ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN GIZI BURUK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEDAN LABUHAN KECAMATAN MEDAN LABUHAN TAHUN 2008
TESIS Oleh
ELMINA TAMPUBOLON 077032001/IKM
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN GIZI BURUK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEDAN LABUHAN KECAMATAN MEDAN LABUHAN TAHUN 2008
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Oleh
ELMINA TAMPUBOLON 077032001/IKM
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
SURAT PERNYATAAN
ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN GIZI BURUK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEDAN LABUHAN TAHUN 2008
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Medan, September 2009
(Elmina Tampubolon) 077032001/IKM
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
Judul Tesis
Nama Mahasiswa Nomor Induk Mahasiswa Program Studi Minat Studi
: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN GIZI BURUK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEDAN LABUHAN TAHUN 2008 : Elmina Tampubolon : 077032001 : Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat : Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes) Ketua
Ketua Program Studi,
(Dr. Drs. Surya Utama, MS)
(Dra. Jumirah, Apt, M.Kes) Anggota
Dekan,
(dr. Ria Masniari Lubis, MSi)
Tanggal lulus : 10 September 2009
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
Telah diuji pada Tanggal : 10 September 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua
: Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes
Anggota
: 1. Dra. Jumirah, Apt, M.Kes 2. Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, MSi 3. Ernawati Nasution, SKM, M.Kes
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
ABSTRAK Penanggulangan gizi buruk di Indonesia sebenarnya sudah dilakukan sejak tahun 1974 tetapi persentase balita gizi buruk khususnya di kota Medan masih termasuk dalam kategori tinggi. Puskesmas di kota Medan yang memiliki jumlah balita gizi buruk paling besar pada tahun 2007 ialah Puskesmas Medan Labuhan yaitu sebanyak 32 orang balita. Dalam kaitan itu, dilakukan analisis program penanggulangan gizi buruk yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan sistem kesehatan. Jenis penelitian yaitu survei deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan suatu program. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Medan Labuhan pada bulan February-Mei 2009. Informan dalam penelitian adalah pimpinan puskesmas, petugas gizi dan 25 orang ketua kader posyandu. Hasil analisis program penanggulangan gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Medan Labuhan tahun 2008 menunjukkan bahwa masih banyak ditemukan kekurangan baik dari input, proses maupun keluaran. Dari segi input, kurangnya tenaga gizi, banyaknya kader yang tidak aktif dan terampil, dan sarana prasarana yang minim. Dari segi proses, mulai dari pemantauan pertumbuhan, pemberian kapsul vitamin A, pemberian tablet Fe pada bumil, pemberian MP-ASI pada bayi, perawatan balita gizi buruk masih belum sesuai dengan target yang ingin dicapai. Begitu juga dengan cakupan ASI Eksklusif yang masih sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh masih rendahnya tingkat pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang pola asuh anak dan kurangnya partisipasi kader dalam kegiatan di posyandu seperti memberikan penyuluhan atau konseling kepada masyarakat. Saran yang diajukan kepada pimpinan dan petugas gizi di Puskesmas Medan Labuhan, agar mengawasi dengan benar pelaksanaan kegiatan di posyandu. Perlunya pelatihan dan penyegaran bagi tenaga kesehatan khususnya petugas gizi dan juga kader agar dapat memberikan informasi ataupun konseling bagi masyarakat. Disarankan juga kepada pemerintah pusat dan daerah, untuk : 1) menambah tenaga gizi di puskesmas agar dapat memberikan pelayanan gizi yang terbaik kepada masyarakat; 2) peningkatan insentif bagi kader dan; 3) melengkapi sarana prasarana sehingga partisipasi kader dapat ditingkatkan. Kata kunci: implementasi, program penanggulangan, gizi buruk
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
ABSTRACT
Malnutrition improvement in Indonesia actually has been done since 1974 but percentage of malnutrition especially in Medan city is still in high category. The health centre in Medan which has the highest of malnutrition in 2007 was Medan Labuhan Health centre as 32 child. Therefore the improvement programme of malnutrition is needed to analysis by using health system approach. This research is descriptive survey with qualitative approach. It’s purpose is to analysis the implementation of this programme. This research was held in the working area of Medan Labuhan Health centre on February-May 2009. The informans were the head of Medan Labuhan Health centre, nutritionist and 25 cadre leaders of Posyandu. The result of the research showed that they were still found lack of input, process or output. Base on the input, it was because of lack of nutritionist, although they were many cadres but they were inactive and unskill, and the lack of supporting facilities and infrastructure. Base on the process, starting from the covering of the child growth, providing of vitamin A capsule, providing of iron tablet to pregnant women, providing of solid food for babies, the nursing of under nutrition child was not reaching the target. So that the covering of exclusive breast feeding that was still low. These problems were caused by the low of community knowledge and awareness about the child care pattern and the lack of cadres participation in Posyandu in giving information and counselling to the community. It is suggested to Medan Labuhan Health centre staff to supervise the implementation of activities in Posyandu. It is important for training and refreshing the health officer especially the nutritionist and cadres so that they can give information and counseling to the community regularly. It is also suggested to centre and regional government, to : 1) add the nutritionist in Health centre so that the best care nutrition service can be presented to the community; 2) increase the incentive to the cadres and; 3) support facilities and infrastructure so that the cadres participation can be increased.
Key words: implementation, the improvement programme, malnutrition
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis yang berjudul “ Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Tahun 2008”. Dalam penulisan tesis ini, penulis banyak mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1.
Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara dan dr. Ria Masniari Lubis, MSi selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara serta seluruh jajarannya yang telah memberikan bimbingan dan dorongan selama penulis mengikuti pendidikan. 3. Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes dan Dra. Jumirah, Apt, M.Kes selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak menyediakan waktu, pemikiran, dan bimbingan kepada penulis.
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
4. Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, MSi dan Ernawati Nasution, SKM, M.Kes selaku Dosen Penguji yang telah banyak memberi masukan berupa saran dan kritikan demi peningkatan kualitas dan esensi penelitian ini. 5. dr. Marchiani Ginting, M.Kes selaku Kepala Puskesmas Medan Labuhan yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di wilayah kerja Puskesmas Medan Labuhan. 6. Secara khusus buat keluarga besar Tampubolon, Ayahanda Drs. R. Tampubolon, Ibunda tercinta D.F. Silaban, kakak-kakak, abang, adik (dr. Piola Tampubolon, Listeria Tampubolon, SE.Ak, Risma Tampubolon Hauklien, STP, Apgan Tampubolon, Mega Tampubolon, SE.Ak), abang ipar (Ir. P. Panjaitan, T. Simanjuntak, SE, Ivar Hauklien) yang penulis sangat sayangi, terima kasih atas doa, perhatian, semangat, dukungan material dan moral yang tidak terbalaskan, semoga Tuhan yang membalas semuanya dengan kebahagiaan dan sukacita. 7. Suamiku tercinta drg. Ferdinan Pasaribu dan keluarga besar Pasaribu di Delitua, terima kasih atas doa, perhatian, kasih sayang, serta dukungan yang selalu diberikan kepada penulis. 8. Rekan-rekan satu stambuk di PPS-AKGm USU 2007 (Fatma Deri, Hendro, Saifuddin, Sri Lestari, dan Syaifullah) terimakasih atas semangat kebersamaan selama menjalani perkuliahan dan juga terimakasih buat rekan-rekan PPS-AKKm/Epidemiologi USU 2007. 9. Buat teman-teman alumni FKM , Linda, Marina, dan Rita, terima kasih buat dukungannya.
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
10. Buat rekan-rekan kerja STIKes DELI HUSADA Delitua (terutama Ns. Lindawati F. Tampubolon, M.Kep; Tedty R. Tinambunan, SS; Savitri Gemini, S.Kep, Ns), terimakasih atas dukungan dan bantuan yang banyak diterima oleh penulis. 11. Semua pihak termasuk informan yang sudah bersedia diwawancarai, terimakasih atas informasi dan kerjasama yang baik selama di lapangan.
Kiranya penelitian ini mampu memberikan manfaat yang sebesar-besarnya pada berbagai pihak yang berkepentingan. Penulis juga sangat terbuka pada saran dan kritikan yang bersifat membangun dari semua pihak demi peningkatan kualitas penelitian ini. Salam sejahtera dan Tuhan memberkati kita semua. Amin.
Medan, September 2009 Penulis
Elmina Tampubolon
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
RIWAYAT HIDUP
Elmina Tampubolon, lahir pada tanggal 01 Januari 1977 di Kota Medan Propinsi Sumatera Utara, anak ke lima dari enam bersaudara dari pasangan Ayahanda Drs. R. Tampubolon dan Ibunda D.F. Silaban. Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan di Sekolah Dasar Nasrani Kota Medan pada tahun 1983 dan diselesaikan pada tahun 1989, Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 9 Kota Medan pada tahun 1989 dan diselesaikan pada tahun 1992, Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 3 Kota Medan pada tahun 1992 dan diselesaikan pada tahun 1995, Strata Satu (S-1) di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara pada tahun 1996 dan diselesaikan pada tahun 2000, Strata Dua (S-2) di Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dengan Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat pada tahun 2007 dan diselesaikan pada tahun 2009. Pada tahun 2005 sampai saat ini menjadi Staf Dosen Kopertis Wilayah I AcehSumut diperkerjakan di STIKes DELI HUSADA Delitua. Pernah bekerja menjadi Supervisor di PT. Valu Trada Jakarta dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2004.
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK ......................................................................................................... i ABSTRACT ........................................................................................................ ii KATA PENGANTAR ......................................................................................iii RIWAYAT HIDUP PENULIS ......................................................................... vi DAFTAR ISI ................................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... ix BAB 1
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1 1.2. Permasalahan .............................................................................. 5 1.3. Tujuan Penelitian ......................................................................... 6 1.4. Manfaat Penelitian ...................................................................... 6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gizi Buruk ................................................................................... 7 2.1.1. .................................................................................. Definisi dan Penanggulangan Gizi Buruk ........................ 7 2.1.2................................................................................. Penyebab Gizi Buruk ......................................................10 2.2. Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk ............... 12 2.2.1. Kebijakan dan Strategi Penanggulangan Gizi Buruk 12 2.2.2. Program Penanggulangan Gizi Buruk ...........................15 2.3. Landasan Teori ..........................................................................27 2.4. Kerangka Pikir ..........................................................................29
BAB 3
METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ..........................................................................31 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................31 3.3. Pemilihan Informan ...................................................................31 3.4. Metode Pengumpulan Data .......................................................32 3.5. Metode Analisis Data ................................................................32
BAB 4
HASIL PENELITIAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ......................................................38 4.1.1. Geografis.........................................................................38 4.1.2. Demografis......................................................................39 4.1.3. Pelayanan Kesehatan Dasar ............................................40 4.2. Gambaran Karakteristik Informan ............................................40 4.3. Pendapat Informan tentang Sumber Daya ................................41
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
4.3.1. Pendapat Informan tentang SDM....................................41 4.3.2. Pendapat Informan tentang Dana ....................................43 4.3.3. Pendapat Informan tentang Sarana Prasarana.................44 4.4. Pendapat Informan tentang Pelaksanaan Kegiatan ...................45 4.4.1. Pelaksanaan Penimbangan Balita di Posyandu 4.4.1.1. Pendapat Petugas Gizi tentang Pelaksanaan Penimbangan Balita di Posyandu .......................45 4.4.1.2. Pendapat Kader tentang Pelaksanaan Penimbangan Balita di Posyandu .......................47 4.4.2. Pelaksanaan Pemberian Kapsul Vitamin A.....................50 4.4.3. Pelaksanaan Pemberian Tablet Fe pada Ibu Hamil.........52 4.4.4. Pelaksanaan Pemberian MP-ASI pada Bayi BGM dari Keluarga Miskin .............................................................53 4.4.5. Jumlah Balita Gizi Buruk yang Mendapatkan Perawatan 55 4.4.6. Jumlah Bayi yang Mendapatkan ASI Eksklusif..............55 4.5. Jumlah Balita Gizi Buruk pada Akhir Tahun 2008 ..................56 BAB 5
PEMBAHASAN 5.1. Pelaksanaan Kegiatan Program Penanggulangan Gizi Buruk ..58 5.1.1. Pelaksanaan Penimbangan Balita di Posyandu...............58 5.1.2. Pelaksanaan Pemberian Kapsul Vitamin A ....................62 5.1.3. Pelaksanaan Pemberian Tablet Fe pada Ibu Hamil ........64 5.1.4. Pelaksanaan Pemberian MP-ASI pada Bayi BGM dari Keluarga Miskin .............................................................66 5.1.5. Jumlah Balita Gizi Buruk yang Mendapat Perawatan ....68 5.1.6. Jumlah Bayi yang Mendapatkan ASI Eksklusif .............69 5.2. Sumber Daya dalam Program Penanggulangan Gizi Buruk.....70 5.2.1.Sumber Daya Manusia dalam Program Penanggulangan Gizi Buruk ...............................................................................70 5.2.2.Dana dalam Program Penanggulangan Gizi Buruk .........73 5.2.3.Sarana Prasarana dalam Program Penanggulangan Gizi Buruk ...............................................................................74
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ...............................................................................76 6.2. Saran .........................................................................................78
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 80
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Judul
Halaman
1.
Pedoman Wawancara ................................................................. 82
2.
Print Out Komputer Program EZ-TEXT versi 3.06c ................. 89
3.
Foto-Foto Saat Penelitian di Lapangan .................................... 146
4.
Surat Permohonan Izin Penelitian ............................................ 150
5.
Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian .................. 152
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah gizi terjadi di setiap siklus kehidupan, dimulai sejak dalam kandungan
(janin), bayi, anak, dewasa dan lanjut usia. Periode dua tahun pertama merupakan masa kritis, karena pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Gangguan gizi yang terjadi pada periode ini bersifat permanen, tidak dapat dipulihkan walaupun kebutuhan gizi pada masa selanjutnya terpenuhi (Depkes RI, 2007). Masalah gizi bukan sekadar kurangnya asupan kalori dan protein. Banyak faktor penyebab mengapa masalah gizi muncul. Masalah gizi juga bukan sekadar masalah kesehatan saja, tetapi cermin masalah daya beli, ketersediaan pangan, pengetahuan gizi, dan faktor sosio-budaya (Khomsan, 2008). Problem gizi buruk masyarakat adalah akumulasi dari berbagai persoalan sosial di masyarakat, seperti malnutrisi, korupsi, kemiskinan, pengangguran, pengalokasian dana yang tidak responsif, gender, dan orientasi kebijakan pembangunan yang monokultur serta penataan konsumsi yang berorientasi pasar. (Mulia, 2007). Indonesia merupakan negara sedang berkembang yang masih menghadapi masalah gizi. Prevalensi gizi anak balita dapat menggambarkan mengenai kondisi gizi masyarakat di suatu daerah. Menurut Atmawikarta (2008) yang dikutip oleh Tamburian (2008), dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2005 diketahui bahwa jumlah gizi buruk di Indonesia sebesar 8,8%, sedangkan gizi kurang sebanyak 19,2%. Dibandingkan dengan
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
tahun 1989 yang mencapai 31% sebenarnya sudah terjadi penurunan. Pada tahun 2005 Propinsi NTT yang terbesar status gizi buruknya yaitu 13,4%, Maluku 15,16% dan Gorontalo 15,04%. Berdasarkan Profil Kesehatan Propinsi Sumatera Utara tahun 2007, gambaran mengenai status gizi di Sumatera Utara adalah sebagai berikut, tahun 2000 gizi kurang terdapat 17,3 % dan gizi buruk terdapat 9,16 %, tahun 2003 terjadi peningkatan menjadi gizi kurang 18,59% dan gizi buruk 12,3%, tahun 2005 terjadi penurunan gizi kurang menjadi 15,78 % dan gizi buruk 8,82 %, pada tahun 2006 terjadi penurunan persentase balita dengan gizi buruk sebesar 1,02% sehingga menjadi 7,8%, tetapi persentase balita gizi kurang meningkat sebesar 4,72% sehingga menjadi 20,5%. Prevalensi balita gizi kurang dan buruk di Sumatera Utara masih termasuk dalam kategori tinggi. Berdasarkan kabupaten/kota, prevalensi balita dengan gizi kurang dan buruk yang tertinggi adalah Kabupaten Nias Selatan (66,10%) dan terendah adalah Kota Pematang Siantar (5,68%), sedangkan Kota Medan memiliki balita dengan gizi buruk dan kurang sebesar 26,94% (Profil Kesehatan Propinsi Sumut, 2007). Menurut Laporan balita Gizi Buruk tahun 2007 Dinas Kesehatan Kota Medan diketahui bahwa wilayah kerja Puskesmas yang memiliki jumlah balita gizi buruk paling besar adalah Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan yaitu 15 orang untuk kelompok umur 6-23 bulan dan 17 orang untuk kelompok umur 24-59 bulan. Pemerintah Indonesia telah berupaya untuk menanggulangi masalah gizi yang ada hampir di setiap daerah di Indonesia. Pada tahun 1974, pernah dikeluarkan Inpres tentang Penganekaragaman Menu Makanan Rakyat untuk perbaikan gizi. Selanjutnya, tahun 1989,
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
Presiden Soeharto pernah mencanangkan Gerakan Sadar Pangan dan Gizi.Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) berhasil menjadi gerakan nasional yang menggema di Tanah Air. Hasilnya, posyandu sempat menyebar di desa-desa atau di kampung-kampung (Khomsan, 2008). Upaya-upaya lain yang dilakukan oleh pemerintah adalah Pemberian Makanan Tambahan dalam Jaring Pengaman Sosial (JPS) dan peningkatan pelayanan gizi melalui pelatihan-pelatihan Tatalaksana Gizi Buruk kepada tenaga kesehatan, berhasil menurunkan angka gizi buruk menjadi 10,1% pada tahun 1998; 8,1% tahun 1999 dan 6,3% tahun 2001. Namun pada tahun 2002 terjadi peningkatan kembali menjadi 8% dan pada tahun 2003 menjadi 8,15%. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa anak gizi buruk dengan gejala klinis (marasmus, kwashiorkor, marasmus-kwashiorkor) umumnya disertai dengan penyakit infeksi seperti diare, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), Tuberkulosis (TB) serta penyakit infeksi lainnya. Data dari WHO menunjukkan bahwa 54% angka kesakitan pada balita disebabkan karena gizi buruk, 19% diare, 19% Infeksi Saluran Pernafasan Akut, 18% perinatal, 7% campak, 5% malaria dan 32% penyebab lain (Depkes RI, 2007). Masalah gizi harus ditangani dengan segera melalui implementasi kebijakan gizi yang tepat. Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia harus lebih konsepsional dan tetap menggunakan data ilmiah dalam menyusun kebijakan dan program gizi. Masalah gizi tidak dapat ditangani dengan kebijakan dan program sepotong-sepotong dan jangka pendek serta sektoral, apalagi hanya ditinjau dari aspek pangan. Dari pengalaman negara berkembang yang berhasil mengatasi masalah gizi secara tuntas dan lestari seperti
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
Thailand, Tiongkok dan Malaysia diperlukan peta jalan kebijakan jangka pendek dan jangka panjang. Masing-masing diarahkan memenuhi persediaan pelayanan dan menumbuhkan kebutuhan atau permintaan akan pelayanan (Soekirman, 2007). Dalam penanggulangan masalah gizi diperlukan kemauan politik yang dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat, khususnya dalam hal keefektifan dana. Hal itu dicapai dengan menyusun program perbaikan gizi yang dilandasi konsep dan data ilmiah yang bersifat universal, yang menjadi bagian integral dari kebijakan dan rencana pembangunan sosial ekonomi jangka pendek dan panjang, nasional maupun daerah. Karena dana pembangunan negara miskin pada umumnya terbatas, harus dicari program yang berbiaya relatif kecil dengan dampak besar terhadap kesejahteraan rakyat (Soekirman, 2007). Dalam pelaksanaan program penanggulangan gizi buruk, diperlukan pengelolaan atau manajemen operasional yang baik untuk menurunkan prevalensi gizi buruk. Kegiatan penilaian dan evaluasi merupakan bagian integral dari fungsi manajemen yang didasarkan pada sistem informasi manajemen dan dilaksanakan untuk mengukur pencapaian hasil kerja atau kegiatan pelaksanaan program penanggulangan gizi buruk terhadap tujuan yang telah ditetapkan dengan maksud untuk mendapatkan relevan informasi guna pengambilan keputusan. Kasus gizi buruk yang masih cukup tinggi di wilayah kerja Puskesmas Medan Labuhan bisa disebabkan oleh karena pelaksanaan case finding (penemuan kasus) yang sudah baik namun bisa juga disebabkan oleh kegiatan lain dari program penanggulangan gizi buruk yang belum dilaksanakan dengan baik. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
program penanggulangan gizi buruk yang dilakukan dengan menggunakan kerangka alur pikir atau pendekatan sistem kesehatan, untuk mengetahui penyebab dari masih banyaknya ditemukan kasus gizi buruk di Indonesia khususnya di Medan Labuhan.
1.2.
Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini
adalah bagaimana implementasi program penanggulangan gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan tahun 2009.
1.3.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah menganalisis implementasi program penanggulangan gizi
buruk di wilayah kerja Puskesmas Medan Labuhan.
1.4.
Manfaat Penelitian 1.
Dapat memberikan masukan bagi pengelola program gizi di Puskesmas Medan Labuhan dalam menyusun perencanaan program penanggulangan gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Medan Labuhan.
2.
Dapat memberikan masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan tentang masalah gizi buruk yang ada di Indonesia dan sebagai bahan referensi bagi
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
peneliti-peneliti selanjutnya dalam menganalisis suatu program dalam bidang kesehatan.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Gizi Buruk
2.1.1. Definisi dan Penanggulangan Gizi Buruk Penderita gizi dapat dipolakan kepada dua kelompok: Penderita gizi kurang dan penderita gizi buruk yang lebih dikenal dengan sebutan busung lapar (Mulia, 2007). Gizi buruk adalah bentuk terparah (akut) dari proses terjadinya kekurangan gizi, merupakan keadaan kurang gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dari makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang cukup lama. Dari contoh 32 % jumlah anak yang tergolong berat kurang sehat ditaksir ada 3% yang dalam keadaan gizi buruk. Dalam golongan ini dikenal dua bentuk yaitu Kwashiorkor dan Marasmus.
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
Anak penderita kwashiorkor kelihatan gemuk, tetapi tidak sehat, mukanya gemuk seperti bulan, kakinya bengkak karena edema (berisi cairan), lekukan bekas tinggal jika jari kita ditekankan padanya. Perut anak itu agak buncit, tetapi bahu dan lengan bagian atas jelas kurus. Kulitnya mudah terkelupas, rambutnya pucat dan mudah rontok. Anak itu kelihatan muram dan berdiam diri dalam gendongan ibu, tetapi cengeng dan tidak ingin bermain-main. Kurang protein pangan adalah penyebab utama kwashiorkor, sedang zat pangan pemberi tenaga mungkin cukup diperolehnya atau bahkan berlebihan.
Marasmus berarti kelaparan atau anak tak cukup mendapat makanan jenis zat pangan mana pun, baik protein maupun zat pemberi tenaga. Mempunyai ciri-ciri: muka kurus seperti muka orang tua, kepala tampak besar karena badannya kurus kecil. Tangan dan kakinya seperti tongkat kurusnya dan rusuk-rusuk kelihatan nyata (Adisasmito, 2008). Penderita gizi buruk mudah dikenali karena terlihat secara kasat mata dari kondisi tubuh anak. Sebaliknya, penderita gizi kurang tidak mudah diketahui atau dikenali oleh masyarakat umum. Akibatnya, meskipun jumlahnya lebih banyak, namun mereka kurang mendapatkan perhatian, baik dari kalangan pemerintah maupun masyarkat. Penderita gizi kurang sangat berpotensi menjadi penderita gizi buruk atau busung lapar, apabila tidak dilakukan upaya-upaya pemulihan dan pengobatan secara cepat dan tepat. Jika problem gizi kurang dan gizi buruk tidak segera ditangani secara serius, bangsa ini akan kehilangan satu generasi atau bahkan lebih. Sebab, gizi buruk, terutama pada anak-anak usia balita, berdampak pada berkurangnya sel-sel otak. Akibatnya, meskipun penderita gizi buruk masih dapat bertahan hidup dan tumbuh menjadi dewasa,
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
mereka tetap akan menderita kelemahan mental, terhambat pertumbuhan fisiknya dan rentan terhadap penyakit. Mereka dengan demikian akan menjadi apa yang disebut dengan “goblok permanen” dan kondisi ini tentu amat memprihatinkan. Sementara itu, keluarga dan masyarakat tidak dapat berbuat banyak. Dengan ungkapan lain, anak-anak penderita kurang gizi yang menurun status gizinya menjadi penderita gizi buruk atau busung lapar, tidak akan bisa dipulihkan kembali menjadi anak yang tumbuh normal. Mereka akan menghadapi dua kemungkinan kondisi yang sama buruknya, yaitu: meninggal dunia atau bertahan hidup dalam kondisi lemah (retardasi) mental. Sebab gizi buruk atau busung lapar bersifat irreversible (tidak dapat diubah). Dapat dibayangkan apa yang terjadi dengan masa depan negeri ini apabila 5 juta anak yang terancam kekurangan gizi itu tak terselamatkan dan jatuh dalam kondisi busung lapar. Indonesia akan menghadapi masalah hilangnya sebuah generasi atau bahkan akan kehilangan masa depannya sendiri (Mulia, 2007). Persoalan rendahnya kualitas gizi masyarakat kembali mencuat di negara ini, setelah media massa nasional kembali membongkarnya dipertengahan tahun 2005 lalu. Sejak saat itu, kasus busung lapar menjadi sorotan publik, terutama busung lapar di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB) yang mempunyai ranking tinggi dibandingkan daerah-daerah lainnya. Pemberitaan yang gencar tentang kasus tersebut, memaksa pemerintah turun tangan dan menetapkan kasus busung lapar sebagai kejadian luar biasa (KLB). Akan tetapi, berita mengenai tragedi busung lapar ini kembali menjadi tragedi tersembunyi di balik peristiwa-peristiwa politik yang hingar bingar di pusat dan daerah.
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
Tahun 2005 sejumlah LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) / NGO yang peduli pada upaya-upaya penanggulangan busung lapar di tanah air secara spontan menggagas suatu jaringan yang disebut Jaringan Penanggulangan Busung Lapar. Jaringan ini muncul sebagai respon konkret terhadap meningkatnya kasus busung lapar atau gizi buruk, bahkan telah menjadi ancaman serius terhadap masa depan negeri ini. Data Departemen Kesehatan pada tahun 2004 menunjukkan, sekitar 5 juta anak balita terancam kekurangan gizi, 3,6 juta anak balita menderita kurang gizi dan 1,5 juta anak balita menderita gizi buruk. Data tersebut sejatinya hanyalah fenomena “Gunung Es.” Artinya, yang terjadi sesungguhnya jauh lebih parah dan lebih memprihatinkan. Status gizi masyarakat yang baik merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan Pembangunan Nasional. Untuk memperoleh dampak program yang optimal, pendekatan upaya perbaikan gizi masyarakat didasarkan pada pendekatan siklus hidup manusia, yaitu sejak janin dalam kandungan, bayi, balita, usia sekolah, remaja, dewasa, dan lanjut usia.
2.1.2. Penyebab Gizi Buruk Berdasarkan Kerangka Pikir Penyebab masalah gizi (Unicef, 1990), gizi kurang dan gizi buruk disebabkan oleh penyebab langsung dan penyebab tidak langsung (Dinkes prov. Sumut, 2006). 1. Penyebab langsung Makanan anak dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak. Timbulnya gizi kurang tidak hanya karena makanan yang kurang, tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan cukup baik tetapi sering diserang penyakit, akhirnya dapat
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
menderita kurang gizi. Demikian juga pada anak yang makan tidak cukup baik, maka daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat melemah. Dalam keadaan demikian mudah diserang infeksi yang dapat mengurangi nafsu makan dan akhirnya dapat menderita kurang gizi. 2. Penyebab tidak langsung Ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Ketahanan pangan di keluarga (household food security) adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup, baik jumlah maupun gizinya. Pola pengasuhan adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial. Pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan, adalah tersedianya air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan. Ketiga faktor penyebab tidak langsung tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan keluarga. Makin tinggi pendidikan, pengetahuan dan keterampilan, terdapat kemungkinan makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pola pengasuhan anak, dan makin banyak keluarga yang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada dan demikian juga sebaliknya.
Berbagai penelitian membuktikan lebih dari separuh kematian bayi dan balita disebabkan oleh keadaan gizi yang jelek. Resiko meninggal dari anak yang bergizi buruk
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
13 kali lebih besar dibandingkan anak yang normal. WHO memperkirakan bahwa 54% penyebab kematian bayi dan balita didasari oleh keadaan gizi anak jelek (Adisasmito, 2008).
2.2.
Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk
2.2.1. Kebijakan dan Strategi Penanggulangan Gizi Buruk Menurut Soekirman (2003), masalah gizi yang pada beberapa waktu ini mulai sering muncul terkait dengan tidak adanya kebijakan pembangunan yang jelas tentang arah perbaikan gizi. Kebijakan yang diperlukan meliputi lima hal. Pertama, pelayanan gizi dan kesehatan yang berbasis masyarakat seperti Upaya Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) yang dilaksanakan tahun 1970-1990an, penimbangan balita di Posyandu dengan KMS. Kedua, pemberian suplemen zat gizi mikro seperti pil besi kepada ibu hamil, kapsul vitamin A kepada balita dan ibu nifas. Ketiga, bantuan pangan kepada anak gizi kurang dari keluarga miskin. Keempat, fortifikasi bahan pangan seperti fortifikasi garam dengan yodium, fortifikasi terigu dengan zat besi, seng, asam folat, vitamin B1 dan B2. Kelima, biofortifikasi, suatu teknologi budi daya tanaman pangan yang dapat menemukan varietas padi yang mengandung kadar zat besi tinggi dengan nilai biologi tinggi pula sebagai contoh (Soekirman, 2007). Kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam menanggulangi masalah gizi buruk adalah (Depkes RI, 2005) :
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
1. Mengingat besaran dan sebaran gizi buruk yang ada di semua wilayah Indonesia dan dampaknya terhadap kualitas sumber daya manusia, pencegahan dan penanggulangan gizi buruk merupakan program nasional sehingga perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi dilaksanakan secara berkesinambungan antar pusat dan daerah. 2. Penanggulangan
masalah
gizi
buruk
dilaksanakan
dengan
pendekatan
komprehensif dengan mengutamakan upaya pencegahan dan upaya peningkatan yang didukung upaya pengobatan dan upaya pemulihan. 3. Penanggulangan masalah gizi buruk dilaksanakan oleh semua kabupaten atau kota secara terus-menerus dengan koordinasi lintas instansi/sektor atau dinas dan organisasi masyarakat. 4. Penanggulangan masalah gizi buruk diselenggarakan secara demokratis dan transparan melalui kemitraan di tingkat kabupaten atau kota antara pemerintahan daerah, dunia usaha, dan masyarakat. 5. Penanggulangan masalah gizi buruk dilakukan dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat yaitu dengan meningkatkan akses untuk memperoleh informasi dan kesempatan untuk mengemukakan pendapat, serta keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan. Masyarakat yang telah berdaya diharapkan berperan sebagai pelaku/pelaksana, melakukan advokasi, dan melakukan pemantauan untuk peningkatan pelayanan publik. Strategi yang dilaksanakan untuk penanggulangan gizi buruk (Depkes RI, 2005) yaitu:
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
1. Pencegahan
dan
penanggulangan
gizi
buruk
dilaksanakan
di
seluruh
kabupaten/kota di Indonesia sesuai dengan kewenangan wajib dan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dengan memperhatikan besaran dan luasnya masalah. 2. Mengembalikan
fungsi
posyandu
dan
meningkatkan
kembali
partisipasi
masyarakat dan keluarga dalam memantau tumbuh kembang balita, mengenali dan menanggulangi secara dini balita yang mengalami gangguan pertumbuhan melalui revitalisasi posyandu. 3. Meningkatkan kemampuan petugas dalam manajemen dan melakukan tata laksana gizi buruk untuk mendukung fungsi posyandu yang dikelola oleh masyarakat melalui revitalisasi Puskesmas. 4. Menanggulangi secara langsung masalah gizi yang terjadi pada kelompok rawan melalui pemberian intervensi gizi (suplementasi), seperti kapsul Vitamin A, MPASI, dan makanan tambahan. 5. Mewujudkan keluarga sadar gizi melalui promosi gizi, advokasi, dan sosialisasi tentang makanan sehat dan bergizi seimbang serta pola hidup bersih dan sehat. 6. Menggalang kerjasama lintas sektor dan kemitraan dengan swasta atau dunia usaha dan masyarakat untuk mobilisasi sumber daya dalam rangka meningkatkan daya beli keluarga untuk menyediakan makanan sehat dan bergizi seimbang. 7. Mengaktifkan kembali Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) melalui revitalisasi SKPG dan Sistem Kewaspadaan Dini Gizi Buruk, yang dievaluasi dengan kajian data SKDN, yaitu (S)emua balita mendapat (K)artu menuju sehat,
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
(D)itimbang setiap bulan, dan berat badan (N)aik, data penyakit dan data pendukung lainnya.
2.2.2. Program Penanggulangan Gizi Buruk Intervensi gizi dan kesehatan bertujuan memberikan pelayanan langsung kepada balita. Ada dua bentuk pelayanan gizi dan kesehatan yaitu pelayanan perorangan dalam rangka menyembuhkan dan memulihkan anak dari kondisi gizi buruk dan pelayanan masyarakat, yaitu dalam rangka mencegah timbulnya gizi buruk di masyarakat. Program-program penanggulangan gizi buruk sesuai Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal (SPM) Penyelenggaraan Perbaikan Gizi Masyarakat (Depkes RI, 2005) adalah sebagai berikut:
1.
Pemantauan Pertumbuhan 1. Balita yang Naik Berat Badannya a. Pengertian Balita yang naik berat badannya (N) adalah balita yang ditimbang 2 (dua) bulan berturut-turut naik berat badannya dan mengikuti garis pertumbuhan pada KMS.
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
b. Cara Perhitungan/Rumus 1. Rumus Balita yang naik berat badannya =
2. Pembilang Jumlah balita yang ditimbang di posyandu maupun di luar posyandu yang berat badannya naik di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. 3. Penyebut Jumlah balita yang ditimbang di posyandu maupun di luar posyandu di satu wilayah kerja tertentu pada kurun waktu yang sama.
4. Ukuran/Konstanta Persentase (%) c. Target 2010: 80%
2. Balita Bawah Garis Merah a. Pengertian Balita Bawah Garis Merah (BGM) adalah balita yang ditimbang berat badannya berada pada garis merah atau di bawah garis merah pada KMS
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
b. Cara Perhitungan/Rumus 1. Rumus Balita bawah garis merah =
2. Pembilang Jumlah balita BGM di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. 3. Penyebut Jumlah seluruh balita yang ditimbang di satu wilayah kerja pada kurun waktu yang sama.
4. Ukuran/Konstanta Persentase (%) c. Target 2010: 5%
2.
Pelayanan Gizi 1. Cakupan Balita Mendapat Kapsul Vitamin A 2 kali per tahun
a. Pengertian 1) Balita yang dimaksud dalam program distribusi kapsul vitamin A adalah bayi yang berumur mulai umur 6-11 bulan dan anak umur 12-59 bulan yang mendapat kapsul vitamin A dosis tinggi.
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
2) Kapsul vitamin A dosis tinggi terdiri dari kapsul vitamin A berwarna biru dengan dosis 100.000 S.I. yang diberikan kepada bayi umur 6-11 bulan dan kapsul vitamin A berwarna merah dengan dosis 200.000 S.I. yang diberikan kepada anak umur 12- 59 bulan. b. Cara Perhitungan/Rumus 1. Rumus Cakupan Balita mendapat kapsul vitamin A =
2. Pembilang Jumlah Balita mendapat kapsul vitamin A dosis tinggi di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. 3. Penyebut Jumlah Balita yang ada di satu wilayah kerja pada kurun waktu yang sama. 4. Ukuran/Konstanta Persentase (%) c. Target 2010: 90%
2. Cakupan Ibu Hamil Mendapat 90 Tablet Fe a. Pengertian
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
1) Ibu hamil adalah ibu yang mengandung mulai trimester I s/d trismester III. 2) Tablet Fe adalah tablet tambah darah untuk menanggulangi Anemia Gizi Besi yang diberikan kepada ibu hamil. b. Cara Perhitungan/Rumus 1. Rumus Cakupan Ibu Hamil mendapat 90 tablet =
2. Pembilang Jumlah ibu hamil yang mendapat tablet Fe selama periode kehamilannya di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. 3. Penyebut Jumlah ibu hamil di satu wilayah kerja pada kurun waktu yang sama. 4. Ukuran/Konstanta Persentase (%) c. Target 2010: 90%
3. Cakupan Pemberian Makanan Pendamping ASI pada Bayi Bawah Garis Merah dari Keluarga Miskin. a. Pengertian
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
1). Bayi Bawah Garis Merah (BGM) keluarga miskin adalah bayi usia 6-11 bulan yang berat badannya berada pada garis merah atau di bawah garis merah pada KMS. 2). Keluarga Miskin (Gakin) adalah keluarga yang dtetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melalui Tim Koordinasi Kabupaten/Kota (TKK) dengan melibatkan Tim Desa dalam mengidentifikasi nama dan alamat Gakin secara tepat, sesuai dengan Gakin yang disepakati. 3). MP-ASI dapat berbentuk bubur, nasi tim dan biskuit yang dapat dibuat dari campuran beras, dan atau beras merah, kacang-kacangan, sumber protein hewani/nabati, terigu, margarine, gula, susu, lesitin kedele, garam bikarbonat dan diperkaya dengan vitamin dan mineral. b. Pemberian MP-ASI 1. Lama dan jumlah MP-ASI yang diberikan: 1. Setiap sasaran yang berumur 6-11 bulan akan mendapat MP-ASI bubur sebanyak 100 gr/hari yang diberikan dalam 3 kali penyajian selama 90 hari 2. MP-ASI bubur dikemas dalam ukuran 200 gr. Setiap satu kemasan diberikan kepada bayi untuk dikonsumsi selama 2 hari, sehingga perlu disimpan dengan baik 3. Setiap sasaran yang berumur 12-24 bulan akan mendapat MP-ASI
biskuit
sebanyak 120 gr/hari selama 90 hari 4. Biskuit dikemas dengan berat bersih 120 gr, setiap 7 kemasan 120 gr dikemas dalam satu plastik bertuliskan “untuk dikonsumsi 1 minggu”
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
5. Apabila jumlah sasaran lebih banyak dari ketersediaan MP-ASI, sebaiknya diseleksi berdasarkan status gizi 2. Cara menghidangkan MP-ASI sebagai berikut: a. MP-ASI Bubur 1. Cuci tangan dengan sabun terlebih dahulu 2. Persiapkan alat-alat bersih 3. Tuangkan air matang hangat (kurang lebih 100 ml) dalam mangkuk kering dan bersih, lalu campurkan ± 30 gr MP-ASI atau sekitar 3 sendok makan 4. Aduk hingga rata 5. Setiap hidangan untuk satu kali makan 6. Jika terdapat makanan sisa, jangan diberikan pada waktu makan berikutnya (dibuang) 7. Sisa MP-ASI yang masih ada pada kemasan (sachet), harus ditutup, diikat lalu simpan dalam wadah yang kering dan bersih (kaleng, stoples, atau lainnya) b. MP-ASI Biskuit 1. Cuci tangan dengan sabun terlebih dahulu 2. Biskuit dapat langsung dikonsumsi atau terlebih dahulu ditambah air matang dalam mangkok bersih sehingga dapat dikonsumsi dengan menggunakan sendok
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
3. Setiap 120 gr biskuit harus dihabiskan dalam sehari, waktu dan jumlah MP-ASI biskuit yang diberikan disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan anak 4. Jika terdapat makanan sisa, jangan diberikan pada waktu makan berikutnya 5. Sisa MP-ASI yang masih ada pada kemasan harus ditutup, diikat lalu simpan dalam wadah yang kering dan bersih (Depkes RI, 2004) c. Cara Perhitungan/Rumus 1. Rumus Cakupan Pemberian MP-ASI =
2. Pembilang Jumlah bayi BGM usia 6-11 bulan dari Gakin yang mendapat MP-ASI di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. 3. Penyebut Jumlah seluruh bayi usia 6-11 BGM bulan dari Gakin di satu wilayah kerja pada kurun waktu yang sama. 4. Ukuran/Konstanta Persentase (%)
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
d. Target 2010: 100%
4. Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan a. Pengertian 1) Balita adalah anak usia di bawah lima tahun (0 tahun sampai dengan 4 tahun 11 bulan), yang ada di kabupaten/kota. 2) Gizi buruk adalah status gizi menurut berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) dengan Z-score < −3, dan atau dengan tanda-tanda klinis (marasmus, kwasiorkor, dan marasmus-kwasiorkor). 3) Perawatan sesuai standar yaitu pelayanan yang diberikan mencakup : a) Pemeriksaan klinis meliputi kesadaran, dehidrasi, hipoglikemi, dan hipotermi; b) Pengukuran antropometri menggunakan parameter BB dan TB; c) Pemberian larutan elektrolit dan multi-micronutrient serta memberikan makanan dalam bentuk, jenis, dan jumlah yang sesuai kebutuhan, mengikuti fase Stabilisasi, Transisi, dan Rehabilitasi; d) Diberikan pengobatan sesuai penyakit penyerta; e) Ditimbang setiap minggu untuk memantau peningkatan BB sampai mencapai Z-score -1;
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
f)
Konseling gizi kepada orang tua / pengasuh tentang cara memberi makan anak.
b. Cara Perhitungan/Rumus 1.
Rumus Balita gizi buruk mendapat perawatan =
2.
Pembilang Jumlah balita gizi buruk yang dirawat di sarana pelayanan kesehatan sesuai standar di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
3.
Penyebut Jumlah seluruh balita gizi buruk yang ditemukan di satu wilayah kerja pada kurun waktu yang sama.
4.
Ukuran/Konstanta Persentase (%)
c. Target 2010: 100%
3. Bayi yang mendapat ASI Eksklusif a. Pengertian
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
ASI eksklusif adalah Air Susu Ibu yang diberikan kepada bayi sampai bayi berusia 6 bulan tanpa diberikan makanan dan minuman. b. Cara Perhitungan/Rumus 1. Rumus Cakupan ASI Eksklusif =
2. Pembilang Jumlah bayi yang mendapat hanya ASI saja sejak lahir sampai usia 6 bulan di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu . 3. Penyebut Jumlah seluruh bayi usia 0-6 bulan di satu wilayah kerja pada kurun waktu yang sama. 4. Ukuran/Konstanta Persentase (%) c.
2.3.
Target 2010: 80%
Landasan Teori Gizi buruk adalah keadaan kurang gizi tingkat berat yang disebabkan oleh
rendahnya konsumsi energi dan protein dari makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
yang cukup lama. Tanda-tanda klinis dari gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan marasmus, kwashiorkor atau marasmic-kwashiorkor. Upaya untuk mencegah semakin memburuknya keadaan gizi masyarakat khususnya balita di masa datang perlu dilakukan dengan segera dan direncanakan sesuai masalah daerah sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam pelaksanaan desentralisasi. Keadaan ini diharapkan dapat semakin mempercepat sasaran nasional dan global dalam menetapkan program penanggulangan gizi buruk yang sistematis mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan. Selain itu, diperlukan berbagai kajian lapangan untuk memperoleh hasil yang maksimal yakni penurunan angka gizi buruk. Penanggulangan gizi buruk yang ada merupakan suatu proses dalam sistem kesehatan yang ada. Melalui pendekatan sistem kesehatan sebagai sistem sosial, landasan teori digambarkan dalam bagan sebagai berikut.
Program Kesehatan
Proses : Keluaran : Dampak : Masukan : Pemantauan Laporan Penurunan - Sumber daya Pertumbuhan status berat prevalensi gizi manusia balita badan balita buruk Kerja Puskesmas Medan - Dana Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009 - Pelayanan - Cakupan - Saran pelayanan gizi balita Prasarana gizi
Gambar 1. Skema Landasan Teori
2.4.
Kerangka Pikir Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan kerangka konsep penelitian, sebagai
berikut:
SUMBER DAYA 1. Petugas gizi dan kader Posyandu 2. Dana 3. uSarana Prasarana Elmina Tamp bolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecaa. mataPuskesmas n Medan Labuhan Tahun 2008, 2009 b. Posyandu
PELAKSANAAN PROGRAM 1. Pemantauan Pertumbuhan: a. Balita yang naik berat badannya b. Balita bawah garis merah 2. Pelayanan gizi: a. Balita mendapat kapsul vitamin A b. Ibu hamil mendapat 90 tablet Fe c. Pemberian MP-ASI pada bayi BGM dari keluarga miskin d. Balita gizi buruk mendapat perawatan
HASIL PELAKSANAAN PROGRAM Prevalensi gizi buruk
Gambar 2. Kerangka Pikir Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep penelitian, dapat dijabarkan definisi konsep sebagai berikut: 1. Sumber daya adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan dalam pelaksanaan program yang telah ditetapkan untuk menanggulangi masalah balita gizi buruk yaitu Petugas gizi dan kader Posyandu, dana, dan sarana prasarana.
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
2. Pelaksanaan program adalah pelaksanaan program-program yang telah ditetapkan untuk menanggulangi masalah gizi buruk yang ada di Kec. Medan Labuhan yaitu: Pemantauan pertumbuhan dan pelayanan gizi. 3. Hasil pelaksanaan program adalah hasil yang dicapai dari dilaksanakannya suatu program. Indikator penilaian yang dapat dilihat sebagai pencapaian hasil pelaksanaan program ialah menurunnya prevalensi gizi buruk.
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1.
Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survei deskriptif yang
menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Bungin (2008), pendekatan kualitatif
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
deskriptif memberikan informasi yang mendalam dan holistik tentang fenomena yang ada, sehingga dapat memberikan pemahaman yang lebih mendasar.
3.2.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Medan Labuhan
Kecamatan Medan Labuhan karena berdasarkan Laporan Balita Gizi Buruk tahun 2007 Dinas Kesehatan kota Medan diketahui bahwa Puskesmas Medan Labuhan memiliki jumlah balita gizi buruk paling besar yaitu 15 orang untuk kelompok umur 6-23 bulan dan 17 orang untuk kelompok umur 24-59 bulan. Penelitian dilakukan pada bulan February sampai dengan Mei tahun 2009.
3.3.
Pemilihan Informan Informan dalam penelitian ini yaitu pimpinan puskesmas, satu orang petugas gizi
dan 25 orang kader dari 25 posyandu (posyandu Mawar I sampai dengan Mawar XVIII dan Posyandu Sri Bulan I sampai dengan Sri Bulan VII) di wilayah kerja Puskesmas Medan Labuhan di Kecamatan Medan Labuhan. 3.4.
Metode Pengumpulan Data Data primer diambil dengan cara wawancara mendalam terhadap Pimpinan
puskesmas, petugas gizi, dan kader Posyandu mengenai pelaksanaan program penanggulangan gizi di wilayah kerja Puskesmas Medan Labuhan (apa, siapa, dan bagaimana) selama satu tahun (Januari-Desember 2008).
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
Data sekunder diperoleh dari Dinas Kesehatan kota Medan dan Puskesmas di Kecamatan Medan Labuhan yang dapat melengkapi data primer. Data yang diambil adalah data pelaksanaan program selama satu tahun (Januari-Desember 2008).
3.5.
Metode Analisis Data Data kualitatif yang berasal dari indepth interview diolah dengan menggunakan
EZ-Text dan disajikan dalam bentuk matriks menurut variabel yang diteliti. Analisis data dilakukan dengan menggunakan Metode Perbandingan Tetap (constant comparative method) atau yang sering dikenal dengan Grounded Research. Analisis dengan menggunakan metode Grounded Research mencakup : reduksi data, kategorisasi data, sintesisasi, dan diakhiri dengan menyusun hipotesis kerja. Prinsip pokok teknik analisis kualitatif ialah mengolah dan menganalisa data-data yang terkumpul menjadi data yang sistematik, teratur, terstruktur dan mempunyai makna (Moleong, 2006). Menurut Moleong (2006) analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja. Analisis data dilakukan dalam suatu proses. Proses berarti pelaksanaannya sudah mulai dilaksanakan sejak pengumpulan data dilakukan dan dikerjakan secara intensif sesudah meninggalkan lapangan penelitian. Analisis data kualitatif terletak pada tiga proses yang berkaitan yaitu : mendeskripsikan fenomena, mengklasifikasikannya, dan melihat bagaimana konsep-konsep yang muncul itu satu dengan lainnya berkaitan. Definisi konsep yang diteliti adalah sebagai berikut:
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
1. Petugas gizi dan kader posyandu adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program penanggulangan gizi yang ada di wilayah kerja Puskesmas Medan Labuhan. 2. Dana
adalah
biaya
yang
dianggarkan
untuk
pelaksanaaan
program
penanggulangan gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Medan Labuhan. 3. Pemantauan Pertumbuhan adalah kegiatan yang ditujukan untuk mendeteksi secara dini kasus gizi buruk pada balita, dilakukan dengan cara yaitu melakukan penimbangan terhadap balita untuk mengetahui balita yang naik berat badannya (N) dan balita bawah garis merah (BGM). 4. Balita yang naik berat badannya (N) adalah balita yang ditimbang (D) di Posyandu maupun di luar Posyandu yang berat badannya naik di wilayah kerja Puskesmas Medan Labuhan. 5. Balita Bawah Garis Merah adalah balita yang berat badannya di bawah garis merah pada Kartu Menuju Sehat (KMS) yang ditemukan di wilayah kerja Puskesmas Medan Labuhan pada kurun waktu tertentu. 6. Pelayanan Gizi adalah suatu kegiatan pelayanan yang diberikan secara langsung kepada masyarakat yang terdiri dari dua bentuk yaitu pelayanan perorangan dalam rangka menyembuhkan dan memulihkan anak dari kondisi gizi buruk (pemberian kapsul vitamin A, pemberian MP-ASI, dan perawatan balita gizi buruk), dan pelayanan masyarakat yaitu dalam rangka mencegah timbulnya gizi buruk di masyarakat (pemberian 90 tablet Fe kepada ibu hamil).
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
7. Balita mendapat Kapsul vitamin A 2 kali per tahun adalah pemberian kapsul vitamin A pada bayi usia 6-11 bulan sebanyak satu kali dan pada anak usia 12-59 bulan yang mendapat kapsul vitamin A dosis tinggi sebanyak dua kali per tahun di wilayah kerja Puskesmas pada kurun waktu tertentu. 8. Ibu hamil yang mendapat 90 Tablet Fe adalah pemberian 90 tablet Fe kepada ibu hamil selama periode kehamilannya di wilayah kerja Puskesmas pada kurun waktu tertentu. 9. Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi BGM dari keluarga miskin adalah pemberian MP-ASI dengan porsi 100 gram per hari selama 90 hari kepada bayi bawah garis merah (BGM) dari keluarga miskin. 10. Balita gizi buruk mendapat perawatan adalah balita gizi buruk yang ditangani di sarana pelayanan kesehatan sesuai tatalaksana gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas pada kurun waktu tertentu. 11. Prevalensi gizi buruk adalah proporsi balita yang menderita gizi buruk pada waktu tertentu. Metode pengukuran variabel yang diteliti adalah sebagai berikut: Tabel 3.1. Metode Pengukuran Variabel 1 Petugas gizi
Metode 2 wawancara
Hasil Ukur 3 1. Sesuai dengan rasio antara jumlah petugas dengan jumlah masyarakat yang dilayani (target 2010: 22 per 100.000 penduduk) 2. Mampu melakukan tugas dan tanggung jawab dengan baik dan
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
Kader
wawancara
Dana
Wawancara
1. 2.
Balita yang naik Pencatatan berat badannya (N) dari laporan
1. 2. 3. 4. 5. 6.
benar Setiap posyandu memiliki 5 kader terlatih Sesuai berdasarkan program Sesuai berdasarkan kondisi di lapangan Jumlah balita yang naik berat badannya Penimbangan dilakukan oleh minimal 2 orang kader yang terampil Melakukan penimbangan dengan timbangan dacin 25 kg Adanya buku register penimbangan, KMS Balita, Formulir rujukan ke puskesmas, meja dan alat tulis Adanya Media Konseling/penyuluhan Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pelaksanaan kegiatan
Lanjutan Tabel 3.1. Variabel Metode 1 2 Balita Bawah Garis Pencatatan Merah dari laporan
Balita mendapat Pencatatan Kapsul vitamin A 2 dari laporan kali per tahun
Hasil Ukur 3 1. Jumlah balita BGM 2. Penimbangan dilakukan oleh minimal 2 orang kader yang terampil 3. Melakukan penimbangan dengan timbangan dacin 25 kg 4. Adanya buku register penimbangan, KMS Balita, Formulir rujukan ke puskesmas, meja dan alat tulis 5. Adanya Media Konseling/penyuluhan 6. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pelaksanaan kegiatan penimbangan balita 1. Jumlah bayi berumur 6-11 bulan yang mendapat kapsul vitamin A berwarna biru 2 kali per tahun 2. Jumlah balita berumur 12-59 bulan
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
Ibu hamil yang Pencatatan mendapat 90 Tablet dari laporan Fe
yang mendapat kapsul vitamin A berwarna merah sebanyak 2 kali per tahun 3. Jumlah balita yang tidak mendapatkan kapsul vitamin A 4. Proses pengadaan dan pendistribusian kapsul vitamin A 5. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pelaksanaan kegiatan pemberian kapsul vitamin A 1. Jumlah ibu hamil yang mendapat 90 Tablet Fe 2. Jumlah ibu hamil yang tidak mendapatkan tablet Fe 3. Proses pengadaan dan pendistribusian tablet Fe 4. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pelaksanaan kegiatan pemberian tablet Fe
Lanjutan Tabel 3.1. Variabel Metode 1 2 Pemberian Makanan Pencatatan Pendamping ASI dari laporan (MP-ASI) pada bayi BGM dari keluarga miskin
Balita gizi buruk Pencatatan mendapat perawatan dari laporan
Hasil Ukur 3 1. Jumlah pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi BGM dari keluarga miskin 2. Adanya sosialisasi program MPASI 3. Proses pendistribusian MP-ASI 4. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pelaksanaan pemberian MP-ASI pada bayi BGM dari keluarga miskin 1. Jumlah balita gizi buruk yang mendapat perawatan sesuai standar 2. Jumlah balita gizi buruk yang mengalami pemulihan dari kondisi gizi buruk 3. Perawatan balita gizi buruk yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terampil 4. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pelaksanaan
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
Prevalensi gizi buruk Pencatatan dari laporan
perawatan balita gizi buruk Prevalensi gizi buruk
BAB 4 HASIL PENELITIAN
4.1.
Deskripsi Lokasi Penelitian
4.1.1. Geografis Kecamatan Medan Labuhan adalah salah satu dari 21 kecamatan di kota Medan, Sumatra Utara, Indonesia. Kecamatan Medan Labuhan berbatasan dengan Medan Marelan di sebelah barat, Kabupaten Deli Serdang di sebelah timur, Medan Deli dan Kabupaten Deli Serdang di sebelah selatan, dan Medan Belawan di sebelah utara. Kecamatan Medan Labuhan memiliki 3 buah Puskesmas yaitu Puskesmas Martubung, Puskesmas Pekan Labuhan dan Puskesmas Medan Labuhan. Wilayah kerja Puskesmas Medan Labuhan berbatasan dengan Kelurahan Pekan Labuhan di sebelah
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
utara, Kelurahan Besar di sebelah selatan, Kelurahan Rengas Pulau di sebelah barat dan Kelurahan Nelayan Indah di sebelah timur. Puskesmas Medan Labuhan memiliki luas wilayah kerja 1160,5 HA, terdiri dari dua kelurahan, yaitu: 1.
Kelurahan Sei Mati, terdiri dari 18 lingkungan yaitu Lingkungan I sampai dengan Lingkungan XVIII
2.
Kelurahan Martubung, terdiri dari 7 lingkungan yaitu Lingkungan I sampai dengan Lingkungan VII
4.1.2. Demografis Jumlah penduduk di wilayah kerja puskesmas Medan Labuhan sebesar 32.865 jiwa dengan jumlah KK sebanyak 4699 KK. Adapun jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin yaitu 16.552 laki-laki dan 16.313 perempuan. Sedangkan distribusi penduduk berdasarkan kategori kelompok dan mata pencaharian adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1. Jumlah Bayi, Balita, Ibu Hamil dan Ibu Menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas Medan LabuhanTahun 2008 No Kategori Kelompok Jumlah 1 Bayi 329 2 Balita 3483 3 Bumil 723 4 Ibu Menyusui 690 Sumber: Laporan Evaluasi Kerja Puskesmas Medan Labuhan, 2008
Tabel 4.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Tahun 2008
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Mata Pencaharian PNS POLRI/TNI Swasta Wiraswasta Pensiunan Pedagang Petani Nelayan Buruh Mata Pencaharian Lainnya
Jumlah 283 74 4393 77 73 4375 410 4015 4012 6485
% 1,2 0,3 18,2 0,3 0,3 18,1 1,7 16,6 16,5 26,8
Sumber: Laporan Evaluasi Kerja Puskesmas Medan Labuhan, 2008
4.1.3.
Pelayanan Kesehatan Dasar
Tabel 4.3. Distribusi Sarana Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Tahun 2008 No Sarana Kesehatan Jumlah % 1 Praktek Bidan Swasta 8 21,05 2 Praktek Dokter Umum 5 13,16 3 Praktek Dokter Gigi 1 2,94 4 Rumah Sakit Swasta 1 2,94 5 Rumah Bersalin 1 2,94 6 Apotek 2 5,88 7 Dukun Patah 1 2,94 8 Puskesmas Pembantu 1 2,94 9 Balai Pengobatan 1 2,94 10 Toko Obat Berizin 1 2,94 11 Optik 1 2,94 12 Tukang Pijat 14 36,84 13 Ahli Gigi 1 2,94 38 100,00 Jumlah Sumber: Laporan Evaluasi Kerja Puskesmas Medan Labuhan, 2008
4.2. Gambaran Karakteristik Informan
Informan dalam penelitian ini berjumlah 27 orang, terdiri dari 1 orang petugas gizi, 1 orang pimpinan puskesmas dan 25 orang ketua kader posyandu.
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
Dari karakteristik informan diketahui bahwa informan berumur antara 34 sampai dengan 60 tahun dan semuanya adalah wanita. Informan yang pertama ialah pelaksana gizi di Puskesmas Medan Labuhan berlatar pendidikan DIII Keperawatan dan DI Gizi dengan pengalaman kerja 10 tahun. Informan yang pertama sering mengikuti pelatihan atau seminar tentang gizi, KB, imunisasi, Demam Berdarah Dengue dan lain-lain. Informan yang ke-2 s/d 19 adalah ketua kader posyandu Mawar I s/d posyandu Mawar 18 dari kelurahan Sei Mati sedangkan informan yang ke-20 s/d 26 adalah ketua kader posyandu Sri Bulan I s/d posyandu Sri Bulan VII. Latar belakang pendidikan informan yang ke-2 sampai dengan ke-26 ialah SD sebanyak 4 orang, SMP sebanyak 10 orang, SMA sebanyak 9 orang dan SPG sebanyak 2 orang. Pengalaman kerja informan sebagai kader mulai dari 8 bulan sampai dengan 25 tahun. Semua informan sudah pernah mendapat pelatihan tentang tugas dan tanggung jawab kader, gizi, KB, imunisasi, dan Demam Berdarah. Informan yang ke-27 ialah Kepala Puskesmas Medan Labuhan, berlatar pendidikan S2 Kesehatan dengan pengalaman kerja selama 5 tahun. Kepala Puskesmas sering mengikuti pelatihan misalnya pelatihan tentang Manajemen Puskesmas, Jamkesmas dsb.
4.3.
Pendapat Informan tentang Sumber Daya
4.3.1. Pendapat Informan tentang Sumber Daya Manusia Dari hasil wawancara diketahui bahwa ada satu orang petugas puskesmas yang datang ke posyandu setiap bulan. Petugas puskesmas yang datang ke posyandu sebagai juru imunisasi sebanyak enam orang, yang dibagi untuk 25 posyandu yang ada di wilayah kerja puskesmas sehingga masing-masing petugas bertugas di empat atau lima posyandu.
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
Diantara enam petugas tersebut, hanya satu orang yang berlatar belakang pendidikan gizi dan DIII Keperawatan (informan no.1). Informan yang pertama mengatakan bahwa jumlah petugas gizi di satu puskesmas tidaklah cukup. Berikut adalah cuplikan hasil wawancara dengan informan.
“Jumlah petugas gizi hanya 1 orang, saya sendiri. Jumlah ini sebenarnya tidak memadai. Seharusnya minimal 2 orang, mengingat luas wilayah kerja yang terdiri dari 2 kelurahan” Sedangkan informan no.27 berpendapat bahwa jumlah petugas gizi sudah cukup. Berikut adalah cuplikan hasil wawancara dengan informan.
“Petugas gizi hanya ada satu orang yaitu ibu Lolo. Jumlah ini sudah cukup karena untuk kegiatan posyandu selalu ada petugas puskesmas yang lain untuk membantu sebagai juru imunisasi di posyandu” Permasalahan
tentang
berapa
jumlah
ideal
petugas
pengelola
program
penanggulangan gizi di sebuah puskesmas tersebut perlu mendapat perhatian, mengingat kenyataan bahwa sebagian besar petugas yang turun ke posyandu adalah petugas yang tidak berlatar belakang pendidikan gizi. Semua petugas puskesmas yang turun ke posyandu telah memperoleh pelatihan berupa pelatihan teknis dan pelaksanaan programnya. Latar belakang pendidikan petugas puskesmas yang turun ke posyandu adalah keperawatan dan kebidanan. Masa kerja dan lama tugas pelaksana gizi sudah relatif lama. Selain mendapatkan gaji sebagai haknya, petugas puskesmas yang bertugas sebagai juru imunisasi di posyandu juga memperoleh insentif atau uang transport untuk kunjungan posyandu setiap bulan
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
yang diberikan setiap enam bulan sekali. Besarnya uang insentif yang diterima tidak tetap karena bergantung pada besarnya sisa dana proyek yang ada. Mengenai jumlah kader setiap posyandu ada sebanyak 5 orang, jumlah ini sebenarnya sudah ideal kalau semua kader aktif di setiap kegiatan posyandu. Namun pada kenyataannya di lapangan ada tujuh posyandu di kelurahan Sei Mati yang kadernya ada satu atau lebih yang tidak aktif. Seharusnya jumlah kader ada lima orang di tiap posyandu, tetapi di Posyandu Mawar IV, Mawar IX, Mawar XI, Mawar XII, Mawar XIV, Mawar XVI hanya empat orang kadernya yang aktif dan hanya dua orang kader yang aktif di Posyandu Mawar XVIII. Sedangkan di kelurahan Martubung (disebut Posyandu Sri Bulan), semua kadernya aktif. Setiap kader mendapatkan uang jasa dari pemerintah daerah sebesar Rp. 15.000,-/bulan, yang diberikan melalui puskesmas setiap enam bulan sekali. Masa kerja dan lama tugas informan sebagai kader cukup bervariasi, mulai dari masa tugas 8 bulan sampai dengan 25 tahun dan semua informan pernah mendapat pelatihan tentang gizi.
4.3.2. Pendapat Informan tentang Dana Menurut hasil wawancara terhadap petugas gizi dan pimpinan puskesmas diketahui bahwa dana program penanggulangan gizi buruk berasal dari APBD dan dikelola oleh Dinas Kesehatan Kota. Kemudian Dinas Kesehatan Kota mengalokasikan ke puskesmas berupa barang seperti PMT dan MP-ASI. Bantuan berupa PMT dan MP-ASI sebenarnya sudah cukup karena banyaknya PMT atau MP-ASI yang diberikan sesuai dengan jumlah
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
balita gizi buruk yang ada di wilayah kerja puskesmas. Ada juga diterima bantuan berupa PMT dari LSM atau donatur. Berdasarkan hasil wawancara dengan kader diketahui bahwa dana untuk program penanggulangan gizi buruk berasal dari puskesmas dan donatur seperti pemberian PMT ataupun MP-ASI. Biasanya, program bantuan yang berasal donatur seperti pemberian PMT kepada bayi dan balita gizi buruk selama 3 bulan berturut-turut, para kader akan mendapat insentif yang cukup banyak untuk transport yaitu mencapai Rp.60.000,-/kader, sedangkan kalau dari puskesmas hanya uang insentif per bulan sebanyak Rp.15.000,-.
4.3.3. Pendapat Informan tentang Sarana Prasarana Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa semua posyandu yang ada di wilayah kerja puskesmas aktif setiap bulannya. Jadwal posyandu tetap setiap bulannya tetapi bila jadwal posyandu bertepatan dengan hari libur atau hari minggu maka posyandu menjadi sehari sebelum atau sehari sesudah jadwal posyandu yang sebenarnya. Semua posyandu yang ada di kelurahan Sei Mati belum 5 meja dan hampir semuanya juga belum memakai timbangan yang sesuai dengan Standar Pemantauan Pertumbuhan Balita. Tidak semua kader mengetahui cara pengisian KMS sehingga yang mengisi KMS adalah petugas puskesmas. Mengenai sarana prasarana di puskesmas menurut hasil pengamatan, puskesmas memiliki 2 gudang tempat penyimpanan PMT dan MP-ASI. Gudang tersebut sudah sesuai dengan standar. Puskesmas juga memberikan pelayanan yang sama kepada masyarakat
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
jika masyarakat tidak sempat ke posyandu. Sedangkan untuk perawatan balita gizi buruk di Puskesmas Medan Labuhan, menurut pengamatan belum sesuai dengan standar karena: 1. Pengukuran antropometri seharusnya menggunakan parameter BB dan TB sedangkan petugas gizi di puskesmas menggunakan parameter BB dan umur 2. Penimbangan balita setiap minggu untuk memantau peningkatan BB sampai mencapai Z-score -1, hal ini belum dapat berjalan dengan baik karena para ibu tidak membawa balitanya yang gizi buruk setiap minggu ke puskesmas Jika balita gizi buruk tidak dapat ditangani di puskesmas maka puskesmas merujuk ke RS pemerintah terdekat
4.4.
Pendapat Informan tentang Pelaksanaan Kegiatan
4.4.1. Pelaksanaan Penimbangan Balita di Posyandu 4.4.1.1.Pendapat Petugas Gizi tentang Pelaksanaan Penimbangan Balita di Posyandu Hasil survei awal dari Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2007 diketahui bahwa
Puskesmas Medan Labuhan memiliki jumlah balita gizi buruk paling besar dari seluruh puskesmas yang ada di kota Medan yaitu 15 orang untuk kelompok umur 6-23 bulan dan 17 orang untuk kelompok umur 24-59 bulan sehingga total balita gizi buruk sebanyak 32 balita. Berdasarkan data di Puskesmas Medan Labuhan diketahui bahwa pada bulan January tahun 2008, jumlah balita yang ada di bawah garis merah pada KMS (Kartu Menuju Sehat) sebanyak 129 orang.
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
Cakupan balita dibawah garis merah (BGM) mulai dari bulan January sampai dengan Desember 2008 berkisar antara 0,04% (bulan January) sampai dengan 0,11 (bulan November). Cakupan balita BGM bulan Desember sekitar 0,10%. Hal ini sesuai dengan target balita BGM yaitu tidak melebihi dari 5%. Cakupan balita yang naik berat badannya (N/D) mulai dari bulan January sampai dengan Desember 2008 berkisar antara 34,58% (bulan Desember) sampai dengan 69,35% (bulan January). Hal ini menunjukkan tidak tercapainya target yaitu 80% balita yang naik berat badannya. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan yang pertama, diketahui bahwa tidak semua atau hanya sedikit ibu yang rutin membawa bayi dan balitanya untuk ditimbang di posyandu karena mereka malas datang jika hanya untuk menimbang bayi dan balitanya di posyandu. Informan juga mengatakan bahwa kenaikan berat badan bayi dan balita setiap bulan tidak dapat dipantau karena banyak ibu yang tidak teratur datang ke posyandu untuk menimbang bayi dan balitanya.
Berikut adalah cuplikan hasil wawancara dengan informan.
“……Dari semua balita yang ditimbang, lebih dari setengah naik berat badannya. Setengahnya lagi tetap berat badannya seperti bulan lalu atau mengalami penurunan. Setiap bulannya hanya sekitar 20 sampai 30 orang ibu yang mempunyai bayi dan balita yang datang ke posyandu, karena mereka malas datang jika hanya untuk menimbang bayi dan balita mereka. Tetapi jika bayi dan balitanya sudah dijadwalkan untuk mendapat imunisasi, atau ada pemberian MPASI atau PMT, biasanya mereka datang ke posyandu. Semua bayi atau balita mempunyai KMS walaupun ada juga yang tidak mempunyai dikarenakan tidak
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
pernah datang ke posyandu. Ada beberapa balita yang berada di garis merah atau di bawah garis merah (BGM). Kenaikan berat badan setiap bulan tidak dapat dipantau karena banyak bayi dan balita yang tidak teratur datang ke posyandu untuk ditimbang” 4.4.1.2.Pendapat Kader tentang Pelaksanaan Penimbangan Balita di Posyandu Berdasarkan hasil wawancara dengan seluruh kader, diketahui bahwa tugas kader adalah menimbang dan mencatat hasil penimbangan ke dalam buku catatan kader sedangkan petugas puskesmas bertugas sebagai juru imunisasi. Hasil penimbangan juga dicatat oleh petugas puskesmas ke dalam Buku register penimbangan. Menurut informan no.2, 3, 6-18, dan 20-26, mengatakan bahwa tidak semua atau hanya sedikit ibu yang rutin membawa bayi dan balitanya untuk ditimbang setiap bulannya di posyandu. Alasannya menurut informan karena para ibu sibuk melakukan pekerjaan rumah tangga (memasak, mencuci pakaian), bekerja mencari uang dan anak sedang sakit atau sedang tidur. Hanya 3 orang informan saja yaitu informan no. 4, 5, dan 19 yang mengatakan bahwa para ibu rajin membawa balitanya ke posyandu untuk ditimbang karena adanya program PKH (Program Keluarga harapan) yaitu suatu program bantuan berupa uang kepada masyarakat khususnya ibu hamil/menyusui dan ibu yang memiliki balita. Syarat untuk mengikuti program tersebut adalah setiap ibu harus memiliki KMS yang diisi oleh petugas atau kader setiap bulan. Berikut adalah cuplikan hasil wawancara dengan informan no. 4, 5, dan 19.
“Masyarakat lumayan rajin datang karena ada program PKH dimana syarat untuk mengikuti program tersebut adalah setiap bayi dan balita memiliki KMS”
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
“Masyarakat rajin datang membawa bayi dan balitanya ke posyandu karena adanya Program Keluarga Harapan (PKH) tahun 2008, dimana setiap ibu yang memiliki balita mendapatkan Rp. 800.000/tahun dan ibu hamil/menyusui mendapatkan Rp. 600.000/tahun. Syarat untuk mengikuti program tersebut adalah semua balita harus memiliki KMS yang diisi setiap bulan. Oleh karena itu mereka rajin datang setiap bulan ke posyandu”
“Jumlah balita seluruhnya 38 orang, yang membawa balitanya untuk ditimbang setiap bulannya lebih dari 20 balita. Ini banyak karena adanya PKH (Program Keluarga Harapan) yaitu program bantuan uang untuk ibu hamil dan menyusui dan yang memiliki balita dari keluarga kurang mampu. Salah satu syarat untuk mendapat bantuan PKH yaitu punya KMS yang rutin diisi setiap bulannya” Semua informan juga mengatakan bahwa bila ada sesuatu yang diberikan kepada ibu secara gratis (cuma-cuma) atau bayinya akan diimunisasi, para ibu mau datang membawa balitanya ke posyandu. Semua balita juga sudah memiliki Kartu Menuju Sehat (KMS). Berikut adalah cuplikan hasil wawancara dengan informan.
“Biasanya kalau ada pembagian susu atau bubur instant para ibu datang membawa bayinya ke posyandu”
“Semua punya KMS, paling yang ga ada KMS karena mereka tidak datang ke posyandu”
“Mereka tidak setiap bulan datang membawa bayi dan balitanya untuk ditimbang tetapi jika untuk imunisasi mereka datang”
Berdasarkan wawancara dengan informan, jumlah balita yang naik berat badannya dua bulan berturut-turut sulit untuk diketahui.
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
Berikut adalah cuplikan hasil wawancara dengan informan.
“Kenaikan berat badan setiap bulan tidak dapat dipantau karena banyak bayi dan balita yang tidak teratur datang ke posyandu untuk ditimbang” “Mereka tidak setiap bulan datang membawa bayi dan balitanya untuk ditimbang” Hanya informan no.21 yang mengatakan bahwa pada tahun 2008 tidak ada balita yang berada di bawah garis merah (BGM)
pada KMS sedangkan informan lain
mengatakan bahwa tahun 2008 ada beberapa anak balita yang BGM, bahkan beberapa diantaranya adalah anak dari kader sendiri yaitu informan no. 5 dan no. 19.
Berikut adalah cuplikan hasil wawancara dengan informan no. 5 dan no.19.
“Tahun 2008 ada 3 orang balita yang gizi kurang, tetapi sudah dirawat di puskesmas dan satu orang balita gizi buruk yaitu Anisah berumur tiga tahun (anak salah satu kader) yang akhirnya meninggal di awal tahun 2009” “Balita yang gizi buruk & gizi kurang pada tahun lalu berjumlah 5 orang, salah satunya adalah anak saya sendiri yang bernama Cindy Juniarni (usia 5 tahun, berat badan 13 kg) yang memang sakit-sakitan”
4.4.2. Pelaksanaan Pemberian Kapsul Vitamin A Kapsul vitamin A diberikan dua kali setahun yaitu bulan Februari dan Agustus. Bulan pemberian kapsul vitamin A disebut oleh informan sebagai bulan vitamin A. Cakupan balita yang mendapat kapsul vitamin A pada bulan Februari tahun 2008 adalah 59,89% sedangkan cakupan balita yang mendapat kapsul vitamin A pada bulan
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
Agustus adalah 89,98%. Pemberian kapsul vitamin A khusus untuk bulan Agustus sesuai dengan target yaitu 90% tetapi di bulan Februari tidak mencapai target. Dari hasil wawancara dengan seluruh informan, kapsul vitamin A dibawa oleh petugas puskesmas ke posyandu dan kemudian kapsul vitamin A diberikan langsung oleh petugas dan kader posyandu kepada balita. Tetapi kalau ada balita tidak datang maka informan (kader) akan memberikannya langsung ke rumah-rumah penduduk kecuali informan (kader) no. 13, 14, dan 24, yang memberikan kapsul vitamin A pada posyandu berikutnya (bulan berikutnya) bagi yang tidak datang pada bulan vitamin A. Berikut adalah cuplikan hasil wawancara dengan informan no. 13, 14, dan 24. “Kalau tidak datang pada saat bulan vitamin A maka kami yang mengantarkannya ke rumah penduduk yang ada di daftar kader. Mereka senang menerimanya karena mereka sudah tahu manfaat vitamin A untuk kesehatan mata. Tetapi ada juga beberapa orang, kami berikan pada posyandu berikutnya (bulan berikutnya) karena tidak sempat mengantarkannya ke rumah penduduk” “Vitamin A diberikan kader atau petugas kepada balita pada waktu posyandu. Bila balita tidak datang ke posyandu maka kami yang membagikannya ke rumah penduduk. Atau kami berikan pada saat posyandu berikutnya kalau ga sempat ke rumah mereka” “Kalau masyarakat tidak datang pada saat pemberian vitamin A maka akan diberikan pada bulan berikutnya (posyandu berikutnya)” Dari seluruh informan yang mengatakan bahwa vitamin A akan dibagikan ke rumah jika ibu yang memiliki bayi dan balita tidak datang ke posyandu pada saat bulan vitamin A, hanya informan no. 4 dan no. 12 yang bisa memastikan bahwa kapsul vitamin A diberikan langsung oleh petugas (kader) ke mulut bayi dan balita. Berikut adalah cuplikan hasil wawancara dengan informan no.4 dan no. 12.
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
“Kapsul vitamin A diberikan kepada bayi dan balita di posyandu dua kali setahun yaitu bulan Februari dan Agustus. Yang membagikan adalah kader dan petugas. Jika ada yang tidak datang ke posyandu maka kami yang meberikan kerumahnya langsung. Semuanya mau menerima dan bisa dipastikan para ibu langsung memberikan kepada bayi dan balitanya untuk diminum” “Vitamin A diberikan oleh kader dan petugas ke bayi dan balita yang datang ke posyandu setiap bulan Februari dan Agustus. Bila tidak datang pada saat posyandu, maka kami yang mengantar ke rumah penduduk dan kami yang langsung memberikan ke bayi dan balita. Biasanya masyarakat ada juga yang memberikan sesuatu berupa makanan atau uang sekedarnya (kalau ada, tidak ditetapkan) sebagai ucapan terima kasih kepada kader yang sudah capek mengantarkan kapsul vitamin A ke rumah mereka”
4.4.3. Pelaksanaan pemberian tablet Fe kepada ibu hamil Berdasarkan data tahun 2008 di puskesmas Medan Labuhan, cakupan ibu hamil yang mendapat 90 tablet Fe mulai dari bulan January sampai dengan Desember 2008 berkisar antara 3,59% sampai dengan 10,51%. Hal ini menunjukkan tidak tercapainya target yaitu 90%. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa yang memberikan tablet Fe (tablet besi) kepada ibu hamil adalah petugas puskesmas dan kader posyandu. Kalau ibu hamil/menyusui tidak datang maka kader akan memberikan langsung ke rumahnya atau ibu hamil/menyusui dapat mengambilnya ke puskesmas jika tidak sempat datang saat posyandu. Hampir semua kader yang mengatakan bahwa tablet zat besi hanya diberikan pada ibu hamil yang anemia (kurang darah), hanya 4 orang kader yaitu kader posyandu Mawar III, posyadu Mawar IX, posyandu Mawar XIV, dan posyandu Sri Bulan V, yang mengatakan bahwa tablet zat besi diberikan tidak hanya kepada ibu hamil tetapi juga Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
diberikan kepada ibu menyusui. Tablet zat besi diberikan satu bungkus yang berisi 30 butir untuk satu bulan.
Berikut adalah cuplikan hasil wawancara dengan informan.
“Tablet besi diberikan oleh kader dan petugas kepada ibu hamil satu bungkus setiap bulan. Terkadang diberikan juga kepada ibu menyusui jika ibu menyusui kurang darah atau anemia” “Yang memberikan tablet besi kepada ibu hamil adalah kami atau petugas. Tablet besi diberikan satu bungkus setiap bulan. Ibu menyusui juga diberikan tablet besi jika mengalami anemia” “Yang memberikan tablet besi ialah kami atau petugas. Tablet besi diberikan kepada ibu hamil, melahirkan dan menyusui setiap bulan pada waktu posyandu. Tablet besi diberikan satu bungkus yang berisi 30 butir untuk satu bulan”
“Tablet besi diberikan oleh kader atau petugas kepada ibu hamil dan menyusui yang anemia. Tablet besi diberikan pada ibu hamil satu bungkus setiap bulannya” 4.4.4. Pelaksanaan Pemberian MP-ASI pada Bayi BGM dari keluarga miskin Berdasarkan data tahun 2008 di puskesmas Medan Labuhan, cakupan Pemberian Makanan Pendamping ASI pada Bayi Bawah Garis Merah dari Keluarga Miskin pada bulan Desember 2007 s/d February 2008 42,31%. Hal ini menunjukkan tidak tercapainya target yaitu 100%. Dari hasil wawancara dengan kader diketahui bahwa MP-ASI diberikan minimal satu kali dalam setahun. Tahun 2008 ada satu kali pemberian MP-ASI berupa bubur instant dan biskuit yang diberikan selama 3 bulan berturut-turut. MP-ASI diberikan oleh kader dan petugas pada saat posyandu pada ibu yang memiliki balita BGM atau balita
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
yang gizi kurang atau gizi buruk tetapi ada 14 informan yang mengatakan bahwa MP-ASI diberikan pada semua balita yang datang ke posyandu yaitu informan no. 3, 4, 5, 10, 11, 12, 15, 18, 20, 22, 23, 24, 25, dan 26, sehingga jumlah MP-ASI yang seharusnya diberikan selama 3 bulan menjadi satu atau dua bulan saja. Menurut informan, mereka membagikan MP-ASI ke semua balita karena banyak ibu yang datang ke posyandu, menuntut untuk mendapat MP-ASI walaupun bayi dan balitanya mereka sehat. Jika tidak diberikan, informan khawatir kalau para ibu tidak akan datang lagi ke posyandu. Informan juga tidak merasa perlu untuk mendatangi rumah ibu yang memiliki bayi dan balita yang BGM karena sebelum hari posyandu, informan sudah memberitahukan kepada para ibu yang memiliki bayi dan balita yang BGM bahwa ada pembagian MP-ASI di posyandu. Berikut adalah cuplikan hasil wawancara dengan informan.
“Biasanya MP-ASI ada sekali setahun, kami dan petugas yang memberikan ke ibuibu yang memiliki bayi dan balita. Tahun 2008 diberikan roti dan bubur SUN. Semua balita yang datang ke posyandu dapat, supaya masyarakat juga rajin datang ke posyandu, kalau sisa diberikan lagi bulan berikutnya di posyandu” “MP-ASI diberikan oleh kader dan petugas dari puskesmas pada saat posyandu. Biasanya setiap tahun sedikitnya satu kali ada diberikan MP-ASI. Tahun lalu (2008) ada diberikan bubur dan biskuit. Bubur diberikan ke semua balita sedangkan biskuit diberikan untuk balita yang gizi buruk yang diberikan 3 kali berturut-turut”
“MP-ASI biasanya selalu ada diberikan setiap tahun. Yang memberikan petugas dan kader sewaktu posyandu. MP-ASI diberikan pada balita yang BGM saja tetapi kalau ada yang meminta maka diberikan juga kepada yang lain walaupun anaknya tidak BGM. Tahun lalu ada biskuit dan bubur yang diberikan sebanyak 3 kali setiap posyandu”
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
Hal ini seharusnya tidak dilakukan karena MP-ASI sebenarnya diberikan untuk bayi yang berada di bawah garis merah (BGM) dari keluarga miskin atau tidak mampu.
4.4.5. Jumlah Balita Gizi Buruk yang Mendapatkan Perawatan Berdasarkan data tahun 2008 di puskesmas Medan Labuhan, cakupan balita gizi buruk yang mendapat perawatan tahun 2008 belum mencapai 100% karena tidak semua balita gizi buruk yang datang ke puskesmas untuk mendapat perawatan. Ada beberapa ibu yang tidak datang ke puskesmas membawa balitanya yang gizi buruk karena merasa bahwa anaknya tidak mungkin gizi buruk. Sebahagian ibu lagi tidak membawa balitanya secara teratur ke puskesmas sehingga petugas tidak dapat memantau perkembangan balitanya apakah sudah berstatus gizi baik atau normal.
4.4.6. Jumlah bayi yang mendapatkan ASI Eksklusif Berdasarkan data tahun 2008 di puskesmas Medan Labuhan, cakupan bayi yang mendapat ASI Eksklusif mulai dari bulan January s/d November 2008 berkisar antara 1,45% s/d 6,36% sedangkan di bulan Desember tidak ada ibu yang memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya. Hal ini menunjukkan tidak tercapainya target yaitu 80%. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan diketahui bahwa hanya sedikit ibu yang memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya bahkan informan no. 4 mengatakan bahwa tidak ada ibu yang memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya. Kebanyakan para ibu sudah memberi makan bayinya mulai dari umur 1 bulan atau lebih. Makanan yang diberikan berupa bubur tepung beras dan pisang uwak. Semua informan juga mengatakan
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
sudah pernah diberikan penyuluhan tentang ASI Eksklusif oleh petugas dan kader di posyandu. Berikut adalah cuplikan hasil wawancara dengan informan.
“Tidak ada yang memberikan ASI Eksklusif. Bayi dari umur 3 minggu sudah diberi makan pisang uwak dan bubur tepung beras, alasannya karena ASI tidak cukup, bayinya masih merasa kelaparan sampai menangis menjerit-jerit. Kalau sudah diberi makan baru bayinya tidak menangis lagi. Kami sudah pernah memberitahukan tentang manfaat ASI Eksklusif di posyandu” “Bisa dibilang hampir tidak ada ibu yang memberikan ASI Eksklusif. Yang memberikan ASI Eksklusif hanya satu atau dua orang. Alasannya karena ASI tidak cukup atau tidak ada sehingga mereka harus memberi makan dan memberikan susu formula. Penyuluhan tentang manfaat ASI Eksklusif sudah pernah diberikan oleh petugas gizi (ibu Lolo) dan dari mahasiswa yang praktek di puskesmas” “Hanya sedikit sekali ibu yang memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya. Biasanya bayi sudah diberi makan bubur dari tepung beras dari umur dua bulan. Alasan ibu karena bayinya menangis karena masih lapar walaupun sudah dikasih ASI. Kami sudah pernah memberitahukan tentang ASI Eksklusif walaupun tidak secara keseluruhan karena sulit untuk mengumpulkan masyarakat di posyandu” 4.5.
Jumlah Balita Gizi Buruk pada akhir tahun 2008 Dari hasil wawancara dengan pimpinan puskesmas diketahui bahwa hanya tinggal
2 orang yang gizi buruk pada akhir tahun 2008. Sedangkan menurut petugas gizi dan kader, hampir seluruh posyandu memiliki satu atau dua orang balita yang gizi buruk dan 1-5 orang balita yang BGM. Bahkan menurut informan no. 5 (Posyandu Mawar IV) dan informan no. 22 (Posyandu Sri Bulan III) ada satu orang balita yang meninggal pada bulan February 2009. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan program penanggulangan gizi buruk di wilayah kerja puskesmas Medan Labuhan belum berjalan Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
dengan baik, yakni dapat dilihat dari penurunan jumlah balita gizi buruk yang belum mencapai target 50%.
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1.
Pelaksanaan Kegiatan Program Penanggulangan Gizi Buruk
5.1.1. Pelaksanaan Penimbangan Balita di Posyandu
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
Di Indonesia, pemantauan pertumbuhan telah dilaksanakan sejak tahun 1970-an, sebagai kegiatan utama Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK). Pada tahun 1980-an untuk mempercepat penurunan angka kematian bayi, angka kematian balita dan angka kematian ibu, kegiatan pemantauan pertumbuhan diintegrasikan dengan pelayanan kesehatan dasar lain (KIA, imunisasi, pemberantasan penyakit) di posyandu. Pemantauan pertumbuhan merupakan kegiatan utama Posyandu di seluruh wilayah Indonesia (Dinas Kesehatan Prov. Sumut, 2005). Pemantauan pertumbuhan adalah salah satu bentuk kegiatan penanggulangan gizi buruk karena dengan pemantauan pertumbuhan diperoleh cakupan balita yang naik berat badannya dan cakupan balita yang BGM (Bawah Garis Merah). Pada balita yang BGM akan diberikan konseling, penyuluhan, atau rujukan balita yang BGM, sakit dan atau tidak naik berat badannya 2 kali berturut-turut ke puskesmas (Dinas Kesehatan Prov. Sumut, 2005). Hasil pengamatan yang dilakukan diketahui bahwa penimbangan balita dan pencatatan hasil penimbangan ke dalam buku dilakukan oleh kader. Dari pengamatan yang dilakukan di lapangan ditemukan beberapa masalah dalam pelaksanaan pemantauan pertumbuhan yaitu: 1. Secara teknis, kemampuan kader dalam melakukan penimbangan dan penilaian status pertumbuhan berdasarkan Kartu Menuju Sehat masih belum memadai. Kesalahan yang sering ditemukan adalah menggunakan timbangan yang tidak layak (seperti angka penunjuk di timbangan yang sudah kabur), kesalahan dalam pemasangan timbangan dan pembacaan hasil.
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
2. Dalam penilaian pertumbuhan umumnya kader menilai berdasarkan kenaikan berat badan absolut dengan kata lain balita disebut naik berat badannya bila berat badan bulan ini lebih berat dibandingkan bulan lalu. 3. Seringkali balita yang mengalami gangguan pertumbuhan tidak dirujuk ke Puskesmas untuk dirawat. Semua informan (baik petugas maupun kader) mengatakan bahwa hanya sebahagian ibu yang membawa balitanya untuk ditimbang secara teratur di posyandu. Semua balita yang dibawa ibunya ke posyandu sudah memiliki KMS, yang tidak memiliki KMS biasanya yang baru pertama sekali datang ke posyandu atau karena KMS-nya hilang. Berdasarkan hasil wawancara dengan kader diketahui bahwa setiap balita yang diberikan imunisasi, pengobatan dan penggantian KMS yang hilang atau rusak akan dikenakan biaya. Kader posyandu Sri Bulan II bahkan mengatakan setiap ibu yang datang ke posyandu baik untuk menimbang balitanya maupun untuk imunisasi dikenakan biaya Rp. 1000,-. Berikut adalah cuplikan hasil wawancara dengan informan.
“Masyarakat yang datang tidak dikenakan biaya tetapi jika diimunisasi akan dikenakan biaya Rp. 2000. Seluruh uang yang diterima akan dibagi dua yaitu ke kader dan petugas, tetapi jika hanya sedikit (misalnya dibawah Rp. 10.000) tidak ada yang diberikan ke petugas” “Biaya yang dikenakan bila diberikan imunisasi atau pengobatan sebesar Rp. 2000 dan biaya mengganti KMS yang hilang sebesar Rp. 1000. Semua uang yang didapat akan dibagi dua yaitu untuk kader dan untuk petugas, tetapi jika didapat sedikit (misalnya Rp. 5000) maka petugas tidak meminta bagian”
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
“Banyak masyarakat yang membawa balitanya untuk ditimbang dikarenakan adanya PMT yang berasal dari swadaya masyarakat (masyarakat dikenakan biaya Rp. 1000 setiap kunjungan ke posyandu). PMT dapat berupa bubur kacang ijo, roti, telur atau buah yang diberikan ke semua balita” “Setiap kunjungan posyandu dikenakan biaya Rp.1000 tetapi tidak dipaksa jika memang tidak memiliki uang. Bila ada suntikan atau pengobatan maka dikenakan biaya Rp.3000. Hasil yang didapat akan dibagi ke petugas, bila didapat Rp. 15.000 maka masing-masing mendapat Rp.7500 tetapi jika hanya sedikit (misal Rp. 10.000) maka petugas memberikan seluruhnya kepada kader” Dari kutipan wawancara dapat diketahui bahwa setiap uang yang didapat saat posyandu akan dibagi dua secara rata, namun bila uang yang diperoleh sedikit maka hanya kader yang mendapat bagian. Biaya yang dikenakan di posyandu sebenarnya tidak resmi. Menurut sebagian informan, uang ini digunakan untuk PMT pada posyandu berikutnya. Dengan adanya PMT, maka diharapkan masyarakat akan semakin rajin datang ke posyandu. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan diketahui bahwa alasan para ibu tidak datang ke posyandu: 1. Sibuk dengan kegiatan rumah tangga seperti mencuci pakaian, memasak, membersihkan rumah atau anak sedang tidur sehingga tidak tega untuk membangunkan. 2. Jam kunjung posyandu terlalu singkat yaitu hanya 2 jam dari pukul 10.00-12.00 WIB sehingga tidak banyak waktu yang tersedia untuk mereka supaya bisa datang ke posyandu.
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
3. Tidak tahu ada posyandu karena jadwal yang berubah (jadwal posyandu bertepatan hari minggu atau hari libur dimundurkan satu hari sesudah atau dimajukan satu hari sebelum jadwal posyandu) atau lupa ada posyandu. 4. Malas kalau hanya untuk menimbang balitanya di posyandu apalagi kalau dikenakan biaya walaupun cuma Rp. 1000,Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa jadwal posyandu seharusnya tidak sering berubah karena masyarakat jadi tidak tahu kalau ada posyandu, apalagi kalau kader tidak memberitahukan perubahan jadwal tersebut. Jam kunjung posyandu juga seharusnya dapat diperpanjang, tidak hanya dua jam. Perlu juga ditinjau ulang tentang biaya yang dikenakan pada masyarakat yang datang ke posyandu. Semua uraian diatas sebenarnya berkaitan dengan anggaran dana. Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa kader hanya memperoleh uang jasa sebesar Rp. 15.000,-/bulan dan uang tersebut diberikan per enam bulan. Uang yang diterima tentunya tidak seimbang dengan besarnya tugas dan tanggung jawab yang dipikul oleh kader sehingga akan berpengaruh kepada pelaksanaan kegiatan posyandu.
5.1.2. Pelaksanaan Pemberian Kapsul Vitamin A kepada Balita. Vitamin A merupakan salah satu zat gizi mikro berupa vitamin yang larut dalam lemak yang diperlukan oleh tubuh. Salah satu fungsi dari vitamin A adalah meningkatkan daya tahan tubuh sehingga anak tidak mudah terkena penyakit. Selain itu vitamin A juga berfungsi untuk mencegah penyakit pada mata yang mengakibatkan kebutaan. Karena jumlah vitamin A dalam makanan tidak cukup memenuhi kebutuhan balita maka untuk
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
meningkatkan jumlah vitamin A dalam tubuh bayi, balita, anak dan Ibu nifas diberikan kapsul vitamin A. Beberapa kader mengatakan bahwa kapsul vitamin A diberikan pada balita yang datang ke posyandu. Bila diberikan di posyandu, maka bisa dipastikan balita memakan kapsul tersebut tetapi jika ibu tidak datang membawa balitanya pada bulan vitamin A (Februari dan Agustus) maka kader akan memberikan ke rumah ibu yang mempunyai balita. Cara ini cukup efektif tetapi tidak bisa dipastikan apakah kapsul vitamin A benarbenar diberikan kepada balita karena dari 27 informan, hanya informan no.1, 4, 12, 23, dan 27 yang bisa memastikan bahwa kapsul tersebut memang diberikan oleh ibu kepada balitanya atau informan langsung memberikan kepada balita. Berikut cuplikan hasil wawancara dengan kader posyandu tentang pemberian kapsul vitamin A
“Vitamin A rutin dibagikan setiap bulan Februari dan Agustus di posyandu. Bila ada yang tidak datang maka kami (kader-kader) akan membagikan pada saat wirid atau arisan ibu-ibu di bulan tersebut. Bisa juga diberikan langsung ke rumah ibu yang memiliki bayi dan balita. Kami tidak langsung melihat apakah mereka memberikan kepada bayi dan balitanya tetapi bisa kami pastikan bahwa semua bayi dan balita di lingkungan IV mendapatkan kapsul vitamin A”
“Yang membagikan kapsul vitamin A adalah kami dan petugas pada saat posyandu. Biasanya masyarakat hampir seluruhnya datang kalau bulan vitamin A (Februari dan Agustus) karena mereka sudah diberitahu sebelumnya, tetapi ada juga yang tidak datang. Bagi mereka yang tidak datang maka kami akan memberikan langsung ke rumah penduduk sesuai dengan daftar yang dimiliki oleh kader tetapi kami ga tahu kalau itu langsung diberikan ibu sama anaknya atau tidak.” “Kapsul vitamin A kami bagikan pada saat posyandu bulan Februari dan bulan Agustus. Kalau tidak datang pada saat bulan vitamin A maka kami yang Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
mengantarkannya ke rumah penduduk yang ada di daftar kader. Mereka senang menerimanya karena mereka sudah tahu manfaat vitamin A untuk kesehatan mata. Tetapi ada juga beberapa orang, kami berikan pada posyandu berikutnya (bulan berikutnya) karena tidak sempat mengantarkannya ke rumah penduduk.” Dari hasil wawancara dengan kader dapat diketahui bahwa ternyata dalam pelaksanaan pemberian kapsul vitamin A kepada bayi dan balita di beberapa posyandu tidak sesuai dengan prosedur yaitu satu kali dalam enam bulan atau dua kali dalam setahun (bulan Februari dan Agustus). Kapsul vitamin A diberikan pada bulan Maret yang seharusnya diberikan di bulan Februari dan pemberian kapsul vitamin A bulan Agustus, diberikan pada bulan September. Menurut informan alasan ibu tidak datang pada saat bulan vitamin A karena lupa atau sibuk sehingga tidak sempat datang ke posyandu. Kebanyakan kader tidak membagikan ke rumah-rumah ibu balita yang tidak datang ke posyandu pada saat bulan vitamin A. Hal ini dikarenakan banyak kader beranggapan bahwa vitamin A masih bisa diberikan di bulan berikutnya. Dari hasil penelitian data sekunder diketahui bahwa cakupan balita yang mendapat kapsul vitamin A pada bulan Agustus (89,98) sesuai dengan target yang ingin dicapai yaitu 90% sedangkan cakupan pada bulan Februari tidak mencapai target yaitu 59,89%. Hal ini dikarenakan masih adanya anggapan masyarakat bahwa kapsul vitamin A cukup diberikan satu kali saja dalam setahun. Anggapan ini disebabkan oleh kurangnya sosialisasi yang diberikan oleh petugas kesehatan kepada masyarakat sehingga masyarakat kurang mengetahui manfaat dari kapsul vitamin A.
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
Menurut Juknis Pedoman Distribusi Kapsul vitamin A, kapsul vitamin A dapat diperoleh di posyandu, polindes, puskesmas, puskesmas pembantu (pustu), dan praktek swasta seperti klinik bersalin, rumah bersalin, bidan dll (Dir. Bina Gizi Masyarakat, 2008).
5.1.3. Pelaksanaan Pemberian Tablet Fe kepada Ibu Hamil Salah satu fungsi dari tablet Fe bagi ibu hamil adalah untuk mencegah terjadinya BBLR (berat bayi lahir rendah) karena bayi yang BBLR beresiko untuk terkena gizi kurang dan gizi buruk. Oleh karena itu pemberian tablet Fe sangat diperlukan dalam hal program penanggulangan gizi buruk. Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas gizi dan pimpinan puskesmas diketahui bahwa tablet zat besi diberikan kepada ibu hamil dan ibu menyusui. Sedangkan hasil wawancara dengan seluruh kader diperoleh informasi bahwa hanya ibu hamil yang mendapatkan tablet Fe, kecuali empat orang kader yaitu kader posyandu Mawar III, posyadu Mawar IX, posyandu Mawar XIV, dan posyandu Sri Bulan V yang mengatakan bahwa ibu menyusui yang anemia juga diberikan tablet zat besi. Berdasarkan hasil wawancara dengan kader diketahui bahwa tablet Fe diberikan oleh petugas dan kader pada ibu hamil yang datang ke posyandu. Menurut petugas gizi dan pimpinan puskesmas, tablet zat besi diberikan oleh kader ke rumah ibu hamil/menyusui yang tidak datang ke posyandu. Sedangkan menurut kader, ibu hamil yang tidak datang ke posyandu, tidak akan mendapat tablet besi kecuali mereka memintanya ke puskesmas atau unit kesehatan lainnya.
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
Berikut cuplikan hasil wawancara dengan kader “Yang memberikan tablet besi adalah kader dan petugas. Diberikan pada ibu hamil yang datang ke posyandu setiap bulan. Tablet besi diberikan satu bungkus setiap bulannya” “Tablet besi diberikan petugas selalu kepada ibu hamil setiap bulan. Ada juga beberapa ibu hamil yang memperoleh tablet besi dari puskesmas jika mereka tidak sempat datang ke posyandu” “Tablet besi diberikan kepada ibu hamil bila datang ke posyandu, tetapi hanya sedikit ibu hamil yang datang ke posyandu, mungkin mereka langsung ke puskesmas. Tablet besi diberikan satu bungkus setiap bulan” Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam pemberian tablet zat besi oleh kader kepada ibu hamil dan menyusui yang tidak hadir pada saat posyandu, tidak diawasi oleh petugas puskesmas yang bertugas di posyandu sehingga pendistribusian tablet Fe untuk mencegah anemia pada ibu hamil dan menyusui tidak dapat berjalan dengan baik. Kalau hal ini dibiarkan tentunya akan berdampak pada kesehatan dan keselamatan ibu hamil dan bayi yang dikandung.
5.1.4. Pelaksanaan Pemberian MP-ASI pada Bayi BGM dari Keluarga Miskin Salah satu penyebab terjadinya gangguan tumbuh kembang bayi, dan anak usia 1224 bulan di Indonesia adalah rendahnya mutu Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI) dan tidak sesuainya pola asuh yang diberikan sehingga beberapa zat gizi tidak dapat mencukupi kebutuhan khususnya energi dan zat gizi mikro terutama Zat Besi (Fe) dan Seng (Zn). Untuk mencegah terjadinya gizi kurang dan sekaligus mempertahankan gizi baik pada bayi di keluarga miskin, Program Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
(JPS-BK) tahun 2002 telah mendistribusikan MP-ASI dengan sasaran bayi usia 6-11 bulan yang berasal dari keluarga miskin di Indonesia
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa pendistribusian MP-ASI tidak sesuai dengan pedoman pelaksanaan pendistribusian dan pengelolaan MP-ASI karena diberikan bukan kepada bayi yang BGM dari keluarga miskin melainkan diberikan kepada semua balita yang datang ke posyandu. Menurut petugas gizi, hal ini dikarenakan banyak ibu yang memiliki bayi BGM tidak datang ke posyandu padahal mereka sudah diberitahu oleh petugas dan kader sebelum hari posyandu bahwa akan dibagikan MP-ASI di posyandu. Petugas juga mengatakan alasan dibagikannya MP-ASI kepada semua ibu yang memiliki bayi karena banyak ibu yang menuntut untuk mendapat MP-ASI. Berikut cuplikan wawancara dengan informan.
“MP-ASI diberikan oleh kader dan petugas dari puskesmas pada saat posyandu. Biasanya setiap tahun sedikitnya satu kali ada diberikan MP-ASI. Tahun lalu (2008) ada diberikan bubur dan biskuit. Bubur diberikan ke semua balita sedangkan biskuit diberikan untuk balita yang gizi buruk yang diberikan 3 kali berturut-turut” Sebagian informan mengatakan bahwa mereka tidak memberikan ke rumah ibu yang memiliki balita jika mereka tidak datang pada saat diberikan MP-ASI di posyandu. Hal ini kemungkinan karena tidak cukupnya insentif yang diberikan kepada kader sehingga kader kurang aktif. Ada juga perbedaan yang ditemukan bila petugas gizi yang memberikan MP-ASI dibandingkan dengan lima orang petugas puskesmas lainnya. Bila petugas gizi yang
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
memberikan MP-ASI, para ibu diberitahu cara memberikan MP-ASI kepada bayinya sesuai dengan pedoman pelaksanaan pendistribusian dan pengelolaan MP-ASI, sedangkan bila petugas puskesmas yang bukan petugas gizi yang memberikan, para ibu tidak diberitahu tentang pengelolaan MP-ASI tersebut. Bila ibu memberikan MP-ASI kepada bayinya sesuai dengan petunjuk dari petugas gizi maka diharapkan adanya peningkatan berat badan dari bayi yang BGM.
5.1.5. Jumlah Balita Gizi Buruk yang Mendapatkan Perawatan Perawatan balita gizi buruk sesuai standar yaitu pelayanan yang diberikan mencakup : g) Pemeriksaan klinis meliputi kesadaran, dehidrasi, hipoglikemi, dan hipotermi; h) Pengukuran antropometri menggunakan parameter BB dan TB; i)
Pemberian larutan elektrolit dan multi-micronutrient serta memberikan makanan dalam bentuk, jenis, dan jumlah yang sesuai kebutuhan, mengikuti fase Stabilisasi, Transisi, dan Rehabilitasi;
j)
Diberikan pengobatan sesuai penyakit penyerta;
k) Ditimbang setiap minggu untuk memantau peningkatan BB sampai mencapai Z-score -1; l)
Konseling gizi kepada orang tua / pengasuh tentang cara memberi makan anak.
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa ada beberapa ibu yang tidak membawa balitanya ke puskesmas untuk menjalani perawatan. Hal ini dikarenakan oleh kurangnya informasi yang diberikan oleh petugas atau kader kepada ibu tentang dampak gizi buruk pada bayi dan balita sehingga ibu masih menganggap gizi buruk bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan.
5.1.6. Jumlah bayi yang mendapatkan ASI Eksklusif ASI Eksklusif sangat dibutuhkan bayi untuk pertumbuhan fisik, perkembangan otak, dan kecerdasan. Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan kebijakan pemberian ASI eksklusif pada bayi selama enam bulan, yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Kepmenkes RI) Nomor 450/MENKES/SK/IV/2004 (Depkes RI, 2004). Dari hasil wawancara dengan informan diketahui bahwa, walaupun penyuluhan tentang ASI Eksklusif sudah pernah diberikan di posyandu atau di balai desa, hanya sedikit ibu yang memberikan ASI saja kepada bayinya selama enam bulan. Hal ini kemungkinan dikarenakan penyuluhan yang dilakukan di posyandu khususnya tentang ASI Eksklusif sangat jarang dilakukan sehingga hanya masyarakat yang kebetulan datang ke posyandu yang menerima penyuluhan tersebut. Keadaan ini didukung pula dengan kurangnya dukungan keluarga dalam pemberian ASI eksklusif terutama orangtua dan mertua yang cenderung menyarankan kepada ibu untuk memberikan makanan lain walaupun bayinya masih berumur satu atau dua bulan. 5.2.
Sumber Daya dalam Program Penanggulangan Gizi Buruk
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
5.2.1. Sumber Daya Manusia dalam Program penanggulangan Gizi Buruk Sumber daya manusia dalam penanggulangan gizi buruk
ialah petugas gizi
puskesmas yang terlatih dan kader posyandu yang terampil (Dinas Kesehatan Prov. Sumut, 2005). Sumber daya manusia yang terampil berarti baik petugas gizi maupun kader mampu melakukan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik dan benar. Dari segi kuantitas diketahui bahwa jumlah petugas gizi atau pelaksana gizi di puskesmas hanya satu orang. Menurut petugas gizi (informan no. 1) jumlah ini sebenarnya tidak cukup mengingat luasnya wilayah kerja. Sedangkan menurut pimpinan puskesmas (informan no.27), satu orang petugas gizi di puskesmas sebenarnya sudah cukup karena selama ini semua program gizi di puskesmas berjalan dengan baik. Kegiatan posyandu juga dapat berjalan dengan baik karena selain petugas gizi ada lima orang petugas puskesmas yang datang dan mengawasi kegiatan di seluruh posyandu yang ada di wilayah kerja puskesmas Medan Labuhan. Hal ini menunjukkan bahwa kepala puskesmas menganggap tugas dari petugas puskesmas yang datang ke posyandu hanyalah untuk pelayanan medis seperti pengobatan atau imunisasi, padahal pelayanan meja keempat di posyandu adalah penyuluhan atau konseling oleh petugas puskesmas. Seharusnya jumlah petugas yang datang ke posyandu berjumlah 2 orang yaitu satu orang petugas gizi dan satu orang petugas lagi adalah juru imunisasi. Berdasarkan hasil wawancara mendalam diketahui bahwa hanya posyandu yang didatangi oleh petugas gizi yang mendapat penyuluhan atau konseling gizi. Sedangkan pada posyandu yang tidak didatangi oleh petugas gizi jarang sekali diberikan penyuluhan
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
atau konseling tentang gizi untuk ibu yang balitanya BGM atau yang tidak naik berat badannya dua kali berturut-turut. Rasio ahli (petugas) gizi per 100.000 penduduk tahun 2008 sesuai dengan Keputusan Menkes No. 1202/MENKES/SK/VIII/2003 adalah 17,14 (dibulatkan menjadi 17). Dengan kata lain satu orang ahli gizi melayani 5882 orang penduduk. Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Medan Labuhan ialah 32.865 jiwa, berarti jumlah petugas gizi yang dibutuhkan di wilayah kerja Puskesmas Medan Labuhan adalah lima atau enam orang. Berdasarkan tingkat pendidikan dan pengalaman kerja dari petugas gizi dirasakan cukup baik karena berlatar belakang pendidikan gizi dan keperawatan, dan sudah bekerja selama 10 tahun. Dari segi kuantitas, jumlah kader lima orang untuk setiap posyandu sebenarnya sudah cukup karena sudah sesuai dengan konsep posyandu lima meja yaitu Pendaftaran, Penimbangan, Penilaian hasil penimbangan, Konseling, penyuluhan atau rujukan, dan Pelayanan gizi oleh petugas (Dinas Kesehatan Prov. Sumut, 2005). Jika semua kader posyandu aktif di posyandu tentunya sudah sesuai dengan standar pemantauan pertumbuhan balita tetapi dari hasil pengamatan diketahui bahwa tidak semua kader posyandu yang aktif. Ada enam posyandu (Posyandu Mawar IV, Mawar IX, Mawar XI, Mawar XII, Mawar XIV, Mawar XVI) yang memiliki empat orang kader yang aktif sedangkan Posyandu Mawar XVIII hanya memiliki dua orang kader yang aktif. Hal ini tentunya akan membuat kegiatan di posyandu tidak dapat berjalan dengan lancar sehingga pelaksanaan kegiatan pemantauan pertumbuhan balita tidak maksimal.
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
Berdasarkan hasil wawancara mendalam terhadap informan juga diperoleh informasi bahwa di beberapa posyandu, kadernya sering berganti-ganti sehingga banyak kader yang kurang terampil melakukan tugasnya sebagai kader, misalnya: mengisi KMS, mencatat hasil penimbangan ke buku register dan sebagainya. Kader yang sering bergantiganti berkaitan dengan kurangnya insentif yang mereka terima sebagai kader. Pemberian imbalan sebagai wujud motivator sudah merupakan kebutuhan kader mengingat semakin tingginya tingkat kebutuhan masyarakat. Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sahrul (2006) yang menyatakan bahwa pemberian imbalan atau upah perlu diberikan untuk meningkatkan keaktifan kader sebagai wujud kinerja kader terhadap pelaksanaan kegiatan posyandu. Insentif sebagai bentuk motivasi terhadap kinerja kader posyandu (M. Syafei dkk, 2008). Latar belakang pendidikan informan yang paling banyak adalah SMP yaitu sebanyak 10 orang dan SMA 9 orang. Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap kemampuan kader dalam melakukan tugasnya, misalnya dalam pengisian KMS. Tidak semua kader dapat mengisi KMS, bahkan kebanyakan posyandu khususnya di kelurahan Sei Mati, KMS diisi oleh petugas puskesmas yang datang ke posyandu. Semua informan mengatakan pernah mengikuti pelatihan tentang gizi, imunisasi, KB, Demam Berdarah dll. Namun hanya beberapa informan saja yang pernah memberikan konseling gizi di posyandu. Hal ini dikarenakan ada beberapa kader yang tidak pernah mendapat informasi tentang gizi atau hanya sekali saja diberikan penyuluhan atau pelatihan tentang gizi selama menjadi kader. Hasil wawancara dengan kader diperoleh informasi bahwa setiap pelatihan atau penyuluhan yang diberikan oleh petugas, hanya satu
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
orang atau 2 orang kader sebagai perwakilan dari setiap posyandu yang mengikuti dan kemudian para kader yang mendapat penyuluhan atau pelatihan tersebut diharapkan akan memberikan informasi yang mereka peroleh kepada rekan-rekan kader di posyandu. Namun kenyataannya banyak yang tidak memberitahukan kepada kader lainnya karena banyak anggota kader posyandu yang mengatakan tidak pernah mendapat penyuluhan tentang gizi.
5.2.2. Dana dalam Program penanggulangan Gizi Buruk Pendapat informan no.1 dan no.27 tentang dana program penanggulangan gizi buruk sebenarnya sudah cukup. “Biaya program penanggulangan gizi buruk cukup memadai. Sesuai dengan kegiatan yang seharusnya dilaksanakan. Biaya dikelola oleh DKK. Sumber dana berasal dari APBD Pemko Medan dan bantuan dari LSM”, kata informan nomor 1 (petugas gizi). Informan nomor 27 juga berpendapat, “….Biaya program penanggulangan gizi buruk sebenarnya sudah cukup. Sumber dana berasal dari APBD dan donatur (LSM). Bantuan terbesar yang pernah diterima yaitu PMT pada akhir tahun 2007, diperoleh dari Pertamina”. Dari hasil wawancara tersebut diketahui bahwa dana program penanggulangan gizi buruk langsung dikelola oleh DKK yang bersumber dari APBD, puskesmas hanya mendistribusikannya saja atau sebagai pelaksana. Misalnya pemberian susu bubuk, bubur instan dan biskuit untuk balita gizi buruk yang sedang dirawat di puskesmas. Jumlah bantuan makanan untuk balita gizi buruk yang mendapat perawatan menurut petugas gizi, terkadang tidak cukup karena dari DKK memberikan bantuan berupa PMT atau MP-ASI
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
ditujukan hanya untuk balita yang gizi buruk, sedangkan petugas gizi memberikan PMT atau MP-ASI tidak hanya kepada balita gizi buruk tetapi juga kepada balita gizi kurang dan normal.
5.2.3. Sarana Prasarana dalam Program penanggulangan Gizi Buruk Sarana prasarana dalam program penanggulangan gizi buruk di puskesmas sebagai berikut: 1. Timbangan bayi (Baby Scale) dan timbangan injak manual yang ditera setiap tahun sekali 2. Alat ukur panjang badan dan micotoise yang ditera setiap tahun sekali 3. Tabel baku berat badan menurut panjang/tinggi badan WHO-NCHS 4. Formulir umpan balik ke posyandu 5. Gudang tempat penyimpanan MP-ASI dan PMT Sarana prasarana dalam program penanggulangan gizi buruk di posyandu sebagai berikut: 1. Buku register penimbangan 2. KMS Balita 3. Formulir rujukan ke puskesmas 4. Meja dan alat tulis 5. Media Konseling/penyuluhan (Dinas Kesehatan Prov. Sumut , 2005). Mengenai sarana yang ada di posyandu berdasarkan pengamatan yang dilakukan, hanya posyandu yang ada di kelurahan Martubung yang memiliki 5 meja dan alat tulis serta
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
memakai timbangan yang baru untuk melakukan penimbangan balita, sedangkan di kelurahan Sei Mati semuanya belum memiliki 5 meja dan masih memakai timbangan yang lama. Menurut informan no 13 (kader posyandu Mawar XII Kelurahan Sei Mati), informan bahkan sulit untuk melihat angka pada timbangan karena sudah agak kabur. Hal ini tentunya akan mempengaruhi keakuratan hasil penimbangan yang dilakukan oleh kader. KMS Balita selalu tersedia bagi balita yang baru pertama sekali berkunjung ke posyandu, begitu juga dengan formulir rujukan ke puskesmas.
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan ditemukan bahwa masih banyak
kekurangan dalam pelaksanaan program penanggulangan gizi buruk, yang meliputi input (sumber daya), proses (pelaksanaan kegiatan) dan keluaran (hasil pelaksanaan program). Kesimpulan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Sumber daya dalam program penanggulangan gizi buruk di wilayah kerja puskesmas Medan Labuhan belum memenuhi standar. Jumlah petugas gizi di puskesmas masih kurang dan banyak kader yang tidak aktif dan terampil.
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
Banyaknya kader yang tidak terampil dikarenakan seringnya kader berganti-ganti (tidak tetap). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kurangnya insentif yang diterima oleh kader. Sarana prasarana di puskesmas sudah standar tetapi sarana prasarana di posyandu masih minim seperti tidak adanya (belum lengkap) meja dan alat tulis, alat timbang yang tidak standar, dan tidak adanya media konseling. 2. Pendistribusian Vitamin A belum sesuai dengan prosedur, yang seharusnya diberikan bulan February menjadi bulan Maret. Banyak juga kader yang memberikan ke rumah ibu yang memiliki balita tetapi para kader tidak dapat memastikan apakah si ibu benar-benar memberikan kepada bayinya atau tidak. 3. Pendistribusian tablet Fe tidak sesuai dengan yang diharapkan. Banyak ibu hamil dan menyusui tidak menerima tablet besi karena tidak datang pada saat posyandu. Beberapa kader mengatakan bahwa mereka memberikan ke rumah ibu hamil dan menyusui namun kebenarannya sulit dipastikan karena tidak adanya pengawasan dari petugas puskesmas. 4. Pendistribusian MP-ASI tidak sesuai dengan prosedur karena banyak balita yang sehat justru mendapatkan MP-ASI. Petunjuk pengelolaan MP-ASI diberitahukan kepada para ibu jika petugas gizi yang membagikan MP-ASI sedangkan petugas puskesmas tidak memberitahukan petunjuk pengelolaan MP-ASI. 5. Perawatan balita gizi buruk belum sesuai dengan standar karena pengukuran antropometri seharusnya menggunakan parameter BB dan TB sedangkan petugas gizi di puskesmas menggunakan parameter BB dan umur, dan ibu tidak membawa
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
balitanya secara teratur setiap minggu untuk ditimbang untuk memantau peningkatan berat badannya. 6. Hanya sedikit ibu yang memberikan ASI saja kepada bayinya selama enam bulan. Kebanyakan ibu sudah memberi makan bayinya disamping ASI mulai dari umur kurang dari dua bulan. 7. Cakupan balita yang naik berat badannya (N/D) mulai dari bulan January sampai dengan Desember 2008 menurun dari 69,35% (bulan January) sampai dengan 34,58% (bulan Desember). Hal ini menunjukkan tidak tercapainya target yaitu 80% balita yang naik berat badannya. 6.2.
Saran 1. Bagi pemerintah pusat maupun daerah, perlu menambahkan tenaga gizi di puskesmas agar dapat memberikan pelayanan gizi yang terbaik di puskesmas maupun
di
posyandu,
sesuai
dengan
Keputusan
Menkes
No.
1202/MENKES/SK/VIII/2003 yaitu 17,14 (dibulatkan menjadi 17) per 100.000 penduduk untuk tahun 2008. 2. Bagi pemerintah daerah, diperlukan dana khusus dari APBD untuk pemberian insentif bagi kader, melengkapi sarana prasarana dan pengadaan pelatihan yang diperuntukkan bagi semua kader posyandu sehingga partisipasi kader posyandu dapat ditingkatkan. Dengan meningkatnya partisipasi kader, diharapkan para ibu semakin rajin datang membawa balitanya ke posyandu secara berkala sehingga secara tidak langsung status gizi balita dapat dimonitor.
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
3. Bagi Dinas Kesehatan Kota, perlu melakukan evaluasi program penanggulangan gizi buruk mulai dari input, proses, keluaran, dan dampaknya. Tujuan evaluasi ini adalah untuk memperbaiki kebijaksanaan pelaksanaan program dan perencanaan program yang akan datang, sebagai alat untuk memperbaiki alokasi sumber daya, dana dan manajemen saat ini dan dimasa yang akan datang serta memperbaiki pelaksanaan perencanaan kembali suatu program. 4. Bagi tenaga kesehatan yang ada di puskesmas Medan Labuhan agar memperpanjang jam kunjung posyandu dari dua jam menjadi tiga jam yaitu jam 09.30-12.30 WIB sehingga banyak waktu yang tersedia bagi masyarakat untuk berkunjung ke posyandu. 5. Bagi tenaga kesehatan khususnya petugas gizi, agar mengawasi dengan benar pelaksanaan penimbangan oleh kader, pendistribusian vitamin A, pendistribusian tablet Fe dan pendistribusian MP-ASI sehingga sesuai dengan Juknis Pedoman Pelaksanaan Program. 6. Perlunya pelatihan yang berkesinambungan bagi petugas gizi dan juga kader agar dapat memberikan informasi ataupun konseling bagi masyarakat yang datang ke puskesmas atau posyandu.
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmito W., 2008. Sistem Kesehatan, Jakarta: Penerbit PT. Raja Grafindo Persada Bungin, B., 2008. Pengantar Editor : Beralih ke Pemaknaan Sosiologis. Analisis Data Penelitian Kualitatif (Hal:V), Jakarta : Rajawali Pers. Depkes RI, 2000. Analisis Sistem Pelayanan Kesehatan Dasar dan POA (Plan of Action), Jakarta. _________, 2002. Juknis Pedoman Distribusi Kapsul Vitamin A, Jakarta. _________, 2004. Pedoman Pelaksanaan Pendistribusian dan Pengelolaan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) tahun 2004, Jakarta. _________, 2005. Pedoman Perbaikan Gizi Anak Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah, Jakarta. _________, 2005. Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal (SPM) Penyelenggaraan Perbaikan Gizi Masyarakat, Jakarta. _________, 2005. Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk, Jakarta.
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
_________,2007. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 747/Menkes/SK//VI/2007, Jakarta. Dinkes Propinsi Sumut, 2005. Standar Pemantauan Pertumbuhan Balita, Medan. __________________, 2006. Pedoman Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk 2006-2010, Medan. __________________, 2007. Profil Kesehatan Propinsi Sumut 2007, Medan. Tamburian E.,2008. Harga Pangan Naik Perburuk Gizi Masyarakat, Jakarta: Surat Kabar Sinar Harapan. FKM UI, 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat, Jakarta: Penerbit PT. Raja Grafindo Persada. Khomsan A., 2008. Hilangnya Identitas Gizi Dalam Pembangunan, www. TerangDunia. com. Moleong, Lexy J., 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Penerbit PT Remaja Rosdakarya. Mulia SM., 2007, Gizi, Masyarakat Berkualitas dan Pencapaian Tujuan MDG s. www.icrp-online.org. Sahrul, 2006. Studi Tentang Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Kader Posyandu Di Wilayah Kerja Puskesmas Pompanua Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone Tahun 2006, Joeharno Blog. Soekirman, 2003. Kebijakan Gizi Negara Miskin, Jakarta: Surat Kabar Sinar Harapan. ________, 2007. Upaya Mengatasi Kelaparan dan Masalah Kurang Gizi, Jakarta: Surat Kabar Suara Pembaharuan. Sugiyono, 2006. Metode Penelitian Administrasi, Bandung: Penerbit Alfabeta. Syafei, M., dkk, 2008. Pemberdayaan Kader dalam Revitalisasi Posyandu di Kabupaten Batang Hari, Yogyakarta: Working Paper Series No. 14, First Draft.
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
Pedoman Wawancara Mendalam (Indepth Interview)
I. Identitas Lokasi 1. Nama Institusi
: ___________________________________
2. Alamat Institusi
: ___________________________________
II. Identitas Informan 1. Nama
: ___________________________________
2. Umur
: ___________________________________
3. Jenis kelamin
: ___________________________________
4. Status Perkawinan
: ___________________________________
5. Jabatan
: ___________________________________
6. Lama bekerja
: ___________________________________
7. Pendidikan
: ___________________________________
8. Pelatihan
: ___________________________________
III. Keterangan Waktu Wawancara 1. Hari/Tanggal wawancara : ___________________________________ 2. Jam mulai-selesai
: ___________________________________
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
IV. Keterangan Pewawancara 1. Nama Pewawancara
: ___________________________________
2. Pendidikan
: ___________________________________
Pedoman Wawancara Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Responden
:
Pertanyaan yang ditujukan kepada: I. Pimpinan Puskesmas dan Petugas Gizi 1. Berapakah jumlah Posyandu yang ada di wilayah kerja Puskesmas Medan Labuhan Probing: -
Apakah semua posyandu yang ada di wilayah kerja Puskesmas Medan Labuhan aktif
-
Jika tidak, berapa jumlah posyandu yang tidak aktif
-
Apa yang dimaksud dengan posyandu yang aktif
2. Apakah petugas gizi aktif menjalankan tugasnya? Probing: -
Apa tugas dan tanggung jawab dari petugas gizi yang ada di puskesmas
-
Jika tidak aktif, mengapa?
3. Apakah petugas gizi berkunjung ke posyandu? Probing: -
Apakah petugas rutin berkunjung setiap bulan atau setiap ada kegiatan di posyandu
-
Berapa jumlah petugas puskesmas yang datang ke posyandu
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
4. Apakah
dana
yang
dianggarkan
cukup
untuk
pelaksanaan
program
penanggulangan gizi buruk? Probing: -
Apakah ada dana yang dianggarkan untuk melaksanakan kegiatan di posyandu
-
Jika ada, apakah dana tersebut mencukupi
-
Jika tidak mencukupi, berapa seharusnya dana yang dianggarkan untuk melaksanakan kegiatan di posyandu
5. Bagaimanakah pelaksanaan penimbangan balita di Posyandu Probing: - Siapakah yang melaksanakan kegiatan penimbangan di Posyandu - Apakah ibu-ibu yang mempunyai balita secara rutin datang ke posyandu untuk menimbang balitanya - Jika tidak, apa penyebabnya - Apakah semua bayi yang didaftar memiliki KMS (Kartu Menuju Sehat) - Jika tidak memiliki KMS, apa penyebabnya - Adakah ada data jumlah balita yang ditimbang dua bulan berturut-turut naik berat badannya dan mengikuti garis pertumbuhan pada KMS - Jika tidak, apa penyebabnya - Apakah ada data jumlah balita yang ditimbang berat badannya yang berada pada garis merah atau di bawah garis merah pada KMS 6. Bagaimanakah pelaksanaan pemberian kapsul vitamin A Probing: - Siapakah yang melaksanakan kegiatan pemberian kapsul vitamin A - Bila dilaksanakan oleh petugas gizi, apakah kegiatan ini dipantau oleh pimpinan Puskesmas - Bagaimana cara pendistribusian kapsul vitamin A, apakah langsung diberikan oleh petugas kepada balita yang dibawa ibu ke Puskesmas atau diberikan kepada ibu, yang kemudian diberikan oleh ibu kepada anaknya - Berapa kali kegiatan ini dilaksanakan dalam setahun
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
- Apakah kegiatan ini mencapai target yang telah ditetapkan 7. Bagaimanakah pelaksanaan pemberian tablet Fe kepada ibu hamil Probing: - Siapakah yang melaksanakan kegiatan pemberian tablet Fe kepada ibu hamil - Bila dilaksanakan oleh petugas gizi, apakah kegiatan ini dipantau oleh pimpinan puskesmas - Bagaimana cara pendistribusian 90 tablet Fe, apakah langsung diberikan oleh petugas sebanyak 90 tablet untuk 3 bulan kepada ibu hamil atau diberikan per bulan pada saat ibu memeriksakan kehamilannya - Apakah kegiatan ini mencapai target yang telah ditetapkan 8. Bagaimanakah pelaksanaan pemberian MP-ASI pada bayi BGM dari keluarga miskin Probing: - Siapakah yang melaksanakan kegiatan pemberian MP-ASI pada bayi dari keluarga miskin (Gakin) - Bila dilaksanakan oleh petugas gizi, apakah kegiatan ini dipantau oleh pimpinan Puskesmas - Bagaimana cara pendistribusian MP-ASI, apakah langsung diberikan oleh petugas kepada bayi yang dibawa ibu ke Puskesmas atau diberikan kepada ibu, yang kemudian diberikan oleh ibu kepada bayinya - Berapa kali kegiatan ini dilaksanakan dalam setahun - Apakah kegiatan ini mencapai target yang telah ditetapkan 9. Bagaimanakah pelaksanaan perawatan pada balita gizi buruk Probing: - Siapakah yang memberikan pelayanan perawatan pada balita gizi buruk - Bagaimanakah standar pelayanan perawatan balita gizi buruk - Apakah perawatan balita gizi buruk yang diberikan sesuai dengan standar pelayanan
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
II. Kader Posyandu 1. Apakah kader posyandu aktif menjalankan tugasnya? -
Apa tugas dan tanggung jawab dari kader posyandu
-
Jika tidak aktif, apa penyebabnya
2. Apakah petugas gizi berkunjung ke posyandu? Probing: -
Apakah petugas rutin berkunjung setiap bulan atau setiap ada kegiatan di posyandu
-
Berapa jumlah petugas puskesmas yang datang ke posyandu
3. Bagaimanakah pelaksanaan penimbangan balita di Posyandu Probing: - Siapakah yang melaksanakan kegiatan penimbangan di Posyandu - Apakah ibu-ibu yang mempunyai balita secara rutin datang ke posyandu untuk menimbang balitanya - Jika tidak, apa penyebabnya - Apakah semua bayi yang didaftar memiliki KMS (Kartu Menuju Sehat) - Jika tidak memiliki KMS, apa penyebabnya - Adakah ada data jumlah balita yang ditimbang dua bulan berturut-turut naik berat badannya dan mengikuti garis pertumbuhan pada KMS - Jika tidak, apa penyebabnya - Apakah ada data jumlah balita yang ditimbang berat badannya yang berada pada garis merah atau di bawah garis merah pada KMS 4. Bagaimanakah pelaksanaan pemberian kapsul vitamin A Probing: - Siapakah yang melaksanakan kegiatan pemberian kapsul vitamin A - Bila dilaksanakan oleh kader, apakah kegiatan ini dipantau oleh petugas gizi
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
- Bagaimana cara pendistribusian kapsul vitamin A, apakah langsung diberikan oleh kader kepada balita yang dibawa ibu ke posyandu atau diberikan kepada ibu, yang kemudian diberikan oleh ibu kepada anaknya - Berapa kali kegiatan ini dilaksanakan dalam setahun 5. Bagaimanakah pelaksanaan pemberian tablet Fe kepada ibu hamil Probing: - Siapakah yang melaksanakan kegiatan pemberian tablet Fe kepada ibu hamil - Bila dilaksanakan oleh kader, apakah kegiatan ini dipantau oleh petugas gizi - Bagaimana cara pendistribusian 90 tablet Fe, apakah langsung diberikan oleh kader sebanyak 90 tablet
untuk 3 bulan kepada ibu hamil atau
diberikan per bulan pada saat ibu hamil berkunjung ke posyandu
6. Bagaimanakah pelaksanaan pemberian MP-ASI pada bayi BGM dari keluarga miskin Probing: - Siapakah yang melaksanakan kegiatan pemberian MP-ASI pada bayi dari keluarga miskin (Gakin) - Bila dilaksanakan oleh kader, apakah kegiatan ini dipantau oleh petugas gizi - Bagaimana cara pendistribusian MP-ASI, apakah langsung diberikan oleh petugas kepada bayi yang dibawa ibu ke Posyandu atau diberikan kepada ibu, yang kemudian diberikan oleh ibu kepada bayinya - Berapa kali kegiatan ini dilaksanakan dalam setahun 7. Berapa jumlah bayi yang mendapatkan ASI Eksklusif Probing: - Apakah semua bayi yang datang dan ditimbang setiap bulan diberikan ASI Eksklusif oleh ibunya Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
- Apakah pernah diberikan penyuluhan kepada ibu yang mempunyai bayi dan balita tentang manfaat dari pemberian ASI Eksklusif
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009