HASIL PENELITIAN
Globalisasi dan Pola Makan Mahasiswa: Studi Kasus di Jakarta Charles Surjadi Bagian Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Pencegahan, Fakultas Kedokteran UNIKA Atmajaya, Jakarta, Indonesia
ABSTRAK Untuk mempelajari kaitan antara globalisasi dengan pola konsumsi makanan mahasiswa universitas di Jakarta, dilakukan wawancara mendalam pada 36 informan kunci dan diskusi kelompok terarah pada 16 mahasiswa. Faktor utama yang memengaruhi perilaku konsumsi makanan mahasiswa adalah kebijakan universitas, keberadaan restoran, mahasiswa, keluarga dan teman sebaya. Studi ini menyimpulkan bahwa globalisasi meningkatkan konsumsi makanan instan di antara mahasiswa. Faktor yang berkaitan dengan itu antara lain tidak ada waktu khusus untuk makan siang, kebiasaan menghabiskan waktu di outlet makanan, dan adanya pertemuan yang berulang kali. Studi ini mengindikasikan pentingnya pendekatan determinan sosial dan pendekatan intersektoral pada masalah kesehatan masyarakat, seperti asupan makanan dan obesitas. Kata kunci: globalisasi, pola makan, mahasiswa
ABSTRACT To study the effect of globalisation to food consumption behaviour of university students in Jakarta, in-depth interviews to 36 key informants and focus group discussion to 16 students were conducted. Main factors that affected food consumption behaviour among university students are: university policy, availability of restaurants, university students, households and friends. The study concluded that globalisation increases instant food consumption among university students, Factors that related of the food consumption pattern among others are no lunch time allocation, habit to spent time at food outlet and frequent meetings. This study indicates the importance of social determinant approach and intersectoral approach to solve some public health problems such as food intake and obesity. Charles Surjadi. Globalisation and Dietary Pattern among University Students: Case Study in Jakarta. Key words: globalisation, food consumption behaviour, university students
PENDAHULUAN Globalisasi mengakibatkan perubahan perilaku penduduk yang antara lain mengakibatkan meningkatnya kejadian obesitas akibat ketidakseimbangan asupan makanan dan aktivitas.1 Kejadian obesitas, diabetes melitus, dan hiperkolesterolemia meningkat dengan cepat di negara berkembang, termasuk Indonesia.2 Penelitian di Indonesia melaporkan bahwa 20,1% mahasiswa fakultas kedokteran di Jakarta mengalami kelebihan berat badan,3 sedangkan 10,3% penduduk Indonesia berusia 15 tahun atau lebih mengalami kelebihan berat badan.4 Faktor yang diduga berperan penting adalah pemasaran dan distribusi produk makanan global yang terutama dilakukan perusahaan multinasional. Faktor yang memiliki peran penting5 ialah: (a) kemajuan teknologi yang Alamat korespondensi
416
berakibat pada pola hidup yang kurang aktif, (b) globalisasi proses produksi makanan, pemasaran dan teknik distribusi, (c) ekspansi media massa global, (d) faktor lain. Terjadi pergeseran pola konsumsi gizi penduduk yang ditandai dengan meningkatnya konsumsi daging, produk susu, garam dan gula dan penurunan konsumsi sereal, kacang-kacangan.6 Keadaan ini berkaitan dengan masalah obesitas dan penyakit tidak menular.7 Penelitian kualitatif ini dilakukan untuk mengetahui proses perubahan yang terjadi karena globalisasi dan pengaruhnya. Penelitian dilakukan di Jakarta pada tahun 2010, merupakan bagian penelitian multisenter dilakukan di Bangkok, New Delhi, Dakka, Kolombo dan Jakarta yang didukung oleh WHO SEARO.8
TUJUAN, BAHAN, DAN METODE Penelitian ini bertujuan ingin mengetahui bagaimana globalisasi sebagai determinan sosial dari kesehatan memengaruhi pola konsumsi makanan mahasiswa. Metodologi penelitian ini adalah studi etnografi terarah yang terdiri dari beberapa cara seperti diuraikan pada tabel 1. Responden mahasiswa dipilih secara langsung melalui teknik snowball. Selain itu, dipilih informan lain, seperti orang tua mahasiswa, pimpinan kampus, serta manajer atau penjual makanan. Panduan wawancara telah disusun oleh tim peneliti, dimodifikasi, diujicoba dan diadaptasi sesuai dengan budaya Indonesia Analisis hasil wawancara berupa transkrip dan
email:
[email protected]
CDK-205/ vol. 40 no. 6, th. 2013
HASIL PENELITIAN Tabel 1 Responden penelitian menurut metode pengumpulan data Responden
Metode pengumpulan data
8 mahasiswa yang mempunyai masalah kesehatan khususnya penyakit kronis seperti tekanan darah tinggi, jantung, kegemukan, kolesterol tinggi 8 mahasiswa yg tidak mempunyai masalah kesehatan
Wawancara mendalam
8 mahasiswa gemuk
Diskusi kelompok terarah
8 mahasiswa tidak gemuk
Diskusi kelompok terarah
5 orang tua mahasiswa
Wawancara mendalam
5 orang pengelola kantin universitas
Wawancara mendalam
5 orang pengelola restoran cepat saji ( AW, McDonald, KFC, Pizza Hut, Hoka-hoka Bento)
Wawancara mendalam
5 orang pimpinan universitas/fakultas
Wawancara mendalam
Wawancara mendalam
GLOBALISASI EKONOMI INFORMASI TRANSPORTASI
PENJAJA MAKANAN KAFE BAKERY
INDUSTRI SIAP SAJI RESTORAN SIAP SAJI
KELUARGA MAHASISWA
POLA KONSUMSI MAKANAN
UNIVERSITAS
TEMAN KELOMPOK BERGAUL
LAYANAN KESEHATAN
Gambar 1 Interaksi globalisasi dengan lingkungan kehidupan mahasiswa yang berakibat pada perubahan pola konsumsi makanan mahasiswa
rekaman wawancara dikelompokkan sesuai topik yang akan dianalisis dibedakan atas jenis responden, dibuat matrik per topik analisis. Analisis logis digunakan dengan menyusun hasil dari matriks, yang memperlihatkan ada tidaknya korelasi. HASIL Hasil wawancara dikelompokkan menjadi empat topik utama sesuai Gambar 1 yaitu A. Kondisi dan kebijakan universitas, B. Mahasiswa dan keluarganya C. Penjual makanan seperti makanan siap saji dan kantin di kampus D. Teman dan kelompok sebaya.
CDK-205/ vol. 40 no. 6, th. 2013
A. Kondisi universitas yang memengaruhi pola makan mahasiswa Empat faktor utama dari kondisi universitas yang memengaruhi pola makan mahasiswa: 1. Waktu makan siang yang terbatas, 2. Pertemuan atau event tertentu di kampus 3. Jadwal kuliah yang ketat, 4. Jam kuliah yang kosong. 1. Waktu makan siang terbatas Upaya mempercepat masa belajar di universitas berupa pengkonsentrasian materi belajar dan waktu belajar yang makin singkat mengakibatkan kepadatan kegiatan
mahasiswa, libur semester digunakan untuk kuliah tambahan agar dapat memperbaiki nilai. Sebagian mahasiswa selalu terlambat makan siang atau kadang tidak makan siang dan hanya mengemil kecuali membawa bekal dari rumah untuk makan siang. “Bagaimana mau memilih makanan yang baik, waktunya hampir tidak ada , hanya tersedia setengah jam, yang terpaksa cepat makan makanan yang cepat tersedia supaya bisa langsung di makan dan langsung siap-siap kuliah selanjutnya.” “Gimana mau mikirin makanan , lagi pusing dengan kuliah, siap-siap tugas lebih lebih waktu ujian, duit sudah habis untuk foto kopi, yah makan asal tuk cegah perut lapar yang penting kenyang dan langsung ikut diskusi dan kuliah.” 2. Pertemuan atau event tertentu di kampus Sudah merupakan kebiasaan pada kegiatan kemahasiswaan berupa seminar atau perayaan tertentu disediakan makan siang yang dari restoran di sekitar universitas. Dan biasanya adalah makanan siap saji. “Paling sip kalo ramai perayaan seperti dies natalis/ulang tahun fakultas dan event event tertentu termasuk seminar, kita pasti ikut antara lain makan gratis bo.” “Rapat-rapat juga biasa suplai makanan bagi peserta rapat, sip deh pasti saya ikut.” 3. Jadwal kuliah yang ketat Jadwal kuliah yang ketat mengakibatkan mahasiswa sulit menyediakan waktu untuk makan. Pada masa tertentu mahasiswa cenderung menggunakan waktu mereka untuk belajar bersama dan menggunakan uang saku mereka untuk memfotokopi materi ujian. Waktu dan uang yang terbatas mengakibatkan beberapa mahasiswa tidak makan atau makan sembarang asalkan perut terisi dan kenyang. 4. Jam kuliah kosong karena dosen tidak datang Jam kuliah kosong karena dosen tidak datang, menciptakan situasi untuk makan bersama dan mengobrol di kantin atau restoran, dan tempat yang sering dipakai adalah restoran siap saji atau kantin.
417
HASIL PENELITIAN B. Penjual makanan Terdapat beberapa tipe penjual makanan dalam kampus antara lain restoran, dan kantin dengan beberapa jenis makanan untuk mahasiswa dan penjaja makanan di sekitar kampus. Di samping itu ada penjaja makanan di sekitar universitas yang biasanya menjual satu atau dua jenis makanan seperti soto tangkar, sate dan soto mie. Beberapa penjaja makanan menyediakan nasi, makanan yang dijual pada kantin besar lebih banyak gorengan daripada makanan yang direbus, semua penjual makanan memasak makanan di rumah kemudian mereka membawa makanan yang sudah matang tersebut untuk dijual di kampus dan jika perlu tinggal dipanaskan saja terutama yang berkuah. “Makanan yang dijual sudah dimasak dulu, pembeli memilih sendiri makanan yang sudah matang tersebut, sukanya apa, makan mau pake apa.” “Kalo di sini daging untuk sotonya kan sudah matang jadi tinggal dipotong-potong, kalo yang pesan daging atau campur kita tinggal potong dan masukin ke mangkok, tambah kuah hangat terus dihidangkan.” “Masakan yang dijual macam-macam seperti capcay, nasi goreng, rendang, nasi putih, bihun goreng, telur goreng, sayur nangka, lodeh dan tempe.” 1. Industri makanan siap saji Pada studi ini, di area dalam jarak 100 meter dari universitas terdapat banyak restoran siap saji, Industri makanan siap saji melalui outlet mereka seperti di supermarket, restoran siap saji. Industri makanan menarik calon pelanggan melalui promosi seperti diskon, coba gratis, tempat yang nyaman untuk makan, layanan pesan antar, dan penyesuaian dengan makanan setempat seperti menyediakan nasi selain produk utama mereka. Promosi produk mereka melalui sms, iklan di televisi, koran membuat mahasiswa untuk secara rutin mengkonsumsi produk restoran siap saji. 2. Penjaja makanan, restoran kecil dan toko roti Penjaja makanan dan restoran kecil merupakan pilihan utama mahasiswa karena harga yang lebih murah dan makanan tertentu yang dijual. Dibandingkan semua penjual makanan di kampus penjaja makanan menjual
418
makanan dengan harga paling murah diikuti dengan restoran kecil dengan harga makanan menengah, dan restoran siap saji dengan harga paling mahal. Untuk mendapatkan rasa yang enak umumnya penjual makanan menambahkan santan, penguat rasa MSG dengan bahan-bahan lain yang berlemak dan bergula. Makanan dianggap sudah sehat bila makanan tersebut segar, disiapkan hari itu juga, dan bersih, perlengkapan makan dan tempat berjualan juga bersih, tidak ada lalat. Tidak ada perhatian terhadap kandungan gizi pada makanan yang dijual, yang penting enak dan harga terjangkau. Harga makanan yang dijual oleh penjaja makanan adalah yang paling murah dibandingkan dengan penjual makanan lain di kampus. C. Perilaku makan mahasiswa 1. Frekuensi makan Sesuai kebiasaan di Indonesia, sebagian besar responden mahasiswa makan 3 kali sehari dengan menu utama nasi, hanya 4 dari 16 orang mahasiswa yang tidak makan nasi, 3 mahasiswa minum susu atau kopi dengan roti yang merupakan kebiasaan dari kecil. Mahasiswa lain tidak makan apapun sebagai upaya mereka untuk melangsingkan tubuh. Ada juga kebiasaan dalam keluarga yang mempercayai lebih baik tidak makan pagi terlalu banyak khususnya nasi karena bisa membuat mengantuk. Beberapa keluarga makan roti dan minum susu atau kopi saja. 2. Kebiasaan mempersiapkan makanan dan memasak Semua keluarga mahasiswa memasak sendiri, yang memasak adalah ibu mereka dibantu oleh pembantu. Alasannya adalah karena lebih murah dan sehat. Mereka membeli bahan makanan segar dari penjual keliling, 7 keluarga lainnya membeli ke pasar tradisional, 3 orang biasa membeli bahan makanan di supermarket alasannya karena bersih, tidak perlu tawar-menawar dan kualitasnya bagus. Berbeda dengan keluarganya sebagian besar mahasiswa tidak masak sendiri, hanya 3 dari 16 orang mahasiswa memasak sendiri makanannya, seorang mahasiswa memasak makanannya karena menurutnya makanan di luar sudah tercemar, yang lain mengatakan biasa masakan mie instan untuk makan paginya, mahasiswa lain memasak makanan
beku. Tiga mahasiswa yang memasak makanan sendiri adalah anak kost karena lebih murah dan sehat. Untuk menjaga bahan makanan sesudah dibeli, 10 responden mahasiswa yang tinggal dengan keluarganya mempunyai kulkas sendiri. Sementara 4 dari 6 orang mahasiswa yang tinggal di tempat kost mempunyai kulkas juga, yang digunakan untuk menyimpan daging segar, buah, sayur-sayuran dan snack. Enam mahasiswa menyimpan makanan olahan di kulkas, di antara mahasiswa ada yang makan mie instan. 3. Rumah dan tempat indekost, masa kecil, makan bersama dan pengaruhnya terhadap pola kebiasaan makanan Sebelas dari 16 mahasiswa masih tinggal dengan orang tuanya. Pola makan mahasiswa yang tinggal dengan orang tuanya didominasi terutama oleh pola makan keluarganya, karena jumlah makanan yang dimakan dan makanan mahasiswa tersebut selalu dijaga oleh ibu mereka. Di antara mahasiswa yang tinggal jauh dari rumah, 5 orang pola makannya berbeda dengan ketika mereka tinggal di rumahnya, karena mereka mempersiapkan makan sendiri, biasanya terlambat makan atau di luar jadual kebiasaan karena waktu yang terbatas, dan harus memperhitungkan uang yang mereka punya. Pilihan lainnya membeli makanan di warung atau penjaja makanan. 4. Makan bersama keluarga Semua responden biasa makan di rumah, ini dilakukan oleh mahasiswa yang tinggal dengan orangtuanya, empat mahasiswa tidak mempunyai kebiasaan makan bersama karena terbiasa makan sendiri-sendiri. Bagi mahasiswa yang tidak tinggal dengan orang tuanya, makan bersama dilakukan saat pulang ke rumah pada akhir pekan atau libur kuliah. Di samping makan bersama di rumah, semua responden kecuali satu mahasiswa biasa makan bersama di restoran dengan bermacam frekuensi yaitu sekali seminggu, sekali sebulan atau tiga kali sebulan. Biasanya mereka makan makanan lokal seperti nasi uduk, nasi goreng, nasi campur, gado-gado, sate ayam dan lain-lain tetapi ada 5 responden yang terbiasa makanan barat. Pada waktu makan biasanya keluarga berdiskusi tentang pekerjaan, teman-teman
CDK-205/ vol. 40 no. 6, th. 2013
HASIL PENELITIAN dan lain-lain, beberapa mendiskusikan makanan sehat dan restoran yang bagus, tidak ada yang berdiskusi tentang ideologi makan dan arti makanan dalam budaya dan kehidupan keluarga. Informasi arti makan dan hubungannya dengan budaya biasanya muncul dari peristiwa tertentu saja. 5. Pengaruh keluarga terhadap pola konsumsi makanan Di samping kebiasaan makan bersama anggota keluarga, keluarga juga punya pengaruh terhadap pola konsumsi makan sampai pengawasan pada makanan anaknya terutama oleh ibu. Dorongan lain adalah berupa nasihat seperti makan makanan sehat yang mengandung sayuran, makan makanan bersih dan sehat, mengatur dan diharapkan makan makanan yang dimasak ibu, melarang makan di luar rumah kecuali pada acara tertentu dan lain-lain. 6. Kebiasaan makan makanan siap saji Semua responden mempunyai kebiasaan makan makanan siap saji kecuali 4 orang, tidak makan makanan siap saji karena lebih suka makanan yang segar, tidak suka makanan yang tidak segar / sudah disimpan (/bekas), dan lebih suka makanan rumahan. Alasan mengapa mahasiswa dan keluarganya menyukai makanan siapa saji adalah: a) kemasannya lebih murah, maksudnya kemasan ini membuat mahasiswa tersebut suka akan makanan siap saji karena dengan uang yang pas-pasan mahasiswa dapat membeli bermacam-macam makanan, b) rasanya enak dengan citarasa khusus. Responden lain mengatakan tidak menyukai makanan siap saji karena lebih suka nasi goreng atau nasi saja dengan tambahan bermacam-macam lauk makanan, c) makanan siap saji adalah makanan tidak sehat, d) makanan siap saji mahal karena itu untuk menghemat uang mereka dengan makan makanan yang biasa saja 7. Kebiasaan makan makanan lokal dan barat Jenis makanan lokal yang biasa dimakan oleh mahasiswa adalah nasi uduk, bubur ayam, mie goreng, gado-gado, bakso, dan makanan global. Makanan ala barat yang biasa di makan oleh mahasiswa adalah burger, pizza, fried chicken, dan lain-lain.
CDK-205/ vol. 40 no. 6, th. 2013
8. Pengaruh media terhadap makanan Ada efek tertentu dari media terhadap makanan, antara lain promosi makanan seperti adanya potongan harga, bisa paket dan harga murah, beli satu dapat satu makanan lagi, potongan harga bagi pengguna kartu kredit dan untuk memberikan informasi tentang jenis makanan yang baru. Di samping itu ada juga pengaruh bahwa mahasiswa menjadi takut dan rendah diri ketika makan makanan tertentu khususnya makanan yang tercemar, dan makanan yang mengandung plastik, makanan yang dipandang murah /kampungan hal ini dikatakan oleh 4 responden. Teman-teman juga mempunyai pengaruh tertentu pada pola konsumsi makan mahasiswa di universitas, pengaruh itu antara lain: a) beberapa teman-teman ada yang menjual makanan kecil untuk sumbangan, b) memberikan informasi tentang makanan yang enak dan murah, c) mendorong untuk mengobrol dan makan bersama walaupun ada juga mahasiswa tertentu yang tidak mengikuti desakan dari teman-temannya. 9. Kehidupan sehari-hari sebagai mahasiswa dan pola konsumsi makanan Beberapa faktor gaya hidup yang ada di antara mahasiwa adalah: a. jadwal kuliah yang padat dan masa ujian Tujuh dari 16 mahasiswa mengatakan jadual kuliah di universitas yang padat membuat mereka sulit untuk makan santai dan menikmati makanannya dan mengikuti jadual makan di keluarganya b. pola dari cara belajar dan olahraga Enam dari 16 responden mengatakan bahwa gaya belajar, waktu dan cara mereka belajar memengaruhi konsumsi makan. Sudah menjadi hal yang biasa mereka sering kali makan makanan kecil (snack) selama belajar dan ketika belajar malam hari beberapa mahasiswa mencari makan, biasanya mereka pada penjaja keliling atau memasak mie instan. Di samping belajar, mereka juga melakukan latihan fisik secara teratur seperti futsal, jalan pagi hari, bola basket, berenang, kungfu, bola kaki dan fitness. Kegiatan tersebut tidak memengaruhi pola makan mereka, akan tetapi ada di antara mahasiswa yang sudah dewasa, pergi ke restoran sesudah olah raga, ada juga yang pulang untuk mandi dan tidur.
Semua mahasiswa tidak bekerja untuk menghasilkan uang, mereka masih dibantu penuh oleh orang tuanya, hanya 3 mahasiswa yang mengatakan bahwa pekerjaan orang tua berpengaruh pada pola konsumsi makannya; karena kesibukan dan jadwal orang tua yang padat khususnya ibu, maka keluarga mereka berlangganan pada penyedia makanan dan kadang-kadang pada hari tertentu orang tua mereka membeli makanan dari restoran (restoran siap saji atau lainnya). D. Orang tua mahasiswa Pengaruh orang tua terhadap pola makan mahasiswa terjadi melalui: 1. Kebiasaan makan dan penyiapan makanan Para responden biasanya memasak makanan mereka pada pagi hari kecuali satu responden yang memasak pada sore hari karena tidak ada anggota keluarganya yang makan siang hari di rumah karena seharian bekerja. Ide tentang jenis makanan yang harus dipersiapkan oleh para ibu diperoleh dari televisi, pengalaman dari orang tua dan keluarganya dan dari majalah. 2. Frekuensi makan mahasiswa dan makan bersama di antara keluarga Sebagian besar para ibu mengatakan bahwa anak mereka makan 3 kali sehari, mereka menuntut hal ini untuk menjaga kesehatan anaknya, akan tetapi ada satu orang mahasiswa yang makan 2 kali sehari karena kebiasaan dalam keluarganya dan untuk mencegah obesitas. Makan bersama selalu teratur dilakukan oleh para ibu, sebagai bagian dari komunikasi dalam keluarga, hanya satu responden yang mengatakan tidak mempunyai kebiasaan makan bersama. Ada restoran favorit sebagai tempat makan bersama mereka, sasaran restorannya pun bermacam-macam dari makanan mall, restoran Cina dan restoran siap saji. DISKUSI Obesitas berkaitan dengan agen (makanan), host (mahasiswa dan keluarga) dan lingkungan (lingkungan keseharian),9 penelitian ini mengindikasikan bahwa faktor penting yang mungkin berkaitan dengan perubahan pola konsumsi mahasiswa antara lain a) dari segi lingkungan; kondisi dan kebijakan universitas,
419
HASIL PENELITIAN Tabel 2 Faktor utama yang berhubungan dengan konsumsi makanan olahan, makanan siap saji di antara mahasiswa Faktor Utama
Faktor yang Berkontribusi
Faktor yang Menghambat
1
Universitas
Tidak adanya kebijakan untuk menyediakan waktu makan pagi dan siang kepada mahasiswa Event atau rapat-rapat di universitas Jadual kuliah yang ketat Waktu kosong karena tidak ada dosen
Informasi mengenai makanan sehat yang bergizi
2.
Penyedia makanan, restoran siap saji, dan restoran keluarga
Kegiatan promosi, paket hemat Panduan pada resep makanan Promosi kebersihan dan kualitas makanan
Harga yang relatif lebih mahal dibandingkan dengan makanan tradisional
Penyedia makanan, kantin
Harga disesuaikan dengan keadaan mahasiswa Keramahan dan hubungan yang personal dengan mahasiswa
Masalah penggunaan pengawet makanan
Penyedia makanan, penjaja makanan, dan restoran kecil
Makanan spesifik dengan harga murah, mengandung banyak lemak dan bahan lain
Masalah penggunaan pengawet makanan
Mahasiswa dan keluarga
Ibu yang bekerja Makanan yang sering dimakan dan kebiasaan makan di luar Tinggal di kos Kepemilikan kartu kredit
Makan tiga kali sehari dengan nasi sebagai makanan pokok Kebiasaan menyiapkan dan membawa bekal Makan bersama keluarga
3
4
Teman
Teman yang menjual cemilan untuk kegiatan mahasiswa Rapat-rapat dan perayaan Kelompok bermain waktu olahraga
b) mahasiswa dan keluarganya c) makanan yaitu jenis makanan, mulai dari rasa, mudahnya disiapkan dan lain lain. Tabel 2 menunjukkan faktor-faktor yang berkontribusi dan yang menghambat mahasiswa mengonsumsi makanan siap saji dan makanan olahan. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa faktor utama yang berperan dalam perubahan makan yang mengarah ke obesitas pada mahasiswa, bukan hanya ketidakseimbangan asupan dan energi, tetapi didominasi oleh faktor lingkungan tempat mereka melaksanakan keseharian mereka seperti universitas, teman-teman, ketersediaan makanan melalui restoran dan rumah yang dikelompokkan menjadi faktor-faktor internal dan eksternal. Dengan perkataan lain masalah ini tergantung pada faktor komunitas dan kebijakan yang lebih tinggi. Ini sesuai dengan konsep pendekatan sosioekologi10 dan kerangka pikir determinan sosial kesehatan,11 yang menekankan pentingya pendekatan multi level, dalam arti adanya: 1. Kebijakan nasional, seperti pemasaran makanan, pengaturan restoran siap saji, makanan sehat untuk mahasiswa di kantin kampus, fasilitas olahraga dan waktu yang cukup untuk berolahraga, disertai adanya upaya di tingkat lokal; di samping penerapan pajak dan pembatasan kampanye dan makanan-makanan yang berukuran super,
420
panduan untuk makanan sehat dan konsumsi yang sehat, kode etik pemasaran seperti jumlah kalori yang terkandung dalam produkproduk mereka, pemberian label-label nutrisi untuk mahasiswa, anak-anak dan kelompok risiko tinggi. Pemasaran yang sehat berkaitan dengan makanan dan produk makanan perlu menjadi perhatian pemerintah (tidak hanya pihak kesehatan tetapi juga pihak perdagangan dan sektor pendidikan). 2. Kebijakan universitas: bagaimana mahasiswa dapat melakukan aktivitas seharihari di kampus seperti perilaku sehat dalam kelompok mahasiswa, mengubah makanan cemilan dan kebiasaan makan pada rapat mahasiswa menjadi buah, sayuran dan makanan tradisional yang sehat. menyediakan tempat untuk mahasiswa makan dan istirahat selama makan siang. 3. Kebijakan untuk penjual makanan di kampus dan pemasaran makanan seperti daftar kadar nutrisi pada makanan di kampus, makanan segar dan mengandung sayur dan buah, kurang mengandung lemak trans. Khusus berkaitan dengan kebijakan universitas atau tatanan pendidikan atau sekolah temuan penelitian ini searah dengan kajian WHO yang mengemukakan untuk intervensi diet yang sehat dan peningkatan aktivitas fisik, intervensi yang komprehensif efektif meningkatkan perilaku, ialah kegiatan yang ditujukan pada kurikulum, kebijakan
institusi pendidikan,makanan sehat melalu kantin,dan pengikut sertaan keluarga dan promosi kesehatan pada pendidik.12,13 Perhatian harus diberikan pada beberapa kebijakan universitas, kebijakan pemasaran dan penjualan makanan.14 Kebijaksanaan pembangunan berwawasan kesehatan dan pendekatan kesehatan pada semua kebijakan/ Health in All policies saat ini dikemukakan oleh WHO dan ahli promosi kesehatan15-17 sebagai bagian dari penerapan governance untuk menerapkan pendekatan determinan sosial kesehatan18-21 serta peranan ahli kesehatan masyarakat terutama ahli promosi kesehatan. 22
SIMPULAN 1. Globalisasi mengubah pola makan mahasiswa berupa peningkatan konsumsi makanan di luar rumah, mengkonsumsi lebih banyak makanan olahan. 2. Proses terjadinya kondisi ini terutama melalui budaya modernisasi berupa penggunaan waktu seefisien dan seproduktif mungkin untuk belajar, dan tidak meluangkan waktu untuk hal-hal yang tidak produktif seperti makan yang mempersingkat waktu belajar. Hal ini menciptakan kondisi mahasiswa makan di luar rumah dan mengkonsumsi makanan siap saji. 3. Proses globalisasi mengubah pola makan terjadi melalui banyak cara, melalui restoran dan metode promosi mereka, tidak adanya kebijakan universitas dan perubahan gaya hidup keluarga. 4. Pola konsumsi makanan kurang sehat berkaitan dengan situasi tidak menyediakan waktu makan siang untuk mahasiswa dan kondisi untuk mengunakan waktu seefisien mingkin untuk belajar, pergi ke outlet makanan untuk bersantai, ngobrol bersama sambil makan di restoran siap saji, meluangkan waktu istirahat di restoran siap saji (karena tidak ada dosen atau waktu menunggu kuliah berikutnya di sore hari). Kegiatan lain yang berkaitan dengan pola konsumsi makanan mahasiswa adalah rapat-rapat untuk membahas kegiatan kemahasiswaan yang menyediakan makanan yang dipesan dari restoran siap saji atau makanan kecil yang dipesan dari bakery atau restoran sekitar. 5. Penelitian ini mengindikasikan pentingnya pendekatan determinan sosial kesehatan dan kebijakan multisektor untuk mengatasi masalah kesehatan seperti kegemukan dan penyakit tidak menular lainnya.
CDK-205/ vol. 40 no. 6, th. 2013
HASIL PENELITIAN DAFTAR PUSTAKA 1.
Popkin BM. Technology, transport, globalization and the nutrition transition food policy. Food Policy. 2006;31(6):554-69.
2.
Popkin BM. The nutrition transition in developing world. Development Policy Rev. 2003;21(5):581-97.
3.
Habriel, Dharmadi. Determinan faktor yang berkaitan dengan obesitas di kalangan mahasiswa kedokteran. Jakarta, Indonesia. FK Unika Atmajaya; 2009.
4.
Balitbangkes Depkes 2008 Riset Kesehatan Dasar 2007 Laporan Nasional Departemen Kesehatan.
5.
Brownell K, Horgen KB. Food fight: The inside story of the food industry, America’s obesity crisis, and what we can do about it? New York: McGraw-Hill; 2004.
6.
Lang T. Diet, health and globalization: Five key questions. Proc Nutri Soc. 1999;8:335-43.
7.
UN. Political declaration of the high level meeting on the pevention and control of non communicable diseases. 7 September 2011.
8.
Surjadi C. Globalisation and food consumption pattern a case study of university student. Jakarta, Indonesia. Centre for Health Research Atmajaya University; 2010.
9.
Lake AA, Adamson AJ, Hyland RM, Mathers JC. Dietary change and perceptions of change over time. Nutr Bull. 2004;29(3):199-203.
10. Whiteley. Conceptual social ecology [internet]. 1999 [cited 2011 dec 01]. Available from: http://socialecology.uci.edu/cse/cse.html. 11. Dahlgren G, Whitehead M. Policies and strategies to promote social equity in health. Stockholm, Sweden: Institute for Future Studies; 1991. 12. World Health Organization. School policy framework: Implementation of the WHO global strategy on diet, physical activity and health. Geneva: WHO; 2008. 13. World health Organization. Interventions on diet and physical activity. Geneva: WHO; 2009. 14. Mcginnis JM, Gootman JA, Kraak VI. Food marketing: Threat or opportunity. Institute of Medicine National Academy Press, 2006. 15. World Health Organization. Globalization, diet, and noncommunicable disease. Geneva: WHO; 2002. 16. World Health Organization. Health in all policies 2013. Geneva: WHO; 2012. 17. Olilla E. Health in all policies: From rhetoric to action. Scand J Public Health. 2011;39(suppl 6):11-8. 18. Marmot M, Friel S, Bell R, Houwelling TA, Taylor S. Closing the gap in a generation: Health equity through action on the social determinant of health. Lancet. 2008;372(9650): 1661-9. 19. Blass E, Sommerfield J, Kurup, et al. Social determinants approaches to public health. Geneva: WHO; 2011. 20. World Health Organization. Commision Social Determinant of Health. 2005. 21. World Health Organization. Closing the gap: Policy into practice on social determinant of health. Proceeding of the World Conference Social Determinant of Health; 2011 Oct 19-21; Rio de Janeiro, Brazil. 22. Surjadi C. Penerapan pendekatan sosial dan ekologi pada upaya promosi kesehatan. J Ekologi Kes. 2012;11(2 ):178-86.
CDK-205/ vol. 40 no. 6, th. 2013
421