I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian sampai saat ini masih mempunyai peranan yang cukup penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap pendapatan nasional, sektor ini pada tahun 2003 mempunyai sumbangan 15.03 persen terhadap PDB. Sedangkan ditinjau dari penyerapan tenaga kerja, sektor pertanian ini menyerap tenaga kerja paling besar di antara sektor-sektor yang lain, yaitu sekitar 49 persen. Dengan demikian, tampak bahwa sektor pertanian masih merupakan sektor yang diperhitungkan sebagai penunjang dan pendorong perekonomian nasional. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada pertengahan tahun 1997, secara jelas telah memperlihatkan ketangguhan sektor pertanian Indonesia. Pada saat krisis hebat pada tahun 1998, sektor ini bisa tumbuh 0.22 persen, sementara perekonomian nasional secara agregat mengalami kontraksi yang luar biasa hebat, yaitu sebesar 13.70 persen. Dampak dari kontraksi perekonomian ini adalah menurunnya penyerapan lapangan kerja, yaitu sebesar 2.13 persen (sekitar 6.40 juta orang). Seluruh sektor ekonomi (kecuali listrik) mengalami penurunan penyerapan tenaga kerja, sementara itu sektor pertanian justru mampu meningkatkan kapasitas penyerapan tenaga kerja. Peranan pupuk dalam pembangunan pertanian
khususnya dalam
peningkatan produksi pertanian sangat menentukan, terutama melalui program intensifikasi. Penggunaan pupuk diperkirakan mampu meningkatkan produksi 30 – 40 persen. Sementara struktur biaya pupuk dalam proses produksi hanya 18 persen. Hal inilah yang mendasari pemerintah pada masa lalu memberlakukan subsidi pupuk bagi petani. Kebijakan subsidi pupuk ini bersama dengan kebijakan
2
harga output merupakan suatu kebijakan yang diterapkan pemerintah selama lima Pelita, yaitu tahun 1969 – 1997 yang mampu berperan sebagai suatu insentif bagi petani untuk meningkatkan produksi pangan. Kebijakan ini merupakan bagian integral dari paket program intensifikasi yang telah membuat keberhasilan pembangunan pertanian khususnya komoditas pangan dengan tercapainya swasembada beras. Indonesia merupakan salah satu negara pendiri Organiasasi Perdagangan Dunia, World Trade Organization (WTO) dan telah meratifikasi persetujuan pembentukan WTO melalui Undang-Undang No. 7 tahun 1994. Dengan diratifikasinya persetujuan WTO tersebut, maka secara legal semua perjanjian WTO menjadi hukum yang wajib dilaksanakan di Indonesia. Subsidi pupuk dianggap sebagai sebuah restriksi perdagangan yang tidak sesuai dengan semangat liberalisasi perdagangan. Oleh karena itu, subsidi pupuk harus dihapuskan. Penghapusan subsidi pupuk di Indonesia selain karena alasan mengikuti semangat liberalisasi perdagangan, juga karena alasan semakin besarnya beban yang ditanggung pemerintah melalui APBN. Oleh karena itu, secara bertahap mulai tahun 1990 pemberian subsidi pupuk mulai dikurangi, dan terhitung mulai tanggal 1 Desember 1998 subsidi semua jenis pupuk dihapuskan atas desakan IMF dalam program pemulihan ekonomi,
Structure Adjustment
Programme (SAP). Sejalan dengan kebijakan pencabutan subsidi pupuk tersebut, pemerintah juga membebaskan tataniaga pupuk. Kebijakan Structure Adjustment Programme (SAP) yang dijalankan oleh IMF yang dijadikan sebagai dasar kebijakan dalam mengatasi krisis ekonomi di Indonesia adalah: (1) mencabut subsidi pada semua kegiatan yang selama ini dilakukan oleh negara, termasuk di sektor pertanian, (2) privatisasi terhadap seluruh badan usaha negara yang selama ini bergerak dalam bidang ekonomi, dan
3
(3) membebaskan pasar dalam negeri dari pasar luar negeri dengan membebaskan hambatan-hambatan dan mengurangi pajak impor dari luar negeri. Dengan dicabutnya subsidi harga pupuk maka pemerintah tidak lagi ikut campur dalam penetapan dan penentuan harga jual pupuk di tingkat konsumen. Harga yang berlaku mengikuti mekanisme pasar. Hal ini telah berdampak pada peningkatan harga pupuk serta keragaman harga jual pupuk di tingkat konsumen. Bagi pemerintah, pupuk tidak lagi bisa dijadikan instrumen kebijakan yang dapat mendorong tercapainya sebuah program pembangunan pertanian seperti program ketahanan pangan. Dari sisi industri pupuk, adanya penghapusan subsidi pupuk berdampak pada meningkatnya iklim persaingan dalam bisnis pemasaran pupuk dalam negeri, dan pada sisi lain kebijakan tersebut menimbulkan ekses terhadap ketersediaan pupuk. Pemerintah juga mencabut hak monopoli tataniaga pupuk urea oleh PT PUSRI bukan lagi satu-satunya perusahaan yang bertanggung jawab dalam pengadaan pupuk dalam negeri telah menyebabkan harga pupuk menjadi meningkat. Pada awal berdirinya, industri pupuk di Indonesia dibangun untuk mendukung usaha pencapaian swsembada pangan, dan industri pupuk merupakan bagian dari sistem ketahanan pangan nasional. Pada perkembangannya, status industri pupuk diubah dari Perusahaan Umum (Perum) menjadi Persero. Dengan status barunya sebagai Persero, maka industri pupuk dituntut untuk menghasilkan laba sebagaimana badan usaha lainnya. Peran ganda sebagai institusi yang diwajibkan mendukung program ketahanan pangan, dan peran sebagai industri yang dituntut untuk menghasilkan laba, merupakan dilema tersendiri bagi industri pupuk nasional.
4
Tugas utama yang dibebankan pemerintah kepada industri pupuk adalah menyediakan kebutuhan pupuk nasional. Khusus untuk pupuk urea, ekspor bisa dilakukan setelah kebutuhan dalam negeri dipenuhi. Bagi industri pupuk yang dituntut untuk menghasilkan laba, tentunya kewajiban ini akan memberatkan. Kalau boleh memilih, industri pupuk lebih memilih mengekspor produksinya dari pada menjualnya di pasar domestik, karena harga internasional jauh lebih tinggi dari harga domestik yang ditetapkan oleh pemerintah. Karena Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor utama pupuk urea di dunia, maka kebijakan pemerintah Indonesia mengenai produksi dan perdagangan pupuk, akan memiliki pengaruh terhadap perdagangan pupuk di dalam negeri dan di pasar internasional. Pupuk merupakan kebutuhan yang utama yang sangat diperlukan dalam membantu meningkatkan produksi dan kualitas hasil pertanian. Adanya kebijakan liberalisasi perdagangan pupuk dalam bentuk penghapusan subsidi pupuk, perlu dilakukan kajian secara komprehensif dan mendalam untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan, sehingga dapat dirumuskan alternatif kebijakan yang perlu ditempuh untuk mengantisipasinya. 1.2. Permasalahan Selain benih, sarana produksi pertanian yang strategis yang mendapatkan dukungan subsidi adalah pupuk. Indonesia dihadapkan pada pilihan tetap memberikan subsidi harga pupuk ataukah mencabutnya. Argumentasi untuk tetap memberikan subsidi pupuk adalah karena sektor pertanian masih dianggap sebagai sektor yang sangat penting dimana sektor ini menyerap hampir setengah dari tenaga kerja total yang pada umumnya petani kecil yang memerlukan perlindungan dalam menghadapi persaingan global.
5
Argumentasi lain untuk tetap memberikan subsidi adalah, sebuah negara akan menjadi sangat rentan bila menggantungkan ketersediaan pangannya hanya pada impor.
Komoditas pangan yang diperdagangkan di dunia internasional
hanya dalam jumlah yang sangat kecil, yaitu sekitar 10 persen dari total produksi di dunia. Karena itu kebijakan untuk menyediakan produksi pangan dari produksi domestik dalam bentuk program ketahanan pangan merupakan program yang harus tetap dalam kendali pemerintah. Untuk mensukseskan program ketahanan pangan tersebut, salah satu upaya untuk mencapainya adalah dengan cara memberikan subsidi pupuk. Argumentasi untuk mencabut subsidi pupuk adalah karena Indonesia sudah merupakan anggota WTO yang mengharuskan setiap anggotanya untuk meliberalkan perdagangannya, yang salah satunya adalah dalam bentuk kebijakan pencabutan subsidi pupuk. Adanya pencabutan subsidi pupuk yang berarti adanya peningkatan harga jual di pasar, akan meningkatkan peluang bagi perusahaan-perusahaan untuk masuk dalam pasar sehingga akan menimbulkan adanya pesaing baru. Akibat dari keadaan ini persaingan antara perusahaan pupuk akan semakin ketat, yang ditandai dengan adanya kompetisi dalam pelaksanaan manajemen pemasaran. Hal ini terjadi tidak hanya antar industri pupuk
domestik, bahkan persaingan
dimungkinkan terjadi antara industri pupuk domestik dengan pupuk yang berasal dari impor. Sedangkan dari sisi konsumen yakni petani, adanya pencabutan subsidi pupuk akan berdampak
perubahan perilaku dalam mengkonsumsinya, yakni
dapat terjadi adanya pengurangan penggunaaan pupuknya, ataupun tetap jumlah
6
penggunaannya namun mensubstitusinya dengan jenis pupuk lain yang lebih murah. Perubahan perilaku permintaan pupuk ini sangat tergantung pada kondisi sosial petani. Adanya perubahan perilaku penawaran dan permintaan pupuk ini, akan berakibat adanya dampak lanjutan terhadap produksi maupun pendapatan petani, sehingga kemudian akan mempengaruhi kinerja sektor pertanian secara keseluruhan. Perubahan-perubahan
yang
terjadi
tersebut,
maka
menimbulkan
permasalahan yang layak untuk dipelajari. Permasalahan tersebut secara umum dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Bagaimana dampak liberalisasi perdagangan pupuk yang terjadi di Indonesia dan di dunia terhadap kinerja perdagangan pupuk di pasar domestik maupun di pasar internasional ? 2. Bagaimana dampak liberalisasi perdagangan pupuk di Indonesia dan di dunia terhadap kinerja sektor pertanian di Indonesia baik untuk sub sektor perkebunan maupun sub sektor tanaman pangan ? 3. Alternatif kebijakan apakah yang perlu ditempuh pemerintah pada masa datang untuk mengantisipasi dampak negatif yang ditimbulkan oleh adanya liberalisasi perdagangan pupuk?
1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Penelitian ini secara umum bertujuan untuk meramalkan dampak liberalisasi perdagangan pupuk terhadap kinerja perdagangan pupuk dan sektor pertanian di Indonesia pada tahun 2004 – 2010. Tujuan khusus penelitian adalah sebagai berikut:
7
1. Meramalkan dampak liberalisasi perdagangan pupuk yang terjadi di Indonesia dan di dunia terhadap kinerja perdagangan pupuk di pasar domestik maupun di pasar internasional. 2. Meramalkan dampak liberalisasi perdagangan pupuk di Indonesia dan di dunia terhadap kinerja sektor pertanian di Indonesia untuk sub sektor perkebunan maupun sub sektor tanaman pangan. 3. Merumuskan berbagai alternatif kebijakan yang perlu ditempuh pemerintah pada masa datang dalam upaya mengantisipasi dampak negatif yang ditimbulkan oleh adanya liberalisasi perdagangan pupuk. Penelitian ini diharapkan memperkaya hasil penelitian di bidang pertanian dengan telaah yang lebih mendalam pada komoditas pupuk sebagai faktor input pada usaha pertanian. Secara praktis, penelitian ini juga diharapkan dapat berguna sebagai masukan para pengambil keputusan di lembaga pemerintahan, seperti Departemen Pertanian, Departemen Perindustrian, atau BUMN Pupuk. 1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Model ekonomi pupuk dan sektor pertanian dibangun berdasarkan abstraksi fenomena yang menjelaskan perilaku produksi, konsumsi, dan perdagangan pupuk yang terintegrasi dengan ekonomi pupuk, ekonomi perkebunan, dan ekonomi tanaman pangan. Penelitian ini menggunakan pendekatan ekonometrika dalam bentuk sistem persamaan simultan. Komoditas tanaman pangan yang dipilih untuk diteliti adalah komoditas pangan utama yang berkaitan dengan ketahanan pangan nasional yaitu padi, jagung, dan kedele. Sedangkan komoditas perkebunan yang dipilih adalah komoditas yang berorientasi ekspor yaitu : kelapa sawit, teh, dan kakao.
8
Permintaan pupuk terdiri dari permintaan pupuk untuk urea, TSP, dan KCl. Masing-masing permintaan jenis pupuk tidak didisagregasi menurut komoditas, melainkan dilakukan secara agregat yaitu permintaan pupuk untuk tanaman perkebunan dan tanaman pangan. Kinerja ekonomi yang diamati adalah kinerja perdagangan dan kinerja produksi sektor pertanian. Kinerja keduanya dilihat dari kemampuan produksi, ekspor, impor, dan harganya. Negara pengekspor dan pengimpor pupuk yang diteliti adalah negara yang mempunyai pangsa utama pada periode tahun 1997 – 2002. Negara tujuan ekspor urea utama Indonesia adalah Vietnam, Taiwan, Filipina, Thailand dan Malaysia. Negara pengekspor urea utama adalah Soviet, Kanada, Rumania, Arab Saudi, dan Amerika Serikat. Negara pengimpor urea utama adalah Amerika Serikat, Vietnam, Australia, dan Thailand. Negara pengekspor TSP utama adalah Amerika Serikat, Tunisia, dan Maroko. Negara pengimpor TSP utama adalah Iran dan Brazil. Negara pengekspor KCl utama adalah Kanada, Jerman, Soviet, dan Yordania. Negara pengimpor KCl utama adalah Cina dan Brazil. Model ekonomi pupuk dan sekor pertanian yang dibangun mempunyai keterbatasan sebagai berikut : 1. Model tidak mempertimbangkan adanya biaya transportasi yang merupakan pembeda harga antar negara-negara yang terlibat dalam perdagangan pupuk. 2. Penawaran pupuk tidak memperhitungkan stok dan penyusutan. 3. Perdagangan komoditas tanaman perkebunan dan tanaman pangan tidak mendisagregasi negara pengekspor dan pengimpor. 4. Kondisi liberalisasi perdagangan diasumsikan sebagai harga domestik sama dengan harga dunia (berlakunya the law of one price), dan bukan nondistorted price dalam perekonomian.
9
5. Harga dunia diasumsikan sebagai harga dalam kondisi liberal, walaupun harga dunia tersebut terbentuk ketika tidak seluruh negara di dunia yang terliabt dalam perdagangan pupuk telah menghilangkan hambatan-hambatan dalam bentuk tarif, subsidi ataupun hambatan tarif lainnya. 6. Model ekonometrika yang digunakan dalam menjelaskan perdagangan pupuk tidak mempertimbangkan blok-blok kerjasama regional seperti ASEAN. 7. Intervensi pemerintah dalam hal perdagangan pupuk hanya dipertimbangkan untuk negara-negara pengekspor saja, untuk negara pengimpor tidak dipertimbangkan intervensi perdagangannya. 8. Model ini mengasumsikan bahwa komoditas tanaman pangan baik impor dan domestik bersifat perfect substitution, sedangkan dalam realitasnya terdapat atribut produk tanaman pangan yang berbeda antara produk pangan impor dan produk pangan domestik. 9. Model tidak mempertimbangkan penurunan kualitas lahan pertanian. Hal ini berimplikasi pada asumsi bahwa kualitas lahan pada masa lalu dengan masa mendatang tetap, sehingga dianggap tidak pernah terjadi kondisi leveling off pada komoditas pertanian. 10. Komoditas hortikultura sayuran yang juga merupakan bahan pangan penting tidak diteliti, karena data tidak lengkap dan mempunyai banyak varietas.