Jurnal Ilmiah Educational Management Volume 2 Nomor 1 Desember 2011
ANALISIS KEBIJAKAN NASIONAL TENTANG PENUNTASAN WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR 9 TAHUN PERIODE 2003 - 2006 DI WILAYAH PROVINSI DKI JAKARTA Munawar Sholeh* ABSTRACT The purpose of this research is to analyze the implementation of national policies on the accomplishment of 9 year compulsory basic education period 2003 – 2006. Research was conducted in implementation of national policy in DKI Jakarta Province. The focus of this analysis is on the accomplishment of 9 year compulsory basic education and the equalization of basic education and the public participation on basic education program. The analysis is about the implementation of the policy rather than policy content. The analysis of the legal aspects starting from the Laws, President Decree, Ministery Decision, and Ministery Order. Descriptive and explanation method were used to analyze secondary and primary data. The results of the research are as follows: (1) the government commits highly on the accomplishment of 9 year compulsory education; (2) the implentative policies are the realization of the commitment of government on accomplishment of 9 year compulsory education; (3) the government of DKI Jakarta Province has well implemented the national policies on accomplishment of 9 year compulsory education, but it has achieved less than 95% for Gross Enrollment Rate at elementary school level and less than 80% for Net Enrollment Rate at elementary school and secondary school levels; (4) the public participation on elementary school level is low. Based on those findings, it could be concluded that the government of DKI Jakarta Province has implemented the accomplishment of the 9 year compulsory basic education policy in equalization of basic education program and improvement of public participation on elementary schools. The government of DKI Jakarta Province has accomplished the Gross Enrollment Rate but the improvement of the quality of the basic education is still inequitable. Keywords: national policies, and government commits PENDAHULUAN ∗ Latar Belakang Masalah Sejak awal berdirinya, bangsa Indonesia memiliki pandangan dan komitmen yang tegas terhadap pembangunan pendidikan bangsa. Pandangan dan komitmen ini secara jelas dicantumkan dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu: “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara ∗
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Hal ini menunjukkan secara jelas bahwa pembangunan pendidikan dimaksudkan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, sejajar dengan
Anggota DPR RI
© 2011 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
201
Jurnal Ilmiah Educational Management Volume 2 Nomor 1 Desember 2011
pembangunan kesejahteraan umum dan peran serta dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Pandangan dan komitmen pembangunan pendidikan ini selanjutnya secara tegas tertuang dalam batang tubuh UndangUndang Dasar 1945, yaitu pasal 31, “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.” Selanjutnya, ayat 2 pasal 31 menyatakan, “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. Dalam kedua ayat pada pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945 (Amandemen Keempat) terkandung makna bahwa memperoleh pendidikan adalah hak bagi setiap warga negara. Lebih dari itu, setiap warga negara Indonesia wajib mengikuti pendidikan dasar. Hal ini berarti bahwa Indonesia berpandangan dan berkomitmen untuk menjadikan setiap warga negaranya memiliki pendidikan dasar. Perumusan Masalah Berdasarkan ruang lingkup penelitian, maka rumusan masalah adalah sebagai berikut. 1. Bagaimanakah substansi kebijakan implementatif tentang Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun dalam rangka pemerataan pendidikan dasar periode 2003 – 2006 di Provinsi DKI Jakarta? 2. Bagaimanakah implementasi kebijakan nasional tentang Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun dalam rangka pemerataan pendidikan dasar periode 2003 – 2006 di Provinsi DKI Jakarta? 3. Bagaimanakah hasil pelaksanaan kebijakan nasional tentang Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun dalam rangka pemerataan pendidikan
dasar periode 2003 – 2006 di Provinsi DKI Jakarta? 4. Bagaimanakah hasil pelaksanaan kebijakan nasional tentang Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun terhadap peranserta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan dasar periode 2003 – 2006 di Provinsi DKI Jakarta? ACUAN TEORETIK Teori –teori tentang Kebijakan Publik Batasan Kebijakan Publik Dalam kenyataan, kata “kebijakan” sering digunakan dan dipertukarkan maknanya dengan tujuan, program, keputusan, hukum, proposal, patokan, dan maksud besar tertentu. Dalam percakapan sehari-hari antara pembuat keputusan dan rekan-rekannya pergantian makna semacam itu bukanlah masalah. Biasanya dalam hubungan atau kaitan teknis administratif tertentu, kata ini mempunyai acuan khusus yang hanya dimengerti oleh kelompok tertentu. Menurut Eulau dan Kenneth, sebagaimana dikutip oleh Jones (1994: 47), kebijakan adalah “keputusan tetap” yang dicirikan oleh konsistensi dan pengulangan (repetitiveness) tingkah laku dari mereka yang membuat dan diri mereka yang mematuhi keputusan tersebut. Dalam wacana teori ada banyak pengertian dan definisi mengenai kebijakan publik. Literatur mengenai kebijakan publik juga telah banyak menyajikan berbagai definisi kebijakan definisi publik, baik dalam arti luas maupun sempit. Dye, sebagaimana dikutip Young dan Quinn (2002: 5), memberikan definisi kebijakan publik secara luas, yakni sebagai “whatever governments choose to do or not to do.” Sementara itu, Anderson yang juga dikutip oleh Young dan Quinn, menyampaikan definisi kebijakan publik yang relatif lebih spesifik, yaitu
© 2011 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ 202
Jurnal Ilmiah Educational Management Volume 2 Nomor 1 Desember 2011
sebagai “a purposive course of action followed by an actor or set of actors in dealing with a problem or matter of concern.” Perumusan Kebijakan Publik Menurut Dye, sebagaimana dikutip Nugroho (2004: 108-127), ada sembilan model perumusan kebijakan, yaitu: 1) model kelembagaan; 2) model proses; 3) model teori kelompok; 4) model teori elit; 5) model teori rasionalisme; 6) model inkrementalis; 7) model pengamatan terpadu; 8) model demokratis; dan 9) model strategis. Lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut. Model Kelembagaan, model ini menyatakan bahwa tugas pembuat kebijakan publik adalah pemerintah. Model Proses, model ini menyatakan bahwa politik merupakan aktivitas sehingga mempunyai proses. Oleh karena itu kebijakan publik juga merupakan proses politik. Model Teori Kelompok, model ini menyatakan bahwa interaksi dalam kelompok akan menghasilkan keseimbangan. Sedangkan keseimbangan dianggap sebagai hal yang terbaik. Model Teori Elit, model ini menyatakan bahwa kebijakan publik merupakan perspektif elit politik. Model Teori Rasionalisme, model ini menyatakan bahwa proses perumusan kebijakan haruslah didasarkan pada rasionalitas. Model Inkrementalis, model ini menyatakan bahwa kebijakan publik merupakan variasi ataupun kelanjutan dari kebijakan di masa lalu. Analisis Kebijakan Publik Menurut Bardach (2000: xiii), analisis kebijakan adalah suatu aktivitas politik dan sosial. Dengan demikian, dalam analisis kebijakan perlu dipahami masalah-masalah yang bersifat politis dan sosial. Patton dan Sawicky, sebagaimana dikutip Nugroho (2000: 84), menyatakan bahwa analisis kebijakan merupakan tindakan yang diperlukan untuk membuat suatu kebijakan, baik kebijakan yang baru
maupun kebijakan yang merupakan konsekuensi dari kebijakan yang ada. Sedangkan menurut Dunn (2003: 97-98), ada tiga pendekatan dalam analisis kebijakan, yaitu pendekatan empiris, evaluatif, dan normatif. Lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut. Pendekatan empiris berupaya menjawab permasalahan fakta-fakta. Pendekatan evaluatif berupaya mencari beberapa nilai atas sesuatu. Pendekatan normatif memberikan upaya tindakan atas apa yang harus dilakukan. METODOLOGI PENELITIAN Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai tujuan pokok, yaitu: melakukan analisis substansi, implementasi, dan hasil kebijakan nasional tentang penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun. Secara rinci tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menganalisis substansi kebijakan nasional tentang penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun periode 2003 - 2006. 2. Menganalisis implementasi kebijakan nasional tentang penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun di provinsi DKI Jakarta dalam periode 2003-2006. 3. Menganalisis kebijakan nasional tentang penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun berkaitan dengan pemerataan pendidikan dasar periode 2003 - 2006 di Provinsi DKI Jakarta. 4. Menganalisis kebijakan nasional tentang penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun berkaitan dengan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan dasar periode 2003 - 2006 di Provinsi DKI Jakarta. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan studi dokumen (documentary study) dan analisis terhadap data seri waktu (time series analysis). Studi dokumen dilakukan untuk
© 2011 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
203
Jurnal Ilmiah Educational Management Volume 2 Nomor 1 Desember 2011
menganalisis substansi kebijakan nasional tentang penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun beserta implementasinya di Provinsi DKI Jakarta. Analisis data seri waktu dilakukan untuk menganalisis hasil implementasi kebijakan nasional tentang penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun di Provinsi DKI Jakarta. Seri waktu yang dipilih adalah tahun 2003 sampai dengan 2006. Periode waktu ini dipilih karena merupakan tahun permulaan dan berakhirnya implementasi kebijakan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun di Provinsi DKI Jakarta. Jenis, Sumber, dan Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan 2 (dua) jenis bahan analisis, yaitu dokumen dan data. Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Dokumen-dokumen kebijakan nasional tentang penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun. Dokumendokumen ini meliputi Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Peraturan Menteri, dan Keputusan Menteri. 2. Dokumen-dokumen kebijakan tentang implementasi program penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun di Provinsi DKI Jakarta. Dokumendokumen ini meliputi Peraturan Daerah, Keputusan Gubernur, dan Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Dasar Provinsi DKI Jakarta. Sumber dokumen kebijakan nasional tentang wajib belajar pendidikan dasar 9 (sembilan) tahun adalah Pusat Arsip Nasional atau Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Sementara, informasi dokumen-dokumen kebijakan tentang implementasi program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun didapatkan dari Pusat Arsip Daerah Provinsi DKI Jakarta
dan wawancara dengan pihak Dinas Pendidikan Dasar Provinsi DKI Jakarta. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Jenis dan sumber data yang dibutuhkan dalam penelitian adalah sebagai berikut. 1. Jumlah penduduk usia SD/MI dan SMP/MTs (7-12 tahun dan 13-15 tahun) di Provinsi DKI Jakarta tahun 2003 2006 bersumber dari Biro Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta. 2. Jumlah penduduk usia SD/MI dan SMP/MTs yang mengikuti pendidikan dasar, SD/MI dan SMP/MTs, atau dinamakan Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) di Provinsi DKI Jakarta tahun 2003 - 2006 bersumber dari Dinas Pendidikan Dasar dan BPS Provinsi DKI Jakarta. 3. Jumlah sekolah penyelenggara pendidikan SD/MI dan SMP/MTs baik negeri maupun swasta di Provinsi DKI Jakarta tahun 2003 - 2006 bersumber dari BPS provinsi DKI Jakarta. Dokumen dan data yang dibutuhkan dalam penelitian dikumpulkan dengan menggunakan studi dokumentasi, data yang telah dipublikasi oleh BPS atau sumber lain, dan wawancara dengan Wakil Kepala Dinas Pendidikan Dasar Provinsi DKI Jakarta.
© 2011 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ 204
Jurnal Ilmiah Educational Management Volume 2 Nomor 1 Desember 2011
Meramalkan Alternatif Kebijakan Para ahli analisis kebijakan perlu meramalkan apa yang akan terjadi berkenaan dengan masalah kebijakan dan mencari tindakan yang tepat untuk menangani masalah-masalah itu di masa yang akan datang. Peramalan dapat digunakan untuk mengubah informasi masa kini menjadi informasi masa akan datang dan menawarkan berbagai kemungkinan pada situasi yang akan datang, setelah itu menyediakan sejumlah alternatif objektif yang dapat dicapai.
Gambar 3.1. Ruang Lingkup dan Tahapan Utama dalam Analisis Kebijakan Sumber: William N Dunn, Public Policy Analysis: An Introduction (New Jersey: Prentice Hall Inc., 1994), p. 48. Proses analisis kebijakan dalam penelitian ini mengikuti tahap-tahap sebagaimana dikemukakan oleh Dunn. Menurut Dunn (1994: 48), terdapat lima tahap utama dalam melakukan analisis kebijakan, yaitu: (1) analisis terhadap masalah kebijakan; (2) alternatif kebijakan; (3) penerapan kebijakan; (4) hasil kebijakan; dan (4) kinerja kebijakan. Skema dalam analisis kebijakan menurut Dunn disajikan pada Gambar 3.1. Menyusun Masalah Kebijakan Menyusun masalah kebijakan adalah proses yang meliputi tiga fase yang saling berkaitan, yaitu: mengartikan, mengkonsep, dan mengkhususkan masalah. Masingmasing fase ini menghasilkan informasi tentang situasi, substansi, dan bentuk masalah.
Merekomendasikan Penerapan Kebijakan Rekomendasi adalah informasi mengenai jangkauan penerapan kebijakan yang menyediakan hasil yang berguna untuk kelompok orang atau komunitas tertentu secara umum. Hal ini berhubungan dengan nilai, oleh karena itu rekomendasi kebijakan tidak hanya evaluasi empiris saja tetapi juga berhubungan dengan aspek normatif. Dengan demikian, rekomendasi dicirikan dengan fokus tindakan dan orientasi masa depan, prospek, saling ketergantungan, nilai nyata, dan nilai ganda. Penerapan kebijakan yang terstruktur dalam rekomendasi tidak hanya teoretis dan logika empiris tetapi juga memberikan keuntungan dalam kontek nilai tertentu. Nilai ganda yang ingin dicapai adalah nilai intrinsik dan ekstrinsik. Nilai intrinsik, yaitu: nilai atau keuntungan yang langsung dapat diwujudkan. Nilai ekstrinsik, yaitu: nilai yang tidak langsung diperoleh. Memonitor Hasil-hasil Kebijakan Monitoring merupakan prosedur yang didasarkan pada analitik kebijakan yang digunakan untuk memperoleh informasi mengenai penyebab dan konsekuensi dari kebijakan publik. Monitoring membantu para ahli analisis untuk menggambarkan hubungan antara pelaksanaan program kebijakan dengan hasilnya.
© 2011 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
205
Jurnal Ilmiah Educational Management Volume 2 Nomor 1 Desember 2011
Mengevaluasi Kinerja Kebijakan Evaluasi merupakan prosedur yang didasarkan pada analitik kebijakan untuk menggeneralisasikan informasi tentang kinerja kebijakan agar sesuai dengan kebutuhan, nilai, atau kesempatan yang dapat menyelesaikan masalah. Monitoring menjawab pertanyaan: “Apa, bagaimana, dan mengapa terjadi?” Sementara itu, evaluasi menjawab: “Apa perbedaan yang dibuat?” HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Substansi Kebijakan-kebijakan Implementatif Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dalam Rangka Pemerataan Pendidikan Komitmen pencerdasan kehidupan bangsa secara mendasar telah dituangkan dalam Alinea Keempat Pembukaan UndangUndang Dasar (UUD) 1945. Penegasan komitmen ini secara tegas dinyatakan dalam pasal 31 ayat 1 sampai 4 UUD 1945. Dalam pasal 31 UUD 1945 tersebut secara tegas dikemukakan bahwa: (1) Mendapatkan pendidikan adalah hak setiap warga negara; (2) Pemerintah wajib membiayai pelaksanaan wajib belajar pendidikan dasar bagi setiap warga negara; (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang diatur oleh undang-undang; dan (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari Anggaran Pendapatan dan Biaya Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Biaya Daerah (APBD) untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Menindaklanjuti amanat pasal 31 ayat 3 UUD 1945, pada tahun 1989, Pemerintah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat menetapkan Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Berdasarkan Undang-undang ini, Pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar. Selanjutnya, untuk mengimplementasikan UU Nomor 2 Tahun 1989 dan PP Nomor 28 Tahun 1990, Presiden mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 1994 pada tanggal 15 April 1994. Inpres ini ditujukan kepada lima menteri, yaitu: (1) Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat; (2) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan; (3) Menteri Dalam Negeri; (4) Menteri Agama; dan (5) Menteri Keuangan. Inpres ini menginstruksikan kepada kelima menteri tersebut untuk, pertama, melaksanakan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun di seluruh Indonesia sebagai gerakan nasional terhitung mulai tahun pelajaran 1994/1995. Pedoman pelaksanaan wajib belajar tersebut tercantum dalam Lampiran Inpres Nomor 1 Tahun 1994 ini. Pertama, koordinator pelaksanaan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun adalah Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. Kedua, melaporkan pelaksanaan gerakan nasional wajib belajar pendidikan dasar secara periodik kepada Presiden Republik Indonesia. Sebagaimana telah dikemukakan, kelima menteri yang ditunjuk untuk melaksanakan gerakan nasional wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun diwajibkan menggunakan pedoman pelaksanaan wajib belajar pendidikan dasar sebagaimana tercantum dalam Lampiran Inpres Nomor 1 Tahun 1994. Lampiran ini berisi 10 butir pedoman pelaksanaan wajib belajar pendidikan dasar. Pada periode 1994 sampai 1997 telah terjadi peningkatan Angka Partisipasi Kasar (APK) SMP dari 62% pada tahun 1994 menjadi 66% pada tahun 1997. Namun, pada periode 1998 sampai 2002, akibat krisis ekonomi, APK mengalami penurunan
© 2011 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ 206
Jurnal Ilmiah Educational Management Volume 2 Nomor 1 Desember 2011
kembali. Periode tahun 1998 sampai 2002 merupakan masa revitalisasi dan pemulihan akibat krisis ekonomi sejak tahun 1997. Substansi Inpres Nomor 1 Tahun 1994 dan Nomor 5 Tahun 2006 Kebijakan implementatif pertama yang menjadi dasar bagi pelaksanaan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun adalah Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 1994 yang ditetapkan pada tanggal 15 April 1994. Sebagaimana telah dikemukakan, Inpres ini ditetapkan berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar. Inpres ini ditujukan kepada lima menteri, yaitu: (1) Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat; (2) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan; (3) Menteri Dalam Negeri; (4) Menteri Agama; dan (5) Menteri Keuangan. Sebagaimana telah dikemukakan, kelima menteri yang ditunjuk untuk melaksanakan gerakan nasional wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun diwajibkan menggunakan pedoman pelaksanaan wajib belajar pendidikan dasar sebagaimana tercantum dalam Lampiran Inpres Nomor 1 Tahun 1994. Lampiran ini berisi 10 butir pedoman pelaksanaan wajib belajar pendidikan dasar pada pokoknya adalah sebagai berikut. (1) Wajib belajar pendidikan dasar diselenggarakan bagi seluruh warga negara yang berusia 7 sampai 15 tahun. (2) Bagi semua warga negara Indonesia yang berusia 7 sampai 12 tahun diwajibkan mengikuti pendidikan Sekolah Dasar/Madarasah Ibtidaiyah atau sederajat; bagi semua warga negara yang berusia 13 sampai 15 tahun diwajibkan mengikuti pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama atau sederajat. (3) Wajib belajar pendidikan dasar dilaksanakan pada satuan pendidikan dasar atau satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan setara
dengan pendidikan dasar baik enam tahun atau tiga tahun. Satuan pendidikan ini dapat diselenggarakan oleh Pemerintah atau masyarakat. (4) Pengelolaan pelaksanaan wajib belajar secara nasional menjadi tanggungjawab Menteri Pendidikan dan Kebudayaan; sementara pada tingkat satuan pendidikan menjadi tanggungjawab penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan. (5) Pembiayaan pelaksanaan wajib belajar pendidikan dasar pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah merupakan tanggungjawab pemerintah, sehingga peserta didik tidak dikenakan kewajiban untuk ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan. Substansi Surat Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Nomor 22/KEP/MENKO/KESRA/IX/2006 Surat Keputusan Menko Kesra Nomor 22/KEP /MENKO/KESRA/IX/2006 ditetapkan untuk melaksanakan Inpres Nomor 5 Tahun 2006 tentang GNPPWB/PBA. Substansi utama Surat Keputusan ini adalah, pertama, pembentukan Tim Koordinasi Nasional GNP-PWB/PBA. Tim Koordinasi ini terdiri atas 19 anggota dengan Menko Kesra sebagai Ketua Tim dan Mendiknas sebagai Ketua Harian merangkap anggota. Kedua, dalam melaksanakan tugasnya tim ini bertanggung jawab kepada Presiden Republik Indonesia. Ketiga, tugas Tim Koordinasi Nasional, yaitu: (1) mengkoordinasikan penyusunan rencana induk dan rencana aksi GNP-PWB/PBA; (2) mengkoordinasikan pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi GNP-PWB/PBA; dan (3) melaporkan pelaksanaan GNPPWB/PBA kepada Presiden. Keempat, dalam melaksanakan tugasnya, Tim Koordinasi Nasional dibantu oleh sekretariat yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan
© 2011 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
207
Jurnal Ilmiah Educational Management Volume 2 Nomor 1 Desember 2011
Nasional. Kelima, biaya pelaksanaan Keputusan ini dibebankan kepada APBN dan sumber lain yang tidak mengikat. Keenam, Keputusan ini menghentikan berlakunya Surat Keputusan Menko Kesra Nomor 01/Kep/MENKO/KESRA/I/1991 tentang Tim Koordinasi Wajib Belajar Pendidikan Dasar. Ketujuh, Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal 28 September 2006. Substansi Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 35 Tahun 2006 Peraturan Mendiknas Nomor 35 Tahun 2006 ditetapkan juga sebagai pelaksanaan Inpres Nomor 5 Tahun 2006. Pada pokoknya Peraturan Mendiknas ini berisi tentang Pedoman pelaksanaan GNP-PWB/PBA yang dicantumkan dalam Lampiran Peraturan ini. Peraturan Menteri mulai berlaku pada tanggal 18 September 2007. Pedoman pelaksanaan GNP-PWB/PBA pada garis besarnya adalah sebagai berikut. (1) Tujuan GNP-PWB/PBA. (2) Sasaran dan Target GNP-PWB/PBA. (3) Strategi Pelaksanaan GNP-PWB/PBA. (4) Organisasi dan Tata Kerja GNP-PWB/PBA. (5) Tahapan Pelaksanaan GNP-PWB/PBA. (6) Pembiayaan. (7) Mekanisme Pelaksanaan GNP-PWB/PBA. (8) Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan. Substansi Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 009/P/2007 Keputusan Mendiknas Nomor 009/P/2007 ditetapkan untuk melaksanakan Keputusan Menko Kesra Nomor 22/KEP/MENKO /KESRA/IX/2006 tentang pembentukan Tim Koordinasi Nasional GNP-PWB/PBA. Keputusan Mendiknas ini mempunyai enam substansi pokok. Keenam substansi dalam Keputusan Mendiknas Nomor 009/P/2007 adalah sebagai berikut. Pertama, pembentukan Sekretariat Tim Koordinasi Nasional (TKN) GNP-PWB/PBA. Tim ini
terdiri atas seorang ketua, dua orang wakil ketua, dan lima orang anggota. Kedua, Tugas TKN GNP-PWB/PBA adalah membantu Tim Koordinasi Nasional sesuai dengan Pedoman Pelaksanaan GNPPWB/PBA. Ketiga, Sekretariat TKN GNPPWB/PBA dibantu dua kelompok kerja, yaitu Kelompok Kerja GNP-PWB dan GNPPBA. Keempat, Kelompok Kerja GNP-PWB dibentuk oleh Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah dan Kelompok Kerja GNP-PBA dibentuk oleh Direktur Jenderal Pendidikan Luar Sekolah. Kelima, pembiayaan pelaksanaan Keputusan ini dibebankan pada anggaran Departemen Pendidikan Nasional yang sesuai. Keenam, Keputusan Mendiknas ini mulai berlaku pada tanggal 29 Januari 2007. Substansi Surat Edaran Menteri Pendidikan Nasional Nomor 116/MPN/MS/2006 Surat Edaran Nomor 116/MPN/MS/2006 ditujukan kepada para Gubernur dan Bupati/Walikota di seluruh Indonesia. Surat Edaran diterbitkan berdasarkan diktum kedua angka 6 Inpres Nomor 5 Tahun 2006 dan diedarkan pada tanggal 11 Juli 2006. Surat Edaran ini berisi harapan atau permintaan kepada Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota agar segera mensosialisasikan, merencanakan, dan melaksanakan Program Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara di daerah masing-masing sesuai Inpres Nomor 5 Tahun 2006. Substansi Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 420/2243/ST Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 420/2243/ST diterbitkan dalam rangka pelaksanaan Inpres Nomor 5 Tahun 2006. Surat Edaran ini ditujukan kepada Gubernur, Bupati, dan Walikota, serta Pimpinan
© 2011 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ 208
Jurnal Ilmiah Educational Management Volume 2 Nomor 1 Desember 2011
Dewan Pimpinan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi dan Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. Surat Edaran ini meminta semua pihak yang dituju oleh Surat Edaran ini untuk: (1) memperhatikan tujuan GNPPWB/PBA; (2) mengkoordinasikan pelaksanaan GNP-PWB/PBA di wilayah masing-masing; dan (3) melaporkan pelaksanaan GNP-PWB/PBA secara berjenjang. Substansi Keputusan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas Nomor 54/C.C3/KEP/KP/2007 Keputusan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas Nomor 54/C.C3/KEP/KP/2007 merupakan tindaklanjut diktum Keempat Keputusan Menko Kesra Nomor 22/KEP/MENKO/KESRA/IX/2006 dan diktum Ketiga dan Keempat Keputusan Mendiknas Nomor 009/P/2007. Keputusan ini berisi delapan diktum tentang pembentukan Kelompok Kerja Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun (POKJA GNP-PWB). Pertama, pembentukan POKJA GNP-PWB dengan susunan keanggotaan yang terdiri atas tujuh orang pengarah, satu orang ketua, satu orang wakil ketua, dua orang sekretaris, dan 25 orang anggota. Kedua, POKJA GNP-PWB bertugas menyiapkan bahan penyusunan rencana aksi nasional, pelaksanaan kegiatan, pelaksanaan pemantauan dan evaluasi, peningkatan kemampuan kelembagaan yang mendukung program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun, pelaksanaan kerjasama dengan berbagai organisasi kemasyarakatan, keagamaan, profesi dan perguruan tinggi, pelaporan pelaksanaan, pengkoordinasian penyusunan program, dan pelaksanaan langkah-langkah tindaklanjut atas hasil-hasil program yang telah dicapai GNP-PWB. Ketiga, POKJA
GNP-PWB berkedudukan di Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Komplek Depdiknas Gedung E Lantai 15 Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta. Keempat, POKJA GNPPWB dapat membentuk tim teknis sesuai kebutuhan. Kelima, untuk kelancaran pelaksanaan tugas, POKJA GNP-PWB dibantu oleh sekretariat POKJA GNP-PWB yang tugas dan susunan keanggotaannya ditetapkan oleh ketua Pokja. Keenam, dalam melaksanakan tugas, POKJA GNP-PWB bertanggungjawab kepada Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Ketujuh, biaya pelaksanaan Keputusan ini dibebankan pada anggaran dalam daftar isian pelaksanaan anggaran Depdiknas dan anggaran lain yang relevan. Kedelapan, keputusan ini mulai berlaku pada tanggal 12 Februari 2007. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan 1. Secara nasional, Pemerintah Republik Indonesia mempunyai komitmen yang tinggi untuk melaksanakan amanat yang tertuang dalam hukum dasar, yaitu Alinea IV Pembukaan dan pasal 31 UUD 1945, serta Undang-undang Nomor 2 tahun 1989 yang telah diubah menjadi Undang-undang Nomor 20 tahun 2003. Komitmen ini dituangkan dalam serangkaian kebijakan implementatif wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun mulai dari Instruksi Presiden sampai Keputusan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional. Kebijakan-kebijakan implementatif ini pada intinya mempunyai substansi sebagai wujud komitmen Pemerintah untuk mempercepat penuntasan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun
© 2011 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
209
Jurnal Ilmiah Educational Management Volume 2 Nomor 1 Desember 2011
dan pemberantasan buta aksara (GNPPWB/PBA). 2. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, sebagai salah satu pelaksana kebijakan implementatif tersebut telah melaksanakan program GNP-PWB/PBA sesuai pedoman pelaksanaan yang telah ditetapkan. Implementasi program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun di DKI Jakarta telah berlangsung sejak 2 Mei 1994. Fokus pelaksanaan program ini diletakkan bukan pada peningkatan APK tetapi pemerataan memperoleh dan peningkatan kualitas pengelolaan penyelenggaraan pendidikan dasar pendidikan dasar. 3. Dalam perhitungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah dikemukakan bahwa pencapaian tujuan program wajib belajar pendidikan dasar ini telah tuntas pada tahun 2006. Namun, berdasarkan datadata yang dihimpun dari BPS atau Depdiknas, ketuntasan tersebut baru dicapai pada tingkat partisipasi sekolah menurut kelompok umur. Pencapaian APK untuk pendidikan dasar jenjang SD masih lebih rendah dari 95%, dan APM baik untuk SD dan SMP masih lebih rendah dari 80%. 4. Peranserta masyarakat pada penyelenggaraan pendidikan dasar jenjang SD masih lebih rendah dibandingkan dengan peran pemerintah baik dalam daya tampung siswa maupun jumlah sekolah. Dalam penyelenggaraan pendidikan dasar jenjang SMP, peranserta masyarakat dalam jumlah sekolah lebih tinggi dibandingkan dengan pemerintah, tetapi dalam daya tampung siswa masih lebih rendah dari pada peran pemerintah. Berdasarkan temuan-temuan tersebut dapat dikemukakan kesimpulan bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengimplementasikan kebijakan wajib
belajar pendidikan dasar sembilan tahun dalam program pemerataan pendidikan, peningkatan kualitas penyelenggaraan, dan peningkatan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan dasar. Ketuntasan pelaksanaan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun di DKI Jakarta baru pada tingkat pencapaian APK. Peningkatan kualitas penyelenggaraan pendidikan dasar di DKI Jakarta belum dapat dilakukan secara merata. Rekomendasi Rekomendasi yang dapat diajukan sebagai implikasi dari temuan-temuan yang telah disimpulkan dalam penelitian ini adalah: 1. Rekomendasi bagi Peneliti Penelitian ini, di samping menganalisis substansi dan implementasi kebijakan nasional tentang wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun, juga melakukan analisis terhadap hasil-hasil implementasi kebijakan dalam bentuk pemerataan partisipasi sekolah (APK dan APM) dan peranserta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. Hanya saja, analisis ini masih terbatas pada wilayah Provinsi DKI Jakarta. Oleh karena itu, peneliti lain diharapkan dapat melakukan penelitian yang menekankan pada analisis hasil implementasi kebijakan nasional tentang wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun di provinsi-provinsi lain, khususnya yang diindikasikan mengalami banyak kendala dalam penuntasan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun. 2. Rekomendasi bagi Pelaksana Kebijakan Pada tahun 2006, Provinsi DKI Jakarta mendapat penghargaan atas telah tuntasnya program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun. Dalam
© 2011 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ 210
Jurnal Ilmiah Educational Management Volume 2 Nomor 1 Desember 2011
penelitian ini, setelah melakukan perhitungan ulang, ternyata ketuntasan tersebut baru terjadi pada indikator APK untuk pendidikan dasar jenjang SMP, sementara pada jenjang SD, APK ini juga masih di bawah 95%. Lebih dari itu, ketuntasan tersebut belum merata di setiap kabupaten/kota di Provinsi DKI Jakarta. Oleh karena itu, para pelaksana kebijakan di Provinsi DKI Jakarta hendaknya jangan dulu merasa puas atas penghargaan tersebut. Upaya penuntasan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun masih butuh ditingkatkan, khususnya untuk meningkatkan pemerataan pencapaian APK baik SD maupun SMP serta APM kedua jenjang pendidikan dasar tersebut. DAFTAR PUSTAKA Anderson, James E. Public Policy Making. New York: Holt, Rinehart, and Winston, 1999. Bardach, Eugene. A Practical Guide for Policy Analysis The Eightfold Path to More Effective Problem Solving. New York: Seven Bridges Press, 2000. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama. Panduan Pola/Satuan Pendidikan dalam Rangka Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2007. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama. Sosialisasi dan Strategi Penunatasan Wajib Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Departemen Pendidikan Nasional, 2007.
Dunn, William N. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Terjemahan Fakultas ISIPOL UGM. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2003. _________. Public Policy Analysis: An Introduction. New Jersey: Prentice Hall, Inc., 1994. _________. Public Policy Analysis: An Introduction. New Jersey: Prentice Hall, 1990. Dye, Thomas R. Understanding Public Policy. New Jersey: Prentice Hall, 1991. Edward, George C. III dan Ira Sharkansy, The Policy Predicament. San Francisco: W.H. Freeman Company, 1998. _________. Implementation and Public Policy. Washington D.C.: Congressional Quarterly, Inc., 1990. EFA
Background and History. 2007.http://unescobkk.org.index.php. htm Gerston, L. N. Public Policy Making in A Democratic Society: A Guide to Civic Engagement. New York: M.E Sharp, Inc., 1992. ________. Making Public Policy. Glenview, III.: Scott, Foresman, 1993 Gohagan, John K. Quantitative Analysis for Public Policy. New York: McGraw Hill, 1990. Hill, Michael. Social Policy: Comparative Analysis. London: Prentice Hall/Harvester Wheat Sheaf, 1996.
© 2011 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
211
Jurnal Ilmiah Educational Management Volume 2 Nomor 1 Desember 2011
House, Peter W. The Art of Public Policy Analysis. Beverly Hills, Calif.: Sage Publications, 1992. Jenkins, W.I. Public Analysis. Oxford: Martin Roberto, 1998. Jones, Ch. O. An Introduction to The Study of Public Policy. Terjemahan Ricky Istamto. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1984. Lindblom, Charles. Kebijakan Publik. 2007. http://id.wikipedia.org. Nakamura, R.T and F. Smallwood. The Politic of Policy Implementation. New York: St. Martin’s Press, 1980. PLSP Balitbang Depdiknas. APK dan APM Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sederajat Tahun 2005. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2005. Udoji, Chief J.O. The African Public Servant as A Public Policy in Africa. Addis Abeba: African Association
© 2011 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ 212