Analisis Kondisi Sosial Ekonomi dan Jaring Pengaman Sosial Perempuan Miskin di Provinsi Aceh (The Analyze of Social Economic Condition and Social Safety Net of Poor Women in Aceh Province) Oleh : Suyanti Kasimin 1
Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa kondisi sosial ekonomi dan jaring pengaman sosial perempuan miskin di Aceh. Menggunakan statistika deksriptif, penelitian ini menunjukkan bahwa keadaan sosial ekonomi perempuan miskin di Aceh adalah buruk. Dari seluruh perempuan miskin, sekitar 81,5 persen mempunyai suatu bentuk jaring pengaman sosial tertentu, tapi sisanya (18,5 persen) tidak mempunyai jaringan pengaman sosial dalam bentuk apapun. Rata-rata perempuan miskin di Aceh hanya mempunyai penghasilan sebesar Rp 565.000/bulan sementara pengeluarannya adalah sebesar Rp 541.000/bulan, sehingga menyisakan hanya Rp 24.000 untuk keadaan darurat atau tabungan. Indikator lainnya menunjukkan bahwa 86,3 persen perempuan miskin yang keadaan sosial ekonominya buruk mengatasinya dengan cara berhutang pada orang lain (24,1 persen), mengurangi konsumsi (15,2 persen), atau dengan meminta bantuan pada anak atau saudara laki-laki mereka (16 persen). Kata kunci : perempuan miskin, keadaan sosial ekonomi, jaring pengaman sosial.
Abstract The objective of the research are to analyze of social economic condition and social safety net of poor women in Aceh province. By conductid of descriptive statistic in the method, the result showed that social economic conditions of poor women in Aceh is lack. They have only 81,5 percent of social safety net and the others (18,5 percent) not have. The avarage of income level of poor women in Aceh only Rp 565.03/a month and their expense only Rp 541.031/a month. Other indicators also showed that 86,3 pecent of poor women who lack of economic conditions solved their problem with indebt to other people (24,1percent), reduce of consumtion (15,2 percent) and help by sons or brother 16 percent. Key words : Poor Women, Social Economic Conditions, and Social Safety Net.
1
Suyanti Kasimin adalah Dosen Fakultas PertanianUniversitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh
1
Analisis Kondisi...
Pendahuluan Jumlah orang miskin di dunia saat ini naik dua kali lipat (220 juta jiwa) dalam waktu dua tahun terakhir ini (Care International dalam Tahrir, 2009). Sebelumnya Goler (2001) mengatakan bahwa milyaran orang hidup dalam kemiskinan tersebut 70 persen adalah perempuan. Penyebab utamanya adalah : konflik, bencana alam, naiknya hargaharga pangan karena berkurangnya luas tanah dan perubahan iklim. Robert Chamber dalam Subandriyo (2006) mengatakan bahwa inti kemiskinan adalah jebakan kekurangan yang menyebabkan miskin, lemah, terasing, rentan dan tidak berdaya. World Bank (2007) membagi dimensi kemiskinan ke dalam empat hal pokok, yaitu : lack of opportunity, low of capabilituies, low security, dan low capacity. Kemiskinan juga dikaitkan dengan keterbatasan hakhak sosial, ekonomi, dan politik sehingga menyebabkan kerentanan, keterpurukan dan ketidakberdayaan. Perempuan dan anak merupakan golongan masyarakat yang sangat rentan dengan kemiskinan absolute, terutama perempuan miskin yang berfungsi sebagai kepala keluarga. Hal ini terjadi karena akses yang rendah terhadap program pengentasan kemiskinan, sumber daya, pengambilan keputusan dan status sosialnya sebagai seorang perempuan yang selalu dianggap bukan sebagai pencari nafkah utama. Kepala keluarga perempuan miskin sering tidak dilibatkan dalam pengalokasian dana dan program pengentasan kemiskinan yang memerangkap mereka, terlupakan kepentingan dan keterbatasan yang mereka miliki, serta kesulitan mengakses
2
sumber daya untuk menurunkan kemiskinan absolute yang mereka miliki. Buruknya fasilitas ekonomi yang dimiliki perempuan miskin tersebut menyebabkan fasilitas tersebut tidak berfungsi sebagai akselerator peningkatan pendapatan. Selain itu, pola pengaman sosial jaringan pangan juga tidak berpengaruh terhadap kesejahteraan mereka. Yustiwaty dalam Bungong (2008) menyatakan bahwa terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin khususnya perempuan pasca tsunami. Peningkatan kemiskinan tersebut terjadi selain karena kehilangan anggota keluarga dan harta benda, juga karena tidak adanya keterampilan memadai bagi perempuan untuk mencari pekerjaan yang layak. Banyak diantara mereka hanya menjadi buruh cuci, pedagang kaki lima, pengemis, petani penggarap dan pekerjaan lain dengan uapah rendah (Munkner dan Walter, 2001). Jika perempuan diberikan akses dan kesempatan untuk mengembangkan diri maka kemiskinan dapat diatasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterlibatan perempuan relatif rendah dalam pembangunan rumah bantuan di Aceh (21 – 40 persen) dan hanya 50 persen yang aktif baik dalam kehadiran maupun pemberian opini (Unsyiah dan Unhabitat, 2008). Perempuan sering tidak diakui sebagai pemilik rumah karena kultur masyarakat sering menempatkan perempuan tidak terdaftar sebagai kepala keluarga. Penuntasan penanggulangan kemiskinan harus segera dilakukan dan setiap kebijakan yang dibuat harus memihak kepada rakyat miskin yang
Analisis Kondisi...
sangat membutuhkan pertolongan dari semua pihak. Kasimin (2003) mendapatkan hasil analisis bahwa status sosial ekonomi perempuan miskin akan mempengaruhi jenis pekerjaan dan tingkat pendapatan. Jaring pengaman sosial dalam ketahanan pangan adalah kerabat dan dari tetangga terdekat. Terlihat pula bahwa banyak program pengentasan kemiskinan tidak dapat dinikmati oleh perempuan miskin, dan bagian besar dari mereka tidak terlibat aktif dalam kegiatan lembaga sosial yang mungkin dapat mereka manfaatkan untuk pemecahan masalah mereka. Berdasarkan uraian diatas, dengan menganalisis tingkat pendapatan dan jaring pengaman sosial yang dimiliki perempuan miskin tersebut, maka akan dapat dibuat kebijakan pemenuhan kebutuhan dan jaminan bantuan bagi perempuan miskin, peningkatan penghasilan dan partisipasi masyarakat agar perempuan miskin di Aceh menjadi lebih produktif.
sebagai daerah penelitian yang mewakili kondisi dan pemecahan masalah terhadap perempuan miskin di Aceh, yaitu sebagai berikut : 1. Daerah kota Banda Aceh mewakili daerah kota dan pusat pemerintahan; 2. Daerah kota Sabang mewakili daerah pulau dengan karakteristiknya yang khusus; 3. Kabupaten Aceh Besar mewakili daerah pheri-pheri dan ekses tsunami; 4. Kabupaten Pidie mewakili daerah ekses konflik, ekses tsunami, jalur padat transportasi dan daerah pedagangan; 5. Kabupaten Aceh Utara mewakili daerah ekses konflik, ekses tsunami dan jalur padat transportasi dan daerah industri; 6. Kabupaten Aceh Barat mewakili jalur Barat dan Selatan, ekses tsunami, daerah pertanian dan jalur transportasi jarang.
Metode Penelitian
Populasi dan Metode Pengambilan Sampel
Penelitian ini menggunakan metoda survei, yaitu mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Singarimbun dan Sofian, 1989). Penelitian ini dilakukan sampai taraf diskriptif dan analisis data dilakukan secara persentase dan disajikan dalam tabulasi.
Metode pengambilan sampel adalah metoda single stage cluster sampling, yaitu diawali penentuan daerah penelitian dan penentuan daerah kecamatan penelitian, dengan jumlah sampel penelitian pada masingmasing kecamatan pada Tabel 1.
Lokasi, Objek dan Ruang Lingkup Dari 21 daerah kabupaten/kota yang ada di Provinsi Aceh diambil 6 daerah kota/kabupaten (28 persen)
3
Analisis Kondisi...
Tabel 1. Lokasi penelitian dan Jumlah sample Penelitian No
Kabupaten/Kota
Kecamatan Lokasi Penelitian
1. 2. 3. 4. 5 6,
Banda Aceh Sabang Aceh Besar Pidie Aceh Utara Aceh Barat
Baitussalam, Meuraxa, SyiahKuala Balohan, Kota Atas, Kota Bawah Lhoknga, Indrapuri, Sukamakmur Geulumpang Tuga, Meuredu, Triengadeng Peusangan, Mujara Batu, Peudada Samatiga, johan Pahlawan, Meurebo
Jumlah :
Ukuran besarnya sampel ditentukan berdasarkan Roscoe (1992) dalam Sugiyono (1999) yang menyatakan jumlah ukuran sampel minimal 10 kali dari jumlah variabel. Jumlah variabel dalam penelitian ini adalah 7 dan dengan jumlah responden sebanyak 150 orang maka jumlah tersebut dianggap telah memadai dan telah representatif. Kriteria pengambilan sampel adalah sebagai berikut : 1. Perempuan miskin berusia : (a) Produktif dan (b) Tidak Produktif; 2. Perempuan miskin tinggal di : (a) aksesibilitas ekonomi baik dan (b) kurang baik; 3. Perempuan miskin dengan (a) pekerjaan dan penghasilan relatif tetap dan (b) Tidak; 4. Perempuan miskin dengan penyebab menjadi janda : alami, korban konflik/tsunami, cerai dan ditinggal begitu saja.
Hasil Penelitian dan Pembahasan A. Kondisi Sosial Ekonomi dan Tingkat Pendapatan Perempuan Miskin di Provinsi Aceh. Tingkat pendapatan perempuan miskin di Aceh rata rata adalah sebesar Rp. 565.000 per bulan dengan jumlah tanggungan rata-rata 3 jiwa maka ada
4
Jumlah Sampel 25 25 25 25 25 25 150
86,3 persen dari mereka yang merasa pendapatan tersebut tidak mencukupi kebutuhan mereka. Cara mereka untuk mencukupi kekurangan pendapatan tersebut adalah melalui berhutang pada orang lain sebesar 24,11 persen, dibantu anak 16,70 persen, mengurangi konsumsi dan dibantu saudara masingmasing sebesar 15 persen. Dari 146 responden ternyata 19 orang (8,5 persen) sama sekali tidak mempunyai cara untuk mengatasi kekurangan tersebut. Adapun tingkat pendapatan, pengeluaan, jumlah tanggungan dan cara mencukupi pendapatan bagi perempuan miskin di Aceh pada tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 2.
Analisis Kondisi...
Tabel 2. Tingkat Pendapatan, Pengeluaran, Jumlah Tanggungan, dan Cara Mencukupi Pendapatan bagi Perempuan Miskin di Aceh, 2008. Nama Kabupaten/Kota Karakteristik 1. Pendapatan a.
Rp8601.000 Rata-rata :Rp 565.031,2. Pengeluaran a. rendah (<350.000/bulan) b.sedang (351.000-500.000/bl) c.tinggi(>600.000/bl) Rata-rata : Rp 541.000
Banda Aceh
Aceh Besar
Pidie
6 16 3 0
9 0 3 3
1 21 0 1
Aceh Utara 7 13 1 4
Aceh Barat 3 7 10 5
Sabang 9 9 4 1
515.200 581.200 531.520 594.400 672.000 495.869 2 16 7
8 11 6
2 16 5
5 12 8
3 12 10
9 10 4
569.400 545.400 559.787 541.000 569.000 561.304
Jlh
%
35 76 21 14
23,9 52,0 14,4 9,6
146
100
29 77 40
19,9 52,7 27,4
146
100
3.Jml Anak Yang ditanggung a.tidak ada b.1-2 orang c.3-4 orang 4.>5 orang
3 16 4 2
11 7 6 1
0 14 7 2
4 11 10 0
1 14 9 1
6 10 7 0
25 72 43 6
17,1 49,3 29,5 4,1
Rata-rata : 3 orang
3
3
4
3
3
3
146
100
3 22
4 21
2 21
4 21
1 24
6 17
20 126
13,7 86,3
25
25
23
25
25
23
146
100
5 8 5 4 4 1 3
5 6 15 3 4 2 4
5 12 1 16 5 7 2
6 6 5 2 2 10 3
6 12 11 9 6 2 1
7 10 1 1 1 6
34 54 38 35 22 22 19
15,2 24,1 17,0 15,6 9,8 9,8 8,5
30
39
48
34
47
26
224
100
4. Kecukupan Pendapatan a. Cukup b. Tidak Cukup 5. Cara Mencukupi a.Mengurangi Konsumsi b.Berutang pada orang lain c.Dibantu anak d.Dibantu saudara e.Dibantu orang tua f.Dibantu masyarakat g.Tidak ada cara Jumlah : Sumber : Hasil Survey (2008).
Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa pendapatan yang paling rendah adalah pada perempuan miskin di Kota Sabang dan Kota Banda Aceh. Terlihat bahwa kota tidak dapat memberikan pendapatan yang lebih baik bagi perempuan miskin, sedangkan kabupaten dengan mata pencaharian utama dari sektior pertanian ternyata memberikan kontribusi pendapatan yang relatif lebih baik bagi perempuan miskin.
B. Jaring Pengaman Sosial dalam Pemenuhan Kebutuhan Hidup Seharihari. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari ada sembilan jaring pengaman sosial yang dimiliki perempuan miskin di Aceh yaitu, orang tua, saudara, anak sampai tetangga terdekat dan orang satu kampung. Diantara kesembilan jaring pengaman sosial tersebut, yang paling banyak
5
Analisis Kondisi...
dipakai adalah saudara kandung (25,54 persen), anak kandung (25,02 persen), tetangga terdekat (17,93 persen). Jumlah ketiga jaringan ini adalah 68,49
karena responden sudah dewasa dan sudah pernah menikah; (b) orang tua responden sendiri sebenarnya dalam kondisi tidak mampu.
Tabel 3. Susunan Jaringan Pengaman Sosial yang Membantu Responden dalam Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari dan Jenis Bantuan yang Sering Diterima Responden Nama Kabupaten Susunan Kekerabatan 1. Jaringan Bantuan a. Saudara kandung b. Anak Kandung c. Orang tua d. Tetangga dekat e. Mertua f. Ipar g. Ponakan kandung h. Ponakan Ipar i. Tetangga Jauh 2. Tidak mempunyai Jaringan
Banda Aceh
Aceh Besar
Pidie
Aceh Utara
Aceh Barat
Sabang
Jml
%
6 10 5 4 1 3 7 1 3 1
7 14 3 7 2 2 1 0 1 1
9 2 4 5 2 3 0 0 3 6
3 8 0 9 0 1 0 0 1 6
19 8 8 8 1 1 1 0 0 0
3 4 2 0 0 0 0 0 2 13
47 46 22 33 6 10 9 1 10 27
25,54 25,02 11,95 17,93 3,36 5,97 4,89 0,25 5,97 18,50
40
37
28
22
46
11
184
100,0
8 5 1
3 2 0
4 4 0
8 0 0
13 5 1
8 0 2
44 16 4
6 9 1
10 3 0
11 9 0
7 13 0
8 7 3
7 3 0
49 44 4
26,03 9,46 2,36 4,73 28,99 26,03 2,36
Jumlah 2:
30
18
28
29
36
20
161
100,0
Jumlah 1 dan 2 :
70
55
56
51
82
31
353
100,0
Jumlah 1: 2. Jenis bantuan a.Uang - tidak rutin (<50.000) - rutin (<50.000) - rutin (>50.000) b.Benda non uang - Beras - Makanan non beras - Pakaian
persen. Terlihat bahwa ketiga jaringan ini sangat berperan dalam membantu responden untuk memenuhi kebutuhan harian mereka. Hal ini terlihat bahwa kepedulian tetangga cukup tinggi yaitu sebesar 17,93 persen lebih tinggi dari kepedulian orang tua (11,75 persen). Ada beberapa penyebab terjadinya orang tua kurang berperan, yaitu : (a) responden tidak ingin membebani orang tua mereka yang seharusnya memang bukan tanggung jawab orang tua lagi
6
C. Jaring Pengaman Sosial dalam Pemecahan Masalah Jaring pengaman sosial yang paling berperan bagi perempuan miskin di Aceh adalah saudara kandung (1), anak (2), tetangga dekat (3), orang tua (4), tetangga jauh (5), keponakan kandung (6), mertua (7) dan ipar (8), hal ini terlihat pada gambar berikut ini.
Analisis Kondisi...
perceraian. Misalnya bu Ida, responden yang bertempat tinggal di Kabupaten
Gambar 1. Jaring Pengaman Sosial Perempuan Miskin di Provinsi Aceh, 2008.
Orang tua 11,95 %
Saudara 25,52%
Mertua 3,36 %
Ipar 0,25 %
Responden Tetangga Dekat 17,93 %
Anak 25,02 % Keponakan 4,8 %
Keponakan 0,25 % Tetangga Jauh 5,97 %
Peranan keluarga eks suami ternyata tidak besar dalam membantu responden, bahkan peranan keluarga suami lebih kecil dari peranan tetangga jauh sekalipun. Hal ini menunjukkan kekurang pedulian keluarga suami terhadap responden, terlepas apakah keluarga suami mampu atau tidak mampu. Ada suatu norma keluarga suami lebih ingin dibantu oleh suami responden jika suami responden masih ada. Pada saat suami responden tidak terikat perkawinan lagi dengan responden apakah karena meninggal atau bercerai, otomatis keinginan untuk membantu relatif kecil. Harapan keluarga suami adalah dibantu bukan membantu, karena ada anggapan suami anak laki-laki yang harus bertanggung jawab terhadap keluarga. Bahkan tidak jarang terjadi pertentangan antara responden dengan keluarga suami terlebih pada kasus
Aceh Besar mengatakan bahwa ia sangat sakit hati, karena harta peninggalan suami berupa kebun di kampung asal suami (Kabupaten Aceh Barat) dijual tanpa izin darinya oleh keluarga suami. Puluhan tahun telah berlalu, peristiwa tersebut masih membayang dalam ingatannya, bahkan ia akan bercerita dengan emosi jika kita tanya kembali. Ibu Nurmali bertempat tinggal di Kabupaten Aceh Utara, merasa sangat berat pada awal bercerai karena tidak punya apaapa sehingga sering menerima pakaian bekas dari saudaranya, dan hubungannya dengan keluaga suami sampai saat ini tidak baik. Ia katakan mertuanya sering mencaci maki dirinya dan selalu ingin mengambil anaknya. Tidak semua keluarga suami tidak begitu peduli pada responden. Ibu Zulliawati (30 tahun), mempunyai empat orang anak, dimana semua biaya sekolah dan makan anaknya ditanggung oleh ibu
7
Analisis Kondisi...
mertua yang mempunyai pensiun. Tapi terlihat ia mempunyai tenggang rasa yang cukup tinggi. Ibu mertua hanya mempuyai dua orang anak dan suaminya adalah anak tertua, sehingga ibu mertua sangat sayang pada cucunya. Ibu ini terlihat masih muda dan cukup sehat untuk menikah lagi. Keinginan untuk menikah lagi terlihat ada, hanya ia pikir untuk apa menikah lagi, anaknya sudah empat orang dan ibu mertuanya pun cukup baik untuk menanggung biaya anak-anaknya. Demikian juga tidak semua saudara kandung responden baik dengan responden. Ibu Nurasiah (43 tahun) bertempat tinggal di Kabupaten Aceh Besar bekerja sebagai tukang cuci baju. Bertempat tinggal di tanah kebun milik orang dengan ukuran rumah 4 x 4 m persegi. Di kebun tersebut ia bertetangga dengan abang kandungnya. Abang kandungnya sering memarahinya bahkan memukul dan mengusirnya dari rumah tersebut karena anak-anaknya sering iri melihat anak-anak Ibu Nurasiah memakan makanan yang cukup enak dari hasil pemberian orang lain. Sering terjadi jika anak-anak abangnya makan enak, kadang-kadang bungkusan makanan tersebut dibuang di depan rumah Ibu Nurasiah. Saat ini ia tidak tinggal berdekatan dengan abangnya lagi karena ia takut dipukul lagi, lalu ia menumpang pada gubuk pos jaga tambak milik Pak Mus yang berukuran 3 x 3 m persegi an diberi aliran listrik untuk satu buah lampu. Digubuk seluas 9 m2 itulah Ibu Nurasiah beserta dua orang anaknya tinggal dan beraktivitas memenuhi kebutuhan hidupnya. Dari 146 responden, ternyata ada
8
27 orang (18,5 persen) responden yang tidak mempunyai jaring pengaman sosial dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Jumlah responden terbanyak yang tidak mempunyai jaringan adalah responden di Sabang (56,6 persen), kemudian Pidie dan Aceh Utara, masing-masing 24 persen. Responden di Aceh Barat mempunyai jaring pengaman sosial yang paling baik, karena tidak satupun dari mereka yang tidak dibantu, selain itu responden di Aceh Barat memang relatif lebih mandiri daripada responden di daerah lainnya. Di kabupaten Pidie resoponden lebih banyak di bantu oleh saudara kandung daripada anaknya. Hal ini karena anak responden .Terlihat bahwa saudara kandung sebagai wali sangat membantu bagi responden di Kabupaten Aceh Barat dan Pidie. Sebaliknya responden di Kabupaten Aceh Besar dan Banda Aceh lebih banyak dibantu oleh anak kandung masing-masing 56 persen dan 40 persen. Jenis bantuan yang sering diterima resonden adalah dalam bentuk uang (42,58 persen), beras (28,99 persen), bahan baku non beras (26,03 persen) dan pakaian (2,36 persen). Uang yang diterima umumnya sidikit lebih kurang Rp 20.000,- dan tidak rutin 26,03 persen, sedikit tapi rutin ada 9,46 persen. Terlihat bahwa walaupun ada bantuan, tapi umumnya bantuan tersebut tidak rutin, yang rutin hanya 14,19 persen. D. Jaring PemecahanMasalah Jika Responden Mengalami Masalah Yang Relatif Sulit Jaring pemecahan masalah responden ternyata berbeda dengan
Analisis Kondisi...
jaring pengaman responden dalam kehidupan sehari-hari. Jaring pemecahan masalah responden adalah jaring-jaring yang dimiliki oleh responden untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapai selain masalah sehari-hari. Contoh jaring pemecahan masalah seperti masalah melanjutkan sekolah anak, masalah harta yang cukup bernilai, atau masalah kesehatan pada saat ia terdesak tidak punya uang dan lain-lain. Jadi, jaring pemecahan masalah adalah: kepada siapa responden berani minta tolong, jika responden menghadapi masalah yang cukup sulit, seperti masalah anak-anak, rumah , kesehatan dan yang lain-lain. Jaring pemecahan masalah responden dibedakan pada tiga level yaitu level di atas responden seperti orang tua ke atas, level sejajar responden dan level di bawah responden. Jaring pemecahan masalah yang dimilki responden dapat dilihat pada Gambar 2. Pada gambar 2, terlihat bahwa jaring pemecahan masalah responden yang utama adalah anak kandung (1), kemudian saudara kandung (2), orang tua kandung (3), saudara ipar (4), merua (5) dan keponakan (6). Sama seperti jaring pengaman sosial dalam kehidupan sehari-hari ternyata jaringan pemecahan masalahnya juga didominasi oleh anak kandung, saudara kandung dan orang tua kandung. Jika orang-orang satu darah tidak bisa membantu dan kalau mendesak sekali baru responden memita bantuan pemecahan masalah pada saudara ipar dan mertua. Sedangkan keponakan merupakan jaring pemecahan masalah yang terakhir. Jumlah yang tidak mempunyai jaring pemecahan masalah sama sekali ada 10,27 persen. Jumlah
ini cukup tinggi dan responden harus menyelesaikan sendiri masalahnya. Anak sebagai sumber pemecahan masalah umumnya dominan bagi responden di Kabupaten Aceh Besar (56 persen), Aceh Utara (48 persen), dan Aceh Barat (48 persen). Hal ini karena responden di tiga Kabupaten tersebut memiliki anak-anak yang sudah relatif besar dan sudah mandiri sehingga bisa di ajak berunding oleh responden untuk mencari jalan keluar. Sedangkan responden di Kabupaten Aceh Barat dan Pidie lebih menggantungkan pemecahan masalah pada kakak kandung (80 dan 43 persen) serta adik kandung (52 dan 39,1 persen). Terlihat bahwa saudara kandung sebagai wali yang bertanggung jawab terhadap responden cukup berperan sebagai sumber pemecahan masalah untuk responden yang berlokasi di Kabupaten Pidie dan Aceh Barat. Sebaliknya di Kota Banda Aceh yang berperan sebagai sumber pemecahan masalah adalah orang tua (36 persen) dan anak (32 persen).
9
Analisis Kondisi...
Gambar 2 : Jaring Pemecahan Masalah yang dimiliki Wanita Miskin di Aceh, 2008.
(10) Nenek Kandung 1,27%
(9) Nenek Suami 3,38%
(3) Orang Tua 16,10%
(7) Mertua 3,81%
(2) Kakak 23,31%
(4) Adik 15,68%
(8) Keponakan 2,54 %
Reponden
A. Kesimpulan pendapatan rata-rata perempuan miskin di Provinsi Aceh relatif rendah dengan jumlah tanggungan anak satu hingga empat orang (78,8 persen) dan 86,3 persen perempuan miskin tersebut merasa tingkat pendapatannya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena tidak cukup, maka 42,41 persen responden harus dibantu oleh anak, saudara atau orang tua, dan berhutang pada orang lain sebesar 24,11 persen atau mengurangi konsumsi sebesar 15,18 persen. Selanjutnya terdapat 8,5 persen responden yang sama
10
(6) Adik Ipar 4,64%
(1) Anak 24,15 %
Kesimpulan dan Saran 1. Tingkat
(5) Kakak Ipar 6,36%
sekali tidak mempunyai jalan keluar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. 2. Jaring pengaman sosial yang dimiliki perempuan miskin di Provinsi Aceh dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari yang utama adalah : saudara, anak dan tetangga dekat sebesar 68,5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa saudara sebagai wali responden cukup bertanggung jawab, anak yang sudah mampu cukup dapat diandalkan, serta kepedulian tetangga dekat yang cukup baik karena ada kecaman dalam agama bagi orang yang tidak mau memberikan makan anak yatim. 3. Jaring pemecahan masalah jika
Analisis Kondisi...
responden mengalami kesulitan yang utama adalah saudara sebesar 38,99 persen dan anak sebesar 24,15 persen. Hal ini menunjukkan keberanian responden untuk meminta tolong pada saudaranya cukup tinggi karena tanggapan saudara yang cukup responsif terhadap responden. Anak sebagai harta yang berharga cukup terbukti, karena setelah besar anak dapat diajak berunding mencari jalan keluar, dan anak memang menjadi tumpuan harapan bagi responden cukup tinggi. B. Saran Selama ini yang membantu responden baru dalam lingkungan keluarga. Suatu saat keluarga mungkin sudah tidak mampu lagi, maka perlu peningkatan kepedulian masyarakat terhadap janda miskin. Caranya adalah sebagai berikut : 1. Sosialisasi kondisi kemiskinan perempuan miskin dan anak-anak yatim, yang perlu dibantu bagi masyarakat yang lebih mampu. 2. Sosialisasi perlunya bantuan dari masyarakat untuk janda miskin dan anak-anaknya (untuk makan dan sekolah). 3. Sosialisasi dapat dilakukan selain oleh Pemda setempat, juga dibantu oleh organisasi sosial kemasyarakatan yang ada si daerah setempat. 4. Koordinasi dalam pencarian donatur, pengumpulan dana dan bantuan dari donatur, serta pendistribusiannya.
11
Analisis Kondisi...
Daftar Pustaka Bungong. 2008. Perempuan dan Kemiskinan. Mimbar Perempuan. Banda Aceh. Goler, Nicole Von Rovensburg. 2001. Meningkatkan Kondisi Kerangka Penghapusan Kemiskinan, Peran Apakah yang Dapat Dilakukan Organisasi Lokal? dalam Sugihardjanto Ali, “ Mengempur Akar-Akar kemiskinan”. Yakoma. PGI. Jakarta Kasimin, Suyanti. 2003. Analisis Status Sosial Ekonomi dan Pola Pengaman Sosial Ketahan Pangan Perempuan Miskin di Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam. Kementrian Riset dan Teknologi Republik Indonesia- Lembaga Penelitian Universitas Syiah Kuala Darussalam. Banda Aceh. Munkner, H Hans dan Thomas Walter. 2001. Sektor Informal, Sumber Pendapatan Bagi Kaum Miskin dalam Sugihardjanto Ali, “Mengempur Akar-Akar kemiskinan”. Yakoma. PGI. Jakarta. Subandriyo, Toto. 2006. Metamarfosis Kemiskinan, dalam Kompas 24 Juni 2006. Sugiyono. 1999. Statistik Non Parametrik Untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung. Tahrir, Hizburt Indonesia. 2009. 220 Juta Hadapi Kelaparan. Unsyiah dan Unhabitat. 2008. Laporan Analisa Pembangunan Perumahan di Kecamatan Meuraxa. Banda Aceh. Walter, Victoria. 2001. Perempuan dan Penghapusan Kemiskinan dalam Sugihardjanto Ali, “ Mengempur Akar-Akar kemiskinan”. Yakoma. PGI. Jakarta. World Bank. 2007. Kemiskinan dan Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan di Aceh. Laporan Kajian Kemiskinan. Dampak Tsunami dan Konfl;ik Terhadap Kemiskinan di Aceh. Dana Perwalian (Trust Fund) dan DANIDA. Banda Aceh.
12