1259 N
ANALISIS MIGRASI PENDUDUK BERDASARKAN DATA SUP AS 1985
Propinsi
D.I. ACEH
kerjasama KANTOR MENTERI NEGARA KEPENDUDUKAN DAN LINGKUNGAN HIDUP dengan PUSAT PENELITIAN KEPENDUDUKAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
Yogyakarta 1987/88
0$O kSl f o i
BIBLIOTHEEK KITLV
IP 0059 1055
c - ßsy
~KJ
ANALISIS MIGRASI PENDUDUK BERDASARKAN DATA SUP AS 1985
Propinsi D.I. ACEH
Oleh : Sala m a h Wahyuni
kerjasama KANTOR MENTERI NEGARA KEPENDUDUKAN DAN LINGKUNGAN HIDUP dengan PUSAT PENELITIAN KEPENDUDUKAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
Yogyakarta 1987/88
INTISARI
Pembangunan yang dilakukan di suatu wilayah meningkatkan gerak dinamisasi dikalangan penduduk, sehingga mobilitas penduduk pun meningkat secara vertikal maupun horizontal. Karena pembangunan itu dilakukan secara simultan dan merata, di seluruh wilayah Nusantara, maka adalah menarik untuk mengamati perubahan gerak mobilitas penduduk diberbagai wilayah dari waktu ke waktu. Gerak mobilitas horisontal penduduk antara lain dapat diamati dari arus dan arah migrasi yang ada, sementara gerak mobilitas vertikalnya dapat diamati dari karakteristik sosial ekonomi migran dari satu waktu atau periode dengan periode lainnya. Penelitian ini ingin mengetahui arus dan arus migrasi yang terjadi di Aceh, serta bagaimana karakteristik sosial ekonomi migran. Data yang digunakan adalah data hasil SUPAS 1985. Hasil ini dibandingkan dengan data migrasi penduduk dari Sensus Penduduk 1971 dan 1980. Dari hasil Sensus Penduduk 1971, 1980 dan SUPAS 1985 terlihat bahwa migran yang masuk maupun keluar dari dan ke Daerah Istimewa Aceh makin meningkat jumlahnya. Untuk tahun 1980 dan 1985, D.I. Aceh merupakan propinsi penerima migran, di mana jumlah migran masuk lebih banyak dari migran keluar. Hasil analisis menunjukkan bahwa migrasi yang terjadi lebih banyak dilakukan dalam propinsi dan menuju ke kota. Untuk antar propinsi, persentase terbesar didominir oleh propinsi tetangga, yakni Sumatera Utara. Umumnya transmigran ke D.I. Aceh berasal dari Jawa Tengah. Untuk migran yang keluar Aceh, terutama menuju Sumatera Utara, sedang propinsi tujuan di Jawa yang paling disukai adalah DKI Jakarta. Menurut umurnya, pada umumnya migran mempunyai struktur yang lebih tua dibanding penduduk non-migran. Dilihat dari i
pendidikannya, migran mempunyai tingkat lebih tinggi dibandingkan dengan non-migran.
pendidikan
yang
Jika dilihat alasan pindah lebih dari 50 persen migran, menyatakan "lainnya". Diperkirakan alasan ini kebanyakan diberikan oleh para anggota keluarga migran seperti isteri, anak, keponakan yang menyatakan mengikuti "suami/ayah/paman" sebagai alasan pindah. Di luar "lainnya", alasan terbesar adalah mencari pekerjaan. Hal ini sesuai dengan motif pokok migran, yakni motif ekonomi atau peningkatan taraf hidup. Migran pencari pekerjaan di Aceh yang paling banyak adalah datang dari Sumatera Utara dan Jawa Tengah. Sementara alasan transmigrasi 59 persen lebih dikemukakan oleh migran yang datang dari Jawa Tengah. Jadi transmigran dari Jawa Tengah tampak muncul sebagai pionir bagi perpindahan sanak keluarganya, mencari pekerjaan ke Aceh.
ii
ABSTRACT
The development carried out in some areas increases the dynamic movement within the community and also increases both vertical and horizontal population mobility. Since the develompent has been carried out simultaneously and evenly throughout Indonesia. It is very intersting then to observe the changes of population movement in various areas from time to time. The horizontal mobility of population movement can be detected from the available evidence of the stream and direction of migration, while the vertical mobility can be seen from the socio-economic characteristics of the migrants from one period after the other. This survey wants to observe of migration taken place in Aceh characteristic of the migrants. The is intercensal Survey (SUPAS) data, compared with the migration data of Censuses (SP).
the direction and stream and the socio-economic data used in this report the results of which are 1971 and 1980 Population
The results of the three different periods of censuses shaw that the inmigration and outmigration into and from Aceh Special Region are increasing. In the periods of 1980 and 1985 this province was a migration receptor because the number of inmigration was higher than the outmigration. From the 1971 and 1980 Population Census data, and also from the 1985 intersensal survey we see that there are more inter-provincial migration moving into the urban areas in Aceh. The largest proportion of inter-provincial migration was dominated by the nearest province, North Sumatera. Usually the transmigrants coming into Aceh are from Central Java. The Aceh outmigrant usually go to North Sumatera while Jakarta is the most favourable destination province in Java.
iii
From the point of view of age structure and educational level, generally, the migrants have older age structure and higher educational accomplishment compared to the nonmigrant population. More than 50 percent of the migrants crossed out "other" to respond the reasons for moving. It is assumed that this choice was given by the members of migrant family, surh as wife/children/cousins who claimed "to follow husband/father/uncle" as the reason for migrating. In addition to "other", the second biggest reasons is "to look for job" of which is in line with the migrants' common motive for moving, i.e. the economical motive or to improve the life standards. A large propotion of migrants who look for work in Aceh mostly come from North Sumatera and Central Java. There are 59 percent of migrants from Central Java who forwarded the reason of participating in transmigration programme. It seems that Central Java Transmigrants became the pioneers to the next generations of transmigrants looking for opportunities in Aceh.
iv
KATA PENGANTAR
Penelitian tentang migrasi penduduk dibeberapa wilayah di Indonesia berdasarkan hasil SUPAS 1985 dikerjakan atas permintaan Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup untuk mengkaji salah satu dimensi kependudukan di Indonesia. Beberapa informasi yang didapat mengenai jaringjaring migrasi penduduk diharapkan akan menjadi masukan yang berguna dalam perumusan kebijaksanaan redistribusi penduduk di Indonesia. Pola migrasi penduduk dapat dikategorikan menjadi tiga:
semasa
hidup
pada
Jawa
dan
tahun
1985
Bali
yang
a.
Kategori pertama, terdiri dari Pulau merupakan daerah pengirim migran utama.
b.
Kategori kedua, terdiri dari Pulau Sumatera, yang disamping merupakan daerah pengirim juga berfungsi sebagai daerah penerima migran.
c.
Sedangkan kategori ketiga, terdiri lainnya yang seluruhnya merupakan migran.
dari pulau-pulau daerah penerima
Hingga tahun 1985 migrasi penduduk masih didominasi oleh arus migrasi penduduk antara Pulau Jawa dan Sumatera. Namun demikian semenjak adanya pemerataan pembangunan diwilayah-wilayah di Indonesia arah gerak penduduk mulai memencar. Tingginya jaring-jaring migrasi penduduk antar wilayah di Indonesia seperti yang diungkapkan oleh data SUPAS 1985 merupakan tolok ukur keberhasilan usaha-usaha pembangunan yang dilaksanakan diseluruh tanah air. Usaha-usaha pembangunan ini akan mempengaruhi gerak perpindahan
v
penduduk, sebaliknya gerak perpindahan mempengaruhi juga proses pembangunan.
penduduk
ini
akan
Tulisan ini terdiri dari 17 seri, satu seri menguraikan jaring-jaring migrasi penduduk di Indonesia, sedangkan 16 seri lainnya menguraikan migrasi penduduk wilayah-wilayah yang mempunyai pola dan perilaku migrasi penduduk yang khusus. Ke enam belas wilayah tersebut adalah: Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Propinsi D.I. Aceh, Sumatera Barat, Irian Jaya, D.K.I. Jakarta, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Lampung. Dalam pelaksanaan penelitian ini Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada telah bekerjasama dengan Pusat Studi Kependudukan di beberapa Universitas di Indonesia. Diharapkan melalui kerjasama ini Pusat Studi Kependudukan di daerah akan memperoleh pengalaman yang berguna dan dapat meningkatkan kemampuan penelitian mereka. Atas kerjasama yang baik dalam pelaksanaan penelitian ini Puslit Kependudukan UGM mengucapkan terima kasih. Mudah-mudahan hasil penelitian ini bermanfaat penyusunan kebijaksanaan redistribusi penduduk di Indonesia.
bagi
Yogyakarta, 1 Maret 1988 Kepala Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada
Dr. Sofian Effendi
vi
ORGANISASI PENELITIAN
Penanggung Jawab
Dr. Sofian Effendi Kepala Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Koordinator/Editor
Dr. Ida Bagus Mantra Staf Peneliti, Pusat Penelitian Kependudukan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Wakil Koordinator/Editor
Drs. Nasruddin Harahap, SU Staf Peneliti, Pusat Penelitian Kependudukan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Editor
Drs. Rijanta Dosen Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Nara Sumber
1. Prof. Dr. Kartomo Wirosuhardjo Asmen IV, Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup, Jakarta Ir. Rofiq Ahmad, MS Banasduk III, pada Asmen IV, Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup, Jakarta
vu
NAMA-NAMA PENULIS No Nama Propinsi/Pulau
Nama Penulis
Instansi
1. SUMATERA
Drs. Alip Sontosudarmo, SU
Fak. Geografi UGM, Yogyakarta
2. D.I. ACEH
Dra. Saiamah Wahyuni, SU
Fak. Ekonomi, UNS, Surakarta
3. SUMBAR
Ir. Abdul Latif, SU
Fak. Pertanian, UNANDALAS, Padang
4. IRIAN JAYA
Drs. Michael Rumbiak, MA
FKIP UNCEN, Irian Jaya
5. JAWA
Dr. Secha Alatas
Lembaga Demografi FE-UI, Jakarta
Dra. Rani Tursilaningsih
Lembaga Demografi, FE-UI, Jakarta
6. DKI JAKARTA
Drs. Fadjri Alihar Drs. Imam Hendargo Abu Ismoyo
Puslit LIPI, Jakarta KLH, Jakarta
7. JAWA TIMUR
Drs. M. Affandi, SU
PSK-UNIBRAW, Malang
8. BALI
Drs. Nyoman Dayuh Rimbawan
Fak. Ekonomi, UNUD, Denpasar
9. KALIMANTAN
Drs. Zarkasi
Fak. Ekonomi, UNSOED, Purwokerto
Drs. James Siagian, SU
Fak. Ekonomi, UNTAN, Pontianak
10. KALBAR
IX
11. SULTENGG.
Dra. G A A . Susilawati, SU
Fak. Ekonomi, Surakarta
12. SULAWESI
Drs. Mudji Rahardjo, SU
PSK-UNDIP,
13. SULUT
Drs. Sujali, SU
Fak. Geografi, Yogyakarta
14 SULSEL
Dr. Idrus Abustam
IKIP, Ujung Pai
15. KALTIM
Drs. Kaharuddin Anas, SE,SU
Fak. Ekonomi, Samarinda
16. LAMPUNG
Drs. H. Sugiyanto, SU
FKIP-UNS, Surakarta
17. INDONESIA
Dr. Ida Bagus Mantra Drs. Nasruddin Harahap, SU Dra. Sunarti
PPK-UGM, Yogyakarta PPK-UGM, Yogyakarta KLH, Jakarta
DAFTAR ISI
HALAMAN INTISARI ABSTRACT KATA PENGANTAR ORGANISASI PENELITIAN DAFTAR ISI DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1.1. Perumusan Masalah 1.2. Tujuan Penelitian 1.3. Metodologi 1.3.1. Data 1.3.2. Metode Analisa 1.3.3. Sistematika
i iii v vii xi xv 1 1 3 3 3 4 7
BAB II DESKRIPSI GEOGRAFI DAERAH PENELITIAN 2.1. Keadaan Geografis 2.2. Keadaan Demografis 2.2.1. Jumlah dan persebaran penduduk 2.2.2. Pertumbuhan penduduk 2.2.3. Komposisi penduduk 2.3. Kebijaksanaan Pembangunan
8 8 9 9 12 13 17
BAB III VOLUME DAN ARAH PERPINDAHAN PENDUDUK 3.1. Status migrasi penduduk 3.2. Migrasi masuk dan migrasi keluar 3.2.1. Migrasi Semasa Hidup 3.2.1.1. Migrasi Masuk 3.2.1.2. Migrasi Keluar 3.2.1.3. Migrasi Semasa Hidup Netto
22 22 25 25 26 29 31
xi
3.2.2. Migrasi Total 3.2.2.1. Migrasi Masuk 3.2.2.2. Migrasi Total Keluar 3.2.23. Migrasi Total Netto 3.3. Migrasi Risen 3.4. Migrasi Kembali 3.4.1. Arus migrasi kembali 3.4.2. Karakteristik Migran Masuk Kembali 3.4.2.1. Menurut umur dan jenis kelamin 3.4.2.2. Menurut status perkawinan 3.4.2.3. Menurut pendidikan 3.4.2.4. Menurut jenis pekerjaan utama
35 35 37 38 42 45 45 46 46 49 51 53
BAB IV KARAKTERISTIK MIGRAN 4.1. Umur dan Jenis Kelamin 4.2. Menurut Pendidikan 4.2.1. Pendidikan yang ditamatkan 4.2.2. Kemampuan membaca dan menulis 4.3. Kegiatan Ekonomi 4.4. Pekerjaan Utama 4.4.1. Lapangan pekerjaan utama 4.4.2. Status pekerjaan 4.4.3. Jenis pekerjaan 4.5. Sosial Ekonomi Migran 4.5.1. Luas pemilikan tanah 4.5.2. Sumber penghasilan rumah tangga dan rata-rata pengeluaran migran
55 55 57 57 60 61 68 68 77 81 85 85
BAB
92 92 95
V ALASAN PINDAH MIGRAN 5.1. Alasan Pindah Ke Kota Dan Desa 5.2. Alasan Pindah Dari Berbagai Daerah
87
xii
BAB
VI
PENUTUP 6.1. Kesimpulan 6.2. Saran Kebijaksanaan
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.1.
Pertanyaan mengenai migrasi penduduk pada Sensus Penduduk 1971, 1980 dan SUPAS 1985 pada Rumah Tangga sampel
Tabel 1.2.
Migran dan bukan migran berdasarkan keempat pertanyaan dalam SUPAS 1985
Tabel 2.1.
Luas wilayah dan perbedaan penduduk D.I. ACEH tahun 1971, 1980 dan 1985
10
Jumlah persebaran dan kepadatan penduduk di Sumatera tahun 1985
11
Jumlah pertumbuhan dan kepadatan penduduk D.I.Aceh tahun 1971, 1980 dan 1985
13
Penduduk menurut golongan umur dan jenis kelamin di D.I. ACEH tahun 1985 serta rasio jenis kelamin tahun 1980
15
Target dan realisasi akseptor baru per Dati II D.I. ACEH 1980/1981
19
Tabel 2.2.
Tabel 2.3.
Tabel 2.4.
Tabel 2.5.
Tabel 2.6.
Tabel 3.1.
pencapaian di Propinsi
Target dan realisasi penempatan transmigran D.I. ACEH tahun 1980 - 1981
21
Penduduk Aceh berdasarkan migran semasa hidup menurut tinggal tahun 1985
23
status tempat
xv
Tabel3.2.
Tabel 3.3.
Tabel 3.4.
Tabel 3.5.
Tabel 3.6.
Tabel 3.7.
Tabel 3.8.
Tabel 3.9.
Tabel 3.10.
Tabel 3.11.
Persentase penduduk D.I. A C E H berdasarkan status migran total menurut tempat tinggal tahun 1985
24
Persentase penduduk berumur ke atas D.I. Aceh berdasarkan migran risen berdasarkan status menurut tempat tinggal tahun 1985
25
5 th status migran
Migrasi selama hidup yang masuk ke Propinsi D.I. Aceh tahun 1971, 1980 dan 1985
27
Migrasi semasa hidup yang keluar dari Propinsi D.I. Aceh tahun 1971, 1980 dan 1985
30
Migran semasa hidup neto Propinsi D.I. Aceh tahun 1971, 1980 dan 1985
33
Migran total masuk Propinsi D.I. Aceh tahun 1971, 1980 dan 1985
36
Migran total yang keluar dari Propinsi D.I. Aceh tahun 1971,1980 dan 1985
39
Migran total neto 1971,1980 dan 1985
41
Migran risen 1980 dan 1985
D.I.
D.I.
Aceh
Aceh
tahun
tahun
1971,
Migran kembali berumur 5 tahun ke atas menurut propinsi tempat tinggal 5 thn yang lalu
44
47
xvi
Tabel 3.12.
Tabel 3.13.
Tabel 3.14.
Tabel 3.15.
Tabel 4.1.
Tabel 4.2.
Tabel 4.3.
Tabel 4.4.
Penduduk Propinsi D.I. Aceh menurut status migrasi, kelompok umur dan jenis kelamin (%)
48
Penduduk Propinsi D.I. Aceh menurut status migrasi, status perkawinan dan kota-desa tahun 1985 (%)
50
Penduduk migran umur 10 tahun ke atas menurut tingkat pendidikan, jenis migran, kota-desa (%)
52
Penduduk migran umur 10 tahun ke atas menurut jenis pekerjaan utama, jenis migran dan jenis kelamin (%)
54
Persentase penduduk migran dan non migran menurut umur dan jenis kelamin di D.I. Aceh
56
Persentase penduduk migran dan non migran menurut umur dan jenis kelamin di D.I. Aceh yang sudah disederhanakan
58
Persentase penduduk berumur 10 thn ke atas dan yang migran menurut pendidikkan dan tempat tinggal (desa kota) Propinsi Aceh
59
Penduduk berumur 10 tahun ke atas dan migran menurut kemampuan membaca dan menulis dan tempat tinggal
61
xvu
Tabel 4.5.
Tabel 4.6.
Tabel 4.7.
Tabel 4.8.
Tabel 4.9.
Tabel4.10.
Tabel 4.11.
Tabel 4.12.
Persentase penduduk migran yang berumur '10 tahun ke atas menurut kegiatan ekonomi desa kota
64
Tingkat partisipasi angkatan penduduk Aceh dan yang menurut umur dan jenis kelamin
65
kerja migran
Jumlah jam kerja migran bekerja menurut desa - kota jenis kelamin
yang dan 66
Persentase penduduk pernah pindah berumur 10 tahun ke atas yang mencari pekerjaan menurut upaya mencari pekerjaan dan pendidikkan yang ditamatkan, desa - kota
69
Persentase penduduk umur 10 tahun ke atas yang pernah pindah dan bekerja seminggu yang lalu menurut lapangan pekerjaan utama desa-kota dan jenis kelamin
70
Persentase penduduk berumur 10 tahun ke atas dan yang migran menurut lapangan pekerjaan D.I. Aceh
73
Persentase migran menurut lapangan pekejaan utama dan lapangga pekerja an sampingan di D.I Aceh tahun 1985
75
Persentase migran yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama dan lapangan pekerjaan sampingan di Propinsi D.I. Aceh tahun 1985
76
xviii
Tabel 4.13.
Tabel 4.14.
Tabel 4.15.
Tabel 4.16.
Tabel 4.17.
Tabel 4.18.
Tabel 4.19.
Tabel 4.20.
Persentase penduduk umur 10 tahun ke atas yang pernah pindah dan bekerja seminggu yang lalu menurut status pekerjaan, kota - desa dan jenis kelamin
78
Status pekerjaan ke atas di D.I. Aceh
79
penduduk
10
tahun
Persentase penduduk umur 10 tahun ke atas yang pernah pindah dan bekerja seminggu yang lalu menurut jenis pekerjaan utama, kota - desa dan jenis kelamin
80
Persentase penduduk berumur 10 tahun ke atas yang pernah pindah dan bekerja seminggu yang lalu, menurut pendidikkan, jenis pekerjaan utama desa - kota
83
Persentase rumah tangga menurut pekerjaannya dan desa - kota
migran daerah 84
Persentase rumah tangga petani menurut luas tanah yang dimiliki dan daerah desa-kota
migran pertama
Sumber penghasilan rumah migran D.I. Aceh daerah desa - kota
86 tangga
Persentase rumah tangga migran menurut sumber penghasilan dan rata-rata pengeluaran per bulan, desa - kota
88
90
xix
Tabel 5.1.
Tabel 5.2.
Penduduk yang pernah pindah di Propinsi D.I. Aceh menurut alasan pindah, desa - kota dan jenis kelamin (%)
94
Penduduk yang pernah pindah di Propinsi D.I. Aceh menurut tempat tinggal sebelumnya dan alasan pindah (%)
%
XX
BABI PENDAHULUAN
1.1. Perumusan masalah Dinamika kependudukan suatu daerah dipengaruhi oleh faktor-faktor mortalitas, fertilitas dan migrasi. Secara nasional aspek mortalitas dan fertilitas di Indonesia lebih mempengaruhi dinamika kependudukan dari pada faktor migrasi. Bahkan dalam kajian dinamika kependudukan tingkat nasional angka migrasi internasional dari dan ke Indonesia selalu diabaikan, karena jumlahnya relatif kecil. Namun demikian dalam kajian dinamika kependudukan antar wilayah di Indonesia, faktor migrasi amat penting kedudukannya. Migrasi antardaerah di Indonesia amat penting diteliti secara periodik, karena Indonesia telah lama mengalami masalah ketimpangan distribusi penduduk antardaerah. Di suatu daerah terdapat akumulasi penduduk yang berlebihan, sedangkan di pihak lain -ada daerah-daerah yang potensial tetapi belum dihuni secara optimal. Konsentrasi penduduk di suatu daerah tertentu memang suatu fenomena yang wajar, akan tetapi akumulasi penduduk yang sudah menimbulkan dampak negatif pada segi-segi sosial, ekonomi maupun lingkungan adalah merupakan suatu masalah yang mendesak untuk diatasi. Konsentrasi penduduk biasanya berasosiasi dengan keberadaan lahan yang subur atau pusatpusat kegiatan ekonomi yang lain. Bertolak dari asumsi inilah penyebaran pusat-pusat kegiatan ekonomi di luar Pulau Jawa dan Bali dilakukan oleh pemerintah. Sudah lebih sepuluh abad sebelumnya pemerintah kolonial telah merintis pemindahan penduduk dari Pulau Jawa ke daerah-daerah kolonisasi terutama di Sumatera. Pada waktu 1
2
itu orientasi pemindahan penduduk semata-mata untuk mengurangi kepadatan penduduk Pulau Jawa. Namun demikian usaha pemerintah kolonial ini secara kuantitatif tak dapat memenuhi sasarannya, karena jumlah penduduk yang dapat dipindahkan ke luar Jawa jauh lebih kecil daripada jumlah kelahiran di Pulau Jawa. Pada masa setelah kemerdekaan kebijakan ini dilanjutkan dengan nama transmigrasi oleh Pemerintah Republik Indonesia. Capaian program transmigrasi dibandingkan dengan kolonisasi relatif lebih baik, bahkan pada masa pemerintahan orde baru dengan Pelitanya hampir selalu target pemindahan transmigran dapat direalisir secara penuh. Namun pada akhirnya pada masa Pelita IV program ini, juga program pemerintah lainnya, mengalami penurunan dana, sehingga semakin sedikit jumlah transmigran yang dapat dibiayai pemerintah. Transmigrasi pada masa Pelita ini sudah mulai meninggalkan landasan demografi sentris yang semata-mata bertujuan memindahkan penduduk dari daerah padat ke daerah jarang penduduk. Pada masa-pelita transmigrasi sudah dikaitkan dengan aspek pembangunan regional, serta aspekaspek pemerataan pembangunan. Dengan demikian aspek migrasi penduduk dalam pembangunan telah memperoleh tempat yang wajar. Mengingat pentingnya aspek mobilitas penduduk dalam pembangunan sebagaimana dipaparkan di atas, adalah sangat penting mempelajari pola dan arus migrasi intern secara periodik. Dengan demikian kebijakan pemerataan pembangunan akan selalu memperoleh perhatian secukupnya. Hal tersebut sangat penting dilakukan pada daerah-daerah yang relatif jauh dari pusat kegiatan pelayanan ibukota. Daerah Istimewa Aceh yang terletak jauh di ujung utara Pulau Sumatera, secara spatial mempunyai aksesibilitas yang
3
relatif rendah dibanding propinsi-propinsi lainnya terhadap Jakarta. Dengan demikian aspek mobilitas penduduk di daerah ini perlu diteliti lebih lanjut, mengenai volume dan arahnya, sehingga kebijaksanaan pembangunan selalu mempertimbangkan keberadaannya.
1.2. Tujuan Penelitian Tulisan ini bertujuan mengungkapkan pola dan arus migrasi penduduk Daerah Istimewa Aceh berdasarkan data hasil Survai Penduduk Antar Sensus (SUPAS) tahun 1985. Informasi tersebut dibandingkan dengan data hasil Sensus Penduduk (SP) tahun 1971 dan 1980 untuk melihat trend arus perpindahan tersebut secara temporal, maupun spatial. Selain itu akan dibahas pula karakteristik migran menurut aspek-aspek demografi, Sosial dan ekonomi.
1.3. Metodologi 13.1. Data Data yang digunakan untuk penulisan ini adalah data hasil SUPAS 1985. Untuk mengetahui trend perubahan arus dan pola migrasi secara temporal maupun spatial digunakan data hasil SP 1971 dan 1980 sebagai pembanding. Hasil SP 1971 terutama diambil publikasi seri D dan untuk SP 1980 diambil dari penerbit seri S-2. Informasi tentang migrasi penduduk dalam SUPAS 1985 relatif lebih rinci bila dibandingkan data-data dari hasil SP 1971 maupun 1980. Rincian data SUPAS 1980 antara lain dapat dilihat pada dua hal, yaitu ia memberikan data tentang alasan pindah migran, serta menggunakan batasan ruang yang lebih kecil dalam analisisnya, karena data yang diberikan tidak hanya pada tingkat propinsi tetapi juga pada tingkat
4
kabupaten atau kotamadya (Lihat Tabel 1.1).
TABEL 1.1. PERTANYAAN MENGENAI MIGRASI PENDUDUK PADA SENSUS PENDUDUK 1971,1980 DAN SUPAS 1985 PADA RUMAH TANGGA SAMPEL Sensus Penduduk 1971
Sensus Penduduk 1960
SUPAS 1985
LPropinsi tempat lahir
1 .Propinsi tempat lahir
l.Tempat lahir (Propinsi, Kabupaten/Kotamadya)
2.Pernah tinggal di propinsi lain?
2.Lamanya tinggal di propinsi ini
2. Lamanya tinggal di Kabupaten/ Kotamadya ini
3.Propinsi tempat tinggal terakhir sebelum di sini
3.Tcmpat tinggal terakhir sebelum tinggal di propinsi ini
3.Tempat tinggal sebelumnya (propinsi, kabupaten/kotamadya)
4.Lamanya tinggal di propinsi tempat tinggal sekarang
4 .Tempat tinggal 5 tahun yang lalu
4 .Tempat tinggal dalam bulan Oktober 1980 (propinsi, kabupaten/kotamadya) 5. Alasan pindah
Sumber: 1. BPS (1984,23) 2. BPS (1986,89)
5 Namun demikian ketiganya masih menggunakan batasan waktu 6 bulan, sehingga dapat dibandingkan satu dengan yang lain. Batasan waktu 6 bulan tersebut dipakai mengingat. a) Dengan penentuan batasan waktu diharapkan kemungkinan terkuat cacah atau tercacah ulang dapat dihindarkan atau setidaknya dikurangi. b) Batas ini sudah merupakan konvensi yang sudah mulai digunakan sejak SP 1961. c) Adanya asumsi bahwa dalam waktu 6 bulan seseorang sudah menetap ditempat tinggalnya. Dengan demikian dalam SUPAS 1985 dibedakan migran dan bukan migran menurut pertanyaan-pertanyaan seperti seperti pada Tabel 1.2.
13.2. Metode Analisa Dalam tulisan ini dibahas dua aspek migrasi penduduk yaitu arus migrasi penduduk antarpropinsi, kabupaten/kotamadya serta karakteristik migran. Metode analisis migrasi yang digunakan untuk setiap aspek di atas adalah seperti berikut.
A. Arus Migrasi Penduduk Arus migrasi penduduk meliputi volume dan arah baik antarpropinsi maupun kabupaten/kotamadya. Dalam ini arus migrasi penduduk tersebut dibedakan pendekatan migrasi semasa hidup, migrasi total dan risen. Untuk itu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Membuat tabel silang antar variabel sebagai berikut. a) propinsi tempat tinggal sekarang dan propinsi lahir.
migrasi tulisan melalui migrasi
tempat
6
b) c)
propinsi tempat tinggal sekarang dan propinsi di tempat tinggal sebelumnya. propinsi tempat tinggal sekarang dan propinsi tempat tinggal lima tahun yang lalu.
TABEL 12. MIGRAN DAN BUKAN MIGRAN BERDASARKAN KEEMPAT PERTANYAAN DALAM SUPAS 1985 Pertanyaan
Migran
Bukan migran
1. Propinsi tempat lahir
Seseorang yang dicacah di suatu propinsi yang bukan propinsi tempat kelahirannya. Migran ini disebut migran semasa hidup (life time rrmpantl
Seseorang yang dicacah di propinsi di tempat ia di lahirkan.
2. Lamanya tinggal di propinsi ini
Seseorang yang lamanya
Seseorang yang bertempat
bertempat tinggal di pro-
tinggal di propinsi seka-
pinsi sekarang lebih pen-
rang selama hidupnya
dek dari umurnya 3. Tempat tinggal terakhir sebelum tinggal di propinsi ini
Seseorang yang propinsi tempat tinggal terakhir berbeda dengan propinsi tempat ia dicacah. Migran ini disebut dengan migran total (Total migrant)
Seseorang yang bertempat tinggal di propinsi sekarang selama hidupnya
Seseorang di mana propin-
Seseorang di mana propinsi
gal lima tahun yang
si tempat tinggal sekarang
tempat tinggal sekarang sama
lalu
berbeda dengan propinsi
dengan tempat tinggal S ta-
tempat tinggal S tahun yang
hun yang lalu.
4. Propinsi tempat ting-
lalu. Migran ini disebut migran risen (recent migrant) Rencana Tabel disesuaikan dengan Zachanah (1977,126).
7
2. Dari tabel tersebut dibuat tabel baru tentang volume dan arah migrasi penduduk baik migrasi semasa hidup, migrasi total maupun migrasi risen. Tabel tersebut berujud tabel tunggal dengan isi nama propinsi, jumlah penduduk tiap propinsi, migran masuk dan migran keluar.
B. Karakteristik Migran Karakteristik migran dibahas melalui diskripsi tabel tunggal maupun interpretasi tabel silang. Tabel tunggal digunakan untuk mengetahui sebaran atribut-atribut dari variabel umur, pendidikan, pekerjaan dan alasan pindah. Dari tabel ini dapat dibuat ada tidaknya hubungan relasional antara variabel itu dengan variabel yang lain. C. Metode Komparatif Untuk mengetahui trend volume dan arah migrasi dari dan ke Sulawesi Utara dikerjakan analisis perbandingan antara data 1971, 1980 dan 1985. Metode ini dapat digunakan mengingat adanya persamaan konsep ruang dan waktu yang digunakan pada tiga kali pencacahan itu, yakni propinsi untuk batas ruang dan enam bulan untuk batasan waktu.
133. Sistematika Laporan ini terdiri dari beberapa bagian sebagai berikut. Tulisan diawali dengan pembahasan volume dan arus migrasi antarpropinsi untuk migrasi semasa hidup dan migrasi total. Untuk melihat trend volume dan arus migrasi tersebut, selanjutnya dibandingkan dengan data dari SP 1971 dan 1980. Pada bagian berikutnya dibahas tentang ciri-ciri migran dan non migran. Kemudian migran diklasifikasikan menurut umur, jenis kelamin, pendidikan dan kegiatan ekonomi.
BABU DESKRIPSI GEOGRAFI DAERAH PENELITIAN
2.1.Keadaan
Geografis
Daerah Istimewa Aceh merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang terletak di sudut bagian barat laut. Secara astronomis D.I. Aceh berada pada posisi 2 - 6 Lintang Utara dan 9 5 - 9 8 Bujur Timur. D.I. Aceh mempunyai ketinggian rata-rata 125 m di atas permukaan air laut dengan batas-batas daerah sebagai berikut: Sebelah utara : Selat Malaka Sebelah selatan : Propinsi Sumatera Utara Sebelah barat : Samodra Indonesia Sebelah timur : Selat Malaka Seluruh daratan propinsi terdiri dari 119 pulau dan memiliki 35 gunung. Pegunungan Bukit Barisan memanjang dari utara ke selatan, dan membagi daerah ini menjadi tiga bagian. Bagian barat merupakan dataran rendah yang sempit, bagian Tengah adalah pegunungan dan di Pantai utara dan timur merupakan dataran rendah yang relatif luas ( Al Hadar 1986 ). Daerah yang subur terletak di Pantai utara dan timur, yang kurang subur terletak di dataran tinggi bagian Tengah ( meliputi 80 persen dari luas propinsi) dan sebelah barat bagian selatan merupakan daerah rawa. Di bagian barat dan selatan curah hujan cukup tinggi, rata-rata lebih dari 2.000 mm per tahun, sedang di pantai utara dan timur antara 1.500-2.000 mm per tahun ( Repelita III1983 ). Secara administratif D.I. Aceh terdiri dari 10 dati II yakni 8 kabupaten dan 2 kotamadya, 133 kecamatan dan 5.462 desa. Kedelapan kabupaten dan dua kotamadya tersebut adalah: Kabupaten Pidie, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Tenggara, Aceh Tengah, Aceh Barat, Aceh Selatan dan Aceh Besar serta 8
9 Kotamadya Sabang dan Banda Aceh. Komposisi penggunaan lahan meliputi 74 persen areal hutan, padang rumput dan rawa 8 persen, danau dan sungai 8 persen, pertanian 10 persen dan untuk pemukiman penduduk 1 persen. Dilihat penggunaan lahannya dari luas Daerah Istimewa Aceh sebesar 55390 km , hanya sekitar 242.517 ha yang ditanami, terdiri dari 226.687 ha untuk sawah dan 15.830 ha untuk ladang. Teknik pengairan yang digunakan di sawah sebagian besar (48 persen) masih berupa irigasi desa yang meliputi luasan 110.453 Ha. Selanjutnya disusul irigasi tadah hujan (41 persen) dan irigasi setengah teknis (11 persen) masing-masing mencakup luasan 93.572 Ha dan 22.662 Ha.
2.2.Keadaan Demografis 2.2.1 Jumlah dan persebaran penduduk Pada tahun 1985 D.I. Aceh mempunyai jumlah penduduk sebesar 2.972.187 jiwa. Jumlah ini meningkat dari 2.008.341 jiwa pada tahun 1971 dan 2.610.528 jiwa pada tahun 1980. Jumlah tersebut tersebar di sepuluh dati II sebagaimana tertera pada Tabel 2.1. Berdasarkan data yang tersedia (Sensus Penduduk 1971, 1980 dan Survai Penduduk Antar Sensus 1985 ) ternyata persebaran penduduk D.I. Aceh hanya bisa dideteksi pada tahun 1971 dan 1980. Baik pada tahun 1971 maupun 1980 daerah tingkat II yang menonjol kepadatannya adalah Kotamadya Banda Aceh, karena kota Banda Aceh mempunyai status sebagai ibu kota propinsi, di mana pusat pelayanan dan pemerintahan berada. Sesudah Banda Aceh rangking kepadatan berikutnya adalah Aceh Utara, Sabang, Pidie, Aceh Besar, Aceh Timur, Aceh Selatan Aceh Tengah, Aceh Barat dan Aceh Tenggara. Urutan tersebut boleh dikata sama untuk 1971 dan 1980, serta mungkin juga tetap
demikian untuk tahun 1985. TABEL 2.1. LUAS WILAYAH DAN PERSEBARAN PENDUDUK D.I. ACEH TAHUN 1971 DAN 1980 Kotamadya/
| Luas Wilayah
Jumlah Penduduk
1
Kepadatan Penduduk
1 Kabupaten
I km2
%
0) Banda Aceh Sabang
|
1971
|JmLjiwa
1
1980
% 09
Jmljrwi
1971
19SS
% TO
Jmljtw,
%
Jiwa/Km2
TO
1980 Jiwa/Km2"
(10)
(11)
(12)
4.879
6533
)
P)
W
11
0.02
53533
2,7
71.868
2,8
200
0,40
17.623
0,9
23.821
0,9
88
119
(2)
(6)
(8)
)
Aceh Utara
4.7SÎ
W
470.431
23,4
625 360
23,9
99
131
Pidie
3.415
63
293379
14,6
343330
13,2
86
101
Arcb Besar
3.029
55
181.801
236.254
9,1
60
78
Aceh Barat
12.100
21,7
225.111
9.1 113
288388
11,0
19
24
Aceh Tengah
5.575
10,1
105.043
5.2
163339
19
29
Aceh Timur
7.760
14,0
303.815
15,1
423362
63 16,1
39
55
Ac. r. Tengara 9.635
17,4
121818
6,1
13
17
8.910
16,1
234.765
6,1 11,7
159.248
Aceh Selatan
275.456
10,6
26
31
55390
100,0
2.008341
100,0
2.610328
100,0
36
47
Jumlah
Sumber
2.972.187
100.0
Sensus Penduduk 1971 Serie F No.01 Sensus Penduduk 1980 Serie S No.3 Tabel 8 Supas 1985 No.6
Keterangan
1985 Jiwa/Km2
: *) Data Supas 1985 tidak dirinci per Daerah Tingkat II
Jika dilihat jumlah penduduk per dati II, maka persentase terbesar berdiam di Aceh Utara kemudian Aceh Timur, Pidie, Aceh Barat, Aceh Selatan dan sesudah itu dati II yang lain. Nampak di sini adanya asosiasi antara terdapatnya lahan subur dan akumulasi penduduk. Kotamadya Sabang merupakan dati II yang mempunyai persentase paling kecil, meskipun wilayahnya bukan yang terkecil. Wilayah yang
54
11 tersempit adalah Kotamadya Banda Aceh yang ditandai pula dengan kepadatan penduduk yang tinggi sebagai ibu kota propinsi Dilihat dari posisinya terhadap seluruh penduduk di Pulau Sumatera, D.I. Aceh menduduki rangking kelima dalam jumlah penduduk dan rangking keempat dalam kepadatan penduduk, untuk tahun 1985 (Tabel 2.2.). Posisi ini tidak berubah sejak tahun 1971 maupun 1980 ( Al Hadar 1986), meskipun terjadi pergeseran urutan bagi propinsi lainnya. Tabel 22. JUMLAH, PERSEBARAN DAN KEPADATAN PENDUDUK DI SUMATERA TAHUN 1985 Propinsi
| Luas Wilayah
1 (Km2) D.I. Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung
55390 70.787 49.778 94.562 44.924 103.688 21.168 33307
Sumatera
473.606
j Jml. Penduduk | (Jiwa) 2.972.187 9.422.137 3.698.124 2348261 1.744.672 5369.872 943207 5.905364 32.604.024
| Kepadatan | (Jiwa/Km2) 54 133 74 27 39 52 45 177 69
Sumber : Supas 1985, No3 dan Al Hadar 1986. Jika pada tahun 1985 urutan propinsinya adalah Sumatera Utara, Lampung, Sumatera Selatan dan Sumatera Barat, maka pada tahun 1971 dan 1980 terjadi pergeseran antara propinsi Lampung dan Sumatera Selatan. Perubahan urutan tersebut terjadi karena pertumbuhan penduduk Lampung yang lebih pesat
12 dibanding Sumatera Selatan. Hal ini terjadi oleh adanya migrasi masuk yang besar di Lampung. Berdasarkan analisis Mantra (1987), di Lampung, migrasi risen masuk lebih besar dari pada migrasi risen keluar, sehingga diperoleh migrasi neto positif, sedangkan di Sumatera Selatan terjadi sebaliknya. 22.2. Pertumbuhan Penduduk Dari Tabel 2.1. bisa dihitung tingkat pertumbuhan penduduk D.I. Aceh. Hasil yang diperoleh ditunjukkan pada Tabel 2.3. Selama periode 1961 - 1985, ternyata tingkat pertumbuhan penduduk propinsi ini selalu di atas 2 persen per tahun, suatu angka pertumbuhan yang cukup tinggi. Pertumbuhan penduduk suatu daerah ditentukan oleh tinggi rendahnya tingkat kelahiran, tingkat kematian dan migrasi neto. Tingkat pertumbuhan D.I. Aceh yang cukup tinggi, terutama terjadi pada periode 1971-1980. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh banyaknya migran masuk dari daerah lain dan laju pertumbuhan penduduk alami yang tinggi. Selama periode tahun 1971 - 1980 telah terjadi penurunan tingkat kematian yang lebih cepat dari pada penurunan tingkat kelahiran, sehingga menimbulkan pertumbuhan alami yang lebih tinggi dari pada sebelumnya. Sementara itu analisis migrasi untuk periode yang sama menunjukkan bahwa D.I. Aceh mempunyai migrasi neto yang positif baik dilihat dari migrasi risen, migrasi selama hidup maupun migrasi total ; yang berarti bahwa propinsi ini merupakan daerah penerima migran (Mantra 1987). Tingkat pertumbuhan penduduk tertinggi selama periode 1971-1980, terjadi di Aceh Tengah, yakni sebesar 4,97 persen, disusul oleh Aceh Timur (3,72 persen), Kodya Sabang (3,37 persen) dan Banda Aceh (3,30 persen). Kabupaten Pidie hanya mengalami tingkat pertumbuhan sebesar 1,75 persen.
13 TABEL 23. JUMLAH, PERTUMBUHAN DAN KEPADATAN PENDUDUK DJ. ACEH TAHUN 196L 1971,1980 DAN 1985 Keterangan Jumlah penduduk
1961 1.629
1971 2.009
1980
1985
2.611
2.972
(dalam ribuan) Pertumbuhan (%) Kepadatan/km2
2,1 30
2,9 36
2,7 47
54
Sumber : Tabel 2.1. yang diolah, dan Sensus 1961.
Tingginya pertumbuhan penduduk di Aceh Timur, Sabang dan Banda Aceh juga mendukung adanya asosiasi antara akumulasi penduduk dan terdapatnya daerah yang subur atau pusat kegiatan seperti ibu kota propinsi yakni Banda Aceh. Kabupaten Aceh Tengah, yang sebenarnya merupakan daerah yang kurang subur, tinggnya tingkat pertumbuhan penduduk mungkin berhubungan dengan terdapatnya daerah pariwisata yang sedang berkembang seperti Takengon. 2.23.Komposisi Penduduk Seperti telah disinggung pada uraian terdahulu, penduduk D.LAceh pada tahun 1985 berjumlah 2.972.187jiwa, terdiri dari 1.491.128 orang laki-laki dan 1.81.059 orang perempuan. Dengan demikian akan diperoleh rasio jenis kelamin sebesar 101, berarti terdapat 101 laki-laki dari setiap 100 orang perempuan. Angka ini lebih tinggi daripada kondisi nasional pada tahun yang sama, yakni 99, yang berarti bahwa lebih banyak perempuan dari pada laki-laki, atau hanya terdapat 99 orang laki-laki pada setiap 100 orang perempuan.