ANALISIS PERBEDAAN KEMAMPUAN BERBAHASA INGGRIS MAHASISWA PRIA DAN WANITA (Studi Kasus Mahasiswa Akademi Pariwisata Indonesia, Jakarta) Oleh : Nova Eviana, S. S. (Dosen AKPINDO) Abstract The research was done to prove the theory that female mostly has higher academic performance, especially concerning with verbal skills, compared with male, whereas male performs higher score in mathematics/logical things. The research also notes that there are some factors that have to be put into a consideration to influence the academic performance. Key words : intelligence, verbal skills
PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah ariwisata menjadi suatu sektor ekonomi yang mendatangkan devisa yang sangat berarti bagi sumber pembiayaan pembangunan. Juga sektor ini telah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi penyediaan lapangan kerja, karena sektor ini telah mendorong lahirnya berbagai bisnis yang saling menunjang sehingga membutuhkan tenaga kerja yang cukup banyak dan beragam, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi secara positif. Memasuki iklim globalisasi dunia, antar bangsa dan negara hampir tiada batas. Perbedaan jarak antar negara kini tidak lagi menjadi kendala. Kemajuan teknologi bidang transportasi yang mendorong peningkatan alat transportasi, turut mengambil peran dalam peningkatan arus wisatawan untuk datang berkunjung ke suatu negara. Menyadari dampak positif pariwisata, terutama sebagai sumber devisa dan penciptaan lapangan kerja, pemerintah telah mengambil kebijakan mengembangkan sektor ini. Berbagai upaya dilakukan untuk pencapaian target kunjungan wisatawan ke Indonesia, antara lain melalui penciptaan dan peningkatan citra pariwisata nasional dan penyediaan sumber daya manusia (SDM) yang handal. Penciptaan dan peningkatan citra pariwisata nasional dilakukan melalui penciptaan stabilitas politik dan keamanan nasional (menciptakan suasana yang kondusif), peningkatan sarana dan prasarana pariwisata, dan lain-lain. Upaya ini dilakukan agar terjamin rasa aman dan nyaman bagi wisatawan yang berkunjung ke Indonesia.
P
Kemampuan berbahasa asing telah menjadi syarat mutlak bagi pelaku-pelaku bidang pariwisata. Keragaman wisatawan asing, disamping wisatawan domestik, dengan berbagai latar belakang budaya dan bahasa yang datang ke Indonesia menuntut pula kemampuan bahasa asing bagi pelaku pariwisata ini, dalam hal untuk memenuhi kelancaran pelayanan melalui kelancaran berbahasa. Seiring dengan tuntutan pasar ini, kebijakan pengembangan SDM bidang pariwisata yang diawali dari institusi pendidikan (tingkat menengah maupun pendidikan tinggi) juga menekankan penguasaan berbahasa asing, terutama bahasa Inggris (mengingat bahasa ini merupakan bahasa internasional utama) sebagai kompetensi yang harus dimiliki oleh lulusannya. Sehingga pengajaran bahasa asing ini memiliki porsi pengajaran terbesar di institusi pendidikan pariwisata. Akademi Pariwisata Indonesia (AKPINDO) sebagai salah satu institusi pendidikan yang berkecimpung dalam penciptaan tenaga pariwisata turut menerapkan kebijakan ini. Bahasa Inggris (selain bahasa Italy, Perancis dan Jepang) diajarkan dengan porsi waktu yang cukup besar. Hal ini diterapkan dengan tujuan agar lulusan AKPINDO akan memiliki kemampuan berbahasa asing, disamping keahlian profesi (perhotelan atau usaha wisata), sehingga mampu memenuhi tuntutan industri pariwisata sebagai end-user. Pengajaran Bahasa Inggris di AKPINDO diberikan dalam 4 (empat) semester pertama dengan penjabaran , Bahasa Inggris Umum (semester I), Bahasa Inggris
26 Panorama Nusantara, Vol. 1 No. 1
Juli – Desember 2006
Profesi I (semester II), Bahasa Inggris Profesi II (semester III) dan Bahasa Inggris Profesi III (semester IV). Jika bahasa Inggris Umum menekankan pada kemampuan tata bahasa (structure), maka Bahasa Inggris Profesi menekankan materi Bahasa Inggris pada bidang profesi (perhotelan atau usaha wisata). Melalui implementasi ISO 9001:2000 yang telah diterapkan mulai tahun 1997, pelaksanaan perkuliahan dilengkapi dengan lesson plan/satuan acara perkuliahan (SAP), dengan tujuan agar terjadi keseragaman materi pengajaran, terutama untuk kelas paralel. Ini berarti bahwa mahasiswa yang berada dalam kelas yang berbeda tetap memperoleh materi pengajaran yang sama untuk mata kuliah yang sama. Misalkan, satu mahasiswa menempuh mata kuliah Bahasa Ingggris Umum dan berada di kelas A, mahasiswa lain yang menempuh mata kuliah yang sama berada di kelas B. Dengan adanya lesson plan, maka idealnya materi pengajaran yang diperoleh 2 (dua) mahasiswa tersebut adalah sama. Dengan adanya kesamaan materi yang diperoleh oleh setiap mahasiswa, diharapkan bahwa setiap lulusan AKPINDO akan memiliki tingkat kemampuan dan keahlian Bahasa Inggris yang sama. Namun pada kenyataannya tidaklah demikian. Ada beberapa faktor yang sekiranya dapat mempengaruhi tingkat kemampuan mahasiswa berbahasa Inggris, salah satunya adalah jenis kelamin (gender). Berdasarkan alasan di atas, penulis tertarik untuk melihat kemampuan mahasiswa terhadap penguasaan Bahasa Inggris dengan melihat pada faktor jenis kelamin. Adapun judul penelitian adalah Analisa Penguasaan Kemampuan Berbahasa Inggris Ditinjau dari Jenis Kelamin (Gender) – Studi Kasus di Akademi Pariwisata Indonesia (AKPINDO), Jakarta. C. Pembatasan Masalah Dalam penelitian ini, penilaian terhadap kemampuan berbahasa Inggris mahasiswa AKPINDO dibatasi hanya penilaian ujian teori saja yang merupakan data kuantitatif dan belum mencantumkan nilai praktiknya, seperti toefl, toeic atau yang lainnya yang merupakan data kualitatif karena keterbatasan waktu dan biaya serta belum tersedianya data yang cukup. Di samping itu penelitian ini merupakan penelitian awal yang diharapkan ada penelitian lanjutan yang mencantumkan data kuantitatif maupun data kualitatif yang lebih lengkap. 2. Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini, penulis ingin mengetahui ada tidaknya perbedaan penguasaan bahasa Inggris antara mahasiswa pria dan wanita yang ada di AKPINDO berdasarkan pada hasil penilaian ujian bahasa Inggris teori pada semester ganjil tahun akademik 2003/2004 s.d semester ganjil 2005/2006 (lima semester). METODOLOGI PENELITIAN 1. Metode Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penyelidikan deskriptif yaitu metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran tentang obyek yang diteliti melalui data populasi. Jadi, dalam penelitian ini, penulis menggambarkan dan menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan perbedaan antara jenis kelamin (pria dan wanita) dengan hasil nilai teori Bahasa Inggris. 2. Hipotesis Penelitian Hipotesis adalah suatu jawaban atau kesimpulan sementara dari peneliti yang masih perlu diuji kebenarannya. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberkan baru didasarkan pada teori, dan belum menggunakan fakta (Sugiono, 1999). Hipotesis Alternatif (Ha) atau Hipoteses Kerja (Hk) atau H1 merupakan kesimpulan sementara dari hubungan antar variable yang sudah dipelajari dari teori-teori yang berhubungan dengan masalah tersebut. Untuk menguji H1 atau hipotesis kerja secara statistik, diperlukan pembandingan yaitu Hipotesis Nol (H0) atau Null Hypotesis. Karena H0 ini digunakan sebagai dasar pengujian statistik, maka H0 disebut hipotesis statistik (Wijaya, 2001). Uji pihak kiri digunakan apabila : hipotesis nol (H0) berbunyi “lebih besar atau sama dengan“ (≥) dan hipotesis alternatifnya berbunyi “lebih kecil” (<). Uji pihak kanan apabila hipotesis nol (H0) berbunyi “lebih kecil atau sama dengan“ (≤) dan hipotesis alternatifnya berbunyi “lebih besar” (>)(Haryanto Subiyakto, 1994). Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji pihak kiri, yaitu: Ho : nilai bahasa Inggris teori pria ≥ nilai Bahasa Inggris wanita H1 : nilai Bahasa Inggris teori pria < nilai Bahasa Inggris wanita 3. Teknik Pengumpulan Data Data yang disajikan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik :
27 Panorama Nusantara, Vol. 1 No. 1
Juli – Desember 2006
a. Studi kepustakaan Pengumpulan data yang diperlukan melalui studi pustaka dimana penulis mengambil data dan informasi yang relevan dari buku-buku pedoman dan bahan cetakan lainnya yang berkaitan dengan topik yang penulis bahas. b. Observasi Pengumpulan data berdasarkan observasi terkait dengan obyek kajian. Dalam penelitian ini, penulis mengadakan observasi hasil penilaian ujian teori mata kuliah Bahasa Inggris mahasiswa AKPINDO pada semester ganjil tahun akademik 2003/2004 sampai dengan semester ganjil tahun akademik 2005/2006 (5 semester) untuk seluruh mahasiswa, baik dari jurusan Perhotelan maupun Usaha Wisata. 4. Metode Analisa Data U-test atau uji U Mann-Whithney digunakan untuk menguji signifikasi hipotesis komparatif dua sampel independen bila datanya berbentuk ordinal dan untuk dua sampel yang berukuran tidak sama (Wahid Sulaiman, 2003). Pengujian Mann-Whithney merupakan pengujian non parametric sebagai alternatif terhadap pengujian parametric dengan student’s t. Pengujian ini tidak menuntut bahwa sampel diambil dari populasi yang berdistribusi normal (Haryono Subiyakto, 1994). Non parametric atau metode bebasdistribusi, yang umumnya tidak menggunakan anggapan pengetahuan apapun tentang distribusi yang mendasari populasi, kecuali barangkali bahwa distribusi kontinu (Ronald E Walpole dan Raymond H Myers, 1995). Gagasan pokok dari dari uji Mann-Whithney : Apabila R1 (atau R2) jauh lebih besar atau lebih kecil dari yang diharapkan, karena sampelsampel diambil dari populasi-populasi yang memiliki rata-rata sama, hipotesis-hipotesis yang menyatakan kesamaan rata-rata ditolak (Haryono Subiyakto, 1994). Untuk n2 ≤ 20 rumus uji U Mann-Whithney adalah sebagai berikut :
u1 n1 n2
n1 (n1 1)
R1 2 n2 (n2 1) u 2 n1 n2 R2 2
dan
dimana : n1 = jumlah sampel 1 n2 = jumlah sampel 2 U1 = jumlah peringkat 1 U2 = jumlah peringkat 2 R1 = jumlah rangking pada sampel 1
R2
= jumlah rangking pada sampel 2 Kedua rumus di atas lalu dibandingkan, harga U yang lebih kecil yang akan digunakan untuk pengujian dan membandingkan dengan U tabel. Kaidahnya; tolak H0 jika nilai signifikasi atau p(U) ≤ α untuk uji satu pihak atau p(U) ≤ α/2 untuk uji dua pihak (Wijaya, 2001). Sedangkan bila n2 > 20 digunakan pendekatan ke Normal Z, dimana :
Z
U 1
2
(n1 n2 )
1 (n1 n2 )(n1 n2 1) 12
Kita akan menolak H0 jika Zhitung < - Z tabel . Nilai Zhitung yang diperoleh dengan H0 : μ2 ≥ μ1 akan bernilai negatif dari nilai yang diperoleh dengan H0 : μ1 ≤ μ2. Dengan demikian kesimpulan kedua pasang hipotesis akan sama. Oleh karena itu, suatu pengujian yang menolak H0 : μ2 ≥ μ1 juga akan menolak H0 : μ1 ≤ μ2 (Haryono Subiyakto,1994). TINJAUAN TEORITIS 1. Bahasa dan Berpikir Berpikir adalah daya yang paling utama dan merupakan ciri yang khas yang membedakan manusia dan hewan. Manusia dapat berpikir karena manusia mempunyai bahasa, hewan tidak. “Bahasa” hewan bukanlah bahasa yang seperti yang dimiliki manusia. “Bahasa” hewan adalah bahasa instink yang tidak perlu dipelajari dan diajarkan. Bahasa manusia adalah hasil kebudayaan yang harus dipelajari dan diajarkan. Dengan bahasa manusia dapat memberi nama kepada segala sesuatu baik yang kelihatan maupun tidak kelihatan. Semua benda, nama, sifat, pekerjaan, dan hal lain yang abstrak, diberi nama. Dengan demikian, segala sesuatu yang pernah diamati dan dialami dapat disimpannya, menjadi tanggapan-tanggapan dan pengalamanpengalaman, kemudian diolahnya (berpikir) menjadi pengertian-pengertian. Dengan singkat, karena memiliki dan mampu berbahasa maka manusia berpikir. Bahasa adalah alat yang terpenting bagi berpikir. Tanpa bahasa manusia tidak dapat berpikir. Karena eartnya hubungan antara bahasa dan berpikir, Plato pernah mengatakan dalam bukunya Sophistes “berbicara itu berpiki yang keras (terdengar), dan berpkir itu adalah “berbicara batin”. Berpikir adalah suatu keatifan pribadi manusia yang mengakibatkan penemuan yang terarah kepada suatu tujuan.
28 Panorama Nusantara, Vol. 1 No. 1
Juli – Desember 2006
Kita berpikir untuk menemukan pemahaman/pengertian yang kita kehendaki (M. Ngalim Purwanto, 1985). Beberapa macam cara berpikir diantaranya adalah sebagai berikut : a. Berpikir Induktif, adalah suatu proses dalam berpikir yang berlangsung dari khusus menuju kepada umum. Orang mencari ciri-ciri atau sifat-sifat yang tertentu dari berbagai fenomena, kemudian menarik kesimpulankesimpulan bahwa ciri-ciri /sifat-sifat itu terdapat pada semua jenis fenomena tadi. b. Berpikir Deduktif, sebaliknya dari berpikir induktif, maka berpikir deduktif prosesnya berlangsung dari yang umum menuju yang khusus. Dalam cara berpikir ini, orang bertolak dari suatu teori ataupun prinsip ataupun kesimpulan yang dianggapnya benar dan bersifat umum. Dari situ ia mengambil kesimpulan khusus yang berlaku bagi fenomena tersebut. c. Berpikir Analogis, analogi berarti persamaan atau perbandingan. Berpikir analogis adalah berpikir dengan jalan menyamakan atau memperbandingkan fenomena-fenomena yang biasa/pernah dialami. Cara berpikir seperti ini, orang beranggapan bahwa kebenaran dari fenomenafenomena yang pernah dialaminya berlaku pula bagi fenomena yang dihadapinya sekarang. 2. Intelinjensi A. Pengertian Intelijensi Intelijensi ialah kemampuan yang dibawa sejak lahir, yang memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara tertentu. William Stern mengemukakan batasan sebagai berikut : Intelijensi ialah kesanggupan untuk menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru, dengan menggunakan alat-alat berpikir yang sesuai dengan tujuannya. William Stern juga berpendapat bahwa intelijensi sebagian besar tergantung dengan dasar dan turunan. Pendidikan atau lingkungan tidak begitu berpengaruh kepada intelijensi seseorang. Prof. Watrink, seorang Mahaguru di Amsterdam, menyatakan bahwa menurut penyelidikannya belum dapat dibuktikan bahwa intelijensi dapat diperbaki atau dilatih. Belajar berpikir hanya diartikannya, bahwa banyaknya pengetahuan bertambah akan tetapi tidak berarti bahwa kekuatan berpikir bertambah baik. Dari batasan-batasan yang dikemukakan di atas dapat kita ketahui bahwa ; a. Intelijensi itu ialah faktor total. Berbagai macam daya jiwa erat bersangkutan di
dalamnya (ingatan, fantasi, perasaan, perhatian, minat, dan sebagainya turut mempengaruhi intelijensi seseorang). b. Kita hanya dapat mengetahui intelijensi, dari tingkah laku atau perbuatannya yang tampak. Inteljensi hanya dapat kita kita ketahui dengan cara tidak langsung, melalui “kelakuan intelijensinya”. c. Bagi suatu perbuatan intelijensi bukan hanya kemampuan yang dibawa sejak lahir saja yang penting, faktor-faktor lingkungan dan pendidikanpun memegang pranan. d. Bahwa manusia itu dalam kehidupannya senantiasa dapat menentukan tujuan-tujuan yang baru, dapat memikirkan dan menggunakan cara-cara untuk mewujudkan dan mencapai cita-cita (M. Ngalim Purwanto, 1985). B.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Intelijensi Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi intelijensi seseorang sehingga terdapat perbedaan intelijensi antara orang yang satu dengan yang lainnya adalah sebagai berikut : a. Pembawaan, pembawaan ditentukan oleh sifat-sifat dan ciri-ciri sejak lahir. “Batas kesanggupan kita”, yakni dapat tidaknya memecahkan suatu persoalan, pertama-tama ditentukan oleh pembawaan kita. Orang itu ada yang pintar dan ada yang bodoh. Meskipun menerima latihan dan pelajaranyang sama, perbedaan-perbedaan itu masih tetap ada. b. Kematangan, tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Tiap organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan telah matang jika ia telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing. Kematangan berhubungan erat dengan umur seseorang. c. Pembentukan, ialah segala keadan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelijensi. Pembentukan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : pembentukan sengaja (seperti yang dilakukan di sekolahsekolah) dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh alam sekitar). d. Minat dan pembawaan yang khas, minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongandorongan (motif-motif) yang mendorong manusia untuk berinteraksi. Apa yang menarik minat seseorang mendorongnya untuk berbuat lebih baik lagi.
29 Panorama Nusantara, Vol. 1 No. 1
Juli – Desember 2006
e. Kebebasan, kebebasan berarti bahwa manusia dapat memilih metode-metode yang tertentu dalam memecahkan persoalan/masalah. Manusia mempunyai kebebasan memilih metode juga bebas memilih masalah sesuai dengan kebutuhannya. Dengan adanya kebebasan ini berarti bahwa minat itu tidak selamanya menjadi syarat dalam perbuatan intelijensi. 3. Perbedaan Kemampuan Pria dan Wanita Menjadi suatu pertanyaan bahwa pria dan wanita yang mendapatkan sistem pendidikan yang sama menghasilkan pengalaman, minat dan prestasi yang berbeda. Riset ilmiah tidak menunjukkan penyebab hal tersebut dikarenakan faktor biologis. Penjelasan teoritis adanya perbedaan tersebut lebih fokus pada faktor sosialisasi dan peranan dalam sistem sosial. Fungsi sosialisasi berperan saat siswa beada di sekolah dan menghabiskan waktu lebih dari enam jam per hari untuk belajar di sekolah atau melakukan kegiatan yang berhubungan dengan sekolah. Oleh karenanya, guru dan sekolah menjadi sumber penting dalam pembentukan sikap. Faktor jenis kelamin dalam sistem sekolah mencerminkan kondisi dalam masyarakat. Tingkah laku dan harapan yang kita gambarkan terhadap mereka cenderung/banyak dipengaruhi oleh stereotype jenis kelamin. Karakter pria digambarkan sebagai sosok yang agresif, selalu ingin tahu, berkompetisi dan ambisius; sedangkan wanita dipandang sbagai sosok yang lembut, penuh kasih saying dan cenderung kooperatif. David E. Lavin dalam sebuah jurnal yang berjudul ‘Sociological Determinants of Academic Performance’ (1965) telah melakukan studi sosiologi yang salah satunya mengukur pengaruh faktor ekologi dan demografi terhadap pencapaian nilai akademis (academic performance). Penelitian tersebut menggunakan beberapa variabel, salah satunya adalah jenis kelamin. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa siswa dengan jenis kelamin wanita memiliki nilai akademis lebih baik dibanding dengan siswa berjenis kelamin pria. Bukti-bukti juga menunjukkan secara jelas bahwa tingkat korelasi antara IQ dan nilai akademis pada wanita lebih menunjukkan kesesuaian dibanding dengan pria. Penelitian lain yang dilakukan oleh Diane Halpern (1998) menunjukkan bahwa wanita memiliki kemampuan lebih dalam melakukan pekerjaan yang terkait dengan kemampuan bahasa, kecepatan persepsi, menguraikan komunikasi non verbal dan artikulasi bicara.
Di sisi lain, pria memiliki keunggulan yang lebih dibanding wanita dalam tugas-tugas kerja bersifat visual yang membutuhkan obyek bergerak, penalaran, pengetahuan matematis, geografi dan pengetahuan umum. Namun pada saat yang sama, pria memiliki kesulitan/kelemahan dalam konsentrasi, dyslexia, serta gangguan emosi. Dalam sebuah tulisan dalam buku yang berjudul “The Sociology of Education : A Systematic Analysis, Eleanor Maccoby dan Carol Jacklin (1974) mendapatkan kesimpulan sebagai berikut : 1. Dalam kemampuan visual-spasial : pria unggul dari wanita 2. Dalam kemampuan verbal : wanita unggul dari pria, terutama pada usia dini. 3. Kemampuan matematis/berhitung : pria lebih unggul dari wanita. 4. Sikap agresivitas : pria secara fisik dan mental lebih agresif dibanding wanita. Namun dalam kemampuan intelegen, tidak terdapat perbedaan yang tetap, kemampuan tinggi tersebar merata pada semua jenis kelamin. Wanita mencapai prestasi yang lebih baik dibanding pria sepanjang menjalani pendidikan. Namun penilaian, prestasi pria/wanita tergantung dari materi tes; wanita dikatakan lebih berhasil dalam subyek reading, writing dan literature, sedangkan pria dalam bidang matematika/berhitung dan ilmu pasti. Howard Gardner seorang psikolog perkembangan yang memperkenalkan teori multikecerdasan anak, sebagaimana yang disampaikan oleh Dr. Ben Hamel ahli genetika dari UMC Nijmegen Belanda dalam sebuah seminar di Jakarta menyatakan bahwa kecerdasan seseorang sangat dipengaruhi oleh faktor genetika yang terkait dengan kromosom X yang berasal dari ibu. Setiap ibu yang cerdas berpotensi besar melahirkan anak yang cerdas pula. Pada saat fertilisasi (pembuahan), kromoson ayah XY bergabung dengan kromosom ibu sehingga menghasilkan zigot. Jika pertemuan kromosom X dari ayah dan kromosom X ibu, maka akan terlahir anak wanita, sedangkan jika kromosom Y ayah bertemu dengan kromosom X ibu, maka akan terlahir anak pria. (majalah Human Health edisi November 2003).
30 Panorama Nusantara, Vol. 1 No. 1
Juli – Desember 2006
Pengertian gender merujuk pada aspek sosiokultural yang menentukan pola perilaku, sedangkan jenis kelamin diartikan sebagai aspek biologis dari seorang individu. (Jeanne H. Ballantine, 1983)
TOTAL
SEBARAN NILAI SEMESTER
Ganjil 2003/2004 Genap 2003/2004 Ganjil 2004/2005 Genap 2004/2005 Ganjil 2004/2005
A
B
C
E
D
P
W
P
W
P
W
P
W
P
W
22
32
90
47
117
48
14
6
1
1
378
5.82
8.47
23.81
12.43
30.95
12.70
3.70
1.59
0.26
0.26
100 %
29
35
92
82
102
56
16
7
0
0
419
6.92
8.35
21.96
19.57
24.34
13.37
3.82
1.67
0.00
0.00
100 %
31
33
86
44
94
35
10
5
1
1
340
9.12
9.71
25.29
12.94
27.65
10.29
2.94
1.47
0.29
0.29
100 %
38
28
76
39
72
30
13
3
7
0
306
18.45
28.00
36.89
39.00
34.95
30.00
6.31
3.00
3.40
0.00
100 %
13
14
52
45
88
45
18
6
6
2
289
7.34
12.50
29.38
40.18
1.78
100 %
ANALISA DAN PEMBAHASAN Untuk memperoleh data yang dibutuhkan pada penelitian, penulis melakukan observasi terhadap seluruh nilai hasil mata kuliah Bahasa Inggris selama 5 (lima) semester, mulai dari semester ganjil tahun akademik 2003/2004 sampai dengan semester ganjil tahun akademik 2005/2006, dengan mengabaikan jurusan dan tingkatan mata kuliah. Sebagaimana yang telah disampaikan pada pembahasan sebelumnya, pengajaran Bahasa Inggris di AKPINDO, baik untuk jurusan Usaha Wisata maupun Perhotelan, disampaikan selama 4 (empat) semester dengan penjabaran berturut-turut Bahasa Inggris Umum, Bahasa Inggris Profesi I, Bahasa Inggris Profesi II dan Bahasa Inggris Profesi III. Dari hasil observasi didapat jumlah total populasi tiap semester adalah sebagai berikut : 1. semester ganjil tahun 2003/2004 sebanyak 378 peserta 2. semester genap tahun 2003/2004 sebanyak 419 peserta 3. semester ganjil tahun 2004/2005 sebanyak 340 peserta 4. semester genap tahun 2004/2005 sebanyak 306 peserta 5. semester ganjil tahun 2005/2006 sebanyak 289 peserta Selama 5 semester diperoleh data hasil penilaian yang terlihat dalam tabel 1, sebagai berikut :
49.72 40.18 10.17 5.36 3.39 Keterangan : P = Pria dan W = Wanita
Karena tiap semester anggota populasinya kemungkinan besar cenderung berulang atau dengan kata lain sebagian dari anggota populasi orangnya sama maka analisa dilakukan tiap semester dengan demikian sampel/populasinya tetap saling bebas. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan nilai bahasa Inggris teori mahasiswa pria dan wanita bentuk hipotesisnya adalah sebagai berikut : Ho : nilai bahasa Inggris pria ≥ nilai Bahasa Inggris wanita H1 :nilai Bahasa Inggris pria < nilai Bahasa Inggris wanita Uji statistik : Mann-Whitney Test satu pihak Besar α = 0,05 maka -Z 0,05 = -1,64 (tabel normal, Walpole/Myers, 1995) Kaidah : karena uji satu pihak, yaitu pihak kiri, tolak Ho jika Z hitung < - Z 0,05 atau nilai signifikasi ≤ α (0,05). Hasil pemrosesan data dengan software SPSS disajikan dalam tabel sebagai berikut: NPar Tests semester ganjil 03/04 Mann-Whitney Test Ranks
Nilai
Tabel 1 Daftar Nilai Bahasa Inggris Mahasiswa AKPINDO Semester Ganjil 2003/2003 s.d Semester Ganjil 2005/2006 (berdasarkan nillai komulatif)
Jenis kelamin Wanita Pria Total
N 134 244 378
Mean Rank 211.91 177.19
Sum of Ranks 28396.50 43234.50
Test Statisticsa Nilai Mann-Whitney U 13344.500 Wilcoxon W 43234.500 Z -3.176 Asym p. Sig. (2-tailed) .001 a. Grouping Variable: Jenis kelamin
31 Panorama Nusantara, Vol. 1 No. 1
Juli – Desember 2006
Test Statisticsa
NPar Tests semester genap 03/04 Mann-Whitney Test
Nilai Mann-Whitney U 8071.000 Wilcoxon W 23824.000 Z -2.863 Asym p. Sig. (2-tailed) .004
Ranks
Nilai
Jenis kelamin Wanit a Pria Total
N
Mean Rank 230.02 194.92
180 239 419
Sum of Ranks 41403.50 46586.50
a. Grouping Variable: Jenis kelamin
Tabel 2 Perbandingan nilai signifikasi, Z hitung dan ratarata mutu nilai mahasiswa tiap semester
Test Statisticsa Nilai Mann-Whitney U 13344.500 Wilcoxon W 43234.500 Z -3.176 Asym p. Sig. (2-tailed) .001
Rata-Rata Nilai No SEMESTER Jenis Kelamin
a. Grouping Variable: Jenis kelamin
NPar Tests semester ganjil 04/05 Mann-Whitney Test
1
2
Mutu
Ganjil
P
2,48
2003-2004
W
2,77
Genap
P
2,56
2003-2004
W
2,81
Ganjil
P
2,61
2004-2005
W
2,87
Genap
P
2,61
2004-2005
W
2,92
Ganjil
P
2,27
2005-2006
W
2,56
Nilai Z
hitung
signifikasi
Kesimpulan
-3,176
0,001
tolak H
-3,147
0,002
tolak H
-2,824
0,005
tolak H 0
-2,507
0,012
tolak H
-2,863
0,004
tolak H
0
0
Ranks
Nilai
Jenis kelamin Wanita Pria Total
N 118 222 340
Mean Rank 189.90 160.19
Sum of Ranks 22408.00 35562.00
3
4
Test Statisticsa Nilai Mann-Whitney U 10809.000 Wilcoxon W 35562.000 Z -2.824 Asym p. Sig. (2-tailed) .005
5
a. Grouping Variable: Jenis kelamin
*) Keterangan : Rata-rata mutu dihitung berdasarkan mutu nilai A=4, B=3, C=2, D=1 dan E=0
NPar Tests semester genap 04/05 Mann-Whitney Test Ranks
Nilai
Jenis kelamin Wanita Pria Total
N 100 206 306
Mean Rank 170.76 145.12
Sum of Ranks 17076.50 29894.50
Test Statisticsa Nilai Mann-Whitney U 8573.500 Wilcoxon W 29894.500 Z -2.507 Asym p. Sig. (2-tailed) .012 a. Grouping Variable: Jenis kelamin
NPar Tests semester ganjil 05/06 Mann-Whitney Test Ranks
Nilai
Jenis kelamin Wanita Pria Total
N 112 177 289
Mean Rank 161.44 134.60
Sum of Ranks 18081.00 23824.00
Berdasarkan hasil penghitungan uji Mann-Whitney tiap semester dengan software SPSS dan hasilnya terangkum pada tabel 2, maka dapat diinterpretasikan sebagai berikut : Pada semester ganjil tahun 2003/2004 nilai Z hitung sebesar –3,176, lebih kecil dari –Z0,05 yaitu sebesar –1,64. Disamping itu nilai signifikasi juga lebih kecil dari 0,05, yaitu sebesar 0,001. Dengan demikian tidak cukup bukti untuk mempertahankan H0, atau dapat disimpulkan bahwa nilai teori bahasa Inggris mahasiswa wanita lebih baik dari nilai bahasa Inggris teori mahasiswa pria. Hal ini diperkuat dengan rata-rata mutu nilai pada semester ganjil 2003/2004, yaitu nilai rata-rata pria sebesar 2,48 sedangkan wanita nilai rataratanya 2,77. Untuk empat semester berikutnya, yaitu genap 03/04, ganjil 04/05, genap 04/05 dan ganjil 05/06 juga memperlihatkan hal yang sama seperti pada semester ganjil 03/04, yaitu nilai Zhitung lebih kecil dari –Z0,05 dan nilai signifikasinya juga lebih kecil dari 0,05 yang
32 Panorama Nusantara, Vol. 1 No. 1
Juli – Desember 2006
0
0
mengharuskan untuk menolak hipotesis H0. Dengan demikian kelima semester tersebut di atas menunjukan bahwa nilai bahasa Inggris teori mahasiswa wanita lebih baik dari nilai bahasa Inggris teori mahasiswa pria, hal ini juga diperkuat dengan rata-rata nilai mutunya yang memperlihatkan nilai wanita lebih baik dari nilai pria. Hasil ini memang belum mutlak tingkat kebenarannya, karena data nilai bahasa Inggris berbentuk ordinal sehingga belum bisa dibandingkan antara nilai yang satu dengan nilai lainnya. Sebagai contoh seseorang yang mendapatkan nilai A belum tentu kualitasnya pasti lebih baik dari seseorang yang mendapat nilai B atau C. Selain itu nilai ujian bahasa Inggris teori seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor di samping kemampuan orang tersebut dalam berbahasa Inggris yang telah diajarkan oleh dosennya, di antaranya : 1. kesiapan dalam menghadapi ujian, wanita biasanya lebih rajin belajar dan cenderung berdiam diri di dalam rumah dibandingkan dengan pria yang lebih sering bermain di luar rumah. 2. lingkungan dan sosok dosen di kelas, seseorang yang menyukai cara belajar di kelas dan cara mengajar dosennya cenderung mempunyai motivasi lebih baik untuk maju dan berprestasi. 3. subjektivitas seorang dosen, mahasiswa yang rajin dan akrab dengan dosennya biasanya mendapat nilai lebih dari dosennya walaupun nilai ujiannya biasabiasa saja. 4. masalah-masalah lain yang ada di pikiran seseorang di dalam ataupun di luar kampus yang dapat mengganggu konsentrasi mahasiswa dalam kuliah atau ujian. KESIMPULAN Dari penelitian yang dilakukan untuk mengukur kemampuan berbahasa Inggris pria dan wanita dengan studi kasus mahasiswa Akademi Pariwisata Indonesia Jakarta, diperoleh gambaran awal bahwa kemampuan mahasiswa wanita lebih tinggi dibanding mahasiswa pria. Hasil ini memang belum final karena belum menyertakan data yang menyeluruh menyangkut kemampuan seseorang dalam berbahasa Inggris, seperti: reading speaking, listening, dll, namun demikian penelitian ini setidaknya mempertegas teori yang disampaikan beberapa ahli psikilogi yang menyebutkan bahwa wanita memiliki kecerdasan berbahasa yang lebih
dibanding dengan pria walaupun dalam penelitian ini yang digunakan hanya data hasil ujian bahasa Ingris teori mahasiswa Akpindo. SARAN Karena penelitian ini belum menggunakan seluruh aspek kemampuan seseorang dalam berbahasa Inggris, maka disarankan diadakan penelitian lanjutan yang menyertakan data-data yang lebih lengkap seperti nilai toefl, toeic, dll. Disamping itu juga perlu diadakan penelitian mengenai bahasabahasa yang lain seperti bahasa Indonesia, Jepang, Prancis, ataupun bahasa-bahasa daerah/suku di Indonesia dengan data yang lengkap dan valid tantunya. REFERENSI Ballantine, Jeane H, The Sociology of Education : A Systematic Analysis, Prentice-Hall,Inc., Englewood Cliffs, New Jersey, 1983 Byrkit, Donald R, Statistics Today, A Comprehensive Introduction, The Benjamin/Cummnings Publishing Company, California, 1987 Lefrancois, Guy R, Psycology for Teaching, Wadsworth Publishing Company, Belmont, California, 1985 Purwanto, M. Ngalim, Psikologi Pendidikan, Remadja Karya CV, Bandung, 1985 Subiyakto, Haryono, Statistika 2, Penerbit Gunadarma, Jakarta, 1994 Sugiyono, Statistik Non Parametrik Untuk Penelitian, Penerbit Alfabeta, Bandung, 1999 Sulaiman, Wahid, Statistik Non Parametrik, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2003 Walpole, Ronald E, Myers, Raymond H, Ilmu Peluang dan Statistika Untuk Insinyur dan Ilmuwan, Penerbit ITB, Bandung, 1995 Wijaya, Statistika Non Parametrik (Aplikasi Program SPSS), Penerbit Alfabeta, Bandung, 2001 ………….., majalah Human Health edisi November 2003.
33 Panorama Nusantara, Vol. 1 No. 1
Juli – Desember 2006