Analisis Implementasi PAPSI dan PSAK Pada Produk Pembiayaan Multijasa, Studi Kasus pada PT. BPRS Pemkot Bekasi Fajr Ramadhan dan Isfandayani
Abstract: The purpose of this study was to determine and evaluate the application of accounting for the expenses multiservice PT. BPRS Bekasi City and the process is done in a multiservice financing. The method used is a naturalistic qualitative method with the primary data source is performed by a live interview to the relevant parties as well as secondary data obtained from related literature. This study refers to the Guidelines for Islamic Banking and Accounting Treatment Accounting Standards issued by the Indonesian Accounting Association and has been generally applied by banks in Indonesia. The conclusion from this study showed that the technique of recording and accounting treatment in the use of multiservice financing Ijara contract in accordance with PSAK and PAPSI. However, this listing has not been adopted purely and PAPSI direct of PSAK applicable. The accounting treatment in multiservice financing refers only to SFAS 107 on ijara because there are no specific PSAK governing the financing of multiservice.
Pendahuluan Secara umum pengertian Bank Islam (Islamic Bank) adalah bank yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. Saat ini banyak istilah yang diberikan untuk menyebut entitas Bank Islam selain istilah Bank Islam itu sendiri, yakni Bank Tanpa Bunga (Interest-Free Bank), Bank Tanpa Riba (Lariba Bank), dan Bank Syari’ah (Shari’a Bank). Sebagaimana akan dibahas kemudian, di Indonesia secara teknis yuridis penyebutan Bank Islam memper-
gunakan istilah resmi yaitu “Bank 1 Syariah”. Perbankan Syariah sendiri di Indonesia dimulai pada awal periode 1980-an, melalui diskusi-diskusi bertemakan bank Islam sebagai pilar ekonomi Islam. Tokoh-tokoh yang terlibat dalam pengkajian tersebut, untuk menyebut beberapa, di antaranya adalah Karnaen A Perwataatmadja, M Dawam Rahardjo, AM Saefuddin, dan M Amien Azis. Sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut adalah berdirinya PT Bank 1
www.google.com ‘’Sejarah Hukum Perbankan Syariah di Indonesia ‘’
38
Maslahah, Vol.1, No.1, Maret 2012
Muamalat Indonesia (BMI), yang sesuai akte pendiriannya, berdiri pada tanggal 1 November 1991. Sejak tanggal 1 Mei 1992, BMI resmi beroperasi dengan modal awal sebesar Rp 106.126.382.000,-. Sampai bulan September 1999, BMI telah memiliki lebih dari 45 outlet yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Selanjutnya sampai diundangkannya Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, BMI merupakan satu-satunya bank umum yang mendasarkan kegiatan usahanya atas syariat Islam di Indonesia. Baru setelah itu berdiri beberapa Bank Islam lain, yakni Bank IFI membuka cabang syariah pada tanggal 28 Juni 1999 ( Akan tetapi pada tahun 2009 Bank IFI mengalami masalah likuidasi karena tidak mampu menambah jumlah modal yang menyebabkan rasio Bank IFI anjlok hingga tidak memenuhi syarat permodalan sebesar 8% dan menyebabkan Bank IFI ditutup), Bank Syariah Mandiri yang merupakan konversi dari Bank Susila Bakti (BSB), anak perusahaan Bank Mandiri, serta pendirian lima cabang baru berupa cabang syariah dari PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Dan pada bulan Febuari 2000 disusul bank-bank lainnya membuka cabang syari’ah antara lain yaitu, Bank BTN, Bank Niaga, Bank
Maslahah, Vol.1, No. 1, Maret 2012
Mega, Bank BRI, Bank Bukopin, dan Bank Jabar. Berkembangnya perbankan syariah di Indonesia tidak hanya dapat dibuktikan dari bertambahnya jumlah bank umum syariah, unit usaha syariah, dan bank pembiayaan rakyat syariah, akan tetapi hal ini juga dapat dibuktikan dengan kenaikan asset bank-bank syariah tersebut. Pada Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) kenaikan asset tertinggi terjadi pada tahun 2010. Kenaikan asset tersebut mencapai nilai 31.429 miliar rupiah. Perkembangan asset tersebut terus meningkat sampai pada akhir bulan Maret 2011 ini. Di Indonesia, persaingan perbankan tidak hanya terjadi pada sesama perbankan berbasis syariah saja. Akan tetapi, persaingan juga terjadi pada sesama perbankan konvensional, bahkan perbankan konvensional dan perbankan syariah pun juga bersaing dalam skala makro maupun mikro. Salah satu hal yang dapat dilihat dari persaingan tersebut adalah mengenai variasi produk-produk yang mewarnai dunia perbankan. Sebagian produk perbankan syari’ah saat ini sebenarnya merupakan perpaduan antara praktek-praktek perbankan konvensional dengan prinsip-prinsip dasar ekonomi Islam. Namun demikian, dengan keluwesannya, produk-produk perbankan syariah menjadi sangat luas dan lebih
39
lengkap dibanding dengan produkproduk perbankan konvensional. Akan tetapi, ada beberapa produk perbankan syariah yang tidak dikenal dalam perbankan konvensional, seperti transaksi gadai, transaksi, pinjaman kebajikan dan lain-lain. Tampaknya keluwesan dan keluasan produk perbankan syariah inilah yang membuat beberapa kalangan investor tertarik untuk menggagas lahirnya sistem perbankan syariah, baik secara full banking system ataupun dual banking system. Secara umum, transaksi di perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : (1) Produk Pembiayaan (Financing) yaitu produk yang bertujuan untuk membiayai kebutuhan masyarakat; (2) Produk Pendanaan (Founding) yaitu produk untuk menghimpun dana masyarakat; (3) Produk Jasa (Service) yaitu produk yang dibuat untuk melayani kebutuhan masyarakat yang berbasis pendapatan tanpa exsposure pembia2 yaan. Pada dasarnya masyarakat membutuhkan bank untuk memenuhi kebutuhannya akan dana. Oleh karena itu bank merupakan lembaga penghubung (intermediasi) antara pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana. Hal ini 2
Zulkifli Sunarto, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah (Jakarta: Zikrul Hakim, 2003) h.60
40
sejalan dengan UU No.7 tahun 1992 tentang Perbankan Pasal 1, adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan dan bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, secara umum pembiayaan dapat dibagi menjadi dua bagian, antara lain: (1) Pembiayaan konsumtif, yakni pembiayaan yang diberikan untuk pembelian ataupun pengadaan barang tertentu yang tidak digunakan untuk tujuan usaha; (2) Pembiayaan produktif, yakni pembiayaan yang diberikan untuk 3 kebutuhan usaha. Dalam perkembangannya, bank syariah harus mengikuti perkembangan kebutuhan nasabah yang semakin bervariasi. Banyaknya variasi kebutuhan nasabah menyebabkan munculnya jenis-jenis pembiayaan baru. Salah satu dari jenis pembiayaan tersebut adalah pembiayaan multijasa. Pembiayaan multijasa adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank syariah dan unit usaha syariah dan 3
Antonio Muhammad Syafii ‘’Bank Syariah dari Teori ke Praktek (Jakarta: Gema Insani, 2001) h.160
Maslahah, Vol.1, No.1, Maret 2012
pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan 4 imbalan atau bagi hasil. Menurut Lembaga Keuangan Syariah (LKS) pembiayaan multijasa adalah pembiayaan yang diberikan oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) kepada nasabah dalam memperoleh manfaat atas suatu jasa. Ketentuan pembiayaan multijasa pada Lembaga Keuangan Syariah (LKS) adalah sebagai berikut: (1) Pembiayaan multijasa hukumnya boleh (jaiz) dengan menggunakan akad ijarah atau kafalah; (2) Dalam LKS menggunakan akad ijarah, maka harus mengikuti semua ketentuan yang ada dalam fatwa ijarah; (3) Dalam LKS menggunakan akad kafalah, maka harus mengikuti semua ketentuan yang ada dalam fatwa kafalah.; (4) Dalam kedua pembiayaan multijasa tersebut, LKS dapat memperoleh imbalan jasa (ujrah) atau fee; (5) Besar ujrah atau fee harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal bukan dalam 5 bentuk persentase. Salah satu produk pembiayaan di bank syariah yang saat ini sedang
berkmbang adalah ijarah. Ijarah adalah salah satu prinsip syariah yang digunakan untuk memberikan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah oleh bank syariah menurut UU No. 10/1998. Secara fiqih ijarah didefinisikan oleh Fatwa DSN MUI sebagai akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepe6 milikan barang itu sendiri. Bila ijarah secara fikih merupakan suatu akad sewa menyewa, maka dalam konteks UU No.10/ 1998 ijarah adalah suatu prinsip dalam penyediaan uang atau tagihan. Pada dasarnya, ijarah didefinisikan sebagai hak untuk memanfaatkan barang atau jasa dengan membayar imbalan tertentu. Ijarah adalah akad sewa menyewa muajjir (pemilik objek sewa) dan musta’ir (penyewa) atas ma’jur (obyek sewa) untuk mendapatkan imbalan atas barang yang akan 7 disewakan. Sudah hal yang sepatutnya, pembiayaan-pembiayaan yang dilakukan oleh bank-bank tersebut dilakukan pencatatan yang terstruktur. Bahkan di dalam kegiatan perbankan maupun non perbankan, semua kegiatan yang
4
BI ’’Kodifikasi Produk Perbankan Syariah 2008” 5 Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 44/DSN-MUI/VIII/2004 tentang pembiayaan multijasa
Maslahah, Vol.1, No. 1, Maret 2012
66
Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan ijarah 7 (BI, PAPSI, 2003) h.111
41
berhubungan dengan keuangan selalu dilakukan pencatatan. Hal ini sudah lumrah di setiap perusahaan. Bahkan hal ini sudah menjadi suatu kewajiban bagi perusahaan bersangkutan untuk menyajikan data-data keuangan perusahaan berupa pencatatan akuntansi. Adapun pentingnya pencatatan akuntansi adalah memberikan informasi pada individu yang mencoba untuk menentukan nilai kelayakan perusahaan dan tidak melaporkan nilai dengan sendirinya. Laporan ini diberikan pada individu yang ada diluar perusahaan dan bisa menyebarkan dengan luas, bahkan mencapai kompetitor perusahaan dan 8 sumber lainnya. Bahkan Al Quran sebagai kitab suci umat Islam menganggap masalah ini sebagai suatu masalah yang serius dengan diturunkannya surah AlBaqarah ayat 282 yang menjelaskan tentang pentingnya fungsi-fungsi pencatatan transaksi, dasar-dasarnya, dan manfaat-manfaatnya, seperti yang diterangkan oleh kaidah-kaidah hukum yang harus dipedomani dalam hal tersebut.
8
Iin, Pentingnya Akuntansi Keuangan, http://hamdala.wordpress.com/2010
42
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah 9 mengajarkannya’’ Sebagaimana pada awal ayat tersebut yang menyatakan apabila kita sedang bermuamalah dan tidak melakukannya secara tunai dan dengan tenggang waktu, Allah telah menegaskan kepada umatnya untuk selalu hendaklah dikakukan pencatatan yang sebenar-benarnya. Bahkan Allah SWT berseru kepada umatnya apabila berhalangan dalam keadaan yang tidak mungkin untuk mencatatnya yang diterangkan dalam ayat di bawah. Ayat tersebut menjelaskan bahwa hendaknya kedua belah pihak berjaga-jaga untuk saling menepati janjinya dengan cara mengikat orang yang memiliki utang tersebut. Allah SWT telah mejelaskan
9
Muhammad, Pengantar Akuntansi Syariah Edisi 2 (Jakarta:Salemba Empat, 2005)
Maslahah, Vol.1, No.1, Maret 2012
secara tegas bahwa pencatatan sangat penting dilakukan. Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Baqarah: 283) Pencatatan di dalam dunia usaha sering disebut dengan sebutan akuntansi. Secara umum, Urgensi akuntansi pada perbankan syariah adalah Salah satu alat yang diperlukan sebuah institusi keuangan untuk mengukur kinerja sekaligus sebagai
Maslahah, Vol.1, No. 1, Maret 2012
laporan kepada pihak terkait adalah apa yang disebut akuntansi. Sehingga perkembangan institusi keuangan tersebut berdampak pada perkembangan akuntansi itu sendiri. Atau dengan kata lain bahwa akuntansi dan institusi keuangan atau bukan saling terkait. Sehingga menjadi keniscayaan hadirnya perbankan syariah membutuhkan akuntansi syariah. Walaupun bukan berarti akuntansi syariah lahir karena perbankan syariah. Sejarah Islam mengatakan bahwa akuntansi dalam Islam bukanlah seni dan ilmu yang baru sebenarnya bisa dilihat dari peradaban Islam yang pertama yang sudah memiliki ‘’Baitul Maal’’ yaitu merupakan lembaga keuangan yang berfungsi sebagai ‘’bendahara negara’’ dan penjamin kesejahteraan sosial. Masyarakat muslim sejak itu memiliki jenis akuntansi yang disebut Kitabatul 10 Amwal (pencatatan Uang). Di Indonesia, perlakuan standar akuntansi yang berlaku adalah Perlakuan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.101 dan Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI). Berbeda dengan penerapan akuntansi yang lain, penerapan akuntansi atas pembiayaan multijasa belum diatur secara khusus dalam PSAK 101. Namun mengingat bahwa pembiayaan multijasa ber10
Ikmalsyah ‘’Modul Akuntansi Syariah’’2008
43
dasarkan akad Ijarah dan Kafalah, maka penerapan akuntansi pembiayaan multijasa ini dapat merujuk kepada PSAK 101. Oleh karena hal-hal di atas, penulis berinisiatif melakukan penelitian mengenai perlakuan akuntansi produk multijasa di PT. BPRS Pemkot Bekasi dengan judul: “Analisis Implementasi PAPSI dan PSAK Produk Pembiayaan Multijasa (Studi analisis di PT. BPRS Pemkot Bekasi). Penulis memilih produk multijasa sebagai topik penelitian ini karena produk multijasa ini masih tergolong baru dan masih sedikit bank-bank syariah yang menggunakannya. Dan alasan penulis memilih PT. BPRS Kota Bekasi menjadi tempat penelitian ini adalah di PT. BPRS Kota Bekasi ini memiliki produk multijasa yang berfungsi sebagai media penyalur dana konsumtif dan produktif. Metodologi Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian ini dilakukan selama 3 bulan, terhitung dari bulan Agustus 2011 sampai dengan bulan Oktober 2011. Penelitian dilakukan di PT.BPRS Pertokoan Mitra Pratama Blok G No.2 Jl.IR. Juanda, Bekasi Timur. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif naturalistik, yaitu metode penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis, atas lisan dari orang-orang dan prilaku yang
44
dapat diamati. Pada metode ini, pendekataan diarahkan pada latar dan individu tersebut secara ho11 listik. Dalam penelitian ini data dikumpulkan dari tiga sumber sebagai berikut: Pertma, data primer. Data primer merupakan data yang diperoleh dari sumber pertama baik dari pimpinan dan karyawan yang terkait dengan penerapan sistem akuntansi ijarah multijasa BPRS Pemkot Bekasi seperti hasil wawancara yang diilakukan oleh peneliti. Kedua, data sekunder internal. Dalam sekunder internal merupakan data yang telah diolah dan disajikan oleh pihak internal BPRS Pemkot Bekasi, misalnya neraca,laporan akuntansi ijarah multijasa dan data pendukung lainnya. Ketiga, data sekunder eksternal. Mengumpulkan informasiinformasi dan data-data yang relevan dari sumber pustaka dengan permasalahan perbankan syariah khususnya pembiayaan ijarah multijasa yang diperoleh dari literature-literatur yang ada, baik berupa buku-buku, majalah, jurnal, makalah, dan lain-lain. Temuan Penelitian 1. Proses pengajuan pembiayaan Multijasa di PT BPRS Pemkot Bekasi 11
Lexi J. Moeleng, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Rosdakarya), h.3
Maslahah, Vol.1, No.1, Maret 2012
Pembiayaan multijasa pada PT BPRS Pemkot Bekasi telah diatur oleh SOP pembiayaan multijasa PT BPRS Pemkot Bekasi. Pembiayaan ini adalah salah satu kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pelayanan pendidikan, kesehatan, dan pernikahan. Dalam hal pemberian persetujuan pembiayaan multijasa, bank membuat sebuah dokumentasi setelah sebelumnya melakukan analisa terhadap usulan pembiayaan. Analisa dapat berbeda tergantung penghasilan calon nasabah pembiayaan multijasa (penghasilan tetap dan penghasilan tidak tetap). Analisa atas pengajuan pembiayaan tersebut kemudian dilampirkan dalam memo analisa pembiayaan multijasa. Memo analisa untuk calon nasabah berpenghasilan tetap terdiri dari: Data pemohon; Data kebutuhan; Data penghasilan; Biaya-biaya; Jaminan; Rekomendasi dan Penyimpangan Memo analisa untuk calon nasabah berpenghasilan tidak tetap terdiri: Data pemohon; Tujuan transaksi pembiayaan multijasa; Analisa kualitatif; Analisa kuantitatif; Analisa jaminan; Analisa resiko; Penyimpangan; Kesimpulan. Kemudian memo analisa atas pengajuan pembiayaan dilampirkan dalam dokumentasi pembiayaan multijasa yang terdiri dari: Surat penawaran pembiayaan Ijarah Multijasa (Offering Letter), Akad
Maslahah, Vol.1, No. 1, Maret 2012
Ijarah Multijasa, Akad pengikat jaminan, Jadwal angsuran 2. Teknik Pencatatan Keuangan Produk Pembiayaan Multijasa PT. BPRS Pemkot Bekasi. Pada saat realisasi pembiayaan: (1) Debet: Piutang Transaksi Multijasa; (2) Kredit: Kas; Pada saat nasabah membayar Upah/Ujrah: (3) Debet: Tabungan Nasabah/Kas; (4) Kredit: Pendapatan Transaksi Multijasa; (5) Debet : Kas; (6) Kredit : Piutang Transaksi Multijasa. Pada laporan neraca, piutang transaksi multijasa dilaporkan sebagai bagian dari piutang, sedangkan pada laporan laba rugi, pendapatan transaksi multijasa dilaporkan pada pendapatan dari pendapatan operasional. Pembahasan Temuan Penelitian 1. Proses pengajuan pembiayaan multijasa pada PT BPRS Pemkot Bekasi Proses pengajua pembiayaan multijasa mengacu pada standar operasional prosedur (SOP) yaitu : (1) Tahap 1: nasabah mengajukan pembiayaan secara formal dengan membawa data-data pribadi dari yang berkaitan dengan penghasilan tepatnya pada BPRS Pemkot Bekasi. (2) Tahap 2 : Lending Officer mengumpulkan data-data calon nasabah diantaranya
45
Untuk karyawan swasta dan umum : Identitas diri calon nasabah foto copy KTP suami/istri, surat KK, surat akta nikah, surat keterangan domisili, rekening listrik, telpon, PDAM, dan kartu kredit SIUP dan NPWP. Dan untuk data-data keuangannya adalah : Slip gaji terakhir atau penghasilan, foto copy rekening tabungan atau giro 3 bulan keterangan erakhir,dan surat keterangan bekerja dan data jaminan berupa foto copy BPKB, STNK, SHM, SPPT, dan PBB. Serta data rencana penggunaan dana. Untuk PNS : Identitas diri calon nasabah foto copy KTP suami/istri, surat KK, surat akta nikah, surat keterangan domisili, rekening listrik, telpon, PDAM, dan kartu kredit SIUP dan NPWP. Dan untuk data-data keuangannya adalah : Slif gaji terakhir atau penghasilan, foto copy rekening tabungan atau giro 3 bulan keterangan erakhir, dan surat keterangan bekerja dan data jaminan berupa foto copy BPKB, STNK, SHM, SPPT, dan PBB, SK pengangkatan pertama dan terakhir, ijazah terakhir, personal garansi, dan PBB serta data rencana penggunaan dana. (3) Tahap 3 : ADM Legal menganalisa data-data nasabah yang berkaitan dengan data yuridis dan data jaminan. (4) Tahap 4 : Lending officer menganalisis pembiayaan dan
46
membuat memo pembiayaan nasabah. (5) Tahap 5 : kabag operasional memeriksa data penunjang dan mengadakan pertemuan komite pembiayaan. Jika data calon nasabah tidak lengkap maka Lending officer meminta kelengkapan data nasabah dan pada pertemuan comite pembiayaan ditemukanlah apakah nasabah layak untuk dibiayai atau tidak, jika nasabah tidak disetujui dan tidak layak untuk dibiayai, maka Lending officer membuat surat penolakan untuk nasabah. Jika pengajuan pembiayaan nasabah disetujui dan layak dibiayai, maka Lending officer akan memberitahukannya. (6) Tahap 6: Lending officer membuat surat pemberitahuan persetujuan pembiayaan (SP3) dan kemudian registrasi pada bagian umum dan mengirimkan (SP3) kepada nasabah. (7) Tahap 7: Lending officer membuat memo pengikatan dan mengadakan pengikatan, baik pengikatan pembiayaan ataupun pengikatan jaminan. (8) Tahap 8: Pencairan dana pada nasabah, pada tahap ini nasabah akan diberikan pencairan dana anggaran pembiayaan yang disetujui oleh komite pembiayaan. 2. Teknik Pencatatan Akuntansi Pembiayaan Multijasa
Maslahah, Vol.1, No.1, Maret 2012
1) Pencatatan Akuntansi Pembiayaan Multijasa Pembiayaan multijasa adalah pembiayaan dalam bentuk jasa keuangan dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan kepariwisataan. Akad yang digunakan dalam transaksi pembiayaan adalah akad ijarah, maka perlakuan akuntansi pembiayaan multijasa merujuk pada perlakuan akuntansi ijarah. Namun perlakuan akuntansi untuk ijarah tidak sepenuhnya sesuai dengan transaksi multijasa. Akuntansi untuk pembiayaan multijasa dalam PSAK 59 merujuk kepada akuntansi ijarah. Hal ini disebabkan oleh akad yang digunakan dalam pembiayaan multijasa adalah akad ijarah. Namun dalam penerapannya akuntansi ijarah tidak sepenuhnya dapat diterapkan untuk transaksi multijasa karena terdapat perbedaan karakteristik atara ijarah dan multijasa. Pada transaksi ijarah terdapat obyek sewa sedangkan pada transaksi multijasa tidak terdapat obyek sewa. Begitu juga dengan PAPSI yang penyusunannya merujuk pada PSAK, maka akuntansi ijarah dalam PAPSI juga tidak dapat diterapkan sepenuhnya dalam transaksi multijasa. Sedangkan dalam SOP PT. BPRS Pemkot Bekasi, transaksi multijasa diakui sebagai bagian dari ijarah, yaitu aktiva ijarah multijasa dan pendapatan dari tran-
Maslahah, Vol.1, No. 1, Maret 2012
saksi multijasa diakui sebagai pendapatan ijarah multijasa. Sejauh ini tidak terdapat PSAK yang mengatur akuntansi pembiayaan multijasa secara khusus. Oleh karena itu sesuai dengan karakter transaksi di atas, pedoman akuntansi yang diterapkan di PT. BPRS Pemkot Bekasi untuk pembiayaan multijasa ini dapat dipadankan dengan: 1. Pembayaran kepada penyedia jasa, dapat dipadamkan dengan transaksi talangan. Akad yang digunakan adalah akad ijarah. Dengan pencatatan: Db. Piutang Wakalah Kr. Kas 2. Pengakuan piutang kepada nasabah juga menggunakan akad ijarah. Dengan pencatatan: Db. Piutang Transaksi Multijasa Kr. Kas 3. Penerimaan piutang atas transaksi multijasa. Dengan pencatatan: Db. Kas Kr. Piutang Transaksi Multijasa 4. Penerimaan ujrah dapat dipersamakan dengan penerimaan pendapatan sebagaimana pencatatan pendapatan pada transaksi kafalah atau wakalah karena karena murni sebagai pendapatan jasa. Db. Kas Kr. Pendapatan Transaksi Multijasa Ujrah atas piutang transaksi multijasa ditetapkan dalam bentuk
47
nominal dan sesuai dengan kesepakatan pihak bank dan nasabah. Ujrah harus sesuai dengan jasa yang diberikan bank, yaitu jasa untuk membayarkan sejumalah uang pada pihak kedua, maka ada dua kondisi yang muncul berkaitan dengan perlakuan akuntansi atas ujrah yang kecil dan nominal ujrah yang cukup besar. Dalam hal piutang multijasa dengan jumlah yang relatif kecil dan jangka pelunasannya kurang dari satu tahun, ujrah yang disepakati akan relatif kecil. Sebaliknya apabila piutang transaksi multijasa relatif berjumlah besar dan jangka waktu pelunasannya kurang dari satu tahun, maka ujrah yang disepakati akan besar pula. Perlakuan akuntansi untuk ujrah yang relatif kecil akan berbeda dengan perlakuan akuntansi untuk piutang transaksi multijasa dengan ujrah yang besar. Pada piutang transaksi multijasa dengan ujrah yang besar, ujrah akan diakrualkan, dan pembayaran ujroh oleh nasabah dilakukan secara cicilan seperti pembayaran pokok pembiayaan. Sedangkan untuk ujrah yang relatif kecil, ujrah dibayarkan dimuka, yaitu pada saat pembayaran cicilan pertama. Kemudian untuk pembayaran cicilan berikutnya nasabah hanya membayar pokok pembiayaan. 2) Ilustrasi Pembiayaan Multijasa PT. BPRS Pemkot Bekasi
48
Pada ilustrasi pembiayaan multijasa PT. BPRS Pemkot Bekasi bertindak sebagai penjual, sedangkan nasabah bertindak sebagai pembeli. PT. BPRS Pemkot Bekasi dalam melakukan pembiayaan kepada nasabah dengan memberikan margin sebesar 18%. Jenis pembiayaan multijasa yang dilakukan berdasarkan permintaan nasabah yang membutuhkan untuk pembiayaan yang bersifat tidak berwujud benda, dimana kemudian terjadilah kesepakatan mengenai harga jual pihak PT. BPRS Pemkot Bekasi dan kesepaktan mengenai ujrah atau fee yang dibebankan kepada nasabah dan dikategorikan dalam pendapatan transaksi multijasa. Dalam prakteknya PT. BPRS Pemkot Bekasi mewakilkan pembayaran biaya pendidikan (dalam hal ini contoh pembiayaan multijasa mengenai pembiayaan pendidikan) dengan surat wakalah (perwakilan) dari bank kepada naabah surat wakalah tersebut yang dikuatkan landasan hukumnya ditandai materai. Contoh ilustrasi: Pada tanggal 1 April, Tn. Fulan memerlukan sejumlah biaya untuk mendanai biaya pendidikan Sarjananya. Karena terbatasnya dana yang ia miliki, Tn. Fulan meminta sejumlah pembiayaan kepada PT. BPRS Pemkot Bekasi sebesar Rp 50.000.000,- untuk membiayai biaya kuliahnya. Pihak PT. BPRS Pemkot Bekasi menyetujui pembiayaan
Maslahah, Vol.1, No.1, Maret 2012
tersebut dengan menggunakan akad ijarah multijasa, plafon pembiayaan sebesar Rp 30.000.000,- dengan kesanggupan pembayaran cicilan selama 36 bulan. PT. BPRS Pemkot Bekasi menyerahkan sejumlah uang kepada nasabah dengan surat wakalah dan persetujuan pembiayaan dengan data sebagai berikut: - Plafond Pembiayaan : Rp 30.000.000,- Penggunaan pembiayaan : Biaya pendidikan - Jenis pembiayaan : Ijarah multijasa - Harga beli : Rp 30.000.000,- Margin : 18% p.a
30 jt -
: Rp 16.200.000,Harga Jual (beli+margin) : Rp 46.200.000,Jangka waktu : 36 bulan Angsuran perbulan : Rp 1.283.333,Biaya Administrasi : Rp 750.000,Biaya Materai (10 buah) : Rp 60.000,Biaya Notaris (SKMHT) : Rp 400.000,Biaya asuransi jiwa 2,24% x : Rp 672.000,Pengikatan jaminan : notarial
Maslahah, Vol.1, No. 1, Maret 2012
Dalam pembayaran pembiayaan multijasa PT. BPRS Pemkot Bekasi dilakukan dengan cara angsuran. Hal ini sesuai PSAK 107 yang menyatakan pembayaran pembiayaan ijarah dapat dilakukan secara tangguh atau tunai. 3) Pengakuan pembiayaan multijasa dan pencatatan akuntansi 1. Pengakuan pembiayaan multijasa (perwalian pembiayaan) Pengakuan pembiayaan multijasa pada saat realisasi biaya diakui sebagai perwakilan sebesar biaya perolehan. Pihak PT. BPRS Pemkot Bekasi dalam melakukan dan pengukuran terhadap transaksi, maka penjurnalannya: Jurnal telah sesuai dengan PSAK 101 dan PAPSI 2003
Tabel: Piutang Wakalah Keterangan
Debet
Piutang Wakalah
30.000.000
Kas/RekeningTn. Fulan
Kredit
30.000.000
Sumber : PT BPRS Pemkot Bekasi 2. Realisasi pembiayaan multijasa Realisasi pembiayaan transaksi multijasa kepada nasabah. Dana yang dikeluarkan diakui sebagai piutang transaksi multijasa dan mengurangi pada kas PT. BPRS Pemkot Bekasi.
49
Tabel: Pengakuan Piutang Trasaksi Multijasa
Tabel: Pengakuan Penerimaan Pendapatan Transaksi Multijasa
Keterangan
Debet
Kredit
Keterangan
Debet
Piutang Transaksi Multijasa
30.000.000
450.000
30.000.000
Kas/Rekening Tn. Fulan Pendapatan Transaksi Multijasa
Kas/Rekening Tn. Fulan
Sumber: PT BPRS Pemkot Bekas 3. Angsuran / penerimaan piutang atas transaksi multijasa Penerimaan angsuran pokok Tn. Fulan mengenai pembiayaan transaksi multijasa, kas berada pada posisi debet dan piutang transaksi multijasa berkurang pada posisi kredit. Tabel: Pengakuan Penerimaan Piutang Transaksi Multijasa Keterangan
Debet
Kas/Rekening Fulan Piutang Multijasa
Tn.
Transaksi
Kredit
833.333 833.333
Sumber : PT.BPRS Pemkot Bekasi 4. Penerimaan ujrah / pendapatan transaksi multijasa Penerimaan ujrah dapat dipersamakan dengan penerimaan pendapatan transaksi multijasa. Kas bank atau rekening Tn. Fulan pada posisi debet sehingga menambah kas bank.
50
Kredit
450.000
Sumber : PT.BPRS Pemkot Bekasi 5. Angsuran Tunggakan Pada saat Tn. Fulan tidak bisa membayar angsurannya 1 bulan pada bulan berikutnya maka BPRS Pemkot Bekasi akan menjurnal sebagai berikut: Tabel : Angsuran Tunggakan Keterangan
Debet
Kas/Rekening Tn. Fulan
0
Piutang Multijasa
Transaksi
Pendapatan Transaksi Multijasa Ditangguhkan Pendapatan transaksi Multijasa
Kredit
0 0 0
Sumber: PSAK BPRS Pemkot Bekasi Dari jurnal di atas jika ada nasabah yang tidak bisa melunasi angsuran pada bulan berikutnya, maka BPRS akan mengakui pendapatan transaksi multijasa pada bulan ini adalah nol. Dalam hal ini BPRS Kota Bekasi melakukan cara penjurnalan dengan system cash basis. Pendapatan transaksi multijasa ditetapkan dalam bentuk nominal dan
Maslahah, Vol.1, No.1, Maret 2012
sesuai dengan kesepakatan pihak bank dan nasabah. Pendapatan transaksi multijasa harus sesuai dengan jasa yang diberikan bank, yaitu jasa untuk membayarkan sejumlah uang pada pihak kedua, maka ada dua kondisi yang muncul berkaitan dengan perlakuan akuntansi atas pendapatan transaksi multijasa, yaitu pendapatan transaksi multijasa yang kecil dan nominal pendapatan transaksi multijasa yang cukup besar. Dalam hal pembiayaan transaksi multijasa dengan jumlah yang relatif kecil dan jangka waktu pelunasannya kurang dari satu tahun, pendapatan transaksi multijasa yang disepakati akan relatif kecil. Sebaliknya apabila pembiayaan multijasa berjumlah besar dan jangka waktu pelunasannya lebih dari satu tahun, maka pendapatan transaksi multijasa akan besar pula. Perlakuan akuntansi untuk pendapatan transasksi multijasa yang relatif kecil akan berbeda dengan perlakuan akuntansi untuk pembiayaan multijasa dengan pendapatan transaksi multijasa yang besar. Pada pembiayaan multijasa dengan pendapatan transaksi multijasa yang besar, pendapatan transaksi multijasa akan diakrualkan, dan pendapatan transaksi multijasa oleh nasabah dilakukan secara cicilan seperti pembayaran pokok pembiayaan. Sedangkan untuk pendapatan transaksi multijasa yang
Maslahah, Vol.1, No. 1, Maret 2012
realtif kecil, pendapatan transaksi multijasa dibayarkan dimuka, yaitu pada saat pembayaran cicilan pertama. Kemudain untuk pembayaran cicilan berikutnya nasabah hanya membayar pokok pembiayaan. 4) Penyajian laporan keuangan 1. Laporan laba rugi: Dalam laporan keuangan ini BPRS akan mengakui pendapatan transaksi multijasa selama satu tahun sebesar Rp.5.400.000,- masa angsuran selama tiga tahun sehingga perolehan pendapatan transaksi multijasa sebesar Rp.16.200.000,2. Pada sisi neraca BPRS akan melaporkan assetnya sebesar Rp.30.000.000,(harga pokok transaksi multijasa) + Rp 1.283.333,(angsuran per bulan) = Rp 31.283.333,3. Sedangkan pada pendapatan transaksi multijasa ditangguhkan akan bersaldo Rp 16.200.000,Rp 15.750.000,(pembayaran selama satu tahun) = Rp 450.000,- rekening ini akan disajikan pos lawan piutang transaksi multijasa. Menurut Peraturan Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia dan Perlakuan Standar Akuntansi Keuangan nomor 101 mengenai penyajian laporan keuanan, di dalam neraca dan laporan laba rugi, pos piutang transaksi multijasa dan pendapatan transaksi multijasa tidak terdapat di PAPSI dan PSAK. Hal ini
51
disebabkan memang belum adanya peraturan khusus yang mengatur mengenai pencatatan harian dan penyajian laporan untuk transaksi multijasa, yang saat ini masih mengadaptasi dari akuntansi ijarah. Oleh karena itu, pihak PT. BPRS Pemkot Bekasi berupaya mengkondisikan pos-pos mengenai transaksi multijasa ke dalam akuntansi dan laporan keuangan (neraca dan laporan laba rugi). Berdasarkan data yang ada produk yang terdapat pada bank berkaitan telah berkembang, sehingga diperlukan pula penulisan dan pelaporan yang mengikuti perkembangan produk tersebut. Oleh karena itu, pihak bank berkaitan mengkondisikan hal tersebut dengan menginput transaksitransaksi multijasa ke dalam laporan keuangan secara wajar. Dari hal inilah, dapat disimpulkan bahwa perlunya diadakan peraturan-per-aturan baru yang harus dikeluarkan oleh pihak berwenang mengenai tata cara pelaksanaan dan penjurnalan serta pelaporan keuangan tentang produkproduk baru yang seringkali di modifikasi oleh bank-bank umum atau BPRS. Kesimpulan Analisis implementasi PAPSI dan PSAK pada produk pembiayaan multijasa pada PT BPRS Pemkot Bekasi dimulai dari bagian Customer service, Accounting officer, sampai
52
bagian Accounting telah mengikuti standar operasional prosedur yaitu mulai dari permohonan pembiayaan sampai tahapan realisasi pembiayaan dan pencairan dana dari segi pencatatan akuntansinya pun telah sesuai dengan PSAK 107 dan PAPSI 2003. Dari hasil penelitian atas permasalahan tentang Analisis implementasi PAPSI dan PSAK pada produk pembiayaan multijasa pada PT BPRS Pemkot Bekasi maka peneliti menyimpulkan sebagai berikut : Pertma, Proses pengajuan atas pembiayaan multijasa yang diterapkan oleh PT BPRS Pemkot Bekasi dalam rangka perjanjian dengan akad ijarah sudah benar dengan menetapkan persyaratan dan ketentuan permohonan pembiayaan multijasa yang cukup mudah untuk dipenuhi masyarakat pada umumnya untuk mendapatkan modal yang mereka butuhkan. Kedua, teknik pencatatan dan perlakuan akuntansi pembiayaan transaksi multijasa dengan akad ijarah menggunakan PSAK. Ketiga, penerapan akuntansi multijasa telah sesuai dengan PSAK dan PAPSI yang merujuk pada PSAK 107 tentang ijarah karena pembiayaan transaksi multijasa di PT BPRS Pemkot Bekasi menggunakan akad ijarah belum terdapat PSAK khusus yang mengatur akuntansi transaksi multijasa; Keempat, terdapat ketidaksesuaian menurut PAPSI dan PSAK mengenai penyajian
Maslahah, Vol.1, No.1, Maret 2012
laporan keuangan tentang pos-pos yang terkait dengan transaksi multijasa dan adaya upaya dari pihak bank terkait untuk mengkondisikan hal-hal tersebut. Hal ini disebabkan belum adanya peraturan khusus yang memuat mengenai penyajian laporan keuangan tentang pos transaksi multijasa.
Daftar Pustaka Antonio, Muhammad Syafi’I, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: Gema Insani Press, 2001 Zulkipli, Sunarto, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, Jakarta: Zikrul Hakim, 2003 Bank Indonesia, Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indionesia 2003 ____________, Kodifikasi Produk Perbankan Syariah 2008 ___________, Undang-Undang No 10 tentang Perbankan ___________, Undang-Undang No 21 tentang Perbankan Syariah ___________, Peraturan Bank Indonesia 2007 Bank Indonesia, Statistik Perbankan Syariah, diambil melalui internet http://www.bi.go.id,2011 Farouk, Umar, Sejarah Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, diambil melalui internet http://www.google.com
Maslahah, Vol.1, No. 1, Maret 2012
Himpunan Fatwa Dewan Syariah, Pembiayaan Multijasa 2004 ___________________________, Pembiayaan Ijarah 2000 Ikmalsyah, Modul Akuntansi Syariah 2008 Lin, Pentingnya Akuntansi Keuangan, diambil melalui internet http://hamdala.wordpress.com,20 10 Muhammad, Pengantar Akuntansi Syariah, Jakarta: Salemba Empat, 2005 Kasmir, Pemasaran Bank, Jakarta: Kencana, 2008 Rifqi, Muhammad, Akuntansi Keuangan Syariah, Yogyakarta: P3EI, 2008 Remy, Sutan, Perbankan Syariah Produk-Produk Dan Aspek-Aspek Hukumnya, Jakarta: PT Jayakarta Agung, 2010 Nurlailah, Analisis Implementasi Sistem Akuntansi Pembiayaan Murabahah Pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Pemkot Bekasi, Skripsi, FAI UNISMA, Bekasi, 2009 Eshariahnomics, Definisi Pembiayaan Syariah, diambil melalui internet http://www.google.com Wiyono, Slamet, Cara Mudah Memahami Akuntansi Syariah Berdasarkan PSAK dan PAPSI, Jakarta: PT Gramedia Widasarana Indonesia, 2005
53
Sinamora, Henry, Akuntansi Basis Pengambilan Keputusan Bisnis, Jakarta: Salemba Empat, 2000 Ramli, Hasbi, Brifcase Books Edukuasi Profesional Syariah Teori Dasar Akuntansi Syariah, Jakarta: PT Renaisan Anggota IKAPI, 2005 Moeleong, Lexi J., Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Rosdakarya, 2000
54
Noorliayati, Ellya Akuntansi Syariah vs Barat, Artikel Majalah Akuntan Indonesia, 2007 Okta, Artikel Akuntansi Syariah dalam PSAK, 2009 Rahmat, Syafi’I, Fiqh Muamalah, Bandung: CV Pustaka, 2004 Rasjid, Sulaiman, Fiqh Muamalah, Bandung: Sinar Algensindo, 1994
Maslahah, Vol.1, No.1, Maret 2012