KARAKTERISTIK RELOKASI PERMUKIMAN PASCA BENCANA LONGSOR LAHAN DI DESA PARUNGPONTENG KECAMATAN PARUNGPONTENG KABUPATEN TASIKMALAYA Siti Mariah1 (
[email protected]) Siti Fadjarajani2 (
[email protected]) Program Studi Pendidikan Geografi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi
ABSTRACT
SITI MARIAH. 2015. The Characteristics Of Settlement Relocation After Landslide In Parungponteng Village, Sub-District Parungponteng, Tasikmalaya. Geography Education Program. Faculty of Teacher Training and Education Siliwangi universities. This research is motivated by the settlements relocation after landslide which is not in one residential complex, but scattered in some village and it is still in the same village, Parungponteng village. Based on that description, the main issues of this research are: (1) What factors that causes settlement relocation after landslide in Parungponteng village, sub-district Parungponteng, Tasikmalaya are landslide is occurred damaged houses, damaged agricultural land, and the assistance of government. (2) settlement relocation after landslide in Parungponteng village, sub-district Parungponteng, Tasikmalaya are limited land, inadequate facilities and infrastructure and low socio-economic conditions. The method used in this research is descriptive-quantitative, data collection technique used are observation, interview, questionnaire, literature study and documentation. The population of this research is all of the society involved in the relocation of settlement. Sample taken in this research is by using purposive sampling/judgemental sampling addressed to BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah), Chief of Parungponteng village and also by using saturated sampling (complete), it is 29 householders who relocated after landslide in Parungponteng village. The cultivation of the data is by using percentage analysis. The result shows that the factors that causes the relocation settlement after landslide is because of the landslide, it is caused by morphological conditions in Parungponteng village is hills by percentage of respondents’ answer 68,97%. The resultant loss caused by landslide are damaged houses by percentage of respondents’ answer is 93,10%, Around the settlement relocation there is agricultural land that caused damaged houses and agricultural land by percentage of respondents’ answer is 79,31%, All o the respondents says that the government is participate in settlement relocation establishment with the kind if help of cash. The characteristics of settlement relocation in Parungponteng village, subdistrict Parungponteng, Tasikmalaya is the limitation of land so that the society use their agricultural land by percentage of respondents’ answer is 68,97%, facilities and infrastructure available in settlement relocation is still low, especially a mosque in RT.04 which the settlement relocation is not far from landslide site by percentage of respondents’ answer is 72,41% and socioeconomic conditions is low after live in settlement relocation, its kinship is lessen by percentage of respondents’ answer is 72,41%, and the necessities of life are lacking by percentage of respondents’ answer is 68,97%.
Keywords: Settlement relocation, Landslide, Parungponteng Village 1 Pendidikan Geografi, FKIP Universitas Siliwangi 1│ SitiMahasiswa Fadjarajani dan Siti Mariah., Karakteristik Relokasi Permukiman 2 Dosen Program Studi Pendidikan Geografi, FKIP Universitas Siliwangi
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh relokasi permukiman pasca bencana longsor lahan yang tidak dalam satu komplek permukiman, tetapi tersebar di beberapa Kampung dan masih di Dusun yang sama yaitu Dusun Parungponteng. Berdasarkan hal tersebut yang menjadi pokok permasalahan, yaitu: (1) faktor-faktor apakah yang menyebabkan relokasi permukiman masyarakat pasca bencana longsor lahan di Desa Parungponteng Kecamatan Parungponteng Kabupaten Tasikmalaya, serta (2) bagaimanakah karakteristik relokasi permukiman pasca bencana longsor lahan di Desa Parungponteng Kecamatan Parungponteng Kabupaten Tasikmalaya. Hipotesis penelitian ini adalah (1) faktor-faktor yang menyebabkan relokasi permukiman masyarakat pasca bencana longsor lahan di Desa Parungponteng Kecamatan Parungponteng Kabupaten Tasikmalaya yaitu terjadinya longsor lahan, rumah hancur, lahan pertanian rusak, dan adanya bantuan dari pemerintah. (2) karakteristik relokasi permukiman pasca bencana longsor lahan di Desa Parungponteng Kecamatan Parungponteng Kabupaten Tasikmalaya yaitu keterbatasan lahan, sarana dan prasarana kurang memadai, dan kondisi sosial ekonomi rendah. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif kuantitatif, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, kuesioner, studi literatur, dan dokumentasi. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang terlibat dalam program relokasi permukiman pasca bencana longsor lahan di Desa Parungponteng Kecamatan Parungponteng Kabupaten Tasikmalaya. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling/judgmental sampling yang ditujukan kepada BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah), Kepala Desa Parungponteng, dan juga dengan menggunakan teknik sampel jenuh (tuntas) yaitu 29 Kepala Keluarga yang di relokasi pasca bencana longsor lahan di Desa Parungponteng Kecamatan Parungponteng Kabupaten Tasikmalaya. Teknik pengolahan data pada penelitian ini menggunakan analisis persentase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan relokasi permukiman masyarakat pasca bencana longsor lahan yaitu terjadinya longsor lahan karena kondisi morfologi Desa Parungponteng perbukitan dengan persentase jawaban responden 68,97%, kerugian yang diakibatkan longsor lahan tidak sedikit diantaranya rumah hancur dengan persentase jawaban responden 93,10%, di sekitar permukiman daerah bencana terdapat lahan pertanaian yang mengakibatkan rusaknya rumah dan lahan pertanian dengan persentase jawaban responden 79,31%, keseluruhan dari jumlah responden mengatakan pemerintah turut serta dalam pembangunan relokasi permukiman dengan jenis bantuan uang tunai. Karakteristik relokasi permukiman pasca bencana longsor lahan yaitu keterbatasan lahan sehingga masyarakat menggunakan lahan pertanian milik pribadi dengan persentase jawaban responden 68,97%, sarana dan prasarana yang tersedia di permukiman relokasi kurang memadai terutama mesjid RT 04 yang relokasi permukimannya tidak jauh dari lokasi bencana dengan persentase jawaban responden 72,41%, dan kondisi sosial ekonomi rendah setelah tinggal di permukiman relokasi yaitu kekeluargaan semakin berkurang dengan persentase jawaban responden 72,41%, serta kebutuhan hidup kurang terpenuhi dengan baik dengan persentase jawaban responden 68,97%.
Kata kunci : Relokasi Permukiman, Longsor Lahan, Desa Parungponteng
2│ Siti Fadjarajani dan Siti Mariah., Karakteristik Relokasi Permukiman
PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut FAO (1976) dalam Rayes (2007: 2) sumberdaya lahan merupakan suatu lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, topografi, tanah, hidrologi dan vegetasi dimana pada batas-batas tertentu mempengaruhi kemampuan penggunaan lahan. Sumberdaya lahan, seperti tanah (soil) dan endapan mineral dapat dikembangkan terutama jika lahan tersebut bermanfaat secara maksimal bagi masyarakat. Tanah (soil) dapat juga menjadi bencana apabila tanah tersebut bersifat mudah mengembang (swelling) dan menyusut (shrinkage) serta tanah yang berada di lereng-lereng bukit berpotensi longsor dengan tingkat bencana yang bervariasi (Noor, 2006: 185). Seperti halnya dengan bencana longsor lahan yang terjadi pada pertengahan tahun 2014 yang telah melanda satu kampung Cihonje. Kerugian yang diakibatkan pastinya cukup besar, tentunya tergantung pada luasan daerah yang terlanda yaitu luasnya sekitar 1,5 Ha atau 15.411 m2, jumlah volume material yang bergerak, kecepatan gerakan dan penggunaan lahan daerah yang terkena longsor baik itu kerusakan tempat tinggal/permukiman maupun kerusakan lahan pertanian di sekitar bencana longsor. Penataan ulang tempat penduduk di lahan yang rentan terhadap longsor bukannya hal yang mudah. Walaupun berbagai upaya baik penyuluhan untuk menyadarkan masyarakat yang tinggal di daerah tersebut telah dilakukan maupun penyiapan fasilitas relokasi telah disiapkan. Pemerintahan
Desa
Parungponteng
melakukan
koordinasi
dengan
Pusat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (BVMBG), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulanagan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Tasikmalaya untuk menangani dan menanggulangi bencana longsor lahan dengan cara masyarakat di relokasi ke tempat yang lebih aman dari bencana longsor. Lahan untuk relokasi pun telah disiapkan oleh pemerintahan
Desa
Parungponteng,
namun
karena
banyak
pertimbangan
yang
menyebabkan keberatannya masyarakat untuk pindah diantaranya pertimbangan akses ke ladang dan pertimbangan akses ke daerah lain yang jauh dari tempat permukiman. Karena itu masyarakat lebih memilih relokasi di tanah milik pribadi dengan bantuan dari
3│ Siti Fadjarajani dan Siti Mariah., Karakteristik Relokasi Permukiman
pemerintah. Namun relokasi permukiman tidak dalam satu komplek melainkan tersebar di beberapa kampung tetapi masih di Dusun yang sama yaitu Dusun Parungponteng. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Karakteristik Relokasi Permukiman Pasca Bencana Longsor Lahan Di Desa Parungponteng Kecamatan Parungponteng Kabupaten Tasikmalaya”.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan relokasi permukiman masyarakat pasca bencana longsor lahan di Desa Parungponteng Kecamatan Parungponteng Kabupaten Tasikmalaya. (2) untuk mengetahui karakteristik relokasi permukiman pasca bencana longsor lahan di Desa Parungponteng Kecamatan Parungponteng Kabupaten Tasikmalaya.
METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode deskriptif kuantitatif yaitu cara untuk memperoleh
ilmu pengetahuan atau
memecahkan masalah yang dihadapi dan dilakukan secara hati-hati dan sistematis, dan data-data yang dikumpulkan berupa rangkaian atau kumpulan angka-angka, bersifat penjelasan (eksplanatif) secara umum (Nasehudin dan Nanang Gozali, 2012: 68). Langkah metode ini pada dasarnya meliputi pengumpulan data, pengklasifikasian data, dan analisis data kemudian membuat kesimpulan dan terakhir menyusun laporan dari sebuah rangkaian penelitian.
PEMBAHASAN 1. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Relokasi Permukiman Pasca Bencana Longsor Lahan
Di
Desa
Parungponteng
Kecamatan
Parungponteng
Kabupaten
Tasikmlaya a. Longsor Lahan Longsoran merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan ataupun percampuran keduanya menuruni atau keluar lereng, akibat dari
4│ Siti Fadjarajani dan Siti Mariah., Karakteristik Relokasi Permukiman
terganggunya kestabilan tanah di daerah bencana
yang dimanfaatkan sebagai
permukiman dan lahan pertanian. Sesuai dengan morfologinya daerah bencana juga termasuk daerah perbukitan dengan kemiringan lereng agak terjal (15-30%). Sehingga daerah bencana merupakan wilayah yang sering mengalami longsor lahan. Longsor tersebut mulai terjadi pada tahun 1950, tahun 1960, tahun 1990 dan tahun 2014. Sejak tahun 1950 masyarakat setempat kerap kali dihantui rasa was-was ketika hujan lebat mengguyur daerah Parungponteng. Longsor pertama kali yang cukup menggetarkan yaitu tahun 1960, longsor tidak menimpa rumah tetapi berupa longsor ke samping (sungai). Baru pada tahun 1990, masyarakat setempat mulai dihantui rasa takut ketika longsor menghancurkan salah satu rumah. Lain halnya lagi dengan bencana longsor yang terjadi pada pertengahan tahun 2014 yang tengah meluluh lantakan perkampungan di Desa Parungponteng. Penyebab longsor ini terdiri dari beberapa faktor yang bekerja secara bersama-sama (simultan), yaitu adanya interaksi kondisi litologi, penjenuhan, pelunakan, dan penambahan bobot massa tanah akibat pola penggunaan lahan tanam basah dan pembuatan kolam-kolam pada bagian atas lereng. Kondisi-kondisi tersebut mengakibatkan tanah mengalami
penurunan tingkat kestabilannya.
Kemiringan lereng yang agak terjal dan beban yang ada di atas permukaan tanah serta bidang lemah berupa kontak antara tanah pelapukan dengan lapisan serpih dibawahnya, mengakibatkan tanah mudah bergerak ke arah luar lereng sehingga terjadi longsor lahan dengan tipe rayapan. Menurut Noor (2006: 104), rayapan (creep) adalah perpindahan material batuan dan tanah ke arah kaki lereng dengan pergerakan yang sangat lambat. Sedangkan menurut Yulaelawati dan Usman Syihab (2008: 34) rayapan merupakan gerakan masa tanah atau batuan bergerak dengan kecepatan lambat, umumnya tidak menimbulkan korban jiwa tetapi merusakkan bangunan. Berdasarkan kedua teori tersebut, longsor yang terjadi di daerah bencana juga pergerakannya lambat. Tidak sekaligus menghancurkan perkampungan Cihonje. Tetapi kerugian yang diakibatkan longsor tersebut cukup besar, hal ini 5│ Siti Fadjarajani dan Siti Mariah., Karakteristik Relokasi Permukiman
tergantung pada luasan daerah yang terlanda yaitu luasnya sekitar 1,5 Ha atau 15.411 m2. b. Rumah hancur Longsor lahan yang terjadi di Kampung Cihonje tergolong cukup parah, sehingga mengakibatkan rumah warga di permukiman daerah bencana rusak dan hancur terutama jenis rumah panggung. Longsoran yang berupa rayapan bergerak dengan kecepatan lama, awalnya rumah masyarakat hanya 2 (dua) rumah retakretak, tidak lama kemudian semua barang-barang berharga yang ada di rumah dipindahkan dan masyarakat mengungsi di Madrasah PNPM yang tidak jauh dari lokasi bencana. Dua hari setelah pemindahan barang-barang, 6 (enam) rumah posisinya miring bahkan amblas. Gejala longsor setelah beberapa minggu tidak lagi terasa, masyarakat mengira bahwa permukimannya sudah aman. Sehingga harta benda yang sudah diungsikan di pindahkan kembali ke rumahnya, sehari sesudah itu bencana longsor susulan terjadi dan meluluh lantakan seluruh rumah di Kampung Cihonje. Setelah longsor susulan yang besar terjadi, dinyatakan 35 KK (Kepala Keluarga) berada pada zona bahaya. 29 KK mengalami kerusakan, dan 6 KK rumahnya terancam karena jarak rumah yang jauh dengan lokasi bencana longsor. Kerusakan berat dialami oleh rumah-rumah yang berada di dekat mahkota longsor dan pada lokasi yang mengalami retakan pada tanah permukaan. Kerusakan juga terjadi pada rumah-rumah yang terletak di bagian ujung longsoran, akibat terseret material yang bergerak dari atas (sumber longsor). Sebagai upaya mitigasi selanjutnya, warga direlokasi ke permukiman sebanyak 29 KK (Kepala Keluarga). Rumah warga di daerah bencana sebagian besar ditinggalkan, karena sisa dari bangunan tersebut sudah tidak bisa dimanfaatkan untuk membangun kembali rumah di tempat relokasi. c. Lahan pertanian rusak Kerugian yang di akibatkan oleh longsor lahan tidak hanya permukiman saja, tetapi lahan pertanian yang ada di sekitar rumah warga juga mengalami kerusakan. Jenis pertaniannya yaitu persawahan, kebun campuran dan kolam ikan.
6│ Siti Fadjarajani dan Siti Mariah., Karakteristik Relokasi Permukiman
Luas lahan pertanian yang rusak terkena longsor status kepemlilikannya belum jelas, milik masyarakat ataupun milik pemerintah. Pasalnya, lahan yang terkena longsor sudah tidak layak untuk dihuni karena kondisi lahan tanahnya terus bergerak. Tetapi dalam waktu singkat akhirnya dihijaukan dengan ditanami pohon. Masyarakat sekitar juga melakukan penanaman vegetasi diantaranya penanaman berbagai jenis pohon kayu, pohon kelapa, pohon pisang, dan berbagai tanaman seperti tanaman jagung, singkong, kapulaga, dan lain-lain. Kegiatan penanaman atau penghijauan di lokasi bencana, pihak-pihak terkait khususnya Pemerintahan Kabupaten Tasikmalaya mencanangkan penanaman 1.000 pohon, yang diharapkan penanaman ini bisa memberikan inspirasi kepada warga untuk selalu menjaga lingkungan serta waspada jika bencana sewaktu-waktu bisa terjadi. d. Bantuan Pemerintah Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Tasikmalaya telah memberikan bantuan stimulan relokasi rumah kepada masyarakat yng terkena bencana longsor lahan di Kampung Cihonje Desa Parungponteng Kecamatan Parungponteng Kabupaten Tasikmalaya sebanyak Rp. 580.000.000,00 untuk 29 KK. Artinya setiap KK mendapatkan bantuan stimulant Rp. 20.000.000,00. Bantuan stimulan adalah fasilitas pemerintah berupa sejumlah dana yang diberikan kepada MBR (masyarakat berpenghasilan rendah) penerima manfaat bantuan stimulan untuk membantu pelaksanaan pembangunan perumahan swadaya (Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Pasal 1 tentang Pedoman Pelaksanaan
Bantuan
Stimulan
Perumahan
Swadaya
bagi
Masyarakat
Berpenghasilan Rendah). Bantuan stimulan relokasi ini bersumber dari anggaran Dana Siap Pakai (DSP)
Badan
Nasional
Penanggulangan
Bencana
(BNPB)
pada
Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Tasikmalaya. Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (BAB VIII tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan
7│ Siti Fadjarajani dan Siti Mariah., Karakteristik Relokasi Permukiman
Bencana Pasal 62) sebagai berikut: Dana siap pakai disediakan oleh Pemerintah dalam anggaran Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Dengan turunya bantuan tersebut, menandakan bahwa segala administrasi baik kesiapan lahan dan yang lainnya sudah selesai. Sehingga lahan tersebut sudah siap untuk dibangun rumah. 2. Karakteristik Relokasi Permukiman Pasca Bencana Longsor Lahan Di Desa Parungponteng Kecamatan Parungponteng Kabupaten Tasikmalaya a. Keterbatasan Lahan Lahan sebagai fungsi ruang kehidupan menyediakan sarana fisik untuk tempat tinggal manusia, industri, dan aktivitas sosial seperti olahraga dan rekreasi (Rayes, 2006: 3). Rusaknya lahan akibat bencana longsor menghambat bagi kehidupan masyarakat terutama dalam penyediaan rumah atau tempat tinggal. Masalah relokasi adalah masalah yang kompleks karena menyangkut 3 hal, yakni kebutuhan dasar manusia akan tanah dan tempat tinggal, ketersediaan tanah atau areal untuk relokasi, dan jaminan untuk dapat melangsungkan kehidupannya. Lokasi dan kualitas tempat relokasi adalah faktor penting dalam perencanaan relokasi karena sangat menentukan kemudahan menuju ke lahan usaha, jaringan sosial, pekerjaan, bidang usaha dan peluang pasar. Setiap lokasi mempunyai keterbatasan dan peluang masing-masing. Memilih lokasi yang sama baik dengan kawasan yang dahulu (tempat yang lama) dari segi karakterstik lingkungan sosial, budaya, dan ekonomi akan lebih memungkinkan relokasi dan pemulihan pendapatan berhasil. Pemerintahan Desa Parungponteng juga tanggap terhadap program relokasi pasca bencana longsor lahan dengan menyiapkan lahan sebagai areal relokasi yaitu di Gunung Aul yang letaknya jauh dari wilayah permukiman Desa Parungponteng. Namun masyarakat yang terkena bencana longsor keberatan untuk membangun rumah di lahan yang telah disediakan karena banyak pertimbangan terhadap lahan yang telah disediakan, diantaranya pertimbangan akses ke ladang dan pertimbangan akses ke daerah lain yang jauh dari tempat permukiman di Desa Parungponteng. Untuk itu masyarakat lebih memilih relokasi di tanah milik pribadi.
8│ Siti Fadjarajani dan Siti Mariah., Karakteristik Relokasi Permukiman
Sehubungan dengan relokasi di tanah masing-masing, lahan yang digunakan untuk membangun rumah dari setiap Kepala Keluarga berbeda-beda. Sebagian masyarakat ada yang membangun rumahnya di lahan pertanian dan ada juga di lahan non pertanian. Karena keterbatasan dan kepemilikan lahan yang berbeda lebih dari setengahnya masyarakat menggunakan lahan produktif untuk membangun rumah/ tempat tinggal baru. Sementara jarak dari lokasi bencana longsor ke tempat permukiman baru sebagian besar berjarak 1 km. Permukiman relokasi pun tidak dalam satu komplek melainkan tersebar di beberapa kampung tetapi masih di Dusun yang sama yaitu Dusun Parungponteng. b. Sarana dan prasarana kurang memadai Kelengkapan sarana dan prasarana dari suatu perumahan dan permukiman dapat mempengruhi perkembangan permukiman di suatu wilayah. Dengan adanya sarana dan prasarana yang memadai dapat memudahkan penduduknya untuk beraktivitas sehari-hari. Namun, sarana dan prasarana di permukiman relokasi yang berada di Desa Parungponteng akibat bencana longsor lahan sampai saat ini kurang memadai, masih ada sarana dan prasarana yang belum terbangun dan menyulitkan warga untuk melaksanakan aktivitasnya. Sarana dan prasarana yang belum memadai diantaranya masjid RT 04. Selain itu MCK untuk warga di permukiman relokasi masih terbatas. Akses jalan di permukiman relokasi sulit terjangakau, apalagi musim hujan. Hal ini dikarenakan kondisi jalan yang berupa tanah. Karena sebagian besar waga membangun rumah di areal persawahan. c. Kondisi sosial ekonomi rendah Relokasi berkaitan erat dengan masalah sosial ekonomi dan budaya, disamping masalah pemulihan kondisi psikologis. Kondisi sosial adanya pengaruh terhadap sistem sosial masyarakat, yaitu pola atau sistem sosial masyarakat yang ada atau sebelumnya sudah terbentuk telah berubah setelah tinggal di permukiman relokasi.
9│ Siti Fadjarajani dan Siti Mariah., Karakteristik Relokasi Permukiman
Aspek ekonomi berkaitan dengan mata pencaharian dan juga akan mempengaruhi tingkat pendapatan seseorang. Mata pencaharian masyarakat di tempat relokasi sebagian besar adalah petani. Sehingga aktivitas masyarakat setelah tinggal di permukiman relokasi tidak lain adalah mengolah lahan pertanian Tingkat perekonomian suatu daerah yang tinggi dapat meningkatkan perkembangan permukiman.
Makin tinggi pendapatan seseorang, maka makin
tinggi pula kemampuan orang tersebut dalam memiliki rumah. Hal ini akan meningkatkan perkembangan permukiman di suatu daerah. Akan tetapi karena kebanyakan masyarakat yang di relokasi mata pencahariannya petani, ditambah lagi kerugian pasca longsor lahan pendapatannya pun tidak akan tinggi. Masyarakat hanya mampu membangun rumah jenis panggung. Pemenuhan kebutuhan masyarakat juga di tempat relokasi sampai saat ini sebagian besar kurang terpenuhi dengan baik, karena kondisi ekonomi pasca bencana sangat menurun. Hal ini membuat warga kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di tempat relokasi.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian penulis tentang karakteristik relokasi permukiman pasca bencana longsor lahan di Desa Parungponteng Kecamatan Parungponteng Kabupaten Tasikmalaya, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Faktor-faktor yang menyebabkan relokasi permukiman masyarakat pasca bencana longsor lahan di Desa Parungponteng Kecamatan Parungponteng Kabupaten Tasikmalaya adalah: a. Longsor lahan, merupakan longsoran yang terjadi di Desa Parungponteng berupa rayapan yang menyebabkan kerusakan cukup besar bagi masyarakat dikarenakan kondisi morfologis Desa Parungponteng yang berbukit dan adanya ketidaksesuaian masyarakat sekitar dalam menggunakan lahan. Dari hasil penelitian bahwa terjadinya longsor lahan karena kondisi morfologi Desa Parungponteng perbukitan dengan persentase jawaban responden 68,97%.
10│ Siti Fadjarajani dan Siti Mariah., Karakteristik Relokasi Permukiman
b. Rumah hancur adalah dampak dari bencana longsor lahan yang dikarenakan tidak memperhatikan kondisi geologis daerah tersebut. Bangunan rumah yang berada di atas lereng ataupun di bawah tebing akan terkena longsor. Sehingga sebagian rumah tersebut hancur (rusak berat). Dari hasil penelitian kerugian yang diakibatkan longsor lahan adalah rumah hancur dengan persentase jawaban responden 93,10%. c. Lahan pertanian rusak adalah dampak dari bencana longsor lahan yang terdapat di sekitar permukiman masyarakat dikarenakan tidak memperhatikan tata guna lahan yang cocok untuk daerah tersebut. Kebanyakan masyarakat menggunakan lahan untuk pertanian basah. Dari hasil penelitian diperoleh selain rusaknya rumah juga lahan pertanian dengan persentase jawaban responden 79,31%. Tetapi luas yang terkena dampak dari bencana longsor lahan lebih besar lahan pertanian dibandingkan dengan lahan permukiman. d. Bantuan dari pemerintah merupakan faktor pendorong lainnya berupa bantuan stimulan untuk masyarakat yang terkena bencana longsor lahan. Bantuan pemerintah cukup untuk membangun rumah sederhana sebagai tempat tinggal. Dari hasil penelitian diperoleh keseluruhan dari masyarakat mengatakan pemerintah turut serta dalam pembangunan relokasi permukiman dengan jenis bantuan uang tunai. 2. Karakteristik Relokasi Permukiman Pasca Bencana Longsor Lahan di Desa Parungponteng Kecamatan Parungponteng Kabupaten Tasikmalaya a. Keterbatasan
lahan,
merupakan
tidak
tersedianya
lahan
yang
disiapkan
Pemerintahan Desa untuk relokasi permukiman pasca bencana longsor yang dekat dengan wilayah permukiman Desa Parungponteng, sehingga masyarakat lebih memilih membangun rumah di lahan milik pribadi, yang sebagian besar berupa lahan pertanian dengan persentase responden 68,97%. Karena kepemilikan lahan yang berbeda juga permukiman relokasi pun tidak dalam satu komplek melainkan tersebar di beberapa kampung tetapi masih di Dusun yang sama yaitu Dusun Parungponteng. b. Sarana dan prasarana kurang memadai, merupakan kondisi di permukiman relokasi hingga saat ini, karena kurangnya dana dalam pembangunan permukiman di tempat relokasi sehingga kenyamanan warga di tempat relokasi belum bisa dirasakan
11│ Siti Fadjarajani dan Siti Mariah., Karakteristik Relokasi Permukiman
kenyamanan dan menghambat aktivitas warga di tempat relokasi. Sarana dan prasarana terutama mesjid RT 04 yang relokasi permukimannya tidak jauh dari lokasi bencana belum tersedia dengan persentase 72,41%. c. Kondisi sosial ekonomi rendah merupakan, pengaruh terhadap pola atau sistem sosial masyarakat yang ada atau sebelumnya sudah terbentuk telah berubah setelah tinggal di permukiman relokasi dikarenakan pembangunan tempat tinggal yang berbeda sehingga kekeluargaan pun semakin berkurang dengan persentase responden 72,41%. Sedangkan kondisi ekonomi berkaitan dengan mata pencaharian dan juga akan mempengaruhi tingkat pendapatan masyarakat. Pemenuhan kebutuhan masyarakat juga di tempat relokasi sampai saat ini sebagian besar kurang terpenuhi dengan baik, karena kondisi ekonomi pasca bencana sangat menurun dengan persentase responden 68,97%.
Saran 1. Perlunya perhatian lebih dari pemerintah dan pihak-pihak yang terkait di dalamnya untuk lebih memperhatikan program relokasi permukiman pasca bencana longsor lahan secara berkelanjutan, sehingga program relokasi permukiman lebih berkembang lagi ke arah yang lebih baik. Selain itu masyarakat di sekitar permukiman relokasi diharapkan tidak hanya mengandalkan bantuan dari pemerintah ataupun berbagai instansi, masyarakat harus berinisiatif sendiri terkait sarana dan prasarana yang belum tersedia di permukiman relokasi misalnya dengan cara mengadakan tarif biaya per KK untuk pembangunan sarana prasarana itu sendiri. 2. Diadakannya pendidikan umum maupun berupa penyuluhan dan pelatihan kepada masyarakat mengenai mitigasi bencana harus lebih ditingkatkan lagi, sehingga masyarakat mengetahui tindakan yang harus dilakukan pada saat bencana. Atau dengan membentuk organisasi masyarakat seperti KSB (Kampung Siaga Bencana) dan TAGANA (Taruna Siaga Bencana) agar masyarakat lebih siap dalam menghadapi bencana sewktu-waktu bencana datang. 3. Penggunaan lahan di daerah rawan bencana longsor harus disesuaikan dengan peruntukannya, sehingga akan terhindar dari bencana longsor lahan.
12│ Siti Fadjarajani dan Siti Mariah., Karakteristik Relokasi Permukiman
4. Di daerah yang terjadi tempat relokasi seharusnya memiliki standar kenyamanan bagi masyarakatnya, dan pentaaan di kawasan permukiman hendaknya memperhatikan vegetasi di dalamnya. 5. Penulis sangat menyadari keterbtasan yang dimilki, jika hasil penelitian ini belum dapat mencapai keberhasilan yang sempurna. Oleh karena itu, penulis berharap skripsi ini menjadi pembanding bagi penelitian yang sama guna mendapatkan hasil yang lebih maksimal.
DAFTAR PUSTAKA Nasehudin Syatori, T. dan Nanang Gozali. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung : Pustaka Setia Noor, D. 2006. Geologi Lingkungan. Yogyakarta : Graha Ilmu. Ramli, S. 2010. Pedoman Praktis Manajemen Bencana (Disaster Management). Jakarta : Dian Rakyat. Rayes, M. Luthfi. (2007). Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan. Yogyakarta: Andi Yogyakarta. Yulaelawati, E. dan Usman Syihab. 2008. Mencerdasi Bencana. Jakarta : Grasindo.
13│ Siti Fadjarajani dan Siti Mariah., Karakteristik Relokasi Permukiman