Seminar Nasional DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN: Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani Bogor, 19 Nopember 2008
ANALISIS PENDAPATAN RUMAH TANGGA TANI DITINJAU DARI ASPEK INDIKATOR PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN oleh
Sarjana dan Munir E. W.
PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN 2008
ANALISIS PENDAPATAN RUMAH TANGGA TANI DITINJAU DARI ASPEK INDIKATOR PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN Sarjana dan Munir E. W. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah
ABSTRAK Tulisan ini merupakan sebagian ringkasan hasil kajian indikator pembangunan ekonomi pedesaan di lokasi kajian Prima Tani Jawa Tengah. Lokasi kajian di 4 desa lokasi kajian Prima Tani dan 4 desa lain yang berdekatan. Petani contoh distratifikasi dalam tiga strata luas penguasaan lahan (luas, sedang dan sempit). Klasifikasi luas penguasaan lahan berbeda-beda antar desa dan dalam pelaksanaannya pengelompokkan luas penguasaan lahan diserahkan kepada ketua kelompok tani atau perangkat desa. Setiap strata diambil 5 petani contoh secara acak (random), sehingga jumlah petani contoh setiap desa menjadi 15 orang. Struktur pendapatan rumah tangga memberi gambaran adanya fenomena baru dimana usahatani tanaman pangan menjadi lebih superior dibanding usaha hortikultura, utamanya sayuran. Ketahanan pangan rumah tangga di 8 desa yang dikaji tergolong relatif mantab. Dibandingkan standar kebutuhan hidup layak daerah, secara umum pendapatan rumah tangga belum bisa memenuhi kebutuhan hidup layak anggota rumah tangga, kecuali di LSI Kabupaten Grobogan. Daya beli rumah tangga secara umum dalam kondisi baik, kecuali di LKDT Kabupaten Magelang yang berada di bawah angka 100. Angka tersebut menunjukkan bahwa terdapat transfer barang konsumsi dari pihak lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Pengembangan fungsi lembaga kelompok tani, utamanya dalam penyediaan saprodi perlu terus didorong, karena terbukti mampu mengembangkan keuntungan skala ekonomi bagi petani. Pengembangan infrastruktur transportasi ke daerah remote area perlu terus dilakukan karena terbukti sangat berperan dalam meningkatkan insentif bagi kegiatan usahatani, baik peningkatan harga produk dan penekan harga input eksternal.
PENDAHULUAN Pembangunan pertanian Jawa Tengah menghadapi permasalahan struktural, yaitu penyempitan luas pemilikan dan penguasaan lahan pertanian yang antara lain disebabkan oleh konversi penggunaan lahan pertanian untuk kebutuhan lainnya. Selama 1993-2003 jumlah petani gurem di Jawa Tengah meningkat 2,84 persen, dari 2,45 juta rumah tangga pada tahun 1993 menjadi 3,15 juta rumah tangga pada tahun 2003 (BPS, 2004). Persentase rumah tangga petani gurem terhadap rumah tangga pertanian pengguna lahan juga meningkat, dari 69,06 persen di tahun 1993 menjadi 75,43 persen di tahun 2003. Kondisi tersebut memberi kontribusi terhadap penurunan produksi pangan rata-rata 0,37% per-tahun selama tahun 2000 s/d 2004 (Sarjana, et al., 2004). Dampak pembangunan ekonomi pedesaan antara lain terlihat pada perkembangan produksi pertanian dan kesejahteraan rumah tangga tani. Kontribusi terhadap produksi pertanian terkait dengan perkembangan produktivitas dan insentif produksi. Kontribusi
1
terhadap kesejahteraan rumah tangga terkait dengan pendapatan dan konsumsi rumah tangga, dan ketahanan pangan. Dari sisi lain perkembangan produksi pertanian dipengaruhi oleh produktivitas, harga output, harga dan penggunaan input produksi (benih, pupuk, tenaga kerja dan sebagainya). Sedangkan kontribusi terhadap pendapatan rumahtangga pedesaan dipengaruhi oleh sumberdaya alam dan manusia yang tersedia, dan aksesibilitas terhadap penguasaan modal serta keterampilan. Pendapatan usahatani sangat bergantung kepada penguasaan lahan dan tingkat efisiensi. Tingkat efisiensi ditentukan oleh struktur biaya dan profitabilitas usahatani. Kinerja pembangunan pertanian merupakan hasil perpaduan antara kebijaksanaan sektoral departemen pertanian dan kebijaksanaan makro serta dinamika tatanan dan lingkungan strategis sektor pertanian (Hermanto, 1999). Indikator pembangunan ekonomi pedesaan dan peubah penjelasnya dapat dijadikan arahan kebijakan agar pembangunan pertanian mampu memanfaatkan sumberdaya pembangunan secara optimal dan mencapai tujuan-tujuan pembangunan yang seringkali tidak saling komplementer. Tulisan ini merupakan sebagian ringkasan hasil kajian indikator pembangunan ekonomi pedesaan di lokasi kajian Prima Tani Jawa Tengah.
BAHAN DAN METODE
Pemilihan Lokasi Pengkajian Desa lokasi kajian adalah 8 desa yang terdiri dari 4 desa lokasi kajian Prima Tani dan 4 desa yang berdekatan, di kabupaten Magelang, Grobogan, Banjarnegara dan Pati. Dua desa contoh di setiap kabupaten diharapkan mewakili desa yang memiliki tingkat aksesibilitas berbeda, yaitu yang tingkat aksesibilitasnya baik (Non Remote Area/NRA) dan yang tingkat aksesibilitasnya relatif kurang baik (Remote Area). Berdasarkan kriteria tersebut maka kabupaten lokasi Prima Tani yang dipilih adalah: Kabupaten Magelang (Lahan Kering Dataran Tinggi/LKDT), Banjarnegara (Lahan Kering Dataran Rendah/LKDR), Grobogan (Lahan Sawah Intensif/LSI) dan Pati (Lahan Sawah Semi Intensif/LSSI). Sedangkan desa lokasi kegiatan adalah sebagai berikut: Desa Kabanaran (RA) dan Kaliwungu (NRA) di Kabupaten Banjarnegara; Desa Banyuroto (NRA) dan Pandean (RA) di Kabupaten Magelang; Desa Penawangan (NRA) dan Kluwan (RA) di Kabupaten Grobogan; dan Desa Tambahagung (NRA) dan Keben (RA) di Kabupaten Pati.
2
Metode Pengumpulan Data Kajian ini memerlukan dukungan data primer yang dikumpulkan melalui wawancara terstruktur kepada responden. Secara rinci data primer yang dikumpulkan adalah sebagai berikut: (1) Data karakteristik rumah tangga, meliputi: karakteristik anggota rumah tangga dan penguasaan aset pertanian. (2) Data input usahatani komoditas dominan yang dilakukan oleh rumah tangga (3) Data output usahatani komoditas dominan yang dilakukan oleh rumah tangga, meliputi produksi fisik dan nilai produksi. (4) Struktur dan pendapatan setahun rumah tangga petani di desa contoh. (5) Struktur pengeluaran/konsumsi rumah tangga di desa contoh.
Petani contoh diambil berdasarkan stratified Random sampling. Petani di bagi (distratifikasi) dalam tiga strata luas penguasaan lahan (luas, sedang dan sempit). Klasifikasi luas penguasaan lahan berbeda-beda antar desa dan dalam pelaksanaannya pengelompokkan luas penguasaan lahan diserahkan kepada ketua kelompok tani atau perangkat desa. Pendekatan ini dipilih karena tidak tersedia dokumen yang valid tentang penguasaan lahan setiap penduduk di suatu desa contoh. Setiap strata diambil 5 petani contoh secara acak (random), sehingga jumlah petani contoh setiap desa menjadi 15 orang. Data dari 15 petani contoh ini kemudian diagregasi untuk menduga keragaan petani di desa contoh. Dengan demikian stratifikasi luas penguasaan lahan tidak dijadikan basis analisa, tetapi sebatas untuk memperoleh perwakilan sumber informasi dari keseluruhan strata penguasaan lahan.
Pengolahan dan Analisis Data Indikator pembangunan ekonomi pedesaan dikelompokkan menjadi dua, yaitu: (1) indikator produksi meliputi produktivitas usahatani dan insentif produksi, dan (2) indikator kesejahteraan petani meliputi
struktur pendapatan, pengeluaran untuk
pangan, daya beli rumah tangga petani, dan ketahanan pangan rumah tangga petani. Struktur pendapatan yang menunjukkan sumber pendapatan utama keluarga petani dar sektor mana, apakah dari sektor pertanian atau sebaliknya yaitu dari non pertanian. Secara sederhana struktur pendapatan rumah tangga petani dari sektor pertanian dapat ditentukan sebagai berikut:
3
PPSP = (TPSP/TP) x 100% Dimana: PPSP
= Pangsa pendapatan sektor pertanian (5)
TPSP
= Total pendapatan dari sektor pertanian (Rp./th)
TP
= Total pendapatan rumah tangga petani (Rp./th)
Pangsa pengeluaran untuk pangan dapat dipakai sebagai salah satu indikator keberhasilan pembangunan pedesaan. Semakin besar pangsa pengeluaran untuk pangan menunjukkan bahwa pendapatan rumah tangga petani masih terkonsentrasi untuk memenuhi kebutuhan dasar (subsisten). Secara sederhana pangsa pengeluaran untuk pangan dapat dihitung sebagai berikut: PPEP = (PEP/TE) X 100% Dimana: PPEP
= Pangsa pengeluaran untuk pangan (5)
PEP
= Pengeluaran untuk panagan (Rp./th)
TE
= Total pengeluaran pendapatan rumah tangga petani (Rp./th)
Perkembangan daya beli rumah tangga petani dapat juga dipakai sebagai indikator kesejahteraan. Bagi petani yang sumber pendapatan utamanya dari sektor pertanian, tingkat daya beli petani dapat ditentukan sebagai berikut: DBPp = TP/(TE-BU) Dimana: DBPp
= Daya beli rumah tangga petani
TP
= Total pendapatan rumah tangga petani (Rp./th)
TE
= Total pengeluaran rumah tangga petani
BU
= Biaya usahatani
Sementara bagi rumah tangga petani yang sumber pendapatan utamanya dari non pertanian, daya belinya dapat ditentukan sebagai berikut: DBPNP =UNP/ HB Dimana: DBPNP = Daya beli rumah tangga non petani UNP
= Tingkat upah di non pertanian (Rp./hari)
HB
= Harga beras (Rp./kg) 4
Perkembangan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga petani merupakan ukuran indikator kesejahteraan petani. Semakin tinggi tingkat ketahanan pangan, yang ditunjukkan semakin kuatnya pemenuhan kebutuhan dari produksi sendiri atau semakin banyak stock pangan. Tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani ditentukan sebagai berikut: TKP
= PB/KB
Dimana: TKP
= tingkat ketahanan pangan
TKP
=1 (subsisten)
TKP
>1 (surplus)
TKP
<1 (defisit)
PB
= produksi dari usahatani sendiri setara beras
KB
= kebutuhan setara beras
Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan nisbah antara harga yang diterima petani (HT) dengan harga yang dibayar petani (HB). Secara konsepsi NTP mengukur daya tukar dari komoditas pertanian yang dihasilkan petani terhadap produk yang dibeli petani untuk keperluan konsumsi dan keperluan dalam memproduksi ussahatani. NTP dirumuskan sebagai berikut: NTP
= (HT/HB)*100%
NTP
= Nilai Tukar Petani
HT
= Harga diterima petani
HB
= Harga dibayar petani
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Rumah Tangga Sebagaimana telah diuraikan dalam metodologi penelitian, karakteristik rumah tangga yang diduga akan berpengaruh terhadap kinerja pembangunan ekonomi pedesaan dan dijadikan pokok bahasan meliputi karakteristik anggota rumah tangga (umur, pendidikan, pekerjaan utama berdasarkan curahan waktu, dan sumber pendapatan utama), dan penguasaan lahan. Karakteristik anggota rumah tangga merupakan representasi dari kuantitas, kualitas dan alokasi sumber daya manusia suatu 5
rumah tangga. Sedangkan penguasaan lahan merupakan elemen dasar dari kegiatan usahatani yang identik dengan basis ekonomi masyarakat pedesaan.
Karakteristik Anggota Rumah Tangga Petani Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar kepala keluarga dan istri rumah tangga petani dalam klasifikasi umur produktif. Pendidikan suami dan istri rata-rata tamat sekolah dasar sampai dengan sekolah lanjutan pertama. Sedangkan pendidikan anak umumnya lebih tinggi dari orang tuanya yang menunjukkan bahwa orientasi orang tua terhadap pendidikan anak cenderung terus meningkat. Berdasarkan umur dan pendidikan menunjukkan tidak ada variasi yang tajam antara daerah RA dengan NRA. Kondisi ini menunjukkan bahwa secara umum kualitas sumber daya manusia ditinjau dari tingkat pendidikan relatif telah meningkat dibanding kondisi secara umum tingkat propinsi, dimana secara rata-rata tingkat pendidikan petani hanya mencapai tingkat lulus sekolah dasar atau kurang. Jumlah anggota keluarga umur produktif rata-rata 3 orang, sedangkan jumlah anggota keluarga non produktif rata-rata 1 orang, sehingga rata-rata tanggungan keluarga adalah 1:3 orang per-KK. Tabel 1. Karakteristik Anggota Rumah Tangga Petani (menurut Desa Contoh)
Variabel
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Umur KK (Th) Pendidikan KK (Th) Umur Isteri (Th) Pendidikan Isteri (Th) Pendidikan anak laki-laki Pendidikan anak perempuan Jml Agt Keluarga Produktif Umur 15–54 Th (Org) 8. Jml Agt Keluarga Non Prod Umr 0–14 Th & > 54 Th (Org)
Lahan Kering Dataran Rendah Kaliwu Kaban aran -ngu NRA RA 52 48 8 8 43 44 7 8 8 11 8 9 3 3 1
1
Lahan Sawah Intensif KluPenawan wangan NRA RA 48 52 8 6 45 46 9 6 10 11 10 11 3 3 1
1
Lahan Kering Dataran Tinggi Banyu- Pandean roto NRA RA 43 42 8 6 40 36 9 7 10 5 7 8 3 3 1
1
Lahan Sawah Semi Intensif Tambah Keben -agung NRA RA 47 46 9 7 41 40 8 8 10 9 12 7 3 3 0
1
Pekerjaan Kepala Keluarga Petani Tabel 2 menunjukkan bahwa berdasarkan curahan waktunya, pekerjaan utama kepala keluarga sebagian besar adalah pertanian. Pada wilayah LSI, LKDT dan LKDR di daerah RA prosesntase masyarakat yang bekerja di usaha pertanian lebih tinggi dibanding daerah NRA. Kondisi ini berarti mobilitas kerja masyarakat di daerah NRA cenderung lebih tinggi, dan diversifikasi usaha / sumber penghasilan juga lebih berkembang di daerah NRA. Kondisi di LSSI, menunjukkan bahwa di daerah NRA
6
prosentase kepala keluarga yang pekerjaan utamanya di sektor pertanian sama dengan di daerah RA. Tabel 2. Pekerjaan utama kepala keluarga berdasarkan curahan waktu
Variabel
Lahan Sawah Intensif
Lahan Kering Dataran Rendah Kaliwungu Kabanaran NRA
Pertanian Lainnya
Penawangan
Kluwan
NRA
RA
86,67 13,33
92,86 7,14
RA
53,33 46,67
73,33 26,67
Lahan Sawah Semi Intensif Tambah- Keben agung
Lahan Kering Dataran Tinggi Banyu Pandean -roto NRA
RA
NRA
80,10 19,90
100,00 0,00
86,67 13,33
RA
86,67 13,33
Penguasaan Lahan Pertanian Kasus di Lahan Kering Dataran Rendah dan LKDT menunjukkan bahwa penguasaan lahan pertanian di NRA cenderung lebih luas dibanding RA. Kondisi ini diduga karena beberapa hal, antara lain karena kecenderungan kegiatan usaha masyarakat di NRA lebih bervariasi maka penguasaan lahan kelompok masyarakat yang menekuni usahatani cenderung lebih luas. Sementara itu di daerah RA, dimana sebagian besar mata pencaharian masyarakatnya adalah usahatani menyebabkan frahmentasi lahan lebih cepat, sehingga guremisasi lebih cepat dan penguasaan lahan secara rata-rata cenderung lebih sempit. Kondisi yang berbeda terjadi di LSI yang terjadi kecenderungan yang sebaliknya dan di LSSI yang relative tidak ada perbedaan. Kasus di LSI, sebagian besar masyarakat di daerah NRA (Desa Penawangan) yang terletak di pinggir jalan raya lebih menggantungkan kegiatan usahanya ke usaha non pertanian, sehingga konversi lahan pertanian ke non pertanian cenderung lebih cepat dibanding Desa
Kluwan
yang
sebagian
besar
masyarakatnya
masih
menggantungkan
penghasilannya dari kegiatan usahatani. Tabel 3. Penguasaan Lahan
Uraian Pemilikan (ha) : - digarap sendiri - digarap orang lain Total
Lahan Kering Dataran Rendah KabaKaliwunaran ngu NRA RA
Lahan Sawah Intensif KluPenawan wangan NRA RA
Lahan Kering Dataran Tinggi PandeBanyuan roto NRA RA
Lahan Sawah Semi Intensif Tambah- Keben agung NRA RA
0.25
0.35
0.29
0.33
0.42
0.21
0.60
0.43
0.25
0.35
0.29
0.33
0.42
0.17
0.60
0.43
Pendapatan Rumah Tangga Pendapatan rumah tangga terendah di Kabupaten Magelang, yaitu rata-rata 15,5 juta rupiah per-tahun dan tertinggi di wilayah LSI Kabupaten Grobogan, yaitu 36,7 juta
7
rupiah per-tahun. Tingkat pendapatan di wilayah LKDT Kabupaten Magelang menjadi terendah karena sumber penghasilan masyarakatnya cenderung kurang bervariasi. Sumber penghasilan utama dari usahatani sayuran banyak mengalami permasalahan pada periode pendataan, mencakup kegagalan panen dan intensitas pertanaman yang tidak optimal karena kekeringan dan turunnya harga produk sampai ke tingkat yang tidak layak pada musim panen. Booming bisnis sesaat (fed) tanaman anthurium diduga memberi kontribusi terhadap penurunan kekuatan permintaan di pasar lokal. Sebagian besar pedagang sayuran mengalihkan dananya untuk memasuki bisnis sesaat tersebut. Tingkat pendapatan rumah tangga di wilayah LSI Kabupaten Grobogan tertinggi selain disebabkan oleh kontribusi pendapatan usahatani padi yang relatif tinggi dibanding di daerah lain, juga karena masuknya kontribusi sektor non pertanian, yaitu perdagangan dan transfer yang relatif tinggi (20%/lebih). Secara umum pangsa kegiatan usahatani dalam struktur pendapatan rumah tangga bervariasi antar wilayah, berturutturut: 36,6% di LKDR Banjarnegara, 46,8% di LSI Grobogan, 47,3% di LSSI Pati dan 71,7% di LKDT Magelang. Gambaran pangsa pendapatan pertanian ini juga memberi penjelasan mengapa tingkat pendapatan rumah tangga di LKDT Magelang menjadi terendah, yaitu adanya ketergantungan pendapatan yang tinggi terhadap kegiatan usahatani sayuran, yang telah disebutkan sedang menghadapi banyak masalah. Kegiatan usaha peternakan sapi memberikan kontribusi yang nyata dalam struktur pendapatan rumahtangga pedesaan, utamanya di LSSI Pati dan LKDT Magelang. Sementara itu peran usaha peternakan di LSI Kabupaten Grobogan dan LKDR Banjarnegara relatif masih sangat kecil.
8
Tabel 7. Struktur pendapatan rumah tangga LKDR Variabel 1. Pertanian: a. Usahatani - Padi
Rp (x1.000)
9,984 6,824 5,214
LSI
Pangsa
Rp (x1.000)
36.63 25.03 19.13
Pangsa
17,204 11,646 10,640
46.81 31.69 28.95
12,394 11,867 6,230
47.26 45.25 23.76
677
1.84
0
0.90
463
0
- Hortikultura
0
0
- Perkebunan
0
329
- Peternakan b. Luar usaha tani - Buruh pertanian - Menyewakan asset pertanian 2. Usaha Non pertanian a. Perdagangan b. Angkutan
LKDT
Pangsa
- Palawija
- Perikanan
LSSI Rp (x1.000)
Rp (x1.000)
11,106 10,473 0
0
6,358 1.76
0
490
1.80
0
0
4.11
0
5,175
19.73
4,115
26.58
3,160
11.59
5,558
15.12
527
2.01
633
4.09
2.01
633
4.09
0
0
1,283
3.49
527
3,160
11.59
4,275
11.63
0
17,275
63.37
19,546
53.19
13,830
52.74
2,015
7.39
8,231
22.40
6,250
23.83
0
0
0
0 2,920
0
d. Industri
5,223
19.16
0
0
0
0
0
4,374
8,880
32.58
7,588
20.65
4,660
27,260
100.00
36,750
100.00
26,224
28.25
0
3,728
0
10.14
4,374
4.25
3. Total Pendapatan
41.07
1,120
1,157
f. Kiriman/bantuan
71.75 67.65
0
c. Jasa e. Buruh non pertanian
Pangsa
11.13
17.77 100.00
0 28.25
0 15,480
100.00
Struktur pendapatan rumah tangga ini juga memberi gambaran adanya fenomena baru dimana usahatani tanaman pangan menjadi lebih superior dibanding usaha hortikultura, utamanya sayuran. Kondisi ini banyak dipengaruhi oleh perkembangan insentif harga yang semakin tinggi pada produk tanaman pangan, termasuk padi dan jagung. Sementara itu usahatani sayuran banyak menghadapi masalah fluktuasi harga yang sulit digunakan sebagai acuan dalam produksi dan ketergantungan pada input produksi mahal (pestisida dan pupuk alternatif) yang belum bisa ditinggalkan. Bila dibandingkan dengan ketentuan kebutuhan hidup minimal dan upah minimum di masing-masing kabupaten menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan rumah tangga tani dapat dikatakan kurang layak untuk memenuhi kebutuhan hidup anggotanya, kecuali di wilayah LSI Kabupaten Grobogan. Di semua agroekosistem kecuali di wilayah LSI Kabupaten Grobogan tingkat pendapatan rumah tangga tani berada di bawah ketentuan kebutuhan hidup layak.
9
Tabel 8. Kebutuhan hidup layak di 4 kabupaten contoh, tahun 2007 Kabupaten 1
Rp/Kapita /Bulan Kab.Banjarnegara Kab.Grobogan Kab.Magelang Kab.Pati
2007 Rp/Kapita /Tahun
591.895 608.055 592.822 620.741
Rp/RT /Tahun2
7.102.740 7.296.660 7.113.864 7.448.892
28.410.960 29.186.640 28.455.456 29.795.568
Sumber: 1Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Tengah, 2007 2 Asumsi anggota keluarga 4 orang per-KK
Pengeluaran Rumah Tangga Secara umum pangsa pengeluaran rumah tangga didominasi oleh pengeluaran non pangan, yaitu mencapai 59,69% di LKDR Banjarnegara, 52,5% di LSI Grobogan, 68,61% di LSSI Pati dan 75,07% di LKDT Magelang. Pengeluaran pangan terutama diperuntukkan untuk konsumsi beras, yaitu mencapai 29,45% di LKDR Banjarnegara, 19,55% di LSI Grobogan, 18,42% di Pati dan 30,64% di LKDT Magelang. Selain itu pengeluaran yang dominan adalah konsumsi rokok, mencapai 18,65% di LKDR Banjarnegara, 18,28 di LSI Grobogan, 22,24% di LSSI Pati dan 17,14% di LKDT Magelang. Kondisi ini menunjukkan adanya bias gender, dimana otoritas pria terlalu mendominasi dalam penggunaan pendapatan rumah tangga. Tabel 9. Pangsa pengeluaran pangan-non pangan rumah tangga (x Rp. 1.000) Variabel 1. Pangan 2. Non Pangan Total
LKDR Rp Pangsa 6,228 40.31 9,223 59.69 15,451 100.00
LSI Rp Pangsa 9,825 47.50 10,859 52.50 20,685 100.00
Rp 7,482 16,355 23,837
LSSI Pangsa 31.39 68.61 100.00
LKDT Rp Pangsa 5,090 24.93 15,326 75.07 20,416 100.00
Tabel 10. Struktur pengeluaran pangan rumah tangga tani (x Rp. 1.000) Variabel 1. Beras 2. Non beras 3. Lauk, sayuran, buah 4. Minuman 5. Rokok 6. Minyak goreng 7. Bumbu masak 8. Lainnya Total (Rp)
LKDR Rp Pangsa 1,834 29.45 636 10.21 737 11.83 578 9.27 1,162 18.65 504 8.09 320 5.13 458 7.36 6,228 100
LSI Rp Pangsa 1,921 19.55 642 6.54 1,493 15.19 1,353 13.77 1,796 18.28 477 4.85 621 6.33 1,522 15.49 9,825 100
LSSI Rp 1,378 639 1,744 488 1,664 486 562 521 7,482
Pangsa
18.42 8.54 23.31 6.52 22.24 6.49 7.51 6.96 100
LKDT Rp Pangsa 1,560 30.64 233 4.58 509 10.00 527 10.35 872 17.14 353 6.94 353 6.94 683 13.41 5,090 100
10
Tabel 11. Struktur pengeluaran non-pangan rumah tangga (x Rp. 1.000) Variabel
1. Pakaian 2. Pendidikan 3. Kesehatan 4. Listrik, air, telepon 5. Bahan bakar masak 6. Sabun, kosmetik 7. Rehab rumah 8. Kegiatan Sosial 9. Bantu Keluarga 10. Transportasi 11. Pajak kendaraan, PBB 12. Rekreasi/hiburan 11. Lainnya Total (Rp)
LKDR Kab. Banjarnegara Rp Pangsa 513 5.56 2,010 21.80 729 7.90 916 9.93 741 8.04 308 3.34 796 8.64 744 8.07 471 5.11 1,272 13.79 339 3.68 383 4.16 0 9,223 100.00
LSI Kab. Grobogan Rp Pangsa 575 5.29 2,862 26.36 399 3.67 874 8.05 882 8.13 678 6.24 323 2.98 1,426 13.13 665 6.12 1,300 11.97 217 2.00 266 2.45 393 3.62 10,859 100.00
LSSI Kab. Pati Rp Pangsa 691 4.23 1,687 10.31 431 2.63 728 4.45 707 4.33 725 4.43 3,885 23.75 1,329 8.13 1,227 7.50 2,473 15.12 335 2.05 432 2.64 1,705 10.43 16,355 100.00
LKDT Kab. Magelang Rp Pangsa 466 3.04 1,102 7.19 613 4.00 422 2.76 612 4.00 436 2.84 241 1.57 1,214 7.92 432 2.82 9,162 59.78 85 0.55 252 1.64 289 1.88 15,326 100.00
Pengeluaran non pangan didominasi oleh biaya pendidikan anak, yaitu mencapai 21,8% di LKDR Banjarnegara, 26,36% di LSI Grobogan, 10,3% di LSSI Pati dan 7,19% di LKDT Magelang dan biaya transportasi, yaitu mencapai 13,79% di LKDR Banjarnegara, 11,97% di LSI Grobogan, 15,12% di Pati dan terbesar di LKDT Magelang 59,78%. Walaupun relatif masih rendah pemenuhan kebutuhan sekunder sudah mulai diperhatikan, seperti rekreasi, kosmetik dan sebagainya. Kondisi ini menunjukkan bahwa pemenuhan kebutuhan non pangan telah semakin meningkat, yang menunjukkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang semakin meningkat pula.
Daya Beli Rumah Tangga Tabel 12 menunjukkan bahwa daya beli rumah tangga tani di LKDT Kabupaten Magelang lebih rendah dari angka kritis (<100). Angka tersebut menunjukkan bahwa terdapat transfer barang konsumsi dari pihak lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga di LKDT Kabupaten Magelang. Secara berurutan daya beli rumah tangga tani di LSI Kabupaten Grobogan tertinggi mencapai 177%, diikuti LKDR Banjarnegara 176%, LSSI Pati 110% dan LKDT Magelang 76%. Tabel 12. Daya beli rumah tangga petani Total Pendapatan (Rp.000) Total Pengeluaran (Rp.000) Daya Beli * (%)
LKDR 27.259 15.450 176
LSI 36.750 20.684 177
LSSI 26.224 23.837 110
LKDT 15.480 20.415 76
Catatan: * Daya Beli = (Total Pendapatan/Total Pengeluaran) x 100%
11
Ketahanan Pangan Rumah Tangga Tani Secara umum ketahanan pangan rumah tangga di 4 agroekosistem yang dikaji tergolong mantab. Rumah tangga di LKDT Kabupaten Magelang walaupun dari agregate pendapatannya terendah tetapi dari segi ketahanan pangan termasuk paling kuat, diikuti oleh LSSI Kabupaten Pati, LSI Kabupaten Grobogan dan LKDR Kabupaten Banjarnegara. Tabel 13. Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani Uraian Produksi sendiri (kg) Konsumsi (kg) Ketahanan pangan
LKDR 1,534 1,400 1.10
LSI 2,525 2,131 1.19
LSSI 2,732 1,722 1.59
LKDT 2,347 1,141 2.06
Nilai Tukar Petani Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan nisbah antara harga yang diterima petani (HT) dengan harga yang dibayar petani (HB). Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, secara konsepsi NTP mengukur daya tukar dari komoditas pertanian yang dihasilkan petani terhadap produk yang dibeli petani untuk keperluan konsumsi dan keperluan dalam memproduksi ussahatani. Pada Tabel 23 ditunjukkan bahwa harga diterima petani berkisar antara Rp.5.775 – Rp. 7.449, atau rata-rata Rp. 6.561. Sedangkan harga dibayar petani berkisar antara Rp. 5.482 – Rp. 6.533, atau rata-rata Rp.5.943. Harga rata-rata diterima petani tertinggi pada bulan Maret, sedangkan harga rata-rata dibayar petani tertinggi pada bulan September. Secara umum terjadi variasi pola perkembangan harga bulanan antar lokasi, baik harga diterima petani maupun harga dibayar petani. Tabel 23. Perkembangan harga diterima petani Harga diterima petani (Hi) PenaBanyu- KaliwuKabaBulan Kluwan PandeKeben wangan ngu roto naran an (RA) (RA) (RA) (NRA) (NRA) (NRA) (RA) Jan 5,917 4,829 9,500 4,038 10,875 11,000 2,750 Feb 5,900 4,964 9,833 3,963 12,900 11,000 2,750 Mar 5,555 4,629 11,500 3,363 8,633 20,000 2,750 Apr 5,555 4,956 10,500 3,063 11,133 10,333 2,750 Mei 5,782 4,788 7,500 2,883 8,733 14,250 2,750 Jun 6,033 4,579 7,500 4,845 7,467 10,167 2,450 Jul 6,033 4,429 7,500 4,913 10,333 10,167 2,450 Agt 6,332 4,086 6,563 4,559 10,533 13,600 2,450 Sep 6,645 5,675 6,788 4,265 10,600 13,500 2,450 Okt 6,855 5,535 6,788 5,050 9,275 13,500 2,450 Nop 6,927 6,060 6,788 5,050 10,617 13,500 2,450 Des 6,927 6,170 6,788 5,050 11,333 13,500 2,450 Max 6,927 6,170 11,500 5,050 12,900 20,000 2,750 Min 5,555 4,086 6,563 2,883 7,467 10,167 2,450 Rata2 6,205 5,058 8,129 4,253 10,203 12,876 2,575 Catatan: Harga diterima petani (Hi) = harga rata-rata produk yang dihasilkan petani
Tambah -agung (NRA) 2,975 3,045 3,160 3,000 3,120 3,160 3,245 3,260 3,260 3,260 3,300 3,500 3,500 2,975 3,190
Ratarata 6,485 6,794 7,449 6,411 6,226 5,775 6,134 6,423 6,648 6,589 6,836 6,965 7,449 5,775 6,561
12
Berdasarkan perkembangan NTP menunjukkan bahwa daya tukar komoditas pertanian yang dihasilkan rumah tangga tani terhadap harga barang-barang konsumsi rumah tangga relative kuat. Posisi kritis hanya terjadi pada bulan September dimana NTP turun sampai ke tingkat di bawah 100. Kondisi ini merupakan indicator keberhasilan pembangunan pertanian dalam memperbaiki kesejahteraan petani. Tabel 24. Perkembangan harga dibayar petani Bulan
Harga dibayar petani (Hb) Tambah PenaBanyu- Kaliwu KabaRataKluwan PandeKeben wangan -agung -ngu roto naran rata an (RA) (RA) (RA) (NRA) (NRA) (NRA) (NRA) (RA) Jan 7,835 6,295 4,970 6,398 4,170 5,317 4,012 5,003 5,500 Feb 7,835 6,633 4,658 7,075 4,316 5,383 4,027 4,792 5,590 Mar 7,735 6,533 4,869 6,484 4,184 5,673 3,971 4,481 5,491 Apr 7,998 6,783 5,062 5,829 4,318 5,303 3,996 4,658 5,493 Mei 8,274 6,643 4,985 6,514 4,092 5,537 4,242 4,628 5,614 Jun 8,423 6,595 4,985 7,004 4,243 5,537 4,411 4,639 5,729 Jul 8,423 6,870 4,985 7,256 1,822 5,537 4,427 4,539 5,482 Agt 8,536 9,717 5,600 8,219 4,707 6,053 4,373 4,603 6,476 Sep 8,055 10,308 5,783 8,570 4,823 5,844 4,373 4,511 6,533 Okt 8,409 10,131 5,783 7,122 4,869 5,634 4,373 5,650 6,497 Nop 8,309 10,155 5,744 7,122 5,363 5,844 4,373 4,931 6,480 Des 8,309 10,312 5,744 7,122 4,860 5,634 4,373 5,082 6,430 Max 8,536 10,312 5,783 8,570 5,363 6,053 4,427 5,650 6,533 Min 7,735 6,295 4,658 5,829 1,822 5,303 3,971 4,481 5,482 Rata2 8,178 8,081 5,264 7,059 4,314 5,608 4,246 4,793 5,943 Catatan: Harga dibayar petani (Hb) = harga rata-rata barang-barang input dan konsumsi rumah tangga petani
Tabel 25. Perkembangan nilai tukar petani Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des Max Min Rata2
Rata-rata Harga Diterima Petani (Hi) 6,485.34 6,794.39 7,448.62 6,411.30 6,225.75 5,775.03 6,133.68 6,422.85 6,647.87 6,589.01 6,836.43 6,964.76 7,448.62 5,775.03 6,561.25
Rata-rata Harga Dibayar Petani (Hb) 5,499.9 5,589.71 5,491.26 5,493.32 5,614.29 5,729.34 5,482.26 6,475.99 6,533.28 6,496.55 6,480.01 6,429.70 6,533.28 5,482.26 5,942.97
Nilai Tukar Petani (NTP) 117.92 121.55 135.64 116.71 110.89 100.80 111.88 99.18 101.75 101.42 105.50 108.32 135.64 99.18 110.96
Catatan: - Harga diterima petani (Hi) = harga rata-rata produk yang dihasilkan petani - Harga dibayar petani (Hb) = harga rata-rata barang-barang input dan konsumsi rumah tangga petani - Nilai Tukar petani (NTP) = ratio harga diterima petani (Hi) / harga dibayar petani (Hb)
13
KESIMPULAN DAN SARAN Mobilitas kerja masyarakat di sebagian non remote area cenderung lebih tinggi, dan diversifikasi usaha / sumber penghasilan juga lebih berkembang di non remote area. Penguasaan lahan pertanian di non remote area cenderung lebih luas dibanding di daerah remote area. Ketahanan pangan rumah tangga tani relatif mantab. Rumah tangga di Kabupaten Magelang walaupun dari agregate pendapatannya terendah tetapi dari segi ketahanan pangan termasuk paling kuat. Daya beli rumah tangga secara umum dalam kondisi baik, kecuali di LKDT Kabupaten Magelang yang berada di bawah angka 100. Angka tersebut menunjukkan bahwa terdapat transfer barang konsumsi dari pihak lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Daya tukar komoditas pertanian yang dihasilkan rumah tangga tani terhadap harga barang-barang konsumsi rumah tangga relative kuat. Posisi kritis hanya terjadi pada bulan September dimana NTP turun sampai ke tingkat di bawah 100. Pengembangan fungsi lembaga kelompok tani, utamanya dalam penyediaan saprodi perlu terus didorong, karena terbukti mampu mengembangkan keuntungan skala ekonomi bagi petani. Pengembangan infrastruktur transportasi ke daerah remote area perlu terus dilakukan karena terbukti sangat berperan dalam meningkatkan insentif bagi kegiatan usahatani, baik peningkatan harga produk dan penekan harga input eksternal. DAFTAR BACAAN Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Tengah, 2007. Kebutuhan hidup layak menurut kabupaten di Jawa Tengah, tahun 2007 Hermanto, 1999. Proses Penciptaan Teknologi Spesifik Lokasi Untuk Pencepatan Pembangunan Pertanian. Makalah disampaikan pada Seminar Pendayagunaan dan Komersialisasi Teknologi Spesifik Lokasi dalam Rangka Pemulihan Ekonomi dan Penciptaan Sistem Pertanian Berkelanjutan. Semarang, 23 Oktober 1999. Sarjana, Agus Hermawan, Erwin Dwiyana, Seno Basuki, Dian M Y, Muryanto dan Warsana. Laporan Pemantauan Indikator Pembangunan Pertanian Jawa Tengah 2004. Sarjana, Indrie Ambarsari, Agus Hermawan dan Seno Basuki. 2007. Dua Dasa Warsa Kemandirian Beras Jawa Tengah. Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah. Vol. 5 No. 1 Juni 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa Tengah. Semarang. Hal 78-89.
14