ANALISIS PEMANFAATAN LAHAN PASCA GERAKAN TANAH (LANDSLIDE) DI DESA KADUPANDAK KECAMATAN TAMBAKSARI KABUPATEN CIAMIS The Analysis Of Post Landslide Land Utilization In Kadupandak Village, Tambaksari Sub-District, Ciamis Regency Dr. Siti Fadjarajani, Dra., M.T.1 (
[email protected]) Diding Permadi2 (
[email protected]) Program Studi Pendidikan Geografi FKIP Universitas Siliwangi Tasikmalaya Diding Permadi. 2014. The Analysis of Post Landslide Land Utilization in Kadupandak Village, Tambaksari Sub-district, Ciamis Regency. Geography Department. Faculty of Educational Sciences and Teachers’ Training. Siliwangi University. Background of this research is that in 2010, the heavy rainfall, the breakage of the irrigation building, which was located in the higher place than the people’s settlement, and the condition of the rock structure that was less compact, triggered a landslide in Kadupandak village. The main problem discussed in this research is about the geographical factors that cause landslide, and how is the post-landslide land utilization in Kadupandak village, Tambaksari sub-district, Ciamis regency. The hypothesis of this research is the geographical factors that cause landside in Kadupandak village, Tambaksari sub-district, Ciamis regency are the fault of physiographic, rainfall, obliquity of the mountain slope, rock structure, condition of the land, cover vegetation, land utilization, drainage, and earthquake. Besides, the post-landslide land utilizations in Kadupandak village, Tambaksari sub-district, Ciamis regency before the landslide are for the settlement and farmland (rice field, fishpond and garden). Meanwhile, after the landslide occurred, there are some lands, which was the former of the settlement that was left by the people, and there are also some neglected lands (rice field, fishpond and garden). The method used in this research is descriptive quantitative method. In addition, the techniques of collecting the data in this research are field observation, interview, questionnaire, documentation study, and literature study. Random sampling is one of the techniques used in choosing the sample of this research. From this technique, 5% or 67 respondents were chosen. The other technique used to chose the sample is purposive sampling by which 100% or all of the sample that consists of two respondents such as the head of Kadupandak village and Regional Board for Disaster Management (Badan Penanggulangan Bencana Daerah/BPBD). Meanwhile, the technique of analyzing the data in this research is by using the formula for calculating the percentage. The result of this research are that the geographical factors which caused the landslide in Kadupandak village, Tambaksari sub-district, Ciamis regency were the rainfall, obliquity of the mountain slope, rock structure, land condition, vegetation, land utilization, drainage, earthquake, and fault of physiographic. The land utilizations before the landslide in Kadupandak village were for settlement and farmland. While, after the landslide, the lands were neglected. The writer suggests that there is a need of an action either during the occurrence or at the post of a disaster in form of emergency perceptiveness, rehabilitation and reconstruction that must be done quickly and precisely, so that it can reduce the effect which was caused from the landslide. Key words: landslide, land
1
A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Topografi Indonesia yang bergunung-gunung atau berbukit-bukit menyebabkan longsoran sering terjadi. Gerakan massa tanah atau sering disebut landslide merupakan salah satu bencana alam yang sering melanda daerah perbukitan di daerah tropis basah. Kondisi lingkungan setempat merupakan suatu komponen yang saling terkait. Bentuk dan kemiringan lereng, kekuatan material, kedudukan muka air tanah dan kondisi drainase setempat sangat berkaitan pula dengan kondisi kestabilan lereng. Jenis tanah pelapukan yang sering dijumpai di Indonesia adalah hasil letusan gunung api. Tanah ini memiliki komposisi sebagian besar lempung dengan sedikit pasir dan bersifat subur. Tanah pelapukan yang berada di atas batuan kedap air pada perbukitan/punggungan dengan kemiringan sedang hingga terjal berpotensi mengakibatkan tanah longsor pada musim hujan dengan curah hujan berkuantitas tinggi. Jika perbukitan tersebut tidak ada tanaman keras berakar kuat dan dalam, maka kawasan tersebut rawan bencana gerakan tanah (landslide). Gerakan massa tanah (landslide) umumnya terjadi pada daerah kaki bukit atau lembah yang terdapat di antara perbukitan, karena kondisi batuan yang tersusun oleh lapisan serpih atau lempung. Serpih dan lempung tersebut mengandung mineral montmorillonite (smektite atau illite) yang sangat sensitif mengalami kehilangan kekuatan geser dan daya dukung apabila dalam kondisi jenuh air, ditandai oleh degradasi lingkungan fisik dan kerusakan pada fisik bangunan. Awal dari gerakan tanah dapat terjadi pada musim hujan dimana air permukaan langsung masuk hingga kedalaman tertentu dan menyehabkan perubahan sifat fisik, antara lain bertambahnya volume dan beban yang dapat menyebabkan terjadinya ketidak-stabilan lereng. Daerah yang mengalami rayapan tanah, sering merupakan daerah akumulasi air, karena letaknya yang berada di
2
kaki bukit atau pada lembah di antara perbukitan. Proses penjenuhan oleh air terhadap lapisan lempung ini mengakibatkan lapisan lempung kehilangan kekuatan geser atau daya dukung, sehingga lapisan tersebut bergerak. Faktor lain yang menyebabkan
timbulnya longsor adalah
rembesan dan aktifitas geologi seperti patahan, rekahan dan liniasi. Desa Kadupandak merupakan daerah yang berada dalam wilayah Kecamatan Tambaksari Kabupaten Ciamis yang pada
tahun 2010
mengalami gerakan tanah (landslide). Di desa tersebut dapat dengan mudah dijumpai rekahan dan hasil rayapan tanah yang awalnya dipicu oleh curah hujan yang tinggi dan jebolnya bangunan irigasi yang terletak lebih tinggi dari permukiman warga serta di dorong oleh kondisi struktur batuan lahan yang kurang kompak. Masyarakat Desa Kadupandak yang mengalami bencana gerakan tanah tersebut direlokasi ke daerah yang lebih aman dan ada sebagian kecil lebih memilih untuk menetap. Relokasi pemukiman lebih diutamakan pada warga yang tempat tinggalnya terletak pada tingkat gerakan tanah yang tinggi. Berbagai macam perlakuan yang dilakukan masyarakat dalam menilai manfaat dari lahan yang mengalami gerakan tanah. Namun ada juga lahan-lahan yang telah ditinggalkan tersebut dan dibiarkan begitu saja tanpa adanya pemanfaatan lahan yang jelas. Secara umum kejadian pergerakan tanah memberikan dampak pada banyak hal. Perubahan morfologi lahan, relokasi pemukiman, hingga pola penggunaan lahan yang ditinggalkan. Untuk mengetahui peluang pemanfaatan lahan pasca pergerakan tanah tersebut, maka penulis merasa tertarik
untuk
melakukan
penelitian
dengan
judul
“Analisis
Pemanfaatan Lahan Pasca Gerakan Tanah (Landslide) Di Desa Kadupandak Kecamatan Tambaksari Kabupaten Ciamis”.
3
2. Tujuan Sejalan dengan rumusan masalah diatas, maka skripsi ini disusun debgan tujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan : 1. Faktor–faktor geografis yang menyebabkan terjadinya gerakan tanah (landslide) di Desa Kadupandak Kecamatan Tambaksari Kabupaten Ciamis. 2. Pemanfaatan lahan pasca gerakan tanah (landslide) di Desa Kadupandak Kecamatan Tambaksari Kabupaten Ciamis.
3. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif kunatitaif. Metode deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya. Metode kuantitaif mengidentifikasi masalah penelitian dengan
mendeskripsikan
atau
menguraikan
kecenserungan
atau
menjelaskan tentang keterkaitan antara variabel dan pengembangannya. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 1340 KK, dan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini diambil 5% dari seluruh populasi sebanyak 67 KK. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi, teknik wawancara, tekink kuesioner, studi dokumentasi, dan studi literarur.
B. PEMBAHASAN Gerakan tanah merupakan salah satu peristiwa geologi yang ditandai dengan pergerakan massa batuan atau tanah dengan berbagai tipe dan jenis yang disebabkan faktor-faktor tertentu. Pergerakan tanah termasuk jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Dimana jenis tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Pergerakan tanah ini hampir tidak dapat dikenali. Setelah waktu yang cukup lama pergerakan tanah jenis rayapan ini bisa menyebabkan pohon atau rumah miring ke bawah atau tercipta retakan-retakan pada dindingdinding bangunan.
4
Desa Kadupandak berada pada ketinggian antara 300-700 m dpl dan merupakan wilayah yang sering mengalami gerakan tanah (landslide). Gerakan tanah tersebut mulai terjadi pada tahun 1993 sampai dengan 2010. Sebelum tahun 1993 belum pernah ada peringatan bahwa di Desa Kadupandak merupakan daerah yang berpotensi mengalami gerakan tanah (landslide). Penampakan yang menunjukan tanda-tanda terjadi gerakan tanah tersebut adalah adanya retakan pada bangunan rumah, amblasan di jalan, amblasan di lahan kebun, dan keluarnya sumber mata air pada kaki lereng. Secara umum gerakan tanah tersebut tersebar di seluruh wilayah Desa Kadupandak. Dari 5 (lima) dusun yang terkena dampak gerakan tanah, terdapat 3 (tiga) dusun di wilayah ini yang mengalami gerakan tanah cukup tinggi, yakni Dusun Karangsari, Dusun Kadupandak, dan Dusun Cibogo. Daerah yang paling parah mengalami gerakan tanah adalah Dusun Karangsari dan Kadupandak. Sedangkan 2 (dua) dusun lainnya, yakni Dusun Walahar dan Dusun Sukamandi mengalami gerakan tanah dengan skala kerusakan yang relatif kecil. Penyebab gerakan tanah di desa kadupandak terdiri dari beberapa faktor yang bekerja secara bersama-sama (simultan). Dilihat dari kondisi morfologi, Desa Kadupandak secara umum merupakan daerah perbukitan dan pegunungan bergelombang yang memiliki kemiringan lereng agak terjal (15 30%) sampai terjal/curam (> 70%) yang tergantung pada sifat fisik dan ketekanan
batuan
dan
tanah
sebagai
material
pembentuk
lereng.
Kemungkinan untuk terjadi gerakan tanah akan lebih besar. Faktor lain yang memicu gerakan tanah di wilayah ini adalah curah hujan tinggi. Intensitas dan lamanya hujan yang turun mengakibatkan bobot massa tanah pada lereng bertambah. Penggunaan lahan di Desa Kadupandak sebagian besar adalah lahan pertanian seperti sawah, kebun, kolam, sedangkan yang lainnya dimanfaatkan manjadi lahan terbangun. Selain itu, adanya bendungan irigasi yang berada di atas lereng dan permukiman penduduk menimbulkan kejenuhan air pada lapisan tanah. Hal ini mempengaruhi keseimbangan
5
lereng, antara lain akibat penggunaan air berlimpah pada sawah dan kolam ikan yang berada pada lereng. Lahan yang terkena gerakan tanah seluas 28 Ha, pada umumnya berupa permukiman, pesawahan, kebun, jalan, dan kolam ikan. Rumah yang sudah tidak layak huni akibat dari kejadian gerakan tanah tersebut sebanyak 127 KK (Dusun Kadupandak RT 01, 02, 03, Dusun Karangsari RT 07, 08). Sejumlah KK direlokasi ke permukiman baru untuk mendapatkan keamanan dari bahaya gerakan tanah, diutamakan pada warga yang tempat tinggalnya terletak pada zona pergerakan tanah yang tinggi serta tingkat kerusakan bangunan rumah kategori rusak berat. Namun dalam realisasinya dari 127 KK yang seharusnya direlokasi, sampai saat ini baru 71 KK yang telah tinggal di permukiman relokasi. Sebanyak 36 KK masih tinggal di daerah asal, kemampuan ekonomi masyarakat menjadi hambatan dalam membangun kembali rumahnya di relokasi permukiman. Sebagian kecil warga ada yang masih ikut tinggal dengan saudaranya atau dengan anaknya di tempat lain. 1. Faktor–faktor geografis
yang menyebabkan terjadinya gerakan
tanah (landslide) di Desa Kadupandak Kecamatan Tambaksari Kabupaten Ciamis a. Curah Hujan Gerakan tanah di desa kadupandak terjadi saat curah hujan tinggi. Hujan dengan intensitas lebat terjadi pada beberapa hari menyebabkan terjadinya peresapan air berjalan secara terus menerus ke dalam tanah. Selain itu keberadaan bendungan irigasi serta kolam ikan yang berada di atas lereng semakin menambah beban lereng. Ketidakmampuan
bendungan
irigasi
menampung
debit
air
mengakibatkan bendungan tersebut jebol. Hal tersebut semakin memperparah keadaan di permukiman warga yang berada pada lereng. Gerakan tanah pada lereng terjadi kembali sesaat setelah jebolnya bendungan irigasi tersebut. Warga yang berada di Dusun Karangsari dan Kadupandak segera diungsikan ke tempat yang lebih aman. Limpasan air dari
6
bendungan tersebut turun menuju lereng dengan membawa material seperti batu-batuan dan pepohonan yang tumbang. Pesawahan yang berada di pinggir sungai mengalami kerusakan, serta mengakibatkan jembatan Sungai Cibeureum yang menghubungkan Dusun Walahar Dan Sukamandi Terputus. b. Kemiringan Lereng Desa Kadupandak secara umum merupakan daerah perbukitan dan pegunungan bergelombang yang memiliki kemiringan lereng agak terjal (15-30%) sampai terjal/curam (> 70%), masalah erosi cukup besar dan banyak terjadi gerakan tanah terutama longsoran yang bersifat nendatan. Namun demikian tingkat kemiringan lereng bukanlah satu-satunya faktor yang menyebabkan terjadinya gerakan tanah. Gerakan tanah yang terjadi di Desa Kadupandak pada tahun 2010 terjadi pada musim hujan. Keberadaan permukiman warga di lereng dan kaki lereng menambah potensi korban harta benda dan jiwa . c. Struktur Batuan Berdasarkan Peta geologi Majenang, Jawa, Skala 1:100.000 batuan dasar di Desa Kadupandak merupakan batuan hasil gunung api tua berupa breksi gunung api, breksi aliran, tufa dan lava bersusunan andesit sampai basal, dari G. Sawal (Qvs), serta batuan dari Formasi tapak (Tpt) berupa batu pasir kasar dengan sisipan napal pasiran. Tanah pelapukan lempung pasiran hingga pasir berwarna merah kecoklatan dengan ketebalan 2 – 5m bersifat sarang yang meloloskan air. Dengan melihat kondisi geologis tersebut, Desa Kadupandak rawan mengalami gerakan tanah. Sampai saat ini kejadian gerakan tanah masih tetap terjadi. Dipicu oleh curah hujan yang tinggi, tingkat kerawanan gerakan tanah semakin besar. Dengan melihat kondisi penduduk yang masih tinggal pada zona gerakan tanah, tidak ada pilihan lain selain harus tetap waspada akan kemungkinan bahaya yang akan mengancam. Sebagian besar penduduk yang tinggal di daerah rawan gerakan tanah tidak punya lahan lain untuk memindahkan
7
rumahnya, sehingga potensi bencana yang ditimbulkan akan lebih besar. d. Kondisi Tanah Jenis tanah di Desa kadupandak adalah tanah podzolit adalah tanah subur yang umumnya berada di pegunungan dengan curah hujan yang tinggi dan bersuhu rendah / dingin. Selain itu terdapat juga tanah latosol memiliki kandungan mineral primer dan unsur hara rendah dan strukturnya remah. Warna tanah merah, coklat kemerahan, cokelat, cokelat kekuningan dan kuning, tergantung dari bahan induk, umur, iklim, dan ketinggian. Jika tanah latosol jenuh air karena intensitas hujan tinggi, tanah jenis ini mudah mengalami longsor. e. Vegetasi Penutup Vegetasi penutup yang memiliki perakaran menembus batuan dasar, fungsinya sangat vital dalam mengikat tanah pada lereng. idealnya tanaman-tanaman tersebut tumbuh pada lereng dan kaki lereng agar dapat limpasan air permukaan tidak mengikis permukaan tanah. Vegetasi penutup yang ada di desa Kadupandak sebagian besar adalah jenis tanaman tahunan seperti pohon kelapa, alba, mahoni, rambutan, dan afrika. Sedangkan tanaman musiman adalah palawija. Namun di lahan lereng yang dekat permukiman didominasi oleh tanaman liar berakar serabut, seperti alang-alang, benggala, dan berbagi jenis rerumputan. Tampaknya hal ini sengaja dilakukan oleh warga untuk menghindari bahaya pohon tumbang. Lereng yang dijadikan lahan pesawahan didominasi oleh tanaman
padi,
meskipun
ada
beberapa
bagian
lahan
yang
dialihfungsikan menjadi lahan darat untuk memanam pohon. Perubahan lahan ini dilakukan karena lahan sawah mengalami kerusakan pasca gerakan tanah, biasanya akibat sawah tersebut tertimbun material batuan.
8
f. Penggunaan Lahan Penggunaan lahan merupakan suatu kegiatan penduduk dalam memanfaatkan lahan yang sudah ada untuk kelangsungan hidupnya baik sandang, pangan, dan papan. Ruang yang tersedia hendaknya dijaga keseimbangannya agar tetap memberikan manfaat bagi manusia secara berkelanjutan. Perubahan penggunaan lahan untuk kepentingan tertentu
dengan
tidak
memperhitungkan
dampak
yang
akan
ditimbulkannya, pada akhirnya menjadi kerugian bagi manusia. Pergeseran fungsi penggunaan lahan tanpa memperhatikan kondisi geografis, memberikan dampak negatif pada lahan dan lingkungan. Penggunaan lahan di Desa Kadupandak adalah lahan pertanian seperti sawah, kebun, kolam dan bendungan irigasi, dan sisanya adalah lahan terbangun/permukiman. Penggunaan lahan tersebut sebagian besar pada berada pada lereng, sehingga kemungkinan terjadinya gerakan tanah menjadi besar. Pasca gerakan tanah di Desa Kadupandak, Saat ini ada 800 Kepala Keluarga yang masih tinggal pada zona rawan gerakan tanah. Sebagian besar rumah penduduk berada pada lereng dan kaki lereng, tentu saja kondisi tersebut cukup menghawatirkan terlebih saat ini merupakan musim penghujan, resiko yang dihadapi menjadi lebih besar. Namun demikian warga masih tetap bertahan di tempat tersebut karena mereka tidak mempunyai lahan pengganti. g. Tata Air/Drainase Ketersediaan sumberdaya air untuk memenuhi kebutuhan, baik manusia maupun fauna dan flora yang berada di dalam lahan tersebut sangatlah vital. Daya dukung suatu lahan terhadap kemampuan memenuhi kebutuhan sumberdaya air, baik bagi manusia serta semua mahluk hidup yang ada di atasnya sangatlah terbatas. Keterbatasan daya dukung
suatu
lahan
untuk
suatu
peruntukan
tertentu
harus
diperhitungkan dengan sebaik-baiknya, karena kemampuan lahan yang ada batasnya.
9
Berkenaan dengan kejadian gerakan tanah yang terjadi di Desa Kadupandak, faktor penyebab terjadinya gerakan tanah di daerah tersebut salah satunya adalah belum adanya drainase (saluran irigasi) yang memenuhi persyaratan, sehingga air menjenuhi lereng. keberadaan bendungan irigasi di atas lereng untuk pengairan pesawahan di Desa kadupandak dan daerah sekitarnya, menyebabkan peresapan air ke dalam tanah yang melebihi kapasitasnya. Daerah yang mengalami rayapan tanah, sering merupakan daerah akumulasi air, karena letaknya yag berada di kaki bukit atau pada lembah di antara perbukitan. Proses penjenuhan oleh air terhadap lapisan lempung ini mengakibatkan lapisan lempung kehilangan kekuatan geser atau daya dukung, sehingga lapisan tersebut bergerak. h. Gempa Pergerakan lapisan bumi membuat kondisi fisik dipermukaan bumi pun berubah. Gempa Bumi yang terjadi pada bulan September 2009 yang berpusat di selatan tasikmalaya menyebabkan dampak kerusakan di beberapa tempat di Desa Kadupandak. Gempa tersebut menimbulkan keretakan pada tanah dan rumah serta keretakan pada badan jalan. Dihubungkan
dengan
kejadian
gerakan
tanah
di
Desa
kadupandak, potensi gerakan tanah yang terjadi di suatu wilayah atau lahan sangat ditentukan oleh kondisi geologi yang menempati lahan/wilayah tersebut. Lahan yang berada di daerah pegunungan akan berpotensi terhadap bencana longsoran dan erosi. Disamping itu kondisi geologi seperti jenis batuan, struktur geologi, dan patahan aktif serta seismisitas akan berpengaruh terhadap kemungkinan terjadinya gerakan tanah. Faktor-faktor lainya yang mempengaruhi potensi gerakan tanah adalah vegetasi penutup lahan, penggunaan lahan, pemanfaatan lahan dan eksploitasi lahan yang melebihi daya dukung suatu lahan.
10
i. Fisiografi Sesar Pada awal tanda-tanda gerakan tanah terjadi di Desa Kadupandak, kenampakan yang terlihat pada lahan adalah munculnya sesar tanah. Kebanyakan hal tersebut terjadi di daerah punggungan bukit. Fenomena tersebut dianggap hal biasa saja oleh masyarakat, karena kejadian tersebut sering terjadi ketika musim penghujan datang. Biasanya warga yang mengalami rekahan tanah akibat sesar memperbaikinya dengan menimbun/mengurug dengan tanah. Tetapi seiring dengan perubahan penggunaan lahan, fenomena sesar tanah sering terjadi. Kejadian yang sering terjadi adalah penyusutan muka air pada kolam yang berada di kaki lereng. Air kolam secara tiba-tiba menyusut karena pada lahan kolam tersebut terjadi rekahan tanah. 2. Pemanfaatan Lahan Pasca Gerakan Tanah (Landslide) Di Desa Kadupandak Kecamatan Tambaksari Kabupaten Ciamis Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air, vegetasi serta benda yang ada diatasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan. Dalam hal ini lahan juga mengandung pengertian ruang dan tempat ( Arsyad Sitanala, 1989:207). Tata guna lahan di Desa Kadupandak sebagian besar digunakan untuk lahan pertanian seperti sawah, kebun, kolam ikan, sedangkan yang lainnya dimanfaatkan manjadi lahan terbangun. Pasca gerakan tanah yang terjadi di Desa Kadupandak, lahan yang yang mengalami kerusakan diperlakukan dengan cara yang berbeda-beda. Gerakan tanah di Desa Kadupandak yang terjadi sejak tahun 1993 berdampak kerusakan pada bangunan dan lahan, baik lahan tempat bangunan berdiri maupun lahan kebun, sawah dan kolam. Sebagian besar masyarakat melakukan perbaikan pada bangunan dan lahan untuk mengurangi dampak kerusakan lebih lanjut. Secara umum kejadian pergerakan tanah memberikan dampak pada banyak hal. Perubahan morfologi lahan, relokasi pemukiman, hingga pemanfaatan lahan yang ditinggalkan. Berbagai macam tindakan dilakukan masyarakat untuk mempertahankan nilai dan manfaat dari lahan
11
tersebut. Namun ada juga lahan-lahan yang telah ditinggalkan tersebut dibiarkan begitu saja tanpa adanya pemanfaatan yang jelas. Pasca gerakan tanah yang terjadi di Desa Kadupandak, perubahan penggunaan lahan dilakukan agar lahan-lahan tersebut tetap memberikan manfaat baik bagi lingkungan maupun secara ekonomi. Tidak sedikit lahan basah yang mengalami kerusakan parah dialih fungsikan menjadi lahan darat.
Tetapi ada juga masyarakat
yang masih
memfungsikan lahan tersebut seperti semula. Sebagian besar mata pencaharian penduduk di Desa Kadupandak adalah sebagai petani. Mereka menopang kebutuhan ekonomi dari hasil pertanian. Akibat dari kerusakan lahan pertanian tersebut tentu saja mempengaruhi juga pada kondisi ekonomi. Perbaikan lahan pertanian dibutuhkan untuk mengembalikan produktivitas hasil pertanian. Perbaikan pada lahan sawah relatif lebih lama dibandingkan dengan lahan untuk kebun dan kolam. Hal ini karena sebagian besar lahan sawah rusak karena tertimbun oleh batu-batuan kerakal yang terbawa oleh arus air. Kerusakan rumah tempat tinggal juga menjadi hambatan warga di Desa Kadupandak. Rumah yang mengalami kerusakan ringan diperbaiki dan masih ditempati dengan segala resiko yang mungkin dapat terjadi. Masyarakat yang rumahnya mengalami rusak berat, sebagian ada yang direlokasi atau membangun kembali di tempat semula.
C. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian penulis tentang analisis Pemanfaatan Lahan Pasca Gerakan Tanah (Landslide) di Desa Kadupandak Kecamatan Tambaksari, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Faktor–faktor geografis
yang menyebabkan terjadinya gerakan tanah
(landslide) di Desa Kadupandak Kecamatan Tambaksari Kabupaten Ciamis adalah :
12
a. Curah hujan, intensitas dan lamanya hujan pada sebelum dan saat kejadian sebagai pemicu terjadinya gerakan tanah, karena di daerah ini ditandai dengan seringnya terjadi gerakan tanah pada saat curah hujan tinggi b. Kemiringan lereng, kondisi morfologi di ini adalah perbukitan dan pegunungan bergelombang yang memiliki kemiringan lereng agak terjal (15-30%) sampai terjal/curam (> 70%), sehingga massa tanah mudah bergerak. c. Struktur batuan, sifat fisik batuan breksi vulkanik, konsistensi rendah, kurang kompak dengansementasi lemah, sehingga mudah lepas d. Kondisi tanah, sifat fisik tanah lapukan batuan berupa lempung pasiran hingga batu pasir yang tebal, lunak sarang dan luruh bila terkena air. Adanya bidang lemah berupa kontak antara tanah pelapukan yang bersifat sarang dengan batuan dasar yang masif, kedap air yang membentuk aliran di bawah permukaan tanah. e. Vegetasi penutup, jarangnya vegetasi yang memiliki perakaran menembus tanah atau batuan yang terletak di bawah bidang gelincir pada lereng, sehingga tidak ada fungsi mengikat tanah dan menahan terjadinya gerakan tanah. f. Penggunaan lahan, pembebanan yang berlebihan pada lereng dengan terdapatnya kolam-kolam ikan dan lahan pesawahan basah. g. Tata air/drainase, belum adanya drainase (saluran irigasi) yang memenuhi persyaratan, sehingga air menjenuhi lereng. h. Gempa, gempa bumi yang terjadi mengakibatkan kerusakan para rumah, lahan, dan badan jalan. i. Fisiografi sesar, adanya sesar yang terjadi pada lahan yang menunjukan saling berpapasan. 2. Pemanfaatan lahan pasca gerakan tanah (landslide) di Desa Kadupandak Kecamatan Tambaksari Kabupaten Ciamis
13
Pemanfaatan lahan di Desa kadupandak sebelum terjadinya gerakan tanah (landslide) digunakan untuk lahan permukiman, lahan pertanian (sawah, kolam, kebun). Penduduk Desa Kadupandak telah ada sejak lama dan tinggal menetap secara turun menurun serta membentuk kawasan permukiman. Kawasan permukiman di Desa Kadupandak ditandai dengan adanya perumahan disertai dengan sarana dan prasarana serta infrastruktur yang memadai. Sebagian besar mata pencaharian penduduk di Desa Kadupandak adalah sebaga petani. Lahan garapan mereka berupa lahan pesawahan, kolam, dan kebun. Pemanfaatan lahan di Desa kadupandak setelah terjadinya gerakan tanah (landslide) terdapat lahan bekas permukiman yang ditinggalkan, lahan terlantar (lahan sawah, kolam, kebun). Akibat yang ditimbulkan dari kejadian gerakan tanah di Desa Kadupandak adalah rusaknya permukiman warga dan rusaknya lahan pertanian. Sebanyak 127 KK yang terdiri berasal dari Dusun Karangsari dan Dusun Kadupandak direlokasi ke permukiman baru. Rumah tempat tinggal warga yang direlokasi tidak ditempati lagi/ditinggalkan. Sebagian kecil dari warga yang rumahnya hancur mengungsi ke kerabatnya dan membangun kembali rumahnya di tempat lain. Lahan pertanian yang mengalami kerusakan, baik sawah, kolam, dan kebun, ada yang diterlantarkan. Beberapa warga melakukan alih fungsi lahan sebagai upaya pemanfaatan lahan. Lahan basah seperti sawah dan kolam dialihungsikan menjadi lahan darat dan ditanami oleh tanaman tahunan.
Saran 1. Sosialisasi kepada masyarakat tentang bahaya yang ditimbulkan dari gerakan tanah harus lebih ditingkatkan, baik berupa penyuluhan, pembagian leaflet, atau pemasangan spanduk. 2. Tindakan ketika terjadi dan pasca bencana berupa tanggap darurat, rehabilitasi serta rekontruksi harus dilakukan dengan cepat dan
14
tepat agar mampu meminimalkan dampak yang ditimbulkan dari gerakan tanah 3. Masyarakat yang berada pada zona kerentanan gerakan tanah harus diberi pemahaman mengenai tindakan yang harus dilakukan kejadian gerakan tanah tersebut terjadi kembali. 4. Pemanfaatan lahan harus disesuaikan dengan peruntukannya, agar potensi kerusakan relatif kecil.
DAFTAR PUSTAKA Arsyad, sitanala dan Ernan Rustiadi. (2008). Penyelamatan Tanah, Air dan Lingkungan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Bintarto, R. (1979). Metode Analisa Geografi. LP3ES. Jakarta. Hardiyatmoko. (2006). Penanganan Tanah Longsor & Erosi. Gadjah Mada University Press. Jogyakarta. Hardjowiguno, S. (2007). Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta. Nasution, S. (2009). Metode Research. Bumi Aksara. Jakarta Noor, Djauhari. (2006). Geologi Lingkungan. Graha Ilmu. Jakarta. Noor, Djauhari. (2011). Geologi untuk Perencanaan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Pemerintah Desa Kadupandak. Data Monografi Desa Kadupandak Tahun 2012. Tidak Diterbitkan. Ramli, Soehatman. (2010). Manajemen Bencana. Dian Rakyat. Jakarta. Sukmadinata, Nana Syaodih. (2012). Metode Penelitian Pendidikan. Remaja Rosdakarya. Bandung. Tarigan, Robinson. (2005). Perencanaan Pembangunan Wilayah. Bumi Aksara. Jakarta.
15