ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR
Oleh ANDIKA PAMBUDI A14304075
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN ANDIKA PAMBUDI. Analisis Nilai Ekonomi Lahan (Land Rent) pada Lahan Pertanian dan Permukiman di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. (Dibawah bimbingan NINDYANTORO) Dengan semakin berkembangnya pembangunan dan meningkatnya pertambahan penduduk di Kabupaten Bogor maka lahan yang dibutuhkan untuk kegiatan non pertanian seperti permukiman, perdagangan, dan industri semakin meningkat serta sering terjadi benturan kepentingan fungsi lahan. Perubahan struktur perekonomian akibat dari berkembangnya suatu wilayah berdampak kepada perubahan nilai ekonomi lahan. Pada umumnya apabila terjadi peningkatan pendapatan penduduk akan menyebabkan naiknya permintaan komoditas non pertanian dengan laju yang lebih tinggi dibandingkan permintaan komoditas pertanian, dan juga naiknya permintaan lahan untuk kegiatan diluar pertanian dengan laju yang lebih cepat dibandingkan kenaikan permintaan lahan untuk kegiatan lahan pertanian, sehingga nilai ekonomi lahan pertanian menjadi jauh lebih rendah dibandingkan dengan lahan non pertanian. Nilai ekonomi lahan yang lebih tinggi pada kegiatan non pertanian seperti permukiman, perdagangan, dan industri dibandingkan pada kegiatan pertanian mengakibatkan meningkatnya perubahan fungsi lahan dari pertanian ke non pertanian. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, bertujuan untuk (1) mengidentifikasi perubahan fungsi lahan dari kegiatan pertanian ke kegiatan non pertanian, (2) Mengidentifikasi dan menghitung perbedaan antara nilai ekonomi lahan antara lahan pertanian dan lahan non pertanian atau permukiman, dan (3) Menganalisis dan menentukan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi nilai ekonomi lahan pada sektor pertanian dan permukiman. Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan, yaitu pada Maret hingga April 2008. Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan sengaja (purposive) berdasarkan kondisi penggunaan lahan di lokasi tersebut. Pada penelitian ini diambil 60 responden yang terdiri dari 30 petani dan 30 orang pemilik lahan permukiman, pengambilan contoh/sampel dilakukan secara purposive sampling. Penelitian dilakukan dengan wawancara menggunakan kuisioner kepada petani dan pemilik lahan permukiman. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan informasi dalam memperkirakan nilai ekonomi lahan. Pengolahan data dilakukan secara bertahap terdiri dari analisis pertumbuhan, analisis nilai ekonomi lahan (land rent), dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi land rent secara statistik menggunakan analisis regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan berdasarkan analisis pertumbuhan perubahan penggunaan lahan pertanian dalam kurun waktu tujuh tahun mengalami penurunan dengan laju pertumbuhan sebesar -2,70 persen tiap tahunnya. Sedangkan pada lahan permukiman mengalami penambahan dengan laju pertumbuhan sebesar 3,96 persen tiap tahunnya. Pada hasil perhitungan land rent, land rent lahan permukiman lebih besar 79 kali dibandingkan land rent lahan pertanian. Sedangkan, keuntungan yang tidak diperoleh oleh pihak petani atas hilangnya kesempatan akibat konsekuensi mereka dalam mempertahankan lahan
pertanian (opportunity cost) sebesar Rp 100.911,00/m2/tahun apabila berdasarkan nilai riil Berdasarkan hasil analisis regresi, faktor-faktor yang mempengaruhi land rent pada lahan pertanian yaitu status lahan, total penerimaan, dan total biaya operasional pada taraf nyata lima persen, sedangkan variabel luas lahan, pajak, dan jarak ke pasar tidak berpengaruh nyata. Faktor-faktor yang mempengaruhi land rent pada lahan permukiman adalah luas lahan, kondisi rumah, total penerimaan, jarak ke jalan utama pada taraf lima persen, sedangkan variabel biaya operasional, pajak, dan jarak ke fasilitas-fasilitas publik lainnya tidak berpengaruh nyata.
ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR
Oleh ANDIKA PAMBUDI A14304075
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor 2008
Judul
: Analisis Nilai Ekonomi Lahan (Land Rent) Pada Lahan Pertanian dan Permukiman di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor
Nama
: Andika Pambudi
NRP
: A14304075
Program Studi
: Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Nindyantoro, MSP NIP. 131 879 829
Mengetahui Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENARBENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI TULISAN ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI
ATAU
LEMBAGA
MANAPUN.
SKRIPSI
INI
TIDAK
MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI
BAHAN
RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Agustus 2008
Andika Pambudi A14304075
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Bogor, Jawa Barat, pada tanggal 24 Juni 1986 sebagai anak ke-empat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Utomo Kartosuwondo dan Ibu Sinar Dyah Sukiswati. Pada tahun 1992 penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Hosana Bogor, penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Polisi 1 Bogor pada tahun 1998, pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri 1 Bogor pada tahun 2001, dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Bogor tahun 2004. Penulis diterima di Program Studi Ekonomi Pertanian Sumberdaya (EPS), Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2004 Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif di beberapa kegiatan kemahasiswaan seperti Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian (MISETA) dan UKM Koperasi Mahasiswa (KOPMA). Selain itu, penulis menjadi asisten dosen Mata Kuliah Ekonomi Umum selama lima semester pada tahun 2006-2008. Penulis berkesempatan mendapatkan beasiswa Supersemar pada tahun 2006-2007.
KATA PENGANTAR Puji dan Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas tuntunannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi penelitian dengan judul “Analisis Nilai Ekonomi Lahan (Land Rent) Pada Lahan Pertanian dan Permukiman di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor”. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi persyaratan penyelesaian Program Sarjana pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengidentifikasi perubahan fungsi lahan pertanian dan permukiman, menghitung perbedaan nilai ekonomi lahan antara pertanian dan permukiman, serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai ekonomi lahan pada sektor pertanian dan permukiman. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tentu belum sempurna dan masih mempunyai banyak kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari para pembaca sangat diharapkan demi perbaikan di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini berguna bagi para pembaca.
Bogor, Agustus 2008
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu dalam persiapan, pelaksanaan, dan penyusunan skripsi ini, terutama kepada : 1. Bapaku, Ibuku, dan Kakak-kakakku yang selalu memberikan dukungan baik materil, moril, dan doa. 2. Bapak Ir. Nindyantoro, MSP sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, serta saran dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Bapak Dr. Ir. Yusman Syaukat, MEc dan Ibu Eva Anggraini, SPi, Msi sebagai dosen penguji utama dan dosen penguji wakil departemen yang memberi koreksi dan masukan bagi penulisan skripsi ini. 4. Aparat-aparat Kecamatan dan Desa, serta masyarakat di Kecamatan Ciampea yang telah bersedia menjadi responden dalam pengambilan data primer pada penelitian ini. 5. Bapak-bapak dan Ibu-ibu Dosen serta seluruh Staf Program Studi Ekonomi Pertanian Sumberdaya yang telah sangat membantu selama penulis menempuh kuliah. 6. Seluruh rekan-rekan EPS 41 atas dukungan, bantuan, dan persahabatannya 7. Keluarga dan teman-teman KKP Desa Kamurang, Kecamatan Cikalong Kulon, Kabupaten Cianjur. 8. Pihak-pihak yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung atas bantuannya dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian skripsi.
i
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI.................................................................................................... i DAFTAR TABEL............................................................................................ iii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... v DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... vi I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1.2 Perumusan Masalah.............................................................................. 1.3 Tujuan................................................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian................................................................................
1 1 5 6 7
II. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................. 8 2.1 Sumberdaya Lahan ............................................................................... 8 2.2 Penggunaan Lahan ............................................................................... 9 2.3 Nilai Ekonomi Lahan (Land Rent) ....................................................... 12 2.4 Penelitian Terdahulu............................................................................. 15 III. KERANGKA PEMIKIRAN ...................................................................... 18 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis................................................................ 18 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional......................................................... 24 3.3 Hipotesis............................................................................................... 26 IV. METODE PENELITIAN........................................................................... 28 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................. 28 4.2 Jenis dan Sumber Data ......................................................................... 28 4.3 Teknik Pengambilan Sampel................................................................ 29 4.4 Tahap Wawancara ................................................................................ 29 4.5 Metode Analisis Data ........................................................................... 30 4.5.1 Analisis Pertumbuhan.................................................................. 31 4.5.2 Analisis Nilai Ekonomi Lahan (Land Rent) ................................ 31 4.5.3 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Ekonomi Lahan (Land Rent) ...................................................................... 33 4.6 Pengujian Model dan Hipotesis............................................................ 37 V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN...................................... 40 5.1 Kondisi Fisik Wilayah.......................................................................... 40 5.2 Kondisi Kependudukan ........................................................................ 41 5.3 Kondisi Pendidikan .............................................................................. 43 5.4 Kondisi Pertanian ................................................................................. 43 5.5 Kondisi Perekonomian ......................................................................... 44 5.6 Rencana Tata Ruang Wilayah Kecamatan Ciampea............................ 46 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 50 6.1 Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian dan Lahan Permukiman ...... 50 6.1.1 Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian .................................... 50
ii
6.1.2 Perubahan Penggunaan Lahan Permukiman ............................... 53 6.2 Perbandingan Nilai Ekonomi Lahan (Land Rent) Antara Lahan Pertanian dan Lahan Permukiman ............................................ 56 6.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Ekonomi Lahan (Land Rent) pada Lahan Pertanian ...................................................... 60 6.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Ekonomi Lahan (Land Rent) pada Lahan Permukiman ................................................. 66 VII. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 73 7.1 Kesimpulan........................................................................................... 73 7.2 Saran..................................................................................................... 74 VIII. DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 76 LAMPIRAN..................................................................................................... 78
iii
DAFTAR TABEL Nomor
Teks
Halaman
1.
Jumlah Penduduk di Kecamatan Ciampea Tahun 2003 – 2006 ....... 4
2.
Luas Lahan Panen (Ha) Di Kecamatan Ciampea Tahun 2004 – 2006 ...................................................................................... 4
3.
Variabel tidak bebas / Variabel Respon (Y) dan Variabel Bebas / Variabel Penjelas (X) untuk Menentukan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Land Rent Lahan Pertanian. .... 36
4.
Variabel tidak bebas / Variabel Respon (Y) dan Variabel Bebas / Variabel Penjelas (X) untuk Menentukan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Land Rent Lahan Permukiman 36
5.
Jarak Antar Desa (Km) di Kecamatan Ciampea Tahun 2003 ........... 40
6.
Luas Lahan (Ha) Berdasarkan Pemanfaatan Lahan di Kecamatan Ciampea ......................................................................... 42
7.
Jumlah Penduduk (Jiwa) Kecamatan Ciampea Berdasarkan Mata Pencaharian.............................................................................. 42
8.
Perubahan Luas Lahan Pertanian di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor .............................................................................. 51
9.
Perubahan Luas Lahan Permukiman di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor .............................................................................. 54
10.
Perbandingan Rata-Rata Nilai Ekonomi Lahan (Land Rent) Berdasarkan Nilai Riil Antara Lahan Pertanian dan Lahan Permukiman (Rp/m2/Tahun) ........................................... 57
11.
Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Land Rent Lahan Pertanian di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor............ 60
12.
Analisis Ragam Model Land Rent Lahan Pertanian di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor........................................... 66
13.
Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Land Rent Lahan Permukiman di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor ...... 67
14.
Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Land Rent Lahan Permukiman di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor (tanpa variabel pajak)........................................................................ 68
iv
15.
Analisis Ragam Model Land Rent Lahan Permukiman di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor........................................... 72
v
DAFTAR GAMBAR Nomor
Teks
Halaman
1.
Perbedaan Land Rent Karena Perbedaan Tingkat Kesuburan Lahan. 19
2.
Pengaruh Jarak Terhadap Biaya Transportasi dan Land Rent ........... 20
3.
Hubungan Antara Land Rent dan Alokasi Sumberdaya Lahan ......... 22
4.
Konversi Lahan Pertanian-Permukiman Berdasarkan Land Rent...... 23
5.
Skema Kerangka Pemikiran Penelitian.............................................. 27
vi
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Teks
Halaman
1.
Peta Landuse Kabupaten Bogor Tahun 2005...................................... 79
2.
Peta Kesesuian Lahan Kabupaten Bogor ............................................ 80
3.
Peta RTRW Kabupaten Bogor ............................................................ 81
4.
Kuisioner untuk Lahan Pertanian........................................................ 82
5.
Kuisioner untuk Pemilik Lahan Permukiman ..................................... 85
6.
Perbandingan Nilai Ekonomi Lahan (Land Rent) Antara Lahan Pertanian Dan Lahan Permukiman .......................................... 86
7.
Data Land Rent Lahan Pertanian di Kecamatan Ciampea .................. 87
8.
Data Land Rent Lahan Permukiman di Kecamatan Ciampea............. 88
9.
Output Minitab untuk Model Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Land rent Lahan Pertanian.................................................................. 89
10.
Output Minitab untuk Model Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Land rent Lahan Permukiman ............................................................ 91
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Lahan merupakan sumberdaya alam sebagai wadah dan faktor produksi strategis bagi kegiatan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, seperti sektor pertanian, kehutanan, permukiman, industri, pertambangan, dan transportasi (Supamoko, 1989). Kabupaten Bogor merupakan kabupaten yang dalam pembangunannya mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal ini dapat disebabkan karena Kabupaten Bogor berbatasan langsung dengan DKI Jakarta yang merupakan Ibukota
negara
serta
sebagai
pusat
pemerintahan,
perekonomian,
dan
perdagangan. Kabupaten Bogor bersama dengan Kota dan Kabupaten lainnya yang mengelilingi DKI Jakarta, seperti Bekasi, Tangerang, dan Depok merupakan daerah pheripheri yang berfungsi sebagai kawasan tempat tinggal atau perumahan bagi yang bekerja di Jakarta. Secara Bio-fisik kawasan Bogor, Tangerang, Bekasi, dan Depok ditetapkan sebagai daerah resapan air untuk pasokan air tanah atau kawasan konservasi air dan tanah, sehingga kawasan tersebut dapat memberikan perlindungan bagi DKI Jakarta. Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor, ada tiga fungsi utama wilayah Kabupaten Bogor, yaitu 1) penyangga bagi DKI Jakarta, berupa pengembangan permukiman perkotaan sebagai dalam sistem Metropolitan Jabotabek; 2) konservasi, berkenaan dengan posisi geografisnya di bagian hulu dalam tata air untuk Metropolitan Jabotabek; 3) pengembangan pertanian, sehubungan dengan perkembangan dan keunggulan yang telah ada, yang
2
selanjutnya makin dipicu. Berdasarkan fungsi tersebut maka Kabupaten Bogor memiliki beberapa jenis kawasan seperti kawasan lindung, kawasan hutan produksi, kawasan pertanian, kawasan pertambangan, kawasan peruntukkan industri, kawasan pariwisata, dan kawasan permukiman. Dengan semakin berkembangnya pembangunan dan meningkatnya pertambahan penduduk di Kabupaten Bogor maka lahan yang dibutuhkan untuk kegiatan non pertanian seperti permukiman, perdagangan, dan industri semakin meningkat serta sering terjadi benturan kepentingan fungsi lahan. Alih fungsi lahan cenderung tidak dapat dihindari, hal ini disebabkan perkembangan nilai lahan yang lebih tinggi dibandingkan produktivitas pertanian, yang semakin memicu perubahan tataguna lahan pertanian. Jumlah penduduk yang terus meningkat juga mempengaruhi peningkatan kebutuhan tempat tinggal dan fasilitas penunjangnya seperti rumah sakit, jalur transportasi, areal industri, dan lain-lain yang pada akhirnya akan mempengaruhi pengurangan jumlah luas wilayah pertanian. Perubahan struktur perekonomian akibat dari berkembangnya suatu wilayah berdampak kepada perubahan nilai ekonomi lahan. Nilai ekonomi lahan yang lebih tinggi pada kegiatan non pertanian seperti permukiman, perdaganagn, dan industri dibandingkan pada kegiatan pertanian mengakibatkan meningkatnya perubahan fungsi lahan dari pertanian ke non pertanian. Hilangnya lahan pertanian akibat dikonversi ke penggunaan non pertanian dapat menimbulkan dampak negatif terhadap berbagai aspek pembangunan. Salah satu dampak negatifnya yaitu terganggunya ketahanan pangan suatu wilayah akibat berkurangnya kapasitas produksi pangan. Kesempatan kerja pertanian juga akan berkurang,
3
padahal sektor lain diluar pertanian secara umum belum mampu menyediakan kesempatan kerja secara memadai. Permasalahan lingkungan juga akan timbul akibat adanya konversi lahan pertanian, misalnya intensitas banjir yang cenderung meningkat akhir-akhir ini. Berdasarkan peta penggunaan lahan Kabupaten Bogor tahun 2005 (Lampiran 1) terlihat bahwa sebagian besar lahan digunakan untuk penggunaan permukiman atau perkampungan, sedangkan berdasarkan peta kesesuaian lahan (Lampiran 2) hampir seluruh lahan di Kabupaten Bogor sangat sesuai untuk digunakan sebagai lahan pertanian tanaman pangan, hortikultura, dan tanaman tahunan. Oleh karena itu dalam peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor (Lampiran 3) terdapat beberapa Kecamatan yang lebih difungsikan sebagai lahan pertanian lahan basah, salah satunya di Kecamatan Ciampea. Hal ini disebabkan karena keberadaan lahan pertanian memberikan manfaat yang sangat luas secara ekonomi, sosial, dan lingkungan. Kecamatan Ciampea merupakan salah satu kecamatan dari 40 kecamatan di Kabupaten Bogor yang pengembangan tata ruangnya menunjukkan pola pengembangan baru atau ekstensifikasi. Pola tersebut merubah bentuk pemanfaatan atau memperkenalkan bentuk pemanfaatan baru. Dengan pola ini diharapkan muncul simpul pelayanan baru yang akan mengarah menjadi kota. Pemanfaatan ruang di Kecamatan Ciampea terbagi menjadi beberapa kawasan yaitu kawasan pertanian lahan basah, kawasan pertanian lahan kering, kawasan tanaman tahunan, kawasan hutan produksi, kawasan permukiman perdesaan, dan kawasan pengembangan perkotaan.
4
Peningkatan penduduk yang cukup signifikan tiap tahunnya yang dapat dilihat pada Tabel 1 merupakan faktor utama yang menyebabkan Kecamatan Ciampea telah banyak mengalami perubahan peruntukan lahan pertanian menjadi non pertanian. Hal ini dilihat dari menurunnya luas lahan panen tanaman pangan yang cukup signifikan dalam kurun waktu empat tahun terakhir ini (Tabel 2) Tabel 1. Jumlah Penduduk di Kecamatan Ciampea Tahun 2003 – 2006 No. Tahun Jumlah Penduduk 1 2003 108.817 2 2004 109.516 3 2005 120.658 4 2006 139.980 Sumber : BPS, Kabupaten Bogor dalam Angka
Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2) 2.131 2.144 2.363 2.741
Tabel 2. Luas Lahan Panen (Ha) di Kecamatan Ciampea Tahun 2004 – 2006 Tahun Jenis Tanaman
2004
2005
2006
Padi Sawah 5.476 3.144 Ubi Kayu 1.532 693 Ubi Jalar 505 353 Kacang Tanah 48 32 Jagung 24 0 Sumber : BPS, Kabupaten Bogor dalam Angka
3.079 409 122 45 0
Dari tabel di atas terlihat bahwa dalam kurun waktu 2004 – 2006 luas lahan panen untuk semua jenis tanaman yang dibudidayakan di Kecamatan Ciampea mengalami penurunan. Untuk padi sawah menurun sebesar 2.397 hektar, ubi kayu menurun sebesar 1.123 hektar, ubi jalar menurun sebesar 383 hektar, kacang tanah menurun sebesar 3 hektar, dan jagung menurun sebesar 24 hektar. Pemanfaaatan ruang untuk kawasan permukiman, dalam RTRW Kabupaten Bogor rencana penambahan kebutuhan rumah di Kecamatan Ciampea untuk tahun 2009 sebesar 4.682 unit. Semakin meningkatnya kebutuhan dan persaingan lahan baik itu untuk pertanian maupun untuk kegiatan lainnya, sehingga memerlukan pemikiran dan
5
pertimbangan
dalam
pengambilan
keputusan
pemanfaatan
yang
paling
menguntungkan dari sumberdaya lahan yang terbatas untuk masyarakat dan lingkungan setempat di masa sekarang dan akan datang.
1.2 Perumusan Masalah Dari sisi ekonomi lahan merupakan input tetap utama bagi berbagai kegiatan produksi komoditas pertanian dan non pertanian. Pada umumnya permintaan komoditas pertanian terutama komoditas pangan kurang elastis terhadap pendapatan dibandingkan permintaan komoditas non pertanian. Oleh karena itu pembangunan ekonomi yang berdampak pada peningkatan pendapatan penduduk cenderung menyebabkan naiknya permintaan komoditas non pertanian dengan laju yang lebih tinggi dibandingkan permintaan komoditas pertanian. Peningkatan pendapatan penduduk juga akan menyebabkan naiknya permintaan lahan untuk kegiatan non-pertanian dengan laju yang lebih cepat dibandingkan kenaikan permintaan lahan untuk kegiatan lahan pertanian, sehingga nilai ekonomi lahan pertanian menjadi jauh lebih rendah dibandingkan dengan lahan non pertanian. Hal ini merupakan salah satu faktor yang mendorong terjadinya alih fungsi lahan. Untuk mendapatkan manfaat atau keuntungan yang tinggi dan cepat, banyak petani pemilik lahan menjual atau mengkonversi lahannya menjadi lahan non pertanian. Alih fungsi lahan pada kawasan pertanian beririgasi teknik maupun kawasan yang potensial unruk irigasi teknik mengakibatkan investasi yang sudah dikeluarkan cukup besar hilang dan dapat menurunkan produksi dan produktivitas pertanian. Apabila dilihat dari potensi sumberdaya lahan pertanian yang sangat
6
luas dengan kesesuaian lahan yang sesuai untuk lahan pertanian serta sumberdaya manusia pada sektor pertanian dengan jumlah yang cukup besar, maka mempertahankan lahan pertanian yang ada penting untuk dilakukan. Berdasarkan latar belakang dan kondisi yang terjadi berhubungan dengan alih fungsi lahan akibat perbedaan nilai ekonomi lahan pertanian dan non pertanian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Seberapa besar perubahan fungsi lahan dari kegiatan pertanian ke kegiatan non pertanian antara tahun 2000 – 2007 ? 2. Seberapa besar perbedaan nilai ekonomi lahan antara lahan pertanian dan lahan non pertanian atau permukiman ? 3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi nilai ekonomi lahan pada sektor pertanian dan permukiman ?
1.3 Tujuan Berdasarkan perumusan masalah yang telah disampaikan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi perubahan fungsi lahan dari kegiatan pertanian ke kegiatan non pertanian. 2. Mengidentifikasi dan menghitung perbedaan nilai ekonomi lahan antara lahan pertanian dan lahan non pertanian atau permukiman 3. Menganalisis dan menentukan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi nilai ekonomi lahan pada sektor pertanian dan permukiman.
7
1.4 Manfaat Penelitian Dengan mengetahui nilai ekonomi lahan (land rent) antara lahan pertanian dan non pertanian serta faktor-faktor yang mempengaruhinya, diharapkan memberikan manfaat sebagai : 1. Masukkan dan pertimbangan bagi perencanaan dan pembangunan wilayah di Kecamatan Ciampea khususnya dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan-kebijakan sistem insentif dan disinsentif yang terkait dengan penggunaan sumberdaya lahan 2. Masukkan bagi pemilik atau pemegang hak lahan dalam memperkirakan nilai ekonomi lahannya. 3. Bahan pertimbangan, referensi, dan literatur bagi penelitian-peneltian selanjutnya.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sumberdaya Lahan Lahan merupakan sumberdaya, wadah, dan faktor produksi strategis bagi pembangunan untuk meningkatkan kesejateraan manusia. Menurut Sitorus dalam Kurniawati (2005), sumberdaya lahan adalah bagian dari bentang lahan (land scape)
yang
mencakup
pengertian
lingkungan
fisik
termasuk
iklim,
topografi/relief, hidrologi, termasuk keadaan vegetasi alami yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan. Menurut Arsyad dalam Kurniawati (2005), lahan dapat diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, dan vegetasi, serta benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan termasuk di dalamnya hasil kegiatan manusia di masa lampau dan sekarang, seperti reklamasi laut, pembersihan vegetasi, dalam hal ini juga mengandung pengertian ruang dan tempat. Sumberdaya lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia, hal ini karena sumberdaya lahan merupakan masukan/input yang diperlukan untuk setiap bentuk aktivitas manusia seperti untuk pertanian, industri, permukiman, transportasi, rekreasi, dal lain-lain. Lahan juga merupakan faktor produksi yang sangat menentukan bagi proses pembangunan ekonomi suatu negara. Negara yang memiliki lahan yang subur sangatlah mungkin memiliki tingkat produktivitas pertanian yang tinggi pada tahap awal dari pertumbuhan ekonomi. Peningkatan produktivitas pertanian akan
9
sangat mempengaruhi perkembangan sektor-sektor lain seperti sektor industri dan jasa pada tahap perkembangan ekonomi lebih lanjut (Suparmoko, 1989).
2.2 Penggunaan Lahan Penggunaan lahan merupakan setiap bentuk campur tangan manusia terhadap sumberdaya lahan baik yang bersifat menetap (permanen) maupun daur (siklus) yang bertujuan memenuhi kebutuhan hidupnya baik materil maupun spriritual (Priatmono dalam Sari, 2004). Penggunaan lahan pada umumnya tergantung pada kemampuan lahan dan pada lokasi lahan. Untuk aktivitas pertanian, penggunaan lahan tergantung pada kelas kemampuan lahan yang dicirikan oleh adanya perbedaan atas sifat-sifat yang merupakan penghambat bagi penggunaannya seperti tekstur tanah, lereng permukaan tanah, kemampuan menahan air, dan tingkat erosi yang telah terjadi. Penggunaan-penggunaan lahan juga tergantung pada lokasi khususnya untuk daerah-daerah permukiman, untuk lokasi-lokasi industri, maupun untuk daerah-daerah rekreasi (Suparmoko, 1989) Penggunaan lahan yang paling luas adalah untuk sektor pertanian yang meliputi penggunaan untuk pertanian tanaman pangan, pertanian tanaman keras, untuk kehutanan, maupun untuk ladang pengembalaan dan perikanan. Tetapi untuk daerah kota, penggunaan lahan yang utama adalah untuk permukiman, industri, serta perdagangan. Penggunan lahan untuk rekreasi juga menempati urutan yang tinggi karena meliputi pantai, pegunungan, dan danau (Suparmoko, 1989).
10
Menurut Harsono dalam Akib (2002), Penggunaan lahan secara garis besar dibedakan menjadi dua golongan : 1. Dalam kaitannya dengan pemanfaatan potensi alaminya, seperti kesuburan tanah, kandungan mineral, atau terdapatnya endapan bahan galian pertambangan di bawah permukaannya. 2. Penggunaan tanah dalam kaitannya dengan pemanfaatannya sebagai ruang pembangunan yang secara tidak langsung tidak memanfaatkan potensi alami dari tanah, tetapi lebih ditentukan oleh adanya hubungan-hubungan antara tata ruang dengan penggunaan-penggunaan lain yang telah ada, diantaranya ketersediaan prasarana dan fasilitas umum lainnya. Menurut Arsyad dalam Sari (2004), penggunaan lahan dibagi ke dalam dua kelompok utama yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan non pertanian. Penggunaan lahan pertanian dibedakan secara garis besar ke dalam peggunaan lahan pertanian seperti tegalan, sawah, kebun karet, hutan produksi, dan sebagainya. Sedangkan penggunaan lahan bukan pertanian dapat dibedakan atas penggunaan kota dan desa (permukiman), industri, rekreasi, dan sebagainya. Barlowe (1978) membagi penggunaan lahan untuk (1) lahan permukiman, (2) lahan industri dan perdagangan, (3) lahan bercocok tanam, (4) lahan peternakan dan penggembalaan, (5) lahan hutan, (6) lahan mineral/pertambangan, (7) lahan rekreasi, (8) lahan pelayanan jasa, (9) lahan transportasi, dan (10) lahan tempat pembuangan. Menurut Barlowe (1978), faktor-faktor yang mempengaruhi pola penggunaan lahan adalah faktor fisik-biologis, faktor pertimbangan ekonomi, dan faktor institusi (kelembagaan). Faktor fisik-biologis berkaitan dengan lingkungan
11
fisik dimana manusia berada. Faktor ini memberikan dukungan sifat-sifat alamyang sesuai dengan letaknya, keadaan bahan penunjang untuk kegiatan manusia, dan komunitas manusia, diantaranya mencakup keadaan geologi, tanah, air, iklim, tumbuh-tumbuhan, hewan, dan kependudukan. Faktor pertimbangan ekonomi meliputi produktivitas, pemasaran, transportasi, dan kebutuhan yang dicirikan oleh keuntungan, keadaan pasar, dan transportasi. Untuk faktor kelembagaan dicirikan oleh ada tidaknya hukum pertanahan yang berlaku di masyarakat, dan tidak bertentangan dengan keadaan sosial budaya serta kepercayaan yang secara empirik dapat diterima dan dilaksanakan oleh masyarakat. Menurut Rahim (2007), secara teoritis alokasi pemanfaatan lahan dapat dilaksanakan melalui beberapa mekanisme, yaitu : 1. penataan ruang oleh pemerintah melalui undang-undang 2. melalui mekanisme pasar 3. kombinasi antara pengaturan pemerintah dan mekanisme pasar Penggunaan lahan oleh masyarakat pada suatu wilayah merupakan pencerminan dari kegiatan manusia pada wilayah yang mendukungnya. Pemanfaatan sumberdaya lahan untuk berbagai penggunaan bertujuan untuk menghasilkan barang-barang pemuas kebutuhan manusia yang terus meningkat sebagai akibat pertambahan penduduk dan perkembangan ekonomi (Suparmoko, 1989). Saefulhakim dan Nasoetion dalam Kurniawati (2005), menyatakan bahwa penggunaan lahan merupakan suatu proses yang dinamis, perubahan yang terus menerus, sebagai hasil dari perubahan pada pola dan besarnya aktivitas manusia sepanjang waktu. Hal ini mengakibatkan masalah yang berkaitan dengan lahan
12
merupakan masalah yang kompleks. Penggunaan lahan merupakan refleksi perekonomian dan preferensi masyarakat. Berhubung perekonomian dan preferensi masyarakat ini bersifat dinamis sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan dinamika pembangunan, maka penggunaan lahanpun bersifat dinamis bisa berkembang ke arah peningkatan kesejahteraan masyarakat dan juga sebaliknya.
2.3 Nilai Ekonomi Lahan (Land Rent) Lahan memiliki nilai ekonomi dan nilai pasar yang berbeda-beda. Lahan di perkotaan yang digunakan untuk kegiatan industri dan perdagangan memiliki nilai pasar yang tertinggi karena di tempat tersebut terletak tempat tinggal dan sumber penghidupan manusia yang paling efisien dan memberikan nilai produksi yang tertinggi. Para pemilik sumberdaya lahan cenderung menggunakan lahan untuk tujuan-tujuan yang memberikan harapan untuk diperolehnya penghasilan yang tertinggi. Mereka akan menggunakan lahannya sesuai dengan konsep penggunaan yang tertinggi dan terbaik. Konsep ini memperhitungkan semua faktor yang mempengaruhi kemampuan lahan, seperti aksebilitas serta kualitas sumberdaya lahan dan lingkungan. Penggunaan yang terbaik dan tertinggi biasanya untuk daerah industri dan perdagangan, menyusul untuk daerah permukiman, kemudian untuk daerah pertanian, dan yang terakhir untuk ladang penggembalaan dan daerah liar yang tidak ditanami (Suparmoko, 1989). Menurut Hardjowigeno dalam Akib (2002), lahan paling sedikit mempunyai tiga jenis nilai dalam ekonomi lahan, yaitu : 1. Ricardian Rent, nilai lahan yang berkaitan dengan sifat dan kualitas tanah 2. Locational Rent, nilai lahansehubungan dengan sifat lokasi relatif dari lahan
13
3. Enviromental Rent, sifat tanah sebagai komponen utama ekosistem Menurut Barlowe (1978) nilai ekonomi lahan dapat dibedakan menjadi dua yaitu : 1. Sewa Lahan (contract rent) sebagai pembayaran dari penyewa kepada pemilik dimana pemilik melakukan kontrak sewa dalam jangka waktu tertentu. 2. Keuntungan usaha (economic rent atau land rent) yang merupakan surplus pendapatan di atas biaya produksi atau harga input lahan yang memungkinkan faktor produksi lahan dapat dimanfaatkan dalam proses produksi. Pada penelitian ini istilah nilai ekonomi lahan (land rent) yang digunakan adalah konsep yang kedua dari penjelasan Barlowe tersebut yaitu keuntungan usaha atau economic rent dari suatu usaha yang dilakukan pada suatu lahan tertentu. Salah satu cara untuk menentukan nilai faktor produksi yang berasal dari alam seperti lahan adalah dengan menggunakan konsep land rent. Land rent merupakan konsep yang penting dalam mempelajari penerimaan ekonomi dari penggunaan sumberdaya lahan untuk produksi. Land rent dapat didefinisikan sebagai surplus ekonomi yaitu merupakan kelebihan nilai produksi total di atas biaya total (Suparmoko, 1989). Sementara menurut Nasution dalam Rahim (2007), land rent merupakan pendapatan bersih yang diperoleh suatu pelaku ekonomi melalui kegiatan yang dilakukan pada suatu unit ruang dengan teknologi dan efisiensi manajemen tertentu dan dalam suatu kurun waktu tertentu secara formal (biasanya satu tahun). Oleh karena itu, suatu bidang lahan tidak mempunyai nilai ekonomi lahan selama tidak melakukan usaha atau kegiatan pada lahan tersebut. Mubyarto (1985) menjelaskan pula bahwa sewa ekonomi lahan merupakan bagian dari nilai produksi lahan yang merupakan bagian dari nilai
14
produksi secara keseluruhan sebagai hasil usaha yang dilakukan pada lahan tersebut. Jasa produksi lahan tersebut merupakan jasa yang diperoleh dari pengelolaan lahan bukan jasa karena pemilikan lahan tersebut. Surplus ekonomi dari sumberdaya lahan dapat dilihat dari surplus ekonomi karena kesuburan tanahnya dan surpuls ekonomi karena lokasi ekonomi. David Ricardo memberikan konsep sewa atas dasar perbedaan dalam kesuburan lahan terutama pada masalah sewa di sektor pertanian. Teori sewa model Ricardo ditentukan berdasarkan perbedaan dalam kualitas lahan yang hanya melihat faktor-faktor kemampuan lahan untuk membayar sewa tanpa memperhatikan faktor lokasi lahan. Faktor lokasi dalam menetukan nilai sewa lahan diamati oleh Von Thunen yang menemukan bahwa sewa lahan di daerah yang dekat dengan pusat pasar lebih tinggi daripada daerah yang lebih jauh dari pusat pasar. Menurut Von Thunen sewa lahan berkaitan dengan perlunya biaya transport dari daerah yang jauh ke pusat pasar (Suparmoko, 1989) Lahan yang lokasinya dekat pasar oleh masyarakat digunakan untuk daerah pusat kegiatan ekonomi yang akan memberikan pendapatan dan kapasitas sewa yang tinggi untuk berbagai alternatif penggunaan, seperti untuk industriindustri atau kegiatan lain yang lebih menguntungkan. Bila mekanisme pasar terus berlangsung, maka penggunaan lahan yang mempunyai land rent yang lebih besar relatif mudah menduduki lokasi utama dan menekan serta menggantikan posisi penggunaan lahan yang mempunyai land rent yang lebih kecil. Secara umum besaran land rent dari berbagai kegiatan dapat diurutkan sebagai berikut : Industri > Perdagangan >
Permukiman > Pertanian Intensif > Pertanian Ekstensif
(Barlowe, 1978). Hal ini dapat disimpulkan bahwa sektor-sektor yang komersial
15
dan strategis mempunyai land rent yang tinggi. Sehingga sektor-sektor tersebut berada di kawasan strategis. Menurut Mubyarto (1985), faktor-faktor yang mempengaruhi land rent adalah : 1. perbedaan kesuburan tanah 2. perbedaan jarak dari pasar 3. perbedaan biaya produksi 4. perbedaan lahan yang terbatas (scarsity of land) sehubungan dengan kondisi lingkungan lahan tersebut
2.4 Penelitian Terdahulu Mulyani (1994) dalam penelitiannya mengenai analisis konversi lahan dari penggunaan pertanian ke penggunaan non pertanian dengan pendekatan nilai ekonomi lahan (land rent) dan daya dukung lahan di Kabupaten Garut, memperoleh nilai ekonomi lahan pertanian sebesar Rp 38,00/m2/bulan dan nilai ekonomi lahan perumahan sebesar Rp 3.532,00/m2/bulan. Hal ini menunjukkan bahwa
secara
finansial
usaha
permukiman
lebih
menguntungkan
bila
dibandingkan dengan usahatani padi sawah. Dengan kata lain usaha permukiman yang memiliki land rent lebih tinggi akan mendesak usahatani padi sawah yang memiliki land rent yang relatif lebih rendah. Penelitian mengenai penilaian ekonomi berbagai pola penggunaan lahan di Sub DAS Ciesek dan DAS Ciliwung, Kabupaten Bogor, yang dilakukan oleh Sulistiyono (2006) menunjukkan besarnya nilai ekonomi penggunaan lahan pada kawasan lindung memberikan kontribusi sebesar Rp 9.550.570.083,00/tahun atau
16
Rp 1.470.531.390,00 lebih besar jika dibandingkan dengan penggunaan lahan berdasarkan
RTRW
tahun
2000
yang
memberikan
kontribusi
sebesar
Rp 8.080.038.693,00/tahun. Dalam jangka pendek secara ekonomi pola penggunaan lahan yang ada di Sub DAS Ciesek lebih menguntungkan tetapi dari segi lingkungan dalam jangka panjang akan membahayakan terutama bagi daerah hilir. Menurut Akib (2002), dalam penelitiannya mengenai keterkaitan antara nilai manfaat lahan (land rent) dan konversi lahan pertanian di Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok, dengan menggunakan alat analisis komponen utama dan regresi berganda menunjukkan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi nilai suatu land rent, antara lain biaya pengeluaran untuk benih, biaya pengeluaran untuk insektisida dan herbisida, biaya pengeluaran untuk tenaga kerja non keluarga, biaya sewa lahan, kesesuaian lahan tanaman tahunan, luas lahan pertanian unit, serta jarak antara lahan usaha dengan letak pasar terdekat. Berdasarkan analisis finansial Net Present Value (NPV), antara lahan pertanian dan non pertanian terdapat ratio land rent yang sangat besar yaitu 1 : 1.261.99. Nilai opportunity cost yang diperoleh dari selisish antara land rent pertanian dengan non pertanian yaitu sebesar Rp 21.840.867,00/m2/tahun. Perbandingan land rent berdasarkan suku bunga yang berlaku juga menunjukkan nilai perbandingan yang sangat besar yaitu 1 : 860,49 dengan nilai opportunity cost sebesar Rp 5.937.392,00/m2/tahun. Sementara itu dalam penelitiannya Sari (2002) mengenai analisis konversi lahan dan sewa ekonomi lahan pada lahan sawah dan lahan permukiman di Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, perubahan penggunaan lahan sawah
17
mengalami pengurangan dan penambahan, sedangkan pada lahan permukiman cenderung mengalami penambahan. Hasil analisis finansial menunjukkan bahwa land rent lahan permukiman lebih menguntungkan dibandingkan dengan land rent lahan sawah pada suku bunga 8,50 persen. Hal ini menyebabkan kecenderungan untuk terjadinya alih fungsi lahan sawah menjadi lahan permukiman / non sawah. Berdasarkan hasil analisis korelasi berganda dan regresi berganda, faktor-faktor yang mempengaruhi land rent lahan sawah adalah luas lahan milik sendiri, luas lahan sewa, biaya pembelian pestisida, upah tenaga kerja wanita, biaya pembelian alat pertanian, dan total penerimaan. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi land rent pada lahan permukiman adalah biaya untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), kondisi rumah, pengeluaran untuk kebutuhan primer, dan total pengeluaran. Faktor yang berpengaruh meningkatkan land rent antara lain pengeluaran untuk kebutuhan primer, total pengeluaran, dan biaya pajak (PBB). Ongkowijono (2006) dalam penelitiannya mengenai perbandingan land rent antara lahan komoditas hortikultura dengan padi serta faktor-faktor yang mempengaruhinya di Kecamatan Pacet dan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, berdasarkan hasil analisis land rent, untuk komoditi hortikultura diperoleh nilai dari kisaran Rp – 2.993,00 – Rp 17.304,00 sedangkan untuk land rent komoditas padi sebesar Rp 517,00. Dengan menggunakan analisis regresi berganda dapat diketahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap land rent yaitu luas tanam, benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja, pajak, alat produksi, dan nilai sisa alat.
III.
KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Adanya kelangkaan sumberdaya lahan menyebabkan lahan memiliki nilai yang semakin tinggi. Hal tersebut dapat dijelaskan dengan konsep sewa ekonomi lahan (land rent) yang merupakan konsep penting dalam teori ekonomi sumberdaya lahan. Ada dua aspek penting yang menentukan nilai ekonomi lahan, yaitu faktor kesuburan lahan dan jarak lahan tersebut dari pusat fasilitas. Terkait dengan aspek-aspek tersebut, ada beberapa ahli yang mengemukakan teori sewa ekonomi lahan antara lain : 1) Teori Ricardian Rent David Ricardo dalam Suparmoko (1989) mengemukakan bahwa sewa tanah dapat didefinisikan sebagai surplus ekonomi atas tanah tersebut. Artinya, keuntungan yang didapat atas dasar produksi dari tanah tersebut setelah dikurangi biaya. Adanya perbedaan surplus ekonomi yang didapat pada suatu tanah dikarenakan perbedaan tingkat kesuburan. Andaikan ada tiga jenis lahan dengan tingkat kesuburan yang berbeda dipergunakan untuk memproduksi komoditas yang sama dan menggunakan faktor-faktor lain yang sama. Menurut teori ini, karena perbedaan kesuburan lahan, maka pada tingkat harga output dan input yang sama akan diperoleh surplus yang berbeda seperti dijelaskan pada Gambar 1.
19
Rp
P1 C1
MC AC Land Rent
Rp
MC
Rp
AC P1 Land Rent C2
P1/C3
Biaya Produksi
Biaya Produksi
X1
X2
Jumlah Output
Tanah subur sekali (a)
MC AC
Jumlah Output
Tanah subur (b)
Biaya Produksi X3 Jumlah Output
Tanah tidak subur (c)
Gambar 1. Perbedaan Land Rent Karena Perbedaan Tingkat Kesuburan Lahan keterangan gambar : P1 : Harga produksi C1, C2, C3 : Biaya produksi X1, X2, X3 : Tingkat produksi AC : Biaya rata-rata MC : Biaya marginal 2) Teori Lokasi Von Thunen Berdasarkan teori lokasi Von Thunen dalam Suparmoko (1989), bahwa surplus ekonomi suatu lahan banyak ditentukan oleh lokasi ekonomi (jaraknya ke kota). Menurut Von Thunen, bahwa biaya transportasi dari lokasi suatu lahan ke kota (pasar) merupakan input produksi yang penting, makin dekat lokasi suatu lahan ke kota maka makin tinggi aksesibilitasnya atau biaya transport makin rendah, oleh karena itu sewa lahan akan semakin mahal berbanding terbalik dengan jarak. Semakin jauh jarak ke pusat pasar maka biaya transportasi semakin mahal sehingga land rent semakin turun sejalan dengan semakin meningkatnya biaya transportasi. Hal ini dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 2, misalkan pada jarak 0 km (tepat di lokasi pasar) biaya transportasi tidak ada, maka biaya total produksi sebesar OC (land rent tinggi), kemudian pada jarak OM biaya transportasi meningkat menjadi BA sehingga biaya total produksi menjadi MA,
20
sehingga land rent-nya menjadi lebih rendah. Pada jarak OK biaya transportasi sebesar UT, sehingga biaya total produksi sebesar KT, pada kondisi demikian tidak mendapatkan surplus. Oleh karena itu land rent berbanding terbalik dengan jarak, semakin besar jarak maka land rent semakin kecil. Rp (Land rent)
Rp T
P Land Rent C
A Biaya transport B
0
M
U
K Jarak ke pasar (km)
0
L
K Jarak ke pasar (km)
Gambar 2. Pengaruh Jarak Terhadap Biaya Transportasi dan Land Rent keterangan gambar : 0 : Pusat pasar P : Harga produk C : Biaya produksi M, K, L : Jarak 3) Teori Nilai Lahan Pertanian (Agricultural Rent) Teori lain yang menjelaskan tentang land rent dikembangkan oleh Dunn dan Isard (Alonso, 1964). Menurut teori ini land rent di setiap lokasi adalah sama dengan nilai dari produk dikurangi biaya produksi dan biaya transportasi. Dalam teori ini diasumsikan hanya ada satu pasar dimana produk-produk pertanian dapat dijual, dan hanya ada satu jenis produk pertanian. Rentang nilai antara penerimaan dan biaya dalam kegiatan pertanian merupakan sewa ekonomi dan juga dapat menjadi sewa yang dibayarkan oleh penggarap kepada pemilik lahan. Land rent pada setiap lokasi dapat diformulasikan sebagai berikut :
21
pc(t) = N [ Pc – C – kc(t) ] dimana : pc(t) : N : Pc : C : Kc(t) :
land rent per satuan unit lahan pada jarak t dari pasar jumlah produk yang diproduksi per satuan unit lahan harga produk per unit di pasar biaya produksi biaya transportasi satu unit produk pada jarak t ke pasar
4) Konversi Lahan Berdasarkan Teori Land Rent Menurut Barlowe (1978), proses konversi lahan dapat dijelaskan berdasarkan teori atau konsep land rent. Dalam pemilihan penggunaan lahan diantara berbagai alternatif biasanya mencerminkan faktor-faktor seperti keahlian, selera, serta modal dan tenaga kerja yang dibutuhkan oleh berbagai alternatif tersebut. Para pemilik lahan selalu konsentrasi pada penggunaan yang memberikan keuntungan terbesar pada lokasi tertentu dan dengan kombinasikombinasi
tertentu
dari
faktor-faktor
produksi.
Pemilik
lahan
selalu
membandingkan pendapatan yang dapat dihasilkan pada berbagai alternatif penggunaan lahan. Perbandingan ini berdasarkan pada pengamatan secara umum dan juga berdasarkan perhitungan dari kemungkinan keuntungan ekonomi yang diperkirakan dapat dihasilkan dari masing-masing penggunaan lahan tersebut. Perbandingan ini, terutama sekali melibatkan faktor penggunaan dan lokasi, serta dapat dilihat dari segitiga land rent masing-masing penggunaan lahan. Pada Gambar 3 segitiga land rent dapat dilihat mulai dari segitiga EOP’, yang menggambarkan land rent dari penggunaan A, sampai segitiga HOT, yang menggambarkan penggunaan D.Keempat segitiga land rent pada Gambar 3 (EOP’, FOR’, GOS’, dan HOT) dapat digunakan untuk menjelaskan persaingan antara empat jenis penggunaan lahan. Empat penggunaan tersebut dapat mewakili penggunaan untuk industri, permukiman, pertanian, dan kehutanan. Dengan
22
masing-masing contoh tersebut, penggunaan yang menghasilkan land rent tertinggi biasanya menjadi kapasitas penggunaan lahan yang tertinggi di suatu area tertentu. LAND RENT
E A F ab G
B bc C
H D T Tidak ada rent dari D
S’ Tidak ada rent dari C
S Zona konversi dari C ke D
R’
Batas konversi antara C dan D
Zona konversi dari B ke C
Batas konversi antara B dan C
Tidak ada rent dari A
P’ R Zona konversi dari A ke B
P Batas konversi antara A dan B
O
Tidak ada rent dari B
cd
PENURUNAN KAPASITAS PENGGUNAAN LAHAN
Gambar 3. Hubungan Antara Land Rent dan Alokasi Sumberdaya Lahan Pada Gambar 3, sisi miring dari masing-masing keempat segitiga land rent menggambarkan batas intensif untuk penggunaan lahan tertentu. Batas intensif untuk penggunaan A digambarkan oleh garis EP’ dan batas intensif untuk penggunaan B, C, dan D digambarkan oleh garis FR’, GS’, dan HT. Titik perpotongan antara batas intensif disebut batas konversi. Perpotongan antara batas intensif untuk penggunaan A dan B berada pada titik ab (titik P). Pada titik ini lebih menguntungkan untuk mengkonversi lahan menjadi penggunaan B dibandingkan melanjutkan penggunaan A. Batas konversi lain berada di titik bc atau R dimana di titik ini lebih menguntungkan untuk mengkonversi lahan
23
menjadi penggunaan C dibandingkan melanjutkan penggunaan B, dan di titik cd atau S lebih menguntungkan untuk mengkonversi lahan menjadi penggunaan D dibandingkan melanjutkan penggunaan C. Pemilik lahan pada masing-masing kasus tersebut dapat melanjutkan penggunaan lahan yang sebelumnya melebihi batas konversinya sampai pada titik batas tidak ada rent (no-rent). Jarak antara batas konversi dan batas no-rent (antara P dan P’ pada penggunaan A; R dan R’ pada penggunaan B; serta S dan S’ pada penggunaan C) disebut zona konversi. Penggunaan lahan yang berada pada zona tersebut tidaklah menguntungkan. Dengan contoh yang diberikan ini, konsep dari land rent dan highest and best use dapat digunakan untuk menjelaskan persaingan antara penggunaan lahan. LAND RENT
B
B’ bc b’c’ C P
S
PENURUNAN KAPASITAS PENGGUNAAN LAHAN
Gambar 4. Konversi Lahan Pertanian-Permukiman Berdasarkan Land Rent Alokasi penggunaan lahan dan proses konversi biasanya tidak selalu berjalan mulus seperti yang digambarkan pada Gambar 3, banyak faktor yang menahan lahan tersebut untuk tidak terkonversi seperti yang seharusnya terjadi. Pada Gambar 4 mengaambarkan situasi masalah antara penggunan lahan untuk permukiman (B) dan pertanian (C). Saat penduduk belum banyak, batas area permukiman berada pada titik P di Gambar 4. Apabila terjadi peningkatan
24
penduduk maka akan menyebabkan area permukiman yang sudah ada digunakan secara lebih intensif dan juga dibutuhkan tambahan area permukiman di sekitar pinggiran kota, sehingga batas intensif dari penggunaan permukiman bergeser menjadi B’ dan batas area permukiman menjadi di titik S.
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Kabupaten Bogor khususnya Kecamatan Ciampea memiliki wilayah pertanian yang potensial dan cukup luas yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana seperti irigasi yang merupakan investasi yang tidak sedikit nilainya. Di samping itu sebagian masyarakatnya juga bermata pencaharian dan memiliki keahlian sebagai petani., tetapi tingginya laju konversi lahan pertanian ke non pertanian yang terjadi di wilayah tersebut merupakan hal yang kontradiktif dengan potensi-potensi tersebut. Masih rendahnya tingkat kesejahteraan petani merupakan salah satu penyebab masalah konversi lahan terus terjadi. Oleh karena itu, masalah perubahan penggunaan lahan dari pertanian ke non pertanian merupakan masalah serius yang perlu segera ditangani dan juga menjadi fenomena umum yang menjadi masalah nasional. Pemerintah menetapkan kebijakan tentang penataan ruang yang bertujuan untuk mempertahankan kelestarian lingkungan dan menjaga ketahanan pangan nasional. Untuk itu, pemerintah dalam hal ini pemerintah Kabupaten Bogor menetapkan penggunaan lahan di Kabupaten Bogor selain sebagai pengembangan permukiman
perkotaan,
tetapi
juga
sebagai
kawasan
konservasi
dan
pengembangan pertanian sesuai dengan potensi yang telah ada. Hal ini tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor mengenai fungsi
25
utama wilayah Kabupaten Bogor. Oleh karena itu, dengan mempertahankan luas lahan pertanian yang sudah ada merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan sektor pertanian sebagai salah satu basis pembangunan daerah. Apabila melihat tuntutan pemenuhan kebutuhan masyarakat saat ini, khususnya masyarakat tani, maka yang terjadi yaitu petani pemilik lahan cenderung lebih memilih untuk mengalihfungsikan lahan pertanian mereka ke bentuk non pertanian. Hal ini disebabkan karena lebih memberikan keuntungan materi bagi para pemilik lahan pertanian. Keadaan ini cenderung bertolak belakang dengan apa yang pemerintah rencanakan dalam hal penataan ruang dan penggunaan lahan. Untuk itu, upaya peningkatan kesejahteraan petani dengan peningkatan nilai ekonomi lahan (land rent) pertanian perlu dilakukan. Dalam meningkatkan land rent untuk lahan pertanian, untuk itu perlu diketahui dahulu faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi land rent pada lahan pertanian maupun pada lahan non pertanian. Analisis secara fianasial dapat digunakan untuk mengetahui besarnya land rent pada lahan yang dimanfaatkan baik untuk pertanian maupun non pertanian, sedangkan analisis secara statistika dapat digunakan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi land rent tersebut. Analisis finansial dilakukan dengan melihat nilai manfaat bersih (net benefit) dari aktivitas penggunaan lahan pertanian dan non pertanian. Untuk analisis statistika yang digunakan yaitu : a) Analisis korelasi berganda, menghasilkan kombinasi variabel-variabel utama yang dapat menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi land rent.
26
b) Analisis regresi berganda, menunjukkan faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap land rent. c) Analisis koefisien determinasi majemuk, melihat kebaikan model yang menjelaskan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi land rent. Berdasarkan hasil analisis baik secara finansial maupun statistika, maka dapat dirumuskan bentuk rekomendasi sebagai suatu saran kebijakan yang diharapkan dapat menjadi feed back bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan RTRW. Berdasarkan aspek-aspek yang mendasari dan metode-metode tersebut, maka dapat digambarkan kerangka pemikiran untuk penelitian ini seperti pada Gambar 5.
3.3 Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan di atas, maka dapat diajukan beberapa hipotesis dalam penelitian ini sebagai berkiut : 1. Pemanfaatan lahan non pertanian memberikan nilai keuntungan land rent yang lebih tinggi dibandingkan dengan lahan pertanian. Hal ini
menyebabkan
petani pemilik lahan cenderung untuk mengalihfungsikan lahan pertanian mereka ke non pertanian yang lebih menguntungkan secara ekonomi. 2. Semakin tinggi tingkat produktivitas lahan pertanian maka land rent lahan pertanian juga semakin tinggi, sedangkan untuk land rent lahan non pertanian atau lahan permukiman lebih dipengaruhi oleh luas lahan dan jarak lahan dengan fasilitas-fasilitas publik.
27
Potensi dan Masalah - Luas Lahan Pertanian tinggi - Mata pencaharian sebagian besar petani - Land rent pertanian rendah
Kebijakan Pembangunan Wilayah - RTRW Nasional - RTRW Kab.Bogor
Tuntutan Pemenuhan Kebutuhan Masyarakat Konversi lahan ke yang lebih menguntungkan
Tata Guna Lahan Pertanian dan Non Pertanian - Analisis Pertumbuhan
Land rent - Analisis Finansial
Gambar 5. Skema Kerangka Pemikiran Penelitian
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Land Rent - Analisis Regresi Berganda
IV.
METODE PENELITIAN
4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan selama empat bulan, yaitu mulai Februari hingga Juni 2008, di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian ini dilakukan dengan sengaja (purposive) berdasarkan kondisi penggunaan lahan di lokasi tersebut. Beberapa dasar yang menjadi pertimbangan dalam penentuan lokasi penelitian ini adalah (1) Kabupaten Bogor dipandang mengalami perubahan fungsi lahan yang nyata sebagai akibat berkembangnya kegiatan-kegiatan non pertanian seperti permukiman, industri, dan perdagangan, (2) Kecamatan Ciampea telah banyak mengalami perubahan peruntukan lahan pertanian menjadi non pertanian, hal ini dilihat dari menurunnya luas lahan panen tanaman pangan yang cukup signifikan dalam kurun waktu empat tahun terakhir ini. Kecamatan Ciampea diarahkan untuk kawasan pertanian lahan basah, kawasan pertanian lahan kering, kawasan tanaman tahunan, kawasan hutan produksi, kawasan permukiman perdesaan, dan kawasan pengembangan perkotaan
4.2 Jenis dan Sumber Data Data yang dibutuhkan dalam melakukan penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara pada petani dan pemilik lahan untuk kegiatan non pertanian yang dalam hal ini pemilik permukiman. Permukiman dipilih untuk mewakili kegiatan non pertanian karena sebagian besar lahan pertanian di Kecamatan Ciampea berubah fungsi
29
menjadi lahan permukiman dalam kurun waktu empat tahun terakhir ini. Sedangkan data sekunder diperlukan untuk melengkapi hasil wawancara, meliputi peta-peta dan administrasi kecamatan, penggunaan lahan, status lahan, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), data statistik kabupaten dan kecamatan, dan data relevan lain untuk penelitian ini. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bogor, Kantor Pemerintahan Kecamatan Ciampea, dan instansi-instansi yang terkait, serta studi literatur.
4.3 Teknik Pengambilan Sampel Pengambilan contoh/sampel dilakukan secara purposive sampling, berdasarkan jumlah desa yang ada pada Kecamatan Ciampea di Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan didasarkan pada lokasi dimana lahan pertanian berada dan alih fungsi lahan pertanian terjadi. Pada penelitian ini diambil 60 responden yang berasal dari produsen pertanian atau petani maupun pemilik lahan permukiman. Agar perbandingannya proporsional, maka masing-masing diambil 30 responden dari petani dan pemilik permukiman.
4.4 Tahap Wawancara Untuk penelitian mengenai land rent lahan pertanian, wawancara dilakukan terhadap para petani yang selama setahun menanam tanaman baik secara monokultur atau menanam barbagai komoditi di lahan pertanian yang digarapnya. Komoditi-komoditi yang ditanam oleh responden lahan pertanian di lokasi penelitian yaitu padi, singkong, katuk, kacang tanah, bangkuang, kacang
30
kedelai, kacang panjang, ubi, buncis, dan jagung. Beberapa responden ada yang menanam secara monokultur dan ada juga yang menanam secara tumpang sari dari berbagai komoditi tersebut. Hal yang diwawancarakan mengenai identitas responden, pendidikan, data sosial petani, informasi mengenai kegiatan bertani, produktivitas (kg/ha), harga jual (Rp/kg), biaya-biaya variabel (Rp/ha/musim), biaya-biaya tetap (Rp/tahun), dan jarak lahan pertanian dengan pasar (m). Biaya variabel meliputi biaya untuk pembelian bibit, pestisida, pupuk, serta upah tenaga kerja
seperti
pengolahan
tanah,
penanaman,
pemupukan,
penyiangan/pemeliharaan, dan panen. Untuk biaya tetap meliputi biaya untuk pajak lahan, sewa lahan, dan pembelian alat-alat pertanian. Wawancara yang dilakukan terhadap pemilik lahan permukiman, dimana permukiman tersebut disewakan atau dikontrakan, antara lain mengenai identitas responden; data sosial; pendidikan; luas kepemilikan lahan (m2); kondisi rumah; jarak rumah jalan utama (m); jarak rumah dengan pasar (m); jarak rumah dengan fasilitas
kesehatan/puskesmas
(m);
jarak
rumah
dengan
fasilitas
pendidikan/sekolah (m); jarak rumah dengan fasilitas pemerintahan (m); biaya sewa rumah (Rp/tahun); biaya operasional seperti biaya perawatan, pengecatan ulang, perbaikan rumah, listrik, air, dan lain-lain; serta biaya untuk Pajak Bumi Bangunan (Rp/tahun).
4.5 Metode Analisis Data Penelitian dilakukan dengan wawancara menggunakan kuisioner kepada petani dan pemilik lahan permukiman. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan informasi dalam memperkirakan nilai ekonomi lahan dengan karakteristik yang
31
dimilikinya di Kecamatan Ciampea. Pengolahan data dilakukan secara bertahap terdiri dari analisis pertumbuhan, analisis sewa ekonomi lahan (land rent), dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi land rent secara statistik menggunakan analisis korelasi berganda dan analisis regresi berganda. Dalam penelitian ini akan dilakukan pengujian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi nilai ekonomi lahan (land rent). Pengujian ini untuk meyakinkan bahwa belum semua aspek terkait dipertimbangkan dalam penentuan land rent. 4.5.1
Analisis Pertumbuhan Analisis
pertumbuhan
digunakan
untuk
melihat
pertumbuhan
(pertambahan atau pengurangan) lahan pertanian atau lahan pertanian dan lahan non pertanian atau lahan permukiman di Kecamatan Ciampea antara tahun 2002 – 2007. Lahan yang mengalami pertambahan berarti lahan tersebut bertambah, sedangkan apabila lahan tersebut mengalami pengurangan berarti lahan tersebut semakin berkurang. Persamaan yang digunakan untuk menghitung laju perubahan penggunaan lahan pertanian dan non pertanian adalah sebagai berikut : Pt = P0 ( 1 + dimana : = Pt P0 = r = t =
r t ) 100
luas penggunaan lahan tahun 2007 (ha) luas penggunaan lahan tahun 2000 (ha) koefisien laju pertumbuhan (%/tahun) rentang waktu (tahun)
4.5.2 Analisis Nilai Ekonomi Lahan (Land Rent) Land rent adalah nilai ekonomi yang diperoleh pada suatu bidang lahan, apabila lahan tersebut digunakan untuk kegiatan proses produksi. Land rent dapat dijadikan dasar untuk menerangkan bagaimana suatu usaha menekan dan menggantikan posisi penggunaan lahan tertentu menjadi penggunaan lahan bentuk
32
lain yang berlangsung pada lahan yang sama. Pada umumnya setiap jenis penggunaan baik itu pertanian maupun non pertanian lahan mempunyai land rent yang berbeda. Dalam penelitian ini sektor pertanian diwakili oleh lahan pertanian dan untuk sektor non pertanian diwakili oleh lahan permukiman, jadi penelitian ini menganalisis land rent pada penggunaan lahan pertanian dan lahan permukiman. (a) Lahan Pertanian Land rent yang diperoleh merupakan manfaat bersih (net benefit) atau selisih dari penerimaan total (total benefit) dengan biaya total (total cost). Penerimaan total adalah seluruh penerimaan yang diterima oleh responden pengelola lahan pertanian dari hasil usahatani selama satu tahun baik usahatani monokultur maupun usahatani tumpangsari, sedangkan biaya total adalah seluruh pengeluaran yang dikeluarkan untuk usahatani pada lahan pertanian yang dikelola oleh responden selama satu tahun. Komponen-komponen yang termasuk dalam biaya total adalah biaya saprodi, biaya tenaga kerja keluarga dan non keluarga, biaya pajak lahan, serta biaya sewa lahan. Data yang digunakan merupakan hasil wawancara terhadap responden sebanyak 30 orang. (b) Lahan Non Pertanian atau Lahan Permukiman Land rent lahan permukiman diperoleh dari hasil wawancara secara langsung terhadap responden dengan jumlah total responden adalah sebanyak 30 orang. Sama seperti pada lahan pertanian, land rent lahan permukiman yang diperoleh merupakan manfaat bersih (net benefit) atau selisih dari penerimaan total (total benefit) dengan biaya total (total cost). Penerimaan total pada lahan permukiman adalah seluruh penerimaan yang diterima oleh pemilik lahan
33
permukiman selama satu tahun dari hasil menyewakan atau mengontrakan rumahnya, sedangkan biaya total adalah seluruh pengeluaran yang dikeluarkan untuk pengelolaan rumah yang disewakan atau dikontrakan selama satu tahun. Komponen-komponen yang termasuk biaya total adalah biaya pengecatan ulang, biaya perawatan atau perbaikan, biaya listrik, biaya air, dan biaya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Land rent antar lahan pertanian dan non pertanian/permukiman lalu diperbandingkan,
selisih
antara
kedua
nilai
tersebut
adalah
nilai
keuntungan/kesempatan yang tidak diperoleh (opportunity cost) yang ditanggung oleh petani pengguna lahan atas konsekuensinya untuk tetap mempertahankan dan tidak mengalihfungsikan lahan pertanian mereka ke bentuk lahan non pertanian 4.5.3 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Ekonomi Lahan (Land Rent) (a) Analisis Korelasi Berganda (Multiple Correlation Analysis) Sebelum dilakukan analisis regresi berganda, terlebih dahulu dilakukan analisis korelasi berganda terhadap variabel-variabel penjelas. Analisis korelasi berganda merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan antara dua atau lebih variabel sebagai salah satu pertimbangan dalam melihat ada atau tidaknya hubungan sebab-akibat antar variabel tersebut. Dalam analisis korelasi berganda, keeratan sifat antara dua variabel akan ditunjukkan dari koefisien korelasi apakah berkorelasi posirif, negatif, atau tidak berkorelasi. Apabila dua variabel memiliki kecenderungan yang searah maka dinyatakan sebagai berkorelasi positif, sebaliknya bila memiliki kecenderungan yang berlawanan arah maka dinyatakan sebagai berkorelasi negatif. Dua variabel tersebut tidak berkorelasi atau tidak memiliki hubungan sama sekali jika nilai
34
koefisien korelasi mendekati nol atau perubahan nilai pada salah satu variabel tidak diikuti oleh perubahan pada variabel lainnya. Koefisien korelasi berganda dapat dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut : rxy =
[(∑ x )(∑ y )] [n ∑ x − (∑ x ) ][n∑ y − (∑ y ) ] n ∑ xi y i − 2 i
i
2
i
i
2 i
2
i
dimana : n = ukuran populasi = nilai variabel x untuk anggota populasi ke-i xi yi = nilai variabel y untuk anggota populasi ke-i Hasil analisis korelasi berganda digunakan untuk menentukan kombinasi variabel-variabel penjelas sedemikian rupa sehingga variabel-variabel penjelas yang berkorelasi tinggi tidak muncul bersamaan dalam satu persamaan (model). Sehingga syarat bahwa tidak ada multikolinearitas antar variabel penjelas dapat dipenuhi. (b) Analisis Regresi Berganda (Multiple Regression Analysis) Analisis regresi berganda menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan land rent lahan pertanian dan lahan permukiman. Analisis ini digunakan untuk membuat model pendugaan terhadap nilai parameter-parameter yang menjelaskan hubungan antar variabel penjelas dan variabel respon. Metode analisis Regresi Berganda merupakan metode analisis yang didasarkan pada metode Ordinary Least Square (OLS). Metode OLS merupakan metode yang kuat dan populer. Adapun sifat-sifat dari OLS adalah : (1) penaksir OLS tidak bias; (2) penaksir OLS mempunyai varians yang minimum; (3) konsisten, yaitu dengan meningkatnya ukuran sampel secara tidak terbatas, penaksir mengarah ke nilai populasi yang sebenarnya; (4) efisien; dan (5) linier. Menurut Gujarati (1978) analisis regresi berganda digunakan untuk membuat
35
model pendugaan terhadap nilai suatu parameter (variabel penjelas yang diamati). Model yang dihasilkan dapat digunakan sebagai penduga yang baik jika asumsiasumsi berikut dapat dipenuhi : a. E (ui) = 0, untuk setiap i, dimana i = 1, 2, ... , n. Artinya rata-rata galat adalah nol, artinya nilai yang diharapkan bersyarat dari ui tergantung pada variabel bebas tertentu adalah nol b. Cov (ui , uj) = 0, i ≠ j. Artinya kovarian (Ui , Uj) = 0, dengan kata lain tidak ada autokorelasi antara galat yang satu dengan yang lain; c. Var (ui) = σ2, untuk setiap i, dimana i = 1, 2, ... , n. Artinya setiap galat memiliki varian yang sama (asumsi homoskedastisitas); d. Cov (ui , X1i) = cov (ui , X2i) = 0. Artinya kovarian setiap galat memiliki varian yang sama. Setiap variabel bebas tercakup dalam persamaan linear berganda; e. tidak ada multikolinearitas, yang berarti tidak terdapat hubungan linear yang pasti antara variabel yang menjelaskan, atau variabel penjelas harus saling bebas; Dalam analisis korelasi berganda, analisis regresi berganda, dan analisis koefisien determinasi majemuk, variabel-variabel yang digunakan berasal dari data lahan pertanian dan lahan permukiman (Tabel 2 dan Tabel 4). Persamaan (model) dapat dirumuskan sebagai berikut : Y = A0 + A1X1 + A2X2 + A3X3 + A4X4 + A5X5 + . . . . . + AnXn dimana : Y = variabel tidak bebas (variabel respon) Xn = variabel bebas (variabel penjelas), n = 6 untuk lahan pertanian dan n = 10 untuk lahan permukiman = koefisien regresi variabel ke-n An A0 = konstanta (Intercept)
36
Tabel 3. Variabel tidak bebas / Variabel Respon (Y) dan Variabel Bebas / Variabel Penjelas (X) untuk Menentukan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Land Rent Lahan Pertanian. Variabel Y X1 X2 X3 X4 X5 X6
Unit Rp/m2/tahun m2 1 = milik 0 = bukan milik Rp/m2/tahun Rp/m2/tahun Rp/m2/tahun m
Keterangan Land rent lahan pertanian Luas Lahan Status Lahan Total Penerimaan Biaya Operasional Biaya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Jarak ke Pasar terdekat
Tabel 4. Variabel tidak bebas / Variabel Respon (Y) dan Variabel Bebas / Variabel Penjelas (X) untuk Menentukan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Land Rent Lahan Permukiman. Variabel Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10
Unit Rp/m2/tahun m2 1 = permanen 0 = semi permanen Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun m m m m m
Keterangan Land rent lahan permukiman Luas Lahan Kondisi rumah Total Penerimaan Biaya Operasional Biaya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Jarak ke Jalan Raya Jarak ke Pasar terdekat Jarak ke Sekolah terdekat Jarak ke Puskesmas Jarak ke Kantor Desa
(c) Analisis Koefisien Determinasi Majemuk (R2) Dalam mengetahui proporsi atau persentase variasi total dalam variabel tidak bebas (dependent variabel) yang dijelaskan oleh variabel-variabel bebas (dependent variabels) secara bersama-sama dalam model regresi lebih dari dua variabel atau model regresi berganda, dapat menggunakan koefisien determinasi majemuk (multiple coefficient of determination) dan dinyatakan dengan R2. Koefisien ini juga dapat melihat kebaikan suatu model (goodness of fit). Untuk memperoleh nilai R2 dapat menggunakan persamaan sebagai berikut :
37
R2 =
A1 ∑ Yi X 1i + A2 ∑ Yi X 2i + A3 ∑ Yi X 3i + ....... + An ∑ Yi X ni
∑Y
2
i
dimana : R2 = An = Yi = Xni =
koefisien determinasi majemuk koefisien regresi variabel ke-n nilai variabel tidak bebas untuk anggota populasi ke-i nilai variabel bebas untuk anggota populasi ke-i, n = 10 untuk lahan pertanian dan n = 10 untuk lahan permukiman
Nilai R2 terletak antara nol dan satu, kalau R2 sama dengan satu, berarti bahwa garis regresi yang disesuaikan atau variabel-variabel bebas menjelaskan 100 persen variasi dalam variabel tidak bebas. Sebaliknya R2 sama dengan nol, model regresi tersebut tidak menjelaskan sedikitpun variasi dalam variabel tidak bebas. Kesesuaian model dapat dikatakan lebih baik apabila nilai koefisien determinasi majemuk (R2) semakin dekat dengan satu (Gujarati, 1978) Pada ketiga analisis di atas, data yang diperoleh akan diolah dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel 2003 dan Minitab 14. diharapkan dengan ketiga analisis tersebut dapat diketahui variabel-variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap nilai ekonomi lahan.
4.6 Pengujian Model dan Hipotesis Model dalam analisis regresi berganda akan diuji berdasarkan hipotesis yang diajukan. Pengujian hipotesis berdasarkan statistik bertujuan untuk melihat nyata tidaknya variabel-variabel bebas yang dipilih terhadap variabel tidak bebas, dapat dilihat dari nilai P (P-value). Berdasarkan nilai P diketahui sampai berapa persen variabel-variabel bebas berpengaruh terhadap variabel tidak bebas. Untuk mengetahui apakah secara statistik variabel-variabel bebas yang dipilih secara bersama-sama atau tidak mempengaruhi variabel tidak bebas dapat
38
dilihat dari nilai P dan uji-F. Pada penelitian ini terdapat batasan jika pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel tidak bebas lebih kecil dari α = 0,15 maka variabel-variabel bebas tersebut secara bersama-sama atau tidak dianggap berpengaruh nyata secara statistik terhadap variabel tidak bebas. Demikian juga sebaliknya, jika pengaruh variabel bebas terhadap variabel tidak bebas lebih besar dari α = 0,15 maka variabel bebas tersebut secara bersama-sama atau tidak, dianggap tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas. Dengan demikian pengujian hipotesis secara uji-t tidak diperlukan lagi, sebab dari nilai P telah dapat diketahui sampai berapa persen variabel-variabel bebas akan mempengaruhi variabel tidak bebas. Uji-F yang digunakan adalah : Fhitung =
Jumlah Kuadrat Re gresi (k − 1) Jumlah Kuadrat Sisa (n − k )
dimana : n = jumlah pengamatan k = jumlah parameter Untuk pengujian faktor-faktor yang mempengaruhi nilai ekonomi lahan (land rent) adalah : H0 : A1 = A2 = A3 = ... = An = 0 H1 : paling sedikit ada satu nilai A yang tidak sama dengan nol Pada model digunakan uji-F. Adapun uji statistiknya adalah : Bila : Fhitung > Ftabel (k – 1 ; n – k) Æ H0 ditolak Jika H0 diterima berarti secara bersama-sama variabel bebas yang digunakan dalam model tidak dapat menjelaskan variabel tidak bebas. Sebaliknya, apabila H0 ditolak berarti minimal ada satu variabel bebas yang digunakan berpengaruh terhadap variabel tidak bebas pada tingkat kepercayaan tertentu.
39
Pengujian adanya multikolinearitas dapat dilihat dari nilai VIF (Varian Inflation Factor). Pada masing-masing variabel bebas, jika nilai VIF kurang dari lima (5) menunjukkan bahwa persamaan atau model tersebut tidak mengalami multikolinearitas.
V.
KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
5.1 Kondisi Fisik Wilayah Kecamatan Ciampea merupakan salah satu kecamatan yang termasuk daerah pengembangan Kabupaten Bogor Wilayah Barat, yang mempunyai luas wilayah sekitar 55,63 km2, yang terdiri dari 13 Desa, terbagi atas 43 Dusun, 120 Rukun Warga (RW), serta 470 Rukun Tetangga (RT). Kecamatan Ciampea secara geografis mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut : a. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Ranca Bungur dan Kecamatan Kemang. b. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Tenjolaya. c. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Cibungbulang. d. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Dramaga (Laporan Tahunan Kecamatan Ciampea, 2007)
2 2 1
Ciampea
3 3 3 3
8 5 6 4 3 3 6 4 3
Benteng
8 5 7 5 2 2 3 1
Bojong Rangkas
Cibanteng
Cihideung Hilir
Cihideung Udik
Bojong jengkol
Tegal waru
Cicadas
Cibuntu
3 2 4 6 6 7 7 3 2 2 3 3 4 5 2 2 2 3 4 5 6 4 2 2 2 4 5 4 6 3 3 2 3 3 3 6 3 4 4 3 2 2 7 4 5 5 3 2 2 7 5 6 4 3 2 2 8 5 7 5 2 2 3 1 8 5 6 4 3 3 6 4 7 4 4 3 2 2 5 4 7 4 4 3 2 3 4 4 9 6 3 5 4 4 6 5 Sumber : BPS, Kecamatan Ciampea dalam Angka Tahun 2003
Cibadak
Ciampea Udik Cinangka Cibuntu Cicadas Tegal waru Bojong jengkol Cihideung Udik Cihideung Hilir Cibanteng Bojong Rangkas Cibadak Benteng Ciampea
Cinangka
Desa
Ciampea Udik
Tabel 5. Jarak Antar Desa (Km) di Kecamatan Ciampea Tahun 2003
7 4 4 3 2 2 5 4 3 2
7 4 4 3 2 3 4 4 3 2 1
9 6 3 5 4 4 6 5 3 1 2 3
1 2
3
41
Berdasarkan jarak orbitas serta sarana transportasi antara pusat pemerintahan Kecamatan Ciampea dengan ibukota negara (Jakarta), ibukota propinsi (Bandung), ibukota kabupaten (Cibinong), dan desa yang terjauh masingmasing sekitar 80 km, 147 km, 45 km, dan 5 km. Secara topografi, bentuk dan kontur wilayah Kecamatan Ciampea terdiri atas dataran sampai berombak sekitar 45 persen dan berombak sampai berbukit sekitar 55 persen. Ketinggian wilayah berada di antara 300 m di atas permukaan laut. Suhu udara yang terjadi di Kecamatan Ciampea sekitar antara 20o – 30oC. Banyaknya hari hujan antara 15 – 31 dan banyaknya curah hujan antara 79 – 491 mm, hari hujan rata-rata pertahun sekitar 22 hari dan banyaknya curah hujan sekitar 278 mm/t. (Laporan Tahunan Kecamatan Ciampea, 2007). Curah hujan merupakan salah satu faktor yang dapat memberikan gambaran penting tentang penentuan lahan atau kesesuaian lahan terutama peruntukan wilayah pertanian, jenis tanaman, dan pola cocok tanam. Pemanfaatan lahan yang telah dilakukan di Kecamatan Ciampea diantaranya digunakan untuk permukiman (rumah), sawah, ladang/kebun, empang, dan lain-lain. Untuk mengetahui luas lahan yang digunakan untuk masing-masing pemanfaatan lahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.
5.2 Kondisi Kependudukan Jumlah penduduk Kecamatan Ciampea sampai dengan akhir bulan Desember 2006 (Sensus Daerah) tercatat sebanyak 33.389 Kepala Keluarga dengan jumlah penduduk sebanyak 139.980 jiwa yang terdiri atas laki-laki sebanyak 72.359 jiwa dan perempuan sebanyak 67.621 jiwa. Kepadatan Penduduk
42
di Kecamatan Ciampea sebanyak 200 jiwa/km2. Jumlah penduduk yang termasuk ke dalam angkatan kerja sebanyak 76.144 jiwa, yang terdiri atas laki-laki sebanyak 37.876 jiwa dan perempuan sebanyak 38.268 jiwa (Laporan Tahunan Kecamatan Ciampea, 2007). Penduduk Kecamatan Ciampea mempunyai pekerjaan yang beraneka ragam, namun secara garis besar sebagian besar penduduk bekerja sebagai petani dan buruh. Keadaan masyarakat berdasarkan mata pencahariannya, dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 6. Luas Lahan (Ha) Berdasarkan Pemanfaatan Lahan di Kecamatan Ciampea No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Desa Rumah Sawah Ladang/Kebun Ciampea Udik 103 203 3 Cinangka 90 127 4 Cibuntu 92 148,4 1,7 Cicadas 135 125 1,5 Tegal Waru 189 150 5 Bojong Jengkol 109 85 4 Cihideung Udik 99 197 2 Cihideung Ilir 101 80 1 Cibanteng 116 50 2 Bojong Rangkas 75 45 0 Cibadak 95 6 0 Benteng 98 40 2 Ciampea 115 30 2,5 JUMLAH 1.417 1.286,4 28,7 Sumber : Laporan Tahunan Kecamatan Ciampea Tahun 2007
Empang 1,3 0,5 3 1,3 0,5 1,2 3,5 2 0,5 0,5 0,5 2,5 1,5 18,3
Lain-lain 3,5 5 2,3 2,5 5,5 0 6 4,1 4 3 3 2,5 3 44,4
Tabel 7. Jumlah Penduduk (Jiwa) Kecamatan Ciampea Berdasarkan Mata Pencaharian No. Mata Pencaharian Jumlah 1. Petani pemilik lahan 2.129 2. Petani penggarap sawah 3.130 3. Buruh tani 3.719 4. Pengusaha 4.672 5. Pengrajin 9.737 6. Buruh industri 2.442 7. Pertukangan 1.194 8. Buruh pertambangan 5.857 9. Pengemudi 563 10. Pedagang 10.871 11. TNI/Polri 180 12. Pegawai Negeri Sipil 944 13. Lain-lain 1.963 Sumber : Laporan Tahunan Kecamatan Ciampea Tahun 2007
43
5.3 Kondisi Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu modal dasar bagi kehidupan manusia, bangsa, dan negara. Oleh karena itu, pendidikan perlu diarahkan untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia menuju Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas dan ketersediaan serta penyebaran fasilitas pendidikan dapat mempengaruhi kualitas penduduk. Fasilitas pendidikan tingkat Sekolah Dasar (SD) memiliki jumlah terbesar di Kecamatan Ciampea, sedangkan jumlah fasilitas paling kecil adalah tingkat Perguruan Tinggi. Sarana pendidikan yang terdapat di Kecamatan Ciampea sebanyak 10 gedung Taman Kanak-Kanak (TK), 48 gedung Sekolah Dasar (SD) Negeri, 1 gedung SD swasta, 1 gedung Sekolah Lanjuan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri, 8 gedung SLTP Swasta, 1 gedung Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri, 5 gedung SMA Swasta Umum, 3 gedung Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Swasta, 1 gedung Universitas Swasta, sarana pendidikan keagamaan Madrasah Ibtidaiyah (MI) sebanyak 19 gedung, Madrasah Tsanawiyah (MTs) sebanyak 8 gedung, dan Madrasah Aliyah (MA) sebanyak 3 gedung. (Laporan Tahunan Kecamatan Ciampea, 2007). Kesadaran dan cita-cita orang tua untuk menyekolahkan anaknya cukup tinggi dan terjangkau yang dapat dilihat dari jumlah murid yang sesuai dengan kapasitas gedung di masing-masing sekolah.
5.4 Kondisi Pertanian Kegiatan pertanian di Kecamatan Ciampea terdiri dari pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, dan perikanan. Pertanian tanaman pangan dan peternakan merupakan sektor komoditi andalan bagi penduduk
44
Kecamatan Ciampea yang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dalam meningkatkan produksi pangan baik kualitas maupun kuantitas. Dari subsektor tanaman pangan utama komoditi unggulan adalah padi, jagung, kacang tanah, dan sayur-sayuran, sedangkan dari subsektor tanaman perdagangan komoditi unggulan adalah kelapa, kelapa sawit, dan kopi. Di sektor perikanan jenis ikan yang dibudidayakan adalah mas, gurame, mujair, lele, dan bawal. Pada sektor peternakan jenis ternak yang menjadi komoditi andalan adalah ayam petelur dan ayam pedaging. Kecamatan Ciampea mempunyai lahan sawah irigasi setengah teknis, irigasi sederhana, dan tadah hujan/sawah rendengan, namun tidak memiliki lahan sawah beririgasi teknis. Luas lahan sawah irigasi setengah teknis, irigasi sederhana, dan tadah hujan masing-masing sebesar 1.189,47 Ha, 43 Ha, dan 325 Ha dengan rata-rata luas lahan pertanian yang diusahakan oleh penduduk seluas 2,5 Ha (Laporan Monografi Kecamatan Ciampea Semester II, 2007).
5.5 Kondisi Perekonomian Kecamatan Ciampea merupakan salah satu Kecamatan yang terdapat di Kabupaten Bogor serta termasuk di wilayah pengembangan dan pembangunan di Bogor Barat. Secara umum kondisi perekonomian masyarakat di Kecamatan Ciampea sampai saat ini masih di bawah garis kemiskinan dengan mata pencaharian yang beraneka ragam , namun secara garis besar sebagian penduduk bekerja sebagai petani dan buruh. Wilayah ini diharapkan dapat berfungsi sebagai pengembangan permukiman, pariwisata, kerajinan, pertanian, perikanan, dan pelestarian sumberdaya air.
45
Sarana perekonomian yang ada di Kecamatan Ciampea antara lain Koperasi Unit Desa (KUD) sebanyak 12 unit, Koperasi Produksi sebanyak 5 unit, Koperasi lainnya sebanyak 3 unit, pasar umum sebanyak 1 unit, pasar bangunan permanen sebanyak 1 unit, pasar bangunan semi permanen sebanyak 401 unit, tiko/kios/warung sebanyak 645 unit, dan Bank sebanyak 1 unit. Selain itu terdapat juga industri, antara lain industri besar sebanyak 17 lokasi, industri sedang sebanyak 12 lokasi, industri kecil sebanyak 75 lokasi, dan Usaha Kecil Mikro (UKM) sebanyak 460 lokasi, semua industri tersebut tersebar di 13 desa. Jenis usaha lain yang terdapat di Kecamatan Ciampea yaitu rumah makan/warung makan sebanyak 46 unit dan perdagangan sebanyak 670 unit. Pada bidang pertanian akan dikembangkan bagi kegiatan pertanian berupa pertanian lahan basah, agrowisata, lahan kering/perkebunan/palawija. Dalam bidang peternakan dan perikanan, Kecamatan Ciampea merupakan sentra peternakan unggas potong, yang hasilnya untuk pasokan bagi masyarakat Ibukota Negara Jakarta, serta daerah sekitar seperti Kabupaten dan Kota Tangerang serta Kota Depok. Pada saat ini Kecamatan Ciampea sedang diupayakan untuk dapat bertumbuh kembangnya Usaha Kecil Mikro (UKM) yang memproduksi tas dan jaket untuk pemasaran di daerah Jabotabek. Kendala yang dihadapi pada UKM tersebut yaitu harga jualnya kalah bersaing dengan tas dan jaket yang berasal dari pabrik besar di Kota Bogor, hal ini disebabkan masalah permodalan akibat suku bunga bank yang tinggi yang berpengaruh terhadap nilai jual barang.
46
5.6 Rencana Tata Ruang Wilayah Kecamatan Ciampea Berdasarkan RTRW Kabupaten Bogor, pemanfaatan ruang wilayah Kecamatan Ciampea secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi kawasan pertanian lahan basah, kawasan pertanian lahan kering, kawasan tanaman tahunan/perkebunan, kawasan hutan produksi, kawasan permukiman perdesaan, dan kawasan pengembangan perkotaan. Pengelolaan kawasan-kawasan tersebut dilakukan bagi kepentingan masyarakat melalui kegiatan budidaya dengan mempertimbangkan aspek teknis seperti daya dukung dan kesesuaian tanah, aspek sosial, serta aspek ruang, dan bertujuan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna pemanfaatan ruang dan sumberdaya alam serta sumberdaya buatan dengan memperhatikan sumberdaya manusia untuk menyerasikan pemanfaatan ruang dan kelestarian fungsi lingkungan hidup. Sedangkan sasaran dari pengelolaan kawasan-kawasan tersebut yaitu terwujudnya pemanfaatan ruang dan sumberdaya alam untuk kesejahteraan masyarakat yang memberikan keuntungan besar pada masyarakat dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan hidup. Kebijakan pembangunan untuk masing-masing kawasan secara rinci diuraikan sebagai berikut : a. Kawasan Pertanian Lahan Basah Kawasan pertanian lahan basah di Kecamatan Ciampea mempunyai luas 3.120 Ha. Pengelolaan kawasan pertanian lahan basah dilakukan melalui upaya memanfaatkan potensi tanah yang sesuai untuk peningkatan kegiatan produksi pertanian lahan basah dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup.
47
b. Kawasan Pertanian Lahan Kering Kawasan pertanian lahan kering di Kecamatan Ciampea mempunyai luas 330 Ha. Pengelolaan kawasan pertanian lahan kering dilakukan melalui upaya memanfaatkan potensi tanah yang sesuai untuk peningkatan kegiatan produksi pertanian lahan kering dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup. c. Kawasan Tanaman Tahunan/Perkebunan Kawasan
tanaman
tahunan/perkebunan
di
Kecamatan
Ciampea
mempunyai luas 1.045 Ha. Pengelolaan kawasan tanaman tahunan dilakukan melalui upaya memanfaatkan potensi tanah yang sesuai untuk peningkatan kegiatan produksi pertanian tanaman tahunan dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup. d. Kawasan Hutan Produksi Kawasan hutan produksi di Kecamatan Ciampea mempunyai luas 1.365 Ha. Pengelolaan kawasan hutan produksi dilakukan melalui upaya : - Menerapkan cara pengelolaan hutan yang tepat dalam memanfaatkan ruang beserta sumberdaya hutan di kawasan hutan produksi terbatas dan di kawasan hutan produksi tetap untuk memperoleh hasi-hasil hutan bagi kepentingan negara, masyarakat, industri, dan ekspor dengan tetap menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup. - Menerapkan cara pengelolaan hutan yang tepat dalam memanfaatkan ruang kawasan
hutan
produksi
yang
dapat
dikonversi
guna
mendukung
pengembangan transportasi, transmigrasi, pertanian, permukiman, perkebunan,
48
industri, dan lain-lain dengan tetap menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup. e. Kawasan Permukiman Perdesaan Kriteria dari kawasan permukiman perdesaan yaitu kawasan yang apabila dimanfaatkan untuk kegiatan permukiman dapat meningkatkan ketersediaan permukiman beserta sarana dan prasarananya. Lokasinya terkait dengan kawasan hunian yang telah berkembang. Kawasan permukiman perdesaan di Kecamatan Ciampea mempunyai luas 690 Ha. Pengelolaan kawasan permukiman perdesaan dilakukan melalui upaya : - Memanfaatkan ruang yang sesuai untuk tempat bermukim dengan menyediakan lingkungan yang sehat dan aman dari bencana alam serta dapat memberikan lingkungan hidup yang sesuai bagi pengembangan masyarakat. - Permukiman yang telah berkembang ditata lingkungannya, sehingga memenuhi persyaratan fisik, kesehatan, kenyamanan, dan keserasian. f. Kawasan Pengembangan Perkotaan Kriteria kawasan pengembangan perkotaan yaitu kawasan yang apabila dikembangkan dapat menampung permukiman perkotaan berskala besar dan dapat dikembangkan ke pusat-pusat kegiatan sosial, ekonomi, dan jasa. Lokasinya terkait dengan sistem kota-kota di sekitarnya. Kawasan pengembangan perkotaan di Kecamatan Ciampea mempunyai luas 710 Ha. Pengelolaan kawasan permukiman perdesaan dilakukan melalui upaya : - Memanfaatkan ruang yang sesuai untuk tempat bermukim dengan menyediakan lingkungan yang sehat dan aman dari bencana alam serta dapat memberikan lingkungan hidup yang sesuai bagi pengembangan masyarakat.
49
- Permukiman yang telah berkembang ditata lingkungannya, sehingga memenuhi persyaratan fisik, kesehatan, kenyamanan, dan keserasian.
VI.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Alih fungsi lahan adalah suatu proses dinamis yang wajar terjadi mengikuti perkembangan penduduk dan pola pembangunan wilayah. Proses ini tetap perlu dijaga, diatur, dan sedapat mungkin dihindari agar tidak merugikan bagi penggunaan lahan yang telah ada maupun terhadap kemungkinan pemanfaatan potensi lahan untuk pengembangan penggunaannya dimasa datang. Land rent dapat dijadikan dasar untuk menerangkan bagaimana suatu usaha menekan usaha lainnya yang berlangsung pada wilayah yang sama sehingga dapat diduga bagaimana proses pergeseran yang terjadi dari satu bentuk penggunaan lahan ke bentuk penggunaan lahan lainnya. Dengan demikian pengetahuan mengenai land rent dan faktor-faktor yang mempengaruhinya perlu untuk diketahui. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diketahui bagaimana dan sejauh mana proses perubahan penggunaan lahan pada lahan pertanian dan non pertanian yang terjadi pada lokasi penelitian. Selain itu juga diperoleh hasil berupa land rent lahan pertanian dan lahan non pertanian pada lokasi penelitian serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
6.1 Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian dan Lahan Permukiman 6.1.1 Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Kabupaten Bogor selama beberapa tahun terakhir mengalami konversi lahan yang cukup cepat. Khususnya Kecamatan Ciampea yang dalam RTRW Kabupaten Bogor merupakan kecamatan yang lebih difungsikan sebagai lahan pertanian lahan basah, mengalami konversi lahan pertanian dari tahun ke tahun.
51
Konversi lahan pertanian juga merambah sarana dan prasarana pertanian dan telah menghabiskan investasi yang cukup besar. Laju degradasi lahan pertanian selama tujuh tahun yaitu dari tahun 2000 sampai 2007 dapat dilihat di Tabel 8. Pada kurun waktu tahun 2000 hingga tahun 2007 luas lahan pertanian di Kecamatan Ciampea mengalami penurunan dari 1558 ha menjadi 1.286,4 ha, sehingga pertumbuhannya selama kurun waktu tersebut sebesar –271,6 ha. Untuk laju pertumbuhan lahan pertanian tiap tahunnya sebesar –2,70 persen per tahun. Salah satu berkurangnya luas lahan pertanian adalah akibat kegiatan pengalihfungsian lahan pertanian ke penggunaan lain. Tabel 8. Perubahan Luas Lahan Pertanian di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor Luas Penggunaan Lahan (Ha) No Desa Tahun 2000 Tahun 2007 Pertumbuhan 1 Ciampea Udik 184 203 19 2 Cinangka 233 127 -106 3 Cibuntu 216 148,4 -67,6 4 Cicadas 120 125 5 5 Tegal Waru 220 150 -70 6 Bojong Jengkol 45 85 40 7 Cihideung Udik 187 197 10 8 Cihideung Ilir 143 80 -63 9 Cibanteng 50 50 0 10 Bojong Rangkas 47 45 -2 11 Cibadak 6 6 0 12 Benteng 91 40 -51 13 Ciampea 16 30 14 Jumlah 1.558 1.286,4 -271,6 Sumber : BPS, 2000 dan Laporan Tahunan Kecamatan Ciampea, 2007
Pertumbuhan (%) 10,326 -45,494 -31,296 4,167 -31,818 88,89 5,348 -44,056 0 -4,255 0 -56,044 87,500 -16,732
Perubahan luas lahan pertanian berbeda-beda di setiap desa, ada yang bertambah dan ada juga yang mengalami penurunan. Dari hasil analisis pertumbuhan untuk lahan pertanian terlihat bahwa ada lima desa yang mengalami penambahan luas lahan pertanian dan enam desa yang mengalami penurunan (alih fungsi) luas lahan pertanian. Sedangkan ada dua desa yang tidak ada perubahan data luas penggunaan lahan selama kurun waktu tujuh tahun. Desa yang
52
mengalami penambahan luas lahan pertanian adalah Ciampea Udik, Cicadas, Bojong Jengkol, Cihideung Udik, dan Ciampea. Hal ini disebabkan karena di keempat desa tersebut mata pencaharian utama sebagian besar masyarakat adalah sebagai petani dan hampir tidak adanya penduduk baru dari luar desa tersebut yang pindah ke desa-desa tersebut dalam kurun waktu tujuh tahun. Sehingga penambahan luas lahan pertanian dibutuhkan sebagai tuntutan dari jumlah petani yang semakin besar. Desa-desa yang mengalami penurunan luas lahan pertanian ada empat desa yaitu Cinangka, Cibuntu, Tegal Waru, Cihideung Ilir, Bojong Rangkas, dan Benteng. Hal ini disebabkan karena terjadi pengalihfungsian lahan pertanian ke penggunaan lain khususnya menjadi kawasan permukimanpermukiman baru yang dibangun oleh pihak pengembang (developer) dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal. Pada tahun 2007 jika diperbandingkan antara luas lahan pertanian seluas 1.286,4 ha dan jumlah penduduk yang bermatapencaharian utama sebagai petani sebesar 8.978 jiwa atau 20,45% dari seluruh jumlah penduduk yang memiliki pekerjaan (Tabel 7), maka terlihat luas lahan pertanian tersebut tidaklah memadai dan luasannya sangat kecil untuk dijadikan sebagai lahan usaha tani yang optimal. Jika dirata-ratakan, maka setiap petani hanya memiliki luas lahan pertanian seluas 1.432,83 m2 atau 0,143 ha. Berdasarkan penelitian Kurnia dalam Akib (2002), diketahui bahwa petani dapat digolongkan berlahan sempit jika luas lahan usaha pertanian mereka kurang dari 0,5 ha. Dapat diperkirakan bahwa sebagian besar dari mereka adalah petani gurem. Akan tetapi, pada kenyataannya dari penelitian yang dilakukan terlihat bahwa kepemilikan lahan pertanian di Kecamatan Ciampea tidaklah merata karena ada beberapa petani yang memiliki lahan dengan
53
luas lebih dari dua hektar namun ada juga petani yang memiliki lahan hanya kurang dari 0,5 ha. Peningkatan teknologi menjadi kecil peranannya untuk meningkatkan kesejahteraan petani berlahan sempit (< 0,5 ha). Hal ini akan meningkatkan ketidakpastian dalam usaha tani yang secara tidak langsung disebabkan oleh penguasaan lahan dan secara langsung disebabkan oleh peningkatan kebutuhan yang semakin meningkat. Akibatnya petani berlahan sempit semakin terdorong untuk menjual lahannya atau mengkonversi lahannya dari penggunaan pertanian ke non pertanian, sementara kemampuan diversifikasi usaha mereka relatif rendah. Berdasarkan uraian tersebut, terdapat faktor utama yang menyebabkan petani mengalih gunakan lahannya yang sempit. Faktor utama adalah rendahnya land rent dan yang kedua adalah skala usaha yang sangat kecil (subsisten). Nilai laju pertumbuhan lahan pertanian yang bernilai negatif tiap tahunnya, disamping dapat mengakibatkan berubahnya fenomena fisik luasan lahan pertanian, juga dapat berkaitan erat dengan berubahnya orientasi ekonomi, sosial budaya, dan politik masyarakat. Meskipun alih fungsi lahan merupakan suatu proses yang wajar dan diperlukan dalam pelaksanaan pembangunan wilayah, proses ini tetap harus dijaga agar sejauh mungkin tidak merugikan dan berlangsung sesuai dengan aturannya. Perubahan pola penggunaan lahan yang tidak terkendali dan tidak terencana dapat berpengaruh buruk terhadap pembangunan itu sendiri dan pembangunan semacam ini tidak akan berkelanjutan. 6.1.2 Perubahan Penggunaan Lahan Permukiman Salah satu bentuk pengkonversian lahan pertanian adalah konversi lahan pertanian ke bentuk non pertanian atau lahan terbangun. Lahan terbangun,
54
khususnya lahan untuk permukiman, pada lokasi penelitian terlihat mulai merambah areal pertanian. Data mengenai luas perubahan lahan permukiman pada tahun 2000 samapai 2007 dapat dilihat pada Tabel 9. Pada kurun waktu tahun 2000 hingga 2007 luas lahan permukiman di Kecamatan Ciampea mengalami peningkatan sebesar
337 ha dari 1.080 ha menjadi 1.417 ha. Untuk laju
pertumbuhan lahan permukiman tiap tahunnya sebesar 3,96 persen per tahun. Permukiman-permukiman baru selama kurun waktu tujuh tahun tersebut tentunya mengalihfungsikan lahan-lahan kosong atau bahkan lahan pertanian yang masih produktif menjadi rumah huni/perumahan demi tuntutan pemenuhan kebutuhan akan lahan. Tabel 9. Perubahan Luas Lahan Permukiman di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor Luas Penggunaan Lahan (Ha) Desa Tahun 2000 Tahun 2007 Pertumbuhan Ciampea Udik 103 103 0 Cinangka 17 90 73 Cibuntu 50 92 42 Cicadas 25 135 110 Tegal Waru 38 189 151 Bojong Jengkol 120 109 -11 Cihideung Udik 85 99 14 Cihideung Ilir 75 101 26 Cibanteng 112 116 4 Bojong Rangkas 115 75 -40 Cibadak 116 95 -21 Benteng 109 98 -11 Ciampea 115 115 0 Jumlah 1.080 1.417 337 Sumber : BPS, 2000 dan Laporan Tahunan Kecamatan Ciampea, 2007 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Pertumbuhan (%) 0 429,412 84 440 397,368 -9,167 16,471 34,667 3,571 -34,783 -18,103 -10,092 0 1333,344
Berdasarkan hasil analisis pertumbuhan permukiman menunjukkan ada tujuh desa yang mengalami penambahan dan empat desa yang mengalami penurunan. Lima desa lainnya tidak ada perbedaan data luas penggunaan lahan antara tahun 2000 dan tahun 2007. Desa yang mengalami penambahan luas lahan permukiman adalah Cianangka, Cibuntu, Cicadas, Tegal Waru, Cihideung Udik,
55
Cihideung Ilir, dan Cibanteng. Hal ini disebabkan karena semakin bertambahnya jumlah penduduk sehingga kebutuhan akan lahan untuk permukiman/tempat tinggal juga semakin meningkat. Dari hasil analisis pertumbuhan untuk lahan permukiman terlihat bahwa Desa Cinangka dan Tegal Waru mengalami penambahan lahan permukiman yang sangat tinggi, yaitu sebesar 429,412 persen dan 397,368 persen. Hal ini disebabkan karena adanya perbaikan akses jalan, sehingga menyebabkan tumbuhnya daerah permukiman baru yang banyak bermunculan. Desa-desa yang mengalami penurunan luas lahan permukiman adalah Bojong Jengkol, Bojong Rangkas, Cibadak, dan Benteng, hal ini terjadi karena adanya perubahan penggunaan lahan permukiman menjadi penggunaan lainnya seperti perdagangan, industri, atau jasa. Sektor-sektor ekonomi dengan pertumbuhan yang tinggi akan diikuti dengan laju penggunaan sumberdaya yang lebih tinggi. Akibatnya realokasi sumberdaya dari sektor pertanian ke non pertanian sangat sulit dihindari. Meskipun demikian, proses realokasi tersebut perlu diatur, diarahkan, dan dibatasi. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan penetapan kebijakan perencanaan tata ruang. Salah satu bentuk kebijakan tersebut adalah perencanaan yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Pengoptimalan pengimplementasian RTRW merupakan suatu alat untuk mengarahkan dalam penentuan daerah yang menjadi lokasi pemanfaatan lahan non pertanian. Lahanlahan potensial dan produktif tinggi ditetapkan untuk tidak dikonversi ke bentuk lahan non pertanian. Sedangkan lahan-lahan yang tingkat pemanfaatannya relatif belum intensif dapat lebih diprioritaskan untuk diarahkan ke penggunaan non pertanian.
56
Konversi lahan juga akan mempengaruhi kondisi ketenagakerjaan nasional, khususnya pada sektor pertanian. Semakin laju konversi lahan pertanian akan mengakibatkan berkurangnya dan menyempitnya luas lahan pertanian dan skala usaha tani. Kondisi ini akan semakin memberatkan sektor pertanian dimasa depan, karena sektor pertanian masih merupakan penampung sebagian besar tenaga kerja nasional. Akibatnya, pada saat sektor pertanian tidak lagi sanggup untuk menampung tenaga kerja tersebut, maka akan banyak penduduk desa yang pindah ke kota besar untuk mencari pekerjaan di luar sektor pertanian.
6.2 Perbandingan Nilai Ekonomi Lahan (Land Rent) Antara Lahan Pertanian dan Lahan Permukiman Nilai ekonomi lahan (land rent) diperoleh dari rata-rata land rent dari 30 responden baik responden petani maupun pemilik permukiman. Berdasarkan nilai riil, land rent diperoleh dari rata-rata nilai surplus/defisit usaha dalam analisis finansial masing-masing responden petani dan pemilik permukiman selama kurun waktu satu tahun. Perbandingan Nilai ekonomi lahan antara lahan pertanian dengan lahan permukiman diketahui sebesar 1 : 79 (Tabel 10) yang berarti land rent permukiman mencapai 79 kali lebih besar dibandingkan land rent pertanian. Berdasarkan nilai perbandingan tersebut dapat dijabarkan bahwa usaha permukiman, pada saat dan jangka waktu yang sama serta luas lahan yang sama lebih menguntungkan 79 kali dibandingkan dengan usaha pertanian. Tabel lengkap perbandingan nilai ekonomi lahan (land rent) berdasarkan nilai riil antara lahan pertanian dan lahan permukiman terdapat pada Lampiran 6. Berdasarkan land rent tersebut telah dapat diprediksi bahwa pergeseran penggunaan lahan pertanian ke bentuk non pertanian akan terus berlangsung dan
57
akan sangat sulit untuk dihindari. Untuk itu perlu adanya suatu mekanisme pengaturan proses alih fungsi tersebut yang merupakan bagian dari bentuk kebijakan perencanaan tata ruang. Proses pembebasan lahan harus berlangsung secara adil dan tidak merugikan pihak petani pemilik lahan. Pihak petani harus mendapatkan sebagian keuntungan yang diperoleh oleh pihak non petani. Perlu adanya penetapan kebijakan dimana pihak petani pemilik lahan berhak mendapatkan ganti rugi pembebasan lahan sekian persen dari perbandingan land rent (79 kali) antara petani dan non petani. Sehingga, petani yang telah kehilangan mata pencaharian utamanya mempunyai cukup modal untuk mencari alternatif mata pencaharian baru. Tabel 10. Perbandingan Rata-Rata Nilai Ekonomi Lahan (Land Rent) Berdasarkan Nilai Riil Antara Lahan Pertanian dan Lahan Permukiman (Rp/m2/Tahun) Jumlah Rata-Rata Ratio
Lahan Pertanian 38.905,00 1.297 1
Land Rent Lahan Permukiman 3.066.252,00 102.208,00 78,80
Nilai rata-rata opportunity cost yang diperoleh merupakan selisih antara nilai rata-rata land rent lahan pertanian dan lahan permukiman, yaitu sebesar Rp 100.911,00/m2/tahun. Nilai ini menunjukkan besarnya nilai kesempatan atau keuntungan materi yang tidak dapat diperoleh petani atas konsekuensinya untuk tetap mempertahankan lahan pertanian mereka. Lahan pertanian memiliki manfaat yang sangat besar yang tidak hanya dinikmati oleh petani pemilik lahan saja, melainkan juga dinikmati oleh masyarakat umum, khususnya manfaat lingkungan dan penyediaan hasil produksi pertanian. Jika beban untuk mempertahankan lahan pertanian hanya ditanggung oleh pihak petani, hal ini merupakan suatu bentuk ketidakadilan. Melihat besarnya nilai opportunity cost ini, hendaknya para petani
58
diberi kesempatan untuk memperoleh keuntungan. Salah satu caranya adalah dengan peningkatan produktivitas lahan serta nilai jual produk pertanian. Besarnya nilai keuntungan yang tidak diperoleh oleh petani perlu segera ditangani dan ditindaklanjuti. Jika hal ini terus berlangsung maka proses konversi lahan dapat dipastikan akan terus berlanjut dan akan semakin laju. Hal ini adalah hal yang sangat wajar serta petani tidak dapat disalahkan jika mereka mengkonversi lahan mereka ke bentuk non pertanian yang memiliki land rent yang lebih tinggi dan memberikan nilai keuntungan yang jauh lebih tinggi. Oleh karena itu, pihak pemerintah dan masyarakat sekitar yang ikut menikmati dan merasakan atas keberadaan lahan pertanian baik dari segi manfaat produksi maupun manfaat lingkungan memiliki tanggung jawab untuk menagnggung beban tersebut. Hal ini dapat berwujud dalam bentuk kebijaksanaan insentif dan disinsentif bagi petani dan non petani. Hasil ini semakin memperkuat teori yang mengemukakan bahwa petani cenderung memanfaatkan lahannya untuk penggunaan yang dalam jangka pendek dapat memberikan keuntungan terbesar. Teori inilah yang dapat menjelaskan mengapa petani cenderung untuk mengkonversi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian. Pada umumnya setiap jenis penggunaan lahan (pertanian dan non pertanian) mempunyai nilai ekonomi lahan (land rent) yang berbeda. Jenis penggunaan dengan nilai keuntungan komparatif tertinggi akan mempunyai kapasitas penggunaan lahan yang terbesar, sehingga penggunaan lahan tertentu akan dialokasikan untuk kegiatan yang memberikan land rent teringgi. Penggunaan lahan yang mempunyai land rent yang lebih tinggi relatif lebih mudah menduduki lokasi utama dan menekan serta menggeser posisi penggunaan
59
lahan yang memiliki nilai ekonomi lahan yang lebih kecil. Teori Barlowe (1978) mengemukakan bahwa lahan dengan land rent tertinggi cenderung dikuasai oleh kegiatan jasa, selanjutnya pada tingkat yang lebih rendah berturut-turut yaitu lahan industri, permukiman, pertanian, hutan, hingga lahan tandus. Hasil perhitungan land rent lahan pertanian yang dilakukan pada penelitian ini masih terlalu underestimate, karena belum menghitung manfaat fungsi-fungsi lahan pertanian yang lain selain sebagai penghasil bahan pangan. Perhitungan land rent tersebut hanya menghitung nilai budi daya lahan pertanian saja, belum menghitung nilai manfaat jasa lingkungan pertanian dan nilai manfaat multifungsi pertanian. Husen (2006) menyatakan multifungsi lahan pertanian merupakan berbagai fungsi eksternal pertanian selain fungsi utamanya sebagai penghasil pangan dan serat atau barang yang tampak nyata dan dapat dipasarkan. Multifungsi pertanian mencakup fungsi pertanian bagi lingkungan, ekonomi, sosial-budaya, dan ketahanan pangan. Secara umum, karakteristik multifungsi pertanian adalah berupa barang umum hasil ikutan suatu proses produksi. Menurut Rahmanto, Irawan, dan Agustin (2003) lahan pertanian memiliki multifungsi sebagai berikut, yaitu (1) penghasil bahan pangan; (2) penyedia lapangan pekerjaan; (3) mencegah urbanisasi melalui kesempatan kerja yang diciptakan; (4) sarana bagi tumbuhnya kebudayaan tradisional; (5) sarana tumbuhnya rasa gotong royong; (6) sarana priwisata; (7) mengurangi peluang banjir, erosi, dan tanah longsor; (8) menjaga keseimbangan sirkulasi air; (9) mengurangi pencemaran udara dan lingkungan; (10) sarana pendidikan; (11) sarana untuk mempertahankan keragaman hayati.
60
6.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Ekonomi Lahan (Land Rent) pada Lahan Pertanian Sebelum dilakukan analisis regresi berganda, terlebih dahulu dilakukan analisis korelasi berganda terhadap variabel-variabel penjelas, hasil analisis korelasi berganda dapat dilihat pada Lampiran 9. Berdasarkan nilai korelasi (r) antara masing-masing variabel penjelas terlihat ada nilai korelasi yang tinggi atau bernilai lebih dari 50 persen yaitu antara status lahan (X2) dengan biaya operasional (X4) dan antara total penerimaan (X3) dengan pajak (X5). Sehingga, perlu dilihat nilai VIF masing-masing variabel penjelas agar diketahui ada atau tidaknya multikolinearitas. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang dilakukan, diketahui terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi land rent pada lahan pertanian. Analisis yang dilakukan dalam perhitungan ini adalah Analisis Regresi Berganda. Berdasarkan land rent sebagai variabel tidak bebas/respon (Y) dan nilai variabelvariabel bebas/penjelas (X), dilakukan analisis lanjutan berupa analisis regresi berganda. Hasil analisis ini dapat dilihat pada Tabel 11. Berdasarkan nilai P pada masing-masing variabel terlihat bahwa variabel X2, X3, dan X3 menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap land rent. Tabel 11. Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Land Rent Lahan Pertanian di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor Variabel Interpretasi Koefisien SE Koefisien Konstanta -583,5 272,3 X1 Luas Lahan -0,008 0,015 X2 Status Lahan 620,4 288,7 X3 Total Penerimaan 0,838 0,079 X4 Biaya Operasional -0,741 0,188 X5 Pajak (PBB) 4,336 6,600 X6 Jarak ke Pasar 0,004 0,005 S = 474,166 R-Sq = 89,2% R-Sq(adj) = 86,3%
T -2,14 -0,50 2,15 10,59 -3,94 0,66 0,73
Keterangan : * nyata pada taraf 5%, ** nyata pada taraf 1%
P 0,043* 0,620 0,042* 0,000** 0,001** 0,518 0,473
VIF 1,3 2,2 3,0 3,1 2,2 1,2
61
Dari hasil analisis tersebut diperoleh nilai koefisien determinasi (R-Sq) sebesar 89,2 persen dan nilai koefisien determinasi yang disesuaikan (R-Sq(adj)) sebesar 86,3 persen. Nilai tersebut menunjukkan bahwa keragaman yang bisa diterangkan oleh variabel-variebel penjelas (X) yang digunakan dalam model terhadap nilai Y (Land Rent) yaitu sebesar 86,3 persen. Sedangkan sisanya sebesar 13,7 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diamati dalam model analisis. Pada Tabel 11 didapatkan pula nilai VIF untuk masing-masing variabel yang dapat digunakan untuk melihat adanya multikolinearitas antar variabel penjelas. Dari hasil tersebut dapat terlihat bahwa semua variabel mempunyai nilai VIF kurang dari lima yang artinya tidak ada masalah multikolinearitas pada model analisis. Sedangkan uji heteroskedastisitas yang dilakukan, diperoleh bahwa model tidak terdapat heteroskedastisitas. Hal ini dijelaskan dari plot data antara nilai residual dengan nilai dugaan variabel respon bersifat acak atau tidak ada pola tertentu. Variabel nyata mempengaruhi nilai ekonomi lahan (land rent) pada tingkat kepercayaan lebih dari 95 persen (p<0,05). Berdasarkan hasil analisis dimana Y merupakan nilai ekonomi lahan (land rent), model regresi berganda yang dihasilkan adalah : Y = - 583,5 – 0,008 X1 + 620,4 X2 + 0,838 X3 – 0,741 X4 + 4,336 X5 + 0,004 X6 Hasil regresi ini menujukkan faktor-faktor yang memberikan pengaruh nyata terhadap land rent. Berdasarkan analisis ini menunjukkan bahwa faktor yang memberikan pengaruh nyata terhadap land rent adalah variabel X2 (Status Lahan) dan yang memberikan pengaruh yang sangat nyata adalah variebel X3 (Penerimaan) serta variabel X4 (Biaya Operasional), sedangkan variabel lain tidak berpengaruh nyata. Variabel-variabel yang tidak berpengaruh nyata terhadap
62
model artinya pengaruh variabel-variabel penjelas terhadap perubahan land rent sangat kecil. Dari hasil analisis regresi, variabel jarak antara lahan dengan pasar tidak berpengaruh nyata pada taraf 5 persen. Nilai P yang diperoleh sebesar 0,473 artinya pengaruh perubahan jarak dengan pasar terhadap perubahan land rent sangat kecil. Hal ini bertolak belakang dengan teori lokasi yang mengemukakan bahwa semakin dekat jarak suatu lahan ke pusat kota atau pasar maka land rent juga akan semakin tinggi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan ada faktor yang menyebabkan jarak lahan dengan pasar tidak nyata terhadap model yaitu hampir setengah dari petani responden bekerja sama dengan tengkulak dalam mendapatkan sarana produksi dan menjual hasil produksinya. Berdasarkan definisi yang menyebutkan bahwa pasar merupakan tempat pertemuan antara penjual dan pembeli di dalam suatu kegiatan ekonomi, maka jarak lahan dengan pasar bagi responden yang bekerjasama dengan tengkulak bernilai nol, karena proses jual dan beli berlangsung di lahan tersebut. Sedangkan, untuk petani responden yang mendapatan sarana produksi dan menjual hasil produksinya di pasar, jarak antara lahan dengan pasar lebih ditentukan oleh jenis komoditi yang diproduksi. Hal ini disebabkan karena masing-masing jenis komoditi memiliki pasar induk yang berbeda-beda. Selain itu, jarak antara lahan dengan pasar tidak begitu mencerminkan besarnya biaya transportasi, karena biaya sewa angkutan untuk mengangkut hasil produksi ke pasar dihitung berdasarkan banyaknya hari pemakaian angkutan tersebut dan bobot hasil produksinya. Interpretasi variabel dengan penjelasan terhadap masing-masing variabel yang berpengaruh nyata dan sangat nyata adalah sebagai berikut :
63
Status Lahan Variabel X2 diinterpretasikan sebagai status lahan bagi petani responden yang menggarap lahan pertanian. Variabel ini merupakan variabel dummy yang bernilai satu apabila petani responden merupakan petani pemilik lahan, dan bernilai nol apabila petani responden bukan sebagai pemilik lahan atau hanya merupakan petani penggarap. Telah menjadi fenomena umum di semua desa Kecamatan Ciampea, terdapat beberapa pemilik lahan bukan penduduk stempat melainkan penduduk kota, yang umumnya penduduk Kota Bogor dan Kota Jakarta, yang menyewakan atau menyakapkan lahan mereka kepada petani setempat. Hal ini mempengaruhi jenis komoditi yang ditanam dan yang diusahakan oleh petani. Masyarakat kota sebagai pemilik lahan menentukan jenis tanaman dengan melihat komoditi yang sedang dan diperkirakan akan memiliki nilai jual yang tinggi. Terkadang, pemilihan jenis tanaman ini tanpa melihat kesesuaian lahannya dan memaksakan pertumbuhan tanaman tersebut dengan input yang lebih besar. Nilai koefisien regresi untuk variabel status lahan adalah 620,4 ini menunjukkan bahwa selisih land rent antara petani yang berstatus pemilik lahan dengan petani yang berstatus penggarap lahan sebesar Rp 620,40/m2/tahun pada saat variabel lain bernilai tetap. Berdasarkan nilai tersebut menunjukkan bahwa petani yang berstatus sebagai pemilik lahan memiliki keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan petani yang hanya berstatus bukan pemilik lahan atau hanya sebagai penggarap lahan. Hal ini disebabkan karena petani bukan pemilik lahan harus menambah jumlah input mereka dengan mengeluarkan biaya sewa lahan atau dengan membagi jumlah keuntungan usaha tani mereka dengan pemilik
64
lahan. Semakin besar nilai input yang mereka keluarkan maka akan semakin menurunkan land rent usaha tani mereka. Total Penerimaan (Rp/m2/tahun) Variabel X3 diinterpretasikan sebagai total penerimaan. Penerimaan merupakan hasil yang diperoleh oleh petani selama melakukan kegiatan usaha tani, total penerimaan didapatkan dari hasil produksi selama satu tahun dikali dengan harga komoditi yang ditanam. Total penerimaan yang didapatkan oleh petani juga dapat menggambarkan tingkat produktivitas lahan pertanian dan harga komoditi pertanian, apabila produktivitas lahan pertanian atau harga komoditi pertanian tinggi maka penerimaan yang diterima petani juga relatif besar, dan sebaliknya. Dari hasil pengamatan yang dilakukan di lokasi penelitian harga yang diterima oleh semua responden relatif seragam untuk komoditi yang sama. Oleh karena itu, dalam penelitian ini variabel total penerimaan (X3) dapat menggambarkan tingkat produktivitas atau kesuburan lahan pertanian, seperti yang dikemukakan oleh David Ricardo bahwa semakin tinggi tingkat produktivitas atau kesuburan lahan pertanian semakin tinggi land rent lahan tersebut. Total penerimaan tersebut selanjutnya dibagi dengan luas lahan, hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi adanya korelasi yang tinggi antara variabel total penerimaan dengan variabel-variabel lain yang nilainya tergantung dengan nilai luas lahan, seperti biaya operasional, pajak, serta luas lahan itu sendiri. Berdasarkan hasil koefisien regresi yang diperoleh untuk variabel total penerimaan menunjukkan bahwa penambahan satu satuan total penerimaan akan
65
meningkatkan land rent lahan pertanian sebesar 0,833 satuan pada saat variabel lain tetap. Biaya Operasional (Rp/m2/tahun) Variabel X4 diinterpretasikan sebagai biaya operasional. Biaya operasional merupakan penjumlahan dari biaya-biaya sarana produksi dan biaya tenaga kerja baik tenaga kerja keluarga maupun tenaga kerja non keluarga. Sedangkan yang termasuk biaya sarana produksi yaitu biaya pembelian bibit, pupuk, pestisida, serta biaya transportasi untuk mengangkut hasil pertanian ke pasar terdekat. Biaya-biaya tersebut dihitung berdasarkan pengeluaran yang dikeluarkan oleh petani dalam melakukan kegiatan usaha tani selama kurun waktu satu tahun. Biaya operasional pada penelitian ini dapat menggambarkan tingkat kesuburan lahan pertanian, karena dari hasil pengamatan dan wawancara pada semua responden terlihat bahwa harga saprodi dan biaya tenaga kerja relatif sama di lokasi penelitian. Oleh karena itu, apabila ada reponden yang memiliki luas lahan yang sama dan menanam komoditi yang sama tetapi biaya operasionalnya berbeda, maka hal ini yang berbeda dari responden tersebut adalah tingkat kesuburan lahannya. Biaya operasional tersebut selanjutnya dibagi dengan luas lahan, agar tidak terjadi korelasi yang tinggi dengan variabel-variabel lain yang nilainya tergantung dengan nilai luas lahan. Berdasarkan hasil koefisien regresi untuk biaya operasional menunjukkan setiap penambahan satu satuan biaya yang dikeluarkan oleh petani akan menurunkan land rent 0,741 satuan, pada saat variabel lain tetap. Hal ini sesuai dengan teori David Ricardo bahwa semakin
66
rendah tingkat kesuburan lahan, dalam hal ini diwakilkan oleh biaya operasional (X4), maka land rent juga akan semakin rendah. Berdasarkan analisis ragam pada pendugaan model Land Rent lahan pertanian yang diperoleh, pada Tabel 12 didapatkan nilai F-hitung sebesar 31,51 yang signifikan pada taraf kepercayaan 95 persen. Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi Land Rent di dalam model secara bersamasama berpengaruh nyata terhadap Land Rent pada lahan pertanian. Tabel 12. Analisis Ragam Model Land Rent Lahan Pertanian di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor Source Regression Residual Error Total
DF 6 23 29
SS 42509879 5171158 47681037
MS 7084980 224833
F 31,51
P 0,000
6.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Ekonomi Lahan (Land Rent) pada Lahan Permukiman Sebelum dilakukan analisis regresi berganda, terlebih dahulu dilakukan analisis korelasi berganda terhadap variabel-variabel penjelas, hasil analisis korelasi berganda dapat dilihat pada Lampiran 10. Berdasarkan nilai korelasi (r) antara masing-masing variabel penjelas terlihat ada nilai korelasi yang tinggi atau bernilai lebih dari 50 persen yaitu antara pajak (X5) dengan luas lahan (X1), penerimaan (X3), dan biaya operasional (X4); antara penerimaan dengan luas lahan dan biaya operasional; antara jarak ke pasar (X7) dengan jarak ke puskesmas (X9); serta antara jarak ke sekolah (X8) dengan jarak ke kantor desa (X10). Oleh karena itu, perlu dilihat nilai VIF masing-masing variabel penjelas agar diketahui ada atau tidaknya multikolinearitas. Berdasarkan hasil analisis regresi berganda, diketahui terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi land rent pada lahan permukiman. Berdasarkan land rent sebagai variabel tidak bebas/respon (nilai Y)
67
dan nilai variabel-variabel bebas/penjelas (X), dilakukan analisis lanjutan berupa analisis regresi berganda. Tabel 13. Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Land Rent Lahan Permukiman di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor Variabel Interpretasi Koefisien SE Koefisien Konstanta 96.450 35.607 X1 Luas Lahan -346,9 101 X2 Kondisi Rumah 70.955 30.543 X3 Total Penerimaan 0,002 0,001 X4 Biaya Operasional -0,0002 0,003 X5 Pajak (PBB) -0,147 0,153 X6 Jarak ke Jalan utama -69,74 28,98 X7 Jarak ke Pasar -11,912 6,459 X8 Jarak ke Sekolah 1,76 15,68 X9 Jarak ke Puskesmas 9,807 6,731 X10 Jarak ke Kantor Desa 6,73 13,42 S = 55619,3 R-Sq = 82,1% R-Sq(adj) = 72,7%
T 2,71 -3,44 2,32 4,88 -0,05 -0,96 -2,41 -1,84 0,11 1,46 0,50
P 0,014* 0,003** 0,031* 0,000** 0,958 0,349 0,026* 0,081 0,912 0,161 0,622
VIF 1,8 1,3 5,2 2,0 4,6 1,5 2,4 1,6 1,8 2,0
Keterangan : * nyata pada taraf 5%, ** nyata pada taraf 1% Dari Tabel 13 diatas, nilai VIF untuk variabel penerimaan (X3) bernilai 5,2 atau lebih dari lima, apabila ada variabel penjelas memiliki nilai VIF lebih besar dari lima, hal ini menunjukkan bahwa persamaan atau model tersebut mengalami multikolinearitas. Maka untuk mengatasi masalah multikolinearitas, salah satu yang paling “sederhana” untuk dilakukan adalah mengeluarkan satu dari variabel yang berkolinear (Gujarati, 1978). Dalam hal ini variabel yang dikeluarkan adalah variabel pajak (PBB) (X5), karena variabel ini yang memiliki nilai korelasi paling tinggi
dengan
variabel
penerimaan.
Hasil
estimasi
faktor-faktor
yang
mempengaruhi land rent lahan permukiman dengan model yang tidak mengalami masalah multikolinearitas dapat dilihat pada Tabel 14. Berdasarkan nilai P pada masing-masing variabel terlihat bahwa variabel X1, X2, X3, dan X6 menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap land rent pada tingkat kepercayaan lebih dari 95 persen (P<0,05). Dari hasil analisis tersebut diperoleh nilai koefisien determinasi (R-Sq) sebesar 81,3 persen dan nilai
68
koefisien determinasi yang disesuaikan (R-Sq(adj)) sebesar 72,8 persen. Nilai tersebut menunjukkan keragaman yang dapat diterangkan oleh model terhadap nilai Y (Land Rent) yaitu sebesar 72,8 persen. Sedangkan sisanya sebesar 27,2 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak diamati dalam model analisis. Tabel 14. Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Land Rent Lahan Permukiman di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor (tanpa variabel pajak) Variabel Interpretasi Koefisien SE Koefisien Konstanta 80.903 31.658 X1 Luas Lahan -366,25 98,78 X2 Kondisi Rumah 66.154 30.074 X3 Total Penerimaan 0,002 0,0003 X4 Biaya Operasional 0,0003 0,003 X6 Jarak ke Jalan utama -61,93 27,77 X7 Jarak ke Pasar -9,446 5,916 X8 Jarak ke Sekolah 4,05 15,47 X9 Jarak ke Puskesmas 9,327 6,700 X10 Jarak ke Kantor Desa 6,98 13,39 S = 55.512,8 R-Sq = 81,3% R-Sq(adj) = 72,8%
T 2,56 -3,71 2,20 6,24 0,08 -2,23 -1,60 0,26 1,39 0,52
P 0,019* 0,001** 0,040* 0,000** 0,936 0,037* 0,126 0,796 0,179 0,608
VIF 1,7 1,2 2,3 2,0 1,4 2,0 1,6 1,8 2,0
Keterangan : * nyata pada taraf 5%, ** nyata pada taraf 1% Pada Tabel 14 didapatkan pula nilai VIF untuk masing-masing variabel yang dapat digunakan untuk melihat adanya multikolinearitas antar variabel penjelas. Dari hasil tersebut dapat terlihat bahwa semua variabel mempunyai nilai VIF kurang dari lima yang artinya tidak ada masalah multikolinearitas pada model analisis. Sedangkan uji heteroskedastisitas yang dilakukan, diperoleh bahwa model tidak terdapat heteroskedastisitas. Berdasarkan hasil analisis dimana Y merupakan nilai ekonomi lahan (land rent), model regresi berganda yang dihasilkan adalah : Y
=
80.903 – 366,25 X1 + 66.154 X2 + 0,002 X3 – 0,0002 X4 – 61,93 X6 – 9,446 X7 + 4,05 X8 + 9,327 X9 + 6,98 X10
69
Hasil regresi ini menujukkan faktor-faktor yang memberikan pengaruh nyata terhadap land rent. Berdasarkan analisis ini menunjukkan bahwa faktor yang memberikan pengaruh nyata terhadap land rent adalah variabel X2 (Kondisi rumah) dan variabel X6 (Jarak ke jalan utama), serta yang memberikan pengaruh yang sangat nyata adalah variebel X1 (Luas lahan) dan variabel X3 (Total penerimaan), sedangkan variabel lain tidak berpengaruh nyata. Variabel-variabel yang tidak berpengaruh nyata terhadap model artinya pengaruh variabel-variabel penjelas terhadap perubahan land rent sangat kecil. Lebih jelas variabel-variabel yang berpengaruh nyata dan sangat nyata diterangkan sebagai berikut : Luas Lahan (m2) Variabel X1 diinterpretasikan sebagai luas lahan. Luas lahan merupakan total luas lahan permukiman baik luas lahan bangunan maupun luas lahan perkarangan. Hasil nilai koefisien regresi untu variabel luas lahan adalah -366,25 ini menunjukkan bahwa setiap penambahan satu satuan luas lahan akan menurunkan land rent lahan permukiman sebesar 366,25 satuan, pada saat variabel lainnya tetap. Ada beberapa faktor yang menyebabkan luas lahan berkorelasi negatif dengan land rent lahan permukiman, yaitu dengan semakin meningkatnya luas lahan maka biaya operasional untuk membangun atau merawat rumah akan semakin besar. Selain itu, berdasarkan pengamatan di lokasi penelitian rumah dengan luas lahan yang besar dan hanya memiliki satu lantai memiliki harga sewa yang lebih rendah dibandingkan dengan rumah dengan luas lahan yang kecil namun memiliki lebih dari satu lantai. Hal ini disebabkan karena rumah dengan lantai yang lebih dari satu lebih disukai oleh para penyewa rumah,
70
terutama apabila rumah tersbut digunakan untuk kost atau tempat tinggal mahasiswa. Kondisi Rumah Variabel X2 diinterpretasikan sebagai kondisi rumah. Variabel ini merupakan variabel dummy yang bernilai satu untuk rumah dengan kondisi permanen dan bernilai nol untuk rumah dengan kondisi semi permanen. Berdasarkan hasil koefisien regresi untuk variabel kondisi rumah didapatkan nilai sebesar 66.154, ini menunjukkan bawa selisih land rent antara rumah dengan kondisi permanen dan semi permanen sebesar Rp 66.154/m2/tahun pada saat variabel lain bernilai tetap. Sehingga dapat disimpulkan, semakin baik kondisi rumah maka land rent juga akan semakin tinggi. Total Penerimaan (Rp/tahun) Variabel X3 diinterpretasikan sebagai total penerimaan. Penerimaan merupakan hasil yang diperoleh oleh pemilik lahan permukiman selama satu tahun. Penerimaan ini dihitung berdasarkan biaya yang dibayarkan penyewa rumah kepada pemilik lahan permukiman selama satu tahun. Berdasarkan hasil koefisien regresi untuk variabel total penerimaan diperoleh nilai sebesar 0,002. Hal ini menunjukkan bahwa apabila total penerimaan meningkat sebesar satu satuan maka akan meningkatkan land rent lahan permukiman sebesar 0,002 satuan pada saat variabel lain bernilai tetap. Jarak ke Jalan Utama (m) Dalam penelitian ini aspek jarak yang digunakan hanya jarak tempuh (km), sedangkan aspek lainnya seperti waktu tempuh dan biaya transportasi tidak termasuk ke dalam variabel jarak. Hal ini merupakan keterbatasan penelitian
71
untuk menghitung aspek lain dari jarak, karena waktu tempuh dan biaya transportasi dari permukiman ke fasilitas-fasilitas publik tidak bernilai absolut tetapi relatif tergantung pada situasi dan kondisi pada saat menempuhnya. Oleh karena itu, untuk mengatasi keterbatasan penelitian ini waktu tempuh dan biaya transportasi dari permukiman ke fasililitas-fasilitas publik tidak dimasukkan ke dalam model. Variabel X6 diinterpretasikan sebagai jarak antara lahan permukiman dengan jalan utama. Jalan utama merupakan jalur yang dilalui oleh alat trasportasi atau kendaraan umum. Dari jarak fasilitas-fasilitas publik dengan lahan permukiman yang diduga sebagai variabel penjelas dalam model yang mempengaruhi land rent, hanya jarak ke jalan utama yang berpengaruh nyata. Sedangkan, untuk jarak ke fasilitas-fasilitas lain, seperti pasar tradisional terdekat, fasilitas pendidikan atau sekolah terdekat, fasilitas kesehatan atau puskesmas terdekat, dan fasilitas pemerintahan atau kantor desa, tidak berpengaruh nyata dalam model. Berdasarkan hasil koefisien regresi untuk variabel jarak ke jalan utama diperoleh nilai sebesar -61,93. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang negatif antara jarak lahan permukiman terhadap jalan utama dengan land rent. Dengan melihat nilai koefisien regresi tersebut dapat disimpulkan apabila jarak antara jalan utama dengan lahan permukiman bertambah sebesar satu satuan, maka land rent lahan permukiman berkurang sebesar 61,93 satuan pada saat variabel lain bernilai tetap. Berdasarkan pengamatan di lapangan, terlihat bahwa areal permukiman sangat jarang terdapat dan berkembang di lokasi yang jauh dari jalan utama, sehingga semakin jauh letak lahan permukiman dari jalan utama atau semakin tidak strategis lokasinya maka harga sewa lahan juga
72
terlihat semakin rendah, atau sebaliknya jika semakin strategis letak suatu lahan permukiman maka akan semakin tinggi harga sewa lahannya. Berdasarkan analisis ragam pada pendugaan model Land Rent lahan permukiman yang diperoleh, pada Tabel 15 didapatkan nilai F-hitung sebesar 9,63 yang signifikan pada taraf kepercayaan 95 persen. Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi Land Rent di dalam model secara bersamasama berpengaruh nyata terhadap Land Rent pada lahan permukiman. Tabel 15. Analisis Ragam Model Land Rent Lahan Permukiman di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor Source Regression Residual Error Total
DF 9 20 29
SS 2,67166E+11 61633344051 3,28799E+11
MS 29685124443 3081667203
F 9,63
P 0,000
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian yang yang telah dilakukan di lokasi penelitian, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Pada Kecamatan Ciampea, perubahan penggunaan lahan pertanian dalam kurun waktu tujuh tahun dari tahun 2000 sampai 2007 mengalami penurunan dengan laju pertumbuhan sebesar -2,70 persen tiap tahunnya. Sedangkan pada lahan permukiman mengalami penambahan dengan laju pertumbuhan sebesar 3,96 persen tiap tahunnya. 2. Berdasarkan hasil perhitungan land rent, terdapat perbedaan yang sangat besar antara land rent pertanian dan permukiman. Berdasarkan nilai riil, land rent lahan permukiman lebih besar 79 kali dibandingkan land rent lahan pertanian. Berdasarkan perbandingan land rent pertanian dan permukiman, keuntungan yang tidak diperoleh oleh pihak petani atas hilangnya kesempatan akibat konsekuensi mereka dalam mempertahankan lahan pertanian (opportunity cost) sebesar Rp 100.911,00/m2/tahun 3. Berdasarkan hasil analisis regresi, faktor-faktor yang mempengaruhi land rent pada lahan pertanian yaitu status lahan, total penerimaan, dan total biaya operasional pada taraf nyata lima persen, sedangkan variabel luas lahan, pajak, dan jarak ke pasar tidak berpengaruh nyata. Faktor-faktor yang mempengaruhi land rent pada lahan permukiman adalah luas lahan, kondisi rumah, total penerimaan, jarak ke jalan utama pada taraf lima persen, sedangkan variabel
74
biaya operasional, pajak, dan jarak fasilitas-fasilitas lainnya tidak berpengaruh nyata.
7.2 Saran Saran dan implikasi kebijakan yang dapat dikemukakan sehubungan dengan temuan hasil penelitian adalah : 1. Dengan nilai opportunity cost lahan pertanian yang relatif tinggi, maka diperlukan peran serta dari semua pelaku ekonomi secara nyata, baik masyarakat, pemerintah, maupun swasta terutama dalam hal konsistensi pemanfaatan ruang yang sudah direncanakan yang didukung oleh kepastian dan penegakan hukum yang adil serta transparan dalam implementasinya. Diharapkan RTRW yang telah ditetapkan sebagai kebijakan pemerinyah dapat terealisasikan dan dipertahankan. 2. Dirumuskan dan diimplementasikannya kebijakan insentif bagi petani atau lahan pertanian yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam rangka untuk meningkatkan land rent lahan pertanian. Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi land rent pertanian maka kebijakan insentif tersebut dapat berupa menurunkan biaya operasional pertanian dengan pemberian subsidi bibit, pupuk, dan obat-obatan; serta meningkatkan penerimaan petani dengan kebijakan harga komoditi pertanian yang tidak terlalu rendah di tingkat petani. 3. Perlu adanya kebijakan yang bersifat eminent domain dan propietary power dari pemerintah untuk mempertahankan lahan pertanian produktif dan potensial yang berada dekat dengan jalan utama, karena berdasarkan faktorfaktor yang mempengaruhi land rent lahan permukiman, lokasi lahan yang
75
berdekatan
dengan
jalan
utama
merupakan
“sasaran”
bagi
pengembang/developer untuk membangun permukiman. Oleh karena itu, apabila lahan pertanian yang berada di lokasi tersebut tidak dipertahankan maka dapat dipastikan di lokasi tersbut akan terjadi pengalihgunaan fungsi lahan. 4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai land rent pada lahan-lahan non pertanian lainnya selain lahan permukiman.
VIII. DAFTAR PUSTAKA Akib, Novi Narilla. 2002. Studi Keterkaitan Antara Nilai Manfaat Lahan (Land Rent) dan Konversi Lahan Pertanian di Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok. Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Alonso, William. 1964. Location and Land Use. Harvard University Press. Massachusetts Badan Pusat Statistik. 2007. Kabupaten Bogor Dalam Angka. _________________. 2004. Kecamatan Ciampea Dalam Angka Bappeda Kabupaten Bogor. 2000. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor. Pemerintah Kabupaten Bogor. Bogor. Barlowe, R. 1978. Land Resource Economics. Michigan State University, Printice Hall, Englewood Cliffs. New Jersey Gujarati, Damodar. 1978. Ekonometrika Dasar. penerjemah Sumarno, Zain Erlangga. Jakarta. Husen, Edi. 2006. Konsep Multifungsi untuk Revitalisasi Pertanian. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol 28. no.5 Irawan, Bambang. 2004. Solusi Konversi Lahan Melalui Pendekatan Sosial Ekonomi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Jr, Gibson W. L, R. H Hildreth, dan Gene Wunderlich. 1966. Methods for Land Economics Research. University of Nebraska Press. Lincoln Kurniawati, Yoyoh. 2005. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian ke Non Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap daya dukung Lahan di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung. Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Mubyarto. 1977. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta Mulyani, Yani 1994. Analisis Konversi Lahan dari Penggunaan Pertanian ke Penggunaan Non Pertanian dengan Pendekatan Nilai Sewa Ekonomi Lahan dan Daya Dukung Lahan (Studi Kasus Kabupaten Garut). Skripsi. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.
77
Ongkowijono, Ineke. 2006. Studi Perbandingan Land Rent Antara Lahan Komoditas Hortikultura dengan Padi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (Studi Kasus Kecamatan Pacet dan Warungkondang, Kabupaten Cianjur). Skripsi. Program Studi Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pemerintah Kabupaten Bogor. 2007. Laporan Monografi Kecamatan Ciampea _______________________ . 2007. Laporan Tahunan Kecamatan Ciampea Rahim, Dian A. 2007. Konversi Lahan Pertanian dan Dampaknya Terhadap Pelaku Konversi (Studi Kasus di Desa Tegalwaru dan Bojong Rangkas Kecamatan Ciampea). Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Rahmanto, B, Bambang Irawan, dan Nur Khoiriyah A. 2002. Persepsi Mengenai Multifungsi Lahan Sawah dan Implikasinya Terhadap Alih Fungsi ke Penggunaan Non Pertanian. www.ejournal.unud.ac.id/abstrak Ramanathan, Ramu. 1989. Introductory Econometrics With Applications Fourth Edition. The Dryden Press. Forth Worth. Sari, Sapta Eka. 2004. Analisis Konversi Lahan dan Sewa Ekonomi Lahan pada Lahan Sawah dan Lahan Pemukiman (Studi Kasus di Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi). Skripsi. Program Studi Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sitorus, Santun R.P. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Tarsito. Bandung Sulistiyono, Nurdin. 2006. Penilaian Ekonomi Berbagai Pola Penggunaan Lahan Berdasarkan Citra Satelit Ikonos Tahun 2003 (Studi Kasus di Sub DAS Ciesek, Ciliwung Hulu, Kabupaten Bogor). Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Suparmoko. 1989. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan: Suatu Pendekatan Teoritis. PAU-UGM. Yogyakarta Wahyuni, Ekawati Sri. 2004. Pedoman Teknis Menulis Skripsi. Departemen IlmuIlmu Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor
LAMPIRAN
79
Lampiran 1. Peta Landuse Kabupaten Bogor Tahun 2005
80
Lampiran 2. Peta Kesesuian Lahan Kabupaten Bogor
81
Lampiran 3. Peta RTRW Kabupaten Bogor
82
Lampiran 4. Kuisioner untuk Lahan Pertanian Nama responden Usia responden Pendidikan terakhir Bertani sejak tahun Sampai dengan tahun
: : : : :
a. Pemilikan Lahan Status Luas Lahan (Ha) Milik Sendiri Sewa Garap (bagi hasil)
Sistem Bagi Hasil Pemilik (%) Penggarap (%)
Harga Sewa (Rp)
b. Penggunaan Lahan - Pola tanam : jika monokultur, maka isi tabel b.1, atau jika tumpang sari, maka isi tabel b.2 - Jenis tanaman yang ditanam dalam setahun terakhir : ……….. b.1 Monokultur Parameter Komoditas Luas Tanam (ha) Produktivitas (kg/ha) Jumlah yang dijual (%) Jumlah yang dikonsumsi (%) Harga Jual (Rp) b.2 Tumpang Sari Parameter Komoditas Luas Tanam (ha) Produktivitas (kg/ha) Jumlah yang dijual (%) Jumlah yang dikonsumsi (%) Harga Jual (Rp)
Musim-1
Musim-2
Musim-3
Musim-1
Musim-2
Musim-3
c.1 Pembibitan Monokultur Tanaman Varietas Jumlah (kg) Harga/satuan (Rp/kg) Nilai (Rp) Yang mati (%)
Beli
Tanaman monokultur Sumber sendiri
83
c.2 Pembibitan Tumpang Sari Tanaman Varietas Jumlah (kg) Harga/satuan (Rp/kg) Nilai (Rp) Yang mati (%)
Beli
Tanaman tumpangsari Sumber sendiri
d. Penggunaan Pupuk - Apakah melakukan pemupukan tanaman ? 1 = ya, 2 = tidak - Bila ya, berapa kali setiap tanaman ? 1= satu kali, 2 = dua kali, 3 = tidak tentu Jenis Komoditas Jenis Harga/kg Luas (ha) Harga (Rp/kg) ……… ……… ……… Pupuk (kg/ha) 1. Urea 2. TSP 3. KCL 4. ZA 5. Kandang 6. Kapur 7. ………… e. Pengendalian Hama, Penyakit, dan Gulma - Apakah melakukan pengendalian hama penyakit ? 1 = ya, 2 = tidak - Bila ya, berapa kali setiap tanaman ? 1=satu kali, 2=dua kali, 3=tiga kali, 4=tidak tentu Jenis Harga/kg Luas (ha) Harga Jenis Komoditas (Rp/kg) ……… ……… ……… Pestisida 1. 2. 3. 4. Herbisida 1. 2. 3. f. Input Tenaga Kerja Kegiatan`
Pengolahan Penanaman Pemupukan Penyiraman PHT Penyiangan Panen Total
Musim – 1 Jumlah TK Pria Wanita
Musim – 2 Jumlah TK Pria Wanita
Musim – 3 Jumlah TK Pria Wanita
84
Upah (Rp/hari) HOK Pria HOK Wanita HOK Anak-anak
: : : :
g. Biaya Pajak Lahan (jika lahan milik sendiri) : Rp………./tahun h. Cara Memperoleh Sarana Produksi adalah melalui : a. …………………………………………………….. b. ……………………………………………………. i. Jarak Lahan dengan pasar : ……………….Km/m
85
Lampiran 5. Kuisioner untuk Pemilik Lahan Permukiman Nama responden Usia responden Pendidikan terakhir
: : :
Luas Lahan yang dimiliki - Pekarangan rumah : ……….. - Luas bangunan : ……….. - Lahan kering : ………..
- Sawah : ……… - Lainnya : . ……..
Kondisi rumah a. Permanen b. Semi Permanen Jumlah kamar : ………… Jarak rumah dengan jalan utama
: …………….. Km/m
Jarak rumah dengan pasar terdekat
: …………….. Km/m
Jarak rumah dengan sekolah terdekat
: …………….. Km/m
Jarak rumah dengan puskesmas terdekat
: …………….. Km/m
Jarak rumah dengan kantor desa
: …………….. Km/m
Harga sewa rumah : a. Rp…………../kamar/tahun b. Rp…………../kamar/bulan c. Rp…………./tahun d. Rp…………./bulan Biaya Operasional a. Pengecatan ulang b. Perawatan/perbaikan c. Listrik/air d. Lain-lain
: Rp………../tahun : Rp………../tahun : Rp………../(bulan/tahun) : Rp………../tahun
Pajak (PBB) : Rp………../tahun
86
Lampiran 6. Perbandingan Nilai Ekonomi Lahan (Land Rent) Antara Lahan Pertanian dan Lahan Permukiman No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rata-rata
Land Rent (Rp/m2/tahun) Lahan Pertanian Lahan Permukiman 1.617 450.842,59 429,85 63.195,83 608,77 7.900 1.055 39.032,31 2.305 37.470,59 2.154,38 19.485,43 1.159,99 118.083,33 1.772,55 44.700 105,11 40.478,97 2.493 318.700 1.839,33 223.700 1.475,63 62.500 34,8 35.145 228,27 51.666,67 3.121,88 47.739,75 353 71.816,30 1.112,67 9.450 760 114.794,52 2.064,38 80.400 1.487,33 54.996,5 1.780,5 86.777,78 42,6 65.722,22 4.899,38 43.200 636,43 250.138,89 120 67.000 455,15 17.700 4.049,25 218.703,70 62 118.500 562,76 132.523,15 118,8 173.888,89 1.297 102.208,41
87 Lampiran 7. Data Land Rent Lahan Pertanian di Kecamatan Ciampea
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Biaya Luas Lahan Penerimaan Sewa Lahan Jarak ke Pasar Operasional Pajak (Rp/m2/tahun) (Rp/m2/tahun) (m2) Status (Rp/m2/tahun) (Rp/m2/tahun) (m) 2.500 milik 3120 1488 15 0 0 6.500 milik 1073,076923 628,2307692 15 0 0 24.000 milik 2370,833333 1747,0625 15 0 0 7.000 milik 3021,428571 1951,428571 15 0 0 5.000 milik 3600 1280 15 0 0 2.000 milik 2250 65,625 30 0 0 10.000 milik 2939,5 1749,51 30 0 15.200 10.500 milik 3313,333333 1474,114286 66,66666667 0 3.000 27.000 milik 1905,555556 1785,444444 15 0 17.500 7.000 Bukan milik 7500 2007 0 3000 0 1.500 milik 2133,333333 279 15 0 85.500 1.120 milik 3321,428571 1830,803571 15 0 10.500 5.000 milik 120 70,2 15 0 0 1.300 Bukan milik 3000 1364,038462 0 1407,692308 0 800 milik 4500 1315,625 62,5 0 0 2.000 milik 675 292 30 0 60.000 6.000 Bukan milik 1831,666667 577,3333333 0 141,6666667 19.000 3.000 Bukan milik 2000 640 0 600 12.000 1.600 milik 3000 890,625 45 0 12.000 1.500 milik 3126,666667 1612,666667 26,66666667 0 3.000 1.000 milik 2880 1054,5 45 0 12.000 10.000 Bukan milik 1020 467,4 0 510 12.000 800 milik 7500 2555,625 45 0 0 20.500 milik 2110,487805 1467,560976 6,5 0 12.000 2.000 milik 450 270 60 0 0 1.000 Bukan milik 4540,2 3485,05 0 600 2.000 8.000 Bukan milik 6925 2375,75 0 500 10.500 5.000 milik 240 148 30 0 12.000 7.000 Bukan milik 1571,428571 951,5285714 0 57,14285714 12.000 5.000 milik 900 751,2 30 0 0 Ket : Jarak ke Pasar = 0, artinya sarana produksi didapat dari tengkulak dan hasil produksi juga dijual ke tengkulak
Land rent (Rp/m2/tahun) 1706,596306 453,6634869 642,5021988 1113,456464 2432,717678 2273,746702 1224,263852 1870,767684 110,9352096 2631,134565 1941,248901 1557,387863 36,72823219 240,917394 3294,854881 372,5593668 1174,318382 802,1108179 2178,759894 1569,744943 1879,155673 44,96042216 5170,844327 671,690585 126,6490765 480,3693931 4273,614776 65,4353562 593,9389371 125,3825858
88 Lampiran 8. Data Land Rent Lahan Permukiman di Kecamatan Ciampea
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
jarak ke jarak ke jarak ke jarak ke jarak ke Luas Penerimaan Biaya Operasional Pajak Land Rent jalan raya pasar sekolah puskesmas kantor desa (m) (m) (m) (m) (m) Lahan (m2) Kondisi (Rp/tahun) (Rp/tahun) (Rp/tahun) (Rp/m2/tahun) 540 1 258.060.000 13.905.000 700.000 475823,32 12 5.000 1.000 4.000 1.000 300 1 27.000.000 7.901.250 140.000 66697,449 30 1.000 30 30 50 105 0 900.000 500 70.000 8337,7309 20 500 20 50 20 130 1 5.280.000 135.800 70.000 41195,048 30 7.000 1.000 5.000 1.000 51 0 1.920.000 0 9.000 39546,795 250 7.000 1.000 3.000 1.000 460 1 9.000.000 26.700 10.000 20565,103 100 10.000 500 5.000 500 60 1 8.000.000 875.000 40.000 124626,21 10 5.000 1.000 50 3.000 100 1 4.800.000 250.000 80.000 47176,781 500 3.000 500 3.000 1.000 428 1 19.200.000 1.700.000 175.000 42721,87 100 300 100 200 200 100 1 34.680.000 2.760.000 50.000 336358,84 30 5.000 3.000 8.000 3.000 100 1 27.840.000 5.300.000 170.000 236094,99 70 2.000 500 5.000 2.000 150 0 10.000.000 500.000 125.000 65963,061 50 4.000 500 5.000 2.000 250 1 12.880.000 3.818.750 275.000 37092,348 100 4.000 500 5.000 2.000 150 1 8.000.000 175.000 75.000 54529,464 200 3.000 300 2.500 1.000 400 1 24.480.000 5.359.100 25.000 50384,96 50 3.500 2.000 2.000 3.000 92 0 7.200.000 566.700 26.200 75795,572 200 5.000 1.000 1.500 250 100 1 1.200.000 175.000 80.000 9973,6148 500 3.000 500 3.000 1.000 36,5 1 4.800.000 460.000 150.000 121155,17 10 3.000 500 1.000 300 240 1 20.000.000 504.000 200.000 84854,881 500 700 2.000 1.000 100 200 1 15.000.000 3.850.700 150.000 58043,799 300 5.000 3.000 500 3.000 90 1 8.000.000 120.000 70.000 91586,045 1.000 1.500 2.000 2.000 3.000 180 1 12.000.000 130.000 40.000 69363,823 2.000 500 500 500 3.000 50 0 2.400.000 210.000 30.000 45593,668 30 2.000 2.000 2.000 1.000 36 1 10.560.000 1.405.000 150.000 263998,83 20 5 40 100 100 50 1 3.600.000 200.000 50.000 70712,401 1.000 1.000 1.000 1.000 100 100 1 4.800.000 2.950.000 80.000 18680,739 1.000 1.000 1.500 1.000 1.500 135 1 49.800.000 20.075.000 200.000 230821,85 300 500 700 1.000 1.500 60 1 7.200.000 30.000 60.000 125065,96 10 2.000 10 10 15 324 1 45.000.000 1.562.500 500.000 139866,12 0 10 5 7 0 90 1 16.000.000 250.000 100.000 183523,89 100 300 500 500 300
Ket : kondisi : 1 = permanen; 0 = semi permanen
89
Lampiran 9. Output Minitab untuk Model Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Land Rent Lahan Pertanian Correlations: Luas Lahan; Status; Penerimaan; Pajak; Biaya Operas; Jarak ke Pasar Luas Lahan 0,071 0,711
Status
Penerimaan
-0,125 0,511
-0,250 0,183
Pajak
-0,221 0,240
0,658 0,000
-0,025 0,897
Biaya Operas
0,164 0,386
-0,197 0,296
0,759 0,000
-0,158 0,404
Jarak ke Pas
-0,062 0,747
0,063 0,740
-0,226 0,231
-0,083 0,663
Status
Jarak ke Pas
Penerimaan
Pajak
Biaya Operasional -0,319 0,086
Cell Contents: Pearson correlation P-Value
Regression Analysis: Land rent versus Luas Lahan; Status; ... The regression equation is Land rent = - 584 - 0,0075 Luas Lahan + 620 Status + 0,838 Penerimaan + 4,34 Pajak - 0,741 Biaya Operasional + 0,00377 Jarak ke Pasar Predictor Constant Luas Lahan Status Penerimaan Pajak Biaya Operasional Jarak ke Pasar S = 474,166
Coef -583,5 -0,00752 620,4 0,83764 4,336 -0,7414 0,003768
R-Sq = 89,2%
SE Coef 272,3 0,01494 288,7 0,07910 6,600 0,1880 0,005164
T -2,14 -0,50 2,15 10,59 0,66 -3,94 0,73
P 0,043 0,620 0,042 0,000 0,518 0,001 0,473
R-Sq(adj) = 86,3%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source Luas Lahan Status Penerimaan
DF 6 23 29
SS 42509879 5171158 47681037 DF 1 1 1
MS 7084980 224833
Seq SS 3670202 183630 34114934
F 31,51
P 0,000
VIF 1,3 2,2 3,0 2,2 3,1 1,2
90
Pajak Biaya Operasional Jarak ke Pasar
1 1 1
337423 4084021 119668
Unusual Observations Obs 10 27
Luas Lahan 7000 8000
Land rent 2631,1 4273,6
Fit 4158,3 3435,3
SE Fit 303,9 247,9
Residual -1527,1 838,3
St Resid -4,20R 2,07R
R denotes an observation with a large standardized residual.
Residuals Versus the Fitted Values (response is Land rent) 1000
Residual
500
0
-500
-1000
-1500 0
1000
2000 3000 Fitted Value
4000
5000
91
Lampiran 10. Output Minitab untuk Model Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Land Rent Lahan Permukiman Correlations: Luas Lahan; Kondisi; Penerimaan; Biaya Operas; Pajak; ... Luas Lahan 0,267 0,154
Kondisi
Penerimaan
0,581 0,001
0,172 0,364
Biaya Operas
0,366 0,047
0,229 0,225
0,632 0,000
Pajak
0,552 0,002
0,244 0,195
0,822 0,000
0,518 0,003
Jarak ke Jal
-0,160 0,397
0,178 0,345
-0,161 0,395
-0,143 0,450
Jarak ke pas
0,195 0,301
-0,155 0,414
0,085 0,656
-0,098 0,605
jarak ke sek
-0,050 0,792
0,002 0,994
0,037 0,845
0,038 0,841
jarak ke pus
0,114 0,550
-0,046 0,809
0,173 0,359
0,036 0,849
jarak ke kan
-0,029 0,879
0,142 0,453
0,002 0,992
0,134 0,480
Pajak -0,225 0,232
Jarak ke Jal
Jarak ke pas
jarak ke sek
Jarak ke pas
-0,149 0,432
-0,281 0,132
jarak ke sek
-0,159 0,402
0,132 0,488
0,255 0,173
jarak ke pus
0,016 0,934
-0,190 0,315
0,619 0,000
0,275 0,142
jarak ke kan
-0,166 0,380
0,296 0,113
0,236 0,210
0,585 0,001
Kondisi
Jarak ke Jal
jarak ke kan
jarak ke pus 0,343 0,063
Cell Contents: Pearson correlation P-Value
Penerimaan
Biaya Operas
92
Regression Analysis: Land Rent versus Luas Lahan; Kondisi; ... The regression equation is Land Rent = 80903 - 366 Luas Lahan + 66154 Kondisi + 0,00212 Penerimaan + 0,00026 Biaya Operasional - 61,9 Jarak ke Jalan utama - 9,45 Jarak ke pasar + 4,0 jarak ke sekolah + 9,33 jarak ke puskesmas + 7,0 jarak ke kantor desa Predictor Constant Luas Lahan Kondisi Penerimaan Biaya Operasional Jarak ke Jalan utama Jarak ke pasar jarak ke sekolah jarak ke puskesmas jarak ke kantor desa S = 55512,8
Coef 80903 -366,25 66154 0,0021175 0,000261 -61,93 -9,446 4,05 9,327 6,98
R-Sq = 81,3%
SE Coef 31658 98,78 30074 0,0003395 0,003226 27,77 5,916 15,47 6,700 13,39
T 2,56 -3,71 2,20 6,24 0,08 -2,23 -1,60 0,26 1,39 0,52
P 0,019 0,001 0,040 0,000 0,936 0,037 0,126 0,796 0,179 0,608
VIF 1,7 1,2 2,3 2,0 1,4 2,0 1,6 1,8 2,0
R-Sq(adj) = 72,8%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 9 20 29
SS 2,67166E+11 61633344051 3,28799E+11
Source Luas Lahan Kondisi Penerimaan Biaya Operasional Jarak ke Jalan utama Jarak ke pasar jarak ke sekolah jarak ke puskesmas jarak ke kantor desa
DF 1 1 1 1 1 1 1 1 1
MS 29685124443 3081667203
F 9,63
P 0,000
Seq SS 6955800176 17291025500 2,17080E+11 1347806556 13027315762 949000919 2124687730 7554542086 836119899
Unusual Observations Obs 1 6 10 22 24
Luas Lahan 540 460 100 180 36
Land Rent 475823 20565 336359 69364 263999
Fit 499702 -50858 243181 5612 157105
SE Fit 54763 43750 40409 46049 24054
Residual -23879 71423 93178 63752 106894
St Resid -2,63R 2,09R 2,45R 2,06R 2,14R
R denotes an observation with a large standardized residual.
93
Residuals Versus the Fitted Values (response is Land Rent) 100000
Residual
50000
0
-50000
-100000 0
100000
200000 300000 Fitted Value
400000
500000