5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR 5.1 Kinerja Rantai Pasok Kinerja rantai pasok merupakan ukuran kinerja secara keseluruhan rantai pasok tersebut (Chopra & Meindl 2007). Menurut Van der Vorst (2000), kinerja rantai pasok merupakan tingkat kemampuan rantai pasok tersebut untuk memenuhi kebutuhan konsumen dengan mempertimbangkan indikator kinerja kunci yang sesuai pada waktu dan biaya tertentu. 5.1.1 Indikator Kinerja Kunci Indikator kinerja merupakan kriteria yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja produk, jasa, dan proses produksi. Indikator kinerja juga merupakan karakteristik proses operasional yang membandingkan efisiensi dan/atau efektivitas sebuah sistem dengan norma atau target nilai (Van der Vorst 2000). Walaupun indikator kinerja banyak yang dapat digunakan dalam sebuah organisasi, hanya beberapa dimensi kritis yang memberikan kontribusi lebih dari proporsional untuk keberhasilan atau kegagalan organisasi tersebut di pasar yang merupakan indikator kinerja kunci (Christopher 1998). Pada saat mengembangkan kinerja rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor, maka perlu dipertimbangkan bahwa kemitraan antar anggota rantai pasok tersebut belum lama terbentuk. Pengenalan sistem baru kepada anggota rantai biasanya memerlukan usaha khusus, terutama pengenalan sistem tesebut kepada petani sebagai salah satu anggota rantai pasok. Kerumitan yang sering dihadapi oleh anggota rantai pasok adalah tujuan setiap anggota rantai pasok yang saling bertentangan. Masing-masing anggota rantai pasok memiliki tujuan, indikator kinerja, dan kriteria optimasi yang berbeda. Hal ini tidak selalu memberikan kontribusi positif terhadap kinerja rantai pasok secara keseluruhan karena perbaikan kinerja pada setiap anggota rantai pasok kemungkinan dapat merugikan anggota lainnya (Wijnands & Ondersteijn 2006). Oleh karena itu, indikator kinerja utama rantai pasok harus diidentifikasi untuk menentukan dimensi kritis yang memberikan kontribusi bagi keberhasilan
74
rantai secara keseluruhan dengan mempertimbangkan tujuan-tujuan bersama rantai pasok tersebut. Evaluasi kinerja rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor merupakan pengambilan keputusan kriteria majemuk. Metode fuzzy Analytical Hierarchy Process (fuzzy AHP) yang dikembangkan oleh Saaty (1981) dan Zadeh (1994) digunakan untuk melakukan identifikasi indikator kinerja kunci rantai pasok tersebut. Fuzzy AHP digunakan untuk mengurangi keraguan dan ketidakpastian dalam memutuskan tingkat kepentingan indikator kinerja oleh pengambil keputusan. Hirarki identifikasi indikator kinerja kunci ditetapkan sebelum dilakukan perbandingan berpasangan pada fuzzy AHP. Perbandingan elemen pada tiap tingkat kemudian dilakukan oleh para pakar menggunakan perbandingan berpasangan untuk memperkirakan tingkat kepentingan relatifnya terhadap elemen pada tingkat lain yang terkait secara langung dengan tingkat tersebut. Pakar yang melakukan pembandingan ini adalah 12 orang yang mewakili anggota rantai pasok atau orang yang mempunyai keahlian di bidang bisnis manggis (kuesioner untuk mendapatkan nilai dari para pakar ini ditunjukkan pada Lampiran 1). Perbandingan berpasangan dibuat menggunakan skala rasio. Skala yang digunakan adalah 9 (Saaty 1989) yang menunjukkan penilaian pakar, yaitu sama pentingnya, sedikit lebih penting, lebih penting, sangat lebih penting, dan sangat lebih penting sekali Hirarki indikator kinerja kunci diidentifikasi berdasarkan data dan informasi yang diperoleh melalui wawancara dan diskusi dengan pakar, serta tinjauan pustaka ditunjukkan pada Gambar 10. Indikator kinerja kunci diidentifikasi melalui 3 sudut pandang, yaitu tujuan rantai pasok (merupakan gabungan dari tujuan setiap anggota rantai pasok), atribut kinerja, dan indikator kinerja. Tujuan rantai pasok secara keseluruhan ditetapkan berdasarkan hasil diskusi partisipatif dengan para anggota rantai pasok, yaitu: 1. Meningkatkan nilai tambah produk 2. Meningkatkan akses pasar 3. Meningkatkan efisiensi operasional
75
4. Membangun kekuatan finansial 5. Meningkatkan akses informasi 6. Menurunkan risiko 7. Kemitraan yang berkelanjutan Tujuan rantai pasok tersebut dapat dicapai jika rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor meningkatkan kinerjanya. Berdasarkan Supply-Chain Council’s SCOR, indikator kinerja kunci rantai pasok mempunyai atribut sebagai berikut: 1. Reliabilitas, yaitu kinerja rantai pasok dalam mengirimkan produk yang tepat ke tempat yang tepat pada waktu yang tepat dalam kondisi yang tepat, dan kemasan dalam jumlah yang tepat dengan dokumentasi yang tepat pada pelanggan yang tepat. 2. Responsiveness, yaitu kecepatan rantai pasok dalam memberikan produk kepada pelanggan. 3. Agility, yaitu kecepatan rantai pasok dalam menanggapi perubahan pasar untuk memperoleh atau mempertahankan keunggulan bersaing. 4. Biaya, yaitu biaya yang terkait dengan pengoperasian rantai pasok. 5. Pengelolaan aset, yaitu keefektifan organisasi dalam penegelolaan asset untuk mendukung pemenuhan permintaan. Tingkat paling akhir hirarki ini adalah indikator kinerja, yaitu: 1. Indikator kinerja untuk reliabilitas: a. Pemenuhan pesanan secara sempurna, yaitu persentase pesanan yang dapat memenuhi kinerja pengiriman dengan dokumentasi yang lengkap dan akurat, serta tidak terdapat kerusakan pada pengiriman. b. Kualitas produk, yaitu sekumpulan karakteristik produk yang dapat memberikan sumbangan terhadap kemampuan produk tersebut untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan.
76
Kinerja Kunci Rantai Pasok
Meningkatkan Nilai Tambah Produk (0,125)*
Reliabilitas (0,182)*
Pemenuhan Pesanan Secara Sempurna (0,333)*
Kualitas Produk (0,333)*
Meningkatkan Akses Pasar (0,110)*
Meningkatkan Efisiensi Operasional (0,147)*
Responsiveness (0,161)*
Kualitas Proses (0,333)*
Siklus Waktu Keterlambatan Pemenuhan Produk Pesanan (0,261) (0,739)*
Membangun Kekuatan Finansial (0,200)*
Tujuan Analisis
Meningkatkan Akses Informasi (0,176)*
Agility (0,157)*
Fleksibilitas Rantai Pasok Hulu (0,553)*
Kemampuan Adaptasi Rantai Pasok Hulu (0,224)*
Menurunkan Resiko (0,154) *
Kemitraan yang Berkelanjutan (0,088)*
Biaya (0,237)*
Kemampuan Adaptasi Rantai Pasok Hilir (0,224)*
Biaya Biaya Produksi Distribusi (0,333)* (0,333)*
Tujuan Rantai Pasok
Atribut Indikator Kinerja
Pengelolaan Aset (0,264)*
Biaya Produk Terjual (0,333)*
*Bobot kepentingan hasil analisis dengan menggunakan metode Fuzzy AHP Gambar 10. Hirarki indikator kinerja kunci.
Siklus cash to cash (0,333)*
Pengembalian Aset Tetap (0,333)*
Pengembalian Modal Kerja (0,333)*
Indikator Kinerja Kunci
c. Kualitas proses, yaitu cara suatu produk diproses untuk memenuhi persyaratan yang terkait dengan standar kualitas dan system sertifikasi. 2. Indikator kinerja untuk responsiveness: a. Siklus waktu pemenuhan pesanan, yaitu rata – rata waktu siklus aktual yang secara konsisten dicapai untuk memenuhi pesanan b. Keterlambatan produk, yaitu rata-rata waktu pesanan diterima setelah due date yang ditentukan 3. Indikator kinerja untuk agility: a. Fleksibilitas rantai pasok hulu, yaitu jumlah hari yang dibutuhkan untuk memenuhi peningkatan kuantitas produk yang dikirim sebesar 20% tanpa direncanakan . b. Kemampuan adaptasi rantai pasok hulu, yaitu maksimum persentase peningkatan kuantitas produk yang dikirim yang dapat dicapai selama lead time. c. Kemampuan adaptasi rantai pasok hilir, yaitu pengurangan kuantitas pasokan selama lead time tanpa persediaan atau biaya penalti. 4. Indikator kinerja untuk biaya: a. Biaya produksi, yaitu seluruh biaya atas penggunaan bahan baku, tenaga kerja, dan input lain dalam proses produksi. b. Biaya distribusi, yaitu seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memindahkan produk dari produsen ke konsumen untuk memenuhi pesanan konsumen. c. Biaya produk terjual, seluruh biaya langsung untuk memproduksi produk yang terjual. 5. Indikator kinerja untuk pengelolaan aset rantai pasok a. Siklus waktu cash to cash, yaitu waktu yang dibutuhkan sejak penanaman modal hingga modal kembali kepada seluruh anggota rantai pasok setelah dibelanjakan untuk bahan baku. b. Pengembalian aset tetap, yaitu indikator kinerja yang mengukur pengembalian yang diterima oleh satu anggota rantai pasok pada modal yang ditanamkan untuk aset tetap.
78
c. Pengembalian modal kerja, yaitu sebuah ukuran yang menilai besarnya penanaman modal relatif terhadap posisi modal kerja satu anggota rantai pasok dibandingkan dengan pendapatan yang dihasilkan dari rantai pasok. Hasil perbandingan berpasangan tingkat kepentingan indikator kinerja yang dibuat oleh para pakar dengan menggunakan skala rasio 9 ditunjukkan pada Gambar 10 (hasil dari pengolahan data yang ditunjukkan pada Lampiran 2). Tujuan yang ditetapkan oleh rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor dibuat berdasarkan kemampuan rantai pasok tersebut untuk memenuhi kebutuhan eksportir dengan mempertimbangkan indikator kinerja kunci pada waktu dan biaya tertentu. Indikator kinerja kunci rantai pasok merupakan beberapa dimensi kritis yang memberikan sumbangan lebih
besar
kepada
kesuskesan
atau
kegagalan
rantai
pasok
tersebut
di pasar (Christopher 1998). Indikator kinerja kunci membandingkan efisiensi dan/atau efektivitas sebuah sistem dengan norma atau target nilai. Berdasarkan pendapat para pakar, tujuan utama rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor adalah membangun kekuatan finansial dengan bobot kepentingan sebesar 0,200. Sebagai rantai pasok yang kemitraan antar anggotanya baru terbentuk, dukungan finansial masih perlu diperkuat agar proses bisnis manggis dapat dilakukan dengan lebih efektif dan efisien. Kinerja kunci untuk mencapai tujuan utama tersebut adalah pengelolaan aset (bobot kepentingan = 0,264) dengan indikator kinerja kunci berupa waktu siklus cash to cash (bobot kepentingan = 0,333), pengembalian aset tetap rantai pasok (bobot kepentingan = 0,333), dan pengembalian modal kerja (bobot kepentingan = 0,333). Pada saat ini, beberapa petani sebagai pemasok buah manggis masih sering menjual hasil panen buah manggisnya kepada pemasok buah manggis pasar lokal dan pengumpul yang membeli buah manggis dari petani dengan sistem pembelian yang sudah dibayar sebelum buah manggis tersebut dipanen. Petani melakukan hal ini karena mereka ingin mendapatkan uang hasil penjualan buah manggis lebih cepat walaupun dengan nilai yang lebih kecil. Pelanggaran yang masih sering
79
dilakukan oleh para petani ini menyebabkan ketersediaan buah manggis untuk memenuhi permintaan konsumen semakin berkurang. Agar petani lebih tertarik untuk tetap menjual hasil panen buah manggisnya kepada KBU Al-Ihsan sesuai dengan kontrak yang telah dibuat, maka KBU Al-Ihsan harus dapat mengelola asetnya dengan lebih mempersingkat waktu siklus cash to cash, mempercepat pengembalian aset tetap rantai pasok, dan mempercepat pengembalian modal kerja. Hal ini dapat dilakukan jika KBU Al-Ihsan memperoleh tambahan dukungan finansial yang dapat diperoleh dari pinjaman lunak pemerintah atau investor. Dukungan finansial tersebut juga dibutuhkan untuk menambah jumlah kebun terdaftar untuk memenuhi syarat sebagai kebun manggis untuk ekspor. Selama ini, pemenuhan kuantitas buah manggis untuk ekspor ke negara Cina dilakukan dengan membeli buah manggis dari pengumpul atau pedagang besar di Kabupaten Bogor. Pengumpul atau pedagang besar tersebut membeli buah manggis dari petani yang kebunnya tidak terdaftar sebagai kebun yang hasil panennya memenuhi persyaratan untuk ekspor. Hal ini dapat berdampak kerugian bagi eksportir dan berdampak buruk terhadap nama negara Indonesia sebagai pengekspor buah tropis jika pengimpor mengetahuinya. Dengan menambah jumlah kebun manggis yang terdaftar, maka diharapkan ketersediaan buah manggis untuk ekspor akan lebih terjamin sehingga pemenuhan permintaan konsumen juga dapat lebih terjamin sesuai dengan persyaratannya. 5.1.2 Pengukuran Kinerja Pada pengukuran kinerja ini dilakukan pembandingan antara kinerja rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan dengan saluran pemasaran buah manggis di luar rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan. Menurut Wong dan Wong (2006), kinerja rantai pasok tidak diukur berdasarkan kinerja setiap anggotanya, tetapi diukur berdasarkan kinerja rantai pasok secara utuh. Dalam melakukan pembandingan kinerja antar rantai pasok dengan struktur yang berbeda, maka rantai pasok tersebut harus dipertimbangkan sebagai entitas yang utuh.
80
Pengukuran kinerja rantai pasok
buah manggis
di
Kabupaten
Bogor
terdiri dari 5 fase, yaitu: 1. Penentuan tahap bisnis buah manggis segar Tahap bisnis utama pada rantai pasok diidentifikasi pada langkah ini. Tahap bisnis pada rantai pasok buah manggis segar ini adalah budidaya manggis hingga panen, pengendalian kualitas, dan ekspor. Untuk analisis ini, kegiatan dan operasi yang dilakukan pada tahap produksi dan pengiriman buah manggis segar tidak perlu dijelaskan secara rinci. Kegiatan setiap tahap pada rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan dan saluran pemasaran buah manggis di luar rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan tersebut telah dijelaskan pada Bab IV. 2. Penguraian tahap bisnis ke dalam proses Pada langkah ini, tahap bisnis diuraikan ke dalam proses SCOR tingkat 2. Gambar 11 menunjukkan tahap bisnis rantai pasok buah manggis segar yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan yang telah diuraikan ke dalam kategori proses, sedangkan Gambar 12 menunjukkan tahap bisnis saluran pemasaran buah manggis di luar rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan yang telah diuraikan ke dalam kategori proses. Karena rantai pasok buah manggis ini menyediakan produknya berdasarkan pesanan, maka konfigurasi kategori proses untuk seluruh rantai pasok adalah S2 (source make to order), M2 (make to order), dan D2 (deliver make to order), sedangkan proses pengembalian yang terjadi adalah SR1 (source return defective) dan DR1 (deliver return defective). 3. Penghitungan skor efisiensi proses dengan menggunakan DEA. Pada langkah ini dipilih ukuran berdasarkan model SCOR yang sesuai dan berpengaruh pada evaluasi proses kemudian ukuran tersebut dikategorikan sesuai jenisnya (input atau output). Ukuran berdasarkan model SCOR yang sesuai dan berpengaruh pada evaluasi proses untuk rantai pasok buah manggis di Kabupaten Bogor ini ditunjukkan pada Tabel 12, sedangkan Tabel 13, Tabel 14, dan Tabel 15 menunjukkan ukuran yang berpengaruh pada setiap
81
tahap, jenis ukuran tersebut, dan nilainya pada kedua rantai pasok yang dibandingkan .(Rumus perhitungan setiap nilai diunjukkan pada Lampiran 3).
P2
S2
P2
M2
D2
Budidaya Manggis
Petani
S2
M2
P2
D2
S2
DR1
SR1
M2
Pengendalian Kualitas
Kelompok Tani
D2
Ekspor
Eksportir
KBU Al-Ihsan
Gambar 11 Uraian tahap bisnis rantai pasok buah manggis segar yang dikelola oleh KBU Al.-Ihsan ke dalam kategori proses
P2
S2
M2
Budidaya Manggis
Petani
P2
D2
S2
M2
P2
D2
S2
DR1
SR1
Pengendalian Kualitas
Pengumpul
Pedagang Besar
M2
D2
Ekspor
Eksportir
Gambar 12 Uraian tahap bisnis saluran pemasaran buah manggis di luar rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan ke dalam kategori proses.
82
Tabel 12 Ukuran berdasarkan model SCOR yang sesuai dan berpengaruh pada evaluasi proses untuk rantai pasok buah manggis di Kabupaten Bogor Atribut Kinerja
Reliabilitas Rantai Pasok
Responsiveness Rantai Pasok
Agility Rantai Pasok
Pengelolaan Biaya Rantai Pasok
Pengelolaan Aset Rantai Pasok
Jenis proses PLAN (P1, P2, P3, P4)
Tidak teridentifikasi
Siklus waktu pemenuhan pesanan
Tidak teridentifikasi
Biaya untuk perencanaan sumber bahan baku
SOURCE (S1, S2, S3)
Pemenuhan pesanan secara sempurna
Siklus waktu pemenuhan pesanan
Tidak teridentifikasi
Biaya penyiapan sumber bahan baku
MAKE (M1, M2, M3)
Hasil Pemenuhan pesanan secara sempurna
Siklus waktu produksi
Kemampuan adaptasi produksi rantai pasok hilir Kemampuan adaptasi produksi rantai pasok hulu Fleksibilitas produksi rantai pasok hulu
Siklus waktu pemenuhan pesanan
Kemampuan adaptasi pengiriman rantai pasok hilir Kemampuan adaptasi pengiriman rantai pasok hulu Fleksibilitas pengiriman rantai pasok hulu
Biaya produksi
DELIVER (D1, D2, D3)
Pemenuhan pesanan secara sempurna
Biaya pengiriman
RETURN (source) (SR1, SR2, SR3)
Tidak teridentifikasi
Siklus waktu pengembalian bahan baku yang tidak sesuai standar mutu
Tidak teridentifikasi
Biaya pengembalian bahan baku yang tidak sesuai standar mutu
RETURN (deliver) (DR1, DR2, DR3)
Tidak teridentifikasi
Siklus waktu pengembalian bahan baku yang rusak karena pengiriman
Tidak teridentifikasi
Biaya pengembalian bahan baku yang rusak karena pengiriman
Pengembalian aset tetap Pengembalian modal kerja Siklus waktu cash to cash Lama waktu pasokan tersedia Pengembalian aset tetap Pengembalian modal kerja Lama waktu pasokan tersedia Pengembalian aset tetap Pengembalian modal kerja Siklus waktu cash to cash Pengembalian aset tetap Pengembalian modal kerja Siklus waktu cash to cash Pengembalian aset tetap Pengembalian modal kerja Pengembalian aset tetap Pengembalian modal kerja Nilai produk yang rusak
83
Tabel
13
Ukuran yang berpengaruh jenis dan nilainya
Ukuran yang Berpengaruh pada Tahap Budidaya Manggis PLAN Pengembalian aset tetap Siklus waktu cash to cash SOURCE Biaya penyiapan sumber bahan baku Pengembalian modal kerja MAKE Siklus waktu produksi Kemampuan adaptasi produksi rantai pasok hulu DELIVER Pemenuhan pesanan secara sempurna Siklus waktu pemenuhan pesanan
pada
tahap
budidaya
Jenis Ukuran Rantai Pasok yang Satuan Dikelola oleh Pengukuran Input Output KBU Al-Ihsan
√
-
manggis,
Saluran Pemasaran Buah Manggis di Luar Rantai Pasok yang Dikelola oleh KBU Al-Ihsan
-
-
-
√
-
-
Rp/tahun
√
9.317.575,46
174.742.421,35
0,134
0
4
5
√
-
tahun
√
%
√
7,30
0,41
%
√
96
5
6
85
hari
√
84
Tabel 14 Ukuran yang berpengaruh pada tahap pengendalian kualitas, jenis dan nilainya Jenis Ukuran Ukuran yang Berpengaruh pada Pengendalian Kualitas PLAN Pengembalian modal kerja Siklus waktu cash to cash SOURCE Biaya penyiapan sumber bahan baku Pengembalian aset tetap MAKE Siklus waktu produksi Kemampuan adaptasi produksi rantai pasok hulu DELIVER Pemenuhan pesanan secara sempurna Siklus waktu pemenuhan pesanan
Rantai Pasok Satuan yang Dikelola Pengukuran Input Output oleh KBU Al-Ihsan
√
-
Saluran Pemasaran Buah Manggis di Luar Rantai Pasok yang Dikelola oleh KBU Al-Ihsan
-
-
-
√
-
-
Rp/tahun
√
51.743.449,91
447.010.320,94
0
-0,02
61
912
√
-
hari
√
%
√
5,55
0,42
%
√
91,2
4,28
5
163
hari
√
85
Tabel 15 Ukuran yang berpengaruh pada tahap ekspor, jenis dan nilainya Jenis Ukuran Ukuran yang Berpengaruh pada Tahap Ekspor PLAN Pengembalian modal kerja Siklus waktu cash to cash SOURCE Biaya penyiapan sumber bahan baku Pengembalian aset tetap MAKE Siklus waktu produksi Kemampuan adaptasi produksi rantai pasok hulu DELIVER Pemenuhan pesanan secara sempurna Siklus waktu pemenuhan pesanan Biaya pengiriman INTEGRATED RETURN (source dan deliver) Siklus waktu pengembalian bahan baku yang tidak sesuai standar mutu dan bahan baku yang rusak karena pengiriman Biaya pengembalian bahan baku yang tidak sesuai standar mutu dan bahan baku yang rusak karena pengiriman Bahan baku yang tidak sesuai standar mutu dan bahan baku yang rusak karena pengiriman yang harus dikembalikan
Satuan Pengukuran
Input
Output
√
-
Rantai Pasok yang Dikelola oleh KBU Al-Ihsan
Saluran Pemasaran Buah Manggis di Luar Rantai Pasok yang Dikelola oleh KBU Al-Ihsan
-
-
-
√
-
-
Rp/tahun
√
30.643.842,34
29.862.461,34
0,13
0,14
1
1
√
hari
√
%
√
0
0
%
√
0,87
0,04
hari
√
5
5
Rp/tahun
√
14.592.000
14.592.000
hari
√
1
1
Rp/tahun
√
209.376
125.624,815
5
3
%
√
86
Pada penelitian ini, data yang terkait dengan pengukuran kinerja untuk proses PLAN tidak dapat diperoleh karena data tersebut tidak tercatat pada setiap anggota rantai pasok. Oleh karena itu, pengukuran kinerja dilakukan hanya pada proses SOURCE, MAKE, DELIVER, pada setiap kegiatan dalam rantai pasok. Data yang diperoleh juga sulit dipisahkan antara RETURN source dan RETURN deliver sehingga dalam proses RETURN ini, source dan deliver juga digabungkan menjadi proses INTEGRATED RETURN. Nilai
efisiensi
proses
dihitung
menggunakan
perangkat
lunak
DEA (Frontier 3) dengan perhitungan berdasarkan pada budidaya manggis untuk luas kebun 1 hektar dengan jumlah pohon manggis sebanyak 100 pohon/hektar untuk rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan dan 150 pohon/hektar untuk petani yang bukan sebagai anggota rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan serta pesanan eksportir sebesar 3000 kg/tahun. Hasil dari perhitungan tersebut ditunjukkan pada Tabel 16. Tabel 16 Nilai efisiensi proses pada tiap tahap Proses*
SOURCE
MAKE
A B A B Tahap Budidaya 1 0 1 0,044 Manggis Pengendalian 1 0,007 1 0,004 Kualitas Ekspor 0,956 1 1 1 Keterangan: A: Rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan
DELIVER
INTEGRATED RETURN**
A
B
A
B
1
0,004
-
-
1
0,020
-
-
1
0,048
1
1
B: Saluran pemasaran buah manggis di luar rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan *
Proses PLAN ditiadakan karena keterbatasan data INTEGRATED RETURN merupakan gabungan dan RETURN deliver
**
dari
RETURN
source
Hasil perhitungan nilai efisiensi pada setiap proses menunjukkan bahwa rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan mempunyai kinerja yang lebih baik daripada saluran pemasaran buah mnaggis di luar rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan. Nilai efisiensi rantai pasok buah manggis yang
87
dikelola oleh KBU Al-Ihsan yang rendah hanya terdapat pada proses SOURCE di tahap ekspor. Plot Input – Output pada proses SOURCE di tahap ekspor ditunjukkan pada Gambar 13. Pengembalian Aset Tetap Y = 5 x 10-9X
Biaya Penyiapan Sumber Bahan Baku
Gambar 13 Plot Input – Output pada proses SOURCE di tahap ekspor. Nilai efisiensi yang rendah pada proses SOURCE di tahap ekspor untuk rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan disebabkan oleh biaya penyiapan sumber bahan baku yang tinggi. Eksportir sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan ini mengeluarkan biaya tambahan untuk penyiapan sumber bahan bakunya. Biaya tambahan tersebut berupa pemberian bantuan sarana pertanian bagi petani manggis melalui KBU Al-Ihsan. Pemberian bantuan tersebut dimaksudkan untuk mempermudah dan memberi motivasi kepada petani dalam memelihara kebun manggisnya sehingga petani bersedia memelihara kebun manggisnya serta kualitas dan kuantitas hasil panennya meningkat. Berdasarkan Gambar 13, rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan dapat meningkatkan kinerja proses SOURCE pada tahap ekspor dengan cara menurunkan biaya penyiapan sumber bahan bakunya sebesar 12,924% dari biaya penyiapan sumber bahan baku yang saat ini dikeluarkan. Rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan juga dapat meningkatkan kinerjanya dengan cara meningkatkan pengembalian aset tetap sebesar 14,842% dari pengembalian aset tetap saat ini.
88
Pada saat ini, eksportir tidak dapat mengurangi biaya penyiapan sumber bahan bakunya karena bantuan prasarana dan sarana pertanian dari eksportir masih dibutuhkan sebagai motivasi agar petani bersedia untuk memelihara kebunnya. Oleh karena itu, tahap ekspor dapat ditingkatkan kinerjanya dengan meningkatkan pengembalian pada aset tetap. Hal ini dapat dilakukan dengan cara meningkatkan nilai penerimaan dan keuntungan pada tahap ekspor tanpa merugikan anggota rantai pasok lainnya.
5.2 Sumber Risiko Pengenalan sistem baru dalam pengembangan rantai pasok yang lebih terintegrasi akan menimbulkan ketidakpastian yang secara potensial dapat berubah menjadi gangguan yang tidak diharapkan. Identifikasi beberapa risiko yang potensial yang akan mempengaruhi rantai pasok akan mendukung pengambil keputusan untuk dapat melihat permasalahan yang terjadi secara lebih terpadu sehingga strategi pengurangan risiko rantai pasok dapat ditetapkan dengan baik untuk meminimumkan biaya peningkatan risiko. Risiko dalam rantai pasok dapat dikurangi jika anggota rantai pasok mengetahui risiko dan pengurangannya yang berdampak pada pengelolaan risiko dalam rantai pasok. Anggota rantai pasok hendaknya juga mengetahui bahwa pengurangan risiko terkait satu dengan yang lain. Pemahaman mengenai risiko merupakan titik awal untuk membantu pelaku dalam rantai pasok sehingga identifikasi sumber risiko merupakan langkah kritis dalam mengelola situasi yang memungkinkan timbulnya permasalahan dan kerugian bagi setiap anggota rantai pasok (Hardwood, et al. 1999). Oleh karena itu, perlu dilakukan identifikasi risiko yang potensial pada rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor serta memahami keterkaitan antara strategi pengurangan risiko dalam pengelolaan risiko tersebut. Hirarki risiko yang potensial diidentifikasi berdasarkan data dan informasi yang diperoleh melalui wawancara dan diskusi dengan pakar, serta tinjauan pustaka ditunjukkan pada Gambar 14 (kuesioner ditunjukkan pada Lampiran 4). Risiko diidentifikasi melalui 3 sudut pandang, yaitu tujuan rantai pasok
89
(merupakan gabungan dari tujuan setiap anggota rantai pasok), sumber risiko, dan risiko yang potensial pada rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor. Tujuan rantai pasok secara keseluruhan ditetapkan berdasarkan hasil diskusi partisipatif dengan para anggota rantai pasok, yaitu: 1. Meningkatkan nilai tambah produk 2. Meningkatkan akses pasar 3. Meningkatkan efisiensi operasional 4. Membangun kekuatan finansial 5. Meningkatkan akses informasi 6. Menurunkan resiko 7. Kemitraan yang berkelanjutan Tujuan rantai pasok tersebut dapat tercapai jika risiko pada rantai pasok dapat dikurangi berdasarkan sumbernya. Oleh karena itu, sumber risiko dan risiko yang portensial berdasarkan sumbernya dipertimbangkan dalam struktur hirarki pada penentuan risiko ini. Secara lebih terperinci, sumber risiko dan risiko yang potensial berdasarkan sumbernya adalah sebagai berikut: 1. Produksi dengan cuaca serta ketidakpastian kualitas dan kuantitas buah manggis sebagai risiko potensialnya. 2. Pasar dengan ketidkapastian harga dan ketidakpastian permintaan sebagai risiko potensialnya. 3. Kelembagaan dengan kebijakan pemerintah dan hubungan bisnis antar mitra sebagai risiko potensialnya. 4. Manusia atau pelaku dengan variasi keterampilan dan pengetahuan serta kesejahteraan pelaku (terkait dengan kesehatan dan kehidupan sosial) sebagai risiko potensialnya. 5. Finansial dengan nilai tukar uang dan ketidakpastian pengembalian modal sebagai risiko potensialnya.
90
Identifikasi Risiko Potensial pada Rantai Pasok Buah Manggis
Meningkatkan Nilai Tambah Produk (0,125)*
Produksi (0.212)*
Meningkatkan Akses Pasar (0,110)*
Meningkatkan Efisiensi Operasional (0,147)
Pasar (0.187)*
Ketidakpastian Harga (0.600)*
Membangun Kekuatan Finansial (0,200)*
Kelembagaan (0.261)*
Tujuan Analisis
Meningkatkan Akses Informasi (0,176)*
Mengurangi Resiko (0,154)*
Sumber Daya Manusia (0.078)*
Pengetahuan Kesejahteraan dan Pelaku Keterampilan (0.500)* Pelaku yang Bervariasi (0,500)* *Bobot kepentingan hasil analisis dengan menggunakan metode Fuzzy AHP Ketidakpastian Cuaca (0539)*
Ketidakpastian Kualitas dan Kuantitas Produksi (0.461)*
Ketidakpastian Permintaan (0.400)*
Kebijakan Pemerintah (0.361)*
Kemitraan Bisnis (0.639)*
Kemitraan yang Berkelanjutan (0,088)*
Tujuan Rantai Pasok
Finansial (0.261)*
Fluktiasi Nilai Tukar Uang (0.359)*
Gambar 14 Hirarki risiko yang potensial pada rantai pasok buah manggis.
Ketidakpastian Pengembalian Modal (0.641)*
Sumber Risiko
Risiko yang Potensial
Berdasarkan hasil perbandingan berpasangan pada bobot kepentingan yang dilakukan oleh para pakar (hasil dari pengolahan data yang ditunjukkan pada Lampiran 5), maka tujuan utama rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor adalah membangun kekuatan finansial dengan bobot kepentingan sebesar 0,200. Sebagai rantai pasok yang kemitraan antar anggotanya baru terbentuk, dukungan finansial masih perlu diperkuat agar proses bisnis manggis dapat dilakukan dengan lebih efektif dan efisien. Keberlanjutan kemitraan sebagai tujuan rantai pasok diberi bobot kepentingan yang paling rendah (bobot kepentingan = 0,088) karena para anggota rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan tersebut belum mengetahui kinerja antar anggota rantai pasok sebagai mitra bisnis sehingga para anggota rantai pasok tersebut belum yakin bahwa mereka akan melanjutkan kemitraannya dalam rantai pasok tersebut atau tidak. Para anggota rantai pasok mungkin akan melanjutkan kemitraannya jika mereka memperoleh keuntungan dan manfaat dalam kemitraan tersebut. Oleh karena itu, para anggota rantai pasok hanya memberi bobot kepentingan yang rendah pada keberlanjutan kemitraan sebagai tujuan rantai pasok. Para pakar memberikan penilaian bahwa kelembagaan merupakan sumber risiko dengan bobot kepentingan tertinggi (bobot kepentingan = 0,261) yang mungkin muncul pada rantai pasok buah manggis ini. Hubungan bisnis antar mitra merupakan risiko yang potensial dari sumber risiko kelembagaan dengan bobot kepentingan sebesar 0,639. Sebagai rantai pasok yang kemitraan antar anggotanya baru terbentuk, pengenalan sistem baru kepada para anggota rantai pasok akan membutuhkan usaha khusus. Para anggota rantai pasok akan menghadapi beberapa pertentangan yang disebabkan oleh ketidakpercayaan terhadap mitra, ketidakcocokan karakter dan etika dalam bekerja sama, ketidakcocokan dalam mengembangkan bisnis, ketidaksamaan minat dan tujuan, serta sumber daya mitra yang tidak saling mendukung. Finansial juga merupakan sumber risiko pada rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor dengan bobot kepentingan yang sama dengan kelembagaan sebagai sumber risiko, yaitu sebesar 0,639.
92
Beberapa petani pemasok buah manggis masih sering melakukan pelanggaran kontrak sebagai anggota rantai pasok dengan menjual buah manggis hasil pannennya kepada pembeli yang membayar pembeliannya sebelum buah manggis dipanen walaupun dengan harga yang murah. Risiko yang potensial dari sumber resiko finansial ini adalah ketidakpastian pengembalian modal dengan bobot kepentingan sebesar 0,641. Petani melakukan pelanggaran dalam menjual buah manggis hasil panennya karena mereka menginginkan modal yang mereka keluarkan untuk bisnis manggis dapat mereka peroleh kembali dengan lebih cepat,sedangkan KBU Al-Ihsan membeli buah manggis hasil panen petani dengan pembayaran tertunda setelah mendapatkan pembayawan dari eksportir. KBU Al-Ihsan sebagai penggerak rantai pasok ini harus dapat bersaing dengan pembeli lain agar ketersediaan buah manggis dapat memenuhi permintaan konsumen. Jika petani menjual buah hasil panennya kepada pembeli lain, maka ketersediaan buah manggis untuk memenuhi permintaan konsumen akan berkurang.
5.3 Nilai Tambah Nilai tambah yang terjadi pada suatu produk dapat dihasilkan melalui peningkatan nilai proses atau melalui peningkatan nilai harga (Sudiyono 2002). Suatu kegiatan dalam suatu rantai pasok dapat dikategorikan sebagai pemberian nilai tambah jika terdapat pemberian penghargaan terhadap kegiatan yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Petani mungkin dapat melakukan peningkatan harga pada produknya dengan cara melakukan budidaya yang dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil panennya (Evans 2009). Ada dua cara untuk menghitung nilai tambah yaitu nilai tambah untuk pengolahan dan nilai tambah untuk pemasaran. Pembahasan pada aspek nilai tambah pemasaran bertujuan untuk mengetahui besarnya pendapatan yang diperoleh oleh setiap anggota rantai pasok atas tenaga kerja, modal, dan manajemen yang diusahakannya. (Hayami 1987)
93
5.3.1 Analisis Nilai Tambah Petani Pada analisis nilai tambah ini dilakukan pembandingan antara nilai tambah yang diperoleh petani sebagai anggota rantai pasok yang dikelola oleh KBU AlIhsan di Kabupaten Bogor dengan nilai tambah yang diperoleh petani yang bukan sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor. Kebun milik petani sebagai anggota rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor merupakan kebun yang terdaftar, sedangkan kebun milik petani yang bukan sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor merupakan kebun yang tidak terdaftar. Hasil analisis nilai tambah pada budidaya manggis yang dilakukan oleh petani sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU AlIhsan di Kabupaten Bogor ditunjukkan pada Tabel 17, sedangkan hasil analisis nilai tambah pada budidaya manggis yang dilakukan oleh petani yang bukan sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor ditunjukkan pada Tabel 18. Tabel 17 Perhitungan nilai tambah pada petani sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor Super 1 Output (kg/tahun)
Super 2
Super 3
Lokal
974,700
1.299,600
324,900
720,000
1200
1600
400
800
34,500
46,000
11,500
23
Faktor konversi
0,812
0,812
0,812
0,900
Koefisien tenaga kerja langsung (hari/kg)
0,029
0,029
0,029
0,029
Harga produk (Rp/kg)
9.000
4.500
3.000
1.800
996,187
996,187
996,187
996,187
447
596
149
298
Nilai output (Rp/kg)
7.310,250
3.655,125
2.436,750
1.620
Nilai tambah (Rp/kg)
5.867,063
2.062,938
1.291,563
325,813
80,258
56,440
53,004
20,112
575
575
575
575
9,800
27,873
44,520
176,482
5292,063
1487,938
716,563
-249,187
72,392
40,708
29,407
-15,382
Input Bahan Baku (kg/tahun) Input tenaga kerja langsung (hari/tahun)
Harga bahan baku (Rp/kg) Harga input lain (Rp/kg)
Rasio nilai tambah (%) Pendapatan tenaga kerja langsung (Rp/kg) Pangsa tenaga kerja langsung(%) Keuntungan (Rp/kg) Tingkat keuntungan (%)
Keterangan: Upah tenaga kerja langsung: Rp20.000/hari
94
Buah manggis hasil panen petani sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor rata – rata sebanyak 4000 kg/hektar/tahun. Kualitas buah manggis hasil panen rata-rata sebesar 30% merupakan grade Super 1, 40% merupakan grade Super 2, 10% merupakan grade Super 3, dan sisanya merupakan buah manggis yang tidak memenuhi standar kualitas ekspor. Tabel 18 Perhitungan nilai tambah pada petani yang bukan sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor Nilai Output (kg/tahun) 3000 Input Bahan Baku (kg/tahun) 3000 Input tenaga kerja langsung (hari/tahun) 26,250 Faktor konversi 1 Koefisien tenaga kerja langsung (hari/kg) 0,009 Harga produk (Rp/kg) 2.500 Upah tenaga kerja langsung (Rp/hari) 20.000 Harga bahan baku (Rp/kg) 1.992,374 Harga input lain (Rp/kg) 745 Nilai output (Rp/kg) 2.500 Nilai tambah (Rp/kg) -237,374 Rasio nilai tambah (%) -9,495 Pendapatan tenaga kerja langsung (Rp/kg) 175 Pangsa tenaga kerja langsung(%) -73,723 Keuntungan (Rp/kg) -412,374 Tingkat keuntungan (%) -16,495 Kuantitas buah manggis sebagai output pada analisis ini merupakan kuantitas buah manggis yang sudah mengalami penyusutan di KBU Al-Ihsan dan eksportir karena nilai output yang diterima petani tergantung pada hasil sortasi dan grading dari KBU Al-Ihsan dan eksportir. Penyusutan kuantitas buah manggis sebesar rata – rata 10% terjadi setelah dilakukan sortasi dan grading di KBU Al-Ihsan dan sebesar rata – rata 5% setelah dilakukan sortasi dan grading di eksportir. Pada petani yang bukan sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan, buah manggis yang dihasilkan rata – rata hanya sebanyak 3.000 kg/hektar/tahun. Hal ini disebabkan petani tidak melakukan
95
pemeliharaan kebunnya dengan baik dan tidak ada pengawasan dari kelompok taninya dalam melakukan budidaya manggis. Buah manggis biasanya dibeli oleh pengumpul dengan sistem ijon, yaitu pengumpul membeli semua hasil panen tanpa melakukan grading dan sortasi dengan pembayaran dilakukan pada saat pohon masih berbunga (belum berbuah). Nilai output yang diterima petani yang bukan sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan tergantung pada kuantitas buah manggis yang dibeli pengumpul. Harga buah manggis hasil panen petani sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan dibedakan menurut kualitasnya. Karena eksportir membeli buah manggis berdasarkan kualitasnya, maka nilai tambah masing – masing kualitas buah manggis berbeda – beda. Nilai tambah tertinggi diperoleh petani dari buah manggis kualitas Super 1, yaitu sebesar Rp 5.867,063/kg hasil panen buah manggis, sedangkan nilai tambah terendah diperoleh petani dari buah manggis yang tidak termasuk dalam kualitas ekspor, yaitu sebesar Rp 325,813/kg hasil panen buah manggis. Pada petani yang bukan sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan, buah manggis hasil panennya dibeli oleh pengumpul dengan harga rata – rata Rp 2.500/kg tanpa membedakan kualitasnya. Dengan harga
tersebut,
nilai
tambah
yang
diperoleh
petani
sebesar
Rp -237,374/kg hasil panen buah manggis. Nilai tambah ini lebih rendah dibandingkan dengan nilai tambah kualitas lokal pada petani sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan dengan perbedaan nilai tambah sebesar Rp 563,187/kg hasil panen buah manggis. Nilai tambah yang diperoleh petani sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan lebih tinggi dibandingkan nilai tambah yang diperoleh petani yang bukan sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan. Tingkat keuntungan yang diperoleh petani sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan juga lebih tinggi dibandingkan tingkat keuntungan petani yang bukan sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan. Hal ini disebabkan nilai output yang diterima oleh petani sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan lebih besar dibandingkan nilai output yang
96
diterima oleh petani yang bukan sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan dan alokasi nilai output tersebut untuk bahan baku dan input lainnya pada petani sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan lebih kecil dibandingkan pada petani yang bukan sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan. Walaupun nilai output buah manggis yang diterima oleh petani yang bukan sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan lebih besar daripada nilai output buah manggis kualitas lokal yang diterima oleh petani sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU AlIhsan, nilai output pada petani yang bukan sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan tersebut lebih kecil dibandingkan total harga bahan baku dan harga input lainnya. Oleh karena itu, nilai tambah yang diterima oleh petani yang bukan sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan bernilai negatif. Menurut Silver dan Golder (2007), harga bahan baku dan harga input lainnya yang tinggi serta skala ekonomi suatu usaha dapat membangkitkan nilai tambah yang negatif. Petani sebagai anggota rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan bersedia melakukan budidaya manggisnya dengan mengadopsi GAP sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan pada kebun tersebut sebagai kebun terdaftar. Hal ini disebabkan petani mendapat dukungan dana pemeliharaan kebun manggis dari eksportir. Dukungan dana pemeliharaan kebun manggis tersebut merupakan harga input lain pada Tabel 17. Hasil analisis nilai tambah (Tabel 17) menunjukkan bahwa petani tetap mendapatkan nilai tambah yang tinggi walaupun harga input lain ditanggung oleh petani tersebut. Jika harga input lain tersebut tidak ditanggung oleh petani, maka petani akan mendapatkan nilai tambah yang lebih tinggi lagi. Petani sebagai anggota rantai pasok yang dikelola oleh KBU AlIhsan memperoleh nilai tambah yang lebih tinggi dibandingkan petani yang bukan sebagai anggota rantai pasok tersebut karena buah manggis hasil panen petani sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan dibeli dengan harga yang tinggi dan dibedakan menurut kualitasnya, sedangkan buah manggis hasil panen petani yang bukan anggota rantai pasok tersebut dibeli dengan harga yang murah tanpa membedakan kualitasnya.
97
5.3.2 Analisis nilai tambah KBU Al-Ihsan, pengumpul, dan pedagang besar Pada analisis nilai tambah ini dilakukan pembandingan antara nilai tambah yang diperoleh Koperasi sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan dengan nilai tambah yang diperoleh pengumpul dan pedagang besar pada saluran pemasaran buah manggis di luar rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan. Hasil analisis nilai tambah pada usaha manggis yang dilakukan oleh KBU Al-Ihsan sebagai anggota rantai rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan ditunjukkan pada Tabel 19, sedangkan hasil analisis nilai tambah pada usaha manggis yang dilakukan oleh pengumpul dan pedagang besar pada saluran pemasaran buah manggis di luar rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan ditunjukkan pada Tabel 20 dan Tabel 21. Tabel 19 Perhitungan nilai tambah pada KBU Al-Ihsan sebagai anggota rantai pasok buah manggis di Kabupaten Bogor Super 1 Super 2 Output (kg/tahun) 974,700 1.299,600 Input Bahan Baku (kg/tahun) 1.080 1.440 Input tenaga kerja langsung (hari/tahun) 9,600 12,800 Faktor konversi 0,903 0,903 Koefisien tenaga kerja langsung (hari/kg) 0,009 0,009 Harga produk (Rp/kg) 12.000 6.000 Harga bahan baku (Rp/kg) 9.000 4.500 Harga input lain (Rp/kg) 405 540 Nilai output (Rp/kg) 10.830 5.415 Nilai tambah (Rp/kg) 1.425 375 Rasio nilai tambah (%) 13,158 6,925 Pendapatan tenaga kerja langsung (Rp/kg) 222,222 222,222 Pangsa tenaga kerja langsung(%) 15,595 59,259 Keuntungan (Rp/kg) 1.202,778 152,778 Tingkat keuntungan (%) 11,106 2,821
Super 3 324,900 360 3,200 0,903 0,009 4.000 3.000 135 3.610 475 13,158 222,222 46,784 252,778 7,002
Lokal 720,000 720 6,400 1,000 0,009 2.500 1.800 270 2.500 430 17,200 222,222 51,680 207,778 8,311
Keterangan: Upah tenaga kerja langsung: Rp25.000/hari Untuk buah manggis kualitas Super 1 dan Super 2, nilai tambah yang diterima oleh KBU Al-Ihsan lebih rendah dibandingkan dengan nilai tambah yang diperoleh pengumpul. Hal ini disebabkan KBU Al-Ihsan membeli buah manggis hasil panen petani dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga buah manggis hasil panen petani yang dibeli oleh pengumpul.
98
Untuk buah manggis kualitas Super 3, nilai tambah yang diterima oleh KBU Al-Ihsan lebih tinggi dibandingkan dengan nilai tambah yang diperoleh pengumpul. Hal ini disebabkan perbandingan antara selisih harga buah manggis yang dijual oleh KBU Al-Ihsan dan harga buah manggis yang dijual oleh pengumpul lebih besar dibandingkan dengan perbandingan antara selisih harga beli buah manggis yang dibeli oleh KBU Al-Ihsan dari petani dan harga beli buah manggis yang dibeli oleh pengumpul dari petani. Untuk buah manggis kualitas lokal, nilai tambah yang diterima pengumpul bernilai negatif dan jauh lebih rendah daripada nilai tambah yang diterima oleh KBU Al-Ihsan. Hal ini disebabkan harga jual buah manggis pada pengumpul lebih rendah daripada harga belinya dari petani. Tabel
20
Perhitungan nilai tambah yang diperoleh pengumpul pada saluran pemasaran buah manggis di luar rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan
Output (kg/tahun) Input Bahan Baku (kg/tahun) Input tenaga kerja langsung (hari/tahun) Faktor konversi Koefisien tenaga kerja langsung (hari/kg) Harga produk (Rp/kg) Harga bahan baku (Rp/kg) Harga input lain (Rp/kg) Nilai output (Rp/kg) Nilai tambah (Rp/kg) Rasio nilai tambah (%) Pendapatan tenaga kerja langsung (Rp/kg) Pangsa tenaga kerja langsung(%) Keuntungan (Rp/kg) Tingkat keuntungan (%)
Super 1
Super 2
50,625 56,250 0,450 0,900 0,008 9.000 2.500 7,031 8.100 5.592,969 69,049 200 3,576 5.392,969 66,580
67,500 75 0,600 0,900 0,008 4.500 2.500 9,375 4.050 1.540,625 38,040 200 12,982 1.340,625 33,102
Super 3
Lokal
16,875 2.565 18,750 2.850 0,150 22,800 0,900 0,900 0,008 0,008 3.000 1.800 2.500 2.500 2,344 356,250 2.700 1.620 197,656 -1.236,250 7,321 -76,312 200 200 101,186 -16,178 -2,344 -1.436,250 -0,087 -88,657
Keterangan: Upah tenaga kerja langsung: Rp25.000/hari Untuk buah manggis kualitas Super 1, Super 2, dan Super 3, nilai tambah yang diterima oleh KBU Al-Ihsan lebih rendah dibandingkan dengan nilai tambah yang diperoleh pedagang besar. Hal ini disebabkan alokasi harga input lain untuk buah manggis kualitas Super 1, Super 2, dan Super 3 pada KBU Al-Ihsan lebih tinggi dibandingkan dengan alokasi harga input lain untuk buah manggis kualitas
99
Super 1, Super 2, dan Super 3 pada pedagang besar. Untuk buah manggis kualitas lokal, nilai tambah yang diterima oleh KBU Al-Ihsan lebih tinggi dibandingkan dengan nilai tambah yang diperoleh pedagang besar. Hal ini disebabkan alokasi harga input lain untuk buah manggis kualitas lokal pada pedagang besar lebih tinggi dibandingkan dengan alokasi harga input lain untuk buah manggis kualitas lokal pada KBU Al-Ihsan. Tabel
21
Perhitungan nilai tambah yang diperoleh pedagang besar pada saluran pemasaran buah manggis di luar rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan
Output (kg/tahun) Input Bahan Baku (kg/tahun) Input tenaga kerja langsung (hari/tahun) Faktor konversi Koefisien tenaga kerja langsung (hari/kg) Harga produk (Rp/kg) Harga bahan baku (Rp/kg) Harga input lain (Rp/kg) Nilai output (Rp/kg) Nilai tambah (Rp/kg) Rasio nilai tambah (%) Pendapatan tenaga kerja langsung (Rp/kg) Pangsa tenaga kerja langsung(%) Keuntungan (Rp/kg) Tingkat keuntungan (%)
Super 1
Super 2
48,094 50,625 0,428 0,950 0,008 12.000 9.000 25,313 11.400 2.374,688 20,831 211,111 8,890 2.163,576 18,979
64,125 67,500 0,570 0,950 0,008 6.000 4.500 33,750 5.700 1.166,250 20,461 211,111 18,102 955,139 16,757
Super 3
16,031 16,875 0,143 0,950 0,008 4.000 3.000 8,438 3.800 791,563 20,831 211,111 26,670 580,451 15,275
Lokal
2.436,750 2.565,000 21,660 0,950 0,008 2.500 1.800 1.282,500 2.375 -707,500 -29,789 211,111 -29,839 -918,611 -38,678
Keterangan: Upah tenaga kerja langsung: Rp25.000/hari 5.3.3 Analisis Nilai Tambah Eksportir Pada analisis nilai tambah ini dilakukan pembandingan antara nilai tambah yang diperoleh eksportir yang membeli buah manggis dari petani sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan dengan nilai tambah yang diperoleh eksportir yang membeli buah manggis dari petani yang bukan sebagai anggota rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor. Eksportir kadang - kadang masih melanggar peraturan dari importir di negara Cina yang mewajibkan eksportir untuk melakukan pendaftaran kebun buah manggis yang hasil panennya akan diekspor ke negara Cina tersebut. Untuk
100
memenuhi kuantitas pesanan dari importir, kadang–kadang eksportir masih mencampurkan buah manggis hasil panen dari kebun yang tidak terdaftar. Hasil analisis nilai tambah yang diperoleh eksportir yang membeli buah manggis dari petani sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor ditunjukkan pada Tabel 22, sedangkan hasil analisis nilai tambah yang diperoleh eksportir yang membeli buah manggis dari petani yang bukan sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor ditunjukkan pada Tabel 23. Tabel 22 Perhitungan nilai tambah pada eksportir yang membeli buah manggis dari petani sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor Super 1 Super 2 Super 3 Output (kg/tahun) 974,700 1.299,600 324,900 Input Bahan Baku (kg/tahun) 1.026 1.368 342 Input tenaga kerja langsung (hari/tahun) 9,600 12,800 3,200 Faktor konversi 0,950 0,950 0,950 Koefisien tenaga kerja langsung (hari/kg) 0,009 0,009 0,009 Harga produk (Rp/kg) 35.000 26.000 18.000 Harga bahan baku (Rp/kg) 12.000 6.000 4.000 Harga input lain (Rp/kg) 506,250 675,000 168,750 Nilai output (Rp/kg) 33.250 24.700 17.100 Nilai tambah (Rp/kg) 20.743,750 18.025 12.931,250 Rasio nilai tambah (%) 62,387 72,976 75,621 Pendapatan tenaga kerja langsung (Rp/kg) 233,918 233,918 233,918 Pangsa tenaga kerja langsung(%) 1,128 1,298 1,809 Keuntungan (Rp/kg) 20.509,832 17.791,082 12.697,332 Tingkat keuntungan (%) 61,684 72,029 74,253
Keterangan: Upah tenaga kerja langsung: Rp25.000/hari Nilai tambah yang diterima oleh eksportir yang membeli buah manggis hasil panen dari petani sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan lebih rendah dibandingkan dengan nilai tambah yang diperoleh eksportir yang membeli buah manggis hasil panen dari petani yang bukan sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan. Hal ini disebabkan alokasi harga input lain untuk buah manggis yang dibeli dari hasil panen kebun petani sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan lebih tinggi dibandingkan dengan alokasi harga input lain untuk
101
buah manggis yang dibeli dari petani yang bukan sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan. Tabel 23 Perhitungan nilai tambah pada eksportir yang membeli buah manggis dari petani yang bukan sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor Output (kg/tahun) Input Bahan Baku (kg/tahun) Input tenaga kerja langsung (hari/tahun) Faktor konversi Koefisien tenaga kerja langsung (hari/kg) Harga produk (Rp/kg) Harga bahan baku (Rp/kg) Harga input lain (Rp/kg) Nilai output (Rp/kg) Nilai tambah (Rp/kg) Rasio nilai tambah (%) Pendapatan tenaga kerja langsung (Rp/kg) Pangsa tenaga kerja langsung(%) Keuntungan (Rp/kg) Tingkat keuntungan (%)
Super 1 46,651 48,094 0,415 0,970 0,009 35.000 12.000 506,250 33.950 21.443,750 63,163 215,556 1,005 21.228,194 62,528
Super 2 62,201 64,125 0,553 0,970 0,009 26.000 6.000 675,000 25.220 18.545,000 73,533 215,556 1,162 18.329,444 72,678
Super 3 15,550 16,031 0,138 0,970 0,009 18.000 4.000 168,750 17.460 13.291,250 76,124 215,556 1,622 13.075,694 74,889
Keterangan: Upah tenaga kerja langsung: Rp25.000/hari Penyusutan pada buah manggis yang dibeli dari petani sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan lebih tinggi dibandingkan dengan penyusutan buah manggis yang dibeli dari petani yang bukan sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan. Hal ini disebabkan buah manggis dari petani yang bukan sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan telah mengalami proses sortasi dan grading sebanyak 2 kali, yaitu di tempat pengumpul dan di tempat pedagang besar. Penyusutan buah manggis yang lebih tinggi menyebabkan nilai tambah yang diterima eksportir dari buah manggis yang dibeli dari petani sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan lebih rendah dibandingkan dengan nilai tambah yang diterima eksportir dari buah manggis yang dibeli dari petani yang bukan sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan.
102
5.3.4
Distribusi Nilai Tambah Salah satu tujuan pembentukan rantai pasok buah manggis di Kabupaten
Bogor adalah meningkatkan nilai tambah buah manggis hasil panen petani. Perbandingan distribusi nilai tambah antar anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan ditunjukkan pada Tabel 24, sedangkan distribusi nilai tambah pada saluran pemasaran buah manggis di luar rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan ditunjukkan pada Tabel 25. Hasil analisis distribusi nilai tambah menunjukkan bahwa persentase nilai tambah yang diterima oleh petani dari seluruh nilai tambah yang diperoleh dari usaha buah manggis pada rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan mengalami peningkatan dibandingkan dengan nilai tambah yang diperoleh petani buah manggis yang bukan sebagai anggota rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan. Hal ini disebabkan harga jual buah manggis kualitas ekspor yang tinggi dan petani menerima pendapatannya sesuai dengan harga beli dari eksportir dengan dipotong 25 % oleh KBU Al-Ihsan untuk keperluan operasi di KBU Al-Ihsan. Pada rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan, persentase nilai tambah yang diterima oleh eksportir dari seluruh nilai tambah yang diperoleh dari usaha buah manggis mengalami penurunan dibandingkan dengan nilai tambah yang diperoleh eksportir jika eksportir membeli buah manggis dari saluran pemasaran buah manggis di luar rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan. Hal ini disebabkan eksportir mengeluarkan biaya lebih besar sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan. Eksportir memberikan dukungan berupa sarana budidaya manggis bagi petani agar para petani termotivasi untuk melakukan pemeliharaan kebunnya sesuai dengan persyaratan yang harus dipenuhi sebagai kebun terdaftar. Rata – rata penurunan nilai tambah yang diterima eksportir adalah sebesar 3,017%.. Eksportir harus mengalami sedikit kerugian sebagai anggota rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan, tetapi kualitas buah manggis yang diterima oleh eksportir lebih terjamin karena buah manggis yang dibeli dari KBU Al-Ihsan merupakan buah manggis yang berasal dari kebun terdaftar yang memenuhi syarat sebagai buah ekspor yang dipersyaratkan oleh importir. Ikatan
103
kontrak yang dibuat antara eksportir dan KBU Al-Ihsan juga lebih menjamin kuantitas pasokan buah manggis bagi eksportir. Dengan kualitas dan kuantitas buah manggis yang lebih terjamin, diharapkan kepercayaaan pasar luar negeri terhadap eksportir buah manggis dari rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan juga lebih tinggi sehingga pemasaran buah manggis ke luar negeri juga akan semakin meningkat. Dalam pengembangannya, eksportir dapat sedikit demi sedikit mengurangi dukungan dananya untuk budidaya manggis jika kekuatan finansial sudah terbangun dalam rantai pasok tersebut. Kekuatan finansial rantai pasok diharapkan dapat meningkat dengan adanya pengembangan usaha dari KBU Al-Ihsan dalam melakukan diversifikasi produk buah manggis kualitas lokal untuk diubah menjadi sari buah manggis. Dengan peningkatan nilai tambah ini, maka petani yang tergabung dalam rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan diharapkan tetap termotivasi untuk tetap bergabung dengan rantai pasok tersebut dan tetap memenuhi kewajibannya untuk memelihara kebunnya sehingga rantai pasok ini diharapkan akan terus berkelanjutan. Hasil analisis distribusi nilai tambah ini juga menunjukkan bahwa eksportir menerima persentase nilai tambah yang terbesar dari seluruh nilai tambah yang diperoleh dari usaha buah manggis pada rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan. Walaupun persentase nilai tambah yang diterima oleh petani lebih kecil daripada persentase nilai tambah yang diterima oleh eksportir, biaya yang dikeluarkan oleh petani juga lebih kecil dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan oleh eksportir. Hal ini ditunjukkan oleh rasio nilai tambah petani yang lebih besar daripada rasio nilai tambah eksportir. Pada saluran pemasaran buah manggis di luar rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan, eksportir juga menerima persentase nilai tambah yang terbesar dari seluruh nilai tambah yang diperoleh dari usaha buah manggis, sedangkan petani menerima persentase nilai tambah yang terkecil, padahal rasio nilai tambah menunjukkan bahwa biaya yang dikeluarkan oleh petani lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan oleh eksportir. Hal ini menunjukkan bahwa petani yang bukan sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan merupakan pihak yang dirugikan dalam bisnis manggis ini.
Tabel 24 Distribusi nilai tambah antara anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor Nilai Tambah (Rp/kg) Distribusi Nilai Tambah (%) Rasio Nilai Tambah (%) Anggota Super Super Super Super Super Super Super Super Super Rantai Pasok Lokal Lokal Lokal 1 2 3 1 2 3 1 2 3 Petani Koperasi Eksportir Total
5.867,063 1.425,000 20.743,750 27.059,313
2.062,938 375,000 18.025,000 18.365,313
1.291,563 325,813 20,927 10,081 8,787 43,108 475,000 430,000 5,083 1,833 3,232 56,892 12.931,250 73,990 88,086 87,981 14.372,313 755,813 100,000 100,000 100,000 100,000
2,907 0,042 0,560
0,952 0,013 0,580
0,751 0,017 0,445
0,174 0,016
Tabel 25 Distribusi nilai tambah pada saluran pemasaran buah manggis di luar rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor Anggota Rantai Pasok Petani Pengumpul Pedagang Besar Eksportir Total
Super 1 -237,374
Nilai Tambah (Rp/kg) Super Super 2 3 -237,374
-237,374
Lokal -237,374
Distribusi Nilai Tambah (%) Super Super Super Lokal 1 2 3 0 0 0 0 0
5.592,969
1.540,625
197,656
-1.236,250
19,016
7,249
1,384
2.374,688
1.166,250
791,563
-707,500
8,074
5,488
5,543
21.443,750
18.545,000
13.291,250
72,910
87,263
93,073
0
29.411,406
21.251,875
14.280,469
100,000
100,000
100,000
0
-2.181,124
0
Rasio Nilai Tambah (%) Super 1
Super 2
Super 3
Lokal
-0,092 2,066
-0,091 0,569
-0,092 0,073
-0,065 -0,404
0,257 1,686
0,246 2,691
0,246 3,032
-0,215