ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN ALAT PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU DAN VARIABEL-VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP PERMINTAAN UANG DI INDONESIA
OLEH ZAINAL MUTTAQIN H14102105
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN
ZAINAL MUTTAQIN. Analisis Pengaruh Penggunaan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu dan Variabel-Variabel Makroekonomi terhadap Permintaan Uang di Indonesia (dibimbing oleh RINA OKTAVIANI)
Dewasa ini, seiring dengan interdependensi antar agen yang semakin meningkat, perekonomian perlu ditunjang oleh sistem pembayaran yang efektif dan efisien. Sebab, hal ini merupakan prasyarat utama dalam mempromosikan perdagangan dan transaksi baik di tingkat domestik maupun internasional terutama bagi negara berkembang (Humphrey, Keppler, dan Montes-Negret, 1997). Efisiensi sebuah sistem pembayaran salah satunya bisa diukur dari bagaimana sistem ini bisa meminimalisir biaya untuk mendapatkan manfaat dari sebuah transaksi. Seorang pengguna jasa pembayaran akan memakai jasa pembayaran yang memiliki harga yang rendah karena biayanya pun juga rendah. Dengan kata lain, sistem pembayaran ini harus memiliki biaya imbangan yang terkecil relatif terhadap sistem pembayaran jenis lain bagi seluruh agen ekonomi yang menggunakannya. Beruntung kini kebutuhan itu dapat diimbangi dengan kemajuan teknologi dalam sistem pembayaran yang lebih bersifat elektronis. Menurut Listfield dan Montes-Negret (1994), sistem pembayaran yang tanpa kertas ini tidak hanya efektif untuk transaksi bernilai besar, melainkan juga untuk pembayaran rutin (seperti listrik, air ledeng, serta gaji) serta pembayaran yang sensitif terhadap waktu (seperti, pembayaran bunga). Melalui penurunan biaya transaksi dan peningkatan kecepatan transaksi, elektronifikasi ini membuat sistem pembayaran lebih efektif (Snellman dan Vesalla, 1999). Penggunaan sistem pembayaran elektronik hanya membutuhkan biaya sepertiga atau setengah dari penggunaan sistem pembayaran non tunai yang bersifat “paper based”. Isu paling sentral dalam studi mengenai sistem pembayaran elektronis dewasa ini adalah bagaimana pengaruh inovasi sistem pembayaran elektronik, terutama Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) terhadap permintaan uang (money demand) khususnya di masyarakat luas suatu negara. Terkait dengan hal ini, dalam dunia yang modern, keterbukaan dari ekonomi, globalisasi dari capital markets, dan kemudian kurs yang fleksibel, menunjukkan peran penting dalam mengarahkan studi atas money demand (Yilmazkuday, 2006). Kajian teoritis mengenai permintaan uang dewasa ini perlu diimbangi oleh kajian yang secara empiris disesuaikan dengan perkembangan teknologi yang ada. Walaupun pengkajian ini bisa dilakukan dalam berbagai sisi, namun hasil dan dampaknya bisa berlaku umum untuk perekonomian (Rinaldi, 2002). Dalam penelitian ini, faktor determinan permintaan uang yang dipelajari dalam teori ekonomi makro (pendapatan nasional, suku bunga, dll) tetap akan dipertahankan dan akan tetap dibahas walaupun tidak terlalu mendalam. Sebab, parameterparameter tersebut merupakan starting point utama dalam penelitian ini.
Tujuan dari penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut. Pertama, menganalisis pengaruh penggunaan alat pembayaran dengan menggunakan kartu dan variabel makroekonomi lainnya terhadap permintaan uang di Indonesia dalam jangka panjang. Kedua, menganalisis hubungan dinamis pengaruh penggunaan alat pembayaran dengan menggunakan kartu dan variabel makroekonomi lainnya terhadap permintaan uang di Indonesia dalam jangka pendek. Untuk mencapai tujuan penelitian di atas, digunakan metode Uji Kointegrasi dan Error Correction Model (ECM). Jenis data yang diolah dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari berbagai litelatur yang bersumber dari Bank Indonesia dan International Financial Statistics. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi permintaan uang riil, pendapatan nasional, SBI 30 hari, nilai tukar (Rp/$), inflasi, volume transaksi kartu kredit, kartu debet, kartu ATM. Sedangkan, keseluruhan data-data yang digunakan merupakan data time series bulanan dengan sampel waktu dari 2003:1 sampai 2005:08. Terdapat pengaruh yang berbeda antara penggunaan APMK non-tunai (kartu kedit dan kartu debet) dan kartu ATM terhadap permintaan uang. Hasil penelitian ini membuktikan adanya hubungan jangka panjang antara penggunaan ATM terhadap permintaan uang M1 dan uang tunai. Sementara itu, penggunaan kartu kredit dan debet tidak signifikan mempengaruhi permintaan uang M1 dan uang tunai. Perbedaan ini terjadi karena intensitas volume dan nilai transaksi kartu ATM jauh lebih tinggi daripada kartu kredit dan kartu debet. Selain itu, pengguna kartu ATM jauh lebih besar daripada pengguna kartu kredit dan kartu debet. Hasil berbeda ditunjukkan dalam jangka pendek pengaruh APMK terhadap permintaan uang M1 dan uang tunai. Perubahan permintaan terhadap M1 hanya dipengaruhi oleh perubahan penggunan kartu ATM dan kartu debet. Sedangkan perubahan permintaan uang tunai tidak dipengaruhi oleh penggunaan APMK. Dalam model permintaan uang dinamis jangka pendek juga terlihat bahwa ketidakseimbangan di pasar uang mempunyai pengaruh yang kecil terhadap permintaan uang di Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa pengaruh ketidakseimbangan pasar perbankan pada waktu sebelumnya relatif kecil. Ketidakseimbangan pada pasar perbankan dikoreksi dengan lambat. Berdasarkan hasil penelitian di atas telah dibuktikan bahwa keberadaan APMK (kartu kredit dan kartu debet) dan ATM berpengaruh secara nyata terhadap permintaan uang. Tentunya, bagi bank sentral (khususnya Bank Indonesia) hal ini akan berdampak secara fundamental kepada kebijakan moneter yang diambilnya. Konsekuensinya, bank sentral perlu mendefinisikan ulang kembali mengenai pengukuran kuatitas uang dengan mengakomodir keberadaan APMK seperti kartu kredit, debet dan ATM. APMK telah terbukti dapat memberikan efektifitas, efisiensi serta keamanan dalam sistem pembayaran di masyarakat serta dunia keuangan pada umumnya. Bank sentral bekerja sama dengan dunia perbankan perlu mempromosikan penggunaan APMK kepada masyarakat luas. Sebab diyakini bahwa potensi APMK masih sangat besar karena jumlah pemegang kartu kredit, kartu debet serta kartu ATM dari tahun ke tahun mengalami pertumbuhan. Hal itu didukung oleh peningkatan infrastruktur dan teknologi dari sistem pembayaran yang bernominal kecil tersebut.
ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN ALAT PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU DAN VARIABEL-VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP PERMINTAAN UANG DI INDONESIA
Oleh ZAINAL MUTTAQIN H14102105
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh: Nama
: Zainal Muttaqin
Nomor Registrasi Pokok : H14102105 Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Analisis Pengaruh Penggunaan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu dan VariabelVariabel Makroekonomi terhadap Permintaan Uang di Indonesia
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2006
Zainal Muttaqin H14102105
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Zainal Muttaqin, dilahirkan pada tanggal 7 Mei 1984 di Garut, sebuah kota kecil di Provinsi Jawa Barat. Penulis ialah anak terakhir dari tiga bersaudara, dari pasangan Rusdan Zakaria dan Siti Maryam. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan. Setelah menamatkan jenjang prasekolah di TK Bhayangkari 56 Garut pada tahun 1990, penulis melanjutkan ke SD Negeri Kiansantang Garut dan lulus pada tahun 1996. Kemudian, penulis melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Garut dan lulus pada tahun 1999. Selanjutnya penulis diterima di SMU Negeri 1 Tarogong Garut, dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama, penulis meninggalkan kota tercinta untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif pada beberapa organisasi dan aktivitas kemahasiswaan lainnya. Adapun organisasi-organisasi tersebut adalah BEM Tingkat Persiapan Bersama sebagai staf Departemen Sosial Politik dan Keorganisasian, HIPOTESA (Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan) sebagai Wakil Ketua, DPM-FEM sebagai staf Komisi Eksternal, Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) KM-IPB sebagai Ketua Badan Pekerja II (Kepartaian dan Suksesi PEMIRA). Selain itu, penulis aktif pada beberapa kepanitiaan seperti Masa Perkenalan Fakultas-Departemen di FEM sebagai Ketua II (2004), dan Komisi Pemilihan Raya KM-IPB sebagai Koordinator Tim Kampanye (2005).
Kupersembahkan karya kecil ini untuk kedua orang tuaku tercinta...
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat melakukan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Pengaruh Penggunaan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu dan Variabel-Variabel Makroekonomi terhadap Permintaan Uang di Indonesia”. Pembahasan mengenai sistem pembayaran elektronik terutama Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) sangat penting karena seiring dengan berkembang pesatnya teknologi informasi pengaruh alat pembayaran ini dapat mempengaruhi kebijakan moneter perlu untuk diketahui. Disamping hal tersebut, penyusunan skripsi ini merupakan salah satu upaya untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada: 1. Ibu Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS, sebagai Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses penyusunan skripsi ini. 2. Bapak Ir. Noer Azam Achsani, M.Si, Ph.D sebagai Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan kritikan beliau merupakan hal yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini. 3. Bapak Syamsul Hidayat Pasaribu, SE, M.Si sebagai Komisi Pendidikan yang telah memberikan saran dan kritikan dalam penulisan serta ejaan skripsi ini. 4. Kedua orang tua tercinta, Rusdan Zakaria dan Siti Maryam, yang telah mencurahkan segala kasih sayang bagi penulis serta dorongan semangat dalam penyusunan skripsi ini.
5. Kedua kakak tercinta, Kiki Noor Zakiah beserta keluarga, dan Fitri Rahmani yang banyak memberikan bantuan dan dorongan bagi penulis hingga skripsi ini terselesaikan. 6. Ibu Annisa Kurniatun (Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia) serta Mbak Mitha (Inter-Cafe) yang bersedia membantu dalam pengumpulan data tentang APMK. 7. Teman-teman di Ilmu Ekonomi ’39 atas segala bantuan, dan dukungan semangat bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 8. Keluarga Besar Pondok Girma atas segala kebersamaan dan dukungan bagi penulis dalam penyusunan skripsi ini Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun, besar harapan penulis semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan menambah khasanah ilmu pengetahuan mengenai sistem pembayaran dan kebijakan moneter di Indonesia.
Bogor, Agustus 2006
Zainal Muttaqin H14102105
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL.........................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................
vi
DAFTAR SINGKATAN ...............................................................................
vii
I.
PENDAHULUAN .............................................................................
1
1.1. Latar Belakang ............................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah ....................................................................
5
1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................
9
1.4. Manfaat Penelitian ......................................................................
10
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................
11
2.1. Sistem Pembayaran .....................................................................
11
2.1.1. Definisi...............................................................................
11
2.1.2. Evolusi Sistem Pembayaran...............................................
12
2.1.3. Karakteristik Sistem Pembayaran yang Efektif .................
16
2.2. Teori Uang ..................................................................................
18
2.2.1. Definisi dan Fungsi Uang ..................................................
18
2.2.2. Teori Ekonomi Klasik ........................................................
20
2.2.3. Teori Kuantitas Uang .........................................................
21
2.2.4. Pendekatan Cambridge ......................................................
22
2.2.5. Teori Neo-Klasik................................................................
23
2.2.6. Teori Keynessian................................................................
23
2.2.7. Teori Permintaan Uang Pasca Keyness .............................
25
2.3. Pengukuran Kuantitas Uang........................................................
27.
2.4. Penelitian Terdahulu ...................................................................
29
2.4.1. Substitusi Alat Pembayaran (Tunai-Non tunai) .................
29
2.4.2. Manfaat Sistem Pembayaran Elektonis..............................
30
II.
2.4.3. Pengaruh Sistem Pembayaran Elektonis terhadap Permintaan Uang................................................................
31
ii
III.
IV.
V.
2.4.4. Dampak Pengenaan Tarif terhadap Penggunaan APMK ...
32
2.5. Kerangka Pemikiran....................................................................
34
2.6. Hipotesis Penelitian.....................................................................
37
GAMBARAN SISTEM PEMBAYARAN NASIONAL INDONESIA ......................................................................................
38
3.1. Penyelenggara Jasa Pembayaran.................................................
38
3.1.1. Lembaga Keuangan Bank ..................................................
38
3.1.2. Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) ........................
40
3.2. Cara Pembayaran ........................................................................
40
3.2.1. Pembayaran Tunai..............................................................
40
3.2.2. Pembayaran Bukan Tunai ..................................................
43
3.3. Rekening Giro (Cek) ...................................................................
45
3.4. APMK .........................................................................................
45
3.4.1. Kartu kredit .......................................................................
45
3.4.2. Kartu ATM dan Kartu Debet .............................................
47
3.4.3. Smart Cards .......................................................................
49
3.4.4. Warkat Pos .........................................................................
50
METODE PENELITIAN...................................................................
51
4.1. Jenis dan Sumber Data ................................................................
51
4.2. Model Penelitian .........................................................................
52
4.3. Metode Analisis Data..................................................................
53
4.3.1. Uji Akar Unit .....................................................................
54
4.3.2. Uji Kointegrasi ...................................................................
58
4.3.3. ECM ...................................................................................
60
4.3.4. Uji Kebaikan ECM.............................................................
63
4.4. Definisi Operasional....................................................................
64
HASIL DAN PEMBAHASAN..........................................................
67
5.1 Uji Kestasioneran Data (Uji Akar Unit).......................................
67
5.2. Uji Kointegrasi ............................................................................
69
5.2.1. Pengaruh Variabel Volume Transaksi APMK...................
71
5.2.2. Pengaruh Variabel-Variabel Makroekonomi ...................
75
ii
iii
5.3. Hasil Estimasi Jangka Pendek.....................................................
77
5.3.1. Pengaruh Variabel Volume Transaksi APMK...................
80
5.3.2. Pengaruh Variabel-Variabel Makroekonomi .....................
81
5.3.3. Uji Kebaikan ECM.............................................................
82
KESIMPULAN DAN SARAN..........................................................
85
6.1 Kesimpulan ..................................................................................
85
6.2 Saran.............................................................................................
86
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
88
LAMPIRAN...................................................................................................
92
V.
iii
iv
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
2.1. Hubungan M0, M1 dan M2....................................................................
28
3.1. Perkembangan Kartu Kredit di Indonesia (1998-2004) .........................
47
3.2. Perkembangan Kartu ATM di Indonesia (1999-2003) ..........................
48
3.3. Perkembangan Kartu Debet di Indonesia (1998-2004)..........................
49
4.1. Nama, Simbol dan Sumber Data............................................................
51
5.1. Hasil Uji Akar Unit pada Level..............................................................
67
5.2. Hasil Uji Akar Unit pada First Difference (Tanpa Trend).....................
68
5.3. Hasil Uji Akar Unit pada First Difference (dengan Trend) ...................
69
5.4. Persamaan Jangka Panjang Pengaruh Penggunaan APMK dan Variabel-Variabel Makroekonomi Lainnya terhadap Permintaan Uang
70
5.5. Hasil Uji Kointegrasi Kedua Model Penelitian......................................
71
5.6. Estimasi Jangka Pendek Pengaruh APMK terhadap Permintaan Uang di Indonesia yang Belum direstriksi.......................................................
78
5.7. Estimasi Jangka Pendek Pengaruh Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu terhadap Permintaan Uang di Indonesia yang Telah direstriksi......................................................................................
79
5.8. Hasil Uji Heteroskedastisitas .................................................................
81
5.9. Hasil Uji Autokorelasi dengan Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test ..................................................................................................
81
5.10. Hasil Uji Normalitas .............................................................................
82
iv
v
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian...............................................................
36
3.1. Gambaran Intensitas Uang Tunai yang Diedarkan di Indonesia.............
41
3.2. Gambaran Peredaran Uang Tunai di Masyarakat Indonesia...................
42
5.1. Perkembangan Perbandingan Nilai Transaksi APMK dengan Peredaran Uang di Indonesia (Maret 2000 – Agustus 2005) ...................................
73
5.2. Perkembangan Perbandingan Volume Transaksi APMK di Indonesia (Maret 2000 – Agustus 2005) .................................................................
75
v
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Data-Data Penelitian .................................................................................
93
2. Persamaan Jangka Panjang Permintaaan Uang M1 ..................................
97
3. Uji Kointegrasi Persamaan Jangka Panjang Permintaan Uang M1 ..........
98
4. Persamaan Jangka Panjang Permintaan Uang TUNAI .............................
99
5. Uji Kointegrasi Persamaan Jangka Panjang Permintaan Uang TUNAI ...
100
6. Persamaan Jangka Pendek Permintaan Uang M1 .....................................
101
7. Persamaan Jangka Pendek Permintaan Uang TUNAI ..............................
102
8. Persamaan Jangka Pendek Permintaan Uang M1 yang Direstriksi .........
103
9. Persamaan Jangka Pendek Permintaan TUNAI yang Direstriksi .............
104
10. Uji Heteroskedastisitas Persamaan ECM Permintaan Uang M1 .............
105
11. Uji Heteroskedastisitas Persamaan ECM Permintaan Uang TUNAI ......
106
12. Uji Autokolerasi Persamaan ECM Permintaan Uang M1 .......................
107
13. Uji Autokolerasi Persamaan ECM Permintaan Uang TUNAI.................
108
14. Uji Normalitas Persamaan ECM Permintaan Uang M1 ..........................
109
15. Uji Normalitas Persamaan ECM Permintaan Uang TUNAI....................
110
vi
vii
DAFTAR SINGKATAN
ADF
= Augmented Dickey-Fuller.
APMK
= Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu.
ATM
= Automatic Teller Machine.
BI
= Bank Indonesia.
BI-RTGS
= Bank Indonesia – Real Time Gross Settlements
BPR
= Bank Perkreditan Rakyat.
ECM
= Error Correction Model
EFT-POS
= Electronic Fund Transfer – Point of Sale.
LKBB
= Lembaga Keuangan Bukan Bank.
vii
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Dewasa ini, seiring dengan adanya saling ketergantungan antar agen ekonomi yang semakin meningkat, perekonomian suatu negara perlu ditunjang oleh sistem pembayaran yang efektif dan efisien. Sebab, hal ini merupakan prasyarat utama dalam mempromosikan perdagangan dan transaksi baik di tingkat domestik maupun internasional terutama bagi negara berkembang (Humphrey, Keppler, dan Montes-Negret, 1997). Efisiensi sebuah sistem pembayaran salah satunya bisa diukur dari bagaimana sistem ini bisa meminimalkan biaya untuk mendapatkan manfaat dari sebuah transaksi. Seorang pengguna jasa pembayaran akan memakai jasa alat pembayaran yang memiliki harga yang rendah karena biayanya pun juga rendah. Dengan kata lain, sistem pembayaran ini harus memiliki biaya imbangan yang terkecil relatif terhadap sistem pembayaran jenis lain bagi seluruh agen ekonomi yang menggunakannya. Beruntung kini kebutuhan itu dapat diimbangi dengan kemajuan teknologi dalam sistem pembayaran yang lebih bersifat elektronis. Menurut Listfield dan Montes-Negret (1994), sistem pembayaran yang tanpa kertas ini tidak hanya efektif untuk transaksi bernilai besar, melainkan juga untuk pembayaran rutin (seperti listrik, air ledeng, serta gaji) serta pembayaran yang sensitif terhadap waktu (seperti, pembayaran bunga). Melalui penurunan biaya transaksi dan peningkatan kecepatan transaksi, elektronifikasi ini membuat sistem pembayaran lebih efektif (Snellman dan Vesalla, 1999). Penggunaan sistem pembayaran
2
elektronik hanya membutuhkan biaya sepertiga atau setengah dari penggunaan sistem pembayaran non tunai yang bersifat “paper based” (berbasis warkat). Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) 1 yang banyak dipakai oleh masyarakat merupakan bagian integral dari sistem pembayaran elektronik. Penggunaan alat pembayaran ini memberikan manfaat yang sangat besar bagi berbagai sektor perekonomian. Humphrey, Vale dan Kim (2001) dan Stix
(2002)
mengungkapkan
tersubstitusinya
uang
tunai
oleh
APMK,
mempengaruhi pendapatan bank sentral atas penciptaan uang baru (seigniorage). Sementara itu, alat pembayaran elektronik ini juga dapat mengurangi pengeluaran perusahaan terhadap penggunaan input modal yang biasanya dipakai untuk melakukan pembayaran yang bersifat “paper based”, sehingga bisa dipakai untuk melakukan ekspansi kegiatan usahanya. Dalam cakupan yang lebih luas, alat pembayaran ini memiliki peran yang besar dalam memberikan fasilitas dalam upaya terwujudnya pengembangan sistem perbankan yang sehat, karena dengan demikian bank dapat lebih mudah mengelola likuiditasnya serta meningkatkan perputaran transaksi dana baik antar bank maupun antar bank dengan nasabahnya (Purusitawati, 2000). Berikut ini merupakan sebagian dari hasil kajian empiris yang telah dilakukan ekonom tentang manfaat penggunaan APMK bagi perekonomian. Pada tahun 1990-an biaya yang dikeluarkan bank pada 12 negara Eropa mampu ditekan sebesar 45 persen (Humphrey, Willeson, Lindblom, Bergendahl, 2003). De Grauwe, Buyst dan Rinaldi (2000) dalam Rinaldi (2001) membandingkan biaya 1
Menurut Bank Indonesia (2004), Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) adalah alat pembayaran yang berupa Kartu Kredit, Kartu Automatic Teller Machine (ATM), Kartu Debet, Kartu Prabayar, dan atau yang dapat dipersamakan dengan itu.
3
rata-rata (average cost) dari APMK dengan pembayaran tunai yaitu sebesar 1,3 persen dan 9 persen dari nilai transaksi. Hasil ini bisa tercapai karena dipengaruhi oleh tiga aspek. Pertama, besarnya manfaat seiring dengan peningkatan skala ekonomis dari sistem pembayaran elektronik. Kedua, penurunan biaya dari sistem pembayaran berdasarkan kertas. Ketiga, rendahnya biaya telekomunikasi yang mengacu pada perubahan teknis dari pembayaran, termasuk juga deregulasi dan kompetisi yang terjadi. Dunia perbankan merupakan sumber inovasi dan salah satu sektor ekonomi yang merasakan manfaat terbesar dari munculnya sistem pembayaran baru ini. Perkembangan ini telah memacu praktisi perbankan untuk mengembangkan sistem pelayanan kepada nasabah yang lebih efektif dan efisien. Kemajuan teknologi informasi telah berhasil membuat Automatic Teller Machine (ATM) dan portable computer menggantikan fisik kantor bank yang mahal. Kini dari perangkat elektronik itu dapat dilakukan kegiatan perbankan, mulai dari melihat saldo, mencetak statement rekening koran, transfer dana domestik maupun valas, juga transaksi letter of credit. Perbankan menuju arah tanpa bentuk (virtual reality banking) (Sukardi, 1997). Hal ini yang merangsang para ekonom untuk melakukan kajian ekonomi mengenai sistem pembayaran elektronik dalam cakupan yang lebih luas, tidak hanya sebatas sektor perbankan saja. Penelitian mereka berkesimpulan sama, yaitu besarnya manfaat sistem pembayaran elektronik terhadap perekonomian suatu negara khususnya bagi lembaga keuangan 2 . Secara empiris dalam prakteknya di
2
Uraian yang lengkap mengenai hal ini dapat dilihat dalam Bab 2.
4
dunia nyata, keberadaan sistem pembayaran elektronik menuntut penyedia jasa pembayaran (dalam hal ini perbankan) mencari cara untuk meningkatkan manfaat jasanya bagi para nasabah (misalnya, menurunkan tarif transaksi). Begitu pun dengan para pengusaha, mereka akan mencari cara untuk meminimalisir biaya transaksi mereka, khususnya yang terkait dengan penggunaan jasa perbankan. Berdasarkan uraian di atas ternyata dalam sudut pandang ilmu ekonomi studi mengenai sistem pembayaran elektronik sangat menarik. Isu paling sentral dalam studi mengenai alat pembayaran elektronik dewasa ini adalah bagaimana pengaruh inovasi sistem pembayaran elektronik, dalam hal ini APMK terhadap permintaan uang (money demand) khususnya di masyarakat luas suatu negara. Dalam dunia yang modern, keterbukaan dari ekonomi, globalisasi dari capital markets, dan kemudian kurs yang fleksibel, telah menunjukkan pentingnya mengarahkan kajian atas money demand (Yilmazkuday, 2006). Kajian teoritis mengenai permintaan uang perlu diimbangi oleh kajian yang secara empiris disesuaikan dengan perkembangan teknologi yang ada. Walaupun pengkajian ini bisa dilakukan dalam berbagai sisi, namun hasil dan dampaknya bisa berlaku umum untuk perekonomian (Rinaldi, 2002). Dalam penelitian ini, faktor determinan permintaan uang yang dipelajari dalam teori ekonomi makro (pendapatan nasional, suku bunga, dll) tetap akan dipertahankan dan akan tetap dibahas walaupun tidak terlalu mendalam. Sebab, parameter-parameter tersebut merupakan starting point utama dalam penelitian ini. Sementara itu, di tengah luasnya lapangan studi ekonomi, kajian atas money demand merupakan studi yang paling menarik bagi para ekonom dan bank sentral
5
di banyak negara. Urgensinya terletak pada pengaruh langsung kajian ini kepada aspek kebijakan moneter keseluruhan. Kestabilan permintaan uang membentuk kebijakan moneter keseluruhan (aggregat monetary policy) sehingga dapat diprediksi pengaruhnya terhadap tingkat output, suku bunga, serta tingkat harga (Sriram, 1999).
1.2. Perumusan Masalah Sistem pembayaran elektronik telah menjadi urat nadi dalam perekonomian dewasa ini. Seiring dengan globalisasi ekonomi yang semakin nyata, kebutuhan pengadopsian sistem ini kepada masyarakat luas serta perekonomian di Indonesia akan segera terwujud baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Global Insight (2003), pengadopsian sistem pembayaran elektronik akan meningkatkan penjualan barang dan jasa, menurunkan penghalang langsung terhadap kredit dan likuiditas uang, serta menurunkan penghalang geografis dalam perdagangan dan transaksi perekonomian. Perkembangan yang cukup menarik sekarang ini adalah kompetisi yang terjadi antara alat-alat pembayaran elektronik tersebut (Greenspan, 1996). Jumlah mesin ATM serta volume transaksi melalui mesin ini semakin meningkat dari tahun ke tahun. Di sisi lain, justru pada waktu yang relatif sama penggunaan cek, kartu debet serta kartu kredit juga menunjukkan tren yang meningkat pula. Perkembangan teknologi informasi (IT) telah memacu kompetisi ini untuk meningkatkan kepuasan nasabah terhadap layanan perbankan (Warjiyo, 2006). Perekonomian di berbagai negara kini sedang mencari sistem pembayaran yang
6
ideal (khususnya dalam transaksi pembayaran yang bernilai kecil) dan aman (khususnya dalam penggunaan teknologi informasi internet). Dalam kasus Indonesia, bukti empiris yang terjadi dewasa ini menunjukkan terjadi peningkatan cakupan serta skala dari alat pembayaran elektronik dan non tunai, seperti ATM, kartu kredit, kartu debet, serta smart cards (Warjiyo, 2006). Pertumbuhan terbesar terjadi pada piranti ATM karena makin beragamnya features kemudahan yang ditawarkan oleh ATM. Saat ini ATM telah berkembang menjadi alat pembayaran yang multi fungsi (baik sebagai kartu kredit maupun Electronic Fund Transfer/Point of Sale - EFT/POS). Perkembangan ini menunjukkan makin meningkatnya penerimaan masyarakat terhadap keberadaan alat pembayaran ini. Diawali dengan diadopsinya penggunaan ATM pada tahun 1980-an, dunia perbankan Indonesia sedikit demi sedikit merubah metode pelayanan kepada nasabah dari “paper-based” (berbasis warkat) dengan meningkatkan pelayanan pembayaran bersistem elektronik. Perkembangan alat pembayaran (baik tunai maupun non tunai) elektronik berbasis kartu tumbuh sejalan dengan aktivitas perekonomian yang direfleksikan oleh perkembangan uang beredar dan aktivitas kliring (Bank Indonesia, 2006b). Berdasarkan uraian di atas, kajian ekonomi mengenai APMK menjadi topik bahasan yang relevan dan sangat urgen dianalisis dalam teori dan aplikasi ilmu ekonomi, baik makro maupun mikro. Penggunaan alat pembayaran ini sedikit demi sedikit telah merubah pola hidup masyarakat dalam melakukan transaksi ekonomi. Sebagaimana diuraikan di atas, gambaran efek substitusi antara APMK
7
dengan uang tunai akan semakin nyata. Sebab, kini penggunaan kartu pembayaran menjadi alternatif alat transaksi masyarakat selain uang. Bila ditinjau dari sudut ekonomi makro, apabila perekonomian secara luas menggalakkan penggunaan kartu pembayaran ini maka hal ini akan berpengaruh negatif terhadap permintaan uang (Yilmazkuday, 2006). Pembahasan yang akan dianalisa pada penelitian ini adalah pengaruh penggunaan APMK sebagai alternatif media transaksi masyarakat terhadap permintaan uang, khususnya di Indonesia. Walaupun masyarakat Indonesia belum mencapai tahap “cash-less society”, namun penggunaan APMK telah mendapat tempat dan perhatian tersendiri bagi sebagian masyarakat Indonesia.
Potensi
pasar dan bisnis kartu pembayaran kini semakin meningkat seiring dengan bergulirnya proses pemulihan ekonomi 3 . Topik ini menjadi semakin relevan seiring dengan perkembangan perekonomian Indonesia dewasa ini. Wacana yang kini menjadi pusat perhatian oleh ekonom dan Bank Indonesia dalam kebijakan moneter adalah mengenai keberadaan simpanan tabungan (saving deposit) dalam M2. Padahal, sebagaimana diketahui, kebanyakan tabungan yang ditawarkan oleh perbankan adalah jenis tabungan yang dapat ditarik sewaktu-waktu. Ditambah dengan kemudahan pelayanan melalui penggunaan kartu ATM, sifat simpanan tabungan dinilai sama dengan simpanan giral, bahkan hampir sama dengan uang tunai. Dengan demikian simpanan tabungan jenis tersebut seharusnya digolongkan ke dalam jenis uang M1, bukan M2.
3
Uraian mengenai hal ini dapat dilihat dalam Bab 3.
8
Sementara itu, perumusan model permintaan uang tidaklah terlepas dari masalah.
Hal
ini
terkait
dengan
pemilihan
variabel-variabel
yang
mempengaruhinya serta faktor masalah representasi di lapangan perekonomian. Biaya imbangan dari memegang uang merupakan faktor yang signifikan. Sehingga tidak mengherankan apabila tingkat suku bunga (baik dalam negeri maupun luar negeri) serta nilai tukar sering dipakai dalam kajian permintaan uang. Analisis mengenai variabel-variabel makroekonomi yang menjadi faktor determinan permintaan uang, tetap akan dibahas dalam penelitian ini walaupun tidak dengan mendalam. Untuk kepentingan pemfokusan arah penelitian ini, jenis APMK yang dianalisis pada penelitian ini dibatasi pada tiga jenis kartu yaitu kartu kredit, kartu debet, serta kartu ATM. Pendekatan ini dipakai karena sesuai dengan definisi APMK dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 6/30/PBI/2004 tentang Penyelenggaraan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) serta ketersediaan data dari Bank Indonesia. Selain itu, ketiga jenis alat tersebut sangat luas digunakan oleh masyarakat Indonesia. Beberapa permasalahan yang akan penulis garis bawahi dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut 1. Bagaimana
pengaruh
penggunaan
APMK
dan
variabel-variabel
makroekonomi lainnya terhadap permintaan uang di Indonesia dalam jangka panjang?
9
2. Bagaimana hubungan dinamis serta pengaruh penggunaan APMK dan variabel-variabel makroekonomi lainnya terhadap permintaan uang di Indonesia dalam jangka pendek?
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, terungkap bahwa kajian empiris antara sistem pembayaran elektronik dengan analisis ekonomi makro maupun mikro sangat urgen untuk dilaksanakan di Indonesia. Faktanya, tentang hal ini ternyata Indonesia sudah jauh tertinggal dengan negaranegara lain seperti, Norwegia, Finlandia, Belgia, Amerika Serikat, Inggris, dan bahkan Thailand. Penelitian ini diharapkan menjadi bagian dalam upaya mengatasi ketertinggalan ini. Fokus utama dalam penelitian ini adalah mengkaji pengaruh penggunaan APMK terhadap permintaan uang di Indonesia. Permintaan uang merupakan salah satu parameter utama yang diperhatikan dalam pengambilan kebijakan moneter. Oleh karena itulah, maka tujuan dari penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Menganalisis
pengaruh
penggunaan
APMK
dan
variabel-variabel
makroekonomi lainnya terhadap permintaan uang di Indonesia dalam jangka panjang. 2. Menganalisis hubungan dinamis serta pengaruh penggunaan APMK dan variabel-variabel makroekonomi lainnya terhadap permintaan uang di Indonesia dalam jangka pendek.
10
1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan oleh penulis dari penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Bagi bank sentral sebagai regulator sistem pembayaran dan “policy maker” dari kebijakan moneter, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian selanjutnya serta rekomendasi dalam merumuskan pengembangan dan kebijakan sistem pembayaran yang tepat bagi perekonomian Indonesia. 2. Bagi kalangan akademisi dan praktisi perbankan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebuah bahan referensi atau sebagai pembanding dalam penelitian selanjutnya mengenai pengembangan sistem pembayaran elektronik di Indonesia.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sistem Pembayaran 2.1.1. Definisi Meskipun terdapat berbagai redaksi yang berbeda, definisi mengenai sistem pembayaran dari berbagai ekonom memiliki makna yang sama. Menurut Listfield dan Montes-Negret (1994), sistem pembayaran adalah prosedur, peraturan, standar, serta instrumen yang digunakan untuk pertukaran nilai keuangan (financial value) antara dua pihak yang terlibat untuk melepaskan diri dari kewajiban. Mishkin (2001) mengungkapkan secara sederhana bahwa sistem pembayaran adalah metode untuk mengatur transaksi dalam perekonomian. Sementara itu, menurut Purusitawati (2000), sistem pembayaran adalah suatu sistem yang terdiri atas sekumpulan ketentuan hukum, standar, prosedur dan mekanisme teknis operasional pembayaran yang dipergunakan untuk pertukaran suatu nilai uang antara dua pihak dalam suatu wilayah negara maupun secara internasional dengan memakai instrumen pembayaran yang diterima sebagai alat pembayaran.
Dalam
pengertian
ini
tercakup
pengertian
mengenai
kelembagaan/organisasi yang terkait dalam mekanisme pembayaran seperti bank, lembaga kliring, atau lembaga perantara pembayaran lainnya serta bank sentral. Selanjutnya di dalam pengertian standar, prosedur dan mekanisme teknik operasional pembayaran tercakup didalamnya proses penunjukkan, pemeriksaan kebenaran dan penerimaan perintah pembayaran diikuti pelaksanaan/penyelesaian kewajiban finansial melalui pertukaran suatu nilai uang antara para pihak yang terkait.
12
Berdasarkan pengertian di atas, maka suatu sistem pembayaran terdiri atas unsur-unsur sebagai berikut: 1. Politik/kebijaksanaan yang dianut, bersifat normatif, menerangkan mengenai tujuan dan manfaat yang diharapkan dapat dicapai/diperoleh dari sistem pembayaran. 2. Lembaga/organisasi yang terkait dalam sistem pembayaran. 3. Sistem hukum yang berlaku. 4. Alat-alat pembayaran yang lazim dan dinyatakan sah untuk dipergunakan. Unsur-unsur sistem pembayaran di atas memperlihatkan bahwa sistem pembayaran suatu negara adalah unik. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat terjadi perbedaan antara sistem pembayaran suatu negara dengan negara lainnya. Implikasinya, kondisi serta perilaku masyarakat untuk memegang uang berkaitan erat dengan sistem pembayaran yang dianut dalam perekonomiannya. Mereka akan lebih memilih alat pembayaran yang paling murah biayanya dan paling nyaman digunakan. Carl Menger dalam Global Insight (2003) mengungkapkan bahwa nilai-nilai subjektif masyarakat juga berperan dalam sistem pembayaran tidak hanya tergantung pada karakteristik objektifnya. Kajian ini merupakan kritikan kepada analisis Adam Smith (ekonom klasik) yang tidak menghitung nilai-nilai preferensi dari masyarakat dalam perekonomian, yang sebenarnya merupakan dasar dalam seluruh kegiatan perekonomian.
2.1.2. Evolusi Sistem Pembayaran Seiring dengan perkembangan zaman dan kebutuhan perekonomian, hampir berabad-abad lamanya sistem pembayaran telah berevolusi. Dalam beberapa
13
dekade terakhir perubahan tersebut terasa sangat cepat seiring dengan kemajuan teknologi yang juga sangat pesat. Pengelolaan pembayaran menjadi semakin terotomatisasi melalui pengelolaan yang semakin mengandalkan kemajuan teknologi telekomunikasi dan informasi (Purusitawati, 2000). Selanjutnya, dalam uraian di bawah ini akan dibahas bagaimana evolusi ini berlangsung hingga bermuara ke sistem pembayaran elektronik. Dalam perekonomian yang masih terbelakang, masyarakat mempergunakan cara barter. Transaksi secara barter merupakan akar dari evolusi sistem pembayaran. Karena barter menghadapi masalah kesetaraan nilai, maka dipergunakanlah commodity money berupa emas atau perak serta koin. Masalah ini muncul setelah adanya kesadaran masyarakat bahwa transaksi akan semakin efektif dan efisien apabila masyarakat mempergunakan “sesuatu” yang digunakan sebagai alat pembayaran. Karena emas dan perak tidak praktis, maka evolusi ini berlanjut dengan penggunaan uang fiat (uang kepercayaan). Uang fiat adalah uang kertas yang diumumkan oleh pemerintah sebagai alat transaksi (Miskhin, 2001). Kelebihan dari uang kertas ini adalah lebih ringan daripada koin emas atau perak. Pembayaran sistem barter, commodity money, serta uang fiat dapat dikelompokkan menjadi sistem pembayaran tunai. Sistem pembayaran ini merupakan sistem pembayaran yang paling sederhana, dan paling banyak digunakan untuk transaksi dalam perekonomian, terutama di negara-negara berkembang. Sebab, dalam sistem pembayaran tunai dana dapat dengan mudah
14
ditransferkan secara instan tanpa adanya biaya lain seperti waktu, transaksi, dsb (Listfield dan Montes-Negret, 1994) Dalam kasus perekonomian Indonesia, untuk menjaga kualitas uang (uang kartal, uang fiat) yang beredar di masyarakat, Bank Indonesia mengeluarkan beberapa kebijakan. Kebijakan yang diambil tersebut adalah pengeluaran dan pengedaran uang emisi baru, serta melanjutkan program public education mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah (Bank Indonesia, 2006b). Beberapa standar fisik keaslian uang kartal (fiat) untuk menjaga dari penyalahgunaan dan pemalsuan diantaranya adalah ukuran, bahan, warna kertas yang unik, denominasi uang, serta pengaman (tinta khusus, watermark, benang pengaman, gambar tembus pandang, microtext, dll). Setelah penggunaan uang fiat semakin meluas, bukan berarti evolusi ini telah berhenti. Penggunaan uang kertas ini juga menyimpan berbagai biaya, dari keamanan, biaya transportasi, hingga biaya transaksi (yaitu pengenaan tarif dalam transaksi). Selain itu, uang fiat hanya bisa digunakan sebagai alat transaksi sepanjang
adanya
kepercayaan
kepada
lembaga
yang
berwenang
mengeluarkannya dan pencetakannya sudah dalam tahap sukar untuk dipalsukan (Miskhin, 2001). Selanjutnya,
pengembangan
sistem
pembayaran
berlanjut
dengan
penggunaan cek. Alat pembayaran ini sempat meluas penggunaannya di beberapa negara maju, terutama di Amerika Serikat. Namun, seperti uang fiat ternyata penggunaan cek juga membutuhkan biaya. Beberapa jenis cek hanya bisa dicairkan dalam jangka waktu tertentu. Penggunaan cek juga memerlukan
15
keterlibatan satu atau lebih bank, yaitu transfer dana deposito dari rekening bank pihak pembayar ke rekening bank penerima pembayaran. Dalam sistem pembayaran non tunai seperti cek, jumlah nominal dana yang ditransaksikan harus secara spesifik ditulis, begitupun juga nama pihak pembayar dan penerima pembayaran. Tidak seperti sistem pembayaran tunai, dalam penggunan cek terjadi dua proses, yaitu aliran cek secara fisik, serta transfer dana yang digunakan dalam transaksi tersebut (Listfield dan Montes-Negret, 1994). Kedua proses ini membutuhkan biaya waktu dan transportasi, karena cek bersifat front-office payments, yang hanya bisa dicairkan di kantor bank yang bersangkutan. Berdasarkan hambatan biaya tersebut maka evolusi ini berlanjut hingga dikembangkannya
sistem
pembayaran
yang
berdasarkan
elektronik.
Perkembangan ini ditunjang pula dengan kemajuan teknologi komputer yang sedemikian cepat. Perkembangan alat-alat pembayaran tersebut mengarah dari pengelolaan secara manual menjadi pengelolaan terinformatisasi (Purusitawati, 2000). Sistem
pembayaran
elektronis
mampu
mengatasi
masalah
dalam
penggunaan uang fiat serta cek yang berdasarkan kertas. Masalah tersebut berkisar pada ketidakpraktisan dan ketidaknyamanan untuk dipegang, serta adanya biaya transportasi untuk melangsungkan transaksi antara pembayar (payer) dan penerima pembayaran (payee). Pada sistem ini, transaksi yang terjadi antar bank dapat berlangsung tanpa ada biaya pemrosesan seperti pada alat pembayaran berdasarkan kertas. Sistem pembayaran elektronis memiliki efektifitas khususnya dalam transaksi yang bervolume tinggi dengan nilai transaksi yang kecil, terutama
16
dalam perekonomian yang sedang berkembang yang memiliki akses teknologi yang terbatas (Listfield dan Montes-Negret, 1994). Efektifitas ini ditandai pula oleh adanya perubahan penandatanganan secara manual menjadi penandatanganan secara elektronik pada alat-alat pembayaran (Purusitawati, 2000) Pada dekade 1970-an dan 1980-an elektronifikasi dalam sistem pembayaran mulai berkembang. APMK yang memudahkan masyarakat bertransaksi di langsung di tempat penjualan (point of sale, POS) dan berbiaya rendah menjadi fenomena. Varian pertama dari alat pembayaran ini yang mulai dikenal masyarakat adalah kartu kredit. Berawal dari kajian pemasaran yang cukup mendalam pada tahun 1958 Bank of America mengenalkan kartu kredit dengan nama BankAmericard. (Global Insight, 2003). Untuk kepentingan ekspansi bisnis maka bank-bank penerbit BankAmericard mendirikan Visa pada tahun 1977. Penggunaan kartu kredit memungkinkan nasabah mendapatkan barang dan jasa secara kredit, dan melunasinya dengan cek atau rekeningnya yang berada pada bank pemegang lisensi penerbit kartu kredit tersebut (Visa, Mastercard, dll). Perkembangan ini terus berlanjut dengan penemuan varian-varian alat pembayaran elektronis lain seperti kartu debet, smart cards, internet banking, dll.
2.1.3. Karakteristik Sistem Pembayaran yang Efektif Efektifitas dari suatu sistem pembayaran telah menjadi unsur yang sangat penting dalam perekonomian sekarang ini. Sistem pembayaran yang paling mendekatinya adalah sistem pembayaran elektronik. Berikut ini merupakan kriteria umum efisiensi sebuah sistem pembayaran dapat dikatakan tercapai (Listfield dan Montes-Negret, 1994).
17
1. Kecepatan pembayaran. Setiap transaksi pembayaran memerlukan transfer dana yang efektif dan seketika, sebab kini waktu telah menjadi biaya yang sangat berpengaruh juga dalam transaksi pembayaran. Keterlambatan yang terjadi membuat ketidakpastian dalam penyelesaian transaksi, transfer dana, serta
biaya
imbangan
dari
penginvestasian
modal
untuk
kegiatan
perekonomian lain. 2. Kepastian pembayaran (certainty payments). Para pengguna suatu alat pembayaran harus yakin, bahwa pembayaran yang dilakukannya akan sampai pada tangan yang berhak. Jika keyakinan ini tidak ada maka mereka akan kembali pada sistem pembayaran tunai menggunakan uang koin dan uang fiat, daripada menggunakan sistem pembayaran non-tunai. 3. Keselamatan dan keamanan. Para pengguna suatu alat pembayaran harus merasa aman dalam melakukan transaksi. Hal yang harus mendapat perhatian dalam menjaga keselamatan dan keselamatan suatu transaksi adalah sebagai berikut: •
Pengawasan dari penggelapan. Sistem pembayaran harus didesain sedemikian rupa dengan adanya pengawasan yang cukup untuk menjamin dari adanya penggelapan dan akses yang tak resmi terhadap data sistem pembayaran.
•
Pengawasan resiko kredit. Dalam beberapa kejadian sehari-hari, sering kali ditemukan kasus adanya pengguna kartu kredit over limit dan gagal bayar (default). Keadaan ini terjadi karena pihak penerima pembayaran (retailer, dsb) tidak mengetahui apakah pihak pembayar (pemilik kartu
18
kredit) memiliki rekening yang cukup untuk membayar barang dan jasa yang ditransaksikan. Seharusnya resiko kredit harus diantisipasi semenjak awal. •
Kepercayaan. Masyarakat luas harus percaya bahwa data sistem pembayaran terlindungi dan tidak akan diakses informasinya oleh sumber yang tidak resmi. Data tersebut seharusnya terlindungi baik selama transaksi mapun sesudahnya.
4. Kenyamanan. Suatu sistem pembayaran harus membuat para pengguna menjadi lebih nyaman, baik untuk memegang maupun melakukan transaksi dengan alat pembayaran tersebut. Dengan kata lain, apabila ada biaya transaksi dan biaya waktu (berupa keterlambatan) dalam penggunaan jasa keuangan, hal ini akan kontraproduktif dalam perekonomian dengan perekonomian di negara berkembang, 5. Biaya. Perekonomian membutuhkan sistem pembayaran yang memiliki biaya paling rendah pada semua aspek.
2.2. Teori Uang 2.2.1. Definisi dan Fungsi Uang Uang diartikan sebagai alat pembayaran sekaligus sebagai standar unit (satuan hitung) dimana tingkat harga dan utang-utang (debts) dihitung (Sriram, 1999). Dari definisi ini, tergambar jelas bahwa uang dalam teori ekonomi tidaklah terbatas pada fisik uang (currency) yang kita kenal sekarang ini. “Sesuatu” dapat
19
didefinisikan sebagai uang apabila memiliki tiga fungsi dari uang, yaitu alat pertukaran, satuan hitung, serta sebagai alat penyimpan nilai (Mishkin, 2001) 2 . Alat Pertukaran Sebagaimana yang telah diketahui oleh masyarakat, uang berfungsi sebagai alat pertukaran. Artinya, melalui uang seseorang dapat menghemat banyak waktu (biaya transaksi) yang dibutuhkan dalam melakukan pertukaran (transaksi) barang maupun jasa seperti dalam transaksi barter. Dengan adanya uang, seseorang dapat langsung menukarkan uang tersebut dengan barang yang dibutuhkannya kepada orang lain yang menghasilkan barang tersebut. Uang dapat menemukan keinginan ganda (double coincidence of wants) antara penjual maupun pembeli. Suatu barang dapat diklasifikasikan sebagai uang, apabila kriteria berikut ini terpenuhi, yaitu barang tersebut dapat distandardisasikan dengan mudah, dapat secara luas diterima, dapat dibagi-bagikan sehingga mudah untuk melakukan pertukaran, sangat mudah untuk dibawa-bawa, serta tidak mudah rusak. Satuan Hitung Uang berfungsi sebagai satuan hitung, berarti uang merupakan alat yang digunakan untuk mengukur nilai ekonomi suatu komoditi (barang maupun jasa). Uang mengatasi kesulitan dalam melakukan pertukaran barang sebagaimana yang terjadi dalam sistem barter. Melalui alat pembayaran ini, biaya transaksi dalam pertukaran dalam sebuah ekonomi bisa ditekan.
2
Sementara itu, menurut Solikin dan Suseno (2002), uang juga berfungsi sebagai ukuran pembayaran yang tertunda. selain berfungsi sebagai alat pertukaran, satuan hitung, serta penyimpsn nilai. Maksudnya, uang merupakan salah satu cara untuk menghitung jumlah pembayaran pinjaman
20
Penyimpan Nilai Uang berfungsi sebagai penyimpan nilai, berarti uang dapat menyimpan daya beli sepanjang waktu dari didapatkannya uang itu hingga dibelanjakannya. Uang harus tetap bernilai dan berguna karena seseorang berhak untuk mengatur waktu pembelanjaannya. Kebanyakan orang selalu menyimpan uangnya, dan tidak serta merta dibelanjakan ketika uang itu diterima. Berdasarkan fungsi ini maka saham, obligasi, tanah, perhiasan dapat juga berfungsi sebagai uang, jika komoditas-komoditas tersebut dapat dengan mudah dikonversikan menjadi uang.
2.2.2. Teori Ekonomi Klasik Berdasarkan teori ekonomi klasik, seluruh pasar dari komoditi barang dan jasa selalu “bersih” dan harga relatif dari barang dan jasa fleksibel sehingga didapatkan keadaan yang seimbang (jumlah penawaran sama dengan jumlah permintaan). Perekonomian selalu dalam keadaan full employment terkecuali dalam keadaan transisi sebagai akibat dari gangguan dalam perekonomian (Sriram, 1999). Dalam perekonomian seperti ini, peran dari uang sangatlah mudah yaitu sebagai satuan hitung. Menurut konsep ini, uang merupakan alat pertukaran, penyimpan nilai, satuan hitung yang dapat mengekspresikan harga dan nilai suatu barang. Sehingga, dalam hal ini uang berposisi netral tidak mempengaruhi perubahan dalam harga relatif, tingkat suku bunga, tingkat keseimbangan dari tingkat pendapatan (Sriram, 1999).
21
2.2.3. Teori Kuantitas Uang Teori kuantitas uang membawa pengkajian yang lebih proporsional terhadap konsep permintaan uang dalam perekonomian. Teori ini masih termasuk dalam teori ekonomi klasik dan dikembangkan dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan oleh Irving Fisher (ekonom Universitas Yale), serta pendekatan Cambridge (cash balance approach) yang dikembangkan oleh A. C. Pigou. Earlier dan Fisher menginisiasi konsep money holdings yang menjadi bagian formal dalam teori ekonomi. Pendekatan lebih memfokuskan pada pendekatan institusional. Fisher menemukan konsep velocity of money, tingkat kecepatan perputaran uang, yang menghubungkan kuantitas uang (M) dengan total barang dan jasa yang dibelanjakan (P x Y), dengan persamaan. P ×Y (2.1) M dengan mengalikan kedua persamaan dengan parameter M, maka didapatkan V=
persamaan pertukaran (equation of exchange) berikut ini M ×V = P × Y
(2.2)
Dari persamaan di atas, V (velocity of money), didefinisikan sebagai jumlah rata-rata waktu yang dihabiskan untuk membelanjakan komoditi barang dan jasa yang diproduksi dalam perekonomian (Mishkin, 2001). Persamaan ini tidak cukup baik menggambarkan keadaan keseimbangan. Keberadaan uang hanyalah untuk memfasilitasi transaksi dan tidak memiliki kegunaan intrinsik. Parameter velocity of money ditetapkan secara institusional yang mengatur masyarakat dalam perekonomian. Misalkan, menggunakan kartu kredit, berarti masyarakat membelanjakan uang lebih kecil daripada barang yang didapatkannya
22
(M↓relatif terhadap PY) dan tingkat V akan meningkat. Parameter V akan menyesuaikan dengan lambat seiring perubahan institusional dan perubahan teknologi, dalam jangka pendek relatif konstan.
2.2.4. Pendekatan Cambridge. Pendekatan Cambridge terlahir sebagai alternatif dalam teori kuantitas uang yang
menghubungkannya
dengan
pendapatan
nominal.
Pendekatan
ini
menekankan pentingnya permintaan uang dalam menggambarkan pengaruh money supply dalam tingkat harga (Sriram, 1999). Disamping menganalisis permintaan uang secara institusional, ekonom Cambridge lebih dalam menganalisis bagaimana individu memegang uang daripada keseimbangan pasar (Mishkin, 2001). Tingkat kesejahteraan masyarakat mempengaruhi permintaan uang. Uang dalam pendekatan ini tidak saja berfungsi sebagai alat pertukaran, melainkan sebagai penyimpan nilai. Para ekonom seperti A. C. Pigou dan Alfred Marshall memformulasikan pendekatan ini melalui persamaan M d = k × PY
(2.3)
dimana Md= permintaan uang, P = tingkat harga, Y = tingkat pendapatan, dan k = konstanta. Berdasarkan persamaan di atas dapat dijelaskan dua hal sebagai berikut. 1. Ekonom yang menganut pendekatan Cambridge sependapat dengan pendekatan Fisher bahwa tingkat suku bunga tidak berpengaruh terhadap money demand dalam jangka pendek (Mishkin, 2001). 2. Sesuai dengan asumsinya, parameter k, sebagaimana ditunjukkan dalam persamaan 2.3 di atas dapat berfluktuasi seiring dengan perilaku masyarakat
23
dalam menggunakan uang untuk menyimpan kekayaan. Perilaku masyarakat ini juga dipengaruhi oleh penerimaan yang diharapkan dari penggunaan penyimpan kekayaan lain seperti saham dan obligasi (Sriram, 1999).
2.2.5. Teori Neo-Klasik Analisis ekonom neo-klasik lebih memperkuat analisis Adam Smith (ekonom mazhab klasik). Menurut pandangan mereka uang lebih bersifat netral. Komoditas ini secara ekonomis menarik ketika disimpan dan disirkulasikan dalam perekonomian melalui transaksi barang dan jasa. Menurut Sriram (1999) teori neo-klasik berpendapat bahwa tidak ada pengaruh dari tingkat suku bunga. Meskipun demikian, masih terdapat perbedaan sudut pandang dalam mazhab ini, letak perbedaannya ialah pada faktor lain yang merupakan pelengkap dalam penelitian mereka, seperti ketidakpastian di masa yang akan datang (Marshall dan Pigou), antisipasi inflasi (Marshall). Lain halnya dengan ekonom Cambridge (seperti Lavington dan Hicks), yang menyatakan bahwa suku bunga merupakan faktor kunci yang mempengaruhi money demand, ceteris paribus.
2.2.6. Teori Keynessian John Maynard Keyness melakukan pengkajian yang jauh lebih mendalam dalam teori money demand dengan sudut pandang analisis yang berbeda. Apabila ekonom dari mazhab klasik dan neo-klasik menganalisis permintaan uang dengan mengasumsikan uang berfungsi netral, Keyness menekankan besarnya pengaruh tingkat suku bunga. Keyness memformulasikan tiga motif permintaan uang, yaitu
24
motif transaksi, motif berjaga-jaga, serta motif berspekulasi. Adapun penjelasan ketiga motif tersebut ialah sebagai berikut. 1. Motif transaksi. Sama dengan teori kuantitas uang, Keyness dalam hal ini berpendapat bahwa uang merupakan alat pertukaran dan money demand dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat. Sebab, dia meyakini transaksi di tingkat individu dan juga tingkat masyarakat berhubungan dengan tingkat pendapatan masyarakat (Sriram, 1999). 2. Motif berjaga-jaga. Bermula dari asumsi bahwa individu tidak menentu dalam melakukan pembelanjaan, Keyness berpendapat bahwa masyarakat akan memegang uang untuk kebutuhan yang tidak bisa diekspektasi sebelumnya (untuk berjaga-jaga). Uang dalam hal ini tetap berfungsi netral sebagai alat pertukaran dan dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat. 3. Motif
spekulasi
(Liquidity
Preference).
Keyness
mempertegas
teori
Cambridge, bahwa ketidakmenentuan di masa datang mempengaruhi masyarakat untuk meminta uang. Uang bersifat sebagai penyimpan kekayaan, dan masyarakat kadangkala akan menggunakan uang untuk kepentingan spekulasi. Biaya imbangan dari seseorang memegang uang adalah tingkat suku bunga dan interest jika dananya disimpan dalam bentuk portofolio. Dalam hal ini beliau memfokuskan pada variabel ekonomi, tingkat suku bunga di masa yang akan datang, yield dari obligasi di masa yang akan datang. Keyness memformulasikan pendapatnya tentang pengaruh pendapatan serta suku bunga terhadap permintaan uang melalui persamaan liquidity preference yang mendefinisikan permintaan uang riil seperti di bawah ini
25
+
M d = f ( y , i− )
(2.4)
dimana y adalah pendapatan dan i adalah tingkat suku bunga Implikasi dari persamaan diatas dapat diuraikan sebagai berikut. Jika tingkat suku bunga sangat rendah, maka tiap individu dalam perekonomian akan berekspektasi bahwa suku bunga akan meningkat di masa yang akan datang. Sehingga mereka lebih senang untuk memegang uang berapapun penawarannya. Dalam keadaan ini, permintaan agregat dari uang akan elastis sempurna terhadap tingkat suku bunga (Sriram, 1999). Keadaan ekonomi demikian disebut dengan “liquidity trap”.
2.2.7. Teori Permintaan Uang Pasca-Keyness (Neo-Keynessian) Ekonom-ekonom yang sependapat dengan pemikiran Keynes di atas cukup banyak. Mereka melanjutkan penelitian dengan tetap berkerangka pemikiran yang sama dengan Keyness bahwa uang merupakan penyimpan nilai, tingkat suku bunga mempengaruhi permintaan uang. Setelah Keyness, sudut pandang penelitian mereka lebih memfokuskan pada perilaku individu dan meninggalkan perilaku masyarakat. Pendekatan Perlengkapan (Inventaris) Teoritis (Inventory Theoretic) Baumol serta Tobin menggunakan pendekatan ini untuk merumuskan kerangka teori permintaan uang, dimana uang diposisikan sebagai alat untuk transaksi. Walaupun aset finansial lain lebih liquid, tetapi biaya transaksinya membuat masyarakat tetap untuk menggunakan kelengkapan uang. Mereka membuat persamaan permintaan uang yang sensititf terhadap tingkat suku bunga.
26
Dalam model yang mereka bangun, uang bersifat earn zero interest, artinya kentungan yang didapatkan dari memegang uang itu nol. Ketika suku bunga meningkat, jumlah uang tunai untuk dipakai dalam transaksi akan menurun. Sehingga tingkat perputaran uang meningkat seiring peningkatan suku bunga. Pendekatan Permintaan untuk Berjaga-jaga (Precautionary Demand) Sebagaimana motif transaksi, setiap individu memegang uang untuk kepentingan berjaga-jaga. Permintaan uang masyarakat untuk berjaga-jaga berhubungan negatif dengan tingkat suku bunga. Dalam pendekatan ini, semakin banyak orang memegang uang, maka biaya imbangan mereka memegang uang tersebut akan semakin menurun (Mishkin, 2001). Pendekatan Teori Permintaan Konsumen (Consumer Demand Theory) Pendekatan ini dikembangkan oleh ekonom Chicago School (Friedman dan Barnett), yang menganggap uang sebagai komoditas barang yang bisa digunakan untuk mendapatkan kegunaan dari barang tersebut. Friedman secara sederhana menyebutkan faktor yang mempengaruhi permintaan uang sama dengan faktor yang mempengaruhi permintaan aset finansial lain (Mishkin, 2001). Permintaan uang merupakan fungsi dari kesejahteraan individu masyarakat dan expected return mereka dari aset lain, serta expected return mereka dari memegang uang. Pendekatan Friedman dapat diformulasikan dalam persamaan berikut ini. Md = f (Y p , rb − rm , re − rm , π e − rm ) P (+) (-) (-) (-)
(2.5)
27
dimana Md = permintaan uang riil P
Y p = pendapatan permanen, ukuran Friedman untuk kesejahteraan rm = pengembalian yang diharapkan (expected return) dari memegang uang rb = pengembalian yang diharapkan (expected return) dari memegang obligasi r e = pengembalian yang diharapkan (expected return) dari memegang saham
π e = perkiraan inflasi tanda (+), (-) di bawah menunjukkan korelasi antara parameter di atasnya dengan permintaan uang riil. Karena permintaan terhadap aset berhubungan positif dengan kesejahteraan, permintaan uang (money demand) berhubungan dengan konsep kesejahteraannya Friedman yaitu pendapatan permanen. Hal ini bertolak belakang dengan konsep pendapatan yaang kita pahami, yaitu bahwa pendapatan kita memiliki likuiditas yang lebih kecil, karena pergerakan pendapatan hanya bersifat transit saja untuk disalurkan ke pihak yang lain.
2.3. Pengukuran Kuantitas Uang Sebagaimana yang kita ketahui dalam evolusi sistem pembayaran, banyak jenis aset yang digunakan sebagai uang dari emas, uang fiat, hingga pada e-
money. Hal ini menyisakan permasalahan, sebab bagaimana kuantitas uang dapat diukur dalam perekonomian sedangkan uang kini bukanlah merupakan aset tunggal. Setiap individu bisa menggunakan berbagai aset untuk melakukan
28
transaksi, seperti uang tunai atau cek, meskipun sebagian aset lebih nyaman daripada yang lainnya. Sekali kita menerima logika memasukkan deposito permintaan dalam persediaan uang, banyak aset lain yang juga bisa dimasukkan. Dana dalam rekening tabungan, misalnya, bisa dengan mudah ditransfer menjadi rekening cek dan bisa dengan mudah digunakan untuk transaksi. Oleh karena itu, aset ini bisa dimasukkan dalam kuantitas uang (Mankiw, 2000). Karena sukar menilai secara pasti aset mana yang seharusnya dimasukkan dalam penawaran uang, tiap-tiap negara menggunakan uang beredar dengan jenis yang beragam. Jenis-jenis uang yang beredar tersebut didefinisikan berdasarkan komponen yang tercakup di dalamnya. Komponen tersebut pada umumnya adalah ketiga jenis uang yang telah dikenal di masyarakat (uang kartal, uang giral, dan uang kuasi). Dengan demikian, sesuai dengan cakupan uang beredar yang beragam, jenis uang pun beragam, mulai dari pengertian yang paling sempit hingga yang paling luas. Uang kartal merupakan pengertian uang yang paling sempit (narrow money). Berdasarkan permasalahan di atas, di bawah ini merupakan ukuran dari kuantitas uang menurut aset-aset yang digunakan di Indonesia. Tabel 2.1. Hubungan M0, M1, dan M2 Simbol M0 M1 M2
Cakupan Aset Uang kartal di masyarakat + uang kartal di bank + giro masyarakat di BI + giro bank di BI Uang kartal + uang giral Uang kartal + uang giral + uang kuasi
Sumber: Solikin dan Suseno (2002)
29
2.4. Penelitian Terdahulu Pada bagian terdahulu (Bab 1) dari skripsi ini dijelaskan secara teperinci mengenai urgensi dari analisis sistem pembayararan elektronik Topik serta permasalahan yang dapat dieksplorasi dari sistem pembayaran ini sangat luas. Secara umum riset yang telah dilakukan oleh para peneliti dapat dikotomikan menjadi beberapa bahasan utama, yaitu substitusi alat pembayaran (tunai-non tunai), manfaat sistem pembayaran elektronik, pengaruh alat pembayaran elektronik terhadap permintaan uang, serta pengaruh pengenaan tarif layanan terhadap penggunaan alat pembayaran elektronik.
2.4.1. Substitusi Alat Pembayaran (Tunai-Non Tunai) Berdasarkan hasil survey terhadap empat ribu orang yang menjadi nasabah di bank-bank Austria pada periode 1997-2002, Stix (2002) berkesimpulan bahwa pembayaran dengan kartu kredit, ATM, kecuali electronic purse payments secara signifikan berpengaruh terhadap permintaan jumlah uang tunai yang dipegang masyarakat, dan tidak berpengaruh terhadap jumlah uang yang beredar. Hasil estimasinya menunjukkan bahwa seseorang yang selalu menggunakan kartu debit dan ATM untuk transaksi permintaan uang tunainya berturut-turut lebih kecil 20 persen dan 18 persen dibandingkan kelompok orang yang lain. Sementara itu seseorang yang selalu menarik dananya di bank (withdraw) dan melakukan pembayaran secara elektronis memiliki memiliki uang tunai 30 persen lebih kecil daripada kelompok orang yang lain. Sementara itu kajian yang lebih menarik dilakukan oleh Humphrey et al (2001). Di negara Norwegia dalam periode 1989 hingga 1995, 60 persen sistem
30
pembayarannya telah beralih menjadi berbasis elektronik. Sedangkan, sistem pembayaran elektronis hanya mencakup 23 persen dari sistem pembayaran non tunai Amerika Serikat. Hasil ini menggambarkan substitusi alat pembayaran di Eropa lebih cepat daripada di Amerika. Selanjutnya, Snellman dan Vesalla (1999) menggunakan kurva Gompertz S untuk mengkaji elektronifikasi dan substitusi antara pembayaran tunai dan nontunai di Finlandia. Substitusi dan penggunaan sistem pembayaran elektronis di negara ini pada dekade 1990-an sangat cepat dibandingkan perekonomian di negara lain. Namun, berdasarkan penelitian mereka dipekirakan bahwa substitusi pembayaran di negara itu mulai mengalami penurunan (mature). Disebutkan pula bahwa di negara tersebut 60 persen dari keseluruhan transaksi perekonomian masih menggunakan uang tunai (cash).
2.4.2. Manfaat Sistem Pembayaran Elektronik Berdasarkan data survei di Norwegia pada periode 1989-1995, Humphrey, Kim, and Vale (2001) menyimpulkan efisiensi berdasarkan pengenaan tarif yang tepat akan sangat besar pengaruhnya terhadap penggunaan alat pembayaran elektronis. Preferensi masyarakat dalam penggunaan alat pembayaran elektronis dipengaruhi secara signifikan oleh tarif layanan oleh bank. Sebab sistem pembayaran elektronis lebih rendah biayanya daripada sistem pembayaran berbasis warkat (paper based payments). Apabila Norwegia 100 persen mempergunakan sistem pembayaran elektronis dan menggantikan sistem pembayaran berbasis kertas, hal ini mampu menghemat $ 188/orang atau sekitar 0,6 persen GDP negara tersebut.
31
Sementara itu, Valverde, Humphrey dan Lopez del Paso (2003) melakukan penelitian untuk menganalisis dampak dari penggunaan ATM dan alat pembayaran elektronik terhadap biaya bank dengan studi kasus di Spanyol. Penelitian mereka menggunakan komposit, translog, serta fungsi biaya (fourier
cost functional form). Dalam periode 1999-2004, hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa penggunaan ATM serta alat pembayaran elektronik dapat menghemat lima trilliun euro di Spanyol. Biaya operasional tiap bank dapat dihemat sebesar 45 persen atau 7,2 persen per tahun.
2.4.3. Pengaruh Sistem Pembayaran Elektronik terhadap Permintaan Uang Penelitian yang membahas sistem pembayaran elektronik terhadap permintaan uang dilakukan oleh Rachmat (2005). Peneliti ini mengkaji pengaruh jumlah ATM di Indonesia terhadap permintaan uang pada kurun waktu Januari 2000 hingga Desember 2004. Dengan menggunakan metodologi ECM didapatkan hasil bahwa kenaikan 1 persen jumlah ATM dalam jangka pendek secara signifikan berpengaruh negatif terhadap permintaan uang M1 sebesar 0,078601 persen. Sementara itu, jumlah ATM dalam jangka panjang tidak mempengaruhi permintaan uang M1. Jumlah ATM juga berpengaruh kepada kebijakan moneter secara umum. Rinaldi (2001), seorang ekonom dari Universitas Leuven Belgia, dalam penelitiannya mengkaji pengaruh dari kartu debet dan kredit, ATM, EFT-POS serta gerai EFT-POS terhadap jumlah uang tunai uang beredar di negara Belgia. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa keseluruhan variabel dalam penelitian terkointegrasi. Dalam jangka panjang, terdapat hubungan negatif antara gerai-
32
gerai EFT-POS dan ATM terhadap jumlah uang tunai yang beredar, namun terhadap jumlah kartu ATM berhubungan positif meskipun lemah. Dari uji Error
Correction Model yang dilakukannya, Rinaldi (2001) mengestimasi dalam jangka pendek jumlah ATM berhubungan positif dengan permintaan jumlah uang tunai yang beredar. Sementara itu, berdasarkan analisis data dari 1998:1 hingga 2005:4, Warjiyo (2006) menganalisis pengaruh pembayaran non-tunai terhadap permintaan uang M1 di Indonesia. Peneliti ini memakai dua pendekatan sebagai indikator pembayaran non-tunai, rasio konsumsi masyarakat dengan uang kartal (CP/CUR) serta rasio konsumsi masyarakat dengan ATM(CP/ATM). Dari kedua indikator tersebut menunjukkan hasil yang sama, dimana pembayaran non-tunai mengurangi permintaan untuk M1.
2.4.4. Dampak Pengenaan Tarif terhadap Penggunaan APMK Terkait erat dengan topik ini, Hannan et. al (2001) mengkaji motif serta pengenaan tarif dalam penggunaan alat pembayaran kartu, terutama kartu ATM, terhadap preferensi nasabah bank yang tidak mengenakan dan mengenakan tarif layanan ini. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa kemungkinan sebuah lembaga keuangan mengenakan tarif layanan atas penggunaan ATM oleh nasabah berhubungan positif dengan kelembagaan pasar dari fasilitas ATM yang disediakan bank, serta berhubungan terbalik dengan distribusi lokasi dan kepadatan ATM itu sendiri. Sebagaimana para peneliti ini kutip dari penelitian Matutes dan Padilla (1994) serta Saloner dan Sheppard (1995), keberadaan ATM
33
merupakan cara bagi sebuah bank untuk menarik masyarakat menjadi nasabah di bank mereka,. Model penelitian yang diestimasi dalam penelitian mereka, yaitu: Pr(Y = 1) = Φ ( β 0 + β1 X 1 + β 2 X 2 + β3 X 3 )
(2.6)
dimana Φ adalah besaran distribusi normal kumulatif (cumulative normal
distribution), X1, X2, X3 adalah vektor dari kelembagaan, pasar, serta karakteristik politik. Sedangkan, β0 adalah konstanta, dan βi adalah koefisien dari vektor. Dalam penelitian lain, McAndrews (2001) mengkaji model spasial alternatif untuk menggambarkan keputusan bank dalam mengenakan tarif dan foreign fees. Hasil penelitiannya menunjukkan pengenaan tarif layanan ATM oleh pasar (bankbank) akan semakin besar seiring dengan datangnya pendatang (bank) baru yang melayani nasabahnya dengan ATM. Sementara itu, dalam topik yang masih terkait, Humphrey, Pulley, dan Vessala (1996) mengkaji penggunaan dari alat pembayaran elektronik (ATM, POS), substitusi alat pembayaran (paper based dengan electronic payment system) dalam hubungannya dengan teori permintaan (harga relatif, pendapatan), kelembagaan, kebiasaan penduduk di 14 negara maju. Hasil penelitian mereka menunjukkan penggunaan alat pembayaran elektronis secara berkelanjutan dalam kurun waktu 1987 hingga 1993 semakin meningkat seiring dengan perubahan kelembagaan, pola perilaku pembayaran masyarakat, pendapatan masyarakat. Perkembangan tiap-tiap negara dalam penelitian ini berbeda-beda tergantung budaya, sejarah, dan kelembagaan masing-masing negara. Hasil yang cukup menarik, bahwa elastisitas permintaan penggunaan alat pembayaran (paper giro,
34
electronic giro, dan kartu kredit) ini terhadap tarifnya sangat kecil berkisar antara 0,09 euro dan 0,26 euro. Model penelitian yang diestimasi dalam penelitian mereka, yaitu:
Ii
= f (Pj, GDP, POS, ATM, Ij,t-1, Cash, Crime, CR 5)
(2.7)
dimana Ii adalah jumlah transaksi tiap orang per tahun dalam penggunaan cek,
paper giro, giro elektronik, kartu kredit dan kartu debit. Pj adalah tarif layanan dari masing-masing alat pembayaran. Sedangkan GDP adalah GDP riil per kapita. POS dan ATM adalah jumlah terminal POS dan ATM per orang. Sementara itu, Ij,t-1 adalah penggunaan masing-masing alat pembayaran pada tahun sebelumnya. CASH adalah nilai riil transaksi tunai per orang. CRIME adalah tingkat kejahatan, dan CR5 adalah rasio konsentrasi aset dari lima bank terbesar. Sementara itu, Bolt, Humphrey dan Uittenbogaard (2005) mengkaji pengaruh dari pengenaan tarif transaksi terhadap pengadopsian alat pembayaran elektronis dalam tinjauan negara Belanda dan Norwegia. Hasil penelititan mereka menunjukkan pengaruh yang kecil dalam substitusi ATM dengan kartu debet jika dibandingkan dengan substitusi giro warkat dan giro elektronik. Penggunaan alat pembayaran elektronik (kartu debet dan giro elektronik) di Norwegia dapat menghemat 0,7 trilliun euro (0,35 persen dari GDP 2004), sedangkan di Belanda dapat menghemat 2,9 trilliun euro (0,61 persen dari GDP).
2.5. Kerangka Pemikiran Pengaruh antara penggunaan sistem pembayaran elektronis
dengan
kebijakan moneter merupakan salah satu bahan kajian tentang sistem pembayaran yang banyak diminati oleh ekonom. Namun sayangnya, berdasarkan analisis
35
kepustakaan yang dilakukan, di Indonesia topik ini kurang mendapat respon yang positif dan baru dianalisis oleh Rahmat (2005) dan Warjiyo(2006). Penelitian ini merupakan upaya pengembangan kajian tersebut sekaligus sebagai bahan kajian bagi para praktisi dan akademisi untuk kajian yang lebih komprehensif selanjutnya. Fokus pembahasan pada penelitian ini ialah mengkaji pengaruh pengunaan APMK (dengan proxy volume transaksi dari kartu kredit, kartu debet serta kartu ATM) terhadap permintaan uang. Data-data variabel makroekonomi lain yang menjadi dasar analisis fungsi permintaan uang seperti tingkat pendapatan nasional, tingkat suku bunga, tingkat inflasi, dan nilai tukar tetap dipertahankan. Data
yang
makroekonomi,
dipergunakan
sebab
data-data
dalam tersebut
penelitian mampu
ini
adalah
indikator
menggambarkan
fakta
sebenarnya dalam perekonomian. Penggunaan data survei tidak bisa menjamin bahwa data tersebut akan mewakili gambaran keseluruhan dari perekonomian di Indonesia. Keterkaitan antara latar belakang serta perumusan masalah dengan variabelvariabel penelitian diuraikan pada diagram alir (flow-chart) dalam Gambar 2.2. Gambar tersebut menunjukkan alur kerangka pemikiran di dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan model persamaan yang diadaptasi dari penelitian Yilmazkuday (2006). Dalam rangka mencapai tujuan penelitian ini, alat analisis digunakan metode uji kointegrasi Engle-Granger dan Error Correction Model (ECM).
36
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Analisis model M1 jangka panjang
Hipotesis
Analisis model M1 dinamis
Nilai Tukar (Rp/$)
Pendapatan Nasional (GDP)
Permintaan Uang Riil (Money Demand) Tingkat Suku Bunga (SBI/BI Rate)
Penggunaan Kartu Elektronis
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan dan Saran = Variabel eksogen
= Metode ECM
= Variabel endogen
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian
37
2.6. Hipotesis Penelitian 1.
Penggunaan APMK dalam jangka panjang berpengaruh negatif dan signifikan terhadap permintaan uang.
2.
Penggunaan APMK dalam jangka pendek berpengaruh negatif dan signifikan terhadap permintaan uang.
3.
Hubungan variabel-variabel makroekonomi terhadap permintaan uang ialah positif, tingkat pendapatan berpengaruh positif, suku bunga berpengaruh negatif, inflasi berpengaruh positif, dan nilai tukar berpengaruh negatif.
38
III. GAMBARAN SISTEM PEMBAYARAN NASIONAL INDONESIA
Hingga saat ini, secara umum sistem pembayaran di Indonesia masih didominasi oleh pembayaran berbasis warkat (paper-based payment system). Sistem pembayaran elektronis menjadi lebih berkembang di Indonesia setelah dioperasikannya sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlements (BI-RTGS), pada bulan November 2000. Sistem ini mengatur transfer dana bernilai besar yang harus melalui proses settlements (penyelesaian transaksi) di Bank Indonesia (BI). Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya penggunaan pembayaran melalui EFT/POS pada berbagai pusat perbelanjaan dan gerai ritel, serta makin maraknya penggunaan fasilitas ATM dibandingkan dengan penarikan secara tunai pada counter bank. Dasar hukum dari sistem pembayaran nasional Indonesia adalah Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) dan Undang-Undang No.3 tentang Bank Sentral tahun 2004.
3.1. Penyelenggara Jasa Pembayaran Lembaga yang melayani jasa pembayaran di Indonesia dapat digolongkan menjadi dua bagian besar, yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank (LKBB). Kondisi dan karakteristik dari masing-masing lembaga tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
3.1.1. Lembaga Keuangan Bank Perbankan Indonesia terdiri dari BI, bank umum, dan bank perkreditan rakyat (BPR). Jasa pembayaran hanya dilayani oleh BI dan bank umum.
39
Sedangkan bank perkreditan rakyat hanya memiliki fungsi intermediasi (penghimpun dan penyalur dana dari masyarakat). BI merupakan penyedia utama dari fasilitas kliring dan settlements antarbank. Sistem kliring di BI ini terbagi atas sistim elektronik, otomasi, semi otomasi,
dan
manual
(Purusitawati,
2000).
Sistem
kliring
elektronik
memungkinkan bank untuk mengirimkan data transaksinya secara elektronis dari komputer yang ada di peserta kepada komputer penyelenggara (BI), diterapkan di Jakarta. Sistem kliring elektronik memproses warkat kliring dengan mesin baca pilah (reader sorter), diterapkan di Medan, Surabaya, dan Bandung. Sistem semi otomasi menggunakan disket berisi rekaman data warkat dan diterapkan di kantorkantor Bank Indonesia penyelenggara kliring selain Medan, Surabaya, dan Bandung. Pada kota-kota dimana tidak terdapat kantor BI, sebuah kantor bank komersil yang beroperasi di kota atau daerah dimaksud dapat berfungsi sebagai agen penyelenggara kliring. BI menyediakan jasa settlements (penyelesaian transaksi) kepada bank-bank umum serta jasa-jasa transfer dana kepada pemerintah pusat dan daerah melalui rekeningnya yang berada di BI. Bank umum merupakan bagian terbesar dalam kelompok lembaga keuangan di Indonesia. Pelayanan jasa yang dilakukannya antara lain adalah transfer dana dan pembayaran, baik melalui rekening mereka pada BI, melalui hubungan bilateral, ataupun melalui jaringan transfer dana antar-cabang on-line milik mereka (Bank Indonesia, 2006b). Bank umum yang beroperasi di Indonesia terdiri atas, bank persero, bank umum swasta nasional devisa, bank umum swasta nasional non-devisa, bank pembangunan daerah, bank campuran, bank asing. Saat
40
ini, hanya bank-bank umum yang memiliki fasilitas transfer dana antar-cabang secara on-line adalah hanya bank-bank besar. Sementara itu, BPR tidak menyediakan jasa transfer dana antar bank kepada nasabahnya. BPR yang menyediakan jasa transfer dana, nilai dan volumenya harus sangat rendah dan dilakukan melalui mekanisme di luar sistem kliring (Bank Indonesia, 2006b). Salah satu fasilitas yang disediakan oleh BPR adalah rekening giro, tetapi BPR tidak memiliki rekening giro pada BI. Hingga Februari 2005, jumlah BPR yang beroperasi secara lokal dan tersebar di seluruh Indonesia mencapai terdapat 9.151 unit.
3.1.2. Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) Sejak terjadinya liberalisasi pada sektor keuangan, Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) memegang peranan penting sebagai salah satu sumber pembiayaan. Lembaga-lembaga yang termasuk dalam LKBB adalah perusahaan pembiayaan, perusahaan asuransi, dana pensiun dan pegadaian, serta PT. POS Indonesia. Sesuai ketentuan peraturan yang berlaku pada saat ini, LKBB dapat pula menyediakan jasa kartu kredit. Hal ini telah dilakukan oleh beberapa LKBB.
3.2. Cara Pembayaran 3.2.1. Pembayaran Tunai Seperti halnya negara berkembang lainnya, sistem pembayaran tunai merupakan urat nadi terpenting dalam perekonomian Indonesia. Sistem ini menguasai sebagian besar sistem pembayaran yang bernominal kecil (retail) di Indonesia. Dalam Gambar 3.1 di bawah ini, ditunjukkan beberapa indikator yang
41
menggambarkan pembayaran tunai melalui perbandingan uang tunai yang beredar di masyarakat terhadap GDP, M1, serta M2. .8 .7 .6 .5 .4 .3 .2 .1 .0 2000
2001
2002
Tunai/GDP
2003
Tunai/M1
2004
2005
Tunai/M2
Sumber : Bank Indonesia (2006a), diolah
Gambar 3.1. Gambaran Intensitas Uang Tunai yang Diedarkan di Indonesia Sebagaimana terlihat dalam Gambar 3.1 di atas, rasio uang tunai terhadap M1 lebih rasio uang tunai terhadap M2. Hal ini menunjukkan bahwa para pengusaha dan bankir di Indonesia tidak terlalu tertarik untuk menanamkan dananya dalam bentuk narrow money. Keberadaan uang tunai dalam porsinya terhadap M1 lebih cenderung untuk keperluan transaksi dan untuk menyimpan nilai. Kondisi seperti ini juga terjadi dalam perekonomian Thailand (Pariwat dan Hataiseree, 2004). Sementara itu, dalam kurun waktu 2000 hingga 2002, rasio dari M2 di tangan masyarakat menunjukkan trend yang terus meningkat. Uang tunai yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah uang kartal yang beredar di masyarakat yaitu uang kartal yang berada di luar kas bank. Uang tunai merupakan variabel agregat moneter yang paling liquid. Variabel ini seringkali merupakan variabel yang dipakai untuk monetisasi atau demonetisasi dalam
42
perekonomian. Menurut Stavreski (1998), siginifikansi uang tunai dalam perekonomian dapat tercermin dalam rasio uang tunai terhadap penawaran uang (TUNAI/MS), serta rasio uang tunai terhadap GDP nominal (TUNAI/GDP) (Reserve Bank of Malawi, 2004). Hal ini sangat relevan dengan perekonomian Indonesia. Sebagai negara berkembang, uang tunai yang diedarkan merupakan indikator yang dapat mewakili volume transaksi, konsumsi di masa depan. Tren jumlah uang tunai yang beredar di Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini dapat dilihat dalam Gambar 3.2 berikut ini.
tunai
20 03 M 20 1 03 M 20 4 03 20 M7 03 M 1 20 0 04 M 20 1 04 M 20 4 04 20 M7 04 M 1 20 0 05 M 20 1 05 M 20 4 05 M 7
100000. 90000. 80000. 70000. 60000. 50000. 40000. 30000. 20000. 10000. 0.
Sumber : (Bank Indonesia, 2006a), diolah
Gambar 3.2. Gambaran Peredaran Uang Tunai di Indonesia Terdapat beberapa isu utama yang menjadi alasan mengapa kajian mengenai uang tunai yang diedarkan sangat penting (Reserve Bank of Malawi, 2004). Pertama, peningkatan uang tunai berimplikasi pada penurunan deposits (tabungan) dan konsekuensinya akan menurunkan ketersediaan dana pinjaman yang dapat digunakan untuk berinvestasi. Kedua, peningkatan dari uang kartal yang diedarkan merupakan sinyal dari tekanan inflasi.
43
Faktor terpenting dari sistem pembayaran tunai di Indonesia adalah mata uang Rupiah, yang terdiri dari uang logam dan uang kertas. Bank Indonesia mempunyai hak tunggal untuk mengeluarkan uang kartal dan uang logam. Uang kertas dalam peredaran terdiri dari denominasi Rp 100, 500, 1.000, 5.000, 10.000, 20.000, 50.000 dan 100.000, sedangkan uang logam beredar dalam denominasi Rp 25, 50, 100, 500 dan 1.000. Bank Indonesia dan pihak kepolisisan selalu bekerjasama menjaga pengedaran rupiah dari pemalsuan, dsb.
3.2.2
Pembayaran Bukan Tunai Pembayaran bukan tunai merupakan cara pembayaran transaksi yang tanpa
menggunakan perantaraan fisik uang. Cara pembayaran ini di Indonesia semakin berkembang seiring dengan meningkatnya tuntutan masyarakat dan para agen ekonomi terhadap keamanan dan kenyamanan dalam melakukan transaksi. Cara pembayaran bukan tunai membantu untuk mendapat barang kebutuhannya baik secara debet maupun kredit. Selain itu, memegang uang tunai meningkatkan resiko kriminalitas. Bagi para agen ekonomi (terutama pihak korporasi) mengelola dan melakukan transaksi secara tunai menuntut adanya cash management yang berbiaya tinggi. Sementara itu, gaya hidup masyarakat semakin berkembang ke arah yang menghendaki kepraktisan dalam segala hal. Pembayaran melalui kartu seperti kartu kredit, kartu debet dan kartu ATM saat ini mengalami perkembangan yang cukup baik (topik ini akan diuraikan dalam sub bab selanjutnya). Di Indonesia, pembayaran bukan tunai dilayani terutama oleh sistem perbankan. Bank umum menawarkan nasabahnya pilihan yang sangat beragam dalam melakukan pembukaan rekening (giro, tabungan, deposito, dll.). Sementara
44
itu, BPR hanya dapat menawarkan rekening tabungan saja. Sebagian besar bank umum yang berukuran menengah dan besar menyediakan akses pada rekening tabungan melalui fasilitas ATM. Sedangkan transaksi – baik kredit maupun debet – yang dilaksanakan secara elektronik hanya disediakan untuk transaksi antar rekening di dalam masing-masing bank. Bank-bank umum menyediakan berbagai jenis layanan pengiriman dana di dalam jaringan kantornya, termasuk perintah pembayaran secara reguler serta pengiriman dana secara elektronis. Pemindahan dana antarbank yang melebihi Rp 1 milyar serta pemindahan dana antarbank lainnya yang bersifat mendesak, diselesaikan melalui BI-RTGS. Layanan pemindahan dana bagi nasabah bank dapat dilakukan (oleh bank) melalui (Bank Indonesia, 2006b): -
transfer elektronik antar bank;
-
sistem kliring berbasis warkat untuk transaksi lokal;
-
jaringan bank koresponden, bagi pemindahan dana lintas wilayah; dan
-
sistem RTGS baik untuk pemindahan dana lokal maupun lintas wilayah.
-
Bank Indonesia telah melakukan beberapa penyempunaan khususnya di bidang sistem kliring. Apabila tidak ada kantor Bank Indonesia di kota setempat, Bank Indonesia telah mendelegasikan wewenangnya kepada penyelenggara kliring setempat untuk mengambil keputusan penting sehubungan dengan wilayah kliring masing-masing, antara lain untuk menyetujui peserta kliring yang baru.
45
3.3. Rekening Giro (Cek) Perbankan di Indonesia umumnya menawarkan fasilitas rekening giro, yang dapat ditarik dengan menggunakan cek. BI sudah memberlakukan ketentuan yang cukup ketat sehubungan mengenai cek kosong. Cek kosong bernilai kecil apabila ditarik sebanyak tiga kali dalam jangka waktu enam bulan, dan/atau satu kali penarikan cek kosong bernilai besar, dikenakan sanksi masuk “daftar hitam” dan nasabah tersebut dilarang membuka dan memiliki rekening giro di bank manapun selama jangka waktu satu tahun.
3.4. APMK Potensi dan pangsa pasar APMK di Indonesia sangat besar. Hal ini sangat beralasan karena nilai dan volume transaksi APMK terus mengalami pertumbuhan Masyarakat Indonesia telah mengenal berbagai jenis kartu pembayaran, seperti kartu kredit dan kartu debet internasional, kartu debet/ATM dan Point-of-Sale (POS), private-label cards (misalnya kartu pasar swalayan) serta beberapa kartu yang dilengkapi chip elektronik (dikenal sebagai smart card atau chip card). Seperti yang telah diungkapkan pada Bab 1, fokus penelitian pada penelitian ini lebih menekankan pada tiga APMK yang paling banyak dan familiar digunakan oleh masyarakat Indonesia, yaitu kartu kredit, kartu debet dan kartu ATM.
3.4.1. Kartu Kredit Menurut PBI No. 6/30/PBI/2004 tentang Penyelenggaraan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, kartu kredit adalah APMK yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan
46
ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan atau untuk melakukan penarikan tunai dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh penerbit atau aquirer, dan pemegang kartu
berkewajiban melakukan
pelunasan kewajiban pembayaran tersebut pada waktu yang disepakati baik secara sekaligus ataupun secara angsuran. Kartu-kartu kredit utama dengan label terkenal sudah banyak digunakan dan diterima secara luas di Indonesia, terutama di kota-kota besar. Kepemilikan kartu kredit sudah menjadi bagian dari gaya hidup bagi masyarakat modern di kota-kota besar. Hal ini dibuktikan dengan keberadaan kartu kredit VISA, Master, AMEX dan Diners serta banyaknya merchant yang menerima pembayaran menggunakan kartu kredit. Penyelenggaraan operasional kartu kredit, pada umumnya dilaksanakan oleh bank yang mengeluarkan (issuer), baik dengan label terkenal seperti VISA, Master dan JCB maupun berbagai kartu berlabel khusus (private label cards). Sementara itu, Kartu American Express (AMEX) dan Diners dijalankan oleh lembaga keuangan bukan bank, dengan memperoleh izin dari Departemen Keuangan. Beberapa bank juga mengeluarkan kartu kredit atas nama sendiri. Seiring dengan pemulihan perekonomian nasional, dewasa ini penggunaan kartu kredit di Indonesia sudah berkembang pesat. Hal ini dibuktikan dengan nilai transaksi dan volume transaksi kartu kredit yang terus bertumbuh dari tahun ke tahun. Gambaran empiris lengkap dari hal tersebut dapat dilihat dalam Tabel 3.1 di bawah ini.
47
Tabel 3.1. Perkembangan Kartu Kredit di Indonesia (1998-2004) Tahun
NT
1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004
10.359,73 13.638,64 19.334,49 24.444,27 28.059,06 37.646,70 45.628,71
Pertumbuhan NT (%) 32 42 26 15 34 21
VT 29.578,14 37.300,04 50.610,67 55.726,66 63.663,64 82.149,57 88.669,79
Pertumbuhan VT (%) 26 35 10 14 29 8
Sumber : Bank Indonesia (2006a) diolah Keterangan : NT = Nilai transaksi (Rp. Milyar) VT = Volume transaksi (ribu)
3.4.2. Kartu ATM dan Kartu Debet Menurut PBI No. 6/30/PBI/2004 tentang Penyelenggaraan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, kartu ATM adalah APMK yang dapat digunakan untuk melakukan penarikan tunai dan atau pemindahan dana dimana kewajiban pemegang kartu dipenuhi seketika dengan mengurangi secara langsung simpanan pemegang kartu pada bank atau lembaga selain bank yang mendapat untuk menghimpun dana. Hingga tahun 2004 terdapat lima jaringan ATM bersama yang didirikan di dalam negeri (ALTO, ATM BERSAMA, CAKRA, FLASH dan BCA) dan dua jaringan ATM bersama yang internasional (CIRRUS dan PLUS). Sampai sekarang kelima jaringan ATM bersama tersebut, belum saling terkoneksi, sehingga beberapa bank terpaksa menjadi anggota lebih dari satu jaringan (Bank Indonesia tanpa tahun). Kartu ATM tidak hanya digunakan untuk penarikan uang tunai dan informasi saldo rekening, tetapi juga untuk memindahkan dana ke
48
rekening lain pada bank yang sama, misalnya untuk tagihan telepon, listrik, kartu kredit, pembelian pulsa telepon seluler. Varian APMK yang menguasai pasar nasabah di Indonesia adalah kartu ATM. Penggunaan kartu ini berkembang dengan sangat pesat dan terus bertumbuh dari tahun ke tahun. Gambaran empiris lengkap dari hal tersebut dapat dilihat dalam Tabel 3.2 di bawah ini. Tabel 3.2. Perkembangan Kartu ATM di Indonesia (1999-2003) Tahun
NT
1999 2000 2001 2002 2003
85.396,01 153.590,2 222.193,8 299.266,3 380.387,6
Pertumbuhan NT (%) 79 44 34 27
VT 408.766,06 474.972,21 564.818,26 680.322,71 717.304,70
Pertumbuhan VT (%) 16 19 20 5
Sumber : Bank Indonesia (2006a) Keterangan : NT = Nilai transaksi (Rp. Milyar) VT = Volume transaksi (ribu)
Sedangkan, menurut PBI No. 6/30/PBI/2004 tentang Penyelenggaraan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, kartu debet adalah APMK yang dapat digunakan untuk melakukan penarikan tunai dan atau pemindahan dana dimana kewajiban pemegang kartu dipenuhi seketika dengan mengurangi secara langsung simpanan pemegang kartu pada bank atau lembaga selain bank yang mendapat persetujuan untuk menghimpun dana. Sebagaimana varian APMK lainnya, penggunaan kartu debet sudah di Indonesia berkembang pesat dan terus bertumbuh dari tahun ke tahun. Tren ini bisa berlangsung karena masyarakat sangat nyaman menggunakan kartu ini yang sangat praktis bila digunakan dalam transaksi dan adanya keamanan daripada memegang uang secara tunai. Mereka tidak perlu khawatir dengan tagihan
49
pembayaran dan bunga kredit di kemudian hari sebagaimana dalam kartu kredit. Gambaran empiris lengkap dari hal tersebut dapat dilihat dalam Tabel 3.3 di bawah ini. Tabel 3.3. Perkembangan Kartu Debet di Indonesia (1998-2004) Tahun
NT
Pertumbuhan NT (%)
VT
1998 1999 2000 2001 2002 2003
2.579,82 3.211,79 4.662,62 6.680,59 8.392,23 11.677,03
-
11.934,96 16.000,00 19.383,49 23.185,22 24.891,27 29.172,14
24 45 43 26 39
Pertumbuhan VT (%) 34 21 20 7 17
Sumber : Bank Indonesia (2006a) diolah Keterangan : NT = Nilai transaksi (Rp. Milyar) VT = Volume transaksi (ribu)
Selain ATM dan kartu debet, fasilitas pembayaran dengan pendebetan secara langsung di tempat penjualan (EFT-POS) semakin digemari, terutama di Jakarta dan kota-kota besar lainnya. Beberapa bank menawarkan kartu debet dalam rangka kerjasama program Maestro dan Visa Electron. Sedangkan bank-bank lain menawarkan kartu atas nama bank sendiri, sehingga berkembang berbagai jenis terminal yang beragam di tempat merchant. Visi “satu terminal untuk setiap gerai” menghadapi kendala besar dikarenakan kurang adanya kesepakatan usaha antar berbagai pihak, serta adanya kekurangan pada penyediaan infrastruktur bersama untuk melakukan switching transaksi. Saat ini ada dua puluh tiga lembaga keuangan yang menawarkan layanan kartu debet kepada nasabahnya.
3.4.3. Smart Cards Ada beberapa bank yang telah merintis sistem smart card secara terbatas, yang dapat digunakan pada mesin ATM atau POS didalam jaringannya.
50
Sementara itu, bank-bank lain juga sudah memiliki rencana peluncuran produk smart card dalam waktu dekat. Beberapa
waktu yang telah lampau PT
Telekomunikasi Indonesia (PT Telkom) telah menjual kartu telepon prabayar untuk penggunaan telepon umum. Pemakaian kartu telepon ini sudah cukup meluas di Indonesia. Melalui kerjasama yang terjalin dengan sebuah perusahaan swasta, PT Telkom juga telah meluncurkan kartu telpon dalam bentuk smart card (memori yang dilindungi).
3.4.4. Warkat Pos Salah satu layanan yang cukup penting di sektor lembaga keuangan bukan bank adalah layanan giro yang disediakan oleh kantor pos (PT Pos Indonesia). Badan usaha milik negara ini menyediakan “Buku Giro” untuk pengiriman uang dan menyediakan layanan pos wesel baik dalam negeri maupun luar negeri. Pada umumnya wesel pos digunakan untuk mengirimkan uang kepada perorangan yang belum memiliki rekening bank. Selain warkat pos, PT Pos Indonesia menyediakan layanan rekening Cek Pos bagi perusahaan dan perorangan dan Postal Traveler’s Cheques. Rekening giro digunakan terutama oleh instansi pemerintah untuk menerima penyetoran berbagai jenis pajak, melaksanakan pembayaran gaji dan pensiun pegawai negeri, membayar tagihan listrik dan telepon, dan berbagai transaksi pembayaran lain yang dilaksanakan oleh perorangan.
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang diolah dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari berbagai litelatur yang bersumber dari Bank Indonesia dan International Financial Statistic (IMF Database). Sedangkan, keseluruhan datadata yang digunakan merupakan data time series bulanan dengan sampel waktu dari 2003:1 sampai 2005:8. Penggunaan data pada periode ini diharapkan dapat membantu dalam mencapai tujuan penelitian ini yaitu menganalisis pengaruh penggunaan APMK terhadap permintaan uang dalam jangka panjang dan jangka pendek. Keterangan yang lebih lengkap mengenai data yang digunakan sebagai variabel pada penelitian ini diuraikan dalam Tabel 4.1 di bawah ini. Tabel 4.1. Nama, Simbol, dan Sumber Data Jenis Data (Variabel)
Satuan
Simbol
Sumber
Permintaan Uang riil
Rp M
Mt
BI
Pendapatan nasional
Rp M
Yt
BI
SBI 30 hari
%
rt
IFS
Nilai tukar
Rp/$
E
IFS
%
CPI
IFS
Volume Transaksi Kartu Kredit
Transaksi
VTKK
BI
Volume Transaksi Kartu Debet
Transaksi
VTKD
BI
Volume Transaksi Kartu ATM
Transaksi
VTATM
BI
Inflasi
52
4.2. Model Penelitian Model yang digunakan dalam penelitian ini diadopsi dari model Yilmazkuday (2006) dalam penelitiannya yang berjudul The Effects of Credit and Debit Cards on the Money Demand of a Small Open Economy dengan sedikit modifikasi. Pengadopsian ini didasari oleh kesesuaian topik serta kondisi perekonomian Turki yang mirip dengan Indonesia. Untuk memperkaya analisis yang dilakukan, maka terdapat beberapa konsep pemikiran dalam penelitian ini. Variabel dependennya didekati dari dua sisi yang berbeda, yaitu M1 serta uang kartal tunai yang diedarkan di luar bank (uang tunai yang dipegang oleh masyarakat). Volume transaksi dari kartu kredit, kartu debet, serta kartu ATM digunakan sebagai pendekatan dari penggunaan APMK. Menurut Rinaldi (2001) dan Stix (2002), volume transaksi dari APMK merupakan variabel yang paling relevan untuk dijadikan proxy dalam penggunaan APMK. Sehingga, persamaan permintaan uang dari sisi penggunaan APMK dalam jangka pendek dapat dirumuskan sebagai berikut. ΔLNM1
= α1ΔLNGDPt + α2ΔSBIt + α3ΔLNEt + α4ΔLNCPIt + α5ΔLNVTKKt + α6ΔLNVTKDt + α7ΔLNVTATMt + λU_1(-1) + εt
ΔLNTUNAI
(4.1)
= α1ΔLNGDPt + α2ΔSBIt + α3ΔLNEt + α4ΔLNCPIt + α5ΔLNVTKKt + α6ΔLNVTKDt + α7ΔLNVTATMt + δU_2(-1) + ηt
dimana: LNM1
= logaritma natural dari narrow money (M1) riil.
(4.2)
53
LNTUNAI
= logaritma natural dari uang kartal yang diedarkan riil
LNGDP
= logaritma natural dari GDP riil Indonesia.
SBI
= tingkat suku bunga SBI 30 hari
LNE
= logaritma natural dari nilai tukar (Rp/$)
LNCPI
= logaritma natural dari indeks harga konsumen (tahun dasar 2002)
LNVTKK
= logaritma natural dari volume transaksi kartu kredit
LNVTKD
= logaritma natural dari volume transaksi kartu debet
LNVTATM
= logaritma natural dari volume transaksi kartu ATM
U
= Error Correction Term yang merupakan ukuran bagi ketidakseimbangan di pasar uang jangka panjang.
U_1
= LNM1 - β0 - β1LNGDPt- β2SBIt - β3LNCPIt – β4Et - β5VTKKt - β6VTKDt – β7VTATMt
U_2
= LNTUNAI – β0 – β1LNGDPt- β2SBIt – β3LNCPIt – β4Et - β5VTKKt - β6VTKDt – β7VTATMt
-1 < λ < 0 Untuk mengetahui apakah spesifikasi model dengan ECM merupakan model yang valid maka dilakukan uji terhadap koefisien Error Correction Term (ECT). Jika hasil pengujian terhadap koefisien ECT signifikan, maka spesifikasi model ECM yang diamati valid.
4.3. Metode Analisis Data Dalam rangka mencapai tujuan dalam penelitian ini, metode analisis yang digunakan adalah uji kointegrasi Engle-Granger dan Error Correction Model (ECM). Adapun beberapa beberapa tahapan analisisnya ialah sebagai berikut.
54
Pertama, uji akar unit untuk mengetahui apakah data tersebut stasioner atau tidak. Ada tidaknya akar unit dapat diketahui dengan menggunakan Augmented Dickey Fuller (ADF) Test. Kedua, uji kointegrasi untuk mengetahui adanya hubungan jangka panjang dan meramalkan keseimbangannya dengan menggunakan EngleGranger Cointegration Test. Ketiga, melakukan pengkoreksian kesalahan (error correction) dengan menggunakan ECM untuk model yang digunakan. Adapun syarat untuk menggunakan model koreksi kesalahan yaitu jika minimal ada salah satu variabel yang tidak stasioner. Apabila seluruh data yang digunakan ternyata stasioner, maka persamaan tersebut tidak dapat dianalisa dengan menggunakan ECM.
Sementara itu, pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan
software Eviews 4.1
4.3.1. Uji Akar Unit Sebelum melakukan serangkaian proses terhadap model, sangat penting untuk diketahui apakah data time series tersebut bersifat stasioner atau non stasioner. Ada beberapa perbedaan yang penting antara stasioner dan non stasioner time series (Enders, 1995). Dampak guncangan yang terjadi pada data series yang stasioner bersifat sementara. Seiring dengan berjalannya waktu, pada jangka panjang gerakan data series yang stasioner itu akan selalu kembali kepada long-run mean dan berfluktuasi di sekitarnya. Menurut Thomas (1997), data time series dapat dikatakan stasioner jika memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Mean dari data stasioner menunjukkan perilaku yang konstan dan selalu kembali pada kondisi long-run mean dari data tersebut.
55
2. Variannya konstan. 3. Cov (Xt, Xt+k) = konstan, untuk semua t dan semua k ≠ 0. Apabila sebuah data time series tidak memenuhi salah satu persamaan di atas maka data tersebut bersifat non stasioner. Menurut Enders, perilaku dari non stasioner time series dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Data series yang non stasioner tidak kembali ke long-run mean. 2. Data series yang non stasioner memiliki ketergantungan terhadap waktu variance dari data semacam ini akan membesar tanpa batas seiring dengan waktu. 3. Correlogram dari data ini cenderung melebar. Dalam mengetahui suatu data series bersifat stasioner atau non stasioner, maka data series tersebut harus dilakukan pengujian kestasioneran data. Pengujian kestasioneran disebut dengan unit root test. Pengujian unit root dilaksanakan untuk melihat apakah datanya mengandung unit root atau tidak. Apabila datanya mengandung unit root, maka berarti data tersebut tidak stasioner. Secara teknis, suatu variabel time series yang mempunyai akar unit dapat dijelaskan sebagai berikut: xt
= βxt-1 + εt
(4.3)
dimana β adalah parameter yang akan diestimasi dan εt diasumsikan white noise. Jika |β|≥ 1, maka xt adalah variabel yang tidak stasioner dan varian dari xt akan meningkat seiring berjalannya waktu dan cenderung tak berhingga. Sebaliknya, jika |β| < 1, maka xt adalah variabel yang cenderung stasioner atau Trend Stationarity Process (TSP). Oleh karena itu, hipotesis trend stationarity dapat
56
dievaluasi dengan menguji apakah nilai absolut β betul-betul kurang dari satu atau sebaliknya. Pengujian umum terhadap hipotesis di atas adalah H0: β = 1, dengan pengujian satu sisi dari hipotesis alternatif H1: β < 1. Untuk menguji kestasioneran data series, metode pengujian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Augmented Dickey-Fuller Test (ADF). Menurut Dickey-Fuller, dalam melakukan pengujian akar-akar unit kita kurangi kedua sisi persamaan (4.3) dengan xt-1 sehingga diperoleh persamaan: Δxt
= αxt-1 + εt
(4.4)
dimana Δ mengindikasikan perbedaan pertama, sedangkan α = (β - 1). Hipotesis yang diuji dalam uji ADF adalah: H0 : α = 0, data tidak stasioner (mengandung unit root) H1 : α < 0, data stasioner (tidak mengandung unit root) Pengujian terhadap hipotesis ini dievaluasi dengan t-statistik yang dikembangkan oleh Dickey-Fuller (1979). Karena kedua ekonom tersebut menunjukkan bahwa dalam hipotesis nol terdapat akar unit, maka t-statistik yang diperoleh tidak mengikuti sebaran konvensional t-student. Tabulasi yang digunakan adalah perhitungan dari MacKinnon (1991, 1996) yang mengimplementasikaan simulasisimulasi yang lebih besar dan mendalam (Pasaribu, 2003). Dengan metode ADF, masalah serial korelasi pada εt yang menyebabkan β tidak stabil (robust) dipecahkan. Penambahan lag dari variabel eksogen konstanta (c) dan tren ke dalam persamaan (4.4) menghasilkan formula: Δxt= c + αxt-1 + λ1Δ xt-1 + ... + λnΔ xt-n + tren + εt
(4.5)
57
Hipotesis yang diuji masih tetap sama dengan model (4.4), namun dalam model (4.5) ada penambahan lag dari variabel dependen, konstanta dan variabel tren. Kriteria pengujian yang digunakan adalah nilai ADF lebih kecil dari nilai kritis MacKinnon pada taraf nyata yang dipilih. Hasil yang signifikan mengindikasikan bahwa hipotesis nol yang menyatakan data mengandung akar unit ditolak terhadap hipotesis alternatif yang berarti data stasioner. Pengujian unit root dilakukan untuk menghindari spurious regression. Ciri spurious regression biasanya memiliki R2 yang tinggi dan t-statistik yang nampak signifikan, namun tidak mempunyai arti dalam ilmu ekonomi atau tidak sesuai dengan teori ekonomi yang ada. Oleh karena itu hasil dari spurious regression selalu terlihat baik (Enders, 1995). Regresi lancung terjadi ketika hasil regresi menunjukkan hubungan yang signifikan antar variabel padahal hal tersebut tidak lain adalah hubungan contemporaneous dan tidak memiliki makna kausal. Uji derajat integrasi merupakan kelanjutan dari uji akar-akar unit. Uji derajat integrasi dilakukan sebagai konsekuensi dari tidak terpenuhinya asumsi kestasioneran data pada derajat nol atau I(0). Suatu data deret waktu dikatakan terintegrasi pada tingkat ke-d atau I(d) jika data tersebut bersifat stasioner setelah pendiferensian sebanyak d kali. Peubah-peubah tak stasioner yang tak terintegrasi pada tingkat sama dapat membentu kombinasi linier yang bersifat stasioner. Pada beberapa uji derajat integrasi dari masing-masing variabel adalah sangat penting untuk mengetahui apakah variabel-variabel yang digunakan tidak stasioner dan berapa kali variabel harus di-difference untuk menghasilkan variabel yang stasioner. Pada uji ini variabel yang diamati di-difference pada derajat
58
tertentu sehingga semua variabel stasioner pada derajat yang sama. Suatu variabel dikatakan stasioner pada first difference jika setelah di-difference satu kali nilai ADF tes lebih kecil dari nilai kritis MacKinnon.
4.3.2. Uji Kointegrasi Setelah mengetahui karakteristik masing-masing data yang akan digunakan dalam penelitian, konsistensi jangka panjang dari model analisis dapat diketahui melalui uji kointegrasi Engle-Granger. Kointegrasi mengindikasikan walaupun secara individual variabel tidak stasioner namun kombinasi linier antara variabel tersebut dapat menjadi stasioner (Engle-Granger dalam Thomas, 1997). Suatu sistem variabel disebut terkointegrasi jika beberapa variabel tersebut (minimal satu variabel) terintegrasi pada ordo yang sama dan berlaku kombinasi linier dari sistem variabel tersebut yang terintegrasi pada ordo nol I(0), yaitu disequillibrium error atau residual (ut) bersifat stasioner. Hubungan saling mempengaruhi dapat dilihat dari kointegrasi yang terjadi antarvariabel itu sendiri. Jika terdapat kointegrasi antarvariabel, maka hubungan saling mempengaruhi berjalan secara menyeluruh dan informasi tersebar secara pararel (Julaihah dan Insukindro, 2004). Adapun persamaan jangka panjang yang diestimasi pada penelitian ini ialah; LNM1
= β0 + β1LNGDPt + β2SBIt + β3LNEt + β4LNCPIt + β5LNVTKKt + β6LNVTKDt + β7LNVTATMt + U_1t
(4.6)
LNTUNAI = β0 + β1LNGDPt + β2SBIt + β3LNEt + β4LNCPIt + β5LNVTKKt + β6LNVTKDt + β7LNVTATMt + U_2t
(4.7)
59
dimana: LNM1
= logaritma natural dari narrow money (M1) riil.
LNTUNAI
= logaritma natural dari uang kartal yang diedarkan riil
LNGDP
= logaritma natural dari GDP riil Indonesia
SBI
= tingkat suku bunga SBI 30 hari
LNE
= logaritma natural dari nilai tukar (Rp/$)
LNCPI
= logaritma natural dari indeks harga konsumen (tahun dasar 2002)
LNVTKK
= logaritma natural dari volume transaksi kartu kredit
LNVKD
= logaritma natural dari volume transaksi kartu debet
LNVTATM
= logaritma natural dari volume transaksi kartu ATM.
Metode uji kointegrasi yang sering dalam dipakai adalah uji CRDW (Cointegrating Regression Durbin Watson), uji DF dan uji ADF. Namun, dalam penelitian ini digunakan metode Engle-Granger untuk menguji kointegrasi variabel-variabel yang ada. Hal ini dikarenakan persamaan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan persamaan tunggal. Uji kointegrasi Engle-Granger sebetulnya menggunakan uji ADF yang terdiri dari dua tahap. Pertama, meregresi persamaan OLS kemudian mendapatkan residual dari persamaan tersebut. Kedua, dengan menggunakan metode uji ADF, akar unit dari data dites terhadap residual dengan hipotesis yang sama dengan hipotesis uji akar unit variabel-variabel sebelumnya. Jika hipotesis nol ditolak atau signifikan, maka variabel residual adalah stasioner atau dalam hal ini kombinasi linier antar variabel adalah stasioner. Artinya meskipun variabel-variabel yang digunakan tidak stasioner, namun dalam
60
jangka panjang variabel-variabel tersebut cenderung menuju pada keseimbangan. Oleh karena itu, kombinasi linier dari variabel-variabel tersebut disebut regresi kointegrasi. Parameter-parameter yang dihasilkan dari kombinasi tersebut dapat disebut sebagai koefisien-koefisien jangka panjang atau co-integrated parameters.
4.3.3 ECM Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah ECM. Penggunaan ini didasari atas fakta bahwa ECM merupakan alat analisis yang paling sukses dalam mengaplikasikan penelitan permintaan uang. Selain itu, ECM adalah salah satu model dinamik yang diterapkan secara luas dalam analisis ekonomi. ECM lahir dan dikembangkan untuk mengatasi masalah perbedaan kekonsistenan hasil peramalan antara jangka pendek dengan jangka panjang dengan cara proporsi disequillibrium pada satu periode dikoreksi pada periode selanjutnya sehingga tidak ada informasi yang dihilangkan hingga penggunaan untuk peramalan jangka panjang (Thomas, 1997). Adapun pertimbangan utama penggunaan ECM dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Model ini mampu mencari pemecahan terhadap persoalan variabel runtun waktu (time series) yang tidak stasioner dan regresi lancung (spurious regression) dalam ekonometri (Thomas, 1997). 2. ECM mampu meliputi banyak variabel dalam menganalisis fenomena ekonomi jangka pendek maupun jangka panjang, serta mampu mengkaji konsistensi model empiris dengan teori ekonomi (Nuryadin dan Santoso, 2004).
61
3. ECM melakukan formulasi pengkoreksian kesalahan dinamik hubungan jangka panjang antara jumlah uang yang diminta dengan penggunaan kartu pembayaran dalam persamaan yang menangkap variasi dan dinamika dalam jangka pendeknya. Munculnya
ketidakseimbangan
(disequillibrium
error)
dikarenakan
beberapa hal. Pertama, kesalahan spesifikasi antara lain kesalahan pemilihan variabel, parameter, dan keseimbangan itu sendiri. Kedua, kesalahan membuat definisi variabel dan cara mengukurnya. Ketiga, kesalahan yang disebabkan oleh faktor manusia dalam menginput data. Sedangkan, keunggulan dari penggunaan ECM dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengatasi masalah data time series yang non-stasioner dan regresi palsu (spurious). 2. ECM diformulasikan dalam first difference, yang mengeliminasi tren dari variabel. 3. Untuk peramalan jangka panjang, keberadaan parameter disequillibrium pada ECM menjamin bahwa seluruh komponen informasi pada tingkat level diikutsertakan dalam model. Semua bentuk kesalahan dimasukkan ke dalam untuk dikoreksi, dengan cara mendaur ulang error yang terbentuk pada periode sebelumnya pada periode selanjutnya (Thomas, 1997). 4. Selain itu, dalam pendekatan ECM sifat-sifat statistik yang diinginkan dari model dan pemberian makna yang lebih sederhana. Artinya, model ECM mampu memberikan makna lebih luas dari estimasi model ekonomi sebagai
62
pengaruh variabel independent terhadap dependent dalam hubungan jangka pendek maupun jangka panjang (Julianto dalam Errick, 2004). 5. ECM dapat dipaskan dengan pendekatan “umum ke spesifik” (yaitu melihat kecenderungan umum dan membaginya menjadi pendekatan jangka pendek dan jangka panjang). Dengan cara melakukan uji stasioner terhadap data terlebih dahulu akan membantu kita menghindari masalah pengolahan data nantinya seperti masalah multikolinearitas antar data yang dapat menyebabkan standard error yang sangat besar (Errick, 2004). 6. Membedakan dengan jelas antar parameter jangka panjang sehingga sangat ideal untuk digunakan menaksir dari keakuratan sebuah hipotesis. 7. Jika ada variabel yang tidak nyata dapat dibuang sehingga akan meningkatkan efisiensi estimasi (Thomas, 1997). Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa parameter ECM dapat dipaskan dari pendekatan yang dipakai oleh umum ke spesifik. Hal ini menimbulkan kelemahan dalam penggunaan alat analisis ini (Thomas, 1997). ECM tidak dapat memastikan pengkoreksian kesalahan dinamik hubungan jangka panjang yang dilakukannya benar-benar terjadi. Model ini juga tidak dapat memastikan bahwa hasil estimasinya itu merupakan model yang benar-benar sesuai dengan kenyataan yang ada. Kemudian, ECM juga tidak dapat memastikan bahwa variabel yang digunakan dalam model itu benar-benar stasioner ataukah tidak.
63
4.3.4. Uji Kebaikan ECM Untuk mengecek kebaikan dari model koreksi kesalahan perlu dilakukan dignostic test. Uji ini sangat penting peranannya untuk mengetahui ada tidaknya masalah-masalah pelanggaran asumsi OLS yang muncul pada estimasi model permintaan uang jangka pendek dinamis di Indonesia. Dalam hal ini, pengujian yang dilakukan meliputi uji heteroskedastisitas, uji autokorelasi, dan uji normalitas. Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (ARCH)-LM Test dan White Heteroscedasticity Test. Sementara itu, uji autokorelasi dilakukan dengan Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test. Sedangkan, uji normalitas dilakukan melalui HistogramNormality Test. Uji Heteroskedastisitas Salah satu asumsi dari error-term dalam OLS adalah varians dari error-term untuk setiap pengamatan sama untuk seluruh nilai varaiabel bebas (Xi) atau homoskedastis (asumsi varians konstan). Jika asumsi ini tidak terpenuhi dalam suatu regresi tertentu, maka dapat dikatakan error-term mengalami masalah heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi heteroskedastisitas pada software E-views dapat
dilakukan dengan uji White Heteroscedasticity atau Autoregressive
Conditional Heteroscedasticity (ARCH) test. Hipotesis yang diuji adalah (i) H0 : tidak terdapat heteroskedastisitas, (ii) H1 : terdapat heteroskedastisitas. Wilayah kritik penolakan H0 adalah Probability Obs*R-squared < α.
64
Uji Autokorelasi Sementara itu, asumsi OLS lainnya ialah nilai u antara satu persamaan bersifat bebas (tidak tergantung) pada nilai u pengamatan lainnya. Hal ini berimplikasi kovarians u dua pengamatan sama dengan nol. Jika asumsi ini tidak terpenuhi, maka dikatakan terjadi autokorelasi atau korelasi serial. Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi, dalam penelitian ini menggunakan Breusch-Godfrey Serial Correlation LM test. Adapun hipotesis dalam uji ini adalah (i) H0 : tidak terdapat autokorelasi, (ii) H1 : terdapat autokorelasi. Wilayah kritik penolakan H0 adalah Probability Obs*R-squared < α. Uji Normalitas Uji ini dilakukan untuk memeriksa apakah error term mendekati distribusi normal. Hipotesis pengujiannya adalah (i) H0 : error term terdistribusi normal, (ii) H1 : error term tidak terdistribusi normal. Daerah kritis penolakan H0 adalah Jarque Bera (J-B) > χ2df-2 atau probabilitas (p_value) < α.
4.4. Definisi Operasional Adapun istilah-istilah yang digunakan untuk menjelaskan kondisi tertentu dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Augmented Dickey-Fuller :
Suatu uji statistik untuk menghasilkan “taustatistik” pada deret waktu yang memiliki serial korelasi pada error term.
Autokorelasi
: Hubungan antara nilai suatu variabel dengan nilai sebelumnya, dapat dengan tenggang (lag)
65
satu atau lebih. Koefisien autokorelasi berkisar antara –1 dan +1, dimana 0 menunjukkan tidak ada korelasi. Autokorelasi parsial
:
Hubungan antara nilai suatu variabel dengan nilai yang lebih awal dari variabel itu (nilai lampaunya), antaranya
jika
keduanya
pengaruh
nilai-nilai
dihilangkan.
di
Koefisien
autokorelasi parsial berkisar antara –1 dan +1, dimana 0 menunjukkan tidak ada korelasi. Data stasioner
: Data yang nilai dalam deret datanya memiliki rata-rata dan varian yang tetap (relatif konstan) sesuai dengan berjalannya waktu.
Deret waktu
:
Sekelompok data dari variabel yang disusun menurut urutan waktu kejadiannya.
First difference
: Pembedaan pertama dalam persamaan (ΔY = Yt – Yt-1) untuk mencapai deret waktu yang sifatnya stasioner.
Heteroskedastisitas
: Kebalikan dari homoskedastisitas dimana varian dari gangguan atau variabel dependen yang berubah sepanjang waktu atau varian yang tidak konstan.
66
LM Test
: Disebut sebagai Langrangian Multiplier Test, sebuah uji statistik umum untuk mendeteksi terjadinya orde autokorelasi yang lebih tinggi.
Nilai P
:
Nilai yang dihasilkan oleh perhitungan komputer dalam uji regresi yang menunjukkan tingkat signifikansi terendah dimana H0 dapat ditolak.
Normality
:
Salah satu asumsi statistik, dimana error term terdistribusi normal.
Serial korelasi
: Nilai-nilai dari satu variabel sama yang saling berkorelasi sepanjang waktu.
Spurious
:
Terjadi hubungan korelasi yang semu antara variabel dalam persamaan.
Tren
:
Kecenderungan meningkat atau menurun pada suatu data deret waktu dalam satu periode pengamatan tertentu.
Unit root
:
Keadaan dimana persamaan autoregresif Yt = ϕYt-1 + εt nilai ϕt≥1 sehingga ketika ada shock pada deret akan membuat nilai Y akan tumbuh tanpa batasan.
Variabel endogen
:
Variabel-variabel (yang nilainya) ditetapkan dalam model dan dianggap bersifat stokastik.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Uji Kestasioneran Data (Uji Akar Unit) Pengujian akar-akar unit untuk semua variabel yang digunakan dalam analisis runtun waktu perlu dilakukan untuk memenuhi keabsahan analisis uji kointegrasi Engle-Granger dan ECM. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk melihat kestasioneran data yang akan dianalisis. Data yang digunakan dalam pengestimasian model harus bersifat stasioner (tidak memiliki akar unit), yaitu data yang memiliki varians yang tidak terlalu besar dan mempunyai kecenderungan untuk mendekati nilai rata-ratanya. Data yang tidak stasioner (memiliki akar unit) akan menyebabkan regresi yang lancung. Uji akar unit yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan uji ADF dengan memasukkan unsur konstanta. Tabel 5.1. Hasil Uji Akar Unit pada Level Variabel LNM1
Nilai ADF Nilai Kritis MacKinnon Keterangan t-Statistics 1 persen 5 persen 10 persen -0.083745 -3.653730 -2.957110 -2.617434 Tidak Stasioner
LNTUNAI LNGDP SBI
-0.981222 -3.653730 3.697401 -3.653730 -2.084636 -3.653730
-2.957110 -2.957110 -2.957110
-2.617434 Tidak Stasioner -2.617434 Tidak Stasioner -2.617434 Tidak Stasioner
LNE LNCPI LNVTKK LNVTKD
0.353756 1.261465 0.165079 -0.715309
-3.653730 -3.653730 -3.653730 -3.653730
-2.957110 -2.957110 -2.957110 -2.957110
-2.617434 -2.617434 -2.617434 -2.617434
-1.880438 -3.653730
-2.957110
-2.617434 Tidak Stasioner
LNVTATM Keterangan: * ** ***
data stasioner pada taraf nyata 1 persen, 5 persen, 10 persen. data stasioner pada taraf nyata 5 persen, 10 persen. data stasioner pada taraf nyata 10 persen.
Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner
68
Tabel 4.1 diatas menunjukkan bahwa keseluruhan data dalam penelitian ini tidak stasioner pada tingkat level. Hal ini terlihat dari nilai ADF t-Statistic tidak terdapat data yang lebih kecil daripada nilai kritis MacKinnonnya. Sebagai konsekuensi dari dari tidak terpenuhinya asumsi stasioneritas data pada tingkat level atau derajat nol atau I(0) pengujian kestasioneran data dilanjutkan pada tingkat first difference. Apabila pada tingkat ini data belum juga stasioner, maka diteruskan pada second difference, dan seterusnya hingga menjadi stasioner pada derajat yang sama. Tabel 5.2. Hasil Uji Akar Unit pada First Difference (Tanpa Tren) Variabel LNM1
Nilai ADF Nilai Kritis MacKinnon t-Statistics 1 persen 5 persen 10 persen -4.094723 -3.653730 -2.957110 -2.617434
Keterangan Stasioner*
LNTUNAI LNGDP SBI
-6.726935 -3.653730 -3.602691 -3.653730 -1.000503 -3.653730
-2.957110 -2.957110 -2.957110
-2.617434 Stasioner* -2.617434 Stasioner** -2.617434 Tidak Stasioner
LNE LNCPI LNVTKK LNVTKD
-4.507251 -5.350321 -8.209403 -7.047976
-3.653730 -3.653730 -3.653730 -3.653730
-2.957110 -2.957110 -2.957110 -2.957110
-2.617434 -2.617434 -2.617434 -2.617434
Stasioner* Stasioner* Stasioner* Stasioner*
-7.765897 -3.653730
-2.957110
-2.617434
Stasioner*
LNVTATM
Keterangan: * data stasioner pada taraf nyata 1 persen, 5 persen, 10 persen. ** data stasioner pada taraf nyata 5 persen, 10 persen. *** data stasioner pada taraf nyata 10 persen.
Hasil uji akar unit data pada first difference tanpa memasukkan tren ditunjukkan oleh Tabel 4.2 di atas. Berdasarkan Tabel tersebut dapat diketahui bahwa masih terdapat data yang digunakan dalam penelitian ini yang tidak stasioner yaitu data SBI. Hal ini dibuktikan dengan nilai ADF t-Statistic data SBI lebih besar daripada nilai kritis MacKinnonnya. Oleh karena itu pengujian unit
69
root pada first difference ini berlanjut dengan memasukkan unsur tren yang hasilnya dapat dilihat dalam Tabel 5.3 di bawah ini. Tabel 5.3. Hasil Uji Akar Unit pada First Difference (dengan Tren) Variabel LNM1
Nilai ADF Nilai Kritis MacKinnon t-Statistics 1 persen 5 persen 10 persen -4.032081 -4.273277 -3.557759 -3.212361
Keterangan Stasioner**
LNTUNAI LNGDP SBI
-6.563686 -4.273277 -5.180615 -4.273277 -3.821624 -4.273277
-3.557759 -3.557759 -3.557759
-3.212361 -3.212361 -3.212361
Stasioner*** Stasioner*** Stasioner**
LNE LNCPI LNVTKK LNVTKD
-5.018358 -5.673554 -8.171001 -6.940372
-4.273277 -4.273277 -4.273277 -4.273277
-3.557759 -3.557759 -3.557759 -3.557759
-3.212361 -3.212361 -3.212361 -3.212361
Stasioner*** Stasioner*** Stasioner*** Stasioner***
-7.805446 -4.273277
-3.557759
-3.212361
Stasioner***
LNVTATM
Keterangan: * data stasioner pada taraf nyata 1 persen, 5 persen, 10 persen. ** data stasioner pada taraf nyata 5 persen, 10 persen. *** data stasioner pada taraf nyata 10 persen.
Berdasarkan Tabel 5.3 di atas, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh data dalam penelitian ini stasioner pada tingkat first difference pada taraf nyata 10%. Hal ini dibuktikan dengan nilai ADF t-Statistics yang lebih kecil daripada nilai kritis MacKinnonnya. Dengan demikian seluruh data dalam penelitian telah terintegrasi pada derajat yang sama yaitu pada derajat pertama I(1). Integrasi ini menjadi syarat dalam memasuki tahapan selanjutnya yaitu uji kointegrasi EngleGranger dan model pengkoreksian kesalahan (ECM).
5.2. Uji Kointegrasi Uji kointegrasi merupakan pengujian untuk mengetahui adanya hubungan jangka panjang yang stabil antara variabel-variabel dalam penelitian. Penelitian ini menggunakan uji kointegrasi Engle-Granger yang memakai uji statistik ADF
70
untuk melihat apakah residual dari persamaan jangka panjang stasioner tiap model penelitian ini stasioner atau tidak. Adapun hasil estimasi lengkap persamaan jangka panjang dari kedua model penelitian ini dapat dilihat dalam Lampiran 2 dan Lampiran 4. Ringkasan hasil estimasi tersebut dapat dilihat dalam Tabel 5.4 di bawah ini. Tabel 5.4. Persamaan Jangka Panjang Pengaruh APMK dan Variabel-Variabel Makroekonomi Lainnya terhadap Permintaan Uang Dependen Variabel : LNM1 Variabel Koefisien t-Statistic C -3.633660 -2.392665 LNGDP 1.051057 5.359345 SBI -0.015897 -2.601206 LNE -0.059917 -0.302700 LNCPI 0.796171 2.340797 LNVTKK 0.101919 1.231801 LNVTKD -0.016837 -0.461578 LNVTATM -0.106177 -2.412129 0.976613 R-squared 0.969791 Adj R-squared
Dependen Variabel : LNTUNAI Variabel Koefisien t-Statistic C -6.791571 -2.079280 LNGDP 1.574663 3.733175 SBI -0.015195 -1.156009 LNE 0.061860 0.145304 LNCPI 0.355517 0.485985 LNVTKK 0.006407 0.036002 LNVTKD 0.053110 0.676949 LNVTATM -0.286326 -3.024390 0.919360 R-squared 0.895840 Adj R-squared
Dalam penelitian ini, uji kointegrasi dapat menjelaskan hubungan jangka panjang dari penggunaan APMK (dengan proxy volume transaksi) terhadap permintaan uang (M1 dan uang tunai yang beredar). Sesuai dengan teori kointegrasi Engle-Granger, apabila residu dari masing-masing model persamaan itu stasioner maka dapat disimpulkan bahwa antara variabel-variabel dalam persamaan memiliki hubungan kointegrasi pada ordo I(1). Hasil estimasi lengkap uji kointegrasi kedua model penelitian dapat dilihat dalam Lampiran 3 dan Lampiran 5. Ringkasan hasil estimasi tersebut dapat dilihat dalam Tabel 5.5 di bawah ini.
71
Tabel 5.5. Hasil Uji Kointegrasi Kedua Model Penelitian
U_1
Nilai ADF Nilai Kritis MacKinnon t-Statistics 1 persen 5 persen 10 persen -4.400224 -3.661661 -2.960441 -2.619160
U_2
-5.202494
Variabel
-3.661661
Keterangan
-2.960441 -2.619160
Stasioner Stasioner
Keterangan: * data stasioner pada tingkat kepercayaan 1 persen, 5 persen, 10 persen. ** data stasioner pada tingkat kepercayaan 5 persen, 10 persen. *** data stasioner pada tingkat kepercayaan 10 persen.
Pada Tabel 5.5 di atas terbukti bahwa semua residu dalam model persamaan dengan proxy volume transaksi telah stasioner pada tingkat level dengan taraf nyata sebesar 10 persen. Hal ini ditunjukkan dengan nilai ADF t-Statistic yang lebih kecil daripada nilai kritis MacKinnonnya. Dengan demikian, hasil tersebut semakin menguatkan bahwa diantara variabel-variabel yang digunakan dalam model persamaan dengan proxy volume transaksi telah terkointegrasi pada derajat satu. Adapun hasil estimasi regresi lengkap persamaan jangka panjang dari kedua model penelitian ini dapat dilihat dalam Lampiran 2 dan Lampiran 3.
5.2.1. Pengaruh Variabel Volume Transaksi APMK Berdasarkan Tabel 5.4 di atas, inovasi teknologi sistem pembayaran yang menghasilkan APMK ternyata berpengaruh negatif terhadap indikator moneter seperti permintaan uang di Indonesia pada taraf nyata 10 persen. Penggunaan kartu ATM oleh masyarakat tenyata berpengaruh negatif dan signifikan baik terhadap M1 maupun uang tunai. Adapun kartu debet dan kartu kredit ternyata berhubungan negatif juga, namun tidak signifikan Hal ini ditunjukkan dengan nilai mutlak t-Statistic dari estimasi kedua variabel yang lebih kecil dari t-Tabel (1,645).
72
Nilai koefisien pada kedua regresi di atas menunjukkan elastisitas penggunaan APMK terhadap permintaan uang (M1 dan uang tunai). Peningkatan penggunaan kartu ATM oleh masyarakat sebesar 1 persen akan menurunkan permintaan uang M1 riil sebesar 0.106 persen. Sementara itu, peningkatan penggunaan kartu ATM oleh masyarakat sebesar 1 persen akan menurunkan permintaan uang tunai riil sebesar 0.286 persen. Hubungan
negatif
antara
pertumbuhan
penggunaan
ATM
dengan
permintaan uang dalam perekonomian dapat terjadi karena beberapa alasan. Keberadaan kartu ATM memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mendapatkan uang yang mereka simpan di bank secara cepat dan mudah. Selain itu, dengan adanya kartu ATM masyarakat lebih tertarik untuk menyimpan uangnya dalam rekening bank, dan mempergunakan uangnya sewaktu-waktu. Dengan menyimpan uang di bank maka masyarakat akan merasa lebih aman dalam memegang uang terutama dalam nominal yang besar. Hal ini sesuai dengan teori permintaan uang. Penggunaan kartu ATM dapat menurunkan permintaan uang, karena masyarakat lebih tertarik untuk menyimpan uangnya di bank dan perputaran uang lebih cepat (Rinaldi, 2001 dan Yilmazkuday, 2006). Sebagaimana diketahui bahwa salah satu faktor determinan dari perputaran uang adalah inovasi dari sistem pembayaran (Thornton, 1983). Semakin meningkat perputaran uang, maka permintaan uang riil akan semakin menurun. Kondisi ini secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut.
M 1 = kY dengan k = P v
(5.1)
73
dimana: M
= permintaan uang riil di masyarakat.
P
= tingkat harga.
v
= perputaran uang yang beredar.
k
= konstanta yang menunjukkan tingkat perputaran uang yang beredar. Sebagaimana diuraikan di atas ternyata penggunaan kartu kredit dan kartu
kredit ternyata tidak berpengaruh signifikan terhadap permintaan uang riil (baik M1 maupun uang tunai). Hal ini cukup beralasan, sebab berdasarkan data dari Bank Indonesia (2006a), nilai transaksi dari kartu kredit (ntkk) dan kartu debet (ntkd) yang menggambarkan permintaan uang untuk transaksi sangat kecil jika dibandingkan dengan peredaran uang riil di masyarakat (baik dalam bentuk M1 maupun uang tunai). Gambaran mengenai hal ini dapat dilihat dalam Gambar 5.1 di bawah ini 0.8 0.7 0.6
ntkk/m1
0.5
ntkd/m1
0.4 0.3 0.2
ntatm/m1 ntkk/tunai ntkd/tunai ntatm/tunai
0.1
20 00 20 M3 00 20 M8 01 20 M1 0 20 1 M 01 6 M 20 11 02 20 M4 02 20 M9 03 20 M2 0 20 3 M 03 7 M 20 12 04 20 M 04 5 M 20 10 05 20 M3 05 M 8
0
Sumber: Bank Indonesia (2006a) diolah
Gambar 5.1. Perkembangan Perbandingan Nilai Transaksi APMK dengan Peredaran Uang di Indonesia (Maret 2000 – Agustus 2005)
74
Kondisi masyarakat Indonesia belum mengarah kepada less-cash society yang ditandai dengan antara substitusi uang tunai dengan APMK di Indonesia belum terjadi seperti yang diharapkan oleh Bank Indonesia. Penggunaan kartu debet dan kartu kredit oleh masyarakat Indonesia untuk transaksi masih sebagai komplementer dari penggunaan uang tunai. Contoh kongkretnya, apabila masyarakat tidak memiliki uang cukup untuk membeli barang kebutuhannya, maka pada saat itu masyarakat baru menggunakan kartu kredit atau debet. Pengaruh kartu debet dan kartu kredit yang tidak signifikan juga bisa terjadi karena pengguna kedua kartu tersebut jika dibandingkan dengan pengguna kartu ATM sangat kecil. Kepemilikan dan penggunaan ATM telah memasyarakat, sebab kartu ini menjadi kebutuhan penting bagi setiap nasabah (yang berasal dari seluruh lapisan masyarakat) untuk mengamankan uangnya dan atau menarik uang mereka dari tabungan apabila dibutuhkan. Pengguna kartu kredit dan kartu debet hanya terbatas pada segmentasi masyarakat tertentu saja, yaitu masyarakat yang memiliki status sosial ekonomi menengah ke atas. Sebagaimana diketahui, bahwa kartu debet maupun kartu kredit lazim dipergunakan dalam melakukan pembelanjaan barang-barang konsumsi tertentu (sekunder dan tersier). Selain itu, penggunaan kartu kredit harus memperhatikan unsur bunga kredit. Semakin tinggi bunga kredit konsumsi maka masyarakat cenderung menurukan penggunaan kartu kredit. Sebagaimana diketahui, sifat penggunaan kartu kredit ialah bank membayar terlebih dahulu transaksi yang dilakukan pengguna. Selanjutnya, pengguna tersebut harus membayar “utang”-nya ditambah bunga kredit yang ditetapkan kepada bank atau lembaga penerbit.
75
Nilai Perbandingan
0.14 0.12 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02
20 00 2 0 M3 0 20 0M 00 7 M 20 11 01 20 M3 0 20 1M 01 7 M 20 11 02 20 M3 0 20 2M 02 7 M 20 11 03 2 0 M3 0 20 3M 03 7 M 20 11 04 20 M3 0 20 4M 04 7 M 20 11 05 20 M3 05 M 7
0
Waktu vtkd/vtatm
vtkk/vtatm
Sumber: Bank Indonesia (2006a) diolah
Gambar 5.2. Perkembangan Perbandingan Volume Transaksi APMK di Indonesia (Maret 2000 – Agustus 2005) 5.2.2. Pengaruh Variabel-Variabel Makroekonomi
Variabel makroekonomi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pertumbuhan GDP, elastisitas dari nilai tukar, inflasi, dan suku bunga SBI 30 hari. Hasil estimasi pada Tabel 5.4, menunjukkan gejala yang cukup menarik dari pengaruh variabel makroekonomi terhadap permintaan uang di Indonesia. Dengan taraf nyata sebesar 10 persen, hanya pendapatan nasional saja yang merupakan indikator yang mempengaruhi permintaan uang M1 riil dan uang tunai riil. Dalam jangka panjang indikator makroekonomi yang mempengaruhi permintaan uang M1 adalah pendapatan nasional, SBI, serta inflasi. Sedangkan indikator makroekonomi yang mempengaruhi pemintaan uang tunai hanya pendapatan nasional saja. Pendapatan nasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan uang M1 dan uang tunai. Peningkatan 1 persen GDP akan meningkatkan
76
permintaan uang M1 riil sebesar 1,05 persen. Sedangkan peningkatan 1 persen GDP akan meningkatkan permintaan uang tunai riil sebesar 1,57 persen. Kondisi ini sesuai dengan teori kuantitas permintaan uang. Peningkatan GDP akan meningkatkan daya beli masyarakat dan agen ekonomi terhadap barang-barang kebutuhannya. Implikasinya, jumlah uang yang mereka minta akan semakin besar. Kondisi ini dapat dijelaskan dalam persamaan berikut ini MxV=PxY
(5.2)
dimana: M
= permintaan uang riil di masyarakat
V
= perputaran uang yang beredar
P
= tingkat harga
Y
= pendapatan nasional Apabila suku bunga SBI meningkat sebesar 1 persen akan menurunkan
permintaan uang M1 sebanyak 0.01 persen. Keadaan ini sesuai dengan teori kuantitas permintaan uang. Peningkatan SBI akan meningkatkan biaya imbangan masyarakat untuk memegang uang. Masyarakat akan lebih cenderung untuk menyimpan uangnya di bank (tabungan, giro, dll) atau dalam bentuk aset keuangan lainnya (seperti obligasi, reksadana, dll). Hal ini sesuai dengan teori ekonomi tentang permintaan uang. Peningkatan suku bunga akan membuat tiap individu dalam perekonomian berekspektasi bahwa suku bunga akan menurun di masa yang akan datang. Sehingga mereka lebih senang untuk menyimpan uangnya di bank.
77
Peningkatan inflasi sebesar 1 persen akan mengakibatkan peningkatan permintan uang M1 sebesar 0,79 persen. Kondisi ini bisa dijelaskan dari efek konsumsi masyarakat. Peningkatan inflasi menunjukkan semakin tinggi indeks harga, sehingga semakin kecil daya beli uang (Rachmat, 2005). Peningkatan harga-harga secara serentak berimplikasi pada meningkatnya uang tunai yang harus dimiliki oleh masyarakat untuk membeli barang-barang kebutuhan konsumsi yang sama dengan sebelum inflasi terjadi.
5.3. Hasil Estimasi Jangka Pendek
Jika variabel-variabel dalam penelitian stasioner dan telah terkointegrasi pada derajat yang sama, maka penelitian dapat dilanjutkan pada estimasi model jangka pendek dinamis. Model permintaan uang jangka pendek dalam penelitian ini diestimasi dengan menggunakan ECM. Hasil estimasi ECM digunakan untuk melihat perilaku jangka pendek dari persamaan regresi dengan mengestimasi dinamika ECT, yaitu U_1(-1) dan U_2 (-1). Salah satu keunggulan dari ECM pada penelitian ini ialah model ini dapat melakukan formulasi pengkoreksian kesalahan dinamik hubungan jangka panjang antara jumlah uang yang diminta dengan penggunaan APMK dalam persamaan yang menangkap variasi dan dinamika dalam jangka pendeknya dengan baik. Adapun hasil estimasi jangka pendek lengkap dari pengaruh penggunaan APMK terhadap permintaan uang dapat dilihat dalam Lampiran 6 dan Lampiran 7. Ringkasan dari hasil estimasi tersebut ditunjukkan dalam Tabel 5.6 di bawah ini.
78
Tabel 5.6. Estimasi Jangka Pendek Pengaruh APMK terhadap Permintaan Uang di Indonesia yang Belum Direstriksi Dependen Variabel : DLNM1 Variabel Koef. t-Stat. DLNM1(-1) 0.4596 2.397 DLNM1(-2) -0.2000 -0.779 DLNGDP 2.0622 3.363 DLNGDP(-1) -2.2204 -2.975 DLNGDP(-2) 1.9458 2.884 DSBI 0.0378 2.071 DSBI(-1) -0.0106 -0.470 DSBI(-2) -0.0315 -1.884 DLNE -0.3971 -2.564 DLNE(-1) -0.4146 -2.591 DLNE(-2) 0.1997 1.309 DLNCPI -1.4494 -1.996 DLNCPI(-1) 0.6118 1.088 DLNCPI(-2) 1.4049 2.384 DLNVTKK 0.0707 1.141 DLNVTKK(-1) 0.0687 0.749 DLNVTKK(-2) 0.5384 0.886 DLNVTKD -0.0946 -3.029 DLNVTKD(-1) -0.0442 -1.322 DLNVTKD(-2) 0.0602 1.845 DLNVTATM -0.0322 -1.026 DLNVTATM(-1) -0.1307 -2.868 DLNVTATM(-2) -0.1583 -3.105 U_1(-1) -0.9521 -3.140 R-squared 0.9530
Dependen Variabel : DLNTUNAI Variabel Koef. t-Stat. DLNTUNAI(-1) 0.2533 0.781 DLNM1(-2) 0.3577 1.057 DLNGDP 2.7608 1.363 DLNGDP(-1) -2.7110 -0.906 DLNGDP(-2) 0.7424 0.307 DSBI 0.0414 0.978 DSBI(-1) -0.0114 -0.183 DSBI(-2) 0.0019 0.031 DLNE -1.3075 -2.293 DLNE(-1) -0.2753 -0.429 DLNE(-2) 0.0952 0.174 DLNCPI 0.5745 0.181 DLNCPI(-1) 1.8382 0.911 DLNCPI(-2) 0.2667 0.113 DLNVTKK 0.0367 0.180 DLNVTKK(-1) 0.2806 1.062 DLNVTKK(-2) 0.1238 0.603 DLNVTKD -0.1291 -1.019 DLNVTKD(-1) -0.1689 -1.438 DLNVTKD(-2) 0.0164 0.144 DLNVTATM -0.0553 0.461 DLNVTATM(-1) -0.2617 -1.323 DLNVTATM(-2) -0.3064 -1.509 U_2(-1) -1.3959 -2.985 R-squared 0.8242
Keterangan: U_1 = LNM1 - β0 - β1GGDP - β2GSBI - β3LNE - β4INFLASI - β5LNVTKK – β6LNVTKD - β7LNVTATM U_2 = LNTUNAI - β0 - β1GGDP - β2GSBI - β3LNE - β4INFLASI - β5LNVTKK – β6LNVTKD - β7LNVTATM
Thomas (1997) mengungkapkan bahwa di dalam model pengkoreksian kesalahan (ECM) jika ada variabel yang tidak nyata dapat dibuang sehingga dapat meningkatkan efisiensi estimasi. Berdasarkan atas hal tersebut, maka hasil estimasi persamaan regresi pengaruh APMK terhadap permintaan uang jangka
79
pendek dapat juga dilakukan dengan merestriksi variabel-variabel yang secara signifikan berpengaruh. Adapun hasil estimasi tersebut dapat dapat dijelaskan dalam Tabel 5.7 berikut ini. Tabel 5.7. Estimasi Jangka Pendek Pengaruh Penggunaan APMK terhadap Permintaan Uang di Indonesia yang Telah Direstriksi Dependen Variabel : DLNM1 Variabel Koef. t-Stat. DLNM1(-1) DLNGDP DLNGDP(-1) DLNGDP(-2) DLNE DLNE(-1) DLNCPI(-2) DLNVTKD DLNVTATM(-1) DLNVTATM(-2) U_1(-1) R-squared
0.3575 2.1562 -2.5332 1.7538 -0.3447 -0.2695 1.0914 -0.0513 -0.0943 -0.0815 -1.0764
Dependen Variabel : DLNTUNAI Variabel Koef. t-Stat.
2.033 DLNE 3.744 U_2(-1) -2.988 2.870 -2.455 -1.926 2.589 -1.763 -2.441 -2.093 -5.231 0.7562 R-squared
-2.0981 -0.5933 -0.9430 -5.0293
0.4490
Keterangan: U_1 = LNM1 - β0 - β1GGDP - β2GSBI - β3LNE - β4INFLASI - β5LNVTKK – β6LNVTKD - β7LNVTATM U_2 = LNTUNAI - β0 - β1GGDP - β2GSBI - β3LNE - β4INFLASI - β5LNVTKK – β6LNVTKD - β7LNVTATM
Kedua parameter error correction term dalam Tabel 5.7 di atas adalah signifikan pada taraf nyata 10%. Hal ini mengindikasikan adanya hubungan jangka pendek seluruh parameter dalam penelitian. Hubungan negatif dalam kedua koefisien di atas memperlihatkan penyesuaian dari ketidakseimbangan pada pasar perbankan (kartu ATM, kartu debet, dan kartu kredit). Semakin besar koefisien ECT ini mengindikasikan semakin besarnya respons dari pengaruh jangka waktu sebelumnya pada keseimbangan jangka panjang. Dalam penelitian ini, kedua koefisien ECT temasuk kecil 1,07 persen dan 0,94 persen. Artinya
80
permintaan M1 dan uang tunai tidak terlalu responsif terhadap error di waktu sebelumnya, ketidakseimbangan di pasar perbankan dikoreksi dengan lambat.
5.3.1. Pengaruh Variabel Volume Transaksi APMK
Pengaruh penggunaan kartu debet dan ATM yang memakai proxy volume transaksi APMK ternyata berbeda antara M1 dan uang tunai. Berdasarkan Tabel 5.7, dalam jangka pendek penggunaan kartu debet dan ATM dapat mempengaruhi permintaan uang M1 rill, sedangkan penggunaan kartu kredit ternyata tidak signifikan. Sementara itu penggunaan APMK sama sekali tidak mempengaruhi permintaan uang tunai masyarakat dalam jangka pendek. Penggunaan kartu debet mempengaruhi permintaan uang M1 secara negatif dan signifikan pada taraf nyata 10 persen. Kenaikan 1 persen dari perubahan volume transaksi kartu debet akan menurunkan perubahan permintaan uang M1 dalam jangka pendek sebesar 0.051 persen. Kondisi ini sesuai dengan fakta yang ada dimana peningkatan masyarakat memiliki insentif untuk menggunakan kartu kredit, akan menurunkan demand deposit dan saldo simpanan masyarakat di bank. Sebagaimana diketahui sifat dari penggunaan kartu debet ialah bank akan mendebet saldo simpanan nasabah ketika masyarakat melakukan transaksi dengan kartu debet. Penggunaan bisa multifungsi, ada yang digunakan untuk membayar langsung di gerai pusat perbelanjaan, ada pula yang bisa difungsikan sebagai kartu ATM di mesin ATM. Perubahan penggunaan kartu ATM pada satu dan dua bulan sebelumnya mempengaruhi permintaan uang M1 riil secara negatif dan signifikan pada taraf nyata 10 persen. Kenaikan 1 persen dari perubahan volume transaksi kartu ATM
81
pada lag satu akan menurunkan permintaaan uang M1 riil jangka pendek sebesar 0.094 persen. Sementara itu, kenaikan 1 persen dari perubahan volume transaksi kartu ATM pada lag dua akan menurunkan permintaaan uang M1 riil jangka pendek sebesar 0.081 persen Hal tersebut mengindikasikan bahwa perubahan volume transaksi kartu ATM pada satu dan dua bulan sebelumnya mempengaruhi ekspektasi masyarakat dalam mempergunakan kartu kredit dan meningkatkan permintaan uang rill M1. Posisi demand deposit dan saldo simpanan nasabah di Bank akan semakin berkurang seiring dengan meningkatnya insentif masyarakat untuk melakukan penarikan uang di ATM.
5.3.2. Pengaruh Variabel-Variabel Makroekonomi
M1 (broad money) merupakan salah satu indikator moneter agregat yang sangat dipengaruhi oleh indikator makroekonomi. Sebagaimana diperlihatkan dalam Tabel 5.7, pengaruh variabel makroekonomi yang digunakan dalam penelitian ini dalam jangka pendek hanya mempengaruhi permintaan M1 masyarakat dan tidak mempengaruhi permintaan uang tunai yang diminta masyarakat. Variabel yang mempengaruhi permintaan M1 riil signifikan adalah perubahan produk domestik bruto (GDP), perubahan nilai tukar serta perubahan inflasi. Adapun variabel inflasi ternyata tidak signifikan berpengaruh. Dalam jangka pendek perubahan GDP memberikan hasil pengaruh yang bervariasi terhadap permintaan uang M1. Kenaikan 1 persen dari GDP akan meningkatkan perubahan permintaan uang M1 sebesar 2.156 persen. Kenaikan 1 persen dari produk domestik bruto pada satu bulan sebelumnya akan menurunkan permintaan uang M1 sebesar 2.533 persen. Sementara itu, kenaikan 1 persen dari
82
GDP pada dua bulan sebelumnya akan meningkatkan perubahan permintaan uang M1 sebesar 2.156 persen. Kondisi ini sesuai dengan teori ekonomi yang ada dimana peningkatan pendapatan nasional akan meningkatkan permintaan uang riil. Peningkatan pendapatan ini merangsang masyarakat untuk meningkatkan konsumsinya sehingga meminta uang tunai lebih banyak. Sementara itu, perubahan nilai tukar berpengaruh negatif dan signifikan terhadap permintaan uang tunai riil di masyarakat dalam jangka pendek. Kenaikan 1persen nilai tukar Rp/$ (depresiasi nilai tukar rupiah) akan menurunkan perubahan permintaan uang M1 sebesar 0.34 persen. Sedangkan, kenaikan 1 persen nilai tukar Rp/$ (depresiasi nilai tukar rupiah) pada satu bulan sebelumnya (lag pertama) akan menurunkan perubahan permintaan uang M1 sebesar 0.27 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa kepemilikan mata uang asing ($) merupakan salah satu pilihan aset yang dapat dimiliki masyarakat selain dalam bentuk portofolio (Marashdesh, 1997). Ketika nilai tukar rupiah terdepresiasi, maka masyarakat akan cenderung untuk memegang $, sementara itu masyarakat asing cenderung untuk melepas rupiah untuk kepentingan profit taking.
5.3.3. Uji Kebaikan ECM
Uji kebaikan model pengkoreksian kesalahan bertujuan untuk mendeteksi adanya pelanggaran asumsi klasik OLS seperti masalah multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas. Kebaikan model dianalisis dengan menggunakan pengujian Breusch-Godfrey Serial Correlation LM
untuk
uji
autokorelasi, dan Histogram-Normality Test untuk uji normalitas. Sedangkan
83
untuk uji heteroskedastisitas dilakukan melalui Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (ARCH)-LM Test serta White-Heteroscedasticity Test. Tabel 5.8. Hasil Uji Heteroskedastisitas ARCH-LM Variabel Dependen DLNM1 DLNTUNAI White-Heteroscedasticity Variabel Dependen DLNM1 DLNTUNAI Berdasarkan
hasil
dari
Obs*R-Squared 0.259881 0.045929
Probability 0.610202 0.830305
Obs*R-Squared 21.39830 6.97878
Probability 0.496259 0.137595
pengujian
Autoregressive
Conditional
Heteroscedasticity (ARCH-LM) dan White-Heteroscedasticity, Kedua model dinamis permintaan uang di atas ternyata tidak mengandung masalah heteroskedastisitas. Hal ini diperlihatkan pada Tabel 5.8 dimana nilai probabilitas Obs*R-squared yang lebih besar dari taraf nyata 10 persen. Hasil pengujian lengkapnya dapat dilihat dalam Lampiran 10 dan Lampiran 11. Tabel 5.9. Hasil Uji Autokorelasi dengan Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test Variabel Dependen DLNM1 DLNTUNAI
Obs*R-Squared 3.635057 1.182154
Probability 0.162427 0.553730
Sedangkan berdasarkan Tabel 5.9 di atas diperoleh hasil bahwa kedua model dalam penelitian ini terbebas dari masalah autokorelasi. Jika model ECM probabilitasnya kurang dari α = 10 persen, maka berarti tidak memenuhi kriteria hipotesis nol (tidak ada autokorelasi). Namun, dalam penelitian ini berdasarkan Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test, dimana nilai probabilitasnya kedua
84
model persamaan di atas yang lebih besar dari taraf nyata 10 persen. Hasil pengujian lengkapnya dapat dilihat dalam Lampiran 12 dan Lampiran 13. Tabel 5.10. Hasil Uji Normalitas Variabel Dependen DLNM1 DLNTUNAI
Jarque-Bera 1.080127 3.940743
Probability 0.582711 0.139405
Selanjutnya dilakukan uji normalitas dari residual persamaan tersebut. Uji ini dilakukan untuk memeriksa apakah error term kedua model persamaan mendekati distribusi normal. Berdasarkan Tabel 5.10 di atas hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa error term terdistribusi secara normal pada model permintaan uang M1 dan uang tunai. Hal ini ditandai dengan nilai probabilitasnya yang lebih besar dari taraf nyata 10 persen. Hasil pengujian lengkapnya dapat dilihat dalam Lampiran 14 dan Lampiran 15.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan Sistem pembayaran dan alat pembayaran telah mengalami evolusi yang cukup lama. Kini dalam pasar perbankan yang semakin berkembang, telah muncul alat pembayaran yang menawarkan banyak kemudahan dan keuntungan seperti kartu kredit, kartu debet, dan kartu ATM. Perkembangan ini dapat berimplikasi pada kebijakan bank sentral dalam menyesuaikan kebijakan moneternya, sebab perlahan namun pasti perumusan kembali tentang kuantitas uang (M1, M2) harus segera dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengestimasi hubungan jangka pendek dan jangka panjang antara penggunaan APMK terhadap permintaan uang M1 dan uang tunai yang diedarkan di masyarakat dalam jangka waktu Maret 2003 hingga Agustus 2005. Pengaruh variabel makroekonomi (GGDP, GSBI, inflasi, nilai tukar) sebagai standar teori permintaan uang merupakan starting point dalam penelitian ini. Terdapat pengaruh yang berbeda antara penggunaan APMK non-tunai (kartu kedit dan kartu debet) dan kartu ATM terhadap permintaan uang. Hasil penelitian ini membuktikan adanya hubungan jangka panjang antara penggunaan ATM terhadap permintaan uang M1 dan uang tunai. Sementara itu, penggunaan kartu kredit dan debet tidak signifikan mempengaruhi permintaan uang M1 dan uang tunai. Perbedaan ini terjadi karena intensitas volume dan nilai transaksi kartu
86
ATM jauh lebih tinggi daripada kartu kredit dan kartu debet. Selain itu, pengguna kartu ATM jauh lebih besar daripada pengguna kartu kredit dan kartu debet. Hasil berbeda ditunjukkan dalam jangka pendek pengaruh APMK terhadap permintaan uang M1 dan uang tunai. Perubahan permintaan terhadap M1 hanya dipengaruhi oleh perubahan penggunan kartu ATM dan kartu debet. Sedangkan perubahan permintaan uang tunai tidak dipengaruhi oleh penggunaan APMK. Dalam model permintaan uang dinamis jangka pendek juga terlihat bahwa ketidakseimbangan di pasar uang mempunyai pengaruh yang kecil terhadap permintaan uang di Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa pengaruh ketidakseimbangan pasar perbankan pada waktu sebelumnya relatif kecil. Ketidakseimbangan pada pasar perbankan dikoreksi dengan lambat.
5.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian di atas telah dibuktikan bahwa keberadaan APMK (kartu kredit dan kartu debet) dan ATM berpengaruh secara nyata terhadap permintaan uang. Tentunya, bagi bank sentral (khususnya Bank Indonesia) hal ini akan berdampak secara fundamental kepada kebijakan moneter yang diambilnya. Konsekuensinya, bank sentral perlu mendefinisikan ulang kembali mengenai pengukuran kuatitas uang dengan mengakomodir keberadaan APMK seperti kartu kredit, debet dan ATM. APMK telah terbukti dapat memberikan efektifitas, efisiensi serta keamanan dalam sistem pembayaran di masyarakat serta dunia keuangan pada umumnya. Bank sentral bekerja sama dengan dunia perbankan perlu mempromosikan penggunaan APMK kepada masyarakat luas. Sebab diyakini bahwa potensi
86
87
APMK masih sangat besar karena jumlah pemegang kartu kredit, kartu debet serta kartu ATM dari tahun ke tahun mengalami pertumbuhan. Hal itu didukung oleh peningkatan infrastruktur dan teknologi dari sistem pembayaran yang bernominal kecil tersebut. Bagi bank sentral, promosi penggunaan APMK ini perlu ditunjang dengan adanya peraturan yang menunjang. Peraturan itu harus mengakomodir teknis operasional, aspek hukum serta perlindungan konsumen dengan adanya APMK ini.
87
DAFTAR PUSTAKA Bank Indonesia. 2006a. Data Base APMK. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran, Jakarta. _____________. 2006b. “Overview Sistem Pembayaran Nasional di Indonesia”. www.bi.go.id/biweb/utama/publikasi/upload/sistem-pembayaran.pdf [19 Februari 2006] Bolt, W, D. B.Humphrey dan R. Uittenbogaard. 2005. “The Effect of Trancation Pricing on the Adoption of Electronic Payments: A Cross-Country Comparison”. Working Paper Research Department Federal Reserve Bank of Philadelphia, 05-28. Enders.W. 1995. Applied Econometric Time Series. John Wiley & Sons,Inc, USA. Global Insight. 2003. The Virtuous Circle: Electronic Payments and Economic Growth. Visa International & Global Insight, California. Greenspan, A. 1996. “Remarks on Evolving System Issues”. Journal of Money, Credit and Banking, 28: 689-695. Gujarati, D. 1997. Ekonomometrika Dasar. Zain dan Sukarno [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Hannan, T. H., E. K. Kiser, R. A. Prager, dan J. J. McAndrews. 2001. “To Surcharge or Not to Surcharge: An Empirical Investigation of ATM Pricing”. Review of Economics and Statistic, 85-4 (November 2001): 9901002. Humphrey, D B., L. B. Pulley, dan J. M. Vessala. 1996. “Cash, Paper, and Electronic Payments: A Cross-Country Analysis”. Journal of Money, Credit and Banking, 28: 914-939. _______________, R. Keppler dan F. Montes-Negret. 1997. “Cost Recovery and Pricing of Payments Services: Theory, Methods, and Experience”. World Bank Policy Research Working Paper. 1833. _______________, B. Vale, dan M. Kim, 2001. “Realizing the Gains from Electronic Payments: Costs, Pricing, and Payment Choice”, Journal of Money, Credit and Banking. 33: 216-234. _______________, M. Willeson, T. Lindblom, dan G. Bergendahl. 2003. “What does it Cost to Make a Payment?”. Review of Network Economics, 2/2: 159-174.
89
Jitsuchon, S. dan T. Khiaonarong. 2003. “Payment Income, Cost and Usage in Thailand”. Payment System Pricing and Usage. Julaihah, U. dan Insukindro. 2004. “Analisis Dampak Kebijakan Moneter terhadap Variabel Makroekonomi di Indonesia Tahun 1983.1 – 2003.2”. Buletin Ekonomi dan Perbankan. Volume 7, Nomor 2. Listfield, R. dan F. Montes-Negret. 1994. “Modernizing Payment System in Emerging Economies”. World Bank Policy Research Working Paper, 1336. Mahisya, F. E.. 2004. Analisis Permintaan Ekspor CPO Indonesia: Suatu Pendekatan Error Correction Model. [Skripsi]. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Marashdesh, O. The Demand for Money in an Open Economy: the Case of Malaysia. Di dalam: Southern Finance Association Annual Meeting, 19 – 22 November 1997, Baltimore, Maryland, Amerika Serikat. McAndrews, J. 2001. “A Model of ATM Pricing: Foreign Fees and Surcharge.” Federal Reserve of Bank New York Working Paper. Mishkin, F. S. 2001. The Economic of Money Banking, and Financial Markets. Sixth Edition. Addison Wesley Longman: Columbia University, Columbia. Pariwat, S. dan R. Hataiseree. 2004. The Use of Cash, Cheque, and Electronic Payment Services in Thailand: Changes and Challenges for Efficiency Enhancement. Di dalam: Payment Systems Group Workshop; Bangkok, 19 Agustus 2003, Bangkok: Bank of Thailand. Pasaribu, S. H. 2003. “Eviews untuk Analisis Runtut Waktu (Time Series Analysis”. Departemen Ilmu Ekonomi:Institut Pertanian Bogor, Bogor. Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/30/PBI/2004 tentang Penyelenggaraan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu. Purusitawati, P. D. 2000. Role de la Veille Technologique / d’Intelligence Economique pour le Developpement du Systeme de Paiement en Indonesie (un travail pour la Banque Centrale d’Indonesie). [Tesis]. Marseille. Faculte des Sciences et Techniques de Saint Jerome Universitie de Detroit d’Economie et de Science d’Aix Marseille. Rachmat, W. 2005. Pengaruh Jumlah Anjungan Tunai Mandiri (ATM) terhadap Permintaan Uang di Indonesia. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.
90
Reserve Bank of Malawi. 2004. “Currency in Circulation in Malawi”. Research and Statistic Department Working Paper. Rinaldi, L. 2001. “Payments Cards and Money Demand in Belgium”. CES Discussion Paper KULeuven. DPS 01.16. Romayani, D. 2005. Analisis Permintaan Uang dan Inflasi di Indonesia. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Snellman, J. dan J. Vessala. 1999. “Forecasting the Electronification of Payments with Learning Curves”. Bank of Finland Discussion Paper. 8/99. Sriram, S. S. 1999. “Survey of Literature on Demand for Money: Theoritical and Empirical Work with Special Reference to Error-Correction Models”. IMF Working Paper. WP/99/64. Stavins, J. dan P. W. Bauer. 1997. “The Effect of Pricing in Federal Reserve ACH Payment Processing”. Working Paper Federal Reserve Bank of Boston. 97-6. Stix, H. 2002. “How do Debit Cards Affect Cash Demand? Survey Data Evidence”. Empirica. 31(2):93:115. Sukardi, L. 1997. “Perbankan Tanpa Bentuk Pasca 2020”. [Kontan Online]. www.kontan.com [27 April 2006] Thomas, R. L.. 1997. Modern Econometrics an Introduction. Addison Wesley Longman, England. Thornton, D. L. 1983. “Why Does Velocity Matter?”. Federal Reserve Bank of St. Louis Working Paper. Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Valverde, S. C, D.B. Humphrey, dan R. Lopez del Paso. 2003. “Effects of ATM and Electronic Payments on Banking Costs: The Case Spanish Banking”. Documento de Trabajo. 177. Warjiyo, P. 2006. Non-Cash Payments and Monetary Policy Implications in Indonesia. Di dalam: Bank Indonesia. Seminar Internasional “Toward Less Cash Society in Indonesia”; Jakarta, 17 Mei 2006 – 18 Mei 2006. Jakarta: Bank Indonesia.
91
Yilmazkuday, H. 2006. “The Effects of Credit and Debit Cards On the Money Demand of a Small Open Economy”. Preliminary journal .
93
Lampiran 1. Data-Data Penelitian Tahun
NTKK
NTATM
NTKD
M1
TUNAI
Y
SBI
2003M1
1938.52
29914.116
922
180,112
-179190.
328626.8
12.69
2003M2
2256.858
26564.905
854
181,530
-180676.
329170.2
12.24
2003M3
2246.63
27910.07
849
181,239
-180390.
329994.7
11.4
2003M4
1922.85
25207.62
720
182,963
-182243.
330796.8
11.06
2003M5
2068.59
29444.3
862
191,707
-190845.
332181.6
10.44
2003M6
2162.52
29047.99
844
194,878
-194034.
335207
9.53
2003M7
2111.99
30299.21
882
196,589
-195707.
339756.2
9.1
2003M8
2176.66
30992.19
893
201,859
-200966.
344712.7
9.1
2003M9
2608.88
33680.23
931
207,587
-206656.
347784.7
8.66
2003M10
2264.61
32781.64
900
212,614
-211714.
347120.7
8.48
2003M11
2329.35
33185.04
907
224,318
-223411.
344086.3
8.48
2003M12
2799.77
34962.06
989
223,799
-222810.
340487.4
8.31
2004M1
2278.49
35437.22
1,073
216,343
-215270.
339060.4
7.86
2004M2
3088.72
37440.05
1,827
219,033
-217206.
339367.9
7.48
2004M3
2776.77
37879.09
1,784
219,086
-217302.
341903.3
7.42
2004M4
2434.79
33002.67
1,679
215,447
-213768.
346204.8
7.33
2004M5
2943.11
38957.62
2,524
223,691
-221167.
351548.1
7.32
2004M6
2781.04
57894.89
2,459
233,276
-230817.
356253.4
7.34
2004M7
2929.49
39227.37
2,582
238,059
-235477.
359521.8
7.36
2004M8
3061.91
41831.92
2,714
238,959
-236245.
362633.5
7.37
2004M9
3309.5
47923.19
2,950
240,911
-237961.
367749.4
7.39
2004M10
3319.18
22012.471
3,034
247,603
-244569.
374564.1
7.41
2004M11
3170.28
22330.768
3,032
250,221
-247189.
380764
7.41
2004M12
3166.3443
24216.04
3,409
253,818
-250409.
381569.4
7.43
2005M1
3454.35
21211.6
3,049
248,175
-245126.
375574.3
7.42
2005M2
4300
29452
3,497
250,433
-246936.
366855.6
7.43
2005M3
3555.8007
51301.419
3,355
250,492
-247137.
362864.2
7.44
2005M4
3248.5192
48724.077
3,150
246,296
-243146.
369458.5
7.7
2005M5
3864.3526
55435.489
3,533
252,500
-248967.
382116.9
7.95
2005M6
3590.0713
53655.318
3,518
267,635
-264117.
394725.6
8.25
2005M7
3825.6394
56693.633
3,738
266,870
-263132.
400008.1
8.49
2005M8
3527.8053
53050.454
3,488
274,841
-271353.
400440.1
9.51
Keterangan: NTKK NTATM NTKD TUNAI Y SBI
= Nilai Transaksi Kartu Kredit (RP M) = Nilai Transaksi Kartu ATM (RP M) = Nilai Transaksi Kartu Debit (RP M) = Uang kartal yang beredar di Masyarakat = Gross Domestik Product = Suku Bunga Bank Indonesia
94
Lampiran 1. (Lanjutan) Tahun
E
CPI(02=100)
LNM1
LNGDP
LNE
LNTUNAI
2003M1
8876
105.34449
12.101334
12.70267804
9.0911063
11.033243
2003M2
8905
105.55035
12.109176
12.70433022
9.0943682
11.014424
2003M3
8908
105.30636
12.107572
12.70683187
9.094705
10.955951
2003M4
8675
105.46648
12.117039
12.70925957
9.0682006
10.983613
2003M5
8279
105.68759
12.163723
12.71343709
9.0214775
11.022654
2003M6
8285
105.78671
12.180129
12.72250353
9.0222019
11.034793
2003M7
8505
105.82102
12.188871
12.73598358
9.0484095
11.040711
2003M8
8535
106.71309
12.215325
12.7504666
9.0519306
11.081204
2003M9
8389
107.09813
12.243306
12.75933889
9.0346766
11.092976
2003M10
8495
107.68903
12.267234
12.75742784
9.047233
11.136908
2003M11
8537
108.77172
12.32082
12.74864778
9.0521649
11.320141
2003M12
8465
109.78959
12.318504
12.7381334
9.0436953
11.242939
2004M1
8441
110.45
12.28462
12.73393354
9.0408561
11.231053
2004M2
8447
110.43
12.296978
12.73484005
9.0415666
11.183991
2004M3
8587
110.83
12.29722
12.74228323
9.0580047
11.176179
2004M4
8661
111.91
12.28047
12.75478579
9.0665855
11.227295
2004M5
9210
112.9
12.318021
12.77010182
9.1280451
11.218809
2004M6
9415
113.44
12.359978
12.78339755
9.1500594
11.309401
2004M7
9168
113.88
12.380274
12.79253009
9.1234744
11.307597
2004M8
9328
113.98
12.384047
12.80114796
9.1407759
11.300314
2004M9
9170
114
12.392183
12.81515701
9.1236926
11.3258
2004M10
9090
114.64
12.419582
12.83351823
9.1149302
11.387782
2004M11
9018
115.66
12.4301
12.84993504
9.1069779
11.352463
2004M12
9290
116.86
12.444373
12.85204803
9.1366938
11.425569
2005M1
9165
118.53
12.421889
12.8362116
9.1231472
11.334086
2005M2
9260
118.33
12.430947
12.81272359
9.1334593
11.311017
2005M3
9480
120.59
12.431182
12.80178394
9.1569396
11.299633
2005M4
9570
121
12.414289
12.8197937
9.1663885
11.344743
2005M5
9495
121.25
12.439167
12.85348186
9.1585206
11.326331
2005M6
9713
121.86
12.497379
12.88594612
9.1812205
11.383079
2005M7
9819
122.81
12.494517
12.89924008
9.1920746
11.422585
2005M8
10240
123.48
12.523948
12.90031947
9.2340569
11.402128
Keterangan: E
= Nilai Tukar.
95
Lampiran 1. (Lanjutan) Tahun
JPKK
JPKD
JPATM
LNJPKK
LNJPKD
LNJPATM
2003M1
4145266
11951917
22138070
15.23747752
16.296402
16.912809
2003M2
4206131
12023005
22251114
15.25205378
16.302332
16.917903
2003M3
4162876
12115319
22474977
15.24171674
16.309981
16.927913
2003M4
4223687
11949102
22731864
15.256219
16.296167
16.939278
2003M5
4321810
11982456
22935232
15.27918485
16.298954
16.948185
2003M6
4365600
12015063
23090705
15.28926619
16.301672
16.954941
2003M7
4389084
12100493
23561911
15.29463111
16.308757
16.975142
2003M8
4436561
11709940
23921443
15.30539008
16.275949
16.990286
2003M9
4286966
11423684
24328087
15.27108981
16.251199
17.007142
2003M10
4275386
6044436
18496648
15.26838495
15.614649
16.7331
2003M11
4353568
6059626
20279707
15.2865063
15.617159
16.825131
2003M12
4515624
6101369
20475786
15.32305394
15.624024
16.834754
2004M1
4423052
6140548
20898490
15.30234051
15.630425
16.855187
2004M2
4462870
6200361
21044315
15.31130261
15.640118
16.862141
2004M3
4501582
6251241
20573340
15.31993945
15.648291
16.839507
2004M4
4543605
6125347
20723970
15.32923131
15.627946
16.846802
2004M5
4647625
6334661
21035211
15.35186689
15.661547
16.861708
2004M6
4701143
6397808
21919620
15.36331623
15.671466
16.902893
2004M7
4793968
6446735
22635411
15.38286902
15.679084
16.935026
2004M8
4896749
6477691
22631318
15.40408207
15.683875
16.934845
2004M9
5023294
6508883
23059237
15.42959645
15.688678
16.953577
2004M10
5068555
6544095
23573188
15.43856633
15.694074
16.975621
2004M11
5324017
6542865
25319996
15.48773865
15.693886
17.047105
15.53281
15.778316
16.988632
2005M1
5577892
6573699
26529065
15.53432149
15.698587
17.093751
2005M2
5690029
6601875
26047722
15.5542259
15.702864
17.075441
2005M3
5806259
6645723
26845065
15.57444703
15.709484
17.105593
2005M4
5895928
6624381
26992058
15.5897725
15.706267
17.111053
2005M5
5944616
6650950
27389415
15.59799649
15.71027
17.125667
2005M6
6045608
6686901
27845356
15.61484262
15.715661
17.142177
2005M7
6153518
6722397
28357771
15.63253451
15.720955
17.160412
2005M8
6335533
6771853
28690011
15.6616845
15.728285
17.17206
2004M12
Keterangan: JPKK JPKD JPKATM
= Jumlah Pemegang Kartu Kredit (Orang) = Jumlah Pemegang Kartu Debet (Orang) = Jumlah Pemegang Kartu ATM (Orang)
96
Lampiran 1. (Lanjutan) Tahun
VTATM
VTKD
VTKK
LNVTATM
LNVTKD
LNVTKK
2003M1
61091072
2241614
4918613
17.92787629
14.622707
15.408537
2003M2
53057925
1946113
4483603
17.7868948
14.481345
15.315938
2003M3
63006654
2314169
4724100
17.9587509
14.654561
15.368188
2003M4
61020171
2272117
4854090
17.92671504
14.636223
15.395332
2003M5
63692119
2354807
4892791
17.96957139
14.671969
15.403273
2003M6
63466373
2274889
4935912
17.96602076
14.637442
15.412048
2003M7
67920094
2376940
5897408
18.03384248
14.681325
15.590023
2003M8
67125502
2326513
5183016
18.02207459
14.659881
15.460898
2003M9
67067653
2240129
5689837
18.02121241
14.622044
15.554192
2003M10
49656392
2345447
6038838
17.72063768
14.667987
15.613722
2003M11
49313784
2829278
5365620
17.71371419
14.855532
15.495522
2003M12
50886961
3650129
6679810
17.74511728
15.110273
15.7146
2004M1
51226016
3489002
6307700
17.75175809
15.065126
15.657282
2004M2
46549816
3405734
5564226
17.65603361
15.040971
15.531868
2004M3
52523031
4677410
6514795
17.77676232
15.358255
15.689586
2004M4
48137637
4608762
6293479
17.6895749
15.34347
15.655025
2004M5
52613433
4801189
6426375
17.77848203
15.384374
15.675921
2004M6
57566936
4819621
6712596
17.86845893
15.388206
15.719496
2004M7
61973515
5168519
7086244
17.94221767
15.458097
15.773666
2004M8
60644230
5164762
7178676
17.92053505
15.45737
15.786626
2004M9
58073793
5060029
7201387
17.87722505
15.436883
15.789784
2004M10
62463344
5716250
7121854
17.95009045
15.558824
15.778679
2004M11
59705822
5425642
7142745
17.90494009
15.506647
15.781608
2004M12
45351286
-3549503
2793721
17.54005
14.09247
14.9283
2005M1
64540834
5522470
7924061
17.98280867
15.524336
15.885414
2005M2
59646166
5120668
7400324
17.90394043
15.448795
15.817034
2005M3
69178261
5768938
8163394
18.05219722
15.567999
15.915171
2005M4
66812684
5779625
7600446
18.0174035
15.569849
15.843717
2005M5
70068271
6066286
8115912
18.06498062
15.618257
15.909337
2005M6
66976495
5513212
8456940
18.01985229
15.522658
15.950498
2005M7
71317496
6104270
8088487
18.08265224
15.624499
15.905952
2005M8
71842228
6110753
8237778
18.089983
15.625561
15.924241
Keterangan: VTKK VTKD VTATM
= Volume Transaksi Kartu Kredit (Transaksi). = Volume Transaksi Kartu Debet (Transaksi). = Volume Transaksi Kartu ATM (Transaksi).
97
Lampiran 2. Persamaan Jangka Panjang Permintaan Uang M1. Dependent Variable: LNM1 Method: Least Squares Date: 08/03/06 Time: 14:43 Sample: 2003:01 2005:08 Included observations: 32 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LNGDP SBI
-3.633660 1.051057 -0.015897
1.518666 0.196117 0.006111
-2.392665 5.359345 -2.601206
0.0249 0.0000 0.0157
LNE LNCPI
-0.059917 0.796171
0.197942 0.340128
-0.302700 2.340797
0.7647 0.0279
LNVTKK LNVTKD
0.101919 -0.016837
0.082740 0.036478
1.231801 -0.461578
0.2300 0.6485
LNVTATM
-0.106177
0.044018
-2.412129
0.0239
R-squared Adjusted R-squared
0.976613 0.969791
Mean dependent var S.D. dependent var
12.32107 0.124035
S.E. of regression Sum squared resid
0.021558 0.011154
Akaike info criterion Schwarz criterion
-4.623807 -4.257373
Log likelihood Durbin-Watson stat
81.98092 1.631399
F-statistic Prob(F-statistic)
143.1702 0.000000
98
Lampiran 3. Uji Kointegrasi Persamaan Jangka Panjang Permintaan Uang M1. Null Hypothesis: U_1 has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level
-4.400224 -3.661661
0.0015
5% level 10% level
-2.960411 -2.619160
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(U_1) Method: Least Squares Date: 08/03/06 Time: 14:44 Sample(adjusted): 2003:02 2005:08 Included observations: 31 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
U_1(-1) C
-0.842263 0.000100
0.191414 0.003486
-4.400224 0.028778
0.0001 0.9772
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.400355 0.379678 0.019384 0.010896 79.28910 1.821781
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.000902 0.024611 -4.986394 -4.893878 19.36197 0.000134
99
Lampiran 4. Persamaan Jangka Panjang Permintaan Uang TUNAI Dependent Variable: LNTUNAI Method: Least Squares Date: 08/03/06 Time: 14:46 Sample: 2003:01 2005:08 Included observations: 32 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
-6.791571
3.266308
-2.079280
0.0484
LNGDP
1.574663
0.421803
3.733175
0.0010
SBI
-0.015195
0.013144
-1.156009
0.2591
LNE
0.061860
0.425729
0.145304
0.8857
LNCPI
0.355517
0.731539
0.485985
0.6314
LNVTKK
0.006407
0.177955
0.036002
0.9716
LNVTKD
0.053110
0.078456
0.676949
0.5049
LNVTATM
-0.286326
0.094672
-3.024390
0.0059
R-squared
0.919360
Mean dependent var
11.22592
Adjusted R-squared
0.895840
S.D. dependent var
0.143667
S.E. of regression
0.046367
Akaike info criterion
-3.092152
Sum squared resid
0.051597
Schwarz criterion
-2.725718
Log likelihood
57.47443
F-statistic
39.08839
Durbin-Watson stat
1.811161
Prob(F-statistic)
0.000000
100
Lampiran 5. Uji Kointegrasi Persamaan Jangka Panjang Permintaan TUNAI Null Hypothesis: U_2 has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level
-5.202494 -3.661661
0.0002
5% level 10% level
-2.960411 -2.619160
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(U_2) Method: Least Squares Date: 08/03/06 Time: 14:48 Sample(adjusted): 2003:02 2005:08 Included observations: 31 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
U_2(-1) C
-0.935521 -0.001796
0.179822 0.007327
-5.202494 -0.245153
0.0000 0.8081
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.482752 0.464916 0.040796 0.048264 56.22125 1.969721
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
-0.002133 0.055770 -3.498145 -3.405630 27.06594 0.000014
101
Lampiran 6. Persamaan Jangka Pendek Permintaan M1 Dependent Variable: DLNM1 Method: Least Squares Date: 08/03/06 Time: 15:01 Sample(adjusted): 2003:03 2005:08 Included observations: 30 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
DLNM1(-1) DLNM1(-2) DLNGDP DLNGDP(-1) DLNGDP(-2) DSBI DSBI(-1) DSBI(-2) DLNE DLNE(-1) DLNE(-2) DLNCPI DLNCPI(-1) DLNCPI(-2) DLNVTKK DLNVTKK(-1) DLNVTKK(-2) DLNVTKD DLNVTKD(-1) DLNVTKD(-2) DLNVTATM DLNVTATM(-1) DLNVTATM(-2) U_1(-1)
0.459561 -0.200043 2.062210 -2.660390 1.945847 0.037842 -0.010608 -0.031530 -0.397075 -0.414590 0.199736 -1.449434 0.611808 1.404878 0.070717 0.068687 0.058395 -0.094619 -0.044171 0.060167 -0.032225 -0.130665 -0.158341 -0.952124
0.191716 0.256654 0.613117 0.894363 0.674714 0.018270 0.022548 0.016733 0.154816 0.160037 0.152511 0.726033 0.562389 0.589299 0.061972 0.091688 0.065875 0.031234 0.033403 0.032610 0.031415 0.045556 0.050984 0.303177
2.397089 -0.779426 3.363483 -2.974619 2.883957 2.071303 -0.470441 -1.884267 -2.564813 -2.590594 1.309653 -1.996375 1.087873 2.383982 1.141127 0.749142 0.886445 -3.029335 -1.322379 1.845032 -1.025789 -2.868224 -3.105687 -3.140485
0.0535 0.4654 0.0152 0.0248 0.0279 0.0837 0.6547 0.1085 0.0426 0.0412 0.2382 0.0929 0.3184 0.0545 0.2973 0.4821 0.4095 0.0231 0.2342 0.1146 0.3446 0.0285 0.0210 0.0201
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood
0.953081 0.773225 0.010418 0.000651 118.5005
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Durbin-Watson stat
0.013826 0.021877 -6.300034 -5.179076 2.124965
102
Lampiran 7. Persamaan Jangka Pendek Permintaan TUNAI Dependent Variable: DLNTUNAI Method: Least Squares Date: 08/04/06 Time: 09:43 Sample(adjusted): 2003:03 2005:08 Included observations: 30 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
DLNTUNAI(-1) DLNTUNAI(-2) DLNGDP DLNGDP(-1) DLNGDP(-2) DSBI DSBI(-1) DSBI(-2) DLNE DLNE(-1) DLNE(-2) DLNCPI DLNCPI(-1) DLNCPI(-2) DLNVTKK DLNVTKK(-1) DLNVTKK(-2) DLNVTKD DLNVTKD(-1) DLNVTKD(-2) DLNVTATM DLNVTATM(-1) DLNVTATM(-2) U_2(-1)
0.253316 0.357681 2.760787 -2.711006 0.742389 0.041383 -0.011385 0.001865 -1.307543 -0.275308 0.095158 0.574851 1.838170 0.266885 0.036746 0.280618 0.123764 -0.129078 -0.168891 0.016394 -0.055254 -0.261699 -0.306421 -1.395958
0.324511 0.338371 2.025592 2.992048 2.411698 0.042304 0.062276 0.060742 0.570285 0.642405 0.547481 3.167894 2.016756 2.355873 0.203945 0.264114 0.204997 0.126651 0.117416 0.113607 0.119787 0.197837 0.203123 0.467726
0.780608 1.057066 1.362953 -0.906071 0.307828 0.978235 -0.182820 0.030698 -2.292790 -0.428559 0.173811 0.181462 0.911449 0.113285 0.180174 1.062487 0.603732 -1.019165 -1.438401 0.144305 -0.461274 -1.322800 -1.508551 -2.984567
0.4647 0.3312 0.2218 0.3998 0.7686 0.3657 0.8610 0.9765 0.0617 0.6832 0.8677 0.8620 0.3972 0.9135 0.8629 0.3289 0.5681 0.3474 0.2004 0.8900 0.6609 0.2341 0.1821 0.0245
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood
0.900809 0.520575 0.037525 0.008449 80.05596
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Durbin-Watson stat
0.012923 0.054195 -3.737064 -2.616106 1.837081
103
Lampiran 8. Persamaan Jangka Pendek Permintaan Uang M1 yang Direstriksi Dependent Variable: DLNM1 Method: Least Squares Date: 08/03/06 Time: 15:14 Sample(adjusted): 2003:03 2005:08 Included observations: 30 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
DLNM1(-1) DLNGDP DLNGDP(-1) DLNGDP(-2) DLNE DLNE(-1) DLNCPI(-2) DLNVTKD DLNVTATM(-1) DLNVTATM(-2) U_1(-1)
0.357505 2.156231 -2.533258 1.753824 -0.344767 -0.269532 1.091414 -0.051352 -0.094275 -0.081522 -1.076417
0.175849 0.575840 0.847889 0.611010 0.140415 0.139925 0.421499 0.029123 0.038616 0.038945 0.205766
2.033022 3.744496 -2.987723 2.870371 -2.455343 -1.926267 2.589361 -1.763290 -2.441309 -2.093246 -5.231271
0.0563 0.0014 0.0076 0.0098 0.0239 0.0692 0.0180 0.0939 0.0246 0.0500 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood
0.756178 0.627850 0.013346 0.003384 93.78023
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Durbin-Watson stat
0.013826 0.021877 -5.518682 -5.004910 2.061644
104
Lampiran 9. Persamaan Jangka Pendek Permintaan TUNAI yang Direstriksi Dependent Variable: DLNTUNAI Method: Least Squares Date: 08/04/06 Time: 13:28 Sample(adjusted): 2003:02 2005:08 Included observations: 31 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
DLNE U_2(-1)
-0.209811 -0.943017
0.353630 0.187503
-0.593306 -5.029354
0.5576 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood
0.449021 0.430022 0.040457 0.047467 56.47928
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Durbin-Watson stat
0.011900 0.053588 -3.514792 -3.422277 1.485186
105
Lampiran 10. Uji Heteroskedastisitas Persamaan ECM Permintaan Uang M1 ARCH Test: F-statistic Obs*R-squared
0.244146 0.259881
Probability Probability
0.625224 0.610202
Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 08/04/06 Time: 14:22 Sample(adjusted): 2003:04 2005:08 Included observations: 29 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C RESID^2(-1)
0.000108 -0.081906
3.15E-05 0.165764
3.439248 -0.494111
0.0019 0.6252
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.008961 -0.027744 0.000135 4.88E-07 218.3899 1.973722
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
9.88E-05 0.000133 -14.92344 -14.82914 0.244146 0.625224
White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared
0.791522 21.39820
Probability Probability
0.687135 0.496259
106
Lampiran 11. Uji Heteroskedastisitas Persamaan ECM Permintaan Uang TUNAI ARCH Test: F-statistic Obs*R-squared
0.042933 0.045929
Probability Probability
0.837352 0.830305
Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 08/04/06 Time: 14:24 Sample(adjusted): 2003:03 2005:08 Included observations: 30 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C RESID^2(-1)
0.001606 -0.039255
0.000637 0.189453
2.523448 -0.207202
0.0176 0.8374
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.001531 -0.034129 0.003079 0.000265 131.9616 1.963181
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.001544 0.003028 -8.664105 -8.570692 0.042933 0.837352
White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared
1.884611 6.967878
Probability Probability
0.143253 0.137595
107
Lampiran 12. Uji Autokolerasi Persamaan ECM Permintaan Uang M1 Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
1.409685 3.635057
Probability Probability
0.265431 0.162427
Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 08/03/06 Time: 15:18 Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LNGDP SBI LNE LNCPI LNVTKK LNVTKD LNVTATM RESID(-1) RESID(-2)
-0.477761 0.064402 -0.002543 0.039469 0.114915 -0.059456 -0.006654 -0.010773 0.319228 -0.314025
1.641097 0.198323 0.006463 0.212754 0.341400 0.093583 0.036253 0.043968 0.271267 0.228415
-0.291123 0.324733 -0.393500 0.185512 0.336599 -0.635338 -0.183544 -0.245005 1.176804 -1.374796
0.7737 0.7485 0.6977 0.8545 0.7396 0.5318 0.8561 0.8087 0.2518 0.1830
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.113596 -0.249024 0.021199 0.009887 83.91023 1.982398
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
1.07E-15 0.018969 -4.619389 -4.161347 0.313263 0.962061
108
Lampiran 13. Uji Autokolerasi Persamaan ECM Permintaan Uang TUNAI Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
2.339319 1.182154
Probability Probability
0.115628 0.553730
Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 08/04/06 Time: 14:21 Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
DLNE U_2(-1) RESID(-1) RESID(-2)
-0.198642 -0.330195 0.411860 0.208697
0.353491 0.243509 0.243745 0.189610
-0.561945 -1.355989 1.689714 1.100661
0.5788 0.1863 0.1026 0.2808
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood
0.038134 -0.068740 0.038709 0.040457 58.95627
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Durbin-Watson stat
0.013206 0.037444 -3.545566 -3.360535 1.993463
109
Lampiran 14. Uji Normalitas Persamaan ECM Permintaan Uang M1.
10 Series: Residuals Sample 2003:03 2005:08 Observations 30
8
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
6
4
-0.000412 0.000797 0.019321 -0.023703 0.010794 -0.434950 2.672320
2 Jarque-Bera Probability
0 -0.02
-0.01
0.00
0.01
0.02
1.080127 0.582711
110
Lampiran 15. Uji Normalitas Persamaan ECM Permintaan Uang TUNAI
12 Series: Residuals Sample 2003:02 2005:08 Observations 31
10 8
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
6 4 2
Jarque-Bera Probability
0 -0.05
0.00
0.05
0.10
0.15
0.013206 0.010791 0.127952 -0.064487 0.037444 0.540522 4.371949 3.940743 0.139405