ANALISIS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PADA INDUSTRI PENGOLAHAN TEH (STUDI KASUS PADA BAGIAN PRODUKSI PT. SINAR INESCO, TASIKMALAYA)
Oleh: YENI ROHAENI F34050071
2010 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
ANALISIS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PADA INDUSTRI PENGOLAHAN TEH (STUDI KASUS PADA BAGIAN PRODUKSI PT. SINAR INESCO, TASIKMALAYA)
Oleh : YENI ROHAENI F34050071
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
2010 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Yeni Rohaeni F34050071. Analisis Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Pada Industri Pengolahan Teh (Studi Kasus Pada Bagian Produksi PT. Sinar Inesco, Tasikmalaya). Di bawah bimbingan Tajuddin Bantacut dan Andes Ismayana. 2009 RINGKASAN Masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3) masih sering terabaikan. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja. Berdasarkan data yang tercatat di PT. Jamsostek menunjukkan bahwa untuk tahun 2007 terdapat 83,714 kasus kecelakaan kerja di Indonesia. Angka ini mencakup 6,506 cacat dan 1,883 meninggal. Menurut ILO (2000), pertanian adalah salah satu pekerjaan yang paling penuh resiko di seluruh dunia. Di beberapa negara-negara tingkat kecelakaan fatal dalam pertanian adalah dua kali lipat dari rata-rata untuk semua industri lain. PT. Sinar Inesco sebagai salah satu industri pertanian tidak terlepas dari aktivitas yang melibatkan tenaga kerja, alat, metode, biaya dan material serta waktu yang cukup besar. Kondisi yang demikian memiliki kemungkinan terjadinya bahaya atau resiko bahkan kecelakaan dalam pelaksanaan kegiatan ataupun aktivitasnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi bahaya di lingkungan kerja, mengetahui tingkatan resiko pada setiap bahaya dan mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Penilaian resiko akan dilakukan menggunakan analisis kualitatif yaitu dengan menggunakan 2D model, dimana tingkat resiko didapatkan dari perkalian Kemungkinan dan Konsekuensi yang dicocokkan dengan tabel matriks analisis resiko 2D model. Matriks tersebut akan menunjukkan tingkat resiko sehingga dapat ditentukan cara pengendalian berdasarkan literatur dan kondisi di lokasi. Identifikasi bahaya pada kegiatan produksi pengolahan teh diklasifikasikan menjadi 4 bagian yaitu prapelayuan dan pelayuan, penggilingan dan fermentasi, pengeringan, serta sortasi dan pengepakan. Bahaya dengan tingkat resiko rendah adalah terperosok, terkena panas dari fan, terbentur kursi monorail, kebisingan (pada prapelayuan dan pelayua), tergelincir (pada unit penggilingan dan fermentasi), terjepit pintu pengering (pada unit pengeringan), terhirup pernapasan (dust), kebisingan dan terbentur (pada unit sortasi dan pengepakan). Bahaya dengan tingkat resiko sedang meliputi tergores (pada unit prapelayuan dan pelayuan), terjatuh, tersetrum, kebisingan (pada unit penggilingan dan fermentasi), terpapar panas, tergelincir (pada unit pengeringan), terjepit rantai, mata terkena debu dan tersetrum (pada unit sortasi dan pengepakan). Tingkat resiko yang terakhir yaitu resiko yang bersifat tinggi. Resiko ini harus direduksi sebelum pekerjaan dilanjutkan. Bahaya dengan resiko tinggi terdiri dari tertarik baling-baling dan tersetrum (pada unit prapelayuan dan pelayuan), terjepit dan terpotong (pada unit penggilingan dan fermentasi), terjatuh, terbakar, kebisingan (pada unit pengeringan) dan tertarik baling-baling (pada unit sortasi dan pengepakan). Pengamatan menunjukkan bahwa penyebab terjadinya bahaya secara garis besar dapat kelompokkan menjadi dua yaitu tindakan tidak aman yang dilakukan oleh pekerja dan kondisi tidak aman. Tindakan tidak aman dilakukan karena minimnya pengetahuan pekerja mengenai Keselamatan dan Kesehatan kerja.
Kondisi tidak aman banyak yang disebabkan karena rusaknya peralatan seperti mesin-mesin produksi dan peralatan keselamatan kerja Masing-masing bahaya mempunyai tingkat resiko yang berbeda, oleh karena itu penentuan pengendalian pun berbeda. Pengendalian yang dapat dilakukan secara umum adalah pembuatan Standard Operation Procedure, penggunaan Alat Pelindung Diri, display, serta perbaikan terhadap mesin dan peralatan yang rusak. Pengendalian tersebut dapat digunakan oleh semua bahaya baik yang beresiko rendah, sedang, ataupun tinggi, sedangkan untuk resiko ekstrim harus dihilangkan.
Yeni Rohaeni F34050071. Analysis of Occupational Safety and Health at Tea Processing Industry (Case Study of Production Division PT. Sinar Inesco, Tasikmalaya). Under Guidance of Tajuddin Bantacut And Andes Ismayana. 2009. SUMMARY The problems in Occupational Safety and Health frequently still are ignored. This matter is shown with the number of work accident remain high. Based on data recorded in PT. Jamsostek, there were 83,714 work accident cases in Indonesia within year 2007. This number includes 6,506 handicaps, and 1.883 deaths. Agriculture is one of the most hazardous occupations in worldwide. In several countries the fatal accident rate in agriculture is two times higher than the average for all other industries. PT. Sinar Inesco as one of agro industry has quite intense activity involving labors, appliance, method, expense, and the material and also full time daily work. That condition owns the possibility of the happening of risk or hazard even accident in activity execution. This research was aimed to study potential hazard in working environment, to know the risk level in each hazard, and to identify the factors dealing with Occupational Safety and Health. Risk assessment used qualitative analysis which generally known as 2D model, where risk level was calculated from multiplication of Likelihood with Consequence which was reconciled with matrix table of risk analysis 2D model. Risk level showed by the matrix was then used define control techniques in accordance with literature and condition of location. Identification resulted that hazards at production activity of tea processing were classified into 4 units e.g. pre-withering and withering, hulling and fermentation, drying, sorting and packing. Hazards with low risk levels are slumped, incurred by heat from fan, collided by chair monorail, the noise (at pre withering and withering unit), slipped (at hulling and fermentation unit), clamped in drying door (at drying unit), dust breathed by respiration, noise and collided (at sorting and packing unit). Hazard with medium risk level was included scratches (at pre withering and withering unit), fallen down, electricity shocked, noise (at hulling and fermentation unit), hot exposure and slipped (at drying unit), clamped in enchain, eye incurred by dust and electricity shocked (at sorting and packing unit). The last level is high risk. This kind of risk has to be reduced before continuing work. Hazard with high risk level consist of pulled by propeller, and electricity shocked (at pre withering and withering unit), clamped, cut (at hulling and fermentation unit), fallen down, burned, noise (at drying unit) and pulled by propeller (at sorting and packing unit). Observations indicate that the cause of hazard can be grouped into two, that is, unsafe action done by worker and unsafe condition. Unsafe action done because the workers have less knowledge about Occupational Safety and Health. Unsafe condition commonly caused by destroying equipments such as production machines and the working safety equipments Each hazard has different risk levels; therefore, different control techniques are suggested. Control which can be done in general is to frame Standard Operation Procedure (SOP), to use personal protection, display, as well as to repair damaged equipments and machine. Control can be used by all hazards for low, medium and high risk while the extreme risk has to be eliminated.
Judul Skripsi
:
Nama
:
Analisis Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Pada Industri Pengolahan Teh (Studi Kasus Pada Bagian Produksi PT. Sinar Inesco, Tasikmalaya) Yeni Rohaeni
NIM
:
F34050071
Menyetujui : Dosen Pembimbing I,
Dosen Pembimbing II,
Dr. Ir. Tajuddin Bantacut, M.Sc.
Ir. Andes Ismayana, M.T.
(NIP : 19590503 198703 1 001)
(NIP : 19701219 199802 1 001)
Mengetahui : Ketua Departemen,
Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti (NIP : 19621009 198903 2 001)
Tanggal Lulus :
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul “Analisis Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Pada Industri Pengolahan Teh (Studi Kasus Pada Bagian Produksi PT. Sinar Inesco, Tasikmalaya)” hasil karya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor,
Januari 2010
Yeni Rohaeni F34050071
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 10 Juli 1987, merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Sahroji dan Ibu Rohimah. Penulis memulai studinya di SD Negeri Bojong Malang 2 pada tahun 1993. Pada tahun 1999 penulis dinyatakan lulus dari sekolah tersebut. Kemudian penulis melanjutkan studinya di SLTP Negeri 1 Cimaragas dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis mendaftarkan diri di SMA Negeri 1 Ciamis. Setelah itu, pada tahun 2005 penulis diterima menjadi salah satu mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan pada tahun 2006 diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama kuliah penulis pernah menjadi Kepala Departmen Keputrian DKM Al-Fath dari tahun 2007-2009. Pada bulan Juni-Agustus tahun 2008, penulis melaksanakan praktek lapang di PT. Raya Sugarindo Inti Tasikmalaya dengan judul “Penanganan dan Pengolahan Limbah Industri di PT. Raya Sugarindo Inti, Tasikmalaya”. Tahun 2009 penulis melaksanakan penelitian di PT. Sinar Inesco, Tasikmalaya dengan judul “Analisis Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Pada Industri Pengolahan Teh (Studi Kasus Pada Bagian Produksi PT. Sinar Inesco, Tasikmalaya)”.
KATA PENGANTAR Bismillaahirrahmaanirrahiim Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat,
taufiq
dan
karunia-Nya
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Pada Industri Pengolahan Teh (Studi Kasus Pada Bagian Produksi PT. Sinar Inesco, Tasikmalaya). Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan tugas akhir di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa dalam proses pembuatan skripsi ini tidak luput dari bantuan berbagai pihak. Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Dr. Ir. Tajuddin Bantacut, M.Sc., sebagai dosen pembimbing I yang senantiasa memberikan bimbingan dan saran kepada penulis. 2. Ir. Andes Ismayana, M.T., sebagai dosen pembimbing II yang senantiasa memberikan bimbingan dan saran kepada penulis. 3. Bapak Dede Cahlidar selaku manajer administratur PT. Sinar Inesco yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian di PT. Sinar Inesco. 4. Dr. Ono Suparno, S.TP, M.T., selaku dosen dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam memperbaiki skripsi ini. 5. Bapak dan ibu tercinta yang telah memberikan semangat dan mendukung setiap langkah penulis. 6. Bapak Dana, Bapak Ma’mun dan seluruh karyawan PT. Sinar Inesco yang telah membantu penulis dalam penelitian ini. 7. Bapak dan ibu dosen yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama kuliah di IPB. 8. Staf administrasi Departemen Teknologi Industri Pertanian yang telah banyak membantu penulis selama proses administrasi penyusunan skripsi.
9. Bapak/Ibu serta rekan-rekan yang ada di milist K3_LH khususnya pak Subagja dan Mr. Jack Matatula. Terima kasih atas materi-materi K3 yang telah diberikan. 10. Teman-teman TIN 42 yang telah bersama-sama selama ± 3 tahun khususnya Ai, Novi PY, Dewi dan Alin. 11. Teman-teman seperjuangan di dakwah kampus khusunya di DKM Al-Fath, Fateta. 12. Teman-teman di wisma Al-kautsar Mba Lesi, Rina, Teh Pera, Mba Maria, Mba Nazly, Mba Aris dan Kittun yang telah memberikan semangat dan bantuannya. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan dari skripsi ini, sehingga kritik dan saran yang dapat menyempurnakan skripsi ini sangat diharapkan oleh penulis. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat dalam pengembangan pengetahuan di masa depan.
Bogor, Januari 2010
Penulis
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ..………………………….................................
viii
DAFTAR ISI …………………….........................................................
x
DAFTAR TABEL …………………………………………………….
xii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………….
xiv
I.
PENDAHULUAN....................................................……………...
1
1.1. Latar Belakang ……………………………………………....
1
1.2. Tujuan Penelitian ……………………………………………
2
1.3. Ruang Lingkup Penelitian …………………………...............
3
1.4. Manfaat Penelitian …………………………………………..
3
II. TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………….
4
2.1. Keselamatan dan Kesehatan kerja …………………………...
4
2.2. Kecelakaan kerja ………………………….............................
5
2.3. Landasan Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja ............
8
2.4. Jenis – Jenis Bahaya …………………………........................
9
2.5. Pengendalian Bahaya …………………………......................
11
2.6. Metode Identifikasi Bahaya dan Penilaian Resiko .................
15
2.7. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) …………………………........................................... III. METODOLOGI ………………………….....................................
16 19
3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian………………………….......
19
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian ……….....................................
21
3.3. Tahapan Penelitian …………………………..........................
21
3.4. Analisis Data ...........................................................................
23
3.4.1. Uji Validitas ………………………….........................
23
3.4.2. Uji Reliabilitas …………………………......................
23
3.4.3. Analisis Penilaian Resiko ………………………….....
24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………..................
27
4.1. Gambaran Umum Perusahaan ……………………………...
27
4.1.1. Sejarah Perusahaan ........................................................
27
4.1.2. Lokasi, Letak Geografi, dan Iklim ……………………
27
x
.
4.13. Ketenagakerjaan …………………………....................
28
.
4.1.4. Jenis Produk …………………………..........................
29
.
4.1.5. Proses Produksi …………………………....................
29
4.2. Karakteristik Responden ………………………….................
33
4.3. Analisis Data Uji Validitas dan Uji Reliabilitas .....................
34
4.3.1. Uji Validitas …………………………...........................
34
4.3.2. Uji Reliabilitas ………………………….......................
35
4.4. Identifikasi Bahaya .................................................................
35
4.4.1. Pra Pelayuan dan Pelayuan ...........................................
35
4.4.2. Penggilingan dan Fermentasi …………………………
37
4.4.3. Pengeringan …………………………..........................
39
4.4.4. Sortasi dan Pengepakan ………………………….........
41
4.5. Penilaian Resiko dan Pengendalian Bahaya ………………...
43
4.5.1. Pra Pelayuan dan Pelayuan ...........................................
45
4.5.2. Penggilingan dan Fermentasi …………………………
46
4.5.3. Pengeringan …………………………..........................
48
4.5.4. Sortasi dan Pengepakan ………………………….........
49
4.6. Faktor – Faktor Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Safety Psychology)…………………………...................................... 4.6.1. Pendidikan dan Pelatihan K3 .........................................
51 51
4.6.2. Publikasi K3 ..................................................................
53
4.6.3. Kontrol Lingkungan kerja .............................................
56
4.6.4. Pengawasan dan Disiplin ...............................................
59
4.6.5. Peningkatan Kesadaran K3 ............................................
61
V. KESIMPULAN DAN SARAN …………………………..............
64
5.1. Kesimpulan ………………………….....................................
64
5.2. Saran …………………………...………………………….....
65
DAFTAR PUSTAKA …………………………............................
67
LAMPIRAN …………………………...........................................
70
xi
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.
Bobot nilai jawaban responden …………………………...
22
Tabel 2.
Pengukuran kualitatitif kemungkinan/frekuensi ………….
24
Tabel 3.
Pengukuran kualitatitif keseriusan/konsekuensi …………..
25
Tabel 4.
Matriks analisis resioko-tingkatan resiko dengan 2D model....................................................……………………. Ketentuan tindak lanjut ………………………………….... Rekapitulasi karyawan PT. Sinar Inseco periode bulan Mei 2009 ……………………………………………………….. Karakteristik Responden ………………………………….. Daftar bahaya pada unit prapelayuan dan pelayuan dengan tingkat resiko serta pengendaliannya……………………… Daftar bahaya pada unit penggilingan dan fermentasi dengan tingkat resiko serta pengendaliannya……………... Daftar bahaya pada unit pengeringan dengan tingkat resiko serta pengendaliannya……………………………………... Daftar bahaya pada unit sortasi dan pengepakan dengan tingkat resiko serta pengendaliannya……………………… Hasil jawaban responden mengenai pelatihan dan pendidikan K3 ..................................................................... Hasil jawaban responden mengenai publikasi K3 ..............
Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7. Tabel 8. Tabel 9. Tabel 10. Tabel 11. Tabel 12. Tabel 13.
Tabel 14. Hasil jawaban responden mengenai kontrol lingkungan kerja ...................................................................................... Tabel 15. Hasil jawaban responden mengenai pengawasan dan disiplin .................................................................................. Tabel 16. Hasil jawaban responden mengenai peningkatan kesadaran K3 .........................................................................................
xii
25 26 28 33 46 47 48 50 52 54 56 59 62
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.
Safety psychology dan industrial clinical psychology….
12
Gambar 2.
Diagram pengendalian bahaya ………………………...
14
Gambar 3.
Gambar 5
Lima langkah identifikasi bahaya, pengukuran dan pengendalian resiko ……………………….................... Prinsip penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja berdasarkan Permenaker No. Per 05/Men/1996 pasal 4 ………………………………….. Diagram kerangka pemikiran penilitian .........................
Gambar 6.
Diagram alir proses produksi teh hitam ……………….
Gambar 4.
Kemasan yang digunakan dan teh yang sudah dikemas ........................................................................... Gambar 8. Suasana di unit prapelayuan dan pelayuan …………... Gambar 9. Kipas untuk mengalirkan udara segar dan udara panas.. Gambar 10. Mesin yang digunakan pada unit penggilingan dan fermentasi ……………………………………………... Gambar 11. Mesin pengering ……………………………………….
14
17 20 30
Gambar 7.
Gambar 12. Tungku untuk menghasilkan udara panas untuk mesin pengering ……………………………………………… Gambar 13. Mesin yang digunakan pada unit sortasi dan pengepakan (vibro mesh) ……………………………... Gambar 14. Blower …………………………………………………
32 36 37 38 39 40 41 42
Gambar 15. Publikasi K3 yang Ada di ruang pelayuan …………….
55
Gambar 16. Alat Pemadam Api Ringan yang ada di ruang prapelayuan dan pelayuan ……………………………..
58
xiii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1.
Kuesioner Penelitian ………………………………...
70
Lampiran 2.
Peta Lokasi PT. Sinar Inesco .......................................
77
Lampiran 3.
Lay Out Ruangan …………………………………….
78
Lampiran 4.
Perhitungan Uji Validitas Safety Psychology ..............
81
Lampiran 5.
Perhitungan Uji Validitas Peluang Terjadinya Bahaya .......................................................................... Lampiran 6. Perhitungan Uji Validitas Konsekwensi Terjadinya Bahaya ……………………………………………….. Lampiran 7. Perhitungan Uji Reliabilitas Safety Psychology……… Lampiran 8. Perhitungan Uji Reliabilitas Peluang Terjadinya Bahaya .......................................................................... Lampiran 9. Perhitungan Uji Reliabilitas Konsekwensi Terjadinya Bahaya ……………………………………………….. Lampiran 10. Display untuk Bahaya Terbentur …………………….
82 84 86 89 92 93
Lampiran 11. Display untuk Bahaya Terjatuh ……………………...
94
Lampiran 12. Display untuk Bahaya Terbakar/Kebakaran …………
95
Lampiran 13. Display untuk Bahaya Tersetrum …………………….
96
Lampiran 14. Standard Operating Procedure (SOP) Berdasarkan Unit ………………………………………………….. Lampiran 15. Kotak (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan)P3K Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No:Per15/Men/VIII/2008 …………………………………… Lampiran 16. Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) …………………..............................................
97
xiv
98 99
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan aspek yang penting dalam suatu perusahaan. Salah satu yang berkaitan erat dengan K3 adalah kecelakaan kerja. Terjadinya kecelakaan kerja tentu saja menjadikan masalah yang besar bagi kelangsungan sebuah perusahaan. Kerugian yang diderita tidak hanya berupa kerugian materi yang cukup besar, namun lebih dari itu adalah timbulnya korban jiwa yang tidak sedikit jumlahnya. Kehilangan sumber daya manusia ini merupakan kerugian yang sangat besar, karena manusia adalah satu-satu nya sumber
daya
yang
tidak
dapat
digantikan
oleh
teknologi
apa
pun.
Kerugian yang langsung yang nampak dari timbulnya kecelakaan kerja adalah biaya pengobatan dan kompensasi kecelakaan, sedangkan biaya tak langsung yang tidak nampak ialah kerusakan alat-alat produksi, penataan manajemen keselamatan yang lebih baik, penghentian alat produksi dan hilangnya waktu kerja. Masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja masih sering terabaikan. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja. Berdasarkan data yang tercatat di PT. Jamsostek menunjukkan bahwa untuk tahun 2007 terdapat 83.714 kasus kecelakaan kerja di Indonesia. Angka ini mencakup 6.506 cacat dan 1.883 meninggal (Ansori, 2008). Menurut ILO (2000), pertanian adalah salah satu pekerjaan yang paling penuh resiko di seluruh dunia. Di beberapa negara-negara tingkat kecelakaan fatal dalam pertanian adalah dua kali lipat dari rata-rata untuk semua industri lain. Menurut perkiraan ILO, para pekerja yang menderita kecelakaan kerja sebanyak 250 juta setiap tahun. Berasal dari total 335.000 tempat kerja kecelakaan fatal di seluruh dunia, kira-kira ada 170.000 kematian di tengah para pekerja di bidang pertanian. Markkanen (2004) menjelaskan juga bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang dapat menimbulkan seluruh spektrum keselamatan kerja dan resiko bahaya kesehatan. Pestisida dapat menyebabkan keracunan atau penyakit yang serius.
Mesin-mesin dan alat-alat berat yang digunakan untuk pertanian merupakan sumber bahaya yang dapat menyebabkan cedera dan kecelakaan kerja yang berakibat fatal. Selain itu, hampir 44% dari total angkatan kerja bekerja di sektor pertanian. Dengan demikian, pemikiran mengenai keselamatan dan kesehatan kerja bagi para pekerja yang bekerja di sektor pertanian menjadi relevan. PT. Sinar Inesco sebagai industri pengolahan teh tidak terlepas dari aktivitas pertanian mulai dari perkebunan sampai pada pengolahannya. Selain itu, PT. Sinar Inesco tidak terlepas dari aktivitas yang melibatkan tenaga kerja, alat, metode, biaya, dan material serta waktu yang cukup besar. Kondisi yang demikian memiliki kemungkinan terjadinya bahaya atau resiko bahkan kecelakaan dalam pelaksanaan kegiatan ataupun aktivitasnya. Karena adanya potensi masalah yang cukup signifikan berkaitan dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam kegiatan produksi di industri pengolahan teh, maka perlu dilakukan analisis terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja. 1.2. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1)
Mengkaji potensi bahaya di lingkungan kerja pada industri pengolahan teh.
2)
Mengetahui tingkatan resiko pada setiap bahaya yang terdapat pada industri pengolahan teh.
3)
Mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada industri pengolahan teh.
2
1.3. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup masalah dalam penelitian ini mencakup masalah : 1)
Penelitian dilakukan di PT. Sinar Inesco, Tasikmalaya yang difokuskan pada kegiatan produksi (pabrikasi).
2)
Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang dianalisis meliputi potensi bahaya dan tingkatan resiko dengan menggunakan 2D model (Analisis Kualitatif).
3)
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mencatat data yang ada pada arsip perusahaan dari tahun 2007-2009.
4)
Pengumpulan data primer menggunakan kuesioner dan wawancara yang dilakukan kepada pekerja di setiap bagian produksi (pabrikasi).
1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan tingkat Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada industri pengolahan teh khususnya di PT. Sinar Inesco, mengevaluasi tingkat kecelakaan kerja yang terjadi di perusahaan serta memberikan rekomendasi cara pengendalian.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Berdasarkan pendapat Megginson (1981) yang dikutip oleh Mangkunegara (2001), istilah keselamatan mencakup kedua istilah resiko keselamatan dan resiko kesehatan. Keselamtan kerja menunjukkan kondisi yang aman atau selamat dari penderitaan, kerusakan atau kerugian di tempat kerja. Resiko keselamatan merupakan aspek-aspek dari lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kebakaran, ketakutan aliran listrik, terpotong, luka memar, keseleo, patah tulang, kerugian alat tubuh, penglihatan dan pendengaran. Semua itu sering dihubungkan dengan perlengkapan perusahaan atau lingkungan fisik dan mencakup tugas-tugas kerja yang membutuhkan pemeliharaan dan latihan, sedangkan kesehatan kerja menunjukkan kondisi yang bebas dari gangguan fisik, mental, emosi atau rasa sakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Resiko kesehatan merupakan faktorfaktor dalam lingkungan kerja yang bekerja melebihi periode waktu yang ditentukan, lingkungan yang dapat membuat stres emosi atau gangguan fisik. Kesehatan kerja adalah usaha untuk menciptakan keadaan lingkungan kerja yang aman dan sehat dari bahaya kecelakaan. Keselamatan kerja merupakan keselamatan yang berhubungan dengan mesin, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, tempat kerja serta kondisi lingkungannya (Sabdoadi, 1979). Sementara itu, keselamatan kerja menurut American Society of Safety Engineers (ASSE) yang dikutip oleh Sugeng (2005) diartikan sebagai bidang kegiatan yang ditujukan untuk mencegah semua jenis kecelakaan yang ada kaitannya dengan lingkungan dan situasi kerja. Keselamatan dan kesehatan kerja menunjukkan kondisi-kondisi fisiologis, fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan. Kondidi fisiologis - fisikal meliputi penyakitpenyakit dan kecelakaan kerja seperti cedera, kehilangan nyawa atau anggota badan. Kondisi-kondisi psikologis diakibatkan oleh stres pekerjaan dan kehidupan kerja yang berkualitas rendah. Hal ini meliputi ketidakpuasan, sikap menarik diri,
4
kurang perhatian, mudah marah, selalu menunda pekerjaan dan kecenderungan untuk mudah putus asa terhadap hal-hal yang remeh (Rivai, 2006). Tujuan keselamatan kerja menurut Sabdoadi (1979) adalah : 1) Melindungi tenaga kerja atas hak dan keselamatan dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi. 2) Menjamin keselamatan setiap orang yang berada di tempat kerja. 3) Sumber-sumber produksi terpelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien. Lebih lanjut Sabdoadi (1999) menyatakan tujuan utama kesehatan kerja ada dua yaitu : 1) Sebagai alat untuk mencapai derjat kesehatan yang setinggi-tingginya untuk kesejahteraan tenaga kerja. 2) Sebagai alat untuk meningkatkan produksi yang berlandaskan pada meningginya efisiensi dan daya produktivitas faktor manusia dalam produksi. Menurut Rivai (2006), tujuan dan pentingnya keselamatan kerja meliputi : 1)
Meningkatnya produktivitas karena menurunnya jumlah hari kerja yang hilang.
2)
Meningkatnya efisiensi dan kualitas pekerja yang lebih berkomitmen.
3)
Menurunkan biaya-biaya kesehatan dan asuransi.
4)
Tingkat kompensasi pekerja dan pembayaran langsung yang lebih rendah karena menurunnya pengajuan klaim.
5)
Fleksibilitas dan adaptabilitas yang lebih besar sebagai akibat dari meningkatnya partisipasi dan rasa kepemilikan.
6)
Rasio seleksi tenaga kerja yang lebih baik karena meningkatnya citra perusahaan.
2.2.
Kecelakaan Kerja
Menurut International Labor Organization (ILO), kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang timbul akibat atau selama pekerjaan yang mengakibatkan 5
kecelakaan kerja yang fatal atau kecelakaan kerja yang tidak fatal. Kecelakaan kerja menurut Sulaksmono yang dikutip oleh Santoso (2004) adalah sutau kejadian tak terduga dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses suatu aktivitas yang telah teratur. Kecelakaan terjadi tanpa disangka-sangka dalam sekejap mata dan mungkin terjadi dalam setiap aktivitas. Menurut Suma’mur (1994), kecelakaan kerja adalah bagian yang tak terduga dan tidak diharapkan, yang dapat menghentikan aktivitas seseorang atau proses produksi. Tidak terduga karena dibelakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan apalagi bentuk perencanaan, tidak diharapkan karena peristiwa kecelakaan itu biasanya disertai dengan kerugian material maupun fisik. Suatu kecelakaan termasuk kecelakaan berhubung dengan hubungan kerja dapat dilihat dari apakah ada perintah dari perusahaan/majikan dan apakah berkaitan dengan kepentingan perusahaan majikan (Ansori, 2008). Kecelakaan kerja menurut Henrich (1980) yang dikutip oleh Hamzah (2005), merupakan suatu kejadian yang tidak direncanakan dan tidak dikehendaki yang mengakibatkan luka dan cedera,
sedangkan insiden diartikan sebagai suatu kejadian
yang tidak
dikehendaki yang mengakibatkan turunnya efisiensi dari suatu kegiatan atau aktivitas. Ada beberapa sebab yang memungkinkan terjadinya kecelakaan dan ganguan kesehatan pegawai (Mangkunegara, 2001) diantaranya yaitu : (1) Keadaan tempat lingkungan kerja, (2) Pengaturan udara, (3) Pengaturan penerangan, (4) Pemakaian peralatan kerja, dan (4) Kondisi fisik dan mental pegawai. Dari uraian beberapa pakar kecelakaan kerja dapat dicegah, pada intinya perlu memperhatikan 4 faktor yakni faktor: (1) Lingkungan, (2) Manusia, (3) Peralatan dan(4) Bahaya (hal-hal yang membahayakan). Menurut Notoatmodjo (2003), kecelakaan kerja disebabkan oleh 2 faktor utama yakni faktor fisik dan faktor manusia. Oleh sebab itu, kecelakaan kerja juga merupakan bagian dari kesehatan kerja. Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan akibat dari kerja. Suma’mur (1989) membuat batasan bahwa kecelakaan kerja adalah suatu kecelakaan yang berkaitan dengan
6
hubungan kerja dengan perusahaan. Hubungan kerja disini berarti kecelakaan terjadi karena pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Oleh sebab itu, kecelakaan akibat kerja ini mencakup 2 permasalahan pokok, yakni a) kecelakaan adalah akibat langsung pekerjaan b) kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan. Dalam perkembangan selanjutnya ruang lingkup kecelakaan ini diperluas lagi sehingga mencakup kecelakaan-kecelakaan tenaga kerja yang terjadi pada saat perjalanan atau transpor ke dan dari tempat kerja. Dengan kata lain kecelakaan lalu lintas yang menimpa tenaga kerja dalam perjalanan ke dan dari tempat kerja atau dalam rangka menjalankan pekerjaannya juga termasuk kecelakaan kerja. Penyebab munculnya kecelakaan kerja menurut Cascio (1998) yang dikutip oleh Ilham (2002) dapat berasal dari dua hal, yaitu kondisi kerja yang tidak sehat (fisik dan lingkungan kerja) serta perilaku kerja yang tidak sehat. Kurangnya peralatan pengaman, adanya suara yang bising, radiasi, debu, dan bahan-bahan berbahaya dan beracun (B3) merupakan contoh dari kondisi kerja yang tidak sehat. Walaupun begitu, banyak kecelakaan kerja merupakan interaksi dari kondisi kerja yang tidak sehat. Faktor-faktor penyebab kecelakaan kerja menurut Henrich (1980) yang dikutip oleh Hamzah (2005), penyebab dasar dari terjadinya kecelakaan kerja yaitu tindakan tidak aman (unsafe action), kondisi tidak aman (unsafe condition) dan faktor nasib atau kejadian yang tidak bisa diramalkan (unsafe of god). Tindakan tidak aman (unsafe action) meliputi : (1) Tidak mengindahkan peraturan, (2) Bekerja tanpa kewenangan, (3) Tidak memakai peralatan pengaman, dan (4) Tidak aman dalam mengangkat, menarik atau mendorong. Kondisi tidak aman (unsafe condition) terdiri atas : (1) Layout pekerjaan, (2) Penggunaan peralatan, (3) Kebisingan dan (4) Kondisi atmosfir kerja.
7
Menurut Side (1998) penyebab kecelakaan dapat diklasifikasikan menjadi 3 faktor, yaitu : a)
Faktor manusia yang terdiri dari pelatihan/kemampuan yang tidak memadai, tidak mengikuti prosedur, bekas latihan yang tidak aman, penyimpangan dari peraturan keselamatan, dan bahaya yang tidak terdeteksi.
b)
Faktor keadaan seperti pengaruh rancangan perlengkapan, konstruksi yang tidak memenuhi syarat, penyimpanan bahan atau peralatan bahaya yang tidak layak, serta tata letak fasilitas yang tidak cukup.
c)
Faktor lingkungan yang terdiri dari faktor fisik, paparan kimia, faktor biologis dan faktor ergonomi. Faktor fisika seperti kebisingan, penerangan, atau getaran. Paparan kimia yang berbentuk debu, gas, uap, asap atau kabut. Faktor biologis seperti sensitivitas, usia, jenis kelamin, kekuatan atau kondisi. Faktor ergonomi seperti gerakan berulang, pengangkatan dan rancangan stasiun kerja.
2.3.
Landasan Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Landasan hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Indonesia telah banyak diterbitkan, baik dalam bentuk undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri dan surat edaran (Sugeng, 2005). Landasan hukum yang berlaku di Indonesia adalah sebagai berikut : 1)
Undang-undang Ketenagakerjaan No. 13/2003
2)
UUD 1945 pasal 27 ayat 1
3)
Undang-undang Keselamatan Kerja No.1/1970
4)
Undang-undang tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja No. 3/1992
5)
Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja No. 14/1993
6)
Keputusan Presiden tentang Penyakit yang timbul karena Hubungan Kerja No. 22/1993
7)
Peraturan Menteri Perburuhan tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan serta Penerangan dalam tempat Kerja No.7/1964
8
8)
Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja No.2/1980
9)
Peraturan Menteri Tenega Kerja tentang Kewajiban melaporkan Penyakit Akibat Kerja No. 1/1981
10) Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang Pelayanan Kesehatan Kerja No.3/1982 11) Keputusan Menteri Tenaga Kerja tentang NAB faktor fisika di Tempat Kerja No.51/1999 12) Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja tentang NAB Faktor Kimia di Udara Lingkungan Kerja No.1/1997. 2.4. Jenis-Jenis Bahaya Hazard didefinisikan sebagai suatu potensi bahwa dari suatu urutan kejadian berlangsung (event) akan timbul suatu kerusakan atau dampak yang merugikan. Hazard merupakan satu kesatuan kombinasi dari tiga variabel yang terdiri dari frekuensi (kekerapan), duration (lama waktu) dan severity (keparahan dampak) yang ditimbulkan akibat paparan terhadap suatu subtansi/energi (Nasri,2002). Hazard (bahaya) adalah kondisi biologis, kimia, atau fisik yang berpotensi menyebabkan kerusakan terhadap manusia, harta benda atau lingkungan. Hazard bisa terdapat pada peralatan dan bahan berbahya (Stricoff dan Walters, 1995). Hazard (bahaya)
adalah sesuatu yang berpotensi membahayakan hidup,
kesehatan atau harta benda. Adanya hazard menunjukkan adanya ancaman, dimana hazard bisa terjadi dalam keadaan tidak mungkin, dengan resiko minimal. Bahaya kimia berhubungan dengan sifat bahan kimia dan ada hubungannya antara bahaya dan resiko ketika pemaparan berlangsung (Anonim, 2007).
9
Hazard atau bahaya dapat dikelompokkan menjadi lima yaitu : 1) Bahaya fisika. Yang termasuk kedalam bahaya ini adalah kebisingan, getaran, panas dan tekanan. Kebisingan merupakan masalah yang sering timbul dalam dunia industri. Kebisingan dapat diartikan sebagai segala bunyi yang tidak dikehendaki yang dapat memberi pengaruh negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan seseorang maupun suatu populasi. Menurut Soemanegara (1975) yang dikutip Herdiyanto (2003) menyatakan bahwa pengaruhpengaruh bising dalam industri terhadap jasmani para pekerja terbagi atas dua bagian, yaitu pengaruh-pengaruh non-auditor atau pengaruh bukan terhadap indera pendengaran dan pengaruh auditor atau pengaruh terhadap indera pendengaran. 2) Bahaya kimia dapat menyebabkan kerusakan barang dan mengganggu kesehatan. Bahan kimia tersebut mempunyai sifat eksplosif, mudah terbakar, korosif, mudah teroksidasi, toksik, beracun serta karsinogenik. Bahan kimia dapat masuk ke dalam tubuh dengan beberapa cara diantaranya pernapasan (inhalation), kulit (skin absorption ) dan tertelan ( ingestion ). 3) Bahaya biologi dapat didefinisikan sebagai debu organik yang berasal dari sumber-sumber biologi yang berbeda seperti virus, bakteri, jamur, protein dari binatang atau bahan-bahan dari tumbuhan seperti produk serat alam yang terdegradasi. Contoh bahaya biologi adalah AIDS atau hepatitis B, tuberculosis, anthrax, brucella, tetanus, salmonella, clamidhya dan psittaci. 4) Bahaya ergonomi berasal dari rancangan kerja, tata letak tempat serta aktivitas yang buruk. Contoh dari bahaya ergonomi diantaranya masalah penanganan secara manual, tata letak dan rancangan tempat kerja. 5) Bahaya psychology diantaranya stres dan jam kerja yang lama. Stres merupakan tanggapan tubuh (respon) yang sifatnya non-spesifik terhadap setiap tuntutan atasnya. Manakala tuntutan terhadap tubuh itu berlebihan, maka hal ini dinamakan stres. Gangguan emosional yang ditimbulkan seperti cemas, gelisah, gangguan kepribadian, penyimpangan seksual, ketagihan alkohol dan psikotropika.
10
2.5. Pengendalian Bahaya Miner (1992) yang dikutip oleh Ilham (2002) mengemukakan dua aspek yang disebut dengan Safety Psychology dan Industrial Clinical Psychology, yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah kesehatan dan keselamatan kerja. Safety Psychology memfokuskan pada usaha untuk mencegah kecelakaan terjadi, dengan meneliti mengapa dan bagaimana kecelakaan itu muncul, sedangkan Industrial Clinical Psychology memfokuskan pada karyawan-karyawan yang tingkat kerjanya menurun, hal-hal yang menyebabkan serta apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Persamaan dari Safety Psychology dan Industrial Clinical Psychology adalah sama-sama meneliti untuk pencegahan dan mengatasi masalah-masalah tertentu yang berkaitan dengan keselamatan kerja dan motivasi kerja karyawan. Safety Psychology terdiri dari enam faktor, yaitu laporan dan statistik kecelakaan, pelatihan keselamatan, publikasi dan kontes keselamatan kerja, kontrol terhadap lingkungan kerja, inspeksi dan disiplin, dan peningkatan kesadaran K3. Industrial Clinical Psychology terdiri dari atas dua faktor, yaitu konseling dan employee assistance programe. Faktor-faktor yang terdapat dalam kedua aspek tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. Silalahi ( 1991) yang dikutip oleh Silaban (2003) menyatakan bahwa ada beberapa perbuatan yang mengusahakan keselamatan, antara lain: a. Setiap karyawan bertugas sesuai dengan pedoman dan penuntun yang diberikan. b. Setiap kecelakaan atau kejadian yang merugikan harus segera dilaporkan kepada atasan. c. Setiap peraturan dan ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja harus dipatuhi secermat mungkin. d. Semua karyawan harus bersedia saling mengisi atau mengingatkan akan perbuatan yang dapat menimbulkan bahaya. e. Peralatan dan perlengkapan keselamatan dan kesehatan kerja dipakai (digunakan) bila perlu.
11
Gambar 1. Safety psychology dan industrial clinical psychology Menurut Suma’mur (1994), kecelakaan-kecelakaan akibat kerja dapat dicegah dengan 12 hal berikut: 1.
Peraturan Perundangan, yaitu ketentuan-ketentuan yang diwajibkan mengenai kondisi kerja pada umumnya. Perencanaan, konstruksi, perawatan dan pemeliharaan, pengawasan, pengujian dan cara kerja peralatan industri, tugas-tugas pengusaha dan buruh, latihan, supervisi medis, P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan) dan pemeriksaan kesehatan.
2.
Standarisasi yang ditetapkan secara resmi, setengah resmi atau tidak resmi mengenai masalah syarat-syarat keselamatan sesuai intruksi peralatan industri dan Alat Pelindung Diri (APD).
3.
Pengawasan, agar ketentuan UU wajib dipatuhi.
4.
Penelitian bersifat teknik, misalnya tentang bahan-bahan yang berbahaya, pagar pengaman, pengujian APD, pencegahan ledakan dan peralatan lainnya.
5.
Riset
medis,
terutama
meliputi
tentang
pola-pola
kewajiban
yang
mengakibatkan kecelakaan. 6.
Penelitian psikologis, meliputi penelitian tentang pola-pola kewajiban yang mengakibatkan kecelakaan.
7.
Penelitian secara statistik, untuk menetapkan jenis-jenis kecelakaan yang terjadi.
8.
Pendidikan.
9.
Latihan-latihan.
12
10. Penggairahan, pendekatan lain agar bersikap yang selamat. 11. Asuransi,
yaitu
insentif
finansial
untuk
meningkatkan
pencegahan
kecelakaan. 12. Usaha keselamatan pada tingkat perusahaan. Upaya-upaya pengendalian bahaya dapat dilakukan dengan cara : (1) Subtitusi bahan-bahan kimia yang bahaya, (2) Proses isolasi, (3) Pemasangan local exhauster, (4) Vertilasi umum, (5) Pemakaian alat pelindung diri, (6) Ketatarumahtanggaan perusahaan, (7) Pengadaan fasilitas saniter, (8) Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja dan berkala, (9) Penyelenggaraan latihan/penyuluhan keapada semua karyawan dan pengusaha, serta (10) Kontrol administrasi. Hirarki pengendalian menurut Suardi (2005) adalah sebagai berikut : 1) Eliminasi atau menghilangkan bahaya merupakan langkah ideal yang dapat dilakukan dan harus menjadi pilihan pertama dalam melakukan pengendalian resiko. 2) Substitusi atau mengganti mempunyai prinsip menggantikan sumber resiko dengan sarana/peralatan lain yang tingkat resikonya lebih rendah/tidak ada. 3) Engineering atau rekayasa merupakan langkah dengan mengubah desain tempat kerja, peralatan atau proses kerja dalam mengurangi tingkat resiko. Ciri khas dari tahap ini adalah melibatkan pemikiran yang lebih mendalam bagaimana membuat lokasi kerja yang lebih aman dengan melakukan pengaturan ulang lokasi kerja, memodifikasi peralatan, melakukan kombinasi kegiatan, perubahan prosedur, dan mengurangi frekuensi dalam melakukan kegiatan berbahaya. 4) Pengendalian administratif adalah tahap pengendalian dengan menggunakan prosedur standar operasi kerja (SOP) atau panduan sebagai langkah untuk mengurangi
resiko.
Akan
tetapi,
pengendalian
administratif
tetap
membutuhkan sarana pengendali resiko lainnya. 5) Alat pelindung diri merupakan pilihan terakhir yang dapat kita lakukan untuk mencegah bahaya dengan pekerja. Penggunaan APD bukanlah pengendali dari sumber bahaya itu. Sebaiknya alat pelindung diri tidak digunakan sebagai pengganti dari sarana pengendali resiko lainnya. 13
Gambar 2. Diagram pengendalian bahaya (Santoso, 2004) Identifikasi bahaya (hazard), pengukuran dan pengendalian resiko pada suatu organisasi atau industri dapat menggunakan lima langkah sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Lima langkah identifikasi bahaya, pengukuran dan pengendalian resiko (Suardi, 2005). 14
2.6.
Metode Identifikasi Bahaya dan Penilaian Resiko
Analisis resiko merupakan suatu analisis yang mengerjakan berbagai tingkat dari kemurnian dalam mempercayai informasi resiko dari data yang didapatkan. Analisis resiko bisa jadi menggunakan kualitatif, semi kuantitatif, kuantitatif atau kombinasi dari ketiganya. Tingkat kerumitan dan biaya dari ketiga analisis tersebut meningkat yaitu analisis kualitatif, semi kuantitatif dan kuantitatif. Dalam prakteknya, analisis kualitatif sering pertama digunakan untuk mendapatkan petunjuk umum dari level resiko. Analisis kualitatif bisa jadi digunakan untuk keperluan untuk mengerjakan analisis kuantitatif yang lebih spesifik. Secara terperinci analisis tersebut sebagai berikut : a) Analisis kualitatif Analisis kualitatif menggunakan bentuk kata atau skala deskriptif untuk menggambarkan besarnya potensi konsekuensi dan peluang konsekuensi yang akan terjadi. Skala ini dapat diadaptasi atau disesuaikan dengan kondisi lingkungan sekitarnya, dan mungkin deskripsi yang berbeda digunakan untuk resiko yang berbeda. Analisis kualitatif digunakan untuk (1) Sebagai aktivitas penyaringan
pertama
untuk
mengidentifikasi
resiko-resiko
yang
membutuhkan analisis lebih rinci; (2) Ketika tingkat resiko tidak membenarkan waktu dan upaya yang diperlukan untuk sebuah analisis penuh; (3) Ketika data numerik tidak mencukupi untuk analisis kuantitatif. b) Analisis semi kuantitatif Dalam analisis semi kuantitatif, skala kualitatif seperti yang digambarkan di atas diberi nilai. Nomor yang ditentukan untuk setiap deskripsi tidak harus memperlihatkan sebuah hubungan yang teliti untuk besarnya akibat atau kemungkinan yang sesungguhnya. Nomor bisa dikombinasikan oleh siapa saja dari sebuah rentang formula dengan ketentuan bahwa sistem yang digunakan untuk memprioritaskan memenuhi sistem yang dipilih untuk menugaskan kombinasi dan angka-angka tersebut. Tujuannya adalah untuk menunjukkan sebuah prioritas yang lebih rinci daripada hasil dari analisis
15
kualitatif, tidak menyarankan nilai praktis apa saja untuk resiko-resiko seperti dalam analisis kuantitatif. Harus hati-hati dalam mengambil analisis semi kuantitatif, sebab nomor yang dipilih mungkin tidak sepantasnya menunjukkan relativitas kedudukan yang hasilnya tidak konsisten. Analisis semi kuantitatif mungkin tidak sepantasnya berbeda antara resiko-resiko, terutama ketika salah satu akibat atau kemungkianan bersifat ekstrim. c) Analisis kuantitatif Analisis kuantitatif menggunakan nilai numerik (lebih baik daripada skala deskriptif yang digunakan dalam analisis kualitatif dan semi kuantitatif) untuk konsekuensi dan peluang menggunakan data dari sebuah keberagaman sumber. Kualitas dari analisis tergantung pada ketepatan dan kesempurnaan pada nilai numerik yang digunakan. Konsekuensi diestimasikan dengan pemodelan hasil dari kejadian atau rangkaian kejadian atau perhitungan berdasarkan studi terhadap percobaan atau data yang lalu. Konsekuensi mungkin ditunjukkan dalam bentuk uang, teknik atau kriteria kemanusiaan atau kriteria yang lainnya. Dalam beberapa kasus, lebih dari satu nilai numerik untuk menetapkan konsekuensi pada beberapa waktu yang berbeda, kelompok, tempat atau situasi. Kemungkinan biasanya diungkapkan sebagai salah satu peluang, frekuensi atau kombinasi dari paparan dan peluang. 2.7.
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
Menurut Markkanen (2004), diantara negara-negara Asia, Indonesia termasuk negara yang telah memberlakukan undang-undang yang paling komprehensif (lengkap) tentang sistem manajemen K3, khususnya bagi perusahaan-perusahaan yang beresiko tinggi. Peraturan tersebut menyebutkan bahwa “setiap perusahaan yang mempekerjakan 100 karyawan atau lebih atau yang sifat proses atau bahan produksinya mengandung bahaya karena dapat menyebabkan kecelakaan kerja
16
berupa ledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja diwajibkan menerapkan dan melaksanakan sistem manajemen K3”. Secara normatif sebagaimana terdapat pada PER.05/MEN/1996 pasal 1, Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggungjawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumberdaya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif (Mangkuprawira dan Vitalaya, 2007). Tujuan sistem manajemen K3 adalah terciptanya sistem K3 di tempat kerja yang melibatkan segala pihak sehingga dapat mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja dan terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Prinsip dasar dari Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Prinsip penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) berdasarkan Permenaker No. Per 05/Men/1996 pasal 4
17
Sasaran penerapan SMK3 : 1) Menempatkan tenaga kerja sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia. 2) Meningkatkan komitmen pimpinan dalam melindungi tenaga kerja. 3) Meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja untuk menghadapi globalisasi. 4) Proteksi terhadap industri dalam negeri. 5) Meningkatkan daya saing dalam perdagangan internasional. 6) Mengeliminir boikot LSM internasional terhadap produk ekspor nasional. 7) Meningkatkan pencegahan kecelakaan melalui pendekatan sistem. 8) Pencegahan terhadap masalah sosial dan ekonomi terkait dengan penerapan K3. Audit merupakan alat untuk mengukur besarnya keberhasilan pelaksanaan dan penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di tempat kerja. Audit K3 secara sistematis, yang dianjurkan Pemerintah, diperlukan untuk mengukur praktek sistem manajemen K3. Perusahaan yang mendapat sertifikat sistem manajemen K3 adalah perusahaan yang telah mematuhi sekurang-kurangnya 60 persen dari 12 elemen utama, atau 166 kriteria. Dewasa ini PT Sucofindo merupakan badan yang telah diberi wewenang oleh DEPNAKERTRANS untuk melakukan audit dan sertifikasi sistem manajemen K3 terhadap perusahaan-perusahaa (Topobroto, 2002).
18
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Suardi (2005) mengutip laporan ILO tahun 2003, kecelakaan dan sakit di tempat kerja membunuh dan memakan lebih banyak korban jika dibandingkan dengan perang dunia. Riset yang dilakukan badan dunia ILO menghasilkan kesimpulan, setiap hari rata-rata 6.000 orang meninggal, setara dengan satu orang setiap 15 detik, atau 2,2 juta orang per tahun akibat sakit atau kecelakaan yang berkaitan dengan pekerjaan mereka. Jumlah pria yang meninggal dua kali lebih banyak dibandingkan wanita, karena kecelakaan di tempat kerja telah menewaskan 350.000 orang. Sisanya meninggal karena sakit yang diderita dalam pekerjaan seperti membongkar zat kimia beracun. Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di tempat kerja merupakan upaya utama dalam mewujudkan lingkungan kerja yang aman, nyaman dan sehat serta melindungi dan meningkatkan pemberdayaan pekerja yang sehat, selamat dan berkinerja tinggi. Secara sistematik dilakukan pengendalian potensi bahaya serta resiko dalam proses produksi melalui aktivitas : 1) Identifikasi potensi bahaya. 2) Penilaian risiko sebagai akibat manifestasi potensi bahaya. 3) Penentuan cara pengendalian untuk mencegah atau mengurangi kerugian. 4) Penerapan teknologi pengendalian. 5) Pemantauan dan pengkajian selanjutnya. Dalam melakukan identifikasi bahaya, pertama-tama harus dapat mengenali sumber yang dapat menimbulkan bahaya di tempat kerja. Sumber-sumber tersebut dapat berasal dari : (1) Tindakan tidak aman, (2) Bahan / material, (3) Proses kerja / cara kerja, (4) Alat kerja, (5) Lingkungan kerja, (6) Metode kerja, dan (7) Produk. Setelah dapat mengenali sumber-sumber bahaya, beberapa cara untuk mengidentifikasi bahaya dengan melakukan : (a) Inspeksi, (b) Pemantuan / survey, (c) Audit, (d) Melakukan interview dengan pekerja, serta (e) Melihat data 19
statistik kecelakaan. Setelah dapat mengenali sumber bahaya, maka langkah selanjutnya dengan menentukan resiko/evaluasi resiko. Evaluasi resiko dapat ditentukan dengan rumus : R = Peluang x Konsekuensi Setelah itu, dilakukan analisis tingkatan resiko. Diagram kerangka pemikiran penilitian dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Diagram kerangka pemikiran penilitian 20
3.2. Waktu dan Tempat penelitian Penelitian dilaksanakan di pabrik pengolahan teh hitam, PT. Sinar Inesco Tasikmalaya dengan pertimbangan bahwa PT. Sinar Inesco, Tasikmalaya merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang agroindustri. Pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli 2009. 3.3. Tahapan Penelitian Secara umum penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu : 1)
Pengambilan data sekunder yang meliputi gambaran umum perusahaan.
2)
Identifikasi bahaya yang ada di lingkungan kerja dengan metode observasi.
3)
Pembuatan kuesioner dengan merujuk pada hasil observasi di lapang.
4)
Uji coba kuesioner oleh beberapa pekerja dan penyebaran kuesioner kepada para pekerja di bagian produksi.
Data dikumpulkan melalui pengamatan terhadap masing-masing kegiatan yang berlangsung, serta wawancara jika diperlukan. Seluruh kegiatan akan dicatat dan dikelompokkan per lini. Data yang diambil berupa data primer dan data sekunder. Data primer didapat dengan cara penyebaran kuesioner, wawancara dan observasi, sedangkan data sekunder berupa data jumlah karyawan serta data-data lain yang menunjang. Tahap pertama dari penelitian ini adalah pengambilan data sekunder. Data sekunder yang diambil meliputi gambaran umum perusahaan serta data kecelakaan kerja. Tahap yang kedua adalah pengambilan data primer yang meliputi identifikasi bahaya dan persepsi pekerja mengenai faktor-faktor Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta tingkat resiko akibat dari bahaya yang ada. Jenis-jenis bahaya yang ada didapatkan dengan cara observasi langsung di setiap bagian produksi. Selain itu, observasi juga dilakukan unutk melihat pelaksanaan K3 di lingkungan kerja. Tahap selanjutnya adalah menyusun kuesioner berdasarkan hasil observasi di lingkungan kerja. Kemudian untuk mendapatkan data mengenai faktor-faktor
21
Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta tingkat resiko akibat dari bahaya yang ada didapat dengan cara menyebarkan kuesioner yang disebarkan pada karyawan PT. Sinar Inesco Tasikmalaya khususnya bagian produksi. Menurut Gay (1976) yang dikutip Sevilla et al. (1993), menyatakan bahwa untuk penelitian deskriptif ukuran sampel yang ditawarkan dengan populasi yang kecil diperlukan minmum 20%. Pada penelitian ini, jumlah responden yang digunakan sebesar 30% dari jumlah karyawan bagian produksi yaitu sekitar 24 orang. Menurut Mardalis (1989), kuesioner merupakan teknik pengumpulan data melalui formulir-formulir yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara tertulis pada seseorang atau sekumpulan orang untuk mendapatkan jawaban atau tanggapan informasi yang diperlukan oleh peneliti. Begitu pun dengan wawancara digunakan untuk melihat pelaksanaan dan penerapan K3. Kuesioner penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. Skala pengukuran yang digunakan pada setiap jawaban responden menggunakan skala likert. Pernyataan pendapat disajikan kepada responden yang memberikan indikasi pernyataan setuju atau tidak setuju. Responden memberi tanda pada skala 1 sampai 5, apakah obyek sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, atau sangat tidak setuju (Sevilla et al., 1993). Cara penilaian terhadap hasil jawaban kuesioner dengan skala Likert dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Bobot nilai jawaban responden Jawaban Responden
Bobot nilai
Sangat setuju
5
Setuju
4
Ragu-ragu
3
Tidak setuju
2
Sangat tidak setuju
1
22
3.4. Analisis Data 3.4.1. Uji Validitas Uji validitas menunjukkan sejauh mana alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur (Singarimbun dan Effendi, 1989). Selain itu, uji validitas digunakan untuk mengetahui tingkat valid suatu butir pertanyaan dalam kuesioner. Perhitungan korelasi antara masing-masing pertanyaan dengan menggunakan Product Moment (Hasan, 2002). Rumus korelasi product moment yaitu :
Dimana : X : skor masing-masing pertanyaan Y : skor total n : jumlah total r : angka korelasi 3.4.2. Uji Reliabilitas Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui reliabilitas suatu butir pertanyaaan dalam kuesioner. Reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukkan konsistensi suatu alat mengukur gejala yang sama. Pengujian reliabilitas menggunakan analisis Cronbach’s Alpha (Umar, 2002). Rumus Cronbach’s Alpha adalah :
Dimana : r11
: keandalan instrumen
k
: jumlah butir pertanyaan : jumlah ragam butir : ragam total
23
Rumus ragam yang digunakan :
Dimana : n: jumlah responden X: nilai skor yang dipilih (total nilai dari nomor-nomor butir pertanyaan) 3.4.2. Analisis Penilaian Resiko Variabel yang akan dievaluasi, diukur menggunakan metode identifikasi dan pengendalian resiko kecelakaan atau Hazard Identification and Risk Assessment (HIRA). Metode analisis penilaian resiko yang digunakan adalah metode kualitatif atau biasa disebut dengan 2D model. Menurut Suardi (2005), level atau tingkatan resiko ditentukan oleh hubungan antara nilai kemungkinan terjadinya bahaya dan konsekuensi. Pengukuran kualitatif kemungkinan terjadinya bahaya (frekuensi) dapat dilihat pada Tabel 2, sedangkan untuk pengukuran kualitatif keseriusan/konsekuensi dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 2. Pengukuran kualitatitif kemungkinan/frekuensi
A
Kategori kemungkinan/frekuensi Hampir pasti
B C
Mungkin terjadi Mungkin
D
Kecil kemungkinan
E
Jarang terjadi
Level
Keterangan Kejadian akan terjadi, atau sangat mungkin terjadi dalam semua aktivitas. Kejadian diperkirakan akan dapat terjadi. Kejadian akan terjadi dalam beberapa keadaan tertentu (kadang-kadang). Kejadian dapat kecil kemungkinan terjadi, namun dapat terjadi dalam kondisi tertentu. Kejadian yang jarang terjadi dan terjadi dalam kondisi luar biasa.
Sumber : AS/NZS 4360 : 1999
24
Tabel 3. Pengukuran kualitatitif keseriusan/konsekuensi
1
Kategori Keseriusan/Konsekuensi Tidak Signifikan
2
Minor
3
Sedang
4
Mayor/Bencana
5
Katastropik/Bencana Besar
Level
Keterangan Tidak ada cedera dan kehilangan material kecil. Memerlukan bantuan pertolongan pertama, pada tempat kejadian dengan segera, dan kerugian material sedang. Memerlukan perawatan medis, pada tempat kejadian memerlukan bantuan dari luar dan kerugian material tinggi. Cidera yang mengakibatkan cacat/hilang fungsi tubuh secara total, off-site release tanpa efek merusak dan kerugian material besar (utama). Menyebabkan kematian, off-site release bahan toksik dan efeknya merusak dan kerugian material sangat besar.
Sumber : AS/NZS 4360 : 1999 Hubungan antara konsekuensi dan peluang kemungkinan terjadinya resiko dapat digambarkan dalam matriks berikut : Tabel 4. Matriks analisis resiko kualitatif atau metode 2D model
Peluang A (Sangat Sering)
Tidak signifikan 1 H
Konsekuensi Minor Sedang Bencana 2 H
3 E
4 E
Bencana Besar 5 E
B (Sering)
M
H
H
E
E
C (Sedang)
L
M
H
E
E
D (Jarang)
L
L
M
H
E
E (Sangat Jarang)
L
L
M
H
H
Sumber : AS/NZS 4360 : 1999 Keterangan : L : Low risk (resiko rendah) M : Moderate risk (resiko sedang) H : High risk (resiko tinggi) E : Extreme risk (resiko ekstrim)
25
Tingkatan resiko akan menunjukkan tindak lanjut yang harus dilakukan. Ketentuan tindak lanjut terhadap tingkat resiko dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Ketentuan tindak lanjut Tingkat Resiko
Resiko Rendah
Resiko Sedang
Resiko Tinggi
Resiko Ekstrim
Tindak Lanjut Pengendalian tambahan tidak diperlukan. Hal yang perlu diperhatikan adalah jalan keluar yang lebih menghemat biaya atau peningkatan yang tidak memerlukan biaya tambahan besar. Pemantauan diperlukan untuk memastikan bahwa pengendalian dipelihara dan diterapkan dengan baik dan benar. Perlu tindakan untuk mengurangi resiko, tetapi biaya pencegahan yang diperlukan perlu diperhitungkan dengan teliti dan dibatasi. Pengukuran pengurangan resiko perlu diterapkan dengan baik dan benar. Pekerjaan tidak dilaksanakan sampai resiko telah direduksi. Perlu dipertimbangkan sumber daya yang akan dialokasikan untuk mereduksi resiko. Bilamana resiko ada dalam pelaksanaan pekerjaan, maka tindakan segera dilakukan. Pekerjaan tidak dilaksanakan atau dilanjutkan sampai resiko telah direduksi. Jika tidak memungkinkan untuk mereduksi resiko dengan sumber daya yang terbatas, maka pekerjaan tidak dapat dilaksanakan
Sumber : Suardi (2005)
26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1. Sejarah Perusahaan PT. Sinar Inesco merupakan perusahaan yang bergerak dalam pengolahan teh dengan bahan baku sebagian besar berasal dari perkebunan sendiri yaitu perkebunan Sambawa. Pada mulanya perkebunan Sambawa mulai dibuka dan diusahakan oleh N.V. Cultur My Sambawa yaitu pada tahun 1909-1940. Setelah itu, sampai tahun 1949 digarap oleh rakyat setempat dan ditanami palawija. Kemudian pada tahun 1950-1951 diusahakan kembali oleh N.V. Cultur My Sambawa dengan juru kuasa Rorrisondan Crossfield. Pada tahun 1951-1954 perkebunan Sambawa diusahakan oleh pemerintah c.q. Bank Industri Negara. Setelah Bank Industri Negara, yaitu tahun 1954-1968 diusahakan oleh B.P.U.P.P.N Aneka Tanaman sampai tahun 1973. PT. Sinar Inesco memegang usaha secara penuh sejak tahun 1973 sampai sekarang. Pada awal berdiri, PT. Sinar Inesco hanya memproduksi teh hijau. Kemudian memproduksi teh hitam untuk memenuhi permintaan pasar dan bahan baku yang melebihi kapasitas teh hijau. PT. Sinar Inesco mempunyai dua fasilitas pabrik pengolahan yaitu pabrik 1 untuk pengolahan teh hijau dengan kapasitas terpasang 2.000.000 Kg Kering/Tahun dan pabrik 2 untuk pengolahan teh hitam dengan kapasitas terpasang 2.400.000 Kg Kering/Tahun. Pabrik 2 dibangun pada tahun 1986 dan mulai berproduksi pada tahun 1988. Namun, untuk saat ini PT. Sinar Inesco hanya memproduksi teh hitam karena berkurangnya jumlah bahan baku. 4.1.2. Lokasi, Letak Geografi, dan Iklim PT. Sinar Inesco terletak di Kabupaten Tasikmalaya tepatnya di Kecamatan Taraju. Selain itu, terdapat juga kantor perwakilan yaitu di Jalan Batununggal Permai V Bandung, sedangkan untuk lokasi perkebunannya terletak di tiga kecamatan yaitu Taraju, Sodong Hilir dan Bojong Gambir dengan elevasi kebun rata-rata 952 m.d.p.l dan emplasement 872 m.d.p.l. Luas perkebunan yang dimiliki oleh PT. Sinar Inesco mencapai 728.4307 Ha. Perkebunan Sambawa
27
berjarak 22 Km ke jalan provinsi dan 45 Km ke kota Daerah Tingkat II Tasikmalaya serta 54 Km ke kota Daerah Tingkat II Garut. Secara lengkap peta lokasi PT. Sinar Inesco dan Perkebunan Sambawa dapat dilihat pada Lampiran 2. Perkebunan Sambawa ini mempunyai iklim tipe B, dimana hujan turun sekitar bulan Oktober sampai Mei, musim kemarau sekitar bulan Juni sampai September, berangin sedang dan hawa dingin di malam hari. Temperatur rata-rata pada siang hari berkisar antara 22-26 ºC, sedangkan pada malam hari berkisar antara 18-20 ºC. Curah hujan rata-ratanya 3.797 mm/tahun dan termasuk daerah tipe curah hujan basah. Kelembaban udara pada siang hari berkisar antara 60-70%, sedangkan pada malam hari berkisar antara 80-90%. 4.1.3. Ketenagakerjaan Secara umum karyawan PT. Sinar Inesco dibagi menjadi lima bagian yaitu kantor, garapan, pemetikan, pabrik dan kendaraan, serta kantor dan umum. Karyawan dibagi ke dalam karyawan bulanan, karyawan harian tetap, dan karyawan harian lepas. Rata-rata jam kerja karyawan sekitar 8 jam. Jumlah karyawan PT. Sinar Inesco dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Rekapitulasi karyawan PT. Sinar Inseco periode bulan Mei 2009 Karyawan Laki-Laki Perempuan 15 2 1 Kantor 131 0 2 Garapan 31 448 3 Pemetikan 74 32 4 Pabrik dan Kendaraan 28 2 5 Kantor dan Umum 279 484 Sub Total Sumber : Data Kantor Induk PT. Sinar Inesco No
Bagian
Jumlah 17 131 479 106 30 763
Karyawan PT. Sinar Inesco mendapatkan beberapa fasilitas diantaranya perumahan bagi karyawan yang membutuhkan dan berada di lokasi perkebunan, sarana ibadah dan pendidikan ruhani seperti mesjid dan madrasah, sarana olah raga seperti bola voli, sepak bola, tenis meja, tenis lapangan serta sarana kesenian seperti degung, pencak silat dan karoke. Selain itu, perusahaan juga menyediakan
28
balai pengobatan dan dokter. Apabila ada yang dirujuk ke rumah sakit, seluruh biaya ditanggung oleh perusahaan. Guna meningkatkan kesejahteraan karyawan, didirikan koperasi karyawan dengan nama PRAKARSA pada tanggal 9 Oktober 1980 dengan badan hukum No. 7249/BH/DK-10/23. Selain itu dibentuk pula organisasi pekerja yaitu SBPP-SPSI Basis Sambawa. 4.1.4. Jenis Produk PT. Sinar Inesco memproduksi teh hitam secara orthodox rotorvane yang diklasifikasikan dalam dua tingkat mutu yaitu grade I dan Grade II. Grade I terdiri dari BOP (Broken Orange Peko), BOPF (Broken Orange Peko Funning), PF (Peko Funning), Dust, BT (Broken Tea) dan BP (Broken Peko). Grade II terdiri dari PF 2, Dust 2, Dust 3, BT 2, PF 3, Dust 4, BM (Broken Mix) dan BMF (Broken Mix Funning). Produk yang dihasilkan berupa teh hitam kering yang dipasarkan untuk wilayah lokal dan diekspor ke luar negeri. 4.1.5. Proses Produksi Kegiatan produksi di PT. Sinar Inesco dibagi menjadi beberapa tahapan yaitu : penerimaan bahan baku, pembeberan, pelayuan, penggilingan, fermentasi, pengeringan, sortasi dan pengepakan. Diagram alir proses produksi dapat dilihat pada Gambar 6, sedangkan lay out ruangan dapat dilihat pada Lampiran 3. Tahap pertama dari kegiatan produksi adalah penerimaan pucuk dari afdeling di pabrik sekitar pukul 10.00 WIB. Bahan baku yang berupa pucuk basah setelah ditimbang di kebun ditimbang kembali di pabrik. Penimbangan tersebut bertujuan untuk menentukan rendemen produk dan untuk memantau kebun. Setelah ditimbang, pucuk dipindahkan ke withering trough dengan menggunakan carier yang digerakkan oleh monorail. Withering trough tersebut mempunyai kapasitas sekitar 1,5 ton. Setelah pucuk ada di dalam withering trough dilakukan pembeberan. Pembeberan tersebut bertujuan agar pucuk teh tidak berdempetan sehingga udara dapat menembus secara merata ke seluruh pucuk dan mempercepat proses penguapan air pada pucuk. 29
Gambar 6. Diagram alir proses produksi Proses berikutnya pelayuan yang bertujuan untuk mengurangi kadar air dan mengkondisikan pucuk teh agar siap untuk digiling. Pelayuan merupakan proses pengeringan lambat sekali untuk mengurangi kadar air dengan menggunakan udara segar dan udara panas. Penggunaan udara tersebut dapat mempermudah proses pelemasan pucuk sehingga memudahkan dalam proses penggilingan. Suhu udara yang digunakan berkisar antara 26-27 ºC. Jika suhu yang digunakan lebih dari itu, akan mengakibatkan daun kering. Pucuk dikatakan layu apabila diremas tidak pecah atau pucuk akan kembali seperti semula. Setelah proses pelayuan, pucuk yang sudah lemas dipindahkan ke ruang penggilingan. Tujuan dari proses penggilingan adalah untuk membentuk mutu secara fisik maupun kimia. Pembentukan mutu secara fisik berlangsung dengan adanya pengulungan pucuk layu dan juga pemotongan, sedangkan pembentukan mutu secara kimia berlangsung ketika terjadi pemerasan cairan sel daun, sehingga ketika cairan sel daun keluar akan menempel pada gulungan pucuk tersebut. Dalam proses penggilingan cairan sel daun yang terperas akan terurai dan bereaksi dengan oksigen dari udara sekitar yang lembab. Pada tahap ini sudah dimulai proses fermentasi atau oksidasi enzimatis. Proses penggilingan akan berjalan 30
dengan baik jika kondisi ruangan lembab yaitu sekitar 91-95% dan suhu yang digunakan adalah 24 °C. Untuk mengkondisikan ruangan tersebut agar sesuai dengan kelembaban dan suhu yang diinginkan, di ruang penggilingan dipasang humidifier. Pada proses penggilingan ini terdiri dari tiga tahapan yaitu penggulungan, penggilingan, dan sortasi basah. Proses penggulungan menggunakan mesin open top roller selama ± 45 menit. Proses ini terjadi karena adanya gerakan lumbung open top roller yang berlawanan dengan arah beatten-nya sehingga pucuk akan tergulung. Pucuk yang sudah tergulung kemudian ditampung dalam tong untuk diproses kembali. Jika ada pucuk teh yang masih besar, maka pucuk tersebut digiling kembali oleh mesin press cup roller. Penggunaan mesin tersebut bertujuan agar pucuk teh yang masih kasar menjadi lebih halus. Setelah digiling dengan menggunakan open top roller dan press cup roller, pucuk teh tersebut dipotong kembali dengan menggunakan rotorvane. Kemudian bubuk tersebut diayak menggunakan rotary roll breaker sampai didapat teh yang sesuai dengan mutunya. Setelah digiling, bubuk teh difermentasikan selama 3,5 jam. Proses fermentasi bisa disebut juga sebagai proses oksidasi enzimatis. Proses ini merupakan reaksi oksidasi antara enzim dengan senyawa polifenol (katekin) yang terdapat dalam daun teh dengan bantuan oksigen yang ada di udara bebas. Tujuan dari proses ini adalah untuk mengendalikan reaksi enzimatis dalam bubuk teh sehingga diperoleh cita rasa yang khas. Fermentasi dilakukan dengan cara mendiamkan bubuk teh basah di dalam ruangan lembab yaitu dengan Relative Humidity (RH) 91-95% dan suhu 23 °C. Tahap selanjutnya adalah pengeringan. Tujuan dari pengeringan adalah untuk menghentikan proses oksidasi enzimatis senyawa polifenol dalam teh dan untuk menurunkan kadar air bubuk teh menjadi 3-4% supaya bubuk teh menjadi lebih tahan lama saat dilakukan penyimpanan. Proses pengeringan bubuk teh di PT. Sinar Inesco menggunakan alat pengering yang berjenis trays drier yang dengan tipe ECP (Endless Chain Pressure). Suhu yang digunakan untuk proses ini adalah
31
100-110 °C. Suhu ini disebut dengan suhu masuk (inlet), sedangkan suhu keluar (outlet) dari mesin pengering sekitar 45 °C. Panas yang digunakan oleh alat pengering tersebut berasal dari tungku yang berbahan bakar kayu bakar. Bubuk teh yang telah dikeringkan kemudian masuk ke bagian sortasi untuk dilakukan pemisahan jenis mutu. Selain itu juga akan dipisahkan dari benda-benda asing. Tujuan dari sortasi kering adalah untuk memisahkan teh kering menjadi beberapa grade yang sesuai dengan standar perdagangan teh. Prinsip utama dari sortasi kering adalah memisahkan butiran teh berdasarkan ukuran, bentuk, dan berat jenis teh. Pada proses ini ada beberapa mesin yang digunakan antara lain, middleton, vibro blank, vibro mesh, vibro shifter, crusher dan winower. Tahap akhir dari kegiatan produksi adalah proses pengepakan. Pengepakan bertujuan untuk mencegah kerusakan selama proses penyimpanan dan pengangkutan sampai ke tangan konsumen. Selain itu, pengepakan juga berfungsi untuk menjaga mutu teh yang telah dihasilkan agar tetap baik. Pengemasan yang dilakukan di PT. Sinar Inesco biasanya menggunakan karung plastik. Teh yang sudah disortasi, dikemas langsung ke dalam karung plastik yang sebelumnya dilapisi dengan kantong plastik. Teh yang dikemas dipisahkan sesuai dengan jenis dan kualitasnya. Kemasan yang digunakan dan teh yang sudah dikemas dapat dilihat pada Gambar 7.
a. Kemasan yang digunakan untuk
b. Teh yang sudah dikemas
mengemas teh Gambar 7. Kemasan yang digunakan dan teh yang sudah dikemas
32
4.2. Karakteristik Responden Kelompok usia yang mengisi kuesioner merupakan kelompok usia yang ada di bagian produksi PT. Sinar Inesco. Jumlah karyawan yang bekerja di bagian produksi berada pada rentang usia lebih dari 20 tahun. Pada penelitian ini rentang usia yang paling banyak berada pada rentang 20-30 tahun, 31-40 tahun dan 41-50 tahun. Pada rentang usia 31-40 tahun, karyawan berada pada rentang produktif serta karyawan telah mempunyai pengalaman bekerja. Rekapitulasi karakteristik Responden dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Karakteristik responden Karakteristik A. Usia 20-30 Tahun 31-40 Tahun 41-50 Tahun > 50 Tahun B. Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan C. Pendidikan Terakhir SD/Sederjat SMP/Sederajat SMA/Sederajat D. Massa kerja 1-5 Tahun 6 -10 Tahun 11-15 Tahun
Jumlah (Orang) 7 7 7 7 3
Persentase (%) 29,17 29,17 29,17 29,17 12,50
15 9
62,50 37,50
16 7 1
66,67 29,17 4,17
2 3 6
8,33 12,50 25,00
Karyawan berjenis kelamin laki-laki sangat mendominasi pada bagian produksi. Karyawan perempuan hanya ada pada bagian sortasi dan prapelayuan. Banyaknya karyawan laki-laki di bagian produksi karena laki-laki dinilai lebih waspada dibandingkan dengan perempuan. Selain itu, pekerjaan yang ada di bagian produksi merupakan pekerjaan berat dan berbahaya seperti di bagian penggilingan, pengeringan dan pelayuan. Pendidikan terakhir untuk karyawan PT. Sinar Inesco khususnya bagian produksi sebagian besar adalah lulusan Sekolah Dasar (SD) dan sederajat. Hal ini dikarenakan PT. Sinar Inesco merupakan perusahaan yang pertama berdiri di 33
daerah setempat sehingga membutuhkan karyawan banyak, sedangkan penduduk yang ada di sekitanya taraf pendidikannya masih rendah. Masa kerja karyawan PT. Sinar Inesco sebagian besar lebih dari 15 tahun. Karyawan yang mempunyai masa kerja lebih dari 15 tahun mendominasi bagian produksi.
Lamanya
masa
kerja
karyawan
menyebabkan
para
pekerja
berpengalaman dibidang tersebut. Bagian produksi merupakan bagian yang membutuhkan karyawan yang berpengalaman. 4.3. Analisis Data Uji Validitas Dan Reliabilitas 4.3.1. Hasil Uji Validitas Uji validitas dilakukan untuk melihat apakah pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dapat memberikan jawaban yang sesuai dan dapat mengukur aspekaspek yang ingin diukur. Uji valiliditas dilakukan dengan menggunanakan rumus korelasi Pearson Product Moment dan hasilnya akan dibandingkan dengan angka kritik tabel korelasi nilai r. Kuesioner yang disebar menggunakan pertanyaan tertutup. Pertanyaan pada bagian pertama digunakan untuk analisis identitas responden. Bagian kedua merupakan pertanyaan yang berhubungan dengan safety psychology yang terdiri dari 5 sub bagian yaitu pendidikan dan pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, publikasi K3, kontrol lingkungan kerja, pengawasan dan disiplin, serta peningkatan kesadaran K3. Bagian selanjutnya merupakan pertanyaan yang berhubungan dengan identifikasi bahaya yang meliputi peluang terjadinya bahaya dan konsekuensi terjadinya bahaya. Setelah dilakukan uji validitas dengan menggunakan software Microsoft Excel 2007, pada beberapa bagian pernyataan semua responden memberikan jawaban yang sama sehingga secara statistik pernyataan tersebut menunjukkan keseragaman. Data tersebut akan tetap digunakan dalam analisis data sebagai data informatif. Data mengenai uji validitas dapat dilihat pada Lampiran 4, 5 dan 6.
34
4.3.2. Hasil Uji Reliablitas Kuesioner Uji reliablitas dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana alat pengukur atau kuesioner dapat dipercaya atau diandalkan apabila kuesioner digunakan dua kali untuk mengukur gejala yang sama. Dengan kata lain reliabilitas merupakan tingkat ketepatan, ketelitian atau keakuratan sebuah instrumen. Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan teknik cronbach’s alpha. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan software SPSS for Windows 16.0, didapatkan bahwa nilai cronbach’s alpha untuk setiap bagian kuesioner pada safety psychology lebih dari 0,6. Menurut Nugroho (2005), reliabilitas suatu susunan variabel dikatakan baik jika memiliki nilai cronbach’s alpha lebih dari 0,6. Dalam penelitian ini reliabilitas yang diukur merupakan reliabilitas internal dimana ukuran atau kriterianya berada dalam instrumen. Reliabilitas internal dimaksudkan bahwa pengujian dilakukan dengan menganalisis konsistensi butirbutir instrumen yang ada (Hasan, 2002). Untuk bagian peluang bahaya dan konsekuensi bahaya ada beberapa butir pertanyaan yang tidak konsisten, namun data tersebut akan tetap digunakan dalam analisis dan digunakan sebagai data informatif. Tidak konsisten yang dimaksud di sini adalah tidak konsisten secara internal (berhubungan dengan butir-butir pertanyaan) bukan tidak konsisten dari segi jawabannya. Perhitungan uji reliabilitas dapat dilihat pada Lampiran 7, 8 dan 9. 4.4. Identifikasi Bahaya 4.4.1. Prapelayuan dan Pelayuan Identifikasi potensi bahaya pada proses prapelayuan dan pelayuan terdapat bahaya tergores, terperosok, terkena panas, terbentur, tertarik baling-baling, tersetrum listrik dan kebisingan. Suasana di tempat prapelayuan dan pelayuan dapat dilihat pada Gambar 8. Bahaya tergores bisa terjadi ketika pekerja melakukan pembeberan daun teh di withering trough. Hal tersebut dikarenakan alas withering trough menggunakan kawat sebelum dilapisi oleh nilon. Kondisi withering trough yang ada di PT. Sinar Inesco ada beberapa yang sudah rusak karena sudah tua.
35
Withering trough tersebut ada yang kawatnya terputus sehingga potongannya timbul ke atas. Bahaya terperosok dapat terjadi karena ruangan prapelayuan dan pelayuan berada di lantai dua dan lantai tersebut terbuat dari lapisan kayu. Ada beberapa bagian yang kondisi lapisan kayunya sudah lapuk. Selain itu, terperosok dapat juga terjadi di withering trough. Penyebab terjadinya kecelakaan yang diakibatkan oleh terperosok berasal dari tindakan tidak aman yang dilakukan oleh pekerja seperti naik ke withering trough serta kondisi lantai yang sudah tua. Bahaya lain pada proses prapelayuan dan pelayuan adalah terkena panas. Suhu panas berasal dari exhaust fan yang digunakan untuk proses pelayuan daun teh. Suhu yang berasal dari exhaust fan berkisar antara 26-27 ºC. Rentang suhu tersebut masih normal sehingga tidak terlalu mempengaruhi aktivitas pekerja.
Gambar 8. Suasana di unit prapelayuan dan pelayuan Bahaya selanjutnya adalah terbentur kursi monorail. Terbentur dapat terjadi ketika monorail sedang berjalan dan para pekerja sibuk memeberkan atau membalikkan daun teh. Bahaya yang lain adalah tertarik baling-baling exhaust fan. Kecelakaan yang disebabkan oleh bahaya ini dapat terjadi karena di ruang prapelayuan dan pelayuan terdapat exhaust fan untuk mengalirkan udara panas dan udara segar ke withering trough. Kondisi dari exhaust fan tersebut ada beberapa yang tidak memiliki pengaman sehingga ketika pekerja menyalakan exhaust fan atau berjalan disekitar exhaust fan ada kemungkinan tertarik baling-baling tersebut.
36
Bahaya berikutnya adalah bahaya tersetrum listrik. Bahaya tersebut terjadi karena exhaust fan dioperasikan dengan menggunakan listrik. Bahaya tersetrum dapat terjadi jika kabel atau instalasi listrik yang ada di sekitar ruangan tersebut ada yang bocor. Bahaya yang terakhir adalah kebisingan. Kebisingan berasal dari kipas yang digunakan untuk mendorong udara segar dan udara panas ke dalam withering trough. Kipas tersebut digunakan sekitar 10-12 jam perhari. Kipas untuk mengalirkan udara segar dan udara panas dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Kipas untuk mengalirkan udara segar dan udara panas 4.4.2. Penggilingan dan Fermentasi Identifikasi bahaya pada proses penggilingan dan fermentasi meliputi terjepit, tergelincir, tersetrum, kebisingan, terpotong dan terjatuh. Bahaya terjepit dapat terjadi karena pada bagian ini menggunakan mesin seperti press cup roller dan open top roller. Terjepit dapat terjadi ketika pekerja merapikan bahan baku (daun teh layu) yang dimasukkan ke dalam mesin penggilingan. Bahaya lain yang ada di bagian penggilingan adalah terjatuh. Pekerja dapat terjatuh karena terdapat dua tangga yang menghubungkan antara ruang penggilingan dan ruang pelayuan serta tangga yang menghubungkan antara ruang penggilingan dan ruang kantor. Bahaya terjatuh dapat terjadi jika tangga tersebut licin atau faktor dari kecerobohan pekerja seperti sikap ketidakhati-hatian. Selain itu, terjatuh juga dapat terjadi karena ruangan yang gelap sehingga pekerja tidak bisa melihat secara jelas. 37
Bahaya selanjutnya yang ada di bagian penggilingan adalah tersetrum listrik, karena hampir semua mesin yang ada dioperasikan menggunakan listrik. Tersetrum dapat terjadi jika instalasi listrik yang ada di ruangan tersebut bocor. Bahaya berikutnya adalah kebisingan. Kebisingan berasal dari mesin penggilingan dan mesin rotorvane. Dalam satu hari, mesin penggilingan beroperasi selama 7-8 jam. Pada bagian penggilingan ini ada beberapa macam mesin yaitu press cup roller, open top roller dan rotorvane. Press cup roller dan open top roller yang digunakan sebanyak 3 unit, sedangkan rotorvane yang digunakan sebanyak 2 unit. Para pekerja yang ada di bagian ini tidak terganggu dengan kebisingan yang ada karena mereka sudah terbiasa dengan kondisi tersebut. Mesin yang digunakan pada unit penggilingan dan fermentasi dapat dilihat pada Gambar 10.
a. Mesin press cup roller
b. Mesin open top roller
Gambar 10. Mesin yang digunakan pada unit penggilingan dan fermentasi Selain kebisingan, bahaya lain yang ditimbulkan dari penggunaan mesin tersebut salah satunya adalah terpotong. Pada umumnya terpotong dapat terjadi pada mesin press cup roller dan open top roller ketika memasukkan bahan baku, mengeluarkannya atau merapikan bahan baku yang ada pada mesin. Bahaya terpotong terjadi ketika pekerja sedang lengah atau lalai. Lengahnya atau lalainya pekerja tersebut dapat disebabkan karena pekerja kewalahan dalam menangani mesin atau kondisi fisiknya sedang tidak sehat. Bahaya tergelincir dapat terjadi karena lantai di bagian penggilingan licin. Hal itu dikarenakan di sekitar mesin press cup roller terdapat pipa air untuk mengatur RH
38
agar sesuai dengan kondisi proses. Kondisi dari pipa tersebut ada beberapa yang bocor sehingga lantai di sekitarnya menjadi basah atau licin. 4.4.3. Pengeringan Identifikasi bahaya pada proses pengeringan meliputi terjepit pintu mesin pengering, tergelincir, terbakar, kebisingan, terpapar panas dan terjatuh. Bahaya terjepit pintu mesin pengering dapat terjadi ketika pekerja membuka pintu tungku untuk memasukkan kayu bakar atau membalikkan bara api. Biasanya untuk melakukan hal itu pekerja menggunakan alat bantu berupa tongkat yang terbuat dari kayu dengan bagian ujungnya terbuat dari lempeng besi. Bahaya selanjutnya dari proses pengeringan adalah bahaya terjatuh. Adanya bahaya ini dikarenakan ketika memasukkan bubuk teh basah ke pengering, pekerja menggunakan tangga. Pekerja dapat terjatuh ketika beban yang diangkat terlalu berat. Mesin pengering dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Mesin pengering Pada proses ini menggunakan suhu yang tinggi yang berasal dari tungku yang berbahan bakar kayu. Selain itu, teh kering yang dihasilkan memiliki karakteristik mudah terbakar sehingga jika ada percikan api dapat menimbulkan kebakaran. Bahaya terbakar selain dapat membakar produk dan barang, dapat juga membakar organ tubuh manusia. Organ tubuh manusia dapat terbakar ketika sedang memasukkan kayu bakar ke dalam tungku.
39
Bahaya lain pada unit pengeringan adalah kebisingan. Kebisingan ini berasal dari alat pengering, mesin penggilingan serta mesin-mesin yang ada di bagian sortasi. Letak ruangan pengeringan berada diantara ruang sortasi dan penggilingan. Hal tersebut menyebabkan tingkat kebisingan di ruang pengeringan cukup tinggi dibandingkan dengan ruangan lainnya. Kebisingan harus diperhatikan karena dampak yang ditimbulkan cukup berbahaya yaitu dapat menyebabkan gangguan pendengaran, baik sementara maupun permanen. Proses pengeringan termasuk tahapan proses yang menggunakan suhu yang cukup tinggi. Suhu yang digunakan cukup tinggi yaitu sekitar 95-110 °C dan suhu outlet sekitar 45 °C sehingga ada kemungkinan suhu lingkungan mengalami kenaikan. Suhu yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan jaringan pada kulit bahkan kerusakan permanen pada kulit. Lingkungan kerja dengan suhu yang tinggi dapat menyebabkan tidak optimalnya pekerjaan yang dilakukan. Dari kondisi tersebut dapat muncul bahaya terpapar panas. Tungku untuk menghasilkan udara panas dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Tungku untuk menghasilkan udara panas untuk mesin pengering Pada proses pengeringan produk yang dihasilkan berupa teh bubuk kering walaupun masih dalam keadaan tercampur. Teh tersebut setelah dikeringkan dalam alat pengering dikumpulkan di lantai sehingga di lantai tersebut banyak debunya, hal tersebut dapat menyebabkan lantai menjadi licin dan jika tidak berhati-hati dapat tergelincir.
40
Bahaya yang terakhir dari proses pengeringan adalah mata terkena debu. Pada proses pengeringan bahan yang dikeringkan berupa teh bubuk yang terdiri dari berbagai macam ukuran salah satunya yang berukuran sangat kecil yang pada akhirnya akan menjadi debu karena mudah diterbangkan oleh angin. Jika tidak dilindungi, mata dapat terkena debu dan dapat menimbulkan iritasi. Selain itu, ada beberapa tindakan pekerja yang tidak aman seperti pekerja masuk ke dalam alat pengering untuk membersihkan teh kering yang tersisa. Teh yang tersisa di dalam alat pengering jumlahnya cukup banyak, hal itu dikarenakan trays-nya banyak yang sudah rusak. 4.4.4. Sortasi dan Pengepakan Unit yang terakhir yaitu sortasi dan pengepakan. Pada unit ini terdapat delapan bahaya yang meliputi terjepit, terhirup (debu), kebisingan, tertarik baling-baling, terbentur, mata terkena debu, tertusuk dan tersetrum listrik. Unit ini merupakan unit yang banyak menggunakan mesin dan jumlah pekerja yang paling banyak dengan sebagian besar pekerjanya perempuan. Bahaya yang pertama adalah terjepit. Terjepit ada beberapa macam diantaranya terjepit rantai, van belt, atau terjepit oleh alat penghalus. Kecelakaan kerja yang diakibatkan oleh bahaya ini biasanya terjadi ketika pekerja membetulkan konveyor atau rantai yang macet. Salah satu mesin yang digunakan pada unit sortasi dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Mesin yang digunakan pada unit sortasi dan pengepakan (vibro mesh)
41
Bahaya lain yang ada di unit sortasi dan pengepakan adalah mata terkena debu. Pekerja yang ada pada unit ini, matanya dapat terkena debu, karena pada bagian ini banyak debu
yang berupa partikel teh yang berasal dari teh jenis dust.
Banyaknya debu yang beterbangan diakibatkan oleh sistem sirkulasi udara yang ada di ruangan tersebut tidak baik. Salah satu penyebab sirkulasi udara kurang baik adalah tidak beroperasinya beberapa blower yang ada di ruangan tersebut. Blower tesebut dapat membantu mengeluarkan debu yang beterbangan di ruangan. Selain mengenai mata, debu juga dapat terhirup. Pekerja yang ada di unit ini merasa bahaya debu terhirup tidak signifikan karena dampaknya tidak terlihat. Padahal dalam jangka panjang, jika debu tersebut terhirup secara terus-menerus dapat menimbulkan gangguang pernafasan seperti gangguan paru-paru. Adanya blower juga dapat menimbulkan bahaya. Bahaya yang dapat terjadi tertarik baling-baling. Ada dua hal yang dapat menyebabkan kecelakaan terjadi dengan bahaya ini. Pertama tindakan tidak aman yang dilakukan oleh pekerja seperti membersihkan pakaian yang terkena debu di depan blower. Penyebab yang kedua adalah alat yang rusak atau tidak diberi pengaman. Blower yang ada di unit sortasi dan pengepakan dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14. Blower Bahaya selanjutnya adalah terbentur; dan penyebab terjadinya kecelakaan akibat terbentur adalah tindakan tidak aman yang dilakukan oleh pekerja seperti melewati bawah konveyor ketika akan memindahkan teh ke mesin lain yang
42
letaknya cukup jauh. Tindakan tidak aman tersebut dipicu karena tata letak mesin yang kurang rapi sehingga menyulitkan mobilitas pekerja. Pada unit sortasi hampir semua aktivitasnya menggunakan mesin. Mesin tersebut dalam sehari beroperasi sekitar 8 jam. Adanya mesin yang dijalankan secara bersama-sama menimbulkan kebisingan. Pekerja tidak merasa terganggu dengan kebisingan yang ditimbulkan karena sudah merasa terbiasa. Kebisingan yang ada pada unit sortasi maupun unit yang lainnya perlu diukur intensitasnya agar dapat diketahui seberapa besar tingkat bahayanya. Berdasarkan Kepetusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP. 51/MEN/1999 nilai ambang batas kebisingan untuk waktu pemajanan 8 jam per hari intensitas kebisingannya 85 dBA. Bahaya selanjutnya adalah tertusuk. Jenis tertusuk yang dapat terjadi di unit ini adalah tertusuk lidi atau tertusuk jarum ketika menjahit karung atau kemasan teh kering. Bahaya ini dapat terjadi pada unit sortasi dan pengepakan karena pada unit banyak menggunakan sapu lidi untuk membersihkan lantai dan konveyor serta jarum untuk menjahit karung teh. Bahaya yang terakhir adalah tersetrum. Bahaya tersebut dapat muncul karena semua mesin yang digunakan pada proses sortasi menggunakan listrik. Tersetrum biasanya terjadi jika ada kabel yang bocor. 4.5. Penilaian Resiko dan Pengendalian Bahaya Penilaian resiko adalah proses untuk menentukan prioritas pengendalian terhadap tingkat resiko kecelakaan atau penyakit akibat kerja. Tujuan dari langkah ini adalah untuk menentukan prioritas untuk tindak lanjut, karena tidak semua aspek bahaya potensial dapat ditindaklanjuti. Tingkatan resiko didapatkan dengan cara mengalikan antara kemungkinan terjadinya bahaya dengan konsekuensi terjadinya bahaya. Selanjutnya disesuaikan dengan matriks analisis kualitatif. Bahaya pada proses produksi teh hitam mempunyai tingkatan resiko yang beragam yaitu rendah, sedang dan tinggi. Jumlah tingkat resiko tersebut hampir merata. Tingkat resiko rendah tidak memerlukan pengendalian tambahan, namun hal yang perlu diperhatikan adalah jalan keluar yang lebih menghemat biaya atau peningkatan yang tidak memerlukan biaya tambahan besar. Pemantauan
43
diperlukan untuk memastikan bahwa pengendalian dipelihara dan diterapkan dengan baik dan benar. Tingkat resiko sedang memerlukan tindakan untuk mengurangi resiko tersebut, tetapi biaya pencegahan yang diperlukan perlu diperhitungkan dengan teliti dan dibatasi. Pengukuran pengurangan resiko perlu diterapkan dengan baik dan benar, sedangkan tingkat resiko tinggi pekerjaan tidak dilaksanakan sampai resiko telah direduksi. Perlu dipertimbangkan sumber daya yang akan dialokasikan untuk mereduksi resiko. Bilamana resiko ada dalam pelaksanaan pekerjaan, maka tindakan segera dilakukan (Suardi, 2005). Dalam melakukan pengendalian, hal yang harus dilakukan adalah memulai dari tindakan yang terbesar. Jika tidak dapat dilakukan, maka kita menurunkan tingkat pengendaliannya ke tingkat yang lebih rendah atau mudah. Tahapan-tahapan yang disajikan pada bagian ini didasarkan pada pertimbangan biaya. Semakin tinggi tingkat kendali yang dipilih, semakin tinggi pula biaya yang dibutuhkan, tetapi tingkat resiko yang besar semakin besar pula. Lebih lanjut Suardi (2005) menyatakan bahwa tahap pertama dalam melakukan pengendalian adalah dengan menghilangkan penyebab bahaya. Jika tidak memungkinkan dilakukan tindakan pencegahan atau mengurangi peluang terkena resiko dapat dilakukan salah satu atau kombinasi dari tahap berikut: a)
Mengganti peralatan tersebut (substitusi).
b)
Melakukan desain ulang perangkat kerja (engineering).
c)
Melakukan isolasi sumber bahaya.
Jika ketiga alternatif tersebut tidak dapat dilakukan, maka dapat dilakukan dua alternatif berikut ini: a)
Pengendalian secara administratif seperti prosedur, instruksi kerja, supervisi pekerjaan.
b)
Penggunaan Alat Pelindung Diri atau perlengkapan K3.
PT. Sinar Inesco sebagai industri pengolahan teh yang sudah cukup lama dengan peralatan dan mesin yang sudah lama digunakan mempunyai peluang untuk bertambahnya tingkat resiko bahaya, tetapi untuk saat ini perusahaan memiliki 44
sumber daya yang terbatas sehingga penghilangan penyebab bahaya sangat sulit dilakukan karena membutuhkan investasi yang tinggi. Oleh karena itu, pengendalian yang dilakukan untuk mengurangi resiko bersifat sementara. Di bawah ini merupakan pengendalian bahaya pada PT. Sinar Inseco sesuai dengan urutan tingkat bahaya. 4.5.1. Prapelayuan dan Pelayuan Berdasarkan hasil penilaian resiko, unit prapelayuan dan pelayuan terdiri dari 4 bahaya dengan tingkat resiko rendah, 1 bahaya beresiko sedang dan 2 bahaya beresiko tinggi. Penyebab terjadinya bahaya tersebut sebagian besar diakibatkan oleh rusaknya peralatan seperti withering trough, tindakan tidak aman yang dilakukan oleh pekerja serta kondisi lingkungan kerja, seperti panas dan kebisingan. Daftar bahaya pada unit prapelayuan dan pelayuan dengan tingkat resiko serta pengendaliannya dapat dilihat pada Tabel 8. Dari sumber bahaya tersebut dirumuskan beberapa pengendalian yaitu pengendalian yang bersifat engineering/rekayasa dan pengendalian yang bersifat administratif. Pengendalian yang bersifat engineering/rekayasa meliputi perbaikan dan penggantian peralatan seperti withering trough, lantai, dan kawat penghalang untuk baling-baling kipas. Pengendalian yang bersifat administratif meliputi penggunaan Alat Pelindung Diri seperti sarung tangan, safety shoes dan ear plug serta pemasangan display yang berisi pesan keselamatan kerja dan pemberlakuan sistem sanksi. Display untuk bahaya terbentur dapat dilihat pada Lampiran 10.
45
Tabel 8. Daftar bahaya pada unit prapelayuan dan pelayuan dengan tingkat resiko serta pengendaliannya Bahaya P K Tingkat Pengendalian resiko Tergores S TS Sedang Penggunaan sarung tangan Terperosok J M Rendah Perbaikan lantai yang ada di ruang pelayuan, perbaikan kawat withering trough, safety shoes, pemberlakuan sistem sanksi bagi yang melanggar peraturan Terkena panas dari SJ TS Rendah Penggunaan indikator suhu exhaust fan (termometer) pada ruangan Terbentur kursi J TS Rendah Pemasangan display monorel Tertarik baling-baling SJ B Tinggi Pemasangan dan perbaikan kipas kawat penghalang pada sisi baling-baling Tersetrum listrik SJ B Tinggi Sumber listrik diletakkan pada tempat tertutup, pemasangan tanda bahaya disekitar area (display) Kebisingan J TS Rendah Penggunaan ear plug, meredam, menyekat, pemindahan, pemeliharaan, penanaman pohon, peninggian tembok dan membuat bukit buatan Keterangan : P : Peluang/kemungkinan terjadinya bahaya; K : Konsekuensi terjadinya bahaya; SJ : Sangat jarang; J : Jarang; TS : Tidak signifikan; M : Minor; B : Bencana. 4.5.2. Penggilingan dan fermentasi Unit penggilingan dan fermentasi terdiri dari 6 bahaya dengan 1 bahaya beresiko rendah, 3 bahaya beresiko sedang dan 2 bahaya beresiko tinggi. Pada unit bahaya yang paling banyak adalah bahaya yang beresiko sedang dan beresiko tinggi. Banyaknya resiko yang sedang dan tinggi disebabkan karena pada unit ini banyak menggunakan mesin yang cukup berbahaya serta kondisi lingkungan kerja yang kurang baik. Daftar bahaya pada unit penggilingan dan fermentasi dengan tingkat resiko serta pengendaliannya dapat dilihat pada Tabel 9. Pengendalian yang dapat dilakukan pada unit ini meliputi pengendalian yang bersifat adminstraif. Pengendalian tersebut diantaranya berupa pembuatan standard operation procedure, penggunaan APD, serta pemasangan display.
46
Display untuk bahaya terjatuh dapat dilihat pada Lampiran 11. Salah satu penyebab terjadinya bahaya terjatuh adalah kurang baiknya penerangan sehingga perlu diperbaiki. Berdasarkan Keputusan Menteri No. 1405/Menkes/SK/XI/2002 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, agar pencahayaan memenuhi persyaratan kesehatan perlu dilakukan tindakan sebagai berikut : a) Pencahayaan alam maupun buatan diupayakan agar tidak menimbulkan kesilauan dan memilki intensitas sesuai dengan peruntukannya. b) Kontras sesuai kebutuhan, hindarkan terjadinya kesilauan atau bayangan. c) Untuk ruang kerja yang menggunakan peralatan berputar dianjurkan untuk tidak menggunakan lampu neon. d) Penempatan bola lampu dapat menghasilkan penyinaran yang optimum dan bola lampu sering dibersihkan dan bola lampu yang mulai tidak berfungsi dengan baik segera diganti. Tabel 9. Daftar bahaya pada unit penggilingan dan fermentasi dengan tingkat resiko serta pengendaliannya Bahaya P K Tingkat Pengendalian resiko Terjepit J B Tinggi Pembuatan SOP Penggunaan safety shoes, Terjatuh J Sd Sedang display, perbaikan penerangan dan tangga Sumber listrik diletakkan pada Tersetrum J Sd Sedang tempat tertutup, display tanda peringatan berbahaya Penggunaan ear plug, meredam, menyekat, pemindahan, Kebisingan J Sd Sedang pemeliharaan, penanaman pohon, peninggian tembok, membuat bukit buatan Terpotong J B Tinggi Pembuatan SOP Tergelincir J TS Rendah Penggunaan Safety shoes Keterangan : P : Peluang/kemungkinan terjadinya bahaya; K : Konsekuensi terjadinya bahaya; J : Jarang; TS : Tidak signifikan; Sd : Sedang; B : Bencana
47
4.5.3. Pengeringan Unit pengeringan terdiri dari 7 bahaya dengan 1 bahaya beresiko rendah, 3 bahaya beresiko sedang dan 3 bahaya beresiko tinggi. Tidak jauh berbeda dengan unit penggilingan dan fermentasi, bahaya yang banyak terjadi di unit pengeringan merupakan bahaya yang beresiko sedang dan tinggi. Banyaknya resiko sedang dan tinggi pada unit ini dikarenakan peralatan yang ada di ruangan pengeringan banyak yang sudah rusak sehingga dari kondisi tidak aman tersebut pekerja banyak melakukan tindakan tidak aman. Daftar bahaya pada unit pengeringan dengan tingkat resiko serta pengendaliannya dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Daftar bahaya pada unit pengeringan dengan tingkat resiko serta pengendaliannya Bahaya P K Tingkat Pengendalian resiko Terjepit pintu J TS Rendah Pembuatan SOP pengering Penggunaan sepatu boot (safety Terjatuh J B Tinggi shoes), display Pemasangan APAR, display, penggunaan indikator suhu Terbakar J B Tinggi (termometer) pada ruangan dan pembuatan SOP Penggunaan ear plug, meredam, menyekat, pemindahan, Kebisingan J B Tinggi pemeliharaan, penanaman pohon, peninggian tembok dan membuat bukit buatan Penggunaan indikator suhu (termometer) pada ruangan, Terpapar panas J Sd Sedang penggunaan sarung tangan anti panas dan pembuatan SOP Tergelincir J Sd Sedang Penggunaan safety shoes Mata terkena debu J Sd Sedang pemakaian eye protection, Keterangan : P : Peluang/kemungkinan terjadinya bahaya; K: Konsekuensi terjadinya bahaya; J : Jarang; TS : Tidak signifikan; Sd : Sedang; B : Bencana; APAR : Alat Pemadam Api Ringan Pengendalian yang dapat dilakukan pada unit ini pengendalian yang berupa engineering control, pengendalian administratif seperti penggunaan APD, SOP serta display. Display untuk bahaya terbakar dapat dilihat pada Lampiran 12. Idealnya pada unit ini dilakukan pengendalian yang berupa substitusi yaitu 48
mengganti peralatan yang menjadi sumber bahaya, namun untuk saat ini perusahaan belum bisa melakukan hal tersebut karena pengendalian tersebut membutuhkan biaya yang besar. Salah satu bahaya yang beresiko tinggi adalah kebisingan. Kebisingan di unit ini beresiko tinggi hal itu dikarenakan ruangan pengeringan berada diantara ruang sortasi dan penggilingan. Sehingga ketika semua mesin berjalan ruangan pengeringan lebih bising dibandinkan dengan ruangan lainnya. Berdasarkan Keputusan
Menteri
No.
1405/Menkes/SK/XI/2002
Tentang
Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, agar kebisingan tidak mengganggu kesehatan atau membahayakan perlu diambil tindakan sebagai berikut : a) Pengaturan tataletak ruang harus sedemikian rupa agar terhindar dari kebisingan. b) Sumber bising dapat dikendalikan dengan beberapa cara antara lain: meredam,
menyekat,
pemindahan,
pemeliharaan,
penanaman
pohon,
peninggian tembok, membuat bukit buatan dan lain-lain. c) Rekayasa peralatan (engineering control). 4.5.4. Sortasi dan Pengepakan Sortasi dan pengepakan merupakan bagian produksi yang banyak menggunakan mesin. Pada unit terdapat 8 bahaya dengan 4 bahaya beresiko rendah, 3 bahaya beresiko sedang serta 1 bahaya beresiko tinggi. Pada unit bahaya yang paling banyak mempunyai tingkat resiko rendah. Bahaya tersebut berasal dari kebiasaan pekerja seperti melewati bagian bawah konveyor dan bahaya yang ditimbulkan oleh mesin seperti kebisingan. Daftar bahaya pada unit sortasi dan pengepakan dengan tingkat resiko serta pengendaliannya dapat dilihat pada Tabel 11. Pengendalian yang dapat dilakukan pada bagian sortasi dan pengepakan secara garis besar hampir sama dengan bagian yang lainnya. Pengendalian tersebut dengan menggunakan subtitusi dengan mengganti peralatan yang rusak seperti kawat penghalang rantai atau van belt dan pengendalian secara administratif
49
seperti SOP, penggunaan APD dan display. Display untuk bahaya tersetrum dapat dilihat pada Lampiran 13, sedangkan SOP secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 14. Tabel 11. Daftar bahaya pada unit sortasi dan pengepakan dengan tingkat resiko serta pengendaliannya Bahaya P K Tingkat Pengendalian resiko Pembuatan SOP dan Terjepit rantai J Sd Sedang pemasangan kawat penghalang pada sisi rantai dan van belt Perbaikan sistem blower (kipas) Terhirup/pernapasan J TS Rendah untuk membuang debu dan (dust) penggunaan masker Perbaikan dan penambahan Mata terkena debu S TS Sedang sistem blower danpemakaian eye protection Pemasangan dan perbaikan Tertarik baling-baling SJ B Tinggi kawat penghalang pada sisi blower baling-baling Terbentur J TS Rendah Pemasangan display Penggunaan ear plug, meredam, menyekat, pemindahan, Kebisingan Sd TS Rendah pemeliharaan, penanaman pohon, peninggian tembok dan membuat bukit buatan Tertusuk J TS Rendah Penggunaan sarung tangan Sumber listrik diletakkan pada tempat tertutup dan pemasangan Teresetrum J Sd Sedang display tanda bahaya disekitar area Keterangan : P : Peluang/kemungkinan terjadinya bahaya; K: Konsekuensi terjadinya bahaya; SJ : Sangat jarang; J : Jarang; Sd : Sedang; TS : Tidak signifikan; Sd : Sedang; B Bencana; Salah satu penyebab bahaya adalah timbulnya debu. Berdasarkan Keputusan Menteri
No.
1405/Menkes/SK/XI/2002
Tentang
Persyaratan
Kesehatan
Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, agar kandungan debu di dalam udara ruang kerja industri memenuhi persyaratan kesehatan maka perlu dilakukan upaya-upaya sebagai berikut :
50
a) Pada sumber dilengkapi dengan penangkap debu (dust enclosure). b) Untuk menangkap debu yang timbul akibat proses produksi, perlu dipasang ventilasi lokal (local exhauster) yang dihubungkan dengan cerobong dan dilengkapi dengan penyaring debu (filter). c) Ruang proses produksi dipasang dilusi ventilasi (memasukkan udara segar).
4.6. Faktor-Faktor Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Safety Psychology) 4.6.1. Pelatihan dan Pendidikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pelatihan dan pendidikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan salah satu faktor yang diperlukan oleh para pekerja untuk melakukan tugasnya dengan baik dan aman. Adanya pelatihan dan pendidikan K3 yang diberikan oleh pihak perusahaan akan membuat para pekerja bekerja lebih berhati-hati serta mereka dapat melindungi diri dari bahaya-bahaya yang ada sehingga kecelakaan kerja dapat dihindari. Menurut Notoatmodjo (2003), pendidikan dan pelatihan merupakan upaya untuk mengembangkan
sumberdaya
manusia
terutama
untuk
mengembangkan
kemampuan intelektual dan kepribadian manusia. Pendidikan pada umumnya berkaitan dengan mempersiapkan calon tenaga profesional yang diperlukan oleh suatu instansi atau organisasi, sedangkan pelatihan lebih berkaitan dengan peningkatan kemampuan atau keterampilan karyawan yang sudah menduduki suatu pekerjaan atau tugas tertentu. Pelatihan dan pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendidikan dan pelatihan yang berkaitan dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Pendidikan dan pelatihan tersebut meliputi pelatihan K3 untuk pekerjaanpekerjaan yang berbahaya, pelatihan penggunaan alat keselamatan kerja dan pelatihan mengenai Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan. Hasil jawaban responden mengenai pelatihan dan pendidikan K3 dapat dilihat pada Tabel 12. Pernyataan No. 1, 2, 3 dan 5 merupakan macam-macam pelatihan dan pendidikan yang dilakukan oleh perusahaan, sedangkan pernyataan No. 4 merupakan pernyataan tentang manfaat dari adanya pelatihan dan pendidikan. Dari Tabel 12. 51
Dapat dilihat bahwa sebagian responden yaitu sekitar kurang dari 55% menyetujui bahwa perusahaan telah melakukan pelatihan dan pendidikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Sementara itu, sekitar 42% dari responden menyatakan bahwa perusahaan tidak pernah mengadakan pendidikan dan pelatihan K3. PT. Sinar Inesco pernah mengadakan pendidikan dan pelatihan mengenai K3. Hanya saja waktunya tidak kontinyu dan jarang dilakukan sehingga tidak semua pekerja mengetahui pernah diadakan pelatihan dan pendidikan tentang keselamatan kerja. Karena jarangnya dilakukan, ada kemungkinan para pekerja yang baru tidak mengetahui program tersebut. Tabel 12. Hasil jawaban responden mengenai pelatihan dan pendidikan K3 Persentase Skor Nilai (%) No Pernyataan STS TS N S SS Perusahaan mengadakan 1 pendidikan dasar bagi para 20,83 12,50 12,50 33,33 20,83 pegawai Perusahaan mengadakan pelatihan 2 K3 untuk pelaksanaan pekerjaan 16,67 25,00 12,50 29,17 16,67 yang berpotensi bahaya Perusahaan mengadakan pelatihan 3 16,67 16,67 25,00 29,17 12,50 khusus untuk para mandor Anda merasakan manfaat dari 4 0,00 4,17 20,83 54,17 20,83 pendidikan dan pelatihan K3 Perusahaan mengadakan pelatihan mengenai pertolongan pertama 5 16,67 25,00 4,17 27,50 16,67 saat kecelakaan (P3K) Keterangan : STS : Sangat tidak setuju; TS : Tidak setuju; N : Netral; S : Setuju; SS : Sangat setuju. Berdasarkan hasil tabulasi jawaban responden, dapat diketahui sebanyak 75% responden menyatakan menyetujui bahwa mereka merasakan manfaat dari pendidikan dan pelatihan yang diadakan oleh perusahaan. Manfaat yang didapatkan oleh para pekerja adalah timbulnya rasa ketenangan dalam bekerja karena mereka sudah mempunyai pengetahuan tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja sehingga tahu apa yang harus dilakukan ketika ada bahaya yang menimpa para pekerja.
52
Cascio (1998) yang dikutip oleh Ilham (2002) mengatakan bahwa kecelakaan kerja sering terjadi karena para pekerja tidak memiliki alat vital untuk melindungi diri mereka yaitu informasi dan pengetahuan. Dengan adanya pendidikan dan pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang diadakan oleh perusahaan, diharapakan mampu memberikan informasi dan pengetahuan kepada para pekerja sehingga mereka dapat melindungi diri mereka dari setiap bahaya serta kecelakaan kerja dapat dihindari. 4.6.2. Publikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja PT. Sinar Inesco merupakan industri pengolahan teh yang mempunyai tingkat bahaya dan resiko kecelakaan yang bervariasi pada kegiatan produksinya. Tingkat resiko yang dimiliki oleh PT. Sinar Inesco meliputi resiko rendah, sedang, dan tinggi. Publikasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hal-hal yang berkenaan dengan pemberian informasi mengenai keselamatan kerja. Adanya tanda-tanda atau display mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja di lingkungan kerja bertujuan untuk melindungi para pekerja agar terhindar dari bahaya dan kecelakaan kerja. Publikasi K3 yang terdapat di PT. Sinar Inesco berupa larangan-larangan, seperti larangan merokok, membuang sampah sembarangan, naik ke atas trough, serta peringatan bahaya tegangan tinggi pada instalasi listrik. Hasil dari jawaban responden mengenai Publikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja dapat dilihat pada Tabel 13. Berdasarkan hasil jawaban responden mengenai publikasi K3 sekitar 66,67% responden menyatakan bahwa perusahaan telah melakukan sosialisasi program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar karyawan mengetahui bahwa perusahaan telah melakukan sosialisasi program K3 nya. Responden yang menyatakan ragu-ragu serta yang menyatakan perusahaan tidak melakukan sosialisasi program K3, kemungkinan besar responden tersebut merupakan karyawan baru. Selain itu, PT. Sinar Inesco melakukan sosialisasi program K3 tidak secara berkala sehingga ada kemungkinan para pekerja lupa.
53
Tabel 13. Hasil jawaban responden mengenai publikasi K3 No Pernyataan
Persentase Skor Nilai (%) STS TS N S SS
Perusahaan telah melakukan 0,00 sosialisasi tentang program K3 Perusahaan telah melakukan 2 sosialisasi tentang penggunaan 4,17 Alat perlindungan Diri Perusahaan telah melakukan 3 sosialisasi tentang penggunaan alat 0,00 pemadam kebakaran (APAR) Perusahaan telah melakukan sosialisasi tentang prosedur 4 keselamatan kerja untuk 4,17 pelaksanaan pekerjaan yang berpotensi bahaya Pemasangan tanda peringatan di 4,17 5 tempat yang berpotensi bahaya Di lingkungan perusahaan terdapat pesan-pesan tentang keselamatan 6 4,17 kerja Perusahaan memberikan informasi 7 4,17 tentang tingkat bahaya pekerjaan Keterangan : STS : Sangat tidak setuju; TS : Tidak setuju; N setuju 1
16,67 16,67 54,17 12,50 8,33
12,50 45,83 29,17
12,50 12,50 37,50 37,50
8,33
8,33
54,17 25,00
0,00
4,17
66,67 25,00
4,17
4,17
66,67 20,83
20,83 12,50 29,17 33,33 : Netral; S : Setuju; SS : Sangat
Sebanyak 75% responden menyatakan bahwa perusahaan telah melakukan sosialisasi tentang penggunaan Alat pelindung Diri. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar karyawan mengetahui adanya sosialisasi tentang penggunaan APD. Perusahaan melakukan sosialisasi penggunaan Alat Pelindung Diri pada waktu karyawan masuk kerja pertama kali. Alat Pelindung Diri yang banyak digunakan oleh karyawan adalah masker dan sarung tangan. Hampir sebagian besar responden yaitu sekitar 75% menyatkan bahwa perusahaan telah melakukan sosialisasi tentang penggunaan APAR. PT. Sinar Inesco melakukan sosialisasi tentang penggunaan APAR karena dalam kegiatan produksinya ada resiko kebakaran. Alat Pemadam Api Ringan ditempatkan di beberapa tempat yang mempunyai resiko terjadi kebakaran seperti di ruang generator, ruang pelayuan, ruang pengeringan, penggilingan dan sortasi. Hanya
54
saja untuk ruang pengeringan, penggilingan, serta sortasi APAR-nya belum dipasang kembali karena telah digunakan. Berdasarkan tabulasi hasil jawaban responden juga dapat dilihat bahwa 79,17% responden menyatakan bahwa perusahaan telah melakukan sosialisasi tentang prosedur keselamatan kerja untuk pelaksanaan pekerjaan yang berpotensi bahaya. Pekerjaan yang berpotensi bahaya tinggi pada umumnya pekerjaan yang menggunakan mesin. Pekerja yang mengoperasikan mesin merupakan pekerja yang sudah berpengalaman karena massa kerjanya sudah lama. Kecelakaan terjadi biasanya diakibatkan oleh kelalaian pekerja ketika mengoperasikan mesin. Lebih dari 90% responden menyatakan bahwa di lingkungan kerja ada pemasangan tanda-tanda peringatan di tempat yang berpotensi bahaya, sedangkan untuk pesan-pesan tentang keselamatan kerja 87,5% responden menyatakan ada. Tanda-tanda peringatan dan pesan keselamatan kerja tersebut dipasang di beberapa tempat seperti ruang pelayuan, sortasi, penggilingan, dan pengeringan. Pada awalnya PT. Sinar Inesco banyak memasang tanda-tanda peringatan, namun saat ini tanda-tanda tersebut sudah banyak yang tidak terpasang karena ada beberapa pekerja yang mencopot tanda tersebut. Salah satu tanda peringatan yang digunakan di ruang pelayuan dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Publikasi K3 yang Ada di ruang pelayuan Sekitar 62,50% responden menyatakan bahwa perusahaan memberikan informasi tentang tingkat bahaya pekerjaan. Perusahaan telah memberikan informasi mengenai tingkat bahaya pekerjaan untuk setiap bagian produksi. Hal tersebut dapat dilihat dengan adanya beberapa publikasi K3 yang menyatakan tentang
55
tingkat bahaya. Adanya responden yang ragu-ragu dan tidak tahu kemungkinan besar tidak mengikuti pelatihan yang diadakan oleh perusahaan dan tidak memperhatikan publikasi K3 yang ada. 4.6.3. Kontrol Lingkungan Kerja Adanya kontrol lingkungan kerja bertujuan agar lingkungan kerja tersebut aman dan nyaman sehingga tingkat kecemasan dari karyawan akan menurun serta karyawan dapat bekerja secara optimal. Kontrol lingkungan kerja yang dibahas di sini meliputi suhu ruangan, kondisi ventilasi, pendingin, penerangan dan ketersediaan alat Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K). Selain itu, pemeriksaan APD, perbaikan instalasi/peralatan kerja serta pemeriksaan kesehatan. Hasil jawaban responden mengenai kontrol lingkungan kerja dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Hasil jawaban responden mengenai kontrol lingkungan kerja Persentase Skor Nilai (%) No Pernyataan STS TS N S SS 1 Suhu ruangan cukup baik 0,00 4,17 16,67 54,17 25,00 Kondisi ventilasi, pendingin, 2 0,00 0,00 12,50 58,33 29,17 penerangan cukup baik Pemeriksaan kesehatan secara 3 8,33 16,67 12,50 41,67 20,83 berkala Pemeriksaan kondisi APD, APAR, 4 4,17 4,17 20,83 41,67 29,17 sistem hidrant secara berkala 5 Perusahaan menyediakan P3K 0,00 8,33 12,50 50,00 29,17 Kontrol sumber resiko di tempat 6 0,00 4,17 16,67 58,33 20,83 kerja dan lingkungan Perbaikan/mengganti instalasi, ruang kerja, dan peralatan kerja 7 yang menimbulkan bahaya jika 0,00 0,00 12,50 58,33 29,17 teridentifikasi memiliki potensi bahaya Keterangan : STS : Sangat tidak setuju; TS : Tidak setuju; N : Netral; S : Setuju; SS : Sangat setuju. Berdasarkan Tabel 14, didapat bahwa 79,17% responden menyatakan suhu ruangan yang ada di lingkungan kerja cukup baik. Suhu ruangan yang ada di lingkungan kerja PT. Sinar Inesco dapat dikategorikan cukup baik. Hal tersebut
56
dikarenakan ada beberapa bagian ruangan yang terbuka sehingga udara dari luar dapat masuk. Selain itu, letak pabrik yang berada di pegunungan membuat suhu ruangan di sekitar lingkungan kerja berkisar antara 24-25 °C. Suhu tersebut masih dalam kategori normal berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 261 Tahun 1998 yang mensyaratkan lingkungan kerja harus mempunyai rentang suhu 18-30 °C. Tetapi ada juga ruangan yang bersuhu lebih dari 25 °C yaitu ruangan pengeringan. Sekitar 87,50% responden menyatakan bahwa ventilasi, pendingin, serta penerangan yang ada di lingkungan kerja cukup. Adanya ventilasi, pendingin dan penerangan yang baik dapat memberikan perasaan yang aman dalam melakukan pekerjaan serta dapat menghindari timbulnya kecelakaan kerja. Ventilasi, pendingin, dan penerangan yang ada di lingkungan kerja masih berfungsi dengan baik sehingga para karyawan tidak mengeluh tentang kondisi tersebut. Sebanyak 62,50% responden berpendapat bahwa perusahaan melakukan pemeriksaan
secara
berkala.
Bervariasinya
jawaban
responden
tersebut
dikarenakan para pekerja tidak dapat membedakan pemerikasaan kesehatan yang merupakan program perusahaan dan pemeriksaan kesehatan yang merupakan fasilitas yang disediakan oleh perusahaan bagi karyawan yang sakit atau mengalami kecelakaan kerja. Berdasarkan hasil jawaban responden mengenai pemeriksaan kondisi APD, APAR serta sistem hidrant diketahui bahwa 70,84 % menyatakan perusahaan melakukan pemeriksaan terhadap alat tersebut. PT. Sinar Inesco melakukan pengecekan terhadap alat-alat keselamatan kerja khususnya alat keselamatan kerja yang vital seperti APAR. Perusahaan juga melakukan pemeriksaan terhadap Alat Perlindungan Diri yang dipakai oleh karyawan, namun jika ada APD yang rusak terkadang karyawan sendiri yang membelinya. APAR yang digunakan di PT. Sinar Inesco dapat dilihat pada Gambar 16. Sebagian besar responden yaitu sekitar 79,10 % menyatakan bahwa perusahaan menyediakan perlengkan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan. Perlengkapan P3K sangat diperlukan sebagai alat bantuan pertama atau pertolongan minimalis
57
ketika terjadi kecelakan kerja di tempat kerja. Idealnya perlengkapan P3K ada di setiap ruangan, namun PT. Sinar Inesco hanya menyediakan perlengkapan P3K di kantor yaitu di atas ruang produksi. Perlengkapan P3K yang disediakan meliputi kapas, kain kasa, betadine, obat gosok, serta obat-obatan ringan lainnya. Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No: Per-15/Men/VIII/2008 tentang Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan di tempat kerja, jenis kotak P3K yang harus disediakan untuk tenaga kerja 100 orang atau lebih adalah 1 kotak jenis C atau 2 kotak B, atau 4 kotak A, atau 1 kotak B dan 2 kotak A. Setiap jenis kotak P3K dapat dilihat pada Lampiran 15.
Gambar 16. Alat Pemadam Api Ringan yang ada di ruang pelayuan Mayoritas responden yaitu sekitar 79,16% menyatakan bahwa ada kontrol sumber resiko di lingkungan kerja. Alat kontrol sumber resiko yang ada di lingkungan kerja meliputi termometer dan higrometer. Termometer merupakan alat untuk mengukur suhu, sedangkan higrometer digunakan untuk mengukur kelembaban ruangan atau Relative Humidity. Selain sebagai alat kontrol lingkungan kerja, termometer dan higrometer juga berfungsi sebagai pengontrol proses khususnya untuk bagian penggilingan dan pelayuan. Sekitar 87,50 % responden menyatakan bahwa perusahaan melakukan perbaikan atau mengganti instalasi ruang kerja, dan peralatan kerja yang menimbulkan bahaya jika teridentifikasi memiliki potensi bahaya. Perusahaan senantiasa mengecek peralatan-peralatan kerja khususnya mesin agar tidak menimbulkan bahaya bagi para pekerja. Bahkan untuk mengecek dan perbaikan peralatan ada
58
bagian khusus yang ditunjuk yaitu bagian teknik. Adanya responden yang menjawab ragu-ragu dikarenakan responden tersebut kurang memperhatikan atau responden tersebut tidak puas dengan perbaikan yang telah dilakukan oleh perusahaan. 4.6.4. Pengawasan dan Disiplin Pengawasan keselamatan kerja (safety inspection) sangat penting dilakukan secara teratur untuk mengetahui sedini mungkin sumber-sumber bahaya potensial yang mungkin dapat menyebabkan kecelakaan kerja dan menggangu kesehatan kerja. Selain pengawasan, disiplin juga merupakan hal penting yang harus diperhatikan oleh perusahaan. Adanya pengawasan terhadap lingkungan kerja serta perilaku kerja dapat mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Pengawasan dan disiplin yang dibahas disini meliputi pengecekan terhadap alat-alat yang digunakan seperti APD, alat-alat K3, pemberlakuan peraturan dan sistem sanksi, serta mengenai kelembagaan K3 dan audit internal maupun eksternal untuk penerapan K3 yang ada di PT. Sinar Inesco. Hasil jawaban responden mengenai pengawasan dan disiplin dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Hasil jawaban responden mengenai pengawasan dan disiplin Persentase Skor Nilai (%) No Pernyataan STS TS N S SS Pengecekan terlebih dahulu alat1 4,17 4,17 0,00 66,67 20,83 alat sebelum digunakan 2 Kewajiban penggunaan APD 4,17 4,17 25,00 41,67 25,00 Pengecekan alat-alat K3 secara 3 4,17 8,33 8,33 58,33 20,83 berkala Pemberlakuan peraturan dan 4 16,67 12,50 16,67 41,67 8,33 pemberian sanksi Memberikan pengawasan terhadap 5 4,17 4,17 16,67 54,17 20,83 bahan-bahan berbahaya 6 Perusahaan mempunyai peraturan 4,17 4,17 12,50 54,17 25,00 Ada departemen khusus yang 7 4.17 16,67 8,33 45,83 25,00 menangani K3 Ada audit internal dan eksternal 8 0,00 25,00 20,83 41,67 12,50 terhadap pelaksanaan K3 Keterangan : STS : Sangat tidak setuju; TS : Tidak setuju; N : Netral; S : Setuju; SS : Sangat setuju.
59
Sebagian besar responden yaitu sekitar 87,50% menyatakan bahwa perusahaan senantiasa mengecek terlebih dahulu alat-alat sebelum digunakan. Pengecekan alat-alat sangat diperlukan agar ketika alat tersebut beroperasi tidak ada masalah sehingga proses produksi berjalan dengan lancar dan potensi kecelakaan kerja dapat dikurangi. Pengecekan tersebut biasanya dilakukan oleh pekerja di bagiannya masing-masing. Sebanyak 66,67% responden menyatakan bahwa di lingkungan kerjanya terdapat kewajiban menggunakan APD. Alat Pelindung Diri berfungsi untuk melindungi para pekerja dari berbagai macam bahaya dan polusi sehingga dapat mengurangi penyakit akibat kerja. Untuk mendukung program tersebut perusahaan menyediakan APD bagi para pekerja, namun jika ada APD yang rusak tidak semuanya diganti oleh perusahaan. Hal itu tergantung dari usaha pekerja untuk melobi pihak manajemen perusahaan. APD yang disediakan oleh perusahaan sebagian besar berupa masker dan sarung tangan. Sebagai bentuk dari tanggung jawab perusahaan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja karyawan, perusahaan melakukan pengecekan tehadap alat-alat K3 seperti Alat Pemadam Api Ringan dan Alat Perlindungan Diri. Dari Tabel 15. dapat dilihat sekitar 79,16% dari responden menyatakan bahwa perusahaan melakukan pengecekan terhadap alat-alat K3. PT. Sinar Inesco melalui bagian teknik telah melakukan pengecekan terhadap alat-alat K3, namun pengecekan tersebut belum terjadwal sehingga ada beberapa alat K3 yang belum diperbaiki sampai sekarang. Berdasarkan Tabel 15, diketahui bahwa 50% responden menyatakan bahwa ada pemberlakuan peraturan dan pemberian sanksi. Demikian juga dengan pernyataan No. 6 yang menyatakan bahwa perusahaan mempunyai peraturan, hampir sebagian responden yaitu sekitar 79,17% menyatakan perusahaan mempunyai peraturan. PT. Sinar Inesco mempunyai peraturan mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja karyawan, namun peraturan tersebut tidak banyak diketahui oleh para pekerja dan belum tersosialisasi dengan baik. Separuh dari para pekerja tidak mengetahui adanya peraturan tersebut, hal itu dikarenakan sebagian besar dari peraturan tersebut tidak secara tertulis. Pemberian sanksi terhadap para pekerja 60
yang melanggar peraturan juga tidak tegas sehingga banyak pekerja yang melakukan pelanggaran peraturan dan mengulanginya kembali. PT. Sinar Inesco belum mempunyai departemen khusus yang menangani Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Selain itu, dari segi manajemennya pun belum ada kelembagaannya. Berdasarkan jawaban responden, 70,83% menyatakan bahwa perusahaan mempunyai departemen khusus yang menangani K3. Sebagian responden menganggap bahwa balai kesehatan karyawan merupakan departemen khusus yang menangani K3. Pernyataan yang terakhir, mengenai adanya audit internal dan eksternal terhadap pelaksanaan K3 sebagian responden yaitu sekitar 54,17% menyatakan ada. Audit eksternal pelaksanaan K3 pada PT. Sinar Inesco dilakukan oleh Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi pemerintah setempat. Hanya saja audit tersebut terkadang hanya sebatas pemberian laporan dari pihak perusahaan dan tidak sampai ke tahap evaluasi program, sedangkan untuk audit internalnya belum terjadwal secara berkala. Sehingga sampai saat ini PT. Sinar Inesco belum mempunyai sertifikat K3. 4.6.5. Peningkatan Kesadaran K3 Program-program Keselamatan dan Kesehatan Kerja akan bekerja sangat baik jika didukung dengan iklim yang positif. Adanya iklim yang mendukung ini akan sangat membantu pelaksanaan program K3 di perusahaan. Salah satu iklim yang mendukung adalah terbentuknya kesadaran di setiap komponen perusahaan untuk melaksanakan K3. Hasil jawaban responden mengenai faktor peningkatan kesadaran K3 dapat dilihat pada Tabel 16. Sebagian besar responden yaitu 91,67% berpendapat bahwa perusahaan memberikan perhatian yang besar terhadap masalah K3. Salah satu bentuk perhatian perusahaan terhadap masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah dengan disediakannya berbagai macam alat keselamatan kerja seperti APD dan APAR. Selain itu, perusahaan juga menyediakan fasilitas kesehatan berupa Balai Kesehatan beserta dokter yang siap melayani pekerja jika ada yang mengalami
61
kecelakaan kerja atau sakit. Bentuk perhatian lain yang diberikan oleh perusahaan adalah dengan menawarkan Asuransi Tenaga Kerja (ASTEK) bagi pekerja yang berminat. Tabel 16. Hasil jawaban responden mengenai peningkatan kesadaran K3 Persentase Skor Nilai (%) No Pernyataan STS TS N S SS Perusahaan memberikan perhatian 1 0,00 0,00 8,33 66,67 25,00 yang besar terhadap masalah K3 Perusahaan menempatkan K3 2 0,00 0,00 16,67 58,33 25,00 sebagai prioritas utama Perusahaan sangat memperhatikan 0,00 0,00 8,33 62,50 29,17 3 keselamatan dan kesehatan kerja anda Memiliki motivasi yang baik untuk 4 0,00 4,17 0,00 66,67 29,17 melaksanakan K3 Perusahaan menginginkan 5 masukan-masukan dari anda 4,17 12,50 8,33 54,17 20,83 terkait dengan masalah K3 Keterangan : STS : Sangat tidak setuju; TS : Tidak setuju; N : Netral; S : Setuju; SS : Sangat setuju. Berdasarkan Tabel 16. diketahui bahwa 83,33% responden berpendapat bahwa perusahaan menempatkan K3 sebagai prioritas utama. Begitupun dengan pernyataan perusahaan sangat memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja, 91,69% responden menyatakan setuju. Salah satu alasan sebagian responden menyatakan setuju adalah dengan melihat fasilitas kesehatan yang disediakan oleh perusahaan. Responden berpendapat bahwa fasilitas tersebut merupakan bukti perusahaan memprioritaskan dan memberikan perhatian terhadap K3 para pekerjanya. Hampir seluruh responden yaitu sekitar 95,84% menyatakan bahwa mereka memiliki motivasi yang baik untuk melaksanakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Pekerja memahami bahwa dengan melaksanakan K3 akan mencegah terjadinya kecelakaan kerja sehingga motivasi yang baik perlu ditumbuhkan. Adanya responden yang tidak memiliki motivasi dalam melaksanakan K3 kemungkinan dalam bekerjanya ceroboh sehingga peluang terjadinya kecelakaan kerja tinggi. Tidak adanya motivasi untuk melaksanakan K3 bisa disebabkan
62
karena pekerja tersebut tidak memahami pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja baik bagi dirinya maupun bagi orang lain. Untuk menumbuhkan motivasi tersebut, perusahaan dapat memberikan pendidikan dan pelatihan mengenai K3 bagi para pekerja. Sebanyak 75% responden berpendapat bahwa perusahaan menginginkan adanya masukan-masukan dari pekerja terkait masalah K3. Masukan-masukan mengenai K3 sangat diharapkan oleh perusahaan agar program K3 yang dibuat sejalan dengan kebutuhan pekerja. Perusahaan menerima masukan dari pekerja baik secara tertulis maupun secara lisan. Selain itu, untuk menyalurkan aspirasi pekerja baik dalam masalah K3 ataupun yang lainnya dapat menggunakan serikat pekerja yang ada di perusahaan.
63
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Proses produksi teh kering skala industri terdiri dari beberapa tahap yaitu prapelayuan, pelayuan, penggilingan, fermentasi, pengeringan serta sortasi dan pengepakan. Proses pengolahan teh memungkinkan adanya resiko kecelakaan yang terjadi kepada para pekerja. Pada proses prapelayuan dan pelayuan terdiri dari 7 macam bahaya. Bahaya tersebut meliputi bahaya terperosok, terkena panas, terbentur dan kebisingan dengan resiko rendah. Tergores dengan resiko sedang serta tertarik baling-baling dan tersetrum listrik dengan resiko tinggi. Pada proses penggilingan dan fermentasi bahaya yang muncul terdiri dari tergelincir dengan resiko rendah, sedangkan bahaya terjatuh, tersetrum dan kebisingan beresiko sedang. Bahaya terpotong dan terjepit mempunyai resiko tinggi. Proses selanjutnya yaitu pengeringan mempunyai bahaya terjepit pintu pengering dengan resiko rendah dan bahaya terpapar panas serta tergelincir dengan resiko sedang. Bahaya lainnya yaitu terjatuh, terbakar serta kebisingan yang termasuk ke dalam kategori resiko tinggi. Proses yang terakhir adalah sortasi dan pengepakan yang terdiri dari debu terhirup, terbentur, tertusuk serta kebisingan yang beresiko rendah. Bahaya yang beresiko sedang terdiri dari bahaya terjepit, mata terkena debu dan tersetrum, sedangkan bahaya tertarik baling-baling blower merupakan bahaya yang beresiko tinggi. Penyebab terjadinya bahaya secara garis besar dapat kelompokkan menjadi dua yaitu tindakan tidak aman yang dilakukan oleh pekerja dan kondisi tidak aman. Tindakan tidak aman dilakukan karena minimnya pengetahuan pekerja mengenai Keselamatan dan Kesehatan kerja. Kondisi tidak aman banyak yang disebabkan karena rusaknya peralatan seperti mesin-mesin produksi dan peralatan keselamatan kerja. Secara umum pengendalian yang dapat dilakukan untuk mereduksi bahaya-bahaya tersebut adalah dengan engineering atau rekayasa yaitu penggantian mesin dan 64
peralatan yang rusak serta perubahan tata letak mesin. Pengendalian yang bersifat administratif seperti penggunaan standard operation procedure. Pengendalian yang terakhir adalah penggunaan Alat Pelindung Diri. Pengendalian tersebut masih bersifat sementara. Faktor Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang diamati merupakan bagian dari safety psychology yang terdiri dari pendidikan dan pelatihan K3, publikasi dan kontes K3, kontrol lingkungan kerja, pengawasan dan disiplin serta peningkatan kesadaran K3. Bagian-bagian tersebut terdiri dari beberapa pernyataan yang berhubungan dengan manajemen dan lingkungan kerja. Hampir seluruh pernyataan tersebut diketahui oleh responden dengan tingkat pengetahuan diatas 50%. Hal tersebut menunjukkan bahwa pekerja serta manajemen perusahaan sudah cukup baik dalam upaya melaksanakan K3. Hanya saja diantara bagian safety psychology yang diamati, bagian pendidikan dan pelatihan mempunyai persentase yang lebih kecil dibandingkan dengan bagian yang lain. Ini berarti bagian tersebut penerapannya masih kurang sehingga perlu diperbaiki. 5.2. Saran Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa saran yang dapat diberikan antara lain : 1.
Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja baik berdasarkan OHSAS 18001:2008 maupun Permenaker No. 05/1996. Selain itu, perlu ada evaluasi terhadap pengendalian bahaya yang telah dilakukan agar memberikan hasil terbaik untuk pengendalian bahaya yang sesuai pada setiap unit. Salah satu langkah awal penerapan SMK3 adalah dengan membentuk organisasi K3 atau membentuk P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja). Rekomendasi struktur P2K3 dapat dilihat pada Lampiran 16.
2.
Perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan metode kuantitatif agar penilaian resiko yang dilakukan lebih spesifik sehingga cara pengendaliannya tepat.
65
3.
Untuk meningkatkan pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja diperlukan pendidikan dan pelatihan mengenai K3. Adanya pendidikan dan pelatihan K3 tersebut diharapkan dapat mengubah pola sikap pekerja sehingga pelaksanaan K3 dapat berjalan secara sempurna.
66
DAFTAR PUSTAKA Anonim.
2007. Modul Kuliah Keselamatan dan Kesehatan Kerja. www.safesci.unsw.edu.au/gens8003/module5/hazardnrisk.htm. Diakses pada tanggal 8 Juni 2007.
Ansori, A. 2008. Trend Kecelakaan Kerja dan Klaim Jaminan Kecelakaan Kerja . www.apindonesia.com. Diakses pada tanggal 30 Desember 2009 Hamzah, S. 2005. Evaluasi Jenis dan Area Potensi Kecelakaan Kerja Pada Industri Pabrik ”X” [skripsi]. Makassar: Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sultan Hasanudin. Hasan, M.I. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia. Herdiyanto, A. 2003. Tingkat kebisingan Mesin pada Industri Penggergajian (di PT. Perhutani Unit II Jawa Timur) [skripsi]. Bogor: Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Ilham, R.N. 2002. Analsis Hubungan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dengan Motivasi kerja Karyawan di PT. Goodyear Indonesia [kripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertania, Institut Pertanian Bogor. International Labour Organization. 2000. Safety and Health in Agriculture. Geneva: International Labour Organization. Departemen Kesehatan. 1998. Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Jakarta: Kerja. Departemen Kesehatan. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 1992. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No/Per-02/Men/1992 tentang Tata Cara Penunjukkan Kewajiban dan Wewenang Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 1999. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep. 51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja. Jakarta: Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 2008. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No:Per-15/Men/VIII/2008. tentang Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan di Tempat Kerja. Jakarta: Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Malau, H. 2007. Mempelajari Pola Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Kegiatan Produksi di PT. Toba Pulp Lestari Tbk [skripsi]. Bogor:
67
Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Mangkunegara, A.A. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: PT. Reamaja Rosda Karya. Mardalis. 2004. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara. Markkanen, P.K. 2004. Keselamatan dan kesehatan kerja di Indonesia. Manila: International Labor Organization Sub regional Officer for South East Asia and the Pacific. Nasri, S.M. 2002. Resiko Tinggi di Tempat Kerja Rumah sakit Kumpulan Makalah Seminar K3 Rumah Sakit Persahabatn Tahun 2000 dan 2001. Hastuti, Tjandra.Y.A, editor. Jakarta: UI Press. Notoatmodjo, S. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta. Nugroho, B.A. 2005. Strategi jitu Memilih Metode Statistik Penelitian dengan SPSS. Yogyakarta: Andi. Prihardany, D. 2004. Hubungan Antara Motivasi, Pengetahuan dan Keterampilan Karyawan Tentang Keselamatan dan kesehatan Kerja (K3) dengan Persepsi Terhadap Risiko di PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk, Citeureup, Bogor [tesis]. Jakarta: Magister Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Rivai, V. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan dari Teori ke Praktik. Jakarta: PT. Raja Grafondo Persada. Sabdoadi. 1979. Pencegahan Kecelakaan Kerja di Industri. Surabaya: Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Santoso, G. 2004. Manajemen Keselamtan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Prestasi Pustaka. Sevilla, C.G, Ochave, J.A, Punsalan, T.G, Regala, B.P dan Gabriel G.U. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Tuwu, Alimuddin (Penerjemah). Jakarta: UI Press. Side, G.W. 1998. Environmental, Health, and Safety. Mc. Graw Hill, New York. Silaban, G. 2003. Upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja Karyawan PT. Industri Sandang II Unit Patal Secang [skripsi]. Medan: Bagian Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara. Singarimbun, M dan Effendi, S. 1995. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES. 68
Standards of Australia. 1999. No. AS/NZS 4360:1999 Mengenai Risk Management. Standards Association of Australia, Strathfield NSW. Stricoff, R. dan Walters, D.B. 1995. Hand Book of Laboratory Health and Safety Second Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc. Suardi, R. 2005. Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PPM. Sugeng, A.M et al. 2005. Bunga Rampai Hiperkes & KK Edisi kedua. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Suma’mur. 1994. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Haji Masagung. Topobroto, H.S. 2002. Kebijakan dan Kondisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Indonesia (Policy and Condition of Occupational Safety and Health in Indonesia); Jakarta: International Labor Organization. Umar, H. 2002. Riset Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
69
Lampiran 1. Kuesioner penelitian KUESIONER PENELITIAN ANALISIS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PADA INDUSTRI PENGOLAHAN TEH (Studi Kasus Bagian produksi PT. Sinar Inesco, Tasikmalaya) Oleh: Yeni Rohaeni (F34050071) Di bawah bimbingan Dr. Ir. Tajuddin Bantacut, M.Sc dan Ir. Andes Ismayana, MT.
Pengantar Kuesioner ini disusun untuk melihat dan mengetahui penerapan K3 serta bahaya yang terjadi dalam kegiatan produksi. Kuesioner semata-mata ditujukan untuk keperluan ilmiah dan penyelesaian tugas skripsi, oleh karena itu jawaban yang bapak/ibu/saudara berikan tidak akan berkaitan dengan penilaian kinerja anda. Untuk itu saya mohon kesediaan bapak/ibu/saudara untuk mengisi kuesioner ini dengan lengkap, jujur, sesuai dengan keadaan sebenarnya agar informasi ilmiah yang disajikan nantinya dapat dipertanggungjawbakan. Terima kasih Berilah tanda silang (X) pada kolom jawaban sesuai dengan pilihan anda! BAGIAN 1. IDENTITAS RESPONDEN Nama
:…………..............................
Jenis kelamin
: Laki-laki
Usia
:……….Tahun
Pendidikan Terakhir
:………………………………
Masa Kerja
:………..Tahun
Bagian/Departemen
:……………………………...
Perempuan
70
BAGIAN II. SAFETY PSYCHOLOGY A. Pendidikan dan Pelatihan No Pernyataan 1 2 3 4 5
STS (1)
TS (2)
Netral (3)
S (4)
SS (5)
STS (1)
TS (2)
Netral (3)
S (4)
SS
Perusahaan mengadakan pendidikan dasar bagi para pegawai Perusahaan mengadakan pelatihan K3 untuk pelaksanaan pekerjaan yang berpotensi bahya Perusahaan mengadakan pelatihan khusus untuk para mandor Anda merasakan manfaat dari pendidikan dan pelatihan K3 Perusahaan mengadakan pelatihan mengenai pertolongan pertama saat kecelakaan (P3K) B. Publikasi K3
No Pernyataan 1 2
3
4
5 6 7
(5)
Perusahaan telah melakukan sosialisasi tentang program K3 Perusahaan telah melakukan sosialisasi tentang penggunaan Alat perlindungan Diri perusahaan telah melakukan sosialisasi tentang Penggunaan alat pemadam kebakaran (APAR) Perusahaan telah melakukan sosialisasi tentang prosedur keselamtan kerja untuk pelaksana pekerjaan yang berpotensi bahaya Pemasangan tanda peringatan di tempat yang berpotensi bahaya Di lingkungan perusahaan terdapat pesan-pesan tentang keselamatan kerja Perusahaan memberikan informasi tentang tingkat bahaya pekerjaan
71
C. Kontrol Lingkungan Kerja No Pernyataan 1 2 3 4 5 6
7
STS (1)
TS (2)
Netral (3)
S (4)
SS (5)
S (4)
SS (5)
Suhu ruangan cukup baik Kondisi ventilasi, pendingin, penerangan cukup baik Pemeriksaan kesehatan secara berkala Pemeriksaan kondisi APD, APAR, sistem hidrant secara berkala Perusahaan menyediakan P3K Kontrol sumber resiko di tempat kerja dan lingkungan Perbaikan/mengganti instalasi, ruang kerja, dan peralatan kerja yang menimbulkan bahaya jika teridentifikasi memiliki potensi bahaya D. Pengawasan dan Disiplin
No Pernyataan 1 2 3 4 5 6 7 8
STS (1)
TS (2)
Netral (3)
Pengecekan terlebih dahulu alat-alat sebelum digunakan Kewajiban penggunaan APD Pengecekan alat-alat K3 secara berkala Pemberlakuan peraturan dan pemberian sanksi Memberikan pengawasan terhadap bahan-bahan berbahaya Perusahaan mempunyai peraturan Ada departemen khusus yang menangani K3 Ada audit internal dan eksternal terhadap pelaksanaan K3
72
E. Peningkatan Kesadaran K3 No Pernyataan 1 2 3 4 5
STS (1)
TS (2)
Netral (3)
S (4)
SS (5)
Perusahaan memberikan perhatian yang besar terhadap masalah K3 Perusahaan menempatkan K3 sebagai prioritas utama Perusahaan sangat memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja anda Memiliki motivasi yang baik untuk melaksanakan K3 Perusahaan menginginkan masukanmasukan dari anda terkait dengan masalah K3
Keterangan STS TS Netral S SS
: : : : :
Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju
BAGIAN III. Peluang Terjadinya Bahaya 1. Unit Pra Pelayuan dan Pelayuan No
Bahaya potensial
1 2
Tergores Terperosok Terkena panas (lingkungan pada suhu tinggi) Terbentur kursi monorel Tertarik baling-baling exhaust fan Tersetrum listrik Kebisingan
3 4 5 6 7
SJ J (1) (2)
Sd (3)
S SS (4) (5)
73
2.
Unit Penggilingan dan Fermentasi No
SJ J (1) (2)
Sd (3)
S SS (4) (5)
SJ J (1) (2)
Sd (3)
S SS (4) (5)
SJ J (1) (2)
Sd (3)
S SS (4) (5)
Terjepit Tergelincir Tersetrum Kebisingan Terpotong Terjatuh
1 2 3 4 5 6
3.
Bahaya Potensial
Pengeringan No
Terjepit pintu pengering Tergelincir Terbakar Kebisingan Terpapar panas Terjatuh Mata terkena debu
1 2 3 4 5 6 7
4.
Bahaya Potensial
Sortasi dan Pengepakan
No 1 2 3 4 5 6 7 8
Bahaya Potensial Terjepit Terhirup/pernapasan (dust) Kebisingan Tertarik baling-baling blower Terbentur Mata terkena debu Tertusuk Tersetrum
74
Keterangan : SJ
: Sangat jarang, memungkinkan tidak pernah terjadi
J
: Jarang, dapat terjadi tetapi jarang
Sd
:
Sedang, dapat terjadi pada kondisi tertentu
S
:
Sering, dapat terjadi secara berkala
SS
:
Sangat sering, dapat terjadi kapan saja
BAGIAN IV. KONSEKWENSI TERJADINYA BAHAYA 1. Unit Pra Pelayuan dan Pelayuan No 1 2 3 4 5 6 7
Bahaya potensial
TS M (1) (2)
Sd (3)
B BB (4) (5)
Sd (3)
B BB (4) (5)
Tergores kawat rak pelayuan/trough Terperosok Terkena panas dari exhaust fan Terbentur kursi monorel Tertarik baling-baling exhaust fan Tersetrum listrik Kebisingan
2. Penggilingan dan Fermentasi No 1 2 3 4 5 6
Bahaya Potensial
TS M (1) (2)
Terjepit Tergelincir Tersetrum Kebisingan Terpotong Terjatuh
75
3. Unit Pengeringan
No
Bahaya Potensial
TS M (1) (2)
Sd (3)
B BB (4) (5)
TS M (1) (2)
Sd (3)
B BB (4) (5)
Terjepit pintu pengering Tergelincir Terbakar Kebisingan Terpapar panas Terjatuh Mata terkena debu
1 2 3 4 5 6 7
4. Unit Sortasi dan Pengepakan No
Bahaya Potensial
1 2 3 4 5 6 7 8
Terjepit rantai Terhirup/pernapasan (dust) Kebisingan Tertarik baling-baling blower Terbentur Mata terkena debu Tertusuk Tersetrum
Keterangan : TS
: Tidak Signifikan, memungkinkan tidak ada konsekuensi yang terjadi
M
: Minor, mengakibatkan luka kecil dan tidak permanen
Sd
:
B
: Bencana, mengakibatkan kematian atau cacat permanen
BB
:
Sedang, mengakibatkan luka atau cacat minor
Bencana Besar, mengakibatkan kematian dan atau kerugian finansial dalam jumlah yang tinggi
76
Lampiran 2. Peta Lokasi PT. Sinar Inesco
Sumber : www.bpkp.go.id
Keterangan : Nama Kecamatan 1. Pagerageung 2. Ciawi 3. Rajapolah 4. Cisayong 5. Cigalontang 6. Leuwisari 7. Indihiang 8. Cipedes 9. Salawu 10. Singaparna 11. Cihideung 12. Tawang 13. Kawalu 14. Cibeureum 15. Manonjaya 16. Cineam 17. Taraju 18. Sodonghilir 19. Sukaraja 20. Salopa 21. Bojonggambir 22. Bantarkalong 23. Cibalong 24. Cipatujah 25. Karangnunggal 26. Cikatomas 27. Pancatengah 28. Cikalong
Sumber : www.geocities.com Keterangan : : PT. Sinar Inesco 77
Lampiran 3. Lay Out Ruangan
70
Lay out ruangan bagian bawah
71
Keterangan : Ruang Bagian Atas (Pra Pelayuan dan Pelayuan) Arah Monorail dan arah pergerakan pucuk teh Withering Trough Tempat menjatuhkan pucuk teh yang sudah layu Ruangan Bagian Bawah No 1, 2, 3, 4, 5, : Mesin Penggilingan (Open Top Roller) No 6, 7,8, 9, 10 : Mesin Press Cup Roller No 11 : Ayakan RRB No 12, 13 : Rotorvane No 14 : Ayakan No 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22 : Rak Fermentasi No 23, 24, 25, 26 : Alat Pengering (Drier) No 27, 28, 29, 30 : Tungku (Pemasok panas untuk drier) No 31, 32 : Middleton No 33 : Crusher No 34 : Vibro Mesh No 35 : Vibro Blank No 36 : Mesin Chota Shifter No 37 : Crusher No 38 : Vibro Mesh No 39 : Vibro Blank No 40 : Mesin Chota Shifter No 41 : Winower No 42 : Tea Bulker
80
Lampiran 4. Perhitungan Uji Validitas Safety Psychology Item Pertanyaan
Pendidikan dan Pelatihan Publikasi K3 K3
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5
Kontrol lingkungan Pengawasan dan kerja Disiplin
Faktor
Peningkatan Kesadaran K3
Nilai Korelasi 0,841 0,648 0,533 0,663 0,534 0,345 0,853 0,702 0,796 0,681 0,354 0,739 0,580 0,490 0,814 0,725 0,779 0,872 0,554 0,630 0,535 0,784 0,456 0,710 0,787 0,274 0,246 0,656 0,740 0,816 0,679 0,781
R tabel α = 10% 0,344 0,344 0,344 0,344 0,344 0,344 0,344 0,344 0,344 0,344 0,344 0,344 0,344 0,344 0,344 0,344 0,344 0,344 0,344 0,344 0,344 0,344 0,344 0,344 0,344 0,344 0,344 0,344 0,344 0,344 0,344 0,344
Tingkat validitas Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Tidak Valid Valid Valid Valid Valid Valid
81
Lampiran 5. Perhitungan Uji Validitas Peluang Terjadinya Bahaya 1. Pelayuan dan Pra Pelayuan Item Pertanyaan Tergores Terperosok Terkena panas dari exhaust fan Terbentur kursi monorel Tertarik baling-baling exhaust fan Tersetrum listrik Kebisingan
Nilai Korelasi 0,458 0,054 0,772 0,946
R tabel α = 10% 0,729 0,729 0,729 0,729
-0,170
0,729
Tak hingga 0,188
0,729
Nilai Korelasi
R tabel α = 10%
0,802 Tak hingga 0,345 0,175 0,873 0,873
0,805 0,805
Nilai Korelasi Tak hingga Tak hingga Tak hingga 1 1 1 1
R tabel α = 10% 0,988
0,729
Tingkat Validitas Tidak valid Tidak valid Valid Valid Tidak Valid Tidak Valid Tidak valid
2. Penggilingan dan Fermentasi Item pertanyaan Terjepit Tergelincir Tersetrum Kebisingan Terpotong Terjatuh
0,805 0,805 0,805 0,805
Tingkat validitas Tidak valid Tidak valid Tidak valid Tidak valid Valid Valid
3. Pengeringan Item Pertanyaan Terjepit pintu pengering Terjatuh Terbakar Kebisingan Terpapar panas Tergelincir Mata terkena debu
Tingkat validitas Tidak valid
0,988 Tidak valid 0,988 0,988 0,988 0,988 0,988
Tidak valid Valid Valid Valid Valid
82
Lanjutan 4. Sortasi dan Pengepakan Item pertanyaan Terjepit rantai Terhirup/pernapasan (dust) Kebisingan Tertarik baling-baling blower Terbentur Mata terkena debu Tertusuk Teresetrum
Nilai Korelasi 0,053 0,265 0,613 Tak hingga 0,634 0,389 0,454 Tak hingga
R tabel α = 10% 0,549 0,549 0,549 0,549 0,549 0,549 0,549 0,549
Tingkat validitas Tidak Valid Tidak Valid Valid Tidak Valid Valid Tidak Valid Tidak Valid Tidak Valid
83
Lampiran 6. Perhitungan Uji Validitas Konsekwensi Terjadinya Bahaya 1. Pelayuan dan Pra Pelayuan Item Pertanyaan Tergores Terperosok Terkena panas dari exhaust fan Terbentur kursi monorel Tertarik baling-baling fan (kipas) Tersetrum listrik Kebisingan 2.
R tabel α = 10% 0,729 0,729 0,729 0,729
0,746
0,729
0,683 0,692
0,729 0,729
Tingkat Validitas Tidak valid Tidak valid Tidak valid Tidak valid Valid Tidak valid Tidak valid
Penggilingan dan Fermentasi Item pertanyaan
Terjepit Tergelincir Tersetrum Kebisingan Terpotong Terjatuh 3.
Nilai Korelasi -0,333 0,190 0,331 0,331
Nilai Korelasi -0,129 0,902 0,766 0,902 0,705 0,935
R tabel α = 10% 0,805 0,805 0,805 0,805 0,805 0,805
Nilai Korelasi 0,885 0,846 0,846 0,846 0,363 0,885 0,885
R tabel α = 10% 0,988 0,988 0,988 0,988 0,988 0,988 0,988
Tingkat validitas Valid Valid Tidak Valid Valid Tidak Valid Valid
Pengeringan Item Pertanyaan
Terjepit pintu pengering Terjatuh Terbakar Kebisingan Terpapar panas Tergelincir Mata terkena debu
Tingkat validitas Tidak valid Tidak valid Tidak valid Tidak valid Tidak valid Tidak valid Tidak valid
84
4.
Lanjutan Sortasi dan Pengepakan Item pertanyaan
Terjepit rantai Terhirup/pernapasan (dust) Kebisingan Tertarik baling-baling blower Terbentur Mata terkena debu Tertusuk Teresetrum
Nilai Korelasi 0.610 0.670 -0.039 0.224 Tak hingga 0.167 0.636 0.566
R tabel α = 10% 0,549 0,549 0,549 0,549 0,549 0,549 0,549 0,549
Tingkat validitas Valid Valid Tidak Valid Tidak Valid Tidak Valid Tidak Valid Valid Valid
85
Lampiran 7. Perhitungan Uji Reliabilitas Safety Psychology 1. Pendidikan dan Pelatihan K3 Case Processing Summary N Cases
Valid
% 24
100.0
Excluded
0
.0
Total
24
100.0
a
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items .626
5
Nilai cronbach’s alpha > 0,6 sehingga kuesioner tersebut reliable. 2.
Publikasi K3 Case Processing Summary N Cases
Valid
% 24
100.0
Excluded
0
.0
Total
24
100.0
a
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items .767
7
Nilai cronbach’s alpha > 0,6 sehingga kuesioner tersebut reliable.
86
Lanjutan 3. Kontrol Lingkungan Kerja Case Processing Summary N Cases
Valid
% 24
100.0
Excluded
0
.0
Total
24
100.0
a
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items .814
7
Nilai cronbach’s alpha > 0,6 sehingga kuesioner tersebut reliable. 4.
Pengawasan dan Disiplin
Case Processing Summary N Cases
Valid
% 24
100.0
Excluded
0
.0
Total
24
100.0
a
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha .650
N of Items 8
Nilai cronbach’s alpha > 0,6 sehingga kuesioner tersebut reliable.
87
5.
Peningkatan Kesadaran K3 Case Processing Summary N Cases
Valid
% 24
100.0
Excluded
0
.0
Total
24
100.0
a
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items .762
5
Nilai cronbach’s alpha > 0,6 sehingga kuesioner tersebut reliable.
88
Lampiran 8. Perhitungan Uji Reliabilitas Peluang Terjadinya Bahaya 1. Pelayuan dan Pra Pelayuan Case Processing Summary N Cases
%
Valid
6
100.0
Excludeda
0
.0
Total
6
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items .148
7
Nilai cronbach’s alpha < 0,6 sehingga kuesioner tersebut tidak reliable. 2. Penggilingan dan Fermentasi Case Processing Summary N Cases
Valid
% 5
100.0
Excluded
0
.0
Total
5
100.0
a
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items .400
6
Nilai cronbach’s alpha < 0,6 sehingga kuesioner tersebut tidak reliable
89
Lanjutan 3.
Pengeringan Case Processing Summary N Cases
%
Valid
3
100.0
Excluded
0
.0
Total
3
100.0
a
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items .843
7
Nilai cronbach’s alpha > 0,6 sehingga kuesioner tersebut reliable. 4. Sortasi dan Pengepakan Case Processing Summary N Cases
Valid
% 10
100.0
Excluded
0
.0
Total
10
100.0
a
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's Alphaa
N of Items
-.032 8 a. The value is negative due to a negative average covariance among items. This violates reliability model assumptions. You may want to check item codings. Nilai cronbach’s alpha < 0,6 sehingga kuesioner tersebut tidak reliable
90
Lampiran 9. Perhitungan Uji Reliabilitas Konsekwensi Terjadinya Bahaya 1.
Pelayuan dan Pra Pelayuan Case Processing Summary N
Cases
Valid
% 6
100.0
Excluded
0
.0
Total
6
100.0
a
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items .359
7
Nilai cronbach’s alpha < 0,6 sehingga kuesioner tersebut tidak reliable 2.
Penggilingan dan Fermentasi Case Processing Summary N
Cases
%
Valid
5
100.0
Excludeda
0
.0
Total
5
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items .830
6
Nilai cronbach’s alpha > 0,6 sehingga kuesioner tersebut reliable
91
Lanjutan 3.
Pengeringan Case Processing Summary N
Cases
Valid
% 3
100.0
Excluded
0
.0
Total
3
100.0
a
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items .856
7
Nilai cronbach’s alpha > 0,6 sehingga kuesioner tersebut reliable 4.
Sortasi dan Pengepakan Case Processing Summary N
Cases
Valid a
Excluded Total
% 10
100.0
0
.0
10
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items .260
8
Nilai cronbach’s alpha < 0,6 sehingga kuesioner tersebut tidak reliable
92
Lampiran 10. Display untuk Bahaya Terbentur
Sumber: Milist K3(K3_LH@yahoogroups. Com)
Sumber: Milist K3(K3_LH@yahoogroups. Com)
93
Lampiran 11. Display untuk Bahaya Terjatuh
94
Lampiran 12. Display untuk Bahaya Terbakar/Kebakaran
Sumber : http://www.indonetwork.co.id/
95
Lampiran 13. Display untuk Bahaya Tersetrum
Sumber: Milist K3(K3_LH@yahoogroups. Com)
96
Lampiran 14. Standard Operating Procedure (SOP) Berdasarkan Unit No
Unit
Bahaya
SOP Gunakan tongkat kayu untuk membalikkan
kayu
bakar,
ketika membuka pintu drier menggunakan 1.
Pengeringan
Terjepit pintu drier
ditahan
tongkat
oleh
dan
penyangga.
Selain itu, potongan kayu bakarnya
juga
diusahakan
panjang agar tidak terlalu dekat dengan pintu. Menggunakan sarung tangan anti 2.
Pengeringan
Terpapar panas
panas
ketika
memasukkan kayu bakar dan ketika
memasukkan
atau
mengambil teh bubuk. 3.
Sortasi
Terjepit rantai
Menggunakan sarung tangan ketika rantai/van belt macet. Satu mesin minimal 2 orang,
4.
Penggilingan dan fermentasi
Terjepit
menggunakan sapu lidi ketika merapikan pucuk teh yang keluar dari mesin. Satu mesin minimal 2 orang,
5.
Penggilingan dan fermentasi
Terpotong
menggunakan sapu lidi ketika merapikan pucuk teh yang keluar dari mesin. Kontrol suhu menggunakan
6.
Pengeringan
Terbakar
indikator suhu (termometer) dan sediakan APAR yang siap untuk digunakan.
97
Lampiran
15.
Kotak
(Pertolongan
Pertama
Pada
Kecelakaan)P3K
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No:Per-15/Men/VIII/2008
98
Lampiran 16. P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja )
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No/Per-02/Men/1992 tentang tata cara penunjukkan kewajiban dan wewenang ahli keselamatan dan kesehatan kerja menyatakan bahwa suatu tempat kerja dimana pengurus memperkerjakan tenga kerja lebih dari 100 maka harus ditunjuk ahli keselamatan dan kesehatan kerja serta dibentuk P2K3. Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) ialah suatu badan yang dibentuk disuatu perusahaan untuk membantu melaksanakan dan menangani usaha-usaha keselamatan dan kesehatan kerja yang keanggotaannya terdiri dari unsur pengusaha dan tenaga kerja. Struktur dari P2K3 sangat sederhana hanya terdiri dari ketua, sekretaris dan anggota. Ketua P2K3 diusahakan pimpinan tertitingi di Human Resources Development (HRD). Sekretaris P2K3 harus seorang ahli K3 umum/spesialis, sedangkan untuk anggota dapat dipilih orangorang dari perwakilan setiap divisi yang bisa menghadiri rapat P2K3 setiap bulannya. Diusahakan orang yang menjadi anggota mempunyai jabatan yang tinggi seperti mandor untuk kasus PT. Sinar Inesco. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja No/Per-02/Men/1992 tentang tata cara penunjukkan kewajiban dan wewenang ahli keselamatan dan kesehatan kerja.
99