Analisis, Juni 2014, Vol.3 No.1 : 21 – 28
ISSN 2252-7230
TUNTUTAN MASYARAKAT ATAS TANAH YANG DIKUASAI OLEH PT. LONDON SUMATERA DI KABUPATEN BULUKUMBA Demands of Society on Land Owned by PT. London Sumatera in Bulukumba Dinar Pebianti, Abrar Saleng, Farida Patittingi Program Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin (E-mail: dinar.pebianti@gmail.com) ABSTRAK Tuntutan masyarakat adalah suatu upaya yang bertujuan untuk memperoleh perlindungan hukum atas hak-hak tertentu yang dimilik oleh seseorang. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan mengetahui (1) Bagaimana tuntutuan masyarakat atas tanah yang dikuasi oleh PT Lonsum (2) bagaimana upaya hukum yang telah dilakukan oleh pihak-pihak terkait sehubungan tuntutan masyarakat dengan PT Lonsum. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba. Penelitian ini berbentuk sosioyuridis, yakni penelitian lapangan yang diperkuat dengan penelitian kepustakaan. Data yang diperoleh meliputi data primer dan data sekunder yang dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat melakukan upaya tuntutan ganti rugi atas penguasaan Hak Guna Usaha (HGU) PT Lonsum seluas 350 hektar (ha) yang kemudian bertambah menjadi 2550,30 ha. Karena tuntutan ini tidak pernah dipenuhi, sehingga masyarakat meminta pemerintah Republik Indonesia mengambil tindakan tegas menghentikan dan mencabut HGU PT Lonsum dan mengembalikan seluruh hak-hak masyarakat atas tanah tersebut. Upaya yang dilakukan dalam penyelesaian tuntutan masyarakat terhadap PT Lonsum adalah upaya litigasi melalui gugatan ke Pengadilan Umum namun hanya dengan putusan seluas 200 ha dan upaya nonlitigasi dilakukan dengan mediasi yang difasilitasi oleh Pemerintah Daerah akan tetapi belum menemukan titik temu serta permintaan pengukuran ulang dan pengembalian batas HGU PT Lonsum kepada Badan Pertanahan Nasional namun tidak dapat ditindaklanjuti karena PT Lonsum tidak memberikan izin. Kata Kunci: Tuntutan Masyarakat, Tanah, PT. London Sumatera
ABSTRACT Claim community is an effort that seeks to obtain legal protection for certain rights which are owned by somebody. This study aims to explain and understand (1) How tuntutuan community on land controlled by PT Lonsum (2) how the remedy which has been done by the relevant parties in relation to the society by PT Lonsum. The study was conducted at the Kajang district Bulukumba. This study sosioyuridis shaped, ie, reinforced with field research literature review. Data collected include primary data and secondary data were analyzed qualitatively. The results showed that people do our claim damages for share Hak Guna Usaha (HGU) PT Lonsum of 350 hectares (ha), which then increased to 2550.30 ha. Because this claim has never been fulfilled, so that people ask the Indonesian government to take decisive action to stop and take HGU PT Lonsum and restore the entire community rights over land. Such efforts in the settlement of claims against PT Lonsum community is through class action litigation to the Secretary General, but only with the verdict of 200 ha and nonlitigasi done with mediation efforts facilitated by the Regional Government but have not found a meeting point and repeat the measurement request and return border HGU PT Lonsum to the National Land Agency, but not actionable because PT Lonsum not give permission. Keywords: Claims of Community, Land, PT. London Sumatra
21
Dinar Pebianti
ISSN 2252-7230
dipendam dan tidak diperlihatkan dan apabila perselisihan itu diberitahukan kepada pihak lain maka akan menjadi sengketa (Usman, 2003). Selama terjadinya konflik, ruang di atas tanah yang menjadi objek konflik berada dalam keadaan status quo sehingga ruang atas tanah tersebut tidak dapat dimanfaatkan, akibatnya terjadi penurunan kualitas sumber daya lingkungan yang dapat merugikan kepentingan orang banyak (Sumardjono, 2009). Konflik atau sengketa terjadi juga karena adanya perbedaan persepsi yang merupakan gambaran lingkungan yang dilakukan secara sadar yang didasari pengetahuan yang dimiliki seseorang, lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan fisik maupun lingkungan sosial (Muga, 2010). Konflik yang disadari dan telah dirasakan kehadirannya akan berubah menjadi konflik yang nyata jika pihak-pihak yang terkait mewujudkannya dalam prilaku misalnya serangan, ancaman, demonstrasi serta tindakantindakan lain (Supriyadi, 2011). Dalam setiap konflik atau sengketa, salah satu pihak mungkin merupakan pihak yang benar, juga kemungkinan memiliki elemen hak hukum, satu pihak mungkin benar dalam satu masalah dan pihak lain benar dalam masalah lainnya, atau kedua tuntutan pada dasarnya bermanfaat untuk keduanya, atau salah satu pihak mungkin benar secara hukum namun pihak lainnya benar secara moral (Abdulrasyid, 2002). Secara umum ada beberapa macam sifat permasalahan dari suatu sengketa tanah yaitu Masalah prioritas pemegang hak yang sah atas tanah yang berstatus hak atau atas tanah yang belum ada haknya, bantahan alas hak atau bukti perolehan yang digunakan sebagai dasar pemberian hak, kekeliruan pemberian hak akibat penerapan peraturan yang kurang atau tidak benar, sengketa yang mengandung aspek-aspek sosial (Murad, 1991). Salah satu konflik yang terjadi terhadap penguasaan tanah masyarakat adalah tanah masyarakat di Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba, perma-
PENDAHULUAN Tanah merupakan aset ekonomi yang memiliki nilai yang tinggi dan merupakan salah satu kebutuhan umat manusia serta merupakan bagian dari aset bangsa Indonesia (Supriyadi, 2011). Tanah memiliki kedudukan istimewa dalam kehidupan masyarakat sejak dahulu. Hal ini dapat dilihat dari sikap bangsa Indonesia yang tampak pada masyarakat adat di mana mereka memberikan penghormatan dan penghargaan kepada tanah. Dalam kehidupan manusia, bahwa tanah tidak akan terlepas dari segala tindak-tanduk manusia itu sendiri sebab tanah merupakan tempat bagi manusia untuk menjalani dan melanjutkan kehidupannya (Pide, 2009). Olehnya itu, tanah sangat dibutuhkan oleh setiap masyarakat. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 tentang Hak Asasi Manusia, menegaskan bahwa “Setiap orang berhak untuk hidup serta mempertahankan hidup dan kehidupannya”. Begitu pula pada masyarakat, tanah merupakan kebutuhan yang sangat penting. Hubungan antara manusia dengan tanah sangat erat, karena tanah sebagai tempat mereka hidup dan kehidupan itu sendiri, Tanah adat merupakan milik dari masyarakat Hukum Adat yang telah dikuasai sejak dulu, Masyarakat saat ini pun memberikan tempat yang istimewa bagi tanah bahkan tanah saat ini telah menjadi salah satu simbol status sosial, hal ini disebut sebagai akar sosio cultural dan simbol eksistensi diri sehingga nilai tanah tidak hanya sekadar sebagai suatu komoditas (Limbong, 2012). Konflik atas tanah bahkan memberikan pengaruh terhadap kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah berkenaan dengan peran pemerintah dalam memberikan keamanan dan kepastian hukum bagi rakyat. Tahapan sengketa berawal dari pra konflik kemudian konflik dan sengketa (Abdurrahman, 2001), Sengketa merupakan kelanjutan dari konflik, sedangkan konflik itu sendiri adalah suatu perselisihan antara dua pihak, tetapi perselisihan itu hanya 22
Tuntutan Masyarakat, Tanah, PT. London Sumatera
salahan ini bermula sejak jaman penjajahan Belanda ketika salah satu perusahaan Belanda dengan nama NV. Celebes Landbouw Maaschappijh yang didirikan pada tahun 1906, kemudian perusahaan perkebunan Belanda tersebut melakukan espansi perkebunan ke Kabupaten Bulukumba pada tahun 1919. Pada tahun 1968 perusahaan perkebunan NV. Celebes Landbouw Maaschappijh berganti nama dengan nama PT London Sumatera (selanjutnya disebut PT. Lonsum). PT Lonsum mengusai dua wilayah yaitu Ballobassi State dan Pallangisang State seluas 200 hektar dengan menanam kopi dan kapuk, dan kini PT. Lonsum menguasai tanah seluas 5.784,46 hektar yang ditanami karet (Azhar, 2003). Penyelesaian konflik antara masyarakat dengan PT Lonsum yang sangat lambat dan tidak efektif menunjukkan bahwa penanganan masalah tersebut cenderung lambat dan tidak memiliki metode pendekatan dan strategi yang efektif, efisien dan berkeadilan sehingga upaya-upaya yang telah dilaksanakan selama ini ternyata tidak dapat diterima dengan baik oleh kedua belah pihak. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana tuntutan masyarakat atas tanah yang dikuasai oleh PT. London Sumatera.
ISSN 2252-7230
Populasi dan sampel Populasi dalam penelitian ini adalah pihak-pihak yang terkait dengan penyelesaian masalah konflik antara PT Lonsum dengan masyarakat di Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba. Sampel penelitian ini adalah Pimpinan PT London Sumatera, Kepala Bagian Hukum Pemerintah Kabupaten Bulukumba, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bulukumba, Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional Sulawesi Selatan, Masyarakat setempat sebanyak 5 orang. Metode pengumpulan data Jenis dan sumber data digunakan sebagai dasar untuk menunjang hasil penelitian adalah Data Primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari sumber pertama (responden) pada lokasi penelitian dan Data Sekunder yaitu data yang diperoleh berupa sumber-sumber tertentu, seperti dokumen-dokumen termasuk juga literatur bacaan lainnya yang sangat berkaitan dengan pembahasan penelitian ini. Analisis data Data yang diperoleh baik primer maupun sekunder dianalisis secara kualitatif kemudian disajikan secara deskriptif yaitu menjelaskan, menguraikan, dan menggambarkan sesuai dengan permasalahan yang erat kaitannya dengan penelitian ini.
BAHAN DAN METODE Lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bulukumba khususnya di daerah konflik antara PT London Sumatera dengan Masyarakat di Kecamatan Kajang.
HASIL Tuntutan Masyarakat atas Tanah yang Dikuasai PT London Sumatera Penelitian ini menunjukkan penyelesaian konflik yang efektif dan efisien akan membawa dampak positif yang berkelanjutan bagi para pihak dimana permasalahan antara masyarakat dengan PT London Sumatera diawali dengan adanya klaim masyarakat penggugat terhadap 350 ha, pada tahun 1982 PT. London Sumatera dan masyarakat di Kecamatan Kajang membuat satu perjanjian, sebelum ada keputusan dari Pengadilan Negeri
Desain penelitian Penelitian ini merupakan penelitian sosioyuridis, yakni penelitian lapangan yang diperkuat dengan penelitian kepustakaan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara yaitu mendatangi responden dengan melakukan tanya jawab langsung, tipe pertanyaan teratur dan terstruktur ditujukan kepada pihak yang berkompeten. 23
Dinar Pebianti
ISSN 2252-7230
Bulukumba, PT. London Sumatera tidak akan menambah areal atau memperluasan perkebunan, namun PT. London Sumatera melanggar perjanjian tersebut dengan memperluas areal perkebunan seluas lebih 1000 ha di atas tanah masyarakat di Kecamatan Kajang. Pada tanggal 24 Maret 1982 di mana terdapat 253 orang penggugat yang disebut sebagai kelompok Hamarong (Hamarong, H. Mappiasse dan Bateng) yang mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Bulukumba yang terdaftar dalam perkara nomor 17.K/1982/Blk dengan dalil pokok gugatan meminta ganti rugi atas tanah yang terletak di Dusun Ganta, Desa Bonto Biraeng Kecamatan Kajang seluas 350 ha karena tanah tersebut merupakan tanah garapan yang telah diolah dan dikuasai secara turun temurun selama 28 tahun. Setelah pemeriksaan perkara di Pengadilan Negeri Bulukumba, majelis hakim berpendapat bahwa gugatan para tergugat terbukti sah dan meyakinkan sebagai tanah garapan para penggugat seluas 200 ha (bukan 350 ha) dan terhadap putusan ini PT London Sumatera mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan dan Putusan Majelis Hakim tanggal 17 September 1983, nomor 228/ 1983/Pdt/PT menegaskan bahwa Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Bulukumba tanggal 24 Maret 1983, nomor 17.K/1982/Blk. Kemudian penggugat mengajukan upaya hukum kasasi namun pada proses pemeriksaan kasasi terjadi perdamaian antara PT London Sumatera dengan para penggugat yang difasilitasi oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bulukumba. Di tahun 1997 PT Lonsum mengajukan permohonan perpanjangan Hak Guna Usaha kepada Menteri Agraria/ kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia dan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agraria/ kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia nomor 111/HGU/ BPN/1997, permohonan tersebut dikabulkan berlaku tanggal 12 september
1997 sampai tanggal 31 Desember 2023 dengan luas 5.784, 46 ha yang meliputi 4 wilayah Kecamatan dan 12 wilayah desa/kelurahan, masing-asing yaitu Wilayah Kecamatan Bulukumpa meliputi Desa Jawi-jawi, Desa Bonto Minasa, Jojjolo, Tibona dan Swatani, Wilayah Kecamatan Kajang meliputi Desa Sangkala dan Desa Bonto Biraeng, Wilayah Kecamatan Ujung Loe meliputi Desa Balong, Desa Balleanging dan Desa Tamatto, Wilayah Kecamatan Herlang meliputi Desa Karassing dan sebagian masuk Desa Tugondeng. Status tanah dan letak tanah atas Hak Guna Usaha yang diterbitkan adalah Hak Guna Usaha No. 2 Surat Ukur No. 19/1997 seluas 970,52 ha terletak di Desa Bonto Minasa/Tibona, Kecamatan Bulukumpa, Kabupaten Bulukumba, Hak Guna Usaha No. 2 Surat Ukur No. 19/1997 seluas 912,51 ha terletak di Desa Jawi-jawi, Kecamatan Bulukumpa, Kabupaten Bulukumba, Hak Guna Usaha No. 2 Surat Ukur No. 19/1997 seluas 464,82 ha terletak di Desa Bonto Mangiring / Sangkala / Jojjolo, Kecamatan Kajang/Bulukumpa, Kabupaten Bulukumba, Hak Guna Usaha nomor 2 Surat Ukur No. 19/1997, seluas 3.436, 61 ha terletak di Desa Balong/Balleanging/Tamatto, Karama, Bonto Mangiring/Bonto Biraeng dan Tugondeng, Kecamatan Ujung Loe, Kecamatan Kajang, Kecamatan Bulukumpa dan Kecamatan Herlang, Kabupaten Bulukumba. Menindaklanjuti upaya perdamaian, pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Bulukumba membentuk tim penyelesaian perkara antara PT Lonsum dengan para penggugat dalam mediasi pertama, PT Lonsum secara sukarela menyerahkan tanah seluas 103 ha di Desa Bonto Biraeng, Kecamatan Kajang dan telah dibagi-bagikan kepada para penggugat dan masyarakat yang berdomisili di sekitar daerah tersebut dengan cara membagikan kapling seluas 0,50 ha/ orang dengan jumlah kapling 202. Sebahagian penggugat merasa tidak puas 24
Tuntutan Masyarakat, Tanah, PT. London Sumatera
dengan keputusan tersebut sehingga PT Lonsum menyiapkan lagi lahan seluas 40 ha Desa Bonto Biraeng Kecamatan Kajang untuk dibagikan kepada penggugat yang belum menerima bagian termasuk Hamarong. Dari pelaksanaan dan hasil perdamaian antara kedua belah pihak ternyata tidak disampaikan ke Mahkamah Agung RI sehingga perkara tersebut tetap berjalan dan tanggal 31 Juli 1990, Mahkamah Agung Republik Indonesia mengeluarkan putusan nomor 2552.K/ Pdt/1990 dengan amar putusan “Membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan dan menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Bulukumba yang menyatakan bahwa tanah seluas 200 ha yang terletak di Desa Bonto Biraeng, Kecamatan Kajang adalah tanah garapan para penggugat. Pelaksanaan dan hasil perdamaian antara kedua belah pihak ternyata tidak disampaikan ke Mahkamah Agung RI sehingga perkara tersebut tetap berjalan dan tanggal 31 Juli 1990 Mahkamah Agung Republik Indonesia mengeluarkan putusan nomor 2552.K/ Pdt/1990 dengan amar putusan “Membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan dan menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Bulukumba yang menyatakan bahwa tanah seluas 200 ha yang terletak di Desa Bonto Biraeng, Kecamatan Kajang adalah tanah garapan para penggugat. PT Lonsum kemudian mengajukan upaya hukum luar biasa melalui Peninjauan Kembali namun permohonan tersebut ditolak dan para penggugat kemudian mengajukan permohonan eksekusi di atas tanah seluas 200 ha sesuai dengan amar putusan Pengadilan Negeri Bulukumba yang dikuatkan oleh Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia kepada Ketua Pengadilan Negeri Bulukumba dan pada tanggal 3 Desember 1998, dilaksanakan penyitaan atas objek sengketa seluas 200 ha namun dalam kenyataan di lapangan, juru sita menyita dan memasang patok seluas 503, 60 ha di Kecamatan Kajang dan Kecamatan Bulukumpa sehingga menim-
ISSN 2252-7230
bulkan keberatan dari pihak PT Lonsum dan memohon petunjuk kepada ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan pada tanggal 14 Desember 1998, Ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan memberikan petunjuk bahwa eksekusi tetap dilaksanakan namun sebelum Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan surat perintah eksekusi, harus mengetahui secara pasti amar putusan yang akan dieksekusi dan harus mempertimbangkan semua pertimbangan hukum dalam putusan yang in kracht tersebut. Tanggal 1 Februari 1999, Ketua Pengadilan Negeri Bulukumba mengeluarkan Surat perintah Eksekusi untuk tanah seluas 503,60 ha yang terletak di Kecamatan Kajang dan Kecamatan Bulukumpa (bukan 200 ha sesuai dengan putusan Mahkamah Agung). PEMBAHASAN Berdasarkan hasil Penelitian masalah antara masyarakat dan PT Lonsum dalam pandangan peneliti merupakan suatu perpaduan antara ketidakpuasan masyarakat terhadap perlindungan hak yang diklaim oleh mereka dengan tindak lanjut dan respon dari pihak lain atas masalah tersebut. Tuntutan masyarakat selama ini dengan PT Lonsum antara lain Kekeliruan Ketua Pengadilan Negeri Kabupaten Bulukumba dalam Surat Perintah Eksekusi dengan memerintahkan eksekusi terhadap luas 548,60 ha yang terletak di Desa Bonto Biraeng, Kecamatan Kajang dan tindakan mengabaikan petunjuk dari Ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan untuk melaksanakan eksekusi hanya untuk luas yang disebutkan dalam amar putusan pengadilan merupakan salah satu pemicu semakin besarnya konflik antara masyarakat dengan PT Lonsum. Pelaksanaan perdamaian yang difasilitasi oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bulukumba yang ditindaklanjuti dengan penyerahan 143 ha tanah secara sukarela dari pihak PT Lonsum kepada masyarakat merupakan awal penyelesaian yang baik namun hal ini kemudian menjadi masalah karena 25
Dinar Pebianti
ISSN 2252-7230
perdamaian tersebut tidak disampaikan kepada Mahkamah Agung dan hasil perdamaian ini diabaikan oleh masyarakat setelah jatuhnya putusan dari Mahkamah Agung yang menyatakan sah penguasaan masyarakat atas tanah 200 ha karena masyarakat memohon eksekusi seluas 200 ha sesuai Putusan Pengadilan padahal sebelumnya, masyarakat telah menerima tanah seluas 143 ha dari PT Lonsum di wilayah Desa Bonto Biraeng, Kecamatan Kajang, dan Tindakan masyarakat melakukan penebangan pohon karet dan penguasaan lahan seluas 648, 60 ha di Kecamatan Kajang dan Kecamatan Bulukumpa merupakan tindakan yang tidak seharusnya dilakukan pada saat eksekusi karena putusan pengadilan yang in kracht sudah menegaskan bahwa tanah yang menjadi hak masyarakat hanya 200 ha di wilayah Kecamatan Bonto Biraeng. Dalam pandangan peneliti pemicu semakin besarnya konflik antara kedua belah pihak. adalah Putusan Pengadilan yang seharusnya menjadi ujung tombak penegakan hukum di Indonesia, karena putusan pengadilan merupakan instrumen dalam memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pihak-pihak yang berperkara namun dalam kasus ini, pelaksanaan putusan Pengadilan justru memberikan dampak sebaliknya. Upaya Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan untuk melakukan perbaikan terhadap kekeliruan yang dilakukan dalam eksekusi melalui penyempurnaan eksekusi seharusnya menjadi instrument yang dapat mempermudah penyelesaian masalah namun realitas menunjukkan bahwa masyarakat ternyata melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Tindakan pengerahan massa, demonstrasi dan penebangan karet secara brutal di luar wilayah yang dieksekusi merupakan tindakan yang patut untuk dicermati. Dalam pandangan peneliti mencermati bahwa proses perpanjangan Hak Guna Usaha pada tahun 1997 di mana pada saat tersebut, masih berlangsung perkara antara kedua belah pihak.
Pemberian perpanjangan Hak Guna Usaha dalam kasus ini dilaksanakan tanpa memperhatikan dan mempertimbangkan lokasi yang menjadi objek sengketa padahal dalam keadaan sedang dalam sengketa, objek sengketa idealnya dikecualikan dari lokasi yang diterbitkan Hak Guna Usaha atau dilakukan penundaan terhadap penerbitan Hak Guna Usaha sampai pada saat tercapainya penyelesaian antara masalah yang sedang terjadi antara kedua belah pihak. Penerbitan Hak Guna Usaha pada lokasi yang masih diklaim masyarakat memicu terjadinya kekecewaan masyarakat sehingga melahirkan prilaku hukum masyarakat yang tidak lagi mempertimbangkan norma dan sistem hukum yang ada menanggapi tuntutan masyarakat tersebut di atas, peneliti berpendapat bahwa tuntutan penghentian dan pencabutan Hak Guna Usaha PT Lonsum merupakan tuntutan yang masih membutuhkan pengkajian yang lebih luas dan mendalam. Adanya Upaya admistrasi dalam hal ini berkaitan dengan penerbitan Hak Guna Usaha PT Lonsum dan khusus dalam penyelesaian masalah dengan masyarakat salah satu upaya yang telah dilakukan adalah meminta kepada Badan Pertanahan Nasional untuk melakukan pengukuran ulang ataupun pengembalian batas atas Hak Guna Usaha PT Lonsum dengan alasan bahwa masyarakat menduga telah terjadi perbedaan luas antara penguasaan dengan luas dalam Sertipikat Hak Guna Usaha. Hak Guna Usaha merupakan hak yang melindungi keberadaan PT Lonsum pada lokasi yang telah memperoleh Hak Guna Usaha di atasnya dan pemberian hak tersebut melalui suatu proses admnistrasi yang panjang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan antara lain UUPA, PP No. 24 tahun 1997, PP No. 40 Tahun 1996. Peraturan perundang-undangan telah menegaskan bahwa pencabutan Hak Guna Usaha hanya dapat dilakukan apabila dimohon oleh pemegang haknya, berakhirnya hak tanpa diperpanjang atau diperbaharui, perubahan peruntukan, 26
Tuntutan Masyarakat, Tanah, PT. London Sumatera
musnahnya tanah serta adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Dalam kasus ini, ada 2 (dua) pilihan yang dapat dtempuh jika pencabutan Hak Guna Usaha akan dilaksanakan yaitu dilepaskan sendiri oleh pemegang haknya atau terdapat putusan pengadilan yang in kracht sehingga tuntutan pencabutan Hak Guna Usaha dapat diminta oleh masyarakat jika dalam suatu musyawarah PT Lonsum menyatakan kesediaan untuk melepaskan secara sukarela dan dapat pula diminta oleh masyarakat dengan terlebih dahulu mengajukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri ataupun gugatan pembatalan Sertipikat melalui Pengadilan Tata Usaha Negara. Badan Pertanahan Nasional dalam hal ini mengambil tindakan yang telah sesuai dengan peraturan perundangundangan di mana sebagai lembaga yang memiliki fungsi admnistrasi maka segala bentuk perubahan terhadap pencatatan admnistrasi yang telah dilakukan yang disertai dengan pemberian hak hanya bisa dibatalkan apabila terdapat putusan pengadilan yang in kracht atau hasil kesepakatan antara kedua belah pihak. Penyampaian tuntutan masyarakat yang tidak dilandasi dasar hukum yang tepat merupakan tindakan yang memberikan indikasi bahwa terdapat pihak lain yang menjadi provokator dalam masalah ini dan terdapat pihak lain yang ingin memperkeruh masalah antara masyarakat dengan PT Lonsum. Pandangan ini tidak dapat dinafikan karena dalam realitas di daerah konflik kehadiran pihak-pihak lain di luar pihak berkepentingan kerap terjadi. Kehadiran pihak-pihak yang tidak berkepentingan memberikan dampak buruk pada penyelesaian masalah antara kedua belah pihak. Konflik yang panjang, telah menguras energi kedua belah pihak, beban psikologis yang ditanggung oleh mereka akibat tidak ditemukannya solusi penyelesaian sangat rentan untuk menimbulkan kondisi yang tidak dapat dikendalikan terumata dengan kehadiran
ISSN 2252-7230
pihak lain yang memberikan provokasi yang tidak bertanggungjawab. Unjuk rasa yang dilakukan setiap minggu dengan diprakarsai kelompokkelompok LSM merupakan tindakan yang tidak dapat disebut bertentangan dengan hukum karena hal tersebut merupakan hak mereka di dalam negara demokrasi namun mekanisme unjuk rasa yang belum mampu membangun komunikasi dua arah yang efektif serta kecederungan bertindak sepihak dan main hakim sendiri dalam unjuk rasa merupakan penyebab semakin berlarutlarutnya masalah antara masyarakat dengan PT Lonsum, sehingga peneliti dalam hal ini berpendapat bahwa kesalahan atau kekeliruaan dalam memahami iklim reformasi dan demokrasi melalui akses unjuk rasa tanpa disertai mekanisme yang bertanggung jawab merupakan bagian penghambat dalam pemenuhan tuntutan masyarakat kepada PT Lonsum. Penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan merupakan bagian penting dari upaya mewujudkan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi seluruh pihak. Peraturan perundang-undangan menimbulkan multi interpretasi, tidak ada hamonisasi dan sinkronisasi, rawan menimbulkan konflik merupakan peraturan perundang-undangan yang perlu untuk dibenahi agar tidak menciptakan ketidakteraturan dalam masyarakat. KESIMPULAN DAN SARAN Tuntutan masyarakat kepada PT London Sumatera berkaitan dengan penguasaan dan penerbitan Hak Guna Usaha PT London Sumatera adalah meminta ganti rugi atas tanah seluas 350 ha merupakan tanah masyarakat yang telah dikuasai secara terus menerus namun tuntutan ini kemudian bertambah menjadi 2550,30 hektar dan tuntutan ini tidak pernah dipenuhi oleh PT London Sumatera sehingga masyarakat meminta pemerintah Republik Indonesia untuk mengambil tindakan tegas menghentikan dan mencabut Hak Guna Usaha PT Lonsum dan mengembalikan seluruh 27
Dinar Pebianti
ISSN 2252-7230
hak-hak masyarakat yang telah dikuasai oleh PT Lonsum. Upaya yang dilakukan dalam penyelesaian masalah tuntutan masyarakat terhadap PT London Sumatera adalah (1) Upaya litigasi dilakukan melalui gugatan ke Pengadilan Umum dan telah diperoleh putusan untuk luas 200 ha namun untuk luas di luar 200 ha, belum ada upaya penyelesaian melalui pengadilan dan (2) Upaya non litigasi melalui mediasi yang difasilitasi oleh Pemerintah Daerah namun belum menemukan titik temu. Permintaan pengukuran ulang dan pengembalian batas Hak Guna Usaha PT Lonsum kepada Badan Pertanahan Nasional namun tidak dapat ditindaklanjuti karena PT Lonsum tidak memberikan izin. Pemberian HGU kepada perusahaan oleh Negara semestinya tetap memperhatikan kepentingan konumitas local/masyarakat setempat terlepas adanya argument yang menyebutkan Negara sebagai penguasa atas tanahtanah tersebut. Sepanjang Negara tidak memenuhi kepentingan komunitas lokal/ masyarakat maka persengetaan tanah akan terus terjadi. Seharusnya pemerintah lebih aktif melakukan mediasi yang memberikan win-win solution dengan mengedepankan saling pengertian kedua belah pihak yang bersengketa. Dalam semangat win-win solution penyelesaian sengketa tidak semata-mata didasarkan pada siapa yang memiliki sertipikat tapi bisa membawa kemanfaatan untuk semua. Misalnya PT Lonsum memberdayakan masyarakat sebagai petani penggarap diatas tanah konflik dengan catatan tanah tersebut tidak untuk dijual.
DAFTAR PUSTAKA Abdulrasyid Priyatha, (2002) Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa; Fikahati Aneska, Jakarta. Abdurrahman, (2001) Hukum dan Lingkungan Hidup Indonesia; Kumpulan Tulisan dalam Memperingati 75 Tahun Prof. Dr. Koesnadi Hardjasoemantri, Universitas Indonesia Press, Jakarta. Azhar Haris, (2003) Meng”amin”kan dan meng”aman”kan PT. Lonsum di Bulukumba. Majalah kontras. Limbong B, (2012) Konflik Pertanahan; Pustaka Margaretha, Jakarta. Muga D Maria, (2010) Peranan Kepala Adat dalam Penyelesaian Sengketa Tanah Ulayat Melalui Mediasi; Universitas Diponegoro, Semarang. Murad Rusmadi, (1991) Hak-hak atas Tanah dan Penyelesaian secara Administrasi dan Hukum; Makalah yang disampaikan dalam Penerimaan Mahasiswa Baru Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional, Yogyakarta tanggal 10 Juli 1991. Pide Mustari Suriyaman, (2009) Hukum Adat Dulu, Kini, dan Akan Datang; Pelita Pustaka, Makassar. Sumardjono SW M (2009) Kebijakan Pertanahan antara Regulasi dan Implementasi; Kompas, Jakarta. Supriyadi, (2011) Aspek Hukum Tanah Aset Daerah, Menemukan Keadilan, Kemanfaatan dan Kepastian atas Eksistensi Tanah Aset Daerah; Prestasi Pustaka, Jakarta. Usman R, (2003) Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan; Cipta Aditya Bhakti, Bandung.
28