ANALISIS PERHITUNGAN PPH PASAL 21 dan PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK TERHADAP BEBAN PAJAK TERUTANG PADA PT. CAKRAWALA SEJATI di SURABAYA
SKRIPSI
OLEH:
FITRI APRILYYANTI NPM : 291.330.41
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA 2013
ANALISIS PERHITUNGAN PPH PASAL 21 dan PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK TERHADAP BEBAN PAJAK TERUTANG PADA PT. CAKRAWALA SEJATI di SURABAYA
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Pada Fakultas Ekonomi Universitas Wijaya Putra Surabaya
OLEH :
FITRI APRILYYANTI NPM : 291.330.41
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA 2013
ANALISIS PERHITUNGAN PPH PASAL 21 dan PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK TERHADAP BEBAN PAJAK TERUTANG PADA PT. CAKRAWALA SEJATI di SURABAYA
NAMA
: FITRI APRILYYANTI
FAKULTAS
: EKONOMI
JURUSAN
: AKUNTANSI
NPM
: 291.330.41
DISETUJUI dan DITERIMA OLEH : DOSEN PEMBIMBING,
Drs. Ec. KOES SOEPARNO, Ak
HALAMAN PENGESAHAN
Telah diterima dan disetujui oleh tim penguji Skripsi serta dinyatakan LULUS. Dengan demikian Skripsi ini dinyatakan sah untuk melengkapi syarat-syarat mencapai gelar sarjana EKONOMI pada FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA
Tim Penguji Skripsi : 1. Ketua
:
2. Sekretaris :
2. Anggota
Dr. Soenarmi SE., MMMM. Dekan Fakultas Ekonomi
(
)
Aminatuzzuhro SE., M.Si.,M.Si. ( ) Ketua Program Studi Akuntansi (Ketua Program Studi)
: 1. Heru Tjahjono SE., M.Ak.M.Si. ( Dosen Penguji I ( Dosen Penguji I )
2. Sekretaris : 2. Aminatuzzuhro, SE,M.Si. 2. Antoni SE., MSAuji I ) Dosen Penguji II
(
)
)
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara meminimalisir jumlah kewajiban pajak terutang yang harus dibayarkan dan sesuai dengan undangundang perpajakan yang berlaku dan ingin melihat sejauh mana pengaruh perencanaan pajak atas PPh 21 yang dibayarkan oleh PT. Cakrawala Sejati setelah adanya perencanaan pajak, sehingga mendapatkan laba yang optimal. Penelitian ini menghitung perencanaan pajak dengan menggunakan undang-undang perpajakan yang berlaku dan membandingkannya dengan perencanaan pajak yang diterapkan perusahaan. Data-data yang dikumpulkan yaitu daftar gaji pegawai tetap PT Cakrawala Sejati tahun 2011. Dalam proses penelitian ini PT Cakrawala Sejati belum menggunakan perencanaan pajak, hasil yang didapatkan pada penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa PT Cakrawala Sejati belum melakukan perencanaan pajak dengan baik karena adanya jumlah pajak yang dibayarkan lebih besar bila dibandingkan dengan laporan yang didapat setelah adanya perencanaan pajak dengan melakukan penghematan pajak dan peningkatan laba komersial. Karena dari segi pajak, perencanaan pajak dikatakan berhasil jika pajak penghasilan yang harus dibayar menjadi lebih kecil setelah diterapkannya perencanaan pajak tersebut. Kata kunci : Perencanaan Pajak, PPh Pasal 21, Beban Pajak.
KATA PENGANTAR
Tiada ungkapan yang paling indah selain puji syukur kehadirat Allah SWT yang tiada hentinya melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya, sehingga atas izin dan berbagai kemudahan yang diberikan-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi tentang Analisis perhitungan PPh Pasal 21 dan penerapan perencanaan pajak terhadap beban pajak terutang pada PT. Cakrawala Sejati di Surabaya. Skripsi ini merupakan tugas akhir guna memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi (SE) pada Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Wijaya Putra Surabaya. Keberhasilan penulis dalam menyusun skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan serta do’a dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, dukungan, maupun motivasi hingga skripsi ini dapat terselesaikan. 1. Bapak Budi Endarto SH.,M.Hum selaku Rektor Universitas Wijaya Putra Surabaya. 2. Ibu Dr. HJ. Soenarmi, SE.,MM selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Wijaya Putra Surabaya. 3. Ibu Aminatuzzuhro SE.,M.Si selaku Kepala Program Studi Akuntansi Universitas Wijaya Putra Surabaya. 4. Bapak Drs. Ec. Koes Soeparno, Ak sebagai Pembimbing yang telah memberikan bantuan dan pengarahan selama pembuatan skripsi ini. Terima kasih atas kesediaan Bapak
untuk selalu meluangkan waktunya dalam
memberikan bimbingan dan saran serta kritik demi terselesaikannya penulisan ini. 5. Seluruh Dosen Universitas Wijaya Putra Surabaya yang telah mengajarkan ilmunya, sehingga penulis memiliki bekal dalam menyusun skripsi ini. 6. Pimpinan dan Staf Karyawan PT. Cakrawala Sejati yang telah memberikan ijin kepada penulis dalam memperoleh data untuk penyusunan skripsi ini. 7. Kedua Orang Tuaku yang telah mencurahkan kasih sayang dengan segenap hati tanpa tuntutan serta selalu memberikan dorongan, baik moril maupun material, dalam kehidupan penulis, serta adik-adikku yang selalu membantu memberi dukungan. Terima kasih atas do’a kalian. 8. Kepada calon pendampingku, Tigor Sibaringin Batubara yang selalu menemani dalam proses bimbingan hingga terselesaikannya skripsi ini. 9. Rekan – rekan Mahasiswa khususnya Jurusan Akuntansi Kelas C (Mas Kusnan, Maksum, Wacid, Putri, dll) yang telah memberikan bantuan dan semangat sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa apa yang telah penulis susun ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu saran dan kritik dari pembaca sangat penulis harapkan, dan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembacanya. Amin. Surabaya,
Juli
2013
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN DAN MOTTO ABSTRAKSI .............................................................................................. ....
i
KATA PENGANTAR ....................................................................................
ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... x BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1 1.2. Rumusan Masalah ......................................................................... 5 1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................... 5 1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................ 5 BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Landasan Teori .............................................................................. 7 2.1.1 Pengertian Pajak .................................................................... 7 2.1.2 Objek Pajak Penghasilan Pasal 21 ......................................... 10 2.1.3 Objek Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dikecualikan............ 11 2.1.4 Fungsi Pajak .......................................................................... 14
2.1.5 Manfaat Pajak ........................................................................ 15 2.1.6 Pajak Penghasilan (PPh) ........................................................ 16 2.1.7 Hukum dan Peraturan Perpajakan ......................................... 17 2.1.8 Subyek Pajak Penghasilan Pasal 21 ....................................... 18 2.1.9 Subyek Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dikecualikan ........ 19 2.1.10 Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) ............................... 19 2.1.11 Penghitungan Pajak Penghasilan 21 .................................... 28 2.1.12 Perencanaan Pajak (Tax Planning) ...................................... 30 2.1.13 Manajemen Pajak ................................................................ 36 2.2 Penelitian Terdahulu ........................................................................ 37 2.3 Kerangka Konseptual ...................................................................... 38 2.4 Hipotesis Penelitian ......................................................................... 40 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ............................................................................... 41 3.2 Deskripsi Populasi Dan Penenentuan Sampel ................................ 42 3.2.1 Beberapa Teknik dalam Pengambilan Sampel ...................... 44 3.2.2 Teknik Penentuan Jumlah Sampel ......................................... 45 3.3 Variabel Dan Definisi Operasional Variabel ................................ 46 3.3.1 Variabel Penelitian ................................................................ 46 3.3.1.1 Variabel Dependen ........................................................ 46 3.3.1.2 Variabel Independen ...................................................... 47 3.3.2 Definisi Operasional .............................................................. 47 3.4 Jenis Dan Sumber Data ................................................................. 49
3.5 Lokasi Dan Waktu Penelitian ....................................................... 49 3.6 Teknik Pengumpulan Data Dan Instrumen Penelitian ................... 49 3.7 Teknik Keabsahan Data .................................................................. 51 3.8 Teknik Analisis Data ..................................................................... 54 3.9 Langkah – Langkah Penelitian ....................................................... 54 BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Penyajian Data ................................................................................ 56 4.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan .................................................. 56 4.1.2 Struktur Organisasi Perusahaan ............................................ 57 4.1.3 Job Description ..................................................................... 60 4.2 Analisis Data .................................................................................... 65 4.2.1 Penghitungan Penghasilan Karyawan .................................... 67 4.2.2 Laporan Laba Rugi Perusahaan .............................................. 72 4.2.3 Penerapan Perencanaan Pajak ................................................. 78 4.3 Interpretasi ........................................................................................ 79 4.3.1 Penghitungan Laporan Laba Rugi Setelah Perencanaan Pajak.................................................................... 79 4.3.2 Pajak yang Dibayar Setelah adanya Perencanaan Pajak …….. 83
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 85 5.2 Saran ............................................................................................. 86 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tarif Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan Orang Pribadi ............................................................................. 18 Tabel 2.2 Batasan PTKP PPh Pasal 21 ..................................................... 20 Tabel 2.3 Penghasilan Tidak Kena Pajak Tahun 2012 ............................. 21 Tabel 2.4 Penghasilan Tidak Kena Pajak Tahun 2012 ............................. 22 Tabel 2.5 Penghasilan Tidak Kena Pajak Tahun 2012 ............................. 23 Tabel 2.6 Penghasilan Tidak Kena Pajak Tahun 2013 ............................. 25 Tabel 2.7 Penghasilan Tidak Kena Pajak Tahun 2013 ............................. 26 Tabel 2.8 Penghasilan Tidak Kena Pajak Tahun 2013 ............................. 27 Tabel 2.9 Cara menghitung pajak PPh Pasal 21 dengan menggunakan kalkulator pajak ................................... 29 Tabel 2.10 Definisi Operasional dan Penyusunan Variabel ...................... 47 Tabel 4.1 Laporan Data Perhitungan PPh 21 Karyawan dalam setahun .......................................................................... 68 Tabel 4.2 Laporan Data Perhitungan PPh 21 (Termasuk THR) dalam setahun .......................................................................... 70 Tabel 4.3 Laporan Laba-Rugi (Sebelum Perencanaan Pajak) .................. 73 Tabel 4.4 Laporan Perhitungan Laba-Rugi Fiskal (Sebelum Perencanaan Pajak)................................................... 75
Tabel 4.5 Laporan Pendapatan dan Beban Lain-lain
PT. Cakrawala Sejati ................................................................ 77 Tabel 4.6 Laporan Laba-Rugi (Setelah Tax Planning) ............................. 80 Tabel 4.7 Laporan Perhitungan Laba-Rugi Fiskal 2011 ........................... 82 Tabel 4.8 Penerapan Perencanaan Pajak .................................................. 83
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual ................................................................... 39
Gambar 3.1
Arus Bagan Langkah-Langkah Penelitian .................................... 55
Gambar 4.1
Struktur Organisasi Perusahaan ................................................... 59
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu negara yang sedang berkembang, Indonesia selalu giat membangun negerinya dalam segala aspek kehidupan. Dan demi tercapainya kesejahteraan rakyat, pemerintah terus menerus melakukan kebijakan – kebijakan baru hampir di seluruh sektor dalam usaha pembangunan negara ini. Salah satu sumber penghasilan untuk pendanaan biaya negara dalam pelaksanaan pembangunan negara adalah pajak. Indonesia selalu melakukan kebijakan – kebijakan baru untuk meningkatkan pajak negara agar bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan negara. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan cara menaikkan Penghasilan Tidak Kena Pajak atau yang biasa disebut dengan PTKP. Secara historis, perlakuan perpajakan terhadap PTKP ini mengalami banyak perubahan sejak tahun 1993 dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Keuangan yang terus diubah. Dengan langkah kebijakan baru yang dilakukan oleh pemerintah ini, naiknya PTKP berpengaruh negatif pada penerimaan PPh perseorangan, karena adanya penurunan jumlah pajak yang akan dibayarkan oleh wajib pajak. Namun dalam segi lain, masyarakat akan menjadi semakin konsumtif akibat perubahan pendapatan yang tidak kena pajak. Peningkatan konsumsi masyarakat akan mempengaruhi penerimaan pajak tidak langsung, atau biasa disebut dengan pajak pertambahan nilai. Sebaliknya, kebijakan penyesuaian PTKP tersebut berpotensi
pada peningkatan penerimaan pajak yang berasaal dari PPN, pajak impor, dan PPh Badan dan peningkatan penerimaan negara bukan pajak, sebagai akibat pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Terdapat beberapa faktor yang dijadikan sebagai dasar pertimbangan untuk melakukan penyesuain PTKP. Pertama adalah perkembangan harga kebutuhan pokok masyarakat. Salah satu tolak ukur kebutuhan pokok minimal masyarakat adalah besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) yang besarannya ditetapkan dengan didasarkan atas Kebutuhan Hidup Layak (KLH) dan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Dengan adanya kenaikan PTKP ini, maka pemasukan untuk negara juga akan berkurang. Untuk itu perusahaan diharapkan mampu menaikkan upah karyawannya agar mampu memberikan kontribusi terhadap pemasukan negara. Perubahan kebijakan tentang kenaikan PTKP adalah upaya pemerintah untuk memberikan keringanan kepada masyarakat yang masih berpenghasilan rendah. Karena kenaikan PTKP justru akan bertolak belakang dengan penerimaan pajak yang akan dilaporkan oleh wajib pajak. Pemerintah menurunkan tarifnya dari tarif semula yang tertinggi adalah sebesar 35% menjadi 30% dan menghapus lapisan tarif 10%. Sehingga lapisan tarif berkurang dari 5 menjadi 4 lapisan saja. Sementara lapisan Penghasilan Kena Pajak atau Income Brackets yang semula lapisan tertingginya adalah sebesar Rp 200.000.000,- dinaikkan menjadi Rp 500.000.000,-. Kemudian untuk PPh Badan, pemerintah menerapkan tarif flat, yang artinya pemerintah menetapkan hanya ada satu lapisan tarif saja yang berlaku untuk PPh Badan. Pada Undang-Undang PPh yang baru ini, tarif Wajib Pajak Badan Dalam
Negeri dan Bentuk Usaha Tetap disepakati menjadi 28% pada tahun 2009, dan menjadi 25% di tahun 2010. Pajak Penghasilan (PPh) yang akan diterima pemerintah atas pemberlakuan Undang-Undang No.36 tahun 2008 sehubungan dengan perubahan PTKP dan tarif pajak orang pribadi, dibedakan sesuai dengan lingkup objek pembahasannya. Namun kebijakan ini tetap harus mengacu pada perkembangan kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Keputusan untuk merubah PTKP yang ideal dan bagaimana pengaruhnya terhadap penerimaan pajak PPh 21 oleh wajib pajak. Pajak penghasilan (PPh) yang akan diterima oleh pemerintah atas pemberlakuan Undang - undang No.36 tahun 2008 sehubungan dengan perubahan PTKP dan tarif pajak orang pribadi, dibedakan sesuai dengan lingkup objek pembahasannya. Dalam lingkup Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan dari satu pemberi kerja maka PPh yang akan diterima pemerintah adalah PPh pasal 21 terutang. Sedangkan dalam lingkup Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan dari lebih dari satu pemberi kerja, maka PPh yang akan diterima pemerintah mencakup PPh pasal 21 terutang, dan PPh pasal 25 Orang Pribadi. Dengan diberlakukannya Undang-Undang No.36 tahun 2008 sehubungan dengan perubahan nilai PTKP dan tarif pajak orang pribadi, tentu akan berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Penghasilan pada pemerintah. Dengan demikian, kebijakan penyesuaian PTKP adalah salah satu kebijakan yang didasari pada dua kondisi perekonomian. Pertama adalah untuk memberikan insentif bagi Wajib Pajak orang pribadi dengan mengingat perubahan tingkat harga bahan pokok sehingga daya konsumsi mereka juga semakin meningkat, dan
yang kedua adalah merupakan stimulus fiskal untuk mengantisipasi adanya dampak kontraksi ekonomi global pada perekonomian nasional. Secara umum kebijakan penyesuaian besaran PTKP akan meningkatkan aggregate welfare dalam perekonomian. Meskipun dalam jangka pendek, pertumbuhan penerimaan negara dari PPh orang pribadi dan pemotongan PPh Pasal 21 akan turun, penurunan tersebut sifatnya sementara, karena akan diimbangi dengan perkembangan ekonomi, karena dampak multiplier effect konsumsi rumah tangga. Dalam hal ini sebaiknya perusahaan menggunakan perencanaan pajak dalam penyusunan
laporan.
Dalam
melaksanakan
kewajiban
perpajakan
dan
penghematan beban pajak maka perusahaan dapat menerapkan perancanaan pajak (Tax Planning). Perencanaan pajak merupakan upaya legal atau proses untuk merekayasa, mengorganisasi usaha dan transaksi wajib pajak supaya utang pajak berada dalam jumlah minimal tetapi masih dalam ruang lingkup ketentuan peraturan undang-undang perpajakan yang berlaku, dari berbagai jenis pajak di Indonesia diantaranya adalah pajak penghasilan karyawan yang dikenal PPh pasal 21 yaitu pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima karyawan selama masa perolehan penghasilan secara rutin atau teratur dalam tahun pajak bersangkutan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain. Oleh karena itu penulis mencoba membandingkan antara perhitungan PPh pasal 21 metode ditanggung perusahaan dan metode tunjangan pajak. Perencanaan pajak tersebut diharapkan dapat meminimalkan penghematan pajak yang ditanggung perusahaan. Penulis membahasnya dalam skripsi dengan judul
“ANALISIS
PERHITUNGAN
PPH
PASAL
21
dan
PENERAPAN
PERENCANAAN PAJAK TERHADAP BEBAN PAJAK TERUTANG PADA PT. CAKRAWALA SEJATI, di SURABAYA “
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah : 1. Bagaimana Implementasi Perencanaan Pajak atas Metode Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada PT. Cakrawala Sejati. 2. Berapa besar penghematan perusahaan dengan adanya Perencanaan Pajak?
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah : 1. Mengetahui Implementasi Perencanaan Pajak atas Metode Penghitungan Pajak Penghasilan. 2. Untuk mengetahui besarnya penghematan pajak di perusahaan dengan adanya perencanaan pajak.
1.4
Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis : a) Hasil dari penelitian ini dapat memberikan masukan bagi pihak - pihak yang ingin memperdalam pengetahuan tentang pajak penghasilan (PPh)
khususnya PPh Orang Pribadi Pasal 21 dan memberikan kontribusi terhadap pengembangan literatur akuntansi perpajakan. b) Sebagai bahan pertimbangan untuk para ahli atau peneliti lain yang berminat dengan implementasi kebijakan PPh pasal 21 atas konsekuensi pelaksanaan UU No. 36 pasal 7 tahun 2008 tentang pajak penghasilan. c) Bagi perguruan tinggi, diharapkan dapat menambah referensi kepustakaan karya ilmiah, serta memberi informasi tentang pajak pada umumnya, dan pajak penghasilan pada khususnya. 2. Manfaat praktis a) Bagi penulis Untuk menambah pengetahuan penulis dan menambah wawasan yang berhubungan dengan masalah pajak penghasilan, khususnya PPh pasal 21 b) Bagi Perusahaan Penulisan ini berguna sebagai sumbangan pemikiran bagi perusahaan. c) Bagi pembaca Agar dapat digunakan sebagai dokumentasi perpustakaan guna studi banding dimasa yang akan datang.
BAB II TELAAH PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak secara awam merupakan iuran yang dibayarkan kepada negara dalam bentuk uang (bukan dalam bentuk barang), dipungut oleh pemerintah dengan suatu peraturan tertentu (tarif tertentu) dan selanjutnya digunakan untuk pembiayaan kepentingan – kepentingan dalam pembangunan negara. Menurut Undang – Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang – Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar – besarnya kemakmuran rakyat. Menurut Mardiasmo (2006) mendefinisikan, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang – undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat imbalan (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar kepentingan umum. Dari pengertian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa ciri – ciri yang melekat pada pengertian pajak adalah : 1.
Kontribusi dari rakyat kepada negara yang wajib dan dalam pelaksanaannya dapat bersifat memaksa berdasarkan undang – undang.
2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya timbal balik secara langsung oleh wajib pajak dan pemerintah. 3. Pajak yang telah masuk ke dalam kas negara akan digunakan untuk membiayai
pengeluaran
pemerintah
dan
untuk
pembiayaan
kepentingan umum. 4. Selain sebagai pendanaan (Budgetair), pajak juga memiliki fungsi mengatur (Regulair). Penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 (Pasal 1 angka 2, Pasal 3, Pasal 26 Kepdirjen No. KEP-545/PJ./2000, Kepdirjen No. KEP-110/PJ./2003) adalah : 1. Pegawai tetap termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur terus menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung; 2. Tenaga lepas, yaitu orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang hanya menerima imbalan apabila orang pribadi yang bersangkutan bekerja; 3. Penerima pensiun; 4. Penerima honorarium; 5. Penerima upah, yaitu orang pribadi yang menerima upah harian, upah mingguan, upah borongan, atau upah satuan; 6. Orang pribadi lainnya yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan dari Pemotong Pajak.
Yang bertindak sebagai pemotong PPh pasal 21 (Pasal 2 ayat 1 Kepdirjen No.KEP-545/PJ./2000 ) adalah : 1. Pemberi kerja, 2. Bendaharawan Pemerintah, 3. Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain, 4. Perusahaan, 5. Badan, 6. Bentuk Usaha Tetap, 7. Yayasan, 8. Lembaga, 9. Kepanitiaan, 10. Asosiasi, 11. Perkumpulan, 12. Organisasi massa, 13. Organisasi sosial politik, 14. Penyelenggara kegiatan, 15. yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa.
2.1.2 Objek Pajak Penghasilan Pasal 21 Objek dalam penelitian ini adalah PT. Cakrawala Sejati di Surabaya sebagaimana yang tercantum dalam UU PPh Pasal 21. Objek penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 (Pasal 2 ayat (1) Kepdirjen No.KEP-545/PJ./2000 ) adalah : 1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur. Termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur terus menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung 2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya. 3. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan atau hasil dari pekerjaan yang telah dia lakukan di masa lalu sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis 4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan. Yang diberikan kepada yang bersangkutan apabila dia melakukan pekerjaan tersebut. 5. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun
sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan 6. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun. Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk pula penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh: a.
Bukan Wajib pajak,
b.
Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final, atau
c.
Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit).
2.1.3 Objek Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dikecualikan. Tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut: 1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa. 2. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, termasuk Pajak
Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi kerja, termasuk yang ditanggung oleh Pemerintah merupakan penerimaan. 3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja. 4.
Bantuan atau Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak melalui badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.
5.
Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf l UndangUndang Pajak Penghasilan.
6. Warisan merupakan harta peninggalan yang ditinggalkan pewaris kepada ahli waris. 7. Hibah pemberian bantuan uang/barang atau jasa dari Pemerintah Daerah kepada pemerintah atau Pemerintah Daerah lainnya, Perusahaan Daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus yang bertujuan untuk menunjang penyelenggaraan urusan Pemerintah Daerah dengan
memperhatikan asas keadilan, kepatuhan, rasionalitas dan manfaat untuk masyarakat.
Adapun kewajiban yang harus dilakukan oleh pemotong PPh Pasal 21 adalah : 1. Pemotong Pajak PPh Pasal 21 wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (KP.PPh.2.1./BP-95) baik diminta maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada orang pribadi bukan sebagai pegawai tetap, penerima uang tebusan pensiun, penerimaan THT, penerima pesangon, dan penerima dana pensiun iuran pasti. 2. Pemotong Pajak PPh Pasal 21 wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 tahunan (form 1721-A1 atau 1721-A2) kepada pegawai tetap, termasuk penerima pensiun bulanan dalam waktu dua bulan setelah tahun takwim berakhir. 3. Apabila pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun pada bagian tahun takwim, maka Bukti Pemotongan (form 1721-A1 atau 1721-A2) diberikan oleh pemberi kerja selambat-lambatnya satu bulan setelah pegawai yang bersangkutan berhenti bekerja atau pensiun. 4. Penerima penghasilan wajib menyerahkan surat pernyataan kepada Pemotong Pajak PPh Pasal 21 yang menyatakan jumlah tanggungan keluarga pada permulaan tahun takwim atau pada permulaan menjadi Subyek Pajak dalam negeri. 5. Untuk melaksanakan kewajiban PPh Pasal 21, Pemotong Pajak PPh Pasal 21 / pemberi kerja agar menggunakan Buku Petunjuk Pemotongan PPh Pasal 21.
2.1.4 Fungsi Pajak Ada dua fungsi pajak, yaitu : 1. Fungsi Budgetair (Pendanaan), fungsi sumber keuangan negara. Pajak sebagai sumber penerimaan dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran, yaitu pajak dimanfaatkan sebagai instrument pengumpul dana untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran pemerintah. Hal ini ditunjukkan dengan masuknya pajak ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). 2. Fungsi Regulair (Mengatur). Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial ekonomi, yaitu pajak digunakan sebagai instrument pengatur melalui kebijakan yang dapat mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Sebagai contoh : a) Pajak penjualan atas barang mewah (PPn – BM), dikenakan pada saat terjadi transaksi jual – beli barang mewah. Semakin mewah barang tersebut, maka semakin tinggi pula tarif pajaknya dan semakin mahal harganya. Pengenaan pajak ini dimaksudkan agar masyarakat tidak berlomba – lomba mengkonsumsi barang mewah (mengurangi gaya hidup mewah). b) Tarif pajak progresif dikenakan atas penghasilan, dalam hal ini dimaksudkan agar pihak yang memperoleh penghasilan tinggi memberikan kontribusi (membayar pajak) yang tinggi pula, sehingga terjadi pemerataan pendapatan.
c) Tarif pajak ekspor adalah 0%, hal ini dimaksudkan agar para pengusaha
(eksportir)
terdorong
untuk
mengekspor
hasil
produksinya di pasar dunia, sehingga dapat memberikan kontribusi berupa devisa negara.
2.1.5
Manfaat Pajak Sebagaimana halnya perekonomian dalam suatu rumah tangga atau
keluarga, perekonomian negara juga mengenal sumber-sumber penerimaan dan pos-pos pengeluaran. Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara. Tanpa pajak, sebagian besar kegiatan negara sulit untuk dapat dilaksanakan. Manfaat pajak : 1. Belanja pegawai sampai dengan pembiayaan berbagai proyek pembangunan. 2. Pembangunan sarana umum seperti jalan-jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit/puskesmas, kantor polisi dibiayai dengan menggunakan uang yang berasal dari pajak. 3. Uang pajak juga digunakan untuk pembiayaan dalam memberikan rasa aman bagi seluruh lapisan masyarakat. Setiap warga negara mulai saat dilahirkan sampai dengan meninggal dunia, menikmati fasilitas atau pelayanan dari pemerintah yang semuanya dibiayai dengan uang yang berasal dari pajak. Dengan demikian jelas bahwa peranan penerimaan pajak bagi suatu negara menjadi sangat dominan dalam menunjang jalannya roda pemerintahan dan pembiayaan pembangunan.
4. Pajak juga melaksanakan fungsi redistribusi pendapatan dari masyarakat yang mempunyai kemampuan ekonomi yang lebih tinggi kepada masyarakat yang kemampuannya lebih rendah. Oleh karena itu tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya secara baik dan benar merupakan syarat mutlak untuk tercapainya fungsi redistribusi pendapatan. Sehingga pada akhirnya kesenjangan ekonomi dan sosial yang ada dalam masyarakat dapat dikurangi secara maksimal.
2.1.6 Pajak Penghasilan (PPh) Menurut Subekti dan Asrori (dalam Liswatin, 2004), pengertian Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap orang pribadi atau perseorangan dan badan berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun. Berdasarkan pengertian di atas, dapat diketahui adanya ciri-ciri tertentu Pajak Penghasilan, yaitu: (1) Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan pada setiap tambahan (2) kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh karena suatu hal dimana tambahan kemampuan ekonomis tersebut dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan. (3) Penghasilan yang terkena pajak adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak. Tahun pajak adalah jangka waktu takwim atau satu tahun buku. (4) Penghasilan yang terkena pajak adalah penghasilan yang diperoleh seseorang baik dari dalam negeri atau luar negeri serta penghasilan yang berasal dari Indonesia yang diperoleh orang luar negeri.
Menurut Drs. J.Tanzil, Pajak penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak (orang pribadi, badan, Bentuk Usaha Tetap (BUT) atas penghasilan yang diterima atau yang diperolehnya dalam tahun pajak. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan/ jabatan, jasa, dan kegiatan.
2.1.7
Hukum dan Peraturan Perpajakan Pengertian Hukum Pajak Menurut Santoso Brotodiharjo, Hukum pajak keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan melalui ka negara , sehingga ia merupakan bagian dari hukum publik, yang mengatur hubungan-hubungan hukummantar negara dan orang-orang atau badan-badan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak (wajib pajak). Pengertian hukum pajak secara umum dapat diartikan sebagai suatu
kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyatnya sebagai pembayar pajak. (Erly Suandi:2002). Dasar hukum PPh orang pribadi adalah UU No. 36 pasal 17 ayat 1, tahun 2008. Tarif PPh orang pribadi Sesuai dengan Pasal 17 ayat 1, Undang – Undang No. 36 tahun 2008 (Undang – undang tentang pajak Penghasilan), maka tarif (potongan) pajak penghasilan pribadi (PPh OP) dalam negeri adalah sebagai berikut : Tabel 2.1 menjelaskan tarif pajak yang dikenakan untuk penghasilan kena pajak bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri.
Tabel 2.1 Tarif Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan Orang Pribadi Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Sampai dengan Rp. 50.000.000,-
5%
Diatas Rp. 50.000.000,- sampai dengan Rp. 250.000.000,-
15%
Diatas Rp. 250.000.000,- sampai dengan Rp. 500.000.000,-
25%
Diatas Rp. 500.000.000,-
30%
Sumber : Pasal 17 UU No.36 Tahun 2008 tentang PPh Pajak Penghasilan Tarif pajak diatas diberlakukan setelah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dikurangi dari penghasilan bersih yang disetahunkan.
2.1.8 Subyek Pajak Penghasilan Pasal 21 Yang merupakan subyek Pajak Penghasilan 21 (PPh 21), antara lain :
1. Pegawai tetap yaitu, orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang menerima atau memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara berkala, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur terus menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung. 2.
Pegawai lepas yaitu, orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang hanya menerima imbalan apabila orang pribadi yang bersangkutan bekerja.
3. Penerima pension yaitu, orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima atau memperoleh imbalan untuk pekerjaan yang dilakukan di masa lalu, termasuk yang menerima Tabungan Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua.
4. Penerima honorarium yaitu, orang pribadi yang menerima atau memperoleh imbalan sehubungan dengan jasa, jabatan, atau kegiatan yang dilakukannya. 5. Penerima upah yaitu, orang pribadi yang menerima upah harian, upah mingguan, upah borongan, atau upah satuan.
2.1.9. Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dikecualikan :
Berikut adalah subyek pajak yang tidak dipotong Pajak Penghasilan 21 :
1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara
asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat : a. Bukan warga negara Indonesia dan b. Tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya di Indonesia.
2. Pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 611/KMK.04/1994 tanggal 23 Desember 1994 sepanjang bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.
2.1.10. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Penghasilan tidak kena pajak adalah batas penghasilan bagi karyawan yang dikenai pajak penghasilan. Besarnya PTKP tergantung dari status pribadi
karyawan dan jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungannya pada awal tahun pajak. PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) adalah penghasilan yang menjadi batasan tidak kena pajak bagi wajib pajak orang pribadi, dengan kata lain apabila penghasilan neto wajib pajak orang pribadi jumlahnya dibawah PTKP tidak akan terkena Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29. Tarif Pajak adalah dasar pengenaan pajak terhadap objek pajak yang menjadi
tanggungannya.
Tarif
pajak
biasanya
berupa
persentase
(%).
Dasar Pengenaan Pajak adalah Nilai berupa uang yang dijadikan dasar untuk menghitung pajak yang terutang. Tabel 2.2 Batasan PTKP PPh Pasal 21 Uraian
Diri WP orang pribadi
PTKP Tahun 2009 - 2012 (cfm UU 36/2008) (Rp)
PTKP tahun 2013 (cfm. PMK162/2012) (Rp)
15.840.000
24.300.000
Tambahan untuk 1.320.000 WP Kawin Tambahan untuk 15.840.000 istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami Tambahan untuk 1.320.000 setiap tanggungan Sumber : Diolah Penulis.
2.025.000
Prosentase Kenaikan
24.300.000 53,4 %
2.025.000
Jumlah PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) Tahun 2012 adalah sebagai berikut :
a. Rp15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi; b. Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin; c. Rp15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1); dan d. Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga. Penerapan ketentuan tersebut ditentukan oleh keadaan pada awal tahun pajak atau awal bagian tahun pajak. Contoh : Tahun 2010 Tuan A status Kawin anak 1 . Pada Pebruari Tahun 2011 Isteri Tuan A melahirkan anak. PTKP Tahun 2011 untuk status Tuan A adalah Kawin anak 1 Penerapan PTKP Tahun 2011 dan Tahun 2012 Tabel 2.3 Penghasilan Tidak Kena Pajak Tahun 2012 STATUS TK/0 TK/1 TK/2 TK/3 Wajib Pajak 15.840.000 17.160.000 18.480.000 19.800.000 (Laki-laki tidak kawin & Wanita) Sumber : Diolah Penulis.
Penjelasan : •
Status Wanita meskipun sudah kawin tetap mempunyai PTKP tidak kawin kecuali dapat membuktikan bahwa suami tidak bekerja (dari Instansi terkait/kelurahan)
•
TK/0 = Tidak Kawin tidak ada tanggungan (15.840.000)
•
TK/1 = Tidak Kawin memiliki 1 (satu) tanggungan (15.840.000+ 1.320.000)
•
TK/2 = Tidak Kawin memiliki 2 (dua) tanggungan (15.840.000+ 1.320.000+ 1.320.000)
•
TK/3 = Tidak Kawin memiliki 3 (tiga) tanggungan (15.840.000+ 1.320.000+ 1.320.000+ 1.320.000)
Tabel 2.4 Penghasilan Tidak Kena Pajak Tahun 2012 PTKP Untuk Laki-Laki Kawin Isteri Tidak Bekerja/Tidak Usaha STATUS
K/0
K/1
K/2
K/3
Istri Tdk Kerja/ Tdk Usaha
17.160.000
18.480.000
19.800.000
21.120.000
Sumber : Diolah Penulis. Penjelasan Isteri Tidak Bekerja: •
K/0 = Kawin tidak ada tanggungan (15.840.000+ 1.320.000)
•
K/1
=
Kawin
memiliki
1
(satu)
tanggungan
(15.840.000+
2
(dua)
tanggungan
(15.840.000+
1.320.000+1.320.000) •
K/2
=
Kawin
memiliki
1.320.000+1.320.000+1.320.000)
•
K/3
=
Kawin
memiliki
3
(tiga)
tanggungan
(15.840.000+
1.320.000+1.320.000+1.320.000+1.320.000)
Tabel 2.5 Penghasilan Tidak Kena Pajak Tahun 2012 PTKP Untuk Laki-Laki Kawin Isteri Bekerja/Usaha STATUS Istri Kerja/Usaha
K/I/0 33.000.000
K/I/1 34.320.000
K/I/2 35.640.000
K/I/3 36.960.000
Sumber : Diolah Penulis.
Penjelasan Isteri Bekerja pada lebih dari satu pemberi kerja atau usaha : •
PTKP untuk isteri yang bekerja pada satu pemberi kerja tidak digabung dengan suami, yang digabung dengan PTKP suami hanya yang bekerja pada lebih dari satu pemberi kerja dan/atau isteri yang usaha (penghasilan digabung dengan penghasilan suami)
•
K/I/0 = Kawin Isteri Bekerja/Usaha tidak ada tanggungan (15.840.000+ 15.840.000+1.320.000)
•
K/I/1 = Kawin Isteri Bekerja/Usaha memiliki 1 (satu) tanggungan (15.840.000+ 15.840.000+1.320.000+1.320.000)
•
K/I/2 = Kawin Isteri Bekerja/Usaha memiliki 2 (dua) tanggungan (15.840.000+15.840.000+ 1.320.000+1.320.000+1.320.000)
•
K/I/3 = Kawin Isteri Bekerja/Usaha memiliki 3 (tiga) tanggungan (15.840.000+ 15.840.000+1.320.000+1.320.000+1.320.000+1.320.000)
Sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.011/2012, terhitung mulai 1 Januari 2013, PTKP (penghasilan tidak kena pajak) yang berlaku adalah sebagai berikut:
Untuk diri WP Rp 24.300.000
Tambahan WP Kawin Rp 2.025.000
Tambahan untuk penghasilan istri digabung dengan penghasilan suami Rp 24.300.000
Tambahan untuk anggota keluarga yang menjadi tanggungan (max 3 orang) @ Rp 2.025.000 Berikut ini besarnya PTKP sesuai dengan status perkawinan WP :
TK/0 = Rp 24.300.000
K/0 = Rp 26.325.000
K/1 = Rp 28.350.000
K/2 = Rp 30.375.000
K/3 = Rp 32.400.000 Untuk perhitungan PPh 21, besarnya PTKP maksimal adalah Rp
32.400.000, sedangkan untuk perhitungan PPh Orang Pribadi, besarnya PTKP maksimal menjadi Rp 56.700.000 untuk WP dengan status K/I/3, untuk tambahan seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami, pasal 8 ayat (1). Besarnya PTKP untuk tahun Pajak 2013 adalah sebagai berikut : a. Rp 24.300.000,00 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
b. Rp2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin; c. Rp 24.300.000,00 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1); dan d.
Rp 2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga. PTKP ini mulai berlaku sejak ketentuan tersebut ditentukan oleh keadaan
pada awal tahun pajak atau awal bagian tahun pajak.
Contoh :
Tahun 2013 Junaedi berstatus Kawin anak 1. Pada Pebruari Tahun 2013 Isteri Junaedi melahirkan anak. PTKP Tahun 2013 untuk status junaedi adalah Kawin anak 1 Penerapan PTKP Tahun 2013 untuk satu tahun : Tabel 2.6 Penghasilan Tidak Kena Pajak Tahun 2013 PTKP Untuk Laki-laki Tidak Kawin dan Wanita (kawin/tidak kawin) STATUS
TK/0
Wajib Pajak (Laki-laki tidak 24.300.000 kawin & Wanita) Sumber : Diolah Penulis.
TK/1
TK/2
TK/3
26.325.000
28.350.000
30.375.000
Penjelasan : Status Wanita meskipun sudah kawin tetap mempunyai PTKP tidak kawin kecuali dapat membuktikan bahwa suami tidak bekerja (dari Instansi terkait/kelurahan) •
TK/0 = Tidak Kawin tidak ada tanggungan ( 24.300.000 )
•
TK/1 = Tidak Kawin memiliki 1 (satu) tanggungan ( 24.300.000 + 2.025.000)
•
TK/2 = Tidak Kawin memiliki 2 (dua) tanggungan ( 24.300.000 + 2.025.000 + 2.025.000)
•
TK/3 = Tidak Kawin memiliki 3 (tiga) tanggungan ( 24.300.000 + 2.025.000 + 2.025.000 + 2.025.000)
Tabel 2.7 Penghasilan Tidak Kena Pajak Tahun 2013 PTKP Untuk Laki-Laki Kawin Isteri Tidak Bekerja/Tidak Usaha STATUS Istri Tdk Kerja/ Tdk Usaha
K/0
K/1
K/2
K/3
26.325.000
28.350.000
30.375.000
32.400.000
Sumber : Diolah Penulis. Penjelasan PTKP Suami apabila Kawin tetapi Isteri Tidak Bekerja: •
K/0 = Kawin tidak ada tanggungan ( 24.300.000 + 2.025.000 )
•
K/1
= Kawin memiliki 1 (satu) tanggungan ( 24.300.000 +
2.025.000+2.025.000) •
K/2
= Kawin memiliki 2 (dua) tanggungan ( 24.300.000 +
2.025.000+2.025.000+2.025.000)
•
K/3
= Kawin memiliki 3 (tiga) tanggungan ( 24.300.000 +
2.025.000+2.025.000+2.025.000+2.025.000)
Tabel 2.8 Penghasilan Tidak Kena Pajak Tahun 2013 PTKP Untuk Laki-Laki Kawin Isteri Bekerja/Usaha STATUS
K/I/0
K/I/1
K/I/2
K/I/3
Istri Kerja/Usaha
50.625.00
52.650.000
54.675.000
56.700.000
Sumber : Diolah Penulis.
Penjelasan PTKP Suami apabila Kawin dan Isteri Bekerja pada lebih dari satu pemberi kerja atau usaha : •
PTKP untuk isteri yang bekerja pada satu pemberi kerja tidak digabung dengan suami, yang digabung dengan PTKP suami hanya yang bekerja pada lebih dari satu pemberi kerja dan/atau isteri yang usaha (penghasilan digabung dengan penghasilan suami)
•
K/I/0 = Kawin Isteri Bekerja/Usaha tidak ada tanggungan ( 24.300.000 + 24.300.000+2.025.000 )
•
K/I/1 = Kawin Isteri Bekerja/Usaha memiliki 1 (satu) tanggungan (24.300.000 + 24.300.000+2.025.000+2.025.000)
•
K/I/2 = Kawin Isteri Bekerja/Usaha memiliki 2 (dua) tanggungan (24.300.000 +24.300.000+ 2.025.000+2.025.000+2.025.000)
•
K/I/3 = Kawin Isteri Bekerja/Usaha memiliki 3 (tiga) tanggungan (24.300.000 + 24.300.000+2.025.000+2.025.000+2.025.000+2.025.000)
2.1.11. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Pegawai harian, pegawai mingguan, pemagang, dan calon pegawai, serta pegawai tidak tetap lainnya yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan dan uang saku harian yang besarnya melebihi Rp 150.000 sehari tetapi dalam satu bulan jumlahnya tidak melebihi Rp 1.320.000 dan atau tidak di bayarkan secara bulanan, maka PPh Pasal 21 yang terutang dalam sehari adalah dengan menerapkan tarif 5%. Penerima pesangon, tebusan pensiun, Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus dikenakan tarif PPh final sebagai berikut: - 5% dari penghasilan bruto diatas Rp 25.000.000 s.d. Rp. 50.000.000. - 10% dari penghasilan bruto diatas Rp. 50.000.000 s.d. Rp. 100.000.000. - 15% dari penghasilan bruto diatas Rp. 100.000.000 s.d.Rp. 200.000.000. - 25% dari penghasilan bruto diatas Rp. 200.000.000. Penghasilan bruto sampai dengan Rp. 25.000.000,- dikecualikan dari pemotongan pajak.
Tabel 2.9 Cara menghitung pajak PPh Pasal 21 dengan menggunakan kalkulator pajak. Komponen Penghasilan 1. Gaji Per Bulan
Rp.
…………………………………….
2.
Bonus / Premi / THR
Rp.
…………………………………….
3.
Uang /Tunjangan Transport
Rp.
…………………………………….
4.
Uang/Tunjangan Kesehatan
Rp.
…………………………………….
5.
Uang/Tunjangan Makan
Rp.
…………………………………….
6.
Uang/Tunjangan Keluarga
Rp.
…………………………………….
7.
Tunjangan Pajak
Rp.
…………………………………….
8.
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja
Rp.
…………………………………….
9.
Premi Jaminan Kematian
Rp.
…………………………………….
10.
Total Penghasilan Bruto
Rp.
…………………………………….
Biaya Jabatan 5% x N : 1
Rp.
…………………………………….
5% x N : 2
Rp.
…………………………………….
12.
Iuran pension
Rp.
…………………………………….
13.
Iuran Jaminan Hari Tua/THT
Rp.
…………………………………….
14.
Jumlah Pengurangan Bruto Hasil Penghitungan
Rp.
…………………………………….
15.
Jumlah Penghasilan Sebulan (No. 10 – No. 14) Jumlah Penghasilan setahun/disetahunkan PTKP
Netto
Rp.
…………………………………….
Netto
Rp.
…………………………………….
(Rp.
……………………………….…….)
Rp.
……………………………………..
Pengurang Penghasilan Bruto 11.
16. 17. 18.
PPh Pasal 21 Terutang Setahun (No. 16 – No. 17)
Sumber : Data yang diolah.
2.1.12 Perencanaan Pajak (Tax Planning) Tax Planning adalah perencanaan pajak sebagai bagian dari fungsi manajemen (Planning, Organizing, Stafing, Directing / Actuating, Controlling) dalam melaksanakan kewajiban perpajakan dengan tehnik dan strategi mengatur akuntansi dan keuangan perusahaan untuk penghematan pajak tanpa melanggar Peraturan Perundang-Undangan perpajakan yang berlaku (In Legal Way, terhindar dari Tax Evasion / Penggelapan pajak, terhindar dari illegal Tax avoidance / Penghindaran pajak illegal antara lain dengan menghitung, memperhitungkan, menyetor dan melapor pajak terutang sesuai ketentuan yang berlaku dan membayar serta melunasinya sebelum tanggal jatuh tempo sehingga terhindar dari sanksi perpajakan. Menurut (Suandy, 2001:7) “Perencanaan pajak adalah langkah awal dalam manajemen pajak di mana dalam tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan dengan maksud dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang dapat dilakukan.” Tujuan dengan dilakukannya perencanaan pajak adalah untuk merekayasa transaksi wajib pajak, sehingga jumlah pajaknya masih dalam skala nominal yang kecil, tetapi hutang pajaknya masih dalam lingkup ketentuan peraturan undang – undang perpajakan yang berlaku ( Thahjono dan Husein, 1999:475) Latar belakang perlunya Tax Planning adalah melakukan penghematan pajak secara legal sebagai :
1. Kerumitan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan, semakin rumit peraturan perundang - undangan perpajakan yang berlaku maka terdapat kecenderungan biaya untuk mematuhinya (Complince Cost)
semakin tinggi untuk mendapatkan Tax Compliance dengan biaya murah diperlukan Tax Planning, antara lain dengan merekrut tenaga yang ahli dibidang tersebut 2. Makin Besarnya Jumlah Pajak Terutang, makin besar jumlah pajak terutang
akibat
kekeliruan
atau
kesalahan
dalam
menghitung,
memperhitungkan, menyetor dan melaporkan pajak dapat dihindarkan dengan meminimalis kekeliruan dan kesalahan yang terjadi. 3. Tingginya Biaya Negosiasi, wajib pajak kadang-kadang perlu melakukan negosiasi untuk mengurangi jumlah pajak terutang akibat kekeliruan dalam menghitung, memperhitungkan, menyetor dan melapor pajak, dan biaya negosiasi umumnya relatif tinggi. Tax Planning daapt dilakukan dengan Tax Litigation yaitu menyelesaikan perselisihan perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku antara lain mengajukan keberatan, banding, peninjaun kembali. 4. Risiko pembinaan Otoritas Pajak, dalam rangka meminimalis risiko, pembinaan otoritas pajak berupa pemeriksaan pajak maka perencanaan pajak perlu dilakukan dalam melaksanakan kewajiban perpajakan sebagai kewajiban kenegaraan harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga tidak mengundang otoritas pajak untuk melakukan pemeriksaan pajak. Upaya yang dapat dilaksanakan antara lain dengan melakukan Tax Research. 5. Sanksi perpajakan dan Moral Hazard, Tax Planning diperlukan dalam rangka menghindar dari terkena sanksi perpajakn yang berisiko berat dari
segi material dan moral dengan cara memahami peraturan perpajakan yang berlaku secara bulat dan utuh serta mengupayakan agar tidak salah tafsir.
Manfaat perencanaan pajak dapat dilakukan dengan prinsip – prinsip sebagai berikut : 1. Penghematan kas keluar Perencanaan pajak dapat menghemat pajak yang merupakan biaya bagi perusahaan. Dengan meminimalkan beban pajak, dana yang tersedia untuk membayar pajak dapat dialokasikan untuk keperluan pengeluaran lain dalam perusahaan. 2. Mengatur aliran kas (Cash Flow) Dengan perencanaan pajak yang matang dapat ditentukan dengan langkah yang tepat dalam mengestimasi kebutuhan kas untuk pajak dan menentukan saat pembayaran sehingga perusahaan dapat menyusun anggaran kas secara lebih akurat. Ada beberapa tolak ukuran yang biasanya digunakan dalam mengukur kepatuhan perpajakan wajib pajak (Thahjono dan Husein, 1999:475) yaitu: a. Tax saving merupakan upaya wajib pajak mengelakan utang pajaknya dengan cara menahan diri untuk tidak membeli produk yang ada PPN dan mengurangi jam kerja sehingga penghasilan menjadi kecil. b. Tax avoidance adalah upaya wajib pajak melakukan perbuatan yang dikenakan pajak atau upaya memanipulasi penghasilan wajib pajak secara
legal yang masih sesuai dengan ketentuan perundangan-perundangan untuk memperkecil jumlah pajak terutang jumlah pajak terutang. c. Tax evasion merupakan upaya wajib pajak dengan penghindaran pajak terutang secara ilegal dengan cara menyembunyikan keadaan yang sebenarnya. Tiga rambu-rambu yang harus diperhatikan dalam tax planning adalah sebagai berikut : 1.
Tidak melanggar ketentuan perpajakan, apabila suatu perencanaan pajak melanggar peraturan perpajakan maka akan menambah risiko beban pajak yang lebih besar. Kesalahan dalam menerapkan aturan pajak dapat berakibat dikenakan sanksi baik berupa sanksi administrasi maupun sanksi pidana.
2.
Secara bisnis masuk akal karena tax planning merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari strategi menyeluruh dari perusahaan.
3.
Didukung oleh bukti-bukti yang memadai seperti; kontrak, faktur pajak baik pajak masukan maupun pajak keluaran dengan didukung oleh sistem akuntasi yang konsisten (accounting treatment). Hal ini sangat penting terutama jika perusahan dilakukan audit pajak oleh kantor pajak.
Strategi Umum Perencanaan Pajak
a. Tax Saving Tax saving merupakan upaya efisiensi beban pajak melalui pemilihan alternatif pengenaan pajak dengan tarif yang lebih rendah. Misalnya,
perusahaan dapat melakukan perubahan pemberian natura kepada karyawan menjadi tunjangan dalam bentuk uang. b. Tax Avoidance Tax avoidance merupakan upaya efisiensi beban pajak dengan menghindari pengenaan pajak melalui transaksi yang bukan merupakan objek pajak. Misalnya, perusahaan yang masih mengalami kerugian, perlu mengubah tunjangan karyawan dalam bentuk uang menjadi pemberian natura karena natura bukan merupakan objek pajak PPh Pasal 21. c. Menghindari Pelanggaran atas Peraturan Perpajakan Dengan menguasai peraturan pajak yang berlaku, perusahaan dapat menghindari timbulnya sanksi perpajakan berupa: 1. Sanksi administrasi, dapat berupa denda, bunga, atau kenaikan. 2. Sanksi pidana, berupa pidana atau kurungan. d. Menunda Pembayaran Kewajiban Pajak Menunda pembayaran kewajiban pajak tanpa melanggar peraturan yang berlaku dapat dilakukan melalui penundaan pembayaran PPN. Penundaan ini dilakukan dengan menunda penerbitan faktur pajak keluaran hingga batas waktu yang diperkenankan, khususnya untuk penjualan kredit. Dalam hal ini, penjual dapat menerbitkan faktur pajak pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan barang. e. Mengoptimalkan Kredit Pajak yang Diperkenankan Wajib Pajak sering kurang memperoleh informasi mengenai pembayaran pajak yang dapat dikreditkan yang merupakan pajak dibayar dimuka.
Misalnya, PPh Pasal 22 atas impor, PPh Pasal 23 atas penghasilan jasa atau sewa dll.
Aspek-aspek dalam Perencanaan Pajak, Aspek formal dan administratif :
a. Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP); b. Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan; c. Memotong dan/atau memungut pajak; d. Membayar pajak; e. Menyampaikan Surat Pemberitahuan.
Aspek Material :
Basis penghitungan pajak adalah objek pajak. Dalam rangka optimalisasi alokasi sumber dana, manajemen akan merencanakan pembayaran pajak yang tidak lebih dan tidak kurang. Untuk itu, objek pajak harus dilaporkan secara benar dan lengkap.
Tahapan Perencanaan Pajak
a. Menganalisis informasi yang ada (analyzing the existing data base) b. Membuat satu atau lebih model kemungkinan jumlah pajak (designing one or more possible tax plans) c. Mengevaluasi pelaksanaan perencanaan pajak (evaluating a tax plan)
d. Mencari
kelemahan
dan
memperbaiki
kembali
rencana
pajak
(debugging the tax plans) e. Memutakhirkan rencana pajak (updating the tax plan) 2.1.13 Manajemen Pajak
Perencanaan Pajak merupakan langkah awal dalam manajemen pajak. Manajemen pajak itu sendiri merupakan sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar, tetapi jumlah pajak yang dibayarkan dapat ditekan seminimal mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan. Langkah
selanjutnya
adalah
pelaksanaan
kewajiban
perpajakan
(tax
implementation) dan pengendalian pajak (tax control). Pada tahap perencanaan pajak ini, dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan.
Tujuannya adalah agar dapat dipilih jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. Pada umumnya, penekanan perencanaan pajak (tax planning) adalah untuk meminimimalisasi kewajiban pajak. Jadi perencanaan pajak tidak berarti penyelundupan pajak. Pada dasarnya usaha penghematan pajak berdasarkan the least and latest rule yaitu Wajib Pajak selalu berusaha menekan pajak sekecil mungkin dan menunda pembayaran selambat mungkin sebatas masih diperkenankan peraturan perpajakan. Perencanaan pajak adalah suatu langkah yang tepat untuk perusahaan, dalam melakukan penghematan pajak atau tax saving sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Kesimpulan yang diambil dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa fungsifungsi managemen pajak adalah sebagai berikut ini (Suandy, 2001): 1. Perencanaan pajak ( tax planning ) Merupakan tahap pertama dalam penghematan pajak di mana strategi disusun
untuk
penelitian
dan
pengumpulan
ketentuan
peraturan
perpajakaan dilakukan pada tahap ini untuk memenuhi strategi penghematan yang dilakukan uuntuk meminimalkan kewajiban pajak. 2. Pelaksanaan kewajiban perpajakan (tax implementation) Yaitu tahap pelaksanaan kewajiban perpajakaan baik formal maupun material harus dipastikan bahwa pelaksanaannya telah memenuhi peraturan perpajakan yang berlaku serta tidak melanggar ketentuan yang ada. 3. Pengendalian pajak (tax control) Bertujuan untuk memastikan bahwa kewajiban pajak telah dilaksanakan sesuai dengan yang telah direncanakan dan telah memenuhi persyaratan formal maupun material.
2.2. Penelitian Terdahulu
No 1.
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu Peneliti dan Judul Penelitian Variabel tahun penelitian Adi Ampa, (2011)
2.
Hera Bugis Indina (2013)
Implementasi tax planning dalam upaya meningkatkan kinerja perusahaan pada PT. Abadi Sejahtera
Independen Implementasi tax planning
Analisis Perencanaan Pajak Penghasilan (PPH) Pasal 21 Pegawai Tetap pada Beban pajak PT. Semen Tonasa.
Independen Perencanaan Pajak penghasilan (PPH) pasal 21
Dependen Kinerja Perusahaan
Dependen Beban Pajak
Sumber : Data yang diolah
Hasil Penelitian Secara garis besar penelitian ini merupakan studi kasus pada perusahaan di bidang usaha perbankan. Penelitian tersebut mengacu pada pembahasan perencanaan kinerja perusahaan sehingga mempengaruhi perencanaan pajak. Perusahaan ini sudah menerapkan kebijakan menanggung pajak penghasilan karyawan dengan memberikan tunjangan pajak penghasilan sehingga dapat meminimalisasi jumlah pajak yang dibayarkan
2.3. Kerangka Konseptual Kerangka konseptual mengenai pengaruh perencanaan pajak terhadap Kenaikan PTKP pada setoran PPh 21 PT. Cakrawala Sejati Surabaya dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
LAPORAN KEUANGAN PT. CAKRAWALA SEJATI
Tanpa Menggunakan Tax Planning
Dengan Tax Planning berdasarkan Undang-undang PPh No 17 Tahun 2000
Pajak Penghasilan Tanpa Tax Planning
Pajak Penghasilan Dengan Tax Planning
EFISIENSI
Sumber : Data yang diolah
Dengan
adanya
kenaikan
jumlah
PTKP,
memberikan
kontribusi
meningkatnya belanja konsumtif masyarakat. Dalam penelitian ini, perencanaan pajak menggunakan laporan keuangan PT. Cakrawala Sejati Surabaya, yaitu laporan laba – rugi. Selanjutnya, laporan laba-rugi tersebut akan dianalisa dan
dibandingkan antara laporan laba-rugi sebelum menggunakan perencanaan pajak, dan laporan laba-rugi setelah menggunakan perencanaan pajak. Dengan adanya analisis tersebut, maka akan diketahui efisiensi pengeluaran perusahaan dalam pembayaran pajak PPh 21.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Jenis Penelitian Meninjau dari susunan latar belakang, rumusan masalah dan tujuan
penelitian, maka penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif. Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang alami (Creswell, 1998:15). Bog dan dan Taylor (Moleong, 2007:3), mengemukakan bahwa metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Dalam penelitian kualitatif, umumnya penelitian ini tidak menggunakan hipotesis. Penelitian kualitatif dilakukan pada kondisi alamiah dan bersifat penemuan. Dalam penelitian kualitatif, peneliti adalah instrumen kunci. Oleh karena itu, peneliti harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas jadi bisa bertanya, menganalisis, dan mengkonstruksi obyek yang diteliti menjadi lebih jelas. Penelitian ini lebih menekankan pada makna dan terikat nilai. Penelitian kualitatif digunakan jika masalah belum jelas, untuk mengetahui makna yang tersembunyi, untuk memahami interaksi sosial, untuk mengembangkan teori, untuk memastikan kebenaran data, dan meneliti sejarah perkembangan.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif (Descriptive Research), dalam kaitan ini Arief Furchan (1999 : 22) menerangkan bahwa “penelitian kualitatif ialah proses penelitian yang menghasilkan data deskriftif, ucapan atau tulisan atau perilaku yang dapat diamati dari orang-orang itu sendiri “, menurut pendapat kami pendekatan ini langsung menunjukan setting dan individu - individu dalam setting itu secara keseluruhan. Subyek penyelidikan baik berupa organisasi atau individu tidak mempersempit menjadi variable yang terpisah atau menjadi hipotesa melainkan dipandang sebagai sebagian dari suatu keseluruhan.
3.2
Deskripsi Populasi dan Penentuan Sampel
a. Populasi ” Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya ”, (Sugiyono. 2005 : 90). Populasi dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak orang pribadi PT. Cakrawala Sejati. b. Sampel ” Sampel adalah bagian dari populasi yang digunakan untuk memperkirakan karakteristik populasi ”, (Erlina, 2007 :74). Dalam penyusunan sampel perlu disusun kerangka sampling yaitu daftar dari semua unsur sampling dalam populasi sampling, dengan syarat :
a.
Harus meliputi seluruh unsur sampel
b. Tidak ada unsur sampel yang dihitung dua kali c.
Harus up to date
d. Batas-batasnya harus jelas e. Harus dapat dilacak dilapangan Menurut Teken (dalam Masri Singarimbun dan Sofyan Efendi) Ciri-ciri sample yang ideal adalah : a.
Dapat menghasilkan gambaran yang dipercaya dari seluruh populasi yang diteliti.
b.
Dapat menentukan presisi (precision) dari hasil penelitian dengan menentukan penyimpangan baku (standar) dari taksiran yang diperoleh.
c. d.
Sederhana, sehingga mudah dilaksanakan. Dapat memberikan keterangan sebanyak mungkin dengan biaya yang rendah. Ada empat faktor yang harus diperhatikan dalam penentuan besar kecilnya
sampel, antara lain: a.
Degree of homogenity dari populasi, makin homogin populasi makin sedikit jumlah sampel yang diambil
b.
Pressisi yang dikehendaki, makin tinggi tingkat pressisi yang dikehendaki makin banyak jumlah sampel yang diambil
c.
Rencana analisa
d.
Tenaga biaya dan waktu
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan data sekunder dimana arsip data yang diteliti adalah arsip data yang meliputi jumlah penerimaan PPh perbulan yang disetorkan oleh perusahaan.
3.2.1 Beberapa Teknik dalam Pengambilan Sampel Ada beberapa teknik dalam pengambilan sampel, namun secara garis besar dapat dibagi menjadi dua : a. Probability Sampling atau Random Sampling 3. Simple random sampling, pengambilan sample secara acak sederhana, ialah sebuah sample yang diambil sedemikian rupa sehingga tiap unit penelitian atau satuan elemen dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi sample. Metode yang digunakan dengan cara : undian (digoncang seperti arisan), ordinal (angka kelipatan), tabel bilangan random. 4. Proportionate stratified random sampling, misal dengan siswa sebagai sampelnya, maka perlu ada kalsifikasi siswa berdasar strata, misalkan pada kelas I, II dan III. 5. Disproportional stratified random sampling. 6. Area Sampling, teknik pengambilan sample berdasar wilayah. 7. Kluster sampling, teknik pengambilan sample berdasar gugus atau clusters.
Contoh : sebuah penelitian ingin mengetahui pendapatan keluarga dalam suatu desa, dengan berbagai klaster, misalkan saja diambil dari segi pekerjaan : Tani, Buruh, PNS, Nelayan. b. Non-Probability Sampling. Non probability sampling terdiri dari : 1. Sampling sistematis, yaitu memilih sampel dari suatu urutan daftar menurut urutan tertentu. 2. Sampling kuota, (quota sampling), teknik sampling yang didasarkan pada terpenuhinya jumlah sample yang diinginkan. 3. Sampling aksidental, sample yang diambil dari siapa saja yang kebetulan ada, misalnya dengan menanyai siapa saja yang ditemui dijalan untuk meminta pendapat tentang permasalahan yang diangkat oleh peneliti. 4. Purposive sampling, teknik pengambilan sample didasarkan atas tujuan tertentu. Umunya orang yang dipilih memiliki kriterian sebagai sampel. 5. Sampling jenuh (sensus). 6. Snowball sampling, dimulai dari kelompok kecil yang diminta untuk menunjukkan kawan masing-masing. Kemudian kawan tersebut diminta untuk menunjukkan kawannya lagi dan seterusnya sampai secukupnya.
3.2.2 Teknik Penentuan Jumlah Sampel Salah satu cara untuk menentukan jumlah sampel adalah dengan menggunakan rumus dari Taro Yamane:
n = Jumlah sample, N = Jumlah Populasi, d² = Presisi yang inginkan (misal 5 % atau 10 %)
3.3. Variabel dan Definisi Operasional Variabel 3.3.1 Variabel Penelitian
Sugiyono (2009:38): variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh onformasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Variabel yang digunakan dalam penelitian dapat diklasifikasikan menjadi: (1) variabel independen (bebas), yaitu variabel yang menjelaskan dan mempengaruhi variabel lain, dan (2) variabel dependen (terikat), yaitu variabel yang dijelaskan dan dipengaruhi oleh variabel independen.
3.3.1.1 Variabel Dependen Sering disebut sebagai Variabel Out Put, Kriteria, Konsekuen, Variabel Efek, Variabel Terpengaruh, Variabel Terikat atau Variabel Tergantung. Dalam SEM (Structural Equation Modeling) atau Pemodelan Persamaan Struktural, Variabel Dependen disebut juga sebagai Variabel Indogen. Variabel Terikat merupakan Variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Disebut Variabel Terikat karena variabel ini dipengaruhi oleh variabel bebas/variabel independen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah beban pajak terutang.
3.3.1.2 Variabel Independen Variabel ini sering disebut sebagai Variabel Stimulus, Predictor, Antecedent, Variabel Pengaruh, Variabel Perlakuan, Kausa, Treatment, Risiko, atau Variable Bebas. Dalam SEM (Structural Equation Modeling) atau Pemodelan Persamaan Struktural, Variabel Independen disebut juga sebagai Variabel Eksogen. Variabel Bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel Dependen (terikat). Dinamakan sebagai Variabel Bebas karena bebas dalam mempengaruhi variabel lain. Variabel Independen dalam penelitian ini adalah perhitungan PPh Pasal 21 dan penerapan perencanaan pajak.
3.3.2 Definisi Operasional Definisi operasional variabel adalah suatu definisi yang diberikan pada suatu variabel dengan memberikan arti atau menspesifikasikan kegiatan atau membenarkan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut (Sugiyono, 2004).
Variabel
Tabel 2.10 Definisi Operasional dan Penyusunan Variabel Definisi Pengukuran Operasional
Independen Perencanaan Pajak upaya Wajib Pajak untuk meminimalkan pajak yang terutang melalui skema yang memang telah jelas diatur dalam peraturan perundangundangan
Besarnya jumlah Rasio pajak yang dibayarkan kepada negara dapat dilihat dari laporan pembayaran pajak.
Skala
perpajakan dan sifatnya tidak menimbulkan dispute antara Wajib Pajak dan otoritas pajak.
Dependen PTKP
PPh 21
Batas penghasilan bagi karyawan yang dikenai pajak penghasilan.
Besarnya PTKP tergantung dari status pribadi karyawan dan jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungannya pada awal tahun pajak.
Pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan/ jabatan, jasa, dan kegiatan.
Besarnya jumlah Rasio pajak yang dibayarkan kepada negara dapat dilihat dari laporan pembayaran pajak.
Sumber : Data yang diolah
Rasio
3.4 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data gaji karyawan tetap PT. Cakrawala Sejati tahun 2012. Jenis data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua macam, meliputi : 1. Data Primer yaitu data yang bisa didapat langsung dari lapangan, dapat berasal dari para responden, bisa juga berasal dari sumber intern perusahaan dan melakukan wawancara dengan Staff-staff perusahaan itu sendiri. Data tersebut berupa apa saja yang berkaitan dengan perhitungan pajak penghasilan pasal 21. 2. Data Sekunder merupakan data informasi yang berupa struktur organisasi perusahaan, akta pendirian perusahaan, dan data lain – lain.
3.5
Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian di PT. Cakrawala Sejati , Jl Laksda M. Nazir, Tanjung
Priok Indah Permai Blok G-3 No. 45, Surabaya. Waktu penelitian dimulai sejak tanggal 5 Juni 2013 sampai dengan tanggal 25 Juni 2013.
3.6
Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian Sesuai dengan prosedur penelitan pada umumnya, maka secara ringkas
prosedur pengumpulan data skripsi adalah sebagai berikut :
1. Survey Pendahuluan Dalam pengumpulan data penelitian, penulis menggunakan survey pendahuluan untuk mendapatkan gambaran umum tentang perusahaan dan kondisi perusahaan. 2. Studi Pustaka Penulis melakukan pengumpulan data yang berasal dari materi perkuliahan, makalah, jurnal, artikel, buku lain yang mendukung pengumpulan data penelitian. 3. Dokumentasi perusahaan berupa sejarah, struktur organisasi perusahaan, laporan laba rugi, daftar gaji karyawan, serta SPT
tahunan yang
dilaporkan oleh perusahaan. Teknik ini bertujuan untuk menilai secara lebih jelas dalam memperoleh data yang akurat sebagai masukan dalam proses analisis selanjutnya. Penelitian ini dilaksanakan melalui : 1. Metode Observasi atau Pengamatan, peneliti melakukan pengamatan dan
pengumpulan data secara langsung ke lapangan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan penelitian baik secara individu atau kelompok untuk mencocokkan hasil interview sehingga mendapatkan data sebagai penunjang bahan penelitian. 2. Wawancara, memberikan pertanyaan pada pihak perusahaan untuk mendapatkan jawaban, serta data yang dibutuhkan sebagai penunjang dan mempermudah pencarian data – data dalam mendukung penelitian.
3.7
Teknik Keabsahan Data Instrumen penelitian yang digunakan adalah Undang-undang Pajak
Penghasilan Tahun 2000 dan ketetapan PPh Pasal 21 nomor No 17. A. Validitas Data Pengertian Validitas menurut Azwar (1986), “ validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya “. Menurut Nursalam (2003), “ validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. “ Berdasarkan beberapa pendapat tentang pengertian validitas di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa validitas adalah suatu standar ukuran yang menunjukkan ketepatan dan kesahihan suatu instrumen. Menurut Arikunto (1999) suatu tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur. Tes memiliki validitas yang tinggi jika hasilnya sesuai dengan kriteria, dalam arti memiliki kesejajaran antara tes dan kriteria. Cermat berarti bahwa pengukuran itu dapat memberikan gambaran mengenai perbedaan yang sekecil- kecilnya di antara subjek yang satu dengan yang lain. Sebagai contoh, dalam bidang pengukuran aspek fisik, bila kita hendak mengetahui berat sebuah cincin emas maka kita harus menggunakan alat penimbang berat emas agar hasil penimbangannnya valid, yaitu tepat dan cermat.
Jenis-jenis Validitas Menurut Sudijono (2009) terdapat berbagai jenis validitas, antara lain: 1. Pengujian Validitas Tes Secara Rasional, validitas rasional adalah validitas yang diperoleh atas dasar hasil pemikiran, validitas yang diperoleh dengan berpikir secara logis, terdiri atas : - Validitas Isi (Content Validity), Validitas isi dari suatu tes hasil belajar adalah validitas yang diperoleh setelah dilakukan penganalisisan, penelususran atau pengujian terhadap isi yang terkandung dalam tes hasil belajar tersebut. Validitas isi adalah yang ditilik dari segi isi tes itu sendiri sebagai alat pengukur hasil belajar yaitu: sejauh mana tes hasil belajar sebagai alat pengukur hasil belajar peserta didik, isisnya telah dapat mewakili secara representatif terhadap keseluruhan materi atau bahkan pelajaran yang seharusnya diteskan (diujikan). - Validitas konstruksi (Construct Validity). Validitas konstruksi dapat diartikan sebagai validitas yang ditilik dari segi susunan, kerangka atau rekaannya. Adapun secara terminologis, suatu tes hasil belajar dapat dinyatakan sebagai tes yang telah memiliki validitas konstruksi, apabila tes hasil belajar tersebut telalh dapat dengan secara tepat mencerminkan suatu konstruksi dalam teori psikologis.
2. Pengujian Validitas Tes Secara Empirik, validitas empirik adalah ketepatan mengukur yang didasarkan pada hasil analisis yang bersifat empirik. Dengan kata lain, validitas empirik adalah validitas yang bersumber pada atau diperoleh atas dasar pengamatan di lapangan, terdiri atas : - Validitas ramalan (Predictive validity). Validitas ramalan adalah suatu kondisi yang menunjukkan seberapa jauhkah sebuah tes telah dapat dengan secara tepat menunjukkan kemampuannya untuk meramalkan apa yang bakal terjadi pada masa mendatang. - Validitas bandingan (Concurrent Validity). Tes sebagai alat pengukur dapat dikatakan telah memiliki validitas bandingan apabila tes tersebut dalam kurun waktu yang sama dengan secara tepat mampu menunjukkan adanya hubungan yang searah, antara tes pertama dengan tes berikutnya. B. Reliabilitas Data Menurut Sugiono (2005), “ Pengertian Reliabilitas adalah serangkaian pengukuran atau serangkaian alat ukur yang memiliki konsistensi bila pengukuran yang dilakukan dengan alat ukur itu dilakukan secara berulang. “ Reliabilitas tes adalah tingkat keajegan (konsitensi) suatu tes, yakni sejauh mana suatu tes dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang ajeg, relatif tidak berubah walaupun diteskan pada situasi yang berbeda-beda. Menurut Sukadji (2000), “ reliabilitas suatu tes adalah seberapa besar derajat tes mengukur secara konsisten sasaran yang diukur. “
Reliabilitas dinyatakan dalam bentuk angka, biasanya sebagai koefisien. Koefisien tinggi berarti reliabilitas tinggi. Berdasarkan beberapa pendapat tentang pengertian reliabilitas di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa reliabilitas adalah suatu keajegan suatu tes untuk mengukur atau mengamati sesuatu yang menjadi objek ukur.
3.8 Teknik Analisis Data Setelah melakukan proses pengumpulan data, maka selanjutnya akan dilakukan analisis data dari data yang telah diperoleh. Adapun langkah-langkah penelitian adalah sebagai berikut : 1. Mengumpulkan data yang diperoleh dari perusahaan, berkaitan dengan permasalahan yang didapat setelah melakukan wawancara dengan pihak perusahaan. 2. Mengolah data yang telah terkumpul untuk dijadikan sebagai bahan yang akan dianalisis pada permasalahan yang telah diangkat oleh peneliti.
3.9 Langkah – Langkah Penelitian Secara keseluruhan, langkah – langkah penelitian disajikan dalam bentuk arus bagan (flow chart) pada gambar 3.1 sebagai berikut :
BAGAN ARUS KEGIATAN PENELITIAN Langkah 1 : Memilih masalah
Langkah 2 : Studi masalah
Langkah 3 : Merumuskan masalah
Langkah 4 : Merumuskan Anggaran Dasar
Langkah 5 : Memilih pendekatan
Langkah 6a : Menentukan variabel
Langkah 6a : Menentukan sumber data
Langkah 7 : Menentukan dan menyusun instrumen
Langkah 8 : Mengumpulkan data
Langkah 9 : Analisis data
Langkah 10 : Menarik kesimpulan
Langkah 11 : Menyusun laporan
Gambar 3.1 Arus Bagan Langkah – Langkah Penelitian.
BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISA DATA
4.1
Penyajian Data
4.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan PT. Cakrawala Sejati adalah salah satu perusahaan yang didirikan pada tahun 2011, berdasarkan akta Notaris Nomor 3338 / PT / PEN / 2011. Bergerak di bidang perdagangan. Perusahaan ini memproduksi berbagai macam handicraft, mulai dari meja kursi, gantungan pakaian, pintu, hingga lemari pakaian. Untuk saat ini, perusahaan mulai merambah pembuatan kursi tamu, baik berbahan kayu hingga berbentuk sofa. Dalam setiap bulan perusahaan ini akan selalu melakukan inovasi tentang produk yang mereka tawarkan, hal ini dimaksudkan agar dapat menarik minat para konsumen. Berbagai macam hasil kerajinan ini mulai merambah pasar nasional. Dari inovasi yang dilakukan oleh perusahaan, diharapkan mampu meningkatkan penghasilan mampu bertahan dan lebih berkembang. Untuk saat ini perusahaan mulai mendistribusikan hasil produksi ke wilayah lain untuk bisa bekerjasama dengan pihak – pihak lain.
TUJUAN PERUSAHAAN Dalam mendirikan suatu usaha, setiap perusahaan memiliki tujuan yang hendak dicapai, sebagai sasaran utama dari segala kegiatan yang diadakan berdasarkan jangka waktu tertentu. Adapun tujuan yang hendak dicapai oleh perusahaan adalah :
a. Tujuan Jangka Pendek Tujuan yang ingin dicapai oleh suatu perusahaan dalam waktu yang singkat, yaitu dengan tercapainya suatu target sesuai yang telah ditetapkan oleh perusahaan, misalnya dalam waktu satu tahun. b. Tujuan Jangka Panjang Setelah perusahaan mampu mencapai tujuan jangka pendek, dalam tahap waktu selanjutnya perusahaan akan memiliki tujuan dalam jangka waktu lebih dari satu tahun, yaitu : 1. Perusahaan akan berupaya meningkatkan hasil perusahaan. 2. Menambah daftar pelanggan untuk mengembangkan relasi usaha.
VISI PERUSAHAAN Visi perusahaan adalah untuk menjadi perusahaan yang maju dan berkembang, serta mampu menerapkan sistim manajemen secara baik dan fleksibel. MISI PERUSAHAAN Memberikan kenyamanan dan menjaga kepercayaan para pelanggan dengan melakukan inspeksi sesuai prosedur, memberikan pelayanan yang baik dalam proses kelengkapan dokumen pendukung kegiatan yang telah berlangsung.
4.1.2 Struktur Organisasi Perusahaan Organisasi adalah sekelompok orang (dua atau lebih) yang secara formal dipersatukan dalam suatu kerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Chester I. Bernard “ Organisasi merupakan suatu sistem aktivitas kerja sama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih “. Pengertian Struktur Organisasi Struktur organisasi adalah susunan komponen-komponen (unit-unit kerja) dalam organisasi. Struktur organisasi menunjukkan adanya pembagian kerja dan meninjukkan bagaimana fungsi-fungsi atau kegiatan-kegiatan yang berbeda-beda tersebut diintegrasikan (koordinasi). Selain daripada itu struktur organisasi juga menunjukkan
spesialisasi-spesialisasi
penyampaian laporan.
pekerjaan,
saluran
perintah
dan
Adapun struktur organisasi perusahaan PT. Cakrawala Sejati adalah (Gambar 4.1) : Gambar 4.1 STRUKTUR ORGANISASI PERUSAHAAN Komisaris
Pimpinan
Ka. Bagian Produksi
Ka. Bagian Personalia
Ka. Bagian Keuangan
Ka. Bagian Pemasaran
Pengawas Produksi
Petugas Gudang
Mantaince
Sumber : PT. Cakrawala Sejati
Penjualan
Distribusi
4.1.3 Job Description Job Description (Deskripsi Pekerjaan) adalah tugas-tugas umum, atau Fungsi dan tanggungjawab dari sebuah posisi. Fungsionaris yang terdapat di dalam struktur organisasi perusahaan : 1. Komisaris 2. Pimpinan Pada perusahaan PT. Cakrawala Sejati Surabaya, pimpinan mempunyai tanggung jawab atas beberapa bagian, antara lain : - Kepala Bagian Pengawasan, - Kepala Bagian Personalia, - Kepala Bagian Keuangan, - Kepala Bagian Pemasaran, 3. Kepala Bagian Produksi Pada bagian pengawasan dibagi beberapa bagian : 3. Pengawas Produksi 4. Petugas Gudang 5. Maintaince 4. Kepala Bagian Personalia 5. Kepala Bagian Keuangan Pada divisi keuangan dibagi menjadi beberapa bagian : 1. Kasir 2. Pembukuan
6. Kepala Bagian Pemasaran Pada divisi pemasaran membawahi dua bagian, yaitu : 1. Penjualan 2. Distribusi Berdasarkan data diatas, maka dapat dijabarkan sesuai dengan job description masing – masing bagian, antara lain : 1. Komisaris : -
Memiliki wewenang dalam mengangkat dan memberhentikan direksi yang telah disetujui dalam keputusan rapat.
-
Melakukan pengawasan terhadap kebijakan Direksi serta pemberian nasehat kepada Direksi
-
Penilai atau pemberi rekomendasi tentang manajemen risiko perusahaan.
-
Meneliti dan menelaah laporan berkala dan laporan tahunan yang disiapkan Direksi, termasuk laporan hasil audit internal/eksternal.
-
Mengetahui segala tindakan yang telah dijalankan oleh Direksi
-
Menanyakan/meminta penjelasan kepada Direksi mengenai kepengurusan
-
Mengambil keputusan di dalam maupun di luar rapat Komisaris.
-
Memberikan pemasukan yang berguna untuk kemajuan perusahaan.
2. Pimpinan -
Mempunyai wewenang untuk mengangkat, memberikan sangsi, serta memberhentikan kepala bagian selama dianggap tidak memiliki kontribusi yang baik untuk perusahaan.
-
Memberikan kebijakan, maupun saran – saran yang mendukung, baik dalam hal pelaksanaan, maupun masukan untuk kepala bagian demi kemajuan perusahaan.
3. Kepala Bagian Produksi Kepala Bagian Produksi memiliki tanggung jawab : -
Membuat rencana kerja dan melakukan proses produksi.
-
Memberikan pertimbangan dan saran yang berguna pada masingmasing bagian dibawahnya.
-
Membuat perencanaan dan realisasi atas biaya produksi untuk diajukan kepada kepala bagian keuangan.
Pada Divisi Produksi ada beberapa bagian, antara lain : a. Pengawas Produksi -
Melakuan pengawasan terhadap jalannya proses produksi yang harus sesuai dengan rencana kerja yang ada.
-
Melakukan pengawasan terhadap para karyawan yang terlibat dalam proses produksi.
-
Membuat perhitungan jam kerja lembur karyawan bilamana diperlukan.
-
Memberikan tindakan dan peringatan kepada karyawan yang mangkir dalam menyelesaikan pekerjaan.
b. Petugas Gudang -
Menyediakan perlengkapan dan alat-alat kerja yang dibutuhkan karyawan dalam proses produksi.
-
Menyediakan BBM, pelumas dan spare parts bilamana diperlukan.
-
Membuat laporan harian pemakaian BBM, pelumas, spare parts dan perlengkapan lainnya yang digunakan selama proses produksi.
-
Membuat laporan persediaan produk jadi yang ada di gudang.
c. Maintance -
Bertanggung jawab terhadap kinerja mesin produksi dan membuat laporan jam kerja mesin.
-
Bertanggung jawab terhadap kerusakan mesin dan melakukan perbaikan terhadap mesin bila terjadi kerusakan.
-
Membuat laporan pemakaian spare parts dan melaporkannya pada bagian gudang.
4. Kepala Bagian Personalia -
Memiliki wewenang untuk menerima karyawan dan memberhentikan karyawan.
-
Bertugas untuk mencatat dan memiliki data karyawan.
-
Memberikan pembelajaran kerja kepada karyawan baru.
-
Mempunyai wewenang untuk memberikan sangsi atas kesalahan yang dilakukan oleh karyawan.
-
Membuat rincian perhitungan gaji maupun tunjangan karyawan untuk diajukan kepada kepala bagian keuangan.
5. Kepala Bagian Keuangan -
Membuat laporang keuangan dan melaporkannya kepada pimpinan.
-
Memberikan pertimbangan kepada masing – masing divisi untuk setiap pengajuan dana
-
Memberikan dana sesuai pengajuan yang telah disetujui.
Untuk bagian keuangan dibagi menjadi beberapa bagian. Antara lain : 1.
Kasir -
Melakukan pembayaran baik menggunakan tunai maupun Giro kepada rekanan kerja sesuai dengan tagihan.
-
Memberikan pembayaran upah kerja kepada para karyawan baik berupa gaji, premi, bonus, tunjangan dan lain-lain.
-
Melakukan pembayaran rutin bulanan perusahaan, seperti Tagihan Telepon, Tagihan Listrik, dan lain – lain.
2.
Pembukuan -
Melakukan
pencataan
order
pekerjaan
dari
customer
berdasarkan data administrasi. -
Mencatat, membuat, dan melaporkan laporan keuangan baik kas maupun bank.
6. Kepala Bagian Pemasaran -
Memantau harga di pasaran,
-
Menyusun strategi penjualan dengan persetujuan Kepala Cabang dan Kantor Pusat,
-
Membuat penawaran pada perusahaan Relasi untuk menambah order,
-
Menentukan besarnya refund dengan persetujuan Kepala Cabang,
-
Ikut menjaga hubungan baik dengan customer,
-
Melakukan usaha-usaha dan strategi pemasaran yang dapat meningkatkan hasil penjualan.
-
Membuat laporan hasil penjualan harian, bulanan dan tahunan, serta melaporkannya kepada pimpinan.
Adapun kegiatan usaha perusahaan adalah memberikan perlakuan fumigasi terhadap kemasan kayu atas barang yang akan diexpor ke Luar wilayah Indonesia agar kemasan tersebut bebas dari hama berupa serangga atau sejenisnya. Hal ini dilakukan untuk perlindungan terhadap kemasan kayu agar tidak terkontaminasi terhadap barang yang akan diekspor ke luar negeri.
4.2
Analisis Data Dalam suatu perusahaan, karyawan merupakan salah satu aset yang harus
diperhatikan tingkat kesejahteraannya. Keseimbangan antara hak dan kewajiban karyawan, karena dari unsur itu perusahaan akan mendapatkan timbal balik melalui kinerja karyawan. Setiap perusahaan selalu menginginkan memperoleh laba dengan jumlah yang besar. Disamping itu seperti yang kita ketahui, setiap
perusahaan memiliki suatu kewajiban untuk membayarkan pajak, baik secara individu karyawan atau badan dari perusahaan itu sendiri. Untuk kesejahteraan karyawan, oleh karena itu manajemen perusahaan harus dapat mengelola keuangan sehingga terus dapat berkembang dan kesejahteraan karyawan tidak berkurang. Salah satu cara dilakukan agar tujuan dapat tercapai maka meminimalkan penghematan pajak.
Perubahan Peraturan Pajak Penghasilan Untuk meningkatkan penerimaan negara khususnya disektor pajak, pemerintah melakukan perubahan-perubahan pada peraturan perpajakan di Indonesia. Perubahan tersebut dilakukan untuk menghadapi tantangan dalam peningkatan pelayanan kepada wajib pajak. Kebijakan perpajakan, tentunya mempunyai tujuan yang ingin dicapai dalam kebijakan tersebut. Adanya faktor penguatan daya saing dan insentif perpajakan yang lebih dapat menarik bagi investor domestik maupun investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia sehingga diharapkan dapat bermanfaat bagi kehidupan berbangsa dan bernegara menuju kesejahteraan dan keadilan bersama. Selain mempunyai tujuan diatas, perubahan dilakukan juga bertujuan untuk memberikan fasilitas perpajakan yang memadai, dan menyempurnakan, serta memperbaharui kebijakan-kebijakan perpajakan yang ada (grey area), agar tidak disalahgunakan oleh wajib pajak sebagai penghindaran pajak. Perubahan kebijakan tersebut tentunya harus memperhatikan asas-asas perpajakan yang berlaku sehingga kebijakan itu tidak mejadi timpang. Karena ketimpangan tersebut dapat merugikan pihak-pihak
tertentu yang terkait dengan perubahan kebijakan itu sendiri. Tetapi sebaik sebaiknya kebijakan perpajakan yang dibuat akan memperoleh hasil yang nihil, jika tidak didukung dengan pengolahan pemasukan pajak yang baik pula (pemerataan pembangunan). Dari pengertian pajak yang menyebutkan bahwa tidak adanya jasa timbal balik (kontraprestasi) secara langsung, dapat dilihat berhasilnya sektor pemasukan pajak, tergantung dari kepercayaan wajib pajak atas tanggungan penghasilan yang seharusnya menjadi miliknya dipotong dengan secara sukarela. Tentu akan terjadi kesinambungan jika kebijakan perpajakan yang baik diikuti dengan pengelolaan pemasukan pajak yang adil. Nantinya wajib pajak dengan senang hati dalam membayar pajak sebagai kewajibannya dan tidak perlu melakukan pengindaran pajak atau penggelapan pajak. Dalam perencanaan pajak yang dilakukan oleh perusahaan tentunya dipengaruhi dengan faktor-faktor internal maupun eksternal. Faktor internal dipengaruhi lebih kepada kondisi keuangan yang ada di perusahaan sedangkan faktor eksternal dipengaruhi oleh kebijakan perpajakan yang dibuat oleh pemerintah, salah satunya yaitu perubahan peraturan pajak.
4.2.1
Penghitungan Penghasilan Karyawan Pada perusahaan ini, PPh pasal 21 dalam gaji karyawan ditanggung oleh
perusahaan, merupakan imbalan dan juga tunjangan yang dipotong PPh pasal 21 yang telah ada dalam undang – undang perpajakan .
Tabel 4.1 Laporan Data Perhitungan PPh 21 Karyawan dalam setahun (Dalam Rupiah )
No.
Nama Pegawai
Status
Penghasilan Bruto Setahun
Biaya Jabatan
Penghasilan Netto
PTKP
PKP
1
Agus Susanto
K/1
33,600,000
1,680,000
31,920,000
18,480,000
13,440,000
2
Virna Dwita
TK/0
33,600,000
1,680,000
31,920,000
15,840,000
16,080,000
3
Hendra K.
K/1
30,000,000
1,500,000
28,500,000
18,480,000
10,020,000
4
Joko Arif
K/0
28,656,000
1,432,800
27,223,200
17,160,000
10,063,200
5
Romadhon
K/2
26,016,000
1,300,800
24,715,200
19,800,000
4,915,200
6
Udin Tri
K/2
23,400,000
1,170,000
22,230,000
19,800,000
2,430,000
7
Dwi Cahyo
K/1
23,400,000
1,170,000
22,230,000
18,480,000
3,750,000
8
Intan Sari
TK/0
22,200,000
1,110,000
21,090,000
15,840,000
5,250,000
9
Indah Permata
TK/0
22,200,000
1,110,000
21,090,000
15,840,000
5,250,000
10
Estu Putri
TK/0
22,200,000
1,110,000
21,090,000
15,840,000
5,250,000
11
Anis Citra
TK/0
22,200,000
1,110,000
21,090,000
15,840,000
5,250,000
12
Yunia Sari
TK/0
22,200,000
1,110,000
21,090,000
15,840,000
5,250,000
13
Putri Martina
TK/0
22,200,000
1,110,000
21,090,000
15,840,000
5,250,000
14
Elok Ayu
TK/0
22,200,000
1,110,000
21,090,000
15,840,000
5,250,000
15
Dita Pramita
TK/0
22,200,000
1,110,000
21,090,000
15,840,000
5,250,000
16
Novita Sari
TK/0
22,200,000
1,110,000
21,090,000
15,840,000
5,250,000
17
Tanti Tirta
TK/0
22,200,000
1,110,000
21,090,000
15,840,000
5,250,000
18
Ayu Ningtyas
TK/0
22,200,000
1,110,000
21,090,000
15,840,000
5,250,000
19
TK/0
22,200,000
1,110,000
21,090,000
15,840,000
5,250,000
20
Siska Ayu Bertha Andriella
TK/0
22,200,000
1,110,000
21,090,000
15,840,000
5,250,000
21
Kristian
TK/0
22,200,000
1,110,000
21,090,000
15,840,000
5,250,000
22
Ristya Sari
TK/0
22,200,000
1,110,000
21,090,000
15,840,000
5,250,000
23
Kartini
TK/0
22,200,000
1,110,000
21,090,000
15,840,000
5,250,000
24
Mujiati
TK/0
22,200,000
1,110,000
21,090,000
15,840,000
5,250,000
25
Lilik Wulandari
TK/0
22,200,000
1,110,000
21,090,000
15,840,000
5,250,000
26
Wiwik Dwi P.
TK/0
22,200,000
1,110,000
21,090,000
15,840,000
5,250,000
27
Desy Ari
TK/0
22,200,000
1,110,000
21,090,000
15,840,000
5,250,000
28
Mukhni A.
TK/0
22,200,000
1,110,000
21,090,000
15,840,000
5,250,000
29
Sintya Sari
TK/0
22,200,000
1,110,000
21,090,000
15,840,000
5,250,000
30
Sulastri
TK/0
22,200,000
1,110,000
21,090,000
15,840,000
5,250,000
31
Bagas Tri
TK/0
22,200,000
1,110,000
21,090,000
15,840,000
5,250,000
32
Sutrisna
TK/0
22,200,000
1,110,000
21,090,000
15,840,000
5,250,000
33
Budi S.
TK/0
22,200,000
1,110,000
21,090,000
15,840,000
5,250,000
34
Susanto
TK/0
22,200,000
1,110,000
21,090,000
15,840,000
5,250,000
35
Anton dwi
TK/0
22,200,000
1,110,000
21,090,000
15,840,000
5,250,000
36
Dermawan
TK/0
22,200,000
1,110,000
21,090,000
15,840,000
5,250,000
37
Agus Supri
TK/0
22,200,000
1,110,000
21,090,000
15,840,000
5,250,000
38
Setyo Hadi
TK/0
22,200,000
1,110,000
21,090,000
15,840,000
5,250,000
39
Widodo
TK/0
22,200,000
1,110,000
21,090,000
15,840,000
5,250,000
40
Andik L.
TK/0
22,200,000
1,110,000
21,090,000
15,840,000
5,250,000
41
Donna Tri
TK/0
22,200,000
1,110,000
21,090,000
15,840,000
5,250,000
42
Putra Setya
TK/0
22,200,000
1,110,000
21,090,000
15,840,000
5,250,000
43
Arif Purwanto
TK/0
22,200,000
1,110,000
21,090,000
15,840,000
5,250,000
44
Aziz Kartika Wahyu Putranto
TK/0
22,200,000
1,110,000
21,090,000
15,840,000
5,250,000
K/2
22,200,000
1,110,000
21,090,000
19,800,000
1,290,000
52,113,600
990,158,400
733,920,000
256,238,400
45
TOTAL
Sumber : PT. Cakrawala Sejati
1,042,272,000
Tabel 4.2 Laporan Data Perhitungan PPh 21 (termasuk TH (Dalam Rupiah )
No.
Nama Pegawai
Status
GAJI Penghasilan Rutin
Jumlah Tunjangan
Panghasilan
THT/JHT
Jabatan, Bonus
Sebulan
Penghasilan Setahun
THR
Penghasilan Bru Setahun
1
Agus Susanto
K/1
2,500,000
300,000
2,800,000
33,600,000
2,200,000
35,800,000
2
Virna Dwita
TK/0
2,500,000
300,000
2,800,000
33,600,000
2,200,000
35,800,000
3
Hendra K.
K/1
2,200,000
300,000
2,500,000
30,000,000
1,900,000
31,900,000
4
Joko Arif
K/0
2,100,000
288,000
2,388,000
28,656,000
1,800,000
30,456,000
5
Romadhon
K/2
2,000,000
168,000
2,168,000
26,016,000
1,700,000
27,716,000
6
Udin Tri
K/2
1,750,000
200,000
1,950,000
23,400,000
1,550,000
24,950,000
7
Dwi Cahyo
K/1
1,750,000
200,000
1,950,000
23,400,000
1,550,000
24,950,000
8
Intan Sari
TK/0
1,500,000
350,000
1,850,000
22,200,000
1,150,000
23,350,000
9
Indah Permata
TK/0
1,500,000
350,000
1,850,000
22,200,000
1,150,000
23,350,000
10
Estu Putri
TK/0
1,500,000
350,000
1,850,000
22,200,000
1,150,000
23,350,000
11
Anis Citra
TK/0
1,500,000
350,000
1,850,000
22,200,000
1,150,000
23,350,000
12
Yunia Sari
TK/0
1,500,000
350,000
1,850,000
22,200,000
1,150,000
23,350,000
13
Putri Martina
TK/0
1,500,000
350,000
1,850,000
22,200,000
1,150,000
23,350,000
14
Elok Ayu
TK/0
1,500,000
350,000
1,850,000
22,200,000
1,150,000
23,350,000
15
Dita Pramita
TK/0
1,500,000
350,000
1,850,000
22,200,000
1,150,000
23,350,000
16
Novita Sari
TK/0
1,500,000
350,000
1,850,000
22,200,000
1,150,000
23,350,000
17
Tanti Tirta
TK/0
1,500,000
350,000
1,850,000
22,200,000
1,150,000
23,350,000
18
Ayu Ningtyas
TK/0
1,500,000
350,000
1,850,000
22,200,000
1,150,000
23,350,000
19
Siska Ayu
TK/0
1,500,000
350,000
1,850,000
22,200,000
1,150,000
23,350,000
20
Bertha Andriella
TK/0
1,500,000
350,000
1,850,000
22,200,000
1,150,000
23,350,000
21
Kristian
TK/0
1,500,000
350,000
1,850,000
22,200,000
1,150,000
23,350,000
22
Ristya Sari
TK/0
1,500,000
350,000
1,850,000
22,200,000
1,150,000
23,350,000
23
Kartini
TK/0
1,500,000
350,000
1,850,000
22,200,000
1,150,000
23,350,000
24
Mujiati
TK/0
1,500,000
350,000
1,850,000
22,200,000
1,150,000
23,350,000
25
Lilik Wulandari
TK/0
1,500,000
350,000
1,850,000
22,200,000
1,150,000
23,350,000
26
Wiwik Dwi P.
TK/0
1,500,000
350,000
1,850,000
22,200,000
1,150,000
23,350,000
27
Desy Ari
TK/0
1,500,000
350,000
1,850,000
22,200,000
1,150,000
23,350,000
28
Mukhni A.
TK/0
1,500,000
350,000
1,850,000
22,200,000
1,150,000
23,350,000
29
Sintya Sari
TK/0
1,500,000
350,000
1,850,000
22,200,000
1,150,000
23,350,000
30
Sulastri
TK/0
1,500,000
350,000
1,850,000
22,200,000
1,150,000
23,350,000
31
Bagas Tri
TK/0
1,500,000
350,000
1,850,000
22,200,000
1,150,000
23,350,000
32
Sutrisna
TK/0
1,500,000
350,000
1,850,000
22,200,000
1,150,000
23,350,000
33
Budi S.
TK/0
1,500,000
350,000
1,850,000
22,200,000
1,150,000
23,350,000
34
Susanto
TK/0
1,500,000
350,000
1,850,000
22,200,000
1,150,000
23,350,000
35
Anton dwi
TK/0
1,500,000
350,000
1,850,000
22,200,000
1,150,000
23,350,000
36
Dermawan
TK/0
1,500,000
350,000
1,850,000
22,200,000
1,150,000
23,350,000
37
Agus Supri
TK/0
1,500,000
350,000
1,850,000
22,200,000
1,150,000
23,350,000
38
Setyo Hadi
TK/0
1,500,000
350,000
1,850,000
22,200,000
1,150,000
23,350,000
39
Widodo
TK/0
1,500,000
350,000
1,850,000
22,200,000
1,150,000
23,350,000
40
Andik L.
TK/0
1,500,000
350,000
1,850,000
22,200,000
1,150,000
23,350,000
41
Donna Tri
TK/0
1,500,000
350,000
1,850,000
22,200,000
1,150,000
23,350,000
42
Putra Setya
TK/0
1,500,000
350,000
1,850,000
22,200,000
1,150,000
23,350,000
43
Arif Purwanto
TK/0
1,500,000
350,000
1,850,000
22,200,000
1,150,000
23,350,000
44
Aziz Kartika
TK/0
1,500,000
350,000
1,850,000
22,200,000
1,150,000
23,350,000
45
Wahyu Putranto TOTAL
K/2
1,500,000
350,000
1,850,000
22,200,000
1,150,000
23,350,000
71,800,000
15,056,000
86,856,000
1,042,272,000
56,600,000
1,098,872,000
Berdasarkan data penghasilan karyawan selama setahun pada tabel 4.1 dan tabel 4.2, gaji karyawan selama setahun sebesar Rp 1.042.272.000,00 dan pada tabel 4.2 diperhitungkan adanya tunjangan hari raya sebesar Rp 56.600.000,00 PPh pasal 21 terutang dimana pajak ditanggung perusahaan (termasuk THR) sebesar Rp 15.500.420,00. Dengan rincian PPh pasal 21 untuk tujangan hari raya sebesar Rp 2.688.500 (Rp 15.500.420,00 – Rp 12.811.920) dan PPh pasal 21 karyawan pertahun sebesar Rp 12.811.920,00 atau perbulan rata – rata Rp 1.067.660,00 (Rp 12.811.920,00 : 12)
4.2.2
Laporan Laba Rugi Perusahaan Berikut merupakan laporan laba – rugi perusahaan selama tahun 2011
sebelum dilakukannya perencanaan pajak, dilakukan dengan cara penjualan dikurangi harga pokok penjualan menghasilkan laba kotor. Selanjutnya, laba kotor dikurangi beban-beban menghasilkan laba bersih yang belum dilakukan koreksi fiskal. Langkah terakhir yang harus dilakukan yaitu mengurangi laba bersih sebelum koreksi fiskal dengan pajak yang harus dibayar sehingga menghasilkan laba bersih setelah pajak. Lebih lengkapnya bisa dilihat pada tabel 4.3 berikut :
Tabel 4.3 Laporan Laba - Rugi (Sebelum Perencanaan Pajak ) ( Dalam Rupiah ) (Selama Tahun 2011) PENJUALAN
5.100.000.670.00
HARGA POKOK PENJUALAN
(2712448007.00)
LABA ( RUGI ) KOTOR
2.387.552.663.00
BIAYA OPERASIONAL BIAYA PENJUALAN
200.000.000.00
BIAYA UMUM DAN ADMINISTRASI JUMLAH BIAYA OPERASIONAL LABA ( RUGI ) USAHA
1.053.122.000.00 ( 1.253.122.000.00 ) 1.134.430.663.00
PENDAPATAN / ( BEBAN ) LAIN-LAIN PENDAPATAN LAIN-LAIN
42.489.624.79
BEBAN LAIN-LAIN
( 16.135.599.22 ) 26.354.025.57
JUMLAH PENDAPATAN / ( BEBAN ) LAIN-LAIN LABA ( RUGI ) BERSIH SEBELUM PAJAK
1.160.784.688.57
PAJAK BADAN LABA ( RUGI ) BERSIH SETELAH PAJAK
293.559.744.99 867.224.943.58
Sumber : PT. Cakrawala Sejati Dari data laporan gaji PT. Cakrawala Sejati diperoleh perhitungan biaya yang dialokasikan untuk pengeluaran dalam memenuhi kewajiban perpajakan sebesar Rp 2.688.500.00 untuk PPh Ps 21 THR, PPh Ps. 21 Karyawan sebesar Rp 1.067.660.00 setiap bulannya, atau dalam setahun harus membayar PPh Ps. 21 karyawan sebesar Rp 12.811.920.00, terdiri dari biaya-biaya yang dalam peraturan perpajakan harus di fiskal. Contoh biaya PPh jasa giro, biaya denda keterlambatan pelaporan SPT, biaya administrasi pajak, dan biaya – biaya lain.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, PT. Cakrawala Sejati melakukan kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan yang telah dikeluarkan oleh Dirjen Pajak dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. PT. Cakrawala Sejati juga melakukan pengisian SPT yang pembayarannya dilakukan paling lambat setiap tanggal 10 setiap bulannya, dan pelaporan SPT paling lambat dilaporkan pada tanggal 20. Berikut merupakan tabel untuk mengetahui besarnya pajak yang harus dibayar oleh PT. Cakrawala Sejati :
Tabel 4.4 Laporan Perhitungan Laba-Rugi Fiskal (Sebelum Perencanaan Pajak) Selama tahun 2011
LABA / (RUGI) KOMERSIAL
1.160.784.688.57
KOREKSI FISKAL POSITIF : BIAYA SUMBANGAN BIAYA LAIN - LAIN BIAYA OBAT - OBATAN BIAYA PAJAK PPH PASAL 21 GAJI BIAYA PAJAK PPH PASAL 21 THR BIAYA DENDA STP PPH PASAL 21 BIAYA DENDA STP PPN DN BIAYA PPH JASA GIRO JUMLAH KOREKSI POSITIF
200.000.00 116.000.00 169.300.00 12.811.920.00 2.688.500.00 632.853.00 0 0 16.618.573.00
NEGATIF : PENDAPATAN JASA GIRO JUMLAH KOREKSI NEGATIF
3.164.281.00 3.164.281.00
TOTAL KOREKSI FISKAL LABA / (RUGI) FISKAL
13.454.292.00 1.174.238.980.57
PENGHASILAN KENA PAJAK PAJAK TERUTANG 25% X 1.174.238.980.00
1.174.238.980.00 293.559.745.00
KREDIT PAJAK PAJAK PPH PASAL 25 PAJAK PPH PASAL 22
293.559.745.00 0 0
PAJAK KURANG BAYAR
293.559.745.00
Sumber : PT. Cakrawala Sejati
Dalam perhitungan data pada tabel Laporan Perhitungan Laba-Rugi Fiskal tahun 2011 pada PT. Cakrawala Sejati, diketahui laba sebelum dilakukannya perencanaan
pajak
sebesar
Rp
110.783.888.57
dengan
pembulatan
Rp 110.783.888.00. Sehingga sesuai dengan perhitungan perusahaan badan menurut undang-undang, jumlah laba yang dikenakan pajak (laba fiskal) sejumlah Rp 124.338.180,00 dan jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh perusahaan yang semula Rp 31.084.545.00, menjadi sebesar Rp 20.577.094.16 (tabel 4.3 dan tabel 4.6). Dalam Laporan perusahaan ini tertera bahwa Pajak Penghasilan Pasal 25 tidak ada pembayaran (nihil), karena perusahaan ini berdiri pada tahun 2011, sehingga tidak ada dasar laporan keuanganan dalam menghitung besarnya PPh pasal 25 masa 2011. Biaya Pajak Penghasilan Pasal 21 pada perusahaan PT. Cakrawala Sejati dikoreksi fiskal positif, artinya dalam perusahaan tersebut biaya pajak penghasilan pasal 21 bisa diakui sebagai biaya. Namun dalam peraturan perpajakannya, biaya pajak penghasilan pasal 21 tidak boleh diakui sebagai biaya, tetapi harus terlebih dahulu dilakukan koreksi fiskal yang artinya tidak boleh dianggap sebagai biaya, sehingga akan mengakibatkan laporan keuangan perpajakan laba semakin bertambah, dan dampaknya akan berpengaruh pada pajak badan yang akan lebih besar. Berikut tabel pajak penghasilan pasal 21 yang harus dikoreksi fiskal :
Tabel 4.5 Laporan Pendapatan dan Beban lain-lain PT. Cakrawala Sejati Selama Tahun 2011 KOREKSI NO
KETERANGAN
KOMERSIAL
FISKAL POSITIF
1
PENDAPATAN JASA GIRO
2
PENDAPATAN SELISIH KURS JUMLAH
1
BY. PPH JASA GIRO
2
BY. PEMBULATAN
3 4 5
BY. PAJAK PPH PASAL 21 (PERBULAN) BY. PAJAK PPH PASAL 21 (TUNJANGAN HARI RAYA) BY. DENDA STP PPH PASAL 21
3.164.281.00
NEGATIF
3.164.281.00
39.325.343.79
.00 39.325.343.79
42.489.624.79
.00
632.853.00
632.853.00
3.164.281.00
39.325.343.79
.00
2.326.22
2.326.22
12.811.920.00
12.811.920.00
.00
2.688.500.00
2.688.500.00
.00
.00
.00
.00
.00
6
BY. DENDA STP PPN DN
.00
7
BY. BUNGA BANK
.00
.00
8
BY. BUNGA PIHAK III
.00
.00
JUMLAH
16.135.599,22
16.133.273,00
.00
2.326.22
Sumber : Data olahan
Dalam perhitungan ini diketahui laporan biaya dan beban lain-lain yang tercantum diluar biaya penjualan dan biaya administrasi, serta biaya umum. Terdapat biaya jasa giro dan PPh Pasal 21 yang harus dikoreksi fiskal. Dalam penyajian laporan keuangan ini, biaya PPh pasal 21 bulanan dimasukkan dalam kolom akun beban lain-lain untuk mempermudah membedakan antara beban yang benar-benar bisa diakui sebagai biaya perusahaan itu sendiri dengan beban yang tidak bisa diakui sebagai biaya perusahaan karena adanya koreksi fiskal.
4.2.3 Penerapan perencanaan Pajak Perencanaan
pajak
merupakan
tahap
pertama
dalam
melakukan
penghematan pajak. Strategi penghematan pajak disusun pada saat perencanaan pajak. Oleh karena itu, penelitian dan pengumpulan ketentuan peraturan perpajakan dilakukan pada tahap ini dengan maksud dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. Pada umumnya, penekanan perencanaan pajak (tax planning) adalah untuk meminimumkan kewajiban pajak. Perencanaan pajak merupakan upaya legal yang bisa dilakukan oleh wajib pajak. Tindakan tersebut legal karena penghematan pajak hanya dilakukan dengan memanfaatkan hal – hal yang tidak diatur (loopholes). Rasio total benchmarking merupakan salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam penyusunan perencanaan pajak. Rasio total benchmarking sudah ditetapkan pada klasifikasi lapangan usaha (KLU). Dalam penyusunan perencanaan pajak, wajib pajak harus memperhatikan rasio yang sesuai dengan KLU. Hal yang dilakukan dalam penerapan perencanaan pajak adalah: 1. Untuk hadiah akhir tahun perusahaan berupa natura seperti sembako, diganti
dengan pemberian bonus akhir tahun yang berupa uang. Hal ini dikarenakan pemberian natura menurut Undang- undang perpajakan tidak dapat dibiayakan tetapi bonus dapat dibiayakan sebagai biaya oleh perusahaan. 2. Perusahaan memperhatikan kesehatan para karyawannya dan menanggung
biaya pengobatan para karyawannya. Dalam perpajakan, biaya pengobatan karyawan tidak diakui sebagai biaya sehingga perusahaan menjadikan biaya
tersebut sebagai tunjangan kesehatan agar dapat dikurangkan sebagai biaya oleh perusahaan 3. Perusahaan mempunyai kebijakan untuk membayar PPh 21 karyawannya dan
hal itu tidak boleh dianggap sebagai biaya dalam perhitungan pajak, sehingga pembayaran PPh 21 karyawan dijadikan tunjangan pajak agar dapat dijadikan biaya perusahaan. Terlepas dari berbagai strategi yang disusun, perencanaan pajak yang dibuat janganlah sampai mengabaikan aspek legal formal dan material. Perencanaan pajak jangan sampai melanggar ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku.
4.3 Interpretasi 4.3.1 Penghitungan Laporan Laba Rugi Setelah Perencanaan Pajak Pada laporan laba rugi dengan perencanaan pajak atau tax planning, dilakukan sama dengan yang dilakukan pada laporan laba rugi tanpa perencanaan pajak, yaitu penjualan dikurangi harga pokok penjualan menghasilkan laba kotor, kemudian laba kotor dikurangi beban-beban menghasilkan laba bersih yang belum dilakukan koreksi fiskal. Selanjutnya dilakukan koreksi fiskal untuk mendapatkan laba kena pajak dan pajak terutang. Setelah dilakukan koreksi fiskal akan didapat laba kena pajak, kemudian selanjutnya menghitung pajak yang harus dibayar. Dan langkah terakhir yang harus dilakukan yaitu mengurangi laba bersih sebelum koreksi fiskal dengan pajak yang harus dibayar sehingga menghasilkan laba bersih setelah pajak, untuk lebih jelasnya ada pada tabel 4.6 berikut:
Tabel 4.6 Laporan Laba - Rugi (Setelah Tax Planning ) selama tahun 2011 PENJUALAN
5.100.000.670.00
HARGA POKOK PENJUALAN
2.712.448.007.00
LABA ( RUGI ) KOTOR
2.387.552.663.00
BIAYA OPERASIONAL BIAYA PENJUALAN
200.000.000.00
BIAYA UMUM DAN ADMINISTRASI
1.053.122.000.00
JUMLAH BIAYA OPERASIONAL
(1.253.122.000.00)
LABA ( RUGI ) USAHA
1.134.430.663.00
PENDAPATAN / ( BEBAN ) LAIN-LAIN PENDAPATAN LAIN-LAIN
42.489.624.79
BEBAN LAIN-LAIN
(16.135.599.22)
JUMLAH PENDAPATAN / ( BEBAN ) LAIN-LAIN
26.354.025.57
LABA ( RUGI ) BERSIH SEBELUM PAJAK
1.160.784.688.57
PAJAK BADAN
194.328.291.27
LABA / ( RUGI ) BERSIH SETELAH PAJAK
966.456.397.30
Sumber : Data Perusahaan dan Olahan Penulis Dalam perhitungan laporan keuangan diatas setelah dilakukan perencanaan pajak biaya operasional yang terdiri atas biaya penjualan dan biaya administrasi serta biaya umum. Biaya administrasi dan biaya umum terdiri dari gaji karyawan, sumbangan, dan lain – lain sedangkan beban lain – lain terdiri dari PPh, jasa giro. Terhadap
gaji
setahun
yang
terpotong
oleh
pajak
penghasilan,
telah
diakumulasikan sebesar Rp 12.811.920.00 atau rata-rata pengenaan pajak dalam satu bulan sebesar Rp 1.067.660 dengan jumlah karyawan tetap yang diasumsikan berjumlah 45 karyawan dan jumlah PPh Ps 21 atas THR sebesar Rp 2.688.500.00.
Sehingga didapat jumlah biaya administrasi dan biaya umum sebesar dari jumlah sebelum adanya tax planning adalah sebesar Rp 1.053.122.000.00 dan beban lainlain terdiri dari beban PPh. Pasal 21 Rp 12.811.920.00, PPh. THR sebesar Rp 2.688.500.00, PPh. Jasa Giro Rp 632.853.00, sehingga laba yang diperoleh bertambah
yakni
yang
semula
sebesar
Rp
79.699.343.57
menjadi
Rp 90.206.794.41 (laba setelah pajak). Untuk lebih jelasnya perhitungan laba-rugi fiskal bisa dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.7 Laporan Perhitungan Laba-Rugi Fiskal 2011 (Setelah Tax Planning ) Selama tahun 2011 LABA / (RUGI) KOMERSIAL
1.160.784.688.57
KOREKSI FISKAL POSITIF : BIAYA SUMBANGAN BIAYA LAIN - LAIN BIAYA OBAT - OBATAN BIAYA PAJAK PPH PASAL 21 GAJI BIAYA PAJAK PPH PASAL 21 THR BIAYA DENDA STP PPH PASAL 21 BIAYA DENDA STP PPN DN BIAYA PPH JASA GIRO JUMLAH KOREKSI POSITIF
200.000.00 116.000.00 169.300.00 12.811.920.00 2.688.500.00 .00 .00 632.853.00 16.618.573.00
NEGATIF : PENDAPATAN JASA GIRO JUMLAH KOREKSI NEGATIF
3.164.281.00 3.164.281.00
TOTAL KOREKSI FISKAL LABA / (RUGI) FISKAL
13.454.292.00 1.174.238.980.57
PENGHASILAN KENA PAJAK
1.174.238.980.00
PAJAK TERUTANG 4.800.000.000.00 X 1.174.238.980.00 5.100.000.670.00 25% X 50% X 793.851.629.88 25% X (1.174.238.980.00 - 793.851.629.88)
= 793.851.629.88
= 99.231.453.73 = 95.096.837.53
KREDIT PAJAK PAJAK PPH PASAL 25 PAJAK PPH PASAL 22
194.328.291.27 0 0
PAJAK KURANG BAYAR
194.328.291.27
Sumber : PT. Cakrawala Sejati
Dari perhitungan diatas dalam perusahaan PT. Cakrawala Sejati Surabaya diketahui laba sebelum perencanaan pajak sebesar Rp 79.699.343.57 yaitu lebih kecil dari setelah adanya tax planning sehingga sesuai perhitungan badan menurut undang-undang, jumlah laba yang dikenakan pajak mengalami kenaikan menjadi sebesar Rp 90.206.794.41 dan didapat pajak yang harus dibayarkan sebenarnya adalah hanya sebesar Rp 20.577.094.16, jumlah yang lebih kecil dibandingkan perhitungan pajak sebelumnya.
4.3.2 Pajak yang Dibayar Setelah adanya Perencanaan Pajak Tabel 4.8 Penerapan Perencanaan Pajak Selama tahun 2011 Gaji dibayar perbulan oleh perusahaan
45 Orang
Pph 21
Sebelum perencanaan pajak
99.231.453.73
Ditanggung perusahaan
Sesudah perencanaan Pajak
99.231.453.73
Tunjangan pajak
-
-
Penghematan Pajak
Pajak yang Dibayar
Badan
Keterangan
Sebelum perencanaan pajak
293.559.745.00
Sesuai ketentuan tarif PPh Badan
Sesudah perencanaan Pajak
194.328.291.27
Penghematan Pajak
99.231.453.73
Sesuai ketentuan tarif PPh Badan -
Laba sesudah pajak
Perusahaan
Sebelum perencanaan pajak
867.224.943.57
Sesudah perencanaan Pajak
966.456.397.30
Peningkatan Laba
99.231.453.73
Sumber : Data Olahan
Dari perhitungan diatas pada Perusahaan Cakrawala Sejati bisa diketahui untuk pembayaran PPh pasal 21 setahun rata-rata sebesar Rp 12.811.920.00 jika dilakukan perencanaan pajak maka pajak tersebut akan ditanggung karyawan tapi dalam bentuk sebagai tunjangan pajak bagi karyawan sehingga dapat menghemat pajak sebesar pajak terutang tersebut dalam satu tahun. Dan disisi lain juga berpengaruh pada kenaikan laba perusahaan setelah dilakukan perencanaan pajak yaitu sebelum dilakukan perencanaan pajak sebesar Rp 79.699.343.57 dan setelah dilakukan perencanaan pajak sebesar Rp 90.206.794.41 sehingga berdampak pada penurunan pembayaran pajak badan sebesar Rp 10.507.450.84. Perbedaan kedua antara metode ditanggung perusahaan dengan metode tunjangan pajak itu adalah hanya pada jumlah pajak yang ditanggung oleh perusahaan pajak penghasilan yang terutang sudah menjadi beban perusahaan. Akan tetapi, pada metode tunjangan pajak PPh yang terutang menjadi beban karyawan tetapi karyawan tersebut diberikan sebuah tunjangan pajak sebesar pajak 21 terutang.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Perhitungan PPh pasal 21 terhutang yang dilakukan oleh PT. Cakrawala Sejati antara lain sebagai berikut : a.
Perhitungan pajak pada perusahaan PT. Cakrawala Sejati atas Pajak Penghasilan pasal 21 yaitu menggunakan Metode pajak ditanggung perusahaan.
b. PT. Cakrawala Sejati selama ini belum pernah melakukan kegiatan Tax Planning dengan metode tunjangan pajak. c. Kegiatan pembukuan PT. Cakrawala Sejati dilaksanakan berdasarkan Standar akutansi keuangan yang berlaku umum. 2. Pengisian, Penyetoran dan Pelaporan SPT Masa PPh 21 yang dilakukan oleh perusahaan adalah sebagai berikut : a. Perusahaan sudah menyetorkan PPh pasal 21 kurang bayar tepat waktu dan tidak melanggar peraturan perundang – undangan PPN No. 42/2009. b. Perusahaan melakukan pelaporan SPT PPh pasal 21 tepat pada waktunya dan sesuai dengan perundang - undangan PPN yang berlaku. c. Dalam menerapkan tax planning harus pula diperhatikan segi pajak dan segi akuntansinya. Dari segi pajak, tax planning dikatakan berhasil jika pajak penghasilan yang harus dibayar menjadi lebih kecil setelah
diterapkannya tax planning tersebut. Dari segi akuntansi, laba setelah pajak tidak menjadi lebih kecil. d. Penerapan tax planning pada PT. Cakrawala Sejati dapat dikatakan berhasil karena dari segi akuntansi terjadi peningkatan laba sebesar Rp 10.507.450.84. 5.2. Saran Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan pada penulis maka penulis dapat mengemukakan beberapa saran kepada perusahaan yaitu: a. Perusahaan sebaiknya memberikan pelatihan khusus tentang perpajakan kepada pegawai yang menangani pajak agar dapat melakukan Tax Planning. b. Perusahaan sebaiknya melakukan implementasi perencanaan pajak yang dibuat dan dilaksanakan jangan sampai melanggar peraturan perundang undangan yang berlaku, karena sangat penting untuk menghindari sanksi perpajakan. c. Dari hasil yang didapat tersebut, disarankan agar penerapan tax planning pada PT Cakrawala Sejati tetap dilaksanakan, karena adanya keuntungan yang diperoleh perusahaan dengan terjadinya penghematan pajak (tax saving,) dan d. Perusahaan harus senantiasa mengikuti perkembangan peraturan-peraturan perpajakan, ataupun isu-isu tentang perpajakan. Sehingga tidak terjadi kesalahan menghitung pajak dalam perusahaan, dapat dikurangi, bahkan ditiadakan.
DAFTAR PUSTAKA
Hermanto, 2001. Perencanaan Pajak, Salemba Empat, Jakarta Larry,Jack and Anders Susan B.,1994. Dictionary of Tax Terms, Barron`s Business Guides, New York Lumbantoruan, Sophar, 1996. Akuntansi Pajak, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta Suandy, Erly. 2001. Perencanaan Pajak. Edisi Pertama, Salemba Empat, Jakarta Republik Indonesia. 2001. Undang-undang No. 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan Sihombing, Alvide. 2007. Implementasi Perencanaan Pajak (Tax Planning) atas Penghasilan, Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, Medan Sudijono, A. (2009). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. alfabeta. Bandung Waluyo dan Wirawan B. Illyas. Perpajakan Indonesia, Edisi Pertama, Buku satu, Salemba Empat, Jakarta