ANALISIS PAJAK PENGHASILAN PASAL. 21 ATAS UPAH HARIAN PADA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA Pitriani Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Jl. Basuki Rahmat No.9 Amuntai, Kalimantan Selatan e-mail:
[email protected] Abstract: The purpose of this study was to determine the income tax (VAT). Atricle 21 on daily wages for temporary employees at the Department of Agriculture TPH Kab. Hulu Sungai Utara that have been implemented. and to determine the income tax (VAT) Article 21, according to the taxation laws and regulations that apply. The method used is the analysis of descriptive the analysis conducted by collecting data, compiling and interpreting the data, so as to obtain a clear picture of the issues examined. The results showed that the calculation of income tax article 21 for a daily wage of the Department of Agriculture and Horticulture North Hulu Sungai referring to the tax laws and regulations are less pay. Keywords: Income Tax Article 21 on daily wages, temporary employees, less pay Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perhitungan Pajak Penghasilan (PPh). Psl 21 atas upah harian bagi pegawai tidak tetap pada Dinas Pertanian TPH Kab. Hulu Sungai Utara yang selama ini dilaksanakan. dan untuk mengetahui perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Psl 21 menurut UndangUndang Perpajakan dan Peraturan yang berlaku. Metode yang digunakan adalah analisis deskreptif yaitu analisis yang dilakukan dengan mengumpulkan data, menyusun data dan menginterpretasikan, sehingga memperoleh gambaran yang jelas tentang masalah yang diteliti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perhitungan pajak penghasilan pasal 21 atas upah harian pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Utara merujuk pada undang–undang perpajakan dan peraturan yang berlaku adalah kurang bayar. Kata Kunci: Pajak Penghasilan Pasal 21 atas upah harian, pegawai tidak tetap, Kurang Bayar. peranan yang sangat penting dalam pembangunan khususnya pembangunan pertanian tidaklah lepas dari segala kegiatan yang bertujuan mampu menghasilkan produk tanaman pangan dan hortikultura yang dapat bersaing dalam hal mutu, harga dan pelayan pasar, mempunyai produktivitas tinggi dan secara dinamis dapat menyesuaikan produk yang dihasilkan dengan dinamika pasar dan permintaan konsumen, Oleh sebab itu untuk mendukung pelaksanaan kegiatan tersebut diperlukan pegawai yang memadai, baik pegawai tetap maupun pegawai tidak tetap. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara pada Dinas Pertanian Tanaman
Latar Belakang Dewasa ini tidak dapat dipungkiri lagi bahwa untuk mewujudkan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan sangat bergantung pada penerimaan dalam negeri yang bersumber dari pajak. Dari semua komponen pajak yang merupakan sumber penerimaan terbesar di Indonesia, salah satu pajak dalam negeri masih menjadi sumber penerimaan terbesar dibandingkan sumber penerimaan Negara Indonesia lainnya adalah Pajak Penghasilan. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Utara sebagai salah satu instansi yang memiliki 81
82 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 2, No 1, Maret 2016, hal 81 - 92
Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Utara, pegawai tidak tetap yang terlibat dalam kegiatan produksi pertanian tersebut di bayar dengan sistem upah harian, yang dimaksud dengan upah harian yaitu upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang terutang atau dibayarkan secara harian. Dari hasil observasi dan wawancara pelaksanaan kegiatan produksi yang melibatkan Tenaga Kerja Lepas atau lebih dikenal dengan sebutan buruh tani yang penghasilannya berupa upah harian, diperoleh data bahwa Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Utara dalam pemungutan pajak penghasilan pasal 21 belum melakukan pemotongan pajak penghasilan pasal 21 atas pegawai tidak tetap yang menerima penghasilan berupa upah harian sesuai dengan dengan peraturan yang ada , sedangkan menurut Undang- undang Perpajakan Indonesia No.36 Tahun 2008 mengenai Pajak Penghasilan, dimana undang – undang tersebut masih relevan menjadi rujukan, dijelaskan pada pasal 4 tentang Objek Pajak disebutkan bahwa objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajab Pajak (selanjutnya disebut WP) baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan WP yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Artinya yang menjadi objek pajak adalah setiap adanya penambahan kemampuan ekonomis dalam nama dan bentuk apapun tanpa melihat profesi yang dikerjakan oleh Wajib Pajak. Berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor : Per-32/PJ/2015, Upah harian adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang terutang atau dibayarkan secara harian. Penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Psl. 21 salah satunya adalah penghasilan Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan. Penghasilan Kena Pajak bagi Pegawai Tidak tetap atau Tenaga Kerja
Lepas adalah sebesar penghasilan dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Dengan adanya Peraturan Dirjen Pajak Nomor : Per-32/PJ/2015 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi serta adanya penyesuaian besarnya penghasilan tidak kena pajak yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/ 2015, menyebabkan penulis merasa tertarik untuk mengkaji ulang perhitungan pajak penghasilan pasal 21 untuk pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang menerima penghasilan dengan sistem upah harian pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Utara. Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas sebagai latar belakang permasalahan, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah : 1. Bagaimana pajak penghasilan pasal 21 atas upah harian bagi pegawai tidak tetap pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Utara yang dilaksanakan selama ini ? 2. Bagaimana pajak penghasilan Psl. 21 atas upah harian bagi pegawai tidak tetap pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Utara menurut UU Perpajakan dan Peraturan yang berlaku? Kajian Literatur Pengertian pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subyek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Dasar hukum pengenaan pajak penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 yang selanjutnya disebut Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh). Berdasarkan uraian sebelumnya pajak penghasilan (PPh) adalah termasuk dalam jenis pajak pusat, pajak langsung dan pajak subyektif. Sesuai pasal 2 ayat (1) UndangUndang Pajak Penghasilan (UU PPh)
Pitriani, Analisis Pajak Penghasilan Pasal. 21…. 83
dikatakan bahwa yang menjadi Subyek pajak adalah : 1. orang pribadi; 2. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak; 3. badan; 4. bentuk usaha Tetap Pengertian badan diberikan definisi tersendiri sesuai pasal 1 butir 3 UU KUP yaitu ”sekumpulan orang pribadi dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan erbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap”. Subyek pajak tersebut akan dikenakan pajak penghasilan bilamana terpenuhi syarat obyektif yaitu menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan obyek pajak penghasilan. Dengan demikian jika dikaitkan dengan subyek pajak badan dalam bentuk Badan Usaha Milik Negara maka Badan Usaha Milik Negara tersebut akan dikenakan pajak penghasilan bilamana Badan Usaha Milik Negara tersebut menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan obyek pajak penghasilan. Menurut pasal 2 ayat (2) UU PPh subyek pajak dibedakan menjadi subyek pajak dalam negeri dan subyek pajak luar negeri. Yang dimaksud dengan subyek pajak dalam negeri adalah : 1. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia; 2. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia;
3. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak. Sedangkan yang dimaksud dengan subyek pajak luar negeri adalah: 1. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; 2. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. pengertian penghasilan yang merupakan obyek dari Pajak Penghasilan, yang menjadi objek pajak penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan. Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 adalah: 1. penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai Tetap, baik berupa Penghasilan yang Bersifat Teratur maupun Tidak Teratur; 2. penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya; 3. penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus, yang pembayarannya melewati jangka waktu 2 (dua) tahun sejak pegawai berhentibekerja;
84 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 2, No 1, Maret 2016, hal 81 - 92
4. penghasilan Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan; 5. imbalan kepada Bukan Pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan jasa yang dilakukan 6. imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun, termasuk : a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pension, dan atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan dalam undang – undang Pajak Penghasilan no.36 tahun 2008 b. Hadian dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan c. Laba usaha d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta Pengertian penghasilan adalah sangat luas sekali, artinya tidak mempermasalahkan dari mana penghasilan itu diterima atau diperoleh, apapun nama dan bentuk penghasilan sepanjang menambah kemampuan ekonomis tercakup dalam pengertian penghasilan. Namun tidak semua penghasilan tersebut menjadi obyek pajak penghasilan, karena ada beberapa penghasilan dikecualikan dari obyek pajak penghasilan, yaitu : 1. bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak; 2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil
3. 4.
5.
6.
7.
8.
termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan; Sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan; warisan; harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal; penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah; pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungandengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa; dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat : a. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan b. bagi perseroan terbatas, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif diluar kepemilikan saham tersebut
iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai; 9. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; 10. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-
Pitriani, Analisis Pajak Penghasilan Pasal. 21…. 85
saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi; 11. bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian ijinusaha; 12. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut : a. merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; dan b. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia. c. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 122/PMK.010/2015, tgl 8 Juli 2015 PTKP Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, Bagi pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang penghasilannya tidak dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatifnya dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah), maka berlaku ketentuan berikut ini: Tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, jika penghasilan sehari belum melebihi Rp 300.000, Dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, jika penghasilan sehari sebesar atau melebihi Rp 300.000,tersebut merupakan jumlah yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto; Bila pegawai tidak tetap memperoleh penghasilan kumulatif dalam 1 (satu) bulan kalender melebihi Rp 3.000.000,- maka jumlah tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto; Rata-rata penghasilan sehari adalah rata-rata upah mingguan, upah satuan, atau upah borongan untuk setiap hari kerja yang digunakan.
PTKP sebenarnya adalah sebesar PTKP untuk jumlah hari kerja yang sebenarnya. PTKP sehari sebagai dasar untuk menetapkan PTKP yang sebenarnya adalah sebesar PTKP per tahun Rp 36.000.000,- dibagi 360 hari. Bila pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas tersebut mengikuti program jaminan atau tunjangan hari tua, maka iuran yang dibayar sendiri dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 152/ PMK.010/2015 tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan dari Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan: 1. Penghasilan yang kurang dari 300.000,per hari tidak dikenakan pemotongan pajak penghasilan. 2. Ketentuan penghasilan tidak kena pajak itu tidak berlaku dalam hal: a. Penghasilan bruto dimaksud jumlahnya melebihi Rp 3.000.000,- sebulan; atau b. Penghasilan dimaksud dibayar secara bulanan 3. Ketentuan pada pasal 1 dan 2 tersebut tidak berlaku atas: a. Penghasilan berupa honorarium b. Komisi yang dibayarkan kepada penjaja barang dan petugas dinas luar asuransi. Berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor :Per-32/PJ/2015 tentang Pedoman teknis tata cara pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak penghasilan pasal 21 dan atau pajak penghasilan pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan, yang dimaksud dengan Pajak Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri
86 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 2, No 1, Maret 2016, hal 81 - 92
yang selanjutnya disebut PPh Psl.21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan, Upah harian adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang terutang atau dibayarkan secara harian. Penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Psl. 21 salah satunya adalah penghasilan Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan. Penghasilan Kena Pajak bagi Pegawai Tidak tetap atau Tenaga Kerja Lepas adalah sebesar penghasilan dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Dengan diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan No. 122/PMK.010/2015 Tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Jumlah penghasilan sebesar Rp300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) sehari, yang berlaku bagi Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi Rp 3.000.000,- (tiga juta rupiah) Dasar pengenaan pajak (tax base) adalah merupakan nilai atau jumlah yang dipakai sebagai dasar dalam menerapkan tarif pajak (tax rates). Nilai mana yang dipakai sebagai dasar pengenaan pajak penghasilan sangat tergantung dari jenis Pajak Penghasilan. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 122/PMK.010/2015, tgl 8 Juli 2015 PTKP Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, Bagi pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang penghasilannya tidak dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatifnya dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah), maka berlaku ketentuan berikut ini:
1. Tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, jika penghasilan sehari belum melebihi Rp 300.000,2. Dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, jika penghasilan sehari sebesar atau melebihi Rp 300.000,- tersebut merupakan jumlah yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto; 3. Bila pegawai tidak tetap memperoleh penghasilan kumulatif dalam 1 (satu) bulan kalender melebihi Rp 3.000.000,maka jumlah tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto; 4. Rata-rata penghasilan sehari adalah ratarata upah mingguan, upah satuan, atau upah borongan untuk setiap hari kerja yang digunakan. 5. PTKP sebenarnya adalah sebesar PTKP untuk jumlah hari kerja yang sebenarnya. 6. PTKP sehari sebagai dasar untuk menetapkan PTKP yang sebenarnya adalah sebesar PTKP per tahun Rp 36.000.000,- dibagi 360 hari. 7. Bila pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas tersebut mengikuti program jaminan atau tunjangan hari tua, maka iuran yang dibayar sendiri dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 152/ PMK.010/2015, tanggal 6 Agustus 2015 tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan dari Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan: 1. Penghasilan yang kurang dari 300.000,per hari tidak dikenakan pemotongan pajak penghasilan. 2. Ketentuan penghasilan tidak kena pajak itu tidak berlaku dalam hal: a. Penghasilan bruto dimaksud jumlahnya melebihi Rp 3.000.000,- sebulan; atau b. Penghasilan dimaksud dibayar secara bulanan 3. Ketentuan pada pasal 1 dan 2 tersebut tidak berlaku atas penghasilan berupa honorarium, dan komisi yang dibayarkan kepada penjaja barang dan petugas dinas luar asuransi.
Pitriani, Analisis Pajak Penghasilan Pasal. 21…. 87
Penghasilan yang masuk kategori Kena Pajak adalah sebagai berikut : 1. Bagi pegawai tetap dan penerima pensiun berkala, sebesar penghasilan neto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) 2. Bagi Pegawai Tidak Tetap, sebesar penghasilan bruto dikurang PTKP 3. Bagi Bukan Pegawai yang menerima penghasilan tidak berkesinambungan sebesar 50 % (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto. Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) setahun adalah sebagai dijelaskan berikut : 1. Rp. 36.000.000,- untuk diri Wajib Pajak Orang Pribadi 2. Rp. 3.000.000,- tambahan untuk wajib pajak yang kawin 3. Rp.36.000.000,tambahan untuk penghasilan isteri yang digabung penghasilannya dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan undang -Undang Nomor 36 Tahun 2008; 4. Rp 3.000.000, 00 (tiga juta rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga. Secara teoritis dikenal berbagai macam tarif pajak yang dapat diterapkan, yaitu: 1. Tarif tetap Tarif tetap adalah suatu tarif yang berupa suatu jumlah tertentu yang sifatnya tetap dan tidak dipengaruhi oleh besarnya jumlah dasar pengenaan pajak (tax base), obyek pajak maupun subyek pajak. Hal ini dilatarbelakangi oleh adanya pemikiran bahwa keadilan akan ada apabila terhadap semua pihak diberikan secara sama. Jadi semua dikenakan dalam jumlah yang sama. Contoh tarif ini adalah tarif pajak
yang diterapkan terhadap bea materai berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 1985. 2. Tarif proporsional (sebanding/sepadan) Tarif proporsional adalah merupakan sebuah persentase tunggal yang dikenakan terhadap semua obyek pajak berapapun nilainya. Adanya tarif ini dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa untuk mencapai keadilan maka harus dikenakan beban yang sebanding dengan kemampuan mereka masing-masing. Jadi besar kecilnya beban pajak ditentukan oleh besar kecilnya obyek yang dikenai pajak (tax base) tetapi dikenakan pajak dengan tarif yang sama. Contoh tarif proporsional ini adalah tarif yang diterapkan terhadap PPN sebesar 10%. 3. Tarif progresif (persentase meningkat) Tarif progresif adalah tarif yang dikenakan dengan persentase yang meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah yang dikenai pajak atau tax base. Contoh tarif progresif ini adalah tarif yang diterapkan terhadap Pajak Penghasilan (PPh). Semakin tinggi penghasilan seseorang akan semakin dikenakan pajak yang lebih besar, sehingga akhirnya kesenjangan antara yang berpenghasilan besar (kaya) dengan mereka yang berpenghasilan kecil (miskin) semakin berkurang. Tabel 1. Wajib pajak badan dalam bentuk usaha tetap Lapisan Penghasilan Kena Pajak Sampai dengan Rp.50.000.000,Rp.50.000.000, s.d. Rp.100.000.000,Di atas Rp.100.000.000,-
negeri dan Tarif Pajak 10% 15% 30%
Pasal 17 ayat (7) UU PPh juga memberikan pengaturan bahwa dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan tarif pajak tersendiri atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 (2), sepanjang tidak melebihi tarif pajak tertinggi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk memberi wewenang kepada Pemerintah untuk menentukan tarif pajak tersendiri yang dapat bersifat final atas jenis penghasilan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal
88 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 2, No 1, Maret 2016, hal 81 - 92
4 ayat (2) UU PPh atas dasar pertimbangan kesederhanaan, keadilan dan pemerataan dalam pengenaan pajak sepanjang tidak melebihi tarif tertinggi sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (1). Tabel 2. Wajib pajak orang pribadi dalam negeri Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Sampai dengan Rp.50.000.000,5% Rp.50.000.000,- s.d. 15% Rp.250.000.000,Rp.250.000.000,- s.d. 25% Rp.500.000.000,Di atas Rp.500.000.000,30%
Wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap tarif adalah tarif tunggal yaitu sebesar 28% (dua puluh delapan persen). Menurut pasal 17 ayat (2a) tarif PPh untuk wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap ini sejak tahun pajak 2010 tarif tunggal ini menjadi 25% Sebagai bagian dari sistem self assessment, wajib pajak diberikan kepercayaan untuk membayar atau menyetor sendiri serta melaporkan sendiri pajak yang terutang sesuai ketentuan. Bedasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI No. 242/PMK.03/2014 tentang tata cara pembayaran dan penyetoran pajak bahwa pajak penghasilan pasal 21 yang dipotong oleh pemotong Pajak Penghasilan (PPh) harus disetor paling lama tanggal 10 bulan berikutnya. Pembayaran dan Pelaporan Pajak dilakukan ke Kas Negara melalui : 1. layanan pada loket/teller (over the counter); dan/atau 2. layanan dengan menggunakan Sistem Elektronik lainnya, pada Bank Persepsi/Pos Persepsi/Bank Devisa Persepsi/Bank Persepsi Mata Uang Asing.
Pembayaran dan penyetoran pajak dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak meliputi pembayaran dan penyetoran Pajak Penghasilan, PPnBM, Bea Materai dan PBB. Nomor Pokok Wajib Pajak merupakan suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak. Oleh karena itu, kepada setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu Nomor Pokok Wajib Pajak. Dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan. Wajib Pajak diwajib mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimilikinya. Terhadap Wajib Pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak akan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan undang-undang perpajakan. Dalam UU PPh No . 36 tahun 2008 Pasal 21 ayat (5a), Pasal ini menyebutkan bahwa pemotongan PPh Pasal 21 harus menerapkan tarif yang lebih tinggi 20% terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dibanding tarif yang ditetapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak. dan sedikit tambahan Khusus untuk Pasal 21 (imbalan sehubungan dengan pekerjaan), pihak pemberi kerja (swasta, bendaharawan) dan pekerja (karyawan, PNS) akan sama-sama dirugikan kalau ada karyawan yang tidak memiliki NPWP. Oleh karena mekanisme pembayaran pajak Pasal 21 bagi swasta biasanya ditanggung oleh pemberi kerja, sedangkan bagi PNS, khusus denda Pasal 21 akibat tidak punya NPWP, pajaknya akan ditanggung oleh PNS itu sendiri
Tabel 3 Penjelasan Tentang Batas Pajak Penghasilan Penghasilan sehari Penghasilan Tarif dan DPP Kumulatif Sebulan < Rp. 300.000 < Rp. 3.000.000 Tidak dilakukan pemotongan PPh 21 >Rp. 300.000 < Rp. 3.000.000 5 % x ( upah – Rp. 300.000 ) >Rp. 300.000 atau < Rp. > Rp. 3.000.000 5 % x ( upah – PTKP/360 ) 300.000 >Rp. 300.000 atau < Rp. > Rp. 8.200.000 Tarif Pasal 17 x Jumlah PKP yang 300.000 disetahunkan
.Berdasarkan Undang – undang Perpajakan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas undang – undang nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan Pasal 1 ayat 15, Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Nihil, dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, dan Pasal 1 ayat 16, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar. Wajib Pajak wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak ke kas negara melalui tempat pembayaran yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Studi ini dilakukan dengan mengumpulkan dan mempelajari data informasi dari buku, skripsi, tesis, artikel dan jurnal dari internet, peraturan perpajakan serta berbagai sumber literature lainnya. Literatur dalam penelitian ini ditujukan agar konsep yang relevan terhadap topik penelitian dan dapat dipahami sebagai pengantar sekaligus menjadi salah satu alat bantu peneliti dalam melakukan analisis. 2. Studi Lapangan Studi ini dilakukan dengan mengumpulkan data informasi melalui wawancara. Wawancara dilakukan langsung kepada pihak – pihak terkait dalam hal ini yaitu karyawan tidak tetap, si pemberi kerja yaitu Kepala Balai Benih Padi Palawija serta bendahawan pada Dinas Pertanian yang jenis pekerjaan yang diberikan berupa upah harian, orang yang berstatus sebagai Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas.
Metode Penelitian Data yang diperlukan dalam penelitian meliputi data primer dan data sekunder. 1. Data Primer Data primer diperoleh dengan menggunakan wawancara. Wawancara dilakukan kepada para Wajib Pajak Orang Pribadi yaitu karyawan tidak tetap pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura yang berkompeten untuk di pungut pajak penghasilan pasal 21 karyawan tidak tetap atas penghasilan upah harian. 2. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi pustaka yang antara lain : arsiparsip, kepustakaan, serta peraturan perundang-undangan yang terkait dengan permasalahan yang diteliti.
Selain studi yang telah disebutkan diatas, agar dukungan data yang diperoleh lebih akurat dalam penelitian ini maka dikumpulkan pula data berupa dokumentasi yang berkaitan dengan topik penelitian. Teknik Analisis data yang digunakan adalah Analisis Deskriptif, yaitu analisis yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang diperoleh dari objek penelitian yaitu Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Utara yang berkaitan dengan pajak penghasilan pasal 21 atas upah harian, kemudian data tersebut dibandingkan dengan Undangundang perpajakan Indonesia no.36 tahun 2008 mengenai pajak penghasilan pasal 21, peraturan menteri keuangan no.122 tahun 2015 tentang penyesuaian besarnya penghasilan tidak kena pajak, peraturan menteri keuangan no. 242 tahun 2014 tentang tata cara pembayaran dan penyetoran pajak serta Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. 32 Tahun 2015, Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Psl.21 dan atau Pajak Penghasilan Psl.26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi dari hasil pengkajian ulang tersebut
Teknik pengumpulan data bertujuan untuk memperoleh dan mengumpulkan data atau informasi yang dapat menjelaskan permasalahan suatu penelitian secara objektif. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Studi kepustakaan 89
90 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 2, No 1, Maret 2016, hal 81 - 92
kemudian penulisan menginterpretasikan yaitu memberikan kesan, pendapat atau pandangan secara teoritis terhadap hasil penelitian, sehingga memperoleh gambaran yang jelas tentang masalah yang diteliti. Hasil Penelitian dan Pembahasan Dari penelitian diperoleh data jumlah Pegawai Tidak Tetap/ Tenaga Kerja Lepas pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Utara dari Tahun 2013 - 2015 serta besarnya biaya kegiatan produksi yang dilaksanakan yaitu dari pembuatan/pencabutan persemaian sampai perbaikan galangan sawah. Pada prinsifnya Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura sudah menerapkan perhitungan pajak penghasilan pasal 21 atas pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas yang menerima penghasilan dengan sistem upah harian, namun dalam penerapan perhitungan tersebut belum sesuai dengan peraturan yang berlaku, dimana pajak penghasilan pasal 21 atas karyawan tidak tetap/tenaga kerja lepas yang menerima penghasilan dengan sistem upah harian perhitungan pajak penghasilannya adalah nihil bayar Berdasarkan Undangundang perpajakan Republik Indonesia No. 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga undang – undang no. 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan pada pasal 8 ayat (1) Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Dirjen Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. Pada ayat (2a) berbunyi dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Masa yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga 2 % (dua persen) perbulan atas jumlah pajak kurang bayar, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran. Pajak Penghasilan Pasal 21 atas upah harian yang dalam perhitungannya akan mengalami kenaikkan karena pegawai tidak tetap pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan
dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Utara belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, menurut Undang –Undang Perpajakan Nomor 36 Tahun 2008 pada pasal 21 ayat (5a), pasal ini menyebutkan bahwa pemotongan PPh pasal 21 harus menerapkan tarif yang lebih tinggi 20 % terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP dan sedikit tambahan khusus untuk pasal 21 (imbahan sehubungan dengan pekerjaan) pihak pemberi kerja (swasta, bendaharawan) dan pekerja akan sama-sama dirugikan kalau ada pegawai yang tidak memiliki NPWP, maka mekanisme pembayaran denda pajak penghasilan tersebut ditanggung oleh si pemberi kerja, jadi pajak pegnahsilan pasal 21 atas upah harian pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Utara khusus untuk denda yang disebabkan pegawai tidak tetapnya tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) ditanggung oleh Dinas Pertanian Tanama Pangan dan Hortikultura. Dengan adanya analisis perhitungan pajak penghasilan pasal 21 bagi karyawan tidak tetap/tenaga kerja lepas yang menerima penghasilan dengan sistem upah harian akan memberikan dampak positif di masa yang akan datang bagi Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Utara yaitu dari sebelumnya tidak tertib dalam dalam perhitungan pajak yang menyebabkan kurang bayar, dimana kurang bayar ini terkait dengan pajak penghasilan pasal 29 yang harus dilunasi oleh Wajib Pajak Orang Pribadi atau badan Wajib Pajak Badan sebagai akibat pajak terutang dalam surat pemberitahuan (SPT) tahunan pajak penghasilan yang harus disetor oleh Dinas Pertanian Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Utara. Kesimpulan Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan beberapa hal mengenai pajak penghasilan pasal 21 atas upah harian pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Utara yaitu : 1. Pada prinsifnya Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura sudah menerapkan perhitungan pajak
Pitriani, Analisis Pajak Penghasilan Pasal. 21…. 91
penghasilan pasal 21 atas pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas yang menerima penghasilan dengan sistem upah harian, namun dalam penerapan perhitungan tersebut belum sesuai dengan peraturan yang berlaku, dimana pajak penghasilan pasal 21 atas karyawan tidak tetap / tenaga kerja lepas yang menerima penghasilan dengan sistem upah harian perhitungan pajak penghasilannya adalah nihil bayar. 2. Pajak Penghasilan Pasal 21 atas upah harian yang dalam perhitungannya akan mengalami kenaikkan karena pegawai tidak tetap pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Utara belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, menurut Undang – Undang Perpajakan Nomor 36 Tahun 2008 pada pasal 21 ayat (5a), pasal ini menyebutkan bahwa pemotongan PPh pasal 21 harus menerapkan tarif yang lebih tinggi 20 % terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP. Berdasarkan kesimpulan penelitian, maka penulis merekomendasikan berupa saran – saran sebagai berikut : 2. Untuk mencegah terjadinya kurang bayar pajak penghasilan pasal 21 atas upah harian bagi pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas lepas yang menerima penghasilan dengan sistem upah harian maka dalam perhitungan dan pemotongan pajak penghasilan pasal 21 atau upah harian bagi pegawai tidak tetap perlu memperhatikan Undang – Undang Perpajakan serta peraturan – peraturan terbaru mengenai pajak penghasilan pasal 21 tersebut khususnya pajak penghasilan pasal 21 atas upah harian. 2. Agar tidak terjadi kenaikkan dalam perhitungan pajak penghasilan pasal 21 atas upah harian bagi pegawai tidak tetap karena tidak memiliki NPWP, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Utara dalam perencanaan pajak penghasilan pasal 21 memasukkan biaya pendaftaran NPWP bagi pegawai tidak
tetap karena dalam peraturan perudangundangan perpajakan, setiap kenaikan tarif pajak karena pegawai tidak tetap tidak memiliki NPWP maka ditanggung oleh si pemberi kerja. Sebaiknya Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Utara memperbaiki SPT Pajak penghasilan pasal 21 atas upah harian sesuai dengan perhitungan yang mengacu undang –undang perpajakan dan peraturan mengenai perpajakan sebelum Surat Keterangan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) terbit. DAFTAR PUSTAKA Andriani, 2011, Perpajakan Indonesia, Buku I Salemba Empat, Jakarta Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2012, Rencana Strategis Dinas Pertanian TPH Kab. Hulu Sungai Utara Tahun 2013 - 2017 Undang – Undang Perpajakan Indonesia No.36 Tahun 2008, Mengenai Pajak Penghasilan Pasal 21 Peraturan menteri Keuangan No.122 Tahun 2015, tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.242 Tahun 2014, tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. 32 Tahun 2015, Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Psl.21 dan atau Pajak Penghasilan Psl.26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi Peraturan Bupati Hulu Sungai Utara Nomor 22 Tahun 2009 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Tugas Organisasi Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Utara Purwono, Herry, 2010, Dasar – dasar Perpajakan dan Akuntansi Pajak, Erlangga, Jakarta
92 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 2, No 1, Maret 2016, hal 81 - 92
Resmi, Siti, 2011, Perpajakan Teori dan Kasus, Buku 1 edisi 6, Salemba Empat, Jakarta Septiani, Risma, Hilmi, 2010, Prosedur Perhitungan, Penyetoran, dan pelaporan SPT Pajak Penghasilan
Pasal. 21 Bagi Wajib pajak Orang Pribadi, Tugas Akhir, Program Studi Diploma III Perpajakan, Fakultas Ekonomi Universitas Sebeas Maret, Surakarta