ANALISIS PILIHAN RASIONAL YUNANI MENANDATANGANI FISCAL COMPACT SEBAGAI RESOLUSI KRISIS UTANG (DESEMBER 2009 – MARET 2012) Nama Mahasiswa: Hanifah Ahmad Nama Pembimbing: Fredy Buhama Lumban Tobing Departemen Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Mengapa Yunani menandatangani Fiscal Compact menjadi pertanyaan yang tidak terelakkan ketika berkembangnya pandangan Euroscepticism terhadap manfaat langsung mata uang negara mereka bergabung dengan pasar umum. Krisis utang dimulai ketika Yunani gagal memenuhi persentase utang yang diizinkan oleh Kriteria Maastricht. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk menghasilkan penjelasan yang bertumpu pada daya tawar, kepemimpinan dan keputusan negara. Menggunakan proses identifikasi melalui amandemen yang dihasilkan dari negosiasi rancangan resolusi, penelitian ini yakin untuk menyimpulkan bahwa Yunani adalah pengikut Perancis dan Jerman sehingga mereka tidak punya pilihan selain untuk menandatangani perjanjian. Negara-negara dengan power tinggi cenderung menjadi sponsor sebagai lawan penandatangan draft resolusi. Yunani memilihi tingkat rendah pada pemetaan power dibandingkan dengan negara-negara Uni Eropa lainnya. Oleh karena itu, akan sulit bagi Yunani untuk mengklaim kepemimpinan untuk bernegosiasi pada perjanjian. Akibatnya, ia tidak dimiliki kapabilitas untuk membentuk agenda yang bermanfaat dan cocok bagi negaranya. Kata kunci: krisis utang Yunani, Uni Eropa, Fiscal Compact
Latar Belakang dan Rumusan Masalah Semua anggota Eurozone wajib untuk memenuhi kriteria konvergensi sebelum bisa menggunakan mata uang Euro, diantaranya adalah tingkat utang yang tidak boleh lebih dari 60% dari PDB. Berdasarkan kriteria konvergensi Traktat Maastricht, Yunani adalah negara pertama yang tidak sanggup untuk memenuhi syarat konvergensi tersebut. Pada tahun 2007, Yunani jatuh akibat krisis, yang diakibatkan dari jumlah utang nasional publiknya yang terlalu banyak dan Yunani tidak sanggup untuk menyeimbangkan kembali rasio utang terhadap PDB. Jatuhnya Yunani merupakan akumulasi utang <90% sejak tahun 1995. Dalam kacamata Jerman dan negara-negara Eropa Utara, krisis ini semata-mata adalah perilaku
1 Analisis pilihan…, Hanifah Ahmad, FISIP UI, 2013
Universitas Indonesia
pemborosan dimana Yunani tidak bijak dalam mengatur anggarannya.1 Pemborosan tersebut, diikuti dengan pemalsuan laporan keuangan menimbulkan efek bukan hanya kepada Yunani, namun juga menular pada anggota bermasalah lainnya, seperti Portugal, Spanyol, Irlandia dan Italia. Namun, negara-negara bermasalah lainnya tidak persis boros. Sebelum krisis pemerintah Irlandia dan Spanyol mengalami surplus anggaran. Keduanya cermat dalam batas defisit dan utang yang ditetapkan oleh Kriteria Kovergensi.
Sumber: “European Public Debt at Glance”, CNN International Edition 21 Juli 2011 diakses dari: http://edition.cnn.com/2011/BUSINESS/06/19/Europe.debt.explainer/index.html pada 24 Maret 2013, pukul 19:08 WIB.
Gambar 1.1 Data rasio utang publik negara-negara Uni Eropa Krisis utang Yunani di atas memberi kesimpulan bahwa ia dengan sukarela memilih untuk tidak mematuhi peraturan ditambah dengan memalsukan laporan keuangan. Selain pemborosan dalam kasus Yunani, faktor eksternal seperti pengaruh subprime mortgage crisis dan tingkat bunga yang sangat rendah menyebabkan Portugal, Italia, Irlandia dan Spanyol sangat rapuh untuk terkena krisis. Dengan demikian, Yunani adalah negara yang pertama jatuh dengan tingkat utang yang berlebih. Kedalaman integrasi Uni Eropa menyebabkan negara-negara anggotanya sangat rentan terhadap efek domino, karena mirroring effect-nya tinggi. 1
“A very short introduction of the crisis” dalam The Economist Special Report: Europe and its Currency diakses dari: http://www.economist.com/node/21536871 pada 24 Maret 2013, pukul 19:23 WIB.
2 Analisis pilihan…, Hanifah Ahmad, FISIP UI, 2013
Universitas Indonesia
Jadi, pada saat Yunani jatuh negara-negara lainnya seperti Irlandia, Italia dan Portugal terkena efek domino tersebut. Krisis Uni Eropa adalah keadaan dengan banyaknya negara anggotanya yang memiliki rasio utang terhadap PDB yang berlebih sementara krisis utang Yunani adalah keadaan neraca nasional Yunani dimana rasio utangnya lebih tinggi dari 100% dari PDB. Krisis Yunani, Krisis Irlandia dan krisis di negara lainnya dengan tingkat utang berlebih membuat krisis Uni Eropa menjadi semakin memanas. Oleh karena ketidaksanggupan Yunani untuk memenuhi Kriteria Konvergensi dan menekan tingkat utangnya dalam batas normal, maka ia harus melewati mekanisme penyelamatan untuk tetap dapat bertahan dalam pasar Eurozone. Reaksi EU secara institusional adalah instrumen fiskal, dengan mengadopsi Fiscal Compact (FC) sebagai bagian dari EU Stability and Growth Pact sebagai paket penanggulangan krisis, di mana Republik Ceko dan Inggris abstain. FC diharapkan dapat menyelesaikan pekerjaan rumah yang paling berat terhadap kelangsungan institusi ini, yaitu, stabilitas. FC didesain untuk menetapkan anggaran belanja yang seimbang dan untuk menekan anggaran belanja defisit yang telah menjatuhkan Yunani, Spanyol, Portugal dan Irlandia. Posisi Yunani secara politik dan ekonomi sejak masuknya ia kedalam keanggotaan Uni Eropa sudah menjadi perdebatan. Menurut pertimbangan rasional: jika cost lebih banyak pada satu sisi dibandingkan gain maka pilihan tersebut tidak rasional dan harus ditinggalkan. Ada pilihan lain bagi Yunani selain menjalankan disiplin fiskal ini yaitu istilah populer yang mulai muncul di tahun 2012, Grexit atau kependekan dari Greek to exit the Euro area.2 Grexit adalah prediksi populer yang memberi pilihan pada Yunani untuk keluar dari keanggotaan Eurozone dibanding membayar biaya mahal disiplin fiskal.3 Lebih berat bagi Yunani untuk tetap menjalankan disiplin fiskal, lebih rasional jika ia keluar dari Uni Eropa dan tidak lagi menggunakan Euro. Secara teoritik, seharusnya Yunani akan memilih Grexit tidak lama setelah anggarannya jatuh, namun faktanya Yunani tetap bertahan dan telah mengadopsi Fiscal Compact. Hingga saat ini Parlemen Yunani baru meratifikasi setengah dari keseluruhan 2
Ralph Atkins, “A Year in A Word: Grexit”, dalam Financial Times Capital Markets Editorial, diakses dari: www.ft.com/cms/s/0/9e59bcfc-4b74-11e2-88b5-00144feab49a.html#axzz2OVCwVRuZ, pada 25 Maret 2013, pukul 19:36 WIB. 3 Denise Roland, “Grexit still a possibility warns finance minister” dalam Telegraph, diakses dari: www.telegraph.co.uk/finance/financialcrisis/9759286/Grexit-still-a-possibility-warns-finance-minister.html, pada 25 Maret 2013, pukul 19:46 WIB.
3 Analisis pilihan…, Hanifah Ahmad, FISIP UI, 2013
Universitas Indonesia
perjanjian, proses yang cukup lamban apabila dibandingkan dengan Irlandia yang juga memiliki tingkat hutang yang cukup tinggi pula. Dengan demikian, penelitian ini merumuskan permasalahannya pada pertanyaan: “Mengapa Yunani menandatangani Fiscal Compact?” Periode Desember 2009 hingga Maret 2012 dipilih karena pada bulan Desember tahun 2009 pertama kalinya anggaran Yunani jatuh dengan rasio utang lebih dari 100% dari Produk Domestik Bruto, sedangkan Maret 2012 dipilih karena pada tanggal tersebut negara-negara sepakat untuk menandatangani Fiscal Compact dalam European Commission. Krisis finansial: sebab terjadinya, tipe dan implikasi Krisis finansial cenderung dilihat sebagai contoh ireguler yang terjadi dalam suatu periode tertentu yang tendensinya dilihat sebagai gangguan finansial episodik sehingga belum ada satu penjelasan yang diterima bersama tentang krisis finansial. Dalam tataran tertentu, krisis adalah manifestasi ekstrim dari interaksi diantara sektor finansial dan ekonomi riil. Dengan demikian, untuk memahami krisis finansial dibutuhkan pengertian keterkaitan finansial makro. Walaupun krisis finansial memiliki bentuk yang mirip dari satu dan yang lainnya, benar bahwa mereka terbentuk dari berbagai manifestasi. The Chicago School4 tidak melihat krisis finansial sebagai hasil dari ekonomi pasar yang lebih mempertimbangkan kegagalan pemerintah, melainkan, teori heterodoks seperti Financial Instability Hypothesis5 oleh Minsky melihat krisis finansial sebagai aspek yang tidak terhindarkan dari ekonomi pasar kapitalistik meskipun analisisnya tidak berdasarkan data yang substansial dan belum cukup untuk digunakan sebagai analisis untuk lebih dari ekonomi tunggal. Dalam publikasi Dana Moneter Internasional (IMF),6 fenomena krisis finansial dapat setidaknya dijelaskan melalui beberapa ciri berikut: a) Perubahan yang substansial dalam volume kredit dan asset prices, b) Gangguan besar terhadap intermediasi finansial dan penawaran terhadap keuangan eksternal kepada aktor-aktor yang bermacam-macam dalam 4
J Cassidy, “After the Blowup -Laissez-faire economists do some soul-searching-and finger-pointing” dalam Interviews with prominent members of the Chicago School on the aftermath of the 2007 sub-prime crisis in the US, (New York: The New Yorker, 2009), hlm.28-33. 5 H.P.Minsky, “The Financial Instability Hypothesis”, dalam Working Paper No. 74 The Jerome Levy Economics Institute, (Bard: Bard College, 1992) hlm.112-143. 6 Stijn Claessens dan M. Ayhan Kose, “Financial Crises: Explanations, Types, and Implications”, dalam International Monetary Fund Working Paper (New York: IMF Publication, 2013).
4 Analisis pilihan…, Hanifah Ahmad, FISIP UI, 2013
Universitas Indonesia
ekonomi, c) Masalah keseimbanga neraca dalam skala besar yang terkait dengan perusahaan, rumah tangga, intermediasi finansial dan dana kedaulatan, d) Dukungan pemerintah dalam jumlah besar dalamm bentuk bantuan likuiditas dan rekapitalisasi Dengan demikian, krisis finansial adalah peristiwa multidimensional yang sulit untuk diukur menggunakan satu indikator. Banyak literatur telah mengklarifikasi beberapa faktor yang menyebabkan krisis, tetapi masih menjadi tantangan untuk bisa mengidentifikasi sebab yang lebih mendalam. Banyak teori yang telah dikonstruksi sepanjang tahun untuk menemukan faktor-faktor penyebab krisis. Sedangkan faktor fundamental seperti, ketidakseimbangan makroekonomis, internal or external shocks—seringkali diobservasi, namun beberapa pertanyaan tetap berkisar pada apa yang menjadi sebab pasti krsis. Krisis finansial seringkali muncul didorong oleh “faktor-faktor irasional”,7 Faktor-faktor tersebut termasuk pertama, kebangkrutan bank yang tiba-tiba, yang menular dan menyebar, mengakibatkan spillover effect terhadap pasar finansial. Kedua, batasan arbitrase dalam situasi tekanan, kredit macet dan tingkat diskon yang sangat tinggi pada saat penjual mengalami kebangkrutan dan aspek lainnya terkait kekacauan finansial.8 Kindleberger menemukan bahwa secara empirik, analisis mengenai krisis finansial terhambat oleh dataset yang hanya tersedia dalam jangka waktu yang singkat. Krisis finansial tahun 2007 misalnya, telah membangunkan ketertarikan pada kajian krisis finansial dan dalam kontribusi yang monumental, Reinhart and Rogoff telah mengumpulkan literatur tentang krisis finansial dalam lensa sejarah sepanjang 800 tahun lamanya untuk sedikitnya setiap negara di dunia ini. Dalam tulisan Reinhart dan Rogoff, terdapat enam krisis finansial utama yang dibahas, yaitu krisis finansial yang terjadi di tahun 1893, 1930, 1977, 1990, 1997, dan 2007. Dari keenam krisis ini kemudian Reinhart dan Rogoff menemukan keseragaman yang kemudian menjadi penjelasan yang diterima mengenai definisi krisis finansial dan tipe-tipe krisis finansial yang pernah terjadi sepanjang sejarah. Tipe krisis financial tersebut diklasifikasikan berdasarkan dua kelompok besar, yaitu (1) klasifikasi berdasarkan definisi kuantitatif dan (2) klasifikasi 7 8
John Maynard Keynes,The Great Slump of 1930 First Edition, (London: The Nation & Athenæum, 1931) hlm 170. C., Kindleberger, Manias, Panics, and Crashes: A History of Financial Crises, (New York: Basic Books, 1978).
5 Analisis pilihan…, Hanifah Ahmad, FISIP UI, 2013
Universitas Indonesia
berdasarkan definisi kualitatif.9 Kelompok pertama termasuk krisis mata uang dan yang berhubungan sudden stops atau krisis neraca pembayaran, sedangkan kelompok kedua berhubungan dengan utang dan krisis perbankan. Definisi tersebut dipengaruhi secara kuat oleh teori-teori yang mencoba untuk menjelaskan krisis. Walaupun krisis finansial dapat termanifestasi dalam berbagai bentuk dan tipe, literatur yang ada telah sepakat pada satu definisi konkrit terhadap banyaknya tipe krisis seperti yang telah diklasifikasikan oleh Reinhart dan Rogoff diatas. Pada kelompok pertama, krisis mata uang, misalnya, berhubungan dengan aksi spekulatif terhadap mata uang yang berakibat pada devaluasi, atau memaksa pihak berwenang untuk mempertahankan mata uang dengan memperbesar jumlah cadangan kas internasional, atau dengan meningkatkan tingkat suku bunga atau memberlakukan capital control (kontrol modal). Di lain hal, krisis neraca pembayaran, dapat didefiniskan sebagai besarnya tingkat alur modal internasional yang menurun (yang acapkali, tidak terduga) atau tingkat penurunan yang signifikan dalam alur modal agregat yang masuk kedalam suatu negara. Penurunan tersebut terjadi di suatu negara yang kondisinya berhubungan dengan tajamnya peningkatan kredit. Karena hal-hal tersebut adalah variabel yang dapat diukur, maka penjelasannya menggunakan pendefinisian secara kuantitatif. Pada kelompok kedua, krisis bentuk lainnya, acapkali diasosiasikan dengan dinamika utang-piutang yang tidak semestinya atau kekacauan pada sistem perbankan. Krisis utang luar negeri, misalnya, terjadi bilamana suatu negara tidak mampu (atau tidak ingin) menstabilkan tingkat utang luar negerinya. Keadaan ini dapat terjadi dalam bentuk krisis utang sovereign atau privat atau keduanya. Krisis utang domestik terjadi bilamana suatu negara tidak menghargai kewajiban fiskal domestiknya, baik secara terang-terangan melakukan default atau dengan melakukan inflasi atau dengan sengaja menurunkan nilai mata uangnya atau dengan melakukan bentuk-bentuk represi finansial lainnya. Dalam krisis perbankan yang sistemik, kebangkrutan bank yang aktual maupun yang berpotensi untuk bangkrut dapat menginduksi bank untuk menahan konvertabilitas liability mereka atau dengan memaksa pemerintah untuk melakukan intervensi untuk mencegahnya dengan memperbesar tingkat likuiditas dan bantuan modal dalam skala yang besar. Oleh karena itu, variabel-variabel diatas lebih tepat 9
Reinhart, C. M., dan K. S. Rogoff, “From Financial Crash to Debt Crisis,” dalam American Economic Review, Vol.101, No. 5 (2011), hlm.676–706.
6 Analisis pilihan…, Hanifah Ahmad, FISIP UI, 2013
Universitas Indonesia
dijelaskan secara kualitatif karena sifatnya yang tidak mudah untuk diukur. A. Definisi Kuantitatif
B. Definisi Kualitatif
(penyebab dan efek mudah diukur)
1. Krisis mata uang
(penyebab dan efek tidak mudah diukur)
3. Krisis utang
Penyebab: aksi spekulatif
Penyebab: negara tidak mampu/tidak ingin
Efek: devaluasi mata uang
menstabilkan anggarannya Efek: kebijakan represi finansial oleh negara
2. Krisis neraca pembayaran
4. Krisis perbankan
Penyebab: peningkatan kredit
Penyebab: kebangkrutan bank
Efek: penurunan alur modal agregat
Efek: suntikan likuidasi atau induksi lainnya
Tabel 1.3 Tipe krisis finansial Reinhart-Rogoff Krisis Utang Yunani Secara teoretis, krisis utang adalah kesulitan keuangan suatu negara yang terbelit utang untuk menyelesaikan kewajiban utang mereka.10 Kesulitan-kesulitan ini biasanya dialami apabila jumlah utang yang dimiliki lebih besar atau melebihi kemampuan membayar, atau biasa juga diukur dengan rasio Produk Domestik Bruto.11 Krisis utang tidak sama dengan krisis finansial. Namun, krisis finansial adalah bagian yang lebih besar dari krisis utang, karena krisis utang memiliki determinan kuantitatif yang menjadi ciri khas krisis finansial. Determinan kuantitatif ini berupa neraca pembayaran yang defisit, tingkat utang yang lebih tinggi daripada Produk Domestik Bruto, dan sebagainya. Jadi, krisis utang adalah tipe atau varian dari krisis finansial. Sejalan dengan tabel Reinhart-Rogoff diatas, Yunani berada pada kolom B3, artinya pada saat suatu negara meminjam lebih dari yang ia bisa bayar, maka krisis utang terjadi walaupun efeknya dapat berada pada tingkat yang berbeda-beda. Ketika Uni Eropa terbentuk, sepanjang rentang sejarah mulai dari pembentukan European Coal and Steel Community, stabilitas merupakan salah satu fokus utama dan tugas bagi Uni Eropa. Penerapan common currency Eurozone diharapkan dapat memastikan stabilitas dan kesejahteraan bagi Eropa. Namun, nyatanya krisis kembali muncul di tahun 2007 dengan utang Yunani yang membengkak. Kerangka institusi telah menjadi usaha yang efektif, hingga Yunani jatuh, untuk memastikan 10
E. Borensztein dan U. Panizza, The Costs of Sovereign Default: Theory and Reality, VOXLACEA, Nov. 10, 2010 B. Eichengreen dan R. Hausmann, Other People's Money: Debt Denomination and Financial Instability in Emerging Economies, VOXLACEA, 2005.
11
7 Analisis pilihan…, Hanifah Ahmad, FISIP UI, 2013
Universitas Indonesia
stabilitas dan pertumbuhan. Oleh karena itu, misi pembentukan awal dari Uni Eropa adalah jawaban dari usaha untuk mencegah munculnya krisis 1931 dari terulang kembali. Ketika dihadapkan pada akhir tahun 2009 dengan fakta bahwa Yunani telah memalsukan rekening fiskal dan menghadapi defisit fiskal jauh lebih besar daripada yang diharapkan, kanselir Jerman bersikeras bahwa Berlin tidak akan memberikan bantuan langsung.12 ‘Yunani harus menerima tanggung jawab untuk reformasi’, katanya dalam sebuah konferensi pers setelah European Council Summit. Seiring dengan berbaliknya pasar melawan Yunani pada minggu-minggu berikutnya, dia menekankan kembali baris ini. Ketika kepala negara dan pemerintah bertemu di awal tahun 2010 untuk mengatasi situasi, ia menolak untuk mengalah. Berbicara dengan Presiden Prancis Nicolas Sarkozy di sisinya, ia mengulangi bahwa Yunani akan harus fokus pada pemenuhan target konsolidasi fiskal karena ‘aturan harus diikuti’.13 Saat krisis jatuh dengan anggaran keempat negara melebihi batas Maastricht Treaty, satu pandangan populer yang beredar, hal-hal dalam tata kelola Uni Eropa tidak
semestinya
berjalan
seperti
ini.14 European
Monetary
Union (EMU)
seharusnya hanya mengikutsertakan negara-negara yang mampu bertaha dengan kestabilan harga. Kriteria Konvergensi yang ditulis dalam Maastricht Treaty dengan jelas menunjuk pada arah tersebut. Para ekonom memperingatkan bahwa kriteria lain untuk kompatibilitas ekonomi riil juga harus diperhatikan: negara-negara yang berpartisipasi dalam mata uang bersama harus memiliki pasar yang fleksibel untuk tenaga kerja dan modal, mereka harus berdagang secara ekstensif dengan satu sama lain, mereka harus mengikuti banyak siklus bisnis yang sama, dan mereka harus tidak tunduk pada apa yang para ekonom sebut sebagai ‘asymmetric demand shocks’, atau penurunan mendadak dalam permintaan luar negeri untuk ekspor suatu negara. Minimal, negara-negara tersebut harus setuju untuk berbagi sejumlah sumber daya fiskal melintasi perbatasan nasional mereka sehingga keuntungan satu negara yang bisa setidaknya sebagian diimbangi kerugian negara lain. Argumen-argumen ini terlatih dengan baik dalam literatur, seperti keberatan standar: pasar Eropa tidak 12
Tony Barber, “Greece Condemned for Falsifying Fiscal Data” dalam Harian Financial Times, 12 January 2010. “Statements von Merkel und Sarkozy”, pada 11 February 2010, diakses dari: http://www.bundeskanzlerin.de/ nn_"$#"•$/Content/DE/Mitschrift/Pressekonferenzen/2010/02/2010-02-11-pk-Europaeischer-rat.html pada 24 Maret 2013, pukul 2:21 WIB. 14 Erik Jones, “Merkel’s Folly”, dalam SAIS Bologna Center Survival Publication, Vol. 52 No. 3, June–July 2010, hlm.21–38 13
8 Analisis pilihan…, Hanifah Ahmad, FISIP UI, 2013
Universitas Indonesia
cukup fleksibel, siklus bisnis Eropa yang tidak terkoordinasi, dan ekonomi nasional terlalu rentan terhadap asimetri yang berasal dari luar negeri. Skenario terburuk dari semua, negara-negara Eropa tidak bersedia untuk berbagi sumber daya fiskal mereka. Mereka tidak termasuk dalam mata uang tunggal dan mereka menolak untuk melakukan sesuatu tentang hal itu. Ada manfaat yang cukup besar dalam setiap argumen diatas, tetapi mereka tidak menggambarkan situasi di Yunani. Masalah yang ada justru lebih sederhana. Sebuah negara kecil meminjam lebih dari yang bisa dikembalikannya lalu menjadi masalah tanpa sanksi dari otoritas Eropa dan dengan sedikit, jika ada, hukuman dari pasar. Politisi Yunani lebih memilih untuk meminjam uang daripada membuat pemotongan belanja atau kenaikan pajak, dan uang yang tersedia secara bebas. Alasannya adalah bahwa, di luar semua argumen yang rumit tentang konvergensi nominal sesuai Optimum Currency Area dalam Perjanjian Maastricht atau dalam perdebatan di kalangan ekonom, negara yang bergabung dengan serikat moneter tidak lagi menghadapi kendala keseimbangan pembayaran. Ia tidak memiliki mata uang dan sehingga tidak bisa lagi terancam dengan krisis mata uang.15 Yunani tidak seperti Argentina dalam hal ini. Akibatnya, masalah fiskal dapat terbangun lebih luas, karena pemicu untuk berjalan di utang negara bukanlah ancaman devaluasi tetapi prospek nyata dari default. Pada saat itu, bagaimanapun, masalah tidak lagi terbatas pada negara kecil, melainkan milik serikat moneter secara keseluruhan. Beberapa kritik standar EMU menyatakan keprihatinan serius bagi prospek ini. Seruan ‘I told you so’ dari ekonom besar layak pengawasan dekat sebelum mereka diterima. Kemarahan Merkel mengenai situasi Yunani juga patut dicermati lebih besar.16 Krisis dalam akuntansi fiskal Yunani muncul pada bulan Oktober 2009, ketika pemerintah mengajukan proyeksi fiskal kepada Komisi Eropa seperti yang disyaratkan SGP. Pemerintah Demokrasi Baru keluar mengirimkan laporan pada 2 Oktober menunjukkan bahwa rasio defisit pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) adalah 5,0% pada tahun 2008 dan diperkirakan akan menurun menjadi 3,7% pada tahun 2009. Pan-Hellenic Socialist Movement (PASOK) pemerintah mengirimkan laporan revisi pada tanggal 21 Oktober mengklaim bahwa defisit aktual 15
Charles Wyplosz, “European Monetary Union: The Dark Side of a Major Success”, dalam Economic Policy, Vol. 21 No. 46, April 2006, hlm.225-238 Martin Feldstein, “The Political Economy of the European Economic and Monetary Union”, dalam Journal of Economic Perspectives, vol. 11, no. 4, Autumn 1997, pp. 23–42 16
9 Analisis pilihan…, Hanifah Ahmad, FISIP UI, 2013
Universitas Indonesia
untuk tahun 2008 adalah 7,7% dari PDB dan defisit diharapkan untuk tahun 2009 ini cenderung untuk keluar sebesar 12,5%. Ini hampir tidak pertama kalinya bahwa pemerintah Yunani telah merevisi data untuk mendiskreditkan pendahulunya dan membuat situasi tampak lebih buruk dari yang diharapkan. Demokrasi baru melakukan hal yang sama untuk PASOK ketika datang untuk sekali pada tahun 2004.17 Perbedaannya kali ini adalah bahwa mitra Eropa Yunani menolak untuk menerima bahwa masalah yang spesifik kepada pemerintah daripada menjadi refleksi dari kelemahan kronis dalam bahasa Yunani pengumpulan data prosedur, terutama dalam hal kebijakan fiskal. Dewan Ekonomi dan Menteri Keuangan menolak upaya masuk Perdana Menteri George Papandreou untuk meletakkan semua menyalahkan pendahulunya. Hal ini diikuti oleh laporan EC yang mengutuk statistik fiskal Yunani yang dibawah standar. Analisis Pilihan Rasional Untuk menjawab pertanyaan rumusan masalah, penelitian ini menggunakan batasan rasionalitas. Rasionalitas, rationality, atau rationalité, merupakan filosofi tentang perilaku manusia yang diatur oleh batasan tertentu. Konsep normatif ini berkembang secara kognitif dalam kajian filsafat dan telah menjadi roda penggerak bagi banyak paradigma ilmu. Batasan-batasan ini diatur secara kasuistis oleh seorang individu sehingga dapat menghasilkan pilihan yang paling optimal.18 Oleh karena itu, prinsip rasionalitas diaplikasikan dalam ranah instrumental, disebut instrumental rationality atau rasionalitas instrumental. Menurut Stanford Encyclopedia of Philosophy, seseorang menampilkan rasionalitas instrumental sejauh ia mengadopsi cara yang cocok untuk tujuantujuannya. Rasionalitas instrumental, atau kecenderungan ke arah itu, adalah sebagian konstitutif dari niat, keinginan, atau tindakan.19 Konsep rasionalitas dalam penelitian ini dibatasi pada keadaan dimana manusia dihadapkan pada beberapa pilihan, dan mengambil pilihan (tindakan) yang paling optimal dan cocok untuk tujuan-tujuannya. Unsur rasionalitas yang paling mendominas pemikiran yang berkembang 17
Tony Barber, Loc.Cit. Eliezer Yudowsky, “Tweleve Virtues of Rationality”, yudowsky.net/rationality, pada 21 April 2013, 10:00 WIB “Instrumental Rationality”, Stanford Encyclopedia of Philosophy, diakses dari: http://plato.stanford.edu/entries/rationalityinstrumental/, pada 22 April 2013, 9:57 WIB
18 19
10 Analisis pilihan…, Hanifah Ahmad, FISIP UI, 2013
Universitas Indonesia
dalam ilmu Hubungan Internasional dan terutama ilmu Ekonomi adalah Rational Choice Theory (RCT). Asal-usul
RCT
dapat
dilihat
kembali
dari
Thomas
Hobbes’ Leviathan. Hobbes mencoba untuk menjelaskan fungsi dasar lembagalembaga politik melalui pilihan individu. Dia menduga pilihan berasal dari definisi universal 'selera' dan 'keengganan.' dilanjutkan oleh tokoh-tokoh terkenal seperti Francis Hutcheson, David Hume, Adam Smith, dan kemudian Utilitarian seperti Jeremy Bentham dan John Stuart Mill. Pengikut lainnya termasuk banyak di bidang ekonomi. Karya-karya ini melahirkan apa yang kemudian dianggap sebagai RCT klasik. Rational choice theory (RCT) adalah suatu mekanisme analisa politik dari spektrum teoretikal yang spesifik yang berasal dari paradigma liberal dan teori ekonomi.20 RCT bergantung pada penghitungan instrumen rasionalitas. Pada intinya, teori ini bertujuan untuk menganalisis tindakan dan perilaku individu sebagai pemilih yang rasional dan diskriminatif yang bertujuan untuk memaksimalkan "utilitas" yang dimilikinya. Menurut paradigma ekonomi Klasik, utilitas mengacu pada kegunaan item dan kontras dengan nilainya. Nilai suatu barang berhubungan dengan
utilitas
subjektif
yang
berasal
dari
barang
tersebut,
dengan
mempertimbangkan kelangkaannya. Namun, karena sifat subjektif dari utilitas ini, ia menjadi sulit untuk dihitung. Jadi ekonom diminta untuk berasumsi bahwa konsumen adalah rasional dan karenanya berjuang untuk memaksimalkan utilitas tersebut.21 Pada dasarnya, ketika dihadapkan dengan beberapa tindakan, orang cenderung melakukan apa yang mereka pikir akan menghasilkan output terbaik secara keseluruhan atau hasil akhir. Tetapi sebagai sebuah teori, RCT tidak dapat secara memadai menjelaskan hal-hal sendiri. Hal ini membutuhkan "toolkit" praktis bersama teori lain. Hal itu akan mencoba untuk menjelaskan mengapa aktor politik secara konsisten memilih cara yang paling efisien untuk mencapai tujuan mereka. Secara singkat, ia mencoba untuk menjelaskan mengapa orang melakukan apa yang mereka lakukan, mengingat pilihan tertentu. RCT dapat dilihat melalui sebagai seperangkat indikator yang kemudian mencoba untuk membuat prediksi tentang perilaku manusia. Dengan demikian, individu atau entitas menyadari preferensi yang jelas dan mampu memilih mereka. 20
L.G.Munck, “Rational Choice Theory in Comparative Politics,‟ dalam H.J.Wiarda, New Directions in Comparative Politics, (Westview: Boulder, 2002) “Utility Concept”, dalam The Oxford Dictionary for the Business World 1993 diakses dari: oxforddictionaries.com/definition/english/business, pada 25 Maret 2013, pukul 2:53 WIB.
21
11 Analisis pilihan…, Hanifah Ahmad, FISIP UI, 2013
Universitas Indonesia
Indikator tersebut adalah: 1. Individu bertindak sesuai dengan kepentingan diri mereka dan bukan untuk kepentingan orang lain. Mereka dianggap rasional, perhitungan pemilih yang berusaha untuk memaksimalkan utilitas mereka sendiri. 2. Individu memiliki informasi yang cukup tentang bagaimana untuk membuat sebagian besar dari preferensi mereka. Preferensi ini berasal dari "luar" dan tidak memiliki konsekuensi sosial, budaya atau pengaruh sejarah. 3. Preferensi bersifat transitif. Formal pemodelan melalui penggunaan logika dan teknik matematika digunakan untuk memodelkan perilaku individu dari seperangkat maxim. Oleh karena sifatnya yang berubah-ubah, maka RCT memiliki unsur prediktif dan teknik modeling menjadi cara untuk memahami transisi keputusan dari satu fase ke fase lainnya. Sifatnya yang kasuistis membuat ukuran rasionalitas bagi suatu negara berbeda dengan negara lain, karena negara termotivasi oleh indikator yang berbeda dengan kapabilitas yang berbeda maka faktor yang menentukan rasionalitas pun berbeda. Yunani sebagai Negara Periferi Pernyataan Yunani sebagai negara periferi akan dilihat dalam dua poin, posisi Yunani dalam pemetaan regional Uni Eropa dan tingkat kepetingan (signifikansi) Yunani sebagai partner bagi Uni Eropa. Pertama, pemetaan regional Uni Eropa akan dianalisis berdasarkan jumlah PDB nominal yang dimiliki. PDB dilihat sebagai penentu kemandirian negara tersebut untuk memberikan dana talangan yang cukup untuk dirinya sendiri apabila memiliki utang berlebih. Artinya, seberapa tinggi keamanan negara tersebut apabila ia tidak turut menandatangani Fiscal Compact. Apabila suatu negara memiliki tingkat cadangan total yang tinggi maka kepentingan negara dalam penandatanganan dan adopsi Fiscal Compact rendah, begitu pula sebaliknya. Berdasarkan data IMF dalam World Economic Outlook tahun 2012,22 menyatakan bahwa, Yunani adalah satu diantara negara dengan GDP nominal terendah. Bukan hanya itu, namun dalam hubungan resiprokal, Yunani belum dilihat sebagai
aktor
yang
signifikan
bagi
Uni
Eropa,
terlihat
dari
hubungan
12 Analisis pilihan…, Hanifah Ahmad, FISIP UI, 2013
Universitas Indonesia
perdagangannya. Berdasarkan data Economist Intelligence Unit dan statistik World Trade Organization, Uni Eropa sangat menentukan kebijakan perdagangan luar negeri Yunani. Yunani secara tradisional menjalankan defisit perdagangan foreign merchandise, dengan mengkompensasi dalam ukuran besar melalui ekspor jasa dan surplus invisibles (termasuk transfer substansial kepada Uni Eropa yang secara historis setara dengan sekitar 4% dari Produk Domestik Bruto tapi sekarang sekitar 2%).23 Mitra dagang utama Yunani adalah negara-negara Uni Eropa, yang menyediakan sekitar setengah dari impor dan digunakan untuk memakan waktu sekitar tiga-perlima dari ekspor.24 Ada pergeseran selama tahun-tahun awal dekade ini dalam arah perdagangan, dan ekspor ke Uni Eropa turun menjadi sekitar 40% sedangkan ekspor ke mantan negara Blok Komunis meningkat menjadi sekitar 35%. Namun, dengan perlambatan ekonomi negara Balkan dan masuknya mantan negara-negara Eropa Tengah dan Timur ke dalam Uni Eropa-25, pola ekspor tradisional telah dipulihkan. Dapat disimpulkan, Yunani melihat Uni Eropa sebagai aktor yang penting. Sebaliknya, dari data WTO dibawah, Yunani tidak termasuk mitra dagang utama, walaupun tingkat perdagangan dengan Yunani juga tidak kecil, seperti dijelaskan diatas. Menurut kantor berita Reuters, berdasarkan data tahun 2011, Yunani juga salah satu negara termiskin di Eropa.25 Tingkat Utang Tertinggi dan Negara Termiskin Seperti juga dilansir BBC News dan Eurostat, grafik diatas menunjukkan utang sebagai proporsi dari PDB, yang merupakan jumlah total pemerintah suatu negara (termasuk pemerintah daerah) berutang dibagi dengan jumlah total yang dihasilkan oleh kegiatan ekonomi selama satu tahun.26 Yunani telah menjadi negara teratas dalam “debt league” untuk beberapa waktu. Yunani telah menyembunyikan banyak utangnya sebelum krisis keuangan, dan sejak tahun 2008 pemerintah telah berjuang untuk mengatur overspending di 23
“Greece Country Briefing” dalam The Economist Intelligence Unit, diakses dari: http://www.eiu.com/index.asp?layout=publications&publication_type_id=50000205&eiu_publication_id=2000001000, pada 3 April 2013, pukul 11:46 WIB. 24 “Greece Database” diakses dari Pusat Data Statistik WTO, http://stat.wto.org/CountryProfile/WSDBCountryPFView.aspx?Language=E&Country=E27,GR, pada 3 April 2013, pukul 12:00 WIB 25 “Luxembourg richest in EU, Bulgaria poorest”, diakses dari: http://uk.reuters.com/article/2011/06/21/uk-eu-gdp-percapitaidUKTRE75K2TD20110621, pada 3 April 2013, pukul 13:10 WIB 26
“In Graphics: Eurozone crisis”, diakses dari: http://www.bbc.co.uk/news/business-13361930, pada 5 Mei 2013 14:12 WIB.
13 Analisis pilihan…, Hanifah Ahmad, FISIP UI, 2013
Universitas Indonesia
bawah kontrol. Jika ekonomi menjadi terbebani oleh utang dan bergantung pada kreditur untuk tetap meminjam ulang, resiko selanjutnya ialah tiba-tiba kehilangan kepercayaan, sehingga penolakan oleh kreditur untuk melanjutkan pinjaman. Di dalam zona euro, risiko ini diperkuat dengan fakta bahwa Bank Sentral Eropa tidak diizinkan oleh Perjanjian untuk memberikan dana talangan. Jelas bahwa dengan tingkat hutang tertinggi di Uni Eropa Yunani memiliki banyak kepentingan untuk mencari jalan keluar dari krisis, salah satunya adalah dengan tetap menjalankan kebijakan pengetatan anggaran hingga lima tahun dari sekarang. Dalam tingkat regional, Yunani juga harus memilih strategi yang dapat mendukung ‘gaya hidup’ nya yang tidak lazim tersebut, dengan menandatangani Fiscal Compact. Tingkat Kepatuhan yang Tinggi Dari tahun ke tahun, Yunani telah selalu memberi lampu hijau terhadap peraturan-peraturan dan perjanjian dasar yang dibuat Uni Eropa. Dari kesemua perjanjian tersebut, Yunani tidak menemukan hambatan untuk menandatangani dan meratifikasi. Pada hal ini Yunani adalah anggota penuh (full member) sejak berlakunya Treaty of Accession of Greece atau diterimanya Yunani dalam Uni Eropa (aksesi Yunani). Sejak saat itu, apa yang menjadi inisiatif dan kepentingan Uni Eropa adalah kepentingan Yunani pula, maka dari itu Yunani cenderung menjadi mainstreamers dalam pola suara negara anggota. Hal tersebut juga berhubungan dengan power dan kapabilitas yang dimiliki negara
ini.
Telah
disinggung
dalam
analisis
sebelumnya
bahwa
Yunani
dikelompokkan dalam negara periferi, bukan hanya dalam kategorisasi power tetapi juga kecenderungan diatas. Negara periferi akan mengikuti arus utama yang dibuat oleh negara satelit. Negara satelit dalam hal ini adalah Jerman dan Perancis yang pertama kali menggagas ide kodifikasi Fiscal Compact dalam kerangka regulasi perjanjian antarnegara. Hubungan power dan status periferi-satelit ini berbanding lurus, apabila power rendah maka negara tersebut adalah negara periferi, dan begitu pula sebaliknya.
14 Analisis pilihan…, Hanifah Ahmad, FISIP UI, 2013
Universitas Indonesia
Kesimpulan Penelitian Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa, Yunani menandatangani Fiscal Compact karena ia adalah negara periferi, tingkat kemandiriannya rendah dan tingkat kepatuhannya tinggi karena bukan sebagai negara proposer melainkan negara signatory. Di lain kata, Yunani tidak memiliki alasan lain untuk tidak menandatangani Fiscal Compact, meskipun Fiscal Compact memang pilihan yang lebih rasional bagi Yunani dibandingkan dengan Grexit. A. Yunani 1. Negara periferi 2. Tingkat kemandirian rendah 3. Tingkat kepatuhan tinggi 4. Negara signatory
B. Rasionalitas Yunani 1. Mengikuti tren proposer. 2. Berusaha untuk tidak melanggar peraturan dan sembari terus menjalankan pengetatan anggaran. 3. Paket dana talangan dan pengetatan anggaran yang sedang dijalankan tidak boleh terganggu dengan penetapan kedua pilihan kebijakan ini. 4. Mempertahankan reputasi (inviolability) dalam institusi
Tabel 5.1 Kesimpulan Penelitian Merujuk pada tabel kesimpulan dihalaman sebelumnya dan setelah dianalisis dari berbagai data, mulai dari angka Produk Domestik Bruto nominal, serta dibandingkan dengan posisi negara lain di Uni Eropa dan tingkat signifikansi Yunani bagi Uni Eropa, kesemua percobaan diatas menunjukkan hasil yang lemah. Hal tersebut menunjukkan bahwa Yunani adalah negara periferi, bukan negara utama (satelit). Istilah negara periferi dan satelit ini hanya dimaksudkan untuk menjelaskan pemetaan dan posisi Yunani diantara Uni Eropa, tidak merujuk pada suatu konsep khusus dan menjelaskan teori tertentu. Oleh karena pemetaannya yang periferi, hampir secara otomatis dapat dikatakan bahwa Yunani lemah terhadap krisis. Apabila dilihat dari kemampuannya untuk menstabilkan diri terhadap utang yang berlebih, Yunani tidak mandiri. Hal tersebut mengindikasikan bahwa ketidakmandirian Yunani akan berbanding lurus dengan usahanya mencari bantuan dari pihak lain. Telah terbukti dengan berbagai paket dana talangan yang telah diberikan oleh Trio Komisioner Uni Eropa, Dana Moneter Internasional dan Bank Sentral Eropa. Ketidakmandirian ini kemudian memberikan penjelasan logis pada poin A3, yaitu, tingkat kepatuhan Yunani yang tinggi terhadap kecenderungan pergerakan, 15 Analisis pilihan…, Hanifah Ahmad, FISIP UI, 2013
Universitas Indonesia
perubahan atau inisiatif yang bersifat regulasional dalam tubuh Uni Eropa. Karena kemampuannya yang lemah, secara strategis Yunani akan cenderung lebih patuh terhadap
institusi,
tidak
seperti
Inggris,
misalnya,
yang
juga
tidak
turut
menandatangani Fiscal Compact. Kepatuhan yang tinggi tersebut membuat Yunani cenderung menjadi negara signatory ketimbang negara proposer. Seperti juga lazimnya pada pertemuan atau sidang-sidang tingkat tinggi (Kepala Negara atau Kepala Pemerintahan) yang menghasilkan draft resolution, akan terdapat dua kumpulan klasifikasi negara; yaitu negara yang menandatangani naskah perjanjian atau rancangannya, dan negara yang memiliki inisiatif terhadap sebagian besar dari isi perjanjian tersebut atau secara tidak langsung diplomat yang diutus melakukan drafting terhadap sebagian besar dari kata-kata yang diadopsi dari rancangan perjanjian tersebut.
Power
yang telah didefinisikan dalam kerangka konsep tentu tidak terbatas dalam definisi klasik itu saja tetapi juga kemampuan mandiri dan menyelamatkan diri sendiri dari tingkat utang berlebih yang dapat dilihat dari cadangan total. Seperti pada penjelasan terdahulu, cadangan total Yunani belum mampu membuatnya mandiri dan cenderung rendah dibanding dengan negara-negara Uni Eropa lainnya. Dalam hal ini, negara inisiator adalah Jerman dan Perancis sedangkan selain kedua negara diatas dikategorikan dalam negara penandatangan. Seringkali negara penandatangan dianggap tidak memiliki tingkat kepentingan yang sama dengan negara inisiator, namun hal tersebut tidak sepenuhnya akurat. Sebaliknya, negara inisiator juga belum tentu memiliki tingkat kepentingan yang lebih rendah dari negara penandatangan. Artinya, dalam hal ini, pemetaan power sangat menentukan. Karena bentuk adopsi regulasi adalah pertentangan ide, negara inisiator yang juga merupakan negara satelit akan dengan lebih mudah untuk mempopulerkan ide mereka dengan suatu bentuk jaminan yang implisit kepada negara penandatangan bahwa insiatif ini akan berjalan dengan baik. Tingkat power yang tinggi juga menentukan tingkat leadership atau kepemimpinan dalam suatu institusi atau perkumpulan. Dengan tingkat yang lemah di semua elemen kolom A, maka Yunani benarbenar sangat bergantung pada apapun inisiatif yang dikeluarkan oleh negara inisiator dan pasti akan mengikutinya, yang bisa dilihat di kolom B. Oleh karena itu, pola “mainstreamers” ini berhubungan erat dengan kapasitas Yunani sebagai negara yang tingkat kemandiriannya lemah dan power secara umum yang juga rendah. 16 Analisis pilihan…, Hanifah Ahmad, FISIP UI, 2013
Universitas Indonesia
Ditambah lagi dengan tingkat utang yang paling parah dibandingkan dengan rekanrekan Uni Eropa lainnya, Yunani betul-betul tidak memiliki pilihan lain. Kolom A adalah dasar berpikir dari rasionalitas Yunani yang dapat dilihat di kolom B. Saat ini, bukan hanya Yunani adalah negara yang paling parah terkena krisis, tetapi juga masih dibawah pengawasan trio pemberi bailout EC-IMF-ECB terhadap beberapa paket dana talangan. Selain itu, pemerintahannya juga terus berada dalam objektivitas pengetatan anggaran. Keputusan apapun yang diambilnya untuk menanggulangi krisis tidak boleh mengganggu keadaan diatas. Pertimbangan
rasionalitas
lain,
ketika
suatu
negara
adalah
negara
penandatangan jatuh kepada reputasi. Tingkat kepatuhan berkaitan erat dengan tingkat
reputasi
negara
tersebut,
dan
negara
lemah
cenderung
akan
mempertahankan reputasi dengan baik ketimbang negara kuat karena ia tidak bisa ‘melawan’ sistem. Oleh karena itu, kekuatan untuk melawan sistem rendah, yang disatu sisi turut menjelaskan mengapa tingkat kepatuhannya tinggi. Reputasi yang baik dalam hal ini adalah menandatangani Fiscal Compact dan mengikuti seluruh ketentuan debt brake dan automated correcting mechanism dengan semaksimal mungkin. C. Fiscal Compact 1. Tren yang berkembang 2. Insiatif berasal dari negara satelit 3. Ada precedence
D. Grexit 1. Bukan tren 2. Negara satelit tidak menganjurkan 3. Tidak ada precedence
4. Sesuai dengan arah kebijakan nasional Yunani 5. Dokumen yang kontraktual: untung dan rugi terkuantifikasi dalam peraturan
4. Tidak sesuai dengan arah kebijakan nasional Yunani 5. Sebuah wacana, bukan suatu dokumen yang kontraktual
Tabel 5.2 Tabel Perbandingan Fiscal Compact dan Grexit Apabila dilihat dari perbandingan Fiscal Compact dan Grexit diatas, Fiscal Compact menjadi lebih rasional. Fiscal Compact adalah tren mainstream, dikeluarkan oleh negara inisiator yang tingkat kepemimpinannya tinggi di Uni Eropa dan berhasil diadopsi menjadi agenda melalui enam rancangan perjanjian. Grexit, dilain pihak, adalah wacana yang berbentuk ‘buah bibir’ yang dibicarakan untuk dilihat kemungkinannya terjadi.
17 Analisis pilihan…, Hanifah Ahmad, FISIP UI, 2013
Universitas Indonesia
Walaupun pemerintahan Yunani sendiri tidak menyangkal bahwa Grexit bukan tidak pernah menjadi pertimbangan pemerintahannya, namun nampaknya Uni Eropa, terutama negara-negara leader, tidak menganjurkan Grexit menjadi pilihan kebijakan Yunani. Sedangkan Fiscal Compact adalah agenda lanjutan dari Stability and Growth Pact yang berhasil dikodifikasi walaupun ia berada diluar kerangka regulasi Uni Eropa. Selain power, elemen penting yang bermain dalam kasus ini adalah arah kebijakan nasional suatu negara. Apapun yang menjadi keputusan Uni Eropa adalah keputusan Yunani juga. Hal lain yang turut menjadi pertimbangan rasionalitas Yunani adalah precedence, atau pengalaman terdahulu. Fiscal Compact bukan hal yang baru, ia adalah dokumen kontraktual seperti halnya peraturan dan perjanjian Uni Eropa lainnya. Secara esensial, Yunani tidak mengambil keputusan yang sama sekali baru, after effects dari langkah penandatanganan Fiscal Compact lebih dapat diantisipasi dengan baik ketimbang Grexit. Grexit adalah sebuah wacana, tidak terkodifikasi dengan baik, dan bahkan tidak mendapat persetujuan menyeluruh dari semua anggota parlemen Yunani. Dalam pilihan ini, belum ada pengalaman terdahulu dimana Yunani keluar begitu saja baik dari keanggotaan institusi maupun kerja sama informal. Singkatnya, Grexit tidak dapat diantisipasi dengan lebih baik oleh Yunani. Risiko yang ditimbulkan dari Grexit bisa melampaui kesulitan dari bertahan dengen pengetatan anggaran yang sekarang sudah sedang berlangsung, bukan menyelesaikan masalah, justru akan menambah masalah. Oleh karena power Yunani yang lemah, sehingga ia menjadi crew dan konsekuensinya Yunani menjadi follower dalam menandatangani Fiscal Compact sebagai tren yang diciptakan oleh negara leader yang kuat. Power
Leadership
Actions
• High • Low
• Leader • Crew
• Trend-setter • Follower
Tabel 5.3 Temuan Penelitian
18 Analisis pilihan…, Hanifah Ahmad, FISIP UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA “A very short introduction of the crisis” dalam The Economist Special Report: Europe and its Currency diakses dari: http://www.economist.com/node/21536871 pada 24 Maret 2013, pukul 19:23 WIB. “Greece Country Briefing” dalam The Economist Intelligence Unit, diakses dari: http://www.eiu.com/index.asp?layout=publications&publication_type_id=50000205&eiu_publication_id=2 000001000. “Greece Database” diakses dari Pusat Data Statistik WTO, http://stat.wto.org/CountryProfile/WSDBCountryPFView.aspx?Language=E&Country=E27,GR. “In Graphics: Eurozone crisis”, diakses dari: http://www.bbc.co.uk/news/business-13361930. “Instrumental Rationality”, Stanford Encyclopedia of Philosophy, diakses dari: http://plato.stanford.edu/entries/rationality-instrumental/. “Luxembourg richest in EU, Bulgaria poorest”, diakses dari: http://uk.reuters.com/article/2011/06/21/uk-eu-gdppercapita-idUKTRE75K2TD20110621. “Maastricht Treaty: General Government Accounts” dalam European Council Law Archives, http://eurlex.Europa.eu/LexUriServ/LexUriServ.do?uri=CELEX:32004R1222:EN:NOT “Statements von Merkel und Sarkozy”, pada 11 February 2010, diakses dari: http://www.bundeskanzlerin.de/ nn_"$#"•$/Content/DE/Mitschrift/Pressekonferenzen/2010/02/2010-02-11-pkEuropaeischer-rat.html. “Utility Concept”, dalam The Oxford Dictionary for the Business World 1993 diakses dari: oxforddictionaries.com/definition/english/business. E. Borensztein dan U. Panizza, The Costs of Sovereign Default: Theory and Reality, VOXLACEA, Nov. 10, 2010 Economic Review, Vol.101, No. 5 (2011), hlm.676–706. Eichengreen, B., dan Hausmann, R. (2005). Other People's Money: Debt Denomination and Financial Instability in Emerging Economies. New York: Routledge. Eliezer Yudowsky, “Tweleve Virtues of Rationality”, yudowsky.net/rationality. Erik Jones, “Merkel’s Folly”, dalam SAIS Bologna Center Survival Publication, Vol. 52 No. 3, June–July 2010, hlm.21–38 H.P.Minsky, “The Financial Instability Hypothesis”, dalam Working Paper No. 74 The Jerome Levy Economics Institute, (Bard: Bard College, 1992) hlm.112-143. J Cassidy, “After the Blowup -Laissez-faire economists do some soul-searching-and finger-pointing” dalam Interviews with prominent members of the Chicago School on the aftermath of the 2007 sub-prime crisis in the US, (New York: The New Yorker, 2009), hlm.28-33. John Maynard Keynes,The Great Slump of 1930 First Edition, (London: The Nation & Athenæum, 1931) hlm 170. Kindleberger, C. (1978). Manias, Panics, and Crashes: A History of Financial Crises. New York: Basic Books. L.G.Munck, “Rational Choice Theory in Comparative Politics,‟ dalam H.J.Wiarda, New Directions in Comparative Politics, (Westview: Boulder, 2002) Martin Feldstein, “The Political Economy of the European Economic and Monetary Ralph Atkins, “A Year in A Word: Grexit”, dalam Financial Times Capital Markets Editorial, diakses dari: www.ft.com/cms/s/0/9e59bcfc-4b74-11e2-88b5-00144feab49a.html#axzz2OVCwVRuZ, pada 25 Maret 2013, pukul 19:36 WIB. Reinhart, C. M., dan K. S. Rogoff, “From Financial Crash to Debt Crisis,” dalam American Roland, D. Grexit still a possibility warns finance minister. www.telegraph.co.uk/finance/financialcrisis/9759286/Grexit-still-a-possibility-warns-financeminister.html. Stijn Claessens dan M. Ayhan Kose, “Financial Crises: Explanations, Types, and Implications”, dalam International Monetary Fund Working Paper (New York: IMF Publication, 2013). Tony Barber, “Greece Condemned for Falsifying Fiscal Data” dalam Harian Financial Times, 12 January 2010. Union”, dalam Journal of Economic Perspectives, vol. 11, no. 4, Autumn 1997, pp. 23–42 Wyplosz, C. (2006). European Monetary Union: The Dark Side of a Major Success. Economic Policy Vol. 21 No. 46.
19 Analisis pilihan…, Hanifah Ahmad, FISIP UI, 2013
Universitas Indonesia