RENCANA PENELITIAN TIM PENELITI (RPTP)
ANALISIS EKONOMI USAHATANI CABAI DI PROPINSI BENGKULU
Oleh : RUDI HARTONO
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU 2015
LEMBAR PENGESAHAN 1.
Judul RPTP
2.
Unit Kerja
3. 4. 5. 6.
Alamat Unit Kerja Sumber Dana Status Kegiatan Penanggung Jawab a. Nama b. Pangkat/Golongan c. Jabatan 7. Lokasi 8. Agroekosistem 9. Tahun Mulai 10. Tahun Selesai 11. Output Tahunan
12. Output Akhir
13. Biaya
: Analisis Ekonomi Usahatani Cabai di Propinsi Bengkulu : Balai Pengkajian Teknologi Peranian (BPTP) Bengkulu : Jl. Irian Km.6,5 Bengkulu 38119 : DIPA BPTP Bengkulu TA. 2015 : Baru : : Dr. Rudi Hartono, SP, MP : Penata Tk I (III d) : Peneliti Muda : Kabupaten Lebong : Dataran Tinggi : 2015 : 2015 : a. Cabai dataran tinggi yang secara finansial menguntungkan usahatani. b. Karakteristik sistem kelembagaan agribisnis cabai di Propinsi Bengkulu c. Paket teknologi budidaya cabai dataran tinggi spesifik lokasi : Model pengembangan kawasan budidaya Cabai spesifik Bengkulu dapat dipahami dan diadopsi secara masif oleh masyarakat tani. : Rp. 79.150.000,-
Koordinator Program
Penanggung Jawab RPTP
Dr. Ir. Wahyu Wibawa, MP NIP. 19690427 199803 1 001
Dr. Rudi Hartono, SP., MP NIP. 19730430 199903 1 001
Mengetahui,
Menyetujui,
Kepala Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian,
Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu,
Dr. Abdul Basit, MS NIP.19610929 198603 1 003
Dr. Ir. Dedi Sugandi, MP NIP. 19590206 198603 1 002
2
RINGKASAN 1.
Judul RPTP
: Analisis
Ekonomi
Usahatani
Cabai
di
Propinsi
Peranian
(BPTP)
Bengkulu 2.
Unit Kerja
: Balai
Pengkajian
Teknologi
Bengkulu 3.
Lokasi
: Kabupaten Lebong
4.
Agroekosistem
: Dataran Tinggi
5.
Status L/B)
: Baru
6.
Tujuan
: Menilai kelayakan usahatani cabai dataran tinggi di Provinsi Bengkulu Menganalisis kinerja kelembagaan agribisnis cabai di Provinsi Bengkulu Mengkaji Paket Teknologi Budidaya Cabai Dataran Tinggi di Provinsi Bengkulu
b.
Keluaran
: Cabai
dataran
tinggi
yang
secara
finansial
menguntungkan usahatani.. Karakteristik sistem kelembagaan agribisnis cabai di Propinsi Bengkulu. Paket teknologi budidaya cabai dataran tinggi spesifik lokasi c.
Perkiraan Hasil
: Kawasan budidaya Cabai spesifik Bengkulu yang dapat dipahami dan diadopsi secara masif
oleh
masyarakat tani. d.
Perkiraan Manfaat
: Meningkatanya kinerja kelembagaan pengembangan Cabai
dan
meningkatnya
pemahaman
petani
terhadap teknologi budidaya dan pascapanen cabai serta pengembangan kawasan secara terintegrasi. e.
Perkiraan Dampak
: Berperannya kelembagaan dalam pengembangan usahatani Cabai dan diadopsinya paket teknologi budidaya cabai dataran tinggi spesifik lokasi.
f.
Metodologi
:
3
Pengkajian diawali dengan koordinasi dengan dinas terkait dan mengidentifikasi
teknologi
yang
dilakukan
oleh
petani.
Kegiatan
akan
dilaksanakan di lahan petani dengan jumlah petani 5 orang dan dengan luasan masing-masing 2.000 m2. Penentuan petani atau kelompok tani kooperator dilakukan secara purposive yaitu ditujukan pada kawasan pengembangan tanaman cabai dataran tinggi. Pengkajian ini akan dilaksanakan melalui metode survei dan percobaan lapangan. Survei dilakukan untuk mengidentifikasi teknologi budidaya cabai eksisting, hama dan penyakit cabai, teknologi pascapanen dan pemasaran cabai. Paket teknologi budidaya yang dikaji adalah paket teknologi cabai di dataran tinggi yang dikembangkan Balitsa. Tujuan pertama dan kedua akan dilakukan dengan metode survey, sedangkan tujuan ketiga akan dilakukan dengan kegiatan on farm dengan menerapkan teknologi budidaya yang dikembangkan Balitsa yang kombinasikan teknologi eksisting yang dilakukan petani berdasarkan hasil survey. Persiapan lahan dilakukan dengan pembajakan lahan 1-2 kali sedalam 30 cm, dan digaru/dicangkul 1-2 kali. Penanaman dengan menggunakan sistem bedengan yang dibuat dengan lebar 1 m dengan jarak antar bedengan 50 x 60 cm. Budidaya dilakukan dengan menggunakan mulsa platik hitam perak. Pendekatan pengkajian yang dilakukan adalah dengan analisis deskriptif analitik, ANOVA dan analisis usahatani. Untuk mengetahui persepsi petani terhadap teknologi yang diterapkan menggunakan daftar pertanyaan kepada populasi sample petani,
Untuk mengetahui dan membandingkan pendapatan
usahatani sebelum dan setelah pengkajian menggunakan Farm Record Keeping. g.
Jangka Waktu
: 1 (satu) tahun
h.
Biaya
: Rp. 79.150.000,-
4
I.
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang esensial bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Sektor ini sangat tergantung pada kondisi alam dan faktor teknis atau tindakan-tindakan yang dilakukan oleh petani selama proses budidaya. Hal ini menuntut adanya inovasi dalam teknik bercocok tanam dengan tetap
mempertahankan keselarasan alam. Dukungan
ketersediaan inovasi teknologi tepat guna, spesifik lokasi, murah, mudah diterapkan oleh petani, mengandung muatan bahan baku lokal, dan tidak menimbulkan gangguan ekosistem, sangat berarti dan diperlukan dalam mensukseskan pembangunan pertanian perdesaan. Tanaman cabai merah merupakan tanaman yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Hal ini dikarenakan kebutuhan harian komoditas ini untuk masyarakat Indonesia sangat tinggi karena merupakan bahan baku sayuran yang dipakai untuk rumah tangga dan industri (Budiono, 2004). Peningkatan hasil komoditas ini terus dilakukan dengan input teknologi diantaranya sistem tanam dan pemupukan. Sistem tanam monokultur merupakan sistem tanam yang secara umum diterapkan oleh petani, sedangkan sistem tanam tumpang sari pada komoditas cabai belum biasa diterapkan oleh petani. Sistem tanam tumpang sari memberikan manfaat, diantaranya: 1) medapatkan lebih dari 1 komoditas pada saat bersamaan sehingga efesiensi dari input yang digunakan (Madkar, 2002), 2) meningkatkan produksi tanaman dan pendapatan petani, serta menghindarkan kegagalan bagi satu jenis tanaman dengan menambahkan satu atau lebih jenis tanaman lain yang mempunyai sifat yang kompatibel (Effendi, 1976; Nurdin, 2000), 3) meningkatkan fungsi musuh alami untuk mengendalikan populasi hama, 4) pemanfaatan lahan secara optimal dengan meningkatnya produksi dan kegunaan lahan secara efisien (Putnam et al., 1985; Newman, 1986).
Sentra produksi cabai dataran tinggi di Provinsi Bengkulu adalah Kabupaten Rejang Lebong dan Lebong. Produktivitas beberapa sayuran unggulan di Bengkulu masih rendah. Luas tanaman cabai 10.278 Ha dan luas panen 5.542 Ha dengan produktivitas 1,86 ton/ha/th (Anonim, 2013). Peningkatan produktivitas usahatani merupakan salah satu strategi dasar untuk memacu produksi pertanian dalam rangka memenuhi permintaan yang semakin meningkat. Menurut estimasi Bank dunia, konsumsi sayuran dan buah-buahan di Indonesia meningkat rata-rata 3,9 % per tahun selama periode 1995 sampai 2010 (Pasandaran dan Hadi, 1994 dalam Adiyogo, 1999). Berdasarkan survey awal oleh BPTP Bengkulu tahun 2012, rendahnya tingkat produksi cabai tersebut disebabkan penerapan teknologi ditingkat petani belum memadai, seperti pemilihan varietas, pembibitan, penanaman, pemeliharaan,
5
pemupukan serta pengelolaan organisme penggagu tanaman.
Kehilangan hasil
semakin meningkat apabila penanganan panen kurang memadai.
Disamping itu
fluktuasi
menyebabkan
harga
cukup
tajam
sepanjang
tahun
yang
dapat
ketidakpastian pasar dan pendapatan petani cabai. Dari uraian di atas menunjukkan bahwa ada peluang yang besar untuk meningkatkan produktivitas cabai baik untuk memenuhi kebutuhan lokal maupun dijual ke luar daerah. Balitbangtan (Balitsa) telah menghasilkan teknologi budidaya cabai dataran tinggi dan teknologi pengendalian hama terpadu dan pascapanen tanaman cabai, oleh karena itu dalam rangka menghasilkan teknologi yang sesuai di Bengkulu
serta mengkaji rantai usahatani cabai dari hulu sampai hilir perlu
dilakukan kegiatan pengkajian sistem usaha pertanian cabai secara komprehensif. 1.2. Dasar Pertimbangan Masalah utama dari sub-sektor tanaman hortikultura terutama cabai adalah adanya beberapa isu-isu pokok terkait dengan pengembangan cabai antara lain masih tingginya fluktuasi harga, senjang produktivitas (yield gap) di tingkat petani yang cukup besar. Rendahnya penerapan teknologi budidaya tampak dari besarnya kesenjangan potensi produksi dari hasil penelitian dengan hasil di lapangan yang diperoleh oleh petani. Hal ini disebabkan karena pemahaman dan penguasaan penerapan paket teknologi yang kurang dapat dipahami oleh petani secara utuh sehingga penerapan teknologinya belum optimal serta jaringan pemasaran yang belum baik sehingga harga cabai tidak stabil dan menimbulkan kerugian di tingkat petani. Dalam rangka peningkatan produktivitas cabai, pemerintah daerah Kabupaten Lebong telah membuat program pengembangan kawasan cabai dataran tinggi dengan luas kawasan pengembangan seluas 40 ha di Kecamatan Lebong Selatan. Upaya tersebut perlu didukung oleh teknologi yang sesuai dengan wilayah setempat dengan didukung oleh penguatan simpul-simpul agribisnis yang dapat ditumbuhkan untuk menjamin keberlanjutan program tersebut sehingga dapat dikembangkan lagi pada daerah lain yang sesuai. Melalui kegiatan pengkajian ini diharapkan terjadi perbaikan teknik budidaya pada komoditas cabai, pengendalian hama dan penyakit, penanganan pascapanen dan pengolahan hasil serta pemahaman petani mengenai pentingnya penerapan inovasi teknologi dengan benar untuk meningkatkan produksi dan pendapatan usahataninya. Salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas tanaman dan
6
pengembangan
kawasan
cabai
yang
berkelanjutan
dengan
menguatkan
kelembagaan simpul-simpul agribisnis adalah melalui kegiatan pengkajian sistem usaha pertanian dan kelembagaan agribisnis yang mendukung keberlanjutan usahatani cabai yang dapat diterapkan oleh petani dengan didukung oleh kebijakan pemerintah daerah setempat dan penerapan teknologi yang sesuai dengan kondisi setempat. 1.3. Tujuan dan Keluaran Tujuan kegiatan adalah: 1. Menilai kelayakan usahatani cabai dataran tinggi di Provinsi Bengkulu 2. Menganalisis kinerja kelembagaan agribisnis cabai di Provinsi Bengkulu 3. Mengkaji Paket Teknologi Budidaya Cabai Dataran Tinggi di Provinsi Bengkulu Keluaran 1. Cabai dataran tinggi yang secara finansial menguntungkan usahatani. 2. Karakteristik sistem kelembagaan agribisnis cabai di Propinsi Bengkulu 3. Paket teknologi budidaya cabai dataran tinggi spesifik lokasi
7
II. TINJAUAN PUSTAKA Cabai (Capsicum annum L.) merupakan salah satu jenis sayuran yang cukup penting di Indonesia, baik sebagai komoditas yang dikonsumsi di dalam negeri maupun sebagai komoditas ekspor. Sebagai sayuran, cabai merah selain memiliki nilai gizi yang cukup tinggi, juga mempunyai nilai ekonomi tinggi. Pemanfaatannya sebagai bumbu masak atau sebagai bahan baku berbagai industri makanan, minuman dan obat-obatan membuat cabai merah semakin menarik untuk diusahakan(Sumarni dan Muharam, 2005). Komoditas cabai yang beradaptasi luas akan lebih mudah pengembangannya dibanding komoditas sayuran yang menghendaki kondisi lingkungan tertentu. Keterbatasan areal budidaya tanaman cabai merah di dataran tinggi dan sangat beresiko terjadinya degradasi lingkungan. Hal ini jelas merupakan ancaman bagi kelangsungan sistem pertanian dan tantangan bagi upaya konservasinya. Tanaman cabai adalah tumbuhan perdu yang berkayu, dan buahnya berasa pedas yang disebabkan oleh kandungan kapsaisin. Di Indonesia tanaman tersebut dibudidayakan sebagai tanaman semusim pada lahan bekas sawah dan lahan kering atau tegalan. Namun demikian, syarat-syarat tumbuh tanaman cabai merah harus dipenuhi agar diperoleh pertumbuhan tanaman yang baik dan hasil buah yang tinggi. Potensi hasil cabai merah sekitar 12-20 t/ ha. Budidaya cabai yang berhasil memang menjanjikan keuntungan yang menarik, tetapi tidak jarang petani cabai merah yang menemui kegagalan dan kerugian yang berarti. Untuk keberhasilan dalam usahatani cabai merah selain diperlukan keterampilan dan modal yang cukup, juga banyak faktor yang perlu diperhatikan seperti syarat tumbuh, pemilihan bibit, cara bercocok tanam, pengendalian OPT dan penanganan pasca panen. Tanaman cabai mempunyai daya adaptasi yang cukup luas. Tanaman ini dapat diusahakan di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai ketinggian 1400 m di atas permukaan laut, tetapi pertumbuhannya di dataran tinggi lebih lambat. Suhu 0
udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai merah adalah 25-27 C pada 0
0
siang hari dan 18-20 C pada malam hari (Wien 1997). Suhu malam di bawah 16 C 0
dan suhu siang hari di atas 32 C dapat menggagalkan pembuahan (Knott dan Deanon 1970). Suhu tinggi dan kelembaban udara yang rendah menyebabkan transpirasi berlebihan, sehingga tanaman kekurangan air. Akibatnya bunga dan buah
8
muda gugur. Pembungaan tanaman cabai merah tidak banyak dipengaruhi oleh panjang hari. Curah hujan yang tinggi atau iklim yang basah tidak sesuai untuk pertumbuhan tanaman cabai merah. Pada keadaan tersebut tanaman akan mudah terserang penyakit, terutama yang disebabkan oleh cendawan, yang dapat menyebabkan bunga gugur dan buah membusuk. Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai merah adalah sekitar 600-1200 mm per tahun. Cahaya matahari sangat diperlukan sejak pertumbuhan bibit hingga tanaman berproduksi. Pada intensitas cahaya yang tinggi dalam waktu yang cukup lama, masa pembungaan cabai merah terjadi lebih cepat dan proses pematangan buah juga berlangsung lebih singkat. Tanaman cabai dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, asal drainase dan aerasi tanah cukup baik, dan air cukup tersedia selama pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Tanah yang ideal untuk penanaman cabai merah adalah tanah yang gembur, remah, mengandung cukup bahan organik (sekurang-kurangnya 1,5%), unsur hara dan air, serta bebas dari gulma. Tingkat kemasaman (pH) tanah yang sesuai adalah 6-7. Kelembaban tanah dalam keadaan kapasitas lapang (lembab tetapi tidak 0
becek) dan temperatur tanah antara 24-30 C sangat mendukung pertumbuhan tanaman cabai merah. Temperatur tanah yang rendah akan menghambat pengambilan unsur hara oleh akar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar lahan pertanian di Indonesia, baik lahan kering maupun lahan sawah, mempunyai kandungan bahan organik tanah yang rendah (<2%). Oleh karena itu penggunaan bahan organik untuk memperbaiki produktivitas lahan perlu digalakkan (Balittanah, 2005). Walaupun cabai dapat ditanam hampir di semua jenis tanah dan tipe iklim yang berbeda, tetapi penanamannya yang luas banyak dijumpai pada jenis tanah mediteran dan Aluvial tipe iklim D3/E3 (0-5 bulan basah dan 4-6 bulan kering) (Suwandi et al. 1995).
9
III. METODOLOGI PENGKAJIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Lokasi pengkajian lapangan dan survey cabai akan dilaksanakan di daerah dataran tinggi Kabupaten Lebong. Kegiatan akan dimulai pada bulan Januari sampai Desember 2015. 4.2. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada percobaan ini diantaranya adalah pupuk kimia, pupuk kandang, pestisida,
Insektisida alami, benih cabai, sedangkan
peralatan yang diperlukan dalam percobaan ini adalah GPS, pH meter, alat pengambil sampel tanah, perangkat analisis tanah, timbangan analitik, mulsa, ATK, plastik, cangkul, handsprayer, tali, dan meteran, serta peralatan dan bahan pendukung lainnya. 4.3. Ruang Lingkup Pengkajian diawali dengan koordinasi dengan dinas terkait mengidentifikasi
teknologi
yang
dilakukan
oleh
petani.
Kegiatan
dan akan
dilaksanakan di lahan petani dengan jumlah petani 5 orang dan dengan luasan masing-masing 2.000 m2. Penentuan petani atau kelompok tani kooperator dilakukan secara purposive yaitu ditujukan pada kawasan pengembangan tanaman cabai dataran tinggi. 4.4. Metode Pengkajian Pengkajian ini akan dilaksanakan melalui metode survei dan percobaan lapangan. Survei dilakukan untuk mengidentifikasi teknologi budidaya cabai eksisting, hama dan penyakit cabai, teknologi pascapanen dan pemasaran cabai. Paket teknologi budidaya yang dikaji adalah paket teknologi cabai di dataran tinggi yang dikembangkan Balitsa. Tujuan pertama dan kedua akan dilakukan dengan metode survey, sedangkan tujuan ketiga akan dilakukan dengan kegiatan on farm dengan menerapkan teknologi budidaya yang dikembangkan Balitsa yang kombinasikan teknologi eksisting yang dilakukan petani berdasarkan hasil survey. Persiapan lahan dilakukan dengan pembajakan lahan 1-2 kali sedalam 30 cm, dan digaru/dicangkul 1-2 kali. Penanaman dengan menggunakan sistem bedengan yang dibuat dengan lebar 1 m dengan jarak antar bedengan 50 x 60 cm. Budidaya dilakukan dengan menggunakan mulsa platik hitam perak.
10
Pendekatan pengkajian yang dilakukan adalah dengan analisis deskriptif analitik, ANOVA dan analisis usahatani. Untuk mengetahui persepsi petani terhadap teknologi yang diterapkan menggunakan daftar pertanyaan kepada populasi sample petani,
Untuk mengetahui dan membandingkan pendapatan
usahatani sebelum dan setelah pengkajian menggunakan Farm Record Keeping.. Peubah yang diamati adalah data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui kegiatan survei melalui wawancara terhadap para pemangku kebijakan tingkat provinsi (Dinas Pertanian), tingkat kabupaten dan pelaksana di tingkat lapangan (PPL, petani, pedagang). Wawancara terhadap pemangku kebijakan diarahkan untuk mengetahui program pengembangan cabai di tingkat provinsi dan kabupaten. Data primer yang dikumpulkan di tingkat petani adalah sebagai berikut: a. Penerapan teknologi dan keragaan usahatani cabai, parameter input dan output, rantai pemasaran dan kelembagaan (kelompok tani, koperasi, lembaga pasar, dll) b. Dukungan petugas dalam pemberdayaan petani cabai. Data
sekunder
merupakan
data
pendukung
yang
dikumpulkan
dari
dinas/instansi terkait yang meliputi data karakteristik lokasi/wilayah (biofisik, sosial ekonomi dan budaya), laporan akhir tahun dinas pertanian dan publikasipublikasi hasil penelitian sebagai referensi. Pada kegiatan kajian ini, untuk mendapatkan umpan balik dan respon petani atau kelompok tani maka akan dilaksanakan pertemuan untuk menyampaikan hasil-hasil yang didapat
IV. PERKIRAAN MANFAAT DAN DAMPAK
Meningkatkan pemahaman petani terhadap teknologi budidaya cabai serta pengembangan kawasan secara terintegrasi serta diadopsinya paket teknologi Cabai dataran tinggi spesifik lokasi.
11
V. ANALISIS RESIKO Analisis menghambat
resiko
dilakukan
tercapainya
untuk
tujuan
membantu
kegiatan.
permasalahan
Adapun
permasalahan
yang dan
pemecahannya disajikan pada tabel 2. Tabel 2. Penyebab, dampak serta pemecahan resiko Resiko Juknis tidak seutuhnya dapat dilaksanakan Data time series yang dibutuhkan tidak tersedia
Penyebab Kondisi iklim dan serangan OPT serta budaya petani Database belum tersusun karena daerah pemekaran
Dampak Kurang optimalnya hasil kegiatan Informasi kurang komprehensif
Resiko Penyebab Pemecahannya Juknis tidak seutuhnya Kondisi lapangan dan Sosialisasi dan dilaksanakan serangan OPT serta penjelasan teknis secara budaya petani intensif ke seluruh petani kooperator Data time series yang Database belum tersusun Kolektif dan tren data dibutuhkan tidak karena daerah pemekaran dari kabupaten induk tersedia
12
VI. Jadwal Kerja Kegiatan Analisis Ekonomi Usahatani Cabai di Propinsi Bengkulu akan dilaksanakan pada tahun 2015. Jadual pelaksanaan kegiaan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Jadual pelaksanaan kegiatan pada tahun 2015 No. 1.
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8 9. 10 11.
Uraian
1
2
Bulan dalam Tahun 2015 3 4 5 6 7 8 9 10
Persiapan, penyusunan (ROPP, Juknis), seminar, perbaikan (ROPP dan Juknis) Koordinasi Penentuan lokasi. petani kooperator Pengolahan tanah Penanaman/perlakuan Pemeliharaan Panen Prosesing Tabulasi data, analisa data Pelaporan Seminar
13
11
12
VII. Pembiayaan Rencana anggaran biaya kegiatan pada tahun 2015 disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rencana Anggaran Biaya (RAB) No 1
2
3 4
Jenis Pengeluaran
Volume
Belanja Bahan Bahan sarana produksi dan pendukung lainnya ATK dan komputer supplies Penggandaan, laminasi Percetakan bahan informasi Konsumsi Honor Output Kegiatan UHL Petani Honor Petugas Lapang Entry data, penyusunan dan pengetikan Belanja Jasa Profesi Narasumber, fasilitator,evaluator, moderator Belanja Perjalanan Biasa Perjalanan dlm rangka pelaksanaan kegiatan Jumlah
HargaSatuan (Rp.)
1 tahun
21.350.000
1 paket 1 paket 1 paket 200 OK
5.550.000 1.000.000 1.000.000 50.000
100 OH 20 OH 5 OK
35.000 100.000 350.000
16 OJ
500.000
5 OP
5.000.000
Biaya (Rp.) 38.900.000 21.350.000 5.550.000 1.000.000 1.000.000 10.000.000 7.250.000 3.500.000 2.000.000 1.750.000 8.000.000 8.000.000 25.000.000 25.000.000 79.150.000
VIII. Personalia 8.1. Tenaga yang terlibat dalam kegiatan Personalia kegiatan pengkajian untuk mendukung disajikan pada tabel 5. Tabel 5. Nama dan uraian tugas kegiatan No
Nama/NIP
Jabatan Fungsional/Bidang Keahlian Peneliti Muda/Sosek
Jabatan dalam kegiatan
1
Dr. Rudi Hartono, MP
Penanggung jawab
2
Emlan Fauzi, SP
Peneliti Pertama/Sosek
Anggota
3
Yahumri, SP
Peneliti Pertama/Agronomi
Anggota
4
Herlena Bidi Astuti, SP
Peneliti Pertama/ Sosek
Anggota
5
Mariana Erawati, A.Md
Teknisi
Anggota
6
Johardi
Teknisi
Anggota
14
Uraian tugas Bertanggungjawab terhadap pelaksanaan kegiatan penelitian Menyusun RPTP, ROPP, Juknis Melakukan Koordinasi Membuat laporan kegiatan Membantu membuat RPTP, Juknis Membantu validasi dan interpretasi data Membantu kegiatan lapangan Membantu kegiatan lapangan Melakukan kegiatan survei Membantu validasi dan interpretasi data Melakukan kegiatan lapangan Membantu penanggungjawab dalam pengumpulan data Membantu adminisrtrasi kegiatan Membantu pelaksanaan lapangan Membantu adminisrtrasi kegiatan Membantu pelaksanaan lapangan
Alokasi Waktu (jam) 15
10
8
9 8
8
DAFTAR PUSTAKA Budiono. 2004. Buletin Teknik Pertanian. Yogyakarta . Vol. 9 No. 2. [08 Januari 2014]. Effendi, S.S. 1976. Pola Bertanam. LP3 Bogor. 49 hal. Herawati, N. 2011. Budidaya Sayuran Ramah Lingkungan. http://ntb.litbang. deptan.go.id/ind/index.php?option=com_content&view=article&id=438:budidayasayuran-ramah-ingkungan&catid=53:artikel& Itemid=49.[08 Januari 2013]. Hidayat, A., R. Rosliani, A.A. Asandhi, dan N. Sumarni. 2003. Optimasi penggunaan input produksi dalam usahatani sayuran Leisa di dataran tinggi. Lap. Hasil Penelitian. Balitsa Lembang. Knott, J.E. and J.R. Deanon. 1970. Vegetable production in Southeast Asia. Univ. of Phillipines College of Agricultural College. Los Banos, Laguna, Phillipines. P : 97-133. Litbang Pertanian, 2010. Rencana Strategis Kementerian Pertanian Republik Indonesia. KementeraianPertanian, Jakarta. Madkar, O.R. 2002. Pengaruh Aplikasi Herbisida Terhadap Produktivitas Tanaman Pada Sistem Tanam Tunggal dan Tumpang Sari. Unpad. Bandung. Newman, S.M. 1986. A Pear and Vegetable Interculture System : Land Equivalent Ratio Light Use Eficiency and Productivity. Expl. Agric. 22 (4) : 383 – 392. Nurdin, F. 2000. Pengaruh Pertanaman Polikutur Terhadap Serangan Hama dan Musuh Alami. Prosiding Simposium Keanekaragaman Hayati Artrophoda. 423 – 426 hal. Putnam, D.H., Herbert S.J. and Vargas A. 1985. Intercropped Corn-Soybean Density Studies Yield Complementarity. Expl. Agric. 2 (1) :41 – 51. Rukmana R., 1994. Bawang merah. Kanisius Yogyakarta. 72 p. Siswadi. 2006. Budidaya tanaman Sayuran. Citra Aji Parama. Yogyakarta. 44 p.
Sumarni, N., dan A. Hidayat. 2005. Juknis Budidaya Bawang Merah. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Pusat Penelitian dan Pengembangan HortikulturaBadan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Susanto, R. 2002. Pertanian Organik. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Suwandi, R. Rosliani dan T. A. Soetiarso. 1995. Perbaikan teknologi budidaya bawang merah di dataran medium. J. Hort 7 (1): 541-549. Wien, H.C. 1997. The physiology of vegetable crops. Cab. International.
15