ANALISIS PENYELESAIAN PEMBIAYAAN MUSYARAKAH MUTANAQISAH BERMASALAH PADA BANK MUAMALAT INDONESIA BERDASARKAN KEPUTUSAN DSN NO.01/DSN-MUI/X/2013 Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh:
Bayu Prasetyo NIM : 1111046100046 JURUSAN PERBANKAN SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014/1435 H
ANALISIS PENYELESAIAN PEMBIAYAAN MUSYARAKAH MUTANAQISAH BERMASALAH PADA BANK MUAMALAT INDONESIA BERDASARKAN KEPUTUSAN DSN NO.01/DSN-MUI/X/2013 SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy) Oleh: BAYU PRASETYO NIM : 1111046100046
Di Bawah Bimbingan: Pembimbing
Muhammad Maksum, M.A NIP : 197807 152003121 007 KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015 M
ABSTRAK
Bayu Prasetyo. 1111046100046. Analisis Penyelesaian Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah Bermasalah Pada Bank Muamalat Indonesia Berdasarkan Keputusan DSN NO.01/DSN-MUI/X/2013. Muamalat, Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015, 96 halaman. Ekonomi dalam Islam adalah ilmu yang mempelajari segala perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan tujuan memperoleh falah (kedamaian dan kesejahteraan dunia-akhirat), Salah satu kebutuhannya ialah memiliki hunian untuk memenuhi kelangsungan hidupnya. Saat ini hal itu bisa tercapai dengan banyaknya Bank Syariah yang menyediakan sarana Kepemilikan Rumah (KPR) Secara Syariah tentunya dengan berbagai macam variasi akad salah satunya ialah Musyarakah Mutanaqisah. Namun tidak semua pembiayaan akan berjalan dengan lancar dan tentunya akan ada permasalahan salah satunya dalam akad Musyarakah Mutanaqisah ini, karena tidak semua akan sesuai dengan aturan yang ada dalam hal ini ialah Keputusan Dewan Syariah Nasional. Maka dari itu penulis bertujuan untuk menganalisis penerapan yang dilakukan apakah sudah sesuai dengan aturan yang ada agar nantinya dapat menjadi acuan bagi para praktisi ekonomi syariah ataupun masyarakat Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dimana menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan teknik pengumpulan data studi pustaka dan wawancara. Dalam hal ini wawancara yang akan dilakukan pada Muamalat Institute sebagai lembaga research dari Bank Muamalat Indonesia dan Dewan Syariah Nasional selaku pembuat aturan yang ada. Hasilnya menunjukan bahwa penerapan penyelesaian pembiayaan musyarakah mutanaqisah bermasalah yang dilakukan hampir semua telah sesuai dengan aturan yang ada, namun masih ada beberapa hal yang harus diperbaiki oleh bank agar lebih mengikuti aturan yang ada yang telah dibuat. Kata Kunci : Fatwa DSN, Pembiayaan, Bank Syariah, Musyarakah Mutanaqisah, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah. Dosen Pembimbing : -
Muhammad Maksum, M.A
Daftar Pustaka
Tahun 1979 – 2015
:
ii
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis khususnya dan seluruh umat manusia pada umumnya. Shalawat serta salam penulis curahkan kepada nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan manusia dari jalan kegelapan ke jalan terang benderang. Penulisan skripsi ini berjudul “Analisis Penerapan Keputusan DSN NO.01/DSN-MUI/X/2013
Tentang
Penyelesaian
Pembiayaan
Musyarakah
Mutanaqisah Bermasalah Pada Bank Muamalat Indonesia”, ditujukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi strata 1 (S-1) dan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy) di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Kebahagiaan
yang
tak
ternilai
bagi
penulis,
sehingga
dapat
mempersembahkan skripsi ini untuk orang-orang yang penulis sayangi dan semua pihak yang terkait yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini. Tanpa penulis lupakan bahwa keberhasilan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini adalah atas berkat bimbingan, dukungan, dan saran-saran dari berbagai pihak. Tanpa partisipasi mereka, upaya penulis dalam menyelesaikan studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terutama dalam menyelesaikan skripsi ini tentu akan terasa lebih sulit terwujud. Oleh karena itu tidak berlebihan jika dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang terhormat:
iii
1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA Selaku Dekan Fakaultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak AM. Hasan Ali, M.A, selaku ketua program studi Muamalat dan Bapak H. Abdurrauf, Lc, MA, selaku sekretaris program studi Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Muhammad Maksum, M.A selaku dosen pembimbing saya yang tiada hentinya membimbing, meluangkan waktu demi terselesaikannya skripsi ini. 4. Ayah Ibu tercinta Suparno dan Partiyah yang tidak henti-hentinya memberikan doa, dan dukungan agar terselesaikannya skripsi ini. Terima kasih untuk kesabaran, nasehat dan curahan kasih sayang yang selalu diberikan kepada penulis. 5. Sahabat-sahabat kesayangan, yang selalu bersama dari semester 1 sampai akhirnya menyelesaikan skripsi ini, terimakasi untuk Uchill, Ijal, dan Nyai Nimas atas kesetiaannya, waktunya, tawanya, candanya, kegilaannya, yang selalu mengisi hari-hari penulis selama masa kuliah. Semoga persahabatan kita terus berlanjut sampai tua nanti. 6. PMII selaku organisasi ekstra kampus yang telah banyak menempa diri saya menjadi lebih siap dalam menghadapi dunia kerja kedepannya. 7. Assy Shella, yang selalu memberikan support dan doanya, yang selalu bisa menemani baik dalam keadaan senang atau dalam keadaan terpuruk, yang selalu memberikan semangat dalam setiap tawanya, dan tidak pernah menyerah dalam menemani perjuangan skripsi ini, terima kasih. iv
8. Teman-teman seperjuangan Perbankan Syariah kelas C angkatan 2011, terutama yang sering sharing menegenai skripsi yaitu Dody Frans, Tatang, Hilman dan Andy Azhari, terima kasih buat segala kekompakan, kebersamaannya. Semoga kita semua bisa mewujudkan impian masing-masing.
Ciputat, 27 Juli 2015
Penulis
v
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................
i
ABSTRAK ......................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................
iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................
vi
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
ix
BAB I : PENDAHULUAN....................................................................................... 1 A. Latar Belakang ............................................................................................... 1 B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah .............................................. 6 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................................... 7 D. Penelitian Terdahulu ...................................................................................... 8 E. Metode Penelitian........................................................................................... 13 F. Sistematika Penulisan .................................................................................... 16 BAB II : LANDASAN TEORI ................................................................................ 19 A. Kedudukan Fatwa........................................................................................... 19 B. Konsep Musyarakah Mutanaqisah ................................................................. 20 a. Pengertian Dan Landasan Hukum Musyarakah Mutanaqisah ........... 21 b. Karakteristik Musyarakah Mutanaqisah ............................................ 26 c. Prinsip Dan Ketentuan Musyarakah Mutanaqisah ............................. 27
vi
C. Model Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah Bank Syariah ........................ 30 a. Non Litigasi ........................................................................................ 30 b. Litigasi ............................................................................................... 40 BAB III : Gambaran Umum Objek Penelitian ..................................................... 47 A. Profil Bank Muamalat Indonesia ................................................................... 47 B. Struktur Organisasi Bank Muamalat Indonesia ............................................. 51 C. Produk Dan Jasa Bank Muamalat Indonesia .................................................. 54 BAB IV : ANALISA DAN PEMBAHASAN .......................................................... 62 A. Kedudukan Hukum Keputusan DSN ............................................................. 62 B. Praktek Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah Bank Muamalat Indonesia.. 64 C. Penerapan Penyelesaian Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah Bermasalah Bank Muamalat Indonesia .......................................................... 76 D. Analisa Penerapan Keputusan DSN Tentang Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah Bermasalah pada Bank Muamalat Indonesia ....... 83 BAB V: PENUTUP .................................................................................................. 90 A. Kesimpulan .................................................................................................... 90 B. Saran ..................................................................................................... …… 92 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 93 LAMPIRAN ……………………………………………………………………… 96
vii
DAFTAR TABEL No 1.1
Keterangan
Halaman
Data Pembiayaan Musyarakah Bermasalah Bank Muamalat Indonesia dari tahun 2012-2014
1.1
5
Perbandingan Pembelian Akad Murabahah dan Musyarakah Mutanaqisah
64
1.2
Ketentuan Pembiayaan
70
1.3
Kesesuaian Keputusan DSN No.01/DSN-MUI/X/2013 dengan Praktek Bank Muamalt Indonesia
87
viii
DAFTAR LAMPIRAN
No
Keterangan
Halaman
1
Daftar Pertanyaan BMI
2
Hasil Wawancara BMI .................................................................... 98
3
Hasil Wawancara DSN ................................................................. 93
4
Tahapan Proses Pembiayaan .......................................................... 103
5
Lampiran Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah ............................ 105
6
Daftar Pertanyaan DSN .................................................................... 109
7
Hasil Wawancara DSN ................................................................. 110
8
Lampiran Keputusan DSN NO.01/DSN-MUI/X/2013 ................. 111
96
ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ekonomi dalam Islam adalah ilmu yang mempelajari segala perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan tujuan memperoleh falah (kedamaian dan kesejahteraan dunia-akhirat). Perilaku manusia disini berkaitan dengan landasan-landasan syariah sebagai rujukan berperilaku dan kecendrungankecendrungan dari fitrah manusia. Kedua hal tersebut berinteraksi dengan porsinya masing-masing sehingga terbentuk sebuah mekanisme ekonomi yang khas dengan dasar-dasar nilai Ilahiah. Akibatnya, masalah ekonomi dalam islam adalah masalah menjamin berputarnya harta di antara manusia agar dapat memaksimalkan fungsi hidupnya sebagai hamba Allah untuk mencapai falah di dunia dan akhirat (hereafter). 1 Banyaknya fakta yang menggambarkan kesenjangan yang terjadi akibat diterapkannya sistem bunga, menjadikan kita dapat berpikir bahwa sistem bunga yang masih berlaku saat ini harus diganti dengan sistem lain yang dapat memberikan manfaat yang lebih baik serta mempunyai kontribusi positif guna membangun perekonomian yang sejahtera. Salah satu alternative tersebut adalah sistem perbankan berdasarkan prinsip bagi hasil yang beroperasi berdasarkan
1
Ascarya, Akad Dan Produk Bank Syariah, (Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2011) cet ke-3
hlm 7
1
2
pada prinsip-prinsip islam.
2
Sistem keuangan dan perbankan Islam merupakan
bagian dari konsep yang lebih luas tentang ekonomi Islam, dimana tujuannya sebagaimana dianjurkan oleh para ulama, adalah memberlakukan sistem nilai dan etika Islam ke dalam lingkungan ekonomi. 3 Sistem keuangan Islam memperkenalkan prinsip-prinsip muamalah yang sesuai syari‟ah untuk menghindari pengoperasian bank dengan sistem bunga (riba). Prinsip muamalah yang diperkenalkan itu berupa prinsip Bagi Hasil lahir sebagai pengganti prinsip bunga sekaligus sebagai salah satu solusi alternative untuk menjawab persoalan pertentangan antara bunga bank dengan riba. Dengan demikian, kerinduan umat islam Indonesia yang mendambakan kehadiran sistem lembaga keuangan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan yang tidak hanya sebatas finansial namun juga tuntutan moralitasnya serta ingin melepaskan diri dari persoalan riba telah menjawab dengan lahirnya Bank Islam. 4 Keberadaan bank-bank syari‟ah di Indonesia
semakin mendapat
legitimasi dengan disahkannya berbagai undang undang yang mendukung, salah satunya adalah Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang disahkan pada tanggal 16 Juli 2008. Undang-undang tersebut memiliki
2
M. Stafi‟I Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002) cet ke-1 hlm 11 3 Zainal Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2006) hlm 12 4 Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPB, 2005) hlm 2
3
beberapa ketentuan umum (pasal 1) yang baru yang menarik untuk dicermati dan akan memberikan implikasi tertentu. 5 Perbankan syariah di Indonesia jika dilihat dari segi hukum ataupun pelaksanaannya memang sudah cukup berkembang hal ini dapat dilihat dari bertambahnya jumlah bank syariah yang hanya ada 1 unit pada periode 19921998 menjadi 20 unit pada tahun 2005, hal ini mungkin disebabkan banyaknya muslim yang ada di Indonesia yang tertarik pada sistem perbankan yang dilakukan secara syariah ini. Namun disatu sisi karena kemayoritasan kaum muslim ini lah maka harus dilakukan perkembangan lebih jauh untuk memenuhi kebutuhan yang begitu banyak meskipun banyak juga dari kalangan non muslim menggunakan sistem Bank Syariah ini karena lebih menguntungkan dengan tidak adanya sistem jerat riba. Salah satunya ialah dalam kepemilikan pembiayaan rumah syariah dengan akad Musyarakah Mutanaqisah. Berdasarkan sifatnya, KPR tergolong dalam jenis kredit konsumsi, yaitu kredit jangka pendek atau panjang yang diberikan kepada debitor untuk membiayai barang-barang kebutuhan atau konsumsi dalam skala kebutuhan rumah tangga yang pelunasannya dari penghasilan bulanan nasabah debitor yang bersangkutan.6 KPR dalam hal ini menjadi perwujudan dari peranan bank sebagai intermediary, dan peranan sebagai intermediary ini tidak hanya ada pada bank konvensional, melainkan juga terdapat pada bank syariah, yaitu mengerahkan 5
A.Riawan Amin, Menata Perbankan Syariah di Indonesia (Jakarta: UIN Press, 2009) hlm
6
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia (Jakarta: Kencana, 2011), hlm.61
98
4
dana dari masyarkat dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat. Bedanya, bank syariah dalam melakukan kegiatan usahanya tidak berdasarkan bunga (interest free), tetapi berdasarkan prinsip syariah, yaitu prinsip pembiayaan keuntungan dan kerugian (profit and loss sharing principle atau PLS principle).7Salah satunya ialah Musyarakah Mutanaqisah. Musyarakah Mutanaqisah adalah Musyarakah atau Syirkah yang kepemilikan aset (barang) atau modal salah satu pihak (syarik) berkurang disebabkan pembelian secara bertahap oleh pihak lainnya.8 Akad Musyarakah Mutanaqisah menekankan pada penggunaan akad jual beli dengan syirkah dan pengurangan salah satu bagian (porsi) syirkah dengan sewa. akad ini terbilang paling baru diantara akad yang lain yang juga digunakan untuk pembiayaan pemilikan rumah pada perbankan syariah di Indonesia, setelah sebelumnya telah digunakan prinsip Murabahah dan Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik. Produk ini didukung dengan lahirnya fatwa yang dikeluarkan oleh DSN MUI NO.73/DSN-MUI/XI/2008 tentang Musyarakah Mutanaqisah untuk pengaturan yang lebih khusus dan eksklusif. Dan fatwa ini juga telah didukung oleh UU Nomor 21 tahun 2008 Pasal 26 yang talah memperjelas bagaimana kedudukan hukum dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh MUI selaku lembaga pembuat Fatwa.
7
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam tata Hukum Perbankan Indonesia (Jakarta:Pustaka Utama Grafiti, 1999), hlm. 4. 8 Indonesia, Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional No: 73/DSN-MUI/XI/2008 Tentang Musyarakah Mutanaqisah, Ketentuan Umum Butir a.
5
Musyarakah Mutanaqisah juga merupakan salah satu sumber pendapatan yang baik bagi bank, dikarenakan kemudahan layanan yang diberikan oleh bank syariah kepada nasabah dalam mengajukan pembiayaan dan dalam mengangsur biaya pokok kepemilikan rumah tersebut serta ijarah yang dikenakan pada nasabah
selama
menempati
rumah
tersebut.
Sejalan
dengan
makin
berkembangnya produk pembiayaan Musyarakah di Bank Muamalat Indonesia, resiko yang ditimbulkan juga terbilang besar yaitu besarnya jumlah pembiayaan yang bermasalah baik macet, diragukan, dan ditolak. Berikut ini data pembiayaan Musyarakah bermasalah di Bank Muamalat Indonesia dalam rentang tahun 20122014. Tabel 1.1 Data Pembiayaan Musyarakah Bermasalah Bank Muamalat Indonesia dari tahun 2012 - 2014 2014
2013
2012
NPF Gross
Rp 1.442.679.168 /7,12%
Rp 1.340.877.111 / 7,07%
Rp 293.980.228 / 2,26%
NPF Net
Rp 986.915.363 / 4,87%
Rp 430.163.053 / 2,27%
Rp 255.825.294 / 1,97%
Dari data diatas dapat terlihat seberapa besar pembiayaan bermasalah yang terjadi pada akad musyarakah, hal ini dapat mengakibatkan kerugian apabila tidak diatasi, pihak bank harus menutupinya terlebih dahulu dari dana cadangan kerugian yang ada pada setiap bank apabila terjadi pembiayaan bermasalah seperti ini. Dan dari ini pula dapat terlihat juga kesehatan bank sangat berpengaruh dari bagaimana bank mengelola dana yang diterimanya. Suatu bank
6
akan maju apabila dapat mengelola dana tersebut, dan usaha bank yang sering dilanda dengan pembiayaan bermasalah yang menumpuk akan likuidasi dengan cepat. Hal inilah yang menjadi latar belakang penulis mengambil tema ini dengan judul “Analisis Penyelesaian Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah Bermasalah Pada Bank Muamalat Indonesia Berdasarkan Keputusan DSN NO.01/DSN-MUI/X/2013” Agar dapat mengetahui bagaimana praktek yang dilakukan oleh bank apabila terjadi pembiayaan bermasalah yang sangat berpengaruh pada baik tidaknya suatu bank. B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Pembatasan yang dilakukan penulis ialah mengenai masalah kepada “Penerapan KPR syariah pada produk KPR Muamalat iB dengan akad Musyarakah Mutanaqisah, dalam hal ini hanya terfokus tentang bagaimana penerapan yang dilakukan apabila terjadi pembiayaan bermasalah dalam KPR syariah dengan akad Musyarakah Mutanaqisah Pada Bank Muamalat Indonesia”. 2.
Perumusan Masalah Dari judul di atas dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana kedudukan Hukum Keputusan Dewan Syariah Nasional?
7
2. Bagaimana praktek pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah di Bank Muamalat Indonesia? 3. Bagaiman penyelesaian yang dilakukan Bank Muamalat Indonesia dalam mengatasi pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah bermasalah? 4. Apakah praktek penyelesaian pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah telah sesuai dengan hukum syariah yang ada? Dalam hal ini ialah Keputusan DSN NO.01/DSN-MUI/X/2013. C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah: 1. Untuk mengetahui kedudukan Hukum Keputusan Dewan Syariah Nasional. 2. Untuk mengetahui praktek pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah di Bank Muamalat Indonesia. 3. Untuk mengetahui langkah-langkah apa saja yang dilakukan Bank Muamalat
Indonesia
dalam
mengatasi
pembiayaan
Musyarakah
Mutanaqisah bermasalah. 4. Untuk mengetahui langkah-langkah mana yang paling efektif dalam menyelesaikan pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah bermasalah di Bank Muamalat Indonesia. 5. Untuk mengetahui dengan seksama sudah sesuaikah praktek penyelesaian pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah bermasalah dengan hukum.
8
Manfaat yang diberikan dari penulisan ini adalah: 1. Bagi akademis yaitu upaya untuk menambah khazanah pengetahuan di bidang ekonomu Islam, terutama yang berkaitan dengan penyelesaian pembiayaan bermasalah. 2. Bagi penulis yaitu untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan terutama tentang penyelesaian pembiayaan bermasalah. 3. Bagi praktisi yaitu mengetahui dan menyesuaikan sistem maupun konsep dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah yang sesuai dengan syariah dan hukum yang berlaku di negara kita. D. Penelitian Terdahulu Penelitian yang mengkaji masalah ini belum begitu banyak. :
Pertama ada Jurnal tahun 2013 yang disusun oleh Pertama Mohd Sollehudin Shuib Islamic Business School Universiti Utara Malaysia, Kedah, Kedua Mohd Zaidi Daud Jabatan Syariah dan Undang-Undang Akademi Pengajian Islam Universiti Malaya, Kuala Lumpur, Ketiga Ahmad Azam SulaimanJabatan Syariah dan Ekonomi, Akademi Pengajian Islam Universiti Malaya, Kuala Lumpur. Jurnal ini Membahas
tentang
BERASASKAN
“ANALISIS
PERBANDINGAN
MUSHARAKAH
PRODUK
MUTANAQISAH
DAN
KONVENSIONAL”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan jenis data kualitatif. Dalam
9
penelitian
ini
ia
berkesimpulan
Secara
keseluruhan,
analisis
menunjukkan masalah yang dihadapi juga tergantung pada struktur konsep seperti isu jaminan modal, isu polemik dua kontrak dalam satu kontrak dan isu status pembayaran bagi rumah yang masih dalam pembangunan. Ada juga isu - isu yang tidak dipengaruhi struktur kontrak sebaliknya disebabkan oleh praktek lembaga itu sendiri dalam menawarkan produk pembiayaan perumahan. Isu terbesar adalah untuk produk pinjaman secara konvensional memang wajib ditolak oleh umat Islam meskipun ada kelebihan yang kadangkala tidak tedapat pada beberapa pembiayaan secara Islam. Ini karena pinjaman secara konvensional jelas berbasis riba dan gharar. Alternatifnya umat Islam dapat memilih kontrak - kontrak pembiayaan Islam yang lain seperti musharakah mutanaqisah, istisna, BBA dan murabahah. Meskipun kontrak - kontrak ini tidak terlepas dari masalah, tetapi ini adalah lebih baik dibandingkan kontrak konvensional yang ada.
Kedua disusun oleh Nurul Izzah Binti Noor Zainan dari Pusat Pengajian Ekonomi Fakulti Ekonomi dan Pengurusan Universiti Kebangsaan Malaysia, dan Abdul Ghafar Ismail dari Fakultas Ekonomi dan Pengurusan Universiti Kebangsaan Malaysia. Jurnal ini membahas tentang “Musyarakah Mutanaqisah: Isu dan Cabaran, Kesan Terhadap Pembangunan Ekonomi”. Metode yang digunakan dalam
10
penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan jenis data kualitatif. Dalam penelitian ini ia berkesimpulan Dengan menggunakan konsep pembiayaan musyarakah mutanaqisah ini dengan lebih meningkatkan lagi mutu konsep tersebut berdasarkan landasan syariah , maka akan lebih berkembang lagi penggunaan terhadap konsep musyarakah mutanqisah karena ia merupakan konsep yang efisien dalam pembiayaan perumahan. Oleh karena itu, jika ada perubahan terhadap tanggungjawab dari pihak bank atau pelanggan harus mengacu kepada kontrak asli yang telah dilakukan dan perubahan yang dilakukan adalah berbasis dan masih memberikan keuntungan kepada kedua pihak. Jadi, ketika melakukan perubahan dalam kontrak, harga harus dijelaskan pada awal kontrak dilakukan dengan mendapat persetujuan dua belah pihak untuk menghindari terjadinya riba atau gharar dalam perubahan kontrak. Selain itu juga,
Musyarakah mutanaqisah ini dapat
memberikan keyakinan dan kepercayaan terhadap pelanggan dalam menggunakan sistem perbankan Islam yang transparan dan benar. Meskipun produk ini dikatakan akan mengurangi keuntungan bank dibandingkan produk pembiayaan yang lain, akan tetapi produk ini akan menarik
lebih
banyak
pelanggan
dan
disamping
itu
dapat
mempertahankan keuntungan yang berkepanjangan kepada pihak bank. Dengan efektivitas terhadap kontrak musyarakah mutanaqisah ini akan memberikan perkembangan yang maju dalam kepemilikan properti
11
selain dapat mengembangkan lagi ekonomi Negara karena dengan adanya konsep musyarakah mutanaqisah ini, ia akan mendorong orang untuk memilik properti dan akan mengurangi tingkat kemiskinan di Negara karena mereka mampu memiliki aset mereka sendiri. Dengan berdasarkan landasan syariat yang telah ditetapkan, produk ini akan lebih berkembang dan mampu memberikan layanan yang terbaik dalam sistem perbankan Islam disamping memberikan keuntungan yang lebih dalam perbankan Islam ini karena dapat menarik lebih banyak lagi pelanggan untuk menggunakan sistem perbankan Islam ini.
Ketiga disusun oleh Agisa Muttaqien, tahun 2012, membahas tentang “PEMBIAYAAN
PEMILIKAN
RUMAH
DENGAN
AKAD
MUSYARAKAH MUTANAQISAH PADA BANK MUAMALAT INDONESIA”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan jenis data kualitatif. Dalam penelitian ini ia berkesimpulan Terdapat masalah kepemilikan sertifikat sebagai aspek hukum pembuktian dalam penerapan akad Musyarakah Mutanaqisah ini. Bahwa sertifikat sebagai bukti kepemilikan yang sah hanya diatasnamakan nasabah saja. Bank Muamalat Indonesia memilih untuk mencantumkan nama nasabah di awal perjanjian, padahal nasabah pada saat itu belum benar-benar memiliki hunian tersebut. Fatwa DSN tentang Musyarakah Mutanaqisah pun mengatakan kepemilikan baru
12
berpindah kepada nasabah jika telah dilakukan pelunasan seluruhnya. Lalu terdapat permasalahan dalam penerapan prinsip Ijarah dalam akad Musyarakah Mutanaqisah ini, antara lain pandangan bahwa penyewa dan pemberi sewa dalam PHSK adalah satu pihak yaitu nasabah, yang hanya didasari pencantuman nama nasabah pada sertifikat kepemilikan hunian.
Keempat disusun oleh Chrisanty Amalia, Universitas Sumatra Utara membahas
tentang
“ANALISIS
YURIDIS
PENYELESAIAN
PEMBIAYAAN BERMASALAH PADA BANK SYARIAH (Studi pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk, di kota Medan)”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan jenis data kualitatif. Dalam penelitian ini ia berkesimpulan Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pembiayaan bermasalah pada Bank Muamalat antara lain dikarenakan omset nasabah debitur mengalami penurunan dan dikarenakan adanya masalah keluarga dari nasabah debitur atau karena ada bencana alam yang semuanya diluar dari sepengetahuan manusia. Faktor-faktor internal seperti petugas, sistem dan manajemen sudah di antisipasi Bank Muamalat dimana Bank akan berusaha untuk lebih mengenal calon character nasabah debitur, dengan cara wawancara dan melakukan survei lapangan terhadap capacity dan collateral calon nasabah debitur.
13
Kelima disusun oleh Nova Augusta, tahun 2010, membahas tentang “MEKANISME
PENYELESAIAN
PEMBIAYAAN
IMBT
BERMASALAH PADA BANK DKI SYARIAH”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan jenis data kualitatif. Dalam penelitian ini
Sebagian besar
nasabah mengajukan pembiayaan ijarah muntahia bittamlik adalah untuk keperluan konsumtif, yaitu pembelian KPR. Sedangkan sebagian kecilnya untuk modal kerja, pembiayaan penerbangan, dan industry perkapalan. Faktor utama penyebab terjadinya pembiayaan bermasalah pada pembiayaan IMBT adalah jika nasabah tiba-tiba di PHK (Putus Hubungan Kerja) oleh perusahaan tempat ia bekerja sehingga mempengaruhi resource of payment (kemampuan membayar) nasabah. E. Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Penulis melakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan deskriptif analitis yaitu untuk menggambarkan secara jelas bagaimana Penerapan Keputusan DSN NO.01/DSN-MUI/X/2013 Penyelesaian Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah Bermasalah Pada Bank Muamalat Indonesia.
14
2. Jenis penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang tidak mengadakan perhitungan.9 Penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif yaitu data yang terkumpul berupa kata-kata, gambar bukan angka. Kalaupun ada angka-angka dalam penelitian ini, sifatnya hanya sebagai
penunjang
saja.
Penelitian
deskriptif
bertujuan
untuk
mendeskripsikan kejadian yang terjadi saat ini.10 Metode deskriptif ini menjelaskan upaya yang dilakukan Bank Muamalat Indonesia dalam menangani pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah bermasalah. 3. Data Penelitian Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Data primer adalah data yang diperoleh peneliti secara langsung (dari tangan pertama), Contoh data primer adalah data yang diperoleh dari responden melalui kuesioner, kelompok fokus, dan panel, atau juga data hasil wawancara peneliti dengan narasumber.11
9
Lexy Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Ed: Revisi, (Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 2004), h.2 10 Mardalis, Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta : Bumi Aksara, 1995), h.26 11 Uma Sekaran, Metodologi Penelitian Untuk Bisnis (Jakarta : Salemba Empat, 2006), h. 18
15
b. Data Sekunder: yaitu data yang diperoleh tidak langsung dari sumbernya, misalnya dari buku-buku, majalah atau literature-literatur yang berkaitan dengan tema skripsi. 4. Teknik Pengumpulan Data a. Studi Pustaka, yaitu dengan mengumpulkan dan menganalisa suatu pengertian yang bersifat teoritis, untuk itu penulis menggunkan beberapa literatur yang mendukung penelitian ini dilakukan dengan cara membaca dan mempelajari buku-buku yang berkenaan dengan masalah yang dibahas. Studi ini dilakukan untuk menguji kebenaran serta relevansi antara teori yang terdapat dalam buku dengan praktek di lapangan. b. Wawancara, adalah proses pengumpulan data dan memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab dengan menggunakan alat yang dinamakan pedoman wawancara. 12 Proses wawancara ini akan ditujukan langsung pada narasumber, yaitu:
Muamalat Institute selaku lembaga research yang telah didirikan Bank Muamalat Indonesia.
12
Dewan Syariah Nasional Selaku Pembuat Keputusan
Nazir Muh. Metode Penelitian. Jakata : Ghalia Indonesia, 1988. cetakan ketiga. h. 234
16
c. Dokumentasi: yaitu teknik yang digunakan untuk melengkapi data yang diperlukan oleh penulis, antara lain dengan cara melihat dokumen dan arsip-arsip pada instansi-instansi yang ada kaitannya dengan objek penelitian. 5. Analisis Data Selanjutnya, dalam pengolahan data yang telah diperoleh, penulis mengklasifikasikan data tersebut, kemudian melengkapinya dengan interpretasi-interpretasi, dengan menggunakan metode analisa data sebagai berikut:
Metode deduktif, yaitu suatu logika yang beritik tolak dari pengetahuan yang bersifat umum, kemudian dijadikan titik tolak dalam menilai suatu fakta yang bersifat khusus.
6. Pedoman Penulisan Adapun pedoman penulisan laporan penelitian ini didasarkan pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi” yang diterbitan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2012. F. Sistematika Penulisan Untuk memberikan gambaran secara garis besar tentang apa yang menjadi isi dari penulisan skripsi ini maka dikemukakan susunan dan rangkaian masing-masing bab, sebagai berikut:
17
BAB I : PENDAHULUAN Bab ini menguraikan latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan,
manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II : LANDASAN TEORI Bab ini berisi tentang landasan teori yang berkaitan dengan penelitian, hasil
penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian, kerangka pemikiran teoritis, dan hipotesis.
BAB III : GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN Bab ini berisi tentang gambaran umum dari objek penelitian
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini penjelasan tentang informasi yang dihasilkan dalam
pengelolaan data-data yang telah dikumpulkan oleh peneliti berdasarkan metode yang digunakan dengan berpedoman pada landasan teori dasar.
BAB V : PENUTUP Bab ini menguraikan tentang simpulan atas hasil pembahasan analisa dan
penelitian, dan saran-saran yang bermanfaat untuk penelitian selanjutnya.
BAB II LANDASAN TEORI A. Kedudukan Fatwa Fatwa menempati kedudukan strategis dan sangat penting, karena mufti (pemberi
fatwa),
sebagaimana
dikatakan
oleh
Imam
Asy-Syathibi,
berkedudukan sebagai khalifah dan ahli waris Nabi SAW, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Abud Daud dan Tirmidzi bahwa “ulama merupakan ahli waris para Nabi” dalam menyampaikan hukum syariat, mengajar manusia, dan memberi peringatan kepada mereka agar sadar dan berhatihati.13 Kedudukan fatwa dalam hukum Islam dapat dikaji dari pengertian fatwa itu sendiri, sehingga bila berbicara mengenai fatwa itu sendiri, maka tidak akan lepas dari aspek siapa atau organisasi apa yang memuat fatwa tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa berbicara tentang fatwa, maka tidak terlepas pembicaraan tersebut terhadap konsep ijtihad. Fatwa dikeluarkan oleh para ulama atau ahli fikih Islam yang mampu mengangkat permasalahan akibat kebutuhan siapa yang butuh dasar jawaban sebagai landasan hukum suatu perbuatan atau kegiatan yang sifatnya bisa keagamaan atau non-keagamaan.14
13
Yusuf Qardhawi, Fatwa Antara Ketelitian & Kecerobohan, (Jakarta: Gema Insani Press), 1997, hlm. 13. 14 Rohadi Abdul Fatah, Analisis Fatwa Keagmaan; Dalam Fikih Islam, (Jakarta: Bumi Aksara), 2006 hlm. 76
19
20
Terkait dengan MUI bahwa, fatwa MUI ini merupakan bentuk dari fatwa kolektif (al-fatwa alijma`) adalah fatwa yang dihasilkan oleh ijtihad sekelompok orang, tim, atau panitia yang sengaja dibentuk. Pada dasarnya fatwa kolektif ini dihasilkan melalui suatu diskusi dalam lembaga ilmiah yang terdiri atas para personal yang memiliki kemampuan tinggi dalam bidang fikih pemahaman problema keagamaan dan berbagai ilmu lainnya sebagai penunjang dalam arti syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seseorang yang akan berijtihad. Fatwa yang dihasilkan melalui lembaga ilmiah ini harus mampu menetapkan hukum dengan berani dan bebas dari pengaruh dan tekanan politik, sosial, dan budaya yang dianut Bangsa.15 Fatwa sangat penting dalam kehidupan ini dan keberadaan fatwa membolehkan pelaksanaan hukum-hukum syara‟ ditegakkan berlandaskan kaidah-kaidah syari‟ah. Fatwa memainkan peranan yang sangat penting dalam perkembangan UU Islam atau hukum syara‟. Dengan kedudukan itu, institusi fatwa diberikan perhatian yang utama oleh dunia Islam. B. Konsep Musyarakah Mutanaqisah a. Pengertian Dan Landasan Hukum Musyarakah Mutanaqisah Pembiayaan Musyarakah Mutanaqishah adalah produk pembiayaan berdasarkan prinsip musyarakah, yaitu syirkatul 'inan, yang porsi (hishshah) modal salah satu syarik (Bank Syariah/LKS) berkurang disebabkan
15
Ibid, hlm. 140
21
pengalihan
komersial
secara
bertahap
(naqlul
hishshah
bil
'iwadh
mutanaqishah) kepada syarik yang lain (nasabah).16 Musyarakah mutanaqishah merupakan produk turunan dari akad musyarakah, yang merupakan bentuk akad kerjasama antara dua pihak atau lebih. Kata dasar dari musyarakah adalah syirkah yang berasal dari kata syaraka-yusyrikusyarkan-syarikan-syirkatan
(syirkah),
yang
berarti
kerjasama, perusahaan atau kelompok/kumpulan. Musyarakah atau syirkah adalah merupakan kerjasama antara modal dan keuntungan. Sementara mutanaqishah
berasal
dari
kata
yatanaqishu-tanaqish-tanaqishan-
mutanaqishun yang berarti mengurangi secara bertahap. Musyarakah mutanaqishah (diminishing partnership) adalah bentuk kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk kepemilikan suatu barang atau asset. Dimana kerjasama ini akan mengurangi hak kepemilikan salah satu pihak sementara pihak yang lain bertambah hak kepemilikannya. Perpindahan kepemilikan ini melalui mekanisme pembayaran atas hak kepemilikan yang lain. Bentuk kerjasama ini berakhir dengan pengalihan hak salah satu pihak kepada pihak lain.17 Dalam suatu lembaga harus dituntut mempunyai suatu landasan hukum yang ada begitupun produk – produk dalam perbankan syariah harus 16
Indonesia, Keputusan Dewan Syari‟ah Nasional No: 01/DSN-MUI/XI/2013 Tentang Pedoman Implementasi Musyarakah Mutanaqisah Dalam Produk Pembiayaan, Definisi Produk. 17 M. Nadratuzzaman Hosen, Musyarakah Mutanaqisah, hlm. 1. http://www.ekonomisyariah.org/download/artikel/Makalah%20Musyarakah%20Mutanaqish_Nadratuz zaman.pdf (diakses pada 17 Maret 2015)
22
dilakuan keabsahan produk yang ada, tidak hanya pertanggungjawaban kepada hukum negara saja, melainkan juga terhadap hukum Allah yang merupakan dasar implementasi dari produk perbankan syariah. Landasan hukum yang pertama ialah berasal dari hukum syariah antara lain: 1. Al-Qur‟an a. Surah Shad ayat 24 yang artinya, "…Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang yang bersyarikat itu sebagian dari mereka berbuat zalim kepada sebagian lain, kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh; dan amat sedikitlah mereka ini…." Ayat ini seolah mencela perilaku orang-orang yang bekerjasama atau berserikat dalam dagang dengan menzalimi sebagian dari mitra kerja mereka. Ayat ini jelas menunjukkan bahwa syirkah pada hakekatnya diperbolehkan oleh risalah yang terdahulu dan telah dipraktekkan, namun harus sesuai dengan hukum Allah SWT. b. Surah Al-Maidah ayat 5 yang artinya, “Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu....” Ayat ini memberikan ketegasan kepada umat manusia yang berkongsi dalam kebaikan untuk selalu mematuhi segala aturan mengenai akad (perjanjian) dan tidak boleh mengingkarinya jika telah berjanji, agar di kemudian hari tidak terjadi permasalahan dan perselisihan yang menghancurkan umat manusia itu sendiri.
23
c. Surah Al-Baqarah ayat 233 yang artinya, “… dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kepada Allah, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan” Ayat ini merupakan salah satu dasar hukum dari ijarah yang menjadi bagian dari akad Musyarakah Mutanaqisah. Allah telah memberikan hukum kepada manusia bahwa memberikan pembayaran karena mengambil manfaat dari orang lain tidak dilarang dan tidak berdosa. d. Surah Az-Zukhruf ayat 32 yang artinya, “… dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan” Ayat ini menerangkan bahwa memang Allah menjadikan sebagian umat menjadi lebih tinggi beberapa derajat daripada yang lain, agar umat yang kekurangan dapat mengambil manfaat dan bekerjasama demi dan dengan manfaat tersebut. 2. Hadist Rasulullah saw a. HR Abu Hurairah RA yang artinya, “Allah swt. berfirman: „Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satu pihak
24
tidak mengkhianati pihak yang lain. Jika salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari mereka.” (HR. Abu Daud, yang dishahihkan oleh al-Hakim, dari Abu Hurairah) b. HR Tirmidzi dan Amr bin Auf yang artinya, “Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” c. HR Ibn Majah dari Ibnu Umar, yang artinya, “Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering” Hadist ini menegaskan bahwa menyewa atau memanfaatkan tenaga dari buruh atau pekerja adalah diperbolehkan, namun tidak boleh menyingkirkan kewajiban untuk membayar sewa atas manfaat tersebut, bahkan kewajiban untuk membayar sewa harus dilunasi sebelum keringatnya kering. d. HR Abu Saad bin Abi Waqqash tentang sewa menyewa yang artinya, “Kami pernah menyewakan tanah dengan (bayaran) hasil pertaniannya; maka, Rasulullah melarang kami melakukan hal tersebut dan memerintahkan agar kami menyewakannya dengan emas atau perak.” Pemaparan diatas merupakan pemaparan mengenai dasar hukum agama (syariah) menurut Al-Qur‟an, Hadist dan Taqrir Rasulullah saw Namun, sebagai lembaga yang bergerak secara nasional dan internasional, dibutuhkan pula perangkat hukum positif yang mendasari pijakan
25
perbankan syariah dan produk-produk yang terdapat di dalamnya, yaitu antara lain: 1. Bank Indonesia Bank Indonesia sebagai perpanjangan tangan dari undangundang yang telah disahkan oleh DPR dan Presiden RI, juga membuat instrumen hukum bagi akad, antara lain:18 a. PBI No. 10/24/PBI/2008 tanggal 16 Oktober 2008 Tentang Perubahan
Kedua
Atas
Peraturan
Bank
Indonesia
No.
8/21/PBI/2006 Tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. b.PBI No.10/16/PBI/2008 Tanggal 25 September 2008 Tentang Perubahan Atas PBI No.9/19/2007 Tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana, Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syariah. c. PBI Nomor 10/17/PBI/2008 Tanggal 25 September 2008 Tentang Produk Bank Syariah Dan Unit Usaha Syariah. d.PBI Nomor. 9/19/PBI/2007 Tanggal 17 Desember 2007 Tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana Dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syariah.
18
Bank Muamalat Indonesia, Panduan Produk Nomor 01/RPDD/PMBY/2010 Panduan Pembiayaan iB Syariah Kongsi, 2010, hlm. 1.
26
b. Karakteristik Musyarakah Mutanaqisah Karakteristik Musyarakah Mutanaqishah Semua rukun dan ketentuan yang ada dalam akad musyarakah, sebagaimana fatwa DSN-MUl No. 8IDSN-MUIIIV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah berlaku juga pada Musyarakah
Mutanaqishah.
Sedangkan
ciri-ciri
khusus
Musyarakah
Mutanaqishah adalah sebagai berikut:19 a. Modal usaha dari para pihak (Bank Syariah/Lembaga Keuangan Syariah [LKS]) dan nasabah) harus dinyatakan dalam bentuk hishshah. Terhadap modal usaha tersebut dilakukan tajzi'atul hishshah, yaitu modal usaha dicatat sebagai hishshah (portion) yang terbagi menjadi unit unit hishshah. Misalnya modal usaha syirkah dari bank sebesar 80 juta rupiah dan dari nasabah sebesar 20 juta rupiah (modal usaha syirkah adalah 100 juta rupiah). Apabila setiap unit hishshah disepakati bernilai 1 juta rupiah; maka modal usaha syirkah adalah 100 unit hishshah. b.Modal usaha yang telah dinyatakan dalam hishshah tersebut tidak boleh berkurang selama akad berlaku secara efektif. Sesuai dengan contoh pada huruf a, maka modal usaha syirkah dari awal sampai akhir adalah 100 juta rupiah (l00 unit hishshah).
19
Indonesia, Keputusan Dewan Syari‟ah Nasional No: 01/DSN-MUI/XI/2013 Tentang Pedoman Implementasi Musyarakah Mutanaqisah Dalam Produk Pembiayaan, Karakteristik
27
c. Adanya wa'd (janji). Bank Syariah/LKS berjanji untuk mengalihkan seluruh hishshahnya secara komersial kepada nasabah dengan bertahap; d.Adanya pengalihan unit hishshah. Setiap penyetoran uang oleh nasabah kepada Bank Syariah/LKS, maka nilai yang jumlahnya sama dengan nilai unit hishshah, secara syariah dinyatakan sebagai pengalihan unit hishshah Bank Syariah/LKS secara komersial (naqlul hishshah bil 'iwadh), sedangkan nilai yang jumlahnya lebih dari nilai unit hishshah tersebut, dinyatakan sebagai bagi hasil yang menjadi hak Bank Syariah/LKS. c. Prinsip Dan Ketentuan Musyarakah Mutanaqisah Prinsip yang digunakan dalam produk ini adalah akad Musyarakah Mutanaqishah. Syirkah dalam akad Musyarakah Mutanaqishah adalah syirkah al-'inan. Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan Musyarakah Mutanaqishah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut:20 a. Berlaku ketentuan hukum/prinsip syariah sebagaimana yang diatur dalam fatwa DSN-MUI No.08/DSN-MUI/lV /2000 tentang Pembiayaan Musyarakah;
20
Indonesia, Keputusan Dewan Syari‟ah Nasional No: 01/DSN-MUI/XI/2013 Tentang Pedoman Implementasi Musyarakah Mutanaqisah Dalam Produk Pembiayaan, Prinsip Dan Ketentuan.
28
b. Karakteristik sebagaimana angka 2 harus dituangkan secara jelas dalam akad; c. Setelah seluruh proses pengalihan selesai, seluruh porsi modal (hishshah) Bank Syariah/LKS beralih kepada nasabah; d. Pendapatan Musyarakah Mutanaqishah berupa bagi hasil dapat berasal dari: i. Margin apabila kegiatan usahanya berdasarkan prinsip jual beli; ii. Bagi hasil apabila kegiatan usahanya berdasarkan musyarakah atau mudharabah; iii. Ujrah apabila kegiatan usahanya berdasarkan prinsip ijarah. e. Nisbah keuntungan (bagi hasil) ditetapkan berdasarkan kesepakatan para pihak dan dapat mengikuti perubahan proporsi kepemilikan modal; f. Proyeksi
keuntungan
dalam
pembiayaan
Musyarakah
Mutanaqishah dapat didasarkan pada pendapatan masa depan (future
income)
dari
kegiatan
Musyarakah
Mutanaqishah,
pendapatan proyeksi (projected income) yang didasarkan kepada pendapatan historis (historical income) dari kegiatan Musyarakah Mutanaqishah atau dasar lainnya yang disepakati. Para pihak dapat menyepakati nisbah keuntungan tanpa menggunakan proyeksi keuntungan;
29
g. Dalam
hal
kegiatan
usaha
Musyarakah
Mutanaqishah
menggunakan prinsip sewa menyewa (ijarah), maka obyek yang dibiayai dengan akad Musyarakah Mutanaqishah dapat diambil manfaatnya oleh nasabah selaku pengguna atau pihak lain dengan membayar ujrah yang disepakati. Apabila nasabah menggunakan obyek Musyarakah Mutanaqishah, maka nasabah adalah pihak yang mengambil manfaat dari obyek tersebut (intifa' bil ma'jur) dan karenanya harus membayar ujrah; h. Dalam
hal
kegiatan
usaha
Musyarakah
Mutanaqishah
menggunakan prinsip sewa menyewa (ijarah) dan obyek ijarah yang dibiayai dalam proses pembuatan pada saat akad (indent), maka seluruh rincian kriteria, spesifikasi, dan waktu ketersediaan obyek harus disepakati dan dinyatakan secara jelas, baik kualitas maupun
kuantitasnya
(ma'luman
mawshufan
mundhabithan
munafiyan lil jahalah) dalam akad sehingga tidak menimbulkan ketidak-pastian (gharar) dan perselisihan (niza'); i. Dalam
hal
kegiatan
usaha
Musyarakah
Mutanaqishah
menggunakan prinsip sewa menyewa (ijarah), obyek pembiayaan Musyarakah Mutanaqishah boleh diatas namakan nasabah secara langsung atas persetujuan Bank Syariah/LKS;
30
j. Nasabah boleh melakukan pengalihan hishshah bank syariah/LKS sesuai dengan jangka waktu yang disepakati atau dengan jangka waktu dipercepat atas persetujuan Bank Syariah/LKS. C. Model Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah Syariah Seperti yang terlihat dalam Keputusan DSN NO.01/DSN-MUI/X/2013 Model Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu melalui jalur Non Litigasi dan Jalur Litigasi: a. Non Litigasi Maksud dari Penyelesaian Non Litigasi ialah dengan tidak melalui pengadilan, tetapi dilakukan melalui jalur perdamaian (Musyawarah) dan juga bisa melibatkan badan arbitrase yang telah dibentuk. 1. Perdamaian Musyawarah Mufakat Pada dasarnya langkah pertama yang dilakukan dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah ialah melalui jalan damai. Perdamaian ialah suatu akad yang bertujuan untuk mengakhiri perselisihan atau persengketaan.21 Selanjutnya dikatakan ada tiga rukun yang harus dipenuhi yaitu : ijab, qabul dan lafadz Upaya damai yang dilakukan biasanya ditempuh melalui musyawarah (syuura) untuk mencapai mufakat diantara para pihak yang berselisih. Dengan musyawarah yang mengedepankan prinsip21
Sohari Sahrani, Ru‟fah Abdullah, Fikih Muamalah (Bogor : Ghalia Indonesia, 2011) Cet ke-1 h. 230
31
prinsip syariat, diharapkan apa yang menjadi persoalan para pihak dapat diselesaikan. Salah satu penerapan dari penyelesaian secara Perdamaian ini terdapat dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/9/PBI/2011 tentang perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. Restrukturisasi Pembiayaan adalah upaya yang dilakukan dalam rangka membantu nasabah agar dapat menyelesaikan kewajibannya, antara lain: o Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan jadwal pembayaran kewajiban nasabah atau jangka waktunya; o Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau seluruh persyaratan Pembiayaan tanpa menambah sisa pokok kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada Bank, antara lain meliputi:
perubahan jadwal pembayaran;
perubahan jumlah angsuran;
perubahan jangka waktu;
perubahan nisbah dalam pembiayaan mudharabah atau musyarakah;
32
perubahan mudharabah
proyeksi atau
bagi
hasil
musyarakah;
dalam dan/atau
pembiayaan pemberian
potongan. o Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan persyaratan Pembiayaan yang antara lain meliputi:
penambahan dana fasilitas Pembiayaan Bank;
konversi akad Pembiayaan;
konversi
Pembiayaan
menjadi
surat
berharga
syariah
berjangka waktu menengah; dan/atau
konversi Pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara pada perusahaan nasabah, yang dapat disertai dengan rescheduling atau reconditioning.
2. Badan Arbitrase Syariah Nasional a. Pengertian Kata arbitrase berasal dari bahasa latin arbitrare yang artinya kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu menurut "kebijaksanaan". Arbitrase adalah suatu penyelesaian atau pemutusan sengketa oleh seorang wasit atau para wasit yang berdasarkan persetujuan bahwa mereka akan tunduk atau menaati keputusan yang akan diberikan wasit atau para wasit yang mereka pilih atau tunjuk tersebut.22
22
R. Subekti, Arbitrase Perdagangan, (Bandung: Bina Cipta, 1979), h.1
33
Sedangkan arbitrase dalam perspektif Islam (arbitrase syariah) dapat disepadankan dengan istilah tahkim. Tahkim berasal dari kata kerja hakkama.23 Secara teknis tahkim memiliki pengertian yang sama dengan arbitrase yang dikenal saat ini, yaitu : "Pengangkatan seorang atau lebih sebagai wasit oleh dua orang yang berselisih atau lebih, guna menyelesaikan perselisihan mereka secara damai". Kata sinonim yang digunakan adalah muhakkam, sedang wasit atau arbiter digunakan istilah hakam, yaitu yang menyelesaikan perselisihan. b. Landasan Hukum Al-qur'an dan sunnah sebagai sumber hukum yang paling utama memberikan petunjuk kepada manusia apabila terjadi sengketa di antara para pihak, apakah di bidang politik, keluarga, ataupun bisnis. Hal ini sebagaimana yang terdapat dalam Al-qur'an surat An-Nissa ayat 35 yang artinya : "Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal". (Q.S. AnNisaa : 4 : 35) Hal ini juga dijelaskan dalam HR. Al-Nasa‟i yang artinya: 23
Luis Ma‟luf, Al-Munjid Fi al-Lughah wa al-A‟lam, (Beirut: Dar al-Masyriq, 1994), h.146
34
“Yazid (Ibn al-Miqdam bin Syuraih) menceritakan kepada kami, (riwayat) dari Syuraih bin Hani dari ayahnya (Hani), bahwa ketika ia (Hani) menemui Rasulullah SAW banyak orang memanggilnya dengan panggilan Abul Hakam, kemudian Rasul memanggil Hani seraya bersabda: sesungguhnya Hakam itu adalah Allah dan kepadaNyalah dimintakan hukum. Mengapa kamu dipanggil Abu al-Hakam?” Abu Syuraih menjawab: jika kaumku bersengketa maka mereka mendatangiku untuk meminta penyelesaian dan kedua belah pihak akan rela dengan putusanku”, kemudian nabi mengomentari jawaban Abu Syuraih : “Alangkah baiknya perbuatanmu ini! Apakah kamu mempunyai anak ?”. Abu Syuraih menjawab: “Ya, saya punya anak yaitu Syuraih, „Abdullah, dan Musallam”. Siapa yang paling tua? “. Tanya Nabi. Jawab Abu Syuraih: “Syuraih” kata Rasul: “kalau begitu, engkau adalah Abu Syuraih”. (HR. Al-Nasa‟i). Kemudian MUI pun mengeluarkan SK Dewan Pimpinan MUI No. Kep-09/MUI/XII/2003 Tanggal 30 Syawal 1424 H (24 Desember 2003) tentang Badan Arbitrase Syariah Nasional. Sedangkan dasar hukum arbitrase yang berlaku secara positif dapat dijelaskan bahwa, Alternatif penyelesaian sengketa yang bersifat umum, yaitu Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Undang-undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Kontruksi, Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, Undang-undang No. 31 Tahun 2000 tentang
35
Desain Industri, dan Undang - undang No. 32 tentang Tata Letak Sirkuit Terpadu. c. Macam – macam Arbitrase dan Ketentuan Secara umum orang mengenal dua macam arbitrase dalam praktek, yaitu sebagai berikut: a. Arbitrase Ad-Hoc (Volunter Arbitrase) Disebut dengan arbitrase ad-hoc atau volunteer arbitrase karena sifat dari arbitrase ini yang tidak permanen atau insidentil. Arbitrase ini keberadaannya hanya untuk memutus dan menyelesaikan suatu kasus sengketa tertentu saja. Setelah sengketa selesai diputus, maka keberadaan arbitrase ad-hoc ini pun lenyap dan berakhir dengan sendirinya. Para arbiter yang menangani penyelesaian sengketa ini ditentukan dan dipilih sendiri oleh para pihak yang bersengketa; demikian pula tata cara pengangkatan para arbiter, pemeriksaan dan penyelesaian sengketa, tenggang waktu penyelesaian sengketa tidak memiliki bentuk yang baku. Hanya saja dapat dijadikan patokan bahwa pemilihan dan penentuan hal hal tersebut terdahulu tidak boleh menyimpang dari apa yang telah ditentukan oleh undang-undang.24 Dalam arbitrase ad hoc proses beracara dalam arbitrase ditentukan sendiri oleh para pihak menurut ketentuan yang lazim
24
Gunawana Wijaya dan Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis: Hukum Arbitrase, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2001), Cet. Ke-2, h. 19
36
berlaku, atau jika dikehendaki dapat diikuti proses beracara pengadilan. Pada arbitrase ad hoc para pihak dapat mengatur cara-cara bagaimana pelaksanaan pemilihan arbiter, kerangka kerja prosedur arbitrase dan aparatur
administrasi
dan
arbitrase.
Namun
demikian
dalam
pelaksanaannya, arbitrase ad hoc ini memiliki kesulitan antara lain kesulitan dalam melakukan negosiasi dan menetapkan aturan-aturan prosedural dan arbitrase serta kesulitan dalam merencanakan metode metode pemilihan arbiter yang dapat diterima kedua belah pihak. Karena ada beberapa kesulitan itu sering kali dipilih bentuk arbitrase kedua yaitu arbitrase institusional. b. Arbitrase Institusional (Lembaga Arbitrase) Sedikit berbeda dari arbitrase ad-hoc, arbitrase institusional keberadaannya praktis bersifat permanen, dan karenanya juga dikenal dengan nama "permanent arbitral body". Arbitrase institusional ini merupakan suatu lembaga arbitrase yang khusus didirikan untuk menyelesaikan sengketa terbit dari kalangan dunia usaha hampir dari semua Negara-negara maju terdapat lembaga arbitrase ini, yang pada umumnya pendiriannya diprakarsai oleh Kamar Dagang dan Industri Negara tersebut. Lembaga arbitrase ini mempunyai aturan main sendiri sendiri yang telah dibakukan. Secara umum dapat dikatakan bahwa penunjukan lembaga ini berarti menunjukkan diri pada aturan-aturan main dari
37
lembaga ini. Untuk jelasnya, hal ini dapat dilihat dari peraturan peraturan yang berlaku untuk masing-masing lembaga tersebut.25 Proses beracara dalam arbitrase institusional biasanya memutus proses beracara yang sudah baku menurut ketentuan lembaga tersebut. Dalam arbitrase institusional, di samping ketentuan yang berlaku umum tata cara pengangkatan arbiter biasanya sudah ditentukan oleh lembaga tersebut, termasuk perlawanan yang mungkin ditiadakan terhadap arbiter yang ditunjuk. Selain itu bagi arbitrase institusional, proses beracara dalam arbitrase institusional biasanya memutuskan proses beracara yang sudah baku menurut lembaga tersebut. d. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Terkait dengan prosedur, bahwa arbitrase adalah suatu prosedur penyelesaian sengketa di luar pengadilan berdasarkan persetujuan para pihak yang berkepentingan untuk menyerahkan sengketa mereka kepada seorang wasit atau arbiter.26 Sedangkan yang dimaksud dengan prosedur berperkara melalui badan arbitrase adalah keseluruhan proses yang harus ditempuh sejak awal pendaftaran perkara dari segi administratif, penunjukan arbiter/majelis arbiter, persidangan, pemeriksaan perkara, pembuktian dan kesimpulan, kemudian diputuskan.
25
Ibid. hlm. 19 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum : Suatu pengantar, (Yogyakarta: Penerbit Liberty, 1999), h. 144 26
38
Berkaitan dengan prosedur dan proses penyelesaian sengketa lembaga keuangan syariah melalui Basyarnas harus didasarkan pada UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Peraturan Prosedur Basyarnas (dulu BAMUI). Adapun ketentuan-ketentuan umum yang terkait prosedur penyelesaian sengketa UU No. 30 Tahun 1999 adalah sebagai berikut:27 a)
Pemeriksaan sengketa harus diajukan secara tertulis, namun demikian dapat juga secara lisan apabila disetujui para pihak dan dianggap perlu oleh Arbiter atau Majelis Arbiter.
b)
Arbirter atau Majelis Arbirter terlebih dahulu mengusahakan perdamaian antara pihak yang bersengketa.
c)
Pemeriksaan atas sengketa harus diselesaikan dalam waktu paling lama 180 hari sejak Arbiter atau Majelis Arbiter terbentuk, namun demikian dapat diperpanjang apabila diperlukan dan disetujui para pihak.
d)
Putusan Arbitrase harus memuat kepala putusan yang berbunyi “Demi keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” nama sengkat sengketa, uraian singkat sengketa, pendirian cara pihak, nama lengkat dan alamat Arbiter atau Majelis Arbiter mengenai keselurhan sengketa, pendapat masing-masing Arbiter dalam hal terdapat perbedaan pendapat dalam Majelis Arbitrase, amar putusan, tempat dan tanggal putusan, dan tanatangan Arbiter atau Majelis Arbiter.
27
Indonesia, “UU No. 30 Tahun 1999 : Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
39
e)
Dalam putusan ditetapkan suatu jangka waktu putusan tersebut harus dilaksanakan.
f)
Apabila pemeriksaan sengketa telah selesai, pemeriksaan harus ditutup dan ditetapkan sidang mengucapkan putusan arbitrase dan diucapkan dalam waktu paling lama 30 hari setelah pemeriksaan ditutup.
g)
Dalam waktu paling lama 14 hari setelah putusan diterima, para pihak dapat mengajukan permohonan kepada Arbiter atau Majelis Arbiter untuk melakukan koreksi terhadap kekeliruan administrasi dan atau menambah atau mengurangi seuatu tuntutan putusan. Berdasarkan ketentuan-ketentuaun prosedur di atas, dimaksudkan
untuk menjaga agar jangan sampai penyelesaian sengketa melalui arbitrase termasuk juga arbitrase syariah menjadi berlarut-larut, sehingga dengan demikian dalam arbitrase tidak terbuka upaya hukum banding, kasasi maupun peninjauan kembali. Dengan demikian, putusan yang sudah tandatangani arbiter bersifat final and binding artinya putusan Basyarnas mempunyai kekuatan mengikat dan padanya tidak dapat dilakukan upaya hukum apapun. Namun, di sini ada pengecualian apabila telah terjadi kekhilafan, atau penipuan di dalamnya mengenai suatu fakta atau dengan adanya novum. Setelah putusan tersebut sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, maka salinan otentik putusan diserahkan dan didaftarkan di kepeniteraan
40
PN (Pengadilan Negeri). Bilamana putusan tidak dilakukan secara sukarela, maka dilaksanakan berdasarkan perintah ketua PN (Pengadilan Negeri). Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 8 Tahun 2008 perubahan No. 02 Tahun 2008 tentang Eksekusi Putusan Badan Arbitrase Syariah, disebutkan bahwa dalam hal putusan Badan Arbitrase Syariah tidak dilaksanakan secara sukarela, maka putusan tersebut berdasarkan perintah Pengadilan Agama. b. Litigasi (Pengadilan Agama) Langkah ini akan diambil bilamana nasabah tidak beritikad baik yaitu menunjukkan kemauan untuk memenuhi kewajibannya sedangkan nasabah sebenarnya masih mempunyai harta kekayaan lain yang tidak dikuasai oleh bank atau sengaja disembunyikan atau mempunyai sumbersumber lain untuk mengatasi kredit macetnya. Sejak diundangkannya Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama maka bilamana terjadi sengketa dalam bidang muamalah maka diselesaikan lewat Pengadilan Agama. Perubahan penting yang ada dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 adalah perluasan kekuasaan atau kewenangan pengadilan agama yang meliputi juga sengketa di bidang Ekonomi Syariah . Hal ini terdapat pada Pasal 49 Undang-Undang No. 3 Tahun 2006, yang dimaksudkan dengan ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut syariah, meliputi Bank
41
Syariah, Asuransi Syariah, Reasuransi Syariah, Reksadana Syariah, Obligasi dan surat berharga jangka menengah syariah, Sekuritas Syariah, Pembiayaan Syariah, Pegadaian Syariah, Dana Pensiun Lembaga Keuangan Syariah, Bisnis Syariah serta Lembaga Keuangan Mikro Syariah.28. Perbedaan yang sangat mendasar pada kedudukan Peradilan Agama sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, adalah terletak pada kewenangan absolutnya. Ketika masih diberlakukannya UndangUndang Nomor 7 tahun 1989 sebagai payung hukum terakhir bagi tugastugas Peradilan Agama, kewenangan Pengadilan Agama hanya sebatas menyelesaian perkara-perkara yang menyangkut perkawinan, warisan, wasiat, hibah, waqaf dan shadaqoh. Sehingga bilamana terjadi sengketa menyangkut ekonomi syariah hanya bisa dilakukan di Pengadilan Negeri. a. Penyelesaian Melalui Proses Persidangan (Litigasi) Adapun hal hal penting yang harus dilakukan terlebih dahulu tersebut antara lain yaitu : 1) Pastikan Lebih Dahulu Perkara Tersebut Bukan Perkara Perjanjian yang Mengandung Klausula Arbitrase. 2) Pelajari Secara Cermat Perjanjian (Akad) yang Mendasari Kerja Sama Antar Para Pihak. 3) Prinsip Utama dalam Menangani Perkara Ekonomi syari‟ah.
28
Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, pasal 49 huruf i.
42
penyelesaian perkara perbankan syari‟ah di lingkungan peradilan agama akan dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum acara perdata sebagaimana yang berlaku di lingkungan peradilan umum. Artinya, setelah upaya damai ternyata tidak berhasil maka hakim melanjutkan proses pemeriksaan perkara tersebut di persidangan sesuai dengan ketentuan hukum perdata dimaksud. Dengan demikian dalam hal ini proses pemeriksaan perkara tersebut akan berjalan sebagaimana lazimnya proses pemeriksaan perkara perdata di pengadilan yang secara umum akan dimulai dengan pembacaan surat gugatan penggugat, lalu disusul dengan proses menjawab yang akan diawali dengan jawaban dari pihak tergugat, kemudian replik penggugat, dan terakhir duplik dari pihak tergugat. Setelah proses jawab menjawab tersebut selesai, lalu persidangan dilanjutkan dengan acara pembuktian. Pada tahap pembuktian ini kedua belah pihak beperkara masing-masing mengajukan bukti-buktinya guna mendukung dalil-dalil yang telah dikemukakan di persidangan. Setelah masing-masing pihak mengajukan bukti-buktinya, lalu tahap berikutnya adalah kesimpulan dari para pihak yang merupakan tahap terakhir dari proses pemeriksaan perkara di persidangan. Setelah seluruh tahap pemeriksaan perkara di persidangan selesai, hakim melanjutkan kerjanya untuk mengambil putusan dalam rangka mengadili atau memberikan
43
keadilan dalam perkara tersebut. Untuk itu tindakan selanjutnya yang harus dilakukan hakim dalam memeriksa dan mengadili perkara tersebut adalah melakukan konstatir, mengkualifitsir, dan meng-konstituir guna menemukan hukum dan menegakkan keadilan atas perkara tersebut untuk kemudian disusun dalam suatu putusan (vonnis) hakim Adapun kerangka kerja dari ketiga hal tersebut, yaitu :29 Pertama, meng-konstatir artinya menguji benar tidaknya peristiwa atau fakta yang diajukan para pihak melalui pembuktian menggunakan alat-alat bukti yang sah menurut hukum pembuktian. Hal ini harus diuraikan secara sistematis dalam putusan hakim pada bagian duduk perkaranya. Kerangka kerja berkaitan dengan hal ini secara garis besar meliputi : 1. Memeriksa identitas para pihak, termasuk kuasa hukumnya jika ada. 2. Mengupayakan perdamaian bagi para pihak beperkara sesuai dengan ketentuan Pasal 154 R.Bg / 130 HIR dan / atau melalui upaya mediasi sebagaimana PERMA No. 01 Tahun 2008 seperti diuraikan sebelumnya. 3. Memeriksa syarat-syarat perkara tersebut sebagai perkara. 4. Memeriksa seluruh fakta atau peristiwa yang dikemukakan para pihak. 29
A. Mukti Arto, Praktik Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996), h. 33, 36-37
44
5. Memeriksa syarat-syarat dan unsur-unsur setiap fakta atau peristiwa. 6. Memeriksa alat-alat bukti yang diajukan di persidangan sesuai dengan tata cara pembuktian yang diatur dalam hukum acara perdata. 7. Memeriksa jawaban, sangkalan, keberatan dan bukti-bukti pihak lawan. 8. Mendengar kesimpulan masing-masing pihak. 9. Melakukan pemeriksaan di persidangan sesuai dengan hukum acara yang berlaku. Kedua, meng-kualifisir, artinya menilai peristiwa atau fakta yang telah terbukti itu termasuk hubungan hukum apa dan menemukan hukumnya bagi peristiwa yang telah dikonstatir. Hal ini harus diuraikan dalam putusan hakim pada bagian pertimbangan hukumnya. Kerangka kerja dalam hal ini secara garis besar meliputi : 1. Merumuskan pokok perkara tersebut 2. Mempertimbangkan syarat-syarat formil perkara 3. Mempertimbangkan beban pembuktian 4. Mempertimbangkan keabsahan peristiwa atau fakta sebagai fakta hukum 5. Mempertimbangkan secara logis, kronologis, dan yuridis fakta-fakta hukum menurut hukum pembuktian
45
6. Mempertimbangkan jawaban, keberatan dan sangkalan sangkalan serta bukti-bukti lawan sesuai hukum pembuktian 7. Menemukan hubungan hukum peristiwa-peristiwa atau fakta yang terbukti dengan petitum 8. Menemukan hukumnya, baik hukum tertulis maupun yang tidak tertulis dengan menyebutkan sumber-sumbernya (lihat antara lain sumber-sumber hukum materiil setelah pembahasan ini) 9. Mempertimbangkan biaya perkara Ketiga, meng-konstituir artinya menetapkan hukum atas perkara tersebut. Dalam hal ini hakim : 1. Menetapkan hukum atas perkara tersebut dalam amar putusannya 2. Mengadili sebatas petitum yang ada, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang 3. Menetapkan biaya perkara Demikian secara garis besar prosedur pemeriksaan perkara ekonomi syari‟ah di pengadilan agama sesuai dengan ketentuan hukum acara yang berlaku.
BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
A. Profil Bank Muamalat Indonesia 1. Sekilas Tentang Bank Muamalat Indonesia Saat ini Bank Muamalat memberikan layanan kepada 3,9 juta nasabah melalui 456 kantor layanan yang tersebar di 34 Provinsi di dan didukung oleh jaringan layanan di lebih dari 4.000 outlet System Online Payment Point (SOPP) di PT. POS Indonesia dan 1.483 Automated Teller Machine (ATM). Untuk
memantapkan
aksesibilitas
nasabah.
Bank
Muamalat
telah
meluncurkan Shar-e Gold yang dapat digunakan untuk bertransaksi bebas biaya di jutaan merchant di 170 negara. Bank
Muamalat
merupakan
satu-satunya
bank
syariah
yang
berekspansi ke luar negeri dengan membuka kantor cabang di Kuala Lumpur, Malaysia. Nasabah dapat memanfaatkan jaringan Malaysia Electronic Payment System (MEPS) dengan jangkauan akses lebih dari 2.000 ATM di Malaysia. Pelopor
perbankan
syariah
ini
selalu
berkomitmen
untuk
menghadirkan layanan perbankan syariah yang kompetitif dan mudah dijangkau bagi masyarakat hingga ke berbagai pelosok Nusantara.
47
48
Bukti komitmen tersebut telah mendapat apresiasi dari pemerintah, media massa, lembaga nasional dan internasional, serta masyarakat luas dengan perolehan lebih dari 100 penghargaan bergengsi selama 5 tahun terakhir.30 2. Sejarah Singkat Perjalanan Bank Muamalat Indonesia Gagasan pendirian Bank Muamalat berawal dari lokakarya Bunga Bank dan Perbankan yang diselenggarakan Majelis Ulama Indonesia pada 1820 Agustus 1990 di Cisarua, Bogor. Ide ini berlanjut dalam Musyawarah Nasional IV Majelis Ulama Indonesia di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, pada 2225 Agustus 1990 yang diteruskan dengan pembentukan kelompok kerja untuk mendirikan bank murni syariah pertama di Indonesia. Realisasinya dilakukan pada 1 November 1991 yang ditandai dengan penandatanganan akte pendirian PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk di Hotel Sahid Jaya berdasarkan Akte Notaris Nomor 1 Tanggal 1 November yang dibuat oleh Notaris Yudo Paripurno, S.H. dengan Izin Menteri Kehakiman Nomor C2.2413. T.01.01 Tanggal 21 Maret 1992/Berita Negara Republik Indonesia Tanggal 28 April 1992 Nomor 34. Pada saat penandatanganan akte pendirian ini diperoleh komitmen dari berbagai pihak untuk membeli saham sebanyak Rp 84 miliar. Kemudian 30
Bank Muamalat Indonesia, Laporan Tahunan 2013, (Jakarta: Bank Muamalat Indonesia, 2013), h. 16.
49
dalam acara silaturahmi pendirian di Istana Bogor diperoleh tambahan dana dari masyarakat Jawa Barat senilai Rp 106 miliar sebagai wujud dukungan mereka. Dengan modal awal tersebut dan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 1223/ MK.013/1991 tanggal 5 November1991 serta izin usaha yang berupa Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 430/ KMK.013/1992 Tanggal 24 April 1992, Bank Muamalat mulai beroperasi pada 1 Mei 1992 bertepatan dengan 27 Syawal 1412 H. Pada 27 Oktober 1994, Bank Muamalat mendapat kepercayaan dari Bank Indonesia sebagai Bank Devisa. Beberapa tahun yang lalu Indonesia dan beberapa negara di Asia Tenggara pernah mengalami krisis moneter yang berdampak terhadap perbankan nasional yang menyebabkan timbulnya kredit macet pada segmen korporasi. Bank Muamalat pun ikut terimbas dampak tersebut. Tahun 1998, angka non performing financing (NPF) Bank Muamalat sempat mencapai lebih dari 60%. Perseroan mencatat kerugian sebesar Rp 105 miliar dan ekuitas mencapai titik terendah hingga Rp 39,3 miliar atau kurang dari sepertiga modal awal. Kondisi tersebut telah mengantarkan Bank Muamalat memasuki era baru dengan keikutsertaan Islamic Development Bank (IDB), yang berkedudukan di Jeddah Saudi Arabia, sebagai salah satu pemegang saham
50
luar negeri yang resmi diputuskan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada 21 Juni 1999. Dalam kurun waktu 1999-2002 Bank Muamalat terus berupaya dan berhasil membalikkan keadaan dari rugi menjadi laba. Hasil tersebut tidak lepas dari upaya dan dedikasi segenap karyawan dengan dukungan kepemimpinan yang kuat, strategi usaha yang tepat, serta kepatuhan terhadap pelaksanaan perbankan syariah secara murni. Proses transformasi yang dijalankan Bank Muamalat membawa hasil yang positif dan signifikan terlihat dari aset Bank Muamalat yang tumbuh dari tahun 2008 sebesar Rp 12,6 triliun menjadi Rp 54,6 triliun di tahun 2013.31 3. Visi dan Misi32 a. Visi Menjadi bank syariah utama di Indonesia, dominan dipasar spiritual dikagumi dipasar ragional b. Misi Menjadi ROLE MODEL Lembaga Keuangan Syariah dunia dengan penekanan pada semangat kewirausahaan, keunggulan manajemen
dan
orientasi
investasi
yang
inovatif
untuk
memaksimumkan nilai bagi stakeholder. 31
Ibid, hlm. 17 Bank Muamalat Indonesia, Visi dan Misi. http://www.bankmuamalat.co.id/tentang/visi-andmisi (diakses pada tanggal 4 April 2015) 32
51
B. Struktur Organisasi Bank Muamalat Indonesia Dewan Pengawas Syariah Bank Muamalat Indonesia secara struktur tidak terpisah dengan unitunit oraganisasi Bank BNI lainnya. Adapun strukutr tersebut adalah sebagai pimpinan tertinggi yaitu Rapat Umum Pemegang Saham, kemudian Dewan Pengawas Syariah (DPS), Sementara itu, Dewan Komisaris membewahi Direktur Utama. 1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) RUPS adalah dewan tertinggi yang ada di Bank Muamalat Indonesia.
Tugasnya
memimpin
rapat
pemegan
saham
serta
mengawasi jalannya kegiatan yang dilaksanakan oleh Bank Muamalat Indonesia. 2. Dewan Pengawas Syariah33 Dewan Pengawas Syariah adalah dewan yang bertugas memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip Syariah. Berdasarkan hasil keputusan RUPS Tahunan tanggal 23 April 2009 dan Berita Acara RUPS Tahunan No.142 tanggal 23 April 2009 yang dibuat oleh Notaris Arry Supratno, SH di Jakarta, ditetapkan
33
Bank Muamalat Indonesia, Laporan Tahunan 2013, (Jakarta: Bank Muamalat Indonesia, 2013), h. 232.
52
bahwa susunan Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah sebanyak 3 (tiga) orang, yang terdiri dari: 1. KH. Ma‟ruf Amin : Ketua DPS 2. Prof. DR. KH. Muardi Chatib, MA : Anggota 3. Prof. DR. Umar Shihab, MA : Anggota 3. Dewan Komisaris34 Dewan Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Anggota Dewan Komisaris Bank Muamalat berjumlah 6 (enam) orang termasuk Komisaris Utama. Pengangkatan berdasarkan hasil keputusan RUPS Luar Biasa tanggal 27 Oktober 2011 yang dituangkan dalam akta notaril Berita Acara RUPS Luar Biasa PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk No. 280 tanggal 27 Oktober 2011 yang dibuat oleh Notaris Arry Supratno, SH di Jakarta, serta rekomendasi
dari
Komite
Remunerasi
dan
surat
Nominasi
No.003/KRN/BMI/VIII/2011 tanggal 23 Agustus 2011 tentang rekomendasi pengangkatan Saleh Ahmed Al-Ateeqi dan Mohamad AlMidani sebagai anggota Dewan Komisaris Perseroan dengan 34
Ibid, hlm. 205.
53
jabatan
masing-masing
selaku
Komisaris
Perseroan.
Adapun
susunannya sebagai berikut : 1. Widigdo Sukarman Sebagai Komisaris Utama 2. Emirsyah Satar Sebagai Komisaris 3. Sultan Mohammed Hasan Abdulrauf Sebagai Komisaris 4. Andre Mirza Hartawan Sebagai Komisaris 5. Mohamad Al-Midani Sebagai Komisaris 6. Saleh Ahmed Al-Ateeqi Sebagai Komisaris 3. Dewan Direksi35 Direksi bertanggung
adalah organ jawab
penuh
perseroan atas
yang berwenang dan
pengurusan
perseroan
untuk
kepentingan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam dan di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Adapun nama-nama anggota Direksi dan jabatannya serta tugas dan tanggung jawab dari masing-masing Direktur, sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Direksi No.076A /DIR/KPTS/ X/2010 tanggal 29 Oktober 2010 tentang Penyempurnaan Struktur Organisasi Bank Muamalat dan terakhir dirubah sesuai dengan Surat Keputusan No.039/DIR/KPTS/II/2013 35
Ibid, hlm. 242
tanggal
19
Februari
2013
tentang
54
Penyempurnaan
Struktur
Organisasi
PT
Bank
Muamalat
Indonesia,Tbk dan Surat Keputusan No.177/DIR/KPTS/IX/2013 tanggal 23 September 2013 tentang Penyempurnaan Struktur Organisasi dibawah Retail Banking Director dan Finance & Operations Director
PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk sebagai
berikut: 1. Arviyan Arifin Sebagai Direktur Utama 2. Andi Buchari Sebagai Direktur Kepatuhan & Manajemen Risiko 3. Adrian Asharyanto Gunadi Sebagai Direktur Bisnis Ritel 4. Luluk Mahfudah Sebagai Direktur Bisnis Korporasi 5. Hendiarto Sebagai Direktur Keuangan dan Operasional C. Produk-Produk Bank Muamalat Indonesia Bank Muamalat Indonesia memiliki berbagai macam jenis produk dan jasa, produk ini pun terbagi menjadi 2 bagian yaitu produk pendanaan dan produk pembiayaan:36 I.
Produk Pendanaan A. Giro Muamalat i. Giro Perorangan
36
Bank Muamalat Indonesia, Laporan Tahunan 2013, (Jakarta: Bank Muamalat Indonesia, 2013), hlm. 570.
55
Giro syariah dalam mata uang Rupiah dan US Dollar yang memudahkan semua jenis kebutuhan transaksi bisnis maupun transaksi keuangan personal Anda. Giro ini diperuntukkan perorangan dengan usia 18 tahun ke atas. ii. Giro institusi Giro syariah dalam mata uang Rupiah dan US Dollar yang memudahkan dan membantu semua jenis kebutuhan transaksi bisnis perusahaan Anda. Giro ini diperuntukkan bagi institusi yang memiliki legalitas badan. B. Tabungan i. Tabungan Muamalat Tabungan dalam mata uang rupiah yang dapat digunakan untuk beragam jenis transaksi, memberikan akses yang mudah, serta manfaat yang luas. Tabungan Muamalat kini hadir dengan dua pilihan kartu ATM/Debit yaitu Kartu Shar-E Reguler dan Shar-E Gold. ii. Tabungan Muamalat Dollar Tabungan dalam denominasi valuta asing US Dollar (USD) dan Singapore Dollar (SGD) bertujuan untuk melayani kebutuhan transaksi dan investasi yang lebih beragam.
56
iii. Tabungan Haji Arafah Tabungan haji dalam mata uang rupiah yang dikhususkan bagi Anda masyarakat muslim Indonesia yang berencana menunaikan ibadah Haji. iv. Tabungan Haji Arafah Plus Tabungan haji dalam mata uang rupiah yang dikhususkan bagi Anda masyarakat muslim Indonesia yang berencana menunaikan ibadah Haji secara regular maupun plus. v. Tabungan iB Muamalat Rencana Tabungan iB Muamalat Rencana merupakan tabungan berjangka dalam mata uang rupiah dan dengan setoran rutin bulanan yang tidak bisa ditarik sebelum jangka waktu berakhir kecuali penutupan rekening dan pencairan dana hanya bisa dilakukan ke rekening sumber dana bertujuan untuk membantu mewujudkan berbagai rencana nasabah. vi. Tabungan Muamalat Umroh Tabungan Umroh merupakan tabungan berencana dalam mata uang rupiah yang akan membantu Anda mewujudkan impian untuk berangkat beribadah Umroh. vii. TabunganKu Tabungan syariah dalam mata uang rupiah yang sangat terjangkau bagi Anda dan semua kalangan masyarakat.
57
viii. Tabungan iB Muamalat Prima Tabungan iB Muamalat Prima merupakan tabungan prioritas yang didesain bagi nasabah yang ingin mendapatkan bagi hasil maksimal dan kebebasan bertransaksi. C. Deposito i. Deposito Mudharabah Deposito syariah dalam mata uang Rupiah dan US Dollar yang fleksibel dan memberikan hasil investasi yang optimal bagi Anda. Deposito Mudharabah diperuntukkan perorangan usia 18 tahun ke atas dan institusi yang memiliki legalitas badan. ii. Deposito Fulinves Deposito syariah dalam mata uang Rupiah dan US Dollar yang fleksibel dan memberikan hasil investasi yang optimal serta perlindungan asuransi jiwa gratis bagi Anda. iii. Dana Pensiun Muamalat Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) Muamalat dapat diikuti oleh mereka yang berusia minimal 18 tahun, atau sudah menikah, dan pilihan usia pensiun dengan iuran sangat terjangkau, yaitu minimal Rp 20.000,- (dua puluh ribu rupiah) per bulan dan pembayarannya dapat didebet secara otomatis dari rekening Bank Muamalat atau dapat ditransfer dari bank lain.
58
II.
Produk Pembiayaan A. Konsumen i. KPR MUALAMAT iB KPR Muamalat iB adalah produk pembiayaan yang akan membantu Anda untuk memiliki rumah (ready stock/bekas), apartemen, ruko, rukan, kios maupun pengalihan take over KPR dari bank lain. Pembiayaan rumah indent, pembangunan dan renovasi. Diperuntukkan bagi perorangan (WNI) cakap hukum yang berusia minimal 21 tahun atau maksimal 55 tahun untuk karyawan dan 60 tahun untuk wiraswasta atau profesional pada saat jatuh tempo pembiayaan. ii. iB MUAMALAT UMROH iB Muamalat Umroh adalah produk pembiayaan yang akan membantu mewujudkan impian Anda untuk beribadah umroh dalam waktu yang segera. Diperuntukkan bagi perorangan (WNI) cakap hukum yang berusia minimal 21 tahun atau maksimal 55 tahun pada saat jatuh tempo pembiayaan. Dengan jangka waktu pembiayaan sampai dengan 36 bulan. iii. iB MUAMALAT KOPERASI KARYAWAN Pembiayaan konsumtif yang diperuntukkan bagi beragam jenis pembelian konsumtif kepada karyawan/guru/PNS (selaku end user) melalui koperasi. Diperuntukkan bagi karyawan usia 18 tahun keatas secara berkelompok yang diajukan melalui Koperasi Karyawan.
59
iv. iB MULTIGUNA Pembiayaan untuk pemenuhan kebutuhan konsumen yaitu untuk pembelian barang halal (selain tanah, bangunan, mobil dan emas) serta sewa jasa yang dibolehkan secara syariah (selain pembiayaan ibadah haji dan umroh). v. iB PENSIUN Muamalat Pensiun adalah fasilitas pembiayaan konsumer untuk pembelian barang halal (tidak termasuk rumah) atau sewa jasa yang diberikan kepada para pensiunan dan janda/duda pensiunan, dimana pembayaran manfaat pensiun wajib dialihkan melalui Bank Muamalat. vi. iB KONSUMER DUO Fasilitas pembiayaan konsumer berdasarkan 2 (dua) Akad Murabahah yang diberikan bagi masyarakat yang membutuhkan pembiayaan properti/hunian dan pembiayaan kendaraan bermotor. vii. Pembiayaan kepada Mulitifinance (Autoloan) Pembiayaan kepada perusahaan multifinance untuk penyaluran fasilitas pembiayaan pemilikan kendaraan bermotor kepada end user. B. Modal Kerja i. iB Modal Kerja SME Pembiayaan modal kerja adalah produk pembiayaan yang akan membantu kebutuhan modal kerja usaha Anda yang akan diberikan dalam rupiah maupun valuta asing sehingga kelancaran operasional
60
dan rencana pengembangan usaha Anda akan terjamin. Diperuntukkan bagi perorangan (WNI) pemilik usaha dan badan usaha yang memiliki legalitas di Indonesia. ii. iB Rekening Koran Muamalat Pembiayaan rekening koran syariah adalah produk pembiayaan khusus modal kerja yang akan meringankan usaha Anda dalam mencairkan dan melunasi pembiayaan sesuai kebutuhan dan kemampuan. Diperuntukkan bagi badan usaha yang memiliki legalitas di Indonesia. iii. iB Muamalat Usaha Mikro Produk pembiayaan Mikro yang akan diluncurkan dengan brand UMMAT (Usaha Mikro Muamalat) merupakan pembiayaan dalam bentuk modal kerja dan investasi, yang diberikan kepada pengusaha mikro baik untuk pengusaha perorangan maupun badan usaha non hukum. iv. Program Sahabat Muamalat Merupakan program pembiayaan khusus modal kerja dalam rupiah yang akan diberikan kepada BMT/ Koperasi Syariah/KJKS. Bank Muamalat melakukan kerjasama dengan Baitul Maal wat-Tamwil (BMM) untuk menambahkan fungsi pendampingan dan monitoring usaha
kepada
BMT/Koperasi
Syariah/
pengembangan organisasi serta usahanya.
KJKS
dalam
rangka
61
C. Investasi i. iB Investasi SME Pembiayaan investasi adalah pembiayaan yang akan membantu kebutuhan investasi jangka menengah/ panjang usaha Anda guna membiayai pembelian barang-barang modal dalam rangka rehabilitasi, modernisasi, perluasan ataupun pendirian proyek baru sehingga mendukung rencana ekspansi yang telah Anda susun. Diperuntukkan bagi perorangan (WNI) pemilik usaha dan badan usaha yang memiliki legalitas di Indonesia. ii. iB Properti Bisnis Muamalat iB Properti Bisnis Muamalat adalah produk pembiayaan yang akan membantu usaha Anda untuk membeli, membangun, ataupun merenovasi property maupun pengalihan take-over pembiayaan property dari bank lain untuk kebutuhan bisnis Anda. Diperuntukkan bagi perorangan (WNI) pemilik usaha dan badan usaha dalam negeri yang memiliki legalitas di Indonesia.
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN
A. Kedudukan Hukum Keputusan Dewan Syariah Nasional Fatwa adalah pendapat atau keputusan mengenai ajaran Islam yang disampaikan oleh lembaga atau perorangan yang diakui otoritasnya, yakni mufti.37 Fatwa memiliki fungsi tabyin dan taujih. Tabyin artinya menjelaskan hukum yang merupakan regulasi praksis bagi lembaga keuangan, khususnya yang diminta praktisi ekonomi syariah ke DSN dan taujih, yakni memberikan guidance (petunjuk) serta pencerahan kepada masyarakat luas tentang norma ekonomi syari‟ah. 38 Memang dalam kajian ushul fiqh, kedudukan fatwa hanya mengikat bagi orang yang meminta fatwa dan yang memberi fatwa. Namun dalam konteks ini, teori itu tidak sepenuhnya bisa diterima, karena konteks, sifat, dan karakter fatwa saat ini telah berkembang dan berbeda dengan fatwa klasik. Fatwa dalam definisi klasik bersifat opsional ”ikhtiyariah” (pilihan yang tidak mengikat secara legal, meskipun mengikat secara moral
bagi
mustafti (pihak yang meminta fatwa),
sedang bagi selain mustafti bersifat ”i‟lamiyah” atau informatif yang lebih dari sekedar wacana. Mereka terbuka untuk mengambil fatwa yang sama atau meminta fatwa kepada mufti/seorang ahli yang lain.
37
h. 62.
Totok Jumantoro, Samsul Munir Amir, Kamus Ushul Fikih, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009),
38
Agustianto, Fatwa Ekonomi Syari’ah Di Indonesia, Diakses tanggal 7 September 2015 dari http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&view=article&id=666:fatwaekonomi-syariah-di-indonesia&catid=8&Itemid=103
62
63
Teori lama tentang fatwa harus direformasi dan diperpaharui sesuai dengan perkembangan dan proses terbentuknya fatwa. Maka teori fatwa hanya mengikat mustafti (orang yang minta fatwa) tidak relevan untuk fatwa DSN. Fatwa ekonomi syariah DSN saat ini tidak hanya mengikat bagi praktisi lembaga ekonomi syariah, tetapi juga bagi masyarakat Islam Indonesia, apalagi fatwa-fatwa itu kini telah dipositivisasi melalui UU No 22 Tahun 2008 Pasal 26 yang menyatakan semua kegiatan usaha produk dan jasa syariah wajib tunduk pada prinsip syariah yang telah difatwakan oleh MUI. Lalu apa yang membedakan Fatwa dengan Keputusan DSN ini? Pada dasarnya Keputusan DSN ini merupakan bagian dari Fatwa, jadi antara Keputusan DSN dengan Fatwa DSN memiliki kedudukan yang sama sebagai tabyin dan taujih, yaitu sebagai pembuat aturan dan petunjuk bagi masyarakat dan para praktisi lembaga ekonomi syariah yang ada, jadi hanya sebatas itu saja, bila mana ingin menjatuhkan sanksi tentu saja itu bukan wewenang dari DSN-MUI.39 Keputusan ini dibuat karena fatwa DSN-MUI No.73/DSN-MUI/XI/2008 tentang Musyarakah Mutanaqisah dipahami secara beragam oleh masyarakat dan para praktisi lembaga ekonomi syariah sehingga dapat menimbulkan ketidakseragaman implementasi dalam produk keuangan dan perbankan syariah.40
39
Jaih Mubarak, Wawancara, Tanggal 7 Juli 2015. lihat pada lampiran Indonesia, Keputusan Dewan Syari‟ah Nasional No: 01/DSN-MUI/XI/2013 Tentang Pedoman Implementasi Musyarakah Mutanaqisah Dalam Produk Pembiayaan, Menimbang. 40
64
B. Praktek Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah Bank Muamalat Indonesia Praktek Musyarakah Mutanaqishah (MMq) telah dilakukan oleh Bank Syariah di Indonesia, salah satunya adalah produk KPR iB Muamalat yang dimilki Bank Muamalat Indonesia, Tbk. KPR Muamalat iB adalah produk pembiayaan yang akan membantu Anda untuk memiliki, apartemen, ruko, rukan, kios maupun pengalihan take-over KPR dari bank lain. Bank Muamalat menyediakan produk KPR dengan dua alternatif pilihan, yaitu KPR iB Muamalat Pembelian yang menggunakan akad Murabahah dan KPR iB Muamalat Kongsi yang menggunakan akad Musyarakah Mutanaqishah. Ada beberapa keunggulan dari masing masing akad yang disediakan dalam KPR Muamalat iB ini : Tabel 1.2 Perbandingan Pembelian Akad Murabahah dan Musyarakah Mutanaqisah Fitur Kegunaan
PHS Kongsi 1. Pembelian Property Non Indent (Baru atau Second) 2. Take Over (Pengambil Alihan Pembiayaan dari Bank Lain)
1.
2. 3. 4.
Persyaratan
1. Angsuran dilakukan evaluasi tiap 2 tahun 2. Kelebihan bagi nasabah: Ketika bank menetapkan evaluasi turun, maka cicilan nasabah akan turun
Pembelian Pembelian Property Indent(Hanya untuk properti yang dibeli dari Developer Bank) /Non Indent Renovasi Take Over Pembelian sekaligus renovasi
1. Angsuran Fixed selama Jangka Waktu Pembiayaan 2. Keuntungan bagi nasabah: Nasabah mendapatkan
65
Ketika evaluasi naik, maka angsuran nasabah akan naik. Namun nilai outstandingnya tetap sama. Jika ada selisih antara nilai cicilan lama dan baru, tidak mempercepat pelunasan.
kepastian angsuran selama jangka waktu pembiayaan. 3. Kekurangan bagi nasabah: Ketika pricing turun maka angsuran nasabah tidak akan ikut turun.
Nasabah dapat memilih akad apa yang sekiranya cocok dengan keinginan dan kondisi nasabah. Akad ini pula dapat mengakomodir hal lain yang tidak dapat diakomodir oleh akad lainnya misalnya murabahah. Pembiayaan KPR ini memiliki beberapa fitur keunggulan diantaranya ialah; 1. Pembiayaan hingga jangka waktu 15 tahun 2. Adanya pilihan angsuran tetap hingga lunas atau kesempatan angsuran yang lebih ringan 3. Plafond hingga Rp 25 miliar 4. Pelunasan sebelum jatuh tempo tidak dikenakan denda 5. Dapat digunakan untuk: 1. pembelian Rumah tinggal, apartemen, condotel atau rumah villa baru maupun bekas, 2. take over kpr/pembiayaan sejenis dari bank lain 6. Berdasarkan prinsip syariah dengan dua pilihan yaitu akad murabahah (jualbeli) atau musyarakah mutanaqishah (kerjasama sewa)
66
7. Dapat diajukan oleh pasangan suami istri dengan sumber penghasilan untuk angsuran diakui secara bersama (joint income) 8. Dapat diajukan dengan sumber pendapatan gabungan dari gaji karyawan dan penghasilan sebagai wiraswasta dan/atau profesional 9. Dilindungi oleh asuransi jiwa sehingga pembiayaan akan dilunasi oleh perusahaan asuransi apabila Anda meninggal dunia. 10. Fasilitas angsuran secara autodebet dari Tabungan Muamalat41 a. Syarat Dan Ketentuan Pengajuan Permohonan Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah Sebagian besar pengajuan pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah yang diajukan nasabah adalah untuk keperluan kepemilkan rumah. Syarat-syarat pengajuan permohonan pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah dalam hal ini khususnya pengajuan pembiayaan kepemilikan rumah yaitu:
Syarat Kondisi : 1. Warga Negara Indonesia yang berdomisili di Indonesia 2. Tidak cacat Hukum 3. Usia minimum 21 tahun dan pada saat pembiayaan jatuh tempo maksimum berumur 55 tahun (untuk pegawai / Jika Usia Pensiun Pegawai di tempat nasabah bekerja lebih dari 55 Tahun maka disertakan surat Keterangan dari Tempat nasabah Bekerja). 41
Muamalat Institute, Wawancara, Tanggal 11 Juli 2015. lihat pada lampiran
67
4. Kriteria Karyawan a. Pegawai tetap dengan kriteria: i. Minimum 1 tahun (termasuk masa kerja sebelum diangkat menjadi pegawai tetap) di perusahaan saat ini, atau; ii. Minimum 1 tahun diperusahaan saat ini dengan memiliki pengalaman 2 tahun sebagai pegawai tetap/kontrak di 02.3perusahaan terakhir sebelumnya b. Pegawai Kontrak dengan kriteria: i. Minimum memiliki pengalaman kerja 2 tahun di perusahaan saat ini, atau; ii. Minimum 1 tahun diperusahaan saat ini dengan memiliki pengalaman 2 tahun sebagai pegawai kontrak/tetap di perusahaan terakhir sebelumnya 5. Wiraswasta/Profesional dengan kriteria: a. Memiliki pengalaman di bidang usahanya minimum 2 tahun berturutturut (dibuktikan oleh izin usaha/praktek). b. Memiliki penghasilan yang dapat diverifikasi kebenarannya. c. Telah beroperasi secara menguntungkan d. Memiliki historical cash flow yang mampu memenuhi kewajiban sewa/angsuran e. Membuka rekening di Bank Muamalat Indonesia
68
Syarat Administratif a. Karyawan i. Asli Formulir Aplikasi diisi lengkap dan benar ii. Fotocopy KTP calon nasabah dan suami/istri iii. Fotocopy Kartu Keluarga iv. Fotocopy Surat Nikah (bagi yang sudah menikah) v. Fotocopy sertipikat tanah obyek agunan IMB/IPMB/Ijin Pendahuluan Mendirikan Bangunan/Surat Ijin sejenis vi. PBB thn terakhir vii. Fotocopy Rekening Tabungan/Giro (R/K) Pribadi 3 bulan terakhir viii. Asli slip gaji terakhir dan/atau Surat keterangan penghasilan ix. Asli Surat Keterangan Jabatan x. NPWP b. Wiraswasta i. Asli Formulir Aplikasi diisi lengkap dan benar ii. Fotocopy KTP calon nasabah dan suami/istri iii. Fotocopy Kartu Keluarga iv. Fotocopy Surat Nikah (bagi yang sudah menikah) v. Fotocopy sertipikat tanah obyek agunan IMB/IPMB/Ijin Pendahuluan Mendirikan Bangunan/Surat Ijin sejenis vi. PBB thn terakhir
69
vii. Fotocopy Rekening Tabungan/Giro (R/K) Pribadi 3 bulan terakhir viii. Laporan Keuangan Perusahaan (Neraca dan L/R) dan/atau Fotocopy Bukti/Catatan transaksi bisnis ix. Fotocopy Ijin-ijin praktek profesi x. NPWP c. Profesional i. Asli Formulir Aplikasi diisi lengkap dan benar ii. Fotocopy KTP calon nasabah dan suami/istri iii. Fotocopy Kartu Keluarga iv. Fotocopy Surat Nikah (bagi yang sudah menikah) v. Fotocopy sertipikat tanah obyek agunan IMB/IPMB/Ijin Pendahuluan Mendirikan Bangunan/Surat Ijin sejenis vi. PBB thn terakhir vii. Fotocopy Rekening Tabungan/Giro (R/K) Pribadi 3 bulan terakhir viii. Laporan Keuangan Perusahaan (Neraca dan L/R) dan/atau Fotocopy Bukti/Catatan transaksi bisnis ix. Fotocopy Ijin-ijin praktek profesi x. NPWP
70
Ketentuan Pembiayaan Dalam pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah Bank Muamalat Indonesia memberikan pembiayaan sesuai dengan porsi yang telah ditentukan, semua telah diatur dalam akad KPR Muamalat iB dalam tabel 1.2 sebagai berikut: Tabel 1.3 Ketentuan Pembiayaan Pembiayaan & Tipe Agunan
LTV / FTV Maksimum FK/FP 1
FK/FP 2
FK/FP 3 dst
KPR tipe > 70 m2
80 %
70 %
60 %
KPRS tipe > 70 m2
80%
70 %
60 %
KPR tipe 22 - 70 m2
-
80 %
70 %
KPRS tipe 22 - 70 m2
90%
80%
70 %
KPR tipe s/d 21m2
-
80 %
70 %
KP Ruko / Rukan
-
80%
70 %
Untuk DP 10%, hanya berlaku untuk : 1. Untuk type rumah sd 70m2 2. Merupakan fasilitas pertama untuk nasabah 3. Untuk rumah ready stock 4. Akad menggunakan MMQ (KPR Kongsi) 5. Disarankan menggunakan rekanan Muamalat
71
Dalam Penentuan Cash Ratio juga telah ditentukan sebgai berikut: 1. Maksimum cash ratio 35% dari Pendapatan dan/atau 70% dari Disposable income jika pendapatan < Rp 5.000.000.00 2. Maksimum cash ratio 40% dari Pendapatan dan/atau 75% dari Disposable income jika pendapatan > Rp 5.000.000.00 s/d Rp 10.000.000.00 Maksimum cash ratio 50% dari Pendapatan dan/atau 80% dari Disposable income jika pendapatan > Rp10.000.000.00
Ketentuan Jaminan Objek pembiayaan wajib untuk dijadikan objek agunan. Dengan ketentuan tambahan sebagai berikut: -
Untuk tujuan renovasi, property, berupa tanah dan bangunan, yang akan direnovasi wajib dijadikan agunan (kalau nasabah menanyakan apakah bisa di agunannya di alihkan ke property nasabah (rumah) lainnya boleh atau tidak, arahkan ke cabang)
-
Untuk tujuan Pembangunan tanah kavling, tapak tanah yang akan dibangun wajib telah memiliki sertifikat dan kepemilikan atas tanah tersebut sudah atas nama calon Nasabah.
-
Apabila
coverage
agunan
tidak
mencukupi,
dimungkinkan
untuk
memintakan agunan tambahan. -
Jenis Agunan pun meliputi Rumah, Apartemen, Condotel, maupun Villa.
72
Ketentuan Take Over Tujuan penggunaan pembiayaan yaitu untuk pengambil alihan pembiayaan dari Bank lain yang sejenis dengan Produk KPR, dengan maksimum Limit Pembiayaan sebesar outstanding terakhir di Bank asal dan plafond maksimum sesuai dengan ketentuan. Take Over ini terbagi menjadi 2 jenis yaitu: a. Take over murni, adalah pengambil alihan pembiayaan dari Bank lain dimana pembiayaan di Bank lain dimaksud merupakan atas nama calon nasabah atau istri/suami calon nasabah, dengan agunan atas nama calon nasabah atau istri/suami calon nasabah. b. Take over jual beli, adalah pengambi lalihan pembiayaan dari Bank lain dimana pembiayaan di Bank lain dimaksud bukan atas nama calon nasabah ybs, dengan agunan juga bukan atas nama calon nasabah, sehingga dalam proses pengambil alihan pembiayaan ini sekaligus diperlukan adanya proses pengalihan nasabah dan kepemilikan agunan. Bisa juga dipergunakan untuk nasabah yang ingin membeli Rumah take over dari pembiayaan sesama Muamalat Adapun syarat pengajuan untuk melakukan Take Over sebagai berikut: a. Diutamakan untuk Take Over dari Bank Konvensional namun tidak tertutup kemungkinan Take Over dari Bank Syariah/Unit Usaha Syariah (UUS) selama akad yang digunakan dari Bank Sebelumnya bukan Murabahah.
73
b. Pembiayaan yang diambil alih dari Bank lain tersebut merupakan pembiayaan konsumtif sejenis dengan Produk KPR. c. Sertifikat telah pecah per kavling a/n calon nasabah atau penjual. d. Khusus untuk take over murni, kolektibilitas pembiayaan yang di-take over harus tergolong lancar selama 6 bulan terakhir yang dibuktikan dengan hasil Informasi Nasabah Individual dari Bank Indonesia.
Ketentuan Percepatan Pelunasan a. Pelunasan keseluruhan Dapat dibayar dengan hanya pokoknya saja, dan sisa margin dapat di discount. b. Pelunasan sebagian Hanya pokoknya saja, dan dikenakan biaya administrasi sebesar : Max 2 bulan angsuran (biaya tersebut digunakan untuk pembuatan akad dan perubahan jadwal, besarannya tidak dalam bentuk presentase). Untuk sisa angsuran ada dua pilihan : o Jangka waktunya dipercepat jadi cicilan diperbesar o Jangka waktu sama hanya saja cicilan berkurang
b. Alur Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah Akad musyarakah mutanaqishah dapat dipraktekkan pada skema pembiayaan di Bank Syariah terutama untuk kepemilikan asset kepemilikan rumah. Secara garis
74
besar alur pelaksanaan Musyarakah Mutanaqisah di Bank Muamalat adalah sebagai berikut: 1. Nasabah memilih jenis rumah yang ingin dimiliki melalui pembiayaan di Bank Syariah dengan skema musyarakah mutanaqishah. 2. Rumah yang direkomendasikan oleh nasabah kemudian dilakukan asset appraisal (penilaian asset) oleh pihak internal bank atau pun melalui pihak eksternal/pihak ketiga/KJPP (Kantor Jasa Penilai Properti). Penilaian ini diharuskan karena rumah tersebut dijadikan sebagai dhaman/agunan/jaminan/ collateral atas pembiayaan yang dilakukan. 3. Jika harga telah diketahui dan nilai jaminan memenuhi ketentuan perbankan, maka nasabah harus melangkapi berkas-berkas pembiayaan yang diperlukan atau diminta oleh bank, seperti data pribadi, data penghasilan, data jaminan, dan lainnya. 4. Jika semua berkas telah terkumpul, maka bank melakukan verifikasi dan analisa data. Secaragaris besaranalisa yang dilakukan adalah analisa kemampuan bayar nasabah (cash ratio) dan coverage jaminan. Selanjutnya dilakukan persetujuan secara internal bank atas penentuan plafond pembiayaan, jumlah angsuran, dan jangka waktu pembiayaan. 5. Setelah dilakukan persetujuan pembiayaan, maka Bank mengirimkan Surat Persetujuan Permohonan Pembiyaan (SP3) atau Offering Letter (OL) kepada nasabah untuk kemudian ditandatangi.
75
6. Nasabah melakukan pembayaran Uang Muka (DP) kepada developer/penjual rumah. DP tersebut merupakan porsi syirkah nasabah dalam muryarakah atas kepemilikan rumah. 7. Nasabah dan Bank melakukan akad pembiayaan musyarkah mutanaqishah atas rumah. Akad yang dipakai adalah akad musyarakah, bai‟ dan ijarah. 8. Setelah akad dilakukan, maka Bank membayarkannya sisa untuk pembelian rumah yang sebelumnya Nasabah juga telah menyertakan syirkahnya melalui DP. Akad jual beli rumah telah dilakukan dengan terbayarnya porsi syirkah berjumlah 100%. 9. Nasabah membayarkan angsuran setiap bulannya kepada bank hingga jangka waktu yang ditentukan. Angsuran tersebut berfungsi sebagai: a. Uang sewa (ajr) nasabah atas penempatan rumah (asset musyarakah). b. Uang sewa sebagai objek bagi hasil atas akad musyarakah, yang akan dibagi hasilkan sesuai dengan porsi bagi hasil yang telah disepakai dalam akad. c. Sebagian dari uang sewa yang merupakan profit untuk nasabah sesuai dengannisbah bagi hasil, tidak diambil oleh nasabah, melainkan untuk pembelian porsi kepemilikan Bank atas rumah tersbut. Maka setiap nasabah membayar angsuran bulanan,maka akan menambah porsi kepemilikan nasabah dan mengurangan porsi kepemilikan Bank (mutanaqishah terlaksanakan).
76
10. Jika jangka waktu telah berakhir (jatuh tempo), dan nasabah telah membayar seluruh angsuran bulanannya, maka seluruh porsi kepemilikan rumah telah berpindah ke nasabah. Nasabah telah memiliki rumah 100%. Dengan demikian, maka Hak Tanggungan atas penjaminan rumah sudah dapat lepas oleh Bank. C. Penerapan Penyelesaian Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah Bermasalah Bank Muamalat Indonesia42 Perkembangan ekonomi islam saat ini telah mengalami kemajuan yang cukup pesat, hal ini disebabkan banyaknya bank syariah yang bermunculan dan membuka era baru bagi perkembangan ekonomi islam baik international ataupun di Indonesia. Perkembangan ini juga disebabkan oleh baiknya pengelolaan dana yang dilakukan oleh bank syariah itu sendiri dalam menyelesaikan pembiayaan bermasalah yang ada, salah satunya ialah yang dilakukan Bank Muamalat Indonesia dalam menyelesaikan pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah bermasalah agar nantinya kredibilitas bank ini pun tetap terjaga dengan baik. Dalam penyelesaiannya pun pihak Bank Muamalat Indonesia melakukan dengan beberapa cara, yakni dengan melakukan Revitalisasi proses, Penyelesaian Melalui Jaminan, dan dengan Litigasi. a. Revitalisasi Proses Dalam penyelesaian ini dilakukan proses revitalisasi yaitu dengan secara bertahap dari penjadwalan kembali (rescheduling), penambahan syarat baru (reconditioning), maupun penggunaan struktur baru (restructuring). Revitalisasi proses dilakukan 42
Muamalat Institute, Wawancara, Tanggal 11 Juli 2015. lihat pada lampiran
77
apabila berdasarkan evaluasi ulang pembiayaan yang dilakukan terdapat indikasi bahwa usaha nasabah masih berjalan dan hasil usaha nasabah diyakini masih mampu untuk memenuhi kewajiban angsuran kepada bank.
Rescheduling Upaya ini dilakukan untuk melakukan penyelamatan kredit dengan merubah syarat-syarat perjanjian kredit yang berkenaan dengan jadwal pembayaran kembali kredit atau jangka waktu, termasuk grace period baik termasuk besarnya jumlah angsuran atau tidak.
Restructuring Restructuring ialah upaya penyelamatan dengan melakukan perubahan syaratsyarat perjanjian kredit atau melakukan konversi atas seluruh atau sebagian dari kredit menjadi equity perusahaan dan equity bank yang dilakukan dengan atau tanpa rescheduling dan atau reconditioning atau lebih jelasnya sebagai berikut: a. Bank melakukan evaluasi permasalahan nasabah mengenai sebab terjadinya tunggakan yang didasari atas lap. Keuangan, cash flow, proyeksi keuangan, kondisi pasar dan faktor lain yang berkaitan dengan usaha nasabah (BI Checking dan trade checking: bowheer, supplier dan customer) b. Membuat perkiraan pengembalian kewajiban sebelum dan sesudah restrukturisasi
78
c. Peninjauan efisiensi manajemen nasabah untuk menentukan apakah diperlukan restrukturisasi organisasi nasabah d. Pendekatan dan asumsi yang digunakan dalam menetapkan proyeksi arus kas serta dalam memperhitungkan nilai tunai dari angsuran pokok dan margin yang akan diterima. e. Jadwal pembayaran kembali yang telah direvisi mencerminkan persyaratan yang telah disesuaikan dengan kemampuan membayar nasabah. f. Analisa kesimpulan dan rekomendasi dalam melakukan penyesuaian persyaratan pembiayaan seperti sbb: -
Penurunan margin atau bagi hasil
-
Pengurangan tunggakan pokok atau margin
-
Perubahan jangka waktu
-
Penambahan fasilitas
g. Penyesuaian
persyaratan
pembiayaan
dilakukan
dengan
mempertimbangkan siklus usaha dan kemampuan membayar nasabah h. Tujuan dan penggunaan tambahan pembiayaan, apabila restrukturisasi pembiayaan dilakukan dengan cara penambahan pembiayaan, maka tambahan pembiayaan tersebut tidak diperkenankan untuk melunasi tunggakan kewajiban nasabah. i. Rincian kelengkapan dokumen yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan restrukturisasi pembiayaan
79
j. Dilakukan pengikatan ulang kembali secara notarial terhadap pelkasanaan restrukturisasi pembiayaan. k. Cabang/ unit kerja yang terkait harus menyusun laporan pemantauan dan laporan pembiayaan yang direstruktur setiap bulannya mengenai: -
Pemenuhan kewajiban nasabah (sesuai persyaratan restrukturisasi pembiayaan)
-
Perkembangan usaha nasabah
-
Kemungkinan pembayaran kembali
i. Review legalitas akad pembiayaan, guna memastikan bahwa seluruh pihakpihak yang terkait dengan pembiayaan sudah dilakukan pengikatan dengan sempurna.
Reconditioning Upaya ini dilakukan untuk melakukan penyelamatan kredit dengan cara merubah atas sebagian atau seluruh syarat perjanjian kredit yang tidak terbatas hanya kepada perubahan jadwal angsuran atau jangka waktu kredit saja, namun perubahan tersebut tanpa memberikan tambahan kredit atau tanpa melakukan konversi atas seluruh atau sebagian dari kredit menjadi equity perusahaan.
Bantuan Management Penyehatan pembiayaan melalui penempatan sumber daya insani pada posisi management oleh bank. Hal ini dilakukan bila permasalahan terjadi karena
80
kesalahan management hingga sumber pengembalian pembiayan masih potensial. b. Penyelesaian Melalui Jaminan Penyelesaian melalui jaminan dilakukan Bila berdasarkan hasil evaluasi ulang pembiayaan, nasabah sudah tidak memiliki usaha dan nasabah tidak cooperatif untuk menyelesaikan pembiayaan. Revitalisasi proses tidak dapat dilakukan. Penyelesaian melalui jaminan dibagi menjadi dua bagian, yaitu penyelesaian dengan cara non litigasi dan litigasi. 1. Penyelesaian dengan cara non litigasi Dalam Praktiknya non litigasi ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu Off Set dan melalui Basyarnas. i. Off Set Off Set adalah penyelesaian pembiayaan melalui penyerahan jaminan secara sukarela oleh nasabah kepada Bank, sebagai upaya penyelesaian pembiayaannya. Off Set dapat dilakukan bila dalam prosesnya nasabah bersedia untuk menjual jaminan secara sukarela kepada Bank. Adapun langkah dalam melakukan Off Set sebagai berikut:
Analisa kecukupan nilai jaminan untuk menutup seluruh kewajiban dan biaya-biaya untuk proses Off-Set (Nilai beli Bank). Dengan ketentuan :
81
-
Bila nilai beli bank lebih kecil dari nilai taksasi, maka semua kewajiban dan biaya-biaya dapat dimasukkan dalam komponen harga beli bank.
-
Bila nilai beli bank lebih besar dari nilai taksasi, maka harga beli bank maksimal sebesar nilai pasar, sisanya tetap dalam bentuk pembiayaan.
-
untuk diangsur sampai dengan lunas, pada kondisi ini tunggakan margin tidak dapat dimasukkan sebagai harga beli bank.
Lakukan negosiasi dengan nasabah untuk pembelian jaminan.
Bila nasabah ingin membeli kembali jaminan yang akan dibeli oleh bank, maka berikan Hak Opsi dengan jangka waktu berdasarkan persetujuan kedua belah pihak.
Setelah mendapat persetujuan Komite Penyelesaian Pembiayaan lakukan pengikatan jual beli.
Lakukan pelunasan pembiayaan dan proses pengadministrasian lainnya.
ii. Basyarnas Sesuai dengan klausul pasal 18 Perjanjian Pembiayaan, setiap sengketa yang timbul berdasarkan perjanjian yang dibuat antara nasabah dan BMI, maka akan diselesaikan melaui Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:
82
-
Pembuatan Usulan Penyelesaian ke Komite Pembiayaan
-
Pembuatan Surat Gugatan ke BASYARNAS
-
Pengajuan Gugatan ke BASYARNAS (pendaftaran perkara)
-
Sidang BASYARNAS (jangka waktu paling lama 6 bulan)
-
Putusan BASYARNAS
-
Pendaftaran putusan BASYARNAS ke Pengadilan Negeri
-
Permohonan Pelaksanaan Putusan BASYARNAS ke Pengadilan Negeri
-
Pelaksanaan Eksekusi oleh Pengadilan Negeri.
-
Keputusan yang dikeluarkan oleh BASYARNAS akan didaftarkan di PN untuk mendapatkan pengesahan, sehingga akan mempunyai kekuatan eksekutorial.
-
Tahap selanjutnya adalah melakukan lelang dengan penyelesaian secara cash, ataupun jaminan tersebut dibeli oleh bank (HEJP/AYDA).
c. Penyelesaian dengan cara litigasi Litigasi adalah penyelesaian pembiayaan melalui jalur hukum yang dilakukan melalui Pengadilan, dalam hal ini ialah Pengadilan Agama. Adapun proses dalam melakukan litigasi yakni: -
Melakukan Gugatan Perdata
-
Menjatuhkan Pidana
-
Riil Eksekusi Jaminan
-
Permohonan Kepailitan
83
Namun sebelum dilakukan proses litigasi melalui Pengadilan, perlu dilakukan hal-hal sebgai berikut: i. Melakukan Check dan Evaluasi -
Dokumen surat menyurat BMI kepada nasabah, SPT. Surat Peringatan 1,2 & 3 dan Surat Nasabah kepada BMI.
-
Dokumen perjanjian dan jaminan Hak Tanggunga, sehingga secara yuridis posisi BMI menjadi kuat.
-
Jatuh waktu fasilitas pembiayaan, karena proses litigasi hanya dapat dilakukan apabila fasilitas pembiayaan nasabah telah jatuh waktu
ii. Mencari lawyer yang telah dianggap cakap, pengalaman dalam bidang penagihan dan dapat bekerjasama dengan BMI. iii. Membuat UP (Usulan Pembiayaan) ke Komite UPP perihal persetujuan pemakaian lawyer dan biaya-biaya yang timbul. iv. Memintakan rencana kerja dan target date dari Lawyer yang telah disetujui komite. D. Analisa Penerapan Keputusan DSN Tentang Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah Bermasalah Pada Bank Muamalat Indonesia Dari penjelasan mengenai praktek pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah dan Penyelesaian Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah yang dilakukan Bank Muamalat Indonesia diatas dapat dilihat bahwa hampir semua telah sesuai dengan aturan yang ada yaitu Keputusan DSN-MUI NO.01/DSN-MUI/X/2013 yang didalamnya
84
membahas tentang bagaimana penyelesain pembiayaan bermasalah pada akad Musyarakah Mutanaqisah dalam hal ini yaitu produk KPR Muamalat iB pada Bank Muamalat Indonesia. Namun bukan berarti penerapan yang dilakukan tidak ada penyimpangan. Maka penulis akan mencoba menganalisa pasal-pasal yang berkenaan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah, analisa ini ditinjau dari ketentuan umum Keputusan
DSN
No.01/DSN-MUI/X/2013
tentang
Pedoman
Implementasi
Musyarakah Mutanaqisah. Beberapa analisa yang dapat disimpulkan adalah sebagi berikut: 1. Proses Revitalisasi Proses Revitalisasi ini umumnya ialah bersifat musyarawah atau secara damai, adapun yang dilakukan oleh Bank Muamalat Indonesia ialah melakukan hal sebagai berikut diantaranya: -
Rescheduling Perubahan ketentuan yang hanya menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktunya.
-
Restructuring Perubahan sebagian atau seluruh ketentuan-ketentuan pembiayaan termasuk perubahan maksimum saldo pembiayaan.
85
-
Reconditioning Perubahan sebagian atau seluruh ketentuan pembiayaan termasuk perubahan jangka waktu dan persyaratan lainnya sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimum saldo pembiayaan.
-
Bantuan Management Penyehatan pembiayaan melalui penempatan sumber daya insani pada posisi management oleh bank. Jika diperhatikan terdapat beberapa perbedaan kebijakan Bank dengan
Keputusan DSN No.01/DSN-MUI/X/2013 yakni, dalam tahapan yang dilakukan oleh Bank Muamalat dalam merevitalisasi Pembiayaan Bermasalah. Dalam tahapannya setelah Proses Rescheduling langkah selanjutnya yang diambil oleh Bank ialah langsung melakukan proses Restructuring dan melakukan Proses Reconditioning setelahnya. Hal ini tentu berbeda dengan Keputusan DSN No.01/DSN-MUI/X/2013 dimana dalam Penyelesaiaan Pembiayaan Bermasalah langkah yang dilakukan setelah Rescheduling ialah melakukan Proses Reconditioning kemudian baru melakukan proses Restructuring. Hal ini tentu boleh saja dilakukan karena ini bukan merupakan sebuah tahapan yang harus berurutan. Proses Revitalisasi ini dilakukan dengan melihat kondisi keadaan dari nasabah yang bersangkutan, bila keadaan nasabah lebih pantas menggunakan cara Restucturing maka hal ini tentu bisa dilakukan agar nantinya pembiayaan yang macet bisa lancar kembali.
86
Dan terdapat satu tambahan kebijakan yang diberikan oleh bank yang tidak terdapat dalam Keputusan DSN No.01/DSN-MUI/X/2013 yakni, adanya Bantuan Management, Hal ini dilakukan bila permasalahan terjadi karena kesalahan management hingga sumber pengembalian pembiayan masih potensial. 2. Dengan cara Off-Set Off-Set adalah penyelesaian pembiayaan melalui penyerahan jaminan secara sukarela oleh nasabah kepada Bank, sebagai upaya penyelesaian pembiayaannya. Off-Set dapat dilakukan bila dalam prosesnya nasabah bersedia untuk menjual jaminan secara sukarela kepada Bank. Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk melakukan Off-Set:
Analisa kecukupan nilai jaminan untuk menutup seluruh kewajiban dan biaya-biaya untuk proses Off-Set (Nilai beli Bank). Dengan ketentuan : -
Bila nilai beli bank lebih kecil dari nilai taksasi, maka semua kewajiban dan biaya-biaya dapat dimasukkan dalam komponen harga beli bank.
-
Bila nilai beli bank lebih besar dari nilai taksasi, maka harga beli bank maksimal sebesar nilai pasar, sisanya tetap dalam bentuk pembiayaan
-
untuk diangsur sampai dengan lunas, pada kondisi ini tunggakan margin tidak dapat dimasukkan sebagai harga beli bank.
Lakukan negosiasi dengan nasabah untuk pembelian jaminan.
87
Bila nasabah ingin membeli kembali jaminan yang akan dibeli oleh bank, maka berikan Hak Opsi dengan jangka waktu berdasarkan persetujuan kedua belah pihak.
Setelah mendapat persetujuan Komite Penyelesaian Pembiayaan lakukan pengikatan jual beli.
Lakukan pelunasan pembiayaan dan proses pengadministrasian lainnya. Dari tahap diatas dapat dilihat bahwa penyelesaian melalui jaminan diatas
hampir sesuai dengan Keputusan DSN No.01/DSN-MUI/X/2013, yakni dalam penyelesaian (settlement) pembiayaan bermasalah sebgai berikut:
Aset Musyarakah Mutanaqishan atau jaminan lainnya dijual oleh nasabah rnelalui Bank Syariah/LKs dengan harga yang disepakati,
Nasabah melunasi sisa kewajibannya kepada Bank Syariah/LKS dari hasil penjualan.
Apabila hasil penjualan melebihi sisa utang, maka Bank Syariah/LKS mengembalikan sisanya kepada nasabah.
Apabila hasil penjualan lebih keeil dari sisa utang maka sisa utang tetap menjadi utang nasabah.
Apabila nasabah tidak mampu membayar sisa utangnya, maka Bank Syariah/LKS Syariah/LKS.
dapat
membebaskannya
berdasarkan
kebijakan
Bank
88
Hanya saja dalam point terakhir dimana Apabila nasabah tidak mampu membayar sisa utangnya, maka Bank Syariah/LKS dapat membebaskannya berdasarkan kebijakan Bank Syariah/LKS. Kebijakan dari Bank Muamalat Indonesia ini tidak diterapkan menurut bank semua hutang yang ada pada nasabah harus dilunaskan, karena itu semua merupakan kewajiban dari nasabah. Namun pihak bank juga memberikan keringan yakni dengan tidak menambahkan margin pada setiap tagihan hutang tersebut. Jika dilihat dalam Keputusan DSN No.01/DSN-MUI/X/2013 penyelesaian pembiayaan bermasalah tidak dijelaskan lebih lanjut namun dalam kebijakannya pihak Bank Muamalat Indonesia mempunyai tahapan selanjutnya, hal ini perlu dilakukukan bila kedua proses diatas tidak dapat juga menyelesaikan masalah tersebut. Adapun langkah yang akan diambil oleh pihak bank ialah melalui jalur Basyarnas tentunya dengan musyawarah mufakat atau bilamana hal ini belum dapat terselesaikan juga maka langkah selanjutnya untuk menyelesaikan pembiayan bermasalah ini ialah melalui jalur litigasi yakni, melalui Pengadilan Agama. Tabel 1.4 Kesesuaian Keputusan DSN No.01/DSN-MUI/X/2013 dengan Praktek Bank Muamalt Indonesia NO 1.
Keputusan DSN Praktek Pada Bank Muamalat Sesuai No.01/DSN-MUI/X/2013 /Tidak Pembiayaan bermasalah Sebenarnya dalam prakteknya di Tidak dapat diselesaikan oleh bank masih sesuai, hanya saja tata para pihak melalui urutannya lah yang tidak sesuai
89
2.
3.
4.
5.
musyawarah mufakat dengan cara penjadwalan kembali (rescheduling), penambahan syarat baru (reconditioning), maupun penggunaan struktur baru (restructuring).
dimana bank melakukan proses revitalisasi melakukan restructuring dahulu baru kemudian mereconditioning. Namun pada bank juga menambahkan proses Bantuan Management dimana bank melakukan Penyehatan pembiayaan melalui penempatan sumber daya insani pada posisi management oleh bank.
Aset Musyarakah Mutanaqishan atau jaminan lainnya dijual oleh nasabah rnelalui Bank Syariah/LKS dengan harga yang disepakati dan Nasabah melunasi sisa kewajibannya kepada Bank Syariah/LKS dari hasil penjualan. Apabila hasil penjualan melebihi sisa utang, maka Bank Syariah/LKS mengembalikan sisanya kepada nasabah. Apabila hasil penjualan lebih kecil dari sisa utang maka sisa utang tetap menjadi utang nasabah.
Pihak Bank melakukan dengan cara Sesuai Off-set dimana penyelesaian pembiayaan melalui penyerahan jaminan secara sukarela oleh nasabah kepada Bank, sebagai upaya penyelesaian pembiayaannya.
Apabila nasabah tidak mampu membayar sisa utangnya, maka Bank Syariah/LKS dapat membebaskannya berdasarkan kebijakan Bank Syariah/LKS.
Bila nilai beli bank lebih kecil dari Sesuai nilai taksasi, maka semua kewajiban dan biaya-biaya dapat dimasukkan dalam komponen harga beli bank. Bila nilai beli bank lebih besar dari Sesuai nilai taksasi, maka harga beli bank maksimal sebesar nilai pasar, sisanya tetap dalam bentuk pembiayaan untuk diangsur sampai dengan lunas, pada kondisi ini tunggakan margin tidak dapat dimasukkan sebagai harga beli bank. Harus tetap diangsur sampai dengan Tidak lunas, meskipun bank meberi keringanan dengan tidak menambahkan margin pada setiap tagihan hutang nasabah tersebut, semua tergantung dari kebijakan masing masing bank.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari penulisan skripsi penulis dapat mengambil kesimpulan sebgai berikut: 1. Pada Dasarnya Kedudukan Keputusan DSN-MUI ini memiliki kedudukan yang sama dengan Fatwa DSN-MUI yakni sebagai pembuat peraturan dan ketentuan-ketentuan, hal ini dikarenakan Keputusan DSN-MUI ini merupakan suatu kesatuan dari Fatwa DSN-MUI yang ada. Keputusan DSN-MUI ini muncul diakibatkan munculnya beragam pemahaman dari berbagai pihak tentang Fatwa yang ada sehingga dibuat Keputusan untuk menghilangkan keberagaman pemahaman dari masyarakat maupun para praktisi ekonomi syariah. 2. Praktek Musyarakah Mutanaqisah yang dilakukan Bank Muamalat Indonesia ialah, Pertama nasabah memelih jenis rumah, kemudian bank melakukan penilaian asset, jika sudah nasabah wajib melengkapi berkas yang diperlukan untuk dianalisa seberapa besar kemampuan bayar nasabah, kemudian jika sudah disetujui semua berkas nasabah akan membayar uang muka sebgai bagian porsi syirkah nasabah, lalu nasabah dan bank akan melakukan akad dengan bank membayarkan sisanya dari uang muka kepada develop, kemudian nasabah pun membayar angsuran pada bank tiap bulan hingga porsi syirkah nasabah menjadi 100 %.
90
91
3. Penerapan dalam Penyelesaian Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah Bermasalah dalam Keputusan DSN No.01/DSN-MUI/X/2013 hampir semua telah terpenuhi, hanya saja dalam proses Revitalisasinya ada tahapan yang tidak sesuai dengan Keputusan DSN No.01/DSN-MUI/X/2013 dimana setelah melakukan tahap Rescheduling pihak bank melakukan proses Restrukturing baru kemudian melakukan Reconditioning. Hal ini tentu boleh saja dilakukan karena ini bukan merupakan sebuah tahapan yang harus berurutan. Proses Revitalisasi ini dilakukan dengan melihat kondisi keadaan dari nasabah yang bersangkutan, bila keadaan nasabah lebih pantas menggunakan cara Restucturing maka hal ini tentu bisa dilakukan agar nantinya pembiayaan yang macet bisa lancar kembali.. Dan dalam point Apabila nasabah tidak mampu membayar sisa utangnya, maka Bank Syariah/LKS dapat membebaskannya berdasarkan kebijakan Bank Syariah/LKS, pihak bank tidak menerapkannya karena menurut bank ini merupakan tanggung jawab dari nasabah dan harus dilunaskan. 4. Ketidaksesuaian yang terjadi antara Keputusan DSN-MUI dengan pihak Bank Muamalat Indonesia bukan berarti Bank menyalahi aturan dan ketentuan syariat Islam. Dalam Keputusan DSN-MUI No.01/DSN-MUI/X/2013 tentang penyelesaian pembiayaan bermasalah pihak bank diberikan kebebasan dalam mengatur kebijakannya asalkan tidak melanggar syariat Islam yang ada. Seperti pada saat pihak Bank Muamalat Indonesia membuat kebijakan
92
bilamana masalah tidak dapat teratasi, maka langkah yang akan diambil ialah menyelesaikannya melalui Basyarnas ataupun bila belum teratasi juga maka akan diselesaikan melalui Pengadilan agama. B. Saran Sebagai akhir dari penulisan ini, maka penulis ingin memberikan beberapa saran-saran sebagai berikut: 1. DSN-MUI hendaknya lebih membuat aturan yang lebih jelas tentang Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah atau kalau tidak perlu dibuatkan kembali fatwa yang khusus membahas Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah agar nantinya dapat lebih menjadi acuan bagi masyarakat serta para praktisi ekonomi syariah yang ada di Indonesia. 2. Bagi pihak Bank Muamalat Indonesia hendaknya lebih memperhatikan kembali
tentang
tahapan-tahapan
yang
dilakukan
dalam
menangani
pembiayaan bermasalah, karena apabila pihak bank menanganinya tidak sesuai tahapan yang ada akan mengakibatkan hilangnya kesempatan bagi nasabah yang untuk menyesuaikan diri dengan akad-akad yang telah diperbaharui. 3. Bagi masyarakat khususnya kepada nasabah hendaknya mempelajari terlebih dahulu setiap akad yang ingin dilakukan, harus dilihat pula bagaimana penanganan tentang pembiayaan bermasalah yang akan dilakukan nantinya. Harus mengetahui dengan pasti bagaimana peraturan yang telah diberikan, sehingga nantinya tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
93
4. Bagi para peneliti lain yang ingin meneliti tentang Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah, penulis menyarankan agar lebih meneliti tentang bagaimana penerapan yang dilakukan pada saat melakukan lelang secara syariah, karena ini merupakan salah satu tahap yang penting dalam Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah dan saat ini masih belum ada penjelasan secara pasti tentang bagaimana pelalengan yang dilakukan secara syariah.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Fatah Rohadi. Analisis Fatwa Keagmaan; Dalam Fikih Islam. Jakarta: Bumi Aksara. 2006. Amalia Chrisanty. Analisis Yuridis Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah Pada Bank Syariah Studi pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk, di kota Medan.2013 Amin A.Riawan. Menata Perbankan Syariah di Indonesia. Jakarta: UIN Press. 2009. Antonio M. Syafi‟I. Bank Syariah Dari Teori ke Praktek. Jakarta: Gema Insani Press. 2002. Anwar. Syamsul. Hukum Perjanjian Syariah, Studi tentang Teori .Akad dalarn f'ikih Muamalat.Jakarta: Raja\vali Pers, 2007. Arifin Zainal. Dasar-Dasar Manajemen Bank SYariah. Jakarta: Pustaka Alvabet. 2006. Arifin, Zainul. 1999. Memahami Bank Syariah: Lingkup, Peluang, Tantangan dan Prospek. Jakarta: Alvabet. Arto A. Mukti. Praktik Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1996. Ascarya. Akad Dan Produk Bank Syariah. Jakarta: Rajagrafindo Persada. 2011. Augusta Nova. Mekanisme Penyelesaian Pembiayaan IMBT Bermasalah Pada Bank DKI Syariah. 2010 Bank Muamalat Indonesia. Panduan Produk Nomor 01/RPDD/PMBY/2010 Panduan Pembiayaan iB Syariah Kongsi. 2010 Bank Muamalat Indonesia. Laporan Tahunan 2013. Jakarta: Bank Muamalat Indonesia 2013. 93
94
Dewi, Gemala. Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia. Cet 3. Jakarta: Kencana, 2006. Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional, Indonesia. No: 73/DSN-MUI/XI/2008 Tentang Musyarakah Mutanaqisah, Ketentuan Umum Butir a. Hadi Sutriso. 2004. Metodologi Research 1 Yogyakarta: Andi Offset. Haroen, Nasrun. 2007. Fiqh Muamalat. Cet. Ke-2. Ciputat: Gaya Media Pratama. Hermansyah. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta: Kencana 2011. Indonesia. Keputusan Dewan Syari‟ah Nasional No:01/DSN-MUI/XI/2013 Tentang Pedoman Implementasi Pembiayaan. 2013.
Musyarakah
Mutanaqisah
Dalam
Produk
Izzah Nurul, dkk. Musyarakah Mutanaqisah: Isu dan Cabaran, Kesan Terhadap Pembangunan Ekonomi. 2013 Jumantoro Totok, Amir Samsul Munir. Kamus Ushul Fikih. Jakarta: Bumi Aksara. 2009. Karim, Adiwarman A. Bank Islam: Analisis Fiqih Dan Keuangan. Jakarta: Rajagrafindo Persada. 2011. Ma‟luf Luis. Al-Munjid Fi al-Lughah wa al-A‟lam. Beirut: Dar al-Masyriq. 1994. Mertokusumo Sudikno Mengenal Hukum: Suatu pengantar. Yogyakarta: Penerbit Liberty. 1999. Muhammad. Manajemen Dana Bank Syariah. Yogyakarta: UPP AMP YKPB. 2005. Muh Nazir. Metode Penelitian. Cetakan Ke-3. Jakata: Ghalia Indonesia. 1988. Muttaqien Agisa. Pembiayaan Pemilikan Rumah Dengan Akad Musyarakah Mutanaqisah Pada Bank Muamalat Indonesia. 2012 Qardhawi Yusuf. Fatwa Antara Ketelitian & Kecerobohan. Jakarta: Gema Insani Press. 1997
95
Sahrani Sohari. Abdullah Ru‟fah. Fikih Muamalah. Cet ke-1 Bogor: Ghalia Indonesia. 2011. Sekaran Uma. 2006. Metodologi Penelitian Untuk Bisnis. Jakarta: Salemba Empat. 2006. Shuib Mohd Sollehudin, dkk. Analisis Perbandingan Produk Berasaskan Musharakah Mutanaqisah Dan Konvensional. 2013. Sjahdeini Sutan Remy. Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam tata Hukum Perbankan Indonesia. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. 1999. Subekti R. Arbitrase Perdagangan. Bandung: Bina Cipta. 1979. Sutedi Adrian. PERBANKAN SYARIAH: Tinjuan dan Beberapa Segi Hukum. Bogor: Ghalia Indonesia. 2009. Usman, Rachmadi. Aspek-aspek Hukum Perbankan Islam di Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002 Sumber dari Internet M. Nadratuzzaman Hosen, Musyarakah Mutanaqisah, hlm. 1. http://www.ekonomisyariah.org/download/artikel/Makalah%20Musyarakah% 20Mutanaqish_Nadratuzzaman.pdf .diakses pada 17 Maret 2015. Agustianto, Fatwa Ekonomi Syari‟ah Di Indonesia, Diakses tanggal 7 September 2015 darihttp://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&vie w=article&id=666:fatwa-ekonomisyariah-di-indonesia&catid=8&Itemid=103
96
Daftar Pertanyaan BMI 1. Produk-produk pembiayaan apa saja yang sudah dikembangkan oleh Bank Muamalat Indonesia ? 2. Untuk lebih spesifik, saya mohon di jelaskan juga proses pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah yang telah dilakukan oleh Bank Muamalat Indonesia dalam produk KPR Muamalat iB? 3. Apakah Bank Muamalat Indonesia memberikan pembiayaan kepada nasabah 100% atau 50% dari nilai permohonan pembiayaannya ? 4. Seperti apa peranan Dewan Pengawas Syariah (DPS) di Bank Muamalat Indonesia dalam produk KPR Muamalat iB ini? 5. Apakah ada penetapan jaminan dalam melakukan pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah tersebut? Jika jaminan diadakan, berapa persentase perhitungan jaminan atas pembiayaan murabahah tersebut ? 6. Jika nasabah ingin mempercepat pelunasan sisa pembayaran bolehkah hal ini dilakukan? Jika boleh bagaimana prosedur pembayaran yang dilakukan? 7. Apabila nasabah melakukan percepatan pelunasan apakah pihak bank akan memberikan discount (tanazulul haqq) kepada nasabah? 8. Jika nasabah mengalami kredit macet atau pailit dalam melunasi angsurannya, langkah apakah yang selalu di ambil pihak bank dalam menyelesaikan masalah tersebut ? 9. Apabila pihak bank melakukan proses restrukturing pada angsuran pembiayaannya, bagaimanakah prosesnya? 10. Berapa tenggang waktu yang masih diberikan kepada nasabah tersebut? 11. Jika diberikan tenggang waktu pelunasan kreditnya, apakah nasabah harus melunasi berdasarkan sisa pokok hutang dan marjinya atau hanya melunasi sisa pokok hutangnya saja? 12. Apabila pihak bank melakukan proses reconditioning atau proses konversi akad pada pembiayaan macet, akad apakah yang akan diberikan pihak Bank kepada pihak nasabah? 13. Apabila nasabah melakukan pembatalan kontrak pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah, apa konsekuensi yang harus ditanggung oleh pihak bank dan nasabah? 14. Apabila terjadi wanprestasi dan tidak dapat diselesaikan oleh kedua belah pihak (pihak Bank dan nasabah), apakah bank akan menyelesaikan masalah ini ke Basyarnas? Jelaskan. 15. Dan apakah jika tidak dapat diselesaikan melalui basyarnas masalah ini akan dilanjutkan pada Pengadilan Agama? Jelaskan. 16. Apabila nasabah melarikan diri dari tanggung jawabnya untuk melunasi hutangnya dengan membawa bukti kepemilikan harta benda tersebut apa yang akan dilakukan bank?
97
17. Dan apabila harta kepemilikan telah dijual kepihak lain tanpa sepengetahuan bank dan kemudian nasabah melarikan diri dari tanggung jawabnya apa yang akan dilakukan bank? 18. Jika dalam proses eksekusi dilakukan pelelangan apakah akan dilakukan lelang secara syariah? 19. Dalam surat Al-Baqarah ayat 280 terdapat arti yang menyatakan “Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” Bagaimana tanggapan anda mengenai surat ini yang terkadang menjadi dasar atau pegangan bagi para nasabah yang tidak sanggup lagi melunasi hutangnya?
98
Hasil Wawancara Muamalat Institute 1. Produk-produk pembiayaan apa saja yang sudah dikembangkan oleh Bank Muamalat Indonesia ? Jawab: Bank Muamalat telah mengembangkan berbagai produk pembiayaan diantaranya produk pembiayaan umroh, KPR muamalat, Pembiayaan kios dan ruko muamalat, pembiayaan travel agent, pembiayaan alat kedokteran, pembiayaan konstruksi developer, pembiayaan Ib Buyer, Pembiayaan ib modal kerja, pembiayaan iB property bisnis muamalat, pembiayaan investasi, pembiayaan kebun sawit. 2. Untuk lebih spesifik, saya mohon di jelaskan juga proses pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah yang telah dilakukan oleh Bank Muamalat Indonesia dalam produk KPR Muamalat iB? Terlampir di proses pembiayaan KPR Muamalat iB 3. Apakah Bank Muamalat Indonesia memberikan pembiayaan kepada nasabah 100% atau 50% dari nilai permohonan pembiayaannya ? Jawab: - Maksimum cash ratio 35% dari Pendapatan dan/atau 70% dari Disposable income jika pendapatan < Rp 5.000.000.00 - Maksimum cash ratio 40% dari Pendapatan dan/atau 75% dari Disposable income jika pendapatan > Rp 5.000.000.00 s/d Rp 10.000.000.00 - Maksimum cash ratio 50% dari Pendapatan dan/atau 80% dari Disposable income jika pendapatan > Rp10.000.000.00 4. Seperti apa peranan Dewan Pengawas Syariah (DPS) di Bank Muamalat Indonesia dalam produk KPR Muamalat iB ini? Jawab: Dalam pengawasannya produk atau program KPR telah diajukan ke departemen kepatuhan syariah untuk dikaji dan direview apakah sesuai dengan prinsip syariah atau tidak, kemudian dilaporkan kepada DPS dan didiskusikan lebih jauh (jika diperlukan) 5. Apakah ada penetapan jaminan dalam melakukan pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah tersebut? Jika jaminan diadakan, berapa persentase perhitungan jaminan atas pembiayaan murabahah tersebut ? Jawab: Ketentuan Jaminan Adapun Jenis Agunan meliputi Rumah tinggal, apartemen, condotel, dan rumah villa. Objek pembiayaan wajib untuk dijadikan objek agunan. Dengan ketentuan tambahan sebagai berikut: - Untuk tujuan renovasi, property, berupa tanah dan bangunan, yang akan direnovasi wajib dijadikan agunan (kalau nasabah menanyakan apakah bisa di agunannya di alihkan ke property nasabah (rumah) lainnya boleh atau tidak, arahkan ke cabang)
99
- Untuk tujuan Pembangunan tanah kavling, tapak tanah yang akan dibangun wajib telah memiliki sertifikat dan kepemilikan atas tanah tersebut sudah atas nama calon Nasabah. - Apabila coverage agunan tidak mencukupi, dimungkinkan untuk memintakan agunan tambahan. 6. Jika nasabah ingin mempercepat pelunasan sisa pembayaran bolehkah hal ini dilakukan? Jika boleh bagaimana prosedur pembayaran yang dilakukan? Ya boleh dilakukan dengan ketentuan Pelunasan Dipercepat 1. Pelunasan keseluruhan Hanya pokoknya saja, dan sisa margin dapat di discount. 2. Pelunasan sebagian Hanya pokoknya saja, dan dikenakan biaya administrasi sebesar : Max 2 bulan angsuran (biaya tersebut digunakan untuk pembuatan akad dan perubahan jadwal, besarannya tidak dalam bentuk prosentase). Untuk sisa angsuran ada dua pilihan : b. Jangka waktunya dipercepat jadi cicilan diperbesar c. Jangka waktu sama hanya saja cicilan berkurang 7. Apabila nasabah melakukan percepatan pelunasan apakah pihak bank akan memberikan discount (tanazulul haqq) kepada nasabah? Jawab: Ya akan diberikan discount 8. Jika nasabah mengalami kredit macet atau pailit dalam melunasi angsurannya, langkah apakah yang selalu di ambil pihak bank dalam menyelesaikan masalah tersebut ? terlampir di pembiayaan bermasalah 9. Apabila pihak bank melakukan proses restrukturing pada angsuran pembiayaannya, bagaimanakah prosesnya? l. Bank melakukan evaluasi permasalahan nasabah mengenai sebab terjadinya tunggakan yang didasari atas lap. Keuangan, cash flow, proyeksi keuangan, kondisi pasar dan faktor lain yang berkaitan dengan usaha nasabah (BI Checking dan trade checking: bowheer, supplier dan customer) m. Membuat perkiraan pengembalian kewajiban sebelum dan sesudah restrukturisasi n. Peninjauan efisiensi manajemen nasabah untuk menentukan apakah diperlukan restrukturisasi organisasi nasabah o. Pendekatan dan asumsi yang digunakan dalam menetapkan proyeksi arus kas serta dalam memperhitungkan nilai tunai dari angsuran pokok dan margin yang akan diterima. p. Jadwal pembayaran kembali yang telah direvisi mencerminkan persyaratan yang telah disesuaikan dengan kemampuan membayar nasabah.
100
q. Analisa kesimpulan dan rekomendasi dalam melakukan penyesuaian persyaratan pembiayaan seperti sbb: - Penurunan margin atau bagi hasil - Pengurangan tunggakan pokok dan/ atau margin - Perubahan jangka waktu - Penambahan fasilitas r. Penyesuaian persyaratan pembiayaan dilakukan dengan mempertimbangkan siklus usaha dan kemampuan mebayar nasabah s. Tujuan dan penggunaan tambahan pembiayaan, apabila restrukturisasi pembiayaan dilakukan dengan cara penambahan pembiayaan, maka tambahan pembiayaan tersebut tidak diperkenankan untuk melunasi tunggakan kewajiban nasabah. t. Rincian kelengkapan dokumen yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan restrukturisasi pembiayaan u. Dilakukan pengikatan ulang kembali secara notarial terhadap pelkasanaan restrukturisasi pembiayaan. v. Cabang/ unit kerja yang terkait harus menyusun laporan pemantauan dan laporan pembiayaan yang direstruktur setiap bulannya mengenai: - Pemenuhan kewajiban nasabah (sesuai persyaratan restrukturisasi pembiayaan) - Perkembangan usaha nasabah - Kemungkinan pembayaran kembali w. Review legalitas akad pembiayaan, guna memastikan bahwa seluruh pihak-pihak yang terkait dengan pembiayaan sudah dilakukan pengikatan dengan sempurna. 10. Berapa tenggang waktu yang masih diberikan kepada nasabah tersebut? Jawab: Realisasinya tergantung dengan kecepatan analisa Account Officer dan dari keputusan komite, kurang lebih bisa sampai 2 minggu s.d 1 bulan 11. Jika diberikan tenggang waktu pelunasan kreditnya, apakah nasabah harus melunasi berdasarkan sisa pokok hutang dan marjinya atau hanya melunasi sisa pokok hutangnya saja? Jawab: . KONVERSI AKAD II. Ijarah atau IMBT =) Mudharabah atau Musyarakah How ??? 1) Akad awal dihentikan 2) Nilai Wajar Aktiva Ijarah menjadi dasar akad baru Jika ada perbedaan nilai wajar aktiva Ijarah dgn Nilai bukunya + Tunggakan angsuran maka diakui sbb : a. NW Aktiva < NB + Tunggakan, Bank mengakui kerugian tsb. b. NW Aktiva > NB + Tunggakan, Bank mengakui keuntungan yang ditangguhkan sebesar selisih dan diamortisasi selama masa akad baru
101
3) Membuat akad baru dengan mencantumkan kronologis akad pembiayaan sebelumnya. 4) Bank mencatat pembiayaan baru sebesar NW aktiva Ijarah Murabahah & Istishna‟ =) IMBT / Mudharabah / Musyarakah How ??? 1) Sebesar sisa kewajiban akad awal ( OS P + OS M) 2) Akad awal dihentikan 3) Obyek awal menjadi dasar akad baru Jika ada perbedaan nilai wajar obyek dgn sisa kewajiban maka diakui sbb: a. NW Obyek < OS OS tetap ditagihkan dengan kesepakatan b. NW Obyek > OS, selisih NW diakui sbg DP IMBT atau porsi modal Nasabah Musyarakah atau mengurangi modal Mudharabah Bank 4) Membuat akad baru dengan mencantumkan kronologis akad pembiayaan sebelumnya. 12. Apabila pihak bank melakukan proses reconditioning atau proses konversi akad pada pembiayaan macet, akad apakah yang akan diberikan pihak Bank kepada pihak nasabah? Jawab: Akad Ijarah atau IMBT Mudharabah atau musyarakah Atau Murabahah & Istishna‟ IMBT/ Mudharabah/Musyarakah 13. Apabila nasabah melakukan pembatalan kontrak pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah, apa konsekuensi yang harus ditanggung oleh pihak bank dan nasabah? Jawab: dalam hal ini nasabah melakukan cidera janji atau wan prestasi yang dilakukan oleh bank terlampir di akad musyarakah pasal 9 14. Apabila terjadi wanprestasi dan tidak dapat diselesaikan oleh kedua belah pihak (pihak Bank dan nasabah), apakah bank akan menyelesaikan masalah ini ke Basyarnas? Jelaskan. Jawab: ya jika diperlukan 15. Dan apakah jika tidak dapat diselesaikan melalui basyarnas masalah ini akan dilanjutkan pada Pengadilan Agama? Jelaskan. Jawab: ya jika diperlukan 16. Apabila nasabah melarikan diri dari tanggung jawabnya untuk melunasi hutangnya dengan membawa bukti kepemilikan harta benda tersebut apa yang akan dilakukan bank? Jawab: Dapat ditindanjuti dengan jalur hukum dengan membuat laporan kepolisian mengenai tindak pidana pengelapan pasal 372 dan 374 KUHP 17. Dan apabila harta kepemilikan telah dijual kepihak lain tanpa sepengetahuan bank dan kemudian nasabah melarikan diri dari tanggung jawabnya apa yang akan dilakukan bank?
102
Jawab: Dapat ditindanjuti dengan jalur hukum dengan membuat laporan kepolisian mengenai tindak pidana pengelapan pasal 372 dan 374 KUHP 18. Jika dalam proses eksekusi dilakukan pelelangan apakah akan dilakukan lelang secara syariah? Jawab: Ya semua transaksi dan penyelesainnya dilakukan secara syariah 19. Dalam surat Al-Baqarah ayat 280 terdapat arti yang menyatakan “Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” Bagaimana tanggapan anda mengenai surat ini yang terkadang menjadi dasar atau pegangan bagi para nasabah yang tidak sanggup lagi melunasi hutangnya? Jawab: Dalil yang dipakai dalam surat Al-Baqarah 280 ditujukan bagi pihak pemberi hutang agar memiliki sikap yang baik dengan memberi tenggang waktu. Jika orang yang berhutang dalam kesulitan sehingga dalil itu bukan bukan untuk penghutang. Adapun dalil untuk penghutang banyak dijelaskan dalam hadits-hadits diantaranya: - HR. Bukhari no 2393 “ Sesungguhnya yang paling baik diantara kalian adalah yang paling baik dalam membayar hutang” - HR. ibnu Majah, Hadits shohih “ Siapa saja yang berhutang lalu berniat tidak mau melunasimya, maka dia akan bertemu Allah (pada hari kiamat) dalam status sebagai pencuri” - HR. Bukhari “ Barang siapa yang mengambil harta manusia dengan niat menghacurkannya, maka Allah SWT akan menghancurkan dirinya” - HR. Ibnu Majah no. 2400 “Allah akan bersama (memberi pertolongan pada) orang yang berhutang (yang ingin melunasi hutangnya) sampai dia melunasi hutang tersebut selama hutang tersebut bukanlah sesuatu yang dilarang oleh Allah SWT” - HR. Muslim “ Seorang syahid apapun dosanya akan diampuni kecuali hutang” Jadi jangan salah memakai dalil-dalil sehingga hanya bertujuan untuk menguntungkan secara sepihak.
103
Tahapan proses pembiayaan :
LANGKAH PENGUMPULAN DATA
VERIFIKASI DATA
PENGAJUAN MUP
KEPUTUSAN PEMBIAYAAN
REALISASI KEPUTUSAN
PEMANTAUAN
PELUNASAN
KEGIATAN ► Inisiasi ► Solisitasi ► Kunjungan setempat. ► Informasi Bank (Bank checking). ► Informasi dari pembeli/pemasok/bowheer/ pesaing
Memorandum Usulan Pembiayaan (MUP) : Analisa Pembiayaan ( Analisa Kualitatif dan Kuantitatif) ► Analisa Jaminan. ► Analisa Risiko. ► Evaluasi Kebutuhan Dana ► Penetapan Struktur Fasilitas ► Pengajuan MUP ke KPP. Keputusan Pembiayaan oleh Komite ► Rapat Komite ► Sirkulasi.
Pelaksanaan Keputusan KPP : ► Penyampaian SPP ke Nasabah ► Dokumentasi dan Administrasi ► Penandatanganan Akad Pembiayaan dan Jaminan Pemantauan Pembiayaan : ► Pemantauan Usaha Nasabah ► Pemantauan Jaminan.
104
► Pembinaan Nasabah. Pemantauan Pembayaran Nasabah
Pelunasan Pembiayaan : ► Bukti Pelunasan. ► Pelepasan jaminan.
LANGKAH
INISIASI
KEGIATAN ► Tahapan : ▪ Penetapan Target Market ▪ Penetapan Sektor Bisnis ► Kriteria Nasabah : Ekstern & Intern ► Penghimpunan Informasi/ Taaruf
SOLISITASI
LAPORAN
► Informasi Umum ► Informasi Kebutuhan Nasabah ► Informasi Kemampuan Membayar Kembali ► Informasi Barang Jaminan ► Informasi hubungan Perbankan
KUNJUNGAN ► Verifikasi Data dan Informasi ► Laporan Kunjungan Setempat ► Berita Acara Plotting dan Taksasi Jaminan
105
Penyelesaian Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah Bermasalah Bank Muamalat Indonesia Lakukan pengelompokan penanganan account penyelesaian pembiayaan menjadi a. Revitalisasi Proses b. Penyelesaian Melalui Jaminan c. Litigasi Proses Setiap usaha penyelesaian pembiyaan bermasalah harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan/hukum yang berlaku, namun harus senantiasa dilaksanakan agar dapat diselesaiakan diluar Proses/Sidang Pengadilan. a Revitalisasi Proses Revitalisasi proses dilakukan apabila berdasarkan evaluasi ulang pembiayaan yang dilakukan terdapat indikasi bahwa usaha nasabah masih berjalan dan hasil usaha nasabah diyakini masih mampu untuk memenuhi kewajiban angsuran kepada bank. 1. Rescheduling Perubahan ketentuan yang hanya menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktunya. 2. Restructuring Perubahan sebagian atau seluruh ketentuan-ketentuan pembiayaan termasuk perubahan maksimum saldo pembiayaan. 3. Reconditioning Perubahan sebagian atau seluruh ketentuan pembiayaan termasuk perubahan jangka waktu dan persyaratan lainnya sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimum saldo pembiayaan. 4. Bantuan Management Penyehatan pembiayaan melalui penempatan sumber daya insani pada posisi management oleh bank. Hal ini dilakukan bila : – Permasalahan terjadi karena kesalahan management – Sumber pengembalian pembiayan masih potensial. Revitalisasi Proses meliputi : Langkah-Langkah Proses Revitalisasi adalah : 1. Melakukan evaluasi tentang potensi usaha nasabah 2. Membuat rekomendasi untuk diajukan kepada Komite Pembiayaan 3. Melakukan pengikatan-pengikatan 4. Melakukan proses pengadministrasi lainnya. b. Penyelesaian Melalui Jaminan
106
Penyelesaian melalui jaminan dilakukan Bila berdasarkan hasil evaluasi ulang pembiayaan, nasabah sudah tidak memiliki usaha dan nasabah tidak cooperatif untuk menyelesaikan pembiayaan. Revitalisasi proses tidak dapat dilakukan. Penyelesaian melalui jaminan dibagi menjadi dua bagian, yaitu : 1. Penyelesaian dengan cara non litigasi 2. Penyelesaian dengan cara litigasi
1. Penyelesaian dengan cara Non Litigasi A. Dengan cara Off-Set Off-Set adalah penyelesaian pembiayaan melalui penyerahan jaminan secara sukarela oleh nasabah kepada Bank , sebagai upaya penyelesaian pembiayaannya. Off-Set dapat dilakukan bila dalam prosesnya nasabah bersedia untuk menjual jaminan secara sukarela kepada Bank . Langkah-Langkah Yang Dapat Dilakukan Untuk Melakukan Off-Set: 1. Analisa kecukupan nilai jaminan untuk menutup seluruh kewajiban dan biayabiaya untuk proses Off-Set (Nilai beli Bank). Dengan ketentuan : • Bila nilai beli bank lebih kecil dari nilai taksasi, maka semua kewajiban dan biayabiaya dapat dimasukkan dalam komponen harga beli bank. • Bila nilai beli bank lebih besar dari nilai taksasi, maka harga beli bank maksimal sebesar nilai pasar, sisanya tetap dalam bentuk pembiayaan • untuk diangsur sampai dengan lunas, pada kondisi ini tunggakan margin tidak dapat dimasukkan sebagai harga beli bank. 2. Lakukan negosiasi dengan nasabah untuk pembelian jaminan. 3. Bila nasabah ingin membeli kembali jaminan yang akan dibeli oleh bank, maka berikan Hak Opsi dengan jangka waktu berdasarkan persetujuan kedua belah pihak. 4. Setelah mendapat persetujuan Komite Penyelesaian Pembiayaan lakukan pengikatan jual beli. 5. Lakukan pelunasan pembiayaan dan proses pengadministrasian lainnya. B. Melalui BASYARNAS • Sesuai dengan klausul pasal 18 Perjanjian Pembiayaan, setiap sengketa yang timbul berdasarkan perjanjian yang dibuat antara nasabah dan BMI, maka akan diselesaikan melaui Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) Langkah-langkah yang dilakukan adalah sbb :
107
1. Pembuatan Usulan Penyelesaian ke Komite Pembiayaan 2. Pembuatan Surat Gugatan ke BASYARNAS 3. Pengajuan Gugatan ke BASYARNAS (pendaftaran perkara) 4. Sidang BASYARNAS (jangka waktu paling lama 6 bulan) 5. Putusan BASYARNAS 6. Pendaftaran putusan BASYARNAS ke Pengadilan Negeri 7. Permohonan Pelaksanaan Putusan BASYARNAS ke Pengadilan Negeri 8. Pelaksanaan Eksekusi oleh Pengadilan Negeri. • Keputusan yang dikeluarkan oleh BASYARNAS akan didaftarkan di PN untuk mendapatkan pengesahan, sehingga akan mempunyai kekuatan eksekutorial. • Tahap selanjutnya adalah melakukan lelang dengan penyelesaian secara cash, ataupun jaminan tersebut dibeli oleh bank (HEJP/AYDA) 2. Penyelesaian dengan cara Litigasi • Litigasi adalah penyelesaian pembiayaan melalui jalur hukum yang dilakukan melalui PENGADILAN • Penyelesaian Melalui Pengadilan Sebelum dilakukan proses litigasi melalui Pengadilan, perlu dilakukan check dan evaluasi sbb : Dokumen surat menyurat BMI kepada nasabah, SPT. Surat Peringatan 1,2 & 3 dan Surat Nasabah kepada BMI. Dokumen perjanjian dan jaminan Hak Tanggunga, sehingga secara yuridis posisi BMI menjadi kuat. Jatuh waktu fasilitas pembiayaan, karena proses litigasi hanya dapat dilakukan apabila fasilitas pembiayaan nasabah telah jatuh waktu Proses Litigasi melalui Pengadilan terdiri dari : Setelah dilakukan Checking dan evaluasi, selanjutnya dilakukan: • Mencari lawyer yang telah dianggap cakap, pengalaman dalam bidang penagihan dan dapat bekerjasama dengan BMI. • Membuat UP (Usulan Pembiayaan) ke Komite UPP perihal persetujuan pemakaian lawyer dan biaya-biaya yang timbul. • Memintakan rencana kerja dan target date dari Lawyer yang telah disetujui komite. Gugatan Perdata
108
Pidana Riil Eksekusi Jaminan Permohonan Kepailitan
109
Daftar Pertanyaan DSN-MUI Narasumber : Prof. Dr. Jaih Mubarak, S.E., M.H., M.Ag, 1. Bagaimanakah kedudukan dari Keputusan Penyelesaian Pembiayaan Musayarakah Mutanaqisah bermasalah ini? 2. Apa yang melatarbelakangi lahirnya Keputusan tentang Implementasi Musyarakah Mutanaqisah DSN-MUI No.01/DSN-MUI/X/2013? 3. Apakah yang menjadi landasan dan metode apa saja yang digunakan dalam melakukan Penetapan Penyelesaian Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah bermasalah dalam Keputusan DSN-MUI No.01/DSN-MUI/X/2013? 4. Apakah ada sanksi bagi pihak yang melanggar ketentuan yang terdapat dalam keputusan ini?
110
Hasil Wawancara DSN-MUI Narasumber : Prof. Dr. Jaih Mubarak, S.E., M.H., M.Ag, 1. Bagaimanakah kedudukan dari Keputusan Penyelesaian Pembiayaan Musayarakah Mutanaqisah bermasalah ini? Jawab: Pada dasarnya Keputusan DSN ini merupakan bagian dari Fatwa jadi, antara Keputusan DSN dengan Fatwa DSN memiliki kedudukan yang sama sebagai pembuat aturan dan petunjuk. 2. Apa yang melatarbelakangi lahirnya Keputusan tentang Implementasi Musyarakah Mutanaqisah DSN-MUI No.01/DSN-MUI/X/2013? Jawab: Dikarenakan fatwa DSN-MUI No. 73/DSN-MUI/2008 dipahami beragam oleh masyarakat dan para praktisi lembaga keuangan syariah sehingga dapat menimbulkan ketidakseragaman implementasi. 3. Apakah yang menjadi landasan dan metode apa saja yang digunakan dalam melakukan Penetapan Penyelesaian Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah bermasalah dalam Keputusan DSN-MUI No.01/DSN-MUI/X/2013? Jawab: Pada dasarnya Keputusan ini dibuat berdasarkan prinsip win-win solution yakni, dimana untuk menengahi masalah yang ada dan mengambil keputusan yang menguntungkan bagi kedua belah pihak. 4. Apakah ada sanksi bagi pihak yang melanggar ketentuan yang terdapat dalam keputusan ini? Jawab: Sebenarnya Fatwa atau Keputusan yang ada diterbitkan untuk memberikan aturan dan petunjuk bagi masyarakat dan para praktisi lembaga ekonomi syariah yang ada, jadi hanya sebatas itu saja, bila mana ingin menjatuhkan sanksi tentu saja itu bukan wewenang kami, karena yang berhak untuk memberikan sanksi merupakan Pengadilan Agama sebagai lembaga penegak hukum yang ada.
111
112
113
114
115
116