Laporan Penelitian
ANALISIS KEBUTUHAN SUMBER DAYA MANUSIA BERDASARKAN ANALISIS PEKERJAAN: SUATU MODEL UNTUK RRI
Tim Peneliti Puslitbangdiklat LPP RRI 2015
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ..................................................................................................................................... ii BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................................... 1 1.
Latar Belakang ................................................................................................................... 1
2.
Pernyataan Masalah.......................................................................................................... 2
3.
Tujuan Studi ...................................................................................................................... 3
4.
Kerangka Konsep ............................................................................................................... 4
5.
4.1.
Analisis Pekerjaan...................................................................................................... 4
4.2.
Analisis Pekerjaan Berbasis Kompetensi ................................................................... 4
Metode Riset ..................................................................................................................... 5 5.1.
Tahapan Penelitian .................................................................................................... 5
5.2.
Teknik Pengumpulan Data ........................................................................................ 7
5.3.
Analisis Data .............................................................................................................. 8
BAB II GAMBARAN UMUM SDM LPP RRI .................................................................................... 10 1.
Usia .................................................................................................................................. 10
2.
Pendidikan, Kompetensi, dan Distribusi Pegawai ........................................................... 12
3.
Status Kepegawaian ........................................................................................................ 16
4.
Budaya Kerja.................................................................................................................... 17
5.
Pola Karir ......................................................................................................................... 24
BAB III ANALISIS KEBUTUHAN SUMBER DAYA MANUSIA LPP RRI............................................... 25 1.
3.
Bidang Pemberitaan ........................................................................................................ 25 1.1.
Gambaran Umum Bidang Pemberitaan .................................................................. 25
1.2.
Analisis Beban Kerja dan Kebutuhan SDM Pemberitaan Tipe B ............................... 2
1.3.
Analisis Kebutuhan SDM Pemberitaan RRI Tipe C .................................................... 9
1.4.
Rekomendasi Struktur dan Jumlah SDM Bidang Pemberitaan ............................... 11
1.5.
Pembagian Desk Berita ........................................................................................... 11
Bidang Teknik dan Media Baru........................................................................................ 12 3.1.
Gambaran Umum .................................................................................................... 12
3.2.
Analisis Kebutuhan SDM TMB RRI Tipe B ................................................................ 15
3.3.
Analisis Kebutuhan SDM TMB RRI Tipe C ................................................................ 24
ii
3.4. 4.
5.
Rekomendasi Kebutuhan Sumber Daya Manusia TMB RRI Tipe B dan Tipe C........ 29
Bidang Layanan dan Pengembangan Usaha ................................................................... 35 4.1.
Gambaran Umum .................................................................................................... 35
4.2.
Analisis Kebutuhan SDM LPU di Tipe B ................................................................... 41
4.3.
Analisis SDM LPU di Tipe C ...................................................................................... 44
4.4.
Rekomendasi Struktur dan Jumlah SDM LPU.......................................................... 46
Bagian Tata Usaha ........................................................................................................... 50 5.1.
Perbedaan Penempatan SDM di Kedua Tipe Satker ............................................... 50
5.2.
Analisis Kebutuhan SDM Bagian Tata Usaha RRI Tipe B.......................................... 52
5.3.
Analisis Kebutuhan SDM Bagian Tata Usaha RRI Tipe C.......................................... 56
5.4.
Rekomendasi Struktur Bagian Tata Usaha RRI ........................................................ 59
BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI .................................................................................. 63 1.
Kesimpulan ...................................................................................................................... 63
2.
Rekomendasi ................................................................................................................... 66
Daftar Pustaka ............................................................................................................................. 69
iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Suatu
analisis
pekerjaan
memungkinkan
suatu
organisasi
untuk
menentukan aspek-aspek penting dari pekerjaan. Suatu uraian pekerjaan yang
dikembangkan dari analisis pekerjaan akan membantu organisasi untuk
mempekerjakan, melatih dan menaikkan pangkat karyawan atau menentukan jenjang karir.
Suatu analisis pekerjaan adalah penting jika dilihat kenyataan bahwa
organisasi merupakan sistem sosial yang diadakan dan dirancang untuk mencapai
hal-hal yang tidak dapat dicapai individu-individu secara mandiri. Dengan kata lain,
organisasi pada dasarnya adalah kumpulan orang-orang yang mempunyai tujuan yang sama, yakni dalam rangka menghasilkan suatu barang atau jasa demi melayani
kebutuhan masyarakat. Untuk mampu menghasilkan suatu produk baik barang ataupun jasa, individu-individu dalam suatu organisasi membangun suatu rangkaian
tugas. Suatu tugas adalah sepotong kerja yang dibebankan untuk diselesaikan
berdasarkan suatu standar dalam suatu kurun waktu tertentu. Tugas-tugas yang
dilakukan oleh individu-individu dalam organisasi mendefinisikan suatu posisi, dan
posisi-posisi yang identik dalam suatu organisasi membentuk satu pekerjaan.
Kelompok-kelompok pekerjaan yang serupa dalam persyaratan yang dituntutnya membentuk suatu keluarga pekerjaan (job families).
Bagi RRI, suatu analisis pekerjaan adalah penting karena setidaknya dua
alasan. Pertama, sebagai lembaga penyiaran publik, core bussines RRI adalah siaran
yang dibedakan ke dalam dua jenis, yakni siaran berita dan non berita. Agar siaran mempunyai kualitas yang dipersyaratkan, dibutuhkan sumber daya manusia dengan
kemampuan atau kompetensi khusus. Persoalan yang dihadapi oleh RRI bahwa
acapkali sumber daya manusia yang ada tidak melalui proses rekruitmen yang benar sehingga seseorang yang berada pada posisi tertentu tidak mempunyai kebutuhan
standart
minimal
tenaga
kerja.
Penelitian
yang
dilakukan
Puslitbangdiklat LPP RRI tahun 2009 menyebutkan bahwa posisi-posisi tertentu di
1
departemen pemberitaan belum mendapatkan pendidikan jurnalis yang memadai. Kedua, keberadaan RRI sebagai sistem siaran jaringan, RRI mempunyai stasiun yang
tersebar di seluruh Indonesia dalam berbagai tipe (A, B, C dan stasiun produksi). Persoalan yang dihadapi hingga saat ini bahwa stasiun-stasiun yang mempunyai
kategori sama mempunyai jumlah SDM yang berbeda. Sebagai misal, suatu stasiun tipe B mungkin mempunyai jumlah SDM 50 orang, sedangkan stasiun lainnya yang mempunyai tipe sama jumlahnya lebih sedikit ataupun lebih banyak. Perbedaan-
perbedaan itu sangat mungkin terjadi karena daerah-daerah mempunyai sifat uniknya masing-masing. Bagaimanapun kebutuhan-kembutuhan sumber daya manusia di lingkungan RRI pada akhirnya ditentukan oleh dua faktor yang saling
terkait, yang bermuara pada beban kerja, yakni jumlah total program siaran dan pekerjaan lainnya dan wilayah siaran. Beban kerja untuk administrasi barangkali
sama di setiap stasiun, tapi tidak demikian halnya dengan pemberitaan. Daerah-
daerah yang mempunyai area liputan yang luas akan menuntut kebutuhan sumber daya manusia yang lebih besar dibandingkan dengan daerah dengan liputan area
yang lebih sempit. Oleh karena itu, beban kerja dari setiap satker harus pula memperhatikan jangkauan wilayah siaran yang harus dilayani oleh stasiun yang
bersangkutan. Di sini, suatu model kebutuhan atas standart SDM menjadi sangat penting, terlebih tuntutan akuntabilitas LPP yang sebagian besar anggarannya
ditanggung oleh dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Suatu standart kebutuhan SDM untuk setiap satuan kerja memungkinkan pertanggungan-jawaban yang jauh lebih baik karena setiap posisi dalam pekerjaan
menemukan argumentasinya yang relevan dengan tanggung jawab dan beban kerja. 2. Pernyataan Masalah
Oleh karena sifat khas institusi RRI sebagai lembaga penyiaran publik,
persoalan yang dihadapi RRI mungkin jauh lebih kompleks dibandingkan dengan
lembaga negara atau bahkan perusahaan swasta lainnya. Salah satu persoalan yang
dihadapi RRI bahwa distribusi sumber daya manusia tidak merata di setiap stasiun siaran. Meskipun sama-sama tipe B, tapi besaran sumber daya manusia bisa sangat
berbeda antara tipe B satu dengan lainnya. Ini terjadi karena beragam alasan. Salah
satunya karena RRI belum mempunyai standar SDM yang baku untuk setiap jenis 2
pekerjaan dan juga lingkup tugasnya. Misalnya, berapa total jumlah sumber daya manusia di bagian pemberitaan untuk stasiun tipe B dengan wilayah siaran meliputi lima atau sepuluh kabupaten? Persoalan ini semakin dipersulit oleh ketiadaan
standart baku bagi seseorang yang berada pada jabatan tertentu terkait dengan
kompetensi minimal yang harus mereka miliki. Sebagai misal, RRI belum mempunyai standart kualifikasi pendidikan atau pelatihan semacam apa yang harus
dimiliki oleh seorang jurnalis atau reporter pemula? Begitu juga menyangkut target suatu pekerjaan. Dalam situasi semacam ini, menjadi sangat masuk akal jika RRI kesulitan dalam menghitung kebutuhan SDM di setiap unitnya. Padahal,
penghitungan semacam ini sangat penting. Untuk itu, studi ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan pokok terkait dengan bagaimana model standart kebutuhan sumber daya manusia di RRI tipe B dan C dengan mengambil sampling RRI Surabaya (tipe B), RRI Solo (Tipe C), RRI Bandung (tipe B) dan RRI Cirebon (Tipe C). 3. Tujuan Studi Studi ini dilakukan sebagai usaha untuk merumuskan suatu model bagi
standart kebutuhan sumber daya manusia di lingkungan RRI, terutama tipe B ataupun C. Standart ini perlu dirumuskan karena selama ini RRI belum mempunyai
suatu model terkait dengan berapa sebenarnya jumlah ideal sumber daya manusia di lingkungan RRI untuk setiap tipe. Sebagai lembaga penyiaran publik, RRI
diperkenankan siaran secara nasional secara berjaringan. Oleh karena itu, selain keberadaan stasiun pusat, RRI juga mempunyai stasiun atau satker di daerah yang
bisa dibedakan atas tiga tipe, yakni tipe B, tipe C, dan stasiun produksi. Di masingmasing tipe, belum ada suatu standart baku terkait dengan jumlah ideal SDM yang dibutuhkan. Studi ini dilakukan dalam rangka merumuskan model standart kebutuhan sumber daya manusia untuk tipe B dan C. Dikatakan model karena pada
dasarnya masing-masing stasiun daerah mempunyai keunikannya sendiri yang
disebabkan oleh diantaranya luasan cakupan wilayah siaran dan keragaman kompetensi sumber daya manusia yang dimiliki oleh masing-masing stasiun.
3
4. Kerangka Konsep 4.1.
Analisis Pekerjaan
Suatu analisis pekerjaan (job analysis) menjadi hal yang sangat mendasar
dan menjadi bagian penting dalam sumber daya manusia (SDM). Analisis pekerjaan
mencakup analisis terhadap aktivitas yang berada dalam sub proses perencanaan
sumber daya manusia (Saif dkk, 2013: 106). Sondang P. Siagian (2014: 75) mendefinisikan
analisis
pekerjaan
sebagai
usaha
yang
sistematik
dalam
mengumpulkan, menilai dan mengorganisasikan semua jenis pekerjaan yang terdapat dalam suatu organisasi. Menurut Sondang P. Siagian, analisis pekerjaan
merupakan hal yang sangat penting karena berbagai tindakan dalam pengelolaan sumber daya manusia tergantung pada informasi analisis pekerjaan yang telah
dilakukan. Saif dkk (2013: 106) lebih jauh mengemukakan bahwa analisis pekerjaan menyediakan gambaran objektif mengenai pekerjaan, bukan orang atau pegawai yang melakukan pekerjaan tersebut. Analisis pekerjaan juga menyediakan semacam
informasi mendasar guna mendukung semua bagian dan kegiatan-kegiatan yang
berhubungan dengan sumber daya manusia seperti rekuitmen, training,
pengembangan, manajemen kinerja dan perencanaan suksesi. Analisis pekerjaan melayani dua fungsi penting, yakni membantu memastikan bahwa keputusan dibuat
sehubungan dengan proses sumber daya manusia merupakan keputusan yang baik, yakni keputusan yang fair dan akurat (seperti pemilihan orang untuk menduduki posisi yang tepat, keputusan yang pas terkait dengan training, pengembangan, dan sebagainya).
Selain itu, analisis pekerjaan menyediakan informasi mengenai
pekerjaan yang sedang dikerjakan, dan pengetahuan, ketrampilan dan kecakapan yang dibutuhkan individu untuk melakukan pekerjaan itu secara memadai. Analisis ini
melibatkan
identifikasi
dan
diskripsi
pekerjaan
secara
akurat
dan
mengindentifikasi tugas secara tepat, pengetahuan dan ketrampilan yang
diperlukan dan kondisi-kondisi yang melingkupi tugas-tugas itu dikerjakan. Analisis pekerjaan sangat berguna dalam membuat deskripsi pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan (Desler, 2011: 116). 4.2.
Analisis Pekerjaan Berbasis Kompetensi
Para ahli sumber daya manusia mengatakan bahwa analisis pekerjaan
tradisional tidak lagi memadai. Lingkungan yang kompleks telah menuntut suatu 4
bentuk analisis pekerjaan dengan menggunakan pendekatan baru. Salah satu yang
dikembangkan adalah analisis pekerjaan berbasis kompetensi (Saif dkk, 2013; Deseler, 2011; dan juga Jackson, Schuler, dan Werner, 2010).
Saif (2013: 105) mendefinisikan kompetensi sebagai kombinasi dari
pengetahuan, ketrampilan, kemampuan, nilai, dan interest. Sementara Desler (2011: 146), mendefinisikan kompetensi sebagai karakteristik kemampuan seseorang yang
selalu merupakan perilaku yang dapat diobservasi dan diukur yang memuat bagian pekerjaan. Selanjutnya, dari definisi kompetensi ini, Desler mengemukakan bahwa yang
dimaksud
dengan
analisis
pekerjaan
berbasis
kompetensi
adalah
mendiskripsikan suatu pekerjaan berkaitan dengan kompetensi yang dapat diukur, diobservasi, dan berkaitan dengan perilaku (pengetahuan, keahlian, dan atau
perilaku) sehingga karyawan yang melakukannya harus menunjukkan kualitas
untuk dapat melakukan pekerjaan dengan baik. Pemahaman semacam ini jelas berbeda dengan pendekatan tradisional mengenai analisis pekerjaan yang hanya
menitikberatkan pada kewajiban dan tanggung jawab. Menurut Jackson, Schuler dan Werner (2010: 204), analisis pekerjaan tradisional sering kali berfokus pada tugas
(task-focused job analysis) dan menjelaskan susunan pekerjaan dalam hal aktivitas
pekerjaan dan hasilnya. Di sisi lain, analisis pekerjaan berbasis kompetensi lebih fokus pada pekerja (worker-focused job analysis). Di sini, analisis pekerjaan
mengidentifikasi karakteristik pemegang jabatan yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan dengan baik. Sasarannya adalah untuk memberikan sebuah deskripsi
mengenai karakteristik ketrampilan, kemampuan, sikap, dan kepribadian yang akan
menghasilkan kinerja yang baik. Dengan kata lain, jika pertanyaan yang diajukan dalam analisis pekerjaan tradisional lebih pada apa yang dikerjakan, maka dalam
analisis pekerjaan berbasis kompetensi lebih fokus pada siapa yang bisa melakukan pekerjaan tersebut.
5. Metode Riset 5.1.
Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk merumuskan suatu model kebutuhan sumber
daya manusia di tipe B dan C. Untuk meraih tujuan tersebut, studi ini menggunakan pendekatan analisis pekerjaan, yakni suatu analisis yang mencakup sub proses
5
dalam perencanaan sumber daya manusia (Saif, 2013). Pada tahap awal, akan dilakukan identifikasi dan pengelompokkan unit-unit kerja di setiap stasiun baik tipe B maupun C. Selanjutnya, dilakukan analisis pekerjaan berdasarkan setiap unit kerja. Pada tahap ini, akan dilakukan juga penghitungan beban kerja dan
kompetensi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan yang diberikan kepada setiap orang dalam setiap unit kerja. Dari situ, selanjutnya, akan bisa dihitung berapa kebutuhan sumber daya manusia di lingkungan RRI tipe B dan C
dalam setiap unit kerjanya. Beban kerja ini akan dihitung berdasarkan total beban kerja yang harus diselesaikan dalam satu satuan waktu tertentu.
6
Secara umum, level dan unit analisis dapat dilihat pada gambar berikut.
TATA USAHA
SDM KEUANGAN UMUM
SIARAN UNIT KERJA
PEMBERITAA
TEKNOLOGI DAN
LAYANAN DAN PENGEMBANGAN USAHA
LEVEL ANALISIS
KEBUTUHAN SDM PER MATA ACARA/PROGRAM SIARAN
Sandiwara Talkshow Siaran Langsung Dll
CAKUPAN/WILAYAH SIARAN
5.2.
Teknik Pengumpulan Data
Untuk bisa dirumuskan suatu model yang ideal, penelitian ini akan
menggabungkan beragam teknik pengumpulan data (triangulasi), yang meliputi teknik pengumpulan data sebagai berikut. 5.2.1. Observasi
Observasi akan melihat bagaimana pekerjaan dilakukan di setiap unit
pekerjaan. Observasi dilakukan secara individual dan kelompok. Sebagai lembaga penyiaran, RRI melibatkan pekerjaan tim dan individual. Oleh karena itu, menjadi
penting untuk melihat bagaimana hal itu dikerjakan? Observasi melihat, misalnya, bagaimana talkshow dilakukan? Tema apa yang diangkat? Siapa yang terlibat?
Kapan talkshow dilakukan? Dan mengapa penyelenggaraan talkshow dilakukan seperti itu? Apa yang menjadi penyebabnya?
7
5.2.2. Kuisioner
Dalam analisis pekerjaan, meminta karyawan untuk mengisi kuisioner guna
menjelaskan kewajiban dan tanggung jawab mereka terkait dengan pekerjaan adalah cara yang baik untuk memperoleh pekerjaan. Kuisioner ini akan berisi memuat lima hal pokok, yakni diskripsi pekerjaan, kompetensi atau kecakapan yang seharusnya
dimiliki
untuk
menyelesaikan
pekerjaan,
kondisi
lingkungan,
keberadaan aturan yang mendukung pekerjaan, dan identitas responden. 5.2.3. Focus Group Discussion (FGD)
Penggambilan data dengan survei dan wawancara mendalam mungkin akan
sangat berguna dalam mendiskripsikan pekerjaan dan kebutuhan-kebutuhan pekerjaan. Focus group discussion (FGD) akan digunakan untuk melengkapi data-
data itu sekaligus sebagai crosscheck atas data kuisioner. FGD dilakukan dengan melibatkan setiap unit kerja dengan orientasi utama mencari jawaban atas standart kebutuhan tenaga kerja di masing-masing unit. 5.2.4. Wawancara
Wawancara mendalam mempunyai keunggulan dalam melihat konteks
setiap peristiwa. Kondisi-kondisi pekerjaan dan kompetensi mungkin akan sangat
baik dijawab melalui survei, tapi hal itu mungkin bersifat permukaan. Konteks atas
setiap peristiwa akan sangat baik jika dielaborasi dengan wawancara mendalam. Dengan kata lain, wawancara mendalam dilakukan untuk memperdalam informasi survei.
5.3.
Analisis Data
Studi menggabungkan penelitian kuantitatif dan kualitatif. Oleh karena itu,
teknik analisis yang digunakan juga menggabungkan analisis yang lazim
menggunakan metode triangulasi semacam itu. Data-data kuantitatif akan dianalisis dengan menggunakan analisis kuantitatif dan akan dipaparkan secara diskriptif. Sementara itu, untuk data kualitatif, akan dilakukan analisis dengan menggunakan
pendekatan kualitatif. Analisis dilakukan sejak awal pengambilan data dilakukan dengan mengelompokkan data-data kualitatif sesuai dengan cluster-nya masing-
masing. Analisis data kualitatif ini mencakup tiga kegiatan penting, yakni reduksi
data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Miles dan Huberman, 1994). 8
Reduksi
data
merupakan
proses
pemilihan,
pemusatan
perhatian
pada
penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data ‘kasar’ yang muncul dari
catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data ini berlangsung secara terusmenerus selama penggalian data dan proyek penelitian berlangsung. Sementara itu,
penyajian data sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penarikan kesimpulan atau verifikasi, di sisi lain, sebagai bagian dari kegiatan konfigurasi yang utuh. Hasil analisis akan dipaparkan secara mendalam dengan melihat konteks datanya. Dari
sini, selanjutnya, dirumuskan suatu model mengenai standart kebutuhan SDM di tipe B dan C.
9
BAB II GAMBARAN UMUM SDM LPP RRI
1. Usia Pegawai RRI di 4 satker yang menjadi lokus penelitian didominasi oleh usia
tua. Usia pegawai RRI yang paling banyak adalah antara 51-55 tahun, yaitu sebanyak
295 orang atau mencapai 41,55%. Jumlah terbanyak kedua adalah pegawai berusia 46-50 tahun. Mereka yang berada pada usia tersebut sebanyak 143 orang (20,14%).
Selanjutnya, pegawai berusia lebih dari 56 tahun sebanyak 90 orang atau 12,68%.
Ketiga kelompok usia tersebut jika dijumlahkan menjadi 74,37% atau hampir mencapai tiga perempat jumlah pegawai RRI. Pegawai yang lebih muda, yaitu yang
berusia 41-45 tahun sebanyak 8,03%. Pegawai yang berusia kurang dari 40 tahun berjumlah kurang dari 20% (lihat grafik 2.1). 41,55%
20,14% 12,68% 8,03%
>56 tahun
51-55 tahun
46-50 tahun
41-45 tahun
4,51%
36-40 tahun
6,20%
31-35 tahun
4,65%
26-30 tahun
2,25% <25 tahun
Grafik 2.1.
Komposisi usia pegawai RRI di 4 satker
Usia pegawai RRI yang didominasi oleh kelompok usia tua berpengaruh
pada produktivitas. Untuk bagian pemberitaan, misalnya, usia akan berpengaruh
pada kemampuan dalam mencari berita karena tugas lapangan butuh mobilitas yang tinggi dan stamina yang kuat. Usia yang tidak lagi muda tentu akan berpengaruh
10
pada pekerjaan reporter. Pegawai yang berusia tua juga tidak adaptif terhadap perkembangan teknologi. Mereka yang mahir menggunakan mesin ketik ternyata tidak bisa beradaptasi dengan komputer. Banyak pula pegawai yang enggan belajar
mengoperasikan komputer karena merasa sudah tua. Padahal, saat ini, pemerintah
mensyaratkan penguasaan aplikasi untuk pelaporan keuangan dan inventaris barang. Hal tersebut tentu saja akan mengurangi produktivitas pegawai. Dalam
observasi di RRI Surakarta, pegawai bagian TU harus bekerja berdua untuk
memasukkan data Barang Milik Negara melalui aplikasi, padahal pekerjaan tersebut
harusnya bisa dikerjakan satu orang. Di RRI Surabaya, beberapa pegawai juga
akhirnya “hanya” bekerja sebagai front office karena tidak memiliki kemampuan komputer.
Selain produktivitas yang kurang, usia tua juga berpengaruh pada tingkat
inovasi. Pegawai tua seringkali kurang inovatif karena terbiasa melakukan apa yang biasa dilakukan saja. Pegawai lama RRI juga terbentuk pada lingkungan Orde Baru
yang represif sehingga kurang berani mengambil langkah ekstrim untuk kemajuan RRI. Jika ada inovasi dari pegawai muda, maka pegawai tua menjadi resisten karena tidak berani menyalahi aturan pusat. Padahal pegawai usia tua inilah yang saat ini
memegang jabatan dan mengambil keputusan. Meski tidak semua pegawai tua kurang inovatif, resistensi beberapa pimpinan terhadap perubahan membuat citra
RRI sebagai radio yang kuno terus melekat. Problem ini terutama berpengaruh pada siaran Pro 2 yang seharusnya lebih modern karena diperuntukkan bagi kalangan usia muda.
Dengan kondisi pegawai berusia tua, RRI juga dibayangi oleh pensiun
pegawai. Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara Pasal 90, batas usia pensiun PNS adalah 58 tahun untuk pejabat administrasi
dan 60 tahun untuk pejabat pimpinan tinggi. Dengan aturan tersebut, dalam 7 tahun ke depan, lebih dari separuh pegawai RRI akan memasuki masa pensiun. Sementara, pegawai dengan usia 45 tahun ke bawah hanya sekitar 25%. Regenerasi pegawai
RRI harus segera dipikirkan sehingga nantinya tidak terjadi kekurangan pegawai maupun kelebihan pegawai karena adanya rekrutmen pegawai baru.
11
2. Pendidikan, Kompetensi, dan Distribusi Pegawai Dari segi pendidikan formal, mayoritas pegawai RRI di 4 lokasi penelitian
adalah tamatan SMA/SMK, yaitu sebanyak 376 orang (52,96%). Berikutnya adalah
pegawai dengan tingkat pendidikan Sarjana/D4 dan Diploma sebanyak 211 orang (29,72%) dan 44 orang (6,20%). Tingkat pendidikan tertinggi yang dimiliki pegawai
RRI di 4 lokus adalah S2 dengan jumlah yang minim yaitu 30 orang (4,23%). Sebagaimana tersaji dalam grafik di bawah , masih ada sebagian pegawai RRI
dengan tingkat pendidikan SMP dan SD meski jumlahnya sedikit yaitu masing-
masing 19 orang (2,68%). Ditambah 11 orang (1,55%) menjawab lainnya. 60,00%
52,96%
50,00% 40,00%
29,72%
30,00% 20,00% 10,00%
2,68%
2,68%
6,20%
4,23%
1,55%
0,00%
Grafik 2.2
Tingkat Pendidikan Pegawai RRI di 4 Lokus Penelitian
Banyaknya pegawai RRI dengan ijazah SMA/SMK mengindikasikan bahwa
sumber daya manusia yang dimiliki RRI belum didukung dengan pengetahuan formal yang sesuai dengan kebutuhan profesional di bidang penyiaran. Meski
tamatan SMK merupakan pendidikan vokasi, artinya disiapkan untuk siap kerja,
tetapi dalam kenyataannya belum tentu sesuai bidang. Misalnya lulusan SMK pembangunan ditempatkan di bidang TMB yang lebih membutuhkan kompetensi
elektronika dan mekanik. Kondisi ini juga diakui oleh Ali Khan, staf TMB RRI
Surabaya, dalam FGD sebagai berikut, “Selama ini pendidikan profesi sangat kurang karena dari teknik audio juga membuka untuk (pelatihan) teknik dasar studio itu
12
kan belum tentu setiap setahun sekali. Itu pun tidak semua orang mendapat
kesempatan yang sama. Bahkan kemampuan dasar yang kami miliki juga tidak sama.”
Secara umum kompetensi sumber daya manusia dapat dilihat dari tingkat
pendidikan, pelatihan, dan pengalaman kerja. Sebagaimana telah dijelaskan pada
bagian sebelumnya, mayoritas pegawai RRI memiliki tingkat pendidikan SMA/SMK.
Artinya bahwa bekal pengetahuan dan kompetensi yang dimiliki masih sangat umum. Sementara untuk mengelola radio penyiaran dibutuhkan kompetensi-
kompetensi spesifik.
Kompetensi sumber daya manusia juga didapatkan melalui pelatihan-
pelatihan. Dalam konteks LPP RRI, pelatihan bagi pegawai RRI dilakukan secara
terpusat melalui PUSLITBANGDIKLAT LPP RRI. Ada juga Satker yang mengadakan in
house training yang bersifat insidental. Berdasarkan temuan di lokasi penelitian, ada beberapa catatan terkait pelatihan dan pengembangan kompetensi di LPP RRI.
Pertama, pelatihan yang selama ini diadakan dinilai kurang merata secara
bidang kompetensi. Ada bidang-bidang tertentu yang cenderung lebih sering mendapatkan kesempatan pelatihan seperti Bagian Tata Usaha berkaitan dengan perkembangan sistem pelaporan,
Bidang Siaran berkaitan dengan program-
program siaran dan produksi, atau Bidang TMB berkaitan dengan teknologi
penyiaran dan aplikasi-aplikasi yang digunakan. Sementara Bidang LPU cenderung jarang mendapatkan kesempatan pelatihan karena dianggap bukan core business lembaga penyiaran. Lagipula kontribusi LPU belum menunjukkan hasil yang signifikan bagi RRI baik secara finansial maupun citra lembaga.
Kedua, alokasi peserta dalam sebuah pelatihan terbatas. Akibatnya
peningkatan kompetensi pegawai RRI secara kuantitas berjalan relatif lambat. Lebih
jauh lagi terjadi kesenjangan kompetensi sumber daya manusia karena ada sebagian pegawai yang sering dikirim mewakili satker dibanding pegawai lain. Ketiga Pola
pengembangan kompetensi pegawai didasarkan pada kebutuhan temporal dan belum memiliki penjenjangan yang jelas. Temuan ini didasarkan pada data
kepegawaian di mana sebagian pegawai memiliki pengalaman mengikuti pelatihan tentang berbagai bidang kompetensi. Sementara sebagian besar lainnya hanya
mendapatkan pelatihan dasar bahkan ada yang belum pernah mengikuti pelatihan 13
sama sekali meskipun sudah lama bekerja di RRI. Keempat, Pola karir yang lebih berorientasi pada eselon/level birokrasi menyebabkan pegawai RRI tidak dapat
mengembangkan kompetensi profesional. Misalnya seorang wartawan yang telah memiliki sertifikat profesi sebagai wartawan madya belum tentu dapat melanjutkan ke tingkat wartawan utama karena dimutasi ke bidang di luar pemberitaan. Terakhir,
kompetensi
juga
didapatkan
melalui
pengalaman
kerja.
Tampaknya modus terakhir ini yang paling umum terjadi di lingkungan RRI setelah
kita tahu kelemahan dua modus pengembangan kompetensi sebelumnya. Dulu di
RRI dikenal istilah melopen, diambil dari bahasa Belanda meelopen, yang berarti mendampingi atau menjalankan bersama. Dalam istilah yang lebih familiar pola ini
sama seperti magang di mana staf yang baru ditugaskan di bidang tertentu akan diminta untuk mengamati dan belajar dari staf yang lebih pengalaman. Memang pola
ini cukup membantu menambah kompetensi tetapi sifatnya terbatas pada pekerjaan-pekerjaan operasional saja. Tanpa memiliki struktur of knowlede
(pemahaman konseptual) yang memadai, seorang staf tidak bisa berbuat apa-apa ketika menghadapi permasalahan teknis atau
tugas
yang membutuhkan
kemampuan analisis masalah dan troubleshooting. Itu sebabnya di semua satker RRI
yang diteliti mengeluhkan kurangnya tenaga ahli, khususnya perawatan dan perbaikan teknis di bidang TMB.
Apalagi jika dikaitkan dengan pola karir pegawai RRI yang lintas bidang.
Seorang pegawai yang telah memiliki pengalaman kerja di satu bidang tertentu bisa
saja dipromosikan/dimutasi ke bidang lain sehingga ia harus belajar dari awal lagi. Dengan pola demikian, dapat dikatakan bahwa sumber daya manusia di RRI
cenderung diisi oleh orang yang ‘baru belajar’, terlepas dari lama masa kerjanya di RRI secara keseluruhan.
Selanjutnya terkait distribusi sumber daya manusia di 4 lokasi penelitian
menunjukkan bahwa belum ada standar yang jelas. Jumlah keseluruhan SDM di RRI
Tipe B berkisar antara 187 orang (RRI Surabaya) hingga 193 orang (RRI Bandung).
Sementara di RRI Tipe C, jumlah keseluruhan SDM di RRI Cirebon adalah 85 orang sedangkan di RRI Surakarta sebanyak 245 orang. Jika RRI Cirebon dijadikan sebagai
acuan rata-rata Tipe C, dapat dikatakan bahwa jumlah SDM di RRI Tipe C separuh dari jumlah SDM di RRI Tipe B padahal beban kerjanya relatif sama. Bahkan RRI
14
Surakarta yang juga berstatus RRI Tipe C memiliki SDM sebanyak 245 orang, jauh lebih banyak dari RRI Tipe B.
Tabel 2.1
Perbandingan Distribusi SDM di 4 Satker Bidang
Tipe B
RRI Bandung
RRI Surabaya
Tipe C
RRI Surakarta
RRI Cirebon
Jumlah
Persen
Jumlah
Persen
Jumlah
Persen
Jumlah
Persen
TU
43
22.3%
42
22.6%
53
21.6%
19
22.4%
Pemberitaan
29
15.0%
28
15.1%
26
10.6%
17
20.0%
Kepsta Siaran TMB LPU
Total
1
69 37 14
193
0.5%
35.8% 19.2%
7.3%
100%
1
58 46 12
187
0.5%
30.6% 24.7%
6.5%
100%
1
99 54 12
245
0.4%
40.4% 22.0%
4.9%
100%
1
23 16
9
85
1.2%
27.1% 18.8% 10.6%
100%
Jika dilihat dari distribusi SDM antarbidang di masing-masing satker RRI,
komposisi SDM terbanyak ada di Bidang/Seksi Siaran yaitu sekitar 23 – 99 orang
atau 27,1% hingga 40,4%. Diikuti Bagian/Sub-bagian TU sebanyak 21,6% - 22,6% dan Bidang/Seksi TMB sebanyak 18,8% hingga 24,7%. Sementara Bidang/Seksi
dengan jumlah staf paling sedikit adalah LPU yaitu sebanyak 4,9% hingga 10,6% di
masing-masing satker. Sementara jika dilihar berdasarkan tipe satker, tampak tidak ada pola tertentu yang membedakan antara RRI Tipe B dan Tipe C. Memang di RRI
Tipe B yang diwakili oleh RRI Bandung dan RRI Surabaya, jumlah keseluruhan SDMnya relatif setara yaitu 193 dan 187 orang. Sementara untuk RRI Tipe C ada perbedaan jumlah yang sangat signifikan. RRI Cirebon beroperasi dengan jumlah
SDM 85 orang, kurang dari separuh jumlah SDM di RRI Tipe B, sedangkan RRI Surakarta memiliki jumlah SDM jauh lebih banyak dari pada RRI Tipe B yaitu sebanyak 245 orang.
Komposisi pembagian SDM di masing-masing bidang tersebut menunjukkan
bahwa kebutuhan sumber daya manusia di RRI masih berorientasi pada fungsi
administrasi dan tenaga operasional. Hal ini mungkin terjadi sebagai warisan dari 15
praktik RRI ketika masih menjadi media ‘corong pemerintah’ Orde Baru. Meskipun sekarang telah berstatus Lembaga Penyiaran Publik, sumber utama anggaran operasional RRI berasal dari APBN melalui Kemenkominfo. Dengan demikian pola
pelaporan dan indikator keberhasilan kinerja RRI mengikuti standar good governance yang berlaku bagi lembaga pemerintah. Sayangnya standar kinerja
birokrasi yang saat ini berlaku masih dominan pada ketertiban administrasi dan akuntabilitas penggunaan anggaran. 3. Status Kepegawaian Sejak Departemen Penerangan dibubarkan pada masa pemerintahan
Presiden Abdurrahman Wahid tahun 1999, RRI berada di bawah Kementerian Keuangan. Sejak itu pula, RRI tidak menerima pegawai dengan status PNS. Untuk menyiasati kebutuhan pegawai tambahan, RRI memberikan status kepada pegawai baru, yaitu PBPNS atau Pegawai Bukan Pegawai Negeri Sipil. Hingga saat ini,
komposisi PNS-PBPNS di 4 satker yang diteliti dalam riset ini adalah sebagai berikut.
544 pegawai (76,62%) adalah PNS yang telah bekerja sejak masa Orde Baru. Sisanya, 166 pegawai (23,38%) adalah PBPNS yang bergabung kemudian.
23,38%
PNS 76,62%
PBPNS
Grafik 2.3
Status pegawai RRI di 4 satker 16
Status kepegawaian di RRI tersebut memiliki konsekuensi yang besar.
Terkait dengan tunjangan, tentu saja pegawai dengan status PNS memiliki gaji dan tunjangan yang lebih besar dibandingkan dengan PBPNS. Perbedaan ini bisa memicu
kecemburuan sosial antarpegawai. Perbedaan gaji dan tunjangan antara PNS dan
PBPNS tidak menjadi problem ketika dihubungkan dengan masa kerja mereka. Akan tetapi, perbedaan tunjangan ini menjadi masalah jika dikaitkan dengan etos kerja
mereka. Selama ini, pekerjaan PBPNS dianggap lebih baik dibandingkan pekerjaan PNS. Pegawai dengan status PBPNS yang biasanya adalah orang muda lebih gesit
dan adaptif terhadap teknologi. Di satker-satker yang menjadi lokus penelitian,
PBPNS seringkali menjadi tumpuan dalam tiap pekerjaan RRI. Di RRI Cirebon, seorang PBPNS di bagian umum selalu menjadi andalan karena dia bisa mengoperasikan komputer dan memahami aplikasi-aplikasi yang berhubungan dengan pekerjaan di bagian umum. Di RRI Solo, reporter dengan status PBPNS
justru yang memiliki produktivitas tinggi dibandingkan reporter PNS. Jika kondisinya demikian, maka perbedaan tunjangan antara PNS dan PBPNS bisa memicu kecemburuan sosial.
Selanjutnya, perbedaan status kepegawaian ini juga berpengaruh pada masa
depan karir. Hingga kini, PBPNS tidak memiliki hak untuk mengampu jabatan
struktural. Ke depan, ketika PNS di RRI sudah banyak yang pensiun, maka PBPNS ini
yang kemudian harus menggantikan mereka. Oleh karena itu, pola karir PBPNS ke
depan perlu dipikirkan lagi. Pegawai dengan status PPBPNS bisa dipertimbangkan
sebagai PNS atau perlu model status kepegawaian lain yang memungkinkan karir PBPNS berkembang di RRI. 4. Budaya Kerja Sebagai sebuah lingkungan kerja, Satker RRI memiliki budaya kerja. Ada
banyak faktor yang mempengaruhi budaya kerja yaitu: kepemimpinan, visi organisasi, kerjasama tim, imbalan, kesempatan promosi (jenjang karir), kondisi fisik, tingkat keluar masuk, tuntutan inovasi dan lingkungan eksternal.
Terutama, berdasarkan wawancara dan FGD dapat diketahui budaya kerja
yang secara umum dan khusus dimiliki oleh tiap Satker. Secara umum, keempat satker yang diteliti menunjukan hal berikut.
17
a. Kerjasama Tim:
Hampir semua pekerjaan di RRI dilakukan bersama tim. Hanya pekerjaan
tertentu seperti bendahara dan pengelolaan data SDM dapat dikerjakan secara
individu. Sedangkan pekerjaan lain seperti siaran, pemberitaan, produksi iklan,
penyelenggaraan acara off air selalu dikerjakan di dalam tim. Oleh karena itu, karyawan RRI sangat terlatih bekerja tim. Faktor lain yang mempengaruhi
kemampuan kerja tim adalah usia karyawan yang telah memasuki usia matang, di atas 40 tahun. Sehingga mereka telah memahami dengan baik mekanisme
pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya dan toleransi dengan perbedaan pendapat.
Di tiap FGD, peserta selalu mengungkapkan hal yang sama, suasana
kekeluargaan dan kekompakan tim kerja menjadi alasan utama bagi karyawan
untuk mempertahankan motivasi kerja. Terutama karyawan di bagian siaran dan pemberitaan menyadari bahwa tugas mereka saling tergantung satu sama lain jadi kekompakan tim harus dijaga untuk menghindarkan konflik.
Pendapat para Kepsta juga menyetujui persepsi anak buahnya tentang tim
kerja di satker sebagai berikut.
Ibu Krisma (Kepsta Surakarta):
“Saya melihat budaya kerja tinggi di sini, tanggungjawabnya juga cukup tinggi. Karena memang mungkin di Jawa ini, etikanya juga bagus, etikanya juga bagus, budaya kerjanya juga tinggi, terus saling menghargai dengan pekerjaannya, tanggung jawabnya dengan pekerjaan juga cukup tinggi” Pendapat sama disampaikan Ibu Yuvita (Kepsta Surabaya)
“Kalau suasana kerja tidak ada masalah sama sekali. Kekeluargaan ada, gotong royong ada, semangat, kemudian kondusif. Kalau penuh dinamika iya, misalnya terjadi beda pendapat itu biasa, tapi ya itu orang Surabaya termasuk fair dan tidak pendendam. Jadi kalau sudah ya sudah, berantem ya sudah” Senada juga, diungkapkan Pak Hasto (Kepsta Bandung)
“Alhamdulilah, teman-teman di Bandung ini mudah diatur. Soliditasnya tinggi. Saya berusaha menciptakan budaya sportivitas, saya selalu bilang ‘tolong saya dikritisi, sebulan sekali rapat, silahkan dimaki-maki saya’ Kasarannya begitu,
18
karena saya tidak bisa lihat tengkuk saya sendiri. Saya janji tidak akan marah sekeras apa Anda menegur” b. Kepemimpinan
Faktor lain yang memengaruhi budaya kerja adalah kepemimpinan. Di RRI
pejabat setingkat Kepala Bidang dan Kepala Stasiun seringkali dimutasi dari
satu satker ke satker yang lain. Hal ini berbeda dengan staf yang hanya
mengalami mutasi di satu satker yang sama. Oleh karena itu, soal
kepemimpinan menjadi isu yang penting untuk perbaikan atau pelemahan budaya kerja.
Satu hal yang selalu muncul dalam wawancara, para Kepsta seringkali
membandingkan kinerja staf satker yang dipimpinnya sekarang dengan staf satker yang dulu dipimpinnya. Ibu Krisma (Kepsta Surakarta) menganggap
budaya kerja di Jawa lebih baik daripada di luar Jawa seperti Biak. Sedangkan menurut Pak Hasto (Kepsta Bandung) dan Ibu Budi Ningrum (Kepsta Cirebon),
budaya kerja Sumenep sangat baik dibandingkan dengan Bandung dan Cirebon
karena produktifitasnya lebih tinggi. Pengalaman itu menjadi patokan untuk memperbaiki kinerja satker yang dipimpin.
Di sisi lain, melalui FGD para staf terungkap bahwa, Kepala Bidang dan
Kepala Stasiun kerap kali tidak memiliki gaya kepemimpinan yang sama. Perubahan yang terlalu cepat membuat para staf kesulitan menyesuaikan diri. Pimpinan adalah pengatur irama satker, jika pimpinan berubah gaya maka seluruh staf akan merasakan dampaknya. FGD TU Bandung
“tapi disadari juga setiap pimpinan (Kabid) itu kan ada kebijakan masing masing ya beda-beda ya itu mungkin ya dulu mungkin sebelum begitu sekarang begini, itu ya mudah-mudahan saja yang sekarang tidak nyaman itu akan cepat kembali nyaman kebetulan saya kurang nyaman dengan sekarang.” FGD Siaran Cirebon
“target itu tergantung pimpinan pak”
“Jadinya kita jadi ilfeel siaran Pak kalau pimpinan nggak dengerin karena kita nggak ada evaluasi apa yang kita sampaikan”
19
Oleh karena itu dalam rangka perbaikan budaya kerja, para pimpinan perlu
dibekali gaya kepemimpinan yang paling sesuai dengan kondisi kerja di satker
RRI. Jika pun pimpinan melakukan perbandingkan dengan satker sebelumnya, hal itu tidak perlu ditonjolkan dalam forum terbuka karena kan menimbulkan
resistensi dari staf. Pimpinan diharapkan dapat mengambil langkah-langkah taktis yang dapat menjadi panduan para staf. Kerjasama tim telah relatif kondusif maka pimpinan sebenarnya lebih mudah memberikan arahan. c. Visi Organisasi
Dalam kurun tiga belas tahun terakhir RRI mengalami perubahan visi
organisasi yang dramatis. Perubahan orientasi ini juga berdampak pada budaya kerja. Jika sebelumnya RRI lebih banyak bertindak sebagai corong pemerintah,
namun saat ini RRI berfungsi melayani publik. Hal ini seharusnya nampak dalam pemberitaan, siaran dan layanan publik.
Para Kepsta sangat memahami perubahan orientasi ini. Namun nampaknya
tidak semua staf mengikuti perubahan dengan cepat. Bagian yang paling ‘kebingungan’ menghadapi perubahan ini adalah Layanan dan Pengembangan Usaha (LPU)
LPU memiliki beberapa bagian layanan publik, komunikasi publik dan
pengembangan usaha. Divisi pengembangan usaha bertugas mencari iklan
komersial. Beberapa tahun terakhir mereka aktif mencari iklan. Mereka mendapatkan komisi dari iklan komersial yang masuk, bahkan para wartawan
pun turut serta menjual slot iklan untuk mendapatkan komisi. Hal yang sama juga dilakukan oleh layanan publik dan komunikasi publik.
Mulai tahun ini, komisi tidak otomatis diberikan karena kebijakan
Penerimaan Negara Bukan Pajak harus disetorkan dulu ke keuangan pusat. Motivasi staf langsung merosot tajam. Akibatnya target iklan tidak tercapai dan mereka mengalami disorientasi atas pekerjaannya.
Sebagai lembaga penyiaran publik, tugas utama RRI adalah membangun
kerjasama dengan berbagai elemen publik. Kerjasama itu bertujuan untuk
meningkatkan pelayanan publik baik dalam pemberitaan, materi siaran, peran 20
serta publik. Oleh karena itu sebaiknya dilakukan sosialisasi ulang mengenai peran bagian LPU agar para staf terbangkitkan kembali motivasinya.
Di bagian lain, pemberitaan juga mengalami kendala soal orientasi publik.
Selama bertahun-tahun para wartawan RRI beriorientasi pada pemberitaan pemerintah. Hingga saat ini masih banyak wartawan yang mencari berita hanya
berdasarkan undangan dan rilis yang masuk ke redaksi dari institusi
pemerintah. Mereka kurang ulet dan teliti menelusuri kejadian-kejadian menarik yang berkembang di masyarakat. Oleh karena itu perlu ditetapkan syarat berita yang memenuhi unsur kepublikan.
Di bagian siaran, persoalan muncul dalam representasi narasumber yang
dihadirkan. Karena hubungan baik, jaringan kerja dan kerjasama promosi
program, para narasumber yang dihadirkan dalam program dialog, opini dsb berasal dari pemerintah. Pemilihan narasumber ini perlu diperhatikan agar
menjamin keragaman publik yang direpresentasikan oleh RRI. Kualitas narasumber juga perlu diimbangi dengan kemampuan penyiar.
Satker Surakarta perlu diberi apresiasi karena memberikan slot yang sangat
luas untuk berbagai elemen masyarakat dari anak-anak, mahasiswa hingga
orang dewasa. Mereka juga berusaha menjaring komunitas pendengar dalam forum-forum pertemuan jumpa darat.
d. Imbalan
Hampir semua staf mengeluhkan imbalan pekerjaan mereka yang dianggap
tidak sebanding dengan PNS lain seperti guru dan pegawai Pemda. Tugas
tambahan, seperti honor kepanitiaan, reportase dan siaran dianggap kurang sebanding dengan usaha yang dikerahkan.
Namun dalam pembicaraan selama FGD, ketika imbalan diarahkan dengan
kompetensi, kinerja dan kerjasama tim maka sebagian staf merasa harus
menerima imbalan tersebut. Mereka menyadari kompetensi mereka masih
perlu ditingkatkan. Selain itu, kinerja harian mereka sebenarnya belum optimal terbukti masih ada banyak waktu luang untuk bekerja sambilan atau bersantai
di kantor. Kerjasama tim dianggap sebagai ‘pengobat’ imbalan yang dirasa minim. Segala kesulitan kerja ditanggung bersama jadi terasa lebih ringan.
21
FGD Siaran Cirebon
“Tapi intinya gini Pak, semakin banyak pekerjaan, rewardnya kan semakin gede” FGD Pemberitaan Bandung
“Kompensasi itu sebenarnya kalau dibanding dulu-dulu sebenernya memang lebih baik sekarang.” Dari hasil FGD para staf merasa imbalan saat ini telah sebanding dengan
kompetensi dan kinerja mereka. Tentu saja mereka ingin ada peningkatan imbalan yang disesuaikan dengan kinerja perorangan. Perbaikan imbalan akan
meningkatkan kemauan untuk merespon perbaikan kualitas yang diharapkan RRI.
e. Kondisi Fisik
Lingkungan fisik organisasi juga dapat meningkatkan dan melemahkan
budaya kerja. Saat ini RRI mengalami perubahan menuju digitalisasi. Beberapa
aplikasi komputer digunakan untuk laporan. Selain itu peralatan studio secara bertahap juga hendak diperbaiki.
Situasi ini direspon beragam oleh staf. Beberapa orang lebih bisa
menyesuaikan diri dibandingkan staf yang lain. Namun secara umum, logika
kerja yang digunakan masih bersifat manual. Sebagai misal, staf membuat
konsep surat dengan tulisan tangan lalu mengetiknya. Contoh lain, wartawan yang melakukan reportase menulis berita pada secarik kertas lalu mengetiknya tanpa penyimpanan file berita yang rapi di dalam komputer. Akibatnya,
pekerjaan jadi lebih lama diselesaikan. Selain itu, mereka sangat gemar mencetak hasil pekerjaan sehingga beban kerja printer sangat tinggi.
Ketersediaan peralatan tidak disertai dengan perubahan cara kerja maka hal
yang terjadi justru inefisiensi waktu dan ATK. Di semua satker, staf
mengeluhkan jumlah dan kualitas komputer yang terbatas, hal ini membuat mereka harus antri dalam bekerja. Di sisi lain kepemilikan alat-alat digital seperti ponsel pintar dan laptop tidak dianggap sebagai investasi kerja.
Hasil observasi di lapangan tersebut diperkuat oleh pernyatan Kepsta
berikut ini.
Pak Hasto (Kepsta Bandung)
22
“studio baru itu, kaca itu membangkitkan semangat mereka. Tanpa saya suruh, mereka merancang regulasi sendiri. Ibu Krisma (Kepsta Surakarta)
“Ya mungkin peralatan kerja harus lebih di ini.. Ini kan komputer sudah makin tua itu, makin apa.. Makin lama, makin harus diperbaiki. Karena komputer yang ada itu komputer lama, sementara anggaran kita itu ngga ada untuk pembelian komputer.” Para staf telah menyadari bahwa proses digitalisasi tidak bisa dielakkan.
Namun mereka memerlukan proses fasilitasi untuk mengubah cara kerja dari
manual menjadi digital. Fasilitasi dapat ditempuh dengan ketersediaan alat dan f.
pelatihan.
Lingkungan eksternal
Kultur daerah memegang peranan penting dalam budaya kerja. Sebagai
misal, di Surabaya yang didominasi oleh kultur keterbukaan maka budaya kerjanya juga mengikuti. Para pimpinan berusaha bersiasat dengan kultur tersebut. Tidak selamanya mereka mengikuti kultur yang ada, terkadang budaya kerja baru perlu diciptakan.
Sebagai misal, Satker Surabaya sangat kental dengan keterbukaan, jika tidak
hati-hati justru menjadi konflik. Oleh karena itu, keterbukaan perlu diarahkan menjadi kemauan berinovasi. Ibu Yuvita (Kepsta Surabaya)
“Surabaya kan …, kalau ini disenggol sitik iso ini, jadi momong, harus momong gitu ya, momong tapi nggak terlalu. Orang Surabaya bagusnya itu, tidak mendalam, tidak sampai menyimpan apa misalnya, ada salah, ada kesalahan, ya saling memaafkan, udah selesai selesai.” Pak Hasto (Kepsta Bandung)
“Saya tahu, orang Sunda itu santun-santun, nggak mungkin sampai maki-maki. Sebelumnya …. Orang sini tersinggungan, kalau diomeli pimpinannya ngambek, malah sekian hari tidak masuk.”
23
5. Pola Karir Catatan khusus perlu diberikan pada soal pola karir. Staf yang memiliki pola
karir jelas akan mengalami peningkatan kemampuan dan percaya diri. Pendek kata, pola karir dapat meningkatkan profesionalisme staf.
Banyak staf di keempat satker yang diteliti tidak memiliki linieritas dalam
hal latar belakang pendidikan, diklat yang pernah diikuti dan jenjang karir. Staf yang paling konsisten memiliki liniearitas adalah staf bagian keuangan dan teknik.
Sedangkan staf bagian SDM, Umum dan LPU seringkali berpindah-pindah
bagian dan tidak memiliki latar belakang pendidikan yang spesifik. Sebagai misal, Rr. Soeryatini, SE yang menjadi Kepala Seksi SDM Satker Surabaya mendapatkan berbagai diklat: dasar pemberitaan, pemberitaan, workshop aplikasi program reportase. Hanya pada tahun 2014, ia mengikuti diklat manajemen kepegawaian di
Jakarta. Semua stafnya di bagian SDM tidak ada yang pernah mengikuti diklat kepegawaian. Contoh lain, Heni Hapipah, SE, saat ini menjadi staf PEP di Satker
Bandung. Ia memulai karir sebagai staf Si Programa, Staf Urusan Umum, Staf Sub Bag SDM, Staf Seksi PEP.
Staf di bagian pemberitaan dan siaran seharusnya memiliki ketrampilan
yang sangat khusus. Oleh karena itu mereka dapat menjalani karir fungsional. Secara umum, staf bagian pemberitaan dan siaran cukup konsisten mengikuti suatu pola karir tertentu dari staf, ajun andalan, andalan dst.
Namun ada pula staf yang berpindah dari bagian non pemberitaan ke
pemberitaan. Sebagai misal, H Enjang Rustadi, SAP (Kepala Seksi Olahraga Satker
Bandung). Ia menjadi staf umum pada tahun 1989 lalu PJS Kaur Umum, Ka Urusan Umum, Staf Urusan Umum, Staf Urusan Perlengkapan, Manajer Si Dok Kom lalu pada 2007 menjadi Kasi Olahraga.
Menilik beberapa contoh di atas, maka perlu dirancang suatu pola karir yang
konsisten berawal dari latar belakang pendidikan, diklat dan deskripsi kerja. Melalui pola karir yang konsisten dapat dibentuk staf yang professional.
24
BAB III ANALISIS KEBUTUHAN SUMBER DAYA MANUSIA LPP RRI
1. Bidang Pemberitaan Sebelum menganalisis lebih jauh kebutuhan-kebutuhan SDM di kedua tipe,
ada baiknya dipaparkan terlebih dulu perbedaan-perbedaan umum masing-masing satker dalam menempatkan dan mengelola SDM. Ini penting karena masing-masing satker meskipun dalam kategori yang sama ternyata mempunyai perbedaan dalam
mengelola SDM pemberitaan. Hal itu disebabkan oleh sifat khas masing-masing satker, terutama terkait dengan ketersediaan SDM.
Secara umum, terlihat bahwa fungsi-fungsi pekerjaan di kedua tipe tidak
mempunyai perbedaan yang signifikan, sejauh bahwa SDM yang bersangkutan
menempati posisi yang sama. Seorang reporter, misalnya, tugasnya adalah mencari dan menulis berita untuk kemudian dibacakan oleh penyiar.
Analisis terhadap komposisi dan penempatan SDM pemberitaan di kedua
tipe ini penting agar bisa ditemukan pola yang pas dalam menyusun komposisi SDM di kedua tipe. Ini penting karena satuan kerja (satker) yang menjadi objek kajian
mempunyai tipe yang berbeda sehingga perlu dilihat terlebih dahulu perbedaan dan persamaannya. Baru setelah itu, analisis beban kerja dapat dilakukan dan sstandart ideal untuk jumlah SDM di bagian pemberitaan bisa dirumuskan dengan baik. 1.1.
Gambaran Umum Bidang Pemberitaan
Kebutuhan sumber daya di Bidang Pemberitaan (untuk tipe B) atau Kasi
Pemberitaan ditentukan oleh beragam faktor, diantaranya adalah tipe satker yang
bersangkutan dan wilayah yang harusnya di-cover oleh bidang atau seksi
pemberitaan. Sebagai ilustrasi, Satker Kota Bandung sebagai stasiun tipe B membawahi Cimahi, Subang, Purwakarta, Tasikmalaya, Garut, dan Cianjur. Di kota-
kota yang harus di-cover oleh RRI Bandung itu, RRI mempunyai reporter tetap, dan hanya di Cianjur dimana liputan menjadi tanggung jawab kontributor. Sementara itu, untuk Tipe C dengan mengambil contoh Surakarta, daerah di luar Surakarta yang seharusnya mendapatkan liputan adalah Sukoharjo, Klaten, Boyolali, Sragen,
Karanganyar, dan Wonogiri. Di setiap kota ini, RRI mempunyai seorang reporter. 25
Dari perspektif ini, tampak bahwa tidak ada perbedaan antara satker tipe B ataupun
tipe C karena kebutuhan reporter ditentukan oleh jumlah wilayah yang harusnya dicover oleh satker yang bersangkutan.
Sementara itu, kebutuhan SDM bidang atau kasi pemberitaan dalam kota
ditentukan oleh pembagian tugas masing-masing reporter. Di sini, muncul perbedaan diantara satker. Di Surakarta, misalnya, wartawan dibagi berdasarkan desk yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya. Di RRI Surakarta, desk dibagi ke
dalam beberapa topik liputan diantaranya adalah pemerintah, pendidikan, ekonomi, budaya, politik (DPR), hukum dan kriminal. Ditambah kemudian olah raga. Pola ini
agak berbeda dibandingkan dengan tiga satker lainnya dimana pembagian reporter dalam kota tidak dilakukan secara ketat. Di Cirebon, seorang reporter tidak secara tegas bertanggung jawab pada wilayah atau unit liputan tertentu. Di Surabaya,
pembagian reporter didasarkan pada unit atau instansi yang seharusnya diliput, misalnya, ada yang bertanggung jawab liputan di
kelautan, Kejaksaaan, dan
seterusnya. Surabaya bertanggung jawab untuk daerah Gresik, Bangkalan, Lamongan, Surabaya, Mojokerto, dan Sidoarjo.
Secara struktural, ada pembedaan struktur pemberitaan diantara tipe B, tapi
pembedaan tampaknya tidak terlalu signifikan. Unit kerja yang berada di bawah
Kasi atau Kabid tidak berbeda, yakni tiga kasi untuk tipe B dan kasubsi untuk tipe C.
Nama untuk masing-masing memang agak berbeda, tapi secara substantif tidak berbeda. Perbedaan mestinya hanya pada tingkat struktural dimana Tipe B Kabid, sedangkan Tipe C Kasi. Namun, ruang lingkup tugas dan tanggung jawab dalam
konteks pemberitaan seperti dapat dilihat dari beban kerja masing-masing tidak berbeda secara signifikan. Ini bisa dilihat, misalnya, pada uraian tanggung jawab
Kabid pemberitaan di tipe B (Bandung) dengan uraian tanggung jawab dan tugas Kasi Tipe C (Cirebon) (lihat tabel). Menariknya, tanggung jawab kasi di tipe B lebih
banyak dua poin dibandingkan dengan Kabid. Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa jenjang jabatan untuk Kabid di tipe B dan Kasi tipe C menjadi tidak relevan.
Ini karena perbedaan utama hanya pada spesifikasi jabatan, S1 dan S2. Namun, ruang lingkup tanggung jawab dari sisi pemberitaan tidak berbeda.
26
Tabel 3.1 Cuplikan Jobdesk KABID dan KASI Pemberitaan di Tipe B dan C No
1.
Posisi/Jabatan Kabid Pemberitaan
Jobdesk
Posisi
1. Fungsi Jabatan Kasi Mengelola (merencanakan, Pemberitaan mengorganisasikan segala sumber daya, memimpin sesuai porsi tanggung jawabnya serta mengevaluasi) kegiatan bidang pemberitaan di RRI Bandung secara efektif, efisien, dan akuntabel. 2. Tanggung Jawab dan Tugas Perencanaan produksi acara siaran berita dan non berita 1. Aktif mengikuti rapat pola acara/pola siaran dan agenda setting dengan kepala stasiun, kabid, dan kasi 2. Membuat rencana siaran dan pemberitaan dalam bentuk DAS tahunan, bulanan, harian 3. Menerima Pola Acara dan Daftar Acara Siaran (DAS) dari Kabid Siaran 4. Mempelajari dan mengevaluasi
Jobdesk
1. Fungsi Jabatan Mengelola (merencanakan, mengorganisasi segala sumber daya, memimpin sesuai porsi tanggung jawabnya, serta mengevaluasi) berita Stasiun RRI Cirebon secara efektif, efisien, dan akuntabel. 2. Tanggung jawab dan Tugas Perencanaan produksi acara siaran berita dan non berita
1. Aktif mengikuti Rapat Pola Acara/Pola Siaran dan Agenda Setting dengan Kepala Stasiun dan Kasi.
2. Membuat rencana siaran dan pemberitaan dalam bentuk DAS tahunan, bulanan, dan harian. 3. Menyusun rencana kegiatan Seksi Pemberitaan sebagai pedoman kerja.
4. Menyusun konsep rencana pelaksanaan berita, ulasan dan dokumentasi, liputan dan olahraga serta pengembangan berita
27
Rencana Acara Siaran dan menyesuaikan dengan produksi pemberitaan 5. Menyusun anggaran untuk Bidang Pemberitaan dan mengajukan kepada Kepala Stasiun untuk mendapatkan persetujuan
berdasarkan program kerja RRI Cirebon.
5. Menerima Pola Acara dan Daftar Acara Siaran (DAS) dari Kasi Siaran.
6. Mempelajari dan mengevaluasi Rencana Acara Siaran dan menyesuaikan dengan produksi pemberitaan. 7. Menyusun anggaran untuk Bidang Pemberitaan dan mengajukannya kepada Kepala Stasiun untuk mendapatkan persetujuan.
28
Jika dilihat dari tabel 3.1 beserta uraian di atas, maka terlihat bahwa kebutuhan
SDM untuk jabatan ini bisa direduksi menjadi cukup satu jenjang, kasi atau kabid. Di sisi
lain, kasubsi olah raga mestinya tidak masuk ke dalam satu kasubsi tersendiri dengan argumentasi sebagai berikut. Pembagian desk pemberitaan mestinya dibedakan atas
wilayah (terutama untuk meng-cover wilayah di luar kota) dan bidang isu/tema (misalnya, kesehatan, olah raga, politik dan pemerintahan, hukum dan kriminal, dan sebagainya). Sementara itu, bidang dokumentasi harus dipisahkan secara tersendiri karena hal itu
mencakup dokumentasi seluruh bidang siaran berita dan nonberita. Arsip menjadi sangat
penting karena hal itu menyangkut perintah undang-undang (UU Penyiaran No. 32 tahun
2002) sehingga menjadi penting agar bidang dokumentasi bisa dikelola secara sungguhsungguh. Jadi, keberadaan seksi dokumentasi menjadi relevan.
Diskusi berikutnya yang tidak kalah menarik untuk dikemukakan adalah seksi atau
kasubsi perencanaan dan evaluasi. Selama ini, subseksi perencanaan dan evaluasi berdiri
sendiri, dan sejajar dengan subseksi siaran dan pemberitaan. Tugasnya utamanya adalah melakukan perencanaan dan evaluasi atas program siaran.
Subseksi perencanaan dan evaluasi adalah penting karena menentukan baik secara
langsung maupun tidak langsung terhadap kualitas siaran dan kemudian banyaknya
pendengar. Perencanaan yang baik akan menarik minat pendengar dan dengan begitu meningkatkan nilai RRI di mata publik. Terkait hal itu, ada dua hal yang perlu
diperhatikan terkait dengan subseksi atau seksi perencanaan dan evaluasi ini. Pertama,
subseksi perencanaan dan siaran berdiri sendiri, tapi kemudian ditambah staf untuk khusus menangani perencanaan dan evaluasi programa 1, 2, dan 4. Keuntungannya,
bagian ini akan lebih leluasa dalam melakukan perencanaan dan evaluasi siaran karena mempunyai kedudukan yang sama dengan subseksi lain, dan bertanggung jawab secara
langsung kepada koordinator siaran. Namun, struktur ini mempunyai kelemahan karena
kualitas perencanaan untuk masing-masing programa akan ditentukan kapasitas kepala
bagian dalam menangkap dinamika di masing-masing progama. Kedua, bagian perencanaan dan evaluasi masuk ke dalam subseksi di masing-masing programa. Jadi, subseksi programa 1,2,4 untuk tipe B mempunyai bagian perencanaan dan evaluasi. Keuntungan struktur semacam ini akan membuat bagian perencanaan dan evaluasi jauh
lebih fokus pada programanya masing-masing, dan masukan untuk programa siaran bisa
dilakukan sewaktu-waktu karena mereka dalam satu unit kerja. Ini berbeda jika subseksi
perencanaan dan evaluasi berdiri sendiri karena ‘berjarak’ sehingga masukan dan evaluasi
tidak bisa dilakukan setiap waktu. Tindakan-tindakan korekif atas program siaran juga 1
bisa langsung dilakukan karena hasil-hasil evaluasi bisa langsung disampaikan anak buah ke atasan.
1.2.
Analisis Beban Kerja dan Kebutuhan SDM Pemberitaan Tipe B
Untuk tipe B, bidang pemberitaan dibagi ke dalam tiga kasi, yakni Kasi Liputan
Berita dan Dokumentasi, Kasi Olah Raga dan Kasi Pengembangan Berita. Masing-masing
seksi mempunyai deskripsi tugas yang berbeda. Uraian berikut akan memaparkan analisis pekerjaan dan beban kerja untuk setiap seksi.
1.2.1. Seksi Pemberitaan dan Dokumentasi
Seksi Liputan Berita dan Dokumentasi bertanggung jawab siaran berita dan
pendokumentasian berita. Dalam proses produksi berita, seksi ini didukung oleh beragam
personil yang menempati posisi pekerjaan sebagai berikut: pemimpin redaksi (Kabid Pemberitaan), redaktur, reporter, service center, presenter, dan staff. 1.2.1.1.
Kasi Pemberitaan dan Dokumentasi
Kasi Pemberitaan bisa diibaratkan sebagai Pemimpin Redaksi. Ia bertugas dan
bertanggung jawab atas berita di divisinya, termasuk dalam agenda setting. 1.2.1.2.
Redaktur
Redaktur bertanggung jawab program siaran berita. Satu orang redaktur biasanya
bertugas untuk satu program siaran berita tertentu. Misalnya, siaran berita Jabar Pagi
akan digawangi oleh seorang redaktur. Oleh karena itu, jumlah seorang redaktur biasanya
ditentukan oleh jumlah program siaran berita yang dimiliki oleh satker yang bersangkutan. Di Bandung, ada desk editor. Tugasnya adalah menjadi editor di desk masing-masing, sedangkan redaktur bertugas atas suatu program acara berita tertentu. Di
Surabaya, tidak ada desk editor, tapi ada staf redaksi. Staf redaksi inilah yang menyusun berita dan memberi pengantar atas suatu berita. Hasil kerja staff ini diberikan kepada redaktur untuk dikoreksi sebelum akhirnya dibaca oleh penyiar. 1.2.1.3.
Reporter
Reporter ini mempunyai tugas utama mencari dan menulis berita. Dalam sehari,
reporter mempunyai kewajiban menyetor berita minimal dua buah item berita. Namun,
dalam praktiknya, seorang reporter bisa menyetor 3-4 item berita setiap harinya. Selain memasok program siaran berita yang menjadi kewajiban satker yang bersangkutan, reporter juga mempunyai kewajiban untuk mengirim berita ke Kantor Berita Radio
Nasional (KBRN). KBRN ini merupakan suatu portal berita online yang dimiliki RRI. Seorang reporter harus pula mengirimkan berita ke KBRN ini.
2
Tabel 3.2
No.
Acara
2.
Jabar News
1. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Tugas Liputan Berita dan Dokumentasi Bandung
Kabar Jabar Pagi Bandung News
Hari
Format
30 menit
Setiap hari
Buletin
30 menit 10 menit
Berita Sunda
Kabar Jabar Malam Kilas Balik Sepekan Varia DPRD
Durasi
10 menit 30 menit
Berita 30 menit 15 menit
Senin-sabtu Setiap hari Setiap hari Setiap hari
10.
12.
Pengiriman ke Pusat
-
14.
Produksi Berita (rekaman dan editing) Dokumentasi Berita
-
11.
13. 15.
Komentar
KBRN
5 menit
-
-
Live report
Buletin, live Buletin
Setiap hari Buletin minggu Setiap hari Buletin sabtu Setiap hari Live
Report on the Spot 5 menit (ROS) Report on the Spot Situasional Situsional (ROS) Siaran Langsung Situasional Situasional
9.
Buletin
Keterangan
Live
-
Selasa, Tajuk Rabu, dan Kamis Setiap hari Website Setiap hari Setiap hari Setiap hari
Via reporter -
Redaksi Buletin Berita Setiap hari Kompilasi (Kabar Jabar Pagi, Jabar News, Berita Sunda, Kabar Jabar Malam) Catatan: Total jumlah personil di bagian ini adalah 17 orang, dengan rincian sebagai 16.
berikut: 2 orang redaktur, 2 orang editor, dan 13 orang reporter. Sementara itu, ada empat orang yang merangkap sebagai redaktur dan 1 orang pengadministrian.
3
Tabel 3.3 Tugas Liputan Berita dan Dokumentasi Surabaya No.
Acara
Durasi
Hari
2.
Warta Pagi
20 menit
Setiap hari
1. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.
Buletin Info Prima Warta Ekonomi Warta Malam
Website RRI Surabaya
30 menit 10-15 menit 10 menit -
KBRN
-
Siaran Langsung
-
ROS
-
Monitoring dan Penerimaan Materi Berita Pengiriman Berita ke Pusat Produksi Berita (rekaman dan editing oleh reporter) Dokumentasi Berita
-
Sebagai Account Executiive (AE)/Pemasaran Membuat Paket Feature
-
Pengambilan Video saat liputan Service Center
-
Administrasi
Presenter Dialog
Redaksi Buletin berita (info Prima, Warta Pagi, Warta Ekonomi, Warta Malam)
-
-
-
-
Setiap Hari
Format Keterangan
Setiap hari Setiap hari Setiap hari
Setiap Hari
RRI Surabaya dan Jakarta Situasional Setiap Hari Setiap Hari
-
Setiap Hari Setiap hari Setiap hari Setiap hari
-
Setiap hari (Warta Pagi) Setiap hari
-
Setiap Hari
Sesuai jadual Setiap Hari
4
1.2.1.4.
Service center
Service center ada di Surabaya, tugasnya adalah memantau perkembangan berita.
Ia menjadi penghubung kepada penyiar jika ada hal-hal baru yang perlu disampaikan.
Service center juga menjadi penghubung kepada narasumber jika misalnya berita ‘baru’ menuntut suatu informasi tindak lanjut. Pelaksana tugas service center ini adalah jurnalis atau penyiar.
1.2.2.
Kasi Olah Raga
Tidak ada perbedaan signifikan antara kasi olah raga dan kasi lainnya selain
bahwa ia bertanggung atas setiap kasi yang dipimpinnya. 1.2.2.1.
Redaktur
Demikian juga, redaktur olah raga bertanggung jawab atas program siaran berita
yang dikelola oleh kasi olah raga. Dari tabel di bawah, terlihat bahwa ada satu acara berita
olah raga dengan durasi panjang dan beberapa program berita berdurasi pendek. Dari
sini, tampak bahwa kebutuhan satu atau dua orang redaktur untuk keseluruhan program berita.
1.2.2.2.
Reporter
Reporter olah raga mempunyai tugas yang sama dengan reporter lainnya. Hanya
saja, yang menjadi bidang tanggung jawabnya adalah peristiwa-peristiwa olah raga. Tabel 3.4
No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Acara
Tugas dan Tanggung Jawab Program siaran Berita
Warta Olah Raga Rubrik Olah Raga Kronika Olah Raga Breaking News OR Lensa Olah Raga Voice Buletin Berita ROS Olah Raga
Durasi
Hari
Format
10 menit
Senin-Sabtu
Buletin
60 menit
Sabtu
Minggu
Dialog Interaktif Straight News Mini Feature
Tentatif
Report
5 menit 5 menit
10 menit 2 menit 2 menit
Jumat
Senin-Minggu Senin-Minggu
Keterangan
Mini Feature
Voice Report
Catatan: Jumlah personil di Sie Olah Raga ada 5 orang termasuk satu orang kasi.
5
1.2.3. Kasi Pengembangan Berita
Kasi ini mempunyai tugas mengembangkan berita ke dalam setidaknya tiga bentuk
utama, yakni dialog interaktif, berita feature ataupun indepth reporting. Tabel 3.5
No.
Acara
3.
Dialog Studio
2.
4. 5. 6. 7. 8. 9.
10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Program Pengembangan Berita di SURABAYA
Dialog Pagi
Durasi
60 menit
Luar 60-90 menit
Parlementaria
5 menit
Lingkungan Hidup KDRT
5 menit
Paket Hukum
Komentar
Laporan Mendalam Dokumenter Profil
Aspirasi Merah Putih
Sambung Rasa Tabir Berita Budaya Nusantara
Cahaya Ramadhan
5 menit 5 menit
3-4 menit 7 menit 7 menit 5 menit
300 menit 60 menit 7 menit 7 menit
10 menit
Hari
SeninJumat Tentatif Senin
Selasa Rabu
Kamis Sabtu Sabtu
Kamis
Minggu
Tentatif Tentatif Tentatif Tentatif
Setiap hari
Format
Dialog interaktif Dialog interaktif
Mini feature Mini feature Mini feature Mini feature Opini
Mini feature Mini feature Mini feature Dialog Interaktif Dialog Interaktif
Mini feature Mini feature Mini feature
Keterangan Pro 1
8 kali per tahun (Pro 1,2,3,4) Dalam warta pagi Dalam warta pagi Dalam warta pagi Dalam warta pagi Dalam warta pagi
1 kali/minggu (pro 1)
1 kali /per bulan (Pro1) Dalam warta pagi
2-3 kali /bulan (pro 3)
1 kali /per bulan (Pro 3) 1 kali /per bulan (Pro 3) 1 kali /per bulan (Pro 3) Selama ramadhan
bulan
6
Tabel 3.6
Program Pengembangan Berita di BANDUNG
No.
Acara
2.
Dialog Malam
3.
Dialog RW
5.
Features
1.
4. 6. 7.
Dialog Pagi
30 menit
Dokumenter
10 menit
11.
Sambung Rasa
12.
58menit
Wawancara
9.
10.
30 menit
Brigade 58 menit
Laporan Mendalam Aspirasi Merah Putih Budaya Nusantara
8.
Durasi
Tabir Berita
Dialog Luar Studio
Hari
Senin, Rabu, Kamis Senin, selasa, Kamis Minggu
10 menit
Selasa, Jumat Senin
6 menit
Senin
60-120 menit 7 menit 7 menit
60 menit 60 menit
Minggu Tentatif Tentatif Tentatif Tentatif Tentatif
Format
Keterangan
Dialog interaktif
Pro 1
Dialog
Dalam warta pagi
Dialog interaktif
Pro 1
Dialog interaktif
8 kali per tahun (Pro 1,2,3,4)
feature
Dalam warta pagi
Dokumenter News Indepth Dialog Interaktif Mini feature Mini feature Dialog Interaktif Dialog Interaktif
Dalam warta pagi Dalam warta pagi Dalam warta pagi
1 kali/minggu (pro 1)
1 kali /per bulan (Pro1) Dalam warta pagi
2-3 kali /bulan (pro 3)
Catatan: Jumlah personil di Seksi Pengembangan Berita ada 5 orang, dan dalam praktiknya mereka melibatkan seksi-seksi lain seperti gate keeper, teknik, dan sarana-prasarana. 1.2.3.1.
Kepala Seksi
Tugas kepala seksi sama seperti kepala seksi lainnya. Perbedaan terletak pada
seksi yang menjadi tanggung jawab, dalam hal ini pengembangan berita. 1.2.3.2.
Pengarah Acara
Pengarah acara bertugas untuk mengarahkan agar acara berlangsung dengan baik.
Pengarah ini diperlukan untuk program-program yang sifatnya interaktif seperti dialog
7
interaktif. Namun, untuk acara lainnya yang tidak melibatkan dialog, pengarah acara menjadi kurang relevan. 1.2.3.3.
Reporter
Di pengembangan berita, juga ada reporter. Namun, sebagian besar reporter tidak
menulis hardnews. Sebaliknya, mereka menulis berita-berita yang berasal dari
pengembangan berita hardnews. Reporter di bagin ini barangkali lebih tepat jika disebut sebagai reporter investigatif ataupun feature karena tugas spesifiknya. 1.2.3.4.
Produser
Produser biasanya dijabat oleh kepal seksinya, dan bertugas untuk mengupayakan
dan memastikan program dialog interaktif bisa dilakukan dengan baik. 1.2.3.5.
Presenter
Subseksi pengembangan berita bertanggung jawab atas banyak program dialog.
Program-program ini secara jelas memerlukan presenter yang bertugas memandu
jalannya dialog. Namun sayangnya, banyak diantara presenter ini belum mendapatkan pendidikan atau pelatihan sebagai seorang presenter. Padahal, hal itu sangat penting. 1.2.3.6.
Desk editor.
Desk editor ditemukan di Bandung. Desk editor ini bertanggung jawab untuk
melakukan editing atas berita-berita jurnalis yang berada di desknya, misalnya, desk politik dan pemerintahan. 1.2.3.7.
Redaksi Online
Di Surabaya, terdapat staff yang bertugas day to day untuk menyiarkan berita ke
media online. Petugas ini biasanya bertanggung jawab atas upload berita-berita yang disiarkan di radio setelah melalui rewrite untuk disesuaikan dengan berita online. 1.2.3.8.
Staf redaksi
Staf redaksi bertugas untuk memberi pengantar dalam setiap berita yang akan
disiarkan ke radio. Mereka pada awalnya mengumpulkan berita-berita dari reporter kemudian dibuatkan pengantarnya. Setelah itu, hasil kerja mereka diserahkan kepada redaktur sebelum akhirnya disiarkan. 1.2.3.9.
Editing Bahan Berita
Bagian inilah yang bertanggung jawab atas proses editing selama proses produksi
berita. Bahan-bahan yang dari reporter biasanya belum berada pada kualitas prima. Oleh
karena itu, perlu dilakukan proses editing agar suaranya bagus. Untuk satu program berita, mereka biasa menghabiskan waktu satu hingga tiga jam untuk melakukan proses editing.
8
1.3.
Analisis Kebutuhan SDM Pemberitaan RRI Tipe C
Untuk bagian atau seksi pemberitaan, kajian ini tidak menemukan suatu
perbedaan yang signifikan antara tipe B dengan tipe C. Semua posisi atau jabatan di tipe B
bisa ditemukan di tipe C meskipun sedikit ada perbedaan. Begitu juga dengan beban pekerjaan sebagaimana bisa dilihat pada tabel tidak jauh berbeda. Oleh karena itu,
menghitung kebutuhan SDM di bagian ini sepertinya tidak berbeda jauh dengan tipe B.
Perbedaan barangkali terletak pada luas wilayah yang harus dilayani oleh bagian pemberitaan dan kompleksitas kota yang bersangkutan. Tabel 3.7
Beban Tugas Kerja RRI Surakarta
No.
Acara
2.
Morning English News
1. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Lintas Pagi
Lintas Sores
Pawartos Bahasa Jawi Reporter On the Spot Flash News
Durasi
Hari
15menit
Setiap hari
25 menit 20 menit 15 menit -
Varia Budaya
25 menit
Profil Feature
3 menit
Laporan Mendalam Lestari Alamku
Spektrum Kehidupan
Feature human interest Komentar
Wawancara
Pengiriman berita ke Pro 3
Pengiriman Berita ke KBRN
7 menit 7 menit
10 Menit 3 menit
1,5 menit 3 menit -
-
Setiap Hari
Format Keterangan Buletin
Setiap hari Setiap hari Setiap hari
Setiap Hari
Setiap Selasa
Setiap hari minggu Setiap hari minggu
Setiap Hari Senin (3 minggu sekali) Setiap Hari Senin (3 minggu sekali) Setiap Hari Senin (3 minggu sekali) Setiap hari Sabtu Setiap bulan tiga kali Setiap hari (250 item berita per bulan) Setiap hari (300 dalam sebulan)
-
-
9
17.
Siaran Langsung
19.
Administrasi
18. 20.
Dokumentasi berita
Situasional 4-5 kali sebulan -
Produksi Berita
Setiap hari (1100 berita setiap bulan) Setiap Hari
Tabel 3.7 menunjukkan bahwa untuk olah raga beban tugasnya memang lebih
sedikit dibandingkan dengan di Surabaya dan Bandung meskipun jumlah personilnya juga lebih sedikit.
No. 1. 2. 3. 4.
Acara
Tabel 3.8
Beban dan Tugas Berita Olah Raga Durasi
Warta Berita Olah 10 menit Raga Dialog 60 menit Siaran Langsung
120 menit
Hari
Format
Setiap Hari Sabtu
Dialog Interaktif
Senin-Sabtu Tentatif
Siaran Berjaringan 30 menit Setiap Hari Sabtu Olah Raga Dinamika Sekarpurwo Note: total SDM di bagian ini ada 4 orang.
Buletin
Keterangan
Live Report Live
10
1.4.
Rekomendasi Struktur dan Jumlah SDM Bidang Pemberitaan Kabid Pemberitaan Kasi Pengembangan Berita
Kasi Liputan Berita
Redaktur (2-3)
Reporter Investigatif & Feature (3)
Sekretaris Redaksi (2) Desk Editor (3-4)
Kasi Dokumentasi dan Data Digital
Staf Dokumentasi (2)
Produser (3)
Pengarah Acara (3)
Presenter (3)
Reporter (5-7)
Staf (1)
Redaksi Online (2)
Grafik 3.1 Rekomendasi Bagan Struktur SDM Pemberitaan
1.5.
Pembagian Desk Berita
Solo: instansi pemerintah, pendidikan, ekonomi, budaya, politik (DPR), hukum dan
kriminal. Ditambah kemudian olah raga. Catatan sekretaris redaksi dibutuhkan, tapi
dengan kapasitas yang baik. Selama ini, sekretaris redaksi menulis tangan dan kemudian dimasukkan ke dalam excel. Padahal, mestinya, bisa langsung dimasukkan ke excel. Ditambah dengan olah raga
Di solo, ada reporter wilayah: eks karisdenan Surakarta di luar solo karena sudah
di-tackle reporter dalam kota: sukoharjo, Klaten, Boyolali, Sragen, Karanganyar, Wonogiri.
Bandung: 5 luar kota, 7 dalam kota. Yang luar kota itu Cimahi, Subang, Purwakarta,
Tasikmalaya, Garut. Satu kontributor Cianjur.
Cirebon: Kota dan Kabupaten. Indramayu, Majalengka, Kuningan. Pembagian
reporter, satu orang satu kota. Total SDM di pemberitaan
11
3. Bidang Teknik dan Media Baru Jika konten siaran merupakan layanan utama dari lembaga penyiaran radio,
teknologi penyiaran merupakan medium untuk mengantarkan layanan informasi dan hiburan ke telinga audiens. Oleh karena itu teknologi transmisi, telekomunikasi, maupun rekayasa audio merupakan faktor penting dalam industri penyiaran radio.
Seiring kemajuan teknologi informasi dan komunikasi,kebutuhan sumber daya
manusia di bidang teknik di stasiun radio lebih banyak pada IT dan software daripada
infrastruktur maupun hardware. Dalam buku Managing Radio, Lister et.al (2009) menyebutkan bahwa dalam stasiun radio yang tergabung dalam jaringan kelompok media, seorang teknisi bisa jadi bertanggung jawab terhadap pemeliharaan di beberapa stasiun, menginstall fasilitas atau software yang dibutuhkan, dan stand by ketika dibutuhkan dalam
kondisi mendesak. Tidak sedikit stasiun radio yang lebih kecil menyewa teknisi di luar perusahaan atau teknisi freelancer. 3.1.
Gambaran Umum
Menjawab tantangan kemajuan teknologi tersebut, LPP RRI pun melakukan
restrukturisasi di bidang teknologi yang sebelumnya bernama Sumber Daya Teknologi
menjadi Teknologi dan Media Baru. Tanggung jawab utama dari unit Teknologi dan Media Baru secara umum meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi
kegiatan dukungan teknis siaran LPP RRI. Unit Teknologi dan Media Baru terbagi menjadi
3 bidang yaitu Teknik Transmisi dan Distribusi; Teknik Studio dan Media Baru; serta Teknik Sarana dan Prasarana.
Sebagai lembaga penyiaran publik, RRI bisa dikatakan sebuah kelompok media
yang memiliki stasiun jaringan di daerah-daerah dengan jangkauan maupun level
organisasi berjenjang. Dilihat dari lokasi/kedudukan atau wilayah jangkauan, stasiun radio RRI dibedakan menjadi 3 yaitu Tipe A (berkedudukan di ibukota Negara), Tipe B (tingkat provinsi), dan Tipe C (tingkat kabupaten/kota). Selain itu ada unit kerja yang lebih kecil Studio Produksi, menginduk pada Satker Tipe C terdekat.
Dalam penelitian ini, Satker yang menjadi lokus adalah stasiun Tipe B (RRI
Surabaya dan RRI Bandung) dan Tipe C (RRI Cirebon dan RRI Surakarta). Sebelum lebih
jauh melakukan analisis sumber daya manusia TMB, ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan.
Pertama, peta jabatan pada unit Teknologi dan Media Baru di Satker RRI Tipe B
dan Tipe C relatif sama meskipun level strukturalnya berbeda. Pada Satker RRI Tipe B
pejabat stuktural Teknologi dan Media Baru tertinggi dijabat oleh Kepala Bidang dengan 12
dibantu beberapa Kepala Seksi dan staf sedangkan pada Satker RRI Tipe C dijabat oleh Kepala Seksi dibantu beberapa Kepala Sub-seksi dan staf. Kabid TMB
Kasi Teknik Studio & Media Baru
Staf
Kasi Teknik Transmisi & Distribusi
Kasi Sarana & Prasarana
Staf
Staf
Kasubsi Teknik Studio & Media Baru
Staf
Kasi TMB
Kasubsi Teknik Transmisi & Distribusi
Staf
Kasubsi Sarana & Prasarana
Staf
Grafik 3.2
Perbandingan Bagan Struktur TMB di RRI Tipe B dan Tipe C
Meski demikian uraian tugas dan tanggung jawab pejabat struktural Teknologi dan
Media Baru baik di RRI Tipe B dan Tipe C nyaris tiada beda. Berdasar dokumen uraian tugas Kepala Bidang TMB di RRI Tipe B dan Kepala Seksi TMB di RRI Tipe C perbedaannya
terletak pada dua hal. Pertama, Kepala Bidang TMB bertanggungjawab melakukan kajian
serta menyusun roadmap terkait peralatan/fasilitas teknis siaran yang digunakan sedangkan Kepala Seksi TMB sebatas pemeliharaan dan pelaporan kondisi peralatan teknis. Kedua, Kepala Bidang TMB tidak diberi tanggung jawab praktis lapangan
sedangkan Kepala Seksi bertanggung jawab untuk ikut terjun lapangan jika diperlukan.
Sementara pada level Kepala Seksi di RRI Tipe B dan Kepala Sub-seksi di RRI Tipe C, uraian tugas dan tanggung jawabnya sama.
13
Tabel 3.9
Perbandingan Uraian Tugas Kabid TMB di RRI Tipe B dan Kasi TMB di RRI Tipe C Tipe B
Kepala Bidang TMB
1. Melayani dukungan teknis baik teknik studio & media baru, transmisi, distribusi, dan sarana prasarana teknik 2. Berkoordinasi dengan bidang lain dalam pelaksanaan tugas 3. Membuat perencanaan peralatan teknik untuk satu tahun kegiatan termasuk pemeliharaan peralatan operasional 4. Mendukung siaran operasional ke jaringan se-Korwill V dan siaran nasional 5. Merencanakan pengajaran pemeliharaan peralatan TMB 6. Menyusun anggaran untuk pelaksanaan kegiatan TMB 7. Memonitor pelaksanaan dan mengevaluasi hasil kegiatan TMB di 5 program siaran On Air dan Off Air 8. Sebagai pejabat pembuat komitmen
Tipe C
Kepala Seksi TMB
1. Membuat perencanaan dukungan teknis dari Teknologi dan Media Baru untuk seksi-seksi di RRI Surakarta 2. Berkoordinasi dengan seksi lainnya dan menganalisis rencana kerja/program mereka untuk mengukur dukungan teknis yang bisa diberikan kepada seksi-seksi lain tersebut, misalnya kebutuhan peralatan baru, penambahan personil dan lain-lain 3. Membuat perencanaan peralatan/ fasilitas teknis, untuk 1 tahun termasuk pemeliharaan dan penggantian peralatan 4. Menyusun anggaran untuk pelaksanaan dan pemeliharaan peralatan/fasilitas teknis sesuai dengan perencanaan 5. Memonitor rencana jadwal yang dibuat oleh para Kepla Subseksi untuk memastikan dukungan teknis yang optimal dalam operasional 6. Memonitor pelaksanaan dukungan teknis terhadap siaran 7. Memonitor dan memastikan peralatan teknis di Teknologi dan Media Baru terpelihara dengan baik dan siap digunakan pada saat dibutuhkan 8. Menyusun laporan hasil pelaksanaan program acara 9. Melakukan evaluasi pelaksanaan dukungan teknis secara berkala
Kedua, terdapat perbedaan jumlah programa yang dikelola oleh RRI Tipe B dan
Tipe C. Stasiun RRI Tipe B mengelola setidaknya 4 pemancar programa sedangkan RRI
14
Tipe C setidaknya 2 pemancar programa. Perbedaan ini tentu sedikit banyak akan
berpengaruh pada kebutuhan jumlah sumber daya manusia. Semakin banyak programa
yang dikelola berarti semakin banyak pula studio yang dibutuhkan. Belum lagi jika jumlah tower pemancar yang dimiliki lebih banyak dan berada di lokasi yang berbeda.
Ketiga, baik di RRI Tipe B maupun Tipe C ada perbedaan kebutuhan
operator/teknisi untuk Programa 1 dan Programa 2 terkait dengan teknologi yang
digunakan untuk studio continuity. Dalam setiap siaran Programa 1 dibutuhkan setidaknya 2 orang yaitu
Sementara Programa 2 telah mengadopsi aplikasi Radio
Broadcast Organizer sehingga memudahkan penyiar untuk menyiapkan materi siaran. Dengan teknologi tersebut kebutuhan operator peralatan siaran dapat diminimalisir. 3.2.
Analisis Kebutuhan SDM TMB RRI Tipe B
Stasiun RRI Bandung dan RRI Surabaya dalam penelitian ini merupakan
representasi dari Tipe B. RRI Bandung memiliki jangkauan wilayah Bandung, Tasikmalaya,
Garut, Subang, Sukabumi, dan sekitarnya, sedangkan RRI Surabaya menjangkau wilayah
Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, dan Lamongan atau disingkat GERBANG KERTASUSILA .
Dalam struktur organisasi Satker RRI Tipe B, Kepala Bidang TMB berada di bawah
Kepala Satker RRI. Bidang TMB terdiri dari tiga seksi yaitu Seksi Teknik Studio dan Media
Baru, Seksi Teknik Transmisi dan Distribusi, dan Seksi Teknik Sarana Prasarana. Masing-
masing seksi dipimpin oleh seorang kepala seksi dengan dibantu beberapa staf.
Untuk melakukan estimasi kebutuhan sumber daya manusia di bidang TMB ada
beberapa ada 2 aspek utama faktor yang mesti dipertimbangkan yaitu aspek teknologi dan sumber daya manusia. Pada aspek teknologi dapat diturunkan menjadi dua lagi yaitu lokasi pemancar dan kondisi peralatan kerja. Sementara pada aspek sumber daya manusia
setidaknya terdiri dari 3 yaitu dari jumlah, kompetensi, dan pembagian jam kerja. Pada
bagian ini akan diuraikan lebih lanjut tentang faktor-faktor tersebut dan kendala yang dihadapi SDM TMB di RRI Tipe B.
3.1.1
Lokasi dan Peralatan Kerja
3.1.1.1 Lokasi Pemancar
Penempatan lokasi pemancar dilakukan di beberapa tempat untuk dapat
menjangkau wilayah siaran yang lebih luas dan memberikan kualitas audio yang baik kepada pendengar. Secara umum, stasiun RRI Tipe B dalam penelitian ini lokasi pemancar
baik RRI Bandung maupun RRI Surabaya terbagi dalam 3 lokasi. RRI Bandung sebenarnya 15
memiliki 8 lokasi pemancar yaitu di Gedebage, Kucrut, Tasikmalaya, Subang, Sukabumi,
Garut dan dua lokasi di Banten. Namun karena jauhnya jarak dan jumlah SDM yang dimiliki, operasional pemancar di lima lokasi dipercayakan kepada tenaga dari TVRI.
Begitu pula di RRI Surabaya, lokasi pemancar terpasang di 4 lokasi yaitu di Tuban, Pare, Mojosari dan di Surabaya. Di Surabaya sendiri ada dua tempat yaitu di Trillium, Sidoarjo dan kompleks studio RRI.
Perbedaan cara pengoperasian teknologi transmisi turut menjadi pertimbangan
dalam memetakan kebutuhan tenaga kerja. Pertama, jenis pemancar relay yang beroperasi 24 jam nonstop. Kedua, jenis pemancar yang hanya beroperasi selama jam
siaran mulai dari jam 5 pagi hingga jam 12 malam. Jenis pemancar kedua memerlukan
lebih banyak tenaga operator karena perlu dihidupkan sebelum jam siaran dimulai dan dimatikan setelah tutup siaran, sedangkan pemancar relay relatif hanya perlu dikontrol secara berkala.
Kondisi tersebut menyebabkan perbedaan jumlah tenaga operasional yang
dibutuhkan di masing-masing lokasi pemancar. Seperti dijelaskan oleh Kabid TMB RRI
Surabaya,
“Kalau di sini, di studio, lokasi studio itu ada 3 pemancar. Ini karena operasional ada yang putus, atau harus mati hidup, itu memerlukan paling nggak 1 hari 3 kali
ganti orang. Nah berarti kalau 1, 2, 3, berarti 5 orang, 5 orang. Dengan rincian 3 orang bertugas, satu orang libur, terus 1 orang sebagai cadangan. Kemudian satu
lagi lokasi di Mojosari. Kalau di Mojosari hampir sama dengan di studio, karena dia mati hidup, terus karena areanya di luar kota, harus ada orang. Di samping untuk memantau operasional juga keamanan”
3.1.1.2 Perangkat kerja
Perangkat kerja yang dimiliki masing-masing stasiun RRI juga turut menjadi
pertimbangan dalam estimasi jumlah kebutuhan SDM. Dalam konteks TMB, perangkat
kerja yang digunakan antara lain jumlah studio yang dimiliki (berkaitan dengan jumlah programa yang dikelola), jumlah mobil OB Van untuk siaran luar, perangkat multimedia, dan perangkat teknologi lainnya.
Umumnya RRI Tipe B mengelola 3 programa yang diproduksi sendiri yaitu
programa 1, programa 2, dan programa budaya. Selain itu RRI Tipe B juga mengelola radio
picture. Oleh karena itu ketersediaan perangkat teknis dan sumber daya manusia di bidang TMB sangat signifikan.
16
Temuan di RRI Bandung dan Surabaya menunjukkan ada beberapa kendala.
Pertama sebagian besar perangkat studio, MCR, dan genset sudah berusia 20 tahun ke atas
sehingga kondisinya sudah jauh berkurang. Memang sebagian peralatan sudah dilakukan peremajaan, namun terkendala kompetensi sumber daya manusia yang kurang menguasai.
“Semua peralatan mixer yang ada di studio dulu di Pro 1, Pro 2 masih tradisional,
peralatan news editing itu masih memakai teknologi tahun 1989. Di samping itu
mixer-nya juga, microphone nya, termasuk sound system untuk di auditorium.
Sekarang ini kadang-kadang untuk acara di auditorium kami menyewa dari luar karena peralatan milik kami kurang memadai. (FGD Bandung)
Begitu juga yang dialami Bidang TMB RRI Surabaya terutama dari sarana
prasarana. Hal ini terungkap dalam FGD sebagaimana disampaikan salah satu peserta.
“Diesel itu dari tahun 1985 itu sampai sekarang belum ada penggantian jadi tugas dari teman-teman maintenance itu sangat berat sekali di sini. Tiap minggu kita
merawat genset. Kemudian untuk mesin PABX, itu mesin sejak tahun 1990 jadi
seringkali trouble. Kemudian PLN juga, masalahnya travo PLN yang dipasang itu 200 KWA sedangkan yang diorder RRI 197, nge-press sekali. Jadi pada waktu di
studio ini banyak kegiatan sehingga dayanya lebih dari 200 jadi travonya ini yang mati. Nah ini yang membuat kita sering bekerja ekstra giat ini.”
Perubahan RRI menjadi Lembaga Penyiaran Publik di awal era reformasi
membawa konsekuensi pada perubahan kelembagaan maupun konsep programa siaran. Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, mayoritas peralatan teknologi yang dimiliki
RRI adalah warisan dari RRI masa orde baru, oleh karenanya mengikuti konsep programa lama, sedangkan dari sisi pemenuhan kebutuhan SDM bersifat tambal sulam.
Ketidaksesuaian peralatan dan sumber daya manusia yang tersedia ini merupakan kendala berikutnya.
Sebagai contoh, di bagian produksi rekaman di RRI Bandung sebagaimana
disampaikan peserta FGD.
“Kebetulan kita ada tiga programa, sedangkan untuk tempat rekaman hanya satu.
Kadang tiga programa ini membutuhkan produksi rekaman pada saat yang sama.
itu yang jadi masalah. Kalau kita melihat seperti jaman dulu memang kekurangan.
Dulu itu lebih spesifik Pak. Umpamanya drama, rekam di ruang drama mentahannya, kemudian di edit di sana. Sebelum dipersiapkan masuk di ruang
17
editing, bahan rekaman itu dikoreksi lagi baik dari kualitas suaranya maupun dari
segi durasinya apakah sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Dulu ada seperti itu ada bagian rekaman musik, drama, multipurpose. Nanti hasil akhirnya dimasukkan ke editing. Nah sekarang sudah tidak ada. (FGD TMB RRI Bandung)
Selain itu, peralatan untuk monitoring dan measuring seperti avometer, watt meter,
frequency control, tester jaringan, masih terbatas.
3.1.2
Sumber Daya Manusia
Setelah mengetahui kondisi teknis TMB RRI Tipe yaitu jumlah lokasi pemancar dan
peralatan teknis, pembahasan berikutnya adalah mengenai aspek sumber daya manusia di
TMB RRI Tipe B. Sumber daya manusia di sini meliputi jumlah, kompetensi, dan pembagian jadwal operasional.
3.1.2.1 Jumlah SDM TMB di RRI Tipe B
Dari segi jumlah sumber daya manusia di TMB RRI Bandung maupun RRI Surabaya
relatif tidak bermasalah. Jumlah keseluruhan pegawai TMB di RRI Bandung sebanyak 32 orang sedangkan RRI Surabaya sebanyak 46 orang.
Dari komposisi dan distribusi staf di masing-masing seksi, kebutuhan staf
terbanyak ada pada seksi teknik transmisi dan distribusi. Di RRI Surabaya jumlah staf
teknik transmisi & distribusi mencapai 18 orang atau hampir separuh dari keseluruhan
staf TMB RRI Surabaya. Sementara staf Teknik Transmisi & Distribusi di RRI Bandung sebanyak 10 orang. Berikutnya seksi Teknik Studio dan Multimedia baik di RRI Bandung maupun Surabaya masing-masing sebanyak 13 orang. Terakhir Seksi Teknik Sarana Prasarana sebanyak 11 orang di RRI Surabaya dan 5 orang di RRI Bandung. Tabel 3.10
Perbandingan Jumlah SDM TMB di RRI Tipe B Kabid Kasi
Staf Teknik Transmisi & Distribusi Staf Teknik Studio & Multimedia Staf Teknik Sarana Prasarana Jumlah Total SDM
Bandung Surabaya 1
1
10
18
3
13 5
32
3
13 11 46
18
3.1.2.2 Kompetensi
Meskipun secara jumlah SDM RRI Tipe B tidak bermasalah namun dari sisi
kompetensi diakui masih banyak kekurangan. Problem kompentensi ini disebabkan beberapa hal antara lain usia, latar belakang pendidikan, pengalaman pelatihan, dan etos kerja.
Dari sisi usia, mayoritas pegawai RRI khususnya bidang TMB sudah berusia 50
tahun ke atas, bahkan sebagian pegawai akan memasuki masa persiapan pensiun dalam 2-
3 tahun ke depan. Sementara jika dilihat dari latar belakang pendidikan, mayoritas hanya
sampai pada tingkat SMA. Ada juga pegawai lulusan SMK tetapi itu pun tidak linier dengan keterampilan teknis yang dibutuhkan. Dengan kata lain, hanya sedikit pegawai TMB RRI yang memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai dengan yang dibutuhkan.
Selama ini kompetensi yang dimiliki pegawai TMB RRI masih sangat umum.
Padahal pekerjaan di bidang TMB memerlukan pegawai dengan kompetensi dasar yang spesifik.
“Basic kompetensi untuk teknik sebenarnya harus spesifik, misalnya di sarana prasarana, orang harus ngerti AC, ngerti genset. Itu kan orang mekanik ya, tapi
sekarang kondisinya campur baur. Apa yang ada kita manfaatkan. Misalnya operator radio, ada yang dari STM Pembangunan, ada yang dari SMA. Kita terima
sudah begitu. Begitu juga staf multimedia, yang sepuh-sepuh itu kan bukan basic orang komputer, bukan basic orang multimedia, dia itu kan dipaksain harus bisa. Saya kira itu dari sudut kompetensi, akhirnya ada beberapa yang bisa mengikuti, ada beberapa orang yang ndak nutut pikirannya. (Kabid TMB Surabaya)
Hal ini diakui sendiri oleh staf TMB di beberapa sesi FGD bahwa mereka
mempelajari keterampilan teknis dengan cara otodidak sehingga mayoritas pegawai TMB hanya mengerti sebatas cara mengoperasikan pemancar dan perangkat teknis lainnya.
“Kebanyakan (pegawai TMB) di RRI itu hampir semua itu operasional, dalam arti hanya tahu cara menyalakan dan mematikan.”
Untuk keahlian di bidang maintenance dan perbaikan alat seringkali diback-up
sendiri oleh kepala seksi sedangkan untuk IT biasanya diberikan kepada tenaga siswa magang/PKL. “Kalau tenaga maintenance saya back up langsung. Kalau yang ringan-
ringan saya serahkan ke temen-temen. Kalau yang agak berat, misalnya pemancar drop ya
sudah saya ikut turun. Artinya tenaga khusus maintenance itu nggak ada.” (Kabid TMB RRI
Surabaya)
19
Selama ini LPP RRI memiliki pola pendidikan dan pelatihan internal yang dikelola
oleh PUSLITBANGDIKLAT LPP RRI di Jakarta. Namun Diklat yang sering diadakan dirasa masih kurang untuk staf TMB.
“Kami orang-orang daerah, kalau soal teknisi umumnya memang kami buta
teknologi. Jadi kebanyakan mengerti teknologinya memang dari belajar sendiri.
Walaupun ada yang di-diklat-kan cuma itu masih terbatas ke aplikasi tertentu.
Contohnya seperti tadi ada RBO. Kemudian dulu ada aplikasi untuk rekaman. Kemudian juga untuk maintenance, cuma untuk maintenance transmisi mungkin
sekarang sudah jarang lagi. Yang ada itu kebanyakan umum, tapi yang skill khusus itu sekarang sudah jarang.” (FGD TMB Bandung)
Problem berikutnya adalah soal etos kerja. Rendahnya etos kerja ini berdampak
pula pada efektivitas dan efisiensi sumber daya manusia. Sebagaimana dijelaskan oleh Kabid TMB RRI Surabaya berikut ini.
“Sebenarnya ya sekarang ini cukup karena tidak ada keluhan yang sifatnya
orangnya sampai keplayu-playu. Kalaupun ada yang tidak cukup itu kompetensi. Kompetensi orangnya itu tidak merata, terus tidak sesuai dengan kebutuhan, itu. Misalnya gini, kenapa operator AM itu sampai di sana itu ngumpul 8 orang ya.
Padahal kalau dilihat riil kebutuhan operasional itu, orang nunggu diesel sama orang nunggu pemancar sama aja.”
Ada kesan bahwa TMB, selain LPU, merupakan tempat ‘buangan’ bagi pegawai
yang produktivitasnya menurun atau indisplin. Lebih lanjut Kabid TMB Surabaya
menjelaskan “Ya ndak tahu ceritanya bisa ngumpul di sana. Ada yang sifatnya punishment, ada yang sifatnya dia tidak mau pindah, karena sudah stay, alamatnya di sana, trus pekerjaan mulai awal di sana, jadi kalau pindah ke sini repot.”
Pegawai yang berhalangan karena sakit juga menjadi penyebab inefisiensi sumber
daya manusia di TMB. Rata-rata ada 10-15% dari jumlah staf di TMB yang tidak bisa
bekerja secara efektif. Sebagai konsekuensi, staf TMB lainnya harus meng-cover pekerjaan staf yang sakit tersebut.
“Ya karena ada yang tidak efektif, yang lain nutup-nutupi gitu lho. Jadi misalnya gini, di prasarana itu ada yang sakit 1 orang, di situ padahal tinggal berapa orang? 1, 2, 3, 4 orang ya, jadi yang ya itu, bantu aja, bantu aja. Trus yang di pemancar itu 1
orang, pemancar sini ya, 1 orang sakit stroke, itu kan jadi kurang, rolling jadwal
piket orang itu kurang, nah itu ditutupi oleh teman-teman yang lain untuk 20
kerjanya. Trus di produksi ada yang 1 orang juga, 2 orang sakit.” (Kabid TMB Surabaya)
3.1.2.3 Jam Kerja
Pola jam kerja pegawai TMB RRI dapat dibedakan menjadi jam kerja operasional
siaran dan jam operasional kantor atau biasa disebut jam kantor. Jam operasional kantor
sama seperti jam kerja pada umumnya yaitu mulai pukul 07.00 pagi hingga pukul 15.00
sore. Sementara jam operasional siaran mengikuti durasi siaran tiap harinya. Rata-rata
RRI di daerah memiliki jam operasional siaran mandiri selama 19 jam dari pukul 05.00 pagi hingga pukul 24.00 tengah malam. Namun siaran relay Pro 3 dari pusat mengudara
selama 24 jam. Praktis jam kerja operasional TMB, terutama seksi teknik transmisi, juga mengikuti karena RRI daerah bertanggung jawab terhadap pemancar relay.
Perbedaan operasional pemancar tersebut juga berimbas pada kebutuhan
treatment teknis dan tenaga operator yang berbeda. Untuk pemancar yang beroperasi 24
jam non-stop cenderung lebih sedikit kebutuhan tenaga operator dibandingkan pemancar yang perlu dihidupmatikan sesuai jam siaran. Operator Transmisi dan Distribusi
Pembagian jadwal piket operator teknik transimisi dan distribusi dibagi dengan
mempertimbangkan jumlah lokasi pemancar. Baik di RRI Bandung dan RRI Surabaya, staf operator transmisi dibagi ke dalam 3 shift dalam sehari di 3 lokasi pemancar.
RRI Bandung sebenarnya memiliki 8 lokasi pemancar yaitu di Gedebage, Kucrut,
Tasikmalaya, Subang, Sukabumi, Garut dan dua lokasi di Banten. Namun karena jauhnya
jarak dan jumlah SDM yang dimiliki, operasional pemancar di lima lokasi dipercayakan
kepada tenaga dari TVRI. Sepuluh orang staf teknik transmisi dan distribusi RRI Bandung dibagi untuk tiga lokasi. Di pemancar Gedebage sebanyak 5 orang. Di pemancar Kuncrut 4
orang. Kemudian di Tasikmalaya itu 1 orang karena jenis pemancarnya beroperasi 24 jam
nonstop sehingga tidak perlu dihidup-matikan. Sementara di Surabaya, 3 lokasi pemancar masing-masing terletak di kompleks Studio, Trilium Sidoarjo, dan Mojosari.
Dengan pembagian 3 shift tersebut, kebutuhan operator untuk masing-masing
lokasi pemancar minimal 4 – 5 orang. Sebagaimana diutarakan oleh masing-masing kepala
bidang TMB, rincian pembagian tersebut adalah 3 orang dinas, 1 orang libur, dan 1 orang lagi sebagai cadangan.
Teknik Studio dan Multimedia
21
Lingkup Teknik Studio dan Multimedia meliputi 3 area pekerjaan yang berbeda
yaitu Teknik Studio dan Produksi, Teknik Siaran Luar, serta Teknik Media Baru dan
Multimedia. Kebutuhan SDM untuk Teknik Studio berkaitan dengan jumlah programa
yang dikelola, studio produksi yang dimiliki, dan frekuensi siaran luar dalam sebulan.
Untuk operator studio konti, ada perbedaan kebutuhan operator. Bagi programa yang sudah menerapkan self operating system kebutuhan operator studio konti dapat
diminimalisir karena penyiar dapat mengoperasikan sendiri peralatan siaran. Namun untuk acara siaran tertentu seperti dialog interaktif atau siaran langsung, operator studio tetap dibutuhkan.
Sebagai contoh operator studio di RRI Bandung yang menangani 3 studio (Pro 1,
Pro 2, dan Pro 4) sekaligus. “Kalo dia butuh siaran apa gitu, nanti kami kesana ke pro satu.
Kalo pro dua butuh siaran atau butuh apa kita kesitu” (FGD TMB Bandung). Pembagian jam kerjanya dibagi menjadi 3 shift. Pertama masuk jam 5 pagi – 11 siang sebanyak 2
orang. Kedua masuk jam 11 – 5 sore sebanyak 2 orang. Ketiga masuk jam 5 – 12 malam
(tutup siaran) sebanyak 1 orang, dan satu orang lagi libur.
Selanjutnya untuk operator Studio Produksi, TMB di RRI Bandung memiliki 3
orang staf dengan pembagian 2 shift sehari. Shift pertama mulai dari jam 6 pagi – 13.30 siang sebanyak 2 orang. Shift kedua dari jam 13.30 – 21.00 malam sebanyak 1 orang.
“Karena mungkin volume kerjanya lebih banyak di pagi hari. Jadi untuk yang sore mungkin itu untuk bagian mixing gitu.” (FGD TMB Bandung)
Berbeda dengan RRI Bandung, Surabaya membutuhkan operator studio produksi
lebih banyak karena mengelola 4 programa (Pro 1, Pro 2, Pro 4, dan Channel 5). “Produksi
ini yang agak banyak. Radio picture aja perlunya idealnya 5 orang. Terus channel 5 itu 3 orang. Channel 5 itu siaran 24 jam tapi dia ndak melayani request. Full produksi saja. Jadi tidak perlu banyak orang. Paling tidak ya 2 orang lah”
Di Surabaya siaran luar bersifat insidentil, tidak terjadwal pasti. Namun menurut
kabid TMB Surabaya, frekuensi siaran luar dalam sebulan relatif sering, apalagi jika ada
jadwal siaran luar lebih dari 1 lokasi dalam sehari. “Contohnya seperti kemarin, Seminar Nasional di Angkatan Laut. Itu pagi ngomong, siang minta siaran luar, jadi berangkat 2 orang.”
Berikutnya Teknik Media Baru dan Multimedia. Tugas staf teknik Media Baru dan
Multimedia cukup kompleks. Menurut penuturan peserta FGD TMB RRI Bandung, setiap ada trouble baik di jaringan komputer, di multimedia, di peralatan studio, mixer, kemudian MCR itu menjadi tanggung jawab Teknik Media Baru dan Multimedia.
22
Jam kerja staf teknik media baru dan multimedia bersifat semi operasional. Artinya
selain bertugas rutin sebagaimana dijadwalkan dari pukul 8 sampai pukul 16.00, dalam
kenyataannya banyak kegiatan yang tidak terduga yang mengharuskan mereka untuk
bekerja di luar jam dinas. “Kami kadang-kadang dinas itu sampe malam bahkan bisa 24
jam stand by di sini. Umpamanya ada perbaikan di ruangan mana ya biasa kami perbaikan.
Kalau perbaikan studio itu mulai jam dua belas malam baru bisa kita perbaiki dan pagi itu harus sudah nyala lagi untuk siaran.” (FGD TMB Bandung)
Staf Teknik Media Baru dan Multimedia RRI Bandung berjumlah 4 orang. Dua
orang ditugaskan untuk pemeliharaan dan perbaikan, sedang dua orang lagi sebagai
operasional untuk multimedia. Multimedia ini selain pemeliharaan perbaikan, perawatan
juga melayani dokumentasi berupa visual pada acara-acara tertentu baik siaran yang rutin
di masing-masing programa 1, 2, 4 atau ada kegiatan di luar studio, di auditorium, ataupun
ada kegiatan di luar studio di Bandung akan ditampilkan di radio picture.
Teknik Media Baru dan Multimedia membutuhkan staf dengan skill khusus.
Contohnya mungkin untuk multimedia ada kerjaan video editing, animasi, kemudian juga bisa rekam audio, desain grafis, fotografi. Selain itu juga harus ada staf yang menguasai jaringan IT dan software programming untuk menangani aplikasi-aplikasi media baru.
“Di sini ada banyak aplikasi seperti RBO. Itu kami sering mengalami kerusakan di
RBO. Mungkin dalam satu minggu selalu ada gangguan gitu. Jadi, mau tidak mau kami harus selalu stand by gitu Pak. Kemudian soal jaringan internet. Di jaringan
kami juga harus melayani temen-temen di Pro 1, Pro 2, Pro 4, kemudian juga untuk office Pak. Jadi kalo ada trouble di office, termasuk untuk keuangan kalo dia mau upload data terjadi trouble kami juga yang melayani. (FGD TMB Bandung)
Senada dengan temuan di FGD TMB RRI Bandung, Kepala Bidang TMB RRI
Surabaya juga meminta perhatian lebih untuk kebutuhan SDM di bidang Media Baru dan
Multimedia. “Multimedia itu di jaringan dan melayani ini aplikasi-aplikasi baru. Yang banyak itu jaringan ya. Karena sekarang sudah integrasi, jadi jaringan itu harus betul-betul diperhatikan. Sekarang ada musim apa ini, harus konvergensi media.” Teknik Sarana Prasarana
Tanggung jawab Teknik Sarana Prasarana secara garis besar dapat dibedakan
menjadi dua yaitu sarana prasarana siaran dan non-siaran. Yang termasuk dalam sarana
prasarana siaran antara lain genset untuk studio dan pemancar, AC, sound system,
sedangkan sarana prasarana non siaran meliputi peralatan yang tidak terkait secara 23
langsung dengan siaran seperti AC, instalasi listrik, PLN, telepon, PABX, intercom dan lain sebagainya.
Di RRI Bandung subseksi Sarana Prasarana ada 4 staf, dengan pembagian 2 shift
dalam sehari. Pola pembagian shift dalam sehari 2 staf masuk 2 staf libur. Sementara
dalam FGD TMB Surabaya, salah satu peserta justru mengusulkan jumlah ideal SDM subseksi Sarana Prasarana sebanyak 5 orang dengan rincian 1 penanggung jawab, tiga staf bertugas sebagai operator jaga kontinuitas kelistrikan, dan seorang lagi sebagai teknisi maintenance.
Dalam hemat peneliti, penghitungan kebutuhan tenaga kerja ini kurang efisien.
Pekerjaan menjaga kontinuitas kelistrikan (operator genset) memang penting tetapi
dilihat dari beban kerja/tingkat kesulitan pekerjaan sehari-hari relatif rendah. Dalam
praktiknya, berdasarkan pengamatan di lapangan, operator teknik khususnya genset
bekerja di awal untuk menghidupkan genset di pagi hari sebelum jam siaran dimulai dan mematikan genset di malam hari sesudah tutup siaran. Selebihnya hanya menjaga dan
mengecek peralatan selama beroperasi. Artinya operator memiliki banyak waktu kosong selama bertugas menjaga genset. Secara real, penanggung jawab genset di satu lokasi sebenarnya cukup ditangani satu orang saja. Hal ini diakui sendiri oleh staf TMB dalam
FGD di Surabaya sebagai berikut, “Ini sarana prasarana itu dibagi 2 tempat. Satu di studio,
satu lagi yang di Mojosari. Cuma kalau di sana itu harusnya ada 1 saja, 1 orang yang bertanggung jawab. Tidak harus setiap saat.” Oleh karena itu tugas operator genset sebenarnya bisa ditangani oleh operator transmisi yang bertanggung jawab atas pemancar.
3.3.
RRI
Analisis Kebutuhan SDM TMB RRI Tipe C
Dalam penelitian ini Stasiun RRI Cirebon dan RRI Surakarta merupakan stasiun
Tipe C. RRI Cirebon memiliki jangkauan wilayah meliputi Cirebon, Indramayu,
Majalengka, dan Kuningan (CIAYU MAJAKUNING), sedangkan RRI Surakarta menjangkau wilayah Surakarta, Klaten, Sragen, Boyolali dan sekitarnya.
Dalam struktur organisasi Satker RRI Tipe C, Kepala Seksi TMB berada di bawah
Kepala Satker RRI. Seksi TMB terdiri dari tiga Subseksi yaitu Subseksi Teknik Studio dan Media Baru, Subseksi Teknik Transmisi dan Distribusi, dan Subseksi Teknik Sarana
Prasarana. Masing-masing subseksi dipimpin oleh seorang kepala seksi dengan dibantu beberapa staf.
24
Sebagaimana uraian sebelumnya di RRI Tipe B, bagian ini akan memberikan
gambaran singkat tentang faktor-faktor yang mesti dipertimbangkan dan kendala yang dihadapi dalam menentukan jumlah ideal SDM TMB di RRI Tipe C. Pembahasan SDM TMB di RRI Tipe C secara substansi sebenarnya sudah ter-cover pada bagian RRI Tipe B sebelumnya karena kondisi dan permasalahan yang dihadapi TMB baik di RRI Tipe B maupun Tipe C relatif sama. Oleh karena itu penjelasan yang disajikan berikut ini lebih bersifat deskriptif.
3.1.3
Lokasi dan Peralatan Kerja
3.1.3.1 Lokasi Pemancar
RRI Surakarta dan RRI Cirebon memiliki 3 lokasi pemancar. Lokasi pemancar RRI
Surakarta terletak di kompleks studio, Cawas (Kab. Klaten), dan Tawangmangu.
Sementara lokasi pemancar RRI Cirebon berada di komplek studio, Weru, dan Sompyong.
Jarak masing-masing lokasi pemancar bisa mencapai belasan hingga puluhan kilo meter
dari lokasi studio.
3.1.3.2 Peralatan kerja
Meskipun sama-sama berstatus stasiun RRI Tipe C, ada perbedaan yang cukup
signifikan terkait peralatan kerja yang dimiliki RRI Surakarta dibandingkan dengan RRI Cirebon.
Dari segi jumlah programa yang dikelola secara mandiri, RRI Surakarta
mengelola lebih banyak programa lebih banyak dari pada RRI Cirebon. RRI Surakarta
mengelola Pro 1, Pro 2, dan Pro 4 atau Saluran Budaya, sedangkan RRI Cirebon hanya Pro 1 dan Pro 2. Sebenarnya RRI Cirebon juga memiliki saluran budaya yaitu Saluran ABC namun saat ini tidak mengudara karena alasan teknis dan perijinan.
Posisi Kota Surakarta sebagai pusat kebudayaan Jawa Tengah menjadi alasan yang
masuk akal jika RRI Surakarta memiliki banyak siaran kebudayaan. Hal ini ditandai
dengan banyaknya studio yang dimiliki RRI Surakarta sebagaimana disebutkan Kepala Seksi TMB Surakarta, “Kita punya banyak studio. (Di luar studio continuity) ada studio multipurpose, studio drama dan ada yang namanya auditorium untuk acara live.”
Selanjutnya mengenai frekuensi melakukan siaran luar, dalam FGD staf TMB RRI
Surakarta mengakui sangat sering.
“Sering sekali, bisa 15 kali keluarnya tapi tidak tentu, bisa di atas 15 kali dalam
sebulan. Untuk wayang orang sebulan sekali, Ketoprak sebulan sekali, Wayang
kulit sebulan sekali, Koes plus dan kerocong masing-masing sebulan sekali, ROS itu
8 kali sebulan, Kelentengan yang di studio sebulan 12 kali 3 kali distudio sisanya
25
diluar studio, siaran anak-anak seminggu 4 kali, macapat sebulan 4 kali itu yang
live di studio”
Untuk menunjang kegiatan siaran luar, RRI Surakarta memiliki 2 OB Van.
Sementara di RRI Cirebon, dengan armada OB Van hanya satu unit jadwal siaran luar yang rutin rata-rata 2-4 kali dalam seminggu.
Sebagaimana yang terjadi pada RRI Tipe B, kendala yang umum terjadi pada TMB
adalah kurang memadainya peralatan teknis seperti kondisi teknologi yang makin aus
dimakan usia, kurang memadainya peralatan ukur, kerawanan kondisi kerja, dan
kompetensi yang akan dijelaskan pada bagian sumber daya manusia. Di RRI Surakarta misalnya, berbagai kendala teknis terungkap dalam FGD sebagai berikut.
“Belum, contohnya kalau di pemancar itu alat-alat ukur yang kurang memadai
misalnya untuk pemancar kita itu butuh alat ukur spektrum, SBM meter tidak punya, multitester yang bagus tidak punya. Kalau yang di studio banyak misalnya
mixer suaranya tidak bagus karena sudah dari tahun 91, microphone, komputer,
asesoris-asesorisnya. Yang bisa dimaksimalkan mungkin fungsi perangkat tersebut meskipun ada kurangnya. Gensetnya juga dayanya kurang. Kalau dulu masih
mampu lagi karena banyak alat elektronik yang bertambah, itu kalau mati lampu
sudah tidak kuat lagi memberi aliran. Kalau pendengar itu telpon dari jauh itu radionya kresek-kresek, jadi pendengar komplain” (FGD Surakarta)
Kondisi peralatan yang sudah tua dan rentan rusak menyebabkan seringnya
perawatan dan perbaikan yang harus dilakukan, terutama peralatan pemancar di musim
hujan. “tergantung alam itu. Kalau musim sekarang ini jarang sekali tetapi kalau musim hujan itu sering seperti terkena petir, mati kena angin dan lain-lain.” (FGD Surakarta)
Lebih-lebih kondisi peralatan teknis yang sudah tua juga berdampak pada
inefiesiensi sumber daya manusia karena masing-masing studio membutuhkan operator tersendiri. Seperti yang terjadi pada Programa 1 RRI Cirebon.
“Di Pro 1 ada operator itu yang menghidupkan alat-alat di situ operator. Begitu
penyiar datang alat sudah siap semua. Misal berita dari jam 6 harus punya operator nggak bisa ditinggal karena ada insert-insert yang perlu ketelitian. Si
penyiar bisa saja melakukan tapi nanti penyiar jadi terpecah konsentrasinya, mikir yang akan dibacakan dan operatornya. Makanya operator di Pro 1 sangat penting.” 3.1.4
(FGD TMB Cirebon)
Sumber Daya Manusia 26
3.1.4.1 Jumlah SDM TMB RRI Tipe C
Dilihat dari jumlah SDM yang ada jumlah SDM TMB RRI Surakarta tiga kali lipat
dari SDM TMB di RRI Cirebon. Meskipun keduanya sama-sama berstatus Tipe C. Perbedaan jumlah yang sangat signifikan ini bisa jadi karena memang kebutuhan teknis
untuk produksi siaran yang berbeda dan juga konteks sejarah RRI Surakarta. Namun tetap saja selisih jumlah SDM tersebut terlalu besar dan signifikan. Tabel 3.11
Jumlah SDM TMB RRI Tipe C (Cirebon dan Surakarta) Kabid Kasi
Staf Teknik Transmisi & Distribusi Staf Teknik Studio & Multimedia Staf Teknik Sarana Prasarana Jumlah Total SDM
Cirebon Surakarta 1
1
5
7
3 6 1
16
3 36 6
53
Dari tabel jumlah SDM di atas, tampak bahwa selisih terbesar ada pada jumlah staf
teknik studio dan multimedia. Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, kuantitas produksi siaran budaya di RRI Surakarta sangat banyak sehingga membutuhkan tenaga teknis
untuk sound system dan siaran langsung. Dengan kondisi peralatan yang dimiliki RRI
Surakarta, jumlah SDM Teknik Studio dan Multimedia dianggap pas oleh kepala seksi TMB Surakarta.
“Untuk sekarang, melihat kondisi, pas. Dengan kondisi peralatan sekarang yang
banyak kekurangan ini. Jadi mixer itu harus didampingi operator karena mixer ini sudah banyak yang aus. Ke depannya kalau kita dapat mixer yang baru mungkin
kita bisa self operating. Jadi sebenarnya mixer yang kita gunakan ini sudah banyak
yang rusak, kita pakai mixer yang lama akibatnya kita perlu operator tersendiri” (Kasi TMB Solo)
Kondisi tersebut sebenarnya bisa diatasi dengan melakukan peremajaan teknologi
penyiaran mutakhir. Jika langkah ini diambil memang akan membutuhkan anggaran besar tetapi lebih strategis karena bisa dianggap sebagai biaya investasi. Kasi TMB Surakarta
mengakui bahwa jumlah SDM yang dimiliki cenderung berlebih. “Kedepan saya kira itu 27
sudah cukup sekali pak, malah itu berlebih. Kalau (teknologi) pemancar itu otomatis, misalnya bisa pakai timer, tidak harus lima orang, dua saja sudah bisa” (Kasi TMB Solo)
Kendala peralatan teknis juga dialami oleh seksi TMB RRI Cirebon. Ditambah lagi
jumlah SDM yang minim. Berikut penjelasan Kasi TMB RRI Cirebon dalam wawancara,
“Dua tahun ini baik tapi juga ada kendala. Kendala alat, SIEMEN 91 kurang optimal. SDM punya 12. Sedangkan pekerjaan kita ada mengoperasikan OB Van untuk
siaran luar, rekaman. Kita putar-putar (rolling) aja. Jadi kadang pekerjaan kami
lebih dari 12 jam. Karena jumlah SDM kurang. Dan kasubsie juga harus kerja sampai pagi di siaran juga.”
Jumlah SDM TMB di RRI Cirebon yang ada dirasakan masih sangat kurang. Sebagai
contoh Staf Subseksi Teknik Sarana Prasarana hanya satu orang. Untuk menyiasati
kekurangan tersebut, jumlah staf yang ada dimaksimalkan untuk mengerjakan tugas-tugas
TMB dengan cara merangkap tugas. Sehingga jabatan fungsional antarsubseksi di TMB RRI Cirebon menjadi tidak relevan. Belum lagi dalam beberapa tahun ke depan, jumlah
tersebut akan berkurang karena ada pegawai yang memasuki masa persiapan pensiun. Dalam tiga tahun ke depan setidaknya ada 3 pegawai yang pensiun.
3.1.4.2 Kompetensi SDM TMB RRI Tipe C
Terkait kompetensi pegawai TMB RRI Tipe C, baik RRI Cirebon maupun RRI
Surakarta memiliki permasalahan yang sama yaitu minimnya pegawai yang memiliki
kompetensi teknis terutama untuk maintenance dan perbaikan. Sama halnya dengan RRI Tipe B, mayoritas pegawai TMB di RRI Tipe C hanya mampu melakukan tugas operasional.
Kasi TMB RRI Surakarta menjelaskan bahwa meskipun dari segi jumlah banyak
tetapi dari kualitas kurang, “terutama di RRI Solo ini yang menjadi kendala adalah tenaga perawatan pemancar karena dalam perawatan kami hanya mengandalkan Kasubsie teknik pemancar sendiri.”
Akibat minimnya kompetensi yang dimiliki, staf TMB dituntut untuk bisa
multitasking. Lebih jauh hal ini menyebabkan ketidakmerataan distribusi tugas karena staf yang mampu dan mau bekerja akan mendapatkan beban tugas yang lebih banyak dari pada staf lainnya.
“Posisi saya sebagai staff radio dan multimedia. Cenderung untuk IP juga
mengawasi jaringan internet juga. Di situ kan ada jaringan mengawasi lalu lintas jaringan antar divisi. Mengatur trafiknya, mengatur jaringan. Tanggung jawab
sebagai admin juga, admin untuk website ada tiga. Selain itu juga memback-up
operator rekaman dan siaran luar” (Indra, Staf TMB Cirebon)
28
Terlepas dari kendala-kendala tersebut, kondisi kerja yang serba terbatas justru
membentuk budaya kerja sama yang baik. Staf TMB menjadi terbiasa untuk bekerja
sebagai tim dan tidak terjebak pada batas-batas sektoral. Hal ini diakui oleh Kasi TMB Cirebon, “Untuk di teknik khususnya sangat kompak. Contoh ada operator yang sakit,
Kasubsi turun. Kasubsi ada 3 mereka saling memahami dan mengerti. Walaupun bukan tugasnya maka kita saling mengisi. Yang penting ini RRI tetep berjalan bagus.”
Untuk memenuhi kebutuhan SDM TMB di masa depan, baik Kasi maupun staf TMB
di RRI berharap ada standar minimal jenjang pendidikan bukan dari SMA, kesesuaian latar
belakang pendidikan dengan pekerjaan, dan penguasaan keterampilan yang spesifik seperti kemampuan memanjat tower. “Seharusnya benar-benar dari teknik minimal bisa komputer, bisa elektronika, mungkin dari diesel bisa dari teknik mesin, itu jangan dari SMA.” (FGD TMB RRI Surakarta)
3.1.4.3 Jadwal Kerja
Dari temuan di lapangan, pola pembagian jadwal kerja TMB di RRI Tipe C tidak
beda jauh dengan RRI Tipe B. Dalam arti bahwa ada staf yang bekerja sesuai jam
operasional kantor, semi operasional, dan berdasarkan shift. Perbedaannya ada pada
jumlah personil yang tersedia untuk masing-masing subseksi. Di Satker RRI yang memiliki jumlah staf TMB lebih banyak, masing-masing staf bekerja sesuai dengan tugas
fungsionalnya. Sementara di Satker RRI dengan jumlah staf TMB terbatas seperti di RRI Cirebon, beban kerja masing-masing staf TMB menjadi lebih padat dan multitasking.
Misalnya untuk operator, di RRI Surakarta jam kerja bisa dibagi menjadi 4 shift
dalam sehari sedangkan di RRI Cirebon 3 shift per hari. “Jika dibagi dari siaran itu bisa dibagi menjadi 4 shift, biasanya diganti dari jam 5 sampai jam 11, untuk yang siang itu dari
jam 10 sampai jam 4, untuk yang sore itu dari jam 3 sampai jam 8 atau 9, untuk yang malam dari jam 8 sampai jam 1” (FGD Surakarta) 3.4.
Rekomendasi Kebutuhan Sumber Daya Manusia TMB RRI Tipe B dan Tipe C
Dari uraian sebelumnya dapat ditarik sejumlah catatan tentang kondisi SDM TMB
RRI Tipe B dan Tipe C. Pertama, jumlah SDM TMB di RRI Tipe B relatif lebih banyak dari
pada di RRI Tipe C. Meski berstatus Tipe C RRI Surakarta kurang tepat dijadikan contoh
kasus karena dari segi jumlah SDM jauh di atas rata-rata yang dimiliki RRI Tipe C pada umumnya. Kedua, fungsi dan tanggung jawab pekerjaan Teknik dan Media Baru di RRI
29
Tipe B dan Tipe C relatif sama. Demikian halnya dengan jangkauan wilayah yang mesti dilayani.
Terkait dengan lokasi pemancar, semua Satker yang diteliti membagi operator
pemancar untuk 3 lokasi pemancar. Ketiga, pendekatan fungsional menyebabkan struktur SDM TMB cenderung gemuk seperti memisahkan fungsi teknisi dan operator sebagai jabatan tersendiri. Keempat, formasi staf TMB lebih banyak didominasi oleh tenaga operator sedangkan untuk perawatan dan perbaikan masih sangat minim. Kelima,
mayoritas staf TMB tidak memiliki latar belakang pendidikan atau profesi teknis yang
sesuai dengan kebutuhan. Keenam, perangkat teknis yang digunakan rata-rata sudah berusia tua dan rentan terjadi kerusakan sehingga kebutuhan tenaga operator maupun
teknisi makin tinggi. Ketujuh, kebutuhan staf yang memiliki skill IT semakin mendesak untuk mengantisipasi tren konvergensi media dalam era penyiaran digital.
Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini merekomendasikan beberapa hal
terkait kebutuhan SDM di bidang Teknologi dan Media Baru RRI yaitu,
1. Penggabungan Seksi/Subseksi yang memiliki kedekatan secara lingkup dan lokasi
pekerjaan. Dalam hal ini Seksi/Subseksi Teknik Sarana dan Prasarana digabung dengan Seksi/Subseksi Transmisi.
Penggabungan kedua seksi tersebut dilandasi setidaknya oleh dua alasan. Pertama, tanggung jawab Seksi/Subseksi sarana prasarana siaran relatif sama dengan
transmisi yaitu sarana prasarana teknis pendukung siaran. Perbedaannya hanya
pada jenis teknologinya, jika seksi/subseksi transmisi mengurusi teknologi
pemancar sedangkan seksi/subseksi sarana prasarana mengurusi bidang kelistrikan, genset, dan AC, yang dibutuhkan untuk siaran. Kedua, pola kerja kedua seksi/subseksi tersebut juga sama. Dalam arti pembagian shift kerja mengikuti jam operasional siaran dan keberadaan genset di lokasi pemancar.
2. Pemekaran Seksi/Subseksi Teknik Studio dan Media Baru menjadi dua yaitu Seksi/Subseksi Teknik Studio dan Seksi/Subseksi Media Baru.
Pemekaran ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa kebutuhan teknik studio mengalami pergeseran, terutama terkait operator studio continuity. Dengan
adanya teknologi studio integratif dan aplikasi RBO penyiar dapat mengoperasikan studio siaran secara mandiri sehingga tidak perlu ada operator MCR khusus yang
mendampingi tiap acara di masing-masing programa. Cukup satu atau dua
operator studio yang bertugas untuk melayani semua programa yang bersiaran.
Operator studio tetap dibutuhkan untuk format siaran tertentu seperti dialog interaktif atau siaran langsung, namun sifatnya insidental. Dengan demikian staf 30
teknik studio dapat dimaksimalkan untuk studio produksi dan siaran luar. Selain itu, perkembangan teknologi penyiaran mengarah pada konvergensi media di mana skill multimedia dan IT makin banyak dibutuhkan.
3. Rekrutmen sumber daya manusia di bidang teknologi dan media baru seyogianya
berdasarkan standar kualifikasi yang jelas baik secara pendidikan formal maupun keterampilan teknis. Misalnya untuk operator transmisi dibutuhkan tenaga yang
memiliki keterampilan tambahan seperti memanjat tower.
4. Perlu adanya strategi peningkatan kapasitas SDM, khususnya di bidang TMB, secara lebih terstruktur, up to date, dan merata mengingat perkembangan teknologi komunikasi dan informasi berkembang sangat pesat.
5. Pekerjaan di bidang TMB, baik di tipe B maupun tipe C pada dasarnya sama. Oleh
karena itu, struktur SDM baik di tipe B maupun C juga tidak perlu dibedakan.
Rekomendasi struktur dan jumlah SDM TMB ini mengasumsikan bahwa tidak ada perbedaan tugas antara Tipe B dan Tipe C.
Selanjutnya, rekomendasi terkait dengan posisi dan komposisi SDM di bidang TMB
RRI kurang lebih sebagai berikut. Kepala Bidang TMB
Bertanggung jawab atas kebutuhan teknologi siaran secara keseluruhan di stasiun
RRI. Pekerjaannya meliputi perencanaan, pengawasan, perawatan pemancar, tower,
satelit penerima, dan peralatan siaran lainnya untuk menjamin kualitas dan kesinambungan teknis siaran. Kepala bidang TMB juga bertanggung jawab untuk
melakukan evaluasi dan pemecahan masalah terkait teknologi penyiaran. Selain itu kepala bidang TMB bertugas melakukan pembinaan dan peningkatan kompetensi SDM di bawahnya.
Kepala Seksi Teknik Transmisi dan Sarana Prasarana Pekerjaan kepala seksi transmisi dan sarana prasarana adalah mengkoordinir
pelaksanaan kegiatan yang terkait dengan teknologi pemancar, kelistrikan, AC, dan sarana prasarana pendukung siaran, membuat jadwal tugas operator, jadwal perawatan, dan
merekapitulasi hasil measuring peralatan dan logbook dari operator. Selain itu Kasi
Teknik Transmisi dan Sarana Prasarana juga berfungsi sebagai teknisi ketika dibutuhkan.
Teknisi transmisi dan Sarana Prasarana
Tanggung jawab utama teknisi transmisi dan sarana prasarana siaran adalah
melaksanakan kegiatan perawatan dan perbaikan peralatan transmisi, daya listrik, AC, dan 31
sarana prasarana penunjang siaran lainnya, melakukan pencatatan kegiatan pengukuran, perawatan, dan perbaikan peralatan, serta melaporkan kondisi peralatan secara berkala.
Selain itu Teknisi transmisi dan sarana prasarana memiliki tugas sebagai operator teknisi harian. Jumlah teknisi dalam satu Satker RRI setidaknya satu atau dua orang. Operator Transmisi dan Sarana Prasarana Siaran
Fungsi utama operator transmisi & sarana prasarana siaran adalah menyiapkan,
mengoperasikan, pengawasan, dan pencatatan kinerja peralatan teknis pemancar, receiver, genset, dan sarana prasarana penunjang siaran lainnya.
Jumlah tenaga operasional transmisi dan sarana prasarana siaran disesuaikan
dengan jam operasional siaran, lokasi pemancar dan jenis teknologi yang digunakan. Berdasarkan temuan di lapangan, masing-masing satker setidaknya mengelola 3 lokasi
pemancar. Untuk pemancar yang beroperasi selama 24 jam non-stop (tidak perlu
dihidupmatikan) atau sudah menggunakan sistem otomatis dapat diserahkan kepada satu orang operator yang bertanggung jawab. Sementara untuk pemancar yang beroperasi
kurang dari 24 jam dan membutuhkan tenaga manual untuk mengoperasikan dibutuhkan setidaknya 4 orang dengan pola kerja 3 shift per hari. Artinya dalam sehari ada 3 orang yang bertugas (secara bergantian) sedangkan 1 orang libur.
Berdasarkan temuan di lapangan, masing-masing satker RRI memiliki 3 lokasi
pemancar, 1 berada di studio dan 2 di luar studio. Dua lokasi pemancar yang berada di
luar studio pun berbeda cara pengoperasiannya. Satu lokasi untuk pemancar relay yang beroperasi 24 jam dan satu lokasi untuk pemancar yang beroperasi sesuai jam siaran RRI
setempat. Dengan demikian kebutuhan operator transmisi dan sarana prasarana siaran tiap satker RRI kurang lebih 6 orang untuk 3 lokasi pemancar. Kepala Seksi Teknik Studio & Produksi
Bertanggung jawab untuk mengkoordinir kegiatan produksi dan terjaminnya
dukungan teknis untuk pelaksanaan siaran LPP RRI Cirebon baik di studio maupun siaran luar, membuat jadwal operasional dan pembagian kerja, monitoring output siaran, dan menyusun laporan hasil pelaksanaan program. Selain itu kepala seksi Teknik Studio & Produksi berfungsi sebagai teknisi jika dibutuhkan.
Teknisi dan Operator Siaran (Studio dan Siaran luar) Bertugas melayani kebutuhan peralatan siaran untuk semua programa yang
dikelola baik di studio maupun siaran luar. Selain itu juga bertanggung jawab melakukan 32
pengecekan, perawatan, dan perbaikan peralatan teknis studio dan siaran luar seperti mixer, recoder, soundsytem dan lain sebagainya.
Kebutuhan SDM kurang lebih 5 orang dengan rincian 3 orang bertugas berdasar
pembagian shift jam operasional siaran, 2 orang bertugas sebagai operator siaran luar atau sebagai backup operator studio jika dibutuhkan. Operator Studio Produksi (Rekaman)
Mengoperasikan peralatan stasioner untuk produksi rekaman, editing, dan mixing
baik berupa insert maupun rekaman acara siaran, melakukan kontrol kualitas output audio sesuai standar merupakan tugas utama dari operator studio produksi. Dengan
jumlah SDM minimal 3 orang dengan pembagian jam kerja sebagai berikut, dua operator
bertugas pagi hingga siang/sore karena kebutuhan produksi siaran lebih tinggi sedangkan satu orang lainnya bertugas sejak siang/sore hingga malam hari. Kasi Media Baru dan Multimedia
Bertanggung jawab untuk mengkoordinir kegiatan operasional, pengawasan,
pemeliharaan, trouble shooting, serta evaluasi teknis baik hardware maupun software
untuk kebutuhan system informasi, jaringan komputer, website, multimedia, dan aplikasi-
aplikasi media baru.
Staf Sistem Informasi & Jaringan IT Bertanggung jawab atas pemasangan instalasi hardware maupun software,
operasional, pemeliharaan, dan trouble shooting dukungan teknis system informasi, jaringan komputer, pembagian IP address, dan web hosting, radio streaming, dan aplikasi media baru. Untuk posisi ini setidaknya dibutuhkan 2 orang. Staf Multimedia
Bertugas menyiapkan dan mengoperasikan dukungan teknis multimedia meliputi,
tapi tidak terbatas pada, desain grafis, animasi, website, dan aplikasi-aplikasi media baru. Tenaga yang dibutuhkan setidaknya 2 orang. Dengan catatan bahwa tanggung jawab
terkait konten website, pengisian aplikasi respon pendengar, radio picture, dan admin social media RRI berada di bawah koordinasi Bidang Siaran.
33
Tabel 3.12
Rekomendasi Jumlah SDM Bidang TMB LPP RRI Tipe B dan C Posisi
Jumlah
Kepala Bidang TMB Kasi Teknik Transmisi dan Sarana Prasarana
1
Teknisi transmisi & Sarana Prasarana Siaran
2
1
Operator Transmisi & Sarana Prasarana Siaran Kasi Teknik Studio & Produksi
6
Staf/Operator Studio dan Siaran Luar
5
Operator studio produksi
1
Kasi Media Baru
3
Staf Sistem Informasi & Jaringan IT
2
1
Staf Multimedia
2
Total
25
Jika digambarkan dalam sebuah bagan akan tampak sebagai berikut
Kabid TMB
Kasi Transmisi & Sarana Prasarana Siaran
Kasi Teknik Studio dan Produksi
Kasi Media Baru dan Multimedia
Teknisi transmisi & Sarana Prasarana Siaran
Operator Transmisi & Sarana Prasarana Siaran Staf/Operator Studio dan Siaran Luar Operator studio produksi Staf Sistem Informasi & Jaringan IT Staf Multimedia
Grafik 3.2
Bagan Rekomendasi Struktur TMB LPP RRI
34
4. Bidang Layanan dan Pengembangan Usaha 4.1.
Gambaran Umum
Layanan dan Pengembangan Usaha merupakan bidang/seksi yang bertugas untuk
melakukan pencitraan, memberikan layanan kepada publik, serta mengembangkan usaha
melalui jasa siaran maupun nonsiaran. Pekerjaan pada bidang/seksi Layanan dan Pengembangan Usaha dibagi menjadi tiga, yaitu Pengembangan Usaha, Layanan Publik,
dan Komunikasi Publik. Pengembangan usaha memiliki fungsi untuk mencari,
mendapatkan, dan memelihara klien untuk jasa siaran maupun jasa nonsiaran. Layanan publik berfungsi melakukan pemasaran layanan publik yang terkait dengan penyiaran dan
kegiatan layanan publik yang terkait dengan penggunaan aset RRI. Komunikasi publik melakukan pelaksanaan, perencanaan, pengelolaan, dan evaluasi di bidang promosi, standardisasi identitas korporat, hubungan luar dan media.
Saat ini, jumlah SDM di Layanan dan Pengembangan Usaha antara tipe B dan tipe C
tidak jauh berbeda. SDM LPU di RRI Surabaya dan RRI Bandung sebanyak 12 orang, RRI
Cirebon 9 orang, dan RRI Surakarta 11 orang. Jumlah tersebut sudah termasuk kepala
bidang/kepala seksi dan kepala subseksi yang berjumlah 4 orang di masing-masing satker.
Pembagian SDM LPU di masing-masing satker berbeda-beda sesuai kebijakan masing-
masing satker. Tabel berikut ini berisi pembagian SDM LPU di 4 satker yang menjadi lokus penelitian.
Tabel 3.13
Jumlah Staf SDM LPU di 4 Satker
Surabaya Bandung Cirebon Surakarta
Pengembangan Usaha
4
2
2
3
Komunikasi Publik
2
3
1
2
Layanan Publik
Jumlah
2 8
3 8
2 5
2 7
Dibandingkan dengan divisi-divisi lain dalam RRI, LPU selalu memiliki jumlah SDM
paling sedikit. Hal ini karena keterbatasan SDM di masing-masing satker serta sifat LPU
yang dianggap sebagai divisi “pelengkap” dalam organisasi penyiaran. Di Bandung,
misalnya, jumlah SDM di bidang LPU hanya sebanyak 8 orang, jauh lebih sedikit daripada 35
jumlah SDM di bagian TU yang berjumlah 27. Meskipun jumlah SDM di bagian/seksi LPU paling sedikit, kerja LPU di hampir semua satker bisa berjalan dengan lancar.
Kelancaran pekerjaan di bagian/seksi LPU, salah satunya, adalah karena cara kerja
yang saling dukung antarseksi/subseksi. Dengan kata lain, pekerjaan-pekerjaan di
seksi/subseksi LPU sangat cair. Pekerjaan mencari iklan, misalnya, dikerjakan oleh semua
personil dalam LPU, baik dari seksi/subseksi Pengembangan Usaha, Layanan Publik, dan
Komunikasi Publik. Hal yang sama juga terjadi pada pekerjaan-pekerjaan lain di LPU,
seperti kegiatan-kegiatan off air dan pelayanan publik, meskipun penanggung jawab tetap berada pada masing-masing seksi/subseksi.
Pekerjaan yang cair tersebut, di satu sisi mengindikasikan adanya efisiensi
pekerjaan karena semua personil terlibat dalam semua pekerjaan sehingga dengan jumlah SDM yang sedikit pun pekerjaan bisa tetap berjalan dengan lancar. Namun, di sisi lain, pola
kerja yang demikian menunjukkan ketidakjelasan job tiap seksi/subseksi. Dalam
wawancara dan focus group discussion pegawai LPU, pekerjaan LPU yang paling menonjol
hanya mencari iklan dan membuatnya serta menyelenggarakan acara-acara off air. Dengan demikian, tugas-tugas LPU yang lain tidak bisa didefinisikan dengan baik oleh pegawai.
Komunikasi publik atau pencitraan, misalnya, hanya dipahami sebagai pekerjaan membuat souvenir RRI.
Keadaan tersebut terjadi pada setiap satker, baik pada tipe B maupun tipe C.
Secara umum, pekerjaan di Layanan dan Pengembangan Usaha tidak memiliki perbedaan pada kedua tipe tersebut. Padahal, secara struktural, jabatan mereka berbeda. Pada satker tipe B, jabatan tertinggi pada LPU dipegang oleh kepala bidang, sementara pada satker tipe C dipegang oleh kepala seksi.
36
Tabel 3.14
Perbandingan Pekerjaan LPU Tipe C dan Tipe B
Jabatan Kepala bidang
Jobdesk
Fungsi Melakukan tugas perencanaan, pelaksanaan dan pengelolaan, dan melakukan koordinasi secara vertikal dan horizontal (antar dan lintas bidang) serta mengevaluasi kegiatan-kegiatan kerjasama baik yang dilakukan sebagai bentuk layanan publik, pengembangan usaha, maupun sebagai tujuan komunikasi publik Lembaga di Programa 1, 2, dan 4. Tanggung Jawab dan Tugas
1. Melakukan tugas perencanaan. 2. Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan. 3. Menyusun anggaran Seksi Layanan dan Pengembangan Usaha. 4. Mengevaluasi Kegiatan. 5. Melakukan fungsi pembinaan bawahan.
Jabatan
Kepala Seksi
Jobdesk
Fungsi Melakukan tugas perencanaan, pelaksanaan dan pengelolaan, dan melakukan koordinasi secara vertikal dan horizontal (antar dan lintas bidang) serta mengevaluasi kegiatan-kegiatan kerjasama baik yang dilakukan sebagai bentuk layanan publik, pengembangan usaha, maupun sebagai tujuan komunikasi publik Lembaga di Programa 1 dan 2. Tanggung Jawab dan Tugas
1. Melakukan tugas perencanaan. 2. Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan. 3. Menyusun anggaran Seksi Layanan dan Pengembangan Usaha. 4. Mengevaluasi Kegiatan. 5. Melakukan fungsi pembinaan bawahan.
Jika beban pekerjaan di tipe B dan tipe C sama, maka perbedaan jabatan kepala
bidang di tipe B dan kepala seksi di tipe C menjadi tidak sesuai. Jika pekerjaannya tidak ada bedanya, maka jenis jabatan semestinya juga sama. Terlebih tidak ada fungsi
koordinasi antara tipe B dengan tipe C di bawahnya pada bagian LPU. Selama ini, bagian LPU di tipe B dan tipe C tidak saling terkait. Area kerja bagian LPU antara tipe B dengan tipe C juga tidak memiliki perbedaan meskipun coverage area yang dilayani berbeda-beda.
Berdasarkan jobdesk LPU, baik di tipe B maupun tipe C tidak ada perbedaan yang
signifikan. Berikut jobdesk staf LPU berdasarkan seksi/subseksi.
37
4.1.1. JOB DESK STAF KOMUNIKASI PUBLIK
Seksi/subseksi komunikasi publik memiliki fungsi melakukan pelaksanaan
perencanaan, pengelolaan, dan evaluasi di bidang promosi, standardisasi identitas
korporat, hubungan luar dan media RRI Stasiun Surakarta. Dari fungsi tersebut, tanggung jawab dan tugas staf komunikasi publik antara lain.
1. Melakukan pelaksanaan perencanaan dalam 1 tahun.
2. Melakukan kegiatan promosi untuk meningkatkan komunikasi publik LPP RRI dalam bentuk pameran, pemasangan media luar ruang (bersama layanan publik), produksi materi promosi.
3. Bersama-sama kasi melakukan standarisasi identitas korporat.
4. Bersama dengan staf Layanan Publik melakukan hubungan luar dan media untuk meningkatkan komunikasi publik LPP RRI, yaitu dengan komunitas, klien, dan kelompok sosial masyarakat.
5. Memonitor pelaksanaan program kegiatan komunikasi publik LPP RRI, membuat arsip, dan laporan bulanan.
6. Melakukan evaluasi pelaksanaan kegiatan komunikasi publik LPP RRI.
Staf komunikasi publik juga memiliki tugas tambahan, yaitu membantu seksi
pengembangan usaha dalam mencari klien untuk bekerja sama dengan RRI baik untuk Jasa Siaran maupun Jasa Non Siaran.
4.1.2. JOB DESK STAF LAYANAN PUBLIK
Fungsi seksi/subseksi Layanan Publik yaitu melakukan pemasaran layanan publik
yang terkait dengan penyiaran dan kegiatan layanan publik yang terkait dengan penggunaan aset RRI. Tanggung jawab dan tugas yang diemban staf Layanan Publik, yatu 1. Melakukan pemasaran layanan publik dalam penyiaran.
2. Merencanakan, melaksanakan dan memonitor pelaksanaan kegiatan layanan publik.
3. Melakukan evaluasi
Tugas tambahan yang dipegang oleh staf layanan publik yaitu
1. Menjadi kerabat kerja setiap kegiatan atau acara yang dilaksanakan RRI.
2. Membuat materi penunjang acara seperti mendisain dan mencetak spanduk, Backdrop.
3. Mengikuti seminar, in-house training yang berkaitan dengan layanan usaha. 4. Mengikuti perkembangan industri media periklanan (khusus radio).
5. Mengikuti perkembangan multimedia (website, internet, dan lain-lain). 38
4.1.3. JOB DESK STAF PENGEMBANGAN USAHA
Pengembangan usaha memiliki fungsi untuk mencari, mendapatkan, dan
memelihara klien untuk jasa siaran maupun jasa non siaran di RRI. Adapun tanggung jawab dan tugas seksi/subseksi ini adalah
1. Melakukan pemetaan terhadap klien yang sudah ada maupun yang akan dicari dengan melakukan klasifikasi klien (Departemen/Non Departemen)
2. Memonitor pelaksanaan program
3. Mencari klien yang akan menyewa aset RRI.
4. Melakukan pengelolaan usaha atau pendapatan melalui Jasa Non Siaran/
pemberdayaan asset, penyewaan asset, kerjasama usaha dan usaha baru.
5. Melakukan evaluasi
Staf seksi/subseksi pengembangan usaha juga memiliki tugas tambahan, yaitu 1. Menjadi kerabat kerja setiap kegiatan atau acara yang dilaksanakan RRI.
2. Membuat materi penunjang acara seperti mendisain dan mencetak Spanduk, dan backdrop.
3. Menjadi koordinator kegiatan acara/kegiatan klien. 4. Menjadi tim konsolidasi pemberdayaan aset RRI.
Jobdesk di atas adalah jobdesk resmi yang dilaporkan oleh pegawai LPU. Namun,
dalam sesi wawancara maupun FGD, pekerjaan yang disebutkan oleh pegawai LPU di beberapa satker terbatas pada mencari iklan/pendapatan, membuat acara off air,
melayani informasi kehilangan, dan pembuatan merchandise RRI. Ini menunjukkan bahwa
pegawai LPU menghadapi persoalan, yaitu pemahaman terhadap pekerjaan LPU yang masih kurang. Pekerjaan seksi Komunikasi Publik, misalnya, hanya dipahami dalam
bentuk pembuatan acara off air bersama dengan bagian Layanan Publik—seperti Donor
Darah dan Jalan Sehat yangmana sebenarnya tidak sesuai dengan bidang pekerjaan RRI—
dan pembuatan merchandise RRI. Fungsi pencitraan RRI belum dapat dijelaskan dengan
baik oleh mereka. Pekerjaan Layanan Publik juga kurang jelas sehingga pekerja di bagian ini hanya menunggu adanya kedatangan orang untuk melaporkan kehilangan atau menerima pendaftaran selain ketika ada acara off air. Pekerjaan antarseksi dalam LPU, terutama Komunikasi Publik dan Layanan Publik, sering mangalami tumpang tindih.
Pekerjaan sebagai front office selama ini juga masuk ke dalam bagian SDM (Tata
Usaha). Padahal, seharusnya pekerjaan front office bisa menjadi bagian humas terdepan.
Selama ini, bagian front office justru tidak maksimal karena diisi oleh orang-orang yang kurang kompeten. Di RRI Surabaya, front office tidak terlihat karena ada di samping pintu
sehingga orang yang datang tidak menyadari adanya front office. Di RRI Cirebon, ruangan 39
front office sudah menarik, tetapi tidak ada SDM yang berada di sana karena jumlah SDM di RRI Cirebon yang memang terbatas. Di RRI Surakarta, letak front office sudah jelas,
pegawai di sana juga sudah ada, tetapi belum maksimal karena front office hanya menanyai tamu yang datang. Mestinya, front office juga bisa melakukan pekerjaan humas
seperti memberikan penjelasan yang diperlukan oleh tamu yang datang juga melayani pekerjaan-pekerjaan layanan publik.
Persoalan lainnya yang dihadapi oleh LPU adalah kompetensi pegawai yang
kurang sesuai dengan kebutuhan LPU. Sebagai bagian yang mengurus marketing, promosi,
dan kehumasan, pegawai LPU kurang memiliki kecakapan tersebut. Kompetensi awal yang
mereka miliki bukan dari bidang-bidang tersebut, melainkan dari siaran atau pemberitaan
atau dari bagian lainnya. Mereka juga jarang mendapatkan pelatihan-pelatihan yang berhubungan dengan marketing, promosi, dan kehumasan sehingga pekerjaan mereka tidak maksimal atau hanya melakukan pekerjaan sesuai kebiasaan. Kompetensi lainnya
yang juga kurang adalah penguasaan komputer, produksi iklan, dan desain. Pegawai yang berusia tua juga menjadi problem tersendiri di bagian LPU. Lemahnya kompetensi dan usia tua cukup berpengaruh pada gerak bagian LPU sehingga berimbas pada rendahnya inovasi.
Hubungan antara LPU dengan bagian Siaran juga kurang terkoordinasi dengan
baik. Hal tersebut mengakibatkan adanya konflik kepentingan di antara mereka. Iklan atau
blocking time yang didapat oleh LPU kadang tidak sesuai dengan jadwal yang telah dibuat oleh bagian Siaran sehingga mengganggu jadwal yang sudah ada. Produksi iklan juga
menjadi problem di beberapa satker RRI. Hal ini karena keterbatasan kemampuan SDM LPU untuk memproduksi iklan, sedangkan SDM Siaran enggan membantu karena masalah pembiayaan atau koordinasi yang kurang baik.
Pegawai LPU juga menghadapi persoalan kurangnya fasilitas pendukung LPU. Di
RRI Surakarta dan Cirebon, pegawai LPU tidak memiliki fasilitas telepon keluar dan fax. Padahal, kedua fasilitas tersebut sangat penting untuk kerja LPU. Akhirnya, pegawai LPU
menggunakan fasilitas pribadi yang tidak diganti oleh lembaga. Demikian halnya dengan transportasi dan biaya operasional lainnya. Sebelum ada PNBP, biaya-biaya tersebut bisa ditutup menggunakan hasil iklan. Namun, sejak peraturan PNBP diterapkan di RRI, seluruh uang yang masuk untuk iklan langsung disetor ke negara. Pegawai LPU yang
mendapatkan iklan tidak lagi mendapat callportier. Persoalan ini mengurangi semangat kerja bagian LPU, terutama dalam mencari iklan. Aturan PNBP tersebut mestinya juga dibarengi dengan pengadaan fasilitas bagi pegawai LPU untuk mencari iklan. Fasilitas minimal untuk pegawai LPU adalah telepon kantor, fax, dan kendaraan operasional.
40
Persoalan-persoalan di atas dihadapi oleh SDM LPU, baik di satker tipe B maupun
tipe C. Ke depan, persoalan-persoalan tersebut harus diselesaikan sehingga pekerjaan bagian LPU bisa berjalan dengan optimal. Dengan pekerjaan dan persoalan yang sama
yang dihadapi oleh LPU di tipe B maupun tipe C, maka perbedaan jabatan di kedua tipe
tersebut perlu ditinjau kembali. Organisasi LPU di tipe B dan tipe C seharusnya sama, baik bidang maupun seksi, pun dengan pimpinannya. Pembahasan mengenai SDM LPU di tipe B dan tipe C secara khusus akan dibahas pada bagian selanjutnya. 4.2.
Analisis Kebutuhan SDM LPU di Tipe B
Penelitian ini mengambil sampel dua satuan kerja di tipe B, yaitu stasiun RRI
Bandung dan stasiun RRI Surabaya. Pada stasiun tipe B, Layanan dan Pengembangan
Usaha merupakan salah satu bidang selain Siaran, Pemberitaan, dan TMB. Bidang LPU
dipimpin oleh seorang kepala bidang. Dalam bidang LPU terdapat tiga seksi yang masing-
masing dipimpin oleh kepala seksi, yaitu Seksi Pengembangan Usaha, seksi Komunikasi
Publik, dan seksi Layanan Publik. Seksi Pengembangan Usaha adalah seksi yang bekerja untuk mencari pendapatan dari jasa siaran dan nonsiaran, sementara seksi komunikasi
publik bekerja untuk membentuk citra RRI di dunia luar, dan seksi seksi layanan publik bekerja untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat nonkomersial.
Menurut hasil survei, tanggung jawab yang disebutkan oleh responden LPU di
kedua satker tersebut secara umum, yaitu:
1. Mengkoordinasikan, mengarahkan, serta menggerakkan kegiatan 2. Membuat laporan untuk kelancaran berita
3. Monitoring siaran
4. Membangun citra positif tentang RRI terhadap publik 5. Penyiapan bahan perencanaan
6. Pengelolaan dan evaluasi kegiatan pengembangan usaha 7. Memberikan layanan kepada masyarakat
8. Penulis naskah iklan Lanmas dan komersial 9. Menetapkan jam siar iklan
10. Produksi iklan
11. Membuat buletin penyiaran
12. Memasarkan jasa siaran RRI
13. Memberikan layanan kepada masyarakat
14. Membuat surat penawaran usaha dan menawarkan program acara 41
15. Negosiasi, membuat laporan dan menyampaikan tagihan pada klien
16. Mencapai komunikasi pencapaian pesan terhadap publik melalui berbagai media
Hasil survei tersebut hampir sama dengan hasil wawancara dan FGD dengan
pegawai LPU di RRI Surabaya dan Bandung. Dari hasil wawancara dan FGD, tugas di
bidang LPU mencakup pemasaran jasa siaran dan nonsiaran, membuat iklan layanan
masyarakat dan iklan komersial, menulis naskah iklan layanan masyarakat dan iklan
komersial, membuat media order, mengurus administrasi surat-menyurat yang berhubungan dengan pemakaian fasilitas lembaga, monitoring iklan, membangun kerja
sama dengan lembaga-lembaga lain untuk kegiatan off air, menyelenggarakan kegiatankegiatan off air, membuat souvenir RRI, dan membuat media luar ruang.
Meski pekerjaan tiap-tiap seksi sudah ada dalam deskripsi pekerjaan yang dibuat
oleh Direktorat SDM Pusat, dalam praktiknya pekerjaan-pekerjaan tiap seksi berbeda-
beda. Di Surabaya, staf seksi Pengembangan Usaha mengerjakan desain media (leaflet,
spanduk, dll) sementara di Bandung staf Komunikasi Publik mengerjakan pekerjaan yang sama. Begitu pula dengan pekerjaan mencari iklan. Di RRI Bandung saja, tugas membuat arsif traffic siaran dikerjakan oleh staf Layanan Publik dan staf Komunikasi Publik. Hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan di bidang LPU masih belum efisien.
Problem yang dihadapi oleh bagian LPU di tipe B sama dengan problem umum
yang dihadapi oleh RRI lainnya sebagaimana dijelaskan pada bagian sebelumnya. Ada 3 problem utama yang dihadapi oleh mereka, yaitu persoalan kompetensi pegawai, adanya
peraturan PNBP, dan kurangnya fasilitas penunjang pekerjaan. Untuk persoalan kompetensi pegawai, Sri Nurrochmani Sulistyowati, Kabid LPU RRI Surabaya
menyebutkan dalam wawancara bahwa dalam pekerjaan LPU, skill yang dibutuhkan antara lain skill komunikasi, keramahan, penguasaan teknologi—terutama untuk mendesain, dokumentasi, dan yang juga penting adalah kemauan. Kabid LPU RRI Bandung,
Wisman Lustiawan, juga menyebutkan bahwa selama ini kompetensi yang masih kurang untuk bagian LPU adalah skill sebagai marketer. Berdasarkan hasil survei terhadap 13 pegawai LPU di RRI Surabaya dan Bandung, jenis keterampilan yang semestinya dikuasai
oleh pegawai bagian LPU antara lain kehumasan, pemasaran, desain grafis (termasuk animasi 2D dan 3D), MC dan public speaking, penguasaan internet, produksi acara, penulisan naskah, software audio, administrasi, dan manajemen iklan.
Terkait dengan pendidikan yang dibutuhkan oleh bagian LPU, responden
menyebutkan bahwa pendidikan minimal yang dibutuhkan adalah SMA (23,08%). Namun, lebih banyak responden yang menyebutkan pendidikan minimal yang dibutuhkan adalah
Diploma (38,46%) dan Sarjana (38,46%). Untuk kesesuaian pendidikan dengan pekerjaan,
42
61,54% responden menyatakan harus sesuai sedangkan sisanya (38,46%) tidak mewajibkan sesuai.
Selain kompetensi, persoalan yang dihadapi LPU di tipe B adalah penerapan PNBP
yang menghambat mereka untuk mendapatkan iklan. PNBP yang mulai berlaku sejak April
2015 membuat RRI tidak bisa mengeluarkan faktur pajak, padahal faktur tersebut dibutuhkan instansi lain untuk laporan keuangan. Problem ini seharusnya bisa
diselesaikan jika aturan PNBP bisa dikomunikasikan dengan jelas. Padahal, selama ini,
baik di RRI Bandung maupun Surabaya, persaingan iklan antara RRI dengan radio swasta tidak menjadi problem. Maka persoalan aturan PNBP ini harus bisa benar-benar dipahami
oleh pegawai LPU sehingga bisa dikomunikasikan dengan baik kepada klien.
Aturan PNBP menjadi problematis jika dihadapkan pada jasa kolportir. Selama ini,
pencari iklan mendapatkan imbalan jasa kolportir. Imbalan inilah yang dipakai untuk
biaya operasional pencarian klien. Dengan adanya aturan PNBP, imbalan kolportir
tersebut ditiadakan padahal selama ini proses pencarian iklan menggunakan fasilitas
pribadi. Oleh karena itu, fasilitas penunjang kegiatan LPU harusnya bisa disediakan oleh lembaga RRI. Dari hasil survei, peralatan penunjang pekerjaan di bagian LPU pada RRI tipe
B antara lain komputer, telepon, fax, akses internet, printer, tape recorder, kendaraan dinas, kamera, serta ruang tamu yang memadai. Jika fasilitas ini telah disediakan oleh lembaga, maka peniadaan imbalan kolportir tidak menjadi persoalan.
Selama ini, dengan pekerjaan serta persoalan yang dihadapi di LPU tipe B
sebagaimana sudah disebutkan di atas, pekerjaan LPU sudah berjalan dengan baik. Targettarget tahunan juga sudah bisa dipenuhi. Pekerjaan LPU di tipe B tersebut dilaksanakan oleh 12 personil (termasuk kabid dan kasi) di RRI Surabaya dan 14 personil di RRI
Bandung. Untuk mencapai hasil kerja yang optimal, menurut Kabid LPU Bandung, 10 staf bisa mengkaver pekerjaan LPU. Lain halnya dengan Kabid LPU Surabaya, menurutnya, pekerjaan Komunikasi Publik dan Layanan Publik selama ini tumpang tindih sehingga bisa
disatukan. Ia menyebutkan bahwa pekerjaan di LPU bisa diselesaikan oleh 8 orang saja,
yaitu 4 orang di pengembangan usaha dan 4 orang di komunikasi publik dan layanan publik yang telah digabung. Dalam FGD di RRI Surabaya, kepala seksi dan staf yang mengikuti FGD menyebutkan bahwa kebutuhan pegawai di LPU RRI Surabaya seharusnya sebanyak 10 orang staf, yaitu 4 orang di bagian pengembangan usaha atau sebagai
marketer, 3 orang di Komunikasi Publik (administrasi, penulis naskah, pemroduksi iklan/spot), dan 3 orang di Layanan Publik.
43
4.3.
Analisis SDM LPU di Tipe C
Untuk Tipe C, penelitian ini dilakukan di RRI Surakarta dan RRI Cirebon. Di tipe C,
Layanan dan Pengembangan Usaha merupakan sebuah seksi yang dikepalai oleh kepala seksi. Di bawah kepala seksi terdapat 3 kepala subseksi, yaitu Subseksi Pengembangan Usaha, Subseksi Komunikasi Publik, dan Subseksi Layanan Publik. Pekerjaan Seksi LPU di
RRI tipe C sama dengan pekerjaan Bidang LPU di RRI tipe B. Begitu pun dengan pekerjaan ketiga subseksi di RRI tipe C sama dengan pekerjaan tiga seksi di RRI tipe B.
Jumlah personil di tipe C lebih sedikit daripada jumlah personil di tipe B meskipun
jumlahnya tidak jauh berbeda. Di RRI Surakarta, staf Pengembangan Usaha berjumlah 3 orang, staf Layanan Publik sebanyak 2 orang, dan staf Komunikasi Publik 2 orang. Pada
RRI Cirebon, staf Pengembangan Usaha hanya 2 orang, begitu pun dengan staf Layanan
Publik. Untuk staf Komunikasi Publik hanya 1 orang. Staf LPU di RRI Cirebon adalah yang paling sedikit dibandingkan dengan staf LPU di RRI lain yang menjadi lokus penelitian ini.
Berdasarkan hasil survei terhadap 7 pegawai LPU yang menjadi responden,
tanggung jawab yang diemban oleh bagian LPU antara lain adalah sebagai berikut. 1. Melakukan branding dengan sekolah 2. Membuat kegiatan on air dan off air 3. Menawarkan dan mencari iklan 4. Administrasi
5. Produksi spot iklan komersil
6. Melaksanakan tugas kunjungan 7. Membuat jadwal spot iklan 8. Membuat bukti siar
9. Membuat naskah iklan
10. Membuat program dan perencanaan komunikasi publik
11. Membuat penawaran program acara dan aset yang dimiliki RRI 12. Membuat laporan
13. Membuat program dan perencanaan kerja sama informasi dan data layanan
14. Membuat penawaran kerjasama komersial dan nonkomersial
Dalam wawancara dan FGD dengan pegawai di seksi LPU di RRI Surakarta dan RRI
Cirebon, selain pekerjaan di atas, pegawai LPU juga melayani berita kehilangan, melayani
pendaftaran acara, membuat souvenir RRI, melakukan penagihan iklan, serta membuat data dan olah data pelanggan. Pekerjaan LPU di RRI Surakarta maupun di RRI Cirebon juga
44
dikerjakan bersama-sama tanpa pembagian yang jelas sebagaimana yang terjadi di RRI
Tipe B di atas.
Untuk RRI Cirebon, pembagian tanggung jawab menjadi persoalan karena selain
jumlah SDM yang sedikit, pegawai LPU juga banyak yang masih baru dan kurang memahami pekerjaannya. Mereka memahami pekerjaan LPU sebagai pekerjaan mencari
iklan saja. Subseksi selain pengembangan usaha menyebutkan pekerjaan mereka adalah membantu mencari iklan. Pencitraan RRI juga kurang aktif dibandingkan pada RRI
lainnya. Hal ini terjadi karena mereka berawal dari pekerja di seksi lain (siaran,
pemberitaan, TU) yang kemudian dipindahkan ke LPU.
Problem yang dihadapi oleh LPU di RRI tipe C hampir sama dengan problem yang
dihadapi RRI di tipe B. Persoalan kompetensi juga menjadi kendala seperti pada tipe B, namun dari hasil survei, pendidikan yang dibutuhkan untuk bekerja di LPU, menurut responden cukup minimal SMA. Hal ini disebutkan oleh 16 orang dari 22 responden atau
72,73%. Mereka yang menyebutkan standar minimal untuk pendidikan di seksi LPU
adalah diploma dan sarjana masing-masing sebanyak 13,64%.
Bagi responden yang merupakan pegawai seksi LPU di kedua RRI tipe C, jenis
keterampilan atau training yang diperlukan oleh pegawai LPU antara lain pemasaran,
teknik membuat proposal, beladiri dan baris-berbaris, penulisan naskah, manajemen dan administrasi keuangan, aplikasi, komputer, akuntanasi, bimtek SAIBA, pembuatan laporan,
pengelolaan surat-menyurat, komunikasi, pembukuan, kepribadian, public speaking, pengadaan barang dan jasa pemerintah, serta kemampuan dalam bidang seni.
Aturan PNBP juga menjadi kendala bagi pegawai RRI di tipe C. Salah satu pegawai
LPU di RRI Cirebon bahkan mengaku berhenti mencari iklan sejak ada aturan PNBP.
Semenjak PNPB diterapkan, saya berhenti mencari iklan. Karena iklan-iklan itu
datang dari orang-orang kedua atau ketiga. Jelas butuh komisi, kan. Ngga mungkin
saya ngga keluar komisi untuk orang kedua atau orang ketiga, apalagi biro iklan itu
orang ketiga. Komisi hampir 30%-40%. Dan tapi kan tidak setor, terus selesai.
Semenjak PNPB saya berhenti. Barter juga ngga ada. Saya berhenti juga, yang
sudah naik-naik juga ini ngga tau gimana nanti. Karena PNBP ini kesulitan (Dading A, FGD tanggal 8 Oktober 2015).
Khusus untuk LPU di tipe C, mereka juga kesulitan karena aturan zonasi dalam
tarif iklan. Baik di RRI Surakarta maupun RRI Cirebon kesulitan mencari iklan dengan harga yang ditetapkan oleh RRI Pusat. Harga iklan yang ditetapkan untuk kedua RRI
tersebut dianggap terlalu tinggi sementara radio swasta lain memasang tarif iklan yang 45
jauh lebih murah. Selain harga iklan yang terlalu tinggi, pemasar RRI juga kesulitan karena
birokrasi di RRI yang terlalu panjang dan lama. Untuk memutuskan iklan mana yang bisa
diambil, staf pemasar harus berdiskusi dengan kepala subseksi, lalu menanyakan ke
kepala seksi, dan terakhir harus sesuai persetujuan kepala stasiun, padahal klien seringkali butuh tanggapan yang cepat.
Terkait fasilitas, RRI tipe C juga kesulitan karena tidak adanya akses telepon dan
fax keluar yang ada di ruangan LPU. Kendaraan dinas juga tidak tersedia untuk mereka
saat berhubungan dengan pihak luar. Ruangan LPU di RRI Cirebon bahkan tidak cukup
layak untuk menerima tamu karena letaknya yang tidak bergabung dengan bangunan
induk dan menggunakan bangunan lama, padahal LPU merupakan pihak yang paling sering berhubungan dengan pihak luar dan merupakan seksi yang berhubungan dengan citra RRI.
Meskipun jumlah SDM LPU di RRI tipe C lebih sedikit daripada di RRI tipe B,
pekerjaan mereka pun bisa terselesaikan meski tidak maksimal. Dalam FGD di RRI
Surakarta, pegawai di san menyebutkan bahwa 7 staf di bagian LPU sudah cukup untuk mengerjakan seluruh pekerjaan LPU, dengan catatan pekerjaan dikerjakan bersama. Ada orang yang bertanggung jawab pada 2 wilayah yang termasuk dalam jangkauan siaran RRI
Surakarta untuk mencari iklan. Bagi pegawai LPU di RRI Cirebon, mereka membutuhkan 4
orang di subseksi Pengembangan Usaha dengan asumsi tiap orang mencari iklan atau
kerja sama di kabupaten di wilayah layanan RRI Cirebon. Sementara untuk iklan dan kerja sama di Kota Cirebon bisa dikerjakan bersama karena mereka bertempat tinggal di Kota
Cirebon. Untuk staf Komunikasi Publik 3-4 orang dan staf Layanan Publik 2 orang. Dengan demikian, RRI Cirebon membutuhkan 9-10 staf. 4.4.
Rekomendasi Struktur dan Jumlah SDM LPU
Pekerjaan di bidang LPU, baik di tipe B maupun tipe C pada dasarnya sama. Oleh
karena itu, semestinya struktur dan jumlah SDM baik di tipe B maupun C juga tidak perlu
dibedakan. Dalam rekomendasi struktur dan jumlah SDM LPU ini, tidak akan dijelaskan untuk masing-masing tipe karena akan sama. Sebelum masuk ke struktur dan jumlah SDM, akan dibahas pekerjaan di LPU terlebih dahulu.
Berdasarkan hasil penelitian, pekerjaan di LPU dilakukan bersama-sama.
Pembagian pekerjaan di LPU sangat cair. Hal tersebut terjadi karena jumlah SDM yang
terbatas serta pemahaman tentang pekerjaan LPU yang kurang. Maka dari itu, perlu
adanya pembagian kerja yang jelas pada LPU sesuai pekerjaan masing-masing. Kemudian 46
skill yang kurang dalam hal layanan dan pengembangan usaha juga menghambat pekerjaan di LPU. Inilah yang kemudian membuat pekerjaan LPU tumpang tindih.
Secara umum, pekerjaan LPU bisa diibagi menjadi dua bagian, yaitu pekerjaan
yang menghasilkan pendapatan dan pekerjaan yang bersifat layanan. Oleh karena itu,
penelitian ini merekomendasikan perampingan struktur dalam LPU, yaitu yang semua terdapat 3 seksi/subseksi menjadi 2 seksi/subseski. Kedua seksi tersebut adalah seksi yang menghasilkan profit dan seksi yang tidak menghasilkan profit.
Seksi yang menghasilkan profit bisa disebut dengan seksi marketing/kemitraan,
sedangkan seksi yang tidak menghasilkan profit disebut sebagai seksi komunikasi publik/humas. Berikut penjelasan untuk masing-masing seksi.
Seksi penghasil profit terdiri dari penjualan atau pemasaran, tim kreatif, dan
promosi. Penjualan atau pemasaran bertugas untuk melakukan pemasaran baik pada jasa
siaran maupun nonsiaran. Pegawai penjualan/pemasaran ini bertugas untuk membuat proposal kerja sama, melakukan pendekatan dengan klien, menawarkan kerja sama,
memasarkan persewaan aset RRI, menawarkan iklan, dan pekerjaan administrasi yang berhubungan dengan penjualan/pemasaran. Pegawai yang mengerjakan pekerjaan ini
cukup 2-3 orang bergantung pada luas wilayah layanan RRI yang bersangkutan. 2-3 orang yang bertugas pada penjualan/pemasaran harus memiliki skil pemasaran dan difasilitasi oleh lembaga.
Tim kreatif adalah pekerja yang menindaklanjuti pekerjaan tim penjualan. Pada
bagian ini, SDM melakukan pekerjaan membuat iklan layanan masyarakat dan iklan komersial (menulis naskah iklan, pengarah acara iklan, pencari pengisi suara), membuat jadwal siaran iklan, serta melakukan monitoring iklan. Untuk melakukan pekerjaan ini
dibutuhkan 2 orang. Selain pembuat iklan, dalam tim kreatif juga terdapat seorang desainer yang akan membantu desain seluruh pekerjaan di bagian LPU. SDM dalam tim kreatif harus memiliki skil sesuai pekerjaannya.
Selanjutnya adalah tim promosi. Pekerjaan promosi adalah pekerjaan yang
berhubungan dengan acara non-on air dan promosi yang berhubungan dengan media
daring dan media luring. Acara non-on air yang selama ini dikerjakan RRI, seperti donor darah, jalan sehat, dan pekan inovasi, perlu ditinjau ulang. Sebagai lembaga penyiaran,
tugas RRI adalah mengerjakan acara yang berhubungan dengan siaran RRI. Untuk itu, pekerjaan acara non-on air nantinya bisa dikerjakan oleh pihak luar, sedangkan RRI hanya
butuh satu orang untuk mengoordinasikan acara-acara tersebut. Selain promosi melalui
acara non-on air, saat ini RRI juga perlu melakukan promosi melalui media massa lain
maupun media daring. Penggunaan media sosial saat ini sudah menjadi tuntutan setiap 47
organisasi untuk melakukan promosi. Oleh karena itu, perlu 1 orang untuk mengerjakan
promosi melalui media massa lain atau media daring. Dengan demikian, untuk tim
promosi nantinya perlu 2 orang. Secara keseluruhan, seksi penghasil profit membutuhkan 7-8 orang ditambah seorang kepala seksi/subseksi.
Seksi selanjutnya adalah seksi nonprofit atau seksi komunikasi publik. Secara
umum, perkerjaan komunikasi publik adalah pekerjaan hubungan masyarakat/humas.
Seksi komunikasi publik terdiri dari 2 pekerjaan utama, yaitu komunikasi internal dan komunikasi eksternal. Dalam pekerjaan nonprofit ini, pekerjaan yang selama ini masuk
dalam Tata Usaha dipindahkan ke komunikasi publik. Pekerjaan protokoler yang selama
ini dikerjakan oleh bagian TU bisa diserahkan ke LPU. Dengan demikian, protokoler dan komunikasi internal bisa dikerjakan oleh 1 orang. Dialah yang bertanggung jawab pada
pengumuman-pengumuman untuk internal RRI, menyediakan informasi mengenai RRI yang bersangkutan maupun RRI Pusat dan RRI seluruh Indonesia, misalnya informasi mengenai alamat dan nomor telepon RRI lain.
Selain komunikasi internal, RRI juga perlu pegawai yang mengurus komunikasi
eksternal. Merekalah yang akan berhubungan dengan pihak luar yang akan menjalin kerja sama dengan RRI dan melakukan membangun citra RRI. Untuk pekerjaan komunikasi
eksternal, pegawai front office yang selama ini termasuk bagian dari TU masuk ke bidang LPU. Front office yang selama ini hanya bertugas untuk mengarahkan tamu memiliki
tambahan tugas lain, yaitu menerima tamu dan mengarahkannya, melayani berita kehilangan, menerima telepon dan mengarahkan ke bagian yang bersangkutan, melayani
pendaftaran jika ada, menerima surat-surat, serta menjawab pertanyaan-pertanyaan umum mengenai RRI jika diperlukan. Seain pekerja bagian front office, untuk komunikasi
eksternal juga diperlukan seorang yang bertanggung jawab pada humas. Pegawai ini akan mengurus kerja sama-kerja sama yang tidak menghasilkan profit, misal penerimaan
pegawai magang, kerja sama antar-instansi, menjalin kerja sama dengan media lain,
melakukan konferensi pers, menyediakan data-data tentang RRI, dan pekerjaan-pekerjaan
lain terkait humas. Pekerja pada komunikasi publik nantinya berjumlah 4 orang.
Dengan demikian, total jumlah pegawai untuk bidang LPU atau nantinya bisa
bernama kemitraan dan komunikasi publik adalah 14-15 orang. Keempat belas-kelima
belas orang tersebut jika dirinci akan menjadi seperti berikut. Seorang kepala bidang
kemitraan dan komunikasi publik (LPU untuk struktur organisasi lama), dua orang kepala
seksi (seksi kemitraan dan seksi komunikasi publik), 7-8 staf kemitraan, dan 4 staf komunikasi publik. Penjelasan tersebut dapat digambarkan melalui bagan 4.1. berikut ini.
48
KEMITRAAN DAN KOMUNIKASI PUBLIK
KEMITRAAN
Penjualan
Jasi Nonsi (2-3)
Tim Kreatif
IK dan ILM Monitoring Iklan (2)
Desainer (1)
KOMUNIKASI PUBLIK
Promosi
Internal
Acara non-on air (1)
Eksternal
Protokoler & Komunikasi Internal (1)
Promosi Online dan media konvensional (1)
Front Office (2)
Komunikasi Eksternal (1)
Grafik 3.3
Struktur Organisasi Kemitraan dan Komunikasi Publik (LPU)
49
5. Bagian Tata Usaha Analisis kebutuhan SDM ini tidak dapat dipisahkan dari kondisi masing-masing
satker. Penelitian ini mengambil 4 lokus yang terbagi menjadi dua jenis yaitu tipe C
(Cirebon dan Surakarta) dan tipe B (Surabaya dan Bandung). Perbedaan tipe tersebut memberi konsekuensi pada perbedaan obyek pekerjaan bagian Tata Usaha. 5.1.
Perbedaan Penempatan SDM di Kedua Tipe Satker
Pada tipe B, Bagian Tata Usaha terdiri dari sub bagian SDM, keuangan dan umum.
Sedangkan pada tipe C Kepala Seksi Tata Usaha terdiri dari 3 sub seksi SDM, keuangan dan umum. Satker dengan tipe berbeda memiliki beberapa perbedaan yaitu: jumlah tenaga
kerja, jumlah dana yang dikelola dan luasan kantor yang ditempati. Oleh karena beban kerja bagian tata usaha pada tipe yang berbeda juga berbeda.
Catatan khusus harus diberikan pada satker Surakarta. Meskipun berada dalam
tipe C namun jumlah tenaga kerjanya banyak, lebih banyak daripada satker Bandung yang
notabene tipe B. Hal ini disebabkan oleh produksi siaran budaya yang diselenggarakan
sendiri oleh karyawan RRI di dalam lingkungan RRI cukup banyak sehingga SDM yang diperlukan juga banyak. Pegawai sub seksi umum sebagian besar bekerja untuk menunjang tempat, peralatan dan perlengkapan yang diperlukan untuk siaran budaya.
Jika diperhatikan struktur organisasi Satker Tipe B dan Tipe C memiliki persamaan
dalam posisi kepala bagian tata usaha di tipe B bernama kepala sub bagian tata usaha di
tipe C. Tabel di bawah ini akan menunjukan deskripsi kerja kedua posisi tersebut relatif sama.
50
Tabel 5 Perbandingan Tugas Kabid dan Kasie Tata Usaha No 1.
Posisi/Jabatan
Deskripsi Kerja
Posisi/Jabatan
Kepala Bidang Mengelola Kepala Sub Bagian Tata Usaha RRI (merencanakan, Tata Usaha RRI Bandung mengorganisasi Cirebon segala sumber daya, memimpin sesuai porsi tanggung jawabnya serta mengevaluasi) penyelenggaraan siaran RRI Bandung secara efektif, efisien dan akuntabel Mengelola anggaran secara optimal sebagai Kuasa Pengguna Anggaran RRI Bandung
Deskripsi kerja
Menyiapkan penyusunan rencana, program, dan anggaran serta mengatur, memonitor dan mengevaluasi kegiatan pengelolaan keuangan, SDM dan umum di RRI Cirebon
Merencanakan, mengatur, memonitor dan mengevaluasi kegiataan pengelolaan keuangan
Sumber: Data primer diolah
Pada Satker tipe B di bawah ketua bidang ada beberapa ketua sub bidang,
sedangkan pada Satker tipe C di bawah ketua sub bidang ada beberapa ketua urusan. Fungsi koordinasi dapat dilakukan secara bersamaan dengan deskripsi kerja teknis sehingga jumlah SDM dapat dikurangi.
Perlu diberi perhatian khusus, meski hampir semua pegawai yang menjadi
responden survei baik di Satker Tipe A dan B mengatakan bahwa terdapat Standard
Operasional Procedure untuk pekerjaan mereka namun bukti fisik SOP tidak ditemukan selama penelitian kecuali di bagian keuangan berdasarkan SOP yang diberikan KPPN.
Pada sub bidang/urusan SDM ada beberapa pekerjaan yang kurang tepat
dibebankan pada mereka yaitu humas dan protokoler. Pekerjaan ini tidak terkait dengan
kompetensi dan urusan SDM maka sebaiknya dipindahkan ke bagian Layanan Umum.
Pekerjaan ini dipahami sebagai pekerjaan insidental sehingga para pegawai tidak memberi perhatian khusus akibatnya peran humas sederhana seperti resepsionis tidak 51
dikerjakan dengan baik. Padahal peran tersebut dapat dioptimalkan manfaatnya jika disinergikan dengan peran komunikasi publik di LPU.
Konfigurasi usia para pegawai juga perlu diberi catatan tersendiri. Banyak
pegawai berusia 50an. Di usia ini para pegawai mengalami persoalan dalam hal motivasi,
semangat kerja, keinginan belajar hal baru dan pencapaian karir. Dalam waktu dekat, 2-3
tahun, mereka akan memasuki masa pensiun. Jika tahapan ini tidak diberi perhatian maka akan menganggu kinerja organisasi.
Rerata usia pegawai yang telah di atas 40 memberi keuntungan tersendiri bagi
RRI. Masing-masing orang telah memahami deskrispsi kerjanya, memiliki rasa tenggang
rasa dan toleransi yang tinggi dengan rekan kerja sehingga suasana kerja akrab dan
kekeluargaan. Namun situasi ini justru ditanggapi kurang tepat oleh beberapa pejabat struktural yang hanya mengikuti kebiasaan yang telah ada karena para pegawai telah memiliki pola kerja tertentu akibatnya inovasi dari pimpinan cukup rendah. 5.2.
Analisis Kebutuhan SDM Bagian Tata Usaha RRI Tipe B
5.2.1 Posisi Dalam struktur organisasi satker tipe B, Bagian Tata Usaha berada di bawah
Kepala Stasiun langsung dengan fungsi pelayanan pada bidang-bidang lain. Fungsi jabatan
Kepala Bidang Tata Usaha sebagaimana disebutkan di tabel 1 yaitu (merencanakan,
mengorganisasi
segala
sumber
daya,
memimpin
mengelola
sesuai
porsi
tanggungjawabnya, serta mengevaluasi) penyelenggaraan siaran RRI Bandung secara efektif, efisien dan akuntabel.
Kepala Bidang Tata Usaha membawahi tiga sub bidang yaitu: Sumber Daya
Manusia, Keuangan, Umum. Masing-masing seksi diketuai oleh Kepala Seksi dibantu oleh beberapa staf. Deskripsi kerja masing-masing Kepala Seksi sebagai berikut. a.
Kepala Sub Bidang SDM: melakukan pengelolaan urusan SDM, keprotokolan,
b.
Kepala Sub Bidang Keuangan: mengatur dan mengendalikan kegiatan anggaran,
c.
kehumasan serta persuratan
operasional anggaran DIPA, pencatatan transaksi keuangan serta pelaporan keuangan, penerimaan kas masuk dan pembayaran kepada pihak lain serta internal
Kepala Sub Bidang Umum: melaksanakan pengelolaan asset/perlengkapan, rumah tangga, transportasi, kesejahteraan, keamanan, kearsipan dan tata persuratan.
52
5.2.2. Jenis pekerjaan Sub Bidang SDM menangani segala hal yang berkaitan dengan pengelolaan terdiri
dari beberapa pekerjaan utama yang harus dikerjakan sebagai berikut. a. Membuat rencana kerja SDM selama setahun
b. Menyusun data pegawai
c. Menyusun laporan kinerja d. Humas dan Protokoler
Sedangkan pekerjaan utama yang dilakukan pada Sub Bidang Keuangan adalah
sebagai berikut.
a. Bendahara gaji
b. Bendahara penerimaan
c. Bendahara pengeluaran
Sementara itu pada Sub Bidang Umum pekerjaan utama yang dilakukan adalah
sebagai berikut.
a. Mengelola asset/perlengkapan
b. Keamanan
c. Transportasi
d. Rumah tangga (kebersihan) e. Sekretariat dan Kearsipan
Jumlah tenaga kerja LPP RRI tipe B yaitu Bandung dan Surabaya sebagai berikut.
a. Bandung -
SDM: 7 orang
-
Umum: 14 orang
-
SDM: 8 orang
-
Umum: 14 orang
-
Keuangan: 6 orang
b. Surabaya -
Keuangan: 6 orang
Berdasarkan survei yang dilakukan pada pegawai di bidang tata usaha pada satker
Bandung dan Surabaya diketahui beberapa hal menarik. Dari 31 pegawai yang disurvei, 20 responden (65%) berpendapat bahwa latar belakang yang dibutuhkan untuk mengerjakan
pekerjaan ini adalah S1. Menarik untuk dicatat meski menganggap lulusan S1 lebih cocok ditempatkan pada bagian tata usaha namun ada 14 responden (45%) menganggap bahwa 53
kesesuaian latar belakang pendidikan dengan bidang pekerjaan di tata usaha tidak perlu sesuai.
Ketika ditanya soal ketrampilan yang dibutuhkan maka jawaban responden sangat
bervariasi. Meskipun demikan ada beberapa ketrampilan yang dianggap mutlak
diperlukan seperti manajemen, komunikasi, komputer, teknologi informasi, keuangan dan pemasaran. Hal ini sejalan dengan alat bantu yang dianggap paling dibutuhkan oleh pegawai bidang tata usaha yaitu komputer dan printer.
Satker Surabaya dan Bandung bertipe sama, jumlah tenaga kerja Bagian Tata
Usaha berjumlah hampir sama. Meskipun demikian deskripsi kerja yang dituliskan para
pegawai terutama untuk sub bagian SDM dan umum seringkali tumpang tindih. Oleh karena itu perlu dibuat penyeragaman deskripsi kerja yang merujuk pada posisi tertentu.
Berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD) yang dilakukan di Satker Bandung
diketahui bahwa jumlah dana yang dikelola sekitar 18 milyar per tahun. Dana ini dianggap cukup memadai untuk menfasilitasi kegiatan yang diselenggarakan Satker.
Pekerjaan di Bagian Tata Usaha dapat dikerjakan mengikuti jam kantor yang telah
ditetapkan oleh RRI Pusat yaitu jam 8-16.30 diselingi dengan istirahat satu jam.
Pengaturan waktu dan durasi kerja dianggap telah memadai untuk menyelesaikan pekerjaan rutin. Jumlah tenaga kerja yang tersedia saat ini juga dianggap telah memadai.
Ada beberapa isu yang berkaitan dengan kepegawaian. Pertama, kedisiplinan baik
di Satker Bandung maupun Surabaya selalu ada pegawai yang tidak disiplin memenuhi
jam kerja, meskipun jumlahnya relatif kecil jika dibandingkan dengan pegawai yang hadir dan bekerja tepat waktu. Cerita menarik dari Surabaya
“Jam dinas itu jam kerja sampai jam 16.30 dengan istirahat 1 jam. Tapi ada toleransi sampai jam 9 … pengumuman itu ditanggapi oleh karyawan RRI di
Surabaya berbeda jadi dia itu menangkap toleransinya. Jadi masuk jam berapapun harus 7,5 jam jadi mereka masuk jam 9 setelah dihitung mesin absensi jadi jam kerja berkurang dengan sendirinya.”
Persoalan lain yang dihadapi adalah distribusi pekerjaan. Di waktu-waktu tertentu
ada pekerjaan tambahan yang harus diselesaikan misalkan menjelang laporan atau kegiatan khusus yang diselenggarakan di luar jam kerja. Beberapa pegawai seringkali
bekerja lebih lama daripada rekannya karena beban kerja yang lebih berat. Seringkali
mereka perlu lembur untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Persoalannya, tidak tersedia uang lembur untuk para pegawai itu. Kegiatan tambahan di luar jam kerja dikerjakan oleh kepanitiaan yang melibatkan beberapa pegawai tata usaha. Honor
54
kepanitiaan itu dikeluhkan oleh para pegawai karena terlalu kecil.
Pengikutsertaan
pegawai dalam kepanitiaan berdasarkan disiplin kerja dan kompetensi. Beberapa pegawai
yang malas semakin tersisih karena jarang dilibatkan dalam kepanitiaan sehingga kompetensi mereka juga semakin memburuk
Tantangan terbesar yang dihadapi oleh pegawai Tata Usaha adalah penggunaan
komputer dan aplikasi dalam pekerjaan mereka. Saat ini seluruh laporan keuangan, SDM
dan asset dikerjakan melalui aplikasi. Ada beberapa konsekuensi yang harus dijawab karena inovasi ini. Pertama, kemampuan penggunaan komputer secara aktif (mengakses,
menggunakan, mengolah dan berbagi data) belum merata. Sebagian besar pegawai,
terutama bagian SDM dan umum belum menguasai komputerisasi. Akibatnya pekerjaan ditumpukan pada beberapa orang saja yang menguasai komputer. Sehingga kesenjangan
distribusi pekerjaan semakin parah. Kedua, keberadaan alat komputer dan printer yang masih terbatas jumlahnya. Hal ini membuat durasi kerja menjadi lebih lama karena para pegawai perlu bergantian menggunakan alat. Ketiga, cara berpikir digital yang belum
sepenuhnya diserap oleh pegawai. Meskipun menggunakan komputer para pegawai masih
menggunakan metode kerja manual. Sebagai misal, untuk membuat surat para pegawai
menulis surat dengan tangan, lalu mengetik dan mencetaknya. Jika terjadi kesalahan prosesnya diulang lagi. Contoh lain, para pegawai sangat gemar mencetak dokumen digital sehingga penggunaan printer sangat masif dan boros tinta akibatnya printer sering rusak.
Soal printer, menurut Kepsta Bandung itu adalah tanggungjawab bagian umum
yang seharusnya memberi pelayanan optimal kepada para kru pemberitaan dan siaran.
Oleh karena soal perhitungan penyusutan peralatan perlu dilakukan
“kalau printer sudah ngadat-ngadat terus didiamkan, bagian umum tidak lapor, nah itu kesalahan menurut saya. Bagian umum harus ngecek terus”
Menilik persoalan komputer dan aplikasi di atas maka sangat mendesak dilakukan
pelatihan atau setidaknya sosialisasi mengenai aplikasi tersebut. Kegiatan ini perlu dilakukan untuk meningkatkan pemahaman, ketrampilan dan pembiasaan pegawai terhadap komputer. Hal ini perlu melibatkan segenap karyawan dari berbagai
bidang/bagian/seksi dan pimpinan sehingga mereka memahami cara kerja baru yang berbasis teknologi digital. Pembiasaan cara kerja digital juga perlu diperkenalkan agar keberadaan alat seperti komputer dan printer dapat berfungsi optimal.
55
5.3.
Analisis Kebutuhan SDM Bagian Tata Usaha RRI Tipe C
Pada Satker Tipe C, Tata Usaha berada langsung di bawah Kepala Stasiun
berbentuk Sub Bagian (Subag) Tata Usaha. Kepala Subag Tata Usaha memiliki deskripsi
kerja sebagaimana dicantumkan di tabel 1 yaitu menyiapkan penyusunan rencana,
program, dan anggaran serta mengatur, memonitor dan mengevaluasi kegiatan pengelolaan keuangan, SDM dan umum di RRI Cirebon
Kepala Sub Bidang Tata Usaha membawahi tiga Urusan yaitu: Sumber Daya
Manusia, Keuangan, Umum. Masing-masing diketuai oleh Kepala Urusan dibantu oleh beberapa staf. Deskripsi kerja masing-masing Kepala Urusan sebagai berikut. a.
Kepala Urusan SDM: melakukan pengelolaan urusan SDM, keprotokolan,
b.
Kepala Urusan Keuangan: mengatur dan mengendalikan kegiatan anggaran,
kehumasan bersama atasan tata persuratan
operasional anggaran DIPA, pencatatan transaksi keuangan serta pelaporan keuangan, penerimaan kas masuk dan pembayaran kepada pihak lain serta
c.
internal
Kepala Urusan Umum: melaksanakan pengelolaan asset/perlengkapan, rumah tangga, transportasi, kesejahteraan, keamanan, kearsipan dan tata persuratan.
5.3.1. Jenis pekerjaan
Sub Bidang SDM menangani segala hal yang berkaitan dengan pengelolaan terdiri
dari beberapa pekerjaan utama yang harus dikerjakan sebagai berikut. a. Membuat rencana kerja SDM selama setahun b. Menyusun data pegawai
c. Menyusun laporan kinerja d. Humas dan Protokoler
Sedangkan pekerjaan utama yang dilakukan pada urusan Keuangan adalah sebagai
berikut.
a. Bendahara gaji
b. Bendahara penerimaan
c. Bendahara pengeluaran
Sementara itu pada urusan Umum pekerjaan utama yang dilakukan adalah sebagai
berikut.
a. Mengelola asset/perlengkapan
b. Keamanan
56
c. Transportasi
d. Rumah tangga (kebersihan) e. Kearsipan
Jumlah tenaga kerja LPP RRI tipe C yaitu Cirebon dan Surakarta sebagai berikut.
a. Surakarta -
SDM: 30 orang
-
Umum: 11 orang
-
SDM: 4 orang
-
Umum: 9 orang
-
Keuangan: 11 orang
c. Cirebon -
Keuangan: 5 orang
Menurut Ketua Sub Bidang Tata Usaha Satker C, baik Cirebon dan Surakarta,
posisinya merupakan tangan kedua dari Kepala Stasiun atau unsur pembantu pimpinan
“Kasubag TU sebagai tangan kedua dari Kepsta” (Wawancara Kasubag TU Cirebon) “TU itu unsur pembantu pimpinan” (Wawancara Kasubbag TU Surakarta).
Berdasarkan survei yang dilakukan pada pegawai di sub bidang tata usaha pada
satker Cirebon dan Surakarta diketahui beberapa hal menarik. Dari 34 pegawai yang
disurvei, 23 responden (68%) berpendapat bahwa latar belakang yang dibutuhkan untuk mengerjakan pekerjaan ini adalah cukup SMA. Menarik untuk dicatat meski menganggap
lulusan SMA mampu bekerja di sub bagian tata usaha namun ada 18 responden (53%) menganggap bahwa kesesuaian latar belakang pendidikan dengan bidang pekerjaan di
tata usaha perlu disesuaikan. Padahal pendidikan SMA adalah kategori pendidikan umum
bukan pendidikan khusus. Pendapat ini cukup berbeda dengan pegawai di Satker Tipe B yang berpendapat bahwa lulusan S1 yang mampu menempati posisi sebagai pegawai Tata Usaha sebagaimana dijelaskan di atas.
Ketika ditanya soal ketrampilan yang dibutuhkan maka jawaban responden sangat
bervariasi. Meskipun demikan ada beberapa ketrampilan yang dianggap mutlak diperlukan seperti manajemen, pengelolaan surat menyurat, komputer, teknologi
informasi, keuangan dan pemasaran. Hal ini sejalan dengan alat bantu yang dianggap paling dibutuhkan oleh pegawai bidang tata usaha yaitu komputer dan printer.
Berdasarkan hasil survei yang meminta para responden menuliskan deskripsi dan
durasi kerja diketahui bahwa pegawai bagian keuangan bekerja paling lama dibandingkan 57
dengan pegawai urusan SDM dan umum. Pegawai urusan keuangan bekerja 5,5-8.5 jam
per hari. Sedangkan urusan SDM 4-5 jam sehari. Pola kerja paling acak dilakoni oleh pegawai urusan umum yang dapat bekerja 2-10 jam per hari.
Pegawai Satker Surakarta bekerja rata-rata lebih sebentar dibandingkan rekannya
di Cirebon karena pekerjaan yang sama dibagi pada 2-3 orang. Sehingga dapat dikatakan TU Satker Surakarta kelebihan pegawai.
Jumlah dana yang dikelola oleh Satker Tipe C berkisar 12 miliar setahun, distribusi
dana tidak merata tiap bulan sehingga ada beberapa bulan yang lebih sibuk daripada bulan yang lain. Konsekuensinya, bagian keuangan memiliki beban kerja yang tidak merata tiap bulannya. Sedangkan untuk bagian SDM beban kerjanya bersifat rutin karena
menangani kinerja pegawai yang rutin kecuali ada program khusus seperti PUPNS saat
ini. Kesibukan bagian SDM terutama karena para staf harus membantu staf lain yang kurang mampu menggunakan komputer untuk mengisi aplikasi PUPNS. Sedangkan bagian umum lebih banyak menangani kebersihan dan perbaikan fasilitas.
Soal kualitas SDM di Satker tipe C menjadi persoalan tersendiri. Sistem rekrutmen
selama ini lekat dengan praktek nepotisme sehingga beberapa pegawai sebenarnya kurang berkualitas namun dapat bekerja di RRI karena koneksi.
“Kalau dari kualitas seperti saya bilang tadi mbak, dari zaman dulu itu kan kebanyakan kita ahli, ahli waris, hahaha…Disini ada banyak suami istri, adik ipar,
jadi banyak mbak kadang-kadang kualitas itu masuk belakangan. Angkatan di atas saya dan angkatan saya juga banyak yang ahli”. (Wawancara Kasubag TU Surakarta).
Perbaikan fasilitas kerja juga menjadi isu tersendiri, ada banyak peralatan siaran
dan kantor yang kurang berfungsi dengan baik sehingga hal itu menjadi pekerjaan tambahan bagi urusan umum yang cukup menyita waktu. Sambungan internet kantor juga seringkali lambat sehingga menganggu kerja.
Pekerjaan urusan umum lain yang cukup menyita waktu adalah kepanitiaan
kegiatan off-air yang diselenggarakan di Audiotorium RRI seperti “Koes-Plus”, pertunjukan wayang orang, Tilawatil Quran. Terutama di Satker Surakarta, frekuensi
penggunaan Audiotorium sangat tinggi, seminggu 3-4 kali maka bagian umum tidak saja
bertugas menangani teknis di audiotorium tapi juga menyiapkan perlengkapan dan
merawat alat-alat pertunjukan. Bahkan beberapa pegawai juga menjadi pemeran dalam pertunjukan.
58
Keberadaan aplikasi dan komputer diakui meringkas pekerjaan manual yang
selama ini dikerjakan namun karena kemampuan penguasaan tidak merata akibatnya
pekerjaan digital hanya bertumpu pada beberapa orang saja. Fenomena ini serupa dengan
Satker Tipe B di atas.
Soal jumlah komputer juga dianggap masih kurang memadai, akibatnya seringkali
pegawai urusan SDM dan Keuangan harus menunggu giliran menggunakan komputer
sehingga menyita lebih banyak waktu. Tidak semua komputer yang tersedia kompatibel
untuk aplikasi laporan keuangan, SDM dan asset yang diperlukan pegawai secara rutin. Akibatnya laporan sering terkendala dengan komputer yang mengalami gangguan.
“(di) umum komputernya 2, laptop 1, itu khusus untuk aplikasi ndak bisa dipakai yang lain karena nanti kalau dipinjem aplikasiya hilang nangis yang megang” (FGD Urusan Umum Surakarta).
Deskripsi kerja SDM yaitu Humas dan Protokoler justru menimbulkan kerancuan
bekerja. Beberapa staf SDM justu melayani permintaan kerjasama pengisi siaran dari
mahasiswa, TK, kelompok masyarakat dsb. Hal ini membuat pekerjaannya tidak nyambung dengan rekan kerja di dalam satu sub bagian. 5.4.
Rekomendasi Struktur Bagian Tata Usaha RRI
Sebagai perbandingan, tim peneliti melakukan observasi dan wawancara ke
beberapa radio swasta setempat yaitu PR FM di Bandung, Dairi di Cirebon, Suara Surabaya
di Surabaya dan Solo Radio di Solo. Diketahui bahwa bagian tata usaha di radio-radio tersebut jumlahnya sangat kecil yaitu 2-3 orang. Hal ini wajar mengingat jumlah SDM, luasan ruang kerja, dan dana yang dikelola lebih kecil dibandingkan Satker RRI. Ada tiga
perbedaan yang mencolok antara SDM di RRI dan Radio Swasta. Pertama, dari segi usia sebagian besar SDM di radio swasta adalah anak muda berusia di bawah 40 tahun. Kedua,
penguasaan terhadap komputer sangat tinggi, hampir semua pekerjaan dilakukan dengan menggunakan komputer. Ketiga, satu orang pegawai dapat melakukan beberapa pekerjaan sekaligus seperti keuangan dan SDM dikerjakan oleh orang yang sama. Dari segi
pendapatan, gaji bulanan di radio swasta hampir sama dengan gaji di RRI. Perbedaannya,
para pegawai mendapatkan insentif berdasarkan kinerjanya yang berkaitan dengan kemampuannya mendapatkan klien, frekuensi melakukan liputan dan keterlibatan dalam kegiatan off-air.
59
5.4.1
Tipe B
Berdasarkan hasil suvei, observasi, wawancara dan diskusi, kelompok tim peneliti
berusaha menyusun rekomendasi mengenai kebutuhan jumlah SDM yang dibutuhkan pada Satker B. Jika diperiksa deskripsi kerja utama bagian SDM adalah sebagai berikut. a. Membuat rencana kerja SDM selama setahun b. Menyusun data pegawai
c. Menyusun laporan kinerja d. Humas dan Protokoler
Direkomendasikan bahwa deskripsi kerja humas dan protokoler dipindahkan ke
Layanan Publik. Sehingga deskripsi kerja bagian SDM tersisa tiga yaitu: perencanaan SDM,
data pegawai dan laporan kinerja. Masing-masing deskripsi kerja itu dapat diisi satu orang. Jika memungkikan Kepala Sub Bidang SDM tidak saja menjalankan fungsi
koordinasi namun juga membuat rencana SDM. Jika pilihan itu ditempuh maka pada Sub Bagian SDM dibutuhkan 3 orang pegawai.
Pekerjaan utama yang dilakukan pada urusan Keuangan adalah sebagai berikut.
a. Bendahara gaji
b. Bendahara penerimaan
c. Bendahara pengeluaran
Jumlah pegawai yang diperlukan pada bagian ini disesuaikan dengan jumlah dana
yang dikelola dan jumlah pegawai yang harus dibayarkan gaji dan honornya. Berdasarkan penelitian, fungsi bendahara yang paling sibuk adalah bendahara pengeluaran maka
sebaiknya ia dibantu oleh seorang adminitrasi. Oleh karena itu, selain Kepala Sub Bidang
Keuangan diperlukan 4 staf keuangan yang meliputi 1 bendahara gaji, 1 bendahara
penerimaan dan 2 bendahara pengeluaran. Fungsi Kepala Subid Keuangan merangkap sebagai penanggungjawab laporan melalui aplikasi.
Sementara itu pada urusan Umum pekerjaan utama yang dilakukan adalah sebagai
berikut.
a. Mengelola asset/perlengkapan
b. Keamanan
c. Transportasi
d. Rumah tangga (kebersihan) e. Kearsipan
Beban kerja urusan umum terkait dengan jumlah unit kerja, ukuran kantor,
frekuensi perawatan kantor. Beban terberat adalah menangani rumah tangga dan keamanan karena pelayanan melampaui jam kantor. Oleh karena itu diusulkan pengelola
60
asset/perlengkapan 1 orang, keamanan untuk 1 unit kerja minimal 3 orang maka jika
Satker memiliki pemancar maka ada satu kelompok keamanan yang terdiri dari 3 orang
merangkap tenaga kebersihan. Tenaga kebersihan 2-3 orang menyesuaikan ukuran kantor. Jumlah sopir 2 orang sedangkan tenaga kearsipan 1 orang. Kabag TU
Kasubag SDM
Kasubag Keuangan
Perencanaan SDM (1)
Bendahara Gaji (1)
Data Pegawai (1)
Bendahara Penerimaan (1)
Laporan Kinerja (1)
Bendahara Pengeluaran (2)
Kasubag Urusan Umum Rumah Tangga (3) Kearsipan (1) Transportasi (2) Keamanan (3) Pengelola Aset (1)
5.4.2
Tipe C
Untuk tipe C dengan alasan dan komposisi yang relatif sama dengan tipe B maka
jumlah tenaga kerja disesuaikan dengan jumlah dana, luas kantor, dan jumlah SDM yang dikelola sebagai berikut.
Urusan Sumber Daya Manusia
a. Membuat rencana kerja SDM selama setahun (Kaur SDM)
b. Menyusun data pegawai (1 staf)
c. Menyusun laporan kinerja (1 staf)
Urusan Keuangan
a. Bendahara gaji (1 staf)
b. Bendahara penerimaan (1 staf)
c. Bendahara pengeluaran (1 staf)
Urusan Umum
a. Mengelola asset/perlengkapan dan kearsipan (1 staf) b. Keamanan (3 staf)
61
c. Transportasi (1 staf)
d. Rumah tangga (kebersihan) (2 staf)
62
BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
1. Kesimpulan Di bidang sumber daya manusia, RRI memiliki persoalan diantaranya distribusi
sumber daya manusia yang tidak merata di setiap stasiun siaran dan persoalan kompetensi. Meskipun sama-sama tipe B, misalnya, besaran sumber daya manusia bisa
sangat berbeda. Ini terjadi karena RRI belum mempunyai standar SDM yang baku untuk setiap satuan kerja. Akibatnya, ada satuan kerja dengan jumlah sumber daya manusia yang
sangat memadai, tapi ada juga yang kekurangan. Oleh karenanya, menjadi sangat penting untuk menemukan suatu model bagi standart kebutuhan sumber daya manusia di setiap satker, baik tipe B maupun tipe C. Standar itu seyogianya tidak hanya mencakup jumlah,
tapi mencakup pula standar minimal kompetensi yang dibutuhkan untuk setiap unit kerja. Dengan begitu, diharapkan akan ditemukan kebutuhan ideal setiap unit untuk suatu wilayah atau bidang kerja tertentu.
Menemukan suatu model standart bagi kebutuhan sumber daya manusia tidaklah
mudah karena setiap satker mempunyai keunikan sendiri. Untuk itu, sutau metode
triangulasi digunakan guna mendapatkan data yang bisa diandalkan sebagai sumber analisis dengan menggabungkan studi FGD, wawancara mendalam, dokumentasi,
observasi, survei. Penelitian ini dilakukan di 4 satker RRI, yaitu RRI Surabaya dan RRI
Bandung untuk tipe B serta RRI Surakarta dan RRI Cirebon untuk tipe C. Untuk memperkaya data penelitian, penelitian ini akan melakukan studi komparasi dengan
lembaga penyiaran swasta. Studi komparasi dilakukan untuk membandingkan kebutuhan riil SDM di lembaga penyiaran untuk suatu unit tertentu. Perbandingan ini akan meliputi
dua hal, yakni kompetensi SDM dan keluaran yang dihasilkan; dan standart kebutuhan SDM.
Temuan umum. Secara umum, hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan antara pekerjaan di tipe B dan tipe C. Perbedaan hanya ada
pada Bidang Siaran dan Tata Usaha, yaitu 3 programa di tipe B dan 2 programa di tipe C. Meskipun demikian, di tipe C yang menjadi lokus kajian, keduanya mempunyai program budaya meski belum disebut dengan Pro 4. RRI Cirebon memiliki saluran Anjungan
Budaya Cirebon, RRI Surakarta memiliki ProBudaya. Ini jelas mempengaruhi beban kerja dan kebutuhan sumber daya manusia. Hasil kajian menunjukkan bahwa meskipun kedua
63
tipe mempunyai jenjang jabatan struktural yang berbeda (Kabid untuk tipe B dan Kasi
untuk tipe C), tapi sebenarnya mempunyai beban pekerjaan yang tidak jauh berbeda. Penyiaran mempunyai tanggung jawab siaran selama kurang lebih 19 jam, dan seorang jurnalis rerata harus menghasilkan setidaknya 3 item berita setiap harinya. Perbedaan
beban kerja SDM di setiap satker baik tipe B maupun tipe C lebih banyak ditentukan oleh wilayah layanan RRI yang bersangkutan atau jumlah stasiun pemancar yang harus dikelola untuk bidang teknik.
Persoalan yang dihadapi oleh seluruh satker yang menjadi lokus kajian terutama
adalah usia pegawai yang sudah menua. Hampir tiga perempat pegawai dikeempat satker yang menjadi lokus kajian berusia di atas 46 tahun. Dalam kurun waktu 7 tahun ke depan, sekitar separuh pegawai akan memasuki usia pensiun, sementara perekrutan pegawai
baru masih terbatas dan belum terpola dengan baik. PBPNS yang sebanyak 23,38% saat ini menjadi pegawai yang sering diandalkan karena lebih muda, cepat, dan menguasai teknologi, tetapi mereka tidak bisa menduduki jabatan struktural. Pendidikan pegawai RRI
saat ini masih didominasi oleh lulusan SMA/sederajat. Pelatihan atau pendidikan yang didapatkan oleh SDM sering kali tidak sesuai dengan pekerjaan yang saat ini mereka geluti
karena pola karir di RRI tidak berbeda atau disamakan dengan Pegawai Negeri Sipil pada umumnya. Akibatnya, RI hampir selalu mendapatkan tenaga kerja yang selalu ‘mulai
belajar’. Distribusi pegawai juga tidak merata. Di beberapa satker jumlah pegawai Tata Usaha lebih banyak dibandingkan pegawai di Siaran atau Pemberitaan yang notabene
adalah urusan utama RRI.
Terkait budaya kerja, seluruh satker RRI memiliki kerja sama tim yang baik.
Persoalan muncul terkait dengan kepemimpinan. Pola kepemimpinan yang berpindah-
pindah/mutasi dalam kurun waktu yang singkat memengaruhi kinerja organisasi. Kondisi
fisik lingkungan kerja juga memengaruhi budaya kerja. Pegawai RRI belum sepenuhnya
mampu beradaptasi dengan komputerisasi dan digitalisasi sehingga menghambat pekerjaan. Peralatan pendukung keberhasilan kerja juga sering kali tidak cukup tersedia
seperti telepon mati, ketiadaan mobil untuk marketing, komputer yang terbatas, dan sebagainya.
Bidang atau seksi Siaran. Bidang siaran merupakan urusan utama RRI. Persoalan
SDM utama di bidang siaran bahwa distribusi SDM bisa sangat timpang Pro 2 cenderung dikelola lebih sedikit orang dibandingkan dengan Pro 1. Distribusi antarsatker juga
timpang terutama sebagai akibat banyak tenaga pengisi kesenian, terutama di Surakarta,
Surabaya, dan juga Bandung. Meskipun mereka pada akhirnya juga dikaryakan untuk 64
tidak hanya sekadar pengisi siaran bidang kesenian, tapi juga penulis naskah ataupun sebagai penyiar. Dalam bidang pekerjaan tertentu, sangat kekurangan sumber daya manusia karena lemahnya kaderisasi seperti penulis naskah, reporter investigatif, dan
juga penulis sandiwara radio. Bidang siaran juga menghadapi persoalan ketiadaan
pemahaman bersama mengenai suatu jabatan fungsional tertentu seperti gate keeper dan
pengarah acara. Masing-masing sumber daya manusia di setiap posisi sering dipertukarkan, tapi tidak cukup mendapatkan bekal pengetahuan yang memadai.
Bidang atau seksi pemberitaan. Rerata reporter di RRI harus menghasilkan
setidaknya tiga item berita baik di tipe B ataupun di tipe C sehingga sebenarnya mempunyai beban pekerjaan yang tidak jauh berbeda meskipun berbeda secara struktural. Perbedaan sebenranya lebih ditentukan oleh luasan atau tanggung jawab
satker yang bersangkutan dibandingkan pada tipe satker. Masing-masing satker tidak
mempunyai pemahaman yang sama terkait dengan bidang-bidang keredaksian seperti
redaktur, gate keeper ataupun pengarah acara. Kebutuhan penyiar di bidang
pengembangan berita diambil dari reporter, tapi tidak mendapatkan bekal pengetahuan yang memadai. Hanya sedikit yang sudah mendapatkan pelatihan sebagai penyiar atau presenter dialog.
Bidang atau seksi Teknologi dan Media Baru. Bagian ini terdiri dari 3 seksi,
Teknik Transmisi & Distribusi, Teknik Studio dan Multimedia, serta Sarana Prasarana. Dilihat dari lingkup pekerjaan tidak ada perbedaan yang signifikan antara TMB di RRI Tipe
B dan RRI Tipe C. Jumlah SDM TMB di RRI Tipe B relatif lebih banyak daripada di RRI Tipe C, tapi hal itu tidak berlaku untuk RRI Surakarta karena dari segi jumlah SDM relatif banyak. Fungsi dan tanggung jawab pekerjaan Teknik dan Media Baru di RRI Tipe B dan
Tipe C relatif sama. Perbedaan terletak pada jangkauan wilayah yang mesti dilayani atau banyaknya pemancar yang harus dikelola.
Pendekatan fungsional menyebabkan struktur SDM TMB cenderung gemuk seperti
memisahkan fungsi teknisi dan operator sebagai jabatan tersendiri. Sementara itu, formasi
staf TMB lebih banyak didominasi oleh tenaga operator, sedangkan tenaga perawatan dan perbaikan relatif lebih sedikit. Di sisi lain, mayoritas staf TMB tidak memiliki latar belakang pendidikan atau profesi teknis yang sesuai dengan kebutuhan. Di keempat satker, perangkat teknis yang digunakan rata-rata sudah berusia tua terutama untuk Pro 1
dan rentan terjadi kerusakan sehingga kebutuhan tenaga operator maupun teknisi makin
tinggi. Misalnya, belum semua studio continuity menggunakan RBO atau self operating 65
system sehingga membutuhkan operator tersendiri. Bidang TMB, tidak didukung oleh staf
yang memiliki skill IT yang bagus padahal arah media semakin konvergen.
Bidang/Seksi Layanan dan Pengembangan Usaha. Tidak ada perbedaan yang
spesifik antara tipe B dan tipe C. LPU dibagi menjadi 3 seksi, yaitu pengembangan usaha
yang berfungsi mencari pendapatan, layanan publik yang bekerja untuk pelayanan nonprofit, dan komunikasi publik yang melakukan tugas pencitraan RRI. Pekerjaan di 3 seksi tersebut dikerjakan bersama-sama oleh seluruh pegawai LPU sehingga tidak ada
spesifikasi pekerjaan. Persoalan yang dihadapi pun hampir sama antara RRI tipe B dan RRI tipe C, yaitu usia tua; kurangnya kecakapan, terutama untuk marketing dan pembuat naskah iklan; pemahaman terhadap pekerjaan yang kurang; fasilitas kurang memadai
untuk mendukung kegiatan marketing. Pada LPU tipe C, persoalan masih ditambah dengan harga iklan yang tinggi sehingga sulit bersaing dengan radio lokal lain. Pekerjaan di bidang LPU selama ini juga masih belum teridentifikasi dengan baik.
Bagian/Seksi Tata Usaha. Bidang ini terdiri dari 3 sub bagian, yaitu SDM,
Keuangan dan Umum. Secara garis besar, staf Tata Usaha mengerjakan pekerjaan yang
relatif rutin. Bagian SDM memiliki beberapa pekerjaan utama yaitu membuat rencana kerja SDM selama setahun, menyusun data pegawai, menyusun laporan kinerja, humas
dan protokoler. Pekerjaan utama Bagian Keuangan adalah bendahara gaji, penerimaan dan pengeluaran. Pokok pekerjaan Bagian Umum, yakni mengelola asset/perlengkapan,
keamanan, transportasi, rumah tangga (kebersihan) dan sekretariat dan kearsipan.
Dibandingkan dengan unit kerja lainnya, bidang ini menjadi yang paling stabil karena mengerjakan sesuatu yang jauh lebih jelas. Meskipun demikian, persoalan teknologi
menjadi kendala. Oleh karena SDM terkendala pada teknologi maka pekerjaan yang seharusnya bisa dikerjakan dengan cepat menjadi sedikit terganggu, dan bahkan harus menambah jumlah orang. 2. Rekomendasi Hasil studi ini memberikan rekomendasi diantaranya sebagai berikut. Pertama,
pola karir harus disesuaikan dengan kompetensinya, dan RRI seyogianya tidak mengikuti
jenjang karir PNS pada umumnya. Kedua, adalah penting untuk membekali setiap pegawai
dengan pendidikan atau pelatihan yang layak guna mendukung pekerjaan mereka, dan tidak dibiarkan belajar secara otodidak.
66
Untuk bidang penyiaran dan pemberitaan, jenjang karir yang mengikuti PNS pada
umumnya membuat standart kompetensi maksimal tidak pernah bisa diraih. Pertama,
harus segera dicarikan jalan keluar atas sumber daya manusia yang semakin menua, dan
terutama terkait dengan jabatan struktural. Kedua, di bidang siaran, untuk bidang pekerjaan tertentu, haruslah segera dicari jalan keluarnya karena langkanya sumber daya
manusia. Ketiga, penentuan jumlah SDM seyogianya didasarkan pada beban kerja, yang dihitung dari jumlah program siaran yang harus disiarkan untuk bidang siaran atau jumlah rerata item berita yang harus dihasilkan oleh reporter. Pertimbangan lainnya
adalah luas wilayah siaran karena hal itu menentukan jumlah reporter untuk bidang pemberitaan.
Untuk SDM Teknologi dan Media Baru, penting dilakukan penggabungan
Seksi/Subseksi yang memiliki kedekatan secara lingkup dan lokasi pekerjaan. Dalam hal ini, Seksi/Subseksi Teknik Sarana dan Prasarana digabung dengan Seksi/Subseksi
Transmisi. Penggabungan kedua seksi tersebut dilandasi setidaknya oleh dua alasan, yaitu
tanggung jawab Seksi/Subseksi sarana prasarana siaran relatif sama dengan transmisi,
yaitu sarana prasarana teknis pendukung siaran dan pola kerja kedua seksi/subseksi
tersebut juga sama. Pembagian shift mengikuti jam operasional siaran dan keberadaan
genset di lokasi pemancar. Berikutnya adalah pemekaran Seksi/Subseksi Teknik Studio dan Media Baru menjadi dua, yaitu Seksi/Subseksi Teknik Studio dan Seksi/Subseksi
Media Baru. Pemekaran ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa kebutuhan teknik studio mengalami pergeseran, terutama terkait operator studio continuity. Dengan adanya
teknologi studio integratif dan aplikasi RBO, penyiar dapat mengoperasikan studio siaran secara mandiri. Operator studio tetap dibutuhkan untuk format siaran tertentu seperti
dialog interaktif atau siaran langsung, tapi sifatnya insidental. Dengan demikian, staf
teknik studio dapat dimaksimalkan untuk studio produksi dan siaran luar. Selain itu,
perkembangan teknologi penyiaran mengarah pada konvergensi media di mana skill multimedia dan IT makin banyak dibutuhkan.
Untuk LPU, penelitian ini merekomendasikan struktur baru bagi LPU. Nantinya
nama LPU bisa berubah sesuai kebutuhan. Struktur bagian LPU terdiri dari 2 seksi, yaitu
seksi profit dan seksi non profit. Seksi profit terdiri dari penjualan/pemasaran jasa siaran dan nonsiaran sebanyak 2-3 orang tergantung luas wilayah layanan; tim kreatif yang membuat iklan layanan masyarakat dan iklan komersial sebanyak 2 orang, dan satu orang
desainer; serta tim promosi yang mengurusi acara non-on air satu orang serta promosi
melalui media massa lain dan media daring satu orang. Seksi nonprofit mengerjakan 67
pekerjaan humas yang terdiri dari seorang yang bertanggung jawab pada komunikasi
internal dan protokoler, 2 orang resepsionis, dan seorang yang mengurusi komunikasi eksternal.
68
Daftar Pustaka Jakcson, Susan E, Randall S. Schuler, dan Steve Werner (2010). Pengelolaan Sumber Daya
Manusia, buku 1, edisi 10, terjemahan Benny Prihartanto, penerbit Salemba Empat, buku 1 edisi 10
Lister, Brian. ed., 2010. Managing Radio. England: Sound Concept.
Miles, B Mathew dab A. Michael Huberman (1992). Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber tentang Metode-Metode Baru, terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi, Jakarta: UI Press
http://www.hrmars.com/admin/pics/1450.pdf
http://digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-33586-2509100017-paperpdf.pdf
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307761-T31115-Analisis%20beban.pdf http://www.robertpicard.net/PDFFiles/uniquecharacteristics.pdf
http://portal.unesco.org/ci/en/files/18796/11144252115pb_why_how.pdf/pb_why_how .pdf
69