Analisis Ketepatan Sasaran Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan Berdasarkan Karakteristik Perumahan dan Demografis Rumah Tangga Dharmesti Wulandari Mayling Oey Gardiner Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia Email:
[email protected]
Abstrak Program Keluarga Harapan (PKH) adalah salah satu bantuan sosial yang diberikan kepada Rumah Tangga Sangat Miskin untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi ibu dan anak. Penulis menganalisa fenomena exclusivity, yaitu rumah tangga yang layak namun tidak menerima PKH, dan inclusivity, yaitu rumah tangga yang tidak layak namun menerima PKH. Penelitian ini juga menjabarkan bagaimana karakteristik rumah tangga yang excluded dan included dari PKH tersebut. Standar kelayakan rumah tangga berdasarkan karakteristik rumah tangga sangat miskin dari Badan Pusat Statistik yang diolah dengan metode Wealth Index oleh Filmer dan Pritchett (2001). Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan data Program Pendataan Perlindungan Sosial Tahun 2011. Hasil penelitian ini adalah Program Keluarga Harapan tidak sepenuhnya tepat sasaran. Kata Kunci: exclusivity; inclusivity; karakteristik rumah tangga sangat miskin; ketepatan sasaran; Program Keluarga Harapan.
Abstract Program Keluarga Harapan (PKH) is a government program aimed at providing social assistance to very poor households in order to improve the human resource quality of mothers and children. Eligibility is based on the definition of very poor households used by the Indonesian National Statistics Board (Badan Pusat Statistik). This study examines the phenomena of exclusivity and inclusivity when poverty is measured according to a wealth index developed by Filmer and Pritchett (2001). Whereas exclusivity refers to households which are eligible for but are not beneficiaries of the program while inclusivity refers to those households which should not be eligible but nevertheless receive program benefits. In addition, the study further assesses relevant demographic and social characteristics of households excluded and included in the program. This is a quantitative study that relies on data compiled for the Social Protection Program in 2011 and it shows that program targeting has not been fully effective. Key Words: exclusivity; inclusivity; Program Keluarga Harapan; targeting; very poor household characteristics JEL clasification: I38, O18
Analisis ketepatan..., Dharmesti Wulandari, FE UI, 2013
Pendahuluan Kemiskinan adalah masalah besar yang dihadapi oleh sebagian besar negara di dunia baik negara berkembang maupun negara maju, tak terkecuali Indonesia. Menurut data Badan Pusat Statistik, pada tahun 2011 angka kemiskinan nasional adalah 12,5%, atau terdapat sekitar 30 juta penduduk Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan. Kemiskinan ini membuat masyarakat miskin terputus dari akses dan tak berdaya untuk memenuhi kebutuhan yang mendasar seperti kesehatan dan pendidikan. Untuk melakukan penanggulangan kemiskinan, pemerintah Republik Indonesia membuat kebijakan Program Keluarga Harapan (PKH). Program Keluarga Harapan merupakan salah satu program penanggulangan kemiskinan yang berbentuk Conditional Cash Transfer. Kebijakan PKH merupakan salah satu program dalam klaster pertama yang sasarannya adalah Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM), yang memenuhi syarat sebagai berikut: RTSM yang memiliki ibu hamil, anak bayi/balita, anak usia 6 sampai 15 tahun yang belum menyelesaikan pendidikan dasar 9 tahun. Menurut SMERU (2011), Program Keluarga Harapan telah terbukti memberikan dampak positif terhadap peningkatan kunjungan ke fasilitas kesehatan dan peningkatan partisipasi sekolah. Bagaimana dengan targetingnya? Salah satu permasalahan pada Program Keluarga Harapan yang disoroti oleh Kantor Wakil Presiden Republik Indonesia adalah ketepatan penentuan sasaran (targeting) Rumah Tangga Sangat Miskin yang berhak mendapatkan Program Keluarga Harapan.1 Apakah PKH sudah diberikan kepada rumah tangga yang tepat? Menurut Fiszbein dan Schady (2009), terdapat dua jenis kesalahan dalam menganalisis kesalahan targeting, yaitu cakupan yang kurang (under coverage) dan kebocoran (leakage). Mis-targeting artinya terdapat rumah tangga miskin yang memenuhi syarat dan dikecualikan dari program, disebut dengan exclusivity. Sementara terdapat pula rumah tangga tidak miskin yang salah diidentifikasi memenuhi syarat, yang masuk ke dalam program, yang disebut dengan inclusivity. Studi ini akan membahas sejauh mana ketepatan sasaran Program Keluarga Harapan, menjabarkan karakteristik rumah tangga exclusivity dan inclusivity PKH, dan memaparkan faktorfaktor yang menyebabkan rumah tangga tersebut ter-include atau ter-exclude dari Program Keluarga Harapan. Tinjauan Referensi Saat ini kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan akan ekonomi semata namun juga kegagalan terpenuhinya berbagai aspek kebutuhan hidup (Bappenas, 2007). Kemiskinan merupakan masalah pembangunan yang bersifat multidimensional mengingat kebutuhan manusia yang beragam. Menurut World Bank (2006), jika definisi kemiskinan diperluas dengan mencakup dimensi lainnya mengenai kesejahteraan manusia seperti konsumsi, pendidikan, kesehatan, dan akses memperoleh pelayanan dasar, maka kemiskinan akan menjadi issue pokok di Indonesia. Salah satu bentuk program penanggulangan kemiskinan adalah Bantuan Tunai Bersyarat (Conditional Cash Transfer). Bantuan Tunai Bersyarat merupakan program intervensi sisi permintaan yang menyediakan uang untuk rumah tangga miskin, dalam rangka investasi modal manusia, melalui peningkatan kehadiran sekolah, dan kunjungan ke fasilitas kesehatan (Rawlings dan Rubio, 2005). Transfer uang tunai ini diberikan dengan syarat rumah tangga penerima program memenuhi perilaku tertentu, yaitu memenuhi kondisi minimum pada tingkat penggunaan pelayanan kesehatan dan pendidikan. Misalnya, anak usia sekolah memenuhi 85% tingkat kehadiran di sekolah, anak-anak baik bayi maupun balita rutin mengunjungi fasilitas kesehatan dan menerima imunisasi, ibu hamil dan ibu menyusui minimal empat kali memeriksakan kondisinya di klinik kesehatan untuk mendapat pengetahuan mengenai kesehatan maternal dan nutrisi. Menurut World Bank (2009), memilih siapakah yang layak menerima program Conditional Cash Transfer adalah pertanyaan pertama yang harus dijawab oleh para pembuat kebijakan. Conditional Cash Transfer didesain untuk ditargetkan kepada rumah tangga miskin yang mengalami kekurangan investasi Sumber Daya Manusia pada anak-anak mereka. 1
Berdasarkan presentasi Pelaksanaan dan Usulan Penyempurnaan Program Pro Rakyat oleh Bambang Widianto, Deputi Bidang Kesejahteraan Rakyat, Kantor Wakil Presiden RI, April 2010.
Analisis ketepatan..., Dharmesti Wulandari, FE UI, 2013
Dalam praktek memilih target populasi, hal pertama yang harus dilakukan adalah mendefinisikan kriteria kelayakan penerima program berdasarkan status kemiskinannya. Tantangan bagi pemerintah adalah memilih metode targeting yang tepat serta mengatur ukuran kelayakan untuk menentukan siapakah yang terklasifikasi sebagai rumah tangga miskin. Badan Pusat Statistik menggunakan pendekatan non moneter sebagai indikator kemiskinan yang dapat diasosiasikan dengan kekurangan pada dimensi kesehatan, pendidikan, kepemilikan aset, dan keberdayaan secara sosial. Tabel 1 dibawah ini memaparkan kriteria umum Rumah Tangga Miskin dari sisi fisik rumah dan akses yang dimiliki rumah tangga. Tabel 1. Kriteria Umum Rumah Tangga Miskin Karakteristik Rumah Tangga Jenis Lantai Terluas pada Bangunan Tempat Tinggal Jenis Atap Terluas pada Bangunan Tempat Tinggal Jenis Dinding Terluas pada Bangunan Tempat Tinggal Sumber Penerangan Utama Sumber Air Minum
Rumah Tangga Miskin
Ketersediaan Fasilitas Sanitasi Saluran Tempat Pembuangan Akhir Bahan Bakar Utama untuk Memasak Pendidikan Kepala Rumah Tangga Lapangan Pekerjaan Utama Kepala Rumah Tangga Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011
Rumah Tangga Tidak Miskin
tanah dan bambu
tidak terbuat dari tanah dan bambu
sirap, ijuk/rumbia, lainnya
beton, genteng, seng, dan asbes
bambu
tembok, kayu, lainnya
bukan listrik air tidak terlindung
listrik PLN dan listrik bukan PLN air kemasan, air ledeng, air terlindung
tidak ada dan bersama/umum bukan tangki septic selain tabung gas dan listik, seperti arang dan kayu bakar tidak tamat Sekolah Dasar dan tamat Sekolah Dasar sektor pertanian
milik sendiri tangki septic tabung gas dan listrik tamat Sekolah Menengah Pertama/sederajat ke atas sektor industri dan sektor jasa
Berdasarkan klasifikasi Badan Pusat Statistik, yang dimaksud Rumah Tangga Sangat Miskin adalah rumah tangga yang memenuhi keseluruhan kriteria diatas. Seluruh program kemiskinan termasuk Program Keluarga Harapan, tujuan utamanya adalah untuk mengentaskan kemiskinan atau menolong orang miskin. Oleh karena itu, supaya tujuan program tercapai maka harus benar-benar diimplementasikan secara tepat sasaran pada orang miskin tersebut (Kharisma, 2008). Permasalahan dalam proses seleksi dan dalam mendefinisikan kriteria penerima, terjadi dalam pengimplementasian Program Keluarga Harapan (Widianto, 2010). Akibatnya target yang tidak akurat tersebut dapat mengurangi efektivitas program. Sehingga agar program menjadi tepat sasaran dibutuhkan data yang akurat, kriteria yang tepat, serta validasi dan verifikasi untuk memeriksa kelayakan suatu rumah tangga dalam menerima Program Keluarga Harapan. Menurut Fiszbein dan Schady (2009), terdapat dua jenis kesalahan dalam menganalisa kesalahan targeting, yaitu cakupan yang kurang (under coverage) dan kebocoran (leakage). Under coverage atau exclusivity dihitung dengan membagi jumlah kasus kesalahan tipe pertama dengan jumlah orang yang seharusnya atau layak mendapatkan manfaat program. Leakage atau inclusivity dihitung dengan membagi jumlah kasus kesalahan tipe kedua dengan jumlah orang yang menerima manfaat program. Exclusivity dapat mengurangi efektivitas program karena tidak meningkatkan kesejahteraan penerima potensial. Mengurangi exclusivity sangat penting untuk mencapai penanggulangan kemiskinan dan memastikan bahwa program kemiskinan dapat menjangkau target yang seharusnya. Inlcusivity dapat memberatkan anggaran karena meningkatkan biaya program. Mengurangi inlcusivity sangat penting sebagai penghematan biaya agar program tidak bocor ke pihak yang tidak seharusnya. Berikut ini hasil penelitian sebelumnya mengenai targeting Conditional Cash Transfer pada berbagai negara. Pertama Program of Advancement through Health and Education di Jamaika dan Opportunidades di Meksiko, hanya menjangkau 60 persen penduduk pada desil terendah.
Analisis ketepatan..., Dharmesti Wulandari, FE UI, 2013
Kedua, dari porsi kuintil terendah pada Tabel 2, rumah tangga yang layak menerima manfaat program Bolsa Familia di Brazil sebanyak 55% dan 67% untuk program Bono de Desarrullo Humano di Ekuador (World Bank, 2009). Tabel 2. Kriteria Umum Rumah Tangga Miskin Klasifikasi
Rumah tangga yang layak menerima manfaat program Rumah tangga yang layak menerima manfaat program dan mempunyai anak usia 0 sampai 17 tahun Sumber: World Bank, 2009
Porsi dari penduduk kuintil terbawah (dalam %) Brazil Ekuador 55 67 54 64
Secara umum, saat rumah tangga memenuhi kriteria sebagai rumah tangga miskin, program Bantuan Tunai Bersyarat dapat diberikan, sepanjang mereka mempunyai anak yang berada pada usia yang tepat untuk mengirim mereka ke sekolah dan membawa mereka ke pusat kesehatan (puskesmas dan posyandu) untuk ditimbang berat badannya dan diberi imunisasi. Ketiga, berdasarkan penelitian World Bank (2009), rumah tangga yang bersuku pribumi, kurang berpendidikan, tinggal di pedesaan, dan rumah tangga dengan kepala rumah tangga perempuan lebih besar peluangnya untuk terexclude dari program Bono de Desarrullo Humano di Ekuador. Akibat targeting geografis, penduduk miskin di wilayah Oriente di Amazon, Ekuador, terexclude dari program. Meskipun disana terdapat rumah tangga miskin yang memenuhi syarat, wilayah ini merupakan wilayah yang aksesnya sangat sulit yang mana wilayah ini hanya dapat diakses oleh transportasi udara, bahkan penduduk setempat harus berjalan kaki selama dua hari untuk dapat menjangkau pelayanan kesehatan terdekat. Di lain pihak, rumah tangga dengan pendapatan yang lebih tinggi, pendidikan yang lebih tinggi, dan tinggal di wilayah perkotaan berpeluang lebih besar untuk terinclude ke dalam program Bolsa Familia di Brazil. Penelitian mengenai pelaksanaan PKH pernah dilakukan oleh Direktorat Perlindungan Sosial dan Kesejahteraan Bappenas pada tahun 2008. Salah satu masalah yang disoroti adalah masalah dalam proses seleksi rumah tangga penerima PKH. Proses seleksi buruk menciptakan ketidakstabilan sosial dalam masyarakat antara penerima program dengan yang bukan penerima program. Banyak stakeholder PKH merasa bahwa hasil seleksi penerima PKH tidak berjalan baik. Terutama orang-orang miskin yang tidak termasuk sebagai penerima manfaat, mereka mengatakan bahwa rumah tangga penerima PKH tidak termasuk rumah tangga sangat miskin dan bukan rumah tangga yang sangat membutuhkan bantuan tunai bersyarat tersebut. Mereka merasa tersisih, mereka merasa lebih membutuhkan dari pada rumah tangga penerima PKH tersebut dan meminta pemerintah untuk memasukan mereka sebagai peserta PKH. Metode Conditional Cash Transfer mencoba membidik penerima manfaat program secara tepat sasaran menggunakan Proxy Means Testing. Proxy Means Testing bertujuan menargetkan rumah tangga yang layak menerima manfaat program serta dapat digunakan untuk memastikan atau mengevaluasi program bantuan sosial diterima oleh rumah tangga yang paling membutuhkannya (Persaud, 2005). Proxy Means Testing ini menilai status kesejahteraan rumah tangga bukan berdasarkan pendapatan (non-income), namun menggunakan skor untuk menilai status sosial ekonomi rumah tangga. Adapun variabel yang digunakan untuk membuat skor tersebut adalah lokasi seperti desa atau kota dan region tempat rumah tangga tinggal; demografis rumah tangga seperti jumlah anggota rumah tangga, jumlah anak bayi, balita, usia sekolah, dan jenis kelamin kepala rumah tangga; karakteristik perumahan seperti material lantai, atap, dinding, sumber air, sumber penerangan, sanitasi; asset rumah tangga seperti televisi, dvd, radio, kulkas, sepeda motor, telepon genggam; dan aktivitas ekonomi rumah tangga seperti pendidikan dan lapangan pekerjaan kepala rumah tangga (UNDP, 2010). Penulis menggunakan metode ini.
Analisis ketepatan..., Dharmesti Wulandari, FE UI, 2013
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berbentuk crosssection. Data cross-section didefinisikan sebagai jenis data dari satu atau lebih variabel yang dikumpulkan dalam waktu yang sama (Gujarati, 2004). Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari Program Pendataan Perlindungan Sosial tahun 2011, yaitu sampel desil pertama (10 persen rumah tangga termiskin), dan rumah tangga penerima Program Keluarga Harapan kohort 2012. Data ini dikumpulkan oleh dari Badan Pusat Statistik dan diperoleh penulis dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Sehingga responden dari data ini adalah rumah tangga miskin desil pertama baik yang menerima maupun yang tidak menerima Program Keluarga Harapan. Program Pendataan Perlindungan Sosial (PPLS) merupakan survei khusus untuk mengumpulkan data kemiskinan dan untuk mengetahui siapa saja rumah tangga miskin yang layak menjadi penerima program perlindungan sosial. Keterangan yang dikumpulkan melalui PPLS adalah keterangan mengenai kondisi sosial ekonomi rumah tangga. Tujuan survey PPLS adalah untuk memperbarui data rumah tangga miskin apakah terdapat kepala rumah tangga yang meninggal, apakah rumah tangga masih tinggal atau sudah pindah, mengeluarkan rumah tangga sudah tidak miskin lagi, memasukan rumah tangga miskin yang baru, serta memperbarui informasi sosial dan ekonomi rumah tangga dan anggota rumah tangga. Untuk tahapan pengolahan data, pertama-tama data rumah tangga desil pertama PPLS 2011 dimatching dgn data penerima PKH kohort 2012 sehingga didapatkan mana saja rumah tangga desil pertama yang menerima PKH dan tidak. Baik rumah tangga penerima PKH maupun yang bukan penerima PKH dibuat skor rumah tangga untuk mendapat gambaran mengenai status sosial ekonomi rumah tangga. Dari hasil skor tersebut didapatkan mana saja rumah tangga yang layak (Rumah Tangga Sangat Miskin) dan tidak. Rumah tangga yang tidak layak namun mendapat PKH disebut sebagai inclusivity sedangkan untuk rumah tangga yang layak namun tidak mendapat PKH disebut sebagai exclusivity. Karena tidak semua rumah tangga memenuhi syarat untuk menerima manfaat program, maka harus dipilih siapakah penerima yang berhak. Variabel dalam model Proxy Means Testing dibobotkan dan dilakukan scoring, untuk menentukan kelayakan penerima manfaat potensial untuk mendapatkan program bantuan. Pembuatan skor rumah tangga beradasarkan pembobotan terhadap setiap variabel yang mencerminkan status sosial ekonomi rumah tangga, yang digunakan oleh Filmer dan Pritchett dari World Bank untuk menghitung Indeks Kekayaan (wealth index) seperti yang tersaji pada Tabel 3. Tabel 3. Acuan Pembobotan Skor Kelayakan Rumah Tangga Faktor
Skor
Keterangan
WALL2 .088 Dinding terbuat dari tembok dan kayu= 1, lainnya = 0 RF .078 Atap terbuat dari beton, genteng, seng, dan asbes = 1, lainnya = 0 FLR .110 Lantai terbuat dari keramik/ubin, semen, atau kayu = 1, lainnya = 0 LIGHT .115 Sumber penerangan utama berasal dari listrik = 1, lainnya = 0 COOKF .062 Bahan bakar utama untuk memasak dari tabung gas = 1, lainnya = 0 WATER .103 Sumber air minum bersih berasal dari air terlindung = 1, lainnya = 0 SANIT2 .107 Mempunyai fasilitas sanitasi sendiri = 1, lainnya = 0 SANIT3 .120 Jenis saluran tempat pembuangan akhir adalah tangki septic = 1, lainnya = 0 Sumber: World Bank, 2001
Dalam penelitian ini, dilakukan tiga jenis regresi. Regresi pertama untuk menelaah karakteristik dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi rumah tangga miskin mendapatkan Program Keluarga Harapan (PKH). Variabel terikat yang digunakan adalah status penerimaan PKH dalam rumah tangga. Variabel ini berbentuk dummy, 1 untuk rumah tangga penerima PKH dan 0 untuk rumah tangga yang tidak menerima PKH. Adapun data yang regresi adalah semua rumah tangga dalam sampel desil pertama berdasarkan PPLS 2011. PKHstatus =b0 + b1 lantai + b2 dinding + b3 atap + b4 air + b5 penerangan + b6 masak + b7 sanitasi (1) + b8 tpa + b9 kerja + b10 pendidikan + b11 art + b12 jkkrt + b13 regional + μ Dalam model pertama, variabel bebas yang diberikan skor 1 adalah variabel karakteristik rumah tangga miskin agar sejalan dengan variabel terikat yang digunakan yakni status penerimaan PKH, yang mana kondisi idealnya semakin miskin suatu rumah tangga maka semakin besar peluangnya menerima bantuan sosial Program Keluarga Harapan.
Analisis ketepatan..., Dharmesti Wulandari, FE UI, 2013
Selanjutnya regresi kedua untuk menelaah karakteristik apa saja yang terdapat pada rumah tangga miskin yang tidak mendapatkan Program Keluarga Harapan (PKH). Variabel terikat yang digunakan adalah status exclusivity dari rumah tangga yang tidak mendapatkan bantuan PKH. Variabel ini berbentuk dummy, 1 untuk rumah tangga exclusivity (layak namun tidak menerima PKH) dan 0 untuk rumah tangga yang layak untuk tidak menerima PKH. Variabel bebas yang bernilai 1 dalam regresi exclusivity ini adalah karakteristik rumah tangga miskin yang diduga mempunyai peluang lebih besar untuk terexclude dari PKH. Penulis ingin mengetahui bagaimana masing-masing kombinasi dari variabel karakteristik perumahan rumah tangga dan karakteristik demografis rumah tangga mempengaruhi status exclusivity dari rumah tangga, dan juga melihat variabel apakah yang paling kuat mempengaruhi suatu rumah tangga terexclude dari PKH. Adapun data yang digunakan pada regresi model kedua ini adalah semua rumah tangga yang tidak mendapatkan PKH dalam sampel desil pertama berdasarkan PPLS 2011. Karakteristik perumahan: Exclusivity = b0 + b1 lantai + b2 dinding + b3 atap + b4 air + b5 penerangan + (2.1) b6 masak + b7 sanitasi + b8 tpa + μ Karakteristik demografis: Exclusivity = b0 + b1 kerja + b2 pendidikan + b3 art + b4 jkkrt + b5 regional + μ (2.2) Kemudian regresi ketiga bertujuan untuk menelaah karakteristik apa saja yang terdapat pada rumah tangga tidak miskin yang ternyata mendapatkan Program Keluarga Harapan (PKH). Variabel terikat yang digunakan adalah status inclusivity dari rumah tangga yang mendapatkan bantuan PKH. Variabel ini berbentuk dummy, 1 untuk rumah tangga inclusivity (tidak layak namun menerima PKH) dan 0 untuk rumah tangga yang layak menerima PKH. Berbeda dengan sebelumnya, variabel bebas yang bernilai 1 dalam regresi inclusivity ini adalah karakteristik rumah tangga yang tidak miskin. Rumah tangga yang mempunyai karakteristik rumah tangga tidak miskin tentu mempunyai probabilita lebih besar untuk dikategorikan sebagai rumah tangga yang terinclude ke dalam PKH. Penulis ingin mengetahui bagaimana masing-masing kombinasi dari variabel karakteristik perumahan rumah tangga, karakteristik demografis, dan kriteria PKH yang ada pada rumah tangga mempengaruhi status inclusivity dari rumah tangga, dan juga melihat variabel apakah yang paling kuat mempengaruhi suatu rumah tangga terinclude dari PKH. Adapun data yang digunakan pada regresi model ketiga ini adalah semua rumah tangga yang mendapatkan PKH dalam sampel desil pertama berdasarkan PPLS 2011. Karakteristik perumahan: Inclusivity = b0 + b1 lantai + b2 dinding + b3 atap + b4 air + b5 penerangan + (3.1) b6 masak + b7 sanitasi + b8 tpa + μ Karakteristik demografis: Inclusivity = b0 + b1 art + b2 jkkrt + b3 kartu + b4 pendidikan + b5 kerja + (3.2) b6 edu_ibu + b7 work_ibu + b8 regional + μ Kriteria PKH: Inclusivity = b0 + b1 bumil + b2 balita + b3 anaksekolah + b4 anak15 + μ (3.3) Penelitian seperti ini menggunakan variabel terikat yang bersifat diskret, seperti kategorikal atau binomial. Variabel terikat tersebut memiliki bentuk biner sebagai responnya, yang mana nilai biner yang dimaksud adalah 0 dan 1. Oleh karena itu dibutuhkan model khusus dalam penelitian ini, yakni model logit. Logit merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menganalisis model dengan variabel terikat yang memiliki hasil biner, yaitu y=1 untuk menandakan suksesnya sebuah kejadian, dan y=0 untuk menandakan gagalnya sebuah kejadian. Alasan penulis menggunakan metode logit bukan probit karena data yang digunakan tidak terdistribusi normal. Implikasi dari model logit adalah bentuknya yang bukan merupakan bentuk linear, sehingga variabel terikat tidak berhubungan linear dengan variabel bebasnya. Untuk membuatnya menjadi bentuk linear, kita harus membuat logaritma natural dari persamaan odds ratio (rasio kemungkinan). Odds ratio (rasio kemungkinan) adalah peluang sukses yang dibagi dengan peluang gagal. Hasil dari odds ratio yang diubah menjadi logaritma natural ini akan menghasilkan parameter yang bersifat linear dan dapat diinterpretasikan efek marjinalnya.
Analisis ketepatan..., Dharmesti Wulandari, FE UI, 2013
Adapun penjelasan rinci mengenai variabel bebas yang dipakai pada penelitian ini tersaji dalam Tabel 4 berikut: Tabel 4. Klasifikasi Variabel Bebas yang Digunakan pada Model Penelitian No.
Simbol Nama Variabel Variabel KARAKTERISTIK PERUMAHAN 1 lantai Jenis lantai 2 dinding Jenis dinding 3 atap Jenis atap 4 air Sumber air minum
Karakteristik rumah tangga tidak miskin
Sumber penerangan utama
bukan tanah dan bambu tembok, kayu, lainnya beton, genteng, seng, asbes air kemasan, air ledeng, sumur atau mata air terlindung listrik PLN, listrik tanpa meteran
masak
Bahan bakar memasak
tabung gas
7
sanitasi
Fasilitas sanitasi
milik sendiri
8
tpa
5
penerangan
6
Saluran tempat pembuangan akhir KARAKTERISTIK DEMOGRAFIS 9 Kerja Sektor lapangan pekerjaan Kepala Rumah Tangga 10 pendidikan Pendidikan Kepala Rumah Tangga 11 work_ibu Status bekerja Ibu 12 edu_ibu Pendidikan Ibu 13
kartu
Kepemilikan kartu identitas
14 15
art jkkrt
16
regional
Jumlah anggota rumah tangga Jenis kelamin Kepala Rumah Tangga Wilayah (Provinsi) Tempat Tinggal rumah tangga
KRITERIA PKH 17 Bumil 18 Balita 19 Anaksekolah 20
Anak15
Jumlah ibu hamil Jumlah balita Jumlah anak usia sekolah 6-15 tahun Jumlah anak diatas 15 tahun (16-18 tahun) yang belum menamatkan pendidikan dasar
Karakteristik rumah tangga miskin
tanah, bambu bambu ijuk/rumbia, sirap, lainnya sumur atau mata air tidak terlindung
tangki septic (leher angsa)
bukan listrik, seperti obor/pelita, lampu minyak/petromak bukan tabung gas seperti kayu bakar, arang tidak punya, umum atau digunakan bersama-sama dengan lebih dari dua rumah tangga bukan tangki septic
sektor industri, sektor jasa
sektor pertanian
tamat Sekolah Menengah Pertama/sederajat ke atas ibu bekerja tamat Sekolah Menengah Pertama/sederajat ke atas kepala rumah tangga memiliki kartu identitas KTP/SIM Variabel diskret kepala rumah tangga laki-laki
tidak tamat Sekolah Dasar, tamat Sekolah Dasar/sederajat ibu rumah tangga tidak tamat Sekolah Dasar, tamat Sekolah Dasar/sederajat kepala rumah tangga tidak memiliki kartu identitas KTP/SIM
Indonesia Barat (Pulau Jawa dan Sumatera)
Indonesia Timur (Pulau Bali, Pulau Sulawesi, dan Nusa Tenggara Barat)
kepala rumah tangga perempuan
Variabel diskret Variabel diskret Variabel diskret Variabel diskret
Sumber: Berdasarkan karakteristik Rumah Tangga Miskin yang digunakan BPS, olahan sendiri
Hasil dan Analisis Hasil perhitungan kelayakan berdasarkan skor rumah tangga yang dilakukan oleh penulis menunjukan bahwa jumlah exclusivity adalah sebanyak 82.296 rumah tangga dari 157.561 rumah tangga yang tidak menerima Program Keluarga Harapan. Berdasarkan karakteristik perumahan dan demografis, dari seluruh sampel desil pertama, jumlah rumah tangga yang layak sebanyak 87.763 dari 167.669 rumah tangga atau sebanyak 52%. Dari 167.669 rumah tangga pada sampel desil pertama hanya 10.110 rumah tangga atau hanya 6% yang merupakan penerima PKH. Sehingga nilai under coverage didapatkan dari banyaknya rumah tangga yang terexclude (82.296) dibagi dengan seluruh rumah tangga yang layak menerima PKH (87.763) dalam sampel desil pertama, yakni sebesar 94%. Berdasarkan karakteristik perumahan dan demografis, dari seluruh sampel penerima PKH, jumlah inclusivity adalah sebanyak 4.642 rumah tangga dari 10.109 rumah tangga yang menerima Program Keluarga Harapan. Sisanya ada 5.467 rumah tangga penerima PKH yang layak menerima PKH. Sehingga nilai leakage didapatkan dari banyaknya rumah tangga yang terinclude (4.642) dibagi dengan seluruh rumah tangga yang menerima PKH (10.109) dalam sampel desil pertama, yakni sebesar 46%.
Analisis ketepatan..., Dharmesti Wulandari, FE UI, 2013
Tabel 5. Jumlah dan Persentase Rumah Tangga Desil Pertama dan Penerima PKH Berdasarkan Wilayah Wilayah
Pidie, Aceh Nias, Sumatera Utara Solok, Sumatera Barat Batam, Kepulauan Riau Kab. Bandung, Jawa Barat Bondowoso, Jawa Timur Buleleng, Bali Minahasa Selatan, Sulawesi Utara Bone Bolango, Gorontalo Bima, Nusa Tenggara Barat Total Sumber: PPLS 2011, olahan sendiri
Jumlah Rumah Tangga Desil 1 15.327 4.821 6.964 8.315 62.970 35.435 8.422 4.486 4.976 15.935 167.669
Persentase
9,14 2,88 4,15 4,96 37,56 21,14 5,02 2,68 2,97 9,50 100
Jumlah Rumah Tangga Penerima PKH 1.013 260 296 420 3.620 2.185 630 245 1.147 294 10.110
Persentase
10,02 2,57 2,93 4,15 35,80 21,61 6,23 2,42 11,35 2,91 100
Persentase Jumlah Penerima PKH per Desil 1 6,61 5,39 4,25 5,05 5,75 6,17 7,48 5,46 23,05 1,84 6,03
Penduduk miskin mayoritas berada di Pulau Jawa, akan tetapi tingkat kemiskinan sangat tinggi di luar Pulau Jawa. Hal ini menjadi dilema bagi pemerintah dalam menetapkan kemanakah kebijakan penanggulangan kemiskinan disalurkan. Persentase distribusi rumah tangga miskin desil pertama menurut wilayah cukup bervariasi. Berdasarkan tabel 5, terlihat bahwa rumah tangga sampel desil pertama didominasi oleh rumah tangga yang bertempat tinggal di Pulau Jawa sebanyak sebanyak 59%, dan rumah tangga yang mendiami wilayah Bali, Sulawesi, dan Nusa Tenggara hanya sebesar 20%. Program Keluarga Harapan adalah suatu program bantuan sosial yang mempunyai cakupan yang kecil. Berbeda dengan bantuan sosial lainnya seperti Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Beras Miskin (Raskin) yang sudah menjangkau banyak penduduk miskin di seluruh wilayah Indonesia, Program Keluarga Harapan tidak menjangkau seluruh provinsi di Indonesia, bahkan dalam satu provinsi hanya dipilih satu atau beberapa kabupaten/kota saja yang memiliki angka kemiskinan tinggi atau jumlah orang miskin terbanyak.2 Selanjutnya di dalam kabupaten/kota hanya beberapa kecamatan saja yang disalurkan Program Keluarga Harapan (untuk dijadikan treatment group), sedangkan kecamatan lainnya yang juga memiliki kondisi yang sama tidak disalurkan bantuan Program Keluarga Harapan karena akan dijadikan control group. Hal ini dilakukan agar memudahkan evaluasi dampak dari penerapan Program Keluarga Harapan tersebut.3 Terlihat dalam tabel 5 bahwa dari 167.669 rumah tangga sampel desil pertama, hanya 10.110 rumah tangga dari sampel tersebut yang mendapatkan Program Keluarga Harapan, atau dengan kata lain hanya 6% dari rumah tangga desil pertama tersebut yang menerima Program Keluarga Harapan. Mengapa angka tersebut begitu kecil? Ini dikarenakan, sebelum memilih rumah tangga yang akan mendapatkan Program Keluarga Harapan, terlebih dahulu dilakukan Targeting geografis. Targeting geografis adalah tindakan memilih daerah tertentu di mana bantuan program akan disalurkan. Pemilihan ini biasanya memiliki satu paket indikator yang digunakan untuk menilai daerah, lalu bantuan akan diarahkan pada daerah dengan nilai tertentu. Targeting geografis mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya adalah mekanisme ini mudah untuk dilaksanakan dan dimonitor, biasanya mampu menghindari adanya tindak penipuan, memerlukan biaya administratif yang lebih sedikit dibandingkan dengan mekanisme-mekanisme lain, dan tidak memerlukan banyak informasi pada tingkat individu maupun rumah tangga. Sebaliknya, kekurangan dari mekanisme ini yakni akan terjadi kebocoran pada sebagian program yang jatuh kepada mereka yang bukan golongan miskin namun berada pada daerah target, yang mana hal tersebut tidak dapat dihindari. Selain itu, akan terdapat golongan miskin yang berada pada daerah yang tidak dijadikan target, yang akan terlewatkan akibat mekanisme ini (Bigman dan Fofack, 2000 dalam Bappenas, 2003).
2 3
Unit Penetapan Sasaran, TNP2K Ibid
Analisis ketepatan..., Dharmesti Wulandari, FE UI, 2013
Tabel 6. Nilai Odds Ratio dan Efek Marjinal Regresi Model Status Penerimaan PKH Variabel
Keterangan
Jenis lantai terluas pada bangunan tempat tinggal Jenis dinding terluas pada bangunan tempat tinggal Jenis atap terluas pada bangunan tempat tinggal
Sumber air minum
Sumber penerangan utama Bahan bakar utama untuk memasak Ketersediaan fasilitas sanitasi
Saluran tempat pembuangan akhir Lapangan pekerjaan utama kepala rumah tangga
Pendidikan Terakhir yang ditamatkan kepala rumah tangga Jumlah anggota rumah tangga Jenis kelamin kepala rumah tangga Wilayah tempat tinggal rumah tangga
1 = Tanah, Bambu 0 = Bukan Tanah dan Bambu 1 = Bambu 0 = Kayu, Tembok 1 = Ijuk/Rumbia, Sirap, Lainnya 0 = Beton, Genteng, Seng, Asbes 1 = Mata Air/Sumur Tidak Terlindung 0 = Air Kemasan, Air Ledeng, Mata Air/Sumur Terlindung 1 = Bukan Listrik 0 = Listrik PLN, Listrik Tanpa Meteran 1 = Lainnya 0 = Tabung Gas 1 = Tidak Punya, Bersama/Umum 0 = Milik Sendiri 1 = Bukan Tangki Septic 0 = Tangki Septic (Leher Angsa) 1 = Sektor Pertanian 0 = Sektor Industri, Sektor Jasa 1 = Tamat SMP/sederajat, Tamat SMA/sederajat, Diploma/Perguruan Tinggi 0 = Tidak Sekolah/Tidak Tamat SD, Tamat SD/sederajat Variabel diskret 1 = Laki-laki 0 = Perempuan 1 = Indonesia Bagian Barat 0 = Indonesia Bagian Timur
Odds Ratio
Hasil Regresi Efek Marjinal
1.209277
0.010668***
1.075406
0.0039328***
1.218187
0.0111489***
0.950974
-0.0027294**
1.147975
0.0078806***
0.7487408
-0.0169425***
1.280729
0.0126764***
1.447109
0.0184222***
1.070048
0.0037605***
0.8040158
-0.0112391***
1.08248
0.0043477***
1.346805
0.0146243***
1.168777
0.0089193***
Pseudo R-squared Prob (F-Stat) Pr(pkhstatus) (predict) Jumlah Observasi
0.1003 0.000 0.05825085 167.669
Keterangan: ***) signifikan dalam alpha 1%. **) signifikan dalam alpha 5% Sumber: diolah dari PPLS 2011, Badan Pusat Statistik
Odds ratio yang lebih besar dari 1 menunjukan arah yang positif, sedangkan nilai rasio kemungkinan yang lebih kecil dari 1 menunjukan arah yang negatif. Oleh karena itu, berdasarkan hasil regresi pada Tabel 6., hanya sumber air minum dan bahan bakar utama untuk memasak yang mempunyai arah yang negatif dan tidak sesuai dengan hipotesis. Artinya, rumah tangga yang mempunyai sumber air minum yang berasal dari mata air tidak terlindung mempunyai kemungkinan yang lebih rendah untuk mendapatkan PKH dibandingkan dengan rumah tangga yang mempunyai sumber air minum yang berasal dari air kemasan, air ledeng, dan air terlindung. Kemudian rumah tangga yang menggunakan bahan bakar memasak selain tabung gas, yaitu arang dan kayu bakar mempunyai kemungkinan yang lebih rendah untuk mendapatkan PKH dibandingkan dengan rumah tangga yang menggunakan bahan bakar memasak dari tabung gas. Variabel lainnya telah sesuai dengan teori bahwa karakteristik rumah tangga miskin mempengaruhi status penerimaan PKH pada rumah tangga. Kharakteristik rumah tangga miskin adalah rumah tangga yang mempunyai lantai tanah atau bambu, dinding dari bambu, dan atap dari ijuk/rumbia, sirap, dan jenis atap lainnya selain beton, genteng, seng, dan asbes pada bangunan tempat tinggalnya. Ciri lainnya adalah tempat tinggalnya memanfaatkan sumber penerangan bukan
Analisis ketepatan..., Dharmesti Wulandari, FE UI, 2013
berasal dari listrik, tidak punya sanitasi atau memanfaatkan fasilitas sanitasi bersama/umum, dan kepala rumah tangganya bekerja di sektor pertanian dan berpendidikan rendah. Semakin miskin suatu rumah tangga maka semakin tinggi probabilita rumah tangga tersebut mendapatkan bantuan sosial Program Keluarga Harapan. Lalu untuk karakteristik demografis lainnya, jika anggota rumah tangga bertambah satu orang akan meningkatkan probabilita rumah tangga tersebut untuk mendapatkan PKH. Rumah tangga miskin salah satu cirinya adalah memiliki anggota rumah tangga yang banyak (size of household yang besar). Tingkat kelahiran pada masyarakat miskin cenderung tinggi karena waktu luang (leissure time) yang mereka miliki digunakan untuk memperbanyak anak. Rumah tangga dengan kepala rumah tangga yang berjenis kelamin laki-laki mempunyai probabilita lebih tinggi untuk mendapatkan PKH dibandingkan dengan rumah tangga dengan kepala rumah tangga yang berjenis kelamin perempuan. Peluang kepala rumah tangga laki-laki untuk mendapatkan PKH lebih tinggi dari pada perempuan disebabkan karena pada sampel yang ada, sebagian besar kepala rumah tangga adalah kepala rumah tangga laki-laki. Secara budaya, di Indonesia pun sebagian besar kepala rumah tangga adalah kepala rumah tangga laki-laki. Padahal di lain pihak, rumah tangga dengan kepala rumah tangga perempuan lebih rentan miskin dan lebih membutuhkan bantuan sosial seperti Program Keluarga Harapan. Rumah tangga yang tinggal di wilayah Indonesia barat mempunyai probabilita lebih tinggi untuk mendapatkan PKH dibandingkan dengan rumah tangga yang tinggal di wilayah Indonesia timur. Hal ini dikarenakan wilayah Indonesia barat mempunyai kepadatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia timur. Kemudian, fasilitas pendidikan dan kesehatan (supply side) sudah lebih memadai di wilayah Indonesia barat, sehingga akan menghasilkan angka penurunan kemiskinan yang lebih cepat saat diberikan stimulus permintaan (demand side) melalui pemberian Bantuan Tunai Bersyarat yakni Program Keluarga Harapan. Selanjutnya pembahasan hasil model kedua. Diantara rumah tangga yang tidak menerima PKH, didalamnya juga terdapat rumah tangga yang miskin. Rumah tangga seperti ini disebut sebagai rumah tangga yang terexclude atau dikecualikan dari Program Keluarga Harapan. Kondisi rumah tangga exclusivity relatif lebih miskin dibandingkan dengan rumah tangga lainnya yang juga tidak menerima PKH. Exclusivity adalah kondisi dimana rumah tangga miskin tidak mendapatkan PKH, berbeda dengan rumah tangga yang tidak miskin yang tidak dapat PKH yang dikarenakan rumah tangga tersebut memang tidak layak untuk mendapatkan PKH. Berikut ini adalah Tabel 7. Tabel 7. Nilai Odds Ratio dan Efek Marjinal Regresi Model Exclusivity Variabel
Keterangan
Jenis lantai terluas pada bangunan tempat tinggal Jenis dinding terluas pada bangunan tempat tinggal Jenis atap terluas pada bangunan tempat tinggal Sumber air minum
Sumber penerangan utama Bahan bakar utama untuk memasak Ketersediaan fasilitas sanitasi Saluran tempat pembuangan akhir
1 = Tanah, Bambu 0 = Bukan Tanah dan Bambu 1 = Bambu 0 = Kayu, Tembok 1 = Ijuk/Rumbia, Sirap, Lainnya 0 = Beton, Genteng, Seng, Asbes 1 = Mata Air/Sumur Tidak Terlindung 0 = Air Kemasan, Air Ledeng, Mata Air/Sumur Terlindung 1 = Bukan Listrik 0 = Listrik PLN, Listrik Tanpa Meteran 1 = Lainnya 0 = Tabung Gas 1 = Tidak Punya, Bersama/Umum 0 = Milik Sendiri 1 = Bukan Tangki Septic 0 = Tangki Septic (Leher Angsa)
Hasil Regresi Odds Ratio Efek Marjinal 4.310842
0.333339***
9.567831
0.4928444***
1.418962
0.0816921***
3.223729
0.2746355***
2.091463
0.1758692***
98.60351
0.6036815***
48.5575
0.489462***
76.1823
0.5335513***
Pseudo R-squared Prob (F-Stat) Pr (exclusivity) predict
0.5982 0.000 0.33907503
Analisis ketepatan..., Dharmesti Wulandari, FE UI, 2013
KARAKTERISTIK DEMOGRAFIS Lapangan pekerjaan utama kepala rumah tangga Pendidikan Terakhir yang ditamatkan kepala rumah tangga Jumlah anggota rumah tangga Jenis kelamin kepala rumah tangga Wilayah tempat tinggal rumah tangga Pseudo R-squared Prob (F-Stat) Pr (exclusivity) predict Jumlah Observasi
1 = Sektor Pertanian 0 = Sektor Industri, Sektor Jasa 1 = Tidak Sekolah/Tidak Tamat SD, Tamat SD/sederajat 0 = Tamat SMP/sederajat, Tamat SMA/sederajat, Diploma/Perguruan Tinggi Variabel Diskret 1 = Perempuan 0 = Laki-laki 1 = Indonesia Bagian Timur 0 = Indonesia Bagian Barat
9.004863
0.4744816***
26.08084
0.5588896***
0.6974855
-0.0899303***
0.9909408
0.0022713
1.508667
0.1023946*** 0.3154 0.000 0.48042267 157.561
Keterangan: ***) signifikan dalam alpha 1%. Sumber: diolah dari PPLS 2011, Badan Pusat Statistik
Berikutnya pembahasan hasil model ketiga. Diantara rumah tangga yang menerima PKH, didalamnya juga terdapat rumah tangga yang tidak sangat miskin. Rumah tangga seperti ini disebut sebagai rumah tangga yang terinclude atau masuk ke dalam Program Keluarga Harapan. Kondisi rumah tangga inclusivity relatif tidak lebih miskin dibandingkan dengan rumah tangga lainnya yang menerima PKH karena memang mereka sangat miskin. Inclusivity adalah kondisi dimana rumah tangga yang tidak sangat miskin namun mendapatkan PKH. Hal ini berbeda dengan rumah tangga sangat miskin yang mendapatkan PKH dikarenakan rumah tangga tersebut memang layak untuk mendapatkan PKH. Tabel 8. Nilai Odds Ratio dan Efek Marjinal Regresi Model Inclusivity Variabel
Keterangan
KARAKTERISTIK PERUMAHAN Jenis lantai terluas pada bangunan tempat tinggal Jenis dinding terluas pada bangunan tempat tinggal Jenis atap terluas pada bangunan tempat tinggal Sumber air minum
Sumber penerangan utama Bahan bakar utama untuk memasak Ketersediaan fasilitas sanitasi Saluran tempat pembuangan akhir
1 = Bukan Tanah dan Bambu 0 = Tanah, Bambu 1 = Kayu, Tembok 0 = Bambu 1 = Beton, Genteng, Seng, Asbes 0 = Ijuk/Rumbia, Sirap, Lainnya 1 = Air Kemasan, Air Ledeng, Mata Air/Sumur Terlindung 0 = Mata Air/Sumur Tidak Terlindung 1 = Listrik PLN, Listrik Tanpa Meteran 0 = Bukan Listrik 1 = Tabung Gas 0 = Lainnya 1 = Milik Sendiri 0 = Tidak Punya, Bersama/Umum 1 = Bukan Tangki Septic 0 = Tangki Septic (Leher Angsa)
Odds Ratio
Hasil Regresi Efek Marjinal
7.482882
0.4618334***
2.279715
0.1996798***
2.247864
0.199709***
3.421217
0.2977556***
1.580328
0.1128037***
54.00781
0.6329157***
54.75561
0.5363194***
43.15079
0.5212803***
Pseudo R-squared Prob (F-Stat) Pr (exclusivity) predict KARAKTERISTIK DEMOGRAFIS Lapangan pekerjaan utama kepala rumah tangga
0.5546 0.000 0.58920039 1 = Sektor Industri, Sektor Jasa 0 = Sektor Pertanian
12.71339
Analisis ketepatan..., Dharmesti Wulandari, FE UI, 2013
0.5412203***
Pendidikan Terakhir yang ditamatkan kepala rumah tangga Status bekerja ibu dalam rumah tangga
Pendidikan terakhir yang ditamatkan ibu dalam rumah tangga Jumlah anggota rumah tangga Jenis kelamin kepala rumah tangga Kepemilikan kartu identitas kepala rumah tangga Wilayah tempat tinggal rumah tangga Pseudo R-squared Prob (F-Stat) Pr (exclusivity) predict KRITERIA PKH Jumlah ibu hamil Jumlah anak balita Jumlah anak usia sekolah Jumlah anak usia 15-18 tahun Pseudo R-squared Prob (F-Stat) Pr (exclusivity) predict Jumlah Observasi
1 = Tamat SMP/sederajat, Tamat SMA/sederajat, Diploma/Perguruan Tinggi 0 = Tidak Sekolah/Tidak Tamat SD, Tamat SD/sederajat 1 = ibu bekerja 0 = ibu tidak bekerja (ibu rumah tangga) 1 = Tamat SMP/sederajat, Tamat SMA/sederajat, Diploma/Perguruan Tinggi 0 = Tidak Sekolah/Tidak Tamat SD, Tamat SD/sederajat Variabel Diskret 1 = Perempuan 0 = Laki-laki 1 = KRT mempunyai KTP/SIM 0 = KRT tidak mempunyai KTP/SIM 1 = Indonesia Bagian Barat 0 = Indonesia Bagian Timur
20.35723
0.5468253***
1.09442
0.0225095
1.403147
0.0842621***
1.41633
0.0869602***
0.7817351
-0.0614307**
2.021542
0.1702711***
2.035332
0.1733113*** 0.3497 0.000 0.48719078
Variabel Diskret Variabel Diskret Variabel Diskret Variabel Diskret
1.279431 1.664119 1.440607 0.4548773
0.0611529** 0.1263921*** 0.0905981*** -0.1954905*** 0.0525 0.000 0.45722355 10.109
Keterangan: ***) signifikan dalam alpha 1%. **) signifikan dalam alpha 5% Sumber: diolah dari PPLS 2011, Badan Pusat Statistik
Karakteristik Perumahan Negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki pekerja sektor informal yang sangat tinggi sulit sekali mendapatkan informasi mengenai pendapatan, sehingga untuk menentukan status kemiskinan dan status kesejahteraan suatu rumah tangga digunakan pendekatan bukan pendapatan (non-income). Untuk menilai status tersebut, variabel perumahan (housing) sering kali menjadi tolok ukurnya. Selain riil dan mudah diobservasi, variabel perumahan terbukti kebenarannya atau tidak bisa direkayasa oleh rumah tangga responden. Jenis Lantai Lantai yang baik adalah lantai yang bersih dan mudah dibersihkan. Tanah dan bambu merupakan karakteristik rumah tangga miskin karena jenis lantai seperti ini tidak sehat karena kotoran mudah bersarang disana. Mereka yang menggunakan jenis lantai dari tanah dan bambu cenderung merupakan rumah tangga yang lebih miskin dibandingkan dengan jenis lantai lainnya. Ada kecenderungan bahwa jenis lantai tanah dianggap sebagai profil rumah tangga miskin terutama yang bertempat tinggal di wilayah pedesaan. Namun, penggunaan lantai berupa tanah ini di beberapa daerah merupakan bagian dari sosio-kultural dari masyarakat tersebut. Rumah tangga yang memiliki lantai yang terbuat dari tanah dan bambu mempunyai probabilita lebih tinggi untuk terexclude dari PKH sebanyak 33% dibandingkan dengan rumah tangga yang lantainya tidak terbuat dari tanah ataupun bambu. Sedangkan rumah tangga yang memiliki lantai yang tidak terbuat dari tanah dan bambu mempunyai probabilita lebih tinggi untuk terinclude dari PKH sebanyak 46% dibandingkan dengan rumah tangga yang memiliki lantai yang terbuat dari tanah dan bambu.
Analisis ketepatan..., Dharmesti Wulandari, FE UI, 2013
Jenis Dinding Dinding adalah salah satu fondasi utama rumah. Biasanya dinding yang terbuat dari anyaman bambu adalah jenis rumah yang menyerupai gubuk, rumah yang berdinding seperti ini akan mudah rubuh bila tertiup angin kencang dan lebih mudah hancur bila terkena bencana alam seperti gempa dan tanah longsor. Selain itu, dinding anyaman bambu lebih mudah membuat kotoran dan debu menepel disana sehingga membuat rumah menjadi tidak sehat. Akan tetapi, dinding yang terbuat dari bambu merupakan ciri dari rumah tangga miskin di wilayah pedesaan, sedangkan untuk rumah tangga miskin di wilayah perkotaan banyak ditemukan sudah memiliki dinding tembok pada bangunan tempat tinggalnya. Rumah tangga yang memiliki dinding yang terbuat bambu mempunyai probabilita lebih tinggi untuk terexclude dari PKH sebanyak 49% dibandingkan dengan rumah tangga yang dindingnya terbuat dari kayu, tembok, dan lainnya. Di lain pihak, rumah tangga yang memiliki dinding yang terbuat kayu, tembok, dan lainnya mempunyai probabilita lebih tinggi untuk terinclude dari PKH sebanyak 20% dibandingkan dengan rumah tangga yang dindingnya terbuat dari bambu. Jenis Atap Rumah adalah tempat berteduh, tempat berlindung dari panas dan hujan. Atap adalah bagian rumah yang menjalankan fungsi tersebut di dalam rumah. Kriteria atap yang baik adalah atap yang mampu menghalau panas dan hujan dan kokoh sehingga membuat rumah tidak mudah rubuh. Atap yang baik bukanlah atap yang mudah kotor yang dapat membuat kotoran-kotoran dari atap berjatuhan ke dalam rumah seperti pada jenis atap ijuk/rumbia dan sirap. Bentuk rumah di Indonesia secara kultur memang mayoritas beratapkan genteng. Jika ditelaah lebih jauh, genteng tak semuanya baik, ada juga genteng berkualitas rendah atau genteng murahan yang mudah bocor. Rumah tangga yang memiliki atap yang terbuat dari sirap, ijuk/rumbia, dan lainnya mempunyai probabilita lebih tinggi untuk terexclude dari PKH sebanyak 8% dibandingkan dengan rumah tangga yang mempunyai atap yang terbuat dari beton, genteng, seng, dan asbes. Lalu rumah tangga yang memiliki atap yang terbuat dari beton, genteng, seng, dan asbes mempunyai probabilita lebih tinggi untuk terinclude dari PKH sebanyak 20% dibandingkan dengan rumah tangga yang mempunyai atap yang terbuat dari sirap, ijuk/rumbia, dan lainnya. Sumber Air Minum Ketersediaan fasilitas air bersih sebagai sumber air minum untuk kebutuhan sehari-hari rumah tangga merupakan indikator perumahan yang dapat mencirikan kondisi sosial ekonomi, karena menentukan sehat tidaknya suatu rumah tangga. Air mempunyai berbagai tingkat kebersihan dan kemurnian. Kualitas air minum tentu harus lebih tinggi dari pada air yang dipakai untuk mandi atau mencuci. Sumber air minum yang sehat adalah menggunakan air yang terjamin kebersihannya seperti air yang bersumber dari air kemasan/ledeng/PAM/sumur terlindung/mata air terlindung.Rumah tangga yang memiliki sumber air minum dari mata air yang tidak terlindung mempunyai probabilita lebih tinggi untuk terexclude dari PKH sebanyak 27% dibandingkan dengan rumah tangga yang mempunyai sumber air minum dari air kemasan, air ledeng, dan air terlindung. Sedangkan rumah tangga yang memiliki sumber air minum dari air kemasan, air ledeng, dan air terlindung mempunyai probabilita lebih tinggi untuk terinclude dari PKH sebanyak 30% dibandingkan dengan rumah tangga yang mempunyai sumber air minum dari mata air yang tidak terlindung. Sumber Penerangan Rumah yang memiliki penerangan yang cukup akan mampu menunjang para anggota rumah tangga melakukan berbagai aktifitasnya di dalam rumah, baik di siang maupun di malam hari. Jenis pencahayaan yang terjamin adalah pencahayaan yang bersumber dari lampu yang menggunakan tenaga listrik. Jenis pencahayaan yang bukan berasal dari listrik seperti petromak (lampu minyak) dan pelita/obor, meskipun dapat menerangi rumah, namun memiliki resiko tinggi yang dapat menyebabkan rumah kebakaran. Kini pelayanan listrik telah meluas sehingga terdapat banyak rumah tangga miskin yang sumber penerangannya juga berasal dari listrik, terutama rumah tangga miskin yang tinggal di perkotaan dan wilayah Indonesia bagian barat. Rumah tangga yang memiliki sumber penerangan utama yang bukan berasal dari listrik seperti obor, pelita, petromak (lampu minyak) mempunyai probabilita lebih tinggi untuk terexclude dari PKH sebanyak 18% dibandingkan dengan rumah tangga yang memanfaatkan listrik sebagai sumber penerangan utama dalam rumah tangga. Sedangkan rumah tangga yang memiliki sumber penerangan utama yang berasal dari listrik mempunyai probabilita lebih tinggi untuk terinclude dari PKH sebanyak 11% dibandingkan dengan rumah tangga yang tidak memanfaatkan listrik sebagai sumber penerangan utama dalam rumah tangga.
Analisis ketepatan..., Dharmesti Wulandari, FE UI, 2013
Bahan Bakar Memasak Rumah tangga miskin mempunyai karakteristik masih menggunakan kompor yang tradisional untuk memasak, sehingga bahan bakar yang mereka gunakan adalah arang dan kayu bakar. Rumah tangga yang tidak miskin biasanya menggunakan kompor yang lebih modern yakni yang menggunakan tabung gas sebagai bahan bakarnya. Semakin tradisional jenis kompor dan jenis bahan bakarnya, maka akan menghasilkan jenis api berwarna jingga (orange), api yang bewarna jingga akan menghasilkan asap hitam dan kurang baik untuk memasak makanan secara sehat. Rumah tangga yang menggunakan bahan bakar memasak selain tabung gas seperti arang dan kayu bakar mempunyai probabilita lebih tinggi untuk terexclude dari PKH sebanyak 60% dibandingkan dengan rumah tangga yang memanfaatkan tabung gas sebagai bahan bakar utama untuk memasak. Lalu rumah tangga yang menggunakan bahan bakar memasak dari tabung gas mempunyai probabilita lebih tinggi untuk terinclude dari PKH sebanyak 63% dibandingkan dengan rumah tangga yang tidak memanfaatkan tabung gas, seperti arang dan kayu bakar sebagai bahan bakar utama untuk memasak. Fasilitas Sanitasi Ketersediaan jamban atau fasilitas sanitasi dalam suatu rumah tangga menjadi salah satu indikator sosial ekonomi yang mengukur kesejahteraan rumah tangga. Ketersediaan fasilitas sanitasi ini sangat penting dalam mendukung pola hidup sehat dalam suatu rumah tangga karena sanitasi yang baik adalah kunci dari pencegahan berbagai penyakit. Rumah tangga yang tidak mempunyai fasilitas sanitasi dan rumah tangga yang menggunakan fasilitas sanitasi bersama atau umum mempunyai probabilita lebih tinggi untuk terexclude dari PKH sebanyak 49% dibandingkan dengan rumah tangga yang mempunyai fasilitas sanitasi milik sendiri dalam bangunan tempat tinggalnya. Lalu rumah tangga yang tidak mempunyai fasilitas sanitasi milik sendiri dalam bangunan tempat tinggalnya mempunyai probabilita lebih tinggi untuk terinclude dari PKH sebanyak 54% dibandingkan dengan rumah tangga yang mempunyai fasilitas sanitasi dan rumah tangga yang menggunakan fasilitas sanitasi bersama atau umum. Saluran Tempat Pembuangan Akhir Hal juga harus diperhatikan selain ketersediaan fasilitas sanitasi adalah kualitas dari jamban tersebut apakah salurannya berupa tangki septic atau tidak. Tangki septic yang berbentuk seperti leher angsa sangat baik bagi kesehatan, karena saat disiram dengan air, air tersebut mampu membawa kotoran menuju saluran pembuangan, sehingga jamban kembali bersih. Rumah tangga yang memanfaatkan fasilitas sanitasi dengan jenis saluran tempat pembuangan akhir yang bukan berbentuk tangki septic mempunyai probabilita lebih tinggi untuk terexclude dari PKH sebanyak 53% dibandingkan dengan rumah tangga yang memanfaatkan fasilitas sanitasi dengan jenis saluran tempat pembuangan akhir yang berbentuk tangki septic. Di sisi lain, rumah tangga yang memanfaatkan fasilitas sanitasi dengan jenis saluran tempat pembuangan akhir yang berbentuk tangki septic mempunyai probabilita lebih tinggi untuk terinclude dari PKH sebanyak 52% dibandingkan dengan rumah tangga yang memanfaatkan fasilitas sanitasi dengan jenis saluran tempat pembuangan akhir yang tidak berbentuk tangki septic. Karakteristik Demografis Selain karakteristik perumahan, terdapat berbagai faktor lain yakni karakteristik demografis yang sebaiknya juga diperhitungkan dalam menentukan sasaran penerima manfaat PKH. Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu indikator yang penting dalam mengidentifikasi kualitas penduduk. Hubungan antara kemiskinan dengan pendidikan sangatlah penting, karena pendidikan sangat berperan dalam menentukan status sosial ekonomi rumah tangga. Kemiskinan ditandai dengan rendahnya jenjang pendidikan yang berhasil ditempuh. Orang yang berpendidikan lebih baik umumnya mempunyai status pekerjaan yang lebih mapan sehingga akan mempunyai peluang yang lebih rendah menjadi miskin. Rumah tangga dengan kepala rumah tangga yang berpendidikan tidak tamat Sekolah Dasar dan tamat Sekolah Dasar/sederajat mempunyai probabilita lebih tinggi untuk terexclude dari PKH sebesar 56% dibandingkan rumah tangga dengan kepala rumah yang berpendidikan Sekolah Menengah Pertama/sederajat ke atas. Rumah tangga dengan kepala rumah tangga yang berpendidikan Sekolah Menengah Pertama/sederajat ke atas mempunyai probabilita lebih tinggi untuk terinclude dari PKH sebesar 55% dibandingkan dengan rumah tangga dengan kepala rumah yang berpendidikan tidak tamat Sekolah Dasar dan tamat Sekolah Dasar/sederajat.
Analisis ketepatan..., Dharmesti Wulandari, FE UI, 2013
Kemudian rumah tangga dengan ibu yang berpendidikan Sekolah Menengah Pertama/sederajat ke atas mempunyai probabilita lebih tinggi untuk terinclude dari PKH sebesar 8% dibandingkan dengan rumah tangga dengan ibu yang berpendidikan tidak tamat Sekolah Dasar dan tamat Sekolah Dasar/sederajat. Lapangan Pekerjaan Lapangan pekerjaan yang menjadi sumber penghasilan utama suatu rumah tangga merupakan suatu indikator pembeda antara rumah tangga miskin dengan yang tidak miskin. Profil rumah tangga miskin sering kali melekat pada mereka yang mempunyai mata pencaharian di sektor pertanian, seperti petani gurem (buruh tani), nelayan, buruh di perkebunan, pencari kayu di hutan, serta mereka yang bekerja di sektor informal. Jenis-jenis pekerjaan tersebut tidak memberikan kepastian pendapatan yang stabil (pendapatan cenderung tidak tetap), sehingga mereka mengalami kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari rumah tangga mereka. Rumah tangga dengan kepala rumah tanga yang bekerja di sektor pertanian mempunyai probabilita lebih tinggi untuk terexclude dari PKH sebesar 47% dibandingkan rumah tangga dengan kepala rumah tangga yang bekerja di sektor industri dan jasa. Di sisi lainnya, rumah tangga dengan kepala rumah tanga yang bekerja di sektor industri dan jasa mempunyai probabilita lebih tinggi untuk terinclude dari PKH sebesar 54% dibandingkan dengan rumah tangga dengan kepala rumah tangga yang bekerja di sektor pertanian. Lalu, rumah tangga dengan ibu yang bekerja mempunyai probabilita lebih tinggi untuk terinclude dari PKH sebesar 0,2% dibandingkan dengan rumah tangga dengan ibu yang tidak bekerja atau ibu rumah tangga. Akan tetapi variabel ini tidak signifikan karena sebagian besar ibu pada rumah tangga penerima PKH berstatus bekerja. Budaya masyarakat miskin adalah memberdayakan seluruh anggota rumah tangga untuk bekerja demi mencukupi kebutuhan hidup, jangankan ibu, anak saja sering kali diberdayakan menjadi pekerja anak. Penulis hanya membaginya menjadi bekerja atau tidak, akan tetapi kategori bekerja disini juga termasuk sebagai pekerja bebas, pekerja tidak dibayar, dan bekerja untuk membantu suami. Jumlah Anggota Rumah Tangga Jika anggota rumah tangga bertambah satu orang akan meningkatkan probabilita rumah tangga tersebut untuk terexclude dari PKH sebesar 9%. Terdapat kecenderungan bahwa rumah tangga sangat miskin yang memiliki jumlah anggota rumah tangga yang lebih sedikit, mempunyai probabilita lebih besar untuk terexclude dari PKH dibandingkan dengan rumah tangga tidak sangat miskin dengan jumlah anggota rumah tangga yang lebih banyak. Untuk inclusivity, jika anggota rumah tangga bertambah satu orang akan meningkatkan probabilita rumah tangga tersebut untuk terinclude dari PKH sebesar 9%. Terdapat kecenderungan bahwa rumah tangga dengan jumlah anggota rumah tangga yang banyak, mempunyai probabilita lebih besar untuk terinclude ke dalam PKH dibandingkan dengan rumah tangga miskin dengan jumlah anggota rumah tangga yang lebih sedikit. Jenis Kelamin Kepala Rumah Tangga Rumah tangga dengan kepala rumah tangga yang berjenis kelamin perempuan mempunyai probabilita lebih tinggi untuk terexclude dari PKH sebesar 0,2% dibandingkan rumah tangga dengan kepala rumah tangga yang berjenis kelamin laki-laki. Namun variabel ini tidak signifikan dikarenakan sebagian besar kepala rumah tangga adalah laki-laki dan penetapan sasaran PKH lebih mementingkan status kesejahteraan rumah tangga berdasarkan karakteristik perumahan dan apakah rumah tangga tersebut memiliki anak pada usia yang ditargetkan, dari pada faktor jenis kelamin kepala rumah tangganya. Di lain pihak, rumah tangga dengan kepala rumah tangga yang berjenis kelamin perempuan mempunyai probabilita lebih rendah untuk terinclude dari PKH sebesar 6% dibandingkan dengan rumah tangga dengan kepala rumah tangga yang berjenis kelamin laki-laki. Sehingga dapat dikatakan bahwa penerima PKH dan inclusivity lebih banyak terjadi pada rumah tangga dengan kepala rumah tangga laki-laki. Kepemilikan Kartu Identitas Kepala Rumah Tangga Rumah tangga dengan kepala rumah tangga yang memiliki kartu identitas baik KTP maupun SIM mempunyai probabilita lebih tinggi untuk terinclude dari PKH sebesar 17% dibandingkan dengan rumah tangga dengan kepala rumah tangga yang tidak memiliki kartu identitas. Rumah tangga miskin yang mana kepala rumah tangganya memiliki kartu identitas akan membuat rumah tangga tersebut terdata sebagai penduduk setempat dan juga terdata sebagai penduduk miskin, sehingga akan membuat rumah tangga tersebut dapat menikmati berbagai bantuan sosial seperti jamkesmas, raskin, dan lain-lain. Berbeda rumah tangga miskin yang mana kepala rumah tangganya tidak memiliki kartu identitas, membuat rumah tangga tersebut tidak terdata sebagai penduduk setempat
Analisis ketepatan..., Dharmesti Wulandari, FE UI, 2013
sehingga berkemungkinan untuk terexclude atau tidak menerima bantuan sosial bagi masyarakat miskin. Alasan banyaknya rumah tangga miskin yang tidak mempunyai kartu identitas adalah karena alasan biaya mengurus kartu identitas yang mahal dan karena rumah tangga tersebut bertempat tinggal di wilayah yang bukan miliknya seperti di bantaran kali dan pinggir rel kereta. PKH cenderung diberikan kepada rumah tangga miskin yang memiliki kartu identitas meskipun rumah tangga tersebut relatif tidak lebih miskin dari pada rumah tangga miskin yang tidak mempunyai kartu identitas. Wilayah Tempat Tinggal Rumah Tangga Rumah tangga yang tinggal di wilayah Indonesia timur mempunyai probabilita lebih tinggi untuk terexclude dari PKH sebesar 10% dibandingkan dengan rumah tangga yang tinggal di wilayah Indonesia barat dan rumah tangga yang tinggal di wilayah Indonesia barat mempunyai probabilita lebih tinggi untuk terinclude dari PKH sebesar 17% dibandingkan dengan rumah tangga yang tinggal di wilayah Indonesia timur. PKH cenderung diberikan kepada rumah tangga miskin yang bertempat tinggal di Indonesia barat karena di Indonesia barat mempunyai jumlah rumah tangga miskin yang lebih banyak dari pada Indonesia timur. Kriteria PKH Dengan bertambahnya satu orang ibu hamil pada rumah tangga yang tidak sangat miskin akan meningkatkan probabilita rumah tangga tersebut untuk terinclude dari PKH sebesar 6% dibandingkan dengan rumah tangga yang tidak mempunyai ibu hamil. Dengan bertambahnya satu orang anak balita pada rumah tangga yang tidak sangat miskin akan meningkatkan probabilita rumah tangga tersebut untuk terinclude dari PKH sebesar 13% dibandingkan dengan rumah tangga yang tidak mempunyai anak balita. Dengan bertambahnya satu orang anak usia sekolah pada rumah tangga yang tidak sangat miskin akan meningkatkan probabilita rumah tangga tersebut untuk terinclude dari PKH sebesar 9% dibandingkan dengan rumah tangga yang tidak mempunyai anak usia sekolah. Terdapat kecenderungan bahwa rumah tangga tidak sangat miskin yang mempunyai kriteria PKH lebih diperhitungkan untuk mendapatkan PKH, dari pada rumah tangga sangat miskin yang tidak mempunyai kriteria PKH. Sebab dengan memiliki paling tidak salah satu kriteria PKH yaitu ibu hamil, anak bayi/balita, anak usia sekolah yang sedang menamatkan pendidikan dasar maka rumah tangga tersebut dipandang mempunyai faktor eligibilitas untuk menjadi peserta PKH. Data Kualitatif Hasil Observasi Selain melakukan analisis multivariat dengan berbagai variabel, untuk mempertajam analisis penulis juga melakukan wawancara mendalam kepada beberapa pihak terkait dengan proses penentuan rumah tangga penerima manfaat Program Keluarga Harapan. Berikut ini adalah ulasan singkat mengenai observasi lapangan yang dilakukan. Kotak 1. Proses Pengumpulan Data dan Penetapan Sasaran PKH
Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) diolah menjadi Basis Data Terpadu (BDT) untuk penentuan sasaran siapakah rumah tangga yang akan mendapat bantuan sosial PKH. PKH ditujukan kepada Rumah Tangga Sangat Miskin desil pertama dengan status kesejahteraan terendah. TNP2K memberikan data sekitar 484 ribu rumah tangga dari Basis Data Terpadu (hasil PPLS 2011) kepada UPPKH Pusat, Kementrian Sosial sebagai calon peserta PKH kohort 2012. Selanjutnya dipilih dari semua rumah tangga calon penerima PKH, rumah tangga yang akhirnya benar-benar menerima PKH atau ikut serta dalam PKH. Sebab, tidak semua rumah tangga yang dicalonkan tersebut akhirnya menjadi peserta PKH, karena tergantung hasil validasi dari tim UPPKH dari Kementrian Sosial. Oleh karena penetapan peserta PKH diserahkan kepada daerah, sehingga masih menjadi pertanyaan apakah memang rumah tangga yang terpilih adalah rumah tangga sangat miskin atau rumah tangga yang memiliki status kesejahteraan terendah. Sumber: wawancara mendalam dengan Ibu 1, Unit penetapan Sasaran Program Penanggulangan Kemiskinan, TNP2K, Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia.
Analisis ketepatan..., Dharmesti Wulandari, FE UI, 2013
Kotak 2. Proses Pemilihan Rumah Tangga Penerima PKH
Kementrian Sosial menerima Basis Data Terpadu Pendataan Program Perlindungan Sosial (BDT PPLS) dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) yang berisi Rumah Tangga Sasaran Program Keluarga Harapan (PKH). Untuk menindaklanjuti data tersebut, diutuslah pendamping PKH yang bertugas melakukan validasi lapangan. Validasi adalah tindakan mencocokan kondisi rumah tangga yang ada pada data dengan fakta aktualnya, apakah sudah cocok atau tidak, dan memastikan ulang bahwa rumah tangga tersebut layak (eligible) untuk menjadi penerima Program Keluarga Harapan. Kementrian Sosial membuat surat undangan kepada rumah tangga yang terdapat dalam daftar Rumah Tangga Sasaran Program Keluarga Harapan di lokasi terpilih. Undangan tersebut diantarkan oleh pendamping PKH. Pendamping PKH hanya mendatangi alamat-alamat rumah yang tertera pada undangan saja. Pendamping tidak punya hak untuk memasukan rumah tangga tertentu yang berada di luar daftar calon penerima PKH meskipun itu adalah rumah tangga miskin. Kementrian Sosial hanya melakukan validasi lapangan dan bukan bertanggung jawab atas terjadinya kesalahan dalam data tersebut, misalnya terdapat rumah tangga sangat miskin yang tidak terdata atau rumah tangga yang tidak sangat miskin yang masuk ke dalam data. Dikarenakan keputusan eligible atau tidak adalah keputusan bersama dan didampingi oleh aparat setempat, maka Kementrian Sosial berpendapat bahwa pemberian bantuan Program Keluarga Harapan sudah tepat sasaran. Sumber: wawancara mendalam dengan Ibu 2, Sekretariat UPPKH Pusat, Kementrian Sosial Republik Indonesia. Kotak 3. Realita Lapangan Ketepatan Sasaran PKH
Pada saat pertama kali tim PKH yang terdiri dari pegawai dinas sosial, aparat setempat, operator PKH, dan pendamping PKH datang ke wilayah target untuk melakukan sosialisasi mengenai PKH, terjadi fenomena mendadak miskin. Masyarakat yang ada pada wilayah target pun langsung mengaku sebagai orang miskin agar bisa mendapat PKH. Tidak semua rumah tangga di daerah tersebut didatangi oleh pendamping, melainkan hanya rumah tangga tertentu yang tercantum pada daftar calon penerima PKH. Kecemburuan sosial sudah tumbuh semenjak proses ini berlangsung. Terdapat rumah tangga yang lebih miskin yang terexclude dari program. Rumah tangga itu tidak didatangi oleh pendamping lantaran rumah tangga tersebut tidak terdapat pada daftar rumah tangga calon penerima PKH dari pusat. Pendamping dan operator tidak bisa memasukan rumah tangga itu ke dalam daftar. Dalam PKH tidak ada penambahan daftar calon penerima, yang ada hanyalah pengurangan bagi rumah tangga yang tidak eligible. Pernyataan tidak eligible pun hanya terhadap rumah tangga yang ada pada daftar namun tidak mempunyai anak pada usia yang ditargetkan saja. Pencoretan suatu rumah tangga karena rumah tangga itu ternyata tidak miskin sulit dilakukan, sebab harus ada persetujuan ketua RT, RW, kepala desa atau lurah, dan dinas sosial setempat lalu rumah tangga tersebut dapat dikeluarkan dari kepesertaan PKH. Kasus Exclusivity: Terdapat suatu komplek pemulung di Jakarta Timur, yang mana semua penduduknya miskin. Akan tetapi, yang mendapat PKH hanya satu rumah tangga saja. Padahal di kawasan itu, fasilitas sanitasinya sangat buruk. Satu rumah tangga yang mendapatkan PKH tersebut bukanlah yang paling miskin di kampung tersebut. Ada yang lebih miskin, namun mereka tidak mendapat PKH. Nyata sekali bahwa fenomena exclusivity itu benar-benar terjadi di lapangan. Kasus Inclusivity: Setelah program berjalan pun, tetap terjadi masalah. Pihak pengelola PKH di wilayah setempat seperti pendamping dan operator baru mengetahui bahwa terdapat rumah tangga yang tidak miskin yang mendapatkan PKH. Sebagai contohnya adalah warga sekitar memberitahu bahwa penerima PKH adalah seorang pemilik kontrakan. Ada pula yang mendapat PKH adalah saudara dari ketua RT dan RW yang tidak miskin. Fenomena inclusivity pun benar-benar ada di masyarakat. Banyak rumah tangga yang mengaku miskin menuntut untuk dimasukan dalam daftar penerima PKH. Baik itu diajukan kepada pendamping maupun mendatangi langsung dinas sosial setempat. Hal itu tidak dapat dilakukan. Adapun rumah tangga yang akhirnya dicoret tidak bisa tidak ditukar atau diganti dengan rumah tangga miskin lainnya.
Analisis ketepatan..., Dharmesti Wulandari, FE UI, 2013
Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, “pencoretan itu sulit sedangkan penambahan itu mustahil dilakukan”. Inilah yang amat disayangkan dari PKH yang membuat PKH itu sendiri menjadi tidak tepat sasaran. Dikhawatirkan jika penambahan terus dilakukan, nantinya tidak akan terjadi pengurangan kemiskinan. Sumber: wawancara mendalam dengan Ibu 3, Operator PKH Wilayah Jakarta Timur, Suku Dinas Sosial Jakarta Timur.
Simpulan Berikut adalah beberapa kesimpulan yang didapatkan dari hasil analisis deskriptif statistika dan analisis regresi ekonometrika yang telah dilakukan: 1. Evaluasi ketepatan sasaran Program Keluarga Harapan. Targeting dari Program Keluarga Harapan belum sepenuhnya tepat sasaran atau masih terdapat ketidaktepatan sasaran dalam pelaksanaan program. Masih terdapat jumlah dan nilai exclusivity dan inclusivity yang besar. PKH belum berhasil mencapai perfect targeting yang mana penerima PKH adalah rumah tangga termiskin yang mempunyai kesejahteraan terendah. 2. Berdasarkan hasil analisis deskriptif, karakteristik umum rumah tangga sangat miskin yang terexclude dari PKH (exclusivity) dan rumah tangga tidak sangat miskin yang terinclude ke dalam PKH (inclusivity), dipaparkan pada tabel 9 ini: Tabel 9. Karakteristik Rumah Tangga Exclusivity dan Inclusivity Karateristik Pendidikan KRT
Exclusivity Tidak tamat SD
Lapangan kerja KRT Pertanian Jenis lantai Tanah Jenis dinding Bambu Jenis atap Genteng Sumber air minum Air terlindung Sumber penerangan Listrik PLN Bahan bakar memasak Lainnya Fasilitas sanitasi Tidak ada Jenis TPA Lainnya/bukan tangki septic Jenis kelamin KRT Perempuan Wilayah tempat tinggal Indonesia Timur Sumber: PPLS 2011, olahan sendiri
3.
Inclusivity Tamat SD Pertanian dan Jasa Bukan tanah dan bambu Tembok Genteng Air terlindung Listrik PLN Tabung gas Bersama/umum Lainnya/bukan tangki septic Laki-laki Indonesia Barat
Faktor-faktor yang mempengaruhi rumah tangga menerima Program Keluarga Harapan berdasarkan hasil analisis ekonometrika adalah sebagai berikut: Berdasarkan karakteristik perumahan atau bangunan tempat tinggal rumah tangga, rumah tangga yang mempunyai probabilita lebih tinggi untuk mendapatkan Program Keluarga Harapan adalah rumah tangga yang memiliki lantai yang terbuat dari tanah dan bambu, dinding yang terbuat dari bambu, atap yang terbuat dari ijuk/rumbia atau lainnya, sumber air minum dari air terlindung, sumber penerangan yang bukan berasal dari listrik, menggunakan tabung gas sebagai bahan bakar utama memasak, tidak mempunyai fasilitas sanitasi atau menggunakan fasilitas sanitasi bersama/umum, saluran tempat pembuangan akhir tinja yang bukan terbuat dari tangki septic. Selanjutnya berdasarkan karakteristik demografis, rumah tangga yang mempunyai probabilita lebih tinggi untuk mendapatkan Program Keluarga Harapan adalah rumah tangga yang memiliki Kepala Rumah Tangga yang berjenis kelamin laki-laki, bekerja di sektor pertanian, berpendidikan tidak tamat SD atau tamat SD/sederajat, mempunyai anggota rumah tangga yang banyak, dan bertempat tinggal di wilayah Indonesia Barat seperti Pulau Jawa dan Sumatera.
Analisis ketepatan..., Dharmesti Wulandari, FE UI, 2013
4.
5.
1.
2.
Karakteristik rumah tangga sangat miskin yang terexclude dari Program Keluarga Harapan berdasarkan hasil analisis ekonometrika adalah sebagai berikut: Berdasarkan karakteristik perumahan atau bangunan tempat tinggal rumah tangga, rumah tangga sangat miskin yang mempunyai probabilita lebih tinggi untuk terexclude dari Program Keluarga Harapan adalah rumah tangga yang memiliki lantai yang terbuat dari tanah dan bambu, dinding yang terbuat dari bambu, atap yang terbuat dari ijuk/rumbia atau lainnya, sumber air minum dari air tidak terlindung, sumber penerangan yang bukan berasal dari listrik, tidak menggunakan tabung gas sebagai bahan bakar utama memasak, tidak mempunyai fasilitas sanitasi atau menggunakan fasilitas sanitasi bersama/umum, saluran tempat pembuangan akhir tinja yang bukan terbuat dari tangki septic. Selanjutnya berdasarkan karakteristik demografis, rumah tangga sangat miskin yang mempunyai probabilita lebih tinggi untuk terexclude dari Program Keluarga Harapan adalah rumah tangga yang memiliki Kepala Rumah Tangga yang bekerja di sektor pertanian, berpendidikan tidak tamat SD atau tamat SD/sederajat, mempunyai anggota rumah tangga yang lebih sedikit, dan bertempat tinggal di wilayah Indonesia Timur seperti Bali, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. Karakteristik rumah tangga tidak sangat miskin yang terinclude ke dalam Program Keluarga Harapan berdasarkan hasil analisis ekonometrika adalah sebagai berikut: Berdasarkan karakteristik perumahan atau bangunan tempat tinggal rumah tangga, rumah tangga yang bukan rumah tangga sangat miskin, mempunyai probabilita lebih tinggi untuk terinclude ke dalam Program Keluarga Harapan adalah rumah tangga yang memiliki lantai yang tidak terbuat dari tanah atau bambu, dinding yang terbuat dari tembok dan kayu, atap yang terbuat dari beton, genteng, seng, dan asbes, sumber air minum dari air terlindung, sumber penerangan yang berasal dari listrik, menggunakan tabung gas sebagai bahan bakar utama memasak, mempunyai fasilitas sanitasi sendiri, saluran tempat pembuangan akhir tinja terbuat dari tangki septic. Selanjutnya berdasarkan karakteristik demografis, rumah tangga tidak sangat miskin yang mempunyai probabilita lebih tinggi untuk terinclude dari Program Keluarga Harapan adalah rumah tangga yang memiliki Kepala Rumah Tangga yang bekerja di sektor industri dan jasa, berpendidikan tamat SMP/sederajat atau lebih tinggi, mempunyai kartu identitas, ibu dalam rumah tangga tersebut berpendidikan tamat SMP/sederajat atau lebih tinggi, kepala rumah tangga berjenis kelamin laki-laki, rumah tangga mempunyai anggota rumah tangga yang lebih banyak, dan bertempat tinggal di wilayah Indonesia Barat seperti Pulau Jawa dan Sumatera. Terakhir, rumah tangga yang terinlcude adalah rumah tangga yang memiliki kriteria PKH seperti terdapat ibu hamil, anak balita, anak usia sekolah 6-15 tahun yang sedang melaksanakan pendidikan dasar 9 tahun, dan anak usia diatas 15 tahun yakni sampai 18 tahun yang belum menamatkan pendidikan dasar 9 tahun. Terdapat kecenderungan bahwa rumah tangga tidak sangat miskin yang mempunyai kriteria PKH lebih diperhitungkan untuk mendapatkan PKH, dari pada rumah tangga sangat miskin yang tidak mempunyai kriteria PKH. Adapun saran untuk penelitian berikutnya, diantaranya: Menggunakan variabel tambahan yaitu asset-asset yang dimiliki oleh rumah tangga. Penulis tidak mendapatkan data asset-asset apa sajakah yang dimiliki oleh setiap rumah tangga seperti televisi, radio, sepeda motor, kulkas, hewan ternak, mobil, perahu, dan telepon genggam. Jika menggunakan data tersebut maka akan semakin valid untuk menilai status kesejahteraan rumah tangga dan kelayakan suatu rumah tangga untuk menerima Program Keluarga Harapan. Memperluas cakupan penelitian dengan menggunakan sampel yang lebih besar. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 167 ribu rumah tangga miskin pada desil pertama PPLS 2011. Semakin besar sampel, sampling error akan semakin kecil, sehingga diharapkan dengan jumlah sampel yang lebih besar akan didapatkan gambaran yang lebih mendekati gambaran populasi yang sebenarnya. Jika menggunakan populasi dari PPLS 2011 yaitu 40% rumah tangga termiskin maka akan diperoleh hasil evaluasi yang lebih baik mengenai ketepatan sasaran program.
Analisis ketepatan..., Dharmesti Wulandari, FE UI, 2013
3.
4.
Melakukan penelitian lebih lanjut untuk mencari tahu alasan mengapa suatu rumah tangga dapat terexclude atau terinclude dari Program Keluarga Harapan, kemudian mencari solusinya. Alasan mengapa suatu rumah tangga dapat terexclude atau terinclude beserta penanggulangannya belum dikaji lebih dalam dalam penelitian ini. Penelitian mengenai targeting program bantuan sosial di Indonesia masih belum banyak dilakukan. Penelitian ketepatan sasaran seperti ini dapat dilakukan kepada program-program bantuan sosial atau pengentasan kemiskinan lainnya seperti program Raskin, Jamkesmas, Kartu Jakarta Sehat, Beasiswa Siswa Miskin Berprestasi, dan lain sebagainya. Penelitian seperti ini penting untuk mengoptimalkan manfaat program karena tepat diterima oleh rumah tangga sasaran yang membutuhkan (meminimalisasi cakupan yang kurang) serta dapat menghemat anggaran (meminimalisasi kebocoran).
Daftar Pustaka Badan Pusat Statistik. (2011). Perhitungan dan Analisis Kemiskinan Makro Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Bappenas. (2007). Laporan Perkembangan Pencapaian Millennium Development Goals Indonesia. Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Filmer dan Pritchett. (2001). Methodology of Wealth Index Calculation. Washington, D.C.: World Bank. Fiszbein, Ariel dan Norbert Schady. (2009). Conditional Cash Transfers: Reducing Present and Future Poverty. Working Paper. Washington, D.C.: World Bank. Gujarati, Damodar. (2004). 4th Basic Econometric. Mc Graw Hill. Kharisma, Dinar Dana. (2008). Study Case of PKH (CCT in Indonesia) in Sumba Barat and Kediri. Disampaikan pada Konferensi Perlindungan Sosial di Asia dalam Perspektif Komparatif diadakan di Singapura. Direktorat Perlindungan Sosial dan Kesejahteraan. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Persaud, Anand. (2005). Constructing a Proxy Mean Test Using Survey Data – An Exposition of The Methodology. Dipresentasikan dalam rapat ketigapuluh Ahli Statistik Karibia. Kingston, Jamaika. Rawlings, L. and Rubio G. (2005). Evaluating The Impact of Conditional Cash Transfer Programs. The World Bank Research Observer, 20 (1), hal. 29-55. United Nations Development Program. (2010). Targeting The Poorest: An Assessment of Proxy Means Testing. UPPKH Pusat. (2007). Mekanisme Program Keluarga Harapan. Vebriany, Vita, Nina Toyamah, Justin Sodo, dkk. 2011. Qualitative Impact Study for PNPM Generasi and PKH on The Provision and The Utilization of Maternal and Child Health Services and Basic Education Services in The Province West Java and East Nusa Tenggara. SMERU Reseach Institute. Widianto, Bambang. (2010). Pelaksanaan Dan Usulan Penyempurnaan Program Pro-Rakyat. Deputi Bidang Kesejahteraan Rakyat. Kantor Wakil Presiden Republik Indonesia. World Bank. (2006). Making the New Indonesia Work for the Poor. Washington, D.C.: World Bank.
Analisis ketepatan..., Dharmesti Wulandari, FE UI, 2013