data yang menguatkan tentang Pendapatan Domestik regional Bruto (PDRB) seperti di atas maka penulis ingin menganalisis data yang diperoleh dari Departemen Pertanian, Dinas Pertanian dan kantor BPS kabupaten Lampung Selatan, sehingga penulis mengambil judul “ ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI DI PROVINSI LAMPUNG PERIODE 2004 – 2009 (PENDEKATAN ANALISIS LOCATION QUETIONT DAN SHIFT SHARE) ”
B. Perumusan Masalah. Berdasarkan
latar
belakang
tersebut
di
atas
maka
dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana perubahan struktur perekonomian di Provinsi Lampung pada enam tahun antara 2004 – 2009
2. Subsektor pertanian apa yang merupakan sektor unggulan dan spesialisasi subsektor di Provinsi Lampung dengan pendekatan Location Quetiont. 3. Subsektor pertanian mana yang potensial untuk dikembangkan sebagai penunjang pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung dan seberapa besar sumbangannya terhadap PDB. 4. Diantara subsektor – subsektor pertanian penunjang pertumbuhan di Provinsi Lampung, manakah yang paling memiliki potensi untuk lebih dikembangkan dengan pendekatan Shift Share.
C. Batasan Masalah Dalam penulisan Tugas Akhir ini penulis hanya membatasi pada nilai tambah bruto yang dihasilkan oleh sektor ekonomi yang paling berpotensi diantara sektor – sektor lainnya di Provinsi Lampung yaitu Sektor pertanian yang memiliki Subsektor – subsektornya : (1) Subsektor Tanaman Pangan, (2) Subsektor Tanaman Perkebunan, (3) Subsektor Peternakan dan Hasilhasilnya, (4) Subsektor kehutanan dan Perburuan, dan (5) Subsektor Perikanan.
D. Tujuan Penelitian Atas dasar latar belakang dan permasalahan seperti dikemukakan diatas, maka penelitian ini dimaksudkan :
1. Mengetahui perubahan yang terjadi pada sektor – sektor perekonomian dalam enam tahun antara 2004 – 2009. 2. Untuk mengetahui subsektor yang menjadi sektor potensial dan penunjang dalam struktur perekonomian di Provinsi Lampung. 3. Mengetahui subsektor pertanian manakah yang paling potensial untuk dikembangkan dan dimajukan di Provinsi Lampung. 4. Mengetahui subsektor – subsektor potensial yang dapat lebih dikembangkan sebagai penunjang pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung.
E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk : 1. Mengevaluasi arah kebijakan ekonomi pemerintah daerah, terutama dalam rangka perencanaan makro regional dalam menghadapi era otonomi daerah, khususnya di Provinsi Lampung. 2. Sebagai bahan masukan dan evaluasi bagi para pemerintah daerah untuk penetapan kebijakan yang akan datang yang akan berkaitan dengan pembangunan regional. 3. Sebagai bahan penelitian berikutnya yang terkait.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan – Landasan Teori. 1. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Dalam Teori Klasik Adam Smith dalam Purwaningsih (2009:24) menyatakan bahwa salah satu faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan penduduk. Jumlah penduduk yang bertambah akan memperluas pangsa pasar, dan perluasan pasar akan meningkatkan spesialisasi dalam perekonomian tersebut. Lebih lanjut, spesialisasi akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja sehingga meningkatkan upah dan keuntungan. Dengan demikian, proses pertumbuhan akan terus berlangsung sampai seluruh sumber daya termanfaatkan. Sementara itu David Ricardo dalam Purwaningsih (2009:24), mengemukakan pandangan yang berbeda dengan Adam Smith. Menurutnya, perkembangan penduduk yang berjalan cepat pada akhirnya akan menurunkan kembali tingkat pertumbuhan ekonomi ke taraf yang rendah. Pola pertumbuhan ekonomi menurut Ricardo berawal dari jumlah penduduk rendah dan sumber daya alam yang relatif melimpah. Keynes melihat pertumbuhan dalam kondisi jangka pendek dan menyatakan bahwa pendapatan total merupakan fungsi dari pekerjaan total dari suatu negara. Semakin besar volume pekerjaan yang dihasilkan, semakin besar pendapatan Nasional yang diperoleh, demikian juga sebaliknya. Volume pekerjaan tergantung pada permintaan efektif. Permintaan efektif ditentukan
pada titik saat harga permintaan agregat sama dengan harga penawaran agregat. Keynes juga menyatakan untuk menjamin pertumbuhan ekonomi yang stabil pemerintah perlu menerapkan kebijakan fiskal dan kebijakan moneter serta pengawasan secara langsung. Teori Harrod Domar dalam Purwaningsih (2009:24) muncul untuk melengkapi Teori Keynes, yang melihat pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang (kondisi dinamis). Harrod Domar menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap, dimana seluruh kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar, hanya dapat dicapai jika memenuhi syarat-syarat keseimbangan yaitu g = k = n, dimana g adalah tingkat pertumbuhan output (growth), k adalah tingkat pertumbuhan modal (capital), dan n adalah tingkat pertumbuhan angkatan kerja (Priyarsono, et al, 2007). Proses pertumbuhan ekonomi menurut Schumpeter adalah proses peningkatan dan penurunan kegiatan ekonomi yang berjalan secara siklikal. Pembaruan-pembaruan yang dilakukan oleh para pengusaha berperan dalam peningkatan kegiatan ekonomi. Dalam proses siklikal tersebut, tingkat keseimbangan yang baru akan selalu berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada tingkat keseimbangan sebelumnya. Menurut Adam Smith dalam Boediono (1982) yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan output (Gross National Product) total dan pertumbuhan penduduk. Smith melihat sistem produksi suatu negara terdiri dari tiga unsur pokok yaitu sumber daya alam yang tersedia (faktor produksi tanah), sumber daya manusiawi (jumlah penduduk) dan stok barang kapital yang ada.
2. Teori Pertumbuhan Ekonomi Daerah Menurut Robinson Tarigan (2010:46) pertumbuhan ekonomi daerah didefinisikan sebagai: “ Pertambahan pendapatan masyarakat yang terjadi di suatu wilayah, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (added value) yang terjadi di wilayah tersebut “. Perhitungan pendapatan wilayah pada awalnya dibuat dalam harga berlaku. Namun agar dapat melihat pertambahan dari kurun waktu ke kurun waktu berikutnya, harus dinyatakan dalam nilai riil, artinya dinyatakan dalam harga konstan. Pendapatan wilayah menggambarkan balas jasa bagi faktorfaktor produksi yang beroperasi di daerah tersebut (tanah, modal, tenaga kerja, dan teknologi), yang berarti secara kasar dapat menggambarkan kemakmuran daerah tersebut. Terdapat beberapa teori pertumbuhan ekonomi daerah/wilayah sebagai berikut: a. Teori Ekonomi Klasik Sukirno (2006:244), mengemukakan bahwa Adam Smith ternyata bukan saja pelopor ilmu ekonomi dan ahli ekonomi yang pertama kali mengemukakan kebijakan laissez faire, tetapi juga merupakan orang pertama yang membahas pertumbuhan ekonomi secara sistematis. Inti ajaran Smith adalah agar masyarakat diberi kebebasan yang seluas-luasnya dalam menentukan kegiatan ekonomi yang terbaik untuk dilakukan.
Menurut Smith sistem ekonomi pasar bebas akan menciptaka efisiensi, membawa ekonomi kepada kondisi full employment dan menjamin pertumbuhan ekonomi sampai tercapai posisi stationer. Sementara peranan pemerintah adalah menjamin keamanan dan ketertiban serta memberi kepastian hukum dan keadilan bagi para pelaku ekonomi. John Maynard Keynes mengoreksi pandangan Smith dengan mangatakan bahwa pertumbuhan dalam kondisi jangka pendek dan pendapatan total merupakan fungsi dari pekerjaan total dari suatu negara, semakin besar volume pekerjaan yang dihasilkan, semakin besar pendapatan Nasional yang diperoleh, demikian juga sebaliknya. Volume pekerjaan tergantung pada permintaan efektif. Permintaan efektif ditentukan pada saat titik harga permintaan agregat sama dengan penawaran agregat. Keynes juga menyatakan untuk menjamin pertumbuhan yang stabil pemerintah perlu menerapkan kebijaksanaan fiskal, kebijaksanaan moneter, dan pengawasan langsung. Sementara proses pertumbuhan ekonomi menurut Schumpeter adalah proses peningkatan dan penurunan kegiatan ekonomi yang berjalan secara siklikal. Pembaruan-pembaruan yang dilakukan oleh pengusaha berperan dalam peningkatan kegiatan ekonomi. Dalam proses siklikal tersebut, tingkat keseimbangan yang baru akan selalu berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada tingkat keseimbangan sebelumnya
b. Teori Pertumbuhan Neo-Klasik Teori pertumbuhan neo klasik dikembangkan oleh Robert M. Solow (1970) dari Amerika Serikat dan TW. Swan (1956) dari Australia. Menurut teori ini tingkat pertumbuhan berasal dari 3 sumber yaitu akumulasi modal, bertambahnya penawaran tenaga kerja dan peningkatan teknologi. Teori neo klasik sebagai penerus dari teori klasik menganjurkan agar kondisi selalu diarahkan untuk menuju pasar sempurna. Dalam keadaan pasar sempurna perekonomian bisa tumbuh maksimal. Analisis lanjutan dari paham neo klasik menunjukkan bahwa terciptanya suatu pertumbuhan yang mantap (steady growth), diperlukan suatu tingkat s (saving) yang pas dan seluruh keuntungan pengusaha diinvestasikan kembali di wilayah itu. (Tarigan, 2007:52). c. Teori Harrod-Domar dalam Sistem Regional Teori ini dikembangkan hampir dalam waktu bersamaan oleh Roy F. Harrod (1984) di Inggris dan Evsey D. Domar (1957), teori ini didasarkan atas asumsi: 1. Perekonomian bersifat tertutup 2. Hasrat menabung (MPS = s) adalah konstan 3. Proses produksi memiliki koefesien yang tetap, serta 4. Tingkat pertumbuhan angkatan kerja (n) adalah konstan dan sama dengan tingkat pertumbuhan penduduk. Atas dasar asumsi-asumsi tersebut, Harrod-Domar membuat analisis dan menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap
(seluruh kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar) hanya bisa tercapai apabila terpenuhi syarat-syarat keseimbangan sebagai berikut : g = k= n,
Dimana : g = Growth (tingkat pertumbuhan output) k = Capital (tingkat pertumbuhan modal) n = tingkat pertumbuhan angkatan kerja Agar terjadi keseimbangan antara tabungan (S) dan investasi (I) harus terdapat kaitan yang saling menyeimbangkan, padahal peran k untuk menghasilkan tambahan produksi ditentukan oleh v (rasio modal output). (Tarigan, 2007:49). 3. Teori Pembangunan daerah Pembangunan daerah adalah bagian integral dari pembangunan Nasional yang pada hakekatnya merupakan upaya terencana untuk meningkatkan
kapasitas
pemerintah
daerah
sehingga
tercipta
suatu
kemampuan yang andal dan profesional dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, serta kemampuan untuk mengelola sumber daya ekonomi daerah secara berdaya guna dan berhasil guna untuk kemajuan perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat (Depdagri, 2009). Pembangunan daerah juga merupakan upaya untuk memberdayakan masyarakat di seluruh daerah sehingga tercipta suatu lingkungan yang memungkinkan masyarakat untuk menikmati kualitas kehidupan yang lebih baik, maju tenteram dan sekaligus memperluas pilihan yang dapat dilakukan masyarakat bagi peningkatan harkat, martabat dan harga diri.
Pembangunan daerah dapat dilihat dari berbagai segi. Pertama, dari segi pembangunan sektoral. Pencapaian sasaran pembangunan Nasional dilakukan melalui berbagai kegiatan pembangunan sektoral yang dilakukan di daerah. Pembangunan sektoral disesuaikan dengan kondisi dan potensi daerah. Kedua, dari segi pembangunan wilayah yang meliputi perkotaan dan pedesaan sebagai pusat dan lokasi kegiatan sosial ekonomi dari wilayah tersebut. Ketiga, pembangunan daerah dilihat dari segi pemerintahan. Tujuan pembangunan daerah hanya dapat dicapai apabila pemerintahan daerah dapat berjalan dengan baik. Oleh karena itu pembangunan daerah merupakan suatu usaha mengembangkan dan memperkuat pemerintahan daerah dalam rangka makin mantapnya otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab (Sjafrizal, 2008). Dengan pemahaman pembangunan daerah sebagai penjabaran dari pembangunan Nasional, kinerja pembangunan Nasional merupakan agregat dari kinerja pembangunan seluruh daerah. Pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan Nasional merupakan agregasi dari pencapaian semua provinsi, dan pencapaian tujuan pembangunan di tingkat provinsi merupakan agregasi pencapaian kabupaten/kota. Dengan demikian tanggung jawab untuk mencapai tujuan dan sasaran-sasaran dalam pembangunan Nasional menjadi kewajiban bersama antar pemerintah pusat dan daerah. Perencanaan pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem perencanaan pembangunan Nasional. Sinkronisasi kebijakan, program dan
kegiatan pembangunan sangat penting untuk mengoptimalkan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya yang terbatas. 4. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Produk domestik adalah semua barang dan jasa sebagai hasil dari penelitian -penelitian ekonomi di wilayah domestik, tanpa memperhatikan apakah faktor produksinya berasal atau dimiliki oleh penduduk daerah tersebut. Yang dimaksud produk regional adalah produk domestik ditambah dengan pendapatan yang diterima dari luar daerah/negeri dikurangi pendapatan yang dibayarkan ke luar daerah/negeri tersebut. Jadi produk regional merupakan produk yang ditimbulkan oleh faktor produksi yang dimiliki oleh penduduk suatu daerah (BPS Provinsi Lampung. 2009). Data
PDRB
tersebut
menggambarkan
kemampuan
suatu
daerah dalam mengelola sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimiliki. Unsur- unsur pokok dalam Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah sebagai berikut: a.
Output
Output adalah nilai barang atau jasa yang dihasilkan dalam suatu periode tertentu, biasanya satu tahun. Jenis output ada 3 macam, yaitu: 1) Output utama, yaitu output yang menjadi tujuan utama produksi 2) Output sampingan, yaitu bukan menjadi tujuan utama produksi, dan
3) Output ikutan, yaitu output yang terjadi bersama-sama/tidak dapat dihindarkan dengan output utamanya. b.
Biaya Antara
Biaya antara adalah barang-barang tidak tahan lama dan jasa yang digunakan/habis dalam proses produksi. Barang-barang yang tahan lama umumnya lebih dari satu tahun, dan tidak habis dalam proses produksi tidak termasuk sebagai biaya antara. c.
Nilai Tambah 1) Nilai Tambah Bruto Nilai tambah bruto merupakan selisih antara output dan biaya antara, dengan kata lain merupakan produk dari proses produksi. Produk ini terdiri atas: a) Pendapatan faktor, yang terdiri atas: (1) Upah/gaji sebagai balas jasa pegawai (2) Surplus usaha (sewa tanah, bunga modal, dan keuntungan) b) Penyusutan barang modal tetap (turunnya nilai barang modal) c) Pajak tak langsung netto Pajak tak langsung netto adalah selisih antara pajak langsung dengan subsidi. (BPS Provinsi Lampung. 2009. Hal 3) Rumus yang digunakan sebagai berikut: Produk Domestik = NP - NBA Keterangan: NP
= Nilai Produksi
NBA = Nilai Biaya Antara
2)
Nilai Tambah Netto
Apabila penyusutan dikeluarkan dari nilai tambah bruto akan diperoleh nilai tambah netto. d. PDRB Menurut Lapangan Usaha PDRB sektoral adalah jumlah seluruh nilai tambah bruto dari sektor/subsektor di suatu wilayah. Sektor/lapangan usaha ini terdiri dari: 1) Sektor Pertanian. 2) Sektor Pertambangan dan Penggalian. 3) Sektor Industri Pengolahan. 4) Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih. 5) Sektor Bangunan 6) Sektor Perdagangan. 7) Sektor Angkutan dan Perhubungan. 8) Sektor Lembaga Keuangan, Persewaan dan jasa perusahaan. 9) Sektor jasa-jasa. Agregat – agregat PDRB disajikan dalam bentuk distribusi persentase, indeks perkembangan, indeks berantai, dan indeks harga implisit. a. Distribusi Persentase Besar masing-masing subsektor/sektor diperoleh dengan cara membagi nilai subsektor/sektor dengan nilai PDRB dikali 100 persen. Persentase
ini
mencerminkan
besarnya
peranan
masing-masing
subsektor/sektor
dalam
perekonomian
daerah,
serta
menunjukkan
perekonomian daerah tersebut. b. Indeks Perkembangan Indeks perkembangan diperoleh dengan cara membagi nilai subsektor/sektor/PDRB
pada
tahun
dasar,
dikalikan
dengan 100.
Dengan indeks perkembangan pada tahun dasar sama dengan 100. c. Indeks Berantai Indeks berantai diperoleh dengan cara membagi nilai subsektor / sector / PDRB tahun berjalan dengan nilai subsektor / sektor / PDRB tahun sebelumnya, dikalikan 100 (tahun sebelumnya = 100). Angka indeks berantai PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan pertumbuhan ekonomi untuk tahun berjalan. d. Indeks Harga Implisit Indeks harga implisit diperoleh dengan cara membagi PDRB atas dasar harga berlaku dengan PDRB atas dasar harga konstan dikalikan 100. a. Metode Perhitungan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku PDRB atas dasar harga berlaku dihitung melalui dua metode, yaitu metode langsung dan metode tak langsung. Metode langsung dapat dilakukan dengan menggunakan 3 macam pendekatan. 1) Pendekatan Produksi
Yaitu dengan menghitung nilai tambah barang dan jasa yang diproduksi
oleh
cara mengurangkan
seluruh
biaya
kegiatan
antara
dari
ekonomi
dengan
masing-masing
nilai
produksi bruto tiap-tiap sektor atau subsektor. Pendekatan ini biasa juga disebut dengan pendekatan nilai tambah. 2) Pendekatan Pendapatan Dalam pendekatan pendapatan, nilai tambah dari setiap kegiatan ekonomi dihitung dengan menjumlahkan semua balas jasa faktor produksi, yaitu upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan, dan pajak tak langsung netto. 3) Pendekatan Pengeluaran Pendekatan
dari
segi
pengeluaran
bertitik
tolak
pada
penggunaan akhir dari barang dan jasa. Metode tidak langsung adalah dengan menghitung pendapatan regional
Kabupaten
dengan
cara
mengalokir
pendapatan
angka pendapatan regional Provinsi untuk tiap-tiap kabupaten dengan menggunakan alokator nilai produksi bruto, jumlah produksi, tenaga kerja dan penduduk. b. Metode Perhitungan PDRB Atas Dasar Harga Konstan Secara konsep nilai atas dasar harga konstan dapat juga mencerminkan kuantum produksi pada tahun yang berjalan yang dinilai atas dasar harga pada tahun dasar. dari segi metode statistik, suatu nilai atas dasar harga konstan dapat diperoleh dengan cara.
1) Revaluasi atas kuantum pada tahun berjalan dengan harga tahun dasar. Cara ini adalah mengalikan kuantum pada tahun berjalan dengan harga tahun dasar. 2) Ekstrapolasi atas nilai tahun dasar dengan suatu indeks kuantum. Cara ini adalah mengalikan nilai tahun dasar dengan suiatu indeks kuantum dibagi 100. 3) deflasi atas suatu nilai pada tahun berjalan dengan suatu indeks harga. Cara ini adalah membagi nilai tahun berjalan dengan suatu indeks harga dibagi 100. Perkiraan Produk/pendapatan domestik atas dasar harga konstan dapat dilakukan pada PDRB menurut lapangan usaha dengan cara menghitung nilai tambah atas dasar harga konstan untuk berbagai lapangan usaha. Nilai tambah bruto sektoral atas dasar harga konstan dihitung dengan cara menggunakan dua teknik, yaitu teknik indikator ganda dan teknik indikator tunggal. Pada teknik indikator ganda perkiraan atas dasar harga konstan untuk masing-masing nilai produksi dan biaya antara dilakukan secara terpisah. Perhitungan atas dasar harga konstan bagi masing-masing nilai produksi dan biaya antara dapat dilakukan dengan cara revalusi, cara ekstrapolasi, dan cara deflasi. Setelah perkiraan atas dasar harga konstan diperoleh, maka nilai output atas dasar harga konstan akan menghasilkan nilai tambah atas dasar harga konstan, atau dengan rumus :
NTBk = NPk - NBAk (Sumber : BPS Provinsi Lampung. 2009. Hal 15) dimana; NTBk = nilai tambah bruto atas dasar harga konstan NPk
= nilai produksi atas dasar harga konstan
NBAk = nilai biaya antara atas dasar harga konstan Pada teknik indikator tunggal, maka perkiraan nilai tambah atas dasar
harga
konstan
diperoleh
secara
langsung
dengan
cara
menggunakan metode deflasi dan metode ekstrapolasi. Dengan metode deflasi, nilai tambah bruto atas dasar harga konstan diperoleh dengan cara membagi nilai tambah bruto tahun yang berjalan dengan indeks harga pada masing-masing tahun dibagi 100.
(Sumber : BPS Provinsi Lampung. 2009. Hal 16) dimana; NTBT.k = nilai tambah bruto atas dasar harga konstan tahun NTBT.b = nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku tahun t IHT
= indeks harga tahun t
Dengan metode ekstrapolasi, nilai tambah bruto atas dasar harga konstan diperoleh dengan cara mengalikan nilai tambah bruto pada tahun dasar dengan indeks kuantum masing-masing tahun dibagi 100
(Sumber : BPS Provinsi Lampung. 2009. Hal 18)
dimana; NTB0 = nilai tambah bruto tahun dasar IKT
= indeks kuantum tahun t
c. Kegunaan Data PDRB Data PDRB dapat digunakan untuk mengetahui berbagai kebutuhan, antara lain. 1. Pertumbuhan ekonomi baik regional maupun sektoral Untuk menghitung rata-rata laju pertumbuhan PDRB dalam suatu periode dapat dipakai rumus :
(Sumber : BPS Provinsi Lampung. 2009. Hal 20) Dimana ; g
= Rata-rata laju pertumbuhan
Yit
= PDRB tahun ke-t
Yi.t-1 = PDRB tahun sebelumnya N
= Jumlah tahun dalam satu periode
2. Tingkat kemakmuran penduduk suatu daerah Tinggi rendahnya tingkat kemakmuran penduduk suatu daerah biasanya diukur dengan besar kecilnya angka pendapatan perkapita yang diperoleh dari pembagian antara pendapatan regional dengan jumlah penduduk pertengahan tahun.
3. Perubahan harga barang secara keseluruhan Perbandingan antara atas harga berlaku dan atas harga konstan merupakan angka indeks implisit yang dapat digunakan untuk mengetahui 4. adanya perubahan harga barang dan jasa. secara sederhana indeks implisit dapat dihitung dengan rumus :
(BPS Provinsi Lampung. 2009. Hal 21) dimana :
5.
It
= indeks implisit
Xit
= PDRB atas dasar harga berlaku pada tahun ke-t
Yit
= PDRB atas dasar harga konstan pada tahun ke-t
Konsep dan Definisi Subsektor Pertanian Sektor pertanian adalah salah satu lapangan usaha yang melakukan
kegiatan sebgai berikut: 1. Mengusahakan tanaman padi dan palawija 2. Mengusahakan tanaman hortikultura 3. mengusahakan tanaman perkebunan 4. Mengusahakan tanaman kehutanan 5. Mengusahakan ternak/unggas 6. membudidayakan ikan/biota lain di air tawar 7. Membudidayakan ikan/biota lain ditambak air payau 8. Mengusahakan penangkaran satwa liar
Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia baik dalam pembentukan PDB maupun dalam hal penyerapan tenaga kerja. Sektor pertanian terdiri dari dari : 1. Subsektor Tanaman Bahan Makanan Subsektor tanaman bahan makanan adalah suatu sektor pertanian yang kegiatannya menanam padi/palawija, dengan tujuan seluruh hasilnya untuk dikonsumsi sendiri maupun dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya
dijual/ditukar
atau
memperoleh
pendapatan/keuntungan atas resiko usaha. 2. Subsektor Tanaman Perkebunan Usaha
tanaman
perkebunan
adalah
kegiatan
yang
menghasilkan produk tanaman perkebunan dengan tujuan sebagian atau seluruh
hasilnya
dijual/ditukar
atau
memperoleh
pendapatan/keuntungan atas resiko usaha. 3. Subsektor Peternakan dan Hasil-hasilnya Usaha
peternakan
adalah
kegiatan
yang
menghasilkan
produk peternakan (melakukan pemeliharaan ternak/unggas) dengan tujuan sebagian
atau
seluruh
hasilnya
dijual/ditukar
atau
memperoleh pendapatan/keuntungan atas resiko usaha. 4. Subsektor Kehutanan dan Perburuan Usaha
tanaman
kehutanan
adalah
menghasilkan produk tanaman kehutanan
kegiatan
yang
(kayu) dengan tujuan
sebagian atau seluruh hasilnya
dijual/ditukar
atau
memperoleh
pendapatan/keuntungan atas resiko usaha. 5. Subsektor Perikanan Usaha perikanan adalah kegiatan pembenihan , pembesaran dan penangkapan ikan/biota dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya dijual/ditukar atau memperoleh pendapatan/keuntungan atas resiko usaha. 6. Model Basis Ekonomi Menurut Sjafrizal (2008) dalam Purwaningsih (2009:29) penjelasan mengenai sektor basis dan non basis yaitu : “Sektor basis adalah sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian daerah karena mempunyai keuntungan kompetitif yang cukup tinggi, sehingga mampu mengekspor barang dan jasa ke luar batasbatas perekonomian wilayah yang bersangkutan. Sedangkan sektor non basis merupakan kegiatan-kegiatan yang menyediakan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan orang-orang yang bertempat tinggal di dalam batas-batas perekonomian wilayah tersebut. Sektor basis ini berfungsi sebagai sektor penunjang sektor basis atau service industri.” Adanya permintaan barang dan jasa dari luar daerah akan meningkatkan proses produksi di sektor industri. Proses produksi di suatu daerah yang menggunakan sumber daya produksi lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan bakunya, yang hasil output akhirnya diekspor akan menghasilkan
pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan per kapita, dan penciptaan peluang kerja di daerah tersebut. Pengertian basis ekonomi di suatu wilayah tidak bersifat statis melainkan dinamis, maksudnya pada tahun tertentu mungkin saja sektor basis tersebut bisa beralih ke sektor lain. Sektor basis bisa mengalami kemajuan atau kemunduran. Penyebab kemajuan sektor basis adalah perkembangan jaringan transportasi dan komunikasi, perkembangan pendapatan dan penerimaan daerah, perkembangan teknologi, dan adanya perkembangan prasarana ekonomi dan sosial. Sedangkan penyebab kemunduran sektor basis adalah adanya perubahan permintaan dari luar daerah dan kehabisan cadangan sumber daya. Dalam model basis ekonomi dinyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah keuntungan kompetitif yang berhubungan langsung dengan permintaan barang dan jasa dari luar daerah. Berdasarkan teori ini perekonomian suatu wilayah dibagi menjadi dua yaitu sektor basis dan sektor non basis. Sektor basis adalah sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian daerah karena mempunyai keuntungan kompetitif yang cukup tinggi, sehingga mampu mengekspor barang dan jasa ke luar batas-batas perekonomian wilayah yang bersangkutan. Sedangkan sektor non basis merupakan kegiatan-kegiatan yang menyediakan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan orang-orang yang bertempat tinggal di dalam batasbatas perekonomian wilayah tersebut. Sektor non basis ini berfungsi sebagai sektor penunjang sektor basis atau service indusrtries (Sjafrizal, 2008).
Adanya permintaan barang dan jasa dari luar daerah akan meningkatkan proses produksi di sektor industri. Proses produksi di suatu daerah yang menggunakan sumber daya produksi lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan bakunya,
yang
hasil
output
akhirnya
diekspor
akan
menghasilkan
pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan perkapita, dan penciptaan peluang kerja di daerah tersebut. Pengertian basis ekonomi di suatu wilayah tidak bersifat statis melainkan dinamis, maksudnya pada tahun tertentu mungkin saja sektor basis tersebut bisa beralih ke sektor lain. Sektor basis bisa mengalami kemajuan atau kemunduran. a. Location Quotient (LQ) Untuk menganalisis basis ekonomi suatu wilayah, salah satu teknik yang lazim digunakan adalah kuosien lokasi (Location Quotient, LQ). Location Quotient digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektor-sektor basis atau unggulan (leading sectors).(rachmat Dalam analisis ini kegiatan ekonomi suatu daerah dibagi menjadi 2 golongan, yaitu : 1. Sektor Basis adalah kegiatan ekonomi yang melayani pasar di daerah itu sendiri maupun diluar daerah yang bersangkutan. 2. Sektor Non Basis adalah kegiatan ekonomi yang melayani pasar di daerah itu sendiri. Dasar pemikiran analisis ini adalah teori economic base yang intinya adalah karena industri basis menghasilkan barang barang dan jasa-jasa untuk
pasar di daerah maupun diluar daerah yang bersangkutan, maka penjualan keluar daerah akan menghasilkan pendapatan bagi daerah tersebut. Terjadinya arus pendapatan dari luar daerah ini menyebabkan terjadinya kenaikan konsumsi dan investasi di daerah tersebut, dan pada gilirannya akan menaikkan pendapatan dan menciptakan kesempatan kerja baru. Peningkatan pendapatan tersebut tidak hanya menaikkan permintaan terhadap sektor basis, tetapi juga menaikan permintaan akan sektor non basis. Kenaikan permintaan ini akan mendorong kenaikan investasi pada sektor yang bersangkutan sehingga investasi modal dalam sektor non basis merupakan investasi yang didorong sebagai akibat dari kenaikan sektor basis. b. Analisis Shift Share (SS) Analisis Shift Share (SS) merupakan teknik yang sangat berguna dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah dibandingnkan dengan perekonomian Nasional. Tujuan analisis ini sendiri adalah untuk menentukan kinerja atau produktivitas kerja perekonomian daerah dengan membandingkanya dengan daerah yang lebih besar (region/Nasional). Analisis SS, memberikan data tentang kinerja perekonomian dalam 3 bidang yang berhubungan satu sama lain yitu: •
Pertambahan
Ekonomi
daerah
diukur
dengan
cara
menganalisis perubahan agregat secara sektoral dibandingkan dengan perubahan pada sektor yang sama di perekonomian yang dijadikan acuan.
•
Pergeseran
Proposional
merupakan
perbedaan
antara
pertumbuhan daerah dengan menggunakan pertumbuhan Nasional
sektoral
dan
pertumbahan
daerah
dengan
menggunakan pertumbuhan Nasional. Daerah dapat tumbuh lebih
cepat/lebih
mempunyai
lambat
sektor
atau
dari
rata-rata
industri
yang
Nasional
jika
tumbuh
lebih
cepat/lambat dari Nasional. Dengan demikian, perbedaan laju pertumbuhan dengan Nasional disebabkan oleh komposisi sektor yang berbeda. •
Pergeseran Diferensial, digunakan untuk menentukan seberapa jauh daya asing industri daerah (lokal) dengan perekonomian yang dijadikan acuan.
B. Penelitian Terdahulu Di samping pembahasan teori-teori, pengkajian terhadap hasil penelitian yang telah dilakukan para peneliti perlu dilakukan. Pengkajian atas hasil-hasil terdahulu akan sangat membantu dalam menelaah masalah yang dibahas dengan berbagai pendekatan spesifik. Selain itu juga memberikan pemahaman mengenai posisi peneliti, untuk membedakan penelitian terdahulu yang telah dilakukan. Berikut ini beberapa hasil penelitian terdahulu. 1. Tresno Sumbodo (2005) dalam jurnal “ Peranan Sektor Pertanian Dalam Struktur Perekonomian di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta” yang menjelaskan bahwa hasil Location Quotient dari Kota Yogyakarta
khususnya Kabupaten Bantul memiliki empat sektor yang menjadi basis yaitu sektor pertanian, Industri dan Pengolahan, Bangunan, dan Perdagangan, Hotel, dan Restoran. Hal ini menunjukkan bahwa keempat sektor tersebut sangat berperan dalam perekonomian di Kabupaten Bantul dan layak mendapat prioritas sebagai sektor unggulan. Nilai LQ berdasarkan indikator penyerapan tenaga kerja, menunjukkan bahwa sektor pertanian hanya menjadi sektor basis di kulonprogo. Hal ini berarti sektor pertanian layak mendapat prioritas dalam pembangunan di kulonprogo karena di satu sisi mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah lebih besar dibandingkan sektor lain dan pada sisi lain kebutuhan tenaga kerja dapat dipenuhi dari daerah tersebut. Untuk Bantul dan Sleman, berdasarkan indikator penyerapan tenaga kerja, sektor pertanian tidak mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah lebih besar dari sektor lain dan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di sektor pertanian harus dipenuhi dari luar daerah. Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perkembangan perekonomian Provinsi DIY. Sektor in memiliki kontibusi terbesar kedua setelah sektor jasa. Kontribusi cukup besar dari produksi tanaman pangan yang mencapai 10,87 persen terhadap PDRB tahun 2002. Sektor pertanian di Bantul dan Kulonprogo merupakan sektor basis dengan nilai LQ pertanian masing – masing diatas 1,21 (Bantul) dan 1,71 (kulonprogo). Hal ini menggambarkan bahwa sektor pertanian mampu memenuhi kebutuhan dalam daerahnya dan bahkan mampu mengekspor keluar daerah. Di daerah Sleman LQ berkisar di 0,7 sampai
0,9 selama periode 1993 – 2002, menunjukkan bahwa sektor pertanian di Sleman masih belum bisa memenuhi kebutuhan daerahnya dan bahkan harus mengimpor dari luar daerah. 2. Wali I. Mondal (2009), menganalisis mengenai “ An Analysis of The Industrial Development Potential of Malaysia: A Shift-Share Approach “. Melalui pendekatan shift share penelitian ini mencari mix industri yang dapat dikembangkan dan berpotensi dalam memajukan pembangunan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa PDB menurut lapangan usaha periode 2001-2005 yang mencakup 11 sektor ekonomi di Malaysia. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa malaysia mempunyai sektor basis di wilayah Klantan, Terengannu, Pahong dan Johar Utara dimana ke empat wilayah tersebut mempunyai mix industri yang unik dibandingkan wilayah lainya di Malaysia, hal tersebut didukung dengan sumberdaya alam yang berlimpah. Pada Semenanjung Malaysia kaya akan sektor pertanian dan sektor perikanan, selain itu konstribusi sektor pariwisata memiliki peranan penting dalam perekonomian Malaysia. 3. Rininta Putri Purwantina (2009) dalam skripsinya yang berjudul “analisis perekonomian kota depok periode 2003 – 2007 (analisis Shift Share dan LQ) menjelaskan Pembangunan merupakan proses yang berkesinambungan dengan tujuan akhir meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Indikator keberhasilan pembangunan suatu wilayah dapat dilihat dengan mengukur tingkat perubahan sektor-sektor ekonomi
wilayah tersebut melalui Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) masing-masing wilayah. Perkembangan pembangunan perekonomian daerah tergantung dari kondisi dan potensi sumberdaya yang dimiliki masing-masing daerah untuk melihat pertumbuhan sektor-sektor ekonomi digunakan analisis Shift Share dan untuk mengidentifikasi sektor-sektor unggulan digunakan analisis Location Quotient (LQ). Data yang digunakan adalah data sekunder berupa nilai PDRB Kota Depok dan PDRB Provinsi Jawa Barat menurut lapangan usaha atas dasar harga
konstan 2000
periode
2003-2007.
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa Kontribusi PDRB terbesar adalah sektor industri pengolahan sebesar Rp 2.188.502,81 juta pada tahun 2007. Sedangkan yang terkecil adalah sektor pertambangan dan penggalian (karena ketidaktersediaan data) dan sektor pertanian sebesar Rp 161.095,98 juta pada tahun 2007. Sektor yang mengalami laju pertumbuhan tercepat adalah sektor memiliki laju pertumbuhan yang terendah adalah sektor pertambangan dan penggalian (karena ketidaktersediaan data) dan sektor pertanian sebesar 5,24 persen. Daya saing sektor-sektor perekonomian Kota Depok pada umumnya masih kurang baik jika dibandingkan dengan sektor-sektor perekonomian di wilayah lain di Provinsi Jawa Barat, kecuali sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Sektor unggulan Kota Depok adalah sektor listrik, gas dan air minum; sektor bangunan atau konstruksi; sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor pengangkutan dan
komunikasi; sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa. Kelompok sektor progresif Kota Depok terdiri atas sektor industri pengolahan; sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Regulasi yang diterapkan Pemerintah Kota Depok pada tiap sektor perekonomian mendukung pelaksanaan pembangunan Kota Depok ke arah perekonomian modern yang lebih fokus pada sektor tersier dengan dukungan sektor sekunder. Untuk lebih dapat memajukan perekonomian Kota Depok, hendaknya Pemerintah Kota Depok memberikan perhatian yang lebih pada sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yang sangat potensial untuk dikembangkan di Kota Depok melalui pemberian izin yang selektif, pemberian bantuan permodalan bagi UMKM dan perbaikan infrastruktur pasar tradisional dengan dukungan dan implementasi regulasi yang lebih nyata di lapangan sebagai upaya untuk lebih memajukan perekonomian Kota Depok. Perlu Penetapan peraturan daerah Pemerintah Kota Depok yang dapat disosialisasikan, dilaksanakan dan tidak bertentangan dengan kepentingan para pelaku ekonomi di dalamnya. 4. Dini Sapta Wulan Fatmasari (2007) Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan metode Location Quotient, sektor yang memiliki indeks LQ lebih besar dari satu dan merupakan sektor basis konomi adalah sektor industri pengolahan dengan LQ rata-rata sebesar 1,06 %, kemudian sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan LQ rata-rata sebesar 1,43 %, serta
sektor Angkutan dan Komunikasi dengan LQ rata-rata sebesar 1,59 %. Hasil metode analisis Shift Share menggunakan komponen pertumbuhan differential (Dj) menunjukkan terdapat 4 sektor dengan rata-rata Dj positif, yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan nilai rata-rata Dj sebesar 6277,27; sektor angkutan dan komunikasi dengan nilai rata-rata sebesar 47076,89; sektor bank dan lembaga keuangan lainnya dengan nilai rata-rata sebesar 54818,93; sektor jasa-jasa dengan nilai rata-rata sebesar 1835,37, hal tersebut mengindikasikan bahwa ke-4 sektor tersebut tumbuh lebih cepat dibandingkan sektor ekonomi yang sama dengan Provinsi Banten sehingga ke-4 sektor tersebut memiliki daya saing tinggi dan berpotensi untuk dikembangkan untuk memacu pertumbuhan ekonomi Kota Lampung, sedangkan komponen pertumbuhan proportional (Pj) menunjukkan bahwa terdapat 4 sektor yang memiliki nilai rata-rata positif yaitu sektor listrik, gas dan air minum, sektor angkutan dan komunikasi, sektor bangunan dan konstruksi serta sektor bank dan lembaga keuangan lainnya, hal ini berarti Kota Lampung berspesialisasi pada sektor yang sama dengan sektor yang tumbuh cepat di perekonomian Banten. Pengembangan sektor industri sebagai sektor basis disarankan kepada terciptanya industri yang memanfaatkan bahan baku lokal, efisien dan berdaya saing, dan diarahkan pada berkembangnya industri hulu-hilir, serta peningkatan produk yang berkualitas dan ekonomis. Pengembangan ketiga sektor unggulan yaitu sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor angkutan dan komunikasi
tanpa mengabaikan pengembangan sektor yang juga memiliki potensi untuk dikembangkan seperti sektor bank dan lembaga keuangan lainnya serta sektor jasa-jasa diharapkan dapat meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi Kota Lampung. 5. Fahrurrazy (2009), menganalisis mengenai “ Analisis Penentuan Sektor Unggulan Perekonomian Wilayah Kabupaten Aceh Utara dengan Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB “. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan sektor unggulan perekonomian wilayah Kabupaten Aceh Utara sebagai bahan informasi dan pertimbangan dalam perencanaan pembangunan ekonomi. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa runtun waktu (time series) dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Aceh Utara dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam tahun 1993-2007. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu analisis Klassen Tipology, analisis Location Quotient (LQ) dan analisis Shift Share. Berdasarkan
hasil
perhitungan
dari
ketiga
alat
analisis
menunjukkan bahwa sektor yang merupakan sektor unggulan sektor pertanian. Sub sektor pertanian yang potensial untuk dikembangkan sebagai sub sektor unggulan, yaitu sub sektor tanaman bahan makanan, sub sektor tanaman perkebunan, sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya, dan sub sektor perikanan. 6. Ropingi dan Agustuno (2004), dalam jurnal “ Aplikasi Analisis Shift Share Eteban-Marquillas Pada Sektor Pertanian di Kabupaten Boyolali”.
Jurnal ini berisi Efek alokasi adalah komponen dalam shift share yang menunjukkan
apakah
suatu
daerah
terspesialisasi
dengan
sektor
perekonomian yang ada dimana akan diperoleh keunggulan kompetitif. Semakin besar nilai efek alokasi semakin baik pendapatan atau kesempatan kerja didistribusikan diantara sektor perekonomian dengan keunggulan masing-masing
Berdasarkan efek alokasi tersebut terlihat
bahwa sektor perekonomian di Kabupaten Boyolali mempunyai alokasi PDRB yang baik untuk setiap sektor perekonomian yang ada. Hal ini bisa dilihat dari nilai total efek alokasi yang bernilai positif yang berarti semakin baik PDRB didistribusikan di antara sektor-sektor yang berbeda sesuai dengan
elebihan masing-masing sektor tersebut. Dilihat dari
distribusi per sektor ternyata sektor industri pengolahan mendapatkan keuntungan yang paling tinggi yaitu sebesar Rp 12925941.97 ribu disusul sektor penggalian dan pertambangan sebesar Rp 1916219.28 ribu, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar Rp 1679104.66 ribu dan sektor pertanian sebesar Rp 1404329.40 ribu. Ternyata sektor petanian di Kabupaten Boyolali berdarkan nilai efek alokasi yang positif berarti sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai potensi sebagai penyumbang pendpatan daerah Kabupaten Boyolali. Spesialisasi sektor pertanian yang terjadi di Kabupaten Boyolali ini disebabkan karena adanya kebijakan pemerintah daerah yang menjadikan sektor pertanian sebagai sektor prioritas/unggulan untuk menopang pembangunan wilayah bersangkutan. Hal ini diperkuat dengan relatif masih tingginya kontribusi
sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten Boyolali selama lima tahun terakhir dengan rata-rata 32.10 persen. 7. Abdul Mukti dan Abdullah Dja’far (2009) dengan judul “ Studi Potensi Ekonomi Wilayah Kota Waringin Timur Peride 2003-2006 “. Dalam penelitian ini menggunakan metode survei yang dilakukan di Sampit sebagai ibukota Kabupaten Kotawaringin Timur, dengan menggunakan alat analisis shif share untuk mendeskripsikan laju pertumbuhan ekonomi pada Kabupaten Kotawaringin Timur serta metode Location Quotient (LQ) untuk menemukan sektor yang paling besar konstribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut. Hasil dari penelitian tersebut menunjukan bahwa selama periode penelitian mengalami kenaikan dengan nasional share semua sektor positif sehingga adanya konstribusi yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi regional Provinsi Kalimantan Tengah dan proposional shift menunjukan terdapat 5 sektor yang yang mempunyai konstribusi positif terhadap provinsi namun tidak unggul sedangkan 4 sektor lainya mempunyai perkembangan pendapatan lebih kecil dibandingkan pendapatan regional provinsi, untuk nilai differnsial sektor pertanian; industri pengolahan; listrik, gas dan air bersih lebih unggul dari pada rata-rata provinsi Kalimantan Tengah. Sementara sektor yang mempunyai konstribusi paling besar atau yang menjadi leading sector adalah sektor pertanian; perdagangan; hotel dan restoran serta industri pengolahan. Komoditas unggulan Kabupaten Kotawaringin Timur yaitu sektor pertanian. yang dimiliki oleh Kecamatan Parenggean
C. Kerangka Pemikiran Teoritis. Dalam suatu Struktur ekonomi Produk Domestik Regional Bruto adalah yang paling penting karena untuk mengetahui kondisi ekonomi suatu wilayah ditunjukkan oleh data Produk Domestik Regional Bruto. Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku digunakan untuk mengetahui perubahan struktur ekonomi. Dimana dalam perhitungan tersebut diperlukan suatu data yang memdukung adanya pertumbuhan ekonomi suatu daerah atau negara. Data yang diperlukan dalam menganalisis Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu daerah adalah dengan mengetahui mana daerah yang mempunyai kemampuan dalam menciptkan lapangan usaha ataupun sumbangan yang diberikan dalam sektor – sektor perekonomian dalam suatu daerah tertentu. Sumbangan tersebut memiliki sembilan sektor yang dapat mempengaruhi perubahan ekonomi suatu daearah tersebut yaitu : sektor pertanian; sektor
pertambangan dan penggalian; sektor
industri
pengolahan; sektor
listrik, gas dan air minum; sektor
bangunan dan
konstruksi; sektor
perdagangan,hotel dan restoran; sektor
angkutan dan
komunikasi; sektor bank dan lembaga keuangan lainnya; sektor jasa-jasa. Dan didalam sektor pertanian terdapat beberapa sektor lagi yang menjadi pondasi dari sektor tersebut,yaitu : Subsektor Tanaman Pangan, Subsektor Perkebunan, Subsektor Kehutanan dan Perburuan, Subsektor Peternakan dan Subsektor Perikanan.
Dengan adanya data tersebut sehingga dapat kita buat suatu kerangka berpikir yang membantu kita untuk mempermudah apa saja yang menjadi bahasan dalam suatu penelitian kita.
PDB Indonesia
PDRB Provinsi Lampung
Sektor Pertanian : 1. Subsektor Tanaman Pangan 2. Subsektor Perkebunan 3. Subsektor Peternakan dan Hasilnya 4. Subsektor Kehutanan dan Perburuan 5. Subsektor Perikanan
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Analisis Data 1. Shift Share 2. Location Quotient 3. Tipologi
Hasil dan Analisa
Gambar 2.1. Kerangka berpikir Analisis Potensi Pertumbuhan Ekonomi Di Provinsi Lampung tahun 2004 -2009.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian merupakan suatu cara bagaimana urutan penelitian dilakukan, yaitu dengan menentukan sifat penelitian dan bagaimana prodesur penelitian dilakukan. A. Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Provinsi Lampung, Dengan Kabupaten Lampung Selatan. Pemilihan lokasi ini ditetapkan secara sengaja (purposive), yaitu pengambilan lokasi berdasarkan kriteria yang dianggap mempunyai sangkut paut dengan karakteristik populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Pemilihan lokasi di Provinsi Lampung dengan pertimbangan bahwa Pertanian di Provinsi ini adalah salah satu penyumbang terbesar dalam kontribusi Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Lampung itu sendiri. B. Batasan Penelitian Dalam penelitian ini, yang diteliti yaitu faktor – faktor yang mempengaruhi Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) di Provinsi Lampung. Dengan batasan hanya meneliti variabel terkait yaitu : (1) Subsektor Tanaman Bahan Makanan; (2) Subsektor Perkebunan; (3) Subsektor Peternakan dan hasil lainnya; (4) Subsektor Kehutanan; (5) Subsektor Perikanan. C. Jenis Data dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Data Sekunder, yaitu data yang tidak diusahakan sendiri pengumpulannya oleh peneliti. Data ini diambil dengan tujuan untuk melengkapi informasi yang akan disajikan pada penyusunan skripsi. Data diperoleh dari literatur-literatur yang ada serta badanbadan terkait yang sesuai dengan tema penelitian, seperti : a. Metode dokumentasi. Metode dokumentasi digunakan untuk mendapatkan data tentang PDRB Provinsi Lampung. Data tersebut merupakan data sekunder yakni data yang diperoleh ataupun telah diolah pihak lain yaitu instansi/lembaga. Kemudian oleh penulis diambil untuk dijadikan
objek
atau bahan
penulisan
dalam pelaksanaan
pembuatan tugas akhir. b. Metode kepustakaan/literatur. Metode kepustakaan/literatur digunakan untuk melancarkan kegiatan penulis dalam memperoleh data, yakni data sektor pertanian dan Subsektor Pertanian didalamnya yang diperoleh dari dinas pertanian maupun Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung serta buku-buku yang menjelaskan teori-teori tentang definisi dan konsep pertanian. D. Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang merupakan data penelitian yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder dari data yang kita butuhkan(Bungin, 2010:122). Data sekunder
penelitian ini berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) wilayah analisis. Datadata tersebut adalah: 1. PDRB Sektoral atas dasar harga konstan 2000 Kabupaten Lampung Selatan periode 2004-2009, data ini digunakan untuk mengetahui perkembangan pertumbuhan ekonomi serta analisis sektor basis dan non basis ekonomi. Data ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung.
E. Teknis Analisis data Analisis yang digunakan
mengacu pada rumusan dan tujuan
penelitian. Tujuan penelitian ini adalah: -
Untuk mengetahui subsektor – subsektor pertanian apa yang menjadi basis dan non-basis terhadap Pendapatan Domestik regional Bruto (PDRB) Provinsi Lampung.
Untuk menguji apakah ada pengaruh subsektor – subsektor perekonomian serta potensi penunjang pertumbuhan ekonomi terhadap PDRB di Provinsi Lampung dengan metode Shift Share dan Location Quotient. 1. Location Quotient (LQ) A. Analisis LQ Location Quotient atau disingkat LQ , merupakan suatu pendekatan tidak langsung yang digunakan untuk mengukur kinerja basis ekonomi suatu daerah, artinya bahwa analisis itu digunakan untuk melakukan pengujian sektor-sektor ekonomi yang termasuk dalam sektor unggulan. (Arsyad, 2010:390).
Arsyad (2010:391), menjelaskan bahwa dalam tekhnik LQ ini kegiatan ekonomi suatu daerah dibagi ke dalam dua golongan, yaitu : 1) Sektor basis adalah sektor ekonomi yang mampu untuk memenuhi kebutuhan baik pasar domestik maupun pasar luar daerah. Artinya sektor ini dalam aktivitasnya mampu memenuhi kebutuhan daerah sendiri maupun daerah lain dan dapat dijadikan sektor unggulan. 2) Sektor non basis merupakan sektor ekonomi yang hanya mampu memenuhi kebutuhan daerah itu sendiri, sektor seperti ini dikenal sebagai sektor non unggulan. Dasar pemikiran dari teknik ini adalah teori basis ekonomi (economic base) yang intinya adalah: “ Karena industri basis menghasilkan barang-barang dan jasajasa untuk pasar di daerah maupun di luar daerah yang bersangkutan, maka penjualan keluar daerah akan menghasilkan pendapatan bagi daerah tersebut”. Dengan dasar teori ini maka sektor basis perlu diprioritaskan untuk dikembangkan dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi daerah. Rumusan LQ menurut Rachmat Hendayana (2003), dalam penentuan sektor basis dan non basis, dinyatakan dalam persamaan berikut: Li / L LQ = Ni / N
Dimana: LQ = Nilai Location Quotient (LQ). Li = Produksi sektor i di Daerah analisis pada tahun tertentu. L
= Total PDRB Daerah analisis.
Ni = Produksi sektor i Provinsi daerah analisis pada tahun tertentu. N
= Total PDRB Provinsi daerah analisis. Sektor basis/spesialisasi mengacu kepada sektor ekonomi disuatu
wilayah, dimana suatu wilayah dikatakan memiliki spesialisasi jika wilayah tersebut mengembangkan suatu sektor ekonomi sehingga pertumbuhan maupun andil sektor tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan sektor yang sama pada daerah lainya, spesialisasi juga tercipta akibat potensi sumber daya alam yang besar maupun peranan permintaan pasar yang besar terhadap output-output lokal. Bendavid
Val
memberikan
pengukuran
terhadap
derajat
spesialisasi/sektor basis dengan kriteria sebagai berikut. (Ghalib, 2005:169): 1) LQ > 1 Jika LQ lebih besar dari 1, berarti tingkat spesialisasi sektor tersebut di daerah analisis lebih besar dari sektor yang sama pada Provinsi daerah analisis. 2) LQ < 1 Jika LQ lebih kecil dari 1, berarti tingkat spesialisasi sektor tertentu di daerah analisis lebih kecil dari sektor yang sama pada tingkat Provinsi daerah analisis.
3) LQ = 1 Jika LQ sama dengan 1, berarti tingkat spesialisasi sektor tertentu di daerah analisis sama dengan sektor yang sama pada tingkat Provinsi daerah analisis. Derajat spesialisasi/sektor basis tidak dapat bernilai negatif, ini terlihat dari rumus LQ sendiri yang menunjukan pencarian rasio yaitu mencari perbandingan sektor yang lebih unggul bukan mencari selisi dari sektor tersebut. B. Kunggulan Metode LQ Ada beberapa keunggulan dari metode LQ, antara lain : 1. Metode LQ memperhitungkan ekspor langsung dan ekspor tidak langsung 2. Metode LQ sederhana dan tidak mahal serta dapat diterapkan pada data historis untuk mengetahui trend.
C. Kelemahan Metode LQ Beberapa kelemahan Metode LQ adalah : 1. Berasumsi bahwa pola permintaan di setiap daerah identik dengan pola permintaan bangsa dan bahwa produktivitas tiap pekerja di setiap sektor regional sama dengan produktivitas tiap pekerja dalam industriindustri Nasional. Berasumsi bahwa tingkat ekspor tergantung pada tingkat disagregasi.
2. Shift Share Untuk Untuk mengkaji kinerja berbagai sektor ekonomi yang berkembang disuatu daerah dan membandingkannya dengan perekonomian regional maupun Nasional digunakan teknik analisis Shift-Share. Dengan teknik ini, selain dapat mengamati penyimpangan dari berbagai perbandingan kinerja
perekonomian
antar
wilayah,
maka
keunggulan
kompetitif
(competitive advantage) suatu wilayah juga dapat diketahui melalui analisis Shift-Share ini. (Mukti, 2008:35) Analisis tersebut dapat digunakan untuk mengkaji pergeseran struktur perekonomian daerah dalam kaitannya dengan peningkatan perekonomian daerah yang bertingkat lebih tinggi. Perekonomian daerah yang didominasi oleh sektor yang lamban pertumbuhannya akan tumbuh di bawah tingkat pertumbuhan perekonomian daerah di atasnya. Data yang biasa digunakan untuk analisis shift-share adalah pendapatan per kapita (Y/P), PDRB (Y) atau Tenaga kerja (e) dengan tahun pengamatan pada rentang waktu tertentu, misalnya 1997–2002. Pertumbuhan ekonomi dan pergeseran struktural suatu perekonomian daerah ditentukan oleh tiga komponen: 1. Provincial share (Sp), yang digunakan untuk mengetahui pertumbuhan atau pergeseran struktur perekonomian suatu daerah (kabupaten/kota) dengan melihat nilai PDRB daerah pengamatan pada periode awal yang dipengaruhi oleh pergeseran pertumbuhan perekonomian daerah yang lebih
tinggi
(Provinsi).
Hasil
perhitungan
tersebut
akan
menggambarkan peranan wilayah Provinsi yang mempengaruhi pertumbuhan
perekonomian
daerah
kabupaten.
Jika
pertumbuhan kabupaten sama dengan pertumbuhan Provinsi maka peranannya terhadap Provinsi tetap. 2. Proportional (Industry-Mix) Shift adalah pertumbuhan Nilai Tambah Bruto suatu sektor i dibandingkan total sektor di tingkat Provinsi. 3. Differential Shift (Sd), adalah perbedaan antara pertumbuhan ekonomi daerah (kabupaten) dan nilai tambah bruto sektor yang sama di tingkat Provinsi. Suatu daerah dapat saja memiliki keunggulan dibandingkan daerah lainnya karena lingkungan dapat mendorong sektor tertentu untuk tumbuh lebih cepat. Menurut Glasson (1977), kedua komponen shift—yaitu Sp dan Sd— memisahkan unsur-unsur pertumbuhan regional yang bersifat eksternal dan internal: Sp merupakan akibat pengaruh unsur-unsur eksternal yang bekerja secara Nasional (Provinsi), sedangkan Sd adalah akibat dari pengaruh faktorfaktor yang bekerja di dalam daerah yang bersangkutan. Apabila nilai Sd dan Sp positif maka sektor yang bersangkutan dalam perekonomian daerah menempati posisi yang baik untuk daerah yang bersangkutan. Sebaliknya, bila nilainya negatif maka perekonomian daerah sektor
tersebut
masih
dapat
diperbaiki,
antara
lain
dengan
membandingkannya terhadap struktur perekonomian Provinsi (Harry W. Richardson, 1978: 202) Sektor-sektor yang memiliki differential shift (Sd) positif memiliki keunggulan komparatif terhadap sektor yang sama di daerah lain. Selain itu, sektor-sektor yang memiliki Sd positif berarti bahwa sektor tersebut terkonsentrasi di daerah dan mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan daerah lainnya. Apabila Sd negatif maka tingkat pertumbuhan sektor tersebut relatif lamban. Menurut Glasson (1990:95) dalam Dini (2007:45), metode analisis Shift Share yang merupakan alat untuk menghitung, menganalisis dan mengetahui pergeseran dan peranan perekonomian di daerah ini diawali dengan formulasi: G
= Yjt - Yjo = ∑ (Nj+Pj+Dj)
Nj
= Yjo (Yt / Yo) – Yjo
(P + D)j = Yjt – (Yt / Yo) Yjo Pj
= Σi [(Yit / Yio) – (Yt / Yo)] Yijo
Dj
= Σt [ Yijt – (Yit / Yio) Yijo] = (P + D)j – Pj Dimana: Gj
= Pertumbuhan PDRB Total wilayah analisis
Nj
= Komponen Share
(P + D)j = Komponen Net Shift Pj
= Proportional Shift wilayah analisis
Dj
= Differential Shift wilayah analisis
Yj
= PDRB Total wialayah analisis
Y
= PDRB Total Provinsi wilayah analisis
o,t
= Periode awal dan Periode akhir
i
= Subskripsi sektor pada PDRB
Catatan: Simbol E (tenaga kerja) dalam buku asli, diganti dengan simbol Y (PDRB) karena data yang diteliti adalah PDRB. Jika Pj > 0, maka wilayah analisis akan berspesialisasi pada sektor yang di tingkat provinsi wilayah analisis tumbuh lebih cepat. Sebaliknya jika Pj < 0, maka wilayah analisis akan berspesialisasi pada sektor yang di tingkat Provinsi tumbuh lebih lambat. Bila Dj > 0, maka pertumbuhan sektor i di wilayah analisis lebih cepat dari pertumbuhan sektor yang sama di Provinsi wilayah analisis dan bila Dj < 0, maka pertumbuhan sektor i di wilayah analisis relatif lebih lambat dari pertumbuhan sektor yang sama di Provinsi wilayah analisis. Apabila nilai Pj maupun Dj bernilai positif, menunjukkan bahwa sektor yang bersangkutan dalam perekonomian di daerah menempati posisi yang baik untuk daerah yang bersangkutan. Sebaliknya bilai nilainya negatif
menunjukkan
bahwa
sektor
tersebut
dalam
perekonomian
masih
memungkinkan untuk diperbaiki dengan membandingkannya terhadap struktur perekonomian provinsi (Harry W. Richardson, 1978: 202). Untuk sektor-sektor yang memiliki differential shift yang positif maka sektor tersebut memiliki keunggulan dalam arti komparatif terhadap sektor yang sama di daerah lain. Dan untuk sektor-sektor yang memiliki proportional shift positif berarti bahwa sektor tersebut terkonsentrasi di daerah dan mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan daerah lainnya. Apabila negatif maka tingkat pertumbuhan sektor tersebut relatif lamban. Pengaruh pertumbuhan
ekonomi
Nasional
disebut
pengaruh
pangsa
(share).
Pertumbuhan atau perubahan perekonomian suatu daerah dianalisis dengan melihat pengaruh pertumbuhan ekonomi Nasional terhadap variable regional sektor/industri daerah yang diamati. Hasil perhitungan tersebut akan menggambarkan peranan Nasional yang mempengaruhi pertumbuhan perekonomian daerah. Diharapkan bahwa apabila suatu negara mengalami pertumbuhan ekonomi maka akan berdampak positif terhadap perekonomian daerah. Secara umum nilai Pj dan Dj tidak dapat bernilai sama dengan nol, hal ini disebabkan nilai sama dengan nol menunjukan bahwa pertumbuhan total PDRB sektor pada daerah tersebut tidak mempunyai nilai atau sama dengan nol, hal ini kemungkinan terjadinya sangat kecil karena total PDRB sektor yang bernilai nol menunjukan bahwa tidak terjadi pertumbuhan pada sektor daerah tersebut dan tidak adanya penghitungan oleh pemerintah daerah
mengenai distribusi sektor terhadap daerahnya. Apabila total PDRB sektor daerah tersebut bernilai negatif, hal itu menunjukan bahwa sektor pada daerah tersebut mengalami kebangkrutan. Menurut Arsyad (2010:390), kelemahan dari analisis Shift Share antara lain analisis ini hanya dapat digunakan untuk analisis ex-post, masalah benchmark berkenaan dengan homothetic change, apakah t atau (t+1) tidak dapat dijelaskan dengan baik, terdapat data pada periode waktu tertentu di tengah tahun pengamatan yang tidak terungkap, analisis ini tidak handal sebagai alat peramalan, mengingat bahwa regional shift tidak konstan dari suatu periode ke periode lainnya, analisis ini tidak dapat dipakai untuk melihat keterkaitan antar sektor dan tidak ada keterkaitan antar daerah. A. Keunggulan Analisis Shift-Share Keunggulan analisis shift share antara lain : 1. Memberikan gambaran mengenai perubahan struktur ekonomi yang terjadi, walau analisis shift share tergolong sederhana. 2. Memungkinkan seorang pemula mempelajari struktur perekonomian dengan cepat. 3. Memberikan gambaran pertumbuhan ekonomi dan perubahan struktur dengan cukup akurat. B. Kelemahan Analisis Shift-Share Kelemahan analisis shift-share, yaitu : 1. Hanya dapat digunakan untuk analisis ex-post.
2. Masalah benchmark berkenaan dengan homothetic change, apakah t atau (t+1) tidak dapat dijelaskan dengan baik. 3. Ada data periode waktu tertentu di tengah tahun pengamatan yang tidak ter-ungkap. 4. Analisis ini sangat berbahaya sebagai alat peramalan, mengingat bahwa regional shift tidak konstan dari suatu periode ke periode lainnya. 5. Tidak dapat dipakai untuk melihat keterkaitan antar sektor. 6. Tidak ada keterkaitan antar daerah.
3. Tipologi. Analisis ini mengembangkan hasil perhitungan indeks Location Quotient ( LQ > 1 ), komponen differential shift ( Dj>0 ), dan komponen proportional shift ( Pj > 0 ) untuk ditentukan tipologi sektoral. Tipologi ini mengklasifikasikan sektor basis dan non basis serta komponen pertumbuhan internal dan eksternal. Dengan menggabungkan indeks LQ dengan komponen Dj dan Pj dalam analisis Shift Share, tipologi sektoral diharapkan dapat memperjelas dan memperkuat hasil analisis. Menurut Saerofi (2005:66), Tipologi sektoral tersebut adalah sebagai berikut: a. Tipologi I: Sektor tersebut adalah sektor basis dengan LQ rata-rata > 1 dan pertumbuhan di provinsi analisis lebih cepat dibandingkan Nasional (Dj
rata-rata > 0 ) meskipun di tingkat Nasional pertumbuhannya cepat (Pj rata-rata > 0). b. Tipologi II: Sektor tersebut adalah sektor basis dengan LQ rata-rata > 1 dan pertumbuhan di provinsi analisis lebih cepat dibandingkan dengan Nasional (Dj rata-rata > 0) karena ditingkat Nasional pertumbuhannya lambat (Pj rata-rata < 0). c. Tipologi III: Sektor tersebut adalah sektor basis dengan LQ rata-rata > 1 dan di provinsi analisis pertumbuhannya lebih lambat dibanding Nasional ( Dj rata-rata < 0) karena ditingkat Nasional pertumbuhannya cepat (Pj ratarata > 0). d. Tipologi IV: Sektor tersebut adalah sektor basis dengan LQ rata-rata > 1 dan di provinsi analisis pertumbuhannya lebih lambat dibandingkan Provinsi (Dj rata-rata < 0) padahal ditingkat Nasional pertumbuhannya juga lambat (Pj rata-rata < 0). e. Tipologi V: Sektor tersebut adalah sektor non basis dengan LQ rata-rata < 1 dan pertumbuhan di provinsi analisis lebih cepat di banding pertumbuhan di tingkat Nasional (Dj rata-rata > 0) padahal di Nasional sendiri pertumbuhannya jg cepat (Pj rata-rata > 0). f. Tipologi VI: Sektor tersebut adalah sektor non basis dengan LQ rata-rata < 1 dan pertumbuhan di provinsi analisis lebih cepat di banding pertumbuhan di tingkat Nasional (Dj rata-rata > 0) meskipun di Nasional sendiri pertumbuhannya lambat (Pj rata-rata < 0).
g. Tipologi VII: Sektor tersebut adalah sektor non basis dengan LQ rata-rata < 1 dan pertumbuhan di provinsi analisis lebih lambat di banding Nasional (Dj rata-rata < 0) meskipun di Nasional sendiri pertumbuhannya lambat (Pj rata-rata > 0). h. Tipologi VIII: Sektor tersebut adalah sektor non basis dengan LQ rata-rata < 1 dan pertumbuhan di provinsi analisis lebih lambat di banding Nasional (Dj rata-rata < 0) dan juga Nasional sendiri pertumbuhannya lambat (Pj rata-rata < 0). Berdasarkan tabel 3.1 dapat dijelaskan bahwa sektor ekonomi dalam Tipologi I merupakan sektor yang tingkat kepotensialanya ” istimewa “ untuk dikembangkan karena sektor tersebut merupakan sektor basis (LQ > 1). Selain itu, di Provinsi/Kabupaten/Kota analisis pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan dengan tingkat provinsi (Dj > 0), meskipun ditingkat Provinsi juga tumbuh dengan cepat. (Pj rata-rata positif). Sektor ini akan mendatangkan pendapatan yang tinggi dan pada akhirnya akan dapat meningkatkan PDRB Provinsi/Kabupaten/Kota analisis. Dengan mempertimbangkan parameter seperti pada tabel 3.1 di bawah (LQ, Dj dan Pj), maka masing-masing tipologi dapat dimaknai bahwa sektor ekonomi yang masuk Tipologi II adalah sektor yang tingkat kepotensialannya ” baik sekali ” untuk dikembangkan, Tipologi III ” baik ”, Tipologi IV ” lebih dari cukup ”, Tipologi V ” cukup”, Tipologi VI ”hampir dari cukup”, Tipologi VII ” kurang ”, Tipologi VIII ” kurang sekali ”.
Tabel 3.1 . Makna Tipologi Sektor Ekonomi 12
LQ Rata-Rata
Dj Rata-Rata
Pj Rata-Rata
Tingkat Kepotensialan
I
(LQ > 1 )
(Dj > 0)
(Pj > 0)
Istimewa
II
(LQ > 1 )
(Dj > 0)
(Pj < 0)
Baik Sekali
III
(LQ > 1 )
(Dj < 0)
(Pj > 0)
Baik
IV
(LQ > 1)
(Dj < 0)
(Pj < 0)
Lebih dari cukup
V
(LQ < 1)
(Dj > 0)
(Pj > 0)
Cukup
VI
(LQ < 1)
(Dj > 0)
(Pj < 0)
Hampir dari Cukup
VII
(LQ < 1)
(Dj < 0)
(Pj > 0)
Kurang
VIII
(LQ < 1)
(Dj < 0)
(Pj < 0)
Kuramg Sekali
Sumber: Dini (2007:71) Gambar 3.2. Bagan Kerangka Peranan Potensi Ekonomi di Provinsi Lampung.
Potensi Ekonomi
Analisis Location Quotient (LQ)
LQ>1 Sektor Basis
LQ<1 Sektor Non Basis
Analisis Shift Share
Dij>0, sektor tumbuh lebih cepat dari provinsi. Dj<0, sektor
tumbuh lebih lambat dari provinsi
Tipologi
Pj>0, sektor di provinsi tumbuh cepat Pj<0, sektor di provinsi tumbuh lambat
Pertumbuhan Ekonomi
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
LQ > 1 , Dj > 0, Pj > 0 = istimewa LQ > 1 , Dj > 0, Pj < 0 = baik sekali LQ > 1 , Dj < 0, Pj > 0 = baik LQ > 1, Dj < ), Pj < 0 = lebih dari cukup LQ < 1, Dj > 0, Pj > 0 = cukup LQ < 1, Dj > 0, Pj < 0 = hampir dari cukup LQ < 1, Dj < 0, Pj > 0 = kurang LQ < 1, Dj < 0, Pj < 0 = kurang sekali
F. Definisi Operasional Variabel Penelitian Pada bagian ini akan diuraikan definisi dari masing-masing variabel yang digunakan. Variabel adalah atribut dari sekelompok orang atau objek penelitian yang mempunyai kriteria yang sama, Sugiyono (2005:2). Penjelasan variabel yang terlibat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Laju pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan PDRB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari pertumbuhan penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi berlaku atau tidak. Laju pertumbuhan ekonomi diukur dengan indikator perkembangan PDRB dari tahun ke tahun yang dinyatakan dalam persen per tahun. Analisis ini digunakan untuk mengetahui pembangunan daerah dilihat dari besarnya pertumbuhan PDRB setiap tahunnya. 2. Sektor ekonomi adalah lapangan usaha yang terdapat pada PDRB, yang mencakup 9 (sembilan) sektor. 3. Pertumbuhan sektor ekonomi adalah pertumbuhan nilai barang dan jasa dari setiap sektor ekonomi yang dihitung dari angka PDRB atas dasar harga konstan (ADHK) tahun 2000 dan dinyatakan dalam persentase. PDRB (ADHK) merupakan nilai produksi barang dan jasa akhir dalam suatu waktu kurun waktu tertentu orang-orang dan perusahaan. Dinamakan bruto karena memasukkan komponen penyusutan. Disebut domestik karena menyangkut batas wilayah. Disebut konstan karena harga yang digunakan mengacu pada tahun tertentu (tahun dasar = 2000).
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Gambaran Umum Provinsi Lampung a. Keadaan Geografis Daerah Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 Km2 termasuk pulau – pulau yang terletak pada bagian sebelah paling ujung tenggara pulau Sumatera, dan dibatasi oleh : 1. Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, di Sebelah Utara 2. Selat Sunda, di Sebelah Selatan 3. Laut Jawa, di Sebelah Timur 4. Samudra Indonesia, di Sebelah Barat Provinsi Lampung dengan ibukota Bandar Lampung, yang merupakan gabungan dari kota kembar Tanjung karang dan Teluk betung memiliki wilayah yang relatif luas, dan menyimpan potensi kelautan. Pelabuhan utamanya bernama Panjang dan Bakauheni serta pelabuhan nelayan seperti Pasar Ikan (Teluk betung), Tarahan, dan Kalianda di Teluk Lampung. Sedangkan di Teluk Semangka adalah Kota Agung, dan di Laut Jawa terdapat pula pelabuhan nelayan seperti Labuhan Maringgai dan Ketapang. Di samping itu, Kota Menggala juga dapat dikunjungi kapal-kapal nelayan dengan menyusuri sungai Way Tulang Bawang, adapun di Samudra Indonesia terdapat Pelabuhan Krui. Lapangan terbang utamanya adalah "Radin Inten II", yaitu nama baru dari "Branti", 28 Km dari Ibukota melalui
jalan negara menuju Kotabumi, dan Lapangan terbang AURI terdapat di Menggala yang bernama Astra Ksetra. Secara Geografis Provinsi Lampung terletak pada kedudukan : Timur - Barat berada antara : 103o 40' - 105o 50' Bujur Timur Utara - Selatan berada antara : 6o 45' - 3o 45' Lintang Selatan
Gambar 4.1. Peta Provinsi Lampung
Sumber : Lampung Dalam Angka 2010 Secara topografi Daerah Lampung dapat dibagi dalam 5 (lima) unit topografi : - Daerah topografis berbukit sampai bergunung - Daerah topografis berombak sampai bergelombang - Daerah dataran alluvial - Daerah dataran rawa pasang surut - Daerah River Basin
1. Daerah topografis berbukit sampai bergunung : Lereng-lereng yang curam atau terjal dengan kemiringan berkisar 25%, dan ketinggian rata – rata 300 M di atas permukaan laut. Daerah ini meliputi Bukit Barisan dengan puncak tonjolan – tonjolannya berada pada Gunung Tanggamus, Gunung Pasawaran, dan Gunung Rajabasa.Yang terakhir ini berlokasi di Kalianda dengan ketinggian, rata-rata 1.500 M. Puncak-puncak lainnya adalah Bukit Pugung, Bukit Pesagi, Sekincau yang terdapat di bagian utara. Daerah tersebut umumnya ditutupi oleh vegetasi hutan primer atau sekunder. 2.
Daerah topografis berombak sampai bergelombang :
Ciri-ciri khusus daerah ini adalah terdapatnya bukit-bukit sempit, kemiringannya antara 8 % sampai 15 % dan ketinggian antara 300 M sampai 500 M dari permukaan laut. Daerah ini membatasi daerah pegunungan dengan dataran alluvial, vegetasi yang terdapat di daerah ini adalah tanamantanaman perkebunan seperti : kopi, cengkeh, lada dan tanaman pertanian peladangan seperti : padi, jagung, dan sayur-sayuran. Daerah tersebut meliputi daerah-daerah; Kedaton di wilayah Kota Bandar Lampung, Gedong Tataan di Kabupaten Lampung Selatan, Sukoharjo dan Pulau Panggung di Kabupaten Tanggamus serta Kalirejo dan Bangunrejo di Wilayah Kabupaten Lampung Tengah. 3.
Daerah dataran Alluvial :
Daerah ini sangat luas meliputi Lampung Tengah sampai mendekati pantai sebelah Timur, yang merupakan bagian hilir (downstream) dari sungai-
sungai yang besar seperti Way Sekampung, Way Tulang Bawang, dan Way Mesuji. Ketinggian di daerah ini berkisar antara 25 m sampai 75 m, dengan kemiringan 0% sampai 3%. Pada bagian pantai sebelah Barat dataran Alluvial menyempit dan memanjang menurut arah Bukit Barisan. 4.
Daerah dataran Rawa Pasang Surut :
Di sepanjang pantai timur adalah merupakan daerah rawa pasang surut dengan ketinggian 1/2 m sampai 1 m, pengendapan air menurut naiknya pasang air laut. 5.
Daerah River Basin :
Daerah Lampung terdapat 5 (lima) River Basin yang utama : - River Basin Tulang Bawang - River Basin Seputih - River Basin Sekampung 4.1. Luas Daerah Kabupaten – Kabupaten di Lampung, 2008 (km2) b. Kependudukan Penduduk Provinsi Lampung pada waktu Sensus Penduduk tahun 1961, 1971, 1980, 1990 dan 2000 masing- masing sebesar 1.667.511, 2.775.695, 4.624.785, 6.015.803 dan 6.659.869 orang. Pertumbuhan penduduk pada periode 1971 - 1980 adalah sebesar 5,77 persen pertahun dan mengalami penurunan pada periode 1980 - 1990 menjadi sebesar 2,67 persen pertahun. Sedangkan periode 1990 - 2000 sebesar 1,01 persen. Apabila dilihat laju pertumbuhan penduduk Provinsi Lampung merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan provinsi lainnya baik pada periode 1971 – 1980 maupun periode 1980-1990.
Penduduk Provinsi Lampung tahun 2000 sebesar 6.659.869 orang dan rata-rata kepadatan penduduk per Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung 189 per Km2 tahun 2000 berturut - turut adalah Kabupaten Lampung Barat 74, Kabupaten Tanggamus 239, Kabupaten Lampung Selatan 356, Kabupaten Lampung Timur 200, Kabupaten Lampung Tengah 218, Kabupaten Lampung Utara 195, Kabupaten Way Kanan 91, Kabupaten Tulangbawang 89, dan Kota Bandar Lampung 3.851 orang, Kota Metro 1.917 orang.
Tabel 4.2. Piramida Penduduk Provinsi Lampung tahun 2009
Sumber : Lampung Dalam Angka 2010. Pada tahun 1997 wilayah provinsi Lampung dimekarkan menjadi 7 kabupaten/kota, kemudian dengan diundangkannya UU No.12 Tahun 1999 dimekarkan lagi menjadi 10 kabupaten/kota. Berdasarkan UU RI No. 33
Tahun 2007 terbentuklah Kabupaten Pesawaran yang sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten Lampung Selatan. Tabel 4.3. Luas Daerah dan Jumlah Kecamatan, Kelurahan Di Provinsi Lampung
Dengan demikian Provinsi Lampung terdiri dari 9 kabupaten dan 2 kota. Tahun 2008 wilayah administrasi desa/kelurahan di Provinsi Lampung mengalami penambahan menjadi 2.339 desa/kelurahan, dimana pada tahun 2007 berjumlah 2.331 desa/kelurahan. c. Pemerintahan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Lampung berjumlah 65 orang yang terdiri dari 13 orang anggota Fraksi Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP), 16 orang anggota Fraksi Golongan Karya, masing-masing 6 orang anggota untuk Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Demokrat, dan Fraksi Amanat Nasional, serta masing-masing 4 orang anggota untuk Fraksi Persatuan Pembangunan, Fraksi Bintang Reformasi, dan Fraksi Peduli Kebangsaan. Untuk peningkatan pelayanan terhadap masyarakat maka Pemerintah Daerah Provinsi Lampung melakukan perubahan struktur organisasi dan tata kerja perangkat daerah yang tertuang pada PP.41/2007. Lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel 3.9. d. Pendidikan Data yang disajikan dalam bab ini mencakup berbagai informasi yang terangkum dalam subbab pendidikan, kesehatan, peradilan, agama dan sosial lainnya. Dalam lingkup informasi pendidikan disajikan data antara lain; banyaknya sekolah, kelas, guru dan murid dari tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Umum/Kejuruan (SMU/K). Data mahasiswa dan dosen terbatas pada Universitas Lampung (Unila), Politeknik Negeri Unila dan IAIN Raden Intan Bandar Lampung. Pada tingkat SD dari 4.565 sekolah terdapat 4.329 sekolah negeri dan 236 sekolah swasta. Pada tingkat SLTP yang berjumlah 1.147 sekolah terdiri 557 negeri dan 590 swasta. Untuk tingkat SMU terdiri dari 144 sekolah negeri dan 246 sekolah swasta. Semakin tinggi jenjang pendidikan, semakin banyak sekolah yang didirikan oleh pihak swasta. Banyaknya murid SD mencapai jumlah 960.502 murid dan siswa SLTP tercatat sebanyak 309.402 siswa serta siswa SMU berjumlah 120.178
siswa. Universitas Lampung (Unila) merupakan satu-satunya universitas negeri di Lampung. Jumlah mahasiswa Unila tahun 2008 (25.344 orang) mengalami penurunan yaitu sebesar 1,54 % dibanding tahun 2007. Fakultas dengan mahasiswa terbanyak pada tahun 2008 adalah Fakultas keguruan dan Ilmu Pendidikan (6.656 orang) dan Fakultas Ekonomi (4.655 orang). Fakultas Kedokteran adalah fakultas dengan jumlah mahasiswa paling sedikit, dikarenakan fakultas ini belum lama berdiri. Jumlah mahasiswa IAIN Radin Intan sejak tahun 2004 hingga tahun 2006 terus mengalami penurunan. Tahun 2008, jumlah mahasiswa IAIN RadinIntan sebanyak 2.926 orang atau naik 42,32 % dibanding tahun 2007. Fakultas Tarbiyah merupakan fakultas dengan mahasiswa terbanyak yaitu 1.950 orang (66,64%) dari jumlah total mahasiswa. Jumlah mahasiswa Politeknik Negeri Unila pada tahun 2008 (992 orang) naik 16,16 persen dibandingkan tahun 2007 (854 orang). e. Kesehatan Untuk bidang kesehatan, jumlah Puskesmas dan Posyandu di Provinsi Lampung masing-masing sebesar 261 unit dan 7.578 unit. Jenis penyakit dengan jumlah penderita rawat jalan di puskesmas dan rumah sakit terbanyak adalah jenis penyakit diare (54,47 %), diikuti oleh jumlah penderita jenis penyakit malaria klinis (17,96 %). Kasus kejahatan dan kecelakaan yang terjadi di Provinsi Lampung pada tahun 2007 sangat meningkat tajam jika dibandingkan dengan tahun 2006. Selama tahun 2008, telah terjadi sebanyak 8.201 kasus kejahatan, dan sebanyak 5.816 kasus di antaranya telah diselesaikan. Dari total jumlah kasus kejahatan yang terjadi, Bandar Lampung
adalah wilayah dengan kasus terbanyak. Di tahun 2008, kecelakaan lalu lintas terjadi 1.623 kali dengan jumlah korban sebanyak 3.029 orang. Dan dari sejumlah korban tersebut, 738 orang di antaranya adalah korban meninggal. Hal ini cukup memprihatinkan sehingga diharapkan adanya peran aparat serta partisipasi masyarakat untuk menciptakan kondisi keamanan yang lebih baik. B. Analisis Potensi Pertumbuhan Ekonomi Analisis
penulisan
dalam
penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengidentifikasi perkembangan PDRB Provinsi serta potensi pertumbuhan ekonomi pada masing-masing sektor-sektor strategis dan Subsektor – Subsektor yang potensial dapat di kembangkan untuk meningkatkan PDRB wilayah analisis. Untuk mengetahui potensi sektor-sektor ekonomi khusunya subsektor Pertanian yang mendukung PDRB Provinsi Lampung maka digunakan alat analisis LQ yaitu untuk mengetahui apakah sektor ekonomi tersebut termasuk sektor basis atau non basis, juga digunakan metode Shift Share sebagai pendukung alat analisis LQ. 1. Analisis Perkembangan PDB dan PDRB Struktur
perekonomian
menggambarkan
peranan
atau
sumbangan dari masing-masing sektor dalam pembangunan PDRB yang dalam konteks lebih jauh akan memperhatikan bagaimana suatu sektor perekonomian mengalokasikan sumber-sumber ekonomi di berbagai sektor. Nilai PDRB kedua wilayah analisis selama periode penelitian cenderung fluktuatif, dimana ada sektor yang jumlah nominalnya mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya dan
sebaliknya, ada juga sektor yang mengalami penurunan jumlah nominal dari tahun sebelumnya. a. Indonesia Tabel 4.4 Distribusi Persentase PDB Tahun 2004 – 2009 Menurut Sektor Atas Dasar Harga Konstan 2000 Di Indonesia sektor 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Pertanian 14,92 14,50 14,21 13,82 13,66 13,61 Pertambangan dan penggalian 9,66 9,44 9,10 8,72 8,28 8,27 Industri pengolahan 28,37 28,08 27,83 27,39 26,79 26,16 Listrik, gas dan air bersih 0,66 0,66 0,66 0,69 0,72 0,78 Bangunan 5,82 5,92 6,08 6,20 6,28 6,44 Perdagangan, hotel dan restoran 16,37 16,77 16,92 17,33 17,45 16,90 Pengangkutan dan komunikasi 5,85 6,24 6,76 7,25 7,98 8,80 Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 9,12 9,21 9,21 9,35 9,55 9,59 Jasa-jasa 9,23 9,18 9,24 9,25 9,30 9,43 PDB 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber : Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia. BI (data Diolah) Dapat dilihat dari persentase sumbangan sektor – sektor Produk Domestik Bruto Nasional, bahwa sektor Pertanian dalam urutan ketiga terbesar setelah sektor Industri Pengolahan dan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran. Ini membuktikan bahwa sektor pertanian tidaklah dapat dianggap sebagai penyumbang PDB yang kurang diperhatikan, tetapi dikembangkan dan dimanfaatkan sebaik mungkin.
Tabel 4.5 Distribusi Persentase PDB Tahun 2004 – 2009 Menurut Subsebktor Pertanian Atas Dasar Harga Konstan 2000 Di Indonesia (persen) LAPANGAN USAHA tanaman Pangan
2004
2005
2006
2007
2008
2009*
49,61
49,37
49,31
49,87
50,17
49,67
15,72
15,75
15,91
15,75
15,48
15,71
12,81
12,74
12,60
12,50
12,40
12,59
7,05
6,36
6,10
5,79
5,67
6,11
14,81
15,78
16,08
16,09
16,28
15,92
Perkebunan Peternakan dan Hasilnya Kehutanan dan Perburuannya Perikanan PDB ADHK 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber : BPS Lampung 2010. (data Diolah)
100,00 100,00
Perkembangan Produk Domestik Bruto Nasional seperti pada tabel 4.5 diatas dapat dilihat dari kontribusi tiap subsektor – subsektor yang ada pada sektor pertanian yang memiliki sumbangan terbesar dalam penambah dari sektor Pertanian adalah subsektor Tanaman pangan. Ini juga tidak lepas dari faktor yang besar bahwa hampir seluruh masyarakat indonesia membutuhkan tanaman pangan untuk memenuhi kebutuhannya. d. Provinsi Lampung Tidak berbeda jauh dengan Subsektor yang ada pada PDB Nasional, pada PDRB Provinsi Lampung yang menjadi penyumbang terbesar dalam Sektor Pertanian adalah subsektor tanaman pangan, yang selanjutnya diikuti oleh subsektor Perkebunan dan Subsektor Perikanan.
Tabel 4.6. Distribusi Persentase PDRB Tahun 2004-2009 Menurut Subsektor Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Di Provinsi Lampung Subsektor Pertanian tanaman Pangan Perkebunan Peternakan dan Hasilnya Kehutanan dan Perburuannya Perikanan PDRB
2004 48,19 23,53 12,91
2005 48,35 23,41 12,56
2006 46,59 23,11 12,88
2007 46,69 23,03 12,66
2008 46,81 23,03 12,49
2009* 46,7 23,02 12,92
1,25
1,29
1,27
1,14
1,13
1,14
14,12
14,39
16,15
16,48
16,54
16,22
100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber : BPS Lampung 2010.(data diolah) 2. Analisis Location Quetiont (LQ) Analisis Location Quotient (LQ) digunakan untuk mengetahui sektorsektor ekonomi manakah yang termasuk sektor basis atau berpotensi ekspor dan manakah yang termasuk bukan merupakan sektor non basis. Hal tersebut dapat terlihat jika LQ menunjukkan angka lebih dari satu (LQ > 1) berarti sektor tersebut merupakan sektor basis. Kemudian jika hasil menunjukkan angka kurang dari satu (LQ<1) berarti sektor tersebut bukan merupakan sektor basis. (Ghalib, 2005:169) Hasil perhitungan Location Quetiont (LQ) Provinsi Lampung selama 6 (enam) tahun antara 2004 – 2009 yang selengkapnya dapat dilihat pada tabel. Berdasarkan tabel 4.5 diatas, Provinsi Lampung memiliki 2 Subsektor basis, Subsektor tersebut yaitu Subsektor Perkebunan indeks LQ rata-rata sebesar 1,48. Subsektor ini walaupun bukanlah Subsektor yang memiliki Jumlah sumbangan yang terbesar dalam sektor pertanian, tetapi ternyata Subsektor ini merupakan salah satu Subsektor Basis yang potensi dapat
dikembangkan dan dijadikan salah satu sumber daya yang harus dimanfaatkan secara lebih besar, bahkan menjadi potensi yang dapat dijadikan salah satu subsektor yang dapat dijadikan potensi ekspor keluar daerah atau bahkan mencapai kancah interNasional. Tabel 4.7. Hasil Perhitungan Location Quetiont (LQ) Rata - Rata Provinsi Lampung Tahun 2004 – 2009
sektor
2004 2005 2006 2007 2008 2009 0,97 0,97 0,94 0,95 0,94 0,93 tanaman Pangan (nb) (nb) (nb) (nb) (nb) (nb) 1,50 1,49 1,47 1,45 1,46 1,49 Perkebunan (b) (b) (b) (b) (b) (b) Peternakan dan 1,01 0,98 1,01 1,00 1,00 1,04 Hasilnya (b) (nb) (b) (b) (b) (b) Kehutanan dan 0,18 0,19 0,20 0,19 0,20 0,20 Perburuannya (nb) (nb) (nb) (nb) (nb) (nb) 0,95 0,94 1,02 1,02 1,03 1,00 Perikanan (nb) (nb) (b) (b) (b) (b) jumlah 4,61 4,57 4,64 4,61 4,63 4,66 Sumber : Lampiran IV
Rata Rata LQ 0,95 (nb) 1,48 (b) 1,01 (b) 0,19 (nb) 0,99 (nb) 0,92
Sektor basis terbesar kedua dengan indeks LQ rata-rata sebesar 1,01 adalah Subsektor Peternakan dan Hasilnya. Hal ini menunjukan bahwa Subsektor Peternakan dan Hasilnya juga mampu mencukupi kebutuhan dalam Provinsi Lampung dan mempunyai kelebihan untuk dijadikan komoditi ekspor. Secara distribusi PDRB Subsektor Tanaman Pangan menempati urutan pertama penyumbang pertumbuhan ekonomi terbesar di Provinsi Lampung dibandingkan Subsektor Perkebunan, akan tetapi pada LQ rata-rata Subsektor perkebunan menunjukan nilai lebih besar dibandingkan dengan subsektor Tanaman Pangan, ini berarti subsektor tanaman pangan hanya
berkonstribusi besar pada pertumbuhan daerah lokal saja sementara untuk memenuhi pasar diluar daerah tetap bisa memenuhi akan tetapi tidak sebesar subsektor perkebunan. Subsektor yang merupakan bukan subsektor basis selama periode 2004-2009 terdapat 3 subsektor yaitu, Tanaman Pangan, Kehutanan dan buruannya, dan Perikanan. Dengan LQ rata-rata seperti yang di tabel 4.5 pada halaman sebelumnya. 3. Analisis Shift Share Analisis Shift Share merupakan teknik yang sangat berguna dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah dibandingkan dengan perekonomian Nasional. Analisis ini bertujuan untuk menentukan kinerja atau produktivitas kerja perekonomian daerah dengan membandingkannya dengan daerah yang lebih besar. Untuk mengetahui proses pertumbuhan ekonomi suatu daerah dengan menggunakan analisis Shift Share digunakan variabel penting seperti tenaga kerja, penduduk dan pendapatan. Dalam penelitian ini digunakan variabel pendapatan yaitu PDRB untuk menguraikan pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung dan juga Nasional. Pertumbuhan PDRB total (G) dapat diuraikan menjadi komponen Shift dan Komponen Share yaitu: (a) Komponen National Share (N) adalah banyaknya pertambahan PDRB seandainya pertumbuhannya sama dengan laju pertumbuhan PDRB Provinsi selama periode yang tercakup dalam studi. (b) Komponen Proportional shift
(P)
mengukur besarnya
net shift
Provinsi/kabupaten/Kota yang diakibatkan oleh perubahan komposisi
sektor-sektor atau Subsektor - subsektor PDRB Daerah. Apabila Pj > 0 artinya Provinsi/kabupaten/Kota yang bersangkutan berspesialisasi pada sektor-sektor yang pada tingkat Provinsi tumbuh lebih cepat dan apabila Pj < 0 berarti Provinsi/kabupaten/Kota yang bersangkutan berspesialisasi pada sektor yang ditingkat Provinsi tumbuh lebih lambat atau bahkan sedang merosot. (Dini, 2007:46) a. Provinsi Lampung Tabel 4.8. Komponen Shift Share Provinsi Lampung Tahun 2004 – 2009 Tahun Gj 2004 - 2005 467,77 2005 - 2006 863,03 2006 - 2007 695,75 2007 - 2008 758,21 2008 - 2009 441,8 Sumber : Lampiran V
Nj 316,59 406,53 450,87 645,41 610,81
Gj-Nj 151,18 456,5 244,88 112,8 -169,01
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa pada tahun 2004-2009 komponen pertumbuhan PDRB Provinsi Lampung (Gj) adalah 467,77 padahal banyaknya pertumbuhan PDB Nasional Indonesia apabila pertumbuhanya sama dengan laju pertumbuhan PDRB Provinsi Lampung (Nj) sebesar 316,59 ini berati terjadi penyimpangan yang positif sebesar 151,18, hal ini menunjukan bahwa pertumbuhan PDRB Provinsi adalah lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pertumbuhan PDB Nasional Indonesia. Untuk tahun 2005-2006 komponen pertumbuhan PDRB Provinsi Lampung (Gj) adalah 863,03
padahal
banyaknya
pertumbuhan
PDB
Nasional
apabila
pertumbuhanya sama dengan laju pertumbuhan PDB Nasional Indonesia (Nj) sebesar 406,53, ini berarti mengalami peningkatan yang positif sebesar 456,5,
hal ini menunjukan bahwa pertumbuhan PDRB Provinsi Lampung adalah lebih cepat apabila dibandingkan dengan pertumbuhan PDB Nasional Indonesia. Kemudian pada tahun berikutnya 2006-2007 dari kedua komponen Gj dan Nj masing-masing mengalami pertumbuhan yang variatif, dimana komponen (Gj) mengalami penurunan sebesar 695,75 serta komponen (Nj) meningkat sebesar 450,87 dari tahun sebelumnya, tetapi tetap terjadi penyimpangan pertumbuhan
yang PDRB
positif Provinsi
sebesar 244,88 Lampung
ini menunjukan
adalah
lebih
bahwa
cepat apabila
dibandingkan dengan pertumbuhan PDB Nasional Indonesia. Pada tahun 2007-2008 komponen PDRB Provinsi Lampung (Gj) sedikit mengalami peningkatan sebesar 758,21 dari tahun sebelumnya, dan juga PDB Nasional Indonesia mengalami peningkatan sebesar 645,41, akan tetapi tetap terjadi penyimpangan yang positif sebesar 112,8 sehingga menyebabkan terjadinya percepatan PDRB Lampung lebih cepat dibandingkan PDB Nasional Indonesia, akan tetapi ini tidak diikuti oleh tahun setelahnya karena pada tahun 2008-2009 terjadi penyimpangan dengan angka negatif sebesar -169,sehingga ini menyebabkan satu – satunya tahun yang mengalami penyimpangan yang negatif. Untuk mengetahui sektor-sektor ekonomi yang menjadi spesialisasi serta pertumbuhanya digunakan propotional shift (Pj) dan differnsial shift (Dj). Oleh karena itu analisis selanjutnya dilakukan untuk mencari sektor-sektor yang memiliki pertumbuhan lebih cepat atau lambat . Pada tabel 4.9 dibawah ini menunjukan pertumbuhan komponen proposional Provinsi diketahui bahwa proposional shift (Pj) Provinsi Lampung dari tahun 2004-2009 terdapat nilai positif juga nilai negatif, hal ini berarti Provinsi
Lampung berspesialisasi pada sektor yang sama dengan sektor yang tumbuh cepat pada perekonomian Indonesia apabila nilai Pj rata-ratanya positif, sedangkan apabila nilai Pj memiliki rata-rata negatif maka Provinsi Lampung berspesialisasi pada sektor yang tumbuh lambat di perekonomian Indonesia. Sektor-sektor yang memiliki nilai rata-rata komponen pertumbuhan proposional yang positif yaitu pertambangan dan penggalian; bangunan; perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan komunikasi; keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; jasa-jasa. Dimana nilai positif terlihat jelas pada penghitungan pengolahan komponen proposional shift pada tabel 4.9 dibawah ini. Tabel 4.9 Komponen Pertumbuhan Proportional (Pj) Provinsi Lampung
sektor tanaman Pangan Perkebunan Peternakan dan Hasilnya Kehutanan dan perburuannya Perikanan total
20042005 -6,55 (l) -6,64 (l) -8,88 (l) -6,10 (l) 51,89 (c) 23,72
20052006 -22,11 (l) 12,18 (c) -0,12 (l) -9,69 (l) 61,75 (c) 42,01
20062007 -7,52 (l) 32,33 (c) -18,53 (l) -7,09 (l) 40,72 (c) 39,92
20072008 75,85 (c) -32,53 (l) -14,33 (l) -8,40 (l) 1,49 (c) 22,09
20082009 42,40 (c) -59,40 (l) -15,86 (l) -3,38 (l) 29,39 (c) -6,85
rata rata 16,42 (c) -10,81 (l) -11,54 (l) -6,93 (l) 37,05 (c) 24,18
Sumber : Lampiran XI Keterangan : (c): Sektor tumbuh lebih cepat di tingkat provinsi (l): Sektor tumbuh lebih lambat di tingkat provinsi
Provinsi Lampung nilai rata-rata Pj subsektor perkebunan negatif meskipun pada nilai LQ termasuk dalam sektor basis dimana sektor Perkebunan dapat memenuhi kebutuhan pasar diluar daerah Provinsi bahkan
Nasional, akan tetapi di provinsi sendiri berspesialisasi pada sektor yang sama namun pertumbuhanya lebih lambat, karena di provinsi sendiri subsektor sejenis pertumbuhanya lebih cepat. Berdasarkan tabel 4.10 dapat diketahui Dj rata-rata Provinsi Lampung, dimana dari 5(lima) subsektor di Provinsi Lampung dilihat dari rata-rata nilai Dj terdapat semua subsektor yang bernilai positif, ini menunjukan bahwa subsektor-subsektor tersebut pertumbuhanya cepat sehingga berpotensi untuk dikembangkan dalam memacu pertumbuhan PDRB Provinsi Lampung. Tabel 4.10 Komponen Pertumbuhan Differensial (Dj) Provinsi Lampung Sektor tanaman Pangan Perkebunan Peternakan dan Hasilnya Kehutanan dan Perburuannya Perikanan Total
20042005 100,31
20052006 13,83
20062007 135,22
20072008 -6,24
20082009 -138,26
rata – rata 20,97
(c)
(c)
(c)
(l)
(l)
(c)
27,01
55,74
13,54
57,03
19,73
34,61
(c)
(c)
(c)
(c)
(c)
(c)
-14,78
99,74
19,07
5,21
60,02
33,85
(l)
(c)
(c)
(c)
(c)
(c)
12,69
12,97
-6,96
8,46
1,95
5,82
(c)
(c)
(l)
(c)
(c)
(c)
2,23
232,21
44,10
26,25
-105,60
39,84
(c)
(c)
(c)
(c)
(l)
(c)
127,46
414,49
204,96
90,71
-162,16
135,09
Sumber : Lampiran X Nilai Dj pada subsektor kehutanan dan perburuannya di Provinsi Lampung bernilai positif sedangkan rata-rata nilai LQ menunjukan bahwa sektor tersebut merupakan sektor yang tidak mampu memenuhi kebutuhan daerahnya sendiri dan pasar luar daerah. Kedua komponen shift ini memisahkan unsur-unsur pertumbuhan Provinsi Lampung dan Indonesia yang bersifat intern dan ekstern, dimana
proporsional shift dari pengaruh unsur-unsur luar (mix industri) yang bekerja dalam provinsi, dan differensial shift adalah akibat dari pengaruh faktor-faktor (lingkungan) yang bekerja di dalam daerah yang bersangkutan. C. Pembahasan 1. Pembahasan Per Sektor Kabupaten/Kota Analisis a. Provinsi Lampung 1) Subsektor Tanaman Pangan Subsektor
Tanaman
Pangan
pada
Provinsi
Lampung
mempunyai peran besar terlihat pada konstribusi subsektor tanaman pangan terhadap PDRB Sektor Pertanian di Provinsi Lampung. Besarnya kontribusi subsektor tanaman pangan pada tahun 2008 sebesar 46,81 persen menempati urutan pertama dalam urutan kontribusi terhadap PDRB Lampung dalam Sektor Pertanian.
Tabel 4.12. Analisis subsektor Tanaman Pangan No Aspek Parameter 1 LQ <1 2 Pj Positif 3 Dj Positif 4 Tipologi V Sumber: Lampiran III,X,XI
Makna Sektor Non Basis Tumbuh cepat diprovinsi Pertumbuhan lebih cepat dibanding Nasional Lebih dari Cukup
Berdasarkan hasil LQ selama 6 tahun terakhir (2004-2009), subsektor Tanaman Pangan menunjukan nilai rata-rata LQ yang kecil yaitu sebesar 0,95 (<1), hal ini menunjukan bahwa subsektor ini adalah subsektor non basis. Nilai LQ yang kurang dari satu berarti subsektor ini tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat
daerahnya dan juga untuk di ekspor keluar daerah ataupun keluar Nasional. Perhitungan analisis Shift Share selama periode penelitian (2004-2009) untuk subsektor tanaman pangan, nilai rata-rata komponen Pj-nya adalah sebesar 16,42 yang menunjukan bahwa pertumbuhan sektor ini lebih cepat pertumbuhanya terhadap konstribusi subsektor yang sama diprovinsi Lampung karena nilainya positif. Sedangkan dari hasil perhitungan komponen Dj, subsektor Tanaman Pangan adalah subsektor yang daya saingnya meningkat sehingga subsektor ini adalah subsektor yang memiliki tingkat kepotensialan yang baik dan menunjukan bahwa subsektor ini mempunyai kinerja subsektor yang dapat diandalkan dan dapat meningkatkan kesejahtraan masyarakat. Hal ini ditunjukan dengan besaran rata-rata komponen Dj yang positif, yaitu sebesar 20,97. Berdasarkan perhitungan analisis tipologi sektoral sektor pertanian memiliki LQ < 1, Pj Positif (>0) dan Dj Positif (>0) termasuk ke dalam tipologi V sehingga sektor ini menunjukan cukup untuk dikembangkan. 2) Subsektor Perkebunan Subsektor Perkebunan pada Provinsi Lampung mempunyai peran besar terlihat pada konstribusi subsektor perkebunan terhadap PDRB Sektor Pertanian di Provinsi Lampung. Besarnya kontribusi
subsektor perkebunan pada tahun 2009 sebesar 23,02
persen
menempati urutan kedua dalam urutan kontribusi terhadap PDRB Lampung dalam Sektor Pertanian. Tabel 4.13. Analisis subsektor Perkebunan
No Aspek Parameter 1 LQ >1 2 Pj Negatif 3 Dj Positif 4 Tipologi II Sumber: Lampiran III,X,XI
Makna Sektor Basis Tumbuh lamban diprovinsi Pertumbuhan lebih cepat dibanding Nasional Baik Sekali
Berdasarkan hasil LQ selama 6 tahun terakhir (2004-2009), subsektor Perkebunan menunjukan nilai rata-rata LQ yang besar yaitu sebesar 1,48 (>1), hal ini menunjukan bahwa subsektor ini adalah subsektor basis. Nilai LQ yang lebih dari satu berarti subsektor ini mampu memenuhi kebutuhan domestik maupun pasar luar daerah serta subsektor ini berpotensi untuk di ekspor ke daerah lain ataupun negara lain. Perhitungan analisis Shift Share selama periode penelitian (2004-2009) untuk subsektor Perkebunan, nilai rata-rata komponen Pjnya adalah sebesar -10,81 yang menunjukan bahwa pertumbuhan sektor ini lebih lamban pertumbuhanya terhadap konstribusi subsektor yang sama diprovinsi Lampung karena nilainya negatif. Sedangkan dari hasil perhitungan komponen Dj, subsektor Perkebunan adalah sektor yang daya saingnya meningkat sehingga subsektor ini adalah subsektor yang memiliki tingkat kepotensialan yang baik dan menunjukan bahwa subsektor ini mempunyai kinerja
subsektor
yang
dapat
diandalkan
dan
dapat
meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Hal ini ditunjukan dengan besaran ratarata komponen Dj yang positif, yaitu sebesar 34,61 Berdasarkan perhitungan analisis tipologi sektoral subsektor Perkebunan memiliki LQ > 1, Pj Negatif (<0) dan Dj Positif (>0) termasuk ke dalam tipologi II sehingga sektor ini menunjukan Baik sekali untuk dikembangkan. 3) Subsektor Peternakan dan Hasilnya Subsektor Peternakan dan Hasilnya pada Provinsi Lampung mempunyai peran besar terlihat pada konstribusi subsektor Peternakan dan Hasilnya terhadap PDRB Sektor Pertanian di Provinsi Lampung. Besarnya kontribusi subsektor Peternakan dan Hasilnya pada tahun 2009 sebesar 12,92
persen menempati urutan keempat
dalam
kontribusi terhadap PDRB Lampung dalam Sektor Pertanian. Berdasarkan hasil LQ selama 6 tahun terakhir (2004-2009), subsektor Peternakan dan hasilnya menunjukan nilai rata-rata LQ yang besar yaitu sebesar 1,01 (>1), hal ini menunjukan bahwa subsektor ini adalah subsektor basis. Nilai LQ yang lebih dari satu berarti subsektor ini mampu memenuhi kebutuhan domestik maupun pasar luar daerah serta subsektor ini berpotensi untuk di ekspor ke daerah lain ataupun negara lain.
Tabel 4.14. Analisis Subsektor Peternakan dan Hasilnya No Aspek Parameter 1 LQ >1 2 Pj Negatif 3 Dj Positif 4 Tipologi II Sumber: Lampiran III,X,XI
Makna Sektor Basis Tumbuh lamban diprovinsi Pertumbuhan lebih cepat dibanding Nasional Baik sekali
Perhitungan analisis Shift Share selama periode penelitian (2004-2009) untuk subsektor peternakan dan hasilnya, nilai rata-rata komponen Pj-nya adalah sebesar -11,54 yang menunjukan bahwa pertumbuhan subsektor ini lebih lamban pertumbuhanya terhadap konstribusi subsektor yang sama diprovinsi Lampung karena nilainya negatif. Sedangkan dari hasil perhitungan komponen Dj, subsektor peternakan dan hasilnya adalah sektor yang daya saingnya meningkat sehingga subsektor ini adalah subsektor yang memiliki tingkat kepotensialan yang baik dan menunjukan bahwa subsektor ini mempunyai kinerja subsektor yang dapat diandalkan dan dapat meningkatkan kesejahtraan masyarakat. Hal ini ditunjukan dengan besaran rata-rata komponen Dj yang positif, yaitu sebesar 33,85 Berdasarkan perhitungan analisis tipologi sektoral subsektor peternakan dan hasilnya memiliki LQ > 1, Pj Negatif (<0) dan Dj Positif (>0) termasuk ke dalam tipologi II sehingga sektor ini menunjukan Baik sekali untuk dikembangkan.
4) Subsektor Kehutanan dan Perburuannya. Subsektor kehutanan dan perburuannya pada Provinsi Lampung mempunyai peran terlihat pada konstribusi subsektor kehutanan dan perburuannya ini terhadap PDRB Sektor Pertanian di Provinsi Lampung. Besarnya kontribusi subsektor kehutanan dan perburuannya pada tahun 2009 sebesar 1,14 persen menempati urutan terakhir dalam kontribusi terhadap PDRB Lampung dalam Sektor Pertanian. Tabel 4.15. Analisis subsektor Kehutanan dan Perburuannya
No Aspek Parameter 1 LQ <1 2 Pj Negatif 3 Dj Positif 4 Tipologi VI Sumber: Lampiran III,X,XI
Makna Sektor Non Basis Tumbuh lamban diprovinsi Pertumbuhan lebih cepat dibanding Nasional Hampir dari Cukup
Berdasarkan hasil LQ selama 6 tahun terakhir (2004-2009), subsektor kehutanan dan perburuannya menunjukan nilai rata-rata LQ yang kecil yaitu sebesar 0,19 (<1), hal ini menunjukan bahwa subsektor ini adalah sektor non basis. Nilai LQ yang kurang dari satu berarti subsektor ini tidak mampu memenuhi kebutuhan domestik maupun pasar luar daerah serta subsektor ini tidak berpotensi untuk di ekspor ke daerah lain ataupun negara lain. Perhitungan analisis Shift Share selama periode penelitian (2004-2009) untuk subsektor kehutanan dan perburuannya, nilai ratarata komponen Pj-nya adalah sebesar -6,93 yang menunjukan bahwa pertumbuhan sektor ini lebih lamban pertumbuhanya terhadap
konstribusi subsektor yang sama diprovinsi Lampung karena nilainya negatif. Sedangkan dari hasil perhitungan komponen Dj, subsektor kehutanan dan perburuannya adalah sektor yang daya saingnya meningkat walaupun memiliki nilai kecil sehingga subsektor ini adalah subsektor yang memiliki tingkat kepotensialan yang baik dan menunjukan bahwa subsektor ini mempunyai kinerja subsektor yang dapat diandalkan dan dapat meningkatkan kesejahtraan masyarakat. Hal ini ditunjukan dengan besaran rata-rata komponen Dj yang positif, yaitu sebesar 5,82 Berdasarkan perhitungan analisis tipologi sektoral subsektor peternakan dan hasilnya memiliki LQ < 1, Pj Negatif (<0) dan Dj Positif (>0) termasuk ke dalam tipologi VI sehingga sektor ini menunjukan hampir dari cukup untuk dikembangkan. 5) Subsektor Perikanan Subsektor perikanan pada Provinsi Lampung mempunyai peran besar terlihat pada konstribusi subsektor perikanan terhadap PDRB Sektor Pertanian di Provinsi Lampung. Besarnya kontribusi subsektor perikanan pada tahun 2009 sebesar 16,22 persen menempati urutan keempat dalam urutan kontribusi terhadap PDRB Lampung dalam Sektor Pertanian.
Tabel 4.16. Analisis subsektor perikanan No Aspek Parameter Makna 1 LQ <1 Sektor Non Basis 2 Pj Positif Tumbuh cepat diprovinsi 3 Dj Positif Pertumbuhan lebih cepat dibanding Nasional 4 Tipologi V Cukup Sumber: Lampiran III,X,XI Berdasarkan hasil LQ selama 6 tahun terakhir (2004-2009), subsektor Perikanan menunjukan nilai rata-rata LQ yang kecil yaitu sebesar 0,99 (<1), hal ini menunjukan bahwa subsektor ini adalah subsektor non basis. Nilai LQ yang kurang dari satu berarti subsektor ini tidak mampu memenuhi kebutuhan domestik maupun pasar luar daerah serta subsektor ini tidak berpotensi untuk di ekspor ke daerah lain ataupun negara lain. Perhitungan analisis Shift Share selama periode penelitian (2004-2009) untuk subsektor kehutanan dan perburuannya, nilai ratarata komponen Pj-nya adalah sebesar 37,05 yang menunjukan bahwa pertumbuhan sektor ini lebih cepat pertumbuhanya terhadap konstribusi subsektor yang sama diprovinsi Lampung karena nilainya positif. Sedangkan dari hasil perhitungan komponen Dj, subsektor perikanan adalah sektor yang daya saingnya meningkat sehingga subsektor ini adalah subsektor yang memiliki tingkat kepotensialan yang baik dan menunjukan bahwa subsektor ini mempunyai kinerja subsektor
yang
dapat
diandalkan
dan
dapat
meningkatkan
kesejahtraan masyarakat. Hal ini ditunjukan dengan besaran rata-rata
komponen Dj yang positif, yaitu sebesar 39,84, Berdasarkan perhitungan analisis tipologi sektoral subsektor Perikanan memiliki LQ < 1, Pj Positif (>0) dan Dj Positif (>0) termasuk ke dalam tipologi V sehingga sektor ini menunjukan cukup untuk dikembangkan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1.
Berdasarkan hasil analisis pada Provinsi Lampung, Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Lampung selama 6 tahun menunjukan fluktuasi pada masing-masing subsektor disetiap tahunnya, akan tetapi selama periode analisis yaitu tahun 2004 hingga 2009 subsektor Tanaman Pangan masih mendominasi terhadap distribusi PDRB di Provinsi Lampung 46,7 persen pada tahun 2009 meskipun nilai tersebut lebih kecil dibandingkan tahun 2008 yang nilai distribusinya sebesar 46,81 persen. Sementara subsektor Kehutanan dan Perburuannya selama periode analisis merupakan subsektor yang mempunyai distribusi terhadap PDRB terendah hanya sebesar 1,14 persen pada tahun 2009, meskipun pada tahun 2008 subsektor tersebut mengalami penurunan tidak lebih dari satu digit dari tahun sebelumnya sebesar 1,13 persen.
2. Berdasarkan hasil penghitungan indeks location quotient pada Provinsi Lampung menunjukan hasil LQ yang beragam, di Provinsi Lampung sendiri hanya terdapat satu subsektor ekonomi yang mempunyai nilai LQ>1 yang merupakan subsektor basis dimana subsektor tersebut mampu memenuhi kebutuhan pasar lokal maupun luar daerah, dimana subsektor itu adalah subsektor peternakan dan hasilnya
3. Selain analisis subsektor basis diatas, subsektor-subsektor ekonomi yang potensial dengan kriteria tergolong kedalam subsektor yang tumbuh dengan cepat terhadap subsektor sejenis ditingkat provinsi (Pj rata-rata > 0) dan tingkat kepotensialan cukup (tipologi V) atau hampir cukup (tipologi VI) maka sektor yang potensial untuk dikembangkan sebagai penunjang pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung yaitu subsektor tanaman pangan yang mempunyai potensi lebih dari cukup karena pertumbuhanya cepat diprovinsi, begitu juga dengan subsektor kehutanan dan perburuannya yang mempunyai pertumbuhan cepat diprovinsi sehingga tingkat kepotensialan hampir dari cukup. 4. Dilihat dari hasil perhitungan LQ dan Shift Share didapat perhitungan yang menyatakan bahwa subsektor – subsektor petanian adalah merupakan penyumbang terbesar terhadap jumlah PDRB Provinsi Lampung, angka tersebut menunjukkan nilai Perkembangan Produk Domestik Bruto Indonesia selama 6 tahun kondisi perkembangan PDBnya tidak jauh berbeda dengan Provinsi Lampung, dimana distribusi terbesar masih di dominasi subsektor tanaman pangan yang pada tahun 2009 sebesar 49,67 persen, kondisi tersebut menurun dibandingkan tahun 2008 yang mencapai 50,87 persen,. Sementara itu distribusi terendah dimiliki oleh sektor yang sama dengan Provinsi Lampung yaitu subsektor kehutanan dan perburuannya dimana nilainya sebesar 6,11 persen terhadap PDB Nasional, kondisi tersebut fluktuatif
dari tahun 2004 hingga 2009
subsektor kehutanan dan perburuannya, dimana perkembangan yang paling besar adalah 6,36 persen pada tahun 2005.
B. Saran 1. Berdasarkan pemahaman yang dimiliki terhadap potensi yang dimiliki Provinsi Lampung, maka pemerintah kota ini diharapkan merumuskan strategi pengembangan daerah yang paling menguntungkan untuk diterapkan di masa mendatang, yakni dengan mengutamakan kegiatan unggulan berupa: subsektor tanaman pangan, subsektor kehutanan dan perburuannya,
dan
subsektor
meningkatkan
pertumbuhan
perikanan.
ekonomi
Namun
Provinsi
dalam
rangka
Lampung
melalui
subsektor-subsektor basis hendaknya tidak mengabaikan subsektorsubsektor non basis, karena dengan meningkatkan peran dari subsektor non basis diharapkan subsektor tersebut dapat tumbuh menjadi subsektor basis dan pada akhirnya semua sektor ekonomi dapat secara bersama-sama mendukung peningkatan potensi pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung. 2. Pada Provinsi Lampung yang memiliki Subsektor basis yaitu : Subsektor peternakan dan hasilnya yang diharapkan kepada pemerintah mulai memperhatikan kualitas dan faktor – faktor penunjang agar perkembangan subsektor ini tidak dijadikan suatu alat untuk mengambil keuntungan salah satu pihak tetapi seluruh masyarakat yang terlibat di sekitarnya. Dan juga subsektor perkebunan agar lebih dikembangkan Sumber Daya Manusianya
DAFTAR PUSTAKA
Ambardi, U.M. dan Socia, P. Pengembangan Wilayah dan otonomi daerah. Pusat Pengkajian Kebijakan Pengembangan Wilayah, Jakarta. 2002. Arsyad, L. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah, Edisi Pertama, BPPE, Yogyakarta. 1999. Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. “PDRB Provinsi Lampung Periode 2005 – 2007”. 2010. Bank Indonesia. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia. Jakarta. 2011. Bungin, Burhan, “ Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik serta Ilmu Sosial lainya “. Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010. Depdagri. “Buku Pegangan Penyelenggaraan Pemerintah dan Pembangunan Daerah”. Jakarta. 2007. Fahrurrazy. “Analisis Penentuan Sektor Unggulan Perekonomian Wilayah Kabupaten Aceh Utara Dengan Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB “. Tesis, Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara, 2009.
Ghalib, Rusli. “Ekonomi Regional”. Pustaka Ramadhan, 2005.
Ghufron, Muhammad. “Analisis Pembangunan Wilayah Berbasis Sektor Unggulan Kabupaten Lamongan Provinsi Jawa Timur”. Skripsi, Institut Pertanian Bogor, 2008. Glasson, John. Pengantar Perencanan Regional. Terjemahan Paul Sihotang. Jakarta : LPFEUI. 1990. Hasani, Akrom. “Analisis Struktur Perekonomian Berdasarkan Pendekatan Shift Share di Provinsi Jawa tengah Periode 2003 – 2008”. Skripsi, Universitas Diponegoro Semarang, 2010. Hendayana, Rachmat. “Jurnal Aplikasi Metode Location Quotient (LQ) dalam Penentuan Komoditas Unggulan Nasional”. Peneliti muda, Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Bogor. 2010. Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. “ Metodologi Penentuan Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen”. BPFE Yogyakarta, Yogyakarta, 2002.
Mukti, Abdul dan Abdullah Dja’far, “ Studi Potensi Ekonomi Kotawaringin Timur “. Journal Social Economics Agruculture (J-SEA). Vol. 4 No. 2, Agustus 2009: hal. 113-129. Mondal, I. Wali. “ An Analysis of The Industrial Development Potential of Malaysia: A Shift-Share Approach “. Journal of Business & Economic Research. Vol. 7, May 2009
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 18 Tahun 2005. Luas Daratan Wilayah Indonesia Dalam Provinsi. Priyarsono, Sahara dan M. Firdaus. Ekonomi regional. Universitas Terbuka. Jakarta. 2007. Purwaningsih. “Analisis Struktur Ekonomi dan Penentuan Sektor Unggulan Kabupaten Parigi Moutong Provinsi Sulawesi Tengah”. Halaman 24 dan 29,Skripsi, Institut Pertanian Bogor, 2009. Rachman, H. “Dasar penetapan komoditas unggulan nasional di tingkat Provinsi. Makalah lokakarya sinkronisasi program penelitian dan pengkajian teknologi pertanian. Pusat penelitian dan pengembangan sosial ekonomi pertanian, Bogor, 5-6 Mei 2006. 2003. Richardson, Harry. “dasar – dasar ekonomi regional. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI. 2001. Purwantina, Rininta Putri. “Analisis Perekonomian Kota Depok Periode 2003 – 2007”,Skripsi, Institut Pertanian Bogor, 2010. Ropingi dan Agustono. Analisis Identifikasi dan Peranan Sektor Pertanian dalam Menghadapi Otonomi Daerah di Kabupaten Boyolali (Identification Analysis and Role of Agricultural Sector in Facing regional Autonomy at Biyilali Regency). Jurnal Pembangunan Pedesaan Vol IV No. 3 Desember 2004 – Maret 2005. Penerbit Lembaga Penelitian Universitas Jendal Sudiorman. Purwokerto. 2004.
Saerofi, Mujib. “ Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Sektor Potensial di Kabupaten Semarang (Pendekatan Model Basis Ekonomi dan SWOT)”. Skripsi sarjana, Fakultas Ilmu Sosial, UNS, Semarang, 2005. Sapta, Dini. “Analisis Potensi Pertumbuhan Ekonomi di Kota Tangerang”,Skripsi, Universitas Negeri Semarang, 2007. Sugiyono. “ Metode Penelitian Bisnis” . CV Alfabeta, Bandung, 2006.
Sumbodo, Tresno.. Dalam jurnal “Peranan Sekstor Pertanian Dalam Struktur Perekonomian di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta”. Fakultas Pertanian. Universitas Janabadra. Yogyakarta. 2005
Syafrizal. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi. Badouse Media, Padang. 2008. Tarigan, Robinson Drs. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Jakarta : PT. Bumi Aksara. 2004. www.bps.go.id. “Portal Nasional Indonesia”. 23 Desember, Jakarta. 2010.
Lampiran I Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Nasional Indonesia Tahun 2004 – 2009
LAPANGAN USAHA
2004
2005
2006
2007
2008
2009*
Pertanian
247.164
253.883
262.403
271.520
284.337
296.372
Pertambangan dan penggalian
160.101
165.223
168.032
171.278
172.301
179.975
Industri pengolahan
469.952
491.561
514.100
538.085
557.766
569.552
Listrik, gas dan air bersih
10.898
11.584
12.251
13.517
14.994
17.060
Bangunan
96.334
103.598
112.234
121.809
130.816
140.184
Perdagangan, hotel dan restoran
271.142
293.654
312.519
340.437
363.315
367.958
Pengangkutan dan komunikasi
96.897
109.262
124.809
142.327
166.076
191.675
Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan
151.123
161.252
170.074
183.659
198.800
208.832
Jasa-jasa
152.906
160.799
170.705
181.706
193.701
205.372
1.656.517
1.750.816
1.847.127
1.964.338
2.082.106
2.176.980
PDB
Sumber: Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia 2011
Lampiran II
Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Provinsi Lampung Tahun 2004 – 2009 LAPANGAN USAHA Pertanian Pertambangan dan penggalian Industri pengolahan Listrik, gas dan air bersih Bangunan Perdagangan, hotel dan restoran Pengangkutan dan komunikasi Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan Jasa-jasa PDRB
2004 11.646,10 1.023.004,00 3.739.702,00 99.242,00 1.434.324,00 4.381.269,00 1.656.707,00
2005 12.113,87 896.202,00 3.894.900,00 104.221,00 1.475.975,00 4.616.976,00 1.751.069,00
2006 12.976,90 850.699,65 4.070.170,12 107.764,29 1.528.781,42 4.851.753,10 1.855.067,88
2007 13.672,65 825.045,08 4.327.899,21 118.734,02 1.610.120,72 5.068.004,44 2.002.445,83
2008 14.430,86 812.854,20 4.574.833,10 120.924,50 1.685.422,68 5.422.902,94 2.178.898,04
2009* 14.872,66 737.977,00 4.843.788,00 123.091,00 1.767.563,00 5.799.952,00 2.424.038,00
1.722.086,00 2.254.039,00 16.322.019,10
1.841.055,00 2.307.013,00 16.899.524,87
2.054.882,10 2.357.704,54 17.689.800,00
2.364.338,27 2.466.205,44 18.796.465,66
2.691.784,73 2.599.469,70 20.101.520,75
3.039.338,00 2.744.839,00 21.495.458,66
Sumber : Lampung Dalam Angka 2007,2009,2010 (data diolah)
Lampiran III Perhitungan Location Quotient (LQ) Provinsi Lampung
Tahun 2004 Li sektor i lampung 5.611,78 2.740,98 1.503,88 145,48 1.643,98
Tahun 2006 L Tot PDRB lampung 11.646,10 11.646,10 11.646,10 11.646,10 11.646,10
Ni Sektor i nasional 122.612 38.849 31.673 17.434 36.596
Total PDB nasional 247.164,00 247.164,00 247.164,00 247.164,00 247.164,00
LQ 0,97 1,50 1,01 0,18 0,95
Tahun 2005 Li sektor i lampung 5.858,09 2.835,87 1.521,10 156,03 1.742,80
Li sektor i lampung 6.046,40 2.998,96 1.671,76 164,55 2.095,23
L Tot PDRB lampung 12.976,90 12.976,90 12.976,90 12.976,90 12.976,90
Ni Sektor i nasional 129.549 41.318 33.430 16.687 41.419
Total PDB nasional 262.403,00 262.403,00 262.403,00 262.403,00 262.403,00
LQ 0,94 1,47 1,01 0,20 1,02
L Tot PDRB lampung 13.672,65 13.672,65 13.672,65 13.672,65 13.672,65
Ni Sektor i nasional 133.889 43.199 34.221 16.548 43.663
Total PDB nasional 271.520,00 271.520,00 271.520,00 271.520,00 271.520,00
LQ 0,95 1,45 1,00 0,19 1,02
Tahun 2007 L Tot PDRB lampung 12.133,87 12.133,87 12.133,87 12.133,87 12.133,87
Ni Sektor i nasional 125.802 39.811 32.347 17.177 38.746
Total PDB nasional 253.883,00 253.883,00 253.883,00 253.883,00 253.883,00
LQ 0,97 1,49 0,98 0,19 0,94
Li sektor i lampung 6.384,17 3.149,02 1.730,39 156,22 2.252,85
Tahun 2008 Li sektor i lampung 6.755,15 3.322,17 1.802,95 163,65 2.386,93
L Tot PDRB lampung 14.430,86 14.430,86 14.430,86 14.430,86 14.430,86
Ni Sektor i nasional 141.800 44.792 35.553 16.439 45.753
Total PDB nasional 284.337,00 284.337,00 284.337,00 284.337,00 284.337,00
LQ 0,94 1,46 1,00 0,20 1,03
L Tot PDRB lampung 14.872,66 14.872,66 14.872,66 14.872,66 14.872,66
Ni Sektor i nasional 148.692 45.887 36.745 16.795 48.253
Total PDB nasional 296.372 296.372 296.372 296.372 296.372
LQ 0,93 1,49 1,04 0,20 1,00
Tahun 2009 Li sektor i lampung 6.945,22 3.423,11 1.923,41 169,14 2.411,76
Lampiran IV Location Quotient (LQ) Rata-Rata Provinsi Lampung sektor tanaman Pangan Perkebunan Peternakan dan Hasilnya Kehutanan dan Perburuannya Perikanan Total
2004 0,97 1,50 1,01 0,18 0,95 4,61
2005 0,97 1,49 0,98 0,19 0,94 4,57
2006 0,94 1,47 1,01 0,20 1,02 4,64
2007 0,95 1,45 1,00 0,19 1,02 4,61
2008 0,94 1,46 1,00 0,20 1,03 4,63
2009 0,93 1,49 1,04 0,20 1,00 4,66
Rata-rata LQ 0,95 1,48 1,01 0,19 0,99 0,92
Lampiran V
Komponen Shift Share Komponen Shift Share Provinsi Lampung Pertambahan PDRB (Gj) Tahunan Provinsi Lampung Y 2004-2005 2005-2006 2006-2007 2007-2008 2008-2009
Yjt (pdrb tot Lamp Akhit) 12.113,87 12.976,90 13.672,65 14.430,86 14.872,66
Yjo (pdrb tot Lamp awal) 11.646,10 12.113,87 12.976,90 13.672,65 14.430,86
Gj 467,77 863,03 695,75 758,21 441,80
Lampiran VI Pertambahan PDRB (Gj) Subsektor Provinsi Lampung 2004-2005 Y tanaman Pangan Perkebunan Peternakan dan Hasilnya Kehutanan dan Perburuannya Perikanan Total
Yjt (pdrb tot Lamp Akhit) 5.858,09 2.835,87 1.521,10 156,03 1.742,80 12.113,87
Yjo (pdrb tot Lamp awal) 5.611,78 2.740,98 1.503,88 145,48 1.643,98 11.646,10
Gj 246,31 94,88 17,22 10,55 98,81 467,77
Yjt (pdrb tot Lamp Akhit) 6.046,40 2.998,96 1.671,76 164,55 2.095,23 12.976,90
Yjo (pdrb tot Lamp awal) 5.858,09 2.835,87 1.521,10 156,03 1.742,80 12.113,87
Gj 188,31 163,09 150,67 8,52 352,44 863,03
2005-2006
Y tanaman Pangan Perkebunan Peternakan dan Hasilnya Kehutanan dan Perburuannya Perikanan Total
2006-2007
Y tanaman Pangan Perkebunan Peternakan dan Hasilnya Kehutanan dan Perburuannya Perikanan Total
Yjt (pdrb tot Lamp Akhit) 6.384,17 3.149,02 1.730,39 156,22 2.252,85 13.672,65
Yjo (pdrb tot Lamp awal) 6.046,40 2.998,96 1.671,76 164,55 2.095,23 12.976,90
Gj 337,78 150,06 58,62 -8,33 157,62 695,75
Yjt (pdrb tot Lamp Akhit) 6.755,15 3.322,17 1.802,95 163,65 2.386,93 14.430,86
Yjo (pdrb tot Lamp awal) 6.384,17 3.149,02 1.730,39 156,22 2.252,85 13.672,65
Gj 370,98 173,15 72,56 7,43 134,08 758,21
2007-2008 Y tanaman Pangan Perkebunan Peternakan dan Hasilnya Kehutanan dan Perburuannya Perikanan Total
2008-2009
Y tanaman Pangan Perkebunan Peternakan dan Hasilnya Kehutanan dan Perburuannya Perikanan Total
Yjt (pdrb tot Lamp Akhit) 6.945,22 3.423,11 1.923,41 169,14 2.411,76 14.872,66
Yjo (pdrb tot Lamp awal) 6.755,15 3.322,17 1.802,95 163,65 2.386,93 14.430,86
Gj 190,07 100,94 120,47 5,49 24,83 441,80
Lampiran VII Komponen Share Komponen Nasional Share Provinsi Lampung (Nj) Y 2004-2005 2005-2006 2006-2007 2007-2008 2008-2009
Yjo (pdrb tot Lamp awal) 11.646,10 12.113,87 12.976,90 13.672,65 14.430,86
Yt (PDB Tot Akhir) 253.883,00 262.403,00 271.520,00 284.337,00 296.372,00
Yo (PDB Tot Awal) 247.164,00 253.883,00 262.403,00 271.520,00 284.337,00
Yjo (pdrb tot Lamp awal) 11.646,10 12.113,87 12.976,90 13.672,65 14.430,86
Nj 316,59 406,53 450,87 645,41 610,81
Lampiran VIII Nasional Share Sektoral Provinsi Lampung (Nj) 2004-2005
Y tanaman Pangan Perkebunan Peternakan dan Hasilnya Kehutanan dan Perburuannya Perikanan TOTAL
Yjo (pdrb tot Lamp awal) 5.611,78 2.740,98
Yjo (pdrb tot Lamp awal) 5.611,78 2.740,98
Yt (PDB Tot Akhir) 253.883,00 253.883,00
Yo (PDB Tot Awal) 247.164,00 247.164,00
253.883,00
247.164,00
11.646,10
253.883,00 253.883,00 1.269.415,00
247.164,00 247.164,00 1.235.820,00
11.646,10
3,95 44,69 316,59
Yjo (pdrb tot Lamp awal) 5.858,09 2.835,87
Yt (PDB Tot Akhir) 262.403,00 262.403,00
Yo (PDB Tot Awal) 253.883,00 253.883,00
Yjo (pdrb tot Lamp awal) 5.858,09 2.835,87
Nj 196,59 95,17
1.521,10
262.403,00
253.883,00
1.521,10
51,05
156,03 1.742,80 12.113,87
262.403,00 262.403,00 1.312.015,00
253.883,00 253.883,00 1.269.415,00
156,03 1.742,80 12.113,87
5,24 58,49 406,53
Yjo (pdrb tot Lamp awal) 6.046,40 2.998,96
Yt (PDB Tot Akhir) 271.520,00 271.520,00
Yo (PDB Tot Awal) 262.403,00 262.403,00
Yjo (pdrb tot Lamp awal) 6.046,40 2.998,96
Nj 210,08 104,20
1.671,76
271.520,00
262.403,00
1.671,76
58,08
164,55 2.095,23 12.976,90
271.520,00 271.520,00 1.357.600,00
262.403,00 262.403,00 1.312.015,00
164,55 2.095,23 12.976,90
5,72 72,80 450,87
1.503,88 145,48 1.643,98
1.503,88 145,48 1.643,98
Nj 152,55 74,51 40,88
2005-2006
Y tanaman Pangan Perkebunan Peternakan dan Hasilnya Kehutanan dan Perburuannya Perikanan TOTAL 2006-2007
Y tanaman Pangan Perkebunan Peternakan dan Hasilnya Kehutanan dan Perburuannya Perikanan TOTAL
2007-2008
Y tanaman Pangan Perkebunan Peternakan dan Hasilnya Kehutanan dan Perburuannya Perikanan TOTAL
Yjo (pdrb tot Lamp awal) 6.384,17 3.149,02
Yt (PDB Tot Akhir) 284.337,00 284.337,00
Yo (PDB Tot Awal) 271.520,00 271.520,00
Yjo (pdrb tot Lamp awal) 6.384,17 3.149,02
Nj 301,36 148,65
1.730,39
284.337,00
271.520,00
1.730,39
81,68
156,22 2.252,85 13.672,65
284.337,00 284.337,00 1.421.685,00
271.520,00 271.520,00 1.357.600,00
156,22 2.252,85 13.672,65
7,37 106,34 645,41
Yjo (pdrb tot Lamp awal) 6.755,15 3.322,17
Yt (PDB Tot Akhir) 296.372,00 296.372,00
Yo (PDB Tot Awal) 284.337,00 284.337,00
Yjo (pdrb tot Lamp awal) 6.755,15 3.322,17
Nj 285,92 140,62
1.802,95
296.372,00
284.337,00
1.802,95
76,31
163,65 2.386,93 14.430,86
296.372,00 296.372,00 1.481.860,00
284.337,00 284.337,00 1.421.685,00
163,65 2.386,93 14.430,86
6,93 101,03 610,81
2008-2009
Y tanaman Pangan Perkebunan Peternakan dan Hasilnya Kehutanan dan Perburuannya Perikanan TOTAL
Lampiran IX (P + D )J Provinsi Lampung
Y 2004-2005 2005-2006 2006-2007 2007-2008 2008-2009
Yjt (pdrb tot Lamp Akhir) 12.113,87 12.976,90 13.672,65 14.430,86 14.872,66
Yt (PDB Tot Akhir) 253.883,00 262.403,00 271.520,00 284.337,00 296.372,00
Yo (PDB Tot Awal) 247.164,00 253.883,00 262.403,00 271.520,00 284.337,00
Yjo (pdrb tot Lamp awal) 11.646,10 12.113,87 12.976,90 13.672,65 14.430,86
(P + D)j 151,18 456,50 244,88 112,80 -169,01
Lampiran X KOMPONEN DIFFERENTIAL SHIFT KOMPONEN DIFFERENTIAL SHIFT (Dj) Provinsi Lampung Y 2004-2005 2005-2006 2006-2007 2007-2008 2008-2009 Total
(P+D)j 151,18 456,5 244,88 112,8 -169,01 796,35
Pj 23,72 42,01 39,92 22,09 -6,85 120,89
Dj 127,46 414,49 204,96 90,71 -162,16 675,46
2004-2005
SEKTOR tanaman Pangan Perkebunan Peternakan dan Hasilnya Kehutanan dan Perburuannya Perikanan Total
Yijt LMP sektor 2005 5.858,09 2.835,87
Yit 125.802 39.811
1.521,10
32.347
156,03 1.742,80 12.113,87
17.177 38.746 253.883,00
247.164,00
Yijt LMP sektor 2006 6.046,40 2.998,96
Yit 129.549 41.318
1.671,76 164,55 2.095,23 12.976,90
Yio 122.612 38.849
Yijo 2004 5.611,78 2.740,98
31.673
1.503,88
17.434
145,48
36.596
1.643,98
Dj 100,3080883 27,01046723 -14,78496313
11.646,10
12,69132338 2,231669549 127,46
Yio 125.802 39.811
Yijo 2005 5.858,09 2.835,87
DJ 13,82894961 55,74240354
33.430
32.347
1.521,10
99,74170145
16.687 41.419 262.403,00
17.177 38.746 253.883,00
156,03 1.742,80 12.113,87
12,97183178 232,2056944 414,49
2005-2006
SEKTOR tanaman Pangan Perkebunan Peternakan dan Hasilnya Kehutanan dan Perburuannya Perikanan Total
2006-2007
SEKTOR tanaman Pangan Perkebunan Peternakan dan Hasilnya Kehutanan dan Perburuannya Perikanan Total
Yijt LMP sektor 2007 6.384,17 3.149,02
Yit 133.889 43.199
Yio 129.549 41.318
Yijo 2006 6.046,40 2.998,96
DJ 135,2172695 13,53617311
1.730,39
34.221
33.430
1.671,76
19,06670369
156,22 2.252,85 13.672,65
16.548 43.663 271.520,00
16.687 41.419 262.403,00
164,55 2.095,23 12.976,90
-6,95963414 44,10053333 204,96
Yit
Yio
2007-2008
SEKTOR tanaman Pangan Perkebunan Peternakan dan Hasilnya Kehutanan dan Perburuannya Perikanan Total
Yijt LMP sektor 2008
Yijo 2007
DJ
6.755,15 3.322,17
141.800 44.792
133.889 43.199
6.384,17 3.149,02
6,237245027 57,02527756
1.802,95
35.553
34.221
1.730,39
5,207462497
163,65 2.386,93 14.430,86
16.439 45.753 284.337,00
16.548 43.663 271.520,00
156,22 2.252,85 13.672,65
8,462524132 26,24853025 90,71
Yijt LMP sektor 2009
Yit
Yio
Yijo 2008
6.945,22 3.423,11
148.692 45.887
141.800 44.792
6.755,15 3.322,17
DJ 138,2562186 19,72817441
1.923,41
36.745
35.553
1.802,95
60,01866002
169,14
16.795
2.411,76
48.253
14.872,66
296.372,00
16.439 45.753 284.337,00
163,65 2.386,93 14.430,86
1,945332975 -105,595853 -162,16
2008-2009
SEKTOR tanaman Pangan Perkebunan Peternakan dan Hasilnya Kehutanan dan Perburuannya Perikanan Total
Lampiran XI KOMPONEN PROPORTIONAL SHIFT KOMPONEN PROPORTIONAL SHIFT (Pj) PROVINSI LAMPUNG 2004-2005 (Yit/Yio)-(Yt/Yo) Yijo PJ 5.611,78 -0,00116735 -6,550908 2.740,98 -0,002421837 -6,638216 1.503,88 -0,005904425 -8,879534 145,48 -0,04192569 -6,099456 1.643,98 0,031565211 51,892628 2005-2006 (Yit/Yio)-(Yt/Yo) -0,003773865 0,004295094 -7,80715E-05 -0,062085283 0,035429001
Yijo 5.858,09 2.835,87 1.521,10 156,03 1.742,80
PJ -22,10762 12,180318 -0,118754 -9,687121 61,745543
2006-2007 (Yit/Yio)-(Yt/Yo) -0,00124343 0,010780685 -0,011082885 -0,043074105 0,019433767
Yijo 6.046,40 2.998,96 1.671,76 164,55 2.095,23
PJ -7,518271 32,330826 -18,52797 -7,08785 40,718288
2007-2008 (Yit/Yio)-(Yt/Yo) 0,011881632 -0,010328772 -0,008281158 -0,053791525 0,000661989
Yijo 6.384,17 3.149,02 1.730,39 156,22 2.252,85
PJ 75,854402 -32,52553 -14,32961 -8,403302 1,4913619
2008-2009 (Yit/Yio)-(Yt/Yo) 0,006277132 -0,017880205 -0,008799125 -0,020670717 0,012314691
Yijo 6.755,15 3.322,17 1.802,95 163,65 2.386,93
PJ 42,40299 -59,4011 -15,8644 -3,38283 29,39437
Lampiran XII
CHECKING PERHITUNGAN SHIFT SHARE Total Pertambahan PDRB (Gj) = National Share (Nj) + Proporsional Shift (Pj) + Differential Shift (Dj. Maka, hal ini akan sama dengan nilai rata-ratanya, sehingga Nilai rata-rata Gj = Nilai Rata-rata Nj + Nilai Rata-rata Pj + Nilai Rata-rata Dj PROVINSI LAMPUNG Y Gj Nj Pj Dj Nj+Pj+Dj 2004-2005 467,77 316,59 23,72 127,46 467,77 2005-2006 863,03 406,53 42,01 414,49 863,03 2006-2007 695,75 450,87 39,92 204,96 695,75 2007-2008 758,21 645,41 22,09 90,71 758,21 2008-2009 441,80 610,81 -6,85 -162,16 441,80 Total 3226,56 2430,21 120,89 675,46 3226,56 Rata - Rata Sektor tanaman Pangan Perkebunan Peternakan dan Hasilnya Kehutanan dan Perburuannya Perikanan Total
Gj 1333,45 682,13 419,54 23,66 767,78 3226,56
Nj 1146,51 563,14 308,01 29,21 383,35 2430,22
Pj 82,08 -54,05 -57,72 -34,66 185,24 120,89
Dj Nj+Pj+Dj 104,86 1333,45 173,04 682,13 169,25 419,54 29,11 23,66 199,19 767,78 675,45 3226,56