ANALISIS KERAGAAN DAN PENGARUH PENYALURAN DANA PUAP PADA GAPOKTAN SUBUR REJEKI DENGAN PENGELOLAAN DANA BERBASIS SYARIAH
SKRIPSI
FUJI LASMINI H34062960
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
i
RINGKASAN FUJI LASMINI. Analisis Keragaan dan Pengaruh Penyaluran Dana PUAP pada Gapoktan Subur Rejeki dengan Pengelolaan Dana Berbasis Syariah. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan DWI RACHMINA). Sektor pertanian merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja paling banyak di Indonesia. Menurut data BPS (2009) terdapat kurang lebih 41,61 juta (39,67 persen) bekerja di sektor pertanian dalam arti luas (pertanian, kehutanan, perburuan, perikanan, dan peternakan). Namun, hal tersebut tidak serta merta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut data BPS (2007) tercatat 37,2 juta jiwa masyarakat Indonesia berada pada taraf kemiskinan. Sekitar 63,4 persen dari jumlah tersebut berada di perdesaan dengan mata pencaharian utama di sektor pertanian dan 80 persen berada pada skala usaha mikro yang memiliki luas lahan lebih kecil dari 0,3 hektar. Kemiskinan di perdesaan merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial. Dalam upaya untuk mengatasi permasalahan pertanian yang mencakup berbagai aspek, kemudian pemerintah membentuk suatu program terobosan yang fokus pada pembangunan pertanian perdesaan yaitu program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan yang lebih dikenal dengan PUAP. PUAP mulai direalisasikan sejak tahun 2008 dengan jumlah realisasi desa penerima PUAP tahun 2008 sebanyak 10.542 desa. PUAP merupakan program terobosan terbaru yang dikeluarkan pemerintah, diharapkan berhasil dan tidak mengalami kegagalan seperti program lainnya. Dalam pengelolaan dana PUAP, Gapoktan dapat dilengkapai oleh unit usaha otonom yang secara khusus menangani pengelolaan dana PUAP. Lahirnya sebuah lembaga baru dalam tubuh Gapoktan tentunya diharapkan dapat mendukung terhadap pencapaian tujuan PUAP. Oleh karena itu analisis mengenai keragaan pembiayaan yang dijalankan oleh unit usaha otonom yang lahir dengan latar belakang adanya suatu program menjadi menarik untuk diteliti. Penelitian dilakukan di LKMA-S Subur Rejeki, Cisaat, Sukabumi. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif yang berkaitan dengan penelitian ini. Data primer diperoleh melalui observasi lapangan, penyebaran kuesioner, dan wawancara langsung dengan pihak yang terkait yaitu pengelola LKMA-S Subur Rejeki, petani anggota GAPOKTAN penerima BLM-PUAP dan petani anggota Gapoktan non penerima PUAP. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PASEK), Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan, LKMA-S Subur Rejeki, penelitian terdahulu, literatur dan referensi lainnya berupa makalah, artikel-artikel di majalah dan situs-situs internet yang berhubungan dengan topik penelitian. Keragaan penyaluran dana PUAP dapat dikatakan mendukung terhadap pencapaian tujuan PUAP baik dilihat menurut kriteria LKMA-S maupun petani nasabah. Akan tetapi, dalam pengelolaan dana PUAP yang dikelola oleh LKMA-S masih diperlukan perbaikan seperti pengawasan dan pembinaan yang perlu
ii
ditingkatkan sebagai salah satu upaya penanganan tunggakan yang terhitung cukup besar. Penyaluran dana PUAP tidak memberikan pengaruh secara langsung terhadap pendapatan. Kemudahan dalam mengakses modal mempengaruhi dalam penggunaan sarana produksi. Pengaruh PUAP yang dilihat dari analisis regresi pada fungsi produktivitas petani responden menunjukkan variabel tenaga kerja per hektar dan pupuk K per hektar memiliki pengaruh positif nyata terhadap produktivitas padi. Hal ini dapat menunjukkan bahwa penggunaan kedua faktor produksi tersebut perlu ditingkatkan untuk mencapai produktivitas yang optimal. Dari hasil analisis regresi fungsi produktivitas, menunjukkan variabel Dummy “PUAP” tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi petani responden penerima PUAP. Hal ini dikarenakan dengan usahatani yang dijalankan adalah sama yaitu padi dimana kondisi lahan yang relatif sama, teknik budidaya yang relatif sama, penggunaan faktor produksi yang sama menyebabkan keragaan usahatani dari petani responden baik penerima PUAP dan non penerima PUAP. Oleh karena itu, perbedaan sebagai penerima PUAP maupun non penerima PUAP tidak mempengaruhi terhadap produktivitas. Pada umumnya, petani responden penerima PUAP tidak mengubah penggunaan faktor produksi yang digunakan setelah menerima PUAP, mereka tetap pada kebiasaan yang mereka lakukan selama melakukan usahatani padi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pemberian pembiayaan tidak serta merta dapat meningkatkan produktivitas apabila tidak disertai dengan pembinaan terhadap petani penerima PUAP. Pengaruh PUAP dilihat dari hasil analisis pendapatan atas biaya tunai menunjukkan perbedaan rata-rata pendapatan usahatani atas biaya total per hektar pada musim kemarau tahun 2009 antara petani penerima PUAP dengan petani non penerima PUAP terbukti memiliki Rp 657.800. Dari perhitungan R/C rasio atas biaya tunai maupun total menunjukkan usahatani petani responden non penerima PUAP lebih layak untuk dijalankan. Berdasarkan kajian yang telah dilakukan, saran bagi LKMA-S dalam pengelolaan PUAP diantaranya: 1) Pengawasan dan pembinaan diperlukan sebagai upaya untuk mengurangi penyimpangan dalam pemanfaatan dana PUAP. Akad murabahah yang digunakan sebaiknya tidak menjadikan petani sebagai wakalah sebagai upaya untuk mengurangi penyimpangan. Penyaluran dana PUAP kepada petani dapat menggunakan akad yang khusus untuk pertanian seperi Ba’i Al Salam; 2) Meningkatkan partisipasi aktif dari anggota Gapoktan, serta perbaikan LKMA-S harus diiringi dengan perbaikan pada Gapoktan Subur Rejeki sendiri, misalnya dengan pembaruan struktur kepengurusan dari Gapoktan. Sosialiasi mengenai Gapoktan kepada petani harus ditingkatkan lagi, agar rasa kebersamaan dan memiliki Gapoktan tercapai ; 3)Pemanfaatan dana PUAP oleh petani untuk pemenuhan kebutuhan selain produksi padi, memberikan indikasi bahwa pengaruh PUAP tidak dapat secara langsung diketahui melalui analisis fungsi produksi maupun analisis pendapatan usahatani. Oleh karena itu diperlukan penelitian lanjutan untuk melihat pengaruh PUAP selain dari aspek ekonomi. Aspek lainnya yang dapat dikaji yaitu perubahan pola konsumsi, pengembangan usaha lain, peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
iii
ANALISIS KERAGAAN DAN PENGARUH PENYALURAN DANA PUAP PADA GAPOKTAN SUBUR REJEKI DENGAN PENGELOLAAN DANA BERBASIS SYARIAH
FUJI LASMINI H34062960
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
iv
Judul Skripsi
: Analisis Keragaan dan Pengaruh Penyaluran Dana PUAP pada Gapoktan Subur Rejeki dengan Pengelolaan Dana Berbasis Syariah
Nama
: Fuji Lasmini
NIM
: H34062960
Menyetujui, Pembimbing
Ir. Dwi Rachmina, MSi NIP. 19631227 199003 2 001
Mengetahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus :
v
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Keragaan dan Pengaruh Penyaluran Dana PUAP pada Gapoktan Subur Rejeki dengan Pengelolaan Dana Berbasis Syariah” adalah karya hasil sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2010
Fuji Lasmini H34062960
vi
RIWAYAT HIDUP Saya dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 7 Oktober 1989. Saya adalah anak terakhir dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Ujang Suryadi dan Ibu Enden Kartini. Saya menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Cisaat pada tahun 2001 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SLTP Negeri 1 Cisaat, Jawa Barat. Kemudian saya menyelesaikan pendidikan menengah atas pada tahun 2006 di SMA Negeri 3 Sukabumi, Jawa Barat. Saya diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2006. Kemudian pada tahun 2007, saya diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen sebagai mayor. Selama mengikuti pendidikan, saya juga aktif di organisasi internal kampus yaitu Sharia Economic Student Club (SES-C) periode 2007-2008 dan periode 2008-2009, serta Forum Mahasiswa Muslim dan Studi Islam (FORMASI) periode 2008-2009. Saya pernah ikut serta dalam beberapa kepanitiaan di kampus seperti BGTC, SEASON4, SEASON5, dan Agrination 2008. Saya memperoleh beasiswa dari Tanoto Foundation selama menempuh perkuliahan di IPB.
vii
KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, serta shalawat dan salam kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Analisis Keragaan dan Pengaruh Penyaluran Dana PUAP pada Gapoktan Subur Rejeki dengan Pengelolaan Dana Berbasis Syariah”. Penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis keragaan penyaluran dana PUAP kepada petani dengan prosedur dan mekanisme yang ditetapkan oleh LKMA-S Subur Rejeki berbasis syariah serta menganalisis pengaruh PUAP bagi petani anggota Gapoktan penerima PUAP dilihat dari fungsi produksi dan pendapatan petani penerima PUAP. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis keragaan penyaluran dana PUAP diilihat dari pihak LKMA-S sebagai pengelola dana PUAP dan pihak petani penerima PUAP serta melihat pengaruh penyaluran dana PUAP melalui pendekatan fungsi produksi dan analisis pendapatan. Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, saya mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk arah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Juli 2010 Fuji Lasmini
viii
UCAPAN TERIMAKASIH Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, saya ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada: 1.
Ir. Dwi Rachmina, M.Si selaku dosen pembimbing akademik dan pembimbing skripsi atas segala arahan, bimbingan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada saya selama proses perkuliahan maupun dalam penyusunan skripsi ini.
2.
Ir. Burhanuddin, MM selaku dosen penguji utama pada ujian sidang saya yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.
3.
Arif Karyadi Uswandi, SP selaku dosen penguji dari wakil komisi pendidikan yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.
4.
Pengurus Gapoktan, pengelola LKMA-S Subur Rejeki, Dinas Pertanian Kabupaten Sukabumi serta PMT Kabupaten Sukabumi
5.
Petani anggota Gapoktan Subur Rejeki baik penerima PUAP maupun non penerima PUAP yang telah meluangkan waktu untuk membantu saya dalam mengumpulkan data penelitian.
6.
Seluruh dosen serta staf Departemen Agribisnis. Terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan kepada saya selama proses perkuliahan maupun dalam penyusunan skripsi, seminar, dan sidang.
7.
Ibu dan Bapak tercinta serta kakakku (Nia, Lina, dan Elly) yang telah memberikan dukungan moril dan materil, doa, serta kasih sayang yang tiada pernah putus. Semoga skripsi ini dapat menjadi persembahan yang terbaik dan awal untuk membahagiakan kalian.
8.
Teman-teman satu bimbingan skripsi Aries Anggriawan dan Fauzan Rachman yang telah memberikan dukungan dan saran kepada saya selama proses penyusunan skripsi ini.
ix
9.
Pihak-pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, namun tidak menghilangkan rasa hormat dan terima kasih atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada saya.
Bogor, Juli 2010 Fuji Lasmini
x
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................
xvii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................
xviii
I
PENDAHULUAN ................................................................. 1.1. Latar Belakang ........................................................... 1.2. Perumusan Masalah ................................................... 1.3. Tujuan ........................................................................ 1.4. Manfaat ...................................................................... Ruang Lingkup ........................................................... 1.5.
1 1 6 9 9 9
II
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................... 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian ................ 2.2. Efektivitas Pembiayaan .............................................. Pengaruh Pembiayaan Pertanian .................................. 2.3. 2.4. Perbedaan Kinerja Usaha dengan Pembiayaan Syariah dan Pembiayaan Konvensional .......................
11 11 13 15
KERANGKA PEMIKIRAN ............................................... 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ..................................... 3.1.1 Pembiayaan Agribisnis Berbasis Syariah ....... 3.1.2 Efektivitas Pembiayaan Agribisnis Syariah ... 3.1.2.1 Konsep Efektivitas ............................. 3.1.2.2 Efektivitas Pembiayaan Syariah ......... 3.1.3 Fungsi Produksi................................................ 3.1.4 Konsep Usahatani............................................. 3.1.5 Struktur Penerimaan Usahatani ...................... 3.1.6 Struktur Biaya Usahatani ................................. 3.1.7 Pendapatan Usahatani ...................................... 3.1.8 Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio) ....................................................... 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ..............................
23 23 23 26 26 27 28 31 32 33 34
METODE PENELITIAN .................................................... 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................... 4.2. Metode Penentuan Sampel ......................................... 4.3. Data dan Instrumentasi ............................................... 4.4. Metode Pengumpulan Data ........................................ 4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data ...................... 4.5.1 Metode Analisis Keragaan Penyaluran Dana PUAP ...................................................... 4.5.1.1 Menurut Kriteria LKMA-S ............... 4.5.1.2 Menurut Kriteria Petani Nasabah ......... 4.5.2 Metode Analisis Pengaruh PUAP .................... 4.5.2.1 Metode Analisis Fungsi Produksi ...... 4.5.2.2 Metode Analisis Pendapatan ...............
38 38 38 39 40 41
III
IV
20
34 35
41 42 43 45 45 46 xi
4.5.2.3 Metode Analisis R/C Ratio ................. Pendugaan Nilai Elastisitas ............................
46 47
GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN........ 5.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian ....................... 5.2. Gambaran LKMA-S Subur Rejeki ............................. 5.2.1 Sejarah Berdirinya LKMA-S Subur Rejeki ..... 5.2.2 Visi, Misi, Motto, dan Budaya LKMA-S......... 5.2.3 Struktur Organisasi LKMA-S Subur Rejeki .. 5.2.4 Produk-Produk LKMA-S Subur Rejeki ........... 5.2.5 Mekanisme Operasi dan Prosedur Penyaluran Pembiayaan ................................... 5.3. Karakteristik Petani Responden ................................. 5.3.1 Status Usahatani Padi Petani Responden ....... 5.3.2 Usia Petani Responden ................................... 5.3.3 Tingkat Pendidikan Petani Responden ............ 5.3.4 Status Kepemilikan Lahan dan Luas Lahan ..... 5.3.5 Pengalaman Berusahatani Petani Responden ........................................................ 5.4. Gambaran Usahatani Padi Desa Sukaresmi ................. 5.4.1 Pembibitan ..................................................... 5.4.2 Pengolahan Tanah .......................................... 5.4.3 Penanaman ....................................................... 5.4.4 Pemupukan ....................................................... 5.4.5 Pemeliharaan .................................................... 5.4.6 Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman .... 5.4.7 Pemanenan .......................................................
48 48 49 49 50 51 53
KERAGAAN PENYALURAN DANA PUAP ................... Keragaan Penyaluran Dana PUAP ............................. 6.1. 6.1.1 Keragaan Penyaluran Pembiayaan Menurut Kriteria LKMA-S ............................................. 6.1.1.1 Realisasi Penyaluran .......................... 6.1.1.2 Frekuensi Pembiayaan ........................ 6.1.1.3 Jangkauan Pembiayaan ....................... 6.1.1.4 Tunggakan Pembiayaan ...................... 6.1.1.5 Pengembangan Tabungan ................... 6.1.2 Keragaan Penyaluran Pembiayaan Menurut Kriteria Petani Nasabah.................................... 6.1.2.1 Persyaratan Awal ............................... 6.1.2.2 Prosedur Realisasi Pembiayaan........... 6.1.2.3 Biaya Marjin........................................ 6.1.2.4 Realisasi Pembiayaan .......................... 6.1.2.5 Biaya Administrasi .............................. 6.1.2.6 Pelayanan dan Pembinaan Pihak LKMA-S ...................................
66 66
PENGARUH PENYALURAN DANA PUAP .................... 7.1. Pengaruh PUAP ......................................................... 7.1.1 Analisis Fungsi Produksi ...............................
91 91 92
4.5.4 V
VI
VII
54 57 57 58 59 60 61 62 62 63 63 63 64 64 65
68 68 70 73 74 77 78 78 80 82 83 85 86
xii
7.1.2
Pengaruh Pembiayaan PUAP terhadap Pendapatan Usahatani Padi .............................. 7.2.2.1 Analisis Penggunaan Sarana Produksi 7.2.2.2 Biaya Usahatani Padi .......................... 7.2.2.3 Penerimaan Usahatani ........................ 7.2.2.4 Pendapatan Usahatani ......................... 7.2.2.5 Analisis R/C Rasio ..............................
105 106 109 112 113 117
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................ 8.1. Kesimpulan ................................................................ 8.2. Saran ...........................................................................
120 120 121
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................
121
LAMPIRAN ......................................................................................
124
VIII
xiii
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman Realisasi Desa Penerima Dana BLM-PUAP Berdasarkan Kelompok Pulau di Indonesia Tahun 2008 ...................................
2
Realisasi Desa Penerima Dana BLM-PUAP Berdasarkan Provinsi di Pulau Jawa dan Bali Tahun 2008 ........................
3
Kelas Gapoktan dengan Kinerja Baik Kabupaten Sukabumi Tahun 2008 ...........................................................
6
4.
Pemanfaatan Lahan Desa Cibeureum tahun 2009 ...................
48
5.
Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Masyarakat Desa Sukaresmi, Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi Tahun 2009 ...........................................
49
Karakteristik Petani Responden Penerima dan Petani Responden Non Penerima BLM-PUAP Berdasarkan Status Mata Pencaharian Usahatani Padi Tahun 2009 .............
58
Sebaran Petani Responden Penerima dan Petani Responden Non Penerima BLM-PUAP Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2009 ..............................................................................
58
Sebaran Responden Petani Responden Penerima dan Petani Responden Non Penerima BLM-PUAP Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2009 ..........................................................
59
Sebaran Petani Responden Penerima dan Petani Responden Non Penerima BLM-PUAP Berdasarkan Kriteria Status Kepemilikan Lahan dan Luas Lahan Garapan Tahun 2009 ...
60
10. Sebaran Petani Responden Penerima dan Petani Responden Non Penerima BLM-PUAP Berdasarkan Kriteria Pengalaman Berusahatani Tahun 2009.........................................................
62
11. Realisasi Pembiayaan BLM-PUAP LKMA-S Subur Rejeki Februari 2009 – Maret 2010 ...................................................
69
12. Frekuensi Pembiayaan yang Disalurkan LKMA-S Subur Rejeki Februari 2009 – Maret 2010 .........................................
72
1. 2. 3.
6.
7.
8.
9.
13. Rekapitulasi Realisasi Penyaluran Dana PUAP Berdasarkan Bidang Usaha di LKMA-S Subur Rejeki Februari 2009 sampai Maret 2010 ................................................................... 14. Realisasi Pengembalian Dana PUAP di LKMA-S Subur Rejeki Februari 2009 – Maret 2010 ........................................ 15. Kriteria Jumlah Persyaratan Awal Pembiayaan PUAP di LKMA-S Subur Rejeki Musim Tanam Kemarau 2009 ........... 16. Keragaan Prosedur Pembiayaan PUAP di LKMA-S Subur Rejeki Musim Tanam Kemarau 2009 ......................................
74 75 79 81
xiv
17. Biaya Marjin yang Disepakati Petani Penerima PUAP dengan Pihak LKMA-S Musim Tanam Kemarau 2009 .......................
83
18. Lama Realisasi Pembiayaan PUAP di LKMA-S Subur Rejeki Musim Tanam Kemarau 2009..................................................
84
19. Biaya Administrasi PUAP di LKMA-S Subur Rejeki Musim Tanam Kemarau 2009 ..............................................................
85
20. Tanggapan Petani Penerima PUAP Terhadap Pelayanan dan Pembinaan LKMA-S Pada Musim Tanam Kemarau 2009 .....
86
21. Alasan Petani Responden Non Penerima PUAP Tidak Mengajukan Pembiayaan Pada Musim Tanam Kemarau 2009
89
22. Pemanfaatan Dana PUAP oleh Petani Responden Penerima PUAP di Gapoktan Subur Rejeki pada Musim Tanam Kemarau 2009 ..........................................................................................
91
23. Hasil Pendugaan Model Fungsi Produktivitas Padi Petani Responden di Gapoktan Subur Rejeki pada Musim Tanam Kemarau 2009 ..........................................................................
93
24. Perbandingan Rata-Rata Produktivitas Padi Petani Penerima PUAP dan Petani Non Penerima PUAP di Desa Sukaresmi Musim Tanam Kemarau 2009..................................................
95
25. Jumlah Rata-Rata Penggunaan Faktor Produksi per Lahan Petani Responden Musim Kemarau 2009 ...........................................
95
26. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Jumlah Penggunaan Benih per lahan Musim Kemarau 2009 .....................................
97
27. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Jumlah Penggunaan Pupuk N per Lahan Musim Kemarau 2009..............................
99
28. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Jumlah Penggunaan Pupuk P per Lahan Musim Kemarau 2009 ..............................
100
29. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Jumlah Penggunaan Pupuk K per Lahan Musim Kemarau 2009..............................
101
30. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Jumlah Penggunaan Obat Cair per Lahan Musim Kemarau 2009 ...........................
103
31. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Jumlah Penggunaan Obat Padat per Lahan Musim Kemarau 2009 .........................
104
32. Perbandingan Rata-Rata Penggunaan Benih Usahatani Padi di Desa Sukaresmi pada Musim Tanam Kemarau 2009 (per Hektar) ............................................................................. 33. Perbandingan Rata-Rata Penggunaan Pupuk Usahatani Padi di Desa Sukaresmi pada Musim Tanam Kemarau 2009
106
xv
(per Hektar) ..............................................................................
107
34. Perbandingan Rata-Rata Penggunaan Obat-Obatan Usahatani Padi di Desa Sukaresmi pada Musim Tanam Kemarau 2009 (per Hektar) ..............................................................................
108
35. Perbandingan Rata-Rata Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Padi di Desa Sukaresmi pada Musim Tanam Kemarau 2009 (per Hektar) ..............................................................................
108
35. Perbandingan Penerimaan Usahatani Padi Petani Responden per Hektar Musim Kemarau 2009 ..........................................
109
36. Biaya Usahatani Padi Petani Responden per Hektar Musim Kemarau 2009 ..........................................................................
112
37. Perbandingan Penerimaan Usahatani Padi Petani Responden per Hektar Musim Kemarau 2009 ............................................
113
38. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Petani Responden Penerima PUAP per Hektar Musim Kemarau 2009 ...............
114
39. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Petani Responden Non Penerima PUAP per Hektar Musim Kemarau 2009 ..............
115
40. Penerimaan, Biaya, Pendapatan, dan R/C Rasio Usahatani Padi Petani Responden per Hektar Musim Kemarau 2009 ......
117
xvi
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
Kurva Fungsi Produksi ..........................................................
31
2.
Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian .......................
38
3.
Skema Kerja Akad Murabahah di LKMA-S Subur Rejeki ...
67
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor 1. 2. 3.
Halaman Realisasi Desa Penerima Dana BLM-PUAP Berdasarkan Provinsi di Indonesia Tahun 2008 .........................................
116
Uji Normalitas pada Analisis Fungsi Produktivitas Padi Petani Responden Musim Kemarau 2009 ..............................
117
Uji Heteroskedastisitas pada Analisis Fungsi Produktivitas Padi Petani Responden Musim Kemarau 2009 ......................
117
xviii
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor dengan penyerapan tenaga kerja paling banyak di Indonesia dibandingkan dengan sektor lainnya. Badan Pusat Statistik (2009) melaporkan bahwa sampai dengan Agustus 2009 kurang lebih 41,61 juta (39,67 persen) dari total penduduk Indonesia yang bekerja dengan jumlah 104,87 juta penduduk Indonesia menyatakan bahwa mereka bekerja di sektor pertanian dalam arti luas (pertanian, kehutanan, perburuan, perikanan, dan peternakan). Peranan sektor pertanian dalam hal penyerapan tenaga kerja yang besar belum mampu mengantarkan Indonesia mencapai kesejahteraan. Hal ini ditunjukkan dengan kondisi Indonesia berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2007 menyatakan bahwa jumlah penduduk miskin tercatat 37,2 juta jiwa. Sekitar 63,4 persen dari jumlah tersebut berada di perdesaan dengan mata pencaharian utama di sektor pertanian dan 80 persen berada pada skala usaha mikro yang memiliki luas lahan lebih kecil dari 0,3 hektar. Kemiskinan di perdesaan merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial. Oleh karena itu pembangunan ekonomi nasional berbasis pertanian dan perdesaan secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada pengurangan penduduk miskin. Pemerintah Indonesia sejak lama telah mengambil banyak langkah positif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sektor Pertanian seperti kredit Bimbingan Massal (BIMAS), Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Ketahanan Pangan (KKP), dan Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Program-program tersebut diselenggarakan guna meningkatkan produksi pertanian (padi dan palawija) serta sekaligus meningkatkan pendapatan petani. Menurut Apriyantono (2004) memperjelas mengenai masalah yang ada dalam pertanian Indonesia yaitu permasalahan pengembangan pasar dan tataniaga, kepemilikan lahan, birokrasi di pemerintahan, keterampilan, teknologi, mentalitas, organisasi tani, kebijakan tani, informasi dan modal pertanian. Dalam upaya untuk mengatasi permasalahan pertanian yang mencakup berbagai aspek, kemudian pemerintah membentuk suatu program terobosan yang fokus pada pembangunan pertanian perdesaan yaitu 1
program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan yang lebih dikenal dengan PUAP. PUAP dilaksanakan secara terintegrasi dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-M). PUAP ditujukan bagi 10.000 desa miskin di Indonesia yang dianggap masih memiliki potensi untuk dikembangkan dari sektor agribisnisnya.
Untuk pelaksanaan PUAP di
Departemen Pertanian, Menteri Pertanian membentuk Tim Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan melalui Keputusan Menteri Pertanian (KEPMENTAN) Nomor 545/Kpts/OT.160/9/2007.2. PUAP merupakan bentuk fasilitasi bantuan modal usaha untuk petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani. PUAP mulai direalisasikan sejak tahun 2008 dengan jumlah target Gapoktan yang menerima dana PUAP pada tahun 2008 setelah mendapat usulan dari komisi IV DPR menjadi 11.000 desa. Realisasi desa penerima PUAP tahun 2008 sebanyak 10.542 (Lampiran 1) dengan jumlah penyerapan terbanyak berdasarkan kelompok pulau terdapat di Pulau Jawa dan Bali (Tabel 1). Adapun penyebaran desa penerima PUAP tahun 2008 di Pulau Jawa dan Bali ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 1. Realisasi Desa Penerima Dana BLM-PUAP Berdasarkan Kelompok Pulau di Indonesia Tahun 2008 No. 1 2 3 4 5 6 7
Kelompok Pulau
Jumlah Kab/ Kota
Sumatera Jawa dan Bali Kalimantan Sulawesi Nusa Tenggara Maluku Papua Total
111 107 46 58 27 13 27 389
Jumlah Kecamatan 812 1.050 267 430 197 130 179 3.065
Jumlah Desa/ Kelurahan 2.798 3.484 983 1.550 704 332 691 10.542
Sumber : Puslitbang Sosial Ekonomi (2009), diolah
2
Tabel 2. Realisasi Desa Penerima Dana BLM-PUAP Berdasarkan Provinsi di Pulau Jawa dan Bali Tahun 2008 No. 1 2 3 4 5 6 7
Jumlah Kab/ Kota
Provinsi Banten Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur D.I. Yogyakarta D.K.I. Jakarta Bali Total
Jumlah Kecamatan
7 21 31 30 4 5 9 107
79 225 303 328 50 12 53 1.050
Jumlah Desa/ Kelurahan 298 621 1.092 1.083 127 15 248 3.484
Sumber : Puslitbang Sosial Ekonomi (2009), diolah
Pelaksanaan PUAP di tingkat desa dijalankan oleh Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani). Dana PUAP secara khusus diharapkan dikelola oleh unit usaha otonom yang merupakan bagian dari Gapoktan itu sendiri yang dapat meliputi unit simpan pinjam, unit usaha saprodi, unit usaha pengolahan dan pemasaran. Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam pelaksanaan PUAP, Gapoktan didampingi oleh tenaga Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani. Gapoktan diharapkan dapat menjadi kelembagaan ekonomi yang dimiliki dan dikelola petani. Tujuan dari program PUAP adalah mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah; meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, Pengurus Gapoktan, Penyuluh dan Penyelia Mitra Tani; memberdayakan
kelembagaan
petani
dan
ekonomi
perdesaan
untuk
pengembangan kegiatan usaha agribisnis; serta meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan. Indikator keberhasilan Outcome PUAP yaitu meningkatnya kemampuan Gapoktan dalam memfasilitasi penyaluran dana BLM untuk petani anggota baik pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani, meningkatnya jumlah petani, buruh tani dan rumah tangga tani yang mendapatkan bantuan modal usaha, meningkatnya aktivitas kegiatan agribisnis (budidaya dan hilir) di perdesaan, dan
meningkatnya pendapatan petani (pemilik dan atau
3
penggarap), buruh tani dan rumah tangga tani dalam berusaha tani sesuai dengan potensi daerah. Dengan berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat sektor pertanian, menjadi menarik untuk meneliti program PUAP yang merupakan program terobosan terbaru dari pemerintah. Hal ini didasari atas adanya kemungkinan kegagalan yang ditemui disebabkan oleh faktor kegagalan yang terjadi pada program terdahulu. Kegagalan KUT ditunjukkan dengan jumlah tunggakan sebesar Rp. 5,71 Trilyun. Beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan KUT adalah rendahnya kesadaran petani dalam pengembalian pinjaman dimana persepsi petani terhadap dana yang diterima merupakan pemberian pemerintah yang tidak wajib untuk dikembalikan, kurangnya pembinaan terhadap petani anggota dan kurangnya ketersediaan SDM yang mengelola dana baik secara kuantitas maupun kualitas (Andriani, 1996). Program penyediaan modal atau pembiayaan pertanian tidak dapat menuntaskan permasalahan pertanian yang ada apabila tidak bersamaan dengan pembinaan terhadap kelompok yang mengelola dan petani yang tergabung di dalamnya diperhatikan. Selain itu adanya beberapa persamaan dalam prosedur yang berlaku berupa penyusunan rancangan kebutuhan petani yang pada program KUT dikenal dengan Rancangan Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) sedangkan pada PUAP dikenal dengan Rancangan Usaha Bersama (RUB). Terjadi banyak penyimpangan dalam penyusunan RDKK dimana terdapat banyak temuan luasan lahan fiktif. Hal ini didorong karena pada KUT terdapat aturan semakin luas lahan maka semakin besar pinjaman kredit yang diterima. Oleh karena itu, dalam penyusunan PUAP didampingi oleh banyak perangkat yaitu penyuluh pertanian, PMT, dan pengurus Gapoktan itu sendiri. Persamaan lainnya adalah dana kemudian dikelola oleh kelompok tani atau Koperasi yang masih belum memiliki kemampuan manajerial yang baik dalam pengelolaan dana sehingga diperlukan pembinaan dari pihak terkait PUAP seperti PMT. Adanya perbedaan status pembiayaan yang diberikan dimana KUT yang merupakan kredit sedangkan PUAP merupakan Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) dapat mendorong dana PUAP tidak digunakan secara produktif dan memungkinkan beberapa penyimpangan terjadi. Akan tetapi, perbedaaan status
4
pembiayaan pertanian dari dana PUAP dapat dilihat secara positif bahwa dengan adanya BLM-PUAP dapat menjadikan penerima dana PUAP tidak terbebani dalam menggunakan dana yang didapatkan dan berani dalam mengambil risiko dari usaha yang dijalankan. Perbedaan ini diperjelas dalam penelitian yang ada bahwa keengenanan sebagian petani meminjam KUT apabila program tersebut kembali dilaksanakan adalah beban bunga yang dibebankan kepada petani. Halhal yang telah dipaparkan mendorong untuk mengetahui lebih mendalam mengenai PUAP itu sendiri dalam mengatasi permasalahan pertanian di Indonesia. Dengan adanya dana PUAP dilahirkan sebuah kelembagaan non-formal baru dalam Gapoktan itu sendiri yang berperan dalam pengelolaan dana PUAP dimana dalam petunjuk teknis PUAP disebut dengan unit usaha otonom. Dalam juknis disebutkan bahwa unit usaha yang dijalankan oleh unit usaha otonom ini memiliki ruang lingkup yang sama dengan yang ada pada koperasi. Hal lain yang menarik untuk diteliti adalah aspek apa yang menjadi perbedaan mendasar dari unit usaha otonom dengan koperasi dan alasan apa melatarbelakangi pembentukkan lembaga baru ketika dalam suatu desa yang mendapat dana PUAP terdapat Koperasi. Oleh karena itu, perlu diteliti lebih mendalam mengenai keragaan PUAP dengan adanya peranan kelembagaan yang lahir setelah adanya PUAP (unit usaha otonom). Hasil penelitian mengenai keragaan ini dapat menjadi salah satu evaluasi dan masukan bagi stakeholder PUAP baik itu Gapoktan sebagai pelaksana PUAP maupun pihak pemerintah dari tingkat kabupaten hingga nasional. Unit usaha otonom yang diteliti adalah unit usaha otonom pada Gapoktan Subur Rejeki. Unit usaha otonom dalam Gapoktan Subur Rejeki diberi nama Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis Syariah Subur Rejeki (LKMA-S Subur Rejeki). Pemilihan Gapoktan ini berdasarkan hasil evaluasi yang dilaksanakan oleh pihak Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan (BKPP) Dinas Pertanian Kabupaten Sukabumi dengan penilaian yang dijalankan oleh Penyelia Mitra Tani (PMT) yang menunjukkan kinerja pengelolaan dana PUAP oleh Gapoktan Subur Rejeki termasuk ke dalam kelas baik (Tabel 3). Penelitian yang dilakukan terhadap Gapoktan dengan kinerja pengelolaan dana baik diharapkan dapat
5
menjadi pembelajaraan bagi Gapoktan lainnya dalam mengelola dana bantuan pemerintah yang sampai sejauh ini banyak yang tidak berkembang dan belum bisa menjadi dana stimulan untuk meningkatkan produktivitas Gapoktan. Adapun kriteria yang digunakan dalam evaluasi PUAP Kabupaten Sukabumi ke dalam kelas Gapoktan dengan kinerja baik, sedang, dan kurang baik, dilihat dari profil umum dan keanggotan Gapoktan, kepengurusan Gapoktan, kualitas SDM pengurus Gapoktan, fasilitas organisasi Gapoktan, kinerja Gapoktan, serta mekanisme pengusulan dan penyaluran dana BLM-PUAP. Tabel 3. Kelas Gapoktan dengan Kinerja Baik Kabupaten Sukabumi Tahun 2008 No. Nama Gapoktan 1. Subur Rejeki 2. Makmur Jaya 3. Makmur Jaya
Desa Sukaresmi Kebon Manggu Klp. Rea
Kecamatan Cisaat Gunung Guruh Nagrak
Sumber : Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Kab. Sukabumi (2009)
Selain itu, penerapan pola pembiayaan syariah dalam pengelolaan dana PUAP oleh LKMA-S Subur Rejeki menjadi faktor lain yang menjadikan LKMAS Subur Rejaki menarik. Hal ini didasari atas banyaknya penelitian yang menunjukkan bahwa penerapan pola pembiayaan syariah sesuai untuk usaha kecil dan mikro termasuk salah satunya sektor pertanian. Ashari dan Saptana (2005) menyatakan bahwa pengembangan lembaga pembiayaan sistem syariah dengan prinsip mudharabah dan musyarakah sebagai lembaga alternatif dalam pembiayaan sektor agribisnis merupakan alternatif yang strategis karena secara konseptual relevan dengan sektor agribisnis. Pola pembiayaan syariah yang kemudian oleh LKMA-S diterapkan dalam pengelolaan dana PUAP. 1.2. Perumusan Masalah LKMA-S Subur Rejeki merupakan bagian dari Gapoktan Subur Rejeki yang berperan sebagai unit usaha otonom Gapoktan. Sumber dana yang dikelola oleh LKMA-S diperoleh dari dana PUAP dan simpanan anggota. Pada saat ini LKMA-S berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait seperti Poktan, Gapoktan, BP3K, PMT, dan BP4K. Adapun unit usaha yang dijalankan oleh LKMA-S Subur Rejeki saat ini meliputi unit usaha simpan pinjam, unit pemasaran dan unit
6
penyediaan saprodi. Dalam menjalankan unit usahanya, LKMA-S Subur Rejeki menggunakan prinsip syariah. Unit usaha simpan pinjam memungkinkan petani yang tergabung dalam Gapoktan Subur Rejeki untuk menyimpan uang baik itu simpanan wajib, dan simpanan sukarela. Uang simpanan yang dihimpun oleh LKMA-S kemudian digunakan untuk mendanai kegiatan usaha kecil dan menengah (UKM) di Desa Sukaresmi yang berbasis non-pertanian. Keuntungan yang didapatkan dari pemberian pinjaman bagi usaha non-pertanian tersebut kemudian ditambahkan pada kas Gapoktan. Unit usaha lainnya yang dijalankan oleh LKMA-S Subur Rejeki adalah unit usaha pemasaran dimana LKMA-S berperan dalam sub-sistem hilir berupa pembelian hasil produksi dari petani anggota Gapoktan Subur Rejeki. Uang yang digunakan untuk membeli hasil produksi pertanian sampai sejauh ini berasal dari uang simpanan anggota yang telah dipastikan oleh LKMA-S tidak akan diambil dalam waktu cepat serta keuntungan yang didapatkan dari pengelolaan dana PUAP selama satu tahun ke belakang. Pada saat ini hasil produksi yang dibeli oleh pihak LKMA-S adalah sebagian hasil produksi pertanian tanaman pangan yaitu padi. Hasil produksi hortikultura belum mendapatkan penanganan dari pihak LKMA-S Subur Rejeki karena petani di desa Sukaresmi belum bisa memenuhi standar yang diinginkan oleh pihak pembeli. Dalam hal ini pihak pembeli yang dimaksud adalah perusahaan yang memiliki jalinan kerja sama dengan pihak Gapoktan dimana perusahaan tersebut bergerak dalam produksi pupuk untuk hortikultura organik. Adapun bentuk akad yang diterapkan dalam jalinan kerja sama ini adalah mudharabah. Sampai saat ini telah diupayakan peningkatan kualitas produk hortikultura dari desa Sukaresmi. Secara khusus pengelolaan dana PUAP dikelola dengan memberikan pinjaman secara tunai dan penyediaan saprodi kepada petani berdasarkan pengajuan kebutuhan yang diberikan oleh petani kepada pihak LKMA-S dengan menggunakan akad murabahah. Sebagian besar dari penyaluran dana PUAP bagi petani anggota diberikan dalam bentuk uang tunai dengan menjadikan petani anggota sebagai wakalah (wakil). Mulai dari Januari 2010, LKMA-S mengupayakan akad murabahah yang dilaksanakan adalah dengan menyediakan
7
secara langsung kebutuhan sarana produksi petani (seperti benih, pupuk kandang, dan pupuk cair). Hal ini telah diterapkan pada dua poktan yaitu Subur Rejeki 1 dan Subur Rejeki 2. Akan tetapi, terdapat pengecualian pada biaya tenaga kerja yang dibutuhkan oleh petani dimana pinjaman tetap diberikan secara tunai. Hal ini didasari agar tidak terjadi penyalahgunaan dana oleh petani untuk kegiatan yang tidak produktif bagi usahatani yang dijalankan. Prosedur dan mekanisme yang telah ditetapkan oleh LKMA-S Subur Rejeki akan dilihat apakah keragaan pembiayaan yang dijalankan oleh LKMA-S dalam penyaluran dana PUAP kepada petani mendukung terhadap pencapaian tujuan PUAP. Setelah melihat keragaan penyaluran dana PUAP kepada petani kemudian dilihat apakah penyaluran dana PUAP memiliki pengaruh terhadap petani anggota Gapoktan yang menerima PUAP. Keragaan dari penyaluran dana PUAP yang dilakukan oleh LKMA-S kepada petani diharapkan dapat mendukung pencapaian tujuan PUAP. Adapun salah satu indikator dari keberhasilan pencapaian tujuan PUAP adalah peningkatan pendapatan petani. Peningkatan pendapatan petani dapat disebabkan oleh adanya perubahan dalam penggunaan faktor produksi yang nantinya akan berpengaruh terhadap produktivitas petani. Sanim (1998) menyatakan upaya pemberian kredit yang dimaksudkan untuk meningkatkan penggunaan saprodi memang tepat untuk meningkatkan pendapatan petani. Oleh karena itu, dalam melihat pengaruh dari adanya PUAP pada petani maka akan diteliti mengenai bagaimana penggunaan faktor produksi yang digunakan oleh petani anggota penerima PUAP dengan petani anggota non penerima PUAP. Langkah selanjutnya setelah mengetahui bagaimana penggunaan faktor produksi pada petani penerima PUAP adalah dengan melihat faktor produksi apa saja yang berpengaruh nyata terhadap peningkatan produksi petani. Selain itu, hal yang akan dianalisis adalah apakah PUAP memiliki pengaruh positif atau negatif terhadap pendapatan petani.
8
1.3. Tujuan Penelitian Berkaitan dengan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Menganalisis keragaan penyaluran dana PUAP kepada petani dengan prosedur dan mekanisme yang ditetapkan oleh LKMA-S Subur Rejeki berbasis syariah. 2) Menganalisis pengaruh PUAP bagi petani anggota Gapoktan penerima PUAP dilihat dari fungsi produksi dan pendapatan petani penerima PUAP. 1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang ingin didapatkan dari penelitian ini adalah: 1) Bagi LKMA-S Subur Rejeki dapat mengetahui keragaan dan pengaruh dari penyaluran dana PUAP kepada petani. Hal ini dapat menjadi salah satu evaluasi dan masukan bagi pihak LKMA-S Subur Rejeki dari penerapan pola pembiayaan yang diterapkan. 2) Bagi pemerintah dan Gapoktan lainnya bisa menjadi salah satu pertimbangan dalam pengelolaan dana PUAP berdasarkan penerapan pola pembiayaan yang dijalankan oleh LKMA-S Subur Rejeki yang berbasis syariah. 3) Bagi penulis dapat menerapkan ilmu pengetahuan selama masa perkuliahan serta memberikan gambaran terhadap khalayak mengenai keragaan dari penerapan pola pembiayaan pertanian dalam pengelolaan dana PUAP oleh LKMA-S yang berbasis syariah. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dari penelitian ini adalah penelitian dilakukan dengan mengkaji lebih dalam mengenai kegiatan usaha dalam pengelolaan dana PUAP yang dijalankan oleh LKMA-S Subur Rejeki dengan pengelolaan dana berbasis syariah. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui keragaan dari penyaluran dana PUAP dan pengaruhnya terhadap petani dengan penerapan prosedur yang diterapkan oleh LKMA-S. Prosedur yang ditetapkan oleh LKMA-S diharapkan dapat mendukung dalam pencapaian tujuan dari PUAP. Indikator keberhasilan PUAP juga dijadikan sebagai tolok ukur dalam melihat indikasi terhadap pencapaian tujuan PUAP.
9
Pada penelitian ini dilakukan pembatasan mengenai tujuan PUAP yaitu pada peningkatan produksi dan pendapatan. Dengan melihat terjadinya perubahan dalam produksi dan pendapatan dapat diketahui mengenai PUAP memberikan pengaruh positif atau negatif terhadap produksi dan pendapatan petani. Pemenuhan tujuan ini ditunjukkan dengan membandingkan hasil produksi dan pendapatan pada petani anggota penerima PUAP dengan petani anggota non penerima PUAP. Adapun data didapatkan melalui data internal LKMA-S Subur Rejeki dan berdasarkan informasi yang diberikan oleh petani secara langsung.
10
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian Dalam upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sektor pertanian telah dilaksanakan banyak program pembiayaan pertanian. Bentuk program bantuan penguatan modal yang diperuntukkan bagi petani pertama kali diperkenalkan pada tahun 1964 dengan nama Bimbingan Masal (BIMAS). Tujuan dibentuknya program tersebut adalah untuk meningkatkan produksi, meningkatkan penggunaan teknologi baru dalam usahatani dan peningkatan produksi pangan secara nasional. Dalam perjalanannya, program BIMAS dan kelembagaan kredit petani mengalami banyak perubahan dan modifikasi yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan kebijakan. Pengaruh dari adanya program BIMAS salah satunya ditunjukkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Hasan (1979) yang meneliti mengenai pengaruh kredit BIMAS terhadap peningkatan produksi padi dan penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Aceh Besar. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa dengan adanya BIMAS di Kabupaten Aceh Besar telah meningkatkan perekonomian masyarakat baik dari segi peningkatan produksi maupun dari segi perluasan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan. Pada Tahun 1985, kredit BIMAS dihentikan dan diganti dengan Kredit Usaha Tani (KUT) sebagai penyempurnaan dari sistem kredit massal BIMAS, dimana pola penyaluran yang digunakan pada saat itu adalah melalui KUD. Sejalan dengan perkembangannya, ternyata pola yang demikian banyak menemui kesulitan, utamanya dalam penyaluran kredit. Penyebab utama hal ini adalah tingginya tunggakan, antara lain sebagai akibat terjadinya bencana alam dan serangan hama, kurang baiknya seleksi petani penerima kredit, maupun kelemahan manajemen beberapa KUD. Keadaan tersebut menyebabkan KUD sebagai penerima kredit tidak memenuhi persyaratan untuk menyalurkan KUT sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Untuk mengatasi hal tersebut, Tahun 1995 pemerintah mencanangkan skim kredit KUT pola khusus. Pada pola ini, kelompok tani langsung menerima dana dari bank pelaksana. Berbeda dari pola sebelumnya (pola umum) dimana kelompok tani menerima kredit dari KUD. Sepanjang perkembangannya, timbul
11
masalah lain dalam penyaluran KUT yaitu terjadi tunggakan yang besar di sebagian daerah yang menerima dana program tersebut. Beberapa penyebab besarnya tunggakan tersebut antara lain karena rendahnya harga gabah yang diterima petani, faktor bencana alam, dan penyimpangan yang terjadi dalam proses penyaluran serta pemanfaatan dana tersebut. Salah satu contohnya adalah sebagian petani mengalihkan dana KUT dari yang tadinya untuk keperluan usahatani, digunakan untuk keperluan konsumsi rumah tangga. Selanjutnya perkembangan bentuk program bantuan penguatan modal dari pemerintah lainnya adalah kredit ketahanan pangan (KKP). Program KKP diperkenalkan oleh pemerintah pada Oktober 2000 sebagai pengganti KUT. Program KKP merupakan bentuk fasilitasi modal untuk usahatani tanaman pangan (padi dan palawija), tebu, peternakan, perikanan dan pengadaan pangan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional dan pendapatan petani. Tanggapan masyarakat atas program KKP dikatakan cukup efektif disebabkan oleh masalah pelayanan dan pembinaan petugas bank dimana jarak merupakan salah satu penyebabnya sehingga banyak petani yang tidak mengenal bank yang bersangkutan (Lubis, 2005). Tahun 2002, pemerintah melalui Departemen Pertanian mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya untuk memberdayakan masyarakat dalam berusaha. Kebijakan tersebut dituangkan dalam bentuk program fasilitasi Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Program BLM ini diarahkan untuk pemberdayaan masyarakat yang mencakup bantuan modal untuk pengembangan kegiatan sosial ekonomi produktif; bantuan sarana dan prasarana dasar yang mendukung kegiatan sosial ekonomi; bantuan pengembangan sumberdaya manusia untuk mendukung penguatan kegiatan sosial ekonomi; bantuan penguatan kelembagaan untuk mendukung pengembangan proses hasil-hasil kegiatan sosial ekonomi secara berkelanjutan melalui penguatan kelompok masyarakat dan unit pengelola keuangan; dan bantuan pengembangan sistem pelaporan untuk mendukung pelestarian hasil-hasil kegiatan sosial ekonomi produktif (Sumodiningrat, 1990 diacu dalam Kasmadi, 2005). Program yang tengah dilaksanakan oleh pemerintah Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Penelitian yang dilakukan oleh Prihartono (2009)
12
menunjukkan pengaruh PUAP terhadap kinerja Gapoktan sebelum dan sesudah adanya PUAP berdasarkan indikator organisasi memiliki pengaruh positif terhadap kinerja Gapoktan itu sendiri. Tanggapan petani yang termasuk ke dalam Gapoktan yang menerima PUAP menyatakan ingin melakukan peminjaman kembali karena mereka merasakan manfaat dari pinjaman tersebut. Rata-rata pendapatan anggota Gapoktan setelah menerima PUAP mengalami peningkatan pendapatan. 2.2. Efektivitas Pembiayaan Sanim (1998) mengemukakan bahwa efektivitas pembiayaan dalam peningkatan produktivitas pertanian dan pendapatan petani sangat ditentukan oleh sejauh mana modal kerja yang diterima petani benar-benar digunakan untuk keperluan usahataninya. Program pembiayaan yang diteliti adalah Kredit Usaha Tani (KUT) Pola Khusus. Tolok ukur yang dapat digunakan dalam mengevaluasi keberhasilan pelaksanaan penyaluran KUT pola khusus di antaranya adalah melihat sejauh mana dampak kredit yang disalurkan terhadap produksi dan pendapatan petani (Kane, 1984 diacu dalam Sanim, 1998). Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya KUT Pola Khusus telah berhasil meningkatkan pendapatan bersih petani hingga 44,89 persen. Pendapatan ini didapatkan dari nilai produksi dikurangi dengan biaya produksi. Hal lain yang diteliti adalah mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian pinjaman oleh petani. Hasil penelitian menunjukkan sejumlah faktor yang mempengaruhi pengembalian oleh petani adalah kelas kelompok tani, status apakah petani pernah memperoleh KUT Pola Umum atau tidak, petani mempunyai tabungan di KUD dan di kelompok tani atau tidak, keikutsertaan petani dalam menyusun RDKK atau tidak, bantuan kredit yang diterima, saat petani menerima kredit, frekuensi ikut pertemuan, komoditas yang diusahakan, status penguasaan lahan, serta frekuensi pembinaan dari KUD dan PPL. Keunggulan dari penelitian ini adalah menunjukkan sejauh mana efektivitas pembiayaan terhadap petani dilihat dari pendapatan. Peningkatan
pendapatan
merupakan
salah
satu
tujuan
dari
penyelenggaraan program pembiayaan oleh pemerintah, sehingga dari hasil penelitian ini bisa menjadi salah satu bentuk evaluasi dan masukan bagi penyusun 13
program (pemerintah). Kelemahan dalam penelitian ini adalah asumsi yang digunakan dengan tidak mempertimpangkan mengenai presentase kelompok tani yang menunggak dan ditemukannya penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan KUT, menyebabkan hasil dari penelitian ini dapat dianggap overestimated terhadap efektivitas dari penyelenggaraan program ini. Menurut Aryati (2006) dalam skripsinya menyatakan bahwa efektif atau tidaknya suatu penyaluran pembiayaan pada BMT dapat dinilai berdasarkan beberapa parameter antara lain: persyaratan peminjaman, prosedur peminjaman, prosedur peminjaman, realisasi kredit, besar kecilnya biaya administrasi, pelayanan petugas bank, lokasi bank, jaminan/agunan, pengetahuan dan partisipasi nasabah/calon nasabah, serta memberikan dampak positif.
Kinerja
LKM dikatakan efektif jika kinerja pembiayaannya terhadap usaha kecil efektif (Arsyad, 2008). Lubis (2005) menyatakan bahwa efektivitas dari penyaluran kredit ketahanan pangan dapat dilihat dengan menganalisis efektivitas penyaluran di sisi bank maupun di sisi pengguna kredit. Kriteria yang digunakan untuk melihat efektivitas dari sisi bank adalah target dan realisasi, frekuensi pinjaman, jangkauan kredit, jumlah tunggakan, dan pengembangan tabungan. Adapun kriteria efektivitas yang digunakan untuk melihat efektivitas di sisi pengguna kredit adalah persyaratan awal, prosedur perkreditan, tingkat bunga, realisasi kredit, biaya administrasi, pelayanan petugas bank, dan jarak/lokasi bank. Kurnia (2009) menyatakan bahwa efektivitas dari pembiayaan dapat dilihat dari efektivitas penyaluran dan pemanfaatan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis seta permintaan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Pengukuran efektivitas ini dilakukan pada dua pihak antara BMT dan mitra BMT. Efektivitas penyaluran akan ditunjukkan melalui presentase jumlah penyaluran pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis sedangkan untuk efektivitas pemanfaatan ditunjukkan dengan secara kualitatif dengan dideskripsikan pemanfaatan pembiayaan yang terjadi di lapangan. Dalam penelitian ini tidak sampai kepada efektivitas pembiayaan melainkan keragaan dari penyaluran dana PUAP. Analisis keragaan penyaluran
14
dana PUAP dilihat dari sisi LKMA-S sebagai lembaga keuangan dan petani anggota Gapoktan sebagai nasabah. 2.3. Pengaruh Pembiayaan Pertanian Pengaruh pembiayaan pertanian dinilai positif seringkali dilihat dari peningkatan
pendapatan petani. Hal ini ditunjukkan dari beberapa penelitian
terdahulu yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang searah antara pembiayaan pertanian terhadap pendapatan petani. Pengaruh pembiayaan terhadap pendapatan petani dapat dilakukan melalui pendekatan terhadap penggunaan faktor produksi yang digunakan oleh petani. Hal ini dapat didasari oleh pembiayaan dapat meningkatkan kemampuan petani dalam memperbaiki faktor produksi yang digunakan baik dari tingkat penggunaan teknologi, kualitas faktor produksi, dan jumlah penggunaan. Penelitian yang menunjukkan penggunaan faktor produksi berpengaruh terhadap pendapatan dapat ditunjukkan salah satunya oleh penelitian yang dilakukan oleh Basuki (2008). Penelitian tersebut menjelaskan bahwa usahatani padi hibrida yang dilaksanakan oleh petani padi Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang
pada
Musim
Rendeng
2006/2007
memberikan
keuntungan
(pendapatan) yang lebih kecil daripada usahatani padi inhibrida pada waktu dan tempat yang sama. Pendapatan atas biaya dibayarkan usahatani padi inhibrida dan padi hibrida adalah Rp 6.152.080,57 dan Rp 4.384.536,55. Kemudian hasil R/C rasio usahatani padi inhibrida lebih besar daripada R/C rasio usahatani hibrida masing-masing sebesar 2,10 dan 1,62 menandakan bahwa usahatani inhibrida lebih efisien daripada usahatani hibrida. Hasil analisis regresi logistik untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi benih padi hibrida menunjukkan bahwa ada empat variabel yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap penerapan benih padi hibrida di Kecamatan Cibuaya yaitu luas lahan, status lahan, rasio pendapatan usahatani padi terhadap pendapatan total dan umur. Semakin luas lahan yang digarap maka kemungkinan petani untuk mengadopsi benih padi hibrida juga semakin tinggi. Petani penggarap bukan pemilik tanah memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk menggunakan benih padi hibrida. Semakin tinggi rasio pendapatan usahatani padi terhadap pendapatan total, semakin kecil kemungkinan petani 15
untuk menggunakan inovasi benih padi hibrida. Semakin tua petani maka kemungkinan petani untuk menanam inovasi padi hibrida semakin kecil. Penelitian lain yang menunjukkan bahwa penggunaan faktor produksi memiliki pengaruh terhadap pendapatan petani adalah penelitian yang dilakukan oleh Damayanti (2007) yang meneliti tentang analisis pendapatan dan efisiensi produksi usahatani padi sawah (kasus di Desa Purwoadi, Kecamatan Timurjo, Kabupaten Lampung Tengah, Propinsi Lampung). Dalam penelitiannya, peneliti menggunakan metode analisis pendapatan usahatani. Hasil penelitiannya menjelaskan bahwa hasil analisis pendapatan usahatani padi sawah di daerah penelitian secara umum dikatakan menguntungkan dan layak untuk diusahakan. Petani memperoleh R/C rasio atas biaya tunai sebesar 2,89 dan nilai R/C rasio atas biaya total sebesar 1,70. Hal ini berarti penerimaan yang diperoleh petani dapat menutupi seluruh biaya usahatani. Selanjutnya dari hasil uji-t student memberikan hasil bahwa faktor-faktor seperti luas lahan, benih, pupuk urea, dan tenaga kerja berpengaruh terhadap produksi padi sawah di daerah penelitian. Hasil analisis efisiensi ekonomi terhadap faktor-faktor produksi usahatani padi sawah di Desa Purwoadi menunjukkan bahwa kondisi usahatani di daerah tersebut tidak efisien. Sementara untuk faktor produksi seperti luas lahan, pupuk urea, pupuk SP-36, pupuk ZA, pestisida dan tenaga kerja menunjukkan bahwa rasio NPM dan BKM-nya lebih dari satu. Hal ini berarti jumlah dari penggunaan masing-masing faktor produksi tersebut harus ditambah untuk mendapatkan hasil yang optimal. Sedangkan faktor produksi benih dan pupuk KCL tidak dapat diramalkan secara tepat penggunaan rata-rata efisiennya karena perbandingan NPM dan BKM-nya bernilai negatif. Dalam melihat pengaruh pembiayaan juga dapat dilihat dari kondisi petani setelah atau sebelum adanya pembiayaan atau kondisi pada petani yang mendapat pembiayaan dan yang tidak mendapat pembiyaaan. Pengaruh pembiayaan terhadap kondisi petani sebelum dan setelah pembiayaan dapat dijelaskan dalam penelitian yang dilakukan oleh Kasmadi (2005) mengenai Pengaruh Bantuan Langsung Masyarakat Terhadap Kemandirian Petani Ternak (Kasus pada Kelompok Tani Ternak Desa Bungai Jaya dan Desa Tambun Raya, Kecamatan Basarang, Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah). Menurut penelitian ini
16
manfaat program Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) bagi petani penerima program sangat besar terutama dalam meningkatkan usaha beternak, dari yang tidak memiliki ternak kemudian menjadi mampu untuk memiliki ternak, sehingga menimbulkan motivasi petani untuk mengembangkan ternak BLM tersebut. Hal tersebut telah dibuktikan oleh petani itu sendiri dengan keberhasilan mereka dalam program ini. Ternak yang mereka kelola telah berkembang dan rata-rata telah menyetor untuk digulirkan kepada petani yang belum memperoleh bantuan BLM tersebut. Ini tentunya sudah sesuai dengan tujuan dari program BLM yang ingin memberdayakan masyarakat petani sesuai dengan potensi yang dimiliki dengan bantuan yang difasilitasi oleh pemerintah dan dikelola oleh kelompok sendiri. Perguliran dana BLM telah mencapai 70 persen, dimana perguliran dana tersebut pengaturannya diatur oleh kelompok sendiri dibawah bimbingan pemerintah dan petugas pendamping. Keberhasilan program BLM tersebut tidak terlepas dari kesadaran petani dalam mengembangkan ternak tersebut yang juga dibantu oleh pemerintah setempat seperti Dinas Peternakan, petugas pendamping dan aparat pemerintah desa. Penelitian lainnya yang menunjukkan perubahan kondisi petani setelah adanya pembiayaan pertanian ditunjukkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Sanim (1998). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pendapatan rata-rata petani sebelum menerima kredit adalah Rp. 657.779 per hektar. Nilai tersebut meningkat menjadi Rp. 953.039 per hektar setelah petani menerima bantuan KUT pola khusus. Pengaruh pembiayaan yang dilihat dengan menunjukkan perbedaan kondisi pada petani yang menerima pembiayaan dengan petani yang tidak menerima pembiyaan adalah penelitian yang dilakukan oleh Hasan (1979). Pada penelitian tersebut dibandingkan kondisi petani peserta BIMAS dan petani nonBIMAS. Hasil penelitian tersebut menunjukkan penggunaan tenaga kerja per ha pada usahatani BIMAS 28 persen lebih besar dibandingkan dengan usahatani nonBIMAS. Penggunaan sarana produksi per ha terutama pupuk pada usahatani BIMAS 151 persen lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani non-BIMAS yaitu rata-rata penggunaan pupuk per ha pada usahatani BIMAS 163,2 kg sedangkan pada usahatani non-BIMAS 65 kg. Biaya produksi per ha pada usahatani BIMAS
17
23 persen lebih tinggi dibandingkan dengan non-BIMAS. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan tingkat penggunaan faktor produksi yaitu pupuk dan tenaga kerja. Hasil produksi per ha usahatani BIMAS 30 persen lebih besar dibandingkan dengan usahatani non-BIMAS. Produksi rata-rata per ha pada usahatani BIMAS 31,8 kwt sedangkan pada usahatani non-BIMAS 24,5 kwt. Pendapatan bersih usahatani BIMAS 37 persen lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani non-BIMAS yang ditunjukkan dengan B/C ratio BIMAS sebesar 2,3. Perdana (2008) menganalisis Dampak Pelaksanaan Program Kredit Kepada Koperasi Primer Untuk Anggotanya (KKPA) Terhadap Pendapatan Usahatani Peserta Plasma (Studi Pada PT. Sinar Kencana Inti Perkasa di Kabupaten Kota Baru, Kalimantan Selatan). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pelaksanaan kemitraan melalui program KKPA yang dijalankan oleh PT. Sinar Kencana Inti Perkasa. Penelitian ini juga menganalisis dampak pelaksanaan program KKPA terhadap pendapatan usahatani petani peserta plasma dan petani non peserta KKPA. Analisis yang digunakan adalah metode analisis pendapatan usahatani. Penelitian lainnya yang dapat menjelaskan pengaruh dari adanya pembiayaan pertanian adalah penelitian yang dilakukan oleh Prihartono (2009) yang menganalisis pengaruh PUAP terhadap kinerja Gapoktan sebelum dan sesudah adanya PUAP berdasarkan indikator organisasi memiliki pengaruh positif terhadp kinerja Gapoktan itu sendiri. Pengaruh PUAP terhadap kinerja Gapoktan dalam menyalurkan dana BLM-PUAP ke anggotanya dapat dilihat dari kriteria keefektivan penyalurannya. Penyaluran BLM-PUAP dapat dikatakan sudah efektif karena tiga dari kriteria efektivitas penyaluran telah memenuhi kriteria efektivitas penyaluran telah memenuhi kategori efektif (presentase tunggakan, tingkat bunga dan jangkauan peminjaman). Dari ketujuh indikator kinerja Gapoktan, dapat diinformasikan bahwa hanya terdapat tiga indikator kinerja Gapoktan yang memiliki pengaruh terhadap perubahan pendapatan anggota yakni:indikator keterlibatan anggota dalam penyusunan rencana usaha bersama; indikator anggota mengerjakan kegiatan pertanian secara bersama; dan indikator adanya aktivitas pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan anggota maupun pengurus. Berdasarkan penelitian ini dapat diketahui mengenai tanggapan
18
responden dengan adanya progran PUAP yaitu sebagian besar responden menyatakan ingin melakukan peminjaman kembali karena mereka merasakan manfaat dari pinjaman tersebut. Rata-rata pendapatan anggota Gapoktan sebelum dan sesudah menerima BLM-PUAP mengalami peningkatan. Penelitian yang dilakukan oleh Kasmadi (2005) menunjukkan bahwa pengaruh dari program pembiayaan pertanian yaitu Bantuan Langsung Masyarakat terhadap peternak dianalisis melalui pendekatan kemandirian kelompok ternak yang ditunjukkan dengan penambahan aset dan kemampuan untuk menyetor kembali dana pembiayaan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Filtra (2007) menilai pengaruh program pembiayaan pertanian dari aspek teknis, aspek usaha dan aspek kelembagaan. Pada penelitian Lubis (2005) melihat efektivitas dari program pembiayaan pertanian dari efektivitas penyaluran dan pendapatan petani. Perdana (2007) melihat pengaruh dari pembiayaan pertanian dengan mengacu pada pendapatan. Sedangkan, Prihartono (2009) melihat pengaruh dari pembiayaan pertanian adalah dengan perubahan pendapatan yang kemudian dikaitkan dengan kinerja Gapoktan yang dinilai berpengaruh pada pendapatan petani anggota Gapoktan. Terdapat persamaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu melihat pengaruh dari program pembiayaan pertanian dilihat dari perubahan pendapatan yang terjadi pada petani. Adapun hal yang membedakan penelitian ini dibandingkan penelitian sebelumnya adalah analisis yang digunakan yang memiliki titik fokus pada keragaan dan pengaruh dari penyaluran dana program pembiayaan pertanian terhadap petani dilihat dari aspek pendapatan. Pada penelitian ini dalam menganalisis pengaruh pembiayaan pertanian akan dilihat dari perubahan kondisi petani petani penerima PUAP dana kondisi petani non penerima PUAP. Indikator yang digunakan untuk menunjukkan PUAP memberikan pengaruh positif atau negatif dilihat dari tingkat pendapatan petani. Pendapatan petani penerima PUAP dan petani non penerima PUAP akan dianalisis menggunakan analisis pendapatan R/C ratio untuk melihat apakah layak atau tidak usahatani yang dijalankan oleh petani penerima PUAP dan petani non penerima PUAP.
19
2.4. Perbedaan Kinerja Usaha dengan Pembiayaan Syariah dan Pembiayaan Konvensional Pola
pembiayaan
yang
dikenal
masyarakat
adalah
pembiayaan
konvensional dan pembiayaan syariah. Penerapan suatu pola pembiayaan terhadap suatu usaha dapat memberikan hasil yang berbeda. Dalam melihat perbedaan kondisi usaha dengan penerapan suatu pola pembiayaan dapat dilihat dari penelitian yang melihat kondisi suatu usaha yang pernah menerapkan kedua pola pembiayaan yaitu kondisi ketika mendapatkan pembiayaan secara konvesional dengan kondisi ketika mendapatkan pembiayaan syariah. Penelitian yang dapat menjelaskan hal ini ditunjukkan salah satunya oleh pembiayaan yang dilakukan oleh Permana (2007) yang menganalisis perbandingan pengembangan usaha budidaya ikan konsumsi dengan pembiayaan syariah dan kredit konvensional. Dalam penelitiannya digunakan studi kasus dengan satuan kasus yaitu pembudidaya ikan konsumsi yang mendapatkan pembiayaan syariah, kredit konvensional serta modal pribadi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan usaha budidaya ikan konsumsi dengan bantuan pembiayaan syariah dan kredit konvensional, dengan menganalisis tingkat keuntungan, kelayakan finansial, serta analisis sensitivitas. Dalam penelitiannya, Permana (2007) menggunakan analisis pendapatan usaha serta R/C Ratio pada budidaya ikan konsumsi. Bantuan pembiayaan dan kredit diuji dengan kelayakan usahanya dengan menggunakan analisis kriteria investasi yaitu NPV, Net B/C, dan IRR juga diadakan analisis sensitivitas dari adanya perubahan harga bahan baku atau suku bunga. Kelayakan usaha yang diketahui dari analisis finansial menunjukkan bahwa pembiayaan ini turut berperan dalam pengembangan usaha budidaya ikan konsumsi. Kelayakan usaha dapat diketahui dari analisis finansial serta memberikan informasi bagi hasil yang layak dan mampu dibayar pembudidaya ikan berdasarkan besar IRR. Penyaluran pembiayaan yang efektif dapat meningkatkan pendapatan para pembudidaya ikan yang dapat dinilai dari semakin layaknya usaha ini, selain itu ia melakukan analisis dengan sensitivitas terhadap perubahan atau kenaikan harga bahan baku serta perubahan suku bunga. Selain itu, untuk melihat perbandingan antara pembiayaan syariah dengan kredit konvensional, juga dikembangkan usaha
20
dengan modal pribadi jika mendapatkan pembiayaan syariah dan kredit konvensional dengan menggunakan analisis finansial. Secara garis besar mekanisme pemberian kredit usaha antara perbankan syariah dan konvensional hampir sama. Hanya saja yang membedakan adalah dari produk serta sistem pengembalian pinjaman yang digunakan. Perbankan konvensional menggunakan sistem suku bunga sedangkan perbankan syariah menggunakan sistem bagi hasil atau margin. Berdasarkan hasil analisis usaha setelah pengembangan menunjukkan bahwa analisis usaha pengembangan dengan menggunakan pembiayaan syariah dengan sistem Musyarakah memiliki keuntungan usaha yang lebih besar jika dibandingkan dengan kredit konvensional. Pengembangan usaha yang dilakukan dengan menggunakan pembiayaan sistem Musyarakah juga memiliki nilai NPV, Net B/C, dan IRR yang lebih besar diandingkan dengan usaha yang dikembangkan dengan bantuan kredit konvensional, sehingga usaha dengan bantuan pembiayaan syariah memiliki kelayakan yang lebih baik jika dibandingkan dengan perbankan konvensional. Selain itu, analisis sensitivitas yang dilakukan terhadap pembudidaya ikan konsumsi menunjukkan bahwa usaha dengan bantuan pembiayaan syariah memiliki sensitivitas yang lebih baik jika dibandingkan dengan usaha yang dikembangkan dengan kredit konvensional. Hal ini menunjukkan bahwa program pengembangan agribisnis di Indonesia akan berjalan dengan lebih baik jika pola-pola pembiayaan yang diberikan menggunakan pola syariah. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, diketahui bahwa pola pembiayaan dengan menggunakan sistem syariah ternyata lebih baik untuk diterapkan pada sektor pertanian secara luas (dalam hal ini sektor perikanan) dibandingkan dengan pola kredit konvensional. Hal ini terbukti dari analisis usaha yang dilakukan menunjukkan bahwa pengembangan usaha dengan menggunakan pembiayaan syariah menghasilkan keuntungan usaha yang lebih besar, memiliki nilai kriteria investasi yang lebih baik, dan lebih tahan terhadap sensitivitas terhadap perubahan harga bahan baku maupun perubahan suku bunga. Pada penelitian ini tidak mencoba untuk membandingkan antara kinerja dari lembaga keungan mikro yang berbasis pembiayaan konvesional dengan yang berbasis syariah. Akan tetapi, lebih terhadap menganalisis mengenai kinerja dan
21
pola pembiayaan yang dijalankan untuk kemudian dilihat keragaan dan pengaruh dari penyaluran pembiayaan pada petani yang menerima pembiayaan.
22
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Pembiayaan Agribisnis Berbasis Syariah Secara umum istilah pembiayaan pada sistem syariah sama dengan istilah kredit pada sistem konvensional. Definisi pembiayaan itu sendiri menurut pasal 1 ayat 12 UU No. 10 Tahun 1998, pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Dalam memberikan pembiayaan kepada nasabah, terdapat prinsip-prinsip penilaian pembiayaan yang harus dipenuhi oleh pemohon pembiayaan karena terdapat unsur kepercayaan dan risiko yang dipertaruhkan. Untuk memperkecil risiko pembiayaan yang mungkin terjadi, maka pembiayaan harus dinilai dengan memperhatikan (Rivai dan Veithzal, 2008), yaitu: pemberian pembiayaan kepada seorang costumer agar dapat dipertimbangkan terlebih dahulu harus terpenuhi persyaratan yang dikenal dengan prinsip 6C, yaitu: 1) Character adalah keadaan watak/sifat dari costumer, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam lingkungan usaha. Kegunaan dari penilaian ini adalah untuk mengetahui sampai sejauh mana itikad/kemauan costumer untuk memenuhi kewajibannya (willingness to pay) sesuai dengan perjanjian yang telah ditetapkan. Pemberian pembiayaan harus atas dasar kepercayaan, sedangkan yang mendasari suatu kepercayaan, yaitu adanya keyakinan dari pihak bank, bahwa si peminjam mempunyai moral, watak, dan sifat-sifat pribadi yang positif dan kooperatif. Disamping itu, memiliki rasa tanggungjawab,
baik
dalam
kehidupan
pribadi
sebagai
manusia,
kehidupannya sebagai anggota masyarakat, maupun dalam melakukan kegiatan usahanya. 2) Capital adalah jumlah dana/modal sendiri yang dimiliki oleh calon mudharib. Makin besar modal sendiri yang dimiliki, tentu semakin tinggi kesungguhan calon mudharib menjalankan usahanya (karena ikut menanggung risiko
23
terhadap gagalnya usaha) dan bank akan merasa lebih yakin memberikan pembiayaan. Penilaian atas besarnya modal sendiri adalah penting, mengingat pembiayaan bank hanya sebagai tambahan pembiayaan dan bukan untuk membiayai seluruh modal yang diperlukan. Dalam prakteknya, kemampuan capital ini dimanifestasikan dalam bentuk kewajiban untuk menyediakan self financial, yang sebaiknya memiliki jumlah yang lebih besar dari pembiayaan yang diminta kepada bank. Bentuk dari self financial ini tidak harus berupa uang tunai, bisa saja dalam bentuk barang modal seperti tanah, bangunan, dan mesin-mesin. Besar kecilnya capital ini dapat dilihat dari neraca perusahaan, yaitu pada owner equity, laba yang ditahan, dan lain-lain. Untuk perorangan, dapat dilihat dari daftar kekayaan yang bersangkutan setelah dikurangi utangutangnya. 3) Capacity adalah kemampuan yang dimiliki calon mudharib dalam menjalankan usahanya guna memperoleh laba yang diharapkan. Kegunaan dari penilaian ini adalah untuk mengetahui/mengukur sampai sejauh mana calon mudharib mampu mengembalikan atau melunasi utang-utangnya (ability to pay) secara tepat waktu, dari hasil usaha yang diperolehnya. Pengukuran capacity dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan, antara lain: a)
Pendekatan
historis,
yaitu
menilai
past
performance,
apakah
menunjukkan perkembangan dari waktu ke waktu. b) Pendekatan finansial, yaitu menilai latar belakang pendidikan para pengurus. Hal ini sangat penting untuk perusahaan-perusahaan yang mengandalkan
keahlian
teknologi
tinggi
atau
perusahaan
yang
memerlukan profesionalitas tinggi, seperti rumah sakit dan biro konsultan. c)
Pendekatan yuridis, yaitu secara yuridis apakah calon mudharib mempunyai kapasitas untuk mewakili badan usaha untuk mengadakan perjanjian pembiayaan dengan bank.
d) Pendekatan manajerial, yaitu menilai sejauh mana kemampuan dan keterampilan costumer melaksanakan fungsi-fungsi manajemen dalam memimpin perusahaan.
24
e)
Pendekatan teknis, yaitu untuk menilai sejauh mana kemampuan calon mudharib mengelola faktor-faktor produksi, seperti tenaga kerja, sumber bahan
baku,
peralatan-peralatan/mesin-mesin,
administrasi
dan
keuangan, industrial relation, sampai pada kemampuan merebut pasar. 4) Collateral adalah barang yang diserahkan mudharib sebagai agunan terhadap pembiayaan yang diterimanya. Collateral harus dinilai oleh bank untuk mengetahui sejauh mana risiko kewajiban finansial mudharib kepada bank. Penilaian terhadap agunan ini meliputi jenis, lokasi, bukti kepemilikan, dan status hukumnya. Pada hakikatnya bentuk collateral tidak hanya berbentuk kebendaan. Bisa juga collateral yang tidak berwujud seperti jaminan pribadi (borgtocht), letter of guarantee, letter of comfort, rekomendasi, dan avalis. Penilaian terhadap collateral ini dapat ditinjau dari dua segi, yaitu: a)
Segi ekonomis, yaitu nilai ekonomis dari barang-barang yang akan diagunkan.
b) Segi yuridis, yaitu apakah agunan tersebut memenuhi syarat-syarat yuridis untuk dipakai sebagai agunan. 5) Conditions of Economy adalah situasi dan kondisi politik, sosial, ekonomi, dan budaya yang mempengaruhi keadaan perekonomian yang kemungkinan pada suatu saat dapat mempengaruhi kelancaran usaha calon mudharib. Untuk mendapat gambaran mengenai hal tersebut, perlu diadakan penelitian mengenai beberapa hal, antara lain: a)
Keadaan konjungtur.
b) Peraturan-peraturan pemerintah. c)
Situasi politik dan perekonomian dunia.
d) Keadaan lain yang mempengaruhi pemasaran. Kondisi ekonomi yang perlu disoroti mencakup hal-hal sebagai berikut: a)
Pemasaran
: Kebutuhan, daya beli masyarakat, luas pasar, perubahan mode, bentuk persaingan, peranan barang substitusi, dan lain-lain.
b)
Teknis Produksi
: Perkembangan teknologi, tersedianya bahan baku, dan cara penjualan dengan sistem cash atau pembiayaan.
25
c)
Peraturan Pemerintah : Kemungkinan pengaruhnya terhadap produk yang dihasilkan. Misalnya, larangan peredaran jenis obat tertentu.
6) Constraints adalah batasan dan hambatan yang tidak memungkinkan suatu bisnis untuk dilaksanakan pada tempat tertentu, misalnya, pendirian usaha SPBU yang disekitarnya terdapat banyak bengkel-bengkel las atau pembakaran batu bata. Dari keenam prinsip di atas, yang paling perlu mendapatkan perhatian oleh Account Officer adalah character, dan apabila prinsip ini tidak terpenuhi, maka prinsip lainnya tidak berarti, atau dengan kata lain, permohonanya harus ditolak. 3.1.2. Efektivitas Pembiayaan Agribisnis Syariah Pemahaman
mengenai
efektivitas
pembiayaan
agribisnis
syariah
diperlukan pemahaman terlebih dahulu mengenai konsep dari efektivitas itu sendiri. Oleh karena itu, dalam memahami mengenai efektivitas pembiayaan agribisnis syariah dapat digambarkan melalui konsep efektivitas itu sendiri dan efektivitas pembiayaan syariah. 3.1.2.1. Konsep Efektivitas Dalam manajemen terdapat dua perhatian utama yaitu efisien dan efektif. Robbins dan Coulter (2005) mendefinisikan efisien sebagai “doing things right” yakni mengerjakan sesuatu dengan cara yang benar. Sedangkan efektif didefinisikan sebagai “doing the right things”. Dari pengertian tersebut menunjukkan bahwa efektivitas dicapai ketika melakukan sesuatu yang tepat yaitu merupakan hal yang diprioritaskan oleh organisasi atau yang ingin dicapai oleh organisasi, sedangkan efisiensi dicapai ketika organisasi melakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Hamadah (2009) mendefinisikan efektivitas lebih dalam lagi, karena efektivitas tidak berhenti sampai tujuan tercapai tetapi sampai pada kualitatif hasil yang dikaitkan dengan pencapaian visi. “Effectiveness is characterized by qualitative outcomes”. Manajemen pembiayaan dikatakan memenuhi prinsip efektif apabila kegiatan yang dilakukan dapat mengatur biaya aktivitas dalam rangka mencapai tujuan kualitatif sesuai dengan rencana yang ditetapkan.
26
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, terlihat bahwa konsep efektivitas adalah lebih tepat dalam analisis keragaan penyaluran dana PUAP yang dijalankan oleh LKMA-S. Adapun penilaian efektif tidaknya pengelolaan yang dijalankan adalah hal yang dijalankan LKMA-S tepat dan mendukung dalam pencapaian tujuan PUAP. Pengertian tepat dalam hal ini adalah apa yang dijalankan oleh LKMA-S adalah dapat memenuhi apa yang dibutuhkan oleh nasabah (petani) seperti tepat waktu karena akan mempengaruhi jadwal usahatani apabila terjadi keterlambatan, tepat jumlah dimana pemenuhan pembiayaan diharapkan sesuai dengan kebutuhan petani, dan tepat prosedur dimana prosedur pembiayaan yang ditetapkan tidak mempersulit nasabah dan mampu memberikan risiko yang kecil bagi organisasi dengan pemberian pembiayaan. LKMA-S yang hadir sebagai unit usaha otonom yang secara khusus untuk mengelola dana PUAP, maka tujuan PUAP merupakan sasaran dari apa yang dilakukan oleh LKMA-S. Salah satu yang menjadi indikator dari pencapaian tujuan PUAP adalah peningkatan pendapatan. 3.1.2.2. Efektivitas Pembiayaan Syariah Efektivitas menunjukkan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi efektivitasnya. Terdapat lima faktor yang mempengaruhi efektivitas pembiayaan sistem syariah menurut kriteria bank, yaitu (Arsyad, 2008): 1) Target dan Realisasi (Jumlah Nasabah). Hal ini menunjukkan bahwa Bank tersebut mampu menyesuaikan keinginan nasabah dalam sistem pembiayaan. 2) Non Performing Loan (NPL). Hal ini menunjukkan tingkat pembayaran yang tidak lancar dari pihak debitur atau nasabah. NPL merupakan perbandingan antara jumlah pinjaman dengan frekuensi tunggakkan. Hal ini menunjukkan jumlah tunggakan yang diderita oleh pihak kreditur. 3) Frekuensi pinjaman, sebagai tingkat keseringan nasabah dalam mengambil pembiayaan. 4) Jangkauan pembiayaan. Keragaman mata pencaharian nasabah yang menunjukkan fleksibilitas prosedur pembiayaan yang dijalankan, dan 5) Pelayanan pembiayaan, sejauh mana tingkat pelayanan yang dilakukan, mulai dari pengajuan pembiayaan sampai realisasi pembiayaan. 27
Sedangkan, Hidayat (2004) menyatakan bahwa efektif atau tidaknya suatu penyaluran pembiayaan menurut kriteria nasabah dapat dinilai berdasarkan beberapa parameter, antara lain persyaratan peminjaman, prosedur peminjaman, realisasi kredit, besar kecilnya biaya administrasi, pelayanan petugas bank, lokasi bank, jaminan/agunan, pengetahuan dan partisipasi nasabah/calon nasabah, serta dapat memberikan dampak positif. Pembiayaan yang diberikan baik berupa uang tunai maupun penyediaan barang ditujukan untuk membantu petani dalam penyediaan faktor produksi yang diperlukan dalam usahatani. Pembiayaan dapat mempengaruhi kemampuan petani dalam penyediaan faktor produksi yang dibutuhkan, sehingga pembiayaan dapat mempengaruhi terhadap fungsi produksi usahatani. 3.1.3. Fungsi Produksi Fungsi produksi menggambarkan hubungan input-output yaitu berapa sumberdaya yang ditransformasikan menjadi produk. Hubungan input-output dalam pertanian sangat beragam dikarenakan tingkat input yang ditransformasikan menjadi produk atau output sangat beragam diantara tipe tanah, teknologi, curah hujan, dan lain-lain. Secara matematis, fungsi dapat dinyatakan sebagai berikut (Doll dan Orazem, 1984) : Y = f ( X1,X2,X3,…….Xn) Keterangan : Y
= jumlah produksi yang dihasilkan dalam proses produksi
X1,X2,…..Xn = faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi f
= bentuk hubungan yang mentransformasikan faktor-faktor produksi ke-n dalam hasil produksi Asumsi-asumsi yang digunakan dalam fungsi produksi :
1) Kepastian. Dalam pertanian, hasil produksi yang lalu mungkin kurang baik untuk mengestimasi hasil produksi tahun sekarang, sedangkan dalam bisnis yang menggunakan mesin buatan mungkin hasil produksi yang lalu dapat digunakan untuk mengestimasi hasil produksi sekarang. Permasalahan dalam pertanian muncul karena masa depan tidak dapat diketahui atau diperkirakan.
28
Hal ini disebut risiko dan ketidakpastian. Oleh karena itu digunakan asumsi Perfect certainty. 2) Tingkat Teknologi. Sebuah produk atau output dapat dihasilkan dengan berbagai cara. Oleh karena itu, petani harus menggunakan cara atau teknik yang paling efisien. 3) Panjang Periode Waktu. Fungsi produksi menggambarkan output yang dihasilkan dari proses produksi selama periode waktu tertentu. Input tetap jumlahnya tidak berubah selama proses produksi, sedangkan input variabel berubah-ubah selama proses produksi. Periode produksi dibedakan menjadi tiga periode yaitu jangka sangat pendek, jangka pendek dan jangka panjang. Jangka sangat pendek dapat dicirikan dengan semua input yang dipakai adalah tetap, jangka pendek dicirikan dengan minimal ada satu input yang variabel. Jangka panjang dicirikan dengan semua input yang dipakai merupakan input variabel. Fungsi produksi melukiskan hubungan antara konsep Average Physical Product (APP) dengan Marginal Physical Productivity (MPP) yang disebut kurva Total Physical Product (TPP) (Beatty & Taylor 1985). APP menunjukkan kuantitas output produk yang dihasilkan.
Dimana: APP
= Average Physical Product
Y
= output
X
= input
Sedangkan MPP mengukur banyaknya penambahan atau pengurangan total output dari penambahan input.
Dimana: MPP = Marginal Physical Productivity dY
= perubahan output
dX
= perubahan input
29
Fungsi produksi klasik menunjukkan tiga daerah produksi dalam suatu fungsi produksi yaitu peningkatan APP, penurunan APP ketika MPP positif, dan penurunan APP ketika MPP negative. Daerah-daerah tersebut dibedakan berdasarkan elastisitas produksi, yaitu perubahan produk yang dihasilkan karena perubahan factor produksi yang digunakan (Doll dan Orazem, 1984). Pada Gambar 1, daerah-daerah tersebut ditunjukkan oleh daerah I, daerah II, dan daerah III. Daerah I terletak antara 0 dan X2 dengan nilai elastisitas yang lebih besar dari satu (
, artinya bahwa setiap penambahan factor produksi sebesar satu
satuan, akan menyebabkan pertambahan produksi yang lebih besar dari satu satuan. Kondisi ini terjadi jika MPP lebih besar dari APP. Pada kondisi ini, keuntungan maksimum belum tercapai karena produksi masih dapat diperbesar dengan menggunakan factor produksi yang lebih banyak. Daerah I disebut juga sebagai daerah irrasional atau inefisien. Daerah II terletak antara X2 dan X3 dengan nilai elastisitas produksi yang berkisar antara nol dan satu (0 <
Hal ini menunjukkan bahwa setiap
penambahan input sebesar satu satuan akan meningkatkan produksi paling besar satu satuan dan paling kecil non satuan. Daerah ini menunjukkan tingkat produksi memenuhi syarat keharusan tercapainya keuntungan maksimum. Daerah ini dicirikan dengan penambahan hasil produksi yang semakin menurun (diminishing returns). Pada tingkat tertentu dari penggunaan factor-faktor produksi di daerah ini akan memberikan keuntungan maksimum. Hal ini menunjukkan penggunaan faktor-faktor produksi telah optimal sehingga daerah ini disebut daerah rasional atau efisien (rational region atau rational stage of production). Daerah III merupakan daerah yang dengan nilai elastisitas lebih kecil dari nol (
yang terjadi ketika MPP bernilai negative yang berarti bahwa setiap
penambahan satu satuan input akan menyebabkan penurunan produksi. Penggunaan factor produksi di daerah ini sudah tidak efisien sehingga disebut daerah irrasional (irrational region atau irrational stage of production).
30
output
Produk Total (TP) RODU K
output
input
Produk Rata-Rata (APP) RODUK 0
X1
X2
input
X3 Produk Marjinal (MPP) RODUK
Gambar 1. Kurva Fungsi Produksi Sumber : Baettie dan taylor (1985)
31
3.1.4. Konsep Usahatani Usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang dilakukan oleh perorangan ataupun sekumpulan orang-orang untuk menghasilkan output yang dapat memenuhi kebutuhan keluarga ataupun orang lain disamping bermotif mencari keuntungan (Soeharjo dan Patong, 1973). Berdasarkan batasan tersebut dapat diketahui bahwa usahatani terdiri atas manusia petani (bersama sekeluarganya), tanah (bersama dengan fasilitas yang ada di atasnya seperti bangunan-bangunan, saluran air) dan tanaman maupun hewan ternak (Soeharjo dan Patong, 1973). Adapun definisi usahatani menurut Soekartawi (1995) adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Usahatani adalah organisasi dari alam, kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian (Rivai 1969, diacu dalam Hernanto 1989). Organisasi ini ketatalaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seseorang atau sekumpul orang, segolongan sosial, baik yang terikat genologis, politis maupun teritorial sebagai pengelolanya. Berdasarkan pengertian di atas, maka suatu usahatani dapat digambarkan lebih rinci sebagai berikut: 1) Adanya lahan dalam luasan dan produk yang tertenttu, unsur ini dalam usahatani mempunyai fungsi sebagai tempat diselenggarakannya usaha bercocok tanam, pemeliharaan hewan ternak dan tempat keluarga tani bermukim. 2) Adanya bangunan yang berupa rumah petani, gudang, kandang, lantai jemur dan lain-lain. 3) Adanya alat-alat pertanian seperti cangkul, parang, garpu, linggis, penyemprot, traktor, pompa air dan lain-lain. 4) Adanya pencurahan tenaga kerja untuk mengolah tanah, menanam, memelihara dan lain-lain. 5) Adanya kegiatan petani yang menetapkan rencana usahataninya, mengawasi jalannya usahatani dan menikmati hasilnya. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan usahatani lebih menekankan kepada pengorganisasian faktor-faktor produksi yang ada untuk menghasilkan
32
output (hasil produksi) guna untuk mendapatkan pendapatan sebagai timbal balik atas usaha yang dilakukan. 3.1.5. Struktur Penerimaan Usahatani Soekartawi (1995) menyatakan bahwa penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai berikut: TR = Yi . Pyi yaitu: TR = Total penerimaan Y
= Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani
Py = Harga Y Soeharjo dan patong (1973) menyatakan penerimaan usahatani adalah nilai uang yang diterima dari penjualan yang bisa berwujud tiga hal, yaitu : 1) Hasil penjualan produk yang diijual, 2) Hasil penjualan produk samping, 3) Produk yang dikonsumsi pengusaha dan keluarga selama melalukan kegiatan. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan penerimaan usahatani adalah nilai produksi yang diperoleh dalam jangka waktu tertentu dan merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi total dengan harga satuan dari hasil produksi tersebut. Penerimaan yang dihitung hanya fokus terhadap komoditas padi karena kegiatan usahatani yang mendominasi Desa Mekarsari adalah usahatani padi. 3.1.6. Struktur Biaya Usahatani Biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: (a) biaya tetap (fixed cosi); dan (b) Biaya tidak tetap (variabel cost). Biaya tetap ini umumnya didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besarnya biaya tetap ini tidak tergantung pada besar-kecilnya produksi yang diperoleh. Contoh biaya tetap antara lain: sewa tanah, pajak, alat pertanian, dan iuran irigasi. Di sisi lain biaya tidak tetap atau biaya variabel biasanya didefinisikan sebagai biaya yang besar-kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Contohnya biaya untuk sarana produksi. Kalau menginginkan produksi yang tinggi, maka tenaga kerja perlu ditambah, pupuk juga perlu ditambah dan 33
sebagainya, sehingga biaya ini sifatnya berubah-ubah tergantung dari besarkecilnya produksi yang diinginkan. (Soekartawi, 1995) Total biaya dapat dirumuskan sebagai berikut: TC = FC + VC yaitu : TC = Total biaya FC = Biaya Tetap VC = Biaya tidak tetap / biaya variabel Biaya usahatani dapat diartikan sebaga biaya yang dikeluarkan untuk produksi (usahatani) yang dapat berupa biaya tetap dan biaya variabel. 3.1.7. Pendapatan Usahatani Soeharjo dan Patong (1973) menyatakan bahwa pendapatan adalah balas jasa dari kerjasama faktor-faktor produksi lahan, tenaga kerja, modal, dan jasa pengelolaan. Pendapatan usahatani tidak hanya berasal dari kegiatan produksi saja tetapi juga dapat diperolah dari hasil menyewakan atau menjual unsur-unsur produksi, misalnya menjual kelebihan alat-alat produksi, menyewakan lahan, ternak dan lain sebagainya. Soekartawi (1995) menyatakan bahwa pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya. Jadi: Pd = TR – TC Pd = Pendapatan TR = Total Penerimaan TC = Total Biaya Pada penelitian ini lebih mengacu bahwa pendapatan usahatani adalah hasil dari pengurangan nilai penerimaan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan. Pendapatan yang diharapkan tentu saja memiliki nilai positif dan semakin besar nilainya semakin baik. 3.1.8. Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio) Soeharjo dan Patong (1973) menyatakan bahwa pendapatan yang besar bukanlah sebagai petunjuk bahwa usahatani efisien. Ukuran efisiensi pendapatan usahatani dapat diukur atau dihitung melalui perbandingan penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan (R/C ratio). 34
R/C ratio menunjukkan berapa besarnya penerimaan usahatani yang akan diperoleh petani untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani. Apabila usahatani memiliki R/C ratio lebih besar dari satu, berarti usahatani menguntungkan, sebaliknya apabila R/C ratio lebih kecil dari satu dapat dikatakan bahwa usahatani belum menguntungkan. Sedangkan jika R/C ratio sama dengan satu, maka kegiatan usahatani tersebut berada pada keuntungan normal. Artinya, setiap satu satuan biaya yang dikeluarkan, maka kegiatan usaha mampu menghasilkan manfaat bersih sebesar satu satuan atau dapat dikatakan impas. 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional PUAP dalam pengelolaannya melahirkan lembaga non-formal baru bagi Gapoktan yang menerima dana PUAP yaitu unit usaha otonom. Unit usaha otonom pada Gapoktan Subur Rejeki dinamakan LKMA-S Subur Rejeki. LKMA-S Subur Rejeki dalam pengelolaan dana PUAP menjalankan beberapa kegiatan usaha yang meliputi unit simpan pinjam, unit penyediaan saprodi, unit pengolahan dan unit pemasaran. Kegiatan usaha yang dijalankan oleh unit usaha ini kemudian diharapkan dapat membantu petani terkait dengan kemudahan akses modal, peningkatan produksi, peningkatan produktivitas dan diharapkan dapat berujung pada peningkatan pendapatan. Analisis yang dilakukan adalah analisis mengenai keragaan dan pengaruh dari penyaluran dana PUAP bagi petani yaitu pendapatan petani yang merupakan salah satu aspek yang termuat dalam indikator keberhasilan outcomes PUAP. Prinsip pembiayaan yang diterapkan oleh LKMA-S Subur Rejeki adalah prinsip pembiayaan syariah. Prosedur yang digunakan oleh LKMA-S akan dilihat apakah mendukung dalam pencapaian tujuan PUAP dengan digunakannya dalam penyaluran dana PUAP terhadap petani dengan tujuan peningkatan pendapatan petani. Dalam melihat keragaan penyaluran dana PUAP oleh LKMA-S akan dilakukan pada dua pihak yaitu pihak LKMA-S Subur Rejeki dan petani anggota yang menerima pembiayaan dana PUAP. Keragaan penyaluran menurut kriteria LKMA-S akan ditunjukkan dengan realisasi penyaluran dana PUAP, frekuensi pembiayaan, jangkauan pembiayaan, tunggakan pembiayaan, dan pengembangan tabungan. Adapun keragaan penyaluran menurut kriteria petani dapat dilihat dari 35
persyaratan awal, prosedur pembiayaan, marjin keuntungan, realisasi kredit, biaya administrasi,
serta
pelayanan
dan
pembinaan
pihak
LKMA-S.
Dalam
menganalisis mengenai keragaan penyaluran dana PUAP dilakukan dengan cara responden memberikan jawaban atas kriteria yang telah ditentukan dapat dipenuhi oleh responden atau tidak. Penilaian yang diberikan oleh responden kemudian akan dihitung berapa besar presentase dari responden yang dapat menjawab sesuai dengan kriteria atau tidak, kemudian hasil tersebut akan diuraikan secara deskriptif. Kegiatan usaha LKMA-S dalam pembiayaan dapat mempengaruhi kemampuan petani dalam pembelian faktor produksi usahatani (lahan, modal, tenaga kerja dan manajemen) baik dari segi kualitas maupun kuantitas sehingga akan berpengaruh terhadap fungsi produksi petani. Tingkat harga penjualan yang diberikan oleh LKMA-S atau marjin yang disepakati dalam akad murabahah akan mempengaruhi biaya produksi dikeluarkan oleh petani. Pendapatan merupakan selisih antara nilai produksi dengan biaya produksi. Peningkatan nilai produksi dapat disebabkan peningkatan jumlah produksi melalui peningkatan luasan lahan produksi, jumlah benih, serta faktor produksi lainnya yang digunakan. Perbandingan produksi dan pendapatan petani penerima PUAP dan petani non penerima PUAP pada GAPOKTAN Subur Rejeki dapat dijadikan pembatasan apakah pengelolaan dana PUAP oleh LKMA-S berdampak negatif atau positif terhadap produksi maupun pendapatan. Metode ekonometrik dipergunakan untuk melihat sejauh mana pembiayaan PUAP mempengaruhi fungsi produksi petani atas penambahan atau pengurangan faktor produksi yang digunakan. Pengaruh atas penggunaan faktor produksi terhadap hasil produksi petani penerima PUAP dan non penerima PUAP menggunakan pendekatan regresi. Model regresi ganda menggunakan semua data penggunaan faktor produksi dan hasil produksi dari petani responden yang kemudian data diolah dengan menggunakan software Minitab 15. Setelah output regresi berganda didapatkan, maka akan diinterpretasikan untuk menunjukkan faktor apa saja yang signifikan mempengaruhi produksi padi petani menggunakan uji-t. Dalam menganalisis pendapatan pada petani penerima PUAP dan petani non penerima PUAP digunakan analisis R/C ratio untuk melihat apakah layak atau tidak
36
usahatani yang dijalankan oleh petani yang menerima dana PUAP dibandingkan dengan petani yang tidak menerima PUAP. Kerangka pemikiran operasional penelitian ini selengkapnya ditunjukkan pada Gambar 2.
37
Kurangnya akses terhadap modal, pasar dan teknologi, serta organisasi tani yang masih lemah
Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) (PUAP) Unit Usaha Otonom dalam Pengelolaan Dana PUAP
LKMA-S Subur Rejeki, Cisaat, Sukabumi Penyaluran Dana PUAP
Penilaian di Pihak LKMA-S Keragaan Penyaluran dana PUAP
Penilaian di Pihak Petani Anggota Penerima PUAP
Keragaan Penyaluran dana PUAP dan Pengaruh pada Petani Anggota Gapoktan
Pengaruh PUAP terhadap Pendapatan Petani Penerimaan
Input Produk si
Biaya Produksi Pendapatan
Analisis regresi fungsi produksi
Mengetahui Keragaan dan Pengaruh Penyaluran Dana PUAP
Faktor produksi yang mempengaruhi hasil produksi
Analisis pendapatan R/C ratio Layak /tidak setelah menerima PUAP
Evaluasi Pengelolaan Dana PUAP oleh LKMA-S
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian Keterangan: = Lingkup Penelitian 38
IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di LKMA-S Subur Rejeki yang merupakan unit usaha otonom dari program PUAP yang dijalankan oleh Gapoktan Subur Rejeki yang berlokasi di Desa Sukaresmi Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat. Gapoktan Subur Rejeki terdiri dari enam kelompok tani dengan jumlah keseluruhan anggota yang tergabung dalam Gapoktan ini berjumlah 364 orang. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan berbagai pertimbangan di antaranya adalah pengelolaan dana PUAP yang dilakukan oleh LKMA-S Subur Rejeki berdasarkan penilaian BKPP dan PMT Kabupaten Sukabumi dinilai baik. Selain itu, pengelolaan pembiayaan syariah yang dijalankan oleh LKMA-S ini dinilai telah memenuhi prosedur. Adapun waktu penelitian dimulai sejak bulan Maret hingga bulan Juni. 4.2. Metode Penentuan Sampel Pengambilan sampel dilakukan kepada orang-orang yang yang terkait dengan penyaluran dana PUAP pada Gapoktan Subur Rejeki. Dalam penelitian ini, responden dibagi menjadi tiga kelompok yaitu, pengelola LKMA-S Subur Rejeki, petani anggota Gapoktan Subur Rejeki yang menerima pembiayaan PUAP yang selanjutnya disebut petani penerima PUAP, dan petani anggota Gapoktan Subur Rejeki yang tidak mendapat pembiayaan PUAP yang selanjutnya disebut petani non penerima PUAP. Responden yang dipilih dari LKMA-S Subur Rejeki (pihak internal) dilakukan secara purposive. Jumlah responden yang digunakan sebanyak 2 orang dikarenakan jumlah pengelola yang terlibat langsung dalam penyaluran dana PUAP adalah kedua orang tersebut. Metode penentuan responden petani penerima PUAP dilakukan secara purposive dalam pemilihan kelompok tani yang dijadikan responden yaitu hanya 4 kelompok tani (poktan) dari 6 poktan yang tergabung dalam Gapoktan Subur Rejeki. Pemilihan keempat kelompok tani tersebut dikarenakan anggota petani tanaman pangan dari kelompok tani tersebut merupakan penerima PUAP pada musim tanam kemarau 2009. Keempat kelompok tani yang dipilih adalah kelompok tani Subur Rejeki II, kelompok tani Subur Rejeki III, kelompok tani
39
Subur Rejeki IV, dan kelompok tani Barokah. Jumlah petani yang dijadikan responden dari keempat kelompok tani tersebut adalah 26 orang yang merupakan petani penerima pembiayaan PUAP dengan usahatani tanaman pangan padi pada musim tanam kemarau 2009 (sensus). Pemilihan petani non penerima PUAP sebagai responden dikarenakan kemampuan sebagian petani penerima PUAP dalam mengingat kebutuhan usahatani dan hasil panen untuk musim tanam kemarau setahun sebelumnya kurang baik. Oleh karena itu dipergunakan data dari petani non penerima PUAP untuk melihat perbandingan fungsi produksi dan pendapatan usahatani petani penerima PUAP dengan non penerima PUAP. Metode penentuan responden non penerima PUAP dilakukan secara purposive yang didapatkan informasinya dari ketua kelompok tani masing-masing. Populasi sampelnya berjumlah 338 orang dengan responden yang dipilih berjumlah 30 orang. Jumlah petani responden non penerima PUAP dari setiap kelompok tani disamakan dengan proporsi jumlah orang responden penerima PUAP dari kelompok tani tersebut. 4.3. Data dan Instrumentasi Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif yang berkaitan dengan penelitian ini. Data primer diperoleh melalui observasi lapangan, penyebaran kuesioner, dan wawancara langsung dengan pihak yang terkait yaitu pengelola LKMA-S Subur Rejeki, petani anggota GAPOKTAN penerima BLM-PUAP dan petani anggota Gapoktan non penerima PUAP. Wawancara dengan responden dilakukan sesuai dengan panduan kuesioner. Jenis data primer yang diperoleh berupa data produksi padi, proses produksi padi, data input produksi padi, data proses penyaluran dana PUAP, dan lain-lain. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PASEK), Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan, LKMA-S Subur Rejeki, penelitian terdahulu, literatur dan referensi lainnya berupa makalah, artikel-artikel di majalah dan situs-situs internet yang berhubungan dengan topik penelitian.
40
4.4. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode pengamatan (observasi), penelusuran literatur, penggunaan kuesioner, dan wawancara (interview). Informasi atau keterangan dari petani responden dan pihak LKMA-S Subur Rejeki diperoleh dengan cara tatap muka atau wawancara dan alat yang digunakan berupa kuesioner. Data sekunder yang digunakan diperoleh melalui studi literatur dari berbagai macam sumber terkait, seperti dari Badan Pusat Statistik (BPS), Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PASEK), Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan, LKMA-S Subur Rejeki, penelitian terdahulu, literatur dan referensi lainnya berupa makalah, artikel-artikel di majalah dan situs-situs internet yang berhubungan dengan topik penelitian. 4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis dilakukan secara kualitatif dan kuantatif. Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui keragaan pembiayaan pada responden dan melihat tingkat efektivitas pembiayaan pada LKMA-S dalam penyeluran dana PUAP. Adapun analisis kuantitatif dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan perhitungan, analisis fungsi produksi, dan pada pendapatan petani digunakan analisis pendapatan usahatani R/C ratio. Data yang berhasil dikumpulkan diolah dengan menggunakan Microsoft Excell dan Minitab 15. Analisis deskriptif ini digunakan untuk melihat keragaan dan pengaruh penyaluran dana PUAP bagi petani dilihat dari aspek pendapatan. Keragaan penyaluran dinilai berdasarkan kriteria LKMA-S Subur Rejeki dan petani anggota GAPOKTAN Subur Rejeki yang menerima pembiayaan. Analisis keragaan penyaluran berdasarkan pihak LKMA-S diukur melalui realisasi pembiayaan, frekuensi pembiayaan, jangkauan pembiayaan, tunggakan pembiayaan dan pengembangan tabungan. Adapun keragaan penyaluran berdasarkan tanggapan dan penilaian petani responden dilihat dari mekanisme pengajuan dan penyaluran pembiayaan yang dilakukan oleh LKMA-S Subur Rejeki. Pengaruh penyaluran dana PUAP bagi petani anggota GAPOKTAN yang menerima pembiayaan diuraikan secara deskriptif. Bentuk pengaruh PUAP 41
terhadap petani dilakukan dengan melakukan pendekatan fungsi produksi padi dimana kepesertaan petani sebagai penerima PUAP dijadikan sebagai variabel boneka (variabel dummy). Fungsi produksi tersebut kemudian dianalisa dengan menggunakan analisis regresi. Hasil dari analisis regresi ini kemudian akan diinterpretasikan untuk menunjukkan variabel apa saja yang mempengaruhi produksi padi petani responden. Selain itu, dengan disertakannya variabel dummy kepesertaan PUAP pada fungsi produksi akan memudahkan untuk melihat apakah dengan kepesertaan petani dalam menerima pembiayaan PUAP memberikan pengaruh nyata terhadap produksi padi dibandingkan dengan petani yang tidak menerima pembiayaan PUAP. 4.5.1. Metode Analisis Keragaan Penyaluran Dana PUAP Untuk menganalisis keragaan penyaluran dana PUAP digunakan beberapa kriteria penilaian, baik menurut kriteria LKMA-S maupun petani anggota Gapoktan.
Penentuan
kriteria
untuk
menganalisis
keragaan
penyaluran
pembiayaan untuk pihak LKMA-S dan petani anggota Gapoktan (nasabah) didapat berdasarkan literatur-literatur yang ada terkait dengan kinerja BMT atau lembaga keuangan mikro lainnya. Hal ini dikarenakan kegiatan usaha yang dijalankan oleh LKMA-S ini sama dengan kegiatan usaha dari LKM. 4.5.1.1. Menurut Kriteria LKMA-S Analisis akan dilakukan secara kualitatif. Data kualitatif didapat dari hasil wawancara dengan pihak LKMA-S dan juga data-data sekunder yang didapat dari bank yang bersangkutan. Data-data yang didapatkan dianalisa dan diuraikan secara deskriptif. Untuk menganalisis keragaan menurut kriteria LKMA-S digunakan lima kriteria, antara lain: 1) Realisasi Pembiayaan. Realisasi pembiayaan yang disalurkan diharapkan terus meningkat. Dalam pedoman umum PUAP disebutkan beberapa indikator keberhasilan yaitu tersalurkannya BLM-PUAP, dan semakin meningkatnya jumlah petani anggota yang menerima dana PUAP. Dengan jumlah realisasi pembiayaan yang terus meningkat berarti telah mendukung dalam pencapaian tujuan PUAP.
42
2) Frekuensi Pembiayaan. Untuk frekuensi peminjam, jika dari setiap periodenya
frekuensi
pembiayaan
terus
bertambah,
maka
hal
ini
mengindikasikan bahwa penyaluran dana PUAP yang dilakukan oleh LKMAS telah mendukung terhadap pencapaian tujuan PUAP. Salah satu indikator keberhasilan dari program PUAP adalah meningkatnya jumlah petani anggota yang menerima dana PUAP. Namun jika frekuensi dari setiap periode menurun maka jawaban tersebut menunjukkan bahwa penyaluran dana PUAP yang dijalankan oleh LKMA-S belum mendukung terhadap pencapaian tujuan PUAP. 3) Jangkauan Pembiayaan. Pembiayaan yang disalurkan oleh LKMA-S diharapkan dapat menjangkau banyak petani anggota dari keseluruhan kelompok tani yang tergabung serta menjangkau berbagai kegiatan usahatani. 4) Tunggakan Pembiayaan. Pembiayaan yang disalurkan diharapkan dapat terus bergulir sehingga jumlah petani anggota yang menerima dana PUAP lebih banyak. Oleh karena itu diharapkan dari pembiayaan yang disalurkan tidak terjadi tunggkan pembiayaan. 5) Pengembangan Tabungan. Sejauh mana pengembangan tabungan yang dihimpun oleh LKMA-S. Tabungan yang dihimpun diharapkan terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah pembiayaan yang disalurkan. Pengimpunan tabungan yang dilakukan oleh LKMA-S diharapkan dapat mendukung dalam pencapaian salah satu tujuan PUAP yaitu memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis. 4.5.1.2. Menurut Kriteria Petani Nasabah Dalam menganalisis keragaan penyaluran menurut kriteria petani nasabah, digunakan kuesioner untuk memperoleh tanggapan petani nasabah terhadap kriteria-kriteria penyaluran. Dari wawancara yang dilakukan akan dilihat dari keragaan pembiayaan yang terjadi pada LKMA-S. Analisis keragaan penyaluran pembiayaan menurut kriteria nasabah dilihat dari presentase jumlah petani responden yang memenuhi atau menjalankan dari kriteria penyaluran. Dari kriteria penyaluran yang ada diharapkan dapat mendukung terhadap kemudahan akses modal oleh petani anggota PUAP serta mendukung terhadap pencapaian 43
tujuan PUAP. Untuk efektivitas menurut kriteria nasabah digunakan enam kriteria, yakni: 1) Persyaratan Awal. Dari kriteria ini dilihat berapa banyak dari sejumlah persyaratan awal yang dapat dipenuhi oleh petani responden penerima PUAP. Dari persyaratan awal yang ditentukan oleh LKMA-S diharapkan tetap memberikan kemudahan dalam akses pembiayaan oleh petani anggota Gapoktan. Tidak terdapat angka yang baku pada kriteria ini dikarenakan yang dijadikan sebagai acuan adalah pedoman umum PUAP. Pada pedoman umum PUAP disebutkan mengenai salah satu indikator dari keberhasilan PUAP yaitu tersalurkannya BLM-PUAP terhadap petani anggota Gapoktan. 2) Prosedur Realisasi Pembiayaan. Dari kriteria ini dilihat berapa banyak dari sejumlah prosedur pembiayaan yang dijalankan oleh petani responden penerima PUAP. Dari prosedur pembiayaan yang ditentukan oleh LKMA-S diharapkan tetap memberikan kemudahan dalam akses pembiayaan oleh petani anggota Gapoktan dan mendukung terhadap pencapaian tujuan PUAP. 3) Marjin Keuntungan. Dari kriteria ini dilihat berapa persen marjin keuntungan yang disepakati oleh LKMA-S dengan petani responden penerima PUAP. 4) Realisasi Pembiayaan. Dari kriteria ini dilihat berapa lama realisasi pembiayaan yang dibutuhkan dalam pencairan pembiayaan bagi petani responden penerima PUAP. Dari lama realisasi pembiayaan yang dilakukan oleh LKMA-S diharapkan tepat waktu dimana standar dari LKMA-S sendiri dalam pencairan pembiayaan tidak lebih dari 3 hari. 5) Biaya Administrasi. Dari kriteria ini dilihat berapa persen biaya administrasi yang diterima oleh petani responden penerima PUAP. Menurut pihak LKMAS, Biaya administrasi yang harus ditanggung oleh petani anggota Gapoktan adalah sebesar 1 persen dari jumlah pembiayaan yang diberikan. 6) Pelayanan dan Pembinaan LKMA-S. Dari kriteria ini dilihat berapa banyak dari petani responden penerima PUAP yang mendapatkan pelayanan dan pembinaan dari LKMA-S.
44
4.5.2. Metode Analisis Pengaruh PUAP 4.5.2.1. Analisis Fungsi Produksi Pada penelitian ini, untuk mengetahui pengaruh PUAP bagi petani anggota Gapoktan penerima PUAP salah satu aspek yang dilihat adalah fungsi produksi petani. Fungsi produksi petani kemudian diformulasikan dalam bentuk fungsi linear berganda. Pada fungsi produksi tersebut disertakan variabel dummy kepesertaan PUAP yang ditujukan untuk melihat apakah kepesertaan petani sebagai penerima PUAP memiliki pengaruh nyata terhadap produksi padi dibandingkan dengan petani non penerima PUAP. Analisis fungsi produksi adalah analisis yang menjelaskan hubungan antara produksi dengan faktor-faktor produksi yang mempengaruhinya. Fungsi produksi pada penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Y = f ( X1,X2,X3,…….Xn ) Keterangan : Y
= jumlah produksi padi yang dihasilkan dalam proses produksi
X1,X2,…..Xn = faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi f
= bentuk hubungan yang mentransformasikan faktor-faktor produksi ke-n dalam hasil produksi Setelah didapatkan fungsi produksi kemudian dilakukan analisis regresi
yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebas. Dari analisis regresi linear yang dilakukan akan diperoleh besarnya nilai F-hitung, t-hitung, dan koefisien determinasi. Nilai F-hitung digunakan untuk mengetahui kelayakan model dari parameter atau fungsi produksi atau untuk mengetahui apakah variabel bebas (Xi) secara bersamaan berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (Y). Jika F-hitung lebih besar daripada F-tabel, maka variabel bebas yang dipakai dalam analisis tersebut secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. Tetapi sebaliknya jika F-hitung lebih kecil dari daripada F-tabel, maka variabel bebas yang dipakai dalam analisis tersebut secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. Nilai t-hitung digunakan untuk mengetahui secara statistik apakah masingmasing variabel bebas (Xi) secara terpisah berpengaruh nyata terhadap variabel
45
terikat (Y). Apabila P-value untuk t-hitung lebih kecil dari t-tabel maka variabel bebas dugaan berpengaruh nyata terhadap variabel terikat, tetapi sebaliknya apabila P-value untuk t-hitung lebih besar dari t-tabel maka variabel bebas dugaan tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. Untuk memperkuat hasil pengujian ini adalah diperhitungkannya juga nilai koefisien determinasi (R2), yaitu untuk melihat sampai sejauh mana besar keragaman yang dapat diterangkan oleh parameter bebas yang digunakan terhadap parameter tidak bebas. Nilai R2 yang semakin mendekati satu menunjukkan tingkat keragaman hasil produksi dapat dijelaskan oleh faktor-faktor produksinya. Oleh karena itu, R2 dipergunakan sebagai suatu kriteria untuk mengukur cocok tidaknya suatu model regresi dalam meramalkan variabel tak bebas Y. 4.5.2.2. Analisis Pendapatan Pengaruh
program
PUAP
terhadap
pendapatan
petani
anggota
GAPOKTAN dapat dilihat dengan membandingkan pendapatan petanis responden penerima PUAP dengan pendapatan petani responden non penerima PUAP. Analisis ini digunakan untuk mengetahui pengaruh PUAP terhadap pendapatan usahatani padi penerima PUAP mengingat pada analisis pendapatan petani penerima PUAP terdapat komponen biaya tambahan yaitu marjin keuntungan yang harus dibayarkan. Pendapatan bersih petani adalah selisih hasil dari pengurangan nilai penerimaan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan. Perhitungan pendapatan usahatani dilakukan dengan menggunakan formulasi: Pd = TR – TC Dimana : Pd = Pendapatan TR = Total Penerimaan,
TC = Total Biaya
4.5.2.3. Analisis R/C Ratio Untuk mengukur efisiensi usahatani dan keberhasilan dari usahatani dapat mengggunakan analisis pendapatan R/C ratio. Rasio penerimaan terhadap biaya yang merupakan perbandingan antara total penerimaan yang diperoleh dari setiap satuan uang yang dikeluarkan dalam produksi usahatani. Semakin besar nilai R/C
46
ratio maka semakin menguntungkan usahatani tersebut. Perhitungan R/C ratio diformulasikan sebagai berikut:
Dimana : TP = Total Penerimaan TC = Total Biaya 4.5.4. Pendugaan Nilai Elastisitas Elastisitas adalah ukuran tingkat kepekaan suatu peubah endogen pada suatu persamaan terhadap perubahan dari peubah penjelas (Pitaningrum dalam Farida, 2007). Pendugaan nilai elastisitas didapat dengan cara mengalikan koefisien hasil estimasi dengan rata-rata variabel eksogen dibagi dengan rata-rata variabel endogennya. Elastisitas yang digunakan memiliki persamaan, sebagai berikut:
Dimana: E(Xi) = elasitisitas peubah Xi = koefisien regresi dari peubah Xi (peubah eksogen) = rata-rata peubah Xi (peubah eksogen) = rata-rata peubah Yi (peubah endogen) Jika elastisitas lebih besar dari satu (> 1) maka peubah endogen memiliki tingkat kepekaan yang tinggi atau responsif terhadap perubahan dari peubah eksogen. Jika elastisitas kurang dari satu (< 1) maka peubah endogen memiliki tingkat kepekaan yang rendah atau tidak reponsif terhadap perubahan dari peubah eksogen (Lipsey dkk, 1995).
47
V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian Desa Sukaresmi memiliki luas wilayah sebesar 294,577 ha dengan ketinggian 600-700 m dpl, topografi lahan datar dan bergelombang, dengan jenis tanah latosol dengan tingkat keasaman tanah (pH) berkisar antara 5,5-5,9, tekstur tanah sedang (lempung), curah hujan 3.458 mm/tahun dengan 3 bulan kering dan 9 bulan basah. Pemanfaatan lahan/tanah terbesar di Desa Sukaresmi adalah tanah sawah dengan luas 157,2 ha. Adapun pemanfaatan lahan/tanah Desa Sukaresmi selengkapnya terdapat pada Tabel 4. Tabel 4. Pemanfaatan Lahan Desa Cibeureum, Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi Tahun 2009 No. 1. 2. 3. 4.
Jenis Lahan Lahan Sawah Tegalan/ Ladang Kolam Lain-lain Jumlah Total
Luas Lahan (Ha) 157,200 97,150 4,500 35,727 294,577
Sumber: Monografi Desa Sukaresmi (2009)
Desa Sukaresmi terbagi dalam empat dusun, dua puluh dua rukun warga (RW) dan lima puluh tujuh rukun tetangga (RT). Jumlah penduduk Desa Sukaresmi sampai bulan Juli 2009 adalah 14.384 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 7.214 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 7.170 jiwa. Sebagian besar penduduk di Desa Sukaresmi memiliki mata pencaharian sebagai petani baik itu pemilik penggarap, petani penggarap maupun buruh tani. Mata pencaharian masyarakat Desa Sukaresmi ditunjukkan pada Tabel 5.
48
Tabel 5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Masyarakat Desa Sukaresmi, Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi Tahun 2009 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Jenis Mata Pencaharian Pemilik Pemilik Penggarap Penggarap Buruh Tani Industri Pedagang Jasa Wiraswasta PNS/TNI/ Polri Lain – lain Jumlah
Jumlah orang 241 394 860 1.739 800 430 108 141 95 3.915 8.723
Sumber: Monografi Desa Sukaresmi (2009)
5.2. Gambaran LKMA-S Subur Rejeki 5.2.1. Sejarah Berdirinya LKMA-S Subur Rejeki Lahirnya LKMA-S Subur Rejeki dilatarbelakangi oleh dana PUAP yang diterima Gapoktan Subur Rejeki. Dalam Petunjuk Teknis (Juknis) BLM-PUAP dijelaskan mengenai Gapoktan dapat dilengkapi dengan unit usaha otonom yang berkoordinasi dengan Bendahara Gapoktan dalam mengelola dana PUAP. Gapoktan dapat membentuk unit usaha otonom yang meliputi unit simpan pinjam, unit usaha saprodi, unit usaha pengolahan dan pemasaran. Pembentukan unit usaha otonom disepakati dalam rapat anggota Gapoktan. Unit usaha otonom ini kemudian didampingi oleh Penyelia Mitra tani (PMT). Unit usaha otonom tersebut diharapkan dapat menjadi roda penggerak dalam mewujudkan kemandirian dari petani setempat. Petani di Desa Sukaresmi tergabung dalam Gapoktan Subur Rejeki dan pengelolaan dana BLM-PUAP secara khusus dijalankan oleh LKMA-S Subur Rejeki. Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis Syariah Subur Rejeki (LKMA-S Subur Rejeki) lahir pada tanggal 28 Agustus 2008 yang merupakan hasil dari rapat internal Gapoktan Subur Rejeki. Dari hasil rapat tersebut kemudian dipilih Dede Sulaeman sebagai manajer dan Dede Hermawan sebagai akuntan. Pemilihan pola pembiayaan syariah yang digunakan dalam pengelolaan dana PUAP didasari beberapa hal yaitu, rekomendasi dari pihak Penyelia Mitra Tani (PMT), kejenuhan
49
dengan pola pembiayaan yang biasa diterapkan yang berujung kepada ketidakberhasilan, dan keyakinan akan pola yang berlandaskan Islam akan membawa keberkahan. LKMA-S Subur Rejeki mulai beroperasi sejak tanggal 7 Januari 2009. Selang waktu kurang lebih empat bulan sejak lahirnya LKMA-S Subur Rejeki sampai dengan mulai beroperasi, digunakan untuk pemantapan prosedur yang akan dijalankan oleh LKMA-S Subur Rejeki, sosialisasi PUAP yang dikelola oleh pihak LKMA-S Subur Rejeki dengan pengelolaan berbasis syariah, pendekatan terhadap aparat-aparat desa, dan menentukan letak kantor yang letaknya strategis (mudah diakses). Manajemen pembiayaan yang diijalankan oleh LKMA-S Subur Rejeki mengikuti Standar Operational Procedure Baitul Mal wa Tamwil (SOP BMT). 5.2.2. Visi, Misi, Motto, dan Budaya LKMA-S LKMA-S Subur Rejeki memiliki visi, misi, motto dan budaya kerja tersendiri untuk menggambarkan kinerja usahanya, yaitu: Visi: Menjadi lembaga keuangan yang berdiri di atas dan untuk semua golongan, mandiri, sehat, amanah dan professional yang berlandaskan keikhlasan dalam melayani anggota dan masyarakat menuju kehidupan yang adil, makmur, sejahtera baik material maupun spiritual. Misi: Membebaskan masyarakat dari riba yang lahir dari ekonomi kapitalis yang telah lama membelenggu masyarakat. Memberdayakan anggota dan masyarakat dalam berbagai kegiatan ekonomi di sektor riil sehingga tercipta tatanan ekonomi yang kuat. Menciptakan masyarakat madani yang beradab, adil, makmur, maju, berlandaskan kepada etika bisnis yang berlaku di NKRI, Al-Quran, dan AsSunnah dengan mengharapkan ridho Allah. Budaya LKMA-S: Bekerja keras, cerdas, ikhlas, dan, tuntas.
50
5.2.3. Struktur Organisasi LKMA-S Subur Rejeki Sejak awal pembentukkannya, LKMA-S Subur Rejeki telah memiliki struktur organisasi yang jelas. Akan tetapi, dalam pelaksanaanya terjadi pekerjaan ganda yang dijalankan oleh masing-masing pengelola LKMA-S Subur Rejeki. Hal ini dikarenakan kurangnya sumberdaya manusia yang tersedia. Adapun struktur organisasi LKMA-S Subur Rejeki adalah sebagai berikut: -
Pelindung dan Penasehat: Kepala BP4K Kabupaten Sukabumi Camat Kecamatan Cisaat Kepala BP3K Kecamatan Cisaat Kepala Desa Sukaresmi
-
Pengawas PMT Kabupaten Sukabumi
: Lely Gunawan
Tokoh Masyarakat
: Suryanto : Asep Solehudin : Yaya Sukarya S.P
-
Pembina Penyuluh Pendamping
-
-
: Badri
Pengurus Ketua
: Aliyudin
Sekretaris
: Ade Abdurahman
Bendahara
: Supriadi
Pengelola Manajer
: Dede Sulaeman
Pembukuan/Akuntan
: Dede Hermawan
Teller
: Sifa Fauziah
Pembiayaan/perkreditan
: Supriadi
Marketing/Pemasaran
: Ade Abdurahman : Badri
Kolektor
: Dede Sulaeman : Dede Hermawan
51
Dari masa awal LKMA-S beroperasi sampai dengan sebelas bulan berjalan, peranan dari seluruh pihak pengelola sesuai dengan dengan kedudukan masing-masing seperti yang tercantum dalam struktur organisasi. Adapun tugas dari masing-masing bagian pengelola LKMA-S adalah sebagai berikut: 1) Manajer Tugas utamanya adalah memimpin operasional LKMA-S, mengarahkan kegiatan yang dilakukan oleh pihak pengelola LKMA-S, membuat laporan secara periodik kepada pengurus, serta membina usaha anggota LKMA-SS. Manajer juga memiliki kewenangan dalam memutuskan pihak mana yang akan diberikan pembiayaan berdasarkan rapat yang dilakukan sebelumnya dengan pihak pengelola lainnya. 2) Pembukuan/ Akuntan Tugas utamanya adalah melakukan administrasi data nasabah, melakukan proses pencairan pembiayaan dan membukukan angsuran pembiayaan nasabah guna menjamin data dan angsuran yang teradministrasi secara lengkap dan akurat. 3) Teller Tugasnya adalah memberikan pelayanan bagi nasabah LKMA-S baik itu berupa penghimpunan dana (tabungan) maupun pembayaran angsuran pembiayaan. 4) Pembiayaan/ perkreditan Tugasnya adalah memberikan pengawasan dalam pembiayaan yang akan diberikan kepada petani nasabah.
Kedudukan ini diisi oleh bendahara
Gapoktan sehingga dalam pengelolaan dana PUAP dapat diawasi secara langsung. 5) Marketing/ Pemasaran Pada
beberapa
bulan
di
awal
LKMA-S
beroperasi,
pihak
marketing/pemasaran bertugas dalam melakukan sosialiasi mengenai keberadaaan LKMA-S sebagai lembaga keuangan di bawah Gapoktan Subur Rejeki yang dapat membantu petani dalam mengakses modal.
Setelah
tahapan sosialisasi, pihak yang berada pada posisi ini bertugas dalam
52
memberikan pembinaan kepada petani seperti penyuluhan mengenai usahatani yang tepat guna. 6) Kolektor Tugas utamanya adalah melakukan penagihan kepada petani nasabah, terutama kepada petani yang menunggak dalam membayar angsuran. Pihak yang banyak terjun langsung dalam pengelolaan dana PUAP dalam keseharian adalah Dede Sulaeman selaku manajer dan Dede Hermawan selaku pembukuan, dimana kedua orang tersebut merangkap sebagai kolektor. Kedua orang tersebut lebih banyak berinteraksi dengan petani mulai dari pembuatan akad, pencairan dana, hingga pengembalian dana pembiayaan. Adapun pihak yang terlibat aktif dalam melakukan survey dan pembinaan di lapangan adalah Ade Abdurahman dan Badri. Posisi teller tidak lagi diisi sejak beberapa bulan terakhir di tahun 2009 dikarenakan pihak yang bersangkutan mengajukan cuti hamil, sehingga pada akhirnya posisi teller diisi oleh Dede Hermawan. Akan tetapi sejak awal tahun 2010, ghirah (semangat) dalam membina petani dirasakan semakin menurun yang ditunjukkan dengan pembinaan pertanian ke setiap kelompok tani tidak lagi rutin dilaksanakan. Hal ini dikarenakan biaya operasional untuk melakukan pembinaan tidak mendapat anggaran dari dana PUAP. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani responden, sebagian besar petani responden memberikan apresiasi positif terhadap kegiatan pembinaan yang dilakukan oleh pihak LKMA-S dan Gapoktan. 5.2.4. Produk – Produk LKMA-S Subur Rejeki LKMA-S Subur Rejeki yang pengelolaanya berbasis syariah Islam menawarkan beberapa produk yang terdiri dari dua kategori yaitu produk penghimpunan dan produk penyaluran dana. Produk penghimpunan dana menggunakan akad wadiah amanah berupa titipan nasabah kepada LKMA-S. LKMA-S sebagai penerima amanah tidak diberi wewenang untuk mengelola uang dari nasabah tersebut. Adapun jenis tabungan yang ditawarkan oleh LKMA-S adalah Simpanan Anggota Gapoktan (SIAGA), Simpanan Pelajar dan Santri (SIPASTI), Simpanan Qurban dan Aqiqah (SIQOH), dan Simpanan Walimah
53
(SIWAL). Selama kurang lebih satu tahun LKMA-S beroperasi, jenis tabungan yang digunakan adalah SIAGA, SIPASTI, dam SIQOH. Produk penyaluran dana PUAP kepada petani nasabah oleh LKMA-S keseluruhan masih menggunakan akad murabahah. Hal yang menyebabkan jenis akad yang lain (musyarakah, mudharabah, dsb) belum digunakan adalah jumlah dana PUAP yang tidak akan mencukupi kebutuhan petani dalam jumlah banyak. Selain itu, LKMA-S tidak memiliki kapasitas yang cukup untuk mengambil risiko yang besar apabila menggunakan akad dengan prinsip bagi hasil. Selain dari produk penghimpunan dana dan penyaluran dana PUAP kepada petani, di LKMA-S tersedia produk qardhul hasan. Qardhul hasan yang merupakan kata lain dari pinjaman kebaikan diberikan kepada warga Desa Sukaresmi yang membutuhkan seperti untuk biaya pengobatan. Uang yang dipinjamkan merupakan laba dari pengelolaan dana PUAP. Hal ini dipandang oleh pihak LKMA-S sebagai kegiatan non laba atau sosial. Tujuan dari LKMA-S adalah memberikan manfaat bagi masyarakat Desa Sukaresmi. Jumlah uang yang dikembalikan adalah sama dengan jumlah yang dipinjam. Jangka waktu pengembalian tidak ditentukan yaitu sejauh mana peminjam memiliki kemampuan dalam mengembalikan pinjaman ataupun dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan. Pembayarannya bisa dilakukan secara angsuran maupun tunai. 5.2.5. Mekanisme Operasi dan Prosedur Penyaluran Pembiayaan LKMA-S telah menetapkan sejumlah persyaratan dan prosedur yang harus dilalui oleh petani nasabah yang mengajukan pembiayaan. Adapun mekanisme operasi dan prosedur pembiayaan di LKMA-S terdiri dari beberapa tahap yaitu mulai dari tahap pengajuan pembiayaan, tahap pencairan pembiayaan, tahap pembinaan dan pengawasan, serta tahap pengembalian pembiayaan. Pada tahap pengajuan pembiayaan, petani nasabah diharuskan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan yaitu petani anggota harus telah menjadi anggota LKMA-S minimal 2 bulan atau merupakan anggota Gapoktan, memiliki/melunasi simpanan pokok dan wajib sampai bulan atau waktu meminjam, memiliki simpanan kurang lebih 30 persen dari pembiayaan, mengisi lampiran-lampiran permohonan pembiayaan, menyertakan foto kopi KTP 54
(Suami/istri) dan kartu keluarga, persetujuan suami atau istri bagi yang sudah berkeluarga, atau orang tua bagi yang belum menikah (usia di atas 17 tahun), rekomendasi dari ketua tim pengarah desa, penyuluh pendamping, Gapoktan, serta bersedia untuk disurvey. Setelah mengisi
lampiran permohonan pembiayaan, petani
yang
bersangkutan kemudian disurvey beberapa hari setelah petani nasabah menyerahkan lampiran permohonan pembiayaan. Survey ini tidak dilakukan untuk setiap pengajuan. Hal ini dikarenakan kurangnya SDM yang tersedia. Tahapan pencairan ada yang dilakukan di kantor dan ada juga yang dilakukan di rumah pengelola. Hal ini juga menjadi alasan, banyak yang tidak mengetahui bahwa pembiayaan yang diterima oleh petani berasal dari LKMA-S dimana uang yang dikelola oleh LKMA-S adalah dana BLM-PUAP. Pada saat pencairan pembiayaan dilakukan akad dengan penandatangan perjanjian yang telah bermaterai. Oleh karena itu, petani nasabah dibebankan sejumlah biaya administrasi untuk mengganti biaya fotokopi dan materai. Kebijakan mengenai besarnya biaya administrasi yang dibebankan adalah sebesar 1 persen dari jumlah pembiayaan yang diberikan. Akan tetapi, hal ini tidak menjadi ketetapan baku. Banyak dari petani nasabah yang tidak dibebankan biaya administrasi. Pada umumnya petani yang tidak dibebankan biaya administrasi adalah petani yang menerima pembiayaan dalam jumlah sedikit. Tahapan pembinaan dan pengawasan yang dijalankan oleh LKMA-S berjalan aktif kurang lebih sampai dengan sebelas bulan dari awal beroperasi. Beberapa bulan terakhir tidak lagi berjalan dikarenakan adanya kekecewaan pihak LKMA-S terhadap dinas setempat. Adapun bentuk pembinaan yang pernah dilakukan adalah pelatihan mengenai teknik budidaya tepat guna yang dijalankan dengan bantuan dari pihak Gapoktan. Pembinaan ini dijalankan setiap satu bulan sekali. Adapun kelompok tani yang telah mengikuti pembinaan yang diberikan oleh LKMA-S dan Gapoktan adalah kelompok tani Subur Rejeki II dan Barokah. Peningkatan kinerja Gapoktan dalam membina petani seperti inilah yang perlu ditingkatkan sebagai bentuk perwujudan tujuan PUAP yaitu memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis.
55
Pengawasan dilakukan dengan cara silaturahmi setiap hari ke petani. Hal ini LKMA-S pelajari dari perilaku bank keliling yang mengunjungi petani yang meminjam setiap hari dan menyebabkan petani tersebut selalu tepat waktu membayar kepada bank keliling. Oleh karena itu, LKMA-S mencoba untuk melakukan kunjungan dalam bentuk silaturahmi setiap hari dan melakukan penagihan uang tabungan kepada petani. Akan tetapi, rutinitas seperti ini tidak lagi berjalan beberapa bulan ke belakang dikarenakan adanya kejenuhan di pihak pengelola LKMA-S. Adapun tahapan pengembalian pembiayaan adalah petani membayar angsuran setiap bulannya, pada akhir musim tanam (panen) atau tergantung dengan kesepakatan. LKMA-S melakukan sosialisasi kepada petani untuk menabung dengan jumlah yang tidak dibatasi sehingga apabila pada waktu pembayaran tidak dapat membayar, maka uang angsuran dapat diambil dari uang tabungan. Hal ini dimaksudkan agar petani tidak terlalu terbebani. Metode seperti ini dinilai cukup berhasil pada beberapa bulan awal beroperasi. Akan tetapi, masih dilatarbelakangi hal yang sama yaitu kejenuhan pengelola LKMA-S, penagihan uang tabungan tidak lagi rutin dijalankan. Dalam memberikan pembiayaan LKMA-S Subur Rejeki memiliki beberapa pertimbangan. Penerapan prinsip pembiayaan 5C yang diutamakan oleh pihak LKMA-S adalah character. Menurut LKMA-S, dengan mengetahui karakter seseorang yang merupakan keadaan watak petani nasabah baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam lingkungan usaha, dapat diperkirakan apakah orang tersebut merupakan orang yang jujur dan amanah atau tidak. Maka dari itu, dalam menentukan petani nasabah tersebut diberikan pembiayaan atau tidak ditanyakan terlebih dahulu karakter petani nasabah tersebut kepada ketua kelompok tani. Apabila ketua kelompok tani memberikan rekomendasi terhadap petani tersebut dijadikan sebagai pertimbangan bagi pihak pengelola dalam menentukan petani tersebut diberikan pembiayaan atau tidak. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh Rivai dan Veithzal (2008) mengenai prinsip pembiayaan yang perlu mendapatkan perhatian dari Account Officer dalam memberikan pembiayaan adalah character,
dan apabila prinsip ini tidak
56
terpenuhi, maka prinsip lainnya tidak berarti atau dengan kata lain permohonannya harus ditolak. 5.3. Karakteristik Petani Responden Deskripsi karakteristik petani responden dilihat dari beberapa kriteria. Kriteria yang digunakan antara lain status usahatani, usia petani, tingkat pendidikan, status kepemilikan lahan dan pengalaman berusahatani. 5.3.1. Status Usahatani Padi Petani Responden Berdasarkan hasil penelusuran secara langsung di Gapoktan Subur Rejeki atau desa wilayah penelitian, status usahatani petani responden adalah beragam mulai dari pemilik penggarap, pemilik sekaligus penyewa, penerima gadai, penyewa, dan penyewa sekaligus penerima gadai. Tanggapan petani responden terhadap pekerjaan usahatani padi yang dilakukan juga beragam, ada yang menjadikan pekerjaan utama dan ada yang menjadikan sebagai pekerjaan sampingan. Petani yang menjadikan pekerjaan sampingan adalah petani yang memiliki pekerjaan utama di luar usahatani seperti supir, tukang ojeg, buruh tani, dan pedagang. Hal lain yang perlu diketahui adalah selain kegiatan usahatani padi sebagai pekerjaan utama mereka juga memiliki pekerjaan sampingan seperti berkebun, buruh bangunan, buruh mesin, guru madrasah, pedagang, tengkulak, supir, dan lain-lain. Karakteristik usahatani padi petani responden penerima PUAP dan petani responden non penerima PUAP ditunjukkan pada Tabel 6. Pada Tabel 6 ditunjukkan jumlah petani responden non penerima PUAP lebih banyak menjadikan usahatani padi sebagai mata pencahariaan utamanya. Tabel di atas menunjukkan bahwa status usahatani padi baik responden penerima PUAP maupun responden non PUAP didominasi oleh penyewa.
57
Tabel 6. Karakteristik Petani Responden Penerima dan Petani Responden Non Penerima BLM-PUAP Berdasarkan Status Mata Pencaharian Usahatani Padi Tahun 2009 Status Usahatani Padi Pemilik Penggarap Pemilik sekaligus penyewa Penerima Gadai Penyewa Penyewa sekaligus Penerima gadai Penyakap Total
Penerima PUAP Pekerjaan Pekerjaan Utama Sampingan (%) (%) 7,69 -
Non Penerima PUAP Pekerjaan Pekerjaan Utama Sampingan (%) (%) 13,33 3,85
3,85
-
6,67
-
61,54
3,85 15,38
0,00 63,33
0,00 11,54
3,85
-
-
-
76,92
3,85 23,08
3,33 86,67
15,38
5.3.2. Usia Petani Responden Petani yang menjadi responden berusia antara 30-72 tahun. Berdasarkan kriteria usia, petani responden peneriam BLM-PUAP yang berusahatani padi dibagi menjadi tiga kelompok angkatan kerja, yaitu kelompok usia 30 sampai 40 tahun, kemudian dari umur 41 tahun sampai 50 tahun dan lebih dari 51 tahun sampai.
Sebaran petani responden dari masing-masing kelompok usia dapat
dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Sebaran Petani Responden Penerima dan Petani Responden Non Penerima BLM-PUAP Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2009 Golongan Umur (Tahun) 30-40 41-50 > 51 Total
Penerima PUAP Jumlah Persentase (Orang) (%) 7 26,92 10 38,46 9 34,62 26 100
Non Penerima PUAP Jumlah Persentase (Orang) (%) 5 16,67 8 26,67 17 56,67 30 100
Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa jumlah petani responden penerima PUAP terbesar pada kelompok umur 41-50 tahun yaitu sebanyak 10 orang (38,46 persen). Kelompok umur petani yang lebih dari 51 tahun sebanyak 34,62 persen atau 9 orang dari jumlah keseluruhan petani responden penerima PUAP dan sisanya sebesar 26,92 persen merupakan petani yang termasuk ke dalam kelompok umur 30-40 tahun. Adapun jumlah petani responden non penerima
58
PUAP terbesar pada kelompok umur lebih dari 51 tahun yaitu sebesar 56,67 persen atau sebanyak 17 orang. Terbanyak kedua dan ketiga adalah kelompok umur 41-50 tahun dan 30-40 tahun. Dari sebaran petani responden berdasarkan kelompok umur dapat dilihat bahwa faktor usia tidak membatasi para petani untuk melakukan kegiatan usahatani. Hal ini terbukti dari jumlah responden yang berusia lanjut dan tergolong bukan usia produktif tetapi masih mampu melakukan aktivitas usahatani. 5.3.3. Tingkat Pendidikan Petani Responden Tingkat pendidikan rendah merupakan salah satu hal yang masih melekat pada karakteristik petani pada umunya. Tingkat pendidikan dari sebagian besar petani responden adalah sekolah dasar. Gambaran tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Sebaran Responden Petani Responden Penerima dan Petani Responden Non Penerima BLM-PUAP Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2009 Tingkat Pendidikan SD SLTP SLTA Total
Jumlah (Orang) 16 5 5 26
Presentase (%) 61,54 19,23 19,23 100
Jumlah (Orang) 26 3 1 30
Persentase (%) 86,67 10 3,33 100
Berdasarkan Tabel 8 dapat dijelaskan bahwa lebih dari sebagian jumlah petani responden penerima PUAP yaitu 61,54 persen memiliki tingkat pendidikan sampai dengan Sekolah Dasar (SD). Jumlah petani responden yang memiliki tingkat pendidikan sampai dengan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) sebesar 19,23 persen, dan jumlah petani responden yang memiliki tingkat pendidikan sampai dengan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas sebesar 19,23 persen. Sebaran petani responden non penerima PUAP berdasarkan tingkat pendidikan didominasi dengan petani yang memiliki tingkat pendidikan sampai dengan SD yaitu sebesar 86,67 persen. Jumlah petani responden yang memiliki tingkat pendidikan sampai dengan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) sebesar 10 persen, dan jumlah petani responden yang memiliki tingkat pendidikan sampai dengan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas sebesar 3,33 persen.
59
Banyaknya petani responden yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah memiliki alasan yang beragam, seperti sejak kecil petani responden diminta oleh orang tuanya untuk membantu bekerja di sawah, sulitnya bersekolah waktu itu dimana penjajah masih menguasai Indonesia, serta ketidakmampuan dari aspek keuangan keluarga untuk membiayai anggota keluarganya bersekolah. Adapun keterampilan berusahatani dari sebagian besar petani responden didapatkan dari orang tua mereka. 5.3.4. Status Kepemilikan Lahan dan Luas Lahan Lahan sawah yang dimiliki oleh petani responden sebagian besar merupakan lahan milik orang lain yang kemudian digarap oleh petani responden dengan sistem sewa. Lahan garapan petani responden sebagian besar merupakan lahan sawah milik orang di luar Desa Sukaresmi seperti orang Jakarta. Adapun sisanya merupakan lahan milik keluarga dan penduduk setempat. Status kepemilikan lahan dan luas lahan garapan petani selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Sebaran Petani Responden Penerima dan Petani Responden Non Penerima BLM-PUAP Berdasarkan Kriteria Status Kepemilikan Lahan dan Luas Lahan Garapan Tahun 2009 Berdasarkan Status Kepemilikan Penerima PUAP Non Penerima PUAP Status Kepemilikan Jumlah Responden (%) Jumlah Responden (%) Pemilik penggarap 7,69 16,67 Pemilik sekaligus penyewa 3,85 6,67 Penyewa 76,92 73,33 Penerima gadai 3,85 Penyewa sekaligus penerima 3,85 gadai Penyakap/bagi hasil 3,85 3,33 Total 100 100 Berdasarkan Luas Lahan Luas Lahan (ha) Jumlah Responden (%) Jumlah Responden (%) < 0,5 80,77 73,33 0,5 – 1 19,23 20,00 >1 6,67 Total 100 100
Tabel 9 menunjukkan hampir seluruh petani responden yaitu sebesar 76,92 persen dari responden penerima PUAP dan 73,33 persen dari responden non
60
penerima PUAP merupakan petani dengan status kepemilikan sebagai petani penyewa. Status kepemilikan lahan garapan petani responden penerima PUAP dan petani responden non penerima PUAP sebagai pemilik penggarap secara berturutturut yaitu sebesar 7,69 persen dan 16,67 persen. Status kepemilikan lahan garapan petani responden penerima PUAP dan petani responden non penerima PUAP sebagai pemilik sekaligus penyewa secara berturut-turut yaitu sebesar 3,85 persen dan 6,67 persen. Status kepemilikan lahan garapan petani responden penerima PUAP
dan
petani responden non penerima
PUAP
sebagai
penyakap/bagi hasil secara berturut-turut yaitu sebesar 3,85 persen dan 3,33 persen. Masing-masing 3,85 persen dari jumlah keseluruhan petani responden penerima PUAP merupakan penerima gadai dan penyewa sekaligus penerima gadai. Dengan status kepemilikan lahan petani sebagai penyewa, mengharuskan petani membayar biaya sewa yang telah ditetapkan oleh pemilik lahan dalam satuan berat hasil produksi yang dibayarkan setelah panen baik dalam bentuk uang hasil penjualan panen maupun dalam bentuk hasil produksi. Tingginya biaya sewa lahan di Desa Sukaresmi seringkali dikeluhkan oleh petani, dikarenakan biaya sewa yang bersifat tetap tanpa mempertimbangkan hasil panen tinggi atau rendah. 5.3.5. Pengalaman Berusahatani Petani Responden Pengalaman berusahatani yang dimiliki oleh petani responden dapat mempengaruhi terhadap kemampuan petani dalam mengetahui dan menguasai teknik budidaya dalam kegiatan usahatani yang dijalankan. Akan tetapi, tetap diperlukan pendampingan usaha berupa pembinaan, pelatihan dan konsultasi pada petugas penyuluh lapangan untuk membantu petani menjalankan kegiatan usahataninya serta dapat membantu mengatasi permasalahan di lapangan apabila petani tidak mampu mengatasi sendiri. Pengalaman berusahatani petani responden selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 menunjukkan bahwa sebesar 26,92 persen dari keseluruhan petani responden penerima PUAP memiliki pengalaman berusahatani kurang dari sepuluh tahun. Sebesar 23,08 persen dari keseluruhan petani responden memiliki pengalaman berusahatani antara sepuluh sampai dengan dua puluh tahun. Sebesar 26,92 persen dari keseluruhan petani responden memiliki pengalaman 61
berusahatani antara dua puluh sampai dengan tiga puluh tahun. Sisanya sebesar 23,08 persen petani responden memiliki pengalaman berusahatani lebih dari tiga puluh tahun. Adapun sebaran petani responden non penerima PUAP berdasarkan pengalaman usahatani yang terbesar adalah petani dengan pengalaman usahatani 10-20 tahun. Sebesar 23,33 persen merupakan petani dengan pengalaman usahatani lebih dari 30 tahun, sebesar 20 persen dari petani responden non penerima PUAP merupakan petani dengan pengalaman usahatani kurang dari 10 tahun, dan sisanya sebesar 16,67 persen merupakan petani dengan pengalaman usatani 21-30 tahun. Tabel 10. Sebaran Petani Responden Penerima dan Petani Responden Non Penerima BLM-PUAP Berdasarkan Kriteria Pengalaman Berusahatani Tahun 2009 Lama Pengalaman Bertani (Tahun) < 10 10-20 21-30 >30 Total
Penerima PUAP Jumlah Responden (%) 26,92 23,08 26,92 23,08 100
Non Penerima PUAP Jumlah Responden (%) 20,00 40,00 16,67 23,33 100
5.4. Gambaran Usahatani Padi Desa Sukaresmi Kegiatan usahatani yang dijalankan oleh petani padi di Desa Sukaresmi pada umumnya masih menggunakan metode konvensional. Tahapan dalam usahatani yang dijalankan oleh petani responden penerima PUAP dan petani responden non penerima PUAP pada umumnya sama. Akan tetapi ada beberapa tahapan yang tidak dijalankan oleh petani dikarenakan beberapa alasan seperti ketidaktersediaan modal dan waktu. Budidaya padi di Desa Sukaresmi meliputi pembibitan,
pengolahan
tanah,
penanaman,
pemupukan,
pemeliharaan,
pengendalian hama dan penyakit tanaman, dan pemanenan. 5.4.1. Pembibitan Varietas benih padi yang umum digunakan oleh petani Desa Sukaresmi adalah benih padi ciherang. Perlakuan benih sebelum disebar di tempat persemaian adalah perendaman benih yang dilakukan untuk merangsang perkecambahan, sehingga diperoleh benih yang siap disebar dan tumbuh secara optimal di lahan persemaian. Benih dimasukkan ke dalam karung, kemudian
62
direndam selama 48 jam, setelah itu diperam kembali di darat yaitu di tempat yang lembab dan terlindung dari sinar matahari selama 48 jam. Benih yang telah diperam tersebut kemudian disebar di lahan persemaian, baik itu di darat maupun di air (sawah). Lama waktu persemaian di darat dan di air memiliki perbedaan yaitu, lama waktu persemaian benih padi di air lebih lama dibandingkan dengan lama waktu persemaian di darat. Lama waktu persemaian benih di air sekitar 20-25 hari, sedangkan di darat sekitar 17-22 hari. 5.4.2. Pengolahan tanah Pengolahan tanah yang dilakukan petani responden bertujuan untuk menciptakan struktur tanah yang medukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman, selain itu untuk menstabilkan kondisi tanah yakni memperbaiki sifat fisik tanah dan memperbaiki pengairan sehingga diharapkan hasil yang diperoleh akan maksimal. Proses pengolahan tanah biasanya dilakukan antara 25-30 hari sebelum masa tanam, yaitu sambil menunggu benih yang disemai. Kegiatan pengolahan tanah meliputi (1) penguatan dan perbaikan pematang (numpang galengan), (2) pengolahan tanah (ngagaru), (3) perataan tanah (ngangler) dan pembersihan di sekitar pematang (nyacaran), dan (5) pembuatan garis tanaman (ngagarok). 5.4.3. Penanaman Penanaman bibit yang dilakukan oleh petani responden pada umunya masih secara konvensional dimana jarak tanam antar bibit relatif dekat. Selain itu jumlah bibit per rumpun yang ditanam masih banyak yaitu berkisar 3-5 bibit per rumpun. Hal ini dilakukan karena adanya kekhawatiran merebaknya keong mas sehingga apabila bibit yang ditanam sedikit akan habis dimakan keong. 5.4.4. Pemupukan Pemupukan pada umumnya dilakukan 2 kali untuk setiap musim tanam yaitu sekitar 7-14 hari penanaman dan 40-50 hari setelah penanaman. Akan tetapi tidak jarang, dari petani responden yang menuturkan bahwa pemupukan pertama kali dilakukan setelah satu bulan penanaman. Hal tersebut disebabkan ketidaktersediaan uang untuk membeli pupuk.
63
Pupuk yang digunakan petani responden sebagian besar merupakan pupuk anorganik, yaitu pupuk urea, TSP, KCl, phonska, NPK kujang. Hanya beberapa orang petani saja yang menggunakan pupuk kandang. Sebagian dari petani menuturkan alasan mengapa tidak menggunakan pupuk kandang sebagai pupuk dasar adalah dengan penggunaan pupuk kandang maka akan menambah biaya sedangkan hasil panen yang diperoleh tidak akan jauh berbeda. 5.4.5. Pemeliharaan Pemeliharaan yang dimaksud adalah penyulaman dan penyiangan. Penyiangan dan penyulaman bertujuan untuk mencabut gulma yang dapat mengganggu
pertumpuhan
padi,
menghindari
serangan
hama/penyakit,
membuang tanaman padi yang dapat menyiangi penyerapan unsur hara, dan menggemburkan tanah di sekitar tanaman. Penyiangan (ngarambet) pada umumnya dilakukan dua kali, akan tetapi sejak pengolahan tanah dilakukan dengan menggunakan mesin traktor, penyiangan hanya dilakukan satu kali. Adapun ketika tidak ada rumput di sekitar tanaman yang harus disiangi, maka upaya yang dilakukan untuk menggemburkan tanah di sekitar padi dilakukan dengan cara petani mengacak-ngacak tanah (ngacak) atau jalan di sekitar padi dengan menjejalkan sisa rumput ke dalam tanah (ngaluluh). Penyiangan dan penyulaman pada umumnya dilakukan oleh tenaga kerja wanita. Akan tetapi, apabila dilakukan oleh tenaga kerja dalam keluarga, penyiangan dan penyulaman juga dilakukan oleh pria. 5.4.6. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Aktivitas pengendalian hama dan penyakit tanaman dengan penyemprotan yang dilakukan petani responden disesuaikan dengan kondisi hama yang menyerang lahan pertanian. Obat cair yang umum digunakan oleh petani responden adalah hopcin, hamador, matador, rusban dan reagon. Selain itu juga biasanya digunakan obat padat yaitu furadan untuk memberantas hama pengganggu padi. Frekuensi penyemprotan disesuaikan dengan tingkat kerusakan yang dialami tanaman padi. Adapun penggunaan obat padat dilakukan dengan mencampurkan obat padat dengan pupuk. Penggunaan obat padat ini biasanya dilakukan pada pemupukan pertama.
64
Aktivitas pengendalian hama tikus dilakukan dengan cara membersihkan rumput sekitar pematang, dan tanaman padi ataupun tempat yang memungkinkan tikus bersembunyi. Istilah yang digunakan oleh petani setempat adalah nyacaran. Aktivitas nyacaran biasanya dilakukan setelah pemupukan yang kedua kali yaitu ketika padi berumur sekitar 1,5 bulan sampai dengan 2 bulan. 5.4.7. Pemanenan Tahapan panen dilakukan ketika padi sudah berumur sekitar 100-120 hari. Pada umumnya pemanenan dilakukan oleh buruh tani yang dilakukan secara berkelompok (join) ataupun secara bergerombol (gacong). Pemanenan secara join biasanya dilakukan oleh buruh tani pria, sedangkan pemanenan secara bergerombol dilakukan oleh wanita. Hasil panen dalam bentuk gabah basah (GB) kemudian ditimbang, setelah itu 10 persen dari hasil panen tersebut diberikan pada buruh yang melakukan pemanenan. Upah untuk buruh panen ada yang dalam bentuk GB maupun uang tunai, namun pada umumnya adalah GB.
65
VI KERAGAAN PENYALURAN DANA PUAP 6.1. Keragaan Penyaluran Dana PUAP Lembaga Keuangan Mikro Agrbisnis Syariah Subur Rejeki (LKMA-S Subur Rejeki) dalam pengelolaan dana BLM-PUAP memiliki fungsi dasar seperti bank. LKMA-S memberikan kemudahan bagi petani anggota Gapoktan untuk mengakses modal. Modal menurut Hernanto (1986) termasuk ke dalam unsur pokok usahatani disamping tanah, tenaga kerja, dan manajemen. Hal ini menunjukkan bahwa pemenuhan kebutuhan modal akan mempengaruhi terhadap usahatani yang dijalankan oleh petani. LKMA-S Subur Rejeki dalam pengelolaan dana BLM-PUAP menerapkan pola pembiayaan berbasis syariah. Terdapat beberapa jenis model pembiayaan yang ditawarkan, seperti mudharabah, rahn dan murabahah. Pembiayaan dengan sistem bagi hasil dalam akad mudharabah sampai dengan saat ini belum bisa dijalankan secara langsung oleh LKMA-S dikarenakan adanya keterbatasan modal, dan sumber daya manusia yang dimiliki oleh LKMA-S. Adapun akad mudharabah telah satu kali dijalankan yaitu, antara perusahaan pupuk organik sebagai shahibul maal dengan petani sebagai mudharib. Lahan yang dikelola oleh petani anggota LKMA-S merupakan sawah hasil dari gadai petani nasabah lainnya. Dalam akad ini terjadi penyimpangan prosedur dimana perusahaan pupuk yang seharusnya menanggung biaya keseluruhan untuk kebutuhan petani yang bersangkutan, pada kenyataannya tidak mengganti biaya yang telah dikeluarkan oleh pihak LKMA-S dalam membiayai kebutuhan petani. Model pembiayaan rahn atau gadai baru satu kali digunakan selama LKMA-S beroperasi. Dalam akad gadai yang dijalankan oleh LKMA-S dengan petani nasabah adalah petani yang mengajukan pinjaman kepada LKMA-S menggadaikan sawah milik petani yang bersangkutan, dan kemudian sawah tersebut dikelola oleh LKMA-S yang diserahkan pengelolaannya kepada petani yang dekat dengan LKMA-S. Model pembiayaan dengan akad mudharabah, rahn, dan model pembiayaan lainnya tidak sering dijalankan dikarenakan ketersediaan modal tidak besar. Selain itu keterbatasan sumber daya manusia, merupakan salah satu alasan
66
akad seperti mudharabah dan akad yang menerapkan prinsip bagi hasil tidak sering dijalankan. Hal ini dikarenakan dalam akad tersebut sangat diperlukan pengawasan dengan intensitas tinggi untuk melihat kinerja usaha sehingga apabila usaha yang dijalankan petani mengalami kerugian dapat diketahui penyebabnya apakah dikarenakan kelalaian petani atau kerugian yang disebabkan risiko yang terjadi pada usaha yang bersangkutan. Hal ini penting karena dapat mempengaruhi perolehan bagi hasil bagi pihak LKMA-S. Pada akad dengan prinsip seperti ini sangat dibutuhkan pembinaan sebagai upaya untuk mengurangi risiko pembiayaan yang terjadi. Sampai saat ini yang menjadi fokus dari pengelolaan dana BLMPUAP yang dijalankan oleh LKMA- adalah bertambah banyak petani anggota Gapoktan yang mendapatkan pembiayaan dari dana PUAP. Selama lebih dari setahun LKMA-S telah beroperasi, model pembiayaan yang paling dominan digunakan adalah jual beli dengan pembayaran yang ditangguhkan atau yang dikenal dengan akad murabahah muajjal yang dicirikan dengan adanya penyerahan barang di awal akad dan pembayaran kemudian baik dalam bentuk angsuran maupun dalam bentuk lump sum (sekaligus). Murabahah merupakan akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan yang disepakati oleh pihak pembeli (petani) dan penjual (LKMA-S). Akad ini merupakan salah satu bentuk natural certainty contracts, karena dalam murabahah ditentukan berapa required rate of profit-nya (keuntungan yang ingin diperoleh). Pada praktiknya, sebagian besar akad murabahah yang dijalankan oleh LKMA-S merupakan akad murabahah yang menjadikan petani sebagai wakalah (wakil) seperti pada Gambar 2. Negosiasi dan persyaratan
LKMA-S
Akad Murabahah (uang tunai)
Petani Nasabah
Bayar
Gambar 2. Skema Kerja Akad Murabahah di LKMA-S Subur Rejeki Dalam mengelola dana PUAP, LKMA-S mengadopsi Standar Operational Procedure Baitul Mal wa Tamwil (SOP BMT) yang meliputi kebijakan, skema 67
kegiatan, dan formulir-formulir yang digunakan. Berdasarkan tujuan dari PUAP dan visi misi dari LKMA-S, penerapan SOP BMT dirasa belum tepat dikarenakan kemampuan manajerial dan ketersediaan pengelola LKMA-S belum cukup baik untuk menerapkan prosedur seperti BMT secara keseluruhan. Kemudahan akses petani terhadap pembiayaan harus dijadikan fokus utama bagi LKMA-S bersamaan dengan perbaikan dalam manajerial yang terus ditingkatkan. Dalam penyaluran dana PUAP oleh LKMA-S diharapkan petani anggota Gapoktan mendapatkan kemudahan mengakses modal sehingga petani dapat lebih lancar dalam berproduksi. Ketepatan dalam penyaluran bagi petani akan berpengaruh terhadap usahatani yang dijalankan oleh petani, misalnya ketepatan dalam penyaluran dana bagi petani akan berpengaruh terhadap ketepatan petani dalam mulai berproduksi, pemupukan, pengobatan, dan tahapan usahatani lainnya yang membutuhkan modal. Pembiayaan yang dijalankan diharapkan dapat menjangkau semua petani yang tergabung dalam Gapoktan Subur Rejeki di Desa Sukaresmi dan penyalurannya dilakukan secara efektif. Dalam menganalisis keragaan yang dilakukan oleh pihak LKMA-S Subur Rejeki sebagai pengelola dana PUAP dan petani anggota Gapoktan sebagai nasabah LKMA-S didapat berdasarkan literatur-literatur yang ada dan juga wawancara dengan pihak LKMA-S yang bersangkutan. Bahan acuan yang digunakan dalam melihat keragaan penyaluran oleh LKMA-S telah mendukung pencapaian tujuan PUAP atau tidak adalah pedoman umum PUAP yang di dalamnya dipaparkan mengenai indikator keberhasilan dari program PUAP. 6.1.1. Keragaan Penyaluran Pembiayaan Menurut Kriteria LKMA-S LKMA-S Subur Rejeki yang diamanahi sebagai unit usaha otonom Gapoktan Subur Rejeki dalam pengelolaan dana PUAP bagi para petani, menetapkan sejumlah persyaratan dan prosedur penyaluran yang harus dipenuhi oleh petani. Hal ini dilakukan agar dana PUAP tidak langsung habis seperti dana bantuan pemerintah lainnya yang tidak dikelola dengan baik sehingga hanya segelintir dari masyarakat yang mendapatkan manfaatnya. Persyaratan dan prosedur penyaluran pembiayaan yang harus dilalui petani, mulai dari tahapan pengajuan permohonan pembiayaan sampai dengan pelunasan pembiayaan. Keragaan penyaluran pembiayaan menurut pihak LKMA-S akan dianalisis dalam 68
beberapa kriteria yaitu realisasi pembiayaan, frekuensi pinjaman, jangkauan kredit, tunggakan pembiayaan dan pengembagan tabungan. 6.1.1.1. Realisasi Penyaluran Pelaksanaan program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) di Desa Sukaresmi, Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi dimulai dari akhir 2008 yang ditandai dengan lahirnya LKMA-S Subur Rejeki pada 28 Agustus 2008. Aliran dana PUAP sebesar Rp 100.000.000,00 dari pemerintah masuk ke rekening LKMA-S Subur Rejeki pada tanggal 18 Desember 2008. LKMA-S Subur Rejeki beroperasi mulai 7 Januari 2009 dengan realisasi pembiayaan PUAP kepada petani sejak 22 Januari 2009. Berdasarkan laporan keuangan bulanan yang diserahkan kepada PMT sampai dengan Maret 2010, LKMA-S telah merealisasikan pembiayaan kepada petani sebesar Rp 204.725.400,00. Sejumlah dana pembiayaan yang disalurkan tersebut sudah termasuk realisasi perguliran dari pembiayaan sebelumnya. Tabel 11 menyajikan perkembangan realisasi pembiayaan PUAP hingga Maret 2010. Tabel 11. Realisasi Pembiayaan BLM-PUAP LKMA-S Subur Rejeki Februari 2009 – Maret 2010 Bulan Februari 2009 Maret 2009 April 2009 Mei 2009 Juni 2009 Juli 2009 Agustus 2009 September 2009 Oktober 2009 Nopember 2009 Desember 2009 Januari 2010 Februari 2010 Maret 2010 Total
Realisasi Pembiayaan (Rp) 7.150.000 13.150.000 9.350.000 16.650.000 21.250.000 4.350.000 26.550.000 6.350.000 34.050.000 11.705.500 9.075.100 5.486.000 13.130.000 26.478.800 204.725.400
Sumber: LKMA-S Subur Rejeki (diolah)
Tabel 11 menunjukkan bahwa pembiayaan yang diberikan oleh LKMA-S dilakukan setiap bulan. Hal ini dikarenakan ajuan pembiayaan tidak hanya berasal dari nasabah yang berprofesi sebagai petani. Cakupan usaha PUAP melingkupi
69
usaha berbasis pertanian memungkinkan pedagang yang menjual olahan makanan dari hasil pertanian juga dapat mengajukan pembiayaan. Selain itu, ajuan pembiayaan yang berasal dari petani juga tidak serempak dikarenakan terdapat petani yang mengajukan ketika di awal musim tanam, dan ada yang mengajukan di pertengahan musim tanam. Apabila ajuan pembiayaan yang diperbolehkan hanya dari nasabah yang merupakan petani dan dilakukan pada saat awal musim tanam, akan terlihat pola pembiayaan yang diberikan setiap musim tanam. LKMA-S sebaiknya dapat membantu memenuhi kebutuhan faktor produksi kepada petani sejak awal yaitu di awal musim tanam. Keragaan penyaluran berdasarkan target dan realisasi pembiayaan yang disalurkan oleh LKMA-S mengindikasikan penyaluran yang dilakukan adalah baik. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah pembiayaan yang disalurkan setiap bulannya bertambah. Jumlah penyaluran yang telah lebih dari dana awal PUAP yang diberikan oleh pemerintah yaitu sebesar Rp 204.725.400,00 menunjukkan telah terjadi perguliran dari dana awalan sebesar seratus juta tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa LKMA-S telah mengarah terhadap perwujudan tujuan PUAP, dimana salah satu indikator keberhasilannya adalah tersalurkannya BLMPUAP kepada petani. 6.1.1.2. Frekuensi Pembiayaan Keragaan penyaluran dana PUAP dapat dilihat juga dari banyaknya transaksi pembiayaan yang diberikan oleh LKMA-S kepada para petani anggota Gapoktan. Tahapan yang dilalui oleh petani dalam hal penyaluran adalah mengisi formulir terlebih dahulu, melengkapi kebutuhan administrasi, serta sebelumnya telah memenuhi persyaratan dan prosedur yang berlaku. Pengajuan pembiayaan oleh petani biasanya dilakukan sebelum musim tanam selanjutnya atau sebelum tahapan pemupukan. Berdasarkan hasil penelusuran di lapangan, pembiayaan diberikan tidak hanya kepada anggota Gapoktan Subur Rejeki saja. Masyarakat yang telah bergabung dengan LKMA-S yaitu dengan menabung di LKMA-S juga mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan pembiayaan. Hal ini merupakan persyaratan yang telah ditetapkan LKMA-S dalam memberikan pembiayaan. Akan tetapi, apabila melihat kepada pedoman umum dari pengelolaan dana BLM70
PUAP dimana peruntukkan dari dana PUAP adalah Gapoktan yang di dalamnya termasuk buruh tani, petani pemilik, penggarap dan rumah tangga tani. Hal ini menjadi tidak sejalan dengan pedoman PUAP apabila pada pelaksanaannya terdapat nasabah LKMA-S yang tidak tergabung dengan Gapoktan dan tidak terkait dengan usaha yang berbasis pertanian baik on farm maupun off farm tetap diberikan pembiayaan. Frekuensi pembiayaan PUAP selama setahun beroperasi dilakukan setiap kali ada permohonan pembiayaan, dikarenakan masa tanam dari usaha yang mendapatkan pembiayaan berbeda-beda. Petani hortikultura dalam mengajukan pembiayaan tidak secara serempak, karena tanaman yang diusahakan juga berbeda-beda antar petani, sama halnya dengan ajuan pembiayaan dari usaha berbasis pertanian yang tidak pasti waktu pengajuannya. Berbeda halnya dengan petani tanaman pangan (padi) yang hampir memiliki keseragaman dalam mengajukan pembiayaan dalam setiap kelompok taninya. Petani yang berada di wiayah sukaresmi tidak secara serempak dalam masa tanamnya, dikarenakan masa tanam dilakukan secara berurutan mulai dari petani di wilayah atas (Subur Rejeki I, Subur Rejeki II, Barokah) kemudian ke petani di wilayah bawah (Subur Rejeki III, dan Subur Rejeki IV). Frekuensi pembiayaan yang diberikan oleh LKMA-S Subur Rejeki mulai dari Februari 2009 sampai dengan Maret 2010 ditunjukkan pada Tabel 12. Keragaan
penyaluran
berdasarkan
kriteria
frekuensi
pinjaman
mengindikasikan penyaluraan dana telah mendukung pencapaian tujuan PUAP yaitu
meningkatnya jumlah petani, buruh tani dan rumah tangga tani yang
mendapatkan bantuan modal usaha.
Pada Tabel 12 ditunjukkan frekuensi
pembiayaan sampai dengan Maret 2010 bertambah walaupun tidak memiliki kecenderungan setiap bulannya meningkat. Salah satu hal yang menyebabkan frekuensi pembiayaan yang semakin bertambah adalah sosialisasi pembiayaan oleh LKMA-S semakin tersebar kepada anggota LKMA-S yang sebelumnya belum mendapatkan maupun yang belum bergabung menjadi anggota LKMA-S. Banyak dari pembiayaan yang diberikan oleh LKMA-S ditujukan untuk orang yang sama dengan syarat pembiayaan sebelumnya telah lunas.
71
Tabel 12. Frekuensi Pembiayaan yang Disalurkan LKMA-S Subur Rejeki Februari 2009 – Maret 2010 Bulan
Frekuensi Pembiayaan
Februari 2009 Maret 2009 April 2009 Mei 2009 Juni 2009 Juli 2009 Agustus 2009 September 2009 Oktober 2009 Nopember 2009 Desember 2009 Januari 2010 Februari 2010 Maret 2010 Total
11 15 13 24 24 5 34 9 27 33 28 11 17 4 255
Presentase Pertumbuhan jumlah pembiayaan (%) 36,36 -13,33 84,62 0,00 -79,17 580,00 -73,53 200,00 22,22 -15,15 -60,71 54,55 -76,47
Sumber: LKMA-S Subur Rejeki (2010), diolah
Hal lain yang mendorong jumlah anggota LKMA-S yang merupakan petani anggota Gapoktan mengajukan pembiayaan adalah adanya perubahan sistem dalam akad pembiayaan yang digunakan dimana akad murabahah yang berlaku adalah akad jual beli dengan dimana barang yang diperjualbelikan telah disediakan oleh pihak LKMA-S. Sistem ini
telah diterapkan pada beberapa
kelompok tani. Berbeda dengan beberapa bulan sebelumnya dimana petani dijadikan sebagai wakalah (wakil) dalam akad tersebut. Akad murabahah seperti ini belum bisa diterapkan pada semua kelompok tani dikarenakan tingkat kesiapan dari setiap kelompok tani yang berbeda-beda dimana. Kelompok tani yang telah menerapkan akad murabahah dengan penyediaan barang yang sesuai dengan pengajuan petani adalah kelompok tani Subur Rejeki II dan Barokah. Koordinasi petani anggota dalam kelompok tani ini lebih mudah, dan pengelolaan oleh pengurus dalam kelompok tani tersebut sudah cukup baik. Bentuk pengajuan kebutuhan usahatani secara berkelompok merupakan langkah yang tepat dalam menyalurkan pembiayaan selain dari jumlah penerima dana PUAP lebih banyak, selain itu keterbatasan sumber daya manusia pengelola dana PUAP dalam menjangkau keseluruhan kelompok tani dapat sedikit terbantu 72
dengan adanya koordinasi dengan perwakilan kelompok tani. Dengan penerapan koordinasi dalam Gapoktan seperti ini dapat membantu dalam mewujudkan beberapa tujuan PUAP yaitu, memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis, meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan. Oleh karena itu, diperlukan pembinaan terhadap petani anggota di setiap kelompok tani, yang nantinya ketika kelompok tani tersebut berkoordinasi dengan kelompok tani lainnya menjadi lebih mudah. 6.1.1.3. Jangkauan Pembiayaan Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian mengenai PUAP Keputusan Menteri Pertanian (KEPMENTAN) Nomor 545/Kpts/OT.160/9/2007.2. PUAP merupakan bentuk fasilitasi bantuan modal usaha untuk petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani. Bidang usaha yang menjadi sasaran dari pembiayaan PUAP ini adalah usahatani tanaman pangan, hortikultura, peternakan, dan usaha yang berbasis pertanian. Berdasarkan realisasi pembiayaan yang diberikan oleh LKMA-S sampai dengan Maret 2010, tanaman pangan merupakan usaha yang paling besar mendapatkan pembiayaan yaitu sebesar Rp 74.591.600,00.
Usaha berbasis
pertanian merupakan bidang usaha ke-2 terbesar yang mendapatkan pembiayaan yaitu sebesar Rp 73.180.000,00. Bidang usaha selanjutnya yang mendapatkan pembiayaan adalah peternakan dan hortikultura secara berturut-turut sebesar Rp 30.823.800,00 dan 26.130.000,00. Melihat jangkauan PUAP yang beragam, dapat menunjukkan indikator fleksibilitas skim pembiayaan yang diprogramkan oleh pemerintah. Setelah melihat realisasi dari usaha yang mendapatkan pembiayaan dari LKMA-S menunjukkan bahwa LKMA-S juga memiliki fleksibitas dalam memberikan pembiayaan. Realisasi penyaluran dana PUAP berdasarkan bidang usaha sampai dengan Maret 2010 ditunjukkan pada Tabel 13. Keragaan penyaluran berdasarkan bidang usaha yang mendapatkan pembiayaan dapat menunjukkan bahwa LKMA-S memiliki fleksibilitas usaha yang baik yaitu dengan beragamnya usaha yang mendapat pembiayaan, dan dari setiap bidang usaha mendapat pengalokasian. Akan tetapi, sebagai upaya pencapaian tujuan PUAP yaitu mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui 73
penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah, sebaiknya ada bidang usaha yang menjadi fokus untuk dikembangkan sesuai dengan potensi wilayah Sukaresmi. Tabel 13. Rekapitulasi Realisasi Penyaluran Dana PUAP Berdasarkan Bidang Usaha di LKMA-S Subur Rejeki Februari 2009 sampai Maret 2010 No. 1. 2. 3. 4.
Bidang Usaha Tanaman pangan Hortikultura Peternakan usaha berbasis pertanian Jumlah Total
Jumlah Realisasi (Rp) 74.591.600 26.130.000 30.823.800 73.180.000 204.725.400
Sumber: LKMA-S Subur Rejeki (2010), diolah
Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara yang dilakukan baik dengan pihak pengelola LKMA-S dan petani, kode produksi dari laporan keuangan ini tidak sepenuhnya akurat. Terdapat petani yang bidang usahanya adalah tanaman pangan, pada laporan keuangan dicantumkan sebagai nasabah dengan bidang usaha lain seperti hortikultura atau usaha berbasis pertanian. Pemanfaatan yang dilakukan oleh nasabah tidak sepenuhnya digunakan untuk bidang usaha sesuai dengan pengajuan pembiayaan. Secara keseluruhan akad yang digunakan adalah akad murabahah yang pada dasarnya merupakan akad jual beli dimana pihak bank atau lembaga keuangan menyediakan barang spesifik sesuai dengan yang diinginkan oleh pembeli baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Akan tetapi, sebagian besar praktik dari akad murabahah yang dilakukan oleh LKMA-S masih menjadikan nasabah sebagai wakalah. Hal ini menjadikan praktik pembiayaan dengan pola pembiayaan syariah tidak terdiferensiasi dengan pola pembiayaan konvensional. Menurut Suprayogi (2010), produk-produk perbankan syariah yang dikembangkan
saat
ini
masih
merupakan
imitasi
produk-produk
bank
konvensional, sehingga belum menunjukkan keunggulan kompetitif bank syariah dibandingkan dengan bank konvensional1. Akad murabahah dengan penyediaan barang yang sesuai dengan ajuan petani nasabah baru dilakukan di dua kelompok tani yaitu Subur Rejeki II dan 1
Suprayogi N. April 2010. Membangun Keunggulan Kompetitif Bank Syariah. Sharing. 40. (Kolom 3)
74
Barokah sejak awal 2010. Oleh karena itu, apabila akad yang digunakan oleh LKMA-S dalam memberikan adalah murabahah, sebaiknya LKMA-S berupaya untuk memenuhi kebutuhan nasabah atau bekerja sama dengan pihak yang menyediakan barang yang dibutuhkan oleh nasabah. Hal ini dapat mengurangi tingkat penyimpangan pemanfaatan yang dilakukan oleh nasabah terhadap pembiayaan yang didapatkan. 6.1.1.4. Tunggakan Pembiayaan Tunggakan pembiayaan merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam menentukan efektivitas penyaluran kredit. Realisasi kredit yang sesuai dengan yang diharapkan, frekuensi pinjaman nasabah yang semakin meningkat, pada akhirnya performance pengembalian pembiayaan menjadi hal yang paling menentukan berhasilnya suatu program pembiayaan. Pihak perbankan pada umumnya, termasuk LKMA-S yang memiliki fungsi dasar seperti bank melihat penyaluran
pembiayaan
dapat
dikatakan
efektif
apabila
hingga
tahap
pengembalian kredit berjalan lancar tanpa tunggakan. Besarnya realisasi pengembalian dari penyaluran pembiayaan yang dilakukan oleh LKMA-S ditunjukkan pada Tabel 14. Tabel 14.
Realisasi Pengembalian Dana PUAP di LKMA-S Subur Rejeki Februari 2009 – Maret 2010
Bulan Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Januari Februari Maret Jumlah
Realisasi (Rp) 7.150.000 13.150.000 9.350.000 16.650.000 21.250.000 4.350.000 26.550.000 6.350.000 34.050.000 11.705.500 9.075.100 5.486.000 13.130.000 26.478.800 204.725.400
Realisasi Pengembalian (Rp) 6.700.000 8.673.000 9.230.000 14.091.000 11.495.000 3.402.500 20.805.000 6.050.000 20.508.000 6.869.500 2.794.000 1.505.000 1.200.000 113.323.000
Tunggakan (Rp) 450.000 4.477.000 120.000 2.559.000 9.755.000 947.500 5.745.000 300.000 13.542.000 4.836.000 6.281.100 3.981.000 11.930.000 26.478.800 91.402.400
Sumber : LKMA-S Subur Rejeki (2010), diolah
75
Adanya tunggakan menunjukkan dalam penyaluran PUAP oleh LKMA-S menunjukkan pengelolaan pembiayaan belum baik. Realiasasi pengembalian dari nasabah LKMA-S adalah sebesar Rp 113.323.000,00 dari pembiayaan yang telah disalurkan sebesar Rp 204.725.400,00. Jumlah tunggakan pembiayaan selama lebih dari satu tahun beroperasi yaitu mulai dari Februari 2009 sampai dengan Maret 2010 sebesar Rp 91.402.400 atau 44,65 persen dari jumlah total pembiayaan yang telah disalurkan. Tunggakan bagi lembaga keuangan menurut Rivai dan Veithzal (2008) disebut sebagai risiko pembiayaan. Risiko pembiayaan terjadi ketika debitur tidak mampu mengembalikan pembiayaannya, karena gagalnya usaha nasabah tersebut atau sejak semula telah membuat deviasi yang tajam berupa tidak lengkapnya data nasabah, kemudian tidak pula diikuti monitoring dan supervisi yang terus-menerus. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak LKMA-S, banyak dari nasabah yang mendapatkan pembiayaan dari LKMA-S tidak dilakukan survey terlebih dahulu.
Banyak dari nasabah yang diberikan pembiayaan atas dasar
rekomendasi orang yang dapat dipercaya oleh LKMA-S seperti tokoh masyarakat setempat yang memberikan jaminan bahwa orang yang mengajukan pembiayaan dapat dipercaya. Pada praktiknya, pihak yang telah dijamin oleh tokoh masyarakat setempat masih banyak yang menunggak. Kurangnya ketelitian LKMA-S dalam melihat karakter nasabah menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya tunggakan. Karakter dari pihak yang akan diberikan pembiayaan merupakan prinsip pembiayaan yang perlu mendapatkan perhatian oleh Account Officer. Berdasarkan Rivai dan Veithzal (2008), apabila prinsip character tidak terpenuhi, maka prinsip lainnya tidak berarti atau dengan kata lain permohonannya harus ditolak. Oleh karena itu, untuk mengurangi jumlah tunggakan dari pembiayaan yang disalurkan, LKMA-S perlu lebih teliti dalam melihat karakter nasabah. Faktor lainnya yang menyebabkan terjadinya tunggakan pembiayaan adalah penagihan yang tidak dilakukan secara rutin. Penagihan beberapa bulan terakhir tidak dilakukan secara rutin dikarenakan adanya kejenuhan dari pihak pengelola LKMA-S. Kejenuhan ini dikarenakan jangkauan wilayah petani nasabah yang jaraknya jauh dari kantor membutuhkan biaya akomodasi dimana pemenuhan kebutuhan akomodasi tidak sepenuhnya terpenuhi dari anggaran
76
LKMA-S. Selain itu, pihak LKMA-S mengakui bahwa seringkali ketika melakukan penagihan, petani nasabah tidak berada di rumah. Oleh karena itu, LKMA-S telah menerapkan pada beberapa kelompok tani yaitu Barokah dan Subur Rejeki II, penagihan dilakukan kepada ketua kelompok tani. Hal ini selain memudahkan bagi pihak LKMA-S juga memudahkan bagi petani nasabah, sehingga jarak tempuh petani dalam pengembalian pembiayaan juga lebih dekat. Dalam upaya untuk meningkatkan realisasi pengembalian dari pembiayaan yang telah disalurkan dapat dilakukan dengan cara menunjuk perwakilan dari setiap kelompok tani yang bertugas sebagai kolektor (penagih). Pihak yang bertugas sebagai kolektor diberikan insentif berupa fee yang besarnya tergantung dari realisasi pengembalian yang dapat ditagih. Selama ini, pihak yang bertugas sebagai kolektor di beberapa kelompok tani tidak diberikan fee. Hal ini menjadikan kolektor tersebut tidak melakukan penagihan kepada nasabah melainkan menunggu nasabah tersebut menyetorkan pengembalian kepada pihak kolektor.
Dengan
pemberlakuan
fee
bagi
kolektor,
diharapkan
dapat
meningkatkan realisasi pengembalian dana PUAP yang telah disalurkan. 6.1.1.5. Pengembangan Tabungan Pengembangan tabungan dijadikan salah satu kriteria dalam melihat keragaan penyaluran atas dasar salah satu tujuan PUAP yaitu memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis. Pengembangan tabungan dapat menjadi salah satu upaya untuk menghimpun uang yang nantinya dapat dikelola oleh LKMA-S dengan tujuan kepentingan bersama. Pengembangan tabungan diharapkan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pembiayaan yang diberikan. Dalam persyaratan dan prosedur pembiayaan yang harus dipenuhi oleh petani nasabah salah satunya adalah jumlah tabungan yang harus dimiliki oleh petani nasabah di LKMA-S kurang lebih sebesar 30 persen dari jumlah pembiayaan yang diterima oleh petani tersebut. Budaya menabung digalakkan oleh pihak LKMA-S kepada petani. Hal ini agar meringankan bagi petani sehingga apabila pada saat waktu pembayaran atau jangka waktu pembayaran telah habis dan petani tidak dapat melakukan pengembalian secara penuh, maka pihak LKMA-S dapat memotong tabungan petani nasabah sebesar jumlah pembiayaan yang belum dikembalikan. 77
Sejak awal tahun 2010, penagihan tabungan tidak dilakukan secara rutin lagi oleh pihak LKMA-S. Penagihan yang pada awalnya dilakukan kepada petani setiap satu mingu sekali berubah menjadi satu bulan sekali dan ditujukan kepada kolektor dari setiap kelompok tani bukan petani secara individu. Hal ini banyak dikeluhkan oleh beberapa petani dikarenakan uang yang telah disisihkan untuk menabung ke LKMA-S, pada akhirnya terpakai untuk kebutuhan rumah tangga. Hal ini menjadi salah satu penyebab terjadinya tunggakan pengembalian pembiayaan. Uang tabungan yang dihimpun oleh LKMA-S memiliki kecenderungan berkurang beberapa bulan belakang ini di antaranya dikarenakan pihak pengelola LKMA-S
mengembalikan
uang
tabungan
kepada
penabung.
LKMA-S
mengembalikan uang tabungan kepada penabung dikarenakan pihak pengelola LKMA-S sudah memiliki pekerjaan sehingga tidak lagi bisa menangani dalam pengelolaannya. Selain itu, karena banyaknya petani yang menunggak dalam melunasi utangnya yaitu dengan memilih memotongnya dari tabungan. Oleh karena itu, ketika banyak dari petani yang tidak lagi mengajukan pembiayaan, sisa uang dalam tabungan petani tersebut sudah sedikit. 6.1.2. Keragaan Penyaluran Pembiayaan Menurut Kriteria Petani Nasabah Penilaian keragaan penyaluran pembiayaan menurut kriteria petani penerima PUAP
dilakukan dengan cara masing-masing responden dimintai
jawabannya atas faktor-faktor yang membangun keragaan dari pembiayaan yang dikelola oleh LKMA-S. Adapun faktor-faktor tersebut terdiri dari persyaratan awal, prosedur realisasi, lama realisasi, biaya administrasi, marjin keuntungan, jarak/ lokasi kantor, serta pembinaan dan pengawasan. 6.1.2.1. Persyaratan Awal Dalam mengajukan permohonan pembiayaan PUAP, petani anggota Gapoktan harus memenuhi syarat tertentu. Petani anggota harus telah menjadi anggota LKMA-S minimal 2 bulan atau merupakan anggota Gapoktan, memiliki / melunasi simpanan pokok dan wajib sampai bulan atau waktu meminjam, memiliki simpanan kurang lebih 30 persen dari pembiayaan, mengisi lampiran-
78
lampiran permohonan pembiayaan, menyertakan foto kopi KTP (Suami, istri) dan kartu keluarga, persetujuan suami atau istri bagi yang telah menikah, atau orang tua bagi yang belum menikah (usia di atas 17 tahun), serta rekomendasi dari ketua tim pengarah desa, penyuluh pendamping, atau Gapoktan. Persyaratan mengenai persetujuan suami-istri dapat ditunjukkan dengan menyertakan foto kopi KTP pasangan. Pada kenyataannya, responden yang tidak menyertakan foto kopi kartu keluarga, foto kopi pasangan, serta surat persetujuan suami isteri tetap diberikan pembiayaan. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak LKMA-S, petani anggota yang diberikan pembiayaan adalah petani yang merupakan anggota Gapoktan, menyertakan foto kopi KTP diri, mengisi formulir aplikasi, dan mendapatkan rekomendasi baik dari ketua kelompok tani, PPL, LKMA-S, dan Gapoktan. Selain itu, untuk realisasi pembiayaan lebih dari satu kali tidak lagi diminta oleh pihak LKMA-S persyaratan awal secara lengkap. Adapun persyaratan yang diminta untuk realisasi pembiayaan selanjutnya adalah telah melunasi pembiayaan yang sebelumnya, dan mengisi formulir pengajuan. Keragaan pembiayaan berdasarkan kriteria persyaratan awal ditunjukkan pada Tabel 15. Tabel 15. Kriteria Jumlah Persyaratan Awal Pembiayaan PUAP di LKMA-S Subur Rejeki Musim Tanam Kemarau 2009 Persyaratan Terpenuhi 8 Syarat 7 Syarat 6 Syarat ≤ 6 Syarat Total
Jumlah Responden 14 7 4 1 26
Persentase (%) 53,85 26,92 15,38 3,85 100
Berdasarkan Tabel 15, dapat dilihat bahwa hasil dari 26 responden yang dimintai jawabannya mengenai fakstor persyaratan awal yang dapat dipenuhi oleh petani nasabah menunjukkan sebesar 53,85 persen atau sebanyak 14 orang dari jumlah keseluruhan petani responden penerima PUAP dapat memenuhi 8 syarat atau keseluruhan persyaratan yang telah ditentukan, sebesar 26,92 persen dari jumlah responden penerima PUAP dapat memenuhi 7 syarat, sebesar 15,38 persen
79
responden penerima PUAP dapat memenuhi 6 syarat, dan sisanya sebesar 3,85 persen hanya mampu memenuhi 5 syarat. Berdasarkan keragaan pembiayaan kriteria persyaratan awal dapat dikatakan bahwa persyaratan yang ditetapkan dapat dipenuhi oleh sebagian besar dari petani responden. Hal ini ditunjukkan dengan lebih dari 50 persen petani responden dapat memenuhi persyaratan awal yang ditetapkan oleh LKMA-S. Tidak terpenuhinya beberapa persyaratan tidak mempengaruhi terhadap diberikan atau tidak pembiayaan kepada petani anggota. Hal ini menunjukkan bahwa LKMA-S sebaiknya merumuskan sejumlah persyaratan yang memang krusial sekaligus tidak menyulitkan petani anggota dalam mengakses pembiayaan. Persyaratan yang ditetapkan diharapkan dapat menggambarkan karakter dari petani yang bersangkutan agar tidak menimbulkan deviasi ketika telah diberikan pembiyaan. Karakter dari pihak yang akan diberikan pembiayaan merupakan prinsip pembiayaan yang perlu mendapatkan perhatian oleh Account Officer. Berdasarkan Rivai dan Veithzal (2008), apabila prinsip character tidak terpenuhi, maka prinsip lainnya tidak berarti atau dengan kata lain permohonannya harus ditolak. Dari persyaratan yang telah ditetapkan oleh LKMA-S, pada dasarnya bukan merupakan persyaratan yang sulit untuk dipenuhi oleh petani anggota. Akan tetapi, dengan sejumlah persyaratan yang ada jangan sampai menyulitkan dan membuat enggan mengajukan pembiayaan bagi pihak petani. Berdasarkan wawancara dengan petani yang tidak menerima PUAP, sejumlah persyaratan yang ditetapkan oleh LKMA-S menjadi salah satu alasan untuk tidak melakukan pengajuan pembiayaan. 6.1.2.2. Prosedur Realisasi Pembiayaan Dalam proses pengajuan permohonan pembiayaan ada tahapan-tahapan prosedur yang harus dilalui oleh petani nasabah. Tahapan tersebut dimulai dari pengambilan formulir yang kemudian dapat dibawa pulang ke rumah untuk diisi atau diisi langsung di kantor LKMA-S jika persyaratan yang dibutuhkan tersedia. Petani yang bertempat tinggal jauh dari lokasi kantor LKMA-S, pengambilan formulir aplikasi diambil di masing-masing ketua kelompok tani. Setelah formulir aplikasi diisi, kemudian diserahkan kepada pihak LKMA-S. Tahapan selanjutnya 80
adalah wawancara yang dilakukan oleh pihak LKMA-S kepada petani untuk menanyakan besarnya pembiayaan yang dibutuhkan oleh petani. Selain itu, petani ditanyakan kesediaannya untuk dilakukan survey.
Survey dilakukan untuk
realisasi kredit yang pertama kali. Survey dilakukan oleh pihak PPL atau pengelola LKMA-S untuk memperkirakan apakah pengajuan pembiayaan oleh petani nasabah terlalu besar atau kecil. Pada realisasi pembiayaan yang kedua, petani tidak lagi disurvey melainkan hanya dilakukan wawancara oleh pihak LKMA-S untuk menanyakan berapa besar kebutuhan petani yang kemudian sebagai bahan pertimbangan besarnya pembiayaan yang diberikan. Tahapan selanjutnya setelah survey atau wawancara dilakukan adalah musyawarah yang dilakukan oleh pihak LKMA-S baik yang melibatkan keseluruhan pihak mulai dari perwakilan Gapoktan, PPL, maupun diputuskan secara langsung oleh pihak pengelola LKMA-S. Setelah itu dilakukan pencairan pembiayaan kepada pihak petani. Evaluasi mengenai keragaan pembiayaan yang dilakukan untuk prosedur pembiayaan adalah dengan cara membandingkan prosedur yang telah dilewati responden dengan ketentuan yang diterapkan oleh LKMA-S. Hasil evaluasi keragaan prosedur pembiayaan dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Keragaan Prosedur Pembiayaan PUAP di LKMA-S Subur Rejeki Musim Tanam Kemarau 2009 Tahapan Prosedur Terlewati 5 Tahapan 4 Tahapan 3 Tahapan Total
Jumlah Responden 19 6 1 26
Presentase (%) 73 23 4 100
Berdasarkan Tabel 16, dapat dilihat bahwa sebagian besar petani responden penerima PUAP yaitu sebesar 73 persen atau 19 orang menyatakan telah melewati lima tahapan mulai dari pengisian formulir, wawancara mengenai kebutuhan pembiayaan, survey, musyawarah, dan tahapan terakhir adalah pencairan. Petani responden yang melewati kelima tahapan realisasi pembiayaan merupakan petani yang menerima pembiayaan untuk pertama kali. Sebesar 23 persen atau 6 orang petani responden menyatakan mereka telah melewati 4 tahap
81
dari 5 tahapan, serta sisanya sebesar 4 persen atau 1 orang menyatakan telah melewati 3 tahapan dari 5 tahapan. Kurangnya satu sampai dua tahapan yang tidak dilewati oleh penerima pembiayaan adalah seperti tidak mengisi formulir aplikasi, atau tidak dilakukan survey. Pengisian formulir aplikasi penting untuk dilakukan karena akan memudahkan
pihak
LKMA-S
mengetahui
rancangan
pemanfaatan
dari
pembiayaan yang diajukan oleh petani. Sampai dengan musim kemarau 2009, sebagian besar akad yang digunakan dalam menyalurkan pembiayaan adalah murabahah dengan menjadikan petani sebagai wakalah. Hal yang menjadi salah satu pembeda antara pembiayaan yang berbasis syariah dan konvensional adalah adanya aset riil. Ketika pada saat akad dilangsungkan tidak diketahui secara rinci mengenai pemanfaatan dari pembiayaan yang diberikan maka dikhawatirkan adanya taghrir (ketidakjelasan). Dalam akad murabahah, yang menjadi salah satu syarat dari berlangsungnya akad adalah kejelasan akan sifat dari barang yang diperjualbelikan. Selain itu, sebagai salah satu indikator keberhasilan output PUAP adalah tersalurkannya BLM – PUAP kepada petani, buruh tani dan rumah tangga tani miskin dalam melakukan usaha produktif pertanian, sehingga harus dipastikan bahwa penggunaaan pembiayaan oleh petani digunakan untuk usaha produktif. Oleh karena itu, menjadi sangat penting dari tahapan pengisian formulir aplikasi pengajuan pembiayaan yang di dalamnya tercantum dengan jelas besarnya pembiayaan yang diberikan beserta pemanfaatan dari pembiayaannya secara rinci. Tahapan survey sebaiknya tetap dilaksanakan di setiap realisasi pembiayaan. Hal ini dikarenakan adanya kemungkinan pemanfaatan dari pembiayaan yang diberikan berbeda penggunaanya dengan realisasi pembiayaan yang sebelumnya. Selain itu,
survey dapat membantu pengelola LKMA-S
memperhitungkan besarnya kebutuhan yang sebenarnya dibutuhkan oleh petani. 6.1.2.3. Biaya Marjin Akad yang digunakan oleh pihak petani dengan pihak LKMA-S terkait dengan pembiayaan bagi petani menggunakan akad murabahah. Dalam akad murabahah ditentukan marjin (keuntungan) yang disepakati oleh pihak petani dengan LKMA-S. Kesepakatan antara kedua pihak tersebut menjadikan alasan
82
adanya perbedaan biaya marjin yang harus dibayarkan oleh petani kepada pihak LKMA-S. Dalam pola syariah kesepakatan antara pihak yang menjalankan suatu akad menjadi rukun dari akad tersebut. Biaya marjin yang disepakati oleh petani responden penerima PUAP dengan pihak LKMA-S untuk pembiayaan pada musim tanam kemarau 2009 ditunjukkan pada Tabel 17. Tabel 17. Biaya Marjin yang Disepakati Petani Penerima PUAP dengan Pihak LKMA-S Musim Tanam Kemarau 2009 Biaya Marjin/bulan (%) 1,01- 3 % 3,01-6 % 6,01-9 % >9% Total
Jumlah Responden (Orang)
Presentase (%) 1 14 7 4 26
53,85 30,77 11,54 3,85 100
Sebesar 53,85 persen dari jumlah petani responden penerima PUAP, marjin keuntungan yang disepakati dengan pihak LKMA-S adalah berkisar antara 1,01 persen hingga 3 persen. Sebesar 30,77 persen dari jumlah petani responden penerima PUAP memiliki kesepakatan dengan LKMA-S mengenai marjin keuntungan adalah 3,01 persen hingga 6 persen, sebesar 11,54 persen memiliki kesepakatan mengenai marjin keuntungan berkiasar 6,01 persen hingga 9 persen, dan sisanya sebesar 3,85 persen dari jumlah petani responden memiliki kesepakatan mengenai marjin keuntungan lebih dari 9 persen. Berdasarkan wawancara dengan pihak LKMA-S, pada dasarnya pihak LKMA-S memiliki standar marjin keuntungan ketika dilaksanakannya akad adalah sebesar 2,5 persen per bulannya. Adapun ketika petani memberikan penawaran lebih besar dari penawaran LKMA-S dikarenakan keikhlasan dari pihak petani itu sendiri. 6.1.2.4. Realisasi Pembiayaan Pengajuan pembiayaan oleh petani responden pada umumnya dilakukan pada saat petani tersebut membutuhkan bantuan dalam pemenuhan kebutuhan modal produksinya seperti untuk pembelian pupuk atau pada saat sebelum produksi selanjutnya dilakukan. Oleh karena itu, seberapa lama realisasi kredit dilaksanakan akan sangat berpengaruh terhadap usaha yang dijalankan petani
83
mengingat dalam usahatani ketepatan waktu dalam tahapan usahatani memiliki pengaruh terhadap usahatani yang dijalankan oleh petani, misalnya ketepatan dalam pemberian pupuk, penyemprotan, dsb. Realisasi pembiayaan oleh LKMA-S dapat dilakukan pada hari yang bersamaan dengan pengajuan permohonan pembiayaan, atau beberapa hari setelahnya. Berdasarkan hasil wawancara dengan LKMA-S, realisasi pembiayaan dilakukan selambat-lambatnya adalah 3 hari. Pada kenyataannya, terdapat realisasi pembiayaan yang dilakukan lebih dari 3 hari. Adapun realisasi pembiayaan dari petani responden penerima PUAP selengkapnya ditunjukkan pada Tabel 18. Pada Tabel 18 ditunjukkan sebesar 46,16 persen dari petani responden penerima PUAP menjawab mengenai berapa lama realisasi pembiayaan adalah selama satu minggu atau tujuh hari, sebesar 19,23 persen menjawab selama 2 hari, 19,23 persen menjawab tiga hari, dan sisanya sebesar 15,38 persen menjawab selama satu hari. Adapun penyerahan dana pembiayaan ada yang dilakukan dengan cara mengambil di kantor LKMA maupun pihak LKMA yang menyerahkan secara langsung ke pihak petani. Dengan melihat keragaan pembiayaan dengan kriteria realisasi pembiayaan dapat dikatakan cukup efektif, karena masih banyak petani yang realisasi pembiayaannya lebih dari 3 hari. Selain itu, berdasarkan penuturan dari petani yang realisasi pembiayaannya lebih dari 3 hari yaitu yang mencapai 7 hari, menyatakan bahwa realisasi pembiayaan yang dilakukan terlalu lama. Tabel 18. Lama Realisasi Pembiayaan PUAP di LKMA-S Subur Rejeki Musim Tanam Kemarau 2009 Realisasi Pembiayaan (hari) 1 2 3 >3 Total
Jumlah Responden (Orang)
Presentase (%) 4 5 5 12 26
15,38 19,23 19,23 46,16 100
Perbedaan waktu yang diperlukan dalam realisasi pembiayaan disebabkan beberapa hal seperti, tempat tinggal petani responden penerima PUAP yang jauh dari lokasi kantor atau tempat tinggal dari pihak pengelola, keterbatasan jumlah 84
pengelola yang bertugas di lapangan sehingga tidak dapat menjangkau tempat tinggal petani yang yang jauh dari lokasi kantor pengelola. Realisasi pembiayaan bagi petani yang bertempat tinggal jauh dari lokasi kantor, realisasi pembiayaan dilakukan dengan menyerahkan bantuan pembiayaan baik berupa uang tunai maupun barang kebutuhan kepada ketua kelompok tani atau kolektor pada kelompok tani tersebut. kelompok tani yang dimaksud adalah Subur Rejeki II, Subur Rejeki III dan Barokah. Akan tetapi, hal ini tidak menutup kemungkinan apabila petani mengunjungi kantor LKMA secara langsung. LKMA-S sebaiknya lebih tepat waktu dalam melakukan pencairan pembiayaan mengingat pesaing lembaga keuangan non formal di Desa Sukaresmi seperti bank keliling maupun tengkulak. Pihak-pihak tersebut dalam memberikan dana pinjaman tidak mengharuskan menyertakan persyaratan pada saat pengajuan seperti yang ditetapkan oleh LKMA-S. 6.1.2.5. Biaya Administrasi Biaya administrasi merupakan biaya yang dikeluarkan oleh petani yang digunakan mulai dari proses pengajuan sampai dengan realisasi pembiayaan. Biaya administrasi yang dikeluarkan oleh petani digunakan untuk materai, foto kopi kertas aplikasi pengajuan. Standar yang ditetapkan oleh LKMA-S untuk besaran biaya administrasi adalah 1 persen dari jumlah pembiayaan yang diberikan. Adapun biaya administrasi yang dikeluarkan oleh petani responden penerima PUAP ditunjukkan pada Tabel 19. Tabel 19. Biaya Administrasi PUAP di LKMA-S Subur Rejeki Musim Tanam Kemarau 2009 Jumlah Responden Biaya Administrasi (%) Presentase (%) (Orang) 0 0,1 – 1 1,1- 2 2,1- 3 >3
Total
5 14 3 3 1 26
19,23 53,85 11,54 11,54 3,85 100
Pada Tabel 19 ditunjukkan bahwa sebesar 53,85 persen dari petani responden penerima PUAP menjawab mengenai besarnya biaya administrasi yang dibayar kepada pihak LKMA-S adalah berkisar antara 0,1 persen hingga 1 persen
85
dari jumlah pembiayaan yang diberikan.
Sebesar 19,23 persen dari petani
responden penerima PUAP tidak dibebankan biaya administrasi, sebesar 11,54 persen dibebankan biaya administrasi berkisar antara 1,1 persen hingga 2 persen, sebesar 11,54 persen dibebankan biaya administrasi berkisar 2,1 persen hingga 3 persen, dan sisanya sebesar 3,85 persen dibebankan biaya administrasi lebih besar dari 3 persen. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan petani responden penerima PUAP, sebesar 92,3 persen menyatakan puas terhadap biaya administrasi yang dibebankan, sebesar 3,8 persen menyatakan sangat puas, dan sisanya sebesar 3,8 persen menyatakan tidak puas. 6.1.2.6. Pelayanan dan Pembinaan Pihak LKMA-S Pelayanan dan pembinaan merupakan suatu upaya untuk mengurangi atau menutupi kekurangan dari kegiatan pembiayaan. Dengan adanya pengawasan dan pembinaan diharapkan kemungkinan-kemungkinan terjadinya penyimpangan yang dilakukan oleh petani nasabah dapat berkurang. Berdasarkan tanggapan responden atas pengawasan dan pembinaan yang dilakukan oleh LKMA-S masih dirasakan kurang. Banyak dari petani yang belum pernah mengikuti pembinaan yang dilakukan oleh LKMA-S. Adapun tanggapan petani nasabah mengenai pelayanan dan pembinaan yang dilakukan oleh LKMA-S ditunjukkan pada Tabel 20. Tabel 20. Tanggapan Petani Penerima PUAP Terhadap Pelayanan dan Pembinaan LKMA-S Pada Musim Tanam Kemarau 2009 Bentuk Pelayanan dan Pembinaan Sosialisasi Pelatihan Teknik Budidaya Konsultasi Pelatihan Teknik Budidaya dan Konsultasi Tidak mengikuti Total
Jumlah (Orang)
Persentase (%) 1 9 3 3
10 26
3,85 34,62 11,54 11,54 38,46 100
Berdasarkan keragaan pembiayaan pada aspek pelayanan dan pembinaan LKMA-S ditunjukkan jumlah petani responden yang menerima pelayanan dan pembinaan dari LKMA-S telah melebihi dari 50 persen jumlah responden. LKMA-S sebaiknya lebih melakukan sosialisasi terhadap petani, karena masih 86
banyak petani yang belum mengetahui tentang adanya penyediaan bantuan modal oleh LKMA-S bagi petani Desa Sukaresmi. Selain itu, masih banyak petani yang belum mengetahui mengenai PUAP itu sendiri. Oleh karena itu, kegiatan bersama Gapoktan diharapkan dapat ditingkatkan lagi. Berdasarkan analisis keragaan penyaluran dana PUAP baik dari penilaian pihak LKMA-S maupun pihak petani nasabah menunjukkan pengelolaan dana PUAP yang dikelola LKMA-S memerlukan banyak perbaikan. Dari akad yang digunakan masih didominasi dengan akad murabahah dimana pada akad ini menerapkan fixed returns. Pertanian menghasilkan produksi yang berfluktuasi, maka dari itu dengan penerapan akad murabahah pada keseluruhan penyaluran dana PUAP yang dijalankan dinilai belum tepat. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa pembiayaan syariah adalah relevan untuk digunakan dalam pengembangan sector agribisnis. Akan tetapi, dalam penelitian tersebut yang dianggap merupakan alternatif strategis dalam pembiayaan sector agribisnis adalah pembiayaan system syariah dengan prinsip mudharabah dan musyarakah (Ashari & Saptana 2005). Terdapat akad yang khusus dilakukan untuk pembiayaan pada sektor pertanian yaitu Ba’i Al Salam. Salam merupakan sebuah teknik/kontrak dimana penjual produk pertanian (petani) dapat menjual produk pertaniannya pada awal musim tanam dan kemudian mengirimkan hasil produknya kepada pembeli di masa yang akan datang, pembeli melakukan pembayaran di muka (Karim, 2007). Hal tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan petani, dimana membutuhkan modal ketika diawal musim tanam. Pada pembiayaan yang menggunakan akad salam maka banyak syarat yang perlu dipenuhi yaitu pembiayaan harus dibayar dimuka dengan sekaligus dan komoditi yang diminta harus jelas dan mendetil kuantitas dan kualitasnya agar tidak menimbulkan konflik dimasa yang akan datang ketika panen. Penerapan Ba’i Al Salam dirasa tepat untuk diterapkan mengingat terdapat unit usaha pemasaran hasil produksi yang dijalankan oleh LKMA-S dimana pada seat panen membeli sebagian hasil produksi dari petani anggota Gapoktan. Unit usaha tersebut tetap dapat dijalankan sekaligus sebagai suatu langkah pembiayaan petani yaitu dengan penerapan pola Salam dimana pada saat awal musim tanam pihak LKMA-S melakukan akad yaitu membeli
87
sejumlah hasil produksi petani, dan pada saat musim panen petani menyerahkan sejumlah hasil produksi yang telah dipesan oleh pihak LKMA-S pada saat akad. Banyak pihak yang menilai bahwa akad salam sama dengan sistem ijon. Akan tetapi, pada salam telah ditentukan secara pasti kualitas dan kuantitas dari barang yang diperjualbelikan. Gulaid (1995) memaparkan mengenai beberapa aplikasi dalam pertanian yang dapat diterapkan seperti pembiayaan dengan pola musharaka, termasuk berbagai macam bentuk akad di dalamnya, murabahah, dan salam. Penyaluran dana PUAP oleh LKMA-S dapat dianggap telah berhasil apabila mengacu pada indikator keberhasilan program PUAP yaitu tersalurkannya BLM-PUAP pada petani. Akan tetapi, dilihat dari pemanfaatan petani dimana dana pembiayaan yang diterima oleh petani tidak secara keseluruhan dialokasikan untuk usahatani. Hal ini menunjukkan diperlukan pengawasan dan pembinaan yang dijalankan oleh LKMA-S. Jumlah tunggakan yang cukup besar mengindikasikan bahwa pengawasan dan pembinaan memang perlu dilakukan. Perbaikan LKMA-S yang dilakukan secara terpisah tidak akan mempengaruhi banyak terhadap keberhasilan program PUAP apabila tidak diiringi dengan perbaikan pada Gapoktan Subur Rejeki sendiri. Berdasarkan hasil penelusuran lapangan, banyak dari petani di wilayah Sukaresmi yang tidak mengetahui
keberadaan
Gapoktan
maupun
kelompok
tani.
Selain
itu,
permasalahan yang dihadapi oleh petani anggota Gapoktan Subur Rejeki tidak hanya terkait dengan permodalan. Berdasarkan wawancara yang dilakukan, sebesar 30 persen dari petani responden non penerima PUAP menuturkan alasan tidak mengajukan pembiayaan salah satunya adalah masih terpenuhinya modal oleh pribadi (Tabel 21).
88
Tabel 21. Alasan Petani Responden Non Penerima PUAP Tidak Mengajukan Pembiayaan Pada Musim Tanam Kemarau 2009 Alasan
Jumlah (Orang)
Presentase (%)
Prosedur yang berbelit-belit
2
6,67
lahan garapan sedikit
1
3,33
Modal masih bisa terpenuhi
9
30,00
Ada tengkulak
1
3,33
Takut terpakai (uang)
1
3,33
Takut tidak bisa
8
26,67
Tidak ingin punya hutang
1
3,33
Tidak tahu mengenai PUAP
7
23,33
30
100
mengembalikan
Total PUAP
sebagai
program
yang
bertujuan
untuk
memberdayakan
kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis dapat menjadi acuan bagi LKMA-S dan Gapoktan sendiri bahwa program PUAP tidak semata-mata fokus dalam pembiayaan modal bagi petani, pembinaan bagi petani serta pengembangan usaha agribisnis seperti pemasaran atau pengolahan hasil produksi juga perlu mendapatkan perhatian.
Adapun
ketidaktahuan mengenai adanya program PUAP bagi petani anggota non penerima PUAP dapat disebabkan oleh dua hal yaitu sosialisasi PUAP oleh LKMA-S dan Gapoktan yang tidak mencakup seluruh petani anggota Gapoktan atau petani anggota yang bersangkutan tidak aktif dalam kegiatan Gapoktan. Dalam pengelolaan PUAP diperlukan partisipasi aktif dari anggota Gapoktan. Hal yang menjadi fokus dari PUAP selain dari penyediaan modal bagi petani juga penguatan organisasi tani yaitu Gapoktan. Selain itu, yang menjadi kekurangan dalam pengelolaan dana PUAP pada Gapoktan Subur Rejeki adalah tidak adanya penyuluh lapangan harian yang bertugas. Dalam pedoman umum PUAP disebutkan bahwa untuk mencapai hasil yang maksimal dalam pelaksanaan PUAP, Gapoktan didampingi oleh tenaga Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani.
89
Dalam rancangan pengelolaan dana PUAP, sebaiknya dialokasikan dana khusus untuk penguatan kelembagaan seperti dana untuk pelatihan dan pembinaan. Berdasarkan hasil wawancara baik dengan petani responden penerima PUAP maupun non penerima PUAP, banyak dari petani yang mengharapkan pembinaan dari pihak Gapoktan. Rasa kebersamaan antar petani dalam Gapoktan dan perbaikan dalam tubuh kepengurusan Gapoktan menjadi langkah awal yang sebaiknya dilakukan demi tercapainya tujuan PUAP.
90
VII PENGARUH PENYALURAN DANA PUAP 7.1. Pengaruh Pembiayaan PUAP terhadap Produktivitas dan Pendapatan Usahatani Padi Pembiayaan yang disalurkan oleh LKMA-S bertujuan untuk membantu petani anggota Gapoktan dalam memenuhi kebutuhan modal usahatani yang dilakukan seperti, benih, pupuk, tenaga kerja, dan obat-obatan. Pada kenyataannya, dana PUAP yang diperoleh oleh petani tidak hanya ditujukan untuk menambah modal usahatani saja. Terdapat beberapa petani yang menggunakan dana PUAP untuk menambah modal usaha sampingan, seperti budidaya ikan, mengusahakan tanaman lain, dan usaha dagang serta untuk memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga. Pemanfaatan dana PUAP oleh petani penerima PUAP pada musim tanam kemarau 2009 ditunjukkan pada Tabel 22. Tabel 22. Pemanfaatan Dana PUAP oleh Petani Responden Penerima PUAP di Gapoktan Subur Rejeki pada Musim Tanam Kemarau 2009 Pemanfaatan Dana PUAP Menambah modal usahatani Menambah modal usahatani dan usaha sampingan Menambah modal usahatani dan konsumsi Total
Berdasarkan
Tabel
22
Jumlah (Orang) 17 5
Persentase (%) 61,54 19,23
5 26
19,23 100
menunjukkan
61,54
persen
responden
memanfaatkan dana PUAP untuk menambah modal usahataninya, 19,23 persen responden memanfaatkan dana PUAP untuk menambah modal usahatani dan usaha sampingannya, serta sisanya sebesar 19,23 persen dari jumlah responden memanfaatkan dana PUAP untuk menambah modal usahataninya dan konsumsi. Pembiayaan dana PUAP bagi petani memberikan kemudahan untuk membeli sarana produksi, dan umumnya tidak mengubah proporsi penggunaan sarana produksi. Modal usahatani yang dimaksud adalah benih, pupuk, biaya tenaga kerja, dan obat-obatan. Kegiatan usaha LKMA-S dalam penyediaan modal dapat mempengaruhi kemampuan petani dalam pembelian faktor produksi usahatani (lahan, modal, tenaga kerja dan manajemen) baik dari segi kualitas maupun kuantitas sehingga akan berpengaruh terhadap fungsi produksi petani. Dalam melihat faktor produksi yang berpengaruh terhadap hasil produksi padi, maka dari itu dilakukan analisis 91
fungsi produksi pada kedua kelompok responden yaitu petani reponden penerima PUAP dan petani responden non penerima PUAP dimana usahatani yang dijalankan adalah sama dengan lokasi yang relatif sama. Hasil dari analisis ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagi pihak LKMA-S mengenai pembiayaan dalam bentuk apa yang akan lebih berpengaruh terhadap peningkatan hasil produksi pada usahatani padi Desa Sukaresmi. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani sebagai salah satu tujuan PUAP yang diharapkan dapat terwujud. 7.1.1. Analisis Fungsi Produksi Analisis fungsi produksi dilakukan dengan tujuan untuk melihat pengaruh PUAP terhadap penggunaan faktor produksi yang digunakan. Hasil analisis fungsi produksi sering dipakai untuk melihat dan mengevaluasi pengaruh bantuan pemerintah dalam menaikan produksi pertanian (Soekartawi et al, 1984). Pada penelitian ini model fungsi yang digunakan adalah model fungsi produktivitas yang merupakan fungsi regresi linear berganda. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh adalah benih per lahan, tenaga kerja per lahan, pupuk N per lahan, pupuk P per lahan, pupuk K per lahan, obat-obatan dalam bentuk cair per lahan, dan obat-obatan dalam bentuk padat per lahan. Ketepatan model diuji dengan menggunakan uji statistik, yaitu uji t-hitung, uji F-hitung, dan koefisien determinasi. Model fungsi produktivitas padi petani responden merupakan model yang diduga dapat menggambarkan hubungan antara hasil produksi per lahan dengan faktor-faktor produksi yang mempengaruhinya. Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda terhadap fungsi produktivitas padi petani responden diperoleh persamaan: Y/L = 3361 - 14,9 benih/L + 10,1 TK/L + 5,78 N/L - 0,7 P/L + 26,7 K/L + 369 Cair/L - 2,2 Padat/L + 511 Kepesertaan PUAP Fungsi produktivitas padi petani responden yang dihasilkan setelah memenuhi asumsi normalitas. Hal ini ditunjukkan oleh hasil pengujian Anderson darling (Lampiran 2) yaitu P-value menunjukkan angka 0,374 lebih besar dari alpha lima persen artinya data sisaan menyebar normal. Asumsi selanjutnya yang harus dipenuhi adalah heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi masalah ini dapat 92
dilihat melalui gambar plot residual (Lampiran 3). Grafik plot tersebut dapat menunjukkan bahwa data juga tidak menggambarkan pola tertentu, sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas. Dapat dilihat pada Lampiran 3, dimana hasil uji Bartlett didapatkan P-value yang lebih besar dari α sebesar lima persen yaitu sebesar 0,520. Berdasarkan hasil pengujian tersebut asumsi heteroskedastisitas sudah terpenuhi. Asumsi multikolinieritas juga terpenuhi, hal ini ditunjukkan dengan nilai VIF (Variance Inflation Faktor) yang dihasilkan oleh masing-masing variabel independen pada model yang dibangun tidak lebih dari 10. Uji kebebasan sisaan menggunakan runs-test dan hasilnya menunjukkan bahwa sisaan dari data adalah saling bebas atau tidak terdapat autokolerasi. Hasil pendugaan model fungsi produktivitas padi petani responden di Gapoktan Subur Rejeki ditunjukkan pada Tabel 23. Hasil regresi dari fungsi produktivitas menunjukkan variabel factor produksi per lahan yang berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi petani responden adalah tenaga kerja per satuan lahan dan pupuk K per lahan. Adapun kepesertaan petani sebagai peserta PUAP tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap produktivitas padi. Tabel 23. Hasil Pendugaan Model Fungsi Produktivitas Padi Petani Responden di Gapoktan Subur Rejeki pada Musim Tanam Kemarau 2009 Prediktor Konstanta Benih/L (kg) Tenaga Kerja/L (HKP)
Koef 3360,800
T
P
VIF
Elastisitas
3,680
0,001
-14,870 -1,140
0,262
1,780
-0,128
10,052
1,930
0,060
1,855
0,288
5,781
1,040
0,304
1,574
0,107
Pupuk P/L (kg)
-0,740 -0,050
0,957
1,425
-0,004
Pupuk K/L (kg)
26,650
2,010
0,050
1,417
0,133
369,000
1,370
0,177
1,047
0,026
-2,210 -0,050
0,958
1,615
-0,001
0,345
1,100
Pupuk N/L (kg)
Obat Cair/L (liter) Obat Padat/L (kg) Dummy “Kepesertaan PUAP”
511,200
0,950
R-Sq =24,1%
R-Sq(adj) = 11,2%
F-hitung = 1,87
P-value
= 0,088
Runs test = 0,992
93
Tabel 23 merangkum hasil regresi model fungsi produktivitas padi petani responden. Hasil regresi yang diperoleh menunjukkan nilai koefisien determinasi (R-Sq) adalah sebesar 24,1 persen dan nilai koefisien determinan terkoreksi (R-Sq (adj)) adalah sebesar 11,2 persen. Nilai R-Sq ini menunjukkan bahwa variabelvariabel faktor produksi dapat menjelaskan sekitar 24,1 persen dari variasi nilai produksi (Y) pada petani responden penerima PUAP dan sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model. Hasil dari uji F diketahui bahwa nilai F hitung pada fungsi produktivitas petani responden menunjukkan nilai 1,87 yang lebih besar dibandingkan dengan nilai F-tabel untuk α= 0,1 yaitu 1,43. Nilai tersebut menunjukkan bahwa model fungsi produktivitas petani responden nyata pada selang kepercayaan 90 persen. Penggunaan alpha sepuluh persen ditujukan untuk merangkum kemungkinan bias yang terjadi di lapangan. Interpretasi dari model hasil pendugaan fungsi produktivitas petani responden adalah sebagai berikut: 1) Variabel Boneka (Variabel Dummy) “Kepesertaan PUAP” Penyaluran dana PUAP kepada petani diharapkan dapat membantu petani dalam pemenuhan kebutuhan modal produksi yang diharapkan dapat mendukung terhadap peningkatan pendapatan melalui usaha yang dijalankan dimana dalam hal ini adalah usahatani yang dijalankan oleh petani penerima PUAP. Kepesertaan dari petani anggota Gapoktan sebagai penerima PUAP dijadikan variabel boneka (variabel dummy). Hal ini diduga bahwa petani anggota Gapoktan yang menerima PUAP memiliki kemampuan yang lebih baik dalam pemenuhan kebutuhan faktor produksi dibandingkan dengan petani yang tidak menerima PUAP sehingga diharapkan hasil produksi petani penerima PUAP juga lebih baik dibandingkan dengan petani non penerima PUAP. Dari hasil regresi diperoleh nilai P-value untuk variabel dummy PUAP sebesar 0,345 apabila dibandingkan dengan nilai α (0,1), maka P-value > α . Hal ini menunjukkan bahwa variabel dummy kepesertaan PUAP tidak signifikan mempengaruhi produktivitas padi petani responden. Tanda estimasi yang dimiliki oleh variabel dummy kepesertaan PUAP bernilai positif. Nilai koefisien dari variabel dummy PUAP sebesar 511. Hal ini menunjukkan apabila petani dalam kepesertaan PUAP sebagai penerima PUAP, maka produktivitas padi penerima PUAP per hektar lebih banyak 511
94
kg dibandingkan dengan petani non penerima PUAP, ceteris paribus. Berdasarkan rata-rata produktivitas padi, petani penerima PUAP memiliki kecenderungan produktivitas padi lebih baik dibandingkan dengan rata-rata produkivitas padi petani non penerima PUAP, akan tetapi perbedaannya tidak signifikan (Tabel 24). Tabel 24. Perbandingan Rata-Rata Produktivitas Padi Petani Penerima PUAP dan Petani Non Penerima PUAP di Desa Sukaresmi Musim Tanam Kemarau 2009 Uraian Penerima PUAP Non Penerima PUAP
Produktivitas Padi (kg) 6.159,19 5.523,41
Pada dasarnya keragaan usahatani yang dijalankan oleh petani responden penerima PUAP maupun petani responden non penerima PUAP adalah sama. Dengan kondisi lahan yang relatif sama, teknik budidaya yang relatif sama, dan penggunaan faktor produksi yang sama menyebabkan adanya perbedaan kepesertaan sebagai penerima PUAP dan non penerima PUAP tidak mempengaruhi terhadap produktivitas padi. Hal ini ditunjukkan dengan ratarata penggunaan dari setiap faktor produksi per lahan yang digunakan oleh petani responden penerima PUAP dan petani responden non penerima PUAP (Tabel 25). Tabel 25. Jumlah Rata-Rata Penggunaan Faktor Produksi per Lahan Petani Responden Musim Kemarau 2009 Faktor Produksi
Penerima PUAP
Non Penerima PUAP
Benih/L (kg)
57,222
50,356
TK/L (HKP)
193,729
163,831
N/L (kg)
118,041
111,184
P/L (kg)
36,561
36,987
K/L (kg)
29,134
32,308
Obat Cair/L (liter)
0,283
0,562
Obat Padat/L (kg)
3,935
2,054
Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan petani responden penerima PUAP menyatakan bahwa setelah menerima PUAP, jumlah faktor produksi
95
yang digunakan adalah relatif sama dengan yang digunakan sebelum menerima PUAP. Para petani responden penerima PUAP lebih memegang terhadap keterampilan dan pengetahuan yang mereka miliki selama menjalankan usahatani padi.
Hal ini menjadi salah satu bukti bahwa
kepesertaan dalam PUAP tidak menyebabkan jumlah faktor produksi yang digunakan petani penerima PUAP berbeda dengan petani non penerima PUAP. 2) Benih Benih dalam usahatani termasuk ke dalam salah satu unsur pokok usahatani yaitu modal. Benih sebagai modal usahatani digolongkan sebagai bahanbahan pertanian (Hernanto, 1989). Oleh karena itu benih dijadikan sebagai salah satu variabel dependent dari fungsi produktivitas padi petani responden. Berdasarkan hasil regresi diperoleh nilai P-value untuk benih per hektar sebesar 0,262 apabila dibandingkan dengan nilai α (0,1), maka P-value > α maka hal ini menunjukkan bahwa penggunaan benih per hektar tidak signifikan mempengaruhi produktivitas padi. Koefisien benih per lahan bernilai negatif menjelaskan bahwa dengan bertambahnya jumlah benih per hektar yang digunakan akan berpengaruh pada penurunan produktivitas padi. Elastisitas jumlah benih per hektar terhadap produktivitas padi dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,128. Artinya jika jumlah benih per hektar yang digunakan bertambah sebesar satu persen maka produktivitas padi akan menurun sebesar 0,128 persen, ceteris paribus. Hal ini dapat menjadi indikasi bahwa penggunaan benih per hektar pada usahatani padi petani responden telah melewati titik dimana kenaikan faktor produksi yang digunakan juga akan meningkatkan hasil produksi. Rata-rata penggunaan benih petani responden penerima PUAP dan petani responden non penerima PUAP adalah 47,76 kg per hektar dan 44,36 kg per hektar, sedangkan anjuran yang diberikan penyuluh pertanian adalah 25 kg per hektar. Sebaran petani responden berdasarkan jumlah penggunaan benih per hektar ditunjukkan pada Tabel 26. Tabel 26 menunjukkan sebaran petani responden berada pada rentang yang jauh lebih besar dari jumlah penggunaan benih per hektar yaitu 25 kilogram.
96
Hal ini menyebabkan variabel benih per hektar menjadi tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi. Hal ini dikarenakan jumlah rumpun bibit padi yang digunakan per satu titik tanam terlalu banyak, menyebabkan daya serap dari bibit yang telah ditanam tidak optimal atau yang disebut kompetisi interspesies. Hal ini dapat menyebabkan produksi padi menjadi menurun. Pada dasarnya penyuluhan mengenai teknik budidaya usahatani padi tepat guna telah diselenggarakan di Desa Sukaresmi. Akan tetapi, banyak dari petani responden yang tidak mengikuti penyuluhan tersebut. Adapun sebagian besar dari petani responden yang mengikuti penyuluhan tidak menerapkan hasil dari penyuluhan. Petani di Desa Sukaresmi masih banyak yang beranggapan bahwa apabila penggunaan bibit per rumpunnya sedikit dikhawatirkan akan habis dimakan keong. Benih yang digunakan oleh petani sebaiknya menggunakan benih dari toko yang memiliki kualitas lebih baik dengan jumlah penggunaan yang dianjurkan. Tabel 26. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Jumlah Penggunaan Benih per lahan Musim Kemarau 2009 No.
Benih/L (kg)
1 0-25
Penerima PUAP
Proporsi (%)
Non Penerima PUAP
Proporsi (%)
3
11,54
4
13,33
2 25,1-50
13
50,00
13
43,33
4 > 50
10
38,46
13
43,33
Jumlah Total
26
100
30
100
3) Tenaga Kerja Dalam fungsi produktivitas yang dihasilkan tidak dilakukan pemisahan mengenai asal tenaga kerja yang digunakan. Jumlah tenaga kerja yang digunakan sebagai penyusun fungsi produktivitas padi petani responden penerima PUAP merupakan jumlah gabungan antara tenaga kerja luar keluarga (TKLK) dan tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) yang digunakan per satuan lahan. Berdasarkan hasil regresi diperoleh nilai P-value untuk tenaga kerja per lahan sebesar 0,060 apabila dibandingkan dengan nilai α (0,1), maka P-value < α, hal ini menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja signifikan mempengaruhi produktivitas padi.
97
Koefisien tenaga kerja bernilai positif menjelaskan bahwa dengan bertambahnya jumlah tenaga kerja per lahan yang digunakan
akan
berpengaruh pada peningkatan produktivitas padi. Elastisitas jumlah tenaga kerja per lahan terhadap produktivitas padi dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,288. Artinya jika jumlah tenaga kerja per lahan yang digunakan bertambah sebesar satu persen maka akan meningkatkan produktivitas padi sebesar 0,288 persen, ceteris paribus. Penambahan tenaga kerja terutama diperlukan untuk aktivitas pemeliharaan seperti penyiangan, pengendalian hama tanaman (tikus) dengan pembersihan pematang. Penyiangan jarang dilakukan petani responden dikarenakan tidak ada rumput pengganggu di lahan.
Akan tetapi, penyiangan ini penting
dilakukan untuk menggemburkan tanah di sekitar tanaman sehingga ruang gerak dari akar tanaman untuk penyerapan unsur hara lebih baik. Selain itu, pembersihan pematang setelah pemupukan yang kedua penting dilakukan agar tidak ada ruang untuk hama tikus bersembunyi. 4) Pupuk N Pupuk N memiliki peranan yang penting dalam usahatani padi yaitu untuk awal pertumbuhan vegetatif. Hasil dari pertumbuhan vegetatif selanjutnya akan mempengaruhi pertumbuhan generatif. Oleh karena itu, pupuk N dijadikan sebagai salah satu variabel dependent dari fungsi produktivitas padi petani responden. Berdasarkan hasil regresi diperoleh nilai P-value untuk pupuk N per lahan sebesar 0,304 apabila dibandingkan dengan nilai α (0,1), maka P-value > α maka hal ini menunjukkan bahwa variabel pupuk N per lahan tidak signifikan mempengaruhi produktivitas padi. Hal ini menjadi tidak sama dengan dugaan awal mengenai pupuk N yang diduga berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi. Nilai koefisien pupuk N bernilai positif menjelaskan bahwa dengan bertambahnya jumlah pupuk N yang digunakan akan berpengaruh pada peningkatan produktivitas padi. Elastisitas jumlah pupuk N per hektar terhadap produktivitas padi dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,107. Artinya jika jumlah pupuk N per hektar yang digunakan bertambah
sebesar satu persen maka produktivitas padi akan meningkat sebesar 0,107
98
persen, ceteris paribus. Rata-rata penggunaan pupuk N oleh petani responden penerima PUAP dan petani responden non penerima PUAP secara berturutturut adalah 98,28 kg per hektar dan 111,89 kg per hektar, sedangkan anjuran penggunaan pupuk N adalah 46 kg per hektar. Adapun sebaran petani responden berdasarkan jumlah pupuk N yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Jumlah Penggunaan Pupuk N per Lahan Musim Kemarau 2009 No.
Pupuk N/L (kg) 1 < 46 2 > 46
Jumlah Total
Penerima PUAP 1
Proporsi (%) 3,85
Non Penerima PUAP 1
Proporsi (%) 3,33
25
96,15
29
96,67
26
100
30
100
Tabel 27 menunjukkan bahwa jumlah penggunaan pupuk N per lahan tidak mempengaruhi produktivitas padi, karena jumlah penggunaan pupuk N per lahan yang paling mendominasi baik petani penerima PUAP maupun non penerima PUAP adalah di atas 46 kilogram per satuan lahan. Jumlah petani responden penerima PUAP petani responden non penerima PUAP yang menggunakan jumlah pupuk N per lahan di atas 46 kilogram secara berturutturut adalah sebanyak 25 orang atau 96,15 persen dari jumlah keseluruhan petani responden penerima PUAP dan 29 orang atau 96,67 persen dari jumlah keseluruhan petani responden non penerima PUAP. Hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan petani responden menggunakan pupuk N terlalu banyak. Jumlah penggunaan benih yang terlalu banyak disebabkan masih banyak petani yang menggunakan benih lokal (benih ngepruk) dimana kualitasnya tidak terlalu baik sehingga tidak terlalu mendukung terhadap peningkatan produktivitas padi. Hal ini menyebabkan jumlah pupuk N per lahan menjadi tidak berpengaruh nyata dalam peningkatan produktivitas padi. 5) Pupuk P Pupuk P berperan penting pada tumbuhan yaitu untuk metabolisme di dalam fisiologis tumbuhan, apabila metabolismenya bagus maka energi yang
99
dihasilkan juga bagus yang nantinya akan berpengaruh pada pertumbuhan tanaman. Berdasarkan hasil regresi menunjukkan nilai P-value untuk pupuk P sebesar 0,957 apabila dibandingkan dengan nilai α (0,1), maka P-value > α maka hal ini menunjukkan bahwa variabel pupuk P per lahan tidak signifikan mempengaruhi produktivitas padi. Hal ini menjadi tidak sesuai dengan dugaan awal yaitu pupuk P berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi. Koefisien pupuk P per lahan bernilai negatif menjelaskan bahwa dengan bertambahnya jumlah pupuk P per lahan yang digunakan akan berpengaruh pada penurunan produktivitas padi. Elastisitas jumlah pupuk P per lahan terhadap produktivitas padi dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,004. Artinya jika jumlah pupuk P per lahan yang digunakan bertambah
sebesar satu persen maka produktivitas akan menurun sebesar 0,004 persen, ceteris paribus. Jumlah rata-rata pupuk P oleh petani penerima PUAP dan petani non penerima PUAP secara berturut-turut adalah 33,26 kg per hektar dan 36,05 kg per hektar. Jumlah rata-rata dari penggunaan pupuk P oleh petani responden mendekati jumlah anjuran penggunaan P untuk tanaman padi yaitu 36 kg per hektar. Oleh karena itu, perlu dilihat mengenai sebaran petani responden berdasarkan jumlah penggunaan pupuk P per lahan (Tabel 28). Tabel 28. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Jumlah Penggunaan Pupuk P per Lahan Musim Kemarau 2009
1
< 36
12
Proporsi (%) 46,15
2
> 36
14
53,85
13
43,33
Jumlah Total
26
100
30
100
No.
Pupuk P/L (kg)
Penerima PUAP
Non Penerima PUAP 17
Proporsi (%) 56,67
Tabel 28 menunjukkan sebaran petani yang menggunakan jumlah pupuk di bawah dan di atas 36 kilogram relatif sama. Hal ini yang menyebabkan jumlah pupuk P per lahan yang digunakan tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi.
100
6) Pupuk K Unsur K dalam tanaman padi berperan penting dalam pertumbuhan generatif yaitu pada pembungaan, apabila pembungaan pada padi bagus maka perbulirannya akan bagus.
Hal ini yang menjadi alasan bahwa unsur K
berpengaruh terhadap produksi padi yang dihasilkan. Kebutuhan unsur K pada tanaman dapat diperoleh dari penggunaan pupuk anorganik yang mengandung unsur K yaitu KCl, phonska. Hal ini sejalan dengan hasil regresi yang menunjukkan nilai P-value untuk pupuk K per lahan sebesar 0,05 apabila dibandingkan dengan nilai α (0,1) maka P-value < α, hal ini menunjukkan bahwa variabel pupuk K per lahan signifikan mempengaruhi produktivitas padi. Koefisien pupuk K per lahan bernilai positif menjelaskan bahwa dengan bertambahnya jumlah pupuk K per lahan yang digunakan akan berpengaruh pada peningkatan produktivitas padi. Elastisitas jumlah pupuk K per lahan terhadap hasil produksi padi dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,133. Artinya jika jumlah pupuk K per lahan yang digunakan bertambah sebesar satu persen maka produktivitas padi akan meningkat sebesar 0,133 persen, ceteris paribus. Rata-rata penggunaan pupuk K oleh petani responden penerima PUAP dan petani responden non penerima PUAP secara berturut-turut adalah adalah 30,30 kg per hektar dan 31,72 kg per hektar, sedangkan anjuran penggunaan pupuk K adalah 60 kg per hektar. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan pupuk K oleh petani responden belum memenuhi kebutuhan pupuk K pada tanaman padi. Sebaran petani responden berdasarkan jumlah penggunaan pupuk K selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Jumlah Penggunaan Pupuk K per Lahan Musim Kemarau 2009 No.
Pupuk K (kg)
Penerima PUAP
Proporsi (%)
Non Penerima PUAP
Proporsi (%)
1
< 60
23
88,46
28
93,33
2
> 60
3
11,54
2
6,67
Jumlah Total
26
100
30
100
101
Tabel 29 menunjukkan jumlah responden baik penerima PUAP maupun non penerima PUAP didominasi dengan petani responden yang penggunaan pupuk K di bawah anjuran penggunaan. Hal ini menyebabkan dengan penambahan pupuk K per lahan yang digunakan dapat mempengaruhi dalam peningkatan produktivitas padi petani responden.
Selama ini, dalam
memenuhi kebutuhan unsur K untuk tanaman padi, petani menggunakan pupuk majemuk yaitu phonska dimana kandungan dari unsur K pada pupuk phonska adalah 15 persen.
Petani sebaiknya menggunakan pupuk yang
mengandung unsur K dalam jumlah tinggi yaitu KCl. Dengan peningkatan penggunaan pupuk K (di bawah batas penggunaan maksimum), maka pembungaan dan perbuliran padi akan lebih baik sehingga produksi yang dihasilkan akan meningkat. 7) Obat Cair Obat cair digunakan dalam usahatani ditujukan untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman yang dapat mengganggu pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi. Oleh karena itu, dengan penggunaan obat cair diharapkan dapat menjaga produksi tanaman padi. Berdasarkan hasil regresi diperoleh nilai P-value untuk obat cair per lahan sebesar 0,177 apabila dibandingkan dengan nilai α (0,1) maka P-value > α, hal ini menunjukkan bahwa variabel obat cair per lahan tidak signifikan mempengaruhi produktivitas padi. Koefisien obat cair per lahan bernilai positif menjelaskan bahwa dengan bertambahnya jumlah obat cair yang digunakan akan berpengaruh pada peningkatan produktivitas padi. Elastisitas jumlah obat cair per hektar terhadap produktivitas padi dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,026. Artinya jika jumlah obat cair yang digunakan per hektar bertambah sebesar satu persen maka produktivitas padi akan meningkat sebesar 0,026 persen, ceteris paribus. Perbedaan jumlah obat cair per lahan yang digunakan oleh petani responden baik petani responden penerima PUAP maupun non penerima PUAP menunjukkan produktivitas yang relatif tidak jauh berbeda. Adapun sebaran petani responden berdasarkan jumlah obat cair yang digunakan oleh petani responden selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 30.
102
Tabel 30. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Jumlah Penggunaan Obat Cair per Lahan Musim Kemarau 2009 No.
Obat Cair/L (liter)
1 0
Penerima PUAP
Proporsi Non Penerima (%) PUAP
Proporsi (%)
18
69,23
20
66,67
2 0,01-1
5
19,23
3
10,00
3 >1
3
11,54
7
23,33
26
100
30
100
Jumlah Total
Tabel 30 menunjukkan bahwa jumlah penggunaan obat cair per lahan tidak mempengaruhi produktivitas padi, karena jumlah penggunaan obat cair yang paling mendominasi baik petani penerima PUAP maupun non penerima PUAP adalah nol liter atau petani yang tidak menggunakan obat cair. Jumlah petani responden penerima PUAP yang tidak menggunakan obat cair sebanyak 18 orang atau sebesar 69,23 persen dari jumlah keseluruhan petani responden penerima PUAP sedangkan jumlah petani responden non penerima PUAP yang tidak menggunakan obat cair sebanyak 20 orang atau 66,67 persen dari jumlah keseluruhan petani responden non penerima PUAP. Berdasarkan hal tersebut menunjukkan jumlah penggunaan obat cair tidak memiliki pengaruh nyata dalam peningkatan produktivitas padi. Penggunaan obat dalam usahatani padi tidak dijalankan oleh semua petani. Penggunaan obat oleh sebagian besar petani di Desa Sukaresmi dilakukan kondisional yaitu apabila ada serangan hama yang tidak dapat ditangani melalui penanganan oleh manusia misalnya penyiangan, maka penyemprotan dengan penggunaan obat cair dijadikan sebagai solusi. Banyaknya petani yang tidak menggunakan dikarenakan adanya keterbatasan modal. Banyak petani yang menuturkan bahwa dengan melakukan penyemprotan atau tidak, hasil yang diperoleh tidak terlalu jauh berbeda. 8)
Obat Padat Penggunaan obat padat berbeda halnya dengan penggunaan obat cair. Obat cair biasanya digunakan pada pertengahan musim, sedangkan penggunaan obat padat biasanya digunakan bersamaan dengan pemupukan yang pertama kali.
Obat padat yaitu furadan memiliki peranan sebagai insektisida.
103
Berdasarkan hasil regresi menunjukkan nilai P-value untuk obat padat sebesar 0,958 apabila dibandingkan dengan nilai α (0,1) maka P-value > α maka hal ini menunjukkan bahwa variabel obat padat per lahan tidak signifikan mempengaruhi produktivitas padi. Koefisien obat padat per lahan bernilai negatif menjelaskan bahwa dengan bertambahnya jumlah obat padat per lahan yang digunakan akan berpengaruh pada penurunan produktivitas padi. Elastisitas jumlah obat padat per lahan terhadap produktivitas padi dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,001. Artinya jika jumlah obat padat per lahan yang digunakan bertambah sebesar satu persen maka produktivitas padi akan menurun sebesar 0,001 persen, ceteris paribus. Obat padat per lahan menjadi tidak signifikan terhadap produktivitas padi dikarenakan jumlah penggunaan obat padat per lahan yang mendominasi adalah nol kilogram atau tidak menggunakan obat padat.
Hal ini yang
menyebabkan jumlah penggunaan obat padat per lahan menjadi tidak signifikan terhadap produktivitas padi petani responden.
Sebaran petani
responden berdasarkan jumlah penggunaan obat padat per lahan dapat dilihat pada Tabel 31. Tabel 31. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Jumlah Penggunaan Obat Padat per Lahan Musim Kemarau 2009 No.
Obat Padat
Penerima
(kg)
PUAP
Proporsi Non Penerima (%)
PUAP
Proporsi (%)
1 0
16
61,538
23
76,67
2 < 0,1
10
38,462
7
23,33
26
100
30
100
Jumlah Total
Koefisien dari obat padat bernilai negatif menunjukkan bahwa penambahan jumlah obat padat per lahan menyebabkan produktivitas padi menurun. Hal ini dikarenakan penggunaan obat padat seharusnya tidak terlalu banyak dan ketika penggunaan obat padat dalam jumlah banyak akan memberikan hasil yang tidak jauh berbeda dengan penggunaan obat padat dalam jumlah sesuai kebutuhan tanaman
104
Dari hasil regresi menunjukkan banyak faktor produksi yang tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas. Hal ini mungkin dapat disebabkan karena penggunaan faktor produksi yang digunakan kurang tepat baik dari segi kualitas maupun dari segi kuantitas.
Contohnya, jumlah penggunaan benih,
pupuk N, pupuk K, obat padat yang telah melebihi anjuran dari penyuluhan yang diberikan oleh Dinas Pertanian. Selain itu, berdasarkan hasil regresi menunjukkan bahwa penambahan dalam penggunaan factor produksi tidak memiliki pengaruh nyata terhadap produktivitas. Hal ini menunjukkan penyaluran dana PUAP pada Gapoktan Subur Rejeki sebagai upaya peningkatan produktivitas dari usahatani yang dijalankan tidak dapat secara langsung mempengaruhi peningkatan pendapatan
petani.
Penyaluran
dana
PUAP
dapat
dialokasikan
untuk
pengembangan usaha lainnya yang dijalankan oleh petani. Hal ini didasarkan kepada salah satu indikator keberhasilan PUAP yaitu peningkatan pendapatan, sehingga pengembangan pada usaha lainnya memungkinkan untuk dijalankan. Peranan Gapoktan diperlukan untuk mengarahkan petani agar usaha yang dijalankan oleh petani masih dalam ruang lingkup agribisnis. Gapoktan Subur Rejeki perlu lebih giat lagi untuk meningkatkan parisipasi aktif dari petani yang pada awalnya perlu dilakukan penguatan dalam Gapoktan Subur Rejeki sendiri. Hal ini dikarenakan PUAP memiliki titik fokus selain dari bantuan pembiayaan terhadap petani juga memiliki fokus terhadap pengembangan agribisnis di perdesaan salah satunya dengan meningkatkan peranan kelembagaan Gapoktan sebagai lembaga ekonomi pertanian yang dimiliki dan dikelola oleh petani anggota. 7.1.2. Pengaruh Pembiayaan PUAP terhadap Pendapatan Usahatani Padi Peningkatan pendapatan sebagai salah satu indikator keberhasilan dari terselenggaranya PUAP mendasari dilakukannya analisis pendapatan usahatani petani responden penerima PUAP dan petani responden non penerima PUAP. Terdapat perbedaan yang mendasar dari komponen yang terdapat dalam kedua analisis pendapatan petani responden penerima PUAP dan petani responden non penerima PUAP yaitu adanya marjin keuntungan yang harus dibayarkan oleh petani responden penerima PUAP kepada pihak LKMA-S. Oleh karena itu, akan
105
dilihat dari hasil analisis pendapatan yang ada, usahatani pihak mana yang lebih layak untuk dijalankan. Analisis pendapatan usahatani meliputi analisis penerimaan, analisis biaya, analisis pendapatan serta analisis R/C rasio usahatani padi baik responden penerima
PUAP
maupun
non
penerima
PUAP.
Analisis
ini
juga
memperhitungkan analisis nilai yang bersifat tunai dan diperhitungkan yang membandingkan antara petani responden penerima PUAP dan petani responden non penerima PUAP. 7.1.2.1. Analisis Penggunaan Sarana Produksi Analisis penggunaan sarana produksi merupakan analisis input-input produksi yang digunakan petani seperti benih, pupuk, dan tenaga kerja. Analisis ini dilakukan pada usahatani padi petani responden penerima PUAP dan petani responden non penerima PUAP pada musim kemarau 2009. Tabel 25 menunjukkan bahwa jumlah benih yang digunakan usahatani padi petani responden penerima PUAP menggunakan lebih banyak daripada benih yang digunakan usahatani
padi responden non penerima PUAP.
Hal ini
dikarenakan banyak dari petani responden penerima PUAP yang menggunakan benih yang diperoleh dari hasil panen sebelumnya, istilah daerah setempat dikenal dengan benih hasil ngepruk. Selain itu benih yang dibeli petani responden penerima PUAP banyak yang dibeli dari benih hasil ngepruk. Kualitas benih local (ngepruk) yang kurang baik biasanya bibit yang dihasilkan dari penyemaian benih lokal banyak yang tidak tumbuh.
Oleh karena itu jumlah benih yang
digunakan lebih banyak. Tabel 32. Perbandingan Rata-Rata Penggunaan Benih Usahatani Padi di Desa Sukaresmi pada Musim Tanam Kemarau 2009 (per Hektar) Uraian Penerima PUAP Non Penerima PUAP
Benih (Kg/Ha) 47,76 43,23
Harga Satuan (Rp/kg) 4.896,98 4.497,67
Tabel 32 menunjukkan bahwa rata-rata penggunaan benih oleh petani responden penerima PUAP sebesar 47,76 kg/hektar, sedangkan rata-rata penggunaan benih oleh petani responden non penerima PUAP sebesar 43,23 kg/hektar. Harga rataan dari benih yang digunakan oleh petani penerima PUAP
106
lebih rendah dikarenakan benih yang dibeli banyak yang berasal dari benih local (ngepruk) dimana harga perolehannya lebih murah yaitu berkisar Rp 2.000,00 sampai dengan Rp 3.000,00 per kilogram dibanding harga benih toko yang berkisar Rp 5.000,00 sampai dengan Rp 7.000,00 per kilogram. Pupuk yang umumnya digunakan oleh petani Desa Sukaresmi adalah urea, TSP, KCl, Za, Phonska, dan NPK Kujang. Perbandingan jumlah pupuk yang digunakan antara petani penerima PUAP dengan petani non penerima PUAP ditunjukkan pada Tabel 33. Tabel 33. Perbandingan Rata-Rata Penggunaan Pupuk Usahatani Padi di Desa Sukaresmi pada Musim Tanam Kemarau 2009 (per Hektar) Uraian
Urea TSP KCL ZA Phonska NPK Kujang
Penerima PUAP Jumlah (kg) Harga/kg (Rp/kg) 157,70 1.377,72 41,11 2.154,54 19,28 1.767,44 19,13 1.265,62 117,64 1.986,53 13,60 2.500,00
Non Penerima PUAP Jumlah (kg) Harga/kg (Rp/kg) 197,90 46,03 20,24 1,98 128,37 3,97
1.310,71 2.024,14 1.882,35 1.300,00 1.948,07 2.500,00
Penggunaan jumlah pupuk urea petani non penerima PUAP lebih banyak dibandingkan dengan petani penerima PUAP. Dalam urea terkandung unsur N yang mempengaruhi pertumbuhan vegetatif yang nantinya akan berpengaruh terhadap pertumbuhan generatif. Apabila penggunaan pupuk N terlalu banyak akan menyebabkan pertumbuhan padi terfokus pada pertumbuhan vegetatif saja yaitu daun, sedangkan pada saat pertumbuhan generatifnya tidak terlalu baik dimana hasilnya dapat menyebabkan bulir padi kosong. Selain itu, penggunaan pupuk kujang yang memiliki kandungan N yang cukup tinggi menjadikan penyerapan N terlalu banyak. Hal ini mungkin alasan mengapa hasil produksi petani non penerima PUAP lebih rendah. Harga rataan untuk pupuk urea, TSP, dan phonska bagi petani non penerima PUAP lebih murah dibandingkan dengan petani penerima PUAP. Hal ini dikarenakan pupuk dibeli dalam satuan karung (sak) sehingga harga per kilogramnya lebih rendah dibandingkan dengan pembelian secara eceran. Dosis Obat-obatan yang digunakan petani setempat dalam upaya penanganan serangan hama adalah terdiri dari obat cair dan obat padat. Adapun
107
merek obat cair yang umum digunakan adalah hopcin, rusban, spontan, coracron, reagon, hamador,dan abuki.
Sedangkat obat padat yang digunakan adalah
furadan. Pada Jumlah rata-rata penggunaan obat-obatan yang digunakan petani responden ditunjukkan pada Tabel 34. Penggunaan obat baik dalam bentuk cair maupun padat lebih banyak digunakan oleh petani responden penerima PUAP. Tabel 34. Perbandingan Rata-Rata Penggunaan Obat-Obatan Usahatani Padi di Desa Sukaresmi pada Musim Tanam Kemarau 2009 (per Hektar) Uraian
Penerima PUAP Non Penerima PUAP
Obat Cair Jumlah Harga (Rp) (liter) 0,50 91.278,20 0,39 74.980,76
Obat Padat Jumlah Harga (Rp) (kg) 3,62 12.680,41 1,71 12.885,71
Tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani padi dikategorikan ke dalam dua jenis yaitu tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK). TKDK merupakan anggota keluarga sendiri seperti suami, istri, dan anak. Sedangkan TKLK merupakan tenaga kerja upahan yang berasal dari penduduk sekitar. Satuan tenaga kerja yang digunakan adalah hari kerja pria (HKP) dimana 1 HKP sama dengan 5 jam. Upah 1 HKP dihitung berdasarkan penjumlahan upah dalam bentuk tunai dan natura yaitu sebesar Rp. 32.000. Tabel 35. Perbandingan Rata-Rata Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Padi di Desa Sukaresmi pada Musim Tanam Kemarau 2009 (per Hektar) No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Kegiatan Usahatani Pembibitan Pengolahan tanah Penanaman Pemupukan Pemeliharaan Pengendalian HPT Pemanenan Total Total LK dan DK
Penggunaan Tenaga Kerja (HKP) Penerima PUAP Non Penerima PUAP LK DK LK DK 1,24 30,15 16,20 0,67 5,95 3,82 38,52 93,56
15,31 24,15 1,02 3,77 7,76 9,65 0,51 62,16 155,72
0,81 36,02 14,58 0,78 5,82 3,02 34,77 95,80
10,37 18,69 0,51 1,98 6,25 6,56 0,67 45,03 140,83
Tabel 35 menunjukkan bahwa petani responden non penerima PUAP menggunakan jumlah tenaga kerja luar keluarga (TKLK) lebih banyak
108
dibandingkan dengan petani responden penerima PUAP. Alasan penggunaan TKLK lebih banyak oleh petani responden non penerima PUAP dikarenakan lahan garapan lebih luas sehingga membutuhkan bantuan TKLK lebih banyak, sehingga jumlah rataan tenaga kerja per hektar dari petani non penerima PUAP lebih banyak. 7.2.2.2. Biaya Usahatani Padi Biaya usahatani dikelompokkan menjadi dua yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai yakni biaya yang langsung dikeluarkan seperi biaya input, tenaga kerja luar keluarga (TKLK), dan sewa lahan. Sedangkan biaya diperhitungkan yakni biaya yang dikeluarkan petani untuk kegiatan produksi yang harus diperhitungkan sebagai pengeluaran petani untuk usahatani padi yang meliputi biaya benih hasil buatan sendiri, opportunity cost lahan, penyusutan, dan biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK). Nilai biaya terbesar pada komponen biaya tunai baik petani responden penerima PUAP maupun petani responden non penerima PUAP yaitu biaya sewa lahan. Biaya sewa lahan yang dikeluarkan oleh petani responden penerima PUAP sebesar Rp 5.162.050 atau 42,28 persen dari biaya total, sedangkan biaya sewa lahan yang dikeluarkan oleh petani responden non penerima PUAP sebesar Rp 4.277.300 atau 41,48 persen dari biaya total. Biaya terbesar kedua yaitu biaya tenaga kerja luar keluarga. Hal ini dikarenakan aktivitas seperti pengolahan tanah, penanaman biasanya menggunakan tenaga kerja luar keluarga.
Adapun bagi
petani yang sibuk atau memiliki lahan garapan yang luas, aktivitas seperti persemaian, pemupukan, pemeliharaan, serta pengendalian hama dan panyakit tanaman juga dilakukan oleh tenaga kerja luar keluarga. Biaya tenaga kerja luar keluarga bagi petani responden penerima PUAP dan petani responden non penerima PUAP secara berturut-turut sebesar Rp 1.295.450 atau 10,61 persen dari biaya total dan Rp 1.386.350 atau 13,44 persen dari biaya total. Biaya terbesar selanjutnya adalah biaya panen. Tenaga kerja yang melakukan pemanenan dilakukan oleh banyak orang sehingga biaya penen yang dikeluarkan tidak tergantung dari jumlah orang melainkan dari hasil panen. Biaya panen yang berlaku di Desa Sukaresmi adalah sepuluh persen dari hasil panen. Biaya panen bagi petani responden penerima PUAP dan petani responden non penerima PUAP 109
secara berturut-turut sebesar Rp 1.232.700 dan Rp 1.123.900. Proporsi terkecil dari biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani adalah pupuk Za. Pupuk Za jarang digunakan oleh petani dikarenakan petani lebih memilih menggunakan pupuk phonska yang merupakan pupuk majemuk yang mengandung unsur N, P, dan K. Biaya sewa traktor rata-rata yang dikeluarkan oleh petani responden per hektar untuk setiap musimnya adalah Rp 250.000,00-Rp 400.000,00. Biaya untuk pembelian benih juga besar bagi petani responden penerima PUAP dan petani responden non penerima PUAP yaitu sebesar Rp 159.300 atau 1,3 persen dari biaya total dan Rp 162.000 atau 1,57 persen dari biaya total. Terdapat perbedaan harga yang signifikan antara benih yang dibeli dari toko dengan benih yang dibeli dari wilayah setempat (benih lokal). Harga dari benih yang dibeli di toko berkisar Rp 4500,00-Rp 6000,00, sedangkan benih local berkisar Rp 2000,00-Rp 3000,00. Akan tetapi penggunaan benih lokal diperlukan dalam jumlah yang banyak karena dari benih yang direndam banyak yang tidak berhasil untuk digunakan di tempat persemaian. Komponen biaya yang dikeluarkan pada saat pemupukan terdiri dari biaya pupuk urea, TSP, KCl,
Za, Phonska, dan NPK Kujang.
Biaya pemupukan
terbesar adalah biaya untuk pupuk urea. Urea yang memiliki kandungan unsur N yang tinggi memiliki peranan yang penting dalam usahatani padi yaitu untuk pertumbuhan vegetatif dari tanaman padi.
Pertumbuhan vegetatif akan
menentukan pertumbuhan generatif selanjutnya yaitu untuk penguatan batang, pembungaan, dan perbuliran. Biaya pemupukan lainnya secara berturut-turut dari presentase biaya yang besar bagi petani responden penerima PUAP adalah Phonska (1,91 %), TSP (0,73 %), KCl (0,28 %), NPK Kujang (0,28 %) dan Za (0,20 %).
Sedangkan biaya pemupukan lainnya secara berturut-turut dari
presentase biaya yang besar bagi petani responden non penerima PUAP adalah Phonska (2,42 %), TSP (0,90 %), KCl (0,37 %), NPK Kujang (0,10 %) dan Za (0,02 %). Komponen biaya tunai lainnya adalah iuran pengairan. Biaya iuran pengairan dibayarkan oleh petani kepada pihak yang mengatur irigasi (ulu-ulu). Iuran pengairan yang dikeluarkan oleh petani untuk tiap musimnya berkisar Rp 70.000,00-Rp 85.000,00.
110
Biaya untuk obat-obatan cair bagi petani responden penerima PUAP dan petani responden non penerima PUAP secara berturut-turut sebesar Rp 45.366,22 dan Rp 29.300. Biaya tunai untuk obat-obatan cair bagi petani responden penerima PUAP lebih kecil dibandingkan petani responden penerima PUAP dikarenakan anggapan dari banyak petani responden non penerima bahwa penggunaan
obat-obatan
cair
tidak
akan
terlalu
mempengaruhi
untuk
meningkatkan hasil produksi sedangkan biaya yang dikeluarkan bertambah. Komponen biaya yang membedakan antara biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani responden penerima PUAP dengan petani responden non penerima PUAP adalah adanya marjin keuntungan yang harus dibayarkan kepada pihak LKMA-S sebagai timbal balik atas pembiayaan yang diterima oleh petani penerima PUAP. Adapun biaya usahatani padi petani responden per hektar untuk musim kemarau 2009 selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 36. Besar biaya tunai yang dikeluarkan petani responden penerima PUAP per hektar pada musim kemarau 2009 sebesar Rp 9.416.200; biaya diperhitungkan per hektar pada musim kemarau 2009 sebesar Rp 2.790.500 sehingga biaya total yang dikeluarkan petani
responden penerima PUAP per hektar pada musim
kemarau 2009 sebesar Rp
12.206.700.
Sedangkan besar biaya tunai yang
dikeluarkan petani responden non penerima PUAP per hektar pada musim kemarau 2009 sebesar Rp 8.222.250; biaya diperhitungkan per hektar pada musim kemarau 2009 sebesar Rp 2.090.200 sehingga biaya total yang dikeluarkan petani non penerima PUAP per hektar pada tahun 2009 sebesar Rp 10.312.450. Total biaya usahatani padi per hektar pada musim kemarau 2009 antara petani responden penerima PUAP dengan petani responden non penerima PUAP adalah berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh adanya perbedaan jumlah input yang digunakan oleh petani responden penerima PUAP dan petani responden non penerima PUAP.
111
Tabel 36. Biaya Usahatani Padi Petani Responden per Hektar Musim Tanam Kemarau 2009 Keterangan
Penerima PUAP Nilai (Rp) % atas biaya
Non Penerima PUAP Nilai (Rp) % atas biaya
Biaya Tunai a. Benih b. Pupuk Urea TSP KCl ZA Phonska
159.278,30
1,30
162.000,00
1,57
217.362,03 88.594,89 34.076,28 24.211,41 233.695,51
1,78 0,73 0,28 0,20 1,91
259.389,11 93.171,07 38.098,82 2.574,00 250.073,49
2,52 0,90 0,37 0,02 2,42
34.000,00
0,28
9.925,00
0,10
c. Obat cair
45.366,22
0,37
29.260,35
0,28
d. Obat Padat
45.964,13
0,38
21.987,53
0,21
1.295.436,84
10,61
1.386.344,13
13,44
371.928,25 5.162.039,34
3,05 42,28
261.714,29 4.277.302,93
2,54 41,48
1.232.669,66
10,10
1.123.888,89
10,90
Iuran Pengairan
75.485,80
0,62
80.429,97
0,78
Zakat (Kg)
48.442,03
0,40
226.085,85
2,19
349.177,88 9.417.728,55
2,86 77,14
8.222.245,43
0,00 79,73
48.601,76
0,40
37.539,68
0,36
1.989.271,15
16,29
1.444.546,03
14,01
721.471,32 31.181,62
5,91 0,26
579.778,05 28.348,94
5,62 0,27
2.790.525,86
22,86
2.090.212,70
20,27
12.208.254,41
100,00
10.312.458,13
100
NPK kujang
e. Tenaga Kerja Luar Keluarga f. Traktor g. Sewa Lahan h. Biaya Panen i. Pengeluaran umum
j. Marjin Keuntungan Total Biaya Tunai Biaya Diperhitungkan a. Benih yang diperoleh sendiri/hibah b. Tenaga Kerja Dalam Keluarga c. Opportunity Cost lahan d. Penyusutan Alat Total Biaya Diperhitungkan Jumlah Total Biaya
7.2.2.3. Penerimaaan Usahatani Padi Penerimaan usahatani padi terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan non tunai. Penerimaan tunai merupakan penerimaan yang langsung diterima oleh petani dalam bentuk uang tunai dari hasil penjualan padinya, sedangkan penerimaan tidak tunai merupakan penerimaan yang diperoleh petanni tidak
112
dalam bentuk tunai seperti konsumsi. Gabungan dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan akan menghasilkan penerimaan total. Penerimaan usahatani adalah perkalian antara jumlah padi dengan harga rata-rata yang diterima oleh petani. Jumlah produksi padi rata-rata usahatani petani responden penerima PUAP lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah produksi padi rata-rata usahatani petani responden non penerima PUAP secara berturut-turut sebesar 6.159,19 kg dan 5.523,41 kg. Tidak terdapat perbedaan harga yang signifikan antara petani responden penerima PUAP dengan petani responden non penerima PUAP. Hal ini dikarenakan tengkulak yang membeli hasil panen dari keduanya adalah relatif sama. Tabel 37. Perbandingan Penerimaan Usahatani Padi Petani Responden per Hektar Musim Kemarau 2009 Keterangan Penerimaan Tunai Penerimaan Non Tunai Penerimaan Total
Jumlah (kg) 5.352,02
Penerima PUAP Harga Nilai (Rp/kg) (Rp) 2.025,48 10.840.417,84
Non Penerima PUAP Jumlah Harga Nilai (kg) (Rp/kg) (Rp) 4.650,40 2.034,77 9.462.500,10
807,17
2.025,48
1.634.918,48
873,02
2.034,77
1.776.388,79
6.159,19
2.025,48
12.475.336,32
5.523,41
2.034,77
11.238.888,89
Tabel 37 menunjukkan penerimaan tunai usahatani padi petani responden penerima PUAP sebesar Rp 10.840.400, sedangkan penerimaan tunai usahatani petani responden non penerima PUAP sebesar Rp 9.462.500. Jumlah padi yang dijual oleh petani responden penerima PUAP yaitu 86,89 persen dari hasil produksi padi lebih banyak dibandingkan petani responden non penerima PUAP yaitu 84,19 persen dari hasil produksi. Adapun penerimaan non tunai petani responden penerima PUAP sebesar Rp 1.634.900, sedangkan penerimaan non tunai petani responden non penerima PUAP sebesar Rp 1.776.400. Dengan demikian, penerimaan total usahatani padi petani responden penerima PUAP dan penerimaan total usahatani padi petani responden non penerima PUAP secara berturut sebesar Rp 12.475.350 dan Rp 11.238.900. 7.1.2.4. Pendapatan Usahatani Padi Analisis pendapatan usahatani mengacu kepada konsep pendapatan atas biaya yang dikeluarkan yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan sehingga
113
pendapatan usahatani padi terdiri dari pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan usahatani atas biaya tunai diperoleh dari pengurangan antara penerimaan total dengan pengeluaran tunai. Pendapatan usahatani atas biaya total diperoleh dari pengurangan penerimaan total dengan pengeluaran total. Suatu kegiatan usahatani dikatakan menguntungkan apabila selisih antara penerimaan dan pengeluaran bernilai positif. Pendapatan usahatani padi petani responden penerima PUAP dapat dilihat pada Tabel 38. Hasil analisis pendapatan atas biaya tunai per hektar pada musim kemarau 2009 untuk petani responden penerima PUAP dan petani responden non penerima PUAP bernilai positif, secara berturut-turut bernilai sebesar Rp 3.059.150 dan Rp 3.016.650.
Adanya tambahan biaya marjin yang harus dibayarkan kepada
LKMA-S masih tetap menjadikan usahatani padi bagi petani responden penerima PUAP menguntungkan yang ditunjukkan dengan pendapatan atas biaya tunai bernilai positif. Adapun pendapatan atas biaya total per hektar pada musim kemarau 2009 untuk petani responden penerima PUAP dan petani responden non penerima PUAP bernilai positif, secara berturut-turut bernilai sebesar Rp. 268.600 dan Rp 926.400. Hasil dari pendapatan atas biaya tunai menunjukkan nilai pendapatan dari petani responden penerima PUAP lebih besar dibandingkan dengan petani responden non penerima PUAP sedangkan hasil pendapatan atas biaya total dari petani responden penerima PUAP lebih kecil dibandingkan dengan petani responden non penerima PUAP. Hal ini dikarenakan penggunaan tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) petani responden penerima PUAP lebih banyak, sehingga pada saat penggunaan tenaga kerja diperhitungkan menyebabkan biaya total menjadi besar. Dari analisis pendapatan dapat diduga bahwa pendapatan tunai dari petani responden penerima PUAP akan berkurang apabila pendapatan yang diperoleh digunakan untuk membayar upah tenaga kerja luar keluarga yang mengerjakan tahapan usahatani yang biasanya menggunakan TKDK.
114
Tabel 38. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Petani Responden Penerima PUAP per Hektar Musim Kemarau 2009 No. A
B
Keterangan
Jumlah
Satuan
Harga (Rp)
Nilai
Penerimaan Penerimaan Tunai
5.352,02
kg
2.025,48
10.840.417,84
Penerimaan Non-Tunai(konsumsi)
807,17 6.159,19
kg kg
2.025,48 2.025,48
12.475.336,32
32,53
kg
4.896,98
159.278,30
Urea
157,77
kg
1.377,73
217.362,03
TSP
41,12
kg
2.154,55
88.594,89
KCL
19,28
kg
1.767,44
34.076,28
19,13 117,64
kg kg
1.265,63 1.986,53
24.211,41 233.695,51
13,60
kg
2.500,00
34.000,00
c. Obat cair
0,50
liter
91.278,20
45.366,22
d. Obat Padat
3,62
kg
12.680,41
45.964,13
40,48
HKP
32.000,00
1.295.436,84
371.928,25
371.928,25 5.162.039,34
Total Penerimaan Biaya Tunai a. Benih
1.634.918,48
b. Pupuk
ZA Phonska NPK kujang
e. Tenaga Kerja Luar Keluarga f. Traktor
1
g. Sewa Lahan
0,88
ha
h. Biaya Panen
608,58
kg
5.883.510, 66 2.025,48
1,00
musim
75.485,80
75.485,80
23,92
kg
2.025,48
48.442,03
349.177,88
349.177,88
i. Iuran Pengairan j. Zakat k. Marjin Keuntungan
1
Total Biaya Tunai C
9.417.728,55
Biaya Diperhitungkan a.Benih yang diperoleh sendiri/hibah
15,25
kg
3.186,27
48.601,76
b. Tenaga Kerja Dalam Keluarga
62,16
HKP
32.000,00
1.989.271,15
0,12
ha
721.471,32
1
musim
5.883.510, 66 3.1181,62
c. Opportunity Cost lahan d. Penyusutan Alat Total Biaya Diperhitungkan D
1.232.669,66
Jumlah Total Biaya Pendapatan atas Biaya Tunai (A -B) Pendapatan atas Biaya Total (A-D) R/C rasio atas Biaya Tunai (A/B) R/C rasio atas Biaya Total (A/D)
31.181,62 2.790.525,86 12.208.254,41 3.057.607,77 267.081,91 1,32 1,02
Pendapatan usahatani padi petani responden non penerima PUAP selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 39.
Hal yang membedakan dengan 115
pendapatan usahatani penerima PUAP adalah biaya marjin tidak termasuk ke dalam biaya tunai bagi petani non penerima PUAP. Tabel 39. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Petani Responden Non Penerima PUAP per Hektar Musim Kemarau 2009 No A
Keterangan
satuan
Harga
Nilai
Penerimaan Penerimaan Tunai
4.650,40
kg
2.034,77
9.462.500,10
873,02
kg
2.034,77
1.776.388,79
5.523,41
kg
2.034,77
11.238.888,89
29,44
kg
5.501,89
162.000,00
Urea
197,9
kg
1.310,71
259.389,11
TSP
46,03
kg
2.024,14
93.171,07
20,24
kg
1.882,35
38.098,82
1,98
kg
1.300,00
2.574,00
128,37
kg
1.948,07
250.073,49
3,97
kg
2.500,00
9.925,00
c. Obat Cair
0,39
liter
74.980,76
29.260,35
d. Obat Padat
1,71
kg
12.885,71
21.987,53
43,32
HKP
32.000,00
1.386.344,13
261.714,29
261.714,29
Penerimaan Non-Tunai(konsumsi) Total Penerimaan B
Jumlah
Biaya Tunai a. Benih b. Pupuk
KCL ZA Phonska NPK kujang
e. Tenaga Kerja Luar Keluarga f. Traktor
1
g. Sewa Lahan
0,88
ha
4.857.080,98
4.277.302,93
h. Biaya Panen
552,34
kg
2.034,77
1.123.888,89
1
musim
80.429,97
80.429,97
111,11
kg
2.034,77
226.085,85
i. Iuran Pengairan j. Zakat Total Biaya Tunai C
Biaya Diperhitungkan a.Benih yang diperoleh sendiri b. Tenaga Kerja Dalam Keluarga c. Opportunity Cost lahan d. Penyusutan Alat Total Biaya Diperhitungkan
D
8.222.245,43
Jumlah Total Biaya Pendapatan atas Biaya Tunai (A-B) Pendapatan atas Biaya Total (A-D) R/C rasio atas Biaya Tunai (A/B) R/C rasio atas Biaya Total (A/D)
14,92 45,14
kg HKP
2.515,96 32000
37.539,68 1.444.546,03
0,12
ha
4857080,98
579.778,05
1
musim
28348,9418
28.348,94 2.090.212,70 10.312.458,13 3.016.643,46 926.430,76 1,37 1,09
116
7.2.2.5. Analisis R/C Rasio Analisis R/C rasio terdiri dari R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total. R/C rasio atas biaya tunai diperoleh dari rasio antara penerimaan total dengan pengeluaran tunai. R/C rasio atas biaya total diperoleh dari rasio penerimaan total dengan pengeluaran total. Suatu usaha dapat dikatakan menguntungkan dan layak untuk diusahakan apabila nilai R/C rasio lebih besar dari satu (R/C > 1), makin tinggi nilai R/C menunjukkan bahwa penerimaan yang diperoleh semakin besar. Namun apabila nilai R/C lebih kecil dari satu (R/C < 1), usaha ini tidak mendatangkan keuntungan sehingga tidak layak untuk diusahakan. Hasil perhitungan R/C rasio atas biaya tunai untuk usahatani petani responden penerima PUAP dan responden non penerima PUAP masing-masing adalah 1,32 dan 1,37. Nilai 1,32 pada petani responden penerima PUAP memiliki arti bahwa setiap pengeluaran tunai sebesar Rp 1,00 maka petani responden penerima PUAP menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,32. Nilai 1,37 pada petani responden non penerima PUAP memiliki arti bahwa setiap pengeluaran tunai sebesar Rp 1,00 maka petani penyewa lahan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,37. Hasil perhitungan rasio atas biaya total untuk usahatani pada petani responden penerima PUAP dan pada petani responden non penerima PUAP masing-masing adalah 1,02 dan 1,09. Nilai 1,02 pada petani responden penerima PUAP memiliki arti bahwa setiap pengeluaran total sebesar Rp 1,00 maka petani pada petani responden penerima PUAP menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,02. Nilai 1,09 pada petani responden non penerima PUAP memiliki arti bahwa setiap pengeluaran total sebesar Rp 1,00 maka petani responden non penerima PUAP menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,09. Berdasarkan R/C rasio atas biaya total, usahatani penerima PUAP dan usahatani non penerima PUAP dapat dikatakan layak.
Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan usahatani padi yang
dijalankan oleh petani responden penerima PUAP dan petani responden non penerima PUAP pada musim kemarau 2009 mampu memberikan keuntungan bagi petani penerima PUAP dan petani non penerima PUAP.
Penerimaan, biaya,
pendapatan, dan R/C rasio usahatani usahatani padi petani responden pada musim kemarau 2009 dapat dilihat pada Tabel 40.
117
Tabel 40. Penerimaan, Biaya, Pendapatan, dan R/C Rasio Usahatani Padi Petani Responden per Hektar Musim Kemarau 2009 Komponen Penerimaan (Rp) Biaya Tunai (Rp) Biaya Diperhitungkan (Rp) Biaya Total (Rp) Pendapatan Tunai (Rp) Pendapatan Total (Rp) R/C atas Biaya Tunai R/C atas Biaya Total
Petani Penerima PUAP 12.475.336,32 9.416.182,10 2.790.525,86 12.206.707,96 3.059.154,22 268.628,36 1,32 1,02
Petani Non Penerima PUAP 11.238.888,89 8.222.245,43 2.090.212,70 10.312.458,13 3.016.643,46 926.430,76 1,37 1,09
Berdasarkan Tabel 40, dapat diketahui bahwa R/C rasio atas biaya tunai petani responden non penerima PUAP lebih tinggi dibandingkan R/C rasio atas biaya tunai petani responden penerima PUAP. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani padi yang dijalankan oleh petani responden non penerima PUAP lebih menguntungkan dibandingkan dengan usahatani padi yang dijalankan oleh petani penerima PUAP. Akan tetapi, pada dasarnya kedua usahatani padi baik petani responden penerima PUAP maupun petani responden non penerima PUAP layak untuk dijalankan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai R/C rasio yang lebih dari 1. Nilai R/C rasio dari penerima PUAP dan non penerima PUAP memiliki perbedaan nilai yang tidak terlalu signifikan. Berdasarkan
analisis
pendapatan
juga
dapat
disimpulkan
bahwa
pemanfaatan dana PUAP melalui usahatani yang dijalankan tidak dapat secara langsung mendukung terhadap peningkatan pendapatan usahatani. Hal ini dikarenakan usahatani yang dijalankan juga tidak mengalami perkembangan misalnya luasan lahan yang dikelola adalah tetap sama, harga penerimaan di tingkat petani juga relatif sama dengan petani non penerima PUAP. Oleh karena itu, menjadi hal yang wajar apabila pada praktiknya banyak petani yang mengalokasikan sebagian dari dana PUAP yang diterima untuk usaha sampingannya. Pada dasarnya ketika petani mengalokasikan dana PUAP yang diterima untuk usaha sampingannya karena petani telah memperhitungkan keuntungan yang diperoleh dari usaha sampingan lebih besar daripada usahatani yang dijalankan. Hal ini menunjukkan bahwa pembiayaan dana PUAP tidak memberi pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan usahatani petani
118
penerima PUAP. Pemanfaatan dana PUAP oleh penerima PUAP yang ditujukan selain untuk usahatani yaitu untuk menambah modal usaha sampingan, memenuhi kebutuhan konsumsi menunjukkan bahwa pengaruh PUAP tidak dapat diketahui secara langsung melalui analisis pendapatan usahatani melainkan analisis pendapatan rumah tangga tani.
119
VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pengolahan data yang telah dijelaskan sebelumnya, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1.
Keragaan penyaluran dana PUAP dapat dikatakan mendukung terhadap pencapaian tujuan PUAP baik dilihat menurut kriteria LKMA-S maupun petani nasabah. Akan tetapi, dalam pengelolaan dana PUAP yang dikelola oleh LKMA-S masih diperlukan perbaikan seperti pengawasan dan pembinaan yang perlu ditingkatkan sebagai salah satu upaya penanganan tunggakan yang terhitung cukup besar.
2. Pengaruh PUAP dilihat dari hasil analisis regresi fungsi produktivitas, menunjukkan pembiayaan PUAP tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap produktivitas padi penerima PUAP. Hal ini dikarenakan pada kenyataannya keragaan usahatani yang dijalankan petani penerima PUAP dan petani non penerima PUAP adalah relatif sama dimana petani penerima PUAP tidak mengubah penggunaan faktor produksi yang digunakan setelah menerima PUAP, mereka tetap pada kebiasaan yang mereka lakukan selama melakukan usahatani padi. Rata-rata penggunaan faktor produksi dan produktivitas antara petani penerima PUAP dan petani non penerima PUAP menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan. 3. Hasil analisis pendapatan atas biaya total menunjukkan perbedaan rata-rata pendapatan usahatani atas biaya total per hektar pada musim kemarau tahun 2009 antara petani penerima PUAP dengan petani non penerima PUAP sebesar Rp 657.800. Dari perhitungan R/C rasio atas biaya tunai maupun total menunjukkan usahatani petani penerima PUAP maupun petani non penerima PUAP tidak memiliki perbedaaan yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa pembiayaan PUAP tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap pendapatan usahatani.
120
8.2. Saran Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini, yaitu: 1.
Pengawasan dan pembinaan diperlukan sebagai upaya untuk mengurangi penyimpangan dalam pemanfaatan dana PUAP. Penerapan dari akad murabahah yang digunakan sebaiknya tidak menjadikan petani sebagai wakalah. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi penyimpangan dari dana yang telah disalurkan. Penyaluran dana PUAP kepada petani dapat menggunakan akad yang khusus untuk pertanian seperi Ba’i Al Salam.
2.
Dalam pengelolaan PUAP diperlukan partisipasi aktif dari anggota Gapoktan. Hal yang menjadi fokus dari PUAP selain dari penyediaan modal bagi petani juga penguatan organisasi tani yaitu Gapoktan. Oleh karena itu perbaikan LKMA-S harus diiringi dengan perbaikan pada Gapoktan Subur Rejeki sendiri, misalnya dengan pembaruan struktur kepengurusan dari Gapoktan. Sosialiasi mengenai Gapoktan kepada petani harus ditingkatkan lagi, agar rasa kebersamaan dan memiliki Gapoktan tercapai. Rasa kebersamaan antar petani dalam Gapoktan dan perbaikan dalam tubuh kepengurusan Gapoktan menjadi langkah awal yang sebaiknya dilakukan demi tercapainya tujuan PUAP.
3.
Pemanfaatan dana PUAP oleh petani untuk pemenuhan kebutuhan selain produksi padi, memberikan indikasi bahwa pengaruh PUAP tidak dapat secara langsung diketahui melalui analisis fungsi produksi maupun analisis pendapatan usahatani. Oleh karena itu diperlukan penelitian lanjutan untuk melihat pengaruh PUAP selain dari aspek ekonomi. Aspek lainnya yang dapat dikaji yaitu perubahan pola konsumsi, pengembangan usaha lain, peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
121
DAFTAR PUSTAKA Andriani R. 1996. Pelaksanaan Kredit Usaha Tani (KUT) dan Identifikasi FaktorFaktor yang Mempengaruhi Petani dalam Pengembaliannya [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Aryati. 2006. Analisis Permintaan dan Efektivitas Pembiayaan Usaha Kecil pada Lembaga Keuangan Mikro Syariah (Studi Kasus KBMT Khidmatul Ummah, Bogor) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Ashari, Saptana. 2005. Prospek Pembiayaan Syariah untuk Sektor Pertanian. Forum Penelitian Agro Ekonomi. Volume 23 No. 2. Desember 2005: 132 147. Basuki T. 2008. Analisis Pendapatan Usahatani Padi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Petani untuk Menanam Padi Hibrida [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. 2010. Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan Utama 2004, 2005, 2006, 2007, 2008 dan 2009. Jakarta: BPS Republik Indonesia. Damayanti FS. 2007. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Produksi Usahatani Padi Sawah (Kasus di Desa Purwoadi, Kecamatan Trimurjo, Kabupaten Lampung Tengah, Lampung) [Skripsi] Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Doll PJ, Orazem F. 1984. Production Economic Theory with Applications. Edisi Ke-2. Kanada: John Wiley and Sons. Gulaid AM. 1995. Financing Agriculture Through Islamic Modes and Instruments: Practical Scenarios and Applicability. Jeddah: Islamic Research and Training Institute Islamic Development Bank. Hasan H, Hilliry DM. 1979. Pengaruh Kredit BIMAS terhadap Peningkatan Produksi Padi dan Penyerapan Tenaga Kerja Kasus Kabupaten Aceh Besar. Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala Darussalam. Hernanto F. 1989. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya. Hidayat Y. 2004. Efektivitas Pembiayaan Pola Bagi Hasil pada Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Koperasi Pondok Pesantren (kopontren) Hubbol Wathon Kecamatan Cimalaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kasmadi. 2005. Pengaruh Bantuan Langsung Masyarakat Terhadap Kemandirian Petani Ternak (Kasus pada Kelompok Tani Ternak Desa Bungai Jaya dan Desa Tambun Raya, Kecamatan Basarang, Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
122
Kurnia F. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Syariah pada Sektor Agribisnis [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Lipsey et al. 1995. Pengantar Mikroekonomi. Ed Ke-10. Wasana, Kirbandoko, penerjemah. Jakarta: Binarupa Aksara. Terjemahan dari: Introduction to Microeconomics. 10th Editions. Lubis IK. 2005. Efektivitas Penyaluran Kredit Ketahanan Pangan dan Analisis Pendapatan Petani Pengguna Kredit [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Perdana A. 2008. Dampak Pelaksanaan Program Kredit kepada Koperasi Primer untuk Anggotanya (KPPA) terhadap Pendapatan Usahatani Kelapa Sawit [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Permana I. 2007. Analisis Perbandingan Pengembangan Usaha Budidaya Ikan Konsumsi dengan Bantuan Pembiayaan Syariah dan Kredit Perbankan Konvensional di Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Prihartono MK. 2009. Dampak Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan terhadap Kinerja Gapoktan dan Pendapatan Anggota Gapoktan [Skripsi] Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Rivai V, Veithzal P. 2008. Islamic Financial Management. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Robbins SP, Coulter M. 2005. Manajemen. Edisi Ke-8 jilid 1. Harry Slamet, penerjemah; Jakarta: PT Indeks. Terjemahan dari: Management Eight Edition. Sanim B. 1998. Efektivitas Penyaluran dan Pengembalian KUT Pola Khusus. Jurnal Agro Ekonomi 17 (Mei):51-65. Soeharjo A, Patong D. 1973. Sendi-Sendi Pokok Ilmu Usahatani. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Soekartawi, Soeharjo A, Dillon J, Hardaker J. 1984. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Dillon JL, Hardaker JB, Penerjemah; Jakarta: UI Press. Terjemahan dari : Farm Management Research for Small Development. Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Jakarta: UI Press
123
LAMPIRAN
124
Lampiran 1. Realisasi Desa Penerima Dana BLM-PUAP Berdasarkan Provinsi di Indonesia Tahun 2008 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Provinsi
Jumlah Kota
Nanggroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kepulauan Riau Bangka Belitung Jambi Bengkulu Sumatera Selatan Lampung Banten Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur D.I. Yogyakarta D.K.I. Jakarta Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Barat Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Utara Sulawesi Selatan Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Total
Kab/ 19 21 11 10 4 6 9 9 12 10 7 21 31 30 4 5 11 13 11 11 5 5 9 10 9 20 9 9 18 7 6 19 8 389
Jumlah Kecamatan 118 149 88 57 18 19 78 77 115 93 79 225 303 328 50 12 68 60 81 58 34 43 61 72 77 143 53 71 126 93 37 131 48 3065
Jumlah Desa/ Kelurahan 600 502 204 181 47 61 283 289 362 269 298 621 1092 1083 127 15 231 204 342 206 129 132 274 323 235 457 248 192 512 188 144 463 228 10542
Sumber : Puslitbang Sosial Ekonomi (2009), diolah
125
Lampiran 2. Uji Normalitas pada Analisis Fungsi Produktivitas Padi Petani Responden Musim Kemarau 2009 P r oba bility P lo t o f R E S I1 No r m a l 99
M ean S tD ev N
95 90
- 6,19593E - 12 1764 56
AD
0,401
P - V alu e
0,350
80
Pe r c e nt
70 60 50 40 30 20 10 5
1
-4 0 0 0
-3 0 0 0
-2 0 0 0
-1 0 0 0
0
1000
2000
3000
4000
5000
R ES I1
126
Lampiran 3. Uji Heteroskedastisitas pada Analisis Fungsi Produktivitas Padi Petani Responden Musim Kemarau 2009
Y/L
T e s t fo r E qua l V a r ia nc e s fo r S R E S 1 2333,3 3000,0 3048,8 3461,5 3684,2 3714,3 3750,0 4000,0 4583,3 4761,9 4787,2 4791,7 5000,0 5065,8 5087,5 5263,2 5405,4 5576,9 5750,0 6000,0 6092,0 6250,0 6666,7 6666,7 6923,1 7142,9 7333,3 7368,4 7500,0 7692,3 7700,0 7777,8 8000,0 8068,2 8181,8 8333,3 8400,0 8695,7 8750,0 9333,3 12500,0
B ar tlett's T est T est S tatistic P - V alu e
5,48 0,601
L ev en e's T est T est S tatistic P - V alu e
0
50
10 0
1 50
20 0
0,70 0,675
250
9 5 % Bo nfe r r o ni Co nfid e nc e Int e r v a ls fo r S t De v s
127