1
ANALISIS KORELASI KECEPATAN REAKSI KAKI DAN DAYA LEDAK TUNGKAI DENGAN KEMAMPUAN LARI 100 METER SISWI SMK NEGERI 6 MAKASSAR. PENELITIAN. FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR Oleh: Juhanis, S.Pd., M.Pd ABSTRAK Penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif yang menggunakan rancangan penelitian "korelasional". Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui; (1) Apakah ada korelasi antara kecepatan reaksi kaki dengan kemampuan lari 100 meter siswi SMK Negeri 6 Makassar; (2) Apakah ada korelasi antara daya ledak tungkai dengan kemampuan lari 100 meter siswi SMK Negeri 6 Makassar; (3) Apakah ada korelasi antara kecepatan reaksi kaki dan daya ledak tungkai secara bersama-sama dengan kemampuan lari 100 meter siswi SMK Negeri 6 Makassar. Populasinya adalah keseluruhan siswi SMK Negeri 6 Makassar. Sampel yang digunakan adalah siswi sebanyak 40 orang. Teknik penentuan sampel adalah dengan pemilihan secara acak dengan cara undian (Simple Random Sampling). Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif, analisis koefisien korelasi pearson product moment (r), dan analisis regresi atau analisis korelasi ganda (R) melalui program SPSS 15 pada taraf signifikan α = 0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa; (1) Ada korelasi yang signifikan antara kecepatan reaksi kaki dengan kemampuan lari 100 meter siswi SMK Negeri 6 Makassar, dengan nilai r sebesar 0,624; (2) Ada korelasi yang signifikan antara daya ledak tungkai dengan kemampuan lari 100 meter siswi SMK Negeri 6 Makassar, dengan nilai r sebesar 0,630; (3) Ada korelasi yang signifikan antara kecepatan reaksi kaki dan daya ledak tungkai secara bersama-sama dengan kemampuan lari 100 meter siswi SMK Negeri 6 Makassar dengan nilai R
hitung
(R)
sebesar 0,744; nilai Rsquare (R2) sebesar 0,554 atau korelasinya sebesar 55,4%; dan nilai F hitung (F) sebesar 22,967.
2
A. Latar Belakang Masalah Usaha pembinaan prestasi olahraga merupakan kegiatan yang sangat kompleks. Dimana aktivitas olahraga melibatkan unsur-unsur kemampuan teknik, fisik, taktik, dan mental. Kesemuanya unsur tersebut harus diberikan kepada atlet agar mampu berprestasi dalam suatu pertandingan. Begitu juga pada cabang olahraga atletik, khususnya nomor lari sprint, dimana proses lari sangat didukung oleh teknik dan unsur fisik. Cabang olahraga atletik merupakan induk dari semua cabang olahraga, dimana gerakan-gerakan yang ditampilkan merupakan gerakan dasar. Menurut Jess Javer (2007:9), mengemukakan bahwa gerakan dasar tersebut teridir dari ; lari, jalan, lempar (tolak), dan lompat (loncat). Dengan demikian nampak bahwa gerakan tersebut sangat dibutuhkan semua cabang olahraga lainnya. Olahraga atletik memiliki nomor-nomor cabang yang juga merupakan gerakan dasar alamiah yang menjadi pusat dari semua gerakan berolahraga. Sekorelasi dengan banyaknya nomor-nomor dalam cabang olahraga atletik, maka yang menjadi obyek dalam penelitian ini dan penulisan ilmiah ini hanya terfokus pada gerakan lari. Namun demikian, nomor lari juga terdiri dari jarak pendek, menengah dan jauh. Dari ketiga jarak lari tersebut, hanya jarak pendek yang masih perlu dibenahi. Lari jarak pendek yang dimaksudkan adalah lari jarak 100 meter. Pada jarak ini hampir dikatakan akhir-akhir ini tidak lagi menjadi ikon dalam setiap perlombaan atletik pada tingkat Asia Tenggara, maupun tingkat Asia prestasi atlet 1 lari 100 meter mengalami pasang surut. Melihat kenyataan tersebut, maka diupayakan peningkatan prestasi kemampuan lari 100 meter. Usaha yang dilakukan antara lain dengan memberikan dan mengikutkan para pelatih pada pelatihanpelatihan untuk meningkatkan kualitas pelatih. Walaupun demikian, juga harus disadari bahwa dengan pelatih yang berkualitas tapi tidak ditunjang oleh kemampuan atlet yang berkualitas, maka semuanya akan menjadi hambar. Salah
3
satu hambatan untuk mendapatkan atlet yang berkualitas adalah kesadaran untuk menjaga kondisi fisik dan meningkatkan kemampuan fisik. Peranan kemampuan fisik dalam menunjang prestasi lari 100 meter sangat penting, sehingga atlet yang mempunyai kemampuan fisik yang baik tentu akan lebih berpeluang untuk berprestasi. Demikian pula sebaliknya apabila atlet tidak memiliki kemampuan fisik yang baik tentunya sulit untuk berprestasi. Begitu pentingnya fisik bagi seorang atlet lari 100 meter, sehingga sebelum terjun ke arena perlombaan harus sudah dalam kondisi fisik yang baik. Keberadaan kondisi fisik yang siap bertujuan agar dalam suatu perlombaan dapat menghadapi intensitas kerja dan gejala stress yang bakal dihadapinya dalam suatu perlombaan. Kesenjangan antara harapan dan kenyataan pada nomor lari 100 meter telah melahirkan beberapa upaya untuk meningkatkan prestasi atlet. Berdasarkan pengamatan selama ini dapat dikemukakan bahwa atlet lari 100 meter selain mengenai fisik yang kurang memadai, juga sebagian besar masih kurang dalam hal penguasaan kemampuan teknik dasar lari yang benar. Kalau diperhatikan secara seksama, lari 100 meter merupakan rangkaian bentuk gerakan ayunan kaki dan tungkai yang cepat dan kuat, serta akselerasi yang cepat yang disertai unsur kecepatan gerak kaki dan reaksi kaki yang cepat. Mungkin selama ini tidak disadari bahwa latihan yang diberikan untuk meningkatkan kemampuan lari 100 meter kurang efektif, karena terjadi kekeliruan yang dilakukan oleh para pelatih dalam menyediakan maupun cara berlatih yang akan menimbulkan kesukaran dalam memperbaiki kebiasaan-kebiasaan yang kurang baik. Untuk meningkatkan kemampuan lari 100 meter, maka kebiasaan-kebiasaan yang salah perlu diperbaiki. Salah satu yang harus diperhatikan adalah dengan memperbanyak bentuk latihan fisik untuk meningkatkan performas yang dilihat dari kecepatan gerak kaki, reaksi kaki, dan daya ledak tungkai, serta untuk mendukung keberhasilan dalam melakukan gerakan lari 100 meter.
4
Kecepatan adalah komponen kondisi fisik yang esensial dalam cabang olahraga. Menurut Harsono(1988:261), mengemukakan bahwa : Kecepatan adalah kemampuan untuk melakukan gerakan yang sejenis secara berturut-turut dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Kecepatan dalam hal ini merupakan kecepatan bergerak untuk dapat melakukan pergerakan kaki yang cepat untuk mampu mengayunkan kaki bergerak ke depan dengan cepat. Oleh karena, untuk menghasilkan kecepatan bergerak yang cepat diperlukan kecepatan gerak kaki sebagai daya dorong untuk membantu gerakan tungkai pada saat melakukan ayunan. Kecepatan reaksi merupakan salah satu bagian dari komponen kecepatan. Menurut Harsono (1988:216), mengemukakan bahwa : Kecepatan tergantung dari beberapa faktor yang mempengaruhi, yaitu strength, kecepatan reaksi, dan fleksibilitas. Kecepatan reaksi kaki sangat penting guna memberikan akselerasi pada lari 100 meter. Dengan demikian bahwa kecepatan reaksi adalah kecepatan menjawab suatu rangsangan atau stimulus dengan cepat yang dapat berupa penglihatan, suara melalui pendengaran, dan juga berarti kemampuan suatu otot atau sekelompok otot untuk bereaksi secepat mungkin setelah mendapat stimulus. Daya ledak tungkai merupakan perpaduan antara kecepatan dan kekuatan pada tungkai. Daya ledak tungkai sangat penting di setiap aktifitas pada cabang olahraga terutama yang mengharuskan menggunakan tungkai dalam aktivitas berolahraga.
Harsono (1988:199), mengemukakan bahwa : Daya ledak adalah
kemampuan otot untuk mengatasi tahanan dengan kontraksi yang sangat cepat. Sehingga untuk memberikan tenaga pada tungkai dengan cepat dan kuat dalam waktu yang sangat singkat serta memberikan momentum sebaik mungkin pada tubuh Dengan demikian untuk menghasilkan kecepatan lari 100 meter yang cepat memerlukan daya ledak tungkai. Berdasarkan pengamatan penulis, di SMK Negeri 6 Makassar, pengelolaan dan pelaksanaan kurikulum berjalan dengan target yang diharapkan, ini terjadi
5
karena kedisiplinan berbagai pihak dan di SMK Negeri 6 Makassar mengenai sarana dan prasarana kelengkapan dibidang pengajaran studi pendidikan jasmani sudah memenuhi standar kelayakan untuk melakukan proses pembelajaran penjas khususnya mata pelajaran atletik. Namun hasil belajaran penjas bagi siswi SMK Negeri 6 Makassar masih sangat rendah, hal ini diduga karena siswi dalam mengikuti pembelajaran penjas kurang memperhatikan unsur-unsur penting yang ada pada mata pelajaran tersebut seperti teknik berlari dan unsur fisik yang menunjang dalam berlari dengan cepat. Sehingga Hal inilah yang melatar belakangi penulis untuk melakukan penelitian guna dapat mengetahui secara pasti tentang adanya “ Analisis Korelasi Kecepatan Reaksi Kaki dan Daya Ledak Tungkai dengan Kemampuan Lari 100 Meter Siswi SMK Negeri 6 Makassar”. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah analisis korelasi kecepatan reaksi kaki dan daya ledak tungkai terhadap kemampuan lari 100 meter. Sehingga dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Apakah ada korelasi antara kecepatan reaksi kaki dengan kemampuan lari 100 meter siswi SMK Negeri 6 Makassar? 2. Apakah ada korelasi antara daya ledak tungkai dengan kemampuan lari 100 meter siswi SMK Negeri 6 Makassar? 3. Apakah ada korelasi antara kecepatan reaksi kaki dan daya ledak tungkai dengan kemampuan lari 100 meter siswi SMK Negeri 6 Makassar?
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS
6
Pada bab ini dikemukakan tentang tinjauan pustaka, kerangka berfikir, dan perumusan hipotesis. Tinjauan pustaka bertujuan untuk menyusun kerangka berfikir dan hipotesis, karena teori sebagai pegangan pokok suatu konsep umum yang menghasilkan hasil penalaran yang disusun sebagai dasar suatu hipotesis.
A. Tinjauan Pustaka 1. Kemampuan lari 100 meter Kemampuan lari menurut Jess Jarver (2007:11), mengemukakan bahwa “Gerakan bergerak ke depan sambil berlari
yang dilakukan dengan kecepatan
maksimal”. Sedangkan menurut Aip Syarifuddin (1992:36) bahwa “lari adalah gerakan berpindah tempat dengan maju ke depan yang dilakukan lebih cepat dari berjalan". Berjalan, kedua kaki selalu berkorelasi (kontak) dengan tanah, sedangkan lari ada saatnya kedua kaki lepas dari tanah, sehingga ada saat badan melayang di udara. Menurut Yusuf Adisasmita (1992:34) mengemukakan lari jarak pendek adalah “semua nomor lari yang dilakukan dengan kecepatan penuh atau kecepatan maksimal, sepanjang jarak yang harus ditempuh. Sampai dengan Jarak 400 meter masih digolongkan lari jarak pendek". Aip Syarifuddin (1992:36), mengemukakan bahwa ; “Lari 100 meter terdiri 8 atas rangkaian tolakan, melayang dan mendarat yang dilakukan secara halus sehingga disaat berlari tidak berpikir tentang lari, tetapi berupaya, selalu secepatnya untuk sampai pada garis finish. Untuk teknik-teknik serangkakian gerakan dalam lari 100 meter terdiri dari beberapa fase, yaitu meliputi a. Sikap permulaan Semua sikap start pada lari jarak pendek menggunakan sikap jongkok. Abaaba untuk dilakukan dalam tipe fase, yaitu "bersedia", siap", dan "ya" atau tembakan pistol. Pada lari 100 meter, bila pelari mendengar aba-aba “bersedia", maka pelari harus mernpersiapkan diri lari. menuju start yang berada dibelakang garis start.
7
Mulai membungkukkan badannya dengan kedua kaki bertumpu pada balok start dan lutut kaki belekang diletakkan di tanah. Pada saat yang sarna dengan diletakkan dibelakang garis start kira-kira selebar bahu dengan ujung-ujung jari menyentuh tanah. Kemudian badan dibuat seimbang dan kepala rileks. Pada aba-aba "siap" lutut diangkat dari tanah sedemikian rupa sehingga kedua kaki sama-sama sedikit bengkok dan kedua kaki tersebut menekankan pada balok start. Pinggul menjadi naik sedemikian rupa sehingga dari bahu yang letaknya berada di atas tangan. Tungkai dipertahankan lurus , dan pandangan mata tetap rendah. Pada aba-aba "ya" atau pistol berbunyi, dengan refleks bertolak dari balok start, pada saat yang sama menangkal kedua tangannya dari tanah, yang mengakibatkan ketidak seimbangan badan sebagai tahap awal dari gerakan-gerakan start. Kaki belakang dalam keadaan bengkok bergerak maju, kaki yang lain diluruskan dengan kuat untuk memberikan daya dorong ke depan. Kedua tungkai memberikan imbangan gerak terhadap kedua kaki dan membantu menimbulkan daya selama gerakan lari.
Gambar 1. Sikap tubuh saat start jongkok Sumber : Aip Syarifuddin (1992:43)
b. Tahap melangkah
8
Mata kaki dan lutut yang melangkah diluruskan pada saat titik berat badan bergerak di depan kaki yang menumpu, dan mendorong pinggul ke depan. Pada saat yang bersarnaan, kaki yang lain yang disebut sebagai kaki yang bebas ditekuk dan bergerak kearah depan dan ke atas memberikan kekuatan ganda. Kaki langkah meninggalkan tanah dengan mengangkat turnit dan menekan tanah dengan ujung jari. Kedua tangan mengayun mengimbangi gerak kedua kaki. Kekuatan terbesar dari langkah ini, bersarnaan dengan dorongan akhir ketika sikuberada jauh di belakang dan lutut kaki yang berlawanan mencapai ketinggian tertinggi di depan. Tungkai berayun sedikit menyilang dada dan membentuk sudut 90 derajat. Kekuatan gerakan tangan dan kaki langsung mengimbangi kecepatan lari dan gerak posisi tubuh yang hampir tegak tanpa membungkuk ke depan atau ke belakang. c. Tahap pemulihan kemballi Sesaat setelah melangkah, korelasi dengan tanah putus dan titik berat badan mengikuti arah parabola. Kaki yang melangkah bergerak ke belakang dan kaki yang lain ke depan membuat tarikan aktif ketika menyentuh tanah. Selama kaki belakang melakukan gerakan ke atas berulang-ulang, tungkai berayun dengan arah yang berlawanan. Keseluruhan gerakan ini dapat disebut sebagai gerak rileks pada saat melayang atau tahap pemulihan. d. Support Support adalah sandaran yang terjadi pada waktu kaki berkorelasi dengan tanah mulai terjadi penurunan titik berat badan. Sebagai telapak kaki menyentuh tanah terlebih dahulu, baru kemudian seluruh telapak kaki menyentuh tanah dengan menggeper sehingga kaki betul-betul menginjak tanah. Pada saat yang sama lutut sedikit dibengkokkan sebagai persiapan untuk melangkah, sedangkan lutut yang lain bergerak ke arah depan terus ditekuk sampai menjadi kaki tumpu dan terus bersama-sama dengan pinggul bergerak ke depan pada saat rileks, selama kaki tumpu menjadi kaki langkah atau dorong.
9
Gerakan kaki di tanah hendaklah selalu elastis atau mengeper, tetapi dengan Iecepatan yang lebih besar. Tekanan dan langkah yang lebih besar berasal dari kaki belakang. e. Finish Ada tiga cara yang sering digunakan pelari jarak pendek disaat memasuki garis finish, yaitu dengan berlari terus, mencondongkan dada ke depan, atau berlari dengan kecepatan penuh. Untuk lebih jelasnya cara melewati garis finish dan siklus pergerakan kaki pada waktu berlari dapat dilihat pada gambar 2 dan 3.
Gambar 2. Siklus gerakan tungkai pada waktu berlari Sumber Rush Lutan, dkk (1992:136)
10
Gambar 3. Posisi badan saat melewati finish Sumber : Aip Syarifudain (1992:49)
Faktor pendukung lari 100 meter a. Latihan Upaya untuk mencapai prestasi maksimal membutuhkan penguasaan kemampuan tinggi yang hanya dapat dicapai melalui kegiatan berlatih. Dengan berlatih secara sistematis gerakan yang semula dianggap sukar dilakukan menjadi gerakan yang otomatisasi. Tentang berlatih, Harsono (1988:102), mengemukakan sebagai berikut : “Dengan berlatih secara sistematis dan melalui pengulang yang konstan, maka organisasi-organisasi mekanisme neurophysiologis kita akan menjadi bertambah baik”. Dari uraian tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa, setiap gerak yang dihasilkan dari otot digerakkan oleh sistem syaraf atau dapat dikatakan suatu kemampuan. Kemampuann gerak nomor lari 100 meter pada cabang olahraga atletik akan terasa manfaatnya apabila dilatih secara terus-menerus, teratur, dan terprogram.
11
Nomor lari 100 meter merupakan gerakan yang banyak menuntut ketekunan untuk berlatih sampai mencapai prestasi yang dibanggakan. Setiap atlet harus memiliki kesiapan fisik dan kemantapan mental yang baik, terlebih lagi dalam menerapkan kemampuan yang telah dimilikinya. Setiap latihan harus dirasakan sebagai suatu hal yang sangat penting dan bermanfaat, memiliki arah serta tujuan latihan yang jelas. Hal yang terpenting dari latihan adalah intensitas latihan yang bermutu atau berkualitas. Harsono (1988:110), mengemukakan bahwa : Latihan yang bermutu adalah apabila latihan atau dril-dril yang diberikan memang benar-benar sesuai dengan kebutuhan atlet, apabila koreksi-koreksi yang konstruktif sering diberikan, apabila pengawasan dilakukan oleh pelatih sampai ke detail-detail gerakan, dan apabila prinsip-prinsip overload diterapkan baik dalam segi fisik maupun mental atlet.
Selanjutnya Harsono (1988:119), menjelaskan ada beberapa faktor yang mendukung dan ikut menentukan akan kualitas latihan, sebagai kerikut : a. Hasil penemuan penelitian b. Sarana dan prasarana latihan c. Hasil evaluasi pertandingan d. Kemampuan atlet itu sendiri Selain itu, latihan juga diungkapkan oleh Kasiyo Dwijowinoto (1993:317), mengemukakan bahwa : “Latihan dapat didefenisikan sebagai peran serta yang sistematis dalam latihan yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas fungsional fisik dan daya tahan latihan”. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa latihan adalah proses yang sistematis dari berlatih atau bekerja yang dilakukan secara berulang-ulang dengan kian hari kian bertambah jumlah beban atau kerjanya. Satu hal yang perlu diperhatikan bahwa gerakan yang berulang-ulang tetap dilakukan secara konsisten
12
pada dasar gerakan dalam suatu bentuk gerakan seperti pada penambahan beban. Hal ini dimaksudkan agar proses pelaksanaan latihan dapat efektif dan efesien. b. Kemampuan fisik. Nomor lari 100 meter adalah suatu proses kegiatan yang banyak menuntut kesiapan fisik seperti ; kecepatan reaksi kaki dan daya ledak tungkai, serta kemampuan berfikir secara tepat merupakan prasyarat untuk menjadi atlet atau atlet yang dapat diandalkan. 2. Kecepatan reaksi kaki. Penggunaan istilah kecepatan lazimnya perpindahan sebuah benda. Bidang olahraga untuk menyatakan kemampuan sangat membutuhkan unsur kemampuan fisik kecepatan. Di dalam berbagai cabang olahraga kecepatan merupakan komponen kondisi fisik yang esensial. seperti dalam olahraga atletik khususnya lari 100 meter, kecepatan reaksi kaki sangat memegang peranan penting terutama pada saat start atau meninggalkan tempat start. Menurut Nossek (1932:61) kecepatan atau speed dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu: l) kecepatan reaksi (reaction speed), 2) kecepatan bergerak (speed of movements), 3) kecepatan sprint (sprinting speed). Kecepatan reaksi (Reaction Speed) adalah kecepatan menjawab suatu rangsangan dengan cepat dan dapat berupa penglihatan, suara melalui pendengaran. Dengan kata lain kemampuan otot atau sekelompok otot untuk bereaksi secepat mungkin setelah mendapat stimulus. Kecepatan bergerak (Speed Of Movements) yaitu kemampuan mengubah arah dalam gerakan yang utuh yang ditentukan oleh suatu gerakan yang meledak, kekuatan otot, kelincahan dan keseimbangan atau kemampuan kecepatan kontraksi dari otot atau sekelompok otot secara maksimal dalam suatu gerakan yang tak terputus seperti melompat, menendang, memukul, melempar dan lain-lain. Kecepatan sprint (Sprinting Speeed) yaitu kemampuan untuk bergerak ke depan dengan kekuatan maksimal dan kecepatan tinggi, yang ditentukan oleh
13
kekuatan otot dan persendian dimana frekuensi gerakan dan jarak langkah adalah sangat menentukan. Pengertian secara substansi tentang kecepatan reaksi oleh Harsono (1998:l7) mengatakan bahwa “Kecepatan reaksi (reaction speed) adalah kemampuan organisme atlet untuk menjawab ransangan secepat mungkin dalam mencapai hasil sebaik-baiknya”. Kecepatan reaksi kaki sangat penting guna memberikan akselerasi pada lari 100 meter. Menurut Nossek (1992:61), mengemukakan bahwa ada tiga jenis kecepatan, yaitu : “Reaction speed, speed of non-cyclic movements, dan springting or frequency speed of cyclic movements”. Selanjutnya Mochamad Sajoto (1988:17) mendefinisikan tentang kecepatan sebagai berikut : “Kecepatan adalah kemampuan seseorang untuk mengerjakan gerakan berkesinambungan dalam bentuk yang sama dalam waktu yang sesingkatsingkatnya. seperti dalam lari, pukulan dalam tinju, balap sepeda dan panahan”. Sedangkan Nossek (1992:22), mengemukakan bahwa : “Kecepatan adalah suatu kualitas yang baik dan seorang olahragawan untuk bereaksi dengan cepat jika mendapat rangsangan dan untuk tampil dengan gerakan yang sangat cepat”. Dengan demikian bahwa kecepatan reaksi adalah kecepatan menjawab suatu rangsangan atau stimulus dengan cepat yang dapat berupa penglihatan, suara melalui pendengaran, dan juga berarti kemampuan suatu otot atau sekelompok otot untuk bereaksi secepat mungkin setelah mendapat stimulus. Reaksi atau reaction time sering kali dirancukan dengan istilah lain seperti refles dan kecepatan gerak, tetapi menurut Harsono (1988:217), mengatakan bahwa: “Waktu reaksi adalah waktu antara pemberian rangsangan dengan gerak pertama”. Kecepatan reaksi ini dapat dilihat pada lari 100 meter saat melakukan start, dimana bunyi pistol atau tanda start lainnnya sebagai respon terhadap rangsangan tersebut.
14
Sedangkan Ganong (1981:54), mengemukakan bahwa : reaksi adalah waktu pemberian rangsangan dan jawaban. Selain itu menurut Bompa yang dikutip Arifuddin (2000:17), bahwa : Reaksi memiliki lima komponen, yaitu : a. Munculnya stimulus pada tingkat reseptor (suatu struktur) khusus yang sangat peka terhadap jenis-jenis rangsangan tertentu. b. Perambatan (propagation) stimulus ke sistem saraf pusat. c. Pengiriman stimulus melalui jalan kecil (path suatu garis konduksi sepanjang satu jaringan syaraf) dan produksi sinyal bergerak memberi reaksi terhadap impuls-impuls yang tiba dan melewati neuron-neuron efferen yakni yang membawa pergi dari sistem syaraf pusat. d. Pengiriman sinyal dari sistem syaraf pusat ke otot. e. Stimulus atau perangsangan otot untuk melakukan kerja secara mekanis.
Reaksi kaki menggambarkan
kecepatan seseorang setelah menerima
respon dari lingkungannya yang melibatkan proses-proses syaraf pusat, sehingga di dalam pengembangan respon yang bersifat kamapuan, yaitu proses menentukan suatu langkah perbuatan. Kecepatan reaksi merupakan perbedaan waktu antara aksi fisik dengan ransangan yang dikirimkan oleh system syaraf dari otot. Semakin singkat waktu yang dicapai berarti semakin tinggi pula tingkat reaksinya. Dengan alasan bahwa seorang atlet harus dapat memberikan keputusan berupa tindakan segera mungkin atas kesempatan yang terjadi pada waktu yang sama. Kecepatan reaksi kaki bukan berarti sekedar menggerakkan kaki dengan cepat, tetapi dapat pula terbatas pada menggerakkan tungkai kaki dalam waktu yang sesingkat-singkatnya atau secara tiba-tiba.
15
Berdasarkan asumsi yang berkembang dikalangan para praktisi olahraga, menyatakan bahwa sifat kemampuan gerak dasar bukanlah kemampuan yang permanen. Keadaan ini menuntut agar kemampuan gerak perlu dilatihan untuk mencapai tingkat tertentu dan tidak lekas hilang. Sama seperti pada keterampilan gerak dasar lainnya, kecepatan reaksi juga dapat dikembangkan dengan mempergunakan metode-metode tertentu dalam bentuk latihannya. 3. Daya ledak tungkai. Daya ledak tungkai sangat dibutuhkan dalam berbagai cabang olahraga, apalagi cabang olahraga yang menuntut aktifitas yang berat dan cepat atau kegiatan yang harus dilakukan dalam waktu sesingkat mungkin dengan beban yang berat. Untuk mampu melaksanakan aktifitas, penggabungan antara kekuatan dan kecepatan pada otot tungkai yang dikerahkan secara bersama-sama dalam mengatasi tahanan beban dalam waktu yan relatif singkat. Harsono (1988:199), mengemukakan bahwa : Daya ledak adalah kemampuan otot untuk mengatasi tahan dengan kontraksi yang sangat cepat, daya ledak sangat penting untuk cabang-cabang olahraga yang eksplosif seperti sprint, lari gawang, nomor-nomor lempar dan lompat jauh. Selain itu, Harsono (1998:199), mengemukakan bahwa : “Daya ledak adalah ...... product of force and velocity”. Maksudnya bahwa daya ledak adalah hasil dari kekuatan dan kecepatan. Selanjutnya Sajoto (1988:58), mengemukakan bahwa : Daya ledak adalah kemampuan seseorang untuk melakukan kekuatan maksimum, dengan usahanya yang dikerahkan dalam waktu sependekpendeknya. Dalam hal ini dikatakan bahwa daya ledak otot atau daya ledak adalah kekuatan kali kecepatan atau velocity.
16
Dari pendapat tersebut di atas menyebutkan dua unsur yang penting dalam daya ledak yaitu kekuatan dan kecepatan otot dalam mengerahkan tenaga maksimal untuk mengatasi tahanan. Secara umum kemampuan daya ledak tungkai dikenal sebagai salah satu komponen fisik yang sangat dibutuhkan dalam berbagai cabang olahraga, namun kemampuan daya ledak tungkai bukan unsur penentu satu-satunya dalam melakukan aktivitas olahraga khususnya lari 100 meter agar nampak terampil dalam pencapaian prestasi puncak, akan tetapi saling menunjang satu sama lain dari berbagai unsur potensi fisik termasuk pengaruh kecepatan bergerak, dan reaksi kaki. Begitu juga kekuatan tetap merupakan dasar untuk menentukan daya ledak. Sebelum latihan daya ledak, atlet harus sudah memiliki sesuatu tingkatan kekuatan otot yang baik. Seorang atlet tidak cukup sekedar berlatih untuk meningkatkan kekuatan saja, akan tetapi kekuatan haruslah ditingkaktan menjadi apa yang disebut dengan daya ledak. Oleh karena daya ledak ditentukan oleh unsur kekuatan dan kecepatan, maka metode latihan daya ledak tidak terlepas dari metode latihan kecepatan dan kekuatan. Sehingga dapat dikatakan bahwa daya ledak tungkai diperlukan dalam cabang olahraga khususnya lari 100 meter. Selain itu daya ledak tungkai mempunyai peranan yang sangat penting pada cabang-cabang olahraga yang mengharuskan atlet untuk menolak dengan tungkai, atau mengerahkan tenaga secara meledak dalam waktu terbatas. Willmore (1977:130), mengatakan bahwa : “Product of force and velocyti, this is probably more important than absolute strength alone”. Secara bebas dapat diartikan bahwa daya ledak hasil dari kekuatan dan kecepatan, kemungkinan lebih penting dari pada kekuatan absolut sendiri. Dari segi jarak, lari 100 meter jarak yang ditempuh sangat dekat sehingga memerlukan reaksi kaki yang cepat dan daya ledak tungkai. Untuk mengembangkan daya ledak seseorang dapat melakukan dengan meningkatkan komponen kekuatan
17
dan kecepatan, sebagaimana halnya dikemukakan oleh Jansen, C.R. dkk (1983:168) bahwa "power can be mereased by increassing strength with out sacrificing speed, by increasing speed of movement with out sacrificing strength, or by increasing both speed and strength". Diartikan secara bebas bahwa daya ledak dipengaruhi oleh dua unsur, yaitu kekuatan dan kecepatan, sehingga dalam pengembangannya dilakukan dengan cara peningkatan kekuatan tanpa mengabaikan kecepatan, peningkatan kekuatan tanpa mengabaikan kekuatan atau peningkatan kekuatan dan kecepatan secara bersama-sama. Untuk mendapatkan kemampuan daya ledak yang baik, maka unsur kekuatan dan kecepatan perlu dikembangkan yang dapat diintegrasikan dalam suatu pola gerak. Sehingga akan menimbulkan kemampuan tenaga eksplosif dalam mengerahkan tenaga maksimal untuk mengatasi tahan beban dalam waktu yang relatif singkat. Daya ledak dapat dikembangkan dengan meningkatkan kekuatan tanpa mengabaikan kecepatan atau meningkatkan kecepatan tanpa mengabaikan kekuatan atau meningkatkan kekuatan dan kecepatan secara bersama-sama. B. Kerangka Berpikir Berdasarkan kajian teori yang telah dikemukakan di atas, maka dapatlah disusun kerangka berpikir sebagai berikut : 1. Jika seseorang siswi memiliki kecepatan reaksi kaki yang cepat, maka diduga erat kaitannya dengan kemampuan lari 100 meter. 2. Jika seseorang siswi memiliki daya ledak tungkai yang baik, maka diduga erat kaitannya dengan kemampuan lari 100 meter. 3. Jika seseorang siswi memiliki kecepatan reaksi kaki dan daya ledak tungkai yang baik, maka ada kecenderungan dapat mempengaruhi kemampuannya lari 100 meter. C. Hipotesis penelitian
18
Berdasarkan kerangka berpikir, maka dapatlah diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut: 1. Ada korelasi antara kecepatan reaksi kaki dengan kemampuan lari 100 meter siswi SMK Negeri 6 Makassar. 2. Ada korelasi antara daya ledak tungkai dengan kemampuan lari 100 meter siswi SMK Negeri 6 Makassar. 3. Ada korelasi secara bersama-sama antara kecepatan reaksi kaki dan daya ledak tungkai dengan kemampuan lari 100 meter siswi SMK Negeri 6 Makassar. Hipotesis Statistik: 1.
H0 : ρx1y = 0 H1 : ρx1y ≠ 0
2.
H0 : ρx2y = 0 H1 : ρx2y ≠ 0
3.
H0 : Rx12 y = 0 H1 : Rx12 y ≠ 0
19
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini dikemukakan penyajian hasil analisis data dan pembahasan. Penyajian hasil data meliputi analisis statistik deskriptif dan statistik infrensial yang selanjutnya dilakukan pembahasan hasil analisis dan kaitannya dengan teori yang mendasari penelitian ini untuk memberi interpretasi dari hasil analisis data. A. Penyajian Hasil Analisis Data Data empiris yang diperoleh dari hasil tes dan pengukuran yang terdiri atas: kecepatan reaksi kaki, daya ledak tungkai, dan kemampuan lari 100 meter siswi SMK Negeri 6 Makassar terlebih dahulu diadakan tabulasi data untuk memudahkan proses pengujian nantinya. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis dengan teknik statistik infrensial. Adapun analisis data secara deskriptif dimaksudkan agar mendapatkan gambaran umum data yang meliputi rata-rata, standar deviasi, varians, range, data maksimum dan minimum, tabel frekuensi dan grafik. Selanjutnya dilakukan pengujian persyaratan analisis yaitu uji normalitas. Untuk pengujian hipotesis, jika ternyata data berdistribusi normal, maka akan digunakan uji statistik parametrik, yaitu korelasi product-moment dari Pearson (uji r), tetapi jika ternyata data tidak berdistribusi normal, maka digunakan uji statistik non parametrik. 1. Analisis deskriptif Untuk mendapatkan gambaran umum data suatu penelitian maka digunakanlah analisis data deskriptif. Analisis deskriptif dilakukan terhadap kecepatan reaksi kaki dan daya ledak tungkai dengan kemampuan lari 100 meter siswi SMK Negeri 6 Makassar. Hal ini dimaksudkan untuk memberi makna pada hasil analisis yang telah dilakukan. Hasil analisis deskriptif data tersebut dapat dilihat pada tabel 1.
34
20
Tabel 1.
Hasil analisis deskriptif data kecepatan reaksi kaki, daya ledak tungkai, dan kemampuan lari 100 meter siswi SMK Negeri 6 Makassar.
Nilai Statistik
Kecepatan reaksi kaki
Daya ledak tungkai
Kemampuan lari 100 meter
N
40
40
40
Mean
15,88
208.18
21,205
SD
2,493
18,301
1,800
Varians
6,215
334,917
3,241
Range
9
114
6,18
Minimum
12
135
19,03
Maksimum
21
249
25,21
Tabel 1 di atas merupakan gambaran data , kecepatan reaksi kaki, daya ledak tungkai, dan kemampuan lari 100 meter siswi SMK Negeri 6 Makassar. Untuk lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut: 1. Data kecepatan reaksi kaki, diperoleh nilai rata-rata (mean) sebesar 15,88 cm, simpangan baku (standar deviasi) sebesar 2,493 cm, nilai terendah (minimum) sebesar 12 cm, dan nilai tertinggi (maksimum) sebesar 21 cm. 2. Data daya ledak tungkai, diperoleh nilai rata-rata (mean) sebesar 208,18 cm, simpangan baku (standar deviasi) sebesar 18,301 cm, nilai terendah (minimum) sebesar 135 cm, dan nilai tertinggi (maksimum) sebesar 249 cm. 3. Data kemampuan lari 100 meter, diperoleh nilai rata-rata (mean) sebesar 21,205 detik, simpangan baku (standar deviasi) sebesar 1,800 detik, nilai terendah (minimum) sebesar 19,03 detik, dan nilai tertinggi (maksimum) sebesar 25,21 detik. 2.
Uji persyaratan analisis
21
Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi agar statistik parametrik dapat digunakan dalam menganalisis data penelitian adalah data harus mengikuti sebaran normal (berdistribusi normal). Untuk mengetahui apakah data kecepatan reaksi kaki, daya ledak tungkai, dan kemampuan lari 100 meter siswi SMK Negeri 6 Makassar berdistribusi normal, maka dilakukan uji normalitas data dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada Tabel 2.
22
Tabel 2.
Hasil Uji normalitas data kecepatan reaksi kaki, daya ledak tungkai, dan data kemampuan lari 100 meter siswi SMK Negeri 6 Makassar.
Nilai Statistik
Kecepatan reaksi kaki
Daya ledak tungkai
Kemampuan lari 100 meter
N
40
40
40
Absolute
0,187
0,183
0,186
Positif
0,187
0,069
0,186
Negatif
-0,095
-0,183
-0,113
KS-Z
1,184
1,158
1,174
As.Sig
0,121
0,137
0,127
Berdasarkan Tabel 2 di atas, maka pengujian normalitas data dengan menggunakan uji Kolmogrov-Smirnov (KS-Z) menunjukkan hasil sebagai berikut: 1. Untuk data kecepatan reaksi kaki, diperoleh nilai KS-Z = 1,184 (P = 0,121 >
0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa data kecepatan reaksi kaki mengikuti sebaran normal atau berdistribusi normal. 2. Untuk data daya ledak tungkai, diperoleh nilai KS-Z = 1,158 (P = 0,137 >
0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa data Daya ledak tungkai mengikuti sebaran normal atau berdistribusi normal. 3. Untuk data kemampuan lari 100 meter, diperoleh nilai KS-Z = 1,174 (P = 0,127 < 0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa data kemampuan lari 100 meter mengikuti sebaran normal atau berdistribusi normal.
23
3.
Analisis korelasi Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini perlu diuji dan dibuktikan
melalui data empiris yang diperoleh dilapangan melalui tes dan pengukuran terhadap seluruh variabel yang diteliti, selanjutnya data tersebut akan diolah secara statistik. Karena data penelitian ini mengikuti sebaran normal, maka untuk menguji hipotesis penelitian ini digunakan analisis statistik parametrik dengan menggunakan teknik korelasi Pearson. a. Analisis korelasi sederhana kecepatan reaksi kaki dengan kemampuan lari 100 meter siswi SMK Negeri 6 Makassar. Untuk menguji kebenaran hipotesis tentang ada tidaknya korelasi yang signifikan antara kecepatan reaksi kaki dengan kemampuan lari 100 meter siswi SMK Negeri 6 Makassar, dilakukan analisis dengan menggunakan analisis korelasi sederhana. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat rangkuman hasil analisis data pada tabel 3. Tabel 3.
Rangkuman hasil analisis korelasi data kecepatan reaksi kaki dengan kemampuan lari 100 meter siswi SMK Negeri 6 Makassar. Variabel
Kecepatan reaksi kaki (X1) Kemampuan lari 100 meter (Y)
N 40
r
0,624
Pvalue
Keterangan
0,000
Signifikan
Keterangan: r
= Koefisien korelasi pearson
Pvalue
= Nilai Probabilitas
N
= Banyaknya data
Berdasarkan Tabel 3 di atas terlihat bahwa hasil perhitungan analisis korelasi sederhana dikemukakan sebagai berikut; nilai rhitung (r) diperoleh sebesar 0,624 (Pvalue < 0,05) berarti ada korelasi yang signifikan kecepatan reaksi kaki
24
dengan kemampuan lari 100 meter siswi SMK Negeri 6 Makassar. Dengan demikian jika seseorang siswi atau atlet lari 100 meter memiliki kecepatan reaksi kaki yang cepat merespon stimulus yang dating maka akan diikuti dengan kemampuan lari 100 meter yang cepat pula b. Analisis korelasi sederhana daya ledak tungkai dengan kemampuan lari 100 meter siswi SMK Negeri 6 Makassar. Untuk menguji kebenaran hipotesis tentang ada tidaknya korelasi yang signifikan daya ledak tungkai dengan kemampuan lari 100 meter siswi SMK Negeri 6 Makassar, dilakukan analisis korelasi sederhana. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat rangkuman hasil analisis pada tabel 4. Tabel 4.
Rangkuman hasil analisis korelasi data daya ledak tungkai dengan kemampuan lari 100 meter siswi SMK Negeri 6 Makassar.
Variabel Daya ledak tungkai (X2) Kemampuan lari 100 meter (Y)
N
r
Pvalue
Keterangan
40
0,630
0,000
Signifikan
Keterangan:
r
= Koefisien korelasi pearson
Pvalue
= Nilai Probabilitas
N
= Banyaknya data
Berdasarkan Tabel 4 di atas terlihat bahwa hasil analisis data dengan menggunakan uji korelasi sederhana dikemukakan sebagai berikut; nilai rhitung (r) diperoleh sebesar 0,630 (Pvalue < 0,05) berarti ada korelasi yang signifikan daya ledak tungkai dengan kemampuan lari 100 meter siswi SMK Negeri 6 Makassar. Dengan demikian jika seseorang siswi atau atlet lari 100 meter memiliki memiliki
25
daya ledak tungkai yang kuat dan cepat maka akan diikuti dengan kemampuan lari 100 meter yang cepat pula c. Analisis korelasi ganda kecepatan reaksi kaki dan daya ledak tungkai dengan kemampuan lari 100 meter siswi SMK Negeri 6 Makassar. Korelasi ganda dilakukan untuk mengetahui keterkaitan ketiga variabel bebas terhadap variabel terikat secara bersama-sama yaitu mengetahui keeratan korelasi kecepatan reaksi kaki dan daya ledak tungkai dengan kemampuan lari 100 meter siswi SMK Negeri 6 Makassar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat rangkuman hasil analisis data pada tabel 5 berikut ini. Tabel 5.
Rangkuman hasil analisis korelasi ganda data kecepatan reaksi kaki dan daya ledak tungkai dengan kemampuan lari 100 meter siswi SMK Negeri 6 Makassar.
Variabel
Ro
R²
F
Pvalue
Keterangan
0,744
0,554
22,967
0,000
Signifikan
KRK (X1) dan DLT(X2) Kemampuan
lari
100
meter (Y) Keterangan: KRK
= Kecepatan reaksi kaki
DLT
= Daya ledak tungkai Berdasarkan Tabel 5 di atas terlihat bahwa hasil perhitungan korelasi ganda
dikemukakan dengan menggunakan uji-r regresi dikemukakan sebagai berikut; nilai Rhitung (R) diperoleh = 0,744, setelah dilakukan uji signifikan dengan menggunakan uji F diperoleh Fhitung = 22,967 (Pvalue < 0,05), berarti ada korelasi yang signifikan secara bersama-sama antara, kecepatan reaksi kaki, dan daya ledak tungkai dengan kemampuan lari 100 meter siswi SMK Negeri 6 Makassar dengan nilai R square =
26
0,554 berarti korelasinya sebesar 55,4%, hal ini berarti bahwa 55,4% kemampuan lari 100 meter dijelaskan oleh kecepatan reaksi kaki dan daya ledak tungkai, sedangkan sisanya 44,6% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diamati dalam penelitian ini. 4.
Pengujian hipotesis Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan koefisien korelasi (R)
pada taraf signifikan 5%. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar korelasi antara , kecepatan reaksi kaki, dan daya ledak tungkai dengan kemampuan lari 100 meter siswi SMK Negeri 6 Makassar. Dalam penelitian ada tiga buah hipotesis yang diuji. Pengujian hipotesis tersebut dilakukan satu persatu sesuai dengan urutannya pada perumusan hipotesis. Disamping dilakukan pengujian hipotesis, juga diberikan kesimpulan singkat tentang hasil pengujian tersebut.
27
a. Ada korelasi yang signifikan kecepatan reaksi kaki dengan kemampuan lari 100 meter siswi SMK Negeri 6 Makassar. Hipotesis statistik yang akan diuji: H0 : x1.y = 0 H1 : x1.y 0 Hasil pengujian: Berdasarkan hasil pengujian analisis korelasi sederhana data kecepatan reaksi kaki dengan kemampuan lari 100 meter siswi SMK Negeri 6 Makassar, diperoleh nilai r
hitung
(r) sebesar 0,624 (Pvalue < 0,05), maka H0 ditolak dan H1 diterima.
Hal ini berarti, ada korelasi yang signifikan kecepatan reaksi kaki dengan kemampuan lari 100 meter siswi SMK Negeri 6 Makassar. Hal ini mengandung makna bahwa, apabila siswi memiliki kecepatan reaksi kaki yang cepat merespon stimulus maka akan diikuti dengan kemampuan lari 100 meter yang cepat pula. b. Ada korelasi yang signifikan daya ledak tungkai dengan kemampuan lari 100 meter siswi SMK Negeri 6 Makassar. Hipotesis statistik yang akan diuji: H0 : x2.y= 0 H1 : x2.y 0 Hasil pengujian: Berdasarkan hasil pengujian analisis korelasi sederhana data daya ledak tungkai dengan kemampuan lari 100 meter siswi SMK Negeri 6 Makassar, diperoleh nilai r
hitung
(r) sebesar 0,630 (Pvalue < 0,05), maka H0 ditolak dan H1
diterima. Hal ini berarti, ada korelasi yang signifikan daya ledak tungkai dengan kemampuan lari 100 meter siswi SMK Negeri 6 Makassar. Hal ini mengandung makna bahwa, apabila siswi memiliki daya ledak tungkai yang kuat dan cepat maka akan diikuti dengan kemampuan lari 100 meter yang cepat pula.
28
c. Ada korelasi yang signifikan secara bersama-sama kecepatan reaksi kaki dan daya ledak tungkai dengan kemampuan lari 100 meter siswi SMK Negeri 6 Makassar. Hipotesis statistik yang akan diuji: H0 : Rx1.2.y
=0
H1 : Rx1.2.y 0 Hasil pengujian: Dari hasil analisis data korelasi ganda, diperoleh nilai R 0,744, dengan F
hitung
hitung
(R) sebesar
diperoleh sebesar 22,967 (Pvalue < 0,05). Maka H0 ditolak
dan H1 diterima, Hal ini berarti ada korelasi yang signifikan secara bersama-sama kecepatan reaksi kaki dan daya ledak tungkai dengan kemampuan lari 100 meter siswi SMK Negeri 6 Makassar. Nilai koefisien determinasi (R square) yang diperoleh 0,554, hal ini berarti bahwa 55,4% kemampuan lari 100 meter dijelaskan oleh kecepatan reaksi kaki dan daya ledak tungkai, sedangkan sisanya 44,6% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diamati dalam penelitian ini. Persamaan regresi ganda Ŷ = a + b1X1 + b2X2 = 7,058 + 0,473 X1 + 0,446 X2 Dari table uji anova atau F tes, ternyata didapat F
hitung
sebesar 22,967
dengan tingkat signifikan 0,000 karena nilai probabilitas (0,000) jauh lebih kecil dari 0,05, maka model regresi dapat dipaki untuk memperediksikan kemampuan lari 100 meter. Untuk menguji signifikansi variabel kecepatan reaksi kaki dan daya ledak tungkai secara bersama-sama dengan kemampuan lari 100 meter sebagai berikut: Kaidah pengujian signifikansi regresi berganda Jika F hitung > F table, maka signifikan Jika F hitung < F table, maka tidak signifikan Setelah dilakukan pengujian ternyata nilai F hitung > F table maka signifikan.
29
Hal ini mengandung makna bahwa, apabila siswi memiliki kecepatan reaksi kaki dan daya ledak tungkai yang maksimal, maka akan diikuti dengan kemampuan lari 100 meter yang cepat pula. B. Pembahasan Hasil-hasil analisis korelasi sederhana dalam hipotesis perlu dikaji lebih lanjut dengan memberikan interpretasi keterkaitan antara hasil analisis yang dicapai dengan teori-teori yang mendasari penelitian ini. Penjelasan ini diperlukan agar dapat diketahui kesesuaian teori-teori yang dikemukakan dengan hasil penelitian yang dicapai. Untuk mengambil kesimpulan penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian, maka hasil analisis data yang perlu dibahas sesuai dengan teori-teori yang mendasarinya. Adapun pembahasan yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1.
Hipotesis pertama H0 ditolak dan H1 diterima yaitu; ada korelasi yang signifikan kecepatan reaksi kaki dengan kemampuan lari 100 meter siswi SMK Negeri 6 Makassar. Hasil yang diperoleh tersebut apabila dikaitkan dengan kerangka berpikir maupun teori-teori yang mendasarinya, pada dasarnya hasil penelitian ini mendukung teori yang dikemukakan oleh Harsono (1988:217), mengatakan bahwa : “Waktu reaksi adalah waktu antara pemberian rangsangan dengan gerak pertama”. Kecepatan reaksi ini dapat dilihat pada lari 100 meter saat melakukan start, dimana bunyi pistol atau tanda start lainnnya sebagai respon terhadap rangsangan tersebut.. Hal ini dapat dijelaskan bahwa apabila siswi memiliki kecepatan reaksi kaki yang cepat, akan menunjang untuk melakukan lari dengan star yang cepat, sehingga dapat melakukan lari 100 meter dengan secepat mungkin sampai ke garis finish.
30
2.
Hipotesis kedua H0 ditolak dan H1 diterima yaitu; ada korelasi yang signifikan daya ledak tungkai dengan kemampuan lari 100 meter siswi SMK Negeri 6 Makassar. Hasil yang diperoleh tersebut apabila dikaitkan dengan kerangka berpikir maupun teori-teori yang mendasarinya, pada dasarnya hasil penelitian ini mendukung teori yang dikemukakan oleh Sajoto (1988:58), mengemukakan bahwa : Daya ledak adalah kemampuan seseorang untuk melakukan kekuatan maksimum, dengan usahanya yang dikerahkan dalam waktu sependekpendeknya. Dalam hal ini dikatakan bahwa daya ledak otot atau daya ledak adalah kekuatan kali kecepatan atau velocity. Dari pendapat tersebut di atas menyebutkan dua unsur yang penting dalam daya ledak yaitu kekuatan dan kecepatan otot dalam mengerahkan tenaga maksimal untuk mengatasi tahanan. Daya ledak tungkai dalam kaitannya pada saat melakukan lari 100 meter sangat mendukung karena pola gerak lari cepat memanfaatkan unsure fisik yang kuat dan cepat. Dengan demikian daya ledak tungkai mutlak dimiliki oleh seorang pelari atau siswi karena dengan daya ledak tungkai yang baik seseorang dapat berlari dengan cepat Hal ini dapat dijelaskan bahwa
apabila siswi memiliki daya ledak
tungkai yang baik, akan menunjang untuk melakukan lari secepat mungkin dengan mengarahkan kekuatan dan kecepatan tungkai secara maksimal sehingga kecepatan lari yang dapat ditingkatkan. 3.
Hipotesis ketiga H0 ditolak dan H1 diterima yaitu; ada korelasi yang signifikan secara bersama-sama kecepatan reaksi kaki dan daya ledak tungkai dengan kemampuan lari 100 meter siswi SMK Negeri 6 Makassar. Hasil yang diperoleh tersebut apabila dikaitkan dengan kerangka berpikir maupun teori-teori yang mendasarinya, pada dasarnya hasil penelitian
31
ini mendukung teori yang ada. Hal ini dapat dijelaskan bahwa kedua variabel bebas ini secara bersama-sama memberikan korelasi yang nyata terhadap variabel terikat yaitu kemampuan lari 100 meter siswi SMK Negeri 6 Makassar. Kecepatan reaksi kaki merupakan faktor yang utama dalam melakukan star dan berlari dilintasan, dimana pada saat melakukan gerakan berlari kecepatan reaksi kaki dapat difungsikan untuk merespon rangsangan yang datang dari bunyi pistol atau aba-aba yang diberikan oleh starter. Sedangkan daya ledak tungkai dalam kaitannya pada saat melakukan lari 100 meter sangat mendukung karena pola gerak lari cepat memanfaatkan unsure fisik yang kuat dan cepat. Dengan demikian daya ledak tungkai mutlak dimiliki oleh seorang pelari atau siswi karena dengan daya ledak tungkai yang baik seseorang dapat berlari dengan cepat.
32
PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan analisis data dan pembahasannya, maka hasil penelitian ini dapat dikesimpulan sebagai berikut: 1.
Ada korelasi yang signifikan kecepatan reaksi kaki dengan kemampuan lari 100 meter siswi SMK Negeri 6 Makassar .
2.
Ada korelasi yang signifikan daya ledak tungkai dengan kemampuan lari 100 meter siswi SMK Negeri 6 Makassar .
3.
Ada korelasi yang signifikan secara bersama-sama antara kecepatan reaksi kaki dan daya ledak tungkai dengan kemampuan lari 100 meter siswi SMK Negeri 6 Makassar .
B. Saran Berdasarkan hasil analisis data dan kesimpulan, maka dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut: 1.
Bagi para guru penjas, pembina maupun pelatih olahraga
atletik, bahwa
kiranya dalam upaya untuk meningkatkan kemampuan lari 100 meter bagi siswi atau atlet yang dibina, hendaknya perlu memperhatikan unsur kondisi fisik yang dapat menunjang gerakan tersebut, seperti kecepatan reaksi kaki dan daya ledak tungkai. 2.
Bagi para siswi atau atlet atletik, direkomendasikan bahwa atlet atau siswi perlu
membekali
diri
mengenai
pengetahuan tentang pentingnya 48 fisik seperti kecepatan reaksi kaki mengembangkan dan memiliki kemampuan dan daya ledak tungkai guna dapat lebih meningkatkan kemampuan lari 100 meter dengan baik.
33
3.
Bagi mahasiswa yang berminat melakukan penelitian lebih lanjut, disarankan agara melibatkan variabel-variabel lain yang relevan dengan penelitian ini serta dengan populasi dan sampel yang lebih luas.
34
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmita, Yusuf. 1992. Olahraga Pilihan Atletik. Dirjen Dikti, Jakarta. Arikunto Suharsimi, 1992. Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Ateng, Abdul Kadir. 1992. Asas dan Landasan Pendidikan Jasmani. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti.
Bompa, 1983. Theory and Methodologi of Training. Kendal Hunt Publishing Company Dubugus, Iowa. Dwijowinoto, Kasyo.1993., Dasar-Dasar Ilmiah Kepelatihan. IKIP Malang Hadi Sutrisno, 1983. Statistik Jilid II, Fakultas Psikologi UGM. Jogyakarta. Harsono. 1988. Coaching dan Aspek-aspek dalam Coaching, Depdikbud Dirjen Dikti. Jakarta. Ganong.1991. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Universitas Of Missisippi.School of Medicine. Jansen, CR, Cardon, and Bengester, BL. 1983. Aplied Kinesiology and Biomechanics 3rd ed, New York : MC Graw Hll Book Company. Jess Jarver., 2007. Belajar Dan Berlatih Atletik. Penerbit CV.Pioner Jaya Bandung. Nossek. 1992. General Theory of Training. Lagos Pan African Press, Ltd. Sajoto Moch. 1988. Pembinaan Kondisi Fisik dalam Olahraga. FPOK IKIP Semarang.
35
Syarifuddin, Aip. 1992. Atletik. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti, Proyek Pembangunan Tenaga Kependidikan. Jakarta. Soebroto, Moch. 1979. Tuntutan Mengajar Atletik, Proyek Pemasalan dan Pembibitan Olahraga, Jakarta. Sugiyono. 2000. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Penerbit CV Alfabetha.
Willmore, 1977. Alternation in Strength, Body Composition and Antropometric Measurement Conconment to AW Weight Training Program Murd Sport.
50
Yusup Ucup. 2000., Anatomi Fungsional. Depdiknas. Dirjendikdasmen. Jakarta.