Vol. 1 No. 2. Desember 2015
ISSN: 2476-910X
ANALISIS PERENCANAAN PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA PERUSAHAAN DI KOTA MEDAN Thomas Sumarsan Goh Dosen FE Universitas Methodist Indonesia
ABSTRAK PPh Pasal 21 merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang perolehannya dikenakan pada gaji, upah, honor, tunjangan, ddan pendapatan lain dengan nama dan ddalam bentuk apapin sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri. Oleh karena itu, perusahaan sebagai pemberi kerja sekaligus Wajib Pajak badan haruslah mampu merencanakan pajak yang benar dan sesuai dengan peraturan sehingga mapu meminimalkan pajak yang dikenakan. Untuk itu, penulis mencoba menggangkat judul “Analisis Penghitungan PPh Pasal 21 dalam Kaitannya dengan Penerapan Perencanaan Pajak Pada Perusahaan di Kota Medan”. Tujuan penelitian ini dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada Wajib Pajak mengenai PPh Pasal 21 sehingga mampu mengendalikann masalah yang terjadi dalam pemenuhan kewajibannya tersebut. Di lain pihak, penulisan penelitian ini dilakukan agar perusahaan mampu mengoptimalkan pembayaran pajak. Dalam mengumpulkan data maka penulis menggunakan metode riset kepustakaan dan metode riset lapangan seperti pengamatan dan wawancara. Selain itu, penulis juga melakukan analisis data guna mendapatkan data kuantitatif dan kualitatif dari penelitian ini. Untuk mengetahui apakah perencanaan pajak telah dirancang oleh perusahaan di Kota Medan telah baik atau tidak. Maka, penulis menggunakan serta menyarankan metode gross up sebagai alat guna menganalisis dan menghitung berapa banyak pajak yang dapat dihemat. Hasil penelitian adalah perusahaan kurang mampu menghemat pajaknya karena tanggungan pajak tidak dapat dibiayakan pada akhir tahun. Selain itu dari bagian internal perusahaan juga terdapat kesalahan-kesalahan seperti kurang teliti dalam memperbaharui status karyawan, kurang dalam pembulatan dan penulisan biaya jabatan.
I.
PENDAHULUAN Salah satu penerimaan negara dalam perpajakan adalah Pajak. Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh pasal 21) merupakan salah satu jenis Pajak Penghasilan. PPh Pasal 21 merupakan pajak yang dipotong atas penghasilan yang dibayarkan kepada orang pribadi. Penghasilan daripada
Jurnal Bisnis Kolega
orang pribadi tersebut dapat berupa dari kegiatan dia bekerja, memberikan jasa, atau melaksanakan kegiatan, di mana atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi tersebut akan akan terutang, dikenakan, dan dipotong PPh Pasal 21.
18
Vol. 1 No. 2. Desember 2015
PPh Pasal 21 merupakan pajak yang dipotong atas penerimaan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri. Jadi, secara khusus orang pribadi sebagai pekerja akan dikenakan PPh Pasal 21 yang di mana Wajib Pajak orang pribadi harus menyetor sendiri atau membayar sendiri penghasilannya yang sudah terhutang pajak ke kas negara yang dikenal dengan sebutan Self Assessment System. Demi efektivitas, efisiensi, dan kemudahan pelaksanaannya, Indonesia menerapkan Withholding System terhadap PPh Pasal 21. Dengan system ini, setiap pemberi kerja yang membayarkan penghasilan kepada pekerja, pelaksana kegiatan, atau pelaksana jasa wajib melakukan pemotongan pajak yang merupakan PPh Pasal 21. Pemberi kerja inilah yang akan menghitung, memotong, memungut dan menyetor pajak yang dipotong tersebut ke kas negara. Yang artinya, penghasilan yang diterima karyawan langsung dipotong oleh pemberi kerja (Withholding Tax System) sehingga karyawan hanya menerima take home pay (penghasilan bersih setelah pemotongan pajak dan pemotongan lainnya). PPh Pasal 21 diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas UndangUndang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
Jurnal Bisnis Kolega
ISSN: 2476-910X
Menyadari pentingnya Pajak Penghasilan khususnya Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi karyawan dan perusahaan maka Penulis tertarik untuk membahasnya dalam skripsi dan memilih judul “Analisis Perencanaan Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Pada Perusahaan di Kota Medan”. Perumusan masalah adalah bagaimana perhitungan PPh 21 pada Perusahaan-Perusahaan di Kota Medan agar dapat mengukur seberapa besar keberhasilan perencanaan perpajakan yang telah diterapkan sebelumnya. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pemenuhan kewajiban Pajak Penghasilan Pasal 21 baik perhitungan, penyetoran, dan pelaporan apakah telah sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku, untuk mengidentifikasi masalah yang terjadi dalam pemenuhan kewajiban PPh Pasal 21 karyawan yang berpengaruh bagi Perusahaan-perusahaan di Kota Medan, membuat suatu perencanaan pajak atas PPh Pasal 21 yang bagi perusahaan menjadi efisien dan bagi karyawan menjadi optimal bagi Perusahaan-Perusahaan di Kota Medan. II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pajak Menurut Prof. Dr. Rachmat Soemitro, SH sebagaimana dikutip oleh Waluyo dan Wirawan B. Iiyas (2000:2) dalam Perpajakan Indonesia, adalah “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.
19
Vol. 1 No. 2. Desember 2015
Fungsi pajak menurut Mardiasmo (2011:1) dalam buku perpajakan terdapat dua fungsi yaitu Fungsi Penerimaan (Budgetair) dan Fungsi Mengatur (Regulerend). Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan stelsel nyata (real stelse), stelsel anggapan (fictive stelse), stelsel campuran. Sistem Pemungutan Pajak yang berlaku antara lain Official Assesment System, Self Assessment System, dan Withholding System. Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri. Dasar hukum pengenaan pajak di Indonesia sangat tinggi. Dasar hukum tersebut terdapat dalam konstitusi Negara yaitu Pasal 23A Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, sebagaimana telah beberapa kali diamandemen. Disebutkan dalam konstitusi tersebut bahwa “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.” Dasar hukum PPh Pasal 21 adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 yang mengalami 4 (empat) kali perubahan yaitu perubahan pertama menjadi UndangUndang Nomor 7 Tahun 1991, perubahan kedua menjadi UndangUndang Nomor 10 Tahun 1994, perubahan ketiga menjadi UndangUndang Nomor 17 Tahun 2000 dan terkhir perubahab keempat menjadi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. Objek PPh Pasal 21 adalah penghasilan yang dipotong oleh
Jurnal Bisnis Kolega
ISSN: 2476-910X
pemotong pajak untuk dikenakan PPh Pasal 21, berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 32/PJ/2015 yang menjadi objek/penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 diantaranya adalah : 1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai atau penerima pensiun secara teratur berupa gaji, uang pensiun bulanan, upah, honorarium (termasuk honorarium anggota dewan komisaris atau anggota dewan pengawas), premi bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang tungu, uang ganti rugi, tunjangan istri, tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transport, tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak, beasiswa premi asuransi yang dibayar oleh pemberi kerja, dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun. 2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai, penerima pension atau mantan pegawai secara tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, tujangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap dan biasanya dibayarkan dalam setahun. 3. Upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan yang diterima atau diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, serta uang saku harian atau mingguan yang diterima peserta pendidikan, pelatihan atau pemagangan yang merupakan calon pegawai. 4. Uang tebusan pensiun, uang tabungan hari tua atau jaminan
20
Vol. 1 No. 2. Desember 2015
5.
hari tua, uang pesangon, dan pembayaran lain sejenis sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja. Honorarium, uang saku, hadiah, atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi, beasiswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan Wajib Pajak dalam negeri, terdiri dari : a. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari : pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris. b. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, crew film, foto model, peragawan / peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya. c. Olahragawan. d. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator. e. Pengarang, peneliti, dan penerjemah. f. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya,telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial. g. Agen iklan. h. Pengawas, pengelola proyek, anggota, dan pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan, dan peserta sidang atau rapat, dan tenaga lepas lainnya dalam segala bidang kegiatan.
Jurnal Bisnis Kolega
ISSN: 2476-910X
i.
Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan. j. Peserta perlombaan. k. Petugas penjaja barang dagangan. l. Petugas dinas luar asuransi. m. Peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan bukan pegawai atau bukan sebagai calon pegawai. n. Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya. 6. Gaji, gaji kehormatan, tunjangan-tunjangan lain yang terkait dengan gaji dan honorarium atau imbalan lain yang bersifat tidak tetap yang diterima oleh Pejabat Negara dan PNS. 7. Uang pensiun dan tunjangantunjangan lain yang sifatnya terkait dengan uang pensiun yang diterima oleh pensiunan termasuk janda atau duda dan atau anak-anaknya. 8. Penerimaan dalam bentuk natura atau kenikmatan lainnya dengan nama apapun yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak selain pemerintah, atau Wajib Pajak yang dikenakan PPh yang bersifat final dan yang dikenakan PPh berdasarkan norma perhitungan khusus. Yang tidak termasuk dalam objek/penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah: 1. Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa; 2. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran
21
Vol. 1 No. 2. Desember 2015
ISSN: 2476-910X
Jaminan Hari Tua, kepada badan penyelenggara Jamsostek yang dibayarkan oleh pemberi kerja; Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah. Biaya jabatan atau biaya pensiun diatur dalam ketentuan Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER32/PJ/2015. Besarnya biaya jabatan atau biaya pensiun yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pegawai tetap atau pensiunan.
Besarnya biaya jabatan (PMK Nomor 250/PMK.03/2008) adalah sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp. 6.000.000 (enam juta rupiah) setahun atau Rp. 500.000 (lima ratus ribu rupiah) sebulan. Besarnya biaya pensiun (PMK Nomor 250/PMK.03/2008) sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp. 2.400.000 (dua juta empat ratus ribu rupiah) setahun atau Rp. 200.000 (dua ratus ribu rupiah).
Tabel 1 Tarif Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi Menurut UU PPh No. 36 Tahun 2008 Lapis Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Sampai dengan Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) Diatas Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp. 250.000.000 (dua ratus lima puluh juta rupiah) Diatas Rp. 250.000.000 (dua ratus lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) Diatas Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah)
5% (lima persen) 15% (lima belas persen)
25% (dua puluh lima persen)
30% (tiga puluh persen)
Sumber : Undang-Undang PPh Pasal 17 Tahun 2008
Tabel 2. Perubahan PTKP UU PPh No. 36 PMK PER 32/PJ/2015 Tahun 2008 162/PMK.011/2012 Untuk diri Wajib Rp. 15.840.000 Rp. 24.300.000 Rp. 36.000.000 Pajak Orang Pribadi Tambahan untuk Rp. 1.320.000 Rp. 2.025.000 Rp. 3.000.000 Wajib Pajak yang kawin Tambahan untuk Rp. 1.320.000 Rp. 2.025.000 Rp. 3.000.000 setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda Keterangan
Jurnal Bisnis Kolega
22
Vol. 1 No. 2. Desember 2015
ISSN: 2476-910X
dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga Thomas Sumarsan (2009) dalam “perencanaan pajak mencakup penataan strategis untuk meminimalkan kewajiban pajak. Kegiatan perencanaan pajak pada umumnya berusaha untuk menghindari sanksi akibat dari penerapan pajak yang melanggar peraturan dan perundang-undangan perpajakan Indonesia, tetapi perencanaan pajak merupakan pnerapan kegiatan-kegiatan perusahaan terhadap peraturan dan perundang-undangan perpajakan yang berlaku untuk mengecilkan beban pajak perusahaan. Jadi, perencanaan pajak merupakan hal yang diperolehkan oleh Pemerintah. III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian dilakukan dengan mengambil data beberapa perusahaan dengan merahasiakan nama perusahaan sesuai dengan permintaan perusahaan di Kota Medan. Jenis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, yaitu data yang berbentuk angkaangka. Data-data yang digunakan penulis adalah data SPT Tahunan PPh Pasal 21 yaitu jumlah Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 terhutang, dan data kualitatif, yaitu data yang disajikan dalam bentuk kata, kalimat, skema, dan gambar. Sedangkan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini
Jurnal Bisnis Kolega
adalah data primer, yaitu data yang berasal dari sumber asli dan dikumpulkan secara khusus (melalui survei dan observasi), data sekunder, yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung untuk mendapatkan informasi (keterangan) dari objek yang diteliti, biasanya data tersebut diperoleh dari wawancara. Dalam menganalisa data dan keterangan yang telah dikumpulkan, akan menggunakan metode analisis kualitatif dan analisa kuantitatif. Pembahasan Penulis melakukan observasi terhadap data dengan menggunakan 2 (dua) metode, yaitu: 1. Metode langsung, yaitu dengan menguji dan memeriksa ketaatan perpajakan serta kebenaran jumlah dalam SPT Tahunan PPh tahun 2010-2012 yang langsung dilakukan dengan menelusuri SPT 1721 yang diperoleh dari bagian accounting yang kemudian dicocokkan dengan slip gaji beberapa pegawai untuk melihat apakah gaji yang diterima pegawai sesuai dengan yang dilaporkan dalam SPT 1721. 2. Metode tidak langsung, yaitu metode dengn menguji dan memeriksa ketaatan perpajakan serta kebenaran jumlah dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan Pasal 21 tahun 2007-2009. Untuk mengetahui kebenaran jumlah dalam SPT Tahunan Pajak
23
Vol. 1 No. 2. Desember 2015
Penghasilan Pasal 21, penulis menelusuri bagian general manager dengan melakukan wawancara dan melihat buktibukti seperti Surat Pengangkatan untuk mengetahui pegawai tetap atau tidak dan melihat KTP (Kartu Tanda Penduduk) serta Kartu Keluarga dari beberapa pegawai untuk mengetahui kebenaran status pegawai dan tanggungan yang dimiliki oleh pegawai dan tanggungan yang dimiliki oleh pegawai tersebut karena akan mempengaruhi jumlah PTKP yang didapat. Berdasarkan nama-nama diatas ada 3 pegawai tetap yang terdapat kesalahan status, 3 karyawati yang terdapat kesalahan pada status, dan 4 pegawai tetap yang pada PKP tidak dilakukan pembulatan ke bawah dalam ribuan. Pada tahun 2010, berdasarkan data pegawai yang telah dievaluasi dan dianalisis penghitungan PPh Pasal 21 terdapat 11 pegawai tetap yang kesalahan dalam proses penghitungan PPh Pasal 21. Metode yang diusulkan adalah penghasilan metode gross up dengan kebijakan PPh Pasal 21 jenis ini akan terlihat memberatkan perusahaan karena jumlah penghasilan karyawan akan bertambah besar sebagai akibat dari penambahan tunjangan pajak. Namun demikian beban perusahaan terrsebut akan tereliminasi karerna PPh Pasal 21 dapat dibiayakan. IV. PENUTUP Kesimpulan yang diperoleh adalah dalam melakukan penghitungan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 21 pada pegawai telah mengikuti ketentuan perpajakan yang berlaku. Namun
Jurnal Bisnis Kolega
ISSN: 2476-910X
dalam pelaksanaannya masih dijumpai beberapa masalah yang berkaitan dengan PPh Pasal 21 seperti kurang telitinya bagian accounting dalam memperbaharui status pegawai, kurangnya kecermatan dan ketelitian pada bagian accounting dalam melakukan pembulatan dan penulisan biaya jabatan pada penghitungan PPh Pasal 21, perusahaan menanggung semua PPh Pasal 21 pegawai. Dalam hal ini sangat merugikan perusahaan karena beban PPh Pasal 21 tersebut yang ditanggung perusahaan tidak dapat dijadikan biaya untuk pengurang baban perusahaan (PPh Pasal 25). Saran yang diberikan adalah pada bagian accounting diharapkan untuk selalu melakukan pembaharuan status pegawai dan diharapkan untuk teliti dalam menuliskan data pegawai, lebih meningkatkan kecermatan dan ketelitian dalam melakukan penghitungan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 21 terutama dalam pembulatan data dan penulisan biaya jabatan pada penghitungan PPh Pasal 21, perusahaan-perusahaan di Kota Medan sebaiknya menggunakan metode PPh Pasal 21 ditanggung oleh karyawan dan dalam penghitungan PPh Pasal 21 perusahaan sebaiknya menggunakan metode gross up. Dengan metode ini, perusahaan memperoleh manfaat berupa penghematan (efisiensi) pajak perusahaan dengan membiayakan beban PPh Pasal 21. Hal ini sangat menguntungkan pegawai karena take home pay yang diterima pegawai semakin besar karena adanya tunjangan PPh yang diberikan. Sedangkan tunjangan PPh ini dapat dijadikan sebagai biaya untuk mengurangi beban perusahaan (PPh Pasal 25).
24
Vol. 1 No. 2. Desember 2015
ISSN: 2476-910X
DAFTAR PUSTAKA Mardiasmo, 2011, Perpajakan, Edisi Revisi 2011, Yigyakarta: Penerbit Andi Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor 32/PJ/2015 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi. Peraturan Menteri Keuangan No. 137/PMK.03/2005. (2005). Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak. Peraturan Menteri Keuangan No. 250/PMK.03/2008. (2008). Besarnya Biaya Jabatan atau Biaya Pensiun Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto Pegawai Tetap Atau Pensiunan. Peraturan Menteri Keuangan 122/PMK.010/2015. (2015) tentang Penyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak Sumarsan, Thomas, 2011. Tax Review dan Strategi Perencanaan Pajak, Jakarta. Penerbit Indeks Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2008. (2008). UndangUndang RI No. 36 Tahun 2008 Waluyo, Wirawan B. Ilyas (2000). Perpajakan di Indonesia, Jakarta. Penerbit Salemba Empat.
Jurnal Bisnis Kolega
25