ANALISIS KOREKSI FISKAL ATAS PENDAPATAN, BEBAN DAN PAJAK TANGGUHAN DALAM PENENTUAN PAJAK PENGHASILAN YANG TERUTANG PADA PT Z
SKRIPSI Program Studi Akuntansi
Nama
: NIDIA KURNIASIH
NIM
: 03203-067
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2007
ANALISIS KOREKSI FISKAL ATAS PENDAPATAN, BEBAN DAN PAJAK TANGGUHAN DALAM PENENTUAN PAJAK PENGHASILAN YANG TERUTANG PADA PT Z
SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA EKONOMI Program Studi Akuntansi Nama
: NIDIA KURNIASIH
NIM
: 03203-067
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2007
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
Nama
: Nidia Kurniasih
NIM
: 03203 – 067
Program Studi
: Akuntansi
Judul Skripsi
: “ANALISIS KOREKSI FISKAL ATAS PENDAPATAN BEBAN
DAN
PENENTUAN
PAJAK PAJAK
TANGGUHAN PENGHASILAN
DALAM YANG
TERUTANG PADA PT. Z” Tgl. Ujian Skripsi
: 11 September 2007
Disahkan Oleh : Pembimbing
(Dra. Nurlis, M.Si.) Tanggal:
Dekan Fakultas Ekonomi
Ketua Jurusan Akuntansi
(Drs. Hadri Mulya, M.Si) Tanggal:
(H. Sabaruddin Muslim, SE.,M.Si.) Tanggal:
KATA PENGANTAR
Assalammual’aikum Warahmatullahi Wabarakkatuh Alhamdulilah Wa Syukurillah atas segala nikmatnya yang telah Allah berikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasullah SAW beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk melengkapi tugas akhir yang merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Mercu Buana, Jakarta Barat. Adapun judul yang dipilih penulis adalah “ Analisis Koreksi Fiskal Atas Pendapatan,Beban Dan Pajak Tangguhan Dalam Penentuan Pajak Penghasilan Yang Terutang Pada PT Z“. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, masih banyak kekurangan yang disebabkan keterbatasan kemampuan serta pengetahuan yang penulis miliki. Namun demikian, penulis telah berusaha semaksimal mungkin dan berusaha sebaik-baiknya dalam menyelesaikan skripsi ini. Dan penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini. Ucapan terima kasih ini penulis tujukan kepada : 1. Allah SWT Rabbul Izzati. Yang telah memberikan kemudahan, kekuatan, kesabaran, tambahan ilmu pengetahuan, keoptimisan dan berbagai nikmatnya yang tidak dapat disebutkan dan diperhitungkan nilainya.
2. Orang tuaku tercinta yang telah benyak memberikan dorongan baik do’a, moril, maupun materil serta pengertiannya atas berbagai kesibukkan yang ananda lakukan, serta kakak dan adik-adiku. 3. Bpk Drs. Hadri Mulya, Msi. Selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Mercu Buana. 4. Bpk H. Sabaruddin Muslim SE., Msi. Selaku Ketua Jurusan Akuntansi S1 Universitas Mercu Buana 5. Ibu Dra. Nurlis, Ak, Msi. Selaku Dosen Pembimbing penulis telah bersedia
meluangkan
waktunya
serta
banyak
membantu
dalam
memberikan pengarahan, bimbingan dengan sabar dalam penyusunan skripsi ini. 6. Untuk seluruh Dosen Fakultas Ekonomi jurusan Akuntansi yang telah memberikan nasihat, semangat serta do’a kepada penulis terima kasih banyak atas ilmu yang telah diberikan bagi mahasiswa/i nya. 7. Sahabat seperjuangan ku, Annisa, Isti, Thania, Yuli, Lely, Winda, Tiwi, Rika, Ridi, Fitri dan Dika, Novita, V-ka, Peppy yang telah membantu suka maupun duka, baik semangat, sumbangan fikiran, untuk selalu tetap optimis dalam mencari fakta dan data-data yang dibutuhkan dalam penyusunan skripsi ini. 8. Untuk seluruh teman-temanku jurusan Akuntansi angkatan 2003 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu terima kasih atas dorongan semangatnya.
9. Maemunah yang selalu membantu penulis memberi saran dan kritik. Akhir kata, skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya. Kritik dan saran penilis harapkan, dan apabila terdapat kesalahan dalam skripsi ini penulis mohon maaf
yang sebesar-besarnya apabila ada
kesalahan penulisan nama dan gelar.
Jakarta, 22 Agustus 2007 Penulis
(NIDIA KURNIASIH)
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI...........................................................ii KATA PENGANTAR........................................................................................iii DAFTAR ISI.......................................................................................................vi DAFTAR TABEL.............................................................................................. viii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian.................................................................. 1 B. Perumusan Masalah........................................................................... 3 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.......................................................... 3
BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian dan Tujuan Laporan Keuangan .......................................5 B. Konsep Pendapatan dan Beban Menurut Akuntansi..........................7 C. Konsep Pendapatan dan Beban Menurut Perpajakan........................ 15 D. Koreksi Fiskal.................................................................................... 20 E. Pajak Penghasilan dan Pajak Tangguhan...........................................22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Gambaran Umum Perusahaan............................................................28 B. Metode Penelitian.............................................................................. 30
C. Definisi Operasional Variabel............................................................31 D. Metode Pengumpulan Data................................................................32 E. Metode Analisis Data.........................................................................33
BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHAS A. Analisis Laba Sebelum Pajak Menurut Akun tansi dan Laba Sebelum Pajak Menurut UU PPh 2000.....................................34 B. Analisis Koreksi Fiskal Akun Pendapatan dan Beban terhadap Laba Kena Pajak................................................................. 40 C. Analisis Pajak Penghasilan dan Pajak Tangguhan.............................42
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan........................................................................................ 48 B. Saran.................................................................................................. 49
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Laba Sebelum Pajak Menurut Perusahaan..........................................38 Tabel 4.2 Laba Sebelum Pajak Menurut Perpajakan.......................................... 39 Tabel 4.3 Selisih Laba.........................................................................................39 Tabel 4.4 Koreksi Fiskal Pada Perbedaan Tetap................................................ 40 Tabel 4.5 Koreksi Fiskal Pada Perbedaan Waktu...............................................41
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pemerintah sedang giat-giatnya meningkatkan penerimaan dari pajak. Pajak yang dibayar oleh wajib pajak orang pribadi, pengusaha kena pajak atau badan merupakan sumber penerimaan yang tidak ada habis-habisnya. Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan telah memberi kepercayaan kepada wajib pajak dalam hal pemungutan pajak. Pemungutan pajak dilakukan dengan Self Assesment System, yaitu sesuatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang dan tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan sandiri pajak yang terutang. Wajib pajak badan di Indonesia diwajibkan untuk menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan dengan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya, sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan atau penjualan, dan biaya atau pembelian, sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang. Pasal 28 ayat (1) dan (7) UU Nomor 16 Tahun 2000 mewajibkan wajib pajak
dalam
negeri
untuk
menyelenggarakan
pembukuan.
Dalam
penjelasannya, pembukuan harus diselenggarakan dengan cara sistem yang lazim dipakai di Indonesia. Sistem dan cara pembukuan yang lazim dipakai di Indonesia disamping sesuai dengan ketentuan perpajakan juga dengan Prinsip Akuntansi Indonesia 1984, yang telah diubah menjadi Standar Akuntansi 1
Keuangan per 1 Oktober 2004, dan selanjutnya cukup disebut SAK. Ketentuan pembukuan menurut undang-undang perpajakan tidak selalu sama dengan prinsip-prinsip pembukuan menurut SAK. Namun pembukuan yang dilakukan dengan ketentuan SAK dapat digunakan untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak, sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang perpajakan. Timbulnya perbedaan tersebut, pada dasarnya karena perbedaan tujuan dan kepentingan antara akuntansi dan pajak. Tujuan akuntansi secara umum adalah memberikan informasi keuangan yang bermamfaat guna mengambil keputusan ekonomi bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Tujuan pajak adalah memasukan uang sebanyak-banyaknya ke kas negara, untuk membiayai pengeluaran negara dan mengatur perekonomian negara. Perbedaan tujuan dan kepentingan tersebut menimbulkan beberapa prinsipprinsip antara akuntansi dan pajak. Adanya perbedaan prinsip antara akuntansi (SAK) dan pajak akan mengakibatkan pengakuan serta pembukuan pendapatan atau penghasilan dan biaya yang menjadi dasar penerapan PPh Badan perusahaan perlu dilakukan koreksi fiskal untuk keperluan penghitungan pajak penghasilan dan pajak tangguhan menurut UU PPh 2000. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk menganalisis koreksi fiskal atas pendapatan dan biaya akuntansi serta pajak tangguhan dalam penentuan pajak penghasilan pada perusahaan menurut UU PPh 2000. Oleh karena itu, penulis tuangkan dalam penulisan skripsi dengan judul :
”Analisis Koreksi Fiskal Atas Pendapatan, Beban Dan Pajak Tangguhan Dalam Penentuan Pajak Penghasilan Yang Terutang pada PT Z ”.
B. Perumusan Masalah Perumusan masalah yang dilakukan oleh penulis untuk Wajib Pajak Badan berbentuk Perseroan Terbatas (PT) dimana penulis akan merumuskan masalah mengenai : 1. Apakah koreksi fiskal atas pendapatan dan biaya dalam penentuan pajak penghasilan terutang pada PT Z telah sesuai dengan ketentuan perpajakan? 2. Apakah perhitungan pajak tangguhan yang diterapkan perusahaan telah sesuai dengan PSAK No. 46?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: a. Menganalisis kesesuaian koreksi fiskal atas pendapatan dan biaya dalam penentuan pajak penghasilan terutang pada PT Z dengan ketentuan undang-undang perpajakkan. b. Menganalisis kesesuaian perhitungan pajak tangguhan yang diterapkan pada PT Z dengan PSAK No.46 2. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:
a. Pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah didalam membuat perubahan peraturan perpajakan. b. Perusahaan, mengetahui dan menganalisis kondisi keuangannya berkaitan adanya perubahan peraturan perpajakan serta membuat dan mengevaluasi kebijakan yang dapat mengatasi adanya perubahan peraturan tersebut. c. Bagi
Penulis,
penelitian
ini
diharapkan
dapat
meningkatkan
kemampuan analisis dari setiap perubahan peraturan perpajakan.
BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian dan Tujuan Laporan Keuangan Pengertian laporan keuangan menurut Soemarso, Sr (2000:36) adalah: Laporan yang dirancang untuk para pembuat keputusan, terutama pihak diluar perusahaan, mengenai posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan. Laporan keuangan juga terdiri atas neraca, perhitungan laba/rugi, laporan sumber dan penggunaan dana. Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi keuangan suatu perusahaan sehingga dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan oleh pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Tujuan laporan keuangan tersebut sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yaitu: Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. (Ikatan Akuntan Indonesia. 2004: Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan: par. 12) Dari rumusan tujuan laporan keuangan di atas dapat dijabarkan lagi bahwa tujuan laporan keuangan adalah: 1. Untuk memberikan informasi keuangan yang dapat dipercaya mengenai aktiva dan kewajiban serta modal suatu perusahaan. 2. Untuk memberikan informasi yang dapat dipercaya mengenai perubahan dalam aktiva netto (aktiva dikurangi dengan kewajiban) suatu perusahaan yang timbul dari kegiatan usaha dalam rangka memperoleh laba. 3. Untuk memberikan informasi keuangan yang membantu para pemakai laporan
keuangan di dalam menaksir potensi perusahaan dalam
menghasilkan laba. 5
4. Untuk memberikan informasi penting lainnya mengenai perubahan dalam aktiva dan kewajiban suatu perusahaan, seperti informasi mengenai aktivitas pembiayaan dan investasi. 5. Untuk mengungkapkan sejauh mungkin informasi lain yang berhubungan dengan laporan keuangan yang relevan untuk kebutuhan pemakai laporan, seperti informasi mengenai kebijakan akuntansi yang dianut perusahaan. Tujuan tersebut berorientasi kepemanfaatan laporan keuangan yaitu untuk bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan para pemakainya. Laporan keuangan disusun menurut prinsip akuntansi yang berlaku umum. Dalam mengembangan prinsip akuntansi harus memperhatikan konsep-konsep yang mendasari akuntansi, yaitu: a. Kesatuan akuntansi, yaitu adanya keterpisahan antara perusahaan dengan pemiliknya. b. Kesinambungan, yaitu adanya anggapan bahwa perusahaan dapat berjalan seterusnya. c. Periode akuntansi, yaitu pembagian aktivitas perusahaan menurut periodeperiode d. Pengukuran dalam nilai uang, yaitu seluruh aktivitas perusahaan diukur dalam satuan uang e. Harga pertukaran, yaitu dicatat sebesar yang harus diterima / dibayar. f. Penetapan beban dan pendapatan, yaitu beban dan pendapatan didasarkan atas jumlah yang diharapkan akan diterima / dibayar. Sebagaimana telah diungkapkan diatas, bahwa salah satu tujuan laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi keuangan yang
membantu para pemakai lapoaran keuangan di dalam menaksir potensi perusahaan dalam menghasilkan laba. Pihak pemerintah / pajak / fiskus berkepentingan pula dalam penggunaan laporan keuangan, yakni sebagai dasar untuk memastikan kebenaran penghitungan besarnya penghasilan kena pajak oleh para Wajib Pajak.
B. Konsep Pendapatan dan Beban menurut Akuntansi 1. Konsep Pendapatan dan Pengakuannya Menurut
Ikatan
Akuntan
Indonesia
dalam
PSAK
no.23
berpendapat bahwa: pendapatan (relevan) adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas moral perusahaan selama suatu periode bila arus masuk itu mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang berasal dari kontribusi penanaman modal. Pendapatan hanya terdiri dari arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang diterima dan dapat diterima oleh perusahaan untuk dirinya sendiri. Pendapatan harus diakui dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau yang dapat diterima. Nilai wajar adalah suatu jumlah, untuk itu suatu aktiva mungkin ditukar atau suatu kewajiban diselesaikan antara pihak yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar (arm’s length transaction ) Pelaporan penghasilan atau pendapatan dalam laporan keuangan selain untuk memberikan informasi yang berguna bagi pihak-pihak yang
berkepentingan juga mempunyai tujuan dasar adalah untuk membedakan modal yang diinvestasikan dengan pendapatan atau saham-saham dengan arus-arus yang mempengaruhi kekayaan bersih.Disamping itu, ada tujuan khusus yaitu untuk mengukur efisiensi dan aktivitas pimpinan, sebagai dasar peramalan arah perusahaan dimasa yang akan datang. Agar tujuan tersebut tercapai, penghasilan / pendapatan yang disajikan
dalam
laporan
keuangan
harus
mencerminkan
penghasilan/pendapatan yang diperoleh, dan kegiatan usaha yang telah dilakukan untuk memperoleh pendapatan, dalam satu periode secara wajar dan objektif. Untuk menentukan besarnya penghasilan/pendapatan secara wajar, pendapatan diakui dan diukur dengan prinsip dan cara-cara tertentu. Pengakuan Penghasilan menyangkut masalah apa yang diakui sebagai penghasilan atau kompenen penghasilan dan saat penghasilan diakui atau waktu pengakuan. Yang dapat diakui sebagai penghasilan adalah seperti diuraikan dalam pengakuan penghasilan menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai berikut: Penghasilan diakui dalam laporan laba rugi kalau kenaikan manfaat ekonomi di masa depan yang berkaitan dengan peningkatan aktiva atau penurunan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur dengan andal. Ini berarti pengakuan penghasilan terjadi bersama dengan pengakuan kenaikan aktiva atau penurunan kewajiban (misalnya kenaikan bersih aktiva yang timbul dari penjualan barang atau jasa atau penurunan kewajiban yang timbul dari pembebasan pinjaman yang masih harus dibayar). Prosedur yang biasanya dianut dalam praktik untuk mengakui penghasilan, seperti misalnya ketentuan bahwa penghasilan telah diperoleh, merupakan penerapan criteria pengakuan dalam
kerangka dasar ini. Prosedur semacam ini pada umumnya dimaksudkan untuk membatasi pengakuan penghasilan pada pospos yang dapat diukur dengan andal dan memiliki derajat kepastian yang cukup. ( 2004: Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan: par.92-93) Sebagaimana telah diuraikan dalam pengertian penghasilan bahwa meliputi baik pendapatan maupun keuntungan. Pendapatan timbul sebagai hasil
dari
pelaksanaan
aktivitas
perusahaan
yang
biasa,
yang
komponennya tergantung bentuk kegiatannya. Sedangkan keuntungan mencerminkan pos lainnya yang memenuhi definisi penghasilan yang mungkin timbul atau tidak timbul dalam pelaksanaa aktivitas perusahaan yang biasa, yang meliputi antara lain: a. Keuntungan yang timbul dalam pengalihan aktiva tak lancar, b. Keuntungan yang belum terealisasi (misalnya, yang timbul dari revaluasi sekuritas yang dapat dipasarkan dan kenaikan jumlah aktiva jangka panjang). Terdapat beberapa dasar atau basis pengakuan penghasilan, yaitu: 1) Basis akrual, yaitu penghasilan diakui pada waktu diperoleh, tidak tergantung kapan penghasilan itu diterima. 2) Basis kas, yaitu penghasilan diakui pada waktu diterima tunai dalam suatu periode tertentu. Dalam akuntansi sesuai dengan asumsi dasar akrual atau basis akrual dimana pengakuan penghasilan dilakukan pada waktu diperoleh, tidak tergantung kapan penghasilan tersebut diterima, maka waktu pengakuan penghasilan terdiri dari:
a) Penghasilan diakui pada saat proses penghasilan telah selesai atau mendekati penyelesaian dan telah terjadi pertukaran. b) Penghasilan diakui pada saat selesainya proses produksi, meskipun barang belum terjual. Metode ini dapat digunakan apabila memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut: (1) Harga jual dapat ditentukan dalam cukup tepat. (2) Tidak diperlukan kegiatan beban pemasaran yang berarti untuk menjual produk tersebut. (3) Harga pokok produk yang bersangkutan sulit ditentukan. (4) Satuan-satuan persediaan dapat saling tukar. Metode ini dapat digunakan pada logam mulia seperti emas. c) Penghasilan diakui selama tahap produksi secara proporsional. Dalam metode ini penghasilan diakui pada titik-titik proses dimana proses pembuatan barang masih terus berlangsung. Metode ini digunakan apabila: (1) Taksiran beban penyelesaian proses produksi dapat ditentukan dengan baik. (2) Harga kontrak (harga jual) telah ditentukan/ditetapkan terlebih dahulu. (3) Tahap kemajuan atas proses produksi yang telah dicapai dapat diperkirakan dengan baik.
Besarnya penghasilan yang dapat diakui untuk suatu periode dapat dilakukan dengan cara persentase dari biaya atau persentase penyelesaian secara fisik. d) Penghasilan diakui pada saat barang telah terjual oleh yang penerima titipan dalam hal penjualan konsinyasi. Pada perusahaan perdagangan dan industri untuk memperoleh laba bruto, penjualan dikurangi harga pokok penjualan (cost of good sold). Didalam perusahaan dagang yang dimaksud harga pokok penjualan adalah saldo awal persediaan, ditambah dengan harga barang yang dibeli, dikurangi dengan nilai persediaan akhir. Didalam perusahaan yang bergerak dibidang industri, harga pokok penjualan adalah saldo awal persediaan barang jadi, ditambah dengan harga pokok barang yang diproduksi, dikurang dengan nilai persediaan akhir. (1) Penjualan Sesuai dengan prinsip pengakuan penghasilan, penjual diakui dan dicatat sebesar nilai pertukarannya pada saat diperoleh, tidak tergantung kapan hasil penjualan tersebut diterima. (2) Harga Pokok Penjualan Harga pokok menunjukan harga pertukaran atas perolehan barang atau jasa. Harga barang atau jasa yang dijual sudah termasuk unsur laba, yaitu selisih antara harga jual dengan harga pokok barang/jasa yang dijual. Harga pokok barang/jasa yang dijual disebut harga pokok penjualan.
Penilaian harga pokok penjualan harus sesuai prinsip harga pokok penjualan. Prinsip harga pokok menetapkan harga perolehan atau harga pokok histories yang dianggap paling tepat untuk mengakui perolehan seluruh barang/jasa dan penilaiannya. Harga perolehan ialah jumlah yang diukur dalam nilai uang, kas yang diserahkan atau kekayaan lain yang diserahkan, atau kewajiban yang timbul karena barang/jasa yang diterima atau akan diterima. Prinsip ini sesuai dengan konsep harga pertukaran. Penentuan besarnya harga pokok penjualan berkaitan dengan penilaian persediaan. Persediaan meliputi persediaan bahan baku, barang dalam proses, dan barang jadi. Persediaan yang berkaitan dengan harga pokok penjualan adalah persediaan barang jadi yang tersedia untuk dijual. Pengertian persediaan selanjutnya adalah persediaan barang untuk dijual. Persediaan harus diukur berdasarkan biaya atau nilai realisasi bersih, mana yang lebih rendah (the lower of cost and net realizable value). Biaya persediaan dihitung dengan menggunakan rumus biaya masuk pertama keluar pertama (MPKP atau FIFO), rata-rata tertimbang (weighted average cost method), atau masuk terakhir keluar pertama (MTKP atau LIFO).
(3) Penghasilan lain-lain Didalam perhitungan laba rugi, pendapatan lain-lain disajikan terpisah dari usaha pokok. Ini dilakukan untuk memberikan gambaran yang baik atas kegiatan perusahaan dalam usahanya dalam memperoleh laba. Pendapatan lain-lain timbul dari usaha sampingan atau transaksi yang insidentil, dan atau dari transaksi atau kejadian lain diluar usaha utama.
2. Konsep biaya atau Beban dan pengakuannya Menurut IAI mendefinisikan beban (expense ) adalah penurunan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanaman modal. Definisi beban ini mencakup kerugian maupun beban yang timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa. Beban yang timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasanya meliputi, misalnya beban pokok penjualan, gaji, dan penyusutan. Beban tersebut biasanya arus keluar atau berkurangnya aktiva seperti kas persediaan dan aktiva tetap.
(dan setara kas),
Beban menurut Akuntansi adalah Arus kas keluar atau penggunaan lainnya atas aktiva sebuah entitas atau terjadinya kewajiban (atau kombinasi dari keduanya) selama suatu periode dari pengiriman barang, penyediaan jasa, atau aktivitas lain yang merupakan operasi utama atau operasi sentral perusahaan. (Kieso et al.2002:26). Pengakuan beban menurut:Ikatan Akuntan Indonesia (2004: 23) adalah: a. Beban diakui dalam laporan laba rugi kalau penurunan manfaat ekonomi masa depan yang berkaitan dengan penurunan aktiva atau peningkatan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur dengan andal. Ini berarti pengakuan beban terjadi bersamaan dengan pengakuan kenaikan kewajiban atau penurunan aktiva (misalnya, akrual hak karyawan, atau penyusutan aktiva tetap). b. Beban diakui dalam laporan keuangan laba rugi atas dasar hubungan langsung antara biaya yang timbul dan pos penghasilan tertentu yang diperoleh. Proses yang biasanya disebut pengaitan biaya dengan pendapatan (matching of cost with revenues) ini melibatkan pengakuan penghasilan dan beban secara gabungan atau bersamaan yang dihasilkan secara langsung dan bersama-sama dari transaksi atau peristiwa lain yang sama, misalnya: berbagai komponen beban yang membentuk beban pokok penjualan (cost or expenses of good sold) diakui pada saat yang sama sebagai penghasilan yang diperoleh dari penjualan barang. Namun demikian, penerapan konsep matching
dalam kerangka dasar ini tidak diperkenankan pengakuan pos dalam neraca yang tidak memenuhi definisi aktiva dan kewajiban. c. Beban segera diakui dalam laporan laba rugi kalau pengeluaran tidak menghasilkan manfaat ekonomi masa depan atau kalau sepanjang manfaat ekonomi masa depan tidak memenuhi syarat, atau tidak lagi memenuhi syarat, untuk diakui dalam neraca sebagai aktiva. d. Beban juga diakui dalam laporan laba rugi pada saat timbul kewajiban tanpa adanya pengakuan aktiva, seperti apabila timbul kewajiban akibat garansi produk. Beban diukur sesuai dengan harga pertukarannya dalam nilai uang, yaitu jumlah uang atau barang yang diukur dalam satuan mata uang yang diserahkan untuk transaksi tersebut. Pengakuan beban dikaitkan dengan pengakuan pendapatan. Jika beban dapat dihubungkan langsung dengan pendapatan maka saat pengakuannya sama dengan saat pengakuan pendapatan, misalnya harga pokok penjualan dan komisi penjualan. Jika beban tidak dapat dihubungkan langsung dengan pendapatan maka pengakuannya sesuai periode terjadi, misalnya beban administrasi, beban penyusutan dan lain-lain.
C. Konsep Pendapatan dan Beban Sesuai dengan Perpajakan 1. Konsep pendapatan dan pengakuan Dalam UU perpajakan pendapatan yang dimaksud adalah penghasilan. Penghasilan didefinisikan sebagai “jumlah yang diterima atas
usaha yang dilakukan perorangan, badan, dan usaha lainnya dapat digunakan untuk aktivitas ekonomi”. (Yusdianto Prabowo 2000:19) Menurut
perpajakan,
penghasilan
suatu
perusahaan
yang
dikenakan pajak apabila telah sesuai dengan UU PPh 2000 pasal 4 ayat 1. Yang menjadi obyek pajak dalah penghasilan.yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengannama dan dalam bentuk apapun. Pengakuan dalam penghasilan menurut ketentuan umum PPh menyatakan: Pajak penghasilan dikenakan terhadap orang pribadi atau perseorangan dan Badan berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak.
2. Konsep Beban dan Pengakuan Pengertian beban dalam perpajakan adalah pengeluaran biaya yang dapat dikurangi dari penghasilan untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak. Kriteria apakah suatu biaya dapat dihubungkan dengan kegiatan memperoleh menagih dan memelihara penghasilan. Wajib Pajak harus memperhitungkan biaya-biaya yang terhutang, penyusutan dan amortisasi sebgai pengurangan penghasilan bruto. Pengakuan biaya dalam perpajakan tergantung pada pembukuan yang digunakan oleh wajib pajak.
3. Penghasilan Kena Pajak Menurut UU PPh 2000 a. Pengertian Pajak Berikut ini diberikan beberapa definisi pajak. Menurut.Rochmat Soemitro yang dikutip.Siti resmi (2003:1) mendefinisikan pajak sebagai berikut. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Pajak menurut Sommerfelt ray M,Anderson Herscheel M, dan Brocck Horace R, Mohammad Zain (2003:11) menyatakan: Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sector swasta ke sector pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan terlebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proposional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugastugasnya untuk menjalankan pemerintahan. Sedangkan menurut S.I Djayadiningrat (2001:7) menyatakan bahwa : Pajak adalah sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan kepada Negara disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu tapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dipaksakan, tetapi tidak ada jasa baik dari Negara secara langsung, utnuk memelihara kesejahteraan umum. Pengertian pajak menutrut P.J.A Andriani, yang dikutip kembali oleh R.Santoso Brotodihardjo (2001:2) menyatakan bahwa: Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh wajib membyarnya menurut peraturanperaturan yang tidak mendapat prestasi kembali, yang
langsung dapat ditunjuk dan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas Negara untuk menyelengggarakan pemerintah. Definisi tersebut menekankan segi hukum pajak yakni tentang adanya perikatan dan adanya hak dan kewajiban. Berdasarkan definisi-definisi diatas pajak berisi kewajiban masyarakat kepada Negara yang dipungut berdasarkan kekutan undang-undang oleh pemerintah yang dipergunakan untuk pengeluaran pemerintah dengan tidak ada kontraprestasi dari pemerintah. b. Penghasilan menurut UU PPh 2000 Undang-undang perpajakan memberikan pengertian yang luas mengenai penghasilan. Pengertian penghasilan menurut pajak adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis. Pengertian ini tidak terkait ada tidaknya sumber penghasilan yang tetapi menitik beratkan pada mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis. Pengertian ini sesuai dengan ketentuan dalam UU PPh 2000 pasal 4 ayat 1: “Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun……”. Ketentuan
tersebut
mencerminkan
penghasilan
sebagai
tambahan kemampuan ekonomis Wajib Pajak tanpa memperhatikan sumber pendapatannya akan tetapi dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak maka penghasilan dapat dikelompokkan menjadi:
1. Penghasilan dari pekerjaan seperti karyawan dan praktik profesi seperti dokter. 2. Penghasilan dari kegiatan usaha yang melalui sarana perusahaan. 3. Penghasilan dari modal. 4. Penghasilan dari kegiatan lainnya seperti menang undian dan lainnya. Walaupun penghasilan menurut UU PPh 2000 menganut arti yang luas tetapi ada beberapa tambahan ekonomis yang dikecualikan dari objek pajak. Hal tersebut diatur dalam pasal 4 ayat (3) UU PPh 2000. Perincian jenis penghasilan kena pajak dan penghasilan tidak kena pajak sebagaimana yang terdapat pada pasal 4 UU No.17 tahun 2000 penulis disajikan dalam lampiran skripsi ini. c. Pengurangan atas Penghasilan Bruto Untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak maka jumlah penghasilan dikurangkan dengan pengeluaran yang boleh dikurangkan dari penghasilan. Jumlah pengeluaran yang boleh dikurangkan dari penghasilan untuk menghitung penghasilan kena pajak harus memenuhi syarat sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Hal ini jelas dinyatakan dalam pasal 6 UU No.17 tahun 2000 yang perinciannya penulis lampirkan pada lampiran skripsi ini.
Aturan lain mengenai pengurangan penghasilan bruto adalah adanya biaya yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan. Biaya ini biasanya bersifat pemakaian penghasilan atau yang jumlahnya melebihi kewajaran. Ketentuan ini diatur dalam pasal 9 UU No.17 tahun 2000 yang penulis lampirkan dalam lampiran skripsi ini. Penghasilan kena pajak dihitung setelah laba dikurangkan dengan kompensasi kerugian. Kompensasi kerugian ini adalah akumulasi kerugian yang diderita oleh Wajib Pajak yang dapat digunakan Wajib Pajak untuk mengurangkan penghasilan nettonya.
D. Koreksi Fiskal Koreksi fiskal merupakan hasil dari suatu mekanisme penyesuaian pelaporan penghasilan wajib pajak secara komersial menurut ketentuan peraturan perundang-undang perpajakan yang akhirnya dihasilkan laba/rugi fiskal. Menurut Anastasia Diana dan Lilis setiawati (2004: 195) koreksi fiskal dapat dibedakan menjadi 2 yaitu: 1. Koreksi fiskal positif terjadi karena adanya perbedaan antara ketentuan perpajakan dengan komersial yang mengakibatkan laba bertambah besar atau rugi bertambah kecil. 2. Koreksi fiskal negative terjadi karena adanya perbedaan antara ketentuan perpajakan dengan komersial yang mengakibatkan laba bertambah kecil atau rugi bertambah besar.
Sehubungan dengan adanya perbedaan antara laba atau rugi menurut perhitungan akuntansi komersial dengan fiskal (berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2000), maka sebelum menghitung penghasilan kena pajak, terlebih dahulu laba/rugi komersial tersebut harus dilakukan koreksi-koreksi fiskal sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2000. Dengan demikian, untuk keperluan perpajakan Wajib Pajak tidak perlu membuat pembukuan ganda, melainkan cukup membuat satu pembukuan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan, dan pada waktu mengisi
SPT
Tahunan PPh terlebih dahulu dilakukan koreksi-koreksi fiskal. Koreksi fiskal tersebut dilakukan baik terhadap penghasilan maupun terhadap biaya-biaya (pengurangan penghasilan bruto). Jenis koreksi fiskal di sini merupakan jenis-jenis perbedaan antara akuntansi komersial dengan ketentuan fiskal, yaitu terdiri dari: a. Perbedaan Tetap Perbedaan tetap yaitu perbedaan yang disebabkan perbedaan pandang antara undang-undang perpajakan dengan akuntansi keuangan tentang suatu kejadian akuntansi yang tidak dapat disamakan karena ketentuan perundangan. Misalnya penerimaan deviden yang diterima Wajib Pajak badan dalam negeri dari penyertaan modal pada perusahaan yang bertempat kedudukan di Indonesia bukan merupakan penghasilan menurut UU PPh, sedang menurut akuntansi merupakan penghasilan. Sebaliknya seluruh pengeluaran menurut akuntansi merupakan beban, oleh UUPPh tidak
seluruhnya sebagian beban seperti yang ditentukan pada Pasal 9 UU Nomor 17 Tahun 2000. b. Perbedan waktu Perbedaan waktu yaitu perbedaan yang terjadi karena ada penghasilan atau beban yang sudah diakui menurut akuntansi tetapi menurut UU PPh diakui pada periode berikutnya dan sebaliknya. Misalnya metode penyusutan, metode penilain persediaan, penyisihan piutang tak tertagih, dan sebagainya.
E. Pajak Penghasilan dan Pajak Tangguhan 1. Akuntansi Pajak Penghasilan Pajak penghasilan menurut PSAK 46 (2002:2) adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan Perpajakan dan pajak ini dikenakan atas penghasilan kena pajak perusahaan. Tujuan penerapan PSAK 46 menurut Jusuf Halim : a. Untuk mengatur perlakuan akuntansi pajak penghasilan. b. Agar dilakukan pengakuan (Recognition) terhadap “Future tax effects” yang timbul sebagai akibat adanya transaksi dan peristiwa yang telah diakui dalam laporan keuangan dan SPT. Di samping itu juga agar dilakukan pengakuan terhadap “future tax effects” dari konpensasi fiskal yang belum digunakan (unused tax losses carryforward) apabila persyaratan tertentu dipenuhi.
c. Pengakuan “future tax effects” dilakukan dengan mengakui adanya account pajak tangguhan (deferred tax liability). Pengakuan pajak tangguhan dalam PSAK 46 dilakukan dengan menggunakan “balance sheet liability method” d. Mengatur tentang penyajian pajak penghasilan pada laporan keuangan serta pengungkapan informasi yang relevan. Perbedaan prinsip akuntansi dalam laporan keuangan bias dikelompokan menjadi dua kelompok yaitu perbedaan permanent /beda tetap dan perbedaan temporer /beda waktu. 1) Perbedaan permanen / beda tetap Perbedaan
permanent
disebabkan
jika
menurut
prinsip
akuntansi suatu penerimaan diakui sebagai penghasilan dan suatu pengeluaran diakui sebagi biaya atau kerugian yang boleh sebagai pengurang penghasilan yang harus dilaporkan dalam laporan keuangan komersial, sedangkan menurut prinsip pajak suatu penerimaan tersebut tidak pernah diakui sebagai penghasilan dan atau suatu pengeluaran tersebut tidak pernah diakui sebagai biaya atau kerugian yang diperoleh sebagai pengurang penghasilan yang harus dilaporkan dalam laporan keuangan fiskal. Atau mungkin sebaliknya, yang tidak diakui dalam prinsip akuntansi namun diakui dalam prinsip pajak.
2) Perbedaan temporer / beda waktu Perbedaan temporer adalah perbedaan pada saat mengakui atau melaporkan penghasilan dan atau biaya antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal dalam satu tahun pajak. Dalam hal ini, baik menurut akuntansi ataupun menurut pajak samasama mengakui bahwa suatu penerimaan merupakan penghasilan, atau semua pengeluaran merupakan biaya yang boleh dijadikan sebagai pengurang penghasilan. Yang menjadi pembedanya adalah menurut ketentuan UU PPh suatu penerimaan (seluruh atau sebagian) harus diakui sebagai penghasilan dan suatu pengeluaran (seluruh atau sebagian) harus diakui sebagai biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan pada satu tahun pajak. Sedangkan menurut akuntansi suatu penerimaan diakui sebagai penghasilan atau suatu pengeluaran yang diakui sebagai biaya pada tahun pajak yang berlainan. Menurut PSAK 46, perbedaan temporer adalah perbedaan antara jumlah tercatat aktiva dan kewajiban dengan dasar pengenaan pajaknya. Perbedaan temporer berupa: a. Perbedaan temporer kena pajak adalah perbedaan temporer yang menimbulkan suatu jumlah kena pajak dalam penghitungan laba fiskal periode mendatang pada sast nilai tercatat aktiva dipulihkan atau nilai yang tercatat kewajiban dilunasi.
b. Perbedaan temporer yang boleh dikurangkan adalah perbedaan temporer yang menimbulkan suatu jumlah yang boleh dikurangkan dalam perhitungan fiskal periode mendatang pada saat nilai tercatat aktiva dipulihkan atau nilai tercatat kewajiban dilunasi. Dengan demikian, perbedaan temporer akan mengakibatkan kenaikan atau bertambahnya laba fiskal periode mendatang atau berkurangnya laba fiskal diperiode mendatang pada saat nilai tercatat kewajiban dilunasi.
2. Pengertian Pajak Tangguhan Pengertian pajak tangguhan menurut Hartanto (2003:110) dapat didefinisikan sebagai: Suatu metode akuntansi pajak penghasilan yang secara komprehensif mencoba menerapkan pendekatan aktiva-kewajiban yang berorientasi pada neraca (balance-sheet-oriented methode) dengan mengakui kewajiban dan aktiva pajak tangguhan terhadap konsekuensi fiskal masa depan yang disebabkan oleh adanya perbedaan waktu (temporary atau timming differences) dan sisa kerugian yang masih atau belum dikonpensasikan. Pengakuan yang diatur dalam PSAK 46 adalah: 1. Aktiva pajak kini Aktiva diakui sebagai aktiva pajak kini apabila terdapat selisih jumlah pajak yang telah dibayar untuk periode berjalan dan periode-periode sebelumnya melebihi jumlah pajak yang terutang untuk periodeperiode tersebut, maka selisihnya diakui sebagai aktiva.
2. Kewajiban pajak kini Kewajiban diakui sebagai kewajiban pajak kini apabila terdapat jumlah pajak kini yang belum dibayar. 3. Aktiva pajak tangguhan Jumlah pajak penghasilan terpulihkan pada periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer yang boleh dikurangkan dan sisa konpensasi kerugian. Aktiva pajak tangguhan diakui untuk seluruh perbedaan temporer yang boleh dikurangkan, sepanjang besar kemungkinan dapat dimanfaatkan untuk mengurangi laba fiskal pada masa yang akan datang. 4. Kewajiban pajak tangguhan Jumlah Penghasilan pajak yang terutang untuk periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak, kecuali jika timbul perbedaan temporer kena pajak: 1. Goodwill yang diamortisasinya tidak dapat dikurngkan untuk tujuan fiskal. 2. Pada saat pengakuan awal aktiva atau kewajiban dari suatu transaksi yang bukan transaksi penggabunga usaha dan pada saat transaksi, tidak mempengaruhi laba akuntansi dan laba fiskal. 5. Saldo rugi fiskal yang dapat dikurangkan Saldo rugi fiskal yang dapat dikonpensasikan diakaui sebagai aktiva pajak tangguhan apabila besar kemungkina bahwa laba fiskal pada masa yang akan datang memadai untuk dikonpensasikan.
6. Pajak kini dan pajak tangguhan Dalam kaitanya dalam laporan laba rugi, pajak kini dan pajak tangguhan diakui sebagai penghasilan atau beban pada laporan laba rugi periode berjalan. 7. Pengakuan pengkreditan atau pembebanan ke ekuitas Pajak kini dan pajak tangguhan harus langsung dibebankan atau dikreditkan ke ekuitas apabila pajak tersebut berhubungan dengan transaksi yang langsung dikreditkan atau dibebankan ke ekuitas. Pengukuran yang diterapkan dalam PSAK 46 adalah sebagai berikut: 1) Kewajiban atau aktiva pajak kini untuk periode berjalan dan periode sebelumnya, diakui sebagai jumlah pajak terhutang yang dihitung dengan menggunakan tarif (peraturan pajak) yang berlaku. 2) Aktiva dan kewajiban pajak harus diakui dengan menggunakan tarif pajak yang akan berlaku pada saat aktiva dipenuhui atau kewajiban dilunasi, yaitu dengan tarif pajak (peraturan pajak) ayng telah berlaku atau secara substansif. 3) Aktiva dan kewajiban pajak tangguhan harus mencerminkan konsekuensi pajak untuk pemulihan nilai tercatat aktiva atau penyelesaian kewajiban yang diharapkan pada tanggal neraca. 4) Aktiva dan kewajiban pajak tangguhan tidak boleh didiskonto. 5) Nilai tercatat aktiva pajak tangguhan harus ditinjau kembali pada tanggal neraca nilai tercatat tersebut harus diturunkan apabila laba fiskal tidak mungkin memadai untuk mengkonpensasi sebagian atau semua aktiva pajak tangguhan. Penurunan tersebut harus disesuaikan kembali apabila laba fiskal memadai.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Gambaran umum Perusahaan 1. Sejarah Perusahaan PT Z didirikan pada tanggal 1 Mei 1975 berdasarkan akta notaries Anton Frederik schut No.15. Akta pendirian ini disahkan oleh Departemen Kehakiman No.JA5/108/3 tanggal 17 Desember 1975 dan diumumkan tanggal 27 Maret 1984. PT Z bertempat dan beroperasi secara komersil mulai tahun 1975, di Tanjung Duren JL. Arjuna No.48, Jakarta Barat 11480. 2. Kegiatan Perusahaan Sesuai dengan pasal 2 anggaran dasar perusahaan, ruang lingkup kegiatan perusahaan bergerak dalam bidang Farmasi Obat-obatan atau Distribusi Tunggal.Dalam menjalankan kegiatan perusahaan,PT Z menyalurkan obat-obatan ke Apotik.Toko Obat,Rumah Sakit atau Instansi lainnya. 3. Struktur Organisasi dan Job Berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan pada tanggal 27 Mei 1980 yang berita acaranya telah diaktakan dengan Notaris Ny. Poerbaningsih Adi Warsito, S.H. No. 48 susunan Direktuer Utama Perusahaan adalah sebagai berikut :
28
Struktur Organisasi PT Z
Direktur Utama
Wakil. Dirut
Marut
Accounting
Pemasaran
EDP
Jumlah rata-rata karyawan perusahaan sebanyak 83 orang pada tanggal 31 Maret 2007. Direktur Utama merupakan pimpinan tertinggi dalam perusahaan. Direktur Utama bertanggung jawab penuh dalam mencapai maksud dan tujuannya.Direktur Utama bertanggung jawab atas: a. Manajemen dan pengembangan perusahaan yang telah ditentukan dalam anggaran dasar perusahaan. b. Mengelolah dan menjalankan perusahaan yang dipimpinnya. c. Memimpin perusahaan untuk kepentingan intern, mengkoordinasikan, mengawasi, dan mengarahkan seluruh kegiatan perusahaan sesuai dengan rencana. d. Mengangkat dan memberhentikan serta memutasikan pegawaipegawai yang ada.
e. Menetapkan kebijakan dan membuat keputusan-keputusan perusahaan. f. Mewakili perseroan di dalam dan di luar pengadilan tentang segala hal dan segala kejadian. Direktur bertanggung jawab atas segala kegiatan operasional perusahaan. Tanggung jawabnya meliputi pengurusan kegiatan jual barang dagangan, pengurus administrasi dan kepegawaian, dan kegiatan lain yang ditunjukan untuk membantu Direktur Utama melaksanakan tugasnya termasuk dalam rangka meningkatkan penjualan dan pemasaran barang dagangannya. Tahun buku perusahaan berjalan dari 1 Januari sampai 31 desember. Pada akhir bulan Desember tiap tahun, pembukuan perusahaan ditutup. Dari penutupan tersebut oleh direksi dibuat neraca dan perhitungan laba rugi. Berdasarkan perhitungan laba rugi perusahaan dapat menentukan apakah perusahaan memiliki pajak yang harus dibayar karena perusahaan memperoleh laba atau sebaliknya mengalami rugi sehingga tidak terhutang pajak.
B. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Pemilihan metode ini sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk menggambarkan atau menganalisis tentang koreksi fiskal atas pendapatan dan biaya dalam penentuan pajak penghasilan terutang dan kesesuaiannya dengan ketentuan perpajakan serta perhitungan pajak tangguhan yang diterapkan perusahaan dan kesesuaian dengan PSAK No. 46. Metode deskriptif dipergunakan untuk
pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat dengan tujuan untuk mencari gambaran yang sistematis serta fakta yang akurat.
C. Definisi Operasional Variabel Di dalam penelitian ini, terdapat istilah yang sering kali dipakai di dalam perusahaan, yaitu: 4. Koreksi fiskal adalah hasil dari suatu mekanisme penyesuaian pelaporan penghasilan Wajib Pajak secara komersial menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang akhirnya dihasilkan laba/rugi fiskal. 5. Pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama suatu periode bila arus masuk itu mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal. 6. Beban adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva atau kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal. 7. Beda waktu adalah perbedaan yang disebabkan adanya perbedaan waktu dan metode pengakuan Penghasilan dan beban tertentu berdasarkan standar akuntansi dengan peraturan perpajakan. 8. Beda tetap adalah perbedaan yang disebabkan oleh adanya perbedaan pengakuan pendapatan dan beban antara standar akuntansi dan peraturan perpajakan.
9. Pajak tangguhan adalah pajak yang diatur dalam PSAK 46 tentang akuntansi pajak penghasilan. 10. Aktiva pajak tangguhan adalah suatu kemungkinan akan adanya manfaat ekonomi pada masa yang akan datang yang diperoleh atau dikendalikan oleh suatu entitas sebagai akibat transaksi kejadian pada masa lalu. 11. Hutang pajak tangguhan adalah suatu kemungkinan adanya pengorbanan ekonomi pada masa yang akan datang yang muncul dari kewajiban masa kini suatu entitas untuk menyerahkan aktiva kepada entitas-entitas lainnya sebagai akibat kejadian masa lalu.
D. Metode Pengumpulan Data Untuk menunjang penelitian skripsi, penulis melakukan penelitian dan pengumpulan data melalui: 1. Penelitian kepustakaan (library research) penelitian yang dilakukan dengan cara membaca, mempelajari, menelaah dan menganalisis literaturliteratur, dan peraruran-peraturan perpajakan serta sumber lain yang berkaitan dengan materi yang dibahas dalam penelitian ini. 2. Penelitian lapangan (field research) yaitu mengumpulkan data dengan objek penelitian menggunakan data primer dan sekunder. Data menggunakan primer dengan cara wawancara, bagian yang menangani dalam bidang akuntansi perusahaan. Sedangkan data sekunder dengan cara mengumpulkan dokumen-dokumen yang dibahas dalam penelitian ini
E. Metode Analisis Data Dalam penelitian skripsi ini penulis menganalisis data dengan menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif dan deskriptif Kuantitatif. Deskriptif kualitatif yaitu analisis yang didasarkan pada pernyataan keadaan dan ukuran kualitas yang terdapat pada objek penelitian. Melalui penelitian ini, penulis menganalisis data dengan tepat sehingga menghasilkan pembahasan yang baik dalam mencapai tujuan penulisan skripsi ini. Deskriptif kuantitatif adalah analisis data yang menganalisis kesesuaian pajak penghasilan terutang yang disebabkan adanya koreksi fiskal atas pendapatan, biaya dan pajak tangguhan pada PT. Z yang sesuai dengan peraturan perpajakan.
BAB IV ANALISIS DAN HASIL PEMBAHASAN
A. Analisis Laba sebelum Pajak menurut Akuntansi dan Laba Sebelum Pajak menurut UU PPh 2000 1. Penghasilan dari usaha Penghasilan dari usaha dihitung dengan mengurangi penjualan dengan harga pokok penjualan. Pada bagian ini akan dibahas kedua perkiraan atau pos tersebut yaitu penjualan dan harga pokok penjualan. Didalam
pembukuan
perusahaan,
penjualan
yang
diakui
perusahaan sebesar Rp 117.153.295.051,- Penghasilan tersebut berasal dari penjualan kotor penukaran, retur ponco, arko, dan kosmetik yang diperoleh dari pembelian pemasok lokal. Didalam harga jual termasuk didalamnya unsur biaya angkut yang dibebankan kepada pelanggan walaupun pengangkutan tersebut dilakukan sendiri oleh perusahaan. Seperti lazimnya perusahaan dagang, perusahaan mengakui penjualan pada saat proses penghasilan telah sesuai dan telah terjadi pertukaran. Hal ini sesuai dengan dasar pengakuan penghasilan menurut akuntansi. Secara
fiskal
penjualan
tersebut
memberikan
tambahan
kemampuan ekonomis bagi perusahaan. Keadaan ini memenuhi ketentuan pasal 4 UU No.17 Tahun 2000 atas kriteria penghasilan. Sehingga penjualan barang dagangan ini merupakan objek pajak penghasilan. Secara
34
umum perusahaan telah mencatat penjualan dengan benar baik menurut akuntansi maupun fiskal. Harga pokok penjualan yang dilaporkan perusahaan adalah sebesar Rp
35.092.163.720,-
Perhitungannya
dilakukan
seperti
umumnya
perusahaan dagang dimana saldo awal persediaan ditambah dengan pembelian kemudian dikurangi persediaan akhir. Baik secara akuntansi komersial maupun fiskal perlakuan perusahaan untuk menghitung harga pokok penjualan telah tepat. Persediaan awal dan persediaan akhir dinilai berdasarkan metode FIFO. Perusahaan mencatat persediaan akhir atas dasar harga barang yang terakhir dibeli perusahaan, karena barang tersebutlah yang terakhir masuk dalam persediaan perusahaan. Metode ini juga salah satu metode dalam akuntansi untuk menghitung saldo persediaan awal dan persediaan akhir.
2. Penghasilan atau Beban diluar Usaha Penghasilan atau Beban diluar Usaha berasal dari penerimaan diluar kegiatan perusahaan. Secara akuntansi dan fiskal telah mencatat dan melaporkan dengan benar setiap penerimaan diluar kegiatan utama perusahaan. Namun demikian penerimaan ini masih perlu dilakukan koreksi fiskal sehubungan dengan peredaran usaha sebagaimana yang dijelaskan dalam bagian berikut. Dari uraian mengenai peredaran usaha maka atas penghasilan atau beban diluar usaha dikoreksi positif sebesar Rp 8.472.407,- jumlah
yang
berasal dari penerimaan dari konsumen untuk pembayaran biaya angkut yang dibebankan perusahaan. Perusahaan belum laporkan penerimaan ini baik secara komersial maupu secara fiskal.
3. Biaya Operasional Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan
perusahaan
diluar harga pokok penjualan. Biaya ini secara komersial diklasifikasikan kedalam biaya penjualan serta biaya umum dan administrasi. Secara akuntansi biaya ini dapat dikurangkan dari penghasilan usaha. Namun secara fiskal harus diteliti dan dikaitkan dengan pasal-pasal yang berhubungan dengan pasal 9 UU No.17 Tahun 2000, mengingat biaya ini tidak dimaksudkan untuk menagih, mendapatkan dan memelihara penghasilan (pasal 6 UU No.17 Tahun 2000). Dan biaya ini telah ditentukan untuk tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sesuai pasal 9 UU No.17 Tahun 2000, atas seluruh biaya ini dikoreksi fiskal. Biaya lain-lain pada hakekatnya dapat dikurangkan sebagai pengurang penghasilan bruto baik secara komersial maupu fiskal. Hanya secara fiskal harus dapat dipertanggungjawabkan kegunaannya apakah bertujuan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Untuk itu karena biaya ini menurut perusahaan tidak dapat dibuktikan maka atas biaya ini dilakukan koreksi fiskal.
Berdasarkan uraian diatas maka besarnya laba sebelum pajak menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK) 2004 dan laba atau penghasilan kena pajak menurut UU No.17 Tahun 2000 akan terjadi perbedaan. Perbedaan tersebut dimungkinkan karena perusahaan mengalami beberapa koreksi fiskal atas perkiraan-perkiraannya yang sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakkan. Seluruh koreksi fiskal yang telah dilakukan berdasarkan undangundang perpajakkan bersifat koreksi fiskal positif. Artinya koreksi fiskal tersebut akan menambah laba sebelum pajak. Hasil analisis penerapan undang-undang pajak atas laporan keuangan dalam hasil laporan laba rugi perusahaan sebagaimana yang diuraikan pada sub bab A diatas adalah sebagai berikut : 1. Penjualan tidak dikoreksi fiskal karena telah sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan. 2. Harga pokok penjualan tidak dikoreksi fiskal karena telah sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan. 3. Penghasilan diluar Usaha dikoreksi positif karena adanya penghasilan jasa giro Besarnya koreksi adalah Rp 8.472.407,- yang disebabkan karena adanya PPh Final yang didasrkan oleh Pasal 4 ayat 2 UU PPh. 4. Biaya Operasional dikoreksi fiskal atas biaya-biaya yang tidak sesuai dengan ketentuan pasal 6 UU PPh 2000 dan telah ditentukan untuk dikoreksi fiskal sebagaimana yang telah ditentukan dalam pasal 9 UU PPh 2000. Total koreksi fiskal atas biaya operasional sebesar Rp30.262.496,-
yang terdiri dari biaya sumbangan sebesar Rp.2.968.000,- dan biaya keperluan karyawan yang didalamnya terdapat biaya rekreasi sebesar Rp. 1.275.000,- yang didasarkan pasal 9 UU PPh. 5. Total koreksi fiskal atas pos-pos perkiraan dalam laporan laba rugi perusahaan
yang
dilaporkan
dalam
SPT-nya
adalah
sebesar
Rp.38.734.903,Selanjutnya penulis akan membandingkan laba sebelum pajak menurut SAK dengan laba sebelum pajak menurut UU PPh 2000. Laba sebelum pajak menurut SAK dihitung sebagai berikut: Tabel 4.1 Laba Sebelum Pajak Menurut Perusahaan PT.Z Laporan Laba Rugi Untuk Tahun Yang berakhir 31 Desember 2006 Penjualan Harga pokok penjualan Laba bruto Biaya operasional Total biaya Laba usaha Penghasilan (beban)lain-lain Laba sebelum pajak
Rp. 117.153.295.051,Rp. 35.092.163.720,Rp. 82.061.141.331,Rp. 844.977.605,(Rp. 844.977.605,-) Rp. 81.416.163.726,Rp. 32.123.607,Rp. 81.448.286.333,-
Sumber :laporan laba rugi perusahaan (2006)
Sedangkan laba sebelum pajak menurut UU PPh 2000 sebagai berikut:
Tabel 4.2 Laba Sebelum Pajak Menurut Perpajakan PT.Z Laporan Laba Rugi Untuk Tahun Yang berakhir 31 Desember 2006 Penjualan Harga pokok penjualan Laba bruto Biaya operasional Total biaya Laba usaha Penghasilan (beban)lain-lain Laba sebelum pajak
Rp. 117.153.295.051,Rp. 35.092.163.720,Rp. 82.061.141.331,Rp. 866.754.101,(Rp. 866.754.101,-) Rp. 81.154.387.230,Rp. 23.615.200,Rp. 81.178.002.430,-
Sumber : Data diolah (2006) Dari kedua daftar diatas dapat diketahui besarnya selisih antara laba sebelum pajak menurut akuntansi komersial dan menurut fiskal dengan perhitungan sebagai berikut : Tabel 4.3 Selisih Laba Laba sebelum pajak – Akuntansi
Rp. 81.448.286.333,-
Laba sebelum pajak – fiskal
(Rp. 81.178.002.430,-)
Selisih
Rp.
270.283.903,-
Selisih tersebut adalah total koreksi fiskal yang atas laporan laba/rugi
perusahaan
sesuai
dengan
ketentuan
undang-undang.
Perinciannya telah diuraikannya pada bagian sebelumnya. Dengan membandingkan kedua perkiraan laba rugi antara laba sebelum pajak menurut SAK dengan laba sebelum pajak menurut fiskal maka dapat diketahui besarnya perbedaan kedua jenis laporan tersebut. Perbedaan tersebut semata-mata karena penerapan ketentuan UU PPh
2000 atas laporan laba rugi komersial sehingga didapatkan laporan laba rugi fiskal yang telah memenuhi ketentuan perundangan.
B. Analisis Koreksi Fiskal Akun Pendapatan dan Beban terhadap PPh terhutang Didalam menyusun laporan laba/rugi yang sesuai dengan PSAK No. 46 tentang akuntansi pajak penghasilan, maka perlu dilakukan koreksi fiskal terlebih dahulu dalam mengidentifikasikan perbedaan yang terjadi apakah perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan waktu atau perbedaan tetap. Untuk mengetahui perbedaan tetap dan perbedaan waktu, maka penulis mengklasifikasikan perbedaan tetap dan perbedaan waktu yang terjadi selama periode akuntansi didalam perusahaan adalah sebagai berikut: 1. Perbedaan tetap Perbedaan tetap yang terjadi digambarkan dalam tabel 4.4 berikut: Koreksi Fiskal Biaya operasional A. Biaya penjualan Sumbangan Rp. 2.968.000,B. Biaya Umum dan Administrasi Biaya keperluan Karyawan Rp. 1.275.000,Jumlah Rp. 4.243.000,PPh Final Rp. 8.472.407,Total Perbedaan Tetap Rp. 12.715.407,Sumber: diolah dari laporan keuangan perusahaan Sehingga atas biaya-biaya yang telah dibebankan tersebut harus dilakukan koreksi positif beda tatap. Beda tatap yang terjadi ini tidak menimbulkan aktiva atau kewajiban pajak tangguhan karena sifatnya yang tidak mungkin terkoreksi ditahun yang akan datang dan akan selalu
berbeda karena adanya perbedaan pengakuan pendapatan dan biaya antara standar akuntansi keuangan dan UU pajak. 2. Perbedaan waktu atau perbedaan temporer Perbedaan waktu atau perbedaan temporer adalah perbedaan pengakuan pendapatan dan beban yang sifatnya sementara, karena pada akhirnya, dalam waktu tertentu jumlah pengakuan terhadap pendapatan dan beban akan sama. Total beban penyusutan aktiva tetap tersebut dapat dilihat dalam tabel 4.5 berikut ini:
Tahun 2006
Harga Perolehan
Penyusutan Komersial
Penyusutan Fiskal
Selisih Penyusutan
Rp. 95.639.800,-
Rp. 44.598.667,-
Rp. 18.579.171,-
Rp. 26.019.496,-
Sumber: diolah dari laporan keuangan perusahaan
PT.
Z
menghitung
biaya
penyusutannya
(menurut
akuntansi)
menggunakan metode garis lurus dan biaya penyusutan di bebankan perbulan, sedangkan penyusutan menurut pajak menggunakan metode saldo menurun dirnan tariff 50%. Sehingga terdapat perbedan waktu pengakuan menurut akuntansi dan pajak sebesar Rp 26.019.496,- atas perbedaan waktu tersebut dilakukan koreksi negatif. Setelah mengidentifikasi antara perbedaan tetap dan perbedaan waktu ini maka baru dapat dibuat laporan laba/rugi fiskal dengan membuat tabel koreksi fiskal. Dibawah ini dipaparkan laporan laba/rugi berdasarkan perbedaan tetap dan perbedaan waktu yang telah dipaparkan diatas, sebagai berikut: (lampiran) Berdasarkan data diatas, timbul selisih atas biaya operasional dan penghasialn (beban) lain-lain sejumlah Rp.12.715.407,-. Sehingga dari koreksi
fiskal tahun 2006 tersebut didapat laba sebelum pajak Rp.81.178.002.430,- yang merupakan hasil dan koreksi yang disebabkan perbedaan waktu dan perbedaan sementara yang terjadi di PT. Z
C. Analisis Pajak Penghasilan dan Pajak Tangguhan PPh terutang Sebagaimana yang diuraikan pada bagian diatas, maka koreksi fiskal, dalam hal ini koreksi fiscal positif, telah meningkatkan jumlah laba sebelum pajak, akibatnya dapat diperkirakan jumlah pajak terutang juga akan meningkat. Pada perhitungan pajak menurut SAK dan menurut fiskal diperhitungkan konpensasi kerugian yang merupakan kerugian akumulatif yang berasal dari periode sebelumnya. Kompensasi kerugian tersebut dibebankan pada tahun 2006 karena pada tahun tersebut perusahaan telah memperoleh keuntungan yang dapat dikenakan pajak. Berdasarkan perhitungan atas, pajak penghasilan di atas maka besarnya pajak penghasilan setelah penerapan ketentuan UU No.17 tahun 2000 meningkat dari sebelum penerapan UU no.17 tahun 2000. peningkatan ini disebabkan adanya koreksi fiskal yang cukup besar atas berapa pos perkiraan dalam laporan keuangan komersial perusahaan. Jadi pajak terutang yang sebenarnya menjadi beban perusahaan apabila perusahaan melakukan koreksi fiskal atas laporan keuangan komersialnya adalah sebesar Rp 24.335.900.600,- karena perusahaan dapat
mengkreditkan PPh pasal 22 dan Pasal 25 yang telah dibayarkan sebagai kredit pajak maka besarnya PPh Pasal 29, sebagai angsuran terakhir PPh terutang yang berdasarkan koreksi fiscal laporan keuangan adalah sebesar Rp 18.374.965.260,a. Perbedaan tetap Perbedaan tetap adalah perbedaan pengakuan secara permanent terhadap pendapatan dan beban yang diakui oleh standar akuntansi keuangan, tetapi oleh Undang-undang Pajak Penghasilan tidak diakui. Perbedaan yang terjadi pada PT. Z adalah sebagai berikut: 1) Biaya penjualan Biaya penjualan adalah setiap pengeluaran perusahaan untuk menyelenggakan fungsi menajemen bidang penjualan. Yang termasuk didalam biaya penjualan pada PT. Z yaitu: a) biaya gaji bagian penjualan b) biaya promosi c) biaya reparasi & pemeliharaan kendaraan d) biaya perjalanan dinas e) biaya pengiriman barang f) biaya sumbangan g) biaya royalty h) biaya lain-lain
Menurut pasal 9 UU PPh: Pada biaya sumbangan Rp 2.968.000,- kepada pegawai yang terkena musibah tidak dapat di jadikan biaya disebabkan biaya sumbangan ini tidak berhubungan dengan usaha. Sehingga biaya yang telah dibebankan tersebut harus dilakukan koreksi positf beda tetap 2) PPh Final Pada pendapatan (beban) lain-lain terdapat pendapatan jasa giro sebesar Rp 8.472.407,- yang diakui sebagai pendapatan lain-lain oleh PT. Z. karena pendapatan jasa giro telah dikenakan PPh final maka atas pendapatan ini harus dilakukan koreksi negative beda tetap.
b. Pajak kini Perhitungan dan pengungkapan sebagai berikut: Keterangan
Pajak Kini 2000
L/R AKUNTANSI SBH PPh
Rp
81.448.286.333,-
KOREKSI FISKAL: Koreksi positif BEDA TETAP: Sumbangan
Rp
2.968.000,-
Rekreasi
Rp
1.275.000,-
Rp
4.243.000,-
(Rp
8.472.407,-)
(Rp
8.472.407,-)
(Rp
26.019.496,-)
(Rp
26.019.496,-)
Koreksi negative Pendapatan jasa giro BEDA WAKTU: Koreksi negative: Selisih biaya penyusutan L/R SBM KOMPENSASI KERUGIAN
Rp
KOMPENSASI KERUGIAN FISKAL
81.418.047.330,-
PENGHASILAN KENA PAJAK
Rp
81.418.047.330,-
Rp
24.407.914.100,-
PPh tahunan terutang (tariff Psl 17) 10% X Rp
50.000.000,-
Rp
5.000.000,-
15% X Rp
50.000.000,-
Rp
7.500.000,-
30% X Rp 81.318.047.330,-
Rp 24.395.414.100,-
PPh Tahunan Terutang / Pajak Kini
2. Pajak tangguhan Didalam menghitung pajak tangguhan yang sesuai dengan PSAK No. 46 tentang akuntansi pajak penghasilan, maka perlu dilakukan koreksi fiskal terlebih dahulu dalam mengidentifikasikan perbedaan yang terjadi dan didalamnya terdapat perbedaan waktu.
Perbedaan waktu /perbedaan temporer Perbedaan waktu atau perbedaan temporer adalh perbedaan pengakuan pendapatan dan beban yang sifatnya sementara, karena pada akhirnya dalam waktu tertentu jumlah pengakuan terhadap pendapatan dan beban akan sama. Biaya penyusutan Biaya penyusutan adalah biaya penyusutan yang diperhitungkan atas aktiva yang dikelolah. Biaya penyusutan pada PT.Z adalah biaya penyusutan bangunan. PT.Z menghitung biaya penyusutan (menurut akuntansi) menggunakan metode garis lurus dan biaya penyusutan dibebankan perbulah sedangkan menurut pajak menggunakan metode saldo menurun dengan tariff 50%. Sehingga terdapat perbedaan waktu pengakuan
menurut
akuntansi
dan
pajak
Rp
26.019.496,-
atas perbedaan waktu tersebut dilakuakn koreksi negatif. b. Pajak tangguhan perhitungan dan pengungkapan sebagai berikut: BEDA WAKTU
TOTAL TAXABLE
TARIF
(DEDUCTABLE AMOUNT) By Penyusutan
Rp 26.019.496,-
maka
kewajiban
PAJAK TANGGUHAN AKTIVA
30%
pajak
tangguhan
KEWAJIBAN Rp 7.805.849,-
akhir
2006
sebesar
Rp 7.805.849,-sedangkan besarnya beban / penghasilan pajak tangguhan
(deferred
tax
expense)
dihitung
dengan
memperbandingkan pajak tangguhan akhir dan awal tahun:
cara
Beban (pendapatan) pajak tangguhan tahun 2000
Rp 7.805.849,-
Kewajiban pajak tangguhan awal tahun 2000
Rp
Kewajiban pajak tangguhan akhir tahun 2000
Rp 7.805.849,-
0,-
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya maka penulis dapat memberikan kesimpulan sebagai berikut: 1. Pendapatan, beban dalam penentuan pajak penghasilan yang terutang tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan disebabkan karena adanya koreksi fiskal yang berbeda antara laporan keuangan komersil dengan laporan keuangan fiskal yang timbul karena adanya pasal 6 dan pasal 9 ayat 1 UU PPh No.17 tahun 2000. 2.
Besarnya laba sebelum pajak menurut akuntansi Rp.81.448.286.333,- dan besarnya laba sebelum pajak menurut perpajakan Rp. 81.178.002.430,maka selisihnya disebabkan karena adanya koreksi fiskal akun pendapatan dan biaya
3. Ditemukan beberapa koreksi fiskal akun pendapatan yang disebabkan karena adanya pendapatan jasa giro, sebesar Rp. 8.472.407,- yang berdasarkan undang-undang pajak pasal 4 ayat 2 yaitu PPh final. 4.
Adanya koreksi fiskal akun biaya operasional sejumlah Rp 30.262.496,yang disebabkan biaya tersebut tidak adanya hubungannya dengan usaha menurut undang-undang perpajakan yang didasarkan oleh UU PPh pasal 9 ayat 1.
48
5. Pajak tangguhan yang dihitung oleh PSAK No. 46 sebesar Rp.7.805.849,karena adanya biaya penyusutan, sehingga terjadi perbedaan waktu.
B. Saran Penulis memberikan saran-saran bagi perusahaan sebagai berikut: 1. Perusahaan sebaiknya melakukan penelitian terlebih dahulu sebelum memasukan Surat Pemberitahuaan Tahunan dalam hal ini berhubungan dengan perkiraaan-perkiraan biaya yang memenuhi ketentuan pasal 9 UU Nomor 17 Tahun 2000 untuk dikoreksi secara fiskal karena bukan biaya yang dikategorikan sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. 2. Sebelum
menghitung
laba
setelah
pajak
sebaiknya
perusahaan
menghitung pajak tangguhan yang sesuai dengan PSAK No. 46. Atas hal tersebut perusahaan harus lebih teliti dalam menghitung pajak penghasilan terutang yang telah ditetapkan undang-undang.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Tjahjono. 2000. Perpajakan, UPP AMP YKPN, Yogyakarta Anastasia Diana. 2003. Perpajakan, Andi, Yogyakarta. Gunadi. 2002. Panduan Komprehensif Pajak Penghasilan 2002, Multi Utama, Jakarta. Harnanto. 2003. Yogyakarta.
Akuntansi
Perpajaka,
Cetakan
Pertama,
BPFE-UGM,
Ikatan Akuntan Indonesia. 2004. Pernyataan Standar Akuntan Keuangan, Salemba Empat, Jakarta. Jusuf Halim. 2001.Aplikasi PSAK 46: Akuntansi Pajak Penghasilan, BP PPL Ikatan Akuntan Indonesia, Jakarta. Kieso, Donald e. 2002. Akuntansi Intermediate (1), Erlangga, Jakarta Mardiasmo. 2000. Dasar-dasar Perpajakan, Andi, Yogyakarta Mohammad Zain.2003. Manajemen Perpajakan, Salemba Empat, Jakarta. Rimsky K. Judisseno. 2002. Pajak dan Strategi Bisnis, Gramedia Pustaka Umum, Jakarta. R. Santoso Brotodihardjo. 2001. Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Edisi Revisi, Eresco, Bandung Siti Resmi. 2003. Perpajakan Teori & Kasus, Salemba Empat, Jakarta. Sumyar. 2004. Dasar-dasar Hukum Pajak dan perpajakan, Universitas Atma jaya, Yogyakarta. S.I Djayadiningrat. 2001. Hukum Pajak dan Keadilan, Edisi Revisi, Eresco, Bandung Usry, Carter .2006. Akuntansi Biaya(1). Salemba Empat. Jakarta.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama
: Nidia Kurniasih
Tempat/Tanggal Lahir
: 03 Januari 1985
Alamat
: Jl. Seruling 2 Blok A 87 No. 6 Rt. 03/002 Sudimara Pinang , Cipondoh Tangerang
Agama
: Islam
No. Telepon
: 021-99295318
Pendidikan Formal
: - SDN Bojong 01 - SLTPN 10 Tangerang - SMK YUPPENTEK 06 Ciledug - Universitas Mercu Buana
Demikianlah daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Jakarta, 11 September 2007
Nidia Kurniasih