i
ANALISIS NILAI TAMBAH DAN RISIKO PADA RANTAI PASOK KERBAU DI SEKOLAH PETERNAKAN RAKYAT KABUPATEN SERANG
NINGTYAS AYU PRAMANTO
PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
ii
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Nilai Tambah dan Risiko pada Rantai Pasok Kerbau di Sekolah Peternakan Rakyat Kabupaten Serang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2017
Ningtyas Ayu Pramanto NIM H24144070
iv
i
ABSTRAK NINGTYAS AYU PRAMANTO. Analisis Nilai Tambah dan Risiko pada Rantai Pasok Kerbau di Sekolah Peternakan Rakyat Kabupaten Serang. Dibimbing oleh EKO RUDDY CAHYADI. Permintaaan daging kerbau di Kabupaten Serang yang tidak menentu menuntut produsen untuk meningkatkan produktivitas dan analisis risiko yang akan terjadi. Harga eceran komoditas sangat tergantung pada efisiensi dari kegiatan distribusi. Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengidentifikasi aliran uang, produk dan informasi pada rantai pasok kerbau pada Sekolah Peternakan Rakyat (SPR) Kabupaten Serang. (2) Menganalisis tingkat efisiensi saluran distribusi daging kerbau. (3) Mengidentifikasi risiko pelaku rantai pasok kerbau pada SPR Kabupaten Serang. (4) Menganalisis nilai tambah pada rantai pasok kerbau di SPR Kabupaten Serang. Terdapat 3 (tiga) saluran rantai pasok daging kerbau dari peternak hingga konsumen. Saluran 2 (PBDK I – PBDK II – Konsumen) merupakan saluran yang paling efisien dengan nilai 0.63%. Seluruh pelaku rantai pasok kerbau di SPR Kabupaten Serang memiliki risiko yang berada pada Kuadran I (mengancam kelangsungan usaha) kecuali RPH/TPH. Peternak memiliki rata-rata nilai tambah terendah sebesar IDR 216/kg/hari dengan rasio 0.2% dari total nilai output. PBDK II memiliki nilai tambah tertinggi pada tingkat pedagang daging kerbau sebesar IDR 9 147/kg/hari dengan rasio 6.8% dari total nilai output. Kata kunci: daging kerbau, efisiensi saluran distribusi, nilai tambah, rantai pasok.
ABSTRACT NINGTYAS AYU PRAMANTO. Value Added and Risk Analysis of Buffalo Supply Chain at People Ranch School Serang District. Supervised by EKO RUDDY CAHYADI. The uncertain demand for buffalo meat in Serang District requires producer to increasing productivity and risk analysis. The retail price of bufallo meat depends of efficiency distribution activities. The research purpose to (1) Identification flow of money, product, and information supply chain of buffalo in People Ranch School Serang District (2) Analyze the level of distribution channel efficiency of buffalo meat. (3) Identification supply chain risk of buffalo actor in Peolpe Ranch School Serang District. (4) Analyze value added supply chain of buffalo at People Ranch School Serang District. The result showed are 3 (three) distribution channel for buffalo meat from farmer to consumer. Channel 2 (PBDK I – PBDK II – Consumer) have the most efficiency with distributing efficiency score 0.63%. All of buffalo supply chain actors in People Ranch School Serang District have risk in Quadrant I (treaten continuity of business) except slaughterhouse. Farmers have the lowest value added is IDR 216/kg/days with 0.2% ratio of total value output. PBDK II have the highest value added in meat traders level is IDR 9 147/kg/days with 6.8% of total value output. Key words : buffalo meat, distribtion channel efficiency, supply chain, value added.
ii
iii
ANALISIS NILAI TAMBAH DAN RISIKO PADA RANTAI PASOK KERBAU DI SEKOLAH PETERNAKAN RAKYAT KABUPATEN SERANG
NINGTYAS AYU PRAMANTO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen Departemen Manajemen
PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR NINGTYASBOGOR AYU PRAMANTO 2017
iv
vi
vii
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2016 ini ialah manajemen produksi dan operasi, dengan judul Analisis Nilai Tambah dan Risiko pada Rantai Pasok Kerbau di Sekolah Peternakan Rakyat Kabupaten Serang. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Eko Ruddy Cahyadi, S Hut, MM. atas bimbingannya yang telah banyak memberikan saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Nico sebagai Manager Sekolah Peternakan Rakyat Kabupaten Serang yang telah memberikan izin untuk melaksanakan penelitian, para peternak yang bergabung sebagai anggota SPR, serta seluruh narasumber sebagai responden yang telah membantu dan memberikan informasi selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Sumanto, Ibu Rilia Espi atas doa dan kasih sayang serta dukungan yang tak henti-hentinya diberikan kepada penulis dan seluruh mahasiswa PSAJM 12 yang telah memberikan dukungan dan semangat dalam menyelesaikan tugas akhir. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan.
Bogor, Januari 2017 Ningtyas Ayu Pramanto
viii
ix
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Rantai Pasok (Supply Chain Management) Distribusi Industri Peternakan Manajemen Risiko Pemetaan Risiko Konsep Efisiensi Saluran Distribusi Nilai Tambah Penelitian Terdahulu METODE Kerangka Pemikiran Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengolahan dan Analisa Data Definisi Operasional HASIL DAN PEMBAHASAN Sekolah Peternakan Rakyat Kondisi Umum Wilayah Profil Kelompok Ternak Kerbau Jaringan Distribusi Rantai Pasok Kerbau di Kabupaten Serang Identifikasi Risiko Pelaku Rantai Pasok Kerbau Analisis Nilai Tambah pada Rantai Pasokan Daging Kerbau Analisis Efisiensi Saluran Distribusi Daging Kerbau Implikasi Manajerial SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
x x x 1 1 4 5 5 5 6 6 7 7 8 8 9 9 11 12 12 13 14 14 19 20 20 21 22 25 30 32 38 39 41 42 45 62
x
DAFTAR TABEL 1 Data produksi daging kerbau (Ton) 2 Analisis nilai tambah Metode Hayami 3 Kategori probabilitas risiko 4 Kategori pengukuran dampak (severity) 5 Profil anggota SPR di Kabupaten Serang 6 Kondisi umum anggota SPR di Kabupaten Serang 7 Risiko pada Kuadran I 8 Analisis nilai tambah pada peternak 9 Analisis nilai tambah pada pedagang kerbau hidup 10 Analisis nilai tambah pada pedagang daging kerbau 11 Efisiensi saluran distribusi daging kerbau
3 17 18 19 23 24 32 33 35 36 39
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7
Data kebutuhan konsumen dan total produksi daging Diagram pemetaan risiko Kerangka tahapan penelitian Struktur organisasi SPR Rantai pasok kerbau di Kabupaten Serang Peta risiko rantai pasok kerbau pada SPR Kabupaten Serang Saluran distribusi daging kerbau
1 8 13 21 25 31 38
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jumlah kerbau di Provinsi Banten Tahun 2013 Analisis risiko pelaku rantai pasok Mitigasi risiko rantai pasok Kuadran I Panduan wawancara untuk peternak Panduan wawancara untuk pedagang kerbau hidup Panduan wawancara untuk RPH/TPH Panduan wawancara untuk pedagang besar daging kerbau Panduan wawancara untuk pengecer Panduan wawancara untuk konsumen
47 48 50 53 55 57 58 59 61
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Indonesia merupakan negara besar dengan jumlah penduduk mencapai 250 juta memerlukan ketahanan pangan yang kuat untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang makin tinggi. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi keberlangsungan hidup manusia. Pemenuhan kebutuhan pangan berasal dari sumber nabati maupun hewani. Produk asal ternak yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan masyarakat serta menjadi komoditas ekonomi yang strategis adalah daging, telur, susu. Berdasarkan data Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Bidang Pangan Dan Pertanian 2013, kebutuhan konsumsi daging pada setiap tahun akan mengalami peningkatan, namun hal ini tidak diiringi dengan produksi daging sapi dan kerbau lokal yang belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri. Data kebutuhan konsumsi daging dan total produksi daging sapi dan kerbau lokal disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar 1. Kebutuhan Konsumsi Daging (ribu ton) Total Produksi Daging sapi dan Kerbau Lokal (ribu ton) 800 700 600
559,55
500 400
383,32
594,36 395,14
632,88
407,29
674,96
419,82
300 200 100 0 2013
2014
2015
2016
Gambar 1 Data kebutuhan konsumen dan total produksi daging Sumber : RPJMN (2013) Secara umum, kerbau dan sapi adalah hewan yang berbeda baik jenis maupun bangsanya, tetapi dalam hal produk di pasar tidak ada perbedaan antara daging kerbau dengan daging sapi. Hampir di seluruh wilayah Indonesia daging kerbau dikenal sebagai daging sapi. Secara Nasional, daerah pusat konsumen daging yang terbesar adalah di Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten, sehingga pengembangan peternakan sapi potong, sapi perah dan kerbau di wilayah tersebut menjadi sangat strategis. Populasi kerbau di
2
Provinsi Banten berdasarkan hasil pendataan yang dilaksanakan Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2015, merupakan provinsi ke-8 se Indonesia yang memiliki populasi kerbau mencapai 104 031 ekor dari tahun sebelumnya yang hanya 101 632 ekor. Oleh karena itu Provinsi Banten merupakan salah satu provinsi yang dijadikan sentra pengembangan kerbau di Indonesia. Kepala Bidang Peternakan Dinas Pertanian dan Peternakan Banten mengatakan sebagai salah satu provinsi yang ditunjuk oleh pemerintah pusat untuk mengembangkan bibit kerbau, Banten memperluasnya tidak hanya di Lebak tetapi juga di Kabupaten Serang. Berdasarkan hasil Sensus Pertanian (ST) 2013, populasi kerbau terbanyak di Provinsi Banten berada di Lebak dengan total populasi mencapai 32 148 ekor, kemudian di Serang 25 621 ekor dan Pandeglang sebnyak 23 971 ekor. Jumlah kerbau di Provinsi Banten pada Tahun 2013 dapat dilihat pada Lampiran 1. Kabupaten Serang merupakan salah satu kabupaten yang mendukung program pembentukan Sekolah Peternakan Rakyat (SPR). Pasalnya, ternak kerbau yang tersebar di wilayah Kabupaten Serang memiliki potensi dalam mengembangkan peternakan. Keberadaan kerbau sedemikian rupa telah menyatu dengan kondisi sosial dan budaya masyarakat Provinsi Banten khususnya Kabupaten Serang, maka pengembangan kerbau dinilai dapat membantu meningkatkan populasi ternak khususnya kerbau. Pada Tahun 2013, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Institut Pertanian Bogor mulai menjalankan program Sekolah Peternakan Rakyat (SPR). Program SPR merupakan upaya IPB untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan peternak Indonesia dengan memberikan pelatihan dan diseminasi teknologi (khususnya pakan dan reproduksi), sehingga para peternak dapat meningkatkan nilai tambah terhadap hewan ternak khususnya kerbau. Selama ini, rata-rata peternak yang berada di Kabupaten Serang menjual kerbaunya kepada tengkulak dan penentuan harga dilakukan oleh tengkulak dengan cara menaksir bobot kerbau. Cara inilah yang dinilai tidak adil karena dapat merugikan peternak. Oleh karena itu, SPR berkeinginan untuk membuat transaksi jual beli kerbau dengan satu pintu, artinya kegiatan jual beli kerbau merupakan bagian dari pengawasan SPR. Nantinya, harga kerbau ditentukan dari bobot kerbau yang diukur dengan cara penimbangan dan berdasarkan kualitas hewan ternak dari nilai tambah yang dihasilkan peternak. Seiring dengan hal tersebut, pengembangan peternakan melalui SPR di Kabupaten Serang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan dalam memenuhi kebutuhan peternak dan kebutuhan bahan pangan bagi masyarakat dalam rangka swasembada daging Indonesia, serta dapat membantu pemerintah dalam hal mengatur rantai pasok kerbau. Peran kerbau dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai ternak kerja untuk membajak, penghasil daging, status sosial dan tabungan. Peran kerbau sebagai penghasil daging memiliki posisi yang penting, mengingat daging kerbau dapat menjadi komplemen bahkan substitusi daging sapi (Kusnadi et al. 2005). Daging kerbau mempunyai keiistimewaan tersendiri dalam pola kehidupan sebagian besar penduduk asli Banten. Keberadaan daging kerbau dalam menu makanan keluarga, sangat diutamakan khususnya manakala
3
menghadapi hari-hari besar Islam, pada perayaan khitanan ataupun pernikahan. Menurut Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Banten, dari tahun ketahun, tingkat kebutuhan/konsumsi akan daging kerbau di wilayah Provinsi Banten terus meningkat. Ironisnya, peningkatan kebutuhan akan daging kerbau bagi masyarakat Banten tidak diimbangi dengan jumlah populasi. Hal ini dibuktikan dari data produksi kerbau mengalami penurunan yang signifikan dari tahun sebelumnya sebesar 5 208 Ton. Data produksi daging kerbau di sepuluh provinsi teratas Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Data produksi daging kerbau (Ton) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Provinsi Sumatera Utara Sulawesi Selatan Aceh Sumatera Barat Jawa Tengah Jambi Nusa Tenggara Barat Riau Jawa Barat Banten
2014 4 170 3 546 2 765 2 602 2 202 1 982 1 727 1 840 1 970 7 137
2015 4 184 3 622 2 765 2 680 2 330 2 155 2 054 1 990 1 969 1 929
Sumber : Badan Pusat Statistik (2015) Akibat permintaan daging yang terus meningkat dan tidak diiringi dengan ketersediaan supplai di pasar, menyebabkan harga daging dan komponennya terus menunjukan trend naik. Harga eceran komoditas sangat tergantung pada efisiensi dari kegiatan distribusi. Harga daging di tingkat pengecer atau konsumen sangat ditentukan oleh harga pokok (di tingkat produsen), biaya penambahan nilai, biaya transaksi, keuntungan lembaga yang terlibat dan keseimbangan permintan dan penawaran (Gong et al. 2006). Efisiensi kegiatan distribusi komoditas sangat dipengaruhi oleh panjang mata rantai distribusi dan besarnya margin keuntungan yang ditetapkan oleh setiap mata rantai distribusi. Pada prinsipnya, distribusi tidak berbeda jauh dengan rantai pasok karena distribusi berada dalam sistem rantai pasok. Rantai pasokan atau ‘supply chain’ merupakan suatu konsep dimana terdapat sistem pengaturan yang berkaitan dengan aliran produk, aliran informasi maupun aliran keuangan (finansial) (Indrajit dan Djokopranoto 2002). Pengaturan ini penting untuk dilakukan terkait banyaknya mata rantai yang terlibat dalam rantai pasokan daging kerbau dan melihat karakteristik produk yang mudah rusak dan harganya relatif tinggi jika dibandingkan dengan hasil komoditas ternak lainnya. Dalam melakukan rantai pasok kerbau perlu dipertimbangkan tentang risiko-risiko yang mungkin terjadi yang dapat menghambat jalannya proses distribusi. Agar dapat mencegah dan meminimasi risiko-risiko tersebut, maka perlu dilakukan identifikasi resiko pada setiap pelaku rantai pasok serta dampak yang dapat ditimbulkan agar dapat diketahui rekomendasi perbaikan dari setiap masalah guna memperkecil kerugian pada proses rantai pasok yang terjadi.
4
Adanya pendekatan sistem rantai pasok dan identifikasi risiko yang dihadapi diperlukan untuk mencegah permasalahan agar jumlah persediaan dan mutu daging dapat dijaga, sehingga kepuasan konsumen terpenuhi dan mata rantai yang terlibat dalam rantai pasok daging kerbau tidak dirugikan.
Perumusan Masalah Perbedaan jumlah konsumsi dan jumlah produksi lokal daging menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dalam mencapai program swasembada daging. Daging kerbau di Kabuaten Serang memiliki keistimewaan tersendiri. Budaya masyarakat Serang yang lebih menyukai daging kerbau dibandingkan daging sapi, merupakan peluang bagi peternak lokal. Peningkatan produksi daging kerbau harus didukung dengan ketersediaan kerbau dipasaran. Hal inilah yang menjadi potensi peternak lokal untuk terlibat dalam jaringan rantai pasok daging kerbau. Namun, rata-rata peternak yang berada di Kabupaten Serang menjual kerbaunya kepada tengkulak dan penentuan harga dilakukan oleh tengkulak dengan cara menaksir bobot kerbau. Cara inilah yang dinilai tidak adil karena harga ditentukan sepihak. Oleh karena itu, SPR memiliki misi untuk mengelola usaha peternakan rakyat dalam satu manajemen suatu jaringan distribusi yang mampu menyebarkan pasokan daging kerbau secara efektif dan efisien agar ketersediaan pasokan berkesinambungan dan mudah untuk diakses oleh masyarakat. Nantinya, harga kerbau ditentukan dari bobot kerbau yang diukur dengan cara penimbangan dan berdasarkan kualitas hewan ternak dari nilai tambah yang dihasilkan peternak. Dengan demikian, dengan perhitungan nilai tambah, diharapkan akan tercipta distribusi rantai pasok yang berkeadilan bagi seluruh anggota rantai pasok kerbau. Pengelolaan rantai pasok kerbau pada SPR di Kabupaten Serang tentunya membutuhkan suatu pemetaan distribusi yang mencakup aliran produk, aliran keuangan, dan aliran informasi untuk mengetahui sejauh mana pola rantai pasok kerbau di wilayah tersebut. Selanjutnya, dari pola aliran rantai pasok tersebut, dihitung saluran distribusi yang paling efisien dalam pendistribusian daging kerbau. Selain itu, identifikasi risiko yang dihadapi juga dilakukan untuk mengetahui pelaku rantai pasok mana yang memiliki risiko terbesar. Setelah itu, perhitungan nilai tambah diperlukan untuk mengetahui apakah pelaku rantai pasok yang memiliki risiko terbesar relevan dengan nilai tambah yang akan didapatkan. Berdasarkan hal tersebut, maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana aliran produk, aliran keuangan dan aliran informasi pada rantai pasok kerbau di Sekolah Peternakan Rakyat Kabupaten Serang ? 2. Bagaimana tingkat efisiensi saluran distribusi pada rantai pasok kerbau di Kabupaten Serang ? 3. Apa saja risiko yang dihadapi pada setiap pelaku rantai pasok di Sekolah Peternakan Rakyat Kabupaten Serang ? 4. Berapa nilai tambah pada rantai pasok kerbau di Sekolah Peternakan Rakyat Kabupaten Serang ?
5
Tujuan Penelitian Dari permasalahan yang telah dijelaskan di atas, maka tujuan dari penelitian ini, yaitu : 1. Mengidentifikasi aliran produk, aliran keuangan dan aliran informasi pada rantai pasok kerbau di Sekolah Peternakan Rakyat Kabupaten Serang. 2. Menganalisis tingkat efisiensi saluran distribusi pada rantai pasok kerbau di Kabupaten Serang. 3. Mengidentifikasi risiko yang dihadapi pada setiap pelaku rantai pasok kerbau di Sekolah Peternakan Rakyat Kabupaten Serang 4. Menganalisis nilai tambah pada rantai pasok kerbau di Sekolah Peternakan Rakyat Kabupaten Serang.
Manfaat Penelitian Penelitian ini memberi manfaat secara teoritis dan praktis. Secara teoritis, penelitian bermanfaat pada penambahan pengetahuan mengenai nilai tambah pada rantai pasok kerbau khususnya di Kabupaten Serang, seperti pihak peternak, pedagang kerbau hidup, pedagang besar, pedagang pengecer dan konsumen. Sedangkan secara praktis, penelitian ini bermanfaat bagi anggota rantai pasok kerbau, pemerintah, SPR, dan pembaca. Bagi anggota rantai pasok kerbau, diharapkan hasil dari penelitian ini akan memberikan informasi yang bermanfaat terutama dalam hal penyempurnaan penerapan nilai tambah rantai pasok, sehingga diharapkan dapat memberikan peningkatan kesejahteraan bagi seluruh anggota rantai pasok. Bagi pemerintah khususnya Dinas Peternakan Kabupaten Serang, diharapkan hasil penelitian ini akan dijadikan salah satu sumber informasi dalam mengembangkan berbagai program yang terkait dengan pengelolan usaha ternak kerbau. Bagi SPR, penelitian ini dapat membantu pengambilan keputusan dalam menentukan margin kontribusi dan nilai tambah setiap kelompok ternak yang terlibat. Bagi pembaca, diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan dapat dijadikan sumber informasi serta pembanding dalam melakukan penelitian selanjutnya yang relevan.
Ruang Lingkup Penelitian Dalam pelaksanaan penelitian ini penulis dapat mengumpulkan data dari sumber data primer dan sumber data sekunder, dimana sumber data primer diperoleh melalui pengamatan secara langsung terhadap objek yang diteliti sedangkan data sekunder data yang diperoleh dari literatur-literatur dan referensi yang berhubungan dengan masalah yang dibahas. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi risiko pada setiap aliran rantai pasok kerbau di Kabupaten Serang serta menganalisis besaran nilai tambah peternak kerbau yang diperoleh pada tiga kelompok ternak yang tergabung dalam Sekolah Peternakan Rakyat (SPR) di Kabupaten Serang. Selanjutnya, ditelusuri rantai pasok daging kerbau ke pedagang daging pada
6
3 (tiga) pasar terdekat, yaitu Pasar Rau, Pasar Anyar, dan Pasar Mancak. Analisis efisiensi saluran distribusi hanya dilakukan pada tingkat pedagang daging kerbau dalam bentuk daging (karkas), karena pada aliran distribusi kerbau tingkat peternak memiliki saluran tunggal yaitu menjual kerbau hanya kepada pedagang kerbau hidup (blantik).
TINJAUAN PUSTAKA
Manajemen Rantai Pasok (Supply Chain Management) Indrajit dan Djokopranoto (2002) mendefinisikan rantai pasokan (supply chain) sebagai suatu sistem tempat organisasi menyalurkan barang produksi dan jasanya kepada palanggannya. Rantai ini juga merupakan jaringan dari berbagai organisasi yang saling berhubungan yang mempunyai tujuan yang sama, yaitu sebaik mungkin menyelenggarakan pengadaan atau penyaluran barang tersebut. Managemen rantai pasok merupakan sekelompok alat bantu pendekatan untuk mengintegrasikan efisiensi pemasok (supplier), perusahaan, distributor, pengecer atau ritel, sehingga dapat menghasilkan dan menyalurkan produk dengan jumlah, lokasi dan waktu yang tepat, agar dapat mengurangi biaya keseluruhan sistem rantai pasok sebagai syarat memberikan tingkat kepuasan dalam pelayanan kepada pelanggan. Manajemen rantai pasok menurut Heizer dan Rander (2004) merupakan kegiatan pengelolaan dalam rangka memperoleh bahan mentah tersebut melalui proses pengolahan menjadi barang setengah jadi dan barang jadi kemudian mengirimkan produk tersebut ke konsumen melalui sistem distribusi. Manajemen rantai pasok (Supply Chain Management) daging sapi dan kerbau secara operasional adalah pengelolaan arus dan penyimpanan (penampungan) komoditas sapi dan kerbau serta alur informasi yang dibutuhkan dari hilir ke hulu yang ditujukan untuk memuaskan (memenuhi) kebutuhan pelanggan/konsumen. Chopra dan Meidl (2007) mengemukakan bahwa rantai pasokan (supply chain) mencakup seluruh pelaku yang terkait dalam sistem produksi serta distribusi dan pemasaran untuk memenuhi permintaan pelanggan. Menurut Marimin dan Maghfiroh (2010) manajemen rantai pasok merupakan satu kesatuan sistem pemasaran terpadu yang mencakup keterpaduan produk dan pelaku guna memberikan kepuasan kepada pelanggan. Dengan demikian manajemen rantai pasok produk daging sapi dan daging kerbau mewakili manajemen keseluruhan proses produksi secara keseluruhan dari kegiatan usahaternak, pengolahan, distribusi, pemasaran hingga produk yang diinginkan sampai ke tangan konsumen. Hubungan antar bagian dalam manajemen rantai pasok berperan terhadap efisiensi produksi dan distribusi produk berbasis daging sapi dan daging kerbau. Hubungan
7
yang tidak berjalan dengan baik akan mengganggu keefektifan keseluruhan rantai pasok (Janvier 2012). Manajemen rantai pasok produk pertanian berbeda dengan manajemen rantai pasok produk manufaktur karena : (1) produk pertanian bersifat mudah rusak, (2) proses penanaman, pertumbuhan dan pemanenan tergantung pada iklim dan musik, (3) hasil panen memiliki bentuk dan ukuran yang bervariasi, (4) produk pertanian bersifat kamba sehingga sulit untuk ditangani (Marimin dan Maghfiroh 2010). Konsep manajemen rantai pasok berbeda dengan konsep logistik secara tradisional. Logistik mengacu pada aktivitas-aktivitas yang terjadi dalam sebuah organisasi, sedangkan rantai pasok mengacu pada jaringann beberapa organisasi yang saling bekerja sama dan berkoordinasi untuk memenuhi kebutuhan konsumen.
Distribusi Menurut Siahaya (2013), Distribusi adalah suatu proses penyampaian barang jadi dari produsen ke konsumen atau pemakai pada saat dibutuhkan. jumlah distributor terlalu sedikit dapat memebtasi penyebaran dan pemasaran produk, sebaliknya jumlah distributor terlalu banyak dapat mengganggu brand image dan peningkatan daya saing. Ukuran keberhasilan distribusi dapat dilihat berdasarkan : 1. Fleksibelitas, kemampuan untuk memenuhi perubahan kebutuhan pelanggan, menyangkut jumlah (kuantitas), kualitas (spesifikasi), dan waktu penyerahan (delivery time). 2. Ketepatan waktu untuk memenuhi permintaan barang dari pelanggan (on time). 3. Ketersediaan produk saat dibutuhkan pelanggan. 4. Kecepatan dan akurasi informasi 5. Tanggap terhadap perbaikan, kerusakan dan klaim atas abarang yang rusak.
Industri Peternakan Menurut Bamualim et al. (2009), produksi daging dunia bersumber dari 14 jenis binatang yang telah didomestikasi. Di Indonesia, data yang ada hanya berasal dari delapan jenis binatang yang telah didomestikasi, termasuk sapi dan kerbau. Berdasarkan struktur perkembangan peran daging di Indonesia dan dunia merefleksikan beberapa hal : (1) Struktur daging Indonesia dan dunia menunjukkan menurunnya peran produksi ruminansia besar (Sapi dan Kerbau), relatif stabilnya peran ruminansia kecil (babi) dan ternak lainnya (kambing dan domba), serta meningkatnya peran daging unggas; (2) Peran daging unggas Indonesia semakin meningkat bersifat sejalan dengan yang terjadi di dunia, bahkan berjalan jauh lebih cepat dibandingkan peran unggas di dunia. Perubahan struktur tersebut disebabkan semakin tingginya produksi daging ayam sejalan dengan meningkatnya
8
industri perunggasan nasional. Sementara itu, industri sapi potong yang masih mengandalkan industri peternakan rakyat dengan dukungan pihak industri (feedlotter) belum mampu mengimbangi permintaan daging sapi domestik.
Manajemen Risiko Menurut Rausand (2011), manajemen risiko adalah proses manajemen terus menerus dengan tujuan untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan menilai potensi bahaya dalam suatu sistem atau terkait dengan suatu kegiatan, dan untuk mengidentifikasi dan memperkenalkan langkah-langkah pengendalian risiko untuk menghilangkan atau mengurangi potensi bahaya kepada orang-orang, lingkungan, atau aset lainnya. Risiko dapat diartikan sebagai ketidakpastian yang telah diketahui tingkat probabilitas kejadiannya. Risiko dapat terjadi pada setiap tahapan produksi. Berdasarkan rantai nilai (value chain), proses operasi inti mulai dari logistik, proses internal, pemasaran, sampai pelayanan purna jual (Djohanputro 2008).
Pemetaan Risiko
Severity
Menurut Djohanputro (2008), pemetaan risiko merupakan penyusunan risiko berdasarkan kelompok-kelompok tertentu sehingga manajemen dapat mengidentifikasi karakter dari masing-masing risiko dan menetapkan tindakan yang sesuai terhadap masing-masing risiko. Dimensi pertama, probabilitas menyatakan tingkat kemungkinan suatu risiko yang akan terjadi. Semakin tinggi kemungkinan suatu risiko terjadi, semakin perlu mendapat perhatian, dan sebaliknya. Dimensi kedua berupa dampak (severity), yaitu tingkat kegawatan yang terjadi ketika risiko menjadi kenyataan. Penentuan urutan prioritas unuk masing-masing risiko, ditunjukkan dengan Risk Priority Number (RPN). RPN merupakan nilai dari hasil perkalian antara skala probabilitas dengan skala dampak. Semakin tinggi nilai RPN, semakin tinggi prioritas. Semakin rendah nilai RPN, semakin rendah pula tingkat prioritasnya (Djohanputro 2008). Diagram pemetaan risiko dapat dilihat pada Gambar 2.
Tinggi Sedang Rendah
Risiko II Risiko berbahaya yang jarang terjadi Resiko IV Risiko tidak berbahaya
Risiko I Mengancam pencapaian tujuan usaha Risiko III Risiko yang terjadi secara rutin
Probability Gambar 2 Diagram pemetaan risiko
9
Konsep Efisiensi Saluran Distribusi Saluran distribusi merupakan saluran atau jalur yang digunakan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk memudahkan pemilihan suatu produk itu bergerak dari produsen sampai berada ditangan konsumen. Jalur distribusi tersebut dilakukan oleh badan yang membentuk rangkaian yang disebut dengan rantai pasokan (Rianto dan Purbowati 2009) Semua kegiatan ekonomi tidak terkecuali distribusi juga menghendaki adanya efisiensi. Menurut Rianto dan Purbowati (2009), sistem saluran distribusi atau pemasaran dianggap efisien apabila memenuhi dua syarat, yaitu: 1. Mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya serendah mungkin. 2. Mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang telah ikut serta didalam kegiatan produksi dan kegiatan pemasaran komoditas tersebut. Pengertian adil disini adalah perbandingan antara pengorbanan yang dikeluarkan dan keuntungan yang diperoleh setiap komponen pemasaran berada dalam keseimbangan. Menurut Susanto (2007), indikator efisiensi saluran distribusi pemasaran ada empat macam, yaitu (1) marjin pemasaran, (2) harga pada tingkat konsumen, (3) tersedianya fasilitas fisik pemasaran, dan (4) tingkat atau intesitas persaingan pasar. Kriteria marjin pemasaran lebih sering digunakan dalam analisis mengenai efisiensi pemasaran, karena melalui analisis ini dapat diketahui efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis dari suatu pemasaran komoditas.
Nilai Tambah Konsep nilai tambah adalah suatu perubahan nilai yang terjadi karena adanya perlakuan terhadap suatu input pada suatu proses produksi. Arus peningkatan nilai tambah komoditas pertanian terjadi di setiap mata rantai pasok hulu ke hilir yang berawal dari petani dan berakhir pada konsumen akhir. Nilai tambah pada setiap anggota rantai pasok berbeda-beda tergantung dari input dan perlakuan oleh setiap anggota rantai pasok tersebut (Marimin dan Maghfiroh 2010). Menurut Aroef dan Djamal (2009), penggunaan teknologi yang semakin tinggi akan membuat nilai tambah yang bisa diperoleh juga semakin tinggi. Jumlah nilai tambah dihitung atas dasar jumlah satuan produk yang dihasilkan dikalikan jumlah nilai tambah yang ada pada tiap satuan produk itu. Lalu nilai tambah pada tiap satuan produk bisa dihitung atas dasar nilai tambah yang dihasilkan oleh suatu perusahaan dibagi jumlah satuan produk yang dihasilkan. Salah satu cara untuk menghitung nilai seluruh barang dan jasa adalah menjumlahkan nilai tambah dari setiap tahap produksi. Nilai tambah dari sebuah perusahaan sama dengan nilai output perusahaan itu dikurangi nilai barang setengah jadi yang dibeli perusahaan. Untuk perekonomian secara
10
menyeluruh, jumlah seluruh nilai tambah harus sama dengan nilai seluruh barang dan jasa akhir (Mankiw 2007). Prosedur Analisis Nilai Tambah Langkah yang dilakukan menurut Sudiyono (2002) adalah: 1. Membuat arus komoditas yang menunjukan bentuk-bentuk komoditas, lokasi, lamanya penyimpanan, dan berbagai perlakuan yang diberikan. 2. Mengidentifikasi setiap transaksi yang terjadi menurut pertimbangan parsial. 3. Memilih dasar perhitungan, yaitu satuan input bahan baku bukan satuan output (Marimin dan Maghfiroh 2010). Konsep Pendukung Analisis Nilai Tambah Konsep pendukung dalam analisis nilai tambah menurut Sudiyono (2002) untuk subsistem pengolahan adalah sebagai berikut : a. Faktor konversi, merupakan jumlah output yang dihasilkan satu satuan input. b. Koefisien tenaga kerja langsung, menunjukkan jumlah tenaga kerja langsung yang diperlukan untuk mengolah satu satuan output. c. Nilai output, menunjukkan nilai output yang dihasilkan dari satu satuan input. Kelebihan Analisis Nilai Tambah Kelebihan dari analisis nilai tambah oleh Sudiyono (2002) adalah : 1. Dapat diketahui besarnya nilai tambah. 2. Dapat diketahui besarnya balas jasa terhadap pemilik faktor produksi. 3. Dapat diterapkan di luar subsistem pengolahan, misalnya kegiatan pemasaran (Marimin dan Maghfiroh 2010). Menurut Aramyan et al. (2006), terdapat beberapa metode yang telah dikembangkan untuk pengukuran kinerja manajemen rantai pasok antara lain Activity-based Costing (ABC), Life-Cycle Analysis (LCA), Economic Value Added (EVA), dan Metoda Hayami. ABC mengukur kinerja perusahaan dalam hal pengalokasian biayabiaya dari aktivitas perusahaan tersebut. ABC dirancang untuk memotivasi karyawan untuk melakukan pengurangan biaya dalam jangka panjang melalui pengelolaan aktivitas. Salah satu manfaat ABC adalah untuk penentuan biaya per unit suatu produk baik berupa barang maupun jasa secara akurat. Keunggulan ABC adalah memberikan informasi biaya yang berlimpah, tetapi dengan demikian memerlukan biaya pengumpulan data yang besar, padahal mengumpulkan data yang diinginkan tidak selalu mudah. LCA mengukur kinerja perusahaan dalam pendayagunaan input dan limbah lingkungan sepanjang umur pembuatan produk, distribusinya, dan daur ulang atau pemusnahan limbahnya. Keunggulannya adalah pada kemampuan untuk menyajikan informasi perihal kebutuhan-kebutuhan sumberdaya untuk produk-produk yang dibuat. Kelemahan utamanya adalah sangat perlu data yang lengkap dan sempurna, dan bahwa langkah analisanya sering membingungkan penggunanya.
11
EVA menilai kinerja perusahaan dengan fokus pada ekspektasi penyandang dana. EVA memperkirakan laba ekonomis yang sesungguhnya dari perusahaan dalam tahun berjalan, mengukur nilai tambah dengan cara mengurangi beban biaya modal yang timbul. Keunggulannya adalah bahwa EVA melihat kegiatan-kegiatan bisnis secara terpisah, sedangkan kelemahannya adalah sangat tergantung pada transparansi internal dalam perhitungan yang perlu akurat, padahal dalam kenyataannya seringkali perusahaan kurang transparan dalam mengemukakan kondisi internalnya. Metode Hayami lebih baik karena dapat dipergunakan untuk suatu rangkaian perusahaan yang terkait dalam rantai pasok. Dengan metode ini dapat diketahui besarnya nilai tambah, nilai output, dan produktivitas. Dapat juga diketahui besarnya balas jasa terhadap pemilik-pemilik faktor produksi.
Penelitian Terdahulu Konsep mengenai analisa ranai pasok seperti Analisis Rantai Pasokan (Supply Chain) Daging Sapi Di Kabupaten Jember oleh Emhar et al. (2014). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pihak yang berperan dominan dalam rantai pasokan daging sapi di Kabupaten Jember adalah pengusaha daging. Saluran distribusi daging sapi di Kabupaten Jember adalah efisien berdasarkan nilai efisiensi pemasaran yang mendekati 0 (nol), sehingga akan mendorong mata rantai untuk tetap melakukan usaha sesuai dengan fungsinya dalam rantai pasokan daging sapi di Kabupaten Jember. Proses pemotongan sapi hidup menjadi daging sapi sebagai primary product dan karkas lain sebagai side product mampu menghasilkan nilai tambah. Rata-rata nilai tambah yang diperoleh sebesar Rp 33 144.68/kg atau 36.24 % dari total output yang dihasilkan sebesar Rp 91 360. Nilai tambah terdiri dari keuntungan yang diperoleh pengusaha daging sebesar Rp 32 484.68 atau 35.52 % dari total output dan sisanya diterima oleh tenaga kerja sebesar Rp 660/kg atau 2% dari total nilai tambah. Ratio keuntungan sebesar 35.52% melebihi suku bunga KUR mikro per tahun sebesar 12.30%, artinya usaha peningkatan nilai tambah yang dilakukan pengusaha daging melalui proses pemotongan sapi menguntungkan. Referensi kedua berdasarkan penelitian berjudul Analisis Dan Kajian Rantai Pasok Agribisnis Ayam Pedaging Dengan DEA (Data Envelopment Analyze) oleh Cahyono dan Devianti (2013). Hasil dari penelitian ini adalah menetapkan rantai pasok agribisnis ayam pedaging dengan pendekatan analisa rantai nilai yang dibuktikan dengan gambar dari Big Picture Mapping. Dari hasil big picture mapping dapat diketahui anggota-anggota dari rantai nilai. Diantaranya ada beberapa industri sebagai pemasok bahan baku (DOC, Pakan, Obat dan Vaksin, serta pera-latan ternak), para peternak, pengepul, prosesor mitra, pedagang pengecer dan pedagang di pasar tradisional. Hasil analysis nilai tambah tiap anggota rantai pasok menggunakan metode Hayami, diketahui bahwa pada peternak mitra mempunyai persentase keuntungan sebesar 100%, peternak Mandiri mempunyai persentase keuntungan sebesar 100%, pengepul mempunyai persentase keuntungan sebesar 99.99% dan prosesor pengolah sosis mempunyai persentase keuntungan sebesar 99.99%.
12
Referensi ketiga berdasarkan penelitian berjudul Efisiensi Jaringan Distribusi Rantai Pasok Daging Sapi di Kota Bogor oleh Rachman (2016). Hasil dari penelitian ini adalah berdasarkan hasil pemetaan jaringan distribusi dengan menggunakan Value Stream Mapping terdapat 9 alternatif saluran pemasaran daging sapi di Kota Bogor. Nilai tambah terbesar diperoleh dari hasil pemotongan sapi hidup menjadi karkas yang didapatkan oleh PBDS I. Biaya transaksi dalam proses pasokan jaringan distribusi hanya berkisar 35%, biaya yang mendominasi adalah biaya dalam membeli pasokan daging sapi yang mencapai 60%. Saluran yang memiliki nilai Efisiensi Pemasaran tertinggi (0.80%) dan Biaya transaksi terendah (IDR 694/Kg) adalah saluran 7 yaitu ( Feedloter – PBDS I – Konsumen). Berdasarkan hasil analisis regresi logistik biner, faktor yang berpengaruh signifikan terhadap keputusan pemilihan saluran pemasaran adalah pengalaman berdagang, volume pasokan dan biaya transaksi. Surahman (2015) dalam skripsinya yang berjudul Manajemen Risiko Pembibitan Sapi Potong Peranakan Ongole Di Bojonegoro Jawa Timur, menjelaskan pemetaan risiko yang dialami oleh peternak menggambarkan risiko-risiko yang terjadi dalam kegiatan pembibitan sapi potong. Risiko utama yang diprioritaskan berada pada kuadran satu yaitu kekeringan, kesulitan memperoleh pakan, sapi sakit dan sakit yang dialami oleh keluarga peternak. Tingginya skala ekonomi juga mempengaruhi kerentanan risiko sapi sakit. Selain memungkinkan terjadinya penularan penyakit sapi yang sangat cepat juga menghambat keberhasilan inseminasi buatan. Di sisi lain risiko orang sakit juga memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap keberhasilan usaha pembibitan sapi potong, salah satunya mengakibatkan tidak terurusnya sapi. Risiko kesulitan memperoleh pakan dipengaruhi oleh pendidikan formal, pendapatan keluarga dan jumlah sapi. Risiko sapi sakit dipengaruhi oleh jumlah sapi, kebersihan dan perawatan sapi. Risiko kegagalan inseminasi buatan dipengaruhi oleh jumlah sapi, rasio sapi betina dan pemeriksaan sapi. Pangatur (2013) dalam skripsinya yang berjudul Analisis Risiko Pada Pasokan Komoditas Daging Sapi Di Jawa Timur, menjelaskan bahwa Risiko yang telah teridentifikasi berjumlah 35 risiko dengan 6 (enam) risiko yang termasuk kedalam kategori high expected loss, yaitu kerugian dalam menjual pedet, ketidakpastian keuntungan pada peternak bakalan, ketidakpastian harga jual sapi, tingginya harga pakan, sapi potong tidak terjual, kematian pada saat distribusi.
METODE
Kerangka Pemikiran Analisis nilai tambah harus didukung dengan rantai pasok yang efektif dan efisien agar mampu terdistribusi dengan baik sehingga komoditas kerbau
13
hidup dan daging kerbau dapat terjangkau oleh masyarakat. Rantai pasok yang efisien dapat terlihat dari selisih margin antara satu mata rantai dengan mata rantai lainnya, semakin kecil selisih margin, rantai pasok semakin efisien. Pada penelitian ini akan dilihat bagaimana pemetaan distribusi pasokan kerbau hidup dan daging kerbau di Kabupaten Serang, lalu akan dilakukan analisis biaya transaksi dan biaya operasional. Kerangka tahapan penelitian disajikan pada Gambar 3. Industri Ternak Kerbau di Kabupaten Serang
Produksi kerbau menurun
Permintaan daging kerbau meningkat
Peningkatan produktivitas dan identifikasi risiko pelaku rantai pasok
Analisis nilai tambah pada setiap pelaku rantai pasok kerbau
Analisis efisiensi saluran distribusi daging kerbau
Analisis Efisiensi Distribusi
Metode Hayami
Pelaku rantai pasok dengan nilai tambah terbesar
Saluran distribusidengan nilai efisiensi terkecil
Rekomendasi perbaikan
Gambar 3 Kerangka tahapan penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian Penentuan daerah penelitian dilakukan secara sengaja (purposive method), yaitu Kabupaten Serang. Kabupaten Serang merupakan salah satu kabupaten yang mendorong program pembentukan Sekolah Peternakan Rakyat (SPR) dalam rangka meningkatkan populasi ternak khususnya kerbau. Lokasi penelitian berawal dari peternak yang tergabung dalam anggota SPR yang tersebar pada empat kecamatan, yaitu Kecamatan Anyar, Kecamatan
14
Mancak, dan Kecamatan Padarincang. Lalu ditelusuri aliran rantai pasok hingga menjadi daging kerbau di pasar-pasar terdekat. Pasar-pasar tersebut, yaitu Pasar Rau, Pasar Anyar dan Pasar Mancak. Penelitian dilakukan selama tiga bulan dimulai pada Juli 2016 – September 2016.
Jenis dan Sumber Data Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah teknik purposive sampling dan snowball sampling. Teknik purposive sampling digunakan untuk pengambilan sampel peternak kerbau yang merupakan anggota dari SPR (Sekolah Peternakan Rakyat) di Kabupaten Serang tepatnya pada Kecamatan Anyar, Kecamatan Mancak, dan Kecamatan Padarincang, sedangkan untuk penentuan pasar ditentukan berdasarkan pasar yang terdekat dari daerah kelompok ternak, seperti Pasar Rau, Pasar Anyar, dan Pasar Mancak. Teknik snowball sampling digunakan untuk pengambilan contoh mata rantai yang terlibat dalam rantai pasokan kerbau hidup dan daging kerbau di Kabupaten Serang. Snowball sampling bermula dari peternak, pedagang kerbau hidup (pengepul), pedagang besar daging kerbau, pedagang pengecer dan konsumen. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data primer adalah metode survey dengan melakukan observasi langsung dan wawancara yang dipandu oleh kuesioner kepada setiap mata rantai pasokan kerbau hidup dan daging kerbau. Hal ini bertujuan untuk memperoleh gambaran jaringan distribusi rantai pasok kerbau hidup dan daging kerbau hingga sampai ke konsumen di Kabupaten Serang. Kuesioner tidak diberikan langsung kepada responden, peneliti menggunakan kuesioner pada saat mewawancarai responden agar tidak terjadi kesalahan persepsi dan pertanyaan lebih tersusun dengan baik.
Metode Pengolahan dan Analisa Data Metode analisa data yang akan dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif yang berorientasi pada metode studi kasus dan metode analitik. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun kelas peristiwa pada masa sekarang. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis efisiensi pemasaran, nilai tambah, biaya operasional dan biaya transaksi. Perangkat lunak yang digunakan untuk mengolah data adalah Microsoft Excel 2013. Perhitungan tingkat efisiensi pemasaran pada rantai pasok daging kerbau dapat dilakukan dengan menggunakan konsep efisiensi pemasaran dimana efisiensi pemasaran merupakan perbandingan antara total biaya dengan total nilai produk yang dipasarkan, sehingga dapat dirumuskan: EP=
TB TNB
× 100.........................................................................................(1)
Keterangan: EP : efisiensi pemasaran (%)
15
TB TNP
: total biaya (rupiah) : total nilai produk (rupiah) Penarikan kesimpulan dapat dilihat berdasarkan perbandingan nilai efisiensi pemasaran (EP) dimana rantai pasok yang memiliki tingkat efisiensi pemasaran lebih tinggi adalah rantai pasok yang memiliki nilai efisiensi pemasaran (EP) lebih kecil. Langkah selanjutnya untuk mengetahui efisiensi pemasaran dapat dilihat berdasarkan nilai distribusi margin pemasaran pada rantai pasok daging kerbau. Pengujian dapat dilakukan dengan menggunakan analisis margin pemasaran dan distribusi margin. Berikut adalah rumus untuk perhitungan margin pemasaran dan distribusi margin pemasaran (Rahim dan Hastuti (2007) : 1. Rumus margin pemasaran kerbau potong hidup MP = Pr – Pf.........................................................................................(2) Keterangan : MP : margin pemasaran (rupiah per ekor) Pr : harga di tingkat konsumen kerbau hidup atau jagal (rupiah per ekor) Pf : harga di tingkat peternak (rupiah per ekor) 2. Rumus margin pemasaran daging kerbau MP = Pr – Pf.........................................................................................(3) Keterangan : MP : margin pemasaran (rupiah per kg) Pr : harga di tingkat konsumen daging (rupiah per kg) Pf : harga di tingkat pengusaha daging (rupiah per kg) 3. Rumus distribusi margin pemasaran kerbau potong a. Share biaya Sbij = [cij / (Pr-Pf)] x 100%..............................................................(4) b. Share keuntungan Skj = [Pij / (Pr-Pf)] x 100%...............................................................(5) Pij = Hjj – Hbj – cij...........................................................................(6) Keterangan : Sbij : persentase biaya untuk melaksanakan fungsi pemasaran ke-i oleh lembaga pemasaran ke-j (%). cij : biaya untuk melaksanakan fungsi pemasaran ke-i oleh lembaga pemasaran ke-j (rupiah per ekor) Skj : persentase keuntungan lembaga pemasaran ke-j (%) Pij : keuntungan lembaga pemasaran ke-j (rupiah per ekor) Hjj : harga jual lembaga pemasaran ke-j (rupiah per ekor) Hbj : harga beli lembaga pemasaran ke-j (rupiah per ekor) 4. Rumus distribusi margin pemasaran daging kerbau a. Share biaya Sbij = [cij / (Pr-Pf)] x 100%..............................................................(7) b. Share keuntungan Skj = [Pij / (Pr-Pf)] x 100%..............................................................(8) Pij = Hjj – Hbj – cij...........................................................................(9) Keterangan :
16
Sbij : persentase biaya untuk melaksanakan fungsi pemasaran ke-i oleh lembaga pemasaran ke-j (%) cij : biaya untuk melaksanakan fungsi pemasaran ke-i oleh lembaga pemasaran ke-j (rupiah per kg) Skj : persentase keuntungan lembaga pemasaran ke-j (%) Pij : keuntungan lembaga pemasaran ke-j (rupiah per kg) Hjj : harga jual lembaga pemasaran ke-j (rupiah per kg) Hbj : harga beli lembaga pemasaran ke-j (rupiah per kg) Nilai margin pemasaran digunakan untuk mengetahui nilai share biaya dan share keuntungan setiap mata rantai. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan melihat shared value yang berkaitan dengan penerimaan nilai sebagai timbal balik dari kontribusi yang diberikan setiap mata rantai. Perhitungan analisis nilai tambah metode Hayami dilakukan untuk mengetahui besarnya nilai tambah akibat proses pemotongan terhadap kerbau potong hidup. Hasil pemotongan kerbau berupa daging kerbau sebagai produk utama (primary product) dan output lain sebagai side product seperti kepala, kulit, kaki, ekor, hati dan paru. Perhitungan nilai tambah produk dilakukan dengan mengkonversikan harga jual primary product dan side product dengan harga pasaran daging kerbau setiap 1 kilogramnya. Bentuk formulasi dari konversi adalah sebagai berikut: Konversi Harga Produk (kg) =
Penjualan produk Hara 1 kilogram daging kerbau
................(10)
Data-data yang diperlukan pada metode Hayami untuk menghitung nilai tambah berupa jumlah output, bahan baku dan tenaga kerja per periode. Selain itu data harga output, upah rata-rata, harga bahan baku dan biaya sumbangan input lain juga diperlukan. Analisis nilai tambah dengan Metode Hayami dapat dilihat pada Tabel 2. Beberapa variabel yang terkait dalam analisis nilai tambah, yaitu: 1. Faktor konversi, menunjukkan banyaknya ouput yang dihasilkan dari satu satuan input. 2. Koefisien tenaga kerja langsung, menunjukkan tenaga kerja langsung yang diperlukan untuk mengolah satu satuan input. 3. Nilai output, menunjukkan nilai output yang dihasilkan dari satu satuan input. Analisis nilai tambah pada subsistem pengolahan, akan menghasilkan informasi keluaran sebagai berikut: 1. Nilai tambah (Rp) 2. Rasio nilai tambah (%), menunjukkan persentase nilai tambah dari produk 3. Balas jasa tenaga kerja (Rp), menunjukkan upah yang diterima oleh tenaga kerja langsung untuk memperoleh satu-satuan bahan baku 4. Bagian tenaga kerja (%), menunjukkan persentase imbalan tenaga kerja dari nilai tambah 5. Keuntungan (Rp), menunjukkan bagian yang diterima oleh pemilik faktor produksi karena menanggung risiko usaha
17
6. 7.
Tingkat keuntungan (%), menunjukkan persentase keuntungan terhadap nilai tambah. Marjin menunjukkan besarnya kontribusi pemilik faktor produksi selain bahan baku yang digunakan dalam proses produksi. Tabel 2 Analisis nilai tambah Metode Hayami
Ouput, Input dan Harga 1 Output (kg/periode) 2 Bahan Baku (kg/periode) 3 Tenaga Kerja (HOK/periode) 4 Faktor Konversi (Kg output/Kg bahan baku) 5 Koeefisien tenaga kerja (HOK/Kg Bahan Baku) 6 Harga Output (Rp/Kg) 7 Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/HOK) Pendapatan dan Keuntungan 8 Harga bahan baku (Rp/Kg) 9 Sumbangan input lain ((Rp/Kg) 10 Nilai output (Rp/Kg) 11 a. Nilai tambah (Rp/Kg) b. Rasio Nilai tambah (%) 12 a. Imbalan tenaga kerja (Rp/Kg) b. Bagian tenaga kerja (%) 13 a. Keuntungan (Rp/Kg) b. Tingkat keuntungan (%) Balas Jasa dari Masing-masing faktor Produksi 14 Marjin (Rp/Kg) a. Imbalan tenaga kerja (%) b. Sumbangan input lain (%) c. Keuntungan (%) 15 RC rasio
A B C D = A/B E = C/B F G H I J=DxF K = J-I-H L% = (K/J) x 100% M=ExG N% = (M/K) x 100% O = K-M P% = (O/J) x 100% Q = (J-H) R% = (M/Q) x 100% S% = (I/Q) x 100% T% = (O/Q) x 100% U = J/(H+I+M)
Sumber: Indrajit dan Djokopranoto (2002) Nilai tambah diperoleh dari nilai output dikurangi dengan harga bahan baku dan harga input lain. Disamping itu, nilai tambah adalah nilai yang terdiri dari pendapatan tenaga kerja dan keuntungan yang diperoleh, sehingga dapat diformulasikan sebagai berikut: VA = Nilai Output (10) – Nilai Input (8 + 9)...............................................(11) atau VA = Biaya TK (12a) + π (13a) Keterangan: VA : value added atau nilai tambah pada hasil pemotongan kerbau hidup menjadi primary product dan side product (Rp/kg) Nilai output : nilai penjualan primary product dan side product (Rp/kg) Nilai input : nilai bahan baku dan nilai input lain (tidak termasuk biaya tenaga kerja) yang menunjang proses pemotongan kerbau (Rp/kg) π : keuntungan yang diterima dari proses pemotongan (Rp/kg) Biaya TK : pendapatan tenaga kerja langsung (Rp/kg)
18
Penarikan kesimpulan dapat dilakukan dengan menjelaskan besarnya nilai tambah dan ratio keuntungan yang diterima pada pola rantai pasok daging kerbau di Kabupaten Serang. Adapun kriterianya adalah sebagai berikut : 1. Berdasarkan nilai tambah a. Apabila nilai tambah lebih dari 0 artinya perlakuan mampu memberikan nilai tambah. b. Apabila nilai tambah ≤ 0 maka perlakuan tersebut tidak mampu memberikan nilai tambah. 2. Berdasarkan ratio keuntungan a. Apabila nilai ratio keuntungan (%) > suku bunga KUR mikro per tahun (9%) artinya usaha tersebut menguntungkan b. Apabila nilai ratio keuntungan (%) = suku bunga KUR mikro per tahun (9%) artinya usaha tersebut dalam kondisi BEP (Break Event Point) atau impas c. Apabila nilai ratio keuntungan (%) < suku bunga KUR mikro per tahun (9%) artinya usaha tersebut tidak menguntungkan Menurut penelitian Maesaroh et al. (2013), pengukuran risiko mengacu paling tidak pada dua ukuran, yaitu tingkat kemungkinan (probability) dan dampak (severity). Probability adalah seberapa besar kemungkinan risiko akan terjadi. Kategori pengukuran probabilitas risiko dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Kategori probabilitas risiko Tingkatan 5 4 3 2 1
Kategori Hampir pasti (almost certain) Sangat mungkin (likely) Mungkin (possible) Jarang (unlikely) Jarang sekali (rare)
Kriteria Umum Sangat mudah untuk muncul dengan lebih sering Mudah untuk muncul dengan lebih sering Relatif mudah muncul dengan lebih sering Kemungkinan muncul lebih sering Sulit terjadi sekalipun bisa terjadi
Sumber : Djohanputro (2008) Pengukuran dampak (severity), yaitu ukuran mengenai berapa besar akibat yang ditimbulkan apabila risiko tersebut benar-benar terjadi. Dampak dikategorikan kedalam 5 (lima) kategori, yaitu tidak signifikan (insignificant), minor, moderate, major, dan yang paling tinggi akibatnya disebut catasthropic. Penentuan urutan prioritas unuk masing-masing risiko, ditunjukkan dengan Risk Priority Number (RPN). RPN merupakan nilai dari hasil perkalian antara skala probabilitas dengan skala dampak. Semakin tinggi nilai, semakin tinggi prioritas. Semakin rendah nilai, semakin rendah pula tingkat prioritasnya (Djohanputro 2008). Kategori pengukuran dampak dapat dilihat pada Tabel 4.
19
Tabel 4 Kategori pengukuran dampak (severity) Tingkatan 5 4 3 2 1
Kategori Katastropik (catasthropic)
Kriteria Umum Sangat berpengaruh pada usaha Signifikan (significant) Dampak risiko mempengaruhi usaha Moderat (moderate) Dampak risiko membawa akibat pada usaha Minor Dampak risiko tidak mengganggu proses Tidak signifikan Apabila risiko terjadi, tidak (insignificant) banyak berpengaruh pada usaha
Sumber : Djohanputro (2008)
Definisi Operasional Analisis nilai tambah rantai pasok kerbau merupakan pertambahan nilai suatu komoditi karena adanya input fungsional yang diberlakukan pada komoditi tersebut pada setiap pelaku rantai pasok kerbau. Definisi operasional berguna untuk memperjelas dan menghindari kesalahpamaham mengenai pengertian tentang istilah-istilah dalam penelitian ini. Definisi operasional pada penelitian ini meliputi : 1. Input bahan baku pada perhitungan nilai tambah peternak berupa ratarata bobot anakan kerbau hidup yang dipelihara peternak untuk digemukkan sebelum dijual kepada pedagang kerbau hidup 2. Output pada perhitungan nilai tambah peternak berupa rata-rata bobot hidup kerbau yang dijual kepada pedagang kerbau hidup. Input bahan baku pada perhitungan nilai tambah pedagang daging 3. kerbau merupakan rata-rata bobot hidup kerbau 4. Output pada perhitungan analisis nilai tambah pedagang daging kerbau merupakan karkas kerbau berupa daging yang dihasilkan dari 40 % bobot hidup kerbau. 5. Analisis efisiensi saluran distribusi dilakukan pada rantai pasok daging kerbau, dimulai dari PBDK I sampai dengan tingkat konsumen. 6. Rantai pasok kerbau pada SPR Kabupaten Serang, hanya memiliki 1 (satu) saluran tunggal, yaitu ke pedagang kerbau hidup. 7. Biaya transaksi pada perhitungan efisiensi saluran distribusi terdiri atas, biaya transportasi, biaya retribusi pasar, biaya retribusi RPH, biaya sewa kios dan biaya lain-lain. 8. Peternak lokal merupakan anggota kelompok ternak yang tergabung dalam Sekolah Peternakan Rakyat (SPR) di Kabupaten Serang. 9. Pedagang Kerbau Hidup, yaitu pedagang kerbau atau pengepul yang akan menjual kerbau ke Pasar Hewan. 10. PBDK I, yaitu pedagang besar daging kerbau yang memiliki rata-rata pasokan harian sebesar 70 – 160 Kg. 11. PBDK I (RPH), yaitu pedagang besar daging kerbau yang melakukan pemotongan kerbau melalui RPH.
20
12. 13.
14.
15.
PBDK I (Jagal Mandiri), yaitu pedagang besar daging kerbau yang melakukan pemotongan hewan secara mandiri. PBDK II, yaitu pedagang daging kerbau yang melakukan penjualan di Pasar Rau dan mendapat pasokan daging kerbau langsung dari RPH dan memiliki rata-rata pasokan sebanyak 40 – 60 Kg. Pedagang Pengecer (PP), yaitu pedagang daging yang melakukan penjualan di pasar tradisional kecil, seperti Pasar Anyar dan Pasar Mancak yang mendapat pasokan daging kerbau dari pedagang di Pasar Rau (PBDK II) dan PBDK I yang melakukan pemotongan hewan secara mandiri. Rata pasokan harian daging kerbau sebanyak 10 – 20 Kg. Konsumen, yaitu pembeli daging kerbau yang merupakan ibu rumah tangga.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sekolah Peternakan Rakyat Sekolah Peternakan Rakyat (SPR) merupakan bentuk kerjasama antara Dinas Pertanian dan Peternakan (Distanak) Banten dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) yang didirikan pada tahun 2014 di Kabupaten Serang. Melalui program SPR, peternak dibekali pemahaman tentang tata cara beternak yang baik untuk menghasilkan ternak berkualitas. Adapun visi SPR, yaitu “Peternak Mandiri yang Berdaulat”, sedangkan misi SPR, antara lain : a). Mewujudkan usaha peternakan rakyat dalam suatu perusahaan kolektif yang dikelola dalam satu manajemen; b). Meningkatkan daya saing usaha peternakan rakyat melalui peningkatan pengetahuan, kesadaran, dan penguatan keterampilan peternakan rakyat; c). Membangun sistem informasi sebagai basis data untuk menyusun populasi ternak berencana; d). Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak rakyat; dan e). Meningkatkan kemudahan pelayanan teknis dan ekonomis bagi peternakan rakyat. Pentingnya suatu organisasi memiliki struktur organisasi yaitu untuk mengatur hubungan yang baik antara divisi-divisi maupun didalam divisi itu sendiri. Mengatur hubungan yang baik antar divisi mempunyai maksud yaitu agar memanfaatkan semua kemampuan ke suatu tujuan perusahaan sesuai dengan visi misi perusahaan. Selain itu akan mempermudah dalam pengintegrasian fungsi-fungsi dalam perusahaan agar efektif dan efisien. Adapun struktur organisasi SPR dapat dilihat pada Gambar 4.
21
Dewan Perwakilan Pemilik Ternak (DPPT)
Manajer
Peternak
Gambar 4 Struktur organisasi SPR Dewan Perwakilan Pemilik Ternak (DPPT) merupakan lembaga paling berkuasa dan membuat berbagai kebijakan strategis di dalam SPR. DPPT terdiri atas 9 (sembilan) orang yang diplih oleh para peternak. DPPT menunjuk seorang manajer untuk menerapkan semua kebijakannya dan mengelola administras kegiatan SPR. Manajer SPR diutamakan lulusan peternakan atau kedokteran hewan dan diseleksi oleh pihak akademisi dan pemerintah daerah.
Kondisi Umum Wilayah Secara geografis luas wilayah Kabupaten Serang adalah 1 467.35 km², terletak pada posisi koordinat antara 105º7' - 105º22' Bujur Timur dan 5º50' 6º21' Lintang Selatan. Kabupaten Serang berbatasan langsung dengan Laut Jawa disebelah Utara, Kabupaten Lebak dan Pandeglang disebelah Selatan, Kota Cilegon dan Selat Sunda disebelah Barat dan Kabupaten Tangerang disebelah Timur. Kabupaten Serang terdiri dari 29 kecamatan, yaitu Anyar, Kecamatan bandung, Baros, Binuang, Bojonegara, Carenang, Kecamatan Cikande, Cikeusal, Cinangka, Ciomas, Ciruas, Gunungsari, Jawilan, Kibin, Kopo, Kragilan, Kramatwatu, Lebakwangi, Mancak, Pabuaran, Padarincang, Pamarayan, Petir, Pontang, Pulo Ampel, Tanara, Tirtayasa, Tunjung Teja, Lebak Wangi dan Waringin Kurung, yang dibagi lagi atas sejumlah desa. SPR di Kabupaten Serang terdiri dari 4 kecamatan, meliputi Kecamatan Anyar, Kecamatan Mancak, Kecamatan Padarincang dan Kecamatan Cinangka. Kecamatan Anyar Kecamatan Anyar memiliki luas 56.81 km2 dan terdiri dari 11 desa. Desa Tambang Ayam merupakan desa yang tergabung dalam SPR dan terdapat sebuah kelompok ternak kerbau bernama Kubang Pendeuy. Desa Tambang Ayam memilliki luas 303 738 ha yang berbatasan dengan Desa Cikoneng disebelah Utara, Desa Sindangkarya disebelah Timur, Desa Bandulu disebelah Selatan dan Selat Sunda disebelah Barat. Desa Tambang ayam berada pada ketinggian 10 mdpl dengan bentuk wilayah Datar dan Berombak 65%, Berombak Sampai Berbukit 20%, dan Berbukit Sampai Bergunung 15%. Jumlah penduduk di Desa Tambang Ayam sebanyak 4 130
22
jiwa. Sebagian penduduk mempunyai mata pencaharian sebagai petani dan buruh tani. Luas lahan pertanian berupa Tanah Sawah sebesar 56.78 ha, Tanah Kering 70 ha. Kecamatan Mancak Kecamatan Mancak memiliki luas 74.03 km2. Kecamatan Mancak terdiri dari 14 desa. Desa Mancak merupakan desa yang terdapat kelompok ternak kerbau yang tergabung dalam anggota SPR bernama Bibilintik 2. Letak geografis Desa Mancak berbatasan dengan Desa Batukuda disebelah Utara, Desa Labuan disebelah Selatan, Desa Labuan disebelah Barat, dan Desa Waringin disebelah Timur. Luas wilayah Desa Mancak adalah 538.2 ha. Luas wilayah yang diperuntukan untuk perkebunan sebesar 278 ha. Jumlah penduduk di Desa Mancak sebanyak 4 278 jiwa. Sebagian penduduk mempunyai mata pencaharian sebagai Pedagang dan Petani. Kecamatan Padarincang Kecamatan Padarincang memiliki luas wilayah sebesar 99.12 km2 dan terdiri dari 13 desa. Kelompok Ternak Karya Bersama merupakan salah satu anggota SPR yang terletak di Desa Cibojong, Kecamatan Padarincang. Desa Cibojong berbatasan dengan Kecamatan Cinangka disebelah Barat, Desa Kadebeureum disebalah Timur, Kecamatan Mandalawangi disebelah Utara, dan Desa Kramat Labang disebelah Selatan. Desa Cibojong memiliki luas 670 ha dan terletak 35 mdpl. Sebagian lahan pertanian berupa tanaman padi gogo dan singkong. Jumlah penduduk berjumlah 3 576 jiwa dengan mayoritas bermatapencaharian sebagai petani palawija. Suhu di Desa Cibojong berkisar antara 20 0C – 31 0C.
Profil Kelompok Ternak Kerbau Kelompok ternak yang tergabung dalam SPR berjumlah 4 (empat) kelompok, namun pada penelitian ini penulis hanya mengambil 3 (tiga) sampel kelompok ternak yaitu Kubang Pendeuy di Kecamatan Anyar, Bibilintik 2 di Kecamatan Mancak dan Karya Bersama di Kecamatan Padarincang, karena pada kelompok ternak tersebut memiliki letak geografis yang beragam. Profil dan kondisi umum ketiga kelompok ternak kerbau tersebut disajikan dalam Tabel 5 dan Tabel 6.
23
Tabel 5 Profil anggota SPR di Kabupaten Serang No
Aset
1 2 3
Sejarah Inisiasi Bentuk Usaha
4 5
Jumlah anggota Jumlah Kerbau - Jantan Dewasa : Muda : Anakan : - Betina Dewasa : Muda : Anakan :
6 7
Luas Kandang Individu Koloni Pembibitan/ Penggemukkan
Kapasitas Kandang - Individu - Koloni - Pembibitan/ Penggemukkan
Kubang Pendeuy
Bibilintik 2
2012 Swadaya Berbadan Hukum (2016)
2012 Swadaya Berbadan Hukum (2016)
20 47
20 40
5 2 2
Karya Bersama 2015 Swadaya – 10 25 2 2 2
27 5 6
40
11 4 4
4mx5m 10 m x 50 m
4mx5m 10 m x 30 m
4mx5m –
17 m x 8 m
–
–
1 – 2 ekor 40 – 50 ekor
1 – 2 ekor 1– 40 ekor
1 – 3 ekor –
10 – 12 ekor
–
–
8 9 10
Jenis Kandang Lahan yang dikelola Alat transportasi
Koloni ± 7 ha - Nozomi (motor roda tiga) - Mobil Pick-up
Koloni ± 0,25 ha - Nozomi (motor roda tiga) - Mobil Pickup
Individu ± 1 ha –
11
Adopsi teknologi
-
- Mesin copr (mesin penggiling rumput)
–
Sumber : Data diolah (2016)
Mesin apo Pompa air (alkon)
24 24
Tabel 6 Kondisi umum anggota SPR di Kabupaten Serang No 1
Kondisi Umum Kondisi alam
2
Variasi produk yang dihasilkan
Biogas (sudah tidak aktif)
Biogas (sudah tidak aktif)
–
3 4
Pembibitan Masalah yang dihadapi
Ada - Kurangnya pejantan - Administrasi kelompok yang lemah - Kurangnya ilmu pengetahuan - Kurangnya pemahaman teknologi - Kurangnya minat generasi muda untuk beternak - Sistem keamanan yang kurang baik
Pernah Ada (Sudah tidak berjalan) - Kepemilikan lahan yang terbatas - Kurangnya pejantan - Kurangnya pemahaman teknologi - Kurangnya ilmu pengetahuan beternak
Tidak - Kurangnya tempat gembala - Kurang adanya kesadaran dari setiap anggota - Kurang ada bantuan dari pemerintah - Administrasi kelompok yang lemah - Kurangnya minat generasi muda untuk beternak - Kurangnya ilmu pengetahuan dan teknologi
5
Akses transportasi
-
6 7
Kas kelompok Harga Jual kerbau hidup
Sumber : Data diolah (2016)
-
Kubang Pendeuy Tanah Subur Dekat dengan sungai Dekat dengan sumber pakan
Dekat dengan pusat kota Dekat dengan pasar Peternakan tidak jauh dari jalan raya utama Ada (Belum terkomputerisasi) Rp 15.000.000 (250 Kg) Rp 18.000.000 (300 Kg)
Bibilintik 2 - Tanah Subur - Dekat dengan sumber pakan - Dekat dengan sungai
- Dekat dengan pasar
Ada (Belum terkomputerisasi) Rp 15.000.000 (200 Kg) Rp 18.000.000 (300Kg)
-
-
Karya Bersama Tanah Subur Cocok untuk segala tanaman Dekat dengan sungai Berbukit Dikelilingi dengan sumber pakan
Akses ke peternakan berbukit Dekat dengan pasar Peternkan jauh dari jalan raya utama
Belum ada Rp 17.000.000 (240 Kg)
25
Jaringan Distribusi Rantai Pasok Kerbau di Kabupaten Serang Struktur jaringan distribusi rantai pasok kerbau hidup dan daging kerbau pada umumnya memiliki beberapa karakteristik yang sama. Pola aliran dalam rantai pasok kerbau hidup dan daging kerbau menunjukkan ada tiga aliran yaitu berupa aliran produk, aliran keuangan, dan aliran informasi. Aliran produk kerbau hidup mengalir dari hulu hingga hilir yaitu dari peternak yang tergabung dalam SPR dan peternak lokal hingga konsumen kerbau hidup di Kabupaten Serang. Sedangkan aliran produk berupa daging kerbau, dimulai dari Rumah Potong Hewan (RPH) Trondol di Serang dan Tempat Pemotongan Hewan (TPH) hingga konsumen akhir daging kerbau. Aliran keuangan mengalir dari hilir ke hulu yaitu dari konsumen kerbau hidup dan konsumen daging kerbau ke peternak. Aliran informasi mengalir pada mata rantai secara timbal balik. Struktur jaringan distribusi rantai pasok kerbau hidup dan daging kerbau di Kabupaten Serang dapat dilihat pada Gambar 5.
Peternak Luar Banten
Peternak Lokal
Pasar Hewan
Perantara
Pedagang Kerbau Hidup
Pasar Rau
RPH/Pemotongan Mandiri
Pedagang Besar Daging Kerbau II
Pedagang Besar Daging Kerbau I
(40 – 60 Kg/hari/orang)
(70 – 160 Kg/hari/orang)
Pedagang Pengecer (10 – 20 Kg/hari/orang)
Konsumen IRT
Gambar 5 Rantai pasok kerbau hidup dan daging kerbau di Kabupaten Serang
26 Keterangan : : : : :
Aliran produk Aliran uang (pembayaran secara lunas) Aliran uang (pembayaran secara tempo) Aliran uang (pembayaran setelah daging terjual) Aliran informasi
Aliran Produk pada Rantai Pasok Kerbau Hidup dan Daging Kerbau Aliran produk merupakan aliran barang dari hulu ke hilir. Produk dalam rantai pasok ini terbagi menjadi dua, yaitu rantai pasok kerbau hidup dan rantai pasok daging kerbau. Rantai pasok dimulai dari kerbau hidup sebagai produk utama yang siap untuk dijual. Kerbau hidup di Serang merupakan kerbau yang berasal dari peternak lokal dan dari luar pulau jawa seperti Nusa Tenggara Barat dan Pulau Kangean yang merupakan salah satu sentra kerbau di Indonesia. Kerbau yang berasal dari Luar Pulau Jawa diangkut menggunakan kapal berkapasitas 100 ekor kerbau menuju pulau Jawa. Peternak lokal tidak langsung memasok pasokan kerbau hidupnya langsung ke pedagang besar daging, tetapi dijual terlebih dahulu ke pedagang pengumpul yaitu pedagang kerbau hidup. Kerbau peternak yang dibeli oleh pedagang kerbau hidup selanjutnya akan dijual ke Pasar Hewan Trondol. Pasar Hewan Trondol sebagai tempat transaksi jual beli kerbau hidup, memudahkan jagal yang berasal dari berbagai daerah di Serang untuk mendapatkan kerbau hidup. Pasar Hewan Trondol hanya melayani transaksi pada hari pasar, yaitu Senin dan Kamis dari pukul 07.00 hingga 16.00. Dalam satu hari pasar terdapat 20 pedagang kerbau hidup yang berasal dari berbagai daerah, seperti Serang, Cilegon, Pandeglang, Anyer dll. Rata-rata pedagang kerbau hidup membawa dua sampai empat ekor kerbau. Penjualan kerbau hidup paling banyak diminati dibandingkan Sapi dan Kambing. Dalam sehari, 5 – 20 ekor kerbau terjual di Pasar Hewan Trondol. Selain melalui pasar hewan, transaksi jual beli kerbau hidup dilakukan melalui perantara atau calo disetiap daerah. Konsumen menghubungi calo atau perantara untuk dicarikan kerbau hidup yang sesuai kriteria ke peternak lokal. Namun hal ini dilakukan jika menjelang hari-hari besar seperti, Idul Adha, Maulid Nabi atau hajatan perayaan pernikahan. Pembeli kerbau hidup biasanya petani yang menggunakan kerbau untuk membajak sawah dan jagal. Aliran produk selanjutnya berupa daging kerbau yang siap untuk dijual. Kerbau yang sudah dibeli oleh jagal, selanjutnya dibawa ke tempat pemotongan mandiri atau mengangkutnya ke Rumah Potong Hewan yang terletak dibelakang Pasar Hewan Trondol. Jagal yang memotong kerbaunya secara mandiri merupakan seorang pedagang daging kerbau di pasar tradisional yang dekat dengan tempat tinggalnya. Sedangkan pengguna jasa pemotongan kerbau hidup menjadi karkas di RPH merupakan Pedagang Besar Daging Kerbau (PBDK) yang kemudian akan didistribusikan ke Pasar Rau Serang. Rumah Potong Hewan Trondol didirikan pada tahun 2011. Rata-rata dalam sehari, RPH Trondol memotong 20 ekor sapi dan 2 (dua) ekor kerbau. Pemotongan dilakukan mulai pukul 22.00 hingga pukul 05.00. Kerbau milik pedagang besar daging kerbau yang akan dipotong di RPH harus
27 diistirahatkan terlebih dahulu di kandang penampungan selama lima hingga tujuh jam. Prosedur pemotongan hewan secara benar harus sesuai dengan persyaratan kesehatan masyarakat veteriner (kesmavet). Kesejahteraan hewan (animal walfare) dan syariah agama. Pihak RPH dalam proses rantai pasokan daging kerbau berperan dalam melayani jagal untuk melakukan pemotongan dengan melakukan pemeriksaan terhadap kerbau. Pemeriksaan dilakukan dua kali yaitu ante-mortem (pemeriksaan sebelum kerbau dipotong) dan post-mortem (pemeriksaan setelah hewan dipotong). Pemeriksaan ante-mortem dilakukan oleh seorang dokter hewan yang meliputi pemeriksaan fisik kerbau seperti kerbau yang dipotong tidak boleh cacat dan sakit. Sedangkan pemeriksaan post-mortem meliputi pemeriksaan fisik karkas kerbau setelah dipotong. Namun, terkadang masih ditemukan pemotongan kerbau sakit yang dilakukan RPH. Penyimpangan ini terjadi karena faktor harga kerbau yang tinggi dibandingkan harga sapi. Harga kerbau berkisar antara IDR 17 000 000 – 22 000 000, sedangkan harga sapi berkisar antara IDR 8 000 000 – 12 000 000. Kerbau yang telah dipotong dan telah berbentuk karkas, selanjutnya didistribusikan oleh PBDK I. PBDK I akan mendistribusikan daging kerbau kepada PBDK II di Pasar Rau. Proses pendistribusian daging menggunakan mobil pick-up dan mengantarkannya langsung ke kios-kios yang telah menjadi pelanggan tetap. Waktu pengantaran daging rata-rata dilakukan pada malam atau dini hari. PDBK II terkadang menerima pemesanan daging kerbau dari pedagang pengecer. Pedagang pengecer merupakan pedagang daging kerbau yang berasal dari pasar tradisional yang lebih kecil dari Pasar Rau. Apabila daging kerbau dan karkas tidak terjual habis, maka produk tersebut akan disimpan didalam alat pendingin dan dijual keesokan harinya. Konsumen daging kerbau sebagian besar berasal dari Ibu Rumah Tangga. Hal ini dikarenakan, harga jual daging kerbau jauh lebih mahal dibandingkan daging sapi jika digunakan pada Industri Kecil Menengah (IKM), seperti Hotel, restoran dan katering. Harga daging kerbau berkisar antara IDR 130 000 – 150 000, sedangkan daging sapi IDR 90 000 – 120 000. Secara keseluruhan aliran produk berupa kerbau hidup menjadi daging kerbau mengalir dari peternak, pedagang kerbau hidup, pedagang besar daging kerbau I, pedagang besar daging kerbau II, pengecer hingga konsumen daging kerbau. Aliran Keuangan pada Rantai Pasok Kerbau Hidup dan Daging Kerbau Aliran Keuangan merupakan perpindahan uang yang mengalir dari hilir ke hulu. Aliran keuangan pada peneitian ini terbagi menjadi dua, yaitu aliran keuangan yang mengalir dari konsumen kerbau hidup hingga peternak kerbau dan konsumen daging kerbau hingga pedagang besar daging kerbau. Pola aliran keuangan kerbau hidup terjadi antara pedagang kerbau hidup ke peternak dan konsumen kerbau hidup ke pedagang kerbau hidup. Sistem pembayaran dilakukan secara tunai dan pembayaran secara tempo. Konsumen kerbau hidup melakukan pembayaran secara tunai kepada pedagang kerbau hidup. Pembayaran dilakukan secara langsung ditempat kerbau tersebut diperoleh. Pedagang kerbau hidup yang membeli kerbau dari peternak melakukan pembayaran secara tunai dan tempo sesuai dengan
28 kesepakatan antara pedagang kerbau hidup dengan peternak. Pembayaran secara tempo dilakukan selama dua minggu hingga satu bulan dan terlebih dahulu membayar Down Payment (DP) sebesar 50% kepada peternak. Aliran keuangan juga terjadi antara pedagang kerbau hidup ke pengelola Pasar Hewan terkait biaya retribusi. Aliran keuangan tidak berkaitan dengan produk, karena Pasar Hewan hanya menyediakan tempat untuk melakukan transaksi jual beli dari pedagang kerbau hidup kepada konsumen kerbau hidup. Biaya retribusi dibayarkan hanya jika kerbau yang dibawa oleh pedagang kerbau hidup laku terjual. Besarnya biaya retribusi yaitu IDR 15 000/ekor. Pola aliran keuangan daging kerbau terjadi antara pedagang besar daging kerbau ke RPH terkait biaya retribusi dan operasional. Aliran keuangan tidak berkaitan dengan produk, karena pihak RPH hanya berperan dalam melayani dan mengawasi pemotongan kerbau, serta memastikan bahwa kerbau yang dipotong memenuhi kriteria baik secara kesehatan maupun secara peraturan yang berlaku. Aliran keuangan terletak pada pembayaran retribusi sebesar IDR 10 000/ekor dan biaya operasional IDR 25 000/ekor. Aliran keuangan juga terjadi dari pedagang pengecer kepada pedagang besar daging kerbau. Sistem pembayaran dilakukan secara tunai dan tempo. Pembayaran tunai dilakukan pedagang pengecer sesuai dengan jumlah daging kerbau yang diambil, sedangkan pembayaran secara tempo yaitu pedagang pengecer melakukan pembayaran setelah daging kerbau laku terjual. Pedagang besar daging kerbau melakukan sistem pembayaran putus, artinya apabila daging yang diambil tidak laku terjual, maka akan menjadi kerugian bagi pedagang pengecer dan sisa pembayaran daging yang telah diambil akan menjadi hutang bagi pedagang pengecer kepada pedagang besar daging kerbau. Hal inilah yang menjadi salah satu kendala perputaran uang bagi pedagang besar daging kerbau. Aliran keuangan yang dilakukan dari konsumen ke pedagang pengecer dilakukan secara tunai ketika melakukan transaksi pembelian. Aliran Informasi pada Rantai Pasok Kerbau Hidup dan Daging Kerbau Aliran informasi merupakan aliran yang terjadi baik dari hulu ke hilir maupun sebaliknya dari hilir ke hulu. Informasi yang mengalir berkaitan dengan stok kerbau hidup, jumlah permintaan, harga kerbau hidup, harga daging kerbau. Aliran informasi yang ada mengalir secara vertikal dan horizontal. Pada aliran vertikal terdapat koordinasi pada mata rantai yang berbeda yaitu antara peternak, pedagang kerbau hidup, RPH, pedagang besar daging kerbau, pedagang pengecer dan konsumen. Pada aliran horizontal terjadi koordinasi pada sesama anggota mata rantai. Contoh dari koordinasi horizontal yaitu adanya koordinasi antar pedagang kerbau hidup terkait harga pasar kerbau hidup. Terdapat beberapa aliran informasi yang mengalir secara vertikal antar mata rantai dalam rantai pasokan kerbau hidup dan daging kerbau, antara lain: a. Antara peternak dengan pedagang kerbau hidup Aliran informasi yang terjadi antara peternak dan pedagang kerbau hidup berkaitan dengan jumlah kerbau yang dibutuhkan oleh pedagang
29 kerbau hidup untuk memenuhi kebutuhan konsumen, kesesuaian harga dan kondisi kerbau yang dibeli menjadi objek utama dalam komunikasi yang terjalin antara pedagang kerabu hidup dan peternak. Pedagang yang membutuhkan kerbau hidup biasanya menghubungi calo sebagai perantara pembelian kerbau hidup kepada peternak. Calo akan mencarikan kerbau hidup sesuai dengan kriteria yang diinginkan pedagang kerbau hidup. Jika calo atau perantara telah menemukan kerbau yang sesuai, maka pedagang kerbau hidup mendatanngi langsung ke tempat peternak untuk melihat secara langsung kerbau yang akan dibeli dan melakukan proses tawar-menawar harga. b. Antara pedagang kerbau hidup dengan pedagang besar daging kerbau Aliran informasi yang mengalir antara pedagang kerbau hidup dan pedagang besar daging kerbau terkait jumlah permintaan terhadap kerbau hidup dan penawaran harga ketika pembelian kerbau di pasar hewan. Pedagang besar daging kerbau melakukan penawaran karena harga kerbau yang dijual pedagang kerbau hidup di pasar hewan cenderung lebih tinggi jika dibandingkan melakukan pembelian langsung ke petrenak. Namun, pedagang besar daging kerbau jarang melakukan pembelian kerbau hidup kepada peternak, karena membutuhkan waktu yang lebih lama dan belum pasti ada kesesuaian antara barang dengan harga. Kondisi kerbau berkaitan dengan taksiran berat kerbau hidup dan kesehatan kerbau. Sistem jual beli kerbau dilakukan dengan cara melakukan penaksiran terhadap berat kerbau, karena kerbau hidup yang dijual tidak ditimbang dengan menggunakan alat, pedagang kerbau hidup dan pedagang besar daging kerbau hanya menaksir berat karkas yang dapat dihasikan dengan melihat fisik kerbau. c. Antara RPH dengan pedagang besar daging kerbau Informasi yang mengalir dari pihak RPH ke pihak pedagang besar daging kerbau yang menggunakan jasa RPH dalam pemotongan kerbau hidup menjadi karkas terkait dengan berbagai peraturan dan prosedur yang harus dilaksanakan baik sebelum proses pemotongan hewan, ketika proses pemotongan dan setelah proses pemotongan hewan. RPH merupakan pihak yang bertanggung jawab terhadap pemeriksaan kerbau hidup yang akan dipotong maupun pengawasan terhadap peredaran daging kerbau terkait jumlah dan kualitas daging kerbau. Permasalahan yang terjadi saat ini adalah adanya penurunan jumlah pemotongan kerbau hidup melalui pemotongan resmi di RPH, dimana awalnya dalam satu hari pemotongan bisa mencapai 5 (lima) ekor kerbau per hari menjadi 2 (dua) ekor kerbau per hari, bahkan dalam sebulan RPH hanya memotong 7 (tujuh) ekor kerbau. Penurunan jumlah pemotongan yang dilakukan RPH ini diakibatkan oleh tingginya harga kerbau hidup dan sebagian jagal lebih memilih untuk memotng kerbaunya secara mandiri agar lebih efektif dan efisien. Meskipun terjadi penurunan jumlah pemotongan di RPH, pasokan daging kerbau tetap beredar dipasar yang berada di Serang. d. Antara pedagang besar daging kerbau dengan pedagang pengecer Aliran informasi antara pedagang besar dengan pedagang pengecer terkait dengan jumlah daging kerbau yang akan diminta oleh pedagang pengecer untuk dijual lagi ke konsumen, jumlah stok daging kerbau dan
30 harga daging kerbau di tingkat pedagang pengecer. Informasi yang mengalir khususnya dari pedagang pengecer yang melakukan sistem pembayaran tempo, berkaitan dengan jumlah daging kerbau yang terjual setiap harinya. e. Antara konsumen dengan pedagang pengecer Konsumen daging kerbau adalah orang yang melakukan pembelian terhadap daging kerbau yang sebagian besar adalah Ibu Rumah Tangga. Aliran informasi terjadi antara konsumen ke pedagang pengecer terkait dengan jumlah permintaan daging kerbau. Hubungan komunikasi akan mengalir antara pedagang pengecer ke konsumen terkait kualitas daging kerbau dan harga daging kerbau. Adanya informasi jumlah permintaan dari konsumen berpengaruh terhadap jumlah dan ukuran tubuh kerbau yang dipotong. Informasi tersebut akan mengalir kepada pedagang besar agar mampu memperkirakan jumlah daging yang harus dihasilkan dan disesuaikan dengan kondisi fisik atau berat kerbau dalam kondisi hidup. Koordinasi antara konsumen dengan pedagang pengecer masih belum optimal, karena masih ada jumlah daging yang tidak terjual, sehingga harus disimpan didalam alat pendingin dan dijual keesokan harinya. Upaya untuk mengoptimalkan ketiga aliran yang ada pada rantai pasokan kerbau hidup dan daging kerbau dapat dilakukan dengan pendekatan sistem dengan melibatkan beberapa pihak, seperti peternak, pedagang kerbau hidup, pedagang besar daging kerbau, pedagang pengecer, konsumen dan pihak pemerintah sebagai penentu kebijakan. Persediaan kerbau hidup di Kabupaten Serang dinilai belum cukup untuk memenuhi kebutuhan daging kerbau yang ditunjukkan dengan berkurangnya angka populasi kerbau sebesar 72% pada Tahun 2015. Pihak Dinas Pertanian dan Petenakan (Distanak) Kabupaten Serang telah mengupayakan program Inseminasi Buatan, namun program tersebut belum menunjukkan hasil yang signifikan. Keterbatasan serta sulitnya kerbau berkembang biak mengakibatkan harga kerbau hidup di pasaran tinggi, hal ini tentunya berpengaruh terhadap daging kerbau yang semakin mahal yang harus dibayar oleh konsumen. Selain itu, pihak RPH harus melakukan pengawasan terhadap kuantitas dan kualitas daging yang diproduksi. Pihak RPH dapat melakukan kerjasama dengan para pedagang besar daging kerbau untuk mengatur pasokan daging kerbau di Kabupaten Serang. Pemotongan yang bersifat ilegal atau tanpa pengawasan pihak RPH dapat dikenakan sanksi yang lebih tegas dengan mencabut surat izin pemotongan. Disamping itu, kondisi kelayakan RPH baik secara fisik maupun manajemen lebih diperhatikan agar pedagang besar daging kerbau mau melakukan pemotongan resmi di RPH.
Identifikasi Risiko Pelaku Rantai Pasok Kerbau Identifikasi risiko pada setiap mata rantai pasokan daging kerbau merupakan upaya untuk memperbaiki kinerja berdasarkan masalah yang dihadapi serta dampak yang akan ditimbulkan pada setiap mata rantai setelah jaringan distribusi tersebut dipetakan. Abdurrahman et al. (2013)
31 mengemukakkan analisis risiko dilakukan untuk mengetahui tingkat atau besarnya risiko dan dampak terhadap kelangsungan proyek yaitu waktu serta respon resiko yang dilakukan. Langkah awal adalah melakukan analisis menggunakan severity index digunakan untuk menentukan nilai probabilitas dan dampak, lalu mengkategorikannya berdasarkan besar probabilitas dampaknya. Berdasarkan analisis severity index pada 7 (tujuh) pelaku rantai pasok, yaitu peternak (a), pedagang kerbau (b), RPH atau tempat pemotongan hewan (c), PBDK I (d), PBDK II (e), pedagang pengecer (f), dan konsumen (g) diperoleh 36 risiko. Risiko yang terdapat pada Kuadran I berjumlah 12 risiko yang dapat mengancam kelangsungan rantai pasok. Kuadran II berjumlah 9 (sembilan) risiko dengan tingkat probabilitas kejadian antara rendah sampai sedang, namun dampaknya tinggi. Kuadran III berjumlah 7 (tujuh) risiko dengan tingkat probabilitas tinggi, namun dampaknya rendah. Kuadran IV berjumlah 8 (delapan) risiko dengan tingkat probabilitas rendah dan dampaknya kecil. Analisis perhitungan risiko berdasarkan pelaku rantai pasok dapat dilihat pada Lampiran 2. Peta risiko rantai pasok kerbau pada SPR Kabupaten Serang dapat dilihat pada Gambar 6. a6
b4
a4
c4
II
d2 a2 f4 e4 c1 b3
d4
e2 g1 b1
f2 e3
d1
I f1
b5
g2
d3 a12
c2 c3
a10
IV
a1 e1 b2
g3
a8 a5
a3
a11
f3
a9
a7
III
Gambar 6 Peta risiko rantai pasok kerbau pada SPR Kabupaten Serang Matriks antara probability dan severity menghasilkan empat kuadran utama. Risiko yang terdapat pada Kuadran I akan dilakukan mitigasi risiko berupa usulan perbaikan.. Risiko yanng terdapat pada Kuadran I merupakan area dengan tingkat probabilitas sedang sampai tinggi dan tingkat dampak sedang sampai tinggi. Kuadran I terdiri dari risiko-risiko yang masuk ke dalam prioritas I atau prioritas utama. Berdasarkan Risk Priority Number (RPN) atau hasil perkalian antara probability dan severity, nilai risiko tertinggi dimiliki oleh peternak dengan risiko ketersediaan pakan sebesar 23.33. Risiko yang termasuk pada Kuadran I dapat dilihat pada Tabel 7. Berdasarkan Tabel 7 seluruh pelaku rantai pasok kerbau di Kabupaten Serang menempati Kuadran I, kecuali RPH atau tempat pemotongan hewan. Risiko terbanyak yang dialami oleh peternak sebanyak 4 (empat) risiko yang terdapat pada Kuadran I, yaitu ketersediaan pakan, kegagalan dalam perkawinan kerbau, ketidakpastian harga jual kerbau, dan kerbau mati. PBDK
32 II dengan 2 (dua) risiko, yaitu fluktusasi harga dan kerugian penjualan. PP dengan 2 (dua) risiko, yaitu tidak dapat memenuhi permintaan dan fluktuasi harga. PKH dengan 2 (dua) risiko, yaitu kerbau tidak habis terjual dan fluktuasi harga, PBDK I memiliki 1 (satu) risiko, yaitu fluktuasi harga. Konsumen memiliki 1 (satu) risiko, yaitu fluktuasi harga. Mitigasi risiko pada setiap anggota rantai pasok yang terdapat pada Kuadran I dapat dilihat pada Lampiran 3. Tabel 7 Risiko pada Kuadran I No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Kode Risiko a11 e1 f3 f1 a1 b2 a9 b1 a4 d1 g1 e2
Pelaku Rantai Pasok Peternak PBDK II PP PP Peternak PKH Peternak PKH Peternak PBDK I Konsumen PBDK II
Risiko Ketersediaan pakan Fluktuasi harga Tidak dapat memenuhi permintaan Fluktuasi harga Kegagalan dalam perkawinan kerbau Kerbau tidak habis terjual Ketidakpastian harga jual kerbau Fluktuasi harga Kerbau mati Fluktuasi harga Fluktuasi harga Terjadi kerugian penjualan
RPN 23.33 18 18 17.50 17.33 15.89 15.56 14.67 14 14 14 12
Sumber : Data diolah (2017) Fluktuasi harga menjadi risiko yang sering dihadapi oleh pelaku rantai pasok kerbau, maka perlu adanya campur tangan pemerintah dalam menstabilisasi harga pada pasar. Ketersediaan pasokan di pasar juga memengaruhi fluktuasi harga produk, oleh karena itu mengatur sistem distribusi dan diadakannya pasar murah daging kerbau juga diperlukan agar dapat memastikan tidak terjadi kekurangan terhadap kerbau maupun daging kerbau di pasar.
Analisis Nilai Tambah pada Rantai Pasokan Daging Kerbau Nilai tambah merupakan suatu perubahan nilai yang terjadi karena adanya perlakuan terhadap suatu input pada suatu proses produksi. Arus peningkatan nilai tambah pada rantai pasok terjadi disetiap mata rantai pasok dari hulu ke hlir yang berawal dari peternak dan berakhir pada konsumen akhir (Marimin dan Maghfiroh 2010). Kegiatan distribusi kerbau hidup menjadi daging kerbau dilakukan dengan melibatkan beberapa mata rantai, dimana setiap anggota pada rantai tersebut memberikan nilai tambah terhadap komoditas kerbau potong. Berdasarkan Gambar 5, analisis nilai tambah pada distribusi kerbau hidup dilakukan untuk mengetahui besarnya nilai tambah yang terdapat pada setiap pelaku rantai pasok kerbau hidup sampai menjadi daging, yaitu peternak, pedagang kerbau hidup, pedagang besar daging kerbau dan pedagang pengecer. Analisis dilakukan dengan menggunakan analisis nilai tambah
33 dengan menggunakan Metode Hayami. Analisis nilai tambah terdiri dari beberapa komponen yang membentuk seperti biaya produksi dan keuntungan yang diterima oleh setiap mata rantai. Biaya produksi terdiri dari biaya bahan baku, tenaga kerja dan sumbangan input lain. Hasil perhitungan nilai tambah pada peternak dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Analisis nilai tambah pada peternak Nilai No
Variabel
Kubang Pendeuy
Bibilintik
Karya Bersama
Output, Input dan Harga 1. 2. 3. 4. 5.
Output (Kg) = (a) 300 Input Bahan Baku (Kg) = (b) 130 Input Tenaga Kerja (HOK) = (c) 2 Faktor Konversi = (d) = (a)/(b) 2.31 Koefisien TKL (HOK/Kg) = (e) = 0.012 (c)/(a-b) 6. Harga Output (IDR/Kg) = (f) 58 717 7. Rata-rata upah tenaga kerja 11 107 (IDR/HOK/Kg) = (g) Penerimaan dan keuntungan (IDR/Kg Bahan Baku) 8. 9.
10. 11.
12.
13.
Harga Input (IDR/Kg) = (h) Sumbangan Input lain (Biaya operasional) Biaya Pakan Rumput (IDR/kg) Biaya Pakan Tambahan (IDR/Kg) Biaya Pembelian Vitamin (IDR/Kg) Biaya Pembelian Obat Cacing (IDR/Kg) Biaya Transportasi Ambil Pakan (IDR/kg) Biaya Bahan Bakar Mesin Apo/Copr (IDR/kg) Biaya Lain-Lain (IDR/Kg) Total Biaya Operasi (IDR/kg)=(i) Nilai Output (IDR/kg) = (j) = (d) x (f) Nilai Tambah (IDR/kg) = (k) = (j) – (i) – (h) Rasio Nilai Tambah = (l) = (k)/(j) Pendapatan Tenaga Kerja = (m) = (e) x (g) Imbalan Tenaga Kerja = (n) = (m) / (k) Keuntungan = (o) = (k) – (m) Tingkat Keuntungan = (p) = (o) / (j)
300 200 1 1.5 0.01
240 150 1 1.6 0.011
60 000 20 000
70 833 15 333
43 750
45 000
50 000
10 462 2 615 20.7 6.9
15 000
18 000
2.3
3
1 143
1 638
2 179
858
1 923 18 349 135 500 73 401
500 17 998 90 000 27 002
667 18 670 113 333 44 664
54% 22 214
30% 20 000
39% 15 333
30.27% 51 186 38%
74.07% 7 002 8%
34.33% 29 330 26%
91 750 24.2% 20%
45 000 44% 40%
63 333 24.2% 29.5%
55.8%
15.6%
46.3%
Balas Jasa Faktor Produksi (IDR/Kg Bahan Baku) 14.
Marjin (IDR/kg) = (q) = (j) – (h) Pendapatan TKL (%) = (r) = (m)/(q) Sumbangan input lain (%) = (s) = (i)/(q) Keuntungan perusahaan (%) = (t) = (o)/(q)
Sumber : Data diolah (2016)
34 Berdasarkan Tabel 8 mengenai rata-rata perhitungan nilai tambah rantai pasokan kerbau hidup pada tingkat peternak yang termasuk anggota SPR di tiga kecamatan, menunjukkan bahwa nilai faktor konversi pada masingmasing peternak, yaitu 2.31, 1.5 dan 1.6. Hal tersebut terjadi karena jumlah input berbeda dengan jumlah output. Semakin besar nilai konversi maka akan semakin besar nilai outputnya. Dari hasil analisa nilai tambah pada tingkat peternak dapat dilihat bahwa peternak pada Kelompok Kubang Pendeuy yang berada pada Kecamatan Anyer memiliki nilai tambah yang paling tinggi, yaitu IDR 73 401/kg dengan rasio nilai tambah 54%. Hal ini karena Kelompok Ternak Kubang Pendeuy memiliki harga input terkecil yaitu IDR 43 750/kg dan memiliki nilai output tertinggi sebesar IDR 135 500/kg. Nilai output didapatkan dari hasil kali antara faktor konversi dengan harga output. Rata-rata Peternak Kubang Pendeuy melakukan penggemukan selama tiga bulan tergantung bobot kerbau yang akan dijual. Pada perhitungan biaya operasional, biaya-biaya dikalikan dengan masa pemeliharaan kerbau. Masa pemeliharaan kerbau pada setiap kelompok ternak, masing-masing yaitu 340, 200 dan 180 hari dengan asumsi pertambahan bobot kerbau 0.5 Kg/hari. Sehingga pada kenyataannya peternak kerbau hanya mendapat rata-rata nilai tambah sebesar IDR 216/kg/hari dengan rasio 0.2% dari total niali output. Rasio nilai tambah selama masa pemeliharaan sebesar 54% (>0) mengindikasikan bahwa pada mata rantai ini dapat menghasilkan nilai tambah. Selain peternak, analisis rantai pasok kerbau hidup juga dilakukan pada Pedagang Kerbau Hidup (PKH). PKH terdiri dari tiga pedagang kerbau hidup pada masing-masing desa dimana kelompok ternak berada dan PKH yang mengambil pasokan kerbau hidup dari peternak di Luar Provinsi Banten. Analisis nilai tambah pada pedagang kerbau hidup dapat dilihat pada Tabel 9. Berdasarkan Tabel 9 mengenai rata-rata perhitungan nilai tambah rantai pasokan kerbau hidup pada tingkat Pedagang Kerbau Hidup (PKH), menunjukkan bahwa nilai faktor konversi sama, yaitu 1. Hal tersebut terjadi karena jumlah input sama dengan jumlah output. Semakin besar nilai konversi maka akan semakin besar nilai outputnya. Nilai output didapatkan dari hasil kali antara faktor konversi dengan harga output. Dari hasil analisa nilai tambah pada setiap pedagang kerbau hidup dapat dilihat bahwa PKH yang berada di Desa Tambang Ayam memiliki nilai tambah yang paling tinggi, sebesar IDR 9 867/kg dengan rasio nilai tambah 14%. Biaya transakasi yang dikeluarkan oleh PKH Desa Tambang Ayam memiliki nilai terkecil, sebesar IDR 500. Hal tersebut terjadi karena PKH Desa Tambang Ayam tidak memasarkan kerbaunya di Pasar Hewan melainkan disekitar tempat peternakan berada yang dapat meminalisir biaya transaksi berupa biaya transportasi ke pasar hewan dan membayar retribusi pasar. Dari hasil perhitungan nilai tambah, seluruh PKH yang dianalisis mendapatkan nilai tambah lebih dari Nol (>0) yang mengindikasikan bahwa pada mata rantai ini dapat menghasilkan keuntungan.
35 Tabel 9 Analisis nilai tambah pada pedagang kerbau hidup Nilai No
Variabel
PKH Desa Tambang Ayam
PKH Desa Mancak
PKH Desa Cibojong
PKH Pasar Hewan
Output, Input dan Harga 1. 2. 3. 4. 5.
Output (Kg) = (a) 300 Input Bahan Baku (Kg) = (b) 300 Input Tenaga Kerja (HOK) = (c) 1 Faktor Konversi = (d) = (a)/(b) 1 Koefisien TKL (HOK/Kg) = (e) = 0.0033 (c)/(b) 6. Harga Output (IDR/Kg) = (f) 69 083 7. Rata-rata upah tenaga kerja 50 000 (IDR/HOK) = (g) Penerimaan dan keuntungan (IDR/Kg Bahan Baku)
300 300 1 1 0.0033
240 240 1 1 0.0042
400 400 1 1 0.0025
66 000 40 000
79 167 50 000
50 000 75 000
8. 9.
Harga Input (IDR/Kg) = (h) Sumbangan Input lain (Biaya Transaksi) Biaya Transportasi (IDR/kg) Biaya informasi (IDR/Kg) Biaya Perizinan (IDR/Kg) Biaya Retribusi Pasar (IDR/kg) Biaya Lain-Lain (IDR/Kg) Total Biaya Transaksi (IDR/kg) = (i)
58 717
60 000
70 833
42 500
333
792 625 83 63 208 1 771
1 800
167 500
444 500 67 50 167 1 228
Nilai Output (IDR/kg) = (j) = (d) x (f) Nilai Tambah (IDR/kg) = (k) = (j) – (i) – (h) Rasio Nilai Tambah = (l) = (k)/(j) 12. Pendapatan Tenaga Kerja = (m) = (e) x (g) Imbalan Tenaga Kerja = (n) = (m)/ (k) 13. Keuntungan = (o) = (k) – (m) Tingkat Keuntungan = (p) = (o) / (j) Balas Jasa Faktor Produksi (IDR/Kg Bahan Baku)
69 083 9 867
66 000 4 772
79 167 6 563
50 000 5 538
14% 167
7% 133
8% 208
11% 188
1.69% 9 700 14%
2.79% 4 639 7%
3.18% 6 354 8%
3.39% 5 350 11%
Marjin (IDR/kg) = (q) = (j) – (h) Pendapatan TKL (%) = (r) = (m)/(q) Sumbangan input lain (%) = (s) = (i)/(q) Keuntungan perusahaan (%) = (t) = (o)/(q)
10 367 1.6% 5%
6 000 2.2% 20%
8 333 2.5% 21%
7 500 2.5% 26%
94%
77%
76%
71%
10. 11.
14.
38 125 1 963
Sumber : Data diolah (2016) Kegiatan distribusi kerbau hidup menjadi daging kerbau dilakukan dengan melibatkan beberapa mata rantai, dimana setiap anggota pada rantai tersebut memberikan nilai tambah terhadap komoditas kerbau potong. Pemberian nilai tambah dilakukan dengan melakukan pemotongan kerbau hidup, sehingga produk akan menjadi karkas. Rata-rata perhitungan nilai tambah ditingkat PBDK I, PBDK II dan PP disajikan dalam Tabel 10.
36 Tabel 10 Analisis nilai tambah pada pedagang daging kerbau Nilai No
Variabel
PBDK I (RPH)
PBDK I (Jagal Mandiri)
PBDK II
PP
Output, Input dan Harga 1. 2. 3. 4. 5.
Output (Kg) = (a) 160 Input Bahan Baku (Kg) = (b) 400 Input Tenaga Kerja (HOK) = (c) 4 Faktor Konversi = (d) = (a)/(b) 0.4 Koefisien TKL (HOK/Kg) = (e) = 0.01 (c)/(b) 6. Harga Output (IDR/Kg) = (f) 130 000 7. Rata-rata upah tenaga kerja 50 000 (IDR/HOK) = (g) Penerimaan dan keuntungan (IDR/Kg Bahan Baku) 8. 9.
10. 11.
12.
13.
120 300 4 0.4 0.013
55 55 3 1 0.055
20 20 1 1 0.05
120 000 50 000
135 000 80 000
135 000 55 000
125 000
125 000
Harga Input (IDR/Kg) = (h) Sumbangan Input lain (Biaya Transaksi) (IDR/Kg) Biaya Transportasi Biaya RPH Biaya Sewa Kios/hari Biaya Retribusi Pasar Biaya Lain-Lain Total Biaya Transaksi (IDR/Kg) =(i) Nilai Output (IDR/Kg) = (j) = (d) x (f) Nilai Tambah (IDR/Kg) = (k) = (j) – (i) – (h) Rasio Nilai Tambah = (l)=(k)/(j)
50 000
43 333
50 88
67
Pendapatan Tenaga Kerja = (m) = (e) x (g) Imbalan Tenaga Kerja = (n) = (m) / (k) Keuntungan = (o) = (k) – (m) Tingkat Keuntungan = (p) = (o) / (j)
500
125 263
100 167
253 55 545 853
458 75 625 1 658
52 000
48 000
135 000
135 000
1 738
4 500
9 147
8 342
3.3%
9.4%
6.8%
6.2%
500
667
4 364
2 750
29%
15%
48%
33%
1 238 2.4%
3 833 8%
4 784 3.5%
5 592 4.2%
2 000 25%
4 667 14%
10 000 44%
10 000 28%
13%
4%
9%
17%
62%
82%
48%
56%
Balas Jasa Faktor Produksi (IDR/Kg Bahan Baku) 14.
Marjin (IDR/Kg) = (q) = (j) – (h) Pendapatan TKL (%) = (r) = (m)/(q) Sumbangan input lain (%) = (s) = (i)/(q) Keuntungan perusahaan (%) = (t) = (o)/(q)
Sumber : Data diolah (2016) Berdasarkan Tabel 10 mengenai rata-rata perhitungan nilai tambah rantai pasokan daging kerbau pada tingkat PBDK I (RPH), PBDK I (Jagal Mandiri), PBDK II, dan PP menunjukkan bahwa nilai faktor konversi masingmasing pedagang adalah 0.4, 0.4, 1 dan 1. Faktor konversi PBDK I adalah 0.4,
37 artinya setiap 1 (satu) kilogram input kerbau hidup akan menghasilkan output daging kerbau sebesar 0.4 kg. Hal itu terjadi karena rata-rata karkas daging kerbau yang dihasilkan dari satu ekor kerbau hidup hanya berkisar 30-40% dari total bobot kerbau hidup. Faktor konversi PBDK II adalah 1 (satu), artinya setiap 1 (satu) kilogram nput daging kerbau akan menghasilkan output daging kerbau sebesar 1 (satu) kilogram, begitupula dengan pedagang pengecer yang memiliki faktor konversi 1 (satu). Hal tersebut terjadi karena jumlah input sama dengan jumlah output, dengan asumsi tidak terjadi kerusakan kualitas daging kerbau yang menyebabkan daging kerbau tidak dapat dijual. Faktor konversi berpengaruh terhadap nilai output (IDR/kg) yang dihasilkan. Semakin besar nilai konversi maka akan semakin besar nilai outputnya. Nilai output didapatkan dari hasil kali antara faktor konversi dengan harga output. Pada PBDK I (RPH), bahan baku merupakan harga beli kerbau hidup yang dibagi dengan berat kerbau dalam satuan rupiah per kilogram. Harga rata-rata kerbau hidup yang dibeli oleh PBDK I (RPH) adalah IDR 50 000/kg. Untuk mendukung kegiatan nilai tambah diperlukan sumbangan dari input lain (biaya transaksi) dengan total biaya sebesar IDR 263 untuk setiap kilogram input (bahan baku utama) yang digunakan. Nilai output yang didapatkan PBDK I sebesar IDR 52 000/kg. Nilai tambah yang diperoleh sebesar IDR 1 738 dengan rasio 3.3% dari total nilai output. Pada PBDK I (Jagal Mandiri), bahan baku merupakan harga beli kerbau hidup yang dibagi dengan berat kerbau dalam satuan rupiah per kilogram. Harga rata-rata kerbau hidup yang dibeli oleh PBDK I (RPH) adalah IDR 43 333/kg. Harga input PBDK I (jagal mandiri) lebih rendah dibandingkan harga input PBDK I (RPH) karena rata-rata kerbau hidup yang dipotong merupakan kerbau afkir. Kerbau afkir, yaitu kerbau yang sudah tidak dapat berkembang biak atau rata-rata telah melahirkan sebanyak 12 kali. Untuk mendukung kegiatan nilai tambah diperlukan sumbangan dari input lain (biaya transaksi) dengan total biaya sebesar IDR 167 untuk setiap kilogram input (bahan baku utama) yang digunakan. Nilai output yang didapatkan PBDK I (Jagal Mandiri) sebesar IDR 48 000/kg. Nilai tambah yang diperoleh sebesar IDR 4 500 dengan rasio 9.4% dari total nilai output. Pada PBDK II, harga bahan baku merupakan harga beli daging kerbau dalam satuan rupiah per kilogram. Harga rata-rata daging kerbau yang dibeli per kilogram sebesar IDR 125 000. Untuk mendukung kegiatan nilai tambah diperlukan sumbangan dari input lain (biaya transaksi) sebesar IDR 853 untuk setiap kilogram input yang digunakan. Nilai output dari karkas daging kerbau sebesar IDR 135 000/kg. Nilai tambah yang diperoleh sebesar IDR 9 147 dengan rasio 6.8% dari total nilai output. Sedangkan pada PP, harga bahan baku merupakan harga beli daging kerbau dari PBDK II maupun dari PBDK I dalam satuan rupiah per kilogram. Harga rata-rata daging kerbau per kilogram yang dibeli oleh pedagang pengecer sebesar IDR 125 000. Untuk mendukung kegiatan nilai tambah diperlukan sumbangan dari input lain dengan total biaya sebesar IDR 1 658 untuk setiap kilogram input yang digunakan. Nilai output dari daging kerbau sebesar IDR 135 000. Nilai tambah yang diperoleh sebesar IDR 8 342/kg dengan rasio 6.2% dari total nilai output. Jumlah pendapatan yang diterima
38 oleh tenaga kerja untuk setiap kilogram output sebesar IDR 2 750 atau sebesar 33% dari total nilai tambah. Keuntungan yang diterima oleh pedagang pengecer untuk setiap kilogram output sebesar IDR 5 592 atau sebesar 4.2% dari total nilai output. Pedagang pengecer mendapatkan marjin sebesar IDR 10 000/kg. Sebesar 56% dari marjin merupakan keuntungan, 28% dari marjin merupakan pendapatan tenaga kerja langsung dan 17% merupakan sumbangan input lain yang dikeluarkan oleh Pedagang Pengecer. Adanya nilai tambah dalam rantai pasokan daging kerbau di Kabupaten Serang dapat dijadikan sebagai indikator dalam mengukur kinerja rantai pasokan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa input utama dalam rantai pasokan ini adalah kerbau potong hidup, dimana setiap kerbau hidup memiliki berat dan harga yang berbeda-beda. Biaya transaksi yang dihitung dalam analisis nilai tambah terdiri atas biaya transportasi, biaya RPH, Biaya jagal, retribusi pasar, biaya sewa kios, dan biaya lain-lain.
Analisis Efisiensi Saluran Distribusi Daging Kerbau Salah satu indikator untuk mengetahui tingkat keberhasilan rantai pasokan adalah dengan mengetahui efisiensi pemasaran (Emhar et al. 2014). Menurut Daniel (2004), sistem pemasaran dapat dikatakan efisien apabila mampu menyampaikan produk dari produsen hingga ke konsumen dengan biaya yang rendah. Disamping itu, pemasaran yang efisien apabila mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayarkan konsumen terakhir kepada semua pihak yang ikut serta dalam kegiatan produksi dan pemasaran tersebut. Produk yang didistribusikan dalam menganalisis efisiensi saluran distribusi, yaitu berupa rantai pasok daging kerbau. Saluran distribusi daging kerbau di Kabupaten Serang memiliki 3 (tiga) saluran alternatif. Daging kerbau yang beredar di wilayah Kabupaten Serang mayoritas berasal dari RPH dan Jagal yang memotong kerbaunya secara mandiri. Saluran distribusi daging kerbau di Kabupaten Serang dapat dilihat pada Gambar 7. RPH
PBDK II
PBDK I atau Jagal
Konsumen Mandiri
PP
Gambar 7 Saluran distribusi daging kerbau Keterangan : Saluran 1 : PBDK I (Jagal Mandiri)– PP – Konsumen Saluran 2 : PBDK I (RPH) – PBDK II – Konsumen Saluran 3 : PBDK I (RPH) – PBDK II – PP – Konsumen
39 Masing-masing saluran dihitung total biaya pembelian, biaya transaksi, rata-rata volume pasokan harian, untuk menentukan saluran distribusi daging kerbau yang paling efisien. Hasil perhitungan disajikan dalam Tabel 11. Tabel 11 Efisiensi saluran distribusi daging kerbau Saluran
Rata - Rata Pasokan (Kg/hari)
Rata - Rata Nilai Produk (IDR/Kg) (a)
Rata - Rata Biaya Transaksi (IDR/Kg) (b)
Rata - Rata ED (c) = (b)/(a)
1
20
130 000
992
0.76%
2
55
135 000
853
0.63%
3
20
140 000
2 325
1.66%
Sumber : Data diolah (2016) Berdasarkan hasil perhitungan efisiensi saluran distribusi daging kerbau dapat dilihat bahwa seluruh saluran distribusi daging kerbau di Kabupaten Serang sudah efisien, karena hasil perhitungan nilai efisiensi distribusi seluruhnya jauh berada dibawah 50%. Berdasarkan hasil perhitungan efisiensi distribusi, saluran dengan efisiensi yang paling tinggi adalah Saluran 2 (0.63%). Saluran 2 (PBDK I – PBDK II – Konsumen) sangat efisien dan menguntungkan namun membutuhkan modal yang cukup besar, untuk membeli daging kerbau dalam jumlah banyak secara langsung kepada PBDK I. Rata-rata volume pasokan harian yang tinggi yaitu sebesar 55 Kg/hari menjadikan biaya transaksi yang dikeluarkan pada ini memiliki nilai terendah, yakni IDR 853/Kg. Hal ini membuktikan bahwa pelaku rantai pasok yang memiliki nilai tambah tertinggi berada pada saluran distribusi yang paling efisien. Saluran dengan efisiensi terendah adalah saluran 3 (PBDK I - PBDK II – Pedagang Pengecer – Konsumen) yaitu 1.66%. Saluran 3 merupakan saluran yang paling panjang diantara 3 alternatif saluran distribusi yang ada. Panjangnya rantai pasokan menjadikan biaya transaksi menjadi semakin tinggi. Biaya transaksi yang dikeluarkan sebesar IDR 2 325/Kg. Saluran 3 ini digunakan oleh pedagang pengecer daging kerbau dengan rata-rata volume pasokan sebanyak 20 Kg/hari.
Implikasi Manajerial Implikasi manajerial dari pembahasan dan hasil analisis dalam penelitian mengenai analisis nilai tambah pada rantai pasok kerbau di Sekolah Peternakan Rakyat Kabupaten Serang diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam mengambil keputusan. Berdasarkan hasil penelitian, pelaku rantai pasok yang menghasilkan nilai tambah terkecil, memiliki risiko terbesar, yakni peternak. Rata-rata nilai tambah peternak yang dihasilkan dari pembelian bibit sampai kerbau terjual hanya mendapatkan IDR 216/kg/hari, hal ini jauh berbeda dengan pelaku rantai pasok kerbau lainnya, yaitu pedagang kerbau hidup dan pedagang daging kerbau yang masing-masing mendapatkan rata-rata nilai tambah sebesar IDR 3 312.5/kg/hari dan IDR 3 800/kg/hari. Penciptaan nilai tambah lebih banyak
40 terjadi di sektor tengah (bukan di tingkat hulu) dari sistem agribisnis, yaitu pengolahan hasil pertanian (agroindustri). Hal ini disebabkan usaha di tingkat sektor tengah lebih menguasai teknologi pencipta nilai-tambah dan akses pasar dibanding usaha di tingkat hulu (petani) (Hadi 2014). Berdasarkan pemetaan risiko, risiko terbanyak dirasakan oleh peternak sebanyak 4 (empat) risiko yang terdapat pada Kuadran I, yaitu ketersediaan pakan, kegagalan dalam perkawinan kerbau, ketidakpastian harga jual kerbau, dan kerbau mati. Pemanfaatan hijauan pakan ternak yang melimpah pada saat musim hujan dengan memanfaatkan teknologi sederhana yaitu membuat silase guna menjamin ketersediaan pakan saat musim kemarau (Zailzar et al 2011). Mendeteksi estrus dengan melihat leleran lendir pada vulva, menggunakan teaser dan sistem recording yang baik dapat membantu petugas IB dalam mendeteksi birahi untuk meminimalisir kegagalan dalam perkawinan kerbau (Windiarso 2014). Menurut Surahman (2015), pengelolaan kerbau secara bersama dengan membuat kandang bersama atau koloni dapat menekan biaya operasional usaha ternak, seperti melakukan perawatan kandang secara bersama akan lebih rendah dibandingkan dengan hewan ternak yang dikelola secara individu. Membentuk suatu kelembagaan peternak yang berbadan hukum seperti koperasi dapat mendorong terwujudnya kemitraan usaha yang dapat menguntungkan peternak (Arfiani 2016). Pedagang besar daging kerbau II memperoleh nilai tambah tertinggi pada tingkat pedagang daging kerbau (IDR 9 147/kg), namun risiko yang dihadapi juga memiliki risiko tertinggi kedua setelah peternak. PBDK II memiliki 2 (dua) risiko yang berada pada Kuadran I, yaitu fluktuasi harga dan kerugian penjualan. Mencari informasi mengenai perkiraan permintaan pasar pada pedagang lain dapat membantu PBDK II untuk menjaga ketersediaan daging kerbau. Kebijakan pemerintah dalam penentuan harga jual perlu dilakukan agar harga daging di pasar stabil. Pedagang Pengecer (PP) memperoleh nilai tambah tertinggi kedua setelah PBDK II pada tingkat pedagang daging kerbau, sebesar IDR 8 342/kg. Hal ini seiring dengan risiko yang dihadapi tertinggi setelah peternak dan PBDK II. PP memiliki 2 (dua) risiko pada Kuadran I, yaitu tidak dapat memenuhi permintaan dan fluktuasi harga. Ketidakmampuan dalam memenuhi permintaan disebabkan oleh modal yang dimiliki kecil. Oleh karena itu, menjalin kemitraan dengan pedagang besar menjadi salah satu alternatif untuk menjamin ketersediaan pasokan. Pedagang kerbau hidup memperoleh rata-rata nilai tambah sebesar IDR 6 685/kg dengan jumlah 2 (dua) risiko yang berada pada Kuadran I, yaitu kerbau tidak habis terjual dan fluktuasi harga. Kerbau tidak habis terjual disebabkan oleh kurangnya daya beli masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah perlu membuat standarisasi harga agar mudah dijangkau oleh masyarakat. PBDK I memperoleh rata-rata nilai tambah sebesar IDR 3 119/kg dengan 1 (satu) risiko yang terdapat pada Kuadran I, yaitu fluktuasi harga. Fluktuasi harga pada PBDK I disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu permintaan yang tidak menentu dan harga kerbau ditentukan berdasarkan taksiran bobot kerbau, mengingat PBDK I sebagai jagal yang membeli kerbau
41 hidup untuk dijadikan karkas. Pemerintah sebaiknya memfasilitasi timbangan hewan pada setiap pasar hewan sehingga harga dapat ditentukan secara lebih riil bukan berdasarkan taksiran. Pada rantai pasok kerbau, konsumen juga memiliki risiko yang sering dihadapi, yaitu fluktuasi harga daging kerbau. Harga daging kerbau lebih mahal dibandingkan daging sapi karena permintaan daging kerbau di Kabupaten Serang tinggi sedangkan pasokan kerbau terbatas. Oleh karena itu, konsumen dapat mengganti daging kerbau dengan sumber protein lainnya seperti daging sapi yang hampir sama dengan daging kerbau walaupun dari segi tekstur, warna, dan rasa dinilai berbeda oleh masyarakat banten.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Rantai pasok kerbau hingga menjadi daging di Kabupaten Serang, secara umum terdiri dari 7 (tujuh) pelaku rantai pasok, yaitu peternak, pedagang kerbau hidup, RPH atau tempat pemotongan hewan, pedagang besar daging kerbau I, pedagang besar daging kerbau II, pengecer, dan konsumen. Aliran keuangan yang mengalir dari peternak sampai konsumen terdapat tiga cara pembayaran, yaitu pembayaran secara lunas, tempo satu bulan dan pembayaran dilakukan setelah produk terjual. Aliran informasi pada rantai pasok kerbau berkaitan dengan stok, jumlah permintaan, harga kerbau hidup maupun harga daging per kilogram. Konsumen daging kerbau sebagian besar adalah ibu rumah tangga. Analisis risiko yang terjadi pada pelaku rantai pasok berjumlah 36 risiko dari 7 (tujuh) pelaku rantai pasok. Berdasarkan hasil pemetaan risiko, terdapat 12 risiko yang berada pada Kuadran I (mengancam kelangsungan rantai pasok). Seluruh pelaku rantai pasok berada pada Kuadran I, kecuali RPH atau tempat pemotongan hewan. Pelaku rantai pasok yang memperoleh risiko terbanyak pada Kuadran I, yaitu peternak dengan jumlah 4 (empat) risiko. Risiko tersebut diantaranya, risiko ketersediaan pakan, risiko kegagalan dalam perkawinan, risiko ketidakpastian harga jual dan risiko kerbau mati. Fluktuasi harga menjadi risiko yang paling banyak terjadi pada seluruh pelaku rantai rantai pasok kerbau di SPR Kabupaten Serang. Hasil analisis nilai tambah peternak, Kelompok Kubang Pendeuy yang berada pada Kecamatan Anyer memiliki nilai tambah yang paling tinggi, yaitu IDR 216/kg/hari dengan rasio 0.2% dari total nilai output. Sedangkan berdasarkan analisis nilai tambah pada pedagang kerbau hidup bahwa PKH yang berada di Desa Tambang Ayam memiliki nilai tambah yang paling tinggi, sebesar IDR 9 867/kg/hari dengan rasio 14% dari total nilai output. Nilai tambah pada pelaku rantai pasok daging kerbau, PBDK II menghasilkan nilai tambah paling tinggi sebesar IDR 9 147/kg/hari dengan rasio nilai tambah, yakni 6.8%. Dari keseluruhan pelaku rantai pasok kerbau di SPR Kabupaten Serang, peternak memiliki nilai tambah terkecil dibandingkan
42 pelaku rantai pasok lainnya, seperti pedagang kerbau hidup dan pedagang daging kerbau. Berdasarkan perhitungan efisiensi saluran distribusi, saluran distribusi daging kerbau dengan efisiensi yang paling tinggi adalah Saluran 2 (0.63%). Saluran 2 (PBDK I – PBDK II – Konsumen) memiliki biaya transaksi terendah, yaitu IDR 853/kg dengan rata-rata pasokan harian sebanyak 55 kg/hari. Hal ini membuktikan bahwa pelaku rantai pasok yang memiliki nilai tambah tertinggi berada pada saluran distribusi yang paling efisien, yaitu pada PBDK II. Sedangkan pada Saluran 3 (PBDK I – PBDK II – Pedagang Pengecer – Konsumen) dengan rata-rata pasokan harian 20 kg/hari memiliki efisiensi saluran distribusi terendah yaitu 1.66%.
Saran Berdasarkan simpulan yang diperoleh, maka saran yang dapat diberikan kepada pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah pelaku rantai pasok khususnya peternak dalam memperoleh distribusi yang berkeadilan, yaitu dengan melakukan perbaikan sistem teknologi baik pakan maupun inseminasi buatan, membangun kandang bersama dengan sistem manajemen yang jelas, pemberian subsidi harga input (pakan ternak) dan program bunga kredit, pemberian bantuan alat pasca panen yang sesuai, peningkatan kemampuan untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi melalui penyuluhan dan pelatihan yang efektif, perbaikan infrastruktur dan pembentukan kelembagaan berbadan hukum seperti koperasi. Pada rantai pasok kerbau khusunya tingkat pedagang daging, saran yang diberikan untuk pemerintah yaitu menjaga kestabilan harga daging kerbau dengan mengadakan pasar murah daging kerbau pada setiap pasar, selain itu pemberian fasilitas timbangan hewan pada pasar hewan dinilai perlu agar harga dapat ditentukan berdasarkan bobot hidup kerbau secara riil bukan berdasarkan taksiran. Sedangkan saran yang dapat diberikan untuk pengusaha daging, yaitu dengan memilih saluran 2 (PBDK I – PBDK II – Konsumen) untuk menjadi pilihan alternatif dalam pendistribusian daging kerbau karena saluran ini paling efisien. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian sampai dengan peningkatan nilai tambah pada tingkat industri pengolahan hasil peternakan, sehingga dapat membandingkan nilai tambah yang diperoleh dari pelaku rantai pasok tingkat hulu sampai hilir.
DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman MAN, Panguriseng, Erwin B. 2012. Analisa Pengelolaan Risiko Proyek-Proyek Pengairan. Jurnal Teknik Sipil Universitas Hassanudin.
43 Aramyan L, Ondersteijn C, Van Kooten O, Lansink AO. 2006. Performance Indicators in Agri-Food Production Chains. Bussiness Economics Group : Quantifying the Agri-Food Supply Chains, 47-64. Arfiani. 2016. Kajian Pengembangan Peternakan Kerbau Rawa Di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten [tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Aroef M, Djamal S. 2009. Grand Techno-Economic Strategy: Siasat Memicu Produktifitas untuk Memenangkan Persaingan Global. Bandung (ID) : Mizan Pustaka. Bamualim A, Zulbardi M, Chalid T. 2009. Status Terkini Dunia Sumberdaya Genetik Ternak untuk Pangan dan Pertanian. Bogor (ID) : Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. [Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2014. Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Bidang Pangan dan Pertanian 2015-2019. Jakarta (ID) : Direktorat Pangan dan Pertanian Bappenas. [BPS] Badan Pusat Statistik 2015. Diakses dari hppt://www.bps.go.id/. Diakses pada tanggal 01 Junii 2016 pada jam 19.00 WIB. Cahyono WE, I G A Sri Devianti. 2013. Analisis Dan Kajian Rantai Pasok Agribisnis Ayam Pedaging Dengan DEA (Data Envelopment Analysis). Seminar Nasional ke 8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi. Chopra S, Meindl P. 2007. Supply Chain Management, Strategy, Planning, and Operations Third Edition. New Jersey (US): Pearson Education, Inc. Daniel M. 2004. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta (ID) : Bumi Aksara. Djohanputro B. 2008. Manajemen Risiko Korporat. Jakarta (ID) : Penerbit PPM Emhar A, Joni MMA, Titin A. 2014. Analisis Rantai Pasokan (Supply Chain) Daging Sapi Di Kabupaten Jember. Berkala Ilmiah Pertanian. Volume 1, Nomor 3 Februari. Gong W, Parton K, Cox RJ, Zhou Z. 2006. Transaction costs and cattle farmers’ choice of marketing channels in China. Management Research News. 30(1): 47 – 56. Hadi PU. 2014. Reformasi Kebijakan Penciptaan Nilai Tambah Produk Pertanian Indonesia. Jakarta (ID) : Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Heizer J, Render B. 2006. Operations Management Eighth Edition. New Jersey (US) : Pearson Prentice Hall. Indrajit RE, Djokopranoto R. 2002. Konsep Manajemen Supply Chain : Cara Memandang Mata Rantai Penyediaan Barang. Jakarta (ID) : PT. Gramedis Widiasarana Indonesia. Janvier-James, A.M. 2012. ‘A New Introduction to Supply Chain and Supply Chain Management : Definitions and Theories Perspective’. International Business Research Vol.5, No. 1, pp 194-207. Kusnadi U, Kusumaningrum DA, R Sianturi, E Triwulanningsih. 2015. Fungsi dan Peranan Kerbau dalam Sistem Usahatani di Provinsi Banten. Prosiding Seminar Nasional Tegnologi Peternakan dan Veteriner Hlm. 316-322.
44 Mankiw. 2007. Makroekonomi. Fitria Liza, Imam Nurmawan, penerjemah; Wibi Hardani, editor. Jakarta (ID). Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Macroeconomics. Marimin, N Maghfiroh. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam Manajemen Rantai Pasok. Bogor (ID) : IPB Press. Maesaroh, Yadi YH, Susihono W. 2013. Identifikasi Potensi Bahaya Akibat Pencahayaan dengan Pendekatan Hazard Identification And Risk Assesment. Jurnal Teknik industri Vol.1, pp212-216. Pangatur AI. 2013. Analisis Risiko Pada Pasokan Komoditas Daging Sapi di Jawa Timur [skripsi]. Surabaya (ID): Institut Teknologi Sepuluh November. Rachman NM. 2016. Efisiensi Jaringan Distribusi Rantai Pasok Daging Sapi di Kota Bogor [tesis]. Bogor (ID) : Intitut Pertanian Bogor. Rahim A, Hastuti. 2007. Ekonomi Pertanian : Pengantar, Teori dan Kasus. Jakarta (ID) : Penebar Swadaya. Rausand M. 2011. Risk Assessment : Theory, Methods, and Applications. New Jersey (US): John Wiley & Sons, Inc. Rianto E, Purbowati E. 2009. Panduan Lengkap Sapi Potong. Depok (ID) : Penebar Swadaya. Siahaya W. 2013. Sukses Supply Chain Management Akses Demand Chain Management. Jakarta (ID) : In Media. Sudiyono A. 2002. Pemasaran Pertanian. Malang (ID): Universitas Muhammadiyah Malang. Surahman. 2015. Manajemen Risiko Pembibitan Sapi Potong Peranakan Ongole Di Bojonegoro Jawa Timur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Susanto AB. 2007. Manajemen Pemasaran di Indonesia, Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian. Jakarta (ID): Salemba Empat. Widiarso BP. 2014. Identifikasi Faktor-Faktor Penyebab Kegagalan Inseminasi Buatan Pada Sapi Limosin Dalam Mendukung Swasembada Daging Di Kecamatan Tegalrejo kabupaten Magelang [skripsi]. Magelang (ID) : STTP Magelang. Zailzar L, Sujono, Suyatno, Ahmad Y. 2011. Peningkatan Kualitas Dan Ketersediaan Pakan Untuk Mengatasi Kesulitas Di Musim Kemarau Pada Kelompok Peternakan Sapi Perah. Jurnal Dedikasi Volume. 8.
45
LAMPIRAN
46
47 Lampiran 1 Jumlah kerbau di Provinsi Banten Tahun 2013 25000 21912 18734
20000
17917
15000 10236 10000 6887 5000
0
6054
Jantan
6808
Betina 3021
3545 1342
1340 10363 598
Sumber : Data Sensus Pertanian BPS (2013)
0 0
48 Lampiran 2 Analisis risiko pelaku rantai pasok No
Pelaku Rantai Pasok
Risiko
Severity (1)
Probability (2)
RPN (1x2)
a1
Kegagalan dalam perkawinan kerbau
4.33
4
17.33
a2
4
1.67
6.67
2
2
4
a4
Kesulitan dalam melahirkan kerbau Kerbau tidak tumbuh/gemuk Kerbau mati
4.67
3
14
a5
Kerbau stress
2.33
2.67
6.22
a6
Kerbau hilang
4.67
2
9.33
1.33
4
5.33
3.33
2.33
7.78
4.67
3.33
15.56
1.67
2.67
4.44
a11
Tidak dapat memenuhi permintaan Ketidakpastian keuntungan Ketidakpastian harga jual kerbau Kelancaran pemasaran Ketersediaan pakan
5
4.67
23.33
a12
Kerbau tidak terjual
2.33
3
7
b1
Fluktuasi harga
4
3.67
14.67
b2
Kerbau tidak habis terjual Kematian pada saat distribusi Kerbau sakit/mati
3.67
4.33
15.89
3.33
1
3.33
4.67
1.33
6.22
Tidak dapat memenuhi permintaan kerbau sakit pengguna jasa RPH menurun ketidakpastian jumlah hewan yang akan dipotong karkas terkontaminasi Fluktuasi harga Terjadi kerugian
2.33
2.67
6.22
3.5 2
1.5 3.5
5.25 7
1.5
4
6
4.5
1
4.5
3.5 4
4 1.5
14 6
Tidak bisa memenuhi demand Daging kerbau membusuk
2.5
3
7.5
3
1.5
4.5
a3
a7
Peternak
a8 a9 a10
b3 b4
Pedagang kerbau hidup
b5
c1 c2 c3
RPH/TPH
c4 d1 d2 d3 d4
Pedagang besar daging kerbau I
49 Lanjutan Lampiran 2 No e1 e2 e3 e4
Pelaku Rantai Pasok
Probability (1)
Severity (2)
4 4 3
4.5 3 2
18 12 6
3.5
1
3.5
3.5
5
17.5
Terjadi kerugian
3.5
2.5
8.75
Tidak bisa memenuhi demand Daging kerbau membusuk Fluktuasi harga
4.5
4
18
4
1.5
6
4
3.5
14
kelangkaan daging Konsumen kerbau kualitas daging kerbau
2.5
4.5
11.25
3
3
9
Pedagang besar daging kerbau II
f1 f2 f3 f4 g1 g2 g3
Pedagang pengecer
Risiko Fluktuasi harga Terjadi kerugian Tidak bisa memenuhi demand Daging kerbau membusuk Fluktuasi harga
Sumber : Data diolah (2017)
RPN (1x2)
50 50
Lampiran 3 Mitigasi risiko rantai pasok Kuadran I No 1.
2.
3.
4.
5.
6.
Pelaku Rantai Pasok Peternak
Risiko Ketersediaan Pakan
Faktor Risiko Lahan penggembalaan yang sulit Harga pakan yang mahal
Mitigasi Risiko
Kebijkan pemerintah dalam tata kelola lahan Adanya pakan pengganti yang lebih murah sehingga biaya pakan ternak bisa di tekan Kemarau yang berkepanjangan - Pelatihan pembuatan pakan fermentasi - Membuat gudang penyimpanan pakan Pedagang Fluktuasi harga Permintaan yang tidak menentu - Menyediakan stok daging Besar Daging - Mencari informasi tentang perkiraan permintaan ke Kerbau II pedagang lain Pedagang Tidak dapat Permintaan yang berfluktuatif Menyimpan stok daging pada cold storage Pengecer memenuhi Modal yang sedikit - Menjalin kemitraan dengan Pedagang Besar permintaan - Bergabung menjadi anggota koperasi Pasokan daging kerbau terbatas Mencari alternatif pemasok Pedagang Fluktuasi harga Permintaan yang tidak menentu - Menyediakan stok daging Pengecer - Mencari informasi yang berkaitan dengan prediksi permintaan Panjangnya rantai pasok menyebabkan Mengoptimalkan saluran distribusi yang ada biaya transksi menjadi tinggi Peternak Kegagalan dalam Kurangnya pengetahuan dari peternak Pemerintah memberikan pengetahuan berupa pelatihan teknik perkawinan perkawinan alami pada kerbau Masa birahi kerbau yang sulit diprediksi kerbau Fasilitas kurang memadai Pemerintah memberikan bantuan tenaga medis untuk memeriksa kerbau secara rutin PKH Kerbau tidak Kurangnya daya beli kerbau habis terjual Harga kerbau yang lebih mahal dibanding Standarisasi pemerintah terhadap harga jual kerbau di pasar sapi
51
Lanjutan Lampiran 3
7.
Pelaku Rantai Pasok Peternak
8.
PKH
9.
Peternak
No
10. PBDK I
Risiko
Faktor Risiko
Mitigasi Risiko
Ketidakpastian Mekanisme pasar yang menentukan harga Penggunaan timbangan pada saat transaksi jual beli harga jual kerbau berdasarkan taksiran bobot kerbau Pengetahuan informasi harga kerbau di - Mencari informasi kepada peternak lain pasar - Pemerintah memberikan pelatihan mengenai cara menaksir kerbau dari bentuk tubuh kerbau, seperti lingkar dada kerbau dan panjang tubuh kerbau Pengaruh pedagang kerbau/pengepul - Menjual kerbau langsung kepada pembeli, sehingga penentuan harga dapat ditentukan sendiri - Pembuatan koperasi peternak Fluktuasi harga Permintaan yang tidak menentu - Mencari kerbau sebelum permintaan meningkat seperti pada hari-hari besar - Mencari informasi tentang perkiraan permintaan ke pedagang lain Kerbau mati Makanan yang tidak sehat Pemerintah memberikan pelatihan mengenai tata cara beternak Penularan penyakit yang baik, mulai dari pakan hingga pencegahan penyakit menular pada hewan ternak Salah teknik beternak Lingkungan yang tidak sehat - Menjaga kebersihan kandang - Membuat sanitari yang baik Fluktuasi harga Permintaan yang tidak menentu - Menyediakan stok daging - Mencari informasi tentang perkiraan permintaan ke pedagang lain Harga kerbau ditentukan berdasarkan Penggunaan timbangan pada saat pembelian kerbau taksiran bobot kerbau
51
52 52
Lanjutan Lampiran 3 Pelaku Rantai Pasok 11. Konsumen
Fluktuasi harga
12. PBDK II
Terjadi kerugian
No
Risiko
Sumber : Data diolah (2017)
Faktor Risiko Harga daging kerbau lebih dibandingkan daging sapi Ketidakpastian harga Kurangnya daya beli masyarakat Daging kerbau tidak laku terjual Kelebihan pasokan
Mitigasi Risiko mahal Mencari alternatif makanan pengganti Standarisasi harga Penyimpanan menggunakan cold storage Mencari informasi mengenai permintaan pasar
53
Lampiran 4 Panduan wawancara untuk peternak
Daftar Pertanyaan Analisis Rantai Pasok Daging Kerbau Identitas Responden (Peternak) Nama Responden : Jabatan : Umur : Pendidikan Terakhir : Alamat : No HP/Tlp : Pertanyaan 1. Sudah berapa lama anda berternak kerbau ?…………….....………..…… 2. Berapa jumlah kerbau yang anda miliki saat ini ? a. Dewasa Jantan : .........................…………………...………………… b. Dewasa Betina : ………………………………………………………. c. Bakalan : ……………………………………...………………. d. Indukan : ………………………………………………………. 3. Berapa luas kandang yang anda miliki ? …………………………………. 4. Berapa luas lahan/ladang yang anda miliki? ……..................................... 5. Bagaimana status kepemilikan lahan/ladang anda tersebut? a. Jika milik sendiri, berapa harga beli lahan tersebut? b. Jika sewa, berapa biaya sewa lahan tersebut per tahun? c. Berapa harga tanah di daerah sekitar peternakan? 6. Berapa biaya yang digunakan untuk memelihara kerbau (per bulan) ? a. Biaya pembelian pakan : …………………………………………….. b. Biaya pembelian dedak : …………………………………………….. c. Biaya vitamin/jamu ternak : ………………………………………….. d. Biaya vaksinasi : ……………………………………………………... e. Biaya obat-obatan : …………………………………………………... f. Lainnya.......... 7. Kerbau jenis apa yang budidayakan di peternakan anda? 8. Berapa biaya operasional peternakan kerbau (per bulan) ? a. Gaji tenaga kerja : ……………………………………………………. b. Transportasi : ………………………………………………………… c. Listrik : …………………………………………………….....………. d. Biaya perbaikan kandang : …………………………………………… e. Lainnya.........
54 Lanjutan Lampiran 4 9. Apa saja sarana produksi yang digunakan (kandang, alat transportasi, rumah jaga dll.) ? ........................................................................................ 10. Berapa jumlah tenaga kerja yang terdapat di peternakan? …….................. 11. Apakah anda termasuk sebagai anggota kelompok tani? ............................ 12. Apakah anda termasuk sebagai anggota koperasi? …................................. 13. Apakah anda pernah mendapat pelatihan mengenai usaha ternak kerbau? ………………………..………………………………………………….. 14. Darimana anda mendapatkan modal untuk menjalankan usaha peternakan kerbau ? ………........................................................................ 15. Kemana saja anda menjual kerbau? ............................................................. 16. Berapa harga jual kerbau per ekor (diatas 2,5 tahun) ? ..……................... 17. Berapa harga jual kerbau anak kerbau umur 1 tahun ?................………… 18. Berapa harga jual kerbau per kg taksiran daging ? .........................……… 19. Bagaimana sistem pembayaran yang dilakukan ? ....................................... 20. Apa saja kendala dan risiko yang dihadapi dalam usaha peternakan kerbau ?
55 Lampiran 5 Panduan wawancara untuk pedagang kerbau hidup Daftar Pertanyaan Analisis Rantai Pasok Daging Kerbau Identitas Responden (Pedagang Kerbau Hidup/Perantara) Nama Responden : Umur : Pendidikan Terakhir : Alamat : No HP/Tlp : Pertanyaan 1. Berapa jumlah pembelian yang dilakukan per hari/minggu/bulan? ..................................................................................................................... 2. Darimana anda memperoleh kerbau hidup? (Peternak, Pasar Kerbau dll.) ………………………………………………………………………….. 3. Berapa harga beli kerbau ? ..................................................................................................................... 4. Bagaimana sitem pembayaran pembeliaan kerbau ? ………………………………………………………………………….. 5. Apa saja kriteria kerbau hidup yang akan dibeli dari peternak/pasar kerbau? ……………………………………………………………………………. 6. Apa saja sarana produksi yang digunakan (kandang, alat transportasi, rumah jaga dll.) ? …………..................................................................................................... 7. Kepada siapa saja anda menjual kerbau? ……………………………………............................................................. 8. Berapa harga jual kerbau per ekor (diatas 2,5 tahun) ? .…………………………………………………………………………. 9. Berapa harga jual kerbau anak kerbau umur 1 tahun ? ………………………………………………………………………….. 10. Berapa harga jual kerbau per kg taksiran daging ? ………………………………………………………………………….. 11. Bagaimana sistem pembayaran kerbau kepada pemebeli ? …………………………………………………………………………..
56 Lanjutan Lampiran 5 12. Berapakah biaya operasional dalam penjualan kerbau ? a. Biaya tenaga kerja : …………………………………………………... b. Biaya pakan : …………………………………………………………. c. Biaya retribusi : ………………………………………………………. d. Biaya transportasi : …………………………………...……………… 13. Apa saja kendala dan risiko yang dihadapi dalam pedagang kerbau hidup ? ……………………………………….........................................................
57
Lampiran 6 Panduan wawancara untuk Rumah/Tempat Pemotongan Hewan Daftar Pertanyaan Analisis Rantai Pasok Daging Kerbau Identitas Responden (Rumah/Tempat Pemotongan Hewan) Nama Responden : Umur : Pendidikan Terakhir : Alamat : No HP/Tlp : Pertanyaan 1. Sejak kapan tempat/RPH ini berdiri ? …………………………………. 2. Apa saja yang dilakukan RPH ? …………………………………………………………………...…….. 3. Berapa jumlah kerbau yang dipotong dalam sebulan ? ………………………………………………………………...……….. 4. Kerbau apakah yang biasanya dipotong ? (betina/jantan) ………………………………………………………………………….. 5. Bagaimana prosedur pemeriksaan hewan ? ………………………………………………………………………….. 6. Siapakah yang melakukan pemeriksaan hewan ? ………………………………………………………………………….. 7. Bagaimana penanganan daging yang sudah dipotong ? ………………………………………………………………………….. 8. Berapakah biaya retribusi pemotongan hewan ? ………………………………………………………………………….. 9. Apa saja kendala dan risiko yang dihadapi dalam pedagang kerbau hidup ?.................................................................................................... 10. Bagaimana upaya RPH kepada pengusaha daging untuk melakukann pemotongan resmi di RPH ? …………………………………………………………………………..
58 Lampiran 7 Panduan wawancara untuk pedagang besar daging kerbau Daftar Pertanyaan Analisis Rantai Pasok Daging Kerbau Identitas Responden (Jagal/Pedagang Besar) Nama Responden : Umur : Pendidikan Terakhir : Alamat : No HP/Tlp : Pertanyaan 1. Berapa jumlah penjualan daging kerbau per hari/minggu/bulan? ..................................................................................................................... 2. Berapa stok daging kerbau per hari/minggu/bulan ? …………………………………………………………………...……….. 1. Darimana anda memperoleh daging kerbau ? ………………………………………………………...………………….. 2. Berapa harga jual daging kerbau per Kg ? …............................................. 3. Berapa harga jual karkas kerbau : a. Kepala : …………………………..............…………………………... b. Kaki : ………………………………………………………..……….. c. Kulit : ……………………………………………………..…………. d. Tulang : …………………………………………………………..…... e. Hati : ………………………………………………………….……… f. Paru : ………………………………………………………….……... g. Gajih : ……………………………………………………………….. h. Ekor : ……………………………………………………………….. i. Babat : ………………………………………………………………. 4. Siapakah pembeli daging kerbau ? (pengecer, konsumen dll.) ……………………………………………………….……………….….. 5. Bagaimana sitem pembayaran daging kerbau ? …………………………………………………………………..……….. 6. Berapakah biaya operasional dalam penjualan daging kerbau ? a. Biaya tenaga kerja : …………………………………………………... b. Biaya retribusi : ………………………………………………………. c. Biaya transportasi : ………………………….……………..………… d. Lain-lain : …………………………………………………………….. 7. Apa saja kendala dan risiko yang dihadapi ? …………………………………….........................................................
59 Lampiran 8 Panduan wawancara untuk pengecer Daftar Pertanyaan Analisis Rantai Pasok Daging Kerbau Identitas Responden (Pengecer) Nama Responden : Umur : Pendidikan Terakhir : Alamat : No HP/Tlp : Pertanyaan 1. Sudah berapa lama anda berjualan daging kerbau ? ..................................................................................................................... 2. Berapa jumlah penjualan daging kerbau per hari/minggu/bulan? ..................................................................................................................... 3. Berapa stok daging kerbau per hari/minggu/bulan ? ………………………………………………………………………….. 4. Darimana anda memperoleh daging kerbau ? (Pedagang besar, RPH, dll.) ………………………………………………………………………….. 5. Berapa harga beli daging kerbau per Kg ? ..................................................................................................................... 6. Berapa harga beli karkas kerbau : a. Kepala : ……………………………………………………………... b. Kaki : ……………………………………………………………….. c. Kulit : ………………………………………………………………. d. Tulang : ……………………………………………………………... e. Hati : ………………………………………………………………… f. Paru : ………………………………………………………………... g. Gajih : ……………………………………………………………….. h. Ekor : ………………………………………………….…………….. i. Babat : ………………………………………………………….……. 7. Bagaimana system pembayaran daging kerbau kepada pemasok ? …………………………………………………………………………… 8. Berapakah biaya operasional dalam pejualan daging kerbau ? a. Biaya tenaga kerja : …………………………………………………... b. Biaya retribusi : ………………………………………………………. c. Biaya transportasi : ………………...………………………………… d. Biaya sewa tempat : …………………………………………….…….. e. Lain-lain : …………………………………………………………….
60 Lanjutan Lampiran 8 9. Siapakah pembeli daging kerbau ? (Pedagang bakso, konsumen akhir dll.) ................................………… …………..…………..…………..… 10. Bagaimana sistem pembayaran daging kerbau ? …………………………………………………………………………… 11. Apa saja kendala dan risiko yang dihadapi ? …………………………………………….................................................
61
Lampiran 9 Panduan wawancara untuk konsumen Daftar Pertanyaan Analisis Rantai Pasok Daging Kerbau Identitas Responden (Konsumen) Nama Responden : Umur : Pendidikan Terakhir : Alamat : No HP/Tlp : Pertanyaan 1. Mengapa anda memilih membeli daging kerbau ? ..................................................................................................................... 2. Berapa jumlah penjualan daging kerbau per hari/minggu/bulan? ..................................................................................................................... 3. Darimana anda memperoleh daging kerbau ? (Pedagang besar, pengecer, dll.) ………………………………………………………………………….. 4. Berapa harga beli daging kerbau per Kg ? ..................................................................................................................... 5. Berapa harga beli karkas kerbau : a. Kepala : ……………………………………………………………... b. Kaki : ……………………………………………………………….. c. Kulit : ………………………………………………………………. d. Tulang : ……………………………………………………………... e. Hati : ………………………………………………………………… f. Paru : ………………………………………………………………... g. Gajih : ……………………………………………………………….. h. Ekor : ……………………………………………………………….. i. Babat : ………………………………………………………………. 6. Bagaimana sistem pembayaran daging kerbau ? ………………………………………………………………………….. 7. Apa saja kendala dan risiko yang dihadapi ? …………………………………………….................................................
62
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Ningtyas Ayu Pramanto, dilahirkan di Kota Bogor pada tanggal 5 Juni 1993. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Sumanto dan Ibu Rilia Espi. Penulis memulai pendidikan dasar di SDN Pabuaran 03 pada tahun 1999, kemudian lulus tahun 2005. Kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Cibinong dan lulus pada tahun 2008. Jenjang pendidikan berikutnya penulis tempuh di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Bogor Jurusan Multimedia dan lulus pada tahun 2011. Selepas SMK penulis diterima di jenjang pendidikan Diploma Tiga pada Program Keahlian Manajemen Industri, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Kini, penulis sedang menyelesaikan program sarjana pada Departemen Manajemen, Program Sarjana Alih Jenis Institut Pertanian Bogor. Selama masa studi di Departemen Manajemen, penulis pernah menjadi Asisten Penyuluh mewakili Program Sarjana Alih Jenis Manajemen pada cabang olahraga Atletik dalam Sportakuler FEM 2015. Selain itu, Penulis juga mengikuti berbagai pelatihan seperti Pelatihan SPSS dan Pelatihan ISO 9001:2008.