ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SEDANG DAN KECIL DI KALIMANTAN
AMI RISTANTO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Kualitas Lingkungan Hidup Kota Sedang dan Kecil di Kalimantan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor,
Nopember 2013
Ami Ristanto NIM A156110174
RINGKASAN AMI RISTANTO. Analisis Kualitas Lingkungan Hidup Kota Sedang dan Kecil di Kalimantan. Dibimbing oleh SANTUN R.P.SITORUS dan KUKUH MURTILAKSONO. Wilayah Kalimantan berdasarkan sensus tahun 2010 memiliki penduduk sebanyak 13 787 831 jiwa, 42.06 % atau 5 799 291 penduduk tersebut mendiami wilayah perkotaan dan terus tumbuh dari tahun ke tahun. Pertumbuhan penduduk kawasan perkotaan terjadi akibat adanya kelahiran, urbanisasi dari kawasan perdesaan, maupun masuknya penduduk yang berasal dari daerah lain. Pada satu sisi kondisi ini memberikan dampak positif dalam hal ketersediaan sumberdaya manusia, pada sisi lain timbul dampak negatif pada lingkungan berupa pencemaran dan makin intensifnya pemanfaatan lahan kawasan perkotaan. Dalam menghindari dampak negatif yang terjadi pada lingkungan dan untuk menjaga keberlanjutan suatu kota, perlu dilakukan upaya - upaya pengelolaan lingkungan yang baik dan didasari atas studi yang tepat dan akurat. Berdasarkan klasifikasi kota menurut jumlah penduduk, Kalimantan memiliki 52 kota yang terdiri dari 5 (lima) kota besar, 4 (empat) kota sedang dan 43 (empat puluh tiga) kota kecil. Hingga saat ini terjadi kecenderungan studi pengelolaan lingkungan perkotaan di Kalimantan lebih terfokus pada kota - kota besar, namun hal serupa belum banyak dilakukan pada kota - kota sedang dan kecil, sehingga informasi kondisi lingkungan kota - kota sukar untuk didapatkan. Oleh sebab itu dalam penelitian ini dipilih kota - kota kategori sedang dan kecil menjadi obyek pengamatan. Tujuan penelitian adalah : (1) menganalisis dan mengelompokkan kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan berdasarkan kesamaan karakteristik kualitas lingkungan hidup, (2) menganalisis faktor - faktor yang berpengaruh pada indeks kualitas lingkungan kota sedang dan kecil di Kalimantan, (3) menganalisis hubungan alokasi anggaran sektor lingkungan hidup dan sektor kebersihan dengan indeks kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan, (4) menganalisis hubungan kepadatan penduduk dengan indeks kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan dan (5) menyusun arahan peningkatan kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan. Penelitian dilaksanakan selama 14 bulan pada periode Juni 2012 hingga Juli 2013. Wilayah penelitian mencakup regional Kalimantan yang terdiri dari 47 kota dengan ukuran sedang dan kecil di 4 (empat) wilayah provinsi. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : (1) Analisis gerombol, (2) Analisis komponen utama dan (3) Analisis panel data. Berdasarkan analisis gerombol didapatkan pengelompokan kota sedang dan kecil di Kalimantan : 6 (enam) atau 12.77 % kota sedang dan kecil di Kalimantan termasuk kluster kategori “sangat baik”, 7 (tujuh) atau 14.89 % kota termasuk termasuk kluster kategori “baik”, 19 (sembilan belas) atau 40.43 % kota berada termasuk kluster kategori “cukup”, 11 (sebelas) atau 23.40 % kota termasuk kluster kategori “buruk” dan 4 (empat) atau 8.51 % kota termasuk kluster kategori “sangat buruk”. Analisis gerombol juga menunjukkan terjadinya
kecenderungan kota - kota di Provinsi Kalimantan Tengah termasuk dalam kategori “buruk”. Berdasarkan analisis komponen utama diketahui bahwa indikator indikator kualitas lingkungan kawasan - kawasan publik dan kawasan yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat seperti taman kota, pasar dan TPA memiliki bobot lebih besar dibandingkan kawasan privat seperti permukiman dalam penentuan nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa upaya - upaya peningkatan kualitas lingkungan pada kawasan - kawasan publik memberikan pengaruh lebih besar dibandingkan dengan kawasan privat pada nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota. Berdasarkan analisis panel data diketahui bahwa alokasi APBD sektor kebersihan memiliki hubungan nyata positif dengan nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota. Kota - kota dengan alokasi APBD sektor kebersihan tinggi cenderung memiliki nilai indeks kualitas lingkungan hidup yang lebih tinggi. Sebaliknya kota - kota dengan alokasi APBD sektor kebersihan lebih rendah, cenderung memiliki nilai indeks kualitas lingkungan hidup yang rendah. Namun demikian, dalam analisis panel data alokasi APBD sektor lingkungan diketahui memiliki hubungan tidak nyata positif dengan nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota. Selain itu, kepadatan penduduk wilayah perkotaan memiliki hubungan nyata negatif dengan nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota. Kota - kota dengan kepadatan penduduk tinggi cenderung memiliki nilai indeks kualitas lingkungan hidup yang lebih rendah. Sebaliknya, kota - kota dengan kepadatan penduduk lebih rendah, cenderung memiliki nilai indeks kualitas lingkungan hidup yang lebih tinggi. Dengan pendekatan konsep kota ramah lingkungan, disusun arahan bagi kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan meliputi : (1) peningkatan alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan pada hulu pengelolaan sampah untuk pemenuhan kebutuhan jumlah dan kapasitas TPS serta armada angkut sampah agar sampah kawasan permukiman, taman kota dan pasar terkelola dengan baik, (2) peningkatan alokasi anggaran kegiatan pengelolaan sampah dan pengendalian pencemaran di TPA, serta (3) peningkatan alokasi anggaran kegiatan pengelolaan RTH pada area tidak terbangun kawasan permukiman, pasar, taman kota serta zona non aktif TPA. Kata Kunci : alokasi anggaran, kepadatan penduduk, kualitas lingkungan kota, ruang terbuka hijau, sampah
SUMMARY AMI RISTANTO. An Analysis of Environmental Quality of Medium and Small Cities in Kalimantan. Supervised by SANTUN R.P.SITORUS and KUKUH MURTILAKSONO.
Based on the 2010 census, Kalimantan region inhibited by 13 787 831 people where 5 799 291 people or 42.06 % among them live in urban areas. The population growth occurred because of the rising birth rate, urbanization from rural areas, as well as immigrant that coming from other areas. On one side, this condition contributes positively to abundant availability of human resources. On the other hand, this condition causes problems or negative impacts on the environment such as pollution and more intense use of urban land. Through good urban environment management, these negative impacts can be reduced. This study conducted in order to achieve a sustainable city through good environmental management. This study conducted in order to achieve a sustainable city through good environmental management. Based on population classifications, Kalimantan region consist of 52 cities. These cities divided into 5 big cities, 4 medium cities and 43 small cities. Until now, there was a tendency of urban environmental management research more focused on big cities and very limited similar researches have done in medium and small cities. As the result, information about environment management in medium and small cities is generally difficult to obtain. Therefore, in these researches medium and small cities were chosen to be the object of the research. The objectives of this research are : (1) analyzing and grouping medium and small cities in Kalimantan based on common characteristics of the environment, (2) analyzing factors that affect the medium and small cities environmental quality index in Kalimantan, (3) analyzing relationship between environmental budget allocations, solid waste management budget allocation and city environmental quality index, (4) analyzing relationship between population density and city environmental quality index and (5) developing direction in improving environmental quality for medium and small cities. The research was conducted over 14 months in the period of June 2012 to July 2013. Research area covers 47 cities in Kalimantan, which consist of 4 medium cities and 43 small cities. Analysis of the data used in this study including: (1) Cluster analysis, (2) Principal component analysis and (3) Panel data analysis. Cluster analysis was used to group cities based on common characteristics related to environmental management. The analysis obtained 6 or 12.77 % of the cities belongs to best category, 7 or 14.89 % of the cities belongs to good category, 19 or 40.43 % of the cities belongs to sufficient category, 11 or 23.40 % of the cities belongs to bad category while the rest 4 or 8.51 % are belongs to the worst category.
Principal component analysis showed that management of public area such as city park and traditional market has greatest impact on city environment quality index. While management of private area such as citizen settlements has less positive impact on city environment quality index. Panel analysis was used to get correlation between environmental management budget allocation, solid waste management budget allocation, urban area population density and environmental quality index of the cities. As the result environmental management budget allocation and solid waste management budget allocation have positive correlation with city environmental quality index. The analysis also shows that urban area population density has negative correlation with environmental quality index of the city. In order to improve the environmental quality index of medium and small cities in Kalimantan with green city concept, three directions were proposed includes : (1) increasing solid waste management budget to comply temporary solid waste storage and solid waste transportation vehicle needed, (2) increasing landfill management budget to control solid waste management and to avoid soil and ground water from leachate contamination and (3) increasing green open space management budged to improve environmental quality of residential, market and city park areas. Keywords : budget allocations, green open space, population density, solid waste, urban environment quality
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SEDANG DAN KECIL DI KALIMANTAN
AMI RISTANTO
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Baba Barus, MSc
Judul Tesis : Analisis Kualitas Lingkungan Hidup Kota Sedang dan Kecil di Kalimantan Nama : Ami Ristanto NIM : A156110174
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Prof. Dr Ir Santun R P Sitorus Ketua
Prof. Dr Ir Kukuh Murtilaksono, MS Anggota
Diketahui oleh
Ketua program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr Ir Santun R P Sitorus
Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr
Tanggal Ujian : 26 Juli 2013
Tanggal Lulus :
Judul Tesis Nama NIM
Analisis Kualitas Lingkungan Hidup Kota Sedang dan Kecil di Kalimantan Ami Ristanto
A156110174
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Prof. Dr Ir Santun R P Sitorus Ketua
Prof. Dr Ir Kukuh Murtilaksono, MS Anggota
Diketahui oleh
Ketua program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
Prof. Dr Ir Santun R P Sitorus
TanggaJ Ujian : 26 Juli 2013
Tanggal Lulus:
'I..
2 NO YLu13
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT, berkat rahmat - Nya karya ilmiah ini dapat terselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilakukan selama 14 bulan pada periode Juni 2012 hingga Juli 2013 ini ialah Analisis Kualitas Lingkungan Hidup Kota Sedang dan Kecil di Kalimantan. Tahapan - tahapan penelitian tersebut tidak lepas bantuan dari dosen dosen, staf manajemen, rekan - rekan mahasiswa serta pihak - pihak lain yang turut membantu terselesaikannya penelitian ini. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih dan penghargaan kepada : 1 Bapak Prof. Dr Ir Santun R P Sitorus selaku ketua komisi pembimbing dan ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah atas arahan dan bimbingan yang diberikan dari tahap awal sampai penyelesaian tesis ini. 2 Bapak Prof. Dr Ir Kukuh Murtilaksono, MS selaku anggota komisi pembimbing atas arahan dan bimbingan yang diberikan selama penelitian sampai penyelesaian tesis ini. 3 Bapak Didit Okta Pribadi, ST, MSi selaku mantan anggota komisi pembimbing atas arahan dan bimbingan yang diberikan pada awal kegiatan penelitian. 4 Dr Ir Baba Barus, MSc, Ibu Dr Dra Khursatul Munibah, MSc, seluruh staf pengajar dan staf manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB. 5 Kepala Pusbindiklatren Bappenas beserta jajarannya atas kesempatan beasiswa yang diberikan kepada penulis. 6 Ir Tuti Hendrawati Mintarsih, MPPPM, Kepala Pusat Pengelolaan Ekoregion Kalimantan yang telah memberikan izin pada penulis melanjutkan pendidikan pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB. 7 Rekan - rekan mahasiswa Ilmu Perencanaan Wilayah program Bappenas dan Reguler atas dukungan dan kerjasamanya selama ini, Terima kasih yang istimewa disampaikan pada Ibu, Ayah dan Kakak tercinta atas doa, kasih sayang, dukungan dan bantuan yang telah diberikan. Akhirnya penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi para pembaca yang membutuhkan.
Bogor,
Nopember 2013
Ami Ristanto
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Manfaat Penelitian
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Lingkungan Hidup 2.2 Pemantauan Kualitas Lingkungan Hidup 2.3 Pemantauan Kualitas Lingkungan Hidup Perkotaan 2.4 Berbagai Aspek dalam Pemantauan Kualitas Lingkungan Hidup Perkotaan 2.5 Hubungan Alokasi Anggaran Terhadap Kualitas Lingkungan Hidup Perkotaan 2.6 Hubungan Penduduk Terhadap Kualitas Lingkungan Hidup Perkotaan 2.7 Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup Perkotaan III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran 3.2 Waktu dan Lokasi Pelaksanaan Penelitian 3.3 Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data 3.4 Matriks Keterkaitan Tujuan Penelitian dengan Jenis dan Sumber Data, Teknik Analisis Data dan Keluaran 3.5 Teknik Analisis Data IV KONDISI UMUM KALIMANTAN 4.1 Kalimantan Barat 4.2 Kalimantan Tengah 4.3 Kalimantan Selatan 4.4 Kalimantan Timur V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengelompokan (Clustering) Kota - Kota Sedang dan Kecil di Kalimantan 5.2 Analisis Pengaruh Variabel - Variabel Kualitas Lingkungan Kota Sedang dan Kecil di Kalimantan 5.3 Perbandingan Pengelompokkan Kota - Kota Berdasarkan Hasil Analisis Gerombol dan Kategori Nilai Indeks Kualitas Lingkungan
iii v vii 1 2 6 6 7 9 11 13 18 20 21 23 24 27 32 34 40 46 49 52
57 71 87
DAFTAR ISI (Lanjutan) 5.4 Analisis Pengaruh Alokasi Anggaran Kegiatan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Kebersihan terhadap Nilai Indeks Kualitas Lingkungan Kota - Kota Sedang dan Kecil di Kalimantan 5.5 Analisis Pengaruh Kepadatam Penduduk terhadap Nilai Indeks Kualitas Lingkungan Kota - Kota Sedang dan Kecil di Kalimantan 5.6 Arahan Peningkatan Nilai Indeks Kualitas Lingkungan Kota
89 94 96
VI SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
120 121
DAFTAR PUSTAKA
122
LAMPIRAN
126
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
150
DAFTAR TABEL 1 Kota Sedang dan Kecil di Kalimantan 2 Sumber perolehan nilai komponen indeks kualitas lingkungan hidup kota 3 Jenis data, sumber data, teknik analisis data dan hasil keluaran yang diharapkan 4 Jumlah kecamatan dan desa / kelurahan menurut kabupaten / kota di Kalimantan Barat tahun 2010 5 Jumlah dan laju pertumbuhan penduduk menurut kabupaten / kota di Kalimantan Barat tahun 1990 - 2010 6 Jumlah penduduk menurut klasifikasi perkotaan / perdesaan di Kalimantan Barat tahun 2010 7 Luas daerah kabupaten / kota dan persentase terhadap luas Provinsi Kalimantan Barat tahun 2010 8 Jenis tanah dan luasnya menurut kabupaten / kota di Provinsi Kalimantan Barat tahun 2010 9 Jenis penggunaan lahan menurut kabupaten / kota di Kalimantan Barat tahun 2010 10 Jumlah kecamatan dan desa / kelurahan menurut kabupaten / kota di Kalimantan Tengah tahun 2010 11 Jumlah penduduk menurut klasifikasi perkotaan / perdesaan di Kalimantan Tengah tahun 2010 12 Luas wilayah kalimantan tengah menurut kabupaten / kota dan ibukotanya tahun 2010 13 Luas Wilayah Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) tahun 2010 14 Jumlah Kecamatan dan desa/kelurahan menurut kabupaten / kota di Kalimantan Selatan tahun 2010 15 Jumlah penduduk menurut klasifikasi perkotaan / perdesaan di Kalimantan Selatan tahun 2010 16 Luas daerah kabupaten / kota dan persentase terhadap luas Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2010 17 Jumlah kecamatan dan desa / kelurahan menurut kabupaten / kota di Kalimantan Timur tahun 2010 18 Jumlah penduduk menurut klasifikasi perkotaan / perdesaan di Kalimantan Timur tahun 2010 19 Luas daerah kabupaten / kota terhadap luas Provinsi Kalimantan Timur tahun 2010 20 Luas wilayah menurut kelas lereng / kemiringan dan kabupaten / kota tahun 2010 21 Rata - rata suhu udara, kelembaban, tekanan udara, kecepatan angin dan curah hujan bulanan melalui stasiun Samarinda, Balikpapan, Tarakan, Tanjung Selor, Tanjung Redeb dan Nunukan tahun 2010
24 32 32 41 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 51 53 54 54 55
56
DAFTAR TABEL (Lanjutan) 22 Nilai tengah variabel - variabel indikator kualitas lingkungan pada tiap kluster kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2010 23 Kota - kota anggota kluster 1 di Kalimantan tahun 2010 dengan kategori “sangat baik” 24 Kota - kota anggota kluster 2 di Kalimantan tahun 2010 dengan kategori “baik” 25 Kota - kota anggota kluster 3 di Kalimantan tahun 2010 dengan kategori “cukup” 26 Kota - kota anggota kluster 4 di Kalimantan tahun 2010 dengan kategori “buruk” 27 Kota - kota anggota kluster 5 di Kalimantan tahun 2010 dengan kategori “sangat buruk” 28 Perbandingan PDRB pengeluaran pemerintah atas dasar harga berlaku menurut provinsi di Kalimantan tahun 2010 29 Hasil perhitungan ragam dari analisis komponen utama 30 Nilai bobot variabel - variabel komponen kualitas lingkungan kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2006 - 2010 31 Kategori kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan berdasarkan nilai indeks tahun 2010 32 Nilai rata - rata indeks kualitas lingkungan kota sedang dan kecil tiap provinsi di Kalimantan tahun 2006 - 2010 33 Perbandingan jumlah anggota kelompok kota sedang dan kecil di Kalimantan pada tiap kategori berdasarkan hasil analisis gerombol dan kategori nilai indeks kualitas lingkungan tahun 2010 34 Nilai rata - rata variabel - variabel indikator kualitas lingkungan kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan untuk tiap kategori nilai indeks tahun 2010 35 Aspek pembenahan, lokasi sasaran, pelaksana kegiatan, serta kegiatan / keluaran yang diharapkan bagi kota sedang di Kalimantan dengan kategori “sangat tinggi” 36 Aspek pembenahan, lokasi sasaran, pelaksana kegiatan, serta kegiatan / keluaran yang diharapkan bagi kota sedang di Kalimantan dengan kategori “tinggi” 37 Acuan waktu pelaksanaan kegiatan peningkatan kualitas lingkungan hidup kota sedang di Kalimantan dengan kategori “tinggi” menjadi “sangat tinggi” 38 Aspek pembenahan, lokasi sasaran, pelaksana kegiatan, serta kegiatan / keluaran yang diharapkan bagi kota kecil di Kalimantan dengan kategori “sangat tinggi”
59 61 61 61 62 62 70 71 73 75 84
87
98
101
103
106
107
DAFTAR TABEL (Lanjutan) 39 Aspek pembenahan, lokasi sasaran, pelaksana kegiatan, serta kegiatan / keluaran yang diharapkan bagi kota kecil di Kalimantan dengan kategori “tinggi” 40 Acuan waktu pelaksanaan kegiatan peningkatan kualitas lingkungan hidup kota kecil di Kalimantan dengan kategori “tinggi” menjadi “sangat tinggi” 41 Aspek pembenahan, lokasi sasaran, pelaksana kegiatan, serta kegiatan / keluaran yang diharapkan bagi kota kecil di Kalimantan dengan kategori “sedang” 42 Acuan waktu pelaksanaan kegiatan peningkatan kualitas lingkungan hidup kota kecil di Kalimantan dengan kategori “sedang” menjadi “tinggi” 43 Aspek pembenahan, lokasi sasaran, pelaksana kegiatan, serta kegiatan / keluaran yang diharapkan bagi kota kecil di Kalimantan dengan kategori “rendah” 44 Acuan waktu pelaksanaan kegiatan peningkatan kualitas lingkungan hidup kota kecil di Kalimantan dengan kategori “rendah” menjadi “sedang” 45 Aspek pembenahan, lokasi sasaran, pelaksana kegiatan, serta kegiatan / keluaran yang diharapkan bagi kota kecil di Kalimantan dengan kategori “sangat rendah” 46 Acuan waktu pelaksanaan kegiatan peningkatan kualitas lingkungan hidup kota kecil di Kalimantan dengan kategori “sangat rendah” menjadi “rendah”
109
111
112
113
114
116
117
118
DAFTAR GAMBAR 1 Kecenderungan nilai indeks kualitas lingkungan hidup rata - rata kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2006 - 2010 2 Nilai indeks kualitas lingkungan hidup rata - rata kota sedang dan kecil tiap provinsi di Kalimantan 2010 3 Nilai indeks kualitas lingkungan hidup rata - rata kota - kota berdasarkan regional di Indonesia tahun 2010 4 Kerangka pikir penelitian 5 Peta Kalimantan 6 Grafik nilai tengah variabel - variabel indikator kualitas lingkungan pada tiap kluster kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2010 7 Peta distribusi kluster berdasarkan kondisi lingkungan kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2010 8 Diagram persentase jumlah dan distribusi kota - kota sedang dan kecil pada masing - masing kelompok di Kalimantan tahun 2010
3 4 4 24 26 59 60 62
DAFTAR GAMBAR (Lanjutan) 9 Diagram jumlah dan distribusi kota - kota sedang dan kecil pada masing - masing kelompok untuk tiap provinsi di Kalimantan tahun 2010 10 Peta distribusi kluster berdasarkan kondisi lingkungan kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Barat tahun 2010 11 Peta distribusi kluster berdasarkan kondisi lingkungan kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2010 12 Peta distribusi kluster berdasarkan kondisi lingkungan kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2010 13 Peta distribusi kluster berdasarkan kondisi lingkungan kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Timur tahun 2010 14 Diagram persentase jumlah dan distribusi kota - kota sedang dan kecil pada masing - masing kelompok di Provinsi Kalimantan Barat tahun 2010 15 Diagram persentase jumlah dan distribusi kota - kota sedang dan kecil pada masing - masing kelompok di Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2010 16 Diagram persentase jumlah dan distribusi kota - kota sedang dan kecil pada masing - masing kelompok di Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2010 17 Diagram persentase jumlah dan distribusi kota - kota sedang dan kecil pada masing - masing kelompok di Provinsi Kalimantan Timur tahun 2010 18 Perbandingan PDRB pengeluaran pemerintah atas dasar harga berlaku menurut provinsi di Kalimantan tahun 2010 19 Persentase nilai bobot variabel - variabel komponen kualitas lingkungan kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2006 - 2010 20 Kurva distribusi normal selang nilai indeks kualitas lingkungan dan jumlah kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2010 untuk tiap kategori 21 Peta distribusi nilai indeks kualitas lingkungan kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2010 22 Persentase kota sedang dan kecil di Kalimantan berdasarkan kategori nilai indeks kualitas lingkungan tahun 2010 23 Peta distribusi nilai indeks kualitas lingkungan kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Barat tahun 2010 24 Peta distribusi nilai indeks kualitas lingkungan kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2010 25 Peta distribusi nilai indeks kualitas lingkungan kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2010 26 Peta distribusi nilai indeks kualitas lingkungan kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Timur tahun 2010
63 64 65 66 67
68
68
68
69 70 74
74 76 77 78 79 80 81
DAFTAR GAMBAR (Lanjutan) 27 Persentase kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Barat berdasarkan kategori nilai indeks kualitas lingkungan tahun 2010 28 Persentase kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Selatan berdasarkan kategori nilai indeks kualitas lingkungan tahun 2010 29 Persentase kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Tengah berdasarkan kategori nilai indeks kualitas lingkungan tahun 2010 30 Persentase kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Timur berdasarkan kategori nilai indeks kualitas lingkungan tahun 2010 31 Grafik indeks kualitas lingkungan kota per provinsi tahun 2006 - 2010 32 Grafik rata - rata indeks kualitas lingkungan di Kalimantan tahun 2006 - 2010 33 Gambar nilai rata - rata variabel - variabel indikator kualitas lingkungan untuk tiap kategori nilai indeks
82 82 83 83 84 85 99
DAFTAR LAMPIRAN 1 Nilai indikator - indikator komponen kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2006 - 2010 2 Dendogram hasil analisis gerombol menggunakan metode berhirarki pada 47 kota sedang dan kecil di Kalimantan 3 Koefisien komponen utama 4 Nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2006 - 2010 5 Nilai indeks kualitas lingkungan, persentase anggaran pengelolaan lingkungan, persentase anggaran pengelolaan kebersihan dan jumlah penduduk kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2006 - 2010 6 Hasil uji korelasi 7 Statistik hasil F - test dan Chi - square 8 Statistik hasil Hausman - test 9 Hasil analisis data panel 10 Nilai Cfixed effects untuk tiap - tiap obyek sampel (kota)
126 137 138 139
141 147 147 147 148 149
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan peradaban manusia, berkembang pula kawasan - kawasan yang menjadi pusat - pusat aktivitas dan kegiatan perekonomian. Kawasan - kawasan tersebut dapat dicirikan dari kepadatan penduduk yang lebih tinggi dibandingkan daerah - daerah lain yang menjadi kawasan penyangganya. Kawasan - kawasan perkotaan tersebut pada umumnya dikenal dengan istilah daerah urban. Tingginya kepadatan penduduk pada daerah urban merupakan salah satu konsekuensi langsung akibat terpusatnya aktivitas dan kegiatan perekonomian yang terjadi disana. Tingginya angka kelahiran, arus urbanisasi juga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertambahan jumlah penduduk. Pada satu sisi kondisi ini memberikan kontribusi positif yakni ketersediaan sumberdaya manusia yang melimpah, pada sisi lain memberikan dampak negatif pada lingkungan berupa pencemaran akibat tingginya aktivitas yang terjadi di daerah urban tersebut. Selain masalah kependudukan, akibat upaya pengelolaan kawasan yang kurang baik serta kesalahan dalam penetapan regulasi dan pengawasan dari pemerintah, akan timbul dampak - dampak negatif lain yang menjadi turunan atau lanjutan dari masalah di atas. Semakin intensifnya pemanfaatan lahan akibat semakin bertambahnya luas area terbangun, mengurangi luas kawasan ruang terbuka hijau yang memiliki peran penting dalam siklus air. Proporsi seimbang antara kawasan terbangun terhadap kawasan ruang terbuka hijau yang berfungsi dalam menampung dan menyerap air diperlukan guna mencegah terjadinya banjir maupun kurangnya ketersediaan air tanah. Pertumbuhan jumlah penduduk juga turut memberikan kontribusi pada meningkatnya produksi sampah maupun limbah domestik lain. Produksi sampah maupun limbah domestik lain tanpa diimbangi kemampuan mengolah limbah tersebut memungkinkan terjadinya pencemaran tanah maupun badan air. Pencemaran yang mungkin terjadi tersebut menunjukkan besarnya potensi penurunan kualitas lingkungan suatu wilayah kota. Adapun penurunan kualitas lingkungan terjadi bila pencemaran mengakibatkan suatu media lingkungan menurun atau bahkan kehilangan fungsinya. Makin intensifnya pemanfaatan lahan serta tingginya beban pencemaran yang harus ditanggung oleh lingkungan seperti yang dijelaskan di atas merupakan dampak lanjutan dari pemusatan kegiatan yang terjadi pada daerah urban. Dampak lingkungan yang terjadi akibat kegiatan yang terpusat pada daerah urban menimbulkan kesadaran akan pentingnya melakukan pengelolaan lingkungan kawasan perkotaan yang lebih baik. Upaya ini dapat dimulai dari inventarisasi atau pencatatan kualitas lingkungan hidup kota - kota yang ada di Indonesia secara rutin dan berkala. Pemantauan kualitas lingkungan hidup kota kota di Indonesia yang memiliki penduduk di atas 20 000 jiwa dilakukan minimal sebanyak 2 (dua) kali dalam kurun waktu satu tahun mencakup wilayah Kalimantan yang memiliki 5 kota berukuran besar dan 47 kota berukuran sedang hingga kecil (Kementerian Lingkungan Hidup 2006).
Lingkup pengawasan yang dilakukan tersebut mencakup pengelolaan kebersihan dan keteduhan kota serta meliputi sarana - sarana atau fasilitas kota pendukungnya. Melalui kegiatan tersebut diharapkan diperoleh gambaran kualitas lingkungan kota secara keseluruhan meski tetap lebih difokuskan pada masalah sampah domestik, ruang terbuka hijau dan kebersihan badan air. Hingga saat ini telah banyak dilakukan pemantauan dan kajian kualitas lingkungan pada kota - kota besar di Indonesia termasuk pula di Kalimantan. Mengingat sebagian besar kota - kota tersebut sudah lama terbentuk, bahkan mendahului kemerdekaan negara Indonesia, kondisi lingkungan maupun kecenderungan perubahan yang terjadi baru mulai tercatat pada kurun waktu tahun 1990 - an. Gambaran perubahan semenjak kota tersebut didirikan hingga terbentuk menjadi sebuah kota besar dengan kondisi yang kompleks seperti pada masa ini sukar untuk didapatkan. Oleh sebab itu informasi - informasi terkait kota besar yang diperoleh terbatas hanya pada rentang 30 tahun ke belakang. Pada kisaran waktu tersebut, kota - kota besar di Indonesia telah menjadi kawasan kawasan pusat perekonomian yang memiliki penduduk dengan jumlah yang besar, dalam arti lain tekanan yang terjadi pada lingkungan pada masa tersebut sudah cukup besar meskipun masih dapat ditoleransi oleh daya dukung lingkungan kota. Keadaan di atas mendorong perlunya informasi yang menggambarkan kondisi lingkungan kota - kota lain yang berpenduduk lebih sedikit maupun kota kota yang kegiatan perekonomiannya masih lebih rendah dibandingkan dengan kota besar dari sekarang. Untuk wilayah Kalimantan, gambaran tersebut dapat dilihat melalui pemantauan kota - kota dengan kategori sedang maupun kecil. Dibandingkan dengan kota besar, kota sedang dan kecil memiliki penduduk yang lebih sedikit, hal ini juga berarti tekanan yang terjadi pada lingkungan juga lebih rendah. Sejalan dengan waktu kota - kota sedang dan kecil tersebut akan mengalami pertambahan jumlah penduduk maupun pertumbuhan kegiatan ekonomi yang menyebakan kota - kota tersebut akan berubah menjadi kota besar. Kondisi serupa tentu pernah terjadi pada kota - kota besar di Kalimantan sebelum tahun 1990 - an, namun pada masa tersebut kebutuhan akan pemantauan kualitas lingkungan kota belum terlalu dirasakan penting, sehingga informasi lingkungan yang dimiliki pada masa tersebut juga terbatas. Pemantauan dan kajian yang dilakukan pada kota - kota sedang dan kecil penting untuk dilakukan untuk mendapatkan informasi kecenderungan arah perubahan kualitas lingkungan kota itu sendiri maupun melihat gambaran kondisi awal kota besar yang memiliki karakter sosial, ekonomi dan ekologi yang serupa. Pemantauan dan kajian pada kota - kota sedang dan kecil yang berjumlah lebih banyak dan bersifat lebih tersebar juga dapat memberikan gambaran kondisi lingkungan kota - kota pada lingkup regional tertentu serta membantu penyusunan kebijakan dalam ruang lingkup makro. 1.2 Perumusan Masalah Sejak dilakukan pemantauan secara rutin yang dimulai pada tahun 2006 hingga saat ini, terlihat perubahan naik atau turunnya kualitas lingkungan hidup kota - kota sedang dan kecil secara nasional. Adapun kota - kota sedang dan kecil ditentukan atas kriteria berikut :
Kota Kecil, kota dengan jumlah penduduk 20 000 - 50 000 jiwa Kota Sedang, kota dengan jumlah penduduk 50 001 - 200 000 jiwa
Penentuan kriteria tersebut didasari atas Peraturan Pemerintah No 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Pasal 16 Ayat 5 dan 6. Hasil dari pemantauan yang dilakukan secara rutin tersebut menunjukkan indikasi berhasil atau tidaknya pemerintah daerah dalam melakukan pengelolaan lingkungan di wilayahnya masing - masing. Pemantauan kualitas lingkungan hidup yang dilakukan tersebut mencakup pemantauan pengelolaan sampah dan ruang terbuka hijau (RTH) pada komponen - komponen wilayah :
Permukiman Area jalan arteri dan kolektor Pasar tradisional Sekolah Area perkantoran Terminal Pelabuhan penumpang Hutan kota Taman kota Sungai / danau / situ Drainase utama kota Tempat pengelolaan akhir sampah
Hasil akhir dari pemantauan yang dilakukan tersebut adalah nilai indeks lingkungan hidup kota secara umum serta nilai - nilai indeks komponen komponen penyusunnya. Untuk wilayah Kalimantan sendiri, berdasarkan kategori kota sedang dan kecil dari tahun 2006 hingga tahun 2010 kecenderungan nilai indeks kualitas lingkungan terlihat pada Gambar 1.
Nilai indeks kualitas lingkungan kota
100 80 60
66.97 64.98 55.31 55.67
71.92 56.75
73.12 56.45
72.83 58.23 Kota Sedang
40
Kota Kecil
20 0 2006
2007
2008
2009
2010
Tahun
Gambar 1 Kecenderungan nilai indeks kualitas lingkungan hidup rata - rata kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2006 - 2010 Kualitas lingkungan rata - rata kota kecil di Kalimantan secara umum masih berada pada kategori kurang baik atau berada dibawah nilai 60, sedangkan rata - rata kota sedang berada kategori baik atau berada pada kisaran nilai 70.
Nilai Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Kota
Berdasarkan pembagian wilayah administratif daerah, nilai indeks kualitas lingkungan rata - rata kota di tiap provinsi terkecuali kota - kota di Provinsi Kalimantan Selatan berada dibawah nilai 60 seperti ditunjukkan Gambar 2. Nilai tersebut masih lebih rendah apabila dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia terutama terhadap wilayah Jawa, Bali, Sumatera dan Sulawesi seperti ditunjukkan Gambar 3. Oleh sebab itu, dirasa perlu untuk meningkatkan kualitas lingkungan terutama difokuskan pada aspek - aspek kebersihan dan keteduhan wilayah perkotaan di Kalimantan (Kementerian Lingkungan Hidup 2008). 63.27
64 62 60
59.38
58.87
58
Nilai Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Kota Rata - Rata Tahun 2010
56.55
56 54 52 Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
Provinsi
Nilai Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Kota
Gambar 2 Nilai indeks kualitas lingkungan hidup rata - rata kota sedang dan kecil tiap provinsi di Kalimantan tahun 2010 74 71.19
72 70
68.63 66.63
68 66
Nilai Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Kota Rata - Rata Tahun 2010
63.22
64 62
59.81
60 58 56 Bali dan Nusa Tenggara
Jawa
Kalimantan
Sulawesi, Maluku dan Papua
Sumatera
Regional
Gambar 3
Nilai indeks kualitas lingkungan hidup rata - rata kota - kota berdasarkan regional di Indonesia tahun 2010
Kondisi di atas mendorong pentingnya dilakukan evaluasi maupun upaya terhadap pemantauan yang telah dilakukan secara rutin. Kedepan informasi tersebut juga harus dapat memberikan gambaran perubahan kualitas lingkungan dengan lebih baik untuk kota - kota sedang dan kecil sejak awal mula pelaksanaan pemantauan hingga masa sekarang. Informasi kualitas lingkungan tersebut tersusun atas variabel - variabel yang mewakili komponen wilayah dari suatu kota. Variabel - variabel adalah wilayah permukiman, sarana kota, sarana transportasi dan sarana pengelolaan kebersihan kota. Informasi tersebut bagi pemerintah daerah dapat digunakan sebagai masukan terkait pembenahan komponen - komponen lingkungan dari kawasan urban di wilayah kerjanya. Bagi pemerintah pusat, informasi tersebut juga dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan gambaran umum perbandingan kawasan urban di suatu kabupaten / kota terhadap kabupaten / kota lainnya. Namun secara lebih spesifik belum dilakukan analisis statistik yang menunjukkan pengelompokan kota - kota yang terjadi, maupun faktor - faktor kondisi fisik komponen lingkungan kota yang mempengaruhinya. Faktor - faktor lain seperti besarnya alokasi anggaran maupun faktor kepadatan penduduk diperkirakan juga dapat memberi kontribusi langsung atau tidak langsung terhadap nilai kualitas lingkungan suatu kota. Keadaan di atas mendorong perlunya dilakukan analisis dan pengolahan data lanjutan untuk mendapatkan informasi - informasi turunan lain yang terkait dengan data tersebut. Dengan menghubungkan informasi kualitas lingkungan hidup yang diperoleh dari komponen fisik suatu kota dengan data APBD kegiatan pengelolaan lingkungan hidup dan kegiatan pengelolaan kebersihan maupun dengan informasi kependudukan suatu kota, diharapkan dapat dilihat hubungan keterkaitan antara faktor - faktor tersebut. Adapun nantinya bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah, hasil analisis ini dapat digunakan sebagai bahan penyusunan kebijakan untuk penentuan program dan kegiatan yang akan dilaksanakan pada masa mendatang. Berdasarkan uraian di atas maka disusun rumusan permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini yaitu : 1 Belum tersedianya informasi clustering atau pengelompokan kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan berdasarkan kesamaan karakteristik kualitas lingkungan hidup 2 Belum tersedianya analisis faktor - faktor yang berpengaruh pada kualitas lingkungan suatu kota 3 Alokasi APBD kegiatan pengelolaan lingkungan dan kegiatan pengelolaan kebersihan yang masih rendah yang berimplikasi pada kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan 4 Belum diketahuinya pengaruh kepadatan penduduk yang mendorong meningkatnya pencemaran tanah maupun badan air hingga berpengaruh pada kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan 5 Diperlukannya arahan peningkatan kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah : 1 Menganalisis dan mengelompokkan kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan berdasarkan kesamaan karakteristik kualitas lingkungan hidup 2 Menganalisis faktor - faktor yang berpengaruh pada indeks kualitas lingkungan kota sedang dan kecil di Kalimantan 3 Menganalisis hubungan alokasi anggaran kegiatan pengelolaan lingkungan hidup dan kegiatan pengelolaan kebersihan dengan indeks kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan 4 Menganalisis hubungan kepadatan penduduk dengan indeks kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan 5 Menyusun arahan peningkatan kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1 Memberikan masukan pada pemerintah pusat dalam penentuan kebijakan pengawasan kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan 2 Memberikan masukan pada pemerintah daerah dalam upaya perbaikan pengelolaan lingkungan hidup kota
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Lingkungan Hidup Lingkungan merupakan kondisi fisik yang melingkupi sumber daya alam berupa tanah, air, mineral, termasuk makhluk hidup flora dan fauna yang berada pada kawasan tersebut. Lingkungan sendiri terdiri atas komponen abiotik dan biotik. Komponen abiotik merupakan komponen lingkungan yang memiliki sifat tidak bernyawa seperti tanah, udara, air, iklim, kelembaban serta intensitas matahari. Komponen biotik mencakup segala sesuatu yang bernyawa seperti tumbuhan, hewan, manusia dan mikro - organisme yang mendiami lingkungan tersebut. Lingkungan hidup juga sering pula diartikan dengan istilah biosfer yang dapat mencakup segala makhluk hidup dan makhluk tak hidup di alam yang ada di Bumi atau bagian dari Bumi, yang berfungsi secara alami. Tanpa adanya pengaruh campur tangan manusia, lingkungan membentuk suatu siklus yang seimbang dan berkelanjutan. Faktor manusia, terutama yang didasari atas motif pemenuhan kebutuhan ekonomi secara umum memberikan dampak pada kualitas lingkungan. Hal ini yang mendasari perlunya dilakukan pengukuran kualitas lingkungan untuk mencegah terjadinya dampak kerusakan lingkungan yang terlalu besar. Kualitas lingkungan hidup merupakan keadaan lingkungan yang dapat memberikan daya dukung optimal bagi ke langsungan hidup manusia pada suatu wilayah. (Kementerian Lingkungan Hidup 2008). Selama ini, pengukuran kualitas lingkungan pada umumnya dilakukan secara terpisah berdasarkan media lingkungan yang ada, yaitu air, udara, dan tanah. Kondisi ini menyebabkan banyaknya data yang tidak saling terintegrasi satu dan lainnya, sehingga sulit untuk menilai apakah kondisi lingkungan hidup di suatu kawasan secara utuh apakah bertambah baik atau sebaliknya. Salah satu cara untuk mereduksi banyak data dan informasi adalah dengan menggunakan angka indeks (Kementerian Lingkungan Hidup 2010). Studi - studi tentang indeks lingkungan banyak dilakukan terutama oleh perguruan tinggi di luar negeri, seperti Yale University dan Columbia University yang menghasilkan Environmental Sustainability Index (ESI). ESI dilakukan untuk melihat tingkat keberlanjutan suatu negara, juga sebagai tolok ukur kemampuan suatu negara untuk melindungi lingkungan hingga pada masa mendatang. Nilai indeks keberlanjutan lingkungan ini mencakup 5 (lima) isu meliputi : (1) sistem lingkungan suatu negara, (2) tekanan pada lingkungan akibat aktivitas manusia (3) tekanan pada lingkungan yang tidak disebabkan manusia, (4) kapasitas masyarakat dalam menghadapi tantangan lingkungan dan (5) pengelolaan global suatu negara. ESI yang dilakukan pada 146 negara di dunia dan dibangun berdasarkan model tekanan (pressure), keadaan (state) dan upaya antisipasi (response) lingkungan pada negara - negara tersebut. Hasil perhitungan ESI menunjukkan peringkat dan tingkat kemampuan adaptasi suatu negara, disamping juga menunjukkan pengelompokan yang terjadi di dunia secara umum. Indikator - indikator yang dibangun dari beberapa isu tersebut menitikberatkan pada faktor tekanan yang menyebabkan perubahan kondisi serta respon akibat perubahan itu sendiri. Lima negara anggota kelompok terbaik dengan peringkat tertinggi adalah Finlandia, Norwegia, Uruguay, Swedia dan Islandia yang masing - masing dicirikan dengan sumber daya alam yang cukup besar dan kepadatan
penduduk rendah. Negara - negara peringkat terendah adalah Korea Utara, Irak, Taiwan, Turkmenistan dan Uzbekistan. Negara - negara ini menghadapi berbagai masalah, baik alam maupun buatan manusia dan belum berhasil melakukan pengelolaan lingkungan dengan baik dan berkelanjutan. (Esty et al. 2005). Michigan Technological Research Institute (MRTI) juga menghasilkan Environmental Quality Index (EQI). EQI disusun untuk melihat perubahan kondisi lingkungan pada skala kawasan. Perhitungan EQI dilakukan berdasarkan indikator - indikator : (1) kondisi tanah, (2) kesehatan air, (3) kualitas udara dan (4) pemanfaatan lahan. EQI dilakukan melalui pendekatan sistem informasi geografis diperoleh melalui teknik overlay data spasial. Teknik overlay data menunjukkan nilai total kawasan berdasarkan penjumlahan nilai indikator indikator kawasan tersebut. Nilai tinggi menunjukkan lingkungan dalam kondisi baik atau rendahnya pencemaran yang terjadi, sedangkan nilai rendah menunjukkan kondisi lingkungan yang buruk atau tingginya pecemaran. Teknik perhitungan EQI yang menggunakan data - data informasi geografis memungkinkan kualitas lingkungan kawasan dapat teramati secara spasial (French et al. 2008). Pada suatu studi yang dipublikasikan pada tahun 2010 oleh Yale University dan Columbia University yang berkolaborasi dengan World Economic Forum dan Joint Research Center of the European Commission, dihasilkan indeks yang disebut sebagai Environmental Performance Index (EPI). EPI dilakukan untuk melihat perbandingan indeks performa lingkungan suatu negara terhadap negara lainnya. Perhitungan nilai indeks performa lingkungan tersebut dilakukan pada 163 negara di dunia. Adapun EPI ditentukan berdasarkan pencapaian pencapaian kebijakan pemerintah suatu negara berkaitan dengan aspek kesehatan lingkungan dan aspek kondisi ekosistem suatu negara. Aspek kesehatan lingkungan terbagi atas indikator - indikator : (1) pencemaran media tanah, (2) polusi udara dan (3) pencemaran air. Aspek kondisi ekosistem terbagi atas indikator - indikator : (1) keanekaragaman hayati dan habitat, (2) kondisi kawasan hutan, (3) kondisi perairan, (4) kondisi pertanian serta (5) dampak perubahan Iklim. Dalam perhitungan EPI suatu negara, masing - masing indikator tersebut diberi bobot sesuai dengan besarnya tingkat pengaruh indikator tersebut terhadap performa suatu negara. Adapun nilai akhir EPI suatu negara diperoleh melalui hasil penjumlahan seluruh perkalian bobot dengan nilai masing - masing indikator. Nilai EPI berada pada kisaran 0 (performa terburuk) hingga 100 (performa terbaik) yang menunjukkan tingkat performa suatu negara dalam pengelolaan lingkungan (Emerson et al. 2010). Di Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) sejak tahun 2007 telah mengembangkan Indeks Kualitas Lingkungan (IKL) untuk 30 ibukota provinsi. Selain itu, pada tahun 2009 Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bekerja sama dengan Dannish International Development Agency (DANIDA) juga mulai mengembangkan indeks lingkungan berbasis provinsi yang pada dasarnya merupakan modifikasi dari EPI. Indeks kualitas lingkungan dapat dimanfaatkan untuk mengukur keberhasilan program - program pengelolaan lingkungan. Selain sebagai sarana untuk mengevaluasi efektifitas program - program pengelolaan lingkungan, indeks kualitas lingkungan mempunyai peranan dalam hal : membantu perumusan kebijakan, membantu dalam mendisain program lingkungan, dan mempermudah komunikasi dengan publik sehubungan dengan
kondisi lingkungan. Tujuan disusunnya indeks kualitas lingkungan adalah : (1) Memberikan informasi kepada para pengambil keputusan di tingkat pusat dan daerah tentang kondisi lingkungan di daerah sebagai bahan evaluasi kebijakan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, (2) Sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada publik tentang pencapaian target programprogram pemerintah di bidang pengelolaan lingkungan hidup (Kementerian Lingkungan Hidup 2010). 2.2 Pemantauan Kualitas Lingkungan Hidup Manusia sebagai makhluk sosial, memiliki kecenderungan saling membutuhkan satu sama lain, hidup berkelompok serta mendiami suatu kawasan tertentu. Keadaan ini memberikan gambaran dasar bahwa dalam pola dan jenis interaksi antar individu manusia dalam suatu kelompok maupun antar kelompok yang terjadi sangat terkait dengan kawasan tempat manusia atau kelompok tersebut beraktivitas atau berdiam. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk pada kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan timbul pengaruh positif pada aspek ketersediaan sumber daya manusia sebagai modal perkembangan kawasan tersebut. Meskipun demikian, pengaruh yang berbeda, dirasakan pada aspek lingkungan. Pengaruh negatif yang terjadi berupa terjadi peningkatan potensi pencemaran lingkungan sebagai dampak aktivitas ekonomi masyarakat. Jadi sebagai bentuk antisipasi atas hal ini, dirasa perlu dilakukan pemantauan untuk melihat kecenderungan perubahan kualitas lingkungan akibat kegiatan tersebut. Pemantauan adalah usaha atau perbuatan untuk mengamati, mengawasi, dan memeriksa perubahan kualitas lingkungan yang sesuai maupun tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Proses pemantauan dalam hal ini merupakan kegiatan yang rutin dilaksanakan, baik bila ada pelanggaran maupun tidak ada pelanggaran pemanfaatan ruang (Kementerian Lingkungan Hidup 2007). Kegiatan pemantauan yang dilakukan merupakan suatu bentuk upaya awal pengendalian dampak lingkungan akibat aktivitas - aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat yang bertujuan menjaga kualitas sumber daya lingkungan di suatu wilayah. Proses pemantauan yang dilakukan dimulai dari penyeragaman aspek aspek komponen utama tingkat kualitas lingkungan wilayah dan dilanjutkan dengan mengukur perubahan tingkat kualitas lingkungan wilayah yang menjadi obyek pengawasan. Kendali tersebut dibutuhkan guna menyeimbangkan kebutuhan sosial dan ekonomi masyarakat dan kondisi lingkungan dalam mendukung keberlangsungan suatu wilayah. Menurut Rustiadi et al. (2009) wilayah merupakan suatu sistem kompleks yang terbagi atas sistem ekologi (ekosistem), sistem sosial dan sistem ekonomi yang saling mempengaruhi satu terhadap yang lainnya. Oleh sebab itu melalui kegiatan pemantauan tersebut dapat diketahui besarnya pengaruh perubahan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat terhadap kondisi lingkungan tempat masyarakat tersebut berada. Dalam melakukan pemantauan kualitas lingkungan suatu wilayah, perlu ditentukan aspek - aspek utama yang dapat menggambarkan pengaruh aktivitas manusia terhadap kondisi lingkungan tempat dilaksanakannya aktivitas tersebut. Fauzi (2004) menyatakan aspek - aspek penting dalam melihat kualitas sumber daya lingkungan secara umum mencakup : potensi maksimum sumber daya lingkungan, kapasitas lestari lingkungan, kapasitas penyerapan atau asimilasi
lingkungan, kapasitas daya dukung lingkungan, dan tingkat kelangkaan sumber daya lingkungan. Secara umum kawasan tempat manusia berdiam serta melakukan segala aktivitas kesehariannya, terbagi atas dua jenis yaitu kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Masing - masing jenis kawasan tersebut memiliki perbedaan yang cukup jelas dilihat dari aspek kepadatan penduduk, pola pemanfaatan ruang maupun jenis aktivitas manusia yang ada di tiap - tiap kawasan tersebut. Kawasan perkotaan atau urban dapat didefinisikan sebagai kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian namun lebih didominasi oleh kegiatan pelayanan jasa dan kegiatan perkonomian industri non pertanian. Secara umum wilayah perkotaan dapat dicirikan melalui tingkat kepadatan penduduk yang tinggi serta penggunaan lahan yang intensif. Kawasan perdesaan atau rural dapat didefinisikan sebagai kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dan kegiatan industri dan jasa yang mendukung sektor primer. Secara umum wilayah perdesaan dapat dicirikan melalui tingkat kepadatan penduduk yang rendah serta pemanfaatan lahan yang didominasi sektor pertanian. Dalam melihat kecenderungan perubahan kualitas lingkungan hidup perlu dibedakan antara wilayah perkotaan dan wilayah perdesaan. Keduanya memiliki karakteristik berbeda terkait jenis kegiatan yang memiliki potensi pencemaran serta media lingkungan yang terkena dampak pencemaran tersebut. Untuk wilayah perkotaan pencemaran timbul akibat kegiatan domestik masyarakat, pemanfaatan lahan, pencemaran udara dan air akibat kegiatan industri serta polusi udara akibat kendaraan bermotor. Pada lingkungan perdesaan atau rural beban pencemaran yang terjadi secara umum akibat kegiatan di sektor primer berupa kegiatan pertanian, perkebunan maupun peternakan. Sebagai contoh, dalam studi yang dilakukan pada wilayah negara - negara di Eropa Utara dan Barat, kegiatan peternakan memberikan kontribusi eutrofikasi pada media air. Kegiatan pemantauan yang dilakukan menunjukkan bahwa kotoran dan sisa pakan ternak menjadi sumber fosfor (P) dan nitrogen (N) yang masuk ke badan sungai (Haygarth et al. 1998). Studi lain yang dilakukan pada daerah aliran sungai Taw wilayah Selatan Barat negara Inggris, menyatakan kegiatan pertanian tanaman pangan yang menggunakan pupuk dan pestisida secara intensif juga dapat menyebabkan dampak pada lingkungan. Pemantauan yang dilakukan pada badan air sungai Taw secara berkala 1996 hingga 1999 meninjukkan meningkatnya kandungan bahan kimia akibat kegiatan pertanian tersebut (Wood et al. 2005). Adanya aktifitas yang dilakukan oleh penduduk pada kawasan perkotaan dan perdesaan menyebabkan perlunya kegiatan pemantauan pada kedua tipe kawasan tersebut. Kegiatan pemantauan lingkungan kawasan perkotaan umumnya mencakup : pemantauan produksi dan pengelolaan sampah kota, pemantauan pemanfaatan lahan termasuk ketersediaan ruang terbuka hijau, pemantauan kualitas badan air berupa sungai yang melintasi wilayah perkotaan, dan pemantauan kualitas udara wilayah perkotaan (Kementerian Lingkungan Hidup 2006). Sebaliknya pada kawasan perdesaan yang umumnya berbasis kegiatan sektor primer, kegiatan pamantauan lingkungan diprioritaskan pada : pemantauan kualitas badan air berupa sungai dan danau pada kawasan pertanian dan pemantauan pemanfaatan lahan daerah penyangga aliran sungai atau danau (Haygarth et al. 1998) (Eschner dan Satterlund 1966). Kegiatan pemantauan yang
dilakukan pada masing - masing kawasan diharapkan dapat menggambarkan besarnya tekanan yang terjadi pada media lingkungan akibat aktivitas yang dilakukan oleh penduduk. Pada rentang waktu yang lebih panjang hasil pemantauan yang diperoleh dapat digunakan sebagai bahan perencanaan kedua jenis kawasan tersebut. 2.3 Pemantauan Kualitas Lingkungan Hidup Perkotaan Kota atau daerah urban telah diketahui sebelumnya memiliki kedudukan sebagai pusat konsentrasi aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat. Keadaan ini memiliki implikasi langsung baik dalam bentuk pembangunan infrastruktur fisik lebih pesat dibandingkan daerah penyangga di sekitar, maupun semakin besarnya beban yang terjadi pada lingkungan di kawasan tersebut. Tingginya beban lingkungan yang terjadi pada wilayah perkotaan memiliki hubungan positif terhadap jumlah manusia maupun intensitas aktivitas yang dilakukan. Semakin tinggi jumlah penduduk, semakin tinggi pembangunan infrasturktur fisik serta beban lingkungan yang terjadi. Secara umum beban lingkungan yang terjadi mencakup aspek tingginya pemanfaatan lahan, produksi limbah padat dan pencemaran air (Kementerian Lingkungan Hidup 2008). Seperti pada wilayah lain di Indonesia, proses pembangunan juga terjadi di wilayah Kalimantan, terutama pada wilayah perkotaan. Proses pembangunan terjadi sejalan dengan pemanfaatan kekayaan sumber daya yang dimiliki. Selain ditandai dengan pembangunan fisik infrastruktur yang ada, kegiatan pembangunan juga dapat terlihat melalui peningkatan aktivitas sektor jasa, dan perdagangan. Kegiatan - kegiatan tersebut merupakan bentuk pembangunan aktivitas ekonomi yang terjadi di wilayah perkotaan. Salah satu dampak dari proses pembangunan ini adalah bertambahnya jumlah penduduk yang tidak hanya berasal dari pertambahan penduduk alami namun juga dari perpindahan penduduk wilayah lain. Adanya pertambahan penduduk tersebut meningkatkan beban lingkungan perkotaan baik akibat pemanfaatan lahan serta pencemaran lingkungan akibat pembuangan limbah padat maupun cair tersebut ke media lingkungan (Kementerian Lingkungan Hidup 2008). Pada daerah perkotaan, kegiatan domestik yang tidak memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan dapat menimbulkan tingkat pencemaran yang cukup mengkhawatirkan. Secara umum terdapat jenis pencemar / limbah akibat kegiatan domestik yaitu limbah cair yang berupa air limbah sisa kegiatan domestik (grey water), air limbah tinja (black water) maupun limbah padat yang juga umum kita kenali sebagai sampah dapat berakibat menurunnya kualitas lingkungan air maupun menimbulkan pencemaran pada tanah (Kementerian Lingkungan Hidup 2006). Pencemaran sumber daya air juga menimbulkan dampak lanjutan berupa meningkatnya biaya (cost) untuk penyediaan air bagi keperluan seperti perikanan dan pertanian, bahan baku air minum, dan industri (Rustiadi et al. 2009). Selain masalah pencemaran di atas, terkait permasalahan pemanfaatan lahan, dalam pengelolaan lingkungan hidup perkotaan dikenal ruang terbuka hijau, seperti ketersediaan taman kota dan hutan kota, serta penghijauan di sepanjang jalan dan wilayah publik lainnya. Permasalahan ruang terbuka hijau ini menjadi penting mengingat peran kawasan ini sebagai area resapan air disamping
berperan dalam menjaga kualitas udara dalam wilayah perkotaan (Kementerian Lingkungan Hidup 2008). Permasalahan lingkungan hidup perkotaan menjadi semakin penting untuk dikelola, tidak hanya karena wilayah perkotaan menjadi daya tarik penduduk di wilayah sekitar untuk datang. Hal tersebut juga berdampak pada tekanan terhadap sumber daya lingkungan kota. Permasalahan lingkungan di wilayah perkotaan bersifat kompleks karena mencakup interaksi dinamis antara lingkungan buatan, lingkungan alami serta aktivitas manusia didalamnya. Sejalan dengan hal tersebut di atas dilakukan pemantauan dan inventarisasi kualitas lingkungan hidup kota kota di Kalimantan. Adapun dalam mendukung kebutuhan tersebut dilakukan secara rutin pemantauan minimal 2 (dua) kali tiap tahun pada skala provisi hingga lingkup nasional (Kementerian Lingkungan Hidup 2008). Sejalan dengan makin tingginya kesadaran akan pentingnya aspek lingkungan dalam pembangunan wilayah perkotaan yang keberlanjutan, upaya pengendalian aktivitas - aktivitas yang memiliki potensi menimbulkan pencemaran maupun kerusakan lingkungan telah banyak dilakukan di berbagai negara di dunia. Pola perubahan maupun gambaran tingkat pencemaran dan kerusakan yang terjadi dapat dilihat melalui upaya - upaya pemantauan kualitas lingkungan hidup. Aspek - aspek yang cukup beragam dipantau secara berkala guna memenuhi kebutuhan tersebut. Aspek - aspek yang lebih umum dikenali sebagai indikator kualitas lingkungan ini umumnya berbeda antara satu wilayah terhadap wilayah lainnya dan bergantung pada jenis aktivitas sumber pencemaran maupun tinggi / rendahnya volume limbah atau bahan pencemar yang dihasilkan. Bian dan Yang (2010) dalam menentukan kualitas lingkungan pada 30 provinsi di negara China melihat aspek - aspek sumber daya manusia yakni jumlah tenaga kerja, sumber daya ekonomi berupa modal dan GDP, pemanfaatan energi dan air, serta tingkat pencemaran yang terjadi pada media air dan udara. Aspek - aspek tersebut dianggap representatif dengan pola aktivitas sosial ekonomi masyarakat di negara China yang banyak didukung oleh kegiatan industri. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Bian dan Yang, pada kawasan di wilayah barat negara China, indikator - indikator seperti produksi limbah padat, produksi limbah cair, produksi gas emisi, tingkat polusi suara (noise production) serta konversi kawasan hutan dipilih untuk menggambarkan tingkat kualitas lingkungan di wilayah tersebut (Sun et al. 2012). Gabungan dari berbagai dampak aktivitas masyarakat yang diwakili indikator - indikator tersebut dianggap lebih mewakili baik / tidaknya maupun gambaran perubahan kualitas lingkungan hidup wilayah barat negara China tersebut. Pemantauan kualitas lingkungan hidup merupakan bentuk upaya pengawasan aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat di suatu wilayah yang diwakili suatu media lingkungan pada wilayah yang dianggap mengalami dampak langsung ataupun tidak langsung akibat dari aktivitas tersebut. Dengan latar belakang wilayah maupun jenis aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat yang berbeda antara wilayah satu dan lainnya, pengaruh yang terjadi akan berbeda pula. Untuk dapat melihat pengaruh tersebut, indikator - indikator yang dipilih harus dapat menggambarkan pengaruh aktivitas masyarakat terhadap lingkungan yang menjadi wilayah studi. Adapun dalam studi pengamatan kondisi lingkungan yang dilakukan Farrow dan Winograd (2001) menyatakan bahwa indikator - indikator
yang dapat menggambarkan kondisi lingkungan suatu wilayah harus memenuhi kriteria : (1) terukur, (2) relevan, (3) sensitif terhadap perubahan serta (4) memiliki hubungan sebab akibat yang jelas. Pada penelitian yang mencakup wilayah kota sedang dan kecil di Kalimantan, indikator - indikator yang dipilih harus dapat merepresentasikan kondisi lingkungan setempat. Indikator - indikator yang sesuai dan mewakili gambaran potensi beban pada media lingkungan dipilih sesuai kondisi setempat lebih dapat mencerminkan kualitas lingkungan yang ada. Indikator - indikator yang berkenaan dengan pengelolaan sampah dan ruang terbuka hijau di kawasan kota dalam hal ini dianggap lebih dapat merepresentasikan kualitas lingkungan kota sedang dan kecil di Kalimantan yang memiliki pola aktivitas masyarakat yang relatif belum kompleks serta tidak didominasi oleh kegiatan industri (Kementerian Lingkungan Hidup 2008). 2.4 Berbagai Aspek dalam Pemantauan Kualitas Lingkungan Perkotaan Masyarakat yang tinggal pada lingkungan perkotaan memiliki aktivitas yang beragam, baik pada sektor perdagangan, jasa atau kegiatan lain yang berhubungan dengan penyediaan layanan publik. Keragaman aktivitas masyarakat ini memiliki pengaruh berbeda lingkungan kota. Jenis kegiatan atau aktivitas masyarakat tertentu akan memberikan dampak beragam pada aspek - aspek lingkungan yang ada. Oleh sebab itu dalam melakukan pemantauan lingkungan, perlu ditetapkan aspek - aspek lingkungan yang sifatnya dapat terukur dan mencerminkan perubahan lingkungan yang terjadi. Aspek - aspek yang dipilih dalam pemantauan kualitas lingkungan kota secara umum dapat dibagi menjadi bidang - bidang tertentu berdasarkan karakteristik potensi pencemaran maupun media lingkungan yang terkena dampak pencemaran yang terjadi. Kota sedang dan kecil Kalimantan merupakan kota kota yang tingkat aktivitas masyarakatnya dapat dilihat dari jumlah produksi limbah padat dan cair serta pemanfaatan lahan kawasan urban yang terjadi. Oleh sebab itu aspek - aspek obyek pemantauan yang dipilih untuk mewakili kualitas lingkungan kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan terdiri atas : (1) Pengelolaan sampah domestik, (2) Ketersediaan ruang terbuka hijau dan (3) Pencemaran badan air (Kementerian Lingkungan Hidup 2008). 2.4.1 Sampah Domestik Tiap individu manusia merupakan penghasil sampah, dalam melaksanakan kegiatan kesehariannya, manusia akan selalu memproduksi sampah baik dalam jumlah sedikit maupun banyak. Dalam lingkup wilayah dengan kepadatan penduduk rendah seperti pada daerah rural secara umum, akumulasi sampah yang terproduksi tidak signifikan terhadap luas wilyah, namun berbeda dengan wilayah perkotaan dengan kepadatan penduduk tinggi, produksi sampah akan menjadi permasalahan yang cukup signifikan akibat terbatasnya ketersediaan lahan yang digunakan sebagai sarana pengolahan maupun landfill sampah domsetik ini. Sejalan dengan pertumbuhan penduduk yang terjadi di wilayah perkotaan produksi sampah juga akan turut meningkat, sehingga dibutuhkan solusi cermat untuk mengantisipasi peningkatan produksi sampah yang memiliki dampak minimal pada pencemaran lingkungan, ekonomis serta efisien dalam hal pemanfaatan lahan (Kementerian Lingkungan Hidup 2006). Tidak berbeda dengan permasalahan sampah yang dihadapi oleh wilayah perkotaan di Indonesia, kota Dar es Salaam di Tanzania juga menghadapi hal
yang serupa. Limbah padat hasil kegiatan domestik masyarakat di wilayah perkotaan telah menjadi permasalahan lingkungan yang serius. Sejalan dengan pembangunan sosial ekonomi kurun waktu terakhir, ditambah dengan liberalisasi ekonomi dan pertumbuhan penduduk yang cepat, produksi limbah padat yang dihasilkan penduduk kota Dar es Salaam telah meningkat dengan kecepatan yang cukup tinggi. Namun peningkatan volume sampah tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan kemampuan pemerintah setempat dalam mengelola sampah yang terproduksi. Secara rata - rata hanya 20 - 30 % sampah wilayah perkotaan di negara Tanzania yang mampu dikumpulkan dan dibuang ke landfill oleh pemerintah daerah setempat. Krisis yang dihadapi dalam penyusunan kebijakan masalah persampahan wilayah perkotaan di Tanzania secara umum melingkupi masalah - masalah : (1) Pengelolaan limbah padat, (2) Privatisasi sektor persampahan, (3) Dampak lingkungan dari pembuangan limbah dan (4) Peningkatan kapasitas kelembagaan. Untuk menyelesaikan permasalahan permasalahan di atas diperlukan kerangka konseptual didasarkan pada aplikasi pengelolaan sampah yang berkelanjutan di Tanzania. Upaya pengurangan produksi sampah, pemanfaatan ulang hingga upaya daur ulang diusulkan sebagai solusi bagi pengelolaan limbah padat perkotaan. Perbaikan manajemen pengelolaan sampah dan peningkatan kapasitas kelembagaan juga dianggap memiliki peran penting dalam tujuan yang sama (Yhdego 1995). Studi serupa juga dilakukan oleh Bhuiyan (2010), menggunakan data empiris yang dikumpulkan pada tahun 2000, 2003 and 2009 dilakukan analisis pengelolaan sampah padat perkotaan yang dilakukan oleh pemerintah di Bangladesh. Studi ini difokuskan pada kelembagaan pemerintahan sebagai kunci dalam pengelolaan sampah di Bangladesh. Analisis juga dilakukan pada sektor swasta yang bergerak dalam bidang pelayanan kebersihan dan keterlibatan masyarakat disana. Hasil studi menyimpulkan bahwa kemitraan pemerintahswasta berkontribusi terhadap pengelolaan limbah padat yang efektif, begitupula pemberdayaan masayarakat dalam pengelolaan sampah turut memberikan kontribusi yang positif. Bentuk kemitraan pemerintah - swasta dan pemerintah masyarakat dalam pengelolaan sampah diharapkan dapat menjadi solusi masalah persampahan Bangladesh di masa mendatang. Secara umum dipahami masalah persampahan hanya mencakup upaya pengangkutan sampah dari sumber hingga tempat landfill sampah. Namun, disamping permasalahan tersebut masih dimungkinkan pula kondisi - kondisi tertentu pada saat sebagian dari sampah kota tidak dapat terangkut hingga tempat landfill, ataupun sampah yang telah ditimbun pada landfill menyebabkan terjadinya pencemaran wilayah sekitar. Rao dan Shantaram (1995) dalam studi yang dilakukannya di Hyderabad, India menjelaskan potensi pencemaran lingkungan berupa kontaminasi logam berat pada media tanah dan air yang dihasilkan dari sampah atau limbah padat perkotaan. Logam berat seperti Cu, Pb, Ni dan Zn secara umum banyak dihasilkan dari limbah padat perkotaan di India. Hyderabad adalah kota besar India dengan jumlah penduduk lebih dari 45 juta jiwa dan jumlah limbah padat yang dihasilkan dari kota diperkirakan 1_200 1_800 ton / hari. Limbah padat yang dihasilkan di kota Hyderabad tersebut sebagian besar timbun pada daerah landfill sampah di daerah dataran rendah. Meskipun demikian kondisi tersebut menyebabkan terjadinya potensi pencemaran secara langsung pada lahan pertanian untuk budidaya tanaman. Dampak yang
mungkin terjadi berupa masalah pencemaran air tanah, rusaknya tanaman panen, dan penurunan kualitas tanah. 2.4.2 Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau Pertumbuhan kota yang pesat sewajarnya akan selalu disertai peningkatan kebutuhan akan lahan.Kebutuhan yang didasari atas kebutuhan pertambahan infrastruktur kota ini tentu akan mempercepat terjadinya alih fungsi lahan. Kawasan RTH yang pada mulanya merupakan daerah tangkapan air bagi kota kehilangan fungsinya karena berubah fungsi menjadi kawasan terbangun. Guna mendukung keberlanjutan wilayah, Undang - Undang No 26 Tahun 2007 mengamanatkan 30 % kawasan kota harus ditetapkan sebagai kawasan RTH yang terbagi masing - masing atas 20 % berasal dari kawasan publik yang harus disediakan pemerintah dan 10 % dari kawasan privat. Penetapan jumlah minimal kawasan RTH ini diperlukan dalam mengontrol pertumbuhan kota yang tidak selaras dengan lingkungan. Manfaat kawasan RTH bagi suatu kota adalah sebagai pengendali aliran air run off dan sebagai daerah penyimpan air disamping juga memberi manfaat sebagai penghasil oksigen. Adapun besarnya peranan kawasan RTH ditentukan oleh vegetasi yang ada maupun luasan RTH itu sendiri. Secara global perkembangan kota memberikan tekanan yang cukup besar pada lingkungan. Di Amerika Serikat misalnya, pertumbuhan cakupan lahan kota diproyeksikan meningkat dari 3.1 % pada 2000 menjadi 8.1 % pada tahun 2050 menyebabkan tergusurnya daerah hutan dan kawasan tangkapan air (Nowak dan Walton 2005). Kondisi yang umumnya terjadi akibat urbanisasi ini, harus diimbangi dengan upaya lain yang bersifat menjaga kawasan hutan atau bentuk daerah penyangga lainnya. Duggan (2012) juga melihat pertumbuhan kota yang merambah pada kawasan hutan dan daerah penyangga lain biasanya dianggap memiliki efek merugikan pada perairan maupun kota itu sendiri. Solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan cara melakukan penanaman kembali atau re - vegetasi pada kawasan - kawasan di sekitar wilayah kota. Efek dari konversi lahan menjadi hutan di daerah tangkapan di Waiwhakareke, Selandia Baru memberikan dampak yang positif pada kota - kota terdekat, Secara umum bentuk perimbangan kawasan ini ditunjukkan sebagai salah satu model untuk pembangunan dan penyebaran kota - kota di masa mendatang. Penduduk dunia tumbuh sebesar 1.8 % per tahun dan akan mencapai angka 5.1 miliar, ketika lebih dari 56 % orang di negara berkembang akan tinggal di kota pada tahun 2030, sedangkan di negara maju mungkin juga melebihi 84_persen pada tahun yang sama. Oleh sebab itu kota - kota dengan karakteristik berpenduduk padat menjadi ciri yang dominan dalam pembangunan perkotaan sejak paruh kedua abad ke - 20 (Roaf 2010). Kondisi di atas dalam jangka waktu panjang dapat menimbulkan kurangnya ketersediaan RTH permasalahan kerusakan ekologis. Sebagai contoh, menurut proyeksi resmi tahun 2031, semenanjung Macau, China akan dihuni oleh 829 000 jiwa penduduk. Proyeksi tersebut memberikan gambaran bagi perencana dalam strategi dan upaya untuk memenuhi kebutuhan RTH wilayah tersebut. Upaya - upaya yang dilakukan oleh pemerintah lokal dalam menghadapi permasalahan tersebut adalah dengan cara meningkatkan efisiensi penggunaan lahan untuk kebutuhan komersial dan permukiman, serta mempertahankan jumlah
dan sebaran RTH di wilayah tersebut. Berdasarkan riset lapangan yang dilakukan pada Agustus 2010, diketahui jumlah penduduk semenanjung Macau mencapai 542 400 jiwa dan masih terdapat 26.9 % dari kawasannya masih berupa kawasan RTH. Diharapkan melalui penetapan regulasi yang ketat dalam menjaga kawasan RTH dan inovasi yang tepat dalam pemanfaatan ruang, proporsi seimbang antara jumlah penduduk dan ketersediaan RTH wilayah tersebut dapat dicapai (Min et al. 2011). Dalam studi yang dilakukan oleh Siriwardena et al. (2006) di daerah Queensland, Australia ditunjukkan hubungan vegetasi pada daerah tangkapan air terhadap sistem hidrologi wilayah. Peran vegetasi pada daerah tangkapan air yang didominasi tumbuhan Acacia sp. tersebut memiliki pengaruh terhadap skala maupun dampak limpasan air. Penurunan jumlah vegetasi menyebabkan penurunan kemampuan lahan dalam menyimpan air disamping meningkatkan erosi tanah terutama pada saat curah hujan tinggi. Indikasi penurunan kemampuan lahan dalam menyimpan air tersebut tergambar dari peningkatan debit air sungai di kawasan tersebut pada masa setelah terjadinya penurunan luasan tutupan vegetasi pada kawasan tangkapan air terhadap masa sebelum terjadinya penurunan luasan di saat - saat terjadinya hujan dengan intensitas yang sama. Pada penelitian ini dilakukan pula permodelan yang menggambarkan hubungan perubahan luasan tutupan vegetasi terhadap kondisi hidrologi kawasan. Model yang dibuat mencoba menggambarkan pengaruh perubahan luas tutupan vegetasi terhadap faktor - faktor lain seperti intensitas debit sungai, tingkat erosi tanah pada keadaan intensitas hujan tertentu. Hasil penelitian yang lebih awal yang dilakukan oleh Eschner dan Satterlund (1966) menunjukkan kondisi hidrologi kawasan secara lambat, dan konsisten dalam penggunaan lahan dan perubahan tutupan vegetasi selama periode 39 tahun 1912 - 1950 di wilayah Timur Laut Amerika Serikat. Menggunakan metode regresi berganda ditunjukkan bahwa peningkatan kerapatan vegetasi dan tutupan tajuk pohon berkaitan dengan laju aliran air run off dan debit aliran air sungai. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa upaya pertambahan vegetasi pada daerah tangkapan air dapat menurunkan intensitas air run off disamping dibutuhkan pula ketersediaan saluaran air limpasan seperti drainase (Siriwardena et al. 2006). 2.4.3 Pencemaran Badan Air Air merupakan salah satu unsur utama yang dibutuhkan oleh makhluk hidup termasuk manusia. Kebutuhan akan air untuk minum, sarana pendukung sanitasi maupun untuk kebutuhan - kebutuhan penting lainnya mutlak diperlukan. Media lingkungan berupa air merupakan sarana penting yang menyediakan kebutuhan - kebutuhan tersebut, sehingga tercukupinya air dari sisi jumlah dan kualitas untuk penunjang sarana kehidupan manusia tidak dapat ditawar lagi. Namun dilihat dari sudut pandang yang lain media lingkungan air terkadang juga dilihat sebagai sarana tempat pembuangan sampah maupun limbah yang praktis. Kondisi tersebut yang menyebabkan terjadinya dilema ketika pada satu sisi air merupakan salah satu sumber sarana penunjang kehidupan dan disisi lain kualitas air yang selalu menurun akibat digunakan sebagai sarana pembuangan sisa - sisa kegiatan dan aktivitas ekonomi masyarakat. Sifat air yang mengalir dari daerah hulu menuju ke hilir menyebabkan penanganan pencemaran yang terjadi pada
media air berbeda dengan penanganan pencemaran pada media tanah. Aliran air menyebabkan pencemaran yang terjadi pada daerah hulu turut member dampak pada daerah hilir. Pengelolaan badan air yang dilakukan secara terpadu diperlukan guna mencegah pencemaran yang terjadi pada media tersebut (Kementerian Lingkungan Hidup 2006). Untuk mencegah terjadinya penurunan kualitas air, pemantauan kualitas badan air dan sumber - sumber pencemar perlu dilakukan secara berkala. Pemantauan yang dilakukan harus mengikuti kaidah - kaidah ketentuan baku mutu yang telah ditentukan oleh peraturan wilayah setempat atas parameter - parameter tertentu. Sebagai contoh, pada rentang tahun 1993 hingga 2003 dilakukan studi atas pemantauan 9 (sembilan) sungai di Eropa yang melintasi negara Polandia, Jerman dan Republik Ceko. Pemantauan kualitas badan air dilakukan untuk parameter - parameter BOD5, COD, Cd, Zn, P, N serta padatan tersuspesi (Korol et al. 2005). Pemantauan yang dilakukan secara umum melingkupi 3 parameter yang berkaitan dengan zat organik, parameter salinitas dan biogens. Kegiatan yang dilakukan tersebut berperan penting dalam fungsi kontrol terhadap kualitas sungai - sungai yang melintas pada ketiga negara tersebut. Bentuk pamantauan kualitas badan air lain juga dilakukan di kawasan pertanian di provinsi Jiangxi negara Cina. Studi yang dilakukan pada tahun 2008 menitikberatkan pemantauan parameter - parameter N, P dan S hasil kegiatan pertanian setempat. Kegiatan pemantauan yang dilakukan memiliki tujuan untuk menjaga kualitas air sungai Zhongzhou yang merupakan sumber air baku pemenuhan kebutuhan domestik dan industri kota Longgang (Zhang et al. 2009). 2.4.4 Pencemaran Udara Serupa dengan kebutuhan air bersih untuk menunjang kehidupan di wilayah perkotaan, udara yang bersih juga turut menjadi faktor penunjang lain yang tidak kalah penting. Udara bersih merupakan komponen penting yang diperlukan manusia, hewan dan tumbuhan untuk bertahan hidup. Studi yang dilakukan pada kota Meksiko dari tahun 1986 hingga 1994 menunjukkan bahwa sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan peningkatan kegiatan perekonomian akan dibarengi oleh penurunan kualitas udara ambient di wilayah tersebut. Terjadinya pencemaran udara ini merupakan akibat peningkatan sumber polutan udara tidak bergerak yakni bertambahnya jumlah industri yang ada pada kawasan kota Meksiko. Kondisi tersebut ditandai dengan naiknya unsur - unsur polutan udara yakni Karbon Monoksida (CO), Sulfur Dioksida (SO2), Ozon (O3), Nitrogen (NO2) dan partikulat tersuspensi (TSP). Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi suatu kota, semakin tinggi produksi gas buang yang terjadi serta semakin tingginya beban lingkungan yang terjadi pada kawasan kota tersebut. Pemantauan kualitas udara ambient secara kontinu serta pengawasan pemenuhan baku mutu sumber pencemar udara pada sektor industri merupakan langkah yang diambil pemerintah setempat untuk mengurangi risiko yang timbul pada media udara di kawasan kota tersebut. (Garza 1996). Studi yang berkaitan dengan penurunan kualitas udara juga dilakukan pada wilayah kota Thessalonica di Yunani pada tahun 2004 hingga 2009. Studi perubahan kualitas udara kawasan urban tersebut dilakukan untuk memantau parameter - parameter CO, SO2, O3, PM10 and NO2. Berbeda dengan studi yang dilakukan oleh Garza pada kota Meksiko, sumber pencemar udara utama kota
Thessalonica umumnya berasal dari sumber polutan begerak atau sektor transportasi. Pertumbuhan kendaraan bermotor pada kawasan kota tersebut memberi dampak meningkatnya unsur pencemar yang terdapat pada udara ambien. Adapun dalam mengontrol tingkat pencemaran yang terjadi pemerintah setempat berupaya melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap pemenuhan baku mutu sumber pencemar bergerak maupun memperbaiki sistem transportasi umum yang ada disana (Kassomenos et al. 2012). 2.5 Hubungan Alokasi Anggaran Terhadap Kualitas Lingkungan Hidup Perkotaan Kualitas lingkungan hidup suatu kota akan berbanding lurus terhadap upaya ataupun intensitas kegiatan yang mendukung kelestarian lingkungan hidup kota tersebut, sehingga melalui pendekatan pola pikir yang sederhana dipahami bahwa pada keadaan ideal dengan meningkatkan jumlah anggaran pada kegiatan pengelolaan lingkungan hidup, keluaran maupun hasil pencapaian dari program dan kegiatan tersebut juga akan meningkat. Bentuk hubungan positif tersebut tentu secara umum dapat langsung dapat dimengerti dan diterima oleh berbagai pihak. Namun bila dilihat pada sisi lain, nilai dari pengaruh tersebut perlu dikuantitatifkan guna melihat dan membandingkan besarnya tingkat pengaruh suatu komponen input terhadap output yang diharapkan. Besar alokasi anggaran lingkungan hidup atau secara lebih spesifik pada kegiatan pengelolaan kebersihan dan pengelolaan ruang terbuka hijau masing - masing dapat dianalogikan sebagai representasi jumlah ukuran luas daerah pelayanan maupun tingkat kualitas sarana dan prasarana pengelolaan sampah dan ruang terbuka hijau yang dapat disediakan. Oleh sebab itu peambahan alokasi anggaran untuk kegiatan - kegiatan tersebut berimplikasi pada semakin luasnya daerah yang dapat terlayani serta semakin baik sarana dan prasarana yang tersedia (Kementerian Lingkungan Hidup 2008). Bentuk investasi pemerintah dalam upaya peningkatan kualitas lingkungan hidup yang diwujudkan dalam bentuk pengalokasian anggaran bagi kegiatan terkait yang memiliki peran penting dalam meningkatkan kualitas lingkungan hidup suatu kawasan. Dalam kegiatan monitoring kualitas lingkungan yang dilakukan di negara Mongolia pada tahun 2004 disampaikan bahwa alokasi anggaran baik untuk kebutuhan operasional maupun dalam bentuk investasi berupa penyediaan fasilitas pendukung memiliki peran vital dalam menentukan tingkat pengelolaan lingkungan hidup terutama dalam aspek pengelolaan limbah padat atau persampahan. Meski belum didukung oleh informasi pengalokasian anggaran pengelolaan lingkungan secara detail, rendahnya tingkat pengelolaan limbah padat pada rentang waktu tertentu merupakan implikasi langsung dari minimnya alokasi anggaran pengelolaan sampah pada waktu yang bersamaan. Buruknya pengelolaan limbah padat pada waktu tersebut banyak terjadi pada tahapan distribusi sampah dari sumber maupun pada akhir pengelolaan sampah. Tercatat pada tahun 1996 hingga 2000 pada tingkat pemerintah lokal maupun pusat di negara Mongolia belum dialokasikan anggaran yang mendukung kegiatan pengelolaan limbah padat hasil kegiatan domestik masyarakat (World Bank 2004). Rendahnya kualitas lingkungan hidup perkotaan terlihat dari tingkat kebersihan dan keteduhan merupakan masalah yang umum dijumpai pada kota kota di Indonesia, tidak terkecuali untuk wilayah Kalimantan. Hal ini terjadi
karena pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten / kota pada umumnya belum optimal. Oleh sebab itu perlu dilakukan suatu upaya khusus disamping program pemantauan tingkat pengelolaan lingkungan hidup perkotaan yang terintegrasi dalam bentuk program pengawasan kualitas lingkungan hidup kota, kegiatan ini diharapkan dapat memberikan informasi maupun panduan bagi pemerintah kabupaten / kota dalam hal pengelolaan lingkungan hidup kota yang baik. Salah satu hal yang dapat menjadi jalan keluar ataupun solusi bagi keadaan ini adalah dengan melakukan pengalokasian APBD secara optimal untuk kegiatan - kegiatan berikut : (1) Pengelolaan kebersihan atau sampah, (2) Pengelolaan ruang terbuka hijau, dan (3) Manajemen lingkungan hidup. Dalam upaya optimalisasi anggaran bagi kegiatan - kegiatan di atas terlebih dahulu perlu diketahui keterkaitan alokasi APBD kegiatan - kegiatan tersebut terhadap hasil pengelolaan lingkungan hidup kota melalui pendekatan statistik. Melalui konsep pikir yang logis peningkatan anggaran pada kegiatan - kegiatan tersebut dapat mendorong peningkatan kualitas lingkungan hidup perkotaan. Secara kuantitatif besarnya pengaruh kegiatan - kegiatan tersebut dapat diketahui melalui metode analisis yang sesuai (Kementerian Lingkungan Hidup 2008). Kao et al. (2009) dalam penelitiannya menunjukkan hubungan alokasi anggaran terhadap salah satu indikator kuliatas lingkungan yakni kualitas air dalam lingkup kawasan. Studi tersebut dilakukan pada kota Hsinchu di Taiwan yang dilalui oleh tiga sungai utama yaitu Sungai Touchien, Sungai Keya and Sungai Yenkang. Upaya untuk menjaga keberlanjutan kualitas air kota Hsinchu tersebut didasari atas sistem yang dikenal dengan nama Regional Water Environmental Sustainability (RWES). Sistem RWES sendiri melingkupi indikator - indikator visi, tujuan, dan besaran alokasi anggaran dalam program program terkait upaya pelestarian kualitas air kota. Tujuan pelaksanaan studi tersebut adalah untuk melihat besar pengaruh alokasi anggaran pada sistem manajemen pengelolaan air kota dalam menjaga kelestarian air tanah maupun lingkungan daerah sumber air bagi kota. Hasil dari studi tersebut kedepan oleh pemerintah daerah setempat digunakan untuk kebutuhan dalam evaluasi pemanfaatan anggaran, perencanaan alokasi anggaran serta penentuan prioritas program - program yang akan dilakukan. Hasil studi menunjukkan hubungan positif antara pengalokasian anggaran terhadap pencapaian indikator kualitas air tertentu. Hasil studi tersebut juga membantu dalam pengembangan metode analisis kualitas air kawasan berbasis alokasi anggaran. Metode ini penting dalam penentuan indikator - indikator utama maupun dalam proses efisiensi pengalokasian anggaran yang tergambar dari kecenderungan tingkat pencapaian indikator kualitas air terhadap besaran alokasi anggaran itu sendiri (Kao et al. 2009). Konsep yang serupa juga dilakukan di Luksemburg untuk menghubungkan indikator lingkungan dengan pengeluaran anggaran bidang perlindungan kawasan. Indikator - indikator yang terintegrasi ke dalam sistem anggaran alokasi keuangan yang ada digunakan dalam menganalisis penerapan alokasi anggaran untuk tiap indikator lingkungan, dan konsistensi dari alokasi anggaran dalam memenuhi visi dan tujuan. Sistem yang dibuat bertujuan memfasilitasi proses pengambilan keputusan dan evaluasi untuk alokasi anggaran secara efektif untuk jangka pendek dan visi pencapaian kelestarian lingkungan jangka panjang (Eurostat 2002).
Dalam melakukan analisis hubungan alokasi anggaran dengan indikator kualitas lingkungan, banyak organisasi dan negara - negara di seluruh dunia telah membentuk berbagai sistem analisis indikator. Namun sistem analisis indikator tersebut sebagian besar dikembangkan secara spesifik untuk negara atau tempat indikator tersebut dibuat. Kondisi ini menyebabkan indikator yang sama tidak sepenuhnya cocok digunakan bagi negara atau daerah lain. Penentuan kualitas lingkungan maupun faktor - faktor yang menentukan keberlanjutan lingkungan untuk suatu negara berbeda dengan negara atau daerah lain. Oleh karena itu, pemerintah atau lembaga yang bertanggung jawab atas hal ini perlu menetapkan sistem analisis indikator yang sesuai dengan karakteristik spesifik daerah setempat (Best et al. 1998). 2.6 Hubungan Penduduk Terhadap Kualitas Lingkungan Hidup Perkotaan Banyak studi dan penelitian telah dilakukan untuk melihat tingkat potensi pencemaran yang diakibatkan aktivitas penduduk. Upaya tersebut merupakan bentuk antisipasi terjadinya dampak signifikan aktivitas penduduk pada lingkungan. Pada studi pengukuran jumlah limbah padat yang terproduksi di Kucing, Negara Bagian Serawak, Malaysia yang dilakukan oleh Lim (2012) dinyatakan bahwa pertumbuhan penduduk mendorong peningkatan produksi limbah padat, sehingga perlu adanya keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah. Lim juga menyebutkan bahwa partisipasi masyarakat di Kucing dapat menurunkan produksi sampah domestik disamping juga memberi dampak positif penurunan biaya pengelolaan lingkungan kota khususnya bidang persampahan. Hal serupa juga diungkapkan oleh Naïma et al. (2012) bahwa produksi limbah padat kawasan perkotaan bertambah seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, baik dari urbanisasi yang terjadi maupun peningkatan angka kelahiran di kota Chlef, Aljazair. Sistem pengelolaan sampah yang kurang tepat disertai produksi sampah yang terus meningkat menyebabkan penurunan kualitas lingkungan, khususnya di wilayah sekitar landfill limbah padat (TPA). Min et al. (2011) dalam penelitiannya di Semenanjung Macau, China menyebutkan bahwa pertambahan jumlah penduduk yang mendorong tingginya pemanfaatan lahan suatu kawasan menyebabkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan kawasan tersebut. Penurunan yang terjadi disebabkan semakin tingginya kepadatan penduduk yang menyebabkan berkurangnya luas kawasan penyangga yakni kawasan RTH. RTH pada suatu kawasan memiliki peran dalam menjaga daya dukung lingkungan atas suatu kegiatan penduduk yang berlangsung didalamnya, atau dalam arti lain berperan dalam mendukung keberlanjutan kawasan tersebut secara keseluruhan. Secara umum, melalui studi yang berkaitan dengan kualitas lingkungan suatu kawasan perkotaan, diketahui bahwa kualitas lingkungan akan berbanding terbalik dengan tingkat pencemaran ataupun tingkat kerusakan yang ada. Pada sisi lain, tingkat pencemaran akan semakin tinggi sejalan dengan semakin tingginya aktivitas manusia yang terjadi pada kawasan tersebut, sehingga secara sederhana dapat diasumsikan peningkatan jumlah penduduk akan memiliki pengaruh negatif terhadap nilai kualitas lingkungan.
2.7 Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup Perkotaan Dalam menghadapi pesatnya pertumbuhan kota - kota saat ini, beragam konsep kota ramah lingkungan telah banyak di susun sebagai panduan untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup kota serta menjaga keberlanjutan kota tersebut di masa mendatang. Diantaranya adalah konsep green city yang dikembangkan oleh Asian Development Bank (ADB) dan program "kota hijau" yang dikembangkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum. Keduanya merupakan suatu bentuk konsep terpadu perencanaan kawasan perkotaan yang mencakup beragam komponen yang ada pada wilayah perkotaan. Adapun perbedaan keduanya adalah kota - kota yang menjadi sasarannya. ADB mengembangkan konsep green city dengan sasaran kota - kota metropolitan pada negara - negara berkembang di kawasan Asia, sedangkan Kementerian Pekerjaan Umum memilih ibu kota daerah kabupaten / kota dengan RTRW yang telah ditetapkan dalam bentuk peraturan daerah sebagai sasaran pengembangan program "kota hijau". Konsep green city dikembangkan oleh ADB sebagai jawaban pesatnya pertumbuhan penduduk kawasan urban kota - kota metropolitan di Asia. Pertumbuhan kota - kota di negara berkembang seringkali tidak diimbangi pengelolaan lingkungan dengan baik. Masalah lingkungan yang ditimbulkan kota - kota tersebut tidak hanya berskala lokal seperti pencemaran tanah maupun badan air, namun juga masalah berskala regional atau internasional seperti pencemaran udara akibat tingginya produksi gas rumah kaca (Asian Development Bank 2012). Program "kota hijau" disusun atas amanat Undang - Undang No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Undang Undang No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dalam mewujudkan kota berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Dalam mencapai tujuan tersebut, upaya untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup kota melalui penyediaan kawasan RTH sebesar 30 % dari total luas wilayah kota menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari program "kota hijau". Program "kota hijau" juga merupakan respon untuk menjawab isu perubahan iklim melalui tindakan adaptasi dan mitigasi lingkungan. Penyusunan peta hijau kawasan nasional, penyusunan master plan RTH kota - kota di Indonesia serta penentuan kota - kota yang telah menerapkan konsep kota ramah lingkungan sebagai pilot project percontohan merupakan sasaran pelaksanaan program “kota hijau” tahun 2011 hingga 2014 mendatang (Kementerian Pekerjaan Umum 2011). Atribut dalam pelaksanaan program "kota hijau" (green city) meliputi :
Green planning and design : Perencanaan dan perancangan agenda hijau kota skala lokal dan nasional Green open space : Perwujudan kualitas, kuantitas dan jejaring RTH perkotaan Green community : Peningkatan kepekaan, kepedulian dan peran serta aktif masyarakat dalam pengembangan “kota hijau” Green building : Penerapan bangunan ramah lingkungan (infrastruktur hemat air dan energi)
Green waste
Green energy
Green transportation
Green water
: Penerapan prinsip pengelolaan sampah / limbah padat ramah lingkungan : Pemanfaatan sumber energi yang efisien dan ramah lingkungan : Pengembangan sistem transportasi publik ramah lingkungan yang berkelanjutan : Peningkatan efisiensi pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya air
Melalui penerapan atribut - atribut tersebut dalam pembangunan kawasan perkotaan berdasarkan arahan program “kota hijau” atau green city, diharapkan terjadi perubahan kualitas lingkungan hidup kota secara bertahap menuju arah yang lebih baik.
III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran dalam penelitian ini didasari perlunya meningkatkan kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan. Ketersediaan informasi lingkungan merupakan langkah awal yang diperlukan dalam mencapai peningkatan kualitas lingkungan seperti yang diharapkan. Informasi lingkungan yang dimiliki oleh suatu kota merupakan gambaran baik atau buruknya kondisi fisik kota tersebut. Kondisi fisik suatu kota dipengaruhi oleh kondisi awal kota tersebut maupun aktivitas masyarakat yang mendiaminya. Perubahan kondisi fisik lingkungan akan terjadi sejalan dengan adanya aktivitas yang terjadi didalamnya. Secara umum aktivitas masyarakat yang terjadi pada suatu kota memiliki dampak negatif pada kondisi fisik lingkungan kota. Besar atau kecilnya pengaruh yang ditimbulkan selama rentang waktu tertentu ditentukan oleh tinggi rendahnya aktivitas masyarakat termasuk upaya meminimalisasi dampak yang terjadi akibat aktivitas tersebut. Kondisi - kondisi tersebut merupakan bagian dari informasi lingkungan yang dibutuhkan untuk menjaga keberlanjutan kota sebagai kawasan yang berfungsi sebagai konsentrasi aktivitas masyarakat pada suatu kawasan. Informasi - informasi yang diperlukan secara umum dapat diwakili dengan nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota. Nilai indeks ini merupakan gambaran tingkat pengelolaan tiap - tiap komponen lingkungan yang ada di suatu kota. Komponen - komponen lingkungan yang digunakan sebagai indikator penilaian suatu kota berbeda - beda untuk berbagai jenis kategori kota. Untuk kota sedang dan kecil di Kalimantan, komponen pengelolaan kebersihan dan RTH kota dianggap dapat memberikan gambaran kondisi kota secara baik. Komponen pengelolaan kebersihan dan RTH secara lebih detail berhubungan dengan lokasi lokasi yang menjadi bagian dari suatu kota. Analisis lanjutan dibutuhkan untuk dapat melihat hubungan tiap - tiap komponen kondisi lingkungan pada lokasi lokasi yang berbeda pada suatu kota. Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa : (1) Terdapat pengelompokan kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan yang memiliki kesamaan karakteristik kualitas lingkungan hidup, (2) Komponen - komponen kualitas lingkungan pada lokasi - lokasi berbeda memberikan pengaruh berbeda terhadap indeks kualitas lingkungan kota, (3) Adanya hubungan alokasi anggaran kegiatan pengelolaan lingkungan hidup dan kegiatan pengelolaan kebersihan suatu kabupaten / kota terhadap nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota, serta (4) Adanya hubungan kepadatan penduduk dengan nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota. Untuk dapat membuktikan asumsi - asumsi tersebut dibutuhkan metode analisis yang sesuai. Beberapa teknik analisis data yang dapat digunakan diantaranya : (1) Analisis gerombol (Cluster Analysis) untuk dapat melihat pengelompokan kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan, (2) Analisis komponen utama (Principal Component Analysis) untuk dapat melihat besar pengaruh komponen - komponen kualitas lingkungan pada lokasi - lokasi berbeda dengan nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota, serta (3) Analisis panel untuk melihat hubungan alokasi anggaran kegiatan pengelolaan lingkungan hidup,
anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan dan kepadatan penduduk dengan nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota. Informasi lingkungan yang didapatkan diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi pemerintah pusat dalam menentukan kebijakan pengawasan kualitas lingkungan kota khususnya untuk kota yang berukuran sedang maupun kecil. Selain itu, informasi lingkungan yang sama dapat digunakan pemerintah kabupaten / kota dalam menentukan prioritas lokasi obyek sasaran kegiatan di wilayah kerjanya. Diagram kerangka pikir penelitian tertera pada Gambar 4. Kualitas lingkungan kota sedang dan kecil di Kalimantan yang masih rendah
Fokus peningkatan kualitas lingkungan pada kota - kota dengan kategori kualitas lingkungan “cukup” dan “buruk”
Analisis faktor fisik
Indikator fisik yang berpengaruh pada indeks kualitas lingkungan hidup kota
Analisis faktor non fisik
Indikator non fisik yang berpengaruh pada indeks kualitas lingkungan hidup kota
Arahan kebijakan peningkatan kondisi lingkungan kota sedang dan kecil di Kalimantan
Gambar 4 Kerangka Pikir Penelitian 3.2 Waktu dan Lokasi Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan selama 14 bulan pada periode Juni 2012 hingga Juli 2013. Penelitian dilakukan pada 47 (empat puluh tujuh) kota yaitu 4_kota Sedang dan 43 kota Kecil di 4 (empat) wilayah Provinsi di Kalimantan seperti pada Tabel 1. Tabel 1 Kota sedang dan kecil di Kalimantan No
Provinsi
Kabupaten / Kota
Kota
Kategori Kota
1 2 3
Kalimantan Barat Kalimantan Barat Kalimantan Barat
Kota Singkawang Kab. Bengkayang Kab. Ketapang
Singkawang Bengkayang Ketapang
Kota Sedang Kota Kecil Kota Kecil
4 5 6 7
Kalimantan Barat Kalimantan Barat Kalimantan Barat Kalimantan Barat
Kab. Pontianak Kab. Melawi Kab. Landak Kab. Kapuas Hulu
Mempawah Nanga Pinoh Ngabang Putussibau
Kota Kecil Kota Kecil Kota Kecil Kota Kecil
8
Kalimantan Barat
Kab. Sambas
Sambas
Kota Kecil
Tabel 1 (Lanjutan) No
Provinsi
Kabupaten / Kota
Kota
Kategori Kota
9
Kalimantan Barat
Kab. Sanggau
Sanggau
Kota Kecil
10 11 12 13
Kalimantan Barat Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Selatan
Kab. Sekadau Kab. Sintang Kota Banjarbaru Kab. Hulu Sungai Utara
Sekadau Sintang Banjarbaru Amuntai
Kota Kecil Kota Kecil Kota Sedang Kota Kecil
14 15 16 17
Kalimantan Selatan Kalimantan Selatan Kalimantan Selatan Kalimantan Selatan
Kab. Hulu Sungai Tengah Kab. Tanah Bumbu Kab. Hulu Sungai Selatan Kab. Kotabaru
Barabai Batulicin Kandangan Kotabaru
Kota Kecil Kota Kecil Kota Kecil Kota Kecil
18 19 20 21
Kalimantan Selatan Kalimantan Selatan Kalimantan Selatan Kalimantan Selatan
Kab. Barito Kuala Kab. Banjar Kab. Balangan Kab. Tanah Laut
Marabahan Martapura Paringin Pelaihari
Kota Kecil Kota Kecil Kota Kecil Kota Kecil
22 23 24 25
Kalimantan Selatan Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah
Kab. Tapin Kab. Tabalong Kab. Barito Selatan Kab. Katingan
Rantau Tanjung Buntok Kasongan
Kota Kecil Kota Kecil Kota Kecil Kota Kecil
26 27 28 29
Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah
Kab. Kapuas Kab. Gunung Mas Kab. Seruyan Kab. Barito Utara
Kuala Kapuas Kuala Kurun Kuala Pembuang Muara Teweh
Kota Kecil Kota Kecil Kota Kecil Kota Kecil
30 31 32 33
Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah
Kab. Lamandau Kab. Kotawaringin Barat Kab. Pulang Pisau Kab. Murung Raya
Nanga Bulik Pangkalan Bun Pulang Pisau Puruk Cahu
Kota Kecil Kota Kecil Kota Kecil Kota Kecil
34 35 36 37
Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Timur
Kab. Kotawaringin Timur Kab. Sukamara Kab. Barito Timur Kota Bontang
Sampit Sukamara Tamiyang Layang Bontang
Kota Kecil Kota Kecil Kota Kecil Kota Sedang
38 39 40 41
Kalimantan Timur Kalimantan Timur Kalimantan Timur Kalimantan Timur
Kab. Penajam Paser Utara Kab. Kutai Timur Kab. Kutai Barat Kab. Paser
Penajam Sangatta Sendawar Tanah Grogot
Kota Kecil Kota Kecil Kota Kecil Kota Kecil
42 43 44 45
Kalimantan Timur Kalimantan Timur Kalimantan Timur Kalimantan Timur
Kab. Berau Kab. Kutai Kartanegara Kota Tarakan Kab. Malinau
Tanjung Redeb Tenggarong Tarakan Malinau
Kota Kecil Kota Kecil Kota Sedang Kota Kecil
46 47
Kalimantan Timur Kalimantan Timur
Kab. Nunukan Kab. Bulungan
Nunukan Tanjung Selor
Kota Kecil Kota Kecil
Kota - kota sedang dan kecil lokasi pelaksanaan penelitian di Kalimantan tersebar pada wilayah Provinsi Kalimantan Timur, Tengah, Selatan dan Barat. Dengan topografi yang relatif datar, terdapat kecenderungan kota - kota tersebut berada dekat daerah aliran sungai ataupun pada pesisir pantai. Kondisi tersebut menggambarkan aktivitas masyarakat dan kegiatan perekonomian yang bergantung pada lalu lintas sungai atau laut. Pada masa lalu sebelum sarana transportasi jalan belum mampu menghubungkan satu kota dengan kota lainnya, aktivitas niaga, distribusi barang maupun jasa yang dilakukan oleh masyarakat banyak mengandalkan sungai atau laut sebagai sarana transportasi utama. Kondisi ini dicirikan dengan letak pusat perekonomian kota yang tidak berada jauh dari pelabuhan sungai atau laut serta topologi kota - kota yang pada umumnya memanjang mengikuti jalur sungai atau pantai. Bahkan hingga saat ini masih terdapat ibu kota kabupaten yang masih menggandalkan sarana transportasi air sebagai media utama distribusi barang dan jasa, Kota Ketapang di wilayah Provinsi Kalimantan Barat dan Kota Tideng Pale di Provinsi Kalimantan Timur merupakan contohnya. Adapun peta Kalimantan tertera pada Gambar 5.
Sumber : Bakosurtanal (2008)
Gambar 5 Peta Kalimantan
Masing - masing kota lokasi penelitian memiliki perbedaan sekaligus kesamaan ciri, baik dari sisi ekologis maupun sisi sosial masyarakat yang tinggal didalamnya. Dilihat dari sisi ekologis kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan pada umumnya memiliki kesamaan berupa masih luasnya kawasan tidak terbangun yang memiliki peran sebagai kawasan penyangga kota di sekeliling wilayah urban. Jenis kawasan yang berbeda - beda merupakan perbedaan antara kota satu dengan yang lainnya. Terdapat kota - kota dengan kawasan hutan disekeliling wilayah urbannya, sementara juga terdapat kota - kota yang dikelilingi padang ilalang maupun tanah gambut atau rawa. Dilihat dari kondisi sosial kemasyarakatannya masih terdapat kota - kota kecil yang didominasi oleh penduduk asli Kalimantan maupun kota - kota yang lebih didominasi oleh penduduk pendatang yang berasal dari luar Kalimantan. Kota sedang dan kecil yang menjadi obyek penelitian memiliki penduduk pada kisaran 20 000 hingga 200 000 jiwa. Kondisi ini menggambarkan bahwa secara umum aktivitas perekonomian yang ada pada kota - kota tersebut masih berupa kegiatan perdagangan yang mendukung kegiatan sektor primer dan masih terpusat pada pasar tradisional. Kondisi ini menunjukkan bahwa ragam aktivitas masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan ekonominya masih belum kompleks serta tekanan pada lingkungan yang lebih ringan dibandingkan dengan kota - kota besar. 3.3 Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data mencakup seluruh kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan pada rentang waktu tahun 2006 - 2010. Pengumpulan data yang dilakukan bertujuan mendapatkan keragam karakteristik masing - masing wilayah urban kota yang menjadi obyek penelitian. Adapun perbedaan karakteristik yang akan ditampilkan memberikan gambaran perilaku masyarakat penduduk wilayah urban kota tersebut terhadap lingkungan maupun upaya - upaya pengelolaan lingkungan yang dilakukan oleh pemerintah kota itu sendiri. Pada tiap kota yang menjadi obyek penelitian ini, pengambilan data dilakukan pada lokasi - lokasi yang memiliki peran penting serta mewakili kualitas lingkungan pada suatu kota. Secara umum kualitas lingkungan hidup kota dapat dilihat secara langsung dari sisi pengelolaan sampah maupun upaya penanaman tanaman peneduh di lokasi - lokasi yang menjadi tempat kegiatan masyarakat suatu kota. Pengelolaan sampah dapat menunjukkan tingkat pencemaran media tanah dan perairan akibat kegiatan domestik masyarakat. Upaya penghijauan menunjukkan upaya pemerintah dan masyarakat dalam peningkatan kawasan resapan air maupun pengendalian polusi udara. Oleh sebab itu data yang diambil berupa data nilai indeks pengelolaan kebersihan dan nilai indeks tutupan peneduh pada kawasan RTH. Penentuan kriteria yang didasari jumlah penduduk seperti yang telah disebutkan diawal dapat memberikan gambaran perbedaan antara kota dengan kriteria berbeda. Pada kota sedang dan kecil diversifikasi kegiatan perekonomian masyarakatnya belum tinggi, yakni masih didominasi kegiatan perdagangan komoditi sektor primer di wilayah tersebut, sedangkan masyarakat kota besar pada sisi lain sudah memiliki diversifikasi kegiatan perekonomian yang tinggi ditandai dengan kegiatan masyarakat yang umumnya didominasi kegiatan sektor industri manufaktur dan jasa. Perbedaan jenis maupun intensitas kegiatan
perekonomian masyarakat juga memberikan dampak berbeda terhadap kota - kota yang tergolong dalam kriteria berbeda. Pada kota sedang dan kecil, tekanan pada lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan perekonomian masyarakat umumnya lebih rendah dibandingkan dengan pada kota besar. Adapun lokasi - lokasi tempat kegiatan masyarakat yang dipilih sebagai acuan data indeks pengelolaan kebersihan dan tutupan peneduh tersebut mencakup lokasi - lokasi : (1) permukiman, (2) pasar tradisional, (3) taman kota dan (4) TPA / landfill sampah. Latar belakang penetapan lokasi - lokasi tersebut digunakan sebagai parameter dalam menentukan kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil sangat berkaitan dengan pola kehidupan dan perilaku ekonomi masyarakat yang mendiami, beban lingkungan akibat aktivitas masyarakat serta kemampuan kota dalam menangkal beban lingkungan tersebut. Secara umum kegiatan perekonomian masyarakat kota sedang dan kecil didominasi pada kawasan permukiman maupun kawasan sentra perdagangan yakni pasar. Sementara beban lingkungan yang terjadi akibat kegiatan ekonomi tersebut dapat digambarkan oleh kawasan tempat pengelolaan akhir (TPA) sebagai hilir pengelolaan sampah kota. Tingkat kemampuan daya tampung kota akibat beban lingkungan yang terjadi dapat digambarkan oleh kawasan taman kota. Dalam penentuan kualitas lingkungan kota sedang dan kecil, komponen - komponen lokasi permukiman, pasar tradisional, taman kota dan TPA telah dapat menggambarkan dirasa telah cukup memadai. Pengumpulan data yang mewakili nilai indeks kebersihan dan nilai indeks tutupan peneduh lokasi - lokasi pada suatu wilayah kota tersebut dilakukan melalui penentuan metode sampling pada lokasi - lokasi yang merepresentasikan wilayah kota. Metode sampling yang dilakukan menggunakan metode sampling berdasarkan kluster. Lokasi - lokasi yang dipilih menjadi sampel pada suatu wilayah kota ditentukan berdasarkan klusterisasi wilayah kota. Batas kluster yang digunakan dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan batas wilayah administratif desa atau kecamatan pada wilayah urban suatu kota. Lokasi - lokasi yang diambil diupayakan dapat terdistribusi merata dan mewakili klusterisasi wilayah kota. Adapun jenis - jenis data yang diambil berdasarkan indikator kualitas lingkungan berupa nilai indeks pengelolaan kebersihan dan tutupan peneduh beserta sub indikator lokasi tempat pengambilan sampel sebagai berikut : a. Indikator pengelolaan kebersihan
Data persentase tutupan sampah area tidak terbangun pada kawasan permukiman Data persentase tutupan sampah area tidak terbangun pada kawasan pasar tradisional Data persentase tutupan sampah area tidak terbangun pada kawasan taman kota Data ketersediaan sarana pengendalian pencemaran TPA Data persentase penutupan sampah pada zona aktif TPA
b. Indikator tutupan peneduh
Data persentase tutupan tajuk peneduh area tidak terbangun pada kawasan permukiman Data persentase tutupan tajuk peneduh area tidak terbangun pada kawasan pasar tradisional Data persentase tutupan tajuk peneduh area tidak terbangun pada kawasan taman kota Data persentase penghijauan terhadap zona non aktif TPA
Pengambilan data dilakukan pada lokasi - lokasi kawasan permukiman, pasar, taman kota dan TPA sesuai dengan kriteria berikut :
Jumlah permukiman yang dijadikan sampel untuk kota sedang minimum sebanyak 3 lokasi dan kota kecil minimum sebanyak 2 lokasi Jumlah pasar tradisional yang dijadikan sampel untuk kota sedang minimum sebanyak 2 lokasi dan kota kecil minimum sebanyak 1 lokasi Jumlah taman kota yang dijadikan sampel untuk kota sedang dan kecil minimum sebanyak 1 lokasi TPA yang dijadikan sampel adalah TPA yang melayani wilayah kota dan berada wilayah kabupaten / kota bersangkutan
Pengumpulan data dilakukan berdasarkan indikator kualitas lingkungan berupa nilai indeks pengelolaan kebersihan dan tutupan peneduh meliputi sub indikator lokasi tempat pengambilan sampel kawasan permukiman, pasar tradisional, taman kota dan TPA dengan mengikuti kriteria umum dan rentang nilai sebagai berikut : • • • • •
0 - 20 Sangat rendah > 20 - 40 Rendah > 40 - 60 Sedang > 60 - 80 Tinggi > 80 - 100 Sangat Tinggi
Adapun kriteria pada masing - masing indikator sebagai berikut : a. Indikator pengelolaan kebersihan o Kriteria dan rentang nilai data persentase tutupan sampah kawasan permukiman • 0 - 20 Sampah lingkungan meliputi > 75 % luas area tidak terbangun • > 20 - 40 Sampah lingkungan meliputi > 50 % - 75 % luas area tidak terbangun • > 40 - 60 Sampah lingkungan meliputi > 25 % - 50 % luas area tidak terbangun • > 60 - 80 Sampah lingkungan meliputi > 5 % - 25 % luas area tidak terbangun • > 80 - 100 Sampah lingkungan meliputi < 5 % luas area tidak terbangun
o Kriteria dan rentang nilai data persentase tutupan sampah kawasan pasar tradisional • 0 - 20 Sampah lingkungan meliputi > 75 % luas area tidak terbangun • > 20 - 40 Sampah lingkungan meliputi > 50 % - 75 % luas area tidak terbangun • > 40 - 60 Sampah lingkungan meliputi > 25 % - 50 % luas area tidak terbangun • > 60 - 80 Sampah lingkungan meliputi > 5 % - 25 % luas area tidak terbangun • > 80 - 100 Sampah lingkungan meliputi < 5 % luas area tidak terbangun o Kriteria dan rentang nilai data persentase tutupan sampah kawasan taman kota • 0 - 20 Sampah lingkungan meliputi > 75 % luas area tidak terbangun atau tidak memiliki taman kota • > 20 - 40 Sampah lingkungan meliputi > 50 % - 75 % luas area tidak terbangun • > 40 - 60 Sampah lingkungan meliputi > 25 % - 50 % luas area tidak terbangun • > 60 - 80 Sampah lingkungan meliputi > 5 % - 25 % luas area tidak terbangun • 80 - 100 Sampah lingkungan meliputi < 5 % luas area tidak terbangun o Kriteria dan rentang nilai data ketersediaan sarana pengendalian pencemaran TPA • 0 - 20 Tidak terdapat saluran dan sarana pengolahan lindi • > 20 - 40 Terdapat saluran lindi yang bergabung dengan drainase yang mengalir ke sarana pengolahan lindi berupa settling pond • > 40 - 60 Terdapat saluran lindi yang terpisah dari drainase yang mengalir ke sarana pengolahan lindi berupa settling pond • > 60 - 80 Terdapat saluran lindi yang terpisah dari drainase yang mengalir ke sarana pengolahan lindi berupa IPAL • 80 - 100 Terdapat saluran lindi yang terpisah dari drainase yang mengalir ke sarana pengolahan lindi berupa IPAL yang dilengkapi sarana aerasi o Kriteria dan rentang nilai data persentase penutupan sampah pada zona aktif TPA • 0 - 20 Sampah terbuka meliputi lebih dari 75% luas area zona aktif TPA • > 20 - 40 Sampah terbuka meliputi > 50% - 75% luas area zona aktif TPA • > 40 - 60 Sampah terbuka meliputi > 25% - 50% luas area zona aktif TPA • > 60 - 80 Sampah terbuka meliputi > 5% - 25% luas area zona aktif TPA • > 80 - 100 Sampah terbuka meliputi kurang dari 5% luas area zona aktif TPA
b. Indikator tutupan peneduh o Kriteria dan rentang nilai data persentase tutupan tajuk peneduh kawasan permukiman • 0 - 20 Tutupan tajuk peneduh < 5 % luas area tidak terbangun • > 20 - 40 Tutupan tajuk peneduh meliputi > 5 % - 25 % luas area tidak terbangun • > 40 - 60 Tutupan tajuk peneduh > 25 % - 50 % luas area tidak terbangun • > 60 - 80 Tutupan tajuk peneduh > 50 % - 75 % luas area tidak terbangun • > 80 - 100 Tutupan tajuk peneduh meliputi > 75 % luas area tidak terbangun o Kriteria dan rentang nilai data persentase tutupan tajuk peneduh kawasan pasar tradisional • 0 - 20 Tutupan tajuk peneduh < 5 % luas area tidak terbangun • > 20 - 40 Tutupan tajuk peneduh meliputi > 5 % - 25 % luas area tidak terbangun • > 40 - 60 Tutupan tajuk peneduh > 25 % - 50 % luas area tidak terbangun • > 60 - 80 Tutupan tajuk peneduh > 50 % - 75 % luas area tidak terbangun • > 80 - 100 Tutupan tajuk peneduh meliputi > 75 % luas area tidak terbangun o Kriteria dan rentang nilai data persentase tutupan tajuk peneduh taman kota • 0 - 20 Tutupan tajuk peneduh < 5 % luas area tidak terbangun atau tidak memiliki taman kota • > 20 - 40 Tutupan tajuk peneduh meliputi > 5 % - 25 % luas area tidak terbangun • > 40 - 60 Tutupan tajuk peneduh > 25 % - 50 % luas area tidak terbangun • > 60 - 80 Tutupan tajuk peneduh > 50 % - 75 % luas area tidak terbangun • > 80 - 100 Tutupan tajuk peneduh meliputi > 75 % luas area tidak terbangun o Kriteria dan rentang nilai data persentase penghijauan terhadap zona non aktif TPA • 0 - 20 Sebaran penghijauan meliputi < 5 % luas area • > 20 - 40 Sebaran penghijauan meliputi > 5 % - 25 % luas area • > 40 - 60 Sebaran penghijauan meliputi > 25 % - 50 % luas area • > 60 - 80 Sebaran penghijauan meliputi > 50 % - 75 % luas area • > 80 - 100 Sebaran penghijauan meliputi > 75 % luas area Untuk mendapatkan nilai - nilai indeks pengelolaan kebersihan dan tutupan peneduh berupa nilai sub indikator pada masing - masing kawasan, dilakukan penghitungan nilai rata - rata nilai indeks kualitas lingkungan dari tiap tiap lokasi sampel, seperti pada Tabel 2.
Tabel 2 Sumber perolehan nilai komponen indeks kualitas lingkungan hidup kota No
Komponen Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Kota
Sumber Perolehan
Indikator - Indikator Pengelolaan Kebersihan 1 Nilai indeks kebersihan kawasan Nilai rata - rata persentase tutupan sampah permukiman area tidak terbangun pada kawasan permukiman 2 Nilai indeks kebersihan kawasan pasar Nilai rata - rata persentase tutupan sampah area tidak terbangun pada kawasan pasar tradisional 3 Nilai indeks kebersihan kawasan taman Nilai rata - rata persentase tutupan sampah kota area tidak terbangun pada kawasan taman kota 4 Nilai indeks pengendalian pencemaran Nilai ketersediaan sarana pengendalian TPA pencemaran TPA 5
Nilai indeks pengelolaan sampah TPA
Nilai penutupan sampah pada zona aktif TPA
Indikator - Indikator Tutupan Tajuk Peneduh 6
Nilai indeks sebaran peneduh kawasan permukiman
7
Nilai indeks sebaran peneduh kawasan pasar
8
Nilai indeks sebaran peneduh kawasan taman kota
9
Nilai indeks penghijauan TPA
Nilai rata - rata perentase tutupan tajuk peneduh area tidak terbangun pada kawasan permukiman Nilai rata - rata persentase tutupan tajuk peneduh area tidak terbangun pada kawasan pasar tradisional Nilai rata - rata persentase tutupan tajuk area tidak terbangun pada kawasan taman kota Nilai persentase penghijauan terhadap zona non aktif TPA
3.4 Matriks Keterkaitan Tujuan Penelitian dengan Jenis dan Sumber Data, Teknik Analisis Data dan Keluaran Jenis data, sumber data, teknik analisis data maupun hasil keluaran yang diharapkan tertera pada Tabel 3. Tabel 3 Jenis data, sumber data, teknik analisis data dan hasil keluaran yang diharapkan No
1
Tujuan
Mengelompokkan kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan berdasarkan kesamaan karakteristik kualitas lingkungan hidup
Metode
Analisis statistik deskriptif
Jenis Data
Data nilai indeks kualitas pengelolaan lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan
Sumber Data KLH, Pusat Pengelolaan Ekoregion Kalimantan
Teknik Analisis Data Analisis Gerombol
Keluaran
Kelompok / kluster kota sedang dan kecil berdasarkan kualitas lingkungan
Tabel 3 (Lanjutan) No
Tujuan
Metode
2
Menganalisis faktor - faktor yang berpengaruh pada indeks kualitas lingkungan kota sedang dan kecil di Kalimantan
Analisis statistik deskriptif
3
Menganalisis hubungan alokasi anggaran kegiatan pengelolaan lingkungan hidup dan kegiatan pengelolaan kebersihan dengan indeks kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan
Analisis statistik inferensial
4
Menganalisis hubungan kepadatan penduduk dengan indeks kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan
Analisis statistik inferensial
Jenis Data Data nilai indeks kebersihan kawasan permukiman, Data nilai indeks kebersihan kawasan pasar, Data nilai indeks kebersihan taman kota, Data nilai indeks pengendalian pencemaran TPA, Data nilai indeks pengelolaan sampah TPA, Data nilai indeks sebaran peneduh kawasan permukiman, Data nilai indeks sebaran peneduh kawasan pasar, Data nilai indeks sebaran peneduh taman kota dan Data nilai indeks penghijauan TPA
Sumber Data
Teknik Analisis Data
Keluaran
KLH, Pusat Pengelolaan Ekoregion Kalimantan
Analisis Komponen Utama
Nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota dan variabel variabel utama kualitas lingkungan hidup kota
Data persentase APBD pengelolaan lingkungan hidup dan kegiatan pengelolaan kebersihan kabupaten / kota sedang dan kecil se Kalimantan
Pemerintah Kabupaten / Kota Kalimantan
Analisis Panel
Intensitas pengaruh alokasi APBD terhadap kualitas lingkungan kota
Data jumlah penduduk kota dan Data luas wilayah kota
Pemerintah Kabupaten / Kota Kalimantan
Analisis Panel
Intensitas pengaruh kepadatan penduduk terhadap kualitas lingkungan kota
3.5 Teknik Analisis Data 3.5.1 Analisis Gerombol (Cluster Analysis) Analisis gerombol merupakan alat bantu analisis yang ditemukan oleh Tryon pada tahun 1939 yang dapat digunakan untuk melakukan pengelompokan obyek. Pengelompokan yang dilakukan sedemikian rupa menyebabkan obyek obyek yang berada dalam suatu kelompok memiliki kemiripan lebih tinggi dibandingkan dengan obyek dalam kelompok yang lain (Pribadi et al. 2011). Analisis gerombol dapat digunakan dalam mengelompokkan kota - kota berdasarkan kemiripan atas karakteristik yang dimiliki masing - masing kota. Menurut Pribadi et al. (2011) dalam analisis kluster langkah - langkah pengelompokan dari variabel - variabel asal ditentukan melalui : (1) Berapa kelompok wilayah yang diperoleh, (2) Bagaimana gambaran karakteristik dari setiap kelompok wilayah, dan (3) Wilayah - wilayah mana saja yang masuk dalam kelompok wilayah tertentu. Informasi - informasi tersebut nantinya dapat digunakan sebagai penentu variabel - variabel penciri utama suatu wilayah kota. Tahapan analisis kluster untuk melakukan pengelompokan kawasan terdiri atas : (1) Proses identifikasi tingkat kemiripan antar kota didasari indikator atau kategori tertentu dan (2) Pembentukan kelompok kota berdasarkan aturan atau definisi pengelompokan tertentu. Pengelompokan dapat dilakukan melalui dua metode, yaitu metode berhirarki (hierarchycal clustering method) dan metode tak berhirarki (non - hierarchycal clustering method). Metode berhirarki merupakan metode pengelompokan yang dilakukan melalui pembentukan hirarki berdasarkan jarak antar individu yang umum dikenal dengan dendogram. Berbeda dengan metode berhirarki, metode tak berhirarki membentuk kelompok didasari atas jumlah kelompok yang dibutuhkan. Melalui proses iterasi secara berulang diperoleh titik pusat masing - masing kelompok. Kemudian tiap obyek anggota kelompok ditentukan berdasarkan kedekatan jarak titik - titik pusat tersebut (Pribadi et al. 2011). Analisis gerombol menggunakan metode analisis berhirarki dipilih untuk mengelompokkan kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan. Dalam pengolahan data penelitian yang dilakukan, proses klasifikasi atau penentuan kelompok kota dilakukan atas nilai indeks kualitas lingkungan baik dari aspek kebersihan dan sebaran tutupan tajuk tanaman peneduh kota. Adapun pengelompokan yang dilakukan bertujuan membagi kota - kota dalam 5 (lima) kelompok. Pengelompokan dilakukan dengan mengukur tingkat kemiripan dan ketidakmiripan antar masing - masing kota. Setiap pengelompokan akan membentuk struktur hirarki berdasarkan jarak tingkat kemiripan antar kota yang lebih umum dikenal dengan nama dendogram. Suatu kota menjadi anggota suatu kelompok bila tingkat kemiripan kota tersebut lebih dekat dengan anggota sesama kelompok tersebut dibandingkan dengan kota - kota pada kelompok lain. Adapun lima kelompok yang terbentuk masing - masing mewakili kategori “sangat baik”, “baik”, “cukup”, “buruk” dan “sangat buruk”. Hasil pengelompokan kota yang didapatkan dari analisis gerombol tersebut, selanjutnya akan dibandingkan dengan hasil pengelompokan berdasarkan kategori nilai indeks kualitas lingkungan kota melalui teknik analisis komponen utama.
3.5.2 Analisis Komponen Utama Analisis komponen utama PCA merupakan suatu proses pengolahan data yang bertujuan mengurangi dimensi dari satu set indikator. Pengurangan variabel tersebut dilakukan melalui proses transformasi dan dengan cara mempertahankan agar nilai ragam maksimal. Variabel - variabel baru yang terbentuk selain lebih sederhana juga dapat mewakili nilai variabel - variabel asalnya. Tiap variabel asal memiliki tingkat besar pengaruh yang berbeda satu dengan yang lainnya. PCA pada penelitian ini digunakan untuk mendapatkan besarnya pengaruh variabel variabel kualitas lingkungan hidup kota disamping untuk memperoleh nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota. Menurut Pribadi et al. (2011), melalui teknik PCA dapat diperoleh penciri - penciri utama yang memiliki sifat saling bebas. Prinsip prinsip PCA adalah sebagai berikut : (1) Menyederhanakan variabel agar diperoleh variabel baru yang memiliki jumlah lebih sedikit namun dapat menggambarkan karakteristik - karakteristik penting pembeda wilayah, (2) Pembentukan variabel - variabel baru yang mewakili variabel lama serta bersifat saling bebas satu terhadap yang lain (tidak memiliki sifat multikolinearitas atau korelasi antar variabel), serta (3) membuat variabel variabel baru terurut mulai dari pembeda paling penting hingga kurang penting. Analisis komponen utama pada mulanya ditemukan oleh Karl Pearson pada tahun 1901 dan lebih lanjut dikembangkan oleh Hotelling pada tahun 1933. Tujuan dari analisis ini adalah untuk menyederhanakan dimensi dari satu set indikator. Penyederhanaan variabel tersebut dilakukan melalui proses transformasi untuk mendapatkan variabel baru yang berjumlah lebih sedikit, saling bebas, dan teranking berdasarkan kemampuannya sebagai pembeda antar unit data (Pribadi et al. 2011). Dalam melakukan analisis komponen utama kota sedang dan kecil pada kurun waktu 2006 hingga 2010 di Kalimantan, analisis yang dilakukan mencakup variabel - variabel indikator kualitas lingkungan berupa nilai indeks pengelolaan kebersihan dan tutupan peneduh yang terdiri atas sub komponen lokasi permukiman, pasar tradisional, taman kota dan TPA. Berdasarkan variabel ini dibangun kombinasi linear untuk menghasilkan variabel baru yang disebut sebagai komponen utama. Variabel baru hasil PCA memiliki eigen value yang menunjukkan nilai keragaman bagi variabel baru tersebut. Variabel baru yang terpilih adalah variabel yang memiliki eigen value ≥ 1 (Pribadi et al. 2011). Variabel baru hasil PCA juga memiliki nilai eigen vector yang mewakili koefisien untuk masing - masing variabel asal, sehingga dapat digunakan dalam menyusun kombinasi linear dari komponen utama. Nilai eigen vector dari variabel baru menunjukkan nilai data baru hasil transformasi dari variabel asal yang memiliki jumlah banyak dan saling berkorelasi satu dengan lainnya menjadi variabel baru yang lebih sederhana dan bersifat saling bebas (orthogonal). Hubungan antar masing - masing variabel baru dengan vaiabel asal ditunjukkan dalam kombinasi linear sebagai berikut : Z1 = a 11X1 + a 12X2 + … + a1pXp Z2 = a 21X1 + a 22X2 + … + a2pXp … Zq = a q1X1 + a q2X2 + … + aqpXp
Selanjutnya Z1 disebut sebagai komponen utama pertama, Z2 komponen utama kedua dan seterusnya. Urutan ini merupakan cerminan dari besarnya ragam yang dimiliki oleh masing - masing variabel, atau secara matematis dinotasikan sebagai var (Z1) ≥ var (Z2) ≥ ... ≥ var (Zp), dimana var (Zi) adalah ragam dari Zi dalam data yang dianalisis. Dalam analisis komponen utama diharapkan ragam dari sebagian besar variabel memiliki nilai sekecil mungkin, sehingga bisa diperoleh variabel Z dengan jumlah sedikit. Namun demikian variabel Z dengan jumlah sedikit tersebut memiliki ragam yang besar. Proses ini umum dikenal dengan dengan proses reduksi variabel. Semakin sedikit Z, maka semakin mudah menginterpretasi data yang dimiliki. Salah satu sifat dari variabel Zi adalah tidak adanya korelasi antara satu variabel dengan variabel lainnya, hal ini berarti bahwa skor dari masing masing variabel akan menunjukkan dimensi yang berbeda (Soedibjo 2008). Hubungan antara variabel baru dan variabel asal ditunjukkan melalui nilai factor loading. Melalui proses PCA dapat pula diketahui besar pengaruh satu variabel terhadap variabel lainnya, sehingga salah satu informasi yang dapat diperoleh dalam proses ini adalah nilai perbandingan suatu indikator terhadap indikator lainnya yang bisanya dinotasikan dalam bentuk angka pada kisaran 0 hingga 1. Lebih lanjut bobot masing - masing indikator dapat digunakan untuk mendapatkan indeks kualitas lingkungan hidup kota melalui perhitungan : ILH = n 1M1 + n 2M2 + n3M3 + n4M4 + n5M5 + n6M6 + n 7M7 + n8M8 + n9M9 keterangan : ILH n1 n2 n3 n4 n5 n6 n7 n8 n9 M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9
= = = = = = = = = = = = = = = = = = =
Nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota Bobot nilai indeks kualitas kebersihan kawasan permukiman Bobot nilai indeks sebaran dan tutupan tajuk peneduh kawasan permukiman Bobot nilai indeks kualitas kebersihan kawasan pasar tradisional Bobot nilai indeks sebaran dan tutupan tajuk peneduh kawasan pasar tradisional Bobot nilai indeks persentase tutupan tajuk peneduh kawasan taman kota Bobot nilai indeks kualitas kebersihan kawasan taman kota Bobot nilai indeks pengendalian pencemaran TPA Bobot nilai indeks pengelolaan sampah TPA Bobot nilai indeks kualitas penghijauan TPA Nilai indeks kualitas kebersihan kawasan permukiman Nilai indeks sebaran dan tutupan tajuk peneduh kawasan permukiman Nilai indeks kualitas kebersihan kawasan pasar tradisional Nilai indeks sebaran dan tutupan tajuk peneduh kawasan pasar tradisional Nilai indeks persentase tutupan tajuk peneduh kawasan taman kota Nilai indeks kualitas kebersihan kawasan taman kota Nilai indeks pengendalian pencemaran TPA Nilai indeks pengelolaan sampah TPA Nilai indeks kualitas penghijauan TPA
Selanjutnya nilai indeks kualitas lingkungan kota sedang dan kecil tersebut akan dibagi menjadi 5 (lima) kategori menggunakan sebaran distribusi normal. Pembagian pada tiap selang nilai akan memenuhi kategori “sangat tinggi”, “tinggi”, “sedang”, “rendah”, dan “sangat rendah”.
3.5.3 Analisis Regresi Data Panel Data panel atau pooled data merupakan kumpulan data yang mewakili lebih dari satu obyek pengamatan atau sampel pada rentang waktu tertentu. Secara lebih sederhana data panel dapat pula dinyatakan sebagai bentuk gabungan antara data cross section dan data time series. Dengan kata lain metode data panel merupakan metode analisis yang memiliki dimensi ruang (multi variabel) dan waktu. Metode data panel merupakan suatu bentuk analisis empiris yang diharapkan dapat memberikan gambaran analisis bagi banyak individu sampel pada selang waktu tertentu, ketika analisis data cross section maupun time series belum mampu memberikan gambaran analisis secara tepat pada banyak individu sampel tersebut. Pemanfaatan metode data panel ini diharapkan dapat mengatasi kelemahan dan menjawab permasalahan - permasalahan yang tidak dapat diatasi oleh metode analisis data cross section dan time series. Serupa dengan metode analisis regresi sederhana, metode analisis data panel juga digunakan untuk menjelaskan hubungan sebab - akibat antara peubah respon (dependent variable) dengan variabel - variabel bebas (independent variable). Perbedaaan antar keduanya terkait dengan kemampuan metode data panel dalam menganalisis dimensi waktu yang dimiliki obyek sampel. Metode data panel banyak digunakan dalam bidang ilmu Statistika dan Ekonomi guna menganalisis atau membuat model prediksi kondisi obyek sampel pada masa yang akan datang. Adapun keunggulan yang dimiliki metode ini :
Mampu mengontrol heterogenitas individu dengan melakukan estimasi secara eksplisit dengan memasukkan unsur heterogenitas individu Mengurangi kolinearitas antar variabel, meningkatkan degree of freedom, sehingga diperoleh hasil estimasi yang lebih efisien Mampu mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diperoleh dari data cross section atau time series Dapat menguji dan membangun model peramalan yang lebih kompleks, Mampu menggambarkan perubahan dinamis obyek sampel berbentuk data observasi cross section yang berulang (Gujarati 2004)
Analisis regresi panel data dilakukan untuk melihat pengaruh besar alokasi anggaran pada kegiatan pengelolaan lingkungan hidup dan kegiatan pengelolaan kebersihan serta kepadatan penduduk terhadap indeks kualitas lingkungan hidup kota. Hubungan indeks kualitas lingkungan hidup terhadap peubah - peubah bebas di atas terlihat dalam bentuk persamaan berikut : Y = a + b1X1 + b 2X2 + b 3X3 + ε keterangan : Y a b1 b2 b3 X1 X2 X3
ε
= = = = = = = = =
Nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota Intercept Koefisien persentase APBD kegiatan pengelolaan lingkungan hidup Koefisien persentase APBD kegiatan pengelolaan kebersihan kota Koefisien kepadatan penduduk kota Persentase APBD kegiatan pengelolaan lingkungan hidup Persentase APBD kegiatan pengelolaan kebersihan kota Kepadatan penduduk kota Error atau Residual
Analisis regresi data panel dilakukan dengan mengasumsikan nilai indeks kualitas lingkungan sebagai peubah respon (dependent variable), sedangkan persentase anggaran kegiatan pengelolaan lingkungan hidup dan persentase anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan sebagai peubah bebas (independent variable). Dalam analisis regresi data panel, dilakukan terlebih dahulu uji korelasi antar peubah bebas yang akan dianalisis. Uji korelasi antar peubah dilakukan untuk memastikan tidak terjadi multikolinearitas antar peubah yang akan dianalisis. Dalam uji ini bila didapatkan nilai korelasi < 0.8 dapat disimpulkan bahwa data peubah yang digunakan telah terbebas dari masalah multikolinearitas (Gujarati 2004). Langkah selanjutnya adalah pengujian dalam penentuan model yang akan dipakai menggunakan Chow - test / Likelihood ratio test dan Hausman - test. Pengujian dilakukan untuk menentukan menentukan model yang paling tepat dipilih dalam melakukan analisis data. Nachrowi dan Usman (2006) menyatakan bahwa dalam analisis regresi data panel dikenal 3 (tiga) model yaitu : 1 Model common effects Merupakan teknik analisis regresi yang menggunakan data hasil penggabungan antara data cross section dan data time series. Gabungan data tersebut kemudian diperlakukan sebagai satu kesatuan analisis yang digunakan untuk mengestimasi model dengan metode Ordinary Least Square (OLS). 2 Model fixed effects Merupakan teknik analisis yang memungkinkan adanya intercept yang tidak konstan. Nilai intercept dimungkinkan untuk berubah untuk obyek sampel berbeda. Dengan kata lain model ini melihat perbedaan antar obyek sampel tercermin dari perubahan intercept. 3 Model random effects Merupakan teknik analisis yang melihat perbedaan antar obyek sampel dan waktu yang diakomodir oleh nilai error. Teknik ini memperhitungkan bahwa error mungkin berkorelasi sepanjang cross section dan time series Likelihood ratio test digunakan untuk menentukan model yang sesuai untuk menggambarkan hubungan peubah - peubah yang akan diuji. Hipotesis dalam Likelihood ratio test mengikuti kondisi berikut : H0 : Apabila p - value > 0.05, model mengikuti common effects H1 : Apabila p - value ≤ 0.05, model tidak mengikuti common effects Hausman - test digunakan untuk memilih dua jenis model diluar model common effects yang lebih tepat untuk menggambarkan hubungan antara peubah respon dengan peubah bebas yaitu random effect atau fixed effect. Hipotesis dalam menentukan model yang sesuai apakah dipilih random effect atau fixed effect mengikuti kondisi berikut : H0 : Apabila p - value > 0.05, model mengikuti random effect H1 : Apabila p - value ≤ 0.05, model mengikuti fixed effect Dari hasil Chow - test dan Hausman - test yang dilakukan dapat ditentukan model analisis data panel yang paling sesuai dengan kebutuhan penelitian ini.
IV KONDISI UMUM PULAU KALIMANTAN Kalimantan adalah pulau terbesar ketiga di dunia setelah Pulau Greenland dan Pulau Irian. Wilayah Pulau Kalimantan dikuasai oleh tiga negara yaitu Indonesia pada sisi selatan, serta Malaysia dan Brunei Darussalam di sisi utara. Wilayah Pulau Kalimantan yang dimiliki oleh Indonesia sendiri sebesar 73 % atau mencakup luasan 539 460 km2. Luasan tersebut mencapai 28 % dari total wilayah daratan Indonesia. Pulau Kalimantan didominasi oleh kawasan dataran rendah berupa daerah pesisir dan dataran sungai. Lebih dari setengah wilayah Kalimantan berada di bawah ketinggian 150 m dari permukaan air laut (Kementerian Lingkungan Hidup 2006). Dilihat dari sisi ekonomi, wilayah Kalimantan memiliki peran yang cukup penting bagi Indonesia. Devisa yang dihasilkan oleh wilayah ini umumnya berasal dari sektor kegiatan pertambangan energi berupa minyak bumi, gas alam dan batu bara, serta sektor kegiatan kehutanan dan perkebunan. Kegiatan sektor - sektor ekonomi tersebut merupakan pendorong utama perkembangan wilayah Kalimantan baik dilihat dari aspek pertumbuhan penduduk maupun dari sisi pemenuhan kebutuhan infrastruktur yang ada. Berdasarkan sensus tahun 2010 diketahui 13 787 831 jiwa penduduk Indonesia mendiami wilayah ini. Jumlah tersebut mewakili 5.80 % dari penduduk Indonesia yang mencapai 237 641 326 jiwa. Dilihat dari sisi persebaran penduduk kawasan urban dan rural, jumlah penduduk wilayah perkotaan di Kalimantan mencapai 5 799 291 jiwa atau sebesar 42.06 % dari jumlah seluruh penduduk Kalimantan di Tahun 2010, sedangkan selebihnya 7 988 540 jiwa atau 57.94 % mendiami kawasan perdesaan (Badan Pusat Statistik 2010). Kondisi tersebut menggambarkan distribusi penduduk Kalimantan yang tidak hanya terpusat pada wilayah perkotaan. Kawasan perkotaan pada umumnya merupakan daerah pusat kegiatan perekonomian masyarakat. Sebelum tersedianya infarstruktur transportasi berupa sarana dan prasarana angkutan darat, kegiatan perekonomian yang dilakukan oleh masyarakat Kalimantan banyak dilakukan menggunakan moda transportasi sungai dan laut, sehingga secara umum kota - kota yang pada mulanya merupakan pusat kegiatan ekonomi masyarakat Kalimantan banyak tersebar pada kawasan pesisir dan di sekitar daerah aliran sungai. Kawasan pesisir Kalimantan membentang sejauh 8 054 km, yakni dari Semenanjung Sambas di bagian barat hingga Nunukan di perbatasan dangan Negara Bagian Malaysia Sabah. Kawasan pesisir Kalimantan yang tumbuh menjadi kawasan perkotaan umumnya berupa muara sungai maupun daerah yang didominasi pantai yang dangkal. Pada wilayah lain kawasan perkotaan tumbuh pada sekitar sungai - sungai utama di Kalimantan seperti Kapuas, Barito, Kahayan dan Mahakam. Sungai - sungai besar tersebut memilki panjang aliran, lebar sungai, debit air maupun kedalaman yang tidak berubah cukup signifikan terhadap perubahan musim tahunan, sehingga keadaan ini sangat mendukung pemanfaatan moda transportasi air sebagai sarana transportasi maupun distribusi barang yang mendukung kegiatan perekonomian masyarakat di masa lalu (Kementerian Lingkungan Hidup 2006).
Secara administratif Pulau Kalimantan yang menjadi bagian dari negara Indonesia terbagi atas Provinsi Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Provinsi Kalimantan Utara yang baru terbentuk menjadi provinsi termuda di Indonesia sesuai ketetapan dalam rapat paripurna DPR pada tanggal 25 Oktober 2012 berdasarkan Undang - undang Nomor 20 Tahun 2012 lalu. Pembagian wilayah secara administratif yang dilakukan tersebut umumnya didasari atas kesamaan kondisi fisik ekologi wilayah maupun kondisi sosial masyarakat yang mendiami wilayah tersebut. Bahasan yang berkaitan dengan kondisi fisik wilayah serta informasi kependudukan masing - masing provinsi tersebut secara lebih detail diuraikan berikut ini. 4.1 Kalimantan Barat 4.1.1 Letak Wilayah Provinsi Kalimantan Barat terletak dibagian Barat pulau Kalimantan atau di antara garis 20° 08’ Lintang Utara hingga 30° 02’ Lintang Selatan serta di antara 108° 30’ hingga 114° 10’ Bujur Timur. Provinsi Kalimantan Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang dilewati oleh Garis Khatulistiwa. Posisi Kalimantan Barat yang banyak memiliki kawasan pesisir menyebabkan wilayah tersebut menjadi salah satu daerah tropik dengan suhu udara dan kelembaban yang cukup tinggi serta banyak dipengaruhi iklim pantai (Kementerian Lingkungan Hidup 2006). Adapun batas - batas wilayah Provinsi Kalimantan Barat adalah :
Sebelah Utara Sebelah Selatan Sebelah Timur Sebelah Barat
: : : :
Negara Bagian Malaysia Sarawak Laut Jawa dan Provinsi Kalimantan Tengah Provinsi Kalimantan Timur Laut Natuna dan Selat Karimata
4.1.2 Daerah Administrasi dan Kependudukan Provinsi Kalimantan Barat pada tahun 2010 terdiri atas 14 (empat belas) kabupaten / kota yaitu 12 (dua belas) kabupaten dan 2 (dua) kota. Empat belas kabupaten / kota tersebut terbagi dalam 175 kecamatan yang terdiri atas 1 894 desa / kelurahan seperti tertera pada Tabel 4 (Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat 2011). Penduduk Provinsi Kalimantan Barat berdasarkan data sensus penduduk tahun 2010 mencapai 4 395 983 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk pada tahun 2009 - 2010 rata - rata kabupaten / kota mencapai angka 1.58 %. Laju pertumbuhan penduduk di setiap kabupaten / kota tidak merata. Nilai terrendah berada pada Kota Singkawang yaitu 0.93 % dan yang tertinggi berada pada Kabupaten Kapuas Hulu yang mencapai 2.28 %. Jumlah dan laju pertumbuhan penduduk menurut kabupaten / kota di Kalimantan Barat tertera pada Tabel 5.
Tabel 4 Jumlah kecamatan dan desa / kelurahan menurut kabupaten / kota di Kalimantan Barat tahun 2010 Kabupaten / Kota
Kecamatan
Desa
Kab. Sambas
19
184
Kab. Bengkayang
17
124
Kab. Landak
13
156
Kab. Pontianak
9
67
Kab. Sanggau
15
166
Kab. Ketapang
20
249
Kab. Sintang
14
287
Kab. Kapuas Hulu
25
212
Kab. Sekadau
7
76
Kab. Melawi
11
169
Kab. Kayong Utara
5
43
Kab. Kubu Raya
9
106
Kota Pontianak
6
29
Kota Singkawang
5
26
175
1 894
Kalimantan Barat
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Barat (2011)
Tabel 5 Jumlah dan laju pertumbuhan penduduk menurut kabupaten / kota di Kalimantan Barat tahun 1990 - 2010 Kabupaten / Kota
Jumlah Penduduk
Laju Pertumbuhan Penduduk (%) 1990 - 2000
2000 - 2005
2000 - 2010
2009 - 2010
0.35
0.96
0.90
1.04
Kab. Sambas
496 120
Kab. Bengkayang
215 277
-
1.69
2.01
1.91
Kab. Landak
329 649
-
1.76
1.59
1.91
Kab. Pontianak
234 021
-
1.42
1.48
Kab. Sanggau
408 468
1.79
1.34
1.65
1.53
Kab. Ketapang
427 460
2.80
2.05
2.15
2.14
Kab. Sintang
364 759
2.08
1.84
1.62
2.22
Kab. Kapuas Hulu
222 160
1.41
2.28
2.00
2.28
Kab. Sekadau
181 634
-
-
1.22
1.36
Kab. Melawi
178 645
-
-
1.81
1.61
95 594
-
-
1.94
1.27
Kab. Kubu Raya
500 970
-
1.69
1.48
Kota Pontianak
554 764
1.81
1.08
Kota Singkawang
186 462
2.11
0.93
1.66
1.58
Kab. Kayong Utara
Kalimantan Barat
-
1.82
-
4 395 983
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Barat (2011)
1.24 -
1.56
1.56
Penduduk Provinsi Kalimantan Barat terbagi menjadi penduduk yang mendiami daerah perkotaan sebanyak 1 328 185 jiwa atau 30.21 % dan yang mendiami daerah perdesaan sebanyak 3 067 798 jiwa atau sebanyak 69.79 % tertera pada Tabel 6 (Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat 2011). Tabel 6 Jumlah penduduk menurut klasifikasi perkotaan / perdesaan di Kalimantan Barat tahun 2010 Klasifikasi Perkotaan / Perdesaan Kabupaten / Kota
Perkotaan (Jiwa)
Perdesaan
(%)
(Jiwa)
Perkotaan + Perdesaan
(%)
(Jiwa)
Sambas
90 007
18.14
406 113
81.86
496 120
Bengkayang
18 238
8.47
197 039
91.53
215 277
Landak
27 304
8.28
302 345
91.72
329 649
Pontianak
53 409
22.82
180 612
77.18
234 021
Sanggau
83 746
20.50
324 722
79.50
408 468
Ketapang
99 219
23.21
328 241
76.79
427 460
Sintang
54 861
15.04
309 898
84.96
364 759
Kapuas Hulu
18 995
8.55
203 165
91.45
222 160
Sekadau
13 606
7.49
168 028
92.51
181 634
Melawi
24 750
13.85
153 895
86.15
178 645
9 697
10.14
85 897
89.86
95 594
Kubu Raya
151 292
30.20
349 678
69.80
500 970
Kota Pontianak
554 764
100.00
0
0.00
554 764
Kota Singkawang
128 297
68.81
58 165
31.19
186 462
1 328 185
30.21
3 067 798
69.79
4 395 983
Kayong Utara
Kalimantan Barat
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Barat (2011)
4.1.3 Luas Wilayah Sebagian besar wilayah Kalimantan Barat adalah merupakan daratan berdataran rendah dengan luas sekitar 146 807 km2 atau 27.21 % dari luas wilayah Kalimantan Indonesia. Wilayah Kalimantan Barat membentang lurus dari Kabupaten Sambas di sisi Utara hingga Kabupaten Ketapang di sisi Selatan sepanjang lebih dari 600 km dan sekitar 850 km dari Kabupaten Bengkayang di sisi Barat hingga Kabupaten Kapuas Hulu di sisi Timur. Luas daerah kabupaten / kota dan persentase terhadap luas provinsi tertera pada Tabel 7.
Tabel 7 Luas daerah kabupaten / kota dan persentase terhadap luas Provinsi Kalimantan Barat tahun 2010 Kabuapten / Kota
Luas Area (km2)
Persentase terhadap Luas Provinsi (%)
Kab. Sambas
6 394.70
4.36
Kab. Bengkayang
5 397.30
3.68
Kab. Landak
9 909.10
6.75
Kab. Pontianak
1 276.90
0.87
Kab. Sanggau
12 857.70
8.76
Kab. Ketapang
31 240.74
21.28
Kab. Sintang
21 635.00
14.74
Kab. Kapuas Hulu
29 842.00
20.33
Kab. Sekadau
5 444.30
3.71
Kab. Melawi
10 644.00
7.25
Kab. Kayong Utara
4 568.26
3.11
Kab. Kubu Raya
6 985.20
4.75
Kota Pontianak
107.80
0.07
Kota Singkawang
504.00
0.34
146 807.00
100.00
Kalimantan Barat
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Barat (2011)
4.1.4 Topografi Secara umum, wilayah Kalimantan Barat berupa dataran rendah dan daerah lembah sungai dengan kontur sedikit berbukit. Daerah Kalimantan Barat umumnya merupakan daerah aliran sungai Kapuas atau anak sungai Kapuas yang menghampar dari Timur ke Barat hingga mengalir ke Laut Natuna / Selat Karimata. Sementara bagian daerah lain daratan ini berupa rawa - rawa bercampur gambut dan hutan bakau (mangrove). Wilayah Kalimantan diapit oleh dua jajaran pegunungan yaitu, Pegunungan Kalingkang / Kabupaten Kapuas Hulu di bagian Utara dan Pegunungan Schwaner di Selatan sepanjang perbatasan dengan Provinsi Kalimantan Tengah. Daerah Kalimantan Barat didominasi oleh tanah Podsolit Merah Kuning yang meliputi areal 10.5 juta ha atau mencapai 71.22 %, tanah Orgosol, Gley, Humus sekitar 2.0 juta ha atau mencapai 13.75 % serta tanah Aluvial sekitar 1,6_juta ha atau mencapai 10.83 % di seluruh kabupaten / kota yang umumnya memiliki daerah pantai. Jenis tanah dan luasnya pada tiap kabupaten / kota tertera pada Tabel 8 (Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat 2011).
Tabel 8 Jenis tanah dan luasnya menurut kabupaten / kota di Provinsi Kalimantan Barat tahun 2010 Kabupaten / Kota
Orgosol, Gley dan Humus
Kab Sambas Kab Bengkayang
Aluvial
Podsolik Merah Kuning
Regosol
Podsolik
Latosol
56 448
298 738
-
251 066
25 270
7 948
32 021
13 404
-
390 803
14 369
89 033
Kab Landak
148 990
41 837
-
606 535
77 312
41 600
Kab Pontianak
469 710
437 357
-
11 065
63 488
-
Kab Sanggau
79 737
20 866
-
1 101 190
63 144
20 833
Kab Ketapang
736 000
433 600
44 800
2 195 300
171 200
-
36 276
139 712
2 035 344
-
-
396 800
206 400
2 381 000
-
-
59 321
-
485 109
-
-
Kab Sintang Kab Kapuas Hulu Kab Sekadau
-
-
1 016 568
-
-
3 600
7 200
-
-
-
11 677
-
41 723
-
-
2 030 580
1 599 144
10 515 703
414 783
159 414
Kab Melawi Kota Pontianak Kota Singkawang Kalimantan Barat
44 800
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Barat (2011)
4.1.5 Penggunaan Lahan Sebagian besar lahan di Kalimantan Barat merupakan kawasan hutan atau mencapai 44.07 % dari luas wilayah. Lahan berupa padang / semak belukar / alang - alang mencapai 33.16 %, sementara areal perkebunan mencapai 1 887 867 ha atau 12.86 % dari 14.68 ribu ha luas Kalimantan Barat. Areal yang digunakan untuk pemukiman di Kalimantan Barat hanya berkisar 0.77 % saja. Jenis penggunaan lahan pada tiap kabupaten / kota tertera pada Tabel 9 (Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat 2011). 4.1.6 Iklim dan Cuaca Wilayah Kalimantan Barat didominasi oleh dataran rendah dan berada di daerah khatulistiwa. Ciri dari wilayah tersebut adalah iklim tropis dengan suhu udara yang relatif tinggi disertai dengan kelembaban udara yang tinggi. Pada kondisi normal variasi suhu udara harian wilayah Kalimantan Barat berada pada kisaran 25° C hingga 29° C. Kawasan pesisir pantai barat banyak dipengaruhi oleh kawasan laut Natuna, hal ini menyebabkan kawasan pesisir tersebut memiliki temperatur udara yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah pedalaman. Intensitas hujan didaerah Kalimantan Barat cukup tinggi, dengan curah rata - rata per tahun di atas 3.000 milimeter. Hal demikian sangat dipengaruhi oleh kecepatan angin yang bertiup dari arah barat ke timur atau sebaliknya. Intensitas hujan yang cukup tinggi ini, biasanya dipengaruhi oleh kecepatan angin, yang rata - rata dapat mencapai 30 - 60 knot / jam (Kementerian Lingkungan Hidup 2006).
Tabel 9 Jenis penggunaan lahan menurut kabupaten / kota di Provinsi Kalimantan Barat tahun 2010 Kabupaten / Kota Kab. Sambas
Kampung / Permukiman
Industri
12 723
420
Kab. Bengkayang
9 356
-
Kab. Landak
6 628
-
Kab. Pontianak
5 772
Kab. Sanggau
13 910
Kab. Ketapang
16 222
Kab. Sintang
16 935
Kab. Kapuas Hulu
16 509
Kab. Sekadau
4 500
Kab. Melawi
1 475
Kab. Kayong Utara
1 078
Kab. Kubu Raya
8 012
Kota Pontianak
6 822
Kota Singkawang
2 408
Kalimantan Barat
Pertambangan -
Non Irigasi
855 571
-
67 807
Tanah Kering 32 888
Kebun Campuran 13 798
2 810
18 549
30 940
16 744
19 586
44 606
92 846
12 257
32 985
11 181
167
367
733
19 598
511
2 167
5 737
50 696
56 139
31 978
1 095
8 282
72 700
123 289
51 686
265
3 559
15 948
88 213
40 759
4 134
323 -
17 056
43 505
30 549
-
375
-
2 000
20 200
9 000
-
-
-
3 826
124
1 528
-
-
7 176
172
-
21 588
185
-
-
128
1 227
1 146
-
-
-
5 563
222
140
1 802
4 840
348 650
522 578
237 701
24
122 351
Sawah Irigasi
74 460
30 173
-
3 382
-
13 553
Tabel 9 (Lanjutan) Kabupaten / Kota Kab. Sambas Kab. Bengkayang Kab. Landak Kab. Pontianak
Perkebunan
Hutan
Padang / Belukar
Perairan Darat
Tanah Terbuka
Lain - lain
Jumlah
136 324
225 537
86 910
32 825
688
28 695
639 470
85 518
110 032
178 490
23 358
2 977
60 385
539 730
205 910
139 130
386 546
29 713
23
53 665
990 910
7 984
2 253
955
17 829
319
27 547
127 690
Kab. Sanggau
315 902
66 829
700 824
20 100
460
20 517
1 285 770
Kab. Ketapang
347 661
1 097 120
1 349 481
52 050
1 780
2 708
3 124 074
Kab. Sintang
302 766
790 006
870 464
19 272
225
14 765
2 163 500
Kab. Kapuas Hulu
147 419
1 960 578
629 260
72 556
22 303
39 956
2 984 200
20 590
227 754
240 137
6 200
25
14 000
544 430
8 639
1 064 400
Kab. Sekadau Kab. Melawi
36 947
922 030
23 265
5 398
61 168
Kab. Kayong Utara
41 435
368 413
25 061
10 250
30
-
456 826
Kab. Kubu Raya
90 784
445 770
42 776
43 537
2 155
-
698 520
288
774
Kota Pontianak Kota Singkawang Kalimantan Barat
130
-
-
80
10,780
16 189
20 927
3 800
263
826
62
50,400
1 755 559
6 376 379
4 538 257
334 125
92 979
271 019
14 680 700
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Barat (2011)
4.2 Kalimantan Tengah 4.2.1 Letak Wilayah Posisi Provinsi Kalimantan Tengah terletak pada posisi pusat hingga bagian Selatan Pulau Kalimantan diapit oleh Provinsi Kalimantan Timur dan Selatan di sisi bagian timur dan Kalimantan Barat di sisi bagian barat. Secara geografis provinsi ini terletak di antara 0° 45’ Lintang Utara hingga 3° 30’ Lintang Selatan serta di antara 111° hingga 116° Bujur Timur. Seperti pada tetangganya Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur, Provinsi Kalimantan Tengah juga dilewati oleh Garis Khatulistiwa. Kondisi ini menyebabkan wilayah tersebut menjadi salah satu daerah tropik dengan suhu udara cukup tinggi serta diiringi kelembaban yang tinggi (Kementerian Lingkungan Hidup 2006). Adapun batas - batas wilayah Provinsi Kalimantan Tengah adalah :
Sebelah Utara Sebelah Selatan Sebelah Timur Sebelah Barat
: : : :
Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur Laut Jawa Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan Provinsi Kalimantan Barat
4.2.2 Daerah Administrasi dan Kependudukan Provinsi Kalimantan Tengah pada tahun 2010 terdiri atas 14 (empat belas) kabupaten / kota yaitu 11 (sebelas) kabupaten dan 1 (satu) kota. Empat belas kabupaten /kota tersebut terbagi dalam 125 kecamatan yang terdiri atas 1 511 desa / kelurahan Jumlah kecamatan dan desa menurut kabupaten / kota di Kalimantan Tengah tertera pada Tabel 10 (Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Tengah 2011). Tabel 10 Jumlah kecamatan dan desa / kelurahan menurut kabupaten / kota di Kalimantan Tengah tahun 2010 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Kabupaten / Kota Kotawaringin Barat Kotawaringin Timur Kapuas Barito Selatan Barito Utara Sukamara Lamandau Seruyan Katingan Pulang Pisau Gunung Mas Barito Timur Murung Raya Palangka Raya Jumlah
Kecamatan
Desa
6 15 17 6 6 5 8 5 13 8 11 10 10 5
89 165 204 95 103 32 83 100 161 97 125 103 124 30
125
1 511
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Tengah (2011)
Penduduk Provinsi Kalimantan Tengah berdasarkan data sensus penduduk tahun 2010 mencapai 2 212 089 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk rata - rata pada tahun 2000 hingga 2010 mencapai angka 1.79 persen / tahun. Sebanyak 740 256 jiwa atau 33.46 % penduduk bertempat tinggal di wilayah perkotaan dan sisanya di daerah perdesaan sebanyak 1 471 833 jiwa atau mencapai 66.54 % dari total penduduk provinsi tersebut. Jumlah penduduk menurut klasifikasi perkotaan / perdesaan di Kalimantan Tengah tertera pada Tabel 11 (Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Tengah 2011). Tabel 11 Jumlah penduduk menurut klasifikasi perkotaan / perdesaan di Kalimantan Tengah tahun 2010 Klasifikasi Perkotaan / Perdesaan Kabupaten / Kota
Perkotaan
Perdesaan (Jiwa)
Perkotaan + Perdesaan
(Jiwa)
(%)
(%)
(Jiwa)
Kotawaringin Barat
107 784
45.71
128 019
54.29
235 803
Kotawaringin Timur
133 813
35.76
240 362
64.24
374 175
Kapuas
70 516
21.39
259 130
78.61
329 646
Barito Selatan
30 319
24.43
93 809
75.57
124 128
Barito Utara
34 263
28.18
87 310
71.82
121 573
Sukamara
12 966
28.84
31 986
71.16
44 952
Lamandau
12 203
19.31
50 996
80.69
63 199
Seruyan
27 168
19.42
112 763
80.58
139 931
Katingan
35 360
24.15
111 079
75.85
146 439
Pulang Pisau
15 649
13.03
104 413
86.97
120 062
Gunung Mas
20 383
21.02
76 607
78.98
96 990
Barito Timur
24 788
25.46
72 584
74.54
97 372
Murung Raya
14 436
14.90
82 421
85.10
96 857
Kota Palangka Raya
200 608
90.79
20 354
9.21
220 962
Kalimantan Tengah
740 256
33.46
1 471 833
66.54
2 212 089
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Tengah (2011)
4.2.3 Luas Wilayah Provinsi Kalimantan Tengah Memiliki luas 153 564 km2 atau 28.47 % dari luas wilayah Kalimantan Indonesia. Provinsi ini terbagi lagi menjadi 14 daerah setingkat kabupaten / kota. Kota Palangka Raya merupakan Daerah Tingkat II dengan luas terkecil yang hanya memiliki luas 2 400 km2 atau 1.56 % dari seluruh luas wilayah Kalimantan Tengah, sedangkan Kabupaten Murung Raya merupakan Daerah Tingkat II dengan luas terbesar atau mencapai 23 700 km2 atau mencapai 15.43 % dari luas keseluruhan. Luas daerah kabupaten / kota dan persentase terhadap luas provinsi tertera pada Tabel 12.
Tabel 12 Luas wilayah Kalimantan Tengah menurut kabupaten / kota dan ibukotanya tahun 2010 Kabuapten / Kota
Luas Area (km2)
Ibu Kota
Kotawaringin Barat
10 759
Pangkalan Bun
Kotawaringin Timur
16 496
Sampit
Kapuas
14 999
Kuala Kapuas
Barito Selatan
8 830
Buntok
Barito Utara
8 300
Muara Teweh
Sukamara
3 827
Sukamara
Lamandau
6 414
Nanga Bulik
Seruyan
16 404
Kuala Pembuang
Katingan
17 800
Kasongan
Pulang Pisau
8 997
Pulang Pisau
Gunung Mas
10 804
Kuala Kurun
Barito Timur
3 834
Murung Raya
23 700
Palangka Raya
2 400
Kalimantan Tengah
153 564
Tamiang Layang Puruk Cahu Palangka Raya Palangka Raya
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Tengah (2011)
4.2.4 Topografi Wilayah Provinsi Kalimantan Tengah terdiri atas daerah pantai dan rawa rawa dengan ketinggian 0 - 50 m dari permukaan laut dengan kemiringan 0 % - 8_%, daerah perbukitan dengan ketinggian 50 - 100 m dengan ketinggian rata - rata 25%. Daerah pantai dan rawa - rawa umumnya banyak ditemukan di wilayah bagian Selatan, sementara dataran dan perbukitan berada di wilayah bagian tengah, sedangkan pegunungan umum dijumpai pada bagian Utara dan Barat Daya (Kementerian Lingkungan Hidup 2006). 4.2.5 Penggunaan Lahan Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP), total kawasan budi daya Provinsi Kalimantan Tengah mencapai 12 898 263.43 ha, sisanya berupa kawasan lindung yang mencapai luasan 2 456 598.39 ha. Luas wilayah berdasarkan rencana tata ruang wilayah Provinsi Kalimantan Tengah tertera pada Tabel 13.
Tabel 13 Luas Wilayah Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) tahun 2010 Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP)
Luas Wilayah (ha)
A.
Kawasan Hutan Lindung
1
Hutan Lindung (HL)
766 392.06
2
Cagar Alam (CA)
235 079.45
3
Taman Wisata (TW)
19 142.61
4
Taman Nasional (TN)
488 056.29
5
Suaka Marga Satwa (SM)
6
Perlindungan dan Pelestarian Hutan (PPH)
7
Konservasi Magrove (KM)
31 018.40
8
Konservasi Air Hitam (KEAH)
37 225.55
9
Konservasi Flora dan Fauna (KFF)
161 849.04
10
Konservasi Gambut Tebal (KGTB)
253 797.98
11
Konservasi Hidrologi (KH)
185 023.14
12
Kawasan Handil Rakyat (KHR)
13
Perairan
71 664.71 1 628.43
59 046.32 155 716.95
Jumlah A
2 456 598.39
B.
Kawasan Budi Daya
1
Hutan Produksi Terbatas (HPT)
3 784 495.64
2
Hutan Produksi (HP)
4 232 518.38
3
Hutan Kawasan Pengembangan Produksi (KPP)
2 789 108.09
4
Hutan Kawasan Pemukiman dan Penggunaan Lain (KPPL)
1 920 054.79
5
Hutan Tanaman Industri (HTI)
21 958.04
6
Areal Transmigrasi (T1 & T2)
137 920.13
Jumlah B
12 898 263.43
Jumlah A + B
15 356 700.00
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Tengah (2011)
4.3 Kalimantan Selatan 4.3.1 Letak Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan terletak dibagian Tenggara pulau Kalimantan atau secara geografis terletak di antara garis 10° 21’ 49” hingga 10° 10’ 14” Lintang Selatan serta di antara 114° 19’ 33” hingga 116° 33’ 28 Bujur Timur. Batas - batas wilayah Provinsi Kalimantan Selatan adalah :
Sebelah Utara Sebelah Selatan Sebelah Timur Sebelah Barat
: : : :
Provinsi Kalimantan Timur Laut Jawa Selat Makassar Provinsi Kalimantan Tengah
4.3.2 Daerah Administrasi dan Kependudukan Provinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2010 terdiri atas 13 (tiga belas) kabupaten / kota yaitu 11 (sebelas) kabupaten dan 2 (dua) kota. Empat belas kabupaten / kota tersebut terbagi dalam 119 kecamatan yang terdiri atas 1 947 desa / kelurahan. Jumlah kecamatan dan desa / kelurahan menurut kabupaten / kota di Kalimantan Selatan tertera pada Tabel 14 (Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Selatan 2011). Tabel 14 Jumlah kecamatan dan desa / kelurahan menurut kabupaten / kota di Kalimantan Selatan tahun 2010 Kabupaten / Kota
Ibukota
Jumlah Kecamatan
Jumlah Desa / Kelurahan
Kab. Tanah laut
Pelaihari
11
135
Kab. Kotabaru
Kotabaru
20
201
Kab. Banjar
Martapura
19
290
Kab. Barito Kuala
Marabahan
17
200
Kab. Tapin
Rantau
12
133
Kab. Hulu Sungai Selatan
Kandangan
11
148
Kab. Hulu Sungai Tengah
Barabai
11
169
Kab. Hulu Sungai Utara
Amuntai
10
219
Kab. Tabalong
Tanjung
12
131
Kab. Tanah Bumbu
Batulicin
10
135
Kab. Balangan
Paringin
8
152
Kota Banjarmasin
Banjarmasin
5
52
Kota Banjarbaru
Banjarbaru
5
20
151
1 985
Provinsi Kalimantan Selatan Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Selatan (2011)
Penduduk Provinsi Kalimantan Selatan berdasarkan data sensus penduduk tahun 2010 mencapai 3 626 616 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk rata - rata pada tahun 2000 hingga 2010 mencapai angka 1.99 persen / tahun. Sebanyak 1 525 125 jiwa atau 42.05 % penduduk bertempat tinggal di wilayah perkotaan dan sisanya di daerah perdesaan sebanyak 2 101 491 jiwa atau mencapai 57.95 % dari total penduduk provinsi tersebut. 4.3.3 Luas Wilayah Dibandingkan dengan provinsi lain di Kalimantan, Provinsi Kalimantan Selatan hanya memiliki luas sebesar 37 377.53 km2, atau hanya meliputi 6.98 % luas Pulau Kalimantan. Daerah Tingkat II yang paling luas di Provinsi Kalimantan Selatan adalah Kabupaten Kotabaru dengan luas 9 422.73 km2, dan Daerah Tingkat II dengan luas terkecil adalah Kota Banjarmasin dengan luas hanya mencapai 72.67 km2. Jumlah penduduk menurut klasifikasi perkotaan / perdesaan di Provinsi Kalimantan Selatan tertera pada Tabel 15. Adapun luas daerah
kabupaten / kota dan persentase terhadap luas Provinsi Kalimantan Selatan tertera pada Tabel 16 (Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Selatan 2011). Tabel 15 Jumlah penduduk menurut klasifikasi perkotaan / perdesaan di Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2010 Klasifikasi Perkotaan / Perdesaan Kabupaten / Kota
Perkotaan (Jiwa)
Perdesaan
(%)
(Jiwa)
Perkotaan + Perdesaan
(%)
(Jiwa)
Tanah Laut
70 271
23.71
226 062
76.29
296 333
Kotabaru
68 643
23.66
221 499
76.34
290 142
155 083
30.60
351 756
69.40
506 839
Barito Kuala
58 647
21.24
217 500
78.76
276 147
Tapin
23 643
14.08
144 234
85.92
167 877
Hulu Sungai Selatan
52 474
24.70
160 011
75.30
212 485
Hulu Sungai Tengah
45 820
18.82
197 640
81.18
243 460
Hulu Sungai Utara
57 897
27.67
151 349
72.33
209 246
Tabalong
56 833
26.00
161 787
74.00
218 620
119 416
44.57
148 513
55.43
267 929
11 240
10.00
101 190
90.00
112 430
Kota Banjarmasin
612 849
97.98
12 632
2.02
625 481
Kota Banjarbaru
192 309
96.33
7 318
3.67
199 627
1 525 125
42.05
2 101 491
57.95
3 626 616
Banjar
Tanah Bumbu Balangan
Kalimantan Selatan
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Selatan (2011)
Tabel 16 Luas daerah kabupaten / kota dan persentase terhadap luas Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2010 Kabupaten / Kota
Ibukota
Kab. Tanah Laut Kab. Kotabaru Kab. Banjar Kab. Barito Kuala Kab. Tapin Kab. Hulu Sungai Selatan Kab. Hulu Sungai Tengah Kab. Hulu Sungai Utara Kab. Tabalong Kab. Tanah Bumbu Kab. Balangan Kota Banjarmasin
Pelaihari Kotabaru Martapura Marabahan Rantau Kandangan Barabai Amuntai Tanjung Batulicin Paringin Banjarmasin
Kota Banjarbaru
Banjarbaru
Provinsi Kalimantan Selatan Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Selatan (2011)
Luas (km2 )
Persentase (%)
3 729.30 9 422.73 4 710.97 2 376.22 2 174.95 1 804.94 1 472.00 951.25 3 599.95 5 066.96 1 819.75 72.67
9.94 25.10 12.55 6.33 5.79 4.82 3.92 2.53 9.59 13.50 4.85 0.19
328.83
0.88
37 530.52
100.00
4.3.4 Topografi Kemiringan tanah dengan 4 kelas klasifikasi menunjukkan bahwa sebesar 43,05 % wilayah Provinsi Kalimantan Selatan mempunyai kemiringan tanah 0 - 2 %. Rincian luas menurut kemiringan adalah sebagai berikut :
0-2% > 2 - 15 % > 15 - 40 % > 40 %
: : : :
1 615 630 ha ( 43.05 % ) 1 192 545 ha ( 31.87 % ) 713 682 ha ( 19.02 % ) 231 195 ha ( 6.16 % )
Adapun luas wilayah Kalimantan Selatan menurut kelas ketinggian yang dibagi menjadi 6 kelas ketinggian menunjukkan wilayah Kalimantan Selatan sebagian besar berada pada kelas ketinggian 25 - 100 m di atas permukaan laut yakni 31.29 %. 4.3.5 Iklim Kalimantan Selatan secara umum memiliki 2 musim, yaitu : Musim hujan dan Musim kemarau. Musim hujan biasanya terjadi pada bulan Oktober sampai dengan Mei, pada waktu itu angin bertiup dari arah Timur Laut, kecepatan angin rata - rata bulanan berkisar antara 5 - 6 knot. Pada musim kemarau terjadi pada Bulan Juni hingga Agustus. Masa peralihan diantara kedua musim tersebut terdapat musim pancaroba. Salah satu faktor yang mempengaruhi temperatur udara antara lain oleh tinggi rendahnya tempat tersebut terhadap permukaan laut dan jaraknya dari pantai. Data temperatur udara maksimun di daerah Kalimantan Selatan berkisar antara 33.1° C - 35° C, sementara temperatur udara minimun berkisar antara 22.6° C - 23.8° C Temperatur rata - rata berkisar antara 25.6° C sampai 26.9° C. Kelembaban udara maksimun di Provinsi Kalimantan Selatan berkisar antara 96 % - 98 % dan kelembaban minimun berkisar antara 35 % - 58 %, sedangkan rata - ratanya tiap bulan berada pada kisaran 60 % - 87 %. Curah hujan disuatu tempat antara lain dipengaruhi oleh keadaan iklim, geografi dan perputaran / pertemuan arus udara. Curah hujan tertinggi di Provinsi Kalimantan Selatan umumnya terjadi di Bulan Maret yaitu pada kisaran 420.0 mm - 430.0 mm, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan September yaitu pada kisaran 70.0 mm - 80.0 mm (Kementerian Lingkungan Hidup 2006). 4.4 Kalimantan Timur 4.4.1 Letak Wilayah Provinsi Kalimantan Timur terletak disebelah timur pulau Kalimantan atau di antara garis 4° 24’ Lintang Utara hingga 2° 25’ Lintang Selatan serta di antara 113° 44’ hingga 119° 00’ Bujur Timur. Adapun batas - batas wilayah Provinsi Kalimantan Timur adalah :
Sebelah Utara Sebelah Selatan Sebelah Timur Sebelah Barat
: : : :
Negara Bagian Malaysia Sabah Provinsi Kalimantan Selatan Selat Makassar dan Laut Sulawesi Provinsi Kalimantan Barat Kalimantan Tengah dan Negara Bagian Malaysia Sarawak
4.4.2 Daerah Administrasi dan Kependudukan Provinsi Kalimantan Timur pada tahun 2010 terdiri atas 14 (empat belas) daerah tingkat II terbagi atas 136 kecamatan yang terdiri atas 1 445 desa / kelurahan. Jumlah kecamatan dan desa / kelurahan menurut kabupaten / kota di Kalimantan Timur tertera pada Tabel 17 (BPS Provinsi Kalimantan Timur 2011). Tabel 17 Jumlah kecamatan dan desa / kelurahan menurut kabupaten / kota di Kalimantan Timur tahun 2010 Kabupaten / Kota
Ibu Kota
Paser Kutai Barat Kutai Kartanegara Kutai Timur Berau Penajam Paser Utara Kota Balikpapan Kota Samarinda Kota Bontang Malinau Bulungan Nunukan Tana Tidung
Tanah Grogot Sendawar Tenggarong Sangatta Tanjung Redeb Penajam Balikpapan Samarinda Bontang Malinau Tanjung Selor Nunukan Tideng Pale
Kota Tarakan
Tarakan
Kalimantan Timur
Jumlah Kecamatan
Jumlah Desa / Kelurahan 10 21 18 18 13 4 5 6 3 12 10 9 3
130 238 227 135 107 54 27 53 15 108 81 227 23
4
20
136
1 445
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Timur (2011)
Penduduk Provinsi Kalimantan Timur yang terbagi atas 14 daerah kabupaten / kota berdasarkan data sensus penduduk tahun 2010 mencapai 3 553 143 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk rata - rata pada tahun 2000 hingga 2010 mencapai angka 3.81 persen / tahun. Sebanyak 2 205 725 jiwa atau 62.08 % penduduk bertempat tinggal di wilayah perkotaan dan sisanya di daerah perdesaan sebanyak 1 347 418 jiwa atau mencapai 37.92 % dari total penduduk provinsi tersebut. Persentase distribusi penduduk menurut kabupaten / kota bervariasi dari yang terendah sebesar 0.43 % di Kabupaten Tana Tidung hingga yang tertinggi sebesar 20.47 % di Kota Samarinda. 4.4.3 Luas Wilayah Luas Wilayah Provinsi Kalimantan Timur yang terbagi menjadi 10 (sepuluh) Kabupaten dan 4 (empat) daerah tingkat Kota mencapai 198 441.17 km2. Kota Bontang merupakan daerah di Provinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah paling kecil yaitu 163.39 km2 atau hanya 0.08 % dari seluruh wilayah Kalimantan Timur. Daerah terluas dimiliki oleh Kabupaten Malinau yang mencapai 39 799.88 km2 atau mencapai 20.06 % dari luas total. Jumlah penduduk menurut klasifikasi perkotaan / perdesaan di Kalimantan Timur tertera pada Tabel 18. Berikutnya luas daerah kabupaten / kota terhadap luas Provinsi Kalimantan Timur tertera pada Tabel 19. (BPS Provinsi Kalimantan Timur 2011).
Tabel 18 Jumlah penduduk menurut klasifikasi perkotaan / perdesaan di Provinsi Kalimantan Timur tahun 2010 Kabupaten / Kota
Perkotaan (Jiwa) (%)
Klasifikasi Perkotaan/Perdesaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan (Jiwa) (%) (Jiwa)
Pasir
80 182
34.81
150 134
65.19
230 316
Kutai Barat
29 159
17.66
135 932
82.34
165 091
Kutai Kartanegara
204 589
32.65
422 091
67.35
626 680
Kutai Timur
103 990
40.68
151 647
59.32
255 637
Berau
89 688
50.08
89 391
49.92
179 079
Penajam Paser Utara
52 339
36.62
90 583
63.38
142 922
Kota Balikpapan
526 508
94.43
31 071
5.57
557 579
Kota Samarinda
685 859
94.28
41 641
5.72
727 500
Kota Bontang
140 238
97.60
3 445
2.40
143 683
Malinau
15 062
24.07
47 518
75.93
62 580
Bulungan
45 350
40.25
67 313
59.75
112 663
Nunukan
53 907
38.28
86 934
61.72
140 841
0
0.00
15 202
100.00
15 202
178 854
92.49
14 516
7.51
193 370
2 205 725
62.09
1 347 418
37 92
3 553 143
Tana Tidung Kota Tarakan Kalimantan Timur
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Timur (2011)
Tabel 19 Luas daerah kabupaten / kota terhadap luas Provinsi Kalimantan Timur tahun 2010 Kabupaten / Kota
Ibu Kota
Luas Area (km2)
Paser
Tanah Grogot
10 936.38
Kutai Barat
Sendawar
30 943.79
Kutai Kartanegara
Tenggarong
26 326.00
Kutai Timur
Sangatta
31 884.59
Berau
Tanjung Redeb
22 521.71
Malinau
Malinau
39 799.88
Bulungan
Tanjung Selor
17 249.61
Nunukan
Nunukan
13 875.42
Penajam Paser Utara
Penajam
3 209.66
Kota Balikpapan
Balikpapan
560.70
Kota Samarinda
Samarinda
718.23
Kota Tarakan
Tarakan
251.81
Kota Bontang
Bontang
163.39
Kalimantan Timur Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Timur (2011)
198 441.17
4.4.4 Topografi Kemiringan tanah dengan 4 kelas klasifikasi menunjukkan bahwa sebesar 55.08 % wilayah Provinsi Kalimantan Timur mempunyai kemiringan tanah > 40 %. Rincian luas menurut kemiringan adalah sebagai berikut :
0-2% > 2 - 15 % > 15 - 40 % > 40 %
: 2 093 677 ha : 2 431 802 ha : 4 476 122 ha : 11 037 899 ha
( 10.45 % ) ( 12.14 % ) ( 22.34 % ) ( 55.08 % )
Adapun luas wilayah menurut kelas lereng / kemiringan dan kabupaten / kota di Provinsi Kalimantan Timur tertera pada Tabel 20. Tabel 20 Luas wilayah menurut kelas lereng / kemiringan dan kabupaten / kota di Provinsi Kalimantan Timur tahun 2010 Kelas Lereng / Kemiringan Kabupaten / Kota
Jumlah 0-2%
2 - 15 %
15 - 40 %
> 40 %
1
Paser
259 677
228 899
152 548
436 516
1 077 640
2
Kutai Barat
170 100
436 500
987 185
1 569 085
3 162 870
3
Kutai Kartanegara
591 191
812 265
702 116
506 118
2 611 690
4
Kutai Timur
215 100
261 900
1 276 130
1 676 130
3 429 260
5
Berau
118 964
311 306
467 911
1 225 819
2 124 000
6
Malinau
13 500
72 500
257 400
3 855 640
4 199 040
7
Bulungan
381 429
247 007
278 348
652 006
1 558 790
8
Nunukan
294 300
12 600
88 200
996 690
1 391 790
9
Penajam Paser Utara
29 700
31 500
184 818
67 542
313 560
10
Balikpapan
7 050
3 325
21 306
18 650
50 331
11
Samarinda
25 987
18 275
17 860
9 678
71 800
12
Tarakan
6 120
1 950
17 010
13
Bontang
3 807
2 543
3 839
4 591
14 780
Jumlah
2 093 677
2 431 802
4 476 122
11 037 899
20 030 631
-
25 080
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Timur (2011)
4.4.4 Iklim Kalimantan Timur seperti wilayah lain di Indonesia yang berada pada/dekat dengan garis khatulistiwa memiliki iklim tropis dan mempunyai dua musim yaitu kemarau dan penghujan. Musim kemarau biasanya terjadi pada bulan Mei sampai dengan bulan Oktober, sedang musim penghujan terjadi pada bulan Nopember sampai dengan bulan April. Kondisi ini selain disebabkan oleh posisi Kalimantan Timur juga dipegaruhi oleh angin Muson, yaitu angin Muson Barat Nopember - April dan angin Muson Timur Mei - Oktober. Namun berkaitan dengan perubahan iklim global pada kurun waktu beberapa tahun terakhir, periode maupun jangka waktu musim kemarau dan penghujan menjadi kurang teratur (Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur 2011).
Secara umum Kalimantan Timur beriklim panas dengan suhu udara pada tahun 2010 berkisar dari 21.3º C sampai dengan 36.2 º C, sedangkan curah hujan di daerah Kalimantan Timur sangat beragam menurut bulan dan letak stasiun pengamat. Adapun catatan curah hujan rata - rata tahun 2010 menurut stasiun dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21 Rata - rata suhu udara, kelembaban, tekanan udara, kecepatan angin dan curah hujan bulanan melalui stasiun Samarinda, Balikpapan, Tarakan, Tanjung Selor, Tanjung Redeb dan Nunukan tahun 2010 Stasiun Uraian Samarinda
Balikpapan
Tarakan
Suhu Udara (°C)
27.30
26.90
27.00
- Minimum
23.80
22.90
23.90
- Maksimum
32.90
33.70
30.60
2
Kelembaban Udara (%)
82.00
89.00
87.00
3
Tekanan Udara (mb)
1 011.30
1 010.00
1 010.80
4
Kecepatan Angin (Knot)
3.00
5.00
5.00
5
Curah Hujan (mm)
249.20
245.70
345.20
6
Penyinaran Matahari (mm)
39.00
44.00
43.00
Tanjung Redeb
Nunukan
1
Tabel 21 (Lanjutan) Stasiun Uraian Tanjung Selor Suhu Udara (°C)
27.10
26.70
27.10
- Minimum
23.90
23.40
22.70
- Maksimum
32.40
32.30
31.00
2
Kelembaban Udara (%)
84.00
87.00
85.00
3
Tekanan Udara (mb)
1 010.50
1 010.50
1 008.40
4
Kecepatan Angin (Knot)
4.00
5.00
3.00
5
Curah Hujan (mm)
294.80
188.40
259.80
6
Penyinaran Matahari (mm)
48.00
56.00
56.00
1
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Timur (2011)
V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengelompokan (Clustering) Kualitas Lingkungan Kota - Kota Sedang dan Kecil di Kalimantan Setiap kota sedang maupun kota kecil di Kalimantan pada dasarnya masing - masing memiliki karakteristik yang berbeda bila dilihat dari berbagai macam aspek yang dimiliki. Aspek - aspek tersebut dapat mencakup posisi kota tersebut berada, keadaan masyarakat yang menempati, infrastuktur berupa fasilitas umum yang dimiliki, sektor utama penggerak perekonomian yang ada, maupun kondisi lingkungan hidup setempat. Aspek - aspek tersebut dapat pula disebut sebagai penciri bagi suatu kota. Namun bila dilihat secara lebih teliti, bisa didapatkan dua atau lebih kota yang memiliki kemiripan dalam beberapa aspek. Kemiripan yang dimiliki oleh dua atau lebih kota tersebut dapat digunakan untuk mengelompokkan kota - kota yang memiliki karakteristik sama, atau lebih lanjut dapat digunakan untuk mengukur seberapa besar / kecil kemiripan antar kota kota yang berada pada satu kluster atau di luar kluster. Pengelompokan kota bila dilihat melalui sudut pandang makro, dapat mempermudah proses analisis maupun penyusunan kebijakan bagi kota - kota yang menjadi obyek tersebut. Kemiripan yang tinggi pada dua kota berbeda menunjukkan besarnya peluang hasil analisis pada suatu aspek yang dilakukan pada kota pertama akan memiliki kesamaan bila dilakukan pada kota kedua. Kesesuaian dalam penentuan kebijakan yang dilakukan pada kota pertama tentu juga dapat menggambarkan besarnya peluang sama terjadi pada kota kedua. Sementara untuk kota - kota yang tidak memiliki kemiripan dalam berbagai aspek perlu dilakukan analisis maupun penyusunan kebijakan yang berbeda pula. Keadaan di atas menunjukkan pentingnya dilakukan analisis yang dapat mengelompokkan kota - kota dengan karakteristik yang serupa. Aspek kondisi lingkungan dalam penelitian ini dipilih sebagai dasar dalam proses pengelompokan kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan. Kota - kota dengan kondisi kualitas lingkungan serupa digabungkan dalam kluster yang sama. Disamping itu, dilakukan pula perhitungan secara kuantitatif untuk mendapatkan tingkat kemiripan atau ketidakmiripan satu kota terhadap kota lainnya. Hasil analisis memberikan informasi ukuran tingkat kemiripan antar kota melalui pendekatan jarak. Jarak digunakan sebagai ukuran pembeda suatu kota terhadap kota lain baik di dalam atau di luar kluster. Semakin besar nilai jarak suatu kota semakin rendah kemiripan kota tersebut dengan kota lainnya, sebaliknya semakin kecil nilai jarak suatu kota semakin tinggi kemiripan kota tersebut dengan kota lainnya. Bentuk pengelompokan maupun jarak dalam analisis gerombol umumnya digambarkan dengan diagram berupa dendogram. Melalui analisis yang dilakukan pada 47 kota sedang dan kecil di Kalimantan, diambil 5 (lima) kategori kluster. Adapun pengelompokan tersebut didapatkan pada jarak ambang 203.88. Jarak ambang menunjukkan nilai maksimum pembeda kota - kota yang menjadi anggota dalam suatu kluster. Dendogram yang menggambarkan struktur dan jarak ambang pengelompokan kota sedang dan kecil di Kalimantan ditunjukkan pada Lampiran 2.
Dalam analisis gerombol, jarak digunakan untuk menggambarkan tingkat kemiripan kota - kota yang menjadi anggota masing - masing kluster secara umum, namun belum dapat menggambarkan tingkat kemiripan kota - kota secara rinci. Untuk memperoleh tingkat kemiripan kota - kota secara rinci, digunakan nilai tengah (means). Dalam analisis gerombol, nilai tengah variabel - variabel indikator kualitas lingkungan merupakan titik pusat atau centroid yang mewakili anggota kluster kota yang berada di dalamnya serta sebagai pembeda antara kluster satu dengan lainnya. Adapun nilai tengah untuk masing - masing variabel dapat dilihat pada Tabel 22. Variabel - variabel indikator kualitas lingkungan merupakan variabel variabel yang bersifat saling bebas atau memiliki dimensi yang saling berbeda satu sama lain, namun variabel - variabel tersebut memiliki rentang nilai yang sama yaitu 0 - 100. Oleh sebab itu dimungkinkan untuk mendapatkan gambaran umum tiap anggota kluster melalui perhitungan nilai rata - rata variabel - variabel tersebut tanpa melalui proses normalisasi. Melalui perhitungan nilai rata - rata variabel - variabel indikator kualitas lingkungan untuk kluster 1, 2, 3, 4 dan 5 didapatkan nilai masing - masing 67.22, 54.82, 43.91, 34.80 dan 18.69, atau dapat dituliskan :
x1 > x2 > x3 > x4 > x5 keterangan : x1 x2 x3 x4 x5
= = = = =
nilai rata - rata variabel - variabel indikator kota - kota anggota kluster 1 nilai rata - rata variabel - variabel indikator kota - kota anggota kluster 2 nilai rata - rata variabel - variabel indikator kota - kota anggota kluster 3 nilai rata - rata variabel - variabel indikator kota - kota anggota kluster 4 nilai rata - rata variabel - variabel indikator kota - kota anggota kluster 5
Kondisi ini menggambarkan bahwa secara umum kota - kota anggota kluster 1 memiliki kualitas lingkungan lebih baik dibandingkan dengan kota - kota anggota kluster 2, 3, 4 dan 5. Kota - kota anggota kluster 2 memiliki kualitas lingkungan lebih rendah dibandingkan dengan kota - kota anggota kluster 1, namun lebih baik dibandingkan dengan kota - kota anggota kluster 3, 4 dan 5. Kota - kota anggota kluster 3 memiliki kualitas lingkungan lebih rendah dibandingkan dengan kota - kota anggota kluster 1 dan 2, namun lebih baik dibandingkan dengan kota - kota anggota kluster 4 dan 5. Kota - kota anggota kluster 4 memiliki kualitas lingkungan lebih rendah dibandingkan dengan kota kota anggota kluster 1, 2 dan 3, namun lebih baik dibandingkan dengan kota kota anggota kluster 5. Karena itu secara berurutan untuk kluster 1, 2, 3, 4 dan 5 masing - masing dinotasikan sebagai kelompok kota dengan kategori “sangat baik”, “baik”, “cukup”, “buruk” dan “sangat buruk”. Distribusi nilai tengah yang menunjukkan perbandingan masing - masing kluster diilustrasikan pada Gambar 6. Kota - kota anggota kelompok kluster 1 dengan kategori “sangat baik”, kluster 2 dengan kategori “baik”, kluster 3 dengan kategori “cukup”, kluster 4 dengan kategori “buruk” dan kluster 5 dengan kategori “sangat buruk”, masing masing seperti pada Tabel 23, 24, 25, 26 dan 27.
Pembagian kluster kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan berdasarkan kategori “sangat baik”, “baik”, “cukup”, “buruk” dan “sangat buruk” secara spasial ditunjukkan pada Gambar 7. Tabel 22 Nilai tengah variabel - variabel indikator kualitas lingkungan pada tiap kluster kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2010
No
Variabel
Kluster 1 Kategori “Sangat Baik”
Kluster 2 Kategori “Baik”
Kluster 3 Kategori “Cukup”
Kluster 4 Kategori “Buruk”
Kluster 5 Kategori “Sangat Buruk”
1
Kebersihan Kawasan Permukiman
71.41
61.90
57.64
53.24
51.67
2
Sebaran Peneduh Kawasan Permukiman
67.69
62.31
59.09
55.49
45.94
3
Kebersihan Kawasan Pasar
67.57
53.45
52.79
34.11
30.83
4
Sebaran Peneduh Kawasan Pasar
55.90
33.04
27.58
19.28
18.96
5
Sebaran Peneduh Kawasan Taman Kota
74.17
67.74
70.26
59.39
0.00
6
Kebersihan Kawasan Taman Kota
75.74
72.86
67.16
48.59
0.00
7
Pengendalian Pencemaran TPA
64.35
40.90
2.63
3.03
0.00
8
Pengelolaan Sampah TPA
59.03
40.48
11.54
7.61
4.17
9
Penghijauan Kawasan TPA
69.17
60.71
46.49
32.42
16.67
67.22
54.82
43.91
34.80
18.69
Nilai rata - rata
80.00 70.00
Kluster 1 Kategori “Sangat Baik”
60.00
Nilai Indikator
50.00
Kluster 2 Kategori “Baik”
40.00 30.00
Kluster 3 Kategori “Cukup”
20.00 10.00
Kluster 4 Kategori “Buruk”
0.00
Kluster 5 Kategori “Sangat Buruk”
Variabel - variabel indikator kualitas lingkungan
Gambar 6 Grafik nilai tengah variabel - variabel indikator kualitas lingkungan pada tiap kluster kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2010
Gambar 7 Peta distribusi kluster berdasarkan kondisi lingkungan kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2010
Tabel 23 Kota - kota sedang dan kecil anggota kluster 1 di Kalimantan tahun 2010 dengan kategori “sangat baik” No 1 2 3 4 5 6
Kota Banjarbaru Barabai Pangkalan Bun Sampit Bontang Tarakan
Kabupaten / Kota Kota Banjarbaru Kab. Hulu Sungai Tengah Kab. Kotawaringin Barat Kab. Kotawaringin Timur Kota Bontang Kota Tarakan
Provinsi Kalimantan Selatan Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Timur Kalimantan Timur
Tabel 24 Kota - kota sedang dan kecil anggota kluster 2 di Kalimantan tahun 2010 dengan kategori “baik” No 1 2 3 4 5 6 7
Kota Ngabang Singkawang Sintang Amuntai Pelaihari Kuala Kapuas Tanah Grogot
Kabupaten / Kota Kab. Landak Kota Singkawang Kab. Sintang Kab. Hulu Sungai Utara Kab. Tanah Laut Kab. Kapuas Kab. Paser
Provinsi Kalimantan Barat Kalimantan Barat Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah Kalimantan Timur
Tabel 25 Kota - kota sedang dan kecil anggota kluster 3 di Kalimantan tahun 2010 dengan kategori “cukup” No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Kota Ketapang Mempawah Nanga Pinoh Putussibau Sanggau Sekadau Batulicin Martapura Paringin Tanjung Buntok Nanga Bulik Sukamara Malinau Nunukan Penajam Sangatta Tanjung Redeb Tanjung Selor
Kabupaten / Kota Kab. Ketapang Kab. Pontianak Kab. Melawi Kab. Kapuas Hulu Kab. Sanggau Kab. Sekadau Kab. Tanah Bumbu Kab. Banjar Kab. Balangan Kab. Tabalong Kab. Barito Selatan Kab. Lamandau Kab. Sukamara Kab. Malinau Kab. Nunukan Kab. Penajam Paser Utara Kab. Kutai Timur Kab. Berau Kab. Bulungan
Provinsi Kalimantan Barat Kalimantan Barat Kalimantan Barat Kalimantan Barat Kalimantan Barat Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Selatan Kalimantan Selatan Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Timur Kalimantan Timur Kalimantan Timur Kalimantan Timur Kalimantan Timur Kalimantan Timur
Tabel 26 Kota - kota sedang dan kecil anggota kluster 4 di Kalimantan tahun 2010 dengan kategori “buruk” No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Kota
Kabupaten / Kota
Bengkayang Sambas Kandangan Kotabaru Marabahan Rantau Kasongan Kuala Kurun Muara Teweh Pulang Pisau Tenggarong
Kab. Bengkayang Kab. Sambas Kab. Hulu Sungai Selatan Kab. Kotabaru Kab. Barito Kuala Kab. Tapin Kab. Katingan Kab. Gunung Mas Kab. Barito Utara Kab. Pulang Pisau Kab. Kutai Kartanegara
Provinsi Kalimantan Barat Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Selatan Kalimantan Selatan Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Timur
Tabel 27 Kota - kota sedang dan kecil anggota kluster 5 di Kalimantan tahun 2010 dengan kategori “sangat buruk” No
Kota
Kabupaten / Kota
1 2 3 4
Kuala Pembuang Puruk Cahu Tamiyang Layang Sendawar
Kab. Seruyan Kab. Murung Raya Kab. Barito Timur Kab. Kutai Barat
Provinsi Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Timur
Berdasarkan Tabel 23, 24, 25, 26 dan 27, diketahui persentase distribusi kota - kota sedang dan kecil pada masing - masing kluster. Hasil analisis menunjukkan terdapat 6 kota atau 12.77 % kota sedang dan kecil di Kalimantan termasuk dalam kluster 1 atau kategori “sangat baik”, 7 kota atau 14.89 % termasuk dalam kluster 2 atau kategori “baik”, proporsi terbesar sebanyak 19 kota atau 40.43 % kota termasuk kluster 3 atau kategori “cukup”, 11 kota atau 23.40 % termasuk dalam kluster 4 atau kategori “buruk” dan sisanya 4 kota atau 8.51 % kota termasuk kluster 5 atau kategori “sangat buruk”. Persentase distribusi kota kota sedang dan kecil dalam bentuk diagram pada masing - masing kluster tertera pada Gambar 8. 8.51%
12.77% 14.89%
23.40%
Kluster 1 Kluster 2 Kluster 3
40.43%
Kluster 4 Kluster 5
Gambar 8 Diagram persentase jumlah dan distribusi kota - kota sedang dan kecil pada masing - masing kelompok di Kalimantan tahun 2010
Wilayah Kalimantan terbagi atas 4 (empat) provinsi yaitu Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Jumlah kota - kota sedang dan kecil masing - masing provinsi di Kalimantan untuk kluster 1, 2, 3, 4 dan 5 ditunjukkan pada Gambar 9. 7 6
6
Jumlah Kota
6 5 4 4
4 Kluster 1
4 3
3
Kluster 2
3
3
Kluster 3 2 2
2
2
2
Kluster 4
2 1
1
1 1
Kluster 5
1 0
0
0
0 Kalimantan Barat
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Timur
Provinsi
Gambar 9 Diagram jumlah dan distribusi kota - kota sedang dan kecil pada masing - masing kelompok untuk tiap provinsi di Kalimantan tahun 2010 Pembagian kluster kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan untuk masing - masing provinsi berdasarkan kategori “sangat baik”, “baik”, “cukup”, “buruk” dan “sangat buruk” secara spasial ditunjukkan Gambar 10, 11, 12 dan 13. Berdasarkan distribusi kota - kota sedang dan kecil pada masing - masing kluster untuk Provinsi Kalimantan Barat pada Gambar 10, sebanyak 3 atau 27.27_% kota ada pada kategori “baik”, 6 atau 54.55 % kota ada pada kategori “sedang” dan selebihnya 2 atau 18.18 % kota ada pada kategori “buruk”. Tidak terdapat kota di Provinsi Kalimantan Barat yang berada pada kategori “sangat baik” atau “sangat buruk”. Persentase distribusi kota - kota sedang dan kecil tersebut dalam bentuk diagram pada masing - masing kluster tertera pada Gambar 14. Berdasarkan distribusi kota - kota sedang dan kecil pada masing - masing kluster untuk Provinsi Kalimantan Selatan pada Gambar 11, sebanyak 2 atau 16.67 % kota ada pada kategori “sangat baik”, 2 atau 16.67 % kota ada pada kategori “baik”, 4 atau 33.33 % kota ada pada kategori “sedang” dan selebihnya 4 atau 33.33 % kota ada pada kategori “buruk”. Tidak terdapat kota di Provinsi Kalimantan Selatan yang berada pada kategori “sangat buruk”. Persentase distribusi kota - kota sedang dan kecil tersebut dalam bentuk diagram pada masing - masing kluster tertera pada Gambar 15.
Gambar 10 Peta distribusi kluster berdasarkan kondisi lingkungan kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Barat tahun 2010
Gambar 11 Peta distribusi kluster berdasarkan kondisi lingkungan kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2010
Gambar 12 Peta distribusi kluster berdasarkan kondisi lingkungan kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2010
Gambar 13 Peta distribusi kluster berdasarkan kondisi lingkungan kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Timur tahun 2010
18.18% Kluster 1 27.27%
Kluster 2 Kluster 3
54.55%
Kluster 4 Kluster 5
Gambar 14 Diagram persentase jumlah dan distribusi kota - kota sedang dan kecil pada masing - masing kelompok di Provinsi Kalimantan Barat tahun 2010 16.67% Kluster 1 33.33%
Kluster 2
16.67%
Kluster 3 Kluster 4
33.33%
Kluster 5
Gambar 15 Diagram persentase jumlah dan distribusi kota - kota sedang dan kecil pada masing - masing kelompok di Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2010 Berdasarkan distribusi kota - kota sedang dan kecil pada masing - masing kluster untuk Provinsi Kalimantan Tengah pada Gambar 12, sebanyak 2 atau 15.38 % kota ada pada kategori “sangat baik”, 1 atau 7.69 % kota ada pada kategori “baik”, 3 atau 23.08 % kota ada pada kategori “sedang”, 4 atau 30.77 % kota ada pada kategori “buruk” dan selebihnya 3 atau 23.08 % kota ada pada kategori “sanat buruk”. Kondisi ini menunjukkan bahwa kota - kota yang berada di Provinsi Kalimantan Tengah mendominasi kluster 4 dan 5 atau kategori “buruk” dan “sangat buruk”. Persentase distribusi kota - kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Tengah dalam bentuk diagram pada masing - masing kluster tertera pada Gambar 16. 15.38% Kluster 1
23.08%
30.77%
7.69% 23.08%
Kluster 2 Kluster 3 Kluster 4 Kluster 5
Gambar 16 Diagram persentase jumlah dan distribusi kota - kota sedang dan kecil pada masing - masing kelompok di Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2010
Berdasarkan distribusi kota - kota sedang dan kecil pada masing - masing kluster untuk Provinsi Kalimantan Timur pada Gambar 13, sebanyak 2 atau 18.18 % kota ada pada kategori “sangat baik”, 1 atau 9.09 % kota ada pada kategori “baik”, 6 atau 54.55 % kota ada pada kategori “sedang”, 1 atau 9.09 % kota ada pada kategori “buruk” dan selebihnya 1 atau 9.09 % kota ada pada kategori “sangat buruk”. Kondisi ini menunjukkan kota - kota di Provinsi Kalimantan Timur dominan berada pada kluster 3 atau kategori “sedang”. Persentase distribusi kota - kota sedang dan kecil tersebut dalam bentuk diagram pada masing - masing kluster tertera pada Gambar 17. 9.09% 9.09%
18.18%
Kluster 1 9.09%
Kluster 2 Kluster 3
54.55%
Kluster 4 Kluster 5
Gambar 17 Diagram persentase jumlah dan distribusi kota - kota sedang dan kecil pada masing - masing kelompok di Provinsi Kalimantan Timur tahun 2010 Berdasarkan distribusi kota - kota sedang dan kecil pada masing - masing kluster pada Gambar 9, diketahui terdapat kemiripan distribusi jumlah kota pada Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur, yaitu terjadi kecenderungan kota - kota pada kedua provinsi tersebut berada pada kategori “sedang”. Selanjutnya untuk Provinsi Kalimantan Selatan terlihat kota - kota sedang dan kecil hanya berada pada kluster 1 hingga 4, tidak terdapat kota pada provinsi ini yang berada pada kluster 5 atau kategori “sangat buruk”. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa hampir seluruh kota sedang dan kecil di Kalimantan tidak didominasi oleh kota - kota dengan kategori “buruk” dan “sangat buruk”, kecuali kota - kota yang berada di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah. Kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Tengah cenderung menempati kluster 4 dan 5 yaitu sebanyak 7 kota atau 53.85 % kota ada pada kategori “buruk” dan “sangat buruk”. Keadaan ini menggambarkan adanya kecenderungan pengelolaan kebersihan dan tanaman peneduh kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Tengah masih lebih rendah dibandingkan dengan ketiga provinsi lainnya di Kalimantan. Kualitas lingkungan suatu wilayah perkotaan secara alami akan menurun sejalan dengan meningkatnya aktivitas masyarakat yang mendiami wilayah perkotaan tersebut. Kondisi serupa juga dialami oleh kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan Tengah. Untuk mengantisipasi penurunan kualitas lingkungan hidup wilayah perkotaan perlu dilakukan upaya - upaya pengendalian dampak lingkungan yang timbul akibat aktivitas masayarakat. Upaya - upaya pengendalian dampak tersebut dapat dilakukan melalui program dan kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten / kota, baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Semakin intensif pelaksanaan program dan kegiatan pengendalian yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten / kota semakin kecil dampak negatif yang terjadi pada lingkungan, sebaliknya semakin kurang intensif pelaksanaan program dan kegiatan pengendalian semakin besar pula dampaknya.
Tinggi atau rendahnya intensitas pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan di suatu wilayah berhubungan dengan kondisi ekonomi di suatu wilayah. Bentuk pendekatan yang umum digunakan untuk melihat kondisi ekonomi suatu wilayah adalah dengan melihat Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) wilayah tersebut. PDRB merupakan salah satu indikator untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu wilayah dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi pada suatu daerah. Dengan menggunakan pendekatan pengeluaran konsumsi pemerintah dalam PDRB, dapat diketahui kondisi ekonomi suatu wilayah. Kondisi ekonomi suatu wilayah dapat dianalogikan dengan tingkat pengeluaran pemerintah dalam pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan secara umum, termasuk didalamnya program dan kegiatan yang berhubungan dengan pengendalian kualitas lingkungan wilayah perkotaan. Oleh sebab itu, PDRB dapat digunakan sebagai perbandingan kondisi ekonomi antar wilayah. Kondisi ekonomi rata - rata kabupaten / kota pada masing - masing provinsi di Kalimantan berdasarkan perbandingan PDRB atas dasar harga berlaku menurut provinsi di Kalimantan tahun 2010 tertera pada Tabel 28 dan Gambar 18. Tabel 28 Perbandingan PDRB pengeluaran pemerintah atas dasar harga berlaku menurut provinsi di Kalimantan tahun 2010 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (Jutaan Rupiah)
Provinsi Kalimantan Barat
10 537 261.05
Kalimantan Selatan
12 141 099.72
Kalimantan Tengah
7 034 052.01
Kalimantan Timur
17 889 042.94
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Tengah (2011)
20 000 000 15 000 000 10 000 000 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (Jutaan Rupiah)
5 000 000 0 Kalimantan Barat
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Timur
Provinsi
Gambar 18 Perbandingan PDRB pengeluaran pemerintah atas dasar harga berlaku menurut provinsi di Kalimantan tahun 2010
Tabel 28 menunjukkan belanja pengeluaran Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah lebih rendah dibandingkan dengan provinsi lain di Kalimantan. Nilai yang lebih rendah tersebut juga menunjukkan nilai alokasi anggaran untuk program dan kegiatan pembangunan kawasan urban di Provinsi Kalimantan Tengah secara umum lebih rendah dibandingkan dengan kawasan urban provinsi lain di Kalimantan. Oleh sebab itu, rendahnya tingkat ekonomi wilayah Provinsi Kalimantan Tengah yang digambarkan oleh PDRB pengeluaran pemerintah provinsi ini, dapat menjadi penyebab kota - kota di Kalimantan Tengah mendominasi kluster 3 atau berada pada kategori “buruk”. 5.2 Analisis Pengaruh Variabel - Variabel Kualitas Lingkungan Kota Sedang dan Kecil di Kalimantan Kualitas lingkungan hidup suatu kota merupakan gambaran atau representasi dari kondisi fisik komponen - komponen makhluk hidup dan tidak hidup yang menjadi bagian lingkungan kota itu sendiri. Bila komponen komponen tersebut secara umum dalam kondisi baik maka kualitas lingkungan akan baik pula, sebaliknya bila komponen - komponen tersebut secara umum dalam kondisi tidak baik maka kualitas lingkungan kota atau kawasan tersebut bisa dikatakan buruk. Demikian pula dalam penelitian ini hasil analisis kualitas lingkungan suatu kota akan ditentukan oleh nilai dari komponen - komponen wilayah yang menjadi bagian dari kota tersebut. Nilai variabel - variabel untuk 47 kota sedang dan kecil Kalimantan pada tahun 2006, 2007, 2008, 2009 dan 2010 ditunjukkan pada Lampiran 1 lebih lanjut digunakan dalam analisis komponen utama (Principal Component Analysis / PCA). Adapun variabel - variabel indikator kualitas lingkungan yang ada, digunakan untuk mewakili nilai dari variabel - variabel dalam PCA. Analisis yang dilakukan tersebut mencakup variabel - variabel indikator kualitas lingkungan berupa nilai indeks pengelolaan kebersihan dan tutupan peneduh yang terdiri atas sub komponen lokasi permukiman, pasar tradisional, taman kota dan TPA. Dengan jumlah keseluruhan mencapai 9 (sembilan) variabel seperti yang telah disampaikan sebelumnya. Melalui hasil analisis PCA diperoleh 7 (tujuh) variabel baru yang mewakili variabel - variabel asal, yaitu Z1, Z2, Z3, Z4, Z5, Z6 dan Z7 ditunjukkan dalam Tabel 29. Tabel 29 Hasil perhitungan ragam dari analisis komponen utama Komponen Utama
Eigen value
Persentase Ragam (%)
Persentase Ragam Kumulatif (%)
Z1 Z2 Z3 Z4
5.7288 0.4152 0.2979 0.2024
81.84 5.93 4.26 2.89
81.84 87.77 92.03 94.92
Z5 Z6 Z7
0.1843 0.1033 0.0681
2.63 1.48 0.97
97.55 99.03 100.00
Masing - masing komponen utama memiliki eigen value yang menunjukkan nilai keragaman bagi variabel baru tersebut. Melalui PCA didapatkan pula nilai eigen vector yang mewakili koefisien untuk masing - masing
variabel asal, sehingga dapat digunakan dalam menyusun kombinasi linear dari komponen utama. Nilai eigen vector ditunjukkan secara langsung pada Lampiran 3. Nilai untuk tiap komponen yang dibentuk dihitung dengan melihat nilai koefisien untuk masing - masing variabel. Sebagai contoh untuk komponen Z1, kombinasi linear yang terbentuk sebagai berikut : Z1 = 0.48 X1 + 0.42 X2 + 0.50 X3 + 0.49 X4 + 0.54 X5 + 0.55 X6 + 0. 52 X7 + 0.52 X8 + 0.50 X9 keterangan : X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9
= = = = = = = = =
Variabel kualitas kebersihan kawasan permukiman Variabel sebaran dan tutupan tajuk peneduh kawasan permukiman Variabel kualitas kebersihan kawasan pasar tradisional Variabel sebaran dan tutupan tajuk peneduh kawasan pasar tradisional Variabel sebaran dan tutupan tajuk peneduh kawasan taman kota Variabel kualitas kebersihan kawasan taman kota Variabel pengendalian pencemaran TPA Variabel kualitas pengelolaan sampah TPA Variabel kualitas penghijauan TPA
Untuk komponen Z2 kombinasi linear yang terbentuk sebagai berikut : Z2 = 0.33 X1 - 0.31 X2 - 0.46 X3 - 0.15 X4 + 0.36 X5 + 0.39 X6 - 0. 16 X7 + 0.25 X8 - 0.22 X9 Selanjutnya cara serupa dapat digunakan untuk mendapatkan nilai komponen utama lainnya (Z3, Z4, Z5, Z6 dan Z7). Berdasarkan Tabel 29 terlihat bahwa hanya komponen Z1 yang memiliki eigen value lebih besar dari 1, yaitu 5.7288. Komponen pertama ini (Z1) dapat menjelaskan 81.84 % keragaman data. Komponen kedua (Z2) memiliki eigen value 0.4152 dan dapat menjelaskan 5.93 % keragaman. Bersama dengan komponen pertama (Z1), keduanya merepresentasikan 87.77 % dari keragaman total seperti terlihat dalam nilai persentase ragam kumulatif. Begitupula selanjutnya Z1, Z2, Z3, Z4, Z5, Z6 hingga Z7 dapat merepresentasikan 100 % keragaman total. Penentuan jumlah komponen yang akan digunakan sangat subjektif. Dalam studi ini, jika digunakan komponen Z1 dan Z2 dapat merepresentasikan 87.77 % keragaman total. Namun jika dilihat dengan kriteria nilai eigen value lebih besar dari 1, hanya dengan menggunakan komponen pertama (Z1) telah cukup menunjukkan struktur data. Oleh sebab itu komponen - komponen lainnya yang memiliki proporsi keragaman kecil bisa dianggap tidak penting. Komponen utama pertama (Z1) merupakan satu - satunya komponen yang memiliki eigen value ≥ 1. Berdasarkan data koefisien Z1 pada Tabel 29 diketahui nilai koefisien tertinggi ditunjukkan oleh variabel kualitas kebersihan kawasan taman kota dan variabel sebaran dan tutupan tajuk taman kota yang masing masing nilainya 0.5522 dan 0.5407. Nilai koefisien Z1 terendah ditunjukkan variabel sebaran dan tutupan tajuk peneduh kawasan permukiman dan variabel kualitas kebersihan kawasan permukiman yang masing - masing nilainya 0.4205 dan 0.4756. Kondisi ini menunjukkan variabel - variabel yang berasal dari
komponen lokasi taman kota memiliki pengaruh paling besar dalam menentukan nilai indeks kualitas lingkungan, sedangkan komponen lokasi permukiman memiliki pengaruh paling kecil terhadap nilai komponen Z1. Kondisi di atas menggambarkan kawasan taman kota memiliki pengaruh paling besar dibandingkan dengan kawasan - kawasan lain dalam menentukan nilai indeks kualitas lingkungan. Taman kota sebagai daerah penyangga perlu lebih diperhatikan untuk meningkatkan kualitas lingkungan wilayah urban kota kecil dan sedang di Kalimantan. Melalui proses PCA juga dapat diketahui besar pengaruh satu variabel terhadap variabel lainnya, sehingga diperoleh bobot atau nilai perbandingan suatu indikator terhadap indikator lainnya. Besarnya pengaruh atau bobot untuk masing - masing variabel asal tertera pada Tabel 30 dan persentase bobot masing - masing tertera pada Gambar 19. Berdasarkan Tabel 30 diketahui nilai bobot tertinggi ditunjukkan oleh variabel kualitas kebersihan kawasan taman kota dan variabel sebaran dan tutupan peneduh taman kota yang masing - masing nilainya 0.1371 dan 0.1332. Nilai terendah ditunjukkan variabel sebaran dan tutupan tajuk peneduh kawasan permukiman yang masing - masing nilainya 0.0852 dan 0.0855. Tabel 30 Nilai bobot variabel - variabel komponen kualitas lingkungan kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2006 - 2010 No
Variabel - variabel komponen kualitas lingkungan kota
Nilai Bobot
1
Kebersihan Kawasan Permukiman
0.0855
2
Sebaran Peneduh Kawasan Permukiman
0.0852
3
Kebersihan Kawasan Pasar
0.1175
4
Sebaran Peneduh Kawasan Pasar
0.0901
5
Sebaran Peneduh Kawasan Taman Kota
0.1332
6
Kebersihan Kawasan Taman Kota
0.1371
7
Pengendalian Pencemaran TPA
0.1295
8
Pengelolaan Sampah TPA
0.1301
9
Penghijauan Kawasan TPA
0.0919
Jumlah
1.0000
Nilai bobot yang didapatkan dari factor loading menunjukkan variabel variabel yang berasal dari sub indikator lokasi taman kota memiliki pengaruh paling besar dalam menentukan nilai indeks kualitas lingkungan, sedangkan sub indikator lokasi permukiman memiliki pengaruh paling kecil terhadap nilai indeks kualitas lingkungan yang akan diperoleh. Berdasarkan nilai bobot variabel variabel komponen kualitas lingkungan tersebut didapatkan indeks kualitas lingkungan hidup kota seperti tertera pada Lampiran 4. Adapun kategori kualitas lingkungan hidup kota berdasarkan nilai indeks tahun 2010 tertera pada Tabel 31. Dengan menggunakan sebaran distribusi normal, nilai indeks kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan dibagi menjadi 5 (lima) kategori seperti pada Gambar 20. Melalui pembagian kategori menggunakan sebaran distribusi normal, diperoleh selang nilai sebagai berikut :
a. b. c. d. e.
13.43 - 25.16 Sangat Rendah > 25.16 - 36.89 Rendah > 36.89 - 48.63 Sedang > 48.63 - 60.36 Tinggi > 60.36 - 72.09 Sangat Tinggi 9.19%
Kebersihan Kawasan Permukiman
8.55% 8.52%
13.01%
Sebaran Peneduh Kawasan Permukiman Kebersihan Kawasan Pasar
11.75%
Sebaran Peneduh Kawasan Pasar
9.01%
Sebaran Peneduh Kawasan Taman Kota
12.95% 13.71%
13.32%
Kebersihan Kawasan Taman Kota Pengendalian Pencemaran TPA Pengelolaan Sampah TPA Penghijauan Kawasan TPA
Gambar 19 Persentase nilai bobot variabel - variabel komponen kualitas lingkungan kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2006 - 2010
Gambar 20 Kurva distribusi normal selang nilai indeks kualitas lingkungan dan jumlah kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2010 untuk tiap kategori Pembagian nilai indeks kualitas lingkungan kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan berdasarkan kategori “sangat tinggi”, “tinggi”, “sedang”, “rendah” dan “sangat rendah” secara spasial ditunjukkan pada Gambar 21.
Tabel 31 Kategori kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan berdasarkan nilai indeks tahun 2010 No
Nama Kota
Nilai Indeks
Kategori Nilai Indeks
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47
Bontang Pangkalan Bun Barabai Banjarbaru Sampit Tarakan Kuala Kapuas Amuntai Singkawang Sintang Ngabang Tanah Grogot Pelaihari Tanjung Redeb Batulicin Paringin Martapura Sukamara Ketapang Nanga Bulik Tanjung Selor Sekadau Mempawah Kandangan Buntok Tanjung Penajam Malinau Sanggau Nunukan Nanga Pinoh Tenggarong Sangatta Putussibau Rantau Sambas Marabahan Bengkayang Kotabaru Muara Teweh Kasongan Pulang Pisau Kuala Kurun Sendawar Puruk Cahu Tamiyang Layang Kuala Pembuang
72.09 69.16 69.14 66.45 64.83 63.17 58.82 58.81 56.13 55.89 53.66 51.17 50.57 50.20 48.64 46.78 46.74 46.01 45.46 45.11 44.30 43.22 42.87 41.68 41.56 41.48 41.45 41.41 41.05 40.85 40.83 40.22 37.81 37.42 36.11 35.67 34.41 33.17 32.63 31.12 30.30 29.27 28.95 18.40 16.18 14.92 13.43
Sangat Tinggi Sangat Tinggi Sangat Tinggi Sangat Tinggi Sangat Tinggi Sangat Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Sangat Rendah Sangat Rendah Sangat Rendah Sangat Rendah
Gambar 21 Peta distribusi nilai indeks kualitas lingkungan kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2010
Berdasarkan Tabel 31 diketahui terdapat 6 atau 12.77 % kota dengan kategori nilai indeks kualitas lingkungan “sangat tinggi”, 9 atau 19.15 % kota dengan kategori “tinggi”, 19 atau 40.43 % kota dengan kategori “sedang” 9 atau 19.15 % kota dengan kategori “rendah” dan 4 atau 8.51 % kota dengan kategori “sangat rendah”. Adapun secara rata - rata nilai indeks kualitas lingkungan 47 (empat puluh tujuh) kota di Kalimantan mencapai 43.61 atau pada kategori “sedang”. Persentase distribusi kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan dalam bentuk diagram pada masing - masing kategori nilai indeks kualitas lingkungan kota tertera pada Gambar 22. 8.51%
12.77% Sangat Tinggi
19.15%
19.15%
Tinggi Sedang
40.43%
Rendah Sangat Rendah
Gambar 22 Persentase kota sedang dan kecil di Kalimantan berdasarkan kategori nilai indeks kualitas lingkungan tahun 2010 Secara rinci pembagian nilai indeks kualitas lingkungan kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan untuk masing - masing provinsi berdasarkan kategori “sangat tinggi”, “tinggi”, “sedang”, “rendah” dan “sangat rendah” secara spasial ditunjukkan pada Gambar 23, 24, 25 dan 26. Berdasarkan distribusi nilai indeks kualitas lingkungan kota - kota sedang dan kecil untuk Provinsi Kalimantan Barat pada Gambar 23, diketahui terdapat 3 atau 27.27 % kota ada pada kategori “tinggi”, 6 atau 54.55 % kota ada pada kategori “sedang” dan 2 atau 18.18 % kota ada pada kategori “rendah”. Persentase distribusi kota - kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Barat dalam bentuk diagram pada masing - masing kategori nilai indeks kualitas lingkungan kota tertera pada Gambar 27. Untuk wilayah Provinsi Kalimantan Barat, tidak dijumpai kota yang memiliki nilai indeks kualitas lingkungan pada kategori “sangat tinggi” dan “sangat rendah”. Secara rata - rata nilai indeks kualitas lingkungan kota - kota di Kalimantan Barat adalah 44.12. Kota Singkawang dengan nilai sebesar 56.13 merupakan kota dengan nilai indeks terbesar di Provinsi Kalimantan Barat, sementara Kota Bengkayang di Kabupaten Bengkayang dengan nilai 33.17 merupakan kota dengan nilai indeks terrendah di provinsi tersebut. Dengan mengambil acuan nilai rata - rata indeks kualitas lingkungan kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan yang nilainya tidak terpaut jauh berbeda yaitu 43.61, Provinsi Kalimantan Barat cenderung di dominasi kota - kota dengan kategori indeks kualitas lingkungan pada kategori “sedang”.
Gambar 23 Peta distribusi nilai indeks kualitas lingkungan kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Barat tahun 2010
Gambar 24 Peta distribusi nilai indeks kualitas lingkungan kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2010
Gambar 25 Peta distribusi nilai indeks kualitas lingkungan kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2010
Gambar 26 Peta distribusi nilai indeks kualitas lingkungan kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Timur tahun 2010
18.18% 27.27%
Sangat Tinggi Tinggi Sedang
54.55%
Rendah Sangat Rendah
Gambar 27 Persentase kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Barat berdasarkan kategori nilai indeks kualitas lingkungan tahun 2010 Pada wilayah Provinsi Kalimantan Selatan, berdasarkan Gambar 24, diketahui terdapat 2 atau 16.67 % kota ada pada kategori “sangat tinggi”, 3 atau 25.00 % kota ada pada kategori “tinggi”, 4 atau 33.33 % kota ada pada kategori “sedang” dan 3 atau 25.00 % kota ada pada kategori “rendah”. Persentase distribusi kota - kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Selatan dalam bentuk diagram pada masing - masing kategori nilai indeks kualitas lingkungan kota tertera pada Gambar 28. Untuk wilayah Provinsi Kalimantan Selatan, tidak dijumpai kota yang memiliki nilai indeks kualitas lingkungan pada kategori “sangat rendah”. Kota Barabai di Kabupaten Hulu Sungai Tengah dengan nilai sebesar 69.14 merupakan kota dengan nilai indeks terbesar di Provinsi Kalimantan Selatan, sementara Kota Kotabaru di Kabupaten Kotabaru dengan nilai 32.62 merupakan kota dengan nilai indeks terrendah di provinsi tersebut. Nilai rata - rata indeks kualitas lingkungan kota sedang dan kecil di Kalimantan Selatan mencapai angka 47.79. Nilai tersebut menunjukkan kecenderungan kota kota di Kalimantan Selatan di dominasi kota - kota dengan kategori “sedang”, “tinggi” dan “sangat tinggi”. 16.67% Sangat Tinggi 25.00%
Tinggi 25.00%
33.33%
Sedang Rendah Sangat Rendah
Gambar 28 Persentase kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Selatan berdasarkan kategori nilai indeks kualitas lingkungan tahun 2010 Pada wilayah Provinsi Kalimantan Tengah, berdasarkan Gambar 25, diketahui terdapat 2 atau 15.38 % kota ada pada kategori “sangat tinggi”, 1 atau 7.69 % kota ada pada kategori “tinggi”, 3 atau 23.08 % kota ada pada kategori “sedang”, 4 atau 30.77 % kota ada pada kategori “rendah” dan 3 atau 23.08 % kota ada pada kategori “sangat rendah”. Persentase distribusi kota - kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Tengah dalam bentuk diagram pada masing masing kategori nilai indeks kualitas lingkungan kota tertera pada Gambar 29. Kota Pangkalan Bun di Kabupaten Kotawaringin Barat dengan nilai sebesar 69.61 merupakan kota dengan nilai indeks terbesar di Provinsi Kalimantan Tengah, sementara Kota Kuala Pembuang di Kabupaten Seruyan dengan nilai 13.43
merupakan kota dengan nilai indeks terrendah di provinsi tersebut. Secara rata rata nilai indeks kualitas lingkungan kota - kota di Kalimantan Tengah sebesar 37.67 berada di bawah rata - rata nilai indeks di Kalimantan. Kondisi ini menggambarkan terjadinya pengumpulan kota - kota dengan kategori nilai indeks “rendah” dan “sangat rendah” di Provinsi Kalimantan Tengah. 15.38% Sangat Tinggi
23.08%
30.77%
7.69% 23.08%
Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah
Gambar 29 Persentase kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Tengah berdasarkan kategori nilai indeks kualitas lingkungan tahun 2010 Pada wilayah Provinsi Kalimantan Timur, berdasarkan Gambar 26, diketahui terdapat 2 atau 18.18 % kota ada pada kategori “sangat tinggi”, 2 atau 18.18 % kota ada pada kategori “tinggi”, 6 atau 54.55 % kota ada pada kategori “sedang”, dan 1 atau 9.09 % kota ada pada kategori “sangat rendah”. Persentase distribusi kota - kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Timur dalam bentuk diagram pada masing - masing kategori nilai indeks kualitas lingkungan kota tertera pada Gambar 30. Untuk wilayah Provinsi Kalimantan Timur, tidak dijumpai kota yang memiliki nilai indeks kualitas lingkungan pada kategori “rendah”. Kota Bontang dengan nilai sebesar 72.09 merupakan kota dengan nilai indeks terbesar di Provinsi Kalimantan Timur, sementara Kota Sendawar di Kabupaten Kutai Barat dengan nilai 32.62 merupakan kota dengan nilai indeks terrendah di provinsi tersebut. Nilai rata - rata indeks kualitas lingkungan kota sedang dan kecil di Kalimantan Timur mencapai angka 45.55. Nilai tersebut menunjukkan kecenderungan kota - kota di Kalimantan Timur di dominasi kota kota dengan kategori “sedang”, “tinggi” dan “sangat tinggi”. 9.09%
18.18% Sangat Tinggi Tinggi 18.18%
54.55%
Sedang Rendah Sangat Rendah
Gambar 30 Persentase kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Timur berdasarkan kategori nilai indeks kualitas lingkungan tahun 2010 Untuk dapat menggambarkan kondisi kota - kota di Kalimantan yang dikelompokkan berdasarkan penetapan wilayah administratif, diambil nilai rata rata untuk masing - masing provinsi di Kalimantan. Perubahan nilai indeks kualitas lingkungan rata - rata kota pada masing - masing provinsi sepanjang tahun 2006 hingga 2010 terlihat pada Tabel 32 dan Gambar 31.
Berdasarkan Tabel 32 terlihat kota - kota sedang dan kecil yang berada di wilayah Kalimantan Selatan pada rentang waktu tahun 2006 hingga 2010 rata rata telah mencapai nilai indeks kualitas lingkungan pada kategori “sedang”, sementara kota - kota sedang dan kecil yang berada di wilayah provinsi lain masih berada pada kategori “rendah”. Kondisi ini memberikan gambaran kota - kota di wilayah Kalimantan Selatan secara umum memiliki kualitas lingkungan yang lebih baik dibandingkan dengan kota - kota wilayah provinsi lain di Kalimantan. Tabel 32 Nilai rata - rata indeks kualitas lingkungan kota sedang dan kecil tiap provinsi di Kalimantan tahun 2006 - 2010 Nilai Tahun
Provinsi
2007
2008
2009
2010
Kalimantan Barat
26.72
32.69
35.14
40.24
44.12
Kalimantan Selatan
37.87
46.50
49.57
45.47
47.79
Kalimantan Tengah
29.49
33.13
29.56
32.04
37.67
Kalimantan Timur
31.48
33.00
34.56
37.59
45.55
Kalimantan
31.45
36.41
37.14
38.69
43.61
Nilai Indeks Kualitas Lingkungan
2006
50 40 30
Kalimantan Barat Kalimantan Selatan
20
Kalimantan Tengah Kalimantan Timur
10 0 2006
2007
2008
2009
2010
Tahun
Gambar 31 Grafik nilai indeks kualitas lingkungan rata - rata kota per provinsi di Kalimantan tahun 2006 - 2010 Gambar 31 menunjukkan grafik rata - rata indeks kualitas lingkungan di Kalimantan tahun 2006 - 2010. Secara umum berdasarkan grafik pada Gambar 31. diketahui bahwa kecenderungan rata - rata indeks kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan mengalami kenaikan. Kecenderungan tahun 2006 hingga 2009 menunjukkan rata - rata indeks kualitas lingkungan hidup berada pada kategori “rendah”, sedangkan pada tahun 2010 indeks berada pada kategori “sedang”. Keadaan ini merupakan gambaran bahwa melalui pengamatan variabel - variabel kondisi kebersihan dan sebaran tajuk peneduh pada komponen komponen lokasi permukiman, pusat perekonomian, area penyangga dan TPA
pada kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan telah terjadi peningkatan meskipun nilainya tidak terlampau besar. Adapun rata - rata nilai indeks kualitas lingkungan di Kalimantan tahun 2006 - 2010 tertera pada Gambar 32.
Nilai Indeks Kualitas Lingkungan
60 50 40 30 20 10 0 2006
2007
2008
2009
2010
Tahun
Gambar 32 Grafik rata - rata nilai indeks kualitas lingkungan kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2006 - 2010 Secara umum pembagian kawasan kota menurut pemanfaatannya terbagi atas empat jenis : kawasan permukiman, kawasan komersial (meliputi tempat kegiatan perdagangan, industri atau jasa), kawasan penyangga (umumnya berupa hutan dan taman kota) serta kawasan yang memiliki peruntukan khusus diluar ketiga kawasan lainnya. Bila melihat suatu kota sebagai suatu kesatuan, aktivitas masyarakat yang mendiami kota tersebut secara umum tidak terlepas dari kawasan - kawasan tersebut. Kawasan - kawasan tersebut memiliki fungsi yang berbeda beda sesuai dengan peruntukannya masing - masing. Namun meskipun tiap kawasan memiliki fungsi yang berbeda tiap kawasan tersebut saling terkait satu dengan yang lainnya, yakni dalam mendukung aktivitas masyarakat yang ada di dalamnya. Bentuk gabungan dari kawasan - kawasan tersebut umum kita kenal sebagai kota atau daerah urban, sedangkan aktivitas masyarakat yang ada didalamnya merupakan bentuk - bentuk kegiatan yang memiliki peran dalam pemenuhan kebutuhan sosial dan ekonomi masyarakat di dalamnya. Dalam penelitian ini, komponen - komponen lokasi yang dipilih sebagai sampel obyek penelitian merupakan daerah - daerah yang menjadi representasi kawasan - kawasan tersebut. Daerah - daerah perumahan merepresentasikan kawasan permukiman pada masing - masing kota sedang dan kecil di Kalimantan. Pasar tradisional sebagai pusat aktivitas ekonomi masyarakat menggambarkan kondisi kawasan komersial suatu kota. Daerah yang ditetapkan sebagai taman kota oleh pemerintah kabupaten / kota merupakan perwakilan kawasan penyangga. TPA merupakan kawasan diluar kawasan permukiman, kawasan komersial dan kawasan penyangga yang berfungsi mendukung kegiatan masyarakat kota. TPA hingga kini secara umum masih menjadi tumpuan akhir
pengelolaan sampah kota, sehingga TPA juga dianggap sebagai salah satu kawasan yang dapat mewakili kondisi lingkungan suatu kota. Kawasan permukiman atau daerah hunian suatu kota merupakan kawasan yang diperuntukkan bagi masyarakat yang umumnya digunakan sebagai tempat kegiatan yang lebih terkait pemenuhan kebutuhan primer tiap individu disamping juga sebagai tempat interaksi sosial antara sesama anggota masyarakat didalamnya. Meskipun tidak didominasi kegiatan yang bersifat pemenuhan kebutuhan ekonomi, aktivitas yang dilakukan masyarakat didalamnya juga memberikan tambahan beban pada lingkungan berupa air tinja (black water) maupun sampah padat sisa kegiatan masyarakat didalamnya. Nilai bobot yang diperoleh untuk variabel sebaran dan tutupan tajuk peneduh kawasan permukiman dan variabel kualitas kebersihan kawasan permukiman yang masing - masing nilainya 8.52 % dan 8.55 % yang merupakan nilai terendah dibandingkan dengan variabel - variabel komponen kualitas lingkungan pada kawasan lain. Nilai ini menunjukkan bahwa kegiatan masyarakat pada kawasan ini memberikan dampak terendah pada kualitas lingkungan kota sedang dan kecil di Kalimantan. Kegiatan perekonomian kota sedang dan kecil di Kalimantan umumnya tidak lebih kompleks dibandingkan dengan kegiatan jual - beli barang dan jasa di kota besar. Ragam komoditi yang ditawarkan tentu lebih sedikit dan mencirikan sektor primer pada masing - masing daerah rural di sekelilingnya. Aktivitas perekonomian pada kota sedang dan kecil masih di dominasi kegiatan jual - beli pada kawasan pasar tradisional. Kawasan pasar tradisional yang dipilih sebagai kawasan yang menggambarkan pusat aktivitas perekonomian masyarakat kota memiliki nilai bobot variabel sebaran dan tutupan tajuk peneduh kawasan pasar tradisional dan variabel kualitas kebersihan kawasan pasar tradisional yang masing - masing nilainya 9.01 % dan 11.75 %. Nilai ini menunjukkan bahwa kegiatan masyarakat pada kawasan ini tidak memberikan dampak terbesar pada kualitas lingkungan kota. Kawasan taman kota dipilih untuk mewakili daerah yang ditetapkan sebagai daerah penyangga suatu kota. Meskipun pada kota sedang dan kecil di Kalimantan daerah ini tidak banyak dilakukan aktivitas ekonomi masyarakat. Aktivitas yang umumnya berupa kegiatan sosial pada daerah ini juga menimbulkan beban pada lingkungan terutama dari segi produksi limbah padat berupa sampah sisa kegiatan masyarakat. Studi yang berkaitan tentang peran taman kota sebagai RTH suatu kota dilakukan oleh Nasution et al. (2012) pada Lapangan Merdeka, Medan di Sumatera Utara. Hasil studi menunjukkan pentingnya keberadaan Lapangan Merdeka sebagai kawasan penyangga dan sarana peningkatan kualitas lingkungan dan taraf hidup masyarakat kota Medan. Nilai bobot tertinggi juga ditunjukkan oleh variabel kebersihan kawasan taman kota dan variabel persentase tutupan tajuk peneduh taman kota yang masing masing nilainya 13.71 % dan 13.32 % yang menunjukkan kawasan taman kota memiliki peran tertinggi dalam penentuan kualitas lingkungan kota. Kawasan TPA memiliki peran penting dalam mewakili kondisi lingkungan suatu kota, TPA merupakan tujuan akhir limbah padat sisa hasil kegiatan domestik dan aktivitas pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat kota. TPA menjadi kawasan tempat pemusatan limbah padat yang terproduksi pada kawasan urban. Pada satu sisi, TPA memberikan solusi masalah pencemaran yang terjadi
pada kawasan urban, disisi lain dapat menimbulkan pencemaran dalam skala besar pada kawasan TPA dan lingkungan disekelilingnya. Untuk dapat mencegah pencemaran serta mengurangi dampak yang mungkin timbul, perlu dilakukan upaya - upaya pengelolaan limbah padat di TPA. Upaya - upaya tersebut melingkupi penyediaan sarana pengendalian pencemaran serta kegiatan pengelolaan limbah padat sisa hasil kegiatan masyarakat kota di TPA. Semakin baik upaya yang dilakukan dalam pemenuhan kebutuhan sarana pengendalian pencemaran dan kegiatan pengelolaan limbah padat di TPA semakin kecil pancemaran yang timbul dan semakin kecil dampak lingkungan dapat terjadi. Karena perannya pada hilir pengelolaan limbah padat sisa kegiatan masyarakat, TPA pada umumnya menjadi tumpuan pengelolaan sampah bagi suatu kota, sehingga baik atau tidaknya pengelolaan kawasan TPA dapat mencirikan kualitas pengelolaan kota secara umum (Yhdego 1995; Bhuiyan 2010). Serupa dengan kota - kota lainnya, pengelolaan sampah kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan juga bertumpu pada TPA yang menjadi hilir proses tersebut. Kawasan TPA memiliki luasan yang cukup besar dan biasanya bergantung pada tingginya produksi limbah padat suatu kota. Akibat besarnya luasan tempat kegiatan pembuangan sampah tersebut, maka dampak lingkungan yang berupa pencemaran media tanah dan badan air akibat kegiatan ini juga cukup tinggi (Rao dan Shantaram 1995). Berdasarkan nilai bobot variabel pengendalian pencemaran TPA, pengelolaan sampah TPA dan variabel kualitas kualitas penghijauan TPA yang masing - masing nilainya 12.95 %, 13.01 % dan 9.19 %. Nilai ini menunjukkan bahwa kegiatan pada kawasan hilir pengelolaan limbah padat ini memberikan dampak cukup besar pada kualitas lingkungan kota. 5.3 Perbandingan Pengelompokkan Kota - Kota Berdasarkan Hasil Analisis Gerombol dan Kategori Nilai Indeks Kualitas Lingkungan Pengelompokan kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan didapatkan melalui dua metode yang berbeda, yaitu melalui analisis gerombol dan melalui pembagian kategori nilai indeks kualitas lingkungan berdasarkan sebaran distribusi normal yang didapatkan dari analisis komponen utama. Perbandingan jumlah anggota kelompok pada tiap kategori berdasarkan hasil analisis gerombol dan pembagian kategori kota berdasarkan nilai indeks kualitas lingkungan terlihat pada Tabel 33. Tabel 33 Perbandingan jumlah anggota kelompok kota sedang dan kecil di Kalimantan pada tiap kategori berdasarkan hasil analisis gerombol dan kategori nilai indeks kualitas lingkungan tahun 2010 No
Kluster Kota
Jumlah Kota
Kategori Nilai Indeks Lingkungan Hidup Kota
Jumlah Kota
1
Kluster 1 kategori "Sangat Baik"
6
12.77 %
Kategori nilai "Sangat Tinggi"
6
12.77 %
2
Kluster 2 kategori "Baik"
7
14.89 %
Kategori nilai "Tinggi"
9
19.15 %
3
Kluster 3 kategori "Cukup"
19
40.43 %
Kategori nilai "Sedang"
19
40.43 %
4
Kluster 4 kategori "Buruk"
11
23.40 %
Kategori nilai "Rendah"
9
19.15 %
5
Kluster 5 kategori "Sangat Buruk"
4
8.51 %
Kategori nilai "Sangat Rendah"
4
8.51 %
Perbandingan kategori berdasarkan hasil analisis gerombol dan kategori nilai indeks kualitas lingkungan dilakukan berdasarkan urutan tingkatan kategori tertinggi hingga terendah. Kluster 1 dengan kategori “sangat baik” dalam analisis gerombol dibandingkan dengan kategori nilai indeks “sangat tinggi”. Kluster 2 dengan kategori “baik” dibandingkan dengan kategori nilai indeks “tinggi”. Kluster 3 dengan kategori “cukup” dibandingkan dengan kategori nilai indeks “sedang”. Kluster 4 dengan kategori “buruk” dibandingkan dengan kategori nilai indeks “rendah”. Kluster 5 dengan kategori “sangat buruk” dibandingkan dengan kategori nilai indeks “sangat rendah”. Berdasarkan Tabel 33, didapatkan kemiripan dalam jumlah anggota masing - masing kluster. Kluster 1, 3 dan 5 memiliki jumlah anggota yang sama dengan masing - masing kategori nilai indeks “sangat tinggi”, “sedang” dan “sangat rendah”. Perbedaan terjadi pada Kluster 2 dan 4 yang masing - masing beranggotakan 7 dan 11 kota, sedangkan dalam kategori nilai indeks “tinggi” dan “rendah” keduanya beranggotakan 9 kota. Melalui kedua analisis yang digunakan juga didapatkan kemiripan keanggotaan kota - kota dalam suatu kelompok. Berdasarkan Tabel 23, 27 dan 31, diketahui seluruh anggota pada kluster 1 merupakan kota - kota dengan kategori nilai indeks “sangat tinggi” serta seluruh anggota pada kluster 5 merupakan kota kota dengan kategori nilai indeks “sangat rendah”. Berdasarkan Tabel 24, 25, 26 dan 31 diketahui terdapat sedikit perbedaan keanggotaan kluster 2, 3, 4 dengan kategori nilai indeks “tinggi”, “sedang” dan “rendah”. Perbedaan ditunjukkan oleh Kota Batulicin dan Tanjung Redeb anggota kluster 2 yang memiliki kategori nilai indeks “tinggi” serta Kota Kandangan dan Tenggarong anggota kluster 4 yang memiliki kategori nilai indeks “sedang”. Disamping keempat kota tersebut tidak terdapat perbedaan, kota - kota lain yang berada pada kluster 2, 3 dan 4 termasuk dalam masing - masing kategori nilai indeks “tinggi”, “sedang” dan “rendah”. Berdasarkan perbandingan dari analisis gerombol dengan pembagian kategori kota berdasarkan nilai indeks kualitas lingkungan yang dilakukan pada 47 kota sedang dan kecil di Kalimantan didapatkan sebanyak 43 atau 91.49 % kota berada pada kategori yang sama atau setara, sedangkan 4 kota lainnya terpaut satu kategori dibawah atau diatas dari hasil kedua metode analisis yang digunakan. Kondisi ini menggambarkan bahwa kedua jenis metode analisis data tersebut dapat digunakan untuk tujuan serupa. Meskipun demikian, terdapat perbedaaan pada masing - masing metode tersebut yaitu : Pengelompokan hasil analisis gerombol : a. Proses lebih sederhana b. Tidak dapat secara langsung diketahui peringkat individu, namun didapatkan kedekatan “jarak” antar individu c. Hasil yang diperoleh menjelaskan kondisi umum obyek analisis Pengelompokan berdasarkan kategori nilai indeks kualitas lingkungan : a. Proses lebih kompleks (harus melalui beberapa tahapan) b. Diketahui peringkat individu c. Hasil yang diperoleh menjelaskan kondisi individu masing - masing obyek analisis
Dalam penyusunan kebijakan pada skala kawasan, pengelompokan kota dapat memberikan informasi kluster yang ada pada suatu wilayah. Upaya pengelompokan yang dilakukan merupakan bentuk penyederhanaan masalah, dimana kebijakan serupa yang diberlakukan pada kota - kota yang berada pada kelompok yang sama, diharapkan memberikan hasil yang tidak jauh berbeda. Sebaliknya untuk kota - kota yang berada dalam kelompok yang tidak sama, harus diberlakukan kebijakan yang sesuai dengan perbedaan kondisi kota - kota tersebut. Pengelompokan kota yang dilakukan dengan menggunakan analisis gerombol maupun yang dilakukan berdasarkan kategori nilai indeks kualitas lingkungan dapat membantu penyusunan kebijakan untuk kota - kota yang berada pada satu kelompok maupun kota - kota pada kelompok yang berlainan. Dua hal yang membedakan antar keduanya adalah tingkat kecepatan dan tingkat kedetailan informasi yang diperoleh dari masing - masing metode analisis. Pengelompokan hasil analisis gerombol dapat dipilih bila perlu dilakukan pengelompokan secara cepat tanpa harus melihat secara detail masing - masing kota yang menjadi obyek analisis. Sebaliknya pengelompokan berdasarkan kategori nilai indeks lebih sesuai bila faktor waktu pengolahan data tidak menjadi kendala, dan tingkat kedetailan informasi masing - masing kota menjadi tujuan analisis. 5.4 Analisis Pengaruh Alokasi Anggaran Kegiatan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Kebersihan terhadap Nilai Indeks Kualitas Lingkungan Kota - Kota Sedang dan Kecil di Kalimantan Kualitas lingkungan suatu wilayah bergantung pada tinggi rendahnya tingkat pencemaran media tanah, air dan udara serta daya tampung dan daya dukung yang dimiliki oleh wilayah tersebut. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam mengelola lingkungan diasumsikan mampu menekan penurunan kualitas lingkungan yang terjadi, sehingga dilakukan juga analisis pada besarnya alokasi anggaran yang telah dikeluarkan terkait dengan pengelolaan lingkungan dan kebersihan kota. Analisis data panel dilakukan untuk melihat hubungan perubahan nilai indeks kualitas lingkungan kota terhadap alokasi anggaran satuan kerja daerah yang berkaitan langsung dengan pengelolaan lingkungan hidup kota tersebut. Sehubungan dengan keterbatasan data yang dimiliki, analisis hanya mencakup peubah alokasi anggaran kegiatan pengelolaan lingkungan hidup dan alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan pada 37 (tiga puluh tujuh) kota sedang dan kecil di Kalimantan seperti ditunjukkan pada Lampiran 5. Dalam analisis tersebut, nilai indeks kualitas lingkungan (IKL) merupakan peubah respon, sedangkan persentase anggaran kegiatan pengelolaan lingkungan hidup (LH) dan persentase anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan (KBR) merupakan peubah bebas. Dalam analisis data panel yang dilakukan pada rentang tahun 2006 hingga 2010, tahapan analisis didahului dengan uji korelasi antar peubah bebas seperti ditujukkan pada Lampiran 6. Nilai korelasi antar peubah bebas menunjukkan angka lebih kecil dari 0.8. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak terjadi multikolinearitas antar peubah bebas (LH dan KBR). Analisis dilanjutkan dengan Likelihood ratio test dan Hausman - test yang menunjukkan bahwa model fixed effects merupakan model yang paling sesuai untuk menjelaskan hubungan -
hubungan antar peubah dalam penelitian ini. Hasil Likelihood ratio test dan Hausman - test ditunjukkan pada Lampiran 7 dan 8. Model fixed effects memungkinkan adanya intercept yang tidak konstan. Nilai intercept dimungkinkan untuk berubah untuk obyek sampel berbeda. Dengan kata lain model ini melihat perbedaan antar obyek sampel yang tercermin dari perubahan intercept (Nachrowi dan Usman 2006). Hasil analisis data panel tertera pada Lampiran 9, sedangkan nilai intercept spesifik untuk masing - masing obyek sampel tertera pada Lampiran 10. Berdasarkan nilai koefisien yang diperoleh dari Lampiran 9, didapatkan persamaan yang menggambarkan hubungan variabel respon IKL dengan variabel bebas LH, KBR dan PDT sebagai berikut : IKL = 19.15 + Cfixed effects + 337.94 LH + 467.37 KBR - 0.022 PDT keterangan : IKL LH KBR PDT Cfixed effects
= = = = =
Nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota Persentase APBD kegiatan pengelolaan lingkungan hidup Persentase APBD kegiatan pengelolaan kebersihan kota Kepadatan penduduk kota Intercept kota i
Berdasarkan hasil analisis data panel terdapat nilai R - squared sebesar 0.8982 yang artinya sebanyak 89.82 % peubah respon dapat dijelaskan peubah bebas, sisanya sebesar 10.18 % dijelaskan oleh faktor lain diluar model (tidak dapat dijelaskan oleh model). Hasil uji statistik F dan uji statistik t menunjukkan peubah bebas LH tidak berpengaruh signifikan terhadap peubah respon IKL pada taraf nyata 5 %, sedangkan peubah KBR berpengaruh signifikan terhadap peubah respon IKL pada taraf nyata 5 %. Dengan kata lain besarnya alokasi anggaran kegiatan pengelolaan lingkungan hidup kabupaten / kota tidak nyata berpengaruh positif pada nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota, akan tetapi alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan kabupaten / kota nyata berpengaruh positif pada nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota. Adapun pembahasan untuk peubah kepadatan penduduk (PDT) disampaikan pada bagian selanjutnya. Anggaran kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang digunakan dalam analisis data panel merupakan APBD kabupaten / kota yang dialokasikan pada satuan kerja instansi pengelolaan lingkungan yang umumnya berbentuk badan atau kantor lingkungan hidup di suatu kabupaten / kota. Selanjutnya anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan merupakan APBD kabupaten / kota yang dialokasikan pada satuan kerja pengelolaan sampah yang umumnya berbentuk dinas kebersihan. Berdasarkan klasifikasi cakupan wilayah kerja terdapat perbedaan instansi pengelola lingkungan hidup dengan instansi pengelola kebersihan di kabupaten / kota. Secara umum wilayah kerja instansi pengelola lingkungan hidup memiliki cakupan wilayah sasaran yang cukup luas, yakni melingkupi seluruh wilayah urban dan melingkupi seluruh wilayah kabupaten / kota tempat lembaga tersebut berada. Akan tetapi wilayah kerja instansi pengelolaan kebersihan lebih difokuskan pada daerah perkotaan atau urban di kabupaten / kota tersebut.
Berdasarkan klasifikasi tugas pokok juga terdapat perbedaan instansi pengelola lingkungan hidup dengan instansi pengelola kebersihan di kabupaten / kota. Secara umum tugas pokok instansi pengelola lingkungan hidup merupakan kegiatan yang bersifat administratif seperti koordinasi antar satuan kerja daerah, pengawasan lingkungan serta sosialisasi kegiatan dan program pada masyarakat, sedangkan tugas pokok instansi pengelola kebersihan lebih bersifat teknis, yaitu pengelolaan kebersihan kota. Kegiatan instansi pengelola kebersihan kota yang bersifat teknis dan hanya melingkupi wilayah urban, sehingga alokasi APBD yang diperuntukkan bagi instansi tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan - kegiatan pengelolaan sampah di wilayah perkotaan. Kondisi tersebut dapat menjelaskan besarnya alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan kabupaten / kota nyata berpengaruh pada nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota. Akan tetapi alokasi anggaran kegiatan pengelolaan lingkungan hidup kabupaten / kota tidak nyata berpengaruh karena alokasi APBD yang diperuntukkan bagi instansi pengelola lingkungan hidup tidak hanya berhubungan dengan kegiatan - kegiatan pengelolaan lingkungan hidup wilayah perkotaan, tetapi juga pada luar wilayah perkotaan meliputi kawasan lindung, kawasan budi daya dan kawasan pedesaan. Berdasarkan analisis data panel diketahui bahwa nilai indeks kualitas lingkungan (IKL) akan naik sebesar 1 satuan bila terjadi peningkatan alokasi ଵ anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan (KBR) sebanyak satuan atau naik ସ.ଷ sebesar 0.21 % dari APBD total dengan asumsi peubah lain bernilai konstan. Bentuk hubungan antara peubah respon dan peubah bebas ini menunjukkan kondisi kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan secara umum. Berdasarkan Lampiran 5, diketahui kota - kota dengan persentase alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan rendah, memiliki nilai indeks kualitas lingkungan hidup pada kategori “rendah” atau “sangat rendah”. Sebaliknya, kota - kota dengan persentase alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan tinggi, juga memiliki nilai indeks kualitas lingkungan hidup pada kategori “tinggi” atau “sangat tinggi”. Peubah indeks kualitas lingkungan kota (IKL) memiliki hubungan yang bersifat linear dan nyata positif dengan persentase alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan (KBR), sehingga secara spasial distribusi tinggi atau rendahnya persentase alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan dapat digambarkan pula dengan peta distribusi nilai indeks kualitas lingkungan kota kota sedang dan kecil di Kalimantan seperti tertera pada Gambar 21. Diperoleh kecenderungan pengelompokan kota - kota dengan nilai indeks kualitas lingkungan kategori “sangat rendah” dan “rendah" di Provinsi Kalimantan Tengah, kecuali Kota Pangkalan Bun, Sampit, Kuala Kapuas dan Buntok. Sebanyak 3 atau 23.08 % kota memiliki nilai indeks kategori “sangat rendah” dan 4 atau 30.77 % kota memiliki nilai indeks kategori “rendah” dari total 13 kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Tengah. Kota - kota dengan kategori “sangat rendah” atau “rendah” tersebut rata - rata memiliki persentase alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan yang lebih rendah dibandingkan dengan kota - kota sedang dan kecil lainnya di Kalimantan. Persentase alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan kota rata - rata di Provinsi Kalimantan Tengah adalah sebesar 0.58 %, sedangkan persentase rata -
rata untuk kota - kota sedang dan kecil lain di Provinsi Kalimantan Barat, Selatan dan Timur masing - masing sebesar 0.62 %, 1.11 % dan 0.96 %. Diketahui terdapat hanya 1 atau 2.94 % kota dengan kategori “sangat rendah” dan 5 atau 14.71 % kota dengan kategori “rendah” dari total 34 kota sedang dan kecil yang terdapat pada ketiga provinsi tersebut. Sebanyak 28 atau 82.35 % kota lainnya memiliki nilai indeks kualitas lingkungan hidup pada kategori "sedang", "tinggi" hingga "sangat tinggi". Kondisi ini memperlihatkan kecenderungan kota - kota dengan alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan yang lebih rendah memiliki nilai indeks pada kategori “sangat rendah” atau “rendah”. Hal tersebut juga menunjukkan adanya hubungan positif antara persentase alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan dengan nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota. Pertumbuhan kawasan perkotaan akan diimbangi dengan meningkatnya produksi sampah kota. Yhdego (1995) menyatakan peningkatan produksi limbah padat seperti sampah yang tidak diimbangi kemampuan pemerintah setempat dalam pengelolaan sampah tersebut akan menyebabkan jumlah sampah yang tidak terkelola di kawasan perkotaan. Sampah yang tidak terkelola tersebut dapat menimbulkan pencemaran media tanah disamping juga menjadi sumber penyebaran penyakit. Pencemaran media tanah secara luas dapat menurunkan kualitas lingkungan hidup kota. Peningkatan jumlah anggaran yang sesuai dengan kebutuhan untuk kegiatan pengangkutan sampah dari sumber ke landfill maupun untuk kegiatan pengolahan sampah di landfill merupakan salah satu solusi pemasalahan tersebut. Peningkatan kapasitas kelembagaan yang bertanggungjawab atas pengelolaan sampah perkotaan harus dilakukan sejalan dengan pertambahan penduduk yang terjadi pada kota. Peningkatan kapasitas tersebut meliputi penambahan jangkauan luas pelayanan armada pengangkutan sampah, volume sampah yang dapat diangkut ke landfill sampah hingga teknologi pengelolaan akhir sampah di landfill. Peningkatan kapasitas tersebut harus dilakukan melalui pemenuhan kebutuhan sumber daya manusia serta anggaran yang memadai (Bhuiyan 2010). Peubah indeks kualitas lingkungan kota (IKL) memiliki hubungan yang tidak nyata positif terhadap persentase alokasi anggaran kegiatan pengelolaan lingkungan hidup (LH). Adapun luas wilayah kerja lembaga pengelola lingkungan hidup yang tidak hanya pada wilayah urban tetapi juga di luar wilayah urban merupakan faktor yang menyebabkan perubahan alokasi anggaran lembaga pengelola lingkungan hidup tidak dapat menjelaskan perubahan kualitas lingkungan hidup kota. Hubungan linear dan nyata mungkin dapat diperoleh bila informasi besarnya porsi alokasi anggaran kegiatan pengelolaan lingkungan hidup kawasan urban untuk tiap - tiap kota sedang dan kecil di Kalimantan diketahui. Duggan (2012) menyatakan bahwa pertumbuhan kawasan perkotaan, akan disertai peningkatan kebutuhan lahan. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa pertambahan jumlah penduduk kota menyebabkan berkurangnya kawasan RTH yang berfungsi sebagai kawasan penyangga kota. Pertumbuhan kota tanpa diimbangi pengelolaan kawasan RTH yang baik dapat mengancam keberlanjutan kota itu sendiri, sehingga perlu dilakukan pengendalian dalam pemanfatan lahan serta kegiatan penanaman dan pemeliharaan pepohonan pada kawasan RTH kota.
Alokasi anggaran pengelolaan lingkungan hidup yang proporsional dibutuhkan untuk menjaga keberimbangan luas kawasan penyangga terhadap area penggunaan lain di perkotaan. Bentuk pemanfaatan alokasi anggaran lingkungan hidup untuk pengelolaan kawasan RTH dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan penanaman dan pemeliharan tanaman peneduh serta perluasan kawasan RTH untuk mengimbangi tingginya pemanfaatan lahan yang terjadi. Nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan yang digunakan pada analisis data panel merupakan nilai yang mewakili indikator pengelolaan kebersihan dan tutupan peneduh pada lokasi lokasi permukiman, pasar, taman kota dan TPA. Masing - masing indikator tersebut memiliki pengaruh berbeda pada nilai indeks kualitas lingkungan hidup. Besarnya pengaruh masing - masing indikator tersebut tertera pada bobot variabel - variabel ditunjukkan pada Tabel 30. Bobot tertinggi ditunjukkan oleh variabel yang mewakili lokasi taman kota, yaitu variabel kualitas kebersihan kawasan taman kota dan variabel sebaran dan tutupan peneduh taman kota yang masing masing besarnya 13.71 % dan 13.32 % dari bobot total indeks kualitas lingkungan hidup. Selanjutnya variabel yang mewakili lokasi TPA, yaitu variabel pengendalian pencemaran TPA, variabel kualitas pengelolaan sampah TPA dan variabel kualitas penghijauan TPA masing - masing besarnya 13.01 %, 12.95 % dan 9.19 %. Variabel yang mewakili lokasi pasar, yaitu variabel kualitas kebersihan pasar serta variabel sebaran dan tutupan tajuk peneduh kawasan pasar yang masing - masing besarnya 11.75 % dan 9.01 %. Bobot terendah ditunjukkan variabel yang mewakili lokasi permukiman, yaitu variabel kualitas kebersihan permukiman serta variabel sebaran dan tutupan tajuk peneduh kawasan permukiman yang masing - masing besarnya 8.55 % dan 8.52 %. Oleh sebab itu secara umum dapat dikemukakan bahwa kawasan publik atau kawasan yang berkaitan langsung dengan pelayanan masyarakat seperti taman kota, TPA dan pasar memiliki bobot lebih besar dibandingkan kawasan privat seperti permukiman. Berdasarkan hasil analisis data panel, diketahui bahwa peningkatan alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan secara nyata berpengaruh positif terhadap nilai indeks kualitas lingkungan hidup suatu kota. Berdasarkan penentuan nilai indeks kualitas lingkungan diketahui bahwa variabel - variabel yang mewakili kawasan publik memiliki bobot lebih besar dibandingkan variabel - variabel yang mewakili kawasan privat. Oleh sebab itu, peningkatan nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota dapat dicapai melalui pendekatan peningkatan anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan yang berhubungan dengan pelayanan kawasan publik seperti kawasan taman kota dan pasar serta penyediaan sarana dan prasarana utama dan pendukung di TPA. Semakin tinggi upaya penanggulangan pencemaran dilakukan pada suatu kota, semakin rendah pencemaran yang terjadi, dan semakin tinggi kualitas lingkungan hidup kota tersebut. Sebaliknya, semakin rendah upaya penanggulangan pencemaran yang dilakukan pada suatu kota, semakin tinggi pencemaran yang terjadi, dan semakin rendah kualitas lingkungan hidup kota tersebut. Upaya - upaya penanggulangan pencemaran pada suatu kota berhubungan dengan jenis limbah utama yang terproduksi pada kota tersebut. Untuk kota - kota pada kategori sedang dan kecil di Kalimantan, limbah padat berupa sampah merupakan limbah yang dominan terproduksi akibat aktivitas
masyarakat. Oleh sebab itu, penanganan sampah merupakan bentuk pengendalian pencemaran yang paling efisien dalam menjaga kualitas lingkungan hidup kota. Tinggi atau rendahnya upaya pengendalian sampah pada suatu kota berkaitan dengan alokasi anggaran pada kegiatan pengelolaan kebersihan. Anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan berkaitan langsung dengan penyediaan sarana dan prasarana pengelolaan sampah suatu kota, sehingga semakin tinggi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan semakin proporsional ketersediaan sarana dan prasarana pengelolaan sampah terhadap kepadatan penduduk kota tersebut. Sebaliknya semakin rendah anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan suatu kota, menyebabkan kurang berimbangnya sarana dan parasarana pengelolaan sampah terhadap kepadatan penduduk kota tersebut. Berdasarkan data tahun 2010 pada Lampiran 5, diketahui bahwa kota kota sedang di Kalimantan seperti Kota Bontang, Banjarbaru, Tarakan dan Singkawang memiliki alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan pada kisaran 2.18 - 3.23 %, sedangkan secara rata - rata kota - kota kecil di Kalimantan memiliki alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan 0.64 %. Perbedaan besarnya alokasi anggaran antara kota sedang dan kecil menggambarkan perbedaan kemampuan dalam penyediaan sarana dan prasarana pengelolaan sampah di masing - masing kota. Kota - kota pada kategori sedang umumnya mampu menyediakan sarana dan prasarana pengelolaan kebersihan secara berimbang dengan kepadatan penduduk kota tersebut, disisi lain kota - kota kecil pada umumnya belum dapat menyedikan sarana dan prasarana pengelolaan kebersihan secara berimbang dengan tingkat kebutuhan. Oleh karena itu, terdapat kecenderungan rata - rata kota sedang memiliki nilai indeks kualitas lingkungan tinggi, sedangkan rata - rata kota kecil memiliki nilai yang lebih rendah. 5.5 Analisis Pengaruh Kepadatan Penduduk terhadap Nilai Indeks Kualitas Lingkungan Kota - Kota Sedang dan Kecil di Kalimantan Jumlah penduduk pada suatu wilayah perkotaan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat kualitas lingkungan kota tersebut. Pertambahan penduduk menyebabkan meningkatnya tekanan yang terjadi pada lingkungan hidup kota. Bentuk tekanan yang terjadi pada umumnya berupa penurunan kualitas lingkungan kota akibat meningkatnya pencemaran pada media tanah maupun air. Analisis data panel dilakukan untuk melihat hubungan perubahan nilai indeks kualitas lingkungan kota terhadap kepadatan penduduk. Analisis data panel dilakukan dengan mengasumsikan nilai indeks kualitas lingkungan (IKL) sebagai peubah respon, sedangkan kepadatan penduduk (PDK) sebagai peubah bebas untuk rentang tahun 2006 hingga 2010. Adapun analisis data panel dilakukan bersamaan dengan peubah bebas (LH) dan (KBR) sebelumnya sebagai berikut : IKL = 19.15 + Cfixed effects + 337.94 LH + 467.37 KBR - 0.022 PDT keterangan : IKL LH KBR PDT Cfixed effects
= = = = =
Nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota Persentase APBD kegiatan pengelolaan lingkungan hidup Persentase APBD kegiatan pengelolaan kebersihan kota Kepadatan penduduk kota Intercept kota i
Hasil uji statistik F dan uji statistik t menunjukkan peubah bebas PDK berpengaruh nyata terhadap peubah respon IKL pada taraf nyata 5 %. Dengan kata lain kepadatan penduduk kota nyata berpengaruh negatif pada nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota seperti ditunjukkan pada Lampiran 9. Berdasarkan analisis data panel diketahui bahwa nilai indeks kualitas lingkungan (IKL) akan turun sebesar 1 satuan bila terjadi peningkatan kepadatan penduduk kota (PDK) ଵ sebanyak .ଶଶ satuan atau setara dengan 4.5 jiwa / km2 dengan asumsi peubah lain bernilai konstan. Hubungan ini menggambarkan hubungan negatif antara nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota (IKL) dengan kepadatan penduduk kota (PDK). Hubungan antara peubah respon dan peubah bebas bila dilihat pada masing - masing individu kota sebagai data time series, menunjukkan bahwa peningkatan kepadatan penduduk pada suatu wilayah kota (urban) yang terjadi sejalan dengan pertambahan waktu menyebabkan penurunan nilai indeks kualitas lingkungan kota dengan menganggap faktor lain yang berpengaruh tidak berubah. Sebaliknya, penurunan kepadatan penduduk akan berpengaruh pada peningkatan nilai indeks kualitas lingkungan kota. Hubungan antara peubah respon dan peubah bebas bila dilihat pada seluruh individu kota sebagai data cross section, dapat menunjukkan perbandingan antara kota satu dengan kota lainnya pada suatu waktu tertentu. Hubungan menunjukkan kecenderungan kota - kota dengan kepadatan penduduk lebih tinggi memiliki nilai indeks kualitas lingkungan hidup yang lebih rendah. Sebaliknya, kota - kota dengan kepadatan penduduk lebih rendah, cenderung memiliki nilai indeks kualitas lingkungan hidup yang lebih tinggi. Min et al. (2011) menyatakan bahwa pertambahan jumlah penduduk mendorong tingginya pemanfaatan lahan suatu kawasan kota. Tingginya pemanfaatan lahan yang disertai berkurangnya kawasan RTH menyebabkan menurunnya jumlah / luasan kawasan penyangga yang ada. RTH pada suatu kawasan kota memiliki peran dalam menjaga keberlangsungan kota itu sendiri, sehingga penurunan luasan maupun kualitas RTH kota menyebabkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan kawasan kota tersebut. Lim (2012) menyatakan bahwa pertambahan jumlah penduduk pada suatu kota mendorong bertambahnya produksi limbah kota tersebut. Limbah padat berupa sampah merupakan bentuk limbah yang timbul akibat aktivitas yang dilakukan oleh penduduk. Produksi sampah tanpa disertai upaya penanganan yang tepat menyebabkan pencemaran media lingkungan dan menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan hidup kota. Meskipun hubungan nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota terhadap kepadatan penduduk bersifat negatif, kota - kota sedang di Kalimantan seperti Kota Bontang, Banjarbaru, Tarakan dan Singkawang memiliki nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota pada kategori “tinggi” atau “sangat tinggi”. Kota kota sedang seperti terlihat pada Lampiran 5 secara umum memiliki kepadatan penduduk lebih tinggi dibandingkan dengan kota kecil. Oleh sebab itu, potensi pencemaran lingkungan akibat kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat juga lebih tinggi. Berkaitan dengan potensi pencemaran lingkungan yang terjadi, timbulan sampah yang terjadi pada kota - kota sedang umumnya lebih besar
dibandingkan dengan kota - kota kecil, sehingga secara alami kota - kota sedang akan memiliki kualitas lingkungan hidup yang lebih rendah dibandingkan kota kota kecil. Meskipun demikian, kualitas lingkungan hidup suatu kota disamping ditentukan oleh potensi pencemaran akibat kepadatan penduduk, juga ditentukan dengan tingginya upaya yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten / kota dalam menanggulangi potensi pencemaran yang terjadi. Semakin tinggi upaya penanggulangan pencemaran yang dilakukan, semakin rendah pencemaran yang terjadi, sebaliknya semakin rendah upaya penanggulangan pencemaran yang dilakukan, semakin tinggi pencemaran yang terjadi. Berdasarkan Lampiran 5 juga ditunjukkan bahwa meskipun kota - kota sedang memiliki kepadatan penduduk tinggi dibandingkan kota - kota kecil, kota - kota sedang secara rata - rata memiliki anggaran pengelolaan kebersihan dan lingkungan lebih besar dibanding kota - kota kecil, sehingga kota - kota sedang mampu menyediakan sarana dan prasarana pengelolaan kebersihan dan lingkungan secara berimbang dengan kepadatan penduduk kota tersebut, disisi lain kota - kota kecil pada umumnya belum dapat menyedikan sarana dan prasarana pengelolaan kebersihan dan lingkungan secara berimbang dengan kepadatan penduduk. Keberimbangan jumlah sarana dan prasarana tersebut menunjukkan tinggi atau rendahnya upaya penanggulangan pencemaran yang dilakukan. Kota - kota sedang telah mampu melakukan upaya penanggulangan pencemaran secara baik, sedangkan upaya yang dilakukan kota - kota kecil secara umum masih lebih rendah. Oleh karena itu, terdapat kecenderungan tingginya nilai indeks kualitas lingkungan kota - kota sedang disebabkan tingginya upaya pengelolaan kebersihan dan lingkungan kota yang digambarkan dengan alokasi anggaran pengelolaan kebersihan dan lingkungan kota, akan tetapi nilai indeks kualitas lingkungan kota - kota kecil lebih ditentukan faktor alami yaitu kepadatan penduduk. 5.6 Arahan Peningkatan Nilai Indeks Kualitas Lingkungan Kota Perbaikan kualitas lingkungan suatu kota merupakan harapan bagi pemerintah maupun masyarakat yang mendiami kota tersebut. Akan tetapi perbaikan kualitas lingkungan kota memerlukan upaya - upaya yang tidak mudah, karena secara alami kepadatan penduduk akan terus meningkat dan diiringi bertambahnya potensi pencemaran lingkungan. Adapun isu - isu perbaikan kualitas lingkungan yang umum dihadapi oleh kota - kota saat ini diantaranya ketersediaan RTH, sarana transportasi ramah lingkungan, masalah limbah padat, pencemaran udara dan pengelolaan sumber daya air. Konsep kota ramah lingkungan merupakan bentuk solusi umum yang paling sering dipilih dalam menjawab isu - isu tersebut. Program “kota hijau” merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah pusat dalam mewujudkan kota berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini memiliki beberapa keterkaitan dengan program “kota hijau”. Keterkaitan antara keduanya meliputi aspek pengelolaan kebersihan dan keteduhan kota, serta perencanaan yang dilakukan dalam meningkatkan kualitas lingkungan hidup kawasan perkotaan.
Analisis pengelolaan kebersihan kota berkaitan dengan konsep green waste. Analisis pengelolaan sebaran tanaman peneduh kota berkaitan dengan konsep green open space. Selanjutnya analisis distribusi kualitas lingkungan hidup kota kota di Kalimantan dan analisis hubungan kualitas kota dengan alokasi anggaran pemerintah kabupaten / kota serta kepadatan penduduk dapat digunakan dalam menyusun arahan peningkatan kualitas lingkungan hidup kota. Adapun informasi - informasi yang didapatkan dari hasil analisis dapat menjadi bahan pertimbangan dalam perencanaan besarnya alokasi anggaran, perencanaan kota dalam menghadapi peningkatan kepadatan penduduk, penentuan kota - kota yang ditetapkan sebagai lokasi percontohan serta penentuan kota - kota yang ditetapkan sebagai lokasi sasaran peningkatan kualitas lingkungan. Dalam skala lokal wilayah perkotaan, pelaksanaan konsep green waste dalam program “kota hijau” difokuskan pada perbaikan pengelolaan limbah padat kota. Pengelolaan limbah padat secara umum terbagi atas tiga tahapan : (1) pengumpulan sampah di sumber tempat limbah padat diproduksi, (2) distribusi sampah dari sumber ke TPA dan (3) pengolahan sampah di TPA. Analisis pengelolaan kebersihan kota yang dilakukan dalam penelitian ini berkaitan dengan informasi kebersihan pada kawasan publik seperti pasar dan taman kota, informasi kebersihan pada kawasan privat seperti permukiman serta informasi pengelolaan sampah di TPA. Dalam strategi peningkatan kualitas kebersihan kota dibutuhkan kesesuaian alokasi anggaran untuk tahapan - tahapan pengelolaan limbah padat kota baik pada hulu, saat distribusi maupun atau hilir pengelolaan sampah. Pelaksaaan konsep green open space difokuskan pada strategi menuju penyediaan RTH kawasan perkotaan sebesar 30 %. Langkah - langkah yang diambil dalam penyediaan RTH kawasan perkotaan hingga 30 % meliputi : (1) penentuan daerah yang tidak boleh dibangun / dipreservasi, (2) perluasan / menambah lahan RTH baru, (3) mengembangkan koridor hijau kota, (4) mengakuisisi RTH privat, (5) meningkatkan kualitas RTH kota, (6) menghijaukan bangunan, (7) menyusun kebijakan hijau melalui legalisasi peraturan daerah terkait penetapan dan perlindungan kawasan RTH kota serta (8) meningkatkan peran serta masyarakat / partisipasi publik. Analisis pengelolaan sebaran tanaman peneduh kota yang dilakukan dalam penelitian ini berkaitan dengan informasi RTH pada kawasan publik seperti pasar dan taman kota, informasi RTH pada kawasan privat seperti permukiman serta informasi RTH pada kawasan khusus seperti TPA. Informasi tersebut merupakan bagian dari perencanaan peningkatan kualitas RTH kota. Perbaikan kualitas lingkungan merupakan upaya peningkatan kualitas lingkungan suatu wilayah dari satu tingkat ke tingkat yang lebih tinggi. Peningkatan kualitas lingkungan dilakukan melalui perbaikan indikator - indikator suatu wilayah itu sendiri. Perbaikan salah satu atau beberapa indikator tersebut akan berpengaruh pada perbaikan kualitas lingkungan wilayah tersebut secara keseluruhan. Dalam penelitian ini kualitas lingkungan kota diukur berdasarkan indikator kualitas lingkungan berupa pengelolaan kebersihan dan sebaran tutupan peneduh pada lokasi - lokasi permukiman, pasar tradisional, taman kota dan TPA.
Oleh sebab itu, perbaikan indikator kualitas lingkungan pada salah satu atau beberapa lokasi tersebut akan berpengaruh pada perbaikan kualitas lingkungan kota secara keseluruhan. Besarnya pengaruh perbaikan kualitas lingkungan kota dipengaruhi intensitas pembenahan yang dilakukan pada indikator pengelolaan kebersihan dan sebaran tutupan peneduh pada kota tersebut. Semakin tinggi upaya peningkatan yang dilakukan, semakin besar pengaruh perbaikan kualitas lingkungan yang didapatkan. Sebaliknya, semakin rendah upaya peningkatan yang dilakukan, akan semakin rendah pula pengaruhnya. Sejalan dengan pertambahan penduduk dan meningkatnya aktivitas masyarakat kota sedang dan kecil di Kalimantan, terjadi peningkatan tekanan pada lingkungan kota - kota tersebut. Oleh sebab itu, secara alami pertambahan penduduk yang tidak disertai upaya - upaya pengelolaan lingkungan yang baik akan menimbulkan penurunan kualitas lingkungan hidup kota. Jadi dalam meningkatkan atau mempertahankan kualitas lingkungan kota perlu dilakukan upaya - upaya tertentu sebagai antisipasi peningkatan tekanan lingkungan akibat pertumbuhan penduduk. Kondisi pengelolaan kebersihan dan keteduhan kota sedang dan kecil di Kalimantan berdasarkan variabel - variabel indikator kualitas lingkungan untuk tiap kategori nilai indeks, ditunjukkan pada Tabel 34 dan Gambar 33. Tabel 34 Nilai rata - rata variabel - variabel indikator kualitas lingkungan kota kota sedang dan kecil di Kalimantan untuk tiap kategori nilai indeks tahun 2010 Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
Kebersihan Kawasan Permukiman
71.41
60.88
57.64
52.35
51.67
2
Sebaran Peneduh Kawasan Permukiman
67.69
61.67
58.95
54.91
45.94
3
Kebersihan Kawasan Pasar
67.57
53.80
51.48
32.22
30.83
4
Sebaran Peneduh Kawasan Pasar
55.90
36.44
25.63
16.94
18.96
5
Sebaran Peneduh Kawasan Taman Kota
74.17
70.65
69.47
56.30
0.00
6
Kebersihan Kawasan Taman Kota
75.74
72.59
64.77
48.52
0.00
7
Pengendalian Pencemaran TPA
64.35
31.81
3.22
2.47
0.00
8
Pengelolaan Sampah TPA
59.03
36.34
10.55
6.53
4.17
9
Penghijauan Kawasan TPA
69.17
59.81
45.79
28.52
16.67
No
Kategori Nilai Indeks
1
80.00 70.00 60.00
Nilai Variabel
50.00 40.00 30.00
Sangat Tinggi
20.00
Tinggi Sedang
10.00
Rendah Sangat Rendah
0.00
Variabel - variabel indikator kualitas lingkungan
Gambar 33 Gambar nilai rata - rata variabel - variabel indikator kualitas lingkungan kota - kota sedang dan Kecil di Kalimantan untuk tiap kategori nilai indeks tahun 2010 Penjelasan singkat untuk masing - masing kategori adalah sebagai berikut : Kategori nilai indeks “sangat tinggi” • > 75 % sampah kawasan permukiman, pasar dan taman kota telah dikelola dengan baik • TPA sudah dilengkapi saluran lindi, drainase yang terpisah dari saluran lindi dan IPAL • < 25 % sampah pada zona aktif TPA dalam kondisi terbuka • Tutupan tajuk peneduh area tidak terbangun kawasan permukiman dan taman kota mencapai > 50 % • Tutupan tajuk peneduh area tidak terbangun kawasan pasar mencapai > 25 % • Penghijauan zona non aktif TPA mencapai > 50 % Kategori nilai indeks “tinggi” • > 75 % sampah kawasan permukiman dan taman kota telah dikelola dengan baik • > 50 % sampah kawasan pasar telah dikelola dengan baik • TPA sudah dilengkapi saluran lindi, drainase yang terhubung dengan saluran lindi dan kolam penampung lindi • < 50 % sampah pada zona aktif TPA dalam kondisi terbuka
• • •
Tutupan tajuk peneduh area tidak terbangun kawasan permukiman dan taman kota mencapai > 50 % Tutupan tajuk peneduh area tidak terbangun kawasan pasar mencapai >5% Penghijauan zona non aktif TPA mencapai > 25 %
Kategori nilai indeks “sedang” • > 50 % sampah kawasan permukiman dan pasar telah dikelola dengan baik • > 75 % sampah kawasan taman kota telah dikelola dengan baik • Pengendalian pencemaran hanya berupa drainase TPA • > 75 % sampah pada zona aktif TPA dalam kondisi terbuka • Tutupan tajuk peneduh area tidak terbangun kawasan permukiman mencapai > 25 % • Tutupan tajuk peneduh area tidak terbangun kawasan pasar mencapai >5% • Tutupan tajuk peneduh area tidak terbangun kawasan taman kota mencapai > 50 % • Penghijauan zona non aktif TPA mencapai > 25 % Kategori nilai indeks “rendah” • > 50 % sampah kawasan permukiman dan taman kota telah dikelola dengan baik • > 25 % sampah kawasan pasar telah dikelola dengan baik • Tidak dilakukan pengendalian pencemaran pada TPA • > 75 % sampah pada zona aktif TPA dalam kondisi terbuka • Tutupan tajuk peneduh area tidak terbangun kawasan permukiman dan taman kota mencapai > 25 % • Tutupan tajuk peneduh area tidak terbangun kawasan pasar mencapai >5% • Penghijauan zona non aktif TPA mencapai > 5 % Kategori nilai indeks “sangat rendah” • > 50 % sampah kawasan permukiman telah dikelola dengan baik • > 25 % sampah kawasan pasar telah dikelola dengan baik • Tidak memiliki taman kota • Tidak dilakukan pengendalian pencemaran pada TPA • > 75 % sampah pada zona aktif TPA dalam kondisi terbuka • Tutupan tajuk peneduh area tidak terbangun kawasan permukiman mencapai > 25 % • Tutupan tajuk peneduh area tidak terbangun kawasan pasar mencapai >5% • Penghijauan zona non aktif TPA mencapai < 5 % Berdasarkan nilai rata - rata variabel - variabel indikator kualitas lingkungan untuk lokasi - lokasi permukiman, pasar tradisional, taman kota dan TPA yang didapat dalam penelitian ini dapat disusun arahan untuk meningkatkan atau mempertahankan kualitas kota sedang dan kecil di Kalimantan.
5.6.1 Arahan bagi kota sedang di Kalimantan dengan kategori “sangat tinggi” Kota Banjarbaru, Bontang dan Tarakan merupakan kota sedang dengan nilai indeks kualitas lingkungan yang berada pada kisaran 72.09 - 63.17 atau berada pada kategori “sangat tinggi”. Secara umum variabel - variabel penentu nilai indeks kualitas lingkungan ketiga kota tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kota - kota lain dengan kategori nilai indeks yang lebih rendah seperti terlihat pada Gambar 33 dan Tabel 34 terdahulu. Kelahiran dan urbanisasi yang terjadi pada kota - kota sedang di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur, mengakibatkan pertambahan penduduk Kota Banjarbaru, Bontang dan Tarakan. Pertambahan penduduk ini berdampak pada peningkatan produksi sampah dan kebutuhan akan ruang terbuka hijau. Kota - kota tersebut dapat tetap mempertahankan nilai indeks kualitas lingkungan pada kategori “sangat tinggi” dengan cara mempertahankan melalui pembenahan aspek - aspek penentu kualitas lingkungan hidup untuk mencapai keluaran seperti pada Tabel 35. Tabel 35 Aspek pembenahan, lokasi sasaran, pelaksana kegiatan, serta kegiatan / keluaran yang diharapkan bagi kota sedang di Kalimantan dengan kategori “sangat tinggi” Lokasi Sasaran Kawasan Publik dan Privat
No
Aspek Pembenahan
1
Alokasi Anggaran Kegiatan Pengelolaan Kebersihan
2
Alokasi Anggaran Kegiatan Pengelolaan RTH
Kawasan Publik
Pemerintah Daerah dan DPRD
3
Alokasi Anggaran Kegiatan Pengelolaan TPA
TPA
Pemerintah Daerah dan DPRD
4
Kondisi Kebersihan
Kawasan Publik dan Privat
Badan / Kantor Lingkungan Hidup Dinas Kebersihan
Permukiman
Pasar
Pelaksana Pemerintah Daerah dan DPRD
Kegiatan / Keluaran
Masyarakat Permukiman
Ketersediaan anggaran pemenuhan luas daerah layanan sampah dan kapasitas pengelolaan sampah yang sebanding dengan pertambahan penduduk melalui penambahan dan pemeliharaan : (1) tempat penampungan sampah sementara (TPS), (2) depo sampah dan (3) armada angkut sampah. Peningkatan anggaran pemeliharaan kualitas RTH kota melalui upaya : (1) penambahan jumlah atau luas kawasan RTH dan (2) perawatan dan penambahan tanaman peneduh. Ketersediaan anggaran untuk : (1) perluasan kawasan zona aktif TPA dan pemanfaatan teknologi pengolahan sampah untuk mengimbangi meningkatnya timbulan sampah kota akibat pertumbuhan penduduk, (2) pengendalian dampak pencemaran lingkungan melalui pemeliharaan IPAL, saluran lindi dan drainase TPA, serta (3) penghijauan zona non aktif TPA. Sosialisasi cara pengelolaan kebersihan yang baik pada masyarakat melalui upaya pengurangan, pemanfaatan hingga daur ulang sampah. Penyediaan TPS dan depo sampah serta pengangkutan lebih dari 75 % sampah permukiman ke TPA. Pemeliharaan kebersihan melingkupi lebih dari 75 % sampah kawasan permukiman.
Dinas Kebersihan
Pengangkutan lebih dari 75 % sampah pasar ke TPA.
Tabel 35 (Lanjutan) No 4
Aspek Pembenahan Kondisi Kebersihan
Lokasi Sasaran Pasar
Pelaksana Dinas Pasar
Pedagang
Taman Kota
Pembeli / Pengunjung Dinas Kebersihan Dinas Pertamanan Pedagang Pengunjung
5
Kondisi RTH
Kawasan Publik dan Privat
Badan / Kantor Lingkungan Hidup
Permukiman
Masyarakat Permukiman
Pasar
Dinas Pasar
Taman Kota
Dinas Pertamanan
6
Kondisi TPA
TPA
UPT TPA / Dinas Kebersihan
7
Peraturan Daerah Tentang Kebersihan
Kawasan Publik dan Privat
8
Peraturan Daerah Tentang RTH
Kawasan Publik dan Privat
Badan Lingkungan Hidup dan Dinas Kebersihan Bappeda dan Dinas Tata Ruang
Kegiatan / Keluaran Penyediaan tempat sampah umum dan pemeliharaan kebersihan melingkupi lebih dari 75 % sampah kawasan pasar. Penyediaan tempat sampah kios dan pemeliharaan kebersihan area sekitar kios. Pemeliharaan kebersihan dengan membuang sampah pada tempatnya. Pengangkutan lebih dari 75 % sampah taman kota ke TPA. Penyediaan tempat sampah umum dan pemeliharaan kebersihan melingkupi lebih dari 75 % sampah kawasan taman kota. Penyediaan tempat sampah dan pemeliharaan kebersihan kawasan sekitar area berjualan. Pemeliharaan kebersihan dengan membuang sampah pada tempatnya. Sosialisasi cara pengelolaan RTH yang baik pada masyarakat melalui upaya penanaman tanaman peneduh pada kawasan permukiman dan larangan merusak tanaman peneduh pada kawasan publik. Perawatan dan regenerasi tanaman peneduh agar tercapai tutupan tajuk lebih dari 50 % untuk area tidak terbangun kawasan permukiman. Perawatan dan regenerasi tanaman peneduh agar tercapai tutupan tajuk lebih dari 25 % untuk area tidak terbangun kawasan pasar. Perawatan dan regenerasi tanaman peneduh agar tercapai tutupan tajuk lebih dari 50 % untuk area tidak terbangun kawasan taman kota. Pengelolaan sampah terbuka agar tidak melebihi 25 % luas zona aktif, pemeliharaan IPAL, saluran lindi dan drainase TPA serta penghijauan minimal 50 % luas zona non aktif TPA Peraturan pengelolaan kebersihan sampah kota, penetapan waktu pembuangan sampah, serta perbaikan instrumen pengawasan dan penindakan hukum terkait pelanggaran dalam pengelolaan sampah kota. Ketetapan pemerintah daerah dalam mempertahankan jumlah maupun luas area RTH pada kawasan - kawasan publik seperti taman kota, perbaikan instrumen perizinan kota yang berhubungan dengan pemanfaatan ruang untuk menjaga proporsi antara lahan terbangun dengan RTH serta perbaikan instrumen pengawasan dan penindakan hukum terkait pelanggaran dalam pemanfaatan ruang.
5.6.2 Arahan bagi kota sedang di Kalimantan dengan kategori “tinggi” Kota Singkawang merupakan satu satunya kota sedang di Kalimantan dengan nilai indeks kualitas lingkungan yang berada pada kategori “tinggi”. Nilai indeks kualitas lingkungan yang dicapai oleh Kota Singkawang pada tahun 2010 adalah 56.13, atau mencapai nilai tertinggi untuk kota di Provinsi Kalimantan Barat. Kota Singkawang, seperti kota - kota sedang lain di Kalimantan juga menghadapi masalah pertambahan penduduk yang berdampak pada peningkatan produksi sampah dan kebutuhan akan ruang terbuka hijau. Untuk dapat meningkatkan nilai indeks menjadi kategori “sangat tinggi” hal - hal yang harus dilakukan dengan cara membenahi aspek - aspek penentu kualitas lingkungan hidup kota untuk mencapai keluaran seperti pada Tabel 36. Tabel 36 Aspek pembenahan, lokasi sasaran, pelaksana kegiatan, serta kegiatan / keluaran yang diharapkan bagi kota sedang di Kalimantan dengan kategori “tinggi” Lokasi Sasaran Kawasan Publik dan Privat
No
Aspek Pembenahan
1
Alokasi Anggaran Kegiatan Pengelolaan Kebersihan
2
Alokasi Anggaran Kegiatan Pengelolaan RTH
Kawasan Publik
Pemerintah Daerah dan DPRD
3
Alokasi Anggaran Kegiatan Pengelolaan TPA
TPA
Pemerintah Daerah dan DPRD
4
Kondisi Kebersihan
Kawasan Publik dan Privat
Badan / Kantor Lingkungan Hidup Dinas Kebersihan
Permukiman
Pelaksana Pemerintah Daerah dan DPRD
Masyarakat Permukiman Pasar
Dinas Kebersihan Dinas Pasar
Kegiatan / Keluaran Peningkatan anggaran pemenuhan luas daerah layanan sampah dan kapasitas pengelolaan sampah yang sebanding dengan pertambahan penduduk melalui penambahan dan pemeliharaan : (1) tempat penampungan sampah sementara, (2) depo sampah dan (3) armada angkut sampah. Peningkatan anggaran pemeliharaan kualitas RTH kota melalui upaya : (1) penambahan jumlah atau luas kawasan RTH dan (2) perawatan dan penambahan tanaman peneduh. Peningkatan anggaran untuk : (1) perluasan kawasan zona aktif TPA dan pemanfaatan teknologi pengolahan sampah untuk mengimbangi meningkatnya timbulan sampah kota akibat pertumbuhan penduduk, (2) pengendalian dampak pencemaran lingkungan melalui pengadaan IPAL, pemeliharaan saluran lindi dan drainase TPA, serta (3) penghijauan zona non aktif TPA. Sosialisasi cara pengelolaan kebersihan yang baik pada masyarakat melalui upaya pengurangan, pemanfaatan hingga daur ulang sampah. Penambahan TPS dan depo sampah serta kapasitas angkut hingga lebih dari 75 % sampah permukiman ke TPA. Peningkatan kebersihan lingkungan melingkupi lebih dari 75 % sampah kawasan permukiman. Penambahan kapasitas angkut hingga lebih dari 75 % sampah pasar ke TPA. Penambahan tempat sampah umum dan peningkatan kebersihan lingkungan melingkupi lebih dari 75 % sampah kawasan pasar.
Tabel 36 (Lanjutan) No 4
Aspek Pembenahan Kondisi Kebersihan
Lokasi Sasaran Pasar
Taman Kota
Pelaksana Pedagang Pembeli / Pengunjung Dinas Kebersihan Dinas Pertamanan Pedagang Pengunjung
5
Kondisi RTH
Kawasan Publik dan Privat
Badan / Kantor Lingkungan Hidup
Permukiman
Masyarakat Permukiman
Pasar
Dinas Pasar
Taman Kota
Dinas Pertamanan
6
Kondisi TPA
TPA
UPT TPA / Dinas Kebersihan
7
Peraturan Daerah Tentang Kebersihan
Kawasan Publik dan Privat
8
Peraturan Daerah Tentang RTH
Kawasan Publik dan Privat
Badan Lingkungan Hidup dan Dinas Kebersihan Bappeda dan Dinas Tata Ruang
Kegiatan / Keluaran Penyediaan tempat sampah kios dan pemeliharaan kebersihan area sekitar kios. Pemeliharaan kebersihan dengan membuang sampah pada tempatnya. Penambahan kapasitas angkut hingga lebih dari 75 % sampah taman kota ke TPA. Penambahan tempat sampah umum dan peningkatan kebersihan lingkungan melingkupi lebih dari 75 % sampah kawasan taman kota. Penyediaan tempat sampah dan pemeliharaan kebersihan kawasan sekitar area berjualan. Pemeliharaan kebersihan dengan membuang sampah pada tempatnya. Sosialisasi cara pengelolaan RTH yang baik pada masyarakat melalui upaya penanaman tanaman peneduh pada kawasan permukiman dan larangan merusak tanaman peneduh pada kawasan publik. Penambahan dan perawatan tanaman peneduh agar tercapai tutupan tajuk hingga lebih dari 50 % untuk area tidak terbangun kawasan permukiman. Penambahan dan perawatan tanaman peneduh agar tercapai tutupan tajuk hingga lebih dari 25 % untuk area tidak terbangun kawasan pasar. Penambahan dan perawatan tanaman peneduh agar tercapai tutupan tajuk hingga lebih dari 50 % untuk area tidak terbangun kawasan taman kota. Peningkatan upaya pengelolaan sampah terbuka hingga tidak melebihi 25 % luas zona aktif, pembangunan IPAL, pemeliharaan saluran lindi dan drainase TPA serta penghijauan minimal 50 % luas zona non aktif TPA Penyusunan peraturan pengelolaan kebersihan sampah kota, penetapan waktu pembuangan sampah, serta perbaikan instrumen pengawasan dan penindakan hukum terkait pelanggaran dalam pengelolaan sampah kota. Penerapan ketetapan pemerintah daerah dalam penambahan jumlah maupun luas area RTH pada kawasan - kawasan publik seperti taman kota, perbaikan instrumen perizinan kota yang berhubungan dengan pemanfaatan ruang untuk menjaga proporsi antara lahan terbangun dengan RTH serta perbaikan instrumen pengawasan dan penindakan hukum terkait pelanggaran dalam pemanfaatan ruang.
Upaya pengelolaan lingkungan hidup kota secara umum meliputi kegiatan pemeliharaan yang bersifat rutin serta kegiatan pengadaan sarana dan prasarana fisik yang bersifat insidentil. Kegiatan - kegiatan yang bersifat rutin dan insidentil tersebut dilaksanakan memiliki tujuan yang sama yaitu untuk mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan hidup kota, namun keduanya dibedakan berdasarkan rentang waktu pelaksanaan masing - masing kegiatan. Kegiatan rutin merupakan kegiatan yang dilakukan secara berkesinambungan, sedangkan kegiatan insidentil merupakan kegiatan yang dilakukan hanya pada waktu tertentu bila diperlukan dan umumnya berkaitan dengan pengadaan sarana dan prasarana yang mendukung peningkatan kualitas lingkungan kota. Kegiatan rutin dalam pengelolan lingkungan hidup kota meliputi : a. Kegiatan pengelolaan sampah kota yang mencakup upaya menjaga kebersihan kawasan publik dan kawasan privat, pengangkutan sampah dari sumber ke TPA serta perawatan sarana pengelolaan sampah seperti armada angkut sampah, depo sampah dan TPS. b. Kegiatan perawatan tanaman peneduh pada kawasan RTH kota yang mencakup perawatan dan peremajaan tanaman peneduh kawasan publik dan kawasan privat. c. Pengelolaan sampah zona aktif TPA yang mencakup upaya penutupan sampah dengan tanah. d. Kegiatan penghijauan zona non aktif TPA yang mencakup upaya penanaman tanaman peneduh pada area pembuangan sampah TPA yang tidak difungsikan lagi. Kegiatan insidentil yang dilakukan tidak secara berkala meliputi : a. Kajian tingkat timbulan sampah kebutuhan penambahan sarana pengelolaan kebersihan kota seperti penambahan armada angkut sampah, depo sampah dan TPS. b. Kegiatan persiapan dan pengadaan sarana pengelolaan sampah yang mencakup proses lelang hingga penerimaan sarana pengelolaan sampah. c. Kajian tingkat kebutuhan RTH kota seperti penentuan kebutuhan lokasi dan luasan RTH yang dibutuhkan. d. Kegiatan persiapan dan pengadaan RTH kota yang mencakup pengadaaan lahan hingga pembangunan kawasan taman kota. e. Kajian analisis kebutuhan penambahan luas dan sarana pengendalian pencemaran TPA yang mencakup perancangan ukuran serta jenis kebutuhan sarana pengendalian pencemaran TPA. f. Kegiatan persiapan, pelaksanaan penambahan luas serta pengadaan sarana pengendalian pencemaran TPA yang mencakup pembebasan lahan hingga pembangunan TPA dan pembangunan drainase, saluran lindi dan IPAL / kolam penmpung lindi untuk mendukung kegiatan operasional TPA. Kota sedang dengan kategori “tinggi” dapat meningkat menjadi “sangat tinggi” dengan mengacu diagram waktu pada Tabel 37.
Tabel 37 Acuan waktu pelaksanaan kegiatan peningkatan kualitas lingkungan hidup kota sedang di Kalimantan dengan kategori “tinggi” menjadi “sangat tinggi” Kegiatan
1
2
Tahun 3
4
5
Kegiatan pengelolaan kebersihan kota • Kegiatan rutin pengelolaan sampah kota • Kegiatan rutin perawatan sarana pengelolaan sampah kota • Kajian tingkat timbulan sampah dan kebutuhan sarana pengelolaan sampah kota • Kegiatan persiapan pengadaan sarana pengelolaan sampah kota • Kegiatan pengadaan sarana pengelolaan sampah kota • Kegiatan pengoperasian sarana pengelolaan sampah kota Kegiatan pengelolaan RTH kota • Kegiatan rutin perawatan tanaman peneduh RTH kota • Kajian tingkat kebutuhan dan pengelolaan RTH kota • Kegiatan pengadaan bibit tanaman peneduh • Kegiatan penanaman tanaman peneduh RTH kota • Kegiatan pengadaan lahan kawasan RTH kota • Kegiatan pembangunan kawasan RTH kota Kegiatan pengelolaan TPA • Kegiatan rutin pengelolaan sampah zona aktif TPA • Kajian analisis kebutuhan penambahan luas dan sarana pengendalian pencemaran TPA • Kegiatan perancangan penambahan luas dan desain sarana pengendalian pencemaran TPA • Kegiatan pembebasan lahan untuk penambahan luas TPA • Kegiatan pembangunan zona aktif baru TPA • Kegiatan pemanfaatan zona aktif baru TPA • Kegiatan pengadaan IPAL TPA • Kegiatan pengoperasian IPAL TPA • Kegiatan penghijauan zona non aktif TPA
Berdasarkan Tabel 37 dengan pengalokasian anggaran APBD proporsional dan didukung penerapan peraturan daerah yang mengatur pengelolaan kebersihan dan RTH kota, dalam kurun waktu 5 tahun diharapkan dapat tercapai peningkatan kualitas lingkungan hidup kota sedang dengan kategori “tinggi” menjadi “sangat tinggi”. Lamanya waktu yang dibutuhkan oleh kota sedang dengan kategori “tinggi” untuk menaikkan kualitas lingkungan hingga mencapai kategori “sangat tinggi” adalah 5 tahun, atau sama dengan lama periode jabatan kepala daerah tingkat kabupaten / kota. Diharapkan dalam satu periode jabatan kepala daerah tersebut dapat dicapai kenaikan kategori kualitas lingkungan kota sedang yang berada dibawah kepemimpinannya. Kenaikan tersebut dapat menggambarkan keberhasilan bupati / walikota dalam memimpin instansi yang berada dibawah kewenangannya serta keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup kota.
5.6.3 Arahan bagi kota kecil di Kalimantan dengan kategori “sangat tinggi” Kota Pangkalan Bun, Barabai dan Sampit merupakan kota sedang dengan nilai indeks kualitas lingkungan yang berada pada kisaran 69.16 - 64.83 atau berada pada kategori “sangat tinggi”. Seperti kota - kota sedang dengan kategori “sangat tinggi”, secara umum variabel - variabel penentu nilai indeks kualitas lingkungan ketiga kota kecil tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kota - kota lain dengan kategori nilai indeks yang lebih rendah seperti terlihat pada Tabel 34. Dengan jumlah penduduk yang lebih rendah, tingkat permasalahan yang dihadapi kota - kota kecil tersebut masih secara umum berada dibawah kota - kota sedang. Dalam mempertahankan nilai indeks kualitas lingkungan pada kategori “sangat baik” hal - hal yang perlu dilakukan dengan mempertahankan melalui pembenahan aspek - aspek penentu kualitas lingkungan hidup kota untuk mencapai keluaran seperti pada Tabel 38. Tabel 38 Aspek pembenahan, lokasi sasaran, pelaksana kegiatan, serta kegiatan / keluaran yang diharapkan bagi kota kecil di Kalimantan dengan kategori “sangat tinggi” Lokasi Sasaran Kawasan Publik dan Privat
No
Aspek Pembenahan
1
Alokasi Anggaran Kegiatan Pengelolaan Kebersihan
2
Alokasi Anggaran Kegiatan Pengelolaan RTH
Kawasan Publik
Pemerintah Daerah dan DPRD
3
Alokasi Anggaran Kegiatan Pengelolaan TPA
TPA
Pemerintah Daerah dan DPRD
4
Kondisi Kebersihan
Kawasan Publik dan Privat
Badan / Kantor Lingkungan Hidup Dinas Kebersihan Masyarakat Permukiman Dinas Kebersihan Dinas Pasar
Permukiman
Pasar
Pelaksana Pemerintah Daerah dan DPRD
Pedagang Pembeli / Pengunjung
Kegiatan / Keluaran Ketersediaan anggaran pemenuhan luas daerah layanan sampah dan kapasitas pengelolaan sampah yang sebanding dengan pertambahan penduduk melalui penambahan dan pemeliharaan : (1) tempat penampungan sampah sementara dan (2) armada angkut sampah. Ketersediaan anggaran pemeliharaan kualitas RTH kota melalui upaya perawatan dan penanaman tanaman peneduh. Ketersediaan anggaran untuk : (1) pengelolaan kawasan zona aktif TPA, (2) pengendalian dampak pencemaran lingkungan melalui pemeliharaan IPAL, saluran lindi dan drainase TPA, serta (3) penghijauan zona non aktif TPA. Sosialisasi cara pengelolaan kebersihan yang baik pada masyarakat melalui upaya pengurangan, pemanfaatan hingga daur ulang sampah. Penyediaan TPS dan pengangkutan lebih dari 75 % sampah permukiman ke TPA. Pemeliharaan kebersihan melingkupi lebih dari 75 % sampah kawasan permukiman. Pengangkutan lebih dari 75 % sampah pasar ke TPA. Penyediaan tempat sampah umum dan pemeliharaan kebersihan melingkupi lebih dari 75 % sampah kawasan pasar. Penyediaan tempat sampah kios dan pemeliharaan kebersihan area sekitar kios. Pemeliharaan kebersihan dengan membuang sampah pada tempatnya.
Tabel 38 (Lanjutan) No 4
Aspek Pembenahan Kondisi Kebersihan
Lokasi Sasaran Taman Kota
Pelaksana Dinas Kebersihan Dinas Pertamanan Pedagang Pengunjung
5
Kondisi RTH
Kawasan Publik dan Privat
Badan / Kantor Lingkungan Hidup
Permukiman
Masyarakat Permukiman
Pasar
Dinas Pasar
Taman Kota
Dinas Pertamanan
6
Kondisi TPA
TPA
UPT TPA / Dinas Kebersihan
7
Peraturan Daerah Tentang Kebersihan
Kawasan Publik dan Privat
8
Peraturan Daerah Tentang RTH
Kawasan Publik dan Privat
Badan Lingkungan Hidup dan Dinas Kebersihan Bappeda dan Dinas Tata Ruang
Kegiatan / Keluaran Pengangkutan lebih dari 75 % sampah taman kota ke TPA. Penyediaan tempat sampah umum dan pemeliharaan kebersihan melingkupi lebih dari 75 % sampah kawasan taman kota. Penyediaan tempat sampah dan pemeliharaan kebersihan kawasan sekitar area berjualan. Pemeliharaan kebersihan dengan membuang sampah pada tempatnya. Sosialisasi cara pengelolaan RTH yang baik pada masyarakat melalui upaya penanaman tanaman peneduh pada kawasan permukiman dan larangan merusak tanaman peneduh pada kawasan publik. Perawatan dan regenerasi tanaman peneduh agar tercapai tutupan tajuk lebih dari 50 % untuk area tidak terbangun kawasan permukiman. Perawatan dan regenerasi tanaman peneduh agar tercapai tutupan tajuk lebih dari 25 % untuk area tidak terbangun kawasan pasar. Perawatan dan regenerasi tanaman peneduh agar tercapai tutupan tajuk lebih dari 50 % untuk area tidak terbangun kawasan taman kota. Pengelolaan sampah terbuka agar tidak melebihi 25 % luas zona aktif, pemeliharaan IPAL, saluran lindi dan drainase TPA serta penghijauan minimal 50 % luas zona non aktif TPA Peraturan pengelolaan kebersihan sampah kota, penetapan waktu pembuangan sampah, serta perbaikan instrumen pengawasan dan penindakan hukum terkait pelanggaran dalam pengelolaan sampah kota. Ketetapan pemerintah daerah dalam mempertahankan jumlah maupun luas area RTH pada kawasan - kawasan publik seperti taman kota, perbaikan instrumen perizinan kota yang berhubungan dengan pemanfaatan ruang untuk menjaga proporsi antara lahan terbangun dengan RTH serta perbaikan instrumen pengawasan dan penindakan hukum terkait pelanggaran dalam pemanfaatan ruang.
5.6.4. Arahan bagi kota kecil di Kalimantan dengan kategori “tinggi” Terdapat 8 (delapan) kota kecil dengan nilai indeks kualitas lingkungan pada kategori “tinggi” yang tersebar pada tiap provinsi di Kalimantan, kota - kota tersebut adalah Kuala Kapuas, Amuntai, Sintang, Ngabang, Tanah Grogot,
Pelaihari, Tanjung Redeb dan Batulicin. Dengan rentang nilai pada 58.82 - 48.64, kota - kota tersebut secara umum telah mampu melakukan pengelolaan kebersihan dan pengelolaan kawasan RTH dengan baik. Variabel - variabel penentu nilai indeks kualitas lingkungan kota - kota kecil dengan kategori “tinggi” yang masih dapat menjadi fokus peningkatan antara lain : (1) pengendalian pencemaran TPA, (2) pengelolaan TPA, serta (3) pengelolaan RTH kawasan pasar. Untuk dapat meningkatkan nilai indeks menjadi kategori “sangat tinggi” hal - hal yang harus dilakukan dengan cara membenahi aspek - aspek penentu kualitas lingkungan hidup kota untuk mencapai keluaran seperti pada Tabel 39. Tabel 39 Aspek pembenahan, lokasi sasaran, pelaksana kegiatan, serta kegiatan / keluaran yang diharapkan bagi kota kecil di Kalimantan dengan kategori “tinggi” Lokasi Sasaran Kawasan Publik dan Privat
No
Aspek Pembenahan
1
Alokasi Anggaran Kegiatan Pengelolaan Kebersihan
2
Alokasi Anggaran Kegiatan Pengelolaan RTH
Kawasan Publik
Pemerintah Daerah dan DPRD
3
Alokasi Anggaran Kegiatan Pengelolaan TPA
TPA
Pemerintah Daerah dan DPRD
4
Kondisi Kebersihan
Kawasan Publik dan Privat
Badan / Kantor Lingkungan Hidup Dinas Kebersihan Masyarakat Permukiman
Permukiman
Pasar
Pelaksana Pemerintah Daerah dan DPRD
Dinas Kebersihan Dinas Pasar
Pedagang Pembeli / Pengunjung
Kegiatan / Keluaran Peningkatan anggaran pemenuhan luas daerah layanan sampah dan kapasitas pengelolaan sampah yang sebanding dengan pertambahan penduduk melalui penambahan dan pemeliharaan : (1) tempat penampungan sampah sementara dan (2) armada angkut sampah. Peningkatan anggaran pemeliharaan kualitas RTH kota melalui upaya perawatan dan penambahan tanaman peneduh. Peningkatan anggaran untuk : (1) pengelolaan kawasan zona aktif TPA, (2) pengendalian dampak pencemaran lingkungan melalui pengadaan IPAL, perbaikan saluran lindi dan drainase TPA, serta (3) penghijauan zona non aktif TPA. Sosialisasi cara pengelolaan kebersihan yang baik pada masyarakat melalui upaya pengurangan, pemanfaatan hingga daur ulang sampah. Penambahan TPS dan kapasitas angkut hingga lebih dari 75 % sampah permukiman ke TPA. Peningkatan kebersihan lingkungan melingkupi lebih dari 75 % sampah kawasan permukiman. Penambahan kapasitas angkut hingga lebih dari 75 % sampah pasar ke TPA. Penambahan tempat sampah umum dan peningkatan kebersihan lingkungan melingkupi lebih dari 75 % sampah kawasan pasar. Penyediaan tempat sampah kios dan pemeliharaan kebersihan area sekitar kios. Pemeliharaan kebersihan dengan membuang sampah pada tempatnya.
Tabel 39 (Lanjutan) No 4
Aspek Pembenahan Kondisi Kebersihan
Lokasi Sasaran Taman Kota
Pelaksana Dinas Kebersihan Dinas Pertamanan
Pedagang Pengunjung 5
Kondisi RTH
Kawasan Publik dan Privat
Badan / Kantor Lingkungan Hidup
Permukiman
Masyarakat Permukiman
Pasar
Dinas Pasar
Taman Kota
Dinas Pertamanan
6
Kondisi TPA
TPA
UPT TPA / Dinas Kebersihan
7
Peraturan Daerah Tentang Kebersihan
Kawasan Publik dan Privat
8
Peraturan Daerah Tentang RTH
Kawasan Publik dan Privat
Badan Lingkungan Hidup dan Dinas Kebersihan Bappeda dan Dinas Tata Ruang
Kegiatan / Keluaran Penambahan kapasitas angkut hingga lebih dari 75 % sampah taman kota ke TPA. Penambahan tempat sampah umum dan peningkatan kebersihan lingkungan melingkupi lebih dari 75 % sampah kawasan taman kota. Penyediaan tempat sampah dan pemeliharaan kebersihan kawasan sekitar area berjualan. Pemeliharaan kebersihan dengan membuang sampah pada tempatnya. Sosialisasi cara pengelolaan RTH yang baik pada masyarakat melalui upaya penanaman tanaman peneduh pada kawasan permukiman dan larangan merusak tanaman peneduh pada kawasan publik. Penambahan dan perawatan tanaman peneduh agar tercapai tutupan tajuk hingga lebih dari 50 % untuk area tidak terbangun kawasan permukiman. Penambahan dan perawatan tanaman peneduh agar tercapai tutupan tajuk hingga lebih dari 25 % untuk area tidak terbangun kawasan pasar. Penambahan dan perawatan tanaman peneduh agar tercapai tutupan tajuk hingga lebih dari 50 % untuk area tidak terbangun kawasan taman kota. Peningkatan upaya pengelolaan sampah terbuka hingga tidak melebihi 25 % luas zona aktif, pembangunan IPAL, pemeliharaan saluran lindi dan drainase TPA serta penghijauan minimal 50 % luas zona non aktif TPA Penyusunan peraturan pengelolaan kebersihan sampah kota, penetapan waktu pembuangan sampah, serta perbaikan instrumen pengawasan dan penindakan hukum terkait pelanggaran dalam pengelolaan sampah kota. Penerapan ketetapan pemerintah daerah dalam penambahan jumlah maupun luas area RTH pada kawasan - kawasan publik seperti taman kota, perbaikan instrumen perizinan kota yang berhubungan dengan pemanfaatan ruang untuk menjaga proporsi antara lahan terbangun dengan RTH serta perbaikan instrumen pengawasan dan penindakan hukum terkait pelanggaran dalam pemanfaatan ruang.
Kota kecil dengan kategori “tinggi” dapat meningkat menjadi “sangat tinggi” dengan mengacu diagram waktu pada Tabel 40.
Tabel 40 Acuan waktu pelaksanaan kegiatan peningkatan kualitas lingkungan hidup kota kecil di Kalimantan dengan kategori “tinggi” menjadi “sangat tinggi” Kegiatan
1
Tahun 2 3
4
Kegiatan pengelolaan kebersihan kota • Kegiatan rutin pengelolaan sampah kota • Kegiatan rutin perawatan sarana pengelolaan sampah kota • Kajian tingkat timbulan sampah dan kebutuhan sarana pengelolaan sampah kota • Kegiatan persiapan pengadaan sarana pengelolaan sampah kota • Kegiatan pengadaan sarana pengelolaan sampah kota • Kegiatan pengoperasian sarana pengelolaan sampah kota Kegiatan pengelolaan RTH kota • Kegiatan rutin perawatan tanaman peneduh RTH kota • Kajian tingkat kebutuhan dan pengelolaan RTH kota • Kegiatan pengadaan bibit tanaman peneduh • Kegiatan penanaman tanaman peneduh RTH kota • Kegiatan pengadaan lahan kawasan RTH kota • Kegiatan pembangunan kawasan RTH kota Kegiatan pengelolaan TPA • Kegiatan rutin pengelolaan sampah zona aktif TPA • Kajian analisis kebutuhan sarana pengendalian pencemaran TPA • Kegiatan perancangan desain sarana pengendalian pencemaran TPA • Kegiatan pengadaan IPAL TPA • Kegiatan pengoperasian IPAL TPA • Kegiatan penghijauan zona non aktif TPA
Berdasarkan Tabel 40 dengan pengalokasian anggaran APBD proporsional dan didukung penerapan peraturan daerah yang mengatur pengelolaan kebersihan dan RTH kota, dalam kurun waktu selama 4 tahun diharapkan dapat tercapai peningkatan kualitas lingkungan hidup kota kecil dengan kategori “tinggi” menjadi “sangat tinggi”. 5.6.5 Arahan bagi kota kecil di Kalimantan dengan kategori “sedang” Terdapat 19 (sembilan belas) kota kecil yang tersebar pada tiap provinsi di Kalimantan dengan nilai indeks kualitas lingkungan pada rentang nilai 46.78 37.42 atau pada kategori “sedang”. Kota - kota tersebut secara umum telah mampu melakukan pengelolaan kebersihan dan pengelolaan kawasan RTH pada kawasan permukiman dan taman kota dengan baik. Meskipun demikian jangkauan pelayanan kebersihan belum mampu melingkupi seluruh kawasan permukiman. Pada kawasan pasar juga belum nampak dilakukan pengelolaan kebersihan dan pengelolaan kawasan RTH secara optimal. Kota - kota pada kategori sedang juga belum mampu melakukan pengelolaan sampah di TPA secara baik. Untuk dapat meningkatkan nilai indeks menjadi kategori “tinggi” hal - hal yang harus dilakukan dengan cara membenahi aspek - aspek penentu kualitas lingkungan hidup kota untuk mencapai keluaran seperti pada Tabel 41.
Tabel 41 Aspek pembenahan, lokasi sasaran, pelaksana kegiatan, serta kegiatan / keluaran yang diharapkan bagi kota kecil di Kalimantan dengan kategori “sedang” Lokasi Sasaran Kawasan Publik dan Privat
No
Aspek Pembenahan
1
Alokasi Anggaran Kegiatan Pengelolaan Kebersihan
2
Alokasi Anggaran Kegiatan Pengelolaan RTH
Kawasan Publik
Pemerintah Daerah dan DPRD
3
Alokasi Anggaran Kegiatan Pengelolaan TPA
TPA
Pemerintah Daerah dan DPRD
4
Kondisi Kebersihan
Kawasan Publik dan Privat
Badan / Kantor Lingkungan Hidup Dinas Kebersihan Masyarakat Permukiman
Permukiman
Pasar
Pelaksana Pemerintah Daerah dan DPRD
Dinas Kebersihan Dinas Pasar
Pedagang
Taman Kota
Pembeli / Pengunjung Dinas Kebersihan Dinas Pertamanan
Pedagang Pengunjung 5
Kondisi RTH
Kawasan Publik dan Privat
Badan / Kantor Lingkungan Hidup
Kegiatan / Keluaran Peningkatan anggaran pemenuhan luas daerah layanan sampah dan kapasitas pengelolaan sampah yang sebanding dengan pertambahan penduduk melalui penambahan dan pemeliharaan : (1) tempat penampungan sampah sementara dan (2) armada angkut sampah. Peningkatan anggaran pemeliharaan kualitas RTH kota melalui upaya perawatan dan penambahan tanaman peneduh. Peningkatan anggaran untuk : (1) pengelolaan kawasan zona aktif TPA, (2) pengendalian dampak pencemaran lingkungan melalui pengadaan saluran dan kolam penampung lindi dan perbaikan drainase TPA, serta (3) penghijauan zona non aktif TPA. Sosialisasi cara pengelolaan kebersihan yang baik pada masyarakat melalui upaya pengurangan, dan pemanfaatan ulang sampah. Penambahan TPS dan kapasitas angkut hingga lebih dari 75 % sampah permukiman ke TPA. Peningkatan kebersihan lingkungan melingkupi lebih dari 75 % sampah kawasan permukiman. Penambahan kapasitas angkut hingga lebih dari 50 % sampah pasar ke TPA. Penambahan tempat sampah umum dan peningkatan kebersihan lingkungan melingkupi lebih dari 50 % sampah kawasan pasar. Penyediaan tempat sampah kios dan pemeliharaan kebersihan area sekitar kios. Pemeliharaan kebersihan dengan membuang sampah pada tempatnya. Penambahan kapasitas angkut hingga lebih dari 75 % sampah taman kota ke TPA. Penambahan tempat sampah umum dan peningkatan kebersihan lingkungan melingkupi lebih dari 75 % sampah kawasan taman kota. Penyediaan tempat sampah dan pemeliharaan kebersihan kawasan sekitar area berjualan. Pemeliharaan kebersihan dengan membuang sampah pada tempatnya. Sosialisasi cara pengelolaan RTH yang baik pada masyarakat melalui upaya penanaman tanaman peneduh pada kawasan permukiman dan larangan merusak tanaman peneduh pada kawasan publik.
Tabel 41 (Lanjutan) No 5
Aspek Pembenahan Kondisi RTH
Lokasi Sasaran Permukiman
Pelaksana
Kegiatan / Keluaran
Masyarakat Permukiman
Penambahan dan perawatan tanaman peneduh agar tercapai tutupan tajuk hingga lebih dari 50 % untuk area tidak terbangun kawasan permukiman. Penambahan dan perawatan tanaman peneduh agar tercapai tutupan tajuk hingga lebih dari 25 % untuk area tidak terbangun kawasan pasar. Penambahan dan perawatan tanaman peneduh agar tercapai tutupan tajuk hingga lebih dari 50 % untuk area tidak terbangun kawasan taman kota. Peningkatan upaya pengelolaan sampah terbuka hingga tidak melebihi 25 % luas zona aktif, pembangunan saluran dan kolam penampung lindi dan perbaikan drainase TPA serta penghijauan minimal 25 % luas zona non aktif TPA Penyusunan peraturan pengelolaan kebersihan sampah kota, penetapan waktu pembuangan sampah, serta perbaikan instrumen pengawasan dan penindakan hukum terkait pelanggaran dalam pengelolaan sampah kota.
Pasar
Dinas Pasar
Taman Kota
Dinas Pertamanan
6
Kondisi TPA
TPA
UPT TPA / Dinas Kebersihan
7
Peraturan Daerah Tentang Kebersihan
Kawasan Publik dan Privat
Badan Lingkungan Hidup dan Dinas Kebersihan
8
Peraturan Daerah Tentang RTH
Kawasan Publik dan Privat
Bappeda dan Dinas Tata Ruang
Penerapan ketetapan pemerintah daerah dalam penambahan jumlah maupun luas area RTH pada kawasan - kawasan publik seperti taman kota, perbaikan instrumen perizinan kota yang berhubungan dengan pemanfaatan ruang untuk menjaga proporsi antara lahan terbangun dengan RTH serta perbaikan instrumen pengawasan dan penindakan hukum terkait pelanggaran dalam pemanfaatan ruang.
Kota kecil dengan kategori “sedang” dapat meningkat menjadi “tinggi” dengan mengacu diagram waktu pada Tabel 42. Tabel 42 Acuan waktu pelaksanaan kegiatan peningkatan kualitas lingkungan hidup kota kecil di Kalimantan dengan kategori “sedang” menjadi “tinggi” Kegiatan Kegiatan pengelolaan kebersihan kota • Kegiatan rutin pengelolaan sampah kota • Kegiatan rutin perawatan sarana pengelolaan sampah kota • Kajian tingkat timbulan sampah dan kebutuhan sarana pengelolaan sampah kota • Kegiatan pengadaan sarana pengelolaan sampah kota • Kegiatan pengoperasian sarana pengelolaan sampah kota
1
Tahun 2
3
Tabel 42 (Lanjutan) Kegiatan
1
Tahun 2
3
Kegiatan pengelolaan RTH kota • Kegiatan rutin perawatan tanaman peneduh RTH kota • Kajian tingkat kebutuhan dan pengelolaan RTH kota • Kegiatan pengadaan bibit tanaman peneduh • Kegiatan penanaman tanaman peneduh RTH kota Kegiatan pengelolaan TPA • Kegiatan rutin pengelolaan sampah zona aktif TPA • Kajian analisis kebutuhan sarana pengendalian pencemaran TPA • Kegiatan pengadaan saluran dan kolam penampung lindi TPA • Kegiatan pengoperasian saluran dan kolam penampung lindi TPA • Kegiatan penghijauan zona non aktif TPA
Berdasarkan Tabel 42 dengan pengalokasian anggaran APBD proporsional dan didukung penerapan peraturan daerah yang mengatur pengelolaan kebersihan dan RTH kota, dalam kurun waktu 3 tahun diharapkan dapat tercapai peningkatan kualitas lingkungan hidup kota kecil dengan kategori “sedang” menjadi “tinggi”. 5.6.6 Arahan bagi kota kecil di Kalimantan dengan kategori “rendah” Terdapat 9 (sembilan) kota kecil dengan nilai indeks kualitas lingkungan pada kategori “rendah” yang tersebar pada tiap provinsi di Kalimantan, kota - kota tersebut adalah Rantau, Sambas, Marabahan, Bengkayang, Kotabaru, Muara Teweh, Kasongan, Pulang Pisau dan Kuala Kurun. Dengan rentang nilai pada 36.11 - 28.95, kota - kota tersebut masih mengalami kendala dalam pengelolaan kebersihan dan RTH kota. Kondisi tersebut ditunjukkan dengan rendahnya nilai variabel - variabel penentu nilai indeks kualitas lingkungan : (1) kebersihan kawasan pasar, (2) sebaran peneduh kawasan pasar, (3) pengendalian pencemaran TPA dan (4) pengelolaan sampah di TPA. Untuk dapat meningkatkan nilai indeks menjadi kategori “sedang” hal - hal yang harus dilakukan dengan cara membenahi aspek - aspek penentu kualitas lingkungan hidup kota untuk mencapai keluaran seperti pada Tabel 43. Tabel 43 Aspek pembenahan, lokasi sasaran, pelaksana kegiatan, serta kegiatan / keluaran yang diharapkan bagi kota kecil di Kalimantan dengan kategori “rendah” No
Aspek Pembenahan
Lokasi Sasaran
1
Alokasi Anggaran Kegiatan Pengelolaan Kebersihan
Kawasan Publik dan Privat
Pelaksana Pemerintah Daerah dan DPRD
Kegiatan / Keluaran Peningkatan anggaran pemenuhan luas daerah layanan sampah dan kapasitas pengelolaan sampah yang sebanding dengan pertambahan penduduk melalui penambahan dan pemeliharaan : (1) tempat penampungan sampah sementara dan (2) armada angkut sampah.
Tabel 43 (Lanjutan) Lokasi Sasaran
No
Aspek Pembenahan
2
Alokasi Anggaran Kegiatan Pengelolaan RTH
Kawasan Publik
Pemerintah Daerah dan DPRD
Peningkatan anggaran pemeliharaan kualitas RTH kota melalui upaya perawatan dan penambahan tanaman peneduh.
3
Alokasi Anggaran Kegiatan Pengelolaan TPA
TPA
Pemerintah Daerah dan DPRD
Peningkatan anggaran untuk : (1) pengelolaan kawasan zona aktif TPA, (2) pengendalian dampak pencemaran lingkungan melalui pengadaan drainase TPA, serta (3) penghijauan zona non aktif TPA.
4
Kondisi Kebersihan
Kawasan Publik dan Privat Permukiman
Pasar
Pelaksana
Badan / Kantor Lingkungan Hidup Dinas Kebersihan Masyarakat Permukiman Dinas Kebersihan Dinas Pasar
Pedagang Pembeli / Pengunjung Taman Kota
Dinas Kebersihan Dinas Pertamanan
Pedagang Pengunjung 5
Kondisi RTH
Kawasan Publik dan Privat
Badan / Kantor Lingkungan Hidup
Permukiman
Masyarakat Permukiman
Pasar
Dinas Pasar
Kegiatan / Keluaran
Sosialisasi cara pengelolaan kebersihan yang baik pada masyarakat melalui upaya pengurangan, dan pemanfaatan ulang sampah. Penambahan TPS dan kapasitas angkut hingga lebih dari 50 % sampah permukiman ke TPA. Peningkatan kebersihan lingkungan melingkupi lebih dari 50 % sampah kawasan permukiman. Penambahan kapasitas angkut hingga lebih dari 50 % sampah pasar ke TPA. Penambahan tempat sampah umum dan peningkatan kebersihan lingkungan melingkupi lebih dari 50 % sampah kawasan pasar. Penyediaan tempat sampah kios dan pemeliharaan kebersihan area sekitar kios. Pemeliharaan kebersihan dengan membuang sampah pada tempatnya. Penambahan kapasitas angkut hingga lebih dari 75 % sampah taman kota ke TPA. Penambahan tempat sampah umum dan peningkatan kebersihan lingkungan melingkupi lebih dari 75 % sampah kawasan taman kota. Penyediaan tempat sampah dan pemeliharaan kebersihan kawasan sekitar area berjualan. Pemeliharaan kebersihan dengan membuang sampah pada tempatnya. Sosialisasi cara pengelolaan RTH yang baik pada masyarakat melalui upaya penanaman tanaman peneduh pada kawasan permukiman dan larangan merusak tanaman peneduh pada kawasan publik. Penambahan dan perawatan tanaman peneduh agar tercapai tutupan tajuk hingga lebih dari 25 % untuk area tidak terbangun kawasan permukiman. Penambahan dan perawatan tanaman peneduh agar tercapai tutupan tajuk hingga lebih dari 5 % untuk area tidak terbangun kawasan pasar.
Tabel 43 (Lanjutan)
5
Kondisi RTH
Lokasi Sasaran Taman Kota
6
Kondisi TPA
TPA
UPT TPA / Dinas Kebersihan
7
Peraturan Daerah Tentang Kebersihan
Kawasan Publik dan Privat
8
Peraturan Daerah Tentang RTH
Kawasan Publik dan Privat
Badan Lingkungan Hidup dan Dinas Kebersihan Bappeda dan Dinas Tata Ruang
No
Aspek Pembenahan
Pelaksana Dinas Pertamanan
Kegiatan / Keluaran Penambahan dan perawatan tanaman peneduh agar tercapai tutupan tajuk hingga lebih dari 50 % untuk area tidak terbangun kawasan taman kota. Peningkatan upaya pengelolaan sampah terbuka hingga tidak melebihi 50 % luas zona aktif, pembangunan drainase TPA serta penghijauan minimal 25 % luas zona non aktif TPA Penyusunan peraturan pengelolaan kebersihan sampah kota, penetapan waktu pembuangan sampah, serta perbaikan instrumen pengawasan dan penindakan hukum terkait pelanggaran dalam pengelolaan sampah kota. Penyusunan ketetapan pemerintah daerah dalam penambahan jumlah maupun luas area RTH pada kawasan - kawasan publik seperti taman kota, perbaikan instrumen perizinan kota yang berhubungan dengan pemanfaatan ruang untuk menjaga proporsi antara lahan terbangun dengan RTH serta perbaikan instrumen pengawasan dan penindakan hukum terkait pelanggaran dalam pemanfaatan ruang.
Kota kecil dengan kategori “rendah” dapat meningkat menjadi “sedang” dengan mengacu diagram waktu pada Tabel 44. Tabel 44 Acuan waktu pelaksanaan kegiatan peningkatan kualitas lingkungan hidup kota kecil di Kalimantan dengan kategori “rendah” menjadi “sedang” Kegiatan Kegiatan pengelolaan kebersihan kota • Kegiatan rutin pengelolaan sampah kota • Kegiatan rutin perawatan sarana pengelolaan sampah kota • Kajian tingkat timbulan sampah dan kebutuhan sarana pengelolaan sampah kota • Kegiatan pengadaan sarana pengelolaan sampah kota • Kegiatan pengoperasian sarana pengelolaan sampah kota Kegiatan pengelolaan RTH kota • Kegiatan rutin perawatan tanaman peneduh RTH kota • Kajian tingkat kebutuhan dan pengelolaan RTH kota • Kegiatan pengadaan bibit tanaman peneduh • Kegiatan penanaman tanaman peneduh RTH kota Kegiatan pengelolaan TPA • Kegiatan rutin pengelolaan sampah zona aktif TPA • Kegiatan pengadaan drainase zona aktif TPA • Kegiatan pemanfaatan drainase zona aktif TPA • Kegiatan penghijauan zona non aktif TPA
1
Tahun 2
3
Berdasarkan Tabel 44 dengan pengalokasian anggaran APBD proporsional dan didukung penerapan peraturan daerah yang mengatur pengelolaan kebersihan dan RTH kota, dalam kurun waktu 3 tahun diharapkan dapat tercapai peningkatan kualitas lingkungan hidup kota kecil dengan kategori “rendah” menjadi “sedang”. 5.6.7 Arahan bagi kota kecil di Kalimantan dengan kategori “sangat rendah” Terdapat 4 (kota) kota kecil dengan nilai indeks kualitas lingkungan pada kategori “sangat rendah”. Sebanyak 3 diantaranya kota berada di Provinsi Kalimantan Tengah yaitu Puruk Cahu, Tamiyang Layang dan Kuala Pembuang. Selebihnya 1 kota berada di Provinsi Kalimantan Timur yaitu Kota Sendawar. Kota - kota tersebut berada dalam rentang nilai indeks kualitas lingkungan 18.40 13.43. Secara umum nilai untuk variabel - variabel kualitas lingkungan kota - kota tersebut rendah, kecuali untuk variabel kebersihan dan sebaran peneduh kawasan permukiman. Kota - kota dengan kategori “sangat rendah” juga ditandai dengan tidak terdapatnya kawasan yang diperuntukkan sebagai taman kota pada masing masing kota. Untuk dapat meningkatkan nilai indeks menjadi kategori “rendah” hal - hal yang harus dilakukan dengan cara membenahi aspek - aspek penentu kualitas lingkungan hidup kota untuk mencapai keluaran seperti pada Tabel 45. Tabel 45 Aspek pembenahan, lokasi sasaran, pelaksana kegiatan, serta kegiatan / keluaran yang diharapkan bagi kota kecil di Kalimantan dengan kategori “sangat rendah” Lokasi Sasaran Kawasan Publik dan Privat
No
Aspek Pembenahan
1
Alokasi Anggaran Kegiatan Pengelolaan Kebersihan
2
Alokasi Anggaran Kegiatan Pengelolaan RTH
Kawasan Publik
Pemerintah Daerah dan DPRD
3
Alokasi Anggaran Kegiatan Pengelolaan TPA
TPA
Pemerintah Daerah dan DPRD
Peningkatan anggaran untuk : (1) pengelolaan kawasan zona aktif TPA dan (2) penghijauan zona non aktif TPA.
4
Kondisi Kebersihan
Kawasan Publik dan Privat
Badan / Kantor Lingkungan Hidup Dinas Kebersihan Masyarakat Permukiman
Sosialisasi cara pengelolaan kebersihan yang baik pada masyarakat melalui upaya pengurangan, dan pemanfaatan ulang sampah.
Permukiman
Pasar
Pelaksana Pemerintah Daerah dan DPRD
Dinas Kebersihan Dinas Pasar
Kegiatan / Keluaran Peningkatan anggaran pemenuhan luas daerah layanan sampah dan kapasitas pengelolaan sampah yang sebanding dengan pertambahan penduduk melalui penambahan dan pemeliharaan : (1) tempat penampungan sampah sementara dan (2) armada angkut sampah. Peningkatan anggaran pemeliharaan kualitas RTH kota melalui upaya : (1) pengadaan taman kota dan (2) perawatan dan penambahan tanaman peneduh.
Penambahan TPS dan kapasitas angkut hingga lebih dari 50 % sampah permukiman ke TPA. Peningkatan kebersihan lingkungan melingkupi lebih dari 50 % sampah kawasan permukiman. Penambahan kapasitas angkut hingga lebih dari 25 % sampah pasar ke TPA. Penambahan tempat sampah umum dan peningkatan kebersihan lingkungan melingkupi lebih dari 25 % sampah kawasan pasar.
Tabel 45 (Lanjutan) No 4
5
Aspek Pembenahan
Lokasi Sasaran
Pelaksana
Kondisi Kebersihan
Pedagang
Kondisi RTH
Pembeli / Pengunjung Badan / Kantor Lingkungan Hidup
Kawasan Publik dan Privat
Permukiman
Masyarakat Permukiman
Pasar
Dinas Pasar
6
Kondisi TPA
TPA
UPT TPA / Dinas Kebersihan
7
Peraturan Daerah Tentang Kebersihan
Kawasan Publik dan Privat
8
Peraturan Daerah Tentang RTH
Kawasan Publik dan Privat
Badan Lingkungan Hidup dan Dinas Kebersihan Bappeda dan Dinas Tata Ruang
Kegiatan / Keluaran Penyediaan tempat sampah kios dan pemeliharaan kebersihan area sekitar kios. Pemeliharaan kebersihan dengan membuang sampah pada tempatnya. Sosialisasi cara pengelolaan RTH yang baik pada masyarakat melalui upaya penanaman tanaman peneduh pada kawasan permukiman dan larangan merusak tanaman peneduh pada kawasan publik. Penambahan dan perawatan tanaman peneduh agar tercapai tutupan tajuk hingga lebih dari 25 % untuk area tidak terbangun kawasan permukiman. Penambahan dan perawatan tanaman peneduh agar tercapai tutupan tajuk hingga lebih dari 5 % untuk area tidak terbangun kawasan pasar. Peningkatan upaya pengelolaan sampah terbuka hingga tidak melebihi 75 % luas zona aktif dan penghijauan minimal 5 % luas zona non aktif TPA Penyusunan peraturan pengelolaan kebersihan sampah kota, penetapan waktu pembuangan sampah, serta perbaikan instrumen pengawasan dan penindakan hukum terkait pelanggaran dalam pengelolaan sampah kota. Penyusunan ketetapan pemerintah daerah dalam penambahan jumlah maupun luas area RTH pada kawasan - kawasan publik seperti taman kota, perbaikan instrumen perizinan kota yang berhubungan dengan pemanfaatan ruang untuk menjaga proporsi antara lahan terbangun dengan RTH serta perbaikan instrumen pengawasan dan penindakan hukum terkait pelanggaran dalam pemanfaatan ruang.
Kota kecil dengan kategori “sangat rendah” dapat meningkat menjadi “rendah” dengan mengacu diagram waktu pada Tabel 46. Tabel 46 Acuan waktu pelaksanaan kegiatan peningkatan kualitas lingkungan hidup kota kecil di Kalimantan dengan kategori “sangat rendah” menjadi “rendah” Kegiatan Kegiatan pengelolaan kebersihan kota • Kegiatan rutin pengelolaan sampah kota • Kegiatan rutin perawatan sarana pengelolaan sampah kota • Kajian tingkat timbulan sampah dan kebutuhan sarana pengelolaan sampah kota • Kegiatan pengadaan sarana pengelolaan sampah kota • Kegiatan pengoperasian sarana pengelolaan sampah kota
1
Tahun 2
3
Tabel 46 (Lanjutan) Kegiatan
1
Tahun 2
3
Kegiatan pengelolaan RTH kota • Kegiatan rutin perawatan tanaman peneduh RTH kota • Kajian tingkat kebutuhan dan pengelolaan RTH kota • Kegiatan pengadaan bibit tanaman peneduh • Kegiatan penanaman tanaman peneduh RTH kota • Kegiatan pengadaan lahan kawasan taman kota • Kegiatan pembangunan kawasan taman kota Kegiatan pengelolaan TPA • Kegiatan rutin pengelolaan sampah zona aktif TPA • Kegiatan pengadaan drainase zona aktif TPA • Kegiatan pemanfaatan drainase zona aktif TPA • Kegiatan penghijauan zona non aktif TPA
Berdasarkan Tabel 46 dengan pengalokasian anggaran APBD proporsional dan didukung keberadaan peraturan daerah yang mengatur pengelolaan kebersihan dan RTH kota, dalam kurun waktu 3 tahun diharapkan dapat tercapai peningkatan kualitas lingkungan hidup kota kecil dengan kategori “sangat rendah” menjadi “rendah”. Lamanya waktu yang dibutuhkan oleh kota kecil untuk menaikkan kualitas lingkungan hingga mencapai satu tingkat kategori lebih tinggi adalah 3 - 4 tahun, tergantung kondisi awal kualitas lingkungan serta tingkat kategori kualitas lingkungan yang ingin dicapai. Lamanya waktu tersebut tidak melebihi satu periode jabatan kepala daerah yang mencapai 5 tahun, sehingga diharapkan dalam satu periode jabatan kepala daerah dapat dicapai kenaikan kategori kualitas lingkungan kota satu tingkat sebelum masa kepemimpinan kepala daerah bersangkutan berakhir. Arahan peningkatan nilai indeks kualitas lingkungan kota sedang dan kecil di Kalimantan ini disusun sebagai acuan bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup kota di wilayah kerjanya masing masing. Arahan menunjukkan fokus pembenahan pada aspek - aspek yang berpengaruh pada nilai indeks kualitas lingkungan yang perlu ditingkatkan agar didapatkan kenaikan nilai indeks kota secara umum.
VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan penelitian analisis kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan, dapat diambil simpulan sebagai berikut : 1. Pengelompokan yang dilakukan pada kota sedang dan kecil di Kalimantan berdasarkan data 2006 - 2010 menggunakan analisis gerombol menunjukkan 6 kota termasuk dalam kluster kategori “sangat baik”, 7 kota termasuk dalam kluster kategori “baik”, 19 kota berada dalam kluster kategori “cukup”, 11 kota dalam kluster kategori “buruk” dan 4 kota dalam kluster kategori “sangat buruk”. 2. Indikator - indikator kualitas lingkungan kawasan - kawasan publik dan kawasan yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat seperti taman kota, pasar dan TPA memiliki bobot lebih besar dibandingkan kawasan privat seperti permukiman dalam penentuan nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2006 - 2010. Upaya - upaya peningkatan kualitas lingkungan pada kawasan - kawasan publik memberikan pengaruh lebih besar dibandingkan dengan kawasan privat terhadap nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil pada kurun waktu tersebut. 3. Alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan yang berasal dari APBD 2006 - 2010 nyata meningkatkan kualitas lingkungan suatu kota. Alokasi anggaran kegiatan pengelolaan lingkungan yang berasal dari APBD 2006 2010 tidak nyata meningkatkan kualitas lingkungan suatu kota. 4. Kepadatan penduduk wilayah perkotaan tahun 2006 - 2010 nyata menurunkan kualitas lingkungan hidup suatu kota. 5. Arahan peningkatan kualitas lingkungan hidup kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2010 meliputi upaya peningkatan kualitas pengelolaan kebersihan kota pada sumber hingga akhir pengelolaan sampah di TPA, serta menjaga kualitas RTH kota di kawasan publik dan privat dengan dukungan ketersediaan anggaran yang disesuaikan dengan pertambahan kepadatan penduduk dan kategori nilai indeks kualitas lingkungan masing - masing kota.
6.2 Saran Beberapa saran berdasarkan hasil dan simpulan penelitian analisis kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan adalah sebagai berikut : 1. Pengelolaan lingkungan kawasan publik kota perlu ditetapkan menjadi prioritas pemerintah kabupaten / kota dalam pengelolaan lingkungan hidup kota karena dapat memberikan pengaruh lebih besar pada kualitas lingkungan hidup kota dibandingkan dengan kawasan privat. 2. Arahan peningkatan kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan dapat dilakukan dengan pendekatan atribut green planning dan green open space dalam program “kota hijau”. Penerapan konsep kota ramah lingkungan seperti program “kota hijau” dapat menjadi acuan peningkatan kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan secara umum.
DAFTAR PUSTAKA Asian Development Bank. 2012. Green Cities. Manila (PH). Best A, Dusen H V, Colin R. 1998. Sustainable Seattle - Indicators of Sustainable Community. Seattle (US). Bhuiyan S H. 2010. A crisis in governance: Urban solid waste management in Bangladesh. Journal of Habitat International 34 (1) : 125 - 133. doi : 10.1016 / j.habitatint. 2009.08.002. Bian Y, Yang F. 2010. Resource and Environment Efficiency Analysis of Provinces in China : A DEA Approach Based on Shannon’s Entropy. Journal of Energy Policy 38 (4) : 1909 - 1917. doi : 10.1016 / j.enpol. 2009.11.071. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Hasil Sensus Penduduk 2010 : Data Agregat Per Provinsi. Jakarta (ID). [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat. 2011. Kalimantan Barat Dalam Angka. Pontianak (ID). [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Tengah. 2011. Kalimantan Tengah Dalam Angka. Palangka Raya (ID). [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Selatan. 2011. Kalimantan Selatan Dalam Angka. Banjarmasin (ID). [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur. 2011. Kalimantan Timur Dalam Angka. Samarinda (ID). Duggan I C. 2012. Urban planning provides potential for lake restoration through catchment re-vegetation. Journal of Urban Forestry and Urban Greening 11 (1) : 95 - 99. doi : 10.1016 / j.ufug. 2011.09.006. Emerson J, Levy M A. 2010. Environmental Sustainability Index. Connecticut (US) : Yale University. Eschner A R, Satterlund D R. 1966. Forest protection and streamflow from an Adirondack watershed. Journal of Water Resources 2 (4) : 765 - 783. doi : 10.1029 / WR002 i004 p00765. Esty D C, Srebotnjak T, Goodall M. 2005. Environmental Sustainability Index. Connecticut (US) : Yale University. Eurostat. 2002. SERIEE European System for the Collection of Economic Information on the Environment - 1994 Version. Luxembourg (LU). Farrow A, Winograd M. 2001. Land Use Modelling at The Regional Scale: an Input to Rural Sustainability Indicators for Central America. Journal of Agriculture, Ecosystem and Environment 85 (3) : 249 - 268. doi : 10.1016 / S0167 - 8809 (01) 00192 - X. Fauzi A. 2004. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Jakarta (ID) : PT. Gramedia Pustaka Utama.
French N H, Erickson T, Thelen B, Shuchman R. 2008. The Environmental Quality Index : Approach, Concepts, Methods, and Demonstration of The EQI Approach for NRCS Conservation Program Assessment. Michigan (US) : Michigan Technological Research Institute. Garza G. 1996. Uncontrolled air pollution in Mexico City. Journal of Cities 13 (5) : 315 - 328. doi : 10.1016 / 0264 - 2751 (96) 00019 - 4. Gujarati D N. 2004. Basic Econometrics. 4th edition. New York (US) : McGraw Hill. Haygarth P M, Chapman P J, Jarvis S C, Smith R V. 1998. Phosphorus Budgets for Two Contrasting Grassland Farming Systems in The UK. Journal of Soil Use and Management 14 (4) : 160 - 167. doi : 10.1111 / j.1475 - 2743. 1998. tb00635. Kassomenos P A, Kelessisb A, Petrakakisb M, Zoumakisc N, Christidis T, Paschalidou A K. 2012. Air Quality Assessment in a Heavily Polluted Urban Mediterranean Environment Through Air Quality Indices. Journal of Ecological Indicators 18 : 259 - 268. doi : 10.1016 / j.ecolind. 2011.11.021. Kementerian Lingkungan Hidup. 2006. Mekanisme dan Kriteria Pemantauan Adipura. Jakarta (ID) : Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup. Kementerian Lingkungan Hidup. 2007. Panduan Pengawasan Pemanfaatan Ruang dari Aspek Lingkungan. Jakarta (ID) : Asisten Deputi Urusan Pengawasan dan Evaluasi Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup. Kementerian Lingkungan Hidup. 2008. Profil Lingkungan Hidup Adipura Kota Kota di Kalimantan. Balikpapan (ID) : Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Regional Kalimantan, Kementerian Lingkungan Hidup. Kementerian Lingkungan Hidup. 2010. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup. Jakarta (ID) : Asisten Deputi Urusan Data dan Informasi Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup. Kementerian Pekerjaan Umum. 2011. Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) Panduan Pelaksanaan 2011. Jakarta (ID) : Direktorat Jendaral Penataan Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum. Kao J J, Pan T C, Lin C M. 2009. An environmental sustainability based budget allocation system for regional water quality management. Journal of Environmental Management 90 (2) : 699 - 709. doi : 10.1016 / j.jenvman. 2008.01.003. Korol R, Kolanek A, Stron M. 2005. Trends in water quality variations in the Odra River the day before implementation of the Water Framework Directive. Limnologica 35 (3) : 151 - 159. doi : 10.1016 / j.limno. 2005.06.002. Lim M. 2012. Measuring Waste in Malaysia: A Neglected Approach. Journal of Social and Behavioral Procedia 42 : 198 - 204. doi : 10.1016 / j.sbspro. 2012.04.182.
Min L, Fangying G, Jiawei F, Meixuan S, He Z. 2011. The sustainable approach to the green space layout in high density urban environment: a case study of Macau peninsula. Journal of Procedia Engineering 21 : 922 - 928. doi : 10.1016 / j.proeng. 2011.11.2095. Nachrowi N D, Usman H. 2006. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Jakarta (ID) : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Naïma T D, Guy M, Serge C, Djamel T. 2012. Composition of Municipal Solid Waste (MSW) generated by the city of Chlef (Algeria). Journal of Energy Procedia 18 : 762 - 771. doi : 10.1016 / j.egypro. 2012.05.092. Nasution A D, Zahrah W. 2012. Public Open Space Privatization and Quality of Life, Case Study Merdeka Square Medan. Journal of Social and Behavioral Procedia 36 : 466 - 475. doi : 10.1016 / j.sbspro. 2012.03.051. Nowak D, Walton J T. 2012. Projected Urban Growth (2000 - 2050) and Its Estimated Impact on the United States Forest Resource. Journal of Forestry [Internet]. [diunduh 2012 Sep 15]; 103 (7) : 383 - 389. Tersedia pada : www.ingentaconnect.com/content/saf/jof/2005/0000103/0000008/ art00004.pdf. Pribadi D O, Panuju D R, Rustiadi E, Pravitasari E A. 2011. Permodelan Perencanaan Pengembangan Wilayah : Konsep, Metode, Aplikasi dan Teknik Komputasi. Bogor (ID) : Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah, Institut Pertanian Bogor. Rao J, Shantaram M V. 1995. Concentrations and relative availabilities of heavy metals in urban solid wastes of Hyderabad, India Journal of Bioresorce Technology [Internet]. [diunduh 2012 Okt 28]; 53 (1) : 53 - 55. Tersedia pada : www.sciencedirect.com/science/article/pii/096085249500054I.pdf. Roaf S. 2010. Designing high - density cities for social and environmental sustainability. London (GB) : Sterling VA. Rustiadi E, Saefulhakim S, Panuju D R. 2009. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta (ID) : Crestpent Press dan Yayasan Obor Indonesia. Siriwardena L, Finlayson B L, McMahon T A. 2006. The impact of land use change on catchment hydrology in large catchments: The Comet River, Central Queensland, Australia. Journal of Hydrology 326 (4) : 199 - 214. doi : 10.1016 / j.jhydrol. 2005.10.030. Soedibjo B S. 2008. Analisis Komponen Utama Dalam Kajian Ekologi. Jurnal Oseana [Internet]. [diunduh 2013 Mar 3]; 33 (2) : 43 - 53. Tersedia pada : www.oseanografi.lipi.go.id/sites/default/files/oseana_xxxiii(2)43-53.pdf. Sun J H, Hu J, Ming J, Yan J M, Liu Z, Shi Y R. 2012. Regional Environmental Performance Evaluation: A Case of Western Regions in China. Journal of Energy Procedia 16 (1) : 377 - 382. doi : 10.1016 / j.egypro. 2012.01.062. Yhdego M. 1995. Urban solid waste management in Tanzania : Issues, concepts and challenges. Journal of Resources, Conservation and Recycling 14 (1) : 1 - 10. doi : 10.1016 / 0921 - 3449 (94) 00017 - Y.
Wood F L, Heathwaite A L, Haygarth P M. 2005. Evaluating diffuse and point phosphorus contributions to river transfers at different scales in the Taw catchment, Devon, UK. Journal of Hydrology 304 (4) : 118 - 138. doi : 10.1016 / j.jhydrol. 2004.07.026. World Bank. 2004. Mongolia Environment Monitor 2004 : Environment Challenges of Urban Development. Ulaanbaatar (MN). Zhang X, Huang G H, Nie X. 2009. Optimal Decision Schemes for Agricultural Water Quality Management Planning with Imprecise Objective. Journal of Agricultural Water Management 96 : 1723 - 1731. doi : 10.1016 / j.agwat. 2009.07.011.
Lampiran 1 Nilai variabel - variabel komponen kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2006 - 2010
No
Nama Kota
Tahun
Kebersihan Kawasan Permukiman
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Kota Amuntai Kota Banjarbaru Kota Barabai Kota Batulicin Kota Bengkayang Kota Bontang Kota Buntok Kota Kandangan Kota Kasongan Kota Ketapang Kota Kotabaru Kota Kuala Kapuas Kota Kuala Kurun Kota Kuala Pembuang Kota Malinau Kota Marabahan Kota Martapura Kota Mempawah Kota Muara Teweh Kota Nanga Bulik Kota Nanga Pinoh Kota Ngabang Kota Nunukan
2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006
60.83 78.42 62.29 71.77 44.17 64.17 53.44 61.60 53.25 77.92 56.46 58.02 52.25 59.06 62.08 71.74 63.13 71.25 58.89 32.71 45.14 37.15 58.43
RTH Kawasan Permukiman
Kebersihan Kawasan Pasar
RTH Kawasan Pasar
55.49 66.17 63.47 35.42 45.42 68.54 81.98 53.82 46.67 60.21 55.90 46.88 14.67 15.00 54.72 62.08 67.78 60.63 65.35 0.00 39.58 38.61 51.85
28.33 42.29 22.50 60.49 33.33 45.42 35.21 35.42 66.67 30.42 37.71 17.08 35.33 8.33 55.56 50.21 25.83 58.33 17.29 41.67 23.06 12.50 36.85
0.00 5.21 0.00 32.78 4.17 42.50 0.00 1.46 0.00 18.75 34.31 0.00 39.83 6.25 0.00 0.00 8.33 0.00 2.50 26.67 0.00 0.00 0.00
Area Resapan Kawasan Taman Kota 71.04 64.31 62.92 0.00 0.00 77.50 87.50 65.00 0.00 76.25 37.50 94.79 70.33 0.00 0.00 58.75 62.50 93.33 86.25 0.00 0.00 0.00 50.00
Kebersihan Kawasan Taman Kota
Pengendalian Pencemaran TPA
Pengelolaan Sampah TPA
RTH Kawasan TPA
70.83 66.67 59.17 0.00 0.00 58.75 60.83 84.17 0.00 69.17 37.50 81.67 63.33 0.00 0.00 63.33 62.50 90.00 83.75 0.00 0.00 0.00 50.00
0.00 30.56 17.64 26.67 0.00 0.00 15.28 0.00 0.00 0.00 26.67 24.44 0.00 0.00 0.00 18.33 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 7.64 0.00
7.29 51.35 44.48 34.38 0.00 0.00 9.38 0.00 0.00 0.00 6.67 38.75 0.00 7.92 0.00 0.00 30.63 0.00 16.88 0.00 0.00 5.73 0.00
2.08 65.00 32.50 39.58 0.00 0.00 35.83 0.00 0.00 41.67 30.00 64.58 0.00 51.67 0.00 55.00 55.42 51.67 60.83 0.00 0.00 0.00 0.00
Lampiran 1 (Lanjutan)
No
Nama Kota
Tahun
Kebersihan Kawasan Permukiman
24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46
Kota Pangkalan Bun Kota Paringin Kota Pelaihari Kota Penajam Kota Pulang Pisau Kota Puruk Cahu Kota Putussibau Kota Rantau Kota Sambas Kota Sampit Kota Sangatta Kota Sanggau Kota Sekadau Kota Sendawar Kota Singkawang Kota Sintang Kota Sukamara Kota Tamiang Layang Kota Tanah Grogot Kota Tanjung Redeb Kota Tanjung Selor Kota Tanjung Kota Tarakan
2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006
86.46 59.06 70.31 27.50 49.25 45.63 42.92 53.96 66.67 41.46 63.96 51.67 36.39 31.04 64.72 43.98 65.94 40.63 45.42 62.57 67.57 62.50 61.83
RTH Kawasan Permukiman
Kebersihan Kawasan Pasar
RTH Kawasan Pasar
89.38 59.48 69.90 34.03 56.33 0.00 28.47 56.11 59.17 43.58 60.83 39.72 41.76 45.42 71.11 44.63 57.19 31.25 40.14 59.72 62.01 42.64 66.17
81.56 31.67 31.25 2.50 12.50 33.33 61.11 47.08 46.67 36.88 66.88 43.23 35.00 56.04 42.50 44.81 61.67 16.88 26.67 37.92 56.25 23.33 66.67
14.58 0.00 28.13 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 20.83 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 4.17 46.88 0.00 23.61
Area Resapan Kawasan Taman Kota 82.08 71.46 86.25 0.00 0.00 0.00 58.89 60.00 0.00 75.83 0.00 65.00 56.11 0.00 73.33 47.22 75.14 0.00 77.78 69.17 77.50 80.42 92.04
Kebersihan Kawasan Taman Kota
Pengendalian Pencemaran TPA
Pengelolaan Sampah TPA
RTH Kawasan TPA
82.29 39.79 70.83 0.00 0.00 0.00 44.44 70.83 0.00 40.83 0.00 65.42 41.67 0.00 60.83 68.33 56.94 0.00 72.78 70.00 74.58 60.00 92.22
30.14 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 29.17 18.33 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 6.67 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 53.33
29.58 7.29 20.00 0.00 0.00 19.48 0.00 0.00 0.00 36.35 0.00 10.94 0.00 0.00 21.25 6.67 12.40 14.58 0.00 33.13 0.00 2.08 58.33
61.67 2.08 36.67 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 55.00 6.25 0.00 0.00 0.00 16.67 33.33 0.00 53.33 58.33 51.67 0.00 0.00 0.00 56.11
Lampiran 1 (Lanjutan)
No
Nama Kota
Tahun
Kebersihan Kawasan Permukiman
47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69
Kota Tenggarong Kota Amuntai Kota Banjarbaru Kota Barabai Kota Batulicin Kota Bengkayang Kota Bontang Kota Buntok Kota Kandangan Kota Kasongan Kota Ketapang Kota Kotabaru Kota Kuala Kapuas Kota Kuala Kurun Kota Kuala Pembuang Kota Malinau Kota Marabahan Kota Martapura Kota Mempawah Kota Muara Teweh Kota Nanga Bulik Kota Nanga Pinoh Kota Ngabang
2006 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007
39.31 51.53 82.33 70.75 89.58 58.33 71.25 60.42 64.83 61.67 72.36 64.86 26.85 65.00 42.92 41.80 84.44 79.72 68.34 62.50 50.63 54.17 54.44
RTH Kawasan Permukiman
Kebersihan Kawasan Pasar
RTH Kawasan Pasar
49.72 42.08 65.50 62.75 45.83 41.12 67.50 62.08 45.00 34.44 78.33 61.11 65.42 42.23 12.50 57.08 69.44 62.50 77.28 60.37 50.42 50.00 63.89
65.56 45.83 44.79 18.75 54.17 25.28 50.42 58.33 22.08 16.67 40.97 65.28 24.17 50.00 50.00 41.67 54.17 83.33 24.17 51.67 50.00 20.83 29.17
33.33 0.00 16.67 0.00 30.56 0.00 52.08 16.67 0.00 17.78 8.47 27.78 16.67 17.78 0.00 8.33 16.67 50.00 0.00 32.23 26.67 8.33 29.17
Area Resapan Kawasan Taman Kota 92.78 65.00 81.11 60.83 0.00 0.00 93.33 75.00 55.00 0.00 76.94 25.00 93.88 91.67 0.00 0.00 91.67 91.67 68.71 83.33 0.00 0.00 0.00
Kebersihan Kawasan Taman Kota
Pengendalian Pencemaran TPA
Pengelolaan Sampah TPA
RTH Kawasan TPA
75.37 77.50 91.67 72.50 0.00 0.00 91.67 53.05 76.67 0.00 76.67 91.67 93.33 83.33 0.00 0.00 91.67 91.67 85.56 58.33 0.00 0.00 0.00
0.00 24.17 33.33 52.22 33.33 0.00 0.55 0.00 10.55 13.88 0.00 33.33 13.52 0.00 8.88 0.00 25.00 25.00 21.38 13.88 0.00 8.33 8.33
0.00 46.04 18.75 60.00 0.00 0.00 0.00 0.00 38.33 20.83 0.00 18.75 43.33 0.00 0.00 12.50 0.00 29.17 7.78 17.36 0.00 0.00 12.50
58.89 34.17 66.67 72.50 50.00 41.67 33.33 0.00 43.33 25.00 42.78 50.00 52.78 0.00 51.67 0.00 58.33 68.33 45.00 35.00 58.33 8.33 8.33
Lampiran 1 (Lanjutan)
No
Nama Kota
Tahun
Kebersihan Kawasan Permukiman
70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92
Kota Nunukan Kota Pangkalan Bun Kota Paringin Kota Pelaihari Kota Penajam Kota Pulang Pisau Kota Puruk Cahu Kota Putussibau Kota Rantau Kota Sambas Kota Sampit Kota Sangatta Kota Sanggau Kota Sekadau Kota Sendawar Kota Singkawang Kota Sintang Kota Sukamara Kota Tamiang Layang Kota Tanah Grogot Kota Tanjung Redeb Kota Tanjung Selor Kota Tanjung
2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007
58.98 80.28 50.42 77.08 42.50 58.61 62.50 47.22 58.92 59.45 67.29 66.67 56.94 52.78 68.33 83.52 51.67 49.17 58.47 50.00 59.63 70.00 53.92
RTH Kawasan Permukiman
Kebersihan Kawasan Pasar
RTH Kawasan Pasar
44.35 73.61 56.46 75.00 40.00 35.42 36.25 51.39 41.92 48.33 56.25 65.42 45.83 42.64 41.94 84.36 62.50 31.67 46.39 64.17 58.24 61.94 40.33
47.22 71.67 52.50 57.22 8.33 50.00 58.33 33.33 21.25 50.83 20.83 45.83 46.67 20.83 56.25 29.17 31.67 52.50 42.78 66.67 36.67 48.89 20.83
0.00 34.58 0.00 25.00 0.00 16.67 30.00 16.67 0.00 0.00 0.00 22.92 8.33 19.17 0.00 0.00 16.67 21.67 16.67 38.33 37.23 46.11 0.00
Area Resapan Kawasan Taman Kota 56.12 87.50 65.00 91.67 0.00 0.00 0.00 75.00 49.17 93.33 86.67 0.00 70.83 26.67 0.00 73.89 75.00 45.83 0.00 0.00 83.33 77.50 75.00
Kebersihan Kawasan Taman Kota
Pengendalian Pencemaran TPA
Pengelolaan Sampah TPA
RTH Kawasan TPA
73.88 91.67 64.58 71.67 0.00 0.00 0.00 58.33 35.83 84.45 83.33 0.00 58.33 68.33 0.00 73.61 75.00 72.50 0.00 0.00 75.00 70.83 55.83
0.00 41.67 0.00 44.45 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 19.45 0.00 0.00 8.33 0.00 0.00 8.33 11.12 13.88 0.00 5.55 16.67 24.45
12.50 43.75 6.25 39.58 0.00 0.00 0.00 0.00 27.92 0.00 16.67 0.00 0.00 12.50 0.00 0.00 31.25 8.33 0.00 0.00 12.92 10.42 49.17
53.33 51.67 0.00 50.00 0.00 0.00 0.00 51.67 18.33 58.33 75.00 0.00 0.00 8.33 0.00 26.67 8.33 53.33 0.00 0.00 58.33 68.33 68.33
Lampiran 1 (Lanjutan)
No
Nama Kota
Tahun
Kebersihan Kawasan Permukiman
93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115
Kota Tarakan Kota Tenggarong Kota Amuntai Kota Banjarbaru Kota Barabai Kota Batulicin Kota Bengkayang Kota Bontang Kota Buntok Kota Kandangan Kota Kasongan Kota Ketapang Kota Kotabaru Kota Kuala Kapuas Kota Kuala Kurun Kota Kuala Pembuang Kota Malinau Kota Marabahan Kota Martapura Kota Mempawah Kota Muara Teweh Kota Nanga Bulik Kota Nanga Pinoh
2007 2007 2008 2008 2008 2008 2008 2008 2008 2008 2008 2008 2008 2008 2008 2008 2008 2008 2008 2008 2008 2008 2008
78.70 38.75 62.78 74.55 64.83 78.33 54.17 60.83 49.17 62.33 50.42 54.17 65.49 47.92 60.00 56.25 62.92 80.28 68.33 52.17 56.11 53.33 56.67
RTH Kawasan Permukiman
Kebersihan Kawasan Pasar
RTH Kawasan Pasar
63.75 73.33 62.78 75.63 64.00 60.42 50.00 67.50 52.50 66.33 37.08 66.25 65.14 35.42 40.00 31.67 45.83 77.15 77.78 68.83 51.39 33.33 55.42
70.00 23.89 52.50 51.67 41.67 54.17 51.67 62.92 33.33 45.83 42.50 37.50 43.54 33.33 33.33 53.33 34.17 54.17 33.33 33.33 42.50 50.00 40.00
45.83 4.17 38.33 41.67 35.83 41.67 33.33 42.08 0.00 8.33 0.00 43.75 37.50 4.17 8.33 0.00 12.50 25.00 13.33 0.00 0.00 0.00 0.00
Area Resapan Kawasan Taman Kota 72.22 87.22 68.33 73.33 58.33 91.67 0.00 83.33 77.78 63.33 0.00 70.83 58.33 75.00 68.33 0.00 0.00 75.00 66.67 70.00 75.00 0.00 75.00
Kebersihan Kawasan Taman Kota
Pengendalian Pencemaran TPA
Pengelolaan Sampah TPA
RTH Kawasan TPA
83.33 83.89 83.33 61.39 71.67 87.50 0.00 68.33 69.44 66.67 0.00 63.33 83.33 83.33 60.00 0.00 0.00 83.33 66.67 64.44 51.67 0.00 66.67
36.12 0.00 8.88 39.17 25.00 16.67 0.00 28.33 0.00 0.00 0.00 0.00 16.67 8.88 0.00 0.00 0.00 16.67 21.95 8.33 0.00 0.00 0.00
42.92 0.00 16.67 54.17 44.58 16.67 0.00 48.33 0.00 28.33 0.00 6.25 27.08 0.00 0.00 4.17 0.00 26.25 49.79 0.00 0.00 0.00 0.00
58.33 26.67 33.33 82.50 33.33 48.33 50.00 58.33 41.67 50.00 28.33 50.00 50.00 33.33 33.33 0.00 0.00 66.67 65.83 33.33 0.00 0.00 0.00
Lampiran 1 (Lanjutan)
No
Nama Kota
Tahun
Kebersihan Kawasan Permukiman
116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138
Kota Ngabang Kota Nunukan Kota Pangkalan Bun Kota Paringin Kota Pelaihari Kota Penajam Kota Pulang Pisau Kota Puruk Cahu Kota Putussibau Kota Rantau Kota Sambas Kota Sampit Kota Sangatta Kota Sanggau Kota Sekadau Kota Sendawar Kota Singkawang Kota Sintang Kota Sukamara Kota Tamiang Layang Kota Tanah Grogot Kota Tanjung Redeb Kota Tanjung Selor
2008 2008 2008 2008 2008 2008 2008 2008 2008 2008 2008 2008 2008 2008 2008 2008 2008 2008 2008 2008 2008 2008 2008
57.50 64.17 68.06 64.17 53.75 31.25 55.00 50.83 48.61 63.33 51.25 60.83 54.17 58.89 55.00 48.33 69.17 65.83 60.83 33.33 55.28 51.39 50.56
RTH Kawasan Permukiman
Kebersihan Kawasan Pasar
RTH Kawasan Pasar
63.75 57.04 60.00 68.33 56.25 54.17 46.67 30.00 54.17 69.17 56.25 57.29 52.08 43.06 60.83 50.42 71.94 65.28 62.50 35.83 49.17 59.72 66.11
50.83 56.94 70.83 40.00 58.61 8.33 33.33 29.17 43.33 27.50 41.67 55.83 31.25 37.92 49.17 37.50 45.83 39.17 26.67 29.17 50.00 54.17 58.33
43.33 4.17 64.58 35.83 49.93 0.00 16.67 0.00 30.00 21.67 0.00 28.33 25.42 14.17 0.00 0.00 0.00 13.33 0.00 0.00 37.50 62.50 63.33
Area Resapan Kawasan Taman Kota 44.17 33.33 70.83 60.00 87.50 0.00 76.67 0.00 75.00 63.33 0.00 75.00 0.00 71.67 75.00 0.00 62.50 75.00 66.67 0.00 83.33 85.00 80.56
Kebersihan Kawasan Taman Kota
Pengendalian Pencemaran TPA
Pengelolaan Sampah TPA
RTH Kawasan TPA
58.33 75.00 86.67 57.50 57.50 0.00 71.67 0.00 60.00 46.67 0.00 63.33 0.00 64.17 55.00 0.00 69.17 66.67 52.50 0.00 68.33 73.33 58.89
8.88 0.00 60.00 8.88 47.22 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 23.88 0.00 0.00 0.00 0.00 19.45 0.00 8.33 0.00 53.33 0.00 8.88
13.33 0.00 43.75 16.67 62.50 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 19.17 38.75 0.00 0.00 0.00 0.00 37.92 0.00 0.00 0.00 47.92 0.00 6.67
41.67 33.33 66.67 33.33 68.33 50.00 0.00 0.00 26.67 41.67 58.33 75.00 0.00 0.00 0.00 0.00 51.67 26.67 0.00 0.00 41.67 51.67 33.33
Lampiran 1 (Lanjutan)
No
Nama Kota
Tahun
Kebersihan Kawasan Permukiman
139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161
Kota Tanjung Kota Tarakan Kota Tenggarong Kota Amuntai Kota Banjarbaru Kota Barabai Kota Batulicin Kota Bengkayang Kota Bontang Kota Buntok Kota Kandangan Kota Kasongan Kota Ketapang Kota Kotabaru Kota Kuala Kapuas Kota Kuala Kurun Kota Kuala Pembuang Kota Malinau Kota Marabahan Kota Martapura Kota Mempawah Kota Muara Teweh Kota Nanga Bulik
2008 2008 2008 2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009
60.42 64.17 50.00 48.54 70.22 66.00 60.92 58.33 82.50 45.42 65.42 54.58 61.67 62.75 38.33 43.75 46.67 47.92 60.56 63.33 55.33 43.06 47.22
RTH Kawasan Permukiman
Kebersihan Kawasan Pasar
RTH Kawasan Pasar
47.92 56.99 62.50 54.17 69.97 70.17 62.42 61.67 76.67 67.08 59.17 58.33 66.25 69.42 64.45 29.17 34.58 57.08 73.83 81.39 57.33 60.74 41.67
27.92 50.00 29.17 42.50 42.00 26.67 46.08 39.17 62.92 58.33 20.83 33.33 48.33 25.00 26.67 42.50 25.00 63.33 33.33 25.83 55.00 34.17 25.00
30.83 54.17 25.00 29.17 46.00 37.50 47.25 0.00 70.00 0.00 0.00 0.00 52.08 16.75 12.50 0.00 0.00 26.67 0.00 45.83 0.00 25.83 0.00
Area Resapan Kawasan Taman Kota 64.17 68.33 69.44 80.00 82.78 75.00 91.67 58.33 83.33 77.41 70.00 75.00 70.83 25.00 86.67 58.33 0.00 0.00 75.00 33.33 72.22 83.33 0.00
Kebersihan Kawasan Taman Kota
Pengendalian Pencemaran TPA
Pengelolaan Sampah TPA
RTH Kawasan TPA
61.67 76.11 66.67 58.33 78.78 80.00 75.00 68.33 83.33 50.18 68.33 58.33 71.67 52.33 75.00 33.33 0.00 0.00 66.67 80.00 61.67 33.33 0.00
0.00 45.00 0.00 0.00 47.22 38.88 8.88 0.00 75.00 0.00 0.00 0.00 0.00 14.88 17.22 0.00 0.00 0.00 0.00 36.12 13.88 0.00 0.00
8.75 31.25 0.00 12.50 59.17 50.00 12.92 0.00 62.50 0.00 24.17 0.00 0.00 28.08 16.67 0.00 0.00 0.00 0.00 52.08 0.00 0.00 0.00
33.33 58.33 41.67 26.67 68.33 28.33 75.33 68.33 68.33 33.33 0.00 0.00 50.00 26.67 58.33 31.12 0.00 0.00 58.33 66.67 0.00 33.33 26.67
Lampiran 1 (Lanjutan)
No
Nama Kota
Tahun
Kebersihan Kawasan Permukiman
162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184
Kota Nanga Pinoh Kota Ngabang Kota Nunukan Kota Pangkalan Bun Kota Paringin Kota Pelaihari Kota Penajam Kota Pulang Pisau Kota Puruk Cahu Kota Putussibau Kota Rantau Kota Sambas Kota Sampit Kota Sangatta Kota Sanggau Kota Sekadau Kota Sendawar Kota Singkawang Kota Sintang Kota Sukamara Kota Tamiang Layang Kota Tanah Grogot Kota Tanjung Redeb
2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009
52.08 62.50 63.61 73.89 50.42 52.17 37.50 45.83 57.78 49.81 50.00 50.00 56.11 58.33 63.33 62.50 43.75 71.39 61.39 70.00 46.53 56.94 40.56
RTH Kawasan Permukiman
Kebersihan Kawasan Pasar
RTH Kawasan Pasar
60.42 71.94 49.44 70.28 44.58 73.67 54.58 42.08 50.00 59.72 57.50 46.67 46.59 64.17 61.94 68.06 55.42 71.39 64.72 63.75 42.64 62.78 62.50
37.92 56.67 56.67 75.83 29.17 30.00 25.83 33.33 41.12 58.33 16.67 41.67 68.61 46.67 52.08 58.33 53.33 55.00 50.00 33.33 50.00 45.83 30.00
0.00 41.67 21.67 64.17 30.00 41.67 0.00 0.00 0.00 12.50 0.00 0.00 41.94 0.00 18.75 31.67 21.67 41.67 6.25 0.00 25.83 45.83 0.00
Area Resapan Kawasan Taman Kota 91.67 58.33 50.00 83.33 62.50 85.83 0.00 58.33 0.00 83.33 75.00 68.33 75.55 0.00 84.17 0.00 0.00 67.50 83.33 33.33 0.00 58.33 83.33
Kebersihan Kawasan Taman Kota
Pengendalian Pencemaran TPA
Pengelolaan Sampah TPA
RTH Kawasan TPA
58.33 70.00 80.00 83.33 52.50 79.17 0.00 41.67 0.00 50.00 71.67 63.33 66.67 0.00 69.17 0.00 0.00 78.33 68.33 80.00 0.00 83.33 80.00
0.00 8.88 0.00 70.55 0.00 41.88 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 22.78 0.00 0.00 0.00 0.00 58.33 0.00 11.12 0.00 44.45 44.45
0.00 0.00 0.00 50.00 12.50 56.42 0.00 0.00 0.00 0.00 12.50 0.00 46.80 0.00 0.00 18.75 0.00 37.08 41.67 0.00 0.00 30.42 33.75
25.00 26.67 33.33 75.00 26.67 68.33 50.00 0.00 26.67 0.00 16.67 58.33 58.33 16.67 26.67 26.67 26.67 46.67 33.33 26.67 26.67 50.00 50.00
Lampiran 1 (Lanjutan)
No
Nama Kota
Tahun
Kebersihan Kawasan Permukiman
185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207
Kota Tanjung Selor Kota Tanjung Kota Tarakan Kota Tenggarong Kota Amuntai Kota Banjarbaru Kota Barabai Kota Batulicin Kota Bengkayang Kota Bontang Kota Buntok Kota Kandangan Kota Kasongan Kota Ketapang Kota Kotabaru Kota Kuala Kapuas Kota Kuala Kurun Kota Kuala Pembuang Kota Malinau Kota Marabahan Kota Martapura Kota Mempawah Kota Muara Teweh
2009 2009 2009 2009 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010
57.50 43.61 62.36 55.42 58.33 65.97 69.38 72.08 62.50 80.00 54.17 65.00 45.83 61.67 49.17 65.00 52.92 60.42 60.00 46.11 59.44 59.67 57.50
RTH Kawasan Permukiman
Kebersihan Kawasan Pasar
RTH Kawasan Pasar
60.83 54.72 61.39 66.25 63.54 66.53 67.08 58.33 62.50 74.17 55.00 65.00 50.00 58.33 78.33 53.33 44.17 44.17 64.17 54.17 63.33 64.50 53.33
25.83 21.25 50.00 40.00 50.00 62.50 58.33 48.33 45.83 80.83 58.33 47.71 31.67 44.17 27.50 54.17 29.17 38.33 52.50 26.67 45.83 65.83 37.50
60.83 10.83 40.00 44.17 29.17 46.67 58.33 44.17 30.00 50.83 0.00 29.58 0.00 42.08 10.83 16.67 16.67 0.00 41.67 31.67 16.67 0.00 30.00
Area Resapan Kawasan Taman Kota 66.67 64.17 72.22 66.67 75.00 80.00 66.67 91.67 53.33 86.67 58.33 75.00 68.33 61.67 25.00 66.67 66.67 0.00 75.00 50.00 66.67 65.56 50.00
Kebersihan Kawasan Taman Kota
Pengendalian Pencemaran TPA
Pengelolaan Sampah TPA
RTH Kawasan TPA
63.89 31.67 83.33 64.44 75.00 78.33 75.00 75.00 53.33 75.00 68.89 33.33 50.00 66.67 33.33 83.33 50.00 0.00 61.67 51.67 83.33 58.33 51.67
0.00 5.55 50.00 33.33 66.67 58.88 81.12 0.00 0.00 69.45 0.00 11.12 0.00 0.00 13.88 44.45 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 11.12 0.00
0.00 28.75 50.83 0.00 37.50 65.00 73.75 0.00 0.00 60.83 14.58 25.00 0.00 27.08 25.00 66.67 0.00 0.00 0.00 0.00 25.00 25.42 6.25
26.67 28.33 58.33 58.33 66.67 66.67 66.67 58.33 0.00 66.67 68.33 33.33 26.67 58.33 50.00 66.67 0.00 0.00 26.67 66.67 63.33 33.33 0.00
Lampiran 1 (Lanjutan)
No
Nama Kota
Tahun
Kebersihan Kawasan Permukiman
208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219 220 221 222 223 224 225 226 227 228 229 230
Kota Nanga Bulik Kota Nanga Pinoh Kota Ngabang Kota Nunukan Kota Pangkalan Bun Kota Paringin Kota Pelaihari Kota Penajam Kota Pulang Pisau Kota Puruk Cahu Kota Putussibau Kota Rantau Kota Sambas Kota Sampit Kota Sangatta Kota Sanggau Kota Sekadau Kota Sendawar Kota Singkawang Kota Sintang Kota Sukamara Kota Tamiang Layang Kota Tanah Grogot
2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010
68.33 48.33 65.00 61.11 81.67 60.42 56.67 43.33 42.08 57.08 53.33 62.50 52.50 63.54 56.25 61.39 56.11 41.25 67.22 64.44 69.58 47.92 56.67
RTH Kawasan Permukiman
Kebersihan Kawasan Pasar
RTH Kawasan Pasar
68.33 67.08 60.42 62.50 70.00 56.25 60.83 37.50 45.83 49.17 56.39 60.83 45.00 63.33 57.50 56.39 58.61 48.75 67.22 74.17 65.00 41.67 56.67
67.50 43.33 63.33 53.33 70.83 56.67 50.00 58.33 29.17 28.33 46.67 25.00 37.50 70.83 40.83 47.08 45.83 29.17 67.50 45.83 67.50 27.50 43.33
26.67 13.33 50.83 11.94 57.92 41.67 16.67 40.00 0.00 25.00 30.00 33.33 0.00 58.33 16.67 32.92 32.92 30.00 34.17 37.92 26.67 20.83 45.83
Area Resapan Kawasan Taman Kota 50.42 83.33 63.33 58.33 60.00 66.67 76.67 66.67 71.67 0.00 83.33 58.33 63.33 83.33 75.00 83.33 75.00 0.00 60.83 85.00 74.17 0.00 46.67
Kebersihan Kawasan Taman Kota
Pengendalian Pencemaran TPA
Pengelolaan Sampah TPA
RTH Kawasan TPA
85.00 66.67 73.33 71.67 85.00 62.50 71.67 61.67 50.00 0.00 41.67 33.33 63.33 66.67 68.33 60.83 71.67 0.00 66.67 71.67 75.00 0.00 68.33
0.00 16.67 33.88 0.00 58.33 11.12 16.67 0.00 8.33 0.00 0.00 0.00 0.00 58.33 0.00 0.00 11.12 0.00 40.00 37.22 0.00 0.00 47.40
0.00 0.00 26.67 0.00 62.50 16.67 39.58 16.67 6.67 0.00 0.00 20.83 0.00 50.00 0.00 0.00 0.00 0.00 33.33 47.92 13.33 16.67 31.67
51.67 25.00 50.00 58.33 80.00 58.33 63.33 50.00 0.00 16.67 33.33 50.00 63.33 66.67 26.67 33.33 41.67 50.00 75.00 33.33 25.00 0.00 70.00
Lampiran 1 (Lanjutan) 231 232 233 234 235
Kota Tanjung Kota Tanjung Redeb Kota Tanjung Selor Kota Tarakan Kota Tenggarong
2010 2010 2010 2010 2010
57.64 42.50 49.79 67.92 49.58
59.03 60.56 53.96 65.00 51.25
41.67 61.67 57.50 62.08 37.50
0.00 52.50 54.17 63.33 30.00
66.67 70.00 63.06 68.33 71.67
66.67 68.33 62.22 74.44 64.44
0.00 0.00 0.00 60.00 0.00
25.00 43.75 11.67 42.08 0.00
58.33 55.00 58.33 68.33 66.67
Lampiran 2 Dendogram hasil analisis gerombol menggunakan metode berhirarki pada 47 kota sedang dan kecil di Kalimantan
Lampiran 3 Koefisien komponen utama No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Variabel Kebersihan Kawasan Permukiman RTH Kawasan Permukiman Kebersihan Kawasan Pasar RTH Kawasan Pasar Area Resapan Kawasan Taman Kota Kebersihan Kawasan Taman Kota Pengendalian Pencemaran TPA Pengelolaan Sampah TPA RTH Kawasan TPA
Koefisien Komponen Utama Z1
Z2
Z3
Z4
Z5
Z6
Z7
Z8
0.4756 0.4205 0.5034 0.4876 0.5407 0.5522 0.5168 0.5229 0.5011
0.3346 -0.3143 -0.4565 -0.1517 0.3554 0.3850 -0.1593 0.2536 -0.2179
0.2209 0.6130 0.1250 0.3552 -0.3119 -0.1354 -0.2920 -0.4853 0.1758
-0.4279 -0.2775 -0.3014 0.6082 0.0624 -0.1989 -0.0745 0.0794 0.4732
0.4702 -0.3153 -0.1768 -0.1944 -0.2576 -0.1790 0.4752 -0.2773 0.4576
-0.4155 0.2700 -0.0826 0.1737 -0.1817 0.0142 0.7450 -0.1684 -0.3177
0.3996 -0.4564 0.0406 0.5636 -0.0520 0.1191 -0.0090 -0.1369 -0.5263
-0.0943 -0.0698 -0.0220 -0.0818 0.7260 0.0836 0.0226 -0.6664 0.0197
Lampiran 4
Nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2006 - 2010 Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Kota
No
Nama Kota 2006
2007
2008
2009
2010
1
Amuntai
33.57
44.91
47.24
39.11
58.81
2
Banjarbaru
52.09
55.63
60.52
62.96
66.45
3
Barabai
40.92
52.87
48.81
53.23
69.14
4
Batulicin
30.77
29.59
54.93
52.44
48.64
5
Bengkayang
11.94
15.29
22.56
38.26
33.17
6
Bontang
38.87
50.59
57.92
73.93
72.09
7
Buntok
42.17
36.07
36.30
36.70
41.56
8
Kandangan
34.34
40.14
42.97
34.92
41.68
9
Kasongan
16.36
18.57
15.06
31.54
30.30
10
Ketapang
40.52
43.13
42.15
45.14
45.46
11
Kotabaru
34.32
48.17
49.11
34.26
32.63
12
Kuala Kapuas
48.92
49.75
37.03
44.61
58.82
13
Kuala Kurun
31.51
40.26
33.59
26.42
28.95
14
Kuala Pembuang
13.65
16.50
14.31
9.87
13.43
15
Malinau
16.49
15.71
14.42
18.80
41.41
16
Marabahan
41.26
54.37
55.16
39.87
34.41
17
Martapura
40.92
64.52
50.97
52.50
46.74
18
Mempawah
47.63
44.06
36.54
35.95
42.87
19
Muara Teweh
43.61
45.83
31.24
33.93
31.12
20
Nanga Bulik
10.09
22.26
13.27
12.97
45.11
21
Nanga Pinoh
9.94
13.93
33.39
36.56
40.83
22
Ngabang
9.67
19.62
40.82
42.85
53.66
23
Nunukan
27.26
38.50
35.20
38.95
40.85
24
Pangkalan Bun
61.53
64.72
65.97
72.05
69.16
25
Paringin
29.95
33.61
41.49
33.84
46.78
26
Pelaihari
45.34
59.49
60.83
59.34
50.57
27
Penajam
5.54
8.02
12.86
15.48
41.45
28
Pulang Pisau
10.48
15.40
34.13
24.90
29.27
29
Puruk Cahu
10.35
17.99
10.33
16.48
16.18
30
Putussibau
27.21
36.57
37.23
35.28
37.42
31
Rantau
32.63
27.88
35.15
34.10
36.11
32
Sambas
21.27
44.54
21.92
36.29
35.67
33
Sampit
36.37
47.54
52.89
54.21
64.83
34
Sangatta
22.76
18.72
15.03
17.47
37.81
35
Sanggau
31.93
32.44
32.78
41.64
41.05
36
Sekadau
23.97
28.71
33.19
25.73
43.22
37
Sendawar
14.64
16.02
12.83
19.13
18.40
Lampiran 4 (Lanjutan) Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Kota No
Nama Kota 2006
2007
2008
2009
2010
38
Singkawang
40.52
40.14
47.43
58.80
56.13
39
Sintang
29.35
41.14
38.57
46.15
55.89
40
Sukamara
42.94
38.49
30.81
34.63
46.01
41
Tamiyang Layang
15.37
17.27
9.33
18.26
14.92
42
Tanah Grogot
35.52
21.03
55.60
53.23
51.17
43
Tanjung
38.38
46.86
47.60
49.12
41.48
44
Tanjung Redeb
42.44
50.99
46.40
38.70
50.20
45
Tanjung Selor
30.92
43.98
36.51
31.81
44.30
46
Tarakan
65.43
61.18
55.88
59.53
63.17
47
Tenggarong
46.40
38.31
37.50
46.45
40.22
Lampiran 5 Nilai indeks kualitas lingkungan, persentase anggaran pengelolaan lingkungan, persentase anggaran pengelolaan kebersihan dan jumlah penduduk kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2006 2010
No
1
2
3
4
5
Ibu Kota
Amuntai
Banjarbaru
Barabai
Batulicin
Bengkayang
Tahun
Indeks Kualitas Lingkungan
Jumlah Penduduk
Persentase Anggaran Pengelolaan Lingkungan
Persentase Anggaran Pengelolaan Kebersihan
2006
33.57
58,585
1.01%
1.01%
2007
44.91
59,265
0.95%
0.95%
2008
47.24
59,816
1.66%
1.66%
2009
39.11
60,349
1.67%
1.67%
2010
58.81
57,897
1.70%
1.70%
2006
52.09
157,193
0.69%
2.55%
2007
55.63
157,988
0.64%
2.73%
2008
60.52
161,588
0.49%
3.84%
2009
62.96
165,209
0.51%
2.74%
2010
66.45
192,309
0.53%
3.23%
2006 2007
40.92 52.87
45,103 45,581
0.36% 1.35%
0.36% 1.35%
2008 2009 2010
48.81 53.23 69.14
45,958 46,321 45,820
1.16% 0.97% 3.70%
1.16% 0.97% 3.70%
2006
30.77
96,275
0.75%
0.16%
2007
29.59
98,635
0.28%
0.12%
2008
54.93
100,821
0.33%
0.05%
2009
52.44
103,017
0.45%
0.09%
2010
48.64
119,416
0.66%
0.11%
2006 2007 2008
11.94
15,288 15,577 17,520 17,878 18,238 123,127
0.02% 0.02% 0.03%
0.32% 0.34%
0.04% 0.05%
2006
15.29 22.56 38.26 33.17 38.87
0.22% 0.21% 0.32%
0.39%
1.26%
2007
50.59
126,946
0.48%
1.16%
2008
57.92
130,814
0.49%
2.21%
2009
73.93
134,712
0.51%
2.21%
2010
72.09
140,238
0.53%
2.20%
2006 2007 2008 2009
42.17 36.07 36.30 36.70
29,047 29,128 29,616 29,813
1.22% 1.11% 0.77% 1.19%
0.35% 0.34% 0.32% 0.35%
2010
41.56
30,319
1.24%
0.40%
2009 2010
6
7
Bontang
Buntok
Lampiran 5 (Lanjutan)
No
8
9
10
11
12
13
14
Ibu Kota
Kandangan
Kasongan
Ketapang
Kuala Kapuas
Kuala Pembuang
Marabahan
Martapura
Tahun
Indeks Kualitas Lingkungan
Jumlah Penduduk
Persentase Anggaran Pengelolaan Lingkungan
Persentase Anggaran Pengelolaan Kebersihan
2006 2007 2008 2009 2010
34.34 40.14 42.97 34.92 41.68
50,814 51,219 51,507 51,779 52,474
0.29% 0.25% 0.23% 0.23% 0.36%
0.33% 0.67% 0.24% 0.18% 0.19%
2006
16.36
32,127
0.77%
0.34%
2007
18.57
32,966
0.79%
0.34%
2008
15.06
34,973
0.84%
0.25%
2009
31.54
35,233
0.78%
0.33%
2010
30.30
35,360
0.89%
0.21%
2006 2007 2008 2009 2010
40.52 43.13 42.15 45.14 45.46
91,841 76,425 90,390 92,455 99,219
0.25% 0.33% 0.36% 0.48% 0.33%
0.53% 0.48% 0.63% 0.65% 0.64%
2006
48.92
56,148
0.67%
0.19%
2007
49.75
60,662
0.69%
0.22%
2008
37.03
65,177
0.86%
0.23%
2009
44.61
68,415
0.89%
0.24%
2010
58.82
70,516
1.05%
0.23%
2006 2007 2008 2009 2010
13.65 16.50 14.31 9.87 13.43
24,953 25,361 25,768 26,601 27,168
0.11% 0.19% 0.47% 0.33% 0.35%
0.13% 0.11% 0.13% 0.13% 0.14%
2006
41.26
56,558
0.78%
0.17%
2007
54.37
57,224
0.38%
0.14%
2008
55.16
57,837
0.35%
0.15%
2009
39.87
58,434
0.40%
0.17%
2010
34.41
58,647
0.52%
0.18%
2006 2007 2008 2009 2010
40.92 64.52 50.97 52.50 46.74
143,826 146,874 149,642 152,405 155,083
0.29% 0.20% 0.27% 0.29% 0.31%
0.03% 0.03% 0.03% 0.04% 0.04%
Lampiran 5 (Lanjutan)
No
15
16
17
18
19
20
21
Ibu Kota
Mempawah
Muara Teweh
Nanga Pinoh
Pangkalan Bun
Paringin
Pelaihari
Penajam
Tahun
Indeks Kualitas Lingkungan
Jumlah Penduduk
Persentase Anggaran Pengelolaan Lingkungan
Persentase Anggaran Pengelolaan Kebersihan
2006 2007 2008 2009 2010
47.63 44.06 36.54 35.95 42.87
47,325 47,982 52,275 56,551 53,409
0.72% 0.60% 1.24% 1.15% 0.81%
1.15% 1.14% 1.16% 1.15% 0.83%
2006
43.61
32,113
0.77%
0.27%
2007
45.83
32,794
0.82%
0.23%
2008
31.24
33,478
0.86%
0.27%
2009
33.93
33,757
0.86%
0.25%
2010
31.12
34,263
0.89%
0.26%
2006 2007 2008 2009 2010
9.94 13.93 33.39 36.56 40.83
15,807 15,938 13,881 14,130 24,750
0.60% 0.33% 0.48% 0.54% 0.55%
0.22% 0.25% 0.25% 0.26% 0.28%
2006
61.53
93,661
0.55%
0.57%
2007
64.72
102,129
0.70%
0.72%
2008
65.97
103,935
0.63%
1.39%
2009
72.05
105,581
0.73%
2.19%
2010
69.16
107,784
0.76%
2.22%
2006 2007 2008 2009 2010
29.95 33.61 41.49 33.84 46.78
10,100 10,183 10,227 10,267 11,240
0.08% 0.24% 0.28% 0.34% 0.49%
0.03% 0.54% 0.96% 1.09% 1.02%
2006
45.34
61,807
0.45%
1.33%
2007
59.49
62,990
0.46%
1.42%
2008
60.83
64,048
0.35%
1.00%
2009
59.34
65,100
0.36%
1.43%
2010
50.57
70,271
0.41%
1.50%
2006 2007 2008 2009 2010
5.54 8.02 12.86 15.48 41.45
45,339 45,815 46,345 46,703 52,339
0.15% 0.15% 0.13% 0.16% 0.15%
0.54% 0.58% 0.62% 0.63% 0.64%
Lampiran 5 (Lanjutan)
No
22
23
24
25
26
27
28
Ibu Kota
Pulang Pisau
Puruk Cahu
Putussibau
Rantau
Sambas
Sangatta
Sekadau
Tahun
Indeks Kualitas Lingkungan
Jumlah Penduduk
Persentase Anggaran Pengelolaan Lingkungan
Persentase Anggaran Pengelolaan Kebersihan
2006 2007 2008 2009 2010
10.48 15.40 34.13 24.90 29.27
15,312 15,359 15,405 15,581 15,649
0.33% 0.42% 0.41% 0.38% 0.37%
0.53% 0.64% 0.62% 0.68% 0.61%
2006
10.35
12,293
0.51%
0.72%
2007
17.99
13,372
0.57%
0.64%
2008
10.33
14,450
0.63%
0.67%
2009
16.48
14,731
0.65%
0.71%
2010
16.18
14,436
0.64%
0.69%
2006 2007 2008 2009 2010
27.21 36.57 37.23 35.28 37.42
14,387 14,696 14,482 14,749 18,995
0.20% 0.64% 0.34% 0.43% 0.38%
0.12% 0.55% 0.46% 0.48% 0.55%
2006
32.63
21,208
0.25%
0.31%
2007
27.88
21,418
0.30%
0.34%
2008
35.15
21,557
0.50%
0.27%
2009
34.10
21,689
0.25%
0.31%
2010
36.11
23,643
0.37%
0.35%
2006 2007 2008 2009 2010
21.27 44.54 21.92 36.29 35.67
74,530 75,397 80,815 81,683 90,007
1.01% 0.96% 1.02% 1.01% 1.01%
0.29% 0.37% 0.36% 0.37% 0.37%
2006
22.76
73,937
0.29%
0.15%
2007
18.72
75,958
0.25%
0.19%
2008
15.03
77,993
0.25%
0.16%
2009
17.47
80,031
0.36%
0.19%
2010
37.81
103,990
0.30%
0.18%
2006 2007 2008 2009 2010
23.97 28.71 33.19 25.73 43.22
13,606 14,679 14,884 15,656 15,596
0.44% 0.36% 0.24% 0.35% 0.35%
0.06% 0.06% 0.27% 0.25% 0.27%
Lampiran 5 (Lanjutan)
No
29
30
31
32
33
34
35
Ibu Kota
Singkawang
Sintang
Sukamara
Tanah Grogot
Tanjung
Tanjung Redeb
Tanjung Selor
Tahun
Indeks Kualitas Lingkungan
Jumlah Penduduk
Persentase Anggaran Pengelolaan Lingkungan
Persentase Anggaran Pengelolaan Kebersihan
2006 2007 2008 2009 2010
40.52 40.14 47.43 58.80 56.13
116,853 117,736 131,300 133,147 128,297
0.36% 0.39% 0.40% 0.45% 0.45%
1.81% 2.11% 1.99% 1.97% 2.20%
2006
29.35
38,982
0.13%
0.02%
2007
41.14
39,776
0.12%
0.06%
2008
38.57
41,814
0.29%
0.40%
2009
46.15
42,758
0.36%
0.36%
2010
55.89
54,861
0.65%
0.38%
2006 2007 2008 2009 2010
42.94 38.49 30.81 34.63 46.01
10,436 11,415 12,261 12,476 12,966
0.23% 0.23% 0.40% 0.44% 0.18%
0.00% 0.00% 0.37% 0.57% 0.49%
2006
35.52
62,369
0.24%
0.36%
2007
21.03
63,008
0.23%
0.62%
2008
55.60
63,621
0.23%
0.23%
2009
53.23
64,198
0.23%
0.44%
2010
51.17
80,182
0.24%
0.46%
2006 2007 2008 2009 2010
38.38 46.86 47.60 49.12 41.48
49,135 49,653 50,194 50,722 56,833
0.48% 0.57% 0.42% 0.55% 0.56%
0.24% 0.11% 0.12% 0.18% 0.22%
2006
42.44
78,626
0.14%
0.88%
2007
50.99
81,790
0.14%
0.79%
2008
46.40
85,037
0.33%
0.91%
2009
38.70
88,357
0.34%
0.68%
2010
50.20
89,688
0.28%
0.83%
2006 2007 2008 2009 2010
30.92 43.98 36.51 31.81 44.30
38,046 39,361 40,701 42,059 45,350
1.57% 2.26% 2.16% 1.48% 1.99%
0.57% 1.89% 0.68% 0.69% 0.73%
Lampiran 5 (Lanjutan)
No
36
37
Ibu Kota
Tarakan
Tenggarong
Tahun
Indeks Kualitas Lingkungan
Jumlah Penduduk
Persentase Anggaran Pengelolaan Lingkungan
Persentase Anggaran Pengelolaan Kebersihan
2006 2007 2008 2009 2010
65.43 61.18 55.88 59.53 63.17
154,082 162,132 170,514 179,214 178,854
0.43% 0.43% 0.45% 0.48% 0.50%
2.60% 2.14% 2.11% 2.20% 2.18%
2006
46.40
166,061
0.13%
0.46%
2007
38.31
169,345
0.13%
0.47%
2008
37.50
172,603
0.20%
0.51%
2009
46.45
175,811
0.23%
0.52%
2010
40.22
204,589
0.22%
0.49%
Lampiran 6 Tabel hasil uji korelasi IKL
PDK
LH
KBR
IKL
1.000000
-0.170921
0.543164
0.407434
PDK
-0.170921
1.000000
0.312720
-0.127182
LH
0.543164
0.312720
1.000000
0.486356
KBR
0.407434
-0.127182
0.486356
1.000000
Lampiran 7 Tabel statistik hasil F - test dan Chi - square Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross - section and period fixed effects Effects Test
Statistic
Cross - section F Cross - section Chi-square
d.f.
Prob.
9.200671
(36,145)
0.0000
219.993660
36
0.0000
Lampiran 8 Tabel statistik hasil Hausman - test Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: Untitled Test cross - section and period random effects Test Summary Cross - section random
Statistic
d.f.
Prob.
31.602755
(36,145)
0.0000
Lampiran 9 Tabel hasil analisis data panel Dependent Variable: IKL Method: Panel Least Squares Date: 06/26/13 Time: 14:34 Sample: 2006 2010 Periods included: 5 Cross - sections included: 37 Total panel (balanced) observations: 185 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
19.15459
4.610042
4.154970
0.0001
LH
337.9431
160.5576
2.104809
0.0740
KBR
467.3686
126.6391
3.690555
0.0003
PDT
-0.022341
0.006832
-3.270152
0.0013
Effects Specification Cross - section fixed (dummy variables) R - squared
0.898169
Mean dependent var
59.75026
Adjusted R - squared
0.871538
S. D. dependent var
47.07669
S. E. of regression
7.576508
Akaike info criterion
7.006683
Sum squared resid
7431.524
Schwarz criterion
7.772606
Hannan - Quinn criter.
7.317093
Durbin - Watson stat
2.133335
Log likelihood
-604.1182
F - statistic
56.41270
Prob (F - statistic)
0.000000
Lampiran 10 Tabel nilai Cfixed effects untuk tiap - tiap obyek sampel (kota) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
Kota Amuntai Banjarbaru Barabai Batulicin Bengkayang Bontang Buntok Kandangan Kasongan Ketapang Kuala Kapuas Kuala Pembuang Marabahan Martapura Mempawah Muara Teweh Nanga Pinoh Pangkalan Bun Paringin Pelaihari Penajam Pulang Pisau Puruk Cahu Putussibau Rantau Sambas Sangatta Sekadau Singkawang Sintang Sukamara Tanah Grogot Tanjung Tanjung Redeb Tanjung Selor Tarakan Tenggarong
Cfixed effect 9.781713 -36.01074 3.022992 3.827784 -2.417038 -29.44471 10.40594 -2.407824 -3.296178 10.27677 21.18425 -10.06804 17.62532 -32.59733 9.604686 10.76575 -1.212548 27.71053 11.27663 24.52586 -14.54856 -7.371494 -14.36266 11.36926 8.651831 0.456530 -11.66907 5.874925 -29.03479 17.35859 14.49943 -22.96732 19.43221 13.96235 5.263675 14.78464 9.746635
RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak kedua dari pasangan Ir Sutrisno dan Siti Nuriyah yang lahir di Bogor, pada tanggal 2 Mei 1982. Pada tahun 2000 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Bogor dan kemudian melanjutkan pada jenjang pendidikan Strata_1 pada tahun yang sama. Pada tahun 2005, penulis lulus dari Jurusan Fisika pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di Institut Pertanian Bogor yang merupakan pendidikan formal terakhir yang telah selesai ditempuh oleh penulis. Saat ini penulis berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan Strata_2 di Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah pada perguruan tinggi yang sama. Peningkatan kapasitas diri dalam melakukan analisis kondisi lingkungan di wilayah kerja terhadap kebijakan - kebijakan yang diambil oleh instansi tempat bekerja merupakan harapan yang ingin penulis capai setelah melaksanakan studi pada jenjang ini. Adapun pelaksanaan studi tersebut merupakan bagian dari bantuan program Beasiswa Bappenas yang ditujukan bagi peningkatan kapasitas aparat pemerintah pusat dan daerah. Penulis sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 bekerja di Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup pada Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Kalimantan yang berlokasi di Balikpapan Kalimantan Timur. Pada tahun 2010 hingga saat ini penulis bekerja di Sub Bagian Keuangan pada Pusat Pengelolaan Ekoregion Kalimantan Kementerian Lingkungan Hidup yang merupakan Satuan Kerja pengganti tempat bekerja penulis sebelumnya. Kegiatan diluar rutinitas pekerjaan dan studi yang dilakukan penulis, yaitu hobi membuat piranti lunak komputer, perancangan jaringan komputer skala kecil dan menengah serta mendesain rangkaian elektronika sederhana. Aplikasi piranti lunak pengendali robot berbasis komunikasi serial dan nirkabel, aplikasi piranti lunak pengendali data logger multi sensor, jaringan small office home office (SOHO) berbasis processor Intel IPX, piranti keras berupa data logger multi kanal non sequential, serta piranti keras pengendali rumah otomatis berbasis microcontroller melalui jaringan lokal dan internet merupakan produk yang telah dihasilkan penulis hingga saat ini.