ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI DI KOTA TANGERANG ( Pendekatan Model Basis Ekonomi )
SKRIPSI Untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Pada Universitas Negeri Semarang
Oleh Dini Sapta Wulan Fatmasari NIM 3353402007
FAKULTAS EKONOMI JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN 2007
PERSETUJUAN PEMBIMBING Skripsi ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian skripsi pada
:
Hari
: Selasa
Tanggal
: 20 Februari 2007
Pembimbing I
Pembimbing II
Dra. J. Titik Haryati, M.Si NIP. 130 604 216
Dra. Sucihatiningsih, M.Si NIP. 132 158 718
Mengetahui : Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan
Drs. Bambang Prishardoyo, M.Si NIP. 131 4043 090
PENGESAHAN KELULUSAN Skripsi ini telah dipertahankan didepan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang pada : Hari
:
Tanggal
: Penguji Skripsi
Prof. Dr. Rusdarti, M.Si NIP.131 411 053
Anggota I
Anggota II
Dra. J. Titik Haryati, M.Si NIP. 130 604 216
Dra. Sucihatiningsih DWP, M.Si NIP. 132 158 718
Mengetahui : Dekan Fakultas Ekonomi
Drs. Agus Wahyudin, M.Si NIP. 131 658 236
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang,
Maret 2007
Dini Sapta Wulan Fatmasari NIM. 3353402007
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO ”Jenius adalah 1 % inspirasi dan 99 % keringat. Tidak ada yang dapat menggantikan kerja keras. Keberuntungan adalah sesuatu yang terjadi ketika kesempatan bertemu dengan kesiapan”.
PERSEMBAHAN Keluargaku tercinta……. Papa,”…Atas kerja keras dan doanya..” Mama (Alm), “…Cinta dan kasih sayangmu tertanam di dalam hatiku.” Mama Evi, ”…Kesabaran hatimu penguat langkah hidupku.” Putra, Riri, Kak Vinny& Kak Fanny, Tante-tanteku tersayang, mbahku tercinta, “… Atas dukungan, dan pengertiannya.” Yang terkasih Riyanto “…Atas cinta dan kasih sayang, kesabaran, dukungan, serta pengertiannya… Teman-temanku (Teman-teman di IKJ, Teman-teman seperjuanganku, Kakak-kakak tingkatku), “…hari-hari bersama kalian adalah kenangan terindah”.
PRAKATA
Puji syukur Alhamdulilllah, segala puji bagi ALLAH SWT, Tuhan semesta alam yang telah memberikan rahmat, hidayah dan innayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul : “ ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI DI KOTA TANGERANG (PENDEKATAN MODEL BASIS EKONOMI)”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang. Penulis menyadari bahwa salama proses penulisan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan tenaga, materi, informasi, waktu, maupun dorongan yang tidak terhingga dari berbagai pihak. Karena itu dengan ketulusan dan kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih yang tidak terhingga kepada yang terhormat : 1.
Bapak Prof. Dr. H. Sudijono Sastroatmodjo, M.Si, Rektor Universitas Negeri Semarang.
2.
Bapak Drs.Agus Wahyudin, M.Si, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang.
3.
Bapak Drs. Bambang Prishardoyo, M.Si, Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang.
4.
Ibu Dra. J. Titik Haryati, M.Si, Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan dorongan dalam penyusunan skripsi ini.
5.
Ibu Dra. Sucihatiningsih DWP, M.Si, Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan dorongan dalam penyusunan skripsi ini.
6.
Ibu Prof. Dr. Rusdarti, M.Si, Dosen Penguji yang telah memberikan kritikan dan saran yang bersifat membangun, guna penyempurnaan penyusunan skripsi ini.
7.
Bapak-Ibu Dosen Jurusan Ekonomi
Pembangunan
Fakultas
Ekonomi
Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan sehingga skripsi ini dapat terselasaikan. 8.
Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dan dukungannya baik moril maupun materiil, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari dengan sedalam-dalamnya bahwa skripsi ini masih sangat
sederhana dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu apabila ada kritik dan saran yang bersifat membangun demi lebih sempurnanya skripsi ini, senantiasa dapat penulis terima. Akhirnya semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat.
Semarang,
Maret 2007
Penulis
SARI
Dini Sapta Wulan Fatmasari, 2007. “Analisis Potensi Pertumbuhan Ekonomi di Kota Tangerang” (Pendekatan Model Basis Ekonomi), 117 Halaman. Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang. Kata Kunci: Potensi Pertumbuhan Ekonomi, Basis Ekonomi Pembangunan daerah merupakan sub-sistem dari pembangunan nasional dan merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari pembangunan nasional. Salah satu tolak ukur adanya pembangunan ekonomi daerah yaitu adanya pertumbuhan ekonomi daerah. Dalam usaha meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah perlu diketahui terlebih dahulu sumberdaya-sumberdaya atau potensi suatu daerah yang dapat diharapkan berkembang secara optimal. Penelitian ini merupakan salah satu upaya untuk mengetahui potensi-potensi daerah yang berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi di wilayah Kota Tangerang selama tahun 2001 sampai dengan tahun 2004, dan seberapa besar sumbangan sektor-sektor potensial tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Penelitian ini menggunakan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Tangerang dan Propinsi Banten tahun 2001 hingga tahun 2004. Data tersebut diperoleh dari survei sekunder, yaitu dengan memanfaatkan data yang telah tersedia pada instansi terkait. Dalam skripsi ini digunakan model basis ekonomi yang tercermin pada analisis Location Quotient (LQ) yang dilengkapi analisis Shift Share, yang berguna untuk mengetahui sektor-sektor unggulan di Kota Tangerang. Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan metode Location Quotient, sektor yang memiliki indeks LQ lebih besar dari satu dan merupakan sektor basis ekonomi adalah sektor industri pengolahan dengan LQ rata-rata sebesar 1,06 %, kemudian sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan LQ rata-rata sebesar 1,43 %, serta sektor Angkutan dan Komunikasi dengan LQ rata-rata sebesar 1,59 %. Hasil metode analisis Shift Share menggunakan komponen pertumbuhan differential (Dj) menunjukkan terdapat 4 sektor dengan rata-rata Dj positif, yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan nilai rata-rata Dj sebesar 6277,27; sektor angkutan dan komunikasi dengan nilai rata-rata sebesar 47076,89; sektor bank dan lembaga keuangan lainnya dengan nilai rata-rata sebesar 54818,93; sektor jasajasa dengan nilai rata-rata sebesar 1835,37, hal tersebut mengindikasikan bahwa ke-4 sektor tersebut tumbuh lebih cepat dibandingkan sektor ekonomi yang sama dengan Propinsi Banten sehingga ke-4 sektor tersebut memiliki daya saing tinggi dan berpotensi untuk dikembangkan untuk memacu pertumbuhan ekonomi Kota Tangerang, sedangkan komponen pertumbuhan proportional (Pj) menunjukkan bahwa terdapat 4 sektor yang memiliki nilai rata-rata positif yaitu sektor listrik, gas dan air minum, sektor angkutan dan komunikasi, sektor bangunan dan konstruksi
serta sektor bank dan lembaga keuangan lainnya, hal ini berarti Kota Tangerang berspesialisasi pada sektor yang sama dengan sektor yang tumbuh cepat di perekonomian Banten. Pengembangan sektor industri sebagai sektor basis disarankan kepada terciptanya industri yang memanfaatkan bahan baku lokal, efisien dan berdaya saing, dan diarahkan pada berkembangnya industri hulu-hilir, serta peningkatan produk yang berkualitas dan ekonomis. Pengembangan ketiga sektor unggulan yaitu sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor angkutan dan komunikasi tanpa mengabaikan pengembangan sektor yang juga memiliki potensi untuk dikembangkan seperti sektor bank dan lembaga keuangan lainnya serta sektor jasa-jasa diharapkan dapat meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi Kota Tangerang.
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL .......................................................................
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................
ii
PENGESAHAN KELULUSAN.....................................................
iii
PERNYATAAN...............................................................................
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................................
v
PRAKATA.......................................................................................
vi
SARI .................................................................................................
viii
DAFTAR ISI....................................................................................
x
DAFTAR TABEL ...........................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR.......................................................................
xvi
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................
xvii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...................................................................
1
B. Rumusan Masalah ..............................................................
8
C. Tujuan dan Kegunaan.........................................................
10
D. Sistematika Penulisan ........................................................
11
BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi ...........
12
1. Teori Pembangunan Ekonomi.......................................
13
x
1.1. Teori Pembangunan Ekonomi Daerah ..................
15
1.2. Pembangunan Ekonomi Indonesia........................
15
2. Teori Pertumbuhan Ekonomi .........................................
17
2.1. Teori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah .................
19
1). Teori Pertumbuhan Klasik................................
20
2). Teori Pertumbuhan Neo-Klasik........................
21
3). Teori Harrod-Domar dalam Sistem Regional… 4). Teori Pertumbuhan Jalur Cepat
21 22
5). Teori Basis Ekonomi ........................................
23
6). Model Pertumbuhan Interregional....................
25
B. Produk Domestik Regional Bruto ......................................
32
C. Kerangka Pemikiran ...........................................................
36
BAB III METODE PENELITIAN A. Populasi Penelitian .............................................................
38
B. Variabel Penelitian ..............................................................
38
C. Metode Pengumpulan Data ................................................
41
D. Metode Analisis Data.........................................................
41
1. Location Quotient (LQ)………………………………… 42 2. Analisis Shift Share……………………………………..
44
3. Kerangka Analisis………………………………………. 46 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ..................................................................
48
1. Gambaran Umum Kota Tangerang ...............................
48
xi
a. Keadaan Geografi Kota Tangerang..........................
48
b. Kependudukan .........................................................
51
c. Pemerintahan............................................................
55
d. Pendidikan................................................................
55
e. Kesehatan .................................................................
57
2. Analisis Perkembangan PDRB dan Potensi Pertumbuhan Ekonomi .......................................................................
58
a. Analisis Perkembangan Ekonomi ............................
58
b. Analisis Potensi Pertumbuhan Ekonomi..................
59
1). Analisis Location Quotient (LQ) ........................
59
2). Analisis Shift Share ............................................
62
3). Tipologi Sektoral ................................................
68
B. Pembahasan .......................................................................
72
1. Pembahasan Per Sektor Kota Tangerang .......................
72
a. Sektor Pertanian .......................................................
72
b. Sektor Pertambangan dan Penggalian......................
73
c. Sektor Industri Pengolahan ......................................
75
d. Sektor Listrik, Gas dan Air Minum .........................
77
e. Sektor Bangunan dan Konstruksi.............................
78
f. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran .................
79
g. Sektor Angkutan dan Komunikasi ...........................
81
h. Sektor Bank dan Lembaga Keuangan lainnya .........
83
i. Sektor Jasa-Jasa ........................................................
84
xii
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ........................................................................
86
B. Saran...................................................................................
87
DAFTAR PUSTAKA......................................................................
89
LAMPIRAN ....................................................................................
91
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.1 Peranan setiap sektor ekonomi dalam perekonomian Kota Tangerang Tahun 2001 s.d. 2004 (Persentase).......
7
Tabel 4.1 Luas Wilayah, Jumlah Rumah Tangga, Penduduk, Rata-Rata Anggota Rumah Tangga dan Kepadatan Penduduk per Km2 di Kota Tangerang Tahun 2003…...
53
Tabel 4.2 Distribusi Persentase PDRB Tahun 2001-2004 Menurut Sektor Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993 Di Kota Tangerang………………………...
59
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Location Quotient (LQ) Kota Tangerang Tahun 2001-2004……………………………
60
Tabel 4.4 Komponen Shift Share Kota Tangerang Tahun 2001-2004………………………………………..
64
Tabel 4.5 Persentase Pertumbuhan PDRB…………………………
65
Tabel 4.6 Komponen Pertumbuhan Proportional (Pj) Kota Tangerang…………………………………………
66
Tabel 4.7 Komponen Pertumbuhan Differensial (Dj) Kota Tangerang………………………………………...
67
Tabel 4.8 Makna Tipologi Sektor Ekonomi....................................
71
Tabel 4.9 Analisis Sektor Pertanian................................................
72
Tabel 4.10 Analisis Sektor Pertambangan dan Penggalian...............
74
Tabel 4.11 Analisis Sektor Industri Pengolahan................................
76
Tabel 4.12 Analisis Sektor Listrik, Gas dan Air Minum...................
77
Tabel 4.13 Analisis Sektor Bangunan dan Konstruksi......................
78
Tabel 4.14 Analisis Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran..........
80
Tabel 4.15 Analisis Sektor Angkutan dan Komunikasi....................
81
Tabel 4.16 Analisis Sektor Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.
83
Tabel 4.17 Analisis Sektor Jasa-Jasa.................................................
84
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pemikiran Potensi Pertumbuhan Ekonomi Kota Tangerang..................................................
37
Gambar 3.1 Bagan Kerangka Analisis Potensi Pertumbuhan Ekonomi Kota Tangerang...................................................................
xvi
47
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman A. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 MENURUT LAPANGAN USAHA...........................................................
91
B. PERHITUNGAN LOCATION QUOTIENT....................…...
92
C. KOMPONEN SHIFT SHARE KOTA TANGERANG……...
95
D. KOMPONEN SHARE KOTA TANGERANG…………...…
96
E. KOMPONEN DIFFERENTIAL SHIFT……………………..
99
F. KOMPONEN PROPORTIONAL SHIFT……………………
101
G. RATA-RATA KOMPONEN SHIFT SHARE.………………
103
H. CHECKING PERHITUNGAN SHIFT SHARE..…………...
105
I. SURAT KETERANGAN PENELITIAN……....…………...
106
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, hasil pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh rakyat sebagai wujud peningkatan kesejahteraan lahir dan batin secara adil dan merata. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan pertumbuhan ekonomi dalam wilayah tersebut. Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakatnya harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah beserta partisipasi masyarakatnya dan dengan menggunakan sumber daya-sumber daya yang ada harus mampu menaksir potensi sumber daya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah (Arsyad, 1999:108).
2
Otonomi daerah ditandai dengan lahirnya dua produk undang-undang, yaitu UU. No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU. No 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat. Lahirnya undang-undang tersebut disambut positif oleh banyak kalangan dengan segenap harapan bahwa melalui otonomi daerah akan dapat merangsang terhadap adanya upaya untuk menghilangkan praktik-praktik sentralistik yang pada satu sisi dianggap kurang menguntungkan bagi daerah dan penduduk lokal. Era otonomi telah memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota untuk mengembangkan sendiri potensi daerah yang dimiliknya. Dengan kata lain, daerah diberi wewenang untuk mengelola sendiri keuangannya sekaligus menentukan arah pembangunan yang akan dilaksanakan demi tercapainya kemakmuran penduduk di wilayahnya, dengan mempertimbangkan segenap potensi, sumber daya serta faktor-faktor lainnya, baik faktor pendukung maupun faktor penghambat. Dengan demikian suatu daerah sangat memerlukan beragam data yang dapat dijadikan sebagai dasar acuan, baik dalam penyusunan evaluasi pembangunan ekonomi di daerah yang telah dilaksanakan maupun dalam perumusan perencanaan di masa yang akan datang. Kota Tangerang yang lahir melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1993, kini pertumbuhannya begitu pesat. Pesatnya pertumbuhan Kota Tangerang karena wilayahnya yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta, yang senantiasa terkait langsung dengan dinamika pembangunan nasional. Banyak warga yang bekerja di Jakarta kemudian memilih domisili di Kota Tangerang. Mereka kerap disebut
3
komuter karena memakai Tangerang sebagai tempat istirahat tidur malam, sementara segala macam kegiatan ekonomi di pagi hingga petang harinya banyak dihabiskan di Jakarta. Sebagai daerah yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta, Kota Tangerang memiliki keuntungan dan sekaligus kerugian. Keuntungannya, kota itu bisa ikut nama besar ibukota negara, warganya bisa memanfaatkan fasilitas publik sebuah metropolitan. Apalagi ditunjang dengan mudahnya aksebilitas ke kota Jakarta dan kota-kota penting di Banten dan Jawa Barat melalui ruas jalan tol, hingga memberikan kemudahan untuk saling berinteraksi antarkota. Ditambah lagi, dengan tersedianya Bandara Internasional Soekarno-Hatta, maka aksebilitas kota semakin terbuka dengan kota-kota di seluruh Indonesia bahkan mancanegara. Hal itu kian meningkatkan mobilitas penduduk, bahkan migrasi penduduk. Ke dalam daerah Tangerang, terutama daerah perkotaannya, masuklah banyak penduduk baru yang berasal dari luar, baik dari kawasan lain di Pulau Jawa maupun dari luar Jawa, ataupun orang asing. Oleh sebab itu, etnis dan budaya penduduk daerah ini kian beragam. Kondisi tersebut kian memperkokoh Tangerang sebagai daerah pertemuan berbagai etnis dan budaya. Namun, kerugian berdekatan dengan sebuah ibu kota juga ada. Secara khusus, kerugian ini sangat dirasakan oleh pemerintah daerah. Banyak warga Kota Tangerang, yang tinggal di daerah perbatasan dengan Jakarta, enggan mengakui berdomisili di daerah Kota Tangerang. Kita hanya berharap dalam kondisi keragaman etnis dan budaya itu,
4
Tangerang menjadi daerah yang penduduknya hidup rukun, damai, sejahtera, dan tak tercerabut dari akar budayanya. Dampak lain yang menonjol di Tangerang dari pelaksanaan program pembangunan megapolitan ini, adalah berubahnya segala bidang kehidupan masyarakat setempat. Semula, penduduknya hanya mengandalkan kegiatan bidang pertanian untuk menopang hidup. Seiring dengan perkembangan selanjutnya, mereka mulai mengerjakan berbagai bidang kegiatan ekonomi, terutama bidang industri, perdagangan, dan jasa yang tentu mengubah pola dan orientasi hidup masyarakat. Sebagai daerah penyangga ibu kota, wilayah ini memang dipersiapkan untuk kegiatan perdagangan dan industri, pengembangan pusat-pusat permukiman untuk menjaga keserasian pembangunan dengan DKI Jakarta (Halim, 2005:38). Sejalan dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka pembangunan daerah Kota Tangerang merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang dilakukan secara terus-menerus untuk menuju ke arah perubahan yang lebih baik. Adanya perubahan paradigma dalam penyelenggaraan pemerintahan menuntut pihak pemerintah daerah untuk lebih mengutamakan prinsip-prinsip penyelenggaraan otonomi daerah yang memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi daerah. Pada era otonomi daerah paradigma baru dalam pembangunan daerah, keberhasilan pembangunan tidak lagi hanya diukur dari kemajuan fisik yang diperoleh atau berapa besar Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dapat diterima. Keberhasilan pembangunan harus dapat diukur dengan parameter yang lebih luas
5
dan lebih strategis yang meliputi semua aspek kehidupan baik materil dan non materil. Agar dapat memenuhi kriteria luas dan strategi tersebut, maka pelaksanaan pembangunan harus diawali berdasarkan prioritas dan pemilihan sasaran-sasaran yang mempunyai nilai strategis dan memberikan dampak yang positif dalam meningkatkan citra Kota Tangerang dengan membangun sektorsektor ekonomi yang memiliki potensi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Kota Tangerang. Untuk mengetahui potensi pertumbuhan ekonomi wilayah Kota Tangerang diperlukan suatu metode yang berguna untuk mengkaji dan memproyeksi pertumbuhan ekonomi wilayah. Untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai pedoman untuk menentukan tindakan-tindakan apa yang harus diambil untuk mempercepat laju pertumbuhan yang ada. Teori basis ekonomi mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut. Kegiatan ekonomi dikelompokkan atas kegiatan basis dan kegiatan non basis. Kegiatan basis adalah semua kegiatan baik penghasil produk maupun penyedia jasa yang mendatangkan uang dari luar wilayah. Lapangan kerja dan pendapatan di sektor basis adalah fungsi permintan yang bersifat exogenous (tidak tergantung pada kekuatan intern/permintaan lokal). Sedangkan kegiatan non basis adalah untuk memenuhi kebutuhan konsumsi lokal, karena itu permintaan sektor ini sangat dipengaruhi oleh tingkat kenaikan pendapatan masyarakat setempat. Dengan demikian sektor ini terikat terhadap kondisi ekonomi setempat dan tidak
6
bisa berkembang melebihi pertumbuhan ekonomi wilayah. Atas dasar anggapan diatas, satu-satunya sektor yang bisa meningkatkan perekonomian wilayah melebihi pertumbuhan alamiah adalah sektor basis. Oleh karena itu analisis basis sangat berguna untuk mengkaji dan memproyeksi pertumbuhan ekonomi wilayah (Tarigan, 2004:27) Dalam menggunakan pendekatan model basis ekonomi pada umumnya didasarkan atas nilai tambah maupun lapangan kerja. Namun menggunakan data pendapatan (nilai tambah) adalah lebih tepat dibandingkan menggunakan data lapangan kerja. Hal ini dikarenakan lapangan kerja memiliki bobot yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Salah satu indikator ekonomi yang sangat diperlukan untuk mengukur kinerja pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB merupakan indikator penting di suatu wilayah yang dapat mengindikasikan totalitas produksi neto barang/jasa yang selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar perencanaan dan evaluasi pembangunan wilayah. Laju pertumbuhan PDRB Kota Tangerang disumbang oleh 9 (sembilan) sektor yaitu: pertanian; pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; listrik, gas dan air minum; bangunan dan konstruksi; perdagangan,hotel dan restoran; angkutan dan komunikasi; bank dan lembaga keuangan lainnya; jasa-jasa. Dibawah ini tabel peranan setiap sektor ekonomi dalam perekonomian Kota Tangerang selama 2001 s.d. 2004.
7
Tabel 1.1 Peranan setiap sektor ekonomi dalam perekonomian Kota Tangerang Tahun 2001 s.d. 2004 (Persentase) SEKTOR EKONOMI
2001
2002
2003
2004
Pertanian
0.21
0.20
0.20
0.19
Pertambangan dan Penggalian
0.00
0.00
0.00
0.00
59.52
59.69
58.44
58.32
Listrik, Gas & Air Minum
1.40
1.47
1.39
1.36
Bangunan & Konstruksi
1.71
1.66
1.59
1.58
25.11
24.86
24.42
24.04
Angkutan & Komunikasi
9.91
9.88
9.74
9.82
Bank dan lembaga keuangan lainnya
0.13
0.26
2.30
2.77
Jasa-jasa
2.02
1.98
1.92
1.92
100.00
100.00
100.00
100.00
Industri Pengolahan
Perdagangan, Hotel & Restoran
Total PDRB ADHB
Sumber : BPS Kota Tangerang tahun 2001-2004 (diolah)
Peranan setiap sektor ekonomi dalam perekonomian dapat diketahui dari angka distribusi persentase Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) seperti yang dapat dilihat melalui Tabel 1.1 Berdasarkan Tabel 1.1 tersebut tampak bahwa sektor Pertanian merupakan sektor ekonomi yang mempunyai peranan paling rendah dalam perekonomian Kota Tangerang pada tahun 2001 sebesar 0,21 persen. Sementara itu sektor Industri Pengolahan adalah sektor ekonomi yang paling besar sumbangannya dalam perekonomian Kota Tangerang pada tahun 2001. Sekitar 59,52 % perekonomian Kota Tangerang merupakan kontribusi sektor Industri Pengolahan. Rendahnya peranan sektor Pertanian dan
8
besarnya peranan sektor Industri Pengolahan dalam perekonomian Kota Tangerang tidak hanya terjadi pada 2001 tetapi sudah terjadi pada beberapa tahun sebelumnya. Sedangkan nilai nol (0) pada sektor pertambangan dan penggalian disebabkan karena di Kota Tangerang tidak terdapat sektor tersebut. Hal ini memperlihatkan bahwa Kota Tangerang sudah mempunyai ciri-ciri sebagai kota modern dan kota Industri. Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini akan menganalisis potensi pertumbuhan ekonomi di kota Tangerang pada tahun 2001-2004.
B. Rumusan Masalah Fenomena Tangerang sebagai wilayah yang memiliki latar belakang budaya, dan industri-industri besar serta tempat wisata, mengundang dunia untuk menengok dan menggali potensi-potensi Tangerang yang tumbuh subur untuk diberdayakan. Ditunjang dengan letak geografis Tangerang sebagai penyangga kota Jakarta dimana arus roda ekonomi Jakarta memiliki imbas terhadap kota Tangerang. Limpahan kegiatan ekonomi dari Jakarta selain merupakan modal penggerak ekonomi perkotaan juga membawa dampak berupa permasalahan lingkungan, ketersediaan lahan dan tingginya angka migrasi. Besarnya arus migrasi yang tidak diikuti dengan ketersediaan lapangan kerja, kualitas sumber daya manusia serta permasalahan lainnya menjadikan kota Tangerang menghadapi permasalah yang kompleks. Kondisi tersebut perlu diantisipasi dan diberdayakan agar tidak terjadi penyimpangan potensi alam dan penerapan teknologi tepat guna. Artinya setiap derap perubahan yang terjadi dalam masyarakat harus disandarkan
9
pada upaya-upaya rasional. Upaya rasionalisasi dibutuhkan sebagai cara untuk melihat perubahan yang terjadi di masyarakat dengan fakta-fakta dan potensipotensi yang ada. Kota Tangerang juga menghadapi pada berbagai ragam persoalan perkotaan yang berkaitan dengan prasarana dan sarana kota, sebagai akibat pertumbuhan kota yang pesat melampaui daya dukung kota itu sendiri. Mencari solusi atas masalahmasalah Kota Tangerang, baik yang berakar pada masalah-masalah sosial, atau persoalan yang berpijak pada prasarana dan sarana kota, juga perlu ada kesadaran perihal pemahaman dan identifikasi terhadap masalah-masalah yang ada secara tepat dan menyeluruh. Untuk itu, perlu dikaji secara cermat, realitas kehidupan kota dalam berbagai perspektifnya dan akar potensi Kota Tangerang, yang bisa membuat Kota Tangerang berjalan pada rel pembangunan. Seperti diketahui bersama, krisis yang melanda Indonesia sejak medio 1997, membawa vibrasi negatif ke dunia perekonomian nasional umumnya, dan perekonomian regional khususnya. Krisis ini menyebabkan terjadinya perubahan dari nilai tambah sektor-sektor yang ada di wilayah nasional juga di wilayah daerah. Berdasarkan permasalahan diatas muncul beberapa pertanyaan : 1.
Bagaimana perkembangan PDRB selama 4 tahun (tahun 2001-2004) pada masing-masing sektor di Kota Tangerang ?
2.
Sektor basis ekonomi apa yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah Kota Tangerang ?
3.
Sektor-sektor ekonomi mana yang potensial untuk dikembangkan sebagai penunjang pertumbuhan ekonomi di Kota Tangerang ?
10
Untuk memecahkan masalah tersebut perlu adanya usaha peningkatan kemampuan di bidang ekonomi (PDRB) dengan pendekatan basis ekonomi, pendekatan basis ekonomi ini ditujukan untuk mengidentifikasi sektor-sektor mana yang paling unggul dan strategis untuk dikembangkan.
C. Tujuan dan Kegunaan Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah maka tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui perkembangan PDRB selama 4 tahun (tahun 2001-2004) pada masing-masing sektor di Kota Tangerang 2. Mengetahui sektor basis ekonomi yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah Kota Tangerang. 3. Mengetahui sektor-sektor ekonomi yang potensial untuk dikembangkan sebagai penunjang pertumbuhan ekonomi di Kota Tangerang.
Selain itu penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai: 1. Tambahan informasi dan bahan kajian tentang gambaran/informasi tentang potensi pertumbuhan ekonomi di Kota Tangerang sehingga pemerintah daerah dapat lebih mengembangkan potensi daerahnya. 2. Dapat menjadi masukan bagi para pembuat kebijakan yang berhubungan dengan pembangunan Kota Tangerang dalam rangka program pembangunan selanjutnya dan tetap mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang ada.
11
D. Sistematika Penulisan Untuk memberikan gambaran yang menyeluruh dan memudahkan dalam pemahaman skripsi ini, maka disusunlah sistematika penulisan dalam penelitian ini sebagai berikut : Bab satu berisi tentang pendahuluan. Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian dan sistematika penulisan. Bab dua adalah landasan teori. Bab ini berisi tentang tinjauan pustaka yang berisi landasan teori yang dipakai sebagai acuan dalam menganalisis potensi pertumbuhan ekonomi
di Kota Tangerang. Selain itu juga terdapat kerangka
pemikiran dalam penelitian ini. Bab tiga memuat tentang metode penelitian. Bab ini terdiri dari variabel penelitian yang digunakan, metode pengumpulan data serta analisisnya. Bab empat menceritakan tentang hasil dan pembahasan. Bab ini berisi tentang deskripsi objek penelitian, analisis data dan pembahasan. Bab lima memuat kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran sebagai perbaikan permasalahan berdasarkan hasil dari penelitian.
12
BAB II LANDASAN TEORI
A.
Konsep Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan dan pembangunan ekonomi adalah dua konsep yang tidak dapat dipisahkan. Pembangunan menentukan usaha pembangunan yang berkelanjutan dan tidak memusnahkan sumberdaya asli, manakala teori dan model pertumbuhan yang dihasilkan dijadikan panduan dasar negara. Konsep pembangunan ini dikupas dalam teori pertumbuhan dan pembangunan dan coba menganalisis secara kritikal dengan melihat kesesuaiannya dalam konteks negara. Walaupun tidak semua teori atau model dapat digunakan, namun perbincangan mengenai peranan faktor pengeluaran termasuk buruh, tanah, modal dan pengusaha boleh menjelaskan sebab-sebab berlakunya ketiadaan pembangunan dalam sebuah negara. Pada peringkat awal, pendapatan perkapita menjadi pengukur utama bagi pembangunan. Walau bagaimanapun, melalui perubahan masa, aspek pembangunan manusia dan pembangunan berwawasan lingkungan semakin ditekankan. Pembangunan berwawasan lingkungan melihat kepada aspek kebajikan generasi akan datang melalui kehendak masa kini.
13
1.
Teori Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi didefinisikan dalam beberapa pengertian sebagai berikut : a) Menurut Adam Smith perpaduan
antara
pembangunan pertumbuhan
ekonomi
merupakan
proses
penduduk dan kemajuan teknologi
(Suryana, 2000:55). b) Todaro (dalam Lepi T. Tarmidi, 1992:11) mengartikan pembangunan sebagai suatu proses multidimensional yang menyangkut perubahanperubahan besar dalam struktur sosial, sikap masyarakat, kelembagaan nasional maupun percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakmerataan dan penghapusan dari kemiskinan mutlak. c) Pembangunan ekonomi menurut Irawan dan Suparmoko (2002:5) adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang seringkali diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan riil perkapita. d) Prof. Meier (dalam Adisasmita, 2005:205) mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai proses kenaikan pendapatan riil perkapita dalam suatu jangka waktu yang panjang. e) Sadono Sukirno (1985:13) mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat
meningkat
dalam
jangka
panjang.
Definisi
tersebut
mengandung pengertian bahwa pembangunan ekonomi merupakan suatu
14
perubahan yang terjadi secara terus-menerus melalui serangkaian kombinasi proses demi mencapai sesuatu yang lebih baik yaitu adanya peningkatan pendapatan perkapita yang terus menerus berlangsung dalam jangka panjang. f) Menurut Schumpeter pembangunan ekonomi bukan merupakan proses yang harmonis atau gradual, tetapi merupakan perubahan yang spontan dan tidak terputus-putus. Pembangunan ekonomi disebabkan oleh perubahan terutama dalam lapangan industri dan perdagangan (Suryana, 2000:5). Pembangunan ekonomi berkaitan dengan pendapatan perkapita dan pendapatan nasional. Pendapatan perkapita yaitu pendapatan rata-rata penduduk suatu daerah sedangkan pendapatan nasional merupakan nilai produksi barang-barang dan jasa-jasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian di dalam masa satu tahun. Pertambahan pendapatan nasional dan pendapatan perkapita dari masa ke masa dapat digunakan untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi dan juga perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat suatu daerah. Dalam penelitian ini pengertian pembangunan ekonomi yang dijadikan pedoman adalah sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang
15
1.1
Teori Pembangunan Ekonomi Daerah Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut ( Arsyad, 1999:108). Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang melibatkan pembentukan institusi baru, pembangunan industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, dan transformasi pengetahuan (Adisasmita, 2005:19). Dalam penelitian ini pembangunan ekonomi daerah
merupakan
fungsi dari potensi sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi modal, prasarana dan sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi, situasi ekonomi dan perdagangan antar wilayah, kemampuan pendanaan dan pembiayaan pembangunan daerah, kewirausahaan, kelembagaan daerah dan lingkungan pembangunan secara luas. 1.2
Pembangunan Ekonomi Indonesia Pembangunan ekonomi Indonesia 2006 nampaknya tak lebih baik dari 2005. Instrumen kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia (BI) belum
16
berhasil mengelola kondisi makro sehingga pembangunan ekonomi Indonesia masih terperangkap pertumbuhan rendah. Pertambahan lapangan kerja juga akan sangat rendah sehingga tingkat pengangguran akan terus meningkat. Tingkat kestabilan ekonomi masih dibayangi oleh inflasi yang tinggi dan ketidakstabilan kurs. Sementara masalah kemiskinan tidak mengalami perbaikan (www.waspada-online.com) Pertumbuhan ekonomi sampai kuartal ketiga 2006 sekitar 5,14 persen. Berdasarkan Pusat Penelitian Ekonomi LIPI (Mahmud Thoha & Maxensius Tri Sambodo), pertumbuhan ekonomi keseluruhan pada tahun 2006 mencapai 5,4 persen, dengan pertumbuhan ekonomi kuartal keempat sekitar 6,18 persen. Untuk tahun 2007, pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksikan lebih baik sekitar 6 persen. Ekspor memang diprediksi tidak akan sebaik tahun 2006, karena ekonomi dunia 2007 yang diprediksi melambat. Bahkan lantaran ekonomi dunia yang memburuk ini, HSBC Asia berani memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2007 hanya 4,8 persen. Namun demikian, hampir semua analis sepakat bahwa tren penurunan suku bunga akan menjadi sumber utama perbaikan ekonomi 2007. Suku bunga rendah diyakini akan mendorong peningkatan domestic demand (investasi dan konsumsi swasta) yang selama ini tersendat (http://seputarekonomi.blogspot.com)
17
2.
Teori Pertumbuhan Ekonomi Teori pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai penjelasan mengenai faktor-faktor apa yang menentukan kenaikan output perkapita dalam jangka panjang, dan penjelasan mengenai bagaimana faktor-faktor tersebut sehingga terjadi proses proses pertumbuhan (Boediono 1999:2). Menurut Simon Kuznets dalam M.L Jhingan (2002:57) pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan kemampuan suatu negara (daerah) untuk menyediakan barang-barang ekonomi bagi penduduknya, yang terwujud dengan adanya kenaikan output nasional secara terus-menerus yang disertai dengan kemajuan teknologi serta adanya penyesuaian kelembagaan, sikap dan ideologi yang dibutuhkannya. Pertumbuhan ekonomi dapat diketahui dengan membandingkan PDRB pada satu tahun tertentu (PDRBt) dengan PDRB tahun sebelumnya (PDRB t-1) Laju Pertumbuhan Ekonomi =
PDRB t − PDRB t −1 x100% PDRB t -1
Pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor penting sebagai berikut (Arsyad 1999:214): a)
Akumulasi Modal Akumulasi modal adalah termasuk semua investasi baru yang berwujud tanah (lahan), peralatan fiskal dan sumberdaya manusia (human resources), akan terjadi jika ada bagian dari pendapatan sekarang
yang
ditabung
dan
kemudian
diinvestasikan
untuk
18
memperbesar output pada masa yang akan datang. Akumulasi modal akan menambah sumberdaya-sumberdaya yang baru dan akan meningkatkan sumberdaya-sumberdaya yang telah ada. b) Pertumbuhan Penduduk Pertumbuhan penduduk dan hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan jumlah angkatan kerja (labor force) dianggap sebagai faktor yang positif dalam merangsang pertumbuhan ekonomi, namun kemampuan merangsang pertumbuhan ekonomi bergantung pada kemampuan sistem ekonomi yang berlaku dalam menyerap dan mempekerjakan tenaga kerja yang ada secara produktif. c) Kemajuan Teknologi Menurut para ekonom, kemajuan teknologi merupakan faktor yang paling penting bagi pertumbuhan ekonomi. Dalam bentuknya yang paling sederhana, kemajuan teknologi disebabkan oleh cara-cara baru dan cara-cara lama yang diperbaiki dalam melakukan pekerjaanpekerjaan tradisional.
Profesor Kuznets (dalam Todaro, 1994:117) juga mengemukakan enam karakteristik atau ciri proses pertumbuhan ekonomi sebagai berikut: a) b)
Tingkat pertambahan output perkapita dan pertambahan penduduk yang tinggi Tingkat kenaikan total produktivitas faktor yang tinggi, khususnya produktivitas tenaga kerja
19
c)
Tingkat transformasi struktural ekonomi yang tinggi
d)
Tingkat transformasi sosial dan ideologi yang tinggi
e)
Adanya kecenderungan daerah yang mulai atau sudah maju perekonomiannya untuk berusaha menambah bagian-bagian daerah lainnya sebagai daerah pemasaran dan sumber bahan baku
f)
Terbatasnya penyebaran pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai sepertiga bagian penduduk dunia.
2.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan masyarakat yang terjadi di suatu wilayah, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (added value) yang terjadi di wilayah tersebut (Robinson Tarigan 2005 : 46). Perhitungan pendapatan wilayah pada awalnya dibuat dalam harga berlaku. Namun agar dapat melihat pertambahan dari kurun waktu ke kurun waktu berikutnya, harus dinyatakan dalam nilai riil, artinya dinyatakan dalam harga konstan. Pendapatan wilayah menggambarkan balas jasa bagi faktor-faktor produksi yang beroperasi di daerah tersebut (tanah, modal, tenaga kerja, dan teknologi), yang berarti secara kasar dapat menggambarkan kemakmuran daerah tersebut. Kemakmuran suatu wilayah selain ditentukan oleh besarnya nilai tambah yang tercipta di wilayah tersebut juga oleh seberapa besar terjadi transfer payment, yaitu bagian pendapatan yang mengalir ke luar wilayah atau mendapat aliran dana dari luar wilayah. Setengah dari total kegiatan ekonomi kota Tangerang diperoleh dari kegiatan ekonomi di sektor industri pengolahan.
20
Sebagian besar industri pengolahan ini terkonsentrasi di Kecamatan Jatiuwung. Terdapat berbagai jenis pabrik, mulai dari industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian jadi, kimia hingga industri logam dan barang dari logam di kecamatan tersebut. Sekitar 55 persen industri sedang dan besar Tangerang tersebut berada di Jatiuwung. Selain di Jatiuwung, beberapa industri besar seperti PT Argo Pantes dan PT Indofood berlokasi di Kecamatan Tangerang, tepatnya di Kelurahan Cikokol. Terdapat beberapa teori pertumbuhan ekonomi daerah/wilayah sebagai berikut: 1) Teori Pertumbuhan Klasik Adam
Smith
adalah
orang
pertama
yang
membahas
pertumbuhan ekonomi secara sistematis. Inti ajaran Smith adalah agar masyarakat diberi kebebasan yang seluas-luasnya dalam menentukan kegiatan ekonomi yang terbaik untuk dilakukan. Menurut Smith sistem ekonomi pasar bebas akan menciptaka efisiensi, membawa ekonomi kepada kondisi full employment dan menjamin pertumbuhan ekonomi sampai tercapai posisi stationer. Sementara peranan pemerintah adalah menjamin keamanan dan ketertiban serta memberi kepastian hukum dan keadilan bagi para pelaku ekonomi. John Maynard Keynes mengoreksi pandangan Smith dengan mangatakan bahwa untuk menjamin pertumbuhan yang stabil pemerintah perlu menerapkan kebijaksanaan fiskal, kebijaksanaan moneter, dan pengawasan langsung.
21
2) Teori Pertumbuhan Neo-Klasik Teori pertumbuhan neo klasik dikembangkan oleh Robert M. Solow (1970) dari Amerika Serikat dan TW. Swan (1956) dari Australia. Menurut teori ini tingkat pertumbuhan berasal dari 3 sumber yaitu akumulasi modal, bertambahnya penawaran tenaga kerja dan peningkatan teknologi. Teori neo klasik sebagai penerus dari teori klasik menganjurkan agar kondisi selalu diarahkan untuk menuju pasar sempurna. Dalam keadaan pasar sempurna perekonomian bisa tumbuh maksimal. Analisis lanjutan dari paham neo klasik menunjukkan bahwa terciptanya suatu pertumbuhan yang mantap (steady growth), diperlukan suatu tingkat s (saving) yang pas dan seluruh keuntungan pengusaha diinvestasikan kembali di wilayah itu.
3) Teori Harrod-Domar dalam sistem regional Teori ini dikembangkan pada waktu yang hampir bersamaan oleh Roy F. Harrod (1948) di Inggris dan Evsey D. Domar (1957) di Amerika Serikat. Teori ini didasarkan atas asumsi : (a) Perekonomian bersifat tertutup, (b) Hasrat menabung (MPS = s) adalah konstan, (c) Proses produksi memiliki koefisien yang tetap, serta (d) Tingkat pertumbuhan angkatan kerja (n) adalah konstan dan sama dengan tingkat pertumbuhan penduduk.
22
Atas dasar asumsi-asumsi tersebut, Harrod-Domar membuat analisis dan menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap (seluruh kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar) hanya bisa tercapai apabila terpenuhi syarat-syarat keseimbangan sebagai berikut : g = k= n, Dimana :
g = growth (tingkat pertumbuhan output) k = capital (tingkat pertumbuhan modal) n = tingkat pertumbuhan angkatan kerja
4) Teori Pertumbuhan Jalur Cepat Yang Disinergikan Teori Pertumbuhan Jalur Cepat (Turnpike) diperkenalkan oleh Samuelson (1955). Setiap negara/wilayah perlu melihat sektor/komoditi apa yang memiliki potensi besar dan dapat dikembangkan dengan cepat, baik karena potensi alam maupun karena sektor itu memiliki competitive advantage untuk dikembangkan. Artinya dengan kebutuhan modal yang sama sektor tersebut dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar, dapat berproduksi dalam waktu relatif singkat dan volume sumbangan untuk perekonomian yang cukup besar. Agar pasarnya terjamin, produk tersebut harus dapat menembus dan mampu bersaing pada pasar yang lebih luas. Perkembangan struktur tersebut akan mendorong sektor lain untuk turut berkembang sehingga perekonomian secara keseluruhan akan tumbuh. Mensinergikan sektor-sektor adalah membuat sektor-
23
sektor saling terkait dan saling mendukung sehingga pertumbuhan sektor yang satu mendorong pertumbuhan sektor yang lain, begitu juga sebaliknya.
Menggabungkan
kebijakan
jalur
cepat
dan
mensinergikannya dengan sektor lain yang terkait akan mampu membuat perekonomian tumbuh cepat.
5) Teori Basis Ekonomi Teori basis ekspor murni dikembangkan pertama kali oleh Tiebout. Teori ini membagi kegiatan produksi/jenis pekerjaan yang terdapat di dalam satu wilayah atas sektor basis dan sektor non basis. Kegiatan basis adalah kegiatan yang bersifat exogenous artinya tidak terikat pada kondisi internal perekonomian wilayah dan sekaligus berfungsi mendorong tumbuhnya jenis pekerjaan lainnya. Sedangkan kegiatan non basis adalah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah itu sendiri. Oleh karena itu, pertumbuhannya tergantung kepada kondisi umum perekonomian wilayah tersebut. Artinya, sektor ini bersifat endogenous (tidak bebas tumbuh). Pertumbuhannya tergantung kepada kondisi perekonomian wilayah secara keseluruhan (Tarigan, 2004:53). Analisis basis ekonomi adalah berkenaan dengan identifikasi pendapatan basis (Richardson, 1977: 14). Bertambah banyaknya kegiatan basis dalam suatu wilayah akan menambah arus pendapatan ke
24
dalam wilayah yang bersangkutan, yang selanjutnya menambah permintaan terhadap barang atau jasa di dalam wilayah tersebut, sehingga pada akhirnya akan menimbulkan kenaikan volume kegiatan non basis. Sebaliknya berkurangnya aktivitas basis akan mengakibatkan berkurangnya pendapatan yang mengalir ke dalam suatu wilayah, sehingga akan menyebabkan turunnya permintaan produk dari aktivitas non basis. Teori basis ekonomi mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut. Pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor, akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja (Arsyad, 1999:300). Asumsi ini memberikan pengertian bahwa suatu daerah akan mempunyai sektor unggulan apabila daerah tersebut dapat memenangkan persaingan pada sektor yang sama dengan daerah lain sehingga dapat menghasilkan ekspor. Untuk menganalisis basis ekonomi suatu wilayah, salah satu teknik yang lazim digunakan adalah kuosien lokasi (Location Quotient, LQ). Location Quotient digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektor-sektor basis atau unggulan (leading sectors). Dalam teknik LQ berbagai peubah (faktor) dapat digunakan sebagai
25
indikator pertumbuhan wilayah, misalnya kesempatan kerja (tenaga kerja) dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu wilayah.
6) Model Pertumbuhan Interregional (perluasan dari teori basis) Model pertumbuhan ini adalah perluasan dari teori basis ekspor, yaitu dengan menambah faktor-faktor yang bersifat eksogen. Selain itu model basis ekspor hanya membahas daerah itu sendiri tanpa memperhatikan dampak dari daerah tetangga. Model ini memasukkan dampak dari daerah tetangga, itulah sebabnya maka dinamakan model interregional. Dalam model ini di asumsikan bahwa selain ekspor pengeluaran pemerintah dan investasi juga bersifat eksogen dan daerah itu terikat kepada suatu sistem yang terdiri dari beberapa daerah yang berhubungan erat (Tarigan, 2004:56). Dalam penelitian ini digunakan teori basis ekonomi karena teori ini adalah bentuk model pendapatan yang paling sederhana dan dapat bermanfaat sebagai sarana untuk memperjelas struktur daerah yang bersangkutan (Adisasmita, 2005:29). Teori ini juga memberikan landasan yang kuat bagi studi pendapatan regional dan juga dapat digunakan untuk melihat faktorfaktor apa saja yang dapat mendorong pertumbuhan wilayah.
26
Terdapat beberapa alat analisis yang digunakan untuk menentukan potensi relatif perekonomian suatu wilayah, sebagai berikut: (a)
Analisis Shift Share Analisis Shift Share merupakan teknik yang sangat berguna
dalam
menganalisis
perubahan
struktur
ekonomi
daerah
dibandingkan dengan perekonomian nasional. Tujuan analisis ini adalah
untuk
menentukan
kinerja
atau
produktivitas
kerja
perekonomian daerah dengan membandingannya dengan daerah yang lebih besar (regional/nasional). Analisis ini memberikan data tentang kinerja perkonomian dalam 3 bidang yang berhubungan satu sama lain yaitu : (1)
Pertumbuhan ekonomi daerah diukur dengan cara menganalisis
perubahan
pengerjaan
agregat
secara
sektoral dibandingkan dengan perubahan pada sektor yang sama di perekonomian yang dijadikan acuan. (2)
Pergeseran proporsional mengukur perubahan relatif, pertumbuhan atau penurunan pada daerah dibandingkan dengan perekonomian yang lebih besar yang dijadikan acuan.
Pengukuran
ini
dapat
mengetahui
apakah
perekonomian daerah terkonsentrasi pada industriindustri
yang
tumbuh
lebih
perekonomian yang dijadikan acuan.
cepat
ketimbang
27
(3)
Pergeseran diferensial menentukan seberapa jauh daya saing industri daerah (lokal) dengan perekonomian yang dijadikan acuan.
(b)
Location Quotients Dalam analisis ini kegiatan ekonomi suatu daerah dibagi
menjadi 2 golongan, yaitu : (1)
Sektor Basis adalah kegiatan ekonomi yang melayani pasar di daerah itu sendiri maupun di luar daerah yang bersangkutan.
(2)
Sektor Non Basis adalah kegiatan ekonomi yang melayani pasar di daerah itu sendiri.
Dasar pemikiran analisis ini adalah teori economic base yag intinya adalah karena industri basis menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa untuk pasar di daerah maupun diluar daerah yang bersangkutan, maka penjualan keluar daerah akan menghasilkan pendapatan bagi daerah tersebut. Terjadinya arus pendapatan dari luar daerah ini menyebabkan terjadinya kenaikan konsumsi dan investasi di daerah tersebut, dan pada gilirannya akan menaikkan pendapatan dan menciptakan kesempatan kerja baru.
28
Peningkatan pendapatan tersebut tidak hanya menaikkan permintaan terhadap sektor basis, tetapi juga menaikan permintaan akan sektor non basis. Kenaikan permintaan ini akan mendorong kenaikan investasi pada sektor yang bersangkutan sehingga investasi modal dalam sektor non basis merupakan investasi yang didorong sebagai akibat dari kenaikan sektor basis.
(c)
Angka Pengganda Pendapatan Angka pengganda pendapatan (k) adalah suatu perkiraan
tentang potensi kenaikan pendapatan dari suatu kegiatan ekonomi yang baru di dalam masyarakat. Cara menghitungnya adalah sebagai berikut :
1 k= 1-(MPC1.PSY)
Keterangan : MPC1 =
proporsi pendapatan daerah yang dibelanjakan di daerah
PSY =
bagian
dari
pengeluaran
daerah
menghasilkan pendapatan bagi daerah.
yang
29
(d)
Angka Pengganda Pengerjaan Angka penggandaan pengerjaan dimaksudkan untuk mengukur
pengaruh suatu kegiatan ekonomi baru terhadap penciptaan jumlah pekerjaan. Rumus untuk menghitung angka pengganda pengerjaan ini adalah sebagai berikut :
Pengerjaan Total Angka Pengganda Pengerjaan = Pengerjaan Sektor Ekspor
(e)
Analisis Input-Output Analisis input-output adalah suatu teknik pengukuran ekonomi
daerah. Analisis ini digunakan dalam upaya untuk melihat keterkaitan
antar
industri
dalam
upaya
untuk
memehami
kompleksitas perekonomian serta kondisi yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan antara penawaran dan permintaan.
Dalam penelitian ini digunakan Analisis Location Quotient karena memiliki kebaikan berupa alat analisis yang sederhana yang dapat menunjukkan struktur perekonomian suatu daerah dan industri subtitusi impor potensial atau produk-produk yang bisa dikembangkan untuk ekspor dan menunjukkan industri-industri potensial untuk dianalisis lebih lanjut.
30
Analisis Location Quotient merupakan suatu alat yang dapat digunakan dengan mudah, cepat dan tepat. Karena kesederhanaannya, teknik Location Quotient dapat dihitung berulang kali dengan menggunakan berbagai perubah acuan dan periode waktu. Analisis Location Quotient dimaksudkan untuk mengidentifikasi dan merumuskan komposisi dan pergeseran sektor-sektor basis suatu wilayah dengan menggunakan Produk Domestik Regional Bruto(PDRB) sebagai indikator pertumbuhan wilayah (Adisasmita, 2005:29). Selain itu juga menggunakan Analisis Shift-Share, karena analisis ini memiliki beberapa keunggulan antara lain : 1. Memberikan gambaran mengenai perubahan struktur ekonomi yang terjadi, walau analisis Shift Share tergolong sederhana. 2. Memungkinkan seorang pemula mempelajari struktur perekonomian dengan cepat. 3. Memberikan gambaran pertumbuhan ekonomi dan perubahan struktur dengan cukup akurat.
31
Beberapa
pakar
ekonomi
membedakan
pengertian
antara
pembangunan ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi. Para pakar ekonomi yang
membedakan
kedua
pengertian
tersebut
mengartikan
istilah
pembangunan ekonomi sebagai : 1.
Peningkatan pendapatan perkapita masyarakat yaitu tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto/Produk Nasional Bruto pada suatu tahun tertentu dibagi dengan tingkat pertumbuhan penduduk, atau
2.
Perkembangan Produk Domestik Bruto/Produk Nasional Bruto yang terjadi dalam suatu negara dibarengi oleh perombakan dan modernisasi struktur ekonominya (transformasi struktural).
Sedangkan pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan Produk Domestik Bruto/Produk Nasional Bruto tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah perluasan struktur ekonomi terjadi atau tidak (Arsyad, 1999:7).
32
B. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Pengertian PDRB menurut Badan Pusat Statistik (2004:8) yaitu jumlah nilai tambah yang dihasilkan untuk seluruh wilayah usaha dalam suatu wilayah atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan seluruh unit ekonomi di suatu wilayah. Penghitungan PDRB dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu langsung dan tidak langsung (alokasi). 1.
Metode Langsung Penghitungan metode langsung ini dapat dilakukan melalui tiga
pendekatan
yaitu
pendekatan
produksi,
pendekatan
pendapatan
dan
pendekatan pengeluaran. Walaupun mempunyai tiga pendekatan yang berbeda namun akan memberikan hasil penghitungan yang sama (BPS, 2004: 26). Seperti dikatakan di atas, penghitungan PDRB secara langsung dapat dilakukan melalui tiga pendekatan sebagai berikut : a)
PDRB Menurut Pendekatan Produksi (Production Approach) PDRB adalah jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang
dihasilkan oleh berbagai unit produksi (di suatu region) pada suatu jangka waktu tertentu (setahun). Perhitungan PDRB melalui pendekatan ini disebut juga penghitungan melalui pendekatan nilai tambah (value added). Pendekatan produksi adalah penghitungan nilai tambah barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu kegiatan/sektor ekonomi dengan
33
cara mengurangkan biaya antara dari total produksi bruto sektor atau sub sektor tersebut. Nilai tambah merupakan selisih antara nilai produksi dan nilai biaya antara. Biaya antara adalah nilai barang dan jasa yang digunakan sebagai input antara dalam proses produksi. Barang dan jasa yang termasuk input antara adalah bahan baku atau bahan penolong yang biasanya habis dalam sekali proses produksi atau mempunyai umur penggunaan kurang dari satu tahun, sementara itu pengeluaran atas balas jasa faktor produksi seperti upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal, dan keuntungan yang diterima perusahaan bukan termasuk biaya antara. Begitu juga dengan penyusutan dan pajak tidak langsung neto bukan merupakan biaya antara (Tarigan, 2005:25). Pendekatan produksi banyak digunakan untuk memperkirakan nilai tambah dari sektor yang produksinya berbentuk fisik/barang. PDRB menurut pendekatan produksi terbagi atas 9 lapangan usaha (sektor) yaitu : pertanian; pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; listrik, gas dan air minum; bangunan dan konstruksi; perdagangan,hotel dan restoran; angkutan dan komunikasi; bank dan lembaga keuangan lainnya; jasa-jasa. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan 2000:10).
PDRB
menurut
pendekatan produksi (Suryana,
34
b)
PDRB Menurut Pendekatan Pendapatan (Income Approach) PDRB adalah jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor
produksi yang ikut dalam proses produksi di suatu wilayah pada jangka waktu tertentu (setahun). Penghitungan PDRB melalui pendekatan ini diperoleh dengan menjumlahkan semua balas jasa yang diterima faktor produksi yang komponennya terdiri dari upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan ditambah dengan penyusutan dan pajak tidak langsung neto (BPS, 2004:27).
c)
PDRB Menurut Pendekatan Pengeluaran (Expend. Approach). PDRB adalah jumlah seluruh pengeluaran untuk konsumsi
rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari untung, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan stok dan ekspor netto di suatu wilayah. Perhitungan PDRB melalui pendekatan ini dilakukan dengan bertitik tolak dari penggunaan akhir barang dan jasa yang dihasilkan di wilayah domestik (BPS, 2004:27).
2.
Metode Tidak Langsung atau Metode Alokasi Dalam metode ini PDRB suatu wilayah diperoleh dengan menghitung PDRB wilayah tersebut melalui alokasi PDRB wilayah yang lebih luas.Untuk melakukan alokasi PDRB wilayah ini
35
digunakan beberapa alokator antara lain: Nilai produksi bruto atau netto setiap sektor/subsektor pada wilayah yang dialokasikan ; jumlah produksi fisik; tenaga kerja; penduduk, dan alokator tidak langsung lainnya. Dengan menggunakan salah satu atau beberapa alokator dapat diperhitungkan persentase bagian masing-masing propinsi terhadap nilai tambah setiap sektor dan subsektor. Cara penyajian PDRB adalah sebagai berikut : a)
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku, semua agregat pendapatan dinilai atas dasar harga yang berlaku pada masing-masing tahunnya, baik pada saat menilai produksi dan biaya antara maupun pada penilaian komponen PDRB. PDRB atas dasar harga berlaku menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Nilai PDRB yang besar menunjukkan kemampuan sumberdaya ekonomi yang besar, begitu juga sebaliknya.
b)
PDRB Atas Dasar Harga Konstan, semua agregat pendapatan dinilai atas dasar harga tetap, maka perkembangan agregat pendapatan
dari
tahun
ke
tahun
semata-mata
karena
perkembangan produksi riil bukan karena kenaikan harga atau inflasi. PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau setiap sektor dari tahun ke tahun.
36
C. Kerangka Pemikiran Peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah merupakan serangkaian usaha
kebijaksanaan
ekonomi
yang
bertujuan
untuk
meningkatkan
kesejahteraan hidup masyarakat, memperluas kesempatan kerja, meratakan distribusi pendapatan, meningkatkan hubungan ekonomi antara wilayah di dalam region maupun antar region dan mengembangkan ekonomi secara sektoral maupun antar lintas sektoral yang lebih menguntungkan didukung dengan strategi peningkatan sumber daya manusia Indonesia. Pertumbuhan suatu daerah terjadi sebagai akibat adanya permintaan barang dan jasa tertentu terhadap suatu daerah oleh daerah lainnya. Upaya memenuhi permintaan ekspor tersebut dengan menggerakkan potensi dan sistem produksi lokal akan memberikan pertumbuhan ekonomi bagi daerah yang bersangkutan. Semakin tinggi permintaan luar daerah dapat dipenuhi berarti semakin tinggi pula aktivitas perekonomian lokal dan pertumbuhan ekonominya. Pertumbuhan daerah berdasarkan pendekatan wilayah yang sangat umum dikenal adalah teori pertumbuhan berbasis ekspor. Teori pertumbuhan berbasis ekspor didasarkan atas pemikiran bahwa suatu wilayah harus meningkatkan arus atau aliran langsung dari luar wilayah agar bisa tumbuh secara efektif yaitu dengan cara meningkatkan ekspor. Teori pertumbuhan berbasis ekspor memisahkan kegiatan ekonomi dalam dua sektor yang terpisah, yaitu sektor basis dan sektor non basis.
37
Bagan kerangka pemikiran potensi pertumbuhan ekonomi Kota Tangerang dapat dilihat sebagai berikut: Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pemikiran Potensi Pertumbuhan Ekonomi Kota Tangerang
Perekonomian Daerah
Sektor-Sektor Ekonomi
Peningkatan Permintaan Terhadap Barang dan Jasa
Identifikasi Sektor Ekonomi
Analisis Potensi Ekonomi
Potensial (Basis)
Tidak Potensial (Non Basis)
Pergerakan Potensi dan Sistem Produksi Lokal
Pertumbuhan Ekonomi
38
BAB III METODE PENELITIAN
A. Populasi Penelitian Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Arikunto, 1998:103). Populasi dalam penelitian ini adalah PDRB Sektoral Kota Tangerang dan Propinsi Banten yang dihitung berdasarkan harga konstan. Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti (Arikunto, 1998:117). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sample yaitu cara pengambilan sampel didasarkan atas tujuan tertentu. Teknik ini dilakukan atas beberapa pertimbangan yaitu karena keterbatasan tenaga, waktu, dan dana sehingga tidak dapat mengambil sampel secara besar dan jauh. Sampel dalam penelitian ini adalah PDRB atas dasar harga konstan dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2004.
B. Variabel Penelitian Variabel adalah subyek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto 1998:33). Variabel dalam penelitian ini meliputi : 1. Laju pertumbuhan ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan PDRB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari pertumbuhan penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi berlaku
39
atau tidak. Laju pertumbuhan ekonomi diukur dengan indikator perkembangan PDRB dari tahun ke tahun yang dinyatakan dalam persen per tahun. Analisis ini digunakan untuk mengetahui pembangunan daerah dilihat dari besarnya pertumbuhan PDRB setiap tahunnya. 2. Pertumbuhan sektor ekonomi Pertumbuhan sektor ekonomi adalah pertumbuhan nilai baranh dan jasa dari setiap sektor ekonomi yang dihitung dari angka PDRB atas dasar harga konstan tahun 1993 dan dinyatakan dalam persentase. 3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) PDRB dalam penelitian ini dilihat menurut pendekatan produksi yaitu merupakan jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi (di suatu region) pada suatu jangka waktu tertentu (setahun). Unit-unit produksi tersebut dalam penyajian ini dikelompokkan menjadi 9 (sembilan) sektor. Dalam penyajian ini PDRB dihitung berdasarkan harga tetap (harga konstan), yaitu harga yang berlaku pada tahun dasar yang dipilih, yaitu tahun 1993. Perhitungan berdasarkan harga konstan ini dilakukan karena sudah dibersihkan dari unsur inflasi. 4. Sektor-sektor ekonomi Sektor-sektor ekonomi yaitu sektor pembentuk angka PDRB yang berperan dalam menentukan laju pertumbuhan ekonomi.
40
5. Komponen Share Komponen Share adalah pertambahan PDRB suatu daerah seandainya pertambahannya sama dengan pertambahan PDRB daerah dengan skala yang lebih besar selama periode waktu tertentu. 6. Komponen Net Shift Komponen Net Shift adalah komponen nilai untuk menunjukkan penyimpangan dari komponen Share dalam ekonomiregional. 7. Komponen Differential Shift Komponen Differential Shift adalah komponen untuk mengukur besarnya Shift Netto yang digunakan oleh sektor tertentu yang tumbuh lebih cepat atau lebih lambat di daerah yang bersangkutan dibandingkan daerah yang skalanya lebih besar. 8. Komponen Proportional Shift Komponen Proportional Shift adalah komponen yang digunakan untuk menghasilkan besarnya Shift Netto sebagai akibat dari PDRB daerah yang bersangkutan berubah. Komponen bernilai positif apabila daerah yang diteliti (kota/kabupaten) berspesialisasi dalam sektor yang di tingkat daerah dengan skala lebih besar (propinsi/nasional) tumbuh lebih cepat, sebaliknya bernilai negatif apabila daerah yang diteliti (kota/kabupaten) berspesialisasi pada sektor yang di tingkat daerah dengan skala lebih besar (propinsi/nasional) tumbuh dengan lambat.
41
C. Metode Pengumpulan Data Keberhasilan dalam pengumpulan data merupakan syarat bagi keberhasilan suatu penelitian. Sedangkan keberhasilan dalam pengumpulan data tergantung pada metode yang digunakan. Berkaitan dengan hal tersebut maka pengumpulan data diperlukan guna mendapatkan data-data yang obyektif dan lengkap sesuai dengan permasalahan yang diambil. Metode pengumpulan data merupakan suatu cara untuk memperoleh kenyataan yang mengungkapkan data-data yang diperlukan dalam suatu penelitian. Dalam pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini digunakan metode dokumentasi, yaitu suatu cara memperoleh data atau informasi tentang hal-hal yang ada kaitannya dengan penelitian dengan jalan melihat
kembali laporan tertulis yang lalu baik berupa angka maupun
keterangan (Arikunto 1998:131). Untuk kepentingan penelitian ini digunakan data sekunder melalui metode dokumentasi berupa data PDRB Kota Tangerang dan PDRB Propinsi Banten tahun 2001-2004 (data terbaru) atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan yang bersumber dari dokumentasi BPS.
D. Metode Analisis Data Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode analisa kualitatif melalui pendekatan basis ekonomi. Metode yang digunakan dalam menganalisis data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
42
1. Location Quotient (LQ) Location
Quotient
adalah
suatu
metode
untuk
menghitung
perbandingan relatif sumbangan nilai tambah sebuah sektor di suatu daerah (Kabupaten/Kota) terhadap sumbangan nilai tambah sektor yang bersangkutan dalam
skala
provinsi
mengidentifikasi
potensi
atau
nasional.
internal yang
Teknik dimiliki
ini
digunakan
suatu
daerah
untuk yaitu
membaginya menjadi dua golongan yaitu sektor basis dan sektor non basis.Analisis Location Quotient dimaksudkan untuk mengidentifikasi dan merumuskan komposisi dan pergeseran sektor-sektor basis suatu wilayah dengan menggunakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebagai indikator pertumbuhan wilayah. Perhitungan LQ menggunakan rumus sebagai berikut (Warpani, 1984:68) :
Si LQ = S Ni N
Keterangan : LQ : Nilai Location Quotient Si : PDRB Sektor i di Kota Tangerang S : PDRB total di Kota Tangerang Ni : PDRB Sektor i di Propinsi Banten N : PDRB total di Propinsi Banten
43
Berdasarkan hasil perhitungan LQ dapat dianalisis dan disimpulkan sebagai berikut : a) Jika LQ lebih besar dari satu (LQ > 1), merupakan sektor basis dan berpotensi untuk ekspor,artinya spesialisasi kota/kabupaten lebih tinggi dari tingkat propinsi. b) Jika LQ lebih kecil dari satu (LQ<1), merupakan sektor non basis, yaitu sektor yang tingkat spesialisasinya lebih rendah dari tingkat propinsi. c) Jika LQ sama dengan satu (LQ=1), berarti tingkat spesialisasi di kabupaten sama dengan tingkat propinsi. Asumsi dari teknik ini adalah bahwa semua penduduk di setiap daerah mempunyai pola permintaan yang sama dengan pola permintaan pada tingkat nasional, produktivitas tenaga kerja sama dan setiap industri menghasilkan barang yang homogen. Secara keseluruhan analisis LQ memberikan petunjuk yang sangat baik untuk melihat keadaan ekonomi wilayah dan potensinya dimasa yang akan datang. Sedangkan kelemahannya antara lain merupakan indikator kasar yang deskriptif, merupakan kesimpulan sementara dan tidak memperhatikan struktur ekonomi setiap daerah,
selera atau pola konsumsi dari anggota
masyarakat adalah berlainan baik antar daerah maupun dalam suatu daerah, serta adanya perbedaan sumberdaya yang bisa dikembangkan disetiap daerah. Kelemahan dari metoda LQ tersebut hendaknya tidak terlalu ditonjolkan karena metoda LQ memiliki pula kelebihan penting, yaitu memperhitungkan ekspor tidak langsung dan ekspor langsung.
44
2. Analisis Shift Share
Analisis Shift Share digunakan untuk menganalisis dan mengetahui pergeseran dan peranan perekonomian di daerah. Metode itu dipakai untuk mengamati
struktur
perekonomian
dan
pergeserannya
dengan
cara
menekankan pertumbuhan sektor di daerah, yang dibandingkan dengan sektor yang sama pada tingkat daerah yang lebih tinggi atau nasional. Perekonomian daerah yang didominasi oleh sektor yang lamban pertumbuhannya akan tumbuh dibawah tingkat pertumbuhan perekonomian daerah di atasnya. Analisis Shift Share merupakan teknik yang sangat berguna dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah dibandingkan dengan perekonomian nasional. Analisis ini bertujuan untuk menentukan kinerja atau produktivitas kerja perekonomian daerah dengan membandingkannya dengan daerah yang lebih besar. Analisis ini memberikan data tentang kinerja perekonomian dalam 3 bidang yang berhubungan satu dengan yang lainnya (Arsyad 1999 : 314), yaitu : a) Pertumbuhan ekonomi daerah diukur dengan cara menganalisis perubahan pengerjaan agregat secara sektoral dibandingkan dengan perubahan pada sektor yang sama di perekonomian yang dijadikan acuan. b) Pergeseran proporsional (proportional shift) mengukur perubahan relatif, pertumbuhan atau penurunan, pada daerah dibandingkan dengan perekonomian yang lebih besar yang dijadikan acuan.
45
Pengukuran ini memungkinkan kita untuk mengetahui apakah perekonomian daerah terkonsentrasi pada industri-industri yang tumbuh lebih cepat daripada perekonomian yang dijadikan acuan. c) Pergeseran diferensial (differential shift) membantu kita dalam menentukan seberapa jauh daya saing industri daerah (lokal) dengan perekonomian yang dijadika acuan. Oleh karena itu, jika pergeseran diferensial dari suatu industri adalah positif, maka industri tersebut lebih tinggi daya saingnya daripada industri yang sama pada perekonomian yang dijadikan acuan.
Rumus dari analisis Shift Share adalah sebagai berikut (Glasson, 1990:95-96): G
:
Yjt – Yjo
:
(Nj + Pj + Dj)
Nj
: Yjo (Yt / Yo) – Yjo
(P + D)j
: Yjt – (Yt / Yo) Yjo
Pj
: ∑i [(Yjt / Yio) – (Yt / Yo)] Yijo
Dj
: ∑t [ Yijt – (Yit / Yio) Yijo] : (P + D)j – Pj
Dimana
:
Gj
: Pertumbuhan PDRB Total Kota Tangerang
Nj
: Komponen Share
(P + D)j
: Komponen Net Shift
46
Pj
: Proportional Shift Kota Tangerang
Dj
: Differential Shift Kota Tangerang
Yj
: PDRB Total Kota Tangerang
Y
: PDRB Total Propinsi Banten
o,t
: Periode awal dan Periode akhir
i
: Subskripsi sektor pada PDRB
Catatan
: Simbol E (tenaga kerja) dalam buku asli, diganti dengan simbol Y (PDRB) karena data yang diteliti adalah PDRB.
Jika Pj > 0, maka Kota Tangerang akan berspesialisasi pada sektor yang di tingkat propinsi tumbuh lebih cepat. Sebaliknya jika Pj < 0, maka Kota Tangerang akan berspesialisasi pada sektor yang di tingkat propinsi tumbuh lebih lambat. Bila Dj > 0, maka pertumbuhan sektor i di Kota Tangerang lebih cepat dari pertumbuhan sektor yang sama di Propinsi Banten dan bila Dj < 0, maka pertumbuhan sektor i di Kota Tangerang relatif lebih lambat dari pertumbuhan sektor yang sama di Propinsi Banten.
3. Kerangka Analisis
Analisis potensi pertumbuhan ekonomi Kota Tangerang dapat diketahui dengan menggunakan metode Location Quotient dan metode Shift Share sehingga dapat diketahui sektor-sektor potensial yang dapat memacu
pertumbuhan ekonomi di Kota Tangerang.
47
Bagan kerangka analisis pertumbuhan ekonomi Kota Tangerang melalui pendekatan basis ekonomi dapat dilihat sebagai berikut: Gambar 2.1 Bagan Kerangka Analisis Potensi Pertumbuhan Ekonomi Kota Tangerang
Potensi Pertumbuhan Ekonomi
Analisis Location Quotient
LQ > 1 Sektor Basis
Analisis Shift Share
LQ < 1 Sektor Non Basis
Dj > 0, sektor tumbuh lbh cepat dari propinsi. Dj < 0, sektor tumbuh lebih lambat dari propinsi
Pertumbuhan Ekonomi
Sumber : Adisasmita, 2005:30 dan Tarigan, 2004: 80.
Pj > 0, sektor di propinsi. tumbuh cepat Pj < 0, sektor di propinsi tumbuh lambat
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1.
Gambaran Umum Kota Tangerang a.
Keadaan Geografi Kota Tangerang Kota Tangerang secara geografis terletak pada. posisi 106°36' - 106°
42' Bujur Timur dan 6° 6' – 6° 13' Lintang Selatan. Batas-batas wilayah administrasi Kota Tangerang sebagai berikut : Sebelah utara
: Kecamatan Teluknaga dan Kecamatan Sepatan (Kabupaten Tangerang)
Sebelah selatan
: Kecamatan Curug, Serpong dan Pondok Aren (Kabupaten Tangerang).
Sebelah timur
: DKI Jakarta
Sebelah barat
: Kecamatan Pasar Kemis dan Cikupa (Kabupaten Tangerang).
Kota Tangerang memiliki wilayah seluas 164,593 Km2 termasuk luas Bandara Soekarno-Hatta seluas 16,069 Km2 yang berjarak sekitar 60 Km dari Ibukota Propinsi Banten dan sekitar 27 Km Wilayah Kota Tangerang meliputi 13 Ciledug
(8,769
Km2),
(10,474Km2), Cipondoh
Larangan
dari
Kecamatan yaitu
(9,397
Km2),
DKI Jakarta. Kecamatan
Karang
Tengah
(17,91 Km2), Pinang (21,59Km2), Tangerang
48
49
(15,785 Km2), Karawaci (13,475 Km2), Jatiuwung (14,406 Km2), Cibodas (9,611Km2), Periuk (9,543 Km2), Batuceper (11,583 Km2), Neglasari (16,077 Km2) dan Kecamatan Benda (5,919 Km2). Secara topografis, kota Tangerang sebagian besar berada pada ketinggian 10 - 30 m dpl (diatas permukaan laut), sedangkan bagian utaranya (meliputi sebagian besar Kecamatan Benda) ketinggiannya berkisar antara 0 - 10 m dpl. Selain itu pula di Kota Tangerang pun terdapat daerah-daerah yang mempunyai ketinggian > 30 m dpl yaitu pada bagian selatan yaitu Kecamatan Ciledug yang meliputi Kelurahankelurahan
Cipadu
Jaya,
Larangan
Selatan,
Paninggalan
Selatan,
Paninggalan Utara, Parung Serab, Tajur dan kelurahan Sudimara Pinang (Kecamatan Cipondoh). Dilihat dari kemiringan tanahnya, sebagian besar Kota Tangerang mempunyai tingkat kemiringan tanah 0 - 30 % dan sebagian kecil (yaitu di bagian selatan kota) kemiringan tanahnya antara 3 - 8% berada di Kelurahan Parung Serab, Kelurahan Paninggalan Selatan dan Kelurahan Cipadu Jaya. Wilayah Kota Tangerang dilintasi oleh Sungai Cisadane yang membagi Kota Tangerang menjadi 2 bagian yaitu bagian timur sungai dan bagian barat sungai. Kecamatan yang terletak di bagian barat Sungai Cisadane meliputi Kecamatan Jatiuwung dan sebagian Kecamatan 'I'angerang. Selain Sungai Cisadane, di Kota Tangerang terdapat pula sungai-sungai lain seperti Sungai Cirarab yang merupakan batas sebelah
50
barat, Kecamatan Jatiuwung dengan Kecamatan Pasar Kemis di Kabupaten Tangerang, Kali Ledug yang merupakan anak Sungai Cirarab, Kali Sabi dan Kali Cimode, sungai-sungai tersebut berada di sebelah Sungai Cisadane, sedangkan pada bagian timur sungai Cisadane terdapat pula sungai/kali yang meliputi; Kali Pembuangan Cipondoh, Kali Angke, Kali Wetan, Kali Pasanggrahan, Kali Cantiga, Kali Pondok Bahar. Selain sungai/kali di Kota Tangerang terdapat pula saluran air yang meliputi Saluran Mokevart, Saluran Irigasi Induk Tanah Tinggi, Saluran induk Cisadane Barat, Saluran Induk Cisadane Timur dan Salutan Induk Cisadane Utara. Kota Tangerang memiliki luas wilayah 164,593 Km2. Dari luas wilayah tersebut pertumbuhan fisik kota yang ditunjukkan oleh besarnya kawasan terbangun kota, yaitu seluas 10.127,231 Ha ( 57,12 % dari luas seluruh kota ). Data terakhir yang menunjukan bahwa pemanfaatan lahan di Kota Tangerang meliputi : 1. Pemukiman (59,882 Km2) 2. Industri (13,671 Km2) 3. Perdagangan dan Jasa (6,081 Km2) 4. Pertanian (44,678 Km2) 5. Lain-lain (8,194 Km2) 6. Belum terpakai (2,664 Km2) 7. Bandara Soekarno - Hatta (16,069 Km2)
51
Pola penggunaan lahan di Kota Tangerang dapat dikelompokkan kedalam dua katagori, yaitu kawasan budidaya dan kawasan lindung. Berdasarkan data, luas kawasan lindung di kota Tangerang seluas 2,78 Km2 atau 1,50% dari total luas lahan. Kawasan lindung ini diantaranya meliputi kawasan Situ Cipondoh dan kawasan sempadan sungai. Sedangkan untuk kawasan budidaya dapat dibagi menjadi dua katagori, yaitu kawasan budidaya yang sudah terbangun dan kawasan budidaya yang belum terbangun. Kawasan Kota Tangerang seluas 164,593 Km2 dengan perincian kawasan budidaya yang sudah terbangun sebesar 123,31 Km2 (69,55 %) dan kawasan budidaya yang belum terbangun seluas 53,98746 Km2 (30,45 %).
b. Kependudukan Jumlah penduduk Kota Tangerang tahun 2004 tercatat 1.488.666 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 37.302 rumah tangga dan sex rasio sebesar 104,3 artinya setiap 100 penduduk perempuan terdapat 104,3 penduduk laki-laki. Untuk Penduduk usia sekolah meningkat
ada kecenderungan
pada tingkatan sekolah dasar yaitu usia sekolah SD (7-12
tahun) dan usia sekolah SMP (13-15 tahun). Sedangkan untuk usia SMA (16-18 tahun). menurun dibanding tahun sebelumnya, diperkirakan migran pada tamatan SMP berkurang.
52
Pertumbuhan penduduk di Kota Tangerang tidak hanya disebabkan oleh pertumbuhan secara alamiah, tetapi tidak lepas
karena pengaruh
migran yang masuk yang disebabkan daya tarik Kota Tangerang dengan berkembangnya potensi Industri, perdagangan dan jasa sehingga mengakibatkan tersedianya lapangan kerja dan kondusifnya kesempatan berusaha. Disamping itu sebagai daerah yang berbatasan dengan Ibukota Negara, Kota Tangerang mau tidak mau harus menampung pula penduduk yang aktifitas ekonomi kesehariannya di wilayah DKI Jakarta . Kota Tangerang merupakan daerah cukup padat, tiap kilometer persegi rata-rata dihuni 9047.4 jiwa, dimana Kecamatan Larangan merupakan Kecamatan dengan kepadatan tertinggi (13.718 jiwa/ km2), sementara Kecamatan Pinang masih banyak terdapat lahan kosong sehingga kepadatan penduduknya merupakan yang terendah (5.455 jiwa/Km2). Berdasarkan kelompok umur ternyata jumlah penduduk terbanyak adalah penduduk umur produktif (15-64) dengan rasio ketergantungan sebesar 41,79 artinya setiap 100 penduduk usia produktif harus menanggung 41,79 penduduk non produk tif (0-14 dan 65 tahun keatas).
53
Tabel 4.1 Luas Wilayah, Jumlah Rumah Tangga, Penduduk, Rata-Rata Anggota Rumah Tangga dan Kepadatan Penduduk per Km2 di Kota Tangerang Tahun 2003
LakiPerempuan laki
Jumlah
Rata-rata Anggota Rumah Tangga
Kepadatan penduduk/ km2
51.522
49.199
100.721
4,35
11.486
Penduduk Kecamatan
1. Ciledug
Luas (km2)
Rumah Tangga
8,77
23.169
2. Larangan
9,40
30.270
64.691
62.342
127.033
4,20
13.518
3.Krng Tngh
10,47
22.437
48.730
47.399
96.129
4,28
9.178
4. Cipondoh
17,91
32.452
73.261
71.106
144.367
4,45
8.061
5. Pinang
21,59
27.049
59.440
56.591
116.031
4,29
5.374
6.Tangerang
15,79
27.716
62.614
57.970
120.584
4,35
7.639
7. Karawaci
13,48
40.145
81.317
80.054
161.371
4,02
11.976
8. Cibodas
9,61
33.389
65.450
63.767
129.217
3,87
13.445
9. Jatiuwung
14,41
43.663
63.416
59.629
123.045
2,82
8.541
10. Periuk
9,54
30.409
56.308
55.202
111.510
3,67
11.685
11.Neglasari
16,08
21.184
46.640
43.522
90.162
4,26
5.608
12.Batuceper
11,58
20.974
40.686
39.401
80.087
3,82
6.914
13. B e n d a
5,92
16.002
33.682
32.638
66.320
4,14
11.205
Kota Tangerang
164,54 368.858 747.757
718.820
1.466.577
3,98
8.913
2002
164,54 361.791 707.007
709.835
1.416.842
3,92
8.611
2001
164,54 354.723 674.731
679.495
1.354.226
3,82
8.230
2000
164,54 348.234 653.566
658.180
1.311.746
3,77
7.972
1999 164,54 319.281 631.843 635.704 1.267.547 Sumber BPS, Kota Tangerang dalam angka 2003 *) Tidak termasuk luas Bandara Soekarno-Hatta = 16,069 Km2
3,97
7.704
Jumlah pencari kerja di Kota Tangerang pada tahun 2004 adalah sebanyak 26.522 jiwa atau 1,96% dari penduduk Kota Tangerang. Sejak tahun 1997, jumlah pencari kerja senantiasa mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Sebagian besar pencari kerja tersebut memiliki tingkat pendidikan SMU yakni sebanyak 16.421 jiwa atau 61,91% dari seluruh pencari kerja di Kota Tangerang. Pencari kerja lainnya memiliki tingkat pendidikan SLTP (5.398 jiwa atau 20,35% dari seluruh pencari kerja di
54
Kota Tangerang) dan Sarjana (2.177 jiwa atau 8,21% dari seluruh pencari kerja di Kota Tangerang). Jumlah tenaga kerja perusahaan industri besar/sedang di Kota Tangerang pada tahun 2004 adalah sebanyak 193.658 jiwa. Sebagian besar tenaga kerja perusahaan industri besar/sedang tersebut termasuk ke dalam kelompok industri Tekstil, Pakaian dan Kulit sebanyak 78.297 jiwa atau 40,43% dari seluruh tenaga kerja perusahaan industri besar/sedang di Kota Tangerang. Tenaga kerja lainnya bekerja pada perusahaan-perusahaan dalam kelompok industri Kimia, Barang Kimia, Minyak, Batubara, dan Barang dari Plastik sebanyak 44.456 jiwa atau 22,96% dari seluruh tenaga kerja perusahaan industri besar/sedang di Kota Tangerang dan kelompok industri Barang dari Logam, Mesin, dan Perlengkapannya sebanyak 33.786 jiwa atau 17,45% dari seluruh tenaga kerja perusahaan industri besar/sedang di Kota Tangerang.
c.
Pemerintahan Secara administrasi wilayah Kota Tangerang terbagi dalam 13
kecamatan. Wilayah tersebut terdiri dari 104 kelurahan, 915 Rukun Warga (RW) dan 4.376 Rukun Tetangga (RT).
55
Jumlah Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kota Tangerang pada tahun 2004 adalah sebanyak 6.948 orang yang tersebar di 140 instansi, dengan rincian menurut golongan sebagai berikut :
o
Golongan I : 104 orang ( 1,49 %)
o
Golongan II : 1.340 orang (19 %)
o
Golongan III : 4.217 orang (60,69 %)
o
Golongan IV : 1.287 orang ( 18,52 %)
d. Pendidikan Pendidikan merupakan suatu faktor kebutuhan dasar untuk setiap manusia sehingga upaya mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan merupakan bagian dari upaya peningkatan kesejahteraan rakyat. Jika pembangunan yang dilakukan tidak dapat mengandalkan sumber daya alam yang keberadaannya terbatas maka peningkatan sumber daya manusia yang hasilnya merupakan modal untuk penggerak pembangunan
Pemerataan
kesempatan
pendidikan
sangat
dipengaruhi
oleh
tersedianya sarana dan prasarana pendidikan seperti gedung sekolah, perpustakaan, dan buku- buku penunjang pelajaran serta tenaga pendidik (guru). Fasilitas pendidikan di Kota Tangerang tersedia dari tingkat TK
56
sampai Perguruan Tinggi dan rata-rata jumlahnya meningkat di setiap jenjang dibandingkan tahun sebelumnya. Bagi anak-anak pra sekolah tersedia sekolah taman kanak-kanak (TK) sebanyak 235 sekolah, semuanya berstatus sekolah swasta dengan jumlah kelas 683 kelas. Bagi anak-anak usia sekolah dasar (SD) terdapat 476 SD terdiri dari 389 SD Negeri dan 87 SD Swasta, mampu menampung 147.217 siswa SD, Murid SD tersebut mendapat bimbingan 2.634 guru negeri dan 2.210 guru swasta. Banyak SLTP di Kota Tangerang selama tahun 2003 terdiri dari 19 sekolah negeri dan 107 SLTP swasta. Dengan jumlah siswa 57.118 siswa dan jumlah guru yang membimbing 3.754 Orang. Fasilitas
pendidikan
untuk
tingkat
SMU
lebih
sedikit
jika
dibandingkan 2 jenjang sebelumnya terdapat 58 sekolah terdiri 7 SMU Negeri dan 51 SMU Swasta dan dapat menampung 28.284 Murid dengan dibimbing oleh 1.694 guru. Jika dibandingkan tahun sebelumnya jumlah sekolah mengalami kenaikan. Fasilitas pendidikan lainnya berupa sekolah dibawah binaan Depag antara lain Madrasah Diniyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah Aliyah (MA). Di Kota Tangerang terdapat 96 sekolah Madrasah Ibtidaiyah (MI) terdiri dari 1 MI Negeri dan 95 MI Swasta. Madrasah Ibtidaiyah ini dapat menampung 17.142 murid yang dibimbing oleh 1.106 guru Jumlah Madrasah Tsanawiyah (MTs) sebanyak 48 sekolah yang terdiri dari 3 Madrasah Tsanawiyah Negeri dan 45 Madrasah Tsanawiyah
57
swasta mendapat bimbingan dari 1.019 guru dan mampu menampung murid sebanyak 9.871 orang. Sedangkan Madrasah Aliyah terdapat 16 Sekolah yang menampung 3.154 murid dan Dibimbing 323 guru.
e. Kesehatan Pembangunan di bidang kesehatan bertujuan agar semua lapisan masyarakat dapat memperoleh pelayanan kesehatan secara mudah, merata dan murah. Dengan adanya upaya tersebut diharapkan akan tercapai derajat kesehatan masyarakat yang baik dimana pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas. Untuk melayani masyarakat di Kota Tangerang tersedia fasilitas kesehatan berupa 11 rumah sakit, 25 puskesmas, 7 puskesmas pembantu dan 5 puskesmas keliling roda 4 juga tersedia 866 posyandu.
2.
Analisis Perkembangan PDRB dan Potensi Pertumbuhan Ekonomi . Penulisan skripsi bertujuan untuk mengidentifikasi perkembangan PDRB Kota Tangerang serta potensi pertumbuhan ekonomi Kota Tangerang sehingga sektor-sektor strategis yang potensial dapat di
58
kembangkan untuk meningkatkan PDRB Kota Tangerang. Untuk mengetahui potensi sektor-sektor ekonomi yang mendukung PDRB Kota Tangerang maka digunakan alat analisis LQ yaitu untuk mengetahui apakah sektor ekonomi tersebut termasuk sektor basis atau non basis, juga digunakan metode Shift Share sebagai pendukung alat analisis LQ.
a. Analisis Perkembangan PDRB Struktur perekonomian menggambarkan peranan atau sumbangan dari masing-masing sektor dalam pembangunan PDRB yang dalam konteks lebih jauh akan memperhatikan bagaimana suatu sektor perekonmian mengalokasikan sumber-sumber ekonomi di berbagai sektor. Nilai PDRB Kota Tangerang selama periode penelitian selalu mengalami peningkatan yang ditunjukkan oleh jumlah nominalnya yang selalu meningkat dari tahun ke tahun. Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Kota Tangerang seperti pada tabel di bawah dilihat dari kontribusi tiap sektornya, sektor industri pengolahan menempati urutan pertama diikuti dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran di urutan kedua dan sektor angkutan dan komunikasi di urutan ketiga. Tabel 4.2 Distribusi Persentase PDRB Tahun 2001-2004 Menurut Sektor Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993 Di Kota Tangerang N o
Lapangan Usaha
2001
2002
2003
2004
59
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pertanian Pertambangan&Penggalian Industri Pengolahan Listrik,Gas&Air Minum Bangunan&Konstruksi Perdagangan,Hotel&Rest. Angkutan&Komunikasi Bank&Lmbg Keu.Lainnya Jasa-jasa Jumlah
0.32 0.00 54.03 1.79 1.67 26.00 12.40 0.89 2.90 100
0.31 0.00 53.54 1.82 1.61 26.15 12.54 1.10 2.93 100
0.30 0.00 52.10 1.76 1.55 25.81 12.59 3.09 2.80 100
0.29 0.00 51.18 1.70 1.50 25.16 14.04 3.43 2.71 100
Sumber BPS, Kota Tangerang Tahun 2001-2004 (diolah)
b. Analisis Potensi Pertumbuhan Sektor Ekonomi 1). Analisis Location Quotient (LQ) Analisis Location Quotient (LQ) digunakan untuk mengetahui sektor-sektor ekonomi manakah yang termasuk sektor basis atau berpotensi ekspor dan manakah yang termasuk bukan merupakan sektor basis. Hal tersebut dapat terlihat jika LQ menunjukkan angka lebih dari satu (LQ > 1) berarti sektor tersebut merupakan sektor basis. Kemudian jika hasil menunjukkan angka kurang dari satu (LQ<1) berarti sektor tersebut bukan merupakan sektor basis. Hasil perhitungan Location Quotient (LQ) Kota Tangerang selama 4 tahun (2001-2004) selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Location Quotient (LQ) Kota Tangerang Tahun 2001-2004 Sektor-Sektor Pertanian Pertambangan
2001 0,03 (nb) 0
2002 0,03 (nb) 0
2003 0,03 (nb) 0
2004 0,03 (nb) 0
LQ rata-rata 0,03 (nb) 0
60
(nb) (nb) (nb) (nb) 1,08 1,07 1,06 1,03 Industri Pengolahan (b) (b) (b) (b) 0,41 0,41 0,39 0,37 Listrik,Gas&Air Minum (nb) (nb) (nb) (nb) 0,73 0,70 0,67 0,63 Bangunan&Konstruksi (nb) (nb) (nb) (nb) 1,45 1,44 1,42 1,40 Perdag. Hotel&Rest. (b) (b) (b) (b) 1,54 1,55 1,55 1,71 Angkutan&Komunikasi (b) (b) (b) (b) 0,38 0,44 0,91 1,05 Bank&Lemb.Keu Lain (nb) (nb) (nb) (b) 0,35 0,55 0,52 0,54 Jasa-jasa (nb) (nb) (nb) (nb) Sumber BPS, Kota Tangerang Tahun 2001-2004 (diolah)
Keterangan :
(b) (nb)
(nb) 1,06 (b) 0,39 (nb) 0,68 (nb) 1,43 (b) 1,59 (b) 0,69 (nb) 0,49 (nb)
: Sektor Basis : Sektor Non Basis
Berdasarkan tabel diatas, Kota Tangerang memiliki 3 sektor basis, sektor tersebut yaitu
sektor angkutan dan komunikasi
dengan indeks LQ rata-rata sebesar 1,59. Sektor angkutan dan komunikasi merupakan sektor yang memiliki kekuatan ekonomi yang cukup baik di Kota Tangerang karena tersedianya Bandara Internasional Soekarno-Hatta yang membuat Kota Tangerang memiliki aksebilitas yang baik dan semakin terbuka dengan kotakota di seluruh Indonesia bahkan mancanegara, serta adanya ruas jalan tol Jakarta – Tangerang - Merak yang sekaligus dapat menunjang berbagai kegiatan perekonomian kota. Sektor basis terbesar kedua dengan indeks LQ rata-rata sebesar 1,43 adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran. Pengembangan sektor perdagangan, hotel dan restoran di Kota Tangerang tumbuh seiring dengan pesatnya kegiatan industri dan pemukiman yang
61
telah ada. Sektor ini tumbuh seiring dengan aktivitas manusia yang menuntut tersedianya kebutuhan primer dan sekunder, hal ini dapat terlihat dengan menjamurnya mall-mall besar serta pusat-pusat perdagangan lainnya di Kota Tangerang. Sektor yang juga merupakan sektor basis adalah sektor industri pengolahan dengan nilai rata-rata LQ sebesar 1,06. Fenomena pengembangan industri dapat dilihat di sepanjang Jalan Daan Mogot di Kecamatan Batuceper, sepanjang aliran Sungai Cisadane dan belahan kota di Kecamatan Tangerang, kawasan industri di Kecamatan Jatiuwung, dan sebagian kecil wilayah Kecamatan Cipondoh. Pertumbuhan industri di daerah-daerah tersebut sangat pesat hingga saat ini menjadi kekuatan ekonomi bagi Kota Tangerang. Beragam jenis produk dihasilkan oleh kegiatan industri yang ada. Produk-produk tersebut adalah perabot rumah tangga, sepatu, pakaian jadi, kayu olahan, dan peralatan elektronika. Dari ketiga hal tersebut menunjukkan bahwa ketiga sektor basis tersebut merupakan sektor yang memiliki kekuatan ekonomi yang cukup baik
dan sangat berpengaruh terhadap peningkatan
pertumbuhan ekonomi Kota Tangerang serta sektor ini sudah mampu memenuhi kebutuhan daerahnya sendiri bahkan sudah berpotensi untuk di ekspor. Sektor yang merupakan sektor bukan basis selama periode tahun 2001-2004 terdapat 6 sektor yaitu sektor bank dan lembaga
62
keuangan lainnya dengan LQ rata-rata sebesar 0,69; sektor bangunan dan konstruksi dengan rata-rata LQ sebesar 0,68; sektor jasa dengan LQ rata-rata sebesar 0,49; sektor listrik, gas dan air minum dengan LQ rata-rata sebesar 0,39; sektor pertanian dengan LQ rata-rata sebesar 0,03 dan sektor pertambangan dan penggalian dengan LQ rata-rata sebesar 0. Walaupun sektor basis merupakan sektor yang paling potensial untuk dikembangkan dan untuk memacu pertumbuhan ekonomi Kota Tangerang, sektor non basis harus dikembangkan untuk menjadi sektor basis baru ditunjang dengan adanya sektor basis yang telah ada.
2). Analisis Shift Share Analisis Shift Share merupakan teknik yang sangat berguna dalam
menganalisis
dibandingkan
dengan
perubahan
struktur
perekonomian
ekonomi
nasional.
daerah
Analisis
ini
bertujuan untuk menentukan kinerja atau produktivitas kerja perekonomian daerah dengan membandingkannya dengan daerah yang lebih besar. Untuk mengetahui proses pertumbuhan ekonomi suatu daerah dengan menggunakan analisis Shift Share digunakan variabel penting seperti tenaga kerja, penduduk dan pendapatan. Dalam penelitian ini digunakan variabel pendapatan yaitu PDRB untuk menguraikan pertumbuhan ekonomi Kota Tangerang.
63
Pertumbuhan PDRB total (G) dapat diuraikan menjadi komponen Shift dan Komponen Share yaitu: a.
Komponen National Share (N) adalah banyaknya pertambahan PDRB
seandainya
pertumbuhannya
sama
dengan
laju
pertumbuhan PDRB Propinsi selama periode yang tercakup dalam studi. b.
Komponen Proportional shift (P) mengukur besarnya net shift Kota yang diakibatkan oleh perubahan komposisi sektor-sektor PDRB Kota. Apabila Pj>0 artinya Kota yang bersangkutan berspesialisasi pada sektor-sektor yang pada tingkat Propinsi tumbuh lebih cepat dan apabila Pj<0 berarti Kota yang bersangkutan berspesialisasi pada sektor yang ditingkat Propinsi tumbuh lebih lambat atau bahkan sedang merosot.
c.
Komponen Differential shift (D) mengukur besarnya shift netto yang diakibatkan oleh sektor-sektor industri tertentu yang tumbuh lebih cepat atau lebih lambat di daerah yang bersangkutan dibandingkan dengan tingkat nasional (propinsi) yang disebabkan oleh faktor-faktor lokasional intern. Daerah yang mempunyai keuntungan lokasional, seperti sumber daya yang baik akan mempunyai
differential
shift
component
positif
(Dj>0),
sebaliknya daerah yang tidak memiliki keuntungan lokasional akan mempunyai differential shift component (Dj<0). Tabel 4.4 Komponen Shift Share Kota Tangerang Tahun 2001-2004
64
Tahun
Gj
Nj
Gj-Nj
2001-2002
363813,50
315836,4966
47977,0034
2002-2003
450608,54
390804,4977
59804,0423
2003-2004
412685,27
248909,5325
163775,7375
Sumber BPS, PDRB Kota Tangerang dan Propinsi Banten (diolah)
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pada tahun 2001-2002 komponen pertumbuhan PDRB total Kota Tangerang (Gj) adalah 363813,50
padahal
banyaknya
Tangerang
seandainya
pertumbuhan
pertumbuhannya
sama
PDRB dengan
Kota laju
pertumbuhan PDRB Propinsi Banten (Nj) adalah sebesar 315836,4966 ini berarti terjadi penyimpangan positif sebesar 47977,0034 dan ini menunjukkan pertumbuhan PDRB Kota Tangerang lebih cepat jika dibandingkan dengan pertumbuhan PDRB di Propinsi Banten. Pada tahun berikutnya 2002-2003 kedua komponen Gj dan Nj mengalami peningkatan, dengan penyimpangan yang semakin meningkat pula menjadi sebesar 59804,0423 yang berarti pertumbuhan
PDRB
Kota
Tangerang
masih
lebih
cepat
dibandingkan dengan pertumbuhan PDRB Propinsi Banten. Pada tahun 2003-2004 kedua komponen pertumbuhan ekonomi total Kota Tangerang (Gj) maupun komponen pertumbuhan ekonomi total Propinsi Banten (Nj) sama-sama mengalami penurunan, namun penyimpangan yang terjadi justru semakin
65
meningkat menjadi 163775,7375 yang berarti pertumbuhan PDRB Kota
Tangerang
masih
lebih
cepat
dibandingkan
dengan
pertumbuhan PDRB Propinsi Banten. Bukti dari penyimpangan positif tersebut dapat dilihat pada tabel 4.6. Dari tabel 4.6 dapat diketahui bahwa persentase pertumbuhan PDRB Kota Tangerang selalu lebih tinggi dari persentase pertumbuhan PDRB Propinsi Banten. Tabel 4.5 Persentase Pertumbuhan PDRB Tahun
Kota Tangerang Propinsi Banten
2001-2002 5.50%
4.80%
6.40%
5.60%
5.50%
3.40%
2002-2003 2003-2004 Sumber : Data sekunder, BPS Kota Tangerang (diolah)
Untuk mengetahui sektor-sektor ekonomi yang menjadi spesialisasi daerah serta pertumbuhannya digunakan komponen proportional shift (Pj) dan differential shift (Dj). Oleh karena itu analisis selanjutnya yaitu analisis untuk mencari sektor-sektor yang memiliki pertumbuhan lebih cepat atau lambat dan sektor mana yang memiliki daya saing tinggi atau tidak memiliki daya saing. Tabel 4.6 Komponen Pertumbuhan Proportional (Pj) Kota Tangerang Sektor Pertanian Pertambangan
2001-2002 -408,20 (l) 0,00( l )
2002-2003 -347,31 (l) 0,00
2003-2004 237,48 (c) 0,00
Rata-Rata -172,67 (l) 0,00
66
(l) (l) -18299,77 -55669,51 30408,48 Industri Pengolahan (l) (l) (c) 1599,66 -307,34 2811,68 Listrik,Gas&Air minum (c) (l) (c) 412,59 -419,19 3595,81 Bangunan&Konstruksi (c) (l) (c) 16409,42 -2746,66 -24921,26 Perdagng,Hotel&Rest. (c) (l) (l) 3860,72 705,89 9964,87 Angkutan&Komunikasi (c) (c) (c) 4230,66 26503,06 -9162,71 Bank&Lemb.Keu.Lain (c) (c) (l) -304,32 2292,41 -14053,98 Jasa-jasa (l) (c) (l) Jumlah 7500,75 -29988,67 -1119,63 Sumber BPS, PDRB Kota Tangerang dan Banten (diolah)
Keterangan
(l) -14520,27 (l) 1368,00 (c) 1196,40 (c) -3752,83 (l) 4843,83 (c) 7190,34 (c) -4021,96 (l) -7869,17
( c ) : Sektor tumbuh lebih cepat di tingkat propinsi ( l ): Sektor tumbuh lebih lambat di tingkat
propinsi. Berdasarkan tabel pertumbuhan komponen proporsional Kota Tangerang selama periode penelitian ini diketahui bahwa nilai proportional shift (Pj) Kota Tangerang dari tahun 2001-2002 terdapat nilai positif juga nilai negatif, hal ini berarti Tangerang berspesialisasi pada sektor yang sama dengan sektor yang tumbuh cepat di Perekonomian Propinsi Banten apabila nilai Pj rata-ratanya positif, sedangkan apabila rata-rata nilai Pj negatif, maka Kota Tangerang berspesialisasi pada sektor yang tumbuh lambat di perekonomian Banten. Sektor-sektor
yang
memiliki
nilai
rata-rata
komponen
pertumbuhan proporsional yang positif yaitu sektor listrik, gas dan air minum; sektor angkutan dan komunikasi; sektor bangunan dan konstruksi; dan sektor bank dan lembaga keuangan lainnya.
67
Tabel 4.7 Komponen Pertumbuhan Differensial (Dj) Kota Tangerang Sektor
2001-2002
2002-2003
2003-2004
18,36 -152,04 -673,48 (c) (l) (l) 0,00 0,00 0,00 Pertambangan (l) (l) (l) 11732,21 -14431,02 -13760,95 Industri Pengolahan (c) (l) (l) 855,35 -2591,46 -4766,24 Listrik,Gas&Air minum (c) (l) (l) -3544,51 -2665,44 -4881,86 Bangunan&Konstruksi (l) (l) (l) 6088,21 -5737,38 18480,98 Pedagng Hotel&Rest. (c) (l) (c) 11571,49 10557,23 119101,97 Angkutan&Komunikasi (c) (c) (c) 10328,79 114421,75 39706,25 Bank&Lembaga Keu.Lainnya (c) (c) (c) 3426,35 -9608,92 11688,69 Jasa-jasa (c) (l) (c) Jumlah 40476,25 89792,72 164895,36 Sumber BPS, PDRB Kota Tangerang dan Propinsi Banten (diolah) Pertanian
Keterangan
RataRata -269,05 (l) 0,00 (l) -5486,58 (l) -2167,45 (l) -3697,2 ( l )7 6277,27 (c) 47076,89 (c) 54818,93 (c) 1835,37 (c) 98388,11
( c ) : Sektor tumbuh lebih cepat di tingkat propinsi ( l )
: Sektor tumbuh lebih lambat di tingkat
propinsi
Dari tabel 4.8 diatas dapat diketahui pertumbuhan differensial (Dj) rata-rata sektor ekonomi Kota Tangerang dari tahun 20012004 menunjukkan adanya nilai positif dan negatif. Nilai positif menunjukkan bahwa di Kota Tangerang terdapat sektor ekonomi yang tumbuh lebih cepat dibandingkan sektor ekonomi yang sama dengan Propinsi Banten. Sedangkan nilai negatif menunjukkan bahwa sektor tersebut tumbuh lambat dibanding dengan sektor
68
yang sama di tingkat Propinsi Banten. Terdapat 4 sektor di Kota Tangerang dengan nilai Dj rata-rata positif yaitu, sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan nilai rata-rata Dj sebesar 6277,27; sektor angkutan dan komunikasi dengan nilai rata-rata sebesar 47076,89; sektor bank dan lembaga keuangan lainnya dengan nilai rata-rata sebesar 54818,93; sektor jasa-jasa dengan nilai rata-rata sebesar 1835,37. Keempat
sektor
diatas
merupakan
sektor
yang
pertumbuhannya cepat sehingga berpotensi untuk dikembangkan dalam memacu pertumbuhan PDRB Kota Tangerang.
3). Tipologi Sektoral Analisis ini mengembangkan hasil perhitungan indeks Location Quotient ( LQ > 1 ), komponen differential shift ( Dj>0 ), dan komponen proportional shift ( Pj > 0 ) untuk ditentukan tipologi sektoral. Tipologi ini mengklasifikasikan sektor basis dan non basis serta komponen pertumbuhan internal dan eksternal. Dengan menggabungkan indeks LQ dengan komponen Dj dan Pj dalam analisis Shift Share, tipologi sektoral diharapkan dapat memperjelas dan memperkuat hasil analisis. Tipologi sektoral tersebut adalah sebagai berikut : Tipologi I
: Sektor tersebut adalah sektor basis dengan LQ ratarata > 1 dan pertumbuhan di Kota Tangerang lebih
69
cepat dibandingkan propinsi (Dj rata-rata > 0 ) meskipun di tingkat propinsi pertumbuhannya cepat (Pj rata-rata > 0). Tipologi II
: Sektor tersebut adalah sektor basis dengan LQ ratarata > 1 dan pertumbuhan di Kota Tangerang lebih cepat dibandingkan dengan propinsi (Dj rata-rata > 0) karena ditingkat propinsi pertumbuhannya lambat (Pj rata-rata < 0).
Tipologi III
: Sektor tersebut adalah sektor basis dengan LQ ratarata > 1 dan di Kota Tangerang pertumbuhannya lebih lambat dibanding propinsi ( Dj rata-rata < 0) karena ditingkat propinsi pertumbuhannya cepat (Pj rata-rata > 0).
Tipologi IV
: Sektor tersebut adalah sektor basis dengan LQ ratarata > 1 dan di Kota Tangerang pertumbuhannya lebih lambat dibandingkan propinsi (Dj rata-rata < 0) padahal ditingkat propinsi pertumbuhannya juga lambat (Pj rata-rata < 0).
Tipologi V
: Sektor tersebut adalah sektor non basis dengan LQ rata-rata < 1 dan pertumbuhan di Kota Tangerang lebih cepat di banding pertumbuhan di tingkat propinsi (Dj rata-rata > 0) padahal di propinsi sendiri pertumbuhannya jg cepat (Pj rata-rata > 0).
70
Tipologi VI
: Sektor tersebut adalah sektor non basis dengan LQ rata-rata < 1 dan pertumbuhan di Kota Tangerang lebih cepat di banding pertumbuhan di tingkat propinsi (Dj rata-rata > 0) meskipun di propinsi sendiri pertumbuhannya lambat (Pj rata-rata < 0)
Tipologi VII : Sektor tersebut adalah sektor non basis dengan LQ rata-rata < 1 dan pertumbuhan di Kota Tangerang lebih lambat di banding propinsi (Dj rata-rata < 0) meskipun di propinsi sendiri pertumbuhannya lambat (Pj rata-rata > 0). Tipologi VIII : Sektor tersebut adalah sektor non basis dengan LQ rata-rata < 1 dan pertumbuhan di Kota Tangerang lebih lambat di banding propinsi dengan Dj rata-rata <
0
meskipun
di
tingkat
pertumbuhannya lambat (Pj < 0).
Tabel 4.8 Makna Tipologi Sektor Ekonomi
propinsi
sendiri
71
Tingkat Tipologi LQ Rata-rata Dj Rata-rata Pj Rata-rata Kepotensialan I
(LQ > 1)
(Dj > 0)
(Pj > 0)
Istimewa
II
(LQ > 1)
(Dj > 0)
(Pj < 0)
Baik sekali
III
(LQ > 1)
(Dj < 0)
(Pj > 0)
Baik
IV
(LQ > 1)
(Dj < 0)
(Pj < 0)
Lebih dari cukup
V
(LQ < 1)
(Dj > 0)
(Pj > 0)
Cukup
VI
(LQ < 1)
(Dj > 0)
(Pj < 0)
Hampir dari cukup
VII
(LQ < 1)
(Dj < 0)
(Pj > 0)
Kurang
VIII
(LQ < 1)
(Dj < 0)
(Pj < 0)
Kurang sekali
Sumber : Saerofie, 2005: 66
Berdasarkan tabel 4.9 di atas dapat dijelaskan bahwa sektor ekonomi dalam Tipologi I merupakan sektor yang tingkat kepotensialanya ” istimewa ” untuk dikembangkan karena sektor tersebut merupakan sektor basis (LQ > 1). Selain itu, di Kota Tangerang pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan dengan tingkat propinsi (Dj > 0), meskipun ditingkat propinsi juga tumbuh dengan cepat. (Pj rata-rata positif). Sektor ini akan mendatangkan pendapatan yang tinggi dan pada akhirnya akan dapat meningkatkan PDRB Kota Tangerang.
Dengan mempertimbangkan parameter seperti pada tabel 4.9 di atas (LQ, Dj dan Pj), maka masing-masing tipologi dapat dimaknai
72
bahwa sektor ekonomi yang masuk Tipologi II adalah sektor yang tingkat kepotensialannya ” baik sekali ” untuk dikembangkan, Tipologi III ” baik ”, Tipologi IV ” lebih dari cukup ”, Tipologi V ” cukup”, Tipologi VI ”hampir dari cukup”, Tipologi VII ” kurang ”, Tipologi VIII ” kurang sekali ”.
B. Pembahasan. 1. Pembahasan Per Sektor Kota Tangerang a.
Sektor Pertanian Sektor pertanian di Kota Tangerang mempunyai peran yang kecil, terlihat pada kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kota Tangerang. Besarnya kontribusi sektor pertanian pada tahun 2004 sebesar 0,29 persen dan hanya menempati urutan ke delapan dalam urutan kontribusi terhadap PDRB Kota Tangerang. Tabel 4.9 Analisis Sektor Pertanian No
Aspek
Parameter
Makna
1
LQ
<1
2
Pj
Negatif
Tumbuh lambat dipropinsi
3
Dj
Negatif
Pertumbuhan lebih lambat dibanding propinsi
4
Tipologi
VIII
Sektor non basis
Tingkat Kepotensialannya kurang sekali
Sumber BPS, PDRB Kota Tangerang dan Propinsi Banten (diolah)
Berdasarkan hasil LQ selama 4 tahun terakhir (2001-2004), sektor pertanian menunjukan nilai rata-rata LQ yang sangat kecil yaitu
73
sebesar 0,03. Hal ini berarti sektor ini termasuk sektor non basis. Nilai LQ yang kurang dari satu ini berarti sektor pertanian belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat daerah tersebut sehingga sektor ini berpotensi impor. Perhitungan analisis Shift Share selama periode penelitian (2001-2004) untuk sektor pertanian, nilai rata-rata komponen Pj-nya adalah sebesar -172,68 yang menunjukan bahwa sektor ini merupakan sektor yang tumbuh lambat di propinsi Banten karena nilainya negatif. Sedangkan dari hasil perhitungan komponen Dj, sektor pertanian adalah sektor yang yang daya saingnya menurun sehingga pertumbuhannya lebih lambat di banding pertumbuhannya di propinsi. Hal ini ditunjukan dengan besaran rata-rata komponen Dj yang negatif, yaitu sebesar -269,05. Berdasarkan
perhitungan
analisis
tipologi
sektoral
sektor
pembangunan termasuk dalam tipologi VIII sehingga sektor ini adalah sektor yang yang tidak berpotensi untuk di kembangkan karena bukan sektor basis dan pertumbuhannya lebih lambat di bandingkan propinsi meskipun di tingkat propinsi pertumbuhannya juga lambat.
b. Sektor Pertambangan dan Penggalian Sektor pertambangan dan penggalian di Kota Tangerang tidak memiliki peran, terlihat pada kontribusi sektor pertambangan dan penggalian terhadap PDRB Kota Tangerang. Tabel 4.10 Analisis Sektor Pertambangan dan Penggalian
74
No
Aspek
Parameter
Makna
1
LQ
<1
2
Pj
Negatif
Tumbuh lambat dipropinsi
3
Dj
Negatif
Pertumbuhan lebih lambat dibanding propinsi
4
Tipologi
VIII
Sektor non basis
Tingkat Kepotensialannya kurang sekali
Sumber BPS, PDRB Kota Tangerang dan Propinsi Banten (diolah)
Hasil analisis LQ selama 4 tahun terakhir (2001-2004), sektor pertambangan dan penggalian menunjukkan nilai rata-rata LQ di bawah angka satu yaitu sebesar 0 hal ini berarti sektor ini termasuk sektor non basis. Nilai LQ yang kurang dari angka satu ini berarti sektor pertambangan dan penggalian belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat daerah tersebut dan sektor ini berpotensi impor dari daerah lain.
Sektor pertambangan dan penggalian di Kota
Tangerang tergolong tidak potensial karena tidak terdapat aktivitas pertambangan di Kota tersebut. Perhitungan analisis Shift Share selama periode penelitian (tahun 2001-2004), untuk sektor pertambangan dan penggalian menunjukkan nilai rata-rata komponen Pj sebesar 0,00, karena itu maka sektor ini merupakan sektor yang tumbuh lambat di propinsi Banten. Hasil perhitungan komponen diferensial (Dj) sektor pertambangan dan penggalian menunjukkan angka sebesar 0,00. Ini berarti sektor pertambangan dan penggalian tidak mempunyai daya saing sehingga pertumbuhannya lebih lambat dari propinsi.
75
Perhitungan analisis tipologi sektoral menunjukkan sektor pertambangan dan penggalian termasuk dalam tipologi VIII sehingga sektor ini adalah sektor yang tingkat kepotensialannya kurang sekali dan sulit berkembang .
c.
Sektor Industri Pengolahan Kota Tangerang yang dijuluki sebagai kota “Seribu Pabrik“ dalam menggerakkan roda perekonomian, tentunya tidak hanya oleh sektor industri besar saja. Namun dalam upaya meningkatkan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat, tentunya sektor dunia usaha industri kecil (home industry) harus pula turut diberdayakan. Tentunya sektor ini akan pula menjadi penopang sektor industri besar, seperti hasil pabrik industri tekstil yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku lokal bagi industri konfeksi baik yang berskala besar maupun yang berskala kecil yang tersebar di wilayah Kota Tangerang. Kegiatan industri sebagai motor utama perekonomian Kota Tangerang memiliki sumbangan terhadap pembentukan PDRB Kota Tangerang tahun 2004 sebesar 51,18 persen dan menempati urutan pertama dalam struktur pertumbuhan ekonomi Kota Tangerang. Kegiatan Industri ini sebagian besar sebarannya terdapat di Kecamatan Jatiuwung, Batuceper, Kecamatan Tangerang dan sebagian kecil di Kecamatan Cipondoh. Kegiatan industri ini mayoritas berlokasi di pada koridor Jalan Daan Mogot-Batuceper
76
sedangkan sebagian lagi pada koridor Sungai Cisadane-Jalan Imam Bonjol - Jalan M.H Thamrin.
Tabel 4.11 Analisis Sektor Industri Pengolahan No
Aspek
Parameter
Makna
1
LQ
>1
2
Pj
Negatif
Tumbuh lambat dipropinsi
3
Dj
Negatif
Pertumbuhan lebih lambat dibanding propinsi
4
Tipologi
IV
Sektor basis
Tingkat Kepotensialannya lebih dari cukup
Sumber BPS, PDRB Kota Tangerang dan Propinsi Banten (diolah)
Hasil dari perhitungan LQ selama tahun 2001-2004 sektor industri pengolahan menunjukkan nilai rata-rata lebih dari satu yaitu sebesar 1,06 yang berarti sektor ini termasuk ke dalam sektor basis. Artinya sektor ini tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan Kota Tangerang, namun juga memenuhi kebutuhan dari luar daerah lainnya. Dengan kata lain sektor ini merupakan sektor yang berpotensi ekspor. Hasil analisis Shift Share selama tahun 2001-2004 sektor industri pengolahan menunjukkan nilai Pj sebesar -14520,27
yang berarti
sektor ini merupakan sektor yang tumbuh lambat di propinsi. Sedangkan dari hasil perhitungan komponen pertumbuhan diferensial (Dj) sektor industri pengolahan menunjukkan nilai negatif sebesar 5486,58 yang berarti sektor ini memiliki pertumbuhan yang lebih lambat dibanding propinsi Banten. Perhitungan analisis tipologi
77
sektoral menunjukkan sektor industri pengolahan termasuk dalam tipologi IV sehingga sektor ini adalah sektor yang tingkat kepotensialannya menunjukkan lebih dari cukup untuk dikembangkan.
d. Sektor Listrik, Gas dan Air Minum Sumbangan sektor listrik, gas dan air minum terhadap pembentukan PDRB Kota Tangerang tahun 2004 sebesar 1,70 persen dan menempati urutan keenam dalam struktur pertumbuhan ekonomi Kota Tangerang. Tabel 4.12 Analisis Sektor Listrik, Gas dan Air Minum No
Aspek
Parameter
Makna
1
LQ
<1
2
Pj
Positif
Tumbuh cepat dipropinsi
3
Dj
Negatif
Pertumbuhan lebih lambat dibanding propinsi
4
Tipologi
VII
Sektor non basis
Tingkat Kepotensialannya kurang
Sumber BPS, PDRB Kota Tangerang dan Propinsi Banten (diolah)
Analisis LQ selama 4 tahun (2001-2004), sektor listrik, gas dan air minum menunjukkan nilai rata-rata LQ di bawah satu yaitu sebesar 0,39. Ini berarti bahwa sektor ini merupakan sektor non basis . Nilai LQ yang kurang dari satu ini berarti sektor listrik, gas dan air minum belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat daerah tersebut. Perhitungan analisis Shift Share selama periode penelitian untuk sektor listrik, gas dan air minum menunjukkan nilai rata-rata
78
komponen Pj sebesar 1368 yang berarti sektor ini tumbuh cepat di propinsi Banten karena memiliki nilai positif. Sedangkan dari hasil perhitungan komponen pertumbuhan diferensial (Dj) sektor listrik, gas dan air minum menunjukkan nilai negatif sebesar -2167,45 yang berarti sektor ini memiliki pertumbuhan yang lebih lambat dibanding propinsi Banten. Perhitungan analisis tipologi sektoral menunjukkan sektor listrik, gas dan air minum termasuk dalam tipologi VII sehingga sektor ini adalah sektor yang tingkat kepotensialannya menunjukkan kurang untuk dikembangkan.
e.
Sektor Bangunan dan Konstruksi Sumbangan sektor bangunan dan konstruksi pembentukan PDRB Kota Tangerang tahun 2004 sebesar 1,50 persen dan menempati urutan ketujuh dalam struktur pertumbuhan ekonomi Kota Tangerang. Tabel 4.13 Analisis Sektor Bangunan dan Konstruksi No
Aspek
Parameter
Makna
1
LQ
<1
2
Pj
Positif
Tumbuh cepat dipropinsi
3
Dj
Negatif
Pertumbuhan lebih lambat dibanding propinsi
4
Tipologi
VII
Sektor non basis
Tingkat Kepotensialannya kurang
Sumber BPS, PDRB Kota Tangerang dan Propinsi Banten (diolah)
Berdasarkan analisis LQ selama periode penelitian sektor bangunan dan konstruksi menunjukkan nilai rata-rata LQ sebesar 0,68.
79
Hal ini berarti sektor ini termasuk sektor non basis, yang berarti bahwa sektor bangunan dan konstruksi belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat daerah tersebut sehingga sektor ini berpotensi impor. Perhitungan analisis Shift Share selama periode penelitian (2001-2004) untuk sektor bangunan dan konstruksi , nilai rata-rata komponen Pj-nya adalah sebesar 1196,40 yang menunjukkan bahwa sektor ini merupakan sektor yang tumbuh cepat di propinsi Banten karena nilainya positif. Sedangkan dari hasil perhitungan komponen Dj, sektor bangunan dan konstruksi adalah sektor yang daya saingnya menurun
sehingga
pertumbuhannya
lebih
lambat
dibanding
pertumbuhan di propinsi. Hal ini ditunjukkan dengan besaran rata-rata komponen Dj yang negatif, yaitu sebesar -3697,27. Berdasarkan perhitungan analisis tipologi sektoral, sektor bangunan dan konstruksi termasuk ke dalam tipologi VII sehingga sektor ini adalah sektor yang tingkat kepotensialannya kurang.
f.
Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Besarnya kontribusi sektor perdagangan, hotel dan restoran pada tahun 2004 adalah sebesar 25,16. Hal ini menunjukkan pula bahwa sektor ini merupakan sektor yang memberikan kontribusi peran yang besar bagi pembentukan PDRB Kota Tangerang. Sektor ini
80
menempati urutan kedua dalam urutan kontribusi terhadap PDRB Kota Tangerang. Tabel 4.14 Analisis Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran No
Aspek
Parameter
Makna
1
LQ
>1
2
Pj
Negatif
Tumbuh lambat dipropinsi
3
Dj
Positif
Pertumbuhan lebih cepat dibanding propinsi
4
Tipologi
II
Sektor basis
Tingkat Kepotensialannya baik sekali
Sumber BPS, PDRB Kota Tangerang dan Propinsi Banten (diolah)
Analisis LQ selama 4 tahun periode penelitian menunjukkan sektor perdagangan, hotel dan restoran memiliki nilai rata-rata LQ sebesar 1,43. Hal ini berarti sektor ini termasuk sektor basis . Nilai LQ yang lebih dari satu ini berarti bahwa sektor perdagangan, hotel dan restoran telah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat daerah tersebut dan sektor ini berpotensi ekspor ke daerah lain. Hasil perhitungan analisis Shift Share selama periode penelitian untuk sektor perdagangan, hotel dan restoran menunjukkan nilai ratarata komponen Pj sebesar -3752,83. Karena memiliki nilai negatif maka sektor ini merupakan sektor yang tumbuh lambat di propinsi. Sedangkan nilai rata-rata komponen Dj untuk sektor perdagangan, hotel dan restoran menunjukkan angka yang positif sebesar 6277,27 yang berarti bahwa sektor ini pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan di propinsi dan memiliki daya saing yang meningkat.
81
Perhitungan analisis tipologi sektoral menunjukkan sektor perdagangan, hotel dan restoran termasuk ke dalam tipologi II sehingga sektor ini adalah sektor yang memiliki tingkat kepotensialan yang baik sekali dan menunjukkan bahwa sektor ini memiliki kinerja sektor yang juga dapat diandalkan dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
g.
Sektor Angkutan dan Komunikasi Besarnya kontribusi sektor angkutan dan komunikasi pada tahun 2004 adalah sebesar 14,04 yang merupakan angka tertinggi selama periode penelitian. Hal ini menunjukkan pula bahwa sektor ini merupakan sektor yang memberikan kontribusi peran yang besar bagi pembentukan PDRB Kota Tangerang. Sektor ini menempati urutan ketiga setelah sektor perdagangan, hotel dan restoran dalam urutan kontribusi terhadap PDRB Kota Tangerang. Tabel 4.15 Analisis Sektor Angkutan dan Komunikasi No
Aspek
Parameter
Makna
1
LQ
>1
2
Pj
Positif
Tumbuh cepat dipropinsi
3
Dj
Positif
Pertumbuhan lebih cepat dibanding propinsi
4
Tipologi
I
Sektor basis
Tingkat Kepotensialannya istimewa
Sumber BPS, PDRB Kota Tangerang dan Propinsi Banten (diolah)
Analisis LQ selama 4 tahun periode penelitian menunjukkan sektor angkutan dan komunikasi memiliki nilai rata-rata LQ sebesar
82
1,59. Hal ini berarti sektor ini termasuk sektor basis . Nilai LQ yang lebih dari satu ini berarti bahwa sektor angkutan dan komunikasi telah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat daerah tersebut dan sektor ini berpotensi ekspor ke daerah lain. Hasil perhitungan analisis Shift Share selama periode penelitian untuk sektor angkutan dan komunikasi menunjukkan nilai rata-rata komponen Pj sebesar 4843,83. Karena memiliki nilai positif maka sektor ini merupakan sektor yang tumbuh cepat di propinsi. Sedangkan nilai rata-rata komponen Dj untuk sektor angkutan dan komunikasi menunjukkan angka yang positif sebesar 47076,89 yang berarti bahwa sektor ini pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan di propinsi dan memiliki daya saing yang meningkat. Perhitungan analisis tipologi sektoral menunjukkan sektor angkutan dan komunikasi termasuk ke dalam tipologi I sehingga sektor ini adalah sektor yang memiliki tingkat kepotensialan yang istimewa dan menunjukkan bahwa sektor ini memiliki kinerja sektor yang juga dapat diandalkan dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
h. Sektor Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya
83
Sumbangan sektor bank dan lembaga keuangan lainnya terhadap pembentukan PDRB Kota Tangerang selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya dengan sumbangan terendah pada tahun 2001 sebesar 0,89 persen dan meningkat hingga 3,43 persen pada tahun 2004. Sektor ini menempati urutan keempat dalam urutan kontribusi terhadap PDRB Kota Tangerang
Tabel 4.16 Analisis Sektor Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya No
Aspek
Parameter
Makna
1
LQ
<1
2
Pj
Positif
Tumbuh cepat dipropinsi
3
Dj
Positif
Pertumbuhan lebih cepat dibanding propinsi
4
Tipologi
V
Sektor non basis
Tingkat Kepotensialannya cukup
Sumber BPS, PDRB Kota Tangerang dan Propinsi Banten (diolah)
Analisis LQ selama 4 tahun (2001-2004), sektor bank dan lembaga keuangan lainnya menunjukkan nilai rata-rata LQ di bawah satu yaitu sebesar 0,69. Ini berarti bahwa sektor ini merupakan sektor non basis . Nilai LQ yang kurang dari satu ini berarti sektor bank dan lembaga keuangan lainnya belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat daerah tersebut. Perhitungan analisis Shift Share selama periode penelitian untuk sektor bank dan lembaga keuangan lainnya menunjukkan nilai rata-
84
rata komponen Pj sebesar 7190,34 yang berarti sektor ini tumbuh cepat di propinsi Banten karena memiliki nilai positif. Sedangkan dari hasil perhitungan komponen pertumbuhan diferensial (Dj) sektor bank dan lembaga keuangan lainnya menunjukkan nilai positif sebesar 54818,93 yang berarti sektor ini memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dibanding propinsi Banten. Perhitungan analisis tipologi sektoral menunjukkan sektor bank dan lembaga keuangan lainnya termasuk dalam tipologi V sehingga sektor ini adalah sektor yang tingkat kepotensialannya menunjukkan cukup untuk dikembangkan.
i.
Sektor Jasa-Jasa Sumbangan sektor jasa-jasa terhadap pembentukan PDRB Kota Tangerang tahun 2004 sebesar 2,71 persen dan menempati urutan kelima dalam struktur pertumbuhan ekonomi Kota Tangerang. Tabel 4.17 Analisis Sektor Jasa-Jasa No
Aspek
Parameter
Makna
1
LQ
<1
Sektor non basis
2
Pj
Negatif
Tumbuh lambat dipropinsi
3
Dj
Positif
Pertumbuhan lebih cepat dibanding propinsi
4
Tipologi
VI
Tingkat Kepotensialannya hampir dari cukup
Sumber BPS, PDRB Kota Tangerang dan Propinsi Banten (diolah)
Hasil analisis LQ selama 4 tahun terakhir (2001-2004), sektor jasa-jasa menunjukkan nilai rata-rata LQ di bawah angka satu yaitu
85
sebesar 0,49. Hal ini berarti sektor ini termasuk sektor non basis. Nilai LQ yang kurang dari angka satu ini berarti sektor jasa-jasa belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat daerah tersebut dan sektor ini berpotensi impor dari daerah lain. Perhitungan analisis Shift Share selama periode penelitian (tahun 2001-2004), untuk sektor jasa-jasa menunjukkan nilai rata-rata komponen Pj sebesar -4021,96, karena menunjukkan nilai negatif maka sektor ini merupakan sektor yang tumbuh lambat di propinsi Banten. Hasil perhitungan komponen diferensial (Dj) sektor jasa-jasa menunjukkan angka positif sebesar 1835,37. Yang berarti sektor ini mempunyai daya saing yang meningkat sehingga pertumbuhannya lebih cepat dari propinsi. Perhitungan analisis tipologi sektoral menunjukkan sektor jasajasa termasuk dalam tipologi VI sehingga sektor ini adalah sektor yang tingkat kepotensialannya hampir dari cukup.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Perkembangan
Produk
Domestik
Regional
Bruto
Tangerang selama 4 tahun dari tahun 2001-2004 mengalami
peningkatan
yang
ditunjukkan
oleh
Kota selalu jumlah
nominalnya yang selalu meningkat dari tahun ke tahun. 2. Sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor angkutan dan komunikasi memiliki nilai sumbangan
tertinggi
dalam
perkembangan
PDRB
Kota
Tangerang. Selain itu ketiga sektor tersebut juga merupakan sektor
basis
ekonomi
yang
berpotensi
meningkatkan
pertumbuhan ekonomi wilayah Kota Tangerang karena memiliki nilai LQ lebih dari satu. Sektor Industri Pengolahan dengan LQ rata-rata sebesar 1,06 %, sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran dengan LQ rata-rata sebesar 1,43 %,kemudian sektor Angkutan dan Komunikasi memiliki LQ rata-rata sebesar 1,59 %. 3. Selain ketiga sektor basis diatas sektor-sektor ekonomi yang potensial untuk dikembangkan sebagai penunjang pertumbuhan
86
87
ekonomi di Kota Tangerang adalah sektor Bank dan lembaga keuangan lainnya juga sektor Jasa-Jasa. B. Saran 1. Berdasarkan pemahaman terhadap potensi yang dimiliki Kota Tangerang, maka pemerintah kota ini diharapkan merumuskan strategi pengembangan wilayah yang paling menguntungkan untuk
diterapkan
mengutamakan
di
kegiatan
masa
mendatang,
unggulan
yakni
berupa:
dengan
pengembangan
industri, perdagangan, keuangan dan perbankan, serta sektor jasa. Namun dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi Kota Tangerang mengabaikan
melalui
sektor-sektor
sektor-sektor
non
basis
hendaknya
basis,
karena
tidak dengan
meningkatkan peran dari sektor non basis diharapkan sektor tersebut dapat tumbuh menjadi sektor basis dan pada akhirnya semua sektor ekonomi dapat secara bersama-sama mendukung peningkatan potensi pertumbuhan ekonomi di Kota Tangerang. 2. Pengembangan sektor industri sebagai sektor basis disarankan kepada industri yang memanfaatkan bahan baku lokal seperti pada industri konfeksi yang terdapat di daerah Cipadu dapat menggunakan bahan baku yang berasal dari industri tekstil. Pengembangan sektor industri juga disarankan untuk lebih efisien dan berdaya saing, dan diarahkan pada berkembangnya industri hulu-hilir seperti usaha sektor industri kecil yang
88
menghasilkan berbagai produk, di antaranya produksi bola, sandal dan sepatu dengan memanfaatkan limbah industri besar. Hal ini tentunya mempunyai dampak yang positif, karena limbah yang dihasilkan oleh industri besar dapat termanfaatkan untuk menjadi barang produksi dan juga menjadi sumber penghasilan masyarakat khususnya masyarakat ekonomi lemah, selain hal tersebut diatas pengembangan sektor industri sebagai sektor basis juga harus diarahkan
kepada
peningkatan
produk yang
berkualitas dan ekonomis. 3. Adanya bandar udara internasional Soekarno-Hatta serta ruas jalan tol Jakarta- Tangerang – Merak menjadikan sektor angkutan dan komunikasi sebagai sektor dengan indeks LQ terbesar di Kota Tangerang dan memiliki tingkat kepotensialan yang istimewa. Hal tersebut harus dapat dipertahankan karena dengan adanya sarana pengangkutan yang baik Kota Tangerang memiliki aksebilitas yang baik dan semakin terbuka dengan kota-kota di seluruh
Indonesia
bahkan
mancanegara,
sekaligus
menunjang berbagai kegiatan perekonomian kota.
dapat
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmita, Rahardjo. 2005. Dasar-Dasar Ekonomi Wilayah. Yogyakarta: Graha Ilmu Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta Arsyad, Lincoln. 1999. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: Bagian Penerbitan STIE YKPN. ______________. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta Boediono. 1999. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Yogyakarta: BPFE BPS. 2004. PDRB Kota Tangerang . Propinsi Banten dalam Angka Dumairy. 1997. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga Halim, Wahidin. 2005. Ziarah Budaya Kota Tangerang. Jakarta: Pendulum Irawan, Drs. 2002. Ekonomika Pembangunan. Jogjakarta: BPFE Glasson, John.1990. Pengantar Perencanaan Regional. Terjemahan Paul Sihotang. Jakarta: LPFEUI. http://www.bappeda .co.id http://www.seputarekonomi.blogspot.com http://www.waspada-online.com Jhingan, M.L. 2002. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Lemhamnas. 1997. Pembangunan Nasional. Jakarta: PT Balai Pustaka Nugroho, Iwan dan Dahuri, Rochmin. 2004. Pembangunan Wilayah : Perspektif Ekonomi, Sosial dan Lingkungan. Jakarta: LP3ES
89
90
Richardson, Harry. 2001. Dasar-Dasar Ekonomi Regional. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI . 2004. Dasar-Dasar Ekonomi Regional. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI Saerofie, Mujib. 2005. Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Pengembangan Sektor Potensial di Kabupaten Semarang (Pendekatan Model Basis Ekonomi dan SWOT). Skripsi. Universitas Negeri Semarang Sukirno, Sadono. 1996. Pengantar Teori Makro Ekonomi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada _______________.1985. Ekonomi Pembangunan. Jakarta: LP FEUI Suryana Drs. 2000. Ekonomi Pembangunan Problematika dan Pendekatan. Jakarta: Salemba Empat T. Tarmidi, Lepi. 1992. Ekonomi Pembangunan. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI
Tarigan, Robinson Drs. 2004. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Jakarta : PT. Bumi Aksara __________________. 2005. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi (edisi revisi). Jakarta : PT. Bumi Aksara Todaro, Michael P. 1999. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga. Jakarta : Erlangga. Warpani, Suwardjoko. 1984. Analisis Kota dan Daerah. Bandung. Penerbit ITB.