EQUATOR 1 (1), April 2002
1
ANALISIS POTENSI DAN MANFAAT KAWASAN HUTAN WISATA GUNUNG KELAM DITINJAU DARI KONTRIBUSINYA TERHADAP PENDAPATAN MASYARAKAT DESA SEKITARNYA Analysis of the Potential and Utilization of Gunung Kelam Recreation Forest with Regards to Its Contribution to the Surrounding Villager’s Incomes EWEDY FAHRUK1), MUSTOFA AGUNG SARJONO2) DAN IMAN KUNCORO2) ABSTRACT This research aimed at finding out the influence of resource utilization of the recreation forest area in some villages surrounding Gunung Kelam Recreation Forest of Kelam Permai Sub-district, Sintang District, West Kalimantan Province on the incomes of the surrounding villagers and to identify existing problems in the utilization of forest potentials and alternative solutions for the problems. The research findings showed that from the resource utilization of Gunung Kelam Recreation Forest the local people got Rp5,632,856/hh/year on average (75 % of the average total income), with the minimummaximum interval of Rp100,000 to 27,585,000/hh/year. Meanwhile their average expenditure reached to Rp5,894,315/hh/year with the minimummaximum interval of Rp1,318,000 to 31,217,000/hh/year. This means that their incomes from the utilization of forest resources can cover more than 90 % of the total annual household expenditure. Whereas the other 10 % was fulfilled from other commercial activities. Forest contribution to the incomes of the villagers, especially those living in the vicinity -------------------1) Faperta Univ Kapuas Sintang Kalbar 2) Fakultas Kehutanan Unmul, Samarinda
2
Fahruk dkk. (2002). Analisis Potensi dan Manfaat Hutan Wisata
of Gunung Kelam recreation forest, comprised firewood (1.12 %), non timber forest products (56.86 %), swidden (6.3 %), rubber plantation (21.36 %), orchard (9.43 %) and tourist service (4.96 %). The analysis resulted on household expenditure indicates that 43.7 % of the income was spent for food and 56.3 % was for non-food. However the research finding also showed that beside their significant contribution, some resources utilization activities in the study area might cause destruction of the forest ecosytem. The impact might degrade the beneficial values of the existing resources. The core problem is there has been no optimum measure for development of Gunung Kelam as a forest area rich with natural tourist objects. This is caused by internal and external factors affecting the social system and the ecosystem condition. The internal factors are lack of knowledge on the role and ecological function of the forest area, low mastery of agricultural technology, dominant traditional influence on the community, rapid increase in population and others. While the external factor include, among others, less successful implementation of government policies, economic situtation, mismatch of inter-sectoral policies, opening up of isolated areas that result in better communication and transportation system and no investors interested in tourism business in the area. The proposed alternative solution for development of the target area is to improve the existing forest villager guidance program to make it more systematic, aspiring and accommodative and to involve stakeholders. By this way forest potentials of the area can be maintained, upgrade, utilized and developed for the prosperity of the people, especially the surrounding forest villagers, while at the same time maintaining the sustainability of forest resources. Kata kunci : potensi, manfaat, masyarakat hutan, pendapatan.
I. PENDAHULUAN Hutan merupakan sumberdaya alam yang bersifat renewable resources, artinya bahwa potensi sumberdaya hutan tersebut dapat diperbaharui sehingga akan terjamin kelestariannya bila dapat dikelola dengan tepat. Sebagaimana dikemukakan dalam banyak pustaka (Ward dan Rene, 1974; Djandam dan Abu, 1981; Komar, 1982; Dove, 1988; Kartasubrata, 1992; Mubyarto, 1992; Anwar, 1993; Soetrisno, 1993; Sardjono, 1995a) bahwa telah sejak lama manusia memerlukan hutan dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidupnya. Bahkan setelah manusia telah mengenal bercocok tanam (pertanian) mereka tetap memerlukan
EQUATOR 1 (1), April 2002
3
hutan sebagai pensuplai bahan ramuan rumah tangga, energi dan juga hasilhasil hutan non kayu sebagai sumber pendapatan keluarga terutama bagi masyarakat yang berada di sekitar kawasan hutan. Tatkala tuntutan pemenuhan kebutuhan hidup semakin meningkat serta terbukanya peluang pasar yang cukup baik bagi berbagai jenis produk hasil hutan kayu, non kayu maupun produk-produk dari pemanfaatan lahan hutan menyebabkan sebagian besar anggota masyarakat sekitar hutan akan semakin intensif memanfaatkan potensi-potensi yang terdapat pada hutan tersebut. Pada situasi dan kondisi seperti ini seringkali masyarakat sekitar hutan tidak lagi menghiraukan akibat-akibat yang timbul di kemudian hari sebagai dampak dari aktivitas-aktivitas yang dilakukannya (Soemarwoto, 1985). Pola hubungan (interaksi) antara hutan dan masyarakat sekitarnya sebagaimana yang dikemukakan di atas senantiasa terjadi secara alami dan berlangsung pada setiap kawasan hutan. Hal yang demikian tentunya juga terjadi pada masyarakat di sekitar kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam yang menjadi “kasus dalam penelitian ini”, di mana masyarakat memanfaatkan berbagai potensi yang ada di dalam kawasan hutan, jauh sebelum kawasan hutan ini ditetapkan sebagai hutan lindung maupun hutan wisata (Giessen, 1986). Sejalan dengan adanya upaya pemerintah untuk mengembangkan sektor pariwisata khususnya objek wisata alam (ecotourism), karena kawasan hutan Gunung Kelam cukup memenuhi kriteria untuk dikembangkan sebagai hutan wisata, sehingga kawasan hutan tersebut ditetapkan sebagai kawasan hutan wisata (Sk Menhut No. 594/Kpts.-II/92). Ditetapkannya kawasan hutan tersebut sebagai hutan wisata tentunya mengingat berbagai potensi yang ada pada kawasan ini diupayakan agar dapat dikembangkan untuk menunjang kegiatan wisata alam (Priasukmana, 1993). Adanya pengunjung yang berekreasi ke objek wisata alam Hutan Wisata Gunung Kelam akan mendorong munculnya peluang usaha masyarakat sekitarnya, yaitu sektor usaha jasa pelayanan pariwisata. Untuk memperlancar eksesibilitas pengunjung ke kawasan ini antara lain telah dibangun sarana/prasarana transportasi. Lancarnya arus transportasi dari dan ke wilayah ini juga akan memudahkan masyarakat untuk memasarkan produk-produk usaha pertanian dan atau usaha dari praktek “agroforestry”. Pemanfaatan potensi ini oleh masyarakat desa sekitar kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam dapat berimplikasi terhadap pendapatannya. Di samping itu diperkirakan adanya konflik kepentingan yang terjadi antara masyarakat dengan pemerintah karena masyarakat sekitar kawasan hutan wisata dengan segala keterbatasannya telah sejak lama memanfaatkan berbagai potensi yang ada di dalam kawasan hutan tersebut. Di lain pihak pemerintah membuat kebijakan untuk menghasilkan fungsi lindung dan
4
Fahruk dkk. (2002). Analisis Potensi dan Manfaat Hutan Wisata
pengembangan sektor pariwisata dengan membatasi aktivitas pemanfaatan potensi oleh masyarakat karena dapat menyebabkan terganggunya ekosistem pada kawasan hutan tersebut. Agar masing-masing kepentingan tersebut dapat terakomodir maka dalam pengelolaan kawasan hutan wisata ini juga perlu dipelajari konsepkonsep pengelolaan yang tepat, sehingga kawasan ini menjadi objek wisata yang representatif dan usaha masyarakat sekitarnya juga berkembang yang pada gilirannya potensi sumberdaya hutan pada kawasan hutan wisata dapat lestari dan tingkat kesejahteraan masyarakat sekitarnya akan meningkat. Tujuan penelitian ini adalah diperolehnya gambaran secara rinci tentang potensi-potensi yang terdapat dalam kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam yang manfaatnya oleh masyarakat desa sekitarnya dijadikan sebagai sumber pendapatan dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya sehari-hari. Secara khusus yang ingin dipelajari adalah besarnya pendapatan yang diperoleh masyarakat dari manfaat potensi-potensi produk yang dapat dinilai, besarnya kontribusi dari masing-masing potensi tersebut terhadap pendapatan masyarakat, besarnya tingkat ketergantungan masyarakat desa sekitar kawasan hutan wisata terhadap pendapatan yang bersumber dari potensi-potensi kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam yang dapat dimanfaatkannya, permasalahan yang timbul akibat konflik kepentingan antara upaya pembinaan dan pengembangan kawasan wisata dengan pemanfaatan potensi hutan wisata oleh masyarakat sebagai sumber pendapatan dan kemungkinan solusi alternatif yang dapat ditawarkan untuk memecahkan permasalahan tersebut. Dari penelitian ini diharapkan dapat diperolehnya suatu pola strategi sebagai input yang dapat digunakan dalam pengelolaan suatu kawasan hutan wisata, sehingga dengan menggunakan pola dan strategi tersebut, potensi-potensi yang terdapat pada kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam dapat dikembangkan dan dilestarikan dengan manfaat yang sebesarbesarnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama bagi masyarakat yang berada di sekitar kawasan hutan wisata dan sekaligus mengeliminir konflik-konflik yang terjadi secara akomodatif.
II. METODE PENELITIAN A. TEMPAT, WAKTU DAN OBJEK PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam Kecamatan Kelam Permai, Kabupaten Sintang, Propinsi Kalimantan Barat. Lama penelitian 2 (dua) bulan efektif yang terdiri dari persiapan, orientasi lapangan, pengumpulan data primer dan sekunder. Objek penelitian adalah
EQUATOR 1 (1), April 2002
5
masyarakat desa-desa yang berada di sekitar kawasan hutan wisata terutama yang mempunyai akses memanfaatkan potensi kawasan hutan wisata, yang terdiri dari penduduk asli suku Dayak, suku Melayu dan pendatang (migran) dari Jawa. Parameter yang dipelajari yaitu: Potensi-potensi hutan yang bersifat “tangibel” yang dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sumber pendapatannya dan besarnya pendapatan yang diperolehnya yang merupakan kontribusi dari potensi-potensi tersebut. Kontribusi masing-masing potensi yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar kawasan hutan wisata. Pengeluaran masyarakat, yang merupakan distribusi dari pendapatan yang diperolehnya. Aspek sosial budaya masyarakat dalam memanfaatkan potensi-potensi sumberdaya Hutan Wisata Gunung Kelam. Permasalahan yang timbul sebagai akibat dari berbagai kegiatan pemanfaatan potensi sumberdaya alam pada kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam dan kemungkinan alternatif yang dapat digunakan sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut
B. BAHAN DAN PERALATAN PENELITIAN
Bahan dan peralatan penelitian yang dipergunakan adalah: Peta daerah penelitian (peta administrasi dan peta topografi) Daftar isian (kuesioner) untuk merekam data primer yang diperoleh langsung dari responden Kamera foto dan film untuk dokumentasi dari berbagai aspek yang diteliti seperti aktivitas sosial, ekonomi, wisatawan, keadaan fisik lapangan dan budaya penduduk Peralatan tulis menulis, baik untuk mencatat hasil wawancara langsung dengan responden maupun untuk observasi lapangan Data sekunder yang diperoleh dari instansi terkait seperti monografi desa atau kecamatan, data tentang potensi flora dan fauna kawasan hutan wisata dari kantor Sub Seksi Balai Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) dan lain-lain untuk melengkapi deskripsi wilayah penelitian Peralatan lapangan lainnya guna menunjang kelancaran pelaksanaan penelitian
6
Fahruk dkk. (2002). Analisis Potensi dan Manfaat Hutan Wisata
C. PROSEDUR PENELITIAN 1. Metode Penentuan Sampel Metode penentuan sampel dilakukan dengan cara bertahap, tahapan tersebut adalah sebagai berikut: Penentuan sampel, sebagai target dalam penelitian ini adalah penduduk desa sekitar kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam yang berdomisili di desa Kebong dan Desa Merpak yang mempunyai akses langsung dengan pemanfaatan potensi sumber daya hutan sebagai sumber pendapatannya, khususnya pemanfaatan potensi yang dapat dinilai yaitu hasil hutan kayu, non kayu, pemanfaatan lahan hutan (ladang, kebun karet dan kebun buah) dan usaha-usaha jasa pelayanan pariwisata. Umumnya kegiatan-kegiatan pemanfaatan potensi-potensi tersebut dilakukan oleh penduduk secara terintegrasi (terpadu) dalam pengertian bahwa kegiatan-kegiatan pemanfaatan potensi-potensi tersebut di atas dilakukan secara bersama-sama. Upaya pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok yang bersumber dari kegiatan pemanfaatan lahan (usaha tani) disebut bermata pencaharian sebagai petani. Dengan kata lain populasi target dalam penelitian ini adalah “petani” Unit (satuan) sampel, adalah rumah tangga (kepala keluarga) petani Banyaknya sampel, banyaknya sampel yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah 10% dari populasi target (intensitas 10 %) Pemilihan sampel, yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah kepala keluarga petani yang dipilih secara acak sederhana (simple random sampling) dengan teknik diundi (lotre) Banyaknya sampel dalam penelitian ini adalah berjumlah 52 kepala keluarga (KK) sebagai responden dengan komposisi sebagai berikut: (1). Desa Kebong sebanyak 31 KK sampel (2). Desa Merpak sebanyak 21 KK sampel
2. Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer yang dikumpulkan yaitu data yang diperoleh langsung dari objek yang diteliti (responden) berupa sumbersumber pendapatan, besarnya pendapatan, besarnya pengeluaran, persepsi dan sosial budaya masyarakat sesuai dengan tujuan penelitian. Data sekunder yaitu data yang menyangkut berbagai informasi yang berhubungan dengan keadaan umum lokasi penelitian. Metode teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melalui pengamatan langsung (direct methods) yang meliputi pengumpulan dan
EQUATOR 1 (1), April 2002
7
pencatatan data, wawancara, pengisian daftar pertanyaan dan studi kepustakaan. Pengumpulan data yang menyangkut sosial, ekonomi dan persepsi dilakukan dengan teknik wawancara bebas, wawancara berstruktur dan pengamatan (observasi) langsung. Wawancara bebas dilakukan dengan menggunakan daftar isian/pertanyaan dengan tokoh-tokoh masyarakat, pejabat instansi terkait, pejabat desa/kelurahan. Wawancara berstruktur dilakukan dengan menggunakan daftar isian/ pertanyaan (kuesioner) terhadap semua informasi dari responden. Observasi langsung dilakukan guna melihat dan memahami perilaku kehidupan masyarakat pada salah satu kegiatan atau tahap kegiatan tertentu sesuai dengan tujuan penelitian. Adapun alat bantu yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini selain kuesioner yaitu catatan penelitian berupa catatan lapangan, kamera foto dan tape recorder.
D. ANALISIS DATA Data yang terkumpul setelah melalui proses pengeditan, kemudian diklasifikasikan dan ditabulasikan sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai, seperti mengetahui deskripsi tentang pemanfaatan potensipotensi sumber daya hutan berupa produk yang dapat dinilai. Data dan informasi tentang permasalahan yang timbul dalam pemanfaatan berbagai potensi kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam baik berupa kendala-kendala yang dihadapi oleh masyarakat maupun permasalahan terhadap konservasi sumberdaya hutan dianalisis dengan menggunakan pendekatan analisis permasalahan dan diskusi metode ZOPP (Ziel Orientierte Projekt Plannung) yang dikembangkan oleh GTZ (von Maydell, 1988). Metode ZOPP merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk pemecahan masalah masyarakat pedesaan secara sistematik, yaitu melalui suatu analisis hubungan “sebab akibat” dari suatu inti permasalahan serta alternatif pemecahannya dengan menggunakan diagram pohon (trees diagram) seperti terlihat pada Gambar 1. Berdasarkan analisis permasalahan tersebut dilanjutkan dengan suatu tujuan (objectives analysis) atau biasa disebut suatu upaya untuk “mempositifkan” masalah, dengan menggunakan diagram yang sama (sebagai kebalikan dari pohon masalah).
8
Fahruk dkk. (2002). Analisis Potensi dan Manfaat Hutan Wisata
Akibat
Masalah Inti (Core Problem)
Sebab Gambar 1. Diagram pohon dalam metode ZOPP
III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 1. Letak, Luas dan Status Kawasan Secara geografis Hutan Wisata Gunung Kelam terletak antara 111o34’01” - 111o40’00” Lintang Utara dan 0o05’25” - 0o05’27” Bujur Timur, sedangkan menurut administrasinya kawasan ini termasuk ke dalam wilayah Desa Kebong dan wilayah Desa Merpak, Kecamatan Kelam Permai, Kabupaten Sintang, Propinsi Kalimantan Barat. Hutan wisata ini ditetapkan pada tahun 1992 dengan SK Menhut No: 594/Kpts-II/1992 sebagai kawasan Hutan Wisata/Taman Wisata Alam Gunung Kelam. Kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam terletak di bagian sebelah Timur Kota Sintang yang berjarak 28 km dan dapat ditempuh dalam waktu 20-30 menit dengan transportasi darat, sedangkan jarak dari ibukota propinsi Kalimantan Barat yaitu Kota Pontianak lebih kurang 410 km, dapat ditempuh tidak kurang dari 8 jam perjalanan darat.
EQUATOR 1 (1), April 2002
9
2. Keadaan Biofisik Kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam a. Topografi Keadaan kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam merupakan kawasan perbukitan dengan kemiringan lereng tergolong ringan hingga sangat berat (terjal), persentase kemiringan lereng 31,5 hingga 90 o. Ketinggian berkisar 25 hingga 931 mdpl, tersusun oleh jenis tanah podsolik merah kuning (ultisol). b. Iklim Rata-rata curah hujan tahunan mencapai 1547,4 mm/tahun. Suhu rata-rata 20 hingga 30 oC dan kelembapan udara relatif 74 hingga 88 %. Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson, maka berdasarkan data tersebut di atas kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam termasuk tipe A. c. Flora dan fauna Kondisi hutan di kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam terbagi menjadi tiga bagian yaitu pada bagian kaki gunung terdiri dari hutan sekunder, semak belukar muda, padang alang-alang dan tumbuhan perdu, tembawang, kebun karet, kebun buah campuran (buah-buahan, karet, bambu, tengkawang dan lain-lain). Jenis fauna yang terdapat di kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam masih cukup banyak dan beragam baik mamalia, aves maupun jenis reptilia. Di antara jenis mamalia tersebut antara lain: Babi Hutan (Sus barbalus), Kancil (Tragulus javanicus), Kelampiyau (Macaca sp.), Musang, Tupai (Tupaia dorsalis) dan lain-lain. Jenis aves yang terdapat antara lain: Enggang badak (Buceros rhinoceros), Burung hantu (Otus rufescens), Kelelawar (Pteropos vampyr), Burung walet (Collocallia maxima) dan lainlain. Jenis reptilia antara lain: Trenggiling (Mannis Javanicus), berbagai jenis ular, Landak (Hystrix branchura) dan lain-lain. 3. Pengembangan Kawasan Wisata Dalam pengembangan Kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam sejak difungsikannya kawasan hutan tersebut sebagai tempat tujuan wisata alam, yang telah dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Sintang adalah antara lain dibangunnya jaringan jalan yang memadai berupa jalan lingkar Hutan Wisata. Pemerintah juga telah membangun beberapa fasilitas lainnya seperti tempat parkir kendaraan, tangga beton/semen untuk menuju ke objek wisata air terjun, jalan setapak menuju ke puncak gunung dan fasilitas umum lainnya.
10
Fahruk dkk. (2002). Analisis Potensi dan Manfaat Hutan Wisata
Selain telah membangun beberapa fasilitas fisik pemerintah melalui dinas-dinas dan instansi terkait di Kabupaten Sintang secara lintas sektoral untuk membina kawasan hutan wisata dan masyarakat desa sekitarnya sebagai upaya untuk menjaga kelestarian potensi-potensi sumberdaya hutan yang ada. Upaya-upaya yang telah dilakukan antara lain kegiatan penghijauan dan rehabilitasi lahan kritis di sekitar/dalam kawasan, membangun jaringan irigasi dengan memanfaatkan potensi sumber air yang berasal dari dalam kawasan, pencetakan lahan sawah bagi penduduk sekitarnya, memberikan bantuan bibit tanaman buah-buahan, bantuan kredit usahatani tanaman padi sawah dalam bentuk paket sarana produksi pertanian, di samping program penyuluhan kepada masyarakat. 4.
Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Sekitar Kawasan
a. Sosial-budaya Populasi penduduk desa sekitar kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam yaitu Desa Kebong dan Desa Merpak pada tahun 2000 adalah sebesar 2.742 jiwa, yang mendiami wilayah Desa Kebong 1.617 jiwa (lakilaki 750 jiwa dan perempuan 867 jiwa) dan di wilayah Desa Merpak 1.125 jiwa (laki-laki 605 jiwa dan perempuan 520 jiwa). Desa Kebong dengan luas wilayah 2.600 ha (26 km2) dengan kepadatan penduduk 62 jiwa/km2, untuk Desa Merpak yang luas wilayahnya 6.232 ha (62,3 km2) kepadatan penduduknya berkisar 18 jiwa/km2. Menurut Anonim (2000), pertumbuhan penduduk antara tahun 1990-2000 adalah sebesar 2,3 % untuk Desa Kebong dan 1,6 % di Desa Merpak. Menurut Anonim (1999b; 1999c), pada tahun 1999 di Desa Kebong dan Desa Merpak komposisi populasi penduduk asli dan pendatang pada kedua desa tersebut adalah 60 % asli dan 35 % pendatang untuk Desa Kebong, sedangkan di Desa Merpak 90 % asli dan 10 % pendatang. Jumlah penduduk laki-laki dan perempuan secara keseluruhan tidak jauh berbeda. Bila dibandingkan kelompok umur 15-49 tahun (ekonomi aktif) dengan kelompok 0-14 tahun dan kelompok >50 tahun, maka jiwa kelompok pertama satu setengah lebih besar dibandingkan dengan kelompok lainnya. Sejak mulai lancarnya hubungan transportasi antara desa-desa sekitar kawasan dengan Kota Sintang yaitu pada akhir tahun 80-an sudah banyak yang melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi seperti SLTP dan SLTA, bahkan ada di antaranya yang sudah melanjutkan ke perguruan Tinggi. Sebagian besar masyarakat suku Dayak Dessa di sekitar kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam beragama Katolik atau Kristen Protestan,
EQUATOR 1 (1), April 2002
11
sedangkan para pendatang umumnya beragama Islam, sebagaimana terlihat pada Tabel 1. Penduduk pendatang (migran) melaksanakan kehidupan sosial kemasyarakatan berdasarkan kepercayaan yang mereka anut serta adat yang mereka bawa dari tempat asalnya. Umumnya mereka juga menghormati budaya-budaya masyarakat asli setempat, sehingga terjadi suatu hubungan yang harmonis di antara mereka. Tabel 1. Keadaan penduduk desa sekitar kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam menurut agama/kepercayaan (1999) Kebong Merpak Agama / kepercayaan (jiwa) (%) (jiwa) (%) Islam 682 42,17 28 2,49 Katolik 710 43,91 1076 95,64 Protestan 225 13,91 21 1,87 Budha Jumlah 1617 100,00 1125 100,00 Sumber: Anonim (1999b), Anonim (1999c)
(jiwa) 710 1786 246 2742
Jumlah (%) 25,89 65,13 8,97 100,00
B. GAMBARAN UMUM PEMANFAATAN POTENSI KAWASAN HUTAN WISATA OLEH PENDUDUK SEKITARNYA Dari pengamatan (observasi) yang dilaksanakan dalam penelitian, maka diperoleh suatu gambaran tentang potensi-potensi yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam sebagai sumber pendapatannya adalah berupa hasil hutan (kayu dan non kayu), lahan hutan dan jasa hutan.
1. Pemanfaatan Hasil Hutan a. Pemungutan kayu bakar Bagi masyarakat yang tinggal di pedesaan di sekitar suatu kawasan hutan, kayu bakar merupakan sumber energi penting terutama untuk keperluan masak-memasak. Hal ini sangat memungkinkan karena potensi kayu bakar yang tersedia masih cukup banyak terdapat di sekitar mereka, sehingga kadang-kadang mereka cenderung boros untuk menggunakan potensi sumberdaya ini. Selain itu kayu bakar belum termasuk jenis barang yang bersifat komersil selain hanya untuk keperluan sendiri.
12
Fahruk dkk. (2002). Analisis Potensi dan Manfaat Hutan Wisata
Dari jumlah populasi penduduk yang ada, yaitu 2472 jiwa (Kebong 1617 jiwa dan Merpak 1125 jiwa) yang terdiri dari 576 kepala keluarga (Kebong 356 KK dan Merpak 220 KK), sebagian besar mata pencahariannya di bidang pertanian, khususnya berladang/bersawah. Kemudian sebagian sisanya adalah sebagai pedagang, pengrajin, pegawai dan lain-lain (Anonim, 1999b; Anonim, 1999c). Secara rinci penduduk dan mata pencahariannya dapat dilihat pada Tabel 2. Selain bermata pencaharian pokok sebagai petani ladang/sawah dan kebun serta memanfaatkan berbagai potensi yang terdapat pada kawasan hutan wisata, ada sebagian penduduk sekitar kawasan hutan yang bermata pencaharian lainnya sebagai mata pencaharian pokok seperti pedagang, usaha jasa angkutan, pengrajin (Tabel 2), namun umumnya mereka juga berusaha tani, yang mana mereka memiliki kebun karet, kebun buah-buahan dan lainnya. Usaha tani tersebut biasanya dikerjakan oleh orang lain dengan sistem bagi hasil. Tabel 2. Mata pencaharian penduduk desa sekitar kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam (1999) Mata pencaharian Petani*) Pedagang Pengrajin Jasa angkutan PNS**) Pensiunan Jumlah
Desa
Jumlah
Kebong (KK) (jiwa) 244 1086 53 284 9 42 7 35
Merpak (KK) (jiwa) 198 1033 6 26 2 10 2 7
(KK) 442 59 11 9
(jiwa) 2119 310 52 42
42 1 356
12 220
54 1 576
217 2 2742
168 2 1617
49 1125
Sumber: Anonim (1999); Anonim (1999a). * = termasuk peternak dan petani ikan air tawar. ** = termasuk anggota TNI dan Polri
Jenis kayu yang disukai oleh penduduk di lokasi penelitian adalah Laban (Vitex pubescens), Kelaki (Maduca lancifolia) dan yang paling banyak digunakan sekarang adalah kayu Karet (Hevea brasiliensis). Alasan mereka banyak yang menggunakan kayu Karet karena banyak pohon Karet yang sudah tua (kurang produktif) dan dekat dengan tempat tinggal mereka. Pengambilan kayu bakar di hutan tidak tergantung waktu/musim, mereka akan mengambil/memungut dari hutan atau kebun jika persediaan
EQUATOR 1 (1), April 2002
13
hampir habis. Kebutuhan atau keperluan akan lebih besar jika digunakan untuk acara pesta (gawai). Rataan tingkat konsumsi kayu bakar adalah 1,57 m3/kapita/tahun, sehingga diperkirakan kebutuhan kayu bakar per tahun di wilayah desa sekitar kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam dengan jumlah penduduk 2742 jiwa adalah sebesar 3560 m3/tahun. Tabel 3. Rataan konsumsi kayu bakar penduduk sekitar kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam (1999/2000)
Desa Kebong Merpak Jumlah Rataan
Sumber Jumlah Jumlah sampel konsumen (%) D L (KK) (KK) (m3) (m3) 31 22 70,97 153,1 37,3 21 21 100,0 154,8 50,0 52 43 307,9 87,3 82,69 5,9 1,68
D+L (m3) 190,6 204,8 395,2 7,6
Rataan per KK (m3/KK) 6,14 9,75 7,6
Keterangan : D = Dalam kawasan hutan wisata. L = Luar kawasan hutan wisata
b. Pemanfaatan Hasil Hutan Non Kayu b.1. Sarang burung walet Sarang Burung Walet merupakan salah satu produk hutan non kayu yang mempunyai nilai komersil yang cukup tinggi. Sejak zaman kekaisaran Dinasti Ming di Cina (1364-1644) sarang Burung Walet menjadi salah satu bahan dagangan penting. Sarang Burung Walet dihidangkan sebagai makanan jenis sup yang berkhasiat untuk obat kuat dan obat anti batuk (Akhdiyat, 1996). Di kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam terdapat dua buah gua yang menghasilkan sarang Burung Walet Hitam (Collocalia maxima), sarang tersebut terbuat dari air liur (saliva) yang bercampur dengan bulu-bulu halus yang menempel di dinding atau di langit-langit gua sebagai tempat beristirahat dan berkembang biak. Berdasarkan hasil penelitian besarnya pendapatan yang diterima dari panen sarang Burung Walet oleh masyarakat desa sekitar kawasan Wisata Gunung Kelam berkisar antara Rp708.000 hingga Rp23.500.000 per orang setiap 28 bulan. Untuk menghitung berapa lamanya satu kelompok akan mendapatkan giliran panen selanjutnya, dapat digunakan rumus: G = t/F x (n-1), yang mana: G = giliran, t = 12 bulan, f = frekuensi pemetikan dan n = jumlah kelompok. Berdasarkan data pada Tabel 4 terlihat bahwa sebagian besar penduduk desa sekitar kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam melakukan kegiatan pemanfaatan potensi hasil hutan non kayu yang terdapat di dalam
14
Fahruk dkk. (2002). Analisis Potensi dan Manfaat Hutan Wisata
kawasan hutan tersebut baik sebagai penerima hasil panen maupun sebagai tenaga kerja (penjaga, pemetik atau pembuat tangga). Tabel 4. Jumlah dan persentase penduduk desa sekitar kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam dengan mata pencaharian sampingan dari pemanfaatan potensi sarang burung walet (1999/2000) Desa Kebong Merpak Jumlah
Jumlah Jumlah Jumlah sampel (KK) pemanfaat (KK) (%) 31 19 67,40 21 20 95,24 52 39 75,00
Kisaran hasil yang diperoleh (Rp) 708.000 - 23.500.000 708.000 - 19.000.000
b.2. Sayuran Kegiatan memungut sayur-mayur di dalam kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam dilakukan oleh penduduk sekitarnya hampir setiap hari, untuk keperluan konsumsi sendiri maupun untuk dijual. Pekerjaan ini dilakukan oleh kaum wanita, baik di Desa Kebong maupun di Desa Merpak. Jenis-jenis sayur-mayur yang biasa dipungut adalah rebung bambu, pakis, umbut Apin, bunga Sibung, jamur kuping, jamur tahun pada pada pohon Karet yang sudah mati dan lain-lain. Sayur-mayur yang mereka kumpulkan dari hutan ini kemudian ditambah dengan yang mereka panen dari kebun pekarangan dan atau dari ladang seperti daun singkong, daun katuk, (cangkok manis), terong asam, terong pipit, jantung pisang, cabe rawit dan berbagai jenis rempah/bumbu-bumbuan (kunyit, lengkuas, jahe, serai dan lain-lain), buah-buahan pisang, pepaya dan singkong dijual di pasar Kota Sintang. Dari hasil penelitian diperoleh informasi, bahwa dari hasil pemanfaatan potensi hasil hutan non kayu yaitu berupa sayur-mayur oleh masyarakat desa sekitar kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam rata-rata sebesar Rp78.065/KK/tahun untuk Desa Kebong dan Rp216.429/KK/tahun untuk Desa Merpak. Jika dibandingkan dengan yang diperoleh dari luar kawasan hutan lebih dari dua kali lipat dan juga lebih besar dari yang mereka peroleh dari ladang, sebagaimana terlihat pada Tabel 5.
EQUATOR 1 (1), April 2002
15
Tabel 5. Rataan pendapatan penduduk sekitar kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam dari pemanfaatan potensi hasil hutan non kayu berupa sayur-mayur (1999/2000)
Desa Kebong Merpak Jumlah Rataan
Jumlah Jumlah Rataan per sampel pemanfaat KK D L D+L (KK) (Rp/th) (Rp/th) (Rp/th) (Rp/KK/th) (%) (KK) 31 24 77,42 2.420.000 790.000 3.210.000 103.548,39 21 16 76,19 4.545.000 400.000 4.945.000 235.476,19 52 40 6.965.000 1.190.000 8.155.000 - 76,92 133.942 22.884 156.826,92
Keterangan: D =
Dalam kawasan hutan wisata. L = Luar kawasan hutan wisata
Pada Tabel 5 terlihat, bahwa sebagian besar penduduk melakukan usaha pemanfaatan potensi sumberdaya hutan non kayu berupa sayurmayur. Hal ini dilakukan oleh masyarakat karena berbagai jenis sayuran tersebut cukup laku untuk dijual. Hasil atau pendapatan yang mereka peroleh dari penjualan sayur-mayur kemudian mereka gunakan untuk membeli berbagai keperluan dapur di pasar Kota Sintang, seperti gula, garam, minyak goreng, tembakau/rokok dan keperluan lainnya. Secara komparatif barang keperluan dapur tersebut harganya lebih murah dibandingkan dengan harga di warung/kios yang ada di desanya.
2. Pemanfaatan Lahan Hutan a. Perladangan berpindah Kegiatan perladangan berpindah atau istilah lainnya perladangan dengan sistem Gilir Balik merupakan suatu kegiatan yang sangat populer di kalangan masyarakat tani yang berada di sekitar kawasan hutan. Kegiatan ini telah berlangsung sejak lama dan hingga sekarang masih dilakukan, dengan tujuan untuk pemenuhan kebutuhan bahan pokok pangan (beras). Perladangan berpindah adalah suatu cara bercocok tanam dengan cara tebang dan bakar, hal ini banyak ditemukan di wilayah hutan tropis, sabana tropis dan sub tropis seperti di Afrika, Asia Tengah, Asia Tenggara, Oceania dan Amerika. Banyak istilah yang biasa digunakan untuk kegiatan semacam ini seperti shifting cultivation, slash and burn agriculture, swiden agriculture/swiden cultivation (Kuntjaraningrat, 1997 dalam Sapardi, 1991). Sama dengan yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia, masyarakat suku Dayak maupun suku Melayu yang berada di pedalaman Kalimantan Barat melakukan kegiatan perladangan berpindah yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan/ketersediaan bahan pangan keluarga
16
Fahruk dkk. (2002). Analisis Potensi dan Manfaat Hutan Wisata
(Dove, 1988; Mubyarto dkk., 1991; Sardjono dan Anwar 1993; Soetrisno, 1993; Akhdiyat, 1996, Amdjaya, 1999). Berdasarkan hasil pengamatan, penduduk Desa Kebong maupun Merpak melakukan perladangan di kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam dengan system tumpang gilir yaitu setelah tanaman padi lahan diganti dengan cabe rawit. Tabel 6. Kondisi perladangan masyarakat dersa sekitar kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam (1999/2000)
Desa
Kebong Merpak
Jumlah Rataan
Informasi perladangan Letak Masa Masa Jumlah lokasi tanam bero Luas sampel Keperluan D+L D (KK) benih (kg) L D L (ha) (ha D L (ha) (ha) (ha) ) 31 11, 9,0 1- 1-2 1- 5- 20,9 745 21 9 6,1 2 1-2 2 7 14,2 500 8,1 11- 53 2 7 52 20, 15,1 35,0 1245 0 0,38 0,31 1- 1-2 1- 5- 0,62 23,94 5 2 2 7
Keterangan: D =
Dalam kawasan hutan wisata. L = Luar kawasan hutan wisata
Pada Tabel 6 terlihat, bahwa luas rataan ladang yang diusahakan oleh masyarakat desa sekitar kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam adalah 0,69 ha, di lokasi dalam dan luar kawasan hutan wisata. Data ini kurang dari setengah rataan luas ladang yang diusahakan oleh peladang di Kalimantan Timur yang rataan luasnya 2 ha/KK/tahun (Mubyarto dkk., 1991). Kalau dibandingkan dengan hasil penelitian Akhdiyat (1996), luas rataan ladang yang diusahakan oleh masyarakat di lokasi penelitian ini menunjukkan lebih dari setengah rataan luasnya yaitu 1,0 ha/KK/tahun. Untuk mencukupi kebutuhan pangan, beras mereka peroleh dari usaha ladang atau sawah yang terdapat di luar kawasan. Dari usaha ini, tentunya hasil yang diharapkan adalah padi, sedangkan jenis lainnya kurang. Berdasarkan informasi yang diperoleh, ada beberapa alasan mereka lebih berminat melakukan perladangan di dalam kawasan hutan wisata antara lain: (1) Areal ladang lebih dekat dengan tempat tingggal mereka, sehingga lebih mudah untuk melakukan pemeliharaan dan panen setiap waktu. Sebaliknya
EQUATOR 1 (1), April 2002
17
kalau arealnya jauh pemeliharaan sulit karena jarang didatangi sehingga kebanyakan hanya dimakan hama. (2) Pada lahan sawah, ruang/tempat untuk menanam sayur-mayur dan jenis lainnya terbatas, demikian juga dengan waktu/musim (dibatasi oleh musim), kalau musim penghujan lahan terendam air. Kalau ladang kegiatannya hampir sepanjang tahun dapat dilaksanakan. (3) Berdasarkan pengalaman mereka ladang di dalam kawasan hutan yang berbatu lebih subur dan cocok untuk tanaman cabe maupun palawija lainnya (hal ini cukup rasional) karena mereka memilih lokasi di lereng yang landai, sehingga unsur-unsur mineral (hara) yang terbawa oleh aliran permukaan akan terakumulasi pada tempat yang landai. (4) Untuk memperoleh pengakuan hak atas lahan, pada lahan tersebut juga ditanam tanaman keras seperti karet dan tanaman buah-buahan. Dengan adanya tanaman tersebut, semakin memperkuat legalitas kepemilikan lahan tersebut. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Riwut (1979); Dove (1988); Mubyarto dkk. (1991). Pengakuan hak/legalitas atas kepemilikan lahan ini sangat penting karena lahan juga merupakan suatu kekayaan (harta) yang dapat diwariskan. Strategi ini dapat digunakan untuk mengantisipasi periode kritis (krisis lahan) sebagai ekses pertambahan jumlah penduduk, pengembangan wilayah, pembangunan yang memerlukan potensi lahan. Berdasarkan letak administratif wilayah yang relatif dekat dengan Ibu Kota Kabupaten 28 km dan juga merupakan Ibu Kota Kecamatan Kelam Permai maka perkembangan pembanguan wilayah diwaktu mendatang sangat memungkinkan antara lain pembangunan dan pengembangan kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam. Pendapatan yang diperoleh dari ladang berupa produk sayur-mayur dan palawija yang diusahakan oleh penduduk desa sekitar kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam rataannya sebesar Rp179.425/KK/th (untuk penduduk Desa Kebong dan rataan Rp142.419/KK/tahun, tertinggi Rp375.000/KK/th dan terendah Rp160.000/KK/th, Desa Merpak rata-rata Rp287.190/KK/th, tertinggi Rp. 750.000/KK/th dan terendah Rp185.000/ KK/tahun). b. Berkebun karet Petani di Kalimantan Barat telah sejak lama mengusahakan tanaman karet sebagai mata pencaharian di samping kegiatan ladang berpindah. Tingginya niat petani mengusahakan tanaman karet karena nilai ekonomisnya cukup tinggi, tidak terlalu banyak memerlukan persyaratan tumbuh dan daya adaptasinya cukup besar terhadap kondisi tanah yang kurang baik (Anonim, 1984; Anonim, 1992). Tanaman karet banyak tersebar di berbagai daerah di Kalimantan. Seperti dikemukakan oleh Mubyarto dkk. (1992), para pedagang di Kalimantan selain berusaha tani ladang, mereka juga berkebun seperti karet,
18
Fahruk dkk. (2002). Analisis Potensi dan Manfaat Hutan Wisata
kopi, pisang, cengkeh dan buah-buahan. Sulistyo (1991) menegaskan bahwa berkebun karet bagi masyarakat suku Dayak merupakan usaha yang memegang peranan penting, yaitu sebagai sumber uang tunai. Dari hasil penelitian diketahui bahwa luas lahan atau jumlah tanaman karet yang dimiliki oleh setiap kepala keluarga bervariasi antara 1,0 hingga 4,5 ha, dengan jumlah tanaman 400-2050 batang yang tersebar di dalam dan di luar kawasan hutan wisata. Khusus yang ada di dalam kawasan luasnya berkisar antara 0,35 hingga 1,6 ha dengan jumlah tanaman 175-800 batang (Tabel 7). Pada Tabel 7 juga terlihat, bahwa hampir semua penduduk sekitar kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam memiliki kebun karet (96,2 %). Lokasi pertanaman karetnya sebagian di dalam dan sebagian lagi terdapat di luar kawasan hutan wisata. Keadaan tanaman karet yang terdapat di dalam kawasan hutan wisata sebagian besar terdiri dari tanaman karet yang sudah tua, tetapi masih menghasilkan, sedangkan yang ditanam di luar kawasan masih berupa tanaman muda yang sebagian besar belum menghasilkan. Saat ini penduduk sekitar kawasan hutan wisata banyak yang bertanam karet di luar kawasan hutan wisata, sedangkan yang terdapat dalam kawasan umumnya adalah tanaman karet hasil warisan, oleh sebab itu kondisi tanaman sudah tua (bahkan ada yang berumur lebih dari 70 tahun). Pada areal ini juga terdapat tanaman buah-buahan dan tanaman keras lain, bahkan banyak lokasi (areal pertanaman) yang telah menjadi “tembawang” (baca temawai). Tabel 7. Keadaan pertanaman karet penduduk desa sekitar kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam (1999/2000) Jumlah Desa sampel (KK) Kebong Merpak Jumlah Rataan
31 21 52 -
Pekebunan D KK % 21 67,7 16 76,2 37 70,1
L KK 30 20 50 -
% ha 96,8 22,1 95,2 11,4 - 33,5 96,2 0,6
Informasi pertanaman D L btg ha btg 10250 74,1 25625 6295 36,6 14625 16545 110,7 40250 2,1 774 318,2
Jumlah Luas Tan. (ha) (btg) 96,2 35875 48,0 20920 144,2 56795 2,7 1092,2
Keterangan : D = Dalam kawasan hutan wisata. L = Luar kawasan hutan wisata
c. Berkebun buah-buahan Berkebun buah-buahan yang dilakukan oleh masyarakat pedesaan di lingkungan hutan seiring dengan usaha berkebun karet, karena ruang dan waktu yang digunakan adalah dalam satu dimensi. Kebun buah-buahan
EQUATOR 1 (1), April 2002
19
yang ada pada saat ini merupakan bekas ladang yang ditinggalkan dan atau lahan pekarangan yang khusus diperuntukkan tanaman buah-buahan. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dan hasil wawancara dengan penduduk desa sekitar kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam, dari kebun buah-buahan, maupun dari tembawang mereka memperoleh produk berupa buah-buahan seperti durian, langsat, entawak, cempedak, getah karet, jengkol, kayu bakar serta beragam tumbuhan bawah yang dapat digunakan sebagai obat-obatan untuk keperluan sendiri. Jenis-jenis tanaman yang diusahakan di desa-desa sekitar kawasan hutan wisata tersebut relatif sama, variasi dalam pemilihan jenis yang ditanam lebih banyak dipengaruhi oleh faktor selera, hal yang demikian juga terjadi di daerah-daerah lainnya di Kalimantan (Lahjie, 1988; Sardjono, 1995b; Akhdiyat, 1996). Berdasarkan pengamatan dan wawancara dengan penduduk, dari berbagai produk yang dihasilkan dari kebun buah hanya beberapa jenis saja yang memberikan hasil yang lumayan untuk menambah pendapatan, seperti pisang, pepaya, rambutan, durian, langsat, cempedak, mangga, petai dan jengkol. Harga jual dari buah-buahan yang dihasilkan dari kebun buah penduduk, sangat tergantung pada beberapa faktor antara lain kualitas buah, jenis, saat panen dan jumlah panen, keadaan harga beberapa produk kebun buah dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini. Tabel 8. Harga pasar beberapa produk kebun buah penduduk desa sekitar kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam di pasar kota Sintang (1999/2000) Jenis buah
Satuan
Durian Rambutan Langsat Sembulan Pelam Cempedak Kemantan Pepaya Pisang Petai Jengkol Karet bantalan Rebung
Buah Ikat Kg Kg Buah Buah Buah Buah Sisir Ikat Kg Kg Ikat
Keterangan : * = Tergantung jenis
Harga satuan (Rp) 3.000 - 5.000 1.000 - 2.000 2.500 - 3.000 1.000 - 2.000 200 - 300 500 - 2.000 200 - 500 500 - 1.500 1.000 - 2.500* 1.000 - 2.000 1.000 - 2.000 1.200 - 1.300 200 - 500
20
Fahruk dkk. (2002). Analisis Potensi dan Manfaat Hutan Wisata
d. Usaha jasa pelayanan pariwisata Kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam memiliki beberapa kriteria tersebut di atas. Oleh itu kawasan ini dapat dikembangkan menjadi objek wisata alam. Ada beberapa potensi yang memungkinkan untuk dapat dikembangkan seperti panorama alam pedesaan yang indah dan alami, tebing yang terjal (untuk kepentingan olah raga mendaki/panjat tebing), air terjun, berbagai jenis buah-buahan yang terdapat di kebun hutan (forest gardens) penduduk setempat (local people). Dengan dikembangkannya kawasan ini menjadi tujuan wisata, maka kawasan ini akan ramai dikunjungi oleh pengunjung (wisatawan). Dengan adanya pengunjung (wisatawan) yang berekreasi ke kawasan hutan wisata tersebut merupakan suatu potensi yang akan memberikan peluang untuk timbulnya berbagai usaha sektor informal, terutama bagi penduduk desa yang berada di sekitarnya (Rachmat, 1998; Anonim, 1988; Darusman, 1991). Masyarakat desa sekitar kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam yaitu di desa Kebong dan Merpak sebagian telah memanfaatkan potensi kunjungan pariwisata tersebut, berupa usaha berjualan berbagai jenis makanan dan minuman ringan kepada para wisatawan yang berkunjung ke objek wisata yang ada di kawasan tersebut atau dengan kata lain sebagai “usaha jasa pelayanan pariwisata”. Usaha ini mereka lakukan pada kios/warung tenda yang dibangun/dipasang di sekitar objek wisata seperti dekat pintu gerbang masuk atau di sepanjang jalan menuju lokasi terdapatnya air terjun. Jumlah kios/warung tersebut tidak kurang dari 30 buah yang melibatkan sekitar 30 - 40 keluarga, untuk melayani pengunjung (wisatawan) yang jumlahnya berkisar antara 100 hingga 200 orang. Sebagian besar mereka berjualan hanya pada hari Minggu dan hari Libur Nasional, kecuali ada beberapa warung/kios yang setiap hari buka yaitu mereka yang tinggal di sekitar pintu gerbang masuk.
C. PENDAPATAN MASYARAKAT DESA SEKITAR KAWASAN HUTAN WISATA GUNUNG KELAM 1. Pendapatan Penerimaan masyarakat yang dihitung berdasarkan hasil penelitian merupakan pendapatan yang diperoleh kepala keluarga (KK) selama tahun 1999/2000. Faktor produksi yang merupakan pencaharian penduduk yang bersumber dari pemanfaatan potensi kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam dan dari luar kawasan hutan wisata dinilai dengan Rp/KK/tahun meliputi pendapatan tunai maupun pendapatan pada tingkat konsumsi yang bersumber dari kegiatan-kegiatan pemungutan kayu bakar, pemungutan
EQUATOR 1 (1), April 2002
21
hasil hutan non kayu, pengusahaan ladang/sawah, pengusahaan kebun karet, pengusahaan kebun bauh-buahan dan usaha jasa pelayanan pariwisata. Pada Tabel 9 diperlihatkan keadaan pendapatan penduduk desa sekitar kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam. Hasil analisis data menunjukkan bahwa rataan pendapatan penduduk di desa-desa sekitar kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam sebesar Rp7.513.283 dengan kisaran minimum Rp1.220.000 dan maksimum Rp31.095.000. Pendapatan rataan yang diperoleh dari pemanfaatan potensi dalam kawasan hutan wisata adalah Rp5.632.856 atau 74,97 % dari jumlah rataan pendapatan dan rataan pendapatan yang bersumber dari luar kawasan hutan wisata adalah Rp1.876.785 atau 25,03 %. Tabel 9. Rataan pendapatan penduduk desa sekitar kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam (1999/2000) Desa Kebong Merpak Jumlah Rata-rata
Responden (KK) 31 21 52 -
Rata-rata pendapatan keluarga per tahun D (Rp) L (Rp) D + L (Rp) 5.823.806 2.072.903 7.896.710 5.441.905 1.680.667 7.129.856 11.265.711 3.753.570 15.026.566 5.632.856 1.876.785 7.513.283
Keterangan : D = Dalam kawasan hutan wisata. L = Luar kawasan hutan wisata
Tabel 10. Kisaran besarnya pendapatan penduduk responden yang bersumber dari pemanfaatan potensi kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam (1999/2000) Jumlah
Kisaran pendapatan - 2.000.000 2.000.000 – 4.000.000 4.000.000 – 6.000.000 6.000.000 – 8.000.000 8.000.000 - 10.000.000 - 10.000.000
KK 10 24 7 2 2 7
% 19,23 46,15 13,46 3,85 3,85 13,46
Selanjutnya dari Tabel 10 dianalisis dan diperoleh taksiran pendapatan penduduk per kapita per tahun seperti ditampilkan pada Tabel 11.
22
Fahruk dkk. (2002). Analisis Potensi dan Manfaat Hutan Wisata
Tabel 11. Pendapatan penduduk/kapita/tahun di desa sekitar kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam berdasarkan rataan pengeluaran pokok keluarga (1999/2000)
Desa
Pengeluaran (Rp/KK/tahu n)
Kebong Merpak
6.345.581 5.443.048
Rataan anggota keluarga (jiwa) 4,5 5,5
Perdapatan/kapita/tahun (Rp)
Satuan beras (kg/kap/thn)
1.410.129 989.645
588 412
Catatan: Harga beras per kilogram di Desa Kebong dan Merpak Rp2.400
Dari tabel tersebut di atas diperlihatkan taksiran pendapatan penduduk desa di sekitar kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam per kapita per tahun antara Rp989.645 hingga Rp1.410.129 atau setara dengan 412 hingga 588 kg beras/kap/thn. Jika dibandingkan dengan pendapatan per kapita per tahun desa di Kecamatan Kelumpang Hulu Kalimantan Selatan yaitu sebesar 409 hingga 528 kg beras/kap/thn (Akhdiyat, 1996), kemudian dibandingkan dengan Mubyarto dkk. (1992) yang menyebutkan pendapatan penduduk di sekitar kawasan hutan di Propinsi Jambi berkisar antara 279368 kg beras/kap/thn, maka rataan pendapatan masyarakat desa-desa di sekitar kawasan hutan wisata relatif lebih besar. Selanjutnya bila dibandingkan dengan klasifikasi penentuan garis kemiskinan yang digunakan oleh Sayogyo (1986) yang dimodifikasi BPS (1989) dalam Akhdiyat (1996), bahwa penduduk yang termasuk dalam kategori miskin di daerah pedesaan adalah yang berpendapatan antara 256-341 kg beras/kap/thn, maka penduduk desa-desa di sekitar kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam termasuk dalam kategori yang berpendapatan di atas garis kemiskinan.
2. Kontribusi Hutan terhadap Pendapatan Masyarakat Desa Sekitarnya Hasil pengolahan data mengenai berbagai sumber pendapatan masyarakat desa sekitar kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam dapat dilihat pada Tabel 11. Selanjutnya data tersebut dianalisis dan didapatkan informasi masing-masing besarnya pendapatan masyarakat yang bersumber dari pemanfaatan berbagai potensi kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam kemudian dianalisis lebih lanjut sehingga didapatkan kontribusi masingmasing sumber pendapatan (Tabel 12) dengan persentasenya yang digambarkan dengan grafik pada Gambar 3.
EQUATOR 1 (1), April 2002
23
Tabel 12. Sumber dan besarnya pendapatan penduduk yang bersumber dari pemanfaatan potensi kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam (1999/2000) Desa
Sumber pendapatan Kayu bakar Hasil hutan non kayu Ladang Kebun karet Kebun buah-buahan Usaha jasa pariwisata Jumlah
Kebong (Rp/KK/thn) 47.000 3.319.870 250.484 1.283.226 436.129 487.096 5.823.806
Usaha Jasa Kebun Buah- Pariwisata 5% buahan 10%
Kebun Karet 21%
Merpak (Rp/KK/thn) 77.285 3.086.714 451.476 1.125.143 618.571 85.714 5.441.905
Rataan 62.143 3.293.292 350.980 1.204.185 527.350 286.405 5.632.856
Kayu Bakar 1%
Hasil Hutan Non Kayu 57%
Ladang 6%
Gambar 3.
Rataan kontribusi pencaharian yang bersumber dari pemanfaatan potensi kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam terhadap pendapatan masyarakat desa sekitarnya (1999/2000)
3. Distribusi Pengeluaran Berbagai Macam Kebutuhan Keluarga Rataan pengeluaran masyarakat desa sekitar kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam sebesar Rp5.894.315 /KK/thn dengan kisaran minimum sebesar Rp1.318.000 /KK/thn dan maksimum Rp17.647.000 /KK/thn.
24 Tabel 13.
Fahruk dkk. (2002). Analisis Potensi dan Manfaat Hutan Wisata
Pengeluaran penduduk desa sekitar kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam (1999/2000)
Macam pengeluaran Makanan 1. beras 2. sayur mayur 3. lauk pauk dan semua keperluan dapur Non Makanan 1. pakaian 2. kesehatan 3. pendidikan 4. rokok/tembakau 5. bahan bakar/ listrik 6. lainnya Jumlah
Desa (Rp/KK/thn) Kebong Merpak
Rataan
1.098.581 368.065 890.000
1.395.429 310.952 1.029.524
1.247.005 339.509 496.462
291.935 195.000 673.548 767.097 142.000 1.918.065
326.190 131.905 207.680 814.286 112.857 1.114.286
309.063 163.453 440.584 790.691 127.428 1.516.175
6.345.581
5.443.048
5.894.315
Beras 22%
Lain-lain 25%
Sayur-mayur 6%
Bahan bakar/listrik 2% Rokok/ tembakau 14% Pendidikan Kesehatan 7% 3%
Lauk pauk dan semua keperluan dapur Pakaian 16% 5%
Gambar 4. Rataan distribusi pengeluaran keluarga penduduk desa sekitar kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam (1999/2000)
EQUATOR 1 (1), April 2002
25
Berdasarkan berbagai informasi di atas dapatlah kiranya disimpulkan, bahwa penduduk desa-desa di sekitar kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam menggunakan 72,77 % dari jumlah pendapatannya untuk pengeluaran lauk-pauk dan semua kebutuhan dapur serta untuk pengeluaran non makanan. Pendapatan tunai tersebut diperoleh dari kegiatan usaha/pencaharian sampingan seperti menyadap karet, mengumpulkan/memetik sarang burung walet, sebagian hasil mengumpul/memungut sayur-mayur di kawasan hutan wisata, sebagian dari usaha ladang yang hasilnya (berupa sayur-mayur, cabe rawit, pepaya, pisang dan tanaman semusim lainnya) dari kebun buah-buahan serta dari usaha jasa pelayanan pariwisata. Dari pengeluaran tunai tersebut di atas, selain digunakan untuk keperluan makanan (lauk pauk 16,47 %), kemudian 30,95 % digunakan untuk pengeluaran non makanan yang termasuk kebutuhan pokok (primer). Sisanya sebesar 25,35 % dikeluarkan bukan untuk keperluan non makanan pokok, melainkan untuk kebutuhan sekunder. Hal ini mengindikasikan bahwa kebutuhan pokok penduduk desa-desa sekitar kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam sudah dapat terpenuhi dari usaha-usaha pemanfatan potensi kawasan hutan wisata (95,9 %) ditambah dari usaha di luar kawasan berupa usaha sawah dan atau ladang, kebun buah-buahan serta kebun karet, sehingga mereka dapat menggunakan pendapatan tunai (cash income) yang mereka peroleh untuk keperluan lainnya yang bersifat kebutuhan sekunder.
4. Analisis Pemanfaatan Potensi Kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam dan Kontribusinya terhadap Pendapatan Masyarakat Desa Sekitarnya Analisis pemanfaatan potensi kawasan hutan wisata berdasarkan kontribusinya terhadap pendapatan masyarakat dilakukan secara deskriptif dengan tabulasi sederhadana sebagaimana terlihat pada Tabel 14. Berdasarkan analisis pemanfaatan potensi kawasan hutan wisata oleh masyarakat desa sekitarnya, dapat diketahui ternyata bahwa potensi-potensi yang dimanfaatkan tersebut memberikan kontribusi terhadap pendapatan. Berdasarkan hasil analisis, terlihat adanya beberapa permasalahan dalam pemanfaatan berbagai potensi yang terdapat di kawasan hutan wisata. Permasalahan tersebut dapat mempengaruhi kelanjutan usaha pemanfaatan dan potensi yang dimanfaatkan yang pada gilirannya akan bermuara pada pendapatan yang diperoleh masyarakat. Adanya kekhawatiran banyak pihak terhadap kelestarian berbagai potensi sumber daya hutan yang terdapat dalam kawasan tersebut. Sementara sampai dengan saat ini tingkat ketergantungan masyarakat terhadap potensi-potensi yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pendapatan sangat tinggi. Hal ini terbukti dari
26
Fahruk dkk. (2002). Analisis Potensi dan Manfaat Hutan Wisata
hasil analisis perkiraan ketergantungan pendapatan terhadap hutan wisata sebesar 91,8 hingga 99,9 %. Dari beberapa permasalahan yang teridentifikasi dalam penelitian ini diperkirakan yang paling krusial sebagai inti permasalahan adalah belum optimalnya upaya pembinaan dan pengembangan kawasan hutan Gunung Kelam sebagai suatu kawasan wisata alam. a. Permasalahan Pemanfaatan potensi sumberdaya hutan di kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam secara konvensional yang merusak oleh masyarakat desa sekitarnya masih tinggi dan cenderung dapat mengancam kelestarian dari potensi sumberdaya yang ada. Kegiatan yang dilakukan tersebut sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kondisi ini masih tetap berlangsung dikarenakan faktor luar dan faktor dalam. Istilah konvensional yang merusak sengaja digunakan untuk menggambarkan bahwa pemanfaatan potensi sumberdaya hutan yang merupakan bagian dari pengelolaan hutan belum mengarah kepada manfaat dan fungsi hutan sebagai suatu kawasan wisata alam yang sesungguhnya. Seharusnya pemanfaatan berbagai potensi yang terdapat di dalam kawasan hutan wisata akan menunjang pengembangan hutan menjadi kawasan hutan wisata yang sekaligus memberikan kontribusi terhadap pendapatan masyarakat sekitarnya. Yang terjadi adalah justru mengarah kepada kerusakan pada kawasan tersebut. b. Sebab-sebab Permasalahan inti yang dihadapi adalah pembinaan dan pengembangan kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam yang belum optimal. Sejak ditetapkannya kawasan ini sebagai suatu kawasan dengan fungsi lindung dan kawasan hutan wisata pembinaan dan pengembangannya sebagai kawasan hutan wisata dirasakan masih kurang, baik pembinaan kepada masyarakat sekitar kawasan hutan maupun terhadap kawasan hutannya sendiri.
EQUATOR 1 (1), April 2002
27
Tabel 14. Analisis pemanfaatan potensi kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam dan kontribusinya terhadap pendapatan masyarakat desa sekitarnya Potensi pemanfaatan Aktor Individual Komunal Yang berperan Tujuan/Orientasi Subsisten Komersil Semi komersil
Alasan:
Cara/pola: Waktu
Sistem kerja
Hasil hutan kayu (HHK)
Hasil hutan non kayu (HHNK)
Lahan hutan ladang Individual Pria dan wanita Penduduk asli Subsisten Semi komersil (sayur mayur) Komersil (cabe rawit)
Lahan hutan kebun karet Individual Pria dan wanita Penduduk asli Komersil
Lahan hutan kebun buah Individual Pria dan wanita Penduduk asli Semi komersil dan komersil
Usaha jasa pariwisata
Individual Pria dan wanita Penduduk asli Subsisten
Individual Komunal (sarang burung walet) Komersil Semi komersil
Individual Pria dan wanita Penduduk asli Komersil
Kebutuhan kayu bakar (energi)
Menambah Dekat tempat tinggal Adaptif pendapatan keluarga Adoptif Dekat tempat tinggal Manambah pendapatan keluarga
Harga cukup baik Menambah pendapatan Warisan Karena cukup ramainya Dekat tempat tinggal pengunjung Menambah pendapatan keluarga
Setiap saat tergantung persediaan
Setiap saat/ hari dan Sesuai musim musiman
Panen setiap hari
Musiman
Diambil dari hutan/kebun karet
Dipungut dari Terikat oleh aturan kawasan hutan dijual tradisi dan adat di pasar
Sadap diolah hasil kulat Dikerjakan sendiri/oleh orang lain bagi hasil 3:2
Petik (panen) dijual Bahan beli diproses, di pasar dalam dijual bentuk buah segar Mengambil untung Melibatkan tenaga kerja keluarga
Musiman hari libur
28
Fahruk dkk. (2002). Analisis Potensi dan Manfaat Hutan Wisata
Tabel 14 (Lanjutan) Potensi pemanfaatan Hambatan/masalah dan solusi
Hasil hutan non kayu (HHNK) Potensi semakin berkurang Harga tidak stabil Untuk potensi sarang burung dapat menurunkan hasil panen jika kawasan terganggu (misal kebakaran)
Lahan hutan ladang Potensi lahan semakin berkurang Lahan terlalu terjal dan berbatu Berladang/sawah di luar kawasan hutan wisata
Lahan hutan kebun karet Produktivitas rendah Pengembangan pada lahan di kawasan tidak memungkinkan lagi Potensi lahan kurang Tanaman di luar kawasan
Lahan hutan kebun buah Terrgantung musim Jenisnya banyak dan sedikit yang bernilai ekonomis tinggi Belum ada teknologi pasca panen Tanaman di luar kawasan
Usaha jasa pariwisata Terbatasnya objek wisata yang sudah dikembangkan Produk jasa yang ditawarkan terbatas Memilih peluang yang mudah dilakukan (berjualan makanan dan minuman)
Pendapatan: Rataan (Rp/KK/thn) 62.143 Rataan (%) 1,12
3.293.292 56,86
350.980 6,30
1.204.185 21,63
527.350 9,43
286.405 4,96
Keadaan potensi pada kawasan hutan Jenis-jenis yang wisata saat ini biasa digunakan sebelumnya sudah berkurang (leban, kelaki, letih, dll) Jenis yang banyak digunakan kayu karet
Keberlanjutan potensi sarang burung walet relatif masih stabil Satwa liar potensinya sudah kurang
Masih banyak penduduk yang merambah hutan untuk ladang Produktivitas lahan semakin berkurang Stabilitas tata air terganggu Hutan sekunder bekas kebakaran akibat ladang
Tanaman sudah tua Kebun campuran Kebun hutan Produktivitas kurang Kurang terpelihara
Pola campuran Kebun hutan Tanaman tua Kurang terpelihara
Jenis usaha yang dilakukan seragam (makanan dan minuman) Dominan produk Desa Kebong
Konflik yang sering terjadi
Hasil hutan kayu (HHK) Potensi di kawasan semakin berkurang Memanfaatkan kayu karet Mencari di luar kawasan
Eksternal: Internal: Larangan Pembagian hasil penebangan pohon yang tidak merata dalam kawasan oleh pemerintah
Eksternal: Internal: Larangan membuka Kesalahpahaman hutan diselesaikan secara adat
Internal: Internal: Perebutan pohon buah Berebut tempat (lokasi) di hutan penyelesaian secara adat “Sabung Adat”
EQUATOR 1 (1), April 2002
29
c. Akibat-akibat Akibat-akibat yang ditimbulkan oleh belum optimalnya pembinaan dan pengembangan kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam hingga saat ini dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu akibat pada tingkat unit manajemen pemanfaatan potensi oleh masyarakat dan akibatnya yang terjadi pada kondisi fisik kawasan hutan hutan wisata.
2. Tujuan Tujuan dari pembinaan dan pengembangan kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam didasarkan pada kebutuhan dan harapan pihak-pihak yang berperan/terkait. Tujuan umum dari semua pihak adalah perlindungan dan penyempurnaan sistem pemanfaatan potensi kawasan hutan wisata sesuai dengan kondisi wilayah setempat serta dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada masyarakat sekitarnya. Dalam hal ini khususnya masyarakat desa di sekitar kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam. a. Mempertahankan Pemerintah adalah pihak yang paling menentukan adanya sistem pemanfaatan suatu kawasan hutan yang mempertimbangkan daya dukung kawasan tersebut, khususnya untuk mengurangi gangguan terhadap sumber dayaalam yang ada dalam kaitannya dengan ekosistem tropis lembap, pertimbangan ini juga merupakan prioritas harapan negara-negara mampu, lembaga swadaya dan organisasi-organisasi internasional lainnya. Mempertahankan menyangkut pula struktur dan fungsi dari keseluruhan atau sebagian dari potensi-potensi yang terdapat di dalam suatu kawasan hutan seperti tanah, tata air, kehidupan tanaman serta hewan dan tidak ketinggalan juga manusianya. b. Menyempurnakan/memperbaiki Berdasarkan pada realita yang berlangsung di lingkungan kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam menunjukkan adanya indikasi yang mengarah kepada upaya-upaya untuk mempertahankan eksistensi potensi-potensi sumberdaya alam supaya dapat berfungsi ganda. Di satu sisi sebagai fungsi lindung dan di sisi lainnya potensi-potensi tersebut bermanfaat secara ekonomis akan terus berlangsung. Inisiatif ini lebih banyak diperankan oleh pemerintah antara lain berupa kebijakan yang berbentuk peraturanperaturan atau larangan-larangan kepada masyarakat untuk tidak “merusak “ hutan, sedangkan sebagian besar anggota masyarakat belum memahami secara mendalam maksud dan tujuannya, hal ini karena keterbatasan pengetahuan di samping sulit untuk merubah budayanya. Lebih lanjut yang perlu dimasukkan dalam upaya perbaikan dan penyempurnaan pembinaan dan pengembangan kawasan hutan wisata adalah berkaitan dengan
30
Fahruk dkk. (2002). Analisis Potensi dan Manfaat Hutan Wisata
peningkatan infrastruktur seperti perbaikan pertahanan dan keamanan, sarana penunjang perekonomian, perdagangan, aturan-aturan hak penggunaan lahan (konflik antara kepentingan negara dan hak adat) serta memacu pengembangan potensi objek wisata alam, sehingga menjadi semakin menarik. Di samping itu tidak kalah pentingnya yaitu pengadaan tenaga penyuluh lapangan. Walaupun demikian kesemuanya sangat tergantung dari situasi dan kondisi serta keinginan dari semua pihak untuk mengembangkan potensi-potensi yang terdapat dalam kawasan hutan wisata menjadi suatu kawasan wisata alam (ekoturisme) yang lebih representatif. c. Memanfaatkan/memberdayakan Pengalaman telah membuktikan, bahwa pemanfaatan yang berlebihan telah mengakibatkan semakin langkanya jenis-jenis satwa liar di wilayah studi, belum lagi kerusakan pada kondisi fisik kawasan hutan sebagai dampak dari pembukaan hutan yang digunakan untuk kegiatan perladangan seperti erosi, terganggunya stabilitas tata air, matinya berbagai jenis pohon karena terjadi kebakaran hutan, menurunnya hasil panen sarang burung walet dan lain-lain. Bagi pemerintah, pembinaan dan pengembangan kawasan hutan wisata bila berhasil dengan baik, maka manfaat yang dapat diperoleh antara lain ialah suatu prestise karena telah berhasil melaksanakan peran dan fungsi untuk membina dan membangun masyarakat guna meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraannya. Di samping itu manfaat lainnya yang mungkin dapat diperoleh ialah adanya pemasukan bagi pemerintah melalui penarikan retribusi, baik dari pengunjung maupun dari usaha-usaha jasa pelayanan pariwisata. Retribusi yang dapat dipungut misalnya retribusi karcis masuk, parkir kendaraan dan dari usaha warung/kios yang ada di dalam kawasan wisata. d. Membangun/menatanya Keberhasilan pembangunan dan pengembangan kawasan hutan wisata akan dapat terwujud bila semua unsur yang terkait dapat menjalankan peran dan fungsinya dan saling mendukung. Dalam hal ini pemerintah sebagai pembuat kebijakan harus konsisten melaksanakan pembinaan pada masyarakat maupun pembangunan pada kawasan tersebut. Masyarakat desa di sekitar kawasan, merupakan pihak yang akan merasakan secara langsung dampak-dampak dari pembangunan atau penataan kawasan hutan wisata antara lain bentuk partisipatifnya mengurangi/tidak melakukan aktivitas di dalam kawasan hutan yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan. Peran pemerintah dalam kegiatan pembangunan kawasan wisata selain menyediakan infrastruktur pendukung diharapkan juga memberikan insentif kepada petani berupa bantuan bibit dan sarana produksi lainnya,
EQUATOR 1 (1), April 2002
31
sedangkan kepada pengusaha/investor yang berminat untuk mengembangkan usaha di sektor jasa pariwisata hendaknya juga diberikan insentif berupa kemudahan-kemudahan dalam hal birokrasi dan deregulasi serta jaminan stabilitas keamanan. Keberhasilan pembangunan dan penataan kawasan hutan wisata menjadi objek wisata alam yang representatif sekaligus akan memberikan manfaat kepada penduduk sekitarnya dan akan terpenuhinya kebutuhan, berupa kebutuhan materiel, finansial, keamanan, pengakuan dasar hak dan kebutuhan batin/moril.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelusuran tentang analisis potensi dan manfaat kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam ditinjau dari kontribusinya terhadap pendapatan masyarakat desa sekitarnya, ada beberapa hal yang dapat disimpulkan: 1. Ditinjau dari letak geaografis, karakteristik potensi-potensi kawasan maupun aspek sosial dan budaya masyarakat di sekitarnya, maka pengembangan objek-objek wisata alam (ecotourism) pada kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam ke depan prospeknya cukup baik. 2. Khususnya ditinjau dari potensi-potensi kawasan hutan wisata yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitarnya, maka kecenderungan akan timbulnya konflik kepentingan terhadap kawasan tersebut sangat besar. Oleh sebab itu dalam rangka pengembangan kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam sebagai objek wisata alam yang lebih “representatif” hendaknya selalu memperhatikan perlunya pendekatan secara persuasif maupun agak lebih tegas kepada masyarakat desa sekitarnya, karena terbukti bahwa tingkat ketergantungan masyarakat terhadap potensi-potensi yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pendapatan cukup tinggi (lebih dari 90 % kebutuhannya dapat terpenuhi). Terbukti pula bahwa di antara aktivitas yang dilakukan masyarakat telah menyebabkan gangguan terhadap stabilitas ekosistem kawasan hutan wisata seperti membuka lahan ladang, penebangan pohon, pembakaran ladang dan lain-lain. 3. Walaupun kontribusi yang diberikan oleh potensi jasa pariwisata terhadap pendapatan masih relatif kecil bagi masyarakat sekitar kawasan hutan wisata, namun indikasi bahwa manfaat dari potensi ini sudah kelihatan, oleh sebab itu pembinaan dan pengembangan kawasan hutan wisata dan masyarakat sekitarnya dimungkinkan akan dapat memperbesar kontribusi hutan wisata dari sektor usaha jasa, baik kepada masyarakat desa sekitarnya dari usahanya maupun pemberian
32
4.
Fahruk dkk. (2002). Analisis Potensi dan Manfaat Hutan Wisata
“income“ kepada pemerintah khususnya pemerintah Kabupaten Sintang. Pola pembinaan dan pengembangan yang telah dilakukan oleh pemerintah di pihak terkait secara lintas sektoral baik terhadap masyarakat sekitar kawasan maupun terhadap kawasan hutan wisata masih belum optimal, hal ini disebabkan oleh faktor internal dan eksternal.
Saran Alternatif solusi yang dapat digunakan untuk menjaga eksistensi kawasan hutan wisata agar dapat lestari serta mempunyai manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat adalah mengoptimalkan pembinaan dan pengembangan potensi-potensi yang terdapat pada kawasan tersebut maupun kepada masyarakat yang ada di sekitarnya melalui: 1. Peningkatan pengetahuan masyarakat dengan cara penyuluhan, kursus dan sejenisnya tentang manfaat dan fungsi hutan, teknologi pertama tepat guna, industri pedesaan, ekonomi pedesaan dan lain-lain. 2. Peningkatan sarana dan prasarana untuk pengamanan lingkungan baik berupa perangkat keras maupun lunak. 3. Peningkatan kuantitas dan kualitas petugas untuk mengamankan potensi kawasan atau manajemen pengelolaan kawasan hutan wisata. 4. Melibatkan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) terhadap eksistensi dan pengembangan kawasan Hutan Wisata Gunung Kelam. 5. Adanya insentif yang diberikan oleh pemerintah untuk mempercepat (akselerasi) pengembangan kawasan hutan wisata kepada investor yang berminat.
DAFTAR PUSTAKA Akhdiyat, M. 1996. Analisis Kontribusi Hutan Terhadap Pendapatan Masyarakat Desa Sekitarnya. Tesis S-2 Program Pascasarjana Magister Program Studi Ilmu Kehutanan Universitas Mulawarman, Samarinda. Anonim. 1988. Pariwisata Nusantara Indonesia. Direktorat Jenderal Pariwisata, Jakarta. Anonim. 1992. Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Karet. Direktorat Bina Produksi. Direktorat Jenderal Perkebunan. Departemen Pertanian Republik Indonesia, Jakarta.
EQUATOR 1 (1), April 2002
33
Anwar. 1993. Perubahan Pelaku Peladang Menuju Tanah yang Produktif dalam Rangka Meningkatkan Pendapatannya. Makalah pada Lokakarya Pengendalian Peladang Berpindah dan Perambah Hutan. Cisarua. Darusman, D. 1991. Studi Alternatif Pemanfaatan Sumberdaya Hutan dalam Bentuk Usaha Wisata (Kasus Areal Wisata Cibodas Jawa Barat). Media Persaki. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Djandam, Y.P. dan G. Abu. 1981. Pelestarian Alam Melalui Pemanfaatan Lahan yang Optimal. Makalah Seminar Agroforestry dan Pengendalian Perladangan IV – 3 Tanggal 19-21 November 1991. Jakarta. Dove, M.R. 1988. Sistem Perladangan di Indonesia. Studi Kasus di Kalimantan Barat. Gadjah Mada Press, Yogyakarta. Giesen, W. 1986. Mengikuti Jejak Molengraaf ke Bukit Kelam. World Wildlife Fund Grater, R.K. 1976. The Interpreter Handbooks. Southwest Park and Monument Association, USA. Kartasubrata, Y. 1992. Masyarakat di dalam dan sekitar Hutan. Beberapa Studi Kasus di Jawa dan Luar Jawa. Makalah Penunjang untuk Kelompok Materi Pembahasan SDM dalam Kongres Kehutanan Indonesia II, Tanggal 12-15 Oktober 1990. Jakarta. Komar, T.E. 1982. Sedikit Tentang Hutan Masyarakat. Duta Rimba Tahun VIII (56). Lahjie, A.M. 1988. Historical and Present Trends of Agroforestry in East Kalimantan (Tahap Kedua). Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi Kerjasama JICA – Pusrehut Universitas Mulawarman, Samarinda. Mubyarto dkk. 1991. Kajian Sosial Ekonomi Desa-Desa Perbatasan Kalimantan Timur. Aditya Media, Jakarta. Mubyarto dkk. 1992. Desa dan Perhutanan Sosial. Kajian Sosial Antropologis di Propinsi Jambi. P3PK. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Priasukmana, S. 1993. Ekoturisme Sebagai Pengembangan Usaha Bidang Kehutanan di Masa Datang. Makalah pada Seminar Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Tanggal 14 Agustus 1992 di Jakarta. Duta Rimba Edisi 161-162/XIX/1993.
34
Fahruk dkk. (2002). Analisis Potensi dan Manfaat Hutan Wisata
Rachmat, A.M. 1998. Kontribusi Taman Nasional Kayan Mentarang dalam Kegiatan Ekoturisme di Kalimantan Timur. Makalah pada Seminar Strategi Pengembangan Pariwisata, Seni dan Budaya Kalimantan Timur, Samarinda. Sapardi. 1991. Pedesaan di Sekitar Perkebunan Besar. Dalam: Mubyarto dkk. (Eds.) 1991. Pengembangan Perekonomian Rakyat Kalimantan. Yayasan Agro Ekonometrika, Jakarta. Sardjono, M.A. 1995a. Budidaya Lembo Kalimantan Timur. Satu Model untuk Pengembangan Pemanfaatan Lahan Agroforestry di Daerah Tropis Lembap. Disertasi Doktor Universitas Hamburg, Jerman. Mulawarman Forestry Report, Samarinda. Sardjono, M.A. 1995b. Agroforestry (Bagian I: Konsep Dasar). Edisi Kedua. Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Samarinda. Soemarwoto, O. 1985. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Djembatan, Jakarta. Soetrisno, I. 1993. Problematika Sosial Masyarakat Sekitar Hutan di Indonesia dan Etika Pemanfaatan Sumberdaya Hutan. Dalam: Samardi dkk. (Eds.) 1993. Norma-norma Kelestarian Sosial, Ekonomi dan Teknologi Pengelolaan Sumberdaya Alam. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Sulistyo. 1991. Masalah Sosial Ekonomi Pedesaan di Wilayah Perbatasan Kalimantan Timur. Dalam: Mubyarto dkk. (eds.) 1991. Perekonomian Rakyat Kalimantan. Yayasan Agro Ekonometrika, Jakarta.
PERNYATAAN Dengan selesainya laporan hasil penelitian ini maka penulis dengan segala kerendahan hati memohon maaf yang sebesar-besarnya seandainya terdapat kekeliruan-kekeliruan dalam tulisan ini, hal ini bukan karena kesengajaan melainkan karena keterbatasan-keterbatasan yang ada pada penulis. Pada kesempatan ini juga diucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah berkenan membantu, mulai dari proses awal hingga selesainya tulisan ini, semoga semua amal baiknya mandapat ganjaran yang setimpal dari Allah SWT. Semoga tulisan ini akan bermanfaat bagi yang memerlukannya.