i
ANALISIS KARAKTERISTIK SOSIAL- EKONOMI DAN PSIKOLOGI SERTA HUBUNGANNYA DENGAN PERILAKU BELAJAR DAN TINGKAT KEPUASAN MAHASISWA BEKERJA
(Studi Kasus pada Mahasiswa IPB yang Berbisnis Multi Level Marketing)
BAMBANG TRI HARDIONO
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
ii
RINGKASAN BAMBANG TRI HARDIONO. Analisis Karakteristik Sosial – Ekonomi dan Psikologi serta Hubungannya dengan Perilaku Belajar dan Tingkat Kepuasan Mahasiswa Bekerja. Di bawah bimbingan MELLY LATIFAH dan HERIEN PUSPITAWATI Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui karakteristik sosial – ekonomi dan psikologi serta hubungannya dengan perilaku belajar dan tingkat kepuasan mahasiswa bekerja dan tidak bekerja. Adapun tujuan khususnya adalah: (1) Mengidentifikasi karakteristik individu (umur, jenis kelamin, urutan anak dalam keluarga, status perkawinan dan pengalaman kerja) serta karakteristik keluarga dan lingkungan (umur orangtua, pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, tingkat pendapatan keluarga keluarga dan lingkungan) mahasiswa yang bekerja; (2) Mengidentifikasi tingkat kecerdasan emosional, pola pengambilan keputusan, tingkat stres, perilaku belajar dan tingkat kepuasan contoh mahasiswa bekerja dan tidak bekerja; (3) Menganalisis perbedaan tingkat kecerdasan emosional, pola pengambilan keputusan, tingkat stres, perilaku belajar dan tingkat kepuasan contoh mahasiswa bekerja dan tidak bekerja; (4) Menganalisis hubungan antara karakteristik individu, keluarga dan lingkungan serta kecerdasan emosional dengan pola pengambilan keputusan dan tingkat stres mahasiswa yang bekerja; (5) Menganalisis hubungan antara pola pengambilan keputusan dan tingkat kerja dengan tingkat stres mahasiswa yang bekerja; (6) Menganalisis hubungan antara tingkat stres dengan perilaku belajar mahasiswa yang bekerja; (7) Menganalisis hubungan antara perilaku belajar dengan tingkat kepuasan mahasiswa yang bekerja dan (8) Menganalisis hubungan antara tingkat kepuasan dengan tingkat stres mahasiswa yang bekerja. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Pemilihan tempat dilakukan secara purposive, yaitu di Institut Pertanian Bogor, dengan pertimbangan tersedianya contoh sesuai kebutuhan disamping menghemat waktu dan biaya. Contoh penelitian adalah mahasiswa bekerja yang aktif kuliah minimal semester 3 dan aktif berbisnis MLM minimal dari bulan September 2007-Februari 2008 serta mahasiswa tidak bekerja minimal semester 3 yang masih aktif kuliah sebagai kontrol. Pengambilan contoh dilakukan secara purposive, diambil sebanyak 30 orang mahasiswa bekerja dan 30 orang mahasiswa tidak bekerja. Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer yang meliputi: umur, jenis kelamin, urutan anak, status perkawinan, pengalaman kerja, kecerdasan emosional, usia orangtua, pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, ekonomi keluarga, pengaruh lingkungan, pola pengambilan keputusan, tingkat stres, tingkat kerja, perilaku belajar dan tingkat kepuasan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif dan inferensia dengan menggunakan program Microsoft Excel dan Statistical Program for Social Science (SPSS) 11.5 for Windows. Untuk melihat hubungan antar variabel digunakan uji korelasi. Untuk membandingkan contoh dengan kontrol pada berbagai variabel digunakan uji beda Independent-Sample T Test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi terbesar contoh mahasiswa bekerja adalah laki-laki (53.33%), berusia remaja (66.67%), anak pertama dalam keluarga (43.33%), tidak memiliki pengalaman kerja sebelumnya (63.33%), memiliki ayah (96.67%) dan ibu (93.33%) berusia dewasa madya, tingkat pendidikan ayah (50.00%) dan ibu (43.33%) sarjana, profesi ayah sebagai PNS (43.33%) dan ibu tidak bekerja (40.00%), tingkat pendapatan keluarga ekonomi menengah ke atas (90.00%) dan seluruhnya berstatus belum menikah (100.00%).
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
iii
Selain itu hampir separuh contoh (43.33%) tidak memiliki potensi pengaruh lingkungan yang mendorong untuk kuliah sambil bekerja. Contoh mahasiswa bekerja dan tidak bekerja tergolong kategori rasional, tingkat kecerdasan emosional dan tingkat kepuasan hidup tergolong kategori sedang dan perilaku belajar tergolong kategori buruk. Hasil menunjukkan bahwa mahasiswa bekerja mengalami stres kategori rendah sedangkan mahasiswa tidak bekerja mengalami stres kategori sedang. Hasil uji Independent Sample T-Test menunjukkan perbedaan yang nyata dalam tingkat kecerdasan emosional, tingkat stres dan tingkat kepuasan antara contoh mahasiswa bekerja dengan contoh mahasiswa tidak bekerja. Hal ini berarti contoh mahasiswa bekerja lebih cerdas secara emosional, mengalami stres lebih rendah dan memiliki kepuasan hidup lebih rendah daripada contoh tidak bekerja. Adapun dalam hal perilaku belajar dan pola pengambilan keputusan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata diantara keduanya. Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang tidak nyata antara karakteristik individu, keluarga dan lingkungan contoh mahasiswa bekerja dengan pola pengambilan keputusan kecuali pengalaman kerja (r = 0.036 ; p<0.05) dan tingkat pendapatan keluarga (r = -0.014 ; p<0.05). Begitu juga hasil uji statistik tidak menunjukkan hubungan yang nyata antara karaktersitik individu, keluarga dan lingkungan contoh dengan tingkat stres. Hasil penelitian juga menunjukan hubungan yang tidak nyata antara pola pengambilan keputusan dengan tingkat stres, tingkat kerja dengan tingkat stres, tingkat stres dengan perilaku belajar, perilaku belajar dengan tingkat kepuasan dan tingkat kepuasan dengan tingkat stres. Secara umum dapat dikatakan bahwa mahasiswa yang bekerja memiliki tingkat kecerdasan emosional yang lebih tinggi daripada contoh mahasiswa tidak bekerja, memiliki tingkat stres dan kepuasan yang lebih rendah daripada contoh mahasiswa tidak bekerja, dan tidak menunjukkan perbedaan perilaku belajar antara contoh mahasiswa bekerja dengan mahasiswa tidak bekerja. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa bekerja sambil menempuh pendidikan di kampus.dapat melatih soft skill dan self building seperti berorganisasi dan berwirausaha namun tetap menjadikan belajar sebagai prioritas utamanya. Perlu adanya sosialisasi dari pihak universitas dalam rangka mencetak lulusan yang berkualitas baik dalam kompetensi ilmunya maupun kemampuan leadership yang tinggi. Alternatif kegiatan yang bisa dilakukan diantaranya adalah dengan mengadakan bimbingan konseling dan pelatihan yang intensif.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
iv
ANALISIS KARAKTERISTIK SOSIAL - EKONOMI DAN PSIKOLOGI SERTA HUBUNGANNYA DENGAN PERILAKU BELAJAR DAN TINGKAT KEPUASAN MAHASISWA BEKERJA
(Studi Kasus pada Mahasiswa IPB yang Berbisnis Multi Level Marketing)
Skripsi Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Program Studi S1 Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
BAMBANG TRI HARDIONO
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
v
: ANALISIS KARAKTERISTIK SOSIAL –
Judul
EKONOMI DAN PSIKOLOGI SERTA HUBUNGANNYA DENGAN PERILAKU BELAJAR DAN TINGKAT KEPUASAN MAHASISWA BEKERJA Nama Mahasiswa
: Bambang Tri Hardiono
Nomor Pokok
: A54103015
Menyetujui ;
Dosen pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Ir. Melly Latifah, MSi
Dr. Ir. Herien Puspitawati M.Sc, M.Sc
NIP. 131 879 327
NIP.131 640 679
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus :
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
vi
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Subang tanggal 28 Desember 1984 dari pasangan Bapak H. Sandi dan Ibu Hj. Suharyati. Penulis adalah anak ke dua dari dua bersaudara. Tahun 1991 penulis memulai pendidikan di SD Dwi Dharma Subang dan melanjutkan sekolah di SLTP Negeri 1 Subang pada tahun 1997. Tahun 2003 penulis menamatkan pendidikannya di SMU Negeri 1 Subang dan di tahun yang sama penulis diterima di Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian melalui jalur USMI. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif pada beberapa organisasi kemahasiswaan. Tahun 2003/2004 sampai dengan 2004/2005 penulis menjadi anggota dan Kepala Departemen Syi’ar Forum Komunikasi Rohis Departemen (FKRD-A). Tahun 2004 sampai dengan 2007 penulis aktif sebagai anggota, Kepala Divisi Syi’ar dan Kepala Divisi PSDM Forum Keluarga Mushola GMSK (FKMG). Tahun 2004/2005 penulis menjadi Sekertaris Umum, tahun 2005/2006 dan 2006/2007 menjadi Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu Gizi Pertanian (HIMAGITA). Tahun 2006/2007 penulis menjadi Koordinator Asisten Pendidikan Agama Islam Institut Pertanian Bogor (PAI-IPB) sekaligus menjadi pengurus pusat PAI-IPB. Tahun 2005-2007 penulis diamanatkan menjadi Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Peduli Pangan Indonesia (HMPPI). Tahun 2007-2008 penulis diamanatkan menjadi Anggota Badan Pengawas Pusat Regional V HMPPI. Selain aktif organisasi, penulis juga aktif sebagai Trainer Outbond dan Motivator Achievment and Motivation serta membina anak-anak panti asuhan Kosgoro.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
vii
PRAKATA Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam tercurahkan atas Nabi Muhammad Saw, yang telah memberikan kabar gembira dan peringatan sehingga penulis tetap bersemangat dalam hidup. Dengan segala kerendahan hat, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada: 1. Ir. Melly Latifah, MSi dan Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc, MSc yang telah membimbing penulis dengan hati dari awal pembuatan proposal hingga detik-detik akhir terselesaikannya skripsi ini, juga atas pengorbanan waktu serta dukungan semangat yang telah diberikan. 2. Dr. Ir Diah K. Pranadji, M.S selaku dosen pemandu seminar juga Ir. Retnaningsih, MSi sebagai dosen penguji yang telah memberikan koreksi saran, dan masukan yang berharga terhadap penulisan skripsi ini. 3. Bapak dan mama, atas segala doa yang tak henti-hentinya dipanjatkan, kesabaran, cinta, kasih sayang dan dukungan yang begitu besar dan tulus kepada penulis. Teteh, aa Cecep dan keponakan tercinta (Raihan) atas semangat perhatian dan keceriannya. 4. Saudara-saudara ikhwah seperjuangan (akh Aang beserta keluarga, Akso, Kristanto, Mad Nur, Marta, Tatang & Panji) atas perhatian dan motivasinya, 5. Sahabatku Indy, Anna, Kuswan, Ahmad, Mb Tutut, Teh Yuni, mb arfah, mb Puji, mb Dewi, atas persahabatan, motivasi dan perhatiannya. 6. GMSK 37 (Akh Yusuf, Mas didik, Mas Juz), 38, 39, 40 (Dina, Mami Ica, Sanya, De, Juli, Nining & Iiq) dan all of gamasakers 40, 41 (Astri, Firdaus, Ima, Arina, Ida, Devi & Sri), FEMA 42 dan 43, Tim Kosgoro (Kiki, Rifa, Toni, Wirudi, Dudung, Anisa, Ganes, Syifa), CAS Faperta, FKRD-A, Ustadz Romli dan keluarga beserta keluarga besar Pondok Pesantren Mahasiswa Al Inayah atas dukungan dan kebersamaannya. Tiada gading yang tak retak. Penulis memohon maaf bila terdapat kekurangan dalam skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat. Amin
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
viii
DAFTAR ISI Halaman PRAKATA ............................................................................................................. vi DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii DAFTAR GAMBAR............................................................................................. ix DAFTAR TABEL ................................................................................................. x DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................... xiii PENDAHULUAN Latar Belakang ....................................................................................... Rumusan Masalah ................................................................................. Tujuan ..................................................................................................... Kegunaan Penelitian ..............................................................................
1 2 3 4
TINJAUAN PUSTAKA Mahasiswa yang Bekerja ....................................................................... Multi Level Marketing ............................................................................. Kecerdasan Emosional .......................................................................... Pola Pengambilan Keputusan ............................................................... Stres ........................................................................................................ Perilaku Belajar ...................................................................................... Tingkat Kepuasan ..................................................................................
5 5 6 9 11 15 16
KERANGKA PEMIKIRAN .................................................................................. 17 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian.................................................. Cara Pengambilan Contoh .................................................................... Jenis dan Cara Pengumpulan Data ...................................................... Pengolahan dan Analisis Data .............................................................. Definisi Operasional ...............................................................................
20 20 20 21 22
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum ............................................................................................... Karakteristik Individu Umur ....................................................................................................... Jenis Kelamin ......................................................................................... Urutan Anak dalam Keluarga ................................................................ Status Perkawinan ................................................................................. Pengalaman Kerja Contoh Mahasiswa Bekerja................................... Karakteristik Keluarga dan Lingkungan Umur Orangtua....................................................................................... Pendidikan Orangtua ............................................................................. Pekerjaan Orangtua............................................................................... Pendapatan Keluarga ............................................................................ Lingkungan ............................................................................................. Kecerdasan Emosional Kesadaran Emosi diri............................................................................. Kemampuan Mengelola Emosi .............................................................
PDF Creator - PDF4Free v2.0
25 27 27 28 29 29 30 31 32 33 34 35 36
http://www.pdf4free.com
ix
Kemampuan Memotivasi Diri ................................................................ Kemampuan Empati .............................................................................. Kemampuan Membina Hubungan ........................................................ Tingkat Kecerdasan Emosional............................................................. Pola Pengambilan Keputusan ........................................................................... Tingkat Kerja....................................................................................................... Tingkat Stres....................................................................................................... Perilaku Belajar................................................................................................... Tingkat Kepuasan............................................................................................... Perbedaan Contoh Mahasiswa Bekerja dan Tidak Bekerja Tingkat Kecerdasan Emosional Contoh ............................................... Pola Pengambilan Keputusan Contoh .................................................. Tingkat Stres Contoh ............................................................................. Perilaku Belajar Contoh ......................................................................... Tingkat Kepuasan Contoh ..................................................................... Hubungan antar Variabel Penelitian Karakteristik Individu dengan Pola Pengambilan Keputusan .............. Karakteristik Keluarga dan Lingkungan dengan Pola pengambilan keputusan......................................................................... Karakteristik Individu dengan Tingkat Stres ......................................... Karakteristik Keluarga dan Lingkungan dengan Tingkat Stres ........... Kecerdasan Emosional dengan Pola Pengambilan Keputusan .......... Kecerdasan Emosional dengan Tingkat Stres ..................................... Pola Pengambilan Keputusan dengan Tingkat Stres .......................... Tingkat Kerja dengan Tingkat Stres...................................................... Tingkat Stres dengan Perilaku Belajar ................................................. Perilaku Belajar dengan Tingkat Kepuasan ......................................... Tingkat Kepuasan dengan Tingkat Stres ............................................. Pembahasan Umum...........................................................................................
37 37 38 39 40 42 43 47 48 50 51 51 52 52 53 56 64 69 76 77 78 79 80 81 82 83
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ............................................................................................. 85 Saran....................................................................................................... 85 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 87 Lampiran ............................................................................................................. 90
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
x
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Hubungan karakteristik individu, keluarga dan lingkungan, kecerdasan emosional, pola pengambilan keputusan dan tingkat stres, perilaku belajar dan tingkat kepuasan mahasiswa yang bekerja..................................................................................... 19
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
xi
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data.................................................... 21 Tabel 2 Sebaran contoh berdasarkan umur dan status bekerja mahasiswa........................................................................................... 27 Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan status bekerja mahasiswa........................................................................................... 28 Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan urutan anak dalam keluarga dan status bekerja mahasiswa .................................................................. 28 Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan status perkawinan dan status bekerja mahasiswa ............................................................................. 29 Tabel 6 Sebaran contoh mahasiswa bekerja berdasarkan pengalaman kerja.....................………………….................................................... 30 Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan umur orangtua dan status bekerja mahasiswa........................................................................................... 30 Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orangtua dan status bekerja mahasiswa ................................................................. 32 Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orangtua dan status bekerja mahasiswa .................................................................. 33 Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga dan status bekerja mahasiswa .................................................................. 33 Tabel 11 Sebaran contoh mahasiswa bekerja berdasarkan potensi pengaruh lingkungan ........................................................................................... 34 Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan 5 skala kecerdasan emosional dan status bekerja mahasiswa ........................................................... 35 Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan kesadaran emosi diri dan status bekerja mahasiswa ........................................................... 35 Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan kemampuan mengelola emosi dan status bekerja mahasiswa ........................................................... 36 Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan kemampuan memotivasi diri dan status bekerja mahasiswa ........................................................... 37 Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan kemampuan empati dan status bekerja mahasiswa .................................................................. 38 Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan kemampuan membina hubungan dan status bekerja mahasiswa ........................................................... 39 Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecerdasan emosional dan status bekerja mahasiswa ........................................................... 39 Tabel 19 Sebaran karakteristik contoh berdasarkan pola pengambilan keputusan dan status bekerja mahasiswa ........................................ 41 Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan pola pengambilan keputusan dan status bekerja mahasiswa ........................................................... 42 Tabel 21 Sebaran karakteristik contoh mahasiswa bekerja berdasarkan aspek kerja dan status bekerja mahasiswa....................................... 43 Tabel 22 Sebaran contoh mahasiswa bekerja berdasarkan tingkat kerja ..... 43 Tabel 23 Sebaran contoh berdasarkan gejala stres dan status bekerja mahasiswa ......................................................................................... 44 Tabel 24 Sebaran contoh berdasarkan kecendrungan gejala stres dan status bekerja mahasiswa ................................................................. 45 Tabel 25 Sebaran contoh berdasarkan tingkat stres dan status bekerja mahasiswa .................................................................. 46
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
xii
Tabel 26 Sebaran karakteristik contoh berdasarkan perilaku belajar dan status bekerja mahasiswa ................................................................ 47 Tabel 27 Sebaran contoh berdasarkan tingkat perilaku belajar dan status bekerja mahasiswa .................................................................. 47 Tabel 28 Sebaran karakteristik contoh berdasarkan tingkat kepuasan dan status bekerja mahasiswa .......................................................... 49 Tabel 29 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kepuasan dan status bekerja mahasiswa ............................................................................. 50 Tabel 30 Hasil uji beda beberapa variabel antara contoh mahasiswa bekerja dan tidak bekerja ................................................................... 50 Tabel 31 Sebaran contoh berdasarkan umur dan pola pengambilan keputusan pada mahasiswa bekerja dan tidak bekerja.................... 53 Tabel 32 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan pola pengambilan keputusan pada mahasiswa bekerja dan tidak bekerja.................... 54 Tabel 33 Sebaran contoh berdasarkan urutan anak dan pola pengambilan keputusan pada mahasiswa bekerja dan tidak bekerja.................... 55 Tabel 34 Sebaran contoh berdasarkan status perkawinan dan pola pengambilan keputusan pada mahasiswa bekerja dan tidak bekerja ........................................................................................ 55 Tabel 35 Sebaran contoh mahasiswa bekerja berdasarkan pengalaman kerja dan pola pengambilan keputusan............................................. 56 Tabel 36 Sebaran contoh berdasarkan umur orangtua dan pola pengambilan keputusan pada mahasiswa bekerja dan tidak bekerja.................... 57 Tabel 37 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan orangtua dan pola pengambilan keputusan pada mahasiswa bekerja dan tidak bekerja ........................................................................................ 59 Tabel 38 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orangtua dan pola pengambilan keputusan pada mahasiswa bekerja dan tidak bekerja ................................................................................................. 61 Tabel 39 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendapatan keluarga dan pola pengambilan keputusan pada mahasiswa bekerja dan tidak bekerja ................................................................................................. 62 Tabel 40 Sebaran contoh mahasiswa bekerja berdasarkan potensi pengaruh lingkungan dan pola pengambilan keputusan .................. 63 Tabel 41 Sebaran contoh berdasarkan umur dan tingkat stres pada mahasiswa bekerja dan tidak bekerja................................................ 64 Tabel 42 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan tingkat stres pada mahasiswa bekerja dan tidak bekerja ...................................... 65 Tabel 43 Sebaran contoh berdasarkan urutan anak dan tingkat stres pada mahasiswa bekerja dan tidak bekerja ...................................... 66 Tabel 44 Sebaran contoh berdasarkan status perkawinan dan tingkat stres pada mahasiswa bekerja dan tidak bekerja ..................................... 67 Tabel 45 Sebaran contoh mahasiswa bekerja berdasarkan pengalaman kerja dan tingkat stres......................................................................... 68 Tabel 46 Sebaran contoh berdasarkan umur orangtua dan tingkat stres pada mahasiswa bekerja dan tidak bekerja ...................................... 69 Tabel 47 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orangtua dan tingkat stres pada mahasiswa bekerja dan tidak bekerja ................. 71 Tabel 48 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orangtua dan tingkat stres pada mahasiswa bekerja dan tidak bekerja ................. 73 Tabel 49 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendapatan keluarga dan tingkat stres pada mahasiswa bekerja dan tidak bekerja ................. 75 Tabel 50 Sebaran contoh mahasiswa bekerja berdasarkan potensi pengaruh
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
xiii
lingkungan dan tingkat stres............................................................... Tabel 51 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecerdasan emosional dan pola pengambilan keputusan pada mahasiswa bekerja dan tidak bekerja ................................................................................................. Tabel 52 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecerdasan emosional dan tingkat stres pada mahasiswa bekerja dan tidak bekerja ................. Tabel 53 Sebaran contoh berdasarkan pola pengambilan keputusan dan tingkat stres pada mahasiswa bekerja dan tidak bekerja ................. Tabel 54 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kerja dan tingkat stres pada mahasiswa bekerja dan tidak bekerja ...................................... Tabel 55 Sebaran contoh berdasarkan tingkat stres dan perilaku belajar pada mahasiswa bekerja dan tidak bekerja ...................................... Tabel 56 Sebaran contoh berdasarkan perilaku belajar dan tingkat kepuasan pada mahasiswa bekerja dan tidak bekerja..................... Tabel 57 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kepuasan dan tingkat stres pada mahasiswa bekerja dan tidak bekerja ......................................
PDF Creator - PDF4Free v2.0
76
77 77 78 79 80 81 83
http://www.pdf4free.com
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Hasil uji independent-sample t test prestasi belajar .................... 91 Lampiran 2 Hasil uji independent-sample t test............................................... 92 Lampiran 3 Korelasi karakteristik individu dengan pola pengambilan keputusan dan tingkat stres contoh mahasiswa bekerja............. 93 Lampiran 4 Korelasi karakteristik individu dengan pola pengambilan Keputusan dan tingkat stres contoh mahasiswa tidak bekerja ... 93 Lampiran 5 Korelasi karakteristik keluarga dan lingkungan dengan pola pengambilan keputusan dan tingkat stres contoh mahasiswa bekerja............................................................................................ 94 Lampiran 6 Korelasi karakteristik keluarga dan lingkungan dengan pola pengambilan keputusan dan tingkat stres contoh mahasiswa tidak bekerja ............................................................... 94 Lampiran 7 Korelasi antar variabel contoh mahasiswa bekerja dan tidak bekerja................................................................................... 95 Lampiran 8 Skor rata-rata kecerdasan emosional contoh bekerja dan tidak bekerja............................................................................................ 96
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Mahasiswa sebagai aset bangsa yang memiliki potensi sebagai agent of change dituntut memiliki kemampuan lebih dari masyarakat biasa karena kapasitasnya yang intens dengan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu sepatutnya mahasiswa
dengan
kompetensi
keilmuannya
dituntut
untuk
mampu
menyelesaikan berbagai permasalahan bangsa menuju bangsa yang sejahtera (Anonymous 2006). Untuk memiliki kompetensi keilmuan, mahasiswa dituntut untuk bersungguh-sungguh menjalankan tugas utamanya yaitu belajar. Akan tetapi pada kenyataannya ada dari beberapa mahasiswa yang tidak bisa fokus pada tugas utamanya. Hal ini salah satunya dikarenakan adanya peran lain yang harus dilakukan, misalnya bekerja. Menurut Ningsih (2004), alasan yang menyebabkan mahasiswa kuliah sambil bekerja dapat digolongkan menjadi dua, yaitu masalah ekonomi dan kemandirian diri. Menurut Syamsi (2000), masalah yang dihadapi oleh mahasiswa dan sikap individu yang bersangkutan akan menentukan pola pengambilan keputusan mahasiswa. Keputusan tersebut dapat diambil, baik berdasarkan intuisi ataupun rasio. Kuliah sambil bekerja di kalangan mahasiswa di Indonesia hingga saat ini belum banyak dilakukan. Salah satu penyebabnya adalah sangat sedikitnya lapangan pekerjaan yang sesuai dengan kondisi mahasiswa dalam masalah waktu (Wahono 2004). Walaupun demikian, ada juga mahasiswa yang melakukannya dengan membagi waktunya secara ketat. Saat ini telah terjadi fenomena menjamurnya perusahaan multi level marketing (MLM) di lingkungan kampus. Banyak mahasiswa yang memutuskan diri untuk bergabung dan menjadi distributor perusahaan model ini. Multi level marketing merupakan jenis perusahaan yang memiliki sistem yang relatif baru (Anonymous, 2002). Selain itu multi level marketing merupakan jenis perusahaan yang cocok dengan kondisi waktu mahasiswa karena mahasiswa dapat melakukannya dengan waktu yang lebih fleksibel (Wahono, 2004) Berbeda dengan mahasiswa pada umumnya yang hanya melakukan aktivitas sehari-harinya sebatas tugas kuliah, mahasiswa yang kuliah sambil bekerja, harus membagi waktunya untuk kuliah dan pekerjaannya. Sistem kurikulum strata satu (S-1) yang dapat ditempuh dalam waktu empat tahun, menyebabkan jadwal kuliah menjadi padat. Bagi mahasiswa yang aktif organisasi
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
2
tentu aktivitasnya menjadi lebih padat lagi. Jika mahasiswa tersebut juga bekerja, maka semakin banyak tuntutan tugas yang harus dipenuhi, baik tuntutan akademik, organisasi, pekerjaan, keluarga, dan teman. Menurut Robbins (1996) diacu dalam Bahiyah (2005), adanya berbagai tugas yang mengkonfrontasikan seorang individu dengan suatu peluang, kendala (constrain) dan tuntutan (demand) yang berkaitan dengan apa yang diinginkan oleh individu tersebut dan hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti dan penting maka berpeluang menyebabkan stres. Demikian pula dengan kondisi mahasiswa yang kuliah sambil bekerja. Stres yang dialami oleh mahasiswa ditentukan oleh pola pengambilan keputusan yang menunjukkan tingkat kesiapan mahasiswa terhadap konsekuensi yang akan muncul. Stres tersebut akan berpengaruh pada perilaku belajar mahasiswa, baik berpengaruh secara positif ataupun negatif. Akhirnya kondisi tersebut akan berpengaruh pula pada tingkat kepuasan akibat keadaan kehidupan dan manajemen sumberdaya yang dirasakan. Rumusan Masalah Mahasiswa sebagai agent of change dituntut memiliki kualitas yang tinggi dalam penguasaan kompetensi ilmu yang ditekuninya. Belajar merupakan tugas utama yang harus dilakukan oleh mahasiswa dalam rangka meningkatkan wawasan dan kualitas kompetensi keilmuannya. Akan tetapi pada kenyataanya banyak dari mahasiswa yang tidak bisa fokus pada peran utamanya karena harus bekerja. Mahasiswa yang kuliah sambil bekerja akan dihadapkan pada dua tuntutan yang berbeda, yaitu tugas-tugas kuliah dan tugas-tugas pekerjaan. Akibat
adanya
Permasalahannya
tuntutan adalah
tersebut
berpotensi
bagaimanakah
pola
menimbulkan pengambilan
stres.
keputusan
mahasiswa tersebut untuk memilih kuliah sambil bekerja? Apakah tuntutan tersebut berpotensi menimbulkan stres? Bagaimanakah stres yang dialami oleh mahasiswa yang bekerja jika dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak bekerja? Bagaimanakah dampak stres terhadap perilaku belajar mahasiswa yang bersangkutan? Bagaimanakah tingkat kepuasan
hidup mahasiswa
yang
bersangkutan terhadap keadaan kehidupan dan manajemen sumberdaya yang dirasakan?
Selanjutnya
bagaimanakah
peranan
kecerdasan
emosional
mahasiswa dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi mahasiswa? Tujuan
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
3
Tujuan Umum Mengetahui
karakteristik
sosial-ekonomi
dan
psikologis
serta
hubungannya dengan perilaku belajar dan tingkat kepuasan hidup mahasiswa yang bekerja dan tidak bekerja. Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi karakteristik individu (umur, jenis kelamin, urutan anak dalam keluarga, status perkawinan dan pengalaman kerja) serta karakteristik keluarga dan lingkungan (umur orangtua, pendidikan orangtua,
pekerjaan
orangtua,
tingkat
pendapatan
keluarga
dan
lingkungan) mahasiswa yang bekerja. 2. Mengidentifikasi tingkat
kecerdasan
emosional, pola
pengambilan
keputusan, tingkat stres, perilaku belajar dan tingkat kepuasan contoh mahasiswa bekerja dan tidak bekerja. 3. Menganalisis
perbedaan
tingkat
kecerdasan
emosional,
pola
pengambilan keputusan, tingkat stres, perilaku belajar dan tingkat kepuasan contoh mahasiswa bekerja dan tidak bekerja. 4. Menganalisis
hubungan
antara
karakteristik
individu,
karakteristik
keluarga dan lingkungan serta kecerdasan emosional dengan pola pengambilan keputusan dan tingkat stres mahasiswa yang bekerja. 5. Menganalisis hubungan antara pola pengambilan keputusan dan tingkat kerja dengan tingkat stres mahasiswa yang bekerja. 6. Menganalisis hubungan antara tingkat stres dengan perilaku belajar mahasiswa yang bekerja. 7. Menganalisis hubungan antara perilaku belajar dengan tingkat kepuasan mahasiswa yang bekerja. 8. Menganalisis hubungan antara tingkat kepuasan dengan tingkat stres mahasiswa yang bekerja.
Kegunaan Penelitian
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
4
Penelitian ini diharapakan dapat memberikan informasi mengenai tingkat kecerdasan emosional, pola pengambilan keputusan, tingkat stres, perilaku belajar dan tingkat kepuasan mahasiswa yang memilih kuliah sambil bekerja. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi bagi perguruan tinggi dalam kaitannya dengan perilaku belajar mahasiswa yang kuliah sambil bekerja. Selain itu hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi bagi para peneliti dalam menganalisis lebih lanjut tentang keputusan mahasiswa untuk kuliah sambil bekerja dan masalah-masalah yang dihadapinya. Selain itu hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi mahasiswa dalam mengambil keputusan untuk kuliah sambil bekerja, terutama untuk berbisnis MLM.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
5
TINJAUAN PUSTAKA Mahasiswa yang Bekerja Kuliah sambil bekerja menjadi hal yang biasa dan banyak dilakukan kalangan pelajar dan mahasiswa pada negara-negara maju, seperti Jepang, Amerika Serikat, dan Jerman. Sebaliknya, kuliah sambil bekerja tidak umum dilakukan di Indonesia. Hal ini mungkin dikarenakan waktu efektif kuliah yang cukup padat, sementara jenis pekerjaan yang ditawarkan secara paruh waktu tidak begitu banyak. Kalau pun ada, upah pekerjaan paruh waktu umumnya kurang memuaskan. Selain itu, tidak banyak perusahaan membuka peluang kerja sambilan bagi mahasiswa. Meskipun demikian, ada juga beberapa mahasiswa yang kuliah sambil bekerja (Wahono 2004). Menurut Wahono (2004), motivasi untuk melakukan pekerjaan di selasela waktu luang antara lain untuk sekedar mengisi waktu luang, menambah uang saku dan biaya kuliah. Menurut Ningsih (2004), ada tiga alasan mengapa seorang mahasiswa harus mencari uang sendiri, yaitu : (1) Keadaan ekonomi keluarga yang tidak memungkinkan untuk mengalokasikan dananya guna membiayai kuliah anak-anaknya. Hal ini dikarenakan krisis ekonomi yang telah menyebabkan banyak orang kehilangan pekerjaan atau menurunnya daya beli masyarakat; (2) Sebagian orangtua ingin menanamkan jiwa kemandirian pada anaknya sejak dini ketika para orangtua merasa bahwa anaknya sudah dewasa. Salah satu cara yang banyak dilakukan para orangtua untuk menanamkan jiwa kemandirian pada anak adalah dengan menyarankan anaknya untuk bekerja dan membiayai kuliahnya sendiri; (3) Keinginan anak itu sendiri untuk belajar mandiri atau paling tidak mengurangi beban yang harus ditanggung orangtuanya. Multi Level Marketing Multi
level
marketing
(MLM)
adalah
sistem
penjualan
dengan
memanfaatkan konsumen langsung sebagai tenaga penyalur. Harga barang yang ditawarkan di tingkat konsumsi adalah harga produksi ditambah komisi yang menjadi hak konsumen karena secara tidak langsung telah membantu kelancaran distribusi (Anonymous 2007). Pendapat lain mengatakan bahwa MLM adalah metode pemasaran barang dan atau jasa dari sistem penjualan langsung melalui program pemasaran berbentuk lebih dari satu tingkat, dimana mitra usaha atau upline mendapatkan komisi penjualan dan bonus penjualan dari hasil
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
6
penjualan barang dan atau jasa yang dilakukannya sendiri dan anggota jaringan atau downline di dalam kelompoknya (Anonymous 2002). Upline biasanya merupakan anggota yang telah terlebih dahulu mendapatkan keanggotaan, sementara downline adalah anggota terbaru dari MLM yang masuk atas afiliasi dan anjuran seorang upline. Sistem MLM tertentu, jenjang keanggotaan ini bisa berubah (tentunya dengan syarat pembayaran atau pembelian tertentu pula). Komisi yang diberikan di dalam MLM dihitung berdasarkan jasa distribusi yang otomatis terjadi jika konsumen dari tingkatan bawah (downline) melakukan pembelian barang atau menjual kepada pihak lain yang bukan anggota. Anggota MLM yang berada di tingkatan atas dari downline tersebut
mendapatkan
pula
komisi
tertentu
sebagai
imbalan
jasanya
memperkenalkan produk kepada downline dan membantu perusahaan MLM mendapatkan konsumen dalam arti sebenarnya. Balas jasa kepada upline bisa pula diberikan setiap kali mendapatkan anggota baru (Anonymous 2007). Masalah yang melatarbelakangi alasan mahasiswa untuk memilih bekerja akan
menentukan
pengambilan
pola
keputusan
pengambilan seseorang
keputusan
akan
(Syamsi
ditentukan
oleh
2000).
Pola
kecerdasan
emosionalnya terutama kesadaran emosi diri yang bersangkutan (Desmita 2005). Kecerdasan Emosional Kecerdasan emosional pertama kali diperkenalkan pada tahun 1990 oleh psikoklog Peter Salovey dari Harvard University dan John Meyer dari University of New Hamphire untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang penting bagi keberhasilan. Kualitas ini antara lain adalah empati, kemampuan menyesuaikan diri, disukai, kemampuan menyelesaikan masalah, antar pribadi, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan dan sikap hormat. Salovey dan Mayer awalnya mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan dan emosi baik pada diri sendiri ataupun pada orang lain (Shapiro 1998). Menurut Goleman (1997), kecerdasan emosional adalah kemampuan memahami perasaan kita sendiri dan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan orang lain. Kecerdasan emosional tersebut dapat menempatkan emosi seseorang pada posisi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
7
Kesadaran Emosi Diri Kesadaran emosi diri adalah mengetahui apa yang dirasakan seseorang pada suatu saat dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri. Kesadaran emosi diri memungkinkan pikiran rasional memberikan informasi penting untuk menghilangkan suasana hati yang tidak menyenangkan. Pada saat yang sama, kesadaran diri dapat membantu mengelola diri sendiri dan hubungan antar personal serta menyadari emosi dan pikiran sendiri. Semakin tinggi kesadaran diri, semakin pandai dalam menangani perilaku negatif diri sendiri (Desmita 2005). Pengelolaan Emosi Diri Pengelolaan atau penguasaan diri merupakan kemampuan untuk menghadapi badai emosional. Kemampuan pengendalian atau sophosyne berasal dari kata Yunani yang berarti berhati-hati dan cerdas dalam mengatur kehidupannya, keseimbangan dan kebijaksanaan yang terkendali (Goleman 1999). Pengelolaan emosi diri adalah menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati. Pengelolaan emosi memiliki tujuan untuk keseimbangan emosi, bukan menekan emosi dan setiap perasaan memiliki nilai dan makna. Apabila emosi seseorang terlalu ditekan, maka akan tercipta kebosanan dan jarak, namun apabila tidak dikendalikan, maka emosi akan menjadi sumber penyakit, seperti: depresi berat, cemas berlebihan, amarah yang meluap-luap dan gangguan emosional yang berlebihan (Goleman 1999). Motivasi Diri Sendiri Motivasi adalah dorongan untuk menggerakkan dan menuntun manusia menuju sasaran, membantu mengambil inisiatif dan bertindak secara efektif serta bertahan
mengahadapi kegagalan
dan
frustasi.
Kunci motivasi adalah
memanfaatkan emosi, sehingga dapat mendukung kesuksesan hidup seseorang. Ini berarti antara motivasi dan emosi mempunyai hubungan yang sangat erat. Perasaan (emosi) menentukan tindakan seseorang dan sebaliknya perilaku seringkali menentukan bagaimana emosinya (Desmita 2005). Empati Kemampuan mengenali emosi orang lain atau berempati merupakan kemampuan untuk merasakan kesulitan atau penderitaan orang lain, termasuk kesanggupan memahami perasan dan keinginan menolong orang lain. Orang
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
8
yang memiliki kemampuan empati kuat lebih menunjukkan sikap tidak begitu agresif dan rela terlibat dalam perbuatan yang lebih prososial. Orang bersikap empati lebih disukai oleh teman-teman, orang dewasa dan lebih berhasil baik di lingkungan kampus maupun tempat kerja, karena memiliki kemampuan yang lebih besar untuk menjalin hubungan yang akrab dengan pasangan hidup, teman dan anak-anaknya sendiri (Shapiro 1998). Membina Hubungan Membina
hubungan
merupakan
kemampuan
mengendalikan
dan
menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain, cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar, memahami dan bertindak bijaksana dalam hubungan antar manusia. Keterampilan sosial merupakan seni mempengaruhi orang lain (Pertiwi et al. 1997). Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional Kecerdasan emosional tumbuh seiring pertumbuhan seseorang sejak lahir hingga meninggal dunia. Pertumbuhan kecerdasan emosional dipengaruhi oleh lingkungan, keluarga dan contoh-contoh yang didapat seseorang sejak lahir dan dari orangtuanya (Gunarsa, 1978). Menurut Sarwono (1976), pertumbuhan dan perkembangan emosi ditentukan oleh proses pematangan dan proses belajar. Perkembangan melalui proses kematangan hanya berlangsung sampai usia satu tahun. Setelah itu perkembangan selanjutnya lebih banyak ditentukan oleh proses belajar. Sejumlah studi tentang emosi anak telah menyingkapkan bahwa perkembangan emosi anak bergantung sekaligus pada faktor pematangan (maturation) dan faktor belajar, dan semata-mata tidak bergantung pada salah satunya. Pematangan dan belajar berjalan erat satu sama lain dalam mempengaruhi perkembangan emosi sehingga pada saatnya akan sulit menentukan dampak relatifnya (Hurlock, 1991a). Peran
Kematangan.
Perkembangan
intelektual
menghasilkan
kemampuan untuk memahami makna yang sebelumnya tidak dimengert, memperhatikan satu rangsangan dalam jangka waktu yang sangat lama, dan memutuskan ketegangan emosi pada satu obyek. Demikian pula kemampuan mengingat dan menduga mempengaruhi reaksi emosional (Hurlock, 1991a) Peran Belajar. Lima jenis kegiatan belajar turut menunjang pola perkembangan emosi pada masa kanak-kanak. Metode belajar tersebut
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
9
diantaranya adalah belajar secara coba dan ralat (trial and error), belajar dengan meniru, belajar dengan cara mempersamakan diri, belajar melalui pengkondisian dan pelatihan (Hurlock, 1991a) Walgito (1993), membagi faktor yang mempengaruhi emosi menjadi dua yaitu: 1. Faktor internal, adalah apa yang ada dalam diri individu yang mempengaruhi kecerdasan emosinya. Faktor internal ini memiliki dua sumber yaitu segi jasmani dan segi psikologis. Segi jasmani adalah faktor fisik dan kesehatan individu, apabila fisik dan kesehatan seseorang dapat terganggu dapat dimungkinkan mempengaruhi proses kecerdasan emosinya. Segi psikologis mencakup didalamnya pengalaman, perasaan, kemampuan berfikir dan motivasi. 2. Faktor ekstemal, adalah stimulus dan lingkungan dimana kecerdasan emosi berlangsung. Faktor ekstemal meliputi: (1) Stimulus itu sendiri, kejenuhan stimulus merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam memperlakukan kecerdasan emosi tanpa distorsi; (2) Lingkungan atau situasi khususnya yang melatarbelakangi proses kecerdasan emosi. Objek lingkungan yang melatarbelakangi merupakan kebulatan yang sangat sulit dipisahkan Menurut Desmita (2005), kesadaran emosi diri adalah mengetahui apa yang dirasakan seseorang pada suatu saat dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri. Jadi, kecerdasan emosional seseorang dapat menentukan pola pengambilan keputusan yang bersangkutan. Pola Pengambilan Keputusan Keputusan adalah hasil proses pemikiran yang berupa pemilihan satu diantara beberapa alternatif yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Syamsi 2000). Keputusan merupakan pangkal permulaan dari semua aktivitas manusia yang sadar dan terarah, baik secara individual ataupun secara kelompok, baik secara institusional ataupun secara organisasional (Prajudi 1976, diacu dalam Syamsi 2000). Pengambilan keputusan adalah suatu
proses menetapkan suatu
keputusan yang terbaik, logis, rasional dan ideal, berdasarkan fakta, data dan informasi dari sejumlah alternatif untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan dengan resiko terkecil, efektif, dan efisien yang akan dilaksanakan pada masa yang akan datang (Guhardja, Puspitawati, Hartoyo & Martianto 1992).
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
10
Hakikatnya pengambilan keputusan adalah pendekatan sistematis terhadap suatu masalah, pengumpulan fakta-fakta dan data, penentuan yang matang dari alternatif yang dihadapi dan pengambilan tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat (Siagian 1974, diacu dalam Syamsi 2000). Keputusan dapat diambil berdasarkan perasaan semata-mata, dapat pula keputusan diambil berdasarkan rasio. Selain itu pada praktiknya pengambilan keputusan sangat tergantung dari macam permasalahan yang dihadapinya, namun juga tergantung pada individu yang membuat keputusan. Mungkin keputusan dipecahkan dengan menggunakan intuisi, adakalanya lebih tepat jika dengan rasio. Keputusan juga dapat diambil berdasarkan pengalaman waktu yang lalu mengingat permasalahannya sama, sedangkan situasi dan kondisinya tidak jauh berbeda (Syamsi 2000). Menurut Syafaruddin dan Anzizhan (2004), mengutip pendapat seorang pakar bahwa keputusan dibagi ke dalam tiga model yaitu; (1) Rational Model (model keputusan yang didasarkan pada; (a) Tersedianya informasi lengkap dan akurat mengenai hal yang akan diputuskan; (b) Terdapat beberapa alternatif pilihan yang dapat dipergunakan; (c) Pengambilan keputusan digunakan secara rasional; (d) Terdapat kepentingan dan sasaran yang terbaik); (2) Behavioral Model (model pengambilan keputusan digunakan jika; (a) Informasi tidak lengkap dan jika ada mungkin tidak akurat; (b) Tidak ada alternatif yang lengkap; (c) Terdapat
keterbatasan
rasionalitas
karena
masalah,
nilai,
pengalaman,
pengetahuan dan kebiasaan; (d) Dipilih alternatif yang minimal kepuasannya); (3) Irrational Model (Keputusan dibuat cepat seperti gerakan refleks dengan menggunakan media subjektif yang ada dan terus dicari alasan rasionalnya belakangan, pendekatannya
dengan menggunakan
intuitif karena dapat
merangsang kreatifitas). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pengambilan Keputusan Faktor yang diperlukan dalam pembuatan keputusan adalah alasan, konsekuensi dan pilihan. Keputusan itu sendiri dipengaruhi oleh perasaan, sumberdaya yang dimiliki, perspektif waktu (jangka waktu yang lampau dan yang akan datang), kepentingan untuk diri sendiri, atau orang lain (keluarga), dan cara hidup keluarga serta siapa yang mengambil keputusan (Sajogjo 1985 diacu dalam Rahmawati 1997). Proses keputusan menurut Kotler (1992) diacu dalam Kulsum (1997) dipengaruhi oleh empat faktor utama, yaitu kebudayaan, sosial, pribadi, dan
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
11
psikologi. Engel, Blackwell dan Miniard (1994) menyatukan faktor kebudayaan dan faktor sosial menjadi faktor lingkungan, sehingga proses pengambilan keputusan dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu lingkungan, perbedaan individu dan proses psikologi. Faktor lingkungan terdiri dari budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga, dan situasi. Manusia sebagai makhluk sosial berinteraksi dengan lingkungannya, berkomunikasi dengan individu dan kelompok lainnya, baik secara langsung ataupun melalui media massa, sehingga terjadi pertukaran informasi. Pertukaaran informasi menjadi stimulus dalam pengenalan masalah. Media massa baik cetak ataupun elektronik merupakan alat komunikasi yang dapat memberi dampak pada semua orang (Engel, Blackwell & Miniard 1994). Faktor individu mencakup sumberdaya konsumen, yang terdiri dari waktu, uang dan perhatian; motivasi dan keterlibatan; konsep diri; gaya hidup dan demografi. Demografi meliputi umur, tahap perjalanan hidup, pendapatan, pendidikan, dan keadaan ekonomi. Adapun faktor psikologi menurut Kotler 1992 adalah motivasi. Mahasiswa yang memutuskan diri untuk bekerja akan dihadapkan pada dua
tuntutan
yang
berbeda.
Tuntutan
(demand)
yang
dihadapi
akan
menimbulkan stres karena hal itu merupakan beban yang harus ditanggung oleh mahasiswa (Davis & Newstrom 1996, diacu dalam Bahiyah 2005). Stres Stres adalah reaksi spesifik antara individu dan lingkungan yang dinilai individu
membebani
atau
melebihi
kapasitasnya
dan
membahayakan
kesejahteraannya. Stres merupakan respon yang non spesifik pada tubuh terhadap berbagai jenis tuntutan. Respon yang non spesifik disebut GAS (General Adaptation Syndrome) dimana tubuh melepaskan hormon-hormon adaptif, yang kemudian mengubah struktur dan komposisi kimia pada tubuh. General Adaptation Syndrome terdiri dari tiga tahap yaitu : (1) Alarm Reaction (AR) berupa tanda-tanda reaksi tubuh untuk mengatasi stresor ; (2) Stage of resistance (tingkat perlawanan), apabila stresor bisa diimbangi oleh daya tahan tubuh maka akan timbul kekuatan untuk melawan ; (3) Stage of exhaustion (tingkat kelelahan), apabila tubuh dihadapkan pada stresor yang lama dan waktu yang terlalu lama, maka energi untuk beradaptasi akan habis, sehingga akan timbul kembali reaksi-reaksi alarm tetapi ini bersifat irreversible (Selye 1980).
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
12
Menurut Davis dan Newstorm (1996) diacu dalam Bahiyah (2005), stres adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses pikiran, dan kondisi fisik seseorang. Stres dapat juga diartikan sebagai suatu kondisi dinamik dimana seorang individu dikonfrontasikan dengan suatu peluang, kendala (constraint) atau tuntutan (demand) yang berkaitan dengan apa yang juga diinginkannya dan hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti dan penting. Stres tidak sendirinya harus buruk, walaupun stres dibahas dalam konteks negatif, stres juga memiliki nilai positif seperti motivasi diri, rangsangan kerja keras dan meningkatkan aspirasi untuk menikmati kehidupan yang lebih baik (Robbins 1996, diacu dalam Bahiyah 2005). Menurut Turner dan Helm (1986) diacu dalam Hernawati (2005), stres yang dialami oleh segala lapisan umur mempunyai dua dimensi yaitu eustres dan distres. Eustres adalah stres yang menguntungkan pihak yang mengalami karena adanya stres justru membuat suatu pihak menjadi lebih baik. Sedangkan distres adalah stres yang merugikan karena biasanya terjadi saat tubuh dan pikiran tidak mampu beradaptasi dengan sumber stres. Kondisi ini lambat laun akan menciptakan suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Berdasarkan sifatnya, menurut Lazarus (1976) diacu dalam Sussman dan Steintmetz (1988), mengelompokan sumber stres menjadi : 1.
Sumber stres bersifat fisik Stresor fisik berarti stres biologis yang dapat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh dan emosi. Sumbernya antara lain: suhu yang terlalu panas atau dingin atau infeksi bakteri.
2.
Sumber stres yang bersifat psikososial Stresor ini didasarkan pada kondisi lingkungan sosial tertentu. Stres akibat psikologis pun dapat mempengaruhi kesehatan. Stres psikologis dapat terjadi karena adanya krisis, frustasi, konflik dan tekanan. Menurut Handayani (2000) diacu dalam Bahiyah (2005) memperinci
sumber-sumber stres menjadi empat macam yaitu : (1) Krisis (perubahan atau peristiwa yang timbul mendadak dan mengoncangkan keseimbangan seseorang di luar jangkauan daya penyesuaian sehari-hari); (2) Frustasi (kegagalan dalam usaha pemuasan kebutuhan-kebutuhan atau dorongan naluri, sehingga timbul kekecewaan. Frustasi timbul apabila niat atau usaha seseorang terhalang oleh rintangan-rintangan; (3) Konflik (pertentangan antara dua keinginan atau dorongan
PDF Creator - PDF4Free v2.0
yaitu
antara
kekuatan
dorongan
naluri
dan
kekuatan
yang
http://www.pdf4free.com
13
mengenalkan dorongan-dorongan naluri tersebut); dan (4) Tekanan (stres dapat ditimbulkan tekanan yang berhubungan dengan tanggung jawab yang besar yang harus ditanggungnya). Gejala-gejala stres dapat dilihat pada perilaku yang tidak normal seperti gugup, tegang, selalu cemas, adanya gangguan pencernaan, tekanan darah tinggi, dan lain-lain sehingga berpengaruh pada kondisi mental tertentu seperti minum-minuman keras, merokok secara berlebihan, sukar tidur, tidak bersahabat, putus asa, mudah marah, sukar mengendalikan diri dan bersifat agresif. Stres juga timbul karena adanya tekanan atau ketegangan yang bersumber pada ketidakselarasannya seseorang dengan lingkungan dan apabila sarana dan tuntutan tugas tidak selaras dengan kebutuhan dan kemampuan seseorang. Stres juga dapat melahirkan suatu tantangan bagi yang bersangkutan (Siagian 1995, diacu dalam Bahiyah 2005). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Menurut Higgins (1982), diacu dalam Diana (1991) faktor-faktor yang berperan dalam stres merupakan kombinasi antara faktor internal dan faktor eksternal. Keduanya berperan dan berinteraksi dalam proses penilaian sampai terjadinya stres. Faktor-faktor tersebut yaitu: a. Faktor Internal 1. Rasa percaya diri, individu yang kepercayaan dirinya rendah pada umumnya mudah sekali stres. 2. Motivasi, motivasi individu yang rendah untuk meraih yang terbaik berperan dalam menilai situasi sebagai hal yang tidak mengancam baginya. 3. Keyakinan individu secara umum tentang kehidupan sekitarnya. Penilaian terhadap sesuatu sebagai ancaman atau bukan juga dipengaruhi oleh keyakinan individu yang kurang yakin tentang lingkungan, manusia, dan dirinya sendiri cendrung memandang segala sesuatu sebagai ancaman dan mudah sekali stres. 4. Kemampuan menyesuaikan diri, salah satu kemampuan yang dimiliki untuk menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan ini adalah kemampuan menyesuaikan diri. b. Faktor eksternal (lingkungan) 1. Faktor yang berhubungan dengan pekerjaan misalnya peran dan tanggung jawab yang berlebihan, rutinitas dan tuntutan pekerjaan.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
14
2. Faktor non pekerjaan berupa keluarga, teman, keuangan, hobi, kegiatan sosial, kondisi fisik, lingkungan fisik, dan lain sebagainya. 3. Perubahan dalam kehidupan berupa kematian, menikah, dan mengubah kebiasaan. Umur. Hayslip dan Panek (1989) menyatakan bahwa terdapat perbedaan antar individu terhadap stres sebagaimana reaksi mereka terhadap stres. Semakin berumur mungkin akan semakin mudah individu mengasumsikan suatu situasi sebagai penuh tekanan atau stresfull. Kesempatan untuk mengalami kejadian stres tinggi akan semakin besar dengan meningkatnya usia. Pendapatan keluarga. Pendapatan keluarga tergantung dari jenis pekerjaan suami dan anggota keluarga lainnya. Pendapatan seseorang tergantung dari mutu sumberdaya manusia (SDM), sehingga orang yang berpendidikan tinggi umumnya memiliki pendapatan yang relatif tinggi pula (Guharja et al. 1992). Menurut Melson (1980), pendapatan yang rendah dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang terhadap stres. Tingkat Pendidikan Orangtua. Tingkat pendidikan orangtua mempunyai korelasi yang positif dengan cara mendidik dan mengasuh anak. Tingkat pendidikan baik langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi pola komunikasi antara anggota keluarga. Pendidikan akan sangat mempengaruhi cara, pola, kerangka berpikir, persepsi, pemahaman dan kepribadian yang nantinya merupakan bekal dalam berkomunikasi (Gunarsa & Gunarsa 1995). Menurut Pearlin dan Schooler diacu dalam Rahayu (1998), individu yang berpendidikan tinggi umumnya lebih positif dalam menghadapi stres yang ada dan lebih optimis. Lingkungan. Pengaruh lingkungan dalam penelitian ini adalah dukungan keluarga yang dapat menjadi dukungan sosial bagi tiap anggota keluarganya, baik untuk alasan instrumental (support for instrumental reasons) ataupun alasan emosi (support for emotional reasons). Dukungan keluarga menciptakan penilaian positif terhadap keberadaan keluarga sehingga memberikan kontribusi pada kemampuan anggota keluarga untuk menghadapi stres (Stinnet 1979 diacu dalam Achord et al. 1986). Jenis Kelamin. Menurut Kaplan, Salis dan Petterson (1995) diacu dalam Noviyanti (2002) karakteristik individu seperti jenis kelamin, ras dan umur adalah
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
15
karakteristik yang turut menentukan perbedaan individu dalam bereaksi terhadap situasi stres. Bagi mahasiswa, stres yang dihadapi akan berpengaruh kepada perilaku belajar. Menurut Sobur (2003), belajar merupakan proses yang terjadi dalam otak manusia dimana saraf dan sel-sel otak yang bekerja mengumpulkan apa yang dilihat oleh mata, didengar oleh telinga dan lain-lain, kemudian disusun oleh otak sebagai hasil belajar. Itulah sebabnya orang tidak bisa belajar jika fungsinya terganggu salah satunya disebabkan oleh stres. Perilaku Belajar Pola khas yang dikembangkan oleh seorang siswa dalam mengahadapi tugas-tugas belajarnya, atau cara-cara yang dipergunakan dalam mengahadapi tugas-tugas tersebut disebut kebiasaan belajar atau perilaku belajar (Good 1974, diacu dalam Yuliana 1994). Kebiasaan belajar meliputi cara belajar, waktu dan strategi belajar mempunyai peranan yang tidak sedikit dalam menentukan prestasi belajar. Suatu hasil penelitian Gawronski dan Mathis (1965) diacu dalam Yuliana (1994), menunjukkan bahwa kebiasaan belajar baik dalam sikap maupun metode mempunyai peranan penting dalam menentukan prestasi belajar (mahasiswa). Menurut Kartono (1985) diacu dalam Novita (1996), keberhasilan pendidikan (mahasiswa) dipengaruhi oleh cara belajar. Ada cara belajar efisien ada pula cara belajar yang tidak efisien. Menurut Soehardjo dan Khumaidi (1997), cara belajar yang efisien memungkinkan (mahasiswa) untuk mencapai prestasi belajar lebih tinggi. Cara belajar yang efisien antara lain segera mempelajari kembali bahan yang sudah diterima. Hal ini dikarenakan kemampuan otak seorang manusia (mahasiswa) untuk menyerap bahan-bahan pelajaran sangat terbatas, sehingga tidak mungkin dalam waktu yang sama ia mampu menyerap berbagai permasalahan yang telah terkumpul berbulan-bulan lamanya. Sehingga belajar secara teratur dan terencana dengan baik diperlukan agar bahan-bahan pelajaran yang dipelajari mudah dimengerti dan dapat bertahan lama dalam otak (Idrus 1993, diacu dalam Murniati 1997). Perilaku belajar seseorang akan menentukan prestasi belajarnya (Slameto 2003). Dapat dipastikan, bahwa semua mahasiswa menginginkan memiliki prestasi belajar yang baik. Baik-buruknya prestasi yang diperoleh akan berpengaruh terhadap kepuasan mahasiswa.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
16
Tingkat Kepuasan Menurut Worldnet Dictionary, kepuasan merupakan perasaan senang ketika telah melakukan hal yang tepat atau ketika telah berhasil memenuhi kebutuhan atau keinginan. Setiap manusia menginginkan pencapaian kepuasan yang maksimum. Hal ini tidak hanya terletak pada kedudukan manusia sebagai konsumen (dalam konteks rumah tangga) tetapi hampir di semua hal manusia menginginkan kepuasan maksimum (Hanifa 2005). Menurut Steers (1980) diacu dalam Hanifa (2005), dalam konteks pekerjaan kepuasan memiliki arti sebagai tingkat kesenangan yang dirasakan seseorang atas peranan atau pekerjaan dalam organisasi. Di dalam penelitian ini makna kepuasan adalah sejauhmana mahasiswa merasa puas terhadap keadaan kehidupan dan manajemen sumberdaya yang dirasakan. Menurut Anorog dan Widiyanti (1990) diacu dalam Hanifa (2005), kepuasan merupakan hal yang bersifat individu. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan situasi nilai-nilai yang berlaku pada dirinya. Semakin banyak yang sesuai dengan aspek keinginan individu, maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan dan sebaliknya, semakin banyak aspek-aspek yang tidak sesuai dengan keinginan individu, maka semakin rendah tingkat kepuasan yang dirasakan.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
17
KERANGKA PEMIKIRAN Aktivitas bekerja atau mencari penghasilan ketika masih kuliah saat ini telah menjadi hal yang biasa dilakukan oleh beberapa mahasiswa. Mereka biasanya melakukan aktivitas pekerjaanya di sela-sela waktu kosong mereka. Mereka membagi antara waktu kuliah dengan pekerjaan mereka sehingga aktivitas mereka sangat padat. Ketika pagi hingga sore hari mereka sibuk di kampus dan mungkin malam harinya mereka hanya memiliki waktu istirahat yang sangat sedikit karena diisi dengan aktivitas kerja dan juga mengerjakan tugastugas laporan yang harus segera dikumpulkan. Bekerja ketika kuliah dapat merupakan pilihan atau sesuatu yang harus mereka lakukan karena mereka tidak punya pilihan. Mereka memiliki alasan sendiri kenapa mereka ingin melakukan hal seperti itu. Beberapa faktor baik itu faktor individu ataupun faktor keluarga dan lingkungan diduga mempengaruhi keputusan
mereka
untuk
melakukannya.
Terdapat
konsekuensi
ketika
mahasiswa memutuskan untuk bekerja saat masih kuliah yaitu munculnya tuntutan-tuntutan baik itu tuntutan kuliah ataupun pekerjaan. Tuntutan – tuntutan itu akan menjadi beban yang harus ditanggung oleh mahasiswa tersebut sehingga akan menimbulkan stres. Stres dapat berakibat positif atau negatif. Hal ini sebagaimana Turner dan Helm (1986) diacu dalam Hernawati (2005) mengatakan bahwa stres yang dialami oleh segala lapisan umur mempunyai dua dimensi yaitu eustres dan distres. Stres yang dialami oleh mahasiswa akan berdampak pada aktivitas dan perilaku belajar. Hal ini dikarenakan stres dan perilaku belajar mahasiswa dua hal yang terkait dengan kondisi fisiologis dan psikologis mahasiswa secara langsung karena menurut sobur (2003), belajar adalah proses yang terjadi dalam otak manusia dimana saraf dan sel-sel otak bekerja mengumpulkan apa yang dilihat oleh mata, didengar oleh telinga dan lain-lain, lantas disusun oleh otak sebagai hasil belajar. Sehingga mahasiswa yang tidak dapat mengelola stresnya dengan baik akan memiliki masalah dengan perilaku belajarnya, namun besarkecil pengaruhnya tergantung tinggi-rendahnya tingkat stres yang dialami oleh mahasiswa tersebut. Gambar 1 memperlihatkan bahwa karakteristik individu (umur, jenis kelamin, urutan anak dalam keluarga, status perkawinan dan pengalaman kerja) sedangkan karakteristik keluarga dan lingkungan (usia orangtua, pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, ekonomi keluarga dan pengaruh lingkungan)
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
18
merupakan faktor yang mempengaruhi pola pengambilan keputusan dan tingkat stres. Setelah bekerja, individu perlu melakukan berbagai penyesuaian dalam rangka menjaga perilaku belajar yang baik. Tuntutan-tuntutan dan harapan– harapan antara aktivitas kerja dan kuliah akan menjadi beban mahasiswa yang berpotensi
memicu
terjadinya
stres,
sehingga
kondisi
teresebut
akan
berpengaruh terhadap perilaku belajar. perilaku belajar akan berdampak pada prestasi, sehingga prestasi yang diperoleh pun sebagai salah satu faktor yang akan berpengaruh terhadap tingkat kepuasan mahasiswa yang kemudian akan berpengaruh juga terhadap pengelolaan stres yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Akhirnya dampak yang ditimbulkan berpengaruh terhadap kondisi kehidupan mahasiswa seterusnya.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
19
Karakteristik Individu • Umur • Jenis Kelamin • Urutan anak dalam keluarga • Status perkawinan • Pengalaman kerja
Kecerdasan Emosional
Karakteristik Keluarga dan Lingkungan • Usia orangtua • Pendidikan orangtua • Pekerjaan orangtua • Tingkat Pendapatan Keluarga • Lingkungan
Pola Pengambilan Keputusan
Tingkat Kerja
Tingkat Stres
Tingkat Kepuasan
Perilaku Belajar
Keterangan : Hubungan yang diteliti = Hubungan yang tidak diteliti = Gambar 1 Hubungan karakteristik individu, karakteristik keluarga dan lingkungan, kecerdasan emosional, pola pengambilan keputusan, perilaku belajar dan tingkat kepuasan mahasiswa bekerja
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
20
METODE Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional study. Penelitian dilakukan di Institut Pertanian Bogor (IPB) Darmaga, Bogor pada bulan Januari Maret 2008. Alasan dipilih Institut Pertanian Bogor dikarenakan jumlah contoh yang tersedia mencukupi kebutuhan penelitian, disamping pertimbangan untuk menghemat waktu dan biaya penelitian. Cara Pengambilan Contoh Pengambilan contoh dilakukan secara purposive. Contoh diambil sebanyak 60 mahasiswa yang terdiri dari 30 mahasiswa sedang bekerja yang tergabung dalam perusahaan multi level marketing dengan kriteria minimal semester 3 yang aktif mengikuti perkuliahan di kelas, aktif berbisnis minimal selama satu semester, yaitu dari bulan September 2007 – Februari 2008, serta 30 mahasiswa tidak bekerja minimal semester 3 dan aktif mengikuti perkuliahan di kelas. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer. Data primer yang diambil meliputi karakteristik
individu
(jenis
kelamin,
umur,
status
perkawinan,
pengalaman kerja, semester kuliah, bekal per bulan, pengeluaran per bulan, sumber
bekal, keaktivan
di organisasi, urutan
anak
dalam
keluarga),
pengetahuan informasi dan sumber informasi tentang mahasiswa bekerja, jenis informasi yang dicari, dasar pertimbangan dan motivasi atau alasan untuk bekerja. Karakteristik keluarga (umur orangtua, pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, pendapatan keluarga) dan lingkungan. Selain itu kecerdasan emosional, tingkat kedewasaan/kemandirian contoh, tingkat kematangan dalam pengambilan keputusan, tingkat kerja, tingkat stres (meliputi konflik-konflik yang terjadi setelah bekerja selama kuliah), perilaku belajar (rutinitas membaca materi kuliah setiap hari, alokasi waktu mempelajari materi kuliah setiap minggu dan frekuensi belajar dalam satu minggu) serta tingkat kepuasan mahasiswa terhadap keadaan kehidupan dan manajemen sumberdaya.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
21
Tabel 1 Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis Data Primer
Variabel Karakteristik individu : -Umur -Jenis Kelamin -Urutan anak dalam keluarga -Status perkawinan -Pengalaman kerja Karakteristik keluarga dan lingkungan : -Usia orangtua -Pendidikan orangtua -Pekerjaan orangtua -Tingkat pendapatan keluarga -Lingkungan Kecerdasan Emosional
Primer
Primer Primer
Nilai áCronbach
0.89 0.67
Primer
Pola pengambilan keputusan : -Irasional -Rasional Tingkat stres
Primer
Tingkat kerja
0.68
Primer
Perilaku belajar
0.63
Primer
Tingkat kepuasan
0.92
0.86
Alat Bantu dan Skala Data Kuesioner -Rasio -Nominal -Rasio -Nominal -Nominal Kuesioner -Rasio -Rasio -Nominal -Rasio -Ordinal Kuesioner -Ordinal Kuesioner -Ordinal -Ordinal Kuesioner -Ordinal Kuesioner -Ordinal Kuesioner -Ordinal Kuesioner -Ordinal
Pengolahan dan Analisis Data Data
yang
terkumpul
dianalisis
secara
deskriptif
dan
inferensia
menggunakan komputer program Microsoft Excel 2007 dan SPSS 11.5 for Windows. Karakteristik individu, keluarga dan lingkungan dianalisis secara deskriptif. Tingkat kecerdasan emosional, pola pengambilan keputusan, tingkat kerja, tingkat stres, perilaku belajar dan tingkat kepuasan dianalisis secara inferensia. Kemudian variabel-variabel tersebut digolongkan berdasarkan skor ke dalam kategori tinggi, sedang dan rendah, kecuali perilaku belajar digolongkan berdasarkan kategori buruk, cukup dan baik. Adapun potensi pengaruh lingkungan dikelompokan ke dalam kategori potensi tidak ada, potensi keluarga atau teman serta keluarga dan teman. Adapun pola pengambilan keputusan digolongkan berdasarkan kategori rasional dan irasional. Tingkat kecerdasan emosional diukur dengan menggunakan skor (1) sangat tidak sesuai, (2) tidak sesuai, (3) sesuai dan (4) sangat sesuai. Bagi
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
22
pertanyaan negatif maka skor dibalik. Pola pengambilan keputusan diukur berdasarkan nilai skor gabungan antar tingkat kedewasaan/kemandirian dengan kematangan dalam pengambilan keputusan yang diukur dengan skor (1) tidak pernah, (2) kadang-kadang dan (3) sering. Tingkat stres diukur dengan menggunakan skor (1) tidak pernah terjadi, (2) jarang terjadi (kurang dari 1 x sebulan), (3) kadang-kadang (1 x / bulan) (4) sering terjadi (1 atau 2 x dalam sebulan), (5) sangat sering terjadi (1 atau 2 x seminggu) berdasarkan gejala atau konflik yang timbul. Tingkat kerja dan perilaku belajar diukur berdasarkan nilai terendah sampai tertinggi, dimana tingkat kerja (1-4), sedangkan perilaku belajar (1-2). Tingkat kepuasan diukur berdasarkan skor (1) tidak puas, (2) cukup puas dan (3) sangat puas. Pengkategorian mengunakan rumus yang dimodifikasi dari Slamet (1993) yaitu sebagai berikut : Interval Kelas (IK) = Skor Maksimum −
Skor Minimum Jumlah Kategori
Kategori : Tinggi / Baik
: Skor minimum (Smi) sampai (Smi + IK)
Sedang / Cukup : (Smi + IK)+ 1 sampai (Smi + 2IK) Rendah / Buruk : (Smi + 2IK)+1 sampai Skor maksimum (Sma) Analisis hubungan antar variabel yang meliputi variabel faktor individu, faktor keluarga dan lingkungan, kecerdasan emosional, pola pengambilan keputusan, tingkat stres, tingkat kerja, perilaku belajar dan tingkat kepuasan dianalisis dengan uji korelasi. Selain itu juga dilakukan uji beda dengan Independen-Sample T Test antara variabel contoh dengan variabel kontrol yang terdiri dari tingkat kecerdasan emosional, pola pengambilan keputusan, tingkat stres, perilaku belajar dan tingkat kepuasan. Definisi Operasional Mahasiswa bekerja adalah mahasiswa yang masih aktif kuliah minimal semester 3, menggabungkan diri dalam bisnis multi level marketing untuk tujuan memiliki penghasilan, dan melakukan kegiatan bisnis MLM minimal satu semester. Karakteristik Individu adalah segala sesuatu yang melekat langsung pada diri mahasiswa, sekaligus sebagai pengaruh yang muncul dari dalam diri mahasiswa yang bersangkutan yang meliputi umur, jenis kelamin, urutan anak, status perkawinan dan pengalaman kerja.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
23
Urutan anak dalam keluarga adalah posisi anak di dalam keluarganya misalkan anak pertama, tengah (antara pertama dan akhir) dan terakhir. Status perkawinan status mahasiswa apakah sudah menikah atau belum menikah Pengalaman kerja adalah pengalaman kerja yang pernah dilakukan oleh mahasiswa sebelum bergabung dalam bisnis multi level marketing yang digeluti baik berupa perusahaan MLM atau lainnya. Kecerdasan emosional adalah kecerdasan yang ditentukan berdasarkan lima aspek yaitu kesadaran emosi diri, kemampuan mengelola emosi, kemampuan memotivasi diri, kemampuan empati dan kemampuan membina hubungan yang ditentukan berdasarkan hasil nilai skor ke dalam kategori tinggi, sedang dan rendah. Karakteristik Keluarga dan Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada diluar mahasiswa (tidak melekat langsung) sekaligus sebagai pengaruh yang berasal dari luar diri mahasiswa yaitu keluarga dan lingkungan (teman) yang meliputi usia orangtua, pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, tingkat pendapatan keluarga dan lingkungan.. Pendidikan orangtua adalah tingkat pendidikan yang dialami orangtua mahasiswa seperti SD, SMP, SMA, atau sejenisnya, akademi/diploma/PT. Tingkat Pendapatan Keluarga adalah suatu kondisi keadaan keuangan keluarga berdasarkan pendapatan keluarga, baik itu termasuk kategori menengah ke bawah atau menengah ke atas yang ditentukan berdasarkan klasifikasi BPS nasional 2007 yaitu kurang (di bawah garis kemiskinan) atau < Rp 146.837 dan cukup (di atas garis kemiskinan) atau > Rp 146.837,00. Lingkungan adalah kondisi lingkungan yang berada di sekitar mahasiswa yang berpotensi mempengaruhi kehidupan mahasiswa baik berupa keluarga ataupun teman dalam menciptakan iklim budaya kerja dini. Pola pengambilan keputusan adalah model pengambilan keputusan yang diambil oleh mahasiswa baik secara rasional ataupun irasional yang ditentukan berdasarkan nilai gabungan skor penilaian 8 item pertanyaan tentang tingkat kedewasaan atau kemandirian dan 4 item pertanyaan tingkat kematangan dalam pengambilan keputusan untuk bekerja atau tidak bekerja yang diukur melalui kuesioner.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
24
Tingkat kerja adalah kondisi kerja yang dialami oleh mahasiswa yang dinilai berdasarkan hasil pertanyaan yang terdiri dari alokasi waktu menjalankan bisnis, frekuensi mengikuti pertemuan dan frekuensi mengadakan pertemuan (home meeting) yang selanjutnya dikategorikan ke dalam kategori tingkat rendah, sedang dan tinggi berdasarkan skor yang diperoleh. Tingkat stres adalah kondisi stres yang dialami oleh mahasiswa yang dinilai dari pertanyaan yang berkaitan dengan gejala fisik dan psikologis yang muncul selama menjalankan bisnis MLM yang kemudian dikategorikan ke dalam tingkat stres tinggi, sedang dan rendah berdasarkan skor yang diperoleh Perilaku belajar adalah kebiasaan atau perilaku belajar sehari-hari yang meliputi segala aktivitas yang berhubungan dengan perkuliahan yang meliputi rutinitas membaca materi kuliah setiap hari, alokasi waktu mempelajari materi kuliah setiap minggu dan frekuensi belajar dalam satu minggu , kemudian dikategorikan ke dalam kategori baik, cukup dan buruk berdasarkan skor yang diperoleh.. .Tingkat kepuasan mahasiswa adalah tingkat yang menunjukkan sejauhmana mahasiswa merasa puas terhadap keadaan kehidupan dan manajemen sumberdaya, kemudian dikategorikan ke dalam kategori tinggi, sedang dan rendah berdasarkan skor yang diperoleh dari 17 item pernyataan tentang tingkat kepuasan.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
25
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Contoh Institut Pertanian Bogor (IPB) merupakan salah satu universitas yang termasuk peringkat empat besar nasional bersama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gajah Mada (UGM) dan Universitas Indonesia (UI). Saat ini IPB telah berstatus sebagai Badan Hukum Milik Negara (BHMN) dimana IPB memiliki wewenang sebagai universitas negeri yang memiliki hak otonomi sendiri. Mahasiswa IPB IPB dikenal sebagai “kampus rakyat” dikarenakan hampir berbagai golongan mahasiswa baik ekonomi menengah ke bawah ataupun ekonomi menengah ke atas ada di dalamnya. Selain itu mahasiswa IPB juga berasal dari seluruh Indonesia mulai dari Sabang sampai Merauke, bahkan ada yang berasal dari luar negeri baik dari Benua Asia, Afrika dan Eropa. Adanya hal tersebut sesuai dengan peraturan IPB dimana mahasiswa IPB adalah warga negara Indonesia atau asing lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, lulusan program diploma (minimal D3), atau mahasiswa Perguruan Tinggi lain, nasional ataupun internasional. Penerimaan mahasiswa baru dilakukan melalui empat jalur yaitu,(1) Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI); (2) Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru; (3) Undangan khusus lulusan SLTA berprestasi nasional; dan (4) Beasiswa Utusan Daerah (BUD). Adanya sistem tersebut menyebabkan mahasiswa IPB merupakan kumpulan yang heterogen karena terdiri dari beranekaragam suku, budaya, agama, status sosial, ekonomi, prestasi akademik dan lain sebagainya. Mahasiswa Bekerja Mahasiswa yang bekerja ketika kuliah di IPB jumlahnya sangat sedikit. Hal ini karena bekerja ketika masih kuliah di Indonesia masih belum banyak dilakukan seperti negara Jepang, Amerika Serikat dan Jerman. Hal ini dikarenakan sangat sedikit pekerjaan di Indonesia yang sesuai dengan kondisi mahasiswa terutama dalam masalah waktu. Mahasiswa yang bekerja berasal dari berbagai wilayah seperti Jawa, Sumatra, Kalimantan dan Nusa Tenggara, baik laki-laki ataupun perempuan. Namun jumlahnya lebih banyak laki-laki. Hal ini berkebalikan dengan kondisi keseluruhan mahasiswa IPB dimana proporsi perempuan lebih banyak 3 kali lipat
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
26
daripada laki-laki (1 : 3). Selain itu mereka juga merupakan mahasiswa dengan jenjang perkuliahan yang beragam, namun sebagian besar adalah semester 3 dan tidak aktif organisasi. Berdasarkan BPS nasional tahun 2007, sebagian besar mahasiswa bekerja merupakan keluarga yang termasuk kategori tingkat pendapatan ekonomi menengah ke atas. Hampir sebgian besar mahasiswa bekerja memiliki bekal uang 500-1 juta rupiah setiap bulan. Begitu juga besar pengeluaran dari sebagian mahasiswa bekerja berkisar antara 500-1 juta rupiah setiap bulan. Hampir seluruh mahasiswa mengaku masih bergantung dari uang yang berasal dari orangtua. Namun ada juga yang berasal dari hasil kerja, saudara dan beasiswa. Mahasiswa yang bekerja mendapatkan informasi dari sumber informasi yang beragam, mulai dari mulut ke mulut, media cetak hingga media elektronik. Hampir seluruh mahasiswa bekerja mengaku mendapatkan informasi berasal dari teman. Mahasiswa yang memutuskan kuliah sambil bekerja sadar bahwa mereka akan menghadapi suatu permasalahan salah satunya adalah waktu. Oleh karena itu sebelum memutuskan untuk kuliah sambil bekerja mereka mencari berbagai macam informasi terkait pekerjaan yang akan mereka geluti seperti jenis pekerjaan, cara memperoleh pekerjan dan gaji. Diantara informasi yang ada seluruhnya mencari informasi tentang jenis pekerjaan, Sebelum mengambil suatu keputusan, mereka mempertimbangkan beberapa aspek yang terkait dengan pekerjaan yang akan dipilih seperti kecocokan atau kesesuaian dengan minat, gaji dan waktu. Diantara hal tersebut hampir seluruhnya memilih berdasarkan pertimbangan gaji yang akan diterima. Motivasi yang melatarbelakangi mereka untuk bekerja bermacam-macam diantaranya untuk biaya kuliah, menambah uang jajan, mencari pengalaman, ingin segera berpenghasilan dan berkeluarga, mengisi waktu luang, membangun aset dan menggalang jaringan kerja. Jika dilihat dari nilai prestasi akademiknya, tidak jauh berbeda dengan mahasiswa tidak bekerja. Nilai IPK mahasiswa bekerja berada pada kisaran 1.89-3.30 dengan rata-rata 2.73±0.48. Sedangkan contoh mahasiswa tidak bekerja memiliki nilai IPK berada pada kisaran 2.07-3.59 dengan rata-rata 2.62±0.41. Selain itu hasil penelitian juga menunjukkan bahwa berdasarkan nilai IP semester terakhir, contoh mahasiswa bekerja memiliki nilai IP berada pada
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
27
kisaran
0.69-3.55
dengan
rata-rata
nilai 2.64±0.81. Sedangkan
contoh
mahasiswa tidak bekerja memiliki nilai berada pada kisaran 1.35-3.43 dengan rata-rata nilai 2.48±0.52. Karakteristik Individu Karakteristik individu merupakan variabel yang melekat langsung pada diri mahasiswa. Variabel tersebut terdiri dari umur, jenis kelamin, urutan anak dalam keluarga, status perkawinan dan pengalaman kerja. Umur Contoh Umur antara contoh mahasiswa bekerja dengan mahasiswa tidak bekerja dalam penelitian ini tidak berbeda jauh. Hasil penelitian (Tabel 2) menunjukkan bahwa, baik umur contoh mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja berada pada kisaran antara 18-23 tahun. Lebih dari separuh contoh mahasiswa bekerja (66.67%) memiliki kisaran umur antara 18-20 tahun, sedangkan sisanya (33.33%) berada pada kisaran 21-23 tahun dengan rata-rata umur contoh adalah 20.17 ± 1.08. Berbeda halnya dengan contoh mahasiswa bekerja, kisaran umur contoh mahasiswa tidak bekerja baik laki-laki ataupun perempuan dengan kisaran 18-23 tahun dan kisaran 21-23 tahun, proporsinya seimbang yaitu masing-masing sebanyak 50.00 persen dengan rata-rata umur contoh adalah 20.50 ± 1.07. Menurut teori perkembangan Hurlock (1991b), umur 11-20 tahun merupakan tahapan remaja, sedangkan 21-40 tahun merupakan tahapan dewasa muda. Jadi sebagian besar contoh mahasiswa bekerja memiliki umur dengan kategori remaja, sedangkan contoh mahasiswa tidak bekerja proporsinya seimbang antara umur kategori remaja dan dewasa muda. Tabel 2 Sebaran contoh berdasarkan umur dan status bekerja mahasiswa Mahasiswa tidak Mahasiswa bekerja Umur contoh bekerja (Tahun) n % n % 18-20 20 66.67 15 50.00 21-23 10 33.33 15 50.00 Total 30 100.00 30 100.00 Rata-rata ± sd 20.17±1.08 20.50±1.07 Jenis Kelamin Contoh Sejak dahulu hingga sekarang, laki-laki merupakan tulang punggung keluarga. Maka sudah semestinya, laki-laki mempersiapkan dirinya sebagai pemberi nafkah keluarga. Hasil penelitian (Tabel 3) menunjukkan bahwa, lebih dari separuh (53.33%) contoh mahasiswa bekerja adalah berjenis kelamin laki-
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
28
laki dan sisanya (46.67%) berjenis kelamin perempuan. Begitu juga contoh mahasiswa tidak bekerja, proporsi jumlah laki-laki lebih banyak (73.33%) daripada proporsi jumlah perempuan (26.67%). Pada contoh mahasiswa bekerja, proporsi jumlah laki-laki yang lebih banyak daripada perempuan diduga terkait dengan adanya persiapan mereka sebagai pencari nafkah dalam rangka persiapan menuju rumah tangga, mengingat contoh seluruhnya belum menikah. Hal tersebut juga dikuatkan oleh hasil temuan penelitian yang menunjukkan bahwa, sebanyak 19.72 persen contoh mahasiswa bekerja memiliki motivasi ingin segera berpenghasilan dan berkeluarga. Tabel 3
Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan status bekerja mahasiswa Mahasiswa tidak Mahasiswa bekerja bekerja Jenis kelamin n % n % Laki-laki 16 53.33 22 73.33 Perempuan 14 46.67 8 26.67 Total 30 100.00 30 100.00
Urutan Anak Contoh Urutan anak di dalam keluarga, diduga dapat berpengaruh terhadap tingkat kematangan anak dalam berpikir dan bersikap. Hasil penelitian yang disajikan pada tabel 4 menunjukkan bahwa, sebanyak 43.33 persen contoh mahasiswa bekerja merupakan anak pertama dalam keluarga. Proporsi selanjutnya merupakan anak terakhir yaitu sebanyak 30.00 persen, anak tengah 26.67 persen dan yang merupakan anak tunggal 3.33 persen. Proporsi anak tengah pada contoh mahasiswa tidak bekerja lebih besar jumlahnya (43.33%) dibandingkan dengan anak pertama (33.33%) dan anak terakhir (23.33%). Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan urutan anak dalam keluarga dan status bekerja mahasiswa Mahasiswa tidak Mahasiswa bekerja bekerja Urutan anak n % n % Pertama 13* 43.33 10 33.33 Tengah 8 26.67 13 43.33 Terakhir 9 30.00 7 23.33 Total 30 100.00 30 100.00 Keterangan : * mencakup anak tunggal Jadi, contoh mahasiswa bekerja banyak yang merupakan anak pertama, sedangkan contoh mahasiswa tidak bekerja lebih banyak yang merupakan anak
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
29
tengah dalam keluarga. Banyaknya contoh mahasiswa bekerja yang merupakan anak pertama diduga berkaitan dengan kebiasan masyarakat Indonesia dimana anak pertama merupakan tulang punggung keluarga setelah orangtua. Mereka bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan hidup adik-adiknya seperti pendidikan dan lain sebagainya. Status Perkawinan Contoh Sumberdaya uang merupakan sesuatu yang harus ada di dalam suatu keluarga. Karena uang merupakan salah satu syarat untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup berkeluarga, sehingga untuk mendapatkan uang harus ada dari anggota keluarga yang bekerja. Hasil temuan yang disajikan pada tabel 5 menunjukkan bahwa, status perkawinan baik contoh mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja, seluruhnya (100.00%) adalah belum menikah. Hal ini diduga karena menikah saat kuliah di kalangan mahasiswa di Indonesia belum banyak yang berani melakukannya. Hal ini dikarenakan adanya anggapan bahwa menikah ketika kuliah akan mengganggu perkuliahan. Bisa juga diduga mahasiswa mengikuti aturan pemerintah, sesuai undang-undang pernikahan tahun 1974 dimana batas minimal usia menikah adalah 21. Hal ini berarti secara tidak langsung aktivitas kuliah mendukung program pemerintah dalam hal pernikahan, karena banyak dari mahasiswa yang menunda menikah hingga selesai kuliah. Tabel 5
Sebaran contoh berdasarkan status perkawinan dan status bekerja mahasiswa Mahasiswa tidak Mahasiswa bekerja Status perkawinan bekerja n % n % Menikah 0 0.00 0 0.00 Belum menikah 30 100.00 30 100.00 Total 30 100.00 30 100.00
Pengalaman Kerja Contoh Mahasiswa Bekerja Bekerja
di kalangan
mahasiswa
Indonesia
belum
banyak
yang
melakukannya. Berbisnis MLM di kalangan mahasiswa pun masih tergolong baru. Hasil penelitian yang disajikan pada tabel 6 menunjukkan, lebih dari separuh (63.33%)
contoh
sebelumnya,
mahasiswa
sedangkan
bekerja
sisanya
tidak
(36.67
%)
memiliki
pengalaman
mengaku
pernah
kerja
bekerja
sebelumnya. Mereka yang memiliki pengalaman kerja sebelumnya, lebih dari separuhnya (81.82%) mengaku melakukannya ketika umur remaja. Adapun
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
30
sedikit yang melakukannya ketika umur dewasa dan anak-anak masing-masing sebanyak 9.09 persen. Jadi, bekerja ketika kuliah bagi sebagian besar contoh merupakan sebuah pengalaman baru yang berpotensi menimbulkan stres. Tabel 6 Sebaran contoh mahasiswa bekerja berdasarkan pengalaman kerja Mahasiswa bekerja Pengalaman kerja n % Ya 11 36.67 Tidak 19 63.33 Total 30 100.00 Karakteristik Keluarga dan Lingkungan Karakteristik keluarga dan lingkungan merupakan variabel yang berasal dari luar individu mahasiswa yaitu berasal dari keluarda dan lingkungan sekitar. Variabel tersebut meliputi umur orangtua, pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, pendapatan keluarga dan lingkungan. Umur Orangtua Contoh Umumnya, di Indonesia umur orangtua yang memiliki anak usia mahasiswa masih tergolong kisaran kategori umur dewasa madya (40-60 tahun) bagi ayah dan dewasa muda (20-40 tahun) bagi ibu. Adanya hal ini dikarenakan banyak dari masyarakat baik ayah ataupun ibu di Indonesia yang menikah pada kisaran umur 20-25 tahun. Hasil penelitian (Tabel 7) menunjukkan bahwa, umur ayah contoh mahasiswa bekerja berkisar antara 41-71 tahun, dengan rata-rata 51.18 ± 6.29. Sedangkan umur ayah contoh mahasiswa tidak bekerja berkisar antara 40-56 tahun dengan rata-rata 50.11 ± 5.26. Umur ibu contoh mahasiswa bekerja berkisar antara 39-59 tahun dengan rata-rata 47.90 ± 5.81. Sedangkan umur ibu contoh mahasiswa tidak bekerja berkisar antara 36-58 tahun dengan rata-rata 45.69 ± 5.38. Tabel 7
Sebaran contoh berdasarkan umur orangtua dan status bekerja mahasiswa Mahasiswa bekerja Mahasiswa tidak kerja Umur orangtua Ayah Ibu Ayah Ibu n % n % n % n % Dewasa muda(20-40) 0 0.00 1 3.33 2** 6.67 6* 20.00 Dewasa madya(41-60) 29* 96.67 28 93.33 27* 90.00 24 80.00 Lansia (>60) 1 3.33 1 3.33 1* 3.33 0 0.00 Total 30 100.00 30 100.00 30 100.00 30 100.00
Keterangan:* pada mahasiswa bekerja mencakup orangtua cerai dan meninggal * pada mahasiswa tidak bekerja mencakup orangtua meninggal ** pada mahasiswa tidak bekerja mencakup orangtua cerai
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
31
Baik contoh mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja memiliki keluarga yang tidak utuh yaitu pada contoh mahasiswa bekerja sebanyak 3.33 persen merupakan keluarga yang kehilangan ayah karena bercerai dan sebanyak 6.67 persen karena meninggal. Sedangkan pada mahasiswa tidak bekerja terdapat contoh yang tidak memiliki ayah (6.67.%) dan tidak memiliki ibu (6.67%) karena meninggal serta ayah cerai sebanyak 3.34 persen. Lebih dari separuh (96.67%) umur ayah contoh mahasiswa bekerja termasuk kategori dewasa madya, dan sisanya hanya sedikit (3.33%) termasuk kategori lansia. Begitu juga pada contoh mahasiswa tidak bekerja, lebih dari separuhnya (90.00%) memiliki ayah dengan kategori umur dewasa madya dan sedikit (6.67%) yang termasuk kategori dewasa muda. Lebih dari separuh umur ibu baik contoh mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja yang termasuk kategori dewasa madya dengan persentase masing-masing 93.33 persen dan 80.00 persen. Proporsi selanjutnya, hanya sedikit baik umur ibu contoh mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja yang termasuk kategori dewasa muda masingmasing sebanyak 3.33 persen dan 20.00 persen dan sisanya terdapat umur ibu contoh mahasiswa bekerja termasuk kategori lansia sebanyak 3.33 persen. Jadi, baik contoh mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja secara umum memiliki orangtua tergolong kategori umur dewasa madya. Pendidikan Orangtua Contoh Tinggi-rendahnya pendidikan orangtua diduga berbanding lurus dengan tingkat pemahaman orangtua akan pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya. Oleh karena itu, para orangtua akan berusaha menyekolahkan anak-anaknya hingga menempuh jenjang pendidikan setinggi-tingginya. Hasil penelitian yang disajikan pada tabel 8 menunjukkan bahwa, orang tua contoh mahasiswa bekerja dan tidak bekerja berasal dari latar belakang pendidikan yang beragam mulai dari SD hingga perguruan tinggi. Namun ada juga ayah contoh mahasiswa tidak bekerja yang tidak sekolah (6.67%) dan tidak tamat SD (3.33%). Begitu juga ibu pada mahasiswa bekerja dan tidak bekerja yang tidak tamat SD masing-masing sebanyak 3.33 persen dan 16.67 persen. Sebanyak 50.00 persen tingkat pendidikan ayah contoh mahasiswa bekerja yaitu lulusan perguruan tinggi, sedangkan sisanya yaitu SMU sebanyak 36.67 persen, SD sebanyak 10.00 persen dan hanya sedikit (3.33%) lulusan SMP. Begitu juga tingkat pendidikan ibu, lebih banyak yang lulusan perguruan tinggi yaitu sebanyak 43.33 persen, selanjutnya SMU (40.00%) dan SD (13.33%).
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
32
Sebanyak 30.00 persen pendidikan ayah contoh mahasiswa tidak bekerja adalah SMU. Selanjutnya lulusan perguruan tinggi (26.67%), SMP (23,33%) dan SD (10.00%). Adapun pendidikan ibu lebih banyak (40.00%) adalah lulusan SD. selanjutnya perguruan tinggi sebanyak 26.67 persen dan SMU 16.67 persen. Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orangtua dan status bekerja mahasiswa Mahasiswa bekerja Mahasiswa tidak kerja Pendidikan orangtua Ayah Ibu Ayah Ibu n % n % n % n % Tidak sekolah 0 0.00 0 0.00 2 6.67 0 0.00 Tidak tamat SD 0 0.00 1 3.33 1 3.33 5 16.67 SD / sederajat 3 10.00 4 13.33 3 10.00 12 40.00 SMP / sederajat 1 3.33 0 0.00 7 23.33 0 0.00 SMU / sederajat 11 36.67 12 40.00 9 30.00 5 16.67 Akademi / Diploma / PT 15 50.00 13 43.33 8 26.67 8 26.67 Total 30 100.00 30 100.00 30 100.00 30 100.00 Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan orangtua contoh mahasiswa bekerja secara berdasarkan proporsi terbanyak secara berurutan adalah orangtua dengan pendidikan perguruan tinggi, SMU dan SD. Adapun pada contoh mahasiswa tidak bekerja secara berurutan adalah perguruan tinggi, SD dan SMU. Jadi secara kesuluruhan dapat dikatakan bahwa, baik contoh mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja sebagian besar memiliki orangtua dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi. Pekerjaan Orangtua Contoh Pekerjaan orangtua contoh sangat beragam, mulai dari pekerjaan yang tidak berpenghasilan tetap hingga pekerjaan yang memberikan penghasilan tetap. Hasil temuan penelitian yang disajikan pada tabel 9 menunjukkan bahwa, pekerjaan ayah contoh mahasiswa bekerja lebih banyak (43.33%) adalah PNS, sisanya wiraswasta (20.00%), buruh, pensiunan PNS dan POLRI masing-masing 3.33 persen. Sebanyak 16.67 persen tidak bekerja. Hampir separuh (40.00%) ibu contoh mahasiswa bekerja adalah tidak bekerja. Selanjutnya proporsi ibu yang memiliki pekerjaan sebagai PNS sebanyak 26.67 persen, wiraswasta atau pedagang (23.33%), karyawan swasta (6.67%) dan petani (3.33%). Pekerjaan ayah pada contoh mahasiswa tidak bekerja paling banyak adalah PNS (26.67%), wiraswasta atau pedagang (23.33%), petani (16.67%), karyawan swasta (13.33%), pensiunan PNS (6.67%) dan buruh (3.33%), sisanya sebanyak 10.00 persen tidak bekerja. Proporsi terbesar atau lebih dari
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
33
separuhnya (53.33%) ibu contoh mahasiswa tidak bekerja adalah tidak bekerja, sedangkan sisanya adalah bekerja sebagai PNS (16.67%), wiraswasta atau pedagang (13.33%), petani (10.00%), dan sedikit pensiunan PNS dan karyawan swasta masing-masing 3.33 persen. Jadi dapat dikatakan bahwa secara umum baik contoh mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja memiliki ayah berprofesi PNS dan Ibu tidak bekerja. Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orangtua dan status bekerja mahasiswa Mahasiswa bekerja Mahasiswa tidak bekerja Pekerjaan orangtua Ayah Ibu Ayah Ibu n % n % n % n % Buruh 1 3.33 0 0.00 1 3.33 0 0.00 Petani 0 0.00 1 3.33 5 16.67 3 10.00 Wiraswasta / Pedagang 6 20.00 7 23.33 7 23.33 4 13.33 Karyawan swasta 3 10.00 2 6.67 4 13.33 1 3.33 PNS 13 43.33 8 26.67 8 26.67 5 16.67 Pensiunan PNS 1 3.33 0 0.00 2 6.67 1 3.33 Tidak bekerja 5 16.67 12 40.00 3 10.00 16 53.33 Lainnya 1 3.33 0 0.00 0 0.00 0 0.00 Total 30 100.00 30 100.00 30 100.00 30 100.00 Pendapatan Keluarga Contoh Berdasarkan kategori Biro Pusat Statistik (BPS) nasional tahun 2007 tentang tingkat ekonomi keluarga dibagi menjadi dua kategori yaitu kategori menengah ke atas (> Rp. 146.837) dan kategori menengah ke bawah (< Rp 146. 837). Hasil penelitian (Tabel 10), menunjukkan bahwa baik contoh mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja lebih dari separuhnya tergolong keluarga dengan tingkat pendapatan keluarga kategori ekonomi menengah ke atas dengan persentase masing-masing sebanyak 90.00 persen dan 66.67 persen. Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga dan status bekerja mahasiswa Mahasiswa tidak Mahasiswa bekerja Tingkat pendapatan keluarga bekerja n % n % Menengah ke bawah 3 10.00 10 33.33 Menengah ke atas 27 90.00 20 66.67 Total 30 100.00 30 100.00 Adapun yang tergolong keluarga dengan tingkat pendapatan keluarga kategori ekonomi menengah ke bawah pada contoh mahasiswa bekerja jumlahnya lebih sedikit (10.00%) daripada pada contoh mahasiswa tidak bekerja
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
34
(33.33%). Jadi, baik contoh mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja sebagian besar tergolong kategori keluarga dengan tingkat pendapatan keluarga ekonomi menengah ke atas. Lingkungan Lingkungan contoh mahasiswa bekerja diduga berpotensi mempengaruhi contoh mahasiswa bekerja untuk memutuskan kuliah sambil bekerja atau tidak, sehingga pada akhirnya diduga juga akan mempengaruhi pola pengambilan keputusan contoh. Berdasarkan penelitian yang disajikan pada tabel 11 menunjukkan bahwa, proporsi terbanyak (43.33%) contoh tidak memiliki lingkungan keluarga ataupun teman yang berpotensi mempengaruhi contoh untuk kuliah sambil bekerja. Prorporsi selanjutnya sebanyak 23.33 persen memiliki lingkungan keluarga yang berpotensi mempengaruhi contoh dalam memutuskan kuliah sambil bekerja. Adapun masing-masing sebanyak 16.67 persen contoh memiliki lingkungan yang berpotensi mempengaruhi contoh untuk memutuskan kuliah sambil bekerja yang berasal dari teman dan keduanya (teman dan keluarga). Jadi, berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa, hampir sebagian besar contoh memutuskan kuliah sambil bekerja bukan dikarenakan adanya alasan keturunan atau tradisi keluarga. Tabel 11 Sebaran contoh mahasiswa bekerja berdasarkan potensi pengaruh lingkungan untuk bekerja Potensi pengaruh lingkungan n % Tidak ada 13 43.33 Keluarga 7 23.33 Teman 5 16.67 Keduanya (Keluarga dan Teman) 5 16.77 Kecerdasan Emosional Kecerdasan emosional merupakan variabel yang menunjukkan kualitas emosional mahasiswa. Kecerdasan emosional terdiri dari 5 skala kecerdasan yang meliputi kesadaran emosi diri, kemampuan mengelola emosi, kemampuan memotivasi diri, kemampuan empati dan kemampuan membina hubungan. Menurut Goleman (1997), kecerdasan emosional adalah kemampuan memahami perasaan kita sendiri dan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan orang lain. Total skor rata-rata respon (Tabel 12) contoh mahasiswa bekerja dan tidak bekerja terhadap item-item pernyataan tingkat kecerdasan emosional dari 100 pernyataan, skala 1-4 masing-masing yaitu 298.80 dan 286.63. Berdasarkan
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
35
nilai tersebut baik mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja rata-rata memiliki tingkat kecerdasan emosional kategori sedang. Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan 5 skala tingkat kecerdasan emosional dan status bekerja mahasiswa . Total skor rata-rata No Kecerdasan emosional Uji beda Mahasiswa Mahasiswa bekerja tidak bekerja 1 Kesadaran emosi diri 57.47 55.76 p>0.05 2 Kemampuan 61.13 58.60 p>0.05 mengelola emosi Kemampuan 3 59.50 57.30 p>0.05 memotivasi diri Kemampuan empati 4 60.13 57.53 *p<0.05 Kemampuan membina 5 60.57 57.43 *p<0.05 hubungan Kecerdasan emosional 298.80 286.63 *p<0.05 Keterangan: *p<0.05 = berbeda nyata, p>0.05=tidak berbeda nyata Kesadaran Emosi Diri Kesadaran emosi diri adalah mengetahui apa yang dirasakan seseorang pada suatu saat dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri (Desmita 2005). Total skor rata-rata contoh mahasiswa bekerja dan tidak bekerja berdasarkan aspek tingkat kesadaran emosi diri (tabel 12) yaitu 57.47 dan 55.76. Berdasarkan nilai tersebut, baik contoh mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja secara rata-rata tergolong ke dalam kategori sedang. Hasil temuan penelitian menunjukkan bahwa baik contoh mahasiswa bekerja maupun tidak bekerja mengetahui sifat buruk dan baik dirinya sendiri, menyadari kekurangan dan kelebihan yang dimiliki, tidak selalu berprestasi namun merasa punya harga diri, percaya diri pada kemampuan yang dimiliki dan tidak mudah putus asa (lampiran). Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan kesadaran emosi diri dan status bekerja mahasiswa Mahasiswa tidak Mahasiswa bekerja bekerja Kesadaran emosi diri n % n % Rendah 0 0.00 0 0.00 Sedang 24 80.00 27 90.00 Tinggi 6 20.00 3 10.00 Total 30 100.00 30 100.00 Selanjutnya kesadaran emosi diri digolongkan ke dalam kategori tinggi, sedang dan rendah. Hasil penelitian yang disajikan pada tabel 13 menunjukkan
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
36
bahwa, hampir seluruh contoh mahasiswa bekerja dan tidak bekerja memiliki tingkat kesadaran emosi diri kategori sedang masing-masing sebanyak 80.00 persen dan 90.00 persen. Sisanya adalah kategori tinggi masing-masing sebanyak 20.00 persen dan 10.00 persen. Kemampuan Mengelola Emosi Pengelolaan atau penguasaan diri merupakan kemampuan untuk menghadapi badai emosional. Kemampuan pengendalian atau sophosyne berasal dari kata Yunani yang berarti berhati-hati dan cerdas dalam mengatur kehidupannya, keseimbangan dan kebijaksanaan yang terkendali (Goleman 1999). Total skor rata-rata contoh mahasiswa bekerja dan tidak bekerja dalam hal kemampuan mengelola emosi (Tabel 12) yaitu 61.13 dan 58.60. Berdasarkan nilai tersebut, contoh mahasiswa bekerja tergolong kategori tinggi, sedangkan mahasiswa tidak bekerja rata-rata tergolong ke dalam kategori sedang. Hasil yang diperoleh di lapangan menunjukkan bahwa baik contoh mahasiswa bekerja maupun tidak bekerja tidak berlarut-larut dalam kesedihan karena masalah yang dihadapai dan memiliki perencanaan untuk setiap kegiatan. Selain itu mereka juga mengaku tidak putus asa apabila gagal dalam ujian dan dapat menerima perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya setelah menginjak dewasa (lampiran). Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan kemampuan mengelola emosi dan status bekerja mahasiswa Mahasiswa tidak Mahasiswa bekerja Kemampuan mengelola bekerja emosi n % n % Rendah 0 0.00 0 0.00 Sedang 17 56.67 24 80.00 Tinggi 13 43.33 6 20.00 Total 30 100.00 30 100.00 Selanjutnya kemampuan emosi dikelompokan ke dalam kategori tinggi, sedang dan rendah. Hasil temuan yang disajikan pada tabel 14 menunjukkan bahwa lebih dari separuh (56.67%) contoh mahasiswa bekerja memiliki tingkat kemampuan mengelola emosi kategori sedang dan sisanya terggolong kategori rendah (43.33%). Begitu juga contoh mahasiswa tidak bekerja, lebih dari separuh (80.00%) contoh tergolong kategori sedang dan hanya sedikit yang tergolong kategori tinggi (20.00%).
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
37
Kemampuan Memotivasi Diri Motivasi adalah dorongan untuk menggerakkan dan menuntun manusia menuju sasaran, membantu mengambil inisiatif dan bertindak secara efektif serta bertahan mengahadapi kegagalan dan frustasi (Desmita 2005). Total skor ratarata contoh mahasiswa bekerja dan tidak bekerja dalam hal kemampuan memotivasi diri (Tabel 12) yaitu 59.50 dan 57.30. Berdasarkan nilai tersebut, baik contoh mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja rata-rata tergolong ke dalam kategori sedang. Adanya hal ini ditunjukkan dengan hasil penelitian bahwa kedua contoh selalu mencoba berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan yang diinginkan dan melakukan pekerjaannya tanpa harus menunggu perintah dari orang lain (lampiran) Selanjutnya skor yang diperoleh dikelompokkan ke dalam kategori tinggi, sedang dan rendah. Hasil penelitian yang disajikan pada tabel 15 menunjukkan bahwa, lebih dari separuh (63.33%) contoh mahasiswa bekerja memiliki tingkat kemampuan memotivasi diri kategori sedang. Adapun sisanya memiliki kategori tinggi (36.67%). Begitu juga contoh mahasiswa tidak bekerja, lebih dari separuh (86.67%) contoh mahasiswa tidak bekerja tergolong kategori sedang. Adapun sisanya hanya sedikit (13.33%) yang tergolong kategori tinggi. Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan kemampuan memotivasi diri dan status bekerja mahasiswa Mahasiswa tidak Mahasiswa bekerja bekerja Kemampuan memotivasi diri n % n % Rendah 0 0.00 0 0.00 Sedang 19 63.33 26 86.67 Tinggi 11 36.67 4 13.33 Total 30 100.00 30 100.00 Kemampuan Empati Kemampuan mengenali emosi orang lain atau berempati merupakan kemampuan untuk merasakan kesulitan atau penderitaan orang lain, termasuk kesanggupan memahami perasan dan keinginan menolong orang lain (Shapiro 1998). Total skor rata-rata contoh mahasiswa bekerja dan tidak bekerja dalam hal kemampuan empati yaitu 60.13 dan 55.76 (Tabel 12). Berdasarkan nilai tersebut,baik contoh mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja rata-rata tergolong ke dalam kategori sedang.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
38
Hasil penelitian menunjukkan bahwa contoh mahasiswa bekerja memiliki kemampuan empati lebih tinggi daripada contoh tidak bekerja. Contoh bekerja lebih berusaha membantu orang lain tanpa mengharap imbalan, lebih siap menjadi teman curhat, lebih bisa menerima pandangan orang lain yang berbeda, tidak biasa sesekali menyakti perasaan orang lain dan lebih dapat memahami kondisi orang lain. Adanya kemampuan tersebut juga diduga diduga karena contoh terlatih untuk memberikan empati kepada orang lain dalam menjalankan aktivitas kerjanya (lampiran) Kemudian kemampuan empati dikelompokan ke dalam kategori tinggi, sedang dan rendah. Hasil temuan di lapangan yang disajikan pada tabel 16 menunjukkan bahwa lebih dari separuh (60.00%) contoh mahasiswa bekerja memiliki tingkat kemampuan empati kategori sedang dan sisanya kategori tinggi (40.00%). Begitu juga contoh mahasiswa tidak bekerja, hampir seluruh (93.33%) contoh memiliki tingkat kemampuan empati kategori sedang dan sangat sedikit yang tergolong kategori tinggi (6.67%). Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan kemampuan empati dan status bekerja mahasiswa Mahasiswa tidak Mahasiswa bekerja bekerja Kemampuan empati n % n % Rendah 0 0.00 0 0.00 Sedang 18 60.00 28 93.33 Tinggi 12 40.00 2 6.67 Total 30 100.00 30 100.00 Kemampuan Membina Hubungan Membina
hubungan
merupakan
kemampuan
mengendalikan
dan
menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain, cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar, memahami dan bertindak bijaksana dalam hubungan antar manusia (Pertiwi et al. 1997). Total skor rata-rata contoh mahasiswa bekerja dan tidak bekerja dalam hal kemampuan membina hubungan yaitu 60.57 dan 57.43 (Tabel 12). Berdasarkan nilai tersebut, baik contoh mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja rata-rata tergolong ke dalam kategori sedang. Contoh mahasiswa bekerja memiliki kemampuan membina hubungan yang lebih tinggi daripada contoh tidak bekerja. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan hasil penelitian bahwa contoh bekerja akan lebih merasa senang apabila
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
39
mempunyai teman baru, lebih mampu berteman dengan siapa saja dari kalangan manapun, mudah beradaptasi dengan cepat dalam lingkungan yang baru, lebih ramah dengan orang yang baru ditemui dan mudah memaafkan jika orang lain berbuat salah (lampiran). Adanya sifat-sifat tersebut diduga contoh terlatih dalam berkomunikasi dengan orang lain dalam menjalankan pekerjaannya. Selanjutnya kemampuan membina hubungan dikelompokkan ke dalam kategori tinggi, sedang dan rendah. Hasil penelitian yang disajikan pada tabel 17 menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh mahasiswa bekerja memiliki tingkat kemampuan membina hubungan kategori sedang (70.00%) dan sisanya kategori tinggi (30.00%). Begitu juga contoh mahasiswa tidak bekerja, lebih dari separuh (83.33%) contoh tergolong kategori sedang dan hanya sedikit yang tergolong kategori tinggi (16.67%). Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan kemampuan membina hubungan dan status bekerja mahasiswa Mahasiswa tidak Mahasiswa bekerja Kemampuan membina bekerja hubungan n % n % Rendah 0 0.00 0 0.00 Sedang 21 70.00 25 83.33 Tinggi 9 30.00 5 16.67 Total 30 100.00 30 100.00 Tingkat Kecerdasan Emosional Selanjutnya kecerdasan emosional digolongkan ke dalam kategori tinggi, sedang dan rendah. Hasil penelitian yang disajikan pada tabel 18 menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh mahasiswa bekerja tergolong tingkat kecerdasan emosional kategori sedang (60.00%) dan sisanya kategori tinggi (40.00%). Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecerdasan emosional dan status bekerja mahasiswa Mahasiswa tidak Mahasiswa bekerja Tingkat kecerdasan bekerja emosional n % n % Rendah 0 0.00 0 0.00 Sedang 18 60.00 25 83.33 Tinggi 12 40.00 5 16.67 Total 30 100.00 30 100.00 Begitu juga contoh mahasiswa tidak bekerja, contoh yang tergolong kategori sedang sebanyak 83.33 persen dan sisanya tergolong kategori tinggi
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
40
(16.67%). Jadi, baik contoh mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja, tidak ada satu orangpun yang memiliki kecerdasan emosional kategori rendah, akan tetapi sebagian besar contoh memiliki kecerdasan emosional kategori sedang dan sedikit yang memiliki kategori tinggi. Pola Pengambilan Keputusan Pola pengambilan keputusan merupakan jenis keputusan yang diambil mahasiswa untuk memilih bekerja ataupun tidak bekerja ketika kuliah. Keputusan dapat diambil berdasarkan perasaan semata-mata (irasional), dapat pula keputusan diambil berdasarkan rasio (rasional). Selain itu pada praktiknya pengambilan keputusan sangat tergantung dari macam permasalahan yang dihadapinya, namun juga tergantung pada individu yang membuat keputusan. Mungkin keputusan dipecahkan dengan menggunakan intuisi, adakalanya lebih tepat jika dengan rasio (Syamsi 2000). Total rata-rata subskor respon (Tabel 19) contoh mahasiswa bekerja dan tidak bekerja untuk tingkat kedewasaan atau kemandirian dari 8 pernyataan, skala 1-5 yang diajukan masing-masing adalah 33.06 dan 33.66. Berdasarkan nilai tersebut baik contoh mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja memiliki tingkat kedewasaan atau kemandirian kategori tinggi. Artinya keputusan diputuskan oleh anak saja. Adapun total rata-rata subskor respon mahasiswa bekerja dan tidak bekerja untuk tingkat kematangan dalam pengambilan keputusan untuk bekerja atau tidak bekerja 4 pernyataan, skala 1-5 yang diajukan adalah masing-masing 11.56 dan 10.73. Berdasarkan nilai tersebut baik contoh mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja tergolong kategori sedang. Artinya baik contoh mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja kadang-kadang melakukan suatu pertimbangan dalam mengambil keputusan untuk kuliah sambil bekerja atau tidak. Hal ini menunjukkan bahwa kedua contoh tidak langsung mengambil suatu peluang usaha yang ada, akan tetapi memikirkannya terlebih dahulu. Data yang disajikan pada tabel 19 yang menunjukkan rata-rata jawaban contoh mahasiswa bekerja dan tidak bekerja terhadap item-item pertanyaan tentang pola pengambilan keputusan yang dilakukan berdasarkan tingkat kedewasaan atau kemandirian dan tingkat kematangan dalam pengambilan keputusan, dimana total skor rata-rata respon contoh mahasiswa bekerja dan tidak bekerja untuk pola pengambilan keputusan dari 12 pernyataan, skala 1-5 yaitu 44.56 dan 44.39. Berdsarkan nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa baik
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
41
contoh mahasiswa bekerja ataupun mahasiswa tidak bekerja memiliki pola pengambilan keputusan tergolong kategori rasional. Tabel 19 Sebaran karakteristik contoh berdasarkan pola pengambilan keputusan dan status bekerja mahasiswa Rata-rata skor Mahasiswa No Pernyataan jenis keputusan Uji T Mahasiswa tidak bekerja bekerja Tingkat kedewasaan/kemandirian 1 Membuat rencana keuangan 4.26 3.40 *p<0.05 bulanan contoh Menentukan penggunaan waktu 2 4.46 4.36 p>0.05 sehari-hari Memilih program studi contoh 3 4.06 4.36 p>0.05 Menentukan jenis pekerjaan contoh 4 3.96 4.23 p>0.05 setelah lulus Menentukan apakah contoh bekerja 5 4.06 4.36 p>0.05 sambil kuliah atau kuliah saja tanpa bekerja sambilan Membeli sarana belajar contoh 6 4.10 4.33 p>0.05 Memilih tempat kost atau kontrakan 7 4.26 4.60 p>0.05 Mengevaluasi diri atas pencapaian 8 3.86 4.00 p>0.05 motivasi belajar Total rata-rata subskor 33.06 33.66 Tingkat kematangan dalam pengambilan keputusan 1 Keputusan kuliah sambil bekerja / 4.13 3.33 tidak bekerja sudah dipertimbangkan dengan matang berdasarkan kebutuhan keuangan Pengambilan keputusan kuliah 2 3.86 3.20 sambil bekerja / tidak bekerja dipertimbangkan dengan matang berdasarkan kebutuhan magang/bekerja menggalang jaringan kerja Pengambilan keputusan kuliah 3 1.40 1.60 sambil bekerja / tidak bekerja karena ikut teman Pengambilan keputusan kuliah 4 2.16 2.60 sambil bekerja / tidak bekerja tanpa sepengetahuan orangtua Total rata-rata subskor 11.56 10.73 Rata-rata total 44.62 44.39 Keterangan: *p<0.05 = berbeda nyata, p>0.05=tidak berbeda nyata Mahasiswa
yang
kuliah
sambil
bekerja
rata-rata
p>0.05 *p<0.05
*p<0.05
p>0.05
p>0.05 P>0.05 P>0.05
memiliki
pola
pengambilan keputusan secara rasional. Hal ini diduga karena sebagian besar dari mereka sebelum memutuskan untuk kuliah sambil bekerja, melakukan beberapa tahap pengambilan keputusan seperti mencari tahu tentang informasi
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
42
mahasiswa yang kuliah sambil bekerja seperti teman, memilih jenis pekerjaan, cara memperoleh pekerjaan dan besar gaji, mempertimbangkan aspek yang diutamakan terkait pekerjaan yang akan digeluti seperti kesesuaian dengan minat dan besar gaji yang diperoleh, berkonsultasi dengan pihak lain seperti ayah dan ibu. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa contoh mahasiswa bekerja lebih mandiri dalam mengelola rencana keuangan bulanan daripada contoh mahasiswa tidak bekerja. Selain itu contoh mahasiswa bekerja juga lebih matang dalam mempertimbangkan pengambilan keputusan untuk bekerja atau tidak bekerja ketika kuliah baik berdasarkan pertimbangan kebutuhan keuangan ataupun kebutuhan magang dan menggalang jaringan kerja. Selanjutnya pola pengambilan keputusan digolongkan ke dalam kategori rasional dan irasional. Hasil penenilitian yang disajikan pada tabel 20 menunjukkan bahwa hampir seluruh (90.00%) contoh mahasiswa bekerja berpikir secara rasional dalam memutuskan diri untuk kuliah sambil bekerja, hanya sedikit (10.00%) contoh yang memutuskan secara irasional. Begitu juga contoh mahasiswa tidak bekerja, hampir seluruh (96.67%) contoh memutuskan secara rasional untuk kuliah tidak sambil bekerja. Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan pola pengambilan keputusan dan status bekerja mahasiswa Mahasiswa bekerja Mahasiswa tidak bekerja Pola pengambilan keputusan n % n % Irasional Rasional
3 27
10.00 90.00
1 29
3.33 96.67
Total
30
100.00
30
100.00
Tingkat Kerja Posisi contoh dalam sistem MLM akan berbanding lurus dengan tuntutan untuk lebih banyak bekerja dalam membina dan mengelola kelompoknya. Berdasarkan rata-rata total skor respon (tabel 21) contoh mahasiswa bekerja untuk tingkat kerja dari 3 pertanyaan, skala 1-4 adalah 9.16. Berdasarkan nilai tersebut rata-rata contoh memiliki tingkat kerja tergolong kategori sedang. Data yang disajikan pada tabel 21 menunjukkan bahwa, jumlah waktu yang dialokasikan contoh mahasiswa bekerja untuk melakukan kerja rata-rata adalah selama 5-6 jam per minggu (3.13). Frekuensi kegiatan contoh mengikuti kegiatan-kegiatan terkait bisnis dan pekerjaannya di luar kota dalam 6 bulan
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
43
terakhir rata-rata 2 kali (3.53) dan frekuensi mengadakan pertemuan dengan grup baik dengan upline ataupun downline (home meeting) per minggu rata-rata 2 kali per minggu (2.50). Tabel 21 Sebaran karakteristik contoh mahasiswa bekerja berdasarkan aspek kerja Rata-rata No Pernyataan Skor 1* Alokasi waktu rata-rata kerja per minggu 3.13 2* Frekuensi pergi ke luar kota 6 bulan terakhir 3.53 3* Frekuensi mengadakan pertemuan (home 2.50 meeting) per minggu Rata-rata total 9.16 Keterangan: 1* skor 1= <2 jam, 2= 2-4 jam, 3= 5-6 jam, 4= >6 jam 2* skor 1= 0 kali, 2= 1 kali, 3= 2 kali, 4= >2 kali 3* skor 1= 1 kali, 2= 2 kali, 3= 3 kali, 4= >3 kali
Berdasarkan skor yang diperoleh, tingkat kerja dikelompokkan ke dalam kategori tinggi, sedang dan rendah. Hasil penelitian yang disajikan pada tabel 22 menunjukkan bahwa persentase terbanyak contoh memiliki tingkat kerja yang tergolong kategori tinggi (43.33%). Proporsi selanjutnya tergolong kategori sedang (40.00%) dan sedikit yang tergolong kategori rendah (16.67%). Tabel 22 Sebaran contoh mahasiswa bekerja berdasarkan tingkat kerja Tingkat kerja n % Rendah 5 16.67 Sedang 12 40.00 Tinggi 13 43.33 Total 30 100.00 Tingkat Stres Stres dapat diartikan sebagai suatu kondisi dinamik dimana seorang individu dikonfrontasikan dengan suatu peluang, kendala (constraint) atau tuntutan (demand) yang berkaitan dengan apa yang juga diinginkannya dan hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti dan penting (Robins 1996 diacu dalam Bahiyah 2005). Mahasiswa yang bekerja akan dihadapkan pada tuntutan, kendala dan peluang yang berpotensi menimbulkan stres. Tabel 23 menunjukkan total rata-rata skor respon contoh mahasiswa bekerja dan tidak bekerja terhadap item-item tentang gejala stres yang dialami dari 20 pernyataan, akala 1-5 yang diajukan adalah 39.93 dan 48.60. Jadi berdasarkan nilai tersebut contoh mahasiswa bekerja memiliki tingkat gejala stres kategori rendah. Artinya contoh mahasiswa bekerja jarang (1 x / 2 bulan) mengalami gejala stres. Sedangkan contoh mahasiswa tidak bekerja tergolong
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
44
kategori sedang, yang berarti contoh kadang-kadang (1 x / bulan) mengalami gejala stres. Tabel 23
Sebaran karakteristik contoh berdasarkan gejala stres dan status bekerja mahasiswa Rata-rata skor Mahasiswa No Pernyataan Uji beda t Mahasiswa tidak bekerja bekerja Gejala stres fisik 1 Merasa pusing atau sakit kepala 2.10 2.40 p>0.05 tanpa alasan yang jelas Merasa pegal-pegal pada leher. 2 2.90 3.40 p>0.05 punggung. dan bahu Sering menjatuhkan barang atau 3 1.76 2.40 *p<0.05 tersandung Mengalami kejang otot dan tangan 4 1.53 1.86 p>0.05 gemetaran Mulut dan tenggorokan terasa 5 2.20 2.43 p>0.05 kering 6 2.03 2.10 p>0.05 Jantung berpacu dengan cepat dan keras 7 1.46 1.86 p>0.05 Tiba-tiba merasa nyeri yang hebat di dada. lengan. atau tungkai 8 1.66 2.06 p>0.05 Merasa dingin dan berkeringat lebih dari biasanya 9 2.20 2.76 p>0.05 10 Lebih sering buang air kecil 2.46 2.16 p>0.05 Mengalami perubahan berat badan Total rata-rata subskor 20.33 23.46 p>0.05 Gejala stres emosional 11 Merasa lemas dan kurang energi 2.30 2.19 *p<0.05 12 Merasa tidak pernah istirahat 2.26 2.53 p>0.05 13 Membayangkan hal-hal yang buruk 1.76 2.50 *p<0.05 14 Merasa mudah tersinggung 1.70 2.50 *p<0.05 15 Mengalami sukar tidur 1.70 2.30 *p<0.05 16 Merasa sedih sekali dan ingin 2.26 2.93 *p<0.05 menangis 17 Marasa tidak tenang dan tegang 2.20 2.53 p>0.05 p>0.05 18 Merasa tertekan karena peraturan 1.73 1.80 di kampus *p<0.05 19 Sulit berkonsentrasi 2.03 2.83 *p<0.05 20 Merasa ingin cepat marah 1.63 2.56 Total rata-rata subskor 19.60 25.43 p<0.05 Rata-rata total 39.93 48.90 *p<0.05
Keterangan: *p<0.05 = berbeda nyata, p>0.05=tidak berbeda nyata
Hasil penelitian yang disajikan pada tabel 24 menunjukkan bahwa sebanyak 56.67 persen contoh mahasiswa bekerja mengalami gejala stres fisik, sebanyak 40.00 persen mengalami gejala stres emosional dan sangat sedikit
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
45
(3.33%) yang merasakan keduanya. Berbeda halnya pada contoh mahasiswa tidak bekerja, persentase gejala stres emosional lebih besar (53.33%) dibandingkan persentase gejala fisik yaitu sebanyak 33.33 persen dan sisanya sedikit (13.33%) yang merasakan keduanya. Tabel 24 Sebaran contoh berdasarkan kecenderungan gejala stres dan status bekerja mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa tidak Kecenderungan stres bekerja bekerja n % n % Fisik 17 56.67 10 33.33 Emosional 12 40.00 16 53.33 Seimbang (fisik=emosional) 1 3.33 4 13.33 Total 30 100.00 30 100.00 Gejala stres fisik (Tabel 29) yang kadang-kadang dialami contoh mahasiswa bekerja yaitu merasa pegal-pegal pada leher, punggung dan bahu (2.90). Contoh jarang mengalami perubahan berat badan (2.46), lebih sering buang air kecil serta mulut dan tenggorokan terasa kering (2.20), merasa pusing atau sakit kepala tanpa alasan yang jelas (2.10) dan jantung berpacu cepat dan keras (2.03). Gejala stres fisik yang jarang dialami yaitu menjatuhkan barang atau tersandung (1.76), merasa dingin atau berkeringat lebih dari biasanya (1.66). Tidak pernah mengalami kejang otot dan tangan gemetaran (1.53) dan tidak pernah tiba-tiba merasa nyeri yang hebat di dada, lengan dan tungkai (1.46). Gejala stres fisik yang kadang-kadang dialami contoh mahasiswa tidak bekerja yaitu merasa pegal-pegal pada leher, punggung dan bahu (3.46). Mereka juga kadang-kadang mengalami sering buang air kecil (2.76), namun jarang mengalami mulut dan tenggorokan kering (2.43), pusing atau sakit kepala tanpa alasan yang jelas dan menjatuhkan barang atau tersandung (2.40), mengalami perubahan berat badan (2.16), jantung berpacu dengan cepat (2.10), serta merasa dingin dan berkeringat lebih dari biasanya (2.06). Selain itu mereka juga mengaku hampir tidak pernah mengalami kejang otot dan gemetaran (1.86) serta tiba-tiba merasa nyeri yang hebat di dada, lengan atau tungkai (1.86). Gejala stres emosional yang jarang dialami contoh mahasiswa bekerja diantaranya merasa lemas dan kurang energi (2.30), merasa tidak pernah istirahat dan merasa sedih sekali dan ingin menangis (2.26), merasa tidak tenang dan tegang (2.20) serta sulit berkosentrasi (2.03), membayangkan hal-hal buruk (1.76), merasa tertekan karena peraturan di kampus (1.73), merasa mudah tersinggung dan susah tidur (1.70) serta merasa ingin cepat marah (1.63).
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
46
Gejala stres emosional yang kadang-kadang dialami contoh mahasiswa tidak bekerja yaitu merasa sedih dan ingin menangis (2.93), sulit berkonsentrasi (2.83), merasa ingin cepat marah (2.56). Mereka juga jarang mengalami perasaan merasa tidak pernah istirahat dan merasa tidak tenang dan tegang (2.53), membayangkan hal-hal buruk dan merasa mudah tersinggung (2.50), mengalami sukar tidur (2.30), merasa lemas dan kurang energi (2.19) dan merasa tertekan dengan peraturan di kampus (1.80). Total rata-rata subskor gejala fisik contoh mahasiswa bekerja dan tidak bekerja yaitu 20.00 dan 23.46. Artinya contoh mahasiswa bekerja jarang merasakan gejala stres fisik. Sedangkan contoh mahasiswa tidak bekerja kadang-kadang merasakan gejala stres fisik. Begitu juga dengan rata-rata subskor gejala stres emosional, contoh mahasiswa bekerja jarang (19.60) merasakan gejala stres emosional dan mahasiswa tidak bekerja kadang-kadang (25.43) merasakan gejala stres emosional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa contoh mahasiswa bekerja lebih jarang menjatuhkan barang atau tersandung daripada contoh mahasiswa tidak bekerja. Selain itu contoh mahasiswa bekerja juga lebih jarang merasa lemas atau kurang energi, lebih jarang membayangkan hal-hal buruk, lebih jarang mudah tersinggung, lebih jarang sulit tidur, lebih jarang sedih dan mudah menangis, lebih jarang sulit berkonsentrasi dan lebih jarang mudah cepat marah daripada contoh mahasiswa tidak bekerja. Adanya kondisi tersebut diduga karena contoh mahasiswa bekerja memiliki tingkat kecerdasan emosional yang lebih tinggi daripada contoh mahasiswa tidak bekerja, sehingga mampu mengelola emosionalnya dengan baik. Tabel 25
Sebaran contoh berdasarkan tingkat stres dan status bekerja mahasiswa Mahasiswa tidak Mahasiswa bekerja Tingkat stres bekerja n % n % Rendah 21 70.00 16 53.33 Sedang 9 30.00 13 43.33 Tinggi 0 0.00 1 3.33 Total 30 100.00 30 100.00 Hasil penelitian yang disajikan pada tabel 25 menunjukkan bahwa, lebih
dari separuh baik contoh mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja mengalami stres kategori rendah sebanyak 70.00 persen dan 53.33 persen. Proporsi
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
47
selanjutnya baik contoh mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja sebanyak 30.00 persen dan 43.33 persen mengalami stres kategori sedang dan sedikit (3.33%) contoh tidak bekerja yang mengalami stres kategori tinggi. Perilaku Belajar Kebiasaan atau perilaku belajar meliputi cara belajar, waktu dan strategi belajar mempunyai peranan yang tidak sedikit dalam menentukan prestasi belajar. Suatu hasil penelitian Gawronski dan Mathis (1965) diacu dalam Yuliana (1994), menunjukkan bahwa kebiasaan belajar baik dalam sikap maupun metode mempunyai peranan penting dalam menentukan prestasi belajar (mahasiswa). Tabel 26 Sebaran karakteristik contoh berdasarkan perilaku belajar dan status bekerja mahasiswa Rata-rata skor Mahasiswa Uji beda No Pertanyaan Mahasiswa t tidak bekerja bekerja 1* Tingkat rutinitas membaca materi 1.27 1.17 p>0.05 kuliah setiap hari 2* Alokasi waktu mempelajari materi 1.32 1.30 p>0.05 kuliah dalam satu minggu 3* Frekuensi belajar dalam satu 1.18 1.17 p>0.05 minggu Rata-rata total 3.77 3.64 p>0.05 Keterangan: 1* skor 1= Tidak, 2= Ya 2* skor 1= <3 jam, 1.3= 3-5 jam, 1.6= 5-7 jam, 2= >7 jam 3* skor 1= <4 kali, 1.25= 4-8 kali, 1.50= 9-12 kali, 1.75= 13 -16kali, 2= >16 kali
Hasil temuan penelitian yang disajikan pada tabel 26 menunjukkan bahwa, lebih dari separuh contoh bekerja ataupun tidak bekerja tidak rutin membaca materi kuliah setiap hari. Alokasi waktu untuk mempelajari materi kuliah dalam satu minggu baik mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja rata-rata 3-5 jam per minggu (1.32 dan 1.30), sedangkan frekuensi belajar contoh mahasiswa bekerja dan tidak bekerja dalam satu minggu yaitu rata-rata 4-8 kali (1.18 dan 1.17). Tabel 27
Sebaran contoh berdasarkan tingkat perilaku belajar dan status bekerja mahasiswa Mahasiswa tidak Mahasiswa bekerja bekerja Perilaku belajar n % n % Buruk 21 70.00 24 80.00 Cukup 7 23.33 3 10.00 Baik 2 6.67 3 10.00 Total 30 100.00 30 100.00
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
48
Selanjutnya perilaku belajar dibagi ke dalam 3 kategori yaitu baik, cukup dan buruk. Hasil penelitian yang disajikan pada tabel 27 menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh baik mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja memiliki tingkat perilaku belajar kategori buruk (70.00% dan 80.00%). Tingkat Kepuasan Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan situasi nilai-nilai yang berlaku pada dirinya (Anorog dan Widyanti 1990 diacu dalam Hanifa 2005). Hasil penelitian (Tabel 28) menunjukkan bahwa ratarata jawaban contoh mahasiswa bekerja dan tidak bekerja terhadap item-item pertanyaan tentang tingkat kepuasan hidup yang dialami. Total skor rata-rata respon contoh mahasiswa bekerja dan tidak bekerja untuk tingkat kepuasan hidup dari 17 pernyataan, skala 1-3 yaitu 32.16 dan 35.16. Jadi berdasarkan nilai tersebut, baik contoh mahasiswa bekerja ataupun mahasiswa tidak bekerja memiliki tingkat kepuasan hidup tergolong kategori sedang. Artinya baik contoh mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja merasa cukup puas terhadap kehidupan yang dijalani. Mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja mengaku merasa cukup puas terhadap kondisi keuangan (1.56 dan 2.03), keadaan materi atau aset (1.66 dan 2.16), keadaan mental (1.90 dan 2.36), emosional (1.86 dan 2.26), spiritual (1.73 dan 2.16), kesehatan fisik (1.96 dan 2.26) dan strategi bertahan hidup (2.10 dan 2.13). Mereka juga menyatakan cukup puas terhadap manajemen stres yang dilakukan (1.93 dan 1.93), manajemen pekerjaan yang dilakukan (1.90 dan 1.76), komunikasi dengan orangtua (2.10 dan 2.36), komunikasi dengan teman (2.16 dan 2,23), komunikasi dengan dosen (1.80 dan 1.76) dan komunikasi dengan saudara (2.03 dan 2.23). Selanjutnya dalam hal manajemen waktu dan manajemen keuangan yang dilakukan, contoh mahasiswa bekerja merasa cukup puas (1.73 dan 1.86), sedangkan mahasiswa tidak bekerja mengaku tidak puas (1.50 dan 1.46). Hasil penelitian memberikan gambaran bahwa contoh mahasiswa bekerja merasa masih kurang cukup puas dalam hal keadaan keuangan, makanan, tempat tinggal, materi atau aset, mental, emosi, spiritual, kesehatan daripada contoh mahasiswa tidak bekerja. Adanya hal tersebut diduga bahwa mereka menanamkan pada dirinya sendiri agar tidak mudah merasa puas dengan keadaan aktual. Hal ini diduga mereka beranggapan bahwa masih banyak kesempatan atau usaha yang belum dilakukan secara optimal.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
49
Tabel 28 Sebaran karakteristik contoh berdasarkan tingkat kepuasan bekerja mahasiswa Skor rata-rata Mahasiswa No Pertanyaan Mahasiswa tidak bekerja bekerja 1 Keadaan keuangan anda 1.56 2.03 2 Keadaan makanan anda 1.93 2.20 3 Keadaan tempat tinggal anda 1.90 2.30 4 Keadaan materi/aset anda 1.66 2.16 5 Keadaan mental anda 1.90 2.36 6 Keadaan emosional anda 1.86 2.26 7 Keadaan spiritual 1.73 2.16 8 Keadaan kesehatan fisik anda 1.96 2.26 9 Strategi bertahan hidup yang anda 2.10 2.13 lakukan 10 Manajemen waktu yang anda 1.73 1.50 lakukan 11 Manajemen keuangan yang anda 1.86 1.46 lakukan 12 Manajemen stres yang anda 1.93 1.93 lakukan 13 Manajemen pekerjaan yang anda 1.90 1.76 lakukan 14 Hubungan/komunikasi dengan 2.10 2.36 orang tua anda 15 Hubungan /komunikasi dengan 2.16 2.23 teman anda 16 Hubungan/komunikasi dengan 1.80 1.76 dosen anda 17 Hubungan /komunikasi dengan 2.03 2.23 saudara anda Rata-rata total 32.16 35.16 Keterangan: *p<0.05 = berbeda nyata, p>0.05=tidak berbeda nyata
dan status
Uji beda t *p<0.05 *p<0.05 *p<0.05 *p<0.05 *p<0.05 *p<0.05 *p<0.05 *p<0.05 p>0.05 p>0.05 *p<0.05 p>0.05 p>0.05 p>0.05 p>0.05 p>0.05 p>0.05 *p<0.05
Selanjutnya tingkat kepuasan dibagi ke dalam kategori tinggi, sedang dan rendah. Hasil penelitian yang disajikan pada tabel 29 memberikan informasi bahwa, lebih dari separuh (60.00%) contoh mahasiswa bekerja memiliki tingkat kepuasan kategori sedang. Adapun sisanya tergolong kategori rendah (30.00%) dan hanya sedikit yang tergolong kategori tinggi (10.00%). Begitu juga contoh mahasiswa tidak bekerja, contoh dengan kategori tingkat kepuasan hidup sedang memiliki persentase terbesar sebanyak 80.00 persen. Sisanya sebanyak 13.33 persen tergolong kategori tinggi (13.33%) dan hanya sedikit yang tergolong kategori rendah (6.67%).
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
50
Tabel 29
Sebaran contoh berdasarkan tingkat kepuasan dan status bekerja mahasiswa Mahasiswa tidak Mahasiswa bekerja bekerja Tingkat kepuasan n % n % Rendah 9 30.00 2 6.67 Sedang 18 60.00 24 80.00 Tinggi 3 10.00 4 13.33 Total 30 100.00 30 100.00 Perbedaan Mahasiswa Bekerja dan Tidak Bekerja Hasil uji statistik yang disajikan pada tabel 30 dengan menggunakan
Independent-Sample T Test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat kecerdasan emosional, tingkat stres dan tingkat kepuasan contoh mahasiswa bekerja dengan contoh mahasiswa tidak bekerja (p<0.05). Adapun pola pengambilan keputusan dan perilaku belajar kedua contoh tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0.05). Tabel 30 Hasil uji beda beberapa variabel antara mahasiswa bekerja Skor rata-rata Mahasiswa Variabel Mahasiswa Tidak bekerja bekerja Tingkat kecerdasan emosional 298.80 286.97 Pola pengambilan keputusan 44.62 44.39 Tingkat stres 39.93 48.93 Perilaku belajar 3.77 3.64 Tingkat kepuasan 32.17 35.37 Keterangan: * signifikan, p<0.05 (terlampir)
bekerja dan tidak
t-test
r
2.11 0.18 -3.06 0.07 -2.08
*0.039 0.854 *0.003 0.519 *0.042
Tingkat Kecerdasan Emosional Contoh Menurut Goleman (1997) kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk memahami diri sendiri dan oranglain. Hasil penelitian pada tabel 30 menunjukkan bahwa skor rata-rata tingkat kecerdasan emosional contoh mahasiswa bekerja memiliki skor lebih tinggi daripada contoh mahasiswa tidak bekerja. Hal ini sangat mungkin mengingat contoh mahasiswa bekerja dalam pekerjaannya selalu berinteraksi dengan banyak orang secara intensif. Mereka dituntut untuk pandai memahami orang lain, berempati, memberikan motivasi, mengelola emosi dan pandai membina hubungan.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
51
Pola Pengambilan Keputusan Contoh Pengambilan keputusan adalah suatu
proses menetapkan suatu
keputusan yang terbaik, logis, rasional dan ideal, berdasarkan fakta, data dan informasi dari sejumlah alternatif untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan dengan resiko terkecil, efektif, dan efisien yang akan dilaksanakan pada masa yang akan datang (Guhardja, Puspitawati, Hartoyo & Martianto 1992). Pola pengambilan keputusan dapat ditentukan oleh tersedia atau tidaknya data, fakta dan informasi yang diperoleh yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan. Hasil temuan penelitian yang disajikan pada tabel 30 menunjukkan bahwa, skor rata-rata pola pengambilan keputusan contoh mahasiswa bekerja berbeda sangat tipis atau sedikit lebih tinggi daripada skor rata-rata contoh mahasiswa tidak bekerja. Namun hasil uji statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar keduanya. Hal ini dimungkinkan kedua contoh hidup dalam kondisi lingkungan yang relatif sama, sehingga penerimaan data, fakta dan informasi terkait berbagai hal yang mempengaruhi pola pengambilan keputusan dimana hal tersebut berhubungan dengan keputusan mereka dalam menentukan bekerja atau tidak bekerja ketika kuliah pun relatif sama. Tingkat Stres Contoh Menurut Siagian (1995) diacu dalam Bahiyah (2005), mengatakan bahwa stres dapat timbul karena adanya tekanan atau ketegangan yang bersumber pada ketidakselarasannya seseorang dengan lingkungan dan apabila sarana dan tuntutan tugas tidak selaras dengan kebutuhan dan kemampuan seseorang. Contoh kasus pada penelitian ini menunjukkan bahwa, justru mahasiswa tidak bekerja memiliki skor rata-rata tingkat stres lebih tinggi daripada contoh mahasiswa bekerja (Tabel 30). Hal ini diduga, walaupun mereka tidak bekerja namun mereka memiliki tuntutan-tuntutan lain yang dapat memicu stres salah satu contohnya adalah tuntutan organisasi, mengingat hampir seluruhnya contoh mahasiswa tidak bekerja adalah seorang aktivis. Nilai skor rata-rata tingkat stres baik contoh mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja juga dapat dipengaruhi oleh kondisi pribadi masing-masing dalam menyikapi suatu tuntutan, sehingga hal tersebut akan menentukan kadar stres yang bersangkutan. Jadi mungkin saja bagi sebagian orang, semakin tinggi tuntutan yang didapat maka tingkat stres semakin rendah atau sebaliknya. Hal tersebut dapat disebabkan oleh faktor lain yang mempengaruhinya misalnya faktor pengalaman dalam menghadapi masalah yang sama, pemahaman agama yang akan
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
52
mementukan tingkat kepasrahan seseorang dalam menghadapi cobaan atau permasalahan hidup dan lain sebagainya. Perilaku Belajar Contoh Suatu hasil penelitian Gawronski dan Mathis (1965) diacu dalam Yuliana (1994), menunjukkan bahwa kebiasaan belajar baik dalam sikap maupun metode mempunyai peranan penting dalam menentukan prestasi belajar (mahasiswa). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai skor rata-rata perilaku belajar mahasiswa bekerja lebih tinggi daripada contoh tidak bekerja (Tabel 30). Namun kendatipun demikian, berdasarkan hasil uji statistik
tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata atas keduanya. Hal ini diduga karena adanya perilaku belajar yang relatif sama antara contoh mahasiswa bekerja dengan contoh mahasiswa tidak bekerja, sehingga prestasinya pun tidak berbeda. Tingkat Kepuasan Contoh Hasil penelitian menunjukkan skor rata-rata tingkat kepuasan mahasiswa bekerja lebih rendah daripada skor rata-rata tingkat kepuasan mahasiswa tidak bekerja (Tabel 35). Hasil uji statistik menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata atas keduanya. Menurut Anorog dan Widiyanti (1990) diacu dalam Hanifa (2005), kepuasan merupakan hal yang bersifat individu. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan situasi nilai-nilai yang berlaku pada dirinya. Semakin banyak yang sesuai dengan aspek keinginan individu, maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan dan sebaliknya, semakin banyak aspek-aspek yang tidak sesuai dengan keinginan individu, maka semakin rendah tingkat kepuasan yang dirasakan. Jadi, mungkin saja dalam kondisi yang sama, kadar kepuasan contoh mahasiswa bekerja berbeda dengan contoh mahasiswa tidak bekerja, tergantung bagaimana individu yang bersangkutan menyikapi segala sesuatu yang dirasakannya. Hal ini bisa dikarenakan perbedaan tingkat keilmuan atau pengetahuan dalam melihat suatu peluang untuk mencapai level kehidupan yang lebih tinggi, dimana contoh mahasiswa yang bekerja mengetahui bahwa masih banyak hal-hal yang belum mereka capai sehungga mereka belum mencapai kepuasan maksimal. Selain itu rendahnya tingkat kepuasan yang dirasakan oleh mahasiswa bekerja juga dapat disebabkan oleh kurangnya rasa bersyukur untuk menerima kenyataan yang ada.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
53
Hubungan antar Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini diduga memiliki hubungan satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu digunakan uji korelasi untuk membuktikannya. Karakteristik Individu dengan Pola Pengambilan Keputusan Karakteristik individu merupakan variabel yang diduga berhubungan dengan pola pengambilan keputusan mahasiswa. Variabel tersebut dapat menentukan tingkat kemandirian dan kematangan dalam pengambilan keputusan bekerja atau tidak bekerja yang akhirnya akan menentukan model keputusan rasional atau irasional Umur dengan Pola Pengambilan Keputusan. Umur contoh diduga brhubungan dengan tingkat kematangan contoh dalam berpikir dan mengambil keputusan. Hasil penelitian yang disajikan pada tabel 31 menunjukkan bahwa, persentase terbanyak baik contoh mahasiswa bekerja yang berumur antara 1820 tahun ataupun yang berumur 21-23 tahun melakukan pengambilan keputusan secara rasional (93.33% dan 86.67%) untuk memutuskan kuliah sambil bekerja. Begitu juga contoh mahasiswa tidak bekerja, persentase terbanyak contoh yang berumur 18-20 tahun memiliki pola pengambilan keputusan rasional untuk memutuskan kuliah tidak sambil bekerja (93.33%) dan contoh mahasiswa tidak bekerja yang berumur 21-23 tahun pun demikian (50.00%). Jadi, baik contoh mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja yang memiliki kisaran umur baik 18-20 tahun ataupun 21-23 tahun hampir seluruhnya melakukan pengambilan keputusan
secara
rasional.
Berdasarkan
uji
korelasi
Spearman
tidak
menunjukkan hubungan yang nyata antara umur contoh mahasiswa bekerja dan tidak bekerja dengan pola pengambilan keputusan contoh (p>0.05). Tabel 31 Sebaran contoh berdasarkan umur dan pola pengambilan keputusan pada mahasiswa bekerja dan tidak bekerja Pola pengambilan keputusan Umur Total Irasional Rasional Contoh Kategori n % n % n % Mahasiswa 18-20 1 6.67 14 93.33 15 100.00 bekerja 21-23 2 13.33 13 86.67 15 100.00 Mahasiswa tidak bekerja
18-20 21-23
1 0
6.67 0.00
14 15
93.33 100.00
15 15
100.00 100.00
Keterangan: tidak signifikan p>0.05 pada kedua contoh
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
54
Jenis Kelamin dengan Pola Pengambilan Keputusan. Jenis kelamin diduga berkaitan erat dengan logika berpikir seseorang, dimana wanita lebih mengedepankan perasaan daripada akal, sedangkan laki-laki sebaliknya. Hasil temuan di lapangan yang disajikan pada tabel 32 memberikan informasi bahwa, persentase terbanyak contoh mahasiswa bekerja baik yang berjenis kelamin lakilaki ataupun perempuan melakukan pengambilan keputusan secara rasional untuk memutuskan kuliah sambil bekerja (87.50% dan 92.86). Begitu juga lebih dari separuh contoh mahasiswa tidak bekerja berjenis kelamin laki-laki melakukan pengambilan keputusan untuk kuliah tidak sambil bekerja secara rasional (95.45%). Sedangkan contoh yang berjenis kelamin perempuan seluruhnya (100.00%) mengambil keputusan secara rasional dalam memilih kuliah tidak sambil bekerja. Jadi, baik contoh mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja, baik laki-laki ataupun perempuan hampir seluruhnya melakukan pengambilan keputusan secara rasional untuk kuliah sambil bekerja atau tidak sambil bekerja. Berdasarkan uji korelasi Spearman tidak menunjukkan hubungan yang nyata antara jenis kelamin baik contoh mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja dengan pola pengambilan keputusan contoh (p>0.05). Tabel 32
Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan pola pengambilan keputusan pada mahasiswa bekerja dan tidak bekerja Pola pengambilan Jenis kelamin keputusan Total Irasional Rasional Contoh Kategori n % n % n % Mahasiswa Laki-laki 2 12.50 14 87.50 16 100.00 bekerja Perempuan 1 7.14 13 92.86 14 100.00 Mahasiswa tidak bekerja
Laki-laki Perempuan
1 0
4.55 0.00
21 8
95.45 100
22 8
100.00 100.00
Keterangan: tidak signifikan p>0.05 pada kedua contoh
Urutan Anak dengan Pola Pengambilan Keputusan. Secara tidak langsung urutan anak diduga berkaitan dengan adanya tuntutan keluarga untuk membantu meringankan beban keluarga. Hasil penelitian yang disajikan pada tabel 33 menunjukkan bahwa, persentase terbanyak contoh mahasiswa bekerja yang merupakan anak pertama dan terakhir melakukan keputusan secara rasional (84.62% dan 88.89%). Adapun contoh mahasiswa bekerja yang merupakan anak tengah, seluruhnya (100.00%) mengambil keputusan secara rasional. Hanya satu orang (7.69*%) yang merupakan anak tunggal memiliki pola pengambilan keputusan secara rasional.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
55
Contoh yang merupakan anak pertama dan tengah pada kelompok mahasiswa tidak bekerja, seluruhnya (100.00%) melakukan pola pengambilan keputusan secara rasional untuk memilih kuliah tidak sambil bekerja. Contoh yang merupakan anak terakhir pun lebih dari separuhnya (85.71%) memiliki pola pengambilan keputusan secara rasional. Jadi baik contoh mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja yang merupakan anak pertama, tengah dan terakhir hampir
seluruhnya
melakukan
pengambilan
keputusan
secara
rasional.
Berdasarkan uji korelasi Spearman tidak menunjukkan hubungan yang nyata antara urutan anak baik contoh mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja dengan pola pengambilan keputusan contoh (p>0.05). Tabel 33
Sebaran contoh berdasarkan urutan anak dan pola pengambilan keputusan pada mahasiswa bekerja dan tidak bekerja Pola pengambilan keputusan Urutan anak Total Irasional Rasional Contoh Kategori n % n % n % Mahasiswa Pertama 2 15.38 11* 84.62 13 100.00 bekerja Tengah 0 0.00 8 100.00 8 100.00 Terakhir 1 11.11 8 88.89 9 100.00 Mahasiswa Pertama 0 0.00 10 100.00 0 100.00 tidak bekerja Tengah 0 0.00 13 100.00 13 100.00 Terakhir 1 14.29 6 85.71 7 100.00
Keterangan: tidak signifikan p>0.05 pada kedua contoh, * mencakup anak tunggal
Status Perkawinan dengan Pola Pengambilan Keputusan. Status perkawinan dimungkinkan berkaitan dengan adanya tuntutan untuk mencari uang agar dapat memenuhi kebutuhan. Tuntutan tersebut diduga akan brpengaruh dengan tingkat kematangan yang bersangkutan untuk mengambil sebuah keputusan. Tabel 34 Sebaran contoh berdasarkan status perkawinan dan pola pengambilan keputusan pada mahasiswa bekerja dan tidak bekerja Pola pengambilan keputusan Status perkawinan Total Irasional Rasional Contoh Kategori n % n % n % Mahasiswa Belum 3 10.00 27 90.00 30 100.00 bekerja Sudah 0 0.00 0 00.00 0 0.00 Mahasiswa tidak bekerja
Belum Sudah
1 0
3.33 0.00
29 0
96.67 0.00
30 0
100.00 0.00
Berdasarkan temuan yang disajikan pada tabel 34 menunjukkan bahwa, baik contoh mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja seluruhnya belum menikah serta melakukan pengambilan keputusan untuk kuliah sambil bekerja atau tanpa
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
56
bekerja secara rasional (90.00% dan 96.67%), Hanya sedikit yang melakukannya secara irasional (10.00% dan 3.33%). Pengalaman Kerja dengan Pola Pengambilan Keputusan. Tingkat rasionalitas keputusan seseorang berkaitan dengan lengkap tidaknya informasi yang diperoleh untuk digunakan sebagai bahan pertimbangan. Pengalaman kerja seseorang diduga dapat memberi nilai tambah tentang pengetahuan yang dibutuhkan sehingga akan menentukan pola pengambilan keputusan yang bersangkutan. Hasil penelitian yang tertuang pada tabel 35 menunjukkan bahwa, lebih dari separuh contoh mahasiswa bekerja, baik yang memiliki pengalaman kerja sebelumnya ataupun tidak memiliki pengalaman sebelumnya, melakukan pengambilan keputusan secara rasional (89.47% dan 90.91%). Hanya sedikit contoh yang melakukan pengambilan keputusan secara irasional (10.53% dan 9.09%). Tabel 35 Sebaran contoh mahasiswa bekerja berdasarkan pengalaman kerja dan pola pengambilan keputusan Pola pengambilan keputusan Pengalaman kerja Total Irasional Rasional Contoh Kategori n % n % n % Mahasiswa Belum pernah 2 10.53 17 89.47 19 100.00 bekerja Pernah 1 9.09 10 90.91 11 100.00 Keterangan: signifikan (r= 0.036; p<0.05)
Menurut
Syamsi
(2000),
keputusan
dapat
diambil
berdasarkan
pengalaman waktu yang lalu mengingat permasalahan yang dihadapi sama, sedangkan hanya waktunya saja yang berebeda. Berdasarkan uji korelasi menunjukkan hubungan yang nyata antara pengalaman kerja contoh mahasiswa bekerja dengan pola pengambilan keputusan contoh (r = 0.036; p<0.05). Hal ini berarti contoh yang memiliki pengalaman kerja maka pola pengambilan keputusannya semakin rasional. Hasil ini sejalan dengan pendapat syamsi (2000) yang mengatakan setidaknya ada yang membedakan antara orang yang berpengalaman kerja dengan yang tidak memiliki pengalaman kerja dikarenakan adanya perbedaan tingkat informasi yang didapat. Hal tersebut dapat mempengaruhi model pengambilan keputusan seseorang. Karakteristik Keluarga dan Lingkungan dengan Pola Pengambilan Keputusan Sama hal nya dengan karakteristik individu, karakteristik keluarga dan lingkungan juga diduga berhubungan dengan pola pengambilan keputusan mahasiswa. Variabel tersebut dapat menentukan tingkat kemandirian dan
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
57
kematangan dalam pengambilan keputusan bekerja atau tidak bekerja yang akhirnya akan menentukan model keputusan rasional atau irasional. Umur Orangtua dengan Pola Pengambilan Keputusan. Semakin tua umur orangtua memungkinkan mereka memiliki pengalaman yang banyak dalam mengarungi kehidupan. Adanya hal tersebut juga memungkinkan orang tua untuk memberikan arahan-arahan yang berarti kepada anak-anaknya. Kondisi tersebut memungkinkan orangtua memiliki andil besar dalam mengatur kehidupan anakanaknya sehingga hal tersebut diduga akan berkaitan dengan kematangan berpikir dan kemandirian anaknya yang selanjutnya dapat berpengaruh terhadap pola pengambilan keputusan. Hasil penelitian yang disajikan pada tabel 36 menunjukkan bahwa contoh mahasiswa bekerja yang memiliki ayah dengan kategori umur dewasa madya, lebih dari separuhnya (89.66%) melakukan pengambilan keputusan secara rasional. Begitu juga contoh yang memiliki ayah lansia (100.00%), ayah cerai (3.45%*) dan ayah meninggal (6.90%*), seluruhnya melakukan pola pengambilan keputusan secara rasional. Contoh yang memiliki ibu dengan kategori umur dewasa madya, lebih dari separuhnya (89.29%) melakukan pengambilan keputusan secara rasional. Begitu juga contoh dengan ibu lansia dan dewasa muda masing-masing sebanyak satu orang melakukan pola pengambilan keputusan secara rasional. Tabel 36 Sebaran contoh berdasarkan umur orangtua dan pola keputusan pada mahasiswa bekerja dan tidak bekerja Pola pengambilan Umur orangtua keputusan Irasional Rasional Kategori n % n % Mahasiswa Ayah Dewasa muda 0 0.00 0 0.00 bekerja Dewasa madya 3 10.34 26* 89.66 Lansia 0 0.00 1 100.00 Ibu Dewasa muda 0 0.00 1 100.00 Dewasa madya 3 10.71 25 89.29 Lansia 0 0.00 1 100.00 Mahasiswa Ayah Dewasa muda 0 0.00 2** 100.00 tidak Dewasa madya 1 3.70 26* 96.30 bekerja Lansia 0 0.00 1* 0.00 Ibu Dewasa muda 0 0.00 6* 100.00 Dewasa madya 1 4.17 23 95.83 Lansia 0 0.00 0 0.00
pengambilan
Total n 0 29 1 1 28 1 2 27 1 6 24 0
% 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
Keterangan: tidak signifikan p>0.05 pada kedua contoh * pada mahasiswa bekerja mencakup orangtua cerai dan meninggal * pada mahasiswa tidak bekerja mencakup orangtua meninggal ** pada mahasiswa tidak bekerja mencakup orangtua cerai
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
58
Hasil penelitian pada contoh mahasiswa tidak bekerja menunjukkan bahwa, hampir seluruh (96.30%) contoh mahasiswa tidak bekerja yang memiliki ayah dengan kategori umur dewasa madya melakukan pengambilan keputusan secara rasional. Contoh dengan ayah cerai (50.00%*) dan kategori umur dewasa muda masing-masing sebanyak satu orang, keduanya melakukan pengambilan keputusan secara rasional. Begitu juga sebanyak dua orang contoh dengan ayah meninggal ketika berumur dewasa madya (7.40%*) dan ketika berumur lansia (100.00%*), keduanya melakukan pengambilan keputusan secara rasional. Hampir seluruh (95.83%) contoh yang memiliki ibu dengan kategori umur dewasa madya melakukan pengambilan keputusan secara rasional. Seluruh contoh dengan ibu kategori umur dewasa muda melakukan pengambilan keputusan secara rasional. Satu-satunya contoh dengan ibu meninggal (16.67%*) melakukan pola pengambilan keputusan secara rasional. Jadi baik contoh mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja yang memiliki orangtua dengan kategori umur dewasa madya, hampir seluruhnya melakukan pengambilan keputusan secara rasional. Hasil uji korelasi Spearman tidak menunjukkan hubungan yang nyata antara umur ayah dan umur ibu baik pada contoh mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja dengan pola pengambilan keputusan contoh (p>0.05). Hal ini berarti tidak ada perbedaan dalam pengambilan keputusan dikarenakan umur orangtua contoh. Tingkat Pendidikan Orangtua dengan Pola Pengambilan Keputusan. Sama halnya dengan semakin tua umur orangtua, tingkat pendidikan orangtua pun diduga berpengaruh pada pola pengambilan keputusan anaknya karena intensitas keterlibatan orangtua untuk mengatur anaknya yang nantinya akan berpengaruh juga pada kematangan dan kemandirian anak. Kadar kematangn dan kemandirian akan berkaitan dengan pola berpikir anak, termasuk dalam memutuskan bekerja ketika kuliah atau tidak. Hasil penelitian yang disajikan pada tabel 37 menunjukkan bahwa, lebih dari separuh contoh mahasiswa bekerja yang memiliki ayah dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi dan SMU, melakukan pengambilan keputusan secara rasional (93.75% dan 80.00%). Begitu juga sisanya yang memiliki ayah dengan pendidikan SD dan SLTP, seluruhnya melakukan pengambilan keputusan secara rasional.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
59
Lebih dari separuh contoh mahasiswa bekerja yang memiliki ibu dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi dan SMU melakukan pengambilan keputusan secara rasional (92.31% dan 83.33%), Begitu juga sisanya yang memiliki ayah dengan pendidikan SD dan tidak tamat SD seluruhnya melakukan pengambilan keputusan secara rasional. Pada contoh mahasiswa tidak bekerja, sebanyak 87.50% yang memiliki ayah dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi melakukan pengambilan keputusan secara rasional. Begitu juga sisanya yang memiliki ayah dengan pendidikan SMU, SMP, SD dan tidak tamat SD seluruhnya melakukan pengambilan keputusan secara rasional. Lebih dari separuh (87.50%) contoh yang memiliki ibu dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi melakukan pengambilan keputusan secara rasional. Begitu juga sisanya yang memiliki ibu dengan tingkat pendidikan SMU, SD dan tidak tamat SD seluruhnya melakukan pengambilan keputusan secara rasional. Tabel 37 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan orangtua dan pola pengambilan keputusan pada mahasiswa bekerja dan tidak bekerja Pendidikan orangtua
Mahasiswa bekerja
Mahasiswa tidak bekerja
Kategori Ayah Tidak sekolah Tidak tamat SD SD/sederajat SMP sederajat SMU/sederajat Akademi/Dipl/PT Ibu Tidak sekolah Tidak tamat SD SD/sederajat SMP sederajat SMU/sederajat Akademi/Dipl/PT Ayah Tidak sekolah Tidak tamat SD SD/sederajat SMP sederajat SMU/sederajat Akademi/Dipl/PT Ibu Tidak sekolah Tidak tamat SD SD/sederajat SMP sederajat SMU/sederajat Akademi/Dipl/PT
Pola pengambilan keputusan Irasional Rasional n % n % 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00 3 100.00 0 0.00 1 100.00 2 20.00 8 80.00 1 6.25 15 93.75 0 0.00 0 0.00 0 0.00 1 100.00 0 0.00 4 100.00 0 0.00 0 0.00 2 16.67 10 83.33 1 7.69 12 92.31 0 0.00 2 100.00 0 0.00 1 100.00 0 0.00 3 100.00 0 0.00 7 100.00 0 0.00 9 100.00 1 12.50 7 87.50 0 0.00 0 0.00 0 0.00 5 100.00 0 0.00 12 100.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00 5 100.00 1 12.50 7 87.50
Total n 0 0 3 1 10 16 0 1 4 0 12 13 2 1 3 7 9 8 0 5 12 0 5 8
% 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
Keterangan: signifikan pada contoh tidak bekerja, pendidikan ayah (r=-0.015;p<0.05) , ibu (r= -0.002; p<0.01)
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
60
Jadi, baik contoh mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja yang memiliki orangtua dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi dan SMU, hampir seluruhnya (bahkan orangtua tidak bekerja dengan tingkat pendidikan SMU) melakukan pengambilan keputusan secara rasional. Hasil uji korelasi Spearman tidak menunjukkan hubungan yang nyata antara tingkat pendidikan orangtua contoh mahasiswa bekerja (p>0.05). Akan tetapi pada contoh mahasiswa tidak bekerja, menunjukkan hubungan negatif dan nyata antara tingkat pendidikan ayah (r = - 0.015 ; p<0.05) dan tingkat pendidikan ibu (r = - 0.002 ; p<0.01) dengan pola pengambilan keputusan. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat pendidikan orangtua contoh maka semakin tidak rasional contoh dalam mengambil keputusan. Hal ini diduga, dikarenakan dalam pengambilan keputusan yang dilakukan oleh contoh, orangtua masih ikut mengatur sehingga adakalanya contoh hanya ikut-ikutan saja tanpa mengetahui urgensi dari keputusan tersebut. Hal ini diduga dapat mengakibatkan contoh menjadi tidak mandiri dan tidak berpikir rasional, termasuk dalam menentukan keputusan apakah kuliah sambil bekerja atau tidak. Pekerjaan Orangtua dengan Pola Pengambilan Keputusan. Pekerjaan orangtua contoh diduga secara tidak langsung berkaitan dengan motivasi atau alasan anak untuk memilih kuliah sambil bekerja atau tidak, dimana akhirnya akan berkaitan dengan pola pengambilan keputusan contoh. Hasil penelitian (Tabel 38), menunjukkan bahwa contoh mahasiswa bekerja yang memiliki ayah dengan pekerjaan PNS dan wiraswasta melakukan pengambilan keputusan secara rasional (92.31% dan 83.33). Begitu juga dengan contoh yang memiliki ayah tidak bekerja sebanyak 80.00 persen melakukan pengambilan keputusan secara rasional. Contoh dengan pekerjaan ayah sebagai buruh, karyawan swasta,
pensiunan
PNS
dan
lainnya
(POLRI),
seluruhnya
melakukan
pengambilan keputusan secara rasional. Lebih dari separuh contoh dengan ibu tidak bekerja, PNS, dan wiraswasta melakukan pengambilan keputusan secara rasional (91.67%, 87.50% dan 85.71%). Contoh yang memiliki pekerjaan ibu sebagai petani dan karyawan swasta seluruhnya melakukan pengambilan keputusan secara rasional. Seluruh contoh mahasiswa tidak bekerja yang memiliki ayah dengan pekerjaan sebagai PNS, wiraswasta, karyawan swasta, buruh dan petani, seluruhnya melakukan pengambilan keputusan secara rasional. Begitu juga contoh dengan ayah yang tidak bekerja seluruhnya melakukan pengambilan
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
61
keputusan secara rasional. Separuh contoh mahasiswa yang memiliki ayah dengan pekerjaan sebagai pensiunan PNS melakukan pengambilan keputusan secara rasional. Tabel 38 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orangtua dan pola pengambilan keputusan pada mahasiswa bekerja dan tidak bekerja Pola pengambilan keputusan Pekerjaan orangtua Total Irasional Rasional Kategori n % n % n % Mahasiswa Ayah Buruh 0 0.00 1 100.00 1 100.00 bekerja Petani 0 0.00 0 0.00 0 100.00 Wrswst/Pdg 1 16.67 5 83.33 6 100.00 Kary swasta 0 0.00 3 100.00 3 100.00 PNS 1 7.69 12 92.31 13 100.00 Pensiunan PNS 0 0.00 1 100.00 1 100.00 Tidak bekerja 1 20.00 4 80.00 5 100.00 Lainnya 0 0.00 1 100.00 1 100.00 Ibu Buruh 0 0.00 0 0.00 0 100.00 Petani 0 0.00 1 100.00 1 100.00 Wrswst/ Pdg 1 14.29 6 85.71 7 100.00 Kary swasta 0 0.00 2 100.00 2 100.00 PNS 1 12.50 7 87.50 8 100.00 Pensiunan PNS 0 0.00 0 0.00 0 100.00 Tidak bekerja 1 8.33 11 91.67 12 100.00 Lainnya 0 0.00 0 0.00 0 100.00 Mahasiswa Ayah Buruh 0 0.00 1 100.00 1 100.00 tidak Petani 0 0.00 5 100.00 5 100.00 bekerja Wrswst/ Pdg 0 0.00 7 100.00 7 100.00 Kary swasta 0 0.00 4 100.00 4 100.00 PNS 0 0.00 8 100.00 8 100.00 Pensiunan PNS 1 50.00 1 50.00 2 100.00 Tidak bekerja 0 0.00 3 100.00 3 100.00 Lainnya 0 0.00 0 0.00 0 100.00 Ibu Buruh 0 0.00 0 0.00 0 100.00 Petani 0 0.00 3 100.00 3 100.00 Wrswst/ Pdg 0 0.00 4 100.00 4 100.00 Kary swasta 0 0.00 1 100.00 1 100.00 PNS 0 0.00 5 100.00 5 100.00 Pensiunan PNS 1 100.00 0 0.00 1 100.00 Tidak bekerja 0 0.00 16 100.00 16 100.00 Lainnya 0 0.00 0 0.00 0 100.00 Keterangan: tidak signifikan p>0.05 pada kedua contoh
Seluruh contoh mahasiswa tidak bekerja yang memiliki ibu sebagai petani, wiraswasta, karyawan swasta dan PNS melakukan pengambilan keputusan secara rasional. Begitu juga dengan contoh yang memiliki ibu tidak bekerja, melakukan pengambilan keputusan secara rasional. Jadi baik contoh mahasiswa
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
62
bekerja ataupun tidak bekerja yang memiliki orangtua dengan pekerjaan baik sebagai wiraswasta atau pedagang ataupun PNS hampir seluruhnya, (bahkan pada contoh tidak bekerja seluruhnya) melakukan pengambilan keputusan secara rasional. Hasil uji korelasi Spaearman tidak menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara pekerjaan ayah dan ibu baik pada contoh mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja dengan pola pengambilan keputusan (p>0.05). Hal ini berarti tidak ada perbedaan dalam pengambilan keputusan dikarenakan perbedaan pekerjaan orangtua contoh. Tingkat Pendapatan Keluarga dengan Pola Pengambilan Keputusan. Tidak jauh berbeda dengan pekerjaan orangtua, begitu juga halnya tingkat pendapatan keluarga diduga berkaitan dengan motivasi atau alasan anak untuk memutuskan kuliah sambil bekerja atau tidak dimana pada akhirnya diduga berkaitan dengan pola pengambilan keputusan contoh. Hasil penelitian yang disajikan pada tabel 39 menunjukkan bahwa, contoh mahasiswa bekerja yang tergolong kategori keluarga dengan tingkat pendapatan keluarga ekonomi menengah ke bawah, seluruhnya melakukan pengambilan keputusan secara rasional. Begitu juga contoh dengan kategori tingkat pendapatn keluarga ekonomi menengah ke atas, labih dari separuhnya (88.89%) melakukan pengambilan keputusan secara rasional. Tabel 39 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendapatan keluarga dan pola pengambilan keputusan pada mahasiswa bekerja dan tidak bekerja Pengambilan keputusan Pendapatan keluarga Total Irasional Rasional Contoh Kategori n % n % n % Mahasiswa Menengah kebawah 0 00.00 3 100.00 3 100.00 bekerja Menengah keatas 3 11.11 24 88.89 27 100.00 Mahasiswa Menengah kebawah 0 0.00 10 100.00 10 100.00 tidak bekerja Menengah keatas 1 5.00 19 95.00 20 100.00 Keterangan: signifikan pada contoh bekerja (r= -0.014; p<0.05)
Contoh dengan kategori tingkat pendapatan keluarga ekonomi menengah ke bawah pada kelompok mahasiswa tidak bekerja, seluruhnya (100.00%) melakukan pengambilan keputusan secara rasional. Begitu juga sebanyak 95.00 persen contoh dengan kategori tingkat pendapatan keluarga ekonomi menengah ke bawah pada kelompok ini juga melakukan pengambilan keputusan secara rasional. Jadi baik contoh mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja dengan tingkat pendapatan keluarga ekonomi menengah ke bawah seluruhnya
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
63
melakukan pengambilan keputusan secara rasional. Sedangkan kedua contoh dengan tingkat pendapatan keluarga ekonomi menengah ke atas hampir seluruhnya melakukan pengambilan keputusan secara rasional. Berdasarkan uji korelasi Spearman tidak menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara tingkat pendapatan keluarga contoh mahasiswa tidak bekerja dengan pola pengambilan keputusan contoh (p>0.05). Akan tetapi menunjukkan hubungan yang nyata dan negatif pada contoh mahasiswa bekerja (r = - 0.014 ; p<0.05). Hal ini berarti semakin tinggi tingkat pendapatan keluarga contoh maka pengambilan keputusan tidak rasional. Hal ini diduga contoh dengan pendapatan keluarga tinggi dalam mengambil keputusan tidak terlalu mempertimbangkannya berdasarkan kebutuhan keuangan baik pribadi maupun keluarga. Sehingga hal ini juga diduga karena banyak diantara contoh yang bekerja ketika kuliah memiliki alasan bukan karena masalah keuangan, akan tetapi untuk mencari pengalaman atau hanya sekedar memanfaatkan waktu luang. Lingkungan dengan Pola Pengambilan Keputusan. Lingkungan dalam penelitian ini adalah keluarga dan teman merupakan faktor yang berhubungan dengan pengambilan keputusan (Engel, Blackwell & Miniard 1994). Ada tidaknya faktor tersebut diduga berkaitan dengan tersedianya atau tidak sarana sebagai sumber informasi yang akan dijadikan referensi untuk mengambil sebuah keputusan. Tabel 40 Sebaran contoh mahasiswa bekerja berdasarkan potensi pengaruh lingkungan dan pola pengambilan keputusan Pola pengambilan keputusan Total Potensi pengaruh lingkungan Irasional Rasional n % n % n % Tidak ada 1 7.69 12 92.31 13 100.00 Keluarga 1 14.29 6 85.71 7 100.00 Teman 0 0.00 5 100.00 5 100.00 Keduanya (keluarga dan teman) 1 20.00 4 80.00 5 100.00 Keterangan: tidak signifikan p>0.05
Hasil temuan penelitian (Tabel 40) menunjukkan bahwa, sebanyak 92.31 persen contoh yang tidak memiliki potensi pengaruh lingkungan melakukan keputusan secara rasional. Begitu juga contoh dengan potensi pengaruh lingkungan yang berasal dari keluarga dan keduanya (keluarga dan teman) masing-masing sebanyak 85.71 persen dan 80.00 persen. Sedangkan contoh dengan potensi pengaruh yang berasal dari teman seluruhnya mengambil keputusan secara rasional.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
64
Uji korelasi Spearman tidak menunjukkan hubungan yang nyata antara potensi
pengaruh
lingkungan
contoh
mahasiswa
bekerja
dengan
pola
pengambilan keputusan contoh (p>0.05). Hal ini berarti tidak ada perbedaan dalam pola pengambilan keputusan dikarenakan perbedaan potensi pengaruh lingkungan contoh. Karakteristik Individu dengan Tingkat Stres Karakteristik individu merupakan variabel yang diduga berhubungan dengan stres yang dialami mahasiswa. Variabel tersebut dapat menentukan tingkat stres yang akan dirasakan baik stres fisik atupun emosional. Umur dengan Tingkat Stres. Hayslip dan Panek (1989) menyatakan bahwa terdapat perbedaan antar individu terhadap stres sebagaimana reaksi mereka terhadap stres. Semakin berumur mungkin akan semakin mudah individu mengasumsikan
suatu
situasi
sebagai
penuh
tekanan
atau
stressfull.
Kesempatan untuk mengalami kejadian stres tinggi akan semakin besar dengan meningkatnya usia. Hasil penelitian yang disajikan pada tabel 41 menunjukkan bahwa, lebih dari separuh (60.00%) contoh mahasiswa bekerja yang berumur 18-20 tahun mengalami stres kategori rendah dan sebanyak 40.00 persen termasuk kategori sedang. Begitu juga contoh yang berumur 21-23 tahun sebanyak 80.00 persen mengalami stres tingkat rendah dan sebanyak 20.00 persen termasuk kategori sedang. Tabel 41 Sebaran contoh berdasarkan umur dan tingkat stres pada mahasiswa bekerja dan tidak bekerja Tingkat stres Umur Total Rendah Sedang Tinggi Contoh Kategori n % n % n % n % Mahasiswa 18-20 9 60.00 6 40.00 0 0.00 15 100.00 bekerja 21-23 12 80.00 3 20.00 0 0.00 15 100.00 Mahasiswa tidak bekerja
18-20 21-23
6 10
40.00 66.67
9 60.00 4 26.67
0 1
0.00 6.67
15 15
100.00 100.00
Keterangan: tidak signifikan p>0.05 pada kedua contoh
Lebih dari separuh (60.00%) contoh mahasiswa tidak bekerja yang berumur 18-20 tahun mengalami stres tingkat sedang dan sisanya sebanyak 40.00 persen termasuk kategori rendah. Lebih dari separuh (66.67%) contoh yang berumur 21-23 mengalami stres tingkat rendah, sebanyak 26.67 termasuk kategori sedang dan hanya sedikit (6.67%) yang termasuk kategori tinggi. Jadi,
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
65
berdasarkan data yang ada dapat dikatakan bahwa, semakin tua umur baik contoh mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja maka semakin banyak yang mengalami stres dengan kategori rendah. Hasil uji korelasi Spearman tidak menunjukkan hubungan yang nyata antara umur contoh mahasiswa bekerja dan tidak bekerja dengan tingkat stres contoh (p>0.05). Adanya hal tersebut bisa disebabkan oleh umur contoh yang relatif homogen atau tidak berbeda jauh. Jenis Kelamin dengan Tingkat Stres. Menurut Kaplan, Salis dan Petterson (1995) diacu dalam Noviyanti (2002) karakteristik individu seperti jenis kelamin, ras dan umur adalah karakteristik yang turut menentukan perbedaan individu dalam bereaksi terhadap situasi stres. Hasil temuan di lapangan yang disajikan pada tabel 42 menunjukkan bahwa, lebih dari separuh (68.75%) contoh mahasiswa bekerja yang berjenis kelamin laki-laki mengalami stres kategori tingkat rendah dan sebanyak 31.25 persen termasuk kategori sedang. Begitu juga contoh yang berjenis kelamin perempuan, lebih dari separuh (71.43%) contoh mengalami stres tingkat rendah dan sisanya (28.57%) termasuk kategori sedang. Tabel 42
Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin mahasiswa bekerja dan tidak bekerja Tingkat stres Jenis kelamin Rendah Sedang Contoh Kategori n % n % Mahasiswa Laki-laki 11 68.75 5 31.25 bekerja Perempuan 10 71.43 4 28.57 Mahasiswa tidak bekerja
Laki-laki Perempuan
11 5
50.00 62.50
10 3
45.45 37.50
dan tingkat stres pada Total
Tinggi n % 0 0.00 0 0.00
n 16 14
% 100.00 100.00
1 0
22 8
100.00 100.00
4.55 0.00
Keterangan: tidak signifikan p>0.05 pada kedua contoh
Hasil penelitian pada contoh mahasiswa tidak bekerja yang berjenis kelamin laki-laki menunjukkan bahwa, sebanyak 50.00 persen contoh mengalami stres tingkat rendah, sebanyak 45.45 persen termasuk kategori sedang dan hanya sedikit (4.55%) yang termasuk kategori tinggi. Sedangkan lebih dari separuh (62.50%) contoh yang berjenis kelamin perempuan mengalami tingkat stres rendah dan sisanya (37.50%) termasuk kategori sedang. Jadi, baik contoh mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja baik laki-laki ataupun perempuan sebagian besar mengalami stres kategori tingkat rendah. Hasil uji korelasi
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
66
Spearman tidak menunjukkan hubungan yang nyata antara jenis kelamin contoh mahasiswa bekerja dan tidak bekerja dengan tingkat stres contoh (p>0.05). Urutan Anak dengan Tingkat Stres. Urutan anak diduga berkaitan dengan adanya tuntutan keluarga terhadap anak dalam membantu meringankan beban keluarga yang akhirnya berpotensi menimbulkan stres. Hasil penelitian yang disajikan pada tabel 43 menunjukkan bahwa lebih dari separuh (76.92%) contoh mahasiswa bekerja yang merupakan anak pertama mengalami stres tingkat rendah dan sisanya (23.08%) mengalami stres tingkat sedang. Contoh yang merupakan anak tengah, lebih dari separuhnya (62.50%) mengalami stres tingkat rendah dan sisanya (37.50%) mengalami stres tingkat sedang. Begitu juga contoh yang merupakan anak terakhir lebih dari separuhnya (66.67%) mengalami stres tingkat rendah dan sisanya (33.33%) mengalami stres tingkat sedang. Adapun satu-satunya contoh (7.69%)* yang merupakan anak tunggal mengalami stres tingkat rendah. Tabel 43
Sebaran contoh berdasarkan urutan anak dan tingkat stres pada mahasiswa bekerja dan tidak bekerja Tingkat stres Urutan anak Total Rendah Sedang Tinggi Contoh Kategori n % n % n % n % Mahasiswa Pertama 10* 76.92 3 23.08 0 0.00 13 100.00 bekerja Tengah 5 62.50 3 37.50 0 0.00 8 100.00 Terakhir 6 66.67 3 33.33 0 0.00 9 100.00 Mahasiswa Pertama 4 40.00 5 50.00 1 10.00 10 100.00 tidak bekerja Tengah 6 46.15 7 53.85 0 0.00 13 100.00 Terakhir 6 85.71 1 14.29 0 0.00 7 100.00
Keterangan: tidak signifikan p>0.05 pada kedua contoh
Hasil penelitian pada contoh mahasiswa tidak bekerja menunjukkan bahwa separuh (50.00%) contoh yang merupakan anak pertama mengalami stres tingkat sedang, sebanyak 40.00 persen mengalami stres tingkat rendah dan hanya sedikit (10.00%) yang mengalami stres tingkat tinggi. Lebih dari separuh (53.85%) contoh anak tengah mengalami stres tingkat sedang dan sisanya (46.15%) mengalami stres tingkat rendah. Sebanyak 85.71 persen contoh yang merupakan anak terakhir mengalami stres tingkat rendah dan sisanya sebanyak 14.29 persen mengalami stres tingkat sedang. Jadi dapat dikatakan bahwa, terdapat kesamaan baik contoh mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja yang merupakan anak terakhir sebagian besar sama-sama mengalami stres kategori tingkat rendah. Namun berbeda bagi kedua contoh yang merupakan anak pertama dan tengah dimana pada contoh
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
67
mahasiswa bekerja, sebagian besar mengalami stres tingkat rendah sedangkan pada contoh mahasiswa tidak bekerja mengalami stres tingkat sedang. Hasil uji korelasi Spearman tidak menunjukkan hubungan yang nyata antara urutan anak dalam keluarga contoh mahasiswa bekerja dan tidak bekerja dengan tingkat stres contoh (p>0.05). Status Perkawinan dengan Tingkat Stres. Menurut Higgins (1982), diacu dalam Diana (1991) pernikahan merupakan salah satu faktor yang berpotensi menimbulkan stres yang disebabkan karena adanya perubahan kondisi. Hasil penelitian yang disajikan pada tabel 44 menunjukkan bahwa, lebih dari separuh (70.00%) contoh mahasiswa bekerja yang belum menikah mengalami tingkat stres rendah dan sisanya (30.00%) mengalami stres tingkat sedang. Lebih dari separuh (53.33%) contoh mahasiswa tidak bekerja yang belum menikah mengalami stres tingkat rendah, sebanyak 43.33 persen mengalami tingkat stres sedang dan hanya sedikit (3.33%) yang mengalami stres tingkat tinggi. Jadi, baik contoh mahasiswa bekerja muapun tidak bekerja yang belum menikah sebagian besar mengalami stres tingkat rendah. Hal ini diduga kedua contoh yang belum menikah belum mempunyai beban berat untuk memikirkan hal-hal besar seperti keluarga dan sebagainya. Tabel 44 Sebaran contoh berdasarkan status perkawinan dan tingkat stres pada mahasiswa bekerja dan tidak bekerja Status perkawinan Tingkat stres Total Rendah Sedang Tinggi Contoh Kategori n % n % n % n % Mahasiswa Belum 21 70.00 9 30.00 0 0.00 30 100.00 bekerja Sudah 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 100.00 Mahasiswa tidak bekerja
Belum Sudah
16 0
53.33 0.00
13 0
43.33 0.00
1 0
3.33 0.00
30 0
100.00 100.00
Pengalaman Kerja dengan Tingkat Stres. Pengalaman kerja diduga berkaitan dengan tingkat kesiapan contoh dalam menghadapi masalah yang akan muncul dimana hal tersebut dapat menentukan tingkat stres yang dialami. Contoh yang memiliki pengalaman kerja akan lebih mudah menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada. Hasil penelitian yang disajikan pada tabel 45 menunjukkan bahwa, lebih dari separuh contoh (73.68%) mahasiswa bekerja yang tidak memiliki pengalaman kerja sebelumnya mengalami stres tingkat rendah sedangkan sisanya sebanyak 26.32 persen mengalami stres tingkat sedang. Lebih dari separuh (63.64%) contoh yang memiliki pengalaman kerja
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
68
sebelumnya mengalami stres tingkat rendah dan sisanya sebanyak 36.36 persen mengalami stres tingkat sedang. Jadi baik contoh yang memiliki pengalaman kerja sebelumnya ataupun tidak memiliki pengalaman sebelumnya sebagian besar mengalami stres tingkat rendah. Hasil uji korelasi Spearman tidak menunjukkan hubungan yang nyata antara pengalaman kerja contoh mahasiswa bekerja dan tidak bekerja dengan tingkat stres contoh (p>0.05). Tabel 45 Sebaran contoh mahasiswa bekerja berdasarkan pengalaman kerja dan tingkat stres Tingkat stres Pengalaman kerja Total Rendah Sedang Tinggi Contoh Kategori n % n % n % n % Mahasiswa Belum 14 73.68 5 26.32 0 0.00 19 100.00 bekerja Sudah 7 63.64 4 36.36 0 0.00 11 100.00 Keterangan: tidak signifikan p>0.05
Hasil penelitian pada contoh mahasiswa tidak bekerja menunjukkan bahwa sebanyak 100.00 persen contoh dengan tingkat kecerdasan emosional tinggi mengalami tingkat stres rendah. Lebih dari separuh (52.00%) contoh dengan tingkat kecerdasan emosional sedang mengalami stres tingkat sedang, sebanyak 44.00 persen mengalami stres tingkat rendah dan hanya sedikit (4.00%) yang mengalami tingkat stres tinggi. Jadi, terdapat kesamaan pada keduanya, dimana baik contoh mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja yang memiliki tingkat kecerdasan emosional tinggi, lebih dari separuhnya sama-sama mengalami stres tingkat rendah. Namun terdapat perbedaan pada keduanya dimana contoh mahasiswa bekerja yang memiliki tingkat kecerdasan emosional sedang mengalami stres tingkat rendah, sedangkan pada contoh tidak bekerja mengalami stres tingkat sedang. Hasil uji korelasi Spearman tidak menunjukkan hubungan yang nyata antara tingkat kecerdasan emosional contoh mahasiswa bekerja dengan tingkat stres contoh (p>0.05). Sedangkan pada contoh mahasiswa tidak bekerja menunjukkan hubungan negatif yang nyata (r = -0.010 ; p<0.01). Hal ini berarti semakin tinggi tingkat kecerdasan emosional contoh maka semakin rendah tingkat stres yang dialami. Hasil ini sejalan dengan pendapat Goleman (1997) yang menyatakan bahwa
kecerdasan emosional dapat menempatkan emosi
seseorang pada posisi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati. Orang yang pandai mengelola suasana hati maka kemungkinan tingkat stresnya rendah karena yang bersangkutan dapat mengelola stres dengan baik.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
69
Karakteristik Keluarga dan Lingkungan dengan Tingkat Stres Begitu juga halnya karakteristik keluarga dan lingkungan, diduga memiliki hubungan dengan stres yang dialami mahasiswa. Variabel tersebut dapat menentukan tingkat stres yang akan dirasakan baik stres fisik atupun emosional. Umur Orangtua dengan Tingkat Stres. Umur orangtua contoh yang semakin tua memungkinkan contoh mendapatkan beban keluarga untuk melanjutkan regenerasi keluarga, sehingga akan muncul berbagai jenis tuntutan apakah itu menjadi pengambil alih sebagai tulang punggung keluarga, mengurus orangtua yang sudah lansia dan lain sebagainya, dimana pada akhirnya tuntutan tersebut akan berpotensi menimbulkan stres. Hasil temuan di lapangan (Tabel 46) menunjukkan bahwa, lebih dari separuh (70.00%) contoh mahasiswa bekerja yang memiliki ayah dengan umur kategori dewasa madya mengalami stres tingkat rendah dan sisanya sebanyak 30.00 persen mengalami stres tingkat sedang. Contoh dengan ayah meninggal ketika berumur dewasa madya mengalami stres tingkat rendah (3.33%*) dan tingkat sedang (3.33%*). Satu-satunya contoh dengan ayah cerai ketika berumur dewasa madya mengalami stres tingkat rendah (3.33%*). Tabel 46. Sebaran contoh berdasarkan umur orangtua dan tingkat mahasiswa bekerja dan tidak bekerja Tingkat stres Umur orangtua Rendah Sedang Kategori n % n % Mahasiswa Ayah Dewasa muda 0 0.00 0 0.00 bekerja Dewasa madya 21* 70.00 9* 30.00 Lansia 0 0.00 0 0.00 Ibu Dewasa muda 1 100.00 0 0.00 Dewasa madya 19 67.86 9 32.14 Lansia 1 100.00 0 0.00 Mahasiswa Ayah Dewasa muda 1** 50.00 1 50.00 tidak Dewasa madya 14* 51.85 12 44.44 bekerja Lansia 1* 100.00 0 0.00 Ibu Dewasa muda 2* 33.33 3 50.00 Dewasa madya 14 58.33 10 41.67 Lansia 0 0.00 0 0.00 Keterangan:
stres pada
n 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0
Tinggi % 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 3.70 0.00 16.67 0.00 0.00
tidak signifikan p>0.05 pada kedua contoh * pada mahasiswa bekerja mencakup orangtua cerai dan meninggal * pada mahasiswa tidak bekerja mencakup orangtua meninggal ** pada mahasiswa tidak bekerja mencakup orangtua cerai
Lebih dari separuh (67.86%) contoh yang memiliki ibu dengan umur kategori dewasa madya mengalami stres tingkat rendah dan sisanya sebanyak 32.14 persen mengalami stres tingkat sedang. Satu-satunya contoh yang
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
70
memiliki ibu dengan kategori dewasa muda dan lansia keduanya mengalami stres tingkat rendah. Hasil penelitian pada contoh mahasiswa tidak bekerja menunjukkan bahwa, lebih dari separuh (51.85%) contoh yang memiliki ayah dengan umur kategori dewasa madya mengalami stres tingkat rendah. Proporsi selanjutnya sebanyak 44.44 persen mengalami stres tingkat sedang dan hanya sedikit (3.70%) yang mengalami stres tingkat tinggi. Contoh dengan ayah meninggal ketika berumur dewasa madya (3.70%*) dan lansia (100.00%*) mengalami stres tingkat rendah. Satu-satunya contoh dengan ayah dewasa muda mengalami stres tingkat sedang dan ayah cerai (50.00%**) mengalami stres tingkat rendah. Separuh (50.00%) contoh yang memiliki ibu dengan kategori umur dewasa muda mengalami stres tingkat sedang dan sisanya mengalami stres tingkat tinggi dan rendah masing-masing sebanyak 16.67 persen dan 33.33 persen. Lebih dari separuh (58.33%) contoh dengan ibu kategori umur dewasa madya mengalami stres tingkat rendah dan sisanya sebanyak 41.67 persen mengalami stres tingkat sedang. Satu-satunya contoh dengan ibu meninggal mengalami stres tingkat rendah (16.67%*). Jadi, baik contoh mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja yang memiliki orangtua dengan umur tergolong kategori dewasa madya lebih dari separuhnya mengalami stres tingkat rendah. Hasil uji korelasi Spearman tidak menunjukkan hubungan yang nyata antara umur ayah dan ibu baik contoh mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja dan dengan tingkat stres contoh (p>0.05). Tingkat Pendidikan Orangtua dengan Tingkat Stres. Orangtua yang memiliki pendidikan tinggi diduga memiliki kecendrungan lebih banyak mengatur kehidupan anaknya. Adanya hal tersebut secara tidak langsung akan menjadi tuntutan bagi anak-anaknya sehingga berpotensi menimbulkan stres. Hasil penelitian yang disajikan pada tabel 47 menunjukkan bahwa, lebih dari separuh (66.67%) contoh mahasiswa bekerja dengan tingkat pendidikan ayah SD mengalami stres tingkat rendah dan sisanya sebanyak 33.33 persen mengalami stres tingkat sedang. Lebih dari separuh (60.00%) contoh yang memiliki ayah dengan tingkat pendidikan SMU mengalami stres tingkat rendah dan sisanya sebanyak 40.00 persen mengalami stres tingkat sedang. Lebih dari separuh (75.00%) contoh yang memiliki ayah dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi mengalami stres tingkat rendah dan sisanya sebanyak 25.00 persen mengalami
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
71
stres tingkat sedang. Satu-satunya contoh yang memiliki ayah dengan tingkat pendidikan SMP mengalami stres tingkat rendah. Tabel 47 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orangtua stres pada mahasiswa bekerja dan tidak bekerja Tingkat stres Pendidikan orangtua Rendah Sedang Kategori n % n % Mahasiswa Ayah Tidak sekolah 0 0.00 0 0.00 bekerja Tidak tamat SD 0 0.00 0 0.00 SD/sederajat 2 66.67 1 33.33 SMP sederajat 1 100.00 0 0.00 SMU/sederajat 6 60.00 4 40.00 Akademi/Dipl/PT 12 75.00 4 25.00 Ibu Tidak sekolah 0 0.00 0 0.00 Tidak tamat SD 1 100.00 0 0.00 SD/sederajat 2 50.00 2 50.00 SMP sederajat 0 0.00 0 0.00 SMU/sederajat 7 58.33 5 41.67 Akademi/Dipl/PT 11 84.62 2 15.38 Mahasiswa Ayah Tidak sekolah 1 50.00 1 50.00 tidak Tidak tamat SD 0 0.00 1 100.00 bekerja SD/sederajat 1 33.33 2 66.67 SMP sederajat 5 71.43 2 28.57 SMU/sederajat 5 55.56 3 33.33 Akademi/Dipl/PT 4 50.00 4 50.00 Ibu Tidak sekolah 0 0.00 0 0.00 Tidak tamat SD 2 40.00 3 60.00 SD/sederajat 6 60.00 3 30.00 SMP sederajat 0 0.00 0 0.00 SMU/sederajat 2 40.00 3 60.00 Akademi/Dipl/PT 6 60.00 4 40.00
dan tingkat
n 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0
Tinggi % 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 11.11 0.00 0.00 0.00 10.00 0.00 0.00 0.00
Keterangan: tidak signifikan p>0.05 pada kedua contoh
Hasil temuan pada contoh mahasiswa tidak bekerja menunjukkan bahwa contoh dengan ayah tidak sekolah mengalami stres tingkat sedang dan rendah masing-,masing sebanyak 50.00 persen. Lebih dari separuh (66.67%) contoh yang memiliki ayah dengan tingkat pendidikan SD mengalami stres tingkat sedang dan sisanya sebanyak 33.33 persen mengalami stres tingkat rendah. Lebih dari separuh (71.43%) contoh yang memiliki ayah dengan tingkat pendidikan SMP mengalami stres tingkat rendah dan sisanya sebanyak 28.57 mengalami stres tingkat sedang. Sebanyak 55.56 persen contoh yang memiliki ayah dengan tingkat pendidikan SMU mengalami stres tingkat rendah, sebanyak 33.33 persen mengalami stres tingkat sedang dan hanya sedikit (11.11%) yang mengalami stres tingkat tinggi. Contoh yang memiliki ayah dengan tingkat
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
72
pendidikan perguruan tinggi mengalami stres tingkat sedang dan rendah masingmasing 50.00 persen. Satu-satunya contoh dengan tingkat pendidikan ayah tidak tamat SD mengalami stres tingkat sedang. Lebih dari separuh (60.00%) contoh yang memiliki ibu dengan tingkat pendidikan tidak tamat SD mengalami stres tingkat sedang dan sisanya sebanyak 40.00 persen mengalami stres tingkat rendah. Lebih dari separuh (60.00%) contoh yang memiliki ibu dengan tingkat pendidikan SD mengalami stres tingkat rendah, sebanyak 30.00 persen mengalami stres tingkat sedang dan hanya sedikit (10.00%) yang mengalami stres tingkat tinggi. Sebanyak 60.00 persen contoh yang memiliki ibu dengan tingkat pendidikan SMU mengalami stres tingkat sedang dan sisanya sebanyak 40.00 persen mengalami stres tingkat rendah. Lebih dari separuh (60.00%) contoh yang memiliki ibu dengan tingkat pendidikan ibu perguruan tinggi mengalami stres tingkat rendah dan sisanya sebanyak 40.00 persen mengalami stres tingkat sedang. Jadi, dapat disimpulkan bahwa lebih dari separuh contoh baik mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja memiliki orangtua dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi. Berdasarkan hubungannya dengan tingkat stres menunjukkan bahwa, baik contoh mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja yang memiliki orangtua dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi lebih dari separuhnya mengalami stres stingkat rendah. Hasil uji korelasi Spearman tidak menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara tingkat pendidikan ayah dan ibu contoh baik pada mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja dengan tingkat stres contoh (p>0.05). Pekerjaan Orangtua dengan Tingkat Stres. Pekerjaan orangtua berkaitan dengan kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan anggotanya secara materi. Adanya tuntutan tersebut akan berpotensi menimbulkan stres. Hasil penelitian (Tabel 48) memberikan informasi bahwa lebih dari separuh (83.33%) contoh mahasiswa bekerja yang memiliki ayah bekerja sebagai wiraswasta atau pedagang mengalami stres tingkat rendah dan sisanya (16.67%) mengalami stres tingkat sedang. Sebanyak 66.67 persen contoh yang memiliki ayah bekerja sebagai karyawan swasta mengalami stres tingkat rendah dan sisanya (33.33%) mengalami stres tingkat sedang. Lebih dari separuh (53.85%) contoh yang memiliki ayah bekerja sebagai PNS mengalami stres tingkat rendah dan sisanya sebanyak 46.15 persen mengalami stres tingkat sedang. Sebanyak 80.00 persen contoh yang memiliki
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
73
ayah tidak bekerja mengalami stres tingkat rendah dan sisanya (20.00%) mengalami stres sedang. Contoh yang memiliki ayah bekerja sebagai POLRI, pensiunan PNS dan buruh masing-masing satu orang, seluruhnya mengalami stres tingkat rendah. Tabel 48
Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orangtua dan tingkat stres pada mahasiswa bekerja dan tidak bekerja Tingkat stres Pekerjaan orangtua Rendah Sedang Tinggi Kategori n % n % n % Mahasiswa Ayah Buruh 1 100.00 0 0.00 0 0.00 bekerja Petani 0 0.00 0 0.00 0 0.00 Wiraswasta/Pedagang 5 83.33 1 16.67 0 0.00 Karyawan swasta 2 66.67 1 33.33 0 0.00 PNS 7 53.85 6 46.15 0 0.00 Pensiunan PNS 1 100.00 0 0.00 0 0.00 Tidak bekerja 4 80.00 1 20.00 0 0.00 Lainnya 1 100.00 0 0.00 0 0.00 Ibu Buruh 0 0.00 0 0.00 0 0.00 Petani 0 0.00 1 100.00 0 0.00 Wiraswasta/Peagang 3 42.86 4 57.14 0 0.00 Karyawan swasta 2 100.00 0 0.00 0 0.00 PNS 7 87.50 1 12.50 0 0.00 Pensiunan PNS 0 0.00 0 0.00 0 0.00 Tidak bekerja 9 75.00 3 25.00 0 0.00 Lainnya 0 0.00 0 0.00 0 0.00 Mahasiswa Ayah Buruh 1 100.00 0 0.00 0 0.00 tidak Petani 4 80.00 1 20.00 0 0.00 bekerja Wiraswasta/Peagang 2 28.57 4 57.14 1 14.29 Karyawan swasta 2 50.00 2 50.00 0 0.00 PNS 3 37.50 5 62.50 0 0.00 Pensiunan PNS 2 100.00 0 0.00 0 0.00 Tidak bekerja 2 66.67 1 33.33 0 0.00 Lainnya 0 0.00 0 0.00 0 0.00 Ibu Buruh 0 0.00 0 0.00 0 0.00 Petani 2 66.67 1 33.33 0 0.00 Wiraswasta/Peagang 2 50.00 2 50.00 0 0.00 Karyawan swasta 0 0.00 1 100.00 0 0.00 PNS 3 60.00 2 40.00 0 0.00 Pensiunan PNS 1 100.00 0 0.00 0 0.00 Tidak bekerja 8 53.33 7 46.67 1 3.33 Lainnya 0 0.00 0 0.00 0 0.00
Keterangan: tidak signifikan p>0.05 pada kedua contoh
Lebih dari separuh (57.14%) contoh yang memiliki ibu bekerja sebagai wiraswasta atau pedagang mengalami stres tingkat sedang dan sisanya (42.86%) mengalami stres tingkat rendah. Sebanyak 87.50 persen contoh yang memiliki ibu bekerja sebagai PNS mengalami stres tingkat rendah dan sisanya sebanyak
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
74
12.50 persen mengalami stres tingkat sedang. Sebanyak 75.00 persen contoh yang memiliki ibu tidak bekerja mengalami stres tingkat rendah dan sisanya sebanyak 25.00 persen mengalami stres tingkat sedang. Satu-satunya contoh yang memiliki ibu bekerja sebagai petani mengalami stres tingkat sedang. Hasil penelitian pada contoh mahasiswa tidak bekerja menunjukkan bahwa, sebanyak 80.00 persen contoh yang memiliki ayah bekerja sebagai petani mengalami stres tingkat rendah dan sisanya (20.00%) mengalami stres tingkat sedang. Lebih dari separuh (57.14%) contoh yang memiliki ayah bekerja sebagai wiraswasta atau pedagang mengalami stres tingkat sedang, sebanyak 28.57 persen mengalami stres tingkat rendah dan hanya sedikit (14.29%) yang mengalami stres tingkat tinggi. Contoh yang memiliki ayah bekerja sebagai karyawan swasta mengalami stres tingkat sedang dan rendah masing-masing sebanyak 50.00 persen. Lebih dari separuh (62.50%) contoh yang memiliki ayah bekerja sebagai PNS mengalami stres tingkat sedang dan sisanya (37.50%) mengaami stres tingkat rendah. Contoh yang memiliki ayah sebagai pensiunan PNS kedua-duanya mengalami stres tingkat rendah. Lebih dari separuh (66.67%) contoh yang memiliki ayah tidak bekerja mengalami stres kategori rendah dan sisanya (33.33%) mengalami stres tingkat sedang. Lebih dari separuh (66.67%) contoh yang memiliki ibu bekerja sebagai petani mengalami stres tingkat rendah dan sisanya (33.33%) mengalami stres tingkat sedang. Contoh yang memiliki ibu bekerja sebagai pedagang mengalami stres tingkat sedang dan rendah masing-masing sebanyak 50.00 persen. Lebih dari separuh (60.00%) contoh yang memiliki ibu bekerja sebagai PNS mengalami stres tingkat rendah dan sisanya (40.00%) mengalami stres tingkat sedang. Sebanyak 53.33 persen contoh yang memiliki ibu tidak bekerja mengalami stres tingkat rendah, sebanyak 46.67 persen mengalami stres rendah dan hanya 3.33 persen mengalami stres tingkat tinggi. Satu-satunya contoh yang memiliki ibu bekerja sebagai karyawan swasta mengalami stres tingkat sedang sedangkan contoh yang memiliki ibu sebagai pensiunan PNS mengalami stres tingkat rendah. Jadi,
berdasarkan
temuan
penelitian
dapat
disimpulkan
bahwa,
mahasiswa bekerja yang memiliki ayah PNS atau tidak bekerja dan ibu PNS atau tidak bekerja, lebih dari separuhnya memiliki tingkat stres rendah. Begitu juga contoh mahasiswa tidak bekerja yang memiliki ibu PNS dan tidak bekerja mengalami stres rendah. Akan tetapi pada contoh mahasiswa tidak bekerja yang
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
75
memiliki ayah PNS mengalami stres tingkat sedang. Adapun ayah tidak bekerja mengalami stres tingkat rendah. Hasil uji korelasi Spearman tidak menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara pekerjaan ayah dan ibu contoh mahasiswa bekerja dengan tingkat stres contoh (p>0.05). Tingkat Pendapatan Keluarga dengan Tingkat Stres. Menurut Melson (1980), pendapatan yang rendah dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang terhadap stres. Hasil temuan di lapangan yang disajikan pada tabel 49 menunjukkan bahwa lebih dari separuh (66.67%) contoh mahasiswa bekerja dengan tingkat pendapatan keluarga ekonomi menengah ke bawah mengalami stres tingkat sedang dan sisanya sebanyak 33.33 persen mengalami stres tingkat rendah. Sebanyak 74.07 persen contoh dengan tingkat pendapatan keluarga ekonomi menengah ke atas mengalami stres tingkat rendah dan sisanya sebanyak 25.93 persen mengalami stres tingkat sedang. Tabel 49 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendapatan keluarga dan tingkat stres pada mahasiswa bekerja dan tidak bekerja Tingkat stres Tingkat pendapatan Total keluarga Rendah Sedang Tinggi Contoh Kategori n % n % n % n % Mahasisw Menengah 1 33.33 2 66.67 0 0.00 3 100.00 a bekerja kebawah Menengah 20 74.07 7 25.93 0 0.00 27 100.00 keatas Mahasisw Menengah 7 70.00 3 30.00 0 0.00 10 100.00 a tidak kebawah bekerja Menengah 9 45.00 10 50.00 1 3.33 20 100.00 keatas Keterangan: tidak signifikan p>0.05 pada kedua contoh
Hasil penelitian pada contoh mahasiswa tidak bekerja menunjukkan bahwa lebih dari separuh (70.00%) contoh dengan tingkat pendapatan keluarga ekonomi menengah ke bawah mengalami stres tingkat rendah dan sisanya sebanyak 30.00 persen mengalami stres tingkat sedang. Separuh contoh dengan tingkat pendapatan keluarga ekonomi menengah ke atas mengalami stres tingkat sedang, sebanyak 45.00 persen mengalami tingkat stres rendah dan hanya sedikit (3.33%) yang mengalami stres tingkat tinggi. Jadi, contoh mahasiswa bekerja dengan tingkat pendapatan keluarga ekonomi menengah ke bawah, lebih dari separuhnya mengalami stres tingkat sedang. Adapun contoh mahasiswa tidak bekerja mengalami stres tingkat rendah. Contoh mahasiswa bekerja dengan pendapatan keluarga ekonomi menengah ke
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
76
atas lebih dari separuhnya mengalami stres tingkat rendah, sedangkan contoh mahasiswa bekerja separuhnya mengalami stres tingkat sedang. Hasil uji korelasi Spearman tidak menunjukkan hubungan yang nyata antara tingkat pendapatan keluarga contoh mahasiswa bekerja dan tidak bekerja dengan tingkat stres contoh (p>0.05). Lingkungan dengan Tingkat Stres. Dukungan keluarga menciptakan penilaian positif terhadap keberadaan keluarga sehingga memberikan kontribusi pada kemampuan anggota keluarga untuk menghadapi stres (Stinnet 1979 diacu dalam Achord et al. 1986). Hasil penelitian yang disajikan pada tabel 50 menunjukkan bahwa, lebih dari separuh contoh baik yang tidak memiliki potensi pengaruh lingkungan (84.62%) ataupun yang memiliki potensi pengaruh lingkungan berasal dari keluarga (57.14%), teman (60.00%) dan keduanya (60.00%) memiliki tingkat stres kategori rendah dan sisanya tergolong kategori sedang. Hasil uji korelasi Spearman tidak menunjukkan hubungan yang nyata antara potensi pengaruh lingkungan contoh mahasiswa bekerja dengan tingkat stres contoh (p>0.05). Tabel 50 Sebaran contoh mahasiswa bekerja berdasarkan potensi pengaruh lingkungan dan tingkat stres Tingkat stres Total Potensi pengaruh Rendah Sedang Tinggi lingkungan n % n % n % n % Tidak ada 11 84.62 2 15.38 0 0.00 13 100.00 Keluarga 4 57.14 3 42.86 0 0.00 7 100.00 Teman 3 60.00 2 40.00 0 0.00 5 100.00 Keduanya (kelg & teman) 3 60.00 2 40.00 0 0.00 5 100.00 Keterangan: tidak signifikan p>0.05
Kecerdasan Emosional dengan Pola Pengambilan Keputusan Tingkat kecerdasan emosional dalam hal ini penegendalian emosi diri diduga sangat kuat berkaitan dengan pola pengambilan keputusan. Karena hal tersebut berkaitan dengan tingkat kematangan emosi seseorang sebagai bahan panduan untuk mengambil keputusan. Hasil penelitian yang disajikan pada tabel 51 menunjukkan bahwa contoh pada kelompok mahasiswa bekerja yang memiliki tingkat
kecerdasan
emosional
kategori
tinggi,
seluruhnya
melakukan
pengambilan keputusan secara rasional. Begitu juga lebih dari separuh (83.33%) contoh dengan tingkat kecerdasan kategori sedang melakukan pengambilan keputusan secara rasional.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
77
Tabel 51 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecerdasan emosional dan pola pengambilan keputusan pada mahasiswa bekerja dan tidak bekerja Pola pengambilan keputusan Tingkat kecerdasan Total emosional Irasional Rasional Contoh Kategori n % n % n % Mahasiswa Rendah 0 0.00 0 0.00 0 100.00 bekerja Sedang 3 16.67 15 83.33 18 100.00 Tinggi 0 0.00 12 100.00 12 100.00 Mahasiswa tidak Rendah 0 0.00 0 0.00 0 100.00 bekerja Sedang 0 0.00 25 100.00 25 100.00 Tinggi 1 20.00 4 80.00 5 100.00 Keterangan: tidak signifikan p>0.05 pada kedua contoh
Hasil penelitian pada contoh mahasiswa tidak bekerja menunjukkan bahwa kelompok mahasiswa tidak bekerja yang memiliki tingkat kecerdasan emosional kategori sedang, seluruhnya melakukan pengambilan keputusan secara rasional. Begitu juga lebih dari separuh (80.00%) contoh dengan tingkat kecerdasan emosional tinggi melakukan pola pengambilan keputusan secara rasional. Jadi, baik contoh mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja yang memiliki tingkat kecerdasan emosional tinggi ataupun sedang hampir seluruhnya melakukan pengambilan keputusan secara rasional. Berdasarkan uji korelasi Spearman tidak menunjukkan hubungan yang nyata antara tingkat kecerdasan emosional baik contoh mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja dengan pola pengambilan keputusan contoh (p>0.05). Tingkat Kecerdasan Emosional dengan Tingkat Stres Tinggi rendahnya kecerdasan emosional seseorang berkaitan dengan sejauhmana
yang
bersangkutan
mampu
mengelola
emosinya.
Adanya
kemampuan tersebut dapat menjaga kestabilan diri dari ancaman situasi yang berpotensi menimbulkan stres. Tabel 52 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecerdasan emosional dan tingkat stres pada mahasiswa bekerja dan tidak bekerja Tingkat stress Tingkat kecerdasan Total emosional Rendah Sedang Tinggi Contoh Kategori n % n % n % n % Mahasiswa Rendah 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 100.00 bekerja Sedang 12 66.67 6 33.33 0 00.00 18 100.00 Tinggi 9 75.00 3 25.00 0 00.00 12 100.00 Mahasiswa Rendah 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 100.00 tidak Sedang 11 44.00 13 52.00 1 4.00 25 100.00 bekerja Tinggi 5 100.00 0 0.00 0 0.00 5 100.00 Keterangan: signifikan pada contoh tidak bekerja (r= -0.010; p<0.01)
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
78
Hasil temuan penelitian yang disajikan pada tabel 52 memberikan informasi bahwa lebih dari separuh (75.00%) contoh mahasiswa bekerja yang memiliki tingkat kecerdasan emosional tinggi mengalami stres tingkat rendah dan sisanya sebanyak 25.00 persen mengalami stres tingkat sedang. Begitu juga contoh dengan tingkat kecerdasan emosional sedang, sebanyak 66.67 persen mengalami tingkat stres rendah dan sisanya sebanyak 33.33 persen mengalami tingkat stres sedang. Pola Pengambilan Keputusan dengan Tingkat Stres Pola pengambilan keputusan diduga berkaitan dengan tingkat kesiapan contoh dalam mengahadapi konsekuensi dari keputusan
yang diambil.
Selanjutnya tingkat kesiapan tersebut diduga berkaitan dengan tinggi-rendahnya tingkat stres yang akan dialami dari kondisi yang dihadapi. Tabel 53 Sebaran contoh berdasarkan pola pengambilan keputusan dan tingkat stres pada mahasiswa bekerja dan tidak bekerja Tingkat stres Pola pengambilan Total keputusan Rendah Sedang Tinggi Contoh Kategori n % n % n % n % Mahasiswa Irasional 2 66.67 1 33.33 0 0.00 3 100.00 bekerja Rasional 19 70.37 8 29.63 0 0.00 27 100.00 Mahasiswa tidak bekerja
Rasional Irasional
1 15
100.00 51.72
0 13
0.00 44.83
0 1
0.00 3.45
1 29
100.00 100.00
Keterangan: tidak signifikan p>0.05 pada kedua contoh
Hasil penelitian yang disajikan pada tabel 53 menunjukkan bahwa, lebih dari separuh (70.73%) contoh mahasiswa bekerja dengan pola pengambilan keputusan rasional mengalami stres tingkat rendah dan sisanya (29.63%) mengalami stres tingkat sedang. Contoh dengan pola pengambilan keputusan irasional, lebih dari separuhnya (66.67%) mengalami stres rendah dan sisanya (33.33%) mengalami stres sedang. Hasil penelitian pada contoh mahasiswa tidak bekerja menunjukkan bahwa, lebih dari separuh (51.72%) contoh dengan pola pengambilan keputusan rasional mengalami stres tingkat rendah, sebanyak 44.83 persen mengalami stres tingkat sedang dan hanya 3.45 persen mengalami stres tingkat tinggi. Satusatunya contoh dengan pola pengambilan keputusan irasional mengalami stres tingkat rendah. Jadi, baik contoh mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja, baik yang memiliki pola pengambilan keputusan rasional ataupun irasional lebih dari
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
79
separuhnya mengalami stres tingkat rendah, tak terkecuali satu-satunya contoh mahasiswa tidak bekerja dengan pola pengambilan keputusan irasional. Hasil uji korelasi Spearman tidak menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara pola pengambilan keputusan contoh baik pada mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja dengan tingkat stres contoh ( p>0.05). Hal ini diduga, stres yang dialami oleh contoh dipengaruhi oleh kondisi contoh ketika mengahadapi permasalahan saat itu. Maksudnya, sekalipun contoh dengan pola pengambilan keputusan rasional yang diasumsikan lebih siap atau lebih matang dalam menghadapi permasalahan yang berpotensi menimbulkan stres, belum tentu lebih baik dalam menyikapi stres daripada contoh dengan pola pengambilan keputusan irasional. Tingkat Kerja dengan Tingkat Stres Mahasiswa Bekerja Tingkat kerja seseorang dipengaruhi oleh kondisi stres. Menurut Higgins diacu dalam Umar (2005), bila karyawan tidak memiliki stres maka tantangantantangan kerja tidak ada dan akibatnya prestasi kerja juga rendah. Semakin tinggi stres karena tantangan kerja yang semakin bertambah maka akan mengakibatkan prestasi kerja juga bertambah, tetapi jika stres sudah maksimal maka jika ditambah tantangan-tantangan lagi, maka akan menyebabkan prestasi kerja menurun. Tabel 54
Sebaran contoh mahasiswa bekerja berdasarkan tingkat kerja dan tingkat stres pada mahasiswa bekerja dan tidak bekerja Tingkat stres Total Tingkat kerja Rendah Sedang Tinggi n % n % n % n % Rendah 3 60.00 2 40.00 0 0.00 5 100.00 Sedang 8 66.67 4 33.33 0 0.00 12 100.00 Tinggi 10 76.92 3 23.08 0 0.00 13 100.00
Keterangan: tidak signifikan p>0.05
Hasil temuan di lapangan (Tabel 54) menunjukkan bahwa, lebih dari separuh (76.92%) contoh dengan tingkat kerja tinggi memiliki tingkat stres rendah. Begitu juga contoh dengan tingkat stres sedang dan rendah lebih dari separuhnya memiliki tingkat stres rendah (66.67% dan 60.00%). Jadi dapat disimpulkan bahwa, baik contoh dengan tingkat kerja tinggi, sedang ataupun rendah, lebih dari separuhnya mengalami stres tingkat rendah. Hasil uji korelasi Spearman tidak menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara tingkat kerja contoh dengan tingkat stres contoh (p>0.05). Hal ini diduga karena jumlah contoh yang terlalu sedikit.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
80
Tingkat Stres dengan Perilaku Belajar Menurut Sobur (2003), belajar merupakan proses yang terjadi dalam otak manusia dimana saraf dan sel-sel otak yang bekerja mengumpulkan apa yang dilihat oleh mata, didengar oleh telinga dan lain-lain, kemudian disusun oleh otak sebagai hasil belajar. Itulah sebabnya orang tidak bisa belajar jika fungsinya terganggu salah satunya disebabkan oleh stres. Tabel 55 Sebaran contoh berdasarkan tingkat stres dan tingkat pada mahasiswa bekerja dan tidak bekerja Perilaku belajar Tingkat stres Buruk Cukup Baik Contoh Kategori n % n % n % Mahasiswa Rendah 13 61.90 7 33.33 1 4.76 bekerja Sedang 8 88.89 0 0.00 1 11.11 Tinggi 0 0.00 0 0.00 0 0.00 Mahasiswa Rendah 14 87.50 2 12.50 0 0.00 tidak Sedang 9 69.23 1 7.69 3 23.08 bekerja Tinggi 1 100.00 0 00.00 0 0.00
perilaku belajar Total n 21 9 0 16 13 1
% 0.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
Keterangan: tidak signifikan p>0.05 pada kedua contoh
Hasil penelitian (Tabel 55) memberikan informasi bahwa, hampir seluruh (88.89%) contoh mahasiswa bekerja dengan tingkat stres sedang memiliki perilaku belajar kategori buruk dan sangat sedikit (11.11%) yang memiliki perilaku belajar kategori cukup. Begitu juga lebih dari separuh (61.90%) contoh dengan tingkat stres rendah memiliki perilaku belajar kategori buruk, sebanyak 33.33 persen memiliki perilaku belajar kategori cukup dan sangat sedikit (4.76%) yang memiliki perilaku belajar kategori tinggi. Hasil penelitian pada mahasiswa tidak bekerja menunjukkan bahwa, lebih dari separuh (69.23%) contoh dengan tingkat stres sedang memiliki perilaku belajar kategori buruk, sebanyak 23.08 persen memiliki perilaku belajar kategori baik dan sangat sedikit (7.69%) yang memiliki perilaku belajar kategori cukup. Hampir seluruh (87.50%) contoh yang memiliki tingkat stres rendah memiliki perilaku belajar kategori buruk dan sangat sedikit (12.50%) yang memiliki perilaku belajar kategori cukup. Satu-satunya contoh yang memiliki tingkat stres tinggi memiliki perilaku belajar kategori buruk. Jadi, baik contoh mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja, baik yang mengalami stres tingkat sedang ataupun rendah, tak terkecuali satu-satunya contoh mahasiswa tidak bekerja dengan tingkat stres tinggi, memiliki perilaku belajar kategori buruk.. Hasil uji korelasi Spearman tidak menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara tingkat stres contoh baik pada mahasiswa bekerja ataupun tidak
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
81
bekerja dengan perilaku belajar contoh (p>0.05). Baik atau buruk perilaku belajar kedua contoh diduga dikarenakan faktor lain misalnya motivasi belajar yang kurang sehingga interaksi contoh baik mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja terkait dengan hal-hal perkuliahan kurang. Perilaku Belajar dengan Tingkat Kepuasan Perilaku belajar seseorang akan menentukan prestasi belajarnya (Slameto 2003). Dapat dipastikan, bahwa semua mahasiswa menginginkan memiliki prestasi belajar yang baik. Baik-buruknya prestasi yang diperoleh akan berpengaruh terhadap kepuasan mahasiswa. Selain itu tingkat keseriusan atau upaya belajar secara maksimal diduga juga berkaitan dengan tingkat kepuasan seseorang. Seseorang mungkin akan merasa puas karena telah berusaha dengan baik walaupun hasilnya belum menggembirakan. Hasil penelitian yang disajikan pada tabel 56 menunjukkan bahwa, baik contoh mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja yang memiliki perilaku belajar buruk lebih dari separuhnya memiliki tingkat kepuasan kategori sedang (57.14% dan 91.67%). Contoh mahasiswa bekerja dengan perilaku belajar cukup lebih dari separuhnya memiliki tingkat kepuasan kategori sedang (71.43%), sedangkan pada contoh mahasiswa tidak bekerja memiliki tingkat kepuasan kategori tinggi (66.67%). Contoh mahasiswa bekerja dengan perilaku belajar baik memiliki tingkat kepuasan kategori sedang dan tinggi masing-masing sebanyak 50.00 persen, sedangkan pada contoh mahasiswa tidak bekerja lebih dari separuhnya (66.67%) memiliki tingkat kepuasan kategori sedang. Tabel 56 Sebaran contoh berdasarkan perilaku belajar dan tingkat kepuasan pada mahasiswa bekerja dan tidak bekerja Tingkat kepuasan Perilaku belajar Total Rendah Sedang Tinggi Contoh Kategori n % n % n % n % Mahasiswa Buruk 7 33.33 12 57.14 2 9.52 21 100.00 bekerja Cukup 2 28.57 5 71.43 0 0.00 7 100.00 Baik 0 0.00 1 50.00 1 50.00 2 0.00 Mahasiswa Buruk 1 4.17 22 91.67 1 4.17 24 100.00 tidak Cukup 1 3.33 0 0.00 2 66.67 3 100.00 bekerja Baik 0 0.00 2 66.67 1 33.33 3 0.00 Keterangan: tidak signifikan p>0.05 pada kedua contoh
Hasil uji korelasi Spearman tidak menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara perilaku belajar contoh baik pada mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja dengan tingkat kepuasan contoh ( p>0.05). Adanya hal ini diduga bahwa
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
82
kepuasan yang dirasakan oleh contoh dipengaruhi oleh faktor lain seperti kondisi ekonomi dan sosial contoh. Tingkat Kepuasan dengan Tingkat Stres Menurut Goleman (1997), kecerdasan emosional adalah kemampuan memahami perasaan kita sendiri dan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan orang lain. Kecerdasan emosional tersebut dapat menempatkan emosi seseorang pada posisi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati. Kemampuan untuk mengelola suasana hati diduga berkaitan dengan tinggirendahnya stres yang dialami. Temuan penelitian yang disajikan pada tabel 57 menunjukkan bahwa, lebih dari separuh (66.67%) contoh mahasiswa bekerja yang memiliki tingkat kepuasan tinggi mengalami stres tingkat sedang dan sisanya (33.33%) mengalami stres tingkat rendah. Sebanyak 66.67 persen contoh yang memiliki tingkat kepuasan sedang mengalami stres tingkat rendah dan sisanya (33.33%) menglami stres tingkat sedang. Sebanyak 88.89 persen contoh yang memiliki tingkat kepuasan rendah mengalami stres tingkat rendah dan hanya sedikit (11.11%) yang mengalami stres tingkat sedang. Hasil penelitian pada mahasiswa tidak bekerja menunjukkan bahwa, lebih dari separuh (54.17%) contoh yang memiliki tingkat kepuasan sedang mengalami stres tingkat rendah dan sisanya sebanyak 45.83 persen memiliki tingkat stres sedang. Contoh dengan tingkat kepuasan tinggi mengalami stres tingkat sedang dan rendah masing-masing sebanyak 50.00 persen. Contoh yang memiliki tingkat kepuasan rendah mengalami stres tingkat tinggi dan rendah masingmasing 50.00 persen. Jadi baik contoh mahasiswa bekerja ataupun tidak bekerja yang memiliki tingkat kepuasan sedang, lebih dari separuhnya mengalami stres tingkat rendah. Hasil uji korelasi Spearman tidak menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara tingkat kepuasan contoh pada mahasiswa bekerja dengan tingkat stres contoh (p>0.05). Akan tetapi pada contoh mahasiswa tidak bekerja menunjukkan adanya hubungan negatif dan nyata (r = -0.018 ; p<0.05). Hal ini berarti, semakin tinggi tingkat kepuasan contoh mahasiswa tidak bekerja maka semakin rendah tingkat stres yang dialaminya. Hal ini diduga contoh menikmati apa yang dialaminya dalam kehidupan. Segala tantangan yang ada dijalani
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
83
dengan sikap terbaik, sehingga permasalahan yang muncul bukan dianggap sebagai beban hidup, akan tetapi sebagai suatu tantangan hidup. Tabel 57 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kepuasan dengan tingkat stres pada mahasiswa bekerja dan tidak bekerja. Tingkat stres Tingkat kepuasan Total Rendah Sedang Tinggi Contoh Kategori n % n % n % n % Mahasiswa Rendah 8 88.89 1 11.11 0 0.00 9 100.00 bekerja Sedang 12 66.67 6 33.33 0 0.00 18 100.00 Tinggi 1 33.33 2 66.67 0 0.00 3 100.00 Mahasiswa Rendah 1 50.00 0 0.00 1 50.00 2 100.00 tidak Sedang 13 54.17 11 45.83 0 0.00 24 100.00 bekerja Tinggi 2 50.00 2 50.00 0 0.00 4 100.00 Keterangan: signifikan pada contoh tidak bekerja (r= -0.018; p<0.05)
Pembahasan Umum Hasil studi komparasi dari beberapa variabel penelitian yang meliputi tingkat kecerdasan emosional, pola pengambilan keputusan, tingkat stres, perilaku belajar dan tingkat kepuasan, menunjukkan perbedaan yang nyata antara contoh mahasiswa bekerja dan tidak bekerja dalam hal tingkat kecerdasan emosional, tingkat stres dan tingkat kepuasan. Akan tetapi sama saja dalam hal pola pengambilan keputusan dan perilaku belajarnya. Contoh mahasiswa bekerja memiliki kecerdasan emosional yang lebih tinggi daripada contoh mahasiswa tidak bekerja. Hal ini berarti contoh mahasiswa bekerja lebih cerdas secara emosional terutama dalam hal kemampuan empati dan kemampuan membina hubungan. Adanya hal ini dikarenakan contoh mahasiswa bekerja terlatih untuk senantiasa memberikan empati dan menjalin komunikasi yang intens dengan rekan kerjanya. Selain itu, berdasarkan tingkat stres yang dialami baik secara fisik maupun emosional, contoh mahasiswa bekerja memiliki tingkat stres yang lebih rendah. Hal ini berarti contoh mahasiswa bekerja lebih sedikit frekuensinya mengalami gejala-gejala stres daripada contoh mahasiswa tidak bekerja. Begitu juga dalam hal tingkat kepuasan, contoh mahasiswa bekerja memiliki tingkat kepuasan yang lebih rendah daripada contoh mahasiswa tidak bekerja. Hal ini terlihat dari beberapa kondisi seperti keadaan keuangan, makanan, tempat tinggal, materi atau aset, mental, emosional, spiritual, kesehatan fisik dan manajemen keuangan. Jika melihat kenyataan yang ada dari beberapa kondisi tersebut setidaknya terdapat dua kemungkinan yang dapat dijadikan alasan kenapa contoh mahasiswa bekerja memiliki kepuasan yang
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
84
rendah. Pertama, alasan ini merupakan sesuatu yang bernilai positif yang dimiliki oleh mahasiswa bekerja. Adanya beberapa kondisi tersebut diduga menjadi dorongan yang kuat sebagai semangat untuk terus senantiasa bekerja dan berusaha dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan. Kedua, merupakan sesuatu hal yang bernilai negatif. Rendahnya tingkat kepuasan yang dirasakan contoh mahasiswa bekerja diduga karena contoh memiliki rasa bersyukur yang rendah. Hal ini ditunjukkan dengan pengakuan contoh yang merasa masih kurang puas dengan kondisi spiritualnya. Jika melihat kecendrungan yang ada dari beberapa hubungan antar variabel yang diteliti dalam penelitian ini, menunjukkan bahwa terdapat kecendrungan pada contoh mahasiswa tidak bekerja dimana contoh yang memiliki tingkat kecerdasan emsoional dan tingkat kepuasan yang semakin tinggi mengalami stres yang lebih rendah.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
85
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Proporsi terbesar contoh mahasiswa bekerja adalah laki-laki, berusia remaja, anak pertama dalam keluarga, tidak memiliki pengalaman kerja sebelumnya, memiliki ayah dan ibu berusia dewasa madya, tingkat pendidikan ayah dan ibu sarjana, profesi ayah sebagai PNS dan ibu tidak bekerja, tingkat pendapatan keluarga ekonomi menengah ke atas dan seluruhnya berstatus belum menikah. Selain itu hampir separuh contoh tidak memiliki potensi pengaruh lingkungan yang mendorong untuk kuliah sambil bekerja. 2. Contoh mahasiswa bekerja dan tidak bekerja tergolong kategori rasional, tingkat kecerdasan emosional dan tingkat kepuasan hidup tergolong kategori sedang dan perilaku belajar tergolong kategori buruk. Hasil menunjukkan bahwa mahasiswa bekerja mengalami stres kategori rendah sedangkan mahasiswa tidak bekerja mengalami stres kategori sedang. 3. Menunjukkan perbedaan yang nyata antara tingkat kecerdasan emosional, tingkat stres dan tingkat kepuasan contoh mahasiswa bekerja dengan contoh mahasiswa tidak bekerja. Hal ini berarti contoh mahasiswa bekerja lebih cerdas secara emosional, mengalami stres lebih rendah dan memiliki kepuasan hidup lebih rendah daripada contoh tidak bekerja. Namun dalam hal perilaku belajar dan pola pengambilan keputusan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata diantara keduanya. 4. Hanya pengalaman kerja dan tingkat pendapatan keluarga yang berhubungan nyata dengan pola pengambilan keputusan. 5. Menunjukkan hubungan yang tidak nyata antara pola pengambilan keputusan dan tingkat kerja dengan tingkat stres. 6. Menunjukkan hubungan yang tidak nyata antara tingkat stres dengan perilaku belajar. 7. Menunjukkan hubungan yang tidak nyata antara perilaku belajar dengan tingkat kepuasan. 8. Menunjukkan hubungan yang tidak nyata antara tingkat kepuasan dengan tingkat stres. Saran Secara umum dapat dikatakan bahwa mahasiswa yang bekerja memiliki tingkat kecerdasan emosional yang lebih tinggi daripada contoh mahasiswa tidak bekerja, memiliki tingkat stres dan kepuasan yang lebih rendah daripada contoh
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
86
mahasiswa tidak bekerja, dan tidak menunjukkan perbedaan perilaku belajar antara contoh mahasiswa bekerja dengan mahasiswa tidak bekerja. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa bekerja sambil menempuh pendidikan di kampus.dapat melatih soft skill dan self building seperti berorganisasi dan berwirausaha namun tetap menjadikan belajar sebagai prioritas utamanya. Perlu adanya sosialisasi dari pihak universitas dalam rangka mencetak lulusan yang berkualitas baik dalam kompetensi ilmunya maupun kemampuan leadership yang tinggi. Alternatif kegiatan yang bisa dilakukan diantaranya adalah dengan mengadakan bimbingan konseling dan pelatihan yang intensif.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
87
DAFTAR PUSTAKA Achord B, Berry M, Harding G, Kerber K, Scott S, & Swhab L O. 1986. Building Family Strenghts-a Manual for Family. Lincoln: University of Nebraska. Anonymous. 2002. Multi level marketing. http//www.APLI.com. [2 Juni 2008]
[terhubung
berkala].
_______2006. Lomba dan pameran riset mahasiswa Indonesia, masyarakat ilmuwan dan teknologi Indonesia. [terhubung berkala]. http://infolomba.blogsome.com. [18 September 2007]. _______2007. Multi level marketing. http//www.wilkipedia.com. [2 Juni 2008].
[terhubung
berkala].
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2007. Tingkat Kemiskinan di Indonesia Tahun 2006-2007. Jakarta: BPS. Bahiyah I.F. 2005. Analisis hubungan motivasi kerja dengan stres dan tipe kepribadian karyawan [skripsi]. Bogor: Departemen manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Desmita. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung: Rosda. Diana J. 1991. Stres peran tradisional pada ibu bekerja dan ibu tidak bekerja. [Skripsi]. Depok: Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. Engel J.F., R.D. Blackwell, & P.W. Miniard. New York: Dryden Press.
1994. Consumer Behavior. 5th ed.
Ginting C. 2003. Kiat Belajar di Perguruan Tinggi. Jakarta : Grasindo. Goleman D. 1997. Kecerdasan Emosional: Mengapa EI Lebih Penting dari IQ. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. __________. 1999. Kecerdasan Emosional: Mengapa EI Lebih Penting dari IQ. (Hermaya T, penerjemah). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Guhardja S, H. Puspitawati, Hartoyo, & D.H.D.Martianto. 1992. Manajemen Sumberdaya Keluarga. [diktat yang tidak dipublikasikan]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Gunarsa S.D. 1978. Pengantar Psikologi. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Gunarsa S.D. & Gunarsa, Y.S. 1995. Psikologi Praktis : Anak, Remaja dan Keluarga. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hanifa R. 2005. Coping strategy dan kepuasan orangtua hubungannya dengan willingness to Pay (WTP) keluarga peserta kelompok prasekolah semai benih bangsa [skripsi]. Bogor: Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hayslip B & Panek P.E. 1989. Adult Development and Aging. USA: Harper & Row Publisher. Hernawati N. 2005. Tingkat stres dan strategi koping menghadapi stres pada mahasiswa tingkat persiapan bersama tahun akademik 2005/2006 [laporan akhir]. Bogor : Penelitian Dosen Muda, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
88
Hurlock E.B 1991a. Perkembangan Anak. (Tjandrasa, M. & M. Zarkasih, penerjemah; Dhama, A., editor). Jakarta: Erlangga. __________. 1991b. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga. [IPB] Institut Pertanian Bogor. Perpustakaan IPB.
2006.
Panduan Program Sarjana. Bogor:
Sarwono. 1976. Pengantar Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang. Suhardjo dan Khumaidi. 1979. Studi tentang Model Pembinaan Keluarga dan Lingkungan di Desa Babakan, Dramaga, Bogor. Departemen Ilmu Kesejahteraan Keluarga Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Syamsi I. 2000. Pengambilan Keputusan dan Sistem Informasi. Jakarta : Bumi Aksara. Kulsum S. 1997. Proses keputusan konsumen suplemen makanan di kotamadya bogor [skripsi]. Bogor: Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Melson G.F. 1980. Family and Environment, an Ecosystem Perspective. USA: Burgers Publishing Company. Murniati H. 1997. Karakteristik sosial ekonomi, pola belajar, dan status gizi mahasiswa prestasi kurang dan prestasi tinggi [skripsi]. Bogor: Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Ningsih A.R. 2004. Mungkinkan mahasiswa kuliah sambil kerja?. [terhubung berkala]. http//www.pikiran-rakyat.com. [23 April 2007]. Noviyanti P. 2002. Analisis pengambilan keputusan untuk menikah, tingkat kepuasan dan tingkat stres yang dialami mahasiswa berstatus menikah [skripsi]. Bogor: Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pertiwi A.F., Baswardono R.A. Tagor K. Sawitro. 1997. Mengembangkan Kecerdasan Emosi Anak. Jakarta: Aspirasi Pemuda. Rahayu S. 1998. Sumber stres dan perilaku mengatasi stres pada remaja penyandang cacat amputasi [Skripsi]. Depok: Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. Rahmawati T. 1997. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan makan di luar rumah dan kaitannya dengan status gizi dan kesehatan pegawai [skripsi]. Bogor: Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. . Selye H.
1980. The Stres Concept Today. Publisher.
Sanfransisco: Jesses-bass Inc
Shapiro L.E. 1998. Mengajarkan Emotional Intelligence Pada Anak. (Kantjono, A.T, penerjemah). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Slamet Y. 1993. Analisis Kuantutatif untuk Data Sosial. Solo: Dabara Publisher. Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta. Sobur A. 2003. Psikologi Umum. Bandung : Pustaka Setia.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
89
Sussman M.B. & Steinmetz S.K. 1988. Handbook of Marriage and the Family. New York: Lenum Press. Syafaruddin dan Anzizhan. 2004. Sistem Pengambilan Keputusan Pendidikan. Jakarta : Grasindo. Novita T. 1996. Hubungan keadaan sosial ekonomi keluarga dan alokasi waktu siswa dengan prestasi belajar siswa sekolah menengah pertama [skripsi]. Bogor: Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Umar H.
2005. Riset Sumberdaya Manusia dalam Organisasi. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta :
Wahono T. 2004. Kuliah sambil bekerja. [terhubung berkala]. http//www.pikiranrakyat.com. [23 April 2007]. Walgito. 1993. Kecerdasan emosi. [terhubung berkala].http//www.imsasisters.imsa.us.com. [19 Agustus 2008]. Yuliana.
1994. Beberapa faktor yang berhubungan dengan prestasi belajar anak sekolah dasar pada keluarga migran asal Sumatera Barat. [skripsi]. Bogor: Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
90
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
91
Lampiran 1 Hasil uji independent-sample t test prestasi belajar aktual mahasiswa bekerja dan tidak bekerja Levene's Test for Equality of Variances
IP
IPK
Equal variance s assume d Equal variance s not assume d Equal variance s assume d Equal variance s not assume d
PDF Creator - PDF4Free v2.0
t-test for Equality of Means
Mean Differe nce
Std. Error Differen ce
F
Sig.
t
df
Sig. (2tailed)
1.782
.192
.678
30
.503
.1637
.678
25.607
.504
.334
30
.334
29.214
.911
.347
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
.242
-.330
.657
.1637
.242
-.333
.661
.740
-.053
.157
-.373
.268
.740
-.053
.157
-.374
.269
http://www.pdf4free.com
92
Lampiran 2 Hasil uji independent-sample t test Levene's Test for Equality of Variances
Kecerdasan emosional
Pola pengambilan keputusan
Tingkat Stres
Perilaku belajar
Tingkat kepuasan
Equal variances assumed Equal variances assumed Equal variances assumed Equal variances assumed Equal variances assumed Equal variances assumed Equal variances assumed Equal variances assumed Equal variances assumed Equal variances assumed
PDF Creator - PDF4Free v2.0
95% Confidence Interval of the Difference
Mean Differenc e
Std. Error Differenc e
Lower
Upper
F
Sig.
t
df
Sig. (2tailed)
2.662
.108
2.112
58
.039
10.53
4.988
.549
20.518
2.112
52.661
.039
10.53
4.988
.527
20.540
.184
58
.854
.27
1.446
-2.627
3.160
.184
56.541
.854
.27
1.446
-2.628
3.162
-3.062
58
.003
-9.00
2.940
-14.884
-3.116
-3.062
56.701
.003
-9.00
2.940
-14.887
-3.113
.649
58
.519
.1283
.19789
-.26779
.52446
.649
57.804
.519
.1283
.19789
-.26782
.52448
-2.076
58
.042
-3.20
1.541
-6.286
-.114
-2.076
54.780
.043
-3.20
1.541
-6.289
-.111
not
.891
.349
not
.006
.940
not
.498
.483
not
1.021
not
t-test for Equality of Means
.316
http://www.pdf4free.com
93
Lampiran 3 Korelasi karakteristik individu dengan pola pengambilan keputusan dan tingkat stres contoh mahasiswa bekerja Variabel Koefisien Korelasi Pola pengambilan keputusan
Tingkat stres
Umur
-0.056
0.241
Jenis Kelamin
0.112
-0.216
Urutan anak
0.062
0.197
Status perkawinan
-
-
Pengalaman kerja
0.385*
0.204
Kecerdasan emosional
0.209
-0.143
Lampiran 4 Korelasi karakteristik individu dengan pola pengambilan keputusan dan tingkat stres contoh mahasiswa tidak bekerja Variabel Koefisien Korelasi Pola pengambilan keputusan
Tingkat stres
Umur
0.345
-0.255
Jenis Kelamin
0.170
0.044
Urutan anak
-0.240
-0.320
Status perkawinan
-
-
Pengalaman kerja
-
-
0.119
-0.465**
Kecerdasan emosional Keterangan : * signifikan p<0.05 ** signifikan p<0.01 n=30
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
94
Lampiran 5 Korelasi karakteristik keluarga dan lingkungan dengan pola pengambilan keputusan dan tingkat stres contoh mahasiswa bekerja Variabel Koefisien korelasi Pola pengambilan keputusan
Tingkat stress
Umur ayah
-0.050
0.052
Umur ibu
0.046
0.096
Pendidikan ayah
0.092
-0.323
Pendidikan ibu
-0.046
-0.357
Pekerjaan ayah
-0.023
0.008
Pekerjaan ibu
0.044
-0.044
Tingkat pendapatan keluarga
-0.044*
-0.218
Potensi lingkungan
-0.228
0.344
Lampiran 6 Korelasi karakteristik keluarga dan lingkungan dengan pola pengambilan keputusan dan tingkat stres contoh mahasiswa tidak bekerja Variabel Koefisien korelasi Pola pengambilan keputusan
Tingkat stress
Umur ayah
-0.229
-0.211
Umur ibu
-0.299
-0.066
Pendidikan ayah
-0.439*
0.037
Pendidikan ibu
-0.533**
0.135
Pekerjaan ayah
-0.345
0.214
Pekerjaan ibu
-0.148
0.122
Tingkat pendapatan keluarga
-0.066
0.155
Keterangan : * signifikan p<0.05 ** signifikan p<0.01
PDF Creator - PDF4Free v2.0
n=30
http://www.pdf4free.com
95
Lampiran 7 Korelasi antar variabel contoh mahasiswa bekerja dan tidak bekerja Variabel
Tingkat Kecerdasan Emosional Pola Pengambilan keputusan Tingkat Kerja Tingkat Stres Perilaku Belajar Tingkat Kepuasan
Tingkat Kecerdasan Emosional
Pola Pengambilan Keputusan 0.119
0.029
Tingkat Kerja
Tingkat Stres
Perilaku Belajar
Tingkat Kepuasan
-
0.465**
0.130
0.392*
-
-0.177
-0.119
0.207
0.000
0.000 -0.078
0.000 -0.429* 0.098
0.606** -0.143 0.057
0.254 0.097 0.211
0.009 0.059
-0.219
0.215
0.043
0.006
0.208
0.002
Keterangan : * signifikan p<0.05 ** signifikan p<0.01 Di atas diagonal = mahasiswa tidak bekerja Di bawah diagonal = mahasiswa bekerja n=30
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
96
Lampiran 8 Skor rata-rata kecerdasan emosional contoh bekerja dan tidak bekerja Skor Rata-rata No Pernyataan Mahasiswa Mahasiswa bekerja tidak bekerja Kesadaran Emosi Diri Saya dapat mengungkapkan rasa marah yang 1 2.23 2.33 saya rasakan Saya akan menangis, jika saya merasa sedih 2 2.80 2.70 dan ingin menangis Saya seringkali mengetahui penyebab sedih 3 3.00 2.96 yang saya rasakan Ketika saya takut, saya dapat menyebutkan 2.80 2.80 4 sebab-sebab saya takut Jika saya sedih/marah, saya akan 5 mengungkapkannya hingga saya merasa 2.53 2.43 tenang kembali 6 Saya mengetahui sifat buruk dan baik saya 3.23 2.83 Saya menyadari kekurangan saya, tetapi saya 7 3.23 3.18 mempunyai beberapa kelebihan Saya tidak selalu berprestasi tetapi saya merasa 8 3.26 3.40 punya harga diri 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
1 2
3 4
Ketika saya takut, saya dapat mengungkapkan rasa takut yang saya alami Ketika saya bosan, saya dapat mengetahui halhal yang menjadi penyebab saya bosan Seringkali saya bingung dalam pengambilan keputusan Saya seringkali tidak mengetahui apa yang menyebabkan saya menjadi bahagia Bagi saya tidak penting untuk mengetahui penyebab saya menjadi kesal Saya seringkali tidak mengetahui penyebab kekesalan yang saya rasakan Saya tidak percaya diri terhadap kemampuan yang saya miliki Saya selalu terlambat untuk menyadari kekecewaan yang saya rasakan Saya seringkali tidak dapat mengungkapkan rasa bahagia yang saya alami Saya seringkali tidak menyadari sifat jelek yang saya miliki Saya seringkali mudah merasa putus asa Saya seringkali sulit mencari kata-kata untuk menjelaskan perasaan yang sedang saya rasakan Kemampuan Mengelola Emosi Jika saya mendapat nilai jelek, saya akan menerimanya sebagai pengalaman Walaupun saya mendapat nilai jelek, saya akan tetap merasa lebih bangga karena itu merupakan hasil kerja saya sendiri Jika saya memiliki banyak masalah, saya tidak mau terlarut dalam kesedihan untuk waktu yang lama Saya dapat mengatasi kesedihan yang sedang saya alami, tanpa harus melampiaskannya ke hal-
PDF Creator - PDF4Free v2.0
3.10
2.96
2.70
2.60
2.66
2.30
3.06
2.83
2.60
2.90
2.86
2.93
3.13
2.93
2.86
2.86
2.80
2.70
2.73
2.83
3.06
2.90
2.63
2.43
3.10
2.83
3.10
.3.26
3.13
3.00
3.23
3.16
http://www.pdf4free.com
97
hal yang negative Pernyataan
No 5 6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16
17 18 19 20
1 2 3
4 5
Skor rata-rata Mahasiswa Mahasiswa bekerja tidak bekerja
Saya selalu membuat perencanaan untuk setiap kegiatan Ketika menghadapi kemarahan orang lain, saya selalu bersabar, menahan diri dan bersikap tenang dengan tidak membalas kemarahannya Saya akan menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan amarah saya muncul ketika sedang bad mood Jika saya melakukan kesalahan, saya akan menerima hukuman yang diberikan dengan lapang dada Ketika sedang sedih, saya akan mencari kesibukan lain untuk mengalihkan perhatian dan berusaha menghibur diri Jika ada kejadian-kejadian yang membuat saya marah, saya selalu dapat mengatasi Saya membutuhkan waktu yang lama untuk meredakan rasa marah Saya akan membalas jika ada teman yang menyakiti (memukul) Jika saya sedang gembira, saya selalu berloncatloncatan/berteriak kegirangan untuk mengungkapkan kegembiraan tersebut Saya akan sangat putus asa apabila gagal dalam ujian Saya akan berteriak/merengek/menangis setiap kali permintaan saya tidak terpenuhi Saya akan sangat kesal jika ada teman yang telah membuat janji dengan saya kemudian secara tibatiba membatalkan janjinya Saya tidak dapat menerima perubahan-perubahan yang terjadi pada diri saya ketika telah menginjak dewasa Ketika sedang sedih, saya akan mengurung di kamar dan merenung sendiri Jika saya sedang sedih, seringkali saya memperlihatkan kesedihan yang sebenarnya di depan umum Saya akan sangat marah jika ayah/ibu tiba-tiba membatalkan rencana jalan-jalan Kemampuan Memotivasi Diri Saya akan mengerjakan kewajiban saya tidak karena orang lain (ikhlas) Saya memiliki jadwal/agenda harian yang akan dilakukan setiap harinya Saya percaya pada kemampuan diri dan selalu yakin dalam mengerjakan test/ujian Jika saya menetapkan suatu target pekerjaan atau kegiatan, saya berusaha untuk menyelesaikan suatu pekerjaan tersebut dengan baik Meskipun pekerjaan tersebut sulit, saya akan terus berusaha menyelesaikannya dengan
PDF Creator - PDF4Free v2.0
3.03
3.00
3.00
3.06
3.03
2.96
3.06
3.03
3.26
3.10
2.93
2.93
3.13
2.73
3.23
3.00
2.53
2.76
3.10
2.90
3.26
3.23
2.46
2.10
3.16
2.90
2.60
2.73
3.30
3.16
3.13
2.70
3.36
3.40
3.06
2.56
3.33
3.13
3.46
3.13
3.23
3,06
http://www.pdf4free.com
98
tekun No 6 7
8
9 10 11
12 13 14 15 16 17 18 19 20
1 2 3 4 5 6
Skor rata-rata Mahasiswa Mahasiswa bekerja tidak bekerja
Pernyataan Jika saya ingin mendapatkan nilai bagus, saya akan mendahulukan tugas daripada bermain Saya seringkali memperhatikan semua pelajaran termasuk pelajaran yang tidak saya sukai Teman yang selalu berprestasi bagi saya adalah dorongan dan semangat untuk belajar lebih rajin lagi Setiap kali akan ujian, saya akan meninggalkan semua acara TV kesukaan dan akan belajar tekun agar mendapat nilai bagus Saya akan segera menanyakan pelajaran yang saya tidak mengerti kepada dosen ketika ada tugas, saya sering mengerjakannya di sekolah saat akan dikumpulkan dan menyontek pekerjaan teman Ketika ada tugas yang sulit, saya hanya mengerjakan semampunya selebihnya akan saya tanyakan pada teman Saya seringkali pesimis dalam menghadapi segala persoalan Saya seringkali mengulang kembali pelajaran di rumah, hanya jika disuruh Buat saya tidak masalah, jika sesekali saya tidak taat pada peraturan yang berlaku di kampus, rumah atau dimana saja Saya seringkali tetap menonton acara TV kesukaan saya, walaupun PR belum selesai Saya seringkali patah semangat, apabila mendapatkan nilai jelek Saya seringkali berusaha untuk mendapatkan nilai bagus hanya jika orangtua menjanjikan hadiah Saya seringkali tidak tertarik mengikuti kegiatan organisasi di sekolah Saya akan langsung meninggalkan tugas, apabila saya mengalami kesulitan dalam menyelesaikannya Kemampuan Empati Ketika keinginan untuk pergi rekreasi tertunda karena anggota keluarga sakit, saya akan menerimanya (biasa-biasa saja) Saya dapat merasakan kesedihan teman saya yang tidak lulus ujian Saya merasa senang jika melihat teman saya gembira Saya termasuk orang yang dapat menjaga rahasia teman Ketika teman saya sedih/murung, saya akan berusaha menghiburnya Saya akan mengucapkan selamat ulang tahun kepada semua teman tanpa membedakan
PDF Creator - PDF4Free v2.0
3.26
3.03
2.80
2.70
3.36
3.23
2.93
2.80
2.56
2.30
2.60
2.76
2.20
2.10
3.23
2.96
2.93
3.06
2.53
2.76
2.73
2.60
3.00
2.76
3.13
3.20
2.63
2.66
2.60
3.03
3.10
3.26
3.03
2.96
3.36
3.13
3.30
3.60
3.23
3.03
2.96
2.56
http://www.pdf4free.com
99
teman dekat atau tidak NO 7
8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
18 19 20
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pernyataan
Skor rata-rata Mahasiswa Mahasiswa bekerja tidak bekerja
Saya seringkali mengikuti kegiatan sosial, gotong royong dan kerja bakti di lingkungan 2.50 kampus maupun rumah Saya akan selalu berusaha membantu setiap orang yang membutuhkan bantuan tanpa 3.20 meminta imbalan ketika teman saya mempunyai masalah, saya 3.30 bersedia menjadi teman “curhat” Saya selalu berbagi makanan dengan teman 3.13 ketika ada yang meminta Saya seringkali tidak memperhatikan dosen 3.00 yang sedang mengajar Menurut saya tidak ada gunanya jika saya 2.96 memikirkan orang lain Saya seringkali tidak dapat menerima dan memahami pandangan teman yang berbeda 2.90 dengan saya Dalam hati terkadang saya merasa iri dengan 2.73 teman yang mendapat nilai bagus Saya tidak peduli apakah orang lain menilai 2.50 saya sebagai anak yang baik atau tidak Buat saya tidak masalah jika sekali-kali saya 3.20 menyakiti atau mengejek orang lain Seringkali tidak mudah bagi saya untuk berbuat sesuai dengan apa yang diharapkan 2.50 orang lain dari saya Saya seringkali meninggalkan/tidak peduli dengan teman yang sedang mengalami 3.00 kesulitan/kesedihan Saya seringkali tidak menyadari ketika teman 2.83 saya sedang mengalami musibah Saya akan memaksa orangtua/kakak/orang lain untuk membantu mengerjakan tugas, 3.26 walaupun saat itu mereka sedang sibuk Kemampuan Membina Hubungan Saya mampu menyelesaikan perselisihan 3.03 antara teman secara adil Saya akan merasa senang apabila 3.63 mempunyai teman baru Saya sering mendamaikan teman yang 2.93 sedang bermusuhan Saya sering diminta untuk menjadi ketua 2.90 kelompok Saya mampu berteman dengan siapa saja 3.20 (dari kalangan manapun) Mudah sekali bagi saya untuk memulai suatu 3.03 pembicaraan dengan orang yang lebih senior Saya terbiasa berpamitan kepada orangtua ketika akan berangkat kuliah/pergi ke luar 3.50 rumah Saya terbiasa mengucapkan permisi saat 3.30 lewat di depan orang lain Saya merasa mudah untuk bekerja sama 3.03
PDF Creator - PDF4Free v2.0
2.93
3.06 3.23 2.83 2.73 2.96 2.83 2.20 2.56 3.10 2.20
3.03 2.60 3.10
2.90 3.30 2.76 2.76 2.96 2.63 3.36 3.13 3.03
http://www.pdf4free.com
100
dengan orang lain No
Pernyatan
10
Saya sangat senang dan aktif berorganisasi Saya termasuk orang yang tidak dapat beradaptasi dengan cepat di lingkungan baru Tidak mudah bagi saya untuk berbicara di depan orang banyak Saya seringkali merasa gengsi untuk meminta maaf jika merasa bersalah Saya membutuhkan waktu yang lama untuk dapat membaca situasi Saya tidak pernah tertarik untuk menjadi komti Saya tidak peduli dengan teman yang sedang bermusuhan Saya tidak akan memaafkan teman yang telah menyakiti perasaan saya Sulit bagi saya untuk dekat dengan orang lain selain keluarga saya Saya tidak mau berteman dengan sembarang orang Saya sulit bersikap ramah dengan orang yang baru saya temui
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Skor rata-rata Mahasiswa Mahasiswa bekerja tidak bekerja 2.83 3.03 2.83
2.53
2.93
2.66
3.06
2,93
2.83
2.60
2.23
2.96
2.96
3.00
3.13
3.10
3.16
2.90
2.63
2.36
3.20
2.96
Keterangan Skor: Pernyataan 1-10 = pernyataan positif Pernyataan 11-20 = pernyataan negatif (skor dibalik) 1 = STS = sangat tidak sesuai 3 = S = sesuai 2 = TS = tidak sesuai 4 = SS = sangat sesuai
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
101
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com